Download - Dokumentasi kelompok 1 AKPER PEMKAB MUNA
Tugas : Dokumentasi kep.
Dosen : Mursalin, SKM
KONSEP PROSES KEPERAWATAN
DI SUSUSN OLEH :
KELOMPOK I
1. Andi Sarma 7. Elias
2. Andriadi Suradi 8. Filta Karim
3. Asmariana 9. Fitra Apriliani
4. Dian S.Andriani Djiki 10. Fitra Yani
5. Eddy Sihrun 11. Haslan
6. Eka Pratiwi Ruslan 12. Hasrat
13. Intan Sahifa
AKADEMIK KEPERAWATAN
PEMKAB MUNA
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT, karena atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah farmakologi yang berjudul: Obat Metabolisme
Dan Gizi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi penulisan maupun isinya,oleh karena itu penulis mengharapkan adanya masukan,baik
kritik maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimkasih kepada semua pihak yangs telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini,semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis,dan
pembaca pada umumnya,kiranya Allah SWT meridhoi segala aktifitas kita untuk keselamatan di
dunia maupun di akhirat.
Raha, September - 2012
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………
B. Tujuan …………………………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………
A. Pengertian dan tujuan proses keperawatan…………………………………………………
1. Tahap pengkajian keperawatan………………………………………………………
2. Tahap diagnose keperawatan………………………………………………………….
3. Tahap perencanaan keperawatan……………………………………………………..
4. Tahap pelaksanaan keperawatan………………………………………………………
5. Tahap evaluasi keperawatan…………………………………………………………..
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………..
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat yang dididik
sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses keperawatan karena
kurikulum di pendidikan belum mengajarkan metode tersebut. Proses keperawatan mulai
dikenal di pendidikan keperawatan Indonesia yaitu dalam Katalog Pendidikan Diploma III
Keperawatan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 1984.
Diluar negeri istilah proses keperawatan diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Lidya Hall,
dan sejak tahun tersebut para pakar keperawatan mendiskripsikan proses keperawatan
secara bervariasi. Pada awal perkembangannya, proses keperawatan mempunyai tiga tahap,
kemudian empat tahap dan pada saat ini proses keperawatan mempunyai lima tahap. Proses
lima tahap pertama diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Western Interstate Commision of
Higher Education (WICHE) yang meliputi: persepsi, komunikasi, interpretasi, intervensi,
dan evaluasi. Pada tahun yang sama para staf pengajar,Yura.H dan Walsh di Catholic
University of American mangusulkan metode empat tahap, meliputi: pengkajian,
perencanaan, intervensi dan evaluasi (Craven & Hirnle, 2000). Pada tahun 1973, American
Nurse’s Association (ANA) menerbitkan standars of Nursing Practice dan juga National
Council of State Boards of Nursing ( 1982 ) yang terdiri dari lima tahap, meliputi: pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Kozier et al., 1995).
Proses keperawatan terus berkembang dan kemudian istilah Nursing Diagnosis mulai
diperkenalkan dalam literatur-literatur keperawatan. Pada tahun 1973, Gebbie dan Levin
dari St.Louis University School of Nursing membantu dalam menyelenggarakan konferensi
pertama tentang klasifikasi diagnosa keperawatan di Amerika.
Pada tahun 1982, terbentuk North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) yang
setiap dua tahun mengadakan konferensi tentang klasifikasi diagnosa keperawatan (Potter &
Perry, 1997).
Pada saat ini proses keperawatan telah berkembang dan diterapkan di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit, klinik-klinik, Puskesmas, perawatan
keluarga, perawatan kesehatan masyarakat, dan perawatan pada kelompok khusus. Namun
secara umum penerapan proses keperawatan belum optimal dan belum menggambarkan
pemecahan masalah secara ilmiah oleh perawat, karena pada dasarnya hal ini tidak terlepas
dari sumber daya keperawatan yang ada dan dukungan institusi.
B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
a. sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Dokumentasi keperawatan.
b. untuk mengetahui tentang konsep profesi keperawatan.
c. sebagai bahan bacaan atau bahan perbandingan dalam pengembangan tentang
dokumentasi keperawatan
C. RUMUSAN MASALAH
a. Tahap pengkajian
b. Tahap diagnose
c. Tahap perencanaan
d. Tahap pelaksanaan
e. Tahap evaluasi
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep proses keperawatan
A. Pengertian Proses Keperawatan
Banyak pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli keperawatan tentang
proses keperawatan, diantaranya adalah menurut Nettina (1996) yang menyatakan
bahwa proses keperawatan adalah sesuatu yang disengaja, dengan pendekatan
pemecahan masalah untuk menemukan kebutuhan keperawatan pasien dalam pelayanan
kesehatan. Meliputi pengkajian (pengumpulan data), diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi, serta menggunakan modifikasi mekanisme
umpan balik untuk meningkatkan upaya pemecahan masalah.
Proses merupakan serangkaian kegiatan yang direncanakan atau serangkaian operasional
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses keperawatan adalah metode yang
sistematik dan rasional dalam merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan
kepada individu. Tujuannya untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan
atau masalah kesehatan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan
kebutuhan yang telah diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik
sesuai dengan kebutuhan (Kozier et al. 1995). Sedangkan Clark (1992), mendefinisikan
proses keperawatan sebagai suatu metode/ proses berpikir yang terorganisir untuk
membuat suatu keputusan klinis dan pemecahan masalah.
Demikian juga dengan Yura dan Walsh (1988), menyatakan bahwa proses keperawatan
adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah
klien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana tersebut atau
menugaskan orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara
efektif terhadap masalah yang diatasi.
B. Tujuan
Tujuan dari penerapan proses keperawatan pada tatanan pelayanan kesehatan adalah:
1. Untuk mempraktekkan suatu metoda pemecahan masalah dalam praktek
keperawatan.
2. Sebagai standar untuk praktek keperawatan.
3. Untuk memperoleh suatu metoda yang baku, sistematis, rasional, serta ilmiah dalam
memberikan asuhan keperawatan.
4. Untuk memperoleh suatu metoda dalam memberikan asuhan keperawatan yang
dapat digunakan dalam segala situasi sepanjang siklus kehidupan
5. Untuk memperoleh hasil asuhan keperawatan yang bermutu.
C. Kemampuan Perawat dan Proses Keperawatan
Dalam melaksanakan proses keperawatan seorang perawat harus memiliki persyaratan
kemampuan sebagai berikut:
1) Kecakapan intelektual, yang memungkinkan perawat mampu untuk membuat
keputusan dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah klien.
2) Kecakapan dalam perilaku dan hubungan antar manusia, memudahkan perawat
dalam menciptakan hubungan baik dengan klien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Disini sangat dituntut pada kemampuan berkomunikasi secara
terapeutik dan berperilaku.
3) Kecakapan dalam kemampuan teknis keperawatan, merupakan kunci keberhasilan
dalam memberikan asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, merumuskan
diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan tindakan dan
prosedur keperawatan secara menyeluruh meliputi kebutuhan bio-psiko-sosio-
spiritual klien serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
D. Manfaat Proses Keperawatan
Penerapan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien akan
memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Dengan tersedianya pola pikir yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisir dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada klien tentunya akan
mempercepat proses penyembuhan, terhindar dari kelalaian dan malpraktek, dengan
demikian pelayanan keperawatan yang diterima oleh klien merupakan pelayanan
yang bermutu dan dapat dipertanggung-jawabkan.
2) Pengembangan keterampilan intelektual dan teknis bagi tenaga keperawatan.
Pelaksanaan proses keperawatan dalam merawat klien akan memberikan kesempatan
bagi perawat untuk mengembangkan berbagai pengetahuan dan keterampilan serta
pengalaman kerjasama dengan teman sejawat, klien, dan keluarganya.
3) Meningkatkan citra profesi keperawatan.
Dengan tersedianya pola pikir yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisir dalam
memberikan asuhan keperawatan tentunya klien akan menerima suatu pelayanan
keperawatan yang bermutu. Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat
meningkatkan citra profesi keperawatan.
4) Meningkatkan peran dan fungsi keperawatan dalam pengelolaan asuhan
keperawatan.
Dengan melaksanakan tahap-tahap dalam proses keperawatan berarti melaksanakan
fungsi-fungsi pengelolaan yang dimulai dari pengkajian masalah, merencanakan
asuhan keperawatan, pengorganisasian kegiatan keperawatan, menggerakkan tenaga
keperawatan, menilai serta mengontrol asuhan keperawatan yang diberikan dalam
mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang telah ditetapkan.
5) Pengakuan otonomi keperawatan.
Masyarakat akan mengakui otonomi dari profesi keperawatan bila asuhan
keperawatan yang diberikan dengan suatu metode yang didasari oleh tanggung
jawab dan tanggung gugat berdasarkan kode etik profesi dan standar praktek
keperawatan.
6) Peningkatan rasa solidaritas.
Kesamaan metode yang dipergunakan oleh tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien akan memperkuat rasa kebersamaan dan identitas
dari profesi keperawatan.
7) Meningkatkan kepuasan kerja tenaga keperawatan.
Asuhan keperawatan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan konsumen,
terhindar dari kelalaian dan malpraktek yang dengan sendirinya akan berpengaruh
kepada kepuasan kerja perawat secara keseluruhan.
8) Untuk pengembangan ilmu keperawatan.
Penerapan proses keperawatan dapat mendukung dan memberi sumbangan dalam
pengembangan “body of knowledge” dengan penelitian-penelitian keperawatan,
sehingga dapat dikembangkan metode-metode yang baku dalam memberikan asuhan
keperawatan.
E. Karakteristik Proses Keperawatan
Kozier et al. (1995) menyebutkan bahwa proses keperawatan mempunyai sembilan
karakteristik, antara lain:
1) Merupakan sistem yang terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang
unik dari klien, keluarga, kelompok dan komunitas.
2) Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap-tahap saling berhubungan dan
berkesinambungan.
3) Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individual dan spesifik untuk
memenuhi kebutuhan klien.
4) Bersifat interpersonal dan kolaborasi.
5) Menggunakan perencanaan.
6) Mempunyai tujuan.
7) Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam
memikirkan jalan keluar menyelesaikan masalah keperawatan.
8) Menekankan pada umpan balik, dengan melakukan pengkajian ulang dari masalah
atau merevisi rencana keperawatan.
9) Dapat diterapkan secara luas. Proses keperawatan menggunakan kerangka kerja
untuk semua jenis pelayanan kesehatan, klien dan kelompok.
Demikian juga dengan Craven dan Hirnle (2000), menurutnya proses keperawatan
sebagai pedoman untuk praktek keperawatan profesional, mempunyai karakteristik:
1. Merupakan kerangka kerja dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga dan masyarakat.
2. Teratur dan sistematis.
3. Saling tergantung.
4. Memberikan pelayanan yang spesifik kepada individu, keluarga, dan masyarakat.
5. Berpusat pada klien, menggunakan klien sebagai suatu kekuatan.
6. Tepat untuk diterapkan sepanjang jangka waktu kehidupan.
7. Dapat dipergunakan dalam semua keadaan.
Sedangkan Taylor (1993) menyatakan bahwa proses keperawatan bersifat sistematis,
dinamis, interpersonal, berorientasi kepada tujuan dan dapat dipakaii pada situasi
apapun.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses keperawatan adalah suatu cara menyelesaikan
masalah yang sistematis dan dinamis serta bersifat individual untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan klien sebagai manusia yang bersifat unik, dan menekankan pada
kemampuan pengambilan keputusan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan klien.
1. Tahap Pengkajian.
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang respon klien agar dapat mengidentifikasi dan
mengenali masalah atau kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien. Area yang termasuk
respon klien antara lain kegiatan sehari-hari, emosional, sosio-ekonomi, kultural dan
spiritual (Yura & Wals, 1988).
Menurut Kozier et al. (1995) proses pengkajian terdiri atas empat kegiatan, yaitu:
pengumpulan data, organisasi data, validasi data, dan analisa data.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi yang dilakukan secara sistematis
dan kontinyu tentang status kesehatan klien untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan klien. Informasi yang diperlukan adalah segala
sesuatu penyimpangan tentang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual,
kemampuan dalam mengatasi masalah sehari-hari, masalah kesehatan dan
keperawatan yang mengganggu kemampuan klien, dan keadaan sekarang yang
berkaitan dengan rencana asuhan keperawatan yang akan dilakukan terhadap klien.
Dari semua informasi yang terkumpul didapatkan data dasar berupa riwayat
kesehatan/ keperawatan, pengkajian fisik, riwayat pengobatan dan pemeriksaan fisik,
termasuk hasil laboratorium dan tes diagnostik, dan data berupa kontribusi informasi
dari tenaga kesehatan lainnya.
2. Tujuan pengumpulan data
adalah untuk memperoleh informasi dan menilaii tentang keadaan kesehatan klien,
untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan serta membuat keputusan yang
tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya.
3. Jenis data yang dikumpulkan dapat berupa data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh
klien, termasuk sensasi klien, perasaan, nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan
persepsi terhadap status kesehatan dan situasi kehidupan, misalnya: rasa nyeri, mual,
sakit kepala, rasa kuatir, cemas, dan lain lain.
Sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengamatan,
pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standar yang diakui (berlaku),
misalnya: perubahan warna kulit, tekanan darah, suhu tubuh, perubahan perilaku, dan
lain lain.
4. Sumber data yang dapat dipergunakan untuk pengumpulan data
adalah sumber data primer, sekunder, dan tersier. Sumber data primer adalah data-data
yang dikumpulkan langsung dari klien, yang dapat memberikan informasi yang lengkap
tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya. Sumber data sekunder
adalah data-data tidak langsung dari klien yang dikumpulkan dari sumber lain, seperti
keluarga, teman, profesional kesehatan lain. Sedangkan sumber data tersier adalah data
yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan, laboratorium, analisis diagnostik, rekam
medik dan dari literatur yang relevan. (Craven & Hirnle, 2000; Kozier et al., 1995).
5. Dalam pengumpulan data agar dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan
penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan: keluhan utama, riwayat kesehatan
sebelumnya, riwayat kesehatan keluarga, keadaan fisik, pola kebiasaan, psikologis, sosial,
spiritual, hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi,
electrocardiograph, dan keadaan khusus lainnya yang berhubungan.
6. Cara yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
a. Wawancara (Interview/ Anamnese)
Menurut Potter dan Perry (1997) wawancara adalah suatu pola dalam memulai
komunikasi dengan tujuan yang spesifik dan terarah dalam area tertentu. Dalam
keperawatan tujuan utama dari wawancara adalah untuk mengetahui riwayat
kesehatan/ keperawatan, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan faktor-faktor
risiko, dan faktor-faktor spesifik dari perubahan status kesehatan dan pola kehidupan
klien, serta untuk menjalin hubungan perawat-klien. Wawancara dapat dilakukan
dengan klien langsung atau dengan orang yang terdekat dengan klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat perawat melakukan wawancara dengan
klien (Craven & Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995) adalah:
1. Menerima keberadaan klien sebagai mana adanya.
2. Memberikan kesempatan kepada klien dan keluarganya untuk menyampaikan
keluhan/ pendapat secara bebas.
3. Harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien.
4. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian.
5. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
6. Tidak bersifat menggurui tetapi lebih kepada mengarahkan wawancara agar
terfokus dan spesifik tentang masalah yang dihadapi klien.
7. Menciptakan lingkungan yang mendukung.
b. Pengamatan (Observasi).
Pengamatan adalah mangamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah keperawatan. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pengamatan: 1) Tidak melakukan stimuli kepada klien/ tidak diketahui oleh klien
sehingga data yang diperoleh murni. 2) Lakukan seleksi dan interpretasi dari data
yang diamati menyangkut aspek bio-psiko-sosio-spiritual klien (Craven & Hirnle,
2000; Kozier et al. 1995).
c. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan
memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi
masalah kesehatan klien. Untuk pemeriksaan fisik perawat menggunakan teknik
inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Craven & Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997;
Kozier et al., 1995).
Inspeksi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan, hasil data yang diperoleh misalnya:
sclera mata berwarna kuning (icterik), kulit kebiruan (ciyanosis), wajah pucat, dan
lain-lain.
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan pendengaran dan
dibantu dengan penggunaan statescope, misalnya: mendengar bising usus, bunyi
jantung, bunyi paru-paru, dan lain-lain.
Palpasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara perabaan terhadap
bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan, misalnya: perabaan pada bagian
tubuh yang diduga adanya radang, pembengkakan, pemeriksaan kehamilan,
oedem, dan lain-lain.
Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk bagian
tubuh yang dilakukan dengan cara menggunakan ujung-ujung jari tangan atau
menggunakan alat seperti reflek hammer pada pemeriksaan reflek.
d. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik merupakan bagian dari tahap
pengumpulan data, hal ini sangat membantu dalam penatalaksanaan, pemeliharaan
dan restorasi kesehatan. Pengetahuan tentang tujuan, prosedur, dan hasil dari
pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik diperlukan untuk keberhasilan
pemeriksaan yang merupakan sekumpulan informasi yang berguna untuk
menetapkan masalah keperawatan serta meningkatkan intervensi keperawatan yang
tepat waktu dan sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan (Doenges, Moorhouse
& Burley, 1995).
1. Organisasi data
Organisasi data merupakan sebuah variasi kerangka kerja keperawatan untuk
keteraturan pengumpulan data dan pencatatan hasil pengumpulan data. Kerangka
kerja membantu sebagai pedoman selama perawat melakukan wawancara dan
pemeriksaan fisik, mencegah tidak tercantumnya informasi yang berhubungan, dan
memudahkan dalam analisa data pada tahap perumusan diagnosa keperawatan.
Kerangka kerja dapat dimodifikasi berdasarkan status kesehatan klien (Fuller &
Schaller-Ayers, 1994, dalam Craven & Hirnle, 2000).
2. Validasi data
Menurut Kozier et al. (1995) validasi data adalah kegiatan “Double-Checking” atau
verifikasi data untuk mengkonfirmasi kelengkapan, keakuratan, dan aktualitas
data. Dengan memvalidasi data, membantu perawat untuk memastikan
kelengkapan informasi dari pengkajian, kecocokan data objektif dan subjektif,
mendapatkan tambahan informasi,
menghindari ketidakteraturan dalam mengumpulkan dan memfokuskan data
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penulisan dan identifikasi masalah. Alfaro –
LeFevre (1998), menjelaskan bahwa yang termasuk cara memvalidasi data antara
lain: bandingkan antara data yang didapat dengan fungsi normal, rujuk pada buku,
jurnal, dan hasil penelitian, periksa konsistensi data subjektif dengan dapat objektif
yang didapat, klarifikasi dengan pernyataan-pernyataan klien, dan cari persetujuan
kolega tentang kesimpulan yang dibuat.
3. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengembangan daya
berpikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang subtansi ilmu keperawatan dan
proses penyakit. Dalam melakukan analisa data diperlukan kemampuan
menghubungkan data dengan penyebab berdasarkan konsep, teori dan prinsip
yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
keperawatan klien.
Fungsi dari analisa data adalah perawat dapat menginteprestasi data yang
diperoleh dari klien maupun dari sumber lain, sehingga data yang diperoleh
memiliki makna dan arti dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
masalah keperawatan dan kebutuhan klien.
Dasar pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang perawat dalam melakukan
analisa data, antara lain: anatomi dan fisiologi sistem tubuh, patofisiologi penyakit,
farmakologi, ilmu perilaku, konsep manusia, konsep sehat-sakit, stress, adaptasi,
etika keperawatan, tindakan dan prosedur keperawatan, serta konsep teori
keperawatan.
Dalam melakukan analisa data, perawat harus memperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Validasi kembali data, teliti kembali data yang terkumpul.
b. Identifikasi kesenjangan data.
c. Susun kategorisasi data secara sistematis dan logis.
d. Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang askep klien.
e. Buat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah& penyebabnya.
f. Buat kesimpulan tentang kesenjangan yang ditemukan.
2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Pada tahun 1953, istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan oleh V. Fry dengan
menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana asuhan
keperawatan.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (1990, dalam Carpenito,
1997) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/ proses kehidupan yang aktual
atau risiko.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil
yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan dari diagnosa keperawatan
adalah perumusan harus jelas dan singkat dari respons klien terhadap situasi atau keadaan
yang dihadapi, spesifik dan akurat, memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat
dilaksanakan oleh perawat dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.
1. Tipe Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses. Struktur diagnosa keperawatan
komponennya tergantung pada tipenya, antara lain:
a. Diagnosa keperawatan aktual (Actual Nursing Diagnoses).
Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis telah divalidasi
melalui batasan karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Tipe dari diagnosa
keperawatan ini mempunyai empat komponen yaitu label, definisi, batasan
karakteristik, dan faktor-faktor yang berhubungan (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito,
1997).
b. Diagnosa keperawatan risiko dan risiko tinggi (Risk and High-Risk Nursing
Diagnoses), adalah keputusan klinis bahwa individu, keluarga dan masyarakat
sangat rentan untuk mengalami masalah bila tidak diantisipasi oleh tenaga
keperawatan, dibanding yang lain pada situasi yang sama atau hampir sama (Craven
& Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
c. Diagnosa keperawatan kemungkinan (Possible Nursing Diagnoses), adalah
pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data
tambahan. Namun banyak perawat-perawat telah diperkenalkan untuk menghindari
sesuatu yang bersifat sementara dan NANDA tidak mengeluarkan diagnosa
keperawatan untuk jenis ini (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
d. Diagnosa keperawatan sejahtera (Wellness Nursing Diagnoses), adalah ketentuan
klinis mengenai individu, keluarga dan masyarakat dalam transisi dari tingkat
kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang lebih baik. Pernyataan diagnostik untuk
diagnosa keperawatan sejahtera merupakan bagian dari pernyataan yang berisikan
hanya sebuah label. Label ini dimulai dengan “Potensial terhadap peningkatan…….”,
diikuti tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang dikehendaki oleh individu atau
keluarga, misal “Potensial terhadap peningkatan proses keluarga” (Craven & Hirnle,
2000; Carpenito, 1997).
e. Diagnosa keperawatan sindroma (Syndrome Nursing Diagnoses), terdiri dari
sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau risiko tinggi yang diduga akan
tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu. NANDA telah menyetujui dua
diagnosa keperawatan sindrom yaitu “Sindrom trauma perkosaan” dan “Risiko
terhadap sindrom disuse” (Carpenito, 1997).
2. Komponen Rumusan Diagnosa Keperawatan.
Secara umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan oleh perawat di Indonesia
adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi
yang dalam perumusannya menggunakan tiga komponen utama dengan merujuk pada
hasil analisa data, meliputi: problem (masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom
(tanda/ gejala).
Problem (masalah), adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan
dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal
yang seharusnya tidak terjadi.
Etiologi (penyebab), adalah keadaan yang menunjukkan penyebab terjadinya problem
(masalah).
Sign/symptom (tanda/ gejala), adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang muncul sebagai
akibat adanya masalah.
Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat menggunakan 3 komponen
atau 2 komponen yang sangat tergantung kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu
sendiri. Secara singkat rumusan diagnosa keperawatan dapat disajikan dalam rumus
sebagai berikut:
Diagnosa keperawatan aktual:
Contoh: Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan tekanan dan
iritasi vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh, mengeluh nyeri kepala, sulit beristirahat,
skala nyeri: 8, wajah tampak menahan nyeri, klien gelisah, keadaan umum lemah, adanya
luka robek akibat trauma pada kepala bagian atas, nadi: 90 X/ m (Sign/Simptom).
Diagnosa keperawatan risiko/ risiko tinggi:
Contoh: Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma jaringan
(Etiologi)
Pada diagnosa risiko, tanda/gejala sering tidak dijumpai hal ini disebabkan kerena
masalah belum terjadi, tetapi mempunyai risiko untuk terjadi apabila tidak mendapatkan
intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan oleh perawat.
3. Persyaratan Diagnosa Keperawatan.
Persyaratan diagnosa keperawatan, meliputi:
1. Perumusan harus jelas dan singkat berdasarkan respon klien terhadap Situasi atau
keadaan kesehatan yang sedang dihadapi.
2. Spesifik dan akurat.
3. Merupakan pernyataan dari: P(Problem)+ E (Etiologi)+S (Sign/Simptom)
atau P (Problem) + E (Etiologi).
4. Memberikan arahan pada rencana asuhan keperawatan.
5. Dapat dilaksanakan intervensi keperawatan oleh perawat.
4. Prioritas Diagnosa Keperawatan.
Menyusun prioritas sebuah diagnosa keperawatan hendaknya diurutkan sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan utama klien, dengan kategori:
1. Berdasarkan tingkat Kegawatan.
a. Keadaan yang mengancam kehidupan.
b. Keadaan yang tidak gawat dan tidak mengancam kehidupan.
c. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
2. Berdasarkan Kebutuhan maslow,yaitu Kebutuhan fisiologis,kebutuhan keamanan
dan keselamatan,kebutuhan mencintai dan dicintai,kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri.
3. Berdasarkan sarana/sumber yang tersedia,
5. Perbedaan Diagnosa Keperawatan Dengan Diagnosa Medis.
Beberapa perbedaan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis dibawah ini:
Diagnosa keperawatan :
Berfokus pada respons atau reaksi klien terhadap penyakitnya.
Berorientasi pada kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual.
Berubah sesuai dengan perubahan respons klien.
Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan
dan evaluasi.
Diagnosa Medis :
Berfokus pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan penyakit.
Berorientasi kepada keadaan patologis
Cenderung tetap, mulai dari sakit sampai sembuh.
Mengarah kepada tindakan medik yang sebahagian besar dikolaborasikan kepada
perawat.
3. Tahap perencanaan keperawatan.
Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut Kozier et al. (1995)
perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang
sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan
masalah.
Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan
data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan
dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau mengeliminasi masalah
kesehatan klien.
Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas,
penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan
yang tepat dan pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan
dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera
menetapkan prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan
kebutuhan klien (Potter & Perry, 1997).
Penetapan prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan yang
sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997). Penetapan prioritas dilakukan
karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode
dalam menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Prioritas dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority, intermediate
priority, dan low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus memperhatikan
nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk
klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana pengobatan
medis.
Diagnosa keperawatan klien dan penetapan prioritas membantu dalam menentukan tujuan
keperawatan. Tujuan adalah petunjuk untuk menyeleksi intervensi keperawatan dan kriteria
hasil dalam mengevaluasi intervensi yang telah diberikan (McCloskey & Bulechek, 1994,
dalam Potter & Perry, 1997). Evaluasi kritis perawat dalam menetapkan tujuan dan ukuran
hasil yang diharapkan ditekankan pada diagnosa, masalah yang mendesak, dan sumber-
sumber klien serta sistem pelayanan keperawatan (Bandman & Bandman, 1995, dalam Potter
& Perry, 1997).
Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang diharapkan adalah: 1)
Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk intervensi
keperawatan pada individu. 2)Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan
efektivitas dari intervensi keperawatan.
Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa petunjuk,
antara lain:
a. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan,
b. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai.
c. Mencakup kriteria hasil yang merupakan dasar untuk melakukan evaluasi. 4) Berpusat
pada klien.
d. Terlihat/ dapat diamati.
e. Dapat diukur.
f. Adanya batasan waktu.
g. Realistik.
Strategi intervensi keperawatan berhubungan dengan diagnosa keperawatan spesifik yang
ditetapkan perawat untuk mencapai tujuan perawatan klien dan kriteria hasil. Intervensi
keperawatan yang spesifik harus berfokus dalam mengeliminasi atau menurunkan etiologi
(penyebab) dari diagnosa keperawatan, dan sesuai dengan pernyataan tujuan serta kriteria
hasil. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana intervensi keperawatan
adalah:
a. Mengidentifikasi alternatif tindakan.
b. Menetapkan dan menguasai teknik serta prosedur keperawatan yang akan dilakukan.
c. Melibatkan klien dan keluarganya.
d. Melibatkan anggota tim kesehatan lainnya.
e. Mengetahui latar belakang budaya dan agama klien. 6) Mempertimbangkan lingkungan,
sumber, dan fasilitas yang tersedia. 7) Memperhatikan kebijaksanaan dan peraturan
yang berlaku. 8) Harus dapat menjamin rasa aman klien. 9) Mengarah pada tujuan dan
kriteria hasil yang akan dicapai. 10) Bersifat realistik dan rasional. 11) Rencana tindakan
disusun secara berurutan sesuai prioritas.
Demikian juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan, ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
1. Kalimat yang ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara ringkas, tegas, tepat dan kalimat
mudah dimengerti.
2. Dapat dijadikan alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan lain untuk
kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.
3. Memuat informasi yang selalu baru.
4. Didokumentasikan pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-
jawaban dan pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien.
Dalam pelaksanaan rencana keperawatan perawat memakai format yang didalamnya
terdapat beberapa kolom. Kolom-kolom tersebut terdiri dari kolom diagnosa keperawatan,
kolom tujuan dan kriteria hasil, dan kolom rencana intervensi keperawatan beserta
rasionaln
4. Tahap implementasi keperawatan.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter &
Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi. (Kozier et al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara
lain:
a. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi
keperawatan yang akan dilakukan.
b. Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya, hakikat
stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
c. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
d. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya
peningkatan kesehatan.
e. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
f. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995)
adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan respons klien.
b. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan
professional, hukum dan kode etik keperawatan.
c. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan.
f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).
g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan.
h. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
i. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
j. Bersifat holistik.
k. Kerjasama dengan profesi lain.
l. Melakukan dokumentasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari
implementasi keperawatan, antara lain:
Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien
dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan,
mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai
kebutuhan, dan lain lain.
Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal,
pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi
klien, role model, dan lain lain.
Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien,
mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,
kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya
sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam
pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:
Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan,
misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberikan
perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik,
memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-spiritual,
perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan lain-
lain.
Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric
tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam
pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan tanggungjawab
dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian,
ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien setelah pemberian
merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian perawat.
Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam
hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi,
latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan adalah:
1) Pada tahap persiapan.
2) Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
3) Memahami rencana keperawatan secara baik.
4) Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
5) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
6) Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
7) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
8) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
9) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
10) Penampilan perawat harus menyakinkan.
2. Pada tahap pelaksanaan.
a. Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap
penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
c. Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan
kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi klien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon klien
terhadap tindakan yang telah diberikan.
3. Pada tahap terminasi.
a. Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
b. Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi
d. .Lakukan pendokumentasian.
5. Tahap evaluasi keperawatan.
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus
menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre, 1998). Tahap evaluasi
merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas
asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan dari evaluasi antara lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang
telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya
pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan
evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon
klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat,
antara lain:
Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
Mengukur pencapaian tujuan.
Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.
Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2000), evaluasi
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan,
fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan
pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai
wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis
informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari
perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3. Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian
tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah
membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Banyak pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli keperawatan tentang
proses keperawatan, diantaranya adalah menurut Nettina (1996) yang menyatakan bahwa
proses keperawatan adalah sesuatu yang disengaja, dengan pendekatan pemecahan masalah
untuk menemukan kebutuhan keperawatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Meliputi
pengkajian (pengumpulan data), diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi, serta menggunakan modifikasi mekanisme umpan balik untuk meningkatkan
upaya pemecahan masalah.
Proses merupakan serangkaian kegiatan yang direncanakan atau serangkaian operasional
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses keperawatan adalah metode yang sistematik
dan rasional dalam merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu. Tujuannya untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah
kesehatan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan yang telah
diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai dengan kebutuhan
(Kozier et al. 1995). Sedangkan Clark (1992), mendefinisikan proses keperawatan sebagai
suatu metode/ proses berpikir yang terorganisir untuk membuat suatu keputusan klinis dan
pemecahan masalah.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan
maupun isi,olehnya itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
http: //www.gooale.com (16.oo pm)