Download - Bajang Gas Lift
BAB IV
METODE PRODUKSI DAN
PERALATANNYA
4.1. Metode Produksi
Metode produksi adalah suatu cara untuk mengangkat hidrokarbon dari
reservoir ke permukaan. Pada prinsipnya metode produksi pada eksploitasi tahap
awal dapat diklasifikasikan dalam dua tahap, yaitu sembur alam (flowing well)
dan Pengangkatan buatan (artificial lift). Metode sembur alam dilakukan apabila
tekanan reservoir mampu mengalirkan minyak ke permukaan dengan rate yang
ekonomis. Sedangkan metode pengangkatan buatan dilakukan bila tekanan
reservoir sudah tidak mampu lagi mengangkat minyak ke permukaan. Ada
berbagai jenis metode artificial lift, diantaranya yaitu : Gas Lift, Pompa Reda
(ESP) dan Pompa Angguk (Sucker Rod).
4.1.1. Dasar Pemilihan Metode Produksi
Pemilihan metode produksi didasarkan pada perkiraan reservoir tersebut
yaitu perilaku reservoir. Beberapa parameter yang mempengaruhi dasar pemilihan
metode produksi dari sumur-sumur yang ada pada suatu lapangan minyak adalah :
karakteristik reservoir dan karakteristik lubang bor.
4.1.1.1. Karakteristik Reservoir
Karakteristik reservoir yang mempengaruhi dasar pemilihan metode
produksi adalah :
A. Viscositas
Ketentuan umum untuk viscositas yang lebih kecil dari 10 cp (di atas 30 o
API), diabaikan dalam penentuan metode pengangkatan. Untuk minyak mentah
dengan viscositas yang tinggi, sucker rod tidak akan dapat bergerak naik turun
dengan bebas, sehingga effectif stroke berkurang dan rods menjadi overload atau
kelebihan beban.
Pada pompa ESP akan mengakibatkan pengurangan effisiensi, sehingga
menjadikan kurva head capacity menjadi rendah. Fluida dengan viscositas tinggi,
sulit diangkat dengan metode apapun.
B. Faktor Volume Formasi
Faktor Volume Formasi (FVF) menggambarkan angka barrel dari fluida
yang diangkat, yang disesuaikan dengan kondisi permukaan. Faktor ini harus
dipertimbangkan untuk semua metode pengangkatan.
Bahwa faktor volume formasi yang tinggi atau rendah tidak menunjukkan
performance yang lebih baik dalam perbandingan metode pengangkatan buatan
(Brown K.E., 1980).
C. Jenis Reservoir
Depletion Drive Reservoir / Solution Gas Drive
Ketika tekanan reservoir turun, liquid akan mengalir dengan fluida
terangkat ke atas permukaan dengan bantuan gas terlarut. Tidak adanya aquifer
atau fluida injeksi untuk membantu mengekspansi fluida (menambah bantuan
tenaga pendorong) menyebabkan recovery rendah.
4.1.1.2. Karakteristik Lubang Bor
Karakteristik lubang bor yang mempengaruhi dasar pemilihan metode
produksi adalah :
A. Kedalaman Lubang Bor
Di setiap sumur dengan kedalaman di bawah 10.000 ft semua metode
pengangkatan adalah effisien. Sucker rod memiliki kemampuan mengangkat dari
kedalaman yang sangat dalam, tetapi pada lubang bor yang lurus. Pompa ESP
menghendaki kolom fluida yang tinggi dengan kedalaman yang dangkal, tetapi
dapat digunakan pada sumur directional (miring). ESP tidak dapat digunakan
pada kedalaman yang dalam, karena biasanya motor akan rusak dan kabel akan
putus.
B. Ukuran Tubing dan Ukuran Casing
Dari ukuran tubing dan casing ini metode artificial dapat ditentukan.
Biasanya semakin kecil ukurannya, semakin kecil pula laju produksi yang
dihasilkan. Pipa yang berukuran terlalu kecil akan mengakibatkan friction loss
yang besar dan mengakibatkan pengurangan effisiensi volumetric dari gas lift dan
ESP.
C. Tipe Komplesi
Disain artificial lift juga tergantung tipe komplesi, apakah dengan open
hole atau dengan menggunakan interval perforasi.
D. Deviasi Sumur
Deviasi sumur merupakan sudut kemiringan sumur terhadap garis vertikal.
Pemilihan metode produksi juga tergantung pada faktor ini karena ada metode
produksi yang tidak dapat digunakan pada sumur yang miring seperti Sucker Rod
Pump.
4.1.2. Metode Sembur Alam
Apabila tekanan reservoir cukup besar sehingga mampu mendorong fluida
reservoir dari reservoir ke permukaan, maka sumur yang memproduksi dengan
cara demikian disebut dengan sumur sembur alam. Keadaan demikian umumnya
hanya ditemui pada masa permulaan produksi dan ini tidak dapat dipertahankan
karena adanya penurunan tekanan reservoir.
4.1.2.1. Prinsip Sumur Sembur Alam
Pada metode produksi sembur alam, untuk memproduksikan minyak
dilakukan dengan memanfaatkan energi alamiah reservoir dan tanpa
menggunakan peralatan pembantu untuk mengangkat minyak dari dalam reservoir
sampai ke permukaan. Dengan demikian metode ini merupakan metode yang
termudah dan termurah, sehingga pada waktu reservoir dapat diproduksi secara
sembur alam diusahakan selama mungkin agar cadangan dapat diambil secara
maksimal.
Usaha yang harus dilakukan untuk mencapai maksud tersebut adalah
dengan menganalisa performance dari sumurnya yang hasilnya berguna untuk
menentukan peralatan-peralatan sumur yang sesuai.
Untuk menganalisa suatu sumur sembur alam dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu :
- Inflow Performance
- Vertikal Lift Performance
- Bean Performance
A. Inflow Performance
Inflow performance adalah aliran air, minyak dan gas dari formasi menuju
kedalaman sumur ( dasar sumur ), yang dipengaruhi oleh productivity index-nya
atau lebih umum oleh inflow performance relationship (IPR).
Kalau IPR diumpamakan merupakan grafik linier maka PI merupakan
angka yang akan menentukan potensial formasi yang bersangkutan, dimana angka
tersebut didapat dari persamaan berikut :
PI = PwfPs
q
..................................................................... (4-1)
Dimana :
PI = Productivity Index
q = Laju produksi, Bbl / day
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Ps = Tekanan statik reservoir, psi
Untuk menentukan harga PI secara langsung adalah sewaktu sumur
tersebut flowing. Kemudian dicatat harga Pwf dan q sumur tersebut. dari pressure
build-up curve dapat ditentukan tekanan statik reservoir (Ps).
B. Vertical Lift Performance
Adalah meliputi studi mengenai kehilangan tekanan (pressure loss)
sepanjang pipa vertikal yang disebabkan oleh adanya gesekan antara dinding pipa
dengan fluida yang mengalir.
Gradien tekanan yang terjadi pada pipa vertikal secara umum dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
dL
dP = (
dL
dP)el + (
dL
dP)f + (
dL
dP)acc ......................................... (4-2)
Dimana :
(dP/dL)el = g/gc sin , merupakan komponen yang ditimbulkan oleh
adanya perubahan energi potensial atau perubahan ketinggian ( elevasi ).
(dP/dL)f = dg
vf
c2
2, merupakan komponen yang ditumbulkan oleh adanya
gesekan.
(dP/dL)acc = dZg
vdv
c2
, merupakan komponen yang ditimbulkan oleh
perubahan energi kinetik.
Berdasarkan pada persamaan di atas, ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk melakukan analisa kehilangan tekanan sepanjang tubing.
1. Metode Poetman dan Carpenter
Poetman dan Carpenter mengembangkan metode semi empiris yaitu
berdasarkan persamaan keseimbangan energi serta data dari 34 sumur minyak
flowing dan 15 sumur gas lift yang menggunakan tubing ukuran 2, 2½ dan 3 in.
Minyak, air dan gas dianggap sebagai satu fasa dan tidak dilakukan korelasi liquid
hold-up.
Selain dari itu juga dianggap bahwa aliran gas, air dan minyak merupakan
aliran turbulen. Kehilangan energi yang terjadi sepanjang aliran tersebut oleh
Poetman dan Carpenter dikorelasikan dengan pembilang pada bilangan Reynold.
Beberapa hal yang harus diingat mengenai penggunaan dari metode ini
adalah :
1. Pola aliran dan slip diabaikan.
2. Faktor gesekan adalah harga rata-rata untuk seluruh panjang tubing
3. Kehilangan energi yang disebabkan oleh faktor kecepatan dan viskositas
fluida diabaikan.
Poetman dan Carpenter mengembangkan korelasinya berdasarkan
persamaan energi umum, yang kemudian diubah dalam bentuk total masa laju
aliran, seperti pada persamaan berikut ini :
510
2
10413.7
)(
144
1
d
wf
dL
dP
...................................... (4-3)
Dimana :
w = masa laju aliran total, lb/hari
= density cairan, lb/hari
d = diameter dalam pipa, ft
f = faktor gesekan
2. Metode Duns dan Ros
Metode Duns dan Ros dikembangkan berdasarkan hasil penelitian di
laboratorium dan diperbaiki serta disesuaikan dengan menggunakan data
lapangan. Pendekatan yang dilakukan oleh Duns dan Ros berbeda dengan
penelitian-penelitian yang lain, yaitu:
1. Duns dan Ros mendefinisikan gradient tekanan statik sebagai komponen
gradient tekanan akibat perubahan ketinggian (elevasi)
2. Mengembangkan korelasi untuk menentukan faktor gesekan, berdasarkan
data laboratorium untuk tiga daerah aliran.
Gradient tekanan total, menurut Duns dan Ros merupakan gabungan
antara gradient statik, gradient tekanan akibat gesekan dan gradient percepatan.
Pengaruh slip antara fasa gas dan fasa cair tercakup dalam gradient statik
dan dijaga tetap terpisah dari pengauh gesekan.
Duns dan Ros membagi aliran menjadi tiga jenis pola aliran dan pada
masing-masing pola aliran dikembangkan korelasi-korelasi untuk menentukan slip
dan faktor gesekan.
Gradient tekanan, dP/dh, dinyatakan sebagai fraksi dari gradient cairan
hidrostatik, gL , yaitu :
G = (1/Lg)(dP/dh) .................................................................. (4-4)
Dimana :
G = Dimensionless pressure gradient
Besarnya gradient tekanan total dihitung dengan menggunakan
persamaan :
tanpercepa
gradient
gesekan
gradient
staits
gradient
dh
dP
total
Dimana :
Gradient statis = HLLg + (1-HL) g g ...................................... (4-5)
Apabila gradient tekanan percepatan diabaikan, maka persamaan gradient
tekanan menjadi :
gesekan
gradientgHgH
dh
dPgLLL
)1( .............................. (4-6)
Atau dalam gradient tak berdimensi :
gesekan
gradientHH
dh
dP
gG
L
g
LL
L
)1(
1 ........................... (4-7)
Pola aliran yang terjadi, selama pengamatan yang dilakukan oleh Ros,
dibagi dalam tiga pola aliran utama , tergantung pada jumlah gas yang mengalir,
yaitu :
Daerah I, fasa cair kontinyu dan pola aliran dapat merupakan bubble flow, plug
flow, dan sebagian froth flow.
Daerah II, pada daerah ini, fasa cair dan gas berselang-seling. Pola aliran yang
tercakup dalam daerah ini adalah, slug flow, dan sebagian forth flow (sisa dari
daerah I).
Daerah III, gas merupakan fasa yang kontinyu dan pola aliran yang terjadi di
daerah ini adalah mist flow.
Ketiga daerah aliran tersebut, membedakan korelasi yang dugunakan
untuk menentukan slip velocity maupun hold-up serta faktor gesekan. Penentuan
daerah aliran berdasarkan parameter-parameter NLv, Ngv, L1, L2 dan Nd.
Peta pola aliran tersebut merupakan fungsi dari pada NLv, dan Ngv oleh
karena kedua parameter tersebut mempunyai kaitan langsung dengan laju aliran
cairan dan gas.
Liquid Hold-up, yang terjadi juga mempubnyai kaitan dengan slip
velocity, vs, yaitu sebagai berikut :
vs = [vsg / (1 - HL) - vsL/HL] ....................................................... (4-8)
Dalam bentuk tak berdimensi :
S = vs (L / g)¼ ....................................................................... (4-9)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan harga S, berbeda-beda
tergantung pada daerah alirannya, yaitu sebagai berikut :
Untuk daerah I :
S = F1 + F2 NLv + F3’ (Ngv / (1 + NLv ))2 .................................... (4-10)
Dimana :
F3’ = F3 – F4 / Nd
Untuk daerah II :
S = (1 + F5) 27
6982.0
)1(
')(
Lv
gv
NF
FN
..................................................... (4-11)
Dimana :
F6’ = 0.029Nd + F6
Untuk daerah III :
S = 0, dengan demikian HL = vsL / (vsL + vsg)
Gradient tekanan akibat dari gesekan, dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Untuk daerah I Dan II :
)1(2
)(4 2
sL
sgsLLw
v
v
d
vff
dh
dP
............................................. (4-12)
Berdasarkan data percobaan, untuk menentukan harga gesekan, Duns dan
Ros membuat persamaan-persamaan sebagai berikut :
Fw = f1 f2/f3 ............................................................................. (4-13)
Harga f1 yang mana harga f1 merupakan fungsi Bilangan Reynold. Harga
f2 merupakan koreksi terhadap adanya gas liquid ratio yang mana harga f2 tersebut
merupakan fungsi dari f1 R Nd 2/3. R adalah Gas Liquid Ratio.
Faktor ini pada dasarnya sama dengan 1 apabila R sangat kecil, tetapi
berkurang dengan cepat untuk harga R yang tinggi.
Harga f3 merupakan faktor koreksi tambahan terhadap viscositas dan GLR.
Harga f3 dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
F3 = 1 + f1 (R/50)½ ................................................................... (4-14)
Untuk daerah III :
Gradient tekanan akibat gesekan dihitung berdasarkan fasa gas dan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
d
vf
dh
dP sggw
f 2
)(4 2
........................................................... (4-15)
Oleh karena merupakan aliran gas, maka tidak terjadi slip dan faktor
gesekan fw ditentukan dengan menggunakan diagram Moody, tetapi merupakan
fungsi :
NRe = g
dsgg v
)(
Gambar 4.1. Pembagian Pola Aliran Utama Duns and Ros 3)
3. Metode Beggs Dan Brill
Pengembangan metode ini berdasarkan data percobaan aliran dalam pipa
dalam skala kecil. Pipa yang digunakan adalah pipa acrylic dengan diameter 1 in.
dan 1.5 in. dengan panjang 90 ft. Pipa tersebut dapat dimiringkan pada berbagai
sudut kemiringan. Range dari pada parameter-parameter yang diukur adalah :
Tabel IV.1. Parameter Untuk Metode Beggs And Brill 3)
Parameter Selang Pengukuran 1. Laju aliran gas 2. Laju aliran cairan 3. Tekanan sistem rata-rata 4. Diameter pipa 5. Liquid Hold-up 6. Gradient tekanan 7. Sudut kemiringan 8. Pola aliran
0 – 300 MSCF/hari 0 – 300 gal/min 35 – 95 psia 1 dan 1,5 in. 0,00 – 0,87 0 – 0,8 psi/ft -900 - +900 Horizontal
Perhitungan Liquid Hold-up pada metode Beggs and Brill juga
berdasarkan pola aliran yang terjadi. Mula-mula Liquid Hold-up yang dihitung
berdasarkan pola aliran pada kondisi pipa horizontal. Kemudian apabila pipa
miring dengan sudut kemiringan tertentu, maka Liquid Hold-up pada kondisi pipa
yang miring tersebut ditentukan berdasarkan Liquid Hold-up pada pipa horizontal,
setelah dilakukan koreksi terhadap kemiringan pipa tersebut.
Pola aliran yang diperhatikan pada metode Beggs and Brill, mirip yang
dilakukan oleh Duns and Ros, yaitu membagi pola aliran menjadi daerah-daerah
pola aliran. Daerah-daerah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Segregated Flow, terdiri dari :
- Stratified Flow
- Wavy Flow
- Annular Flow
2. Intermittent Flow, terdiri dari :
- Plug Flow
- Slug Flow
3. Distributed Flow, terdiri dari :
- Bubble Flow
- Mist Flow
4. Transition Flow
- Interplasi antara segregated dan intermittent flow
Gambar 4.2. Pola Alliran Beggs And Brill 3)
Faktor gesekan dua fasa dihitung dengan menggunakan persamaan dan
tidak tergantung pada pola aliran, tetapi tergantung dari Liquid Hold-up dan input
liquid content.
Penentuan Faktor Gesekan
Persamaan yang digunakan untuk menentukan gradient tekanan akibat
gesekan, adalah :
dg
vf
dz
dP
c
mntp
f 2
2
................................................................. (4-16)
Dimana :
n = LL + gg
ftp = fn n
tp
f
f .............................................................................. (4-17)
Harga fn ditentukan dari diagram Moody untuk pipa halus atau dengan
menggunakan persamaan :
2
Re
Re )8215.3)log(5223.4
log2(
1
N
Nfn .................................. (4-18)
Dengan menggunakan bilangan Reynold, maka :
n
mn dVN
Re ......................................................................... (4-19)
Dimana :
n = LL + gg
Perbandingan antar faktor gesekan dua fasa (ftp), dengan faktor no-slip (fn),
adalah sebagai berikut :
(ftp/fn) = es .............................................................................. (4-20)
Dimana :
42 )(ln01853.0)(ln8725.0ln1821.30523.0
ln
yyy
yS
... (4-21)
Dan ,
2)}({
HLy L
Harga S menjadi tidak terbatas untuk 1 < y < 1.2 pada selang harga ini, S
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
S = ln (2.2 y – 1.2) ................................................................... (4-22)
Beggs and Brill menentukan gradient tekanan dengan menggunakan
persamaan berikut :
pg
VV
dg
VGf
g
g
z
P
c
sgmpt
c
mmtp
tp
c
1
2sin
................................................. (4-23)
C. Bean Performance
Meliputi studi mengenai pressure loss yang terjadi pada aliran fluida
reservoir pada saat melalui suatu pipa yang diameternya diperkecil pada suatu
tempat saja, kemudian fluida akan mengalir kembali melalui pipa dengan diameter
semula.
Pemillihan ukuran bean/choke di lapangan dimaksudkan agar tekanan
down-stream di dalam flow line yang disebabkan oleh tekanan saparator tidak
berpengaruh terhadap tekanan kepala sumur (THP) dan kelakuan produksi sumur.
Tekanan kepala sumur atau tubing sedikitnya dua kali lebih besar dari tekanan
flow line.
4.1.2.2. Peralatan Sumur Sembur Alam
Peralatan sumur sembur alam ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
komponen besar, yaitu peralatan di atas permukaan dan peralatan di bawah
permukaan
A. Peralatan Di Atas Permukaan
Merupakan peralatan sumur sembur alam yang terletak di atas permukaan
yang terdiri dari :
a. Well Head
Merupakan peralatan yang digunakan untuk mengontrol kebocoran sumur
di permukaan. Well head tersusun dari dua rangkaian di dalamnya, yaitu casing
head dan tubing head. Casing head berfungsi sebagai tempat menggantungkan
rangkaian casing dan mencegah terjadinya kebocoran. Pada casing head terdapat
gas outlet yang berfungsi meredusir gas yang mungkin terkumpul di antara
rangkaian casing. Tubing head merupakan bagian dari well head yang diperlukan
untuk menyokong rangkaian tubing yang berada di bawahnya dan untuk menutup
ruangan yang terdapat di antara casing dan tubing, sehingga aliran fluida hanya
dapat keluar melalui tubing.
b. Christmas Tree
Merupakan kumpulan valve-valve dan fitting-fitting yang dipasang di atas
tubing head, yang terbuat dari besi baja kualitas tinggi yang dapat menahan
tekanan tinggi dari sumur dan dapat menahan reaksi dari air formasi yang bersifat
korosif yang bersama-sama mengalir dengan minyak atau dapat menahan
pengikisan pasir yang terbawa ke prmukaan. Ditinjau dari sayapnya (wings),
Christmas tree dibagi menjadi dua macam, yaitu bercabang satu (single wing atau
single arm) dan bercabang dua (double wing atau double arm). Christmas tree
terdiri dari komponen-komponen peralatan utama, yaitu :
a. Monitor Tekanan
Merupakan peralatan yang digunakan untuk mengukur tekanan pada
casing (Pc) dan tekanan pada tubing.
b. Master Gate
Merupakan jenis valve yang digunakan untuk menutup sumur jika
diperlukan. Untuk sumur-sumur yang bertekanan tinggi, selain dipasang
master gate juga dipasang suatu valve lain yang letaknya di bawah master gate
tersebut.
c. Choke
Choke berfungsi untuk menahan sebagian aliran dari sumur sehingga
produksi minyak dan gas pada suatu sumur dapat diatur sesuai dengan yang
diinginkan.
Dalam prakteknya dikenal dua macam choke, yaitu :
- Positive choke
Choke jenis ini terbuat dari besi baja pejal dimana pada bagian dalamnya
terdapat lubang kecil berbentuk silinder sebagai tempat mengalirnya minyak
dan gas menuju separator. Besarnya perbedaan tekanan sebelum dan sesudah
aliran melewati choke dan besarnya aliran fluida tersebut tergantung pada
diameter choke yang digunakan.
- Adjustable choke
Pada choke jenis ini besarnya diameter dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan, dengan jalan memutar handwheel yang tedapat pada bagian
atasnya tanpa harus melepas atau menggantinya. Pemasangan choke jenis ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penggantian choke yang terlalu
sering, terutama pada sumur-sumur yang menggunakan christmas tree jenis
single wing atau single arm.
B. Peralatan Di Bawah Permukaan
Peralatan bawah permukaan sumur sembur alam meliputi sekumpulan
peralatan yang terdapat di dalam sumur yang terdiri dari tubing, packer, nipple,
sliding sleeve door, bottom hole choke, blast joint dan flow coupling.
a. Tubing
Merupakan pipa vertikal di dalam sumur, berfungsi mengalirkan fluida
reservoir dari dasar sumur ke permukaan.
b. Packer
Berfungsi menyekat annulus antara casing dan tubing serta memberikan
drawdown yang lebih besar.
c. Nipple
Berfungsi untuk menempatkan alat-alat kontrol aliran di dalam tubing.
Terdapat dua jenis nipple, yaitu leading dan no-go nipple.
d. Sliding Sleeve Door
Alat ini digunakan untuk memproduksikan hidrokarbon dari beberapa
zona produktif dengan single tubing, dengan adanya alat ini memungkinkan
hubungan antara annulus dengan tubing. Cara membuka sliding sleeve door
dilakukan dengan metode wire line.
e. Bottom Hole Choke
Disamping choke yang dipasang di permukaan kadang-kadang dipasang
choke yang ditempatkan di dalam sumur. Pemasangan bottom hole choke
diantaranya dimaksudkan untuk :
Memperpanjang umur sembur alam dengan jalan membebaskan gas yang
berasal dari larutan minyak untuk memperingan kolom minyak atau
menambah kecepatan alir dalam tubing.
Mengurangi atau mencegah pembekuan (freezing) pada peralatan kontrol
di atas permukaan dengan jalan memasang choke pada ujung bawah
tubing.
Mencegah terjadinya endapan hydrate, karbonat dan paraffin yang
mengalir bersama-sama dengan fluida dari formasi ke permukaan.
f. Blast Joint
Merupakan sambungan pada tubing yang memiliki dinding yang tebal,
dipasang tepat di depan formasi produktif yang berfungsi untuk menahan
semburan aliran fluida formasi.
g. Flow Coupling
Alat ini mempunyai bentuk yang sama dengan blast joint. Alat ini
dipasang di atas dan di bawah nipple yang berfungsi untuk menahan turbulensi
fluida akibat adanya kontrol aliran yang dipasang di nipple.
4.1.2.3. Perencanaan Sumur Sembur Alam
Dalam perencanaan sumur sembur alam, selain mengetahui keadaan
reservoir sumur yang bersangkutan, dan beberapa metode yang digunakan untuk
menentukan aliran fluida dalam tubing, juga harus diketahui bagaimana
perencanaan peralatan sumur tersebut.
Untuk perencanaan sumur sembur alam, terdapat dua hal yang perlu
diperhatikan :
1. Verifikasi Atau Pengujian Tubing Dari Segi Kekuatan Bahan
Pengujian tubing dari segi kekuatan bahan meliputi joint strength, collapse
pressure serta bursting pressure tubing dalam menahan tekanan. Sedangkan
besarnya diameter dari segi kekuatan bahannya, tubing yang direncanakan
tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
a. Kemungkinan menghilangkan paraffin secara mekanis.
b. Kemungkinan memasukkan tubing ke dalam string produksi.
c. Kemungkinan evaluasi pasir yang masuk ke dalam sumur.
d. Sifat-sifat kekuatan bahan yang dipakai untuk membuat tubing terutama
kalau tubing tersebut dimasukkan ke dalam sumur yang dalam.
2. Penentuan Panjang Dan DiameterTubing Yang Digunakan
Selama sumur flowing dieksploitir, kondisi di dalam sumur dapat berubah
(produksi sumur, GOR, tekanan dasar sumur). Oleh sebab itu untuk menyesuaikan
dengan keadaan yang baru, tubing sudah seharusnya diganti pula seandainya
penyesuaian laju aliran dengan merubah ukuran choke sudah tidak dapat
dilakukan lagi.
Operasi penggantian tubing pada sumur sembur alam merupakan operasi
yang sulit, karena itu ukuran tubing yang dipakai ditentukan sehingga ukuran
tubing dapat digunakan selama waktu sumur menyembur.
A. Perencanaan Penentuan Ukuran Panjang Tubing
Metode yang digunakan untuk merencanakan atau menentukan panjang
tubing, hasilnya akan dicapai, dimana tubing tersebut dimasukkan ke dalam sumur
kurang lebih sampai pada top perforasi atau L dan H. Hal ini dapat dillihat pada
Gambar 4.1.
Cara pemasangan tubing dengan cara demikian mempunyai keuntungan-
keuntungan sebagai berikut :
1. Bagian tubing yang terbenam di dalam cairan dapat mencapai panjang
yang maksimal terhadap permukaan dinamis.
2. Baik untuk evaluasi pasir dalam lapisan yang masuk ke dalam sumur,
karena kecepatan mengalir di dalam tubing lebih besar daripada di
annulus.
Dalam prakteknya biasanya tubing dipasang setinggi kira-kira 10 meter di atas
perforasi atau h = 10 meter di atas perforasi.
Gambar 4.3. Pemasangan Tubing Berdasarkan Top Perforasi 2)
Keterangan Gambar 4.1. :
L = Panjang tubing
H = Dalam perforasi dihitung dari top perforasi sampai di atas lantai
bor.
B. Perencanaan Penentuan Ukuran Diameter Tubing
Perhitungan-perhitungan untuk diameter tubing seharusnya dibuat
menurut kondisi pada bagian terakhir dari periode semburan., dalam suatu daerah
kerja optimal (Qopt.). Tubing yang diperoleh dari hasil perhitungan harus
diverifikasikan apakah dengan diameter tersebut produksi cairan dan gas dalam
kondisi permulaan daripada eksploitasi lapangan tersebut dapat dinaikkan ke
permukaan tanah, yang sesuai dengan debit cairan pada permulaan periode
eksploitasi mempunyai harga maksimal.
Apabila dalam tubing, yang dihitung menurut kondisi optimal dan berlaku
untuk periode terakhir dari semburan, dapat menghasilkan debit cairan yang
sesuai dengan kondisi permulaan, maka hal ini berarti bahwa tubing tersebut dapat
dipakai selama periode semburan.
4.1.3. Metode Produksi Pengangkatan Buatan (Artificial Lift)
Selama berlangsungnya produksi tekanan reservoir akan mengalami
penurunan. Bila pada suatu saat tekanan reservoir sudah tidak mampu lagi untuk
mengalirkan minyak sampai permukaan atau laju aliran yang dihasilkan sudah
sangat tidak ekonomis lagi, maka untuk mengangkat minyak dari dasar sumur
digunakan cara yang disebut pengangkatan buatan atau artificial lift. Ada
beberapa metode dalam artificial lift ini, diantaranya adalah gas lift, pompa sucker
rod dan pompa reda (ESP).
4.1.3.1. Gas Lift
Gas lift didefinisikan sebagai suatu proses atau metode pengangkatan
fluida dari lubang sumur dengan cara menginjeksikan gas yang bertekanan relatif
tinggi ke dalam kolom fluidanya.
Pengangkatan fluida dengan cara gas lift didasarkan pada pengurangan
gradien tekanan fluida di dalam tubing, pengembangan dari gas yang diinjeksikan
serta pendorongan fluida oleh gas injeksi yang bertekanan tinggi.
1. Prinsip Kerja Gas Lift
Ditinjau dari cara penginjeksian gasnya ke dalam sumur, injeksi gas dapat
dibedakan menjadi dua cara, yaitu :
1. Continous Gas Lift, dimana gas diinjeksi secara terus-menerus ke dalam
annulus dan melalui valve yang dipasang pada tubing, gas masuk ke dalam
tubing tersebut.
2. Intermittent Gas Lift, dimana gas hanya diinjeksikan pada setiap selang
waktu tertentu sehingga injeksi gas merupakan suatu siklus injeksi.
Tabel IV-2.
Kriteria Penentuan Sistem Injeksi 16)
PI BHP Sistem Injeksi
Tinggi Tinggi Continous
Tinggi Rendah Intermittent
Rendah Tinggi Intermittent
Rendah Rendah Intermittent
Keterangan Tabel IV-1. :
a. PI tinggi bila harganya lebih besar dari 0,5 bpd/psi.
b. PI rendah bila harganya lebih kecil dari 0,5 bpd/psi.
c. BHP tinggi bila dapat mengangkat kolom cairan minimum 70 % dari
kedalaman sumur.
d. BHP rendah bila kolom cairan yang terangkat kurang dari 70 % atau
minimum 40 % dari kedalaman sumur.
Pertimbangan utama yang digunakan dalam menentukan cara
penginjeksian gas di atas didasarkan pada tekanan dasar sumur (BHP) dan
Productivity Index (PI). Tabel IV-1 menunjukkan kriteria dalam menentukan cara
atau sistem injeksi.
A. Continous Gas Lift
Continous gas lift merupakan proses pengangkatan fluida dari suatu sumur
dengan cara penginjeksian gas yang bertekanan tinggi secara terus-menerus ke
dalam tubing dengan maksud untuk meringankan kolom cairan yang ada di dalam
tubing. Karena penginjeksian dilakukan secara kontinyu, maka diperlukan
kesetimbangan aliran minyak dari formasi ke dalam lubang sumur dengan rate
yang cukup tinggi. Gambar 4.4. menunjukkan suatu prinsip kerja dari continous
gas lift.
Gambar 4.4. Operasi Continous Gas Lift 3)
Penurunan tekanan selama aliran dasar sumur (Pwf) sampai ke permukaan,
apabila dapat diperkirakan besarnya gradient tekanan aliran rata-rata di bawah dan
di atas titik injeksi, maka Pwf dapat dihitung dengan persamaan :
Pwf = Pwh + Gfa L + Gfb (D-L) ............................................ (4-24)
Dimana :
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Pwh = Tekanan pada Well Head, psi
Gfa = Gradient tekanan rata-rata di atas titik injeksi, psi/ft
Gfb = Gradient tekanan rata-rata di bawah titik injeksi, psi/ft
L = Kedalaman titik injeksi, ft
D = Kedalaman sumur total, ft
Sesuai dengan fungsinya, katup-katup gas lift terdiri dari :
1. Katup Unloading, yaitu sebagai jalan masuk dari annulus ke tubing, untuk
mendorong cairan yang semula digunakan untuk mematikan sumur.
2. Katup Operasi, yaitu sebagai jalan masuk gas dari annulus ke tubing untuk
mendorong fluida reservoir ke permukaan.
3. Katup Tambahan, yaitu sebagai katup operasi jika Ps turun.
Pada tahap pertama, injeksi gas akan mengaktifkan katup-katup unloading
sehingga cairan untuk mematikan sumur akan terangkat ke permukaan dan level
cairan dalam annulus turun. Kemudian katup unloading secara bergantian bekerja
dan level cairan dalam annulus akan mencapai katup operasi. Gas injeksi akan
masuk ke dalam tubing secara kontinyu jika tekanan injeksi gas dalam annulus
lebih besar dari tekanan aliran dalam tubing. Oleh karena itu letak katup operasi
ditempatkan pada kedalaman sehingga tekanan alir dalam tubing lebih kecil dari
tekanan injeksi gas di annulus. Penempatan katup operasi ini ditentukan dari titik
keseimbangan, yaitu titik dimana tekanan aliran di dalam tubing sama dengan
tekanan injeksi gas di annulus, setelah dikurangi dengan tekanan differensial 100
psi.
Dengan masuknya gas injeksi melalui katup operasi maka perbandingan
gas cairan di atas titik injeksi akan lebih besar daripada perbandingan gas cairan di
bawah titik injeksi. Dengan demikian dasar perencanaan gas lift adalah penentuan
Pwf yang diperlukan agar sumur dapat berproduksi dengan rate yang diinginkan,
yaitu dengan cara menginjeksikan gas pada kedalaman tertentu di dalam tubing.
Diagram tekanan kedalaman seperti terlihat pada Gambar 4.5. memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai continous gas lift dan merupakan dasar
perencanaan.
Umumnya perencanaan continous gas lift bertolak dari laju produksi yang
diinginkan. Apabila indeks produktivitasnya dan tekanan statik terbaru diketahui,
maka tekanan alir dalam sumur yang sesuai dengan laju produksi yang
diinjeksikan dapat dihitung.
Gambar 4.5. Ilustrasi Sumur Dengan Laju Aliran Yang Kontinyu 3)
Apabila perbandingan gas cairan dari formasi diketahui, maka kurva
gradient tekanan aliran mulai dari dasar sumur dapat digambarkan. Berdasarkan
tekanan injeksi gas yang tersedia, garis gradient gas dalam annulus dapat
digambarkan dan titik keseimbangan antara tekanan gas dalam annulus dengan
tekanan alir dalam tubing dapat ditentukan. Kemudian letak katup operasi dapat
pula ditentukan pada kedalaman yang mempunyai tekanan alir dalam tubing 100
psi lebih kecil dari tekanan injeksi gas. Apabila tekanan alir di kepala sumur
tertentu, maka perlu diinjeksikan sejumlah gas tertentu, sehingga memberikan
perbandingan gas cairan titik injeksi yang tepat dan menghasilkan gradient aliran
di atas titik injeksi yang diinginkan. Gradient aliran harus menghasilkan
penurunan tekanan sedemikian rupa sehingga tekanan aliran di permukaan sama
dengan tekanan di kepala sumur. Berdasarkan perbandingan gas cairan yang
diperoleh tersebut serta GLRf, maka jumlah gas yang diinjeksikan dapat dihitung.
Pada keadaan sebenarnya, pressure traverse yang digunakan tidak selalu
tepat dengan hasil pengukuran gradient aliran di dalam sumur. Kesalahan dapat
berkisar antara 10 – 20 %. Dengan demikian akan terjadi pula kesalahan dalam
menempatkan katup operasi. Untuk mengatasi kesalahan ini perlu ditambah
katup-katup pada selang di atas dan di bawah katup operasi. Selang ini disebut
dengan ‘Bracketing Envelope”. Perencanaan continous gas lift meliputi :
1. Penentuan titik injeksi.
2. Penentuan jumlah gas injeksi.
3. Penentuan kedalaman katup-katup sembur buatan
B. Intermittent Gas Lift
Proses pengangkatan cairan pada intermittent gas lift berbeda dengan
continous gas lift. Pada continous gas lift, kolom cairan dicampur dengan gas
injeksi untuk mengurangi gradient kolom cairan sehingga tekanan aliran di dalam
tubing turun. Sedangkan pada intermittent gas lift, gas diinjeksikan dengan
tekanan tinggi (lebih besar dari tekanan kolom cairan), sehingga cairan terangkat
akibat pengembangan dan pendorongan gas injeksi, seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 4.6. Kelakuan tekanan dasar sumur selama proses tersebut
ditunjukkan dalam Gambar 4.7.
Intermittent gas lift merupakan proses yang berulang dan dapat dibagi
dalam tiga periode (seperti yang terlihat dalam Gambar 4.7.), yaitu :
1) Periode Aliran Masuk
Ditunjukkan oleh gambar distribusi tekanan dari awal sampai titik A.
selama periode ini cairan mengalir dari reservoir masuk ke dalam lubang sumur
dan terkumpul dalam tubing di atas katup (valve) operasi. Selama periodeini valve
dalam keadaan tertutup. Kenaikan tekanan yang ditunjukkan dalam kurva
diakibatkan oleh bertambahnya cairan yang masuk ke dalam tubing.
Gambar 4.6. Siklus Operasi Intermittent Gas Lift 3)
2) Periode Pengangkatan
Ditunjukkan oleh kurva mulai dari titik A sampai titik D. Bila cairan yang
terkumpul dalam tubing sudah cukup, valve akan terbuka dan gas yang bertekanan
tinggi masuk ke dalam tubing untuk mengangkat slug cairan ke permukaan. Dari
kurva tersebut terlihat pada saat valve terbuka terjadi kenaikan tekanan dalam
tubing yang tajam sehingga mencapai maksimum (kurva BC) kemudian turun
(kurva CD). Turunnya tekanan ini disebabkan oleh penurunan tekanan dalam
casing dan pengembangan gas dalam tubing.
Gambar 4.7. Grafik Tekanan Dasar Sumur Pada Proses
Intermittent Gas Lift 3)
3) Periode Penurunan Tekanan
Ditunjukkan oleh kurva DE dimana setelah valve tertutup slug terangkat
ke permukaan, maka pengaruh tekanan injeksi hilang. Pada kurva terlihat bahwa
penurunan tekanan sedikit demi sedikit dan hal ini disebabkan oleh cairan yang
tidak ikut terangkat ke permukaan jatuh kembali ke dasar sumur sehingga
menimbulkan tekanan balik. Tekanan tubing mencapai minimum pada titik E,
kemudian proses berulang ke inflow performance (periode aliran masuk).
2. Peralatan Gas Lift
Peralatan gas lift dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu peralatan di atas
permukaan dan peralatan di bawah permukaan.
A. Peralatan Di Atas Permukaan
Yang dimaksud dengan peralatan di atas permukaan adalah semua
peralatan yang diperlukan untuk proses injeksi gas ke dalam sumur yang terletak
di permukaan. Peralatan-peralatan tersebut meliputi :
a. Well Head dan Gas Lift Christmas Tree
Well head bukan merupakan alat khusus pada operasi gas lift, tetapi
digunakan pada metode sembur alam. Alat ini berfungsi sebagai tempat
menggantungkan casing dan tubing serta merupakan tempat dudukan christmas
tree. Sedangkan Christmas tree sendiri berfungsi untuk mengatur laju produksi
dan menjaga tekanan reservoir. Gas lift X-mastree dipakai untuk sumur-sumur gas
lift yang dalam dan produksi hariannya cukup besar.
b. Stasiun Kompressor
Berfungsi untuk menaikkan tekanan gas injeksi sesuai dengan keperluan.
Di dalam stasiun kompressor terdapat beberapa buah kompressor yang
dihubungkan dengan manifold. Dari stasiun kompressor ini gas bertekanan tinggi
dikirimkan ke sumur-sumur melalui stasiun distribusi.
c. Stasiun Distribusi
Dalam menyalurkan gas injeksi dari kompressor ke sumur terdapat
beberapa macam cara, yaitu :
a. Stasiun Distribusi Langsung
Pada sistem ini gas dari kompressor disalurkan langsung ke sumur
produksi. Sistem ini mempunyai kelemahan yaitu bila kebutuhan gas untuk
masing-masing sumur tidak sama sehingga injeksi tidak efisien.
b. Stasiun Distribusi dengan Pipa Induk
Sistem ini lebih ekonomis karena panjang pipa dapat diperpendek. Tetapi
karena sumur yang satu berhubungan dengan sumur yang lain maka apabila
salah satu sumur sedang dilakukan injeksi gas, sumur yang lain bisa
terpengaruh.
c. Stasiun Distribusi dengan Stasiun Distribusi
Stasiun ini sangat efektif sehingga sering digunakan. Gas dikirim dari
stasiun pusat kompressor ke stasiun distribusi kemudian dibagi ke sumur-
sumur dengan menggunakan pipa.
d. Alat-alat Kontrol
Beberapa jenis alat control yang digunakan pada operasi gas lift adalah :
a) Choke Control dan Regulator
Choke control adalah alat yang digunakan untuk mengatur jumlah gas
injeksi sehingga dalam waktu tertentu (saat valve terbuka) gas tersebut
dapat mencapai suatu harga tekanan yang dibutuhkan. Choke control ini
dirangkai dengan regulator yang berfungsi untuk membatasi jumlah gas
injeksi yang dibutuhkan. Bila gas injeksi telah cukup maka regulator akan
menutup.
b) Time Cycle Control
Time Cycle Control adalah alat yang berfungsi untuk mengotrol laju aliran
gas injeksi dalam intermittent gas lift untuk interval waktu tertentu. Time
cycle control dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
B. Peralatan Di Bawah Permukaan
Peralatan di bawah permukaan untuk operasi gas lift adalah valve (katup)
gas lift. Valve-valve ini dipasang pada tubing dan berfungsi untuk :
a. Mengosongkan sumur dari fluida workover atau kill fluid supaya fluida
dapat mencapai titik optimum di dalam tubing.
b. Mengatur aliran injeksi gas ke dalam tubing, baik pada proses unloading
(pengosongan sumur) maupun pada proses pengangkatan fluida.
a. Jenis-jenis Valve Gas Lift
Berdasarkan macam tekanan (tekanan casing atau tekanan tubing) yang
berpengaruh terhadap operasi valve, maka valve gas lift dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu :
1. Casing Pressure Operating Valve
Valve ini bekerja karena tekanan casing dan biasanya disebut “pressure
valve” valve ini dalam posisi tertutup sensitif (50 – 100 %) terhadap tekanan
casing dan 100 % terhadap tekanan casing dalam keadaan terbuka. Ini berarti
untuk membuka valve diperlukan kenaikan tekanan dalam casing dan untuk
menutup valve diperlukan adanya penurunan tekanan dalam casing. Gambar 4.8.
menunjukkan skematis dari pressure valve.
2. Fluid Operated Valve
Valve ini bekerja karena tekanan fluida dalam tubing. Dalam posisi
tertutup valve ini (50 – 100 %) sensitif terhadap tekanan dalam tubing dan dalam
posisi terbuka 100 % sensitif terhadap tekanan dalam tubing. Ini berarti valve
akan membuka apabila tekanan dalam tubing naik dan valve akan menutup bila
tekanan dalam tubing menurun. Operasi valve ini dapat dilihat dalam Gambar 4.9.
3. Thortling Pressure Valve (Valve Kontinyu)
Valve ini disebut dengan valve yang proposional atau valve aliran
kontinyu. Dalam posisi tertutup valve ini sama dengan pressure valve, tetapi
apabila dalam posisi terbuka, valve ini sensitif terhadap tekanan dalam tubing.
Berarti untuk membuka valve diperlukan tekanan dalam casing dan untuk
menutup valve diperlukan penurunan tekanan dalam tubing atau casing. Gambar
4.10. menunjukkan skema valve gas lift aliran kontinyu.
Gambar 4.8.
Skematis Pressure Valve 3)
Gambar 4.9. Fluid Operating Valve 3)
Gambar 4.10.
Skema Thortling Pressure Valve 3)
3. Perencanaan dan Perhitungan Continous Gas Lift
Perencanaan instalasi gas lift bertujuan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dari perolehan minyak. Adapun metode yang digunakan adalah metode
grafis berdasarkan pressure traverse dan gradient tekanan gas di annulus.
A. Penentuan Titik Injeksi
Langkah kerja penentuan titik injeksi :
1. Menyiapkan data penunjang :
a. Kedalaman sumur (D)
b. Ukuran tubing (dt) dan selubung (dc)
c. Laju produksi cairan yang diinginkan (ql)
d. Kadar air (KA)
e. Perbandingan gas cairan sebelum instalasi sembur buatan di pasang
f. Tekanan statik (Ps)
g. PI untuk aliran satu fasa atau kurva IPR untuk aliran dua fasa
h. Tekanan kepala sumur (Pwh)
i. Tekanan injeksi gas (Pso)
j. Temperatur dasar sumur (TD), temperatur di permukaan (Ts) dan gradient
geothermal (Gt)
k. API minyak, spesifik gravity air (w), spesifik gravity gas injeksi (gi)
2. Menyiapkan kertas transparan
Membuat sumbu kartesian berskala yang sesuai dengan skala pressure
traverse. Menggambarkan tekanan pada sumbu datar dan kedalaman pada
sumbu tegak dengan titik asal (nol) di sudut kiri kertas.
3. Menghitung tekanan alir dasar sumur berdasarkan laju alir yang diinginkan
(ql) dengan menggunakan persamaan :
Untuk aliran satu fasa
PI
qlPsPwf ................................................................. (4-25)
Untuk aliran dua fasa (persamaan Vogel)
)/(80811(125.0 maxqqlPsPwf ............................ (4-26)
4. Memplot titik (Pwh,D)
5. Memilih pressure traverse yang sesuai berdasarkan ql, kadar air, dan diameter
tubing yang digunakan.
6. Memilih garis gradient aliran yang sesuai dengan GLRf. Seringkali harga
GLRf tidak terdapat pada pressure traverse, sehingga perlu diinterpolasi.
7. Menentukan kedalaman eqivalen Pwf pada kurva langkah 6.
8. Meletakkan kertas transparan di atas kertas pressure traverse yang dipilih
dengan titik (Pwf,D) tepat di atas Pwf langkah 7.
9. Menjiplak kurva pilihan di langkah 6 pada kertas transparan.
10. Menentukan gradient tekanan gas (Ggi) dengan berdasarkan spesifik gravity
gas injeksi dan tekanan injeksi gas (Pso). Memperhatikan faktor koreksi.
11. Memplot Pso di kedalaman nol pada kertas transparan.
12. Menghitung tekanan gas pada kedalaman X ft, (Px) menurut persamaan :
Px = Pso + X Ggi ............................................................... (4-27)
13. Memplot titik (Px, X).
14. Menghubungkan titik (Pso,0) dengan titik (Px,X) sampai memotong kurva
langkah 9.
15. Titik injeksi ditentukan dengan menelusuri kurva pada langkah 9 ke atas
dimulai dari titik potong langkah 14 sejarak 50 – 150 psi. titik injeksi
berkoordinat (Pi,Di)
B. Penentuan Jumlah Gas Injeksi
Langkah kerja penentuan jumlah gas injeksi adalah sebagai berikut :
1. Memplot titik (Pwh,0).
2. Menghitung jumlah gas injeksi, yaitu :
Qgi = ql (GLRt - GLRf ) .................................................... (4-28)
3. Mengkoreksi harga Qgi pada temperatur titik injeksi, yaitu ;
a. Menentukan temperatur di titik injeksi :
Tpoi = (Ts + Gt Di) + 4600 ................................................ (4-29)
b. Menghitung faktor koreksi :
Corr = 0.0054 giTpoi ..................................................... (4-30)
c. Volume gas injeksi terkoreksi adalah sebesar :
Qgicorr = Qgi Corr ........................................................... (4-31)
C. Penentuan Kedalaman Katup-katup Sembur Buatan
Langkah kerja penentuan kedalaman katup-katup adalah sebagai berikut :
1. Siapkan data dan grafik penunjang :
a. Kertas transparan hasil penentuan titik injeksi dan jumlah gas injeksi.
b. Tekanan differential (Pd).
c. Tekanan kick off (Pko).
d. Gradient statik fluida dalam sumur (Gs).
e. Kesalahan korelasi pressure traverse terhadap hasil pembuatan pressure
traverse di lapangan setempat, besarnya antara 10 – 20 %.
2. Menghitung jarak katup maksimum di sekitar titik injeksi menurut persamaan
Gs
PdDv ................................................................................. (4-32)
3. Menggambarkan garis perencanaan tekanan tubing dengan tubing line sebagai
berikut :
a. Menghitung : P1 = Pwf + 0.20 Pso
P2 = Pwf + 200 .................................................. (4-33)
b. Memilih harga terbesar dari P1 dan P2, misalkan P1 > P2 maka pilih P1.
Memplot (P1,0) pada kertas transparan. Hubungkan titik (P1,0) dengan
titik injeksi (Pi,Di). Garis ini disebut garis perencanaan tekanan tubing.
4. Menentukan gradient tekanan gas berdasarkan harga Pko dan specific gravity
gas injeksi.
5. Memplot titik (Pko,0) pada kertas transparan dan membuat garis gradient
tekanan gas, mulai dari Pko dengan menggunakan gradient tekanan gas yang
diperoleh dari langkah 3.
6. Memplot titik (Pso,0) pada kertas transparan, mulai dari (Pso,0) membuat
garis gradient tekanan sejajar dengan gradient pada langkah 4.
7. Dari titik (Pwh,0), membuat garis gradient statik dalam sumur berdasarkan
harga gradient statik yang diketahui.
8. Penentuan letak katup sembur pertama :
a. Memperpanjang garis gradient statik dalam sumur sampai memotong garis
gradient tekanan gas yang melewati titik (Pko,0) langkah 5.
b. Letak katup injeksi pertama ditentukan dengan menelusuri garis gradient
statik di atas mulai dari titik potong langkah 8a sejauh 50 psi. Titik katup
injeksi pertama berkoordinat ( P1,D1).
9. Penentuan letak katup berikutnya :
a. Membuat garis horisontal ke kiri dari titik (P1,D1) sampai memotong garis
perencanaan tekanan tubing di langkah 3.
b. Dari perpotongan garis tersebut buat garis gradient tekanan statik yaitu
garis yang sejajar gradient statik di langkah 7.
c. Memperpanjang dari langkah 9b sampai memotong garis gradient tekanan
gas yang dibuat melalui (Pso,0).
d. Titik potong tersebut adalah letak katup berikut dengan koordinat (P2,D2).
e. Kembali ke langkah 9a dan mengulangi langkah kerja sampai 9d untuk
memperoleh letak katup-katup berikutnya. Pengulangan ini dihentikan
setelah diperoleh letak katup sembur buatan yang lebih dalam dari titik
injeksi (P1,D1).
10. Penentuan Letak Katup Di Daerah ‘Bracketing Envelope”
Langkah kerja penentuan katup di daerah Bracketing Envelope sebagai
berikut:
a. Memplot titik ((Pso – Pd), 0).
b. Dari titik tersebut, membuat garis yang sejajar dengan garis gradient
tekanan gas yang melalui (Pso,0).
c. Memperpanjang garis tersebut sampai memotong kurva terpilih di butir b
langkah 3.
d. Menghitung Paa = (1 + BE) Pbe
Pbb = (1 – BE) Pbe
BE = % Bracketing Envelope
= 10 – 20 %
e. Berdasarkan harga Pwh, menghitung :
Pa = (1 + BE) Pwh
Pb = (1 – BE) Pwh
f. Menghubungkan titik (Paa,Y) dengan titik (Pa,0). Titik potong antara garis
ini dengan garis gradient gas dari langkah 10b.Titik potong ini adalah
batas atas dari Bracketing Envelope.
g. Menghubungkan titik (Pbb,Y) dengan titik (Pb,0). Memperpanjang garis
ini sampai memotong garis gradient gas dari langkah 10b. Titik potong ini
adalah batas bawah dari Bracketing Envelope.
h. Dari langkah 2 telah dihitung jarak maksimum antara katup gas lift (Dv).
Berdasarkan harga ini, mulai dari batas atas Bracketing Envelope katup-
katup gas lift dapat dipasang sejarak Dv batas bawah Bracketing Envelope.
4. Perencanaan Dan Perhitungan Intermittent Gas Lift
Pada instalasi intermittent gas lift maka maximum production ratenya
terbatas dimana disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
Kedalaman pengangkatan
Ukuran tubing.
Tekanan gas injeksi.
Volume gas injeksi.
Injection gas breakthrough dan liquid fall back.
Kapasitas gas melalui valve operasi dan valve gas lift.
Kondisi sumur.
Maximum production rate pada instalasi intermittent dibatasi oleh siklus
injeksi gas maksimum perhari dan volume cairan yang diproduksikan per siklus.
Waktu yang digunakan untuk satu siklus penuh adalah 3 menit/1000 ft.
Untuk merencanakan intermittent gas lift, maka perhitungan kedalaman
valve-valve didasarkan pada :
1. Tekanan menutup valve kedalaman.
2. Spacing factor.
3. Static gradient.
4. Maximum well head tubing pressure.
Untuk merencanakan kedalaman valve ini akan dibahas mengenai spacing
balance valve dan unbalance valve.
A. Penentuan Spacing Balance Valve
Penentuan spacing balance valve dilakukan secara grafis adalah sebagai
berikut :
1. Memplot tekanan pada absis dan kedalaman pada koordinat.
2. Menentukan kondisi sumur apakah dimatikan dengan fluida atau tidak, yaitu
disebabkan antara lain :
a. Apabila sumur tidak dimatikan, maka static fluida level akan merupakan
letak dari valve pertama.
b. Apabila sumur dimatikan dengan fluida sampai di permukaan, membuat
garis gradient fluida yang mematikan sumur-sumur dari permukaan sesuai
dengan statis (Gs).
B. Penentuan Spacing Unbalance Valve
Prosedur penentuan spacing unbalance valve secara grafis adalah sebagai
berikut :
1. Memplot tekanan pada kedalaman.
2. Memplot THP permukaan.
3. Membuat garis gradient unloading dari grafik.
4. Membuat garis gradient unloading dan memperpanjang sampai dasar
sumur.
5. Apabila sumur dimatikan dengan fluida sampai permukaan maka membuat
garis gradient tersebut mulai dari THP sama dengan 0 (nol) atau THP
tertentu.
6. Memperpanjang garis tersebut sampai memotong garis Pko–50 maka titik
ini adalah merupakan letak valve yang pertama.
7. Dari titik potong ini, membuat garis horisontal ke kiri sampai memotong
garis gradient unloading.
C. Perhitungan Horse Power Kompressor
Untuk menghitung horse power compressor yang diperlukan dengan
menggunakan persamaan :
HP =
1
1
2223.0
2.0
P
PM ..................................................... (4-34)
4.1.3.2. Pompa Angguk (Sucker Rod Pump)
Sucker Rod Pump (Pompa Angguk) adalah merupakan salah satu metode
pengangkatan buatan yang banyak digunakan saat ini, dimana untuk mengangkat
minyak dari dalam sumur ke permukaan digunakan pompa dengan rod (tangkai
pompa).
Pompa angguk banyak digunakan di lapangan minyak dan dipakai untuk
sumur-sumur lurus dan vertikal. Pompa angguk (sucker rod) sangat dikenal di
lapangan karena terhadap fluktuasi laju aliran produksi, tidak mudah rusak,
mudah diperbaiki, biaya operasi dan biaya perawatan relatif lebih murah.
1. Prinsip Kerja Pompa Sucker Rod
Mekanisme suatu instalasi sumur pompa dapat dijelaskan pada Gambar
4.11. dengan memperhatikan gerak rotasi, motor penggerak diubah menjadi gerak
naik turun pumping unit, terutama oleh system Pitman Assembly-Crank.
Kemudian gerak naik turun ini oleh kepala kuda diubah menjadi gerak lurus naik
turun. Instalasi pumping unit ini dihubungkan dengan pompa yaitu dengan
perantara tangkai pompa (sucker rod), sehingga gerak lurus naik turun pada
kepala kuda dipindahkan ke plunger pompa. Plunger bergerak naik turun di dalam
barrel pompa. Apabila plunger bergerak ke atas (upstroke) maka dibawahnya akan
terjadi penurunan tekanan, sehingga tekanan dasar sumur lebih besar dari tekanan
di dalam pompa. Oleh sebab itu standing valve terbuka dan cairan masuk ke
dalam pompa. Pada saat upstroke, volume pompa di bawah plunger terisi penuh
dengan cairan.
Apabila plunger mulai bergerak turun (downstroke), standing valve
tertutup karena plunger menekan cairan di dalam pompa. Dalam waktu yang sama
cairan yang terdapat dalam pompa menekan traveling valve ke atas sehingga
traveling terbuka dan cairan masuk ke dalam tubing. Kemudian proses ini
dilakukan berulang kali. Dengan cara demikian maka cairan terkumpul di dalam
tubing yang akhirnya sampai meluap naik ke atas dan mengalir menuju ke
separator melalui flowline.
Adanya gas ataupun pasir yang masuk ke dalam pompa sangat
mempengaruhi hisapan dan pembuangan pompa atau dengan kata lain efisiensi
volumetric pompa.
2. Peralatan Pompa Sucker Rod
Peralatan pompa sucker rod dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu
peralatan di atas permukaan dan di bawah permukaan.
A. Peralatan Di Atas Permukaan
Peralatan di atas permukaan ini memindahkan energi dari suatu prime
mover ke sucker rod. Selain itu peralatan ini juga mengubah gerak berputar dari
prime mover menjadi suatu gerak bolak-balik dan juga mengubah kecepatan
prime mover menjadi langkah pemompaan yang sesuai.
Secara keseluruhan peralatan di atas permukaan terdiri dari :
a. Pumping Unit
Pumping unit berfungsi sebagai :
Menahan beban load yang terdiri dari beban rod dan berat cairan di dalam
tubing di atas plunger.
Merubah gerak rotasi motor yang begitu besar (RPM = 200 – 1000)
menjadi gerak yang lambat naik turun (RPM = 5 – 20).
Mengurangi pemakaian tenaga motor dengan jalan memasang counter
weight pada walking beam dan crank arm.
Bagian-bagian dari suatu pumping unit dapat ditunjukkan dalam Gambar
4.12.
Gambar 4.11. Prinsip Kerja Pompa Sucker Rod 18)
b. Prime Mover
Untuk menggerakkan pumping unit digunakan motor penggerak (prime
mover) yang terdiri dari :
1. Motor Listrik
2. Motor Thermis
Keterangannya :
1. Motor Listrik
Pada umumnya dipergunakan motor non sincron tiga fase dengan tegangan
antara 500 – 1000 volt, RPM = 750 dan frekwensi = 50 Hz. Sifat-sifat yang
dimiliki oleh motor listrik adalah :
1. Torsi permulaan cukup besar.
2. Jangan sampai terjadi superheating dalam hal apabila terjadi perubahan
muatan.
3. Dapat bekerja dalam udara bebas, kadang-kadang bila terjadi bahaya
ledakan, pengkaratan dan kelembaban udara yang tinggi.
Gambar 4.12. Conventional Pumping Unit 3)
Ada dua jenis motor listrik, yaitu :
1. Normal slip motor (slip max 2 – 3,5 %)
2. High slip motor (slip 8 – 10 %)
Yang dimaksud dengan slip adalah perbandingan antara kecepatan relatif
motor dengan kecepatan flux pada stator.
2. Motor Thermis
Pada umumnya digunakan motor gas, karena gas biasanya diperoleh dari
kepala sumur, maka boleh dikatakan bahwa pemakaian motor gas merupakan
saingan terhadap motor listrik. Untuk keadaan sekarang ini lebih baik dan murah
menggunakan motor gas daripada motor-motor lainnya.
Motor bensin jarang digunakan karena harga bahan bakarnya cukup tinggi,
sedangkan motor diesel harus mendapatkan perawatan yang istimewa.
Dahulu digunakan motor bersilinder satu, motor lambat RPM 100 – 200.
Pada masa sekarang digunakan motor bersilinder banyak (4 – 6 silinder) dengan
RPM 900 – 1100. Pada umumnya pemakaian gas untuk motor gas diperkirakan
0,3 – 0,37m 3 standart/Hph.
B. Peralatan Di Bawah Permukaan
Peralatan sucker rod di bawah permukaan mencakup seluruh rangkaian
pompa dan tubing.
a. Pompa
Pompa (subsurface pump) pada dasarnya terdiri dari dua golongan besar,
yaitu :
1. Rod Pump
Pada tipe ini working barrel, plunger, traveling valve dan standing valve
merupakan satu unit kesatuan yang dipasang langsung pada rod string. Pompa
seluruhnya dimasukkan ke dalam sumur bersama-sama dengan sucker rod,
demikian pula untuk keperluan reparasi atau penggantian pompa cukup mencabut
sucker rodnya saja. Oleh sebab itu untuk menghemat waktu maka jenis pompa
semacam ini banyak dipakai untuk sumur-sumur yang dalam.
Jenis ini dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
Stationary barrel, top anchor, misalnya : RWA.
Stationary barrel, bottom anchor, misalnya : RWB.
Traveling barrel, bottom anchor, misalnya : RWT.
2. Tubing Pump
Pompa semcam ini dimasukkan ke dalam sumur bersama-sama dengan
tubing, karena barrelnya langsung diikatkan pada ujung bawah tubing. Sedangkan
plunger ataupun traveling valve diikatkan di ujung bawah sucker rod dan
diturunkan sampai menyentuh standing valve.
Apabila pompa hendak dicabut maka baik sucker rod maupun tubing harus
dicabut secara bersamaan. Tubing pump biasanya dipakai pada sumur-sumur yang
dangkal dan produktifitasnya kecil. Tipe yang kita kenal sekarang ini adalah tipe
TLE.
Fungsi utama peralatan pompa sucker rod di dalam sumur adalah untuk
menaikkan fluida dari formasi ke dalam tubing dan mengangkat fluida tersebut ke
permukaan. Unit pompa sucker rod di dalam sumur terdiri dari :
a) Working Barrel
Merupakan tempat dimana plunger dapat bergerak naik turun sesuai dengan
langkah pemompaan dan menampung minyak yang terhisap oleh plunger pada
saat bergerak ke atas (upstroke). Menurut standart API ada dua jenis working
barrel, yaitu :
a. Working barrel yang terdiri dari sejumlah liner yang diselubungi oleh
jacket (biasa diberi simbol L).
b. Working barrel yang terdiri dari satu bagian utuh dan kuat (biasa diberi
simbol W dan H).
b) Plunger
Merupakan bagian dari pompa yang terdapat di dalam barrel dan dapat
bergerak naik turun dan berfungsi sebagai penghisap minyak dari formasi
masuk ke barrel, dan mengangkat minyak yang telah terakumulasi dalam
barrel ke permukaan melalui tubing. Plunger ini biasanya berbentuk Plain
Metal Plunger atau Grooved Metal Plunger (plunger yang mempunyai celah).
c) Standing Valve
Merupakan suatu komponen katup yang terdapat di bagian bawah dari
working barrel yang berfungsi untuk mengalirkan minyak dari formasi masuk
ke working barrel dan hal ini terjadi pada saat plunger bergerak ke atas
kemudian standing valve membuka. Disamping itu untuk menahan minyak
agar tetap tidak dapat keluar dari working barrel pada saat plunger bergerak ke
bawah, dalam hal ini standing valve menutup. Standing valve ini terbuat dari
bola besi dan kedudukannya (ball and seat). Standing valve ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam sistem pemompaan karena efisiensi
volumetris pompa sangat tergantung pada cara kerja dan bentuk dari ball dan
seatnya tersebut. Ketepatan membuka dan menutup dengan gaya naik turun
plunger sangat menentukan efisiensi volumetris pemompaan.
d) Traveling Valve
Merupakan ball dan seat yang terletak pada bagian bawah dari plunger dan
akan ikut bergerak ke atas dan ke bawah menurut gerakan dari plunger.
Traveling valve berfungsi untuk :
Mengalirkan minyak dari working barrel masuk ke plunger, hal ini
terjadi pada saat plunger bergerak ke bawah.
Menahan minyak keluar dari plunger pada saat plunger bergerak ke
atas (upstroke) sehingga minyak tersebut dapat diangkat ke tubing
seterusnya ke permukaan.
b. Tubing
Untuk mengalirkan minyak ke dari lubang sumur ke permukaan digunakan
tubing. Dalam hal ini minyak mengalir melalui annulus antara tubing dan sucker
rod. Disamping itu pada ujung tubing inilah ditempatkan unit pompa (subsurface
pump), gas anchor dan lain-lain.
c. Sucker Rod String
Sucker rod string terdiri dari (seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
4.13) :
a) Sucker Rod
b) Pony Rod
c) Polished Rod
Keterangannya :
a) Sucker Rod
Merupakan bagian dari unit pompa dalam sumur yang sangat penting, karena
merupakan penghubung antara plunger dengan peralatan-peralatan penggerak
yang ada di permukaan. Fungsi utamanya adalah melanjutkan gerak lurus naik
turun dari horse head ke plunger pompa. Untuk menghubungkan antara dua
sucker rod digunakan sucker rod coupling. Umumnya panjang satu single
sucker rod yang sering digunakan berkisar 25 – 30 ft.
b) Pony Rod
Merupakan sucker rod yang mempunyai ukuran panjang yang lebih pendek
daripada ukuran sucker rodnya sendiri. Fungsinya adalah untuk melengkapi
panjang dari sucker rod, apabila sucker rod tidak mencapai panjang yang
dibutuhkan, yang ukurannya adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12 ft.
c) Polished Rod
Merupakan tangkai yang menghubungkan sucker rod string dengan carrier bar
(wireline hanger pada horse head), yang naik turun dalam stuffing box.
Diameter stuffing box lebih besar daripada diameter sucker rod, yaitu 1 1/8
in., 1 ¼ in., 1 1/5 in., 1 ¾ in. Panjang polished rod adalah 8, 11, 16, 22 ft.
d. Gas Anchor
Komponen ini dipasang di bagian bawah dari pompa. Fungsinya adalah
untuk memisahkan gas dari minyak, agar gas tersebut tidak ikut masuk ke dalam
pompa bersama-sama dengan minyak, karena adanya gas akan mengurangi
efisiensi pompa (Gambar 4.14.). Ada dua macam tipe gas anchor yaitu Poorman
Type dan Packer Type.
a) Poorman Type
Larutan gas dalam minyak yang masuk ke dalam anchor akan melepaskan diri
dari larutan. Cairan (minyak) masuk ke dalam suction pipe, sedangkan
sebagian gas yang telah terpisah akan kembali masuk ke annulus.apabila
suction pipe terlalu panjang atau diameternya terlalu panjang atau kecil, maka
akan terjadi pressure loss yang cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan PI sumur pompa. Sedangkan apabila suction pipe terlalu pendek,
maka proses pemisahan gas kurang sempurna.
b) Packer Type
Cairan (minyak) masuk melalui ruang antara dinding anchor dengan suction
pipe. Kemudian minyak jatuh di dalam annulus antara casing dan gas anchor
dan ditahan oleh packer, selanjutnya minyak yang masuk ke dalam annulus
sudah terpisah dari gasnya.
Gambar 4.13. Skema Rangkaian Sucker Rod 18)
Gambar 4.14. Skema Rangkaian Tubing Pada Sumur Pompa 18)
3. Perencanaan Dan Perhitungan Pompa Angguk
Perencanaan pompa angguk (sucker rod) bertujuan untuk mendapatkan
parameter-parameter pompa secara optimal sesuai dengan potensi sumur. Sebelum
dilakukan perencanaan pompa perlu dilakukan analisa perhitungan perilaku
pompa. Tujuan dari analisa perhitungan pompa sucker rod ini adalah untuk
mendapatkan perilaku yang efisien dari peralatan yang tersedia.
Adapun langkah-langkah perencanaan pompa sucker rod adalah sebagai
berikut :
a. Setting Depth Pompa (L)
L = H – (Pwf / Gf) + S ............................................................. (4-35)
Dimana :
H = Kedalaman sumur dari permukaan sampai top perforasi, ft
Pwf = Tekanan dasar sumur, psi
Gf = Gradient formasi, psi/ft
S = Submergence, berkisar antara 60 – 100 ft
b. Displacement Pompa
PD = Q / ............................................................................... (4-36)
Dimana :
PD = Pump displacement, Bbl/day
Q = Laju alir, Bbl/day
= Densitas
c. Panjang Langkah (stroke)
Berdasarkan L dan PD, maka dari chart pump unit section (Gambar 4.15)
diperoleh :
- API size dan Stroke
d. Penentuan Diameter Plunger, Tubing, Rod SPM
Berdasarkan API size pada langkah “c” dan kedalaman L maka dari tabel
design data (sebagai contoh pada Tabel IV-3) diperoleh :
1) Diameter plunger
2) Diameter tubing
3) Ukuran rod
4) Kecepatan Pemompaan (SPM)
e. Acceleration Factor
= S N2 / 70500 ..................................................................... (4-37)
Dimana :
S = Panjang langkah, inchi
N = Kecepatan pemompaan, SPM
f. Panjang Langkah Plunger Efektif
SP =
2
2
1
120.58.40 2
A
L
A
L
At
Lt
E
SgDAp
E
LS
.................... (4-38)
Atau :
SP =
ArAtE
SgDAp
E
LS
1120.58.40 2 ............................ (4-39)
Dimana :
SP = Panjang langkah efektif plunger, in.
= Acceleration factor
L = Setting depth pompa, ft
E = Modulus elastisitas, besarnya tergantung dari bahan
D = Working fluid level, ft.
Ap = Luas penampang plunger, sq. in. (pada tabel IV-4)
Sg = Specific gravity fluida
At = Luas penampang tubing, sq. in.
Ar = Luas penampang rod, sq. in.
Lt = Panjang tubing, ft
Lr = Panjang rod, ft
g. Estimasi Displacement Pompa
Q = K Sp N ............................................................................. (4-40)
Dimana :
Q = Estimasi displacement pompa, Bbl/day
K = Konstanta plunger tertentu
Sp = Panjang langkah plunger efektif, in.
N = Kecepatan pemompaan, SPM
h. Berat Rod String
Wr = L x m .............................................................................. (4-41)
Dimana :
Wr = Berat rod string, lb
L = Setting depth pompa, ft
m = Berat rod, lb/ft
L & m = Dapat dilihat pada Tabel IV-5
i. Berat Fluida
Wf = 0.433 Sg (L Ap – 0.294 Wr) ........................................... (4-42)
Dimana :
Wf = Berat fluida, lb
Sg = Specific gravity fluida
L = Setting depth pompa, ft
Ap = Luas penampang plunger, sq.in.
Wr = Berat rod string, lb
j. Beban Polished Rod
Wmax = Wf + Wr (1 + )
Wmin = Wr (1 - - 0.127 Sg) ................................................. (4-43)
k. Rod Stress
Stress maks = Wmaks / Ar, psi
Stress min = Wmin / Ar, psi ................................................... (4-44)
Dimana :
Ar = Luas Penampang rod, sq.in.
l. Counterbalance
Ci = 0.5 Wf + Wr (1-0.127 Sg), lb ........................................... (4-45)
m. Torque
Tp = (Wmaks – 0.95 Ci) S/2, lb-in ........................................... (4-46)
n. Tenaga Motor
Hh = 7.36 10-6 Q Sg L, Hp
Hf = 6.31 10-7 Wr S N, HP
Hb = 1.5 (Hh + Hf), HP .......................................................... (4-47)
Dimana :
Hh = Hydraulic horse power to lift fluida
Hf = Subsurface frictional power loss
Hb = Brake horse power
Motor Rating = Hb / 0.75, Hp ................................................. (4-48)
Diameter engine sheave prime mover :
D = (N R dis) / RPM ......................................................... (4-49)
Tabel IV-3 Contoh Tabel Design Data Untuk API size 40 Unit
Dengan 34-inch 3)
Tabel IV-4. Data Plunger Pompa 3)
Tabel IV-5. Data Sucker Rod 3)
Gambar 4.15. Diagram Pemilihan Unit Pompa Dan Panjang Langkah (Stroke Length) 3)
4.1.3.3. Pompa ESP (Electric Submersible Pump)
Electric Submersible Pump (ESP) adalah pompa yang dimasukkan ke
dalam lubang sumur yang digunakan untuk memproduksi minyak secara artificial
lift (pengangkatan buatan) dan digerakkan oleh motor listrik. Peralatan pompa
listrik submersible terdiri dari pompa centrifugal, protector dan motor listrik. Unit
ini ditenggelamkan di cairan, disambung dengan tubing dan motornya
dihubungkan dengan kabel ke permukaan yaitu dengan switchboard dan
transformator.
Pompa ESP terdiri dari pompa centrifugal bertingkat banyak berputar
3475 – 3500 RPM, 60 Hz dengan motor listrik induksi sinkron kutub 3 fase,
berbentuk sangkar, instalasi ESP dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Pompa ESP biasanya dipakai untuk laju produksi 200 – 2500 STB/day,
walaupun dapat digunakan untuk produksi sampai 95000 STB/day. Pompa ESP
umumnya digunakan pada sumur miring di daerah lepas pantai. Di daratan hanya
digunakan untuk laju produksi tinggi yaitu di atas 2000 STB/day, karena pompa
angguk akan lebih ekonomis untuk sumur dengan laju produksi rendah.
1. Prinsip Kerja Pompa ESP
Prinsip kerja pompa ESP (pompa reda) berdasarkan pada prinsip kerja
pompa centrifugal dengan sumbu putarnya tegak lurus. Oleh sebab itu untuk
mengenal prinsip kerja pompa reda perlu diketahui dahulu cara kerja pompa
centrifugal.
Pompa centrifugal adalah mesin hidraulis yang menghasilkan tenaga
hidraulis dengan jalan memutar cairan yang melalui impeller pompa. Cairan
masuk ke dalam pompa menurut proses pompa, dikumpulkan di dalam rumah
pompa kemudian dilemparkan keluar.
Impeller pompa adalah bagian utama pompa yang merubah tenaga
mekanis menjadi tenaga hidraulis. Pada saat impeller diputar dengan kecepatan w,
cairan yang terdapat padanya terlempar keluar dengan tenaga potensial dan kinetis
tertentu. Cairan tertampung di dalam rumah pompa kemudian dievakuasikan
keluar melalui pipa keluar (diffuser), karena cairan dilemparkan keluar, maka
terjadilah proses penghisapan dan cairan ditekan ke dalam pompa oleh tekanan
udara.
Gambar 4.16.
Instalasi Electric Submersible Pump 3)
2. Peralatan Pompa ESP
Pada dasarnya submersible pump adalah pompa centrifugal bertingkat
banyak, dimana proses dari pompa centrifugal dihubungkan di lapangan dengan
motor penggerak. Peralatan electric submersible pump dapat dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu :
A. Peralatan Di Atas Permukaan.
B. Peralatan Di Bawah Permukaan.
A. Peralatan Di Atas Permukaan
Peralatan di atas permukaan untuk pompa ESP mencakup :
a. Juction Box
b. Packer dan Subsurface Safety Valve
c. Switchboard
d. Down Hole Pressure Monitor
a. Juction Box
Juction atau vent box digunakan untuk melepaskan gas yang ikut dalam
kabel agar tidak menimbulkan kebakaran di switchboard. Alat ini
menghubungkan tenaga ke kabel sumur.
b. Packer dan Subsurface Safety Valve
Untuk sumur pompa di lepas pantai yang masih bertekanan tinggi,
umumnya dilengkapi dengan packer dan subsurface check valve. Valve ini
dipasang 300 ft di bawah well head (kepala sumur). Dalam keadaan darurat dapat
ditutup secara manual ataupun otomatis.
c. Switchboard
Merupakan suatu panel control yang dilengkapi dengan tombol on-off
untuk over atau under-load protection, sekring, ammeter recording, lampu signal,
intermitting timer dan remote control. Secara keseluruhan alt ini berfungsi untuk
mengatur atau mengontrol operasi arus listrik yang dibutuhkan oleh motor.
d. Down Hole Pressure Monitor
Digunakan untuk memonitor intake pressure (tekanan hisapan) dalam
sumur, dan sangat diperlukan untuk mengetahui performance (ulah kerja pompa).
Selain alat monitor tekanan, dapat digunakan centriguard motor controller
yang gunanya untuk memonitor secara terus-menerus ulah kerja peralatan electric
submersible pump, yang menayangkan secara sekejap :
Kondisi over-current dan under-current.
Mudah melakukan setting.
Baik untuk memproteksikan terhadap single pasingatau kondisi arus yang
tidak balance yang dapat mengakibatkan motor terlalu panas, kerusakan kabel.
B. Peralatan Di Bawah Permukaan
Peralatan pompa ESP di bawah permukaan mencakup :
a. Motor Listrik
b. Kabel
c. Seal Section (Protector)
d. Separator Gas
e. Pompa
f. Motor Lead Cable
a. Motor Listrik
Motor Listrik yang digunakan adalah motor induk tiga fase, dua katup,
squirrel cage. Fungsi dari motor ini adalah untuk menggerakkan shaft pompa
sehingga impeller-impellernya berputar. Putaran motor listrik umumnya dirancang
dengan kecepatan 3500 putaran per menit (RPM), dengan frekwensi 60 hz.
Motor diisi dengan minyak yang tahan terhadap tegangan listrik yang
tinggi. Motor didisain untuk tegangan yang dapat dipakai antara 230 sampai 5000
volt, dengan satuan listrik 12 sampai 125 Ampere. Penambahan daya HP dari
motor dilakukan dengan merangkai panjang motornya.
Rangkaian motor tandem (bertingkat) dapat mencapai 750 HP dengan
panjang sekitar 90 ft. Selain ukuran motor, yang perlu diperhatikan adalah horse
power dan seri motor. Jenis seri menunjukkan diameter motor yang harus sesuai
dengan diameter dalam dari casing sumur, yang dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.17.
Motor Pompa ESP 3)
b. Kabel
Kabel dipakai sebagai sarana penghantar daya listrik dari permukaan ke
motor yang letaknya di dalam sumur. Kabel selain tahan temperatur dan tekanan
fluida, serta kedap terhadap resapan liquid dari sumur. Untuk itu kabel harus
memiliki bagian seperti :
Konduktor
Isolasi
Sarung
Ada dua jenis kabel yang biasa dipakai round cable atau flat cable. Jenis-
jenis kabel dapat dilihat pada Gambar 4.18.
Kabel listrik terdiri dari tiga kabel yang diisolir satu sama lain dengan
pembalut dari karpet. Ketiganya terbungkus oleh suatu pelindung yang terbuat
dari baja penampang kawat tembaga berubah-ubah fungsi tegangan arus dari
motor dan biasanya dipilih antara 16,25 atau 35 mm2. Hubungan antara tubing dan
kabel dilakukan dengan pertolongan kabel clamp.
Gambar 4.18. Kabel 17)
c. Protector (Seal Section)
Protector diletakkan di antara motor dan pompa. Fungsinya :
Tempat menyimpan bahan pelumas untuk pompa.
Tempat menyimpan minyak untuk pompa.
Menjaga tekanan dalam pompa dan motor agar selalu lebih besar dari tekanan
di luar pompa.
Mencegah masuknya cairan ke dalam motor.
Protector terdiri dari dua kamar yaitu kamar atas dan kamar bawah.
Keduanya dipisahkan oleh piston. Tekanan hidrostatis cairan dalam pompa sumur
masuk ke dalam protector melalui orifice dan bekerja pada piston. Karena
tegangan di dalam kamar atas, tekanan dijaga agar lebih besar tekanan di luar
pompa. Di dalam kamar atas dimasukkan minyak pelumas pompa, sedangkan di
dalam kamar bawah permukaan dimasukkan minyak motor. Pemilihan protector
dilakukan sesuai dengan pompa. Protector (Seal Section) dapat dilihat pada
Gambar 4.19.
d. Intake Section (Separator Gas)
Pada umumnya yang tidak banyak mengandung gas, cukup dengan
menggunakan pump intake, sedangkan untuk sumur yang mengandung gas
terutama dissolved gas (gas terlarut dalam minyak) sangat perlu menggunakan
separator gas, yang dapat ditunjukkan pada Gambar 4.20. Kegunaan dari separator
gas, adalah :
1. Mencegah turunnya head capacity yang dapat dihasilkan oleh pump.
2. Mencegah terjadinya gas lock dan kavitasi pompa terutama pada flow rate
(laju aliran) yang tinggi dan fluida yang mengandung gas, dengan
demikian akan dapat memperbaiki efisiensi pompa.
3. Mencegah terjadinya fluktuasi beban pada motor penggeraknya.
4. Mengurangi adanya surging (tekanan dan sentakan).
e. Pompa Centrifugal
Pompa submersible adalah tipe pompa centrifugal multi tingkat. Setiap
tingkat terdiri dari bagian yang bergerak yaitu impeller dan bagian yang stasioner
(tidak bergerak) yaitu diffuser. Tipe dan ukuran dari tiap tingkat menentukan
volume dari fluida yang dapat diproduksi. Jumlah tingkatnya menentukan jumlah
head yang dihasilkan, apabila dikalikan dengan daya (HP) per tingkat dan spesific
gravity-nya, maka jumlah HP motor yang dibutuhkan dapat ditentukan.
Pompa tandem adalah beberapa single pump (pompa tunggal) yang
disusun seri baik secara hydraulic untuk memberikan total head dari pompa yang
dibutuhkan untuk keperluan tertentu.
Gambar 4.19. Seal Section atau Protector 17)
Komponen ini, seperti halnya poros pompa dibuat khusus yang tahan
korosi, scale, temperatur tinggi, pasir dan jumlah tingkat yang digunakan untuk
ukuran tertentu tergantung pada head pengangkatan, seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 4.21.
Gambar 4.20. Gas Separator atau Intake Section 3)
f. Motor Lead Cable
Motor lead cable disebut juga motor lead extension dan berbentuk flat
(gepeng). Panjangnya dibuat sepanjang pothead pada motor sampai dengan bagian
atas dari pompanya, yang kemudian disambungkan dengan power kabelnya.
Seal section, gas separator dan pompa dengan flat cable ini dimasukkan
agar total diameter luar rangkaian pompa dan motor lead cable tidak terlalu besar
untuk dimasukkan sumur, terutama pada sumur yang menggunakan liner yang
ukurannya lebih besar dari diameter casing. Motor lead cable diberi pelindung
(cable guards) untuk mencegah kerusakan pada waktu dimasukkan ke dalam
sumur.
Gambar 4.21. Pompa Centrifugal 3)
3. Perencanaan Dan Perhitungan Pompa ESP
Perencanaan pompa ESP bertujuan untuk menentukan jenis dan ukuran
pompa (jumlah stage, jenis motor, kabel, transformeter dan switchboard) sesuai
merek dagang terpilih, data produksi, konfigurasi sumur, dan karakteristik
reservoir.
Adapun langkah kerja perencanaan pompa ESP adalah sebagai berikut :
1. Mengisi data yang diperlukan (data sumur, reservoir dan fluida).
2. Menghitung berat jenis rata-rata dan gradient tekanan fluida produksi menurut
persamaan :
SGrata-rata = WOR
SGairWORyakSG
1
min1 ......................... (4-50)
Gradient fluida (GF) = 0.433 SG
Bila mengandung gas, menguurangi GF sekitar 10 %.
3. Menentukan kedudukan pompa (HPIP) kurang lebih 100 ft di atas lubang
perforasi teratas. Jarak antara motor dan lubang perforasi teratas (HS) kurang
lebih 50 ft.
4. Menentukan laju produksi yang diinginkan dengan cara memilih, kemudian
mencoba harga Pwf untuk menentukan harga laju produksi total dengan
persamaan :
Qtot = (Ps – Pwf) PI ....................................................... (4-51)
Menghitung laju produksi yang diinginkan (Qo) menurut persamaan :
Qo = QtotWOR
1
1 .......................................................... (4-52)
Apabila harga tersebut belum selesai, mengulangi dengan memilih harga Pwf
dengan penjajalan.
5. Menghitung pump intake (PIP) dengan persamaan :
PIP = Pwf – GF (HS – HPIP) .......................................... (4-53)
Harga PIP harus lebih besar dari BPP (tekanan jenuh). Bila tidak terpenuhi,
mengulangi langkah 4 dan 5 dengan laju produksi yang lebih rendah.
6. Menghitung arus cairan kerja Zf1 = HS – (Pwf / GF).
7. Menentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing (HF) dengan Gambar 4.22.
8. Menghitung Total Dynamic Head (TDH) menurut persamaan :
TDH = HfZfGF
THP 1 .................................................... (4-54)
Gambar 4.22.
Chart Kehilangan Tekanan Dalam Pipa 3)
9. Memilih jenis dan ukuran pompa dari catalog perusahaan pompa bersangkutan
dengan gambar yang menunjukkan efisiensi maksimum untuk laju produksi
yang diperoleh dari langkah 4.
Membaca harga head capacity (HC) dan daya kuda motor (HP motor) pada
laju produksi tersebut.
10. Menghitung jumlah stages (tingkat) :
Jumlah Stages = TDH / HC ................................................ (4-55)
11. Menghitung daya kuda yang diperlukan :
HP = HP motor jumlah stages ......................................... (4-56)
12. Menentukan jenis motor pada Tabel IV-6. yang memenuhi HP tersebut.
13. Menghitung kecepatan aliran di annulus (FV) motor untuk masing-masing
jenis motor :
FV = 22 )()sin(
0119.0
ODmotorgIDca
Qtotal
..................................... (4-57)
Jenis motor dan OD motor terkecil yang memberikan FV > 1 ft/detik adalah
pasangan yang harus dipilih.
14. Membaca harga arus listrik (A) dan tegangan listrik motor (Vmotor) yang
dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan.
15. Memilih jenis kabel dari harga arus listrik tersebut, yang dapat dilihat pada
Gambar 4.23., dan dianjurkan memilih kabel yang mempunyai kehilangan
tegangan di bawah atau sekitar 30 volt tiap 1000 ft.
Vkabel = (HS – 50) V / 1000 ft
16. Memilih transformator dan switchboard :
a. Menghitung tegangan yang diperlukan motor dan kabel :
(Vtot) = Vmotor + Vkabel .................................................... (4-58)
b. Menghitung KVA = 1.73 Vtot A/1000 .............................. (4-59)
c. Menentukan transformator yang memenuhi hasil perhitungan 16b dari
Tabel IV-7. karena aliran tiga fasa maka transformator adalah sepertiga
dari hasil perhitungan 16b.
17. Melakukan perhitungan total tegangan pada waktu start sebagai berikut :
a. Kebutuhan tegangan start = 20.35 voltage rating.
b. Kehilangan tegangan selama start = 3 kehilangan tegangan biasa.
18. Membandingkan apakah total tegangan pada waktu start tidak melebihi
tegangan yang dikeluarkan oleh switchboard. Apabila tidak melebihi, berarti
perencanaan telah betul, apabila melebihi, maka dilakukan pengulangan dari
langkah 16.
Gambar 4.23.
Chart Kehilangan Tegangan 3)
Tabel IV-6 Jenis Motor ESP 17)
Tabel IV-7 Jenis Motor 17)