DENDA ADAT BAGI PELAKU ZINA
DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir,
Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.I)
Dalam Hukum Keluarga
Oleh:
AL MIZON
NIM: SHK 141596
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1440 H / 2018 M
MOTTO
Artinya:“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.(Q.S. An-Nur (24): 2).1
1 Al-Quran dan Terjemahannya, ( Bandung: Pondok Yatim Al Hilal, 2010), hlm. 350.
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakann pedoman
tranliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543
b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988. Adapun secara garis besar uraiannya sebagai
berikut:
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
Ba´ B Be ب
Ta´ T Te ت
Sa´ Ṡ ث Es (dengan titik di atas)
Jim J Je ج
Ha´ Ḥ ح Ha (dengan titik di bawah)
Kha´ KH Ka dan Ha خ
Dal D De د
Źal Ż Zat (dengan titik di atas) ذ
Ra´ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin SY Es dan Ye ش
Sád Ṣ ص Es (dengan titik di bawah)
Dad Ḍ ض De (dengan titik di bawah)
Ta´ Ṭ ط Te (dengan titik di bawah)
Za´ Ẓ ظ Zet (dengan titik di bawah)
Ain ´ Koma terbalik di atas ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qāf Q Qi ق
Kāf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wawu W We و
Ha´ H Ha ه
Hamzah ' Apostrof ء
Ya´ Y Ye ى
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah di tulis Rangkap
Ditulis Muta‘adiddah متعد دة
Ditulis ‘Iddah عدة
C. Ta‘ Marbutah di akhir kata
1. Bila dimatikan tulis h
Ditulis Hikmah حكمة
Ditulis ‘illah علة
Ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang
sudah terserap kedalam bahasa Indonesia, seperti sholat, zakat,dan
sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya.
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu
terpisah, maka ditulis dengan h.
’Ditulis Karamatul al-auliya كر مة الأ و ليا ء
2. Bila ta’ marbutha hidup atau harakat, fathah, kasrah dan dommah ditulis t
Ditulis Zakatul fitri ز كاة الفطر
D. Vokal Pendek
Ditulis A
Ditulis I
Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fathah + alif
جا هلية
Ditulis
Ditulis
Ā
jāhiliyyah
Fathah + ya’ mati
يسعى
Ditulis
Ditulis
Ā
yas’ā
Kasrah + ya’ mati
كريم
Ditulis
Ditulis
Ĭ
karĭm
Dammah + wawu mati
فروض
Ditulis
Ditulis
Ũ
furũd
F. Vokal Rangkap
Fathah + alif
بينكم
Ditulis
Ditulis
Ai
Bainakum
Fathah + wawu mati
قول
Ditulis
Ditulis
Au
Qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan
Apostrof
Ditulis A’antum اانتم
Ditulis U’iddat اعد ت
Ditulis La’in syakartum لئن شكرتم
H. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti Huruf Qamariyyah
Ditulis Al-Qur’an القر ان
Ditulis Al-Qiyas القيا س
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkankan huruf/ (el) nya
’Ditulis As-Sama السماء
Ditulis Asy-Syams الشمس
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya
الفروضذوي Ditulis Zawi al-furud
Ditulis Ahl as-sunnah اهل السنة
KATA PENGANTAR
الحمد الله الذ ي أنز ل الهدى في قلو ب العلم. والصلا ة والسلا م على اشرف الا نبيا ء والمر
أشهد ان لا اله سلين سيد نا محمد وعلى اله و صحبه والتا بعين لهم با حسا ن الى يوم الد ين.
.الا الله وأشهد ان سيد نا محمدا عبده ورسو له
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Di samping itu, tidak lupa pula
iringan shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi ini diberi judul “Denda Adat Bagi Pelaku Zina Ditinjau dari
Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi)” merupakan suatu penelitian terhadap denda atau
sanksi adat bagi pelaku zina yang diterapkan di Desa Koto Rayo. Dalam Islam
hukuman bagi pelaku zina berbeda dengan hukum adat. Akibat Perbedaan sanksi
bagi pelaku zina ini maka penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap denda adat bagi pelaku zina yang diterapkan di
Desa Koto Rayo. Dan inilah yang diketengahkan dalam skripsi ini.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui, tidak sedikit
hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data
maupun dalam penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak,
terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama
sekali kepada Yang Terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA, sebagai Rektor UIN STS Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag, sebagai Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
3. Bapak Hermanto Harun, Lc, MHI. Ph. D, sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik.
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S. Ag, MHI, sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag, MHI, sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama di Lingkungan UIN STS Jambi.
6. Ibu Siti Marlina, S. Ag, MHI. dan Ibu Dian Mustika, S.HI, MA, sebagai
Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam UIN STS Jambi.
7. Bapak Drs. Baharuddin Ahmad, MHI. dan Ibu Dian Mustika, S. HI, MA.
sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Denda Adat Bagi Pelaku Zina Ditinjau dari Hukum
Islam (Studi Kasus di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana tata cara pelaksanaan denda adat bagi pelaku zina dan untuk
mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap denda adat bagi pelaku
zina berdasarkan adat di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten
Merangin. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif-empiris dan
merupakan jenis penelitian kualitatif (field research). Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan live case study yaitu pendekatan pada suatu peristiwa
hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir. Sedangkan
instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Jenis data dan sumber data yang digunakan yaitu data primer dan
sekunder. Tehnik analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan verifikasi data. Berdasarkan data-data yang diperoleh
melalui wawancara melalui pemangku adat dan perangkat desa Koto Rayo hukum
adat tetap diberlakukan bagi pelaku zina disamping karena belum terkodifikasinya
hukum mengenai pelaku zina dalam hukum positif Indonesia. Dalam penelitian
ini dapat disimpulkan beberapa hal: pertama, dalam Islam hukuman bagi pelaku
zina adalah dicambuk dan dirajam yang telah Allah jelaskan dalam Al-Quran dan
Hadist Rasulullah. Sedangkan dalam adat cukup dengan membayar hutang yang
ditetapkan oleh pemangku adat melalui musyawarah adat. Kedua, jika dilihat dari
bentuk sanksinya hukum adat menyalahi hukum Islam karena dalil atau nash
tentang ayat zina dilalahnya bersifat qathi. Namun jika dilihat dari segi tujuan
hukum yang hendak dicapai hukum adat dan Islam memiliki kesamaan yaitu,
untuk pencegahan, membuat pelaku jera, dan pendidikan atau perbaikan pelaku
dikemudian hari.
Kata Kunci : Denda Adat, Zina, Hukum Islam
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah segala puji Allah semesta alam, salawat dan salam atas
junjungan alam Rasulullah Saw.
Skripsi ini saya persembahkan kepada kepada kedua orang tuaku,yaitu Bak
Zubir dan Mak Siti Fatimah yang dalam doa dan keringatnya tak henti-
henti mengharapkan kesuksesan anak-anaknya.
Kepada Abang dan kakak iparku, Abang Sapuan, S. Sos., Abang Adam, Abang
Shopian Hadi, S. Sos., Mbok Lindawati, Mbok Neli, dan Ayuk Regina serta
keponakanku cucung jantan, Agung Mahatir Muhammad, Nursy Mauliddin
Akbar, Muhammad Fathir Ghibran dan Muhammad Raihan Anshar. Terima
kasih selalu mendoakan, mendukung, memberikan perhatian dan semangat
untukku.
Kepada sahabat dan keluargaku Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga
Angkatan 2013/2014. Keluargaku Posko 14 Kokar Gel.III Th 2017.
Keluargaku Himpunan Mahasiswa Islam.
Terima kasih kepada Yuliyana S.H. yang selalu memberikan support serta
semangat kepadaku.
Kepada almamaterku Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN......................................................................iv
MOTTO..................................................................................................................v
TRANLITERASI..................................................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................ix
ABSTRAK............................................................................................................xii
PERSEMBAHAN...............................................................................................xiii
DAFTAR ISI........................................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xvi
DAFTAR TABEL..............................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................7
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian..................................................................8
D. Kerangka Teori...........................................................................................9
E. Kerangka Konseptual.................................................................................10
F. Tinjauan Pustaka........................................................................................15
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................19
B. Pendekatan Penelitian................................................................................19
C. Jenis dan Sumber Data...............................................................................20
D. Instrumen Pengumpulan Data....................................................................22
E. Teknik Analisis Data..................................................................................24
F. Sistematika Penulisan.................................................................................26
G. Jadwal Penelitian……................................................................................27
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Aspek Historis dan Geografis....................................................................28
B. Aspek Demografis......................................................................................30
C. Aspek Ekonomi..........................................................................................37
D. Aspek Pemerintahan...................................................................................38
E. Struktur Organisasi pemerintahan Desa Koto Rayo..................................40
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Penetapan Denda Adat Terhadap Pelaku Zina di Desa Koto
Rayo..........................................................................................................41
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Denda Adat Bagi Pelaku Zina di Desa
Koto Rayo..................................................................................................57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................66
B. Saran...........................................................................................................67
C. Kata Penutup..............................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................70
LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR PERTANYAAN..................................................................................72
CURRICULUM VITAE......................................................................................73
DAFTAR SINGKATAN
1. As : Alaih as-salam
2. Cet : Cetakan
3. Hlm : Halaman
4. H : Hijriah
5. KUHP : Kitab Undang Hukum Pidana
6. M : Masehi
7. UU : Undang-undang
8. UIN : Universitas Islam Negeri
9. Q.S : Al-Qur’an Surah
10. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam
11. SWT : Subhanahu Wata’ala
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jadwal Penelitian…......................................................................27
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Dusun dan Jenis Kelamin Desa Koto
Rayo Tahun 2018...........................................................................31
Tabel 3 : Jumlah Penduduk Desa Koto Rayo Berdasarkan Kelompok Umur
Tahun 2018...................................................................................32
Tabel 4 : Jumlah Penduduk Menurut Agama di Desa Koto Rayo..............33
Tabel 5 : Jumlah Sarana Ibadah..................................................................33
Tabel 6 : Tingkatan Pendidikan Masyarakat Desa Koto Rayo...................34
Tabel 7 : Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Koto Rayo............................35
Tabel 8 : Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Koto Rayo..............................38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke dengan keanekaragaman suku, agama, adat istiadat dan
kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya dan mengenal tiga sistem
hukum yang berlaku yaitu hukum Islam, hukum Nasional, dan hukum Adat. Di
antara hukum tersebut ada yang dikodifikasikan atau bersifat tertulis dalam
bentuk UU dan berlaku Nasional namun juga ada hukum yang tidak tertulis
seperti hukum adat yang diakui keberadaanya oleh negara.
Hukum adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari atas nilai-
nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya
berkaitan satu sama lain menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi yang jelas dan
sangat kuat. Jika ditinjau dari kata, hukum adat merupakan perpaduan dari dua
kata yaitu hukum dan adat, hukum berasal dari kata bahasa Belanda, “Recht”
berarti benar, sedangkan kata adat berasal dari bahasa Arab yang berarti
kebiasaan. Hukum adat istiadat adalah peraturan-peraturan kebiasaan sosial yang
sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Ada juga
yang menganggap adat-istiadat itu sebagai peraturan sopan santun yang turun
temurun. Pada umumya adat istiadat bersifat agak sakral (sesuatu yang suci) serta
merupakan suatu tradisi.
Masyarakat Jambi adalah bagian dari penduduk Indonesia yang dari
dahulu telah memegang teguh nilai-nilai adat istiadat mereka yang telah
ditinggalkan oleh nenek moyang mereka seperti berupa hukum adat, kebudayaan
dan beragama Islam. Maksud adat di sini adalah segala nilai-nilai budaya,
pandangan hidup, kaidah atau norma-norma kesusilaan.
Dalam perkembangannya melalui sejarah yang panjang sejak dihuninya
bumi Jambi oleh suku-suku Melayu sampai masuknya beberapa agama yang
disebutkan terdahulu adat dan hukum adat mereka tetap menjadi pegangan
masyarakat adat Jambi, bahkan hingga saat ini adat itu tetap hidup dengan segala
dinamikanya, khususnya karena pengaruh dari ajaran agama yang mereka anut.
Seberapa jauh agama yang mereka anut berpengaruh terhadap adat dan hukum
adat yang sudah berakar, amat tergantung pada sampai berapa jauh keyakinan
mereka terhadap ajaran agama yang mereka terima. Karena kayakinan
merupakan akar dari adat dan hukum adat yang mereka pegang.2
Desa Koto Rayo adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Tabir
Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Masyarakat Koto Rayo memiliki hukum
adat tersendiri yang tidak dibenarkan secara hukum untuk dilanggar
keberadaannya seperti pelanggaran maupun kejahatan yang dapat mengganggu
ketentraman dan kenyamanan masyarakat seperti perkelahian, kekerasan,
perzinahan maka penyelesaiannya selalu diberi sanksi adat yang berlaku.
Mayoritas masyarakat Jambi adalah beragama Islam, demikian halnya
dengan masyarakat di Desa Koto Rayo, tetapi hukum Islam hanya berlaku
sebagian kecil saja seperti dalam hal ibadah, perkawinan, hukum keluarga dan
sebagainya. Tidak semua ketentuan hukum yang ada dalam syariat Islam itu
langsung diambil serta dipraktekkan tetapi itu perlu dipertimbangkan terlebih
2 Lembaga Adat Provinsi Jambi, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah,
(Jambi: 2001), hlm.12.
dahulu sebelum menetapkan sebuah hukuman terhadap suatu persoalan yang ada
seperti sanksi perzinahan misalnya. Hal yang menarik untuk diteliti dari desa ini
adalah sanksi hukum yang dijatuhkan kepada pelaku perzinahan yaitu berupa
denda adat.
Denda adat merupakan suatu bentuk sanksi hukum yang diterapkan dan
ditetapkan oleh peradilan adat dalam dusun Desa Koto Rayo jika terjadi
pelanggaran terhadap hukum adat yang berlaku di Desa Koto Rayo seperti
perbuatan zina. Dalam hal untuk memutuskan denda adat terhadap pelaku zina
maka pemangku adat akan melakukan musyawarah bersama dengan pegawai
syara’ yang terdiri dari imam, khatib, bilal, qadhi dan alim ulama atau guru-guru
agama Islam. Sanksi adat yang diberikan kepada pelaku zina di desa Koto Rayo
harus sesuai dengan tindakan apa dan dengan siapa, apabila perbuatan zina
tersebut antara laki-laki dengan wanita yang sudah menjadi istri orang maka
denda adatnya adalah seekor kerbau beserta selemak semanihnya yang kemudian
disembelih kemudian dimasak serta dimakan secara bersama-sama. Namun
apabila laki-laki dan perempuan itu statusnya masih bujangan dan gadis sanksi
adatnya berupa seekor kambing beserta selemak semanihnya juga disembelih
kemudian dimasak serta dimakan secara bersama-sama dan mereka disebut pihak
yang terhutang oleh adat. Hukuman yang dijatuhkan tersebut dianggap sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan oleh sipelanggar hukum adat.
Sedangkan pada permulaan agama Islam, hukuman untuk tindak pidana
zina adalah dipenjara di dalam rumah dan disakiti, baik dengan pukulan pada
badannya maupun dengan dipermalukan. Setelah Islam mulai mantap, terjadi
perkembangan dan perubahan dalam hukuman zina ini, yaitu dengan turunnya
surah An-Nur ayat 2, kemudian lebih diperjelas oleh Rasulullah SAW dengan
sunnah qauliyah dan fi’liah.3
Firman Allah SWT.
Artinya:“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman. (Q.S. An-Nur: 2).4
Adapun sunnah qauliyah yang menjelaskan hukuman zina antara lain
adalah sebagai berikut.
ا لم خذوا عني خذوليه وسالله ع و ل الله صلىعن عبا دة بن الصا مت قال قال رس
د ما ئة ور لثيب بالثيب جل سنة واونفي عني قد جعل الله لهن سبيلا البكر جلد ما ئة
مي بالحجا رة
Dari Ubadah Ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah
memberikan jalan keluar (hukuman) bagi mereka (pezina). Jejaka dan
gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun,
3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005),
hlm. 27. 4 An-Nur (24): 2.
sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam”.
(HR. Muslim dan Abu Dawud).5
Bicara tentang dasar hukum larangan zina terdapat dalam beberapa ayat
dan beberapa surat yang terdapat dalam al-Quran dan hadist Rasulullah SAW.
Hukuman jarimah zina menurut Ahmad Hanafi ditetapkan tiga hukuman, yaitu:
dera (jilid), pengasingan (taghrib) dan rajam. Hukum dera dan pengasingan
ditetapkan untuk pezina tidak muhsan, yang dimaksud dengan tidak muhsan
adalah kedua pelaku tersebut belum menikah atau masih berstatus gadis dan
jejaka. Sedangkan hukuman rajam dikenakan terhadap pezina muhshan, yang
dimaksud dengan pezina muhshan adalah pelaku zina tersebut telah menikah atau
sudah mempunyai suami dan istri, kalau pelaku zina tidak muhshan maka
keduanya dijilid dan diasingkan. Akan tetapi kalau keduanya muhshan maka
dijatuhi hukuman rajam.6
Berkaitan dengan perbuatan zina, banyak yang berpendapat bahwa
perbuatan zina adalah satu di antara sebab-sebab dominan yang mengakibatkan
kerusakan dan kehancuran peradaban, menularkan penyakit-penyakit yang
berbahaya, mendorong orang untuk terus menerus hidup membujang serta praktek
hidup bersama tanpa adanya nikah, zina juga dianggap sebab utama dari
kemelaratan, pemborosan, kecabulan dan pelacuran, karena sebab-sebab tersebut
dan sebab lainnya, maka Islam menetapkan hukuman yang keras dan berat
terhadap para pelaku zina tersebut.7
5 Muslim, Sahih Muslim, Jilid II, hlm. 48. 6 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986),
hlm. 263. 7 Syayid Syabiq, Fiqh Sunnah Jilid 9, (Bandung: PT Alma’rif, 1984), hlm. 89.
Hukum Islam melarang zina dan mengancamnya dengan hukuman karena
zina merusak sistem kemasyarakatan dan mengancam keselamatannya. Zina
merupakan pelanggaran atas sistem kekeluargaan, sedangkan kekeluargaan
merupakan dasar untuk berdirinya masyarakat. Membolehkan zina berarti
membiarkan kekejian, dan hal ini dapat meruntuhkan masyarakat. Sedangkan
Islam menghendaki langgengnya masyarakat yang kukuh dan kuat.8
Hukum adat Jambi dan agama Islam merupakan suatu jalinan yang tidak
dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain dengan menitik beratkan pada
agama. Sebagaimana seloko adat yang berbunyi “adat bersendi syara’ dan syara’
bersendi Kitabullah. Syara’ mengato adat memakai, syara’ berbuhul mati adat
berbuhul sentak. 9 Dalam literatur Islam tegas-tegas dinyatakan “Al’aadatul
Muhakkamat” yang artinya adat kebiasaan dapat dijadikan (pertimbangan)
hukum.10 Kaidah tersebut kurang lebih bermakna bahwa adat tradisi merupakan
variable sosial yang mempunyai otoritas hukum (hukum Islam). Adat bisa
mempengaruhi materi hukum secara proporsional. Hukum Islam tidak
memposisikan adat sebagai faktor eksternal non implikatif, namun sebaliknya,
memberikan ruang akomodasi bagi adat.11
Dari kedua pandangan tersebut di atas baik dalam hukum adat maupun
hukum Islam terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penerapan bentuk
sanksi terhadap tindak pelaku zina. Dari perbedaan inilah menimbulkan
8 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 4. 9 Lembaga Adat Provinsi Jambi, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah,
(Jambi: 2001), hlm.8. 10 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 78. 11 Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer, (Medan: Perdana Publishing, 2016),
hlm. 192.
pertanyaan yaitu bagaimana Islam memandang denda adat terhadap pelaku zina
yang dalam penerapan hukumannya berbeda dengan hukum Islam sedangkan
agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Koto Rayo serta Islam
mengakui eksistensi adat dan mengakui adat bisa dijadikan sebagai hukum.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang diberi
judul: “Denda Adat Bagi Pelaku Zina Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi
Kasus di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Provinsi
Jambi).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penetapan denda adat bagi pelaku zina di desa Koto Rayo
Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap denda adat bagi pelaku zina
berdasarkan adat di desa Koto Rayo Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin ?
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terarah dan terfokus pada masalah yang akan
dibahas penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti yaitu denda adat
bagi pelaku zina ditinjau dari hukum Islam di Desa Koto Rayo pada tahun 2014-
2018.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas dan masalah pokok yang
yang diteliti oleh penulis dalam skripsi ini, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui penetapan denda adat bagi pelaku zina berdasarkan adat di
desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin.
b. Untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap denda adat bagi pelaku
zina berdasarkan adat di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten
Merangin.
2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini, apabila tujuan penulisan dapat
terselesaikan dengan baik, maka kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk membuka cara berpikir dan menambah wawasan penulis dalam
meyusun karya ilmiah
b. Untuk memberikan gambaran serta pemahaman yang mendalam tentang
denda adat bagi pelaku zina di desa Koto Rayo serta tinjauan hukum Islam
terhadap denda adat tersebut, sehingga dapat dijadikan pengalaman berharga.
c. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Starata
satu (S1) pada fakultas Syari’ah jurusan Hukum Keluarga Islam UIN STS
jambi.
E. Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah kerangka acuan yang pada dasarnya mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti
dan merupakan abstraksi-abstraksi dari hasil pemikiran.
Kerangka teori yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian
tersebut, adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum
dalam berbagai kajian dan temuan.12 Adapun kerangka teoritis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Teori Receptio In Complexu
Teori receptio in complexu merupakan teori yang dipelopori oleh L. W C.
Van den Berg (1845-1927). Van den Berg mengemukakan bahwa orang
Islam Indonesia telah menerima (meresepsi) hukum Islam secara
menyeluruh.13 Teori ini menyatakan bahwa di Indonesia berlaku hukum
Islam walaupun dengan sedikit menyimpang. Van den Berg berpendapat
bahwa hukum mengikuti agama yang dianut oleh seseorang, jika ia
beragama Islam maka hukum Islamlah yang berlaku baginya. Menurutnya,
masyarakat Islam di Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islam
dalam keseluruhannya dan merupakan kesatuan yang utuh.14
2. Teori Receptio A Contrario
Teori receptio a contrario adalah teori yang dipelopori oleh Hazairin
(1905-1975) dan dikembangkan secara sistematis dan dipraktikkan oleh
muridnya (Sajuti Talib, H. Mohammad Daud Ali, Bismar Siregar, H. M.
12 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 79. 13 Zainudin Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 81. 14 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, hlm. 80.
Tahir Azhary, dan sebagainya). Menurut mereka hukum adat dapat
menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat muslim kalau hukum adat
itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.15
F. Kerangka Konseptual
Selain didukung dengan kerangka teoritis, penulisan ini juga didukung
oleh kerangka konseptual yang merumuskan defenisi-defenisi tertentu yang
berhubungan dengan judul yang diangkat.
Kerangka konseptual adalah penggambaran antar konsep-konsep khusus
yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan
diteliti atau diuraikan dalam karya ilmiah.16
1. Pengertian Zina dan Dasar Hukum Larangan Zina
Abdul Qadir Audah berpendapat bahwa zina ialah hubungan badan yang
diharamkan dan disengaja oleh pelakunya.17 Zina secara harfiah berarti fahisyah,
yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan antar seorang
lelaki dengan perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan
perkawinan. Para fuqaha (ahli hukum Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan
hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) kedalam vagina
wanita yang dinyatakan haram bukan karena subhat, dan atas dasar syahwat.18
Mengenai kekejian jarimah zina ini, Muhammad Al-Kahtib Al-Syarbini
mengatakan, zina termasuk dosa-dosa besar yang paling keji, tidak satu agama
15 Zainudin Ali, Hukum Islam, hlm. 83. 16 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, hlm. 96. 17 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah, (Jakarta: Amzah. 2015), hlm. 18. 18 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 37.
pun yang menghalalkannya. Oleh sebab itu, sanksinya juga sangat berat, karena
mengancam kehormatan dan hubungan nasab.19
Syariat Islam melarang zina karena zina itu banyak bahayanya, baik
terhadap akhlak, agama dan jasmani badan disamping terhadap masyarakat dan
keluarga. Bahaya terhadap agama dan akhlak dari perbuatan zina sudah cukup
jelas, seseorang yang melakukan perbuatan zina, pada waktu itu ia merasa
gembira dan senang, sementara dipihak lain perbuatannya itu menimbulkan
kemarahan dan kutukan Tuhan,. Karena Tuhan melarangnya dan menghukum
pelakunya. Disamping itu, perbuatan zina itu mengarah kepada lepasnya
keimanan dari hati pelakunya, sehingga andaikata ia mati pada saat melakukan
zina tersebut maka ia mati dengan tidak membawa iman, dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan Imam Bukhori dan lainnya Rasulullah bersabda: “Tidaklah
berzina seorang pezina kalau pada waktu berzina itu ia dalam keadaan
beriman”.20
Terdapat beberapa ayat al-Quran yang mengharamkan jarimah zina ini,
yaitu sebagai berikut:
Artinya:“Dan janganlah kamu mendekati zina.sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al- Isra’
(17):32)21
19 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah, hlm. 18. 20 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2005),
hlm. 5. 21 Al- Isra’ (17):32.
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina, barangsiapa yang
melakukan yang demikian itu, niscaya ia mendapat (pembalasan)
dosa(nya) (Q.S. Al-Furqan (25): 68).22
Di samping kedua ayat tersebut, dalam hadist disebutkan:
ب وسلم أي الذنلله عليهصلى ا رسو ل الله عن عبد الله رضي الله عنه قال سألت
تل ولدك قال ثم أن تقت ثم أيك قلعند الله أكبر قال أن تجعل لله ندا وهو خلق
كيلة جاربحل يخشية أن يطعم معك قلت ثم أي قال أن تزان
Dari Abdullah meriwayatkan, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dosa
apa yang paling besar di sisi Allah?’ Beliau menjawab, ‘Kamu menjadi
tandingan bagi Allah (berbuat syirik), padahal Dia-lah yang menciptakan
kamu’ lalu aku bertanya lagi, ‘Kemudian dosa apa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Kamu membunuh anakmu karena takut kalau ia akan makan
bersama kamu.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian dosa apalagi?’ Beliau
menjawab; ‘Kamu berzina dengan istri tetanggamu.’” (HR. Al-Bukhari
dan Ibnu Hibban).23
22 Al-Furqan (25): 68. 23 Abu Adillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari (selanjutnya disebut Al-Bukhari),
Sahih Al-Bukhari, (Indonesia: Dahlan), Jilid IV, hlm. 2721-2723. Lihat juga Ala Al-Din Ali bin
Balban Al-Farazi, Sahih Ibnu Hibban, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1989), cet. ke-1, jilid
V, hlm. 297-298.
Dengan demikian, perzinahan adalah hubungan badan yang diharamkan
oleh Allah SWT dan Nabi SAW dalam Al-quran dan hadis serta disepakati oleh
para ulama dari berbagai mazhab akan keharamannya.24
2. Macam-macam jarimah zina dan sanksinya
Di dalam Islam zina di golongkan menjadi dua yaitu:
a) Zina Muhsan
Zina muhsan ialah zina yang pelakunya berstatus suami, istri, duda atau
janda. Artinya, pelakunya adalah orang yang masih dalam status pernikahan atau
pernah menikah secara sah.25 Zina muhsan adalah zina yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/beristri).
Sanksi bagi pelaku zina muhsan adalah hukuman rajam, yaitu pelaku
dilempari batu hingga meninggal. Sanksi rajam bagi pelaku zina muhsan tidak
secara eksplisit disebutkan di dalam al-Quran, tetapi eksistensinya ditetapkan
melalui ucapan dan perbuatan Rasulullah. Di dalam sebuah riwayat dijelaskan
bahwa beliau melaksanakan sanksi rajam terhadap Maiz bin Malik dan Al-
Ghamidiyah. Sanksi ini juga diakui oleh ijma’ sahabat dan tabiin, serta pernah
dilakukan pada zaman Khulaf Al-Rasyidin.
Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khahtthab berada
di atas mimbar Rasulullah SAW (dan berpidato), “Sesungguhnya Allah
mengutus Muhammad SAW dengan membawa kebenaran dan menurunkan
al-Quran. Di antara ayat yang diturunkan itu ada ayat tentang rajam.
Kami membacanya, mempelajarinya dan memahaminya; lalu beliau
melaksankan hukuman rajam dan kami juga melaksanakannya. Aku takut
jika telah berlalu masa yan panjang, ada orang yang berkata, ‘kami tidak
menemukan rajam di dalam Kitabullah,’ lalu mereka meninggalkan
kewajiban yang diturunkan Allah. Sesungguhnya hukuman rajam itu benar
24 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah, (Jakarta: Amzah. 2015), hlm. 19. 25 Ibid, hlm. 20.
di dalam Kitabullah dan diberlakukan kepada pelaku yang telah beristri
atau bersuami dari setiap laki-laki dan perempuan; apabila telah ada
bukti yang kuat, terjadi kehamilan attau pelaku mengaku.” (HR.
Muslim).26
Berdasarkan hadis di atas, jumhur ulama sepakat bahwa walaupun di
dalam al-Quran tidak disebutkan tentang rajam, hukuman ini tetap diakui
eksistensinya.
b) Zina Ghairu Muhsan
Zina ghairu muhsan ialah zina yang pelakunya masih berstatus perjaka
atau gadis, artinya pelaku belum pernah menikah secara sah dan tidak sedang
dalam ikatan pernikahan. Adapun sanksi bagi pelaku zina ghairu muhsan adalah
dicambuk sebanyak seratus kali.27
Berbeda dengan rajam yang tidak secara tegas disebutkan di dalam al-
Quran, sanksi cambuk bagi pelaku jarimah zina ghairu muhsan secara eksplisit
ditegaskan di dalam firman Allah SWT.
Artinya:“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduamya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah. Jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman. (QS. Al-Nur (24): 2)28
26 Muslim, Sahih Muslim, Jilid IV, hlm. 49. 27 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 20. 28 Al-Nur (24): 2.
Ayat di atas tidak hanya menyebutkan jumlah cambukan, tetapi juga
larangan untuk berbelas kasih kepada pelaku, selain itu, proses eksekusi
hendaknya disaksikan oleh kaum muslimin agar meniimbulkan efek jera dan
dijadikan pelajaran berharga. Adapun hadis yang menjelaskan sanksi pengasingan
sebagai pelengkap dari sanksi cambuk adalah sebagai berikut:
ر و سلم أنه أملله عليهاصلى عنه عن ر سو ل اللهعن زيد بن خا لد ر ضي الله
فيمن ز نى ولم يحصن بجلد ما ئة وتغر يب عام
“Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, ia meriwayatkan, “Aku mendengar
Rasulullah SAW memerintahkan agar orang yang berzina gahiru muhsan
dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun,”(HR. Al-
Bukhari).29
Selain itu, hadis lain yang juga menerangkan tentang sanksi pengasingan,
yaitu sebagai berikut.
م خذوا عني خذوا يه وسللله علاصلى عن عبا دة بن الصا مت قال قال رسو ل الله
د ما ئة ور لثيب بالثيب جل سنة واونفي عني قد جعل الله لهن سبيلا البكر جلد ما ئة
مي بالحجا رة
Dari Ubadah bin Samit, ia meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda,
‘Ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi mereka
jalan keluar; pezina perjaka dengan gadis dicambuk seratus kali dan
dibuang selam satu tahun, sedangkan pezina duda dengan janda dicambuk
seratus kali dan rajam.’” (HR. Muslim dan Abu Dawud).30
G. Tinjauan Pustaka
29 Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, jilid IV, hlm. 2733. 30 Muslim, Sahih Muslim, jilid II, hlm. 48.
Sebagai bahan tinjauan pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil
dari berbagai hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini,
diantaranya:
Penulis menggunakan skripsi yang berjudul Cuci Kampung Bagi Pelaku
Zina di Tinjau dari Hukum Islam (Study Kasus di Desa Pulau Betung Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari) yang ditulis oleh Asy’ari (2014).31 Dalam
penelitian ini penulis membahas tentang sanksi adat terhadap pelaku zina ghair
muhsan dan muhsan yaitu dengan tradisi cuci kampung dengan cara menyembelih
seekor kambing beserta selemak semanihnya yang dimakan bersama-sama dengan
pemangku adat dan alim ulama. Hasil dari penelitian ini adalah pelaku zina akan
dikenakan hukum cuci kampung dengan cara menyembelih seekor hewan.
Kemudian skripsi yang berjudul Penerapan Sanksi Pidana Adat Terhadap
Pelaku Zina di Wilayah Kenagarian Gragahan Kecamatan Lubuk Basung
Kabupaten Agam oleh Bobi Handoko (2015). 32 dalam skripsi ini peneliti
menjelaskan kendala dalam penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku zina di
Wilayah Kenagarian Gragahan Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam serta
upaya dalam mengatasi kendala dalam penerapan sanksi pidana adat di wilayah
tersebut.
Kemudian skripsi yang ditulis oleh Muhammad Nupriadi (2016) yang
berjudul Sanksi Bagi Pelaku Perzinahan Yang Telah Menikah Menurut Hukum
Islam Dan Hukum Adat (Studi Kasus Yang Terjadi Di Desa Rantau Tenang
31 Asy’ari, “Cuci Kampung Bagi Pelaku Zina ditinjau dari Hukum Islam”, Skripsi,
Fakultas Syariah, IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2014. 32 Bobi Handoko, “Penerapan Sanksi Pidana Adat dan Pidana KUHP Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Zina”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 2011.
Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi). 33 Dalam skripsi ini
membahas bagaimana sanksi adat terhadap pelaku zina yang sudah berkeluarga di
tinjau dari hukum Islam dan hukum adat serta perbedaan keduanya. Hasil dari
penelitian ini menjelaskan bahwa masyarakat tetap mempertahankan hukum adat
sebagai hukuman bagi pelaku zina karena merupakan kebiasaan yang sudah turun
temurun.
Skripsi yang ditulis oleh Ana Manis Thofani mahasiswa jurusan Al-Ahwal
Asy-Syaksiyah Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun (2004)
dengan judul Zina Dan Akibat Hukumannya Menurut Muhammad Syahrur. 34
Dalam skripsi ini membahas tentang akibat dan hukumnya bagi pelaku zina baik
muhsan maupun ghairu muhsan serta bagaimana pemikiran Muhammad Syahrur
tentang zina dan akibat hukum zina. Dalam hal ini dapat dikutip dari pernyataan
Muhammad Syahrur tentang zina menurutnya, tidak diperbolehkan meletakkan
julukan pezina (untuk laki-laki maupun perempuan) yang melakukan perilaku keji
(fahisyah) kecuali jika disertai dengan empat orang saksi.
Sejauh penelusuran pustaka yang peneliti lakukan dari beberapa karya
ilmiah lainnya seperti skripsi di atas belum ada penelitian yang penyusun temukan
terkait dengan denda adat bagi pelaku zina di tinjau dari hukum Islam (studi kasus
di desa Koto Rayo kecamatan Tabir, kabupaten Merangin, Provinsi jambi). Maka
dari itu peneliti berkeinginan untuk meneliti hal tersebut agar bisa menambah
wawasan keilmuan khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya. Kemudian
33 Muhammad Nupriadi, “Sanksi Bagi Pelaku Perzinahan Yang Telah Menikah Menurut
Hukum Islam Dan Hukum Adat”, Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2016. 34 Ana Manis Thofani, “Zina dan Akibat Hukumannya Menurut Muhammad Syahrur”,
Skripsi, Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, 2004.
untuk menambah karya ilmu pengetahuan untuk para pembaca dan dijadikan
bahan sarana untuk akademik.
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam
pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. “Metode
diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.
Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan
untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan
sistematis untuk mewujudkan kebenaran”. 35 Adapun metode yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat peneliti melakukan penelitian berada di Desa Koto Rayo,
Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April, tahun 2018.
B. Pendekatan Penelitian
Terkait dengan pendekatan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan normatif-empiris serta merupakan penelitian kualitatif (field
research), yaitu merupakan metode penelitian yang menggabungkan antara
pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.
Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum
normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum yang
35 Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,1995), hlm. 24.
terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
live case study yaitu pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang prosesnya
masih berlangsung atau belum berakhir.
Peneliti akan membandingkan bagaimana menurut hukum Islam dan
hukum adat tentang pelaku perzinahan dengan berpegang pada aturan normatif.
Jika dalam hukum Islam peneliti mengambil maupun berpedoman dari buku-
buku Islam yang berkaitan dengan hukum bagi pelaku zina serta pendapat-
pendapat para ulama fiqh, sedangkan dalam hukum adat peneliti langsung datang
ke tempat yang diteliti yaitu di Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi, agar peneliti dapat bertemu langsung dengan
pemangku adat, syarak dan masyarakat setempat. Sehingga bisa menghasilkan
data-data dan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti, sehingga menghasilkan
data-data yang valid dan sesuai dengan judul yang diteliti serta untuk melihat
hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di
lingkungan masyarakat (metode penelitian empiris) di tempat yang diteliti.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan
menjadi dua bagian, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data pokok yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya atau pun dari lokasi objek penelitian atau diperoleh dari lapangan.36
Data primer yang penulis maksud di sini adalah firman Allah yaitu al-Qur’an dan
sabda Rasulullah SAW. Serta wawancara langsung dengan orang yang
bersangkutan seperti Kepala Desa, Perangkat Desa, Pemangku Adat, Pegawai
Syarak dan Masyarakat Desa Koto Rayo.
b. Data Sekunder
Adapun data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang
diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data ini diperoleh
dengan cara mengutip dari sumber lain, sehingga tidak bersifat authentik, karena
sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya.37 Seperti berupa buku-
buku, majalah, jurnal, makalah, internet dan lain sebagainya.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua sumber data yaitu data primer
dan data sekunder. Sumber data primer adalah tempat data yang diperoleh secara
langsung melalui wawancara dengan pihak tertentu yang terlibat secara langsung
dengan penelitian ini seperti masyarakat yang terdiri dari Kepala Desa,
Pemangku Adat, Pegawai Syarak dan Masyarakat Desa Koto Rayo.
Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dengan
melakukan kegiatan membaca, mengutip, mencatat buku-buku, menelaah
36 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
hlm. 68-69. 37 Tim Penulis, Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi Revisi, (Jambi: Syariah Press, 2014),
hlm.37.
undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan data
sekunder ini hanya diperlukan sebagai penunjang atau pendukung data primer.38
D. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan fakta penelitian. Data merupakan salah satu komponen
riset, data yang dipakai dalam riset haruslah data yang benar. Untuk mendapatkan
hasil penelitian, tentunya dibutuhkan data-data yang akan digunakan untuk
menjawab dari persoalan penelitian tersebut sehingga suatu penelitian dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini penyusun menggunakan beberapa teknik/alat dalam mengumpulkan
data yaitu sebagai berikut:
1. Observasi
Teknik observasi ini menuntut adanya pegamatan dari peneliti baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Instrument yang
dapat digunakan dalam teknik observasi ini adalah lembar pengamatan, panduan
pengamatan. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi antara lain:
ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa,
waktu, dan perasaan.
Observasi penelitian guna untuk mengetahui dan memperoleh data yang
berkaitan dengan mengamati pelaksanaan denda adat bagi pelaku zina ditinjau
dari hukum Islam di desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin.
38 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi,
(Kerinci: STAIN Kerinci Press, Edisi Revisi, 2015), hlm. 112.
2. Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan bertatapan langsung dengan responden, sama dengan
penggunaan daftar pertanyaan.39 Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.40
Adapun objek wawancara yang peneliti wawancarai dalam penelitian ini
adalah Kepala Desa, tokoh Adat, Tokoh Agama, tokoh masyarakat dan pemuda
Desa Koto Rayo Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin.
Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi langsung yang
berhubungan dengan keadaan masyarakat mengenai persoalan hukuman denda
adat bagi pelaku zina menurut adat di Desa Koto rayo. Dalam wawancara ini
peneliti menyiapkan beberapa pertanyaan sebagai pedoman wawancara yang
sesuai dengan permasalahan agar tidak terjadi penyimpangan dalam mencari
data.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam
metedologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini adalah metode yang
digunakan untuk menelusuri data historis sehingga dengan demikian dokumentasi
39 Moehar Daniel, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2005), hlm. 143. 40 Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Roeda Karya,
2010), hlm. 186.
dalam penelitian memang berperan penting.41 Dokumentasi adalah mencari data
berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-
peraturan dan sebagainya.42
Dokumentasi juga merupakan kumpulan data-data verbal yang berbentuk
tulisan yang terdapat pada lembaga-lembaga yang berkenaan dengan penelitian
ini, seperti historis dan geografis, struktur organisasi dan pemerintahan, serta
sarana dan prasarana masyarakat Desa Koto Rayo Kecamatan Tabir, Kabupaten
Merangin.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam
pola, kategori dan suatu uraian-uraian dasar sehingga dapat dipahami dan
disampaikan kepada orang lain. Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan
lapangan dan dokumentasi mencari yang penting dan yang akan dipelajari dan
membuat kesimpulan sehingga mudah untuk dipahami oleh diri sendiri dan orang
lain. Analisis data dalam penelitian secara teknis penulis hanya memfokuskan
dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pengumpulan yang diperoleh dari lapangan baik
berupa arsip-arsip, dokumen, gambar-gambar dan lainnya, kemudian diperiksa
kembali dan diatur untuk diurutkan.
41 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. 129. 42 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), hlm. 87.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerhadanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan- catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data, dimulai
dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus,
menulis memo, dan lain sebagainya dengan maksud menyisihkan data / informasi
yang tidak relevan. Reduksi data merupakan salah satu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengkategorikan, mengarahkan, membuang data
yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya
data yang terkumpul dapat diverifikasi.43
3. Penyajian Data
Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data juga dapat matriks, grafik, jaringan, dan bagan.
Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
bentuk yang padu dan mudah dipahami.44
4. Verifikasi Data
Verifikasi merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif. Penarikan
harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi baik dari segi makna
maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subyek tempat penelitian itu
dilaksanakan45.
43 Husaini Usman Dan Purnamo Setiady Akbar. Metedologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hlm. 85. 44 Ibid, hal. 86. 45 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm. 252.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini, maka perlu
adanya susunan yang sistematis dan teratur agar sesuai dengan pembahasan
tersebut. Sistematika dalam penulisan skripsi ini di bagi menjadi lima bab.
Adapun lima bab tersebut yaitu:
BAB I: Pendahuluan. Pada bab ini pada hakikatnya menjadi pijakan bagi
penulis. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, kerangka konseptual dan
tinjauan pustaka.
BAB II: Metode Penelitian. Membahas tentang tentang metode penelitian
dalam pembuatan skripsi dengan sub-sub tempat dan waktu penelitian,
pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan data, teknik
analisis data dan sistematika penulisan.
BAB III: Demografi. Membahas tentang gambaran umum desa Koto Rayo
Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Pada bab ini berkenaan
dengan aspek historis, aspek geografis, aspek kependudukan, aspek agama, aspek
pendidikan, kesehatan, sosial, adat istiadat, ekonomi, dan aspek pemerintahan.
BAB IV: Pembahasan. Pada bab ini membicarakan tentang pembahasan
dan hasil penelitian.
BAB V: Penutup. Pada bab ini berisi tentang penutup, dalam bab ini akan
dirinci menjadi beberapa bagian yaitu: kesimpulan penelitian dan saran-saran.
G. Jadwal Penelitian
Untuk mempermudah langkah-langkah dalam penelitia ini maka penulis
menyusun jadwal sebagai berikut:
Tabel I.
No
Kegiatan
Tahun 2017/ 2018
Mei
Desem
ber
Novem
ber
Feb
ruari
Januari
April
Maret
Okto
ber
Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul x
2 Pembuatan
proposal
X
3 Perbaikan proposal
dan seminar
x x x
4 Surat izin riset x
5 Pengumpulan data x
6 Pengelolaan dan
analisis
Data
x
7 Pembuatan laporan x
8 Bimbingan skripsi
dan perbaikan
x
9 Agenda dan ujian
skripsi
x
10 Perbaikan dan
Penjilidan
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA KOTO RAYO
KECAMATAN TABIR KABUPATEN MERANGIN
A. Aspek Historis dan Geografis
1. Historis
Desa Koto Rayo Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
pada mulanya bukan Desa Koto Rayo tetapi Dusun Koto Pandan. Pada tahun
1923 di pinggir sungai Tabir tepatnya di Kecamatan Batin V Tabir yang berjarak
lebih kurang 35 Km dari Dusun Limau Manis, ada sebuah perkampungan yang
diberi nama Dusun Desa Koto rayo.
Konon pada saat itu Negara Republik Indonesia dijajah oleh Belanda, pada
suatu hari tetua dusun beserta tokoh masyarakat berkumpul dan bermusyawarah
bagaimana caranya agar masyarakat setempat tidak bisa dijajah oleh Belanda.46
Jadi menurut penjelasan di atas, dapat peneliti jelaskan bahwa usul Desa
Koto Rayo berdiri dikarenakan pada saat itu para penjajah Belanda ingin
menguasai desa tersebut dan pada saat itu juga seluruh masyarakat bersatu tidak
ingin Belanda menjajah mereka.
Maka hasil musyawarah tersebut diambillah suatu kesepakatan untuk
memohon dan bermunajat kepada Allah supaya penduduk setempat tidak bisa
tampak terlihat oleh penjajah, maka ditanamlah suatu do’a yang dinamakan do’a
limun sehingga masyarakat setempat tidak bisa dilihat sampai sekarang ini.
46 Wawancara Dengan Abdullah. R, Kades Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 9
April 2018.
Selanjutnya dijelaskan oleh tokoh masyarakat bahwa: pada tahun 1927
para tokoh dan para ketua adat Rantau Panjang Dusun Koto Pandan diganti
namanya menjadi Dusun Koto Rayo, mengapa demikian? Karena pada saat itu
ada seseorang yang mati terbunuh di Bukit Sebelah atau Bukit Penyamun atau
sering disebut Bukit Batas yang saat ini menjadi perbatasan antara Kabupaten
Merangin dan Kabupaten Muaro Bungo, oleh para tokoh Muaro Bungo
dituduhlah masyarakat Rantau Panjanglah yang membunuhnya, sedangkan para
tokoh masyarakat Rantau Panjang menuduh orang Muaro Bungo yang
membunuh orang tersebut sehingga terjadilah tuduh menuduh dan pertengkaran.
Melihat situasi yang kurang baik itu tokoh masyarakat Dusun Pandan mencoba
menengahi, begini para datuk-datuk mengingat kejadian ini berada di Dusun
kami biarlah kami mengakui dan akan kami akan selamatkan serta kami
kuburkan, maka pertengkaran kedua belah pihak menjadi sirna dan damai,
mengingat kejadian inilah maka Dusun Koto Pandan ini diganti nama menjadi
Dusun Koto Rayo, Koto artinya pertahanan dan Rayo artinya kuat. Jadi, Koto
Rayo artinya pertahanan yang kuat. Maka, pada saat itu juga Dusun Koto Rayo
diangkat menjadi anak oleh induk Rantau Panjang.47
2. Geografis
Desa Koto Rayo adalah sebuah desa yang berada dalam wilayah
Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi yang luasnya ±7000 Ha,
yang dibagi atas 3 Dusun yaitu dusun I Sungai Beringin, dusun II Sungai Abu
47 Wawancara Dengan Hasim,Tokoh Masyarakat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin,
9 April 2018.
dan dusun III Sungai Aur yang masing-masing dipimpin oleh tiga orang kepala
dusun.
Dari pusat pemerintahan Kecamatan Tabir Desa Koto Rayo berjarak 7
Km, dari pusat pemerintahan Kabupaten Merangin yaitu berjarak 34 Km,
sedangkan dari pusat pemerintahan Provinsi Jambi berjarak 378 Km.48
Adapun batas-batas Desa Koto Rayo ini adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kampung Baru
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kandang
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pasar Baru
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dwi Karya Bakti.
Seperti daerah lain di Indonesia keadaan iklim di daerah Desa Koto Rayo
ini adalah tropis dengan suhu maksimum 32 C dan suhu minimum berkisar 20 C,
tempat ini mudah dijangkau oleh desa-desa lain sebelah timur dan barat desa
Koto Rayo, sebab mereka hendak ke pasar Muaro Bungo, harus menuju atau
lewat daerah ini.49
B. Aspek Demografis
1. Keadaan Penduduk
Desa Koto Rayo, Kecamatan Tabir pada dasarnya terbagi kepada tiga
dusun yaitu: dusun Sungai Beringin, dusun Sungai Abu dan dusun Sungai Aur.
Bagian penduduknya yang padat terdapat di dusun Sungai Beringin dan Sungai
Aur sedangkan penduduk yang agak sedikit terdapat pada dusun Sungai Abu.
Mayoritas jumlah penduduk desa Koto Rayo berada dalam satu garis keturunan
48 Wawancara Dengan Abdullah. R, Kades Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 9
April 2018. 49 Dokumentasi Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
keluarga besar, sedangkan jumlah minoritas lainnya adalah kaum pendatang
antara lain: daerah Pesisir Sumatra Barat, Jawa, Sumatra Utara dan Sumatra
Selatan.
Adapun jumlah penduduk desa Koto Rayo saat ini adalah sebesar 1.686
jiwa, yang terdiri dari laki-laki 866 jiwa dan perempuan 820 jiwa dengan 593
KK.50 Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II
Jumlah Penduduk Menurut Dusun dan Jenis Kelamin Desa Koto Rayo
Tahun 2018
No
Dusun
Jenis Kelamin
Jumlah
% Laki-laki Perempuan
1 Sungai Beringin 273 277 550 33 %
2 Sungai Abu 358 295 653 38 %
3 Sungai Aur 235 248 483 29 %
Jumlah 866 820 1.686 100 %
Sumber: Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
50 Dokumentasi Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
Tabel III
Jumlah Penduduk Desa Koto Rayo Berdasarkan Kelompok Umur
Tahun 2018
No Kelompok Umur Jumlah Jiwa %
1 <1 tahun 17 jiwa 1 %
2 1-4 tahun 52 jiwa 3 %
3 5-14 tahun 155 jiwa 9 %
4 15-39 tahun 878 jiwa 53 %
5 40-64 tahun 496 jiwa 29 %
6 65 tahun ke atas 88 jiwa 5 %
Jumlah 1.686Wa 100 %
Sumber: Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
2. Agama
Penduduk desa Koto Rayo mayoritas beragama Islam, namun ada juga
yang beragama Kristen tapi dengan jumlah yang sangat sedikit. Dalam
menunjang aktifitas peribadatan di desa Koto Rayo kecamatan Tabir, dibangun
sarana dan prasarana ibadah baik dari swadaya masyarakat maupun pemerintah.
Jumlah penduduk menurut agama dan sarana ibadah dapat dilihat dari tabel
berikut ini:
Tabel IV
Jumlah Penduduk Menurut Agama di Desa Koto Rayo
No Agama Jumlah
1 Islam 1646
2 Kristen 40
Jumlah 1.686
Sumber: Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
Tabel V
Jumlah Sarana Ibadah
No Sarana Ibadah Jumlah
1 Masjid 3
2 Musholla 5
Jumlah 8
Sumber: Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.51
3. Pendidikan
Salah satu faktor yang mempengaruhi remaja adalah lingkungan keluarga
apabila lingkungan banyak mengajarkan nilai-nilai agama maka dengan
sendirinya pemuda akan hidup dengan unsur-unsur agama dalam pribadinya.
Pengaruh keagamaan ini juga tidak terlepas dari pendidikan orang tua
remaja itu sendiri, apabila orang tua remaja pendidikannya di bidang agama maka
51 Dokumentasi Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
akan ada kesadaran untuk mengajarkan remaja selaku anak mereka sejak dini,
baik itu tentang tauhid maupun tentang akhlak.
Pendidikan di Desa Koto Rayo Kecamatan Tabir ini bisa dilihat dari tabel
berikut yang menerangkan bahwa masyarakat sudah banyak yang mencapai
pendidikan-pendidikan yang berkualitas serta sudah mencapai hasilnya.
Tabel VI
Tingkatan Pendidikan Masyarakat Desa Koto Rayo
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 TK/PAUD 15
2 SD 433
3 SLTP 231
4 SLTA 63
5 Perguruan Tinggi 32
6 Tidak dan belum sekolah 128
Jumlah 902
Sumber: Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018.
Menurut tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan di Desa Koto
Rayo Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin sudah cukup tinggi terbukti dengan
adanya yang mencapai perguruan tinggi sebanyak 32 orang, baik dari agama
maupun umum.
Hal ini juga ditunjang oleh sarana pendidikan yang sudah termasuk
lengkap karena memudahkan bagi remaja usia sekolah untuk menimba dan
meninggali pendidikan ditambah dengan perekonomian yang baik, keseluruhan
ini tergantung lagi pada individu remaja dan kemauan dari orang tua didalam
menyekolahkan anak-anak mereka selaku remaja. Berikut ini tabel sarana
prasarana pendidikan di Desa Koto Rayo.
Tabel VII
Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Koto Rayo
No Sarana Pendidikan Jumlah
1 TK/PAUD 2
2 SD 3
3 SMP 1
4 Madrasah Diniyyah Taklimiyah 1
5 Pondok Pesantren 2
Jumlah 9
4. Kesehatan
Salah satu indikator penting dalam menunjang Peningkatan kesehatan
masyarakat di Desa Koto Rayo adalah adanya Puskesmas desa dan posyandu
bagi Balita (Bawah Lima Tahun). Dengan adanya puskemas ini diharapkan dapat
memberikan pertolongan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan untuk mereka. Kemudian dengan adanya bidan desa angka kematian
ibu dan bayi dapat diminimalisir. Akhirnya dengan adanya indikator kesehatan
yang telah disebutkan di atas bermuara pada meningkatnya usia harapan hidup,
menurunnya angka kematian bayi, dan gizi buruk
5. Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Kaum wanita dan anak memliki peran yang sangat penting dalam
pelaksanaan pembangunan dan keberhasilan SDA maupun SDM. Khusus desa
Koto Rayo jika dilihat dari jumlah penduduk perempuan pada tahun 2018 jumlah
nya 820 jiwa.
Namun di desa Koto Rayo peran perempuan dan kualitas hidup perempuan
serta anak dalam pembangunan masih tertinggal dibandingkan dengan kaum laki-
laki. Faktornya adalah belum optimalnya partisipasi kaum perempuan dan
pemuda dalam pembangunan. Hal ini terlihat dari prestasi pemuda dan kaum
wanita dalam bidang seni budaya dan olahraga masih rendah.
6. Adat Istiadat Masyarakat desa Koto rayo
Adat merupakan kebiasaan yang eksistensinya diakui dalam peran
pengendalian sosial masyarakat, disamping agama yang merupak tuntunan dari
Tuhan kepada manusia sebagai hambanya. Adat jika di telisik dari sejarah lebih
dulu ada dari agama itu sendiri. Hal ini karena sebelum adanya agama, adat atau
kebiasaan itu sudah menjadi aturan yang terus di pertahankan eksistensinya oleh
masyarakat terdahulu tetapi adat pada masa itu masih berhubungan dengan
kepercayaan pada roh-roh atau makhluk-makhluk. Setelah Islam datang adat
tidak semerta dihilangkan, karena Islam mengutamakan pendekatan kultural
sehingga Islam mudah diterima sebagai agama yang mudah dipahami tanpa
menghilangkan sesuatu tanpa ada syariat dari Allah SWT. Adat tetap di
pertahankan namun adat yang bertentangan dengan syariat dihilangkan dan di
gantikan dengan adat yang sesuai dengan tuntunan Agama Islam, maka didalam
agama islam terdapat sebuah kaidah fiqh yang mengatakan adat itu bisa dijadikan
hukum.
Masyarakat desa Koto Rayo mayoritas adalah beragama Islam yang terdiri
dari berbagai suku. Hukum Islam berlaku, namun hanya dalam beberapa bagian
saja seperti ibadah, pernikahan dan lain sebagainya namun dalam hal yang
berhubungan pidana seperti pencurian, perampokan berlaku hukum positif yaitu
KUHP, sedangkan dalam pidana seperti zina, sengketa tanah, dan perkelahian
berlaku hukum adat, maka pengadilan adat desa KotoRayo akan menyidangkan
perkara-perkara tersebut dengan jalan bermusyawarah untuk memutuskan
masalah tersebut.
Pengadilan adat di desa Koto Rayo di sebut dengan lembago, yang terdiri
7 ninek mamak tuo tengganai yang dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua,
sekretaris, bendahara, seksi agama serta dua anggota yang diangkat menjadi
pemangku adat oleh kepala desa. Tugas pemangku adat yang disebut ninek
mamak ini adalah menerima memeriksa dan memutuskan perkara yang mereka
terima.52
C. Aspek Ekonomi
Perekonomian masyarakat desa Koto Rayo jika diukur dengan pekerjaan
masyarakatnya cukup sejahtera seiring dengan pertumbuhan dan pertambahan
penduduknya. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani yaitu penyadap
52 Wawancara Dengan Alamsyah. D., Kadus III Sungai Buluh Desa Koto Rayo. Kec.
Tabir-Merangin, 9 April 2018.
karet kemudian ada yang bekerja sebagai PNS, pegawai swasta dan buruh.
Namun sejak melemahnya harga komoditi karet di pasaran nasional
menyebabkan sebagian masyarakat desa Koto Rayo beralih ke pekerjaan
menambang emas dengan menggunakan mesin atau yang lebih dikenal dengan
istilah PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin). Di samping itu ada juga sebagian
masyarakat membuka usaha kecil menengah seperti toko dan lain sebagainya.53
Tabel VIII
Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Koto Rayo
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Petani 750
2 Buruh Tani 614
3 Buruh Pabrik 23
4 PNS 8
5 Pegawai Swasta 18
6 Wirawasta/pedagang 10
7 Lainnya 263
Sumber: Kantor Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10 April 2018
D. Aspek Pemerintahan
Sebagaimana halnya suatu badan organisasi baik yang berada dinaungan
pemerintah maupun swasta, besar atau kecil tidak terlepas suatu badan yang
disebut kepengurusan, badan atau kepengurusan yang akan mejalankan roda
53 Wawancara Dengan Rosna Juwita, Sekdes Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 10
April 2018.
organisasi. Maju mundurnya organisasi sangat tergantung pada kepengurusannya,
sudah barang tentu yang lebih bertanggung jawab penuh adalah kepala desa atau
pimpinan suatu badan organisasi itu sendiri.
Di desa Koto Rayo kecamatan Tabir yang memiliki dan menjalankan
wewenang pimpinan adalah Kepala Desa (Kades) dibantu oleh Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), tiga Kepala Dusun (Kadus), Sekretaris Desa
(Sekdes) dan empat Kepala Urusan (Kaur) serta sepuluh ketua Rukun Tetangga
(RT).54 Untuk lebih jelasnya mengenai struktur organisasi pemerintahan Desa
Koto Rayo dapat dilihat melalui struktur sebagai berikut:
54 Wawancara Dengan Abdullah. R, Kades Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 9
April 2018.
Struktur Organisasi Pemerintah Desa Koto Rayo
KEPALA DESA
ABDULLAH. R
SEKRETARIS DESA
RATNA JUWITA, S. Sos.
KAUR UMUM DAN PERENCANAAN
MAS KUAT, S. Ab.
KASI PEMERINTAHAN
ROSUL YADI, S. Pd, I.
KADUS III SUNGAI BULUH
ALAMSYAH. D
KAUR KEUANGAN
TUHAIRUL, S. Pd, I.
KASI KESEJAHTERAAN DAN PELAYANAN
ASWAN
KADUS I SUNGAI BERINGIN
HASIM. HS
KADUS II SUNGAI ABU
SUMARLAN
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Penetapan Denda Adat Terhadap Pelaku Zina di Desa Koto Rayo
Warga masyarakat adat Jambi seluruhnya beragama Islam, dan sepakat
menetapkan azas: “Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah”. Artinya
adat Jambi harus sesuai dengan syariat ajaran Islam berdasarkan al-Quran dan
hadist.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat, menurut hukum adat untuk menentukan salah atau benar suatu
perbuatan tersebut dapat diteliti dari masalah tersebut.
Salah satu bentuk hukum adat di desa Koto Rayo adalah denda adat.
Hukum adat hidup di tengah masyarakat sebagai aturan yang ditaati secara
bersama-sama tanpa ada paksaan yang bertujuan untuk mendirikan masyarakat
yang sopan santun, beradat, adil, aman lahir dan bathin sehingga dalam pepatah
adat dikatakan, “Bumi elok padi menjadi air jernih ikannyo jinak pergi darat
perangkap keno pergi ke aik cemetik keno”.
Denda Adat adalah merupakan salah satu sanksi hukum adat yang berlaku
di desa Kotorayo bagi pelanggar hukum adat seperti perbuatan zina. Denda adat
disebagian tempat daerah Jambi juga dikenal dengan istilah cuci kampung. Denda
adat yaitu membayarkan hutang adat berupa uang atau barang kepada pemangku
adat desa Koto Rayo karena telah melanggar adat yang berlaku. Sebagaimana
yang diungkapkan Bapak Khaidir bahwa:
“Denda adat ini adalah suatu sanksi hukuman bagi masyarakat yang
telah melanggar yang tidak patut menurut norma agama dan menurut
hukum adat seperti misalnya terjadi perzinahan. Sanksinya bisa berupa
uang dan barang, seperti membeli binatang ternak seperti ayam, kambing
dan kerbau untuk nantinya disembelih dan dimakan bersama-sama”.55
Selanjutnya yang dijelaskan Bapak Samsudin
“Hukum adat atau denda adat ini sudah sejak zaman nenek moyang
dahulu diberlakukan dan tidak dapat dirubah atau dikurangi bentuk
hukumannya. Dengan adanya pemberian hukuman ini di harapkan yang
melanggar bisa berubah dan bertaubat kepada Allah. Serta untuk
menghindari celakanya kampung akibat perbuatan-perbuatan tercela
tersebut”.56
Dari kedua penjelasan di atas terlihat bahwa bentuk hukuman atau sanksi
yang diberikan kepada pelaku yang berbuat zina adalah dengan diberikannya
sanksi berupa denda adat dan merupakan hukuman yang telah lama dilaksanakan
oleh masyarakat Desa Koto Rayo. Meski mayoritas penduduknya beragama
Islam, hukuman Islam tidak berlaku bagi pelaku zina, karena dalam Islam
hukuman bagi pelaku zina adalah dengan cara dicambuk dan di rajam. Hukuman
bagi pelanggar yang paling berat adalah sanksi moral dari masyarakat. Sanksi
moral ini berupa diasingkan dari masyarakat (mukanando). Ketiga macam
kepercayaan ini dalam hukum adat Jambi pada gilirannya ada yang dikokohkan
ketentuan Ikat Buat Janji Semayo. Sanksi pelanggaran merusak kepercayaan,
lebih jauh secara moral dikutuk masyarakat. Kebawah tidak berakar, keatas tidak
berpucuk, di tengah-tengah digirik kumbang. Malahan bagi masyarakat adat
dikenal kutuk besi kawi yaitu kutukan dari Tuhan:
Jatuh ke gunung, gunung pecah
Jatuh ke laut, laut kering
Jatuh ke sawah, padi hampa
55 Wawancara Dengan Khaidir, Ketua Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 12
April 2018. 56 Wawancara Dengan Samsudin, Tokoh Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 12
April 2018.
Jatuh ke badan, badan binasa
Dalam hukum adat orang yang bersengketa atau orang yang bersalah
selalu diupayakan: “Keruh dijernihkan, bengkok diluruskan. Maksudnya
dikembalikan kepada keadaan semula: jernih, lurus atau dikatakan: “Semak
dihulu dikehulukan, semak dihilir dikehilirkan, semak ditengah dikampungkan”.
Dari pepatah di atas jelas semua sanksi hukum adat kembali kepada rasa
keadilan dan kepatutan menurut pandangan warga masyarakat adat setempat.
1. Pembagian Denda Adat
Hukum adat di desa Koto Rayo menjadi pegangan bagi masyarakatnya,
selain menciptakan masyarakat yang sejahtera juga akan dipatuhi oleh masyarakat
dan akan dikenakan sanksi bagi yang melanggarnya. Adapun bentuk atau
pembagian denda adat di desa Koto Rayo diatur dalam aturan atau sebuah
Undang-undang yang dikenal dengan istilah Undang-Undang Nan delapan.
Undang Nan Delapan, merupakan perbuatan kejahatan, dengan kata lain tindak
kejahatan itu adalah tindak pidana. Berikut adalah undang-undang nan delapan
tersebut:
a. Dago-Dagi
Dago ialah menentang ketentuan adat yang biasa, atau merencanakan maksud
jahat, untuk membinasakan atau memfitnah, serta mencemarkan nama baik
seorang pimpinan adat. Dagi ialah membuat kejahatan sampai hiruk pikuk di
dalam negeri, serta menentang pemimpin dan pemerintah, sehingga terjadi
kekacauan. Dago-Dagi adalah segala bentuk perbuatan yang melanggar
kepentingan bersama/umum sehingga menimbulkan kekacauan dalam negeri.
b. Sumbang-Salah
Sumbang ialah suatu perbuatan atau fiil yang jelek, janggal, tidak pantas
dipandang masyarakat, tidak layak dilihat umum. Dalam seluko adat disebut:
Sumbang kato, sumbang mato. sumbang perjalanan, sumbang perbuatan,
sumbang tegak, sumbang duduk. Salah ialah orang yang melakukan salah satu
dari induk kesalahan di dalam adat, serta suatu perbuatan menurut bukti-bukti
terang dan nyata, dalam seluko adat disebutkan: Salah di rajo mati. Salah
laki-laki dengan istri orang mati jugo hukumnyo. Salah bujang dengan gadis.
Kok kaki salah langkah. Kok tangan salah jangkau. Telunjuk terdorong,
salah hutang tadahnyo.
c. Samun-Sakai
Samun ialah perampokan barang yang disertai dengan penganiayaan,
mengambil barang-barang orang lain dengan paksa. Dalam seluko adat
disebutkan: Samun si gajah duman, penyamun nan mengadang dirimbo
lengang. Sakai ialah mengambil harta orang lain dengan pembongkaran, yaitu
di larut malam, di tengah malam. Dalam seluko adat dinyatokan: Jenjang
tertegak dibelakang rumah. Terbebak dinding, terateh lantai, tegulung atap.
Terpekik, terpingkau orang banyak, ia terkurung dikandang salah.
d. Upeh-Racun
Upeh ialah menganiaya orang lain dengan memberi makanan atau minuman,
yang diberi racun yang berbisa/beracun, sehingga orang tersebut sakit lama
dan merana. Racun ialah menganiaya orang lain dengan memberi makanan
atau minuman, yang sudah diberi ramuan yang berbisa/beracun, sehingga
menyebabkan orang itu sampai mati. Dalam seluko adat dikatakan: “Upeh
nan besayak, Racun nan batabung”.
e. Siur-Bakar
Siur yaitu sengaja menyiar, atau membakar lalang, kebun atau rumah, tetapi
tidak sampai menghabiskan. Bakar yaitu dengan sengaja membakar rumah,
kebun, ladang serta tanaman sampai habis.
f. Tikam-Bunuh
Tikam ialah perbuatan menikam seseorang, dengan sengaja atau tidak dengan
sengaja, sehingga luka. Dengan seluko adat ditetapkan: “Kok darah lah
terpecik kebumi. Kok daging lah tekuak”. Bunuh ialah perbuatan yang
menyebabkan matinya orang lain yang dilakukan dengan benda tajam,
ataupun tidak. Dalam seluko adat ditetapkan: “Kok bangkai la teguling. Kok
mati la tebuju”.
g. Melasit-Menangkaro
Melasit ialah menggugurkan anak dalam kandungan. Menangkaro yaitu
dengan sengaja membuat kegaduhan atau kekacauan dalam kampung yang
mengakibatkan orang lain sampai teraniaya.
h. Umbuk-Umbai
Umbuk ialah merayu, membujuk orang lain sehingga mengakibatkan orang
lain itu bisa terjebak/terjerumus kepada perbuatan jahat. Umbai ialah
mengulu-ulur waktu, sehingga orang lain menjadi teraniaya, serta
mendatangkan bahaya, yang dalam seluko adat disebut, “Umbuk-umbai budi
merangkak, tumbuk sampai dahi bengkak”.
Disamping bentuk delik yang disebutkan dalam Undang Nan Delapan di
atas, maka dalam hukum adat, mengenal pula perbuatan delik yang lain, yaitu apa
yang disebut kesalahan. Kesalahan dalam hukum adat ini, terbagi dua yaitu:
a. Kesalahan Besar
Ada empat perkara yang dinamakan induk kesalahan yakni:
1) Menikam Bumi. Yaitu, berbuat salah dengan ibunya yang haram nikah.
2) Mencarak telur. Yaitu, berbuat salah dengan anak perempuan sendiri.
3) Menyunting bungo setangkai. Yaitu, berbuat salah dengan ipar, bisan atau
adik/saudara sendiri.
4) Mandi dipancuran gading. Yaitu, seorang laki-laki yang berbuat salah
dengan istri orang lain yang bukan istrinya.
Orang-orang yang berbuat kesalahan seperti itu, seluko adat menyebutkan:
“Orang bungkuk nan timpang, orang timpah beralih muko”. Hukumnya secara
adat, orang ini dikenakan denda seekor kerbau, beras seratus gantang, kain putih
delapan kayu. Dilengkapi dengan selemak semanis, seasam segaram.
Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Zubir:
“Denda yang akan diterima oleh pelaku ini adalah berupa kerbau seekor
selemak semanis seasam segaram beras 100 gantang, kain sekayu, kelapo
100 buah atau yang lebih dikenal dengan denda serbo seratus karena
semuanya serba seratus”.57
b. Kesalahan Kecil
Adapun yang termasuk kesalahan kecil, ada dua perkara yaitu:
57 Wawancara Dengan Zubir, Tokoh Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13
April 2018.
1) Peselisihan antara satu sama lain, dalam satu puak. Yakni perselisihan
cekak berkelahi, tikam bunuh, lembam balu, luko luki, terkecuali
pembunuhan dengan hukumnya:
a) Cekak kelahi adalah tingkah mulut antara seseorang dengan keluarganya atau
tetangganya atau perbuatan saling ejek mengejek, mengupat, dan mencaci
seseorang dengan perkataan yang meyebabkan sakit hati orang tersebut
sehingga terjadilah adu mulut. Namun akibat dari adu mulut ini tidak
menyebabkan sampai berkelahi hanya sebatas adu mulut saja. Seperti kata
seloko adat belum ado daging yang terkuak dan darah yang terpecik.
Berdasarkan seloko adat yang disebutkan maka denda adat yang dikenakan
adalah hukum 8 nan dibawah yaitu berupa seekor ayam serta selemak
semanih seasam segaram yang dalam adat di sebut nasi putih kuah kuning.
b) Lembam balu, dikenokan tepung tawa. Tapi apabila misalnya tertinju kanti
tetapi menyebabkan orang tersebut lebam atau balu tapi belum ado daging
yang terkuak dan belum ado darah yang terpecik maka denda adatnya seekor
ayam serta selemak semanih seasam segaram ditambah dengan pampeh,
maksudnya adalah tambahan yaitu sesuai dengan seloko adat kalu demam di
ureh kalu sakit di ubek, maksudnya membawa orang tersebut pergi berobat.
c) Luko tekuak, dikenokan kambing sikuk, beras dua puluh gantang, kain empat
kayu, lengkap dengan selemak semanis, seasam segaram. Luko luki luko
yang artinya terluka dan luki yang artinnya tergores adalah perbuatan
mencelakai orang lain dengan sengaja yang mengakibatkan orang tersebut
terluka oleh perbuatannya baik dengan senjata tajam maupun sejenisnya yang
mengakibatkan sudah ado daging yang terkuak dan sudah ado darah yang
terpecik termasuk juga luko tinggi yaitu luko yang dak tasaok dikain;tunjuk,
kening. Dalam pepatah adat disebutkan perbuatan tersebut dengan terkapak di
tengah laman mengurik ngentam tanah menyingsing lengan baju mencari
debalang idak bajudu maka dikenakan sanksi adat berupa hukum delapan nan
dibawah di kenakan kambing seekor selemak semanih seasam segaram. Beras
20 gantang, kain 2 kabung. kelapo 20 buah. Ditambah dengan pampehnya.
d) Luko garis, dikenokan ayam, beras segantang, yang dinamokan nasi putih
kuah kuning.
e) Mati bangun, adalah perbuatan dengan cara menganiaya seseorang yang
mengakibatkan orang lain cacat fisik atau kehilangan anggota tubuhnya
akibat perbuatan tersebut dikenokan kerbau sikuk, beras seratus gantang, kain
delapan kayu, dilengkapi dengan selemak semanis seasam segaram.
2) Kesalahan Bujang dengan Gadis
Tersalah bujang dengan gadis artinyo pegi beduo balik beduo. Salah bujang
dengan gadis artinyo begapai-gapai ditempat orang banyak. Kedapatan salah
bujang dengan gadis artinyo kok tegak nan menanti lengang, kok duduk nan
mencari kelam. Berbuat salah bujang dengan gadis artinyo kok ubi la berisi
kok tebu la beruweh. Kesalahan-kesalahan tersebut, terhutang menurut
hukum adat, besarnya tergantung dengan tingkat perbuatannya. Kesalahan ini
dinamakan, mengeruh tepian rajo.
Salah bujang gadis adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh laki-laki yang
masih bujangan dan wanita yang masih gadis tanpa ada ikatan perkawinan
yang sah menurut agama dan Negara, salah bujang gadis seperti seloko adat
umpamo ubi la berisi umpamo tebu la berueh atau tertangkap terbukti sudah
terkejar terlelah terpekik terpingkau maka denda adat nya adalah pertama
apabila dak ado pintu nan basentung dak ado lantai yang patah dak ado
dinding yang cabik berarti mereka berdua sama-sama mbuh (suka) dalam
pantun adat dikatakan batang setawa batang ibul batupang keduo nyo surang
gawa surang cabul bahutang keduonyo maka mereka dinikahkan secara
agama Islam kemudian dikenakan sanksi adat berupa kambing seekor pada
nan yang laki-laki dan selemak semanih seasam segaram Beras 20 gantang,
kain 2 kabung. kelapo 20 buah pada yang perempuan. Tetapi apabila ada
pintu nan basentung tanggo nan patah kain yang cabik puti di mahligai rajo
di pendupo artinya laki-laki tersebut yang bersalah maka denda adat
semuanya dibebankan kepada laki-laki itu saja.58
2. Dasar Hukum Denda Adat
Dalam hal untuk mengkaji menimbang memutuskan suatu permasalahan
yang terjadi maka pemangku adat desa Koto Rayo memiliki beberapa undang-
undang yang menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan yaitu:
a. Hukum Agamo / Syarak
b. Hukum lamo
c. Hukum basamo
d. Hukum adat yang di adatkan
58 Wawancara Dengan Zubir, Tokoh Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13
April 2018.
3. Alat Bukti Hukum Denda Adat
Untuk membuktikan apakah orang itu berzina atau tidak maka hukum adat
desa Koto rayo memiliki beberapa alat untuk menjatuhkan sanksi adat terhadap
pelaku zina. Yaitu:
a. Bukti Salah
Bukti salah adalah beberapa bukti yang menyatakan atau menunjukkan
seseorang ini benar-benar telah melakukan kesalahan/bersalah. Berikut beberapa
hal yang menunjukkan kalau orang tersebut bersalah adalah Enam dulu tando
bukti (pembuktian) yaitu:
1) Takeja-talelah.
2) Terpekik-tepingkau
3) Tecencang-tetepau
4) Tetando-tebukti
5) Teikat-tekungkung
6) Tetangkap tangan-tepegang kaki
Dalam seluko adat disebut sebagai: “Terang besuluh Matohari.
Bergelanggang mato orang banyak”.
b. Bukti yang menunjukkan salah
Merupakan bukti yang dapat menyatakan dan menunjukkan bahwa
seseorang itu melakukan kesalahan. Enam kemudian tando untuk mendakwa
yaitu:
1) Bejalan bergegeh-gegeh
2) Bajejak-beunut
3) Tebayak-tetabu
4) Cenderung mato orang banyak
5) Bejalan bebasah-basah
6) Enggang lalu ranting patah
Dalam seluko adat disebut sebagai: “Lah tebayak ke bumi, tebindang
kelangit”.
4. Syarat Kena Sanksi Adat
a. Adanya pengaduan dari masyarakat ke pemangku adat
b. Saksi
c. Sumpah
d. Pengakuan
e. Dewasa
f. Hamil
5. Pelaksanaan hukuman denda Adat
Pelaksanaan denda adat dilakukan oleh pemangku adat melalui pengaduan
masyarakat yang melihat atau mengetahui peristiwa tersebut. Maka pemangku
adat mengambil kebijakan untuk melakukan musyawawarah bersama anak negeri
maksud nya bersama-sama dengan tokoh adat tokoh agama tokoh pemuda dan
warga untuk bermuswarah dan kemudian memutuskan perkara tersebut terutama
mengenai perbuatan undang nan delapan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh ketua adat bapak Khaidir tentang orang
yang melakukan perbuatan zina, bahwa si DI diketahui telah hamil diluar nikah
dan diketahui umur kandungannya telah memasuki empat bulan, kemudian DI
mengakui bahwa anak dalam kandungannya merupakan hasil hubungan dengan si
AI. Selanjutnya si AR dan EA yang telah melakukan perbuatan zina diketahui
bahwa si EA telah hamil juga diluar nikah, mereka melakukannya atas dasar suka
sama suka karena telah lama berpacaran. Kemudian si FH diketahui juga telah
hamil padahal FH sudah punya suami namun ternyata anak dalam kandungannya
bukan hasil biologis dari suaminya tetapi dari FN yang tidak lain adalah saudara
dari suaminya sendiri. Dengan demikian para pemangku adat melakukan
musyawarah untuk menjatuhkan sanksi kepada yang melakukan perbuatan
tersebut. Maka kepada pelaku dijatuhilah hukuman berupa denda adat sesuai
dengan perbuatan tersebut. Bagi mereka yang diketahui telah hamil diluar nikah
dan berstatus bujang dan gadis mereka dinikahkan terlebih dahulu.
6. Cara dan tempat pelaksanaan denda adat
a. Cara pelaksanaan denda adat
Berdasarkan penulis paparkan diatas mengenai keputusan pemangku adat
dalam memutuskan atau mendapat kepastian tentang delik yang dilakukan oleh
pelanggar hukum adat disini penulis paparkan bagaimana tata cara pelaksanaan
denda adat didesa Koto Rayo sebagaimana telah kita ketahui bahwa setiap
pelaksanaan baik berupa sidang atau sejenisnya mesti ada tata cara bagaimana
melakukan pelaksanaan tersebut. Begitu pula halnya dengan denda adat yang
dilakukan oleh masyarakat didesa Koto Rayo. Adapun tata cara pelaksanaan
denda adat yang diterangkan bapak Khaidir:
1) Para pemangku adat, alim ulama, cerdik pandai, tuo-tuo tengganai desa Koto
Rayo berkumpul di suatu tempat seperti rumah Kepala Dusun atau Balai desa
untuk melakukan musyawarah atau yang lebih dikenal dengan sidang adat
untuk memproses atau mengadili seseorang yang telah melanggar hukum
adat.
2) Setelah semua orang berkumpul, terdakwa dipanggil untuk ditanyai tentang
perbuatannya yang melanggar hukum adat. Dalam sidang ini pun dihadirkan
saksi-saksi dan juga bukti-bukti yang telah disiapkan.
3) Setelah mendengar jawaban dari terdakwa, maka orang-orang yang hadir
dalam rapat melakukan musyawarah untuk memutuskan hukuman yang akan
dijatuhkan kepada pelanggar hukum adat. Setelah mengingat, menimbang
maka ketua rapat memutuskan hukumannya. Hukuman tersebut dinamakan
denda adat atau sanksi adat cuci kampung.
4) Waktu yang diberikan untuk membayar denda adat yang telah dijatuhkan
kepada terdakwa oleh pemangku adat secepat-cepatnya adalah 7 hari atau 14
hari atau 21 hari paling lama, terhitung sejak terdakwa dijatuhi sanksi oleh
pemangku adat.
5) Binatang yang disembelih nantinya karena Allah SWT. Bukan karena yang
lainnya
6) Binatang yang telah disembelih kemudian dimasak dengan bahan-bahan
masakan yang telah disiapkan sebelumnya.
7) Setelah Para pemangku adat tokoh agama, tokoh masyarakat berkumpul.
Masakan yang telah dimasak dihidangkan dalam acara yang dinamakan
makan bayar hutang dendat adat.
8) Sebelum santap bersama atau makan basamo bayi hutang dendo adat, Imam
Masjid atau tokoh agama membaca dan memimpin do’a bersama terlebih
dahulu. Doa tersebut adalah untuk memohon ampun kepada Allah agar
kampung tidak celaka oleh perbuatan zina yang dimurkai Allah SWT. Do’a
tersebut juga mengajak kepada seluruh masyarakat untuk taat kepada Allah
dan menjauhi segala larangannya seperti zina juga untuk agar tidak
melanngar hukum adat.
9) Setelah pembacaan do’a selesai, santap makanan.59
b. Tempat pelaksanaan denda adat
Adapun tempat pelaksanaan denda adat adalah seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Zubir yang menjelaskan bahwa:
“Tempat pelaksanaan denda adat atau bayar hutang biasanya dilakukan
hampir sama tempatnya ketika sidang adat dilaksanakan, misalnya tempat
sidang adat itu dilaksanakan dirumah Kadus (Kepala Dusun) maka tempat
pelaksanaannya pun biasanya dirumah Kadus tersebut. Mengenai tempat
ini biasanya juga dibahas ketika sidang adat. ”.60
7. Tujuan denda adat
Setiap aturan hukum tentu memiliki sanksi yang tegas dan jelas apabila
aturan hukum tersebut dilanggar, begitupun hal nya dengan hukum adat desa
Koto Rayo yang memberlakukan denda adat sebagai Sanksi hukum bagi
perbuatan zina. Dengan adanya sanksi maka diharapkan terjadinya ketentraman
di tengah masyarakat adat dan ketertiban hukum adat itu sendiri. Adapun tujuan
59 Wawancara Dengan Khaidir, Ketua Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 12
April 2018. 60 Wawancara Dengan Zubir, Tokoh Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13
April 2018.
dari denda adat ini seperti yang dijelasakan oleh Bapak Mas’ud tujuan nya
adalah:
“Tujuannya adalah untuk mendamaikan dan untuk menghilangkan
polemik dimasyarakat serta keluarga pelaku sehingga tidak terjadi
keributan. Dengan adanya denda adat ini diharapkan mampu mencegah
orang lain untuk tidak berbuat zina dan sebagai peringatan agar menjauhi
zina. Bagi para pelaku hukuman itu dimaksudkan agar dia bertaubat
kepada Allah SWT. Serta menjadi orang yang lebih baik lagi”.61
Juga keterangan yang disampaikan oleh Bapak Zubir sebagai berikut:
“Adanya sanksi berupa denda adat ini bisa membuat pelaku jera dan
dimaksudkan agar pelaku tidak mengulangi perbuatan tersebut
dikemudian hari dan mampu membawa perbaikan pelaku dikemudian
hari”.62
Dari dua penjelasan diatas dapat penulis tarik kesimpulan bahwa adanya
hukuman adat didesa Koto Rayo memiliki tujuan dan cita-cita yang hampir mirip
dengan hukum Islam yaitu berupa preventif (pencegahann), refresif (membuat
pelaku jera), kuratif (islah), edukatif (pendidikan).
8. Tanggapan Masyarakat Terhadap Denda Adat Bagi Pelaku Zina
Seperti yang telah penulis jelaskan denda adat di Desa Koto Rayo
memiliki urgensi yang penting dalam mengatur tata krama sopan santun
masyarakatnya dari pelanggaran norma agama, norma adat dan kesusilaan seperti
perbuatan zina. Sehingga dengan adanya denda adat ini pemangku adat serta
seluruh masyarakat Desa Koto Rayo turut serta untuk mematuhi peraturan ini dan
juga ikut menjadi pengawal apabila terjadi pelanggaran zina di tengah
61 Wawancara Dengan Mas’ud, Khatib Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 14 April
2018. 62 Wawancara Dengan Zubir, Tokoh Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13
April 2018.
masyarakat demi mencapai masyarakat yang taat hukum dan ketertiban
masyarakat.
Sebagaimana yang diungkapkan Bapak Sarjono:
“Sebagai masyarakat saya setuju sekali dengan denda adat ini, karena
akan menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak melanggar hukum
adat seperti zina. Apalagi pada zaman sekarang pergaulan muda-mudi
sudah terlewat batas. Saya juga berharap denda adat ini bisa di tambah
dengan beban membeli pasir atau batu kerikil untuk membangun jalan
misalnya”.63
Penulis juga mewancarai seorang tokoh pemuda Abang Sardi, ia
mengatakan:
“Saya pribadi setuju, apalagi kita sebagai pemuda masa-masa sekarang
ini bisa saja terjerumus, adanya denda seperti itu akan membuat kita takut
untuk melakukan hal tersebut. Karena pasti bukan bayar hutang saja yang
kita terima tetapi juga rasa malu terhadap diri sendiri dan keluarga jika
melakukan hal semacam itu”.64
Begitupun yang diungkapkan bapak Suyitno selaku Bilal Desa Koto Rayo:
“Tujuan diberikannnya denda adat inikan adalah untuk memberikan efek
jera terhadap pelaku dan agar tidak berbuat seperti itu lagi, sehingga
kampung menjadi bersih tentram dan nyaman dari hal amoral tersebut
dan tentunya ini bagus untuk diterapkan di desa kita”.65
Dari ketiga penjelasan narasumber di atas dapat penulis pahami bahwa
masyarakat Koto Rayo menerima adanya denda adat sebagai sanksi sosial
terhadap mereka yang melanggar hukum adat, sehingga masyarakat dapat hidup
tentram dan damai. Disini juga terlihat masyarakat patuh terhadap hukum adat
63 Wawancara Dengan Sarjono, Ketua Rt. 07 Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13
April 2018. 64 Wawancara Dengan Sardi, Tokoh Pemuda Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13
April 2018. 65 Wawancara Dengan Suyitno, Bilal Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 13 April
2018.
yang berlaku dan menjadi pegangan untuk berprilaku dalam sehari hari serta
menjujung tinggi adat istiadat mereka.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Denda Adat Bagi Pelaku Zina
1. Denda Adat Dilihat dari Segi Sanksi Hukum Islam
Denda Adat jika dilihat dari segi sanksi hukum, berbeda dari sanksi hukum
Islam. Dalam agama Islam hukuman bagi pelaku zina sudah diterangkan Allah
SWT dalam al-Quran dan diperkuat oleh hadist Rasulullah SAW.
Firman Allah dalam al-Quran:
Artinya. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (Q.S.
Al-Nur (24): 2).66
Hadist Nabi:
عن عبا دة بن الصا مت قل قل رسو ل الله صلى الله عليه وسلم خذوا عني خذوا عني قد
جعل الله لهن سبيلا البكر بل البكر جلد ما ئة ونفي سنة والثيب بالثيب جلد ما ئة ورمي
بلحجا رة
66 An-Nur (24): 2.
Dari Ubadah Ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah
memberikan jalan keluar (hukuman) bagi mereka (pezina). Jejaka dan gadis
hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, sedangkan
duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam”. (HR. Muslim dan Abu
Dawud).67
Dari ayat dan hadist di atas terlihat bahwa sanksi hukum terhadap pelaku
zina sudah Allah SWT tetapkan dalam kitab al-Quran dan hadist Rasulullah
SAW. Hukuman untuk pelaku zina ghairu muhsan (perjaka dan gadis) adalah
berupa dera atau cambuk seratus kali dan pengasingan selama satu tahun.
Sedangkan untuk zina muhsan (berstatus suami, istri, duda atau janda) berupa
dera seratus kali dan rajam.
Ayat atau nash al-Quran di atas merupakan nash yang qath’i dilalah-nya
artinya nash yang tegas dan jelas maknanya, tidak bisa di-takwil, tidak
mempunyai makna yang lain, dan tidak tergantung pada hal-hal lain di luar nash
itu sendiri dan dalam memahaminya tidak memerlukan ijtihad.68
Dengan demikian terlihat jelas perbedaan antara bentuk sanksi hukum adat
dan hukum Islam. Maka di sini perlu kiranya penulis menjelaskan bahwa hukum
Islam adalah syariat dari Allah SWT mengenai perbuatan yang boleh dan
dilarang serta memiliki sanksi hukum yang jelas dan tegas seperti perbuatan zina.
sedangkan denda adat adalah sanksi yang dijatuhkan oleh sekolompok
masyarakat lembaga adat kepada seseorang yang melanggar adat dengan cara
bermusyawarah.
67 Muslim, Sahih Muslim, Jilid II, hlm. 48. 68 Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 56.
Di sisi lain dalam hukum adat mengenal pula seloko yang berbunyi adat
bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah. Yang berarti adat harus sesuai
dengan agama Islam yang berpedoman kepada al-Quran. Namun dalam
prakteknya seperti sanksi hukum bagi pelaku zina memliki perbedaan yang jauh
dan menyalahi ketetapan hukum dalam al-Quran yang sudah ditentukan Allah
SWT. Mengenai hal tersebut penulis melakukan wawancara dengan Imam Masjid
Desa Koto Rayo M. Jais, S. Pdi. Mengapa denda adat berlaku bagi pelaku zina
dan mengapa tidak menggunakan hukum Islam.
“Adat dengan syarak itu sebenarnya setali atau sejalin namun untuk
menemukan korelasi atau hubungan antara seloko adat yang mengatakan
adat bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah dalam kasus zina ini
tidak sesuai. Karena hukuman untuk pelaku zina telah tertera dalam al-
Quran dan hadist. Kenapa di sini memakai hukum adat, karena syariat
Islam tidak berlaku di Indonesia dalam hal hukuman untuk zina. Maka
dari itu diterapkanlah denda adat bagi pelaku zina. Seandainya hukum
Islam yang berlaku terhadap pelaku zina, tentu perbuatan zina dapat
berkurang ataupun hilang.69
Dalam agama Islam juga dikenal dengan Kaidah العا دة محكمة (adat
kebiasaan dapat dijadikan hukum). Apakah denda adat desa Koto Rayo bisa
dijadikan hukum menurut kaidah ini kiranya penulis terlebih dahulu menjelaskan
apa itu adat dalam agama Islam.
Sebelum Nabi Muhammad SAW. diutus, adat kebiasaan sudah berlaku di
masyarakat baik di dunia Arab maupun di bagian lain termasuk di Indonesia.
Adat kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai yang dianggap
oleh masyarakat tersebut. Nilai-nilai tersebut diketahui , dipahami, disikapi, dan
dilaksanakan atas dasar kesadaran masyarakat tersebut.
69 Wawancara Dengan M. Jais, Imam Masjid Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 15
April 2018.
Ketika Islam datang membawa ajaran yang mengandung nilai-nilai
uluhiyah (ketuhanan) dan nilai-nilai insaniyah (kemanusian) bertemu dengan
nilai-nilai adat kebiasaan di masyarakat. Diantaranya ada yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam meskipun aspek filosofisnya berbeda. Ada pula yang berbeda
bahkan bertentangan dengan nila-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Di sinilah
kemudian ulama membagi adat kebiasaan yang ada di masyarakat menjadi al-
adah al-shahihah (adat yang sahih, benar, baik) dan ada pula adah al-fasidah
(adat yang mafsadah, salah, rusak).70
Para ulama mengartikan al-adah dalam pengertian yang sama, karena
substansinya sama, meskipun dengan ungkapan yang berbeda, misalnya dengan
al-urf didefenisikan dengan:“Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan
mengulang-ulangnya dalam ucapannya dan perbuatannya sampai hal tersebut
menjadi biasa dan berlaku umum”.
Dari defenisi di atas, ada dua hal penting yaitu: pertama, di dalam al-adah
ada unsur berulang-ulang dilakukan dan dalam al-urf ada unsur (al-ma’ruf)
dikenal sebagai sesuatu yang baik. Kata-kata al-urf ada hubungannya dengan tata
nilai di masyarakat yang dianggap baik. Tidak hanya benar menurut keyakinan
masyarakat tetapi juga baik untuk dilakukan dan atau diucapkan. Hal ini erat
kaitannya dengan “al-amr bil al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar” dalam al-
Quran.
70 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet II,
2007), hlm. 79.
Tampaknya lebih tepat apabila al-adah atau al-urf ini didefenisikan
dengan: Apa yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umun (al-adah
al-ammah) yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan.71
Untuk dapat diterimanya urf atau adat sebagai landasan hukum dalam
Islam harus memiliki beberapa syarat. Abdul Karim Zaidan menyebutkan
beberapa persyaratan bagi urf yang bisa dijadikan landasan hukum yaitu:
a. Urf itu harus urf yang sahih dalam arti tidak bertentangan dengan ajaran al-
Quran dan Sunnah Rasulullah.
b. Urf itu harus bersifat umum, dalam arti minimal telah menjadi kebiasaan
mayoritas penduduk negeri itu.
c. Urf itu harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan
dilandaskan kepada urf itu.
d. Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait yang berlainan dengan kehendak
urf tersebut, sebab jika kedua belah pihak yang berakad telah sepakat untuk
tidak terikat dengan kebiasaan yang berlaku umum, maka yang dipegang
adalah ketegasan itu, bukan urf.72
Setelah membaca dan melihat penjelasan di atas mengenai apa itu adat
bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah juga adat yang bisa dijadikan
sebagai landasan hukum dalam Islam penulis menyimpulkan bahwa dilihat dari
bentuk sanksi berupa denda adat terhadap pelaku zina di desa Koto Rayo
bertentangan dan menyalahi dalam agama Islam karena ketentuan sanksi bagi
pelaku zina sudah terdapat dalam al-Quran dan hadist. Adat atau urf baru bisa
71 Ibid, hlm. 80. 72 Satria Effendi, Ushul fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 156-157.
dijadikan landasan apabila adat tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran dan
Hadis Nabi dan syarat-syarat yang telah disebutkan di atas.
2. Denda Adat Dilihat dari Segi Tujuan Hukum
Denda Adat jika dilihat dari segi tujuannya hampir sama dengan Hukum
Islam yaitu untuk menciptakan masyarakat madani dengan cara memberikan
hukuman bagi pelaku zina dan menjadi pelajaran bagi masyarakat.
Penjelasan Khatib Desa Koto Rayo Bapak Mas’ud:
“Adapun pemberian hukuman berupa denda adat ini adalah untuk
mendamaikan antar kedua belah pihak keluarga, menghilangkan polemik
ditengah-tengah masyarakat serta untuk menutup malu dengan cara
menikahkah pelaku. Kemudian diharapkan dengan adanya hukuman ini
pelaku jera untuk mengulangi perbuatannya dan menjadi pelajaran bagi
masyarakat khususnya anak muda-mudi untuk menjauhi zina”.73
Dalam islam setiap sanksi yang dijatuhkan juga memliki tujuan. Dengan
adanya sanksi adalah untuk menciptakan masyarakat yang taat hukum sehingga
terciptalah ketentraman dalam bermasyarakat. Di antara tujuan diberlakukannya
sanksi dalam Islam adalah:
a. Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang lain yang belum melakukan
jarimah.
b. Refresif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak mengulangi
perbuatan jarimah di kemudian hari.
c. Kuratif (islah). Harus mampu membawa perbaikan perilaku terpidana di
kemudian hari.
73 Wawancara Dengan Mas’ud, Khatib Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 14 April
2018.
d. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat mengubah pola hidupnya ke arah
yang lebih baik.74
Syariat Islam dalam menjatuhkan hukuma juga bertujuan membentuk
masyarakat yang baik yang diliputi oleh rasa saling menghormati dan mencintai
antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya.
Menyimak dari penjelasan tujuan hukum denda adat dan hukum Islam
maka dari pembahasan yang telah penulis jelaskan dan uraikan diatas dapat
ditarik kesimpulan denda adat tetap dipakai sebagai sanksi terhadap pelaku zina
karena dia bertujuan untuk memberikan efek jera serta sudah menjadi kebiasaan
masyarakat desa Koto Rayo, walaupun di dalam bentuk sanksinya berbeda dari
hukum Islam tetapi denda adat mampu mencegah untuk melakukan perbuatan
keji seperti zina. Kebiasaan inilah yang biasanya disebut dengan urf, sebab dalam
tujuannya denda adat tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak pula
sebaliknya. Seperti membolehkan perbuatan zina. Bahkan dalam tujuannya denda
adat memiliki peran untuk mencegah perbuatan tersebut. Disamping itu denda ini
diberlakukan karena hanya sebagai kebiasaan yang turun temurun dari nenek
moyang terdahulu, namun untuk para pelaku tidak menghilangkan dosa mereka
kepada Allah SWT. Denda ini hanya sebagai kebiasaan yang dianggap baik serta
sebagai permohonan maaf para pelaku terhadap masyarakat, akibat perbuatannya
membuat malu dusun dan masyarakat.
Penjelasan Bapak Samsudin.
“Perbuatan zina dikenakan denda adat tidak lain supaya pelaku bertaubat
kepada Allah SWT, walaupun sebenarnya untuk menebus dosa tersebut
74 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah, (Jakarta: Amzah. 2015), hlm. 142.
sudah Allah jelaskan dalam Al-Quran dan Hadis Nabi dengan cara di
cambuk dan rajam. denda ini sebagai permohonan maaf para pelaku
kepada masyarakat dusun yang tercemar akibat perbuatan mereka.
Bahkan untuk pelaku zina ghairu muhsan yang telah hamil mereka harus
mengucapkan dan mengulangi taubatnya saat mereka dinikahkan”.75
Penyebab tidak diberlakukan sanksi cambuk dan rajam bagi pelaku zina
juga karena KUHP yang merupakan hukum positif di Indonesia tidak tercantum
mengenai hukum bagi pelaku zina didalamnya. Karenanya apabila hukum cambuk
dan rajam dilaksanakan tentu akan bertentangan dengan hukum positif Negara
Indonesia.
Dalam KUHP Republik Indonesia, kategori zina muhsan dan ghairu
muhsan tidak dikenal. Dalam pasal 284, zina hanyalah zina yang pelakunya sudah
terikat dengan akad nikah, yaitu kasus perselingkuhan yang terjadi dalam rumah
tangga dan termasuk dalam delik aduan, sehingga di samping KUHP tidak
mengenal istilah zina ghairu muhsan, di dalamnya juga mengandung pengertian
bahwa selama para pelaku suami atau istri yang tetap merasa aman dengan delik
perzinaan yang dilakukan pasangannya, maka pelaku tidak dapat dituntut karena
tidak diadukan oleh pihak yang merasa dirugikan.76
Dengan demikian bisa penulis paparkan bentuk sanksi hukum denda adat
tidak bisa dikatakan sebabagai al-adah al-shahihah (adat yang sahih, benar, baik)
yang bisa dijadikan landasan hukum dalam agama Islam tetapi adalah adah al-
fasidah (adat yang mafsadah, salah, rusak) karena tidak sesuai dan bertentangan
dengan syara’.
75 Wawancara Dengan Samsudin, Tokoh Adat Desa Koto Rayo. Kec. Tabir-Merangin, 12
April 2018. 76 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah, (Jakarta: Amzah. 2015), hlm. 38-39.
Namun, dalam hal tujuan yang hendak dicapai. hukuman denda adat bagi
pelaku zina yang diterapkan di Desa Koto Rayo barulah bisa dikatakan sebagai
urf, karena urf ditujukan untuk memelihara kemaslahatan umat. Maka dalam
konteks inilah maksud dari seloko adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi
Kitabullah sejalan dengan kaidah hukum yang mengatakan adat bisa dijadikan
sebagai landasan hukum.
Bentuk sanksi berupa denda adat yang diterapkan di Desa Koto Rayo
cukup efektif jika diukur dari hal mencegah terjadinya perbuatan zina di
masyarakat. Faktor terjadinya perzinahan di Desa Koto Rayo adalah akibat
pergaulan yang terlewat batas antara laki-laki dan perempuan yang didominasi
oleh Anak Bujang dan gadis.
Dengan demikian, hukuman itu dimaksudkan untuk memberikan rasa
derita yang harus dialami oleh pelaku sebagai imbangan atas perbuatannya dan
sebagai sarana untuk menyucikan dirinya. Dengan demikian akan terwujudlah
rasa keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.77
77 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 139.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan analisis yang telah penulis paparkan pada bab-bab
sebelumnya mengenai denda adat bagi pelaku zina di tinjau dari hukum Islam di
desa Koto Rayo maka penulis mengambil beberapa kesimpulan dari pembahasan
atau hasil dari penelitian tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Penetapan denda adat yang dijatuhkan kepada pelaku zina adalah melalui
sidang adat, para pemangku adat menerima, memeriksa dan bermusyawarah
untuk memberikan sanksi kepada pelaku setelah diputuskan oleh pemangku
adat maka pelaku diberi sanksi dengan cara membayar denda adat/hutang
adat berupa seekor hewan halal untuk disembelih kemudian dimakan secara
bersama
2. Denda adat jika ditinjau menurut hukum Islam berdasarkan bentuk sanksi
hukum yang diberikan kepada pelaku zina di desa Koto Rayo bertentangan
dengan hukum Islam, karena didalam Islam hukuman bagi pelaku zina
terdapat dalam al-Quran dan hadist Rasulullah. Apabila zina tersebut
berstatus bujang gadis (ghairu muhsan) adalah dengan dicambuk/dera seratus
kali dan diasingkan sedangkan zina muhsan dera seratus kali dan dirajam.
Tetapi apabila dilihat dari segi tujuan hukumnya, denda adat di desa Koto
Rayo memiliki persamaan dengan hukum Islam karena dibina dengan urf.
Yang bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan demi untuk
kemaslahatan umat.
B. Saran
Adapun saran-saran yang menurut penulis penting untuk diperhatiakan
adalah:
1. Kepada Pemangku Adat dan masyarakat desa Koto Rayo untuk memberikan
sanksi yang berat bagi pelaku zina muhsan maupun ghairu muhsan agar
pelaku perzinahan merasa jera.
2. Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari hendaknya kita sebagai seorang
muslim bertakwa kepada Allah SWT. Dalam artian mengerjakan –perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya.
3. Perlunya pemahaman masyarakat terhadap denda adat menurut hukum Islam.
Dengan demikian diharapkan timbul semangat untuk belajar mengenai
hukum islam.
C. Kata Penutup
Ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru
sekalian alam, yang telah senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-
Nya kepada penulis dan kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir karya ilmiah ini yang berbentuk skripsi sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana starata satu (S.I) pada prodi Hukum Keluarga
Islam, Fakultas Syariah, UIN STS Jambi. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan kita
para pengikut sunnahnya sampai akhir zaman.
Setelah sekian lama penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan
semaksimal mungkin mengeluarkan tenaga dan pikiran yang dikemukakan dalam
tugas akhir ini. Meskipun demikian penulis menyadari dalam penulisan karya
ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena
penulis menyadari masih kurangnya pengetahuan mengenai masalah ini serta
keterbatasan kadar dan kemampuan dan kelemahan penulis.
Maka dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika pada
penulisan, penjelasan, pemahaman, serta dalam analisis data yang diperoleh
penulis dan lain sebagainya terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang tidak sesuai
dengan pembaca sekali lagi penulis mohon maaf. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang kontruktif atau membangun dari semua
pihak, khususnya para pembaca demi untuk penyempurnaan skripsi ini dimasa
yang akan datang.
Akhir kata tidak lupa juga penulis mengucapkan ribuan terima kasih
kepada yang terhormat Bapak Drs. Baharuddin Ahmad, M. HI. selaku dosen
pembimbing satu, dan Ibu Dian Mustika, S. HI., MA. selaku dosen pembimbing
dua, yang tidak pernah lelah memotivasi, membantu, dan membimbing demi
penyelesaian skripsi ini dari awal hingga akhir, semoga Allah membalas kebaikan
dan menjadi amal jariyah untuk Bapak dan Ibu. Aamiin.
Semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan mamfaat bagi penulis
khususnya, pembaca umunya dan menjadi bahan tambahan rujukan khazanah
keilmuan untuk penelitian dimasa yang akan datang. Kepada Allah saya mohon
ampun. Ihdinash-shiroothol-mustaqim. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Pondok Yatim Al Hilal, 2010).
Abu Adillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, (selanjutnya disebut Al-Bukhari),
Sahih Al-Bukhari, (Indonesia: Dahlan), Jilid IV.
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana, 2007.
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang,
1986.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2005.
Ala Al-Din Ali bin Balban Al-Farazi, Sahih Ibnu Hibban, Beirut: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyyah, 1989, cet. ke-1, jilid V.
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet II,
2007.
Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer, Medan: Perdana Publishing,
2016.
Husaini Usman Dan Purnamo Setiady Akbar. Metedologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi,
Kerinci: STAIN Kerinci Press, Edisi Revisi, 2015.
Lembaga Adat Provinsi Jambi, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah,
Jambi: 2001.
Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Roeda Karya,
2010.
Makhrus Munajat, Deskontruksi Hukum Pidana Islam, Jogjakarta: Logung
Pustaka, 2004.
Mardalis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara,1995.
Moehar Daniel, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2005.
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah, Jakarta: Amzah. 2015.
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2016.
Syayid Syabiq, Fiqh Sunnah Jilid 9, Bandung: PT Alma’rif, 1984.
Tim Penulis, Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi Revisi, Jambi: Syariah Press,
2014.
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press,
2003.
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Zainudin Ali, Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
B. Karya Ilmiah, Skripsi, dan Jurnal
Ana Manis Thofani, “Zina dan Akibat Hukumannya Menurut Muhammad
Syahrur”, Skripsi, Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga: 2004.
Asy’ari, “Cuci Kampung Bagi Pelaku Zina ditinjau dari Hukum Islam”, Skripsi,
Fakultas Syariah, IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi: 2014.
Bobi Handoko, “Penerapan Sanksi Pidana Adat dan Pidana KUHP Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Zina”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas
Andalas: 2011.
Muhammad Nupriadi, “Sanksi Bagi Pelaku Perzinahan Yang Telah Menikah
Menurut Hukum Islam Dan Hukum Adat”, Skripsi, Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2016.
DAFTAR PERTANYAAN
A. Pertanyaan kepada kepala desa beserta perangkat.
1. Bagaimana sejarah berdirinya desa Koto Rayo?
2. Bagaimana demografi dan georafis desa Koto Rayo?
B. Pertanyaan kepada tokoh adat, masyarakat dan agama.
1. Apa yang dimaksud dengan denda adat?
2. Bagaimana cara penetapan denda adat?
3. Mengapa denda adat yang berlaku bagi pelaku zina?
4. Apa tanggapan saudara sebagai masyarakat dan pemuda terhadap
denda adat?
5. Bagaimana tanggapan bapak sebagai Imam di desa Koto Rayo
terhadap sanksi denda adat bagi pelaku zina di desa Koto Rayo?
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Al Mizon
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/tgl lahir : Koto Rayo, 30-April-1996
NIM : SHK 141596
Alamat
1. Alamat Asal : Desa Koto Rayo, Tabir, Merangin.
2. Alamat Sekarang : Puri Arza 1 Mendalo Darat, Muaro Jambi.
No Telp/Hp :0823 7870 1070
Nama Ayah : Zubir
Nama Ibu : Siti Fatimah
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD/MI, Tahun Lulus : SDN 93 Koto Rayo, Tabir, 2008/2009
b. SMP/MTS, Tahun Lulus : MTSN 1 Tabir, Rantau Panjang, 2010/2011
c. SMA/MA, Tahun Lulus : SMAN 2 Merangin, 2013/2014
2. Pendidikan Non-Formal (Pelatihan, kursus, dll) (jika ada):
a. Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jambi
b. Workshop Menulisme Forum Lingkar Pena Wilayah Jambi
c. ..................................
C. Prestasi Akademik/Skill/Olahraga/Seni Budaya yang dimiliki:
a. Juara I Sepak Takraw DEMA-I IAIN Jambi CUP 2015
b. Juara III Futsal Fakultas Syariah UIN Jambi 2018
c. .................................