Download - Buletin Terobosan Edisi 354
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi
mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa
menghilangkan makna dan tujuan.
TëROBOSAN
AD
VER
SITI
NG
Sekapur Sirih, Libur Telah
Tiba, Halaman 2
Surat Pembaca, Halaman 2
Sikap, Lembah Kedegilan,
Halaman 3
Laporan Utama, Melirik
Persiapan Simposium PPI
Timteng Afrika, Halaman 4
Laporan Utama, IJMA
Mengadakan Semesta Menuli,
Halaman 5
Layar, Membaca Antologi
Cerpen Informatika, Halaman 6
Analisa, Skenario Penggagalan
Kebangkitan Islam di Mesir,
Halaman 7
Opini, Kepentingan Lawan
Kepentingan, Halaman 8
Opini, Tolak Intervensi Parpol
di PPMI, Kenapa
Tidak?,Halaman 9
Opini, Kedalaman dan
Ketajaman Analis, Halaman 10
Kolom, Priorisasi Definisi,
Halaman 11
Edisi 354 2 Juli 2013
Selamat Membaca!
Santai dan penting dibaca
Tajam tanpa melukai
Kritis tanpa menelanjangi
Simposium PPI Timteng
Afrika dan Semesta Menulis Kegiatan mulai bergeliat, berbagai tokoh nasional
diundang, dana besar pun diperlukan...
Simak Laporan Utama hal 4-5
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
Surat Pembaca
Libur Telah Tiba!
Ada Rubrik Tentang Indonesia ngga?
Membaca TëROBOSAN-edisi cetak khususnya
- itu seperti melahap makanan yang sudah lama
diidam-idamkan. Langsung habis. Saya berharap
TëROBOSAN mempertahankan keistimewa-
annya; 1. Tema-tema yang diangkat menarik,
kadang bahkan tak terduga. Memantik kepekaan
terhadap lingkungan sosial. Seperti tema SGS
beberapa edisi lalu yang saya acungi jempol. Juga
edisi liburan, menarik. 2. Beberapa terobosan
juga dilakukan oleh TëROBOSAN, seperti
mengeluarkan terbitan online (versi pdf) untuk
pertama kalinya di lingkungan masisir (entah
karena buletin Masisir online yg pertama saya
baca adalah TëROBOSAN). 3. Greget media yang
kritis, kupasan yang mendalam, analisa yang kuat
Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Tsabit Qodami. Pemimpin Redaksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pemimpin Perusahaan: Erika
Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: A. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septianingsih. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01159319878 (Tsabit), 01122217176 (Fahmi), 01148433704 (Erika)
termasuk keistimewaan TëROBOSAN
dibanding media-media lain.
Beberapa poin tersebut saya
maksudkan sebagai contoh saja. Saya dan
semua pembaca pastinya mengharapkan
TëROBOSAN makin baik setiap edisinya
pada keistimewaan yg telah dimiliki dan
lainnya.
Usulan saya: ada rubrik tentang tanah
air, tak usah tentang politik dan berita-
berita nasional yang dapat disimak dan
berserakan di situs portal berita. Tentang
aktivitas WAAG Indonesia misalnya, atau
isu keagamaan di tanah air.
Kepada kru, selamat melanjutkan
kontribusi media untuk Masisir yang lebih
baik. Media dengan konten yang kuat, akan
menemukan pembacanya sendiri. Intinya,
orang keren, baca TëROBOSAN!.
Fatimah Insani Dzikra
Terimakasih uni Fatimah yang selalu
mengikuti perkembangan di buletin
TëROBOSAN setiap terbitannya, dengan
tanggapan dari pembaca kami pun
termotivasi untuk selalu berbuat yang
terbaik dalam menghadirkan informasi
kepada pembaca.
Sebenarnya rubrik tentang Indonesia
sudah ada rubrik Strategi yang ditulis oleh
para pimpinan TëROBOSAN, namun karena
kurangnya SDM di dalam tubuh kami maka
rubrik itu pun baru satu kali kita berikan
dalam satu tahun ini.
Kami usahakan kedepannya akan kami
aktifkan rubrik itu.
Redaksi
Coba Adakan Survei!
Kesan saya selama di Mesir saya belum
pernah melihat media 'arus bawah' yang
seberani TëROBOSAN dalam mengungkap
problematika Masisir, terutama terkait
problematika TKW dan seberapa besar
pengaruh menjamurnya Dunia Bisnis
Masisir terhadap intelektualitas Masisir. Be-
rani!.
Pesan saya, kedepanya harus lebih be-
rani mengungkap hal-hal yang memang
harus diungkap. Kalau kemarin (lupa bulan
apa) telah melakukan survei (yang terkait
TKW dan pengaruh menjamurnya Dunia
Bisnis masisir terhadap intelektualitas
masisir) coba kedepanya survei dijadikan
prioritas. Banyak hal2 yang pelu disurvei
dalam lingkup Masisir. Semisal yang
tujuannya untuk menguak eksistensi
Masisir kaitanya dengan NKRI. Disurvei,
untuk tingkat masisir seberapa persen yang
setuju dengan NKRI, seberapa persen yang
setuju/tak setuju dengan diterapkanya
syari'ah di Indonesia. Nanti dari sini kita
dapat sedikit meraba seberapa besar
potensi destruktif dan konstruktif Masisir
ketika telah pulang ke Indonesia.
Oh ya, terus ada lagi, kalau mahasiswa
Indonesia kecenderunganya kan kuliah
untuk menjadi pegawai, lah,,, saya pengen
tau kalau mayoritas Masisir kuliah itu untuk
mencari ijazah untuk kerja, menjadi
pengusaha, menjadi da'i atau apa? ini
menurut saya harus disurvei lagi.
Muhammad Amrullah
Terimakasih mas Amrullah atas idenya.
Sebenarnya survey memang hal yang bagus,
namun kami akui hal itu juga berat untuk
dilakukan. Pada edisi 352 tentang olah raga
Masisir dan HUT kekeluargaan kami telah
mengadakan survey ke seluruh
kekeluargaan, karena kurangnya tenaga
maka survey itu pun baru bisa selesai dalam
waktu tiga minggu.
Insya Allah akan kami tampung
usulannya, dan jika keadaan memungkinkan
kami adakan survei-survei lain.
Redaksi
02
Express Copy
Menerima segala jenis
fotokopi
Mahatthah Mutsallas,
Hay `Asyir
Building 102 Sweesry.
Hp: 01001726484
Ujian baru saja kita tinggalkan. Laiknya jamur
yang tumbuh subur setelah musim hujan,
kegiatan Masisir pun kembali semarak,
menandakan bahwa dunia Masisir adalah dunia
yang tidak pernah tidur.
PPMI mengadakan Indonesian Games,
Simposium Internasional PPI Timur Tengah dan
Afrika, malam Kreasi Mahasiswa Indonesia,
ditambah lagi Ikatan Jurnalis Masisir beserta tim
mengadakan kegiatan Semesta Menulis yang
menghadirkan beberapa tokoh penulis dan pe-
nyiar radio dari Indonesia. Itu pun belum
dihitung dengan berbagai acara yang diadakan
oleh masing-masing organisasi.
Dalam edisi ini kami mencoba memberikan
sedikit gambaran tentang persiapan beberapa
acara di atas.
Kami juga membuka kesempatan bagi anda
yang ingin memperdalami dunia jurnalistik atau
hanya sekedar belajar menulis untuk bergabung
bersama tim redaksi kami. Anda bisa
menghubungi kontak redaksi yang tertera di
bawah.
Selamat membaca! [ë]
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
S i k a p
03
Lembah Kedegilan Peradaban ini sangatlah mengharapkan
kaum terpelajarnya. Sarjana Islam klasik
telah membuktikan hal ini. Laju langkah
peradaban dunia ribuan tahun lalu telah
berhasil mereka dorong dengan hasil karya
buku yang berjilid-jilid. Namun sayang, ide
besar sarjana klasik Islam kini harus berhenti
karena mandegnya generasi penerus. Malah
karya Islamis klasik ini akhirnya
dikembangkan oleh mereka dari bangsa lain.
Merekalah yang menjadi penerus, sarjana
barat. Berbagai penemuan mutakhir sarjana
barat telah membuat kalangan Islam terseok-
seok karena tertinggal jauh di belakang. Jika
memang demikian kesimpulannya, kita
seharusnya sangat berduka cita atas
keterbelakangan yang tengah mengancam
kita.
Mengerucut dalam masa yang lebih
kekinian, juga dunia yang lebih kecil
skalanya. Mari kita tengok Masisir, yang
merupakan intelektual sekaligus Islamis.
Ceritanya berawal dari liarnya dunia maya
yang merengsek dalam kehidupan Masisir,
lalu lahirlah berbagai jejaring sosial. Hampir
setiap kepala Masisir mempunyai akun
jejaring sosial karena mudahnya akses. Jika
harus menimbang antara sisi postif dan
negatif yang ditimbulkan dari lahirnya
jejaring ini, bisa saja setiap dari kita akan
menemukan takaran yang berbeda. Bisa saja
kita menemukan poin positif, namun juga
bisa sebaliknya yaitu negatif, atau kesetaraan
takaran keduanya.
Di sini kami hendak mengajak pembaca
untuk membincangkan dua kutub timbangan
logika ini. Kami ingin mengajak anda menilik
kembali fenomena munculnya akun jejaring
sosial semisal Gue Masisir, Kicau Masisir,
Peduli Masisir dan lain sebagainya. Pada
awalnya semua pihak tidak menaruh
kecurigaan yang berarti. Lalu setelah keluar
kicauan, post dan status yang merugikan
banyak pihak, kegerahan pun mulai
mengerumuni Masisir. Misalnya dengan
keluarnya press release dari DPP PPMI 18 Juni
lalu. Rasanya hal ini patut menjadi alasan
tersendiri bagi kita untuk berkabung.
Lahirnya akun dunia maya yang
mengatasnamakan Masisir telah mencemooh
harapan besar yang dialamatkan kepada
kaum terpelajar. Sehingga sungguhlah
menakutkan sudut yang harus kita hadapi
karena hal di atas. Setidaknya dari kasus ini
akan lahir dua poin yang mengancaman kita.
Pertama, kaum Masisir tengah
dihadapkan dengan pengaburan fakta.
Pengungkapan fakta yang seharusnya
menjadi tujuan dari informasi telah berubah
arah. Walhasil, kaburlah fakta yang
seharusnya dihadirkan dengan prinsip
jurnalisme. Informasi telah lahir dengan jalan
hitam. Kiranya mari kita analogikan dengan
kasus zat formalin. Semisal ini, anda tahu kan
makanan yang dicampur zat formalin yang
sering muncul di televisi? Misalnya dalam
acara investigasi kasus makanan atau jajanan
pasar. Menakutkan bukan?
Kita katakan menakutkan karena zat yang
digunakan untuk konsumsi tubuh ini
bukanlah sesuai aturan yang berlaku.
Formalin digunakan untuk menghasilkan
bentuk makanan yang menarik. Sehingga
siapa yang melihat akan tertarik dengannya.
Namun jika diteliti dunia medis, siapa
menyantap makanan yang dicampur formalin
sungguhlah kesehatannya dalam keadaan
terancam. Demikian pula jika informasi
mengalami formalisasi. Fakta yang dilahirkan
akan membunuh konsumennya secara
perlahan, atau bisa membuat konsumennya
terancam penyakit serius.
Poin kedua, kedewasaan berpikir dan
bertindak Masisir telah dikalahkan oleh
kenyataan. Lahirnya akun dunia maya yang
masuk keseharian Masisir bisa menjadi titik
kekalahan kita. Jika kicauan semisal ini bisa
mempengaruhi opini publik Masisir, maka
terbuktilah kekalahan kita. Mungkin ada
pendapat yang berkilah jika kicauan
semacam itu diajukan untuk dalih
mendewasakan kepedulian sosial kita.
Namun cobalah kita lihat dari sudut pandang
seutuhnya. Apakah tindakan semacam ini
adalah merupakan tindakan yang terpelajar?
Karena pada prinsipnya kita tidak akan
bisa mengidentifikasi kicauan yang kemudian
memicu kontroversi ini. Termasuk dalam
kaegori apakah itu? Jika yang dimaksudkan
adalah berita, maka tercederailah dunia
jurnalistik kita. Alasanya, apakah telah
dibenarkan pemberitaan dengan tanpa
pijakan baku seperti ini? Karena apa yang
mereka kicaukan jelas tidak memenuhi kode
etik jurnalistik. Sebelas poin tersebut akan
menjadi piagam tak berarti jika tindakan
semacam ini kita benarkan. Sungguh
menohok, mengingat status kita sebagai
agent of change, generasi harapan negeri kita.
Kebenaran butuh keberanian
Mungkin demikian hal yang perlu kita
pahami di sini. Kita butuh keberanian untuk
satu tujuan, kebenaran. Para rasul telah
mempertaruhkan nyawa dengan
menunjukkan keberanian kepada manusia
yang tersesat demi satu tujuan, kebenaran.
Para pejuang kemerdekaan juga demikian,
mereka melumpuhkan penjajahan yang jelas
tidak pernah disahihkan. Jelas tidaklah
mungkin kebenaran akan terungkap tanpa
adanya keberanian. Juga demikian halnya
dengan kritik dan pemberitaan yang adil.
Akan menjadi masalah jika kicauan akun liar
tanpa sosok yang menggelontorkannya.
Adakah nama yang menampakkan mukanya?
Jika ada pihak yang dirugikan, siapakah yang
akan bertanggung jawab akan kicauan akun
itu? Lalu kepada siapa peraduan akan dituju?
Sebenarnya kasus akun semisal di atas
tidak hanya melanda kaum Masisir. Warga
yang jumlahnya jauh lebih besar, Indonesia
sudah akrab dengan akun abal-abal semisal
ini, triomacan2000 misalnya. Saya katakan ini
merugikan karena membodohi masyarakat
tentang pemberitaan. Coba saja tengok kode
etik jurnalistiknya, jelaslah tidak memenuhi.
Sudahkah pemberitaan proporsional dan
berimbang? Apakah hal semacam ini bisa
dikatakan menghormati pihak terkait? Atau
banyak lainnya lagi. Sungguh tidak, semisal
ini tidaklah lebih dari sekedar pembodohan
atau pengkerdilan masyarakat semata.
Memilukan bukan?
Namun anehnya, mengapa bisa lahir
kasus serupa dalam dunia Masisir ini?
Bukankah Masisir kita seharusnya jauh lebih
mengerti tentang kedewasaan dan
kematangan? Karena pola pikir kaum
terpelajar sejatinya haruslah terbenam dari
apa yang sudah didalami bertahun-tahun.
Sayang sekali jika sampai kita harus jatuh
karena adanya kedegilan yang ceroboh.
Jika boleh kami mengajukan pandangan,
kekaburan ini bisa lahir dari dua
kemungkinkan. Pertama, minimnya
pengetahuan akan prinsip menghadirkan
fakta atau penginformasian. Di sinilah letak
prinsip jurnalisme yang seharusnya kita
junjung tinggi sebagai kaum terpelajar.
Sedangkan yang kedua, adalah adanya
kepentingan yang kemudian mengubah
niatan baik informasi. Jika demikian, yang
terjadi selanjutnya adalah pelintiran tujuan.
Sekarang tinggal kita kategorikan saja,
termasuk yang manakah kesesuaian kasus
dengan keadaan kita sekarang ini sebagai
Masisir. Sudah saatnya kita berperilaku
terpelajar, memilah dan memilih setiap
sesuatu. Jangan sampai jatuh dalam lembah
kedegilan semisal ini. Jika tidak, bersiaplah
untuk mengalami masa pikir kekerdilan. [ë]
Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
Laporan Utama
04
Melirik Persiapan Simposium Internasional PPI Timteng Afrika
Ujian baru saja usai, berbagai macam
kegiatan pun mulai bermunculan pertanda
Masisir memang tidak bosan untuk terus
bergerak. Salah satu kegiatan itu adalah
acara Simposium Internasional PPI Timur
Tengah dan Afrika yang dijadwalkan mulai
pada tanggal 4 hingga 7 Juli 2013. Apa latar
belakang diadakannya acara akbar tersebut?
Dan sejauh mana persiapan panitia
pelaksana? Berikut liputan yang berhasil
dihimpun oleh kru TëROBOSAN.
Pelaksanaan Simposium Internasional
Timur Tengah dan Afrika ini merupakan
salah satu poin yang disepakati dalam
simposium PPI dunia di India yang dihadiri
oleh Presiden PPMI Jamil Abdul Latif dan
ketua Wihdah PPMI Nurul Chasanah pada
tahun 2012 lalu. Saat itu disepakati agar PPI
dunia yang terbagi menjadi tiga kawasan
(Asia-Oceania, Amerika-Eropa dan Timur
Tengah-Afrika) mengadakan simposium
pada masing-masing kawasan sebagai tindak
lanjut dari simposium PPI dunia tersebut.
Dan untuk PPI kawasan Timur Tengah dan
Afrika terpilihlah Mesir sebagai tuan rumah
untuk acara kali ini.
Muhammad Latif, selaku ketua panitia
acara ini menjelaskan bahwa Simposium
Internasional PPI dunia tahun 2012 lalu telah
membahas masalah demokrasi, maka pada
Simposium Internasional kali ini akan
dimbahas beberapa tema besar yang lebih
spesifik. Dan tema besar yang akan dibahas
pada simposium kali ini adalah tentang
pendidikan, demokrasi dan penanggulangan
terorisme.
Panitia secara khusus mengundang
beberapa tokoh yang memang berkecimpung
dalam bidang-bidang tersebut. Untuk tema
penanggulangan terorisme misalnya, panitia
mengundang bapak Brigjen Mar Prang Very
Kunto, Direktur Konvensi Perangkat Hukum
Internasional Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sedang
untuk membahas tentang demokrasi dan
pendidikan yang akan memjadi pembicara
adalah mantan Ketua MK (mahkamah
Konstitusi) bapak Prof. Dr. Muhammad
Mahfudz MD. Hal ini menurut Latif untuk
membuktikan bahwa para mahasiswa
Indonesia yang belajar di luar negeri tetap
memiliki perhatian yang serius terhadap
permasalahan yang ramai di tanah air.
Lebih lanjut mahasiswa Azhar asal
Jakarta ini menjelaskan bahwa panitia juga
mengundang beberapa BEM (Badan
Eksekutif Mahasiswa) dari beberapa
Universitas di Indonesia, salah satunya BEM
Universitas Negeri Medan yang telah siap
dan bersedia mengirim beberapa orang
utusannya.
Setidaknya terdapat empat pihak yang
terlibat dalam Simposium Internasional
Timur Tengah dan Afrika ini. Pertama adalah
perwakilan dari PPI kawasan Timur Tengah
dan Afrika serta PPMI Mesir selaku tuan
rumah kegiatan ini, kedua adalah Ikatan
Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4),
beberapa utusan BEM dari beberapa
Universitas di Indonesia dan terakhir
perwakilan mahasiswa Indonesia di kawasan
Timur Tengah dan Afrika yang tidak
memiliki komunitas PPI di negara tersebut,
seperti Qatar dan Tanzania.
Lebih lanjut ia menjalaskan bahwa
pengurusan visa dari sekitar 35 peserta,
seluruhnya diproses oleh panitia. Dan untuk
proses pengiriman undangan bagi para
peserta diserahkan kepada Atase Pendidikan
KBRI Kairo.
Berbagai rentetan acara akan digelar,
“Pada hari pertama akan dilaksanakan dialog
publik, jadi seluruh Masisir bisa turut hadir.”
Tutur Latif saat diwawancarai kru
TëROBOSAN. Acara pada hari itu
direncanakan akan dilaksanakan di
Auditorium Shalah Kamil dengan bapak
Mahfud MD sebagai salah satu pembicara.
Ia melanjutkan, “Pada tanggal 5 Juli
diadakan Sidang Komisi dan close meeting
khusus peserta dari PPI guna membahas
program kerja ke depan. Sedang pada hari
ketiga, acara dilaksanakan outdoor. Di
antaranya kunjungan ke beberapa instansi di
Mesir seperti Darul Ifta’, dekan Ushuluddin,
juga parlemen Wafidin. Dan pada hari
terakhir, khusus untuk city tour.”
Terkait persiapan panitia, Latif mengaku
bahwa persiapan panitia hingga saat ini telah
mencapai 80%. Mulai dari tempat,
akomodasi, hingga konfirmasi dengan Bapak
Dubes, Atdik dan Ibu Pensosbud.
Untuk estimasi dana kegiatan ini, ia
menjelaskan bahwa diperkirakan kebutuhan
dana mencapai angka 83.000 Le. Dana ini
diperoleh melalui proposal ke KBRI,
sumbangan dari para pejabat homestaff KBRI
dan juga sumbangan dari beberapa pihak
swasta. Selain itu juga panitia melakukan
kerjasama dengan beberapa pihak. Di
antaranya, untuk masalah hotel, panitia
bekerjasama dengan Wisma Nusantara, ICMI
dan KBRI, sehingga peserta yang diundang
tidak perlu mengeluarkan dana untuk
penginapan dan makan. Namun dari tiap
peserta masing-masing utusan dikenakan
biaya pokok 30 USD dan 50 USD bagi yang
mengikuti City Tour.
Sementara untuk dana akomodasi dan
tiket pembicara Latif menyatakan bahwa
biaya tersebut menggunakan biaya dari
masing-masing pembicara, sedangkan untuk
hotel panitia bekerjasama dengan KBRI
dalam pengurusan birokrasinya.
Masih menurutnya, acara simposium kali
ini pun akan melahirkan kesepakatan berupa
resolusi Simposium Internasional Timur
Tengah dan Afrika. Resolusi ini nantinya
akan ditindaklanjuti dengan menyerahkan
hasilnya kepada beberapa lembaga terkait,
khususnya yang berada di DPR.
Terakhir, kepada kru TëROBOSAN,
panitia mengaku bahwa dikarenakan salah
satu yang akan menindaklanjuti hasil
resolusi adalah dari pihak DPR. Maka panitia
sengaja mengundang salah seorang anggota
DPR RI, yaitu Bapak Ir. Muhammad Najib,
M.Sc. dari Komisi I DPR yang sekaligus
seorang pengamat politik Timur Tengah.
Latif mengaku terdapat banyak kendala
dalam proses pelaksanaan simposium
internasional ini, dan salah satu kendala
yang terbesar saat ini adalah waktu.
Meskipun persiapan telah dilakukan panitia
sejak bulan Maret, namun waktu
pelaksanaan simposium yang terlalu dekat
dengan ujian tetap menjadi kendala
tersendiri. Terlebih lagi proses konfirmasi
kepastian dan kesediaan para narasumber
dan peserta yang dilakukan oleh panitia itu
bertepatan dengan waktu ujian termin dua.
Di antara para narasumber juga terdapat
beberapa orang narasumber yang mendadak
membatalkan dirinya, padahal di antara
mereka sebelumnya ada yang telah
mengkonfirmasi kehadirannya sejak
Desember 2012. Pihak panitia mengaku
tidak mengetahui alasannya. Namun dengan
bantuan Atdik, sekarang sudah ada
pengganti pembicara tersebut.
Bahkan beberapa jam sebelum berita ini
diterbitkan, bapak Mahfud M.D. menuliskan
dalam akun twitter pribadinya bahwa ia
membatalkan kesediaannya untuk
menghadiri acara ini dikarenakan situasi
keamanan Mesir yang belum terkendali.
Saat dihubungi melalui telfon, Latif
mengiyakan hal ini. Ia menjelaskan bahwa
berita pembatalan ini datangnya mendadak,
karena beberapa saat sebelumnya ia telah
mendapat kepastian bahwa bapak Mahfud
M.D. tetap bersedia untuk datang tanpa ada
perubahan. Ia juga terus berusaha untuk
menghubungi bapak Mahfud M.D. untuk
memastikan dan memohon kembali
kesediaannya agar dapat menghadiri acara
ini. “Nanti kalo ada kabar lagi akan ana
kabari, yang penting doanya aja yah!”[ë]
Ainun, Erika.
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
Laporan Utama
05
IJMA mengadakan Semesta Menulis, Biaya Besar Menjadi Kendala
Beberapa hari terakhir, setiap malam
kafe `Ashir di daerah Gami selalu ramai oleh
para pengunjung. Tempat ini menjadi pilihan
para Masisir untuk sekedar mengobrol atau
berkumpul dengan teman sejawatnya. Siapa
sangka bahwa di antara banyak kerumunan
itu terdapat sebuah meja yang dikelilingi
oleh para punggawa dari media-media
Masisir yang berkumpul untuk mengonsep
sebuah perhelatan akbar untuk para peminat
dunia tulis menulis di Masisir. Kumpulan
para penulis itu menamakan diri mereka
dengan IJMA, Ikatan Jurnalis Masisir yang
baru didirikan hampir satu tahun yang lalu.
Asal usul munculnya acara ini berangkat
dari fenomena masisir khususnya di dunia
Jurnalistik dan media-media yang ada di
masisir. Dalam beberapa kali perkumpulan
antar media yang diadakan oleh IJMA, para
anggota itu membicarakan tentang masalah
yang terjadi di komunitas Masisir yaitu
kurangnya geliat Masisir dalam dunia
jurnalistik. Dari perbincangan sejak lebih
dari satu tahun silam ini akhirnya
menelurkan sebuah ide untuk mengadakan
acara yang bisa menarik minat Masisir untuk
masuk ke dalam dunia tulis menulis. Maka
terbentuklah sebuah konsep kegiatan yang
bertajuk “Semesta menulis”.
Dari mulai empat bulan yang lalu,
Agussusanto, salah seorang Jurnalis masisir
yang mencetuskan ide acara ini mulai
membentuk sebuah jaringan untuk
berhubungan kepada beberapa orang penulis
Indonesia di Twiter. Dan orang yang pertama
dihubungi adalah Pipiet Senja karena Pipiet
Senja adalah sosok penulis yang bertahan
begitu lama dalam dunia tulis menulis dari
masa orde lama sampai sekarang dan
kiprahnya telah diakui.
Sebenarnya, sebelum acara kali ini
diselenggarakan, acara yang serupa pernah
diselenggarakan juga pada tahun 2005 oleh
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) Orsat Kairo, yang pada saat itu
mengundang Pipiet Senja, Irwan Kelana dan
Gola Gong sebagai pemateri. Ternyata
dampak yang terasa setelah adanya acara ini
begitu terlihat, hal itu ditandai dengan
adanya penerbitan buku-buku dan buletin
seakan geliat Masisir dalam dunia tulis
menulis terlihat.
Agus, salah seorang ketua panitia
menjelaskan bahwa rangkaian acara ini
rencananya akan dilaksanakan secara
berturut-turut pada tanggal 4, 5, 6 dan 8 Juli
2013. Acara ini terbagi menjadi dua yaitu
pelatihan intensif yang berlangsung selama
dua hari pada tanggal 5 dan 6 dan talk show
yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli
nanti. Pada pelatihan intentsif ini para
peserta akan dipisahkan pada kelas-kelas
sesuai dengan minat dan kecenderungan
mereka. Terdapat tiga kelas dalam kelas
intensif ini, yaitu kelas fiksi, kelas jurnalistik
dan kelas broadcasting. Acara puncak
tanggal 8 Juli nanti pun akan dimeriahkan
dengan pengumuman pemenang Ijma Award
2013, sebuah penghargaan kepada media
dan para insan media terbaik tahun ini yang
terdiri dari tujuh nominasi; empat nominasi
untuk media Masisir terbaik, satu nominasi
untuk media Masisir terfavorit dan dua
nominasi untuk insan media terbaik.
Rangkaian acara yang bertemakan
”Dengan sepenggal Tulisan, Kita ubah
Peradaban” ini akan diisi oleh tujuh orang
pemateri yang terdiri dari penulis, jurnalis
dan penyiar radio. Tujuh orang pemateri itu
adalah: Drs. H. Zulhaqi Hafidz, M.M, chairman
of broad director di Radio Republik
Indonesia (RRI); Kabul Budiono, Direktur
RRI siaran luar negri Voice Of Indonesia;
Anhar Ahmad, Direktur keuangan LPP RRI;
Nismah, Protokol/penerjemah, Etti
Hadiawati, atau yang kita kenal dengan
Pipiet Senja, seorang penulis dengan 130
buah karya; Irwan Kelana, redaktur senior
dari harian Republika, dan Dra. Hj. Sastri
Yunizarti Bakry, Akt. Msi., presiden Penulis
Melayu dan inspektur khusus di
Kementerian Dalam Negeri.
Tujuan dari acara ini sendiri adalah
untuk membangkitkan kreativitas Masisir
dalam dunia jurnalistik dan tulis menulis.
Sebagai mahasiswa al-Azhar yang dalam
sistem perkuliahannya tidak mengenal
skripsi ataupun tesis, itulah yang
mengharuskan masisir untuk belajar lebih
dalam khususnya dalam dunia tulis menulis.
Begitu juga dengan carut marut media yang
semakain tidak karuan, seharusnya
mahasiswa al-Azhar mengetahui sejauh
mana peran media dalam dunia
kemahasiswaan.
Acara ini memakan biaya yang tidak
sedikit. Agus menjelaskan bahwa perkiraan
dana yang dibutuhkan untuk acara ini adalah
sebesar 41.000 LE., angka itu sudah
termasuk biaya persiapan acara, tempat
tinggal pemateri, kebutuhan dan akomodasi
mereka selama mereka berada di Mesir.
Namun biaya itu belum mencakup tiket
untuk tujuh orang pemateri sebesar 110 juta
rupiah.
Dana sebesar itu belum semuanya
tersedia. Hingga sampai berita ini
diterbitkan, jumlah dana terbesar yang akan
didapatkan oleh panitia berasal dari RRI
yang telah berjanji akan menanggung
keperluan tiket penerbangan beberapa orang
penulis masing-masing sebesar 1.500 dolar.
Adapun sisanya, Agus menjelaskan bahwa
dana itu didapat dari berbagai sponsor yang
rela membantu demi kelancaran acara ini,
seperti Indomie, Transferindo dan juga dari
Bina Sarana Informatika (BSI).
Hingga berita ini diterbitkan, KBRI belum
menyumbangkan dana untuk keperluan
acara ini. Mengenai hal ini Agus berujar, “Kita
harapkan KBRI bisa membantu kita. Dan
kami benar-benar membutuhkan bantuan
itu. Kami juga mengaharapkan KBRI untuk
mengadakan penyambutan tamu-tamu ini.
Tamu tamu ini termasuk tamu negara, jadi
kami harapkan KBRI bisa turut membantu
kelancaran acara ini.” Ia selanjutnya
menjelaskan bahwa program ini juga
termasuk dari program KBRI yaitu program
untuk mencerdaskan anak-anak bangsa, ujar
pria yang berasal dari Sumatera Selatan ini.
Pembentukan panitia untuk acara ini
baru dilakukan dua puluh hari sebelum acara
ini terhitung dari pembukaan pada tanggal 4
Juli nanti, sebelumnya panitia hanyalah
sebuah tim kecil yang terdiri utusan IJMA
dan IKPM yang kemudian membentuk team
dan menjalin kerjasama dengan beberapa
organisasi kekeluargaan. Total panitia ada 25
orang yang diambil dari semua kalangan
Masisir baik dari yang senior maupun junior.
Kendala terbesar dalam rangkaian acara
ini terdapat pada besarnya biaya yang harus
disiapkan untuk persiapan acara dan biaya
para pemateri dari mulai akomodasi, uang
saku dll. “Sebenarnya acara ini merupakan
acara yang nekad tanpa ada uang sedikit pun,
kami coba untuk berani melobi sana sini
untuk menyelenggarakan acara ini.” Ujar
Agussusanto di sela-sela perbincangannya
dengan kru TëROBOSAN.[ë] Heni, Luthfi.
Salah satu pamflet acara Semesta Menulis
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
L a y a r
06
Membaca Antologi Cerpen Informatika
Oleh: Abdul Wahid Satunggal*
Membaca karya sastra baik cerpen
ataupun novel seperti sedang menyelami
dunia baru yang menyajikan kemungkinan-
kemungkinan lain. Dunia imajinasi memang
unik diperbincangkan. Ia bisa mewakili
sebuah keadaan yang bahkan keadaan itu
belum tentu terjadi. Meski begitu, nilai atau
pesan yang terkandung di dalamnya,
merupakan pantulan dari kehidupan sehari-
hari. Jadi, dunia imajinasi memang tidak
seratus persen lepas dari dunia nyata.
Karya sastra setidaknya bertugas
memotret kejadian-kejadian yang tak
terjamah publik. Hal-hal kecil dan remeh yang
terlihat biasa, justru terlihat menarik ketika
dialirkan kedalam dunia sastra. Sastra
memotret seluruh fenomena kehidupan, dia
bebas tidak terikat satu medium. Dia
berkeliaran kemana-mana. Seperti burung
yang hidup di belantara hutan. Begitupun
sepertinya yang terjadi dalam Kumpulan
Cerpen Informatika yang sempat terbit
beberapa bulan yang lalu, namun belum
sempat terpublikasikan.
Antologi ini memuat sebelas karya dengan
tema yang sangat beragam. Unsur
romantisme cukup kental di sana. Tema
ketuhanan, persahabatan, cinta, nostalgia dan
tema sosial lain yang turut mewarnai buku ini.
Seperti dalam cerpen Pak Karman yang ditulis
Shofan Najmu, dimana cerpen ini menjadi
pembuka. Cerita yang disajikan sungguh unik,
pembaca akan dibawa kedalam sebuah
konflik yang mengagetkan. Sesuatu yang tak
terduga. Apalagi tema yang diangkat
merupakan tema hangat yang sedang marak
diperbincangkan. Walau dengan diksi yang
terbilang sederhana, narasi yang cukup datar,
namun pesan yang tersirat sungguh kuat dan
tegas. Cukup satir sebagai cerpen pembuka.
Kemudian anda akan memasuki dunia
persahabatan segerombolan pengemis di
sudut kota Napoli, Italia. Rencana busuk para
elit kota itu membuat Sandro –salah satu
pengemis dari gerombolan tersebut- menelan
getir yang amat sangat. Mereka bukan cuma
membohongi sahabat baiknya, Claudio,
mereka juga telah menginjak-injak harga diri
para pengemis di kota itu. Yah pergolakan
yang cukup rumit, dunia persahabatan
pengemis yang konyol, cerita ini ditulis Umar
Abdullah, dengan judul Kopi Gantung, berada
di urutan ke tiga. Nada sindiran yang kerap
dipakai para cerpenis untuk menohok
penguasa lalim, juga ternyata dipakai oleh
Umar sebagai tema inti dari cerpennya.
Sebagaimana karya sastra yang sulit
dipisahkan dari tempa percintaan.
Nampaknya tema itu pun telah mendominasi
buku ini. Ada sekitar empat cerita yang
bertemakan romansa percintaaan. Salah
satunya terdapat dalam cerita Adam dan
Surat Terakhirnya yang digubah oleh Fitra
Yuzarni. Bagi penulis, cerita romansa ala
nostalgia ini cukup melankolis. Kisah seorang
perempuan yang menyaksikan kematian sang
kekasih yang sedang melawan kebiadaban
Israeal atas kezalimannya kepada rakyat
Palestina. Walau tema seperti ini (perempuan
ditinggal pergi kekasihnya) terbilang cukup
sering dan nyaris berulang-ulang. Namun
Fitra mampu menyajikan dengan cara lain,
ada ketajaman makna dan keapikan diksi, juga
detil yang membuat cerpen ini berbeda
dengan yang lain. Lihat kalimat pembuka di
paragraf pertama “Kalian pernah lihat ribuan
bahkan jutaan tumpukan kardus berjejer rapi
dengan warna yang sama, bak barisan
sekelompok tentara?”. Bagaimana jejeran
kardus itu disamakan dengan sejejeran
tentara. Anda tentu kaget
menganalogikannya.
Selanjutnya, buku ini juga memuat satu
karya unik. Cerpen berjudul Dag Dig Dug yang
ditulis Fajar Pradika, nyaris datar dalam
narasi namun penuh teka-teki. Dan
penggambaran tokoh dengan karakternya
masing-masing bisa dikatakan mirip dengan
naskah drama. Karakter Budi yang oon tapi
kocak, Rayan dengan gaya pendiam nan ‘cool’
dan Hamid lebih serius dalam bertindak.
Membagi karakter yang beragam dalam
sebuah cerita bukan sesuatu yang mudah.
Tapi Cerpen ini bisa menggambarkan bahwa
pengkategorian karakter itu ada dan hidup.
Cerpen ini memang bertema sosial yang
dicampuri unsur komedi.
Beberapa cerita di atas yang penulis sebut,
cukup mewakili unsur romantisme yang
terdapat dalam buku ini. Namun begitu, dari
keseluruhan cerita yang ada, penulis belum
menemukan tema surealis atau realisme
magis yang menjadi topik utama dalam suatu
cerita. Rata-rata tema yang diangkat, berawal
dari sebuah realita. Walaupun tema surealis
sejatinya bukan sebuah keharusan -
pengarang bebas menentukan temanya
sendiri. Tidak heran jika buku ini bukan
sekedar penghibur, lain waktu bisa menjadi
pelipur lara: ketika pembaca menemukan
kisah yang sama dalam salah satu cerpen ini.
Dan mungkin ini juga yang membuat judul
antologi ini ‘Puzzle Kehidupan’ atau bisa kita
terjemahkan: lika-liku kehidupan.
Dan yang terlihat sedikit mengganjal dari
antologi ini justru judul besar yang terdengar
kurang nyaman di telinga. Puzzle Kehidupan,
hemat penulis, kata ‘Puzzle’ terdengar seperti
sebuah permainan kanak-kanak yang kurang
cocok jika disandingkan dengan karya sastra,
terlebih dengan tema sosial yang terdapat
dalam buku ini. Namun begitu, judul ini bisa
mencakup keseluruhan tema cerita yang ada.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sinopsis
cerita yang terdapat di sampul belakang.
Puzzle Kehidupan, antologi cerpen yang
diterbitkan oleh Informatika cukup menjadi
angin segar sebagai pengingat mungkin juga
penggebrak aktifitas sastra yang dikatakan
sempat mandeg di tengah dinamika Masisir.
Pada masanya Masisir mencapai
kegemilangan dalam dunia kepenulisan
secara umum dan dunia sastra secara khusus.
Terbukti dengan banyaknya komunitas-
komunitas sastra yang cukup marak dan
beberapa karya yang lahir dari pena Masisir.
Sehingga muncullah novelis sekelas
Habiburrahman dan beberapa novelis muda
lain, Indra Gunawan, El-Vandi, Salim Fillah
dsb. Sebaiknya kemunculan mereka bisa jadi
pelajaran buat generasi muda yang sempat
asing dengan dunia sastra. Maka dari itu
Informatika mencoba menerbitkan sekaligus
membuktikan bahwa sastra di tengah Masisir
belum benar-benar mati.
Seperti juga yang terdapat dalam kata
pengantar buku ini. Tentu disamping
subjektifitas karya dari para penulis sendiri,
pihak penerbit rupanya ingin menyuguhkan
satu dogma, bahwa sudah saatnya kita
mengulang kata, mengulang cerita. Dalam
artian, kembali ke pada geliat sastra yang
sudah asing lagi ditemukan di meja-meja
diskusi. Semoga dengan adanya penerbitan
antologi ini, seperti di pembukaan awal, bisa
menyindir kawan-kawan yang lain untuk
menerbitkan buku, atau minimal meramaikan
berbagai event sastra.
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Buletin
Prestasi, Keluarga Informatika.
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
A n a l i s a
07
Skenario Penggagalan Kebangkitan Islam di Mesir
Oleh: Harun al-Rasyid*
Setahun berlalu masa kepemimpinan
Muhammad Mursi, Presiden Mesir pertama
dari kalangan sipil, gonjang-ganjing
perpolitikan ternyata belum usai.
Perseteruan dua kekuatan antara
poros Islam dan poros Nasionalis
(Liberal-Sekuler) yang
memposisikan dirinya
berseberangan dengan pemerintah
terus berlanjut. Berawal dari
ketidakpuasan kelompok
nasionalis atas hasil pemilu yang
dimenangkan oleh poros Islam
khususnya Ikhwanul Muslimin
(IM) dan Salafy, membuat mereka
terus melakukan upaya untuk
mendepak kekuatan ini dari
pemerintahan.
Memilih Ikhwanul Muslimin
sebagai rival utama membuka
peluang bagi oposisi meraih
dukungan dari banyak pihak yang
berseberangan dengan gerakan Islam
ini. Pro status quo seakan mendapat kekuatan
baru untuk melanjutkan misi mereka
menyingkirkan IM dan Salafy. Kelompok
Koptik pun ditakut-takuti dengan wacana
diskriminasi kaum minoritas dan Islamisasi
negara serta isu konflik sektarian yang
sengaja dibuat.
Kekhawatiran terhadap konsep Islam
yang dianggap radikal, menimbulkan
semacam ketakutan akan berdirinya neo-Iran
di Mesir. Perspektif ini kemudian dibawa ke
ranah publik dan dijadikan alasan kuat untuk
mengggoyang pemerintahan.
Wacana ini telah bergulir sejak lama,
seiring dengan perdebatan terkait arah masa
depan negara pasca revolusi dan tarik
menarik landasan asasi konstitusi baru. Poros
kekuatan Islam yang diwakili Ikhwanul
Muslimin, Salafy, Jamaah Islamiyah, dan faksi
Islam lainnya sepakat menjadikan Syariat
Islam sebagai pilar asasi konstitusi negara.
Namun di pihak lain, kubu oposisi sekuler dan
liberal menentang ide ini. Termasuk Koptik
yang merasa terancam dengan isu
diskriminasi dan sektarian.
Perdebatan ini semakin meruncing ketika
presiden memberikan kewenangan penuh
kepada Dewan Konstitusi untuk
menyelesaikan rancangan konstitusi baru
secepat mungkin, bahkan sampai referendum
digelar perdebatan pun tak kunjung usai.
Ketidakpuasan oposisi terhadap hasil
referendum akhirnya berkembang menjadi
“mosi tidak percaya”. Mereka mengajukan
petisi pengunduran diri Mursi dari jabatan
presiden dan mempercepat pelaksanaan
pemilihan presiden yang baru. Mursi dinilai
telah gagal membawa masa depan Mesir dan
menuduh Mursi sebagai diktator baru,
menggantikan Mubarak.
Gerakan Tamarrud
Gerakan pemberontak Tamarrud
merupakan aksi massif kelompok oposisi
menghimpun dukungan dari semua kalangan
untuk menyatukan suara menuntut
lengsernya pemerintahan Mursi, menekan
Ikhwanul Muslimin dan poros pro pemerintah
serta menyerukan percepatan pemilu
presiden. Gerakan ini mulai muncul 26 April
2013 di Tahrir Square dan mendapat
dukungan dari pimpinan Front Penyelamat
Nasional (Jabhah Inqadz), diantaranya:
Hamdeen Sabahi (pendiri Aliansi Politik
Bangsa), Muhammad El Baradei (pimpinan
Partai Dustur), Sayid Badawi (pimpinan Partai
Wafd) dan yang lainnya.
Aksi Tamarrud menetapkan 30 Juni
sebagai garis merah realisasi tuntutan
pelengseran Mursi, walaupun pimpinan
oposisi Hamdeen Sabbahi sendiri tak terlalu
yakin dengan batas waktu ini. Ia hanya
menyebutnya sebagai perjuangan yang
panjang menyukseskan revolusi 25 Januari
yang belum sempurna.
Namun gerakan yang diklaim ‘aksi damai’
ini telah digagalkan sebelum waktunya oleh
pengusungnya sendiri dengan melakukan
kekerasan fisik, perusakan fasilitas umum
hingga menciderai beberapa kader Ikhwan.
Beberapa orang dinyatakan meninggal dunia
dan luka-luka sejak dimulainya gerakan ini.
Dalam demo mereka beberapa hari lalu media
memberitakan adanya aksi penyebaran foto
Mubarak dan sejumlah aksi kriminal lainnya.
Apa yang dinginkan oposisi?
Target aksi-aksi yang dilakukan kubu
oposisi sejatinya adalah rangkaian upaya
untuk menggagalkan proyek Kebangkitan
Islam yang sedang dicoba terapkan di Mesir.
Mereka tentu memahami bahwa untuk
melawan apalagi melengserkan
Mursi saat ini adalah perkerjaan
sia-sia. Mereka tidak punya alasan
kuat untuk menjatuhkan Mursi,
sementara mereka juga telah
gagal meraih dukungan publik.
Maka dengan menciptakan
kekacauan dan instabilitas politik
cukup menunjukkan kepada
dunia bahwa pengusung azas
Islam telah gagal dan Syariat
Islam tidak cocok diterapkan di
Mesir. Di sisi lain, kekerasan demi
kekerasan yang mereka lakukan
di jalanan adalah upaya untuk
menjebak pemerintah untuk
bertindak lebih keras, hingga
menurunkan aparat guna
menghadapi huru-hara
sebagaimana yang dilakukan
Mubarak pada demo 25 Januari. Dengan
demikian mereka punya alasan untuk
menuduh Mursi diktator sebagaimana
Mubarak.
Dengan seruan demo 30 Juni, gerakan
pemberontakan ‘Tamarrud’ akan menyeret
Mesir pada salah satu dari dua kondisi;
Pertama: Terjadinya perang saudara dan
pertumpahan darah antara kubu pendukung
dan penentang presiden Mursi di jalanan,
sementara militer dan polisi tidak ikut
campur dan membiarkan. Hal ini sudah
terlihat beberapa waktu belakangan, di
antaranya penyerangan preman Tamarrud
terhadap kubu islamis pendukung Mursi di
beberapa daerah yang mengakibatkan korban
luka-luka bahkan meninggal dunia. Beberapa
kantor Ikhwan pun tidak luput dari serangan
massa.
Kedua: Polisi dan militer akan masuk
sebagai penengah, lalu mengambil alih
pemerintahan dengan alasan menyelamatkan
stabilitas negara. Namun opsi ini
kemungkinannya sangat kecil karena
pemerintahan militer telah ditolak oleh
rakyat, rakyat tidak menerima militer masuk
ke ranah politik.
Tarik Menarik Kepentingan
Kesuksesan revolusi 25 Januari dan
proyek Kebangkitan Islam di Mesir memiliki
pengaruh besar baik di tingkat nasional Mesir,
regional maupun internasional. Untuk skala
nasional keberhasilan revolusi ini akan
mengikis habis akar-akar rezim lama dan
pengaruh pemikiran liberal dan sekuler yang
sedang diperjuangkan oleh oposisi. Terlebih
Sekelompok demonstran berjalan menuju Masjid Rabi`ah al-`Adawiyah tempat para
pendukung pemerintahan Mursi melakukan aksi damai
Do
c: f
aceb
oo
k.c
om
/sin
aim
esir
Lanjut ke hal 9...
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
Kepentingan Lawan Kepentingan
Oleh: Fahmi Hasan Nugroho*
O p i n i
08
Sekitar satu bulan yang lalu, Masisir
sempat diributkan oleh kasus keracunan
yang menimpa beberapa mahasiswa al-Azhar
yang tinggal di asrama. Karena telah
terbumbui aroma politik, isu itu pun
kemudian meluas hingga sampai pada
kesimpulan bahwa beberapa kelompok Islam
ingin menguasai dan memberikan
pengarunya di al-Azhar.
Informasi ini bisa saja benar dan bisa juga
salah. Namun sangat disayangkan, informasi
ini ternyata digunakan oleh beberapa pihak
dalam tubuh Masisir untuk menyudutkan
kelompok yang memang berafiliasi secara
tidak langsung kepada kelompok Islam
tersebut. Sekelompok orang seolah sengaja
menyalakan api pergesekan yang ia pun tidak
tahu akan sebesar apa api ini membara.
Sebagian pihak terbawa oleh isu ini,
dampaknya mereka pun ikut bereaksi karena
tak rela institusi tempat ia belajar dikuasai
oleh kepentingan politik. Kelompok yang
merasa tersudutkan pun juga bereaksi,
berbagai status dan tulisan terlihat di jejaring
sosial sebagai reaksi atas pemberitaan
tersebut. Masa ujian yang seharusnya tenang
pun menjadi sedikit beriak.
Pergesekan antara dua pihak ini dipicu
karena sebuah berita. Pihak pertama menelan
mentah kabar ini kemudian bereaksi dengan
menentang siapapun yang berafiliasi kepada
kelompok Islam itu. Pihak kedua pun
menolak mentah-mentah berita ini, mereka
menyalahkan pihak yang asal percaya
tentang kabar itu tanpa ada klarifikasi,
mereka pun meyalahkan media itu karena
telah menyebar fitnah dan mengambil
sumber dari media-media sekuler.
Kita harus bisa jeli dan kritis dalam
menilai sebuah informasi, karena tidak
dipungkiri bahwa media informasi sering kali
diwarnai dengan kepentingan berbagai pihak.
Dalam surat al-Hujurat ayat enam Allah
memberikan kita petunjuk dalam mencerna
sebuah informasi. Kita diajari agar selalu
bersikap kritis, tidak asal mempercayai
sebuah berita ataupun asal menolaknya. Kita
diarahkan untuk bersikap skeptis,
menempatkan setiap informasi pada titik
‘ragu’ yang memiliki kemungkinan benar dan
salah agar kemudian kita mencari tahu
kebenaran dari informasi itu.
Sering kali kita menyalahkan media
informasi karena memberikan berita yang
kurang seimbang dan menyudutkan
kelompok kita, kita pun menyalahkan pihak
yang asal menelan begitu saja berita itu tanpa
ada usaha tabayun. Namun kita juga sering
lupa bahwa terkadang kita pun asal
mempercayai kabar yang menyudutkan pihak
yang memang kurang kita sukai.
Menyalahkan orang lain karena kesalahan
yang kita lakukan juga. Jadi, lagi-lagi yang
berperan adalah kepenti-ngan kan?
Kepentingan dari media informasi dan
kepentingan dari pembaca informasi?
Seperti kabar yang baru-baru ini tersebar
di jejaring sosial, isu intervensi partai politik
terhadap PPMI yang dibahas oleh beberapa
akun di Twitter. Sebagian pihak terlihat
antusias dengan kabar tersebut, menelan
mentah kabar itu tanpa mau tahu klarifikasi
dari pihak PPMI. Sebagian lain bertanya-
tanya dan menunggu apa jawaban dari PPMI
atas tersebarnya isu tersebut. Jika anda telah
membaca rentetan twitter itu maka saya
ingin bertanya, apakah berita yang
disebarkan oleh akun tersebut memang
sebuah “berita” atau merupaka sebuah
“penafsiran terhadap sebuah berita”?
Kita perlu belajar tentang jurnalistik,
perlu tahu tentang dunia informasi yang
banyak terlihat perbedaan kepentingan di
dalamnya. Kita perlu belajar cara dan aturan
dalam menyebarkan sebuah berita. Jika kita
menyaksikan Presiden PPMI mendapatkan
uang dari satu pihak kemudian kita
memberitahukan kepada orang lain bahwa
dia mendapatkan uang dari pihak itu, maka
itu adalah sebuah berita, menceritakan apa
yang sebenarnya terjadi.
Namun jika kita melihat kejadian yang
sama, kemudian kita tafsirkan kejadian itu
dengan kemungkinan-kemungkinan yang
terlintas tanpa bertanya kepada pihak
pertama, lalu menyebarkan penafsiran berita
tadi kepada orang lain, itu sama sekali
bukanlah sebuah berita. Jika penafsiran itu
salah maka itu adalah sebuah fitnah, dan jika
penafsiran itu benar maka tetap saja itu
bukan sebuah berita karena tidak memiliki
sandaran yang jelas.
Prinsip yang paling dasar di dalam
jurnalistik adalah unsur sebuah berita, 5W
dan 1H. What? Ada kejadian apa? Who? Siapa
yang terlibat? When? Kapan berlangsung?
dan Where? Di mana terjadinya? Untuk empat
poin ini, kita bisa mendapatkannya dari
berbagai sumber meski bukan dari orang
pertama. Kita bisa bertanya kepada orang
yang menyaksikan kejadian itu, ataupun kita
bisa mencarinya melalui media jejaring
sosial.
Namun untuk dua point terakhir, Why?
Kenapa? Apa tujuannya? Dan How?
Bagaimana kejadiannya?, kita harus
mendapatkannya langsung dari pihak yang
terkait. Banyak berita yang simpang siur
karena kesalahan dalam dua poin ini. Itulah
kenapa dalam berbagai kasus para wartawan
selalu mengejar orang pertama untuk
mendapatkan informasi yang valid. Orang
pertama pun biasanya mengadakan jumpa
pers, mengeluarkan press release sebagai
penjelasan resmi dari pihak yang terkait
untuk menyuarakan perkara dari sudut
pandang orang pertama agar tidak terjadi
fitnah dan kesimpangsiuran. Penafsiran
tentang sebuah perkara harusnya memiliki
sandaran yang jelas agar tidak terjadi fitnah.
Selain perlu belajar menuliskan berita,
kita juga perlu untuk belajar membaca berita.
Kita tahu bahwa media informasi seri-ng kali
terbungkus dengan berbagai macam
kepentingan, namun hal itu jangan sampai
membuat kita lantas tidak percaya
sepenuhnya terhadap media tersebut.
Kita sering menilai bahwa sebagian media
-media besar Indonesia cenderung
mendiskreditkan Islam, saat dua kejadian
yang sama terkadang mereka mengangkat
dan melebihkan porsi satu berita dari yang
lain. Unjuk rasa Indonesia tanpa FPI,
Indonesia tanpa JIL, Muktamar Khilafah HTI,
konflik Suni Syiah, Ahmadiah, kasus korupsi
PKS. Lantas, apakah karena itu kita kemudian
tidak lagi mempercayai apa yang diberitakan
oleh media-media tersebut? Lalu kemudian
kita hanya mempercayai berita yang tidak
merugikan kita dan sesuai dengan kebenaran
dari sudut pandang kita. Bukankah itu juga
merupakan kepentingan?
Dalam satu kasus kita bisa melihat dua
hingga tiga sudut pandang berita yang
berbeda-beda. Jika kita hanya mempercayai
satu dari tiga itu maka kita akan kehilangan
kemungkinan kebenaran kasus dari dua
sudut pandang yang lain. Mempercayai
sebuah informasi karena kepentingan yang
kita miliki itu sama buruknya dengan
menyebarkan sebuah informasi karena sesuai
(atau disesuaikan) dengan kepentingan
sendiri.
Kadar penilaian sebuah berita tidak
terdapat pada kepentingan. Jika seperti itu,
maka tidak ada lagi kebenaran dalam berita,
yang ada hanya kepentingan dan kepenti-
ngan. Kita perlu membaca berita dari sumber
manapun, kemudian kita letakkan informasi
itu pada titik ‘ragu’ tadi untuk kemudian kita
bandingkan antara satu dan yang lain. Setelah
itu barulah kita mengambil kesimpulan dan
memutuskan berita mana yang layak kita
percayai.
Pengetahuan tentang kaidah jurnalistik
itu penting bagi anda yang hidup di era media
informasi. Semoga bermanfaat.
*Penulis adalah pemimpin redaksi buletin
TëROBOSAN.
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
O p i n i
Tolak Intervensi Parpol di PPMI Mesir, Kenapa Tidak?
Oleh: Herman Yusuf*
Di tengah pro dan kontra Presiden SBY
akan mengumumkan kenaikan harga BBM
(Bahan Bakar Minyak) di Indonesia,
Mahasiswa Indonesia di Mesir dihebohkan
dengan keluarnya press release dari Presiden
PPMI Mesir yang disebarkan via media sosial
Facebook tertanggal 18 Juni 2013. Press
release itu berisi tentang “Bantahan atas
tuduhan akun anonim twitter @guemasisir
terhadap Presiden PPMI Mesir”.
Kegalauan Presiden Jamil atas kultwit
akun @guemasisir yang mengangkat judul:
“Presiden Jamil Menerima Dana Parpol?”,
yang sudah terkumpul di link berikut: http://
chirpstory.com/li/90221 terlihat pada
bantahan 5 poin yang sudah dijelaskan
dengan lugas oleh DPP PPMI Mesir Periode
2012-2013 melalui press release-nya.
Sudah menjadi kelaziman bahwa politik
Mahasiswa Indonesia di Mesir ini menjadi hot
topic menjelang pemilu mahasiswa yang akan
digelar sekitar 1,5 bulan lagi. Di mana
“pemerintahan” PPMI tahun ini yang
dipimpin oleh Saudara Jamil-Delfa juga akan
menggelar LPJ (Laporan
Pertanggungjawaban) akhir masa jabatannya.
“Lawan-lawan politik” Jamil-Delfa
memanfaatkan isu uang ini untuk melakukan
aksi black campaign dengan menyerang
melalui dunia maya, terlepas benar atau
tidaknya Presiden Jamil menerima aliran
dana dari parpol yang diserahkan oleh
Mahfudz Siddiq (PKS) dalam acara Dialog
kebangsaan pada tanggal 21/11/2012 di
KBRI Kairo.
Namun setelah membaca press release
PPMI di poin lima yang berbunyi: “Terkait
bantuan dana dari Komisi 1 DPR RI kepada
DPP PPMI itu murni bantuan biasa yang tidak
bermotif apapun. DPP PPMI tidak mengajukan
proposal dana kepada Komisi 1 DPR RI dan
pemberian dana dari Komisi 1 DPR RI murni
inisiatif mereka yang diwakili oleh Bapak
Mahfud Siddiq kepada DPP PPMI kala itu dan
pemberian dananya pun disaksikan oleh
banyak perwakilan masyarakat Indonesia di
Mesir, baik dari unsur KBRI maupun
mahasiswa setelah acara dialog kebangsaan
dengan Komisi 1 DPR RI.”
Terlepas dari pro dan kontra terkait dana
tersebut, sebagai rakyat yang awam terhadap
masalah politik, saya pribadi melihat hal ini
terasa janggal. Karena dulu ketika Saudara
Jamil sebelum menjabat di PPMI, ia berkoar-
koar “Tolak intervensi parpol di PPMI” dan
bahkan saya bangga kepadanya waktu itu.
Namun sekarang saya melihat beliau lebih
condong kepada pemimpin yang -maaf-
“Pragmatis”. Kenapa? Karena dalam politik
manapun kita tidak bisa mengelak apa yang
namanya “kontrak politik”, terlepas PPMI
membantah hal itu. Namun secara moral
Presiden Jamil telah “cacat”, karena ia tidak
konsisten dengan apa yang diperjuangkan di
PPMI Mesir yang ingin menolak intervensi
parpol di dalamnya. Intervensi yang saya
maksudkan di sini tidak hanya kontrak
politik, namun juga semua hal yang berbau
parpol PPMI harus bisa mengatakan TIDAK.
Saya pribadi tidak mempermasalahkan
PPMI tahun ini atau tahun depan boleh
menerima kembali dana dari manapun,
karena memang PPMI adalah “lahan basah”
yang bisa menerima dan mengajukan
proposal dana kemanapun demi terwujudnya
program kerja di pemerintahannya. Namun
sebagai lembaga dan organisasi induk
seharusnya PPMI memiliki independensi
untuk menolak apapun pemberian materi
dari parpol, karena akan membuat
ketidakstabilan politik di ranah Masisir.
Bukan hanya itu, seharusnya MPA/BPA
PPMI mengeluarkan regulasi tentang
gratifikasi yang boleh diterima oleh DPP
PPMI Mesir dalam masa jabatannya, atau
bahkan PPR (Panitia Pemilu Raya) MPA PPMI
berhak menanyakan dana kampanye capres/
cawapres PPMI untuk menghindari
intervensi parpol di PPMI.
Saya pribadi belum melihat kesuksesan
pemerintahan Saudara Jamil-Delfa di tahun
ini. Karena saya melihat masih banyak PR
yang belum terselesaikan seperti masalah
keamanan, kesejahteraan mahasiswa, moral
(hubungan antara mahasiswa-mahasiswi
yang sudah mulai “cair”) dan efek kebijakan
yang dilakukan selama ini skalanya masih
lokal dan efeknya tidak terlalu besar.
Permasalahan yang muncul menjadi tambal
sulam dan masisir semakin acuh tak acuh
terhadap PPMI. Masisir saat ini berpikir
bagaimana bisa belajar dengan baik dan
belajar mempertahankan hidup dengan
pontang-panting mencari beasiswa dan
bahkan harus bekerja karena sudah tidak
dikirim orang tua.
Tidak mudah memang, memegang
organisasi induk seperti PPMI, karena kita
sudah masuk dalam ranah politik, dan politik
itu adalah ‘aadatu al-Taghyir (alat untuk
memegang kebijakan). PPMI menjadi sorotan
publik secara luas. Sebagai pemimpin yang
baik harus bisa mendengarkan curhat
rakyatnya, membuka ruang seluas-luasnya
untuk berdialog dengan seluruh elemen
masisir. Menjadi sangat lucu kalau akun
twitter @ppmimesir tidak aktif selama 71
hari, bahkan jarang menyapa dan merespon
keluhan masisir secara langsung di media
social, itu sangat ironi sebagai pejabat publik.
Harapan saya pribadi, ke depan PPMI
Mesir bukan lembaga yang sifatnya seperti
EO (Event Organizer) yang jago membuat
kegiatan “wah“ dan show of force saja
sehingga menyedot banyak dana dan energi.
PPMI itu di mata saya adalah organisasi yang
harus menggandakan jaringan dan link,
sifatnya eksternal bahkan dengan pihak
wafidin secara umum. Kalau bisa membuat
suatu agenda khusus dengan Pemerintahan
Mesir mengkaji studi banding masalah
pendidikan dan sosial bahkan budaya dan
memberikan masukan positif sebagai
rekomendasi untuk DPR RI dan pemerintah
di Indonesia.
Wallahulmuwafiq ila aqwamit Thariq
*Penulis adalah Mahasiswa yang sedang
“nyantri” di Universitas al-Azhar
09
proses hukum atas para mafia yang telah
menjual negara untuk kepentingan mereka.
Keberhasilan Mesir juga memiliki
pengaruh besar terhadap negara-negara
kawasan dan Jazirah Arab. Negara-negara
Arab Spring yang hari ini masih jalan di
tempat akan menjadikan Mesir sebagai
sampel kesuksesan revolusi dan kebangkitan
Islam. Sementara rezim absolut yang
berkuasa di negara-negara Arab lainnya akan
merasa terancam jika revolusi semakin
meluas, sebagaimana yang pernah terjadi di
Bahrain dan Yaman.
Kekhawatiran terhadap dampak
suksesnya revolusi Mesir mendorong banyak
pihak berupaya menggagalkan proyek ini.
Intelijen Mesir beberapa waktu lalu berhasil
mengungkap keterlibatan salah satu negara
teluk mengakomodir kerusuhan yang terjadi
di Mesir. Hal yang paling mencolok adalah
tudingan dan cacian oknum kepolisian Dubai
terhadap pemerintahan Mesir. Ada apa
sebenarnya?
Kesuksesan Kebangkitan Islam di Mesir
dan Timur Tengah adalah ancaman serius
bagi kepentingan asing di kawasan,
khususnya masa depan Israel di tanah
Palestina. Kecemasan ini sudah berkali-kali
diungkap pihak Israel. Dengan adanya
akumulasi kepentingan ini bisa disimpulkan
bahwa tujuan utama skenario kudeta bukan
sekedar melawan pemerintahan Mursi, tapi
juga bagaimana menggagalkan proyek
kebangkitan Islam.
*Penulis adalah anggota kajian timur
tengah SINAI (Studi Informasi Alam Islami)
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
Kedalaman dan Ketajaman Analisis
Oleh: Ahmad Satriawan Hariadi*
O p i n i
Jika ada konsensus mengenai penemu
ilmu Sosiologi, maka para khalayak akan
sepakat bahwa sosok Ibnu Khaldun-lah yang
paling pantas digelari Bapak Sosiologi. Namun
kita terkadang merasa cukup dengan
mengetahui bahwa Ibnu Khaldun adalah
Bapak Sosiologi, tidak lebih, kemudian berlalu
begitu saja.
Tetapi tahukan kita, bagaimana Ibnu
Khaldun bisa menjadi demikian? Apa saja hal-
hal baru yang dipersembahkan? Bagaimana
metodenya dalam menguraikan kejadian-
kejadian historis, berikut tanggapan-
tanggapan kritisnya? Apa saja gagasan-
gagasan inovatifnya dalam ilmu Filsafat
Sejarah dan Ilmu Sosiologi? Nihil! Kita
rupanya lebih nyaman dengan hal-hal ringan
yang tidak memeras otak, sehingga
mencukupkan diri dengan tahu bahwa Ibnu
Khaldun adalah penulis buku Muqaddimah
dan Bapak Sosiologi.
Salah satu hal yang paling menonjol dari
karakter Ibnu Khaldun (732-808H) dalam
setiap tulisannya adalah kedalaman dan
ketajaman analisisnya. Lihatlah salah satu
hukumnya yang masih bisa kita rasakan
hingga sekarang. Ia berpendapat bahwa
bangsa yang ditaklukkan (terbelakang),
senantiasa meniru bangsa yang
menaklukkannya (maju) dari segala aspek;
apakah itu simbol, pakaian, agama, gaya
hidup, hari-hari besar, dan lain-lain (2009:
157). Inilah yang membedakan Ibnu Khaldun
dengan para sejarawan, baik yang
mendahuluinya, maupun mereka yang datang
setelah masa Ibnu Khaldun.
Jika para sejarawan sebelum Ibnu
Khaldun menguraikan kejadian-kejadian
secara naratif dan masih terbawa pengaruh
ulama Hadis dalam perihal metode; seperti
Tarikh al-Umam wa al-Muluk karya Ibnu Jarir
(224-310H), bahkan sampai pada sejarawan
yang semasa dengan Ibnu Khaldun; seperti
Ibnu Katsir (701-774H) dalam al-Bidayah wa
al-Nihayah, maka sejarawan yang datang
setelah Ibnu Khaldun—secara langsung
maupun tidak langsung—terpengaruh dengan
metode brilian Ibnu Khaldun. Jika anda tidak
percaya, lihatlah metode yang digunakan oleh
sejarawan-sejarawan setelahnya; semisal Al-
Maqrizy (764-845H) dalam Khithath-nya,
kemudian Al-Suyuthy (849-911H) dalam
Husnul Muhadharah-nya.
Namun terlalu naif rasanya jika hanya
menarasikan inovasi-inovasi Ibnu Khaldun
dalam bidang Filsafat Sejarah dan Sosiologi,
tanpa mendatangkan hal-hal baru dan sisi-sisi
positif dari kehidupan ilmiahnya, yang penulis
rasa lebih mengena dan mendatangkan
manfaat. Adapun hal menarik yang pantas
untuk kita angkat kali ini adalah kedalaman
dan ketajaman analisis Ibnu Khaldun. Karena
melalui kedalaman dan ketajaman analisis
inilah, Ibnu Khaldun mendapat tempat yang
begitu spesial di hati para penikmat sejarah.
Merupakan sunatullah, jika kedalaman
analisis merupakan buah dari keluasan ilmu
dan wawasan. Anda tidak mungkin datang
dengan analisis yang dalam, jika pengetahuan
anda terhadap sesuatu yang anda analisis,
masih abal-abalan. Kemudian tindak lanjut
dari kedalaman analisis tersebut adalah
ketajaman analisis. Sebab, semakin dalam
analisis seseorang, semakin bertambah
keberanian seseorang untuk membuat
kesimpulan yang jujur dan kritis, tanpa
memikirkan risiko yang bakal menimpanya.
Orientasinya pun hanya untuk menyampaikan
hakikat dan kebenaran, tanpa pandang bulu.
Inilah yang terlihat jelas dari tabiat Ibnu
Khaldun dan orang-orang yang mengikuti ide-
idenya.
Dengan tabiat yang demikian, Ibnu
Khaldun tidak segan-segan untuk
menghukumi bahwa orang Arab tidak akan
memperoleh kekuasaan kecuali dengan embel
-embel agama, atau pengaruh yang signifikan
dari agama (2009: 161). Begitu juga ketika ia
menghukumi bahwa kebanyakan pembawa
panji-panji ilmu pengetahuan dalam Islam
adalah orang-orang non-Arab (2009: 614).
Demikan pula halnya dengan ratusan hukum
lainnya yang ia catat di dalam
Muqaddimahnya, yang secara tidak langsung
menujukkan keberanian dan kelugasannya.
Dengan metode kedalaman dan ketajaman
analisis yang ia warisi dari Ibnu khaldun, Al-
Maqrizy tidak berpikir panjang untuk menulis
pembahasan khusus mengenai akhlak dan
prilaku orang Mesir, meskipun dia sendiri
adalah orang Mesir asli.
Di dalam Khithtath-nya ia mengatakan
(1998: 1/146), "Adapun mengenai perilaku
mereka (orang Mesir), maka yang paling
menonjol adalah selalu mengikuti syahwat,
gemar berburu kelezatan, tersibukkan oleh
kebatilan, acuh tak acuh, dan suka
meremehkan, percaya dengan hal-hal mistis,
tidak memiliki keteguhan hati, tidak
mempunyai semangat, berpengalaman dalam
hal tipu daya dan muslihat, suka mencari
muka… Akibatnya, kebiasaan mereka
semacam ini menjadi terkenal di mana-mana,
bahkan menjadi adagium."
Di lain tempat, Al-Maqrizy (1998: 1/137)
juga berpendapat bahwa kondisi geografis
Mesir-lah yang berperan penting dalam
menjadikan sebagian besar penduduk Mesir
penakut dan bermental kerdil. Oleh karena
itu, singa pun tidak sudi untuk tinggal di Bumi
Kinanah ini. Binatang-binatang, seperti anjing
pun ikut-ikutan menjadi penakut dan
kehilangan taring dibanding anjing di negeri
lainnya. Namun Al-Maqrizy pun tidak lupa
bahwa ada juga sebagian kecil orang Mesir
yang diberikan berbagai kelebihan oleh Allah;
seperti akhlak yang mulia dan perlindungan
dari berbagai macam keburukan.
Selain Al-Maqrizy, sejarawan yang
lainnya; seperti Al-Suyuthy, juga terpengaruh
dengan metode kedalaman dan ketajaman
analisis Ibnu Khaldun di dalam Husnul
Muhadharah-nya. Bahkan dengan tanpa rasa
canggung ia menulis bab tersendiri mengenai
penyebab orang Mesir menjadi terhina dan
lalim (1968: 2/336-339).
Al-Suyuthy kemudian menyebutkan
bahwa suatu hari Sa'ad ibn Abi Waqqash
pernah diutus Khalifah Utsman ibn Affan ke
Mesir. Namun orang-orang Mesir melarang
Sa'ad untuk memasuki kota Fusthath. Sa'ad
pun berkata kepada mereka, "Dengarkanlah
apa yang kukatakan kepada kalian!" Tetapi—
karena tabiat suka meremehkan—mereka
tidak mau mendengar. Akhirnya Sa'ad pun
berdoa kepada Allah untuk kehinaan mereka.
Al-Suyuthy kemudian berkomentar, "Sa'ad
adalah orang yang terkenal dengan doanya
yang selalu terijabah oleh Allah, sebab Nabi
pernah berdoa untuknya: Ya Allah
kabulkanlah doa Sa'ad jika ia meminta kepada
-Mu."
Terlepas dari akurasi analisis Al-Maqrizy
dan Al-Suyuthy di atas, penulis hanya ingin
menekankan bahwa seorang sejarawan, dan
kaum terpelajar secara umum, harus benar-
benar memiliki kedalaman dan ketajaman
analisis dalam berbagai aspek kegiatan
ilmiahnya. Karena dengan memiliki
kedalaman dan ketajaman analisis, seseorang
tidak akan pernah ragu-ragu, apalagi menjadi
pengecut untuk menyampaikan kebenaran
yang diyakininya. Sehingga mau tidak mau,
kaum terpelajar kita harus lebih banyak
belajar, lebih peka, dan lebih rasional.
Semua orang pun tahu, betapa pahitnya
kebenaran. Al-Maqrizy dan Al-Suyuthy pun
harus tetap kukuh dan seobjektif mungkin
dalam tulisan ilmiah mereka berdua. Meski
terkadang harus terkesan mendiskreditkan
bangsa dan tanah air mereka sendiri, sesuatu
yang paling sensitif setelah keyakinan. Inilah
contoh betapa pentingnya kedalaman dan
ketajaman analisis dalam membentuk
karakter ilmiah yang superioris, pemberani
dan disegani.
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal
Himmah PPMI, mahasiswa tingkat tiga
fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah.
10
TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013
K o l o m
11
Priorisasi Definisi Oleh: Zulfahani Hasyim*
Kita sering melontarkan kalimat; “jangan
menilai buku dari covernya”, namun
pernahkah kita membuat aplikasi dari
kalimat-kalimat inspiratif seperti ini?
Kehidupan adalah lahan subur tumbuh
kembangnya permasalahan, namun sejauh
mana kita berani memposisikan diri sebagai
observator terhadap masalah kehidupan
tersebut? Atau malah kita lebih rela menjadi
“korban” permasalahan tersebut? Dan di
setiap masalah pasti mengandung definisi
khusus tentang sesuatu atau satu hal, juga
makna-makna yang ambigu dan bahkan bias
lagi samar. Lantas sejauh mana kita sanggup
menilai dan mendefinisikan setiap hal yang
kita temui dengan metodologi ilmiah dan
obyektif? Tulisan ini akan mencoba sedikit
mengingatkan kita pada pentingnya definisi
suatu masalah.
Menghadapi pertentangan adalah
konsekuensi dari kehidupan manusia di
dunia. Apapun bentuk dan konteksnya,
pertentangan kadang justru menjadi media
paling logis untuk menjelaskan eksistensi
manusia itu sendiri, bahkan alam semesta.
Apa yang bisa kita pahami dari ‘tinggi’ jika
kita tidak pernah memahami apa itu ‘rendah’.
Bahkan pengetahuan manusia adalah
susunan pertentangan itu sendiri. Karena
proses mengetahui dan memahami adalah
proses menyusun pertentangan agar lebih
rapi dan terstruktur. Bahkan pada tataran
keyakinan metafisis manusia juga harus
bersandar pada pertentangan. Misal saja, soal
kebaikan yang hanya bisa dipahami semerta
kita memahami keburukan.
Proses memahami segala hal di dalam
hidup bagi seorang manusia dengan melalui
jalan mempertentangkan adalah proses
paling purba dalam sejarah manusia. Dan
proses ini pada akhirnya menentukan posisi
sikap manusia. Jika pengetahuan memberi
konsekuensi penyikapan seorang manusia
terhadap apa yang dia ketahui, mungkinkah
kita menarik nilai obyektif dari sesuatu yang
diketahui?
Lantas muncul pertanyaan mendasar
pada masalah pengetahuan, seberapa
pentingkah kita menaruh perhatian terhadap
makna?
Sebagai masyarakat modern kita kadang
justru lebih menyukai subordinasi sesuatu
hal dibanding mendefinisikan hal tersebut
terlebih dahulu. Atau lebih suka
mengklasifikasi dan membagi-bagi suatu hal
ke dalam hal-hal yang lebih spesifik atau
parsial. Ini pola pikir modern yang dibangun
oleh filsafat pragmatisme yang menyebar
menjelang akhir abad ke 19 Masehi baik di
Timur mau pun di Barat. Pada akhirnya kita
lebih gemar mengkomparasikan banyak hal
dan tidak menemukan satu pijakan obyektif
dalam menelaah suatu masalah.
Penelaahan masalah, membedahnya, dan
mencarikan solusinya membutuhkan satu
instrumen dasar yang tidak bisa kita elakkan,
yaitu definisi. Barangkali di sini kita akan
sedikit menemukan jalan terang tentang
jawaban dari pertanyaan kedua yang penulis
ajukan di atas.
Definisi mendudukan level pertama
sebuah pengetahuan. Tanpa definisi
pengetahuan kita tidak akan membentuk
sebuah batasan yang bisa dijelaskan dan
dicarikan korelasinya. Dan dari sini klasifikasi
akan berjalan dengan baik. Namun
permasalahan manusia modern hampir-
hampir sama yaitu kehilangan kemampuan
mendefinisikan apapun. Kegagalan dalam
mengambil pengertian dari sesuatu hal bisa
berakibat tidak bisa menjelaskannya dan
tidak bisa memecahkan masalah tersebut.
Namun kenyataan justru semakin buruk
tatkala kita justru menerapkan pola pikir di
mana definisi sebuah masalah itu tidak
penting. Pada akhirnya kita akan membuat
keputusan-keputusan ceroboh pada apa saja
yang kita hadapi. Misal, tanpa mengetahui
apakah hakikat sebuah mobil kita sudah
terlebih dahulu memberikan klaim dan
justifikasi bahwa mobil itu benda berbahaya.
Akhirnya keputusan yang kita ambil terhadap
mobil ini pun sangat lah ceroboh.
Kita sering mendapati keadaan seperti ini
baik secara mikro personal mapun makro
sosial. Di tengah kehidupan bernegara,
bangsa kita pun masih terlalu sering
mengesampingkan strukturalisasi masalah
yang dihadapi oleh negara. Akhirnya proses
penyelesaian masalahnya pun akan tumpang
tindih. Contoh kecil misal bentrok antar umat
beragama. Di sini kita selalu mengambil jalan
pintas dalam menghakimi sebuah masalah
seperti fenomena Ahmadiyah dan Syiah. Kita
lupa pada konsep ilmiah yang terstruktur
rapi dalam definisi dan batasan. Dan pada
akhirnya kita melakukan tindakan-tindakan
ceroboh yang bukan menyelesaikan masalah,
namun sebaliknya justru memperlebar
masalah.
Maka dari itu posisi tindak pendefinisian
adalah sesuatu yang menyelamatkan kita dari
kecerobohan dan ketergesaan dalam
bersikap. Sikap memprioritaskan definisi
masalah dari pemberian solusi masalah
merupakan sikap ilmiah dan terhormat.
Kita bisa juga mengambil beberapa hal-
hal yang sering kali lekat dengan hidup kita,
semisal kita menuduh si fulan liberal,
sudahkah kita membuat batasan dan definisi
obyektif tentang kata ‘liberal’? Atau jangan-
jangan liberal dalam paham di antara kita
masih ada banyak perbedaan? Lantas
bagaimana kita bisa mendefinisikan ‘liberal’
secara obyektif?
Di sinilah jawaban pertanyaan pertama
baru tersingkap. Masyarakat modern yang
sudah terpengaruh pemikiran filsafat post-
modern seringkali memposisikan semua hal
yang ada di sekitarnya dalam kacamata self-
center. Maksudnya adalah semua hal yang
ada di sekitar kita akan dipandang dari sudut
pandang kita sendiri tanpa mempedulikan
sudut pandang orang lain. Ini barangkali
akibat budaya filsafat post-modern yang lebih
mengutamakan subyek daripada obyek.
Fokus terhadap subyek dalam memahami
sesuatu bisa berakibat fatal dalam
mendefinisikan sesuatu. Seperti dalam
contoh di atas, bahwa ketika kita menilai si
fulan itu liberal, semerta kita hanya
memahami ‘liberal’ dari sudut pandang diri
kita sendiri atau dari golongan kita sendiri,
maka makna obyektif dari ‘liberal’ tidak akan
kita dapatkan. Satu-satunya cara
mendapatkan obyektifitas makna dari suatu
hal dengan presisi yang paling akurat adalah
dengan meletakan hal yang ingin kita
definisikan itu sebagai esensi wujud yang
menyendiri lalu meletakan diri kita dalam
esensi wujud ini dan bukan dari luar esensi
wujud ini. Lebih dari itu jika kita mengikuti
pendapat Francis Bacon menyoal hakikat
pengetahuan, maka kita harus melepaskan
diri dari anggapan-anggapan yang muncul
dari pengetahuan kita yang sebelumnya.
Dengan begitu kita akan bersih dari
subyektifitas dan bisa memberi nilai obyektif
terhadap obyek yang hendak kita definisikan.
Namun lagi-lagi ini adalah hal yang sangat
susah dan butuh kerendahan hati ekstra agar
bisa mendapatkan pemahaman obyektif
tentang sesuatu. Dalam kondisi tertentu
bahkan kita nyaris tidak bisa obyektif. Maka
dari itu muncul pertanyaan apakan nilai-nilai
pengetahuan itu sebenarnya sudah ada di
dalam repertoar akal kita ataukan dia itu
datang dari luar diri kita?
Pertanyaan ini sebenarnya adalah wacana
diskutif yang menarik yang sudah
dilemparkan oleh kalangan Platonian dengan
paham idealismenya. Dan kemudian
disanggah oleh kalangan eksistensialis
semisal J.P Sartre dan Immanuel Kant. Namun
terlepas dari manakah nilai itu muncul sudah
sewajarnya kita mengembalikan nilai yang
sebenarnya dari sesuatu kepada sesuatu itu
sendiri. Kelegowoan kita dalam memberikan
hak terhadap sesuatu yang buruk sekalipun
akan menandai sejauh mana kita bisa
bersikap ilmiah sebagai kaum terdidik.
*Penulis adalah editor buletin
TëROBOSAN.