Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
1
DASAR-DASAR PERILAKU INDIVIDU
oleh: Ade Heryana, SST, MKM
Prodi Kesehatan Masyarakat, FIKES Univ. Esa Unggul
e-mail: [email protected] atau [email protected]
Perilaku individu dipelajari secara mendalam dalam cabang ilmu psikologi. Menurut
Robbins (2003), terdapat empat konsep psikologi yang paling berkontribusi dalam ilmu
Perilaku Organisasi, yaitu: 1) Nilai-nilai (values); 2) Sikap (attitudes); 3) Persepsi (perception);
dan 4) Pembelajaran (learning).
NILAI-NILAI1
Sampai saat ini masih terdapat perdebatan apakah pemutusan hubungan kerja (PHK)
baik atau buruk diberikan kepada karyawan yang melakukan demonstrasi memprotes
kebijakan perusahaan. Apakah PHK tersebut tepat atau tidak diberikan? Jawaban untuk
masalah ini syarat dengan nilai-nilai yang dianut. Pada orang yang menjunjung tinggi keadilan
sosial, hal ini tidak baik karena menurut mereka pada dasarnya karyawan yang memprotes
sedang mengusahakan kesamaan dan hak karyawan. Sedangkan pada orang yang
menempatkan rasionalitas tinggi, kebijakan tersebut sudah baik karena tindakan demonstrasi
sama dengan menolak kebijakan yang akan dijalankan perusahaan.
Nilai-nilai merupakan keyakinan yang mendasar pada seseorang dimana aturan atau
kondisi akhir tertentu yang telah ada menurut seseorang atau kelompok sosial dapat
bertentangan dengan aturan atau kondisi akhir yang lain. Nilai-nilai terdiri dari pemikiran
individu yang memiliki “rasa” moral, seperti hak, kebaikan, atau keinginan. Pemilihan nilai-nilai
membentuk sitem nilai-nilai (value systems).
Jenis Nilai-nilai
Nilai-nilai dapat diklasifikasikan dengan beberapa pendekatan, di antaranya adalah
dengan pendekatan Rokeach Value Survey , Contemporary Work Cohort (Robbins, 2003).
1 Untuk membedakan dengan istilah “nilai” yang ada hubungannya dengan angka, penulis sengaja menggunakan istilah “nilai-nilai”
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
2
Menurut Rokeach Value Survey (RVS), terdapat dua kelompok nilai-nilai yaitu
kelompok terminal values (yaitu nilai-nilai yang akhirnya diinginkan seseorang) dan kelompok
instrumental values (yaitu nilai-nilai yang sebaiknya dijalankan, atau dilakukan untuk mencapai
terminal values). Masing-masing kelompok ini terdiri dari 18 nilai-nilai (lihat tabel 1).
Tabel 1. Contoh Terminal dan Instrumental Values menurut Rokeach Value Survey
(sumber: Robbins, 2013, hal. 16)
Terminal Values Instrumental Values
Hidup yang nyaman (hidup makmur) Ambisi (bekerja keras, cita-cita tinggi)
Pencapaian prestasi (kontribusi yang abadi) Kemampuan (kompetensi, efektif)
Dunia yang damai (bebas perang dan konflik) Riang gembira (periang, ringan hati)
Dunia yang indah (keindahan alam dan seni) Hidup bersih (rapi, beres)
Kesetaraan (persaudaraan, kesamaan
kesempatan untuk semua orang)
Berani (selalu berpijak di atas keyakinan yang
dipercayai)
Keluarga yang aman (peduli dengan orang yang
dicintai)
Penolong (mengupayakan kesejahteraan orang
lain)
Kebebasan (kemandirian, kebebasan memilih) Jujur (tulus, setia)
Kebahagiaan (kepuasan hidup) Pengkhayal (berani, kreatif)
Keselarasan pribadi (tidak ada konflik pribadi) Logis (konsisten, rasional)
Hidup menyenangkan (kenikmatan hidup,
kehidupan yang santai)
Mencintai (rasa suka, lembut)
Keselamatan (aman, kehidupan yang langgeng) Patuh (taat, hormat)
Ada pengakuan secara sosial (penghormatan,
kekaguman)
Ramah (Sopan, Berkelakuan baik)
Persahabatan sejati (teman dekat) Bertanggung jawab (dapat diandalkan,
terpercaya)
Berbagai studi dengan menggunakan RVS menunjukkan terdapat perbedaan nilai-nilai
pada berbagai kelompok pekerja, sementara pada orang yang memilki jenis pekerjaan yang
sama (misalnya: manajer perusahaan, anggota serikat pekerja, orang tua, pelajar, dan
sebagainya) cenderung memiliki nilai-nilai yang sama. Contohnya sebuah studi terhadap
berbagai pekerja di beberapa kota di Indonesia oleh Etikariena (2014) menunjukkan sebagian
besar pekerja (40%) memiliki nilai-nilai relijius. Nilai-nilai yang dianut pekerja juga
berhubungan dengan kelelahan kerja yang terjadi, dimana pekerja dengan nilai-nilai relijiusitas
tinggi mengalami kelelahan yang rendah dan merasakan kenyamanan dalam bekerja.
Metode survey dengan RVS juga telah dilakukan terhadap 53 Abdi Dalem
Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Putra (2015). Hasil penelitian menunjukkan dari sisi terminal
values, sebagian besar Abdi Dalem memilih nilai keselarasan bathin (bebas dari konflik bathin),
setelah itu nilai-nilai keamanan, kebahagiaan, kehidupan nyaman, dan keselamatan.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
3
Sementara dari sisi instrumental values sebagian besair memilih nilai-nilai kejujuran,
dilanjutkan taat, sopan, pengendalian diri, dan suka menolong.
Survey yang dilakukan terhadap 700 pekerja bersuku Jawa di pulau Jawa oleh Daryanto
(2013) menunjukkan sebagian besar pekerja mendefinisikan “kerja” sebagai upaya untuk
memenuhi kesejahteraan hidup dan mencari nafkah, dan ternyata hanya sedikit yang
menjawab sebagai kegiatan untuk menambah pengalaman dan mengaplikasikan ilmu. Nilai-
nilai kerja yang paling penting adalah disiplin, loyalitas, jujur, dan bertanggung jawab.
Pemilihan nilai-nilai kerja tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa nilai-nilai tersebut akan
menghasilkan kinerja yang baik dan maksimal, sebagai kunci kesuksesan, dan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Contemporary Work Cohort merupakan studi yang dilakukan terhadap pekerja di
Amerika yang membagi nilai-nilai kerja ke dalam empat kategori yakni 1) generasi veteran; 2)
generasi boomers; 3) generasi X; dan 4) generasi Next (lihat tabel 2).
Tabel 2. Nilai-nilai Dominan Pekerja menurut Contemporary Work Cohort
(sumber: Robbins, 2013, hal. 16)
Generasi Tahun Bekerja Nilai-nilai Dominan
Veterans 1950 – 1960 Pekerja keras, konservatif, penurut, loyal
kepada perusahaan
Boomers 1965 – 1985 Sukses, prestasi, ambisi, tidak menyukai
otoriter, loyal kepada pekerjaan
Xers 1985 – 2000 Keseimbangan hidup dan kerja, orintasi
pada tim, tidak menyukai aturan, loyal
kepada hubungan
Nexters 2000 - sekarang Percaya diri, sukses secara finansial, mandiri
namum teamwork, loyal kepada dirinya dan
hubungan dengan orang lain.
Generasi veterans adalah kelompok pekerja yang tumbuh dan berkembang pada masa
Perang Dunia ke-II yaitu mereka yang hidup dengan nilai-nilai hidup yang nyaman dan
keamanan dari keluarga. Generasi boomers merupakan kelompok pekerja yang hidup
dipengaruhi oleh gerakan hak asasi manusia, perang Vietnam, dan grup musik the Beatles,
dengan nilai-nilai hidup pencapaian prestasi dan tingkat sosial yang tinggi. Generasi Xers atau
disebut juga generasi X hidup pada masa-masa globalisasi, orang tua yang keduanya bekerja,
MTV music, AIDS, dan komputer, dengan nilai-nilai hidup yang utama adalah persahabatan
sejati, kebahagiaan, dan kesenangan. Generasi Nexters atau disebut generasi Y merupakan
kelompok pekerja yang hidup dengan internet, smartphones hingga saat ini (Robbins, 2003).
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
4
Tabel di atas adalah ciri-ciri nilai dominan pada komunitas atau masyarakat Amerika.
Bagaimana dengan Indonesia? Luntungan dkk (2014) mencoba menggambarkan karakteristik
generasi Y di Indonesia dibandingkan dengan generasi X dan Boomers dari aspek kejadian
historis yang dialami (lihat tabel 3).
Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Generasi Y dengan Generasi Boomers dan X di
Indonesia
(Sumber: Luntungan dkk, 2014)
Observasi Generasi Boomers & X Generasi Y
Pemerintahan/Politik Sentralisasi terpusat;
Jatuhnya rezim orde baru;
reformasi politik;
Berpisahnya Timor Timur;
dan Pemilu dengan 3 partai
Desentralisasi dan otonomi
daerah; Pemilu sistem
multiparta
Stabilitas politik Statis Dinamis, diwarnai protes
sosial dan politik
Kebebasan pers Diatur dengan ketat Kebebasan berpendapat
Kejadian independen lain Munculnya pager, ponsel
dan internet
Digital dan social network
atau social media
Studi Luntungan dkk juga menunjukkan ciri-ciri dominan generasi Y di Indonesia
adalah generasi yang lahir antara tahun 1984 – 1995. Generasi Y di Indonesia memiliki
karakterostik antara lain: 1) cenderung berorientasi pada hasil (resul-oriented) dibandingkan
pada proses; 2) perilaku komunikasi frontal, direktif, dan terbuka; 3) pengaruh lingkungan
sosial cukup tinggi terhadap keputusan kerja (Luntungan dkk, 2014).
Bebagai studi tentang nilai-nilai pada pekerja dan konsumen berdasarkan
pengelompokkan contemporary work cohort ini telah dilakukan. Sebuah studi dilakukan
terhadap dua kelompok pekerja generasi X dan generasi Y di sebuah RS pemerintah
menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki motivasi kerja yang sama (Sinewe, 2016).
Dalam hal pemilihan makanan, ternyata terdapat perbedaan ekspektasi yang signifikan
terhadap atribut makanan antara generasi baby boomer, X, dan Y yakni pelayanan, suasana,
harga, dan nilai uang. Namun ketiganya sama-sama memilih atribut kebersihan sebagai
ekspektasi yang tinggi (Sutanto, Darsono, & Wijaya, 2016).
Studi kualitatif tentang penggunaan komputer dan internet oleh dosen generasi
boomers, X, dan Y di sebuah PTS menunjukkan generasi Y menggunakan internet lebih untuk
optimalisasi diri dan kemudahan berkomunikasi, serta teknologi sebagai bagian yang penting
bagi kehidupan dan pekerjaan mereka. Generasi ini cenderung mudah beradaptasi dengan
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
5
teknologi baru. Sedangkan pada generasi Boomers dan X, menggunakan internet untuk
pemenuhan kewajiban yang berkaitan dengan pekerjaan, dan lebih familiar menggunakan
telepon genggam dibandingkan gawai yang lainnya (Kusuma, 2016).
Nilai-nilai Lintas Budaya
Perbedaan kultur telah menjadi isu yang penting dalam organisasi kerja saat ini. Untuk
mengukur budaya dapat digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Geert Hofstede
menggunakan instrumen yang disebut Value Survey Module (VSM). Berdasarkan studinya
yang dilakukan terhadap 116.000 karyawan perusahaan komputer IBM di 40 negara pada
tahun 1960an, ditemukan terdapat lima nilai-nilai dimensi budaya yang berbeda yaitu:
1. Jarak kekuasaan (Power distance) yaitu tingkatan seseorang mengakui bahwa
distrbusi/pembagian kekuasaan dalam organisasi dan institusi tidak sama;
2. Individualisme vs Kolektivisme. Individualisme adalah tingkatan kecenderungan
seseorang memilih bertindak sebagai individu dibanding sebagai anggota kelompok,
sedangkan Kolektivisme kebalikan dari Individuaslime;
3. Kuantitas hidup vs Kualitas hidup. Kuantitas hidup merupakan nilai-nilai hidup yang
mengutamakan ketegasan, kepemilikan uang dan materi, serta kemenangan melalui
kompetisi. Sedangkan kualitas hidup merupakan nilai-nilai hidup yang mengutamakan
hubungan baik, menunjukkan empati, dan berfokus pada mensejahterakan orang lain;
4. Menghidari ketidakpastian, yakni tingkat seseorang lebih menyukai situasi yang
terstruktur dibanding tidak terstruktur; dan
5. Orientasi jangka panjang vs jangka pendek. Orang-orang dengan nilai-nilai hidup yang
berorientasi jangka panjang cenderung melihat masa depan, irit, dan tekun. Sedangkan
orientasi jangka pendek lebih respek terhadap tradisi dan berupaya memeuhi kewajiban
sosialnya.
Studi Hofstede pada orang-orang yang berasal dari 10 negara disajikan pada tabel 4
berikut. Ciri khas nilai budaya penduduk Indonesia menurut Hofstede adalah pengakuan
terhadap pembagian kekuasaan tinggi, individualisme rendah, moderat terhadap kuantitas
hidup, senang dalam keadaan tidak pasti, dan lebih berorientasi jangka pendek.2
2 Untuk analisis lebih dalam, klik laman berikut: https://www.geert-hofstede.com/inonesia.html
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
6
Tabel 4. Dimensi Budaya pada Penduduk di 10 Negara dengan Pendekatan Hefstede
(sumber: Robbins, 2013, hal. 19)
Penduduk
Negara
Jarak
Kekuasaan
Individua-
lisme
Kuantitas
hidup
Menolak
ketidak-
pastian
Orientasi
Jangka
Panjang
RRC Tinggi Rendah Moderat Moderat Tinggi
Perancis Tinggi Tinggi Moderat Tinggi Rendah
Jerman Rendah Tinggi Tinggi Moderat Moderat
Hong Kong Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Indonesia Tinggi Rendah Moderat Rendah Rendah
Jepang Moderat Moderat Tinggi Moderat Moderat
Belanda Rendah Tinggi Rendah Moderat Moderat
Rusia Tinggi Moderat Rendah Tinggi Rendah
AS Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah
Afrika Barat Tinggi Rendah Moderat Moderat Rendah
Perbedaan atau lintas budaya ini membawa implikasi terhadap gaya kepemimpinan
yang khas pada organisasi. Studi kualitatif tentang budaya pekerja Korea Selatan di Indonesia
pada sebuah industri di Cilegon menunjukkan penekanan pada kedisiplinan dalam pencapaian
target perusahaan namun bersifat fleksibel dengan tidak memperhatikan proses, yang
merupakan penggabungan antara budaya Korea Selatan dan Indonesia. Gaya kepemimpinan
yang diterapkan adalah gaya kepemimpinan demokratis. Hambatan budaya yang dialami
antara lain masalah bahasa sehingga sering terjadi kesalahan non verbal, serta masalah
stereotip terhadap karyawan lokal yang tidak disiplin dan terlalu santai (Ananda & Prasetya,
2016).
SIKAP
Ketika kita membicarakan sikap, maka sama saja kita sedang menjelaskan perilaku
seseorang. Menurut Borkowski (2011) sikap merupakan kombinasi yang kompleks antara
kepribadian, keyakinan, nilai-nilai, perilaku, dan motivasi. Sikap seseorang terhadap
pencegahan kesehatan misalnya, akan mengarahkan kita kepada ‘pemikiran” orang tersebut
tentang pencegahan kesehatan, juga kepada ‘perasaan” orang tersebut akan pencegahan
kesehatan, termasuk kepada ‘perilaku’ orang tersebut dalam mencegah penyakit. Dengan
demikian sikap terdiri dari tiga komponen penting yaitu 1) afektif atau perasaan; 2) kognitif
atau keyakinan/pendapat; dan 3) perilaku atau tindakan.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
7
Sikap merupakan pernyataan seseorang yang bersifat evaluatif terhadap suatu obyek,
orang, atau kejadian. Pernyataan tersebut dapat berbentuk persetujuan (setuju atau tidak
setuju), kepuasan (puas atau tidak puas), atau kesukaan (suka atau tidak suka). Setiap orang
memiliki beribu-ribu jenis sikap. Ilmu Perilaku Organisasi hanya membatasi pada sikap yang
berhubungan dengan pekerjaan (job-related attitudes). Sikap tersebut antara lain: 1) Kepuasan
kerja (job satisfaction); 2) Keterlibatan kerja (job involvement) yaitu tingkat kedekatan atau
partisipasi seseorang dengan pekerjaannya; dan 3) Komitmen organisasi (organizational
commitment) merupakan indikator dari loyalitas, dan kedekatan dengan organisasi (Robbins,
2003).
Kepuasan Kerja
Webster’s Dictionary edisi ke-3 tahun 2010 mendefinisikan job satisfaction sebagai
berikut “A sense of inner fulfillment and pride achieved when performing a particular job. Job
satisfaction occurs when an employee feels he has accomplished something having
importance and value worth recognition; sense of job”.
Job satisfaction atau kepuasan kerja merupakan sikap individu secara keseluruhan
terhadap pekerjaannya. Orang dengan kepuasan kerja tinggi akan memberikan sikap positif
terhadap pekerjaannya, sedangkan orang yang tidak puas dengan pekerjaannya akan
memberikan sikap negatif. Istilah ‘kepuasan kerja’ sering tumpang tindih dengan istilah ‘sikap
kerja’.
Apakah seluruh karyawan dalam perusahaan mengalami kepuasan kerja. Hampir dapat
dikatakan tidak seluruh karyawan dalam perusahaan 100% mengalami kepuasan, termasuk
dalam bidang pelayanan kesehatan. Studi yang dilakukan Argapati, Noor, & Sidin (2013) di
sebuah RS swasta menunjukkan hanya 60,8% perawat rawat inap yang puas.
Kepuasan Kerja dan Penyebabnya
Menurut Robbins (2003) terdapat empat variabel yang dapat menyebabkan kepuasan
kerja antara lain: tantangan pekerjaan, penghargaan yang adil, kondisi kerja yang mendukung,
dan dukungan rekan sekerja. Studi tentang penyebab kepuasan kerja pada tenaga kesehatan
telah banyak dilakukan. Ada yang dilakukan terhadap seluruh tenaga kesehatan, dan ada pula
khusus pada satu tenaga kesehatan seperti perawat.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
8
Studi tentang kepuasan kerja pada seluruh tenaga kesehatan di sebuah RS swasta
dilakukan oleh Nanditya, Mansur, & Huda pada tahun 2014. Hasi studi menunjukkan tenaga
kesehatan merasalaj ketidakpuasan karena adanya ketidaksesuaian antara sistem
penghargaan dengan pedoman yang ada, kurangnya kesempatan mengembangkan karir,
ketidaksesuaian informasi waktu kenaikan gaji dengan kenyataannya. Kepuasan kerja
terbentuk karena dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsi berbentu
penghargaan, sedangkan faktor ekstrinsik berbentuk kebijakan RS, gaji dan kompensasi,
lingkungan kerja, serta hubungan atasan-bawahan. Studi lainnya tentang kepuasan kerja
seluruh tenaga kesehatan dilakukan di sebuah instalasi rawat inap di RS swasta pada tahun
2012. Hasil studi menunjukkan lingkungan kerja yang nyaman memiliki hubungan yang
siginifikan dengan kepuasan kerja (Ilma, Hamzah, Amirudin, 2012). Disamping studi lain
menunjukkan kompetensi dan kepemimpinan berpengaruh secara positif terhadap kepuasan
kerja (Nurcahya & Pratolo, 2017).
Studi kepuasan kerja pada tenaga kesehatan khusus perawat telah dilakukan terhadap
54 perawat di sebuah RS swasta, yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
sistem penghargaan dengan kepuasan kerja (Susanti & Mulyaningsih, 2013). Sementara studi
pada RS TNI terhadap 96 perawat menunjukkan faktor gaji, promosi, supervisi, rekan kerja,
pekerjaan itu sendiri, dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja (Wolo,
2015). Studi lainnya pada RSUD menunjukkan insentif, hubungan antar manusia, dan kondisi
kerja dengan kepuasan kerja (Sari, Noor, & Pasinringi, 2014).
Kepuasan kerja pada tenaga kesehatan Rekam Medis menunjukkan faktor lingkungan
kerja fisik (suhu dan kelembaban), lingkungan kerja non-fisik, dan motivasi berhubungan
dengan kepuasan kerja (Husaini, 2015).
Sementara untuk tenaga kesehatan dokter, studi tentang kepuasan kerja telah
dilakukan terhadap 53 dokter di RS pemerintah kota Jayapura pada tahun 2013. Hasil studi
menunjukkan kepuasan kerja dokter dipengaruhi oleh kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri,
supervisi, dan penghargaan (Cahyani, Pasinringi, & Zulkifli, 2013).
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
9
Kepuasan Kerja dan Dampaknya
Kepuasan kerja memberikan dampak yang positif dan negatif baik terhadap pekerja itu
sendiri atau perusahaan, tergantung intensitas kepuasannya. Dampak tersebut antara lain
produktivitas kerja, kinerja, turnover intention, dan perilaku organizational citizenship.
Dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas telah banyak dikaji, termasuk dalam
bidang kesehatan. Produktivitas secara tidak langsung direpresentasikan dengan prestasi kerja
atau kinerja karyawan. Studi terhadap seluruh tenaga kesehatan dan non-kesehatan di sebuah
RSUD dan RS swasta menunjukkan terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja
karyawan (Nurdin, 2011 dan Nurcahya & Pratolo, 2017). Pada tenaga kesehatan perawat, studi
menunjukkan ada hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja perawat di sebuah RS
swasta (Kalalo, 2015).
Pada tenaga kesehatan Rekam Medis misalnya, studi yang dilakukan pada sebuah RS
Khusus Mata di Yogyakarta menunjukkan terhadap hubungan antara beban kerja dengan
kepuasan kerja. Semakin besar beban kerja, maka kinerja menurun atau memiliki hubungan
negatif. Namun kinerja dengan kepuasan kerja ternyata memiliki hubungan yang positif
(Ningsih, 2013).
Salah satu dampak kepuasan kerja lain bagi tenaga kesehatan adalah turn-over
intention yaitu kecenderungan karyawan untuk meninggalkan perusahaan karena berbagai
alasan tertentu. Penelitian yang dilakukan perawat di sebuah RS swasta di Bogor menunjukkan
kepuasan kerja menimbulkan hubungan yang nyata untuk terjadinya turn-over intention
(Mardiana, Hubeis, & Panjaitan, 2014).
Salah satu dampak positif dari kepuasan kerja adalah terbentuknya organization
citizenship behavior (OCB). OCB adalah perilaku “ekstra” yang melebihi peran karyawan yang
ditetapkan oleh perusahaan, yang memiliki karakteristik suka menolong, mau menerima hal-
hal yang kurang ideal, mendukung aktivitas di luar organisasi yang bertujuan mendukung
reputasi organisasi, mencegah terjadinya masalah, dan melakukan pekerjaan di atas standar.
Studi di sebuah RS swasta di Yogyakarta terhadap perawat menunjukkan kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap perilaku OCB (Sahrah, NA).
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
10
Keterlibatan dalam Pekerjaan/Job Involvement
Job involvement merupakan ukuran seseorang secara psikologis mengidentikkan
dirinya dengan pekerjaan dan menentukan standar kerja yang dijalankan dirinya sendiri. Job
involvement dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kompetensi. Sebuah studi
terhadap 162 perawat di RS Swasta di Jakarta menunjukkan karir kompetensi berpengaruh
positif terhadap keterlibatan pekerjaan (Johnpray & Suharnomo, 2015).
Seperti halnya kepuasan kerja, keterlibatan kerja atau job involvement memiliki
dampak yang positif terhadap kinerja, artinya semakin tinggi job involvement maka kinerja
semakin baik. Studi pada 130 perawat di tiga RS swasta di semarang membuktikan hal tersebut
(Marcus, 2004). Dampak positif lainnya adalah perilaku OCB, kedisiplinan kerja, dan turnover
intention (Robbins & Judge, 2014).
Komitmen Organisasi
Dalam sikap yang berbentuk komitmen organisasi atau organizational commitment,
seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan tujuan organisasi, serta
berharap akan terus menjadi anggota organisasi tersebut.
Komitmen organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku di perusahaan
dan kepuasan kerja. Studi terhadap perawat di RS swasta Yogyakarta membuktikan adanya
hubungan antara penerapan budaya organisasi di RS dengan komitmen perawat. Artinya
semakin baik penerapan budaya organisasi, tingkat komitmen makin tinggi (Darajat &
Rosyidah, 2012). Salah satu penerapan budaya organisasi yang positif adalah kegiatan yang
bersifat spiritualitas yang ternyata memberi pengaruh positif terhadap komitmen organisasi
sesuai dengan studi yang dilakukan Budiono, Noermijati, dan Alamsyah (2014). Sedangkan
kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasi sebagaimana studi
yang dilakukan Purna (2013) di sebuah RS swasta di Denpasar.
Komitmen organisasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap turnover intention.
Sebuah studi terhadap karyawan di RS swasta di Semarang dan Denpasar membuktikan
semakin tinggi komitmen organisasi maka kecenderungan turnover intention makin rendah
(Andini, 2006 dan Purna, 2015). Namun demikian, komitmen organisasi berpengaruh positif
terhadap kinerja organisasi seperti yang ditunjukkan oleh Winipin, Adiputra, dan Yuniarta
(2015) dalam studinya kepada karyawan RSUD Buleleng.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
11
PERSEPSI
Persepsi merupakan sebuah proses dimana seseorang megorganisasikan dan
menginterpretasikan sensor/rangsangan yang diterimanya untuk mengartikan kondisi
lingkungannya. Bisa jadi, apa yang dipersepsikan seseorang berbeda dengan realitas
obyeknya. Misalnya saat seseorang melamar pekerjaan, berbagai persepsi positif dan negatif
akan muncul di pikirannya seperti gedung yang megah, fasilitas yang menyenangkan, gaji
yang tinggi, disiplin kerja yang rendah, jam kerja yang tidak fleksibel dan sebagainya. Pada
kenyataannya persepsi tersebut tidak pernah sama 100% dengan kenyataan yang dihadapi
kemudian.
Perilaku seseorang terjadi berdasarkan persepsi terhadap apakah realitas yang terjadi,
bukan pada realitas itu sendiri. Untuk itulah studi mengenai persepsi sangat penting dalam
ilmu Perilaku Organisasi.
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Setiap orang sering salah dalam bagaimana mereka memandang orang lain
(berpersepsi) dengan bagaimana mereka mengambil keputusan. Dengan mempelajari
kesalahan ini, maka kita dapat memahami seseorang dengan baik.
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga hal yakni (Robbins & Judge, 2014):
1. Karakteristik perceiver (orang yang membuat persepsi) seperti: sikap, kepribadian,
motivasi, minat, pengalaman, dan harapan/ekspektasi. Misalnya seseorang
mempersepsikan seorang tenaga kesehatan harus ramah, seorang dokter pasti pintar, itu
terjadi karena berbagai karakteristik (pengetahuan, pengalaman) yang melatarbelakangi
dirinya sehingga timbul persepsi demikian.
2. Karaktaristik target atau obyek (orang/sesuatu yang dipersepsikan). Misalnya persepsi
bahwa karyawan yang sering terlambat akan mendapatkan remunerasi yang lebih buruk
dibanding yang lebih rajin, terjadi karena memang karakter karyawan yang malas akan
mendapat ganjaran yang lebih sedikit dibanding yang rajin.
3. Situasi saat seseorang membuat persepsi, seperti: waktu, lokasi, suhu, dan sebagainya.
Misalnya: persepsi seseorang terhadap pesan yang diterima dapat mengandung
kesalahan bila berada pada ruangan dengan kebisingan dan keramaian yang tinggi.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
12
Proses Terjadinya Persepsi: Teori Atribut
Ilmu Perilaku hanya mempelajari persepsi seseorang terjadap obyek atau target yang
bergerak atau hidup yakni manusia. Hal ini disebabkan obyek yang tidak hidup (seperti mesin,
meja, gedung, kendaraan, dsb), tidak memiliki keyakinan, motivasi dan intensi.
Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan atau melatarbelakangi seseorang
menilai orang lain adalah Teori Atribut atau Attribution Theory. Teori ini menjelaskan
bagaimana seseorang menilai orang lain secara berbeda, dimana hal ini tergantung pada
pengertian yang diberikan terhadap atribut yang diberikan kepada perilaku target tertentu.
Penentuan ini ditentukan oleh tiga faktor yaitu 1) Faktor pembeda (distinctivesness); 2. Faktor
kesepakatan (consensus); dan 3) faktor konsistensi (consistency).
Ketiga faktor di atas terdiri dari dua macam penyebab yakni faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor penyebab internal berasal dari dalam diri individu yang dapat dikendalikan
oleh dirinya, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar orang tersebut yang mempengaruhi
penilaian terhadap orang lain.
Misalnya salah satu karyawan di perusahaan tempat Anda bekerja terlambat kerja. Jika
keterlambatan kerja tersebut menurut Anda karena dia melakukan aktivitas kuliah sambil
bekerja dan tadi malam mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam, maka hal ini disebut
dengan interpretasi internal. Namun jika Anda menilai keterlamatan tersebut karena ia
terjebak dalam kemacetan akibat adanya kecelakaan atau gangguan pada kereta commuter
line, maka penilaian ini disebut interpretasi eksternal.
Kembali kepada faktor penyebab persepsi, distinctiveness merupakan faktor yang
menjelaskan apakah perilaku seseorang berbeda pada berbagai situasi. Bila respon/perilaku
seseorang sama pada berbagai kondisi, hal ini disebut consensus. Kemudian bila perilaku
seseorang menunjukkan hasil/output yang hampir sama sepanjang waktu disebut dengan
consistency.
Menurut teori Atribut terdapat satu kondisi yang disebut dengan Fundamental
Attribution Error yakni situasi dimana penilai menganggap faktor eksternal tidak begitu
berperan (under estimate) atau faktor internal sangat berperan (over estimate). Misalnya
seorang manajer pemasaran Rumah Sakit beranggapan bahwa target yang tidak tercapai oleh
anak buanhnya disebabkan kemalasan mereka, padahal kenyataannya hal ini disebabkan RS
kompetitor memberikan layanan yang lebih inovatif. Terdapat pula kecenderungan seseorang
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
13
menempatkan kejadian-kejadian yang positif ke dalam faktor internal, dan kejadian-kejadian
negatif ke dalam faktor eksternal, hal ini disebut dengan Self-serving Bias. Misalnya manajer
yang selalu menyalahkan prosedur dan kondisi organisasi sebagai penyebab kegagalan, atau
pekerja yang menganggap dirinya tidak memilki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan.
REFERENSI
Andini, Rita (2006). Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional
terhadap Turnover Intention (Studi Kasus pada RS Roemani Muhammadiyah Semarang).
Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Ananda, Dinar Rizki dan Arik Prasetya (2016). “Analisis Implementasi Gaya Kepemimpinan Lintas Budaya
Ekspatriat Korea Selatan (Studi pada PT Krakatau Daedong Machinery Cilegon Banten)” dalam
Jurnal Administrasi Bisnis Vol.41 No.1 Desember 2016.
Argapati, Andi Kinarkas, Noer Bahry Noor, dan A. Indahwaty Sidin (2013). Gambaran Kepuasan Kerja
Perawat RS Stella Maris Makassar. Makasar: FKM Universitas Hasannudin.
Borkowski, Nancy (2011). Organizational Behavior in Health Care, 2nd edition. Canada: John and Bartlett
Budiono, Sugeng, Noermijati, dan Arief Alamsyah (2014). “Pengaruh Spiritualitas di Tempat Kerja
terhadap Turnover Intention Perawat melalui Komitmen Organisasional di RS Islam Unisma
Malang” dalam Jurnal Aplikasi Manajemen Vo;.12 No.4 Desember 2014
Cahyani, Ade S., Syahrir A. Pasinringi, dan Andi Zulkifli (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Jayapura. Makassar: FKM Universitas Hasannudin [tesis S2]
Darajat, Luthfah Nurfaizah dan Rosyidah (2012). “Hubungan Budaya Organisasi dengan Komitmen
Organisasi Perawat bagian Rawat Inap Kelas II dan III RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”
dalam Jurnal KesMas Vol.6 No.2 Juni 2012
Daryanto, Sheila Nalyansyah (2013). Dinamika Nilai Kerja: Studi Indigenous pada Karyawan yang
Bersuku Jawa di Pulau Jawa, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang 2013 [skripsi S1]
Etikariena, Arum (2014). “Perbedaan Kelelahan Kerja Berdasarkan Makna Kerja pada Karyawan” dalam
Jurnal Psikogenesis Vo. 2 No. 2 Juni 2014.
Hofstede, Geert (NA). “What About Indonesia” dalam Geert Hofstede’s personel website, diakses
tanggal 14 Mei 2017 dalam https://www.geert-hofstede.com/indonesia.html
Husaini, Husaini, Riska Awalia, dan Lenie Marlianae (2015). “Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan dan
Motivasi terhadap Kepuasan Kerja di Pelayanan Kesehatan RSUD Banjarbaru” dalam Buletin
Penelitian Kesehatan Vol.44 No.3 September 2016.
Ilma, Andi Tenri Sanna, Asiah Hamzah, dan Ridwan Amirrudin (2012). “Kepuasan Kerja Petugas
Kesehatan di Instalasi Rawat Inap RS Islam Faisal Makassar” dalam Jurnal Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Volume 1 Nomor 1 September 2012.
Johnpray, Paguh Raja dan Suharnomo (2015). Analisis Pengaruh Work-Family Supportive Supervisor
terhadap Job Involvement dan Job Satisfaction dengan Career Competencies sebagai Variabel
Intervening (Studi Kasus pada RS PGI Cikini Jakarta). Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
14
Kalalo, Chyntia Novita, Elly L. Sjattar, dan Rosdiana Natzir (2015). Hubungan Kompensasi dan Kepuasan
Kerja dengan Kinerja Perawat Melalui Motivasi di Ruang Rawat Inap RS Umum Bethesda
Tomohon. Makassar: FKM Universitas Hasannudin.
Kusuma, Rina Sari (2016). “Penggunaan Internet oleh Dosen Berdasarkan Gender dan Generasi” dalam
Jurnal Komuniti Vol. VIII No.1 Maret 2016.
Luntungan, Irving, Aida V.S. Hubeis, Euis Sunarti, dan Agus Maulana (2014). “Strategi Pengelolaan
Generasi Y di Industri Perbankan” dalam Jurnal Manajemen Teknologi Vol.13 No.2 2014.
Marcus, Stefanus Richard (2004). Pengaruh Komitmen Organisasional dan Keterlibatan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan Melalui Usaha Kerja (Studi Empirik pada Tenaga Perawat di Tiga RS di
Semarang). Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Mardiana, Inge, Aida V.S. Hubeis, dan Nurmala K. Panjaitan (2014). “Hubungan Kepuasan Kerja dengan
Turnover Intentions pada Perawat RS Dhuafa” dalam Jurnal Manajemen IKM Vol. 9 No.2
September 2014.
Nanditya, IF, Mohammad Mansur, dan Samsul Huda (2014). “Faktor Pembentuk Kepuasan Kerja Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit” dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol.28 No.1 2014.
Ningsih, Kori Puspita (2013). Hubungan Beban Kerja dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan di
Instalasi Rekam Medis RS Mata Dr. Yap Yogyakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammdiyah [skripsi S1]
Nurcahya, Andi dan Suryo Pratolo (2017). “Kinerja Pusat Pertanggungjawaban Rumah Sakit dalam
Perspektif Balance Scorecard” dalam Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit
Vol.6 No.1 Januari 2017.
Nurdin, Ridwan (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai di
RSUD Namlea Maluku. Makassar: FKM Universitas Hasannudin.
Purna, I Nyoman (2013). “Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi: Pengaruhnya terhadap Intensi
Keluar” dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Vol.02 No.12 2013.
Putra, Diaz Ridho (2015). Peran Personal Values terhadap Organizational Citizenship Behavior pada Andi
Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat. Bandung: Universitas Padjadjaran [tesis S2]
Robbins, Stephen P. (2003). Essentials of Organizational Behavior, 7th edition. NJ: Pearson Education.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. Essentials of Organizational Behavior, 12th edition. Pearson
Pulisher
Sahrah, Alimatus (NA). Organizational Citizenship Behavior ditinjau dari Kepuasan Kerja dan Jenis
Kelamin pada Perawat Rumah Sakit. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.
Sari, Meilinda, Noor Bahry Noor, dan Syahrir A. Pasinringi (2014). Hubungan Motivasi Kerja dengan
Kepuasan Perawat pada Unir Rawat Inap RSUD Majene. Makassar: FKM Universitas Hasannudin.
Sinewe, Dianra Frednory (2016). “Menguji Teori Motivasi 2 Faktor Herzberg pada Generasi Baby
Boomers dan Generasi X (Studi Kasus pada RSU Prof. Dr. V.L. Ratumbysang Manado)” dalam
Jurnal Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi Vol. 4 No.2 Juni 2016.
Susanti, Firoch Afrilia, dan Mulyaningsih (2013). “Sistem Penghargaan Meningkatkan Kepuasan Kerja
Perawat” dalam Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surabaya 2013.
Sutanto, Jimmy, Pinardi Darsono, dan Serli Wijaya (2016). “Analisa Ekspektasi Generasi Baby Boomers,
Generasi X, dan Generasi Y terhadap Atribut Meal Experience pada Restoran Keluarga di
Surabaya” dalam Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa Vol. 4 No.2 2016.
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM
15
Winipin, Komang Sri, I Made Pradana Adiputra, dan Gde Adi Yuniarta (2015). “Pengaruh Komitmen
Organisasi, Budaya Organisasi, dan Akuntabilitas Publi terhadap Kinerja Organisasi Publik pada
RSUD Buleleng” dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi S1 Vol.3 No.1 2015
Wolo, Petrus Dala (2015). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Perawat. Surakarta:
Universitas Muhammdiyah [tesis S2]