Download - Diversiikasi Pangan (Abon Jamur) (1)
DIVERSIFIKASI PANGANABON JAMUR
Disusun oleh :
Ade Kusnadi (093020005)
Setyadi Gumaran (093020009)
Pandu Legawa Ismaya (093020051)
JURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDANBANDUNG
2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya
pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit
diprediksi. Fluktuasi harga bahan bakar fosil yang mencapai nilai US$ 150/barel, spekulasi
harga bahan pangan dan fluktuasi pendapatan rumah tangga turut memicu terjadinya krisis
pangan. Pangan bukan hanya sekedar menjadi komoditas ekonomi tetapi telah menjadi
komoditas politik yang memiliki dimensi sosial yang meluas. Di beberapa negara, seperti
Maroko, Senegal, Meksiko, Uzbekistan, Etiopia, Pantai Gading, Papua Nugini, Mauritania,
Yaman, Filipina dan Korea Utara, krisis pangan telah menyulut gejolak sosial (FAO 2008di
dalam Lucy 2009). Di dalam World Food Summit pada tahun 1996, para pemimpin dunia
bertekad untuk melawan kelaparan dengan agenda menghapus 400 juta warga miskin dan
lapar, tetapi hingga tahun 2002, kecepatan pengentasan kemiskinan dan kelaparan hanya
mencapai 6 juta/tahun dari target 22 juta/tahun (Witoro 2003). Di Indonesia, isu kelangkaan
pangan dan malnutrisi di beberapa daerah telah banyak diberitakan, dan sangat ironi sekali
bahwa daerah yang dilansir sebagai daerah rawan pangan dan terancam rawan pangan
sebenarnya memiliki potensi sumber pangan dengan kandungan gizi yang cukup.
Melihat kondisi pangan dunia saat ini, sudah barang tentu bahwa setiap negara akan
memprioritaskan kebijakan pangan untuk mencukupi kebutuhan negaranya masing-masing.
Negara dengan surplus pangan pun tidak akan serta merta untuk melakukan eksport, karena
surplus akan disimpan sebagai cadangan pangannya. Berbagai upaya dilakukan untuk
mempersiapkan diri menghadapi ancaman krisis pangan global. Paper ini bertujuan untuk
mengangkat potensi pangan lokal Indonesia, ditinjau dari kandungan nutrisi dan
keanekaragaman hasil olahan. Selain itu juga dibahas pengolahan serta penanganan pasca
panen yang baik untuk menekan kehilangan hasil dan penurunan mutu; pencegahan
kerusakan bahan baku dan pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan produk
pangan. Sosialisasi produk pangan lokal juga menjadi kasus bahasan tersendiri. Kedepannya,
diharapkan bahwa kasus rawan pangan seperti malnutrisi dan tingkat kematian bayi dapat
berkurang karena penduduk wilayah tersebut mampu menggarap potensi pangan secara
maksimal dengan tingkat kecukupan gizi yang masih memenuhi standar. Jika setiap wilayah
sudah mampu untuk mencukupi kebutuhan pangannya dengan baik, maka diharapkan
ketahanan pangan secara nasional dapat terwujud.
1.2 Pengertian Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,
ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya.
Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam
SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas,
dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon sebenarnya
merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat. Data BPS (1993)
dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon merupakan produk nomor empat terbanyak
diproduksi. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah
dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian
rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang
digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).
Abon adalah sejenis makanan kering berbentuk serpihan, dibuat dari daging yang
diberi bumbu kemudian digoreng. Penampilanya biasanya berwarna cokelat terang hingga
kehitaman. Abon tampak seperti serat, karena didominasi oleh serat-serat otot yang
mengering. Daging yang biasa digunakan untuk membuat abon berasal dari sapi, sehingga
orang mengenal ‘abon sapi’. Sumber lain yang digunakan adalah ayam atau babi
Abon tergolong produk olahan daging yang awet. Pembuatan abon relative mudah
dan tidak memerlukan modal yang besar dan sudah lama dikenal serta digemari masyarakat
semua golongan terutama di Indonesia
13 Abon Jamur
Selain dari daging, abon juga bias dibuat dari bahan nabati misalnya jamur, jantung
pisang, keluwih dan lain-lain yang mempunyai tekstur yang berserat-serat, Pembuatan abon
dari bahan nabati perlu keterampilan tangan, terutama dalam hal meremah bahan menjadi
halus berserat seperti serat pada daging. Secara keseluruhan pembuatannya cukup sederhana
sehingga memungkinkan setiap orang dapat melakukannya.
Salah satu bahan nabati yang bisa diolah menjadi abon adalah jamur tiram putih.
Abon jamur ternyata tidak kalah dalam hal rasa dengan abon jenis lain. Disamping kita
semua tahu bahwa jamur merupakan salah satu bahan makanan denga gizi yang sangat baik
dan lengkap.
1.4 Faktor Alasan
Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan
pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan
diinterprestasikan, diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan
perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan
distribusi. Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling
berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan
diversifikasi produksi pangan. Konsep diversifikasi dalam arti luas, tidak hanya aspek
konsumsi pangan tetapi juga aspek produksi pangan, Dimensi diversifikasi konsumsi pangan
tidak hanya terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok, tetapi juga makanan
pendamping. Dari beberapa pendapat tersebut terlihat telah terjadi kerancuan dalam
mengartikan konsep diversifikasi pangan. Dimensi diversifikasi pangan secara jelas dapat
dibedakan apakah yang dimaksud diversifikasi produksi pangan atau diversifikasi konsumsi
pangan atau kedua-duanya. Konsep harus dipahami secara jelas, sehingga dimensi mana yang
akan digunakan juga akan jelas, tidak tumpang tindih. Dimensi diversifikasi konsumsi
pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena
konteks diversifikasi tersebut adalah untuk meningkatkan mutu gizi masyarakat secara
kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Selain itu faktor teknologi, faktor biaya, faktor pemasaran, faktor keamanan, faktor benefit,
faktor kebutuhan, faktor regulasi, faktor kelayakan menjadi alasan utama untuk diversifikasi
pangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Teknologi
Pada prinsipnya abon jamur merupakan suatu metode pengawetan dengan kombinasi
antara perebusan / pengukusan dan penggorengan serta penambahan bumbu-bumbu tertentu.
Produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang lembut, rasa dan aroma yang khas. Prinsip
teknologi ini sangat berpengaruh terhadap karakteristik dari abon jamur karena itu prinsip
tersebut harus dilaksanakan dengan benar.
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki
daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pada abon
jamur ini selain dapat digunakan untuk mengawetkan bahan – bahan baku seperti jamur dapat
pula digunakan sebagai pembuatan suatu produk baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Abon jamur ini lebih tahan lama karena sesuai dengan salah satu metode pengawetan yaitu
metode pengeringan, Pengeringan makanan itu sendiri memiliki dua tujuan utama. Tujuan
pertama adalah sebagai sarana pengawetan makanan dimana mikroorganisme yang
mengakibatkan kerusakan makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada
lingkungan dengan kadar air yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan
perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air. Tujuan kedua
adalah untuk meminimalkan biaya distribusi bahan makanan karena makanan yang telah
dikeringkan akan memiliki berat yang lebih rendah dan ukuran yang lebih kecil.
Dalam proses pembuatan abon dapat menggunakan teknologi tradisional ataupun
teknologi modern. Perbedaan teknologi ini berkaitan dengan jenis peralatan yang digunakan
selama proses produksi.
1. Teknologi tradisional
Peralatan yang digunakan pada teknologi ini mudah diperoleh sebab merupakan peralatan
yang sering dipakai dalam rumah tangga pada umumnya. Selain alat, tenaga kerja merupakan
faktor utama dalam hasil produksi abon jamur, sebab beberapa proses dari produksi ini
mengandalkan tenaga manusia. Penggunaan peralatan sederhana ini sangat mempengaruhi
jumlah produksi yang dihasilkan dan mutu. Dengan hanya menggunakan teknologi
tradisional ini terkadang hanya dapat menghasilkan 1 (satu) kali bahan campuran. Kapasitas
produksi dengan alat sederhana ini sangat kecil dengan mutu yang kurang baik.
2. Teknologi modern
Pembuatan abon sapi dengan teknologi modern adalah proses dengan menggunakan
peralatan yang lebih modern seperti mesin pengepresan otomatis yang menghasilkan bentuk
yang seragam, mesin penyuwir yang lebih cepat dan penggunaan mesin pengemas.
Penggunaan teknologi ini dapat menghasilkan jumlah produksi yang berlipat-lipat jika
dibandingkan dengan teknologi sederhana. Dalam satu hari dapat dilakukan 3-4 kali bahan
campuran abon jamur. Selain itu dengan teknologi ini akan menghemat jumlah tenaga kerja
yang digunakan yang akan menurunkan biaya operasional.
3. Teknologi menengah
Pada pembuatan abon jamur dengan teknologi menengah ini menggunakan peralatan
yang terdiri dari mesin-mesin dengan kapasitas yang relatif masih rendah.
2.2 Bahan Baku
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan
termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih
hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan
bagian tengah agak cekung.[1] Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii dan
sering dikenal dengan sebutan King Oyster Mushroom.
Tubuh buah jamur tiram memiliki tangkai yang tumbuh menyamping (bahasa
Latin: pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus) sehingga jamur tiram mempunyai
nama binomial Pleurotus ostreatus. Bagian tudung dari jamur tersebut berubah warna dari
hitam, abu-abu, coklat, hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin, diameter 5-20 cm
yang bertepi tudung mulus sedikit berlekuk. Selain itu, jamur tiram juga
memiliki spora berbentuk batang berukuran 8-11×3-4μm serta miselia berwarna putih yang
bisa tumbuh dengan cepat.
Jamur tiram putih (Pleurotus osteratus) mempunyai bentuk tudung menyerupai
cangkang kerang dengan diameter antara 5-15 cm. Permukaannya licin dan menjadi agak
berminyak ketika berada dalam kondisi lembab. Bagian tepinya agak bergelombang. Letak
tangkainya lateral atau tidak di tengah, tepatnya agak di samping tudung. Daging buahnya
berwarna putih dan cukup tebal. Jika sudah terlalu tua menjadi alot dan keras. Warna tubuh
buahnya berbeda-beda, sangat tergantung pada jenisnya
Berdasarkan penelitian Sunan Pongsamart, biochemistry, Faculty of Pharmaceutical
Universitas Chulangkorn, jamur tiram mengandung protein, air, kalori, karbohidrat, dan
sisanya berupa serat zat besi, kalsium, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan makanan bernutrisi dengan
kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori
Jamur ini memiliki kandungan nutrisi seperti vitamin, fosfor, besi, kalsium, karbohidrat, dan
protein. Untuk kandungan proteinnya, lumayan cukup tinggi, yaitu sekitar 10,5-
30,4%. Komposisi dan kandungan nutrisi setiap 100 gram jamur tiram adalah 367 kalori,
10,5-30,4 persen protein, 56,6 persen karbohidrat, 1,7-2,2 persen lemak, 0.20 mg thiamin,
4.7-4.9 mg riboflavin, 77,2 mg niacin, dan 314.0 mg kalsium. Kalori yang dikandung jamur
ini adalah 100 kj/100 gram dengan 72 persen lemak tak jenuh Serat jamur sangat baik untuk
pencernaan. Kandungan seratnya mencapai 7,4- 24,6 persen sehingga cocok untuk para
pelaku diet.
Kandungan gizi jamur tiram menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen
Pertanian. Protein rata-rata 3.5 – 4 % dari berat basah. Berarti dua kali lipat lebih tinggi
dibandingkan asparagus dan kubis. Jika dihitung berat kering. Kandungan proteinnya 10,5-
30,4%. Sedangkan beras hanya 7.3%, gandum 13.2%, kedelai 39.1%, dan susu sapi
25.2%. Jamur tiram juga mengandung 9 macam asam amino yaitu lisin, metionin, triptofan,
threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin. 72% lemak dalam jamur tiram
adalah asam lemak tidak jenuh sehingga aman dikonsumsi baik yang menderita kelebihan
kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme lipid lainnya. 28% asam lemak
jenuh serta adanya semacam polisakarida kitin di dalam jamur tiram diduga menimbulkan
rasa enak. Jamur tiram juga mengandung vitamin penting, terutama vitamin B, C dan D.
vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), niasin dan provitamin D2 (ergosterol), dalam
jamur tiram cukup tinggi. Mineral utama tertinggi adalah Kalium, Fosfor, Natrium, Kalsium,
dan Magnesium. Mineral utama tertinggi adalah : Zn, Fe, Mn, Mo, Co, Pb. Konsentrasi K, P,
Na, Ca dan Me mencapai 56-70% dari total abu dengan kadar K mencapai 45%.Mineral
mikroelemen yang bersifat logam dalam jarum tiram kandungannya rendah, sehingga jamur
ini aman dikonsumsi setiap hari.
Taksonomi dari Jamur Tiram Putih adalah sebagai berikut :
Divisio : Amastigomecytes
Sub Divisio : Basidiomycotina
Kelas : Basidiomycetes
Sub Kelas : Holobasidiomycetidae
Ordo : Agaricales
Familia : Agariciceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus osteratus
Beberapa bumbu tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan abon adalah
santan jamur kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, minyak goreng.
a. Santan kelapa
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam kelapa yang
berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa. Kepekatan santan kelapa yang
diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam
pembuatan air yang ditambahkan. Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan
nilai gizi suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa gurih
karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak
dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang
dimasak tidak menggunakan santan kelapa.
b. Rempah-rempah
Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon bertujuan
memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan selera makan. Jenis rempah-rempah
yang digunakan dalam pembuatan abon adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, sereh
dan daun salam. Manfaat lain penggunaan rempah-rempah adalah sebagai pengawet
dikarenakan beberapa rempah-rempah dapat membunuh bakteri.
c. Gula dan garam
Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan menambah cita rasa
dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada pembuatan abon, gula mengalami reaksi
millard. Sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya tarik suatu
produk abon dan memberikan rasa manis. Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan
yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan
oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi
sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik
sangat peka terhadap kadar garam.
d. Minyak goreng
Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai pengantar panas,
penambah rasa gurih dan penambah nilai gizi, khususnya kalori yang ada dalam bahan
pangan.
Diagram Alir Pembuatan Abon Jamur
2.3 Deskripsi pembuatan abon jamur
1. Pembersihan & Pencucian
Sebelum mulai memasak jamur tiram dibersihkan untuk menghilangkan kotoran dan bagian
pangkal dibuang karena sangat liat dan hasilnya kurang baik bila diproses menjadi abon
(keras)
2. Perebusan
Perebusan selain bertujuan untuk memperoleh bahan yang matang, juga bertujuan untuk
mendapatkan tekstur yang lunak (untuk mempermudah proses pengecilan ukuran) dan
menghilangkan getah. Pada proses perebusan sebaiknya bahan tercelup semua dalam air
mendidih supaya terbentuk hasil rebusan yang warnanya merata dan tidak coklat. Proses
pencoklatan ini disebabkan karena adanya kontak dengan udara sehingga pada perebusan
sebaiknya bahan diberi beban di atasnya..
3. Pnumisan dengan bumbu dan santan
Tahap ini mempunyai peranan yang sangat penting karena mutu atau kualitas abon yang
dihasilkan akan banyak dipengaruhi oleh keberhasilan proses ini. Hal ini disebabkan karena
selama perebusan ini bumbu yang ditambahkan akan meresap ke dalam irisan jamur tiram
yang akan mempengaruhi rasa dan aroma dari abon dan frekuensi pengadukan akan
mempengaruhi konsistensi produk, kemudian ditumis dengan santan kental dengan ditambah
bumbu yang telah ditumbuk halus. Bumbu yang digunakan adalah gula, garam, lengkuas,
ketumbar, daun salam, jinten, bawang putih, dan bawang merah. Rasa yang dominan pada
abon adalah manis, namun ada beberapa konsumen yang menyukai abon asin. Gula yang
ditambahkan dalam proses pembuatan abon sebaiknya jangan terlalu banyak karena gula
yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur abon hasil penggorengan lengket serta mudah
gosong.
4. Penggorengan
Setelah semua santan meresap (tidak ada cairan yang nampak, kalis), perebusan segera
dihentikan dan dilanjutkan dengan proses penggorengan menggunakan minyak goreng yang
tidak terlalu banyak jumlahnya, dengan tujuan efisiensi bahan. Proses ini bertujuan untuk
menguapkan air yang masih tertinggal dalam adonan serta untuk mendapatkan warna dan
kenampakan yang menyerupai abon. Proses penggorengan harus segera dihentikan setelah
mendapatkan warna dan kadar air tertentu. Abon yang gosong tidak akan disukai oleh
konsumen, sedangkan kadar air akan banyak berpengaruh terhadap kerenyahan abon dan
daya simpannya.
5. Pengepresan
Untuk menghilangkan minyak goreng yang masih tertinggal maka dilakukan pengepresan.
Setelah dipres, bahan yang telah dipress akan membentuk cake. Bahan ini kemudian dipisah-
pisahkan agar diperoleh massa yang lebih meroa. Kandungan minyak dalam hasil abon akhir
serta kadar air abon merupakan suatu parameter yang penting untuk dianalisis. Semakin kecil
kandungan airnya maka abon yang dihasilkan akan semakin renyah. Sebaliknya jika abon
mempunyai kadar air yang tinggi maka abon akan semakin mudah rusak yang disebabkan
oleh adanya oksidasi maupun hidrolisis minyak. Penurunan kadar air abon terjadi pada proses
penggorengan sehingga proses ini harus benar-benar dikendalikan supaya dihasilkan abon
dengan kadar air yang sesuai. Parameter kedua yang penting adalah kadar minyak abon.
Kandungan minyak yang tinggi akan menyebabkan terjadi pemisahan minyak pada bagian
dasar kemasan yang akan menyebabkan buruknya kenampakan saat barang didisplay untuk
penjualan. Penurunan kadar minyak ini terjadi pada proses pengepresan. Proses pengepresan
juga memberikan keuntungan lain karena minyak hasil pengepresan dapat digunakan lagi
untuk penggorengan.