BIMBINGAN DAN KONSELING BAGIAN ISLAMI
OLEH :
KELOMPOK 6
NAMA : DESI SUCI FITRIANI (114010012)
HASRAWATI (114010040)
MARFINA (114010001)
SUDARNO (114010013)
SEMESTER : II
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2015
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Bimbingan Islami............................................................3
2.2 Pengertian Konseling Islami.............................................................7
2.3 Landasan Bimbingan dan Konseling Islami.....................................9
2.4 Bimbingan dan Konseling Karier...................................................13
2.5 Bimbingan Konseling Pernikahan dan Keluarga............................17
2.6 Bimbingan dan Konseling Keluarga...............................................19
2.6 Bimbingan Konseling Populasi Khusus..........................................22
2.7 Bimbingan dan Konseling Post Traumatik.....................................25
2.8 Bimbingan Konseling Lintas Budaya.............................................31
BAB III PENUTUP..............................................................................................39
3.1. Kesimpulan.....................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan
bekal itulah manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati
oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi ini. Akan tetapi seiring dengan
bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam
masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk
dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah
itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan
bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan
pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada individu yang
membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan “konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah
satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan
dan konseling.
Dalam makalah ini nanti akan dipaparkan berbagai hal terkait dengan bimbingan
konseling islam, termasuk tujuan-tujuan dari bimbingan konseling islam dan
bagaimana ketika bimbingan dan konseling di implementasikan dalam
pembelajaran.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa Makna dan Definisi Bimbingan dan Konseling Islam?
b. Apa Tujuan dari Dilaksanakannya Bimbingan Konseling Islam?
c. Bagaimana Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran?
d. Apa itu bk anak berkebutuhan khusus (abk) ?
e. Apa itu Bimbingan dan Konseling Karir?
f. Apa itu Bimbingan dan Konseling Pernikahan?
g. Apa itu Bimbingan dan Konseling Keluarga?
1
h. Apa itu bimbingan dan Konseling Populasi khusus?
i. Apa itu Bimbingan dan Konseling Postramatik?
j. Apa itu Bimbingan dan Konseling lintas budaya?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui Makna dan Definisi Bimbingan dan Konseling Islam
b. Mengetahui Tujuan dari Dilaksanakannya Bimbingan Konseling Islam
c. Mengetahui Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran
d. Mengetahui Bimbingan dan Konseling anak berkebutuhan khusus (ABK)
e. Mengetahui Bimbingan dan Konseling Karir
f. Mengetahui Bimbingan dan Konseling Pernikahan
g. Mengetahui Bimbingan dan Konseling Keluarga
h. Mengetahui bimbingan dan Konseling Populasi khusus
i. Mengetahui Bimbingan dan Konseling Postramatik
j. Mengetahui Bimbingan dan Konseling lintas budaya
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bimbingan Islami
Pengertian bimbingan secara umum, bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan – kesulitan di dalam hidupnya, agar
individu atau sekumpulan individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya (Walgito 1983). Gladding (1996) mengatakan “Guidance is the process
of helping people make important choices that affect their lives, such as choosing
a preferred life stayl”. Surya (1988) mengatakan, bimbingan ialah suatu proses
pemberian yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing (konselor) kepada
yang dibimbing (konseli) agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri,
penerimaan diri, pengerahan dan perwujudan diri dalam mencapai tingkatan
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Prayinto
(1983)berpendapat bimbingan merupakan bantuan terhadap individu atau
kelompok agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi – pribadi yang mandiri.
Kemandirian itu mencakup lima hal, yaitu :
Mengenal diri sendiri dan lingkungannya
Menerima diri sendiri dan linkungannya secara positif dan dinamis
Mengambil keputusan
Mengarahkan diri
Mewujudkan diri
Dalam kamus pendidikan (Dictionary of Education, 1973) bimbingan adalah suatu
proses membantu seseorang untuk memahami dirinya dan dunianya (Guidance is
the process of assisting an individual to understand himself and the world him).
Sedangkan menurut Moegiadi (1970) bimbingan dapat berarti :
3
Suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan
informasi tentang dirinya sendiri.
Suatu cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu untuk
memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan
yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya.
Sejenis pelayanan kepada individu – individu agar mereka dapat menentukan
pilihan menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis,
sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam
lingkungan dimana mereka hidup.
Suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal :
memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri
dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan
konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungannya.
Demikian juga halnya dalam mendefinisikan bimbingan Islami, terdapat beberapa
orang pakar yang mencoba memberikan pengertiannya, diantaranya : Musnamar
1992 : 5), beliau mendefinisikan bimbingan islami adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras sesuai dengan ketentuan dan
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
Berdasarkan definisi ini, bimbingan islami merupakan proses bimbingan
sebagaimana proses bimbingan lainnya, tetapi dalam segala aspek kegiatannya
selalu berlandaskan ajaran Islam yaitu sesuai dengan prinsip – prinsip Alqur’an
dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan dari seorang pembimbing
(konselor/helper) kepada klien/helpee. Dalam pelaksanaan pemberian bantuan,
seorang pembimbing/helper tidak boleh memaksakan kehendak atau mewajibkan
klien/helpee untuk mengikuti apa yang disarankannya, melainkan sekedar
memberi arahan, bimbingan dan bantuan, dan bantuan yang diberikan itu lebih
4
terfokus kepada bantuan yag berkaitan dengan kejiwaan/mental dan bukan yang
berkaitan dengan material atau finansial secara langsung.
Sebagai seorang pembimbing, khususnya dalam melaksanakan bimbingan Islami,
harus mampu mengemban tugas seperti ytang dimotivasikan oleh Alqur’an
kepada umat Islam pada surat Ali- Imran ayat 110 kepada kliennya, yaitu :
Artinya : kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah……(Q.S. 3 :110).
Berdasarkan ayat ini, paling tidak terdapat tiga tugas setiap orang Islam,
khususnya konselor Islami kepada umat Islam atau kliennya, yaitu :
1. Tugas Humanisasi
Pada tugas yang pertama ini, konselor Islami sebaiknya dapat menyadarkan klien
agar mengetahui tugas dan kewajibannya, mengembalikan klien agar kembali
memiliki nilai kemanusiaan, mengarahkan klien/manusia agar memilki hati nurani
dan meningkatkan intelektualitas dan moralitas yang Islami dalam kehidupan ini.
Dengan kata lain tugas ini berupaya untuk memanusiakan manusia.
2. Tugas Liberasi
Pada tahap ini tugas konselor islami harus berupaya untuk membebaskan klien
dari keterbelakangan, membebaskan klien dari kebodohan dan kejahilan,
membebaskan klien dari keterpurukandan membebaskan manusia dari
kemiskinan, baik dari miskin harta, iman, ilmu, miskin politik, sosial dan budaya.
Sebelum bebasnya manusia (orang yang beriman) dari kemiskinan,
keterbelakangan dan kebodohan, maka umat islam akan tertinggal dan
5
ditinggalkan oleh orang lain, dan itu artinya manusia belum mampu mengemban
tugas liberasi.
3. Tugas Transendensi
Tugas umat islam pada bahagian ini, khususnya konselor Islami adalah memberi
kesadaran kepada klien agar mereka selalu tunduk dan patuh kepada ajaran Allah
SWT, dan dapat menyadari bahwa tidak seorangpun dari manusia ini yang bisa
berhasil tanpa hidayah dan ma’unah Allah. Kesadaran dan ketergantungan seperti
itulah yang pada gilirannya akan dapat menambah ketaqwaan manusia kepada
Allah SWT. Orang – orang yang mempunyai sifat transenden akan mengakui
bahwa apa yang diperolehnya ada saham dan pertolongan Allah di dalamnya.
Sebagai wujud nyata dari keyakinan itu, sebahagian dari kurnia dan rezki yang
diperolehnya, dikeluarkannya (melalui zakat, infaq atau sadaqah) kepada yang
berhak menerimanya.
Manusia yang senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada sang pencipta,
maka hidupnya akan semakin damai dan rezkinya semakin bertambah.
Tujuan akhir dari bimbingan islami adalah terujudnya keselarasan antara aspek
duniawi dan ukhrawi dalam diri klien, atau dengan kata lain setiap klien harus
mampu hidup secara wajar, dapat berdampingan dan berhubungan dengan orang
lain secara baik serta dapat melaksanaka ajaran Allah dengan sebaik-baiknya.
Hidup yang selaras dengan ketentuan Allah adalah hidup yang sesuai dengan
hakikat manusia sebagai makhluk Allah. Hidup selaras dengan petunjuk Allah
artinya hidup sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan oleh Allah SWT
melalui Alqur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Sedangkan pengertian bimbingan dan konseling Islami berdasarkan rumusan hasil
seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Islami (1987) di Yogyakarta,
bimbingan konseling Islami adalah proses dalam bmbingan dan konseling yang
6
berlandaskan ajaran Islam untuk membantu individu yang mempunyai masalah
guna mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Dari pengertian dan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa jika bimbingan agama yang diberikan kepada klien dapat
dilaksanakan dan diamalkan oleh klien/helpee dengan baik, maka kecerahan dan
ketentraman batin klien semakin terwujud, masalah atau gejala penyakit jiwa
(psychose dan neurose) yang pernah ada dan mengganggu selama ini akan hilang
sama sekali.
Dengan demikian, inti dari bimbingan konseling Islami maupun bimbingan
konseling agama adalah penjiwaan agama pada pribadi klien. Klien dibimbing dan
diarahkan sesuai dengan perkembangan sikap dan perasaan keagamaannya serta
sesuai dengan tingkat dan situasi kehidupan psikologisnya.
2.2 Pengertian Konseling Islami
Konseling merupakan terjemahan dari “counseling”. Konseling berasal dari kata
“councel” atau “to councel” yang berarti memberikan nasihat, penyuluhan atau
anjuran kepada orang lain secara berhadapan muka (face to face). Dengan
demikian konseling adalah pemberian nasihat atau penasihatan kepada orang lain
secara individual yang dilakukan secara berhadapan (face to face) dari seseorang
yang mempunyai kemahiran (konselor/helper) kepada seseorang yang mempunyai
masalah (klien/helpee).
Sedangkan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
agar individu atau klien tersebut menyadari kembali akan eksistensinya sebagai
makhluk (ciptaan) Allah yang seharusnya hidup sesuai dengan ketentuandan
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat
(Musnamar,1992 : 5).
7
Demikian juga halnya dengan layanan konseling Islami, konseling Islami bisa
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedur konseling secara umum jika
klien tersebut menyadari bahwa apa yang diperbuatnya selama ini bertentangan
dengan ajaran agamanya. Tumbuhnya rasa kesadaran dan keinginannya untuk
keluar dari masalah itulah, proses konseling bisa dijalankan. Dengan kata lain,
konseling Islami bisa terwujud jika adanya kerjasama antara konselor dan konseli
serta adanya kemauan klien untuk keluar dari masalah yang pernah ia lakukan
selama ini.
Dari definisi itu terlihatlah bahwa inti dari konseling Islami itu adalah
memberikan kesadaran kepada klien agar tetap menjaga eksistensinya sebagai
ciptaan dan makhluk Allah, dan tujuan yang ingin dicapaipun bukan hanya untuk
kemaslahatan dan kepentingan ukhrawi yang lebih kekal abadi. Hal ini sesuai
dengan do’a yang selalu diucapkan oleh orang – orang yang beriman kepada
Allah SWT seperti yang terdapat pada surat al-Baqarah ayat 201 yang berbunyi :
Artinya :…. Ya Tuhan kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka. (Q.S. 2 :201).
Berdasarkan definisi dan uraian ini, semakin terlihatlah perbedaan antara
pembimbing Islami dan konseling Islami, dimana proses konseling Islami bisa
terlaksana apabila telah ada masalah yang dihadapi oleh seseorang, sedangkan
bimbingan Islami bisa saja berlangsung tanpa adanya masalah yang
mendahuluinya. Sebagai contoh, jika ada seseorang yang belum memahami
agama atau merasa bingung dalam memilih dan menetapkan agama, ingin pindah
dari satu agama ke agama lain dan sebagainya, maka masalah seperti ini bisa
dibantu oleh konselor Islami (konselor yang memahami prinsip – prinsip ‘Aqidah,
Syariah dan Akhlakul karimah) karena hal ini termasuk wilayah konseling.
Proses konseling yang dilakukan bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada
potensi dasarnya yaitu manusia yang fitri, fitri berarti kembali kesucian dan
8
kebenaran. Dengan kembalinya manusia kepada kondisi fitri ini, manusia akan
mendapatkan kembali keceriaan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan, baik
kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan akhirat Insya Allah.
Dengan demikian, tujuan bimbingan dan konseling Islami dapat dirumuskan
sebagai usaha memberikan bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang
yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan tugas – tugas
hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yaitu dengan membangkitkan
kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya dan mendorongnya untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya. Bimbingan dan konseling Islami
merupakan bantuan yang bersifat mental spiritual. Melalui kekuatan iman dan
ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT, seseorang itu mampu mengatasi sendiri
problema yang sedang dihadapinya (Mubarok, 2000).
2.3 Landasan Bimbingan dan Konseling Islami
Landasan utama bimbingan dan konseling Islami adalah Alqur’an dan Sunnah
Rasul merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam. Hal
ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW
Artinya : Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara (pusaka), kalian tidak akan
pernah sesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitabullah
dan sunnah Rasul-Nya (Ashbahan : Kitab Thabaqat Asmaul Muhadditsin, dari
Anas bin Malik).
Pada surat Yunus ayat 57 Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. 10 :57)
9
Landasan filosofis Islami penting artinya bagi pengembangan dan kelengkapan
bimbingan konseling Islami, karena ia mencakup :
Falsafah tentang dunia manusia
Falsafah tentang manusia dan kehidupan
Falsafah tentang pernikahan dan keluar
Falsafah tentang pendidikan
Falsafah tentang masyarakat
Falsafah tentang upaya mencari nafkah atau kerja dsb.
2.4 Bimbingan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Disini pemberian bantuan tidak hanya diberikan kepada anak yang normal saja,
anak berkebutuhan khusus juga perlu mendapatkan bantuan. Karena berdasarkan
sejarah perkembangan pandangan masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan
khusus (ABK) maka dapat dicatat bahwa kebutuhan anak-anak berkebutuhan
khusus dan keluarganya masih banyak yang terabaikan selama bertahun-tahun
hingga saat ini. Sejarah juga mencatat bagaimana tanggapan sebagian besar
masyarakat terhadap keberadaan anak-anak tersebut dan keluarganya. Sebagian
besar masyarakat masih ada yang menganggap kecacatan atau kelainan yang
disandang oleh anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, penyakit menular,
gila, dan lain-lain. Akibat dari itu maka ABK dan keluarga ada yang dikucilkan
oleh masyarakatnya. Ada diantara ABK sendiri yang menarik diri tidak mau
berbaur dengan masyarakat karena merasa cemas dan terancam.
Kondisi tersebut tentunya membawa dampak langsung maupun tidak langsung
terhadap tumbuh kembang ABK, bahkan terhadap keluarganya (kedua
orangtuanya). Thompson dkk(2004) menyatakan bahwa pandangan atau penilain
negatif dari lingkungan terhadap ABK dan keluarganya merupakan tantangan
terbesar selain kecacatan yang disandang oleh ABK itu sendiri dan dampaknya
dapat dirasakan langsung oleh yang bersangkutan beserta keluarganya. Bahkan
10
cara pandang masyarakat yang negatif menjadi stigma yang berkepanjangan
(Rahardja, 2006). Dampak yang jelas sering ditemui adalah terhadap konsep diri,
prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. Sebagaimana
yang dinyatakan oleh Thompson ….(2004) bahwa pandangan negatif dari
masyarakat terhadap kecacatan menyebabkan citra diri yang negatif dari ABK.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka ABK membutuhkan "alat" agar dirinnya
mampu mengatasi hambatan yang dialaminnya dan mampu hidup mandiri sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhannya. Alat itu diantarannya adalah melalui
pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan ABK memperoleh bekal hidup dan
mencapai perkembangan yang optimal. Namun, dengan menumpuknya berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh ABK, tidaklah cukup melalui pendidikan
dengan proses belajar mengajar dikelas. ABK juga butuh layanan yang
menduukung kepada keberhasilan belajar dan layanan memandirikan untuk
mencapai perkembangan yang optimal. Layanan itu adalah bimbingan dan
konseling.
Meskipun pada dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang
memandirikan itu memang untuk semua konseli, termasuk bagi konseli
berkebutuhan khusus dan berbakat, namun untuk mencegah timbulnya kerancuan
perlu dikeluarkan dari cakupan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan itu. Pelayanan bimbingan yang memandirikan dalam arti
menumbuhkan kecakapan hidup fungsional bagi konseli yang menyandang
retardasi mental, harus dilayani oleh Pendidik yang disiapkan melalui Pendidikan
Guru untuk Pendidikan Luar Biasa (PG PLB). Dengan spesifikasi wilayah
pelayanan ahli konselor yang lebih cermat itu, kawasan pelayanan ahli bimbingan
dan konseling yang memandirikan itu juga perlu ditakar secara tepat, karena untuk
sebahagian sangat besar pelayanan bimbingan yang memandirikan yang
dibutuhkan oleh konseli yang menyandang kekurang-sempurnaan fungsi indrawi
itu juga hanya bisa dilakukan oleh Pendidik yang disiapkan melalui PG PLB
dengan spesialisasi yang berbeda-beda.
11
Pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat
erat kaitannya dengan pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living
activities) yang tidak akan terisolasi dari konteks. Oleh karena itu pelayanan
bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pelayanan
intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan
lingkungan perkembangan (inreach-outreach) bagi kepentingan fasilitasi
perkembangan konseli, yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya.
Permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya sangat
kompleks dan dapat ditinjau dari berbagai segi. Secara umum dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah hambatan belajar (learning barrier),
kelambatan perkembangan (development delay), dan hambatan perkembangan
(development disability).
1. Hambatan belajar
Munculnya permasalahan hambatan belajar anak berkebutuhan khusus dapat
ditinjau dari dimensi proses ataupun hasil. Dalam pandangan teori pemrosesan
informasi, hambatan dalam dimensi proses merujuk pada ketidakmampuan,
ketidaksanggupan, kesulitan, kegagalan atau adanya rintangan pada individu
untuk menangkap informasi melalui kegiatan memperhatikan, mengolah
informasi melalui kegiatan mencamkan dan menafsirkan sehingga diperoleh
pemahaman, interpretasi, generalisasi atau keputusan-keputusan tertentu,
menyimpan hasil pengolahan informasi tersebut dalam ingatan, dan menggunakan
atau mengekspresikan kembali dalam bentuk tindakan.
2. Kelambatan perkembangan
Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang
melalui tahapan tertentu. Sekalipun irama atau kecepatan perkembangan setiap
anak berbeda-beda, namun muncul kecenderungan bahwa pada anak
berkebutuhan khusus beresiko terhadap munculnya kelambatan atau
12
penyimpangan perkembangan sesuai dengan umur dan milestone perkembangan,
sehingga harus tetap diwaspadai. Sebab, akibat kelainan, kecacatan, atau kondisi-
kondisi terntentu yang tidak menguntungkan dan menjadikannya anak
berkebutuhan khusus, dapat berpengaruh atau menghambat perkembangan
kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya, dapat menjadikan anak memerlukan
waktu yang lebih lama dalam belajar menguasai keterampilan tertentu
dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya, atau menjadikan
datangnya kematangan belajar menjadi terlambat.
3. Hambatan perkembangan
Antara hambatan belajar, kelambatan perkembangan, dan hambatan
perkembangan merupakan hal sebenarnya sulit untuk dipisahkan karena saling
terkait satu dengan yang lain, namun dapat dibedakan. Secara umum, kelambatan
perkembangan lebih menekankan kepada dimensi tahapan perkembangan,
sedangkan hambatan perkembangan lebih fokus kepada terjadinya kesulitan,
kegagalan, rintangan, atau gangguan dalam satu atau lebih aspek perkembangan.
2.4 Bimbingan dan Konseling Karier
1. Konsep Dasar BK Karir
Konsep layanan bimbingan karir sulit dipisahkan dari konsep vocational guidance
yang berubah menjadi career guidance seperti yang dikemukakan oleh National
Vocational Guidance Association (NVGA) pada tahun 1973, yang diartikan
sebagai proses membantu dalam memilih pekerjaan, mempersiapkan, memasuki
dan memperoleh kemajuan di dalamnya (Herr and Cramer, 1979: 6). Pada tahun
1951, Donal Super mengajukan revisi terhadap definisi bimbingan jabatan sebagai
suatu proses bantuan terhadap individu untuk menerima dan mengembangkan diri
dan peranannya secara terpadu dalam dunia kerja, mengetes konsepnya dengan
realitas dan kepuasan bagi dirinya dan masyarakat (Herr and Cramer, 1979: 6).
Atas dasar analisis itu, Super (Tennyson, et. al. , 1974: 146) mengganti konsep
vocational choice menjadi vocational development.
13
Kematangan vokasional menunjukkan pada tingkat perkembangan, tingkat yang
dicapai pada kontinum perkembangan diri dari tahap eksplorasi ke tahap
kemunduran. Kematangan vokasional dipandang sebagai umur vokasional yang
secara konseptual sama dengan umur mental (Super. 1975: 185-186). Sejak tahun
1951 terjadilah pergeseran dari model okupasional yang dianut oleh para ahli
bimbingan vokasional sebelum tahun 1951 ke model karir.
Model okupasional terutama menekankan pada adanya kesesuaian antara bakat
dan minat dengan tuntutan pekerjaan; sedangkan model karir mencoba
menghubungkan dengan tujuantujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi,
kebutuhan, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan sejenisnya ikut
dipertimbangkan.
Sejalan dengan terjadiya pergeseran konsep vocational guidance menjadi career
guidance dan model okupasional menjadi karir telah banvak dikemukakan definisi
mengenai bimbingan karir.
2. Prinsip-prinsip
Seluruh siswa disekolah hendaknya mendapat kesempatan untuk mengembangkan
dirinya dalam pencapaian karirnya secara tepat.
a. Program bimbingan karir hendaknya memiliki tujuan untuk merangsang
perkembangan pendidikan siswa.
b. Setiap siswa hendaknya memehami bahwa karir itu adalah sebagai suatu jalan
hidup dan pendidikan adalah sebagai persiapan untuk hidup.
c. Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang cukup
memadai terhadap diri sendiri dan kaitanya dengan perkembangan social
pribadi dan perencanaan pendidikan karir.
d. Siswa perlu diberikan pemahaman tentang dimana dan mengapa mereka
berada dalam suatu alur pendidikanya.
e. Siswa dalam keseluruhan hendaknya dibantu untuk memperoleh pemahaman
tentang hubungan antara pendidikanya dan karir.
14
f. Setiap siswa pada setiap tahap program pendidikanya hendaknya memiliki
pengalaman-pengalaman yang berorientasi pada karir secara berarti dan
realistic.
g. Setiap siswa hendaknya memilih kesempatan untuk menguji konsep, berbagai
ketrampilan dan perananya guna mengembangkan nilai-nilai dan norma yang
memiliki aplikasi bagi karir dimasa depanya.
h. Program bimbingan karir disekolah hendaknya diintegrasikan secara
fungsional dengan program pendidikan pada umumnya dan program
bimbingan konseling pada khususnya.
i. Program bimbingan karir disekolah hendaknya berpusat dikelas dengan
koordinasi oleh pembimbing disertai partisipasi orang tua dan kontribusi
masyarakat.
3. Pengertian
Bimbingan karir juga merupakan salah satu bidang dalam bimbingan dan
konseling yang ada di sekolah-sekolah. Menurut Winkel (2005:114) bimbingan
karir adalah bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, dalam
memilih lapangan kerja atau jabatan /profesi tertentu serta membekali diri supaya
siap memangku jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai
tuntutan dari lapanan pekerjaan yang dimasuki. Bimbingan karir juga dapat
dipakai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan perkembangan peserta didik yang
harus dilihat sebagai bagaian integral dari program pendidikan yang
diintegrasikan dalam setiap pengalaman belajar bidang studi.
Bimbingan karir adalah suatu proses bantuan, layanan dan pendekatan terhadap
individu (siswa/remaja), agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya,
memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja merencankan masa depan dengan
bentuk kehidupan yang diharapkan untuk menentukan pilihan dan mengambil
suatu keputusan bahwa keputusannya tersebut adalah paling tepat sesuai dengan
keadaan dirinya dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan dan tunutan
pekerjaan / karir yang dipilihnya (Ruslan A.Gani : 11)
15
Menurut Herr bimbingan karir adalah suatu perangkat, lebih tepatnya suatu
program yang sistematik, proses, teknik, atau layanan yang dimaksudkan untuk
membantu individu memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan
pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu
luang, serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan
sehingga yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan
karirnya (Marsudi, 2003:113).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir adalah suatu upaya
bantuan terhadap peserta didik agar dapat mengenal dan memahami dirinya,
mengenal dunia kerjanya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk
kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan
secara tepat dan bertanggungjawab.
4. Tujuan BK karir
1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait
dengan pekerjaan.
2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang
menunjang kematangan kompetensi karir.
3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam
bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi
dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran)
dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang
menjadi cita-cita karirnya masa depan.
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara
mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut,
lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang
kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan
minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
16
7. Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila
seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus
mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir
keguruan tersebut.
2.5 Bimbingan Konseling Pernikahan dan Keluarga
Bimbingan Konseling Pernikahan adalah agar klien dapat menjalani kehidupan
berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem
yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling
perkawinan pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati atau menghayati
kem¬bali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah
tangga menurut ajaran Islam. Konseling diberikan agar suami/istri menyadari
kembali posisi masing- masing dalam keluarga dan mendorong mereka untuk
melakukan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga
untuk keluarganya. Jika memperhatikan kasus perkasus maka konseling
perkawinan diberikan dengan tujuan :
(a) Membantu pasangan perkawinan itu mencegah terja¬dinya/meletus problema
yang mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
(b) Pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga, Konseling
diberikan dengan maksud agar mereka bisa mengatasi sendiri problema yang
sedang di¬hadapi.
(c) Pada pasangan yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar
mereka dapat memelihara kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik.
Tipe tipe Perkawinan
1. Conflict-habituated
Tipe conflict-habituated boleh dibilang sebagai “partner in crime”. Tipe ini adalah
tipe pasangan yang jatuh dalam kebiasaan mengomel dan bertengkar tiada henti.
Kebiasaan ini menjadi semacam “jalan hidup” bagi mereka. Tak heran kalau
secara konstan mereka selalu menemukan ketidaksepakatan. Dengan kata lain,
17
stimulasi perbedaan individu dan konflik justru mendukung kebersamaan
pasangan tersebut.
2. Devitalized
Tipe hubungan devitalized merupakan karakteristik pasangan yang sekali waktu
dapat mengembangkan rasa cinta, menikmati seks, dan satu sama lain saling
menghargai. Namun mereka cenderung merasakan kehampaan hidup perkawinan
kendati tetap berada bersama-sama. Karena kebersamaan mereka lebih karena
dorongan demi anak atau citra mereka dalam komunitas masyarakat. Menariknya,
pasangan tipe ini tak merasa dirinya maupun perkawinannya tidak bahagia.
Mereka berfikir bahwa kondisi saat ini merupakan hal biasa setelah berlalunya
tahun-tahun penuh gairah. Ironisnya, tipe perkawinan inilah yang paling banyak
ditemukan dalam masyarakat mana pun.
3. Passive-congenial
Pada dasarnya, pasangan tipe passive-congenial memiliki kesamaan dengan
pasangan tipe devitalized. Hanya saja kehampaan yang dirasakan telah
berlangsung sejak awal perkawinan. Boleh jadi karena perkawinan seperti ini
biasanya berangkat dari berbagai pertimbangan ekonomis atau status sosial dan
bukannya relasi emosional. Seperti halnya pasangan tipe devitalized yang minim
keterlibatan emosi, pasangan passive-congenial juga tidak terlalu berkonflik,
namun kurang puas menjalani perkawinannya. Dalam keseharian, pasangan-
pasangan tipe ini lebih sering saling menghindar dan bukannya saling peduli.
4. Utilitarian
Berbeda dengan tipe-tipe lain, tipe utilitarian lebih menekankan peran ketimbang
hubungan. Misalkan peran sebagai ibu, ayah atau peran-peran lain. Terdapat
perbedaan sangat kontras bila dibandingkan dengan tipe vital dan total yang
bersifat intrinsik, yaitu mengutamakan relasi perkawinan itu sendiri
5. Vital
18
Cirinya, pasangan suami-istri terikat satu sama lain, terutama oleh relasi pribadi
antara yang satu dengan yang lain. Di dalam relasi tersebut, satu sama lain saling
peduli untuk memuaskan kebutuhan psikologis pihak lain. Mereka berdua pun
saling berbagi dalam melakukan berbagai aktivitas kendati masing-masing
individu memiliki identitas kepribadian yang kuat. Yang mengesankan,
komunikasi mereka mengandung kejujuran dan keterbukaan. Kalaupun
mengalami konflik biasanya lantaran ada hal-hal yang sangat penting. Untungnya,
baik suami maupun istri saling berupaya menyelesaikannya dengan cepat dan
bijak. Tentu saja tipe ini merupakan tipe relasi perkawinan yang paling
memuaskan. Tak heran kalau tipe ini paling sedikit persentasenya dalam
masyarakat.
6. Total
Tipe ini memiliki banyak kesamaan dengan tipe vital, bedanya pasangan ini
sedemikian saling menyatu hingga menjadi “sedaging”. Mereka selalu dalam
kebersamaan secara total yang meminimalkan adanya pengalaman pribadi dan
konflik. Akan tetapi tidak seperti pasangan tipe devitalized, kesepakatan di antara
mereka biasanya dibangun demi hubungan itu sendiri. Sayangnya, tipe
perkawinan seperti ini sangat jarang.
2.6 Bimbingan dan Konseling Keluarga
A. Kedudukan BK Keluarga dalam Bimbingan dan Konseling
Adapun inti dari pelaksanaan konseling keluarga sebagai salah satu layanan
profesional dari seorang konselor didasari oleh asumsi dasar sebagai berikut:
1) Terjadinya perasaan kecewa, tertekan atau sakitnya seorang anggota keluarga
bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh interaksi yang
tidak sehat dengan anggota keluarga yang lain.
2) Ketidak tahuan individu dalam keluarga tentang peranannya dalam menjalani
kehidupan keluarga.
3) Situasi hubungan suami-isteri dan antar keluarga lainya.
19
4) Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam sebuah keluarga sangat
mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga
5) Konseling keluarga diharapkan mampu membantu keluarga mencapai
penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota keluarga
6) Interaksi kedua orang tua sangat mempengaruhi hubungan semua anggota
keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Perez (1979) menyatakan sebagai
berikut: “Family therapi is an interactive proses which seeks to aid the family
in regainnga homeostatic balance with all the members are confortabl”..
B. Fungsi BK Keluarga.
Fungsi dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan layanan yang bersifat
profesional yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1) Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika
keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2) Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu
anggota keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh,
baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan anggota keluarga yang
lain.
3) Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat
mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam
kehidupan berumah tangga.
4) Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada
anggota keluarga yang lain.
5) Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga
menjadi maksimal.
6) Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi
dirinya yang bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang lebih baik
tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan kehidupan
keluarganya.
20
Agar mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka seorang konselor
keluarga hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta
komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang laras dengan
penerapan teknik-teknik konseling yang tangkas
2) Etika professional, yakni kemampuan memahami dan bertindak sesuai dengan
kaidah-kaidah pelayanan konseling yang dipadukan dalam hubungan
pelayanan konseling terhadap anggota keluarga
3) Terlatih dan terampil dalam melaksanakan konseling keluarga
4) Mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian untuk menangani
interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan mendapatkan
latihan untuk memiliki keterampilan khusus.
5) Memiliki pengetahuan yang logis tentang hakikat keluarga den kehidupan
berkeluarga.
6) Memiliki jiwa yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan konseling
keluarga.
7) Harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah
C. Disfungsi Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Anak.
Dadang Hawari (dalam Marwisni Hasan, 2006:26) mengemukakan bahwa
keluarga adalah organisasi bio-psikososial, di mana pada anggotanya terikat
dengan satu ikatan khusus untuk hidup bersama, bukan suatu ikatan yang sifatnya
statis (beku) dan membelenggu, namun suatu ikatan dinamis (bergerak) yang
memungkinkan para anggota keluarga itu berkembang dan tumbuh.
Kelahiran anak-anak awalnya positif bagi keluarga yang tidak berfungsi
(disfungsional). Karena membawa kebanggaan dan sukacita. Seolah-olah problem
mereka selama ini menjadi berkurang dengan hadirnya anak. Mereka menjadi lupa
pada problem mereka. Namun setelah anak besar dan keluar rumah, problem
mereka muncul kembali. Jadi hanya terjadi pengalihan sementara.
Waktu bersama anak bagai berlian yang hilang di era kita. Apa peran orang tua
bagi anak?
21
1) Membantu anak menghadapi satu lingkungan yang membosankan, penuh
kekerasan dan makin egois.
2) Mengajarkan anak bagaimana berkata-kata dan bertindak dalam situasi
tertentu. Misalnya bagaimana menghadapi temannya yang suka kasar dan
mengejek.
3) Mengajar anak bagaimana dan kapan mengungkapkan emosinya secara
asertif. Kita harus jadi contoh dalam hal marah.
4) Beri anak kesempatan untuk marah atau menangis, dan ambil ambil waktu
bicara dengan dia pribadi sesudah dia mengungkapkan emosinya.
2.6 Bimbingan Konseling Populasi Khusus
Orang yang tunanetra sering sekali digambarkan sebagai tak berdaya, tidak
mandiri dan menyedihkan, sehingga terbentuk persepsi purbasangka (prejudice) di
kalangan masyarakat awas bahwa orang tunanetra itu patut dikasihani, selalu
butuh perlindungan dan bantuan. Dodds (1993) mengemukakan bahwa persepsi
negatif tentang ketunanetraan tersebut sering sengaja dipertahankan dan diperkuat
oleh badan-badan amal demi menggugah hati banyak orang untuk berderma. Hal
yang serupa sangat sering kita jumpai di dalam masyarakat kita, di mana pencari
derma berkeliling dari rumah ke rumah dengan mengatasnamakan tunanetra. Citra
tunanetra yang digambarkan oleh para pencari derma tersebut bahkan diperkuat
oleh pemandangan yang sering dijumpai di banyak pusat keramaian di mana
orang tunanetra yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan, rehabilitasi
atau latihan yang sesuai dengan kebutuhannya terpaksa harus menggantungkan
dirinya pada belas kasihan orang lain. Sangat jarang orang awas bertemu dengan
model peran tunanetra yang positif dalam wujud orang tunanetra yang kompeten
dan mandiri. Di samping itu, media, seni rupa, literatur dan drama lebih sering
menampilkan citra ketunanetraan yang negatif, yang cenderung menonjolkan
stigma daripada menawarkan aspirasi positif kepada mereka yang pada suatu saat
berkemungkinan untuk kehilangan penglihatannya (Lee & Loverage, 1987),
menimbulkan rasa sedih pada pemirsanya atau pembacanya, serta membuat orang
awas merasa superior dan beruntung bahwa mereka tidak seperti yang
22
digambarkan itu (Dodds, 1993). Dodds juga mengamati bahwa banyak media
menggambarkan kebutaan sebagai hukuman yang patut diterima oleh
penyandangnya atas kejahatan yang dilakukannya. Gambaran seperti ini
mengundang pemirsanya untuk memposisikan diri pada pandangan moral tertentu
terhadap sang korban; satu pandangan di mana rasa kasihan merupakan satu-
satunya respon yang tepat bagi mereka yang mempunyai rasa belas kasihan, dan
perasaan kebenaran dan keadilan bagi mereka yang tidak mampu menunjukkan
rasa belas kasihan.
Sama merusaknya dengan gambaran negatif mengenai ketunanetraan adalah
gambaran positif yang tidak realistis di mana orang tunanetra dilukiskan sebagai
"super-hero", yang dipandang sebagai orang yang memiliki daya yang
mengagumkan, baik fisik maupun mental (ingat misalnya "Si Buta dari Gua
Hantu").
Akhir-akhir ini sering juga muncul pemberitaan tentang orang tunanetra dengan
prestasi tinggi, misalnya mereka yang dapat mengoperasikan komputer dengan
baik, atau berhasil meraih gelar akademik yang prestisius, atau berhasil dalam
karir profesionalnya. Masyarakat sering memandang pencapaian seperti ini
sebagai "langka tetapi nyata", sesuatu yang mengagumkan. Pemberitaan seperti
ini tidak berhasil mengubah stereotipe negatif tentang ketunanetraan, karena di
balik kekaguman itu tersirat pikiran bahwa orang tunanetra pada umumnya tidak
dapat atau tidak seharusnya demikian, sehingga bila masyarakat melihat contoh
orang tunanetra melanggar ekspektasi negatif tersebut, itu hanya dipandang
sebagai kasus kekecualian. Dengan kata lain, ekspektasi masyarakat terhadap
orang tunanetra masih tetap rendah.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung
memposisikan orang-orang tunanetra sebagai kelompok yang oleh Pedersen
(1981) disebut sebagai populasi khusus (special population), yaitu kelompok
minoritas yang sering dihambat aksesnya ke berbagai layanan umum termasuk
layanan konseling. Studi kasus ini bertujuan menemukan apakah diskriminasi
semacam ini dialami juga oleh siswa-siswa tunanetra dalam layanan konseling di
23
sekolah menengah tingkat atas reguler di mana mereka merupakan kelompok
minoritas di sekolah yang mayoritas siswanya adalah orang awam.
Beranjak dari penjelasan diatas, dalam ranah pendidikan bimbingan dan
konseling terdapat suatu kajian atau mata kuliah tentang konseling terhadap
populasi khusus. Sebagaimana yang dikatakan Pedersen (1981) yang disebut
sebagai populasi khusus (special population), yaitu kelompok minoritas yang
sering dihambat aksesnya ke berbagai layanan umum termasuk layanan konseling.
Jika ditinjau dari pendapat Pedersen tersebut, maka pemunculan mata kuliah
KONSELING POPULASI KHUSUS, memiliki tujuan untuk membekali calon-
calon konselor yang nantinya akan berkerja dilapangan dapat lebih professional,
yang memberikan layanan bimbingan konseling pada siapa saja termasuk pada
kelompok minoritas (populasi khusus).
Lalu, apa pengertian konseling populasi khusus, setting (tempat) dilaksanakan
konseling populasi khusus, prinsip-prinsip dan tujuan konseling populasi khusus,
serta seperti apa jika dibuatkan skenario konselingnya? Semua itu dijawab dalam
uraian berikut. Dan tentunya berdasarkan literature-literatur yang ada.
24
2.7 Bimbingan dan Konseling Post Traumatik
A. Post Traumatik Stess Disorder (PTSD) : Gangguan Pasca Trauma.
Tidak semua orang yang mengalami trauma akan mengalami PTSD.
PTSD terdiri atas tiga kluster simptom (tanda) utama, yaitu :
1. Mengingat kembali kejadian tramatiknya.
Bentuknya, mimpi dalam pikiran atau flashback, mimpi buruk. Biasanya proses
pengingatan kembali itu disertai respons fisik dan emosional yang kuat.
2. Penghindaran
Bentuknya, menghindari tempat, aktivitas, orang, benda-benda yang memiliki
asosiasi dengan kejadian traumatik.
3. Tubuh secara otomatis bereaksi dengan sendirinya terhadap ancaman bahaya
yang tidak nyata.
Bentuknya, sangat waspada, mudah tersinggung, berkeringat dingin, mudah keget,
kesulitan tidur, kurang konsentrasi, tubuh mendingin, peningkatan denyut jantung,
nafas menjadi cepat, ingin kencing dan lainnya. Contohnya, melihat foto
kebakaran rumahnya,lantas tiba-tiba berkeringat dingin.
Untuk mengetahui bahwa gangguan termasuk gangguan pasca trauma atau
PTSD, maka ketiga simptom (tanda) di depan harus memenuhi syarat berikut:
1. Sekurang-kurangnya 2 kluster simptom harus ada.
2. Simptom khusus dari masing-masing kluster terjadi sekurang-kurangnya 1
bulan atau lebih.
3. Siptom yang terjadi menyebabkan gangguan atau masalah dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam hubungan dengan orang lain dan segala aspek
lainnya.
PTSD adalah gangguan yang nyata dan memerlukan pertolongan dan
penyembuhan, cara penyembuhan adalah dengan obat dan terapi. Kebanyakan
orang menderita PTSD setelah 3 bulan kejadian yang menimbulkan trauma
berlalu. Pada beberapa orang PTSD baru muncul bertahun-tahun kemudian. PTSD
bisa trjadi pada siapa saja, pada semua tingkatan umur, dari anak-anak, remaja,
dewasa, sampai orang tua.
25
B. Konseling Untuk Korban Bencana
Tujuan konseling pada korban bencana adalah untuk mendengarkan pengalaman
trauma mereka dan memberikan bantuan yang mereka perlukan dalam situasi sters
pasca trauma.
Konseling memerlukan ketrampilan dasar yaitu:
a. Ketrampilan Membangun Hubunga Dengan Korban.
Keberhasialan konseling akan sangat ditentukan oleh sejauh mana hubungan
konselor dengan klien berhasil di jalani. Korban biasanya akan memberikan
respons baik jika konselor melakukan hal-hal benr berikut:
· Konselor memberikan tatapan mata penuh kasian.
· Konselor tenang dalam menghadapi mereka.
· Konselor bisa mendengarkan mereka dengan perhatian total.
b. Ketrampilan Bertanya Dengan Tepat.
Bercerita tentang pengalaman dan perasaan yang dialami pada saat bencana atau
peristiwa traumatik lain, diketahui sangat membantu proses pemulihan trauma.
Tugas konselor adalah membantu korban untuk bercerita atau mengekspresikan
pengalaman dan perasaan mereka sebaik-baiknya. Untuk itu diperluka
kemampuan bertanya yang tepat. Pertanyaan yang tepat dalam kondisi ini adalah
pertanyaan-pertanyaan terbuka, bukan pertanyaan tertutup yang memungkinkan
korban menjawab “ya” atau “tidak”
c. Ketrampilan Mendengarka Secara Aktif
Mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian total pada korban,
konselor harus mendengar dengan seksama apa yang dikatakannya dan mampu
menangkap informasi dari bahasa tubuhnya.
Gunakan bahasa nonverbal sebaik mungkin. Berikan kontak mata yang teduh,
tatapan yang penuh kasih, anggukkan kepala, ekspresikan kata-kata seperti, ya..
ya..”,hmm..” dan lainnya buat klien tau bahwa konselor betul-betul
memperhatikan.
Parafrasekan. Sesekali ulangi kata-kata dari bahasa konselor sendiri.
26
Refleksi perasaan. Jika dari bahasa tubuhnya ataupun dari kata-katanya korban
terlihat menunjukkan kecenderungan emosi tertentu, maka sebaiknya konselor
mempertegaskannya agar klien betul-betul tau perasaan yang dialaminya.
Terima ungkapan emosinya. Tetaplah tenang ketika korban menunjukkan
ungkapan emosinya, misalnya menangis terisak-isak karena sedih atau gemetar
ketakutan. Ketenangan konselor akan membuat klien tahu bahwa yang dialami
normal belaka. Biarkan jika korban diam membisu untuk beberapa saat. Kadang
korban akan terdiam beberapa saat lamanya dan bisa terjadi berkali-kali selama
konseling karena korban perlu mengingat dan menyadari perasaanya pada saat
trauma.
Berbicara pada klien harus berhati-hati. Salah-salah malah bisa menimbulkan
ketidak senangan klie dan memperparah stresnya. Berikut adalah beberapa hal
yang bisa dikatakan kepada klien. Percayalah saudara tidak akan menjadi hancur.
Dan hal yang tidak boleh di katakan pada klien misalnya, akhirnya toh saudara
selamat, semuanya akan baik-baik saja.
Konselor sebaiknya jangan membuat janji yang belum tentu dapat terjadi, jangan
mengatakan perasaan yang konselor pikirkan. Jangan mengatakan bagaimana
seseorang seharusnya bertindak. Jangan mengatakan hal-hal negatif tentang
bantuan yang tersedia.
d. Keterampilan penyelesaian masalah
Kenali masalah-masalah yang dialami korban pastikan fokus pada salah satu
masalah yang dihadapi korban yang menurut konselor dapat diselesaikan sendiri
oleh klien. Amatilah kondisi korban dalam menyelesaikan masalah itu. Tunjukan
kepada korban, kepada siapa mereka bisa mendapat berbagai akses untuk
membantu mereka. Seperti contoh, jika korban merasa takut masuk rumah setelah
peristiwa, tunjukan bahwa tidak ada masalah masuk rumah dengan membiarkan
dia melihat konselor memasuki rumahnya.
e. Keterampilan memberdayakan korban
Tugas konselor adalah membuat korban atau klien merasa mampu mengontrol,
lebih percaya diri lebih mampu, jadi lakukan secukupnya saja peran ini.
Berikut hal-hal yang bisa diinformasikan pada klien agar ia merasa lebih berdaya:
27
a. Trauma bisa terjadi pada siapa saja. Tidak ada seorangpun mampu
melindungi diri mereka secara sempurna dari pengalaman traumatik
b. Mengalami gejala-gejala khusus setelah trauma bukan merupakan penanda
kelemahan diri.
c. Seseorang tidak akan hancur gara-gara trauma yang dialaminya.
d. Jika seorang bisa memahami dengan baik seluk beluk trauma dan gejala-
gejala stres maka ketakutan orang tersebut akan turun dan akan merasa lebih
mampu menanganinya.
e. Orang lain banyak juga yang belum bisa pulih dalam waktu yang lama
setelah mengalami trauma.
C. Proses pemuilhan trauma
Ada dua jenis pemulihan yaitu:
1. Pemulihan trauma untuk menyembuhkan respon stres trauma dan mencegah
timbulnya PTSD tindakannya berupa:
a. Pertolongan pertama pada trauma
Pertolongan pertama pada trauma adalah tindak pertolongan yang dilakukan atau
di berikan pertama kali kepada korban trauma dan dilakukan segera setelah
seorang mengalami trauma.
Langkah-langkah pertolongan pertama pada trauma adalah:
§ Secapat mungkin jauhkan korban dari peristiwa traumatik
Jauhkan dari lokasi kekerasan, kecelakaan, bencana dan dari semua bentuk
peristiwa traumatik lainnya.
§ Buat fisik korban trauma merasa nyaman.
Memeluk korban yang ketakutan kadang bisa membantu, memberi minum,
membaringkan atau menyandarkan korban dalam posisi rilek serta membantu
korban membantu nafas.
§ Pertemukan segera dengan orang-orang terdekat korban
Jika korban trauma adalah anak-anak pertemukan segera dengan orang tua atau
pengasuhnya. Jika korban trauma sendirian dan tidak di kenal, upayakan mencari
nomer telepon salah satu orang yang dikenal korban dan segera menghubunginya.
28
b. Pemulihan stres paska trauma
Konsep dasar ini, trauma mempengaruhi fisik, emosi dan kognitif. Oleh sebab itu,
pemulihan trauma yang dilakukan atau diberikan pada korban, mencangkup
ketiganya.
Teknik pemulihan stres paska trauma pada prinsipnya bisa digunakan untuk
semua jenis trauma apapun penyebabnya meskipun lebih terfokus pada trauma
akibat bencana dan kecelakaan. Teknik pemulihan stres paska trauma terutama
untuk di berikan pada korban dimulai hari H sampai kurang lebih tiga bulan
setelah peristiwa traumatik terjadi.
Apabila tidak ada perubahan positif dalam waktu tiga bulan maka gejala stres
tersebut di katagorikan sebagai gangguan stres paska trauma atau PTSD.
2. Pemilihan trauma untuk menyembuhkan PTSD
a. Pemulihan trauma
§ Langkah pertama dan terbaik untuk membuat klien pulih dari trauma adalah
mengakui bahwa klien memilki kesulitan dan memerlukan bantuan.
§ Penyembuhan trauma membutuhkan orang lain
Di butuhkan kekuatan dari dalam diri sendiri tetapi proses emulihannya tidak bisa
di lakukan sendiri.
§ Trauma adalah gangguan konektifitas dengan dunia luar. Jadi tidak akan
membantu jika mengisolasi diri. Untuk memulihkannya harus membutuhkan
orang lain.
§ Dengan bantuan konselor dan pihak-pihak lain dalam membantu permasalahan
itu sama sekali bukan bertanda bahwa itu suatu kelemahan dan tak berdaya. Tidak
semua hal itu bisa di tangani sendiri.
§ Mengakui klien memerlukan bantuan menandakan bahwa klien cukup kuat dan
berani
§ Tenangkan dan buat nyaman kondisi fisik klien.
b. Pemulihan fisik
Menenangkan fisik adalah langkah pertama yang menentukan. Membuat fisik
klien menjadi nyaman akan memudahkan untuk memulihkan traumanya. Apabila
klien tidak nyaman misalnya nafas tersenggal-senggal berkeringat dingin
29
gemetaran dan sebagainya maka bisa di lakukan setidaknya ada beberapa hal yang
bisa di lakukan:
Mengatur pernafasan. Ambil nafas dalam-dalam melalui hidung sampai terasa
memenuhi rongga dada, tahan sebentar, lalu hembuskan berlahan-lahan melalui
mulut.
Segeralah dibawa ke dokter atau balai pengobatan jika klien mengalami cedera
fisik. Dokter bisa memberikan beberapa obat yang menyembuhkan simptom sakit
itu misalnya untuk meredakan sakit perut, sakit kepala, dapat di beri obat tidur
dan sebagainya.
Penuhilah kebutuhan fisi dengan segera misalnya, jika telah tiba waktunya makan
diperlukan makan, jika perlu minum, jika kedinginan diperlukan jaket selimut
penghangat, jika merasa perlu istirahat ( jika di perlukan maka di persiapkan tenda
pengungsian), jika sudah waktunya tidur usahakan untuk tidur meskipun sulit.
§ Melakukan aktifitas fisik
Aktifitas fisik sangat membantu proses pemulihan trauma. Contoh: jalan-jalan,
berenang, senam, joging dan lain-lain.
Membantu orang lain yang sama-sama menjadi korban bencana selain
mengurangi tegangan fisik, aktifitas yang berbau fisik bisa membantu
mengalihkan perhatian dari memory yang menyakitkan atau melepaskan
kecemasandan emosi negatif klien di ketahui aktifitas fisik juga dapat
meningkatkan rasa kontrol terhadap klien sendiri.
c. Pemulihan Emosi
§ Segera cari informasi tentang orang-orang terdekat, mengetahui kabar orang-
orang yang klien sayangi akan membantu proses pemulihan emosi, mengetahui
keberadaan mereka akan membuat klien lebih tenang.
§ Ekspresikan perasaan.
Klien dapat mengekspresikan emosi dengan cara yang sesuai dengan budayanya
seperti menulis sensasi dan perasaan yang dialami.
§ Berbicara dengan orang lain yang dipercaya tentang perasaan dan apa yang
terjadi.
30
§ Jangan mengisolasi diri.
Klien memerlukan orang lain untuk mendengarkan dan memaklumi apa yang
terjadi. Klien harus menjalin interaksi dengan orang lain. Jangan menghindari,
pengertian dan dukungan dari orang-orang yang dicintai akan membantu untuk
pulih.
§ Ambil waktu untuk bersenang-senang
Temukan cara untuk membuat klien merasa rileks dan takperlu merasa bersalah
karena sante. Itu dalam aktifitas yang menyenangkan seperti mengikuti acara
liburan keluarga, teman-teman memancing, menonton bersama dan lain-lain.
§ Relaksasi
Beberapa teknik relaksasi yang bisa klien lakukan diantaranya: berenang sante
dan menikmatinya, berdoa, beribadah, mendengarkan musik yang lembut,
menikmati relaksasi aroma, otot, menikmati film da menikmati pemandangan
alam.
2.8 Bimbingan Konseling Lintas Budaya
Pengaruh Budaya Terhadap Kepribadian
Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya
mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan
dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker
masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang
dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka,
kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok
masyarakat ataupun kebiasaan mereka. Realitas yang multi budaya ini dapat kita
jumpai di negara-negara dengan komposisi penduduk yang terdiri dari berbagai
etnis, seperti Indonesia, Uni Soviet (sekarang, Rusia), Yugoslavia (sekarang
terpecah menjadi beberapa Negara) dan lain-lainnya. Kondisi Negara dengan
komposisi multi budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan social. Memang
banyak factor yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik tersebut, akan tetapi
31
sebagai salah satu unsur dasar dalam kehidupan social, budaya mempunyai
peranan besar dalam memicu konflik.
Teori Kebudayaan
Secara umum kebudayaan banyak diartikan sebagai hasil karya manusia yang
lahir dari cipta, rasa dan karsa. Berikut ada empat teori dan pendekatan
kebudayaan, yaitu:
Memandang kebudayaan sebagai kata benda: Dalam arti lewat produk budaya
kita mendenifisikan dan mengelola kebudayaan itu. Teori produk budaya ini juga
penting karena semua hasil budaya yang ada di muka bumi merupakan produk
budaya kolektif manusia. Identitas budaya dapat dilihat dari pendekatan ini.
Memandang kebudayaan sebagai kata kerja: Pendekatan ini dikemukakan oleh
Pleh Van Peursen. Pendekatan ini juga penting untuk dipahami, karena akan
mampu menjelaskan kepada kita bagaimana proses-proses budaya itu terjadi di
tengah kehidupan kita. Produk-produk budaya yang kita pahami lewat pendekatan
pertama di atas ternyata juga menyiratkan adanya proses-proses budaya manusia
yang oleh Van Peursen disebut ada tiga terminal proses budaya. Kehidupan mistis
dimana mitos berkuasa, atau kuasa mitos mengemudikan arah kebudayaan suatu
masyarakat, dilanjutkan dengan hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir
adalah kehidupan fungsional yang hari-hari ini lebih mendominasi kehidupan
budaya kita.
Memandang kebudayaan sebagai kata sifat: Ini untuk membedakan mana
kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membedakan antara kehidupan
manusia yang berbudaya dan makhluk lain seperti hewan dan benda-benda yang
tidak memiliki potensi budaya. Dalam memandang kebudayaan sebagai kata sifat
maka unsur nilai-nilai menjadi sangat penting. Kebudayaan dikonstruksi sebagai
konfigurasi nilai-nilai atau sebagai kompeksitas nilai-nilai yang kemudian
beroperasi pada berbagai-bagai level kehidupan. Konfigurasi nilai yang dimiliki
berbagai komunitas budaya yang berbeda kemudian melahirkan konstruksi
budaya yang berbeda-beda pada komunitas budaya itu.
Memandang kabudayaan sebagai kata keadaan: Kondisi-kondisi budaya
tertentu menjadi menentukan wajah kebudayaan.
32
Ragam dan Unsur-Unsur Budaya
Setiap kelompok masyarakat punya tradisi dan kebudayaan tersendiri, yang tentu
saja berbeda satu sama lainnya. Kebudayaan-kebudayaan yang lebih sempurna
dari suatu masyarakat yang nantinya akan dapat menjadi sebuah peradaban.
Namun, walaupun masing-masing mempunyai keunikan tersendiri, budaya terdiri
dari unsur-unsur dan mempunyai fungsi-fungsi tersendiri bagi masyarakatnya.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun
unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat
kesatuan. Misal dalam kebudayaan Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti
umpamanya seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat di samping adanya unsur-
unsur kecil, seperti sisir, kancing, baju, peniti, dan lain-lainnya yang dijual di
pinggir jalan. Marville J. Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kebudayaan,
yaitu:
alat-alat teknologi,
sistem ekonomi,
keluarga, dan
kekuasaan polotik.
Sementara Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor
teori fungsional dalam anthropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan
sebagai berikut:
System norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di
dalam upaya menguasai alam sekelilingnya, organisasi ekonomi -alat dan lembaga
atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa keluarga merupakan pendidikan
yang utama, dan organisasi kekuatan.
Pada intinya para ahli menunjuk pada adanya 7 unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai cultural universals, yaitu:
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah
tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).
Mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,
system produksi, system distribusi dan sebagainya).
33
Sistem kemasyarakatan (system kekerabatan organisasi politik, system hokum,
system perkawinan).
Bahasa (lisan maupun tertulis).
Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
Sistem pengetahuan dan pendidikan.
Religi (system kepercayaan).
Cultural-universals tersebut di muka, dapat dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur
yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau
cultural activity. Sebagai contoh, cultural universals pencaharian hidup dan
ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan,
system produksi, system distribusi, dan lain-lain. Kesenian misalnya, meliputi
kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara, dan lain-lain. Selanjutnya
Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur
yang lebih kecil lagi yang disebutnya trait-complex. Misalnya, kegiatan pertanian
menetap meliputi unsur-unsur irigasi, system mengolah tanah dengan bajak
system hak milik atas tanah dan lain sebagainya. Selanjutnya trait-complex
mengolah tanah dengan bajak, akan dapat dipecah-pecah ke dalam unsur-unsur
yang lebih kecil lagi, umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik
mengendalikan bajak dan seterusnya. Akhirnya sebagai unsur kebudayaan terkecil
yang membentuk traits, adalah items.
Kebudayaan, selain memiliki unsur-unsur pokok, juga mempunyai sifat hakikat.
Sifat hakikat kebudayaan ini berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun
juga, walaupun kebudayaan setiap masyarakat berbeda satu dengan lainnya. Sifat
hakikat kebudayaan tersebut ialah sebagai berikut:
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah-lakunya.
34
Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Gerak Kebudayaan
Gerak kebudayaan adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang
menjadi wadah kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadi oleh sebab hubungan-
hubungan yang terjadi antar terjadi kelompok masyarakat. Kebudayaan suatu
kelompok manusia jika dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing
yang berbeda, lambat laun akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian manusia itu sendiri. Proses itu
dinamakan akulturasi. Dalam proses akulturasi ada unsur-unsur kebudayaan asing
yang mudah diterima seperti: unsur kebendaan ( alat tulis menulis ), unsur-unsur
yang membawa manfaat besar untuk mass media ( radio transistor ) dan unsur
yang mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsur
tersebut ( penggiling padi yang dengan biaya murah serta pengetahuan teknis yang
sederhana. Sedangkan unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima misalnya:
unsur yang menyangkut kepercayaan ( ideologi, falsafah hidup ) dan unsur-unsur
yang dipelajari pada taraf pertama proses sosiologi (contoh : nasi ). Pada
umumnya generasi muda adalah individu yang dapat dengan cepat menerina
unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya
generasi tua, lebih sukar. Hal ini disebabkan karena pada generasi tua, norma-
norma yang tradisional sudah internalized (mendarah daging, menjiwai) sehingga
sukar untuk mengubahnya.
Definisi Kepribadian
Sejak dahulu para ahli biologi yang mempelajari perilaku dan membuat pelukisan
tentang sistem organisme dari suatu spesies mulai dari prilaku mencari makan,
menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh, beristirahat, mencari pasangan,
kawin dan lain-lain. Berbeda dengan organism hewan, organisme manusia juga
dipelajari oleh para ahli sampai pada hal yang terkecil. Namun hal itu tidak dapat
menentukan pola tingkah lakunya.
35
Pola-pola tingkah laku tersebut hampir semua tidak sama bahkan bagi semua jenis
ras yang ada di bumi. Hal tersebut tidak dapat diseragamkan karena seorang
manusia yang disebut homo sapiens bukan saja ditentukan oleh sistem organik
biologinya saja, namun dipengaruhi juga oleh akal dan jiwa sehingga timbul
variasi pola tingkah laku tersebut. Melihat hal tersebut, maka para ahli lebih fokus
kepada pola tindakan manusia. Dengan pola tingkah laku yang lebih khusus yang
ditentukan oleh nalurinya, dorongan-dorongan, dan refleksnya. Susunan unsur-
unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu
disebut “ Kepribadian “. Dalam bahasa populer istilah kepribadian juga berarti
ciri-ciri watak yang konsisten, sehingga seorang individu memiliki suatu identitas
yang khas berbeda dengan individu yang lain. Konsep kepribadian yang lebih
spesifik belum bisa di definisikan sampai sekarang karena luasnya cakupan dan
sulit untuk dirumuskan dalam satu definisi sehingga cukup kiranya untuk kita
memakai arti yang lebih kasar sampai didapatkan definisi yang sebenarnya dari
para ahli psikologi.
Unsur – Unsur dan Aneka Warna Kepribadian
Pengetahuan, unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar,
terkandung di dalam otaknya secara sadar. Manusia memiliki panca indra yang
sebagai alat penerima dari setiap kondisi dan situasi di alam sekitarnya yang
mengalami proses fisik, fisiologi, psikologi sehingga getaran dan tekanan dari alat
penerima tersebut nantinya diproyeksikan atau dipancarkan kembali oleh individu
tersebut berupa gambaran lingkungan sekitar yang dalam ilmu antropologi disebut
“ Persepsi “. Penggambaran tersebut dapat menjadi bayangan dimana individu
tersebut berfokus.
Penggambaran tentang situasi dan kondisi lingkungan dengan fokus pada bagian-
bagian yang menarik dan mendapat perhatian lebih akan diolah oleh akal dan
dihubungkan dengan penggambaran yang sejenis dan diproyeksikan oleh akal dan
muncul kembali menjadi kenangan. Pengambaran baru dengan pengertian baru
dalam psikologi disebut “ apersepsi”. Penggambaran yang terfokus secara lebih
intensif yang terjadi karena pemusatan yang lebih intensif dalam psikologi disebut
“pengamatan”. Seseorang dapat menggabungkan dan membandingkan bagian-
36
bagian dari suatu penggambaran yang sejenis secara konsisten dan azas tertentu.
Dengan kemampuan proses akal tersebut membentuk penggambaran baru yang
abstrak yang tidak mirip dengan berbagai macam bahan konkret dari
penggambaran yang baru tadi. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu sosial
disebut “konsep”. Cara pengamatan yang secara sengaja dibesar-besarkan atau
ditambahi atau di kurangi pada bagian tertentu sehingga membentuk
penggambaran yang sangat baru yang secara nyata sebenarnya tidak pernah ada
dan terkesan tidak realistik disebut “fantasi“. Keinginan yang semakin menggebu-
gebu untuk mendapatkan sesuatu yang telah di gambarkan terlebih dahulu akan
menimbulkan suatu perasaan yang aneh dan tekanan jiwa. Seluruh penggambaran,
apersepsi, persepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi merupakan unsur
pengetahuan yang secara sengaja dimiliki seorang individu. Namun semua itu bisa
hilang dari akalnya yang sadar yang disebabkan oleh berbagai hal yang sampai
saat ini masih dipelajari oleh ahli psikologi. Unsur pengetahuan tersebut bukannya
hilang atau lenyap namun terdesak ke bagian jiwanya yang dalam ilmu psikologi
disebut “alam bawah sadar”.
Di alam bawah sadar tersebut, pengetahuan seseorang tercampur, terpecah-pecah
menjadi bagian yang tercampur aduk tidak teratur. Ini dikarenakan akal sadar
seseorang tidak mau menyusunnya dengan rapi sehingga adalakanya muncul
sacara tiba-tiba secara utuh atau terpotong bercampur dengan pengetahuan yang
berbeda. Adakalanya pengetahuan seseorang secara sengaja atau karena berbagai
sebab terdesak ke dalam bagian jiwa yang lebih dalam yang oleh ilmu psikologi
disebut “alam tak sadar”. Proses yang terjadi dalam alam bawah sadar banyak
dipelajari oleh ahli psikologi dan dikembangkan oleh S. Freud dalam ilmu
psikoanalisa. Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung
berbagai macam perasaan.
“Perasaan” adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena
pengetahuannya dinilai sebagai keadaan yang positif atau negative. Suatu
perasaan yang bersifat subjektif karena adanya unsur penilaian tadi biasanya
menimbulkan “kehendak” dalam kesadaran seseorang. Perasaan atau keinginan
yang berdebar-debar tersebut disebut “emosi”. Kesadaran manusia juga
37
mengandung berbagai perasaan yang di pengaruhi oleh organismenya khususnya
gen sebagai naluri yang disebut “dorongan”. Sedikitnya ada 7 dorongan naluri
yaitu:
Dorongan untuk mempertahankan hidup
Dorongan seks
Dorongan mencari makan
Dorongan untuk bergail / berinteraksi dengan sesama
Dorongan untuk menirukan tingkah laku sesamanya
Dorongan untuk berbakti
Dorongan untuk keindahan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kepribadian seseorang dibentuk oleh
pengetahuan yang dimilikinya dari penggambaran dunia sekitarnya serta fantasi
mengenai berbagai macam hal, juga ada materi yang menjadi objek dan sasaran
unsur kepribadian secara sistematis.
Ada 3 hal yang merupakan isi keribadian yang pokok yaitu:
1. Beragam kebutuhan organik diri sendiri, kebutuhan dan dorongan psikologi
diri sendiri, serta dorongan organik maupun psikologi sesama manusia selain
diri sendiri.
2. Beragam hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu akan identitas diri
sendiri dari aspek fisik, psikologi, yang menyangkut kesadaran individu.
3. Beragam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan, mendapatkan atau
menggunakan beragam kebutuhan sehingga tercapai rasa kepuasan dalam
memenuhi kebutuhan tersebut.
38
BAB III
PENUTUP3.1. Kesimpulan
a. Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus
dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang
mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan
mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara
harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi
tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
b. Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus:
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
- Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
- Membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
- Membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang
baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik,
sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
c. Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang
yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai
kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan bimbingan
karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman menentukan arah
kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses
perkembangan konseli tidak selalu berlangsung mulus,atau bebas dari
masalah. atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
39
DAFTAR PUSTAKA
dhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Lubis, Ridwan. 2005. Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama
di Indonesia. Departemen Agama RI.
http://mauntus.blogspot.com/2013/05/makalah-ilmiah-konseling-dan.html
https://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/
40