Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 449
PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA
KEPOLISIAN ATAS STATUS PERKAWINAN
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
Magister Hukum Universitas Semarang, Semarang
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana penanganan pelanggaran kode
etik anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinan
dan bagaimana penanganan ideal atas reposisi pelanggaran kode etik anggota
kepolisian di wilayah hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinannya. Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan undang-undang perkawinan nasional
yang menganut asas monogami, begitu juga dengan seorang anggota kepolisian hanya
boleh mempunyai istri satu. Namun demikian boleh memiliki istri lebih dari satu
apabila memenuhi syarat-syarat. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini
adalah : Penanganan terhadap anggota Polisi yang melakukan pelanggaran kode etik
anggota Kepolisian Indonesia atas status perkawinan di wilayah hukum Polda Jawa
Tengah, misalnya oknum anggota melakukan kawin siri yaitu pertama adanya laporan,
terus dilakukan penyelidikan, dan penyidikan untuk mengungkap kebenaran kasus
tersebut, setelah kabar itu benar, maka dilakukan pemeriksaan perkara yang
menghadirkan barang bukti dan para saksi maupun korban, setelah dikumpulkan bukti-
bukti dan keterangan dari para saksi maupun korban, maka dibuat berita acara
pemeriksaan dan dibuat berita acara pemeriksaaan (BAP) dan dilakukan persidangan
terhadap terduga pelanggar dan para saksi maupun korban, serta dijatuhi hukuman
kalau benar bersalah sesuai aturan yang berlaku. Perkap No 6 Tahun 2018 sebagai
aturan yang ideal dalam penanganan tentang perkawinan bagi anggota Polri, Peraturan
Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin
anggota Polri dan merujuk pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Republik Indonesia.
Kata kunci : Pelanggaran; Kode Etik; Anggota Kepolisian; Perkawinan
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 450
HANDLING OF MEMBER CODE BREACHES
POLICE ON MARRIAGE STATUS
Abstract
The purpose of this study is to examine how the handling of the code of ethics for
members of the Police in the jurisdiction of the Central Java Regional Police for
marital status and how to handle the ideal repositioning of the code of ethics for
members of the Police in the jurisdiction of the Central Java Regional Police for their
marital status. Law Number 1 of 1974 which is a national marriage law which adheres
to the principle of monogamy, likewise a member of the Police may only have one wife.
However, it is permissible to have more than one wife if they meet the requirements.
The method in this study used a qualitative descriptive research method with a
normative juridical approach.The results of this study are: The handling of police
officers who violate the code of ethics of members of the Indonesian Police for their
marital status in the jurisdiction of the Central Java Regional Police, for example an
individual member commits a siri marriage, namely, the first is a report, continuing
investigations, and investigations to reveal the truth of the case, After the news is true,
an examination of cases presenting evidence and witnesses and victims is carried out,
after evidence and statements are collected from witnesses and victims, an examination
report is made and an examination report (BAP) is made and a trial is conducted for
the suspect. offenders and witnesses and victims, and will be sentenced if guilty is true
in accordance with the applicable rules. Perkap No. 6 of 2018 as an ideal rule in
handling marriage for members of the National Police, Regulation of the Chief of
Police Number 14 of 2011 concerning the Professional Code of Ethics for the State
Police of the Republic of Indonesia, Government of the Republic of Indonesia Number
2 of 2003 concerning Discipline for members of the National Police and referring to
Law No. 2 of 2002 concerning the Police of the Republic of Indonesia.
Keywords: Handling; Code of Ethics; Police Members, Marriage
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 451
A. PENDAHULUAN
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sakral dan sangat penting dalam
kehidupan keluarga. Dalam praktek, perkawinan tidak hanya menyangkut masalah
pribadi dari para pihak yang menjalankan perkawinan, akan tetapi hal ini juga
menyangkut masalah keluarga, kerabat bahkan masyarakat. Karena perkawinan
sebagai langkah awal dalam membentuk suatu keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera lahir dan batin sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945.1
Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
maka undang-undang perkawinan disalah satu pihak harus mewujudkan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.2 Perkawinan dapat
meminimalisir perbuatan tercela, seperti keinginan untuk berzina di luar nikah,
sedangkan bagi manusia yang sudah menikah dapat menentramkan jiwa dan
dipandang oleh masyarakat secara umum bahwa ia sudah sempurna dan terpelihara
dari perbuatan mungkar. Hal ini tercantum dalam Firman Allah SWT dalam surat
Al Furqan ayat 74.3 Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan
dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan bermasyarakat.4
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa pada dasarnya dalam
suatu perkawinan seorang pria hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri, dan
sebaliknya seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Dari Pasal tersebut
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
menganut suatu asas perkawinan monogami, tetapi dalam Undang-Undang
perkawinan juga memberikan perkecualian bagi orang-orang tertentu yang menurut
peraturan agama yang dianutnya memang diijinkan untuk menikah dari satu itu
walau dengan syarat-syarat yang cukup berat. Poligami menurut agama Islam dapat
1 Budi Prasetyo, Perspektif Undang-Undang Perkawinan Terhadap Perkawinan di Bawah
Umur, Jurnal Ilmiah Serat Acitya, 6(1), 2017, hal. 135. 2Novita Lestari, Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia, Jurnal Ilmiah Mizani 4 (1),
2017, hal. 43. http://dx.doi.org/10.29300/mzn.v4i1.1009 3Riyandi S, Syarat Adanya Persetujuan Istri Untuk Berpoligami (Analisis Ushul Fikih
Syaffiyah Terhadap Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahnu 1974), Jurnal Ilmiah Islam Futura
15(1), Agustus 2015. http://dx.doi.org/10.22373/jiif.v15i1.561 4 Safrudin Yudowibowo, Tinjauan Hukum Perkawinan di Indonesia Terhadap Konsep
Kafa’ah Dalam Hukum Perkawinan Islam, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Jurnal
Hukum 1(2), 2012 hal. 99. https://doi.org/10.20961/yustisia.v1i2.10632
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 452
diketahui dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 3 yang artinya : “Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kami mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu
senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak berlaku adil, maka
kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”5
Praktek perkawinan poligami yang ada di tengah-tengah masyarakat terdapat
banyak ragam dan bentuk dalam pelaksanaanya, ada pernikahan poligami yang
memang telah mendapatkan izin dari Pengadilan Agama resmi melalui prosedur
yang ditetapkan oleh Undang-undang, namun tidak sedikit pula praktek perkawinan
poligami yang dilakukan secara sirri (pernikahan poligami yang tidak memperoleh
izin dari Pengadilan Agama sehingga tidak dicatatkan), trend pernikahan poligami
sirri ini dewasa ini telah banyak kita jumpai di antaranya pernikahan poligami sirri
Moerdiono, Syekh Pujiono, bahkan poligami sirri mantan Bupati Garut Aceng
Fikri.6
Seorang anggota Kepolisian merupakan abdi Negara, yang mempunyai tugas
menjaga keamanan dan ketertiban Negara, maka untuk menjalankan tugasnya itu
dimulai menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangganya. Apabila rumah
tangga harmonis, jelas untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat
penegak hukum serta menjaga keamanan dan ketertiban Negara bisa berjalan
dengan baik. Anggota Kepolisian hanya boleh mempunyai istri satu atau menganut
monogami.
Penelitian tentang pelanggaran kode etik anggota POLRI telah dilakukan oleh
Fitra Octoriny (2019) yang berjudul “Penerapan Hukuman Disiplin Terhadap
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Yang Melakukan Nikah Siri Oleh
Provos Di Polda Sumbar”. Dalam penelitiannya tersebut penerapan sanksi telah
berjalan sebagaimana mestinya pemberian sanksi disiplin terhadap pelaku telah
5 Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Al Qur’an, hal 115 6Ahmad Cholid Fauzi, Kedudukan Hukum Itsbat Nikah Poligami Sirri, Jurnal USM Law
Review 1(1), 2017, hal 96. http://dx.doi.org/10.26623/julr.v1i1.2234
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 453
menimbulkan efek jera dan sebagai contoh bagi anggota Polda Sumbar.7Penelitian
ini mengkaji bagaimana penanganan anggota POLRI yang melakukan pelanggaran
kode etik status perkawinan dengan melakukan nikah sirri di lingkunga Polda
Sumatra Barat.
Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Dewi Rismawati (2017) yang berjudul
“Konstruksi Hukum Perkawinan Poligami di Indonesia (Prespektif Hukum
Feminis)” dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa konstruksi hukum
eksiting tentang pengaturan poligami diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan ternyata bersifat ambigius, mendua, abu-abu ternyata memicu ragam
budaya hukum dalam pelaksanannya. Kondisi ini justru melanggengkan
ketidakpastian dalam hukum perkawinan itu sendiri.Sementara paradigm partiarkhi
konvensional, UU Perkawinan juga disinyalir justru melegitimasi seksualitas suami
untuk berpoligami dengan menempatkan steorotif pada perempuan sebagai ordinat
pijakannya. Ketidakberdayaan perempuan secara fisik (sakit dan tidak bisa
memberikan keturunan-mandul) serta psikis (sakit jiwa) menjadi alasan yang
dibenarkan oleh hukum bagi suami untuk menikah lagi.8 Penelitianini tidak secara
spesifik mengakaji tentang pelanggaran kode etik status perkawianan anggota
POLRI.
Sedangkan penelitian oleh Dwi Oknerison (2014) tentang penegakan kode
etik profesi terhadap perilaku anggota kepolisian dalam menangani perkara pidana,
lebih fokus mengkaji bagaimana peran lembaga Kepolisian RI dalam penanganan
perkara pidana dan bagaimana jenis pelanggaran kode etik profesi Kepolisian RI
dan penegakan hukumnya.9 Penelitian ini tidak mengkaji secara khusus pelanggaran
kode etik anggota POLRI atas status perkawinan. Penelitian ini hanya fokus
mengkaji tentang penegakan kode etik profesi dalam penanganan perkara pidana.
7Fitra Octoriny, Penerapan Hukuman Disiplin Terhadap Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia Yang Melakukan Nikah Siri Oleh Provos Di Polda Sumbar, Jurnal Normative
7(1), 2017.
https://doi.org/10.31317/normative%20jurnal%20ilmah%20hukum.v7i1%20April
8Shinta Dewi Rismawati, Konstruksi Hukum Perkawinan Poligami di Indonesia (Prespektif
Hukum Feminis), Jurnal Mawazah 9(2), 2017. https://doi.org/10.28918/muwazah.v9i2.1124 9Dwi Oknerison, Penegakan Kode Etik Profesi Terhadap Perilaku Anggota Kepolisian
Dalam Menangani Perkara, Jurnal Lex et Societatis 2(6), 2014.
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 454
Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya yang banyak membahas
tentang pelanggaran kode etik pada status perkawinan anggota kepolisian.
Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah bagaimana dalam
penelitian ini meneliti tentang penanganan pelanggaran kode etik status perkawinan
anggota POLRI di lingkup Polda Jawa Tengah. Dari hal tersebut dapat menjelaskan
bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengkaji bagaimana penanganan pelanggaran kode etik anggota
Kepolisian di wilayah hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinan
penanganan ideal pelanggaran kode etik anggota Kepolisian di wilayah hukum
Polda Jawa Tengah atas status perkawinannya.
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini rumusan masalah dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penanganan pelanggaran kode etik anggota Kepolisian di wilayah
hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinan ?
2. Bagaimana penanganan ideal pelanggaran kode etik anggota Kepolisian di
wilayah hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinannya ?
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai yaitu yuridis normatif. Menurut Soerjono
Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk
diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti10.
Sifat penelitian ini disesuaikan dengan masalah yang dipergunakan penelitian
yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan yang jelas, rinci dan
sistematis tentang objek yang diteliti. Analitis artinya data yang diperoleh akan
dianalisis untuk pemecahan terhadap permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Hal utama yang ingin didiskripsikan adalah Penanganan Pelanggaran
Kode Etik Anggota Kepolisian Republik Indonesia Atas Status Perkawinan.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
10Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm 13
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 455
1. Sumber data utama, yaitu data sekunder, dimana data ini diperoleh dari penelitian
kepustakaan dan didukung atau dilengkapi dengan data-data yang diperoleh dari
penelitian lapangan.
2. Sumber data pendukung adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari
penelitian lapangan.
D. PEMBAHASAN
1. Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota Kepolisian Di Wilayah
Hukum Polda Jateng Atas Status Perkawinan
Penanganan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum Kepolisian
di lingkungan Polda Jawa Tengah yaitu tentang status perkawinan. Peraturan
yang mengatur tata cara pengajuan perkawinan, perceraian dan rujuk bagi
Pagawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu No 9 tahun
2010.
Terhadap persoalan-persoalan tersebut seorang polisi dapat dikenakan
sanksi karena termasuk melakukan tindakan pelanggaran kode etik
kepolisian. Dasar hukumnya bisa dilihat dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian negara.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Keputusan Kapolri Tahun 2003 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian. Selain itu ketentuan mengenai Kode Etik Profesi
Polri sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011.9
Pasal 1 menguraikan tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan, ketertibanmasyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangkaterpeliharanya keamanan dalam negeri, merupakan penjelasan dalam
Pasal 1. Pasal 2, Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) pada Polri.
Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorangwanita sebagai suami-
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal
9 Nozel Saparingka, Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Kepolisian Berpotensi
Pidana,Jurnal, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jurnal, Fakultas Hukum, 2016, hlm. 1
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 456
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, pengertian perkawinan. Sedangkan
pengertian perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami istri
berdasarkan keputusan Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri, penjelasan
dalam Pasal 1 ayat (4).
Peraturan kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki prinsip legalitas,
akuntabilitas,transparansi dan keadilan. Adapun penjelasan prinsip-prinsip
tersebut yaitu sebagai berikut ;
a. legalitas, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan
rujukdilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
gunamenjamin hak dan kewajiban;
b. akuntabilitas, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, danrujuk
dilakukan secara prosedural dan dapat dipertanggungjawabkan;
c. transparansi, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, danrujuk
dilakukan secara terbuka;
d. keadilan, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan
rujukdilakukan secara adil tanpa diskriminasi; dan
Tujuan Peraturan yang mengatur tata cara pengajuan perkawinan,
perceraian dan rujuk bagi Pagawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia yaitu No 9 tahun 2010 ini adalah :
a. Sebagai pedoman dalam pengajuan izin kawin, cerai dan rujuk bagi pegawai
negeri pada Polri
b. Menjamin terwujudnya tertib administrasi perkawinan, perceraian dan rujuk
di lingkungan Polri
Peraturan No 9 tahun 2010 memuat tentang atau berisi tentang :
a. Persyaratan pengajuan perkawinan, perceraian dan rujuk
b. Pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk
c. Tata cara pengajuan izin kawin, cerai dan rujuk
b) Penanganan terhadap Anggota Polisi yang melakukan pelanggaran kode etik
anggota Kepolisian Indonesia atas status perkawinan di wilayah hukum Polda
Jawa Tengah, misalnya oknum anggota melakukan kawin siri yaitu pertama
adanya laporan, terus dilakukan penyelidikan, dan penyidikan untuk
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 457
mengungkap kebenaran kasus tersebut, setelah kabar itu benar, maka dilakukan
pemeriksaan perkara yang menghadirkan barang bukti dan para saksi maupun
korban, setelah dikumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari para saksi
maupun korban, maka dibuat berita acara pemeriksaan dan dibuat berita acara
pemeriksaaan (BAP) dan dilakukan persidangan terhadap terduga pelanggar
dan para saksi maupun korban, serta dijatuhi hukuman kalau benar bersalah
sesuai aturan yang berlaku.
Mengenai oknum Kepolisian yang akan melakukan perkawinan poligami
tersebut tanpa ijin atau tidak melalui prosedur yang ada misalnya dengan kawin siri
atau punya wanita simpanan, padahal kawin siri menurut hukum dianggap tidak sah
karena tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan. Dan apabila oknum
Kepolisian tetap melakukan poligami secara diam-diam tanpa ada ijin dari pihak-
pihak lain, dan apabila sampai dikaruniai anak maka anak tersebut tetap dianggap
sah tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum. Dan mengenai soal gaji istri kedua
tidak berhak untuk mendapat gaji karena perkawinan dilakukan dengan cara diam-
diam dan tidak sah menurut hukum.
Sedangkan akibat hukum jika oknum Kepolisian yang melakukan perkawinan
poligami tanpa ijin tersebut ketahuan baik istri atau pihak lain dan dilaporkan pada
atasannya maka oknum Kepolisian tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan
aturan yang berlaku bagi setiap anggota Polri yang dituangkan dalam kode etik
Kepolisian. Kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada
dasarnya merupakan pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di lingkungannya, oleh karena itu kode etik profesi memiliki peranan penting
dalam mewujudkan polisi yang professional.8
2. Penanganan Ideal Atas Reposisi Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Di Wilayah Hukum Polda Jawa Tengah Atas Status
Perkawinannya
Apabila anggota Kepolisian yang melanggar mempunyai istri/suami lebih dari
satu dikenakan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
8 Petrus Kanisius Noven Manalu, Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Kinerjanya, Uiversitas Atma Jaya Yogyakarta, Jurnal, Fakultas
Hukum, 2014, hlm 1
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 458
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Apabila anggota Kepolisian tetap
melakukan poligami secara diam-diam tanpa ada ijin dari pihak-pihak lain, dan
apabila sampai dikaruniai anak maka anak tersebut tetap dianggap sah tetapi tidak
mempunyai kekuatan hukum. Dan mengenai soal gaji istri kedua tidak berhak untuk
mendapat gaji karena perkawinan dilakukan dengan cara diam-diam dan tidak sah
menurut hukum.
Sedangkan akibat hukum jika anggota Kepolisian yang melakukan
perkawinan poligami tanpa ijin tersebut ketahuan baik istri atau pihak lain dan
dilaporkan pada atasannya maka anggota Kepolisian tersebut akan dikenai sanksi
yaitu berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
anggota Kepolisian hal ini diatur dalam peraturan kode etik Kepolisian.
Karena anggota Kepolisian merupakan abdi negara dan harus memberi contoh
yang baik pada bawahan atau masyarakat maka kepada anggota Kepolisian
dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi untuk melakukan perkawinan dan
perceraian. Dan apabila anggota Kepolisian melakukan perkawinan atau perceraian
harus mendapat ijin dari atasan dan apabila sampai melanggar ketentuan-ketentuan
yang ada maka sudah sepatutnya kalau dikenai sanksi karena anggota Kepolisian
merupakan panutan orang yang ada dibawahnya.
Berdasarkan pembahasan diatas bahwa penanganan terhadap pelanggaran
kode etik profesi Polri yang terjadi di wilayah hukum Polda Jawa Tengah adalah
kasus WIL atau kawin siri, merujuk pada Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia No 6 Tahun 2018 Tentang perkawinan, Peraturan Kapolri Nomor 14
Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin anggota Polri
dan merujuk pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik
Indonesia.
Adapun tahap penanganan yang ideal terhadap anggota polisi yang melakukan
pelanggaran kode etik profesi tentang status perkawianan adalah:
a) Anggota yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar kode etik maka
dilakukan pennyelidikan, dan penyidikan.
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 459
b) Setelah itu dilakukan pemeriksaan perkara yang menghadirkan barang bukti
dan para saksi maupun korban.
c) Setelah dikumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari para saksi maupun
korban, maka dibuat berita acara pemeriksaan dan dibuat berita acara
pemeriksaaan (BAP).
d) Berita acara pemeriksaan (BAP) ini kemudian disampaikan kepada Komisi
Kode Etik Profesi (KKEP) untuk ditindaklanjuti.
e) Dilakukan persidangan terhadap terduga pelanggar dan para saksi maupun
korban.
f) Setelah dilakukan persidangan maka Komisi Kode Etik Profesi memutuskan
perkara dengan memberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
g) Setelah diputuskan maka tersangka/terpidana menerima dan menjalani sanksi
putusan dengan hukuman terberat adalah pemberhentian tidak dengan hormat
(PTDH) atau dengan kata lain anggota dikeluarkan dari Instansi Kepolisian
Republik Indonesia tanpa mendapatkan gaji maupun pesangon.
E. PENUTUP
Penanganan terhadap Anggota Polisi yang melakukan pelanggaran kode etik
anggota Kepolisian Indonesia atas status perkawinan di wilayah hukum Polda Jawa
Tengah, misalnya oknum anggota melakukan kawin siri yaitu pertama adanya
laporan, terus dilakukan penyelidikan, dan penyidikan untuk mengungkap
kebenaran kasus tersebut, setelah kabar itu benar, maka dilakukan pemeriksaan
perkara yang menghadirkan barang bukti dan para saksi maupun korban, setelah
dikumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari para saksi maupun korban, maka
dibuat berita acara pemeriksaan dan dibuat berita acara pemeriksaaan (BAP) dan
dilakukan persidangan terhadap terduga pelanggar dan para saksi maupun korban,
serta dijatuhi hukuman kalau benar bersalah sesuai aturan yang berlaku. Penanganan
yang ideal merujuk pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 6
Tahun 2018 Tentang perkawinan, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pemerintah Republik
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 460
Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin anggota Polri dan merujuk pada
Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Al Qur’an
Lexi J. Moleong, 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001.
Jurnal
Ahmad Cholid Fauzi, Kedudukan Hukum Itsbat Nikah Poligami Sirri, Jurnal USM Law
Review 1(1), 2017. http://dx.doi.org/10.26623/julr.v1i1.2234
Budi Prasetyo, Perspektif Undang-Undang Perkawinan Terhadap Perkawinan di
Bawah Umur, Jurnal Ilmiah Serat Acitya 6(1), 2017.
Dwi Oknerison, Penegakan Kode Etik Profesi Terhadap Perilaku Anggota Kepolisian
Dalam Menangani Perkara, Jurnal Lex et Societatis 2(6), 2014.
Fitra Octoriny, Penerapan Hukuman Disiplin Terhadap Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia Yang Melakukan Nikah Siri Oleh Provos Di Polda Sumbar,
Jurnal Normative 7 (1), 2017.
https://doi.org/10.31317/normative%20jurnal%20ilmah%20hukum.v7i1%20Ap
ril
Novita Lestari, Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia, Jurnal Ilmiah Mizani
4 (1), 2017. http://dx.doi.org/10.29300/mzn.v4i1.1009
Nozel Saparingka, Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Kepolisian Berpotensi
Pidana,Jurnal, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jurnal, Fakultas Hukum,
2016.
Riyandi S, Syarat Adanya Persetujuan Istri Untuk Berpoligami (Analisis Ushul Fikih
Syaffiyah Terhadap Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahnu 1974), Jurnal
Ilmiah Islam Futura 15 (1), Agustus 2015.
http://dx.doi.org/10.22373/jiif.v15i1.561
Safrudin Yudowibowo, Tinjauan Hukum Perkawinan di Indonesia Terhadap Konsep
Kafa’ah Dalam Hukum Perkawinan Islam, Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, Jurnal Hukum Yustisia 1 (2), 2012.
https://doi.org/10.20961/yustisia.v1i2.10632
Shinta Dewi Rismawati, Konstruksi Hukum Perkawinan Poligami di Indonesia
(Prespektif Hukum Feminis), Jurnal Mawazah 9 (2), 2017.
https://doi.org/10.28918/muwazah.v9i2.1124
Petrus Kanisius Noven Manalu, Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Kinerjanya, Uiversitas Atma Jaya Yogyakarta,
Jurnal Fakultas Hukum, 2014.
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota
Kepolisian Atas Status Perkawinan
Nur Ekowati, Kukuh Sudarmanto, Muhammad Junaidi, Sukimin Sukimin
e-ISSN : 2621-4105
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2 Tahun 2020 461
Undang-Undang dan Peraturan
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia