Download - Chapter II (1)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PNEUMONIA DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Severe community-acquired pneumonia (SCAP) merupakan
pneumonia akut berat yang sering masuk dan membutuhkan perawatan
intensif di ICU. Pneumonia komuniti merupakan suatu penyakit infeksi
pernapasan akut yang didapati di luar rumah sakit yang manifestasinya
berupa karakteristik gejala (batuk, adanya dahak, sesak, nyeri dada
pleuritik dan didapati atau tidak perubahan status mental) dengan adanya
gambaran infiltrat baru secara radiologi, juga adanya demam (>38,5oC)
atau hipotermi (< 36oC), dengan adanya peningkatan atau penurunan
jumlah sel darah putih. Sedangkan SCAP adalah pneumonia yang
membutuhkan perawatan ICU terutama ventilasi mekanik yang
disebabkan satu atau beberapa alasan seperti, gagal napas hipoksemia
(PaO2 < 60 mmHg) terhadap pasien dengan pemberian maksimal
oksigen, gagal napas hiperkapnia (pH < 7,25 dengan PaCO2 > 50 mmHg)
atau dijumpainya ketidakmampuan untuk mempertahankan pernapasan
sehingga menyebabkan status mental terdepresi. Beberapa kriteria klinik
terhadap penderita pneumonia yang dapat diidentifikasi sebagai faktor
prognosis buruk seperti, membutuhkan ventilator mekanik, syok,
penurunan kesadaran, keterlibatan multilobus, usia > 65 tahun, frekuensi
pernapasan > 30/menit, gagal ginjal akut, bakterimia dan adanya penyakit
30Universitas Sumatera Utara
penyerta. Panduan terbaru dari konsensus Infectious Dissease Society of
America (IDSA)/ American Thoracic Society (ATS) telah menyertakan
beberapa kriteria yang menyatakan kriteria beratnya SCAP seperti,
membutuhkan perawatan ventilator mekanik, syok septik, frekuensi
pernapasan > 30/menit, infiltrat multilobar, trombositopenia, leukopenia,
hipotermi dan hipotensi.1,3,5,12,13,14
Severe CAP diperkirakan 10-20% kasus dari CAP yang masuk ke
ICU. Definisi yang sederhana dari SCAP adalah suatu CAP yang
membutuhkan perawatan ICU. American Thoracic Society (ATS)
mempublikasikan kriteria dari SCAP yaitu seperti berikut:
Tabel 1. Kriteria ATS untuk Severe Community-acquired Pneumonia
(SCAP)13
Frekuensi pernapasan > 30 kali per menit saat masuk
Rasio PaO2/FiO2 < 250 mmHg
Membutuhkan ventilasi mekanik
Gambaran radiografi dada melibatkan lobus bilateral atau multipel lobus,
konsolidasi meningkat > 50% dalam 48 jam setelah masuk
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, atau tekanan darah diastolik < 60
mmHg, vasopressor > 4 jam
Produksi urin < 20 ml/ jam, atau total produksi urin < 80 ml selama 4 jam,
atau gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
31Universitas Sumatera Utara
Pasien-pasien critical ill di ICU dapat berupa pneumonia komuniti
dan pneumonia nosokomial. Pneumonia nosokomial adalah infeksi
nosokomial yang paling banyak dijumpai di dalam perawatan ICU, yang
dapat diklassifikasikan sebagai berikut :
- Pneumonia yang didapati di rumah sakit setelah > 48-72 jam masuk
rumah sakit.
- Pneumonia yang didapati di ICU yang terjadi pada pasien-pasien
yang tidak mendapati penanganan dengan ventilator mekanik atau
terhadap pasien yang berhasil bernapas spontan selama > 48 jam setelah
ekstubasi.
- Early Ventilator Assosiated Pneumonia (VAP) yang didapati
terhadap pasie-pasien yang mendapatkan penanganan ventilator mekanik
selama 2-5 hari.
- Late VAP yang terjadi terhadap pasien-pasien mendapatkan
tindakan ventilator mekanik > 5 hari.
Kekerapan infeksi nosokomial saluran napas bawah menempati
urutan kedua setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 13-18%.
Pneumonia di perawatan ICU lebih sering dibanding ruangan umum, yaitu
berkisar 42% dan sebagian besar (47%) terjadi pada penderita dengan
ventilator mekanik. Kasus pneumonia secara klinik didefinisikan sebagai
adanya suatu infeksi akut (didapati paling tidak satu dari hal berikut : adanya
demam atau menggigil, temperatur > 38,2oC atau < 35,5oC, hitung jenis
darah putih > 11 x 109/L atau < 3 x 109/L atau adanya differensial
32Universitas Sumatera Utara
yang abnormal) dan adanya tanda atau gejala (paling tidak satu dari hal :
suara pernapasan abnormal, takhipnu, batuk, produksi sputum, batuk
darah, nyeri dada atau dispnu, radiologi adanya infiltrat baru).
Pneumonia aspirasi merupakan suatu keadaan penyakit paru yang
disebabkan masuknya cairan abnormal, substansi dan bahan sekresi
endogen baik dari saluran pernapasan atas atau lambung ke saluran
napas bawah. Untuk dapat berkembangnya suatu pneumonia aspirasi
bergantung kepada status kekebalan mekanisme pertahanan tubuh yang
melindungi saluran pernapasan bawah, seperti mekanisme menutupnya
glottis, refleks batuk serta mekanisme pembersihan jalan napas itu sendiri.
Faktor resiko terhadap terjadinya pneumonia aspirasi beberapa
diantaranya seperti keadaan pembiusan, penurunan kesadaran / status
mental dan juga terhadap pemakaian selang makanan, ventilator dan lain
sebagainya.15
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan sistem skoring APACHE
III yaitu skor berkisar 0 – 299, dengan tingginya skor mengindikasikan
lebih beratnya penyakit dan meningkatkan resiko kematian pada saat
masuk ICU. Validasi skor yang menyatakan beratnya penyakit seperti,
usia pasien, kondisi komorbid penyakit dan parameter-parameter fisiologik
seperti, tanda-tanda vital, nilai-nilai kimiawi serologi, nilai gas darah
arterial dan Glasgow Coma Score. Sistem skoring APACHE III
menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa
diantaranya seperti :
33Universitas Sumatera Utara
a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure,
temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial
O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan)
b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin,
hitung sel darah putih)
c. usia
d. variabel penyakit kronik
e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)3,5,17,18,19
2.2 SISTEM SKORING APACHE III SEBAGAI SISTEM SKORING
BERAT PENYAKIT
Berkisar tahun 1980 beberapa intensivis memutuskan untuk
membuat skoring beratnya penyakit terhadap pasien-pasien yang dirawat
di intensive care unit (ICU) dengan maksud membandingkan populasi dan
mengevaluasi hasil akhirnya (outcome prognosis). Hasil akhir (outcome
prognosis) dari suatu perawatan intensif bergantung dari berbagai faktor /
keadaan yang ada yang didapati pada hari pertama masuk ICU dan juga
bergantung terhadap penyebab sakitnya sehingga dirawat di ICU. Sistem
skoring beratnya penyakit umumnya terdiri dari 2 (dua) bagian, sistem
skoring itu sendiri dan model probabilitasnya. Skoring itu sendiri adalah
angka-angka atau sejumlah angka / nilai dimana jika semakin tinggi angka
/ nilai yang didapati, semakin buruk kemungkinan beratnya penyakit.
34Universitas Sumatera Utara
Model probabilitas adalah suatu persamaan / analisa yang menghasilkan
kemungkinan prediksi kematian pasien.6,7,9
Model sistem skoring beratnya penyakit telah banyak dipublikasikan,
namun hanya beberapa yang sering dipergunakan. Kebanyakan skor-skor
tersebut dikalkulasi dari pengumpulan data di hari pertama masuk rawatan
ICU, beberapa diantaranya salah satunya sistem skoring Acute Physiologi
and Chronic Health Evaluation (APACHE). Sistem skoring prognosis ini
telah berkembang untuk mengestimasi kemungkinan kematian terhadap
pasien-pasien dewasa yang masuk ICU. Sistem ini menggunakan
variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status riwayat penyakit
kronik dan keadaan fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai
dampak terhadap prognosis. 7,9,20,21,22
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SKORING ACUTE
PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE)
Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington
University Medical Centre, sistem skoring Acute Physiology Chronic
Health Evaluation (APACHE) telah didemonstrasikan untuk membuktikan
keakuratan dan pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya
penyakit pada pasien-pasien criticall ill. Sistem skoring APACHE yang
pertama (APACHE I) mengandung 34 variabel, nilai variabel terburuk
dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama masuk ICU dan hasil akhir
didapati sebagai skor fisiologik akut.
35Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1985, Knaus dkk memperkenalkan versi sistem skor
APACHE yang lebih disederhanakan yaitu APACHE II. Model ini mencatat
nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU terhadap 12
variabel fisiologik, usia, status pembedahan (pembedahan emergensi /
elektif, bukan pembedahan), status riwayat penyakit sebelumnya yang
menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa secara model
regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk
memprediksi kemungkinan kematian. Sistem skoring ini berkembang
dengan cepat digunakan luas di seluruh dunia, telah banyak digunakan
dalam bidang administrasi, perencanaan, quality assurance,
membandingkan diantara ICU bahkan membandingkan terhadap grup-
grup uji klinik.
Versi yang ketiga, APACHE III, telah mengevaluasi secara prospektif
terhadap 17440 pasien yang masuk di 40 ICU rumah sakit di Amerika
Serikat pada tahun 1988 – 1989. Sistem variabel yang termasuk dalam
skoring APACHE III yaitu berdasarkan pencatatan nilai variabel terburuk
dalam 24 jam pertama pasien masuk ICU, skor berkisar 0 - 299 terhadap
17 variabel fisiologik, Glasgow Coma Score (GCS), untuk nilai skor usia
dan tujuh kondisi komorbid penyakit kronik. Skor APACHE III adalah skor
untuk menilai beratnya penyakit critical ill di ICU yang dikalkulasikan
terhadap variabel-variabel usia pasien, adanya kondisi komorbid penyakit,
investigasi laboratorium dan fisiologik yang terburuk dalam 24 jam
pertama masuk ICU. Dalam sistem skoring APACHE III usia pasien dan
36Universitas Sumatera Utara
riwayat penyakit kronik mencapai nilai 47. Dalam 24 jam pertama masuk
rawatan, 17 variabel fisiologik dicatat dan dapat mencapai nilai sampai
252. Nilai skor total dikombinasikan dengan asal perawatan sebelumnya
serta diagnosis ICU secara prinsipal, hasilnya diolah ke dalam persamaan
suatu logistik regresi.7,9,20,22
Tabel 2. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai
tanda tanda vital dan abnormalitas laboratorium.23
Nadi 8 5 0 1 5 7 13 17≤39 40- 50- 100- 110- 120- 140- ≥
49 99 109 119 139 154 155Rata2 Tek 23 15 7 6 0 4 7 9 10Darah ≤39 40- 60- 70- 80- 100- 120- 130- ≥
59 69 79 99 119 129 139 140Temp 20 16 13 8 2 0 4oC ≤ 33- 33,5- 34- 35- 36- ≥40
32,9 33,4 33,9 34,9 35,9 36,9
Frek 17 8 7 0 6 9 11 18Napas ≤5 6-11 12- 14- 25- 35- 40- ≥50
13 24 34 39 49PaO2 15 5 2 0
≤49 50- 70- ≥8069 79
AaDO2 0 7 9 11 14< 100- 250- 150- ≥500
100 249 349 499Hemato 3 0 3Krit (%) ≤ 41- ≥50
40,9 49Htg Jenis 19 5 0 1 5Leukosit <1,0 1,0- 3,0- 20- ≥25
2,9 19,9 24,9Serum 3 0 4 7Kreatinin ≤0,4 0,5- 1,5- ≥(tanpa 1,4 1,54 1,95ARF)Serum 0 10Kreatinin 0-1,4 ≥1,5(dgn ARF)Prod Urin 15 8 7 5 4 0 1(cc/hari) ≤ 400- 500- 900- 1500 2000 ≥400
399 599 899 1499 - - 01999 3999
37Universitas Sumatera Utara
Serum 0 2 7 11 12BUN ≤ 17- 20- 40- >80(mg/dl) 16,9 19 39 79Serum Na 3 2 0 4(mEq/l) ≤ 120- 135- ≥
119 134 154 155Serum 11 6 0 4Albumin ≤1,9 2,0- 2,5- ≥(g/dl) 2,4 4,4 155Serum 0 5 6 8 16Bilirubin ≤1,9 2,0- 3,0- 5,0- ≥8,0(mg/dl) 2,9 4,9 7,9Serum 8 9 0 3 5Glukosa( ≤39 40- 60- 200- ≥mg/dl) 59 199 349 350
Tabel 3. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai
abnormalitas neurologik.23
Mata buka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeriVerbal Orientasi,berbicara Bingung Kata &suara Tidak ada
tak jelas respon
MotorMenurut 0 3 10 15perintahMelokalisir 3 8 13 15nyeriReaksi 3 13 24 24fleksi/reaksidekortikasiReaksi 3 13 29 29deserebrasi/takada respon
38Universitas Sumatera Utara
Mata tidak membuka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeriVerbal Orientasi,berbicara Bingung Kata &suara Tidak ada
tak jelas respon
MotorMenurut 16perintahMelokalisir 16nyeriReaksi 24 33fleksi/reaksidekortikasiReaksi 29 48deserebrasi/takada respon
Tabel 4. Sistem scoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai
gangguan keseimbangan asam basa.23
pHpCO2 <25 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 >60<7,157,15- 12 47,197,20-7,24 6 3 27,25-
97,297,30-7,34
0 17,35-7,39
57,40-7,447,45- 0 2 127,497,50-7,54 3
3 127,55-7,597,60-7,64 0>7,64
39Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Sistem skoring APACHE III untuk nilai skor usia dan skor
komorbid penyakit kronik .23
Usia 0 5 11 13 16 17 24≤44 45-59 60-64 65-69 70-74 75-84 ≥85
Komorbid Penyakit Kronik Skor/NilaiAIDS 23Gagal Hati 16Limpoma 13Kanker Metastasis 11Leukemia/Multipel myeloma 10Immun Kompromais 10Sirosis 4
Kemampuan secara objektif mengestimasi kemungkinan resiko
kematian atau kemungkinan lainnya yang penting dalam mengevaluasi
prediksi prognosis merupakan suatu hal yang berkembang dalam
penelitian klinis. Berdasarkan metode validasi yang dipergunakan, akurasi
dari model prognosis diakses dengan mengukur seberapa baik model
menentukan pasien-pasien yang hidup dan mati dan seberapa
besar hubungan prediksi dan kematian pasien yang diobservasi.
Kesanggupan suatu sistem skoring prognosis memprediksi secara
akurat kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien yang masuk ke ICU
adalah berdasarkan kondisi-kondisi berikut ; ketersediaannya data,
pengumpulan data yang akurat dan reproduksibel, analisa prediktif dapat
mengatur sekumpulan kasus yang terdefinisi sebagai usia, komorbiditas,
diagnosis, beratnya penyakit serta kontrol terhadap penentuan
keberhasilan, seperti pemilihan pasien yang ada, analisa prediktif adalah
akurat berdasarkan diskriminasi dan kesanggupan menghitung
40Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang didapat dalam peyebab rata-rata kematian diantara
beberapa subgrup / populasi.24
2.4 PREDIKSI SISTEM SKORING APACHE III DI ICU
Klinisi dapat secara akurat memprediksi hasil akhir terhadap
perawatan pasien-pasien berat (critical ill patients) dan mendapatkan hasil
akhir prognosis yang lebih akurat. Menganalisa dan mengukur beratnya
penyakit serta prognosis terhadap pasie-pasien yang dirawat di ICU
sangatlah penting dikarenakan :
- kualitas perawatan pasien di antara ICU tidak dapat dibandingkan
tanpa adanya pengukuran indeks objektif dari beratnya
penyakit.
- prediksi sistem skoring dapat menentukan suatu fondasi yang stabil
untuk penelitian masalah efisiensi terapi serta memperkecil
dampak perekonomian di ICU.
- Sistem skoring prediksi dapat memplot masalah-masalah
penyakit critical ill dan membantu klinisi dalam membuat
keputusan.
Karakteristik dari sistem skoring prognosis mengandung nilai-nilai
angka untuk menjelaskan beratnya penyakit pasien. Skor-skor nilai angka
tersebut lalu didiskribsikan melalui suatu formula matematika sebagai
prediksi kematian. Kegunaan dari perhitungan skor bergantung terhadap
41Universitas Sumatera Utara
prediksi akurasinya. Didapati 2 (dua) karakteristik dalam menilai akurasi
sistem prediksi, yaitu diskriminasi dan kalibrasi.
- Diskriminasi menjelaskan keakurasian dari prediksi yang didapat,
sebagai contoh, ketika instrumen skoring memprediksi
kematian berkisar 90 %, diskriminasi adalah tepat jika
kematian yang diobservasi adalah juga 90 %.
- Kalibrasi menjelaskan bagaimana instrumen memperforma
keseluruhan data untuk prediksi kematian, sebagai contoh
suatu instrumen prediksi dapat menghasilkan kalibrasi yang
tinggi jika dapat secara akurat memprediksi kematian.
Didapati 2 (dua) hal penting secara prinsip dalam mengakses hasil
performa instrumen yang baik. Pertama, instrumen harus mengukur /
menghasilkan suatu hasil akhir yang penting. Sebagai suatu contoh,
kebanyakan sistem skoring ICU menilai hasil kematian, sebenarnya hal
menarik lainnya telah berkembang dalam mengakses lamanya perawatan
(long-term mortality) dan status fungsional lainnya. Kedua, instrumen
skoring haruslah mudah digunakan / diaplikasikan sepanjang didapatinya
kelengkapan data-data terhadap pasien-pasien critical ill.24,25,26
Knauss dkk meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap
pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap
17.440 pasien yang dirawat pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di
Amerika Serikat pada tahun 1991, mendapatkan rata-rata skor APACHE
III sebesar 50.7,9 Rivera Fernandez dkk (1998) terhadap sebanyak 86 unit
42Universitas Sumatera Utara
ICU dan berkisar 10.929 pasien dewasa yang masuk ICU di Spanyol
mendapatkan persentase resiko kematian sebesar 82,3%.27 Bastos PG
dkk di Brazil pada 10 ICU dan 1734 pasien mendapatkan prediksi resiko
kematian signifikan lebih rendah dibanding hasil yang diobservasi
(p<0,0001), standardized mortality ratios (SMRs=1,67).28 Jeong Ihnsook
dkk (2003) memprediksi akurasi skor beratnya penyakit dengan APACHE
III di ICU Korea terhadap 850 bed mendapatkan terhadap resiko prediksi
0,5 didapati skor APACHE III 66, sensitiviti 0,72, spesifisiti 0,91. Penelitian ini
menunjukkan akurasi prediksi menghasilkan diskriminasi yang lebih baik.29
Paulo Antonio Chiavone dkk (2003) mengevaluasi APACHE II pada
ICU di Sao Paolo, Brazil mendapatkan dari 521 pasien, skor APACHE II
16,7 ±7,3 dimana semakin tinggi skor semakin tinggi angka kematian,
rata-rata prediksi kematian 25,6% dan rata-rata kematian yang terekam
adalah 35,5%.30
Jin Hwa lee dkk, Seoul 2007 mengenai hasil akhir dan faktor
prognosis CAP, mendapati keseluruhan kematian 56%, faktor independen
kematian termasuk PaCO2 < 45 mmHg, urine output < 1,5 L dan tingginya
skor APACHE.5 Hideo Uno dkk, Jepang 2007 terhadap penderita VAP
nosokomial di ICU dengan kasus kontrol mendapati skor APACHE II 30,2
± 5,3 vs 20,4 ± 5,8.31 Shahla shiddiqui dkk, Karachi, Pakistan 2004
meneliti skor APACHE II terhadap prediksi tipe dan virulensi sepsis,
mendapati skor menengah sebesar 13–16 terhadap 15 pasien dari 36
pasien yang diteliti.32 Spindler dkk, Swedia 2006, meneliti sistem skor
43Universitas Sumatera Utara
prognosis terhadap CAP pneumokokus pneumonia, mendapati nilai sor
APACHE II 0-10, 2%, 11-20, 14%, 21-30, 75% dan 100% (pada 3 pasien)
skor > 30.33Juranko Kolak, Zagreb, Kroasia 2005 terhadap penelitian
mengenai kontrol bakterial pneumonia selama ventilator mekanik,
mendapatkan skor APACHE berkisar ≥ 15-27 yang berhubungan dengan
pertumbuhan kuman gram negatif.34 Jordi relo dkk, Tarragona, Spanyol
2003 terhadap insiden pneumonia nosokomial oleh karena ventilator
mekanik, mendapatkan skor APACHE II sebesar 16 (kisaran 3-33).18
Jeremy M Khan dkk, Kansas City, US 2006, mengevaluasi skor APACHE
III terhadap kejadian pneumonia nosokomial oleh ventilator mekanik,
mendapati skor 68±31 terhadap 87-150 pasien/tahun (kuartil I), skor
70±32 terhadap 151-275 pasien/tahun (kuartil II), 74±33 , 276-400
pasien/tahun (kuartil III), skor 78±34 dari 401-617 pasien/tahun (kuartil
IV).35 Silverose Ann, Manila, Filipina, 2004, mendapati skor APACHE III
terhadap kejadian late onset VAP sebesar 16,73±7,39 (berkisar 4-38,
p=0,661) terhadap 60 pasien yang mendapatkan ventilator mekanik
selama > 5 hari. Analisa statistikal univariat menunjukkan skor APACHE III
didapati lebih tinggi terhadap late onset VAP.36
Rajnish Gupta dkk mengevaluasi skor APACHE II terhadap pasien-
pasien dengan masalah respirasi di Institute tuberculosis & respiratory
disease di New Delhi, India tahun 2003 mendapati rata-rata nilai skor
12,87 ± 8,25 atau berkisar 1 – 47, didapati sebanyak 287 (87 %) yang
survival dan 43 (13 %) yang tidak survival, dimana rata-rata nilai skor
44Universitas Sumatera Utara
APACHE II berkisar masing-masing 11,34±6,75 (range 1-37) dan
23,09±10,01 (range 5-47) dari 330 pasien.11 CK Lee dkk (2002)
mengaplikasikan APACHE skor terhadap penderita yang masuk ke ruang
gawat darurat dan resusitasi di Hongkong mendapatkan dari 88 pasien, 13
(15 %) meninggal dan 75 (85 %) bertahan. Faktor signifikan berhubungan
dengan kematian termasuk usia, mean arterial pressure, tekanan darah,
frekuensi pernapasan, pH arteri, serum sodium, Glasgow Coma Score dan
chronic health points. Dengan menggunakan analisis logistik regresi
mendapatkan prediksi yang kuat terhadap kematian dimana nilai cut off
score > 28 , sensitiviti 100,0 % (95 % CI 100,0 – 100,0) spesifisiti 68 % (95
% CI 56,2 – 78,3), positive likelihood rasio 3,13, positive prediktive value
35,1, dan negative likelihood rasio 100,0.37 Hsu CW dkk (2001) di Korea
membandingkan skor APACHE II dan III terhadap pasien gagal napas
yang masuk ICU, mendapatkan kedua skor secara signifikan
menunjukkan tingginya skor berhubungan dengan tingginya kematian.
Sistem APACHE III menunjukkan diskriminasi yang lebih tinggi nilainya
dibanding APACHE II. Variabel-variabel oksigenasi, mean artery pressure,
frekuensi pernapasan, konsentrasi serum kreatinin dan Glassgow Coma
Scale memainkan peranan yang penting dalam memprediksi survival
terhadap pasien-pasien dengan gagal napas.38
45Universitas Sumatera Utara
2.5 KERANGKA KONSEP
Usia Demam/menggigil SesakBatukNyeri dada pleuritik Radiologi abnormal Hitung Jenis LeukositStatus Mental Kreatinin
Komorbid
LamaRawatan
Pasien-pasien Pneumonia dengan atau tanpa gagal napas(tipe I & II) di
ICU
Work ofUsia
Strokebreathing volume(WOB) ↑ Temperatur Work of
Frek nadi HearthFrek napas
(WOH) ↓MBPPH
PaCO2PaO2
AaDO2WBC
KreatininGCS
Komorbid
SKORAPACHE III
MORTALITY
46Universitas Sumatera Utara