Download - BUDAYA ORGANISASI BPN
BUDAYA ORGANISASIBADAN PERTANAHAN
NASIONAL RI
Disusun Oleh:
Arli Buchari
Bambang Irjanto
Darsini
Dwi Candra K.
Hanny
Ika Arsianti Dewi
Iwan Setiawan
Rahmadeny P.
Saeful Zafar
Sri Martini
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Presiden No.10
Tahun 2006, Badan Pertanahan Nasional
(BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden dan
dipimpin oleh Kepala. BPN melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang pertanahan
secara nasional, regional, dan sektoral. Dalam
Rencana Strategi 2004-2009, BPN melakukan
penyempurnaan yang berorientasi politik dan
kebijakan pertanahan dengan tujuan utama
peningkatan kesejahteraan rakyat serta
penciptaan struktur sosial dan tatanan politik
nasional yang lebih kokoh di masa depan.
Penyelenggaraan bidang pertanahan
dapat dipandang sebagai penyelenggaraan
administrasi pemerintahan yang berkaitan
dengan organisasi publik yang memerlukan
kepemerintahan yang baik (good governance).
Konsep kepemerintahan yang baik (good
governance) merupakan isu pokok dewasa ini
dalam pengelolalaan administrasi publik untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat. Ditinjau dari aspek fungsional,
good governance menunjukkan apakah
pemerintah telah berfungsi secara efektif dan
efisien dalam upaya mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yaitu menyelenggarakan
pemerintahan, mengatur ketertiban umum dan
keamanan serta mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Saat ini kinerja pelayanan BPN banyak
mendapat sorotan dari masyarakat karena
kinerja pelayanan terhadap masyarakat
dianggap kurang baik. Hal tersebut merupakan
sebuah tantangan ke depan yang perlu
dihadapi serta berguna untuk menganalisa
kekuatan dan kelemahan BPN sendiri. BPN
perlu menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi agar tujuan yang
dikehendaki dapat tercapai secara optimal.
Dengan kata lain BPN perlu menyesuaikan
strategi dan mempersiapkan prasarana
organisasi dengan baik. Salah satu prasarana
utama yang perlu diperhatikan oleh BPN adalah
budaya organisasi, karena dengan budaya
organisasi yang baik kebijakan, strategi, dan
rencana instansi dapat dijalankan dengan baik
pula.
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 1
1.2. Sejarah Badan Pertanahan Nasional
Berdasarkan Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 55 Tahun 1955 Presiden
Republik Indonesia membentuk Kementerian
Agraria yang sederajat dengan kementerian lain
dan dipimpin oleh Menteri Agraria. Tugas
Kementerian Agraria dimaksud antara lain :
mempersiapkan pembentukkan perundang-
undangan agraria nasional, melaksanakan dan
mengawasi perundang-undangan agraria, serta
menyempurnakan kedudukan dan kepastian
hak tanah bagi rakyat.
Kemudian Kementerian Agraria
kewenangannya dipertegas dengan Keppres
Nomor 190 Tahun 1957 Tanggal 12 Desember
1957 untuk menjalankan segala usaha
menyempurnakan kedudukan dan kepastian
hak atas tanah melalui pendaftaran tanah.
Berdasarkan Keppres Nomor 190 Tahun
1957 tersebut Jawatan Pendaftaran Tanah
dialihkan dari Departemen Kehakiman ke
Kementerian Agraria sedangkan tugas dan
wewenang Jawatan Agraria beralih dari Menteri
Dalam Negeri ke Kementerian Agraria
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1958.
Berdasarkan Undang-undang No. 5
Tahun 1960, lapangan pekerjaan Kementerian
Agraria diperluas dengan kegiatan Land Reform
dan Land Use. Dengan kewenangan yang ada
diharapkan Kementrian Agraria dapat
mewujudkan tertib hukum, administrasi,
penggunaan tanah dan pemeliharaan tanah
serta terciptanya suatu lingkungan hidup yang
nyaman bersih dan terjamin keberadaan
sumber daya air bagi rakyat Indonesia. Namun
sesuatu hal yang ironis dengan tujuan yang
begitu besar perkembangan organisasi
Kementrian Agraria berkali-kali berubah mulai
dari tingkat Departemen, Direktorat, Dirjen
Agraria, Kementerian Negara Agraria/Badan
Pertanahan Nasional dan saat ini kembali
menjadi Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia sehingga harapan dan tujuan utama
untuk dibentuknya Kementrian Agraria pada
masa lalu masih jauh dari harapan.
1.3. Masalah dan Tujuan
1.3.1. Masalah
1. Bagaimana penerapan budaya organisasi di
BPN ?
2. Apa tipe budaya organisasi yang dominan
di BPN ?
1.3.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui penerapan budaya
organisasi di BPN.
2. Untuk mengetahui tipe budaya organisasi
yang dominan di BPN.
II. KERANGKA TEORI
Organisasi adalah kesatuan (entity)
sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasi, yang bekerja atas dasar
kontinyuitas untuk mencapai suatu tujuan
bersama atau sekelompok tujuan
(Robbins,1994). Sedangkan budaya organisasi
menurut Effendi (2005) adalah semua ciri yang
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2
menunjukkan kepribadian suatu organisasi :
keyakinan bersama, nilai-nilai dan perilaku-
perilaku yang dianut oleh semua anggota
organisasi. Menurut Mulyono (2003) dalam
bukunya “Budaya Korporat dan Keunggulan
Korporasi” mendefinisikan budaya organisasi
sebagai sistem nilai yang diyakini oleh semua
anggota organisasi, yang dipelajari, diterapkan
dan dikembangkan secara berkesinambungan,
berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat
dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Pandangan Davis (1984), budaya
organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-
nilai organisasional yang dipahami, dijiwai dan
dipraktekkan oleh organisasional sehingga pola
tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi
dasar berperilaku dalam organisasi. Sedangkan
Schein (1992) mendefinisikan budaya
organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-
asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau
dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu
dengan maksud agar organisasi belajar
mengatasi atau menanggulangi masalah-
masalah yang timbul sebagai akibat adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang sudah
berjalan cukup baik.
Analisis budaya organisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan model competing value
framework (Kim S. Cameroon & Robert E. Quinn,
1999). Secara sederhana model competing
value framework menghasilkan empat kuadran
budaya organisasi sebagai berikut:
Kuadran I:
Tipe budaya Adhokrasi, yaitu budaya organisasi
yang sangat dinamis, dijiwai semangat
kewiraswastaan dan semangat kreatifitas. Nilai
yang diutamakan adalah inovasi dan keberanian
mengambil resiko. Ikatan yang menyatukan
organisasi adalah komitmen terhadap
eksperimen dan inovasi dengan tujuan
pertumbuhan dan memperoleh sumberdaya
baru. Sukses diukur dengan perolehan produk
atau jasa baru yang inovatif.
Kuadran II
Tipe budaya market, yaitu suatu tipe budaya
organisasi yang memfungsikan diri sebagai
pasar dengan melakukan interaksi-interaksi
yang ditujukan untuk mencapai keuntungan
kompetitif. Konsep terpenting dalam tipe
budaya organisasi ini adalah ‘transaction cost”.
Dengan demikian budaya market adalah
budaya yang berorientasi pada hasil (result
oriented) dan nilai-nilai yang dianggap penting
adalah daya saing (competitiveness) dan
produktifitas. Tujuan jangka panjang organisasi
dengan pola budaya market ini adalah
melakukan tindakan-tindakan kompetitif dan
mencapai sasaran serta target-target yang
terukur. Sukses diukur dengan market share
atau penguasaan pasar.
Kuadran III
Tipe budaya hirarki, adalah budaya organisasi
yang bersifat formal dan terstruktur, di mana
segala sesuatu yang dilakukan adalah
berdasarkan prosedur-prosedur yang sudah
ditentukan. Nilai yang dianggap penting
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 3
adalah efesiensi dan kelancaran jalannya
organisasi yang diikat dengan aturan-aturan
kebijakan formal. Sukses diukur dari produk
yang dapat diandalkan, kelancaran jadwal dan
penghematan biaya.
Kuadran IV
Tipe budaya klan, yaitu suatu budaya yang
sangat menekankan pada keakraban dan
ikatan emosi untuk saling berbagi, sehingga
organisasi lebih menjadi sebuah keluarga
besar ketimbang entitas ekonom. Budaya klan
ini memiliki nilai utama yaitu kerjasama
teamwork, partisipasi dan konsensus.
Pemimpin organisasi diposisikan sebagai
pembimbing atau mentor bahkan sebagai figur
orang tua. Organisasi diikat oleh kekuatan
loyalitas dan tradisi, sedangkan sukses diartikan
sebagai kepekaan terhadap konsumen dan
perhatian yang manusiawi.
III. PEMBAHASAN
3.1. Penerapan Budaya Organisasi di BPN
Budaya organisasi dalam BPN mengacu
pada perwujudan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa. Oleh karena itu perlu dilakukan
penekanan pada pembangunan aparatur
negara melalui pelaksanaan reformasi birokrasi
yang berdasarkan pada prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (good governance),
yaitu antara lain keterbukaan dan transparansi,
akuntabilitas, efektif dan efisien, menjunjung
tinggi supremasi hukum, demokrasi, responsif,
dan membuka partisipasi masyarakat.
Penerapan budaya organisasi di BPN
adalah sebagai berikut :
3.1.1. Identitas Organisasi
Budaya organisasi merupakan suatu
pedoman perilaku bagi seluruh anggota
organisasi. Pedoman tersebut tertuang dalam:
a. Landasan Hukum
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA) merupakan penjabaran dari
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Esensi dari
Pasal 33 dan UUPA ini mengatur mengenai
sumber daya agraria dalam arti luas, yaitu
menyangkut bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Sumber daya agraria ini perlu
pengelolaan yang baik untuk bisa
menyejahterakan rakyat sebagaimana
mandat konstitusi. Dalam rangka
pengelolaan sumber daya tersebut, maka
perlu adanya lembaga yang kuat yang
mengatur pengelolaan sumber daya
agraria, sehingga peran BPN sebagai
lembaga pemerintah yang melaksanakan
pengelolaan pertanahan di Indonesia
menjadi sangat urgent keberadaannya.
BPN mempunyai tugas pemerintahan di
bidang pertanahan secara nasional,
regional dan sektoral.
b. Organisasi dan Tata Kerja
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
mengatur tentang Badan Pertanahan
Nasional. Pepres ini menguatkan
kelembagaan BPN sebagai lembaga
pemerintah yang diberi tugas dan
kewenangan di bidang pertanahan.
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 4
c. Struktur Organisai BPN
Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia dan Peraturan Kepala BPN
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN dan
Kantor Pertanahan.
d. Lambang Organisasi
Dalam Keputusan Kepala BPN No. 59
Tahun 2008 tentang Lambang Badan
Pertanahan Nasional RI ini, maka
ditetapkan mengenai lambang BPN RI yang
mana lambang tersebut bukan hanya
sekedar gambar saja, tetapi mempunyai
makna yang mendalam baik dari bentuk
gambar maupun warna yang dijadikan
dasar lambang BPN RI. Makna dari
lambang BPN RI yaitu BPN RI merupakan
lembaga yang melaksanakan UUPA yang
merupakan turunan langsung dari Pasal 33
ayat (3) UUD 1945 yang mana area
berkarya adalah unsur-unsur yang ada di
dalam bumi (tanah, air, dan udara) yang
bertujuan untuk kemakmuran, keadilan,
keberlanjutan, dan harmoni sosial. Di
samping itu BPN RI senantiasa
mengembangkan diri dan organisasi serta
strategi dan kebijakan pertanahan untuk
kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
e. Pakaian Dinas BPN
Pakaian Dinas merupakan bagian dari
identitas pegawai negeri sipil. Di BPN,
pengaturan mengenai seragam ini diatur
dalam Keputusan Kepala BPN No. 76
Tahun 2008 tentang Pakaian Dinas
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan BPN.
Tujuan dari kewajiban memakai pakaian
dinas ini yaitu meningkatkan disiplin,
wibawa, dan motivasi kerja pegawai serta
membangun kepercayaan publik.
f. Visi dan Misi BPN
Visi dan misi merupakan komitmen BPN,
yang menjadi kerangka acuan kerja di
bidang pertanahan.
g. Semboyan BPN
Semboyan BPN adalah: “Lihat ke depan,
lakukan sesuatu yang dibutuhkan, dipikirkan
dan dirasakan rakyat”.
h. Mars dan Hymne BPN
Lagu Mars dan Hymne BPN sebagai
identitas organisasi dan penyemangat
anggota organisasi untuk terus berkarya
bhakti, ditetapkan dengan Keputusan
Kepala BPN No. 15 Tahun 1992 tentang
Lagu Mars dan Hymne BPN.
Faktor Pendukung Identitas Organisasi
Semua indikator identitas organisasi telah
dibakukan dalam peraturan perundang-
undangan, sehingga mempunyai kekuatan
mengikat bagi seluruh anggota organisasi.
Faktor Kendala Identitas Organisasi
Faktor kendala sehubungan dengan
identitas organisasi adalah adanya perubahan
warna seragam dan tidak menggunakan badge
pada seragam baru tersebut. Penggunaan
warna seragam baru yang ditetapkan telah
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 5
banyak digunakan oleh organisasi lain,
sehingga terjadi pembiasan identitas
organisasi. Oleh karena itu penggunaan badge
dalam seragam sangat penting untuk
menunjukkan identitas organisasi.
3.1.2. Komunikasi dan Koordinasi
Komunikasi dan koordinasi di BPN yang
menjadi budaya organisasi dipengaruhi oleh
faktor pendukung yaitu manajemen puncak.
a. Hubungan Atasan dan Bawahan.
Salah-satu hal yang mencerminkan
hubungan atasan dan bawahan adalah
pengawasan melekat. Dasar pertimbangan
dilakukan pengawasan melekat adalah
Inpres No. 15 Tahun 1983 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, dan
Inpres Nomor 1 Tahun 1989 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
Melekat. Pengawasan melekat merupakan
ciri budaya organisasi.
b. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pembinaan PNS di lingkungan BPN
mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1978
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pada
pasal 12 ayat (1) dari UU tersebut
menyebutkan bahwa pembinaan PNS
diarahkan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdaya guna dan
berhasil guna. Pembinaan PNS meliputi :
1. Formasi dan Pengadaan
2. Kepangkatan, Jabatan, Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian
3. Sumpah, Kode Etik dan Peraturan
Disiplin
4. Pendidikan dan Latihan
5. Penghargaan
Faktor Pendukung Komunikasi dan
Koordinasi
Organisasi BPN merupakan struktur
organisasi fungsional dengan sifat organisasi
mekanistik, sehingga apabila dalam
pelaksanaaan komunikasi dan koordinasi
terdapat ketidaksesuaian satu sama lain, maka
pimpinan puncak mengambil kendali. Hal ini
akan memudahkan dalam pengambilan
keputusan, sehingga tercipta efisiensi dan
efektivitas organisasi.
Faktor Kendala Komunikasi dan Koordinasi
Kendala komunikasi dan koordinasi dalam
penerapan budaya organisasi BPN adalah
adanya tumpang tindih perencanaan pekerjaan,
hal ini terjadi karena ego sektoral masing-
masing bidang sehingga banyak pekerjaan
yang sudah dilaksanakan oleh suatu
bidang/direktorat dikerjakan lagi oleh
bidang/direktorat lain pada tahun yang tidak
bersamaan. Hal ini mengakibatkan pemborosan
anggaran dan kesulitan akses data.
3.1.3. Pelayanan Pertanahan
a. SPOPP
Oleh karena budaya organisasi dalam
birokrasi akan menentukan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota
organisasi (Siagian, 1995), maka dalam
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 6
mendukung tercapainya efektifitas
organisasi khususnya dalam
menyelenggarakan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat telah ditetapkan
Standar Prosedur Operasi Pelayanan
Pertanahan (SPOPP) berdasarkan
Keputusan Kepala BPN No.1 Tahun 2005
dan disempurnakan dengan Peraturan
Kepala BPN No. 6 Tahun 2008, yang
bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada BPN dalam pelayanan
bidang pertanahan. Karena dengan SPOPP
masyarakat diberikan kejelasan dan
kemudahan dalam mengakses informasi,
prosedur, dan jangka waktu pelayanan
pertanahan. Dari pihak BPN sekarang telah
menjalankan sistem pelayanan loket
terpadu (1 pintu), penggunaan teknologi
komputerisasi dengan pengembangan LOC
(Land Office Computerization),
pemberlakuan nomor antrian bagi
pemohon, peningkatan fasilitas ruang
pelayanan yang dilengkapi CCTV.
Berkaitan dengan upaya peningkatan
disiplin pegawai telah diberlakukan Absensi
Sidik Jari dan kewajiban pemakaian ID Card
sebagai kartu identitas pegawai, kewajiban
apel pagi setiap hari sebagai sarana
konsolidasi antara pimpinan dan staf dan
juga peningkatan fungsi ID Card sebagai
kartu akses antar ruang security card
personal (SCP).
b. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010
mengenai Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) pada BPN
Bahwa untuk membiayai pelayanan
pertanahan, pemerintah menetapkan PP
No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif
atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada BPN. Tujuan dari peraturan
tersebut adalah untuk menyederhanakan
tarif pelayanan pertanahan sehingga bisa
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat serta mengoptimalkan
penerimaan PNBP guna menunjang
pembangunan nasional.
c. Sumber Daya Manusia
SDM menjadi cermin budaya organisasi
yang ada di BPN.
Faktor Pendukung Budaya Pelayanan
1. Monopoli
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10
Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional, BPN merupakan satu-satunya
lembaga yang diberi tugas mengurus
masalah pengelolaan pertanahan di
Indonesia.
2. Teknologi dan Informasi
Budaya organisasi memiliki pengaruh
terhadap tujuan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Teknologi
sebagai sebuah alat dapat dimanfaatkan
dengan peran tertentu tergantung pada
orientasi pengguna. Orientasi organisasi
akan mempengaruhi arah pemanfaatan
teknologi. Peran teknologi informasi akan
lebih ditekankan sesuai dengan budaya
organisasi tersebut. Di BPN, teknologi akan
berperan sebagai alat yang mampu
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 7
menyelesaikan masalah internal, prosedur,
aturan, aktivitas organisasi dan
dikembangkan berdasarkan kemampuan
SDM yang ada.
BPN dapat mengoptimalkan pemanfaatan
kemajuan teknologi informasi untuk
mengeliminasi sekat-sekat organisasi
birokrasi, serta membentuk jaringan sistem
manajemen dan proses kerja yang
memungkinkan antar bidang kerja secara
terpadu untuk menyederhanakan akses ke
semua informasi dan layanan publik yang
harus disediakan oleh BPN. Dengan
demikian seluruh pihak berkepentingan
setiap saat dapat memanfaatkan informasi
dan layanan BPN secara optimal.
3. Data Pertanahan
Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan
pertanahan dibutuhkan data sebagai
pendukung sehingga menghasilkan output
yang berkualitas yang nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai input kegiatan
lainnya.
Faktor Kendala Budaya Pelayanan
1. Kompetensi SDM
Sumber daya manusia (SDM) merupakan
hal yang sangat penting dalam organisasi.
Melalui kompetensi, organisasi dapat
memperoleh SDM yang diperlukan sesuai
kebutuhan yang berorientasi dengan visi
dan misi organisasi tersebut, sehingga SDM
mampu bersaing serta memberikan
pelayanan yang prima dan bernilai. Hal ini
berarti bahwa SDM tidak hanya mengejar
produktifitas saja namun kinerja yang
dihasilkannyapun sesuai dengan tingkat
mutu dan standar yang telah ditetapkan.
Dengan SDM berbasis kompetensi ini
diharapkan konsep tata pemerintahan yang
baik dapat tercapai.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas
budaya organisasi BPN dalam menerapkan
SDM yang berkompetensi belum
sepenuhnya diterapkan dengan baik. Hal ini
bisa berdampak mematikan motivasi SDM
yang ada untuk mengembangkan
kompetensinya.
2. Data Pertanahan
Data pertanahan merupakan salah satu
kendala dalam mempercepat pelayanan
pertanahan pada kantor pertanahan, karena
sebagian besar masih terbiasa dengan
budaya secara manual. Di era digitalisasi
saat ini BPN dituntut untuk menyediakan
data pertanahan secara digital. Namun
SDM yang ada belum semuanya siap,
jangankan pada tingkatan staf, di tingkatan
pimpinanpun masih ada yang belum siap
atau paham mengenai penggunaan data
digital. Sehingga tidak heran program Land
Office Computeritation pun berjalan
lamban. Apalagi sekarang dengan program
Larasita yang merupakan mobile office yang
menggunakan teknologi informasi, yang
mana pelayanan dilakukan secara online
dengan kantor pertanahan setempat.
3. Jenjang Karir
Karir merupakan suatu kondisi yang
menunjukkan adanya peningkatan status
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 8
kepegawaian seseorang dalam suatu
organisasi sesuai dengan jalur karir yang
telah ditetapkan organisasi (Helmi, 2010).
Pegawai Negeri Sipil/PNS memiliki
golongan dan pangkat yang secara berkala
dan berjenjang akan meningkat setiap 4
(empat) tahun sekali yang diatur dalam PP
No. 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Hal tersebut
terjadi secara otomatis, sehingga seseorang
mempunyai kemampuan atau tidak, secara
reguler setiap 4 tahun sekali
pangkat/golongannya akan naik.
Seharusnya jenjang karir dilandasi dengan
kompetensi inti yang dirumuskan untuk
jabatan struktural dan fungsional. Untuk
jabatan struktural, kompetensi inti yang
diperlukan adalah kepemimpinan dan
manajerial serta mempunyai kode etik,
sedangkan untuk jabatan fungsional
kompetensi inti yang diperlukan adalah
keahlian dan/atau keterampilan spesialistik
dan mandiri serta mempuyai kode etik
(Atmaja, 2008).
4. Budaya Masyarakat
Berkaitan dengan budaya masyarakat yang
menjadi kendala dalam hubungannya
dengan budaya organisasi, menurut
Suryono (2010) ada asumsi menarik yang
dipertanyakan. Apakah budaya organisasi
birokrasi mempengaruhi proses pelayanan
publik, ataukah tradisi pelayanan publik
akan mempengaruhi dan menciptakan
budaya organisasi birokrasi ?
Dipaparkan bahwa jika hal yang pertama
muncul maka akan terjadi stagnasi dan
kekuatan status quo dalam organisasi
birokrasi; tetapi jika hal yang kedua muncul
maka akan tercipta perubahan dan
pengembangan organisasi birokrasi yang
dinamis.
Budaya organisasi (birokrasi) merupakan
kesepakatan bersama tentang nilai
bersama dalam kehidupan organisasi dan
mengikat semua orang dalam organisasi
yang bersangkutan (Siagian,1995).
Apapun kegiatan yang dilakukan oleh
aparat pelayanan publik haruslah
berpedoman pada rambu-rambu aturan
normatif yang telah ditentukan oleh
organisasi publik sebagai perwujudan dari
budaya organisasi publik.
Kondisi BPN sebagai instansi pelaksana
pelayanan publik di bidang pertanahan
berkaitan dengan masih banyaknya keluhan
masyarakat tentang mutu pelayanan
pertanahan. Berkaitan dengan hal tersebut
pimpinan BPN mengeluarkan Keputusan
Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005 tentang
SPOPP dan Peraturan Kepala BPN Nomor
6 Tahun 2008 tentang penyederhanaan dan
percepatan SPOPP untuk jenis pelayanan
pertanahan tertentu. Oleh karena itu bila
dikaitkan dengan teori di atas, apabila
budaya organisasi birokrasi kemudian
diciptakan guna mempengaruhi proses
pelayanan publik agar lebih baik, maka
yang terjadi adalah proses stagnasi dan
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 9
kekuatan status quo dalam organisasi
birokrasi.
5. Keterbatasan anggaran
Anggaran pemerintah yang dialokasikan
untuk BPN selama ini tidak seimbang
dengan kebutuhan riil BPN dalam
menjalankan kegiatan pengelolaan
pertanahan. Sebagai gambaran, untuk
tahun 2009, BPN hanya mendapatkan
alokasi anggaran sebesar ± 3 triliun rupiah,
sedangkan kebutuhan riil kegiatan
pengelolaan pertanahan lebih dari 3 triliun
rupiah, karena untuk kegiatan pemetaan
saja membutuhkan dana ± 1,9 triliun per
tahun.
3.1.4. Disiplin Pegawai
BPN sebagai suatu organisasi dalam
mencapai tujuan, salah satunya sangat
ditentukan oleh disiplin para pegawainya.
Disiplin pegawai sangat penting untuk
pertumbuhan organisasi dan bermanfaat untuk
mendidik pegawai mematuhi dan mentaati
peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang
ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang
baik.
Davis dan Newstrom (1985)
menyatakan bahwa disiplin (discipline) adalah
tindakan manajemen untuk menegakkan
standar organisasi (dicipline is management
action to enforce organization standards).
Sementara Mathis dan Jackson (2002)
berpendapat bahwa disiplin merupakan bentuk
pelatihan yang menegakkan peraturan-
peraturan perusahaan. Sedangkan Simamora
(1999) mengatakan disiplin adalah prosedur
yang mengoreksi atau menghukum bawahan
karena melanggar peraturan atau prosedur.
Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri
karyawan dan pelaksanaan sebuah organisasi.
Bagi pegawai BPN sebagai aparatur
pemerintahan, disiplin mencakup unsur-unsur
ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam
menjalankan tugas dan kesanggupan
berkorban, mengutamakan kepentingan negara
dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43
Tahun 1999 dinyatakan bahwa "Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana, maka untuk
menjamin tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil".
Dalam rangka meningkatkan budaya
disiplin pegawai, BPN melaksanakan beberapa
kebijakan yang berkaitan dengan disiplin
pegawai, antara lain :
a. Jam Kerja
Penentuan jam kerja bagi pegawai negeri
merupakan wujud dari BPN dalam
menanamkan disiplin waktu kerja pada
pegawai. BPN menetapkan jam kerja kantor
mulai pukul 07.30 wib sampai dengan 16.00
wib untuk hari Senin sampai dengan Kamis,
sementara untuk hari Jum’at mulai pukul
07.30 wib sampai dengan pukul 16.30 wib.
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 10
b. Apel Pagi
Pegawai negeri sipil di lingkungan BPN
sebagai abdi masyarakat wajib
menegakkan dan meningkatkan
kedisiplinan dalam menjalankan tugas
sehari-hari. Tidak terkecuali dengan hadir
pada apel pagi yang merupakan indikasi
kedisiplinan pegawai hadir sesuai jam kerja.
c. Larangan Pungli
Pegawai di lingkungan BPN dilarang
melakukan pungutan-pungutan di luar
ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dengan alasan apapun.
d. Penghargaan
Bagi pegawai BPN yang berprestasi dalam
melaksanakan tugasnya dengan tanggung
jawab disiplin yang tinggi diberikan
penghargaan.
Faktor Pendukung Disiplin Pegawai:
Untuk mendukung pelaksanaan jam kerja,
apel pagi dan larangan pungli serta pemberian
penghargaan, telah diterbitkan peraturan
sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
2. Surat Edaran Kepala BPN No. 130.1-1889
tanggal 31 Agustus 2006 yang ditujukan
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN
Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, perihal
disiplin kerja.
3. Surat Edaran Sekretaris Utama No. 7-
Settama-III-2008 tanggal 14 Maret 2008
yang ditujukan kepada para Pejabat Eselon
II di lingkungan BPN, perihal disiplin kerja.
4. Surat Edaran Kepala BPN No. X.262-
3156.Settama tanggal 26 Desember 2005
mengenai larangan melakukan pungutan
liar (pungli) di lingkungan BPN.
5. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1994
tentang Tanda Kehormatan Satyalencana
Karya Satya.
Faktor Kendala Disiplin Pegawai:
Pada kenyataannya masih ada pegawai
negeri sipil di lingkungan BPN yang tidak
disiplin, seperti tidak ikut apel pagi, pulang
sebelum waktunya dan masih ada yang
melakukan pungutan di luar ketentuan.
3.2. Tipe Budaya Organisasi di Badan
Pertanahan Nasional
Untuk mengetahui tipe budaya organisasi di
lingkungan Badan Pertanahan Nasional,
dilakukan dengan pendekatan analisis OCAI
(Organizational Culture Assement Instrument).
Dari analisis tersebut didapatkan gambaran
tentang tipe budaya organisasi yang
berkembang di Badan Pertanahan Nasional
saat ini maupun yang diharapkan sesuai hasil
kuesioner yang dikumpulkan dari responden
kelompok dan dapat dilihat hasilnya pada
tabel.1 berikut ini
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 11
Tabel 1. Tipe Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional
No Budaya Organisasi Harapan Saat Ini Selisih
A Identitas Organisasi
1. Budaya Klan 4,3 4,1 0,2
2. Budaya Adhokrasi 4,7 4,2 0,5
3. Budaya Market 4,9 4,6 0,3
4. Budaya Hierarki 4,7 4,3 0,4
B Manajemen Puncak
1. Budaya Klan 4,7 3,9 0,8
2. Budaya Adhokrasi 4,4 3,9 0,5
3. Budaya Market 4,8 4,4 0,4
4. Budaya Hierarki 4,2 3,6 0,6
CPelayanan Pertanahan
1. Budaya Klan 4,8 4,1 0,7
2. Budaya Adhokrasi 4,9 4,0 0,9
3. Budaya Market 4,6 4,3 0,3
4. Budaya Hierarki 4,8 4,2 0,6
D Disiplin Pegawai
1. Budaya Klan 4,2 3,5 0,7
2. Budaya Adhokrasi 4,9 3,9 1,0
3. Budaya Market 4,2 3,2 1,0
4. Budaya Hierarki 4,5 3,8 0,7
Rata-rata 4,6 4,0 0,6
Berdasarkan hasil analisis kesenjangan (selisih)
antara tipe budaya organisasi yang diharapkan
dengan budaya organisasi saat ini, terlihat
bahwa kesenjangan tersebut antara 0,20
sampai 1,00 (kesenjangan positif) dan tidak
ditemukan adanya kesenjangan negatif. Hal ini
berarti bahwa responden mengharapkan semua
tipe budaya organisasi (budaya klan, adhokrasi,
market dan hirarki) perlu ditingkatkan atau
dikuatkan dengan tingkat penguatan yang
berbeda-beda.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat
penguatan budaya terhadap budaya organisasi
di BPN saat ini dan harapan maka dilakukan
penyederhanaan dan pengurutan poin dari tiap-
tiap tipe budaya organisasi tersebut,
sebagaimana tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Urutan Budaya Organisasi BPN Sekarang, Harapan dan Penguatannya
NoBO Saat
ini Poin NoBO
Harapan Poin NoPenguatan
Budaya Poin
1Budaya Market 4,13 1
Budaya Adhokrasi 4,73 1
Budaya Adhokrasi 0,73
2Budaya Adhokrasi 4,00 2
Budaya Market 4,63 2
Budaya Klan 0,60
3Budaya Hierarki 3,98 3
Budaya Hierarki 4,55 3
Budaya Hierarki 0,58
4Budaya Klan 3,90 4
Budaya Klan 4,50 4
Budaya Market 0,50
Dari tabel 2, secara umum diperoleh gambaran
bahwa tipe budaya organisasi yang dominan
saat ini di BPN adalah tipe budaya market,
sedangkan tipe budaya organisasi yang
menjadi harapan di BPN adalah tipe budaya
adhokrasi. Adapun secara umum terlihat bahwa
semua tipe budaya organisasi yang ada
dianggap masih lemah sehingga masih perlu
adanya penguatan ke empat tipe budaya
organisasi tersebut dengan tingkat penguatan
yang berbeda-beda.
Kecenderungan umum menunjukkan bahwa
responden menginginkan penguatan budaya
organisasi untuk tipe budaya organisasi
adhokrasi adalah yang paling besar, diikuti
budaya klan, hirarki dan terakhir market.
Apabila digambarkan dalam model diagram
kuadran budaya organisasi diperoleh hasil
sebagaimana bagan 1 berikut
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 12
Bagan 1 : Diagram empat budaya organisasi BPN harapan dan saat ini
Dari bagan 1 tersebut terlihat bahwa penguatan
budaya adhokrasi mengindikasikan adanya
fleksibilitas (kelenturan) dan diskresi
(keleluasaan bertindak) yang tinggi dan fokus
perhatian organisasi tersebut cenderung
terhadap kondisi eksternal.
Hal ini menunjukkan bahwa BPN dapat
digolongkan menjadi organisasi yang ideal dan
efektif apabila memiliki :
1. Kemampuan berubah khusus dalam
cara pandang terhadap masyarakat bukan
sebagai abdi masyarakat namun lebih
sebagai pelayan masyarakat.
2. Kemampuan beradaptasi dimaksudkan
agar BPN menjadi instansi yang mampu
untuk menyesuaikan diri berkaitan dengan
perubahan atau dinamika yang terjadi,
seperti perkembangan teknologi dan
informasi terkini.
3. Kemampuan organik yaitu bentuk
organisasi BPN menjadi lebih luwes dan
terbuka dimana semua tugas dan peran
tidak terlalu kaku yang memungkinkan para
pegawai di lingkungan BPN mudah
menyesuaikan diri dengan kebutuhan
situasi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Penerapan budaya organisasi di BPN
telah dilakukan dalam 4 (empat) bentuk
yaitu :
a. Identitas organisasi
b. Komunikasi dan koordinasi
c. Pelayanan pertanahan
d. Disiplin pegawai
2) Gambaran tipe budaya organisasi yang
ada di BPN adalah :
a. kondisi saat ini, adalah tipe budaya
market
b. kondisi harapan, adalah tipe budaya
adhokrasi
c. penguatan paling besar, adalah tipe
budaya adhokrasi
4.2. Saran
Dalam rangka meningkatkan kinerja
BPN perlu adanya peningkatan budaya
organisasi sehingga tujuan untuk mencapai
kepemerintahan yang baik (good governance)
dapat tercapai. Sehubungan dengan hal
tersebut maka saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 13
1) Budaya organisasi BPN yang masih bersifat
budaya market yaitu masih menjalankan
tugas sertipikasi tanah sebagai tugas
utama, perlu dikembangkan dengan
disesuaikan kebutuhan dan perkembangan
yang ada yaitu mengacu pada paradigma
baru pembangunan nasional bahwa
pemberdayaan masyarakat sebagai strategi
dasar yang menempatkan masyarakat
sebagai pelaku utama pembangunan dan
pemerintah sebagai fasilitator;
2) Dengan adanya paradigma baru
pembangunan nasional, BPN hendaknya
bersikap proaktif dan inovatif dalam upaya
memberdayakan masyarakat melalui
pemberian bimbingan dan fasilitasi ke
sumber-sumber perekonomian atau akses-
akses permodalan yang dapat menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga
budaya adhokrasi yang mengedepankan
inovasi dapat tercapai, untuk
pengembangan budaya organisasi.
3) Untuk meningkatkan budaya organisasi
yang lebih baik, hendaknya BPN
menerapkan paradigma pelayanan publik
yang baru yaitu melayani warga masyarakat
bukan menjadikannya sebagai pelanggan,
mengutamakan kepentingan publik
daripada kepentingan produktivitas, lebih
menghargai warga negara daripada
kewirausahaan, berpikir strategis dan
bertindak demokratis, serta menyadari
bahwa akuntabilitas atau kewajiban untuk
mempertanggung-jawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan, bukan
sesuatu yang mudah sehingga diperlukan
kesungguhan dalam melaksanakana tugas
pelayanan publik agar tujuan untuk
mencapai sebesar-besar kemakmuran
rakyat dapat terwujud.
Daftar Pustaka
Atmaja Purna. 2008. Pengertian Luas Tentang Karier. http://thehackys.blogspot.com/2008/06/karir-merupakan-suatu-kondisi-yang.html. Diakses tanggal 16 Februari 2010.
Bab 14. Penciptaan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa [pdf], www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8414/. Diakses tanggal 13 Februari 2010.
Cameron, Kims dan Quinn, Robert E. (1999), Corporate Culture, Organizational Change, Newyork : Addson – Wesley.
Davis, S. 1984. Managing Corporate Culture. MA : Belinger. Cambrige.
Davis, Keith dan Newstrom, John W. 1985. Perilaku Dalam Organisasi (terjemahan). Erlangga. Jakarta.
Effendi, Sofian. 2005. Membangun Budaya Birokrasi untuk Good Governance. http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/MEMBANGUN-BUDAYA-BIROKRASI.pdf, diakses tanggal 04-02-2010.
Helmi, Syafrizal (2010), Karir. Bahan kuliah Sumber Daya Manusia.http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=karir.ppt&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=&aq=f&oq=karir.ppt&fp=7e99b3a5df14a093
Mathis, Robert L dan Jackson, John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia (terjemahan). Salemba Empat. Jakarta.
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korparasi. http://books.google.com/books?id=sjc9VagB9LMC&printsec=frontcover&d
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 14
q=budaya+korporat+dan+keunggulan+korporasi&source=bl&ots=Dhk3_83S1J&sig=wkis2jZpKpi8fjO5tt0j02vZ_8U&hl=en&ei=eHZ7S9n1C4u0rAeq4amiBg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CAkQ6AEwAA#v=onepage&q=&f=false, diakses tanggal 04-02-2010.
Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi, Struktur, Design dan Aplikasi. Edisi 3. Arcan. Jakarta.
Schein. 1992. Teori Budaya Organisasi. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/teori-budaya-organisasi.html, diakses tanggal 04-02-2010.
Siagian, Sondang P. (1995), Manajemen Strategik, Jakarta : Bumi Aksara.
Simamora, Henry. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE YKPN. Yogyakarta.
Suryono Agus. 2010. Budaya Birokrasi Pelayanan Publik. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/brapub/7Budaya%20Birokrasi%20Pelayanan%20Publik-Agus%20Suryono.pdf. Diakses tanggal 4 Februari 2010.
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria
Undang Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian
Undang Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak pada BPN
Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat
Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional RI
Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan
Peraturan Kepala BPN No. 6 Tahun 2008 tentang Standar Prosedur Operasi Pelayanan Pertanahan (SPOPP)
Keputusan Kepala BPN No. 15 Tahun 1992 tentang Lagu Mars dan Hymne BPN
Keputusan Kepala BPN No. 59 Tahun 2008 tentang Lambang Badan Pertanahan Nasional RI
Keputusan Kepala BPN No. 76 Tahun 2008 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan BPN
Keputusan Kepala BPN No. 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pelayanan Pertanahan (SPOPP)
Budaya Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 15