DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………… 3
A. Latar Belakang ……………………………………………… 3
Tujusn Instruksional Umum………………………………….. 3
Tujuan Instruksional Khusus….……………………………… 3
BAB II. PENYELENGGARAAN INSPEKSI KESELAMATAN NUKLIR ... 5
A. Dasar Hukum……. ……………………………………………. 5
B. Dokumentasi…………………………………………………… 6
C. Tujuan Inspeksi………………………………………………… 7
D. Tugas dan wewenang Inspektur................................. .....…….. 8
BAB III. PROGRAM INSPEKSI...……………………………………….. 9
A. Perencanaan Inspeksi............................................................... 9
B Jenis Inspeksi… …………………………………………… 10
BAB IV. PROSEDUR INSPEKSI ......………………………………… 12
A. Aspek Teknis ………………………………… 12
1. Surat Pemberitahuan Inspeksi (SBI) ……………………. 12
2. Pelaksanaan Inspeksi ……………………………………
a. Persiapan Tim ………………………………………
b. Persiapan oleh Penyelenggara Inspeksi …………….
c. Diskusi awal ………………………………………..
d. Pemeriksaan Administrasi (audit) dan Lapangan ….
e. Diskusi Akhir ………………………………………
13
13
14
14
15
17
3. Laporan Inspeksi ………………………………………. 18
B Aspek Non Teknis………………………………………….. 19
BAB V. SIKAP DAN ETIKA DALAM INSPEKSI 20
A. Wawancara/ Komunikasi…………………………………… 20
B. Harus dan Jangan.…………...………………………………. 21
1. Yang Harus Dilakukan (the do) ………………………… 21
2. Yang Jangan Dilakukan (the don’t………………………. 21
3. Penampilan………………………………………………. 22
4. Profesionalisme………………………………………….. 22
5. Sikap Inspektur dalam Menghadapi Masalah ….……… 22
VI. EVALUASI HASIL INSPEKSI ………………………………. 24
A. Temuan Inspeksi …………………………........................ 24
B. Evaluasi Hasil Inspeksi........... …..………………………… 24
TATA CARA DAN ETIKA INSPEKSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Inspeksi Keselamatan Nuklir pada fasilitas yang memanfaatkan tenaga
nuklir dilaksanakan dalam rangka pengawasan terhadap ditaatinya syarat-
syarat dalam perizinan dan peraturan perundang-undangan di bidang
keselamatan nuklir. BAPETEN dalam rangka melakukan pengawasan
terhadap pemanfaatan tenaga nuklirdialkukan melalui peraturan, perizinan
dan inspeksi.
Materi dalam modul ini menjelaskan tentang dasar hukum dalam
penyelenggaraan inspeksi dan bagaimana inspeksi tersebut dikelola. Dalam
modul ini dibahas mengenai tujuan, program dan prosedur inspeksi,
penyelenggaraan dan pengelolaan inspeksi serta teknik dan strategi
inspektur dalam wawancara atau komunikasi dan juga membahas hal-hal
yang harus dan jangan dilakukan oleh inspektur serta bagaimana evaluasi
terhadap laporan hasil inspeksi.
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu untuk
memahami tujuan, program, dan prosedur inspeksi serta bagaimana
inspeksi dikelola. Selain itu peserta mengetahui teknik, strategi dan etika
sebagai seorang inspektur dalam pelaksanaan inspeksi.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu:
1. menjelaskan dasar hukum dan tujuan dilaksanakannya inspeksi;
2. mengetahui program dan prosedur inspeksi
3
3. mengetahui hal-hal yang harus dilakukan inspektur mulai dari persiapan
sampai dengan laporan hasil inspeksi.
4. menguraikan dokumen-dokumen yang menjadi bahan audit dan
memahami teknik dasar untuk memeriksanya;
5. melakukan wawancara atau komunikasi secara efektif;
6. memahami hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan selama
inspeksi
7. mengetahui bagaimana evaluasi terhadap laporan hasil inspeksi
4
BAB II
PENYELENGGARAAN INSPEKSI
A. Dasar Hukum Inspeksi
Dasar hukum dalam pelaksanaan inspeksi dicantumkan pada:
1. Undang-Undang No.10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran, pasal 20
yang menyatakan:
a. Inspeksi terhadap Instalasi Nuklir dan Instalasi yang memanfaatkan
radiasi pengion dilaksanakan oleh Badan Pengawas dalam rangka
pengawasan terhadap ditaatinya syarat-syarat dalam perizinan dan
peraturan perundangan di bidang keselamatan nuklir.
b. Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
inspektur yang diangkat dan diberhentikan oleh Badan Pengawas.
c. Inspeksi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
berkala dan sewaktu-waktu.
2. Peraturan Pemerintah No.64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan
Tenaga Nuklir, Bab V tentang Inspeksi, pada pasal 12 yang
menyatakan:
a. Badan Pengawas melakukan inspeksi terhadap instalasi untuk
mengetahui dipenuhinya peraturan dan atau persyaratan izin dalam
pemanfaatan tenaga nuklir.
b. Inspeksi dilakukan oleh inspektur keselamatan nuklir yang diangkat
dan diberhentikan oleh Badan Pengawas.
c. Inspeksi dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu, dengan atau
tanpa pemberitahuan
Ada beberapa persyaratan penting untuk menjamin keberhasilan dalam
pelaksanaan inspeksi yaitu kemampuan inspektur dalam penguasaan
peraturan perundang-undangan khususnya tentang ketenaganukliran
dan pengetahuan serta pengenalan terhadap teknologi dan sistem
keselamatan dari peralatan atau obyek yang diinspeksi. Tanpa
penguasaan mengenai kedua hal tersebut, tidaklah optimal hasil yang
5
akan didapatkan. Selain itu inspektur diharapkan menguasai tentang
strategi dan teknik inspeksi itu sendiri.
B Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dokumen dan rekaman. Sedangkan pengertian dokumen dan rekaman
adalah:
1. Dokumen adalah: Instruksi (dalam bentuk tertulis maupun audio
visual) yang menyatakan alasan (why) dan cara (how) suatu pekerjaan
dilakukan. Dokumen dapat bersifat internal (dibuat oleh Pengusaha
Instalasi), maupun ekternal (diadopsi dari institusi lain):
a. Contoh dokumen internal: Program jaminan mutu (PJM) atau;
program proteksi radiasi; program rencana penanggulangan keadaan
darurat atau program kesiapsiagaan nuklir; prosedur manajemen
maupun teknis; juklak, juknis ataupun instruksi kerja; gambar dan
bagan; form kosong; dsb. Dokumen internal pada umumnya
merupakan jenis dokumen yang secara terus menerus perlu diubah
sehingga dokumen seperti itu disebut sebagai living documents.
b. Contoh dokumen eksternal: Peraturan perundang-undangan;
prosedur, gambar dan manual peralatan yang dibuat oleh pabrikan,
surat-menyurat, dsb.
2. Rekaman adalah: Data atau informasi (dalam bentuk tertulis maupun
audio visual) yang didapat setelah suatu pekerjaan dilakukan. Contoh:
Logbook operasi dan pemeliharaan, data hasil pemantauan radiasi dan
lingkungan, inventarisasi sumber, data peralatan proteksi radiasi yang
dimiliki, data pekerja radiasi, kartu kesehatan dan kartu dosis, rekaman
audio/video data, laporan kegiatan, berita acara pemeriksaan, surat-
menyurat kepada BAPETEN dan instansi terkait lainnya dsb.
Dokumen dan rekaman yang diperiksa selama inspeksi pada umumnya
ditentukan oleh Unit Kerja inspeksi yang menentukan cakupan inspeksi
6
yang akan dilaksanakan. Apabila unit kerja tidak menentukan cakupan,
maka lingkup pemeriksaan dokumen dan rekaman biasanya ditentukan
oleh ketua tim inspeksi berdasarkan dan mengacu formulir isian hasil
inspeksi (FIHI).
Untuk inspeksi safeguards, dokumen yang diperiksa biasanya meliputi:
a. Buku besar (general ledger) dan buku kecil (subsidiary ledger);
b. IMT (internal material transfer);
c. ICR (inventory change report);
d. DIQ (design information questionaire);
e. MBR (material balance report); dll.
C. Tujuan Inspeksi.
Inspeksi adalah suatu proses untuk memastikan bahwa pemegang izin
melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir secara selamat (safe) dan aman
(secure).
Tujuan Inspeksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memastikan
bahwa:
1. Pemegang izin memenuhi semua ketentuan/ peraturan perundangan dan
kondisi izin.
2. Fasilitas, peralatan dan kinerjanya memenuhi persyaratan/ standar
tertentu.
3. Personil memenuhi kompetensi yang sesuai.
4. Pemenuhan terhadap kekurangan persyaratan dan penyimpangan telah
ditindaklanjuti.
5. Batasan Kondisi Operasi atau dokumen internal lain (Prosedur kerja,
LAK, PJK, RPKD, dan lain-lain) yang menjamin keselamatan dan
keamanan tidak dilanggar.
7
D. Tugas dan wewenang Inspektur Keselamatan Nuklir
1. Menurut pasal 13 PP 64 tahun 2000, tugas dan wewenang inspektur
adalah:
a. Memasuki setiap instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi
pengion, dan tempat-tempat lain dimana sumber radiasi pengion
berada atau di simpan.
b. Melakukan inspeksi selama proses perizinan.
c. Melakukan inspeksi terhadap setiap instalasi yang memanfaatkan
sumber radiasi pengion.
d. Melakukan pemantauan radiasi di dalam instalasi dan di luar
instalasi di seluruh wilayah Indonesia; dan
e. Dalam keadaan mendesak, dapat menghentikan untuk sementara
suatu kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir yang dapat
membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan
hidup. Keadaan mendesak yang dianggap berbahaya sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 huruf e dinyatakan oleh Kepala BAPETEN.
2. Surat Keputusan Kepala BAPETEN tentang Inspektur Keselamatan
Nuklir- Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang berisi tentang nama,
jenjang dan tingkatan seorang inspektur juga mengatur tentang
pembentukan tim dan tugas serta tanggung jawab tim dalam
pelaksanaan inspeksi.
8
BAB III
PROGRAM INSPEKSI
A. Perencanaan Inspeksi
Perencanaan inspeksi ditujukan untuk menetapkan seberapa jauh dilakukan
pengawasan terhadap pemegang izin, frekuensi pengawasan, banyaknya
tenaga inspektur yang digunakan dan sasaran dari suatu penyelenggaraan
inspeksi.
Dalam menetapkan suatu perencanaan inspeksi dilakukan melalui:
1. Analisa terhadap informasi yang tersedia seperti dokumen-dokumen
perizinan, kajian keselamatan serta sejarah pemegang izin dalam
pemanfaatan.
2. Evaluasi laporan inspeksi sebelumnya terutama terhadap hal-hal yang
belum ditindaklanjuti dan yang berpengaruh terhadap keselamatan.
3. Bagi instansi yang mempunyai potensi resiko dampak terhadap
keselamatan dan besarnya paparan signifikan dari peralatan bagi
pekerja, masyarakat dan lingkungan.
4. Kompleksitas instalasi/ fasilitas tenaga nuklir
5. Jumlah suatu pemanfaatan dan bidang pemanfaatan dalam suatu daerah/
propinsi
6. Keterkaitan dengan kedatangan inspektur IAEA ( dalam safeguard)
7. Sumber daya inspektur dan sumber dana yang tersedia.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditentukan Frekuensi inspeksi
BAPETEN terhadap setiap bidang pemanfaatan tertentu. Sebagai contoh
untuk bidang pemanfaatan kesehatan diagnostik, frekuensi inspeksi
dilakukan setiap 5 – 10 tahun sekali, tetapi untuk kesehatan-terapi harus
dilakukan setiap 1 – 2 tahun sekali.
9
B. Jenis Inspeksi:
Jenis inspeksi menurut jangka waktu terdiri dari:
1. Inspeksi berkala/ rutin:
a. Dengan pemberitahuan
Inspeksi ini untuk mengidentifikasi apakah terjadi perubahan
kondisi keselamatan ke arah yang lebih baik dan bagi yang telah
baik untuk tetap dapat dipertahankan.
b. Tanpa pemberitahuan
Inspeksi ini dilakukan bagi pemanfaatan yang berpotensi
memberikan paparan signifikan bagi pekerja dan masyarakat serta
menuntut prosedur yang ketat dalam pengoperasiannya. Walaupun
tanpa pemberitahuan, kepada tim tetap dilengkapi dengan Surat
Perintah Inspeksi (SPI). Inspeksi ini menuntut inspektur mengenal
tentang waktu kerja pengoperasian peralatan. Keuntungannya
bahwa dapat dilakukan penilaian/ potret terhadap kondisi yang
sebenarnya dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh
pemegang izin. Dari inspeksi ini dapat dinilai bahwa prosedur
pekerjaan telah mengikuti kaidah keselamatan/ peraturan dan tidak
membahayakan.
Kerugiannya personil kunci (Pengusaha Instalasi, Petugas Proteksi
Radiasi atau penanggung jawab sumber) tidak berada ditempat
sehingga tidak mampu menjawab pertanyaan yang spesifik.
2. Inspeksi dalam hal terjadinya kondisi abnormal
Inspeksi ini harus dilakukan sesegera mungkin setelah kejadian
abnormal/ kecelakaan terjadi. Inspeksi ini lebih ditujukan untuk
mengawasi bagaimana penanggulangan yang dilakukan oleh pemegang
izin mampu dilakukan. Dengan inspeksi tidak akan menghilangkan
pemegang izin untuk melakukan investigasi sesegera mungkin dan
melakukan penanggulangannya.
3. Inspeksi sebelum pemberian izin/ verifikasi izin
Inspeksi ini ditujukan untuk memastikan kesesuaian data perizinan
yang diajukan pemohon dengan kenyataan di lapangan, dan selain itu
untuk memastikan dipatuhinya peraturan perundang-undangan. Ruang
10
lingkup inspeksi lebih ditekankan dalam menilai aspek rancangan
peralatan serta keselamatan dalam pengoperasian, struktur penahan,
sarana proteksi pekerja serta ketersedian SDM keselamatan dan SDM
pengoperasian.
Selain itu dalam hal pemegang izin memutuskan penghentian suatu
kegiatan pemanfaatan, maka tujuan inspeksi lebih ditekankan agar
bekas instalasi aman digunakan untuk kegiatan yang tidak
menggunakan radiasi. Untuk itu biasanya dilakukan pengukuran
kontaminasi dan atau pelaksanaan dekontaminasi serta pencopotan
semua tanda radiasi.
11
BAB IV
PROSEDUR INSPEKSI
Dalam prosedur inspeksi ditentukan segala sesuatu yang mengatur bagaimana
suatu inspeksi dilakukan. Ada berbagai aspek yang harus dilaksanakan agar
tujuan inspeksi dapat dicapai yaitu:
A. Aspek Teknis
Aspek teknis disini dimaksudkan mempunyai arti yang luas dan dalam
uraian selanjutnya akan terlihat bahwa masalahnya mencakup bukan saja
hal-hal yang bersifat teknis/teknologis tetapi juga administratif/manajerial.
Untuk mengetahui adanya pelanggaran di pihak pemegang izin, inspektur
harus membandingkan hal-hal yang dilakukan oleh pemegang izin dengan
persyaratan yang sudah ditetapkan.Hal ini berarti bahwa Badan Pengawas
harus terlebih dulu menetapkan persyaratan dan kriteria yang harus
dipenuhi oleh pemegang izin. Persyaratan dan kriteria ini bisa berupa
peraturan perundangan yang berlaku, terutama yang terkait dengan
pemanfaatan dan atau kondisi izin atau spesifikasi teknis peralatan dan lain-
lain;
1. Surat Pemberitahuan Inspeksi (SBI)
Dalam setiap pelaksanaan inspeksi dengan pemberitahuan, dalam surat
pemberitahuan inspeksi kepada fasilitas diminta menyiapkan
dokumentasi yang terkait dengan pengoperasian fasilitas seperti:
a. Dokumen perizinan, persetujuan pemasukan, persetujuan
pengiriman/pengangkutan dll.
b. Dokumen Juklak/ LAK, AMDAL, PJK dan atau RPKD ( pilih yang
sesuai dengan potensi dampak instalasi).
c. Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan tenaga
yang mengoperasikan peralatan.
d. Rekaman/ catatan pemantauan daerah kerja dan lingkungan; Kartu
Dosis dan Hasil Pemeriksaan Kesehatan; Inventarisasi sumber/
12
peralatan proteksi/ limbah radioaktif. Sertifikat yang terkait dengan
sumber radioaktif dan/ peralatan radiasi terutama keterkaitannya
dengan standar internasional, sertifikat kebocoran sumber dan
sertifikat kalibrasi peralatan radiasi dan peralatan kerja (
disesuaikan dengan jenis instalasinya).
2. Pelaksanaan Inspeksi
Dalam pelaksanaan suatu inspeksi ada tahapan yang dilakukan yaitu:
a. Persiapan oleh Tim
1) Ketua Tim Inspeksi membagi tugas dan tanggung jawab kepada
anggotanya. Ingatkan kepada inspektur junior untuk tidak
berbicara langsung kepada pihak yang diperiksa, melainkan
mendiskusikannya terlebih dahulu dengan inspektur senior atau
Ketua Tim.
2) Persiapan penguasaan dokumentasi BAPETEN, yaitu:
a) Peraturan perundang-undangan;
b) Kondisi izin (Copy data izin);
c) Laporan Hasil Inspeksi terakhir, jika sebelumnya telah
dilakukan inspeksi;
d) Ceklist atau form inspeksi;
e) Peralatan rekaman audio dan visual jika diperlukan.
3) Persiapan kesehatan, yang juga sangat penting karena inspeksi
merupakan kegiatan fisik membutuhkan tenaga yang cukup
besar. Hal ini berlaku bukan hanya bagi inspektur keselamatan
radiologik, tetapi juga bagi inspektur keselamatan nuklir
maupun safeguards.
4) Persiapan mental, karena inspektur harus menemui dan
mewawancarai orang-orang dengan pelbagai karakter dan
mampu mengendalikan emosi dan berkonsentrasi dalam
menganalisis akar penyebab suatu masalah yang didapat selama
inspeksi.
13
b. Persiapan oleh Penyelenggara Inspeksi
Penyelenggara inspeksi harus menyiapkan dokumen dan rekaman
yang terkait sebelum keberangkatan antara lain:
1) Surat Pemberitahuan Inspeksi (SBI)
2) Surat Perintah Inspeksi (SPI)
3) Salinan Laporan Hasil Inspeksi (LHI) yang lalu, jika
sebelumnya telah dilakukan inspeksi
4) Ceklist atau form inspeksi
5) Peraturan Perundangan Ketenaganukliran
6) Salinan dokumen perizinan; bilamana diperlukan
7) Formulir Isian Hasil Inspeksi (FIHI)
8) Formulir Permohonan Peminjaman Kendaraan (untuk inspeksi
DKI Jakarta)
9) Formulir Permohonan Peminjaman Alat
10) Dokumen Pertanggungjawaban Dana Inspeksi
11) Peralatan rekaman audio dan visual jika diperlukan
Dan Tim inspeksi juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana
inspeksi yang terdiri atas:
1) Tanda pengenal inspektur
2) Dosimeter perorangan
3) Surveymeter/alat ukur radiasi dan alat ukur kontaminasi, yang
disesuaikan dengan fasilitas yang di inspeksi
4) Peralatan lain apabila diperlukan seperti: peta, senter, meteran
c. Diskusi Awal
Pada pertemuan pembukaan, ketua tim inspektur menyampaikan
beberapa hal berikut kepada pimpinan instansi yang diperiksa:
1) Dokumen Surat Perintah Inspeksi (SPI);
2) Memperkenalkan diri dan menunjukkan identitas diri, diminta
ataupun tidak;
3) Menyampaikan maksud, tujuan, lingkup dan tahapan-tahapan
inspeksi;
14
4) Memberikan kesempatan kepada pihak yang diinspeksi untuk
menyampaikan sambutan, harapan, atau pesan lainnya.
5) Meminta dokumen dan rekaman yang dibutuhkan untuk audit
sebagaimana telah disampaikan dalam Surat Pemberitahuan
Inspeksi (SBI);
6) Meminta pemandu, biasanya Petugas Proteksi Radiasi (PPR)
dan petugas lain yang ditunjuk instansi yang diperiksa, untuk
mendampingi tim inspektur dalam pemeriksaan lapangan.
7) Meminta kesediaan pimpinan instansi untuk hadir pada
pertemuan penutupan dan, jika perlu, menyatakan betapa
pentingnya acara tersebut bagi kedua belah pihak.
8) Menyampaikan temuan yang lalu yang masih terbuka termasuk
menanyakan bila ada tindakan koreksi yang telah dilakukan.
d. Pemeriksaan administrasi (audit) dan lapangan
Pada umumnya inspektur harus melakukan kedua hal tersebut
dalam pelaksanaan inspeksi. Pengukuran lapangan sebenarnya bisa
dan telah dilakukan oleh pemegang izin dan hasilnya disajikan
dalam suatu bentuk yang formal (misalnya, Berita Acara
Pelaksanaan Kegiatan yang ditandatangani oleh tenaga-tenaga
pelaksana). Inspektur yang datang dengan demikian tidak perlu lagi
melakukan sendiri kegiatan-kegiatan ini, melainkan cukup
melakukan “audit” saja, yaitu hanya memeriksa apakah hal-hal
tersebut betul-betul sudah dilaksanakan dan terdapat dokumen sah
yang bisa digunakan sebagai buktinya. Dalam kondisi yang ada
dewasa ini nampaknya sistem audit ini belum bisa diterapkan dalam
pengawasan pemanfaatan.
1) Pemeriksaan administratif (audit)
Yang dimaksud dengan audit adalah memeriksa kelengkapan,
kebenaran/ kesesuaian dokumen dengan peraturan/ ketentuan
yang telah ditetapkan BAPETEN. Inspektur tidak mempunyai
cukup waktu untuk membaca semua dokumen atau rekaman
15
tersebut, karena itu pindai (scan) dokumen yang penting terkait
keselamatan seperti langkah dalam prosedur dan angka-angka
dalam rekaman /logbook. Gunakan checklist atau Form isian
sebagai pegangan.
Pemeriksaan administrasi (antara lain untuk menjawab apakah
yang bersangkutan memiliki izin pemakaian yang masih
berlaku, apakah peralatan, pekerja radiasi, PPR dan lain-lain
masih sama dengan yang tercantum dalam izin; apakah
penerimaan dosis dicatat dalam kartu sesuai ketentuan; apakah
dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap para pekerja radiasi
dan lain-lain. Oleh karena itu, akan dicapai hasil yang lebih baik
apabila para inspektur dibekali dengan formulir inspeksi yang
memuat hal-hal yang perlu diperiksa/dicheck sehingga mereka
tinggal menuliskan jawaban/temuan yang mereka peroleh.
2) Pemeriksaan lapangan
Pemeriksaan lapangan adalah memeriksa terhadap efisiensi dan
efektivitas seluruh sistem atau proses yang berkaitan dengan
peralatan maupun pekerja dengan mengacu pada peraturan/
prosedur/ instruksi kerja dan dokumen perizinan lainnya. Jika
Anda menginginkan suatu peralatan atau sistem dioperasikan
atau dipindahkan untuk keperluan pemeriksaan/ pengukuran,
mintalah dengan sopan agar operator yang melakukannya.
Ruang lingkup pemeriksaan lapangan meliputi:
a) Fasilitas instalasi yang meliputi Pemeriksaan ruang
penyinaran, lapisan pelindung, letak jendela, lampu merah
dan lain-lain dan peralatan radiasi dan sistem
keselamatannya.
b) Personil yang mengoperasikan peralatan (operator, ahli
radiografi, dll.) dan personil keselamatan (Petugas Proteksi
Radiasi) dan Surat Izin Bekerja (SIB) yang dimiliki.
16
c) Peralatan keselamatan yang digunakan untuk pemantauan
daerah kerja seperti survey meter dan alat ukur kontaminasi
dan pemantauan terhadap dosis yang diterima personil
seperti film badge atau TLD badge.
d) Pengukuran paparan radiasi pada peralatan sumber radiasi
dan pada tempat dimana dokter, operator, pekerja,
masyarakat berpotensi berada.
e) Dalam hal peralatan terpasang pada daerah yang sulit
dicapai atau pada lokasi yang berbahaya, perlu
dipertimbangkan apakah memang perlu memasuki suatu
ruang kerja atau memeriksa suatu alat pada tempat tersebut
atau bisa dilakukan dengan cara lain.
f) Pengelolaan limbah radioaktif yang dilakukan dan
pelepasannya ke lingkungan (bila dilakukan).
g) Kesiapsiagaan fasilitas dalam hal terjadinya kecelakaan atau
kondisi abnormal, terutama organisasi, peralatan dan lainya.
h) Untuk fasilitas yang diwajibkan membuat dokumen PJK,
maka pelaksanaan dari program tersebut.
Inspektur harus selalu menunjukkan dukungannya terhadap
peraturan-peraturan umum maupun yang berlaku di perusahaan
yang di inspeksi. Misalnya apabila ada ketentuan untuk
mengenakan topi pengaman di suatu daerah tertentu maka inspektur
yang memasuki daerah tersebut harus mengenakannya.
Untuk menghindari pembicaraan yang tidak efektif pada saat
pertemuan penutupan, maka setiap temuan yang akan dibukukan
harus disaksikan bersama PPR atau Pekerja Radiasi dari instansi
yang diperiksa.
17
e. Diskusi Akhir,
Setelah pelaksanaan inspeksi selesai, tim mendiskusikan dengan
pimpinan instansi mengenai:
1) Semua temuan yang diperoleh saat ini maupun temuan yang lalu
yang masih belum ditindaklanjuti atau yang sudah tertutup
namun bisa di buka kembali karena tindak lanjut masih kurang
2) Mengkonfirmasikan semua temuan yang diperoleh selama
inspeksi
3) Menyampaikan Laporan Hasil Inspeksi Pendahuluan yang
sudah dikoreksi dan rekomendasi yang bersifat informal.
4) Menyampaikan resume diskusi akhir
3. Laporan Inspeksi
Laporan inspeksi harus lengkap, benar dan pasti (dalam arti tidak bisa
ditafsirkan bermacam-macam). Untuk mencapai hal ini terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
a. Laporan sebaiknya dibuat segera sesudah inspeksi diselesaikan
agar:
1) Pihak yang di inspeksi secepatnya tahu hasil formal inspeksi
termasuk perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan.
2) Ingatan masih segar sehingga kemungkinan adanya hal-hal yang
terlupakan kecil.
3) Semua temuan harus dirumuskan dengan lengkap dan pasti agar
tidak menimbulkan salah tafsir
Pihak yang di inspeksi tahu dengan pasti di mana penyimpangan
terjadi dan tindakan korektif yang harus diambil. Contoh:
Pernyataan bahwa “survey meter tipe ……………dengan
nomor seri …………….. tidak dikalibrasi ulang pada saat yang
ditentukan yaitu tanggal 24 Maret 2005” adalah jauh lebih baik
dari pada “ketentuan tentang kalibrasi survey meter tidak
dilaksanakan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah bahwa
18
perumusan harus bersifat faktual dan obyektif, yang berarti
bahwa yang dilaporkan adalah temuannya, bukan komentar atau
pendapat tentang mengapa temuan tersebut terjadi.
4) Semua kesanggupan pihak yang di inspeksi (untuk memperbaiki
penyimpangan/pelanggaran) harus dicantumkan dalam laporan .
5) Keberatan pihak yang di inspeksi terhadap suatu temuan harus
dicantumkan dalam laporan secara tepat dan teliti. Lebih baik
lagi kalau digunakan perumusan yang dibuat sendiri oleh pihak
yang di inspeksi.
Harus diusahakan agar laporan bisa mencerminkan kemajuan yang
dicapai dalam hal kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku pada
umumnya dan keselamatan kerja (radiasi) pada khususnya.
B. Aspek Non Teknis.
Aspek non-teknis disini terutama mencakup aspek kemanusiaan, yaitu
hubungan manusiawi antara para inspektur dan mereka yang di inspeksi.
Masalah ini, yaitu masalah hubungan manusiawi, menjadi suatu masalah
yang sangat penting apabila kita sepakat dan menyadari bahwa meskipun
tujuan utama inspeksi adalah untuk mengetahui apakah persyaratan-
persyaratan yang ditentukan benar-benar dilaksanakan oleh pemegang izin
(atau dengan lain perkataan apakah telah terjadi pelanggaran), namun aspek
pembinaan melalui inspeksi merupakan suatu hal yang tidak bisa
dikesampingkan. Inspeksi bukan merupakan suatu kegiatan “Law
enforcement” semata-mata, namun juga merupakan fungsi pembinaan yang
tidak bisa diabaikan. Melalui pembinaan ini diharapkan para pemegang izin
menjadi lebih “Sadar Keselamatan” dan juga lebih mempunyai rasa telah
melanggar ketentuan hukum.
19
BAB V
SIKAP DAN ETIKA DALAM INSPEKSI
Sikap dan etika inspektur dalam pelaksanaan inspeksi akan mempengaruhi
hubungan antara inspektur dengan pihak yang di inspeksi yang selanjutnya
akan mempengaruhi kepercayaan penerimaan dan respek pihak yang di
inspeksi terhadap inspektur yang bersangkutan. Sikap dan teknik inspektur
untuk mencapai tujuan inspeksi tidak bisa disamaratakan tetapi secara umum
teknik atau terkait dengan etika dapat dipertimbangkan yaitu:
A. Wawancara/ Komunikasi
Wawancara dilakukan untuk menggali keterangan lebih jauh atau yang
belum jelas mengenai segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan
data dan informasi yang diperlukan. Wawancara dilakukan/ ditujukan
dengan orang yang tepat dan berwenang untuk keperluan yang sesuai.
Sebagai contoh jangan menanyakan kepada operator pesawat sinar-X,
mengapa rekomendasi tentang lapisan tambahan pb belum juga
dilaksanakan, tetapi dapat dilakukan untuk mengamati atau memotret
pengetahuan atau penguasaan operator akan prosedur yang berlaku pada
instansi yang diinspeksi.
Dalam melakukan wawancara, beberapa teknik berikut perlu diperhatikan:
1) Ciptakan suasana pada pihak pemegang izin untuk bersikap kooperatif
2) Ramah tapi tidak bersahabat/ akrab, sopan tapi tegas
3) Buatlah pertanyaan terbuka (singkat dengan jawaban yang panjang,
bukan sebaliknya). Gunakan pertanyaan dengan bahasa yang sederhana
dan mudah dimengerti dan hindari pertanyaan beruntun atau berkesan
interogatif.
4) Kembangkan pertanyaan sehubungan dengan kelengkapan dan
ketepatan prosedur, kualifikasi pelaksana prosedur dan pemeriksanya,
serta persyaratan keselamatan peralatan.
5) Jagalah agar pihak yang diwawancara tidak menjadi emosional.
20
6) Pertahankan kesan bahwa tim inspektur menguasai permasalahan legal
maupun teknis di lapangan dan bukan untuk mencari-cari kesalahan.
B. Harus dan Jangan
1. Yang harus dilakukan (The do):
a. Jujur dan sopan.
b. Jadilah pendengar yang baik dan catatlah secara rinci keterangan
dari pemilik instalasi dan stafnya.
c. Berbicaralah seperlunya dan bekerja sesuai porsinya, dan Anda
hanya menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada Anda. Dalam
pertemuan pleno, anggota tim hanya memberi komentar atau
penjelasan bila diminta oleh Ketua Tim.
d. Mencatat koreksi ataupun masukan yang positif dan negatif untuk
bahan penyempurnaan rencana dan pelaksanaan inspeksi yang akan
datang.
e. Memberikan pujian atas hasil pelaksanaan yang baik di lapangan.
2. Yang jangan dilakukan (The don’t):
a. Jangan mencampuri urusan manajemen instansi pemanfaat sejauh
tidak ada sangkut pautnya dengan aspek keselamatan dalam
pemanfaatan tenaga nuklir.
b. Jangan mengambil persoalan menjadi personal. Bedakan antara
masalah pribadi dengan kedinasan.
c. Jangan bertanya dengan pertanyaan yang jawabannya di luar
jangkauan pengetahuan Anda.
d. Jangan bertengkar atau saling bantah dengan yang diwawancarai.
Khususnya cegah pula jangan sampai terjadi pertengkaran antar
inspektur itu sendiri.
e. Jangan mengkritik pelaksanaan suatu pekerjaan kecuali jika Anda
tahu betul aturan, kode, standar atau spesifikasi teknis yang sedang
dilanggar.
f. Jangan sarkastik, menyindir-nyindir atau berkesan menyepelekan
orang yang diajak berbicara..
21
g. Jangan memutuskan atau menyimpulkan sesuatu yang belum jelas
atau belum lengkap informasinya..
h. Jangan membicarakan politik atau kebijaksanaan fasilitas..
3. Penampilan
Penampilan inspektur umumnya merupakan hal yang cukup penting.
Pada intinya, tampilkanlah diri Anda sebagai profesional dan
berpakaianlah secara rapih dan bersih..
4. Profesionalisme
a. Berpengetahuan luas, terutama dalam lingkup tanggung-jawab
pelaksanaan tugas;
b. Menghindari bias dan seobjektif mungkin dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya;
c. Terbuka dan mau menerima informasi dan perbedaan pendapat dari
orang lain. Sikap dan keputusannya harus jelas dan transparan.
d. Bersikap resmi dan bersahabat, tanpa menjadi akrab dalam transaksi
dengan instansi yang diawasinya.
5. Sikap Inspektur dalam menghadapi masalah
Berikut ini disajikan masalah-masalah yang biasa dihadapi oleh
inspektur dan cara-cara untuk menghadapinya. Meskipun jarang terjadi,
kadang-kadang petugas yang di inspeksi enggan untuk menunjukkan
dokumen yang diminta oleh inspektur dengan menggunakan berbagai
dalih: dokumen sedang digunakan ditempat lain, bersifat rahasia, belum
selesai disusun/ dibuat, sudah disampaikan ke kantor pusat Instansi
pengawasan dan lain-lain, walaupun dalam surat pemberitahuan hal
tersebut sudah dinyatakan. Sikap inspektur untuk menghadapi masalah
tersebut dapat dilakukan seperti:
a. Jelaskan bahwa menurut peraturan yang berlaku pemegang izin
berkewajiban memberikan informasi yang diminta oleh inspektur
(PP No. 64/2000 Ps. 10) dan jelaskan bahwa dokumen tersebut
sudah harus disiapkan oleh Instansi sebelum inspektur datang.
22
b. Jelaskan bahwa inspeksi tidak akan dihentikan sampai dokumen
yang bersangkutan tersedia.
c. Apabila inspektur dengan alasan apapun ditolak untuk memasuki
suatu daerah kerja tertentu guna melakukan pemeriksaan. Sikap
inspektur untuk menghadapi masalah tersebut dapat dilakukan
seperti:
1) Jelaskan dan ingatkan bahwa menurut PP No. 64/2000 pasal 10,
pemegang izin mempunyai kewajiban untuk memberikan
kesempatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawas,
sehingga penolakan tersebut adalah pelanggaran. Ada
konsekuensi hukum terhadap pelanggaran tersebut.
2) Dalam hal tetap tidak memberikan persetujuan, maka perlu
dimintakan secara tertulis alasan penolakan tersebut dan dalam
hal tetap tidak memberikan alasan penolakan, maka laporkan
hal tersebut pada pimpinan BAPETEN.
23
BAB VI
EVALUASI HASIL INSPEKSI DAN TINDAK LANJUT
A. Temuan Inspeksi.
Temuan inspeksi adalah suatu pelanggaran terhadap peraturan/ ketentuan
karenanya wajib dijelaskan pasal yang dilanggar berikut alasan fisis atau
penjelasan dari segi keselamatan. Ada resiko dan konsekuensi hukum yang
diakibatkan oleh temuan yang di dapat. Untuk setiap temuan agar
diberitahu dan disepakati dengan yang di inspeksi karena pihak yang di
inspeksi bisa saja keberatan terhadap temuan tersebut. Diupayakan ada
kesepakatan dengan fasilitas tentang temuan dan rencana tindak lanjut yang
harus dilakukan atau langkah yang dapat diterimadari segi keselamatan.
Adapun jenis temuan dapat berupa:
1. Faktor Manajemen: Tidak memeliki izin atau izin kadaluarsa; Tidak
tersedia kartu dosis dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi; tidak
meaksanakan apa yang dinyatakan dalam juklak/LAK/PJK dan RPKD.
2. Faktor manusia: tidak memiliki SIB atau SIB kadaluarsa; pekerja
radiasi tidak menggunakan peralatan monitor daerah kerja atau monitor
perorangan; tidak memadainya peralatan keselamatan.
3. Aspek Teknis: ruangan atau sumber radiasi tidak memenuhi kriteria
yang ditetapkan; tidak mempunyai/ tidak dikalibrasi alat monitor daerah
kerja; spesifikasi peralatan proteksi tidak sesuai dengan jenis dan energi
radiasi; paparan pada lokasi pekerja radiasi/ operator, publik melebihi
nilai yang ditentukan; tidak dilakukan pemantauan radiasi daerah kerja
dan lingkungan.
24
B. Evaluasi hasil inspeksi
Evaluasi hasil inspeksi ditentukan berdasarkan temuan-temuan terhadap
parameter keselamatan dapat dikategorikan sebagai berikut:
PARAMETER
KESELAMATAN
KETERANGAN
Keselamatan Operasi • Kesesuaian spesifikasi teknis dengan izin atau
LAK/Juklak/ Spektek Peralatan
• Kesiapsiagaan fasilitas yang memadai dalam
mengantisipasi kondisi abnormal dan
perencanaan tindakan penanggulangan.
• Batas Kondisi Operasi
• Program Jaminan Kualitas telah di susun dan
dilaksanakan.
Keselamatan Radiasi
dan Lingkungan
• Tercapainya optimisasi proteksi dan minimisasi
penerimaan dosis pekerja, masyarakat dan
lingkungan
• Paparan/ Kontaminasi daerah masih dalam nilai
batas yang ditentukan
• Pengelolaan limbah dan pelepasan radiasi ke
lingkungan tidak berdampak dan proteksi
lingkungan dilakukan optimal
Keamanan Sumber • Inventarisasi sumber yang menyangkut lokasi dan
keamanan memadai
• Penanggung jawab keselamatan dan keamanan
sumber tersedia dan memadai.
Budaya Keselamatan • Komitmen seluruh pekerja dan manajemen
terhadap pemenuhan persyaratan yang berlaku
• Komitmen terlihat dari tanggung jawab
administrasi dan pelaksanaan di lapangan.
• Komitmen terhadap temuan hasil inspeksi dan
tindak lanjut yang harus dilakukan.
25
Kategorisasi Hasil Inspeksi Fasilitas berdasarkan parameter
keselamatan secara garis besar dibagi dalam kategori:
KATEGORI KETERANGAN
I Seluruh parameter keselamatan dipenuhi dan
tidak ada penyimpangan signifikan
II Parameter keselamatan terpenuhi sebagian
besar tetapi pengaruhnya terhadap resiko
kecelakaan sangat kecil
III Parameter keselamatan terpenuhi sebagian
besar dengan pengaruh resiko kecelakaan
signifikan
IV Kinerja fasilitas secara signifikan berada di luar
dasar disain keselamatan, sehingga tidak
terjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat
jika operasi dilanjutkan.
Tindakan BAPETEN terhadap kategori hasil inspeksi:
KATEGORI TINDAKAN BAPETEN
I Inspeksi Rutin
II/ III Inspeksi Rutin rekomendasi dengan batas waktu
Atau Inspeksi mendadak
IV Penghentian sementara operasi, pembekuan izin
sampai dengan pencabutan izin dan atau
Penindakan
26