i
DAYA ANTIINFLAMASI
EKSTRAK ETANOLIK JAHE MERAH (Zingiber officinale Roxb.) DAN
KENCUR (Kaempferia galanga L.) PADA MENCIT PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Stephani Puspita Dewi
NIM : 068114098
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2010
ii
iii
iv
Jika ingin sukses milikilah mental juara. Seperti apa mental juara itu? Seorang
juara sejati akan terus berusaha meraih kemenangan hingga peluit tanda
pertandingan berakhir dibunyikan. Sebelum peluit berbunyi, seorang juara sejati
akan tetap memiliki pengharapan kuat untuk keluar sebagai pemenang, bahkan di
saat kelihatannya hal tersebut sangat mustahil.
Karya ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Alm. Papi Eddy Elyada Sutadi
Mami Jeanne Ratna Juniawati
Cece dan Koko
Semua yang mencintaiku
Teman dan Almamaterku tercinta
Tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha dengan keras
Pemenang bukanlah Pemimpin, tapi..yang bekerja keras itulah yang akan menjadi Pemimpin.
v
vi
PRAKATA
Puji Syukur dan terima kasih kepada Allah Bapa di Surga atas berkat,
rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “ Daya Antiinflamasi Ekstrak Etanolik Jahe Merah (Zingiber officinale
Roxb.) dan Kencur (Kaempferia galanga L.) pada Mencit Putih Jantan” sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.).
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapat banyak bantuan dan dukungan baik moril maupun spiritual dari
berbagai pihak yang berupa bimbingan, dorongan, pengarahan, saran maupun
sarana. Maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran,
dan pengarahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. Selaku dosen penguji yang telah
memberikan pendampingan, dukungan, saran, dan kritik yang membangun.
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan
pendampingan, dukungan, saran, dan kritik yang membangun.
5. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si, M.Pharm.,Apt., selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan pendampingan, dukungan, saran selama
melakukan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Alm. Papi Eddy Elyada Sutadi yang selalu mendoakan dan melindungi penulis
dari Surga.
vii
7. Mami Jeanne, Ce Lisa, Ce Ippi, Ce Lia, Ko Yongki, Ko Denny, Ko Afuk,
saudara-saudara penulis yang telah memberikan dukungan, perhatian dan doa
yang senantiasa menyertai penulis.
8. Om Chandra, Tante Angela dan Ko Leo yang selalu mendukung melalui doa,
perhatian, nasehat dan kasih sayang kepada penulis.
9. Teman-teman kost Providentia, Reni, Ivin, Erin, Lina, Putri, M’Olive, Afni,
Dudun, Devi, M’Tere, Iyu.
10. Teman-teman seperjuanganku selama di Laboratorium, geng Kunyit, geng
Temulawak, Pius, Wiwit, Eka, Micell, Tony, Boim, Angel, Dani, Ricky, Jefry,
Felix, Dewi.
11. Segenap staf laboran yang telah memberikan masukan, bantuan, kebersamaan
dan kerjasamanya selama penelitian.
12. Semua pihak dan teman-teman yang telah memberi dukungan yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Mei 2010
Penulis
viii
ix
INTISARI
Jahe merah dan kencur merupakan obat tradisonal untuk mengatasi penyakit inflamasi. Adanya kandungan gingerol pada jahe merah dan ethyl p-methoxycinnamate pada kencur maka dapat menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase dalam asam arakhidonat sehingga menyebabkan penurunan jumlah prostaglandin dan leukotrin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar daya antiinflamasi dan hubungan linieritas masing-masing dosis rimpang dalam meningkatkan % daya antiinflamasi serta mengetahui adanya kandungan gingerol pada jahe merah dan ethyl p-methoxycinnamate pada kencur.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Metode yang digunakan adalah metode Langford, et al., yang telah dimodifikasi. Pengukuran tebal udema kaki mencit menggunakan jangka sorong digital. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmorogorof-Smirnov, dilanjutkan analisis ANOVA satu arah taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe. Kemudian dilanjutkan lagi dengan uji Regresi Linier serta uji KLT-Densitometri.
Hasil daya antiinflamasi berturut-turut untuk ekstrak etanolik jahe merah dosis 107,5; 215; 430 mg/Kg sebesar 62,62%; 65,95%; 80,95%, sedangkan untuk ekstrak etanolik kencur dosis 112,84; 225,68; 451,36 mg/Kg sebesar 5,71%; 22,86%; 53,33%, serta Cataflam®D-50 sebesar 77,86%. Berdasarkan uji Regresi Linier semakin meningkatnya dosis masing-masing ekstrak etanolik maka dapat meningkatkan % daya antiinflamasi. Uji KLT ekstrak etanolik jahe merah diduga adanya kandungan gingerol dan uji KLT-Densitometri ekstrak etanolik kencur terbukti adanya ethyl p-methoxycinnamate pada kencur.
Kata kunci : Jahe merah, kencur, antiinflamasi, metode Langford yang
dimodifikasi.
x
ABSTRACT
Red ginger and galingal a traditional medicine for inflammatory diseases. That it contains gingerol in ginger and ethyl p-methoxycinnamate in galangal it can inhibit the activity of cyclooxygenase and lipoxygenase arachidonic acid resulting in a decrease of prostaglandins and leukotrienes. This study aimed to find out how much is antiinflammatory effect and linearity of the relationship of each dose of rhizomes in the % antiinflammatory effect and know that it contains gingerol in ginger and ethyl p-methoxycinnamate in galangal.
This research includes pure experimental studies of completely randomized one-way pattern design. The method used is the method of Langford, et al., which has been modified. Measurement of feet thick udema mice using the digital caliper. The data obtained were analyzed by Kolmorogorof-Smirnov test, one-way ANOVA analysis followed by level of 95% and the Scheffe test. Then proceed again with Linear Regression and TLC-densitometric testing.
The results showed that red ginger ethanolic extract at a dose of 107.5; 215; 430 mg /kg BW respectively 62.62%, 65.95%, 80.95%, whereas for the galangal ethanolic extract at a dose of 112.84; 225, 68; 451.36 mg /kg BW respectively 5.71%, 22.86%, 53.33%, and Cataflam ® D-50 is 77.86%. According to the linier regression’s result, the increment of dosage in each extract will cause the increment of anti-inflammatory effect. TLC test red ginger ethanolic extract suspected that it contains gingerol and TLC-densitometric testing galangal ethanolic extract proved the existence ethyl p-methoxycinnamate in galangal.
Key word : red ginger, galangal, anti-inflammatory, Langford’s method which
has been modified
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... viii
INTISARI ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I. PENGANTAR ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
1. Perumusan masalahan ........................................................... 3
xii
2. Keaslian karya ....................................................................... 4
3. Manfaat penelitian ................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 7
A. Jahe merah ..................................................................................... 7
1. Keterangan botani ................................................................. 7
2. Pertelaan ................................................................................ 7
3. Kandungan dan khasiat ......................................................... 8
B. Kencur ........................................................................................... 8
1. Keterangan botani ................................................................. 8
2. Pertelaan ................................................................................ 9
3. Kandungan dan khasiat ......................................................... 9
C. Maserasi ....................................................................................... 9
D. Inflamasi ....................................................................................... 10
1. Definisi .................................................................................. 10
2. Gejala .................................................................................... 11
3. Mekanisme ............................................................................ 12
E. Cataflam® D-50 (K-Diklofenak) ................................................... 15
F. Metode Uji Daya Antiinflamasi .................................................... 16
G. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................. 18
H. Landasan Teori .............................................................................. 19
I. Hipotesis ....................................................................................... 19
xiii
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................... 20
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................ 20
1. Variabel penelitian .................................................................. 20
2. Definisi operasional ................................................................ 21
C. Bahan dan Alat Penelitian .............................................................. 22
1. Bahan ...................................................................................... 22
2. Alat .......................................................................................... 22
D. Tata Cara Penelitian ....................................................................... 23
1. Pengumpulan, pengeringan, dan penyerbukan rimpang jahe
merah dan kencur .................................................................... 23
2. Determinasi tanaman ............................................................... 23
3. Pengumpulan ekstrak etanolik jahe merah dan kencur ........... 23
4. Penyiapan hewan uji ............................................................... 24
5. Pembuatan larutan karagenin 1% ............................................ 25
6. Penetapan dosis ....................................................................... 25
a. Penentuan dosis karagenin ................................................ 25
b. Penentuan dosis Cataflam® D-50 ...................................... 25
c. Penentuan dosis rimpang jahe merah ................................ 25
d. Penentuan dosis rimpang kencur ....................................... 26
e. Orientasi rentang waktu pengukuran kaki setelah injeksi
karagenin 1% .................................................................... 26
xiv
f. Orientasi waktu pemberian Cataflam® D-50 ..................... 26
g. Orientasi dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur ... 27
h. Perlakuan hewan uji .......................................................... 27
i. Uji kualitatif minyak atsiri jahe merah dan kencur
secara KLT ........................................................................ 28
E. Analisis Hasil ................................................................................. 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 30
A. Hasil Pengumpulan, Pengeringan, dan Penyerbukan Rimpang
Jahe merah dan Kencur ................................................................. 30
B. Hasil Determinasi Tanaman Jahe merah dan Kencur ................... 31
C. Hasil Pengumpulan Ekstrak Etanolik Jahe merah dan Kencur ..... 31
D. Uji Pendahuluan ............................................................................ 32
1. Orientasi rentang waktu pengukuran kaki setelah injeksi
karagenin 1% secara subplantar ............................................ 32
2. Orientasi rentang waktu pemberian Cataflam® D-50 ............ 35
3. Orientasi dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur ........ 37
E. Hasil Uji Daya Antiinflamasi Ekstrak Etanolik Jahe merah
dan Kencur .................................................................................... 41
F. Hasil Uji Hubungan Linieritas Ekstrak Etanolik Jahe merah dan
Kencur terhadap Daya Antiinflamasi ............................................ 54
G. Hasil Uji Kualitatif dan Kuantitatif Minyak atsiri Ekstrak
Etanolik Jahe merah dan Kencur secara KLT ............................. 57
xv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 60
A. Kesimpulan ................................................................................... 60
B. Saran ............................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................... 65
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 111
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil determinasi rimpang jahe merah dan kencur oleh CV Merapi Farma Herbal ............................................................. 31
Tabel II. Perbedaan pengumpulan ekstrak etanolik jahe merah dan kencur ........................................................................................... 31 Tabel III. Rata- rata tebal udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar pada rentang waktu tertentu, beserta hasil uji Scheffe .......................................................................................... 34 Tabel IV. Rata- rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian Cataflam® D-50 dalam waktu pemberian yang berbeda, beserta hasil uji Scheffe ................................................................ 36 Tabel V. Rata- rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian ekstrak etanolik jahe merah pada rentang waktu tertentu, beserta hasil uji Scheffe ............................................................................. 40 Tabel VI. Rata- rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian ekstrak etanolik kencur pada rentang waktu tertentu, beserta hasil uji Scheffe ............................................................... 41 Tabel VII. Hasil tebal udema kaki mencit, persentase daya antiinflamasi, dan uji Scheffe pada perlakuan ekstrak etanolik jahe merah beserta kontrolnya ........................................................................ 47 Tabel VIII. Hasil tebal udema kaki mencit, persentase daya antiinflamasi, dan uji Scheffe pada perlakuan ekstrak etanolik kencur beserta kontrolnya .................................................................................... 48
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Metabolit asam arakhidonat dan pengaruhnya pada respon inflamasi akut ............................................................................. 14 Gambar 2. Struktur Cataflam® D-50 ............................................................. 15
Gambar 3. Pembagian kelompok hewan uji untuk orientasi dan perlakuan .. 27
Gambar 4. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1 % subplantar pada rentang waktu tertentu .... 33
Gambar 5. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian Cataflam® D-50 dalam waktu yang berbeda .............. 35 Gambar 6. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat perlakuan jahe merah dan kencur dibanding dengan kontrol positif dan negatif pada rentang waktu tertentu ............................ 39 Gambar 7. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat perlakuan jahe merah dan kencur dalam 3 peringkat dosis beseta kontrolnya .......................................................................... 45 Gambar 8. Diagram batang rata-rata persen daya antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam 3 peringkat dosis beseta kontrolnya ..................................................................................... 46 Gambar 9. Struktur 6- Gingerol, n=4 ............................................................. 51
Gambar 10.Struktur ethyl p-methoxycinnamate ............................................. 53
Gambar 11.Grafik hubungan linieritas dosis I, II, III ekstrak etanolik jahe merah dengan meningkatnya persen daya antiinflamasi .............. 55
Gambar 12.Grafik hubungan linieritas dosis I, II, III ekstrak etanolik kencur
dengan meningkatnya persen daya antiinflamasi ......................... 56 Gambar 13.Hasil kromatogram ekstrak etanolik jahe merah dan kencur ........ 59
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat Kalibrasi Digital Caliper merek “Mitutoyo 04023431” ................................................................ 65 Lampiran 2. Surat Keterangan Pembelian Mencit di LPPT-Universitas Gajah Mada ( UGM ) ................................................................ 67 Lampiran 3. Surat Pengesahan Identifikasi Tanaman Jahe merah dan kencur ........................................................................................ 68 Lampiran 4. Foto Tanaman Jahe merah dan Kencur ...................................... 69 Lampiran 5. Foto Rimpang basah dan serbuk Jahe merah dan Kencur .......... 70 Lampiran 6. Foto Larutan Stok Ekstrak Etanolik Jahe merah dan Kencur..... 71 Lampiran 7. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ethyl p-methoxy cinnamate dari ekstrak etanolik kencur. ..................................... 72 Lampiran 8. a. Skema kerja orientasi rentang waktu pengukuran kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1%. ................................ 73 b. Perhitungan dosis karagenin 1% .......................................... 73 Lampiran 9. a. Skema kerja orientasi pemberian Cataflam® D-50 dalam rentang waktu tertentu ........................................................... 74 b. Perhitungan dosis Cataflam®D-50 ......................................... 74 Lampiran 10. a. Skema kerja orientasi pemberian ekstrak etanolik jahe merah dan kencur ................................................................. 75 b. Perhitungan dosis ekstrak etanolik jahe merah ................... 75 c. Perhitungan dosis ekstrak etanolik kencur ........................... 77 Lampiran 11. Skema kerja pemberian ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis ............................................. 79 Lampiran 12. Data orientasi tebal udema kaki mencit pada rentang waktu tertentu setelah injeksi karagenin 1% subplantar............ 80
xix
Lampiran 13. Data orientasi tebal udema kaki mencit akibat perlakuan Cataflam® D-50 pada rentang waktu tertentu ...... 81 Lampiran 14. Data orientasi tebal udema kaki mencit akibat pemberian Ekstrak etanolik jahe merah dan kencur .................................. 82 Lampiran 15. Data tebal udema kaki mencit akibat pemberian ekstrak Etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis beserta kontrolnya .................................................................... 83 Lampiran 16. Data hasil perhitungan % daya antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis beserta kontrolnya .................................................................... 84 Lampiran 17. Hasil ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi rentang waktu pengukuran kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% beserta hasil uji ................................................. 85 Lampiran 18. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi pemberian Cataflam® D-50 pada rentang waktu tertentu ............................................................ 88 Lampiran 19. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi pemberian ekstrak etanolik jahe merah dosis 2107,5 mg/Kg BB ; 430 mg/Kg BB dan kencur dosis 112,84 mg/Kg BB ; 451,36 mg/Kg BB beserta kontrolnya ..... 91 Lampiran 20. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji scheffe % DA perlakuan ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya 99 Lampiran 21. Hasil uji linieritas ekstrak etanolik jahe merah dan kencur terhadap peningkatan % daya antiinflamasi ............................ 107
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon pada jaringan-jaringan
hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati. Inflamasi saat
ini telah menjadi masalah utama penanganan sakit di masyarakat. Untuk
masyarakat yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan terpaksa menggunakan cara
tradisional yaitu dengan memarut dan menempelkan ampas serta merebus
simplisia atau menyeduh serbuk yang secara turun-temurun berkhasiat dalam
menangani inflamasi atau peradangan tersebut. Cara tersebut sangat tidak praktis
karena dalam penggunaannya tanaman tersebut memerlukan perlakuan terlebih
dahulu dengan memarut, selain itu juga ampas dan simplisia lebih tidak stabil atau
tidak tahan lama sehingga mudah rusak.
Tanaman yang digunakan untuk pengobatan inflamasi tersebut secara
tradisional adalah kencur dan jahe merah. Kandungan rimpang kencur yaitu
minyak atsiri sebesar 2,5-4% dengan komponen ethyl p-methoxycinnamate (50%),
etil sinamat (13-15%), n-pentadekan (9-22%), asam transinamat, p-metoksistiren,
asam p-komarik, borneol, kampen (Kardono, Artanti, Dewiyanti, Basuki, 2003),
sedangkan untuk kandungan rimpang jahe merah yaitu minyak atsiri sebesar 1-3%
dengan komponen zingiberen, seskuipeladren, beta-bisabolon dan oleoresin
sebesar 1-2,5% dengan komponen gingerol dan sogaol (Mills dan Bone, 2000).
Gingerol dalam rimpang jahe merah dan ethyl p-methoxycinnamate dalam
rimpang kencur merupakan senyawa aktif yang bertanggungjawab
2
dalam proses inflamasi yaitu penghambatan aktivitas siklooksigenase dan
lipoksigenase dalam asam arakhidonat sehingga menyebabkan penurunan jumlah
prostaglandin dan leukotrien (Anonim, 2003; Mills dan Bone, 2000)
Pemanfaatan rimpang jahe merah dan kencur di pasaran pada umumnya
berupa serbuk dan simplisia kering, yang dibuat minuman sebagai penghilang
bengkak, penghangat tubuh, dapat juga untuk mengatasi masuk angin. Di pasaran
kemungkinan belum ada yang memanfaatkan jahe merah dan kencur sebagai obat
antiinflamasi dalam bentuk ekstrak etanolik. Oleh karena itu diperlukan penelitian
untuk memperluas penggunaan tanaman jahe merah dan kencur sebagai obat
antiinflamasi dengan membuat sediaan yang diharapkan lebih praktis dan dapat
langsung digunakan masyarakat yaitu ekstrak kental etanolik. Keunggulan ekstrak
daripada simplisia, yaitu kandungan kimianya tinggi, lebih mudah distandarisasi,
lebih stabil dan ringkas, lebih fleksibel (luwes atau lentur) untuk diolah menjadi
bentuk sediaan yang diinginkan.
Atas dasar kenyataan di atas, adanya kandungan gingerol pada jahe merah
dan ethyl p-methoxycinnamate pada kencur yang memiliki daya antiinflamasi,
maka jahe merah dan kencur sangat menarik untuk diteliti sebagai alternatif
pengobatan antiinflamasi secara oral karena penggunaan secara oral lebih praktis
dibanding dengan memarut dan menempel ampas secara langsung.
Mengingat adanya berbagai macam obat antiinflamasi non-steroid
(OAINS) seperti Cataflam®D-50 (K-Diklofenak) yang berdasarkan beberapa
survei, menimbulkan beberapa keluhan, terutama yang berkaitan dengan saluran
3
pencernaan (Anonim, 2009). Maka, peneliti memilih obat tradisional sebagai
alternatif yang dapat mengurangi efek samping tersebut.
Untuk itulah dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah
ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dapat mengurangi gejala inflamasi
sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti OAINS seperti
Cataflam®D-50 dan juga mengetahui seberapa besar kemampuan kedua ekstrak
etanolik tersebut dalam mengurangi gejala inflamasi serta mengetahui hubungan
linieritas dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam meningkatkan %
daya antiinflamasi.
Berdasarkan tujuan di atas, kemampuan antiinflamasi ekstrak etanolik
dalam mengurangi gejala inflamasi dapat diperoleh dengan mengukur tebal
udema menggunakan metode dari Mahmood, Aorahman, Tariq, dan Hussain,
(2009) di mana pengukurannya menggunakan jangka sorong digital. Melalui
pengukuran tersebut dihitung dengan Metode Langford, et al., (1972)
termodifikasi untuk mendapat % daya antiinflamasi, dilanjutkan dengan pengujian
secara statistika dengan taraf kepercayaan 95%.
1. Perumusan masalah
a. Apakah ekstrak etanolik jahe merah dan kencur mempunyai daya
antiinflamasi ?
b. Seberapa besar daya antiinflamasi dari ekstrak etanolik jahe merah dan
ekstrak etanolik kencur ?
c. Apakah ada hubungan linieritas antara dosis ekstrak etanolik jahe merah
dan kencur dengan meningkatnya % daya antiinflamasi?
4
d. Apakah gingerol terdapat dalam ekstrak etanolik jahe merah sedangkan
ethyl p- methoxycinnamate terdapat dalam ekstrak etanolik kencur ?
2. Keaslian karya
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian
Daya Antiinflamasi Ekstrak Etanolik Jahe merah (Zingiber officinale Roxb.)
dan Kencur (Kaempferia galanga L.) pada Mencit Putih Jantan yang sudah
pernah dilakukan antara lain berdasarkan Pumiyuki, Shibuya, Sankawa,
(1982) melaporkan ekstrak metanolik jahe memiliki kemampuan
penghambatan terhadap biosintesis prostaglandin. Raji, Udoh, Oluwadara,
Akinsomisoye, Awobajo, Adeshoga, (2002) melaporkan ekstrak etanolik jahe
yang diinjeksikan secara intraperitonial pada dosis 50 dan 100 mg/Kg
memiliki kemampuan menghambat mediator inflamasi akibat penginduksian
karagenin 1%, sedangkan John, (2006) melaporkan pada dosis 50-800 mg/Kg,
akibat penginduksian dengan telur putih yang mengandung albumin di mana
kedua penelitian tersebut pengukuran udemanya menggunakan metode
penimbangan kaki mencit. Tanasorn, et al., (2007) melaporkan ekstrak
metanolik kencur dengan menggunakan fase gerak heksan:etil asetat (70:30)
memiliki komponen utama etil sinamat. Perbedaan penelitian yang dilakukan
oleh penulis dengan penelitian sebelumnya adalah untuk mengetahui daya
antiinflamasi dari ekstrak etanolik jahe merah dan kencur secara oral dan
sebagai kontrol positifnya digunakan Cataflam®D-50 (K- Diklofenak),
kemudian pengukuran udema dengan menggunakan jangka sorong digital.
5
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis.
Untuk menambah informasi tentang kemampuan antiinflamasi rimpang
jahe merah dan kencur.
b. Manfaat metodologis.
Menambah informasi tentang metode pengukuran tebal udema dengan
jangka sorong digital yang dapat digunakan untuk mengetahui daya
antiinflamasi antara ekstrak etanolik jahe merah dan kencur.
c. Manfaat praktis.
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai dosis efektif
ekstrak etanolik jahe merah dan kencur secara oral sebagai antiinflamasi
dari obat tradisional.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif pengobatan
tradisional secara oral terhadap penyakit inflamasi/radang dengan
menggunakan ekstrak etanolik jahe merah (Zingiber officinale Roxb.) dan
kencur (Kaempferia galanga L.) yang diduga dapat mengatasi inflamasi atau
peradangan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui daya antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah (Zingiber
officinale Roxb.) dan kencur (Kaempferia galanga L.) pada mencit putih
jantan.
6
b. Mengetahui seberapa besar daya antiinflamasi ekstrak etanolik jahe
merah (Zingiber officinale Roxb.) dan kencur (Kaempferia galanga L.).
c. Mengetahui hubungan linieritas antara dosis ekstrak etanolik jahe merah
(Zingiber officinale Roxb.) dan kencur (Kaempferia galanga L.) dalam
meningkatkan % daya antiinflamasi.
d. Mengetahui adanya kandungan gingerol dalam ekstrak etanolik jahe
merah (Zingiber officinale Roxb.) dan ethyl p-methoxycinnamate dalam
ekstrak etanolik kencur (Kaempferia galanga L.).
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Jahe merah (Zingiber officinale Roxb.)
1. Keterangan botani
Jahe merah (Zingiber officinale Roxb.) merupakan anggota famili
Zingiberaceae, dengan nama ginger (Inggris) dan jahe (Indonesia). Jahe
merah mudah tumbuh di tempat yang terbuka sampai tempat yang agak
ternaung, misalnya kebun atau pekarangan. Tanaman ini juga dapat tumbuh
di tanah yang padat, kering atau gembur dengan ketinggian 0-900 m di atas
permukaan laut. Jahe merah banyak dijumpai di negara tropis dan subtropis
(Anonim, 1978; Anonim, 1999).
2. Pertelaan
Jahe merah merupakan tanaman herba tegak dengan tinggi 30–60 cm.
Tanaman ini berbatang semu, beralur, berwarna hijau. Daun tunggal berwarna
hijau tua. Helai daun berbentuk lanset, tepi rata, ujung runcing dan
pangkalnya tumpul. Panjang daun 20–40 cm dan lebarnya 2–4 cm. Bunga
majemuk, berbentuk bulir dengan tangkai sepanjang 25 cm yang berwarna
hijau kemerahan. Kelopak bunga berbentuk tabung bergerigi tiga. Mahkota
bunga berbentuk corong, panjangnya 2–2,5 cm berwarna ungu. Buah kotak
berbentuk bulat sampai bulat panjang berwarna coklat. Biji bulat berwarna
hitam. Akar serabut berwarna putih kotor. Rimpangnya bercabang-cabang,
tebal dan agak melebar (tidak silindris), serta berwarna kuning pucat. Bagian
dalam rimpang berserat agak kasar , berwarna kuning muda dan ujungnya
8
merah muda. Rimpang berbau khas dan rasanya pedas menyegarkan (Anonim,
1978).
3. Kandungan dan khasiat
Rimpang jahe merah mengandung minyak atsiri dengan komponen
utama zingiberen dan zingiberol, oleoresin dengan komponen utama gingerol
± 1-3 %. Oleoresin merupakan campuran homogen antara minyak atsiri dan
resin, di mana kemampuannya untuk menguap kurang dibandingkan dengan
minyak atsiri murni (Obie, 2009). Gingerol merupakan senyawa fenol yang
memiliki khasiat sebagai antiinflamasi (Sudarsono, et al., 1996, Mills dan
Bone, 2000).
B. Kencur ( Kaempferia galanga L. )
1. Keterangan botani
Kencur (Kaempferia galangal L.) merupakan anggota famili
Zingiberaceae, dengan nama galangal (Inggris) dan kencur (Indonesia).
Tumbuh subur di daerah tropis, di daerah yang banyak turun hujan, di dataran
rendah sampai pegunungan. Tumbuh subur pada tanah yang berwarna hitam
dan berpasir, di tempat yang sedikit terlindung. Banyak dibudidayakan di
Indonesia, terutama di pulau Jawa (Anonim, 1977).
2. Pertelaan
Terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi, lebih kurang 20
cm. Tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau dengan pinggir
merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar sampai bundar,
9
panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai berlekuk, dan tepinya
rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu, sedangkan bagian bawah
berbulu halus tangkai daun pendek, berukuran 3-10 cm, pelepah terbenam
dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih. Bunga tunggal, bentuk
terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm. Benang sari panjang sekitar 4 mm,
berwarna kuning. Putik berwarna putih atau putih keunguan. Akar serabut
berwarna coklat kekuningan. Rimpang pendek berwarna coklat, berbentuk jari
dan tumpul. Bagian luarnya seperti bersisik. Daging rimpang tidak keras,
rapuh, mudah patah dan bergetah.Berbau harum dengan rasa pedas yang khas
(Anonim, 1977).
3. Kandungan dan khasiat
Rimpang kencur mengandung senyawa-senyawa polifenol dan minyak
atsiri (2,4-3,9 %) (Kardono, et al., 2003). Ekstrak rimpang kencur berupa
cairan jernih, berbau khas kencur. Rimpang kencur dapat digunakan sebagai
obat antiinflamasi karena diduga adanya kandungan ethyl p-
methoxycinnamate sebagai komponen paling utama (Anonim, 2003).
C. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dengan bantuan
penggojogan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan yang di luar sel,
maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi berulang
10
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan yang di luar sel dan di
dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol
(Anonim, 1987).
Metode maserasi dipilih karena metode tersebut sangat sederhana di mana
serbuk dari masing-masing tanaman direndam dan digojog dengan alat yang
disebut dengan maserator sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Selain itu
juga metode maserasi dipilih karena tidak membutuhkan panas akibat sifat dari
senyawa aktif termasuk oleoresin, di mana tidak memerlukan pemanasan untuk
menarik senyawa aktif yang terkandung dalam kedua rimpang. Adapun pelarut
yang digunakan disesuaikan dengan senyawa yang diinginkan seperti jahe merah
menggunakan etanol 70% sedangkan kencur menggunakan etanol 95%. Pemilihan
pelarut ini didasarkan keselektifitasannya dalam menarik senyawa yang
diinginkan, mudah diperoleh, bereaksi netral, tidak mudah terbakar, tidak
mempengaruhi zat aktif dan juga tingkat keamanan dari pelarut tersebut bilamana
ada sisa selama proses penguapan berlangsung.
D. Inflamasi
1. Definisi
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon jaringan luka. Luka ini
biasanya disebabkan reaksi kimia, reaksi fisika, infeksi dengan mikroorganisme
atau parasit. Hal ini ditandai dengan meningkatnya aliran darah, meningkatnya
suhu, merah, membengkak dan nyeri (Anonim, 2007).
11
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan dimana tubuh
berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan perbaikan jaringan, ketika
proses inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler di mana cairan, elemen-
elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera
jaringan atau infeksi berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi
(Setyarini, 2009).
2. Gejala
Gejala reaksi radang dapat diamati; pemerahan (rubor), panas meningkat
(calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor) dan gangguan fungsi
(fungsiolaesa). Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah
yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh vaskuler, gangguan
keluarnya plasma darah (ekdusasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya
pembuluh kapiler dan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1986). Tanda-
tanda utama radang:
Warna kemerahan (rubor), Jaringan yang mengalami radang akut tampak
berwarna merah, seperti pada kulit terkena sengatan matahari, selulitas karena
infeksi bakteri atau konjungtivitas akut. Warna kemerahan ini akibat adanya
dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan (Setyarini,
2009).
Panas (calor), Peningkatan suhu banyak tampak pada bagian perifer (tepi),
seperti pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh meningkatnya aliran
darah melalui daerah tersebut mengakibatkan sistem vaskuler dilatasi dan
12
mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik sebagai
hasil dari beberapa mediator kimiawi, proses radang juga ikut meningkatkan
temperatur lokal (Setyarini, 2009).
Bengkak (tumor), pembengkakan sebagai hasil adanya udema merupakan
suatu akumulasi cairan dalam rongga ekstra vaskuler yang merupakan bagian dari
cairan eksudat dan dalam jumlah sedikit kelompok sel radang yang masuk dalam
darah tersebut (Setyarini, 2009).
Nyeri (dolor), pada radang akut rasa sakit merupakan salah satu gambaran
yang dikenal baik oleh penderita rasa sakit sebagian disebabkan oleh regangan
atau distorsi jaringan akibat udema dan terutama karena adanya tekanan di dalam
rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk,
prostaglandin, dan serotonin diketahui juga menyebabkan rasa sakit (Setyarini,
2009).
Gangguan fungsi (fungsiolaesa), merupakan konsekuensi dari suatu proses
radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik dilakukan secara langsung
atau reflek akan mengalami hambatan rasa sakit. Pembengkakan yang hebat
secara fisik mengakibatkan kurangnya gerak jaringan (Setyarini, 2009).
3. Mekanisme
Kerusakan sel yang menyertai peradangan menyebabkan pelepasan enzim
lisosom dari leukosit melalui kerja atas membran sel, kemudian asam arakhidonat
dilepaskan dari senyawa precursor oleh fosfolipase. Enzim siklooksigenase
merubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan. Lipoksigenase
ialah enzim yang merubah asam arakhidonat menjadi leukotrien. Leukotrien
13
mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil, neutrofil dan makrofag
yang mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas
vaskuler (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).
Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan (tromboksan, leukotrien,
asamhidroksieikosatetraenoat/HETE) diproduksi dalam jumlah kecil oleh semua
jaringan. Umumnya bekerja lokal pada jaringan tempat prostaglandin tersebut
disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya
(Mycek, et al., 2001).
Metabolisme asam arakhidonat berlangsung melalui salah satu dari dua
jalur utama, yaitu sesuai dengan enzim yang mencetuskan reaksi :
a) jalur siklooksigenase (COX)
Mula-mula dibentuk suatu endoperoksida siklik prostaglandin G2
(PGG2), yang kemudian dikonversi menjadi prostaglandin H2 (PGH2) oleh
peroksidase. PGH2 sendiri sangat tidak stabil, lalu membentuk prostasiklin
(PGI2) dan Tromboksan (TXA2), prostaglandin D2 (PGD2), prostaglandin E2
(PGE2), prostaglandin F2 (PGF2). Aspirin dan agen antiinflamasi non steroid
(AINS) seperti indometasin menghambat siklooksigenase dan karena itu
menghambat sintesis prostaglandin (Chandrasoma dan Taylor, 1995).
b) jalur lipoksigenase
Reaksi awal pada jalur ini ialah adanya tambahan gugus hidroperoksi
pada posisi karbon 5-, 12-, 15- yang oleh enzim masing-masing membentuk
lipoksigenase-5, lipoksigenase-12, lipoksigenase-15. Lipoksigenase-5
merupakan enzim utama neutrofil dan metabolit-metabolit hasil kerjanya
14
berciri khas. Derivat 5-hidroperoksi asam arakhidonat yang disebut 5-
HPETE, sangat tidak stabil dan direduksi sebagai 5-HETE (yang bekerja
kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan leukotrien.
Leukotrien pertama yang dihasilkan dari 5-HPETE disebut leukotrien A4
(LTA4), kemudian oleh hidrolisis enzim membentuk leukotrien B4 (LTB4)
atau leukotrien C4 (LTC4) dengan penambahan glutation. Leukotrien C4
(LTC4) diubah menjadi leukotrien D4 (LTD4) dan akhirnya menjadi
leukotrien E4 (LTE4). Leukotrien B4 merupakan agen kemotaksis kuat dan
menyebabkan agregasi neutrofil. Leukotrien C4 dan LTD4 menyebabkan
vasokonstriksi, spasmus bronkus dan meningkatkan permeabilitas vascular
( Chandrasoma dan Taylor, 1995).
15
Gambar 1. Metabolit asam arakhidonat dan pengaruhnya pada respon inflamasi akut (Chandrasoma dan Taylor, 1995)
E. Cataflam® D-50 ( K-Diklofenak )
Cataflam®D-50 merupakan diklofenak bebas asam 50 mg/tablet dispersibel
yang diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek inflamasi dan nyeri,
oesteroartritis, gout, reumatik artikuler. Dosis awal 2-3 tablet sehari, untuk kasus
sedang dan anak diatas 14 tahun 2 tablet sehari (Anonim, 2009).
16
Cataflam merupakan turunan dari asam benseasetat dengan nama kimia 2-
[(2,6-dichlorophenyl)amino] benzeneacetic acid (C14H10Cl2NKO2). Strukturnya
yaitu
Gambar 2. Struktur Cataflam 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino] benzeneacetic acid
Cataflam® D-50 merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yang mampu
menghambat antiinflamasi, analgesik dan antipiretik dalam model hewan.
Mekanisme aksi dari Cataflam seperti OAINS lainnya yaitu menghambat proses
pelepasan sintesis prostaglandin (Anonim, 2009).
F. Metode Uji Daya Antiinflamasi
Metoda pengujian aktivitas antiinflamasi suatu bahan calon obat dilakukan
berdasarkan pada kemampuan obat uji mengurangi atau menekan derajat udema
yang diinduksi pada hewan percobaan. Ada berbagai macam teknik pengujian
yang telah diperkenalkan untuk mengevaluasi antiinflamasi. Perbedaan di antara
metoda-metoda pengujian tersebut terletak pada cara menginduksi udema pada
hewan percobaan yaitu induksi secara kimia (menggunakan berbagai bahan kimia
dan berbagai cara pemberian induktor), secara fisika (penyinaran radiasi
ultraviolet), secara mekanik dan induksi oleh mikroba (Anonim, 1991).
Adapun metoda yang akan digunakan dalam penelitian ini metode
Langford, et al., termodifikasi yaitu dengan menginduksi pada hewan uji berupa
17
mencit dilakukan dengan cara penyuntikan subplantar pada telapak kaki mencit,
suatu senyawa iritan yang dapat menimbulkan radang yaitu karagenin. Bahan uji
diberikan 1 jam sebelum penyuntikan suspensi karagenin 1% dalam NaCl
fisiologis. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki
hewan uji.
Adapun rumus aslinya adalah sebagai berikut :
Daya antiinflamasi (%) = �𝑈𝑈−𝐷𝐷𝐷𝐷� 𝑥𝑥 100 %
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan) D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan) Karena prosentase daya anti-inflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema
menghasilkan > 100% maka rumus di atas diubah menjadi sebagai berikut:
Daya antiinflamasi (%) = �𝑈𝑈−𝐷𝐷𝑈𝑈� 𝑥𝑥 100 %
Keterangan:
U = rata-rata bobot kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata bobot kaki kelompok normal (tanpa perlakuan) D = rata-rata bobot kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata bobot kaki kelompok normal (tanpa perlakuan)
Letak perbedaannya adalah bahwa pada metode Langford,et al., persen
(%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil selisih rata-rata berat
kaki kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan
dibandingkan dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada
cara perhitungan yang digunakan adalah persen (%) daya antiinflamasi kelompok
perlakuan merupakan hasil perbandingan selisih rata-rata berat kaki kelompok
18
karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan
rata-rata berat kaki kelompok karagenin. Kedua cara perhitungan ini sama-sama
dapat memberikan hasil negatif (-) bila harga U < D. Selain itu juga letak
perbedaan pada pengukuran udema untuk mengetahui daya antiinflamasi tidak
menggunakan pemotongan kaki dan ditimbang, namun diukur menggunakan
jangka sorong digital.
Pengukuran tebal udema ini mengadopsi dari Mahmood, et al., (2009) di
mana pengukurannya terletak pada ketebalan kaki mencit (dari telapak kaki
mencit dengan posisi jangka sorong vertikal).
Adapun metode lain yang dapat digunakan untuk pengukuran tebal kaki
mencit yang telah diinduksi dengan zat inflamatogen karagenin yaitu mengukur
luas permukaan kaki mencit (panjang x lebar) menggunakan jangka sorong
(Tohda, Nakayama, Hatanaka, Komatsu, 2006). Kelemahan dari metode ini
adalah tidak dapat diketahuinya tebal udema yang sebenarnya karena hanya
diukur melalui telapak kaki mencit saja, padahal udema jelas nampak pada bagian
atas permukaan kaki mencit.
G. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah metoda pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan,
yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah,
berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan
ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok,
19
pemisahan terjadi selama pengembangan (Stahl, 1985). Fase diam yang umum
digunakan adalah silica gel, alumina, selulosa (Sastrohamidjojo, 1991).
Fase gerak yang digunakan berupa cairan dan pemilihannya tergantung
dari tingkat kepolaran senyawa yang akan dipisahkan (Stahl, 1985). Reagen
pendeteksi yang dipakai misalnya untuk mengetahui gingerol digunakan vanilin-
sulphuric acid reagent (Wagner, 1996).
H. Landasan Teori
Ekstrak etanolik jahe merah mengandung senyawa gingerol sedangkan
kencur mengandung ethyl p-methoxycinnamate yang mampu menghambat
aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase dalam asam arakhidonat sehingga
menyebabkan penurunan jumlah prostaglandin dan leukotrien (Anonim, 2000;
Kardono, et al., 2003).
I. Hipotesis
Ekstrak etanolik jahe merah dan kencur mempunyai daya antiinflamasi
dengan cara menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase dalam asam
arakhidonat. Dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur memiliki hubungan
linieritas dalam meningkatkan % daya antiinflamasi. Ekstrak etanolik jahe merah
mengandung gingerol sedangkan ekstrak etanolik kencur mengandung ethyl-p
methoxycinnamate.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental murni
menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah dosis ekstrak etanolik jahe merah
dan kencur yang diberikan pada mencit putih jantan yang mengalami radang
buatan dengan larutan karagenin 1% pada waktu pengukuran tertentu.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tebal udema pada kaki mencit
yang mengalami radang buatan dengan larutan karagenin 1%.
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel yang dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah :
1) Mencit yang digunakan adalah mencit jantan, galur Swiss
2) Umur mencit jantan yang digunakan adalah 2-3 bulan
3) Berat badan mencit jantan yang digunakan adalah 20-30 gram
4) Suhu ruangan mencit selama proses penelitian berlangsung 23°±2°C
5) Makanan mencit yang diberikan adalah 10% dari berat badan mencit
6) Proses aklimitisasi selama 2 minggu sejak pembelian mencit
21
7) Kondisi hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah sehat.
d. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah :
1) Waktu pengumpulan rimpang oleh petani selama musim penghujan dan
kemarau.
2) Waktu panen tanaman jahe merah dan kencur berkisar 2-3 bulan
3) Panjang dan lebar kaki mencit
2. Definisi operasional
b. Uji daya antiinflamasi
adalah uji dengan menggunakan mencit jantan galur Swiss sebagai hewan uji
yang telah diberikan ekstrak etanolik jahe merah dan kencur secara oral,
kemudian diradangkan telapak kakinya dengan karagenin 1% dan diukur
tebal udema yang terbentuk menggunakan jangka sorong digital, lalu
dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif.
c. Ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
adalah ekstrak yang diperoleh dengan cara maserasi serbuk kering jahe merah
dan kencur dengan pelarut ethanol selama 6 jam kemudian didiamkan hingga
24 jam, proses diulang 2 kali yang kemudian maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan bantuan rotari evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
jahe merah dan kencur.
22
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
a. Hewan uji : mencit jantan galur Swiss dengan usia 2-3 bulan, bobot badan
20-30 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu (LPPT-UGM), Yogyakarta.
b. Bahan uji: Jahe merah (Zingiber officinale Roxb.) dan Kencur
(Kaempferia galanga L.) diperoleh dari Merapi Farma, Yogyakarta.
c. Zat inflamatogen : karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.) diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USD.
d. Pensuspensi karagenin : NaCl 0,9% fisiologis dari Apotik Kimia Farma,
Yogyakarta
e. Pelarut Ethanol 96% : larutan etanol (teknis), yang diperoleh dari Alfa
Kimia, Yogyakarta.
f. Kontrol Positif : Cataflam® D-50 (K-Diklofenak) yang diperoleh dari
Apotik Jadi Waras, Yogyakarta.
g. Air mineral merk “Aqua”.
2. Alat
Glassware (Pyrex-Germany), alat suntik dengan jarum yang
dimodifikasi untuk oral dan jarum subplantar (Terumo), gunting, jangka
sorong digital, stopwatch, alat maserasi (modifikasi Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma), timbangan analitik, alat
serbuk, oven, rotari evaporator.
23
D. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan, pengeringan dan penyerbukan rimpang jahe merah dan kencur
Rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roxb.) dan kencur
(Kaempferia galanga L.) yang masih basah diperoleh dari Merapi Farma
pada bulan Juli 2009 yang bertempat di jalan Kaliurang, Yogyakarta. Bahan
tersebut dicuci bersih, dan dirajang menjadi potongan-potongan kecil
melintang dengan tebal ± 2-3 mm. Setelah dirajang bahan tersebut
dikeringkan di oven dengan suhu ± 45°C, pengeringan dilakukan sampai
bahan mudah dipatahkan (Anonim, 1985). Kemudian dilakukan penyerbukan
terhadap hasil pengeringan simplisia jahe merah dan kencur.
2. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan untuk membuktikan kebenaran
tanaman jahe merah dan kencur yang digunakan. Determinasi tanaman jahe
merah dan kencur telah dilakukan oleh pihak dimana asal tanaman tersebut
tumbuh yaitu Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta.
3. Pengumpulan ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
Ekstrak etanolik dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol
70% (untuk rimpang jahe merah) dan etanol 95% (untuk rimpang kencur).
Waktu yang digunakan untuk proses maserasi dengan masing-masing penyari
adalah 24 jam. Cara kerja dari proses penyarian metode maserasi yaitu 100
gram serbuk kering rimpang jahe dan kencur masing-masing dimasukkan ke
dalam maserator, ditambah 1000 ml etanol 70% (untuk isolasi rimpang jahe)
dan etanol 95% (untuk isolasi rimpang kencur), direndam selama 6 jam
24
sambil diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan
menggunakan kertas saring dengan bantuan destilat vakum dan proses
diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Pada prinsipnya
metode maserasi merupakan metode sederhana, dimana serbuk direndam
menggunakan cairan penyari yang sesuai.
Setelah tahap maserasi selesai maka fraksi yang diperoleh dievaporasi
sampai cairan menguap semua hal ini ditandai dengan tidak menetesnya
kembali cairan penyari (Anonim, 2004). Namun hasil fraksi ini belum dapat
dinyatakan sebagai ekstrak kental bilamana 2 kali penimbangan setelah
pemanasan selama 1 jam berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap
gram sisa yang ditimbang (Anonim, 1995), sehingga perlu adanya perlakuan
lebih lanjut untuk mengatasi hal ini yaitu dengan pemanasan menggunakan
oven. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat.
4. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan
galur Swiss, usia 2-3 bulan, bobot badan 20-30 gram. Mencit yang dibutuhkan
sebanyak 66 ekor dan dikelompokkan sebagai berikut :
a. lima ekor untuk orientasi waktu pengukuran setelah diinjeksi karagenin
b. sembilan ekor untuk orientasi waktu pemberian Cataflam® D-50 (K-
Diklofenak), masing-masing 3 ekor
c. dua belas ekor untuk orientasi dosis ekstrak etanolik jahe merah dan
kencur, masing-masing 6 ekor
25
d. sepuluh ekor untuk kelompok kontrol positif (Cataflam® D-50) dan
kontrol negatif ( Aquadest), masing-masing 5 ekor
e. tiga puluh ekor mencit untuk perlakuan tiga peringkat dosis ekstrak
etanolik jahe merah dan kencur, masing-masing 5 ekor untuk setiap
kelompok.
5. Pembuatan larutan karagenin 1%
Timbang seksama 1000 mg karagenin, dilarutkan dalam NaCl
fisiologis 0,9 % hingga volume 100,0 ml.
6. Penetapan dosis
a. Penentuan dosis karagenin
Dosis karagenin diketahui yaitu dengan kadar 1% dan volume pemberian
0,05 ml (Williamson, 1996), berat badan mencit rata-rata 20 gram = 0,02 kg
sehingga didapat dosis larutan karagenin sebesar 25 mg/kg BB (perhitungan
dosis dapat dilihat pada lampiran 8b).
b. Penetuan dosis Cataflam® D-50
Dosis Cataflam®D-50 (K-Diklofenak) sebesar 50 mg untuk manusia dengan
berat badan 50 kg. Berat badan mencit rata-rata 20 gram = 0,02 kg, sehingga
diperoleh dosis untuk mencit 20 gram sebesar 9,1 mg/Kg BB mencit
(perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9b).
c. Penentuan dosis rimpang jahe merah
Dalam penelitian ini ekstrak etanolik rimpang jahe merah dibuat dalam tiga
peringkat dosis yaitu 107,5; 215; 430 mg/Kg BB mencit. Hal ini didasarkan
pada pemakaian serbuk kering rimpang jahe merah yang biasa digunakan
26
masyarakat umum menurut Ferlina (2009) diperoleh dosis untuk dewasa dan
anak-anak di atas 12 tahun adalah 0,5 - 2 gram sehari untuk sekali minum,
atau dibagi menjadi beberapa kali minum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada lampiran 11b.
d. Penentuan dosis rimpang kencur
Dalam penelitian ini ekstrak etanolik rimpang kencur dibuat dalam tiga
peringkat dosis yaitu 112,84; 225,68; 451,36 mg/Kg BB mencit. Hal ini
didasarkan pada pemakaian rimpang kering kencur yang biasa digunakan
masyarakat umum untuk dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun adalah 5-10
gram sehari untuk sekali minum, atau dibagi menjadi beberapa kali minum
(Anonim, 2009). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 11c.
e. Orientasi rentang waktu pengukuran kaki setelah injeksi karagenin
Hewan uji dibagi dalam beberapa 3 kelompok (@ kelompok : 5 ekor ,
kemudian diberi injeksi subplantar 0,05 ml suspensi karagenin. Selanjutnya
tiap kelompok hewan uji diukur pada selang waktu tertentu, yaitu 1, 2 dan 3
jam setelah injeksi karagenin subplantar pada kedua kaki belakang
menggunakan jangka sorong digital.
f. Orientasi waktu pemberian Cataflam®D-50 (K-Diklofenak)
Hewan uji dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing kelompok diberi
perlakuan Cataflam®D-50 dengan dosis 9,1 mg/Kg BB mencit dengan variasi
waktu 1 jam sebelum, sesaat sebelum dan 1 jam sesudah pemberian injeksi
subplantar karagenin 1%.
27
g. Orientasi dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
Hewan uji dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok 1 diberi perlakuan
oral ekstrak etanolik jahe merah pada selang waktu yaitu hasil orientasi waktu
pemberian Cataflam®D-50 (1 jam sebelum, sesaat sebelum dan 1 jam
sesudah) pemberian injeksi subplantar karagenin 1%. Kelompok 2 diberi
perlakuan oral ekstrak etanolik kencur, kemudian kedua kakinya diukur
mengunakan jangka sorong digital.
h. Perlakuan hewan uji tersaji pada gambar 3.
Gambar 3. Pembagian kelompok hewan uji untuk orientasi dan perlakuan
28
i. Uji Kualitatif Minyak Atsiri Jahe merah dan Kencur secara KLT
Sebanyak 10 µl (ekstrak etanolik jahe merah) dan 1 µl (ekstrak etanolik
kencur) ditotolkan pada plat silika Gel GF254. Plat dimasukkan ke dalam
chamber yang telah jenuh dengan fase gerak heksan: dietil eter (40:60 v/v)
untuk ekstrak etanolik jahe merah dan heksan-etil asetat (4:1 v/v) untuk
ekstrak etanolik kencur. Kemudian, senyawa dielusikan hingga batas yang
telah ditentukan kemudian diamati pada UV 254 dan 365 serta visibel yang
disemprot dengan reagen pendeteksi vanilin asam sulfat.
E. Analisis Hasil
Daya antiinflamasi dihitung dengan rumus pada metode Langford, et al.,
yang telah dimodifikasi, yaitu :
Daya antiinflamasi (%) = �𝑈𝑈−𝐷𝐷𝑈𝑈� 𝑥𝑥 100 %
U = harga rata-rata tebal kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata tebal kaki normal (tanpa perlakuan)
D = harga rata-rata tebal kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata tebal kaki normal (tanpa perlakuan)
Data kuantitatif daya antiinflamasi selanjutnya dianalisis secara statistik
menggunakan metode analisa varian pola searah. Untuk mengetahui normalitas
distribusi data menggunakan uji Kolmorogorof-Smirnov, jika terdistribusi normal
dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Kemudian dilanjutkan
dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna
(signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).
29
Selain itu juga, untuk mengetahui hubungan linieritas antara ekstrak
etanolik jahe merah dan kencur dalam meningkatkan daya antiinflamasi
menggunakan uji Regresi Linier.
Uji kualitatif dan kuantitatif kandungan kimia sediaan uji dianalisis
dengan KLT-Densitometri dan dibandingkan dengan data atau informasi dari
pustaka.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengumpulan, Pengeringan dan Penyerbukan Rimpang Jahe
merah dan Kencur
Sebelum dilakukan pengumpulan ekstrak etanolik, terlebih dahulu rimpang
segar jahe merah dan kencur harus dicuci, dirajang dan dikeringkan. Tujuan
pencucian adalah untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya, seperti debu,
pasir dan sebagainya, karena faktor tersebut mengandung berbagai mikroba dalam
jumlah tinggi yang dapat mempengaruhi bahan. Perajangan bertujuan untuk
merusak dinding sel sehingga senyawa aktif yang terjebak dalam sel jaringan
tanaman dapat keluar ke permukaan bahan dan terlarut bersama pelarut yang
sesuai, sedangkan pemotongan 2-3 mm agar tidak terlalu tebal juga tidak terlalu
tipis, sehingga dapat mempercepat waktu pengeringan. Semakin tipis bahan
semakin cepat penguapan air. Namun jika terlalu tipis dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap sehingga dapat
mempengaruhi kualitas komposisi, bau, dan rasa. Sebaliknya irisan yang terlalu
tebal akan membutuhkan waktu pengeringan yang lama dan dapat mengakibatkan
face hardening (bagian luar bahan sudah kering, namun bagian dalam masih
basah) sehingga bahan dapat mudah rusak/busuk di bagian dalam.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang masih tersisa pada
bahan yang dapat menjadi media pertumbuhan mikrobia. Suhu pengeringan 45°C,
agar panas yang mengenai rimpang tidak terlalu tinggi dan penguapan senyawa
aktif tidak terlalu besar sehingga jumlah yang diperoleh tinggi.
31
Hasil pengumpulan akhir yang diperoleh dari rimpang jahe merah sebesar
718,1 gram serbuk, sedangkan untuk rimpang kering kencur sebesar 404 gram.
B. Hasil Determinasi Tanaman Jahe merah dan Kencur
Determinasi ini dilakukan langsung oleh pihak CV. Merapi Farma Herbal
(Tabel I). Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 3.
Tabel I. Hasil determinasi rimpang jahe merah dan kencur oleh CV. Merapi Farma Herbal
Hasil determinasi tanaman jahe merah dan kencur di atas telah
menunjukkan keyakinan dan kepastian bahwa tanaman yang digunakan telah
sesuai.
C. Hasil Pengumpulan Ekstrak Etanolik Jahe merah dan Kencur
Pengumpulan ekstrak etanolik jahe merah dan kencur menggunakan
metode maserasi. Hasil yang didapat dari proses ini berupa ekstrak etanolik
sebagai berikut :
Tabel II Perbedaan hasil ekstrak etanolik jahe merah dan kencur Aspek Jahe merah Kencur Bentuk Warna
Bau Rasa
Berat ekstrak Rendemen
Ekstrak kental Kuning kecoklatan
Aromatis kuat khas jahe Sangat pedas
25,44 g 4,24 % b/b
Ekstrak kental Kuning kecoklatan
Aromatis khas kencur Pedas
12,08 g 7,66 % b/b
Nama Jahe merah Kencur Divisi Spermatophyta Spermatophyta Sub Divisi Angiospermae Angiospermae Kelas Monocotyledone Monocotyledone Suku Zingiberaceae Zingiberaceae Marga Zingiber Kaempferia Spesies Zingiber officinale var. Rubra Kaempferia galanga L.
32
Dari hasil yang diperoleh dilakukan perhitungan hingga diperoleh dosis
yang setara dengan mencit 20 gram (lihat lampiran 10b, c). Dari dosis awal ini
dibuat tiga peringkat dosis, dosis lazim yang digunakan oleh manusia digunakan
sebagai dosis pertama atau awal.
D. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan atau orientasi yang dilakukan dalam penelitian daya
antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah dan kencur pada mencit putih jantan
bertujuan untuk mengoptimasi metode dan cara kerja yang tepat dan sesuai.
1. Orientasi rentang waktu pengukuran kaki setelah injeksi karagenin 1%
sub plantar
Orientasi tersebut bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran kaki
mencit yang tepat (menghasilkan udema yang paling besar) setelah injeksi
karagenin 1%. Karagenin merupakan agen inflamasi atau senyawa yang
menyebabkan radang atau inflamasi yang mekanisme kerjanya dengan
menginduksi cedera sel sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi, terutama
PGE 1 dan PGE 2 yang mengawali proses inflamasi sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas vaskuler (Giyastuti, 2000). Alasan pemilihan karagenin sebagai zat
inflamatogen radang, antara lain: karagenin merupakan salah satu iritan yang
sering dipakai dalam memprediksi efektivitas potensial terapetik dari obat-obat
antiinflamasi baik pada golongan steroid maupun non steroid; karagenin tidak
33
menimbulkan respon yang peka terhadap obat antiinflamasi; karagenin juga tidak
menimbulkan bekas dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada kaki mencit.
Orientasi ini menggunakan lima ekor mencit jantan. Masing-masing
mencit diinjeksikan dengan karagenin 1% 0,05 ml pada kaki belakang sebelah kiri
secara subplantar, sedangkan kaki belakang sebelah kanan hanya disuntik dengan
spuit kosong sebagai pembanding. Kemudian mencit diukur satu, dua dan tiga jam
setelah diinjeksi dengan karagenin 1%. Berdasarkan hasil yang diperoleh akan
dipilih rentang waktu pengukuran yang menghasilkan udema paling besar. Hal ini
menandakan bahwa pada rentang waktu tersebut, radang yang dihasilkan oleh
injeksi karagenin bekerja dengan maksimal. Skema kerja dapat dilihat pada
lampiran 8a.
Hasil orientasi rentang waktu pengukuran kaki mencit dapat dilihat pada
lampiran 12 dan diagram batang dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4.Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit setelah injeksi
karagenin 1 % pada rentang waktu tertentu
34
Data tebal udema kaki mencit kemudian dianalisis dengan analisis varian
satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, terlihat pada tabel III hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa data antar kelompok memberikan hasil yang
signifikan (p<0,05).
Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau
tidak bermakna, dilakukan uji Scheffe yang dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Rata-rata tebal udema kaki mencit akibat diinjeksi karagenin 1% subplantar pada rentang waktu tertentu, beserta hasil uji Scheffe
Kel.
Rata-rata tebal udema (mm)
X ± SE Hasil uji Scheffe pemberian karagenin 1% pada rentang waktu
tertentu
Terhadap kelompok I
Terhadap kelompok II
Terhadap kelompok III
I 0,84 ± 0,1384 - tb b II 0,494 ± 0,1438 tb - tb III 0,198 ± 0,0588 b tb -
Keterangan : Kelompok I : Mencit diukur satu jam setelah diinjeksi dengan karagenin 1% Kelompok II : Mencit diukur dua jam setelah diinjeksi dengan karagenin 1% Kelompok III : Mencit diukur tiga jam setelah diinjeksi dengan karagenin 1%
tb : Berbeda tidak bermakna b : Berbeda bermakna X : Mean (Rata-rata) SE : Standard Error (SD/√n) Setelah diuji Scheffe, ternyata antar kelompok I terhadap III menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05), sedangkan antar kelompok I terhadap II serta
kelompok II terhadap III menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).
Selain itu juga berdasarkan diagram batang, dapat dilihat dengan jelas bahwa
kelompok I (mencit diukur satu jam setelah diinjeksi karagenin 1% ) memiliki
rata-rata tebal udema yang paling besar diantara kelompok lainnya. Maka, dalam
percobaan berikutnya dipilih waktu pengukuran satu jam setelah injeksi karagenin
35
1% karena udema yang dihasilkan paling besar berarti radang yang dihasilkan
karagenin pada jam tersebut sudah maksimal.
2. Orientasi waktu pemberian Cataflam®D-50 (K-Diklofenak)
Orientasi ini bertujuan untuk menentukan waktu pemberian Cataflam®D-
50 (K-Diklofenak) yang paling efektif sebagai antiinflamasi bagi mencit dalam
percobaan ini. Skema kerja dapat dilihat pada lampiran 9a.
Hasil orientasi dapat dilihat pada lampiran 13 dan ditampilkan dalam
bentuk diagram batang pada gambar 5.
Gambar 5. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian
Cataflam® D-50 dalam waktu yang berbeda. Data tebal kaki mencit kemudian dianalisis varian satu arah dengan taraf
kepercayaan 95%. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa antar kelompok
perlakuan memberikan hasil yang signifikan (p<0,05).
36
Selanjutnya untuk mengetahui berbeda bermakna atau tidak bermakna
antar kelompok perlakuan, maka dilakukan uji Scheffe yang dapat dilihat pada
tabel IV.
Tabel IV. Rata-rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian Cataflam® D-50 dalam waktu pemberian yang berbeda, beserta hasil uji Scheffe
Kel.
Rata-rata tebal udema (mm)
X ± SE
Hasil uji Scheffe pemberian Cataflam® D-50 pada rentang waktu tertentu
Terhadap kelompok I
Terhadap kelompok II
Terhadap kelompok III
I 0,1833 ± 0,0120 - b tb II 0,3867 ± 0,7333 b - b III 0,1233±0,1856 tb b -
Keterangan : Kelompok I : Satu jam sebelum pemberian karagenin 1% Kelompok II : Sesaat sebelum pemberian karagenin 1% Kelompok III : Satu jam setelah pemberian karagenin 1%
tb : Berbeda tidak bermakna b : Berbeda bermakna X : Mean (Rata-rata) SE : Standard Error (SD/√n) Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Scheffe menunjukkan bahwa
antar kelompok perlakuan I terhadap II serta II terhadap III memiliki perbedaan
yang bermakna (p<0,05) sedangkan untuk kelompok perlakuan I terhadap III
memiliki perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Dosis Cataflam yang
digunakan dalam percobaan ini adalah 50 mg/Kg BB, dosis ini merupakan dosis
efektif yang direkomendasikan pada pemberian sehari untuk manusia 50 kg, bila
dikonversikan ke mencit maka dosis yang digunakan adalah 9,1 mg/Kg BB
mencit. Berdasarkan hasil tersebut maka digunakan pemberian Cataflam 1 jam
sebelum pemberian karagenin karena menunjukkan hasil perbedaan yang tidak
bermakna terhadap kelompok III. Meskipun demikian berdasarkan diagram
37
batang tampak bahwa rata-rata tebal udema yang paling kecil justru pada
kelompok III (1 jam setelah pemberian Cataflam), namun tidak dipilih untuk
perlakuan selanjutnya. Hal ini bisa saja dikarenakan udema pada kaki mencit telah
berkurang sebelum diukur dengan menggunakan jangka sorong digital pada
waktunya, sehingga penurunan udema tidak hanya disebabkan cataflam tetapi
juga karena waktu yang terlalu lama sejak penginjeksian karagenin diawal.
3. Orientasi dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
Orientasi ini bertujuan untuk menentukan dosis ekstrak etanolik jahe
merah dan kencur dalam menghasilkan daya antiinflamasi yang optimal. Hasil
yang maksimal ditandai dengan adanya udema yang paling kecil setelah mencit
diinjeksikan subplantar menggunakan karagenin 1% pada waktu tertentu.
Pemilihan jahe merah dan kencur dalam percobaan mengacu banyaknya
penggunaan tanaman tersebut untuk menghilangkan pegal-pegal atau nyeri, serta
bengkak. Ekstrak etanolik dipilih karena memiliki sifat lebih fleksibel dapat
dibentuk sediaan apapun, misal tablet, kapsul, dan lain sebagainya. Selain itu
bentuk ekstrak etanolik memiliki keuntungan lain seperti tidak mudah rusak/lebih
stabil, dibandingkan dengan bentuk minyak atsiri maka ekstrak tidak mudah
menguap karena kandungan minyak yang ada di dalam ekstrak terjebak oleh
komponen lain sehingga kandungan kimianya lebih tinggi dibanding minyak atsiri
murni dan juga simplisia baik basah maupun kering. Penggunaan tanaman jahe
merah dan kencur di pasaran kebanyakan simplisia dan serbuk. Penggunaan jahe
merah berupa serbuk yang biasa digunakan masyarakat yaitu 2 gram serbuk
38
kering. Serbuk kering tersebut kemudian dibuat dalam bentuk ekstrak etanolik
menjadi 0,4724 gram. Sama halnya dengan ekstrak etanolik kencur, didapatkan
penggunakan kencur di pasaran yaitu 5 gram rimpang kering. Rimpang tersebut
kemudian dibuat ekstrak etanolik menjadi 0,62 gram. Berdasarkan asumsi tersebut
dapat dihitung dosis ekstrak etanolik jahe merah dan kencur untuk manusia 70 kg.
Kemudian hasilnya dikonversikan ke mencit dengan berat badan 20 gram.
Pada orientasi ini digunakan 2 kelompok hewan uji untuk masing-masing
ekstrak etanolik. Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor mencit, dan tiap
kelompok diberi ekstrak etanolik jahe merah dengan dosis 107,5 mg/Kg BB dan
dosis 430 mg/Kg BB sedangkan kelompok yang lain diberi ekstrak etanolik
kencur dengan dosis 112,84 mg/Kg BB dan dosis 451,36 mg/Kg BB. Pemberian
ekstrak etanolik ini 1 jam sebelum injeksi karagenin. Setelah itu, kedua kaki
mencit diukur menggunakan jangka sorong digital.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemberian ekstrak etanolik jahe merah
dan kencur telah menunjukan bahwa pada ekstrak etanolik jahe merah pada dosis
107,5 mg/Kg BB kurang menunjukkan berkurangnya tingkat udema, namun ada
penurunan sedikit udema sedangkan pada dosis 430 mg/Kg BB menunjukkan
daya antiinflamasi yang tinggi. Lain halnya pada ekstrak etanolik kencur tampak
bahwa dosis 112,84 mg/Kg BB sama sekali belum menghasilkan daya
antiinflamasi karena sama dengan kontrol negatif, namun pada dosis 451,36
mg/Kg BB menunjukkan sedikit meningkatkan daya antiinflamasi. Data dapat
dilihat pada lampiran 14 dan lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram batang
dalam gambar 6.
39
Gambar 6. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat perlakuan
ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dibanding dengan kontrol positif dan negatif pada rentang waktu tertentu.
Data tebal kaki mencit kemudian dianalisis varian satu arah dengan taraf
kepercayaan 95%. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data antar
kelompok perlakuan memberikan hasil yang signifikan (p<0,05).
Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau
tidak bermakna, dilakukan uji Sceffe yang dilihat pada Tabel V dan Tabel VI.
40
Tabel V. Rata-rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian ekstrak etanolik jahe merah pada rentang waktu tertentu beserta hasil uji Scheffe
Kel.
Rata-rata tebal udema (mm)
X ± SE
Hasil uji Scheffe pemberian ekstrak etanolik jahe merah dosis 107,5 dan 430 mg/Kg pada rentang waktu tertentu
Terhadap kelompok
I
Terhadap kelompok II
Terhadap kelompok III
Terhadap kelompok IV
I 0,186 ± 0,0144 - b b tb II 0,678 ±0,02596 B - b b III 0,313 ± 0,043 B b - b IV 0,163 ± 0,0219 tb b b -
Keterangan : Kelompok I : kontrol positif Cataflam 9,1 mg/Kg BB Kelompok II : kontrol negatif Aquadest Kelompok III : ekstrak etanolik jahe merah dosis : 107,5 mg/Kg BB Kelompok IV : ekstrak etanolik jahe merah dosis : 430 mg/Kg BB tb : Berbeda tidak bermakna b : Berbeda bermakna
X : Mean (Rata-rata) SE : Standard Error (SD/√n)
Berdasarkan uji Scheffe tampak bahwa antara kontrol positif cataflam
dengan dosis 430 mg/Kg BB ekstrak etanolik jahe merah memiliki hasil yang
berbeda tidak bermakna (p>0,05). Selain itu juga berdasarkan diagram batang
tampak bahwa kontrol positif dan juga dosis 430 mg/Kg BB memiliki rata-rata
tebal udema yang kecil sehingga disimpulkan bahwa pada dosis 430 mg/Kg BB
daya antiinflamasi telah berpengaruh di dalamnya. Melalui hal inilah maka perlu
adanya pembuktian lebih lanjut untuk dosis yang lain untuk mengetahui seberapa
jauh pengaruhnya terhadap daya antiinflamasi.
41
Tabel VI. Rata-rata tebal udema kaki mencit akibat pemberian ekstrak etanolik kencur pada rentang waktu tertentu beserta hasil uji Scheffe
Kel. Rata-rata tebal udema (mm)
X ± SE
Hasil uji Scheffe pemberian ekstrak etanolik kencur dosis 112,84 dan 451,36 mg/Kg pada rentang waktu tertentu
Terhadap kelompok I
Terhadap kelompok II
Terhadap kelompok V
Terhadap kelompok VI
I 0,186 ± 0,0144 - b b b II 0,678 ±0,02596 b - tb b V 0,74 ± 0,08 b tb - b VI 0,45± 0,0310 b b b -
Keterangan : Kelompok I : kontrol positif Cataflam 9,1mg/Kg BB Kelompok II : kontrol negatif Aquadest Kelompok V : ekstrak etanolik kencur dosis : 112,84mg/Kg BB Kelompok VI : ekstrak etanolik kencur dosis : 451,36 mg/Kg BB tb : Berbeda tidak bermakna
b : Berbeda bermakna X : Mean (Rata-rata) SE : Standard Error (SD/√n)
Berdasarkan uji Scheffe menunjukkan bahwa pada kontrol negatif dan
dosis 112,84 mg/Kg BB memiliki hasil yang berbeda tidak bermakna (p>0,05),
artinya pada dosis 112,84 mg/Kg BB belum menimbulkan efek antiinflamasi,
sedangkan untuk kontrol positif dan kontrol negatif terhadap dosis 451,36 mg/Kg
BB menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05), artinya dapat lebih tinggi
atau lebih rendah dari kedua kontrol. Berdasarkan gambar 6, tampak pada dosis
451,36 mg/Kg BB lebih tinggi dari kontrol positif, namun lebih rendah dari
kontrol negatif sehingga pada dosis 451,36 mg/Kg BB sedikit menimbulkan
efeknya sebagai antiinflamasi.
E. Hasil Uji Daya Antiinflamasi Ekstrak Etanolik Jahe merah dan Kencur
Penelitian uji daya antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah (Zingiber
officinale Roxb.) dan kencur (Kaempferia galanga L.) pada mencit putih jantan
42
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sekaligus besarnya kemampuan daya
antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah dan kencur. Daya antiinflamasi ditandai
dengan penurunan tebal udema kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1% secara
subplantar akibat pemberian ekstrak etanolik tersebut secara peroral. Besarnya
daya antiinflamasi dapat dilihat berdasarkan hasil persentase daya antiinflamasi
yang dihitung berdasarkan metode Langford, et al., (1972). Metode pengukuran
daya antiinflamasi yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi Mahmood, et
al., (2009) di mana pengukurannya terletak pada ketebalan kaki mencit (dari
telapak kaki mencit dengan posisi jangka sorong vertikal).
Alat jangka sorong digital ini sebelumnya dikalibrasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa alat ukur masih layak pakai dan menjamin keakuratan serta
keterulangan alat tersebut dalam mengukur secara tepat. Kalibrasi dilakukan
dengan membandingkan alat ukur yang digunakan dengan alat ukur lain
(kalibrator) yang bersertifikat. Berdasarkan hasil kalibrasi tampak bahwa alat
yang digunakan memiliki penyimpangan sebanyak ± 1μm, sedangkan resolusi
yang direkomendasikan adalah 2 μm sehingga alat tersebut dapat digunakan
secara tepat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Alasan
pemilihan metode ini karena sederhana, baik dari instrumen yang dibutuhkan,
proses perlakuan, pengamatan, pengukuran sampai dengan pengolahan data.
Pada pengujian ini, zat penginduksi dipilih karagenin 1% karena karagenin
merupakan salah satu zat inflamatogen udem pada kaki mencit yang paling
banyak digunakan untuk memprediksi efektivitas potensial terapetik dari obat-
obat antiinflamasi, baik dari golongan steroid maupun non steroid. Selain itu
43
karagenin juga tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada kaki mencit. Adapun
mekanisme kerja dari karagenin yaitu senyawa akan menginduksi inflamasi dalam
2 fase, fase pertama terjadi sekitar 60 menit setelah induksi karagenin, dimana
terjadi pelepasan histamin, serotonin dan bradikinin. Fase kedua berlangsung
sekitar 60 menit sampai kurang lebih 3 jam setelah injeksi. Fase ini berhubungan
dengan pelepasan radikal bebas neutrofil seperti hidrogen peroksida, superoksida,
radikal hidroksil serta prostaglandin (Suleyman, Demircan, Karagoz, Oztasan, dan
Suleyman, 2004)
Aquades dipilih sebagai kontrol negatif untuk mengetahui apakah aquades
yang digunakan sebagai pelarut memiliki pengaruh terhadap aktivitas
antiinflamasi pada ekstrak etanolik jahe merah, kencur dan cataflam atau tidak,
juga sebagai pembanding aktivitas antiinflamasi.
Cataflam®D-50 (K-Diklofenak) dipilih sebagai kontrol positif karena
termasuk dalam salah satu obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang
mengandung Na-diklofenak. Pemilihan kontrol positif tersebut berdasarkan
penggunaan produk antiinflamasi yang banyak di pasaran, namun tablet yang ada
di pasaran kebanyakan telah di‘coated’ dengan tujuan mengurangi iritasi lambung.
Coated yang biasa digunakan adalah salut enterik, di mana bahan salut tersebut
berfungsi untuk mempertahankan obat di dalam lambung terhadap asam lambung
hingga menuju ke usus kemudian siap diabsorbsi. Melalui hal inilah maka obat
tersebut tidak hanya mengandung Na-diklofenak saja melainkan ada lapisan yang
melindunginya (coated), sedangkan dalam percobaan penelitian ini tablet
diharuskan untuk digerus dan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan, jika
44
terdapat lapisan salut ini maka dapat mempengaruhi penimbangan sekaligus efek
obat itu sendiri dalam menimbulkan daya antiinflamasi. Bisa saja justru yang
ditimbang hanya salut enteriknya saja bukan obat yang seharusnya digunakan
sebagai zat antiinflamasi. Untuk itu dipilih Cataflam yang tanpa dicoated dan
dispersibel (D) dengan tujuan mempermudah dalam proses pelarutan bersama
aquades sehingga lebih homogen ketika akan diberikan pada mencit secara
peroral.
Pada uji daya antiinflamasi ini, ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
diberikan dalam 3 peringkat dosis, untuk mengetahui masing-masing
perbandingan khasiat jahe merah dan kencur terhadap kontrolnya sebagai
antiinflamasi. Ketiga peringkat dosis ekstrak etanolik jahe merah berturut-turut
sebesar 107,5; 215; 430 mg/Kg BB mencit, sedangkan dosis ekstrak etanolik
kencur berturut-turut sebesar 112,84; 225,68; 451,36 mg/Kg BB mencit, hasilnya
dapat dilihat pada lampiran 15.
Diagram batang pada gambar 7 menunjukkan bahwa kontrol karagenin
1%, aquades dan cataflam (K-Diklofenak) masing-masing memberikan rata-rata
tebal udema sebesar 0,83 mm; 0,678 mm; dan 0,186 mm. Perlakuan ekstrak
etanolik jahe merah dengan dosis 107,5; 215; 430 mg/Kg BB mencit masing-
masing menunjukkan rata-rata tebal kaki mencit sebesar 0,314 mm; 0,286 mm;
dan 0,16 mm sedangkan untuk perlakuan ekatrak etanolik kencur dengan dosis
sebesar 112,84; 225,68; 451,36 mg/Kg BB mencit masing-masing menunjukkan
rata-rata tebal kaki mencit sebesar 0,792 mm; 0,648 mm; dan 0,392 mm.
45
Gambar 7. Diagram batang rata-rata tebal udema kaki mencit akibat perlakuan
ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis beserta kontrolnya
Keterangan : Kelompok I : kelompok kontrol karagenin 1% Kelompok II : kelompok aquadest Kelompok III : kelompok kontrol Cataflam®D-50 dosis 9,1 mg/Kg BB Kelompok IV : ekstrak etanolik jahe merah dosis I: 107,5 mg/Kg BB Kelompok V : ekstrak etanolik jahe merah dosis II: 215 mg/Kg BB Kelompok VI : ekstrak etanolik jahe merah dosis III: 430 mg/Kg BB Kelompok VII : ekstrak etanolik kencur dosis I: 112,84 mg/Kg BB Kelompok VIII : ekstrak etanolik kencur dosis II: 225,68 mg/Kg BB Kelompok IX : ekstrak etanolik kencur dosis III: 451,36 mg/Kg BB
Untuk mengetahui persen daya antiinflamasi, maka data yang terdapat
pada lampiran 15 dihitung menggunakan metode Langford, et al., (1972)
termodifikasi. Dari hasil perhitungan diperoleh data persen daya antiinflamasi
kelompok aquadest dan cataflam (K-Diklofenak) dosis 9,1 mg/Kg BB masing-
masing sebesar 19,29% dan 77,86%, sedangkan untuk kelompok perlakuan
ekstrak etanolik jahe merah dosis 107,5; 215; 430 mg/Kg BB mencit masing-
masing menunjukkan persen daya antiinflamasi sebesar 62,62%; 65,95% dan
46
80,95% serta untuk perlakuan ekatrak kencur dengan dosis sebesar 112,84;
225,68; 451,36 mg/Kg BB mencit masing-masing menunjukkan persen daya
antiinflamasi sebesar 5,71%; 22,86% dan 53,33%. Data ini juga dapat dilihat pada
lampiran 16. Untuk lebih jelasnya pada gambar 8.
Gambar 8. Diagram batang rata-rata persen daya antiinflamasi ekstrak etanolik
jahe merah dan kencur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya Keterangan : Kelompok I : kelompok aquadest Kelompok II : kelompok kontrol Cataflam®D-50 dosis 9,1 mg/Kg BB Kelompok III : ekstrak etanolik jahe merah dosis I: 107,5 mg/Kg BB Kelompok IV : ekstrak etanolik jahe merah dosis II: 215 mg/Kg BB Kelompok V : ekstrak etanolik jahe merah dosis III: 430 mg/Kg BB Kelompok VI : ekstrak etanolik kencur dosis I: 112,84 mg/Kg BB Kelompok VII : ekstrak etanolik kencur dosis II: 225,68 mg/Kg BB Kelompok VIII : ekstrak etanolik kencur dosis III: 451,36 mg/Kg BB
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa kontrol aquadest dan cataflam
menunjukkan persen daya antiinflamasi yang berbeda masing-masing sebesar
19,29% dan 77,86%. Artinya, aquadest tidak memiliki kemampuan menurunkan
47
inflamasi sedangkan cataflam memiliki kemampuan menurunkan inflamasi yang
besar.
Selanjutnya dilakukan analisis statistik mengunakan ANOVA satu arah
dengan taraf kepercayaan 95%. Hasilnya dapat dilihat pada lampiran 20. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa data antar kelompok perlakuan memberikan
hasil yang signifikan (p<0,05). Kemudian untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok perlakuan bermakna atau tidak bermakna, dilakukan uji Scheffe yang
dapat dilihat pada tabel VII dan VIII.
Tabel VII. Hasil tebal udema kaki mencit, persentase daya antiinflamasi dan hasil uji Scheffe pada perlakuan ekstrak etanolik jahe merah beserta kontrolnya
Kel Rata-rata tebal
% DA ± SE Hasil uji Scheffe terhadap
udema (mm) kelompok X ± SE I II III IV V
I 0,678 ± 0,0256 19,29 % ± 3,09 - b b b b II 0,186 ± 0,0144 77,86 % ± 1,71 b - b tb tb III 0,314 ± 0,0234 62,62 % ± 2,78 b b - tb b IV 0,286 ± 0,0214 65,95 % ± 2,54 b tb tb - b V 0,16 ± 0,0122 80,95 % ± 1,46 b tb b b -
Keterangan : I : kelompok kontrol negatif aquadest II : kelompok kontrol positif Cataflam®D-50 dosis 9,1 mg/Kg BB III : ekstrak etanolik jahe merah dosis I: 107,5 mg/Kg BB IV : ekstrak etanolik jahe merah dosis II: 215 mg/Kg BB V : ekstrak etanolik jahe merah dosis III: 430 mg/Kg BB b : berbeda bermakna tb : berbeda tidak bermakna X : Mean (Rata-rata) SE : Standard Error (SD/√n) % DA : % daya antiinflamasi
48
Berdasarkan tabel di atas, untuk ekstrak etanolik jahe merah dapat dilihat
bahwa pada kontrol positif dan dosis 215 mg/Kg BB serta kontrol positif dan
dosis 430 mg/Kg BB menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05),
sedangkan pada dosis 430 mg/Kg BB dan dosis 215 mg/Kg BB menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 215
mg/Kg BB telah menimbulkan efeknya sebagai antiinflamasi.
Tabel VIII. Hasil tebal udema kaki mencit, persentase daya antiinflamasi dan hasil uji Scheffe pada perlakuan ekstrak kencur beserta kontrolnya
Kel Rata-rata tebal
% DA ± SE Hasil uji Scheffe terhadap
udema (mm) kelompok X ± SE I II III IV V
I 0,678 ± 0,0256 19,29 % ± 3,09 - b tb tb b II 0,186 ± 0,0144 77,86 % ± 1,71 b - b b b III 0,792 ± 0,0682 5,71 % ± 8,12 tb b - tb b IV 0,648 ± 0,0436 22,86 % ± 5,19 tb b tb - b V 0,392 ± 0,0395 53,33 % ± 4,71 b b b b -
Keterangan : I : kelompok kontrol negatif aquadest II : kelompok kontrol positif Cataflam®D-50 dosis 9,1 mg/Kg BB III : ekstrak etanolik kencur dosis I: 112,84 mg/Kg BB IV : ekstrak etanolik kencur dosis II: 225,68 mg/Kg BB V : ekstrak etanolik kencur dosis III: 451,36 mg/Kg BB b : berbeda bermakna tb : berbeda tidak bermakna X : Mean (Rata-rata) SE : Standard Error (SD/√n) % DA : % daya antiinflamasi
Untuk ekstrak etanolik kencur dapat dilihat bahwa antara kontrol positif
dengan dosis 451,36 mg/Kg BB dan dosis 225,68 mg/Kg BB menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05), sedangkan untuk kontrol negatif dan dosis
225,68 mg/Kg BB menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).
Artinya, pada dosis 225,68 mg/Kg BB belum dapat menimbulkan efeknya sebagai
49
antiinflamasi. Dosis 451,36 mg/Kg BB secara statistik juga belum menimbulkan
efeknya sebagai antiinflamasi sehingga perlu adanya peningkatan dosis lebih
tinggi agar dapat menimbulkan efek sebagai antiinflamasi.
Jika dibandingkan dengan kelompok aquades, kelompok perlakuan ekstrak
etanolik jahe merah dalam semua peringkat dosis memiliki rata-rata daya
antiinflamasi yang lebih besar. Artinya, aquades tidak memiliki kemampuan
untuk mengurangi inflamasi atau menghambat udema yang ditimbulkan oleh
karagenin 1% sebagai zat penginduksi inflamasi, sedangkan ekstrak etanolik jahe
merah memiliki kemampuan menurunkan inflamasi. Sama halnya dengan ekstrak
etanolik kencur jika dibandingkan dengan kelompok aquades, kelompok
perlakuan ekstrak etanolik kencur dalam beberapa peringkat dosis memiliki rata-
rata daya antiinflamasi yang lebih besar, namun tidak demikian untuk dosis I:
112,84 mg/Kg BB. Hal ini disebabkan pada dosis tersebut terdapat dua mencit
yang mengalami pembengkakan kaki yang cukup besar, karena dimungkinkan
pada saat penginjeksian secara subplantar, jarum suntik tersebut merobek jaringan
sehingga pembengkakan jadi meningkat. Hal inilah yang mempengaruhi
perhitungan persen daya antiinflamasi. Akan tetapi secara umum kelompok
perlakuan tersebut memiliki kemampuan menurunkan inflamasi dibuktikan oleh
dua peringkat dosis lainnya (dosis II dan III).
Sebaliknya, jika kelompok perlakuan ekstrak etanolik jahe merah dalam
beberapa peringkat dosis dibandingkan dengan kontrol positif dosis 9,1 mg/Kg
BB mencit rata-rata persen daya antiinflamasinya jauh di bawah rata-rata persen
daya antiinflamasi Cataflam®D-50 (77,86%). Namun tidak demikian untuk dosis
50
III ekstrak etanolik jahe merah dosis 430 mg/Kg BB mencit rata-rata persen daya
antiinflamasi di atas rata- rata persen daya antiinflamasi Cataflam®D-50
(77,86%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis ekstrak
etanolik jahe merah maka semakin besar kemampuan antiinflamasi. Sedangkan
untuk kelompok perlakuan ekstrak etanolik kencur dalam beberapa peringkat
dosis dibandingkan dengan kontrol positif dosis 9,1 mg/Kg BB mencit rata-rata
persen daya antiinflamasinya jauh di bawah rata-rata persen daya antiinflamasi
Cataflam®D-50 (77,86%).
Cataflam®D-50 (K-Diklofenak) dan juga dosis III ekstrak etanolik jahe
merah 430 mg/Kg BB mencit mempunyai persen daya antiinflamasi yang besar
dibanding dengan yang lainnya, artinya kemampuan menurunkan inflamasinya
jauh lebih besar dibanding kedua dosis ekstrak etanolik jahe merah (dosis I dan II)
dan ekstrak etanolik kencur. Hal tersebut disebabkan Cataflam®D-50 merupakan
OAINS dengan mekanisme utama menghambat kerja enzim siklooksigenase
sehingga asam arakhidonat tidak dapat diubah menjadi prostaglandin. Demikian
juga pada inflamasi yang diinduksi oleh karagenin, Cataflam®D-50 lebih efektif
dalam menghambat fase kedua dari proses inflamasi. Mekanisme kerja
Cataflam®D-50 terjadi dengan menghambat produksi radikal bebas yang berperan
pada pembentukan lipid peroksida reaktif yang menstimulasi aktivitas fosfolipase
pada fosfolipid, sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat (Ari, 2001).
Ekstrak etanolik jahe merah bekerjanya menghambat pembentukan
prostaglandin (salah satu mediator antiinflamasi). Menurut Raji, et al., (2002)
bahwa ekstrak etanolik jahe merah memiliki kandungan gingerol yang berpotensi
51
sebagai antiinflamasi sekaligus antianalgesik. Saat ekstrak etanolik tersebut
dikonsumsi, berbagai komponennya masuk ke dalam tubuh. Satu diantaranya
yaitu gingerol, jadi senyawa tersebut akan menghambat pada kedua
siklooksigenase dan lipoksigenase pada biosintesis prostaglandin dan leukotrien.
Selain itu, gingerol telah terbukti memiliki potensi yang lebih dalam menghambat
biosintesis prostaglandin dan 5-lipoksigenase dibandingkan dengan indometasin
(Mills dan Bone, 2000). Ditinjau secara struktural terlihat adanya gugusan eter,
alkohol, aril dan juga keton dalam gambar dibawah ini.
O
HO
O OH
(CH2)nCH3
H3C
Gambar 9. Struktur 6- Gingerol, n = 4 (reagent (Wagner, 1996).
Berdasarkan Emran, (2002) ditinjau secara struktural terdapat beberapa
golongan inhibitor selektif COX-2, yaitu: (1) turunan karboksiklis dan heterosiklis
yang terikat dengan visinal dengan moieties aril, (2) turunan diaril dan
aril/heteroaril-eter dan –tioeter, (3) turunan cis-stilben, serta (4) keton diaril dan
aril/heteroaril. Secara normal –NH2 side pocket pada COX 2 harusnya berikatan
dengan O2 dari Hemoglobin, kemudian terjadi reaksi oksidasi sehingga mengubah
asam arakhidonat menjadi prostaglandin (mediator inflamasi). Akan tetapi dengan
adanya gingerol maka atom O dari Hb akan digantikan oleh atom O dari gingerol
sehinggga terjadi penghambatan pembentukan prostaglandin. Adapun
mekanismenya secara umum yaitu sisi aktif dari gugusan atom O dan H yang
52
kemungkinan dapat menyebabkan selektifitas terhadap COX-2 akan berikatan
hidrogen dengan atom N pada –NH2 side pocket, yang pada akhirnya
menghambat pengubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin.
Jika antar kelompok perlakuan ekstrak etanolik jahe merah dibandingkan,
pada kelompok dosis 107,5 mg/Kg BB dan 215 mg/Kg BB menunjukkan rata-
rata persen daya antiinflamasi yang hampir sama, masing-masing sebesar 62,62%
dan 65,95%. Artinya, pada kedua dosis tersebut mempunyai kemampuan untuk
menurunkan inflamasi yang hampir sama. Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak
etanolik jahe merah dosis 430 mg/Kg BB memiiki persen daya antiinflamasi yang
paling tinggi sebesar 80,95%. Artinya pada dosis tersebut memiliki kemampuan
menurunkan radang yang lebih besar dibandingkan dengan dua dosis lainnya.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin meningkatnya dosis ekstrak
etanolik jahe merah maka semakin meningkat pula daya antiinflamasinya.
Untuk ekstrak etanolik kencur jika dibandingkan, memiliki perbedaan
yang cukup jauh antar kelompoknya. Dosis 112,84 mg/Kg BB memiliki persen
daya antiinflamasi yang paling kecil dibandingkan dosis 225,68 mg/Kg BB dan
451,36 mg/Kg BB. Hal ini disebabkan adanya dua mencit yang mengalami
pembengkakan yang cukup besar pada dosis 112,84 mg/Kg BB sehingga hasilnya
mempengaruhi perhitungan. Jika dibandingkan kelompok dosis 225,68 mg/Kg BB
dan 451,36mg/Kg BB menunjukkan rata-rata persen daya antiinflamasi masing-
masing sebesar 22,86% dan 53,33%. Perbedaan ini cukup jauh, artinya dosis
451,36 mg/Kg BB jauh lebih besar memiliki kemampuan daya antiinflamasinya
dibanding dosis 225,68 mg/Kg BB. Hal ini membuktikan bahwa semakin
53
meningkatnya dosis dibarengi pula dengan meningkatnya daya antiinflamai.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 16.
Adanya kemampuan antiinflamasi pada kencur dapat pula dijelaskan
secara struktural. Melalui gambar 10 tampak bahwa adanya gugusan eter, turunan
karboksilat dan juga atom O, di mana gugusan tersebut juga akan berikatan
hidrogen dengan atom N pada –NH2 side pocket untuk menggantikan O2 dari
hemoglobin supaya tidak terjadi reaksi pembentukan prostaglandin (mediator
inflamasi).
O CH3
O
OC2H5
Gambar 10. Struktur ethyl p-methoxycinnamate (Anonim, 2003)
Selain itu juga adanya kemampuan sebagai antiinflamasi dapat dijelaskan
menurut Evan, 2008 dan Trilaksani, 2003 bahwa adanya gugusan OH fenolik
pada gingerol merupakan salah satu ciri khas bahwa senyawa tersebut berpotensi
sebagai antioksidan, dimana mekanismenya yaitu penangkapan senyawa radikal
bebas dan oksigen reaktif lalu menetralkannya, menghambat oksidasi asam
arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim
lipoksigenase. Apabila oksidasi asam arakhidonat dapat dihambat maka tidak
54
terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan inflamasi sehingga proses
inflamasi dapat dihambat. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan
tidak terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu
terjadinya peradangan. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa ethyl p-
methoxycinnamate juga mempunyai potensi sebagai antioksisan yang akan
menagkap radikal bebas, akan tetapi lebih kecil dibanding gingerol (Evan, 2008).
F. Hasil Uji Hubungan Linieritas antara Dosis Ekstrak Etanolik Jahe
merah dan Kencur terhadap Daya Antiinflamasi
Pengujian daya antiinflamasi kemudian dilanjutkan dengan Uji Regresi
Linier. Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan linieritas antara persen daya
antiinflamasi dengan meningkatnya dosis ekstrak etanolik masing-masing. Untuk
mengetahui ED50 yang sebenarnya dari grafik linieritas maka perlu adanya
ekstrapolasi dari grafik tersebut dengan cara menurunkan dosisnya sehingga
didapatkan nilai ED 50 yang memasuki syarat linieritas dari 0,2-0,8. Effective
Dose 50 (ED 50) merupakan dosis untuk menimbulkan efek sebesar 50% dari
efek/respon maksimal antiinflamasi. Pengujian ekstrak etanolik jahe merah dosis
I, II, dan III terhadap % daya antiinflamasi memiliki persamaan Y = 30,44x –
1,169 dengan nilai r = 0,9386. Melalui persamaan tersebut dapat diketahui ED 50
untuk ekstrak etanolik jahe merah sebesar 47,95 mg/Kg BB mencit. Berikut
adalah grafik kurva kekerabatan ekstrak etanolik jahe merah dengan % daya
antiinflamasi.
55
Gambar 11. Grafik hubungan linieritas dosis I, II, III ekstrak etanolik jahe merah dengan meningkatnya persen daya antiinflamasi
Keterangan : Dosis I : 107,5 mg/Kg BB (% Daya Antiinflamasi = 62,62 %) Dosis II : 215 mg/Kg BB ( % Daya Antiinflamasi = 65,95 %) Dosis III : 430 mg/Kg BB ( % Daya Antiinflamasi = 80,95 %)
Untuk pengujian ekstrak etanolik kencur dosis I, II dan III terhadap % daya
antiinflamasi memiliki persamaan Y = 79,10x – 158,9 dengan nilai r = 0,9872.
Melalui persamaan tersebut dapat diketahui ED 50 untuk ekstrak etanolik kencur
sebesar 437,01 mg/Kg BB mencit. Berikut adalah gambar grafik kurva hubungan
linieritas ekstrak etanolik kencur dengan % daya antiinflamasi.
y = 30,44x - 1,169R² = 0,881
0
25
50
75
100
0 1 2 3
% D
aya
Ant
iinfla
mas
i
Log Dosis
Grafik Kurva Log Dosis Ekstrak EtanolikJahe merah vs % Daya Antiinflamasi
% Daya Antiinflamasi
Linear (% Daya Antiinflamasi)
56
Gambar 12. Grafik kekerabatan dosis I, II, III ekstrak etanolik kencur dengan meningkatnya persen daya antiinflamasi
Keterangan : Dosis I : 112,84 mg/Kg BB ( % Daya Antiinflamasi = 5,71 %) Dosis II : 225,68 mg/Kg BB ( % Daya Antiinflamasi = 22,68 %) Dosis III : 451,36 mg/Kg BB ( % Daya Antiinflamasi = 53,33 %)
Berdasarkan gambar kedua grafik di atas tampak bahwa untuk dosis ekstrak
etanolik jahe merah semakin meningkat maka akan dibarengi pula dengan
meningkatnya daya antiinflamasi, sama halnya dengan dosis ekstrak etanolik
kencur semakin meningkat dosisnya maka akan dibarengi pula dengan
meningkatnya daya antiinflamasi. Melalui kedua grafik di atas pula dapat
dikatakan bahwa adanya hubungan linieritas antara masing-masing ekstrak
etanolik jahe merah dan kencur dengan meningkatnya daya antiinflamasi.
y = 79,10x - 158,9R² = 0,973
0
10
20
30
40
50
60
0 1 2 3
% D
aya
Ant
iinfla
mas
i
Log Dosis
Grafik Kurva Log Dosis Ekstrak Etanolik Kencur vs % Daya Antiinflamasi
% Daya Antiinflamasi
Linear (% Daya Antiinflamasi)
57
G. Hasil Uji Kualitatif Minyak Atsiri Ekstrak Etanolik Jahe merah dan Uji
Kuantitatif Minyak atsiri Ekstrak Etanolik Kencur
Hasil fraksinasi yang berupa ekstrak etanolik terlebih dahulu dilakukan
pengujian kualitatif dan kuantitaif dengan metode kromatografi lapis tipis-
densitometri, baru kemudian diujikan pada hewan uji. Pengujian kualitatif pada
ekstrak etanolik jahe merah dan kuantitatif pada ekstrak etanolik kencur ini
bertujuan untuk memastikan sekaligus mempertegas adanya komponen dalam
tanaman yang diduga berpotensi sebagai antiinflamasi serta mengetahui kadar
yang terdapat dalam ekstrak etanolik tersebut.
Hasil dari uji kualitatif untuk ekstrak etanolik jahe merah dengan pelarut
ethanol 70% menunjukkan positif adanya minyak atsiri yang memiliki warna dan
harga Rf yang diduga sama dengan literatur yang digunakan untuk mengetahui
adanya kandungan senyawa aktif gingerol, hal ini terlihat pada gambar 13 bahwa
bercak yang terdeteksi di bawah sinar UV 254 nm dan setelah disemprot dengan
vanillin-asam sulfat menimbulkan warna ungu violet sampai biru dengan rata-rata
harga Rf 3 kali replikasi sampel ekstrak etanolik jahe merah sebesar 0,31, warna
biru. Berdasarkan Anonim, (1999), bahwa gingerol memiliki Rf sebesar 0,30
dengan warna spot violet. Dengan diduga adanya kandungan gingerol pada
ekstrak etanolik jahe merah ini telah berpengaruh terhadap uji farmakologi pada
mencit, tampak bahwa pada dosis II : 215 mg/Kg BB, efek antiinflamasi mulai
terlihat yaitu dengan rata-rata tebal udema yang hampir sama dengan kontrol
positif, selain itu juga setelah diuji dengan ANOVA taraf kepercayaan 95% dan
uji Scheffe ternyata memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan kontrol
58
positif sehingga ekstrak etanolik jahe merah dengan kandungan gingerol telah
mampu menimbulkan daya antiinflamasi.
Untuk ekstrak etanolik kencur dengan pelarut ethanol 95% menunjukkan
positif adanya minyak atsiri ethyl-p methoxycinnamate, hal ini dapat dilihat pada
gambar 14 dan juga pada lampiran 7 (hasil pengujian kuantitatif di LPPT-UGM)
bahwa bercak tersebut mengalami peredaman pada panjang gelombang 254 nm
dan sesuai dengan standar yang digunakan. Adapun rata-rata harga Rf yang
dihasilkan dari 3 kali replikasi sampel ekstrak etanolik kencur sebesar 0,85
dengan kadar sebesar 5,39%. Berdasarkan Tanasorn, et al., (2007), Majeed dan
Prakash, (2006) bahwa ethyl-p methoxycinnamate merupakan komponen utama
dalam kencur yang berpotensi sebagai antiinflamasi dengan harga Rf sebesar 0,8-
0,9 dan kadar sebesar 30%.
Kadar dari ekstrak etanolik kencur yang digunakan dalam penelitian ini
sangat kecil yaitu 5,39%, sedangkan kadar yang seharusnya digunakan untuk
menimbulkan efeknya sebagai antiinflamasi adalah 30%, sehingga efek
antiinflamasi dalam penelitian sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini
menyebabkan pada dosis III : 451,36 mg/Kg BB belum menimbulkan efeknya
sebagai antiinflamasi. Terbukti pada gambar 7 diagram batang serta hasil
ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe menghasilkan perbedaan
yang bermakna baik pada kontrol positif maupun negatif. Hal ini mungkin dapat
disebabkan karena adanya perbedaan tempat tumbuh kencur, waktu panen kencur
masih terlalu muda dan waktu pengambilan kencur pada musim penghujan, serta
selama proses pengumpulan ekstrak etanolik, pelarut yang digunakan belum
59
mampu mendesak senyawa aktif untuk keluar sehingga banyak kandungan zat
aktif yang hilang atau masih terjebak.
Kedua senyawa tersebut mengalami peredaman warna karena adanya
senyawa cincin aromatis baik pada gingerol maupun pada ethyl-p
methoxycinnamate. Selain itu juga penyemprotan vanillin-asam sulfat bertujuan
untuk memperpanjang ikatan konjugasi sehingga dapat membantu proses
penampakan bercak.
Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa substansi yang
diduga berpotensi sebagai antiinflamasi telah sesuai dengan literatur yang ada.
Ekstrak etanolik jahe merah Ekstrak etanolik kencur Gambar 13. Hasil kromatogram ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. ekstrak etanolik jahe merah dan kencur memiliki daya antiinflamasi
2. persentase daya antiinflamasi yang ditimbulkan oleh ekstrak etanolik jahe
merah dengan dosis 107,5; 215; 430 mg/Kg BB mencit berturut-turut sebesar
62,62%; 65,95% dan 80,95% sedangkan untuk ekstrak etanolik kencur dengan
dosis 112,84; 225,68; 451,36 mg/Kg BB mencit berturut-turut sebesar 5,71%;
22,86% dan 53,33%.
3. adanya hubungan linieritas dengan meningkatnya dosis ekstrak etanolik jahe
merah dan kencur terhadap meningkatnya daya antiinflamasi.
4. diduga adanya kandungan gingerol dalam ekstrak etanolik jahe merah secara
KLT dan terbukti adanya ethyl p-methoxycinnamate dalam ekstrak etanolik
kencur secara KLT-Densitometri.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk
melanjutkan penelitian mengenai:
1. kombinasi kedua ekstrak etanolik tersebut dengan dosis kencur yang lebih
tinggi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap daya antiinflamasi.
2. peningkatan dosis kencur yang lebih tinggi dengan pemilihan asal tanaman
kencur pada daerah lain sehingga dapat menekan udema lebih besar.
61
3. identifikasi mekanisme kerja kedua senyawa aktif dalam menghambat proses
metanolisme asam arakhidonat secara in vitro.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, 53-57, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dirjen POM, Jakarta
Anonim, 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, 113-121, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Dirjen POM, Jakarta Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 1-27, 105-116, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jilid I, 106, Departemen Kesehatan
R.I., Jakarta. Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik, Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Alam, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica, Jakarta
Anonim, 1999, Zingiber officinale, 1-11, Natural Remedies-Research centre,
Veerasandra Indl, Bangalore. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 17-19, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Anonim, 2000, Acuan Sediaan Herbal, edisi I, 25-28, Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta Anonim, 2003, TEGO® Galanga, A Natural Extract Obtained from The Roots of
kaempferia galanga, www.degussa-personal-care.com, diakses tanggal 16 Februari 2010
Anonim, 2004, Monografi: Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Vol.I, 18-20,45-
47, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta Anonim, 2007, Inflammation, http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/ Biology
Page/I/Inflammation. html diakses tanggal 5 Agustus 2009
Anonim, 2009, Cataflam:NSAID,http://moko31.wordpress.com/2009/05/24/ cataflam-nsaid-tinjauan-produk
, diakses tanggal 5 Agustus 2009
63
Ari, P. S., 2001, Daya Anti-Inflamasi Fraksi Heksana dan Fraksi Etanol Jahe merah ( Zingiber officinale Roxb. var Rubrum) pada Tikus Putih Jantan, 18, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Candrasoma, P dan Taylor, C. R, 1995, Concise Pathology, 2nd ed., 35-36, Prentice-Hall International Inc.,USA
Emran, R. K, 2002, Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid, 17(4), 75-90 Evan, S.P., 2008, Antioksidan Alami di Sekitar Kita, http://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/antioksidan-alami-di-sekitar-kita/, diakses tanggal 19 April 2010
Ferlina, 2009, Ginger Action and Uses, Ginger Extract, Gingerol, http://www.
Extract Ginger, html, diakses tanggal 1 september 2009. Giyastuti, 2001, Daya Antiinflamasi Minyak Atsiri jahe gajah (Zingiber officinale
Roxb. var. “Gajah” ) pada Tikus Putih, 30, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
John, A.O., 2006, Analgesic, Antiinflammatory and Hypoglycaemic Effect of
Ethanol Extract of Zingiber officinale (Roscoe) Rhizomes (Zingiberaceae) in Mice and Rats, J.Pharm, 20, 764-772
Kardono, L.B.S., Artanti, N., Dewiyanti, I.D., dan Basuki, T., 2003, Selected
Indonesian Medical Plants: Monographs and Descriptions, 1, 269-281, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Langford, F. D., Holmes, P. A., Amele, J. F., 1972, Objective Methode for
Evaluation of Analgesic-Anti-inflammatory Activity, J.Pharm. Sci. Mahmood, K., Aorahman, Z.A., Tariq, I. N., and Hussain, S.A.R, 2009, Dose-
dependent anti-inflammatory effect of silymarin in experimental animal model of chronic inflammation, African journal of Pharmacy and Pharmacology, 3 (5), 242-247
Mills, S. dan Bone, K., 2000, Principles and Practice of Phytotherapy, Modern
Herbal Medicine,394-402, Churchill Livingstone, Washington, USA. Mutschler, E., 1986, Arieneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh Mathilda B.,
Widyanto dan Ranti, Dinamika Obat, 177 – 197, ITB, Bandung. Mycek, M. J., Harvey, R. A., and Champe, P. C., 2001, Pharmachology, 2nd ed.,
diterjemahkan oleh Azwar A, 404, Widya Medika, Jakarta
64
Obie, 2009, Ekstrak Jahe, http://ebie-bie-bie.blogspot.com/2009/03/ekstrak-jahe.html, diakses tanggal 10 Juni 2009
Pumiyuki, K., Shibuya, M., Sankawa, U, 1982, Inhibitors of Prostaglandin
Biosynthesis from Ginger, Pharmaceutical Society of Japan, 30, 754-757 Raji, Y., Udoh, U.S., Oluwadara O. O., Akinsomisoye, O.S., Awobajo, O.,
Adeshoga, K, 2002, Anti-Inflammatory And Analgesic Properties Of The Rhizome Extract Of Zingiber Officinale, J. Biomed., Res, Vol.5, 121-124
Sastrohamidjojo, H., 1991, Kromatografi, 26, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta Setyarini, H., 2009, Uji Daya Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol Jahe 10%
(Zingiber officinale Roscoe) yang diberikan Topikal terhadap Udem Kaki Tikus yang diinduksi Karagenin,13-15, Skripsi, UMS, Surakarta.
Stahl, E., 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy,
diterjemahkan oleh Padwinata, K. dan Sudiro, I, 3-17, ITB, Bandung. Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I., Dradjad,
M., Wibowo, S., 1996, Tumbuhan Obat, 150-155, Pusat Penelitian Obat Tradisional, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Suleyman, H., Demircan, B., Karagoz, Y., Oztasan, N., and Suleyman, B., 2004,
Anti-Inflammatory Effects of Selective COX-2 Inhibitors, Pol. J. Pharmacol., 56, 775-780
Tanasorn, T., Chanida, P., Anusorn, R., Somchai, I., Niran, V., Anchalee, C.,
Nijsiri, R., et al., 2007, Pharmacognostic Specification of Kaempferia Galanga Rhizome in Thailand, J. Health, 21 (3), 207-214
Tohda, C., Nakayama, N., Hatanaka, F., Komatsu, K, 2006, Comparison of Anti-
inflammatory Activities of Six Curcuma Rhizomes: A Possible Curcuminoid-independent Pathway Mediated by Curcuma phaeocaulis Extract, 1-6, Oxford University Press, USA
Trilaksani, W., 2003, Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan, http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/06223/wini_trilaksani.htm, diakses tanggal 21 April 2010
Wagner, H., 1996, Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, 2 th
ed, 291-302, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Germany
65
Lampiran 1. Sertifikat Kalibrasi Digital Caliper merek “Mitutoyo 04023431”
66
67
Lampiran 2. Surat Keterangan Pembelian Mencit di LPPT-Universitas Gajah Mada ( UGM )
68
Lampiran 3. Surat Pengesahan Identifikasi Tanaman Jahe merah dan Kencur
69
Lampiran 4. Foto Tanaman Jahe merah dan Kencur
(a)
(b)
(a) Tanaman Jahe merah (b) Tanaman Kencur
70
Lampiran 5. Foto Rimpang basah dan serbuk Jahe merah dan Kencur
(a) (b)
(a) Rimpang basah jahe merah (b) Serbuk jahe merah
(a) (b)
(a) Rimpang basah kencur (b) Serbuk kencur
71
Lampiran 6. Foto Larutan Stok Ekstrak Etanolik Jahe merah dan Kencur
(a) Larutan Stok Ekstrak Etanolik Jahe merah
(b) Larutan Stok Ekstrak Etanolik Kencur
72
Lampiran 7. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ethyl p-methoxy cinnamate dari ekstrak etanolik kencur.
73
Lampiran 8. a. Skema kerja orientasi rentang waktu pengukuran kaki mencit setelah
diinjeksi karagenin 1%
Lima belas ekor mencit dibagi dalam tiga kelompok ( n= 5 )
Kelompok 1 Kelompok II Kelompok III
( 1 jam setelah injeksi ) ( 2 jam setelah injeksi ) ( 3 jam setelah injeksi )
diukur bagian telapak kaki kiri mencit dengan jangka sorong digital
b. Perhitungan dosis karagenin 1%
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝐷𝐷𝑘𝑘 ∶ 0,05 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 1000 𝑚𝑚𝑘𝑘
100 𝑚𝑚𝑚𝑚0,02 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝐵𝐵𝐵𝐵
: 25 mg/kg BB
74
Lampiran 9. a. Skema kerja orientasi pemberian Cataflam® D-50 dalam rentang waktu
tertentu
Sembilan ekor mencit dibagi dalam tiga kelompok ( n=3 )
Kelompok 1 Kelompok II Kelompok III
1 jam sebelum sesaat sebelum satu jam setelah
injeksi karagenin injeksi karagenin injeksi karagenin
1 jam sesudahnya
diukur bagian telapak kaki kiri mencit dengan jangka sorong digital
b. Perhitungan dosis Cataflam ® D-50
Dosis untuk manusia 50 kg / hari (3 dosis @ 50 mg) : 150 mg.
Dosis untuk manusia 70 kg sebesar 70 mg.
Konversi dari manusia 70 kg ke mencit 20 gram sebesar 0,0026
Sehingga dosis untuk mencit 20 gram : 70 mg x 0,0026
: 0,182 mg/20 g BB mencit
: 9,1 mg/kg BB mencit
75
Lampiran 10. a. Skema kerja orientasi pemberian ekstrak etanolik jahe merah dan
kencur
Dua belas ekor mencit dibagi dalam dua kelompok (n=3)
Diberikan per oral masing-masing ekstrak etanolikjahe merah dan kencur sesuai dosis 1 jam sebelum injeksi karagenin 1%
Kelompok 1 Kelompok II Jahe merah Kencur
(a) (b) (c) (d)
1 jam setelah injeksi karagenin 1%
diukur pada bagian telapak kaki kiri mencit dengan jangka sorong digital
b. Perhitungan dosis ekstrak etanolik jahe merah Dosis untuk manusia 50 kg ± 2 gram serbuk jahe merah.
Serbuk kering jahe merah yang digunakan = 107,71 gram, sehingga didapat
ekstrak etanolik sebanyak 25,44 gram.
Maka, Ekstrak etanolik untuk 2 gram serbuk jahe merah :
2 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑚𝑚 𝐷𝐷𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑠𝑠𝑘𝑘107,71 𝐷𝐷𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑠𝑠𝑘𝑘
𝑥𝑥 25,44 𝑘𝑘𝑘𝑘𝐷𝐷𝑒𝑒𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑒𝑒𝑘𝑘𝑚𝑚 = 0,4724 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑚𝑚 𝑘𝑘𝑘𝑘𝐷𝐷𝑒𝑒𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑒𝑒𝑘𝑘𝑚𝑚
= 0,4724 gram/ 50 kg BB
(d)
76
Untuk manusia 70 kg :
7050
𝑥𝑥 0,4724 = 0,8267𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑚𝑚
Untuk mencit 20 gram : 0,8267 gram x 0,0026
: 0,00215 gram
: 107,5 mg/Kg BB mencit
(a) Dosis I : 107,5 mg/Kg BB (b) Dosis II : 215 mmg/Kg BB (c) Dosis III : 430 mg/Kg BB
Rumus umum perhitungan volume => 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐶𝐶
Dimana: D : dosis (g/kg BB) BB : berat badan mencit (g)
C : konsentrasi (mg/ml) V : volume (ml)
Dosis III = 8,6 mg/20 gramBB mencit =>
Larutan stok ekstrak etanolik jahe merah : 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
0,5 = 8,6 𝑚𝑚𝑘𝑘 20 𝑘𝑘⁄ 𝑥𝑥 30 𝑘𝑘 𝐶𝐶
C = 25,8 mg/ml
C = 258 mg/10 ml
Dosis II = 4,3 mg/20 gramBB mencit =>
Larutan stok ekstrak etanolik jahe merah : 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
0,5 = 4,3 𝑚𝑚𝑘𝑘 20 𝑘𝑘⁄ 𝑥𝑥 30 𝑘𝑘 𝐶𝐶
C = 12,9 mg/ml
C = 129 mg/10 ml
Dosis I = 2,15 mg/20 gramBB mencit =>
Larutan stok ekstrak etanolik jahe merah : 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
77
0,5 = 2,15 𝑚𝑚𝑘𝑘 20 𝑘𝑘⁄ 𝑥𝑥 30 𝑘𝑘 𝐶𝐶
C = 6,45 mg/ml
C = 64,5 mg/10 ml
c. Perhitungan dosis ekstrak etanolik kencur
Dosis untuk manusia 50 kg ± 5 gram rimpang kering kencur
Rimpang kering yang digunakan 100 gram kemudian menghasilkan serbuk
sebanyak 95 gram.
Berdasarkan dosis diatas maka : 5100
𝑥𝑥 95 𝑘𝑘 𝐷𝐷𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑠𝑠𝑘𝑘 = 4,75 𝑘𝑘 𝐷𝐷𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑠𝑠𝑘𝑘
Dosis untuk manusia 50 kg = 4,75 g serbuk kencur.
Serbuk yang digunakan untuk memperoleh ekstrak etanolik : 92,58 g dan
didapat ekstrak kental sebanyak 12,08 g
Ekstrak kental untuk 4,75 gram serbuk kencur :
4,75 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑚𝑚 𝐷𝐷𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑠𝑠𝑘𝑘92,58 𝐷𝐷𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑠𝑠𝑘𝑘
𝑥𝑥 12,08 𝑘𝑘𝑘𝑘𝐷𝐷𝑒𝑒𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑒𝑒𝑘𝑘𝑚𝑚 = 0,62 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑚𝑚 𝑘𝑘𝑘𝑘𝐷𝐷𝑒𝑒𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑒𝑒𝑘𝑘𝑚𝑚
= 0,62 gram/ 50 kg BB
Untuk manusia 70 kg :
7050
𝑥𝑥 0,62 = 0,868 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑚𝑚
Untuk mencit 20 gram : 0,868 gram x 0,0026
: 0,0022568 gram
: 112,84 mg/Kg BB
(a) Dosis I : 112,84 mg/Kg BB (b) Dosis II : 225,68 mg/Kg BB (c) D osis III : 451,36 mg/Kg BB
78
Rumus umum perhitungan volume =>
𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
Dimana: D : dosis (g/kg BB) BB : berat badan mencit (g)
C : konsentrasi (mg/ml) V : volume (ml)
Dosis III = 9,0272 mg/20 gramBB mencit =>
Larutan stok ekstrak etanolik kencur : 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
0,5 = 9,0272 𝑚𝑚𝑘𝑘 20 𝑘𝑘⁄ 𝑥𝑥 30 𝑘𝑘 𝐶𝐶
C = 27,08 mg/ml
C = 270,8 mg/10 ml
Dosis II = 4,5136 mg/20 gramBB mencit =>
Larutan stok ekstrak etanolik kencur : 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
0,5 = 4,5136 𝑚𝑚𝑘𝑘 20 𝑘𝑘⁄ 𝑥𝑥 30 𝑘𝑘 𝐶𝐶
C = 13,5408 mg/ml
C = 135,408 mg/10 ml
Dosis I = 2,2568 mg/20 gramBB mencit =>
Larutan stok ekstrak etanolik kencur : 𝑉𝑉 = 𝐷𝐷 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐶𝐶
0,5 = 2,2568 𝑚𝑚𝑘𝑘 20 𝑘𝑘⁄ 𝑥𝑥 30 𝑘𝑘 𝐶𝐶
C = 6,7704 mg/ml
C = 67,704 mg/10 ml
79
Lampiran 11. Skema kerja pemberian ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis
Tiga puluh ekor mencit dibagi dalam dua kelompok
Kelompok Jahe merah Kelompok Kencur (mg/Kg BB) (mg/Kg BB)
Dosis I Dosis II Dosis III Dosis I Dosis II Dosis III 107,5 mg 215 mg 430 mg 112,84 mg 225,68 mg 451,36 mg
1 jam setelah injeksi karagenin 1%
diukur pada bagian telapak kaki kiri mencit dengan jangka sorong digital
80
Lampiran 12. Data orientasi tebal udema kaki mencit pada rentang waktu tertentu setelah injeksi karagenin 1% sub plantar
No. Keterangan Tebal kaki mencit (mm) pada
rentang waktu (jam) setelah injeksi karagenin 1%
1 2 3 1 Kaki kiri 3.16 2.67 2.35 Kaki kanan 2.27 2.26 2.25 Tebal Udema 0.89 0.41 0.1 2 Kaki kiri 3.07 2.59 2.58 Kaki kanan 2.59 2.55 2.54 Tebal Udema 0.48 0.04 0.04 3 Kaki kiri 3.9 3.42 2.6 Kaki kanan 2.58 2.5 2.32 Tebal Udema 1.32 0.92 0.28 4 Kaki kiri 3.19 2.88 2.77 Kaki kanan 2.49 2.41 2.41 Tebal Udema 0.7 0.47 0.36 5 Kaki kiri 3.07 2.91 2.48 Kaki kanan 2.26 2.28 2.24 Tebal Udema 0.81 0.63 0.24 Rata-rata tebal
Udema ± SE 0,84 ± 0,1384 0,494 ± 0,1438 0,198 ± 0,0588
Keterangan : tebal udema = (kaki kiri – kaki kanan)
81
Lampiran 13. Data orientasi tebal udema kaki mencit akibat perlakuan Cataflam® D-50 pada rentang waktu tertentu
ORIENTASI WAKTU PEMBERIAN CATAFLAM D-50
No. Keterangan 1 Jam Sebelum Sesaat
Sebelum 1 jam Setelah
injeksi karagenin 1% (mm) 1 Kaki kiri 2.69 2.94 2.5 Kaki kanan 2.49 2.48 2.34 Tebal Udema 0.2 0.46 0.16 2 Kaki kiri 2.52 3 2.41 Kaki kanan 2.33 2.76 2.3 Tebal Udema 0.19 0.24 0.11 3 Kaki kiri 2.58 2.92 2.5 Kaki kanan 2.42 2.46 2.4 Tebal Udema 0.16 0.46 0.1 Rata-rata tebal
0,1833 ± 0,0120 0,3867 ± 0,7333 0,1233±0,1856 Udema ± SE
82
Lampiran 14. Data Orientasi tebal udema kaki mencit akibpat pemberian ekstrak etanolik jahe merah dan kencur
No. Keterangan Jahe merah Kencur
Dosis I Dosis III Dosis I Dosis III 1 Kaki Kiri 3,01 2,96 3,16 2.87
Kaki Kanan 2,78 2,78 2,34 2.38
Tebal Udema 0,23 0,18 0,82 0.49
2 Kaki Kiri 2,97 2,77 3,00 2.79
Kaki Kanan 2,60 2,65 2,42 2,40
Tebal Udema 0,37 0,12 0,58 0.39
3 Kaki Kiri 2,88 2,83 3,39 2.92
Kaki Kanan 2,54 2,64 2,57 2.45
Tebal Udema 0,34 0,19 0,82 0.47
Rata-rata tebal Udema ± SE 0,3133 ± 0,0430 0,1633 ± 0,0219 0,74 ± 0,08 0,45± 0,0310
83
Lampiran 15. Data tebal udema kaki mencit akibat pemberian ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis beserta kontrolnya
No. Keterangan
Tebal udema (mm) pada berbagai kelompok perlakuan
Karagenin 1% Aquadest
Dosis (mg/Kg BB mencit ) Cataflam®D-50
9,1 Jahe merah
107,5 Jahe merah
215 Jahe merah
430 Kencur 112,84
Kencur 225,68
Kencur 451,36
1 Kaki Kiri 3.16 3.11 2.69 3.01 2.56 2.96 2,98 3,16 2,87 Kaki Kanan 2.27 2.38 2.49 2.78 2.27 2.78 2,27 2,54 2,38 Tebal Udema 0.89 0.73 0.2 0.23 0.29 0.18 0,71 0,62 0,49 2 Kaki Kiri 3.07 3.18 2.52 2.97 2.74 2.77 3,17 3,00 2,79 Kaki Kanan 2.59 2.47 2.33 2.6 2.49 2.65 2,37 2,42 2,40 Tebal Udema 0.48 0.71 0.19 0.37 0.25 0.12 0,8 0,58 0,39 3 Kaki Kiri 3.9 3.03 2.58 2.88 2.69 2.83 3,15 3,39 2,92 Kaki Kanan 2.58 2.42 2.42 2.54 2.46 2.64 2,23 2,57 2,45 Tebal Udema 1.32 0.61 0.16 0.34 0.23 0.19 0,92 0,82 0,47 4 Kaki Kiri 3.19 3.11 2.7 2.88 2.8 2.45 3,70 2,86 2,73 Kaki Kanan 2.49 2.39 2.47 2.56 2.45 2.3 2,75 2,24 2,44 Tebal Udema 0.7 0.72 0.23 0.32 0.35 0.15 0,95 0,62 0,29 5 Kaki Kiri 3.07 3.15 2.73 2.63 2.82 2.84 3,15 2,96 2,77 Kaki Kanan 2.26 2.53 2.58 2.36 2.51 2.68 2,57 2,36 2,45 Tebal Udema 0.81 0.62 0.15 0.31 0.31 0.16 0,58 0,60 0,32
Rata-rata 0,84 0,678 0,186 0,314 0,286 0,16 0,792 0,648 0,392 Tebal Udema ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± SE 0,1384 0,02596 0,0144 0,0234 0,0214 0,0122 0,0682 0,0436 0,0395
84
Lampiran 16. Data hasil perhitungan % daya antiinflamasi ekstrak etanolik jahe merah dan kencur dalam tiga peringkat dosis beserta kontrolnya
Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi :
85
Lampiran 17. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi rentang waktu pengukuran kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% beserta hasil uji Scheffenya
NPar Tests Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Udema 15 .5127 .36642 .04 1.32
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Udema
N 15
Normal Parametersa Mean .5127
Std. Deviation .36642
Most Extreme Differences Absolute .136
Positive .136
Negative -.099
Kolmogorov-Smirnov Z .525
Asymp. Sig. (2-tailed) .946
a. Test distribution is Normal.
ONEWAY Udema BY Waktu /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS
86
/POSTHOC=SCHEFFE ALPHA(0.05) Oneway Descriptives
Udema
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 jam 5 .8400 .30943 .13838 .4558 1.2242 .48 1.32
2 jam 5 .4940 .32161 .14383 .0947 .8933 .04 .92
3 jam 5 .2040 .13145 .05879 .0408 .3672 .04 .36
Total 15 .5127 .36642 .09461 .3097 .7156 .04 1.32
ANOVA
Udema
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.014 2 .507 7.026 .010
Within Groups .866 12 .072
Total 1.880 14
87
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Udema Scheffe
(I) Waktu
(J) Waktu
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 jam 2 jam .34600 .16989 .168 -.1276 .8196
3 jam .63600* .16989 .010 .1624 1.1096 2 jam 1 jam -.34600 .16989 .168 -.8196 .1276
3 jam .29000 .16989 .271 -.1836 .7636 3 jam 1 jam -.63600* .16989 .010 -1.1096 -.1624
2 jam -.29000 .16989 .271 -.7636 .1836 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets Udema
Scheffe
Waktu N
Subset for alpha = 0.05
1 2
3 jam 5 .2040 2 jam 5 .4940 .4940 1 jam 5 .8400
Sig. .271 .168
Udema
Scheffe
Waktu N
Subset for alpha = 0.05
1 2
3 jam 5 .2040 2 jam 5 .4940 .4940 1 jam 5 .8400
Sig. .271 .168
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
88
Lampiran 18. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi pemberian Cataflam® D-50 pada rentang waktu tertentu.
NPar Tests Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Udema 9 .2311 .13670 .10 .46
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Udema
N 9
Normal Parametersa Mean .2311
Std. Deviation .13670
Most Extreme Differences Absolute .257
Positive .257
Negative -.175
Kolmogorov-Smirnov Z .770
Asymp. Sig. (2-tailed) .594
a. Test distribution is Normal.
89
Oneway Descriptives
Udema
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
1 3 .1833 .02082 .01202 .1316 .2350 .16 .20
2 3 .3867 .12702 .07333 .0711 .7022 .24 .46
3 3 .1233 .03215 .01856 .0435 .2032 .10 .16
Total 9 .2311 .13670 .04557 .1260 .3362 .10 .46
ANOVA
Udema
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .114 2 .057 9.741 .013
Within Groups .035 6 .006
Total .149 8
90
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Udema Scheffe
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 2 -.20333* .06254 .047 -.4039 -.0028
3 .06000 .06254 .652 -.1406 .2606 2 1 .20333* .06254 .047 .0028 .4039
3 .26333* .06254 .016 .0628 .4639 3 1 -.06000 .06254 .652 -.2606 .1406
2 -.26333* .06254 .016 -.4639 -.0628 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets Udema
Scheffe
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2
3 3 .1233 1 3 .1833 2 3 .3867
Sig. .652 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
91
Lampiran 19. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi pemberian ekstrak etanolik jahe merah dosis 2107,5 mg/Kg BB ; 430 mg/Kg BB dan kencur dosis 112,84 mg/Kg BB ; 451,36 mg/Kg BB beserta kontrolnya
(a) Ekstrak etanolik jahe merah
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Udema 16 .3594 .23251 .12 .73
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Udema
N 16 Normal Parametersa Mean .3594
Std. Deviation .23251 Most Extreme Differences Absolute .274
Positive .274 Negative -.172
Kolmogorov-Smirnov Z 1.094 Asymp. Sig. (2-tailed) .182 a. Test distribution is Normal.
ONEWAY Udema BY Kelompok
/STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS
92
/POSTHOC=SCHEFFE ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA Udema
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .780 3 .260 99.518 .000 Within Groups .031 12 .003
Total .811 15
Descriptives Udema
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) 5 .1860 .03209 .01435 .1462 .2258 .15 .23
Kontrol Negatif Aquadest 5 .6780 .05805 .02596 .6059 .7501 .61 .73 Dosis I Ekstrak Jahe merah (2,15 mg/20g BB) 3 .3133 .07371 .04256 .1302 .4964 .23 .37
Dosis III Ekstrak Jahe merah (8,6 mg/20g BB) 3 .1633 .03786 .02186 .0693 .2574 .12 .19
Total 16 .3594 .23251 .05813 .2355 .4833 .12 .73
93
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Udema Scheffe
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB)
Kontrol Negatif Aquadest -.49200* .03232 .000 -.5966 -.3874
Dosis I Ekstrak Jahe merah (2,15 mg/20g BB) -.12733* .03732 .038 -.2481 -.0066
Dosis III Ekstrak Jahe merah (8,6 mg/20g BB) .02267 .03732 .945 -.0981 .1434
Kontrol Negatif Aquadest Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) .49200* .03232 .000 .3874 .5966
Dosis I Ekstrak Jahe merah (2,15 mg/20g BB) .36467* .03732 .000 .2439 .4854
Dosis III Ekstrak Jahe merah (8,6 mg/20g BB) .51467* .03732 .000 .3939 .6354
Dosis I Ekstrak Jahe merah (2,15 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) .12733* .03732 .038 .0066 .2481
Kontrol Negatif Aquadest -.36467* .03732 .000 -.4854 -.2439 Dosis III Ekstrak Jahe merah (8,6 mg/20g BB) .15000* .04172 .028 .0150 .2850
Dosis III Ekstrak Jahe merah (8,6 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) -.02267 .03732 .945 -.1434 .0981
Kontrol Negatif Aquadest -.51467* .03732 .000 -.6354 -.3939 Dosis I Ekstrak Jahe merah (2,15 mg/20g BB) -.15000* .04172 .028 -.2850 -.0150
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
94
Homogeneous Subsets
Udema
Scheffe
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Dosis III Ekstrak Jahe merah (8,6 mg/20g BB) 3 .1633
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) 5 .1860
Dosis I Ekstrak Jahe merah (2,15 mg/20g BB) 3 .3133
Kontrol Negatif Aquadest 5 .6780
Sig. .945 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
95
(b) Ekstrak etanolik kencur
NPar Tests Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Udema 16 .4933 .24420 .15 .82
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Udema
N 16 Normal Parametersa Mean .4933
Std. Deviation .24420 Most Extreme Differences Absolute .172
Positive .172 Negative -.139
Kolmogorov-Smirnov Z .688 Asymp. Sig. (2-tailed) .731 a. Test distribution is Normal.
96
Oneway
Descriptives Udema
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) 5 .1860 .03209 .01435 .1462 .2258 .15 .23
Kontrol Negatif Aquadest 5 .6780 .05805 .02596 .6059 .7501 .61 .73 Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) 3 .7410 .13944 .08050 .3946 1.0874 .58 .82
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) 3 .4500 .05292 .03055 .3186 .5814 .39 .49
Total 16 .4933 .24420 .06105 .3632 .6234 .15 .82
ANOVA
Udema
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .832 3 .277 53.631 .000
Within Groups .062 12 .005
Total .895 15
97
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Udema Scheffe
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB)
Kontrol Negatif Aquadest -.49200* .04549 .000 -.6392 -.3448
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.55500* .05253 .000 -.7250 -.3850
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) -.26400* .05253 .003 -.4340 -.0940
Kontrol Negatif Aquadest Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) .49200* .04549 .000 .3448 .6392
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.06300 .05253 .703 -.2330 .1070
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) .22800* .05253 .008 .0580 .3980
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) .55500* .05253 .000 .3850 .7250
Kontrol Negatif Aquadest .06300 .05253 .703 -.1070 .2330 Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) .29100* .05873 .003 .1010 .4810
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) .26400* .05253 .003 .0940 .4340
Kontrol Negatif Aquadest -.22800* .05253 .008 -.3980 -.0580 Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.29100* .05873 .003 -.4810 -.1010
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
98
Homogeneous Subsets
Udema
Scheffe
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20 g BB) 5 .1860
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) 3 .4500
Kontrol Negatif Aquadest 5 .6780
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) 3 .7410
Sig. 1.000 1.000 .703
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
99
Lampiran 20. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji scheffe % DA perlakuan ekstrak etanolik
jahe merah dan kencur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya
(a) Ekstrak etanolik jahe merah
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Udema 25 .3088 .16659 .12 .73
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Udema
N 25 Normal Parametersa Mean .3088
Std. Deviation .16659 Most Extreme Differences Absolute .162
Positive .162 Negative -.130
Kolmogorov-Smirnov Z .812 Asymp. Sig. (2-tailed) .525 a. Test distribution is Normal.
100
Oneway Test of Homogeneity of Variances
Udema Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.721 4 20 .185
ANOVA
Udema
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .607 4 .152 51.408 .000
Within Groups .059 20 .003
Total .666 24
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Udema Scheffe
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 0,182 mg/20 g BB Mencit
Kontrol Negatif Aquadest -.41200* .03436 .000 -.5283 -.2957
Dosis I Ekstrak jahe Merah 2,15 mg/20 g BB Mencit -.12800* .03436 .026 -.2443 -.0117
Dosis II Ekstrak Jahe Merah 4,3 mg/20 g BB Mencit -.10000 .03436 .116 -.2163 .0163
Dosis III Ekstrak Jahe Merah 8,6 mg/20 g BB Mencit .02600 .03436 .964 -.0903 .1423
101
Kontrol Negatif Aquadest Kontrol Positif Cataflam D-50 0,182 mg/20 g BB Mencit .41200* .03436 .000 .2957 .5283
Dosis I Ekstrak jahe Merah 2,15 mg/20 g BB Mencit .28400* .03436 .000 .1677 .4003
Dosis II Ekstrak Jahe Merah 4,3 mg/20 g BB Mencit .31200* .03436 .000 .1957 .4283
Dosis III Ekstrak Jahe Merah 8,6 mg/20 g BB Mencit .43800* .03436 .000 .3217 .5543
Dosis I Ekstrak jahe Merah 2,15 mg/20 g BB Mencit
Kontrol Positif Cataflam D-50 0,182 mg/20 g BB Mencit .12800* .03436 .026 .0117 .2443
Kontrol Negatif Aquadest -.28400* .03436 .000 -.4003 -.1677 Dosis II Ekstrak Jahe Merah 4,3 mg/20 g BB Mencit .02800 .03436 .953 -.0883 .1443
Dosis III Ekstrak Jahe Merah 8,6 mg/20 g BB Mencit .15400* .03436 .006 .0377 .2703
Dosis II Ekstrak Jahe Merah 4,3 mg/20 g BB Mencit
Kontrol Positif Cataflam D-50 0,182 mg/20 g BB Mencit .10000 .03436 .116 -.0163 .2163
Kontrol Negatif Aquadest -.31200* .03436 .000 -.4283 -.1957 Dosis I Ekstrak jahe Merah 2,15 mg/20 g BB Mencit -.02800 .03436 .953 -.1443 .0883
Dosis III Ekstrak Jahe Merah 8,6 mg/20 g BB Mencit .12600* .03436 .029 .0097 .2423
Dosis III Ekstrak Jahe Merah 8,6 mg/20 g BB Mencit
Kontrol Positif Cataflam D-50 0,182 mg/20 g BB Mencit -.02600 .03436 .964 -.1423 .0903
Kontrol Negatif Aquadest -.43800* .03436 .000 -.5543 -.3217 Dosis I Ekstrak jahe Merah 2,15 mg/20 g BB Mencit -.15400* .03436 .006 -.2703 -.0377
Dosis II Ekstrak Jahe Merah 4,3 mg/20 g BB Mencit -.12600* .03436 .029 -.2423 -.0097
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
102
Homogeneous Subsets Udema
Scheffe
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Dosis III Ekstrak Jahe Merah 8,6 mg/20 g BB Mencit 5 .1600
Kontrol Positif Cataflam D-50 0,182 mg/20 g BB Mencit 5 .1860 .1860
Dosis II Ekstrak Jahe Merah 4,3 mg/20 g BB Mencit 5 .2860 .2860
Dosis I Ekstrak jahe Merah 2,15 mg/20 g BB Mencit 5 .3140
Kontrol Negatif Aquadest 5 .5980
Sig. .964 .116 .953 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
(b) Ekstrak etanolik kencur
NPar Tests Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Udema 25 .5392 .24041 .15 .95
103
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Udema
N 25 Normal Parametersa Mean .5392
Std. Deviation .24041 Most Extreme Differences Absolute .167
Positive .101 Negative -.167
Kolmogorov-Smirnov Z .837 Asymp. Sig. (2-tailed) .485 a. Test distribution is Normal.
Oneway Descriptives
Udema
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB) 5 .1860 .03209 .01435 .1462 .2258 .15 .23
Kontrol Negatif Aquadest 5 .6780 .05805 .02596 .6059 .7501 .61 .73 Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) 5 .7920 .15255 .06822 .6026 .9814 .58 .95
Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB) 5 .6480 .09757 .04363 .5269 .7691 .58 .82
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) 5 .3920 .08843 .03955 .2822 .5018 .29 .49
Total 25 .5392 .24041 .04808 .4400 .6384 .15 .95
104
ANOVA
Udema Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.207 4 .302 33.524 .000 Within Groups .180 20 .009
Total 1.387 24
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Udema Scheffe
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB)
Kontrol Negatif Aquadest -.49200* .06001 .000 -.6952 -.2888
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.60600* .06001 .000 -.8092 -.4028
Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB) -.46200* .06001 .000 -.6652 -.2588
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) -.20600* .06001 .046 -.4092 -.0028
Kontrol Negatif Aquadest Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB) .49200* .06001 .000 .2888 .6952
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.11400 .06001 .481 -.3172 .0892
Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB) .03000 .06001 .992 -.1732 .2332
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) .28600* .06001 .003 .0828 .4892
105
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB) .60600* .06001 .000 .4028 .8092
Kontrol Negatif Aquadest .11400 .06001 .481 -.0892 .3172 Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB) .14400 .06001 .258 -.0592 .3472
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) .40000* .06001 .000 .1968 .6032
Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB) .46200* .06001 .000 .2588 .6652
Kontrol Negatif Aquadest -.03000 .06001 .992 -.2332 .1732 Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.14400 .06001 .258 -.3472 .0592
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) .25600* .06001 .009 .0528 .4592
Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB)
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB) .20600* .06001 .046 .0028 .4092
Kontrol Negatif Aquadest -.28600* .06001 .003 -.4892 -.0828 Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) -.40000* .06001 .000 -.6032 -.1968
Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB) -.25600* .06001 .009 -.4592 -.0528
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
106
Homogeneous Subsets
Udema
Scheffe
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol Positif Cataflam D-50 (0,182 mg/20g BB) 5 .1860 Dosis III Ekstrak Kencur (9,0272 mg/20g BB) 5 .3920 Dosis II Ekstrak Kencur (4,5136 mg/20g BB) 5 .6480
Kontrol Negatif Aquadest 5 .6780
Dosis I Ekstrak Kencur (2,2568 mg/20g BB) 5 .7920
Sig. 1.000 1.000 .258
107
Lampiran 21. Hasil uji linieritas ekstrak etanolik jahe merah dan kencur terhadap peningkatan daya antiinflamasi
(a) Ekstrak etanolik jahe merah
Correlations
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Kelompok 2.3323 .25455 15
Daya 69.8407 9.56214 15
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Kelompoka . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Daya
Correlations
Kelompok Daya
Kelompok Pearson Correlation 1 .810**
Sig. (2-tailed) .000
N 15 15 Daya Pearson Correlation .810** 1
Sig. (2-tailed) .000 N 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .810a .657 .630 5.81422
a. Predictors: (Constant), Kelompok
108
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 840.616 1 840.616 24.866 .000a
Residual 439.467 13 33.805 Total 1280.083 14
a. Predictors: (Constant), Kelompok b. Dependent Variable: Daya
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.158 14.317 -.081 .937
Kelompok 30.441 6.105 .810 4.987 .000
a. Dependent Variable: Daya
109
(b) Ekstrak etanolik kencur Correlations
Regression
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Kelompok 2.3535 .25439 15
Daya 27.3013 24.08231 15
Correlations
Kelompok Daya
Kelompok Pearson Correlation 1 .836**
Sig. (2-tailed) .000
N 15 15 Daya Pearson Correlation .836** 1
Sig. (2-tailed) .000 N 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 Kelompoka . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Daya
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .836a .698 .675 13.72883
a. Predictors: (Constant), Kelompok
110
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5669.161 1 5669.161 30.078 .000a
Residual 2450.249 13 188.481
Total 8119.410 14
a. Predictors: (Constant), Kelompok
b. Dependent Variable: Daya
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -158.868 34.130 -4.655 .000
Kelompok 79.103 14.423 .836 5.484 .000
a. Dependent Variable: Daya
111
BIOGRAFI PENULIS
Stephani Puspita Dewi, penulis skripsi yang berjudul
“DAYA ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOLIK
JAHE MERAH (Zingiber officinale Roxb.) DAN
KENCUR (Kaempferia galanga L.) PADA
MENCIT PUTIH JANTAN”, lahir di Purworejo pada
tanggal 04 Oktober 1987 dari pasangan Bapak Eddy
Elyada Sutadi dan Ibu Jeanne Ratna Juniawati, memiliki
saudara perempuan bernama Elisa Veronika Purnama
Dewi, Silvia Kusumadewi, Rosalia Kartika Dewi. Riwayat
pendidikan penulis yaitu dimulai dari TK-SD Maria Purworejo SLTP-SMA Bruderan
Purworejo dan pada tahun 2006 melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta hingga selesai pada tahun 2010. Selama kuliah penulis
pernah menjadi asisten praktikum Farmakologi (2010) dan Formulasi Teknologi
Sediaan Steril (2010). Selain itu, penulis juga pernah berperan serta sebagai
pemakalah Seminar Nasional Farmasi ‘Immunomodulator’ (2010), sebagai pemenang
Program Kreativitas Mahasiswa (2009), sebagai anggota TTM pada Kegiatan
Pelatihan dan Sarasehan Edukasi Penyakit Asthma (2008), sebagai peserta Seminar
Teknik Presentasi Mahasiswa Angkatan 2006 (2008), pernah ikut dalam kepanitiaan
Pharmacy Performance (2007), sebagai peserta Seminar ‘Glutation’ sebagai Pencegah
dan Penyembuh Penyakit (2006).