Download - dislokasi bahu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi dan tidak lagi bersentuhan (Apley, 1995). Dislokasi menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi bisa mengenai
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya. Dislokasi yang sering terjadi adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul. Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling
sering berdislokasi. Ini disebabkan karena banyaknya rentang gerakan sendi
bahu,mangkuk sendi glenoid yang dangkal serta adanya kelonggaran ligament.
Dislokasi bahu dapat terjadi pada bagian anterior (paling sering, ditemukan pada
95% kasus), posterior atau errecta. Dislokasi anterior terjadi biasanya pada posisi
sendi bahu abduksi dan external rotasi. Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada
orang dewasa, jarang ditemukan pada anak-anak (Apley,1995)
Tingkat kejadian dislokasi bahu adalah sekitar 24 per 100.000 orang per
tahun di dunia. Dan sementara ini telah dilaporkan terdapat peningkatan angka
kejadian lebih dari dua kali lipat dari tingkat sebelumnya untuk dislokasi bahu pada
populasi umum di Amerika Serikat, dibandingkan dengan angka kejadian cedera
muskuloskeletal yang lainnya yang umum didapati di ruang gawat darurat, seperti
luka pada lutut, punggung bawah dan kaki. (Owens, 2010)
Dari sebuah studi pada penderita dislokasi yakni didapatkan dari 71,8
persen laki-laki yang mengalami dislokasi , 46.8 persen penderita berusia antara 15-
29 tahun; 48,3 persen terjadi akibat kegiatan olahraga, dan 37 persen dari semua
cedera olahraga yaitu pada olahraga sepakbola dan basket. Pada wanita, tingkat
dislokasi yang lebih tinggi terlihat di antara penderita yang berusia > 60 tahun.
1
Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh kejadian terjatuh di rumah (Owens,
2010)
Tanda-tanda dislokasi sendi bahu yaitu, sendi bahu tidak dapat
digerakakkan; penderita mengendong tangan yang sakit dengan tangan yang
lainnya; penderita tidak bisa memegang bahu yang berlawanan; kontur bahu hilang,
bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya; lengkung bahu hilang; tidak dapat
digerak-gerakkan; lengan atas sedikit abduksi; lengan bawah sedikit supinasi (Ardi,
2011)
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang dislokasi regio shoulder termasuk definisi, etiologi,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis.
2. Mendapatkan keterampilan dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan menggunakan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam
penegakkan diagnosis dislokasi regio shoulder.
3. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan teori
berdasarkan literatur.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Tn. ZA
Umur : 37 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :
Alamat : Sangatta
MRS : 7 Juni 2011
Anamnesis
Keluhan Utama: Sulit menggerakkan bahu sebelah kiri
Riwayat Singkat :
Bahu kiri sulit digerakkan sejak ± 5 bulan yang lalu (1 Januari 2012). Selain
itu pasien juga mengeluhkan adanya kelainan bentuk pada bahu sebelah kiri.
Keluhan ini dirasakan setelah pasien menarik buah kelapa. Sesaat setelah kejadian,
pasien mengeluhkan adanya nyeri. Sehari setelah kejadian pasien langsung
membawa diri ke tukang urut dan telah diurut sebanyak 4 kali. Namun, tidak ada
perubahan. Setelah pasien merasakan adanya keterbatasan gerak pada bahu
sebelah kiri, pasien membawa diri ke RS Sangatta. Di RS Sangatta, pasien dicoba
untuk direposisi namun tidak berhasil dan akhirnya dirujuk ke RSUD AWS.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
3
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x / menit
RR : 22 x / menit
Suhu : 36,6 oC (per axilar)
Kondisi Umum
Kepala/Leher : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex
cahaya (+/+), pupil isokor ø 3 mm, jejas (-).
Thorax : Jejas (-), pergerakan dada simetris,
Pulmo : Vesikuler, Rhonki(-/-) , Wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Jejas (-), flat, soefl, distensi (-), Bising Usus (+) normal
Ektremitas : akral hangat, edema , lihat status lokalis
Status Lokalis :
Regio brachii sinistra
Look = Deformitas (+), Eksorotasi (+), Abduksi (+), edema (-)
Feel = Nyeri Tekan (+), krepitasi (-), a. Radialis dan Ulnaris
(+), capillary refill time < 2”
Move = Sendi bahu : ekstensi (+) terbatas, fleksi (+) terbatas,
internal rotasi (+) terbatas, eksternal rotasi (+)
terbatas.
Sendi siku : ekstensi (+) normal, fleksi (+) normal,
supinasi (+) normal, pronasi (+) normal.
PemeriksaanPenunjang :
LaboratoriumDarah
Leukosit : 8.700 K/µL
Hemoglobin : 12,8 g/dl
Hematokrit : 37,0 %
Trombosit : 205.000 K/µL
4
- -
- -
LED : 34
BT : 2’
CT : 8’
GDS : 60 mg/dl
HbS Ag : negatif
Ab HIV : negatif
Ureum : 20,0 mg/dl
Creatinin : 0,9 mg/dl
Radiologi
Pre Reposisi
5
Post Reposisi
DiagnosaKerja
Neglected Dislokasi Shoulder Anterior Sinistra
Penatalaksanaan
Rencana reposisi terbuka
Prognosis
Dubia ad malam
Laporan Operasi
Tanggal 14 Juni 2012
Dilakukan reposisi secara reduksi tertutup (manuver Kocher) dengan
menggunakan general anestesi.
Dilakukan balutan perban elastis secara “Velpeau Bandage”.
Dipasang arm sling
6
Follow up
Tanggal Follow up Tindakan
07-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 120/80 mmHg N = 82x/i
RR = 22x/i T= 36,6oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Pro ORIF elektif
reposisi
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
08-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Pro ORIF elektif
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
09-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Pro ORIF elektif
reposisi
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
7
Anterior Sinistra
10-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Pro ORIF elektif
reposisi
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
11-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Pro ORIF elektif
reposisi
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
12-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Pro ORIF elektif
reposisi
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
13-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
Pro ORIF elektif
reposisi
8
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
TAO
14-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (-),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: Deformitas (-)
Feel: Nyeri (-), AVN distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Dislokasi Shoulder
Anterior Sinistra
Pro ORIF elektif
reposisi hari ini
15-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: terpasang arm sling
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post reposisi hari ke-1
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Pertahankan arm sling
Mobilisasi jalan
Pro ORIF elektif
16-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Pertahankan arm sling
Mobilisasi jalan
9
Look: terpasang arm sling
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post reposisi hari ke-2
Pro ORIF elektif
17-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: terpasang arm sling
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post reposisi hari ke-3
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Pertahankan arm sling
Mobilisasi jalan
Pro ORIF elektif
18-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: terpasang arm sling
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post reposisi hari ke-4
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Pro ORIF elektif hari ini
19-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
10
Look: terpasang perban pada bahu
dan dada depan
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post ORIF hari ke-1
Foto thorax AP (tampak
2 shoulder)
20-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: terpasang perban pada bahu
dan dada depan
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post ORIF hari ke-2
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
21-06-
2012
S = Nyeri pada bahu dan lengan kiri (+),
mobilisasi lengan kiri atas terbatas
O = CM, TD = 110/80 mmHg N = 88x/i
RR = 20x/i T= 36,4oC
Look: terpasang perban pada bahu
dan dada depan
Feel: Capillary Refill Time < 2”, AVN
distal (+)
Move: ROM terbatas
A = Neglected Close Fraktur Shoulder
Sinistra post ORIF hari ke-3
Inj. Kalfoxim 3x1 g
Inj. Torasic 2x1 amp
Diet TKTP
Mobilisasi jalan
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
3.1 Anatomi dan Fisiologi Bahu
1) Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh
sejumlah sendi yang saling berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral
atas, sendi akromioklavikular, sendi sternoklavikular, permukaan
pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi bahu.
Gangguan gerakan didalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi
untuk sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya (Spalteholz, 2000)
Sendi bahu dibentuk oleh kepala tulang humerus dan mangkok sendi,
disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional
sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil dompet dan
sebagainya atas kerja sama yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi
lainnya.
Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat
melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang
pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan kepala tulang
sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut
tidak stabil namun paling luas gerakannya.13
Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu: (Sufitmi, 2004)
Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan
kepala sendinya tidak sebanding.
Kapsul sendinya relatif lemah.
Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah,
seperti otot supraspinatus, infrapinatus, teres minor dan
subscapularis.
Gerakannya paling luas.
Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.
Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu
lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan
sendi lainnya.
2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars)
a) Kapsul Sinovial
lapisan bagian dalam dengan karakteristik mempunyai jaringan
fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh
darah.Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai
transformator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada
sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali mengalami gangguan
fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak
memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada
gangguan, misalnya pada artrosis sendi (Spalteholz, 2000)
b) Kapsul Fibrosa
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf
reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan
stabititas sendi, memelihara regenerasi kapsul sendi, Sehingga dapat
14
merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila rangsangan tersebut
sudah sampai di kapsul fibrosa. (Spalteholz, 2000)
3) Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan sendi,
sehingga tidak nyeri sewaktu penderita berjalau. Namun demikian pada
gerakan tertentu sendi dapat nyeri akibat gangguan yang dikenal dengan
degenerasi kartilago. (Spalteholz, 2000)
3) Biomekanika sendi bahu
Gerakan dan luas gerak sendi bahu
Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok otot
penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan skapula dan gerakan dari
humerus. Gerakan-gerakan tersebut antara lain : (Nordin, 1989)
1) Gerakan skapula
a. Elevasi dan depresi
Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra, dapat
dilakukan dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan depresi adalah
kembalinya bahu dari posisi elevasi. Gerakan vertikal disertai dengan
tilting. Total luas geraknya adalah 10 – 12 cm.
b. Abduksi (protraksi) dan Aduksi (retraksi)
Protraksi adalah gerakan kelateral skapula menjauhi vertebra.
Gerakan ini dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan mendorong ke
depan. Retraksi yaitu gerakan skapula ke medial, dapat dilakukan dengan
menarik bahu ke belakang. Total luas geraknya adalah kira-kira 15 cm.
c. Upward rotation dan downward rotation
Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari scapula pada bidang frontal
sehingga fossa glenoidalis bergerak ke atas. Sedangkan downward rotation
yaitu gerakan kembali dari upward rotation. Total luas gerak 600 ,
15
displacement sudut bawah skapula 10 – 12 cm dan sudut superolateral 5 – 6
cm.
4. Upward tilt dan reduction of upward tilt.
Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horisontal yang
menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas. Gerakan ini
terjadi oleh karena rotasi dari klavikula, sehingga bagian superior skapula
bergerak naik-turun dan bagian inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini
hanya terjadi jika bahu hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan
kembali dari upward tilt.
2) Gerakan humerus
Posisi awal berdiri tegak dengan lengan di samping tubuh.
a. Fleksi dan ekstensi
Feksi adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari 00 ke
1800. Gerak yang berlawanan ke posisi awal (00) disebut gerak depresi
lengan. Gerak ekstensi adalah gerak dari lengan dalam bidang sagital ke
belakang dari 00 ke kira-kira 600. Gerakan fleksi dibagi menjadi 3 fase. Fase
1, fleksi 00 sampai 500 - 600. Otot yang terlibat yaitu deltoid anterior,
korakobrakhialis, pektoralis mayor serabut klavikular. Gerakan fleksi bahu
ini dibatasi oleh tegangan dari ligamen korakohumeralis dan tahanan yang
dilakukan oleh teres minor, teres major dan infraspinatus. Fase II, Fleksi 600
- 1200.
Pada fase ini diikuti gerakan shoulder girdle, yaitu rotasi 600 dari skapula,
sehingga glenoid cavity menghadap ke atas dan ke depan, dan aksial pada
sendi sternoklavikular dan akromioklavikular, setiap sendi membantu 300.
Gerakan ini melibatkan otot trapezius, serratus anterior. Fleksi pada sendi
skapulothorakis dibatasi oleh tahanan lattisimus dorsi dan serabut
kostosternal dari pektoralis mayor. Fase III, fleksi 1200 - 1800. Jika hanya
satu lengan yang fleksi dari spinal kolumn. Bila kedua lengan fleksi
maksimum akan terjadi gerakan lordosis dari lumbal melebihi normal.
b. Abduksi dan adduksi
16
Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang
frontal dari 00 ke 1800 Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi
yaitu gerak lengan menuju garis tengah tubuh. Tigafase gerakan abduksi,
fase I, abduksi 00 – 900 merupakangerakan start abduksi dari sendi bahu.
Otot-otot yang terlibat yaitu deltoid middle dan supraspinatus. Pada akhir
abduksi 900 , shoulder mengunci sebagai hasil greater tuberosity menyentuh
superior margin dari glenoid. Fase II, abduksi 900 –1500 , ketika abduksi
900, disertai fleksi sehingga dapat aduksi sampai 1200 shoulder mengunci
dan abduksi hanya dapat maju dengan disertai gerakan shoulder girdle.
Gerakan ini adalah ayunan dari skapula dengan rotasi tanpa mengunci,
sehingga kavitas glenoidalis menghadap agak keatas dengan luas gerakan
600 Aksial rotasi pada sendi sternoklavikularis dan akromioklavikularis,
setiap sendi membantu gerakan 300. otot- otot yang terlibat ialah trapezius
atas dan bawah dan seratus anterior. Pada gerakan 1500 , yang dihasilkan
oleh rotasi skapula diketahui dengan adanya tahanan peregangan dari otot-
otot abduktor yaitu latissimus dorsi dan pektoralis mayor. Fase III, abduksi
1500 – 1800 dalam fase ini, abduksi mencapai posisi vertikal dan disertai
gerakan spinal kolumn . Bila gerakan hanya satu tangan disertai pemelesetan
kelateral dari spinal kolumn yang dihasilkan oleh otot spinal lawannya. Jika
kedua lengan abduksi bersama-sama sampai 1800 akan terjadi lumbar
lordosis yang dipimpin oleh otot spinal. (Nordin, 1989)
c. Fleksi dan Ekstensi lumbar
Gerak fleksi horisontal adalah gerak dari lengan dalam bidang horisontal mulai 00 –
1350. Gerak ekstensi horisontal ialah gerak lengan kebelakang dalam bidang
horisontal dari 00 – 450.
d. Rotasi
17
Rotasi dengan lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan bawah
digerakkan menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan bawah
digerakkan menuju garis tengah tubuh disebut endorotasi. Luas geraknya 900 .
Rotasi dengan lengan dalam abduksi 900 dan telapak tangan menghadap kebawah,
bila lengan diputar kearah kranial disebut eksorotasi dan bila kearah kaudal disebut
endorotasi. Luas geraknya 900 . ( Nordin, 1989)
Pada sendi bahu meliputi :
1) Pada gerakan endorotasi caput humeris roll searah dengan gerakan
endorotasi dan slidenya ke posterior.
2) Pada gerakan abduksi caput humeris roll searah dengan gerakan abduksi
dan slidenya ke caudal.
3) Pada gerakan eksorotasi caput humeris roll searah gerak eksorotasi dan
slide ventral agak medial
3.2 Definisi dislokasi
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari mangkok
sendi atau keluarnya kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya sebagian yang
bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi. Dikatakan
Recurrent apabila terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan Habitual apabila
dislokasi dapat diprofokasikan sendiri oleh penderitanya, keadaan ini bersifat
kongenital atau akibat injeksi berkali-kali (biasanya antibiotika) ke dalam otot
(Apley, 1995).
Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling sering
berdislokasi. Ini disebabkan karena beberapa faktor, dangkalnya mangkuk sendi
glenoid; besarnya rentang gerakan; keadaan yang mendasari misalnya ligamentosa
yang longgar atau displasia glenoid; dan mudahnya sendi itu terserang selama
aktivitas yang penuh tekanan pada tungkai atas (Apley, 1995)
18
3.3 Etiologi dislokasi
Dari segi Etiologi, Dislokasi dapat disebabkan oleh:
Cedera olah raga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah
sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain
sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga seperti benturan keras
pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Patologis : terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.(Sufitmi, 2004)
3.4 Patofisiologi dislokasi
Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi
eksterna dan ekstensi sendi bahu. Kaput humerus didorong kedepan dan
menimbulkan avulsi kapsul sendi dan kartilago beserta periosteum labrum
glenoidalis bagian anterior. (crenshaw, 1992 ; Rasjad, 2007)
Pada dislokasi berulang labrum dan kapsul sering terlepas dari
lingkar anterior glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan
kapsul serta ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang
kearah anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian
posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi
akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali
mengalami dislokasi. (Rasjad, 2007)
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada bagian lengan.
Humerus terdorong kedepan , merobek kapsul atau menyebabkan tepi
glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti
jarang, prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan
19
menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir
selalu jatuh membawa kaput ke posisi di bawah karakoid).
3.5 Klasifikasi dislokasi
1. Dislokasi anterior
Dislokasi anterior disebut juga sebagai dislokasi pregnoid, subkorakoid dan
subklavikuler. Dislokasi bahu anterior merupakan kondisi dimana keluarnya
caput humeri dari cavitas artikulare sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi
bahu anterior biasanya terjadi setelah cedera akut karena lengan dipaksa
berabduksi, berotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu.
2. Dislokasi posterior
Dislokasi posterior lebih jarang ditemukan dan biasanya disebabkan karena
trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna.
3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
Kaput humerus mengalami jepitan di bawah glenoid dimana lengan
mengarah ke atas sehingga terjadi dislokasi inferior.
4. Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor humerus
Jenis ini biasanya adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila
reposisi pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat
kembali pada humerus.
3.6 Diagnosis
Diagnosis kasus dislokasi bahu anterior ditegakkan melalui anamnesis
(autoanamnesis atau alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan
mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu
menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah
20
ada dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi
mengenai riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk
mempertimbangkan penanganan yang akan diambil. (Crenshaw, 1992; Rasjad,
2007)
Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya
nyeri, terdapat tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi –
eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan
gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu anterior ini
yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah
karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan
sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang
cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyetuh dadanya.
Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal, bahu terfiksasi
sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi
badan penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat
membuat skapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat
menggerakkan humerus pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak
menggerakka bahunya , maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat
diraba dibawah prosesus korakoideus (Crenshaw, 1992).
Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu anterior ini dapat
menggunakan tanda cemas (apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara mengangkat lengan kedalam abduksi, rotasi luar dan kemudian
ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring. Pada saat kritis
pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas kebagian
anterior dan tubuhnya menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan
menekan bagian depan bahu, dimana dengan manuver ini pasien akan merasa
lebih aman dan tanda cemasnya negatif (Rasjad, 2007)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu
anteroposterior (AP) dan lateral. Rontgen bagian AP akan memperlihatkan
bayangan yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput
21
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral
yang diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar
mangkuk sendi (Apley, 2010). Selain itu juga dianjurkan melakukan
pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat dislokasi
posterior kasus.Diagnosis banding dari kasus dislokasi anterior ini juga dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan pandangan oblik.Pemeriksaan pandangan
oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih mudah diintepretasi (Sufitmi,
2004)
3.7 Gambaran Klinis
Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Kontur
sendi bahu menjadi rata karena kaput humerus bergeser ke depan. Penderita
mengendong tangan yang sakit dengan tangan yang lainnya; penderita tidak bisa
memegang bahu yang berlawanan, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya;
lengkung bahu hilang; bahu tidak dapat digerak-gerakkan; lengan atas sedikit
abduksi; lengan bawah sedikit supinasi.
3.8 Penanganan
Penanganan Umum
Penanganan umum untuk semua pasien trauma tetap berpegang pada
prinsip ATLS (Advanced Trauma Life Support) yakni selalu menangani hal-hal yang
mengancam nyawa terlebih dahulu meliputi airway, breathing dan circulation. Pada
dislokasi akut jarang diperlukan tindakan terbuka, meskipun demikian tindakan
yang dilakukan dengan paksa harus dilakukan secara hati-hati karena dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat ataupun komplikasi fraktur.
Yang perlu diingat adalah dapat terjadi interposisi jaringan lunak yang menghalangi
usaha reposisi kita yang sering kali memaksa kita untuk melakukan tindakan
terbuka ( Crenshaw, 1992)
22
Dislokasi akut semestinya dilakukan reposisi sesegera mungkin untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut, meskipun perlu disadari reposisi yang segera ini
belum menjamin bahwa komplikasi lanjut (seperti fraktur-dislokasi, cedera saraf,
cedera pembuluh darah, dll) tidak akan terjadi. Tindakan reposisi sering kali
memerlukan bantuan anestesi agar tidak terasanya nyeri, meskipun demikian
kadang dapat dilakukan tanpa pembiusan yaitu pada periode shock jaringan.
Closed reduction
Ekstremitas superior (Shoulder)
Penatalaksanaan kasus dislokasi anterior bahu dilakukan secara konservatif
dan operatif. Terapi cedera ini secara konservatif sering memberikan hasil yang
memuaskan bila tidak disertai cedera lain didaerah tersebut seperti fraktur pada
caput humeri atau tuberculum majus dan cedera neuromuscular. Pilihan terapi
konservatif berupa reposisi tertutup dengan manuver Kocher (siku posisi 90º dan
dilakukan traksi sesuai garis humerus. Lakukan rotasi lateral, kemudian adduksi
lalu lakukan rotasi medial abduksi), immobilisasi dengan verban Velpeau atau collar
cuff selama lebih kurang 3 minggu.
23
Reduksi dislokasi harus segera dilakukan untuk kasus dislokasi anterior bahu yang
baru terjadi. Reduksi segera ini dapat dilakukan dengan 2 metode (Crenshaw, 1992 ;
Rasjad, 2007) :
1. Metode Stimson
Metode ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan anestesi .Penderita diminta
tidur telungkup dengan lengan yang terkena dibiarkan menggantung ke bawah
dengan memberikan beban tergantung dari kekuatan otot si penderita yang
diikatkan pada pergelangan tangan. Pada saat otot bahu dalam keadaan
relaksasi, diharapkan terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung
disamping tempat tidur tersebut. Metode ini dilakukan selama 10-15 menit
(Wibowo, 1995)
Cara reposisi dislokasi bahu dengan metode Stimson
2. Metode Hippocrates
Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam waktu
15 menit. Reposisi dilakukan dalam keadaan anestesi umum. Lengan pasien
ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi, sementara kaki penolong
berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput humerus kearah lateral dan
24
posterior. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan
penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.
Untuk kedua metode ini, pasien diminta mengabduksikan lengannnya secara
lembut kemudian lakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada saraf
aksilaris atau muskulokutaneus yang cedera. Lakukan kembali pemeriksaan
Rontgen untuk konfirmasi.
Open reduction (Crenshaw, 1992)
Indikasi
Bila gagal dicapai reposisi anatomis yang dikehendaki
Bila hasil reposisi tidak stabil. Biasanya bila ada fragment tulang (fraktur
dilokasi)
Terjadi cedera saraf setelah tindakan reposisi tertutup
Adanya cedera vascular sebelum reposisi dan masih tetap terjadi setelah
reposisi
Kasus lama (neglected case). Operasi dilakukan dengan metode Bristow.
labium glenoid dan kapsul yang robek dan metode Putti-Platt untuk
memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan
25
tumpang tindih. Metode operasi lain yang dilakukan adalah metode Bankart
untuk memperbaiki.
3.9 Komplikasi (Rasjad, 2007)
Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi anterior adalah timbulnya dislokasi
kambuhan, lesi pleksus brakialis dan nervus aksilaris, serta interposisi tendo
bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris jug dapat terjadi. Langkah
antisipatif yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan melakukan
penekanan kuat pada aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa kaku sendi dan
dislokasi rekurens. Dislokasi rekuren anterior terjadi karena pengobatan awal
(immobilisasi) yang tidak adekuat sehingga terjadi dislokasi. Dislokasi terjadi
karena adanya titik lemah pada selaput sendi disebelah depan dan terjadi
karena trauma yang ringan. Dislokasi rekuren dapat mudah terjadi apabila
lengan dalam keadaan abduksi, ekstensi dan lateral rotasi (Appley, 1995)
3.10 Prognosa (Rasjad, 2007)
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Dislokasi bahu anterior merupakan kondisi dimana keluarnya caput humeri
dari cavitas artikulare sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi bahu anterior
biasanya terjadi setelah cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, berotasi
eksterna dan ekstensi sendi bahu.
Anamnesa
Kasus Teori
1. Pasien mengeluhkan nyeri dan
keterbatasan pada lengan kiri
atas.
2. Nyeri lengan kiri atas dirasakan
setelah mengalami kecelakaan
saat mobil tiba-tiba oleng dan
terbalik, lengan kiri atas
membentur sisi kiri mobil.
3. Terdapat keterbatasan gerak
Gejala klinis pada dislokasi bahu
anterior yang biasanya didapatkan
pada anamnesa:
1. Pasien datang dengan suatu
trauma atau terdapat riwayat
trauma.
2. Didapatkan nyeri yang hebat serta
gangguan pergerakan sendi bahu.
3. Daerah yang mengalami dislokasi
27
pada lengan kiri atas dan pasien
selalu memegangnya untuk
menopang agar tidak terlalu
nyeri .
akan ditopang dengan lengan
lainnya untuk mengurangi
pergerakan dan nyeri yang
muncul.
Pemeriksaan Fisik
Kasus Teori
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Regio Shoulder Sinistra
Look :
Deformitas (-), Eksorotasi (+),
Abduksi (+), edema (+), luka (-)
Feel :
Nyeri Tekan (+), krepitasi (-), a.
Radialis dan Ulnaris (+), capilary
refil < 2’
Move :
Sendi bahu : ekstensi (+)
terbatas, fleksi (+) terbatas,
internal rotasi (+) terbatas,
eksternal rotasi (+) terbatas.
Sendi siku : ekstensi (+) normal,
fleksi (+) normal, supinasi (+)
normal, pronasi (+) normal.
Pada pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Terdapat perubahan posisi
anggota gerak, dimana
terdapat tonjolan pada bagian
depan bahu akibat humerus
yang bergeser ke arah
anterior
Ekspresi wajah terlihat
kesakitan akibat menahan
nyeri
Tidak terdapat luka pada
daerah trauma
Didapatkan lengan dalam
keadaan abduksi – eksorotasi,
tepi bahu tampak menyudut,
nyeri tekan, dan adanya
28
gangguan gerak sendi bahu
Palpasi:
Nyeri tekan (+)
Krepitasi (-)
Pergerakan:
Setiap pergerakan akan
menyebabkan nyeri. Penderita
tidak mampu menggerakkan
lengannya dan lengan yang
cedera ditopang oleh tangan
sebelah lain dan ia tidak dapat
menyetuh dadanya.
Ada
keterbatasan/ketidakmampua
n dalam melakukan suatu
gerakan.
Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori
Rontgen Shoulder Sinistra AP
(terdapat dislokasi anterior)
Laboratorium Darah
Leukosit : 11.800 K/µL
Hemoglobin : 11,1 g/dl
Hematokrit : 35,9 %
Trombosit : 120.000 K/µL
BT : 2’
CT : 8’
GDS : 101 mg/dl
HBs Ag : negatif
Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan:
Pemeriksaan Radiologis
(membantu dalam hal
penegakkan jenis dan letak
dislokasi) yang umumnya
diambil pada dua sisi proyeksi
yakni AP dan Lateral.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
29
Ab HIV : negatif
Penatalakasanaan
Kasus Teori
IVFD RL 20 tpm
Drip tramadol 1 ampul
Konsul PPDS OT, advice :
1. MRS
2. Pasang spalk dan
perban elastis
3. Direncanakan reposisi
lengan dengan general
anestesi malam ini jam 22.00
Laporan Operasi :
a. Dilakukan
reposisi secara reduksi tertutup
(manuver Kocher) dengan
menggunakan general anestesi.
b. Dilakukan
balutan perban elastis secara
“Velpeauw Bandage”.
Penanganan pasien dengan
trauma tetap memperhatikan
prinsip ATLS yakni ABC
Penatalaksanaan kasus dislokasi
anterior bahu dapat dilakukan
secara konservatif dan operatif
Pilihan terapi konservatif berupa
reposisi tertutup dengan manuver
Kocher dilanjutkan immobilisasi
dengan verban Velpeau atau collar
cuff selama lebih kurang 3
minggu.
Dilakukan reduksi secara terbuka
apabila reposisi secara tertutup
gagal dilakukan ataupun karena
sebab lain.
30
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien pria Tn. RS dengan usia 25 tahun dengan keluhan
utama nyeri pada lengan kiri atas. Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio shoulder
sinistra didapatkan edema, dan adanya nyeri tekan, dan pergerakan ekstensi, fleksi,
internal rotasi, serta eksternal rotasi terbatas. Kemudian dilakukan pemeriksaan
radiologi yang didapatkan adanya dislokasi anterior regio shoulder sinistra. Dari
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang ditegakkan diagnosa
sebagai dislokasi shouder anterior sinistra dan dilakukan tindakan close reduction.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A Graham & Solomon, Louis. 1995. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley.
Jakarta : Widya Medika.
2. Brett Owens, MD, study co-author. March, 2010. Studies show high rates of
shoulder dislocation in young men and elderly women an orthopedic surgeon at
the Keller Army Hospital at West Point, New York and Associate Professor at the
Uniformed Services University of Health Sciences
3. Crenshaw. AH:Dislocation in Campbell’s Operative Orthopaedics,8th ed. Vol II
1992.Mosby Year Book, St.Louis Baltimore Boston Chicago London Philadelphia
Sydney Toroto.
4. Eko Ardi P, M.Subhan Zuhdi, Tony Wahyu P, Satrio Yudi Er.2011. Dislokasi Pada
Sendi Bahu. Digitasl Library USU.
5. Hardianto Wibowo, dr, Pencegahan dan penatalaksaan cedera olahraga, cetakan
I, EGC, 1995.
6. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal
system. Lea and Febriger Philadelphia, London , tahun 1989 , halaman 225-234.
32
7. Rasjad, Chairuddin.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi V.2007. Yarsif
Watampone : Jakarta.
8. Sufitni. Cedera pada Extremitas Superior. Anatomi Fakultas
Kedokteran.2004.Universitas Sumatera Utara.
9. Werner Spalteholz, 2000. Hand atlas of human anatomy, seven edition in
English. JB Lippincott Company
33