Download - Blok 14 Skenario A
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Blok Hematologi adalah blok ke 14 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus
yang diberikan mengenai seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke RSMH dengan
keluhan pucat dan distensi abdominal.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu :
1 Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2 Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3 Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario
ini.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Safyudin M.Biomed
Moderator : Joas visensus davian
Notulis : Irawati Eka Putri
Sekretaris : Afifurrahman
Waktu : Senin,17 September 2012
Rabu, 19 September 2012
Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan(kecuali, untuk googling)
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
Dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu ,
Dan apabila telah dipersilahkan oleh moderator.
3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama
Proses tutorial berlangsung.(izin BAK)
4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.
2
Skenario A blok 14 2012
Case history:
A 9 years old girl came to Moh. Hoesin hospital with complain of pale and abdominal distention.
She lives in kayu agung. She has been already hospitalized two times before (2009 and 2010) in
kayu agung general hospital and always got blood transfusion. Her younger brother, 7 years old
looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due to the similar disease like
her.
Physical examination:
Compos mentis, anemis(+), wide epichantus, prominent upper-jaw
HR: 94x/mnt, RR: 27x/mnt, TD: 100/70mmHg, temp. 36,7oC
Heart and lung : within normal limit
Abdomen : hepatic enlargement 1/4 x 1/4, Spleen: schoeffner III
Extermities : pallor palm of hand. Others: normal
Laboratory results:
Hb: 7,6 gr/dl, Ret: 1,8%, leucocyte 10,2x109 /lt, thrombocyte: 267 x 109 /lt,
Diff count : 0/2/0/70/22/6
Blood film : anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell(+)
MCV: 64 (fl), MCH: 21(pg), MCHC: 33 (gr/dl), SI within normal limit, TIBC, within normal
limit, serum ferritin : within normal limit
2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Pale : pucat
2. Abdominal distention: perenggangan rongga abdomen akibat suatu massa, gas atau cairan
3. Blood transfusion : proses memasukkan darah lengkap atau komponen darah secara
langsung ke dalam aliran darah
3
4. Wide epicanthus : lipatan vertikal kulit disisi kanan dan kiri hidung. Biasanya muncul
pada kelainan kongenital
5. Prominent upper-jaw: rahang atas yang terlihat menonjol
6. Anemis : penurunan jumlah eritrosit, jumlah hemoglobin atau volume sel darah merah
dalam darah
7. Hepatic enlargment 1/4 x1/4. : pembesaran hepar
8. spleen schoeffner III : pembesaran lien sampai sebelum umbilicus
9. Anisocytosis: variasi ukuran eritrosit dalam darah
10. Poikylocytosis : keragaman bentuk eritrosit dalam darah
11. Hypochrome : penurunan hemoglobin eritrosit sehingga RBC berwarna pucat
12. Target cell (+) : ketidakmampuan RBC atau eritrosit terlihat pada adanya titik gelap
ditengah RBC biasanya akibat penyakit kongenital
13. MCV : volume rata2 eritrosit dalam darah
14. MCH : konsentrasi haemoglobin rata-rata dalam setiap eritrosit
15. MCHC : konsentrasi hemoglobi rata-rata dalam eritrosit
16. SI (serum iron) : jumlah zat besi yang beredar yang berikatan dengan transferin dalam
darah
17. TIBC (total iron binding capacity) : tes laboratorium yang bertujuan mengukur
kemampuan darah untuk mengikat besi dengan transferin
18. Serum ferritin : Jumlah Ferritin dalam darah
II. Identifikasi masalah
1. A 9 years old girl came to Moh. Hoesin hospital with complain of pale and abdominal
distention
2. She lives in kayu agung, she has been already hospitalized two times before (2009 and
2010) in kayu agung general hospital and always got blood transfusion
3. Her younger brother, 7 years old looks taller than her. Her uncle was died when he was 21
years old due to the similar disease like her.
4. Physical examination:
4
Compos mentis, anemis(+), wide epichantus, prominent upper-jaw
HR: 94x/mnt, RR: 27x/mnt, TD: 100/70mmHg, temp. 36,7oC
Heart and lung : within normal limit
Abdomen : hepatic enlargement 1/4 x 1/4, Spleen: schoeffner III
Extermities : pallor palm of hand. Others: normal
5. Laboratory results:
Hb: 7,6 gr/dl, Ret: 1,8%, leucocyte 10,2x109 /lt, thrombocyte: 267 x 109 /lt,
Diff count : 0/2/0/70/22/6
Blood film : anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell(+)
MCV: 64 (fl), MCH: 21(pg), MCHC: 33 (gr/dl), SI within normal limit, TIBC, within
normal limit, serum ferritin : within normal limit
III. Analisis masalah
1. a. Apa etiologi dan mekanisme pucat pada kasus ini ?
Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di
dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh
rantai globin alpha dan rantai globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi
rantai globin beta tidak ada tau berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk
berkurang. Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa
berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel
darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel
darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat
b. Apa etiologi dan mekanisme distensi abdomen pada kasus ini?
Etiologi abdominal distention
Akumulasi cairan
Akumulasi gas
Massa padat pada rongga abdomen
Organomegali di abdomen
5
Pada kasus ini: Organomegali di abdomen
Mekanisme:
Kelainan genetic (delesi gen yang menkode protein globin)
Tidak terbentuk satu atau kedua rantai globin
Rantai yang berlebihan tidak mendapat pasangan rantai globin lainnya
Membrane binding of IgG dan C3 gangguan pematangan prekusor
Eritroid dan eritropoiesis inefektif
Removal of damage RBC by macrophage umur eritrosit pendek
Splenomegali Peningkatan kerja penhancuran RBC di
hati dan limpa
Hepatosplenomegali
Abdominal Distention
c. Apakah hubungan umur dan jenis kelamin dengan gejala pada kasus?
Tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala yang dialaminya, karena si
gadis menderita thalassemia yang merupakan kelainan yang diturunkan, sehingga
kelainan ini sudah terjadi sejak awal pembuahan.
2. a. Bagaimana hubungan daerah tempat tinggal dan penyakit yang dialami anak
pada kasus ini?
Kayu Agung memiliki angka kejadian Thalassemia yang cukup tinggi
b. Apa saja indikasi seseorang mendapat transfusi darah?
Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan
cairan.
6
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute
atau larutan albumin.
5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik
Indikasi pada kasus ini : Transfusi darah pertama sekali, Hb<7g/dl dalam 1-3 bulan
berturut-turut, kontrol Hb selanjutnya transfusi harus dilakukan jika Hb 9-9,5g/dl
c. Bagaimana cara pemberian tranfusi darah?
Pra-prosedur
1. Inform consent
2. Pastikan identitas pasien, golongan darah pasien sesuai
3. Penjelasan prosedur
4. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Prosedur
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Gunakan sarung tangan setelah sterilisasi
3. Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi
darah
4. Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).
5. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9%
6. Buka set pemberian darah
a. Untuk slang 'Y', atur ketiga klem
b. Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off
2. Cara transfusi darah dengan slang 'Y' :
a. Tusuk kantong NaCl 0,9%
b. Isi slang dengan NaCl 0,9%
c. Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
d. Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan
7
e. Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi
sebagian)
f. Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0,9%
g. Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar sel-selnya tercampur.
h. Tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem
pada
slang dan filter terisi darah
3. Cara transfusi darah dengan slang tunggal :
a. Tusuk kantong darah
b. Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi
sebagian
c. Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah
4. Hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah
5. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan
tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
6. Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%
7. Catat tipe, jumlah dan komponen darah yang di berikan
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
d. Apa saja jenis komponen darah yang dapat ditranfusi?
1. Whole blood : untuk meningkatkan jumlah RBC dan volume plasma dalam waktu
yang bersamaan
a. Fresh blood : faktor koagulasi lengkap, fungsi sel darah baik
b. New blood : Easy supplying
2. RBC
a. Packed red cell : untuk meningkatkan jumlah RBC yang menujukkan gejala
anemia yang memerlukan massa sel RBC pembawa oksigen saja
b. Red cell suspension
c. Washed red cell : untuk mencegah reaksi alergi yang berat/berulang, untuk
transfusi neonatal dan intauterin
8
3. Thrombocyt
a. Platelet’s concentrate : pada kasus perdarahan karena
trombositopenia/trombositopati
b. Platelet’s rich plasma : pada kelainan kongenital
4. Plasma
a. Liquid plasma
b. Dry plasma : penyimpanan lama (3 tahun), easy transport, penyimpanan pada
temperatur ruangan
c. Fresh frozen plasma : untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan darah
bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat/kriopresipitat
d. Kriopresipitat : Untuk pasien yang kekurangan faktor VIII bila faktor VIII
tidak tersedia , pasien yang kekurangan faktor XIII, pasien yang kekurangan
fibrinogen
e. Apa saja komplikasi tranfusi darah jangka panjang?
Pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh normal hanya berkisar antara 1-2
mg. sedangkan pada pasien thalassemia setiap melakukan transfusi darah 1 kantong
saja berarti memasukkan sekitar 200-250 mg zat besi. Jika hal ini dibiarkan tanpa
dikontol dengan kelasi besi yang adekuat, maka akan menimbulkan komplikasi berupa
overload iron dalam tubuh yang berakibat pada keracunan zat besi yang dapat merusak
organ-organ vital. Komplikasi yang terjadi, antara lain:
1. Hipopituitarisme, meyebabkan gagal tumbuh, perawakan pendek
2. Hipotiroidisme
3. Hipoparatiroidisme
4. Pubertas dan karakter seks skunder terhambat
5. Pigmentasi kulit melanin berlebih ciri khas pasien thalassemia dengan transfusi
darah kulit menjadi hitam
6. Gangguan metabolism pancreas DM
7. Kardiomiopati disritmik dan gagal jantung kongesti
9
8. Sirosis/ hemosiderisasi hepar (lebih sering disebabkan karena infeksi Hepatitis B
dan C ,melalui darah transfusi)
9. Gagal ovarium atau testis infeltile
10. Artropoiti pada GH karena deposisi pirofosfat
3. a. Mengapa pertumbuhan pasien (kakak) lebih terlambat dari adiknya?
Sang pasien mengalami pertumbuhan yang lebih terlambat dari pada adiknya
dikarenakan Thalasemia yang dideritanya. Pada Thalasemia terjadi pembentukan
eritrosit yang tidak sempurna, hal itu menyebabkan pengangkutan oksigen ke
jaringan tidak sempurna sehingga metabolisme tubuh terlambat.
b. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dengan penyakit yang diderita pasien?
Gambar : Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel, beserta
persentase kemunkinan penurunannya
Pada kasus ini paman dari pasien meninggal setelah mengalami gejala yang sama, hal ini
mengindikasikan ada kemungkinan bahwa orang tua dari pasien merupakan carrier dari
Thalassemia. Dari skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan
pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia
beta, dan 25% thalassemia beta mayor, dimana pada kasus ini, berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium, anak perempuan tersebut kemungkinan menderita
thalasemia β intermedia dengan chance penurunan sebesar 25%.
10
Adik laki-lakinya yang berusia 7 tahun kemungkinan normal atau juga seorang carrier.
Pamannya yang meninggal pada usia 21 tahun dengan gejala dan penyakit yang sama
dengannya juga kemungkinan merupakan penderita thalasemia mayor/homozigot karena
biasanya penderita thalasemia mayor memiliki harapan hidup yang kecil ketika
memasuki usia dekade ke-2.
4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik pada kasus
ini?
Hasil Pem Fisik Nilai normal Interpretasi
Compos mentis Compos mentis Normal
Anemis( +) - Tanda anemia
Gangguan ikatan rantai globin
ketidakstabilan RBC inefektif
eritropoiesis dan peripheral hemolysis
peronaan kulit berkurang pucat
Wide epicanthus -
kecualli pada ras
tertentu.
Pelebaran epikantus yang mencolok pada
rahang atas akibat hyperplasia tulang pipih
yang mendorong tulang nasal untuk
membantu eritropoiesisn karena ekspansi
bone marrow
Ini akibat ekspansi sumsum tulang sebagai
kompensasi eritropoesis yang meningkat
prominent upper-jaw -
Kecuali pada ras
tertentu
Tulang rahang menonjol akibat hyperplasia
tulang pipih untuk membantu eritropoiesis
akibat hipoksia jaringan karena RBC yang
tidak sempurna (ekspansi bone marrow)
HR 94x/menit 2-10 tahun
70-110x/menit
normal
RR 27x/menit 5-9 tahun normal
11
15-30x/menit
TD 100/70 mmHg 5-10 tahun
95-110/60-75 mmHg
normal
Temp 36,7°C Normal
Hepatic enlargement
¼ X ¼
- Pembesaran hati
Hati bagian kanan membesar sampai ¼ garis
khayal dari umbilicus – arcus costae
Hati bagian kiri membesar sampai ¼ garis
khayal dari umbilicus – prosesus xipoideus
Hepar sebagai organ eritropoiesis primitive
teraktivasi kembali membentuk RBC akibat
ekspansi bone marrow dan kerja hepar juga
bertambah berat dengan meningkatnya
perombakan Hb akibat umur RBC yang
singkat (cepat lisis)
Spleen : Schoefner II - Limpa membesar sampai ½ garis khayal
arcus costa kiri – umbilicus
Anemia hemolitik yang berat, penghancuran
RBC yang cepat dan banyak peningkatan
beban kerja limfe sebagai tempat
perombakan RBC RBC yang lisis
membendungan di limfe splenomegali.
Adanya inclusion body (target sel) pada
RBC penderita thalassemia rangsang IgG
untuk menandai permukaan sel (dianggap
benda asing) C3 opsonisasi makrofag
memfagosit di limfe kerja limfe
bertambah berat splenomegali
Pallor palm of hand - Anemia hipoksia jaringan perifer
5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium pada kasus ini?
12
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Haemoglobin 7,6g/dl Anemia
Retikulosit 1,8% 0,5-1,5% Retikulositosis
WBC 10200/lt 5,5000-
15,5000/lt
Normal
Trombosit 267.000/lt 150.000-
400.000/lt
Normal
Basofil 0 0-1 Normal
Eusinofil 2 1-3 normal
Neutrofil
batang
0 3-5 Turun
Neutrofil
segmen
70 54-62 Meningkat
Limfosit 22 22-33 Turun
Monosit 6 3-7 Normal
Blood Film
Anisocytosis Isositosis Ukuran eritrosit
bervariasi
Poikylocytosis - Bentuk sel
bervariasi
Hypocrome Normokrom Sel eritrosit
lebih pucat
Target sel (+) - RBC daerah
13
sentral lebih
terang
MCV 64 (fl) 80-95 (fl) Turun
MCH 21 (pg) 27-33 (pg) Turun
MCHC 33 (gr/dl) 32-36 (gr/dl) Normal
SI Normal 50-150 g/dL Defisiensi Fe (-)
TIBC Normal 250-400 g/dL Defisiensi Fe (-)
Serrum
Ferittinin
Normal 50-300 g/L Defisiensi Fe (-)
Mekanisme Pemeriksaan Lab abnormal
Hb rendah (anemia)
Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast
dan RBC pemecahan eritroblast intra meddular (inefektif eritropoiesis) anemia
Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast
dan RBC RBC di perifer dengan inclusion bodies ketidakstabilan membrn RBC
dan gangguan elastisitas membrane RBC peningkatan destruksi RBC di pulpa merah
limpa anemia
Peningkatan Retikulosit
Anemia kompensasi dengan mengeluarkan sedarah merah yang belum mature
(retikulosit)
Blood Film : anisocytosis, poikylocytosis, hypocrome, target cell (+)
Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α terbentuk hemoglobin yang tidak
sempurna anisocytosis, poikylocytosis, hypocrome, target cell (+)
14
MCV dan MCH menurun
Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast
dan RBC pemecahan eritroblast intra meddular (inefektif eritropoiesis) anemia
MCV dan MCH menurun
Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast
dan RBC RBC di perifer dengan inclusion bodies ketidakstabilan membrn RBC
dan gangguan elastisitas membrane RBC peningkatan destruksi RBC di pulpa merah
limpa anemia MCV dan MCH menurun
6. Bagaimana klasifikasi anemia secara umum?
Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. anemia mieloplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
15
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anmeia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati struktural : Hb S, Hb E, dll.
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. dll
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi dan Etiologi
1. Anemia hipokrom mikrositer (MCV <80 fl dan MCH <27 pg)
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer ( MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer (MCV >95 fl)
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
16
b. Bentuk megaloblastik
1. Anemia pada penyaki hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
7. Bagaimana mekanisme Eritropoiesis yang normal?
Eritropoiesis adalah serangkaian proses yang menghasilkan Eritrosit ang diproduksi oleh
sum-sum tulang. Proses ini dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari commitment of
pluripotent stem cell progenitor menjadi eritroid, kemudian fase eritopoietin-independen
dan eritropoieti-dependen. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor
CFU-GEMM, BFU-E, dan CFU-Eritroid menjadi precursor eritrosit yang dapat dikenali
pertama kali di sum-sum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar
dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nucleoli dan dengan kromatin yang
sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian
normoblas yang makin kecil melalaui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga
mengandung hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam
sitoplasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan
apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatininti semakin menjadi padat. Inti
akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut di sum-sum tulang dan menghasilkan
stadium retikulosit yang masih mengandung sedikti RNA ribosom dan masih mampu
mensintesis hemoglobin. Sel ini sedikit lebih besar dari eritrosit matur, berada 1-2 hari
dalam sum-sum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi 17
matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit berwarna merah
muda seluruhnya, adalah cakram bikonkaf tidak berinti. Satu pronormoblas biasanya
menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah beinti (normoblas) tampak dalam darah
apabila aritropoiesis terjadi di luar sum-sum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga
terdapat pada beberapa penyakit sum-sum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam
darah tepi manusia normal.
Eritropoiesis diatur oleh hormone eritropoietin. Hormon ini adalah suatu polipeptida yang
90% nya dihasilkan oleh sel interstisial peritubular ginjal dan 10%-nya dihasilkan hati
dan tempat lain. Tidak ada cadangan yang sudah dibentuk sebelumya, dan stimulus untuk
pembentukan eritropoietin adalah tekana oksigen dalam jaringan ginjal. Karena itu
produksi eritropoietin meningkat pada anemia, karena sebab structural atau metabolic,
hemoglobin tidak bisa melepaskan oksigen secara normal, jika oksigen di atmosfer
rendah atau jika gangguan fungsi jantung atau paru atau kerusakan sirkulasi ginjal
mempengaruhi pengiriman oksigen ke ginjal. Eritropoietin merangsan eritropoiesis
dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan
CFUE lanjut mempunyai reseptor eritropoietin terangsan untuk berploroferasi,
berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglobin.
Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen ke jaringan dan mengembalikan
karbondioksida dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit
mengandung protein khusus yaitu hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640
juta molekul hemoglobin. Tiap moleku hemoglobin (Hb) A pada orang dewasa normal
(hemoglobin yang dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri atas empat rantai
polipeptida α2β2, masing-masing dengan gugus hemenya sendiri. Darah orang dewasa
juga mengandung dua hemoglobin lain dalam jumlah kecil, yaitu HbF (mengandung
rantai α dan γ) dan HbA2 (mengandung rantai α dan δ). Perubahan utama dari
hemoglobin fetus ke hemoglobin orang dewasa terjadi 3-6 bulan setelah lahir. Sintesis
heme terutama terjadi di mitokondria melalui serangkaian reaksi biokimia yang bermula
dari kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat
membatasi kecepatan reaksi yaitu asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase. Piridoksal
pospat ( vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang oleh
18
eritropoietin. Akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+)
untuk membentuk heme, masing-masing molekul heme bergabung dengan satu rantai
globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer terdiri dari empat rantai globin
masing-masing degana gugus hemenya sendiri dalam suatu kantung kemudian dibentuk
untuk menyusun satu molekul hemoglobin.
8. Bagaimana mekanisme perombakan darah yang normal?
Membran RBC rapuh RBC mudah pecah Hemoglobin dilepaskan dari sel sewaktu
sel darah merah pecah di fagosit oleh makrofag dalam tubuh terutama olehh sel-sel
kupffer hati, makrofag limpa direduksi menjadi heme dan globin
Globin masuk ke dalam kumpulan as.amino Besi dilepaskan dari heme
Digunakan kembali untuk diikat oleh transferin
sintesis protein dlm tubuh
ke sumsum tulang ke hati & jar. Lainnya
untuk produksi RBC untuk disimpan dlm bentuk feritin
Sisa bag. Heme direduksi CO diangkut dlm bentuk karboksi hemoglobin
dikeluarkan melalui paru
Biliverdin bilirubin 1 ke hati bilirubin 2
Diekskresikan ke dalam usus melalui empedu
Urobilin (diekskresikan dlm urine) Sterkobilin (diekskresikan dlm feses)
19
9. Bagaimana differential diagnosis pada kasus ini?
Iron
Deficiency
Chronic
Inflammation/
Malignancy
Thalassemia
trait (α or β)
Sideroblastic
anemia
MCV/MCH Menurun
tergantung
derajat
keparahan
anemia
Normal atau
sedikit menurun
Menurun;
sangat rendah
untuk derajat
anemia
Biasanya
menurun pada
tipe kongenital
tapi MCV
bisanya
meningkat pada
tipe didapat
(acquired)
Serum Iron Menurun Menurun Normal Meningkat
TIBC Meningkat Menurun Normal Normal
Serum Ferritin Menurun Normal atau
meningkat
Normal Meningkat
Bone marrow
iron store
Absent Present Present Present
Erythroblast Iron Absent Absent Present Ring forms
Haemoglobin
elechtrophpresis
Normal Normal Hb A2
meningkat
dalam bentuk β
Normal
10. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini dan apa working diagnosis
pada kasus ini?
Penegakan diagnosis
a. Anamnesis:
1) Keluhan:
Pucat (Biasanya sejak lahir / usia bayi / usia anak-anak) -> Herediter
20
Perut membesar akibat hepatosplenomegali
Mudah letih / lemas
Pertumbuhannya lambat
Rentan terkena infeksi
2) Riwayat:
Tinggal di daerah Endemik Thalassemia-β
Ada salah satu atau lebih keluarga yang juga menderita penyakit yang sama
Riwayat pucat yang berlangsung kronis
Pernah / sering menerima transfusi darah
b. Pemeriksaan Fisik:
Pucat / anemis
Facies Cooley
Hepatosplenomegali
Gangguan pertumbuhan
Ikterik ringan
Gizi kurang/buruk
c. Pemeriksaan penunjang
1) Darah tepi :
21
Pada talasemia mayor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:
Eritrosit terlihat hipokrom dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit
yang hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling,
anisositosis, target sel (akan meninggi setelah splenektomi), cabot ring cell,
Howell-Jolli bodies, SDM berinti.
Anemia sangat berat dengan RBC kurang dari 2 juta/m3
Hb berkisar 2-8 gram%
MCV, MCH turun, MCT (mean cell thickmess) turun, MCD (Mean Corpus
Diameter) normal
Pada thalassemia intermedia hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:
22
Gambaran darah lebih nyata daripada thalassemia minor, tetapi lebih ringan
daripada thalassemia mayor
Hb antara 7-10 gram%
Retikulosit 2-10%
Pada thalassemia minor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:
Eritrosit hipokrom, mikrositik, polikromasi, basophillic stippling, anisositosis,
poikilositosis ringan, target sel
Retikulosit naik sedikit atau normal
MCV, MCH, dan hematokrit turun
Serum Fe dan IBC normal atau naik sedikit
Kenaikan kadar Hb F ringan 2-6%, Hb A2 naik 3-7%
Hb normal atau turun sedikit
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat
rasio M : E terbalik
kadar besi serum normal atau meninggi
kadar bilirubin serum meninggi
SGOT – SGPT dapat meninggi
Asam urat darah meninggi
d. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien talasemia mayor merupakan
trait(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
Analisis DNA
e. Pemeriksaan lain :
23
1) Foto Ro tulang kepala :
Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak
lurus pada korteks.Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang diploe dan garis-
garis vertikal trabekula akan memberi gambaran “hair on end”.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang :
Pada tulang panjang dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan
dilatasi kavitas medulla sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat
rapuh dan mudah mengalami fraktur patologik.
Working diagnosis:
Berdasarkan dari hasil anamnesi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta data
tambahan lain dari skenario, working diagnosis pada kasus ini adalah bahwa anak
perempuan berumur 9 tahun tersebut menderita thalasemia β intermedia.
11. Apa etiologi pada kasus ini?
Faktor Genetik secara autosomal resesif
12. Bagaimana patogenesis pada kasus ini?
Terdapat pola kompleks defek molecular yang mendasari talasemia. Hb dewasa, atau
HbA, adalah suatu tetramer yang terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β. Rantai β dikode
olah sebuah gen di kromosom 16.
Dua faktor berperan dalam pathogenesis anemia hemolitik akibat Talasemia β.
Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan pembentukan HbA yang kurang memadai
sehingga konsentrasi Hb keseluruhan (MCHC) per sel berkurang, dan sel tampak
hipokromik. Yang jauh lebih penting adalah komponen hemolitik pada talasemia-β. Hal
ini bukan disebabkan oleh tidak adanya β-globin, tetapi oleh kelebihan relative rantai α-
globin, yang sintesisnya normal. Rantai α yang tidak berpasangan membentuk agregat tak
larut yang mengendap di SDM. Badan sel ini merusak membran sel, mengurangi
permiabilitas, plastisitas, dan menyebabkan SDM rentan terhadap fagositosis oleh sistem
fagosit mononukleus. Yang terjadi saja kerentanan SDM matur terhadap destruksi
premature, tetapi juga kerusakan sebagian besar eritrosit di sumsum tulang karena adanya
24
badan inklusi yang merusak membrane. Destruksi SDM intramedula ini menimbulkan
efek merugikan lainnya: peningkatan penyerapan zat besi dalam makanan yang berlebihan
sehingg para pasien kelebihan zat besi.
13. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ini?
a. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalamtahun
pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah
lahir
b. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek.
c. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam
berulang kali akibat infeksi
d. Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung
e. Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada
f. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif
g. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur
patologis.
h. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai,dan batu
empedu.
i. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum
usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian.
Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
j. Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe, tebalnya
tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat
penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu.
14. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
a. Farmakologis
25
1) Tranfusi darah secara berkala seumur hidup berupa sel darah merah (SDM) sampai
kadar Hb 11, 9 / dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10-20 ml/kgBB
2) Bila kadar ferritin serum atau serum iron meningkat:
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah.Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah. Atau desferopron oral.
Gambar 14. Lokasi untuk menggunakan pompa portable deferoksamin
3) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
4) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
5) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
6) Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Indikasinya :
Anak usia >6 tahun
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Hipersplenisme
ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam 1 tahun.
7) Transplantasi sumsum tulang (TST)
Keberhasilan trasplantasi allogenik pada pasien thalassemia membebaskan pasien dari
transfusi kronis, namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada
26
semua kasus. Prognosis yang buruk pasca TST berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi
dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah
59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Waktu
yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TST.
b. Supportif
Diet Talasemia disiapkan oleh Departemen diit, pasien dinasehati untuk menghindari
makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-
mayur bewarna hijau, sebagian dari sarapan yang mengandung gandum, semua
bentuk roti dan alkohol.
c. Monitoring
1) Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.Efek samping
kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila
hal ini terjadi kelasi besi dihentikan
2) Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
3) Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
Kontrol rutin setiap 3 bulan :
Tes fungsi hati
Tes fungsi ginjal
kadar ferritin
Pada penderita > 10 tahun evaluasi setiap 6 bulan :
Pantau pertumbuhan dan perkembangan
Pemeriksaan status pubertas
27
Tes fungsi jantung / echocardiogram
Tes fungsi paru
Tes fungsi endokrin
Skrining hepatitis dan HIV
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Bila perlu, rujuk ke divisi Tumbuh kembang, kardiologi, gizi, endokrinologi, radiologi,
dan dokter gigi
15. Bagaimana komplikasi pada kasus ini?
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang
berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi,
sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar
mudah rupture akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda
hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)
Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure and
arrhythmias.
Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.
Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.(hepatitis c)
Komplikasi hematologic, contoh VTE. (venous thrombembolism)
Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.
Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.
Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan kehamilan.
16. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Prognosis untuk Functional dan Vitalnya pada kasus ini Dubia et Bonam, apabila
diberikan terapi yang sesuai dan adekuat
28
17. Apa KDU pada kasus ini?
Tingkat Kemampuan 3a
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
IV. Hipotesis
Anak perempuan 9 tahun dengan keluhan utama pucat dan distensi abdominal karena menderita
anemia hemolitik yang disebabkan oleh Thalassemia β Intermedia
Resume:
Anak Perempuan 9 tahun datang ke RSMH dengan gejala-gejala berupa pucat, distensi
abdominal (perut membesar), perawakan pendek bila dibandingkan dengan adiknya yang
berumur 7 tahum, tinggal di kayu agung yang merupakan daerah endemis thalassemia, memiliki
riwayat tranfusi darah 2 kali yaitu oada tahun 2009 dan 2010. Dia juga memiliki riwayat
keluarga yang memiliki gejala serupa yaitu pamannya yang meninggal dunia pada usia muda.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Muka mongoloid, Hepatosplenomegaly dan pucat pada
telapak tangan. Hasil Laboratoriumnya juga menunjukkan adanya tanda Anemia yang berat,
dengan eritrosit Hipokrom mikrositer dan hasil blood film menunjukkan anisocytosis,
poikilocytosi, hypochrome, dan terdapat target cell (+). Akan rerapi kadar SI, TIBC, dan Serum
Ferritninnya masih dalam keadaan normal. Oleh karena itu setelah berdiskusi selama tutorial,
kelompok kami sepakat mengatakan bahwa Anak Perempuan 9 tahun menderita Thalassemia
Beta Intermedia.
29
V. Kerangka Konsep
30
perempuan, 9 tahun
Keluhan: pucat, distensi abdomen
Anamnesis:Tinggal di kayu agung, riwayat msk RS 2x (2009 & 2010) , riwayat transfusi darah terus menerus, riwayat keluarga: adik lelakinya, 7 thn,lebih tinggi darinya, pamannya meninggal saat berusia 21 tahun karena penyakit yang sama dengannya
Pemeriksaan Fisik:
Anemis, wide epicanthus, prominent upper jaw, hepatosplenomegali, pallor palm of hand
Pemeriksaan lab: anemia hipokromik-mikrositer, anisocytosis, poikylocytosis, target cell (+), retikulositosis
WD: thalassemia β intermedia
Bab III Sintesis
A. ERITROPOESIS
1. Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di
limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.
(Dorland edisi 31)
2. Mekanisme Eritropoesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini
kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk
selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni
eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel
ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan
hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
3. Sel Seri Eritropoesis
Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel
31
eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan
pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran
sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum
tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti
Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin
inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung
hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan.
Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel
berinti.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak
daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil
daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena
kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin,
tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa
normal adalah 10-20 %.
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat
dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak
hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.
Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.
Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih
diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung
32
di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir,
eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan
organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum
yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi
sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada
sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan
dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah
dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari.
Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 %
retikulosit.
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan
tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan
Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit
sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah
sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika
yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan
metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.
33
Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi di luar
sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai eritropoesis ekstra
meduler
4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi
dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat.
Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam
amino dan vitamin B tertentu.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin ( EPO )
dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel
ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin.
Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi besi )
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.34
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga
terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan
ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan
sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara
langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan
mengaktifkan sumsum tulang.
Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex
wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita
lebih rendah daripada pria.
Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke
dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang
proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah
mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus
awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
35
- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun
- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus
berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan
mengatur pembentukan eritrosit.
B. ANEMIA
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer.
2.Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar
hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat
bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah:
NO KELOMPOK KRITERIA ANEMIA
1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
3. Wanita hamil < 11 g/dl
3. Klasifikasi
36
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi
didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
No Morfologi Sel Keterangan Jenis Anemia
1. Anemia makrositik
- normokromik
Bentuk eritrosit yang
besar dengan konsentrasi
hemoglobin yang normal
- Anemia Pernisiosa
- Anemia defisiensi folat
2. Anemia mikrositik
- hipokromik
Bentuk eritrosit yang
kecil dengan konsentrasi
hemoglobin yang
menurun
- Anemia defisiensi besi
- Anemia sideroblastik
- Thalasemia
3. Anemia normositik
- normokromik
Penghancuran atau
penurunan jumlah
eritrosit tanpa disertai
kelainan bentuk dan
konsentrasi hemoglobin
- Anemia aplastik
- Anemia
posthemoragik
- Anemia hemolitik
- Anemia Sickle Cell
- Anemia pada penyakit
kronis
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan
produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah
merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan
darah atau hemolisis).
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat
disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia,
limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
37
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya:
interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan
hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula
ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga
sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan
persediaan dan penyimpanan zat besi.
Defisiensi besi Inflamasi
Fe serum Rendah Rendah
TIBC Tinggi Normal atau rendah
Saturasi transferin Rendah Rendah
Feritin serum Rendah Normal atau tinggi
2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan
morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan
pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari
gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang
mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia.
Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih
disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik.
Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan
38
sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia
sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua
keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara
akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna
karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari
sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi
besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis.
Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena
keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel
darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu.
Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self
limiting).
Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit
39
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:
1. Complete Blood Count (CBC)
A. Eritrosit
a. Hemoglobin (N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl)
b. Hematokrit (N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%)
B. Indeks eritrosit
a. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 90 + 8 fl)
b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 30 + 3 pg)
c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10
Hematokrit
(N: 33 + 2%)
C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3)
D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)
2. Sediaan Apus Darah Tepi
a. Ukuran sel
b. Anisositosis
c. Poikolisitosis
d. Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)
4. Persediaan Zat Besi
a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter )
b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter)
c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter)
40
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
a. Aspirasi
- E/G ratio
- Morfologi sel
- Pewarnaan Fe
b. Biopsi
- Selularitas
- Morfologi
I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)
Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan
hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran
eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.
Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis.
Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin
(hipokromia)
II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)
SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi
sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan
poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.
III. Hitung Retikulosit
Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia.
Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit
mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup
retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian
harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi.
Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit
akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender,
41
sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini
disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat
menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.
RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)
Faktor koreksi untuk:
Ht 35% : 1,5
Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5
Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat
RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan
IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi
Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100
(N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu
variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00.
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga
merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis,
kadarnya dapat meningkat.
V. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang
misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau
penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari
hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).
42
C. THALASEMIA
1. Pengertian
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
(eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defisiensi,
yang diturunkan dari Beta dan Alfa produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai kedua orang tua
kepada anak-anaknya secara resesif.
2. Etiologi
Factor genetic yaitu factor perkawinan antara dua heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot).
1 Fisiologi
a. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin kedalam sirkulasi. Sel ini berbentuk
lempengan bikonkat dan dibentuk sum-sum tulang leukosit berada di dalam sirkulasi selama
kurang lebih 120 hari. Hitungan rata-rata normal sel daran merah (eritroporesis) mengalami
kendali umpan balik. Pembentukkan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah
dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia.
Pembentukkan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.
b. Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah,
suatu protien yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesi haemoglobin dimulai dalam pro
eritrobias dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit
meninggalkan sum-sum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit setiap
membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap Dasar Kimiawi Pembentukkan Haemoglobin
43
Pertama, suksinil KOA, yang dibentuk dalam siklus krebs berkaitan dengan gusin untuk
membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin
IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap
molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disentesis
oleh ribosom, membentuk suatu sub unit haemoglobin yang disebut rantai haemoglobin.
Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit haemoglobin yang berbeda, bergantung pada
susunan asam amino dibagian polipeitida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta,
rantai gemma, dan rantai delta. Bentuk haemoglolobin yang paling umum pada orang dewasa,
yaitu haemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
c. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera
difagosit oleh sel-sel makrofag dihampir seluruh tubuh, terutama di hati(sel-sel kupffer), limpa
dan sum-sum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan
melepaskan besi yang didapat dari hemeglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan sel
darah merah biru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin.
Bagian porfirin dari molekul hemeglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubinyang
disekresikan hati ke dalam empedu.
1. Patofisiologi
Pada keadaan normal disentesis hemeglobin A (adult : A1) yang terdiri dari dua rantai
alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai kurang lebih 95 % dari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai dua rantai alfa dan dua rantai delta
sedangakan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Hemeglobin F (foetal) setelah
lahir foetus senantiasa menurun pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu
tidak lebih dari 4 % pada keadaan normal. Haemoglobin F terdiri dari dua rantai alfa dan dua
rantai gamma.
Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat
kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses pembentukkan hemoglobin
normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada
44
dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan
gambaran anemia hipokrom, mikrositer. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu,
mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb F tidak terganggu,
karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak daripada keadaan
normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis di dalam susunan tulang sangat giat,
dapat mencapai lima kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesisi ekstra
medular hati dan limfa. Dekstruksi eritrosit dan prekusornya dalam susunan tulang adalah was
(ertropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.
2. Gambaran klinis
Secara klinis thalasemia dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis :
mayor, intermedia, dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut saling
tidak jelas.
a. Thalasemia mayor
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3-6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hiduyp
tanpa ditransfuse. Pembesaran hati dan limfa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra medular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar
meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan
(pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma. Perubahan pada tulang karena
hiperaktivitas sum-sum merah berupa detormitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak
atau kurang mendapat tranfuse darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomantion serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Gejala lain yang tampak ialah lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien
tidak sering mendapat tranfuse darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan
besi dalam jaringan kulit.
a. Thalasemia Intermedia
45
Keadaan klinis lebih baik dan gejala lebih ringan daripada thalasemia mayor, anemia
sedang (hemoglobin 7 10,09/dl). Gejala detormitas tulang, hepatomegali dan spienomegali,
eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
b. Thalasemia Minor atau troit (pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada hapusan darah topi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis, dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam
serum (S1) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol. Elektroforesis hemeglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30 %,
kadang ditemukan juga hemeglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45 % pasien thalasemia
juga mempunyai HbF maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT
fapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis Alfa /
Beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni
berkurang atau tidak adanya sintesis rantai beta.
b. Pemeriksaan Radiologist
Gambaran radiologist tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan
trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan ” hair – on – end ” yang disebabkan
perluasan sum-sum tulang ke dalam tulang korteks.
5. Penatalaksanaan
a. Transfuse darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 9 / dl. Jumlah
SDM yang diberikan sebaiknya 10-20 ml/kgBB
b. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet buruk.
46
c. Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi
hemosiderosis. Obat ini diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan
pompa kecil, 2 9 dengan setiap unit darah transfuse.
d. Vitamin C, 200 mg setiap meningkatkan ekskresi besi dihasilkan oleh
desferioksamin.
e. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah, ini ditunda
sampai pasien berumur diatas 6 tahun karena resiko infeksi.
f. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipotise
jika pubertas terlambat.
g. Pada sedikit kasus transplantasi sum-sum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau
2 tahun dari saudara kandung dengan HIA cocok (HIA – Matched sibling). Pada saat
ini keberhasilan hanya mencapai 30 % kasus.
6. Komplikasi
Akibat anemia yang lam dan berat, sering terjadi gagal jantung. Transfuse darah yang berulang-
ulang dari proses hemolesis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi\, sehingga tertimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemotromotosis. Limpa yang basar mudah ruptur
akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
7. Prognosis
Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade
ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents
untuk mengurangi hemosderosis (harganyapun sangat mahal, pada umumnya tidak terjangkau
oleh penduduk negara berkembang). Thalasemia tumor trooit dan thalasemia beta HbE yang
umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.
10. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
47
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage conseling) untuk mencegah perkawinan
diantara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan
antara dua heterozigot (carrier) menghasilkan : 25 % thalasemia (homozigot), 30 % carrier
(hetrozigot), dan 25 % normal.
a. Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami isteri dengan thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor
yang bebas dan thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindar, tetapi 50 % dari anak
yang lahir adalah carrier, sedangkan 50 % lainnya normal. Diagnosa prenatal melalui
pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosa
kasus homozigot intrauterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus.
48
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif, dkk. 2000. ” Kapita Selekta Kedokteran ” . Edisi ke-3 Jilid 2. Media
Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ” Standar Pelayanan Medis ”. Fakultas Kedokteraan Unlam /
RSUD Ulin Banjarmasin.
Adamson WJ et al, 2005, Anemia and Polycythemia in Harrison’s Principles of Internal
Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.
Adamson, John W, 2005, Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.
Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
Cotran et al, 1999, Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of
Disease 6th edition ; USA : Saunders.
Guyton and Hall, 1997, Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC.
Mansen T J et al, 2006, Alteration of Erythrocyte function in Pathophysiology : The
Biologic Basis for Disease in Adults and Children 5th edition ; USA : Mosby.
Marks, Dawn B. Biokomia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC;
2000.
Murray, Robert K. Biokimia harper, 24ed. Jakarta: EGC; 1999.
Supandiman I dan Fadjari H, 2006, Anemia Pada Penyakit Kronis dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
Supandiman I dkk, 2003, Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi medik ;
Bandung : Q Communication .
Transcellular transport of cobalamin (Cbl; vitamin B12) in an ileal cell : Expert Reviews
in Molecular Medicine, Accession download from http://www.expertreviews.org.
49