Download - CA Kolorektal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia
dan penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika setelah kanker paru,
dengan angka kejadian 146.940 kasus baru pada tahun 2004 dan 56.730 orang
diantaranya meninggal dunia.1 Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat
kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada data pasti berapa insiden karsinoma
kolorektal. Menurut Sjamsuhidajat dari evaluasi data-data di Departemen
Kesehatan mendapatkan 1,8 per 100.000 penduduk.2 Berdasarkan data yang
diperoleh dari penelitian di RSUD Arifin Achmad pada tahun 2005-2006
didapatkan insiden karsinoma kolorektal yaitu 52 kasus dan 43 kasus
diantaranya merupakan karsinoma rektum.3 Sedangkan data dari. Insedensinya
dari tahun ke tahun semakin meningkat, tahun 2005 mencatatkan sejumlah 39
orang diikuti tahun 2006 sebanyak 68 orang dan tahun 2007 adalah sebanyak
103 orang.4
Angka mortalitas yang tinggi pada kanker kolorektal salah satunya
disebabkan karena sebagian besar pasien datang berobat sudah dalam stadium
lanjut atau sudah terjadi komplikasi sehingga hasil akhir dari penatalaksanaan
yang dilakukan oleh dokter jauh dari yang diharapkan. Terapi bedah paling
efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir, namun sebagian
besar penderita datang dalam keadaan stadium lanjut sehingga pilihan terapi
hanya paliatif saja.2,5
1
1.2 Batasan Masalah
Tinjauan pustaka ini membahas tentang anatomi dan fisiologi, etiologi,
faktor risiko, gejala klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosis dari kanker kolorektal.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami anatomi dan fisiologi, etiologi, faktor risiko, gejala klinis,
klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis dari kanker
kolorektal.
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan adalah metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada
beberapa literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi
2.1.1 Anatomi
Kolon dibagi dalam caecum, appendik vermiformis, kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden dan sigmoid. Rektum menduduki bagian posterior
rongga pelvis kemudian melanjutkan diri sebagai anus.6
Gambar 1. Anatomi kolorektal.7
Suplai darah kolon terutama melalui A.mesenterika superior dan inferior.
A.mesenterika superior memberikan 3 cabang utama, yaitu A.iliokolika, A.kolika
dekstra dan A.kolika media, yang mensuplai darah untuk kolon bagian kanan
yaitu caecum, kolon asenden, dan 2/3 proksimal kolon transversum.
A.mesenterika inferior bercabang ke A.kolika sinistra, A.hemoroidalis superior
dan A.Sigmoid yang mendarahi kolon bagian kiri yaitu 1/3 distal kolon
transversum, kolon sigmoid dan proksimal rektum. A.hemoroidalis inferior
merupakan cabang dari A.pudenda interna mendarahi distal rektum dan anus.8
3
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam
reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa.
Jadi selama keganasan kolon belum mencapai muskularis mukosa, kemungkinan
besar belum ada metastasis. Kolon disarafi oleh sistem saraf otonom yaitu sistem
saraf simpatis dan parasimpatis, kecuali sfingter ani eksterna yang berada dalam
kontrol volunter.8
Gambar 2. Vaskularisasi colon7
2.1.2 Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah mengabsorbsi air, vitamin dan elektrolit,
melakukan penyimpanan feses dan kemudian mendorongnya keluar, mensekresi
mukus dan aktifitas bakteri. Kolon mengabsorbsi air dan elektrolit dengan
kapasitas sekitar 1500-2000mk air/hari. Mukus disekresikan untuk melumas dan
melindungi mukosa. Bakteri kolon berfungsi untuk mensintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B serta berperan dalam proses pembusukan dan fermentasi yang
menghasilkan flatus.8
2.2 Epidemiologi
Kanker kolorektal merupakan kanker kedua terbanyak di Amerika serikat.
American Cancer Society melaporkan terdapat 104.950 kasus baru kanker kolon
dan 40.340 kasus baru kanker rektal pada tahun 2005 di Amerika Serikat, dan
4
menyebabkan kematian pada 56.290 penderita. WHO melaporkan pada tahun
2005 terdapat 980.000 kasus baru kanker kolorektal didunia, dimana 500.000
penderita dilaporkan meninggal dunia tiap tahunnya.9
Tidak ada perbedaan insidensi kolorektal pada pria dan wanita, namun usia
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kenker ini. Usia yang
berisiko tinggi adalah usia lebih dari 40 tahun untuk kanker kolon dan usia lebih
dari 70 tahun untuk kanker rektal, namun beberapa kasus dilaporkan terjadi pada
usia muda.9,10
2.3 Etiologi
Penyebab pasti kanker kolorektal hingga kini tidak diketahui karena ada
banyak faktor yang berperan dalam menimbulkan kanker kolorektal ini. Tetapi
faktor-faktor yang kini dipercaya mengawali munculnya karsinoma kolon
diantaranya adalah efek mutagen dari feses, intake daging yang berlebihan dan
asam empedu yang tinggi dalam kolon. Kanker kolorektal timbul melalui interaksi
yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan dimana faktor
lingkungan multiple bereaksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang
didapat dan berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal terjadi
sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan
sel. Perubahan kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya
karsinoma melibatkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel. 11
Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom yang berujung
pada kanker kolorektal yakni :11
1. Instabilitas kromosom
Instabilitas kromosom (cromosamal instability atau CIN) yang merupakan
hasil perubahan-perubahan besar pada kromosom seperti transkolasi,
amplifikasi, delesi dan berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai
dengan hilangnya heterezigositas pada DNA yang berdekatan dengan
lokasi-lokasi kelainan tersebut.
Awal proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi
pada gen adenomatous polyposis coli (APC). Kelainan APC yang sporadik
maupun yang familial seperti familial adenomatous polyposis coli (FAP).
5
Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan
pengobatan proliferasi yang selanjutnya berkembang menjadi adenoma.
Mutasi pada proto oncogene selular K-ras yang biasanya terjadi pada
adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel yang tidak normal.
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi
gen supresor tumor p53. Pada keadaan normal protein gen p53 akan
menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen
p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat mengalami
repiklasi yang menghasilkan sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih
parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada
kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterozygosity). Hal
ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti
DCC (deleted in colon cancer) merupakan tahap akhir dari tranformasi
kearah keganasan.
Sering kali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan
bermetastasis yang merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon
tidak selalu membutuhkan semua jenis mutasi tersebut di atas dan
tampaknya masih ada kerusakan genetik yang lain yang berperan namun
belum ditemukan sampai saat ini. Bagaimanapun juga model mutasi yang
dijelaskan di atas dapat menjadi landasan kerangka konsep untuk
memahami proses karsinogen KKR.
2. Instabilitas mikrosatelit dan HNPCC
Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN) dimana
terjadi peningkatan resiko terjadinya mutasi-mutasi noktah (point
mutations) yang mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNA secara
acak sepanjang genom.
Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari
instabilitas mikrosatelit dimana mutasi pada gen MRR (Mismatch repair)
yang berfungsi memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (face pasca
mitosis). Sel-sel yang kehilangan aktivitas perbaikan ketidakcocokan
(MMR) ini tampaknya masih memerlukan mutasi sebelum mengalami
6
karsinogenesis oleh semua sel kolon mempunyai satu gen yang lengkap
maka mutasi somatik kedua di perlukan sebelum fungsi MMR hilang.
Mekanisme second hit ini yang menjelaskan tidak munculnya poliposis
pada HNPCC. Sekarang ini 5 gen MMR telah di identifikasikan yaitu: h
MSH2, h MLH1, h PMS1, h PMS2, h dan h MSH6.
HNPCC dapat dibedakan melalui KKR sporadis biasanya muncul pada
usia lebih muda (±40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih
tinggi (18% vs 6%), letak tumor sebelah kana (60% - 80% vs 25%) dan
lebih sering tumor mucinosa (35% vs 20%), HNPCC di bagi dalam 2
varian yaitu: Syndroma lynch I dan II.
2.4 Faktor Resiko
Adapun faktor risiko terjadinya kanker kolorektal antara lain:7,12,13,14,15
Umur diatas 40 tahun
IBD (Inflamatory Bowel Diseases), seperti : kolitis ulseratif dan penyakit
Crohn.
Riwayat keluarga.
Hereditary poliposis syndromes
Familial plyposis (high risk)
Gardner’s syndrome (high risk)
Turcot’s syndrome (high risk)
Peutz-Jeghers syndrome (low to moderate risk)
Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit
keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda,
ditemukan polip dalam jumlah sedikit.
Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan
yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan
rektum.
Ras atau latar belakang etnis: orang kulit hitam Amerika (African
Americans) dan Yahudi di daerah Eropa Timur
7
Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat dan lamanya waktu
transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan risiko
kanker kolorektal.
Rokok dan alkohol
Riwayat polip
Perubahan pada mikroflora kolon
- Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa
diet juga memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi
bakteri apapun pada isi usus normal menjadi karsinogen.
Kolitis Ulserosa (>> usia 20-30 tahun)
Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada
mukosa kolon yang dapat meluas kebagian proksimal bersifat difus. Pada
kolitis ulserosa yang berat, mengenai semua mukosa usus serta ileum
terminalis ikut meradang yang disebut “back wash ileitis”. Kolitis ulserosa
terjadi pada garis antara rektum dan kolon yang dapat menyebabkan
nekrosis. Hal ini sering menyebabkan permukaan mukosa ditandai
adanaya perdarahan.
Kolitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta dan
kemudian beberapa abses bersatu membentuk ulkus melibatkan mukosa
dan submukosa. Secara histopatologis, tampak distribusi sel radang pada
kolitis ulserosa lebih dari setengah kelenjar mukosa dan adanya kongesti
pembuluh darah. Kolitis ulserosa yang kronis merupakan resiko terjadinya
karsinoma.
Kolitis ulserosa pada beberapa kasus akan menetap pada daerah
rektum (proctitis ulseratif). Namun beberapa keadaan dapat menyebar
kebagian proksimal dan kadang melibatkan seluruh kolon (pankolitis).
Kolitis ulserosa dibagi menjadi 3 tahap ;
8
1. Kolitis ulserosa dini aktif
Pada kolitis ulserosa dini aktif, tampak jumlah elemen kelenjar mukosa
berkurang atau menghilang dan vaskularisasi pada lamina propia
bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan
sel radang dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses radang
meluas pada submukosa.
2. Kolitis ulserosa kronik aktif
Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses
penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta
jumlahnya berkurang, pada lamina propia mengalami hiperplasia,
muncul dalam bentuk pseudopolip.
3. Kolitis ulserosa tenang
Pada stadium tenang, mukosa akan lebih tipis. Bila kolitis ulserosa
berlangsung lama dapat dijumpai displasia atau prakenker. Sehingga
kolitis ulserosa resiko tinggi untuk terjadinya kanker kolorektal.
Individu yang memiliki faktor risiko direkomendasikan untuk dilakukan
screening, dengan strategi sebagai berikut:16
FOBT (Fecal Occult Blood Test) setahun sekali, jika hasil FOBT positif,
maka harus diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi, atau fleksibel
sigmoidoskopi dan Barium Enema dengan kontras
Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun
FOBT plus fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun
Kolonoskopi setiap 10 tahun
2.5 Gejala klinis
Pada stadium awal, kanker kolorektal jarang menimbulkan gejala klinis.13
Gejala kanker kolorektal yang paling sering adalah perubahan pola defekasi,
perdarahan per anus (hematokezia), nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat
badan. KKR umumya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul
9
sebagai bagian dari komplikasi. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai
letak kanker.8,11
Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum
Aspek Klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada feses
Feses
Dispepsia
Memburuknya KU
Anemia
Kolitis
Karena Penyusupan
Diare/diare berkala
Jarang
Samar
Normal/diare
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
Obstruksi
Karena obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Samar atau makroskopis
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
Proktitis
Tenesmus
Tenesmus terus menerus
Tidak jarang
Makroskopis
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
lambat
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker.8
2.6 Klasifikasi penderajatan kanker kolorektal
Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:8
Dukes A Terbatas di mukosa
Dukes B Menembus muskularis mukosa
Dukes C
C1
C2
Metastasis ke kelenjar getah bening
KGB didekat tumor primer
KGB jauh
Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal
Tabel 2. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.7
10
Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.7
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM
untuk karsinoma kolorektal:17
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai.
Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.
T1 : Tumor mengenai submukosa.
T2 : Tumor mengenai propia muskularis.
T3 : Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa
jaringan perirektal
T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.
N2 : Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai.
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh.
M1 : Ditemukan metastasis jauh.
11
Staging Group
Stage T N M Dukes
0 Tis No Mo -
I T1 No Mo A
T2 No Mo A
IIA T3 No Mo B
IIB T4 No Mo B
IIIA T1-T2 N1 Mo C
IIIB T3-T4 N1 Mo C
IIIC Any T N2 Mo C
IV Any T Any N M1 D
Tabel 3. Staging TNM menurut AJCC.17
Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:18
Direct extension
Hematogenous metastasis
Regional lymph node metastasis
Transperitoneal metastasis
Intraluminal metastasis
2.7 Diagnosis
Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, colok dubur, pemeriksaan laboratorium, kolonoskopi dan
rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi. Pemeriksaan tambahan
seperti pemeriksaan urologi, hepar dan paru dilakukan untuk melihat metastasis
kanker kolorektal.8
Anamnesis yang teliti harus dilakukan dengan perhatian khusus pada
perubahan pola defekasi, baik diare maupun konstipasi, nyeri perut, perdarahan
dari anus, penurunan berat badan, dan faktor predisposisi. Keluhan utama dan
pemeriksaan klinis didapat adanya perdarahan peranum disertai peningkatan
12
frekuensi defekasi dan atau diare selama minimal 6 minggu, perdarahan peranum
tanpa gejala anal.3,19
Pada periksaan fisik perlu diperhatikan adanya anemia, tonjolan di
abdomen, tanda-tanda obstruksi mekanik usus, nyeri tekan, pembesaran kelenjar
limfe, pembesaran hepar serta keadaan gizi pasien. Pemeriksaan colok dubur
merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menilai keutuhan sfingter ani, ukuran, fiksasi, ulserasi serta memperkirakan
perluasan tumor ke kelenjar limfe pada rektum 1/3 tengah dan distal. Tumor dapat
diraba dengan colok dubur pada 90% kasus.2,19
Pemeriksaan Penunjang yang membantu penegakan diagnosis antara lain:
a. Laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan
hasil normal. Perdarahan intermiten dan polip yang besar dapat dideteksi
melalui darah samar feses atau anemia defisiensi Fe. Pemeriksaan fungsi hepar
dan ginjal, biasanya memberikan hasil normal, kecuali bila sudah metastasis ke
hepar. Pemeriksaan tumor marker seperti Carsinoembrionic antigen (CEA) dan
Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9) juga membantu menegakkan diagnosa.9,11
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi
50% polip kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering
sulit untuk divisualisasi, sehingga pemeriksaan rektosigmoidoskopi
masih diperlukan.11karsinoma kolon sinistra terlihat sebagai fixed filling
defect, sedangkan pada kolon dekstra terlihat sebagai constriction atau
massa intraluminal.18
Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat
akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsy pada lesi yang
mencurigakan pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai >95%
pasien. Kolonoskopi mempunyai sensitivitas (95%) dan spesifisitas
(99%) paling tinggi dibandingkan modalitas yang lain untuk mendeteksi
polip adenomatous.
13
c. Evaluasi Histologi
Gambaran mikroskopik dari adenokarsinoma kolorektal bervariasi, mulai dari
well differentiated sampai poorly differentiated struktur kelenjar.9
2.8 Diferensial Diagnosa
Diagnosis banding dari kanker kolorektal adalah:12
Diverticular disease
Stricture
IBD
Infectious atau inflammatory lesions
Adhesions
Metastasis karsinoma
Extrinsic masses (kista, abses)
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker kolorektal antara lain:11
Kemoprevensi
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) termasuk aspirin dianggap
berhubungan dengan penurunan mortalitas KKR. Beberapa OAINS seperti
sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insiden
berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatous
Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker
dikalangan pemakai OAINS namun bukti yang mendukung manfaat pemberian
aspirin dan OAINS lainnya untuk mencegah KKR sporadic masih lemah.
Endoskopi dan operasi
Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan polipektomi.
Bila ukuran <5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsy atau
elektrokoagulasi bipolar. Disamping polipektomi KKR dapat diatasi dengan
operasi. Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon asenden,
kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden diatasi
14
dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat
diangkat dengan tidakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas
akibat operasi sekitar 5%.
Terapi ajuvan
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.
Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi KKR
setelah operasi. Pasien Duke A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu
terapi adjuvan. Pasien KKR Duke C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara
signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease
free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada KKR Duke B.
2.10 Prognosis
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor
pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan
tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.8
Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari
stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun
adalah sebagai berikut:12
1. Dukes’ A 5-yr survival, >80%
2. Dukes’ B 5-yr survival, 60%
3. Dukes’ C 5-yr survival, 20%
4. Dukes’ D 5-yr survival, 3%
Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:12
Stage TNM classification 5-year survival
I T1-2, N0, M0 >90%
IIA T3, N0, M0 60%-85%
IIB T4, N0, M0 60%-85%
IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%
IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%
15
Stage TNM classification 5-year survival
IIIC T(any), N2, M0 25%-65%
IV T(any), N(any), M1 5%-7%
Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
16
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan
penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika.
Penyebab pasti kanker kolorektal hingga kini tidak diketahui, timbul melalui
interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Gejala dan tanda klinis kanker kolorektal bervariasi sesuai letak kanker.
Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, colok dubur, dan pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan kanker kolorektal terdiri dari kemoprevensi, kolonoskopi dan
operasi serta terapi ajuvan.
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor.
3.2 Saran
Penyuluhan kepada masyarakat luas mengenai pola hidup sehat dalam upaya
pencegahan terjadinya kanker kolorektal
Perlunya dilakukan screening pada masyarakat yang berisiko tinggi untuk
deteksi dini kanker kolorektal
17