i
DOSEN PEMBIMBING:
RENANDA NIA RACHMADITA,S.T., M.T. FITRI HARDIYANTI, S.T., M.T., M.Eng.
TUGAS AKHIR (606404A)
PERANCANGAN ULANG TATA LETAK LANTAI PRODUKSI PT
BBI PASURUAN DENGAN METODE SYSTEMATIC LAYOUT
PLANNING
Kinawih Ainul Kamalia NRP. 0615040007
PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
i
HALAMAN JUDUL
Dosen Pembimbing: Renanda Nia Rachmadita,ST., M.T. Fitri Hardiyanti, ST., M.T., M.Eng.
TUGAS AKHIR (606404A)
PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
PERANCANGAN ULANG TATA LETAK LANTAI PRODUKSI
PT BBI PASURUAN DENGAN METODE SYSTEMATIC
LAYOUT PLANNING
Kinawih Ainul Kamalia
NRP. 0615040007
DOSEN PEMBIMBING: DOSEN PEMBIMBING:
RENANDA NIA RACHMADITA,S.T., M.T.
FITRI HARDIYANTI, S.T., M.T., M.Eng.
ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iii
iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
v
vi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur dan terma kasih penulis haturkan kepada
ALLAH SWT atas limpahan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “PERANCANGAN
ULANG TATA LETAK LANTAI PRODUKSI PT BBI PASURUAN DENGAN
METODE SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING”. Tugas Akhir ini disusun
sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma 4 (D4)
pada Program Studi Teknik Desain dan Manufaktur, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
Penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda tercinta Alm. Karmain yang telah memberikan dukungan, bantuan,
perhatian, nasihat, dan saran kepada penulis semasa hidup beliau.
2. Ibunda tercinta Mar’atus Sholikhah dan adik tercinta Achmad Iqbal
Kamaludin yang selalu menjadi penyemangat dan motivasi bagi penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir.
3. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA selaku Direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya
4. Bapak George Endri Kusuma, S.T., M.Sc. Eng selaku Ketua Jurusan Teknik
Permesinan Kapal
5. Ibu Anda Iviana Juniani,S.T.,M.T. selaku Koordinator Program Studi Teknik
Desain dan Manufaktur.
6. Bapak Farizi Rachman, S.Si., M.Si. selaku Koordinator Tugas Akhir Program
Studi Teknik Desain dan Manufaktur.
7. Ibu Renanda Nia Rachmadita, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I yang
telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan
ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Ibu Fitri Hardiyanti, S.T., M.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan
ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Tim Dosen Penguji yang telah menguji dan memberikan masukan yang
bermanfaat bagi penulis.
viii
10. Bapak Sumiran selaku Pembimbing dari PT BBI yang telah berkenan
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, saran, dan ilmu
kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
11. Bapak Budi, Mbak Ita, Ibu Diah, Bapak Huda, Bapak Hilmi, Bapak Sutris,
Bapak Harso dan seluruh staf karyawan PT. BBI Pasuruan selaku pihak yang
telah menjadi inspirator Tugas Akhir.
12. Teman-teman On the Job Training Yanuar Laili Shaleha, Dwi Nur Indah
Sari, Dona Febriananta, dan Aldia Bintang Aji yang selalu berkenan
meberikan masukan, ilmu, saran, dan hiburan bagi penulis selama masa On
the job training dan penyelesaian tugas akhir.
13. Veronica Cholifatul M, Bayu Widya A, Dwi Nur Indah S, Yanuar Laili S,
Ulya Ganeswara A dan sahabat penulis Cindy Zefira yang telah memberikan
semangat,saran, dan menghibur penulis disaat penulis dalam kondisi terpuruk
selama penyelesaian Tugas Akhir.
14. Almira, Aditya Dito, Wachid, Kharisma, Nopan, dan teman-teman yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu, saran, dan masukan untuk
penulis dalam menyusun Tugas Akhir.
15. Teman-teman SPARTA dan BAUT yang selalu memberikan canda tawa dan
motivasi bagi penulis.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas seluruh bantuan yang telah
diberikan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi terciptanya penulisan Tugas Akhir yang lebih baik. Besar
harapan dari penulis agar Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi setiap
orang yang membaca. Selain itu juga dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya. Apabila terdapat kesalahan, penulis memohon maaf
dengan setulus hati.
Surabaya, Juli 2019
Penulis
ix
PERANCANGAN ULANG TATA LETAK LANTAI PRODUKSI
PT BBI PASURUAN DENGAN METODE SYSTEMATIC
LAYOUT PLANNING
Kinawih Ainul Kamalia
ABSTRAK
Proses pengerjaan suatu produk dari bahan mentah menjadi produk jadi
tentunya akan melewati beberapa tahapan. Secara garis besar tahapan tersebut
terdiri dari tahap persiapan, assembly, dan finishing. Permasalahan yang terjadi
pada lantai produksi khususnya pada tahap finishing adalah jauhnya lokasi sand
blasting dan painting dari lokasi assembly . Selain itu terjadi gerakan memotong
saat produk melalui tahap sand blasting dan painting dengan produk yang keluar
dari divisi foundry ke machining. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
dapat dilakukan perancangan ulang tata letak lantai produksi PT BBI dengan
menggunakan metode Systematic Layout Planning (SLP) yang dikembangkan
oleh Richard Muther. Tahapan untuk membuat tata letak dengan menggunakan
metode adalah melakukan input data berupa produk dan proses. Lalu mengamati
dan menganalisis aliran material dan hubungan keterdekatan.Setelah itu dapat
dibuat Activity Relationship Chart, dan Activity Relationship Diagram. Dengan
memperhatikan luas area yang dibtuhkan dengan luas area yang tersedia dan
dikombinasikan dengan Activity Relationship Diagram dibentuk Space
Relationship Diagram. Setelah membuat SRD maka dapat dilakukan perancangan
layout. Hasil perancangan layout dapat menghasilkan 2 alternatif layout,
kemudian dari dua alternative layout tersebut dihitung pengurangan jarak material
handling dengan layout awal. Lalu dipilih satu alternative yang memiliki
pengurangan jarak material handling (momen handling) yang terbesar. Dari hasil
pengurangan jarak material handling didapatkan pengurangan jarak material
handling sebesar 412,04 meter. Dari 1558,98 meter menjadi 1146,94 meter.
Kata kunci: Jarak, Jarak material handling, SLP, Tata Letak, Tata Letak Pabrik
x
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xi
THE REDESIGNING OF PT BBI PASURUAN PRODUCTION
FLOOR LAYOUT USING SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
METHOD
Kinawih Ainul Kamalia
ABSTRACT
The process of making a product from raw materials to final product
certainly pass through several steps. The problem which happens in the
production floor especially in the finnishing process is the distance between sand
blasting and painting from assembly location. In addition, a cutting movement
occurs when the product goes through the sand blasting and painting stages with
products coming out of the foundry division to machining. To solve these
problems, a redesign of the PT BBI production floor can be done using the
Systematic Layout Planning (SLP) method developed by Richard Muther. The
stage for making a layout using this method is to input data in the form of
products and processes. Then observe and analysys the material flow and the
attachment's relationship. After that, Activity Relationship Chart, and Activity
Relationship Diagram can be made. By paying attention to the area needed by
the area available and combined with the Activity Relationship Diagram formed
by the Space Relationship Diagram. After creating SRD, a layout can be
designed. The results of the layout design can produce 2 alternative layouts. The
next step is to calculate the material handling distance reduction between the
initial layout and the alternative layout. Then, an alternative is chosen that has
the largest reduction in material handling (moment handling). From the results
of the reduction in material handling distance, there was a reduction in the
material handling distance of 412.04 meters, from 1558.98 meters to 1146.94
meters.
Keyword: Distance, Material handling distance, SLP, Layout, Factory's Layout
xii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xxi
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Studi Penelitian Pendahulu ....................................................................... 5
2.2 Definisi Tata Letak Fasilitas .................................................................... 7
2.3 Tujuan Perancangan Layout ..................................................................... 7
2.4 Persoalan Perencanaan Fasilitas ............................................................... 9
2.5. Prinsip-Prinsip Dasar di Dalam Perencanaan Tata Letak Pabrik ........... 11
2.6 Tanda-Tanda Tata Letak yang Baik ....................................................... 11
2.7 Systematic Layout Planning (SLP) ........................................................ 13
2.8 Tahapan-Tahapan Metode Systematic Layout Planning ........................ 13
2.9 Layout Awal ........................................................................................... 19
2.10 Analisis Aliran Material ......................................................................... 20
2.11 Evaluasi .................................................................................................. 21
2.12 Material Handling .................................................................................. 22
2.13 Pengukuran Jarak Material Handling ..................................................... 22
2.14 Distance Volume Chart .......................................................................... 24
xiv
2.15 Jalan Lintasan (Aisle) .............................................................................. 26
2.16 Peta Proses (Process Chart ) ................................................................... 27
2.16.1 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart ) ............................ 29
2.16.2 Peta Aliran Proses ( Flow Process Chart ) ....................................... 32
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 35
3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ........................................................... 35
3.2 Langkah Penelitian.................................................................................. 37
1. Tahap Identifikasi Masalah ..................................................................... 37
2. Pengumpulan Data .................................................................................. 38
3. Tahap Pengolahan Data .......................................................................... 38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 41
4.1. Pengumpulan Data .................................................................................. 41
4.1.1 Layout Awal ........................................................................................... 41
4.1.2 Aktivitas Proses Produksi ...................................................................... 43
4.1.3 Luas Area Produksi ................................................................................ 45
4.1.4 Data Produksi ...................................................................................... 46
4.1.6 Material Handling ............................................................................... 46
4.1.7. Frekuensi Material Handling ................................................................ 47
4.2. Pengolahan Data ..................................................................................... 53
4.2.1. Analisa Aliran Material ...................................................................... 53
4.2.2. Perancangan Layout ........................................................................... 55
4.3. Analisa dan Interpretasi Hasil ................................................................. 94
4.3.1. Analisa Jarak Material Handling Awal ................................................. 94
4.3.2. Analisa Jarak Material Handling Layout Usulan 1 ............................... 95
4.3.3. Analisa Jarak Material Handling Layout Usulan 2 .............................. 96
4.3.4 Analisa Momen Handling ..................................................................... 97
4.3.5 Analisa Perbandingan Layout Awal dan Re-desain ............................ 97
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 103
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 103
5.2. Saran ..................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 105
LAMPIRAN ........................................................................................................ 107
xv
xvi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Penelitian Pendahulu .............................................................................. 5
Tabel 2. 2 Penelitian Pendahuluan (Lanjutan) ........................................................ 6
Tabel 2. 3 Penelitian Sekarang ................................................................................ 6
Tabel 2. 4 Tabel Kode Alasan (Wignjosoebroto, 2003) ...................................... 16
Tabel 2. 5 Tabel Derajat Hubungan ..................................................................... 17
Tabel 2. 6 Standar Penggambaran Derajat Hubungan Aktivitas.......................... 17
Tabel 2. 7 Tabel Simbol dalam Peta Proses .......................................................... 28
Tabel 2. 8 Lanjutan Tabel Simbol dalam Peta Proses ........................................... 29
Tabel 4. 1 Standar Lebar Jalan Lintasan ............................................................... 27
Tabel 4. 2 Inisial Departemen di Lantai Produksi PT BBI ................................... 42
Tabel 4. 3 Data Luas Area PT BBI ....................................................................... 45
Tabel 4. 4 Data Produksi PT BBI 6 Tahun Terakhir ............................................ 46
Tabel 4. 5 Tabel Material Handling ..................................................................... 46
Tabel 4. 6 Tabel Material Handling ..................................................................... 47
Tabel 4. 7 Tabel Material Handling D-E .............................................................. 47
Tabel 4. 8 Tabel Material Handling C-D .............................................................. 47
Tabel 4. 9 Tabel Material Handling ...................................................................... 47
Tabel 4. 10 Tabel urutan aliran material .............................................................. 48
Tabel 4. 11 Tabel Frekuensi Material Handling .................................................. 49
Tabel 4. 12 Tabel Lanjutan Frekuensi Material Handling ................................... 50
Tabel 4. 13 Lanjutan Tabel Frekuensi Material Handling ................................... 51
Tabel 4. 14 Lanjutan Tabel Frekuensi Material Handling ................................... 52
Tabel 4. 15 Tabel Data Produk Tangki ................................................................. 53
Tabel 4. 16 Daftar Komponen Tangki .................................................................. 54
Tabel 4. 17 Kebutuhan Luas per Departemen Divisi Fabrikasi ........................... 66
Tabel 4. 18 Urutan Aliran Departemen Layout Awal ........................................... 72
Tabel 4. 19 Koordinat Centroid Departemen ........................................................ 72
Tabel 4. 20 Lanjutan Koordinat Centroid Departemen Layout Awal ................... 73
Tabel 4. 21 Jarak Antar Departemen Pada Layout Awal ...................................... 74
Tabel 4. 22 Jarak Antar Departemen Layout Awal ............................................... 75
xviii
Tabel 4. 23 Tabel Momen Handling Layout Awal ................................................ 76
Tabel 4. 24 Tabel Lanjutan Momen Handling Layout Awal ................................. 77
Tabel 4. 25 Tabel Momen Handling Layout Awal ................................................ 78
Tabel 4. 26 Tabel Momen Handling Layout Awal ................................................ 79
Tabel 4. 27 Momen Handling Layout Awal .......................................................... 79
Tabel 4. 28 Urutan Aliran Departemen Layout Awal ........................................... 80
Tabel 4. 29 Koordinat Centroid Departemen ........................................................ 81
Tabel 4. 30 Tabel Jarak antar Departemen Layout Usulan 1................................. 81
Tabel 4. 31 Jarak Antar Departemen Usulan Layout 1 ......................................... 82
Tabel 4. 32 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1 .......................................... 82
Tabel 4. 33 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1 .......................................... 83
Tabel 4. 34 Tabel Lanjutan Momen Handling Usulan Layout 1 ........................... 84
Tabel 4. 35 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1 .......................................... 85
Tabel 4. 36 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1 .......................................... 86
Tabel 4. 37 Tabel momen handling usulan layout 1 ............................................. 87
Tabel 4. 38 Urutan Aliran Departemen Layout Usulan 2 ...................................... 88
Tabel 4. 39 Koordinat Centroid Layout Usulan 2 ................................................. 88
Tabel 4. 40 Jarak Antar Departemen Usulan Layout 2 .......................................... 89
Tabel 4. 41 Jarak Antar Departemen Usulan Layout 2 ......................................... 89
Tabel 4. 42 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2 .......................................... 90
Tabel 4. 43 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2 .......................................... 91
Tabel 4. 44 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2 .......................................... 92
Tabel 4. 45 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2 .......................................... 93
Tabel 4. 46 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2 .......................................... 93
Tabel 4. 47 Tabel Jarak Material Handling Layout Awal ..................................... 94
Tabel 4. 48 Tabel Jarak Material Handling Usulan Layout 1 ................................ 95
Tabel 4. 49 Tabel Jarak Material Handling Usulan Layout 2 ................................ 96
Tabel 4. 50 Tabel Momen Handling ..................................................................... 97
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Kondisi Lantai Produksi PT BBI (PT BBI) ....................................... 2
Gambar 2. 1 Activity Relationship Chart (Sukania, 2016) ................................... 15
Gambar 2. 2 Keterangan Gambar ARC ( Wignjosoebroto, 2003) ........................ 16
Gambar 2. 3 Contoh Worksheet ARC (Sukania, 2016) ........................................ 18
Gambar 2. 4 Contoh ARD (Sukania, 2016 ) ......................................................... 18
Gambar 2. 5 Divisi Fabrikasi PT BBI (PT. BBI) ................................................. 19
Gambar 2. 6 Layout PT. BBI (PT. BBI) .............................................................. 20
Gambar 2. 7 Pengukuran Jarak dengan metode Euclidean ................................... 22
Gambar 2. 8 Pengukuran Jarak dengan Metode Rectiliner ................................... 23
Gambar 2. 9 Pengukuran Jarak Aisle Distance ..................................................... 24
Gambar 2. 10 Tabel Jarak Antar Departemen ....................................................... 25
Gambar 2. 11 Momen Handling ........................................................................... 25
Gambar 2. 12 Contoh Peta Proses Operasi ........................................................... 31
Gambar 2. 13 Langkah-langkah pembuatan Peta Proses Operasi......................... 32
Gambar 2. 14 Contoh Peta Aliran Proses.............................................................. 33
Gambar 4. 1 Blok Diagram Proses Fabrikasi PT BBI ........................................ 28
Gambar 4. 2 Gambar Layout Awal PT Boma Bisma Indra .................................. 42
Gambar 4. 3 Blok Diagram Proses Fabrikasi PT BBI ....... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 4 Pola aliran circular ........................................................................... 55
Gambar 4. 5 Activity Relationship Chart (ARC) .................................................. 57
Gambar 4. 6 Activity Relationship Diagram ......................................................... 60
Gambar 4. 7 Luas Area Produksi PT BBI ............................................................ 67
Gambar 4. 8 Luas Area yang tersedia ................................................................... 67
Gambar 4. 9 Space Relationship Diagram ............................................................ 69
Gambar 4. 10 Layout Usulan 1 ............................................................................. 70
Gambar 4. 11 Layout Usulan 2 ............................................................................. 71
Gambar 4. 12 Grafik Perbandingan Jarak ............................................................. 98
xx
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout PT BBI................................................................................ 107
Lampiran 2 Urutan Proses Produksi PT Boma Bisma Indra............................... 109
Lampiran 3 Breakdown Part Tangki................................................................... 111
Lampiran 4 Rute Produksi Produk Tangki PT Boma Bisma Indra .................... 113
Lampiran 5 Peta Proses Operasi Tangki ............................................................ 115
Lampiran 6 Lanjutan Peta Proses Operasi Tangki ............................................. 117
Lampiran 7 Layout Usulan 1 ............................................................................... 119
Lampiran 8 Layout Usulan 2 ............................................................................... 120
xxii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. BBI Pasuruan merupakan perusahaan BUMN (Badan Usaha
Milik Negara) yang bergerak di bidang fabrikasi dengan hasil produk
berupa peralatan industri. Produk peralatan industri yang dihasilkan oleh
PT. BBI diantaranya adalah Pressure Vessel, Heat Exchange, Plate
Condensor, Piping Work, Heavy Steel Structure, dan Erected Tank. Dari
beberapa produk tersebut PT BBI Ketika melakukan proses produksi,
perusahaan ini akan membuat produk sesuai dengan pesanan/ orderan
masuk dari konsumen (Job order). Untuk mengerjakan produknya PT BBI
terdiri dari dua divisi. Yakni divisi machining dan divisi fabrikasi.Pada
divisi machining dikhususkan untuk pengerjaan proses bubut dari
pengecoran logam. Lalu pada divisi fabrikasi mengerjakan produk dari
material mentah (plat, pipa, dll) menjadi produk jadi yang berupa peralatan
industri. Pada divisi fabrikasi terdiri dari beberapa departemen.
Departemen tersebut antara lain adalah departemen raw material,
departemen persiapan 1, departemen persiapan 2, departemen persiapan 3,
departemen persiapan 4, departemen assembly 1, departemen assembly 2,
departemen assembly 3, departemen assembly 4, departemen sandblast
dan painting 1, departemen sandblast dan painting 2, departemen finished
good and packing.
Proses pembuatan produk PT BBI terdiri dari beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan tersebut antara lain persiapan, assembly, finishing, dan
packing. Saat memproduksi suatu produk PT. BBI memiliki permasalahan
pada tahap finishing yakni lokasi sand blasting yang jauh dan terpisah dari
bagian produksi. Selain itu, terjadi cross movement (gerakan memotong)
yakni pada benda yang akan dilakukan proses sand blasting dengan hasil
produk dari foundry yang akan di proses di divisi machining.
Permasalahan lain yang terjadi adalah adanya penumpukan material di
2
ruang produksi. Sehingga menyebabkan ruang produksi terlihat berantakan
dan tidak tertata yang mengakibatkan ruang gerak untuk operator dan
material handling sangat terbatas.
Gambar 1. 1 Kondisi Lantai Produksi PT BBI (PT BBI)
Melihat permasalahan yang dialami oleh perusahaan, maka penulis
berencana melakukan perbaikan tata letak pabrik mereka terutama pada
bagian produksi di divisi fabrikasi. Yaitu, pada tahap finishing dengan
menggunakan metode Systematic Layout Planning (SLP) yang merupakan
metode yang dikembangkan oleh Richard Muther, agar pabrik menjadi
lebih rapi dan tertata . Serta dapat mengurangi jarak perpindahan material
dari assembly ke finishing.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka permasalahan
yang akan dianalisa pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana merancang ulang tata letak lantai produksi PT BBI dengan
metode Systematic Layout Planning (SLP) ?
2. Bagaimana hasil pengurangan jarak material handling dari usulan
layout yang dibuat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk merancang desain tata letak lantai produksi yang baru dengan
menggunakan metode Systematic Layout Planning (SLP).
2. Untuk mengetahui pengurangan jarak material handling dari usulan
layout yang dibuat.
3
1.4 Manfaat
Manfaat dari tugas akhir ini adalah :
1. Dapat menghasilkan rancangan layout baru yang dapat mengurangi
jarak material handling.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi pada perusahaan mengenai
perbaikan tata letak.
3. Menambah pengetahuan tentang perancangan tata letak pabrik.
4. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak melakukan perubahan sistem produksi dan urut-urutan produksi
yang telah ada.
2. Tidak membahas biaya dan pengurangan waktu produksi, evaluasi
layout hanya fokus pada pengurangan jarak material handling.
3. Hanya berfokus pada penataan departemen di divisi fabrikasi, tidak
berfokus pada penataan fasilitas produksi di dalam departemen tersebut.
4. Hanya membahas satu unit produk yang paling banyak dipesan dalam
kurun waktu 6 tahun terakhir.
5. Tidak membahas dari sisi K3.
4
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Penelitian Pendahulu
Dalam penyelesaian tugas akhir mengenai perancangan ulang tat
letak lantai produksi PT BBI Pasuruan dengan metode systematic layout
planning diperlukan beberapa referensi yang dijadikan bahan
pertimbangan di dalam pengerjaan tugas akhir ini. Referensi penelitian
yang dijadikan pertimbangan dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 .
Tabel 2. 1 Penelitian Pendahulu
No Penulis Judul Tujuan Metode Hasil
1 Prasetya, dkk
(2015)
Analisis Tata
Letak Fasilitas
Dalam
Meminimasi
Material
Handling (Studi
Kasus:
Perusahaan roti
matahari)
Merancang ulang
tata letak untuk
meminimalkan
biaya material
handling
Systematic
Layout
Planning
Terjadi
pengurangan
jarak material
handling dan
terjadi
pengurangan
biaya material
handling
2 Atikah, dan
Nindri
(2015)
Alternatif
Perbaikan Tata
Letak Lantai
Produksi
PT.JAPFA
COMFEED
INDONESIA
dengan Metode
Systematic
Layout Planning
(SLP)
Untuk
merencanakan
dan merancang
ulang tata letak
fasilitas di lantai
produksi agar
lebih efisien.
Systematic
Layout
Planning
Layout dengan
menggunakan
ARC lebih tepat
digunakan untuk
perbaikan tata
letak ulang.
3 Anwar, dkk
(2015)
Usulan
Perbaikan Tata
Letak Pabrik
dengan
menggunakan
Systematic
Layout Planning
(SLP) di CV.
Arasco Bireuen
1. Mengetahui total
perpindahan
material yang
terjadi antara
layout awal
dengan layout
perbaikan.
Sehingga
digunakan untuk
mengetahui total
momen
perpindahan
Systematic
Layout
Planning
Memberikan
layout baru
dengan total
perpindahan
momen terkecil.
6
Tabel 2. 2 Penelitian Pendahuluan (Lanjutan)
4 Muslim, dan
Ilmaniati
(2018)
Usulan
Perbaikan Tata
Letak Fasilitas
Terhadap
Optimalisasi
Jarak dan
Ongkos
Material
Handling
dengan
pendekatan
Systematic
Layout Planning
(SLP) di PT
Transplant
Indonesia
Untuk
mengetahui besar
peran
perancangan tata
letak fasilitas
dalam
memangkas jarak
perpindahan
material dan
menekan ongkos
penanganan
material.
Systematic
Layout
Planning
Layout awal
lebih efektif dan
efisien karena
dapat
mengurangi
jarak
perpindahan
material dan
menekan
ongkos material
handling
5 Sukania, dkk
(2016)
Usulan
Perbaikan Tata
Letak Pabrik
dan Material
Handling Pada
PT XYZ
Memperbaiki tata
letak pabrik pada
lantai produksi
dan packaging
agar menjadi
rapi,efektif, dan
efisien sehingga
meminimalkan
waste time dan
kegiatan
transportasi
bahan dari suatu
proses ke proses
lainya sehingga
kinerja
produktivitas
produksi dapat
menjadi
maksimal
Systematic
Layout
Planning
Indeks pekerja
penanganan
material secara
manual sebesar
0,024
sedangkan
menggunakan
trolley
didapatkan hasil
sebesar 0,0079
Sehingga dari Tabel 2.1 dapat diketahui beberapa referensi yang nantinya
akan digunakan sebagai pertimbangan dan acuan pada peneltian saat ini. Untuk
penelitian saat ini dapat dilihat pada Tabel 2.3 .
Tabel 2. 3 Penelitian Sekarang
No Referensi Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil
1 Kamalia
(2019)
Perancangan
Ulang Tata
Letak Lantai
Produksi PT
BBI Pasuruan
dengan Metode
Systematic
Layout Planning
Untuk merancang
desain tata letak
produksi PT BBI
yang baru dengan
metode
Systematic
Layout Planning
dan mengetahui
pengurangan
jarak material
handling dari
usulan layout
yang dibuat
Systematic
Layout
Planning
Merancang
layout baru dan
mengetahui
pengurangan
jarak material
handling dari
usulan layout
yang dibuat
7
2.2 Definisi Tata Letak Fasilitas
Tata letak pabrik dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan
fasilitas pabrik dengan memanfaatkan luas area secara optimal guna
menunjang kelancaran proses produksi (Wignjosoebroto, S., 2003:67)
sehingga dapat didefinisikan sebagai suatu penempatan fasilitas yang
tersedia dalam suatu pabrik seperti mesin, ruang penyimpanan, tenaga
kerja, peralatan penanganan material, dan semua fasilitas yang mendukung
untuk kelancaran sistem produksi. Dalam tata letak pabrik ada dua hal
yang diatur letaknya yakni pengaturan mesin (machine layout) dan
pengaturan departemen yang ada dalam pabrik (departemen layout)
(Wignjosoebroto, S., 2003:67)
Tata letak fasilitas merupakan salah satu masalah penting dalam
suatu sistem manufaktur maupun industri. Pengaturan tata letak yang
buruk dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan berupa biaya material
handling yang besar, tidak tercapainya target produksi, bahkan menurunya
motivasi kinerja operator (Apple,1990).
Rekayasawan yang merancang fasilitas harus mengevaluasi,
menganalisis, membentuk konsep dan mewujudkan sistem bagi pembuatan
barang dan jasa. Dengan kata lain, merupakan pengaturan tempat sumber
daya fisik yang digunakan untuk membuat produk. Rancangan ini
umumnya digambarkan sebagai rencana lantai yaitu susunan fasilitas fisik
(perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain) untuk mengoptimumkan
hubungan antara petugas pelaksana, aliran bahan, aliran informasi, dan tata
cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara efisien dan aman
(Apple,J.M., 1990:2).
2.3 Tujuan Perancangan Layout
Tujuan utama dalam perancangan layout adalah untuk mengatur
area kerja dan segala fasilitas produksi untuk operasi produksi yang aman,
dan nyaman sehingga dapat menaikkan moral kerja dan performance dari
operator. (Wignjosoebroto,S., 2003:68). Beberapa keuntungan jika
perusahaan memiliki tata letak yang baik adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi waktu tunggu (delay)
8
Semakin baik layout yang diterapkan di perusahaan maka proses
produksi akan terkoordinir dan teratur sehingga dapat mengurangi waktu
tunggu yang berlebihan.
2. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu,
serta banyaknya perpotongan dari lintasan yang ada akan menyebabkan
kesimpang-siuran yang akhirnya akan membawa kearah kemacetan.
Layout yang baik akan memberikan luasan yang cukup untuk seluruh
operasi yang diperlukan dan proses bisa berlangsung mudah dan
sederhana.
3. Meningkatkan output produksi
Penerapan Layout yang baik akan memberikan keuntungan bagi
perusahaan karena dapat menekan ongkos produksi, mengurangi jam kerja
mesin, dan mengurangi jam pekerja.
4. Mengurangi inventory in process
Umumnya dalam proses produksi menghendaki agar bahan baku
berpindah dengan cepat dari suatu operasi ke operasi lainya dengan cepat
dan berusaha untuk mengurangi penumpukan material setengah jadi.
5. Mempermudah aktivitas supervisi
Tata letak yang terencana dengan baik dapat memberikan
kemudahan aktivitas pengawasan dari supervise.
6. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
Merencanakan layout yang baik harus mempertimbangkan
penerangan yang cukup, sirkulasi udara yang lancar dan beberapa
fasilitas dengan tujuan untuk menciptakan ligkungan kerja yang
menyenangkan sehingga dapat meningkatkan moral dan kepuasan kerja.
7. Mengurangi proses pemindahan barang (material handling )
Material handling merupakan salah satu elemen dasar dalam sistem
produksi.Perpindahan material dan produk lebih sering terjadi jika
dibandingkan dengan perpindahan pekerja dan mesin.Oleh karena itu
perencanaan layout yang baik harus dapat meminimalkan penggunaan
material handling. Sehingga Pada proses desain layout memiliki tujuan
9
untuk memberikan jarak pemindahan material/ bahan yang seminimal
mungkin.
8. Penghematan penggunaan area produksi, gudang dan servis
Perencanaan layout yang baik dapat melakukan penghematan
penggunaan luas lantai (pabrik) yang efektif.
9. Mempermudah proses manufaktur
Layout yang baik dirancang untuk memperpendek jarak antara
operasi satu dengan operasi lainya dan untuk mengurangi waktu tunggu
bahan sehingga waktu pemindahan semakin singkat sehingga dapat
memudahkan proses manufaktur.
2.4 Persoalan Perencanaan Fasilitas
Masalah dan jenis persoalan dalam tata letak pabrik beragam
jenisnya (Apple,1990:16-18). Persoalan yang membuat suatu pabrik harus
merencanakan tata letak yang baru adalah sebagai berikut:
1. Perluasan departemen
Perluasan departemen dapat terjadi bila ada penambahan produksi
dari suatu komponen produk tertentu. Hal ini bisa berupa penambahan
sejumlah mesin yang dapat diatasi dengan membuat ruangan atau mungkin
jika diperlukan dilakukan perubahan seluruh tata letak.
2. Memindahkan satu departemen
Menambahkan satu departemen dalam sebuah pabrik dapat
menimbulkan masalah yang besar.Jika tata letak yang ada masih memenuhi,
maka untuk menyelesaikanya hanya diperlukan pemindahan ke area kosong
pada pabrik. Namun jika pada tata letak yang ada saat ini tidak memenuhi lagi,
maka dapat dilakukan perencanaan ke wilayah yang baru.
3. Perubahan Rancangan
Jika terjadi perubahan dalam rancangan produk yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan yang dapat menyebabkan adanya perubahan dalam suatu
proses atau operasi yang diperlukan. Maka untuk menyesuaikan dengan proses
produksi yang ada perlu dilakukan perubahan-perubahan sebagian kecil tata
10
letak dari suatu pabrik atau dapat juga melakukan tata ulang layout secara
keseluruan.
4. Penambahan Produk Baru
Penambahan produk baru yang proses produksinya berbeda dengan
produk yang telah ada, dapat menimbulkan masalah baru bagi perusahaan.
Karena perusahaan harus melakukan penyesuaian baik terhadap mesin dan
fasilitas produksi lainya.Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian kondisi tata
letak lama dengan yang dibutuhkan.Oleh karena itu agar hasil produksi dapat
berjalan dengan optimal perlu dilakukan perancangan ulang tata letak.
5. Pengurangan Departemen
Jika jumlah produksi berkurang secara drastis dan tidak bisa
diselamatkan. Maka perlu dilakukan pertimbangan memakai proses yang
berbeda dari proses produksi sebelumnya. Untuk permasalahan seperti ini
menuntut disingkirkannya peralatan yang sudah ada dan membuat suatu
rencana utuk memasang peralatan lain.
6. Perencanaan Fasilitas Baru
Untuk mengoptimalkan proses produksi dapat dilakukan menambah
beberapa fasilitas pendukung. Peletakan fasilitas produksi haruslah dilakukan
dengan baik dan tepat.
7. Penurunan Biaya
Akibat dari setiap keadaan-keadaan keadaan pada masalah-masalah
sebelumnya.
8. Peremajaan Peralatan yang Rusak
Menuntut pemindahan peralatan yang saling berdekatan untuk
menambah tambahan ruang.
9. Perubahan Metode Produksi
Perubahan kecil dalam lingkungan kerja akan mempengaruhi
lingkungan kerja yang berdekatan. Oleh karena itu perlu dilakukan
peninjauan kembali atas wilayah yang terlibat.
10. Penambahan Departemen Baru
Menyatukan beberapa departemen yang saling berikatan menjadi
satu dan terpusat.
11
2.5. Prinsip-Prinsip Dasar di Dalam Perencanaan Tata Letak
Pabrik
Dalam merencakan tata letak pabrik terdapat beberapa ujuan yang
juga dapat dinyatakan sebagai prinsip dasar dari proses perencanaan tata
letak pabrik ( Wignjosoebroto,2003), prinsip- prinsip dasar di dalam
perencanaan tata letak pabrik akan dijelaskan di bawah ini:
1. Prinsip jarak perpindahan material yang paling minimal
Hampir setiap proses yang terjadi dalam suatu industri mencakup
beberapa gerakan perpindahan material. Dalam proses pemindahan bahan
dari satu operasi ke operasi lainya waktu dapat dihemat dengan
mengurangi jarak perpindahan.
2. Prinsip aliran dari suatu proses kerja
Prinsip ini merupakan kelengkapan dari jarak perpindahan bahan yang
seminimal mungkin. Prinsip ini digunakan untuk menghindari gerakan
bolak-balik (back-tracking), gerakan memotong (cross-movemment ),
kemacaetan (congestion ).
3. Prinsip pemanfaatan ruang
Pada dasarnya tata letak adalah suatu pengaturan ruangan yaitu
pengaturan ruangan yaitu pengaturan ruangan yang akan dipakai oleh
manusia, bahan baku, mesin, dan peralatan penunjang proses produksi
lainya.
2.6 Tanda-Tanda Tata Letak yang Baik
Tata letak yang baik dapat langsung kita amati dengan adanya beberapa
hal yang dapat dijadikan acuan , diantaranya adalah:
1. Keterkaitan antar kegiatan terencana
2. Pola aliran barang terencana
3. Gang yang lurus
4. Langkah balik (kembali ke tempat yang telah dilalui) yang minimum
5. Metode pemindahan yang terencana
6. Sesedikit mungkin bahan yang tengah diproses
12
7. Jalur aliran tambahan
8. Pemindahan antar operasi yang minimum
9. Ruang penyimpanan yang cukup
10. Sesedikit mungkin jalan kaki antar operasi produksi
11. Pemakaian seluruh lantai pabrik maksimum
12. Jarak pemindahan minimum
13. Pemrosesan digabung dengan pemindahan bahan
14. Operasi pertama dekat dengan penerimaan
15. Operasi terakhir dekat dengan pengiriman
16. Penyimpanan pada tempat pemakaian jika mungkin
17. Tata letak yang dapat disesuaikan dengan perubahan
18. Direncanakan untuk perluasan terencana
19. Alat pemindahan mekanis dipasang pada tempat yang sesuai
20. Fungsi pelayanan pekerja yang cukup
21. Pengendalian kebisingan, kotoran, debu,asap, kelembaban, dsb yang
cukup
22. Barang setengah jadi minimum
23. Fungsi pelayanan pekerja yang cukup
24. Waktu pemrosesan bagi waktu produksi total maksimum
25. Sesedikit mungkin pemindahan barang
26. Pemindahan ulang minimum
27. Pemisah tidak mengganggu aliran barang
28. Pemindahan barang oleh buruh langsung sedikit mungkin
29. Pembuangan barang sisa sesedikit mungkin
30. Penempatan yang pantas bagi bagian penerimaan dan pengiriman
31. Penyediaan ruang yang cukup antar peralatan
32. Bangunan didirikan disekeliling tata letak
33. Bahan diantar ke pekerja dan diambil dari tempat kerja
34. Penempatan yang tepat untuk fasilitas pelayanan produksi dan pekerja.
13
2.7 Systematic Layout Planning (SLP)
Perancangan layout menggunakan metode Systematic Layout
Planning (SLP) ini dikembangkan oleh Richard Muther pada tahun 1973,
pendekatan ini banyak digunakan untuk berbagai macam persoalan dan
metode penyelesaian yang meliputi beberapa tahapan antara lain problem
produksi, transportasi, pergudangan, supporting service, dan aktivitas-
aktivitas yang dijumpai dalam perkatoran (office layout). (Wignjosoebroto,
2003)
Lalu dalam penyusunan layout dengan metode SLP mempunyai 3
fase yaitu:
1. Fase 1 – merupakan fase analisis, pada fase ini dilakukan pengumpulan
data masukan yang terdiri dari data produk dan proses. Setelah data
masukan terkumpul dapat dilakukan analisa aliran material yang
dikombinasikan dengan analisa aktivitas yang nantinya akan dijadikan
acuan dalam pembuatan activity relationship chart (ARC) . Dari ARC
dapat dibuat diagram hubungan aktivitas atau activity relationship
diagram (ARD). Dengan mempertimbangkan kebutuhan luas area dengan
luas area yang tersedia maka selanjutnya dapat dibuat space relationship
diagram (SRD)
2. Fase 2- merupakan fase sinthesis (Design Process )
Pada fase sinthesis atau design process merupakan fase pembuatan atau
perancangan alternatif layout.
3. Fase 3- merupakan fase pemilihan alternatif layout
Pada fase ini dilakukan pemilihan terhadap alternatif layout. Pemilihan
alternatif layout didasarkan atas beberapa tujuan yang ingin dicapai.
2.8 Tahapan-Tahapan Metode Systematic Layout Planning
Tahapan yang harus dilakukan ketika menyusun sebuah
perencanaan tata letak dengan menggunakan metode Systematic Layout
Planning (SLP) adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengumpulan data masukan dan aktivitas
14
Agar plant lay-out bisa bekerja secara efektif maka harus
mengumpulkan data informasi yang berkaitan dengan aktivitas pabrik
seperti design produk, proses dan penjadwalan (schedule) kerja. (
Wignjosoebroto, 2000)
Desain produk yang dibuat oleh suatu perusahaan akan sangat
berpengaruh terhadap proses perencanaan layout, karena perencanaan
layout sendiri akan sangat dipengaruhi oleh langkah-langkah proses
yang harus dilakukan di dalam pembuatan produk tersebut. Selain itu
desain produk juga berpengaruh terhadap urutan proses perakitan dan
urutan ini pula mempengaruhi layout. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengumpulan data berupa gambar kerja, assembly chart, parts list, dan
bills of materials.
Desain Proses adalah sebuah data yang memberikan data yang
menggambarkan cara atau proses dari suatu komponen produk tersebut
dibuat, mesin yang digunakan dalam proses pembuatan komponen
produk tersebut, dan waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu
produk. Data yang diperoleh mengenai desain proses disimpulkan dalam
bentuk Operation Process Sheet (dengan mengaplikasikan simbol-simbol
ASME yang distandarkan). Operation Sheet adalah suatu model dari
kegiatan operasi dan inspeksi yang perlu dilakukan di dalam pembuatan
suatu produk/komponen. Dari proses ini secara tidak langsung dapat
dianalisa aliran material dari suatu proses ke proses yang lain. Sehingga
dalam beberapa hal Operation Process merupakan dasar utama di dalam
perencanaan layout fasilitas kerja dalam pabrik.
2. Melakukan analisis terhadap aliran material
Aliran bahan atau material dapat diukur secara kualitatif
menggunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas
(departemen) dengan lainya. (Wignjosoebroto, 2003) Nilai-nilai yang
menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alasan-alasan
yang mendasarinya dalam sebuah aktivitas (Activity Relationship Chart).
Suatu peta hubungan aktivitas dapat dikonstruksikan dengan prosedur
sebagai berikut:
15
Identifikasi semua fasilitas kerja atau departemen-departemen
yang akan diatur tata letaknya dan dituliskan daftar urutanya dalam
peta.
Lakukan interview (wawancara) atau survey terhadap karyawan
dari setiap departemen yang tertera dalam daftar peta dan juga
dengan manajemen yang berwenang.
Definisikan kriteria hubungan antar departemen yang akan diatur
letaknya berdasarkan derajat keterdekatan hubungan serta alasan
masing-masing dalam peta. Selanjutnya tetapkan nilai hubungan
tersebut untuk setiap hubungan aktivitas antar departemen yang ada
dalam peta.
Diskusikan hasil penilaian hubungan aktivitas yang telah dipetakan
tersebut dengan karyawan yang terlibat dalam hubungan kerja.
Sebagai contoh bila peletakan departemen A dinyatakan memiliki
nilai hubungan aktivitas “penting (important) “ dengan departemen B,
maka hal inipun harus memiliki nilai hubungan aktivitas “penting
(important)”dengan departemen A. Di sini karyawan departemen A
harus memberikan penilaian hubungan aktivitas yang sama dengan
karyawan departemen B.
3. Menganalisa Hubungan Aktifitas Kerja (Activity Relationship Chart)
Peta hubungan aktifitas Activity Relationship Chart (ARC)
merupakan salah satu teknik untuk menentukan hubungan keterkaitan
antar area yang ada dalam menunjang aktivitas selama produk dibuat.
Dengan dibuatnya Activity Relationship Chart dapat menentukan tingkat
kedekatan antar proses satu dengan proses lainya.
Gambar 2. 1 Activity Relationship Chart (Sukania, 2016)
16
Gambar 2. 2 Keterangan Gambar ARC ( Wignjosoebroto, 2003)
Tabel 2. 4 Tabel Kode Alasan (Wignjosoebroto, 2003)
Kode
Alasan Deskripsi Alasan
1 Penggunaan catatan secara bersama
2 Menggunakan tenaga kerja yang sama
3 Menggunakan space area yang sama
4 Derajat kontak personel yang sering dilakukan
5 Derajat kontak kertas yang sering dilakukan
6 Urutan aliran kerja
7 Melaksanakan kegiatan kerja yang sama
8 Menggunakan peralatan kerja yang sama
9 Kemungkinan adanya bau yang tidak mengenakkan, ramai, dll.
Sumber : Wignjosoebroto,2003
17
Tabel 2. 5 Tabel Derajat Hubungan
Huruf Keterangan
A Mutlak perlu didekatkan
E Sangat penting untuk didekatkan
I Penting untuk didekatkan
O Cukup/biasa
U Tidak penting
X Tidak dikehendaki berdekatan
Sumber: Wignjosoebroto,2003
Kode-kode huruf A,I,E,O,U,X digunakan untuk menunjukkan hubungan
aktivitas antar departemen. Peletakan kode huruf diletakkan dibagian atas dari
kotak yang tersedia dan memberikan warna khusus diberikan untuk
memudahkan untuk proses analisisnya. Selanjutnya kode angka 1, 2, 3, dan
seterusnya diletakkan dibawah kotak yang mana fungsi kode ini untuk
menjelaskan alasan pemilihan/penentuan derajat hubungan antar masing-masing
departemen. Kode huruf yang digunakan untuk menjelaskan hubugan antar
masing-masing departemen secara khusus telah disatndarkan, standar tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 6 Standar Penggambaran Derajat Hubungan Aktivitas
Derajat
(Nilai)
Kedekatan
Deskripsi Kode Garis Kode Warna
A Mutlak
Merah
E Sangat Penting Oranye
I Penting Hijau
O Cukup/biasa Biru
U Tidak Penting Tidak ada kode garis Tidak ada kode
warna
X Tidak dikehendaki Coklat
Sumber: Wignjosoebroto,2003
Alasan pemilihan derajat hubungan ini didasarkan oleh beberapa
karakteristik dari departemen tersebut (Wignjosoebroto,2003), misalnya:
Kebisingan, debu, getaran, bau, dan lain-lain.
Penggunaan mesin atau peralatan, data informasi, material handling
equipment secara bersama-sama.
Kemudahan aktivitas supervisi.
Kerjasama yang erat kaitanya dari operator masing-masing departemen yang
ada.
18
Activity Relationship Chart sangat berguna untuk mengetahui
hubungan kegiatan antar beberapa departemen. Sehingga dari keterkaitan
hubungan kegiatan antar departemen di dapatkan data yang dimanfaatkan
untuk dasar peletakkan tata letak yang baru.
4. Penyusunan Diagram Hubungan (Relationship Diagram)
Activity Relationship Diagram (ARD) yaitu diagram yang
menjelaskan hubungan pola aliran bahan dan lokasi dari masing-masing
departemen penunjang terhadap departemen produksinya.
(Wignjosoebroto,2000)
Untuk membuat ARD maka terlebih dahulu data yang diperoleh
dari ARC dimasukkan ke dalam suatu lembar kerja.
Gambar 2. 3 Contoh Worksheet ARC (Sukania, 2016)
Gambar 2. 4 Contoh ARD (Sukania, 2016 )
5. Kebutuhan Ruang (Space Requrement)
Untuk menentukan luas ruang yang dibutuhkan, ada tiga hal yang
dapat dijadikan acuan. Yakni tingkat produksi (production rate), peralatan
yang dibutuhkan untuk proses produksi dan karyawan yang diperlukan.
(Anwar,2015)
6. Kesediaan Ruang (Space Available)
Untuk merancang ulang layout yang ada harus disesuaikan dengan
luas area yang tersedia.
19
7. Pembuatan Diagram Hubungan Ruangan (Space Relationship Diagram)
Ketika membuat diagram hubungan ruangan perlu dilakukan
evaluasi luas ruangan yang tersedia dan yang dibutuhkan untuk semua
aktivitas dari perusahaan.
8. Modifikasi Layout berdasarkan pertimbangan praktis (Modifying
Constraints and Practical Limitation)
Untuk merancang layout yang baru harus dilakukan pertimbangan
praktis dibuat untuk modifikasi layout.
9. Pembuatan Alternatif Tata Letak (Develop Layout Alternatives)
Develop Layout Alternatives dibuat berdasarkan Space
Relationship Diagram dengan mempertimbangkan modifikasi dan
berdasarkan pertimbangan praktis.
10. Evaluasi (Evaluation)
Pemilihan layout didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Penentuan kriteria bisa dikembangkan menurut
faktor-faktor subyektif maupun obyektif, sedangkan pemilihan layout
harus ditekankan ke layout yang memberikan kepuasan didalam
memenuhi tujuan-tujuan pokok yang akan dicapai.
2.9 Layout Awal
Tata letak awal (layout awal) PT BBI Pasuruan pada divisi
fabrikasi dapat dilihat pada Gambar 2.5. Pada gambar tersebut dapat
dilihat bahwasanya pada divisi tata letaknya kurang tertata dan teratur
sehingga ruangan terkesan kotor, dan ruang gerak dari operator yan
minim.
Gambar 2. 5 Divisi Fabrikasi PT BBI (PT. BBI)
20
Gambar 2. 6 Layout PT. BBI (PT. BBI)
Selain itu pada tata letak awal di PT. BBI memiliki jarak material
handling yang jauh, yakni pada saat produk melalui tahap finishing. Pada
tahap ini produk akan dilakukan proses sand blasting, painting, dan packing
serta lalu lintas yang berpotongan dengan divisi foundry. Selain itu terjadi
penumpukan material di lantai produksi serta penataan mesin dan fasilitas
pendukung yang kurang tertata sehingga menyebabkan terbatasnya ruang
gerak pada operator.Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 menunjukkan kondisi tata
letak yang kurang efisien dan tertata. Terjadi tumpukan material bahan baku,
material setengah jadi yang akan diproses, dan material yang akan di
assembly. Serta lingkungan kerja yang kotor dan kurang tertata untuk fasilitas
produksi seperti kamar mandi, rak operator, dan fasilitas produksi
lainya.Sehingga menyebabkan ketidaknyamanan untuk melakukan suatu
pekerjaan.
2.10 Analisis Aliran Material
Analisis aliran material merupakan analisis pengukuran kuantitatif
untuk setiap gerakan perpindahan material di antara departemen-
departemen atau aktivitas-aktivitas operasional.Pola aliran material ini
21
menggambarkan perubahan dari bahan baku menjadi produk jadi. Terdapat
beberapa macam pola aliran bahan untuk proses produksi:
1. Straight Line atau Pola aliran Lurus (I Flow)
Pola aliran dengan ciri-ciri aliran material berjalan lurus. Proses
produksi relatif sederhana dan singkat.
2. Serpentine atau Zig-Zag ( S Flow)
Pola aliran bahan jenis ini sangat baik diterapkan jika aliran proses
produksi lebih panjang dibandingkan dengan area yang tersedia.
3. Pola Aliran Huruf “U” ( U Flow)
Pola aliran ini dipakai jika dikehendaki akhir dari proses produksi akan
berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksi. Hal ini
meningkatkan fasilitas transportasi dan memudahkan untuk mengawasi
keluar masuknya material dan produk jadi.Namun aliran bahan pada
pola U relative panjang.
4. Circular (O Flow)
Pola aliran circular ini sangat baik diterapkan pada proses produksi
yang menghendaki material atau produk jadi pada titik awal produksi.
Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan proses
penerimaan bahan/material dan pengiriman barang jadi pada area yang
sama.
5. Pola aliran bentuk L
Pola ini digunakan untuk mengakomodasi jika pola aliran garis tidak
bisa digunakan dan biaya bangunan terlalu mahal jika menggunakan
garis lurus.
2.11 Evaluasi
Pemilihan alternative terhadap layout yang dipilih adalah alternatif
yang mampu memberikan kepuasan didalam memenuhi tujuan –tujuan
pokok yang harus dicapai oleh perencanaan tersebut. (Wignjosoebroto,
2000: 253).
Untuk mengevaluasi layout harus ditetapkan terlebih dahulu tujuan
dari perancangan layout terlebih dahulu. (Heragu, 2008: 49). Secara umum
22
proses pemilihan alternatif layout di dasarkan oleh kemampuan suatu
alternatif layout baru terhadap pemenuhan tujuan-tujuan dari suatu
perusahaan dalam merencanakan penyusunan sebuah layout.
2.12 Material Handling
Menurut Sukania et all. (2016) , material handling adalah suatu
kegiatan dalam memindahkan barang dan bisa juga dikatakan sebagai seni
dan ilmu yang meliputi penanganan, pemindahan, pengepackan,
penyimpanan, sekaligus pengendalian dari bahan atau material dengan
segala bentuknya sehingga dapat disimpulkan bahwa material
handlingadalah salah satu jenis transportasi atau pengangkutan yang
dilakukan dalam perusahaan industri yang artinya memindahkan bahan
baku, barang setengah jadi atau barang jadi dari tempat awal ke tempat
yang telah ditentukan.
2.13 Pengukuran Jarak Material Handling
Menurut Heragu (2008) terdapat beberapa sistem pengukuran jarak
antar departemen ini digunakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
perusahaan yang menggunakannya. Beberapa sistem pengukuran jarak
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Euclidean
Pengukuran jarak dengan metode Euclidean merupakan jarak yang
diukur lurus antara pusat fasilitas satu dengan pusat fasilitas
lainnya.
Gambar 2. 7 Pengukuran Jarak dengan metode Euclidean (Heragu, 2008)
23
Untuk rumusan pengukuran jarak dengan metode Euclidean dapat
dirumuskan dengan rumus di bawah ini :
(2.1)
Dimana:
xi = koordinat x pada pusat fasilitas i
yi = koordinat y pada pusat fasilitas y
dij = jarak antar fasilitas I dan j
2. Rectiliner
Pengukuran jarak dengan metode rectiliner sering juga disebut dengan
Jarak Manhattan, merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus.
Disebut dengan Jarak Manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan
yang membentuk garis-garis paralel dan saling tegak lurus antara satu jalan
dengan jalan lainya.
Gambar 2. 8 Pengukuran Jarak dengan Metode Rectiliner (Heragu, 2008)
Untuk perhitungan jarak dengan menggunakan metode rectiliner dapat
dihitung dengan menggunakan rumusan di bawah ini:
(2.2)
Dimana:
xi = koordinat x pada pusat fasilitas i
yi = koordinat y pada pusat fasilitas y
dij = jarak antar fasilitas I dan j
3. Squared Euclidien
24
Metode squared Euclidean mirip dengan Euclidean, tapi squared
euclidean merupakan pangkat dua dari hasil Euclidean. Rumusan
untuk metode Squared Euclidien adalah sebagai berikut:
(2.3)
Dimana:
xi = koordinat x pada pusat fasilitas i
yi = koordinat y pada pusat fasilitas y
dij = jarak antar fasilitas I dan j
4. Aisle Distance
Metode Aisle Distance merupakan metode pengukuran jarak dari
titik center yang satu terus menuju garis sumbu dari jalan lintasan
(aisle), kemudian diteruskan ke titik senter dari departemen yang
dituju. Misal jarak departemen A ke departemen adalah jumlah
dari 1,2, dan 3.
Gambar 2. 9 Pengukuran Jarak Aisle Distance (Heragu, 2008)
2.14 Distance Volume Chart
Distance Volume Chart adalah jarak antar mesin atau jarak antar
departemen yang satu dengan mesin atau departemen yang lainya. Ada
beberapa metode dalam menentukan nilai jarak antar departemen seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Setelah memilih metode
untuk pengukuran jarak, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan sesuai dengan rumusan yang ada. Lalu nilai yang didapat
akan ditulis di tabel seperti di bawah ini:
25
Gambar 2. 10 Tabel Jarak Antar Departemen (Wignjosoebroto,2003)
Setelah diketahui jarak antar departemen maka langkah berikutnya
untuk mengetahui jarak material handling adalah dengan membuat
distance volume handling. Pada distance volume handling dapat diketahui
momen handling atau yang dikenal dengan jarak material handling.
Gambar 2. 11 Momen Handling (Wignjosoebroto,2003)
Momen handling atau jarak material handling adalah hasil dari
perkalian frekuensi perpindahan antar departemen dengan jarak antar
departemen.(Anwar,2015) Sehingga untuk mencari momen handling didapatkan
rumus sebagai berikut:
26
(2.4)
Frekuensi material handling adalah kemampuan dari alat angkut
atau material handling dalam melakukan sekali pengangkutan. Menurut
Wignjosoebroto (2003) frekuensi material handling dapat dihitung dengan
membagi berat beban material atau bahan yang akan dipindahkan dengan
kapasitas dari alat pengangkutan atau material handling . Untuk
menentukan frekuensi tentulah harus mengetahui aliran dari material dan
berat yang dipindahkan .Untuk memilih layout atau tata letak yang baik adalah
jika layout tersebut mempunyai nilai total volume distance yang terkecil
(Wignjosoebroto, 2003)
2.15 Jalan Lintasan (Aisle)
Jalan lintasan atau aisle dalam pabrik dipergunakan untuk dua hal
yakni komunikasi dan transportasi. (Wignjosoebroto, 2003) . Di dalam
penentuan lokasi dari jalan lintasan ini maka harus mempertimbangkan
beberapa hal :
Di lokasi mana jalan lintasan tersebut akan ditempatkan
Berapa lebar jalan yang sebaiknya diambil.
Ada dua macam jalan lintasan yang umum dijumpai dalam suatu pabrik.
Jalan lintasan tersebut adalah jalan lintasan utama ( main aisle ) dan juga
jalan lintasan intern departemen (departemen aisle). Jalan lintasan utama
atau main aisle adalah jalan yang digunakan untuk perpindahan bahan dari
departemen satu ke departemen lainya dan juga bisa digunakan untuk
perpindahan bahan dari luar pabrik menuju ke dalam pabrik maupun
sebaliknya. Sedangkan intern aisle adalah jalan yang digunakan untuk
perpindahan bahan atau barang di dalam departemen itu sendiri. Suatu
pabrik umumnya memiliki satu jalan utama yang terletak pada/atau dekat
tengah-tengah bangunan (center of the building). Ukuran yang diguakan
untuk jalan utama adalah 3 – 7 meter. Beberapa standar lebar jalan yang
digunakan dan jenis material handling yang digunakan dapat dilihat pada
27
tabel 4.1 . Lebar beban (load width) di sini menunjukkan lebar dari pallet
yang digunakan bersama –sama pesawat angkat yang digunakan.
Tabel 4. 1 Standar Lebar Jalan Lintasan
Macam lalu lintas
Lebar beban/
bahan yang
melintas (m)
Lebar jalan
lintasan (m)
Hanya orang yang bergerak melintasi
dua arah - 1
Jalan lintasan antar departemen yang
akan dilewati orang dan
gerobak/kereta dorong (2 roda), satu
arah dan tidak bisa untuk putar balik
0,75 1,5
Truk pengirim barang dimana orang/
karyawan gudang harus bergerak
mengelilingi truk saat melakukan
kegiatan
0,75 1,5
Jalan lintasan satu arah yang dilewati
forklift truck
1,5 2
Jalan lintasan dua arah yang dilewati
forklift truck
3 4,5
Jalan lintasan dua arah yang dilewati
tractor-trailer trains
3 4,5
Jalan lintasan dua arah yang dilewati
mobile crane atau truck besar
- 5
Sumber: Wignjosoebroto, 2003
2.16 Peta Proses (Process Chart )
Untuk menguraikan tahapan pengerjaan dari suatu produk dari
proses awal hingga ke proses akhir maka perlu digambarkan dengan peta
proses (Wignjosoebroto,2003). Peta proses adalah gambar grafik yang
menjelaskan setiap operasi yang terjadi pada dalm proses manufacturing.
Peta proses yang paling sederhana adalah blok diagram.Blok diagram
digunakan untuk menggambarkan proses produksi dari benda kerja dari
tahap awal hingga ke tahap akhir. Contoh diagram blok adalah sebagai
berikut :
28
Untuk mengetahui proses pembuatan dari suatu produk secara detail dapat
digambarkan dengan menggunakan operation process chart, flow process chart,
dan flow diagram. Untuk menggambarka urut-urutan pengerjaan dari suatu
produk pada peta proses tersebut memerlukan symbol-simbol yang telah
distandarkan dari American Society of Mechanical Engineers (ASME).
Tabel 2. 7 Tabel Simbol dalam Peta Proses
Simbol ASME Nama Kegiatan Definisi Kegiatan
Operasi Kegiatan operasi terjadi jika sebuah benda
kerja mengalami perubahan bentuk baik
secara fisik maupun kimiawi, perakitan
dengan obyek lainya atau diurai-rakit, dan
lain-lain.
Inspeksi Kegiatan inspeksi terjadi jika obyek
mengalami pengujian ataupun pengecekan
baik ditinjau dari segi kuantitas ataupun
kualitas
Transportasi Kegiatan ini terjadi jika benda kerja
dipindahkan dari tempat satu ke tempat
tujuan.
Menunggu (Delay) Proses menunggu ini terjadi jika material
atau benda kerja dalam keadaan berhenti
atau tidak mengalami kegiatan apapun.
Sumber: Wignjosoebroto, 2003
Bahan Baku
Pengukuran Pemotongan Forming
Assembly Testing Sand Blasting
Painting Finished Good
Material
Packing
Transportasi
Gambar 4. 1 Blok Diagram Proses Fabrikasi PT BBI (Sumber : PT. BBI)
29
Tabel 2. 8 Lanjutan Tabel Simbol dalam Peta Proses
Simbol ASME Nama Kegiatan Definisi Kegiatan
Menyimpan
(Storage)
Proses penyimpanan pada benda kerja .
Aktivitas ganda Kegiatan operasi yang dilakukan bersama-
sama dengan kegitan inspeksi.
Sumber: Wignjosoebroto,2003
Setelah mengetahui simbol-simbol yang biasa digunakan dalam
peta proses. Maka tahap selanjutnya adalah mengetahui berbaga macam
peta proses.
2.16.1 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart )
Peta proses operasi akan menunjukkan langkah-langkah
secara kronologis dari semua operasi inspeksi, waktu longgar, dan
bahan baku yang digunakan dalam suatu proses manufacturing
yaitu mulai datangnya material (bahan baku) sampai ke proses
pembungkusan (packing) dari produk jadi yang dihasilkan.
(Wignjosoebroto, 2003). Pada peta ini akan melukiskan dari
seluruh komponen-komponen dan sub assemblies sampai menuju
main assembly. Dalam pembuatan peta proses operasi hanya ada
inspeksi dan operasi. Pada peta ini garis vertical akan
menggambarkan aliran umum dari proses yang dilaksanakan.
Sedangkan garis horizontal menuju garis vertical menunjukkan
adanya material yang akan digabungkan dengan komponen yang
akan dibuat. Dengan menggunakan peta proses maka dapat
diketahui aliran umum proses pengerjaan dari komponen-
komponen penyusun benda kerja dari bahan mentah menjadi
produk jadi dan siap untuk dikirim kepada konsumen. Manfaat
dibuat peta proses operasi adalah sebagai berikut :
Mengetahui kebutuhan jenis proses operasi/inspeksi
macam dan spesifikasi mesin atau fasilitas bahan
baku.
30
Pola tata letak fasilitas dan aliran pemindahan
bahanya.
Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan data
kerja yang sedang dipakai.
Untuk bisa menggambarkan peta proses ini dengan baik dan
lengkap ada beberapa aturan dasar yang perlu dipahami:
1. Pada baris paling atas dituliskan “PETA PROSES
OPERASI”
2. Nama dan spesifikasi material yang akan diproses
diletakkan diatas garis horizontal yang menunjukkan
bahwa material tersebut masuk dalam proses operasi kerja
3. Lambang dan symbol ASME (khususnya symbol operasi
dan inspeksi) ditetapkan dalam arah vertical secara
berurutan yang menunjukkan terjadinya perubahan proses
untuk setiap simbolnya.
4. Penomoran terhadap kegiatan operasi diberikan secara
berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dilakukan
untuk membuat produk tersebut atau sesuai dengan proses
yang terjadi. Penomoran terhadap kegiatan inspeksi
diberikan sendiri.
5. Produk yang paling banyak memerlukan proses operasi
diletakkan paling kanan sendiri.
Peta proses operasi pada dasarnya dirancang untuk
memberikan pemahaman yang cepat dari kegiatan operasi
yang harus diselenggarakan untuk membuat suatu produk
lengkap. Selain itu digunakan untuk mempelajari semua
operasi dan inspeksi yang diperlukan sehingga langkah-
langkah urutan kerja dapat disusun secara logis. Manfaat
besar dalam pembuatan peta proses operasi adalah dalam
hal kesederhanaanya. Peta ini memungkinkan untuk
31
melihat hubungan antara proses /operasi tanpa harus
memperhatikan aktivitas handling yang diperlukan.
Sehingga dengan menggunakan peta proses operasi
dinilai sangat efektif untuk menggambarkan suatu proses
ke operator yang kurang begitu familiar dengan urutan
proses atau inspeksi.
Gambar 2. 12 Contoh Peta Proses Operasi
(Wignjosoebroto,2003)
Secara umum proses pembuatan peta proses operasi
dijelaskan pada Gambar 2.13. Pembuatan peta proses
operasi hanya menggunakan symbol operasi dan
inspeksi.Pada tahap awal harus mengetahui komponen
penyusun dari suatu produk dan material yang diguakan
untuk membuat komponen tersebut.
32
Gambar 2. 13 Langkah-langkah pembuatan Peta Proses Operasi
(Wignjosoebroto, 2003)
Keterangan :
W : Waktu yang dibutuhkan untuk suatu
operasi atau suatu pemeriksaan (dinyatakan
dalam unit waktu menit atau jam)
O – N : Nomor urut untuk kegiatan operasi tersebut
I – N : Nomor urut untuk kegiatan inspeksi
M : Nama mesin ysng digunakan
K : Komponen yang tidak dikerjakan, tapi
tinggal merakitnya.
2.16.2 Peta Aliran Proses ( Flow Process Chart )
Secara umum peta aliran proses adalah
menggambarkan aktivitas produksi dengan lebih detail.
(Wignjosoebroto,2003). Pada peta aliran proses terdapat
tambahan symbol yakni symbol yang digunakan untuk
transportasi dan delay (menunggu). Keuntungan yang
diperoleh ketika menggambarkan peta aliran proses adalah
sebagai berikut:
33
Mengeleminir operasi yang tidak perlu
Mengeleminir aktivitas handling yang tidak efisien
Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia karena
kegiatan yang tidak produktif seperti kegiatan
menunggu dan transportasi
Contoh peta aliran proses dapat dilihat pada
Gambar 2.14
Gambar 2. 14 Contoh Peta Aliran Proses (Putri, 2018)
34
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
35
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
Diagram alir penelitian merupakan gambaran dari langkah-langkah
penelitian, berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam
menyelesaikan penelitian ini:
Gambar 3.1 Diagram alir Penelitian
Latar Belakang
Masalah
Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan dan
Manfaat
Pengumpulan Data
1. Layout Awal
2. Aktivitas Proses Produksi
3. Luas Area Produksi
4. Data Produksi
5. Material Handling
6. Frekuensi Material
Handling
A
Studi Literatur Studi Lapangan
Tahap
Pengumpulan Data
Tahap Identifikasi
Masalah
36
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian (Lanjutan)
Tidak
Analisa Aliran Material
Perancangan layout
1. Pembuatan ARC
2. Pembuatan ARD
3. Kebutuhan Luas Area
4. Pembuatan SRD
5. Pembuatan Alternative
Layout
6. Perhitungan Jarak Material
Handling antar Departemen
Pengurangan Jarak
Kesimpulan dan Saran
A
Ya
Tahap Pengolahan
Data
Tahap Analisa dan
Interpretasi Hasil Analisa & Interpretasi
Tahap Kesimpulan
dan Saran
37
3.2 Langkah Penelitian
Tahapan-tahapan proses yang dilakukan dalam menyusun tugas
akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap Identifikasi Masalah
Pada tahap identifikasi masalah terdiri dari empat langkah meliputi
penentuan latar belakang, perumusan masalah, penetapan tujuan dan
manfaat, serta studi literature dan lapangan. Penjelasan untuk tahap
identifikasi masalah akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Latar Belakang
Latar belakang penelitian ini didasarkan pada
permasalahan yang ada di divisi fabrikasi PT. Boma Bisma
Indra (Persero), khususnya permasalahan jarak material
handling.
b. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana
merancang ulang tata letak lantai produksi PT. BBI dengan
metode Systematic Layout Planning (SLP) agar dapat
mengurangi jarak material handling.
c. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai terhadap penelitian ini adalah
untuk merancang desain tata letak lantai produksi dengan
metode Systematic Layout Planning (SLP) yang dapat
mengurangi jarak material handling.
Sedangkan manfaat yang bisa diambil antara lain dapat
dihasilkan rancangan layout baru yang dapat mengurangi jarak
material handling, sebagai bahan pertimbangan perusahaan
untuk perbaikan tata letak , menambah pengetahuan tentang
perancangan tata letak suatu pabrik, dan dapat dijadikan
referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
d. Studi Literatur dan Studi Lapangan
Studi literatur dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan mengumpulkan beberapa referensi dan informasi dari
38
perusahaan, tugas akhir, jurnal, dan buku terkait tata letak
(layout) pabrik dan material handling.
Studi lapangan dilakukan dengan cara pengamatan secara
langsung di PT Boma Bisma Indra. Melalui studi lapangan dapat
diketahui alur proses produksi dan permasalahan terkait jarak material
handling yang jauh.
2. Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian terkait perancangan
ulang tata letak lantai produksi PT. BBI dengan menggunakan metode
Systematic Layout Planning (SLP) adalah sebagai berikut:
a. Layout Awal
b. Aktivitas Proses Produksi
c. Luas Area Produksi
d. Material Handling
e. Frekuensi Material Handling
3. Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini terdiri dari penentuan aliran material dan
perancangan layout.
a. Analisa Aliran Material
Analisa aliran material dapat diketahui setelah
mengetahui proses produksi dari suatu produk. Setelah itu
dapat dilakukan proses pemilihan pola aliran material yang
sesuai berdasarkan proses produksi dan luas area yang tersedia.
b. Perancangan Layout
Pada tahap perancangan layout dimulai dengan menentukan
hubungan keterkaitan antar departemen menggunakan ARC .
Setelah itu dapat dibuat ARD. Dari ARD dapat dibuat SRD.
Lalu akan dihasilkan alternative layout. Yang nantinya akan
dipilih satu alternative layout yang memiliki nilai
pengurangan jarak material handling yang terbesar.
39
4. Tahap Analisa dan Interpretasi Hasil
Setelah melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya
dilakukan analisis dari masing-masing alternative layout yang dibuat.
Tahap analisis berdasarkan pengukuran jarak material handling (momen
handling) pada layout awal dan beberapa layout usulan.Yang nantinya
akan dipilih satu layout alternative yang memiliki nilai
pengurangan jarak material handling terbesar.
5. Penarikan Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan berisi hasil yang diperoleh dari penelitian
sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk saran penelitian
berisi evaluasi dari penelitian maupun saran yang ditujukan untuk
perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki
layout produksi dinas fabrikasi PT BBI.
40
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”
41
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data
Untuk mengerjakan tata letak pada divisi fabrikasi di PT. BBI
dengan metode Systematic Layout Planning dibutuhkan langkah awal
berupa pengumpulan data perusahaan. Proses pengambilan data pada
perusahaan terdiri dari dua tahap yakni pengambilan data jadi dari
perusahaan dan pengambilan data dari lapangan. Pengambilan data jadi
dari perusahaan terdiri dari data layout awal perusahaan, data produksi
(jenis dan jumlah produk serta proses pengerjaan dari produk tersebut),
luas area produksi, dan material handling .
Untuk data dari lapangan adalah data yang diambil melalui proses
pengamatan langsung di lapangan. Data yang diamati berupa aktivitas
proses produksi, detail layout awal, dan data pendukung lainya yang
diperlukan. Berikut adalah kebutuhan dari tugas akhir ini:
4.1.1 Layout Awal
Langkah awal dari pengerjaan tata letak adalah mengetahui
layout awal yang dimiliki oleh perusahaan. Pada penelitian ini
difokuskan untuk menata layout pada divisi fabrikasi PT. Boma
Bisma Indra. Pada divisi fabrikasi terdiri dari 12 departemen.
Departemen tersebut antara lain adalah departemen rawmaterial,
departemen persiapan 1, departemen persiapan 2, departemen
persiapan 3, departemen persiapan 4. Lalu untuk perakitannya terdiri
dari 4 departemen yakni departemen assembly 1, departemen
assembly 2, departemen assembly 3, departemen assembly 4. Lalu
departemen sandblast dan painting 1, serta departemen sandblast
dan painting 2, lalu departemen packing dan finished good. Untuk
melihat layout terkini PT Boma Bisma Indra dapat dilihat pada
gambar 4.1
42
Gambar 4. 2 Gambar Layout Awal PT Boma Bisma Indra
Untuk membantu mempermudah dalam tahap evaluasi maka dibuat
inisial/kode untuk masing-masing departemen yang ada di divisi fabrikasi
PT BBI. Penginisialan departemen dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4. 2 Inisial Departemen di Lantai Produksi PT BBI
No Departemen KODE
1 Raw Material K
2 Persiapan 1 A
3 Persiapan 2 C
4 Persiapan 3 E
5 Persiapan 4 G
6 Assembly 1 B
7 Assembly 2 D
8 Assembly 3 F
9 Assembly 4 H
10 Machining 1 Mac
11
Sand blasting and
Painting 1
I
12
Sand blasting and
Painting 2
J
13
Packing dan Finished
Good
L
Sumber: Pengolahan Data
43
4.1.2 Aktivitas Proses Produksi
Aktivitas proses produksi adalah suatu urut-urutan pengerjaan dari
suatu produk dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi yang siap
dikirim ke konsumen. Prosedur ini telah ditentukan oleh perusahaan.
Prosedur pengerjaan dari suatu produk adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Dokumen
Pada tahap awal proses produksi harus dilakukan persiapan
dokumen yang akan digunakan sebagai acuan pekerja untuk membuat
suatu produk. Dokumen tersebut terdiri dari QA/ QC Manual, Afroval
of Drawing and Design Calculation, Qualification / Welding
Procedure, Qualification / Aproval of welders and welding operators,
Aproval of NDT Procedures Including Personel Certificate, Welding
MAP and NDE Illustration, PMI and Hardness test procedure (N/A),
Leak Test & Pneumatic Precedure (IF ANY), Aproval hydrostatic test
procedure, Blasting and painting procedure. Dokumen tersebut harus
siap dan tersedia sebelum dilakukannya proses produksi.
2. Material
Sebelum dilakukan proses produksi akan dilakukan proses
pemeriksaan terhadap material yang akan digunakan. Pemeriksaan
tersebut terdiri dari mengulas mill/test certificates and conformance to
code, melakukan pemeriksaan material secara visual, memeriksa
dimensi, dan ketebalan dari material.
3. Marking and Cutting (Penandaan dan pemotongan)
Pada tahap ini material akan ditandai dan diukur sesuai dengan
detail drawing dari suatu produk yang akan dibuat. Setelah ditandai
material akan dipotong sesuai dengan ukuran dan penandaan yang
telah dibuat.
4. Forming
Pada tahap forming material akan melalui tahap pembentukan yang
terdiri dari bending, rolling,straightening.
44
5. Assembly
Pada proses assembly material akan dirangkai sesuai dengan gambar
yang produk yang dipesan dan diinginkan konsumen. Pada tahap ini
produk akan dilakukan proses feet- up atau pengelasan titik sebelum
dilakukan pengelasan keseluruhan.
6. Testing
Sebelum produk melalui tahap akhir produk akan melalui beberapa
prosedur pengetesan untuk memastikan produk tersebut aman dan
dapat dipakai oleh konsumen. Macam-macam pengetesan yang ada di
PT BBI Pasuruan adalah mechanical test, penetran test, radiografi test.
7. Sand Blasting
Setelah produk dinilai aman dan memenuhi kriteria dari pemesanan.
Sebelum dilakukan proses painting produk akan lebih dulu melalui
tahap sand blasting. Tahap ini memiliki fungsi untuk menghilangkan
dan mengurangi karat pada logam yang menempel selama proses
fabrikasi di workshop.
8. Painting
Proses painting dapat dilakukan setelah sand blasting hal ini memiliki
tujuan untuk mencegah terjadinya karat pada produk dan juga
memberikan estetika untuk produk jadi.
9. Packing
Packing merupakan kegiatan pengemasan produk yang telah melalui
proses painting. Proses packing telah diatur di prosedur packing. Untuk
barang-barang yang berukuran besar dapat langsung dinaikkan dan
diikat dengan kuat dan aman di truk. Sedangkan untuk barang yang
berukuran kecil pengiriman akan dimasukkan ke kotak kayu untuk
mengurangi resiko kehilangan barang.
10. Transport
Transportasi yang dapat digunakan untuk mengantarkan produk ke
konsumen dapat melalui beberapa jalur. Yakni jalur darat dan laut.
Penentuan jalur ditinjau dari jarak lokasi konsumen dan ukuran dari
45
suatu produk. Kendaraan pengirimiman untuk produk yanag berukuran
besar menggunakan truck.
4.1.3 Luas Area Produksi
Sebelum membuat layout yang baru haruslah mengetahui luas area
produksi terlebih dahulu. Pada penelitian ini penataan ulang layout
produksi hanya terfokus pada penataan tahap fabrikasi yang terdiri dari
tahap persiapan, perakitan, dan finishing. Namun, berdasarkan operation
process chart, ada satu departemen yang bukan bagian dari departemen
fabrikasi terlibat dalam proses produksi. Departemen tersebut adalah
departemen machining 1. Departemen machining 1 merupakan
departemen yang berada di bawah nauangan divisi machining, sehingga di
dalam menata ulang layout departemen machining satu tidak dilakukakn
pemindahan, namun dijadikan bahan pertimbangan untuk mendekatkan
departemen-departemen yang ada di divisi fabrikasi.
Tabel 4. 3 Data Luas Area PT BBI
No Kode Departemen Panjang
(m)
Lebar
(m) Luas (m2)
1 K Raw Material 42,86 12,28 526,32
2 A Persiapan 1 42,86 21 900,06
3 B Assembly 1 74,33 21 1560,93
4 C Persiapan 2 42,86 21 900,06
5 D Assembly 2 74,33 21 1560,93
6 E Persiapan 3
42,86 21 900,06
7 F Assembly 3
74,33 21 1560,93
8 G Persiapan 4
42,86 21 900,06
9 H Assembly 4 74,33 21 1560,93
10 I Sand Blast &
Painting 1 50 10 500
11 J Sand Blast &
Painting 2 50 10 500
12 L Packing &
Finished good 74,96 12,98 972,98
13 Mac Machining 1 42,86 21 900,06
Sumber: PT BBI
46
4.1.4 Data Produksi
PT. BBI merupakan perusahaan BUMN yang mengerjakan suatu
produk berdasarkan pesanan dari konsumen. Produk yang sering
diproduksi oleh PT BBI adalah berbagai macam peralatan yang diperlukan
dalam industry. Seperti Pressure vessel, Heat Exchanger, Condensor,
Tank, dan beberapa peralatan industry lainya. Pada penelitian ini akan
dicari produk yang paling banyak dipesan selama kurun waktu 6 tahun
terakhir dari 2013-2018. Data produk yang dihasilkan oleh PT BBI dalam
kurun waktu 6 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 4 Data Produksi PT BBI 6 Tahun Terakhir
No Jenis Produk Jumlah (Unit)
1. Pressure Vessel 30
2. Condensor 2
3. Tangki 61
4. Overhade Crane 5
5. Heat Exchanger 4 Sumber: PT BBI
Dari data produksi dapat diketahui bahwa produk tangki paling
banyak diproduksi yakni 61 unit.
4.1.6 Material Handling
Material handling (alat angkut) yang digunakan oleh PT BBI untuk
tiap line adalah sebagai berikut :
a. Material Handling Untuk Departemen Assembly 1 dan Persiapan 1
Tabel 4. 5 Tabel Material Handling
No Nama Alat Handling Jumlah
(Unit)
Lokasi
1 Over Head Crane Cap 10 ton 1 B
2 Over Head Crane Cap 5 ton 1 A
Sumber: PT BBI
47
b. Material Handling Untuk Departemen Assembly 2 dan
Persiapan 2
Tabel 4. 6 Tabel Material Handling
No Nama Alat Handling Jumlah
(Unit)
Lokasi
1 Over Head Crane Cap 10 ton 1 D
2 Over Head Crane Cap 5 ton 1 C
Sumber: PT BBI
c. Material Handling Untuk Departemen Assembly 3 dan
Persiapan 3
Tabel 4. 7 Tabel Material Handling D-E
No Nama Alat Handling Jumlah
(Unit)
Lokasi
1 Over Head Crane Cap 10 ton 1 D
2 Over Head Crane Cap 5 ton 1 C
Sumber: PT BBI
d. Material Handling Untuk Departemen Assembly 4 dan
Persiapan 4
Tabel 4. 8 Tabel Material Handling C-D
No Nama Alat Handling Jumlah
(Unit)
Lokasi
1 Over Head Crane Cap 10 ton 1 H
`2 Over Head Crane Cap 5 ton 1 G
Sumber: PT BBI
e. Material handling pada tambahan
Tabel 4. 9 Tabel Material Handling
No Nama Alat Handling Jumlah
(Unit)
Lokasi
1 Gantry Crane Cap 5 ton 1 K dan L
`2 Kereta angkut barang Cap 50 ton
1 K -
Mach
3 Truk kapasitas 20 ton 1 bebas
Sumber: PT BBI
4.1.7. Frekuensi Material Handling
Frekuensi material handling adalah kemampuan dari alat angkut
atau material handling dalam melakukan sekali pengangkutan. Menurut
Wignjosoebroto (2003) frekuensi material handling dapat dihitung dengan
membagi berat beban material atau bahan yang akan dipindahkan dengan
kapasitas dari alat pengangkutan atau material handling . Untuk
48
menentukan frekuensi tentulah harus mengetahui aliran dari material dan
berat yang dipindahkan . Sebagai contoh untuk memindahkan plat material
dari departemen raw material dengan kode departemen M ke departemen
persiapan 4 dengan kode G membutuhkan 3 jenis alat pemindahan bahan
atau material handling.Material handling yang dibutuhkan adalah gantry
crane kapasitas 5 ton, kereta angkut barang dengan kapasitas 50 ton, dan
overhead crane dengan kapasitas 5 ton. Berat yang akan dipindahkan
adalah 1770,9 kg yang berupa plat.
Tabel 4. 10 Tabel urutan aliran material
Komponen Urutan Aliran Departemen
Shell K-G- F – J – L
Bottom K-C-G- F- J-L
Rafter,Roof, & Top
Angle
K-G- F- J-L
Nozzle K - A - machining – F-J-L
Manhole K-C-G- F- J-L
External Part K-C- F- J-L
Platform & Ladder K-C-E-F- J-L
Sumber: PT BBI
Dari departemen K-G terdapat dua benda yang dipindah yakni plat
untuk shell dan plat untuk roof. Setelah mengetahui kapassitas dari alat
angkut dan rute aliran material nya. Maka langkah selanjutnya adalah
harus mengetahui berat benda yang akan dipindahkan. Untuk berat plat
yang digunakan untuk shell memiliki berat 1770,9 kg, sedangkan plat
untuk roof memiliki berat 618,2 kg. Maka frekuensi untuk pengangkutan
plat dari raw material ke departemen G adalah sebagai berikut:
Dari departemen K- G
1. Plat untuk Shell
Gantry crane = berat beban yang dipindahkan / kapasitas alat angkut
= 1, 77 ton / 5 ton
= 0,34 1 kali pengangkutan
49
Kereta angkut barang =
berat beban yang dipindahkan / kapasitas alat angkut
= 1, 77 ton / 50 ton
= 0,03 1 kali pengangkutan
Overhead crane = berat beban yang dipindahkan / kapasitas alat angkut
= 1, 77 ton / 5 ton
= 0,03 1 kali pengangkutan
2. Plat untuk Roff
Gantry crane = berat beban yang dipindahkan / kapasitas alat angkut
= 0,62 ton / 5 ton
= 0,12 1 kali pengangkutan
Kereta angkut barang =
berat beban yang dipindahkan / kapasitas alat angkut
= 0,62 ton / 50 ton
= 0,01 1 kali pengangkutan
Overhead crane = berat beban yang dipindahkan / kapasitas alat angkut
= 0,62 ton / 5 ton
= 0,12 1 kali pengangkutan
Tabel 4. 11 Tabel Frekuensi Material Handling
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasitas
MH (ton) Frekuensi
K
G
Plat
untuk
shell
1,77
Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Plat
untuk
Roof
0,62
Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Sumber: PT BBI
50
Tabel 4. 12 Tabel Lanjutan Frekuensi Material Handling
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasitas
MH (ton) Frekuensi
K
C
Plat
untuk
bottom
0,86
Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Plat
untuk
Platform
0,07
Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Plat
untuk
external
part
0,72
Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Plat
untuk
manhole
0,35
Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
K
A
Silinder
pejal
untuk
noozle
0,14 Gantry
Crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
C
G
Straighte
ning
Bottom
0,85
Overhe
ad
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
rolling
manhole
neck
0,05
Overhe
ad
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Sumber: PT BBI
51
Tabel 4. 13 Lanjutan Tabel Frekuensi Material Handling
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton) Alat angkut
Kapasitas
MH (ton) Frekuensi
C
E
Bending
Platform
& ladder
0,07
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
C
F
Proses
pengerja
an
External
part
0,07
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
E
F
Perakitan
plat form
0,72
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
A
Ma
ch
Permesin
an nozzle
0,13
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Mach
F
Perakitan
nozzle
0,13 Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
G
F
Perakitan
manhole
0,05
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Perakitan
shell dan
bottom
2,63
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Perakitan
roof dan
shell
0,9
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Perakitan
manhole
0,35
Overhead
crane 5 1
Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Sumber: PT BBI
52
Tabel 4. 14 Lanjutan Tabel Frekuensi Material Handling
From To
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat angkut Kapasitas
MH (ton) Frekuensi
F
J
Proses
sandblast
5,1
Overhead
crane 10 1
Truck 20 1
Overhead
crane 10 1
J
L
Proses
packing
5,1
Overhead
crane 10 1
Truck 20 1
Gantry
Crane 5 1
Sumber: PT BBI
53
4.2. Pengolahan Data
Setelah beberapa data yang diperlukan terkumpul, maka pada
tahap awal pengerjaan untuk membuat suatu rancangan layout yang baru
dengan metode systematic layout planning adalah penentuan aliran
material. Namun, untuk menentukan dan menetapkan aliran dari material
langkah awal adalah melakukan analisa aliran material. Untuk
menganalisa aliran material dibutuhkan beberapa data masukan. Data
masukan tersebut adalah dengan cara mengamati aliran proses produksi.
Data data yang digunakan untuk mengamati proses produksi antara lain
adalah produk dan proses pengerjaan dari produk tersebut. Yang nantinya
akan diamati hubungan keterdekatan antar departemen.
4.2.1. Analisa Aliran Material
Pada tahap awal sebelum membuat alternative layout adalah
mengamati aliran dari proses produksi. Proses penentuan aliran
material dilakukan dengan cara kualitatf, yakni dengan
menggunakan keterdekatan hubungan dari departemen satu ke
departemen yang lainya. Data –data yang diperlukan dalam
penentuan aliran material adalah sebagai berikut:
4.2.1.1. Produk
Produk yang akan digunakan pada penelitihan ini
adalah Tangki. Pemilihan produk ini didasari oleh
banyaknya produk yang dibuat oleh PT. BBI dalam kurun
waktu 6 tahun terakhir. Produk yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. 15 Tabel Data Produk Tangki
Nama Produk Jumlah
Diesel Storage Tank 1
Sumber: PT BBI
Pada satu unit Diesel Storage Tank yang diproduksi oleh PT
BBI tersusun atas beberapa komponen. Komponen dari produk
tersebut antara lain dapat dilihat pada Tabel 4.16.
54
Tabel 4. 16 Daftar Komponen Tangki
PART LIST
Nama : Tank
No.
Part
Nama part/
Komponen Material Jumlah
1 Shell A 283 Gr. C 1
2 Roof A 283 Gr. C 1
3 Bottom A 283 Gr. C 1
4 Nozzle A 106 Gr. B 5
5 Manhole A 283 Gr. C 2
6 External Part A 516 Gr. 70 1
7 Platform &
Ladder A 283 Gr. C 1
Sumber: PT BBI
4.2.1.2 Peta Proses Operasi
Untuk menjelaskan dan menguraikan tahapan pengerjaan dari
awal hingga akhir operasi dapat dijelaskan dengan menggunakan peta
proses. Peta proses secara umum dapat didefinisikan sebagai gambar
grafik yang menjelaskan setiap operasi yang terjadi dalam proses
manufacturing. Untuk menggambarkan proses yang dilalui dalam
membuat suatu produk dari bahan mentah menjadi bahan jadi dapat
menggunakan bantuan diagram block.
Bahan Baku
Pengukuran Pemotongan Forming
Assembly Testing Sand Blasting
Painting Finished Good
Material
Packing
Transportasi
Gambar 4. 3 Blok Diagram Proses Fabrikasi PT BBI (Sumber : PT. BBI)
55
Untuk menjelaskan alur proses pengerjaan dari produk tangki,
maka dibuatlah peta proses operasi (Operation Process Chart). Gambar
Operation Process Chart dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 7.
Setelah mengetahui urutan proses produksi, maka dalam
menentukan aliran material akan menggunakan metode kualitatif dalam
pengerjaanya. Pengukuran aliran bahan dengan cara pengukuran kualitatif
akan lebih cepat dilakukan untuk mengatur tata letak departemen
(Wignjosoebroto, 2003). Namun, dalam menentukan aliran material
haruslah menyesuaikan dengan penggunaan material handling, luasan
yang tersedia. Dan bentuk dari bangunan pabrik. Pada penelitian ini pola
aliran material yang sesuai dengan kondisi PT BBI adalah pola Circular.
Gambar 4. 4 Pola aliran circular (Wignjosoebroto, 1996)
4.2.2. Perancangan Layout
Setelah mengetahui aliran bahan atau material. Maka, langkah
selanjutnya adalah proses pembuatan Activity Relationship Chart (ARC).
Setelah Activity Relationship Chart (ARC) dibuat maka penyusunan
Activity Relationsip Diagram (ARD) dapat disusun. Dari Activity
Relationsip Diagram (ARD) dengan mempertimbankan luasan area yang
tersedia dengan kebutuhan area serta beberapa pertimbangan dan batasan
seperti letak dari material handling dan bentuk dari bangunan pabrik.
Setelah itu dapat dilakukan penggambaran Space Relationship Diagram
(SRD). Lalu dari beberapa usulan layout akan dihitung jarak material
handlingnya antar departemen.
56
4.2.2.1 Pembuatan Activity Relationship Chart (ARC)
Activity Relationship Chart (ARC) dapat diukur
dengan menggunakan tolok ukur derajat kedekatan
hubungan departemen satu dengan departemen yang lainya.
Nilai-nilai menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus
dengan alasan-alasan yang mendasarinya dalam sebuah
peta hubungan aktivitas ( Activity Relationship Chart). Peta
hubungan aktivitas dapat dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
Catat semua departemen yang akan diatur tata letaknya.
Lakukan wawancara dan pengamatan terhadap karyawan
dari tiap departemen dan pihak manajemen yang
berwenang.
Catat hubungan antar departemen dan alasan
pendekatanya.
Diskusikan hasil penilaian hubungan aktivitas dengan
karyawan untuk tiap departemen.
Pada penelitian ini akan digunakan tipe layout proses yang
mana penempatan mesin dan fasilitas yang sama akan diletakkan
pada satu departemen atau ruang. Dan pada kondisi nyata PT BBI
telah menerapkan layout ini. Jumlah departemen atau ruang yang
akan dirancang terdiri dari 13 departemen. Departemen tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Departemen Raw Material
2. Departemen Persiapan 1
3. Departemen Persiapan 2
4. Departemen Persiapan 3
5. Departemen Persiapan 4
6. Departemen Assembly 1
7. Departemen Assembly 2
8. Departemen Assembly 3
57
9. Departemen Assembly 4
10. Departemen Machining 1
11. Departemen Sand blasting and Painting 1
12. Departemen Sand blasting and Painting 2
13. Departemen Packing dan Finished Good
Dari data departemen tersebut sehingga dapat dibuat ARC
sebagai berikut:
Gambar 4. 5 Activity Relationship Chart (ARC)
Berdasarkan data dari ARC dapat diketahui bahwa :
1. Departemen penyimpanan material sangat penting untuk didekatkan
dengan departemen persiapan 2 karena urutan aliran kerja. Cukup/ biasa
untuk didekatkan dengan departemen persiapan 1,3,4, dan finished good
dan packing. Tidak penting untuk didekatkan dengan assembly 1,2,3,dan
machining 1 dan departemen sandblast & painting 1 dan 2
58
2. Departemen persiapan 1 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen machining 1 karena urutan aliran kerja. Penting untuk
didekatkan dengan departemen assembly 4. Cukup/ biasa untuk
didekatkan dengan departemen assembly 1,2,dan 3. Tidak penting
untuk didekatkan dengan departemen persiapan 2,3, 4, departemen
finished good dan packing, serta departemen sandblast & painting
1 dan 2.
3. Departemen persiapan 2 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen persiapan 4 dengan alasan urutan aliran kerja. Penting
untuk didekatkan dengan departemen persiapan 3 dan assembly 1.
Cukup/biasa didekatkan dengan assembly 2, 3,dan 4.Tidak penting
untuk didekatkan dengan departemen machining 1 dan finished
good dan packing, serta departemen sandblast & painting 1 dan 2.
4. Departemen persiapan 3 sangat penting untuk didekatkan dengan
persiapan 4. Penting didekatkan dengan departemen assembly 3.
Cukup atau biasa didekatkan dengan assembly 1, assembly 2, dan
assembly 4. Tidak penting untuk didekatkan dengan departemen
machining 1 dan finished good dan packing, serta departemen
sandblast & painting 1 dan 2.
5. Departemen persiapan 4 penting untuk didekatkan dengan
departemen assembly 1,dan 2. Cukup/biasa untuk didekatkan
dengan assembly 3 dan 4.Tidak penting didekatkan dengan
departemen machining 1 dan finished good dan packing, serta
berdekatan dengan departemen sandblast & painting 1 dan 2.
6. Departemen assembly 1 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen assembly 2. Penting didekatkan dengan departemen
assembly 3, dan departemen sandblast & painting 1 dan 2. Cukup/
biasa didekatkan dengan departemen assembly 4. Tidak penting
untuk didekatkan dengan departemen machining 1 dan finished
good dan packing.
7. Departemen assembly 2 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen assembly 3. Penting untuk didekatkan dengan
59
departemen sandblast & painting 1 dan 2, serta departemen
assembly 4. Tidak penting didekatkan dengan departemen
machining 1 dan departemen finished good dan packing. Penting
untuk didekatkan
8. Departemen assembly 3 sangat penting didekatkan dengan
departemen assembly 4. Penting untuk didekatkan dengan
departemen sandblast & painting 1 dan 2.Tidak penting untuk
didekatkan dengan departemen machining 1dan departemen
finished good dan packing.
9. Departemen assembly 4 penting untuk didekatkan dengan
departemen sandblast & painting 1 dan 2. Tidak penting untuk
didekatkan dengan departemen machining 1 dan departemen
finished good dan packing.
10. Departemen machining tidak penting untuk didekatkan dengan
departemen sandblasting dan painting 1 dan departemen
sandblasting dan painting 2. Tidak penting untuk didekatkan
dengan finished good and packing.
11. Departemen sandblasting dan painting 1 sangat penting untuk
didekatkan dengan sandblasting dan painting 2. Penting untuk
didekatkan dengan departemen finished good and packing alasan
pendekatanya adalah urutan aliran kerja.
12. Departemen sandblasting dan painting 2 penting untuk didekatkan
dengan departemen finished good and packing alasan
pendekatanya adalah urutan aliran kerja.
4.2.2.2. Pembuatan ARD
Setelah membuat ARC (Activity Relationship
Chart) langkah selanjutnya adalah pembuatan ARD
(Activity Relationship Diagram). Activity Relationship
Diagram lantai produksi PT BBI adalah sebagai berikut:
60
Gambar 4. 6 Activity Relationship Diagram
Berdasarkan data dari ARD dapat diketahui bahwa :
1. Departemen penyimpanan material disimbolkan dengan tiga garis bewarna
oranye yang berarti sangat penting untuk didekatkan dengan departemen
persiapan 2. Departemen persiapan 1,3,4, dan finished good dan packing
disimbolkan dengan satu garis bewarna biru yang memiliki artian cukup/
biasa untuk didekatkan dengan. Tidak ada simbol yang berarti tidak
penting untuk didekatkan dengan assembly 1,2,3,dan machining 1 dan
departemen sandblast & painting 1 dan 2
2. Departemen persiapan 1 disimbolkan dengan tiga garis bewarna oranye
yang berarti sangat penting untuk didekatkan dengan departemen
machining 1. Dua garis hijau yang memiliki arti penting untuk didekatkan
dengan departemen assembly 4. Garis bewarna biru berjumlah satu berarti
61
cukup/ biasa untuk didekatkan dengan departemen assembly 1,2,dan 3.
Tidak ada tanda atau symbol yang berarti tidak penting untuk didekatkan
dengan departemen persiapan 2,3, 4, departemen finished good dan
packing, serta departemen sandblast & painting 1 dan 2.
3. Departemen persiapan 2 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen persiapan 4 disimbolkan dengan tiga garis bewarna oranye.
Penting untuk didekatkan dengan departemen persiapan 3 dan assembly
1 disimbolkan dengan dua garis bewarna hijau. Cukup/biasa didekatkan
dengan assembly 2, 3,dan 4 disimbolkan dengan satu garis bewarna
biru.Tidak penting untuk didekatkan dengan departemen machining 1
dan finished good dan packing, serta departemen sandblast & painting
1 dan 2 tidak ada garis kode.
4. Departemen persiapan 3 sangat penting untuk didekatkan dengan
persiapan 4 disimbolkan dengan tiga garis bewarna oranye. Penting
didekatkan dengan departemen assembly 3 disimbolkan dengan dua
garis hijau. Cukup atau biasa didekatkan dengan assembly 1, assembly
2, dan assembly 4 disimbolkan dengan satu garis bewarna biru. Tidak
penting untuk didekatkan dengan departemen machining 1 dan finished
good dan packing, serta departemen sandblast & painting 1 dan 2.
5. Departemen persiapan 4 penting untuk didekatkan dengan departemen
assembly 1,dan 2 disimbolkan dengan dua garis bewarna hijau.
Cukup/biasa untuk didekatkan dengan assembly 3 dan 4 disimbolkan
dengan satu garis bewarna biru. Tidak penting didekatkan dengan
departemen machining 1 dan finished good dan packing, serta
berdekatan dengan departemen sandblast & painting 1 dan 2.
6. Departemen assembly 1 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen assembly 2 disimbolkan dengan tiga garis bewarna oanye.
Penting didekatkan dengan departemen assembly 3, dan departemen
sandblast & painting 1 dan 2 disimbolkan dengan dua garis bewarna
hijau. Cukup/ biasa didekatkan dengan departemen assembly 4
disimbolkan dengan satu garis bewarna biru. Tidak penting untuk
62
didekatkan dengan departemen machining 1 dan finished good dan
packing.
7. Departemen assembly 2 sangat penting untuk didekatkan dengan
departemen assembly 3 disimbolkan dengan tiga garis bewarna
oranye. Penting untuk didekatkan dengan departemen sandblast &
painting 1 dan 2, serta departemen assembly 4 disimbolkan dengan
dua garis bewarna hijau. Tidak penting didekatkan dengan departemen
machining 1 dan departemen finished good dan packing.
8. Departemen assembly 3 sangat penting didekatkan dengan
departemen assembly 4 disimbolkan dengan tiga garis bewarna
oranye. Penting untuk didekatkan dengan departemen sandblast &
painting 1 dan 2 disimbolkan dengan dua gairs hijau.Tidak penting
untuk didekatkan dengan departemen machining 1dan departemen
finished good dan packing.
9. Departemen assembly 4 penting untuk didekatkan dengan departemen
sandblast & painting 1 dan 2 disimbolkan dengan tiga garis bewarna
oranye. Tidak penting untuk didekatkan dengan departemen
machining 1dan departemen finished good dan packing.
10. Departemen machining tidak penting untuk didekatkan dengan
departemen sandblasting dan painting 1 dan departemen sandblasting
dan painting 2. Tidak penting untuk didekatkan dengan finished good
and packing.
11. Departemen sandblasting dan painting 1 sangat penting untuk
didekatkan dengan sandblasting dan painting 2 disimbolkan dengan
tiga garis bewarna oranye. Penting untuk didekatkan dengan
departemen finished good and packing disimbolkan dengan dua garis
bewarna hijau.
12. Departemen sandblasting dan painting 2 penting untuk didekatkan
dengan departemen finished good and packing disimbolkan dengan
dua garis hijau .
63
4.2.2.3. Kebutuhan Luas Area
Perhitungan kebutuhan luas area hanya berfokus
pada penataan departemen yang terdapat di lantai produksi
divisi fabrikasi, oleh karena itu hal yang harus diketahui
adalah luasan untuk tiap departemen dari divisi fabrikasi.
Luas area per departemen dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Pada divisi fabrikasi terdiri dari 12 departemen. Untuk
mencari luas area yang dibutuhkan adalah dengan
memberikan kelonngaran (allowance) untuk keperluan
jalan lintasan (aisle). Keperluan jalan lintasan ini dapat
berupa jalan lintasan utama maupun jalan lintasan yang
meghubungkan antar departemen. (Wignjosoebroto,2003).
Ketentuan lebar jalan dapat dilihat pada Tabel 4.1 pada
halaman 49. Sebagai contoh untuk menghitung kebutuhan
luas area pada departemen persiapan, pada departemen ini
memiliki ukuran panjang 42,86 m dan lebar 21 m. Pada
departemen ini membutuhkan jalan yang digunakan untuk
jalan lintasan truck atau mobile crane sehingga pada
departemen persiapan 1 ditambahkan 5 cm pada panjang
departemen, untuk lebar nya tidak membutuhkan
penambahan untuk jalan lintasan. Untuk melihat
perhitungan kebutuhan luas area secara detail akan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Departemen persiapan 1 (A) =
Panjang = 42,86 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck /
mobile crane )
Panjang akhir = 47,86 m
Lebar = 21 m + 0 ( tidak menggunakan jalan lintasan)
Lebar akhir = 21 m
64
2. Departemen persiapan 2 (C) =
Panjang = 42,86 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Panjang akhir = 47,86 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
3. Departemen persiapan 3 (E ) =
Panjang = 42,86 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Panjang akhir = 47,86 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
4. Departemen persiapan 4 (G ) =
Panjang = 42,86 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Panjang akhir = 47,86 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
5. Departemen assembly 1 (B ) =
Panjang = 74,33 m + 7 m (jalan lintasan utama)
Panjang akhir = 81,33 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
6. Departemen assembly 2 (D ) =
Panjang = 74,33 m + 7 m (jalan lintasan utama)
Panjang akhir = 81,33 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
7. Departemen assembly 3 (F ) =
Panjang = 74,33 m + 7 m (jalan lintasan utama)
Panjang akhir = 81,33 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
65
8. Departemen assembly 4 (H ) =
Panjang = 74,33 m + 7 m (jalan lintasan utama)
Panjang akhir = 81,33 m
Lebar = 21 m + 0
Lebar akhir = 21 m
9. Departemen Sandblast & Painting 1 (K ) =
Panjang = 50 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Panjang akhir = 55 m
Lebar = 10 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Lebar akhir = 15 m
10. Departemen Sandblast & Painting 2 (L ) =
Panjang = 50 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Panjang akhir = 55 m
Lebar = 10 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Lebar akhir = 15 m
11. Departemen Raw Material (M) =
Panjang = 42,86 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Panjang akhir = 47,86 m
Lebar = 12,28 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Lebar akhir = 17,28 m
12. Departemen Finished good dan Packing (N) =
Panjang = 73,6 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
+ 7 m (jalan lintasan utama)
Panjang akhir = 85,6 m
Lebar = 12,28 m + 5 m (jalan lintasan untuk truck / mobile crane )
Lebar akhir = 17,28 m
Dari perhitungan tersebut diperoleh kebutuhan luas area per
departemen. Kebutuhan luas area per departemen dapat dilihat
pada Tabel 4.17.
66
Tabel 4. 17 Kebutuhan Luas per Departemen Divisi Fabrikasi
Kode
Departemen
Ukuran
Lebar
jalan
(m)
Ukuran akhir
Luas
Akhir
P (m) L (m) P (m) L (m) (m2)
A Persiapan 1 42,86 21 5 47,86 21 1005,06
C Persiapan 2 42,86 21 5 47,86 21 1005,06
E Persiapan 3 42,86 21 5 47,86 21 1005,06
G Persiapan 4 42,86 21 5 47,86 21 1005,06
B Assembly 1 74,33 21 7 81,33 21 1707,93
D Assembly 2 74,33 21 7 81,33 21 1707,93
F Assembly 3 74,33 21 7 81,33 21 1707,93
H Assembly 4 74,33 21 7 81,33 21 1707,93
K
Sand blast &
painting 1 50 10 5 55 15 825
L
Sand blast &
painting 2 50 10 5 55 15 825
M Raw material 42,86 12,28 5 47,86 17,28 827,02
N
Finished good
and painting 73,6 12,29 7 80,6 17,29 1393,57
TOTAL 14722,55
Sumber: Pengolahan Data
Setelah mengetahui hasil dari kebutuhan luas area departemen pada
divisi fabrikasi, dalam merancang ulang layout harus mengetahui luas area
yang tersedia. Luas area yang teredia pada bagian produksi PT BBI adalah
sebagai berikut :
Area produksi =
Panjang = 276,67 m
Lebar = 176,28 m
Sehingga, luas area produksi adalah sebagai berikut :
Luas area produksi (m2 ) = Panjang (m) X Lebar (m)
= 276,67 m X 176,28 m
= 48771,39 m2
67
Gambar 4. 7 Luas Area Produksi PT BBI
Lalu, untuk mengetahui luasan yang digunakan untuk memindahkan
departemen sandblast & painting 1 dan juga departemen sandblast & painting 2.
Harus mengetahui luasan yang tersedia. Maka luas area yang tersedia dapat
digambarkan pada gambar 4.7.
Gambar 4. 8 Luas Area yang tersedia
68
Luas area yang tersedia adalah sebagai berikut , panjang 141,85 m dan 63,
34 m. Sehingga luas area yang tersedia adalah sebagai berikut :
Luas area = Panjang (m) x Lebar (m)
= 141,85 m X 63 ,34 m
= 8984,779 m2
Kebutuhan luas area untuk departemen sandblast & painting 1 dan juga
departemen sandblast & painting 2 dapat dilihat pada tabel 4.17. Sehingga total
kebutuhan luas area untuk departemen departemen sandblast & painting 1 dan
juga departemen sandblast & painting 2.
Kode
Departemen
Ukuran
Lebar
jalan
(m)
Ukuran akhir
Luas
Akhir
P (m) L (m) P (m) L (m) (m2)
K
Sand blast &
painting 1 50 10 5 55 15 825
L
Sand blast &
painting 2 50 10 5 55 15 825
Total 1650
Sehingga, dari luas area yang dibutuhkan dan luas area yang tersedia dapat
dilakukan pemindahan pada departemen sandblast & painting 1 dan juga
departemen sandblast & painting 2.
4.2.2.4. Space Relationship Diagram
Setelah analisa aliran material dibuat, hubungan
derajat aktivitas dari tiap-tiap departemen dipertimbangkan,
kebutuhan luasan area dihitung, maka langkah selanjutnya
adalah dapat dilakukan pembuatan usulan layout. Sehingga,
dalam perancangan alternatif layout menggunakan kombinasi
dari pertimbangan dari ARD dan kebutuhan luas area. Maka,
kombinasi dari kebutuhan luas area dan ARD dapat dibuat
Space Relatonship Diagram (SRD) . Untuk menggambarkan
SRD terlebih dahulu adalah menghitung kebutuhan luas area
yang dibutuhkan dengan memperhatikan ARD (Activity
69
Relationship Diagram). Space Relationship untuk divisi
fabrikasi dapat digambarkan pada gambar 4.9 .
Gambar 4. 9 Space Relationship Diagram
Setelah menggambarkan space relationship diagram dapat dilakukan
perancangan layout.
4.2.24 . Usulan Layout
Setelah mengetaui alur proses produksi dan hubungan
keterdekatan antar departemen. Dan dengan memperhatikan
beberapa pertimbangan-pertimbangan dalam merubah dan
meletakkan suatu departemen maka didapatkan beberapa usulan
layout . Pertimbangan pertimbangan dalam merubah dan
meletakkan suatu departemen didasarkan pada posisi dan jenis
material handling yang digunakan, serta memperhatikan bentuk
dan letak penyangga pada tiap departemen pada divisi fabrikasi.
Posisi dan jenis material handling yang digunakan pada
departemen persiapan dan departemen assembly adalah dengan
menggunakan overhead crane sehingga departemen persiapan dan
70
departemen assembly hanya bisa ditukar. Peletakan departemen
finished good and Packing harus memperhatikan posisi dan jenis
dari material handling. Pada departemen finished good and packing
membutuhkan gantri crane yang digunakan untuk mengankat dan
menurunkan produk. Pada kondisi nyata di PT BBI letak gantry
crane terdapat di area departemen raw material dan departemen
finished good and packing. Beberapa Usulan layout adalah sebagai
berikut
Gambar 4. 10 Layout Usulan 1
Pada usulan layout 1 departemen persiapan 1 (dengan kode A)
ditukar dengan departemen persiapan 2 (dengan kode C) . Lalu posisi
departemen persiapan 2 (C) pada layout awal ditukar dengan departemen
persiapan 4 (dengan kode departemen G). Departemen persiapan 3
(dengan kode departemen E) tidak mengalamai perubahan posisi. Lalu
departemen persiapan 1 menempati posisi departemen persiapan 4 pada
layout awal. Untuk posisi departemen assembly 1, departemen assembly
2, departemen assembly 3, dan departemen assembly 4 sangat penting
untuk didekatkan karena derajat kontak personel yang sering dilakukan,
71
Melaksanakan kegiatan kerja yang sama, dan juga menggunakan peralatan
kerja yang sama. Lalu untuk departemen sandblast &painting 1 dan
departemen sandblast & painting 2 sangat penting untuk didekatkan . Lalu
pada departemen finished good and packing tidak dilakukan perubahan.
Peletakan departemen sandblast &painting 1 dan departemen sandblast &
painting 2 diberikan jarak 5 m dari bagian departemen departemen
assembly 1, departemen assembly 2, departemen assembly 3, dan
departemen assembly 4.
Gambar 4. 11 Layout Usulan 2
Pada layout usulan 2 lokasi departemen sandblast & painting 1 dan
departemen sandblast & painting 2 didekatkan dengan departemen packing &
finished good material. Pada departemen tersebut masih berada di dekat
departemen assembly. Lalu pada layout usulan 3 posisi dari departemen sandblast
& painting 1 serta departemen sandblast & painting 2 berada di dekat departemen
assembly 2 dan departemen assembly 3.
72
4.2.2.5. Perhitungan Jarak Material Handling antar Departemen
Pada tahap evaluasi layout akan dilakukan perhitungan dari layout
awal dengan beberapa layout pembanding.Tahap evaluasi akan
mengamati nilai dari jarak material handling pada tiap layout .
1. Layout awal
Proses evaluasi pada layout awal haruslah mengetahui
departemen mana saja yang digunakan . Untuk membuat tangki
departemen-departemen yang terlibat antara lain sebagai
berikut :
Tabel 4. 18 Urutan Aliran Departemen Layout Awal
Komponen Urutan Aliran Departemen
Shell K-G- F – J – L
Bottom K-C-G- F- J-L
Rafter,Roof, & Top
Angle
K-G- F- J-L
Nozzle K - A - machining – F-J-L
Manhole K-C-G- F- J-L
External Part K-C- F- J-L
Platform & Ladder K-C-E-F- J-L
Sumber: PT BBI
Setelah mengetahui urutan aliran antar departemen maka
langkah selanjutnya adalah memngukur jarak antar
departemen. Untuk mengukur jarak antar departemen
menggunakan metode rectiliner. Pengukuran jarak dengan
menggunakan metode rectiliner pada tahap awal adalah
menentukan letak koordinat untuk masing-masing departemen.
Tabel 4. 19 Koordinat Centroid Departemen
No Departemen Koordinat Centroid
x y
1 K 21,43 149,44
2 A 21,43 132,8
3 C 21,43 111,8
4 E 21,43 90,8
Sumber: Pengolahan Data
73
Tabel 4. 20 Lanjutan Koordinat Centroid Departemen Layout Awal
No Departemen Koordinat Centroid
x y
5 G 21,43 69,8
6 B 87,02 132,8
7 D 87,02 111,8
8 F 87,02 90,8
9 H 87,02 69,8
10 Mac 21,43 48,8
11 I 201,04 15,63
12 J 201,04 5
13 L 87,02 149,79
Sumber: Pengolahan Data
Dari data koordinat antar departemen, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung jarak dengan menggunakan metode
rectiliner. Rumus untuk menghitung jarak dengan metode rectiliner
adalah sebagai berikut :
Sebagai contoh, Untuk mengetahui jarak dari departemen K
(raw material) ke departemen G (persiapan 1) harus diketahui
terlebih dulu mengetahui letak titik koordinat (titik pusat) untuk
departemen K dan departemen G. Tabel letak titik koordinat dapat
dilihat pada tabel 4.19 dan 4.20. Dari tabel tersebut dapat diketahui
jika letak koordinat pada departemen K adalah ( 21,43 . 149,44) untuk
departemen G ( 21,43 . 69,8 ). Setelah mengetahui letak koordinat
langkah selanjutnya adalah memasukkan nilai dari departemen
tersebut kedalam rumusan diatas.
=
74
Dari perhitungan tersebut akan dimasukkan ke dalam Tabel 4.21.
Yakni tabel jarak antar departemen.
Tabel 4. 21 Jarak Antar Departemen Pada Layout Awal
Dari Ke Jarak
(m)
K G 79,64
G F 86,59
F J 189,19
J L 248,18
K C 37,64
C G 42
K A 16,64
A Mach 84
Mach F 107,59
C F 86,59
C E 21
E F 65,59
Total 1064,65
Sumber: Pengolahan Data
Dari data tabel jarak yang telah dibuat pada tabel 4.21, langkah selanjutnya
adalah membuat distance volume chart . Pengisian pada tabel distance volume
chart berasal dari jarak antar departemen. Dari data tabel jarak antar departemen
akan dimasukkan ke dalam tabel distance volume chart yang dapat dilihat nilainya
pada Tabel 4.22.
75
Tabel 4. 22 Jarak Antar Departemen Layout Awal
Sumber: Pengolahan Data
Setelah mengetahui jarak antar departemen, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis distance volume handling. Proses analisa distance
volume handling adalah dengan menghitung momen handling (jarak material
handling). Momen handling (jarak material handling) dapat dihitung dengan
mengalihkan frekuensi perpindahan antar departemen dengan jarak antar
departemen.
Tabel perhitungan momen handling dijelaskan pada Tabel 4.23 sampai
dengan tabel 4.26.
76
Tabel 4. 23 Tabel Momen Handling Layout Awal
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasi
tas MH
(ton)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handling
(a x b)
K
G
Plat
untuk
shell
1,77
Gantry
Crane 5 1
79,64 79,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
Roof
0,62
Gantry
Crane 5 1
79,64 79,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 159,28
K C
Plat
untuk
bottom
0,86
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
Platform
0,07
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
external
part
0,72
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
manhole
0,35
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 150,56
K
A
Silinder
pejal
untuk
noozle
0,14
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 16,64
Sumber: Pengolahan Data
77
Tabel 4. 24 Tabel Lanjutan Momen Handling Layout Awal
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
C
G
Straighte
ning
Bottom
0,85
Overhe
ad
crane 5 1
42 42 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
rolling
manhole
neck
0,05
Overhe
ad
crane 5 1
42 42 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 84
C
E
Bending
Platform
& ladder
0,07
Overhe
ad
crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 21
C
F
Proses
pengerja
an
External
part
0,07
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 86,59
E
F
Perakitan
plat form
0,72
Overhe
ad
crane 5 1
65,59 65,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 65,59
A
Ma
ch
Permesin
an nozzle
0,13
Overhea
d crane 5 1
84 84 Kereta 50 1
Overhea
d crane 5 1
Total 84
Sumber: Pengolahan Data
78
Tabel 4. 25 Tabel Momen Handling Layout Awal
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
Mach
F
Perakitan
nozzle
0,13
Overhe
ad
crane 5 1 107,5
9 107,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 107,59
G
F
Perakitan
manhole
0,05
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
shell dan
bottom
2,63
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
roof dan
shell
0,9
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
manhole
0,35
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 346,36
Sumber: Pengolahan Data
79
Tabel 4. 26 Tabel Momen Handling Layout Awal
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
F
J
Proses
sandblast
5,1
Overhe
ad
crane
10
1 189,1
9 189,19 Truck 20 1
Overhe
ad
crane
10
1
J
L
Proses
packing
5,1
Overhe
ad
crane
10
1 248,1
8 248,18
Truck 20 1
Gantry
Crane 5 1
Sumber: Pengolahan Data
Dari Tabel 4.23 sampai dengan Tabel 4.26, data pada tabel terseut akan
dimasukkan pada Tabel 4.27 . Tabel momen handling (jarak material handling)
pada layout awal akan dijelaskan pada Tabel 4.27.
Tabel 4. 27 Momen Handling Layout Awal
Sumber: Pengolahan Data
80
2. Layout Usulan 1
Pada layout usulan 1 terjadi penukaran departemen yakni departemen
persiapan 1 ditukar dengan departemen persiapan 2. Lalu departemen
persiapan 2 ditukar dengan departemen persiapan 4. Departemen persiapan 3
tidak mengalami perubahan posisi. Departemen persiapan 4 ditukar dengan
departemen persiapan 4. Untuk layout usulan 1 posisi departemen sandblast
& painting 1 dan departemen sandblast & painting 2 diletakkan dengan
memberikan jarak 5 meter dari departemen assembly 1, 2, 3, dan 4. Untuk
melihat rancangan layout usulan 1 dapat dilihat pada Gambar 4.9. Proses
evaluasi pada layout usulan 1 haruslah mengetahui departemen mana saja
yang digunakan . Untuk membuat tangki departemen-departemen yang
terlibat antara lain sebagai berikut :
Tabel 4. 28 Urutan Aliran Departemen Layout Awal
Komponen Urutan Aliran Departemen
Shell K-G- F – J – L
Bottom K-C-G- F- J-L
Rafter, Roof, & Top
Angle
K-G- F- J-L
Nozzle K - A - machining – F-J-L
Manhole K-C-G- F- J-L
External Part K-C- F- J-L
Platform & Ladder K-C-E-F- J-L
Sumber: PT BBI
Setelah mengetahui urutan aliran antar departemen maka langkah
selanjutnya adalah mengukur jarak antar departemen. Untuk mengukur
jarak antar departemen menggunakan metode rectiliner . Langkah awal
untuk mengukur jarak perpindahan dengan menggunakan metode
rectiliner adalah dengan cara menentukan letak titik koordinat untuk
masing-masing departemen.
81
Tabel 4. 29 Koordinat Centroid Departemen
Departemen Koordinat Centroid
x y
K 21,43 149,44
C 21,43 132,8
G 21,43 111,8
E 21,43 90,8
A 21,43 69,8
B 87,02 132,8
D 87,02 111,8
F 87,02 90,8
H 87,02 69,8
Mac 21,43 48,8
I 154,19 86,3
J 154,19 76,3
L 87,02 149,79
Sumber: Pengolahan Data
Dari data letak koordinat, maka langkah selanjutnya adalah
menghitung jarak antar departemen pada layout usulan 1. Sehingga
didapatkan jarak antar departemen pada Tabel 4.30.
Tabel 4. 30 Tabel Jarak antar Departemen Layout Usulan 1
Dari Ke
Jarak
(m)
K G 37,64
G F 86,59
F J 81,67
J L 140,66
K C 16,64
C G 21
K A 79,64
A Mach 21
Mach F 107,59
C F 107,59
C E 42
E F 65,59
Total 807,61
Sumber: Pengolahan Data
82
Dari Tabel 4.30 jarak antar departemen pada layout usulan 1,maka langkah
selanjutnya adalah membuat distance volume chart.
Tabel 4. 31 Jarak Antar Departemen Usulan Layout 1
Sumber: Pengolahan Data
Setelah mengetahui jarak antar departemen, maka langkah selanjutnya
adalah menghitung momen handling antar departemen. Momen handling adalah
perkalian antara jarak antar departemen dengan frekuensi pengangkutan antar
departemen tersebut.
Tabel 4. 32 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasi
tas MH
(ton)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handling
(a x b)
K
G
Plat
untuk
shell
1,77
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
Roof
0,62
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 75,28
Sumber: Pengolahan Data
83
Tabel 4. 33 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasi
tas MH
(ton)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handling
(a x b)
K C
Plat
untuk
bottom
0,86
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
Platform
0,07
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
external
part
0,72
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
manhole
0,35
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 66,56
K
A
Silinder
pejal
untuk
noozle
0,14
Gantry
Crane 5 1
79,64 79,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 79,64
Sumber: Pengolahan Data
84
Tabel 4. 34 Tabel Lanjutan Momen Handling Usulan Layout 1
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
C
G
Straighte
ning
Bottom
0,85
Overhe
ad
crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
rolling
manhole
neck
0,05
Overhe
ad
crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 42
C
E
Bending
Platform
& ladder
0,07
Overhe
ad
crane 5 1
42 42 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 42
C
F
Proses
pengerja
an
External
part
0,07
Overhe
ad
crane 5 1 107,5
9 107,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 107,59
E
F
Perakitan
plat form
0,72
Overhe
ad
crane 5 1
65,59 65,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 65,59
A
Ma
ch
Permesin
an nozzle
0,13
Overhea
d crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhea
d crane 5 1
Total 21
Sumber: Pengolahan Data
85
Tabel 4. 35 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handling
(a x b)
Mach
F
Perakitan
nozzle
0,13
Overhe
ad
crane 5 1 107,5
9 107,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 107,59
G
F
Perakitan
manhole
0,05
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
shell dan
bottom
2,63
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
roof dan
shell
0,9
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
manhole
0,35
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 346,36
Sumber: Pengolahan Data
86
Tabel 4. 36 Tabel Momen Handling Usulan Layout 1
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
F
J
Proses
sandblast
5,1
Overhe
ad
crane
10
1
81,67 81,67 Truck 20 1
Overhe
ad
crane
10
1
J
L
Proses
packing
5,1
Overhe
ad
crane
10
1 140,6
6 140,66
Truck 20 1
Gantry
Crane 5 1
Sumber: Pengolahan Data
87
Dari perhitungan momen handling pada Tabel 4.32 sampai 4.36, maka data-data
hasil perkalian antara jarak antar departemen dengan frekuensi antar departemen,
maka akan menghasilkan momen handling. Data momen handling yang sudah
dihitung pada Tabel 4.32 sampai dengan Tabel 4.36 akan dimasukkan pada Tabel
4.37 yakni tabel momen handling usulan layout 1 .
Tabel 4. 37 Tabel momen handling usulan layout 1
Sumber: Pengolahan Data
3. Usulan Layout 2
Untuk melihat rancangan layout usulan 2 dapat dilihat pada
Gambar 4.10. Untuk mengevaluasi jarak maka langkah pertama yang
harus dilakukan adalah mengetahui aliran dari proses pengerjaannya.
Proses evaluasi pada layout usulan 2 haruslah mengetahui departemen
mana saja yang digunakan . Untuk mengetahui departemen mana saja yang
digunakan dalam membuat tangki akan dijelaskan pada Tabel 4.38.
Pada tabel tersebut akan dijelaskan untuk pengerjaan tiap
komponen berada pada departemen mana saja.
88
Tabel 4. 38 Urutan Aliran Departemen Layout Usulan 2
Komponen Urutan Aliran Departemen
Shell K-G- F – J – L
Bottom K-C-G- F- J-L
Rafter,Roof, & Top
Angle
K-G- F- J-L
Nozzle K - A - machining – F-J-L
Manhole K-C-G- F- J-L
External Part K-C- F- J-L
Platform & Ladder K-C-E-F- J-L
Sumber: PT BBI
Setelah mengetahui rancangan pada usulan layout 2, dan mengetahui
aliran proses pengerjaan dari setiap komponen penyusun dari produk tangki
maka langkah selanjutnya adalah mengukur jarak antar departemen yang
terlibat dalam proses pembuatan tangki. Untuk mengetahui jarak antar
departemen maka harus diketahui dulu letak titik koordinat centroid dari
masing-masing departemen pada divisi fabrikasi PT BBI. Tabel koordinat
centroid pada usulan layout 2 akan dijelaskan pada Tabel 4.39.
Tabel 4. 39 Koordinat Centroid Layout Usulan 2
Departemen
Koordinat centroid
x y
K 21,43 149,44
C 21,43 132,8
G 21,43 111,8
E 21,43 90,8
A 21,43 69,8
B 87,02 132,8
D 87,02 111,8
F 87,02 90,8
H 87,02 69,8
Mac 21,43 48,8
I 154,19 120,27
J 154,19 109,64
L 87,02 149,79
Sumber: Pengolahan Data
Setelah mengetahui koordinat centroid untuk masing-masing
departemen maka langkah selanjutnya adalah mengukur jarak antar
departemen. Untuk mengukur jarak antar departemen dapat menggunakan
89
metode rectiliner. Untuk rumus yang diguakan ketika menghitung jarak antar
departemen dengan menggunakan metode rectiliner. Sehingga didapatkan
perhitungan jarak antar departemen pada Tabel 4.40.
Tabel 4. 40 Jarak Antar Departemen Usulan Layout 2
Dari Ke Jarak
(m)
K G 37,64
G F 86,59
F J 86,01
J L 107,32
K C 16,64
C G 21
K A 79,64
A Mach 21
Mach F 107,59
C F 107,59
C E 42
E F 65,59
Total 778,61
Sumber: Pengolahan Data
Setelah mengetahui jarak antar departemen, maka langkah selanjutnya
adalah memasukkan data jarak antar departemen ke dalam tabel distance volume
chart.
Tabel 4. 41 Jarak Antar Departemen Usulan Layout 2
Sumber: Pengolahan Data
90
Setelah mengetahui jarak antar departemen pada layout usulan 2, maka
langkah selanjutnya adalah menghitung momen handling. Momen handling
adalah hasil dari paerkalian antara jarak antar departemen dengan frekuensi antar
departemen.
Tabel 4. 42 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasi
tas MH
(ton)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handling
(a x b)
K
G
Plat
untuk
shell
1,77
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
Roof
0,62
Gantry
Crane 5 1
37,64 37,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 75,28
K C
Plat
untuk
bottom
0,86
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
Platform
0,07
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
external
part
0,72
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Plat
untuk
manhole
0,35
Gantry
Crane 5 1
16,64 16,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 66,56
Sumber: Pengolahan Data
91
Tabel 4. 43 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(ton)
Alat
angkut
Kapasi
tas MH
(ton)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handling
(a x b)
K
A
Silinder
pejal
untuk
noozle
0,14
Gantry
Crane 5 1
79,64 79,64 Kereta 50 1
Overhead
crane 5 1
Total 79,64
C
G
Straighte
ning
Bottom
0,85
Overhea
d crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhea
d crane 5 1
rolling
manhole
neck
0,05
Overhea
d crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhea
d crane 5 1
Total 42
C
E
Bending
Platform
& ladder
0,07
Overhe
ad
crane 5 1
42 42 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 42
C
F
Proses
pengerja
an
External
part
0,07
Overhe
ad
crane 5 1
107,59 107,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 107,59
E
F
Perakitan
plat form
0,72
Overhe
ad
crane 5 1
65,59 65,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 65,59
Sumber: Pengolahan Data
92
Tabel 4. 44 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasita
s MH
(kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
A
Ma
ch
Permesin
an nozzle
0,13
Overhea
d crane 5 1
21 21 Kereta 50 1
Overhea
d crane 5 1
Total 21
Mach
F
Perakitan
nozzle
0,13
Overhe
ad
crane 5 1 107,5
9 107,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 107,59
G
F
Perakitan
manhole
0,05
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
shell dan
bottom
2,63
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
roof dan
shell
0,9
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Perakitan
manhole
0,35
Overhe
ad
crane 5 1
86,59 86,59 Kereta 50 1
Overhe
ad
crane 5 1
Total 346,36
Sumber: Pengolahan Data
93
Tabel 4. 45 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2
Dari Ke
Material
yang
diangkut
Berat
material
(kg)
alat
angkut
Kapasitas
MH (kg)
Frekuensi
(a)
Jarak
(b)
Momen
handlin
g
(a x b)
F
J
Proses
sandblast
5,1
Overhe
ad
crane
10
1
86,01 86,01 Truck 20 1
Overhe
ad
crane
10
1
J
L
Proses
packing
5,1
Overhe
ad
crane
10
1 107,3
2 107,32
Truck 20 1
Gantry
Crane 5 1
Sumber: Pengolahan Data
Setelah mengetahui jarak antar departemen dan frekuensinya, maka
momen handling dapat diketahui pada Tabel 4.46.
Tabel 4. 46 Tabel Momen Handling Usulan Layout 2
Sumber: Pengolahan Data
94
4.3. Analisa dan Interpretasi Hasil
Tahap analisis dan interpretasi hasil merupakan tahap analisa
dengan cara membandingkan hasil dari tahap pengolahan data dari layout
awal dengan dengan layout yang terpilih. Proses analisan terdiri dari
analisa jarak tempuh material handling. Langkah-langkah analisis dan
interpretasi hasil akan dibahas sebagai berikut:
4.3.1. Analisa Jarak Material Handling Awal
Setelah dilakukan perhitungan jarak antar departemen pada
layout awal. Maka dapat dihitung momen handling (jarak material
handling). Hasil dari jarak antar departemen dengan momen
handling (jarak material handling) dapat dilihat pada Tabel 4.47.
Tabel 4. 47 Tabel Jarak Material Handling Layout Awal
Kode Departemen Dari Ke Jarak
(m)
Momen
Handling
(m)
K Raw Material K G
79,64 159,28
A Persiapan 1 G F
86,59 346,36
C Persiapan 2 F J
189,19 189,19
E Persiapan 3 J L
248,18 248,18
G Persiapan 4 K C
37,64 150,56
B Assembly 1 C G
42 84
D Assembly 2 K A
16,64 16,64
F Assembly 3 A Mach
84 84
H Assembly 4 Mach F
107,59 107,59
Mac Machining 1 C F
86,59 86,59
I Sand blasting
and Painting
1 C E
21 21
J Sand blasting
and Painting
2 E F
65,59 65,59
L Packing dan
Finished
Good
Total
1064,65 1558,98
Sumber: Pengolahan Data
95
Berdasarkan Tabel 4.47 dapat diketahui total jarak antar
departemen adalah 1064,65 meter. Lalu momen handling (jarak material
handling) pada layout awal adalah 1558,98 meter.
4.3.2. Analisa Jarak Material Handling Layout Usulan 1
Setelah membuat usulan alternative layout. Maka tahap
selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap usulan layout yang
telah dibuat. Proses evaluasi berdasarkan pada jarak antar
departemen dan jarak material handling (momen handling). Hasil
dari jarak antar departemen dan jarak material handling (momen
handling ) pada layout usulan l dapat dilihat pada Tabel 4. 48.
Tabel 4. 48 Tabel Jarak Material Handling Usulan Layout 1
Kode Departemen Dari Ke Jarak
(m)
Momen
Handling
(m)
K Raw Material K G 37,64 75,28
A Persiapan 1 G F 86,59 346,36
C Persiapan 2 F J 81,67 81,67
E Persiapan 3 J L 140,66 140,66
G Persiapan 4 K C 16,64 66,56
B Assembly 1 C G 21 42
D Assembly 2 K A 79,64 79,64
F Assembly 3 A Mach 21 21
H Assembly 4 Mach F 107,59 107,59
Mac Machining 1 C F 107,59 107,59
I Sand blasting
and Painting
1 C E
42 42
J Sand blasting
and Painting
2 E F
65,59 65,59
L Packing dan
Finished
Good
Total
807,61 1175,94
Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.48 dapat diketahui bahwa total jarak
antar departemen pada layout awal adalah 807,61 meter. Pada usulan
96
layout 1 diperoleh total jarak perpindahan bahan adalah 1175,94
meter.
4.3.3. Analisa Jarak Material Handling Layout Usulan 2
Setelah mengevaluasi pada usulan layout 1 dan mengetahui
total jarak antar departemen serta total jarak perpindahan bahan
pada usulan layout 1. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan pada usulan layout 2. Hasil dari perhitungan jarak
antar departemen dan jarak perpindahan material pada layout 2
dapat dilihat pada Tabel 4.49.
Tabel 4. 49 Tabel Jarak Material Handling Usulan Layout 2
Kode Departemen Dari Ke Jarak
(m)
Momen
Handling
(m)
K Raw Material K G 37,64 75,28
A Persiapan 1 G F 86,59 346,36
C Persiapan 2 F J 86,01 86,01
E Persiapan 3 J L 107,32 107,32
G Persiapan 4 K C 16,64 66,56
B Assembly 1 C G 21 42
D Assembly 2 K A 79,64 79,64
F Assembly 3 A Mach 21 21
H Assembly 4 Mach F 107,59 107,59
Mac Machining 1 C F 107,59 107,59
I Sand blasting
and Painting
1 C E
42 42
J Sand blasting
and Painting
2 E F
65,59 65,59
L Packing dan
Finished
Good
Total
778,61 1146,94
Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.49 dapat diketahui bahwa pada usulan
layout 2 dapat diketahui total jarak antar departemen adalah 778,61
meter dan diperoleh total jarak perpindahan bahan 1146,94 meter.
97
4.3.4 Analisa Momen Handling
Setelah menganalisa jarak momen handling (jarak material
handling) pada layout awal , layout usulan 1, dan layout usulan 2.
Maka didapatkan hasil pada Tabel 4.50.
Tabel 4. 50 Tabel Momen Handling
Layout Momen Handling (m) Pengurangan Jarak
(m)
Awal 1558,98 -
Usulan 1 1175,94 383,04
Usulan 2 1146,94 412,04
Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.50 dapat diketahui bahwa pada layout
awal memiliki momen handling atau jarak material handling
1558,98 meter. Dan pada layout usulan 1 memiliki nilai momen
handling atau jarak material handling 1175,94 meter. Untuk usulan
layout 2 diperoleh momen handling atau jarak material handling
1146,94 meter. Dari data jarak momen handling (jarak material
handling) dapat diketahui pengurangan jarak material handling dari
beberapa usulan layout yang telah dirancangan. Pada layout usulan 1
terjadi pengurangan jarak material handling sebesar 383,04 meter
dari 1558,98 meter menjadi 1175,94 meter. Untuk layout usulan 2
terjadi pengurangan sebesar 412,04 meter dari 1558,98 meter
menjadi 1146,94 meter. Jadi, dari hasil analisa momen handling
usulan layout yang dipilih adalah usulan 2 dengan nilai pengurangan
jarak material handling sebesar 412,04 meter dari 1558,98 meter
menjadi 1146,94 meter. Sehingga dari data pengurangan jarak layout
yang dipilih adalah layout usulan dua . Pemilihan layout usulan 2
karena memberikan pengurangan jarak material handling terbesar.
4.3.5 Analisa Perbandingan Layout Awal dan Re-desain
Jarak material handling pada layout awal yang dimiliki oleh
PT BBI Pasuruan adalah sebesar 1558,98 meter. Pada kondisi
nyata di perusahaan rute produksi antara assembly dan finishing
98
memiliki jarak yang jauh. Selain itu terjadi gerakan memotong
(cross movement ) antara produk yang dikeluarkan dari departemen
assembly dan produk dari departemen foundry. Setelah dilakukan
perbaikan tata letak lantai produksi menggunakan metode
Systematic Layout Planning untuk merubah posisi departemen
yang terdapat di divisi fabrikasi, dengan mempertimbangkan
penggunaan aliran dari proses produksi, luas yang tersedia, luas
yang diperlukan serta beberapa pertimbangan seperti bentuk
bangunan, material handling , dan posisi dari tiang penyangga.
Dari beberapa pertimbangan tersebut dibuatlah beberapa usulan
layout. Sehingga, pada penelitian ini hanya dapat dirancang dua
alternatif layout. Dari dua alternatif layout tersebut dipilih satu
alternatif layout yang memberikan pengurangan jarak material
handling terbesar. Pada alternatif layout dua dapat memberikan
pengurangan jarak sebesar 412,02 meter. Sehingga perbandingan
antara layout awal dengan layout alternatif yang terpilih akan
digambarkan pada Gambar 4.12 berikut ini:
1558,98
1146,94
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Jara
k (
met
er)
Layout
Awal
Layout
Terpilih
Jarak Material Handling
Gambar 4. 12 Grafik Perbandingan Jarak
Dari data perbandingan layout awal dengan layout alternatif yang
terpilih didapatkan pengurangan jarak dari 1558,98 meter ke 1146,94
dimana terjadi pengurangan jarak sebesar 412,04 meter atau sebesar
26,43 %.
99
Pada tahap persiapan, PT BBI memiliki empat departemen persiapan.
Departemen tersebut antara lain departemen persiapan 1 , departemen persiapan 2,
departemen persiapan 3, dan departemen persiapan 4. Departemen persiapan 1
dan 2 merupakan departemen yang berfungsi untuk proses cutting (pemotongan).
Mesin dan fasilitas produksi pada departemen tersebut ditata sesuai dengan
fungsinya, sehingga pada departemen persiapan 1 dan 2 mesin dan fasilitas
produksinya adalah yang dapat membantu proses cutting (pemotongan).
Departemen persiapan 3 dan departemen persiapan 4 merupakan departemen yang
berfungsi untuk proses forming (pembentukan). Pada departemen assembly
digunakan sebagai tempat perakitan beberapa komponen penyusun produk
menjadi produk jadi yang diinginkan konsumen. Setelah dilakukan perancangan
ulang tata letak lantai produksi PT Boma Bisma Indra Pasuruan, dengan
menggunakan metode Systematic Layout Planning, didapatkan beberapa usulan
layout dengan memperhatikan hubungan kedekatan antar departemen dengan
luasan yang tersedia dan luasan yang dibutuhkan. Beberapa alternatif layout
tersebut dipilih satu alternatif layout yang dapat memberikan pengurangan jarak
material handling terbanyak. Perbandingan antara layout awal dengan layout
usulan yang terpilih terdapat perbedaan pada tata letak departemen. Susunan
Layout awal untuk tiap departemen terdiri dari departemen cutting pada
persiapan 1 dan 2 . Departemen forming pada persiapan 3 dan 4. Hasil yang
didapatkan dari penataan ulang adalah penggantian departemen persiapan 1 pada
Gambar 4. 13 Lokasi Departemen Pada Layout Awal PT BBI
100
layout lama menjadi departemen persiapan 2. Posisi departemen persiapan 2 di
layout awal atau existing diganti dengan departemen persiapan 4. Departemen
persiapan 3 tidak mengalami perubahan posisi. Sedangkan pada layout usulan
yang terpilih, peletakan departemen persiapan 1 berada pada lokasi departemen
persiapan 4 pada layout existing.
Gambar 4. 14 Lokasi Departemen Pada Usulan Layout Terpilih
Perbedaan tata letak dari posisi departemen persiapan pada layout awal
dengan layout usulan terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14.
Posisi departemen assembly pada layout yang terpilih tidak mengalami perubahan
lokasi. Karena pada departemen tersebut hanya digunakan untuk proses perakitan
dan pengujian sebelum produk diarahkan ke tahap finishing. Mesin dan fasilitas
produksi yang terdapat pada departemen assembly bersifat portable dan fleksibel,
yakni dapat dipindah-pindah menuju lokasi yang diinginkan.
Pada tahap akhir produk akan melalui tahap finishing. Tahap finishing
terdiri dari sandblast & painting serta packing. Pada layout awal letak departemen
sandblast & painting 1 dan 2 berada jauh dari departemen assembly. Karena
lokasinya jauh dari departemen assembly dan melihat dari hubungan kedekatan
antara departemen assembly dengan departemen sandblast & painting 1 dan 2
penting untuk di dekatkan dengan alasan urutan aliran kerja. Maka, lokasi
departemen sandblast & painting 1 dan 2 dipindahkan berdekatan dengan
departemen assembly. Proses pemindahan departemen tersebut harus
memperhatikan luas area yang dibutuhkan dan luas area yang tersedia. Sehingga
101
didapatkan gambaran letak lantai produksi PT BBI Pasuruan yang baru pada
Gambar 4.15.
Gambar 4. 15 Lokasi Departemen Pada Usulan Layout Terpilih
Pada usulan layout terpilih letak dari departemen sandblast & painting 1
dan 2 berada diantara departemen foundry dan mushollah. Selain itu pada
departemen tersebut lokasinya lebih dekat dengan departemen packing & finished
good .
102
103
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan yang dilakukan
pada Bab 4, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Perancangan ulang tata letak lantai produksi PT BBI Pasuruan dengan
metode Systematic Layout Planning dalam proses pengerjaanya
membutuhkan data masukan berupa produk dan proses. Sehingga dapat
diketahui aliran materialnya. Setelah mengetahui aliran material dan
departemen yang dilalui untuk proses pengerjaan dari suatu produk
maka dapat ditentukan hubungan kedekatan antar departemen. Dengan
mempertimbangkan luas area yang tersedia dan luas area yang
dibutuhkan serta hubungan kedekatan antar departemen maka dibuatlah
beberapa usulan layout. Pada penelitian ini didapatkan dua usulan
layout. Dua usulan layout tersebut dipilih satu usulan layout yang
memberikan pengurangan jarak material handling terbesar.
2. Dari hasil analisa momen handling (jarak material handling), dari
layout awal dan dari usulan layout didapatkan nilai pengurangan jarak
pada layout usulan 1 sebesar 383,04 meter dari layout awal sebesar
1558,98 meter ke layout usulan 1 sebesar 1175,94 meter. Untuk layout
usulan 2 didapatkan pengurangan jarak material handling sebesar
412,04 meter dari layout awal sebesar 1558,98 meter ke layout usulan 2
sebesar 1146,94 meter. Dari hasil tersebut dipilih layout usulan 2 karena
memberikan pengurangan jarak material handling terbesar.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan juga kesimpulan yang telah
diuraikan, maka penulis memberikan saran yakni:
104
1. Pada penelitihan selanjutnya, evaluasi layout dapat mereduksi
pengurangan biaya material handling dan membahas biaya yang
dibutuhkan untuk merealisasikan rancangan layout yang baru agar dapat
digunakan sebagai pertimbangan bagi perusahaan.
2. Pada penelitihan selanjutnya dapat menggunakan beberapa metode tata
ulang layout seperti blockplan, aldep, craft, dan metode lainya untuk
memperkaya hasil penelitian.
105
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Bakhtiar, S. dan Nanda, R. (2015). Usulan Tata Letak Pabrik dengan
Menggunakan Systematic Layout Planning(SLP) di CV. Arasco
Bireuen.Jurnal Jurusan Teknik Industri ,Fakultas Teknik, Universitas
Malikussaleh, Aceh
Apple, James M. (1990). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.Bandung:
Institut Teknologi Bandung. 1990.
Atikah, dan Nindri, Gelys Annisa.(2015). Alternatif Perbaikan Tata Letak Lantai
Produksi PT. JAPFA COMFEED Indonesia dengan metode Systematic
Layout Planning (SLP).SINERGI, Vol. 19, No. 3, pp. 217-226,
Universitas Brawijaya, Malang.
Bagaskoro, A.D, (2016).Perancangan Layout Baru Dinas Foundry PT. BBI
Pasuruan dengan Metode Blockplan. Tugas Akhir, Program Studi
Teknik Desain dan Manufaktur, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
Heragu, Sunderesh S. (2008). Facility Design. Edisi ketiga, Penerbit CRC Pers,
USA.
Muslim, Dede dan Ilmaniati, Anita.(2018). Usulan Perbaikan Tata Letak Fasilitas
Terhadap Optimalisasi Jarak dan Ongkos Material Handling dengan
Pendekatan Systematic Layout Planning (SLP) di PT Transplant
Indonesia.Jurnal Media Teknik dan Sistem Industri, Vol.2, No. 1,
pp. 45-52, Universitas Suryakancana, Cianjur.
Prasetya, Yefta Yosi, Runtuk, Johan K, dan Hartanti, Lusia P.S. (2015). Analisis
Tata Letak Fasilitas Dalam Meminimasi Material Handling(Studi Kasus:
Perusahaan Roti Matahari). Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 4 ,No. 1,
Universitas Pelita Harapan
Putri, I.N, (2018). RedesignTata Letak Fasilitas Produksi Gear sebagai Upaya
Pengendalian Over Transportation. Tugas Akhir, Program Studi Teknik
Desain dan Manufaktur, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,
Surabaya.
Sembiring, A. C, (2012). Perancangan Ulang Tata Letak Pabrik Untuk
Meminimalisasi Material Handling di PT Atmindo. Tesis,Program Studi
Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara, Medan.
106
Sukania, I Wayan, Ariyanti, Silvi, dan Nathaniel.(2016). Usulan Perbaikan Tata
Letak Pabrik dan Material HandlingPada PT. XYZ.Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, Program Studi Teknik Industri,Vol.4, No. 3,pp. 141-
148Universitas Tarumanegara, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Widgnjosoebroto, Sritomo. (2003). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Edisi ketiga, Penerbit Guna Widya, Surabaya
107
107
LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout PT BBI
1
08
107
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
109
Bahan Baku
Pengukuran Pemotongan Forming
Assembly Testing Sand Blasting
Painting Finished Good
Material
Packing
Transportasi
Lampiran 2 Urutan Proses Produksi PT Boma Bisma Indra
110
110
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
111
111
Lampiran 3 Breakdown Part Tangki
112
110
112
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
113
113
Lampiran 4 Rute Produksi Produk Tangki PT Boma Bisma Indra
114
114
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
115
117
Lampiran 5 Peta Proses Operasi Tangki
116
116
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
117
117
Lampiran 6 Lanjutan Peta Proses Operasi Tangki
118
116
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
119
117
Lampiran 7 Layout Usulan 1
120
116
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
121
117
Lampiran 8 Layout Usulan 2
122
117
123
BIODATA PENULIS
1. Judul Tugas Akhir : Perancangan Ulang Tata Letak Lantai
Produksi PT BBI Pasuruan dengan Metode Systematic Layout Planning
2. Nama Lengkap : Kinawih Ainul Kamalia
3. NRP : 0615040007
4. Program Studi : D4 Teknik Desain dan Manufaktur
5. Jurusan : Teknik Permesinan Kapal
6. Tempat/Tanggal Lahir : Lamongan/ 09 Agustus 1997
7. Alamat Asli : Rt/Rw 001/008, dsn. Glomo, ds. Dlanggu,
kec. Deket, kab. Lamongan
8. No. Telepon : 085748290771
9. E-mail : [email protected]
116