Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan adalah jurnal ilmiah,
Diterbitkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur
Terbit dua kali setahun, yakni setiap bulan Juni dan Desember
Penanggung Jawab
Bambang Utoyo
Penyunting
Tendas Teddy Soesilo
Wakil Ketua Penyunting
Andrianus Hendro Triatmoko
Penyunting Pelaksana
Prof. Dr. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof. Dr. Husaeni Usman, M.Pd., Dr. Edi
Rachmad, M.Pd., Drs. Ali Sadikin, M.AP, Drs. Masdukizen, Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni,
M.Pd.,Dr. Sugeng, M.Pd., Dr. Pramudjono, M.S,
Dr. Jarwoko, M.Pd, Dr. Rita Zahra, M.Pd, Samodro, M.Si
Sirkulasi
Sunawan
Sekretaris
Abdul Sokib Z.
Tata Usaha
Heru Buana Herman,Sunawan,
Alamat Penerbit/Redaksi : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi
Kalimantan Timur, Jl. Cipto Mangunkusumo Km 2 Samarinda Seberang, PO Box 218
• Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan diterbitkan pertama kali pada Juni
2007 oleh LPMP Kalimantan Timur
• Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan
dalam media lain. Naskah dalam bentuk soft file dan print out di atas
kertas HVS A4 spasi ganda lebih kurang 20 halaman, dengan format
seperti tercantum pada halaman kulit dalam belakang
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016 ISSN 1858-3105
Diterbitkan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rakhmatNya serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP
Kalimantan Timur dapat diterbitkan.
Borneo Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016 ini merupakan edisi khusus yang
diharapkan terbit untuk memenuhi harapan para penulis.
Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada
tenaga pendidik, khususnya guru di Provinsi Kalimantan Timur untuk
mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik berupa telaah
teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi atas karya mereka
diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca untuk melahirkan gagasan-
gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pembelajaran dan
Pemikiran. Perbaikan mutu pendidikan ini merupakan titik perhatian utama tujuan
LPMP Kalimantan Timur sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan.
Pada edisi ini, jurnal Borneo memuat beberapa artikel yang ditulis oleh Guru dan
Pengawas. jurnal Borneo edisi khusus Nomor 12 September 2016 ini memuat
tulisan dari pengawas dan guru yang berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal ini diterbitkan sebagai apresiasi atas semangat untuk memajukan
dunia pendidikan melalui tulisan yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga
kependidikan dari KabupatenKutai Timur. Untuk itu, terima kasih kami sampaikan
kepada para penulis artikel sebagai kontributor sehingga jurnal Borneo edisi ini
dapat terbit sesuai waktu yang ditentukan.
Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal Borneo
yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa yang telah
mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-mudahan dicatat
sebagai amal baik oleh Alloh SWT.
Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah,
khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan mutu
pendidikan pada umumnya.
Redaksi
Bambang Utoyo
DAFTAR ISI
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016 ISSN : 1858-3105
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
1 Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Operasi
Bilangan Bulat Melalui Media Garis Banji Bagi Siswa Kelas VII
Agus Bunga
1
2 Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Dengan Metode Mistery Ball
Throwing Pada Siswa Kelas VIIIA
Alfrida Malaga
13
3 Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Keaktifan Dan Hasil Belajar Menulis Descriptive Text
Andi Fausiah Jollong
25
4 Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Diskusi Dalam Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas VIII
Anti
37
5 Penerapan Model Cooperative Learning (STAD) Dengan Metode Praktikum
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bidang Studi IPA
Budi Utomo
49
6 Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Media Gambar Pada
Pembelajaran Speaking Siswa Kelas VII
Erni Herlyani
61
7 Peningkatan Prestasi Belajar IPS Kelas VII Di Smpn 3 Muara Bengkal
Melalui Pendekatan Learning Comunity
Ervina
73
8 Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Struktur Teks Dengan
Penggunaan Metode Fun Learning
Haliyah
85
9 Upaya Peningkatan Motivasi Dan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi
Segiempat Kelas VII B Melalui Teams Games Tournament (TGT)
Henny Dwi Susanti
97
10 Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Dengan Strategi Copy The
Master Melalui Media Audiovisual Pada Siswa Kelas VII
Yuliana Palinggi
109
11 Upaya Peningkatan Kemampuan Siswa Kelas VIII Dalam Mengungkapkan
Makna Monolog Berbentuk Prosedur Melalui Demonstrasi
Felisia Dwi Retnowati
121
12 Peningkatan Keterampilan Menulis Surat Resmi Melalui Penerapan
Pendekatan Kontekstual Pada Siswa IX A SMP Negeri 3 Karangan
Ngatmono
133
13 Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IX Pelajaran Pendidikan Agama
Kristen Materi Gereja Menggunakan Problem Based Learning
Tatag Setyawan
145
14 Penerapan Strategi Random Teks Dalam Meningkatkan Keaktifan Dan
Hasil Belajar Membaca Dan Menghafal Ayat-Ayat Al Qur-An Pada Peserta
Didik Kelas VIII
Sri Wahyuni
157
15 Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Perpangkatan Dan Bentuk Akar
Melalui Pendekatan STAD Bagi Siswa Kelas IX
Mohadi
169
16 Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis
Kalimat Bahasa Inggris
Yuliana
181
17 Upaya Meningkatkan Efektivitas Belajar Tolak Peluru Dengan
Menggunakan Media Modifikasi Peluru Dari Bola Plastik Pada Siswa Kelas
VIII
Mustofa
193
18 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pai Pada Materi Sejarah Pertumbuhan
Ilmu Pengetahuan Pada Masa Abbasiyah Dengan Menggunakan Media
Kartu Kuartet
Yudhy Vernanda
205
19 Peningkatan Keterampilan Menulis Paragraf Melalui Penerapan Kegiatan
Menulis Jurnal Untuk Penilaian Autentik Pada Siswa Kelas VIII
Suriani
217
20 A Study Of Teacher Talk At A Private Elementary School In Malang
Anik Yusanti
229
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
1
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA
POKOK BAHASAN OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI
MEDIA GARIS BANJI BAGI SISWA KELAS VII
Agus Bunga
Guru SMPN 3 Kaubun
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa kelas VII SMPN 3 Kaubun yang
diajar dengan menggunakan media pembelajaran Garis
Banji pada pokok bahasan operasi bilangan bulat.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ! tahun
pelajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN
3 Kaubun dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMPN 3
Kaubun dan sampel yang diteliti sebanyak 20 siswa.
Rancangan penelitian ini dilakukan dengan dua siklus.
Nilai hasil belajar selama penelitian yang diperoleh
selama dua siklus mengalami kenaikan pada siklus
pertama rata rata kelas hanya 65 % dan pada sklus kedua
rata rata kelas meningkat menjadi 80%. Prestasi belajar
siswa meningkat melalui aktifitas: (1) pemanfaatan media
pembelajaran, (2) keterlibatan siswa dalam demonstrasi /
dalam menggunakan media pembelajaran, (3)pengaftifan
siswa dalam latihan menggunakan media pembelajaran,
(4)pemberian bimbingan pada siswa dalam menerapkan
media pembelajaran.
Kata Kunci : Hasil Belajar, Media Pembelajaran, Garis
Banji
PENDAHULUAN
Matematika memiliki peranan sangat penting dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dalam
menyelesaikan masalah kehidupan sehar-hari. Mengingat pentingnya
matematika tersebut maka di semua jenjang sekolah diajarkan mata
pelajaran matematika yang di kenal dengan Matematika sekolah.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
2
Mengingat pentingnya sekolah seharusnya siswa senang
terhadap mata pelajaran Matematika. Dalam belajar di kelas maupun di
rumah penuh semangat, aktif, kreatif, dan hasil belajarnya tinggi.
Namun dalam kenyataannya berdasarkan pengamatan, di kelas yang
penulis ampu, banyak siswa yang tidak suka terhadap mata pelajaran
Matematika. Mayoritas mereka belajar di kelas kurang semangat, malas
mengerjakan tugas – tugas yang penulis berikan, pasif, dan kurang
kreatif. Sebagai akibatnya hasil belajarnyapun rendah. Hal ini dapat
dilihat dari nilai harian siswa selama ini, yakni dari 20 siswa, dengan
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) = 70 untuk aspek pengetahuan
dan keterampilan, hanya 5 siswa atau 25 % yang telah tuntas belajar.
Dengan kata lain masih ada 15 siswa atau75 % yang masih belum tuntas
belajar.
Rendahnya hasil belajar siswa tersebut tentu tidak terlepas dari
proses pembelajaran yang penulis laksanakan selama ini. Selama ini
pelaksanaan pembelajaran yang penulis secara singkat sebagai berikut:
1. Penulis menjelaskan tentang materi dengan metode ceramah dan
sesekali dengan tanya jawab sebagai akibatnya siswa pasif karena
hanya berperan sebagai pendengar. 2. Siswa diberikan beberapa soal
untuk dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. 3. Pada
siswa saat mengerjakan soal secara kelompok terdapat beberapa siswa
yang tidak aktif dalam kelompok. 4. Siswa diberikan PR dan diperiksa
pada pertemuan berikutnya.
Pembelajaran sebagaimana yang penulis lakukan di atas, kurang
sesuai dengan tuntutan pembelajaran Matematika yang semestinya.
Semestinya pembelajaran Matematika dilaksanakan dengan
memvariasikan berbagai model, pendekatan, strategi, dan metode
pembelajaran. Pembelajaran hendaklah di mulai dari sederhana,
komplek, dari mudah ke sulit, dari nyata ke abstrak dan akan lebih baik
lagi apabila di mulai dari menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekolah.
KAJIAN TEORI
Pengertian Hasil Belajar
Pada dasarnya, penerapan berbagai model dan metode
pembelajaran melalui pendekatan pendekatan tertentu merupakan usaha
untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Belajar pada hakekatnya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
3
merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan dan kepandaian, Perubahan ini bersifat
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman (BSNP, 2006).
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan
tindakan mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi (penilaian) hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari usaha
yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2002). hasil belajar tampak
sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat
diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan.
Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan
dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), dampak
pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam
raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah
latihan. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas
yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai
oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes
lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir semester
dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksudkan
adalah hasil tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus tindakan.
Dari uraian di atas jelas bahwa suatu proses pembelajaran pada
akhirnya akan menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam arti bahwa perubahan
kemampuan merupakan indikator untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Sedangkan hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia
menerima suatu pengetahuan yang berupa angka (nilai).
Kriteria Hasil Belajar Siswa
Penilaian belajar adalah proses pemberian nilai hasil belajar
yang dicapai oleh siswa dengan kriteria tertentu dalam hal ini kriteria
hasil belajar. Seorang siswa dianggap telah memiliki kompetensi dasar
tertentu apabila siswa yang bersangkutan telah mencapai batas minimal
nilai tertentu dari berbagai teknik penilaian yang dilakukan guru
terhadap indikator – indikator yang telah ditetapkan. Batas nilai
minimal itu disebut dengan kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM).
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
4
KKM ini idealnya 75, namun sekolah melalui musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP) atau Kelompok Kerja Guru (KKG) diberikan
kewenangan untuk menetapkan KKM tersebut kurang dari 75.
Meskipun demikian secara cepat atau lambat dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan, sehingga mendekati KKM ideal, yakni 75 (Depdiknas,
2006).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
Setidaknya dalam hal ini terdapat empat faktor, di mana antara faktor
yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan tidak dapat berdiri
sendiri. Keempat faktor tersebut adalah: a) faktor materi yang dipelajari,
b) faktor siswa (meliputi: kecerdasan dan motivasi atau minat siswa), c)
faktor proses pembelajaran (yang di dalamnya mencakup bagaimana
guru mengelola pembelajaran, model/ metode/ strategi/ pendekatan/
teknik pembelajaran yang digunakan guru dan bagaimana aktivitas
siswa dalam belajar) dan d) faktor lingkungan, termasuk di dalamnya
sarana/ prasarana dan media atau alat bantu belajar atau sering juga
disebut dengan alat peraga (Depdikbud, 1987).
Mengingat tidak mudah untuk mengetahui semua faktor yang
mempengaruhi hasil belajar di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi
pada faktor - faktor: a) hasil belajar siswa, b) kemampuan guru
mengelola pembelajaran, dan c) aktivitas siswa dan suasana kelas
selama proses pembelajaran berlangsung.
Media Pembelajaran
Secara umum media pembelajaran adalah alat bantu dalam
proses belajar mengajar. Sesuatu apa pun yang dapat dipergunakan
untuk merangsang pikiran, perhatian, perasaan, dan kemampuan atau
ketrampilan pebelajar tersebut sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar atau kegiatan pembelajaran. Batasan dari media
pembelajaran ini cukup luas dan mendalam dengan mencakup
pengertian sumber, manusia dan lingkungan setra metode yang
dimanfaatkan dari tujuan pembelajaran.
Singkatnya pengertian media pembelajaran adalah suatu alat
sebagai perantara untuk pemahaman makna dari materi yang
disampaikan oleh pendidik atau guru baik berupa media cetak atau pun
elektronik dan media pembelajaran ini juga sebagai alat untuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
5
memperlancar dari penerapan komponen-komponen dari sistem
pembelajaran tersebut, sehingga proses pembelajaran dapat bertahan
lama dan efektif, suasana belajar pun menjadi menyenangkan.
Proses pembelajaran adalah proses komunikasi yang
berlangsung dalam suatu system, maka dari itu media pembelajaran
tersebut menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu
komponen system pembelajaran. Tanpa adanya media pembelajaran
tersebut, komunikasi tidak akan terjadi dan proses belajar mengajar
sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara
efektif dan optimal. Jadi, media pembelajaran tersebut bisa dikatakan
sebagai komponen integral dari sistem pembelajaran. Kesimpulannya,
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan
peantara untuk menyalurkan pesan, merangsang fikiran, minat,
perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Media pembelajaran di bagi beberapa jenis, yaitu : Media
Visual: grafik, chart, komik, diagram, kartun, bagan, dan poster. Media
Audial: radio, laboratorium bahasa, tape recorder, dan sejenisnya.
Projected still media, slide, over head projector (OHP), In focus dan
sejenisnya. Projected motion media : film, video (DVD, VCD, VTR),
televisi, komputer dan sejenisnya. Sedangkan tujuan dari media
pembelajaran tersebut adalah untuk mempermudah proses belajar -
mengajar, untuk meningkatkan efisiensi belajar-mengajar, menjaga
relevansi dengan tujuan belajar, untuk membantu konsentrasi
mahasiswa dan lain-lain.
Kelebihan dan Kekurangan Media Pembelajaran
Kelebihan atau kegunaan media pembelajaran yaitu:
Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis
(dalam bentuk kata-kata, tertulis atau lisan belaka). Mengatasi
perbatasan ruang, waktu dan daya indera. Dengan menggunakan media
pendidikan secara tepat dan bervariasi sifat pasif anak didik dapat
diatasi. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan
lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan
materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa,maka guru akan
mengalami kesulitan. Semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila
latar belakang guru dan siswa juga berbeda.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
6
Kekurangan penggunaan media pembelajaran
Ada beberapa kelemahan sehubungan dengan gerakan
pengajaran visual anatar lain terlalu menekankan bahan-bahan visualnya
sendiri dengan tidak menghirukan kegiatan-kegiatan lain yang
berhubungan dengan desain,pengembangan,produksi, evaluasi, dan
pengelolaan bahan-bahan visual. Disamping itu juga bahan visual
dipandang sebagai alat bantu semata bagi guru dalam proses
pembelajaran sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan alat
bantu tersebut diabaikan. kelemahan audio visual: terlalu menekankan
pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya dan tetap
memandang materi audio visual sebagai alat Bantu guru dalam proses
pembelajaran.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengalaman dikelas, pembelajaran matematika
terasa membosankan jika menggunakan metode pembelajaran
konvesional, sedangkan prestasi belajar matematika juga rendah.
Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran Garis-Banji
dapat memecahkan masalah ini. Hasilnya diharapkan proses
pembelajaran dikelas tidak lagi monoton dan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah apabila
diterapkan penggunaan media pembelajaran Garis Banji, maka akan
terjadi peningkatan hasil belajar matematika di kelas VII SMPN 3
Kaubun tahun pembelajaran 2015/2016.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran
di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Penelitian ini akan
dilaksanapan pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/ 2017 atau pada
bulan Agustus tahun 2016 di SMPN 3 Kaubun. Subyek penelitian
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
7
adalah siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 3 Kaubun Tahun Pelajaran
2016/2017.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran
di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama dari
penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas
dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini akan
dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai
70% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada
jumlah siklus yang harus dilalui.
Prosedur Tindakan Kelas
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari
Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral
dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan
reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan
kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur PTK
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
8
Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian
peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana
tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat
pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang dilakukan oleh
peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta
mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya media pembelajaran
Garis-Banji. Pengamatan / Observasi. Observasi dibagi dalam tiga
putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran dikenai
perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub
pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing
putaran. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan
hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar
pengamatan yang diisi oleh pengamat.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan menggunakan media pembelajaran Garis-Banji,
observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. Analisis ini dihitung
dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan
atu tes formatif : Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas
tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
=N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata. Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
Untuk ketuntasan belajar, ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 70% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari sama dengan 70%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
=
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I
tindakan belum memuaskan maka Penelitian dilanjutkan kesiklus II.
Secara lengkap perbandingan pencapaian prestasi siswa pra-tindakan,
siklus I, dan siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Prestasi Siswa Pra-Tindakan, Siklus I, dan Siklus II
NO SISWA NILAI SISWA
TES AWAL SIKLUS 1 SIKLUS 2
1 Siswa 1 75 80 85
2 Siswa 2 74 80 85
3 Siswa 3 70 78 80
4 Siswa 4 68 72 75
5 Siswa 5 60 60 70
6 Siswa 6 55 70 72
7 Siswa 7 66 74 75
8 Siswa 8 60 65 70
9 Siswa 9 65 72 72
10 Siswa 10 65 75 75
11 Siswa 11 55 60 70
12 Siswa 12 55 60 63
13 Siswa 13 55 70 75
14 Siswa 14 70 75 75
15 Siswa 15 53 74 76
16 Siswa 16 55 70 70
17 Siswa 17 56 62 62
18 Siswa 18 60 70 71
19 Siswa 19 62 71 68
20 Siswa 20 58 70 65
RATA-RATA 60.16 67.80 74.44
KETUNTASAN 13 murid 13 murid 16 murid
PROSENTASE 41% 65% 80%
KKM 70 70 70
Target Ketuntasan 70% 70% 70%
Berdasarkan tabel hasil belajar matematika siklus 1, dan 2
meningkat. Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran menggunakan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
10
media pembelajaran Garis-Banji diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 67,80 dan ketuntasan belajar mencapai 65% atau ada 13
siswa dari 20 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas dalam
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 65% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 70%.
Hal ini disebabkan karena siswa masih canggung dengan diterapkannya
menggunakan media pembelajaran Garis-Banji.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 74,44 dan ketuntasan belajar mencapai 80% atau ada 16 siswa
dari 20 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran
menggunakan media pembelajaran Garis-Banji dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses
mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu
dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
menggunakan media pembelajaran Garis-Banji memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi
yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat
dari sklus I dan II).
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam
proses pengajaran menggunakan media pembelajaran Garis-Banji dalam
setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif
terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima
selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran Matematika dengan pengajaran menggunakan
media pembelajaran Garis-Banji yang paling dominan adalah bekerja
dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan
penjelasan guru, dan mengaplikasikan kedalam soal. Jadi dapat
dikatakan bahwa aktivitas isiswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah pengajaran menggunakan media
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
11
pembelajaran Garis-Banji baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam
mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di
atas cukup besar.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama
dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
pembelajaran Garis-Banji dapat meningkatkan kemampuan guru
menyajikan materi, memotivasi dan mengelola kelas serta dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, partisipasi / keaktifan dalam
pemahaman terhadap materi pembelajaran. Dengan menerapkan
pengajaran menggunakan media pembelajaran Garis-Banji diperoleh
nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 74,44 dan ketuntasan belajar
mencapai 80% atau ada 16 siswa dari 20 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar
secara klasikal telah tercapai.
SARAN
Bagi Guru guru matematika pada khususnya dapat mencoba
menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar siswa atau untuk mengatasi berbagai
permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelasnya. Bagi kepala
sekolah dapat mendorong agar para guru dapat melakukan penelitian
yang sejenis untuk meningkatkan hasil belajar siswa atau untuk
mengatasi berbagai permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
Dan Menengah. Penelitian Tindakan Kelas PPDGT .
Bandung 2003.
Gagne (dalam Ismail, 1998) Komponen Sumber Belajar.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
12
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.
Victoria Dearcin University Press.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa
Cipta.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya.
University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya
Usaha Nasional.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:
Insan Cendekia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2014. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:PT.
Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
13
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN
DENGAN METODE MISTERY BALL THROWING PADA SISWA
KELAS VIIIA
Alfrida Malaga
Guru SMP Negeri 3 Kaliorang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa
melalui penggunaan Mistery ball throwing dalam
pembelajaran menulis cerpen. Pada siklus ke 2 kekurangan
siklus satu dan siklus dua sudah bisa diatasi dengan
bantuan keterampilan menulis dengan metode Mistery ball
throwing.Untuk keaktifan siswa dari hasil penelitian
Mistery ball throwing yang dilakukan temen sejawat juga
mengalami peningkat dari aspek penilaian pengamat. Dari
hasil penelitian menunjukkan penggunaan pendekatan XX
mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam
menghasilkan karya –karya cerpen yang beragam serta
meningkatkan aktivitas guru dalam proses belajar
mengajar.
Kata Kunci : Hasil Belajar, Mistery ball throwing
PENDAHULUAN
Bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu ilmu
pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kualitas manusia . Dengan
mempelajari pendidikan bahasa dan satra diharapkan dapat
meningkatkan kepribadian dan wawasan Pendidikan. dikatakan sebagai
usaha yang disadari oleh pelakunya untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Dengan menyesuaikan pada tantangan internal dan ekternal
bangsa, tujuan pembentukan dan pelaksanaan kurikulum difokuskan
kepada pengayaan pengetahuan (kognitif), pembentukan sikap (afektif)
dan pembiasaan tingkah laku (psikomotor) peserta didik.
Usaha ini bukan saja bertumpu pada perubahan isi kurikulum
tetapi juga melibatkan keseluruhan aspek dalam kurikulum tersebut
seperti tujuan, landasan dan prinsip-prinsip, pelaksanaan pembelajaran,
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
14
evaluasi pembelajaran serta aspek-aspek yang berkaitan dengan
pendekatan, strategi, dan teknik belajar mengajar. pendidikan karakter
pada siswa. Sastra sebagai wahana pengembangan kepribadian dan
perluasan wawasan sehingga membentuk karakter positif yang siap
bersaing. Sastra merasuk keberbagai sendi kehidupan politik, sejarah,
ekonomi, hak azasi, hukum dan sebagainya. Melalui karya sastra
pengarang dapat merefleksikan kejadian-kejadian dalam kehidupan
diolah menjadi cerita dengan mengangkat karakter-karakter positif
sehingga menjadi contoh dalam berinteraksi dengan manusia lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak
guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam pembelajaran
matematika sehingga siswa belum terarahkan untuk memahami sendiri
konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari. Pendekatan
tradisional tersebut belum mampu mengembangkan kemampuan kognitif
(penalaran), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan) seperti
yang digariskan dalam kurikulum. Siswa cenderung menghafalkan
konsep-konsep matematika yang dipelajarinya tanpa memahami dengan
benar. Akibatnya penguasaan terhadap konsep-konsep matematika siswa
menjadi sangat kurang. Selain itu guru sebagai pemberi informasi
cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas sehingga tidak
terjadi hubungan timbal balik antar guru dan siswa yang berimplikasi
terhadap kualitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar bahasa
Indonesia. Lebih jauh, pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini masih
cenderung menggunakan metode ceramah, penugasan, dan Tanya jawab
atau yang disebut dengan pembelajaran konvensional.Dimana guru yang
paling berperan dalam pembelajaran sedangkan siswa menjadi
pendengar dan penonton pasif.
Kontribusi penulisan cerpen bagi anak sedikitnya dapat ditinjau
dari tiga hal yaitu dari kebutuhan perkembangan anak, masyarakat dan
dunia kerja. A Salah satu penyebab nilai siswa yang kurang maksimal
tersebut adalah metode yang digunakan guru dalam pembelajaran
menulis sebuah cerpen tidak dapat membantu siswa untuk lebih mudah,
kreatif, dan merasa senang (menyenangkan). Keterampilan menulis
cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah selama ini menggunakan
metode mistery ball throwing Salah satu penyebab nilai siswa yang
kurang maksimal tersebut adalah metode yang digunakan guru dalam
pembelajaran menulis sebuah cerpen tidak dapat membantu siswa untuk
lebih mudah, kreatif, dan merasa senang (menyenangkan). Keterampilan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
15
menulis cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah selama ini
menggunakan metode mistery ball throwing.
Peran guru amat dominan dalam proses pembelajaran. Siswa
kurang aktif dan seringkali metode ini menimbulkan kebosanan bagi
siswa dalam pembelajaran menulis cerpen sehingga karya yang
dihasilkan siswa kurang maksimal. Cerpen yang dibuat kurang menarik
karena bahasa yang digunakan monoton, dan pengembangan ide atau
gagasan kurang bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian isi
cerpen dengan tema, pengembangan topik, dan diksi yang belum
mendapat perhatian dari siswa. Guru sebagai penyampai materi harus
dapat menyampaikan materi yang akan dibahas dengan metode dan
media yang tepat dan menarik. Hal tersebut akan berdampak pada
keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru.
Agar materi bahasa Indonesia yang diberikan dapat menunjang
kebutuhan perkembangan anak, maka dalam pengembangan
kurikulumnya (yang mencakup desain, implementasi, dan evaluasi)
antara lain perlu memperlihatkan perkembangan kognitif anak dan
kemampuan berpikirnya, serta tuntutan kemampuan dasar menulis
cerpen pada bidang studi bahasa Indonesia yang diperlukan untuk
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Selanjutnya dalam
kegiatan yang bersifat problem posing, anak memperoleh kesempatan
untuk mengembangkan kemampuannya menidentifikasi fakta-fakta yang
diberikan serta permasalahan yang bisa muncul dari fakta-fakta
tersebut.Sedangkan melalui kegiatan membaca, anak dapat
mengembangkan kemampuannya untuk berpikir termasuk yang
tingkatannya lebih tinggi.
Dalam studi ini, terungkap bahwa bagaimana peran guru dalam
peningkatan kemampuan berpikir menulis cerpen. Secara khusus, studi
ini menemukan tiga strategi guru dalam mengembangkan kemampuan
berpikir siswa yaitu (1) strategi guru dalam mengungkap metode
penyelesaian yang digunakan siswa (mengungkap); (2) strategi guru
dalam upaya mendorong peningkatan pemahaman konsep atau masalah
yang dihadapi (mendorong); dan (3) mengembangkan daya berpikir
menulis cerpen siswa (mengembangkan).
Strategi mengungkap adalah upaya untuk memfasiltasi
kemungkinan terungkapnya siswa melalui berbagai pertanyaan yang
diajukan pada kelas atau kelompok selama proses penyelesaian soal
berlangsung. Strategi mendorong adalah upaya guru yang diamksudkan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
16
untuk mendorong siswa pada saat mereka mencoba menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi, dan strategi mengembangkan adalah suatu
upaya guru untuk memfasilitasi siswa agar kemampuan berpikir menulis
cerpen mereka bisa meningkat. Penerapan pendekatan mistery ball
throwing dalam pembelajaran bahasa Indonesia menarik untuk dikaji.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berimajinasi,
meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan mutu hasil belajar
pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini
berusaha untuk mengetahui implementasi pendekatan mistery ball
throwing ini dalam rangka Peningkatan Motivasi belajar dan Hasil
Belajar Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Kaliorang.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu upaya pemecahan masalah
untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas VIII B
SMP N 3 Negeri Kaliorang dengan menggunakan metode mistery ball
throwing. Inti-inti konsep metode mistery ball throwing adalah
pembelajaran menulis cerpen dengan suasana menyenangkan. Dalam
metode mistery ball throwing terdapat permainan melempar bola berisi
potongan cerpen. Kondisi kelas dibuat agar siswa tidak tertekan dengan
pembelajaran menulis cerpen. Dengan permainan siswa akan merasa
senang, tidak terbebani dalam menulis cerpen. Selain itu metode mistery
ball throwing dilaksanakan dengan cara berkelompok. Pembelajaran
menulis cerpen apabila dilakukan dengan berkelompok akan
memudahkan siswa dalam menuangkan ide-ide, merangkai kalimat,
merangkai peristiwa sehingga terbentuk cerpen yang menarik. Berbeda
apabila siswa membuat cerpen sendiri, maka siswa merasa terbebani dan
sulit menuangkan ide, gagasan dalam pembuatan cerpen.
Melalui penggunaan metode Salah satu penyebab nilai siswa
yang kurang maksimal tersebut adalah metode yang digunakan guru
dalam pembelajaran menulis sebuah cerpen tidak dapat membantu siswa
untuk lebih mudah, kreatif, dan merasa senang (menyenangkan).
Keterampilan menulis cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah selama
ini menggunakan metode konvensional. Peran guru amat dominan dalam
proses pembelajaran. Siswa kurang aktif dan seringkali metode ini
menimbulkan kebosanan bagi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen
sehingga karya yang dihasilkan siswa kurang maksimal. Cerpen yang
dibuat kurang menarik karena bahasa yang digunakan monoton, dan
pengembangan ide atau gagasan kurang bervariasi.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
17
KAJIAN TEORI
Pengkajian Cerpen
Cerpen adalah bentuk prosa baru dalam sastra Indonesia berupa
cerita fiksi/rekaan (cerkan), yang menggambarkan sebagian kecil dari
kehidupan seseorang dalam menghadapi masalah hidup yang maha luas.
Bentuknya lebih singkat daripada novel (Wirjosoedarmo, 1984:134).
Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa
kehidupan manusia/tokoh tersebut, yang dibangun oleh unsur-unsur:
tema, amanat, plot, perwatakan, latar, dialog, dan pusat pengisahan
(Suroto, 1993:18). Cerpen pada umumnya sebuah cerita yang pendek,
punya beberapa karakter utama (kemungkinan satu atau dua),
aksi/tindakan dan memunculkannya dalam waktu yang singkat,
perhatian diberikan untuk mengkomunikasikan arti atau konsep yang
menurut penulis itu penting (Percy, 1981:94). Sedangkan Lubis
(1997:94), menyatakan pada umumnya panjang sebuah cerpen adalah
500-1000 atau 1500-2000 hingga 10.000; 20.000 atau 30.000 kata.
Sedangkan isi cerpen memusatkan perhatian pada suatu yang lebih
terbatas. Cerpen memiliki seorang pelaku utama dan bergantung pada
satu situasi.
Berdasarkan beberapa pengertian cerpen tersebut, pendapat Lubis
sangat tepat/sesuai bila digunakan dalam penelitian ini, karena
disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa menengah pertama dalam
menulis sebuah karya sastra berupa cerpen. Tujuan menulis cerpen yakni
bertujuan untuk mencapai niali artistik dan nilai kesenian. Terdapat dua
tujuan yang dapat dicapai melalui pengembangan penulisan kreatif,
yakni yang bersifat apresiatif, dan yang bersifat ekspresif. Apresiatif
maksudnya, bahwa melalui kegiatan penulisan kreatif orang dapat
mengenal, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali
secara kritis sebagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya
orang lain dengan caranya sendiri.
Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkn mengekspresikan
atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang
menggejala dalam diri kita untuk dikomunikasikan kepada orang lain
dalam dan melalui tulisan kreatif, sebagai sesuatu yang bermakna
(Suyuti, 1988:5). Kedua tujuan tersebut sekaligus memberi peluang bagi
pembentukan pribadi kreatif. Dalam kaitan ini, kepribadian hendaknya
dipahami tidak hanya sebagai kumpulan sejumlah unsur kepribadian.
Berdasarkan kenyataan harus diakui bahwa ciri-ciri yang melekat pada
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
18
pribadi yang kreatif antara ciri yang satu dengan yang lain tidak bisa
dipisahkan secara tegas.
Pembelajaran menulis cerpen melalui 4 tahap proses kreatif
menulis, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap inkubasi, (3) tahap saat
inspirasi, (4) tahap penulisan. Pada tahap persiapan, penulis telah
menyadari apa yang akan dia tulis dan bagaimana menuliskannya.
Munculnya gagasan menulis itu untuk membantu penulis untuk segera
memulai menulis atau masih mengendapkannya. Tahap inkubasi ini
berlangsung pada saat gagasan yang telah muncul disimpan, dipikirkan
matang-matang, dan ditunggu sampai waktu yang tepat untuk
menuliskannya. Tahap inspirasi adalah tahap dimana terjadi desakan
pengungkapan gagasan yang telah ditemukan sehingga gagasan tersebut
mendapat pemecahan masalah. Tahap selanjutnya adalah tahap
penulisan untuk mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam pikiran
penulis, agar hal tersebut tidak hilang atau terlupa dari ingatan penulis
(Sumardjo, 2001:7).
Menurut Ahmad (1990:56), menulis memiliki empat tahapan,
yaitu: (1) pratulis (prewriting), (2) menulis, (3) merevisi, (4) uji-baca
(profreading) naskah. Melalui tahapan menulis tersebut, maka
pembelajaran menulis cerpen dengan metode mistery ball throwing
dalam diimplementasikan sebagai berikut. 1) Pratulis (prewriting) Draf
/naskah cerpen yang sudah ditulis siswa perlu dilakukan koreksi.
Apabila pada draf/ naskah cerpen yang sudah dikoreksi terdapat
kesalahan, maka siswa perlu melakukan revisi pada draf/naskah cerpen
yang sudah dikoreksi tersebut. Koreksi ini dilakukan oleh masing-
masing kelompok dengan cara memperbaiki penggunaan kata, tanda
baca, dan EYD.
Kegiatan dalam pratulis (prewriting) merupakan kegiatan
pertama yang harus dilakukan oleh siswa sebelum menulis cerpen.
Kegiatan yang termasuk dalam pratulis (prewriting) adalah mencari
inspirasi, yang dapat dilakukan siswa dengan berdiskusi kelompok untuk
mengumpulkan informasi dan menemukan gagasan (ide-ide) dalam
informasi. Informasi adalah bahan mentah sebagai sarana pembangun
gagasan. Informasi dapat diperoleh siswa dengan mengingat kembali
pengalaman-pengalaman yang pernah diperoleh siswa baik dari
pengalaman langsung yang dialami siswa maupun pengalaman teman-
teman dekat/sekelompok/ orang lain yang pernah didengarnya, melalui
informasi cetak (membaca), buah penyelidikan dan pikiran siswa dari
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
19
waktu-waktu yang lalu dan tersimpan selama ini di dalam pikiran
maupun jiwa siswa.
Pada akhirnya, semua informasi tersebut perlu diseleksi dan
ditentukan yang terbaik dalam penalaran dan pengembangan gagasan
menjadi sebuah tema dalam sebuah tulisan yang akan ditulis siswa
(dalam kelompok). Kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam tahap
menulis ini adalah menuliskan hasil diskusi kelompok berupa
ide/gagasan yang berasal dari anggota masing-masing kelompok. Untuk
kegiatan awal menulis cerpen masing-masing kelompok hanya
menuliskan setting awal/gambaran situasi di awal cerita terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan kelompok lain sampai cerita tersebut berakhir.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Karya Tulis Ilmia (KTI). Hakikat penelitian tindakan kelas atau
class room action research terletak pada adanya tindakan dalam situasi
yang alami untuk memecahkan permasalahan-permasalahan praktis atau
meningkatkan kualitas praktik (Rofi’uddin, 1998:4). Tindakan tersebut
berupa pemberian solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan
pembelajaran yang dihadapi guru, yaitu dengan menawarkan cara dan
prosedur baru yang dalam penelitian ini berupa pemilihan dan
penggunaan metode pembelajaran untuk memperbaiki dan
meningkatkan profesional guru dalam proses belajar mengajar maupun
hasil belajar siswa. Melalui metode mistery ball throwing, guru dapat
mengatasi permasalahan dalam memberikan pembelajaran menulis
cerpen, salah satunya yaitu kesulitan guru dalam membangkitkan
imajinasi, memadukan kalimat dan meningkatkan kemampuan maupun
kreatifitas siswa pada pembelajaran menulis cerpen.
Prosedur Tindakan Kelas
Prosedur tindakan dilaksanakan sebagai berikut : (a). Tahap
perencanaan (membuat Rpp sesuai dengan model pembelajaran dan
tahap kegiatan pembelajaran). (b). Tahap pelaksanaan (melaksanakan
model mistery ball throwing dalam proses pembelajaran). (c). Tahap
pengamatan dan penilaian (melakukan pengamatan dan penilaian dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan kegiatan
guru dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran). (d). Refleksi
(mengungkapkan perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
20
yang menggunakan model tsb berupa : kemajuan yang dicapai siswa
dan guru,kekurangan dan kendala yang dihadapi dalam tiap tindakan
sehingga dapat melihat perubahan yang muncul)
Rancangan Tindakan
Tahap Pelaksanaan Tindakan siklus 1: Apersepsi yang
meliputi:Membuka wawasan siswa tentang materi yang akan dipelajari,
Memberikan PreTest sesuai materi yang akan disampaikan).
Menggunakan pendekatan model mistery ball throwing dalam
pembelajaran, Siswa mengerjakan lembar kerja siswa yang diberikan
guru, Memberikan Post Test di akhir Pembelajaran. Tahap Pelaksanaan
Tindakan siklus 2 : Memberi materi bahan pelajaran di kelas,
Memberikan soal untuk diskusi materi yang telah disampaikan),
Menggunakan pendekatan pembelajaran model mistery ball throwing .
Memberikan kesempatan siswa bertanya dari materi yang telah
disampaikan, Guru bersama siswa membuat kesimpulan, Memberikan
Post Test di akhir pembelajaran.
Perbaikan khususnya pada perangkat pembelajaran sejalan
dengan hasil refleksi untuk digunakan pada pertemuan kedua;
Melaksanakan tes hasil belajar yang pertama sebagai evaluasi siklus
Teknik Pengumpulan Data; (1). Pengamatan tentang kegiatan guru
dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan model
mistery ball throwing. (2). Pengamatan tentang keterlibatan aktif siswa
dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan model mistery ball
throwing. (3). Catatan lapangan oleh guru yang merupakan bagian dari
jurnal guru dan catatan lapangan oleh observer tentang peristiwa yang
terjadi dalam kelas di luar lembar pengamatan. (4). Dokumentasi yang
berupa bukti fisik melalui video atau kamera dan kemajuan nilai yang
disimpan. (5). Diskusi atau wawancara antar guru dengan teman sejawat
sebagai pengamat dan guru dan siswa.
Teknik Pemeriksaan Kepercayaan / Keabsahan data
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan 4 uji yakni uji kredibilitas data, uji transferability, uji
auditability, dependability, dan uji confirmabilty. Dalam penelitian ini
untuk mengukur tingkat motivasi, menggunakan standar penskoran
maksimal 45. Sedangkan untuk mengukur hasil belajar bahasa Indonesia
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
21
menggunakan standar penskoran maksimal 100. Kriteria penskoran
dalam tindakan ini sebagai berikut:
Tingkat Motivasi Belajar Siswa
Penskoran motivasi belajar siswa maksimal 49, penskoran dapat
dikategorikan antara lain : tingkat motivasi belajar tinggi; rentang skor
antara 35 s/d 45, tingkat motivasi belajar sedang; rentang sor 28 s/d 35,
tingkat motivasi rendah memiliki rentang skor < 27. Selanjutnya
dilakukan penilaian dengan mengacu sebagai berikut: skor maksimum =
3 (skor maksimum setiap indikator) x 15 (indikator) = 45.
Hasil Belajar Siswa
Pengukuran hasil belajar siswa mengacu pada kriteria ketuntasan
minimal (KKM) mata pelajaran matematika yang telah ditetapkan sesuai
dengan kondisi sekolah yang meliputi: kompleksitas, sarana pendukung
tan intake,sekolah menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
bahasa indonesia yaitu 75. Kriteria keberhasilan peningkatan hasil
belajar adalah jika terjadi peningkatan nilai pretest dibanding post test
pada siklus I, , post tes siklus II .Hasil tes diharapkan mencapai nilai
diatas kriteria ketuntasan (KKM) untuk bahasa Indonesia 75.
Tabel 1. Kriteria Hasil Belajar
No Ktriteria Nilai
1 Diatas kriteria ketuntasanminimal (KKM) >73
2 Kisaran kriteria ketuntasan minimal (KKM) 73
3 Dibawah kriteria ketuntasan (KKM) <73
Hasil aktivitas guru dan siswa
Dalam penentuan indikator keberhasilan hasil belajar, Nana
Sudjana berpendapat bahwa terdapat dua cara yakni cara yang
menggunakan rata-rata dan simpangan baku dan cara tanpa
menggunakan rata-rata dan simpangan baku. Penelitian ini
menggunakan teknik konversi tanpa menggunakan nilai rata-rata dan
simpangan baku dengan kriteria konversi sebagaimana tergambar dalam
tabel 2.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
22
Tabel 2. Kriteria Nilai Konversi
Persentase Jawaban
(%)
Nilai Konversi
Huruf Kriteria
81 - 100
71 - 80
60 - 70
50 - 59
0 - 49
A
B
C
D
E
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I
tindakan belum memuaskan maka Penelitian dilanjutkan kesiklus II dan
seterusnya sampai tujuan penelitian sesuai harapan yaitu hasil yang
memuaskan. Hasil penelitian yang dilaksanakan disajikan sebagaimana
tertuang dalam Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru
Aspek yang diteliti Siklus 1 Siklus 2
Kemampuan menyajikan materi 67 88
Kemampuan guru memotivasi siswa 67 87
Pembimbingan guru terhadap siswa 67 87
Kemampuan guru mengelola kelas 73 88
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Aspek yang diteliti Siklus 1 Siklus 2
Perhatian siswa 60 88
Partisipasi atau keaktifan siswa 53 73
Pemahaman siswa 60 73
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, hasil belajar bahasa Indonesia
siklus1, 2, meningkat setiap siklusnya. Pada siklus 1 terjadi peningkatan
sebesar 43% ,siklus 2 terjadi peningkatan sebesar 52% terjadi
peningkatan sebesar 55%. Hasil observasi aktivitas guru siklus 1.2. Dua
aspek terakhir yakni pembimbingan guru terhadap siswa dan
kemampuan guru mengelola kelas terlihat sangat maksimal. Hasil
Observasi aktivitas siswa pada siklus 1 masih kurang. Namun setelah
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
23
melewati siklus 1 dan 2 siswa sudah fokus dengan pembelajaran karena
suda mengenal pendekatan tersebut. Hasil Interpretasi tentang motivasi
belajar siswa dalam proses pmbelajaran bahasa Indonesia dengan
pendekatan pembelajaran model mistery ball throwing. Hasil Interpretasi
skala pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan model mistery ball
throwin pada siklus 1 dan 2 bahwa siswa memiliki sikap positif
terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model mistery
ball throwing .
KESIMPULAN
Penggunaan pendekatan model mistery ball throwing dapat
meningkatkan kemampuan guru menyajikan materi, memotivasi dan
mengelola kelas serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa, partisipasi
/ keaktifan dalam pemahaman terhadap materi pembelajaran.
SARAN
Bagi guru hendaknya meningkatkan kualitas mengajarnya sesuai
dengan kompetensi minimal dan harus memahami metede dan
pendekatan model mistery ball throwing , penggunaan buku cerpen dan
LKS yang kreatif hendaknya harus dikembangkan. Bagi Siswa
hendaknya mengerjakan semua soal LKS sesuai intruksi sehingga fokus
mengerjakannya dan melibatkan diri dalam setiap kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan model mistery ball throwing sehingga motivasi
belajar dan hasil belajar. Bagi sekolah dapat memberikan kesempatan
yang lebih luas untuk mengembangkan pendekatan pendekatan
pembelajaran termasuk pendekatan model mistery ball throwing
sehingga kualitas pembelajaran semakin meningkat. Selain itu dengan
memberikan ijin untuk mengikuti pelatihan yang memotivasi untuk
meningkatkan kualitas belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar
Barulgensindo
Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah
Pertama. Jakarta: Depdiknas.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
24
Fananie, Zainudin. 2000. Telaah sastra. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta Press.
Ibrahim, K.M dan Laode, Aley. 1994. Kamus Lengkap Super 15.000.000
Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris dengan Cara
Membacanya. Surabaya: KURNIA PUTRA.
Lubis, Mochtar. 1997. Sastra dan Tehniknya. Jakarta: Obor Indonesia.
Nursisto. 2000. Penuntun Mengarang. Jakarta: Adicita Karya Nusa.
Percy, Bernard. 1981. The Power of CreativeWriting. Englewood:
Prectice-Hall.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1975. Beberapa Gagasan dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern. Jogyakarta: PD Lukaman.
Rofi’uddin, Ahmad. 1998. Rancangan Penelitian Tindakan. Lokakarya
Tingkat Lanjut Penelitian Kualitatif Angkatan VII Tahun
1998/1999. Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Sayuti, A Suminto. 1998. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusasteraan. Bandung: Alumni.
Suroto.1993. Teori Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU.
Jakarta: Erlangga.
Tarigan. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa Jaya.
Wirjosoedarmo, Soekono. 1984. Pengantar ke Arah Studi Teori Sastra
Indonesia. Jakarta: PT. Intan.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
25
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN
HASIL BELAJAR MENULIS DESCRIPTIVE TEXT
Andi Fausiah Jollong
Guru SMP Negeri 1 Batu Ampar
Abstrak
Dari nilai hasil ulangan harian semester genap untuk
beberapa soal pada aspek menulis pada siswa kelas VIII A
hasil rata-rata kelas belum termasuk kategori tuntas, oleh
karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang
inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar menulis teks deskriptif siswa.
subyek penelitian adalah 28 siswa kelas VIII A SMPN 1
Batu Ampar. Data yang dianalisis meliputi ketuntasan
belajar individu, dan ketuntasan belajar klasikal.
Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan, penelitian
tindakan kelas ini dapat disimpulkan : Pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Rata-
rata nilai ketuntasan belajar individu (80,00), dengan nilai
ketuntasan belajar klasikal sebesar (85,67). Penggunaan
model pembelajaran berbasis masalah juga dapat
meningkatkan siswa dalam bertanya pada saat proses
pembelajaran
Kata Kunci : Problem based learning, hasil belajar, teks
deskriptif
PENDAHULUAN
Bagi peserta didik SMP, Bahasa Inggris merupakan pengalaman
pertama bagi mereka untuk belajar bahasa selain dari bahasa ibu. Pada
tahap awal ini, aspek bahasa seperti pembendaharaan kata, tekanan kata,
pengucapan, tata bahasa dan aspek bahasa lainnya merupakan hal utama
yang perlu mereka kuasai. Begitu pula dengan ke empat keterampilan
bahasa yang ada dalam Bahasa Inggris yaitu mendengarkan (listening),
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
26
berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Materi-
materi tersebut diajarkan secara sistematis dan berkesinambungan
sehingga peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana dalam
bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.
Dari nilai hasil ulangan harian semester genap tahun pelajaran
2015-2016 untuk beberapa soal pada aspek menulis pada siswa kelas
VIII A hasil rata-rata kelas belum termasuk kategori tuntas. Sekitar 45%
siswa dari kelas VIII A yang mampu menjawab dengan baik.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan siswa dalam
menulis teks deskriptif akibat dari kurangnya kosakata bahasa Inggris
yang mereka miliki sehingga mereka kurang terampil dalam menulis
ide-ide atau pengetahuan mereka. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak
begitu menguasai keterampilan menulis teks deskriptif. Oleh karena itu,
diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan dan
mengembangkan pembendaharaan kosakata siswa sehingga mereka
mampu memahami dengan baik suatu teks deskriptif dan mampu
menuangkan pikirannya untuk menulis suatu teks deskriptif.
Sebagai salah satu alternatif upaya meningkatkan kompetensi
menulis teks deskriptif siswa adalah dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil pembelajaran menulis teks deskriptif
bahasa Inggris. Model pembelajaran berbasis masalah berlandaskan
pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak
pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang
sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada
problem based learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah
mereka sendiri.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat dikemukakan rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: apakah penerapan model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar menulis
teks deskriptif siswa kelas VIIIA? dan apakah penerapan model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keaktifan menulis
teks deskriptif siswa kelas VIIIA? Tujuan penelitian yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan hasil belajar siswa
menulis teks deskriptif dalam penerapan model pembelajaran berbasis
masalah dan untuk meningkatkan keaktifan siswa menulis teks deskriptif
dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
27
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak, terutama bagi siswa, guru, peneliti, dan sekolah.
Adapun manfaat yang dapat diambil sebagai berikut. Bagi Siswa:
Meningkatkan hasil belajar dan solidaritas siswa untuk menemukan
pengetahuan; Mengembangkan wawasan; Meningkatkan kemampuan
menganalis masalah melalui pembelajaran dengan model pembelajaran
berbasis masalah. Bagi Guru: Menambah pengetahuan, wawasan dan
mengembangkan kompetensi guru dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah; Dengan
melaksanakan penelitian tindakan kelas ini guru dapat mengetahui
strategi pembelajaran yang bervariasi yang dapat meningkatkan sistem
pembelajaran di kelas, khususnya penerapan model pembelajaran
berbasis masalah.
KAJIAN TEORI
Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap
orang dari tidak tahu menjadi tahu. Pada peserta didik terjadi perubahan
tingkah laku pada saat proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
mereka mendapatkan pengetahuan/informasi baru yang bisa mereka
bangun dengan mengaitkan pengetahuan/informasi yang mereka tahu
sebelumnya. Hamalik (2008:65-66) menjelaskan Tiga ciri khas yang
terkandung dalam sistem pembelajaran ialah:Rencana, ialah penataan
ketenagaan, material dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur
pembelajaran, dalam suatu rencana khusus, kesalingtergantungan
(interpendence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi
dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-
masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran, tujuan,
sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia
dan sistem yang alami (natural).
Pembelajaran Bahasa Inggris
Bahasa Inggris mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
siswa baik sebagai alat komunikasi dengan penutur asing juga
mempunya peranan yang sangat penting untuk menunjang siswa dalam
rangka mempelajari bidang studi yang lain.Oleh sebab itu kurikulum
yang dikembangkan sekarang bertujuan untuk dapat mempersiapkan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
28
siswa agar mempunyai kompetensi yang mampu merefleksikan
pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain, mengemukakan
gagasan, dan budaya orang lain (Depdiknas:2004).
Pada kenyataannya, pengajaran bahasa Inggris di sekolah sangat
tidak sesuai dengan Standar Isi (Depdiknas:2006). Pendidik bahasa
mengajar hanya berdasarkan buku teks, tampa menyadari bahwa
pengajaran bahasa pada saat ini lebih mengutamakan ketercapaian
kompetensi tertentu. Ada beberapa kompetensi yang harus diraih oleh
siswa agar dapat mencapai kompetensi yang sesuai dengan tuntutan
Standar Isi, dalam hal ini Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD).
Jenis Teks Bahasa Inggris (genres)
Didalam proses pembelajaran guru sebaiknya menjelaskan
berbagai jenis teks, memberikan contoh teks, sambil menjelaskan bahwa
setiap teks mempunyai tujuan komunikatif, strutur teks dan ciri-ciri
kebahasaan sebelum siswa mencoba menyusun atau membuat teks
mereka masing-masing. Lebih lanjut siswa SMP diharapkan mampu
untuk memahami makna dalam teks funsional dan esei pendek
berbentuk naratif, recount, prosedur, report dan deskriptif.
Tujuan komunikatif teks naratif adalah menghibur pendengar atau
pembaca dengan pengalaman nyata atau khayal. Ciri naratif adalah
adanya unsur konflik (masalah) dan resolusi (penyelesaian masalah).
Jumlah masalah atau penyelesaiannya mungkin hanya satu, mungkin
juga lebih. Struktur teks terdiri dari pengenalan latar (tokoh, waktu, dan
tempat), Pengembangan konflik, Penyelesaian konflik, Koda
(perubahan yang terjadi pada tokoh atau pelajaran yang dapat dipetik
dari cerita).
Recount; Tujuan komunikatif teks recount adalah melaporkan
peristiwa, kejadian atau kegiatan dengan tujuan memberitakan atau
menghibur. Struktur teks terdiri dari pendahuluan (orientasi), yaitu
memberikan informasi tentang apa, siapa, di mana dan kapan, Laporan
(rentetan) peristiwa, kegiatan yang terjadi, yang biasanya disampaikan
secara berurut. Komentar pribadi dan/atau ungkapan penilaian (jika ada).
Prosedur; Tujuan komunikatif teks prosedur adalah memberi
petunjuk cara melakukan sesuatu melalui serangkaian tindakan atau
langkah. Struktur Teks terdiri dari tujuan kegiatan atau judul, bahan-
bahan, langkah-langkah. Report; Tujuan komunikatif teks report adalah
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
29
menyampaikan informasi tentang sesuatu, apa adanya, sebagai hasil
pengamatan sistematis atau analisis yang dideskripsikan dapat meliputi
gajala alam, lingkungan, benda buatan manusia, atau gejala-gejala sosial.
Deskriptif; Tujuan komunikatif teks deskriptif adalah
mendeskripsikan ciri-ciri seseorang, suatu benda atau tempat
tertentu. Struktur teks terdiri dari pengenalan benda (orang atau sesuatu
yang akan dideskripsikan. Deskripsi, menggambarkan ciri-ciri benda
tersebut,misalnya berasal dari mana, warnanya, ukurannya, kesukaannya
dsb. Deskripsi ini hanya memberikan informasi mengenai benda atau
orang tertentu yang sedang dibahas saja, misalnya deskripsi tentang ‘My
Dog’. Ciri-ciri ‘anjing saya’ tersebut dapat berbeda dengan anjing yang
lain.
Problem Based Learning
Model pembelajaran problem based learning berlandaskan
pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak
pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang
sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada
problem based learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah
mereka sendiri. Belajar berbasis masalah menemukan akar
intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim, 2000). Pedagogi
Jhon Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam
proyek atau tugas yang berorientasi masalah dan membentu mereka
menyelidiki masalah-masalah tersebut.
Adaptasi struktur problem based learning dalam kelas-kelas
sains dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen
penting dari sains lima penerapan esensial dari problem based
learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995)
adalah:Orientasi siswa pada masalah, Mengorganisasikan siswa untuk
belajar, Membantu penyelidikan siswa, Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar. Jika pembelajar mempelajari
pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh
adalah berupa penguasaan konsep (Anni, 2004:4). Untuk memberikan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
30
informasi mengenai tingkat penguasaan pelajaran yang diberikan selama
proses belajar mengajar berlangsung digunakan alat ukur berupa tes
dalam suatu proses evaluasi. Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar
yang dapat mencerminkan keberhasilan belajar siswa terhadap
pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa
dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotorik (tingkah laku).
Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran
Dalam penelitian ini, keaktifan diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam sebuah proses pembelajaran yang akan
tercipta situasi belajar aktif. Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan
Martinis Yamin (2007: 80-81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa
dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1)
pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru
berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar
(3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa
(kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih
menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan
minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai
konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam
berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Siswa dikatakan
memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering
bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas dari guru,
mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar.
METODE PENELITIAN
Setting dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada semester 1 tahun
ajaran 2016/2017, dimulai pada bulan Juli sampai dengan bulan
September 2016. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP
Negeri 1 Batu Ampar. SMP Negeri 1 Batu Ampar merupakan salah satu
sekolah berstandar nasional di Kabupaten Kutai Timur. SMPN 1 Batu
Ampar terletak di atas pegunungan dengan cuaca yang sejuk dan
nyaman. Adapun subyek penelitian adalah 28 siswa kelas VIII A dengan
siswa laki-laki sebanyak 17 siswa dan perempuan sebanyak 10 siswa.
Rata-rata usia mereka adalah antara 11 sampai dengan 13 tahun.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
31
Sumber Data
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data tentang
informasi dan keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif.
Pada aspek kualitatif berupa informasi-informasi pada saat pelaksanaan
pembelajaran, serta hasil observasi yang dilakukan oleh kolaborator atau
teman sejawat. Sedangkan pada aspek kuantitatif data diperoleh nilai
hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar siswa kelas VIII A pada kondisi
awal diperoleh dari dokumen nilai Ulangan Harian yang ada pada guru
sebelum tindakan dilakukan.
Teknik Pengumpulan, Validasi dan Analisis Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis,
lembar observasi, dan dokumentasi (foto, video). Agar diperoleh data
yang valid, maka semua data dilakukan validasi. Data-data hasil
observasi, baik itu berupa aktivitas siswa ketika berlangsungnya
pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II maupun kinerja guru saat
melakukan tindakan pada siswa divalidasi dengan cara trianggulasi
sumber, yakni dengan cara berkolaborasi dengan teman sejawat yang
berperan sebagai observer. Trianggulasi merupakan teknik keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan
(Lexy J. Moleong, 178). Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah
deskriptif persentase. Data yang dianalisis meliputi ketuntasan belajar
individu, dan ketuntasan belajar klasikal. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui ketuntasan belajar siswa yang diperoleh dari setiap siklus.
Indikator Kinerja
Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan prestasi
belajar siswa adalah adanya peningkatan prestasi belajar siswa baik
secara klasikal maupun individual. Secara individual, siswa dinyatakan
tuntas belajar jika telah mencapai tingkat pemahaman materi 70% yang
ditunjukkan dengan perolehan nilai tes 70 atau lebih. Kriteria yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan perbaikan pembelajaran
adalah jika ada peningkatan hasil belajar secara klasikal dan individual,
serta minimal 80% dari siswa tuntas dalam belajar, maka intervensi yang
dilakukan dikatakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Peningkatan keaktifan siswa diamati saat pembelajaran
berlangsung, siswa menjawab maupun mengajukan pertanyaan, interaksi
antar siswa ketika siswa melakukan kerja kelompok, dalam kegiatan
kerja kelompok dicatat keterlibatan masing-masing siswa dalam
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
32
pembelajaran. Data peningkatan keaktifan siswa diperoleh dari lembar
pengamatan.
Prosedur penelitian.
Penelitian Tindakan ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan
metode yang sama seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Setiap
siklus ditempuh dengan lima langkah yaitu orientasi siswa pada
masalah; mengorganisasikan siswa untuk belajar; membantu
penyelidikan siswa; mengembangkan dan menyajikan hasil karya;
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Perencanaan (Planning); Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam
penelitian ini meliputi: Rencana pembelajaran, lengkap dengan metode,
materi, dan penilaiannya, Mempersiapkan media pembelajaran,
Menyusun dan menyiapkan pedoman observasi selama proses
pelaksanaan pembelajaran. Pedoman observasi digunakan untuk
mencatat hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran serta
digunakan untuk mencatat segala perilaku dan aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung, Menyusun dan mempersiapkan topik
teks deskriptif untuk siswa sebagai evaluasi.
Penerapan tindakan (Action); Guru menggunakan metode
problem based learning dalam menyampaikan materi teks deskriptif
untuk memudahkan siswa dalam menulis suatu teks deskriptif
berdasarkan topik yang diberikan. Ada 5 tahap pembelajaran dengan
menggunakan metode problem Based Learning yaitu Orientasi siswa
pada masalah; Mengorganisasikan siswa untuk belajar; Membantu
penyelidikan siswa; Mengembangkan dan menyajikan hasil karya;
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pengamatan (Observing); Selama kegiatan ini guru mengamati
siswa dan mencatatnya. Pengamatan bisa meliputi sikap dan perilaku
siswa, baik yang dkehendaki (On Task), seperti menuliskan kata benda
dengan benar sebanyak-banyaknya, menuliskan kata sifat dengan benar
sebanyak-banyaknya, menuliskan frase benda, kalimat dan paragraf
dengan benar untuk mendeskripsikan gambar, maupun yang tidak
dikehendaki (Off Task), seperti mengobrol, mengganggu teman,
bergerak ke arah yang tidak semestinya, berdiri dan duduk terlalu sering
pada saat pembelajaran, keluar/masuk kelas, mengantuk, melamun,
bermain HP/benda lain, mengerjakan tugas pelajaran lain, dan lain-lain.
Selain itu juga diadakan penilaian terhadap tulisan siswa. Dari hasil
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
33
pengamatan digunakan untuk menentukan apakah tindakan bisa
dihentikan atau perlu dilanjutkan.
Refleksi (Reflexion); Pada tahap ini siswa diajak berdiskusi
apakah mereka menyukai strategi pembelajaran tersebut. Apabila siswa
masih merasa belum menyukai, atau siswa masih belum berhasil belajar
aktif dalam pembelajaran, maka perlu ditanyakan apa yang menjadi
kendala mereka. Siswa juga diberitahu apa yang seharusnya dan tidak
seharusnya dilakukan selama pembelajaran. Pada tahap ini juga
dilakukan untuk mengoreksi apa yang telah dilakukan oleh guru selama
tindakan. Refleksi dalam penelitian tindakan kelas sekaligus merupakan
analisis data.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Kondisi Awal
Siswa–siswi SMPN 1 Batu Ampar masih memiliki kemampuan
yang rendah pada kompetensi menulis khususnya menulis teks deskrptif.
Hal ini tampak pada hasil ujian semester genap tahun pelajaran 2015-
2016 untuk beberapa soal pada aspek menulis pada siswa kelas VIII A
hasil rata-rata kelas belum termasuk kategori tuntas. Sekitar 45% siswa
dari kelas VIII A yang mampu menjawab dengan baik. Hal ini
menunjukkan masih sekitar 55% siswa yang belum tuntas.
Deskripsi Hasil Siklus 1
Perencanaan Tindakan; Hal-hal yang dipersiapkan pada tahap ini
meliputi: Rencana pembelajaran, lengkap dengan metode, materi, dan
penilaiannya, Media pembelajaran, Pedoman observasi selama proses
pelaksanaan pembelajaran, Topik teks deskriptif untuk siswa sebagai
evaluasi. Pelaksanaan Tindakan; Pada tahap ini guru melaksanakan
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2016 di
kelas VIII-A SMPN 1 Batu Ampar.
Hasil Pengamatan; Pada siklus 1, hasil dari pembelajaran Bahasa
Inggris pada kompetensi dasar menulis teks deskriptif dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yaitu nilai
ketuntasan belajar individu (66,67%), dan nilai ketuntasan belajar
klasikal (50,55%). Hasil ini belum memenuhi ketuntasan belajar yang
diharapkan. Untuk itu perlu diperbaiki pada siklus berikutnya.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
34
Kegiatan observasi yang dilakukan dalam siklus I menunjukkan
bahwa keaktifan peserta didik dalam bertanya dalam proses belajar
terlihat belum ada peningkatan, siswa yang bertanya hanya ada 10 0rang
saja atau 50%. Dilihat dari keaktifan peserta didik dalam bertanya saat
proses belajar mengajar berlangsung belum ada peningkatan karena
peserta didik baru mengenal metode pembelajaran problem based
learning. Peserta didik masih belum terbiasa dengan langkah kegiatan
yang dilaksanakan. Dilihat dari keaktifan peserta didik dalam
mengerjakan soal-soal tes yang diberikan peneliti, terlihat bahwa para
peserta didik belum mulai bersemangat dalam mengerjakan, adapula
sebagian peserta didik yang sudah mulai tertib dalam mengerjakan teks.
Refleksi; Kegiatan guru dalam pembelajaran siklus I masih ada
beberapa aspek yang belum tuntas. Ini yang menjadi tindakan lebih
lanjut pada siklus II nanti, agar prestasi belajar peserta didik lebih
optimal. Tingkat keaktifan siswa pada siklus I kurang yaitu hanya ada 10
orang siswa yang mengajukan pertanyaan, serta ketuntasan klasikal
dalam pembelajaran Bahasa Inggris pada kompetensi dasar menulis teks
deskriptif dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
pada siklus I ini dikategorikan kurang dengan persentase 50,55%, karena
tiap aspeknya belum maksimal. Dengan munculnya hambatan –
hambatan pada saat pembelajaran siklus I, maka diperlukan adanya
perbaikan yang dilanjutkan pada siklus II.
Deskripsi Hasil Siklus 2
Perencanaan Tindakan; Perencanaan dalam siklus II ini didasari
pada hasil pada siklus 1. Rencana yang dilakukan adalah membuat
perbaikan rencana pembelajaran yang materinya berbeda pada siklus 1
dan diupayakan agar mampu lebih baik dari siklus 1, menyiapkan
lembar observasi, dan menyiapkan perangkat tes. Pelaksanaan Tindakan;
Pada tahap ini guru melaksanakan proses pembelajaran masih
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Pertemuan pada
siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2016 di kelas VIII-A
SMPN 1 Batu Ampar. Pada tahap ini siswa telah terbiasa dengan
langkah dalam model pembelajaran berbasis masalah.
Hasil Pengamatan; Hasil pengamatan siklus II nilai ketuntasan
belajar individu (80,25%) dan nilai ketuntasan belajar klasikal (85,67%).
Dengan hasil nilai siklus II ini dapat dikatakan bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
35
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil kegiatan observasi
menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II,
keaktifan peserta didik dalam bertanya semakin meningkat menjadi 24
orang siswa yang bertanya atau 85%. Peserta didik merasa senang
dengan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah. Hal ini dapat dilihat pada tingkat antusias peserta
didik dalam mengerjakan perintah guru dan pada saat mengerjakan tes.
Refleksi; Pada siklus II ini berdasarkan pengamatan kegiatan
guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah mencapai 80% dikategorikan baik,
sehingga persentase aktivitas siswa juga meningkat menjadi 85% dengan
kategori tinggi. Ketuntasan klasikal dalam pembelajaran Bahasa Inggris
pada kompetensi dasar menulis teks deskriptif pada siklus II mengalami
kemajuan daripada siklus I.
Pada siklus II ketuntasan klasikal mencapai 85% dalam kategori
sangat baik. Pelaksanaan siklus II mampu memperbaiki dari siklus I. Hal
ini ditunjukkan pada nilai rata – rata siklus I 66,67% menjadi 80,00%
pada nilai rata- rata siklus II. Hal ini juga ditunjukkan pada peserta didik
lebih aktif dalam pembelajaran, peserta didik memperhatikan penjelasan
dari guru dan meningkatnya keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru
pada proses belajar berlangsung serta mempu mengerjakan soal.
Kegiatan guru pada siklus II menunjukkan bahwa guru mampu
menyampaikan materi menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah dengan baik sehingga dapat meningkatkan siswa dalam
bertanya kepada guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah agar prestasi belajar peserta didik
meningkat. Berdasarkan hasil pada siklus II, maka tindakan dalam siklus
dihentikan, karena hasil yang diharapkan sudah mencapai target
ketuntasan yaitu 7,00.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan, penelitian tindakan
kelas ini dapat disimpulkan :Pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran bahasa Inggris pokok bahasan menulis teks
deskriptif kelas VIIIA SMPN 1 Batu Ampar Tahun Ajaran 2016/2017.
Rata-rata nilai ketuntasan belajar individu (80,00), dengan nilai
ketuntasan belajar klasikal sebesar (85,67). Penggunaan model
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
36
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan siswa dalam
bertanya pada saat proses pembelajaran bahasa Inggris pokok bahasan
menulis teks deskriptif kelas VIIIA SMPN 1 Batu Ampar Tahun Ajaran
2016/2017.
SARAN
Berdasarkan simpulan diatas, maka dapat disarankan:Hendaknya
kedepan guru bahasa Inggris SMPN 1 Batu Ampar dalam
menyampaikan pokok bahasan menulis teks deskriptif menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.Guru diharapkan
dapat mengelola kelas dengan efektif, inovatif dan merespon aktif dan
kreatif setiap perkembangan pendidikan. Guru dalam menyampaikan
materi belajar harus menggunakan variasi dalam penggunaan model
belajar sehingga siswa dengan mudah menerima materi yang
disampaikan oleh guru dan mendapatkan nilai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta : Rineka Cipta
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006. Tentang Standar Isi
Gallagher, S.A. 1995. Implementing Problem Based Learning in Science
Classroom. Wiley Online Library
Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara
Ibrahim, M & Mohamad N (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah,
Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca
Sarjana Unesa, University Press
Mulyasa. 2006. Menjadi guru profesional : Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : Rosdakarya
Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Soedjana, Nana. 2000. Dasar-dasar proses Belajar Mengajar. Bandung :
Sinar Baru Algesindo
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
37
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI
METODE DISKUSI DALAM MATA PELAJARAN BAHASA
INDONESIA PADA SISWA KELAS VIII
Anti
Guru SMP Negeri 2 Muara Wahau
Abstrak
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research). Masalah yang dikaji dalam
penelitian ini adalah metode diskusi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berbicara murid pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
dengan metode diskusi. Penelitian ini dilaksanakan dalam
2 siklus. Proses penelitian yang dilakukan yaitu; 1)
Membimbing siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
melalui metode diskusi, 2) Mengamati perilaku siswa
selama berlangsungnya proses belajar mengajar pada
lembar observasi, 3) Mengadakan evaluasi yaitu dengan
memberikan tes penerapan pada akhir siklus, dan 4)
Menganalisis setiap data yang diperoleh. Adapun hasil
penelitian yang dicapai setelah menerapkan pembelajaran
berbicara melalui metode diskusi selama 2 siklus adalah;
1) siswa dan guru sangat aktif dalam melakukan dan
menjalankan proses belajar-mengajar, dan 2) terjadi
peningkatan rata-rata hasil belajar siswa yaitu, dari 71,55
pada siklus I menjadi 78,57 pada siklus II. Dari hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
melalui metode diskusi dapat meningkatkan prestasi
belajar Bahasa Indonesia siswa.
Kata Kunci: Kemampuan Berbicara, Metode Diskusi
PENDAHULUAN
Salah satu metode belajar mengajar yang dapat diterapkan oleh
guru untuk meningkatkan kemampuan siswa berberbicara secara lisan
adalah metode diskusi. Diskusi merupakan bentuk berbicara sekurang-
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
38
kurangnya dua arah yang di dalamnya terjadi pertukaran pikiran atau
pendapat atau suatu masalah yang dilakukak secara teratur dan terarah
untuk mencapai tujuan tertentu.
Roestiyah (1986: 35), mangatakan bahwa diskusi merupakan
metode yang mengarah kapada interaksi multi arah yaitu proses
berbicara yang lebih dari arah yang mengandung tindakan atau
perbuatan komunikator dan komunikan. Hubungan anatara komunikator
dan komunikan biasanya karena mereka menginteraksi sesuatu yang
biasa desebut pesan. Dalam hal ini, pesan yang dimaksud adalah materi
pembelajaran yang akan diajarkan. Dalam proses ini terjadi berbicara
antara orang yang memberi dengan orang yang menerima pesan.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode diskusi
mengarah kepada proses pembelajaran yang mengembangkan kegiatan
siswa secara optimal sehingga menumbuhkan minat dan motivasi siswa
belajar aktif. (Djamarah, at,al, 2000:14) lebih lanjut dikemukakan bahwa
interaksi dalam diskusi itu bukan sekedar aksi dan reaksi melainkan
ditandai adanya hubungan tiap individu, yaitu antara guru dan siswa
serta antara siswa dengan siswa lainya. Tiap individu ikut aktif berperan.
Pelaksanan metode diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia
dapat membantu siswa untuk secara efektif belajar mengajar dengan
metode diskusi mengarah kepada proses pembelajaran yang
mengembangkan kegiatan siswa secara optimal sehingga menumbuhkan
minat siswa belajar aktif.
Berdasarkan hasil studi awal yang telah dilakukan, diperoleh
informasi bahwa metode diskusi sering diterapkan dalam pembalajaran
Bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Akan tetap siswa yang terlibat
aktif sedikit cenderung dimonopoli oleh siswa tertentu. Untuk
mengetahui secara pasti pelaksanaan metode diskusi pada pembelajaran
Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau
Kabupaten Kutai Timur perlu dilakukan penilitian yang lebih mendalam.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka permasalahan peneliti
adalah “Apakah ada peningkatan kemampuan berbicara pada siswa
melalui metode diskusi dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada
siswa di kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai
Timur”?Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui
peningkatan kemampuan berbicara dengan penggunaan metode diskusi
pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai
Timur. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: Para
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
39
peneliti sebagai bahan masukan atau pengalaman dalam melakukan
penelitian tindakan kelas, khususnya yang terkait dengan cara
meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode diskusi pada siswa
kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur.Bagi
guru, sebagai bahan masukan tentang cara menerapkan metode diskusi
dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VIII A
SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur.Bagi siswa, dapat
melatih siswa untuk mengharapkan pendapatnya berpikir kritis, keatif,
inovatif dalam menyelesaikan masalah, serta dapat meningkatkan rasa
sosial bagi siswa lainnya.
KAJIAN TEORI
Kemampuan berbicara
Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan
pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok
secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Menurut
Pageyasa (2004) penguasaan teori berbicara bukanlah menjadi tujuan
utama dalam pembelajaran berbicara. Hal yang terpenting dalam
pembelajaran berbicara adalah siswa mampu berbicara sesuai dengan
konteks. Pembelajaran berbicara harus berorientasi pada aspek
penggunaan bahasa, bukan pada aturan pemakaiannya.
Menurut Utari dan Nababan (1993): “kemampuan berbicara
adalah pengetahuan mengenai bentuk-bentuk bahasa dan dan makna-
makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk menggunakannya pada
saat kapan dan kepada siapa”. Pengertian ini dilengkapi oleh Ibrahim
(2001) bahwa: Kemampuan berbicara adalah kemampuan bertutur dan
menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi, situasi, serta norma-norma
berbahasa dalam masyarakat yang sebenarnya. Kompetensi komunikatif
juga berhubungan dengan kemampuan sosial dan menginterpretasikan
bentuk-bentuk linguistik. Para siswa tentu sudah memiliki pengetahuan
sebagai modal dasar dalam bertutur karena siswa berada dalam suatu
lingkungan sosial yang menuntutnya untuk paham kode-kode linguistik.
Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa: “berbicara
merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk
mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku
sosial.”Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa: “keterampilan
berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
40
komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan
perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda”.
Wolner dan Mills dalam Sardiman (1999:131) mengatakan
bahwa: “Diskusi adalah suatu proses yang teratur yang mengakibatkan
sekolompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan
berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau
pemecahan masalah.”Mukhtar (2003), untuk lebih menjelaskan proses
berbicara Watzlawick, Beavin dan Jackson menyebut lima (5) aksioma
berbicara yaitu: Anda tidak dapat tidak berkomunikasi; Setiap interaksi
memiliki dimensi isi dan hubungan; Setiap interaksi diartikan dengan
cara bagaimana pelaku interaksi menjelaskan kejadian; Pesan bersifat
digital dan analog; Pertukaran berbicara bersifat simetrik dan
komplementer.
Metode diskusi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, diskusi diartikan sebagai
suatu pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.
Sebagai metode penyuluhan berkelompok, diskusi biasanya membahas
satu topik yang menjadi perhatian umum di mana masing-masing
anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk bertanya
atau memberikan pendapat. Pengertian umum diskusi adalah
membicarakan suatu masalah oleh para peserta diskusi dengan tujuan
untuk menemukan pemecahan yang paling baik berdasarkan berbagai
masukan. Sebaliknya, debat adalah pembicaraan tentang suatu masalah
dengan tujuan untuk memenangkan atau mempertahankan pendapat
yang dimiliki oleh peserta debat. Sangat mungkin, pendapat yang
dimenangkan bukan yang terbaik. (Poedjosoedarmo, 2001).
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh
suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem
dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau
memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati
bersama.Metode diskusi ialah suatu cara penyampaian bahan pelajaran
dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif
pemecahan masalah. Dalam kehidupan modern ini banyak sekali
masalah yang dihadapi oleh manusia; sedemikian kompieksnya masalah
tersebut sehingga tak mungkin hanya dipecahkan dengan satu jawaban
saja. tetapi kita harus menggunakan segala pengetahuan kita untuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
41
memberi pemecahan yang terbaik. Ada kemungkinan terdapat lebih-dari
satu jawaban yang benar sehingga harus menemukan jawaban yang
paling tepat di antara sekian banyak jawaban tersebut.
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Tempat penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas
VIIIA SMP Negeri 2 Muara Wahau tahun pelajaran 2015 / 2016. Alasan
dipilih siswa kelas VIII adalah (1) siswa kelas VIII masih banyak
mengalami kesulitan dalam berbicara (2) siswa kelas VIII tidak mampu
menanggapi secara kritis mengenai hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan pada saat berbicara dalam diskusi. (3) siswa kelas VIII
tidak mampu berbicara pada saat melakukan diskusi.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tahun ini pada tahun ajaran 2015 /
2016 yaitu pada tanggal 5 Oktober 2016 dan 29 Oktober 2016 dengan
rencana pelaksanaan dua siklus, siklus pertama pada tanggal 13 Oktober
20106 dan siklus kedua pada tanggal 26 Oktober 2016
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peneliti sekaligus sebagai praktisi..
Sebelum melaksanakan pembelajaran, peneliti melakukan perencanaan
berupa menyusun rencana pembelajaran, menentukan materi,
menentukan media pembelajaran. Selanjutnya peneliti melaksanakan
penilaian baik selama pembelajaran maupun akhir pembelajaran. Objek
penelitian adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Muara Wahau yang
akan ditingkatkan kemampuan keterampilan berbicara dalam berdiskusi
dengan memperhatikan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam
berdiskusi
Jenis Penelitian
Dalam menentukan metode penelitian harus memikirkan secara
matang metode apa yang akan digunakan agar sesuai dengan jenis
penelitian yang akan dicapainya. Menurut Arikonto (2006:3) metode
penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan
data penelitiannya. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian
tindakan kelas (PTK), menurut Arikunto (2006:3) penelitian tindakan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
42
kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas bersama. Dalam penelitian ini akan diawali dengan melakukan
penelitian prasiklus dengan cara memberikan tes berbicara untuk
mengetahui kemampuan berbicara siswa dalam berdiskusi dengan
memperhatikan adalahp pengucapan, struktur kata, kosakata, dan
kepasihan berbicara., kemudian apa bila tidak berhasil dilanjutkan ke
siklus berikutnya
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini direncanakan dalam dua siklus yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan pada penelitian tindakan
kelas yakni perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi
berdasarkan perputaran siklus, apabila penelitian pada siklus pertama
belum berhasil, maka dilanjutkan pada siklus berikutnya :
Tehnik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian tindakan
kelas adalah Teknik Dokumentasi,Teknik Observasi.Jenis data yang
diperoleh adalah data kualitatif yang terdiri dari lembar observasi,
kuisioner, dan tes kemampuan berbicara. Data tentang situasi belajar
mengajar, kehadiran siswa, minat dan keaktifan siswa pada saat
dilaksanakan tindakan diambil dengan meggunakan lembar observasi.
Analisis Data adalah klasifikasi kemampuan berbicara siswa yang akan
didinilai adalah 1) Pengucapan, 2) struktur kata, 3) kosakata, dan 4)
kepasihan berbicara. Kriteria-kriteria yang dinilai tersebut dibagi dalam
beberapa kategori seperti yang terlihat dalam tabel berikut
Tabel 1. Kriteria Penskoran
Kategori Skor Kriteria
Sangat baik
Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
5
4
3
2
Pengucapan, struktur, kosakata, kepasihan
memuaskan
Apabila masih salah satu komponen kurang
dikuasai
Terdapat kesalahan terhadap komponen
berbicara
Tidak mengerti dan tidak mampu berbicara
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
43
Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori
kemampuan berbicara siswa adalah skala lima berdasarkan kriteria
penilaian rapor dan penaikan kelas yaitu: 55% - 64% dikategorikan tidak
baik, 65% -79% dikategirokan kurang baik, 80% - 89% dikategorikan
baik, dan 90% - 100% dikategorikan sangat baik.
Tabel 1. Kriteria Penskoran
Kategori Skor (interval nilai)
Sangat baik
Baik
Kurang baik
Tidak baik
90-100
80-89
65-79
55-64
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah bila terjadi
peningkatan skor rata-rata pemahaman siswa, dan terjadi peningkatan
jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan ketentuan
Dekdikbud dalam Mustaring (2003), siswa dianggap tuntas belajar jika
mendapat skor minimal 70,00 dari skor ideal 100 dan tuntas belajar
secara klasikal jika 85% dari jumlah siswa yang tuntas belajar. Untuk
maksud di atas digunakan rumus
%100xN
FP =
Keterangan: P = Persentase tercapainya ketuntasan belajar, F = jumlah
sampel yang telah memperoleh nilai minimal atau 70, N = jumlah objek
penelitian
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan; dalam tahap perencanaan ini, mencakup tahapan-
tahapannya adalah penyiapan bahan atau materi pelajaran yang akan
disampaikan dengan menggunakan metode diskusi.Penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pokok bahasan atau
materi dan instrument pengumplan data seperti membuat soal untuk
menguji hasil siswa dan lembar pengamatan selama kegiatan belajar
berlangsung.Pelaksanaan; peneliti melaksanakan kegiatan belajar
mengajar untuk menentukan hasil keterampilan bebicara melalui tes
lisan menunjukkan bahwa Nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
44
adalah 71.55 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100. Juga
ditunjukkan dalam tabel bahwa siswa yang tuntas mengalami
peningkatan dari 5 orang menjadi 10 orang. Sedangkan siswa yang
belum tuntas adalah 10.
Obserasi;Observasi ini dilakukan saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung yakni pada motivasi belajar siswa dan perhatian siswa,
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan
keterampilan berbicara siswa melalui metode diskusi.Berdasarkan hasil
yang diperoleh pada tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa motivasi
belajar siswa meningkat, dari kondisi awal masih ada yang menunjukkan
motivasi sangat rendah, tetapi pada siklus I ini sudah tidak ada yang
memilliki nilai motivasi sangat rendah. Berdasarkan hasil yang
diperoleh pada tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa perhatian siswa
pada tingkat tinggi meningkat dari kondisi awal hanya 2 orang kemudian
pada siklus I meningkat menjadi 20 orang.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I ini, peneliti
menemukan adanya kelemahan-kelemahan dalam kegiatan belajar
mengajar sebagai berikut:1) Pelaksanaan metode yang kurang maksimal,
hal itu dikarenakan pada pembagian kelompok peneliti menggunakan
cara acak, sehingga siswa merasa tidak nyaman dan tidak leluasa saat
pelaksanaan diskusi.2) Aspek perhatian siswa dan motivasi belajar siswa
kurang maksimal.3) Saat pelaksanaan diskusi, dirasa peneliti para siswa
terlalu banyak bercanda, karena pembagian kelompok terlalu besar.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, maka peneliti akan
melakukan perbaikan agar hasil yang diperoleh pada siklus berikutnya
lebih memuaskan. Perbaikan-perbaikan itu antara lain: 1) Membagi
kelompok dengan cara membiarkan siswa memilih teman yang dianggap
bisa diajak kerjasama (menentukan anggota kelompok sesuai pilihan
sendiri). 2) Memaksimalkan kegiatan belajar mengajar sehingga siswa
menjadi merasa mempunyai kesadaran untuk lebih bertanggung jawab
saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 3) Membagi kelompok
diskusi dengan jumlah anggota yang lebih kecil dari pada sebelumnya.
4) Mengajak siswa untuk keluar kelas (berdiskusi diluar kelas) guna
mengatasi kejenuhan siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Siklus II
Perencanaan; dari hasil refleksi pada siklus I, peneliti akan
menperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam siklus I .
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
45
Guru membuat perencanaan dalam mengajar pada siklus II yaitu:1)
Penyiapan bahan atau materi belajar.2) Penyusunan perencanaan
pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan pokok bahasan,
merancang atau membuat soal dan lembar pengamatan. Pelaksanaan;
proses belajar siklus II mempersiapkan siswa agar lebih serius dalam
mengikuti proses belajar mengajar dan kegiatan yang dilaksanakan
berjalan dengan maksimal. Proses belajar mengajar ini guru
menyampaikan kompetensi dasar dan indicator yang ingin dicapai.
Dari Tabel 4: 7 menunjukkan bahwa Nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa adalah 78,57 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu
100. Juga ditunjukkan dalam tabel bahwa siswa yang tuntas mengalami
peningkatan dari 10 orang menjadi 18 orang. Sedangkan siswa yang
belum tuntas adalah 7. Obserasi; Observasi ini dilakukan saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung yakni pada motivasi belajar siswa dan
perhatian siswa, disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yaitu
meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui metode diskusi.
Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Motivasi Belajar Siswa
Kategori Jumlah Persentase
SR 0 0%
S 5 20%
R 0 0%
T 20 80%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 4.8 diatas dapat
diketahui bahwa motivasi belajar siswa meningkat, dari kondisi siklus I
masih ada yang menunjukkan motivasi rendah, tetapi pada siklus II ini
sudah tidak ada yang memilliki nilai motivasi rendah.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Perhatian Belajar Siswa
Kategori Jumlah Persentase
SR 0 0%
S 2 8%
R 0 0%
T 23 92%
Jumlah 25 100%
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
46
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 4.9 diatas dapat
diketahui bahwa perhatian siswa pada tingkat tinggi meningkat dari
siklus I meningkat menjadi 20 orang kemudian pada siklus II meningkat
menjadi 23 orang. Refleksi; Pelaksanaan siklus II ini merupakan siklus
tambahan untuk mengupayakan perbaikan pembelajaran dari hasil yang
diperoleh dari kondisi awal dan siklus I. Pembelajaran siklus II ini,
menurut peneliti telah menunjukkan perubahan atau peningkatan lebih
baik dari kondisi awal dan siklus sebelumnya, yakni dalam hal: 1) Minat
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (pembelajaran). 2)
Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar lebih
meningkat, ditunjukkan dengan keseriusan siswa saat diskusi. 3) Siswa
lebih berani mengungkapkan ide atau gagasannya, ditunjukkan dengan
aktifnya kegiatan diskusi. 4) Keterampilan berbicara siswa lebih
meningkat dibandingkan pada kondisi awal dan siklus I.
PEMBAHASAN
Berbicara adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa,
yaitu menyimak, membaca, dan menulis. Berbicara sangat penting bagi
ekstensi sosial dan budaya manusia. Oleh karena itu, kemampuan
berbicara perlu dimiliki sejak dini, termasuk kepada siswa kelas VIII A
SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur. Siswa
membutuhkan keterampilan berbicara dalam interaksi sosialnya. Siswa
akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika ia
terampil berbicara. Agar siswa terampil berbicara, siswa mutlak
memerlukan pembelajaran berbicara. Tanpa pembelajaran, keterampilan
itu tidak mungkin diperoleh.
Keunggulan lain dari penelitian ini yang bisa dipetik oleh siswa
adalah bediskusi tampak seperti permainan yang menyenangkan karena
menggunakan daya nalar dan kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Hal ini akan membebaskan siswa dari tekanan dan kejenuhan dalam
pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih meningkatkan
kemampuan berbicaranya dengan pembelajaran yang menyenangkan dan
kreatif. Selain, bagi guru-guru juga diharapkan kepada pengembang
bahan ajar, khususnya untuk SMP kelas VIII, untuk mengembangkan
bahan ajar yang berhubungan dengan kompetensi dasar menyampaikan
informasi yang diperoleh dari berbagai sumber secara lisan (berbicara) di
kelas melalui metode diskusi.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
47
KESIMPULAN
Metode bediskusi adalah cara belajar yang menyenangkan dan
kreatif. Strategi ini sangat cocok untuk digunakan dalam pembelajaran
berbicara, juga pembelajaran keterampilan berbahasa yang lainnya. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian di atas yang memperlihatkan bahwa
metode berdiskusi mampu meningkatkan kemampuan berbicara seorang
siswa. Metode diskusi ini berhasil meningkatkan kemampuan berbicara
siswa dalam aspek; 1) pengucapan, 2) struktur bahasanya, 3)
kosakatanya, dan 4) kepasihan berbicara.
SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh baik tentang peningkatan
kemampuan berbicara dengan metode diskusi maka dapat disarankan
beberapa hal: Dalam mengajarkan materi pelajaran, sebaiknya guru tidak
hanya terfokus pada pengembangan satu model pembelajaran saja,
maupun satu teknik saja melainkan harus mampu mencari suatu model,
strategi, metode dan teknik kreatif yang dapat meningkatkan
kemampuan berbicara siswa.Diharapkan kepada pengembang bahan
ajar, khususnya untuk SMP kelas VIII , untuk mengembangkan bahan
ajar yang berhubungan dengan kompetensi dasar menyampaikan
informasi yang diperoleh dari berbagai sumber secara lisan (berbicara) di
kelas melalui metode diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam. 1998. Metode Diskusi. Yogyakarta: Kanisius.
Alwi, Hasan, dkk. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III.
Jakarta: Balai Pustaka.
Bulatau,J.S.J. 1990. Teknik Diskusi Kelompok. Yogyakarta: Kanisius.
Daradjat, Zakiah, dkk. 2004. Metodik Kasus Pengajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bachri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Ibrahim, Abd. Syukur. 2001. Pengantar Sosiolinguistik, Sajian Bunga
Rampai. Universitas Negeri Malang.
Moeliono, Anton dkk. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Bina Aksara.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
48
Mukhtar, 2003. Pembelajaran Pendidikan Bahasa Indonesia.
RinekaGaliza Anggota. IKPI.
Mulyati, Sydiati. 1995. Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan
Pragmatik. Yogyakarta : Kanusius.
Novia, T. 2002. Strategy to improve student's ability in speaking.
Makalah Tugas Akhir S1. Padang: UNP Padang.
Octarina, D. 2001. Interactive activities as the way to improve EFL
learners' speaking abilities. Makalah Tugas Akhir S1 - Padang:
UNP Padang.
Pageyasa, Wayan. 2004. Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa
Kelas 1 MTs Sunan Kalijogo Malang Melalui Strategi Pemetaan
Pikiran (Tesis). Universitas Negeri Malang.
Parera,J.D. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erangga.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. “Language Teaching Approaches and
Advanced Level of Language Competence”. Makalah dalam
Seminar on Language and Culture, Sanata Dharma University,
August 25.
Roestiyah, N.K.K.1986. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Saliwangi, Basenang. 1989. Strategi Belajar Mengajar Bahasa
Indonesia. Malang: IKIP Malang.
Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Raja
Grafindo Persada.
Simanjuntak dan Pasaribu. 1983 Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Tarsio.
Supami. 1985. Menuntun Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
(Berdasarkan Kurikulum 1984) untuk Siswa Kelas I semester 1
da 2. Bandung: Ganesa Exact Bandung.
Tolla, Ahmad. 2004. Interaksi dan Strategi Belajar Mengajar. Ujung
Pandang: FBS UNM.
Usman, Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Ciputat Pers.
Utari, Sri dan Subyakto Nababan. 1993. Metodologi Pengajaran
Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wiyanto, Asul. 2000. Terampil Diskusi. Jakarta: PT. Grasindo.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
49
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING (STAD)
DENGAN METODE PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR BIDANG STUDI IPA
Budi Utomo
Guru SMP Negeri 2 Long Mesangat
Abstrak
Penulisan penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA khususnya
penyerapan materi Besaran dan satuan. Dimana materi
besaran dan satuan dianggap sulit oleh sebagian besar
siswa. Terbukti pada pembelajaran IPA pada materi
Besaran dan Satuan di kelas VII dari 36 siswa, 26 orang
atau sebesar 72,22 % yang dinyatakan tidak tuntas dan
hanya mencapai 27,88 %. Siklus I, dengan menerapkan
pengajaran pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) STAD diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 62,00 dan ketuntasan belajar mencapai 72%
atau ada 20 siswa dari 36 siswa sudah tuntas belajar.
Siklus II, adalah 76,41 dan ketuntasan belajar mencapai
91,00% atau ada 30 siswa dari 36 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini
ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.
Peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah
mulai akrab dengan pengajaran berbasis cooperatif,
disamping itu ada perasaan senang pada diri siswa dengan
adanya cara belajar yang baru karena itu adalah
pengamalan pertama bagi siswa.
Kata Kunci : Kooperatif (Cooperative Learning) STAD,
Hasil belajar
PENDAHULUAN
Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang benar maka harus
dibuat suatu arah yang dibuat oleh pemerintah sebagai pengatur dan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
50
paling bertanggung jawab dalam pendidikan nasional yaitu Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang
selanjutnya dijabarkan dalam metode-metode pengajaran, salah satunya
adalah dengan model Cooperative Learning (STAD) dengan model
praktikum.
Untuk mengatasi hal tersebut maka upaya guru agar siswa dalam
menerima pelajaran menjadi efektif dapat menggunakan model
Cooperative Learning (STAD) dengan model praktikum. Metode ini
sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, karena siswa dapat
lebih berkonsentrasi dan berinteraksi kepada orang lain dan guru selama
proses belajar mengajar berlangsung sehingga motivasi dan konsentrasi
belajarnya lebih terfokus dan terarah. Dalam penggunaannya, model
Cooperative Learning (STAD) dengan model praktikum dapat memacu
rasa keingintahuan siswa untuk mencari jawaban dan merangsang
motivasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini selain
untuk melihat keefektifan model Cooperative Learning (STAD) dengan
model praktikum ktik, juga untuk mengetahui pengaruh keaktifan dan
kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar.
Pada prinsipnya proses pembelajaran di SMPN 2 Long Mesangat
telah berlangsung dengan penerapan metode dan strategi pengajaran
yang bervariatif, namun pencapaian prestasi belajar siswa belum
optimal. Kontribusi para guru dalam proses pembelajaran juga telah
cukup besar walaupun masih banyak kendala yang dihadapi. Hal
tersebut bukan berarti tidak ada upaya perbaikan tatapi faktor-faktor
diluar kegiatan belajar masih mempengaruhi hasil belajar.
Penulisan penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA khususnya penyerapan materi Besaran
dan satuan. Dimana materi besaran dan satuan dianggap sulit oleh
sebagian besar siswa. Terbukti pada pembelajaran IPA pada materi
Besaran dan Satuan di kelas VII dari 36 siswa, 26 orang atau sebesar
72,22 % yang dinyatakan tidak tuntas dan hanya mencapai 27,88 %
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang meliputi: Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas
VII semester I SMP Negeri 2 Long Mesangat tahun pelajaran
2014/2015, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus tahun
pelajaran 2014/2015, Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan
besaran dan satuan.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
51
Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai upaya
peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model Cooperative
Learning dengan model praktikum. Oleh karena itu penelitian ini
diharapkan berguna untuk : Dapat menambah wawasan bagi guru
mengenai masalah dalam penerapan model Cooperative Learning
(STAD) dengan model praktikum di SMPN 2 Long Mesangat. Dapat
menjadikan bahan masukan kepada pendidik dalam peningkatan hasil
belajar siswa kearah yang lebih baik. Memberikan bahan masukan bagi
peserta didik agar mereka mampu meningkatkan hasil belajarnya yang
lebih baik lagi.
KAJIAN TEORI
Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu perubahan kapasitas kinerja individu
sebagai hasil pengalaman, perubahan potensi perilaku, dan
pengembangan pengetahuan serta ketrampilan atau sikap yang baru
sebagai hasil interaksi individu dengan informasi dan lingkungannya.
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan kemampuan
atau disposisi (kecenderungan) seseorang yang dapat bertahan selama
periode waktu tertentu.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran
yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan
struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir
rasional. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Sistem pembelajaran
gotong royong atau Cooperative Learning merupakan system pengajaran
yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama
dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran
kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi
belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja
kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau
tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi
efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat
dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan
kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
52
lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil
yang maksimal,
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut: Dengan menerapkan model Cooperative Learning (STAD)
dengan praktikum dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VII
di SMPN 2 Long Mesanga
METODOLOGI PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII pada SMPN 2
Long Mesangat yang berjumlah 36 orang siswa. Sedangkan objek dari
pengembangan inovasi pembelajaran ini adalah penerapan metode
Cooperative Learning (STAD) dan metode praktikum dengan fokus
peningkatan hasil belajar IPA. Penelitian ini dilakukan di Sekolah
Menengah Pertama SMPN 2 Long Mesangat pada siswa kelas VII
dengan alasan peneliti mengajar di tempat tersebut, sehingga akan
berusaha memperbaiki pembelajaran di kelas. Adapun waktu
penelitiannya selama 6 bulan mulai bulan Januari dan berakhir pada
bulan Juni 2016
Pengumpulan data malalui lembar observasi diisi oleh guru dan
rekan sejawat yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang
metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dan melakukan
secara langsung dalam menjawab pertanyaan yang tersedia pada lembar
observasi. Catatan lapangan dibuat sebagai refleksi untuk menerangkan
hal-hal yang terjadi dan sebagai bahan acuan untuk perbaikan pada
tindakan berikutnya.
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan menggunakan LKS yang
terdiri dari soal-soal faktual. Hasil pembelajaran yang dikumpulkan
dengan menggunakan LKS tersebut diperoleh dari hasil diskusi siswa
dan jawaban-jawaban siswa dalam menyelesaikan persoalan faktual.
Angket yang diberikan terdiri dari 15 pernyataan. Data hasil rekaman
pembelajaran disajikan dalam bentuk photo. Data tersebut selengkapnya
dapat dilihat pada penyajian photo lampiran
Dalam setiap siklus dirancang dengan menerapkan pendekatan
kontekstual sebagai salah satu pendekatan yang sesuai untuk mencapai
tujuan pembelajaran IPA. Keberhasilan penelitian ini dilihat dari proses
dan hasil belajar siswa Selama kegiatan penelitian berlangsung, penulis
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
53
berkolaborasi dengan teman sejawat sebagai observer. Untuk lebih lanjut
pola tindakan dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. PTK Kemmis dan Taggart
Pengembangan inovasi pembelajaran di kelas VII SMPN 2 Long
Mesangat ini akan dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut:
Perencanaan Tindakan Penelitian untuk meningkatkan hasil belajar IPA
melalui penerapan metode Cooperative Learning di kelas VII pada
SMPN 2 Long Mesangat akan dilakukan selama 3 bulan dengan 3 kali
tindakan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan alur : refleksi awal,
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan
perencanaan ulang, sesuai dengan model PTK yang dikemukakan oleh
Kemmis. Pada tahap perencanaan pengembang melakukan kegiatan
sebagai berikut: Membuat skenario pembelajaran/RPP, Mempersiapkan
sarana yang mendukung terlaksananya kegiatan pengembangan inovasi
pembelajaran, Mempersiapkan instrumen pengembangan untuk proses
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
54
kegiatan dan instrumen untuk mengukur kemampuan siswa yang berupa
tes hasil pembelajaran.
Setiap akhir pembelajaran siswa diberikan lembar soal yang
berisi tentang hal-hal yang telah dipelajari guna melatih kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik, untuk menyelesaikannya dapat
dilakukan secara individu atau kelompok kecil. Untuk memperoleh data
yang real diberikan angket yakni daftar pernyataan yang disusun untuk
mengumpulkan informasi tertentu dan diisi oleh responden atau sumber
informasi yang diinginkan. Catatan lapangan yang dimaksud untuk
mencata segala aktivitas guru dan siswa dimulai dari guru masuk kelas
sampai pada akhir pembelajaran. Hal ini digunakan untuk mengetahui
respon siswa terhadap pembelajaran.
Peristiwa yang terjadi pada proses kegiatan pembelajaran
berlangsung digunakan untuk merevisi tindakan selanjutnya. Di samping
itu untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa atau untuk melukiskan
suatu proses, seperti pembelajaran kooperatif, sehingga dapat diketahui
komentar siswa tentang penggunaan cara belajar yang dialaminya. Untuk
mengetahui respon siswa, guru dan kepala sekolah, pada penelitian ini
diperlukan wawancara, terutama siswa sebagai subjek penelitian.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari setiap instrument akan dikumpulkan
kemudian dianalisis. Kegiatan analisis data ini berupa display data dan
klasifikasi data, kemudian melakukan refleksi yang disertai perbaikan
tindakan. Langkah-langkah tersebut dijadikan pedoman pengolahan dan
analisis data. Kemudian dalam pelaksanaannya akan dikembangkan
sesuai dengan perkembangan keadaan data yang diperoleh.
Terhadap seluruh data yang telah diperoleh akan direfleksikan
dan dievaluasi untuk merancang tindakan perbaikan pada siklus
berikutnya. Refleksi dan evaluasi berkenaan dengan respon siswa,
kesulitan dan kontribusi dalam menciptakan strategi penyelesaian soal
pada pokok bahasan kemagnetan melalui metode pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning) STAD
Prosedur Penelitian
Secara teoritik pengembangan dan penerapan pembelajaran
kooperatif sesuai dengan disain penelitian dan menggunakan model
penelitian tindakan kelas menurut FX. Soedarsono. Tahap awal peneliti
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
55
melakukan penjajagan assesment untuk menentukan masalah yang
sesungguhnya yang dirasakan terhadap apa yang telah dilaksanakan
selama ini. Pada tahap ini peneliti dapat menimbang dan
mengidentifikasi masalah-masalah dalam proses pembelajaran
(memfokuskan masalah) kemudian melakukan analisis dan merumuskan
masalah yang layak untuk penelitian tindakan.
Siklus I
Rancangan; Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan
pembelajaran IPA oleh guru kelas, kemudian ditemukan permasalahan
yang muncul selama pembelajaran tersebut berlangsung. Temuan ini
dikonsultasikan kepada teman sejawat. Berdasarkan hasil diskusi
tersebut dirancang dan dilaksanakan tindakan perbaikan berupa
pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pokok bahasan besaran pokok.
Pelaksanaan; Pelaksanaan dilakukan dengan rencana
pembelajaran dengan memanfaatkan kesiapan peneliti dalam memahami
tujuan pembelajaran. Pada pelaksanaan siklus pertama peneliti akan
melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran dengan memberikan
gambaran umum tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti tanpa
mengabaikan pemahaman peneliti tentang pendekatan pembelajaran
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Peneliti akan
mengembangkan kemampuan mengajarnya melalui metode yang
bervariasi, yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam
membangun pengetahuannya sendiri. Sebagai dampak pengiring dalam
pelaksanaan pembelajaran ini, siswa diharapkan memiliki rasa percaya
diri terhadap penyelesaian tugas mandiri dan kelompok.
Pengamatan; Selama pelaksanaan tindakan, peneliti akan
mengamati setiap perubahan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik siswa. Dari pengamatan tersebut diharapkan peneliti
memperoleh informasi mengenai adanya kesesuaian antara pembelajaran
dengan pelaksanaannya, mengukur kemampuan siswa dalam bentuk
hasil belajar berupa tugas mandiri dan lembar kerja siswa (LKS).
Refleksi; Refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan guru berdasarkan
temuan-temuan yang didapat dari hasil monitoring.
Siklus II
Rancangan; Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada siklus I,
kemudian permasalahan yang muncul selama pembelajaran pada siklus I
tersebut berlangsung. Temuan ini dikonsultasikan kepada teman sejawat.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
56
Berdasarkan hasil diskusi tersebut dirancang dan dilaksanakan tindakan
perbaikan berupa pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pokok bahasan
kemagnetan. Pelaksanaan; Pelaksanaan dilakukan dengan rencana
pembelajaran dengan upaya perbaikan dari hasil siklus I. Pada
pelaksanaan siklus II peneliti akan melakukan kegiatan dalam proses
pembelajaran dengan memberikan gambaran umum tindakan yang akan
dilakukan oleh peneliti tanpa mengabaikan pemahaman peneliti tentang
pendekatan pembelajaran pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning). Peneliti akan mengembangkan kemampuan mengajarnya
melalui metode yang bervariasi, yang memungkinkan siswa terlibat
secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri
Pengamatan; Selama pelaksanaan tindakan, peneliti akan
mengamati setiap perubahan yang lebih baik dibandingkan dengan siklus
I. Dari pengamatan tersebut diharapkan peneliti memperoleh informasi
mengenai adanya upaya perbaikan serta mengukur kemampuan siswa
dalam bentuk hasil belajar berupa tugas mandiri dan lembar kerja siswa
(LKS). Refleksi; Refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan guru
berdasarkan temuan-temuan c yang didapat dari hasil monitoring dan
wawancara. Peneliti akan menyampaikan permasalahan yang
dihadapinya selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Data
dibahas bersama pengamat untuk mendapat kesamaan pandangan
terhadap tindakan pada siklus kedua. Hasil diskusi dijadikan bahan
untuk menarik kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Melihat hasil pengamatan pada siklus I, Antusias siswa dalam
mengikuti kegiatan, keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan,
kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam
menyusun laporan, Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian
menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari
sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan rentang nilai > 60, ini
menunjukkan siswa masih kesulitan dan belum siap karena baru
mengenal model pembelajaran jigsaw . Disisi lain siswa merasa senang
dan terdorong untuk lebih kreatif walaupun terdapat 40% yang masih
kesulitan memahami materi dan 50% kurang berani berpendapat.
Dengan demikian pada siklus II perlu adanya motivasi yang dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
57
mendorong siswa lebih berkompetensi menyediakan buku sumber
belajar yang memadai. Berdasarkan siklus I didapat nilai prestasi siswa
dengan rerata 7.5 berarti ada kenaikan 40% dari sebelum tindakan, hal
ini mendorong melanjutkan pada siklus II. Pada akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes formatif I. Data hasil penelitian pada siklus I
adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Nilai Siswa pada Siklus I
KOMPONEN NILAI SISWA
Rata-rata 62,00
Ketuntasan 20 murid
Prosentase 72%
KKM 70
Target Ketuntasan 75%
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
pengajaran pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) STAD
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 62,00 dan
ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 20 siswa dari 36 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih canggung dengan diterapkannya cooperatif STAD.
Siklus II
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II.
Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Nilai Siswa pada Siklus II
KOMPONEN NILAI SISWA
Rata-rata 76,41
Ketuntasan 30 murid
Prosentase 91%
KKM 70
Target Ketuntasan 75%
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
58
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 76,41 dan ketuntasan belajar mencapai 91,00% atau ada 30 siswa
dari 36 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan
hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dengan
pengajaran berbasis cooperatif, disamping itu ada perasaan senang pada
diri siswa dengan adanya cara belajar yang baru karena itu adalah
pengamalan pertama bagi siswa.
PEMBAHASAN
Siklus I
Berdasarkan analisis data pada siklus I, antusias siswa dalam
mengikuti pembelajaran cukup. Hal ini disebabkan baru pertama kali
siswa mengenal metode tersebut. Sementara ini kelancaran
mengemukakan ide terlihat sangat kurang, kreativitas siswa masih
kurang. Hal ini terlihat pada saat diskusi kelas kurang berjalan dengan
baik. Hal ini sesuai dengan teori-teori yang mendukung penerapan
metode Cooperative Learning antara lain, Gagne mengemukakan bahwa
belajar adalah perubahan kemampuan atau disposisi(kecenderungan)
seseorang yang dapat bertahan selama periode waktu tertentu.1 Menurut
pendapat Kenneth D.Moore, belajar adalah suatu perubahan kapasitas
kinerja individu sebagai hasil pengalaman.
Di sisi lain kelancaran mengemukakan ide, keaktifan siswa
dalam diskusi, kemampuan dalam menghimpun hasil diskusi, keaktifan
siswa dalam mencari sumber belajar lebih meningkat bila dibandingkan
pada siklus I. Hal ini terlihat masing-masing kelompok disibukkan
mempelajari modul-modul yang sudah disiapkan oleh guru-guru
sehingga siswa ingin berlama-lama belajar. Berdasarkan analisis hasil
observasi pada siklus I, terlihat siswa termotivasi untuk belajar dan
merasa senang belajar. Namun disini masih merasa kesulitan dalam
memahami materi terlihat adanya hanya 60%,begitu juga dengan
mengemukakan ide hanya mencapai 60%. Pada siklus I siswa terlibat
lebih kreatif mencapai 90%, yang mengalami kesulitan mencapai 30%.
Pada siklus II rata-rata siswa terlihat sangat senang dan yang mengalami
kesulitanpun tidak ada sehingga pembelajaran ini betul-betul dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
59
meningkatkan minat dan kreatifitas belajar siswa. Hal ini terlihat pada
menurunnya presentasi kesulitan yang dihadapi siswa.
Siklus II
Pencapaian kenaikan hasil belajar pada siklus I yaitu 75
dibanding sebelum siklus yaitu 30 yang berarti kenaikan 45%.
Begitupula pada siklus II ada kenaikan angka yaitu 88 yang berarti naik
13% dibandingkan siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
metode Cooperative Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa
pada konsep-konsep yang dipelajari. Hal tersebut selaras dengan
pendapat Curzon6 yang berpendapat bahwa belajar adalah
perubahan(modifikasi) perilaku yang ditampakkan oleh seseorang
melalui aktivitas dan pengalamannya, sehingga pengetahuan,
keterampilan dan sikapnya termasuk cara penyesuaian terhadap
lingkungannya berubah.
Pendapat lain yang dinyatakan oleh Slavin bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah antara 4 – 6
orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar. Strategi adalah pola perilaku yang dilakukan
guru dalam pembelajaran yang diterapkan dalam proses kegiatan belajar
dengan multi metode dan media belajar. Berdasarkan uraian di atas dapat
dinyatakan bahwa penerapan metode Cooperative Learning dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada konsep-konsep yang dipelajari,
khususnya materi kemagnetan.
KESIMPULAN
Penerapan metode pembelajaran Cooperative Learning (STAD )
model praktikum pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menjadikan
siswa lebih kreatif dan aktif dalam pembelajaran. Ketrampilan
menyampaikan pendapat kepada orang lain baik lisan maupun tertulis
perlu ada latihan. Penerapan metode pembelajaran Cooperative
Learning(STAD ) model praktikum pada pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam meningkatkan hasil prestasi belajar siswa
SARAN
Inovasi pembelajaran yang memacu pembelajaran berbasis siswa
perlu dikembangkan guna meningkatkan kegiatan-kegiatan belajar
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
60
mengajar. Untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan dalam
bertanya, menjawab, menyampaikan pendapat, kesan dan tulisan,
memerlukan banyak latihan. Guru perlu melakukan pendekatan untuk
memberikan motivasi sehingga terbentuk rasa percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bueche, F. (1988). Principles of Physics. New York: McGraw-Hill.
Bulus. (2011). The Effect Of Using Alternative Assessment Activities On
Students' In Science And Technology Course. Educational
Sciences Journal , 997-1004 Vol II Nomor 2.
David R. K.(2002), A Revision of Bloom’s Taxonomy, An Overview
(Ohio: Theory Into Practice, vol 41 number 4 )
Depdiknas. (2008). Buku BSE IPA SMP 8. Jakarta: PT Setia Purna Inves.
Depdiknas. (2006). Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi Mata pelajaran Fisika, SMP
dan SMA. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Standar Penilaian. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2007). Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan dasar dan
Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Dita (2013) Internalisasi Pendidikan Karakter Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Pokok
Larutan Penyangga Unesa Journal of Chemistry Education
ISSN: 2252-9454 Vol. 2, No. 2, PP 39-45 May 2013
Djamarah,S (1996). Psikologi Belajar. Jakarta Rineka Cipta
Fauzi, A. (2008). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Model
Kooperatif Tipe STAD di SMA Tesis. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Gurinda. (2013) Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif STAD
Untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Produktif Otomotif
Siswa Kelas X TKR SMK Negeri 3 Palu. Engineering
Education Journals UNIMA ISSN 2337-5892 Volume 1, No
2, 2013
Halliday, D. (1999). Fisika. Jakarta: Erlangga.
Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa
University Press
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
61
PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI
MEDIA GAMBAR PADA PEMBELAJARAN SPEAKING
SISWA KELAS VII
Erni Herlyani
Guru SMP Negeri 5 Sangatta Utara
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan penguasaan
kosakata siswa pada pembelajaran speaking melalui media
gambar di kelas VII A SMP Negeri 5 Sangatta
Utara.Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan
penguasaan kosakata siswa secara signifikan terutama
melalui latihan-latihan soal dengan media gambar serta
menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik pada
pembelajaran speaking, karena ada kesan belajar bahasa
Inggris menyenangkan. Sedangkan hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah nilai hasil belajar selama
penelitian yang diperoleh selama dua siklus mengalami
peningkatan yang signifikan yaitu pada siklus I rata rata
nilai siswa yaitu 68.64 dan pada siklus 2 meningkat lagi
menjadi 73,83. Pada akhir pembelajaran siklus 2, dari 31
siswa hanya 3siswa yang tidak tuntas belajar. Media
gambar mampu meningkatkan penguasaan kosakata dalam
pembelajaran speaking pada siswa kelas VII A SMP N 5
Sangatta Utara.
Kata Kunci : penguasaan kosa kata, media gambar
PENDAHULUAN
Bahasa Inggris tidak dapat dipungkiri adalah bahasa utama
komunikasi antarbangsa dan sangat diperlukan untuk berpartisipasi
dalam pergaulan dunia. Makin datarnya dunia dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan pergaulan tidak dapat
lagi dibatasi oleh batas-batas negara. Kurikulum 2013 menyadari peran
penting bahasa Inggris tersebut dalam menyampaikan gagasan melebihi
batas negara Indonesia serta untuk menyerap gagasan dari luar yang
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
62
dapat dipergunakan untuk kemaslahatan bangsa dan negara sebagai
akibat datarnya dunia.
Sebagia guru mata pelajaran bahasa Inggris, peneliti menemukan
masalah berupa kesulitan siswa siswi di lingkup SMP N 5 Sangatta
Utara kelas VII dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris baik dalam
maupun diluar proses belajar mengajar khususnya saat pembelajaran
speaking. Setiap stimulus yang diberikan guru berupa pertanyaan yang
harus dijawab atau penugasan untuk melakukan dialog tidak
mendapatkan timbal balik yang diharapkan. Dari pengamatan peneliti,
siswa tampak tidak punya keberanian untuk mengungkapkan pikirannya
dalam bahasa Inggris, karena rendahnya penguasaan kosakata sehingga
mereka selalu ragu untuk berbicara dalam bahasa Inggris.
Penguasaan kosa kata merupakan hal yang paling mendasar yang
harus dikuasai seseorang dalam pembelajaran bahasa Inggris yang
merupakan bahasa asing bagi seluruh siswa dan masyarakat Indonesia.
Bagaimana seseorang dapat mengungkapkan suatu bahasa apabila ia
tidak memahami kosakata dari bahasa tersebut. Menurut Graves (1986)
kosakata ideal yang harus dimiliki oleh pembelajar pemula adalah antara
2500 sampai 5.000 kata untuk menunjang pembelajaran bahasa. Namun
hal ini kurang dimiliki oleh para pembelajar bahasa Inggris di negara
kita, apalagi bahasa Inggris adalah sebagai bahasa asing sehingga
penggunaan bahasa tersebut hanya pada beberapa hal dan tempat.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan refleksi tentang
apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi. Dari hasil diskusi
dengan teman sejawan untuk mengidentifikasi kekurangan dari
pembelajaran yang telah peneliti laksanakan terungkap beberapa
masalah yaitu guru kurang maksimal menggunakan media pemelajaran
untuk meningkaptkan penguasaan kosakata siswa. Salah satu cara yang
peneliti gunakan untuk membantu meningkatkan penguasaan siswa
terhadap kosakata sehingga siswa aktif dalam pembelajaran speaking
adalah dengan menggunakan media gambar.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah media
gambar dalam pembelajaran Speaking dapat meningkatkan penguasaan
kosakata siswa kelas VII semester I SMP N 5 Sangatta Utara?,
bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran untuk peningkatan penguasaan
kosakata melalui media gambar dalam pembelajaran Speaking siswa
Kelas VII semester I SMP N 5 Sangatta Utara?, dan bagaimanakah
pelaksanaan evaluasi pembelajaran untuk peningkatan penguasaan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
63
kosakata melalui media gambar dalam pembelajaran Speaking siswa
Kelas VII semesternI SMP N 5 Sangatta Utara?. Berdasarkan
permasalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian
ini adalah Meningkatan penguasaan kosakata melalui media gambar
dalam pembelajaran Speaking siswa Kelas VII SMP N 5 Sangatta
Utara. Mendeskripsikan kegiatan pembelajaran untuk peningkatan
penguasaan kosakata melalui media gambar dalam pembelajaran
Speaking siswa Kelas VII SMP N 5 Sangatta Utara. Mendeskripkan
evaluasi pembelajaran untuk peningkatan penguasaan kosakata melalui
media gambar dalam pembelajaran Speaking siswa Kelas VII SMP N 5
Sangatta Utara.
KAJIAN TEORI
Hakikat Kosakata
Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata yang
diketahui oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari
suatubahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai
himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau
semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut
untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara
umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat
pendidikannya (Wikipedia.com).
Kosakata juga bermakna perbendaharaan kata (Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa 1995:527) Kosakata adalah semua kata yang
terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang
pembicara atau penulis, kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu
pengetahuan. Daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan
secara singkat dan praktis. Menurut Kridalaksana (1993), kosakata
adalah komponen bahasa yang memberikan informasi tentang arti dan
kata-kata yang digunakan dalam bahasa sedangkan dalam Webster‟s
Ninth College Dictionary, kosakata dirumuskan seperti berikut: a.
Sebuah daftar atau kumpulan kata dan frasa yang biasanya tersusun
secara baik dan dijelaskan atau diberi definisi. b. Jumlah atau persediaan
kata-kata yang dimiliki oleh suatu bahasa dalam suatu bidang
pengetahuan. c. Sebuah daftar atau kumpulan dari istilah atau kode yang
tersedia untuk digunakan.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah
komponen suatu bahasa dan jumlah kata yang dimiliki oleh seseorang,
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
64
profesi dan sebagainya, dalam suatu komunikasi dan segala aspek dari
kehidupan seperti perdagangan, pendidikan, bisnis, sosial, politik, dan
sebagainya.
Proses Pembelajaran
Brown (2000) menegaskan bahwa pengertian mengajar tidak
dapat dipisahkan dari belajar. Mengajar adalah mengarahkan dan
menfasilitasi proses belajar; membantu pembelajar untuk belajar, serta
menciptakan kondisi untuk belajar. Pemahaman kita mengenai cara
belajar seseorang akan menentukan sisi pandang kita terhadap
pendidikan, gaya mengajar, pendekatan, metode, dan teknik pengajaran
kita di kelas. Jika kita menganggap belajar adalah proses pengkondisian
melalui sejumlah program penguatan, maka gaya kita mengajar akan
selalu menitikberatkan proses penguatan yang berulang-ulang. Jika kita
menganggap belajar bahasa adalah proses deduktif maka cara kita
mengajar akan diawali dengan menghadirkan rumus-rumus dan aturan-
aturan penyusunan kalimat kepada para siswa kita bukannya memberi
kesempatan kepada siswa untuk menggali dan menemukan aturan-aturan
tersebut secara induktif.
Konsep berbicara
Tarigan (1999:11) menyatakan bahwa berbicara merupakan suatu
tindakan untuk menyampaikan pesan melalui lisan. Menurut Arsyad dan
Mukti (1991:27) berbicara adalah untuk mengucapkan bunyi artikulasi
atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan
dan perasaan. Hal ini sejalan dengan New Webster Dictionary
(1994:932), “speaking is an act to express idea, feelings and thought
orally”. Artinya apabila seseorang tidak memiliki kemampuan berbicara
maka pendapat, perasaan dan pikirannya tidak akan pernah diterima atau
dimengerti orang lain, sehingga mereka akan mudah terisolasi dari
pergaulan. Nunan ( 1991: 932) said, “To most people, mastering the art
of speaking is the single most important aspect of learning a second or
foreign language, and success is measured in term of the ability sto
carry out a conversation in the language”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuna penguasaan bahasa Inggris seseorang dapat dilihat dari
kemampuan berkomunikasi, melakukan percakapan dengan
menggunakan media bahasa. Dalam konteks tersebut, sungguh
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
65
menggambarkan betapa pentingnya peningkatan speaking skill baik di
lingkungan pembelajaran di kelas maupun di lingkungan masyarakat.
Salah satu teknik yang efektif dalam meningkatkan keterampilan
berbicara bahasa Inggris adalah dengan menggunakan gambar,
Dobson(1997:25)
Media Gambar
Media berasal dari kata “Medium” (Media = Jamak, Medium =
tunggal) secara harfiah berarti perantara, penyampean/penyalur. Media
yang dimaksud dalam dunia pendidikan adalah media yang bentuk
maupun fungsinya sudah dirancang sehingga bisa digunakan untuk
memperlancar kegiatan proses belajar dari pihak sasaran. Media ini
dalam proses kegiatan pengajaran (Yusuf, 1990:72). Menurut Arsyad
(2002:105) gambar merupakan salah satu jenis bahasa memungkinkan
terjadinya komunikasi. Gambar merupakan bahasa yang diekspresikan
melalui tanda dan simbol. Gambar yang telah diatur melalui seleksi
merupakan bahasa “visual”.
Bahasa visual ini harus memperhatikan tatanan bagian-bagian
yang akan ditampilkan. Tatanan bagian-bagian itu harus dapat
menampilkan gambar yang dapat dimengerti, dapat dibaca dan dapat
menarik perhatian. Sehingga gambar dapat menyampaikan pesan yang
diinginkan. Menurut pendapat Edmundo (1988:28) bahwa media gambar
yang diberikan oleh siswa dalam mempelajari bahasa asing dapat
memberikan kesempatan untuk berlatih menggunakan bahasa dalam
konteks yang nyata atau di dalam situasi yang mana mereka bisa
menggunakannya untuk mengkomunikasikan idenya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dalam dua siklus dan dilaksanakan di tempat
peneliti melaksanakn tugas mengajar , yaitu SMP N 5 Sangatta Utara.
Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan September hingga
Desember 2016. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas VII A
tahun ajaran 2016-2017 Semester ganjil yang berjumlah 31 orang.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan prosedur rancangan
penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian
direncanakan dalam beberapa siklus (daur) dan kegiatan penelitian akan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
66
dihentikan ketika hasil penelitian telah menunjukkan kejenuhan. Secara
lebih jelas, kegiatan penelitian ditunjukkan dalam bagan berikut ini
Gambar 1. Konsep PTK dalam Penelitian
Prosedur Tindakan Kelas
Prosedur tindakan dilakukan sebagai berikut;pertama, menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran. Penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang dilengkapi dengan instrument dan media
pembelajaran berupa gambar. Kedua, melaksanakan kegiatan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
67
pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran dijalankan sesuai RPP yang
telah dibuat. Ketiga, melaksanakan pengamatan. Mengamati dan
direkam dengan menggunakan instrument pencatat. Keempat,
melaksanakan evaluasi pembelajaran. Kegiatan evaluasi terhadap
kemampuan penguasaan kosakata dilakukan pada saat proses
pembelajaran dan setelah kegiatan pembelajaran dalam bentuk tes tulis.
Kegiatan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran dilakukan pada saat
melakukan refleksi. Refleksi yang dimaksud adalah refleksi yang
dilakukan secara bersama-sama dengan siswa maupun refleksi yang
dilakukan oleh peneliti tanpa melibatkan siswa
Data dan Sumber Data Penelitian
Data dalam kegiatan penelitian ini meliputi tiga unsur, yaitu
dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan
pembelajaran dan kegiatan evaluasi pembelajaran. Sumber data
penelitian adalah dokumen yang berisi kegiatan guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran speaking.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan melakukan
pengamatan langsung selama pembelajaran, pencatatan dan rekap hasil
latihan siswa, serta hasil ujian tulis siswa yang dilakukan secara periodik
sesuai dengan program semester yang telah dibuat.
Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi
belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa
terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada
setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu: Untuk menilai ulangan atu tes formatif; Peneliti melakukan
penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
68
jumlah siswa yang ada di kelas tersebut, sehingga diperoleh rata-rata tes
formatif dapat dirumuskan:
=N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
=
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
penilaian RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran), panduan
pengamatan kegiatan pembelajaran, panduan evaluasi pembelajaran
berupa ulangan unit atau ulangan blok dan soal latihan yang disertai
dengan gambar
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian Per Siklus
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 12 September 2016 di Kelas VII SMP N 5
Sangatta Utara dengan jumlah siswa 31 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
69
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Maka dari data test awal
(siklus I) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,64 dan
ketuntasan belajar mencapai 71% atau ada 22 siswa dari 31 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 71% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Seningga masih
diterdapat 9 siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan. Hal ini
disebabkan karena siswa masih canggung dengan penggunaan media
gambar.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2016 di Kelas VII A dengan
jumlah siswa 31 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau
kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan
(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar. Dan diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
73,83 dan ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 28 siswa dari 31
siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan hasil
belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dan merasa senang
dengan pengajaran melaui media gambar.
PEMBAHASAN
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
bahasa Inggris melalui media gambar memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya penguasaan siswa terhadap kosakata yang telah disampaikan
guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I dan II).
Pada siklus I, dengan menerapkan media gambar pada
pembelajaran speaking diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 66,64 dan ketuntasan belajar mencapai 71% atau ada 22 siswa
dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena
siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 71% lebih kecil dari
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
70
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih canggung dengan diterapkannya
pengajaran melalui media gambar
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 73,83 dan ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 28 siswa
dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran melalui
media gambar dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran
yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus
mengalami peningkatan.
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran speaking melaui media gambar yang paling dominan
adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa
dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiswa dapat
dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pengajaran melaui
media gambar dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam
mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di
atas cukup besar.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama
tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pada siklus I, dengan menerapkan
pengajaran melalui media gambar diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 66,64 dan ketuntasan belajar mencapai 71% atau
ada 22 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih canggung dengan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
71
diterapkannya pengajaran melalui media gambar. Pada siklus II,
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,83 dan
ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 28 siswa dari 31 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini
ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Pengajaran kosakata
melalui media gambar dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal
ini berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi
pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus
mengalami peningkatan.
SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar Bahasa Ingris lebih efektif dan lebih
memberikan hasil yang optimal bagi siswa, teman-teman guru ketika
melaksanakan pengajaran bahasa Inggris melalui media gambar
memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga mampu
menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan
dengan media gambar dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh
hasil yang optimal. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa,
guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode
pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana
siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh konsep
dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih
lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas VII
semester I SMP N 5 Sangatta Utara tahun pelajaran 2016/2017. Untuk
penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Arsyad.2002. Media Pengajaran. Jakarta : Raja Grafinda Persada
Haryanto dan Suradi.2007. Super Bahasa Inggris untuk SD kelas V.
Jakarta : Erlangga
Mulyasa,2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
72
Nunan, David. 1991.Language Teaching Methodology. Great
Britain:Prentice Hall International
Pawit, Yusuf. 1990.Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi
Instruksional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Tarigan, Jago.1999. Pengembangan Keterampilan Berbicar. Jakarta
The Random House. 1961. American Everyday Dictionary. Edited by
Yess Stein.New York
Webster. 1994. The New Grolier Webster Dictionary of English
Languag. America.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
73
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS KELAS VII DI
SMPN 3 MUARA BENGKAL MELALUI PENDEKATAN
LEARNING COMUNITY
Ervina
Guru SMP Negeri 3 Muara Bengkal
Abstrak
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa khususnya di Kelas VII SMPN 3
Muara Bengkal. Dalam implementasi materi, pengajaran
lebih menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada guru,
mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak
mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk
budaya menghafal dan bukan berpikir kritis. Dalam
pelaksanaan menilai pembelajaran IPS sangat
menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan
ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan
mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal minat
merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran
IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil ulangan harian IPS yang pertama
di kelas VII. SMPN 3 Muara Bengkal pada kompetensi
dasar mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi,
proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan
men capai rata – rata 50,8 dan hanya 50 % siswa
mencapai nilai 70 atau > 70. Padahal idealnya minimal
harus mencapai 100% siswa mendapat 70 atau > 70..
Kondisi tersebut disebabkan oleh kenyataan sehari – hari
yang menunjukkan bahwa siswa kelihatannya jenuh
mengikuti pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 3 Muara
Bengkal. Hal ini terbukti sebagian besar siswa mengeluh
apabila diajak belajar IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara
Bengkal.
Kata Kunci : Prestasi Belajar, Pendekatan Learning
Comunity
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
74
PENDAHULUAN
Guru adalah ujung tombak pembelajaran IPS yang terjadi di
kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal . Strategi dan manajemen guru untuk
mengatasi masalah pembelajaran sangat dibutuhkan dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di
dalam kelas VII di SMPN 3 Muara Bengkal merupakan salah satu tugas
utama guru, dan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang
ditujukan untuk membelajarkan siswa. Dalam proses pembelajaran
masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan
siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan
kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak
menunggu sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri
pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang mereka butuhkan.
Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa proses yang dilakukan
oleh guru untuk pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal
belum aktif. Dengan demikian menjadi kendala yang dirasakan adalah
masalah proses pembelajaran yang kurang variasi dan kurang melibatkan
siswa secara aktif. Guru menggunakan model pembelajaran yang
terkesan monoton sehingga siswa menjadi kurang aktif. Setelah
memperhatikan situasi kelas yang seperti itu, maka perlu dipikirkan cara
penyajian dan suasana pembelajaran IPS Kelas VII di SMPN 3 Muara
Bengkal yang cocok untuk siswa, sehingga siswa dapat berpartisipasi
aktif dalam proses pembelajaran. Saat ini pemerintah sudah sering
mensosialisasikan berbagai model pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang disosialisasikan adalah model pembelajaran learning
community.
Dalam implementasi materi, pengajaran IPS di Kelas VII SMPN
3 Muara Bengkal lebih menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada
guru, mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak mengembangkan
berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan bukan
berpikir kritis. Dalam pelaksanaan menilai pembelajaran IPS sangat
menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris
sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang
menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut
minat siswa karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan
pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
75
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada : Siswa, agar prestasi belajarnya meningkat dan mendapatkan
pengalaman belajar yang lebih menarik, menyenangkan, dan
mengasyikkan.Guru, agar dapat menambah wawasan dan informasi
tentang pilihan berbagai bentuk- bentuk strategi pembelajaran,
khususnya pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara
Bengkal.Sekolah, diharapkan dapat memberikan informasi dalam
peningkatan kualitas pendidikan dan terjaminnya pelayanan sekolah
kepada siswanya.Penelitian lanjutan, sebagai bahan rujukan dalam
penelitian selanjutnya.
KAJIAN TEORI
Prestasi Belajar
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon atau
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar bila ia telah
mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini, yang
terpenting adalah masukan/ input yang berupa stimulus dan keluaran/
output berupa respon. Faktor yang mempengaruhi belajar dalam teori ini
adalah penguatan respons(Daryanto,2009).Menurut teori humanistik,
belajar adalah untuk memanusiakan manusia atau dapat dikatakan proses
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Proses belajar dapat dianggap
berhasil bila seorang pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Faktor yang berpengaruh disini adalah pengalaman konkrit,
pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi dan eksperimentasi
seorang pelajar (Daryanto, 2009). Menurut teori kognitivisme, belajar
tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih
dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks.
Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Asumsi
dasar teori ini adalah bahwa setiap orang mempunyai pengalaman dan
pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur
kognitif. Proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran
yang baru beradaptasi (bersinambung) secara “klop” dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki oleh seorang anak(Daryanto,2009).Menurut
aliran sibernetik, belajar adalah proses pengolahan informasi. Teori ini
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
76
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut
teori ini tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi,
yang cocok untuk semua siswa. Dengan diulang-ulang maka bahan
pelajaran akan semakin diingat atau dikuasai. Hal ini sama dengan
pendapat ahli-ahli psikologi daya, belajar adalah proses melatih daya
jiwa yaitu mengerjakan sesuatu yang sama berulang-ulang dengan jalan
melatihnya, proses mengerjakan sesuatu berulang-ulang sehingga daya
ingatan akan menjadi lebih tinggi kalau berulang-ulang mengingat
sesuatu tersebut (Sumadi,2002).
Selain orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor
yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam
proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam
kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan
lingkungan dimana anak itu berada. Lingkungan masyarakat dapat
menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang
sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang
rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka.
Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan
anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat
terpengaruh pula. Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan
membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari
seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-
kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa
bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka
kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya,
sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya (Sumadi , 2002).
Pengukuran adalah pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh seseorang, hal atau obyek
tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Jadi pengukuran
prestasi belajar adalah pemberian angka atau skala tertentu menurut
suatu aturan atau formula tertentu terhadap penguasaan pengetahuan
atau ketrampilan yang dikembangkan melalui pelajaran. Pengukuran ini
digunakan oleh seorang pendidik atau guru untuk melakukan penilaian
terhadap hasil belajar anak didiknya, baik menggunakan instrumen tes
maupun non tes. Tes adalah suatu pernyataan atau tugas atau
seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi
tentang atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan atau tugas
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
77
tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan tertentu yang dianggap
benar (Zainul dan Nasution, 1997).
Instrumen non tes lebih ditekankan pada sikap seorang anak
didik, misalnya sopan santun, budi pekerti dan hubungan sosial dengan
teman dan lingkungan. Penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan
baik dan benar bila menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
Secara garis besar penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian
formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif digunakan untuk
memantau sejauh manakah proses pendidikan telah berjalan
sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan penilaian sumatif dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari
satu unit keunit berikutnya (Zainul dan Nasution, 1997).
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai instrumen
penelitian adalah nilai ulangan harian, yaitu nilai pada kegiatan sehari –
hari pada uji kompetensi. Hal ini dikarenakan nilai ulangan harian
memberi gambaran yang jelas tentang kemampuan belajar seorang anak
atau peserta didik. Nilai ulangan harian yang di ambil adalah nilai
ulangan harian mata pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 3 Muara
Bengkal. Adapun caranya untuk menentukan prestasi belajar anak yaitu
dengan mengambil nilai mentah hasil ulangan harian. Setelah itu barulah
kita tentukan prestasi belajar anak dengan menggunakan batasan nilai
KKM ( criteria ketuntasan minimal ). Disini peneliti mengambil nilai
ulangan karena nilai ulangan harian adalah nilai asli yang belum
ditambah oleh guru sehingga hasilnya akan menjadi lebih valid.
Learning Comunity
Joyce & Weil (1996) dalam bukunya ”Models of Teaching”
memaparkan beberapa model pembelajaran dengan unsur-unsur dasar,
yaitu (1) syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, (2)
social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam
pembelajaran, (3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana
seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, (4)
support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang
mendukung pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant effects—
hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar
(instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant
effects). Lima unsur tersebut dicoba dipaparkan pada bagian ini sehingga
tergambar Model Learning community yang dimaksud dalam penelitian
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
78
ini. Model Learning community sulit didefinisikan secara jelas karena
masih baru dan bersifat kompleks (Pancucci, 2007). Tetapi menurut
Zhao & Kuh (2004), konsep learning community tidaklah baru sama
sekali. Konsep ini diperkenalkan oleh Alexander Meiklejohn pada tahun
1920 (Smith dalam Zhao & Kuh, 2004).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama dari
penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas
dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini akan
dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai
75% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada
jumlah siklus yang harus dilalui.
Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal,
Kabupaten Kutai Timur. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai
dari minggu ke 2 bulan Juli 2016 sampai dengan minggu ke 2 bulan
September 2016. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII. Di SMPN 3
Muara Bengkal dengan jumlah siswa di kelas ini adalah 22 orang yang
terdiri dari 11 orang laki – laki dan 11 orang perempuan.
Tehnik Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran learning community, observasi
aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
Instrumen Pengumpulan dan Analisis Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
Silabus; Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Rencana
Pelaksanaan Pelajaran (RPP); Yaitu merupakan perangkat pembelajaran
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
79
yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun
untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator
pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan
belajar mengajar. Lembar Kegiatan Siswa; Lembar kegaian ini yang
dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil
eksperimen.
Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar; .Lembar
observasi pengolahan pembelajaran Discovery inquiry, untuk mengamati
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.Lembar observasi
aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru
selama proses pembelajaran. Tes formatif; Tes ini disusun berdasarkan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap
akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda
(objektif).
Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran learning community, observasi
aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi
belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa
terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis dan
ulangan harian..
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu: Untuk menilai ulangan atau tes formatif; Peneliti melakukan
penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan
jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes
formatif dapat dirumuskan:
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
80
=N
XX
Dengan: X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
=
HASIL PENELITIAN
Siklus Pertama
Kegiatan penelitian tindakan kelas tahap siklus pertama
dilaksanakan berdasarkan hasil kegiatan tahap pra siklus. Tahap siklus
pertama diterapkan tindakan penelitian dengan menggunakan
pendekatan learning community yaitu sebagai berikut: Perencanaan;
Penyusunan perencanaan mengacu pada peningkatan prestasi dan
partisipasi belajar siswa mata pelajaran IPS Kelas VII SMPN 3 Muara
Bengkal Perencanaan penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:Mengkondisikan kelas agar dapat digunakan
untuk penelitian tindakan kelas. Menyiapkan perangkat penelitian,
antara lain: Menyusun angket penelitian. Menyusun pedoman
observasi.Menyusun pedoman wawancara atau panduan wawancara.
Menyiapkan pedoman analisis data.
Tindakan; Melaksanakan penelitian tindakan kelas, dengan
menggunakan skenario sebagai berikut :Membentuk kelompok belajar
berdasarkan hiterogenitas jenis kelamin, kemampuan.Memberi
penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan,
dan yang dilakukan dalam kelompok. Menugaskan kelompok untuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
81
membuat kesimpulan materi yang didiskusikan dalam kelompok
Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi.Rangkuman
yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat
setempat. Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok. Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi
tanggapan hasil kelompok lain. Meminta kelompok mengumpulkan hasil
kerja kelompok. Membuat kesimpulan bersama dalam kelas.
Pengamatan atau Observasi
Peneliti mengadakan pengamatan atau observasi selama proses
pembelajaran dan laporan hasil kerja kelompok siswa berupa rangkuman
hasil diskusi kelompok, meliputi : 1). Reaksi siswa saat menerima tugas
mendiskusikan materi. 2). Aktifitas siswa selama diskusi kelompok. 3).
Partisipasi siswa dalam membuat laporan hasil kerja. 4). Produk siswa
yang berupa laporan hasil kerja kelompok. 5). Partisipasi siswa selama
diskusi kelas. 6). Partisipasi siswa selama membuat laporan bersama.
Refleksi; Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi dan
wawancara selama kagiatan siklus pertama, diperoleh data aktifitas dan
hasil kerja siswa selama diskusi. Data tersebut digunakan sebagai dasar
untuk menyusun rencana tindakan pada siklus ke dua. Kegiatan refleksi
dilakukan untuk mengetahui kelemahan tindakan siklus pertama, apakah
telah terjadi perubahan atau belum, dan bagaimana cara mengatasi
kelemahan-kelamahan yang terjadi pada siklus tersebut, selanjutnya
digunakan untuk .Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Siklus Pertama
Komponen Hasil
Rata-rata 72,90
Ketuntasan 15 murid
Prosentase 68%
KKM 70
Target Ketuntasan 75%
Siklus Kedua
Penelitian tindakan kelas pada siklus ke dua dilaksanakan
berdasarkan refleksi dari pelaksanaan tindakan siklus pertama.
Pelaksanaan tindakan siklus ke dua dilaksanakan dengan tujuan
memperbaiki kelemahan – kelemahan tindakan siklus pertama. Adapun
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
82
langkah-langkah tindakan siklus ke dua adalah sebagaimana djeaskan
paragraph berikut ini.
Kegiatan perencanaan siklus ke dua adalah sebagai berikut :
Menyusun rencana atau skenario tindakan ulang berdasarkan evaluasi
dan catatan yang didapat berdasarkan hasil refleksi siklus 1. Menyiapkan
perangkat tindakan berupa lembar pengumpulan data dan perangkat
analisis data. Melaksanakan rencana tindakan siklus ke dua dengan
pendekatan learning community. Tindakan Pada siklus ke dua, peneliti
melakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan siklus pertama,
dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus pertama
yakni pendekatan learning community yang lebih bervariasi.Obeservasi
Atau Pengamatan Kegiatan yang dilakukan pada saat observasi adalah
Peneliti melakukan pengamatan atau observasi dengan menggunakan
lembar pengamatan terhadap proses diskusi siswa Mengumpulkan data
hasil diskusi siswa baik diskusikelompok maupun diskusi kelas.
Tabel 2. Siklus Kedua
Komponen Hasil
Rata-rata 80,90
Ketuntasan 22 murid
Prosentase 100 %
KKM 70
Target Ketuntasan 75%
Setelah proses pembelajaran dilakukan dimulai dari tahap pra
siklus ,siklus pertama siklus kedua . Maka di proleh perbandingan pada
setiap siklus sebagai berikut.
Tabel 3. Siklus Perbandingan hasil perbandingan Per Siklus
Komponen Hasil
Tes Awal Siklus 1 Siklus 2
Rata-rata 57,95 72,90 80,90
Ketuntasan 7 murid 15 Murid 22 Murid
Prosentase 31% 68 % 100%
KKM 70 70 70
Target Ketuntasan 75% 75% 75%
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
83
KESIMPULAN
Setelah proses pembelajaran yang dilakukan dari mulai tahap
awal siklus, siklus I dan siklus II, maka diperoleh beberapa kesimpulan
yaitu : Hasil pembelajaran kondisi awal IPS Kompetensi Dasar
mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan
dan dampaknya terhadap kehidupan melalui pendekatan learning
community diperoleh data dimana pada masa prasiklus mencapai rata-
rata 57,95 dan sebanyak 31% siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai
terendah adalah 40 dan tertinggi adalah 70. Hasil belajar pada siklus I
terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata – rata kelas menjadi
72,90dan sebanyak 68 % siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah
adalah 55 dan nilai tertinggi adalah 75.Hasil belajar pada siklus II
terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata – rata kelas menjadi 80,90
dan sebanyak 100 % siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah
adalah 70 dan nilai tertinggi adalah 90 Karena dalam penelitian ini
terjadi peningkatan prestasi belajar siswa , maka peneliti berkesimpulan
bahwa model pembelajaran learning community sangat cocok digunakan
dalam pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal
SARAN
Guru hendaknya selalu mencari dan menyesuaikan model
pembelajaran dengan materi yang disampaikan, guru sebagai pendidik
hendaklah juga memahami karakteristik dan kemampuan siswa, karena
masing-masing siswa pada dasarnya mempunyai karakter dan
kemampuan yang berbeda-beda.Karena kegiatan ini sangat bermanfaat
khususnya bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat
dilakukan secara berkesinambungan dalam pembelajaran IPS .
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2004. Strategi
Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.
Saiful Rachman, Yoto, Syarif Suhartadi, Suparti. 2006. Penelitian
Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surabaya: SIC
Bekerjasama Dengan Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
84
Mulyasa, E.. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Sumadi. 2002. Prestasi dalam Belajar. Pustaka Widyamara : Jakarta
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
85
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK
BAHASAN STRUKTUR TEKS DENGAN PENGGUNAAN
METODE FUN LEARNING
Haliyah
Guru SMP Negeri 2 Sangatta Utara
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan
belajar siswa dalam menerapkan pembelajaran fun
learning dalam menemukan struktur teks dengan
menggunakan barang bekas sebagai media belajar di kelas
VIII C SMP Negeri 2 Sangatta Utara. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan secara
bersiklus. Pembelajaran dilakukan di kelas VIII SMP
Negeri 2 Sangatta Utara. Dari hasil penelitian dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan perbaikan pelajaran pada
siklus I dan siklus II meningkat dan karena itu prestasi
belajar siswa juga meningkat. Pelaksanaan pembelajaran
dengan jumlah nilai sebelum siklus dengan nilai 60,16,
pada siklus I dengan nilai 67,80, pada siklus II dengan
nilai 74,44. Prestasi belajar siswa meningkat melaluai
aktivitas-aktivitas: (1) pemanfaatan alat peraga/media
pembelajaran, (2) keterlibatan siswa dalam menggunakan
alat peraga, (3) pengaktifan siswa dalam menggunakan
alat peraga, dan (5) pemberian bimbingan pada siswa
dalam menggunakanalat peraga.
Kata Kunci : Fun Learning, Media Belajar Barang Bekas
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi anatarmanusia.
Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat
manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama
manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan
mampu membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal – hal
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
86
yang bersifat konkrit maupun yang berisfat abstrak. Seseorang yang
mempunyai kemapuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah
menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun
tulisan.
Berdasarkan pengamatan catatan lapangan yang peneliti lakukan
di SMP Negeri 2 Sangatta Utara, peneliti mengamati guru pamong
dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di kelas VIII C, proses
awal guru bersama siswa memberikan / menjawab salam, guru tidak
menanyakan kabar kepada siswa, guru tidak memberikan apersepsi /
motovasi kepada siswanya sebelum melakukan pembelajaran, guru tidak
memberitahukan tujuan pembelajaran awal yang akan dipelajari. Guru
langsung membahas kegiatan inti eksplorasi. Dalam kegiatan inti guru
tidak bisa mengkondisikan siswa kearah yang lebih kondusif dan siap
untuk memulai pembelajaran, guru menjelaskan materi dengan
menggunakan metode ceramah, guru harus menerangkan bagaimana
menjadi moderator, sekertaris, penyaji dan pengamat dengan
memperagakan hal tersebut.
Hal ini menyebabkan siswa bermain dengan temannya di
belakang, ada yang tidur – tiduran, dan ada yang ngobrol sendiri ketika
guru menerangkan materi didepan kelas. Saat siswanya tidak
mendengarkan guru ketika menjelaskan materi, guru bertanya dan siswa
tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh gurunya, ketika siswanya
tidak bisa menjawab guru tidak tegas dalam menegur kenapa siswanya
tidak bisa menjawab, guru langsung melanjutkan materinya saja. setelah
guru menjelaskan materi, akhir pembelajaran guru langsung menutup
tanpa memberikan kesimpulan kepada siswanya tentang materi hari ini,
guru langsung memberikan tugas berkelompok tentang diskusi
bagaimana menjadi moderator, sekertaris, penyaji, pengamat, dengan
materi bebas.
Pembelajaran bahasa indonesia selama ini masih cenderung
menggunakan metode ceramah, penugasan, dan tanya jawab atau yang
disebut dengan pembelajaran konvensional. Dimana guru yang paling
berperan dalam pembelajaran sedangkan siswa menjadi pendengar dan
penonton pasif. Dalam studi ini, terungkap bahwa bagaimana peran guru
dalam peningkatan kemampuan berpikir bahasa indonesia. Secara
khusus, studi ini menemukan tiga strategi guru dalam mengembangkan
kemampuan berpikir siswa yaitu (1) strategi guru dalam mengungkap
metode penyelesaian yang digunakan siswa (mengungkap); (2) strategi
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
87
guru dalam upaya mendorong peningkatan pemahaman konsep atau
masalah yang dihadapi (mendorong); dan (3) mengembangkan daya
berpikir bahasa indonesia siswa (mengembangkan).
Penerapan pendekatan fun learning dalam pembelajaran bahasa
indonesia menarik untuk dikaji. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bagian dari solusi untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
memecahkan masalah, meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan
mutu hasil belajar pada mata pelajaran bahasa indonesia. Oleh karena
itu, penelitian ini berusaha untuk mengetahui implementasi pendekatan
fun learning ini dalam rangka Peningkatan Motivasi belajar dan Hasil
Belajar Siswa Kelas VIIIC SMP Negeri 2 Sangatta Utara.
Nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia belum begitu memuaskan
bagi kami sebagai peneliti, terbukti nilai Bahasa Indonesia tentang teks
cerita fabel pada ulangan harian memperoleh nilai tertinggi 70, nilai
terendan 45, dan nilai rata-rata 60,16. Terdapat 13 murid (41%) yang
berhasil mencapai ketuntasan. Kegagalan mencapai ketuntasan belajar
secara klaksikal adalah karena faktor metode pembelajaran yang
diterapkan oleh guru kurang beragam dan kurang menarik fun learning
minat siswa untuk mencapai proses belajar dan hasil belajar.
Penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran,
yaitu metode pembelajaran berbasis fun learning untuk mengungkapkan
apakah dengan model berbasis dapat meningkatkan motivasi belajar dan
prestasi sains. Dalam metode pembelajaran berbasis fun learning siswa
lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan
sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan
masalah itu. Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut di
atas, maka dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul
“Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Struktur Teks
dengan Penggunaan Metode Fun Learning bagi Siswa Kelas VIIIC SMP
Negeri 2 Sangatta Utara”. Alasan pertama penulis melakukan penelitian
ini adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dalam
masalah bahasa indonesia. Alasan lain adalah bahwa pendekatan fun
learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
dan mendorong sikap kemandirian dalam berpikir, berani mengambil
keputusan, serta memiliki kreatifitas yang tinggi.
Berdasarkan perumusan masalaah di atas, maka tujuan
dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan
pendekatan pembelajaran fun learning untuk meningkatkan motivasi
belajar bahasa indonesia pokok bahasan struktur teks siswa kelas VIIIC
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
88
SMP Negeri 2 Sangatta Utara dan mengetahui penggunaan pendekatan
pembelajaran fun learning meningkatkan.Hasil belajar bahasa indonesia
pokok bahasan struktur teks siswa kelas VIIIC SMP Negeri 2 Sangatta
Utara.Kegunaan Hasil Penelitian dari sisi Teoritis, hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan untuk pengembangan penelitian
berikutnya terkait dengan berbagai isu-isu pendekatan pembelajaran
bahasa indonesia kontekstual khususnya pendekatan fun learning.Dari
sisi Praktis Sebagai acuan bagi guru dalam melaksanakan tugas
mengajar, Sebagai bahan referensi pembanding bagi pengguna jasa
pendidikan (stakeholders) yang berpartisipasi dalam peningkatan
kualitas kerja guru dalam proses belajar mengajar di sekolah menengah
pertama.
KAJIAN TEORI
Hakikat Belajar
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat dari
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut menyangkut
perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai sikap. Hasil belajar
dapat dikatakan membekas atau konstan jika pembelajaran yang terjadi
akibat proses belajar tahan lama dan tidak mudah terhapus begitu saja.
Robert M. Gagne dalam hasibuan (2006:5) mengemukakan lima macam
kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, yaitu (1)
keterampilan intelektual ( yang merupakan hasil belajar terpenting dari
sistem lingkungan skolastik), (2) Strategi kognitif, mengatur “cara
belajar” dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk
kemampuan memecahkan masalah, (3) Informasi verbal, pengetahuan
dalam arti informasi dan fakta, (4) Keterampilan motorik yang diperoleh
di sekolah antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggambar,
dan sebagainya, (5) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta
intensitas emosional yang dimiliki seseorang sebagaiman dapat
disimpulkan dari kecenderungannya bertingkah-laku terhadap orang,
atau kejadian.
Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus
dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang
mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar.
Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi
mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
89
karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan,
kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran. Oleh karena
itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh
seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang
paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri.
Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus
mempunyai kebiasaan belajar yang baik.
Adapun faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu, dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu: Faktor yang ada pada diri siswa
itu sendiri yang kita sebut faktor individu. Yang termasuk ke dalam
faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan,
kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Faktor yang ada pada
luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial. Sedangkan yang
faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru,
dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau
tersedia dan motivasi sosial.
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan
bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks. Artinya
pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas.
Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar
akan dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh
prestasi atau hasil belajar yang baik. Sebaliknya bagi siswa yang berada
dalam kondisi belajar yang tidak menguntungkan, dalam arti tidak
ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor diatas, maka kegiatan atau
proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kelas VIII C SMP Negeri 2 Sangatta
Utara sebanyak 32 siswa yang terdiri laki – laki 18 dan perempuan 14
berdasarkan pengamatan peneliti memilih kelas VIII karena siswa tidak
dapat menguasai pembelajaran dengan baik terutama pada menemukan
struktur teks, masih banyak siswa yang sibuk sendiri ketika guru
menjelaskan materi, yaitu ada saja siswa yang bermain di belakang,
berbicara dengan teman sebangku dan tertidur ketika guru menjelaskan
materi, serta kemampuan siswa dalam menemukan struktur teks kurang
memadai, masih ada siswa yang menggunakan sistem menghafal ketika
menemukan struktur teks yang membuat peneliti ingin melakukan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
90
penelitian. Objek penelitian ini adalah peningkatan kemampuan
menemukan struktur teks cerita fabel. Waktu yang dimanfaatkan untuk
melakukan penelitian ini adalah bulan Agustus 2016.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif yaitu mengambarkan masalah sebenarnya yang
ada di lapangan, kemudian direfleksikan dan dianalisis berdasarkan teori
menunjang dilanjutkandengan pelaksanaan tindakan di lapangan.
Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri
dan mendapatkan gambaran secara jelas tentang situasi kelas dan
kemampuan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian
tindakan kelas dilaksanakan secara bersiklus.
Sebelum siklus I dilaksanakan kolaborator melaksanakan tes
pratindakan terlebih dahulu. Fungsi dari tes ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar tingkat kemampuan menemukan struktur teks pada
siswa.Tes yang diberikan adalah tes kemampuan menemukan struktur
teks melalui pengalaman pribadi untuk mengomentari keadaan kelas
VIII. Berdasarkan tes prasiklus inilah yang akan dijadikan pedoman
penetapan alternatif tindakan selanjutnya.
Tahap siklus 1: Pada tahap perencanaan ini, peneliti menetapkan
alternatif tindakan yang akan dilakukan dalam upaya peningkatan
keterampilan menyampaika struktur teks yang diinginkan melalui
beberapa tahapan di bawah ini : Perencanaan dalam siklus pertama
meliputi: Menobservasi hasil ulangan harian pelajaran bahasa indonesia
kelas VIII C SMP Negeri 2 Sangatta Utara tahun pelajaran 2016/2017.
Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa. Membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran materi kompetensi dasar struktur teks cerita
fabel dengan menggunakan model pembelajaran fun learning dengan
membuat kuis, membuat lembar pengamatan untuk siswa, dan membuat
soal-soal untuk melihat hasil tindakan pada siklus I.
Implementasi tindakan yaitu pelaksanaan KBM sesuai dengan
RPP siklus 1 yang telah dibuat.Inti pelaksanaannya adalah pembelajaran
keterampilan menemukan struktur teks pengalaman pribadi kelas VIII
SMP Negeri 2 Sangatta Utara dengan model fun learning. Langkah –
langkah pada tindakan dijelaskan seperti dibawah ini : Awal pelaksanaan
tindakan adalah membentuk kelompok yang terdiri dari 5 sampai dengan
7 siswa secara acak. Pada setiap kelompok diberi materi dan soal berupa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
91
potongan-potongan teks untuk didiskusikan bersama teman
kelompoknya dengan bimbingan guru seperlunya. Pada pertemuan
kedua siswa diberikan kuis. Pada pertemuan ketiga dilaksanakan tes
siklus pertama untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar selama
siklus I.
Pengamatan; Saat pelaksanaan implemsntasi tindakan kelas
diobservasi oleh seorang pengamat yaitu guru bahasa indonesia.
Pengamat mengisi lembar pengamatan untuk siswa yang berisi semua
kegiatan siswa dalam setiap pertemuannya dan memberi penilaian setiap
poin penilaiannya. Refleksi dan Analisa; Semua hasil dari implementasi
tindakan dan hasil pengamatan oleh observer dikumpulkan, dianalisis
dan dievaluasi didiskusika antar pengamat tentang kelebihan dan
kelemahan pada siklus I sebagai bahan refleksi awal siklus II.
Berdasarkan refleksi pada siklus I, perlu diadakan perbaikan pada
siklus II dengan langkah-langkah sebagai berikut: mengidentifikasi
masalah dari refleksi I, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
materi struktur teks cerita fabel dengan menggunakan metode
pembelajaran fun learning, membentuk kelompok yang anggotanya
terdiri dari 5 sampai 7 orang untuk mendiskusikan, membagikan
potongan-potongan teks kepada setiap anggota kelompok untuk
didiskusikan, setiap kelompok akan menyampaikan hasil diskusinya
lewat permainan kuis, memberikan soal tes untuk melihat hasil tindaka
pada siklus II.
Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah SMP Negeri 2
Sangatta Utara. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan terkait
rendahnya kemampuan menemukan struktur teks dengan menggunakan
metode atau model pembelajaran keterampilan menemukan struktur teks
di sekolah tersebut. Subjek penelitian ini adalah kelas VIII C SMP
Negeri 2 Sangatta Utara sebanyak 32 siswa yang terdiri laki – laki 18
dan perempuan 14 berdasarkan pengamatan peneliti memilih kelas VIII
karena siswa tidak dapat menguasai pembelajaran dengan baik terutama
pada menemukan struktur teks.
Rencana Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tahun ajaran 2016/2017 dalam
bulan Agustus sampai dengan September. Penelitian tindakan kelas ini
akan dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut: (1) siklus I
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
92
dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Agustus 2016; (2) dilaksanakan pada
hari Senin, 02 September 2016. Adapun langkah-langkah setiap siklus
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, refleksi, dan pengamatan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan ada beberapa cara
yaitu; tes unjuk kerja dan observasi. Tes unjuk kerja dalam penelitian ini
yaitu siswa diberi tugas secara tertulis maupun paktik. Tes unjuk kerja
dilakukan untuk mengetahui kemampuan setelah siswa mengikuti proses
pembelajaran pada setiap siklus. Moleong, (2000:112) menyimpulkan
bahwa ada empat teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, catatan
lapangan, dan penggunaan dokumentasi. Pengamatan adalah penelitian
dengan cara mengadakan pengamatan terhadap suatu hal secara
langsung dan sistematis. Catatan lapangan digunakan untuk
mendeskripsikan kegiatan – kegiatan pada waktu proses pembelajaran
berlangsung seperti persiapan sebelum KBM, sikap pada saat KBM,
berlangsung dan seluruh kegiatan saat penelitian dilakukan. Dokumetasi
berupa foto – foto pelaksanaan penelitian tindakan dari awal
pembelajaran sampai berakhirnya pembelajaran.
Alat Pengumpulan dan Validasi Data
Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
terdiri atas beberapa instrumen yaitu: Butir soal tes unjk kerja dan
lembar observasi. Validasi data yang berupa proses pembelajaran
dilakukan melalui obsrvasi dan wawancara kepada siswa dan pengamat
(kolaborator) dengan menggunakan berbagai instrumen. Dengan
demikian validasi proses pembelajaran diperoleh melalui triangulasi
sumber dan triangulasi metode.
Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan
Penelitian ini menggunakan teknik data deskriptif kualitatif, yaitu
mendeskripsikan keterampilan menemukan struktur teks pengalaman
pribadi sebelum dan sesudah implementasi tindakan dilakukan. Analisis
data kualitatif digunakan untuk data kualitatif yang berupa hasil
pengamatan, catatan lapangan, dan wawancara. Data kualitatif diperoleh
dari hasil penelitian keterampilan membaca dan memahami serta
menemukan bagia-bagian struktur teks siswa sebelum dan sesuadah
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
93
diberi tindakan. Indikator keberhasilan dari penelitian tindakan kelas ini
adalah: 91,00% dari jumlah siswa telah lulus KKM materi struktur teks
yaitu 70,00 dengan nilai rata-rata 74,44.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Tahap Perencanaan; Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes
formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap Kegiatan
dan Pelaksanaan; Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2016 di Kelas VIII SMP Negeri 2
Sangatta Utara dengan jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Dari dapat dijelaskan
bahwa dengan menerapkan pengajaran berbasis discovery inquiry
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,80 dan
ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 23 siswa dari 32 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih canggung dengan diterapkannya pengajaran berbasis
discovery inquiry.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perbaikan
pembelajaran berjalan dengan baik, dengan nilai rata-rata 60,16 sebelum
perbaikan dan pada siklus I dengan nilai rata-rata menjadi
67,80.Ketuntasan yang dicapai juga mengalami peningkatan dari pra
siklus ketuntasan mengalami peningkatan menjadi 72% atau sekitar 23
orang yang telah lulus.
Siklus II
Tahap perencanaan; Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes
formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap kegiatan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
94
dan pelaksanaan; Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 02 September 2014 di Kelas VIII.C dengan
jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada siklus I.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang
digunakan adalah tes formatif II. Dari tabel diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 74,44 dan ketuntasan belajar mencapai
91,00% atau ada 29 siswa dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal
telah tercapai.
Peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai
akrab dengan pengajaran berbasis fun learning, disamping itu ada
perasaan senang pada diri siswa dengan adanya cara belajar yang baru
karena itu adalah pengamalan pertama bagi siswa. Pada siklus II hasil
belajar siswa dalam perbaikan pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas
VIIIC SMP Negeri 2 Sangatta Utara mengalami peningkatan dimana
nilai rata-rata kelas telah mencapai angka 74,44 dengan nilai ketuntasan
sebesar 70 artinya sudah 29 orang siswa yang mencapai ketuntasan.
Berarti masih tersisa 3 orang atau sekitar 9% yang masih belum tuntas.
PEMBAHASAN
Dari hasil tes yang dilakukan dari 32 siswa dengan nilai yang
diperoleh dengan data yang lengkap pada nilai sebelum siklus, siklus I,
dan siklus II dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 1. Nilai Kemampuan Siswa pada Struktur Teks
Keterangan Nilai
Sebelum Siklus I Siklus II
Jumlah 1.919 2.170 2.382
Rata-rata 60,16 67,80 74,44
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
berbasis fan learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
95
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah
disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I
dan II). Sebelum dilakukan PTK, nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia
belum begitu memuaskan, terbukti nilai Bahasa Indonesia tentang
Menemukan Struktur Teks pada ulangan harian memperoleh nilai
tertinggi 70, nilai terendan 45, dan nilai rata-rata 60,16. Terdapat 13
murid (41%) yang berhasil mencapai ketuntasan.
Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran berbasis fun
learning diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,80 dan
ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 23 siswa dari 32 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih canggung dengan diterapkannya pengajaran berbasis
fun learning.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 74,44 dan ketuntasan belajar mencapai 91,00% atau ada 29 siswa
dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran berbasis
fun learning dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
Bahasa Indonesia dengan pengajaran berbasis fun learning yang paling
dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media,
mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas
isiswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pengajaran berbasis
fun learning dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul
di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam
mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di
atas cukup besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Fun
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
96
Learning dalam mengajarkan pokok bahasan struktur teks pada siswa
kelas VIII SMP Negeri 2 Sangatta Utara prestasi belajar Bahasa
Indonesia siswa dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes
awal, siswa yang memperoleh nilai minimal 70 sebanyak 41%
meningkat pada siklus I menjadi 72%; siswa yang memperoleh nilai
minimal 70 pada siklus II meningkat pula menjadi 91,00%.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan, maka peneliti menyarankan hal-hal
sebagai berikut: Bagi guru diharapkan dapat mempelajari dan
memahami agar mampu menerapkan model pembelajaran Fun Learning
dalam proses belajar mengajar, juga diharapkan selalu mencoba atau
meneliti setiap model pembelajaran, sehingga model pembelajaran
tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan. Bagi siswa diharapkan
agar dalam belajar selalu menanyakan masalah-masalah yang tidak
dimengerti dalam materi yang diajarkan dan selalu melakukan diskusi
dengan temannya dalam menyelesaikan setiap masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Winkel, W.S. (1991). Psikologi dan Evaluasi Belajar. Jakarta. PT.
Gramedia.
Trianto, Drs. (2007). Model-model Pembelajaran inovatif Beriorentasi
Konstruktivistik. Surabaya. Prestasi Pustaka.
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:
CV. Rajawali.
M, Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutikno, Sobry. (2007). Model-model Pembelajaran Efektif dan
Bermakna. Bandung. NTP Press.
Suhardi. (2006). Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Siswa Kelas
II SMPN 4 Danau Panggang melalui Model Pembelajaran
Kooperatif. http:// Suhardinet.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 15 Agustus 2008.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
97
UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA PADA MATERI SEGIEMPAT KELAS VII B
MELALUI TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
Henny Dwi Susanti
Guru SMP Negeri 1 Kongbeng
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi
dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP
negeri 1 Kongbeng melalui model pembelajaran Teams
Games Tournament (TGT). Manfaat penelitian ini
diantaranya 1) bagi siswa yaitu meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar matematika siswa, 2) bagi guru yaitu dapat
menemukan cara pengelolaan dan penilaian yang tepat
untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
matematika siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Kongbeng.
Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas
VII B sejumlah 32 siswa. Metode yang digunakan adalah
metode deskripsi dengan teknik pengolahan data analisis
deskripsi yaitu dengan membandingkan nilai pra siklus
dengan siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari siklus I
sampai dengan siklus III. Dari hasil penelitian, pada siklus
I diperoleh data motivasi siswa dengan kriteria sangat baik
9,20%, kriteria baik 30,30%, kriteria cukup baik 35,50%,
dan kriteria kurang baik 25 %. Hal ini menunjukkan bahwa
baru 39% siswa yang mempunyai motivasi belajar yang
baik. Hal ini ditunjukkan dari hasil rata-rata nilai yang
diperoleh siswa sebesar 65,40. Setelah dilakukan tindakan
pada siklus II dan Siklus III mengalami peningkatan. Pada
siklus III terdapat peningkatan dalam hal motivasi belajar
siswa yaitu diperoleh data motivasi siswa dengan kriteria
sangat baik 35,65% , kriteria baik 42,35% , kriteria cukup
baik 12,55% dan kriteria kurang baik 9,45 % .
Kata Kunci : Motivasi, Prestasi Belajar, Teams Games
Tournament
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
98
PENDAHULUAN
Matematika bagi sebagian besar siswa adalah mata pelajaran
yang tidak disukai bahkan dibenci. Hasil survei sederhana yang
dilakukan peneliti setiap awal tahun, jika ada pertanyaan mata pelajaran
apa yang disukai siswa, maka jawabannya hampir 90 % siswa menjawab
selain mata pelajaran matematika. Sebaliknya jika ditanya mata
pelajaran apa yang tidak disukai, maka hampir 75 % menjawab
matematika.
Secara geografis SMP Negeri 1 Kongbeng terletak kurang lebih
120 km dari pusat kota Sangatta. Dengan demikian input siswa lulusan
SD yang mempunyai kemampuan menengah ke bawah saja yang
memilih bersekolah di SMP Negeri 1 Kongbeng, sedangkan yang
berkemampuan menengah ke atas memilih sekolah di luar daerah
Kongbeng seperti Kota Sangatta dan Samarinda. Berbagai macam cara
digunakan baik oleh sekolah maupun guru-guru dengan harapan dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika. Usaha-usaha tersebut antara
lain dengan jam tambahan kelas IX, materi pengayaan kelas VII dan
VIII dan bahkan guru-guru mengadakan kegiatan kelompok mengajar
atau sering disebut dengan “team teaching”. Pada kegiatan tersebut satu
kelas diajar oleh dua orang guru dimana satu guru menjadi guru model
(mengajar di depan kelas) dan satu orang guru menjadi observer
(mengamati jalannya pelajaran di belakang siswa)
Untuk mengatasi kurangnya motivasi siswa dalam pelajaran
matematika maka perlu usaha peningkatan motivasi dengan memberi
variasi model pembelajaran yang bersifat Cooperative Learning yang
menarik atau menyenangkan, yang melibatkan siswa, yang dapat
meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa. Banyak model
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Salah satunya adalah model pembelajaran dengan tipe “Teams Games
Tournament” atau biasa disingkat TGT. Dalam TGT siswa melakukan
permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Dengan suasana
permainan dalam pembelajaran maka diharapkan akan menarik dan
menimbulkan efek rekreaktif dalam belajar siswa. Aktivitas belajar
dengan permainan yang dirancang dalam model pembelajaran
Cooperative Learning dengan tipe TGT memungkinkan siswa dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
99
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Namun demikian ternyata hasilnya belum optimal, ini ditunjukan
dengan ketuntasan belajar yang masih rendah. Hasil pengamatan lainnya
adalah kurangnya motivasi belajar terhadap pembelajaran matematika
antara lain: Minat siswa terhadap matematika rendah. Kemampuan siswa
rendah. Siswa beranggapan matematika sebagai pelajaran yang susah.
Siswa tidak dilibatkan secara aktif. Guru kurang melaksanakan variasi
kegiatan pembelajaran. Dukungan dari keluarga di rumah kurang. Untuk
mengatasi kurangnya motivasi siswa dalam pelajaran matematika maka
perlu usaha peningkatan motivasi dengan memberi variasi model
pembelajaran yang bersifat Cooperative Learning yang menarik atau
menyenangkan, yang melibatkan siswa, yang dapat meningkatkan
aktivitas dan tanggung jawab siswa.
KAJIAN TEORI
Motivasi Belajar
Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk
bergerak, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi muncul karena
adanya keinginan kuat yang berkaitan dengan adanya kebutuhan dalam
diri seseorang yang menuntut pemenuhannya. Motivasi dapat diartikan
sebagai kekuatan atau daya dorong yang menggerakkan sekaligus
mengarahkan kehendak dan perilaku seseorang dan segala kekuatan
untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, yang muncul dari keinginan
memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan dari sumber timbulnya, motivasi belajar matematik
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi Intrinsik; Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
berasal dari dalam diri siswa. Motivasi Intrinsik dapat juga dikatakan
sebagai bentuk motivasi yang didalamnya dimulai dan diteruskan
berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan
dengan aktifitas belajar matematikanya. Pada umumnya motivasi
intrinsik lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu
motivasi intrinsik sangat penting pada anak didik kita. Jangan hendaknya
anak mau belajar matematika dan bekerja karena takut dimarahi,
dihukum atau tidak lulus ujian (Ngalim Purwanto, 1996:82).
Motivasi Ekstrinsik; Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
berasal dari luar diri siswa. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
100
sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktifitas belajar matematika
dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari luar yang tidak
secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar matematikanya. Dalam
kegiatan belajar mengajar matematika, motivasi ekstrinsik juga sangat
penting sebab keadaan siswa itu dinamis dan juga mungkin komponen-
komponen lain dalam proses belajar matematika mengajar ada yang
kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Reni Akbar dan Hawadi (2001:44) menyatakan bahwa sebenarnya ada
dua bentuk atau ragam motivasi, yaitu:
Motivasi yang berasal dari luar dirinya (Motivasi Ektrinsik) yang
artinya bahwa motivasi ini muncul karena faktor di luar dirinya baik dari
lingkungan rumah maupun sekolah, seperti: (1)Siswa belajar karena
takut dihukum guru (2)Siswa belajar karena dijanjikan akan memperoleh
hadiah oleh orang tuanya.(3)Siswa belajar karena untukmenaikkan
gengsi dirinya dimata teman atau saudaranya.(4)Siswa belajar karena
akan memperoleh pujian/penghargaan dari sekolah.Motivasi yang
berasal dari dalam diri siswa (Motivasi Intrinsik). Motivasi ini muncul
tanpa dorongan dari pihak luar. Siswa belajar karena kesadaran atau
keinginannya untuk belajar matematika. Belajar bagi dirinya sudah
merupakan kebutuhan. Ia menyadari sepenuhnya manfaat dari kegiatan
belajar.Motivasi sangat berarti dalam proses belajar matematika.
Dalam belajar matematika, motivasi mempunyai fungsi: a.
Mendukung seseorang untuk belajar matematika, sebagai penggerak
yang memberikan energi atau kekuatan seseorang untuk belajar
matematika. b. Menyeleksi perbuatan, yaitu untuk menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan. Mendorong timbulnya
tingkah laku untuk belajar matematika.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka
saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang
kompleks. Jadi hakekat sosial dan penggunaan kelompok sejawat
menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. (Trianto, 2007:41).
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang siswa yang
sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
101
sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut
adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama
bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Pembelajaran Model Teams Games Tournaments
Sesuai dengan namanya, model TGT ini mengandung kegiatan-
kegiatan yang bersifat permainan. Seperti karakteristik pembelajaran
kooperatif lainnya, teknik TGT memunculkan adanya kelompok dan
kerjasama dalam belajar, di samping itu terdapat persaingan antar
individu dalam kelompok maupun antar kelompok. Dalam teknik TGT
ini pula siswa yang mempunyai kemampuan dan jenis kelamin yang
berbeda dijadikan dalam sebuah tim yang terdiri dari empat orang siswa.
Di dalam kegiatan pembelajaran dengan permainan ini semua siswa
memiliki peluang yang sama untuk memperoleh prestasi, baik sebagai
tim maupun anggota kelompok.
Banyak siswa yang menganggap bahwa belajar matematika itu
sulit, sehingga siswa cenderung kurang menyukai pelajaran matematika,
bahkan mereka memiliki motivasi yang rendah dalam menekuni
pelajaran matematika. Ketika pelajaran akan berlangsung, rendahnya
respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru
serta pemusatan perhatian terhadap pelajaran yang kurang, sebagian
besar siswa pasif.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model
pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar
lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif dengan tipe Teams Games Tournament (TGT),
maka diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi
belajar Matematika siswa kelas VII B SMP N 1 Kongbeng khususnya
pada materi segi empat.
Adapun tahapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
adalah sebagai berikut: (a)Mengajar (teach) Mempersentasekan atau
menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan siswa
dalam pembelajaran, dan memberikan motivasi.(b)Belajar Kelompok
(team study). Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 6
orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
102
berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan
pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS. Dalam
kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling
memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang
salah dalam menjawab.(c). Permainan (game tournament). Permainan
diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok yang
berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah
semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana
pertanyaan- pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang
telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. (d). Penghargaan
kelompok (team recognition).Pemberian penghargaan (rewards)
berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari
permainan.
Banyak siswa yang menganggap bahwa belajar matematika itu
sulit, sehingga siswa cenderung kurang menyukai pelajaran matematika,
bahkan mereka memiliki motivasi yang rendah dalam menekuni
pelajaran matematika. Ketika pelajaran akan berlangsung, rendahnya
respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru
serta pemusatan perhatian terhadap pelajaran yang kurang, sebagian
besar siswa pasif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang mengalami
kesulitan bisa terbantu karena bisa belajar kepada teman sekelompoknya.
Dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe Teams Games Tournament
(TGT) siswa belajar dari sesama teman, bekerja sama dan saling
membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Apabila
ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota yang lain bertanggungjawab untuk memberikan
jawaban atau menjelaskan.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model
pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar
lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dengan demikian melalui
pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya
prestasi belajar matematika siswa kelas VII B SMP N 1 Kongbeng.
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe
Teams Games Tournament (TGT), maka diharapkan dapat
meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar Matematika siswa
kelas VII B SMP N 1 Kongbeng khususnya pada materi segi empat.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
103
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada peserta didik
kelas VII B semester genap pada mata pelajaran matematika di SMP N
1 Kongbeng tahun pembelajaran 2016/2017. Subyek penelitian pada
kelas VII B ini berjumlah 32 siswa, terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 14
siswa perempuan.
Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan model Teams Games
Tournaments dengan tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, serta
refleksi untuk setiap siklus. Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga
sikluntuk melihat motivasi belajar matematika siswa kelas VII B pada
SMP N 1 Kongbeng maka dilakukan observasi kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh peneliti sendiri dan guru lain yang setiap hari
menjadi team teaching di kelas tersebut. Setelah dilakukan pengkajian
reflektif dan diskusi, maka ditetapkan tindakan untuk meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar matematika dengan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe Teams Games Tournament (TGT).
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 3 siklus, yang
tiap-tiap siklusnya mencakup tahapan berikut. Perencanaan (Planning).
Perencanaan tindakan meliputi penyusunan rencana pembelajaran,
membuat skenario pembelajaran dengan teknik Teams Games
Tournament (TGT), membuat media permainan sesuai dengan tema
dalam rencana pembelajaran dengan Teams Games Tournament (TGT)
yang dilengkapi dengan petunjuk kegiatan dan aturan permainan, serta
penyusunan alat-alat evaluasi tindakan.
Tindakan (Acting); Implementasi tindakan atau pelaksanaan
tindakan meliputi :Pembuatan kelompok-kelompok belajar yang terdiri
dari empat orang siswa dengan kemampuan heterogen.Membagi
petunjuk kegiatan atau aturan permainan pada tiap kelompok Siswa
melaksanakan permainan sesuai dengan petunjuk kegiatan.Masing-
masing anggota berkompetensi untuk mendapatkan nilai. Pengamatan /
Observasi (Observing); Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan
secara kolaboratif dengan menggunakan instrument monitoring yang
telah direncanakan. Data tentang kondisi pembelajaran matematika
diperoleh dari lembar observasi yang diisi observer. Data tentang tingkat
kemajuan motivasi belajar matematika pada siswa diperoleh dari lembar
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
104
angket yang diedarkan setelah kegiatan pembelajaran pada setiap siklus
berakhir. Dan data tentang hasil belajar siswa diperoleh dari hasil
evaluasi yang berupa tugas dan ulangan harian. Refleksi (Reflecting)
Refleksi dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, hasil
lembar pengamatan dan hasil diskusi dengan guru. Hasil refleksi
digunakan untuk menentukan langkah-langkah tindakan berikutnya.
Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: Observasi
(pengamatan) yaitu untuk mengetahui situasi dan proses pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Angket (kueisoner)
untuk memperoleh data motivasi belajar matematika siswa melalui
model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Tes yaitu untuk memperoleh
data hasil belajar siswa.
Analisis Data
Skor motivasi yang diukur dalam penelitian ini menggunakan
angket model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction).
Perhitungan skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan
dalam Angket Motivasi Siswa dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
Untuk pernyataan dengan kriteria positif: 1= sangat tidak setuju, 2=
tidak setuju, 3= ragu-ragu, 4= setuju, 5= sangat setuju. Untuk
pernyataan dengan kriteria negatif: 1=sangat setuju, 2=setuju, 3=ragu-
ragu, 4=tidak setuju, dan 5=sangat tidak setuju. Menghitung skor rata-
rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi, kemudian
menentukan kategorinya dengan ketentuan skor rata-rata: 1,00 – 1,49 =
tidak baik, 1,50 – 2,49 = kurang baik, 2,50 – 3,49 = cukup baik; 3,50 –
4,49 = baik, 4,50 – 5,00 = sangat baik. Analisis data yang digunakan
dalm penelitian ini menggunakan rumus:
%100=N
fp
Keterangan : P = presentase, F = frekuensi yang sedang dicari
presentasenya, N = jumlah frekuensi / responden
Indikator Keberhasilan Penelitian
Penelitian ini berhasil apabila motivasi belajar matematika siswa
mengalami peningkatan rata-rata motivasi dengan kategori minimal
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
105
cukup baik dan juga prestasi belajar mengalami peningkatan dari siklus
satu ke siklus selanjutnya.
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan sebanyak 1
kali pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama 2 jam pelajaran
(2 x 45 menit). Dari hasil pengamatan mengenai diskusi kelompok
terlihat kurangnya kerja sama dari setiap anggota kelompok, peneliti dan
guru observer menyimpulkan bahwa hal ini dikarenakan ada beberapa
anggota yang kurang bersemangat dalam belajar, hal ini ditunjukkan
dengan hasil angket motivasi belajar.
Pelaksanaan pengamatan proses pembelajaran pada siklus ini,
siswa sebagian besar antusias mengikuti pembelajaran, hal ini terlihat
dari banyaknya siswa yang menanggapi setiap pertanyaan yang diajukan
oleh guru mengenai materi yang diajarkan yaitu materi persegi panjang.
Hal lain yang membuat siswa antusias, dari pemberitahuan sebelumnya
bahwa nanti dalam pembelajaran ini ada kegiatan permainan. Bahkan
sebagian siswa bertanya kepada peneliti permainan yang bagaimana
yang membuatnya mereka penasaran.
Dalam diskusi kelompok terlihat kurangnya kerja sama dari
setiap anggota kelompok, meskipun dalam kegiatan pertandingan
(tournament) siswa kelihatan aktif dan antusias dalam menjawab
pertanyaan. Dalam pertandingan tersebut terlihat kurang tertib, hal ini
karena banyaknya siswa yang kurang memahami langkah-langkah atau
peraturan pertandingan sehingga banyak siswa yang bertanya kepada
guru maksud dari langkah yang mereka jalankan.
Hasil angket motivasi belajar siswa pada siklus I menunjukkan
adanya motivasi siswa dengan kriteria sangat baik sebesar 9,20 %,
kriteria baik sebesar 30,30 %, kriteria cukup baik sebesar 35,50 % dan
kriteria kurang baik 25 %. Hal ini menunjukkan sebanyak 75 % siswa di
kelas VII B mempunyai motivasi meskipun motivasi yang paling rendah
hanya cukup baik.Dari hasil pengamatan mengenai kegiatan permainan,
terlihat beberapa siswa masih belum paham peraturan-peraturan
(langkah-langkah) permainan, oleh sebab itulah pada siklus II guru
memberi penjelasan secara terinci mengenai langkah-langkah
permainannya, dan guru lebih berperan sebagai motivator baik dalam
diskusi kelompok maupun dalam kegiatan permainan. Dari hasil
evaluasi yang menunjukkan hasil rata-rata kelas 65,40, ini berarti sudah
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
106
memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan oleh guru mata
pelajaran sebesar 63,00. Pada tahap siklus II ini, kegiatan pembelajaran
dimulai dengan menjelaskan materi mengenai persegi dengan
demonstrasi dan metode tanya jawab. Pada Siklus II diskusi kelompok
yang terlihat lebih aktif kerja sama dari setiap anggota kelompok
dibandingkan dengan siklus I. Dalam kegiatan pertandingan
(tournament) siswa kelihatan aktif dan antusias dalam menjawab
pertanyaan. Setiap anggota dari masing-masing kelompok sudah
memahami betul peraturan dari permainannya, hal ini dibuktikan
lancarnya jalannya permainan tersebut. Hasil evaluasi yang diperoleh
oleh siswa setelah pelaksanan model pembelajaran TGT ini
menunjukkan hasil rata-rata kelas 69,00.
Dalam diskusi kelompok yang terlihat lebih aktif kerja sama dari
setiap anggota kelompok dibandingkan dengan siklus I. Dalam kegiatan
pertandingan (tournament) siswa kelihatan aktif dan antusias dalam
menjawab pertanyaan. Setiap anggota dari masing-masing kelompok
sudah memahami betul peraturan dari permainannya, hal ini dibuktikan
lancarnya jalannya permainan tersebut. Dari hasil pengamatan mengenai
diskusi kelompok terlihat mulai tercipta kerja sama dari setiap anggota
kelompok, peneliti dan guru observer menyimpulkan bahwa hal ini
dikarenakan ada beberapa anggota mulai bersemangat dalam belajar, hal
ini ditunjukkan dengan hasil angket motivasi .
Hasil angket motivasi belajar siswa pada siklus II menunjukkan
adanya motivasi siswa dengan kriteria sangat baik sebesar 15,10 %,
kriteria baik sebesar 35,40 %, kriteria cukup baik sebesar 28,75 % dan
kriteria kurang baik 20,75 %. Hal ini menunjukkan sebanyak 79,25 %
siswa di kelas VII B mempunyai motivasi meskipun motivasi yang
paling rendah hanya cukup baik. Hasil angket motivasi belajar siswa
pada siklus II menunjukkan adanya motivasi siswa dengan kriteria
sangat baik sebesar 15,10 %, kriteria baik sebesar 35,40 %, kriteria
cukup baik sebesar 28,75 % dan kriteria kurang baik 20,75 %. Hal ini
menunjukkan sebanyak 79,25 % siswa di kelas VII B mempunyai
motivasi meskipun motivasi yang paling rendah hanya cukup baik.
Dari hasil pengamatan dalam pelaksanaan model pembelajaran
TGT, waktu yang tersedia tidak cukup, hanya sampai pada kegiatan
permainan, pada kegiatan pemberian penghargaan tidak sempat
dilaksanakan, hal ini karena waktu pembelajaran pada bulan Ramadhan
dipersingkat, sehingga peneliti dan guru pamong menyepakati untuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
107
terpenuhinya waktu dalam pelaksanaan model pembelajaran TGT pada
siklus III, maka pelaksanaannya dirancang dua pertemuan, pertemuan
pertama kegiatan menjelaskan materi dan diskusi kelompok, sedangkan
pertemuan kedua kegiatan permainan (tournament) dan pemberian
penghargaan. Pada siklus III mengalami kenaikan dari 75 % pada siklus
I, meningkat menjadi 79,25% , dan menjadi lebih baik pada siklus III
yaitu menjadi 90 % yang terdiri dari kategori motivasi sangat baik, baik
dan cukup baik.
Nilai rata-rata siswa setiap siklus mengalami kenaikan. Pada
siklus I dengan materi persegi panjang rata-rata hasil nilai siswa 65,40.
Pada siklus II dengan materi persegi rata-rata hasil nilai siswa 69,00.
Pada siklus III dengan materi jajargenjang rata-rata hasil nilai siswa
68,00. Dari siklus II ke siklus III nilai rata-rata siswa mengalami sedikit
penurunan, dikarenakan tingkat kesulitan materi semakin meningkat
pada siklus III .
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
tindakan kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut: Motivasi belajar
matematika siswa secara umum mengalami kenaikan rata-rata motivasi
minimal cukup baik yang awalnya sebesar 75 % siswa menjadi sebesar
90 % siswa di kelas VII B. Hal ini menurut analisis peneliti dikarenakan
sebagai berikut: (1) Siswa senang dengan variasi model pembelajaran
yang menurut mereka baru dan belum pernah mereka dapat sebelumnya
(2) Materi pembelajaran yang dibahas relatif dapat dipahami oleh siswa
karena di jenjang sekolah sebelumnya pernah diajarkan. Hasil tes yang
dilaksanakan pada setiap siklus mengalami kenaikan, kecuali pada siklus
III. Pada siklus I nilai rata-rata sebesar 65,40, pada siklus II nilai rata-
rata sebesar 69,00 dan pada siklus III nilai rata-rata sebesar 68,00.
SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian
tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: Penerapan model
pembelajaran dengan tipe Team Games Tournament sebagai salah satu
alternatif model pembelajaran bagi guru yang dapat memotivasi belajar
matematika. Tournamen/permainan dalam model pembelajaran TGT,
hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa lebih tertarik lagi
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
108
dan dapat meningkatkan motivasi pada diri siswa yang pada akhirnya
dapat meningkatkan prestasi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Moh.. (2007). Penggunaan Variasi Metode Belajar untuk
Membangkitkan Motivasi Belajar Matematika. Widyatama,
Vol. 4.
Purwanto, Ngalim. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudijono, A. (2005). Pengantar Statistika Pendidikan. PT Raja
Grafindo. Jakarta
Suhadi. (2006). Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Siswa Kelas
II SMPN 4 Danau Panggang melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournaments).
http://Suhadinet.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15
Agustus 2008.
Suhadi. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournaments). http://Suhadinet.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 15 Agustus 2008.
Sumanto, Wasty. (1984). Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja
Pemimpin Pendidikan. Yogya. Yayasan Paramita.
Sutikno, Sobry. (2007). Menggagas Pembelajaran Efektif dan
Bermakna. Bandung. NTP Press.
Trianto, Drs. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Surabaya. Prestasi Pustaka.
Wardono. (2005). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dan TGT
(Teams Games Tournaments) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika pada Siswa SMP. (Laporan PTK).
Semarang.
Winkel, W.S. (1991). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.
Jakarta. PT. Gramedia.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
109
UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN
DENGAN STRATEGI COPY THE MASTER MELALUI MEDIA
AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII
Yuliana Palinggi
Guru SMP Negeri 2 Sangatta Selatan
Abstrak
Menulis cerpen adalah kompetensi dasar yang harus
diajarkan di SMP. Penelitian ini didasarkan pada
rendahnya kemampuan siswa SMP Negeri 2 Sangatta
Selatan dalam menulis cerpen. Hal ini disebabkan karena
ketidak efektifan pembelajaran. Ketidak efektifan
pembelajaran ini bisa disebabkan karena pemilihan
strategi dan media yang tidak tepat dalam pembelajaran
menulis cerpen. Strategi Copy the Master melalui media
audiovisual dapat digunakan untuk meningkatkan
pembelajaran menulis cerpen karena strategi ini
memberikan ide kepada siswa untuk menemukan dan
memulai kegiatan menulis cerpen. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan
pembelajaran menulis cerpen. Peningkatan kemampuan
siswa dalam menulis puisi dapat dilihat dari peningkatan
proses dan hasil pembelajaran menulis cerpen.
Kata Kunci: Menulis Cerpen, Strategi Copy the Master,
Media, Audiovisual
PENDAHULUAN
Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa
sekolah menengah pertama, karena cerpen dapat dijadikan sebagai
sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Menurut
Widyamartaya (2005:102) menulis cerpen ialah menulis tentang sebuah
peristiwa atau kejadian pokok. Selain itu, menurut Widyamartaya
(2005:96) menulis cerpen merupakan dunia alternatif pengarang.
Sedangkan Sumardjo (2001:84) berpendapat bahwa menulis cerita
pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita. Kemampuan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
110
menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Sebagian siswa
mampu menulis cerpen dengan baik dan sebagian siswa yang lain masih
belum mampu menulis cerpen dengan baik.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat melakukan
studi pendahuluan di SMP Negeri 2 Sangatta Selatan diperoleh
informasi bahwa kemampuan siswa dalam menulis cerpen masih rendah.
Siswa mengalami kesulitan menuangkan pikiran dan perasaannya dalam
bentuk cerpen. Tidak sedikit siswa yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan keterampilannya menulis cerpen. Hambatan-hambatan
tersebut yaitu daya imajinasi siswa masih kurang, diksi yang digunakan
dalam menulis cerpen kurang bervariasi, kesulitan menentukan tema,
dan kurang dapat mengembangkan ide.
Selama ini guru kurang memberi respon terhadap pelajaran
menulis cerpen sehingga sering dilewati tidak memanfaatkan media
yang tersedia, kurang kreatif dalam mengembangkan potensi diri para
siswa. Keterampilan menulis cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah
selama ini menggunakan metode konvensional. Peran guru amat
dominan dalam proses pembelajaran. Siswa kurang aktif sehingga
menimbulkan kebosanan bagi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen
sehingga karya yang dihasilkan siswa kurang maksimal. Cerpen yang
dibuatnya kurang menarik karena bahasa yang digunakan monoton, dan
pengembangan ide atau gagasan kurang bervariasi. Hal ini dapat dilihat
dari kesesuaian isi cerpen dengan tema, pengembangan topik, dan diksi
yang belum mendapat perhatian dari siswa.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya keinginan siswa
menulis cerpen ialah media yang digunakan dalam pembelajaran
menulis cerpen karena selama ini guru hanya memberikan penjelasan
cara-cara menulis cerpen secara teori tanpa adanya media yang
digunakan untuk mendukung serta menarik perhatian siswa. Untuk itu
perlu adanya upaya untuk mengatasi kondisi tersebut. Guru diharapkan
dapat memilih metode yang lebih menekankan pada pembelajaran
langsung yang lebih konkret, sehingga kemampuan menulis siswa lebih
meningkat. Guru dapat menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang
dapat memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan
inovatif. Strategi tersebut diharapkan dapat membuat siswa mempunyai
keyakinan bahwa dirinya mampu belajar, yang dapat memanfaatkan
potensi siswa seluas-luasnya.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
111
Salah satu strategi pembelajaran yang mengacu pada
pembelajaran menulis kreatif adalah strategi Copy the Master. Ide ini
diperkuat pendapat bahwa strategi Copy the Master adalah strategi
pemodelan yang dekat dengan calon penulis. Adanya model yang dekat
dengan penulis berarti memudahkan penulis untuk memulai kegiatan
menulis. Selain itu peneliti menggunakan media audio visual sebagai
sarana untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
Dengan menggunakan strategi Copy the Master ini siswa mendapat
pengalaman langsung karena mendapat kesempatan mengamati atau
mencermati model tulisan, sehingga pemahaman siswa tentang konsep
lebih konkret. Hipotesis tindakan yang diambil adalah dengan
menggunakan strategi Copy the Master pada pengajaran keterampilan
menulis, kemampuan menulis anak semakin meningkat.
KAJIAN TEORI
Strategi Copy the Master berasal dari bahasa Inggris yang artinya
adalah model untuk ditiru. Model yang akan ditiru ini tidak hanya
terbatas pada peniruan lateral, namun ada tahap perbaikan. Tahap
peniruan sampai dengan perbaikan inilah yang menonjol dalam strategi
ini. Pada dasarnya strategi ini menuntut dilakukan latihan-latihan sesuai
dengan model yang ditawarkan.
Dalam proses belajar mengajar, media memiliki fungsi yang
sangat penting. Secara umum fungsi media adalah sebagai penyalur
pesan. Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam
pengajaran yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang
dicapainya (Sudjana dan Rivai 2001:2). Selain itu, media pembelajaran
dapat menambah efektivitas komunikasi dan interaksi antara pengajar
dan pembelajar (Pranggawidagda 2002:145).
Dengan adanya media audio visual yang menampilkan gambar
beserta suaranya akan mempermudah siswa untuk menangkap informasi
yang dibutuhkan dalam mengembangkan inspirasi maupun gagasan yang
akan dituangkan dalam menulis sebuah cerpen. Selain itu proses belajar
mengajar akan terasa lebih hidup dan lebih menyenangkan dibandingkan
dengan menggunakan media audio . Pembelajaran menulis cerpen yang
menggunakan media audio kurang maksimal digunakan dalam
pembelajaran menulis cerpen karena penggunaan media audio hanya
menampilkan sebuah suara yang kurang memaksimalkan potensi siswa
dalam menangkap informasi yang sangat dibutuhkan untuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
112
mengembangkan inspirasi dan ide-idenya yang akan digunakan untuk
menulis sebuah cerpen.
Penelitian mengenai keterampilan menulis banyak dilakukan
dengan menawarkan metode / media yang bermacam-macam sebagai
upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Terdapat
penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Setidaknya
relevan dalam hal pemakaian metode, media maupun desain penelitian.
Pemakaian media dan metode pada setiap penelitian tersebut desain
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.
Penelitian ini mendeskripsikan seberapa besar peningkatan hasil
dan proses pembelajaran menulis cerpen dengan strategi Strategi Copy
the Master melalui Media Audio Visual di kelas VII A SMPN 2
Sangatta Selatan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan
adanya penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan bagi guru
dalam mencari strategi alternatif untuk meningkatkan pembelajaran
menulis cerpen.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Rancangan
ini sesuai dengan latar permasalahan dan karakteristik penelitian yang
dilakukan, yakni (1) masalah penelitian berasal dari persoalan yang
terjadi dalam praktik pembelajaran di kelas, yakni kemampuan siswa
dalam menulis cerpen yang masih rendah, (2) adanya tindakan untuk
memperbaiki permasalahan pembelajaran, yaitu melalui penerapan
strategi Copy the Master (3) adanya kolaborasi dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta (4) adanya kegiatan untuk
melakukan evaluasi dan refleksi.
Penelitian ini dilakukan di SMPN 2 Sangatta Selatan. Alasan
pemilihan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan beberapa alasan.
Pertama, SMPN 2 Sangatta Selatan telah menerapkan kurikulum 2013
yang di dalamnya mengajarkan menulis/ menyusun teks cerpen. Kedua,
belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai menulis
cerpen dengan menggunakan strategi Copy the Master melalui media
audio visual. Waktu penelitian dilaksanakan pada awal semester II tahun
pelajaran 2015/2016 Penentuan waktu ini didasarkan karena kompetensi
dasar menulis cerpen diajarkan di kelas VII pada semester kedua.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
113
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII A SMPN 2
Sangatta Selatan. Pemilihan kelas VII A didasarkan pada pertimbangan
bahwa (1) tingkat kecerdasan siswa merata mulai dari yang cerdas,
sedang, dan kurang, (2) jumlah siswa memadai, (3) guru kelas bersedia
berkolaborasi. Media pembelajaran utama yang digunakan adalah film.
Adapun alat-alat yang digunakan untuk menjaring data keberhasilan
belajar siswa adalah lembar observasi, dan rubrik penilaian kemampuan
menulis cerpen. Penentukan kualifikasi keberhasilan tindakan penelitian
memerlukan rambu-rambu. Indikator pada penelitian ini dibuat untuk
mendekripsikan dua permasalahan penelitian, yakni permasalahan
penelitian proses dan hasil keterampilan menulis cerpen.
Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran
berlangsung dengan membuat catatan khusus mengenai perilaku siswa
dalam kegiatan menulis cerpen melalui strategi Copy the Master melalui
media audio visual. Observasi dipergunakan untuk memperoleh data
tentang perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan pada siklus II. Peneliti sebelumnya mempersiapkan lembar
observasi untuk dijadikan pedoman dalam pengambilan data. Observasi
atau pengamatan dilakukan oleh peneliti, dibantu oleh guru kolaborator.
Data hasil dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
tes. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada siklus I dan siklus II
dengan tujuan untuk mengukur keterampilan siswa dalam menulis
cerpen dengan strategi Copy the Master melalui media audio visual.
Pada hasil tes siklus I dianalisis, dari hasil analisis akan diketahui
kelemahan siswa dalam kegiatan menulis cerpen, yang selanjutnya
sebagai dasar untuk menghadapi tes pada siklus II, yang pada akhirnya
setelah dianalisis hasil tes siklus II dapat diketahui peningkatan
keterampilan menulis cerpen melalui strategi Copy the Master dengan
media audio visual. Tes yang berupa soal esai menulis cerpen
dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis
cerpen dengan memperhatikan kriteria-kriteria penilaian yang telah
ditentukan. Kriteria-kriteria penilaian tersebut yakni (1) Tema, (2) Alur,
(3) Latar, (4) Sudut pandang, (5) Gaya Bahasa, (6) Tokoh dan
Penokohan, dan (7) Kepaduan unsur-unsur dalam cerpen.
HASIL PENELITIAN
Kemampuan siswa kelas SMP Negeri 2 Sangatta Selatan dalam
menulis cerita pendek rata-rata masih rendah. Dari hasil pengamatan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
114
selama peneliti melakukan observasi masih banyak siswa yang kurang
tertarik pada pembelajaran menulis cerpen. Siswa tampak kesulitan
dalam menuangkan ide-ide ke dalam bentuk cerpen, hal ini dikarenakan
beberapa faktor yang mempengaruhi seperti penggunaan media dan
teknik pembelajaran yang kurang sesuai. Kesulitan-kesulitan siswa juga
tampak dari hasil kerja siswa. Hasil yang dicapai siswa masih rendah,
hal ini terbukti dari isi cerpen yang tidak sesuai dengan tema atau bahan
pengajaran, isi cerpen tidak sesuai dengan judul, alur yang tidak jelas,
konflik dan karakter tokoh yang kurang sesuai. Seperti tampak pada
tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Tes Kemampuan Menulis Cerita Pendek Pra
Tindakan
Kategori Rentang
Nilai
Frekuensi
Skor Bobot
Persen
Rata-
rata
Sangat Baik 85-100
Baik 70-84 8 544 20%
Cukup 60-69 26 1783 65%
Kurang 50-59 6 399 15%
Sangat Kurang 0-49
JUMLAH 40 2666 100%
Siklus I merupakan pemberlakuan awal penelitian dengan
strategi Copy the Master melalui media audio visual. Tindakan siklus ini
dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah
yang muncul pada pratindakan. Tahap ini dimulai dengan refleksi awal.
Kegiatan yang dilakukan berupa renungan atau pemikiran hasil dengan
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII A SMP Negeri 2
Sangatta Selatan. Kegiatan dilanjutkan dengan perencanaan
pembelajaran yang dilakukan sebagai upaya memecahkan segala
permasalahan yang dilakukan yang telah ditemukan pada refleksi awal,
dan segala hal yang perlu dilakukan pada tahap tindakan. Dengan
adanya perencanaan, tindakan pembelajaran yang dilakukan akan lebih
terarah dan sistematis.
Kegiatan publikasi yang dilakukan dengan membacakan cerpen
di depan kelas dapat diketahui bahwa siswa lebih memperhatikan
pembacaan cerpen yang dilakukan oleh salah satu siswa. Selain siswa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
115
yang membacakan cerpen telah memiliki rasa percaya diri dengan bukti
suara siswa saat membacakan sudah lantang dan terdengar hingga
bangku belakang. Muka siswa juga tidak ditutup dengan teks cerpen
yang dibacanya.
PEMBAHASAN
Peningkatan proses keterampilan menulis kreatif cerpen meliputi
proses peningkatan pada tahap pramenulis, proses peningkatan pada
tahap menulis, proses peningkatan pada tahap pasca menulis Media yang
digunakan adalah film dan lembar kerja siswa untuk membuat kerangka
cerpen, menulis cerpen serta lembar penyuntingan. film yang digunakan
yaitu judul Laskar Pelangi. Film tersebut dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa film Laskar pelangi tersebut dapat membantu siswa
dalam mengembangkan cerita baik dari segi judul, tokoh, latar dan alur;
(2) memiliki tokoh, latar, dan alur yang menceritakan tentang sebuah
kehidupan manusia, dan (3) menumbuhkan cipta dan rasa dalam diri
siswa.
Pada kegiatan pramenulis ini suasana kelas tampak kondusif, hal
ini tampak pada siswa yang antusias mengerjakan tugas dari guru.
Dengan penuh perhatian siswa memperhatikan film yang ditayangkan
guru. Setelah siswa menyaksikan film yang ditayangkan, siswa
berdiskusi dengan teman sebangku untuk memilih adegan yang
digunakan sebagai pengembangan membuat kerangka cerpen. Ketika
siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas membuat kerangka
cerpen dan memahami film, siswa selalu bertanya kepada guru. Pada
kegiatan ini guru berkeliling dan mengingatkan siswa untuk
memperhatikan unsur pembangun cerpen dan penggunaan ejaan dan
tanda baca.
Proses peningkatan keterampilan menulis kreatif cerpen pada
tahap menulis suasana kelas tampak kondusif, hal ini tampak pada siswa
yang antusias mengerjakan tugas dari guru. Siswa membaca kembali
kerangka cerpen yang telah dibuatnya, kemudian siswa mengembangkan
kerangka cerpen menjadi cerpen yang utuh dan padu pada lembar kerja
yang telah dipersiapkan oleh guru. Kegiatan pengembangan kerangka
cerpen menjadi cerpen yang utuh dan padu pada tahap menulis ini
dilakukan siswa secara individu. Pengembangan kerangka cerpen
menjadi cerita yang utuh dan padu yang dilakukan pada tahap menulis
ini, media film membantu siswa berimajinasi sehingga film dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
116
membantu siswa mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerpen yang
utuh dan padu. Pada tahap menulis ini juga dilakukan tahap revisi. Siswa
merevisi cerpen yang telah selesai dibuatnya.
Dari kegiatan pascamenulis dapat diketahui bahwa pembelajaran
menulis kreatif cerpen ini tidak hanya melatihkan siswa untuk pandai
menulis tetapi juga aktif dalam keterampilan menyimak, membaca, dan
berbicara. Setelah kegiatan publikasi guru melakukan refleksi dengan
menanyakan kesulitan yang dialami siswa dalam mengikuti
pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan strategi Copy the
Master melalui media audio visual (film). Dari data observasi dapat
dilihat terjadinya peningkatan perilaku positifsiswa dalam menulis
cerpen. Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 38 siswa atau
sebesar 95% dari jumlah keseluruhan siswa yang merasa lebih
bersenang hati dalam menulis cerpen. Sisanya sebanyak 2 siswa atau
sebesar 5% yang kurang bersenang hati dalam menulis cerpen. Hal ini
disebabkan siswa kurang berminat dalam menulis cerpen. Berdasarkan
uraian di atas menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan perilaku
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada siklus II ini. Perilaku-
perilaku negatif siswa dapat dikurangi sehingga pembelajaran ini dapat
berhasil. Peningkatan hasil keterampilan menulis cerpen setelah
dilakukan tindakan pada siklus I dan II, diperoleh hasil menulis puisi
seperti yang tampak pada tabel berikut.
Tabel 2. Peningkatan Hasil Keterampilan Menulis Cerpen Setelah
Dilakukan Tindakan Pada Siklus I dan II
Kriteria Nilai
Prasiklus Siklus I Siklus II
Rata-rata
2666 2915 3203
4000 4000 4000
66,65 72,875 80,075
PEMBAHASAN
Peningkatan proses belajar siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan strategi Copy the
Master melalui media audio visual dapat dilihat berdasarkan hasil
observasi selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan peningkatan
hasil dapat diketahui berdasarkan hasil tes kemampuan menulis cerpen.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
117
Dari hasil observasi dapat dilihat bahwa pada siklus I siswa belum
mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen dengan baik, masih ada
beberapa siswa yang melakukan perilaku negatif walaupun jumlahnya
lebih sedikit daripada siswa yang melakukan perilaku positif dalam
mengikuti proses pembelajaran tersebut. Hal ini dibuktikan dengan data
pada hasil observasi siswa yang tercatat ada 10 atau sebesar 25% dari
jumlah keseluruhan siswa yang berbicara dan bercanda dengan
temannya pada saat proses pembelajaran menulis cerpen. Sebanyak 6
siswa atau sebesar 15% dari jumlah keseluruhan siswa yang mondar-
mandir atau jalan-jalan untuk kepentingan yang tidak jelas saat proses
pembelajaran berlangsung.
Pada siklus II sudah ada perubahan perilaku siswa yaitu siswa
sudah mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen dengan baik dan
dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman. Siswa terlihat sangat
bersungguh-sungguh dalam mengikuti penjelasan dari guru, dan mereka
sudah lebih aktif dalam mengikuti pelajaran dibandingkan pada siklus I.
Perilaku negatif pada siklus I, pada siklus II banyak berkurang. Siswa
yang melakukan perilaku negatif berbicara dan bercanda dengan
temannya menurun dari 10 siswa atau sebesar 25% dari jumlah
keseluruhan siswa menjadi 2 siswa atau sebesar 5% dari jumlah
keseluruhan siswa. Sedangkan siswa yang berjalan-jalan atau
mondarmandir pada saat berlangsungnya proses pembelajaran tidak ada.
Berdasarkan hasil jurnal dari siklus I ke siklus II yaitu siswa
semakin senang terhadap Copy the Master melalui media audio visual
yang dihadirkan guru (peneliti). Menurut sebagian besar dari jumlah
siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan yang menyatakan
bahwa metode tersebut dapat mempermudah mereka dalam menulis
cerpen karena kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dapat diatasi
dengan metode tersebut. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil
bahwa siswa senang dan tertarik dengan pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan strategi Copy the Master melalui media audio
visual. Siswa juga dapat mengambil manfaat dari pembelajaran tersebut,
siswa semakin tahu banyak tentang cerpen dan bagaimana menulis
cerpen. Selain itu pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan
strategi Copy the Master melalui media audio visual siswa semakin
berminat menulis cerpen.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar menulis
cerpen dengan menggunakan strategi Copy the Master melalui media
audio visual mampu meningkatkan proses keterampilan siswa dalam
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
118
menulis cerpen. Selain itu, terdapat perubahan perilaku yaitu dari
perilaku negatif ke perilaku positif siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran menulis cerita pendek. Peningkatan keterampilan menulis
cerpen dengan strategi Copy the Master melalui media audio visual
dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 3. Perolehan Nilai Rata-Rata dan Peningkatan Keterampilan
Menulis Cerpen pada Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II
Aspek Nilai Rata-rata Kelas Peningkatan
PT SI SII PT – SI SI-SII PT-SII
1 65,00 73,50 77,50 13,08 5,44 19,23
2 67,88 72,75 78,13 7,18 7,39 15,10
3 63,75 72,00 85,00 12,98 18,06 33,33
4 68.7 74,50 79,25 8,36 6,38 15,27
5 68,25 74,25 79,00 8,79 6,40 15,75
6 67,50 71,88 83,75 6,48 16,52 24,07
7 65,00 72,63 78,13 11,73 7,57 20,19
Rata-rata 66.65 72,88 80,08 9,34 9,88 20,14
Keterangan: PT = Pratindakan, SI = Siklus I, SII = Siklus II,
1 = Tema dan Amanat, 2 = Alur, 3 = Tokoh dan Penokohan, 4 = Latar,
5 = Diksi dan Gaya Bahasa, 6 = Sudut Pandang, 7= Kepaduan Unsur-
unsur Pembangun Cerpen.
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa keterampilan siswa
setiap aspek penilaian menulis cerpen mengalami peningkatan. Uraian
tabel tersebut dijelaskan secara rinci sebagai berikut. Pada hasil
pratindakan, skor rata-rata kelas mencapai 66,65 termasuk dalam
kategori cukup. Skor rata-rata ini berasal dari jumlah rata-rata
masingmasing aspek yang dinilai. Pada pratindakan, perolehan nilai rata-
rata kelas aspek tema dan amanat sebesar 65 (termasuk kategori cukup),
aspek alur sebesar 67,88 (termasuk cukup), aspek tokoh dan penokohan
sebesar 63,75 (termasuk kategori cukup), aspek latar sebesar 68,7
(termasuk kategori cukup), aspek diksi dan gaya bahasa sebesar 68,25
(termasuk kategori cukup), aspek sudut pandang sebesar 67,50
(termasuk kategori cukup), dan aspek kepaduan unsur-unsur pembangun
cerpen sebesar 65,00 (termasuk kategori cukup).
Selanjutnya, hasil tes menulis cerpen siklus I dengan rata-rata
skor klasikal mencapai 72,88 dan termasuk kategori cukup. Hasil ini
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
119
mengalami peningkatan sebesar 9,34% dari hasil pratindakan. Meskipun
hasil ini sudah mengalami peningkatan, tetapi nilai rata-rata ini belum
mencapai target nilai yang telah ditetapkan. Skor ini juga diperoleh dari
penjumlahan tujuh aspek penilaian. Perolehan aspek tema dan amanat
sebesar 73,50 (termasuk kategori cukup), aspek alur sebesar 72,75
(termasuk kategori cukup), aspek tokoh dan penokohan sebesar 72,00
(termasuk kategori cukup), aspek latar sebesar 74,50 (termasuk kategori
baik), aspek diksi dan gaya bahasa sebesar 74,25 (termasuk kategori
cukup), aspek sudut pandang sebesar 71,88 (termasuk kategori cukup),
dan aspek kepaduan unsur-unsur pembangun cerpen sebesar 72,63
(termasuk kategori cukup).
Berikutnya, pada hasil tes menulis cerpen siklus II, diperoleh
nilai rata-rata. kelas 80,08 dan termasuk dalam kategori baik.
Pencapaian skor ini menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen
pada siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan dapat dikatakan
berhasil karena sudah mencapai target yaitu berada pada kategori baik.
Dengan demikian tindakan siklus III, tidak perlu dilakukan. Perolehan
skor aspek tema dan amanat sebesar 77,50 (termasuk kategori baik),
aspek alur sebesar 78,13 (termasuk kategori baik), aspek tokoh dan
penokohan sebesar 85.00 (termasuk kategori sangat baik), aspek latar
sebesar 79,25 (termasuk kategori baik), aspek diksi dan gaya bahasa
sebesar 79,00 (termasuk kategori baik), aspek sudut pandang sebesar
83,75(termasuk kategori baik), dan aspek kepaduan unsur-unsur
pembangun cerpen sebesar 78,13 (termasuk kategori baik).
Peningkatan keterampilan siswa dalam menulis cerpen
merupakan bukti bahwa pembelajaran menulis cerpen melalui strategi
Copy the Master dengan media audio visual ini dapat meningkatkan
kualitas, kreativitas, prestasi dan efektivitas pembelajaran siswa dalam
menulis cerita pendek serta dapat meningkatkan apresiasi sastra siswa
khususnya terhadap karya sastra yang berupa cerpen. Berdasarkan hasil
analisis kuantitatif dan kualitatif atas cerpen siswa padan siklus II
diketahui bahwa nilai kemampuan menulis cerpen siswa di atas nilai
KKM. Hal ini menunjukkan meningkatnya keterampilan menulis kreatif
cerpen siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Proses pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Copy
the Master melalui media audio visual pada siswa kelasVII A SMP
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
120
Negeri 2 Sangatta Selatan setelah mengikuti pembelajaran ini membuat
siswa lebih aktif dan serius dalam kegiatan menulis cerpen. Siswa juga
mengalami perubahan ke arah positif. Perubahan tersebut ditunjukkan
dengan perilaku siswa yang lebih serius dan bersemangat dalam
mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen. Keterampilan menulis
cerpen siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan mengalami
peningkatan setelah mengikuti pembelajaran menulis cerpen melalui
menggunakan strategi Copy the Master melalui media audio visual.
Perolehan hasil rata-rata nilai tes menulis cerpen ini menunjukkan bahwa
pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Copy the Master
melalui media audio visual pada siswa kelas VII A SMP Negeri 2
Sangatta Selatan dapat meningkat dan berhasil.
Berdasarkan simpulan penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan strategi Copy the Master melalui media audio visual pada
siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan telah berhasil
meningkatkan kemampuan siswa dalam keterampilan menulis kreatif
cerpen, maka secara umum disarankan kepada pembaca untuk
memanfaatkan media audio visual sebagai salah satu alternatif perbaikan
atau peningkatan kemampuan menulis kreatif cerpen siswa yang masih
belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Pranggawidagda, Suwara. 2002. Strategi Penguasaan Bahasa.
Yogyakarta: Adi Cita.
Sudjana, Nana dan Achmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Jakarta:
Sinar Baru
Algensindo.
Suharianto. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia
Sumardjo, Jacob. 2001. Beberapa Petunjuk Menulis Cerpen. Bandung:
Mitra Kencana.
Widyamartaya, Aloys dan Vero Sudiati. 2005. Kiat Menulis Deskripsi
dan Narasi, Lukisan dan Cerita. Yogyakarta: Pusataka
Widyatama.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
121
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII
DALAM MENGUNGKAPKAN MAKNA MONOLOG
BERBENTUK PROSEDUR MELALUI DEMONSTRASI
Felisia Dwi Retnowati
Guru SMP Negeri 1 Sangkulirang
Abstrak
Penulisan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya
hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Bahasa
Inggris materi teks prosedur di kelas VIII B SMP Negeri 1
Sangkulirang. Dari 32 peserta didik sebesar 50% yang
dinyatakan tidak tuntas dan hanya mencapai nilai rata rata
sebesar 73.56. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
kemampuan belajar peserta didik dalam menerapkan
metode pembelajaran Demonstrasi pada teks prosedur
dengan menggunakan benda kongkret untuk alat peraga
sebagai media belajar . Subyek penelitian adalah peserta
didik di kelasVIII B SMP Negeri 1 Sangkulirang.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan tes
tertulis, observasi pada guru dan peserta didik, kuesioner,
dan catatan lapangan.Analisis data dilakukan secara
kualitatif disertai penyajian data dalam bentuk tabel.Dari
hasil pengamatan teman sejawat padapembelajaran
Bahasa Inggris pada siklus 1diperoleh rata rata nilai 76
dan hanya 23 peserta didik yang tuntas. Pada siklus 2 nilai
rata- rata menjadi 78.12 dan 28 peserta didik yang tuntas.
Penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta
didik padamata pelajaran Bahasa Inggris materi teks
prosedurdi kelas VIII B SMP Negeri 1 Sangkulirang.
Kata kunci : Keaktifan, Hasil Belajar, Metode
Pembelajaran Demonstrasi
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
122
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai
pendidik, fasilitator yang membantu peserta didik dalam belajar. Guru
berperan utama dalam memilih sumber belajar serta media yang
digunakan dalm proses pembelajaran. Maka pembelajaran tanpa alat
peraga akan sulit mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan atau
kurang bermakna.
Sangat disadari bahwa mengajar Bahasa Inggris sebagai bahasa
asing merupakan satu hal yang memberikan tantangan bagi guru bahasa
inggris karena bahasa tersebut bukanlah merupakan bahasa yang
digunakan sebagai bahasa sehari hari bagi peserta didik. Namun , seiring
tuntutan jaman dimana bahasa inggris sudah menjadi alat komunikasi
global, dan hidup semakin kompetitif adalah perlu dan sangat penting
bagi para guru untuk menumbuhkan minat serta kesenangan dan
kenyamanan peserta didik untuk menggunakan bahasa inggris sebagai
media menyampaikan ide serta meningkatkan kemampuan mereka
memahami media cetak yang ditulis dalam bahasa inggris sehingga hasil
yang diharapkan akan lebih optimal untuk dapat bersaing dimasa
depannya.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dikembangkan
berbagai metode pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi
peserta didik. Diantaranya adalah kemampuan berbahasa Inggris yang
merupakan keharusan di era komunikasi dan globalisasi. Pelajaran
bahasa Inggris di SMP berfungsi sebagai alat pengembangan diri
peserta didik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Setelah menamatkan studi, mereka diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang menjadi individu yang cerdas, terampil dan berkepribadian
serta siap berperan dalam pembangunan nasional. Kemampuan
mengungkapkan makna dalam monolog pendek sederhana dengan
menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima
untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks
berbentuk prosedur adalah salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang
harus dikuasai oleh siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Pembelajaran mengungkapkan makna dalam monolog pendek
sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat,
lancar, dan berterima untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
123
sehari - hari dalam teks berbentuk procedure telah peneliti lakukan
secara klasikal.
Dalam pembelajaran tersebut peneliti menjelaskan materi pokok
yang terdapat dalam indikator sebagai berikut : a. Mengidentifikasi
makna gagasan dalam teks essei berbentuk procedure, b. Melakukan
monolog pendek dalam bentuk prosedur. Peserta didik dibacakan teks
monolog berbentuk prosedur dan diminta untuk menerjemahkannya.
Selanjutnya peserta didik diminta untuk melakukan monolog
menggunakan teks prosedur tersebut. Hasil pembelajaran tersebut
ternyata dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM). Dari 32 peserta
didik sebesar 50% yang dinyatakan tidak tuntas dan hanya mencapai
nilai rata rata sebesar 73.56.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah dengan
menggunakan kalimat yang disusun sendiri oleh peserta didik melalui
metode pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam mengungkapkan makna monolog berbentuk
prosedur ? Berdasarkan permasalahan tersebut , maka tujuan yang ingin
dicapai melalui penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan dalam
mengungkapkan makna monolog berbentuk prosedur dengan
menggunakan kalimat yang disusun peserta didik melalui Metode
pembelajaran Demonstrasi bagi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1
Sangkulirang.
KAJIAN TEORI
Metode Demonstrasi
Merupakan metode pembelajaran dimana guru melakukan suatu
percobaan tentang suatu hal , mengamati prosesnya serta menuliskan
hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke
kelas dan dievaluasi oleh guru. Metode demonstrasi adalah metode yang
sangat efektif dalam membantu peserta didik untuk menjawab kebutuhan
belajarnya dengan usaha sendiri yang sangat efektif membantu peserta
didik untuk menjawab kebutuhan belajarnya dengan usaha sendiri
berdasarkan fakta dan data yang jelas dan benar yang dioerolehnya dari
demonstrasi.
Setiap peserta didik mempunyai kemampuan berpikir yang
berbeda-beda. Ketika peserta didik melihat sesuatu persoalan, maka
cara dan intensitas dan berpikir setiap peserta didik pun berbeda pula.
Perbedaan-perbedaan tersebut akibat dari perbedaan minat, kemampuan,
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
124
kesenjangan, pengalaman, cara belajar dan sebagainya (Depdiknas,
2002:24). Perbedaan - perbedaan tersebut akan berdampak pada proses
dan hasil sebuah pembelajaran. Berbagai pendekatan, strategi maupun
model pembelajaran telah dikembangkan oleh para ahli untuk
mengcover kemampuan berpikir peserta didik yang berbeda-beda
tersebut.
Metode Demonstrasi ialah metode mengajar dengan
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan
tertentu pada peserta didik. Untuk memperjelas pengertian tersebut
dalam prakteknya dapat di lakukan oleh guru atau anak didik itu sendiri.
Adapun aspek yang penting dalam menggunakan Metode Demonstrasi
adalah: 1. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar
apabila alat yang di demonstrasikan tidak bisa di amati dengan
seksama oleh peserta didik. Misalnya alatnya terlalu kecil atau
penjelasannya tidak jelas. 2. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila
tidak di ikuti oleh aktivitas di mana Peserta didik sendiri dapat ikut
memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka Sebagai pengalaman yang
berharga. 3. Tidak semua hal dapat di Demonstrasikan di kelas
karena alat - alat yang terlalu besar atau yang berada di tempat lain
yang tempatnya jauh dari kelas. 4. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal
yang bersifat praktis
Teks Prosedur
Teks prosedur bertujuan untuk memberikan petunjuk tentang
langkah langkah / Metoda / cara-cara melakukan sesuatu (Otong
Setiawan Djuharie, 2006 :38). Teks procedure umumnya berisi tips atau
serangkaian tindakan atau langkah dalam membuat suatu barang atau
melakukan suatu aktifitas. Teks procedur dikenal pula dengan istilah
directory. Teks procedure umumnya memiliki struktur: 1) goal, tujuan
kegiatan, 2) materials, bahan – bahan yang diperlukan untuk
membuat suatu Barang melakukan suatu aktifitas yang sifatnya
opsional, 3) steps, serangkaian langkah.
Penggunaan kalimat imperative atau kalimat perintah dalam teks
prosedur untuk menunjukkan cara membuat / menyiapkan makanan atau
cara mengoperasikan sesuatu. Misal : Boil Noodle = Rebuslah mie,
Pour the seasoning = Tuangkan bumbu, Mix well = Aduklah dengan
sempurna, Spread Curry = Taburkan ( bumbu ) kare, Break three eggs =
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
125
Pecahkan 3 telor, Add salt = Tambahkan garam, Put some butter =
Taruhlah sedikit mentega, Turn on = Nyalakan, Fry = gorenglah, Untuk
membuat kalimat imperative atau kalimat perintah kita menggunakan
kata kerja infinitive atau sering di sebut kata kerja dasar, seperti : Boil,
Pour, Mix, Spread, break, Add, Put, Turn on, Fry , etc. Untuk langkah –
langkah dalam pembuatan sesuatu kita bisa menggunakan kata – kata
penghubung / conjunctions seperti first, second, finaly, after that, then,
before that, etc.
Hasil Belajar Peserta Didik Pada Matapelajaran Bahasa Inggris
Pengajaran teks prosedur pada pelajaran Bahasa Inggris dikelas
VIII B sebelumnya mengalami kesulitan karena peserta didik pasif bila
diminta untuk melakukan monolog. Mereka tidak percaya diri untuk
tampil didepan kelas. Sehingga hal ini berpengaruh pada hasil belajar
peserta didik . Hasil belajar peserta didik setelah dilaksanakan
pembelajaran diperoleh nilai rata rata sebesar 73.56 . Dan ketuntasan
belajar mencapai 50% atau ada 16 dari 32 peserta didik tuntas belajar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara klasikal peserta didik belum
tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar
50% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 75%.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan
hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam
penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal
telah mencapai 75% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak
tergantung pada jumlah siklus yang harus dilalui.
Tempat, Waktu Dan Subyek Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
126
Penelitian ini bertempat di SMPN 1 Sangkulirang Tahun Pelajaran
2016/2017. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian
atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus semester ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017. Subyek
penelitian adalah peserta didik kelas VIII B SMPN 1 Sangkulirang
Tahun Pelajaran 2016/ 2017.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang
bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki
kondisi pembelajaran yang dilakukan. Tujuan utama dari PTK adalah
untuk memperbaiki/meningkatkan pratik pembelajaran secara
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru. Ini penelitian
tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk
spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi).
Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian
peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana
tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat
pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang dilakukan oleh
peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep peserta didik
serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode
pembelajaran Demonstrasi. Pengamatan / Observasi. Observasi dibagi
dalam tiga putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran
dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas
satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1.
Silabus; Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
127
2. Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP); Yaitu merupakan perangkat
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar
dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi
dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus,
dan kegiatan belajar mengajar. 3. Lembar Kegiatan Siswa; Lembar
kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil eksperimen. 4. Lembar Observasi Kegiatan
Belajar Mengajar; Lembar observasi pengolahan pembelajaran
Demonstrasi, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk
mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. 5. Tes
formatif; Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang
diberikan adalah uraian .
Metode Pengumpulan Dan Tehnik Analisis Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran Demonstrasi, observasi aktivitas
peserta didik dan guru, dan tes formatif. Untuk mengetahui keefektivan
suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data.
Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
peserta didik setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada
setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan atu tes formatif; Peneliti
melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh peserta didik, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah peserta didik yang ada di kelas
tersebut diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
=N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata, Σ X = Jumlah semua nilai peserta didik
Σ N = Jumlah peserta didik
Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang peserta didik telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut
tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
128
daya serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100..
xikpesertadid
belajartuntasikyangpesertadidP
=
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Penelitian Persiklus
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2016 di Kelas VIII B SMPN 1
sangkulirang dengan jumlah 32 peserta didik. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.Lama
penelitian Waktu untuk melaksanakan tindakan mulai dari siklus I dan
Siklus II selama 3 bulan.
Siklus Pertama
Pada akhir proses belajar mengajar Peserta diberi tes formatif
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik
dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Tabel 1. Data Hasil Penelitian Pada Siklus I
Kriteria Nilai Peserta didik
Rata-rata 76
Ketuntasan 23 murid
Prosentase 72%
KKM 75
Target Ketuntasan 75%
Kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran dan scenario pembelajaran yang telah disiapkan . Adapun
hasil observasi pada siklus 1, menunjukkan bahwa kemampuan guru
dalam menyajikan materi, mengelola kelas dan membimbing peserta
didik tergolong cukup. Efektivitas peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran dapat dikatakan cukup baik. Hasil belajar peserta didik
setelah dilaksanakan pembelajaran diperoleh nilai rata rata sebesar 76
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
129
pada siklus 1. Dan ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 23 dari 32
peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pada siklus pertama secara klasikal peserta didik belum tuntas belajar,
karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 72% lebih kecil
dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.
Siklus Kedua
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Adapun
data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Data Hasil Penelitian Pada Siklus II
Kriteria Nilai Peserta didik
Rata-rata 78.12
Ketuntasan 28 murid
Prosentase 88%
KKM 75
Target Ketuntasan 75%
Peneliti membuat skenario pembelajaran berdasarkan desain
pembelajaran disertai soal soal Bahasa Inggris dan lembar observasi
untuk mengamati jalannya proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan scenario
pembelajaran yang telah dipersiapkan. Perhatian dan partisipasi peserta
didik dinilai baik. Hal ini dilihat dari keaktifan peserta didik dalam
menyampaikan atau mempresentasikan teks prosedur dengan
menggunakan kalimat yang disusun sendiri untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan. Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 78,12 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 28
peserta didik dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal
telah tercapai.
Peningkatan hasil belajar peserta didik ini karena peserta didik
sudah mulai akrab dengan pengajaran menggunakan metode
Demonstrasi. Berdasarkan hasil tes kognitif dari setiap siklus yang
mengalami peningkatan maka penilitian ini tidak dilanjutkan ke siklus
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
130
berikutnya. Hal ini terlihat dari perolehan hasil belajar Bahasa Inggris
peserta didik yang meningkat dari 76 pada siklus 1 menjadi 78,12 pada
siklus 2. Secara lengkap perbandingan pencapaian prestasi peserta didik
pra-tindakan, siklus I, dan siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Data Hasil Penelitian Pada Siklus III
Kriteria Nilai Siswa
Tes Awal Siklus 1 Siklus 2
Rata-rata 73.56 76 78.12
Ketuntasan 16 murid 23 murid 28 murid
Prosentase 50% 72% 88%
KKM 75 75 75
Target Ketuntasan 75% 75% 75%
PEMBAHASAN
Dalam rangka melatih keterampilan proses berfikir,
merumuskan dan menganalisis tidak dapat diajarkan dengan
pendekatan dengan gaya teoritik namun memerlukan lingkungan belajar
yang berpusat pada peserta didik dan mendorong siswa berfikir kritis
dan kreatif . Oleh karenanya diperlukan metode pembelajaran yang
berorientasi pada kompetensi peserta didik dan dapat dilakukan secara
efektif dan efisien .
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
dengan menggunakan metode Demonstrasi memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasasi belajar peserta didik. Hal ini dapat
dilihat dari semakin baiknya pemahaman dan penguasaan peserta didik
terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan
belajar meningkat dari sklus I dan II). Sebelum dilakukan PTK, nilai
mata pelajaran Bahasa Inggris belum begitu memuaskan, terbukti nilai
Bahasa Inggris tentang teks prosedur pada ulangan harian memperoleh
nilai tertinggi 85, nilai terendah 65, dan nilai rata-rata73.56. Terdapat 16
peserta didik (50%) yang berhasil mencapai ketuntasan.
Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran menggunakan
metode Demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 76 dan ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 26 peserta
didik dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
131
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 72%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih canggung dengan
diterapkannya pengajaran dengan menggunakan metode demonstrasi.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 78.12 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 28 peserta
didik dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan
bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas peserta didik dalam proses
pengajaran dengan menggunakan metode Demonstrasi dalam setiap
siklus mengalami peningkatan. Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pengajaran melaui
metode demonstrasi dengan baik.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama
dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada siklus I, dengan
menerapkan pengajaran Demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 76 dan ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada
26 dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal peserta didik
belum tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 75
sebesar 72% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki
yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan karena peserta didik masih belum
terbiasa dengan diterapkannya pengajaran menggunakan metode
Demonstrasi. 2. Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 78.12 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 28
dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.
SARAN
Saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi pembaca antara
lain: bagi tenaga pendidik untuk mengembangkan pengetahuan dan lebih
sering melatih peserta didik dengan berbagai metode pengajaran yang
sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana peserta didik
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
132
nantinya dapat memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga peserta
didik berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil
penelitian ini hanya dilakukan pada peserta didik kelas VIII B semester I
SMPN 1 Sangkulirang tahun pelajaran 2016 / 2017. 4. Untuk penelitian
yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh
hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.
Deakin: Deakin University.
Wibawa, Basuki. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas
Dirjen Pendasmen Dirtendik: 2003.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen
PMPTK.
Suhardjono et.al. 2005. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Di Bidang Pendidikan Dan Angka Kredit Pengembangan
Profesi Guru. Jakarta : Dirjen Dikgu dan Tentis.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan :
Lampiran Permendiknas no 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi. Jakarta: ----------.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Lampiran
Permendiknas no 23 Tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan. Jakarta: ---
Mulyana, Slamet.2007. Penelitian Tindakan Kelas Dalam
Pengembangan Profesi Guru. Bandung: LPMP.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
133
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS SURAT RESMI
MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
PADA SISWA IX A SMP NEGERI 3 KARANGAN
Ngatmono
Guru SMP Negeri 3 Karangan
Abstrak
ABSTRAK
Karya tulis PTK yang berjudul “ Peningkatan Ketrampilan
Menulis Surat Resmi Melalui Penerapan Pendekatan
Kontekstual pada siswa kelas IX.A SMPN 3 Karangan” ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas IX.A
di SMP N 3 Karangan Kabupaten Kutai Timur dalam hal
penulisan surat resmi dalam proses belajar mengajar
maupun penerapannya dalam kehidupan di masyarakat
maupun instansi. Pendekatan yang digunakan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis surat
resmi ini adalah pendekatan kontekstual. Karena dengan
metode ini diharapkan siswa lebih terampil sesuai yang
diharapkan yaitu semua siswa mampu dalam menulis surat
resmi. Dalam proses belajar mengajar mengenai menulis
surat resmi sering terjadi kurang sempurna dalam
penyusunan kalimatnya. Akhirnya peneliti menyimpulkan
bahwa siswa kelas IX.A belum begitu mampu menulis surat
resmi yang tidak bias kita hindari dalam penggunaannya
dalam praktek sehari-hari yang tidak bias lepas dari
penggunaannya setiap waktu
Kata Kunci : Ketrampilan menulis, Surat Resmi,
Kontekstual
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa sangat penting untuk diajarkan di sekolah-
sekolah, baik bahasa nasional (Indonesia), bahasa daerah maupun bahasa
asing. Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
134
lebih diarahkan pada kemampuan dan keterampilan siswa untuk
berkomunikasi secara lisan maupun tulis. Pembelajaran bahasa
diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa yang
meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Keempat keterampilan ini saling berkaitan dan saling melengkapi dalam
kegiatan komunikasi.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
sangat penting bagi siswa. Keterampilan menulis siswa harus terus
ditingkatkan, terutama keterampilan menulis surat resmi. Pada siswa
SMP kelas IX misalnya, diharapkan dapat menulis surat resmi dengan
benar sesuai aturan yang ada dalam penulisan surat resmi. Dalam
keterampilan menulis, ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung
oleh ketepatan bahasa yang digunakan (Depdiknas 2003:5).
Pembelajaran menulis di Sekolah Menengah Pertama perlu
mendapat perhatian dari para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia .
Ketika dihadapkan pada pembelajaran menulis surat resmi, siswa selalu
mengalami kesulitan terutama dalam penggunaan bahasa. Hasil tulisan
siswa sebagian besar lemah dalam masalah kebahasaan dan teknik
penulisan. Selama pembelajaran menulis, siswa kurang memperhatikan
aturan-aturan yang ada dalam keterampilan menulis sehingga
menyebabkan lemahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi.
Lemahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi
disebabkan alokasi waktu pembelajaran menulis di sekolah-sekolah
selama ini relatif lebih kecil. Hal ini menyebabkan keterampilan menulis
siswa kurang maksimal. Siswa kurang mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan dalam pembelajaran menulis. Setelah menamatkan jenjang
sekolah, dikhawatirkan siswa belum mampu menggunakan bahasa
secara baik dan benar dalam keterampilan menulis.
Dalam pembelajaran menulis, siswa kurang memahami hakikat
menulis. Berdasar hasil pengamatan selama mengajar, peneliti
mengetahui bahwa ketika diberikan kesempatan menulis surat resmi,
para siswa tidak mementingkan mutu tulisan. Mereka lebih
mementingkan sistematika surat resmi tanpa memperhatikan
penggunaan bahasa. Kurangnya pemahaman tentang surat resmi juga
menyebabakan rendahnya keterampilan menulis siswa. Aturan-aturan
yang ada dalam penulisan surat resmi, terutama dalam hal kebahasaan
menyebabkan siswa sulit menulis surat resmi dengan benar. Untuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
135
mengatasi hal ini, guru harus lebih banyak memberikan penjelasan
kepada siswa dengan memberikan contoh-contoh surat resmi.
Faktor lain penyebab rendahnya keterampilan menulis surat
resmi adalah siswa kurang berlatih menulis surat resmi. Mereka
menganggap bahwa menulis adalah pelajaran yang sulit. Siswa
mengalami kesulitan menulis terutama dalam pemakaian bahasa. Untuk
meningkatkan keterampilan menulis, siswa harus banyak diberi latihan
dengan teknik belajar yang bervariasi.
LANDASAN TEORETIS
Hakikat Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara
tatap muka dengan orang lain (Tarigan 1986:3). Menulis merupakan
suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis,
penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan
kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan
harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Menurut
Akhadiah, dkk (1988:2), menulis merupakan suatu proses, yaitu proses
penulisan. Ini berarti bahwa kita melakukan kegiatan dalam beberapa
tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi.
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan
yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan
menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan
yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan
informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk
terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus-menerus dan
teratur (Suriamiharja,dkk 1996:2).
Tujuan Menulis
Setiap jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu
memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur
atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan
emosi yang berapi-api. Bagi penulis yang belum berpengalaman, ada
baiknya memperhatikan tujuan menulis (Tarigan 1986:23). Tulisan yang
bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana
informatif (informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
136
ingin memberitahu atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga
pembaca menjadi tahu mengenai sesuatu yang disampaikan oleh penulis.
Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut
wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan, pengarang
bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang
disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin
akan gagasan penulis. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau
menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan
literer atau wacana kesastraan (literary discourse). Penulis bertujuan
untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca.
Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami,
menghargai perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para
pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu.
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning
(CTL)), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan ysng
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas 2002:1). Pendekatan
kontekstual menjadi pilihan dalam kegiatan belajar mengajar karena
diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan
siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka seniri (Nurhadi
2004:104).
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari
penerapan pendekatan kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama
itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment). Konstruktivisme merupakan landasan filosofi
pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Menurut Zulaeha
(2003:1), pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan
terbangunnya pemahaman sendiri (siswa) secara aktif, kreatif, dan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
137
produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari
pengalaman belajar yang bermakna.
Model Pendekatan Kontekstual
Kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses
belajar agar kelas lebih ‘hidup’ dan lebih ‘bermakna’ karena siswa
‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual
merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan,
memperluas, dan menerapkan pengetahuan serta keterampilan akademik
mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah
maupun di luar sekolah (Nurhadi dan Senduk 2003:5). Tugas guru dalam
kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).
Masyarakat belajar merupakan salah satu komponen pendekatan
kontekstual yang dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran. Konsep
masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’
antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
Dalam kelas kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai
mengajari yang lemah, siswa yang tahu memberitahu yang belum tahu,
yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang
mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. ”Masyarakat
belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam
masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam
kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh
teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari
teman belajarnya (Depdiknas 2002:15).
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas
(PTK) dengan dua siklus, yaitu proses tindakan pada siklus I dan siklus
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
138
II. Untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum diberikan tindakan,
terlebih dahulu diberikan tes awal sebelum siklus I. Siklus I bertujuan
untuk mengetahui kemampuan menulis siswa. Siklus I digunakan
sebagai refleksi untuk melaksanakan siklus II. Sedangkan hasil proses
tindakan pada siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan
keterampilan menulis setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan
belajar mengajar yang didasarkan pada refleksi siklus I. Tiap siklus
terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi.
Prosedur Tindakan Siklus I
Pada tahap perencanaan siklus I dilakukan persiapan
pembelajaran menulis surat resmi dengan menyusun rencana
pembelajaran terlebih dahulu sesuai dengan tindakan yang akan
dilakukan. Selain itu, peneliti menyiapkan soal yang akan diujikan
melalui lembar tes menulis surat resmi beserta kriteria penilaiannya.
Peneliti juga menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar
observasi, lembar wawancara, lembar angket, lembar jurnal, dan
dokumentasi yang berupa foto. Setelah menyiapkan alat tes dan nontes,
peneliti berkoordinasi dengan guru mata pelajaran mengenai kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tindakan ini disesuaikan dengan
rencana pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan dalam
siklus I meliputi apersepsi, proses pembelajaran, dan evaluasi
Prosedur Tindakan Siklus II
Perencanaan yang dilakukan adalah memperbaiki dan
menyempurnakan rencana pembelajaran yang telah dilakukan pada
siklus I. Dalam tahap ini, peneliti menyusun rencana pembelajaran
dengan tindakan yang berbeda dengan tindakan pada siklus I. Peneliti
juga menyiapkan soal tes dan kriteria penilaiannya, lembar observasi,
lembar jurnal, lembar angket, lembar wawancara, dan foto. Kemudian
peneliti berkoordinasi dengan guru mata pelajaran mengenai kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus II.
Tindakan yang dilakukan pada siklus II berbeda dengan tindakan
pada siklus I. Sebelum siswa menulis surat resmi, peneliti menjelaskan
terlebih dahulu kesalahan-kesalahan hasil tes siswa pada siklus I.
Peneliti menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis surat
resmi. Kemudian siswa diberi arahan dan bimbingan agar dalam
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
139
pelaksanaan kegiatan menulis surat resmi pada siklus II menjadi lebih
baik. Dalam proses pembelajaran, siswa membahas tugas yang diberikan
pada pembelajaran sebelumnya. Kemudian, siswa berlatih menulis surat
resmi yang berupa surat permohonan bantuan secara berkelompok
dengan teman sebangku.
Hasil pekerjaan setiap kelompok ditukar dengan kelompok lain
untuk dikoreksi. Siswa mengoreksi hasil pekerjaan dan menemukan
kesalahan-kesalahan yang ada dalam penulisan surat resmi oleh
kelompok lain. Setelah berdiskusi dengan teman sebangku, secara
klasikal siswa berdiskusi untuk membahas sistematika dan penggunaan
bahasa dalam surat permohonan bantuan. Pada akhir kegiatan
pembelajaran, peneliti melakukan evaluasi dengan mengadakan tes.
Secara individu, siswa diminta untuk menulis surat resmi berupa surat
permohonan bantuan dengan sistematika yang tepat dan bahasa yang
efektif.
Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan
pengamatan terhadap siswa dengan menggunakan lembar observasi dan
melakukan pemotretan. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, peneliti
membagikan angket dan jurnal kepada siswa untuk mengetahui
tanggapan, kesan, dan pesan siswa selama mengikuti pembelajaran. Pada
siklus II ini, dilihat peningkatan hasil tes dan perilaku siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran, yang meliputi keaktifan siswa dalam
mengerjakan tugas dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab
pertanyaan. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap kegiatan
pembelajaran, peneliti juga melakukan wawancara di luar jam pelajaran.
Variabel Peningkatan Keterampilan Menulis surat resmi
Peningkatan keterampilan menulis surat resmi dapat diketahui
dengan meningkatnya hasil keterampilan menulis surat resmi dan
perubahan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung
dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Target tingkat
keberhasilan setiap siswa ditetapkan jika siswa mampu menulis surat
resmi dengan benar. Target keberhasilan setiap siswa pada proses
pembelajaran siklus I dan siklus II ditetapkan nilai batas tuntas 70.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes.
Tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada siklus I dan siklus II. Tes
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
140
diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran dengan memberikan
tugas kepada siswa untuk menulis surat resmi. Tes diberikan untuk
mengetahui keterampilan siswa dalam kesesuaian bentuk surat,
kelengkapan bagian-bagian surat, penulisan bagian-bagian surat,
kejelasan isi surat, pilihan kata, ejaan dan tanda baca, penggunaan
bahasa baku, dan struktur kalimat.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Secara kualitatif Data kualitatif diperoleh dari data nontes,
yaitu data observasi, jurnal, angket, wawancara, dan dokumentasi foto.
Analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh data yang diperoleh,
menyusunnya dalam satuan-satuan, dan dikategorisasikan. Hasil analisis
data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku
siswa pada pembelajara siklus I dan siklus II, serta untuk mengetahui
efektivitas penggunaan pendekatan kontekstual dalam peningkatan
keterampilan menulis surat resmi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan disajikan hasil tes dan nontes yang
diperoleh selama penelitian berlangsung. Hasil tes terbagi atas tiga
bagian, yaitu pratindakan, siklus I, dan siklus II. Hasil tes siklus I dan
siklus II berupa keterampilan menulis surat resmi siswa dengan
pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Hasil nontes
diperoleh dari observasi, wawancara, angket, dan jurnal. Mayoritas skor
siswa masih berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 75% siswa.
Sisanya sebesar 25% siswa berada pada kategori cukup. Sementara itu,
kategori sangat baik dan baik belum dicapai oleh siswa atau sebesar 0%.
Dengan demikian, keterampilan menulis surat resmi siswa perlu
ditingkatkan.
Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
tindakan siklus I dengan pembelajaran menggunakan pendekatan
kontekstual. Tindakan siklus II dilakukan karena pada siklus I
keterampilan menulis surat resmi siswa kelas IXA SMP Negeri 3
Karangan masih pada kategori cukup dan belum memenuhi target
pencapaian nilai rata-rata kelas yang telah ditentukan. Selain itu,
perubahan tingkah laku siswa dalam pembelajaran menulis surat resmi
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
141
juga belum tampak. Oleh karena itu, tindakan siklus II dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan menulis surat resmi dan mengubah tingkah
laku siswa dalam pembelajaran.
Tindakan siklus II ternyata dapat mengatasi masalah-masalah
yang ada dalam pembelajaran siklus I. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya kategori cukup ke kategori baik. Aspek-aspek yang dinilai
dalam keterampilan menulis surat resmi meliputi delapan aspek, yaitu:
(1) kesesuaian bentuk surat; (2) kelengkapan bagian-bagian surat; (3)
penulisan bagian-bagian surat; (4) kejelasan isi surat; (5) pilihan kata;
(6) ejaan dan tanda baca; (7) penggunaan bahasa baku; dan (8) struktur
kalimat. Pembahasan hasil nontes berpedoman pada lima instrumen
penelitian, yaitu lembar observasi, wawancara, angket, jurnal, dan
dokumentasi foto. Kegiatan pratindakan dilakukan sebelum tindakan
siklus I dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran awal
mengenai keterampilan siswa dalam menulis surat resmi.
Keterampilan siswa pada aspek kelengkapan bagian-bagian surat
mengalami peningkatan dari tes pratindakan sampai siklus II. Nilai rata-
rata pada tes siklus I meningkat sebesar 3% dari tes pratindakan. Melalui
diskusi pada pembelajaran siklus I, siswa sudah dapat mengidentifikasi
sistematika penulisan surat resmi sehingga siswa sudah mengetahui
bagian-bagian dalam penulisan surat resmi. Nilai rata-rata pada tes siklus
II mengalami peningkatan sebesar 10% dari tes siklus I. Pada
pembelajaran siklus II, siswa sudah mampu menulis bagian-bagian surat
dengan lengkap. Jadi, peningkatan rata-rata nilai pada aspek
kelengkapan bagian-bagian surat dari tes pratindakan sampai tes siklus II
sebesar 13%, sehingga siswa mengalami kesulitan untuk memilih kata
yang tepat. Peningkatan rata-rata nilai pada aspek pilihan kata pada
siklus II sebesar 10 % dari tes pratindakan. Dalam menulis surat resmi,
sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam pilihan kata.
Peningkatan rata-rata nilai pada aspek ejaan dan tanda baca pada
siklus I sebesar 2%. Dalam pembelajaran siklus I, sebagian besar siswa
belum menggunakan ejaan dan tanda baca yang tepat dalam menulis
surat resmi. Pada pembelajaran siklus II, nilai rata-rata siswa meningkat
sebesar 13% dari siklus II. Peningkatan tersebut karena guru selalu
mengarah kan siswa untuk menggunakan ejaan dan tanda baca yang
sesuai dalam penulisan surat resmi. Pada tes siklus II nilai rata-rata pada
aspek ejaan dan tanda baca meningkat sebesar 15% karena pada siklus II
sebagian besar siswa sudah mampu menggunakan ejaan dan tanda baca
dengan tepat dalam menulis surat resmi.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
142
Nilai rata-rata pada aspek penggunaan bahasa baku pada tes
siklus I tidak mengalami peningkatan karena adanya kesamaan nilai rata-
rata siswa pada tes pratindakan dan tes siklus I. Hal itu disebabkan
karena dalam penulisan surat resmi pada tes pratindakan maupun siklus I
sebagian besar siswa menggunakan bahasa dan kata-kata yang sama.
Kemudian pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat sebesar 9%
karena dalam pembelajaran siklus II siswa sudah berlatih menulis surat
resmi dengan pilihan kata dan bahasa yang tepat. Jadi, nilai rata-rata
pada aspek penggunaan bahasa baku pada siklus II mengalami
peningkatan sebesar 9% dari tes pratindakan. Nilai rata-rata aspek
struktur kalimat pada tes siklus I mengalami peningkatan sebesar 5%
dari tes pratindakan karena melalui diskusi siswa sudah berlatih menulii
surat resmi dengan struktur kalimat yang tepat. Pada tes siklus II nilai
rata-rata siswa mengalami penurunan. Hal itu disebabkan karena
perbedaan topik pada tes menulis surat resmi siklus I dan siklus II. Pada
siklus II siswa menulis surat resmi dengan topik yang berbeda dengan
siklus II sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat.
Jadi, peningkatan nilai rata-rata aspek struktur kalimat pada siklus II
sebesar 3% dari siklus I. Sebagian besar siswa tidak mampu menyusun
struktur kalimat yang tepat dalam menulis surat resmi.
Berdasarkan rata-rata nilai dan peningkatan pada masing-masing
aspek penilaian menulis surat resmi dapat disimpulkan bahwa nilai rata-
rata kelas pada tes pratindakan mencapai 62 termasuk dalam kategori
kurang karena masih berada pada rentang nilai 0-64. Nilai rata-rata
tersebut berasal dari jumlah rata-rata setiap aspek yang dinilai.
Rendahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi tersebut
karena kemampuan siswa dalam aspek bahasa dan nonkebahasaan masih
kurang. Hal ini dapat dilihat pada hasil penilaian setiap aspek surat yang
menunjukkan hasil yang jauh di bawah kategori baik.
Nilai rata-rata kelas pada tes menulis surat resmi siklus I sebesar
65 dan termasuk dalam kategori cukup karena berada pada rentang nilai
65-74. Dengan demikian, nilai tes siklus I belum memenuhi target nilai
yang telah ditentukan. Nilai rata-rata tersebut diakumulasikan dari
masing-masing aspek penilaian. Dilihat dari nilai rata-rata setiap aspek
penilaian pada siklus I, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa
pada setiap aspek penilaian menulis surat resmi mengalami peningkatan
sebesar 3% dari rata-rata nilai pratindakan. Nilai rata-rata kelas
keterampilan menulis surat resmi siklus II sebesar 75 dan termasuk
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
143
dalam kategori baik karena berada pada rentang nilai 75-84. Pencapaian
skor tersebut berarti sudah memenuhi target nilai yang ditentukan dan
tindakan siklus III tidak perlu dilakukan. Nilai masing-masing aspek
pada siklus II hampir semua mengalami peningkatan. Berdasarkan nilai
rata-rata setiap aspek penilaian pada siklus II dapat disimpulkan bahwa
kemampuan siswa pada setiap apek penilaian menulis surat resmi
mengalami peningkatan sebesar 9% dari nilai rata-rata siklus I. Jadi,
secara keseluruhan peningkatan keterampilan menulis surat resmi siswa
kelas IXA SMP Negeri 3 Karangan sebesar 13%.
KESIMPULAN
Keterampilan menulis surat resmi siswa kelas IXA SMP Negeri
3 Karangan mengalami peningkatan sebesar 13% setelah dilakukan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual . Nilai rata-rata kelas pada
tes pratindakan mencapai 62 dan termasuk dalam kategori kurang.
Setelah dilakukan tindakan pembelajaran pada siklus I, nilai rata-rata
siswa meningkat sebesar 3% menjadi 65 dan termasuk dalam kategori
cukup. Nilai rata-rata pada siklus I belum memenuhi target penilaian
yang ditentukan sehingga perlu dilakukan tindakan pembelajaran siklus
II. Setelah dilakukan tindakan pembelajaran siklus II, nilai rata-rata tes
menulis surat resmi siswa meningkat sebesar 10%. Nilai rata-rata kelas
pada tes siklus II mencapai 75 dan sudah memenuhi target penilaian
yang ditentukan karena termasuk dalam kategori baik.
Setelah digunakan pembelajaran kontekstual terjadi perubahan
tingkah laku siswa. Pada pembelajaran siklus I, kesiapan siswa
mengikuti kegiatan pembelajaran masih kurang dan sebagian siswa
masih menunjukkan perilaku yang negatif. Keaktifan siswa dalam
kegiatan pembelajaran dan diskusi masih kurang sehingga dalam
menulis surat resmi sebagian siswa masih mengalami kesulitan. Pada
pembelajaran siklus II siswa tampak siap dan semangat mengikuti
pembelajaran. Perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran
menunjukkan perubahan yang mengarah pada perilaku positif. Selain itu,
siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran maupun diskusi.
SARAN
Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
Guru, khususnya guru bidang studi Bahasa Indonesia, hendaknya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
144
menggunakan pembelajaran kontekstual dalam kegiatan menulis surat
resmi karena dapat melatih siswa bekerja sama dengan orang lain. Guru
hendaknya melatih siswa untuk gemar menulis dan selalu mengarahkan
siswa untuk menggunakan kata. kalimat, dan bahasa yang sesuai dalam
kegiatan menulis.Siswa hendaknya selalu berlatih menulis terutama
menulis surat resmi dengan pilihan kata, kalimat, dan bahasa yang
sesuai. Siswa disarankan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran agar
dapat mengatasi kesulitan dalam belajar. Untuk Peneliti Penelitian
mengenai keterampilan menulis dengan pendekatan kontekstual penting
untuk dilakukan. Penelitian lanjutan dari penelitian ini perlu dilakukan
dengan membahas aspek yang berbeda dan untuk menambah khasanah
ilmu bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Maidar G Arsjad, dan Sakura H Ridwan. 1988.
Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Arifin, Syamsir. 1987. Pedoman Penulisan Surat menyurat Indonesia.
Padang: Angkasa Raya.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama. 2002. Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
________2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi SLTP kerangka Dasar
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Hasil Belajar
Siswa SLTP Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kustiawan, Nanang. 2003. Membuat Surat Dinas / Resmi. Surabaya:
Pustaka media.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
145
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IX
PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MATERI
GEREJA MENGGUNAKAN PROBLEM BASED LEARNING
Tatag Setyawan
Guru SMP Negeri 1 Rantau Pulung
Abstrak
Penulisan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya
Nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen materi gereja di kelas IX SMP Negeri 1
Rantau Pulung. Pada data awal siswa yang mencapai
ketuntasan belajar adalah 43%. Pada siklus I terjadi
peningkatan ketuntasan belajar siswa menjadi 57 %, dan
pada siklus II terdapat peningkatan yang signifikan yaitu
menjadi 85,71 %. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Kristen
dalam materi gereja melalui model Problem Based
Learning. Penelitian ini menggunakan design Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah siswa
kelas IX SMP Negeri 1 Rantau Pulung. Pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, tes tertulis, dan wawancara.
Analisis data dilakukan secara kualitatif disertai penyajian
data dalam bentuk tabel. Dari hasil pengamatan teman
sejawat pada siklus I diperoleh rata-rata nilai 73,57 dan
hanya 3 siswa yang tuntas. Pada siklus II rata-rata nilai
meningkat menjadi 75 dan ada 6 siswa tuntas. Penelitian
ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Kristen materi gereja di kelas
IX SMP Negeri 1 Rantau Pulung.
Kata Kunci : Model PBL, Prestasi Belajar, PAK
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan nasional seperti yang ada di Undang-undang
No.20 Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3 adalah berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
146
Tuhan Yang Maha Esa, berakhal mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Dengan tujuan tersebut, mata pelajaran Pendidikan
Agama menjadi penting sebagai dasar pembentukan karakter mental
kerohanian, yang dapat menjadi dasar dan balance (penyeimbang) antara
kemampuan pengetahuan, keterampilan dengan sikap spiritual dan sosial
dalam perkembangan potensi diri setiap siswa.
Secara umum, Pendidikan Agama Kristen di SMP Negeri 1
Rantau Pulung memiliki tugas yang sama dengan mata pelajaran yang
lain untuk mencapai hasil dari tujuan pendidikan tersebut di atas. Salah
satu bentuk dukungan mencapai tujuan itu diperlukan pembelajaran yang
bersifat kreatif dalam menerapkan bentuk model – model pembelajaran.
Sedangkan secara khusus, Pendidikan Agama Kristen merupakan
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia yang bertujuan
membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan berbakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki akhlak mulia mencakup etika,
budi pekerti, atau moral. Semua itu diaktualisasikan bukan dalam bentuk
konsep saja, namun juga melalui proses pembelajaran yang kreatif, aktif,
efektif, dan menyenangkan.
Pada pelaksanaan pembelajaran yang bersifat monoton atau
menggunakan pola klasik yaitu guru menerangkan, menata, dan
memberikan contoh; itu dapat membuat siswa memiliki daya serap dan
prestasi belajar yang rendah dengan bukti adanya nilai hasil ulangan
harian dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 (Tujuh
Puluh Lima). Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen kelas IX semester I menyebutkan Kompetensi
Dasar menghayati karya Allah dalam pertumbuhan gereja sebagai umat-
Nya di dunia yang bergumul untuk menjadi saksi-Nya yang setia,
dengan materi Gereja nilai yang diperoleh siswa pada ulangan harian
memperoleh nilai tertinggi 75, nilai terendah 60, dan nilai rata-rata
67,14 . Terdapat 3 (Tiga) atau 43 % siswa yang berhasil mencapai
ketuntasan, dari 7 (Tujuh) jumlah siswa kelas IX yang beragama
Kristen.
Kegagalan secara klasikal dalam mencapai ketuntasan belajar ini
terjadi karena guru menerapkan model pembelajaran yang tidak menarik
minat siswa dalam proses pembelajaran. Demikian pula pada materi
gereja, para siswa mengalami kesulitan untuk memahami pengertian
gereja, tugas gereja, sifat-sifat gereja, dan tradisi atau ajaran gereja.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
147
Kesulitannya dilatarbelakangi oleh asal gereja para siswa yang berbeda-
beda denominasinya.
Untuk itu penulis mencoba menerapkan salah satu model
pembelajaran yaitu model pembelajaran Problem Based Learning
untuk mengungkap apakah dengan menggunakan model Problem
Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam
model ini guru berperan sebagai fasilitator dan siswa dapat belajar
tentang cara berpikir kritis dalam pemecahan masalah, serta
memperoleh pengetahuan yang esen sial dalam materi pelajaran.
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat menjadi
salah satu alternatif pilihan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
melalui proses pembelajaran di kelas, karena dalam model pembelajaran
ini peran siswa dituntut aktif untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta
kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Para siswa
juga dapat berpikir kristis dan analitis, serta mencari sumber
pembelajaran yang sesuai. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah dengan penggunaan model Problem Based Learning dapat
meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Kristen dalam materi
Gereja bagi siswa kelas IX semester I SMP Negeri 1 Rantau Pulung
tahun pelajaran 2015 / 2016 ?
Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk meningkatkan
prestasi belajar Pendidikan Agama Kristen dalam materi Gereja melalui
model Problem Based Learning bagi siswa kelas IX semester I SMP
Negeri 1 Rantau Pulung tahun pelajaran 2015/2016.
Manfaat Penelitian; Materi kajian dalam penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa di SMP Negeri 1 Rantau Pulung. Solusi alternatif terhadap
penggunaan model-model pembelajaran dalam peningkatan kualitas
proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Rantau Pulung. Kontribusi
pemikiran tentang pengembangan model pembelajaran yang sesuai
dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen peningkatan prestasi
belajar peserta didik di SMP Negeri 1 Rantau Pulung.
Batasan Masalah Penelitian; Penelitian hanya dilaksanakan bagi
siswa yang beragama Kristen kelas IX Semester I SMP Negeri 1 Rantau
Pulung tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus tahun pelajaran 2015/2016. Materi pelajaran yang
disampaikan adalah gereja
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
148
KAJIAN TEORI
Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem Based Learning adalah pembelajaran berbasis masalah,
yang merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan
untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Problem
Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan
masalah nyata sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis, Inkuiri, memecahkan
masalah, dan mandiri.
Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem
Based Learning telah memberikan model pengajaran yang memiliki
karakteristik sebagai berikut: Pengajuan Pertanyaan atau Masalah.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Penyelidikan autentik.
Menghasilkan produk dan memamerkannya. Model pembelajaran
Problem Based Learning akan dapat dijalankan apabila guru siap dengan
segala perangkat pembelajaran yang diperlukan. Siswa pun harus sudah
memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil.
Setiap kelompok menjalankan proses pembelajaran yang dikenal
dengan proses tujuh langkah yaitu : Mengklarifikasi istilah dan konsep
yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah
dan konsep yang ada dalam masalah. Merumuskan masalah; Fenomena
yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa
yang terjadi di antara fenomena itu. Menganalisis masalah; Anggota
mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota
tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang
tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran.
Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis; Bagian yang
sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian
dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan,
dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilah sesuatu menjadi bagian-
bagian yang membentuknya. Memformulasikan tujuan pembelajaran;
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok
sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih
belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis
masalah yang dibuat. Mencari informasi tambahan dari sumber lain; Saat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
149
ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah
punya tujuan pembelajaran.
Prestasi Belajar
Pada penelitian ini yang dimaksudkan sebagai prestasi belajar
adalah keberhasilan peserta didik dalam upaya meningkatkan nilai –
nilai sikap, penge tahuan, dan keterampilan yang disajikan dalam bentuk
nilai angka atau skor ketuntasan pada setiap standrat kompetensi
dasarnya. Prestasi belajar peserta didik merupakan hasil yang telah
dicapai melalui keikutsertaannya dalam setiap proses pembelajaran dan
evaluasi dalam bentuk test yang diberikan oleh guru. Prinsip-prinsip
pengoptimalan aktifitas belajar untuk mencapai prestasi belajar, yaitu :
Prinsip motivasi, Prinsip latar atau konteks, Prinsip keterarahan, Prinsip
belajar sambil bekerja, Prinsip perbedaan perorangan, Prinsip
menemukan, Prinsip pemecahan masalah.
Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan agama Kristen merupakan pendidikan nilai, sehingga
diharapkan melaluinya terjadi perubahan dan pembaruan, baik tentang
pemahaman mau pun sikap dan perilaku. Mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen berbeda dengan mata pelajaran yang lain, dalam bentuk
pelaksanaan proses pembelajaran mengupayakan bahwa peserta didik
dapat berjumpa dan memahami Allah sebagai Yang Maha Kuasa
pencipta langit bumi, dan Yesus Kristus sebagai juru selamat manusia.
Hasil dari pembelajaran yang dilaksanakan memiliki bentuk-bentuk
karya, unjuk kerja, dan pembiasaan pada perilaku atau sikap yang
merupakan kegiatan yang dapat diukur melalui penilaian (assessment)
sesuai dengan kriteria pencapaian setiap kompetensi dasarnya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Proses penelitian ini dilaksanakan melalui empat
tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi
(Mulyasa,2010:70). Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Subyek
penelitian adalah siswa kelas IX yang beragama Kristen di SMP Negeri
1 Rantau Pulung. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas
dapat dilihat pada gambar berikut.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
150
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi,
tes, dan wawancara. Observasi; Observasi dalam penelitian ini adalah
observasi langsung yaitu peneliti dan pengamat melihat dan mengamati
secara langsung kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi
pada keadaan yang sebenarnya. Observasi dilakukan selama proses
pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir. Instrumen
observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa
kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam
situasi alami. Sebaliknya, instrumen observasi mempunyai keterbatasan
dalam menggali informasi yang berupa pendapat atau persepsi dari
subyek yang diteliti (Soekowati, 2006:64).
Tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa
sehingga peneliti dapat merencanakan tindakan yang akan diambil dalam
memperbaiki proses pembelajaran. Pemberian tindakan dilakukan
melalui tiga siklus dan evaluasi dilakukan diakhir siklus untuk
mengetahui prestasi belajar siswa pada setiap siklus. Tes adalah suatu
alat pengumpul informasi, bersifat lebih resmi karena penuh dengan
batasan-batasan (Arikunto, 2005:33).
Wawancara; Wawancara pada penelitian ini menggunakan
wawancara tidak berstruktur karena peneliti memandang model ini
adalah yang paling luwes, di mana subyek diberi kebebasan untuk
menguraikan jawabannya dan ungkapan-ungkapan pandangannya secara
bebas dan sesuai hatinya. Wawancara ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang pendapat siswa mengenai penerapan media
pembelajaran benda asli dalam materi bangun ruang.
Analisis data
Adapun tes hasil belajar siswa diolah untuk mengukur ketuntasan
dengan menggunakan rumus: Untuk menilai ulangan atau tes formatif.
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa,yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
=N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata, Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
151
Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 75% yang telah mencapai daya
serap lebih dari atau sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
=
Di samping itu dilakukan juga metode analisis deskriptif yang
merupakan pemaparan dari hasil penerapan pembelajaran dengan model
Problem Based Learning. Rumus tersebut dipergunakan untuk
mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa terhadap materi gereja
antara siklus satu dengan siklus lainnya.
Prosedur Penelitian
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan Gambar 1. alur Penelitian Tindakan Kelas adalah:
Rancangan/rencana awal; Sebelum mengadakan penelitian peneliti
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
152
menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
Implementasi; Meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati
hasil atau dampak dari diterapkannya model Problem Based Learning.
Pengamatan / Observasi; Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu
putaran 1 dan 2, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama
(alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang
diakhiri dengan tes formatif di akhir masing-masing putaran. Refleksi;
Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak
dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi
oleh pengamat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukannya tindakan pada siklus I dan Siklus II dapat
disajikan sebagaimana tersaji pada Tabel 1, hasil penelitian yang berupa
data kelas yang terdiri dari; rata-rata kelas, jumlah dan prosentase
ketuntasan untuk kondisi awal, setelah silklus I dan setelah siklus II
sebagai berikut.
Tabel 1. Data Nilai Penelitian
No Nama Siswa Nilai
Tes Awal Siklus I Siklus II
1 A 80 80 95
2 B 70 70 85
3 C 70 70 90
4 D 70 70 0
5 E 75 75 80
6 F 75 75 90
7 G 75 75 85
Jumlah 470 515 525
Rata-Rata 67,14 73,57 75
Ketuntasan 3 Siswa 4 siswa 6 siswa
Prosentase 43 % 57 % 85,71 %
KKM 75 75 75
Target Ketuntasan 75 % 75 % 75 %
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
153
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
menggunakan model Problem Based Learning memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi
yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat
dari sklus I dan II). Sebelum dilakukan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK), nilai mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen belum begitu
memuaskan, terbukti nilai Pendidikan Agama Kristen dengan materi
gereja pada ulangan harian memperoleh nilai tertinggi 80, nilai terendah
70, dan nilai rata-rata 67,14. Terdapat 3 siswa atau 43 % yang berhasil
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran menggunakan
model Problem Based Learning diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 73,57 dan ketuntasan belajar mencapai 57 % atau ada 4
siswa dari 7 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 57 % lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75 %.
Hal ini disebabkan karena siswa merasakan kesulitan dalam
mengklarifikasi, merumuskan, menganalisis, menata gagasan,
memformulasikan, mencari informasi tambahan, dan mensistesis, serta
menguji materi gereja, sehingga siswa masih merasa canggung dengan
diterapkannya pengajaran menggunakan model Problem Based
Learning.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 75 dan ketuntasan belajar mencapai 85,71 % atau ada 6 siswa
dari 7 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses pengajaran
menggunakan model Problem Based Learning dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dalam proses pembelajaran Pendidikan
Agama Kristen dengan menggunakan model Problem Based Learning
prestasi belajar siswa meningkat, karena para siswa sudah mulai akrab
dan antusias dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
154
Problem Based Learning. Disamping itu siswa juga sudah mampu
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami permasalahan,
memiliki keterampilan berpikir kritis untuk memecahkan masalah, serta
mengembangkan minat belajar siswa untuk meningkat prestasi
belajarnya. Sedangkan untuk aktifitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah pengajaran menggunakan model
Problem Based Learning dengan baik. Hal ini terlihat dari aktifitas
guru yang muncul di antaranya aktifitas membimbing dan mengamati
siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menyampaikan
pemecahan masalah, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana
prosentase untuk aktifitas di atas cukup besar.
SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui uraian sebelumnya,
bahwa proses belajar mengajar Pendidikan Agama Kristen dengan
menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa , maka disampaikan saran sebagai berikut: Untuk
melaksanakan pengajaran menggunakan model Problem Based Learning
memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu
menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru
hendaknya lebih sering melatih siswa dengan menggunakan model
Problem Based Learning, dimana siswa nantinya akan terbiasa berpikir
kritis untuk mengklarifikasi, merumuskan, menganalisis, menata
gagasan, memformulasi kan, mencari informasi tambahan, dan
mensistesis, serta menguji per masalahan yang ada dalam materi
pelajaran. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil
penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas IX semester I SMP
Negeri 1 Rantau Pulung tahun pelajaran 2015/2016.
DAFTAR PUSTAKA
M. Taufiq Amir, 2009, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based
Learning, Jakarta, Media Group
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
155
Trianto, 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktif , Jakarta, Prestasi Pustaka
Wina sanjaya, 2008, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, Jakarta, Prenada Media Group
Saminanto, 2011, Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas),
RaSAIL, Semarang, Media Group
W.Gulo, 2008, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta, PT.Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Kementrian Pendidikan dan Kebudatayaan Republik Indonesia, 2014,
Buku Pendidikan Agama Kristen, Jakarta, Pusat Kurikulum
dan Perbukuan, Puskurbuk Kemdikbud
Sanjaya.W, 2012, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standrat Proses
Pendidikan, Jakarta, Penerbit Kencana Prenada Media Group
Wahyudin, 2012, Filsafat dan model-model pembelajaran matematika,
Bandung: Penerbit Mandiri
Trianto, 2011, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research ) Teori dan Praktek, Surabaya, Prestasi
Pustaka
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004, Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL ) dan
penerapannya dalam KBK, Malang, Penerbit Universitas
Negeri Malang
Fo’arota Telaumbanua, 2013, Modul Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta,
LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru Pendidikan Agama
Kristen dalam Jabatan, dan Sertifikasi Guru yang Diangkat
dalam Jabatan Pengawas PAK
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta, Rineksa Cipta.
Zainal Aqib, 2011, Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SMP, SMA,
SMK, Bandung, CV.Yrama Widya
Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
Dan Menengah, 2003, Penelitian Tindakan Kelas PPDGT,
Bandung
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R, 1988. The Action Research Planner,
Victoria Dearcin University Press
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
156
Margono, 1997, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineksa
Cipta.
Ngalim, Purwanto M, 1990, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja
Rosdakarya
Nur, Moh, 2001, Pemotivasian Siswa untuk Belajar, Surabaya,
University Press, Universitas Negeri Surabaya.
Purwanto, N, 1988, Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran,
Bandung, Remaja Rosdakarya.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
157
PENERAPAN STRATEGI RANDOM TEKS DALAM
MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR
MEMBACA DAN MENGHAFAL AYAT-AYAT AL QUR-AN
PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII
Sri Wahyuni
Guru SMP Negeri 3 Muara Ancalong
Abstrak
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan di SMP Negeri 3 Muara Ancalong
dalam bidang Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
pada kelas VIII semester gasal tahun pelajaran
2014/2015.Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan
dalam 2 siklus.Tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik
dengan menerapkan pendekatan strategi belajar yang
menyenangkan, efektif sehingga membuat peserta didik
tidak mengalami titik kejenuhan dalam proses
pembelajaran. Hasil Penelitian menunjukkan dengan
akurat bahwa penerapan Random teks meningkatkan
keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar terlihat dari setiap siklus.
Peningkatan dari siklus I ke Siklus II 42,9 % (43%).dengan
kreteria baik.
Kata Kunci : Random teks, Keaktifan dan Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan Agama Islam wajib mempelajari ilmu membaca dan
mengahafal ayat-ayat Al Qur’an.Ketika membaca Al-Qur’an peserta
didik harus memiliki etika, salah satunya adalah membaca dengan tartil
dan menjaga kaidah tajwid.Kesempurnaan bacaan Al-Qur’an memiliki
nilai ibadah dan derajat yang tinggi, serta memenuhi target tujuan
pembelajaran dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Pada tahun pembelajaran 2014/2015 semester gasal kelas VIII
hasil belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur-an
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
158
rendah.Dalam hal ini perlu bimbinngan dalam teknik belajar membaca
dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an lebih baik untuk meningkatkan hasil
belajar.
Sebagai pembimbing dan fasilitator dalam proses pembelajaran,
guru harus menentukan strategi pembelajaran yang tepat guna, efektif,
menyenangkan sehingga peserta didik tidak jenuh,bahkan termotivasi
untuk aktif sehingga tercapai tujuan pembelajaran dan mencapai hasil
belajar tuntas. Kenyataan yang ditemui penulis peserta didik dalam
belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-qur’an dengan
srategi yang dilakukan selama ini, mengalami kejenuhan, tidak focus,
kurang percaya diri sehingga hasil belajar rendah.
Berdasarkan pada masalah yang dihadapi tersebut, maka
diperlukan adanya suatu penelitian tindakan kelas dan mengubah strategi
pembelajaran melalui pemilihan srategi pembelajaran yang lebih efektif
yaitu “Random Text ( teks acak)”.Dengan diterapkannya strategi
Random text diharapkan peserta didik dapat belajar dengan suasana
menyenangkan, aktif, kreatif dan mencapai ketuntasan hasil belajar.
Berdasarkan yang tersebut dalam latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan identifikasi yaitu Belajar membaca dan menghafal ayat-ayat
Al-qur’an tahun pelajaran 2014/2015 semester gasal pada kelas VIII
masih monoton, peserta didik tidak aktif. Hasil belajar membaca dan
menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pada peserta didik kelas VIII masih
rendah.
Strategi pembelajaran yang digunakan tidak dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar membaca dan menghafal ayat-ayat Qur’an
pada peserta didik kelas VIII.Guru menggunakan strategi yang lain
untuk meningkatkan hasil belajar membaca dan menghafal ayat-ayat al
Qur-an pada peserta didik kelas VIII yaitu dengan strategi Random
text. Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dapat
dirumuskan batasan masalah yaitu Penelitian ini untuk meningkatkan
hasil belajar peserta didik.Penelitian ini menggunakan strategi belajar
Random text.
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat ditemukan
rumusan masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah,Apakah
penerapan srategi Random text (teks acak) dapat meningkatkan
keaktifan belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an
pada kelas VIII.Apakah penerapan strategi random text (teks acak) dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
159
meningkatkan hasil belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat
Al-qur’an pada kelas VIII.
Adapun Tujuan penelitian ini agar dapat meningkatkan keaktifan
belajar peserta didik dalam materi membaca dan menghafal ayat-ayat
Al- Qur’an pada kelas VIII semester gasal tahun pelajaran
2014/2015.Meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam materi
membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pada kelas VIII semester
gasal tahun pelajaran 2014/2015. Sedangkan manfaat penelitian ini
adalah Bagi peserta didik, penerapan Strategi Random teks dapat
meningkatkan keaktifan belajar dalam membaca dan menghafal Al Qur-
an kelas VIII semester gasal tahun pelajaran 2014/2015,Penerapan
strategi Random text dapat meningkatkan hasil belajar membaca dan
menghafal ayat-ayat Al-Qur-an kelas VIII Semester gasal tahun
pelajaran 2014/2015. Bagi guru, dapat mengembangkan strategi
pembelajaran dalam materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al
Qur’an yang lebih berorientasi pada proses dan hasil sehingga kualitas
pembelajaran meningkat.Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam melakukan inovasi pembelajaran dan memotivasi
untuk selalu melakukan inovasi dengan metode belajar dan model
pembelajaran yang lain. Bagi perpustakaan, penelitian ini dapat
dijadikan bahan bacaan dan literature dalam kajian karya ilmiah
terutama Penelitian Tindakan kelas.
KAJIAN TEORI
Random teks
Strategi Random teks.Strategi adalah pola umum kegiatan guru-
anak didik dalam perwujudan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan.Srategi dapat pula diartikan sebagai kegiatan teknis
operasional dalam interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Merupakan salah satu srategi
pembelajaran aktif dalam pembelajaran PAI yang sangat cocok untuk
mata pelajaran membaca dan menghafal surah-surah /ayat pendek Al-
Qur’an dengan menekankan keaktifan anak seperti games yang membuat
anak senang dan ada kerjasamanya. Oleh karena itu guru
mempersiapkan media berupa potong-potong teks sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
160
Keaktifan belajar
Kektifan peserta didik merupakan faktor penting dalam proses
belajar mengajar. Sriyono mengatakan (1992: 75) keaktifan adalah
usaha guru dalam mengusahakan peserta didik aktif baik jasmani dan
rohani. Menurut pendapat Dimyati (Dimyati, 1999: 13-14) yang
mengutip pendapat Piaget bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu.
Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan.
Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Belajar
pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.
Belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku seseorang
secara terus menerus yang diakibatkan interaksi dengan lingkungannya.
Keaktifan belajar adalah partisipasi aktif peserta didik baik secara
jasmani maupun rohani dalam kegiatan belajar mengajar di kelas
maupun di luar kelas. Keaktifan belajar peserta didik sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik, peserta didik yang aktif
akan mampu menangkap materi yang diajarkan secara optimal.
Hasil belajar
Prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu ”Presesatie” yang
kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi ”Prestasi” yang berarti hasil
usaha. Menurut W.J.S. Poerwadarminta, (1980: 768) “Prestasi adalah
hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).” .”
Sementara itu Widodo (2000: 594) dalam Kamus Ilmiah Populer
berpendapat bahwa, “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai.” Pada
umumnya prestasi ini digunakan untuk menunjukkan suatu pencapaian
tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan atau bukti suatu
keberhasilan.Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa,
“Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai yang diberikan oleh guru”.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang
dalam kegiatan belajarnya. Strategi Random teks memiliki kelebihan
apabila diterapkan dalam pembelajaran membaca dan menghafal ayat-
ayat Al-qur’an, sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar
membaca dan menghafal ayat-ayat Al-qur’an.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
161
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran
2014/2015, yang dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan Oktober
2014 sampai dengan bulan Desember 2014. Penelitian dilaksanakan
oleh Peneliti yang bertugas sebagai guru PAI di SMP Negeri 3 Muara
Ancalong.Subyek penelitian adalah kelas VIII dengan jumlah 7 peserta
didik pada SMP Negeri 3 Muara Ancalong.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIII SMP
Negeri 3 Muara Ancalong Semester 1 Tahun 2014/2015. Data yang
dikumpulkan yaitu hasil tes materi membaca dan menghafal ayat-ayat
Al-Qur’an peserta didik hasil observasi kegiatan peserta didik dan guru
dalam proses pembelajaran srategi pembelajaran aktif Random text serta
hasil refleksi setelah melakukan pembelajaran.
Sumber daata penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dari hasil ulangan harian. Sumber data penelitian non tes
dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi . Lembar observasi
digunakan untuk merekam kegiatan siswa dan guru pada saat proses
pembelajaran. Adapun lembar observasi yang digunakan pada penelitian
ini adalah lembar observasi terstruktur (hal-hal yang akan dinilai sudah
terterah dalam lembar observasi).
Sumber data penelitian berupa tes unjuk kerja dan tes formatif,
dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung untuk
mengetahui kesesuaian antara rancangan dan pelaksanaan tindakan,
kelemahan dan kelebihan yang ada, serta seberapa besar peningkatan
yang tercapai setelah menggunakan srategi pembelajaran
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah:Teknik Tes.Dalam teknik tes
diperoleh data keberhasilan tes kecil dan tes formatif tentang materi
membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Tes ini dirancang oleh
peneliti dan guru mata pelajaran.Teknik Observasi. Observasi adalah
cara pengumpulan data yang sistematis untuk mengenal pribadi
seseorang. Dalam teknik observasi diperoleh data kualitatif mengenai
situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan tindakan yang diambil
dengan menggunakan lembar observasi peserta didik dan guru.
Teknik Wawancara. Moleong (2006:135) mengatakan
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara
dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat
dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun menggunakan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
162
telepon (Sugiyono, 2006: 157). Dalam teknik wawancara, peneliti
hendak mengumpulkan bukti-bukti tingkat keaktifan dan hasil belajar
peserta didik
Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis data kualitatif disajikan dengan mendeskripsikan hasil observasi
peserta didik dan guru, sedangkan analisis kualitatif digunakan analisis
deskriptif yakni membuat daftar skor hasil tes . Hasil tes tersebut
diperiksa berdasarkan skala penilaian tes unjuk kerja dan terhadap
materi pembelajaran yang telah disusun peneliti dan guru. Skor tes unjuk
kerja dan tes formatif materi membaca dan menghafal ayat-ayat al-
qur’an dikategorikan dengan menggunakan penentuan dengan
penghitungan persentase untuk skala lima.
Tabel 1.Penilaian PAP untuk Skala Lima
Interval Persentase
Tingkat Penguasaan
Kategori Data Keterangan
0-4 E-A
85 - 100 4 A Baik sekali
75 – 84 3 B Baik
60 – 74 2 C Cukup
40 – 59 1 D Kurang
0 – 39 0 E Gagal
(Nurgiyanto, 2001, 399)
Analisis keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas ini yaitu apabila
terjadi peningkatan 85% hasil belajar pada peserta didik kelas VII yang
ditandai dengan peningkatan nilai yang diperoleh peserta didik pada
hasil tes unjuk kerja dan tes formatif materi membaca dan menghafal
ayat-ayat Al-Qur’an dengan KKM 75 serta terdapat perubahan perilaku
yang lebih aktif dan kreatif peserta didik dalam proses pembelajaran.
Prosedur Tindakan Kelas
Secara lebih rinci prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini
dijabarkan sebagai berikut: tahap perencanaan yaitu membuat
Rencana pembelajaran sesuai dengan strategi Random teks,tahap
pelaksanaan yaitu melaksanakan strategi Random teks dalam proses
pembelajaran.tahap pengamatan dan penilaian dengan melakukan
pengamatan dan penilaian dalam proses pembelajaran dengan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
163
menggunakan lembar pengamatan kegiatan guru dan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran. Tahap refleksi hasil yang didapatkan pada tahap
evaluasi menentukan kelanjutan penelitian pada siklus berikutnya.
Apabila hasil belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat
al-Qur’an peserta didik pada siklus I belum menunjukkan peningkatan,
akan dilakukan siklus II. Hal-hal yag masih kurang akan diperbaiki dan
hasil yang sudah baik akan ditingkatkan pada siklus II. Hasil analisis
siklus I inilah yang menjadi acuan peneliti dan guru untuk merencanakan
siklus II sehingga hasil yang akan dicapai pada siklus berikutnya sesuai
dengan yang diharapkan dan lebih baik daripada siklus berikutnya.
Rancangan Tindakan
Tahap Pelaksanaan Tindakan siklus 1: Guru melaksanakan
proses pembelajaran menggunakan strategi Random teks.Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi kepada
peserta didik.Guru memberikan pokok masalah pembelajaran tentang
materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.Guru membentuk 2
atau 3 kelompok belajar, peserta didik mendiskusikan dengan rekan
kelompoknya.Guru membagikan lembar kerja yang harus dilaksanakan
oleh peserta didik.Peserta didik melaksanakan program kerjanya.Peserta
didik mempresentasikan hasil kerjanya.Peneliti mengamati setiap
kegiatan peserta didik dan guru melalui lembar observasi.
Tahap Pelaksanaan Tindakan siklus 2 : Guru melaksanakan
pembelajaran menggunakan strategi Random teks, memberikan motivasi
kepada peserta didik.Guru memberikan pokok masalah pembelajaran
berbeda pada siklus I.Guru membentuk 2 atau 3 kelompok belajar,
peserta didik berdiskusi,mempresentasikan hasil kerja kelompok. Peserta
didik beserta Guru melakukan refleksi pelaksanaan pembelajaran.
Peneliti mengamati setiap kegiatan peserta didik dan guru, melalui
lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kondisi pra siklus dimana mencapai 20% ketuntasan
dari hasil belajar peserta didik, maka dilaksanakanlah tindakan siklus I
dan siklus 2.Pada tindakan siklus I dan 2 ini proses pembelajaran
menggunakan strategi Random teks. Guru melakukan perencanaan untuk
melaksanakan tindakan setiap siklus dengan mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan proses pembelajaran,tahap
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
164
berikutnya pelaksanaan yaitu melaksanakan perencanaan ,melakukan
pengamatan, melakukan refleksi. Hasil observasi pada siklus I hasil
belajar dan aktivitas peserta didik meningkat dari pra siklus.Pada siklus
II mencapai indicator yang telah ditentukan yaitu 85,7%.Peningkatan
dapat dilihat pada tablel dan gambar berikut.
Tabel 2. Hasil Evaluasi Materi Membaca Dan Menghafal ayat Al-Qur’an
Pra siklus
No. Kategori Rentang
Nilai Frekuensi Persentase
Rata-
rata
1. Sangat Baik ≥ 75 1 20%
55,7
2. Baik 53 – 74 1 20%
3. Cukup 31 – 52 5 60%
4. Kurang ≤ 30 0%
Jumlah 7 100 %
Tabel 3. Hasil Evaluasi membaca dan menghafal QS Al
Furqan/25:63 Siklus I
No. Kategori Rentang
Nilai Frekuensi Persentase
Rata-
rata
1. Sangat Baik ≥ 75 3 42,8%
72,8
2. Baik 70 – 74 2 28,6%
3. Cukup 65 – 69 2 28,6%
4. Kurang ≤ 64 0%
Jumlah 7 100,0 %
Adapun hasil dari proses pembelajaran pada siklus I dapat dilihat
pada diagram batang sebagaimana gambar 1. Data pada tabel 4 dan
gambar 1 menunjukkan bahwa 3 peserta didik atau 42,8% peserta didik
yang mencapai nilai ≥ 75 dalam kategori sangat baik dan 2 peserta didik
atau 28,6% peserta didik yang mencapai skor 70 - 74 dalam kategori
baik. Peserta didik memiliki nilai rata-rata 65 – 69 sebanyak 2 peserta
didik atau 28,6% dalam kategori cukup . Perolehan nilai materi
membaca dan menghafal QS Al Furqan/25:63 pada tahap siklus I masih
dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai mencapai 72,8.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
165
Gambar 1. Diagram Hasil Belajar I
Data pada tabel IV.4 dan gambar 1 menunjukkan bahwa 3
peserta didik atau 42,8% peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75 dalam
kategori sangat baik dan 2 peserta didik atau 28,6% peserta didik yang
mencapai skor 70 - 74 dalam kategori baik. Peserta didik memiliki nilai
rata-rata 65 – 69 sebanyak 2 peserta didik atau 28,6% dalam kategori
cukup. Perolehan nilai materi membaca dan menghafal QS Al
Furqan/25:63 pada tahap siklus I masih dalam kategori cukup dengan
rata-rata nilai mencapai 72,8.
Peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu < 75
terdapat 4 peserta didik atau 57,2 % dan yang sudah memenuhi KKM
sebesar 42,8% atau sebanyak 3 siswa sehingga hasil ini masih kurang
dari indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 85%. Dengan hasil ini
maka siklus I dianggap belum berhasil, untuk itu perlu diadakan lagi
perbaikan pembelajaran dengan siklus II.
Tabel 4. Hasil Evaluasi Siklus II
No. Kategori Rentang
Nilai Frekuensi
Persentase
Rata-
rata
1. Sangat
Baik
≥ 75 6
85,7%
82,4% 2. Baik 69 – 74 1 14,3%
3. Cukup 63 – 68 - 0%
4. Kurang ≤ 62 - 0%
Jumlah 7 100 %
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
166
Adapun hasil dari perbaikan pembelajaran Al-Qur’an Al Isra :27
pada siklus II dapat dilihat pada diagram batang sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram Hasil Belajar Siklus II
Data pada tabel 4 dan gambar 2 menunjukkan bahwa 6 peserta
didik atau 85,7% peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75 dalam kategori
sangat baik dan 1 peserta didik atau 24,3% peserta didik yang mencapai
skor 69 - 74 dalam kategori baik. Peserta didik yang mendapat nilai 63 -
68 dengan kategori cukup tidak ada atau 0% dan peserta didik yang
mendapat nilai ≤ 62 dengan kategori kurang tidak adaPerolehan nilai
membaca dan menghafal QS Al Isra/17:27 pada siklus II masih dalam
kategori baik dengan rata-rata nilai mencapai 82,4 dari KKM 75.
Hasil penilaian peserta didik melalui tes unjuk kerja
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan siklus I dalam
penelitian ini. Rata-rata secara klasikal sebesar 85,7% sudah melampaui
indikator keberhasilan yaitu rata-rata 80%. Sedangkan peserta didik yang
mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu < 75 terdapat 1 peserta didik
atau 24,3% dan yang sudah memenuhi KKM sebesar 85,7% sehingga
hasil ini sudah melampaui indikator yang ditetapkan yaitu 85%. Dengan
hasil ini maka siklus II dianggap telah berhasil.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
167
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan Kelas yang telah penulis
lakukan pada peserta didik kelas VIII SMPN 3 Muara Ancalong
mengenai penerapan strategi Random text dalam pembelajaran membaca
dan menghafal ayat-ayat Al-qur’an, maka diperoleh kesimpulan bahwa
Membaca dan menghafal dapat dilaksanakan dengan suasana yang
menyenangkan melalui permainan kartu sehingga peserta didik lebih
aktif, kreatif dan berkarakter sehingga dapat :Meningkatkan aktifitas
peserta didik dalam proses pembelajaran membaca dan menghafal ayat-
ayat al-qur’an pada kelas VIII.Meningkatkan hasil belajar peserta didik
materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pada kelas VIII.
Perbandingan peningkatan dari pra siklus,siklus I dan Siklus II
dapat dijabarkan sebagai berikut:Kondisi pra siklus dalam proses
pembelajaran monoton, kurang minatnya belajar pada peserta didik
membuat hasil belajar rendah hanya mencapai 20%.Pada tindakan siklus
I, kondisi peserta didik ada peningkatan baik aktifitas maupun hasil
belajar,yaitu mencapai 42,8% meskipun belum mencapai indikator yang
ditentukan.
Pada tindakan siklus II, Guru merancang proses pembelajaran
dengan strategi yang sama namun ditingkatkan cara pelaksaanaannya
untuk lebih menarik, sehingga peserta didik mencapai ketuntasan belajar
sesuai indikator yang telah ditentukan. Pada siklus ke II ini peserta didik
aktif, kreatif dan dari hasil wawancara mereka merasa senang dengan
penerapan strategi Random text dalam materi membaca dan menghafal
ayat-ayat al-Qur’an, sehingga hasil belajar mencapai indikator yang
ditentukan mencapai 85,7%. Dengan demikian Penerapan Strategi
Random teks dalam proses pembelajaran materi membaca dan
menghafal ayat-ayat al Qur’an dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar peserta didik sehingga mencapai ketuntasan.Penerapan Random
teks dalam pembelajaran, juga meningkatkan kreativitas guru dalam
merancang pembelajaran dan pelaksanakannya.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada guru dalam
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran untuk menerapkan
strategi pembelajaran yang tepat guna dan bervariasi, bersifat menarik,
inofatif, kreatif, sehingga peserta didik merasa tidak jenuh bahkan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
168
senang dan termotivasi untuk selalu mencintai pelajaran di sekolah.
Disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatkan kinerja dan kerja
sama yang berkwalitas demi keberhsilan mencerdaskan generasi Bangsa
yang berkarakter dan berbudi luhur.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, R.W.1998. Teori-Teori Belajar, Jakarta:P2LPTK
---, 2013. Modul, Materi Paedagogik,Pendidikan dan pelatihan Profesi
Guru LPTK Rayon 211. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
IAIN Antasari Banjarmasin
Seni Apriliya. 2007. Manajemen Kelas untuk menciptakan iklim belajar
yang kondusif
Sukidin, Basrowi, Suranto. 2010. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas
Yatim Riyanto. 2010 Metodologi Penelitian Pendidikan
Zainal Aqib. 2010. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran
Balai Pustaka, 2006, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sulchan Yasin. 1995, Kamus Pintar Bahasa Indonesia
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
169
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI
PERPANGKATAN DAN BENTUK AKAR MELALUI
PENDEKATAN STAD BAGI SISWA KELAS IX
Mohadi
SMP Negeri 1 Sangatta Selatan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar siswa materi perpangkatan dan bentuk akar
melalui pendekatan Students Taem Achievement Divisiont
( STAD) bagi kelas IX SMP N 1 Sangata Selatan. Nilai
hasil belajar siswa selama penelitian yang diperoleh
selama dua siklus mengalami kenaikan secara bertahap
pada siklus pertama rata rata kelas hanya 69.78 % dan
pada sklus kedua rata rata kelas meningkat menjadi
78,13%. Untuk analisis data penelitian ini berupa data
kuantitatif yang dianalisis secara deduktif dengan
menggunakan rata-rata dan persentase. Dari hasil
penelitian menunjukkan penggunaan pendekatan Students
Tem Achievement Divisiont ( STAD) mampu meningkatkan
motivasi, meningkatkan hasil belajar dan mampu
mmbangkitkan dan meningkatkan aktivitas guru dalam
proses belajar mengajar.
Kata Kunci : Hasil Belajar, STAD,Perpangkatan
PENDAHULUAN
Dalam setiap guru , apapun mata pelajaran yang diampunya,
pasti menginginkan agar siswanya pada akhir pembelajaran berhasil
mencapai tujuan yang diharapkan, atau dengan kata lain hasil belajar
siswa memenuhi Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan.
Meskipun sekarang ini penilaian tidak hanya mementingkan hasil tes
hasil belajar (pengetahuan), tapi juga dinilai dari ketrampilan serta sikap
siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Namun, jika nilai hasil
tes belajar siswa masih banyak yang harus remedial, maka akan
membuat seorang guru merasa cukup gagal mengajar.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
170
Hal itu juga yang dirasakan peneliti sebagai guru mata pelajaran
matematika, ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa hasil belajar
siswa untuk materi perpangkatan dan bentuk akar khusus kelas IX di
SMP N 1 Sangata Selatan ternyata banyak yang nilai kurang dari
harapan yaitu ketuntasan rata-rata di bawah 70 %, sehingga perlu dicari
permasalahan dan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Kurangnya
pemahaman siswa tersebut mungkin dilatar belakangi oleh pembelajaran
matematika di sekolah masih menggunakan pendekatan tradisional atau
“konvensional”. Konsep, prinsip, definisi dan rumus-rumus dalam
matematika diajarkan melalui pemberitahuan oleh guru kepada siswa.
Guru cenderung mengajarkan matematika secara simbolis/abstrak yang
bertentangan dengan perkembangan kognitif anak.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mencoba
melakukan Penelitian Tindakan Kelas sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pokok bahasan perpangkatan
dan bentuk akar, dengan pendekatan Student Teams Achivement
Divisions (STAD), sehingga menjadi sebuah pembelajaran yang
menarik. Penerapan pendekatan Student Teams Achivement Divisions
(STAD) dalam pembelajaran matematika menarik untuk dikaji.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah,
meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan mutu hasil belajar
pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha
untuk mengetahui implementasi pendekatan Student Teams Achivement
Divisions ( STAD ) ini dalam rangka Peningkatan Motivasi belajar dan
Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP N 1 Sangata Selatan.
Alasan pertama penulis melakukan penelitian ini adalah
menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dalam masalah
matematika. Alasan lain adalah bahwa pendekatan Student Teams
Achivement Divisions (STAD) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan dan mendorong sikap kemandirian dalam
berpikir, berani mengambil keputusan, serta memiliki kreatifitas yang
tinggi. Dengan dua alasan, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
tindakan kelas yang fokusnya adalah pada penerapan pendekatan STAD
untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penulis mencoba membuat
judul penelitian ini adalah Peningkatan Hasil Belajar Materi
Perpangkatan dan Bentuk Akar melalui Pendekatan STAD pada Siswa
Kelas IX SMP N 1 Sangata Selatan. Penelitian ini akan membatasi
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
171
permasalahan-permasalahan di atas dengan mengangkat masalah
tentang: Pendekatan pembelajaran STAD untuk meningkatkan hasil
belajar materi perpangkatan dan bentuk akar dalam pembelajaran
maatematika siswa kelas IX. Dari batasan masalah di atas, penulis
merumuskan masalah penelitian ini, yaitu bagaimana hasil belajar materi
materi perpangkatan dan bentuk akar melalui pendekatan pembelajaran
STAD.
Berdasarkan perumusan masalaah di atas, maka tujuan
dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan hasil
belajar materi perpangkatan dan bentuk akar dalam pembelajaran
maatematika siswa kelas IX . Kegunaan Hasil Penelitian dari sisi
Teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk
pengembangan penelitian berikutnya terkait dengan berbagai isu-isu
pendekatan pembelajaran matematika kontekstual khususnya pendekatan
Students Tem Achievement Divisiont ( STAD) . Dari sisi Praktis Sebagai
siswa untuk meningkatkan penguasaan materi yang dicapai,sebagai guru
untuk memilih metode yang tepat dalam pembelajaran dan sebagai
sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran
matematika.
KAJIAN TEORI
Acuan teori Area dan fokus yang diteliti Hasil belajar siswa,
belajar matematika dan hasil belajar. Menurut Woofolk ada empat jenis
keterampilan yaitu keterampilan pemecahan masalah, ketrampilan
mengambil keputusan, berfikir kritis dan kertampilan berfikir kreatif.
Apabila keempat keterampilan dikembangkan maka dapat diprediksi
kualitas hasil belajar akan memenuhi ketuntasan yang diharapkan.
Pendekatan Students Team Achievement Divisions ( STAD )
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achivement
Divisions (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-
temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan
pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru
mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Teams Achivement Divisionss (STAD) adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa.ditempatkan
dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
172
campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan
catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan
pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang
maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi
Verbal atau teks. Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima
komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode Students Tem
Achievement Divisiont (STAD), yaitu: a. Penyajian Kelas; Penyajian
kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal
dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan
pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi,
siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran
melalui tutorial, kuis atau diskusi.
Menetapkan siswa dalam kelompok; Kelompok menjadi hal yang
sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta
suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan
akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk
saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama
dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota
kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk
sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari
kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu
mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar
anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat
menentukan sendiri teman sekelompoknya.
Tes dan Kuis; Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan
satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam
kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan
mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga
bagi kesuksesan kelompok. Skor peningkatan individual; Skor
peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
173
sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor
dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling
akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya
melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD. Pengakuan
kelompok; Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan
penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar.
Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika
dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian
penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif,
sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di SMP N 1 Sangata Selatan Kabupaten Kutai
Timur Tahun Pelajaran 2013/2014. Waktu penelitian adalah waktu
berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 semester genapl
Tahun Pelajaran 2013/2014. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX
SMP N 1 Sangata Selatan Kabupaten Kutai Timur Tahun Pelajaran
2013/2014.
Prosesdur Penelitian
Dalam Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK merupakan suatu bentuk kajian
yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Tujuan utama dari
Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk memperbaiki/meningkatkan
pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan
penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
174
Ini penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6),
yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur PTK
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
175
Penjelasan alur di atas adalah: Rancangan/rencana awal, sebelum
mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian
dan perangkat pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep
siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode
pembelajaran Student Teams Achivement Divisionss. Pengamatan /
Observasi. Observasi dibagi dalam 2 putaran, yaitu putaran 1 dan 2,
dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang
sama) dan membahas satu pokok bahasan yang diakhiri dengan tes
formatif di akhir masing putaran. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat
dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
Silabus; Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Rencana
Pelaksanaan Pelajaran (RPP); Yaitu merupakan perangkat pembelajaran
yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun
untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar,
indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran , dan kegiatan
belajar mengajar. Lembar Kegiatan Siswa; Lembar kegaian ini yang
dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil
eksperimen.
Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar; Lembar observasi
pengolahan pembelajaran Student Teams Achivement Divisionss
(STAD), untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk
mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. Tes
formatif; Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang
diberikan adalah pilihan ganda (objektif).
Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran Student Teams Achivement
Divisionss (STAD) , observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
176
Teknik Analisis Data
Analisis data ini untuk mengetahui keefektifan suatu metode
dalam kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Pada penelitian
ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi
belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa
terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada
setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan atau tes formatif; Peneliti
melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
=N
XX ;
Dengan : X = Nilai rata-rata, Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
=
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
177
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I
tindakan belum memuaskan maka Penelitian dilanjutkan kesiklus II dan
seterusnya sampai tujuan penelitian sesuai harapan yaitu hasil yang
memuaskan. Dari hasil siklus I dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan pengajaran melalui pendekatan Student Teams Achivement
Divisionss (STAD) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
69,78 dan ketuntasan belajar mencapai 68,75% atau ada 22 siswa dari
32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada
siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 68,75% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.
Dari hasil siklus II dapat dijelaskan keberhasilan pembelajaran
melaluinilai yang diperoleh yaitu nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 72,50 dan ketuntasan belajar mencapai 78,13% atau ada 25 siswa
dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.
Peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai
memahami materi perpangkatan dan bentuk akar melalui pendekatan
Student Teams Achivement Divisionss (STAD), disamping itu ada
perasaan senang pada diri siswa dengan adanya cara belajar yang baru
karena itu adalah pengamalan pertama bagi siswa. Dari hasil peneilitian
ini menunjukkan bahwa pengajaran berbasis Student Teams Achivement
Divisionss (STAD) memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah
disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari nilai
awal,siklus I dan II).
Pembelajaran awal sebelum dilakukan PTK, nilai mata pelajaran
Matematika materi perpangkatan dan bentuk akar belum memuaskan,
terbukti nilai materi perpangkatan dan bentuk akar pada ulangan harian
memperoleh nilai tertinggi 80, nilai terendan 45, dan nilai rata-rata
63,72. Terdapat 18 murid (56,25%) yang baru berhasil mencapai
ketuntasan. Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran pendekatan
Student Teams Achivement Divisionss (STAD) diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 69,78 dan ketuntasan belajar mencapai
68,75% atau ada 22 siswa dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran pada siklus pertama
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
178
pencapaian siswa belum tuntas , karena dari data siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 68,75% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.
Berdasarkan analisis data, terlihat aktivitas siswa dalam proses
pengajaran pendekatan Student Teams Achivement Divisionss (STAD)
untuk siklus I masih belum terlihat siknifikan terlihat dari kerja sama
kelompok, keaktifan dan nilai yang di hasilkan. Hal ini mulai berdampak
positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah
diterima selama ini, untuk itu perlu peningkatan pada siklus berikutnya.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
72,50 dan ketuntasan belajar mencapai 78,13% atau ada 25 siswa dari 32
siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran
pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama
dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada siklus I, dengan
menerapkan pengajaran pendekatan Student Teams Achivement
Divisionss (STAD) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
69,78 dan ketuntasan belajar mencapai 68,75% atau ada 22 siswa dari
32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran pada siklus pertama pencapaian siswa belum tuntas ,
karena dari data siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 68,75% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 72,50 dan ketuntasan belajar mencapai 78,13% atau ada 25 siswa
dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Pengajaran
melalui pendekatan Student Teams Achivement Divisionss (STAD)
dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif
terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima
selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
179
DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, E Margaret. 1991 “Belajar dan membelajarkan. Jakarta :
CV. Rajawali.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
Dan Menengah. Penelitian Tindakan Kelas PPDGT .
Bandung 2003.
Tim Seqip, 2002. Buku IPA Guru. Jakarta. Depdiknas Dirjen Pendidikan
Dasar Dan Menengah.
Waler Klinger .1997 “Metode Pengajaran Ilmu Pendidikan Alam” Nurn
Berg :Erziehung Swiss. Fakultat Der Universitat Erlangen..
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.
Victoria Dearcin University Press.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa
Cipta.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya.
University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Purwaningsari. 2002. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Penemuan Terbimbing melalui Model Eksperimen terhadap
Prestasi belajar Fisika pada Siswa SMU Muhammadiyah I
Nganjuk. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas
Negeri Surabaya.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya
Usaha Nasional.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:
Insan Cendekia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2014. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
180
Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:PT.
Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
181
PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT BAHASA INGGRIS
Yuliana
Guru SMP Negeri 4 Muara Bengkal
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang
mengangkat masalah tentang apakah kemampuan menulis
Kalimat Inggris siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Muara
Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017 dapat ditingkatkan
melalui pengajaran menggunakan Media Gambar? Subjek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 4
Muara Bengkal. Pengumpulan data dilakukan dengan tes
tertulis. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif
yang disetai penyajian data dalam bentuk tabel. Dari hasil
pengamatan , setelah siklus 1 diperoleh rata-rata nilai
71,55 dan belum mencapai ketuntasan karena baru
mencapai 54% siswa tuntas. Pada siklus II rata-rata siswa
menjadi 78,65 dengan nilai ketuntasan mencapai 85% .
Penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan menulis
kalimat Bahasa Inggris siswa dengan menggunakan media
gambar.
Kata Kunci : Media Gambar, Kemampuan Menulis,
Kalimat
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada siswa
Kelas VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal, ketuntasan belajar siswa
belum mencapai 75% dan belum bisa memenuhi ketentuan Kriteria
Ketuntasan Minimal yaitu 75 yang ditetapkan oleh Kurikulum 2013.
Dari permasalahan tersebut, Maka Penulis mencoba mencari cara
bagaimana cara agar siswa bisa memahami materi yang diberikan dan
dapat memenuhi kriteria Ketuntasan Minimal. Oleh sebab itu penulis
mencoba menggunakan Media Gambar untuk meningkatkan nilai dan
hasil belajar siswa yang mengarah kepada seluruh siswa agar
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
182
tercapainya Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75 pada
Kurikulum 2013 untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris.
Permasalahan yang dihadapi penulis saat pengamatan dalam
pembelajaran dikelas ialah selain kurangnya sumber belajar siswa.
Masih banyak siswa yang belum memiliki buku siswa dan pengetahuan
dasar tentang Bahasa Inggris yang tidak di ajarkan pada Sekolah Dasar.
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut” “Mengapa kemampuan menulis kalimat
Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal Tahun
2016/2017 rendah?”, Faktor- faktor apa saja yang menyebabkan
kemampuan menulis kalimat Bahasa Inggris siswa kelas VII SMP
Negeri 4 Muara Bengkal. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah diatas maka penulis membuat batasan masalah sebagai
Berikut;Untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat Bahasa
Inggris, Menggunakan Media Gambar, Siswa kelas VII SMP Negeri 4
Muara Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017. Berdasarkan Latar
Belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahanya sebagai
berikut “ apakah dengan menggunakan Media Gambar dapat
meningkatkan kemampuan menulis kalimat Bahasa Inggris Siswa Kelas
VII SMP Negeri 4 Muara Bnengkal?”
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulis
menyimpulkan bahwa tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan
penggunaan Media Gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis
kalimat Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal.
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat
berguna untuk Menambah Pengetahuan Guru dan wawasan penulis
tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan menulis Kalimat
Bahasa Inggris siswa dengan Media Gambar
KAJIAN TEORI
Pengertian Menulis
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan Bahwa kata
Menulis berasal dari kata Tulis. Tulis adalah ada huruf(angka dan
sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil,
cat, dan sebagainya). Menulis adalah membuat huruf, angka, dan
sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan sebagainya dan melahikan
pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
183
denggan tu-lisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan,
pendapat, perasaan, keinginaan, dan kemauan, serta informasi kedalam
tulisan dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang
lain(Syafi’ie,1998:45)
Kemampuan menulis
Menurut Purwodarminto. (1988:553) kemampuan berasal dari
kata “Mampu” artinya Kuasa(bisa, sanggup) melakukan sesuatu.
Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan
buah pikiran , ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa
tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan baik
apabila ia juga memiliki (a) kemampuan untuk menemukan masalah
yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (c)
kemampuan menyusun perencanaan peenelitian, (d) kemampuan
menggunakan Bahasa Indonesia, (e) kemampuan memulai menulis, (f)
kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan tersebut akan
berkembang apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan
kosakata yang dimilikinya.
Kalimat
Kalimat merupakan suatu bentuk ungkapan dalam
menyampaikan gagasan. Biasanya sesuatu dikatakaan kalimat jika
terdapat subjek, predikat, pelengkap. Suatu kalimat terdiri atas beberapa
kata. Kalimat sederhana Bahasa Inggris merupakan suatu kalimat yang
biasanya hanya terdiri atas subjek (S), predikat (berupa Verbs), dan
pelengkap (C) atau biasanya bisa ditambahai dengan keterangan
(adverbs) dan kata sambung (conjunction). (www. Umiuma.net)
Media Gambar
Media gambar menurut Riyanto (1990) merupakan salah satu
jenis bahasa yang memungkinkan terjadinya komunikasi, yang
diekspresikan lewat tanda dan simbol. Jenis-jenis media gambar menurut
Riyanto(1990) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Foto
dokumentasi; menyangkut dokumen yang berhubungan dengan nilai
sejarah. Foto aktual; gambar atau problem aktual ini menggambarkan
kejadian-kejadian atau problem aktual. Gambar atau foto reklame;
gambar ini bertujuan untuk mempengaruhi manusia dengan tujuan
komersial. Sudjana dan Rivai (2002) mengungkapkan beberapa
kelebihan pembelajaran menggunakan media gambar sebagai berikut:
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
184
Konkrit, lebih realistis dan menunjukkan pokok masalah atau pesan yang
akan dikomunikasikan bila dibandingkan media verbal. Dapat mengatasi
batasan ruang dan waktu dapat mengatassi keterbatasan indera. Dapat
memperjelas suatu masalah suatu masalah yang kompleks. Murah
harganya dan mudah diperoleh.
Hipotesis
Dengan menggunakan Media Gambar dapat meningkatkan
kemampuan menulis kalimat Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP
Negeri 4 Muara Bengkal
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama dari
penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas
dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini akan
dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai
75% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada
jumlah siklus yang harus dilalui.
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 4 Muara Bengkal kelas VII
Tahun Pelajaran 2016/2017. Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas
VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016 dengan rincian sebagai
berikut
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang
bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki
kondisi pembelajaran yang dilakukan. Tujuan utama dari PTK adalah
untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
185
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.
Ini penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6),
yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur PTK
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
186
Penjelasan alur di atas adalah: Rancangan/rencana awal, sebelum
mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian
dan perangkat pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep
siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya belajar
menggunakan media gambar. Pengamatan / Observasi. Observasi dibagi
dalam dua putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran
dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas
satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
Silabus;Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Rencana
Pelaksanaan Pelajaran (RPP);Yaitu merupakan perangkat pembelajaran
yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun
untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator
pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan
belajar mengajar. Lembar Kegiatan Siswa;Lembar kegaian ini yang
dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil
eksperimen. Tes formatif;Tes ini disusun berdasarkan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir
putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah essay.
Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi
belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa
terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
187
setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan atau tes formatif ; Peneliti
melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
=N
XX
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
=
P = Prosentase Ketuntasan Belajar
Indikator keberhasilan Penelitian
Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini dikatakan berhasil
bila terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang dihitung berdasarkan
rata-rata tes formatif. Sekurang-kurang nya siswa lulus secara klasikal
sebanyak 75%. Siswa lulus secara individu jika memperoleh nilai 75
sesuai kriteria ketuntasan minimal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan di Kelas VII dengan jumlah siswa 31 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran. Setelah dilakukan tindakan pada siklus
1, diperoleh hasil sebagaimana disajikan Tabel 1.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
188
Tabel 1. Nilai Siswa pada Siklus I
Komponen Hasil
Rata-rata 71,55
Ketuntasan 17 murid
Prosentase 54%
KKM 75
Target Ketuntasan 75%
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
pengajaran menggunakan media gambar diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 71,55 dan ketuntasan belajar mencapai 54% atau
ada 17 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 54%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum teliti memahami
gambar.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2016 di Kelas VII dengan jumlah
siswa 31 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun
proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan
pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada
akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes
formatif II. Adapun data hasil penelitian disajikan table 2.
Tabel 2. Nilai Siswa pada Siklus II
Komponen Hasil
Rata-rata 78,65
Ketuntasan 26 murid
Prosentase 85%
KKM 75
Target Ketuntasan 75%
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
189
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 78,65 dan ketuntasan belajar mencapai 85,00% atau ada 26 siswa
dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan
hasil belajar siswa ini karena siswa merasa mudah mengerjakan dengan
panduan gambar. Disamping itu ada perasaan senang pada diri siswa
dengan adanya belajar menggunakan media gambar. Secara lengkap
perbandingan pencapaian prestasi siswa kondisi Awal (Prasiklus), siklus
I, dan siklus II adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil Tiap Siklus
Komponen Nilai Siswa
Tes Awal Siklus 1 Siklus 2
Rata-rata 60.16 71,55 78,64
Ketuntasan 13 murid 17 murid 26 murid
Prosentase 41% 54% 85%
KKM 75
Target Ketuntasan 75%
PEMBAHASAN
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran
menggunakan media gambar memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap penulisan
kaliamat dengan benar (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I dan II).
Sebelum dilakukan PTK, nilai mata pelajaran Bahasa Inggris belum
begitu memuaskan, terbukti nilai Bahasa Inggris tentang menuliskan
kegiatan pribadi pada tes awal memperoleh nilai tertinggi 70, nilai
terendan 45, dan nilai rata-rata 60,16. Terdapat 13 murid (41%) yang
berhasil mencapai ketuntasan.
Pada siklus I, dengan menggunakan media gambar diperoleh
nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 71,55 dan ketuntasan belajar
mencapai 54% atau ada 17 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75
sebesar 54% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
190
yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum teliti
dalam memahami gambar yang diberikan.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 78.65 dan ketuntasan belajar mencapai 85% atau ada 26 siswa
dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran
menggunakan media gambar dalam setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat
kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus
yang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran Bahasa Inggris dengan pengajaran menggunakan media
gambar yang paling dominan adalah belajar dengan menggunakan
alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi
antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa
aktivitas isiswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas
guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah
pengajaran telah menggunakan media gambar dengan baik. Hal ini
terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
mengarahkan dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan,
menjelaskan/melatih menggunakan gambar, memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama
dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada siklus I, dengan
menggunakan media gambar diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 71,55 dan ketuntasan belajar mencapai 54% atau ada 17
siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 54% lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
191
disebabkan karena siswa masih belum teliti dalam memahami gambar
yang diberikan.
Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 78,65 dan ketuntasan belajar mencapai 85,00% atau ada 26 siswa
dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Pengajaran
menggunakan media gambar dalam setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat
kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus
yang terus mengalami peningkatan
SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar Bahasa Inggris lebih efektif dan lebih
memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran
sebagai berikut: Untuk melaksanakan pengajaran menggunakan media
gambar memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus
mampu memilih gambar yang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru
hendaknya lebih sering mengajak siswa meperhatihan hal-hal yang
sederhana dilingkungan sekitar dimana siswa nantinya dapat menemuan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga
siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil
penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 4
Muara Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017. Untuk penelitian yang
serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah Siti, Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa Tentang Konsep
Hidup Rukun Dalam Perbedaan Dengan Model
Pembelajaran Picture and Picture Dengan Media Gambar.
Borneo Volume X, Nomor 1 Juni 2016. LPMP Samarinda
www.umiuma.net, Pengertian Menulis Kalimat Bahasa Inggris, 08
september 2016.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
192
Dimyati dan Mujiyono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Munandi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran sebuah Pendekatan Baru.
Jakarta: Gunung Persada.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
193
UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS BELAJAR TOLAK
PELURU DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA MODIFIKASI
PELURU DARI BOLA PLASTIK PADA SISWA KELAS VIII
Mustofa
Guru Penjaskes SMP Negeri 4 Sangkulirang
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan
mengetahui sejauh mana media modifikasi bola plastik
dapat meningkatkan efektifitas belajar di kelas VIII SMP
Negeri 4 Sangkulirang khususnya dalam materi tolak
peluru. Manfaat penelitian adalah meningkatkan mutu
serta kualitas pendidikan di sekolah SMP Negeri 4
Sangkuirang. Penelitian ini menggunakan desain PTK
yang terdiri dari 2 ( dua ) siklus. Subyek penelitian adalah
siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Sangkulirang Kabupaten
Kutai Timur yang berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 13
perempuan dan 12 laki – laki. Teknik pengumpulan data
menggunakan pengamatan (observasi) dan tes praktik.
Sedangkan teknik pengumpuan data menggunakan teknik
kuantitatf dan kualitatif. Penelitian ini menghasilkan
kesimpulan : Pertama, aktivitas siswa selama mengikuti
proses pembelajaran Tolak peluru dengan menggunakan
media modifikasi bola plastik di kategorikan aktif. Setelah
dilakukan siklus kedua, aktivitas siswa mengalami
peningkatan keaktifan rata-rata sebesar 72,5% yang
termasuk kriteria Aktif. Kedua Rata-rata ketuntasan
belajar untuk aspek Cara Menolak mencapai 85% putra
dan putri mencapai 73,3%. Mengacu pada Indikator Hasil
Belajar Siswa, persentase tersebut menunjukan bahwa
pembelajaran Cara Menolak pada Tolak Peluru dengan
menggunakan media modifikasi bola plastik, berkategori
Sangat Efektif untuk putra dan Efektif untuk putri.
Kata kunci : Tolak Peluru, SMP Negeri 4 Sangkulirang.
Modifikasi bola plastic.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
194
PENDAHULUAN
Sarana prasarana merupakan salah satu bagian yang strategis
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, lengkap dan
tidak lengkapnya sarana prasarana pembelajaran turut mempengaruhi
maksimal dan tidak maksimalnya ketercapaian tujuan pembelajaran.
Sarana yang lengkap bisa memudahkan guru untuk mengejar target-
target tertentu yang menjadi tujuan pembelajaranya. Begitu sebaliknya,
sarana yang tidak lengkap akan menyulitkan bagi guru dalam mencapai
target-target tujuan pembelajaranya.
Terjadi pula pada pembelajaran Tolak Peluru di SMP Negeri 4
Sangkulirang, Kondisi nyata di sekolah, media Peluru hanya tersedia 2
buah, 1 peluru untuk putri dan 1 peluru untuk putra. Sementara rata-rata
siswa di SMP Negeri 4 Sangkulirang berjumlah 25 – 30 orang, jadi
komparasi antara jumlah peluru dan jumlah siswa adalah 1 : 14
putra/putri. Jelas dari gambaran tersebut bahwa proses pembelajaran
Tolak Peluru menjadi tidak efektif. Situasi dan kondisi ini sudah berjalan
cukup lama dan sekolah sampai detik ini belum bisa memenuhi sarana
peluru tersebut sampai batas yang cukup memadai atau kondisi ideal,
misalnya dengan perbandingan 1 : 2 (1 peluru untuk 2 orang).
Dari beberapa kriteria media alternatif modifikatif untuk
mengganti peluru tersebut nampaknya bola plastik bisa dijadikan media
alternatif modifikatif untuk mengganti peluru. Dari segi bentuk, jelas ada
kemiripan dengan bentuk peluru, dari segi ketersediaan dan harga, maka
bola plastik sangat mudah sekali di dapat di pasar-pasar tradisional
dengan harga sangat murah. Dari permasalahan tersebut di atas maka
penulis menentukan judul Penelitian Tindakan Kelas ini “Upaya
Meningkatkan Efektivitas Belajar Tolak Peluru dengan menggunakan
Media Modifikasi peluru dari Bola Plastik, Pada siswa Kelas VIII di
SMP Negeri 4 Sangkulirang tahun pelajaran 2015/2016”
Dari latar belakang tersebut di atas, maka Rumusan Penelitian
yang diajukan adalah : Apakah media modifikasi bola plastik bisa
meningkatkan efektivitas belajar Tolak Peluru di kelas VIII SMP Negeri
4 Sangkulirang ? Pertanyaan yang harus terjawab dalam penelitian ini
adalah : (a). Sejauh mana aktifitas siswa kelas VIII dalam pembelajaran
tolak peluru ? (b). Sejauh mana aktifitas guru dalam mengajarkan tolak
peluru (c). Sejauh mana hasil belajar tolak peluru yang di lakukan siswa
dengan media modifikasi bola plastic ?. (d). Sejauh mana respon siswa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
195
terhadap pembelajaran tolak peluru dengan media modifikasi bola
plastic ? Dari permasalahan tersebut di atas, sesungguhnya ada beberapa
alternatif tindakan agar proses pembelajaran Tolak Peluru di kelas VIII
bisa menjadi efektif, diantaranya : a. Media modifikasi bola plastik. b.
Dengan bentuk formasi pembelajaran yang variatif. c. Penyediaan peluru
yang memadai dari sekolah
Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk
mengetahui sejauhmana media modifikasi bola plastik bisa
meningkatkan efektivitas belajar di kelas VIII SMP Negeri 4
Sangkulirang. Bagi siswa lebih partisipatif dalam proses pembelajaran
Tolak Peluru dan mengetahui teknik dasar yang di gunakan dalam tolak
peluru. Bagi Guru Penjas Orkes bisa melakukan modifikasi serta inovasi
dalam pembelajaran tolak peluru menggunakan bola plastic, dan bisa
menjadi inspirasi pengetahuan untuk menggunakan media pembelajaran
meskipun keterbatasan alat dan bahan. Bagi sekolah, adanya
peningkatan kualitas pembelajaran dan pengajaran yang berakibat
terhadap peningkatan kualitas siswa dan guru, sehingga pada akhirnya
akan mampu meningkatkan kualitas sekolah secara keseluruhan serta
menjadi dorongan dan motivasi sekolah untuk berkembang lebih baik
KAJIAN TEORI
Hakikat Belajar
Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya “ (Surya:2004). Menurut Surya (2004)
lebih lanjut bahwa ada beberapa prinsip yang menjadi landasan
pengertian tersebut di atas ialah : Pertama, pembelajaran sebagai usaha
memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa
ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku
dalam diri individu.
Artinya seseorang telah mengalami pembelajaran akan berubah
perilakunya. Tetapi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil
pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran
mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : (a) perubahan yang disadari,
artinya individu yang melakukan proses pembelajaran menyadari bahwa
pengetahuan, keterampilan, dan ia lebih yakin terhadap dirinya. (b).
Perubahan bersifat kontinyu (berkesinambungan) Artinya suatu
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
196
perubahan yang terjadi, meyebebkan terjadinya perubahan perilaku yang
lain. (c). Perubahan bersifat fungsional, artinya perubahan yang telah
diperoleh sebagai hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi individu
yang bersangkutan. Perubahan yang bertujuan dan terarah, artinya
perubahan itu terjadi karena ada sesuatu yang akan yang akan dicapai.
Kedua, Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku
secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan
perilkau sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses.
Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu
merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Keempat, adanya
dorongan sesuatu tujuan yang akan di capai. Prinsip ini mengandung
bahwa aktifitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang
harus di puaskan, dan adanya tujuan yang harus di
capai.Kelima,pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman
pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan
tujuan tertentu.
Efektivitas merupakan aspek penting dalam berbagai bentuk
kegiatan, karena efektivitas merupakan cerminan dari tingkat
keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.
Rivai dengan mengutip Exzioni (1964) menuliskan bahwa efektivitas
adalah sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan
sasarannya. Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas,
akan tetapi dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya.
Disamping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat
kepuasaan yang dicapai oleh orang (Robbins, 1977 dikutip oleh Rivai).
Masih dari Rivai dengan mengutip Prokovenko (1987) dan
Miskel (1992) dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep
yang sangat penting kerena mampu memberikan gambaran mengenai
keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran atau suatu tingkatan
terhadap mana tujuan-tujuan dicapai atau tingkat pencapaian tujuan dan
dalam kaitannya dengan efektifitas belajar Rivai ( 2000) mengatakan
bahwa efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pelatihan.
Pencapain tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran.
Menurut Rivai aspek-aspek yang meliputi efektivitas belajar adalah :
Peningkatan pngetahuan, Peningkatan ketrampilan, Perubahan sikap,
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
197
Perilaku, Kemampuan adaptasi, Peningkatan integritas, Peningkatan
integrasi, Peningkatan interaksi cultural.
Media Belajar
Media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk jamak dari
medium yang secara harfiah berarti, perantara atau pengantar, yaitu
perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan.
Beberapa ahli yang dikutip Sudrajat memberikan definisi tentang media
pembelajaran diantaranya, Schram (1977) mengemukakan bahwa media
pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan pembelajaran. Sementara, Briggs(1977) berpendapat
bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/
materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.
Sedangkan National Education Association (1969) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari
ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurka pesan, dapat merangsang
pikiran, perasaan, dam kemauan peserta didik sehingga dapat
mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
METODE PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “ Upaya Meningkatkan
Efektivitas Belajar Tolak Peluru dengan Media Modifikasi Bola Plastik
pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Sangkulirang “ ini dilaksanakan
di kelas VIII SMP Negeri 4 Sangkulirang tahun 2015/2016. Penelitian
ini dilaksanakan dari mulai 19 Juli s.d 19 Agustus 2015. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Sangkulirang,
dengan jumlah siswa putri 13 orang dan putra 12 orang, jadi jumlah total
25 orang siswa.
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengukur
sejauhmana efektivitas belajar Tolak Peluru dengan menggunakan media
modifikasi bola plastik, indikator dari efektivitas belajar adalah
meningkatnya hasil belajar siswa (Rivai: 2000), dengan kata lain bahwa
untuk melihat efektif tidaknya sebuah proses pembelajaran bisa dilihat
dari pencapaian hasil pembelajarannya. Berikut Tabel 1 menyajikan
Indikator Hasil Belajar Siswa dan Tabel 2 mengenai keaktifan siswa.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
198
Tabel 1. Rerata – rata Hasil Belajar Siswa
Aspek Ketuntasan Kriteria
Awalan 75 – 100 %
51 – 74 %
25 – 50 %
0 – 24 %
Sangat Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Cara Menolak 75 – 100 %
51 – 74 %
25 – 50 %
0 – 24 %
Sangat Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Sikap Akhir 75 – 100 %
51 – 74 %
25 – 50 %
0 – 24 %
Sangat Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Tabel 2. Indikator Keaktifan Siswa
Aspek Keaktifan Siswa Kriteria
Aktivitas siswa
dalam belajar
Tolak Peluru.
75 – 100 %
51 – 74 %
25 – 50 %
0 – 24 %
Sangat Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Rencana penelitian ini adalah penilaian tindakan kelas dalam
bidang study penjaskes. Langkah – langkah yang akan di lakukan ini di
laksanakan dalam dua siklus penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Setiap siklus penelitian terdiri atas :
perencanaan pokok, tindakan pelaksanaaan, observasi, serta refleksi.
Penelitian ini di lakukan untuk menambah pengetahuan serta
memberikan motivasi kepada anak untuk berinovasi serta mencoba
melakukan sesuatu meskipun fasilitas masih kurang.
Untuk mengumpulkan data penelitian, dilakukan dengan cara
menentukan sumber data terlebih dahulu, kemudian jenis data, teknik
pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan
data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini : Berikut ini
merupakan teknik pengumpulan data secara keseluruhan dari hasil
penelitian.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
199
Tabel 3. Teknik Pengumpulan Data
Sumber
Data Jenis Data
Teknik
Pengumpulan Data Instrumen
Siswa
Aktivitas siswa
dalam belajar
Tolak Peluru Observasi
Pedoman
Observasi
Siswa
Hasil Belajar
siswa
Tes Siswa melakukan
awalan, Tolak Peluru,
sikap akhir
Melaksanak
an praktik
tolak peluru
Setelah melakukan dan menyelesaikan dua ( 2 ) siklus penelitian,
peneliti melakukan pengamatan dan pengumpulan data, maka di dapat
hasil dalam setiap aspek dalam penelitian siklus pertama ( 1 ). Berikut
ini merupakan table penilaian aspek pada siklus pertama ( 1 ) Setelah
melakukan dan menyelesaikan 1 siklus penelitian , peneliti yang
melakukan pengamatan, melakukan diskusi dan refleksi, maka di dapat
hasil seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Tiap Aspek pada Siklus 1
Aspek Penelitian Nilai rata – rata
Siklus Penelitian Tindakan
Aktivitas siswa dalam
belajar Tolak Peluru
75 %
Perlu ditingkatkan
dengan berbagai
formasi dan
permainan
Hasil Belajar siswa
awalan Pa
awalan Pi
Cara Menolak Pi
Cara Menolak Pa
Sikap Akhir Pa
Sikap Akhir Pi
80 %
45 %
50 %
75 %
75 %
55 %
Perlu ditingkatkan
kembali terutama
putri yang harus
mendapat perhatian
lebih, terutama pada
aspek cara menolak
dan sikap akhir :
porsi mengulang di
tambah untuk putri
Hasil Tiap Aspek pada siklus pertama saya melakukan
Tindakan : (1). Nilai rata – rata aktifitas dalam belajar tolak peluru 75 %,
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
200
sudah efektif dari jumlah siswa 25 orang. (2). Hasil belajar siswa puta
dalam tolak peluru nilai rata – ratanya adalah 76,6 %, sudah efektif
dalam pembelajaran. (3). Hasil belajar siswa putri dalam tolak peluru
niai rata – ratanya adalah 50 %, cukup efektif namun perlu di tingkatkan
dalam hasil belajar siswa putri.
Perlu ditingkatkan terutama putri yang harus mendapat perhatian
lebih, terutama pada aspek cara menolak dan sikap akhir : porsi
mengulang di tambah untuk putri dan di berikan treatment untuk
memperoleh hasil yang maksimal. Untuk aktifitas guru dan siswa putra
sudah baik. Setelah siklus pertama seleasi kemudian di berikan
treeatmen per bagian yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dari
pembelajaran tolak peluru. Yang di lakukan antara lain : (1). Melakukan
lompat jongkok, yang bertujuan untuk meningkatkan kekuaan otot
tungkai dalam olahraga. (2). Melakukan Push-Up, yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot lengan. (3). Melakukan Sit-Up, yang
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot perut serta otot pungggung.
(4). Pembelajaran prespektif kinestetik yang bertujuan untuk
meningkatkan respon serta memberikan arahan mengenai ketepatan
gerak serta kebiasaan. Berikut ini disajikan tabel 5 yaitu tentang tiap
aspek pada siklus ke 2 serta peningkatannya.
Tabel 5. Hasil Tiap Aspek Pada Siklus Ke 2 dan Peningkatannya
Aspek Hasil rata – rata tiap
aspek dalam siklus ke 2
Siklus
Peningkatan
Aktivitas siswa dalam
belajar Tolak Peluru 75 % 5 %
Hasil Belajar siswa
Awalan Pa
Hasil belajar awalan Pi
Cara menolak Pa
Cara menolak Pi
Sikap akhir Pa
Sikap akhir Pi
90 %
70 %
80 %
75 %
85 %
75 %
10 %
35 %
5 %
25 %
10 %
20 %
Ket : Hasil siklus II setelah di lakukan treatmen : (1). Adanya
peningkatan aktivitas siswa dalam tolak peluru sebanyak 5% yang
awalnya 75% menjadi 80%. (2). Adanya peningkatan hasil belajar siswa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
201
terutama siswa putri setelah di berikan metode dan tritmen selama 2
minggu. Untuk siswa putra ada kenaikan dalm awalan 10% dari 80%
menjadi 90%, dan untuk siswa putrid terdapat kenaikan 35% dari 45
menjadi 70%.. (3). Dalam cara menolak mengalami kenaikan, untuk
putra sebesar 5 % dari 75% menjadi 80 %, untuk putrid dari 50 %
menjadi 75 % mengalami kenaikan sebesar 25 %. (4). Dalam sikap akhir
juga mengalami kenaikan untuk putra dari 75% menjadi 85 %, dan untuk
putrid dari 50 % menjadi 75 %.
PEMBAHASAN
Aktivitas Siswa dalam Belajar Tolak Peluru. Berdasarkan hasil
observasi, aktivitas siswa pada siklus penelitian dengan 2 siklus
penelitian pada proses pembelajaran Tolak Peluru menunjukan adanya
peningkatan aktivitas siswa dari siklus pertama sampai siklus kedua
seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Aktivitas Siswa
Siklus Penelitian Tindakan Aktifitas
Pertama 70%
Kedua 75%
Rata-rata 72,5%
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa pada dua siklus
penelitian pada pembelajaran Tolak Peluru dengan bola plastik
menunjukan adanya peningkatan aktivitas siswa dari siklus pertama
sampai siklus kedua seperti terlihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa siklus
pertama aktivitas siswa mencapai 70%, kemudian pada siklus kedua
mencapai 75% ini berarti ada peningkatan 5% setelah ada treathment
atau perbaikan pada siklus kedua, sehingga rata-rata keaktifan siswa
selama dua siklus adalah 72,5%. Mengacu pada Indikator Keaktifan
Siswa pada Tabel 2, kisaran angka 72,5% memiliki kriteria Aktif.
Dengan kata lain, siswa selama mengikuti pembelajaran Tolak Peluru
dengan media modifikasi bola plastik bergerak aktif baik saat mendapat
tugas dari guru atau pun inisiatif sendiri. Berikut merupakan tabel hasil
belajar praktik siswa dalam siklus I dan siklus II
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
202
Tabel 7. Hasil Belajar Siswa
Siklus
Penelitian Aspek
Jenis
Kelamin
Ketuntasan
Belajar
Pertama
Awalan
Cara Menolak
Sikap Akhir
Pa
Pi
Pa
Pi
Pa
Pi
80%
45%
75%
50%
75%
55% Awalan Pa
Pi
90%
70%
Kedua Cara Menolak Pa
Pi
80%
75%
Sikap Akhir Pa
Pi
85%
75%
Berdasarkan hasil tes praktik yang dilakukan kepada siswa, dari
mulai awalan, cara menolak, dan sikap akhir Tolak Peluru, pada akhir
siklus ternyata mendapat kenaikan Karena di berikan treatmen oleh guru
dalam latihan. Latihan yang di berikan meliputi : lompat jongkok
sehingga memberikan penambahan dalam kekuatan tungkai, melakukan
Push-Up sehingga kekuatan otot punggung mempengaruhi kekuatan
melempar dalam tolak peluru, melakukan Sit – Up sehingga kekuatan
otot perut menjadi kuat dan memberikan dampak dalam tolak peluru
untuk persiapan dan gerakan tolakan . Dari Tabel 7 terlihat bahwa untuk
siklus pertama hasil tes praktik Awalan mencapai, putri 45%, dan putra
80%. Ini artinya, ada sebanyak 6 orang siswa putri yang mampu
menuntaskan pembelajaran dari 13 orang, dan ada 10 orang siswa putra
yang mampu menuntaskan pembelajaran dari 12 orang.
Masih pada siklus pertama, hasil tes praktik cara menolak
mencapai, putri 50% dan putra 75%. Ini artinya, ada sebanyak 7 orang
putri yang mampu menuntaskan pembelajaran, dan 9 orang putra yang
mampu menuntaskan pembelajaran. Dari siklus pertama, hasil tes
praktik sikap akhir mencapai 55% putri, dan 75% putra. Ini artinya ada 7
orang putri yang mampu menuntaskan pembelajaran, dan ada 9 orang
putra yang mampu menuntaskan pembelajaran. Pada siklus kedua dari
Tabel 7 terlihat ada peningkatan pada tes praktik tiap aspek. Pada tes
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
203
praktik awalan mencapai 90% putra, dan 70% putri. Ini berarti bahwa
ada 11 orang siswa yang mampu menuntaskan pembelajarannya, artinya
untuk putra ada 2 siswa belum mampu menuntaskan pembelajarannya,
dan untuk putri ada 9 orang yang mampu menuntaskan
pembelajarannya.
Pada tes praktik cara menolak terlihat mencapai 80% putra dan
75% putri. Ini berarti ada sebanyak 10 orang putra yang mampu
menuntaskan pembelajaran, dan 10 orang siswa putri yang mampu
menuntaskan pembelajaran. Sementara pada tes praktik sikap akhir
persentase mencapai 85% putra dan 75% untuk putri. Ini artinya bahwa
ada 11 orang putra yang mampu menuntaskan pembelajaran , dan ada
10 orang putri yang mampu menuntaskan pembelajaran.
KESIMPULAN
Pertama, aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran
Tolak peluru dengan menggunakan media modifikasi bola plastik di
kategorikan aktif. Dan setelah dilakukan siklus kedua, aktivitas siswa
mengalami peningkatan keaktifan rata-rata sebesar 72,5% . Kalau
mengacu pada Indikator Keaktifan Siswa maka besaran keaktifan
sebesar 72,5% termasuk kriteria Aktif. Kedua Rata-rata ketuntasan
belajar untuk aspek Cara Menolak mencapai 85% putra dan putri
mencapai 73,3%. Mengacu pada Indikator Hasil Belajar Siswa pada
Tabel 1, persentase tersebut menunjukan bahwa pembelajaran Cara
Menolak pada Tolak Peluru dengan menggunakan media modifikasi
bola plastik, berkategori Sangat Efektif untuk putra dan Efektif untuk
putri.
SARAN
Siswa lebih partisipatif dalam proses pembelajaran Tolak
Peluru dan mengetahui teknik dasar yang di gunakan dalam tolak peluru.
Bagi Guru Penjas Orkes, Bisa melakukan modifikasi serta inovasi dalam
pembelajaran tolak peluru menggunakan bola plastic, dan bisa menjad
inspirasi pengetahuan untuk menggunakan media pembelajaran
meskipun keterbatasan alat dan bahan. Bagi sekolah, Adanya
peningkatan kualitas pembelajaran dan pengajaran yang berakibat
terhadap peningkatan kualitas siswa dan guru, sehingga pada akhirnya
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
204
akan mampu meningkatkan kualitas sekolah secara keseluruhan serta
menjadi dorongan dan motivasi sekolah untuk berkembang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Ahkmad. 2007. Media Pembelajaran.
Artikel. http : // ahkmadsudrajat.wordpress.com / bahan-ajar / media-
pembelajaran /
Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran & Pengajaran.
Bandung .
Pustaka Bani Quraisy.Rivai, H Veithzal. 2001. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Efektivitas Belajar Mahasiswa.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
205
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI PADA
MATERI SEJARAH PERTUMBUHAN ILMU PENGETAHUAN
PADA MASA ABBASIYAH DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA
KARTU KUARTET
Yudhy Vernanda
Guru SMP Negeri 4 Muara Bengkal
Abstrak
Tujuan penelitian ini meningkatkan pemahaman hasil
belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam
pokok bahasan Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan
Muslim Masa Abbasiyah dengan menggunakan media
kartu kuartet sebagai media belajar pada siswa kelas VIII
SMPN 4 Muara Bengkal Kab. Kutai Timur. Manfaat
penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah. Penelitian ini menggunakan dua siklus. Subyek
penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 4 Muara
Bengkal dengan jumlah siswa 29 orang. Teknik
pengumpulan data menggunakan pengamatan (observasi)
dan metode tes tertulis. Sedangkan teknik analisis data
menggunakan data kuatitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian ini bahwa pembelajaran pada siklus 1 dan 2
meningkatkan hasil belajar siswa yaitu prasiklus 57.05,
siklus 1 meningkat menjadi 60,14 dan pada siklus 2
menjadi 78,23. Prestasi belajar siswa meningkat melalui
aktivitas : (1) pemanfaatan media belajar, (2) keterlibatan
siswa dalam menggunakan media belajar, (3) keaktifan
siswa dalam berlatih menggunakan media belajar dan (4)
pemberian bimbingan menggunakan media belajar.
Kata Kunci: Hasil belajar, kartu kuartet sebagai media
belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peranan penting dalam
rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
206
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan
demikian, pengajaran pendidikan agama Islam harus memperhatikan
teknik dan media pengajaran yang efektif supaya pembelajaran menjadi
menyenangkan dan membentuk karakter bangsa yang luhur berbasis
pendidikan agama Islam.
Salah satu materi pendidikan agama islam adalah pertumbuhan
ilmu pengetahuan pada masa keemasan Islam yaitu di masa khalifah
Umayah dan Abbasiyah. Tujuan materi diharapkan peserta didik tidak
melupakan sejarah keemasan Islam dan termotivasi dari tokoh-tokoh
ilmuwan muslim untuk belajar, meneliti dan menjadi insan yang kreatif
sehingga memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan bagi agama dan
bangsa.
Kendala yang sering ditemukan oleh guru PAI dalam
menyampaikan materi sejarah islam yaitu terbatasnya media
pembelajaran. Selama ini guru-guru PAI kerap menggunakan metode
konvensional yaitu ceramah menyampaikan materi sejarah islam
sehingga peserta didik mengalami kebosanan karena harus mencerna
ceramah guru dengan mencari gambaran nyata tentang sejarah islam di
masa lalu. Hal ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa pada
materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam.
Pengalaman penulis dalam pembelajaran PAI pada pokok
bahasan sejarah Islam menunjukkan hasil yang belum maksimal.
Ketuntasan siswa dalam menguasai materi sejarah Islam masih rendah.
Hal ini ditunjukkan dengan hasil ulangan harian kelas VIII tahun
2014/2015 menunjukkan nilai rerata 59,44 dari KKM 70. Penulis
menduga kendala siswa menguasai materi sejarah islam disebabkan guru
yng belum menggunakan media belajar kreatif untuk menjadikan
pembelajaran materi sejarah Islam menjadi menyenangkan. Selama ini
guru hanya menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi
sejarah Islam. Hal ini menyebabkan siswa menjadi bosan dan kurang
bermnat dalam mempelajari sejarah Islam.
Salah satu media pembelajaran yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah menggunakan media kartu kuartet. Permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana kartu kuartet
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
207
dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan
sejarah Islam.
KAJIAN TEORI
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu kemampuan ideal siswa yang
diharapkan setelah proses pembelajaran. Sudjana dalam Fahrul (2007)
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajar. Sedangkan hasil belajar yang
dikemukakan oleh Abdurahman dalam Rosnani (2007) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Menurut Morgan dalam Tanwey (2004) belajar
dapat didefenisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif
tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Sedangkan
menurut Gagne dalam Suprijono, (2009) berpendapat bahwa belajar
adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang
melalui aktivitas. Dan menurut Djamarah dalam Husniabdillah(2007)
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan
psikomotor.
Dengan demikian, menurut beberapa pendapat diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang tetap
sebagai jawaban dari interaksi lingkungan berkaitan dengan kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Pembelajaran PAI
Adapun pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut
Muhaimin adalah “suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar,
butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-
menerus mempelajari agama Islam, baik untuk mengetahui bagaimana
cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai
pengetahuan.” Dengan demikian pembelajaran PAI dapat diartikan
sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar,
mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang
teraktualisasikan dalam kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan
peserta didik secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa
perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
208
kognitif, efektif dan psikomotorik. Pemaknaan pembelajaran pendidikan
agama Islam merupakan bimbingan menjadi muslim yang tangguh dan
mampu merealisasikan ajaran Pendidikan Agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil. Untuk itu
penanaman Pembelajaran PAI sangat penting dalam membentuk dan
mendasari peserta didik.Dengan penanaman pembelajaran PAI sejak dini
diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri
untuk berpedoman pada agama Islam. (Muhaimin, Peradigma
Pendidikan Islam, 183)
Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Gerlach dan Ely dalam
Arsyad (1997) mengatakan bahwa “media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan,
atau sikap”. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah merupakan media.
Kartu Kuartet
Secara khusus belum ada penelitian tentang media kartu kuartet
dalam ilmu pendidikan. Media pembelajaran yang memiliki kesamaan
dengan kartu kuartet adalah flash card (kartu bergambar). Flash Card
atau Education Card adalah kartu-kartu bergambar yang dilengkapi kata-
kata, yang diperkenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter ahli bedah
otak dari Philadelphia, Pennsylvania. Gambar-gambar pada flashcard
dikelompok-kelompokkan antara lain: seri binatang, buah-buahan,
pakaian, warna, bentuk-bentuk angka, dan sebagainya. Kartu ini
dimainkan dengan cara diperlihatkan kepada anak dan dibacakan secara
cepat, hanya dalam waktu 1 detik untuk masing-masing kartu. Tujuan
dari metode itu adalah melatih kemampuan otak kanan untuk mengingat
gambar dan kata-kata, sehingga perbendaharaan kata dan kemampuan
membaca anak bisa dilatih dan ditingkatkan sejak usia dini. Dengan
demikian, kartu kuartet adalah modifikasi dari flash card, yaitu kartu
yang berisi gambar materi pelajaran dengan tujuan meningkatkan
pembendaharaan kata.
Metode kartu kuartet sangat baik untuk mengingat nama-nama
dan peristiwa penting dalam pelajaran sejarah yang sangat menekankan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
209
hafalan peristiwa. Cara permainan: 1.Siswa membentuk kelompok 5
orang 1 tim. 2. 1 tim membuat lingkaran dan kartunya diletakkan di
tengah-tengah lingkaran pemain. 3. Untuk menentukan siapa yang
penyebut pertama maka dilakukan lot. 4. Salah satu siswa bertindak
sebagai pembagi kartu. 5. Kemudian kartu dibagi sebanyak 3 kartu per
orang dan sisanya diletakkan ditengah bundaran pemain. 6. Penyebut
yang sudah ditentukan menyebutkan judul salah satu kartu yang
dipegang. 7. Pemain yang lainnya secara bergantian dari kiri kekanan
menyebutkan jawabannya. 8. Jika jawaban benar maka lawan
mengambil kartu tersebut dan dipisahkan dari kartu lain. 9. Penyebut
harus mengambil kartu lagi yang terletak ditengah pemain dan
seterusnya seperti itu. 10. Jika kartu di tengah sudah habis, maka
berusaha untuk mengambil kartu lawannya. 11. Dan pemenangnya
adalah pemain yang banyak mengumpulkan kartu
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research).Menurut Sukidin dkk (2002:54) ada 4 macam bentuk
penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti,
(2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan
terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Penelitian
ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian
tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada
suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan
refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan
kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
Penelitian ini dilakukan secara bersiklus yaitu masing-masing
siklus terdiri atas empat tahap dan dilakuan dalan satu pertemuan. Hal
ini dilakukan karena terbatasnya waktu yang tersedia. Tahapan kegiatan
setiap siklus adalah: (1) menyusun rencana kegiatan,(2) melakukan
tindakan, (3) melakukan observasi, dan (4) membuat analisis yang di
lanjutkan dengan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII
SMP Negeri 4 Muara Bengkal berjumlah 29 siswa. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus dengan tahapan-tahapan : perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Sumber data penelitian ini berasal
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
210
dari ulangan harian pada materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan
muslim masa Abbasiyah pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015.
Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di SMPN 4 muara Bengkal Tahun pelajaran
2015/2016.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau
saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei semester genap
Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII tahun pelajaran
2015/2016 pada pokok bahasan Sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan
pada masa Abbaiyah
Sumber Data
Sumber data penelitian ini berasal dari ulangan harian pada
materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah
pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015.
Teknik Dan Alat Pengumpul Data
Adapun cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut : a. Data hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah
pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah diperoleh
dengan memberikan tes pada setiap akhir siklus. b. Data tentang situasi
belajar mengajar diperoleh dengan menggunakan lembar observasi.
Adapun alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah:a. Lembar observasi, Lembar observer
digunakan untuk mengetahui data tentang kehadiran siswa, keaktifan
siswa, perhatian siswa dan interaksi siswa dengan siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar . b. Tes hasil belajar digunakan untuk
memperoleh informasi tentang penguasaan siswa setelah proses
pembelajaran
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
211
Validasi Dan Analisis Data
Validasi data yang berupa proses pembelajaran dilakukan
melalui observasi dan wawancara kepada siswa dan pengamat
(kolaborator) dengan menggunakan berbagai instrumen. Dalam rangka
menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,
maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi
digunakan data kualitatif. Cara penghitungan untuk mengetahui
ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a. Merekapitulasi hasil tes. b. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan
prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan menggunakan rumus
ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis
penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika
mendapatkan nilai minimal 65, sedangkan secara klasikal dikatakan
tuntas belajar jika jumlah siswa yang tuntas secara individu mencapai
85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%.
Prosedur Tindakan
Pelaksanaan secara rinci setiap siklus disajikan sebagai berikut :
guru menganalisis hasil belajar siswa yang tidak mencapai ketuntasan
dalam belajar. Guru membuat rencana perbaikan pembelajaran. Guru
menggunakan media kartu kuartet materi sejarah pertumbuhan ilmu
pengetahuan muslim masa Abbasiyah. Pelaksanaan tindakan : dalam
fase ini dilaksanakan proses belajar mengajar dengan menekankan aspek
partispasi siswa dan peningkatan belajar. Observasi : apakah
penggunaan metode sudah efektif dalam pembelajaran. Penggunaan
media yang sesuai dengan materi pembelajaran.
HASIL PENELITIAN
Siklus I
Dari data pra siklus yaitu nilai UH materi sejarah pertumbuhan
ilmu pengetahuan Islam pada masa Abbasiyah tahun 2014/2015
diperoleh nilai rerata 59,44. Kemudian dilaksanakan siklus satu dengan
tahapan yaitu : 1. Menyiapkan rencana pelaksanan pembelajaran (RPP)
mata pelajaran PAI dengan pokok bahasan sejarah pertumbuhan ilmu
pengetahuan muslim masa Abbasiyah dengan tujuan untuk
mengalokasikan waktu yang digunakan. 2. Membuat lembar observasi
untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas ketika pelaksanaan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
212
tindakan sedang berlangsung. 3. Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS)
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi yang
telah diajarkan. 4. Membuat dan menyusun alat evaluasi untuk melihat
sejauh mana peningkatan dan hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah
pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah pada siswa
setelah menggunakan media kartu kuartet. 5.Membuat media kartu
kuartet dengan materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim
masa Abbasiyah.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini dilaksanakan sebanyak 3
pertemuan pemberian materi dan 1 pertemuan pemberian tes siklus.
Waktu pelaksanannya yaitu pertemuan I pada tanggal 04 Mei 2015,
pertemuan ke-2, 07 Mei 2015, pertemuan ke-3, 11 Mei 2015, dan
pemberian tes siklus I, 14 Mei 2015. Adapun kegiatan yang dilakukan
guru selama pelaksanaan tindakan yaitu: Guru mengecek kehadiran
siswa. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan rencana penggunaan
kartu kuartet sebagai media dalam proses belajar mengajar. Memberikan
motovasi kepada siswa. Guru menjelaskan pokok-pokok materi yang
akan dipelajari hari itu. Memberikan penjelasan cara penggunaan media
kartu kuartet. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok secara heterogen
yang terdiri dari ± 4 orang. Guru memberikan tugas kepada siswa berupa
LKS. Guru memantau dan memembimbing siswa yang mengalami
kesulitan dalam diskusi dan penggunaan media. Menunjuk secara acak
salah satu kelompok untuk memperlihatkan hasil kerja kelompoknya.
Memberikan penghargaan dan pujian pada setiap kelompok. Menutup
dengan do’a dan salam
Hasil yang diperoleh sebagai berikut : nilai rerata 68,06 dan
siswa yang belum tuntas sebanyak 21 siswa. Refleksi dari siklus satu
yaitu : Siklus I dilaksanakan 4 kali pertemuan dengan menerapkan
media kartu kuartet. Pada siklus I tampak masih ada beberapa siswa
yang tidak hadir mengikuti pelajaran baik itu tidak hadir tanpa
keterangan maupun yang sakit. Sebelum masuk pada materi pelajaran
guru selalu menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian memberikan
motivasi kepada siswa agar siswa tertarik terhadap materi pelajaran
tersebut, gurupun menyampaikan materi secara garis besarnya dan
menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan tetapi dengan begitu masih
banyak siswa yang tidak memperhatikan guru. Sehingga dalam
mengerjakan LKS tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
213
Pada setiap selesai satu kali pertemuan guru selalu memberikan
pekerjaan rumah (PR) dengan tujuan agar siswa mau belajar dan melatih
diri dalam menyelesaikan soal-soal yang ada dan dikumpul pada
pertemuan berikutnya. Tetapi pada pertemuan berikutnya masih banyak
siswa yang tidak meyelesaikan pekerjaan rumah tersebut dengan
berbagai alasan yang mereka berikan. Karena hasil yang didapat pada
siklus I belum menujukkan hasil yang optimum dan metode yang
digunakan belum terserap dengan baik pada siswa maka perlu
dilanjutkan pada siklus II.
Siklus 2
Tahap perencanaan; Pada pertemuan siklus II tahap perencanaan
relatif sama dengan pertemuan siklus I, yaitu membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran dengan materi bangun datar, mempersiapkan
lembar observasi dan lembar kegiatan siswa serta menyusun alat
evaluasi. Mengembangkan teknik pembelajaran guna memperbaiki
pembelajaran pada siklus I. Tahap pelaksanaan tindakan; Pelaksanaan
tindakan pada pertemuan siklus II juga dilaksanakan dalam 3 pertemuan
pemberian materi dan 1 pertemuan tes siklus, dan waktu pelaksanaannya
yaitu, pertemuan I, 21 Mei 2015, pertemuan ke-2, 25 Mei 2015,
pertemuan ke-3, 28 Mei 2015, dan tes siklus II dilaksanakan pada
tanggal 01 Juni 2015.
Pelaksanaan tindakan pada pertemuan siklus II ini relatif sama
dengan pelasanaan pada siklus I. Hasil dari siklus dua yaitu diperoleh
nilai rerata ulangan harian yaitu : 79,51 dan yang siswa yang tidak tuntas
mencapai tiga orang. Hasil ini meningkat secara signifikan. Ternyata
hasil yang diperoleh siklus II sangat memuaskan. Grafik perkembangan
hasil belajar siswa disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Nilai Kemampuan Siswa
Keterangan Nilai
Sebelum siklus 1 siklus 2
Rerata 59,44 68,06 79,51
Tabel 2. Tingkat Ketuntasan Siswa
Keterangan Tuntas KKM
Sebelum siklus 1 siklus 2
Rerata 59,44 68,06 79,51
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
214
Tabel 3. Perbandingan Hasil Belajar PAI Pada Setiap Siklus
Skor
Kategori
Frekuensi Persentase
(%)
Siklus
1
Siklus
2
Siklus
1
Siklus
2
0 < x ≤ 55 Sangat Rendah 6 1 20,68 3,44
55 < x ≤ 65 Rendah 15 2 51,74 6,90
65 < x ≤ 80 Sedang 8 10 27,58 34,50
80 < x ≤ 90 Tinggi 0 15 0 51,72
90 < x ≤ 100 Sangat Tinggi 0 1 0 3,44
Dari hasil analisis deskriptif di atas menunjukkan bahwa skor
rata-rata hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah pertumbuhan ilmu
pengetahuan muslim masa Abbasiyah siswa pada siklus I sebesar 58,14
dengan standar deviasi 21,89 setelah dikategorisasikan berada dalam
kategori “rendah” dan pada siklus II terlihat bahwa skor rata-rata hasil
belajar PAI pokok bahasan sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan
muslim masa Abbasiyah siswa sebesar 78,23 dengan standar deviasi
8,67 yang berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi peningkatan hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah
pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah siswa kelas
VIII SMPN 4 Muara Bengkal Kab. Kutai Timur melalui media kartu
kuartet.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa, pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan media kartu kuartet dapat meningkatkan hasil belajar PAI
siswa kelas VIII SMPN 4 Muara Bengkal Kab. Kutai Timur melalui
beberapa tahap yaitu penyajian materi, belajar dalam kelompok,
pemberian skor, tes dan penghargaan kelompok. Tingkat pencapaian
pembelajaran dengan menggunakan media kartu mengalami
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa kelas
VIII SMPN 4 Muara Bengkal Kabipaten Kutai Timur yang mengalami
peningkatan yaitu dari 58,14 setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I.
Ternyata hal tersebut belum mencapai indikator keberhasilan sehingga
dilakukan lagi penerapan media kartu kuartet dengan beberapa perbaikan
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
215
hasil refleksi siklus I, sehingga hasil yang didapatkan menjadi 78,23
setelah pelaksanaan tindakan pada siklus II.
Ketuntasan siswa pada siklus I hanya sebesar 22,73% atau 8
orang, dan siswa yang tidak tuntas pada siklus I sebanyak 21 orang atau
sekitar 77,27%. Sedangkan siswa yang tuntas setelah pelaksanaan
tindakan pada siklus II sebanyak 26 orang, sekitar 89,66 %, dan siswa
yang tidak tuntas pada siklus II sebanyak 3 orang, sekitar 10,34%.
Selama kegiatan belajar mengajar, siswa telah melaksanakan aktivitas
dengan baik seperti memperhatikan penjelasan guru, menjawab soal
yang diberikan guru saat pembahasan materi, belajar kelompok, semakin
terampil dalam bekerjasama, menyelesaikan tugas dari guru dan tercipta
rasa senang dalam belajar dengan menggunakan media kartu kuartet
SARAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Kepada guru PAI
khususnya agar dapat mencoba menerapkan media kartu kuartet dalam
proses belajar mengajar khususnya mata pelajaran PAI agar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Guru PAI sebaiknya kreatif dalam
menciptakan suasana kelas agar siswa tidak cepat bosan dan tegang
dalam belajar serta lebih termotivasi untuk memperhatikan apa yang
diajarkan. Sebaiknya kepada pihak sekolah memaksimalkan sarana dan
prasarana di sekolah, misalnya peningkatan kualitas dan kuantitas buku-
buku perpustakaan, sehingga tidak ada lagi siswa yang tidak kebagian
buku pelajaran saat belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A.1997. Media Pembelajaran. (Cetakan ke-13). Jakarta:
Penerbit PT.Raja Garfindo Persada.
Azzet, A.M.2010. Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak.
Jogjakarta: Penerbit Kata Hati.
Ekawarna Dr.2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Gaung
Persada.
Tanwey, Gerson, R.2004. Belajar dan Pembelajaran.Surabaya: Unesa
University Press.
Hamalik, Oemar.2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi
Aksara
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
216
Mariani, D.”Bermain dan Kreativitas Pada Anak”. Dalam
http://deviarimariani.wordpress.com. Diakses pada 5
September 2011.
Pupuh & Soebry.2007.Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum dan Konsep Islami. (Cetakan ke-2), Bandung:
Penerbit PT Refika Aditama.
Suprijono. 2010. Cooperatve Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
217
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF
MELALUI PENERAPAN KEGIATAN MENULIS JURNAL
UNTUK PENILAIAN AUTENTIK PADA SISWA KELAS VIII
Suriani Guru SMP Negeri 2 Kaliorang
Abstrak
Salah satu persoalan yang ditemukan di sekolah adalah
rendahnya keterampilan menulis siswa, khususnya
keterampilan menulis paragraf. Hal tersebut terjadi karena
strategi pembelajaran menulis yang digunakan belum
memberi kesempatan dan belum mendorong terbentuknya
kebiasaan menulis pada siswa. Untuk mengatasi hal
tersebut, diterapkan kegiatan menulis jurnal pada siswa
dan memanfaatkan tulisan dalam jurnal itu untuk bahan
penilaian autentik. Dalam penerapannya kegiatan menulis
jurnal tersebut dilakukan dalam tiga tahapan. Kegiatan
tahapan itu adalah (1) pemahaman konsep dan pemodelan
kegiatan menulis jurnal, (2) pelaksanaan dan pembiasaan
menulis jurnal, dan (3) penilaian autentik dengan
memanfaatkan tulisan dalam jurnal siswa. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, sedangkan rancangan penelitian yang digunakan
adalah penelitian tindakan kelas. Rancangan penelitian
tindakan kelas tersebut dilakukan dalam tiga siklus
penelitian. Subjek penelitiannya adalah siswa Kelas 8 SMP
Negeri 2 Kaliorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kegiatan tersebut dapat meningkatkan keterampilan
menulis paragraf siswa, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas paragraf yang dihasilkan. Kegiatan menulis jurnal
juga membuat kegiaan menulis menjadi lebih menarik dan
bermakna bagi siswa.
Kata Kunci : Menulis Paragraf, Menulis Jurnal, Penilaian
Autentik
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
218
PENDAHULUAN
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang berkaitan dengan
pengungkapan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan tersebut adalah
keterampilan menulis paragraf. Keterampilan menulis paragraf sebagai
keterampilan berbagasa yang bersifat produktif-aktif merupakan salah
satu kompetensi dasar berbahasa yang harus dimiliki siswa agar terampil
berkomunikasi secara tertulis. Siswa akan terampil mengorganisasikan
gagasan dengan runtut, menggunakan kosakata yang tepat dan sesuai,
memperhatikan ejaan dan tanda baca yang benar, serta menggunakan
ragam kalimat yang variatif dalam menulis jika memiliki kompetensi
menulis paragraf yang baik.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di kelas, ditemukan
bahwa menulis kerap kali menjadi suatu hal yang kurang diminati dan
kurang mendapat respon yang baik dari siswa. Siswa tampak mengalami
kesulitan ketika harus menulis. Siswa tidak tahu apa yang harus
dilakukan ketika pembelajaran menulis dimulai. Mereka terkadang sulit
sekali menemukan kalimat pertama untuk memulai paragraf. Siswa
kerap menghadapi sindrom kertas kosong (blank page syndrome) tidak
tahu apa yang akan ditulisnya. Mereka takut salah, takut berbeda dengan
apa yang diinstruksikan gurunya.
Pembelajaran menulis juga sering membingungkan siswa karena
pemilahan-pemilihan yang kaku dalam mengajarkan jenis-jenis tulisan
atau jenis-jenis paragraf, seperti narasi, eksposisi, deskripsi, dan
argumentasi. Pengategorian yang kaku itu membuat siswa menulis
terlalu berhati-hati karena takut salah, tidak sesuai dengan jenis karangan
yang dituntut. Padahal, ketakutan untuk berbuat salah tersebut dapat
mematikan kreativitas siswa untuk menulis. Selain itu, Halliday (dalam
Tompkins & Hoskisson, 1991:187) menyatakan bahwa pengategorian
jenis-jenis karangan tersebut terlihat artifasial ketika kita meminta siswa
menggunakannya untuk berbagai tujuan yang berbeda, sebab siswa
terkadang mengombinasikan dua atau lebih kategori untuk
mengemukakan sebuah gagasan dalam tulisannya.
Menulis merupakan suatu keterampilan dan keterampilan itu
hanya akan berkembang jika dilatihkan secara terus menerus atau lebih
sering. Memberikan kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berlatih
menulis dalam berbagai tujuan merupakan sebuah cara yang dapat
diterapkan agar keterampilan menulis meningkat dan berkembang secara
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
219
cepat. Permasalahan lain yang terkait dengan pembelajaran keterampilan
menulis di sekolah adalah sistem penilaian dan pencapaian target
kurikulum pembelajaran yang hanya diukur berdasarkan hasil tes-tes
tertulis di akhir caturwulan, semester, atau tahun pelajaran. Padahal,
tidak semua keterampulan berbahasa dapat dievaluasi dengan
menggunakan paper and pencil tests (Saukah, 1999). Untuk mengetahui
kemampuan dan perkembangan keterampilan berbahasa, termasuk
menulis tidak tidak cukup hanya dilihat melalui jawaban soal-soal yang
diberikan satu atau dua kali ditengah dan diakhir semester (subsumatif
dan sumatif). Tes-tes tertulis hanya salah satu bagian saja dari proses
penilaian.
Menyikap hal tersebut perlu diterapkan suatu model penilaian
keterampilan menulis yang autentik dari komprehensif dengan berbagai
teknik dan prosedur. Model penilaian tersebut melihat perkembangan
dan keberhasilan keterampilan berbahasa siswa secara berkelanjutan
(Pulh, 1997:6). Penilaian tersebut juga harus dilakukan secara autentik,
yaitu didasarkan proses perkembangan dan data-data autentik yang
menggambarkan keterampilan berbahasa yang dikuasainya (Nurhadi,
2003:19). Dalam konteks yang lebih komunikatif, penilaian pun tidak
hanya dilakukan oleh guru, siswa dapat belajar saling menilai dengan
temannya, bahkan belajar menilai dirinya sendiri.
KAJIAN TEORI
Jurnal
Salah satu cara alternatif yang dapat diterapkan untuk
membiasakan dan melatihkan keterampilan menulis pada siswa,
khususnva menuiis paragraf adalah dengan menulis jurnal atau dalam
istilah yang lebih umum dikenal dengan menulis buku harian.
Pembiasaan dan rutinitas menulis tersebut akan menjadi suatu kebiasaan
perilaku yang positif. Dengan menulis jurnal. siswa dapat berlatih
menulis lebih sering dan lebih bebas di luar jam pembelajaran menulis
secara khusus. Siswa akan terbiasa mengungkapkan gagasan atau
perasaannya secara tertulis dalam bentuk paragraf-paragraf yang baik.
Jurnal dapat menjadi sarana yang membantu siswa untuk belajar menulis
dengan lebih menyenangkan dan berhasil (Eanes, 1997:457).
Kegiatan menulis jurnal itu tidak hanya dilakukan ketika
pmbelajaran menulis, pada pembelajaran bahasa Indonesia dengan fokus
keterampilan lain kegiatan tersebut juga dapat disisipkan. Guru dapat
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
220
menyediakan waktu setiap bari atau beberapa hari dalam seminggu
sekitar sepuluh sampai dengan lima bela menit bagi siswa untuk menuiis
jurnal pribadinva (Capacchione, 1989:15; Tompkins & Hoskisson,
1991:189). Dalam konteks sistem pembelajaran sekolah di Indonesia
sekilas terkesan penyedian waktu ini mengurangi alokasi waktu
pembelajaran pokok, tetapi bila disadari lebih jauh pengurangan alokasi
waktu pembelajaran ini, yang dimanfaatkan untuk menulis jurnal, dapat
memberi manfaat yang besar bagi siswa.
Rutinitas menulis jurnal yang dilakukan siswa memberi manfaat
positif bagi perkembangan kemampuan menulis. Selain itu, dapat pula
meningkatkan penguasaan aspek pembahasaan yang lain secara tidak
langsung. Secara berkesinambungan siswa akan teriatih mengemukakan
gagasan dan perasaannva dengan pilihan kata, kalimat; struktur
penyajian, dan pola pengernbangan yang baik. Sebab, untuk terampil
menulis, anak-anak harus sering dan bebas menulis (serta membaca)
supaya mereka terampil dalam menggunakan struktur yang kompleks
dan benat secara tata bahasa ( Leonhardt, 200l : 22).
Tulisan dalam jurnal merupakan produk yang alamiah dan
bersifat spontan. Siswa dapat menuliskan pengalaman keseharian vang
dialami atau dirasakannya, tanggapannya tentang kegiatan pembelajaran,
tanggapannya tentang suatu bacaan yang dibacanya, tanggapan terhadap
lingkungan di sekitarnva atau hal-hal lain yang menurutnva menarik
untuk di tulis. Melalui kegiatan menulis jurnal siswa berlatih dan
membiasakan diri mengemukakan gagasan, mengekspresikan diri, atau
menanggapai hal-hal yang menarik perhatiannya dalam bentul: paragraf-
paragraf. Kegiatan menulis jurnal ini memberikan kesempatan siswa
untuk menulis dengan lebih bebas. untuk keperluan tugas-tugas menulis
seeara formal, tulisan dalam jurnal dapat menjadi pilihan sumber ide
awal untuk dikembangkan.
Konsep jurnal dalam penelitian ini adalah tulisan-tulisan yang
ditulis siswa daiam buku catatan khusus yang sifatnva informal, spontan,
rutin, dan personal. Halha1 yang ditulis adalah tentang pengalaman
pribadi, curahan perasaan atau gagasan, tanggapan tentang), bacaan,
tanggapan tentang proses pembelajaran. atau hal-hal lain yang menarik
minat dan perhatian siswa. Topik-topik yang ditulis dalam jurnal itu
dapat dipilih secara bebas atau ditentukan sesuai konteks pembelajaran.
Selanjutnya, tulisan siswa tersebut diberi respon oleh guru sebagai upaya
meningkatkan motivasi siswa untuk menulis.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
221
Sebagai tulisan informal maka aspek yang ditekankan dalam
menulis jurnal adalah kelancaran / kefasihan (fluencv) dalam
mengemukakan suatu gagasan secara tertulis. Kejelasan isi tulisan lebih
ditekankan dari pada aspek-aspek mekanik, seperti ketepatan ejaan atau
penggunaan pungtuasi. Namun. bukan berarti aspek mekanik diabaikan
oleh guru dalam pembelajaran. justru sebaiknya, tulisan-tulisan jurnal
siswa dapat menjadi bahan acuan dan refleksi bagi guru untuk
mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap aspek-
aspek tersebut.
Dalam pelaksanaannva kegiatan menulis jurnal dapat dilakukan
melalui tiga tahapan. Ketiga tahapan itu adalah (1) tahap pendahuluan.
(2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penilaian. Pada tahap pendahuluan,
kegiatannya pokoknya terdiri dari pemahaman konsepdan pemodelan
kegiatan yang akan dilakukan. Pada tahap peiaksanaan. kegiatan
pokoknya adalah pengintegrasian menulis jurnal dalam pembelajaran,
pembiasaan menulis jurnal secara berlanjut, pemberian penguatan dan
respon guru, serta pemberian bimbingan. untuk mengembangkan
kreativitas iswa dalam menulis. Pada tahap penilaian, kegiatan penilaian
yang dilakukan dalam bentuk penilaian proses dan penilaian hasil.
Kegiatan Menulis Jurnal sebagai Bahan Penilaian Autentik
Penilaian yang sesuai untuk menilai perkembangan keterampilan
menulis paragraf siswa adalah penilaian autentik. Penilaian autentik
sesuai untuk diterapkan karena penilaian tersebut bersifat menyeluruh,
berkesinambungan, dan berdasarkan pada data autentik berupa tulisan
siswa yang sebenarnya. Penilaian itu tidak hanya mengacu pada produk
akhir, tetapi juga mengacu pada kinerja dan proses perkembangan
beiajar siswa secara berkelanjutan. Tulisan siswa dalam jurnal dapat
digunakan sebagai salah satu bahan untuk penerapan penilaian autentik.
Penilaian autentik yang memanfaatkan tulisan siswa dalam jurnalnya
memberikan gambaran yang sebenarnya (autentik) tentang performansi
keterampilan menulis paragraf siswa. Penilaian ketcrampilan menulis
tersebul bersifat kompleks dan berkelanjutan.
Realisasi penerapan penilaian autentik dengan memanfaatkan
jurnal berguna untuk memberi informasi tentang perkembangan
kosakata, struktur kalimat, kelancaran dan kepaduan penataan gagasan
dalam paragraf; serta penggunaan aspekaspek mekanik yang diperoleh
siswa setahap demi setahap. Jurnal rnenjadi sebuah portofolio yang
memberikan data tentang perkembangan keterampifan menulis siswa
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
222
secara menyeluruh. Selain itu. berbagai kekurangan dan kesalahan yang
terdapat tulisan siswa melalui penilaian autentik dapat dibenahi dan
dapat menjadi pertimbangan perencananaan pembelajaran selanjutnva
sehingga konsep penilaian yang, sesungguhnya terlaksana.
Jurnal dapat menjadi sebuah afternatif bahan penilaian yang
efektif untuk mengetahui dan melihat perkembangan keterampilan
menulis siswa. Jurnal siswa dapat menjadi bagian dari portofoiio yang
merekam perkembangan menulis dari waktu ke waktu. Selain itu,
pemanfaatan jurnal dalam penilaian menjadikan penilaian tidak hanya
dilakukan guru, tetapi siswa juga dapat dilatih untuk melakukan
penilaian diri-sendiri (self-assesment) terhadap tulisan-tulisan yang telah
dibuatnya. Siswa juga dapat memilih sebuah tulisan andalan dalam
jurnal yang ditulisnya untuk dinilai atau ditanggapi oleh temannva (peer-
assesment). Bahkan bila siswa tidak keberatan, orangtuanya pun dapat
membaca dan memberikan penilaian terhadap tulisan-tulisan dalam
jurnal itu.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalan penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif Penggunaan pendekatan kualitatif ini didasari
pemikiran bahwa penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan
berbagai gejala yang memberikan makna dan informasi scsuai konteks
dan tujuan penelitian melalui pengumpulan data. Pengumpulan data
tersebut dilakukan pada latar alamiah dengan peneliti sebagai instrumen
utama dalam pengumpulan data. Sejalan dengan pemfokusan dan latar
alaminya yang berwujud aktivitas di dalam kelas, rancangan penelitian
tindakan yang diterapkan adalah penelitian tindakan kelas classroom
action reserch).
Berdasarkan pendekatan dan rancangan PTK yang akan
diterapkan, prosedur dan langkah-langkah penelitian ini mengikuti
prinsip-prinsip dasar penelitian tindakan. Oleh karena itu, model
rancangan penelitian tindakan kelas yang akan digunakan adalah model
spirail-bersiklus sebagaimana dikemukakan Lewin dan dikembangkan
oleh kemmis dan Elliot (Elliot, 1991:71). Secara umum model siklus ini
meliputi (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan,
(4) analisis dan refleksi.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
223
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 8 SMP Negeri 2
Kaliorang. Seluruh siswa akan dikenai tindakan karena penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang mengikuti alur pembelajaran
sebenarnva. Pertimbangan pemilihan kelas 8 sebagai sumber data
penelitian karena kelas 8 merupakan kelas peneliti dalam melaksanakan
tugas sehari-hari dan di kelas ini terdapat masalah tersebut. Selain itu,
kelas 8 SMP merupakan kelas tengah, dengan siswa yang telah dapat
herpikir secara logis dan abstrak serta telah mempunyai dasar
pengetahuan awal tentang keterampilan menulis yang dipelajari di kelas
7. Pengetahuan awal tersebut, misalnya bentuk paragraf, pola-pola
kalimat, dan penggunaan ejaan atau pungtuasi.
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang ingin diperoleh adalah data tentang proses kegiatan
dan data tentang hasil kegiatan menulis jurnal. Data-data itu meliputi (1 )
data awal tentang kemampuan keterampilan menulis paragraf siswa (2)
data pokok tentang upaya peningkatan keterampilan menulis paragraf
melalui tindakan pemahaman konsep dan pemodelan kegiatan menulis
jurnal. (3) data pokok tentang upaya peningkatan keterampilan menulis
paragraf melalui tindakan pelaksanaan dan pembiasaan kegiatan menulis
jurna1, (4) data pokok tentang upaya peningkatan keterampilan menulis
paragraf melalui tindakan penilaian autentik dengan memanfaatkan
tutisantulisan dalam jurnal siswa, serta data pendukung tentang
perkembangan keterampilan menulis siswa setelah tindakan. Untuk
memperoleh data penelitian, teknik pengumpulan data yang akan
digunakan adalah wawancara, pengamatan, pendokumentasian. dan
pemberian tes menulis. Sesuai dengan (karakteristik penelitian kualitatif,
dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama
pengumpulan data. Data-data tersebut berupa transkrip wawancara dan
rekaman kegiatan belajar, catatan lapangan dokumentasi hasil tulisan
siswa dan hasil tes Menulis.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan dasar
analisis data model alir yang terdiri atas tiga tahapan yaitu (1)
mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik kesimpulan dan
memverifikasi. Analisis data tersebut dilakukan selama dan sesudah
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
224
penelitian, mulai dari tahap perencanaan kegiatan, pelaksanaan. Hingga
refleksi kegiatan.
Prosedur Tindakan
Perencanaan yang dibuat, disesuaikan dengan satuan program
semester yang telah disusun oleh guru mata pelajaran, sehingga
pelaksaaaan penelitian ini tetap berjalan sesuai alur progam
pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia sebagaimana mestinya.
kegiatan menulis jurnal dalam penelitian ini menjadi kegiatan suplemen
vang terintegrasi dalam pembeiajaran pokok. Pelaksanaan setiap siklus
terdiri atas tiga tindakan pokok. Adapun ketiga tindakan pokok tersebut
adalah (1 ) pemahaman dan pemodelan. (2) Pelaksanaan dan pembiasaan
kegiatan menulis jurnal, dan (3} pelaksanaan penilaian autentik melalui
jurnal. Dalam tiap siklus, tindakan pertama dilaksanakan dengan alokasi
waktu dua kali pertemuan jam pelajaran. Tindakan kedua dilakukan
terinteigrasi dalam tiap jam pelajaran bahasa Indonesia selama empat
kali pertemuan, guru menyediakan waktu sepuluh sampai dengan lima
belas menit di menit awal atau di akhir pelajaran untuk menulis.
Penelitian dilakukan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari
kegiatan perencanaan, pengamatan, analisis temuan, dan refleksi
tindakan. Dalam tiap siklusnya dilakukan tiga pokok pembelajaran.
Ketiga pokok pembelajaran itu adalah (1) kegiatan pemahaman konsep
dan pemodelan kegiatan menulis jurnal, (2) pelaksanaan dan pembiasan
menulis jurnal, dan (3) penilaian autentik dengan memanfaatkan tulisan
dalam jurnal siswa.
Pada siklus I kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ada 6
langkah pokok. Keenam langkah pokok itu adalah ( 1 ) menyediakan
waktu di awal pembelajaran untuk menulis, (2) meminta siswa menulis
secara bebas tentang gagasan. Perasaan, atau berbagai hal yang
dialaminya, (3) membantu memunculkan gagasan siswa melalui kegitan
tanya jawab, (4) memantau dan membimbing siswa saat menulis. (5)
memberi penguatan tiap kali pertermuan, dan (6) mengumpulkan
kembali buku jurnal yang telah ditulis untuk diberi respon
Pada siklus II langkah-langkah pembalajaran tersebut tetap sama,
tetapi lebih bervariasi dibanding langkah-langkah pembelajaran pada
siklus I. Pada pertemuan pertama, guru meminta Siswa untuk menulis
tentang kegiatan kesehariannya, perasaan, pengalaman yang dialaminya,
gagasan, atau tanggapannya tentang sesuatu. Pada pertemuan kedua,
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
225
guru memancing gagasan siswa untuk menulis dengan berandai-andai
melalui kegiatan tanya-jawab.
Pada siklus ke III langkah-langkah pembelajaran juga diperbaiki
kembali berdasarkan hasil refleks siklus II. Pada kegiatan menulis
pertama. siswa tetap akan diminta menulis bebas tentang hal-hal yang
berkaitan dengan perasaan atau pengalamannya. Namun pada pertemuan
kedua guru meminta siswa menuliskan tanggapannya tentang proses
pembejajaran yang diikutinya, sehingga kegiatan menulis jurnal
dilakukan di pengujung jam pelajaran
HASIL PENELITIAN
Dalam tiap siklus penilaian autentik tulisan Jurnal siswa
dilakukan oleh Guru dan siswa. Kegiatan penilaian oleh siswa akan
dilakukan dua kali. Penilaian pertama. berupa penilaian diri sendiri
dilakukan setelah kegiatan tertulis kesatu dan kedua. Penilaian kedua
berupa penilaian rekan sejawat dilakukan telah kegiatan menulis ketua
dan keempat.
Hasil Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Siswa
Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan bahwa dengan
pembiasaan menulis jurnal secara berkelanjutan, siswa menjadi terbiasa
menulis paragraf dan keterampilan menulis paragrafnya pun meningkat.
Indikator peningkatan keterampilan menulis paragraf tersebut dapat
dilihat dari tiga hal yaitu (1) kuantitas gagasan yang dihasilkan, (2)
kualitas paragraf: dan aktivitas dan motivasi siswa. Peningkatan pertama
terlihat dari jumlah gagasan dan pilihan topik. Jumlah gagasan yang
ditulis bertambah banyak serta memperlihatkan cara pemalu yang
beragam, tidak datemukan lagi paragraf yang hanya terdiri dari satu
kalimat. Peningkatan tersebut terjadi pada tiap siklus tindakan. Hal
tersebut secara lebih jelas dapat terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Gagasan dalam Tulisan Tiap Siklus
Siklus Paragraf Kalimat
Jumlah Rata-Rata Jumlah Rata-rata
Siklus I 97 10,4 431 47,8
Siklus II 120 13,3 554 61,6
Siklus III 132 14,7 606 67,3
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
226
Kualitas paragraf yang dihasilkan memperlihatkan peningkatan.
Peningkatan kualitas tersebut mencakup aspek pengembangan topik,
pengorganissia gagasan, penggunaan pilihan kata, tata bahasa, serta
ejaan dan tanda baca yang secara bertahap semakin baik. Secara lebih
jelas, hal tersebut tergambar dalam tabel berikut :
Tabel 3. Nilai Dan Kualifikasi Kualitas Tulisan Per Siklus
Siklus I Siklus II Siklus III
Rata-Rata Kualifikasi Rata-Rata Kualifikasi Rata-Rata Kualifikasi
2,3 Cukup 3,1 Baik 3,4 Baik
Dari tabel di atas dapat dijelaskan siklus I kualitas paragraf siswa
rata-rata berkualitas cukup, cukup maka pada siklus II dan III meningkat
menjadi baik. Dengan kata lain, paragraf yang ditulis siswa umumnya
telah memiliki gagasan utama dan gagasan pengembang yang jelas.
Gagasan-gagasan itu dikembangkan secara logis dengan
pengorganisasian yang baik. Struktur kalimat dan peralihan antar
gagasan dalam paragraf sudah memperlihatkan keefektifan, hal tersebut
teriihat dari sedikitnya kesalahan dalam penggunaan konjungsi. Kosa-
kata yang digunakan juga cukup tepat dan dapat mewakiii gagasan yang
dikemukakan.
Keantusiasan, aktivitas, dan motovasi siswa untuk menulis yang
semakin meningkat. Hal itu ditandai dengan kemauan siswa membuat
buram tulisannya di rumah, walaupun tanpa penugasan dari guru. Siswa
cepat menulis di kelas karena umumnya mereka telah memiliki buram
yang dibuat di rumah. Siswa juga terbangkitkan motivasi untuk melukis
karena merasa tidak mendapat beban tugas yang berat. Tabel berikut
menunjukkan perilaku siswa dalam belajar selama siklus penelitian.
Tabel 5. Persentase Keaktifan Siswa Selama Pelaksanaan Tindakan
Indikator Siklus I Siklus II Siklus II
Siswa sangat aktif menulis tiap kegiatan
Siswa aktif menulis tiap kegiatan
Siswa kurang aktif menulis
Siswa pasif
2 (8%)
9 (36%)
8 (32%)
6 (24%)
4 (24%)
12 (48%)
4 (16%)
3 (12%)
8 (32%)
14 (66%)
3 (12%)
-
Jumlah 25
(100%)
25
(100%)
25
(100%)
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
227
Dari tabel di atas terlihat terjadi peningkatan aktivitas siswa
selama pelaksanaan tindakan. Pada siklus I masih banyak siswa yang
belum atau kurang aktif untuk menulis. Namun, pada siklus II dan III
jumlah siswa yang aktif dan sangat aktif menulis terus meningkat.
Bahkan, pada akhir siklus III tidak terlihat siswa yang pasif atau tidak
menulis jurnalnya.
KESIMPULAN
Penerapan kegiatan menulis jurnal ini dapat memberikan
kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk mengekspresikan gagasan
secara tertulis. Siswa semakin mudah dan terbiasa menemukan berbagai
bahan atau gagasan yang dapat ditulisnya. Penerapan autentik oleh siswa
maupun guru dengan memanfaatkan hasil tulisan jurnal siswa juga dapat
memberi pengaruh yang besar terhadap peningkatan keterampilan
menulis paragraf siswa. Dengan menilai hasil tulisannya sendiri maupun
hasil tulisan teman; siswa dapat mengkonstruksi dan menemukan sendiri
pengetahuannya.
SARAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, penulis
mengemukakan saran-saran berikut : Bagi guru bahasa Indonesia
maupun guru mata pelajaran lain disarankan kegiatan menulis jurnal ini
dapat terus diterapkan dan diintegrasikan dalam pembeiajaran karena
selain memberikan gambaran tentang perkembangan keterampilan
menulis jurnal juga memberikan gambaran tentang berbagai persoalan
yang berkaitan dengan hasil belajar dan perkembangan psikologi siswa.
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
tindakan serupa disarankan untuk melakukannya dalam konteks tataran
program studi atau mata pelajaran lain karena menulis rnerupakan proses
kognitif dan afektif yang mencakup berbagai bidang.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan (Action Research). Bahan
Pelatihan Jakarta: Dikdasmen Depdikbud.
Capacchione. L. 1989. The Creative Journal For Children: A Guide for
Parents, Teacher, and Counselors. Boston: Shambala.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
228
Eanes, R. 1997. Content Area Literacy: Teaching Today’s and
Tomorrow. New York: Delmar Publisher.
Elliot, J. 1991. AN. Action Reseach for Educational Change.
Buckingham: Open University Press.
Hammond, L.D. dan Snyde, J.D.2001. Authentic Assesment of Reaching
Indonesia Context, U.S. Departemen Education (online),
(http:www.Contextual.org/abs2.htm., diakses 29 Oktober
2001 oleh Darmono).
Laonhardt, M.2001. 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah
Menulis. Terjemahan oleh Eva Y. Nukman. 2001. Bandung
Kaifa.
Nurhadi & Senduk, A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang.
O’Malley, J.M. & Piece, L.V. 1996. Authentic Assessment for Ennglish
Language Learners: Practical Approaches For Teachers.
Virginia: Addison-Wesley.
Puhl, C. 1997. Develop, Not Judge: Continuous Assesment in the ESL
Classroom. English Teaching Forum, April 1997, pp 2-9.
Saukah, A. 1999. Prinsip Dasar Penilaian Pendidikan Bahasa. Bahasa
dan Seni. Tahun 27, Nomor 1, Pebruari 1999, Hal; 19- 33.
Saukah, Ali. 2001. The Teaching Writing and Grammar. Bahasa dan
Seni. Tahun 28, Nomor 2, Agustus 2000, Hal. 191-199.
Suparno, 2001. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan
Kontekstual. Makalah disajikan pada Simposium di Wisma
Jaya, Bogor. Direktorat SLTP, Dirjen Dikdasmen.
November, 2001.
Suyanto, K.E. 2002. Authentic Assesment (Penilaian Otentik) dalam
Pembelajaran Bahasa. Materi Pelatihan Calon Pelatih
Pembelajaran Kontekstual Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Guru SLT di Malang. Direktorat SLTP, Depdiknas. 2002.
Tompkins, G.E & Hoskisson, K. 1991. Language Arts : Content and
Teaching Strategis. New York: Macmillan.
Tompskin, G.E. 1994. Teaching Writing Balancing Process and
Product. New York: Macmillan.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
229
A STUDY OF TEACHER TALK AT A PRIVATE ELEMENTARY
SCHOOL IN MALANG
Anik Yusanti
Guru SD Negeri 001 Teluk Pandan
Abstract
This is a descriptive qualitative study which was taken from
the researcher’s idea to know more about teacher’s
utterances in the English classroom interaction of
Elementary school. The researcher focused on teacher’s
initiation and feedback in the English classroom
interaction at a private elementary school in Malang. This
study was held to know how the initiation and feedback
were used and given in classroom interaction and to
introduce the reader about the effective strategy that must
be used in teaching English. The result of this study showed
that in initiation, the researcher found three kinds of
initiation which was used by the teacher such as:
Questioning, instructing and informing. Display questions
dominated in the classroom interaction. It happened
because the teacher always wanted to measure her
students’ comprehension about the material she had
explained. In instructing, the teacher usually used
prohibition, command and direction. In giving directions
like commands the teacher put some informing utterances
in it just like in questioning as well. Feedback results from
this study found that the teacher rarely used discoursal
function and reformulation feature, because she often used
understandable utterances to give the feedback. Regarding
the effective features, the teacher often used repetition
feature in her utterances. In conclusion, the teacher’s role
in giving initiation and feedback is essentially needed to
engage the students to involved in classroom interaction
and make them able to think creatively.
Keyword : Teacher Talk, Classroom Interaction, Initiation,
Feedback.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
230
INTRODUCTION
This research studies about teacher talk in private elementary
school in Malang. Malang was chosen as it has qualified schools, good
educational environment and also good teachers’ competence in
teaching. Here, the researcher wants to employ teacher talk as the
discussion especially in initiation and feedback, without neglecting the
role of students’ response. Richard and Weber (1985) in Shinde and
Karekatti (2010) stated that teacher talk as a typical variety of language
sometimes used by teachers when they are in the process of teaching.
Ellis (2008:794) stated that “L2 teacher talk can be viewed as a special
register, analogous to foreigner talk”. This study has the function to
describe its phonological, lexical, grammatical and discoursal properties.
Specifically, this study has research questions as follows: 1) How is the
initiation used by the English teacher in classroom interaction at a
private elementary school in Malang? (2) How is the feedback given by
the English teacher in classroom interaction at a private elementary
school in Malang? Based on those research questions, this study aimed
to
Related to the function above, study of teacher talk here as
discoursal properties can become stimuli for the student to use the target
language. Discoursal properties means that teacher talk as conversational
instrument can be used to give a stimulus for students to use target
language. Problems arise because of lack understanding from the teacher
about teacher talk. The researcher may see that teacher talk in English
classrooms is regarded as one special variety of the English language,
especially in elementary school, so it has its own specific features which
other varieties do not share. Based on previous studies, the study about
feedback and initiation are always interesting to be discussed. Yanfen
and Yuqin (2010) stated that initiation and follow up are as the
interactiont needs to be known well.
When initiating an interaction, their study found invitation,
question and direction had used in some ways on preference between
teachers and students. Setiawati (2012) dicussed about constructive
teacher talk, revealing the suitable amount and the students’ perception
of teacher talk. She found that reducing teacher talk could make the class
more motivating, interesting and chalenging. Another was conducted by
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
231
Fauziah (2009) who found the ways to overcome the problems by giving
simple question, giving easy talk, and approaching students.
Setiawati’s study (2012) found that constructive teacher talk
emerged by reducing teacher talk which could make the class more
motivating, interesting and challenging. The frequency of display and
referential question and also the ways of the teacher of giving feedback
were discussed as the result, the amount of teacher talk could create
different classroom condition. Moreover, in Yanfen and Yuqin (2010),
the result stated that teacher talk plays an important role in provoking
interaction in the class. Teacher should understand the efficient language
to make interactive activities. Here, positive comments and
encouragement to the students should be employed well.
Here, the researcher may choose some aspects to be studied in
the teacher talk in English classroom from elementary level. The context
of this study is related to the kind of initiation used, the functions and
strategy of effective feedback in English classroom interaction at a
private elementary school in Malang. In this way, the teacher must be
able to use communicative talk to the students in order to deliver the
subject well. The researcher will make detail about the description of
teacher talk used by English teacher in classroom interaction of private
elementary school in Malang, how the teacher used initiation and
feedback in the classroom interaction.
METHODOLOGY
This proposed study uses descriptive qualitative research design.
Reichadt and Cook (1979) in Chaudron (1988:16) stated that there are
the typical contrasting atribute between qualitative and quantitative
paradigm. They said that qualitative paradigm involves naturalistic,
uncontrolled, subjective, process-oriented observation, while
quantitative paradigm is obtrusive, controlled, objective, and product-
oriented. Based on that theory, this study employed qualitative paradigm
because the researcher studied about the teacher’s natural behaviour in
classroom interaction.
In this study, the researcher applied qualitative research design
by using classroom observation and analyze the result from the
observation to answer the research problem. In Savenye & Robinson
(2004:1046) stated that qualitative research methods typically include
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
232
interviews and observations but may also include case studies, surveys,
and historical and document analyses.
The researcher focused on two features about teacher talk,
namely initiation and feedback. This study explored deeply about
initiation and feedback in elementary English classroom interaction. In
initiation, the researcher paid attention on how teacher informs, instructs
and asks question (referential and display) to the students. Regarding
the feedback dimension, the researcher took in this study how the
teacher deal with reformulation, elaboration, comment, repetition and
responsiveness.
The subject of this study was an English teacher who
implemented English talks as a media of communication to the students
in classroom interaction at a private elementary school in Malang. The
subject here was a female teacher, because the researcher wanted to get
equal background of gender as her. She has good basic in English from
the local university in Malang. She had been teaching English in
Elementary since 2008. She teaches fourth and fifith grade in this
school. Her competence in teaching English is very good, it can be
shown by her background of her study, the workshop about teaching she
had followed and applied in her teaching, and the responsibility in
holding the English school organization in this school.
In this research, the setting that used was an elementary school
from 4th grade students. The school is a Private Elementary School in
Malang which has Islamic based learning. This school has the way to
teach the students in interesting atmosphere and in every activities
between teacher and students in learning usually do in interesting way
based on the grade of the students. So the researcher wanted to know
more about the teacher talk used in English classroom interaction in the
4th grade, how the teacher gives initiation and gives the feedback to the
students because in state elementary school, the English started from the
fourth grade.
The data was taken from utterances in teaching and learning
activities done by the English teacher in 4th grade at a private
elementary school in Malang. The source of the data was taken from the
English teacher who teaches and communicate with the students. The
data involved the teacher's verbal behaviour that taken from the teacher
while delivering the material to the students. An audio recorder was used
by the researcher to record the teacher talk and then making the
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
233
transcription of it to analyze the teacher’s utterances. The teacher’s
privacy and confidentiality is taken with special care into the researcher
account. All data collected is remain confidential and anonymous. Data
were collected by conducting three time observations. The first
observation was held on April 11th, the second was April 25th and the
last was on May 30th 2013. The English material is teached once a
week, every Thursday with the duration 60 minutes of 70 minutes
existed.
The observations were done to find what happens in the
classroom from the teacher-students interaction. In doing this, the
researcher records activities in the classroom and makes some field notes
without influencing teaching and learning process. The recording was
done to take verbal data from teacher communication with the students
and field notes were done to take non verbal data from the teacher. After
the verbal and non verbal data were taken from three time observations,
the researcher analyzed it to get the answer of two research questions.
Because of the same result from the first and second data, the researcher
decided not to transcribe and analyze the third data. Some document
such as teaching materials and lesson plans were also used to complete
the data.
Moreover, the researcher were using field notes that is needed to
analyze the data from the observation which cannot be recorded. The
other was audio recorder that was used to record teacher and students
interaction in the classroom. The researcher had taken three recorded
data that was taken from three different weeks. Besides, the lesson plan
also important to be used in analayzing the data based on the lesson
planned. The last is camera digital to capture the activities in the
classroom.
The instrument of this study is the researcher. The researcher as
instrument accentuates the distinctive function of the researcher’s
knowledge, perspective, and subjectivity in data acquisition (Barret,
2007:418). The data from observation recorded, transcribed and they
were analyzed. Transcription is a representational process. Green Et al.
(1997, p.173) in Davidson (2009:37) stated: what is represented in the
transcript (e.g., talk, time, nonverbal actions, speaker/hearer
relationships, physical orientation, multiple languages, translations);
who is representing whom, in what ways, for what purpose, and with
what outcome; and how analysis position themselves and their
participants in their representations of form, content, and action.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
234
The data was carried out through sorting out similar information,
categorizing the information and interpreting the data. And then the data
was interpreted to answer research question. According to Miles and
Huberman (1994:10) in data analysis there are three components such
as: data reduction, data display, and conclussion drawing and
verivication. In data reduction, the data was sorted out by selecting,
focusing, abstracting, and transforming the data that appear in
transcription and written up field notes or transcription (Miles and
Huberman, 1994:10). The researcher made some symbols as written
above to make the clear utterances within teacher and students and also
make the right classification related to teacher’s initiation and feedback.
FINDINGS AND DISCUSSION
The Teacher’s Initiation in the Classroom Interaction.
Initiation; Questioning; In terms of giving question, the teacher
often used display question and referential question. This study showed
that in questioning, the teacher was using very simple vocabulary and
easy to be comprehended by the students who always hear about some
simple vocabulary from the teacher. She also used translation in her
utterances.
The teacher tried to build good communication with the students,
it is indicated by saying “How are you today?”. The students responded
it well because the teacher uttered those kind of questioning almost in
every meeting. She delivered that initiation also to ask about the
homework she gave in the last meeting. She checked the homework to
the most naughty and hyperctive student but he is very fluent in English.
Here, the tacher also aksed for his reason why he did it in a paper. From
those utterances above, the researcher classified the referential questions
in this following table 1.
Table 1. Data Analysis (1) Referential Questions
Referential
Question
T: Ok. How are you today?
T: Rafli have you do your
homework?
T: Ok. Why in the paper?
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
235
The other example of initiation in questioning is from the teacher
made referential question that was not answered, the word “really?” is
such referential question to make sure about the previous response of the
student. In the last initiation she asked her students by using short
utterances such as “oh...finish? Who is? Fadel” but here the students still
could comprehend well her utterances because these terms she uttered
often used in this classroom activity, besides her tones in that phrase was
easy to comprehend. From this following table classified about the
questions:
Table 2. Data Analysis (1) Referential Question
Referential
Question
T: Really?
T: Who still not submit the homewrok today?
T: Is there?
T: Anyone of you?
T: Alung, have you do?
T: Who is? Fadel?
The teacher asked students’ comprehension in “easy or difficult
to you?” and their response seemed unrellated with teacher’s initiation.
To correct students’ mistake in responding, the teacher used another
initiation in “lha kok gak nyambung sih mas?”. That was kind of
referential question to made correction. In this extract, teacher needed to
give ssome correction of students’ response because the students’ have
to know that they had made mistake in their response. The referential
questions from extract can be seen in this following classification table.
Table 3. Data analysis (1) Referential Question
Referential
Question
T: Easy or difficult to you?
T: No no no easy or difficult?
T: Lah kok gak nyambung sih
mas?
In this classroom interaction the teacher only delivered
referential question in the begining and the end of the study in the
classroom. This custom always appear in every teaching and learning
process in this classroom. This types of questions mostly same with the
second observations about referential questions. The teacher used it in
the begining of the teaching learning activity and she also usually used
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
236
this type of question to know students’ comprehension. The point in this
type of question, the teacher could deliver well the message to the
students and she could get the information that she wanted to know
about her students to make good conducive classroom interaction.
Display Question
In this part of discussion take the dominant role in the classroom
interaction. Display question that is delivered to the students has fixed
answer that can be useful to measure students’ ability in attaining the
material given. From this question, it is known that the teacher had
delivered the material about that and she tried to remind the students
about material given. From the students’ response the teacher known
that they still remembered about the past lessons and she asked deeper
about its meaning and function.
When teacher asked about the meaning in “What is the maning
of ini? Which one?” she tried to elaborate students mind about the
material and in “ok, the meaning of this and these is? Apa?” she repeated
almost the same display question to make students more comprehend
about her explanations. In asking about the function, she asked “Ok guys
what is the function of this?” that sentence made the students paid
attention to what would the teacher explain about, and it made the
students focused on the explanation.
Table 4. (Data analysis 1) Display Question
Display
Question
T: Ok, do you still remember about this, these, that and
those?
T: What is the maning of ini? Which one?
T: Ok, the meaning of this and these is? Apa?
T: Ok guys what is the function of this?
T: Why we use this?
T: Why we use the to be is? Why? How about they?
From the findings shown that display question mostly took
dominant utterances. In the beginning of the teaching learning activity
the teacher reflected the past lesson while in the process of teaching and
learning, she uttered display question related to the lesson given. The
teacher moved from another topic from positive sentence of this, these,
that and those to the interogative sentences by using display question
both in Indonesia and English, but she prefered to make utterances in
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
237
Indonesia rather than in English because just like to this utterance “how
if we change this sentence, this sentence into question?”. The other
initiation in form of display question always used many examples from
things in the classroom like the utterance “This is a table” and “Is this a
table?”. The classification data was in the following table:
Table 5. (Data analysis 1) Display Question
Display
question
T: Sekarang bagaimana kalau kita rubah...how if we
change this sentence into question? Caranya bagaimana?
T: Bagaimana caranya?
T: To be nya dari “this is a table” itu mana? To be nya itu
mana? To be nya yang mana?
T: So we change into the question seperti ini: Is this a
table? Artinya apa? Apakah ini sebuah meja? Is this a
table?
T: Bagaimana?
T: Are these tables?
Discussion
Teacher’s initiation in the Classroom Interaction.
Based on data displayed and data analyzed above, the usage of
initiation in classroom interaction in this classroom consisted of the three
parts of initiation such as: Questioning, instructing and informing.
Chaudron (1988:126) stated that In questioning, the teacher’s question
constitute a primary means of engaging learners’ attention, promoting
verbal responses and evaluating learners’ progress. In questioning the
teacher used both referential and display question. This readiness could
make good classroom interaction, because as stated by Alwright
(1984:156) in Ellis’ book (2008:775) that everything happened in the
classroom was through the process of live person to person interaction.
Here, the teacher made her students ready in learning their lesson and
made the situations very comfortable.
While delivering the initiation in instruction, the teacher initiated
the students in form of prohibition, command and direction. Most of the
teacher’s utterances in the classroom interaction were in form of
command. While prohibition and direction delivered infrequently,
whereas in Sinclair and Brazil (1982:75) stated that in directives there is
an action specified and the approriate response devided into two, they
are acknowledgement and activity. Yanfen and Yuqin (2010:80) as
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
238
written in the second chapter stated that instruction in form of directing
is an authoritative direction that have to be obeyed. Authoritative is a
part of third type in adult control, the outcome of high warmth and high
control. That type of adult control was stated by Engleheart (2009) as the
discussion in chapter two.
Teacher’s Feedback in the Classroom Interaction.
The researcher described the feedback given in this classroom
interaction in forms of feedback function and the effective strategy in
delivering the feedbacks. These terms stated in Cullen’s explanation
(2002) about F-move in his research. The researcher also explained
about the usage of discoursal function which rarely used in teacher’s
utterances. According to Cullen (2002), discoursal feedback was such
kind of giving attention to the whole class of individual response,
teacher tried to retell individual response to the whole class with another
acceptable utterance.
The other discussion about feedback analysis, the researcher
found that effective strategy of delivering feedback in this classroom
seemed quite dominated only by repetition. In Cullen (2002) this is
repetitive feedback of students contributions, sometimes derogatorily
described as echoing. It used in a number of ways in the teacher’s
utterances of this classroom. Comments used rarely in teacher’s
utterances. These comments can be seen on extract 4.24 as the reflection
of surprise. The other comment could be seen in the classification of the
data displayed.
The most rarely strategy used in the feedback was reformulation.
This form very seldom seen in the three data of observation. It caused by
the teacher who always used literal language in delivering her material.
She used some simple utterances in her talk in order to get easy
understanding in students’ perception. Reformulation from Edward and
Mercer (1987) in Cullen (2002:124-125) explained that it is the
teacher’s way to repair students’ contribution. In this classroom
interaction, the teacher very rare to reformulate students’ contribution.
After formulating the findings and discussions, the researcher
could take the last finding that in general the discoursal function and
reformulation feedback only could be seen slightly in the teacher’s
utterances. This happened because the teacher always used clear literal
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
239
utterances to respond students’ contribution, so she did not need to make
any other explanation to be explained to the students.
CONCLUSION AND SUGGESTION
For the conclussion it can be found that the initiation used by the
teacher varried based on her utterances such as in terms of questioning,
instructing and informing. In the questioning, teacher used few of
referential questions, only in the begining of the teaching learning
activity and she often used display question. In giving feedback, teacher
mostly used evaluatif function and less discoursal feedback function.
From the data analyzed can be shown that teacher gave more attention to
give evaluation to the students rather than give them some discoursal
patterns to the students. Whereas about the strategy in delivering
feedback, she gave the feedback well with full stressed utterances used
in repetition to distinct the students’ response. The repetition here
sometime consist of corrective utterances which made students’
understand their fault in responding. While in comment and elaboration,
the teacher used praise and clarification which could be the support of
the students to compete with their friends in the classroom. In this
classroom interaction, teacher still took dominant role in classroom
interaction and students only responded her initiation and feedback in
short response.
Suggestions
The researcher suggests that teacher took dominant role in the
classroom interaction will make classroom are not effective and make
the students very depend on the teacher’s answer. The usage of
discoursal function and also the reformulation strategy need to be
increase to make students exploration of the teacher’s feedback become
eagerly to be known. The researcher also suggested to the readers to
explore more information about the IRF exchange in the classroom in
order to know more about the effective features especially in identifying
responsiveness, because by knowing this feature, the teacher could be
better in teaching. As the teacher, if we have greater understanding about
this IRF exchange, we will have ability to train and develop ourself in
teaching our students in the classroom. The other suggestion is for
further researcher who could develop this study deeply. Especially about
the feedback in the classroom interaction of higher level of education.
(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)
240
REFERENCES
Barret, J. R. The Researcher as Instrument: Learning to Conduct
Qualitative Research Through Analyzing and Interpreting a
Choral Rehearsal. Music Education Research Vol. 9, No. 3,
November 2007, pp. 417_433. Routledge.
Bearne, E., H. Donbey, and T. Grainger. 2003. Classroom Interaction in
Literacy. Open University Press. New York.
Bogdan, R. C. and S. K. Biklen. 1992. Qualitative research for
education: An introduction to theory and methods 2nd
Edition. Boston, MA: Allyn and Bacon.
Chaudron, C. 1988. Second Language Classroom: Research on
Teaching and Learning. Cambridge: Cambridge University
Press. New York.
Cullen, R. 1998. Teacher Talk and the Classroom Context. ELT Journal
Volume 52/3 July. Oxford University Press. Oxford.
Eccles, J. S. 1999. The Development of Children Ages 6 to 14. The
Future of Children: When School is Out, Vol.9 No.2.
Michigan University.
Edwards, N. and N. Mercer. 1987. Common Knowledge: the
development of understanding in the classroom. London:
Methuen.
Ellis, R. 2008. The Study of Second Language Acquisition. 2nd Edition.
Oxford University. New York.
Ellis, R. 1985. Understanding Second Language Acquisition. Shanghai:
Shanghai
Foreign Language Education Press.
Englehart, J. M. 2009. International Handbook of Research on Teacher
and Teaching: Teacher – Student interaction. Springer. New
York.
Persyaratan Pemuatan Naskah Untuk
1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik spasi dua pada kertas A4, panjang 10-20 halaman, dan diserahkan paling lambat 1 bulan sebelum tanggal penerbitan dalam bentuk ketikan pada MS Word dan print-outnya.
2. Artikel ditulis dalam Bahasa lndonesia/lnggris, dilengkapi Abstrak (50-70 kata). 3. Artikel (hasil penelitian) memuat:
Judul Nama Penulis Identitas Penulis (jabatan), Alamat email, dan Nomor HP/WA Abstrak dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris Kata-kata kunci Pendahuluan(memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan masalah/tujuan penelitian). Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).
4. Artikel (kajian teoretik, setara hasil penelitian) memuat Judul Nama Penulis Identitas Penulis/Alamat email / Nomor HP Abstrak dalam Bahasa lndonesia dan Bahasa lnggris Kata-kata kunci Pendahuluan Subjudul Subjudul sesuai kebutuhan Subjudul Penutup (Kesimpulan dan Saran) DaftarPustaka(berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).
5. Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis: Gagne, ILM., 1974. Essential of Learning and Instruction. New York: Halt Rinehart and
Winston. Popkewitz, T.S., 1994. Profesionalization in teaching and teacher education: some
notes on its history, ideology, and potentia?. Journalof Teaching and Teacher Education, 10 (10): 1-14.
6. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi pelanggan, minimal selama satu tahun.