Download - buku ajar I MPKT A
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
1/151
124
BAB I
KEKUATAN DAN KEUTAMAAN KARAKTER
Bagus Takwin
1. Pendahuluan
Persoalan karakter belakangan ini mencuat kembali. Ada banyak pembahasan tentang
karakter di dalam diskusi dan seminar. Bermunculan juga lembaga pendidikan yang diberi
label pendidikan karakter. Program-program pendidikan dari pemerintah pun mulai banyak
memberi penekanan pada pendidikan karakter. Kecenderungan ini adalah kecenderungan
yang baik jika memang persoalan karakter dibidik secara tepat, dan juga jika pendidikan
karakter yang dimaksud bukan label saja.
Pembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan
pembangunan bangsa. Jauh-jauh hari Bung Hatta (1932/1988) sudah menekankan pentingnya
pembentukan karakter bersama dengan pembangunan rasa kebangsaan dan peningkatan
pengetahuan serta keterampilan (Hatta, 1988). Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa
tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia
dengan karakter yang kuat (Dewantara, 2004). Pembentukan karakter juga merupakan isu
penting dalam pendidikan mengingat tujuan pendidikan adalah pembentukan watak atau
karakter (Santoso, 1979).
Dalam psikologi, khususnya psikologi positif, belakangan ini pembahasan tentang
karakter dengan kekuatan dan keutamaannya cukup menonjol. Dalam rangka memahami
kebahagiaan, mereka sampai pada pengertian bahwa kebahagiaan yang otentik adalah
perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilaian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan
berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Kebahagian otentik bersumber pada diri
sendiri dan pada kekuatan dan keutamaan karakter, tetapi bukan berasal dari hal-hal lain di
luar diri sendiri. Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan
perasaan-perasaan positif dalam situasi apa pun. Ia juga dapat melihat sisi-sisi baik dari
hidupnya sehingga ia dapat memberikan penilaian positif pula kepada hidupnya. Oleh sebab
itu, pendidikan karakter juga merupakan usaha untuk membantu peserta didik mencapai
kebahagiaan.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
2/151
125
Jika kita pikirkan dengan lebih mendalam lagi, kekuatan karakter bersumber pada
keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual. Manusia memiliki daya-daya spiritual yang
memberikan kebebasan kepadanya untuk melampaui apa yang ada di sini dan saat ini.
Dengan spiritualitasnya, manusia mengatasi dan melampaui keterbatasannya sebagai
makhluk alamiah. Spiritualitas manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter.
Kemampuan manusia untuk memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber
pada daya-daya spiritualnya.
Dalam bab ini akan dibahas pengertian karakter dengan merujuk kepada Allport
(1937;1961). Selanjutnya akan dibahas kekuatan dan keutamaan karakter yang sudah
dihimpun oleh Peterson dan Seligman (2004) dari pendekatan psikologi positif. Kemudian
dibahas spiritualitas sebagai dasar kekuatan karakter.
2. Kepribadian dan Karakter
Karakter bukan kepribadian meskipun keduanya berkaitan erat. Perlu dibahas lebih
dulu apa yang dimaksud dengan kepribadian mengingat istilah ini sering dipertukarkan
dengan karakter. Selain itu, penjelasan tentang karakter akan lebih mudah dilakukan dengan
menjelaskan kepribadian terlebih dahulu.
Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai . . . the dynamic organization
within the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustment to
his environment. . . . organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri
individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.
Dari definisi itu dapat dipahami bahwa kerpibadian manusiasebagai hal yang
terorganisasitidak acak, dan unsur-unsurnya tidak bekerja sendiri-sendiri. Kepribadian
manusia adalah kesatuan yang teratur dengan unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain.
Allport juga memandang kepribadian manusia sebagai sesuatu yang dinamis. Artinya,
kepribadian manusia terus bergerak dan berkembang, tidak berhenti atau terhenti pada satu
titik. Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis seperti
berpikir, mempercayai dan merasakan sesuatu. Kepribadian juga tampil dalam perilaku yang
melibatkan aspek fisik manusia seperti berjalan, berbicara dan melakukan tindakan-tindakan
motorik.
Organisasi, dinamika, dan interaksi antara psikis dan fisik manusia dalam
kepribadiannya menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Di sini
terkandung pengertian bahwa baik faktor internal diri manusia maupun faktor eksternal
(lingkungan)-nya mempengaruhi kepribadian manusia. Manusia memiliki otonomi dalam
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
3/151
126
dirinya tetapi, di sisi lain, ia juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara unik.
Dengan keunikan itu, seorang manusia berbeda dari manusia lainnya.
Allport (1937; 1961) menambahkan beberapa pengertian yang menyangkut kepribadian
sebagai berikut. Pertama, kepribadian dapat dipahami sebagai perpaduan dari sifat-sifat
(traits) mayor dan minor yang masing-masing dapat berdiri sendiri dan dikenali. Kedua, sifat
kepribadian (personality trait) merupakan suatu mekanisme paduan antara faktor-faktor
biologis, psikologis, dan sosial yang mengarahkan individu kepada kegiatan-kegiatan spesifik
dalam suatu keadaan yang spesifik. Ketiga, seorang ahli psikologi dapat mengatakan bahwa
dirinya memahami orang lain hanya jika keseluruhan sejarah hidup orang itu telah
ditelitinya, hanya jika hidup orang itu diamati, dan hanya jika orang itu sendiri ikut
berkontribusi dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri (self-evaluation).
Allport cenderung untuk tidak memilah-milah dan menganalisis motif, keinginan, dan
perilaku sebagai hal yang terpisah satu sama lain, melainkan menganggapnya sebagai hal-hal
yang saling mempengaruhi. Allport (1961) melihat manusia sebagai keseluruhan yang utuh
berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya. Oleh karena itu, dalam memahami kepribadian
seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter,
motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan kepribadiannya.
Pemahaman tentang unsur-unsur kepribadian berdasarkan analisis terhadap unsur-unsurnya
masing-masing itu baru merupakan langkah awal untuk membantu pemahaman tentang
keseluruhan kepribadian. Pada akhirnya, sintesis dari unsur-unsur itulah yang merupakan
gambaran kepribadian.
Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Artinya,
karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan
nilai dan norma tertentu. Karakter, dengan demikian, adalah kumpulan sifat mental dan etis
yang menandai seseorang. Kumpulan ini menentukan orang seperti apa pemiliknya. Karakter
juga menentukan apakah seseorang akan mencapai tujuan secara efektif, apakah ia apa
adanya dalam berurusan dengan orang lain, apakah ia akan taat kepada hukum, dan
sebagainya.
Karakter diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan meskipun potensialitasnya ada
pada setiap orang. Untuk membentuk karakter yang kuat, orang perlu menjalani serangkaian
proses pemelajaran, pelatihan dan peneladanan. Seperti yang sudah disebutkan di atas,
pendidikan pada intinya merupakan proses pembentukan karakter.
3.Kekuatan dan Keutamaan Karakter
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
4/151
127
Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu pada
diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaaan yang tampil
dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Peterson dan Seligman
(2004) mengembangkan klasifikasi keutamaan beserta pendekatan metodik untuk
mengidentifikasinya. Mereka mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang
bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan manusia. Di sini keutamaan
sebagai kekuatan karakter dibedakan dari bakat dan kemampuan. Mereka juga menjelaskan
kondisi situasional yang dapat memunculkan atau menyurutkan kekuatan-kekuatan itu,
pelatihan atau pembinaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter yang kuat,
serta hasil-hasil positif yang dapat diperoleh seseorang yang memiliki keutamaan.
Penggalian, pengenalan, dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik
inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-group
discussion) dan simulasi. Pada prinsipnya, semua teknik itu membutuhkan ahli yang
memahami konstruk karakter dan keutamaan, terutama dalam proses penafsiran dan
pemaparan keseluruhan karakter subjek yang diteliti. Tetapi, dalam pelaksanaannya, beberapa
teknik dapat digunakan oleh lebih banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu
singkat.
4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema Situasional
Peterson dan Seligman (2004) mengemukaan tiga level konseptual dari karakter, yaitu
keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter. Pembedaan ini berguna untuk
kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter. Komponen karakter yang baik
tampil dalam level abstraksi yang berbeda sehingga pengenalannya dalam kenyataan praktis
pun memerlukan pendekatan yang berbeda. Cara mengenali keutamaan berbeda dengan cara
mengenali kekuatan karakter, juga berbeda dengan cara mengenali tema situasional.
Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter bersifat
hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional
di level bawah. Dalam keseharian, kita terlebih dahulu mengenali tema situasional dari
karakter. Ketika orang menampilkan serangkaian perilaku dalam situasi tertentu, kita dapat
mengenai tema situasional tertentu dari karakter, tetapi kita belum dapat menyimpulkan
bahwa orang itu memiliki kekuatan tertentu. Kita dapat lebih memastikan kekuatan apa yang
dimiliki orang itu jika kita dapat mengenali bahwa orang itu juga menampilkan perilaku-
perilaku sesuai tema situasional tertentu dalam beberapa situasi. Kemudian, jika dalam
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
5/151
128
berbagai situasi dan dalam rentang waktu yang relatif lama, seseorang menunjukkan berbagai
kekuatan tertentu secara konsisten, baru kita dapat mengenali keutamaan orang itu.
Keutamaan merupakan karakteristik utma dari karakter (Peterson & Seligman, 2004).
Para filsuf dan agamawan menjadikan keutamaan sebagai nilai moral oleh karena itu
keutamaan dianggap sebagai dasar dari tindakan yang baik. Berbagai perilaku dapat dinilai
berdasarkan keutamaan yang secara umum terdiri dari: kebijaksanaan, courage(kesatriaan),
kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Enam kategori
besar keutamaan ini muncul secara konsisten dalam survei sejarah sehingga dinilai sebagai
keutamaan universal. Peterson dan Seligman (2004) pun menegaskan bahwa enam
keutamaan ini universal dan mungkin memiliki dasar pada manusia secara biologis. Enam
keutamaan ini harus ada di atas batas nilai standar pada individu yang dipercaya sebagai
orang yang memiliki karakter yang baik.
Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi, merupakan proses atau mekanisme,
yang mendefinisikan keutamaan. Dengan kata lain, keutamaan dapat dicapai melalui
pencapaian kekuatan karakter. Untuk kepentingan pengukuran dan pendidikan karakter,
kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu
atau lebih keutamaan pada diri seseorang. Peterson dan Seligman (2004) memberi contoh
berikut ini. Keutamaan kebijaksanaan dapat dicapai melalui kekuatan seperti kreativitas, rasa
ingin tahu, cinta pembelajaran, keterbukaan pikiran, dan perspektif (memiliki gambaran
besar mengenai kehidupan). Untuk memiliki keutamaan kebijaksanaan, orang harus
memiliki kekuatan-kekuatan ini. Kekuatan karakter ini memiliki kesamaan peran dan
pengaruh dalam keterlibatannya menghasilkan pengetahuan. Perolehan dan penggunaan
pengetahuan melibatkan kekuatan-kekuatan ini. Tetapi, kekuatan-kekuatan ini juga berbeda
satu sama lain. Sekali lagi, kita mengenali semua kekuatan ini di setiap tempat dan dihargai
meski jarang orang menampilkannya. Selain itu, tidak harus semua kekuatan tampil untuk
dapat menyebut seseorang berkarakter baik. Orang yang memiliki satu atau dua kekuatan ini
saja dapat dikatakan berkarakter baik, bahkan dapat disebut memiliki keutamaan
kebijaksanaan.
Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang
untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Pengenalan rinci terhadap tema
situasional membutuhkan pengenalan terhadap situasi dari satu tempat ke tempat lain.
Sebagai contoh, survei oleh The Gallup Organization mengenali ratusan tema yang relevan
dengan kinerja prima di tempat kerja, di antaranya empati, inklusivitas (menghargai
perbedaan dan terbuka pada siapa saja), dan positivitas (berpikir positif) yang mencerminkan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
6/151
129
kebaikan hati yang tercakup dalam kekuatan cinta dan kecerdasan sosial, serta tercakup
dalam keutamaan kemanusiaan (Peterson dan Seligman, 2004). Munculnya tema situasional
bergantung pada karakteristik tempat beradanya seseorang. Tema situasional dapat muncul
dalam lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur dan tulus. Dari sini
dapat dipahami bahwa lingkungan juga berperanan penting dalam memfasilitasi munculnya
kekuatan karakter melalui pemunculan tema situasional. Semakin banyak dan sering tema
situasional ditampilkan semakin terbentuk kekuatan karakter. Dalam pendidikan karakter,
perancangan lingkungan yang memfasilitasi tampilnya tema situasional menjadi faktor
penting untuk pembentukan karakter yang baik.
5. Kriteria karakter yang kuat
Apa yang menjadi kualitas dari kekuatan karakter pribadi dan bagaimana
mengenalinya?
Peterson dan Seligman (2004) mengemukakan kriteria dari karakter yang kuat
sehingga kita dapat mengenalinya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ialah kriteria dari
karakter yang kuat.
1. Karakter yang ciri-ciri (keutamaan yang dikandung)-nya memberikan sumbanganterhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri dan sekaligus untuk orang
lain.
2. Ciri-ciri atau kekuatan yang dikandungnya secara moral bernilai sebagai sesuatu yangbaik bagi diri sendiri dan orang lain, bahkan walaupun tak ada keuntungan langsung yang
dihasilkannya.
3. Penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, membatasi atau menghambat orang-orang disekitarnya.
4. Kekuatan karakter tampil dalam rentang tingkah laku individu yang mencakup pikiran,perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat kuat-
lemahnya.
5. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya.6. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal.7. Kekuatan karakter dapat dibedakan dari sifat positif yang lain tetapi yang saling terkait
secara erat.
8. Dalam konteks dan ruang lingkup tertentu, kekuatan karakter tertentu menjadi ciri yangmengagumkan bagi orang-orang yang mempersepsinya.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
7/151
130
9. Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi kebanyakandari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu.
10.Kekuatan karakter memiliki akar psiko-sosial; potensinya ada dalam diri sendiri, danaktualitanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Peterson (2006) percaya bahwa orang memiliki tanda kekuatan yang sama dengan
yang disebut Allport sebagai personal traits (sifat pribadi) satu dekade lalu. Kekuatan
karakter itu yang dimiliki, dihargai, dan seringkali dilatih orang. Dalam penelitian Peterson,
ditemukan bahwa hampir setiap orang dapat secara cepat mengenali sekumpulan kekuatan
yang mereka ia miliki, sekita 2 sampai 5 kekuatan pada setiap orang.
6. Keutamaan dan Kekuatan Karakter Yang Membentuknya
Dalam usaha membentuk karakter, diperlukan pemahaman mengenai apa yang saja
keutamaan dan kekuatan karakter yang sejauh ini sudah dikembangkan oleh manusia.
Peterson dan Seligman (2004) berusaha untuk membuat daftar kekuatan karakter pribadi.
Daftar ini masih terus dilengkapi dan tidak tertutup terhadap penambahan. Seperti teori
ilmiah lainnya, teori tentang kekuatan karakter adalah subyek yang siap untuk diubah sesuai
dengan bukti yang ditemukan dari waktu ke waktu. Berikut ini 24 kekuatan karakter yang
tercakup dalam 6 kategori keutamaan.
Kebijaksanaan dan Pengetahuan
Kebijaksanaan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan dengan fungsi
kognitif, yaitu tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan pengetahuan. Ada enam
kekuatan yang tercakup dalam keutamaan ini, yaitu (1) kreativitas, orisinalitas dan
kecerdasan praktis, (2) rasa ingin tahu atau minat terhadap dunia, (3) cinta akan
pembelajaran, (4) pikiran yang kritis dan terbuka, dan (5) perspektif atau kemampuan
memahami beragam perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis untuk
pencapaian hidup yang baik.
Kreativitas memberikan kemampuan untuk berpikir dengan cara baru dan produktif
dalam membuat konsep dan menyelesaikan pekerjaan. Bersama dengan kekuatan orisinalitas
dan kecerdasan praktis, kreativitas memungkinkan orang yang memilikinya untuk dapat
menemukan solusi atau produk orisinal serta mampu menemukan cara-cara yang cerdik
untuk untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
8/151
131
Keingintahuan mencakup minat, dorongan untuk mencari kebaruan, keterbukaan
terhadap pengalaman. Kekuatan ini menjadikan orang memiliki minat dalam pengalaman
yang sedang berlangsung baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain, serta
melakukan penjelajahan dan penemuan.
Keterbukaan pikiran mencakup kemampuan membuat penilaian dan berpikir kritis.
Kekuatan ini memampukan orang yang memilikinya untuk berpikir mendalam dan
menyeluruh tentang berbagai hal, memeriksa mereka dari semua sisi, serta menimbang semua
bukti memadai.
Cinta pembelajaran memampukan orang yang memilikinya menguasai keterampilan,
topik, dan cabang pengetahuan baru, baik dengan cara belajar sendiri maupun secara formal
dalam lembaga pendidikan. Dengan kekuatan ini, orang mau terus belajar dan terus menerus
mengembangkan dirinya menjadi lebih.
Kekuatan perspektif menjadikan orang yang memilikinya mampu memberikan nasihat
bijak kepada orang lain serta memiliki cara untuk melihat dunia yang masuk akal bagi diri
sendiri dan orang lain. Dengan keutamaan ini, orang dapat memahami berbagai perspektif
yang ada dan menemukan benang merah di antara perspektif.
Kemanusiaan dan Cinta
Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan
interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan ini terdiri
atas kekuatan (1) baik dan murah hati, (2) selalu memiliki waktu dan tenaga untuk membantu
orang lain, mencintai dan membolehkan diri sendiri untuk dicintai, serta (3) kecerdasan sosial
dan kecerdasan emosional.
Kekuatan Kemanusiaan adalah kekuatan interpersonal yang melibatkan
kecenderungan dekat dan berteman dengan orang lain. Kekuatan cinta membuat orang
mampu menjalin hubungan dekat dengan orang lain, khususnya yang bercirikan kegiatan
berbagi dan peduli yang saling membalas.
Kekuatan kebaikan hati mencakup kedermawanan, pemeliharaan, perawatan, kasih
sayang, dan altruistik menjadikan orang mau berbagi kesenangan dan kebaikan dengan orang
lain. Orang dengan kekuatan ini menjadi berbuat baik sebagai bagian dari pengembangan
dirinya.
Kecerdasan sosial mencakup kecerdasan emosional dan kecerdasan intrapersonal
memampukan orang yang memilikinya memahami motif dan perasaan orang lain, serta
memahami motif dan perasaan diri sendiri. Orang dengan kekuatan ini dapat menempatkan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
9/151
132
diri sesuai dengan kebutuhan orang lain tanpa mengorbankan kebutuhan diri sendiri. Mereka
mengembangkan dirinya sekaligus juga mengembangkan orang lain.
Kesatriaan (Courage)
Keutamaan kesatriaan (courage) merupakan kekuatan emosional yang melibatkan
kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan meskipun mendapat halangan atau tentangan,
baik eksternal maupun internal. Keutamaan ini mencakup empat kekuatan, yaitu (1) untuk
menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan,(2) ketabahan atau kegigihan, tegus dan keras
hati, (3) integritas, kejujuran, dan penampilan diri dengan wajar, serta (4) vitalitas,
bersemangat dan antusias.
Kekuatan Keberanian mencakup kekuatan emosional yang melibatkan pelaksanaan
kehendak untuk mencapai tujuan dalam menghadapi oposisi eksternal dan internal membuat
orang tahan menghadapi ancaman dan tantangan. Orang dengan kekuatan ini kehendaknya
tidak menyusut ketika berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi seperti rasa nyeri
atau keletihan. Kekuatan ini memampukan orang bertindak atas keyakinan meskipun tidak
populer.
Ketabahan atau kegigihan mencakup ketekunan dan kerajinan adalah kekuatan yang
memampukan orang untuk menyelesaikan apa sudah dimulai, bertahan dalam suatu
rangkaian pencapaian tindakan meskipun ada hambatan. Orang dengan kekuatan ini mampu
menyesuaikan kata-kata dan perbuatan, serta berpegang pada prinsip dalam berbagai situasi,
bahkan situasi yang menghambat dan mengancam.
Integritas yang mencakup otentisitas (keaslian), kejujuran dan penampilan diri yang
wajar adalah kekuatan yang membuat orang mampu menampilkan diri secara tulus. Orang
dengan kekuatan ini mengambil tanggung jawab atas perasaan dan tindakannya. Ia mau
bertanggung jawab untuk semua perbuatannya dan menjalankan tugas-tugas secara jujur.
Vitalitas mencakup semangat, antusiasme, semangat, dan penuh energi adalah
kekuatan yang membuat orang dapat menjalani kehidupan penuh dengan kegembiraan,
semangat dan energi. Orang dengan kekuatan ini merasa hidup, aktif dan penuh daya juang.
Keadilan
Keutamaan keadilan (justice) mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu
masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup di sini, yakni 1) kewarganegaraan atau
kemampuan mengemban tugas, dedikasi dan kesetiaan demi keberhasilan bersama, 2)kesetaraan (equitydanfairness) perlakuan terhadap orang lain atau tidak membeda-bedakan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
10/151
133
perlakuan yang diberikan kepada satu orang dengan yang diberikan kepada orang lain, dan 3)
kepemimpinan. Keadilan adalah kekuatan sipil yang mendasari kehidupan masyarakat yang
sehat.
Kewarganegaraan mencakup tanggung jawab sosial, loyalitas dan kesiapan kerja
dalam tim membuat orang dapat bekerja dengan baik sebagai anggota kelompok yang setia
kepada kelompok.
Kesetaraan adalah kekuatan yang membuat orang memperlakukan semua orang sama
di hadapan keadilan, bukan membiarkan keputusan atau perasaan pribadi yang bias tentang
orang lain. Kekuatan ini menghindarkan orang dari prasangka primordial seperti rasisme dan
stereotipe. Orang dengan kekuatan ini mementingkan kesejahteraan orang lain seperti
kesejahteraannya sendiri.
Kepemimpinan adalah kekuatan yang mendorong orang sebagai anggota kelompok
atau sebagai pemimpin untuk menyelesaikan tugas dan pada saat yang sama menjaga
hubungan yang baik dengan orang lain dalam kelompok. Orang dengan kekuatan ini dapat
menempatkan diri dan bekerja secara prima baik sebagai pemimpin maupun sebagai
bawahan.
Pengelolaan Diri
Pengelolaan diri (temperance) adalah keutamaan untuk melindungi diri dari segala
akibat buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri. Di dalamnya
tercakup kekuatan (1) pemaaf dan pengampun, (2)pengendalian diri, (3) kerendahan hati, dan
(4) kehati-hatian (prudence). Keutamaan ini melindungi terhadap kemungkinan hidup
berlebihan atau berkurangan, serta menjaga orang berada di situasi yang tepat. Kata lain yang
dapat digunakan untuk keutamaan ini adalah ugahari.
Pengampunan dan belas kasihan adalah kekuatan yang memberikan orang
kemampuan untuk mengampuni mereka yang telah berbuat salah, menerima kekurangan
orang lain, memberikan orang kesempatan kedua, dan tidak pendendam. Kekuatan ini
membuat orang percaya kepada kemampuan manusia untuk berbuat baik dan menghindarkan
diri dari pesimisme terhadap kebaikan manusia.
Pengendalian diri adalah kekuatan yang memampukan orang mengetahui apa yang
masuk akal dan tidak masuk akal untuk dilakukan sehingga dapat memilih hal-hal yang
masuk akan untuk dilakukannya. Kekuatan ini membuat orang dapat disiplin, mengendalikan
selera dan emosi mereka. Orang dengan kekuatan ini dapat menentukan tindakan-tindakan
yang tepat bagi dirinya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
11/151
134
Kerendahan hati atau kesederhanaan adalah kekuatan yang membuat orang
mengedepankan prestasi daripada pengakuan atas keberhasilan. Orang dengan kekuatan ini
tidak melakukan kebaikan hanya untuk diri mereka sendiri. Prestasi bagi orang dengan
kekuatan ini bukan tentang diri sendiri, melainkan untuk sebanyak mungkin orang. Mereka
tida menilai diri sendiri sebagai lebih atau khusus dibandingkan orang lain.
Kehati-hatian adalah kekuatan yang membuat orang selalu berhati-hati dalam memilih
seseorang, tidak mengambil risiko yang tidak semestinya, tidak mengatakan atau melakukan
hal-hal yang nantinya mungkin akan disesali.
Transendensi
Transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia
dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Di dalam keutamaan
ini tercakup kekuatan (1) penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan; (2)
kebersyukuran (gratitude) atas segala hal yang baik, (3) penuh harapan, optimis, dan
berorientasi ke masa depan, semangat dan gairah besar untuk menyongsong hari demi hari;
(4) spiritualitas: memiliki tujuan yang menuntun kepada kebersatuan dengan alam semesta,
serta (5) menikmati hidup dan selera humor yang memadai. Keutamaan Transendensi adalah
kekuatan yang menempa orang untuk dapat memahami koneksi yang ada di alam semesta,
memahami daya-daya yang lebih besar dari manusia, serta memperoleh dan memberikan
makna.
Penghargaan terhadap keindahan dan keunggulan yang mencakup kekaguman,
keheranan, peningkatan kesadaran adalah kekuatan yang membuat orang mampu menghargai
keindahan, keunggulan, keterampilan, dan kinerja yang baik dalam berbagai ranah
kehidupan. Pada diri sendiri, orang dengan kekuatan ini terdorong juga untuk menghasilkan
keindahan, keunggulan, keterampilan dan kinerja yang baik. Kekuatan ini juga membuat
orang mampu menangkap inspirasi atau gugahan untuk menampilkan diri lebih baik.
Syukur adalah kekuatan yang menbuat orang dapat menyadari dan berterima kasih
atas hal baik yang terjadi, serta meluangkan waktu untuk mengungkapkan terima kasih.
Orang dengan kekuatan ini menerima apa yang ada dalam kehidupan sebagai anugrah dan
berkah sehingga selalu berusaha menampilkan perilaku yang baik sebagai ungkapan terima
kasihnya.
Harapan mencakup optimisme, menjalani hidup secara positif dari waktu ke waktu,
dan pikiran yang berorientasi ke masa depan adalah kekuatan yang membuat orang selalu
mengharapkan yang terbaik di masa depan dan bekerja untuk mencapainya. Orang dengan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
12/151
135
kekuatan ini selalu optimistik menjalan hidup, berusaha terus menerus untuk lebih baik, dan
percaya bahwa yang baik selalu dapat dicapai dalam hidup.
Spiritualitas mencakup religiusitas, iman, dan adanya tujuan hidup adalah kekuatan
yang membuat orang memiliki keyakinan koheren tentang tujuan yang lebih tinggi, makna
hidup, dan makna alam semesta. Orang dengan kekuatan ini menampilkan perilaku yang
konsisten dan koheren sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan hidupnya dan berusaha
menyesuaikan diri dan aktivitasnya dengan daya-daya yang lebih besar di alam semesta.
Kekuatan menikmati hidup dan humor membuat orang dapat menjalani hidup yang
penuh suka-cita, menyukai tertawa dan menggoda orang untuk menghasilkan keceriaan,
membawa dirinya dan orang lain kepada situasi yang membuat tersenyum, serta melihat sisi
terang dari kehidupan. Orang dengan kekuatan ini menjalani hidup secara ringan meski
dalam situasi-situasi yang sulit dan berat.
Tabel 4.1: Kekuatan dan Keutamaan Karakter
No. Kekuatan Keutamaan
1. Kekuatan kognitif:Kebijaksanaan dan
pengetahuan
kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai
kegiatan belajar, perspektif (memiliki gambaran besar
mengenai kehidupan).
2. Kekuatan interpersonal:
Kemanusiaan
cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli,
sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruisitik),
serta memiliki kecerdasan sosial.
3. Kekuatan emosional:
Kesatriaan
keberanian untuk menyatakan kebenaran dan mengakui
kesalahan, teguh dan keras hati, integritas (otentisitas,
jujur), serta bersemangat dan antusias.
4. Kekuatan kewarganegaraan
(Civic): Berkeadilan
citizenship (tanggung jawab sosial, kesetiaan, mampu
bekerjasama), fairness (memperlakukan orang setara dan
adil), serta kepemimpinan.
5. Kekuatan menghadapi dan
mengatasi hal-hal yang tak
menyenangkan:Pengelolaan-
diri (Temperance)
pemaaf dan pengampun, kerendahatian, hati-hati dan penuh
pertimbangan, serta regulasi-diri.
6. Kekuatan spiritual:
Transendensi
apresiasi keindahan dan kesempurnaan, penuh rasa terima
kasih, harapan (optimis, berorientasi ke masa depan),
spritualitas (religiusitas, keyakinan, tujuan hidup), serta
menikmati hidup dan humor,
7. Karakter dan Spiritualitas
Manusia memiliki kemampuan untuk memahami keterkaitan dirinya dengan seluruh
alam semesta, juga keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta. Kekuatan karakter
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
13/151
136
transendensi memungkinkan manusia memahami keterkaitan itu. Dengan kekuatan itu
manusia dapat memaknai apa yang ada di dunia dalam hubungannya dengan hal lain dan
dalam konteks keseluruhan semesta. Pemaknaan terhadap keseluruhan alam ini
dimungkinkan adanya pada manusia meskipun secara fisik ia terbatas dan tak pernah dapat
mengenali keseluruhan dunia secara empirik.
Kekuatan transendensi ditandai oleh kemampuan untuk membayangkan apa yang
mungkin ada di luar situasi yang dialami kini dan di sini. Pembayangan itu dapat
menggerakkan manusia untuk melampaui situasi kini dan di sini, mewujudkan apa yang
dibayangkannya itu menjadi situasi nyata yang memberikan kebaruan bagi dunia.
Kemampuan membayangkan apa yang mungkin ada dan kemampuan melampaui situasi kini
dan di sini mensyaratkan adanya kemampuan memahami keterkaitan semua unsur alam
semesta. Daya yang memungkinkan manusia untuk melakukan itu semua disebut spiritualitas.
Istilah spiritualitas mempunyai pengertian yang luas dan menghasilkan penafsiran
yang berbeda-beda. Meskipun tak ada kesatuan pengertian, secara umum kita dapat
memahami fenomena spiritualitas dari berbagai pengertian yang ada dan pernah diajukan
oleh beberapa ahli. Dengan pertimbangan itu, pemaparan beberapa pengertian spiritualitas di
sini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang apa itu spiritualitas. Dalam salah satu
pengertiannya, spiritualitas merujuk kepada sesuatu yang teramat religius, sesuatu yang
berkaitan dengan roh (spirit) dan hal-hal yang sakral. Pembicaraan tentang spiritualitas
merujuk kepada hal-hal yang berhubungan dengan roh dan hal-hal sakral lainnya yang
dianggap berkaitan dengan roh, misalnya Tuhan dan makhluk-makhluk di luar manusia yang
memiliki sifat dan kekuatan gaib. Di dalamnya juga terkandung pengertian tentang
bagaimana kita bersikap dan memperlakukan hal-hal yang gaib dan sakral itu.
Pandangan lain menunjukkan bahwa spiritualitas tidak terpisah dari kehidupan sehari-
hari. Ia adalah pengalaman yang terjadi di tengah keseharian hidup manusia. Spiritualitas
memberikan kedalaman dan integritas kepada kehidupan manusia sebagai makhluk yang
hidup dalam kebudayaan, tempat, dan waktu tertentu. Perbedaan-perbedaan yang ada
antarmasyarakat hanya gejala yang tampil di permukaan. Di bagian yang lebih dalam, setiap
masyarakat memiliki dasar spiritualitas yang universal. Spiritualitas terpancar dari dalam
semua struktur sosial yang ada dalam setiap masyarakat dan dalam tampilan fisik. Setiap
peristiwa fisik dapat membawa manusia kepada aspek spiritual jika manusia meningkatkan
kepekaannya. Dengan menghayati kehidupan sehari-hari, seseorang dapat merasakan
pengalaman spiritual yang mendalam.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
14/151
137
Narayanasamy (dalam McSherry, 1998) menegaskan bahwa tidak ada satu pun
definisi dari spiritualitas yang otoritatif. Burnard (1988, dalam McSherry, 1998) melihat
spiritualitas dapat merujuk kepada pengertian yang berbeda pada orang yang berbeda.
Menurutnya semua individu memiliki spiritualitas yang khas dan khusus bagi diri mereka,
terlepas dari orientasi religius dan kepercayaan yang dianutnya. Meskipun begitu, Burnard
menilai definisi spiritualitas yang dikemukakan oleh Murray dan Zentner (1989, dalam
McSherry, 1998) mendekati pengertian yang universal dan komprehensif. Mereka
mendefinisikan spiritualitas demikian:
. . . a quality that goes beyond religious affiliation, that strives for inspirations,
reverence, awe, meaning and purpose, even in those who do not believe in any god.
The spiritual dimension tries to be in harmony with the universe, and strives for
answers about the infinite, and comes into focus when the person faces emotionalstress, physical illness or death.
Definisi Murray dan Zentner tersebut mengusulkan spiritualitas harus ditempatkan
dalam konteks keseluruhan alam semesta dan keterkaitan isi dunia ini. Spiritualitas
melampaui afiliasi terhadap agama tertentu. Spiritualitas merupakan suatu kualitas yang juga
dapat dicapai bahkan oleh mereka yang tidak percaya kepada Tuhan. Pada intinya, dimensi
spiritual manusia selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan
menjawab pertanyaan tentang yang tak terbatas. Definisi ini menunjukkan spiritualitas
sebagai hal yang kompleks dan memiliki kaitan dengan banyak variabel. Segala hal yang ada
di alam semesta ini terkait dengan spiritualitas.
Dengan demikian, spiritualitas dapat dipahami sebagai dasar kekuatan dan keutamaan
karakter manusia. Keutamaan-keutamaan yang terkandung dalam kekuatan transendensi
merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan seluruh alam
semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Sebagaimana disebutkan di atas, dalam
kekuatan transendensi ada penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan. Penghargaan
ini memberikan dasar bagi manusia untuk menjalani hidup secara bermakna, optimis, dan
selalu memperjuangkan kebaikan. Penghargaan ini juga menyebabkan kekuatan karakter
yang lain menjadi penting dalam rangka memperjuangkan kehidupan yang indah dan
sempurna. Tanpa penghargaan akan kehidupan yang indah dan sempurna, kita tidak dapat
mengembangkan kekuatan karakter pada diri kita sebab kita akan cenderung pesimis, masa
bodoh, semena-mena, dan membiarkan saja hal-hal buruk terjadi, jika kita memaknai hidup
sebagai hal yang buruk, jelek, dan kacau-balau. Kita memperjuangkan kehidupan yang baik
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
15/151
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
16/151
139
memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan
menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang
lebih besar dari diri sendiri. Jelaslah bahwa ketiga bentuk kebahagiaan ini berkaitan erat
dengan keutamaan dan kekuatan manusia. Jelas juga bahwa ketiga hal itu merupakan kategori
spiritual. Ketiganya dimungkinkan oleh daya-daya spiritual manusia. Singkatnya,
kebahagiaan manusia mensyaratkan pemanfaatan daya-daya spiritualnya.
Menurut Seligman, tidak ada jalan pintas untuk mempersingkat pencapaian
kebahagiaan. Kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan memandang hidup sebagai hal yang
bermakna dan berharga, mengenali diri sendiri dan menemukan kekuatan-kekuatan kita, lalu
memanfaatkan kekuatan-kekuatan itu untuk kepentingan yang lebih besar. Jadi, jika kita
ingin bahagia, maka kita harus mulai dengan belajar berpikir positif, memandang hidup dan
orang lain sebagai hal yang baik, serta memaknai dunia dan seisinya sebagai kebaikan yang
dianugerahkan kepada kita.
Pendidikan harus diarahkan kepada ketiga kebahagiaan itu. Peserta didik difasilitasi
dan dilatih untuk selalu memaknai setiap tindakan yang dilakukannya. Mereka juga
difasilitasi untuk memahami kekuatan dan keutamaan tertinggi yang dimiliki manusia. Lalu
mereka difasilitasi dan dibiasakan untuk melayani atau mengerjakan hal-hal yang lebih besar
dari mereka sendiri. Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter
merupakan bahan dari pendidikan karakter. Materi-materi itu yang diajarkan kepada peserta
didik dengan berbagai cara yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan, bahkan, lebih jauh lagi, sampai terbentuknya sifat-sifat yang merupakan
keutamaan.
Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan karakter maka
seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan karakter. Dengan
demikian tidak diperlukan pendidikan karakter khusus di luar pendidikan secara
keseluruhan; juga tak diperlukan pelatihan pembentukan karakter. Tetapi belakangan kita
menyaksikan pendidikan secara umum seperti dipisahkan dari pembentukan karakter
sehingga diperlukan usaha khusus untuk menyelenggarakan pendidikan karakter sebelum
nanti pembentukan karakter kembali menjadi inti dari pendidikan.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
17/151
140
DAFTAR PUSTAKA
Allport, G. W. 1937. Personality: APsychological Interpretation. New York: Holt.
Allport, G. W. 1961. Becoming: Basic Consideration for a Psychology of Personality. New
Haven: Yale University Press.
Dewantara, K. H. 2004. Karya K. H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta:
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Hatta, M. 19932/1988. Ke Arah Indonesia Merdeka. Dalam Karya Lengkap Bung Hatta
(Buku 1): Kebangsaan dan Kerakyatan, hlm. 21130. Jakarta: Penerbit PT
Pustaka LP3ES Indonesia.
McSherry, W. 1998. Nurses Perceptions of Spirituality and Spiritual Care NursingStandard. 13, 4, 36-40. Situs Web: http://www.nursing-
standard.co.uk/archives/vol13-04/research.htm.
Peterson, C. (2006).A Primer in Positive Psychology. New York: Oxford University Press
Peterson, C. dan Seligman, M. E. P. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and
Classification.Oxford: Oxford University Press.
Radhakrishnan, Sarvepalli, dll. (ed.). 1957.History of Philosophy: Eastern and Western, Vol.
I. London: George Allen & Unwin.
Ross, L. 1995. The Spiritual Dimension: Its Importance to Patients Health, Well-being andQuality of Life and Its Implications for Nursing Practice. Dalam International.
Journal of Nursing Studies, 32, 5, 451-468.
Santoso, S. I. 1979. Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Seligman, M. P. E. 2004. Interview with Martin Seligman. DalamEdge,23 Maret 2004.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
18/151
141
BAB II
DASAR-DASAR FILSAFAT
Bagus Takwin
1. Pendahuluan
Tulisan ini menyajikan secara singkat hal-hal yang mendasar atau prinsip-prinsip
dasar tentang filsafat. Dengan demikian, materi yang disajikan di sini boleh dikatakan hanya
berupa pengantar filsafat disertai identitas utamanya sebagai perkenalan. Pokok bahasan yang
termuat dalam bab ini terdiri atas pengertian, cabang, dan aliran filsafat, serta alternatif
langkah belajar dan manfaat filsafat.
Sebelum masuk ke pembahasan topik-topik tersebut, terlebih dahulu akan dibahas
alasan perlunya kita yang mendalami ilmu pengetahuan atau sains belajar filsafat. Di
pendahuluan ini juga dibahas hubungan filsafat dengan kekuatan dan keutamaan karakter.
Mengapa ilmuwan masih perlu filsafat?
Penjelasan tentang hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dapat kita temui
dalam literatur filsafat ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi, fondasi, metode, dan
implikasi dari ilmu pengetahuan. Kajian ini juga berkaitan dengan penggunaan dan manfaat
ilmu pengetahuan, serta eksplorasi apakah hasil ilmiah sungguh-sungguh menghasilkan
kebenaran. Filsafat ilmu juga mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk ilmu tertentu
(misalnya filsafat biologi atau filsafat fisika). Beberapa filsuf ilmu juga menggunakan hasil
kontemporer ilmu pengetahuan untuk memperoleh kesimpulan tentang filsafat. Di sisi lain,
filsafat ilmu berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
19/151
142
Ada alasan karya pemenang Hadiah Nobel fisika 1932, Weiner Heisenberg, mengenai
fisika abad ke-20 diberi judul Physics and Philosophy (Fisika dan Filsafat). Juga ada alasan
hasil karya Karl Popper disebut filsafat ilmu. Keduanya memberikan indikasi yang kuat
bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan saling membutuhkan. Meski ada pertentangan pendapat
mengenai hubungan antara ilmu pengetahuan dan filsafat, dewasa ini hubungan keduanya
erat lagi dewasa ini. Setidaknya, ada tiga bidang kajian filsafat yang dibutuhkan ilmu
pengetahuan untuk menjadi dasar bagi aktivitas-aktivitasnya mencari pengetahuan.
1. Etika. Ilmuwan dituntut bertindak secara etis, baik dalam aktivitas mencaripengetahuan maupun dalam penerapan pengetahuan. Sejarah menunjukkan bahwa
tanpa dasar etis, ilmu pengetahuan dapat menghasilkan kerugian dan kerusakan di
dunia.
2. Epistemologi. Sebagai bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan, epistemologidiperlukan oleh ilmu pengetahuan untuk memberi dasar bagi perolehan pengetahuan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan epistemologi juga merupakan pertanyaan yang
perlu diajukan ilmu pengetahuan. Bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui?
Sejauh mana ilmu pengetahuan dapat bekerja tanpa mengkaji pengetahuan? Apa itu
pengetahuan? Apa yang membuat pengetahuan benar dan bagaimana kita
mengetahuinya? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab baik oleh filsafat maupun
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan membutuhkan jawaban, setidaknya pendekatan
kerja yang akan digunakan dalam penelitian, yang biasanya tampil dalam bentuk
paradigma ilmiah.
3. Logika. Bagaimana kita tahu bahwa pengetahuan yang kita peroleh dihasilkan darimetode rasional? Apa itu metode rasional? Bagaimana kita memastikan pikiran yang
digunakan dalam usaha perolehan pengetahuan yang benar adalah pikiran yang tepat?
Untuk dapat menjawab ini semua dibutuhkan filsafat logika. Tanpa logika, filsafat
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
20/151
143
dan ilmu pengetahuan tidak dapat memastikan langkah-langkah perolehan
pengetahuan yang benar.
Lalu, mengapa filsafat dibahas beriringan dengan pengembangan kekuatan dan
keutamaan karakter? Apa hubungan antara keduanya?
Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang saling menguatkan. Filsafat memang
mengandalkan pikiran karena untuk mencapai kebenaran diperlukan pikiran. Tetapi
berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran. Berfilsafat berarti juga melibatkan keseluruhan
diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Ada syarat-syarat berfilsafat yang melibatkan
sifat-sifat baik manusia.
Dari sini dapat dipahami bahwa berfilsafat membutuhkan kekuatan dan keutamaan
karakter. Filsafat yang berarti cinta kebenaran menuntut orang yang menekuninya memiliki
keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan beserta kekuatan-kekuatan yang tercakup di
dalamnya. Tetapi, berfilsafat juga merupakan sebuah cara untuk membangun karakter.
Aktivitas dalam filsafat mencakup kegiatan berpikir, mencari kemungkinan lain dari situasi,
menjaga kesetiaan, berani mengambil risiko, dan sebagainya merupakan aktivitas yang dapat
menguatkan karakter. Dengan dasar itu, maka filsafat dipelajari beriringan dengan
pengembangan karakter.
2. Pengertian Filsafat
Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan Yunani Kuno, Herodotus
(484-424 SM). Ia menggunakan kata kerja berfilsafat dalam percakapannya dengan
Croesus yang kemudian menyampaikan kepada Solon bahwa ia mendengar Solon telah
melakukan perjalanan melalui berbagai negeri untuk berfilsafat digerakkan oleh hasrat akan
pengetahuan. Kata berfilsafat di situ mengindikasikan bahwa Solon mencari pengetahuan
untuk pengetahuan semata. Kata filosof atau filsuf berasal dari kata philosophos yang berati
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
21/151
144
pencinta kebijaksanaan; philos berarti kebijaksanaan, dan sophos berarti pecinta dari kata
dasar sophia yang berarti cinta.
Ada dugaan yang tak dapat dilacak catatan tertulisnya bahwa kata filsafat dapat dilacak
lebih jauh lagi asalnya pada Pythagoras (sekitar 582-500 SM). Dugaan itu didasarkan pada
tulisan Cicero (106-43 SM), Diogenes Laertes dan Iamblichus. Sebagaimana dikatakan oleh
Cicero (terjemahan King, 1945), cerita tentang penggunaan kata filsafat itu terdapat dalam
percakapan Pythagoras dengan Leon, penguasa Phlius di Peloponnesus. Pythagoras
menjelaskan dirinya sebagai filsuf, dan berkata bahwa urusannya adalah menyelidiki hakikat
benda-benda. Penjelasan Cicero diperkuat oleh Laertes (terjemahan Hicks, 1931) dan
Iamblichus (terjemahan Burch, 1965). Dari ketiganya, dapat disimpulkan bahwa berbeda dari
orang-orang kebanyakan yang mencari ketenaran atau kemasyuran (doxa), filsuf mencari
kebenaran (aletheia, kalliston theorian).
Penggunakan kata filsuf selanjutnya digunakan oleh beberapa penulis Yunani, di
antaranya Xenophon (430-354 SM) dan Plato (427-347 SM). Pengertian filsuf dalam tulisan-
tulisan mereka adalah orang yang mencurahkan diri dan hidupnya untuk mencari
kebijaksanaan atau untuk melakukan pembelajaran. Dalam arti sempitnya, filsuf adalah orang
yang menyelidiki dan mendiskusikan sebab-sebab benda dan kebaikan tertinggi (Thayer,
2011).
Dalam dialog Plato, Phaedrus, ditemukan penggunaan kata filsuf melalui paparan
Socrates:
to all of them we are to say that if their compositions are based on knowledge of
the truth, and they can defend or prove them, when they are put to the test, by spoken
arguments, which leave their writings poor in comparison of them, then they are to
be called, not only poets, orators, legislators, but are worthy of a higher name,
befitting the serious pursuit of their life Wise, I may not call them; for that is a
great name which belongs to God alone,lovers of wisdom or philosophers is their
modest and befitting title.(Plato, terjemahan Jowett, 1892: 488)
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
22/151
145
Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh pengetahuan tentang
kebenaran dan dapat mempertahankannya dengan argumentasi yang kuat patut disebut filsuf.
Mereka adalah pencinta kebijaksanaan.
Apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Dari asal katanya dalam
bahasa Yunani Kuno yaitu philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) maka artinya adalah
cinta akan kebenaran atau kebijaksanaan (wisdom). Definisi ini masih terlalu umum sebab
ada banyak juga usaha untuk memperoleh kebenaran yang bukan filsafat. Untuk itu perlu
dirumuskan sebuah definisi filsafat yang lebih spesifik. Jika kita pelajari lebih lanjut
pemikiran-pemikiran filosofis sejak Yunani Kuno hingga abad ke-21, filsafat dapat
didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan
secara kritis, radikal dan sistematis.
Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Sebuah usaha adalah
sebuah proses, bukan semata produk. Dengan demikian, yang pertama-tama memiliki sifat
sistematis, kritis dan radikal adalah proses memperoleh pengetahuan. Filsafat sebagai sebuah
upaya adalah sebuah proses yang terus menerus berlangsung, tak ada kata putus, berlangsung
terus hingga kini. Proses itu berisi aktivitas-aktivitas untuk memahami segala perwujudan
kenyataan atau apa yang ada (being). Hasrat filsafat adalah memahami apa yang ada dan
mungkin ada. Apa yang hendak diketahui filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses
pemahaman itu berlangsung terus menerus.
Meski produk filsafat berupa pemikiran filosofis mencerminkan proses pencariannya
dan merupakan pelajaran penting, tidak tepat jika dalam memahami filsafat kita hanya fokus
pada produknya. Sebagai produk, filsafat dapat terkesan sebagai barang jadi, sesuatu yang
telah selesai. Bisa jadi, jika kita lihat produknya saja kalimat-kalimat dalam filsafat tampil
sebagai resep, ibarat resep masakan, tinggal diikuti petunjuknya mulai dari bahan sampai cara
memasak, jadilah makanan yang siap santap. Atau sebaliknya kalimat-kalimat dalam filsafat
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
23/151
146
tampil sebagai kerumitan yang sulit dimengerti, membuat orang gentar dan berpikir bahwa
filsafat bukan urusan orang kebanyakan. Itu bisa terjadi jika kita tidak memahami prosesnya.
Padahal, filsafat semestinya ditujukan kepada siapa saja, kepada semua orang. Filsafat
mengupayakan pengetahuan universal. Lebih penting lagi, filsafat mengupayakan
berlangsungnya proses pencarian pengetahuan universal.
Jika filsafat hanya dianggap sebagai sebuah produk yang sudah selesai, maka akan
terjadi kontradiksi dalam pengertian filsafat. Filsafat yang memiliki sifat kritis tidak mungkin
merupakan barang yang jadi. Setidaknya, sebagai produk filsafat adalah pemikiran yang perlu
dikaji, direfleksikan dan dikritik lagi.
Istilah kritis dalam pengertian filsafat berasal dari istilah latin kritein yang berarti
memilah-milah dan kritikos yang berarti kemampuan menilai. Sifat kritis filsafat
mengandung dua pengertian ini. Berfilsafat berarti memilah-milah obyek yang dikaji dan
memberi penilaian terhadap obyek itu. Dalam berfilsafat, para filsuf memilah satu hal dari hal
lainnya untuk diperbandingkan. Hasil perbandingan kemudian dinilai guna mengetahui
hubungan antara hal. Penilaian diberikan dalam bentuk yang paling sederhana seperti lebih
kecil atau lebih besar hingga bentuk yang kompleks seperti hubungan sebab-akibat dan
dialektika (perpaduan dua hal yang berlawanan dengan dasar pemikiran yang lebih
abstrak).
Secara lebih khusus lagi kritis di sini diartikan sebagai terbuka pada kemungkinan-
kemungkinan baru, dialektis (menjajaki kemungkinan perpaduan dua hal yang bertentangan),
tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang sudah ada, serta selalu hati-hati
dan waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran. Berfilsafat berarti juga
berpikir kritis. Lebih khusus lagi, yang dimaksud berpikir kritis di sini adalah usaha yang
dilakukan secara aktif untuk memahami dan mengevaluasi informasi dengan tujuan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
24/151
147
menentukan apakah informasi itu diterima, ditolak atau belum dapat diputuskan
penerimaannya karena belum jelas.
Sifat utama filsafat yang lain adalah radikal. Istilah radikal berasal dari kata radix yang
berarti akar. Radikal berarti mendalam, sampai ke akar-akarnya. Pemahaman yang ingin
diperoleh dari kegiatan filsafat adalah pemahaman yang mendalam. Berpikir kritis
memungkinkan orang untuk dapat berpikir radikal. Dengan berpikir kritis yang sifatnya luas
dan mendalam, orang tidak begitu saja menerima apa yang ada, melainkan mencermati,
menemukan masalah dan lubang-lubang pada pengetahuan yang sudah ada, lalu mencari
pejelasan baru yang lebih lengkap. Penjelasan baru itu bisa jadi menggantikan penjelasan
terdahulu, membongkar dasar dan mencabut akar-akar pemikiran sebelumnya. Sifat radikal
pada filsafat memungkinkannya memahami persoalan sampai ke akar-akarnya dan
mengajukan penjelasan yang mendasar.
Berfilsafat dilakukan secara sistematis. Asal kata sistematis adalah systema yang berarti
keteraturan, tatanan dan saling keterkaitan. Sistematis di sini memiliki pengertian bahwa
upaya memahami segala sesuatu itu dilakukan menurut suatu aturan tertentu, runut dan
bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti suatu aturan tertentu pula. Sifat sistematis itu
disertai dengan jaminan langkah-langkah berpikir yang tepat. Dengan kata lain, sifat
sistematis dalam filsafat sekaligus mencakup sifat logis. Dari sini dapat dipahami bahwa
filsafat mencakup logika. Artinya, filsafat selalu memegang keyakinan akan daya argumen
dan penalaran. Logika yang digunakan dalam filsafat merupakan logika baru untuk
jamannya. Jika kita cermati pemikiran para filsuf besar dunia, maka kita temukan di sana
logika yang mereka gunakan untuk memahami perwujudan kenyataan yang dikaji.
Berdasarkan pengertian filsafat yang sudah dipaparkan di sini, dapat disimpulkan
bahwa berpikir filosofis berarti merenung yang bukan mengkhayal atau melamun. Merenung
yang dimaksudkan adalah berkontemplasi, yaitu berpikir mendalam, kritis, dan universal
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
25/151
148
dengan konsentrasi tinggi yang terfokus atau menitikberatkan pada segi usaha mengetahui
sesuatu. Seorang filsuf bernama Jacques Maritain mengatakan, Filsafat ialah suatu
kebijaksanaan dan sifatnya pada hakikatnya berupa usaha mengetahui.Mengetahui dalam arti
paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan kepastian berdasarkan sebab-
sebabnya mengapa barang sesuatu itu seperti keadaannya, tidak bisa lain dari itu (Kattsoff,
2004:65). Usaha mengetahui yang dilakukan melalui filsafat dengan cara berpikir, harus
mengikuti kriteria yang sekaligus merupakan ciri berpikir filosofis yang disarikan berikut ini.
Filsafat merupakan pemikiran yang sistematis. Perenungan filosofis ialah percobaan untuk
menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional untuk memahami dunia tempat kita hidup,
maupun untuk memahami diri kita sendiri. Perenungan itu dapat dilakukan oleh
perseorangan, sama seperti cara bertanya kepada diri sendiri, dan bisa juga secara
berkelompok yang diisi dengan dialog yang bersifat analitis dan kritik secara timbal balik.
Hasrat filosofis ialah berpikir secara ketat. Kegiatan filosofis sesungguhnya
merupakan perenungan atau pemikiran yang sifatnya kritis, tidak begitu saja menerima
sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang lainnya,
menanyakan mengapa, dan mencari jawaban yang lebih baik dari jawaban pertama
(pandangan awal). Suatu perenungan filosofis harus bersifat koheren atau runtut (tidak boleh
mengandung pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan alias tidak runtut
(inconsistent)). Dua pernyataan yang saling bertentangan (contradictory), tidak mungkin
kedua-duanya benar.
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagian konsepsional yang
merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-
proses, satu demi satu. Di antara yang dibicarakan itu adalah pemikiran itu sendiri. Filsafat
merupakan hasil menjadi sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai pemikir, dan
menjadi kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
26/151
149
dipikirkannya. Jadi, seorang filsuf pada hakikatnya membicarakan tiga hal, yaitu dunia di
sekitarnya, dunia yang ada dalam dirinya, dan perbuatan berpikir itu sendiri. Dalam filsafat
tidak boleh ada misteri. Misteri adalah sesuatu yang gelap, belum terpecahkan, bahkan bisa
jadi tidak akan pernah terpecahkan karena gaib. Misteri yang telah terpecahkan turun
statusnya menjadi problem. Problem adalah sesuatu masalah yang dapat dipecahkan (ada
ilmu untuk itu: how to solve the problem). Objek filsafat haruslah menyangkut sesuatu yang
nyata dan jelas. Pada dasarnya filsafat menelaah segala masalah yang dapat dipikirkan oleh
manusia. Namun, masalah yang dipikirkan itu harus jelas, bukan yang misterius. (Kattsoff,
2004:15.)
3. Cabang dan Aliran Filsafat
Ada berbagai cara untuk membagi filsafat menjadi cabang-cabang yang memiliki
obyek kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika
permasalahan (Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari
ontologi, epistemologi dan axiologi. Kita juga bisa menemukan pembagian filsafat
berdasarkan obyek kajian dengan cabang-cabang di antaranya filsafat alam, filsafat
matematika, filsafat ilmu, filsafat sejarah, filsafat ketuhanan, filsafat bahasa, filsafat agama
dan filsafat politik.
Di sini kita akan fokus pada pembagian filsafat berdasarkan sistematika
permasalahannya. Seperti yang sudah disebut, filsafat secara sistematis terbagi menjadi 3
bagian besar:
1) Ontologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being) atau tentang apa
yang nyata;
2) Epistemologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup
pengetahuan; dan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
27/151
150
Epistemologi
dlm arti sempit
Metodologi
Logika
2
1
Ontologi
Metafisika
Etika
Estetika
3
Gambar 1. Diagram pembagian bidang filsafat
Filsafat Ilmu
3) Axiologi yaitu bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang
seharusnya dilakukan manusia.
Ontologi
Istilah ontologi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu ontayang berarti ada dan
logia yang berarti ilmu, kajian, prinsip atau aturan. Ontologi secara umum
didefinisikan sebagai studi filosofis tentang hakikat ada (being), eksistensi, atau realitas, serta
kategori dasar keberadaan dan hubungan mereka. Ontologi secara tradisional dianggap
sebagai cabang utama filsafat. Tetapi belakangan, banyak filsuf modern dan pascamodern
yang mengabaikan ontologi dan tidak memiliki pemikiran ontologis, atau menganggap
ontologi bukan bagian penting dari filsafat. Meskipun demikian, masih banyak filsuf yang
masih menganggap penting ontologi.
Sebagai bidang kajian filsafat tentang ada, ontologi dalam arti umum dibagi dua
menjadi dua subbidang, yaitu ontologi(dalam arti khusus) dan metafisika. Ontologi dalam
arti khusus mengkaji ada yang keberadaannya tidak disangsikan lagi. Dalam ontologi kita
berfilsafat tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh
indra. Sedangkan metafisika mengkaji ada yang masih disangsikan kehadirannya.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
28/151
151
Kata metafisika berasal dari kata tameta dan taphysika. Tameta berarti di balik atau
dibelakang. Taphysikaberarti sesuatu yang bersifat fisikal, dapat ditangkap bentuknya oleh
indra. Berdasarkan asal katanya itu, metafisika diartikan sebagai kenyataan di balik fisika
atau kenyataan yang bentuknya tak terjangkau oleh indra. Metafisika berhubungan dengan
obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melampaui sesuatu
yang bersifat fisik. Secara fisik ada itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap
ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, pengertian metafisika bergeser menjadi suatu cabang filsafat
yang mengkaji hal-hal (being) yang masih disangsikan kehadirannya. Metafisika
berhubungan dengan objek-objek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena objek
itu melampaui sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik hal itu tidak tampak namun oleh
sebagian orang dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya. Dapat
dikatakan pula bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji realitas yang supra-
inderawi dibalik gejala-gejala fisik.
Beberapa ahli filsafat memberi pengertian yang berbeda-beda terhadap metafisika.
Salah satunya Whiteley (1977) yang mendefinisikan metafisika sebagai The theory of the
nature of the universe as a whole, and of those general prinsiples which are true of
everything that exist. Menurutnya metafisika adalah teori tentang sifat-sifat alamiah
keberadaan dunia sebagai suatu keseluruhan, dan teori yang merupakan prinsip umum itu
dapat menjelaskan secara benar segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber,
hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Oleh karenanya kajian ini masuk juga dalam ruang
lingkup epistemologi. Pertanyaan epistemologis yang hendak dijawab di sini adalah
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
29/151
152
bagaimana proses perolehan pengetahuan pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat
mengetahui. Dalam epistemologi terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi
dalam arti sempit; (2) filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika.
Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat
pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur
pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan. Pengetahuan di sini
adalah pengetahuan umum atau pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau pengetahuan yang
berguna bagi manusia secara praktis (eksistensial pragmatis).
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara-
cara memperoleh ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan yang dikaji berbeda dengan
pengetahuan pada epistemologi dalam arti sempit. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, yang
menjadi obyek adalah pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (science). Berbeda dengan
pengetahuan sehari-hari (knowledge), pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang
sistematis, diperoleh dengan menggunakan metode-metode tertentu, logis dan teruji
kebenarannya.
Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara-cara dan metode-metode ilmu
pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis, logis, sahih (valid), dan teruji. Di
sini cara dan metode ilmu pengetahuan dikaji sejauh mana kesahihannya dalam kegiatan
menemukan ilmu pengetahuan. Di dalamnya termasuk juga kritik dan upaya pengujian
keabsahan cara kerja dan metode ilmu pengetahuan. Selain mengkaji cara-cara dan metode-
metode yang sudah ada, dalam metodologi dikaji pula kemungkinan-kemungkinan cara dan
metode baru.
Seperti yang sudah disinggung terdahulu, logika adalah kajian filsafat yang
mempelajari teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat. Yang menjadi satuan
penalaran dalam logika adalah argumen yang merupakan ungkapan dari putusan (judgment).
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
30/151
153
Penalaran berlangsung lewat argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari
premis ke kesimpulan lewat proses penyimpulan (inference). Logika berkaitan dengan filsafat
ilmu dan metodologi ilmu. Proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan (afirmasi) atau
menyangkal (negasi) sesuatu yang dapat diujicoba, di dalamnya termasuk bahasa kognitif.
Proposisi terdiri dari pokok yang dibicarakan (subyek), apa yang disangkal atau diiyakan
(predikat), dan hubungan yang sifatnya menyatukan atau memisahkan (kopula). Secara
umum ada dua jenis argumen: 1) induktif dan 2) deduktif. Argumen induktif bergerak dari
premis-premis khusus ke kesimpulan atau premis umum. Argumen deduktif bertolak dari
premis umum ke premis atau kesimpulam khusus. Penilaiannya adalah valid atau invalid.
Induksi menghasilkan pengetahuan yang tidak niscaya, melainkan boleh jadi. Kadar
kebolehjadiannya dapat diukur lewat statistik dengan penilaian kuat atau lemah.
Axiologi
Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan Apa yang
dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia? Di sini yang dibicarakan
adalah nilai-nilai (kata axiologi sendiri dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang menjadi
sumbu perilaku penghayatan dan pengamalan manusia). Axiologi mengkaji pengalaman dan
penghayatan dari perilaku-perilaku manusia. Di dalamnya dibahas tentang nilai apa yang
berkaitan dengan kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Selain itu juga dibicarakan tentang
nilai rasa manusia yang dikaitkan dengan keindahan. Cabang filsafat yang termasuk dalam
axiologi adalah etika dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan
dan apakah itu perilaku baik. Cabang ini meliputi apa dan bagaimana hidup yang baik,
menjadi orang yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup.
Kata etika menunjuk dua hal. Pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
31/151
154
pembenarannya. Kedua: pokok permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup
manusia yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku manusia. Dalam etika kita juga
mempelajari moralitas dan alasan-alasan yang lebih abstrak mengapa manusia berbuat dan
tidak berbuat sesuatu.. Etika bukanlah sekedar kumpulan perintah dan larangan (harus dan
jangan) tetapi merupakan satu sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terpadu secara
teratur untuk mencapai masyarakat yang berbudaya dan hidup bahagia. Estetika mengkaji
pengalaman dan penghayatan manusia dalam menanggapi apakah sesuatu itu indah atau
tidak. Jadi estetika membahas soal-soal keindahan yang dipersepsi oleh manusia.
Pada dasarnya, pembahasan tentang nilai menyangkut banyak cabang pengetahuan
yang berkaitan atau bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus seperti ekonomi,
estetika, etika, agama, dan epistemologi. Dari lima cabang ilmu tersebut, ada tiga nilai yang
berbeda namanya, tetapi mempunyai persamaan dalam penafsiran. Etika berkaitan dengan
masalah kebaikan; epistemologi dengan masalah kebenaran; dan estetika dengan masalah
keindahan. Kebaikan, kebenaran, dan keindahan merupakan tiga serangkai yang bertalian dan
saling melengkapi. Dari sudut pandang filsafat, baik, benar, dan indah membentuk kesatuan
makna.
Kattsoff (2004:324) berpendapat bahwa istilah nilai mempunyai bermacam makna,
yakni mengandung nilai (artinya, berguna); merupakan nilai (artinya, baik atau benar atau
indah); mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang
dapat menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sikap nilai tertentu);
dan memberi nilai (artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal
yang menggambarkan nilai tertentu). Pembicaraan tentang nilai mempunyai spektrum atau
jangkauan yang sangat luas. Penjelasan Kattsoff tentang cara penggunaan kata nilai dapat
kita jadikan pedoman dalam pemakaiannya. Menurut Kattsoff, sesuatu benda atau perbuatan
dapat mempunyai nilai, dan karena itu dapat dinilai. Hal-hal tersebut di bawah ini dapat
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
32/151
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
33/151
156
tertata dari pengalaman empirik, lalu mengatur dan menertibkannya dalam kategori-
kategori.
d. Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-prosesmental ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif. Materi tidak memiki
kedudukan yang independen melainkan hanya merupakan materialisasi dari pikiran
manusia.
e. Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan
secara mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda mati. Manusia
memiliki kehendak yang mampu mengubah keadaannya yang statis menjadi lebih
dinamis.
f. Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan (gejala-gejala) dan memandang
gejala dan kesadaran selalu saling terkait.
4. Alternatif Langkah Belajar Filsafat
Ada banyak cara untuk belajar filsafat sesuai dengan pesatnya perkembangan filsafat
sehingga sekarang kini. Para filsuf mengembangkan cara belajar filsafat sesuai dengan
pendekatan yang digunakannya. Dalam tulisan ini dikemukakan satu alternatif langkah
belajar filsafat yang umum dipakai oleh para filsuf, juga oleh ahli filsafat dan ilmuwan untuk
memecahkan masalah filsafat secara umum dan mengkaji aliran filsafat tertentu.
Secara umum, filsuf berusaha memperoleh makna istilah-istilah dengan cara
melakukan analisis terhadap istilah-istilah itu berdasarkan pengenalan obyeknya dalam
kenyataan. Analisis didefinisikan sebagai pemilahan bagian-bagian satu satu hal berdasarkan
kategori yang relevan. Analisis terhadap istilah dilakukan dengan memilah-milah bagian
makna atau isi pikiran dari istilah berdasarkan kategori tertentu. Meski pada dasarnya para
filsuf memulai filsafat dari benda-benda dan bukan dari kata atau istilah, pemakaian istilah
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
34/151
157
yang tepat harus dilakukan. Bahasa adalah medium filsafat dan oleh karena itu istilah dan
pernyataan yang merupakan bagian dari bahasa menjadi penting dalam filsafat. Analisis
terhadap istilah merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan makna
yang tepat dan memadai.
Setelah analisis istilah, filsuf berusaha untuk memadukan hasil-hasil penyelidikannya
melalui aktivitas sintesis. Dalam aktivitas sintesis, filsuf membanding-bandingkan bagian-
bagian dari makna istilah yang dihasilkan dari aktivitas analisis. Lalu ia mencari benang
merah antar-bagian untuk kemudian menemukan kesamaan makna di antara mereka. Dari situ
diperoleh satu makna istilah yang komprehensif yang memayungi semua bagian sekaligus
menjelaskan hubungan antar-bagian istilah.
Penggunaan analisis dan sintesis dalam filsafat ini disebut metode analisis-sintesis.
Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh filsuf. Menganalisis
adalah melakukan pemeriksaan konsepsional terhadap istilah-istilah yang digunakan atau
pernyataan-pernyataan yang dibuat. Tujuannya adalah (1) memperoleh makna baru yang
terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan, dan (2) menguji istilah-istilah itu melalui
penggunaannya, atau dengan melakukan pengamatan terhadap contoh-contohnya. Analisis
istilah berarti perincian istilah atau pernyataan ke dalam bagiannya sedemikian rupa sehingga
orang dapat melakukan pemeriksaan terhadap makna yang dikandungnya. Tujuan
pemeriksaan ini adalah penentuan makna apa yang akan diberikan.
Menurut Kattsoff (2004), secara filosofis analisis adalah pengumpulan semua
pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia untuk menyusun suatu pandangan
tentang dunia. Sedangkan sintesis dapat didefinisikan sebagai aktivitas menemukan benang
merah antar-bagian yang dipilah berdasarkan kategori tertentu untuk kemudian menemukan
kesamaan makna di antara bagian-bagian itu.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
35/151
158
Secara ringkas, Kattsoff (2004:34-38) mengemukakan langkah-langkah umum yang
disarankan dalam menganalisis dan sintesis.
1.Memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau kelengkapannya.2.Masalah umumnya terpecahkan dengan mengikuti dua langkah, yakni menguji prinsip-
prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan kebenarannya
(untuk menyimpulkan kebenaran yang lain).
3.Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya dengankebenaran.
4.Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang bersangkutan danmenguji penyelesaian-penyelesaian mereka.
5.Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas masalah yangdiajukan.
6.Menguji konsekuensi-konsekuensi dengan melakukan verifikasi terhadap hasil-hasilpenjabaran yang telah dilakukan.
7.Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan.
Metode belajar filsafat sebenarnya bukan hanya dapat digunakan untuk belajar
filsafat, melainkan juga dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran di bidang ilmu pengetahuan
lain. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan filsuf untuk menemukan pengetahuan diperlukan juga
oleh bidang ilmu lain. Selain sifat filsafat, kritis, radikal dan sistematis, cara filsuf
menemukan pengetahuan juga dimanfaatkan oleh ilmuwan untuk menemukan pengetahuan.
Hanya saja, para ilmuwan sangat mementingkan juga bukti empirik dari penjelasan tentang
gejala. Bagi ilmuwan, cara berpikir filosofis, yaitu kritis, radikal dan sistematis ditambah
dengan bukti empirik harus muncul bersama untuk menghasilkan solusi permasalahan yang
dianggap paling tepat atau paling benar.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
36/151
159
Secara umum, disadari atau tidak, filsafat digunakan manusia untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Jika orang menyadarinya, maka lebih banyak lagi manfaat
berpikir filosofis yang dapat diperoleh. Dengan berpikir filosofis orang dapat berpikir
mendalam dan mendasar. Orang juga dapat memperoleh kemampuan analisis, berpikir kritis
dan logis sehingga ia mampu juga berpikir secara luas dan menyeluruh. Berpikir filosofis
juga membuat orang dapat berpikir sistematis dalam mengumpulkan pengetahuan sebanyak
mungkin secara tertata. Berpikir filosofis juga membantu orang untuk menjajaki
kemungkinan baru sehingga dapat memperoleh pengetahuan baru. Orang dapat terus menerus
menambah pengetahuannya dengan berpikir filosofis. Di sisi lain, berpikir filosofis juga
memberikan kesadaran kepada orang mengenai keterbatasan pengetahuannya. Kesadaran
akan masih banyaknya hal yang tidak diketahui membuat orang menjadi rendah hati, terbuka
dan siap untuk memperbaiki pengetahuannya. Dengan demikian, berpikir filosofis merupakan
satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-
kekuatan yang dikandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Diogenes Laertes,Lives of Eminent Philosophers, VIII, 8 (Loeb Classical Library, trans. R.D.
Hicks, Harvard University Press, 1931, Vol II. pp. 327 & 329)
Gazalba, Sidi. (1979). Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Kattsoff, Louis O. (2004).Dasar-dasar Filsafat (terjemahan Soejono Soemargono). Cetakan
ke-9. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Iamblichus, The Life of Pythagoras, chap. XII. (translated by R. Burch fromDe vita
Pythagorica liber, ed. [A.M. Hakkert, 1965], pp. 39-41).
Jowett, B. (1892). The Dialogues of Plato, 3rd
Edition. Oxford: Clarendon.
Thayer, J.H. (2011). Thayers Greek Lexicon. Electronic Database. Biblesoft, Inc.
Whiteley, C.H. (1977).An Introduction to Metaphysics. Hassocks Eng. and AtlanticHighlands, N.J: Harvester Press.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
37/151
160
BAB III
DASAR-DASAR LOGIKA
Bagus Takwin
1. Apakah Logika Itu?
Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang
menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika
sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika
dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar
untuk memperoleh pengetahuan yang benar.
Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari
filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika
ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji
seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang
menggunakan bahasa formal. Bahasa formal adalah bahasa buatan yang dibedakan dari
bahasa alamiah. Bahasa formal di sini merujuk kepada rangkaian simbol matematis sepertiyang biasa kita jumpai dalam literatur matematika. Sedangkan bahasa alamiah, atau bahasa
non-formal, adalah bahasa yang umumnya kita gunakan sehari-hari dalam berkomunikasi.
Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali
membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani
Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan
seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang
bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru
ditulis secara sistematis oleh Aristoteles.
Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip,
aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari
Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai
oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti seni berdebat.
Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan
terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudah
dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
38/151
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
39/151
162
bertujuan memperoleh pengetahuan; dengan kata lain, penalaran merupakan aktivitas
epistemik. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan.
Dalam logika dikaji bagaimana berlangsungnya proses penarikan kesimpulan yang mencakup
unsur-unsur dari proses, langkah-langkah, serta hukum, prinsip dan aturan-aturannya.
Untuk dapat menjelaskan karakteristik penaralan yang benar serta mengapa dan
bagaimana itu dapat dihasilkan, logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran
yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat
pengetahuan. Di samping itu, sebagai bagian dari epistemologi dalam arti luas, logika juga
memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi, yang mencakup segi-
segi sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan
pengetahuan. Sebuah sistem logika didasari oleh asumsi tentang sumber pengetahuan, apakah
pengetahuan itu dianggap bersumber dari pikiran, pengalaman atau dari hal-hal lain. Dalam
sistem logika yang komprehensif juga ditentukan batas-batas kemampuan manusia untuk
mengetahui, jenis pengetahuan yang dapat diperoleh, dan syarat-syarat dari pengetahuan
sehingga dapat dipahami manusia. Struktur pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana
pengetahuan terkumpul, tersusun, dan tertata sedemikian rupa dalam diri manusia juga
mendasari sebuah sistem logika. Lalu, untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah
penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan.
Dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Ini
disebabkan oleh asas epistemologis matematika yang berakar pada filsafat. Belakangan,
mereka yang membahas matematika kebanyakan adalah filsuf, seperti Bertrand Russell,
Alfred North Whitehead dan Gottlob Frege. Di sisi lain, matematika juga banyak memberi
masukan kepada logika, bahkan dianggap sebagai logika murni oleh Russell dan Whitehead
dalam buku mereka yang berjudul Principia Mathematica (1925). Dalam pengertiannya
sebagai kajian tentang penalaran yang benar, logika memunculkan pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan aspek matematis dari logika. Dua di antaranya ialah bagaimana
pembuatan kesimpulan dari prinsip-prinsip umum yang sudah ada dan validitasnya
berhubungan dengan penalaran yang benar? Dan bagaimana matematika sebagai proses
pembuatan kesimpulan khusus berdasarkan hukum-hukum umum dapat dipahami dari segi
logis; dan, sebaliknya, bagaimana logika dipahami dari sudut pandang matematika?
Sebagai kajian tentang penalaran, logika juga berhubungan erat dengan bahasa
alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Untuk berkomunikasi, orang bernalar dengan
menggunakan bahasa alamiah. Ini juga berkaitan dengan matematika. Hal ini menimbulkan
sejumlah pertanyaan: bagaimana matematika dapat diterapkan di dalam kenyataan non-
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
40/151
163
matematik? Bagaimana matematika dapat menjelaskan realitas sehari-hari? Bagaimana
matematika dapat digunakan untuk melakukan penalaran yang benar? Apa dasar
epistemologis dari matematika sehingga dapat digunakan untuk membuat penalaran yang
benar?
Buku ini tidak akan menjelaskan bagaimana logika dan matematika saling
berhubungan, dan juga tidak menjelaskan secara khusus dan rinci hubungan antara bahasa
dan penalaran sehari-hari dengan logika. Uraian tadi hanya sekadar menunjukkan secara
singkat bahwa logika berkaitan erat dengan matematika sehingga beberapa simbol
matematika digunakan di dalam logika. Logika juga berkaitan dengan pemahaman manusia
dalam kesehariannya karena sama-sama menggunakan bahasa sebagai medianya.
Di atas sudah dibahas secara umum tentang dua pengertian logika, yakni sebagai
cabang filsafat dan sebagai cabang matematika. Sebelum pembahasan lebih khusus tentang
logika, di sini dikemukakan dua pengertian lain dari logika, yakni logika sebagai kajian
tentang kebenaran khusus atau fakta dan logika sebagai kajian ciri-ciri atau bentuk umum
dari putusan (bahasa Inggris: judgment). Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika
merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu,
sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang bertujuan menjelaskan kebenaran lainnya.
Kebenaran logis dapat dipahami sebagai kebenaran paling umum, satu kebenaran yang
dikandung oleh semua kumpulan kebenaran lain yang hendak dijelaskan oleh ilmu
pengetahuan. Dalam pengertian ini logika berbeda dari biologi karena logika lebih umum;
tetapi, di pihak lain, sama dengan biologi, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan
mencapai kebenaran tertentu. Pengertian logika ini sering kali diasosiasikan dengan Gottlob
Frege (1848-1925), ahli matematika dan filsuf dari Jerman. Konsepsi logika ini secara dekat
diasosiasikan dengan satu pernyataan yang diperoleh dengan menggunakan logika secara
fundamental tentang kesimpulan-kesimpulan tertentu dan tentang semua konsekuensi logis
dari tiap kesimpulan itu. Pengertian logika di sini dapat dipulangkan kepada asal katanya,
logos, dari Herakleitos yang berarti aturan, prinsip, atau kata-kata yang menjelaskan
realitas.
Kebenaran logis dalam pengertian ini merupakan satu kebenaran yang diungkapkan
dengan representasi yang secara logis tidak mengikuti asumsi apa pun. Kebenaran logis ini
dapat dipahami juga sebagai asumsi dasar atau postulat atau prinsip pertama yang mencukupi
dirinya sendiri (self-sufficient reason). Dalam pengertian lain, kebenaran logis adalah satu
pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas
dari apa makna bagian lain yang menyertainya.
-
7/22/2019 buku ajar I MPKT A
41/151
164
Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari
putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan
susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan
putusan. Satu contoh bentuk kegiatan dari logika ini adalah penyelidikan tentang struktur
hubungan antara subjek dan predikat dari berbagai putusan yang ada; penelitian tentang jenis
putusan, dan bagaimana pikiran manusia menggunakan bentuk-bentuk pernyataan tertentu
untuk membuat kesimpulan. Fokus kajian dari logika ini adalah pikiran, representasi
linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. (Putusan terdapat dalam pikiran
dan diungkapkan dengan tanda-tanda konvensional yang dapat diinderai.) Kajian ini
berurusan dengan berbagai bentuk putusan, bukan bentuk kalimat seperti yang dipelajari oleh
linguistik meskipun dalam praktiknya keduanya mirip karena sama-sama menggunakan
bahasa sebagai alat ekspresi utamanya. Berbeda dengan bentuk dari bahasa sebagai
representasi linguistik yang konstan terlepas dari apa pun isinya, bentuk pikiran diperoleh
melalui abstraksi dari isi pikiran.
2. Kategori
Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Contohnya, kita mengenal kursi
sebagai perabot, kucing sebagai makhluk hidup, mobil sebagai kendaraan, dan rumah sebagai
tempat tinggal. Perabot, makhluk hidup, kendaraan, dan tempat tinggal adalah contoh
kategori yang digunakan untuk mengenali dan mengelompokkan benda-benda. Sejak anak
dapat mengenali dunia, kategori digunakan untuk mengenali obyek-obyek di dunia.
Pada awalnya kategori yang digunakan sangat sederhana dan umum seperti lebih
besar dan lebih kecil, atau lebih jauh dan lebih dekat, atau lebih keras atau lebih lembut.
Kemudian kategori yang lebih kompleks dikembangkan, seperti makhluk hidup yang
bernafas dengan paru-paru, tempat tinggal yang layak huni dan nyaman, dan sebagainya.
Selain itu, ada hierarki kategori, baik berdasarkan sifat umum atau khusus, maupun
sifat kom