Download - e p i l e p s i Fix 1 Print
E P I L E P S I
Pembimbing :
dr. Arief Rahman Kemal, Sp.S
Oleh :
Yonathan Hasudungan Pangaribuan
(0861050152)
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF
PERIODE 11 MEI – 13 JUNI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat-Nya Penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
tentang “ Epilepsi ”. Penulis juga berterima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Arief Rahman Kemal, Sp. S yang telah membimbing selama di
kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kemajuan
bagi Penulis.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan berharap penulisan
referat ini dapat berguna bagi setiap mahasiswa kedokteran dan juga bagi
para pembaca untuk menambah wawasan mengenai Epilepsi.
Jakarta, 26 Mei 2015
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal oleh
berbagai etiologi. Data dari WHO menyebutkan bahwa sekitar 50 juta orang
di dunia memiliki epilepsi. Hampir 80 % dari orang-orang dengan epilepsi
ditemukan di daerah berkembang.1 Meskipun di Indonesia belum ada data
pasti tentang prevalensi maupun insidensi, tapi sebagai suatu negara
berkembang yang berpenduduk berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah
orang dengan epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan
pengobatan berkisar 1,8 juta. Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada
masa anak-anak.
WHO memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per
100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi
di negara-negara berkembang, tingginya angka kejadian di Indonesia
epilepsi pada anak, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40
kasus per 100.000. Penyebab epilepsi itu karena adanya infeksi virus, cedera
kepala, gangguan pembuluh darah otak, dan cacat lahir.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian
yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan
kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan
remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
Epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan
interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka
2
memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian
yang berhubungan dengan epilepsi
1. Definisi Epilepsi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh
adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya kejang
epilepsi sebelumnya.2
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan
gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa
serangan-serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya
ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak
karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang
berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik,
otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan
lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau
kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara
dua serangan kejang.2
Pada epilepsi didapatkan gangguan fungsi pada sekelompok sel–sel
saraf (neuron) di otak. Tempat lepasan listrik yang terjadi, menentukan
gejala yang timbul. Epilepsi juga dapat didefinisikan sebagai kejang
berulang yang tidak terkait dengan demam atau serangan otak akut.
Epilepsi biasanya timbul tanpa didahului penyakit akut, serangan lebih
dari satu kali dan stereotype. Serangan yamg pertama biasanya hampir
sama dengan serangan yang berikutnya.
3
2. ETIOLOGI
2.1Berdasarkan etiologinya, epilepsi dapat kita bedakan menjadi dua
yaitu:
2.1.1Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik
Epilepsi disebut idiopatik jika tidak ada penyebab anatomik yang spesifik
untuk kejang. Kejang ini dapat ditimbulkan karena abnormalitas turunan
dalam sistem saraf pusat (SSP). Kelompok idiopatik termasuk penderita
epilepsi yang mengalami penghentian antikonvulsan mendadak (terutama
benzodiazepin dan barbiturate)
2.1.2Epilepsi sekunder atau epilepsi simtomatik
Epilepsi ini diakibatkan sejumlah gangguan yang reversibel, seperti
tumor – tumor, luka kepala, hipoglikemia, infeksi meningen atau
penghentian alkohol secara cepat pada seorang peminum dapat
mencetuskan kejang.
2.2 Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia :
Kelompok usia 0-6 bulan:
1. Kelainan intra uterin, dapat disebabkan oleh gangguan migrasi dan
diferensiasi sel neuron, hal demikian ini dapat pula dipengaruhi oleh
adanya infeksi intra uterin.
2. Kelainan selama persalinan berhubungan dengan asfiksia dan
perdarahan intracranial, biasanya disebabkan oleh kelainan maternal,
biasanya hipotensi, eklamsia, disproporsi sefalopelvik, kelainan
plasenta, tali pusat menumbung atau belitan leher.
4
3. Kelaianan kongenital, dapat disebabkan kromosom abnormal, radiasi,
obat-obat teratogenik, infeksi intrapartum oleh toksoplasma,
sitomegalovirus, rubella dan treponema.
4. Gangguan metabolik, misalnya hipoglikemi, hipokalsemi,
hiponatremi, dan defisiensi piridoksin. Hipokalsemia dapat
disebabkan oleh asfiksi diabetes, prematuritas dan biasanya
bersamaan dengan hipomagnesemia. Hiponatremia dapat ditemukan
pada asfiksia, hipernatremi pada terapi asidosis. Defisiensi piridoksin
pada kelainan genetik atau penyakit metabolisme yang disertai
peningkatan piridoksin.
5. Infeksi susunan saraf pusat misalnya meningitis, ensefalitis, atau
timbul kemudian sebagai akibat dari pembentukan jaringan parut dan
hidrosefalus pasca infeksi.
Kelompok usia 6 bulan–3 tahun
Selain penyebab yang sama dengan kelompok di atas, pada usia ini
dapat juga disebabkan oleh kejang demam yang biasanya dimulai pada usia
6 bulan, terutama pada golongan kejang demam komplikasi. Cedera kepala
merupakan faktor penyebab lainnya, dan walaupun kejadiannya lebih ringan
kemungkinan terjadinya epilepsi lebih tinggi daripada dewasa. Gangguan
metabolisme sama dengan usia kelompok sebelumnya. Degenerasi serebral
primer dapat terjadi oleh gangguan enzim yang diturunkan secara genetik
misalnya gangguan enzim lipidosis, berhubungan dengan proses infeksi
misalnnya panensefalitis sklerosa subakut. Pada keadaan ini biasanya berupa
mioklonik.
5
Kelompok anak-anak sampai remaja.
Dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, dan abses otak
yang frekuensinya sampai 32%, yang meningkat setelah tindakan operasi.
Kelompok usia muda
Cedera kepala merupakan penyebab yang tersering, disusul oleh
tumor otak dan infeksi.
Kelompok usia lanjut.
Gangguan pembuluh darah otak merupakan penyebab tersering pada usia di
atas 50 tahun mencapai 50%, diikuti oleh trauma, tumor dan degenerasi
serebral.
3.PATOFISIOLOGI
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini
terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan
di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi
pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron
bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan
melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya
depolarisasi membran yang berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan
menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan
inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim
sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain.
Sel glia yang merupakan bagian terbesar dari sel-sel di susunan saraf
pusat, mempunyai peranan dalam mempertahankan keseimbangan ionik,
6
agar depolarisasi yang telah terjadi dapat disusul dengan depolarisasi.
Karena kemampuan tersebut, sel glia banyak berperan dalam inhibisi.
Sampai saat ini patofisiologi epileptik belum diketahui dengan jelas.
Ada hipotesis yang menduga bahwa suatu epileptogenesis dapat terjadi
karena adanya sekelompok neuron yang secara intrinsik mempunyai
kelainan pada membrannya, ini bisa didapat atau diturunkan. Neural
abnormal tersebut akan menunjukkan depolarisasi berkelanjutan dan sangat
besar, kemudian melalui hubungan yang efisien akan mengimbas
depolarisasi pada sebagian besar neuron-neuron lainnya. Bila proses inhibisi
juga mengalami gangguan, entah kerena suatu cedera hipotesis iskemia atau
genesis akibat gangguan mutasi, maka kumpulan neuron abnormal yang
diimbasnya akan bersama-sama dalam waktu yang hampir bersamaan
melepaskan potensial aksinya, sehingga terjadilah sawar.
Pada sawar umum primer, letak massa neuron yang abnormal sampai
saat ini belum diketahui ada dugaan terletak di kelompok sel-sel subkortikal,
sedangkan pada sawan parsialis, massa neuron abnormal terletak di lapisan-
lapisan tertentu di neokorteks atau hipokampus. Suatu sawan parsialis dapat
menjadi umum sekunder bila massa neuron abnormal di neokorteks atau
hipokampus melibatkan neuron yang terletak di subkortikal.
7
4.Klasifikasi Bangkitan Kejang Berdasarkan Klasifikasi ILAE 3
1. Kejang Parsial (fokal, lokal)
a. Parsial sederhana
Dapat dengan manifestasi motor, autonomik, somatosensori, psikik
b. Parsial kompleks
Dapat gangguan kesadaran sejak onset
Onset parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran
c. Kejang parsial menjadi tonik–klonik umum secara sekunder
Parsial sederhana menjadi tonik–klonik umum
Parsial kompleks menjadi tonik–klonik umum
2. Kejang Umum
a. Kejang lena (Absance)
Lena tidak khas (Atipical absence)
b. Kejang mioklonik
c. Kejang klonik
d. Kejang tonik
e. Kejang tonik–klonik
f. Kejang atonik
3. Kejang yang tak terklasifikasikan.
8
5.Sindrom Epilepsi Yang Khas Pada Anak
Pengamatan kejang tergantung pada banyak faktor termasuk umur
penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan
neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk
kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat meliputi glukosa
puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG.
Serangan epilepsi bermacam–macam. Pada anak yang khas,
didapatkan penurunan kesadaran atau kesadaran menghilang sewaktu
serangan. Menghilangnya kesadaran ini dapat disertai oleh gerakan-gerakan
motorik yang hebat (misalnya pada jenis grandmal), atau gerakan motorik
yang singkat (misalnya pada jenis mioklonik atau spasmus infantile).
Penurunan kesadaran dapat disertai gerakan-gerakan yang cukup
terkoordinasi, misalnya berjalan hilir mudik, memindah–mindahkan barang
atau menepuk–nepuk meja. Biasanya ditemukan pada epilepsi jenis
psikomotor. Ada pula yang hanya terdiri dari menghilangnya kesadaran
sejenak, misalnya pada jenis petit mal.
Yang paling penting diketahui pada sindroma epilesi adalah aura
yaitu sensasi subyektif yang dialami oleh penderita sebelum hilangnya
kesadaran atau kejang-kejang. Bisa berupa auditif misalnya telinga
berdenging atau optif penderita merasa gelap dan seperti melihat pelangi.
Aura ini sangat membantu dalam menentukan letak sumber epilepsi di otak.
9
Untuk lebih jelasnya, disini akan dipaparkan beberapa sindrom epilepsi yang
khas pada anak:4
1. konvulsi
2. kejang fokal motor atau kejang setempat
3. hilang kesadaran
4. gerakan fokal sensoris seperti merasa semutan atau baal atau nyeri
5. pergerakan otot wajah dan mata
6. merasa sakit perut atau tidak enak di perut
7. merasa ada sesuatu di perut yang kemudian naik ke dada dan ke
kepala
8. merasa sesuatu yang aneh yang sukar dilukiskan penderita
9. nyeri kepala
10.pandangan kunang–kunang, atau melihat bercak warna-warni
11.telinga berdengung
12.merasa puyeng tidak stabil
13.membaui bau yang tidak sedap, atau bau busuk
Epilepsi pasca cedera otak
Cedera otak di daerah temporal dapat mengakibatkan serangan kejang
pada bagian tubuh sisi kontralateral. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi
akan meningkat bila selaput otaknya ikut terobek atau tertembus, maka
kemungkinan untuk menjadi epilepsi 30–50 %. Pada trauma kepala tertutup
yang selaput duramaternya tidak robek, maka kemungkinan epilepsinya
adalah 5 %.
Pada sebagian besar penderita yang menjadi epilepsi, bangkitan
epilepsi pertama muncul dalam jangka waktu 2 tahun setelah terjadinya
trauma. Satu hal yang baik dari epilepsi pasca trauma ini adalah
10
kecenderungannya untuk sembuh spontan. Semakin banyak frekuensi
serangan semakin sedikit kemungkinan epilepsinya sembuh. Epilepsi pasca
trauma jenis grand mal lebih besar kemungkinannya untuk sembuh
dibanding jenis fokal.
Epilepsi akibat tumor di otak
Tumor di otak dapat menyebabkan epilepsi. Kadang–kadang
merupakan gejala pertama daripada tumor di otak. Didapatkan pada 25 – 40
% penderita tumor otak. Tumor otak yang jinak lebih sering mengkibatkan
epilepsi dibanding yang ganas. Dipengaruhi oleh letak dan jenis tumor.
Tumor daerah frontal lebih sering menyebabkan epilepsi daripada tumor
daerah oksipital.
Epilepsi akibat penyakit pembuluh darah di otak
Penyakit pembuluh darah di otak menyebabkan berkurangnya aliran
darah di otak (iskemia) atau perdarahan di otak. Kejadian ini dapat timbul
mendadak dan kejadian ini disebut Stroke. Bila iskemianya berlangsung
lama atau berat dapat terjadi kematian sebagian jaringan otak (infark).
Iskemia umum atau iskemia setempat di otak dapat menyebabkan
bangkitan epilepsi, bergantung kepada beratnya iskemia serta kepekaan otak
terhadap bangkitan kejang (ambang kejang).
Kejang fokal atau kejang umum dapat terjadi pada fase akut atau pada
fase kronis daripada infark otak. Cacat bawaan pembuluh darah dapat juga
menyebabkan epilepsi, demikian juga halnya dengan penyakit pembuluh
darah kolagen.
11
Epilepsi akibat radang susunan saraf pusat
Radang otak dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan epilepsi dan
dapat pula menyebabkan kerusakan pada otak yang kemudian menjadi
sumber bangkitan epilepsi. Radang ini disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
atau parasit. Semasa akutnya radang otak, bangkitan kejang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya dapat disebut sumbatan
pembuluh darah di otak, sembab otak, akibat toksin, suhu yang meningkat,
perubahan kimiawi dan metabolisme pada dan di sekitar sel-sel saraf.
Sebelum ditemukannya obat antibiotik, sebagian besar penderita
radang otak atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
meninggal.
Saat ini sebagian terbesar dari mereka terhindar dari kematian, namun
banyak diantara mereka menjadi cacat, yang disebabkan oleh kerusakan
sebagian jaringan otak. Cacat ini dapat berupa kelumpuhan anggota gerak,
buta, tuli, bodoh dan epilepsi.
6.Tanda Khas Epilepsi Parsial Sederhana
Aktivitas motorik merupakan gejala yang paling lazim pada epilepsi
parsial sederhana. Gerakan ditandai dengan gerakan klonik atau tonik yang
tidak sinkron, dan mereka cenderung melibatkan wajah, leher dan tungkai.5
Kejang versify terdiri atas pemutaran kepala dan gerakan mata gabungan
adalah sangat lazim. Automatisme tidak terjadi pada epilepsi parsial
sederhana tetapi beberapa penderita mengeluh aura (misalnya dada tidak
enak dan nyeri kepala), yang dapat merupakan satu – satunya manifestasi
kejang. Sayangnya anak mengalami kesukaran dalam menggambarkan aura,
dan sering menyebutnya sebagai “perasaan lucu” atau “sesuatu merayap di
12
dalam saya”. Rata – rata kejang berlangsung selama 10–22 detik. EEG
dapat menunjukkan gelombang paku atau gelombang tajam unilateral atau
bilateral, atau gambaran paku multifokal pada penderita dengan kejang
parsial sederhana, gelombang paku ombak di daerah temporal tengah
(daerah Rolandik).
Jenis epilepsi ini mempunyai kekhususan tersendiri, yaitu
prognosisnya baik. Serangannya mudah diobati, dicegah dengan
antikonvulsan, dan umumnya akan sembuh pada umur 15 tahun.
Ciri dan jenis epilepsi ini adalah :
1. Serangan pertama biasa terjadi antara usia 5–10 tahun.
2. Serangan terutama terjadi sewaktu tidur.
3. Respon terhadap obat antikonvulsan baik.
4. Prognosis baik.
5. Sumber (fokus) epilepsinya adalah di daerah temporal tengah,
pada satu sisi atau pada kedua sisi di otak.
6. Serangan–serangan kejang akan menghilang atau berhenti bila
mencapai usia remaja, demikian juga halnya dengan gelombang
paku di daerah temporal tengah yang terlihat pada pemeriksaan
EEG akan menghilang.
Anak dengan jenis epilepsi ini mempunyai inteligensi, tingkah laku, dan
kemampuan bersekolah yang tidak berbeda dengan populasi umum. Jenis
epilepsi ini cukup sering dijumpai.
7.Tanda Khas Epilepsi Parsial Kompleks
Kejang jenis ini disebut juga kejang psikomotor. Kejang ini dapat
didahului oleh kejang parsial sederhana dengan atau tanpa aura, disertai
dengan gangguan kesadaran atau sebaliknya, mulainya kejang parsial
13
kompleks ini dapat bersama dengan keadaan kesadaran yang berubah. Aura
terdiri dari rasa tidak enak, samar–samar, sedikit rasa tidak enak
epigastrium, atau ketakutan pada sekitar sepertiga anak. Kejang parsial ini
sukar didokumentasikan pada bayi dan anak, frekuensi hubungannya dengan
kejang parsial kompleks mungkin kurang terestimasi. Kesadaran terganggu
pada anak dan bayi sukar dinilai.
Mungkin ada tatapan kosong singkat atau penghentian atau pause
mendadak dalam aktivitas yang sering terabaikan orang tua (aura), atau
menjadi pucat. Lagipula anak tidak mampu berkomunikasi atau
menggambarkan masa–masa kesadaran terganggu pada kebanyakan kasus.
Akhirnya masa kesadaran terganggu mungkin singkat atau tidak sering, dan
hanya pengamat yang berpengalaman atau EEG yang mungkin mampu
mengenali kejadian abnormal.
Automatisme merupakan tanda kejang kompleks parsial yang lazim
pada bayi dan anak, terjadi pada sekitar 50–75 % kasus; makin tua anak
akan makin besar frekuensi automatisme. Automatisme berkembang pasca
kehilangan kesadaran dan dapat menetap ke dalam fase pasca kejang, tetapi
automatisme tidak dapat diingat kembali oleh anak. Perilaku automatisme
yang dapat diamati pada bayi ditandai dengan automatisme saluran cerna,
termasuk menggigit bibir, mengunyah, menelan, mengecap – ngecap dan
ludah berlebihan. Gerakan ini dapat menggambarkan perilaku bayi normal
dan sukar dibedakan dari automatisme. Automatisme saluran pencernaan
yang lama dan berulang yang disertai dengan menatap kosong atau dengan
kekurangan tanggap hampir selalu menunjukkan kejang parsial kompleks
pada bayi. Perilaku automatisme pada anak yang lebih tua terdiri dari
bertujuan setengah–setengah, tidak terkoordinasi, dan automatisme yang
tidak terencana, termasuk memilih dan menarik pakaian atau seprei,
14
mengusap atau memeluk obyek, dan berjalan atau berlari tanpa tujuan dan
berulang dan sering ketakutan, menggosok–gosok tangan, menepuk badan,
menendang–nendang, mengucapkan kata tanpa tujuan. Automatisme ini
dapat berlangsung 1 – 2 menit, jarang lebih dari 5 menit.
Penyebaran discharge (raba) epileptiformis selama kejang parsial
kompleks dapat mengakibatkan generalisasi sekunder dengan konvulsi
tonik–klonik. Selama penyebaran discharge (raba) kejang melalui hemisfer,
pemutaran kepala khusus kontralateral, postur distonik, dan gerakan tonik
atau klonik tungkai dan wajah termasuk kedipan mata dapat ditemukan.
Kejang parsial kompleks yang disertai gelombang tajam atau paku–
paku setempat EEG antar kejang lobus temporalis anterior, dan paku
multifokus merupakan temuan yang sering. Sekitar 20 % bayi dan anak
dengan kejang parsial kompleks mempunyai EEG antar kejang rutin normal.
Daerah yang terkena kejang parsial kompleks lebih luas dibandingkan
dengan kejang parsial sederhana dan biasanya didahului dengan aura.
Tanda Khas Epilepsi Parsial Kemudian Menjadi Umum
Bentuk kejang ini disebut juga status epilepsi fokal atau epilepsi
parsial kontinu. Bentuk kejang biasanya kejang klonik (kelojotan). Tiap
bagian tubuh dapat terlibat, misalnya tangan, muka, dan kaki. Kejang ini
dapat terbatas dan dapat pula menjalar ke bagian tubuh lainnya. Bila kejang
bermula di ibu jari, ia dapat menjalar ke jari lainnya, kemudian ke
pergelangan tangan, ke lengan bawah, lengan atas, muka, kemudian ke
tungkai dan kaki.
Bila kejang bermula di kaki, ia dapat menjalar naik ke tungkai, ke
lengan, tangan dan muka. Penjalaran kejang fokal dapat pula meluas
menjadi kejang umum (grandmal).
15
Sesekali dijumpai serangan yang berlangsung lama dan beruntun.
Sehabis kejang sesekali dijumpai bahwa otot yang terlibat lemah.
Kelemahan ini umumnya pulih setelah beberapa menit atau jam. Ada pula
bentuk kejang fokal yang agak lain, yaitu penderitanya seolah–olah
membuat gerakan berputar. Jenis ini disebut jenis adversif.
8.Tanda Khas Epilepsi Tonik Klonik Umum
Bangkitan grandmal disebut juga bangkitan tonik klonik umum atau
bangkitan mayor (serangan besar). Bangkitan grandmal merupakan jenis
epilepsi yang sering dijumpai. Serangan grandmal yang khas adalah sebagai
berikut:
Penderita secara mendadak menghilang kesadarannya, disertai kejang
tonik (badan dan anggota gerak menjadi kaku), yang kemudian diikuti oleh
kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan).
Bila penderita sedang berdiri sewaktu serangan mulai, ia akan jatuh
seperti benda mati. Pada fase tonik badan menjadi kaku. Bila kejang tonik
ini kuat, udara dikeluarkan dengan kuat dari paru-paru melalui pita suara
sehingga terjadi bunyi yang disebut sebagai jeritan epilepsi (epileptic cry).
Sewaktu kejang tonik ini berlangsung, penderita menjadi biru (sianosis)
karena pernafasan terhenti dan terdapat pula kongesti (terbendungnya)
pembuluh darah balik vena. Biasanya fase kejang tonik ini berlangsung
selama 20 – 60 detik. Kemudian disusul oleh fase klonik. Pada fase ini
16
terjadi kejang klonik yang bersifat umum, melibatkan semua anggota gerak.
Semua anggota gerak pada fase klonik ini berkejang klonik (kelojotan) juga
otot pernafasan dan otot rahang. Pernafasan menjadi tidak teratur, tersendat -
sendat, dan dari mulut keluar busa. Lidah dapat tergigit waktu ini dan
penderita dapat pula mengompol. Bila penderita terbaring pada permukaan
yang keras dan kasar, kejang klonik dapat mengakibatkan luka–luka karena
kepala digerak–gerakkan sehingga terantuk–antuk dan luka.
Biasanya fase klonik ini berlangsung kira – kira 40 detik, tetapi dapat
lebih lama. Setelah fase klonik ini penderita terbaring dalam koma. Fase
koma ini biasanya berlangsung kira–kira 1 menit. Setelah itu penderita
tertidur, yang lamanya bervariasi, dari beberapa menit sampai 1–3 jam. Bila
pada saat tidur ini dibangunkan ia mengeluh sakit kepala, dan ada pula yang
tampak bengong. Lama keadaan bengong ini berbeda–beda. Ada penderita
yang keadaan mentalnya segera pulih setelah beberapa menit serangan
selesai. Ada pula yang lebih lama, sampai beberapa jam atau hari.
Sebagian besar penderita merasakan sakit kepala setelah serangan,
yang dapat berlangsung sampai satu atau dua hari, dan berkurang setelah
dibawa tidur. Bila serangan berlangsung singkat, penderita biasa mampu
melanjutkan aktivitasnya setelah beberapa menit serangan selesai. Pada
serangan yang hebat, yang berlangsung lama, maka setelah fase klonik
penderita berlanjut ke dalam keadaan koma dan kemudian tidur dalam.
Sewaktu berangsur pulih dari tidur dalam ini penderita dapat pula
menunjukkan berbagai gejala, misalnya omongan kacau, anggota gerak
terasa lemah, dan merasa nyeri di kepala.
Kelemahan umum, enek, muntah, nyeri kepala hebat, pegal otot,
gelisah, mudah tersinggung, dan berbagai perubahan tingkah laku
merupakan gejala pasca serangan yang serign dijumpai. Gangguan pasca
17
serangan ini dapat berlangsung beberapa saat, namun dapat juga sampai
beberapa jam.
Serangan grandmal dapat berlangsung singkat namun dapat pula
berlangsung lama. Ada yang berlangsung kurang dari satu menit, namun ada
pula yang lamanya melebihi satu jam. Frekuensi serangan grandmal sangat
bervariasi. Ada penderita yang mengalami serangan beberapa kali sehari,
ada pula yang hanya satu kali seminggu, satu kali setahun, atau satu kali
dalam beberapa tahun.
Sesekali dijumpai keadaan dimana serangan grandmal timbul secara
beruntun, berturut – turut sebelum penderita pulih dari serangan sebelumnya.
Hal ini merupakan keadaan gawat darurat, dan disebut status epileptikus.
Dapat berakibat fatal, memautkan dan dapat pula mengakibatkan terjadinya
cacat pada penderitanya.
9. Tanda Khas Epilepsi Tonik Umum
Kejang ini biasanya terdapat pada BBLR dengan masa kehamilan
kurang dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat
misalnya perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstremitas, atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai sikap deseberasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Juga ditemukan
adanya epileptic cry. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus dibedakan dengan sikap opistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningeal karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
10.Tanda Khas Epilepsi Klonik Umum
18
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
permulaan fokal dan multifokal yang berpindah–pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak
disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio serebri akibat trauma
fokal pada bayi besar dan cukup bulan, atau oleh ensefalopati metabolik.
Kejang klonik fokal sering diduga sebagai suatu keadaan gemetar
(jitteriness). Pada BBL dengan kejang klonik fokal hendaknya dilakukan
pemeriksaan USG dan penatahan kepala untuk mengetahui apakah terjadi
perdarahan otak. Apabila pemeriksaan tersebut normal tetapi terdapat
kelumpuhan salah satu tungkai setelah kejang berhenti, penatahan kepala
harus diulangi 1 minggu kemudian untuk mencari kemungkinan terjadinya
infark serebri.
Bentuk kejang ini merupakan gerakan klonik pada satu atau lebih
anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya
kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan.
Kejang yang satu dengan yang lain sering berkesinambungan, seolah-olah
memberi kesan sebagai kejang umum.
11.Tanda Khas Epilepsi Absence
19
Jenis epilepsi ini dikenal juga dengan nama petit mal. Jenis ini jarang
dijumpai. Nama lainnya ialah lena khas, lena sederhana (simple absence)
atau lena murni (pure absence). Serangan petit mal berlangsung singkat
hanya beberapa detik 5-15 detik.
Pada serangan petit mal terdapat hal berikut:
1. Penderita tiba-tiba berhenti melakukan apa yang sedang ia
lakukan (misalnya makan, bermain, berbicara, membaca)
2. Ia memandang kosong, melongo (staring). Pada saat ini ia
tidak bereaksi bila diajak bicara atau bila dipanggil, karena ia
tidak sadar.
3. Setelah beberapa detik ia kemudian sadar dan melanjutkan
lagi apa yang sedang ia lakukan sebelum serangan terjadi.
Jadi pada serangan petit mal didapatkan menghilangnya kesadaran yang
berlangsung mendadak dan singkat. Waktu serangan terjadi penderita tidak
jatuh, biasanya ia agak terhuyung. Tidak didapatkan aura, dan pasien tidak
ngompol sewaktu serangan.
Serangan pertama petit mal biasanya terjadi pada usia 4–12 tahun.
Pada usia 21 tahun kira–kira 75 % penderita tidak lagi mengalami serangan–
serangan petit mal, namun lebih dari 50 % penderita petit mal berubah
menjadi grand mal. Perubahan ini biasanya mulai pada usia 10–13 tahun.
Pada sebagian kecil penderita, bangkitan petit mal dapat berlanjut sampai
dewasa, namun frekuensi serangan menjadi jauh berkurang. Frekuensi
serangan petit mal mempunyai variasi yang besar sekali dalam 2–3 bulan
sampai beberapa ratus kali dalam sehari.
20
Faktor turunan (hereditas) besar peranannya pada petit mal. Pada 75
% anak kembar satu telur yang menderita petit mal kembarannya juga
menderita petit mal. Kira–kira sepertiga penderita petit mal mempunyai
anggota keluarga yang juga petit mal atau grandmal terutama saudara
kandung dan orang tuanya.
12.Tanda Khas Epilepsi Atonik
Biasanya disebut juga dengan bangkitan akinetik (serangan jatuh).
Epilepsi ini biasanya mulai antara 2–5 tahun. Pada jenis ini sewaktu
serangan penderitanya tiba–tiba secara mendadak jatuh. Hal ini dapat
menyebabkan giginya patah dan kepalanya luka. Bila misalnya penderita
sedang duduk di depan meja sewaktu serangan datang, maka ia dapat secara
mendadak tidak berdaya dan kepala terbentur pada meja.
Pada serangan atonik ini didapatkan menghilangnya secara mendadak
tenaga otot–otot yang mempertahankan sikap. Pada serangan ini tenaga
otot–otot yang mempertahankan sikap secara mendadak hilang yang
berlangsung singkat. Bila penderita kebetulan sedang berdiri pada waktu
serangan datang, maka ia akan jatuh. Serangan ini disebut juga serangan
jatuh (drop – attack).
Tanda Khas Epilepsi Mioklonik
Epilepsi masa anak ditandai dengan kejang berulang yang terdiri dari
kontraksi otot sebentar, sering kontraksi otot simetris dengan kehilangan
tonus tubuh dan jatuh atau menelungkup ke depan. Ada 5 jenis epilepsi
mioklonik yaitu:
21
Mioklonus Benigna Masa Bayi
Mulai semasa bayi dan terdiri dari kelompok gerakan mioklonik yang
terbatas pada leher, badan dan tungkai. Aktifitas mioklonik dapat terancukan
dengan spasme infantile. Pada penderita mioklonus benigna EEG normal.
Prognosis baik.
Epilepsi Mioklonik Khas Masa Anak Awal
Anak yang berkembang, epilepsi mioklonik khas adalah hampir
normal sebelum mulainya kejang dengan kehamilan, persalinan, dan
kelahiran yang tidak luar biasa dan tanda perkembangan utuh. Rata–rata
mulai umur dua setengah tahun, tetapi berkisar 6 bulan sampai 4 tahun.
Frekuensi kejang bervariasi. Beberapa menderita kejang demam atau kejang
afibril tonik–klonik menyeluruh yang mendahului mulainya epilepsi
mioklonik. EEG menunjukkan kompleks gelombang paku cepat dan latar
belakang irama normal.
Epilepsi Mioklonik Kompleks
Terdiri dari kelompok penyakit yang heterogen dengan prognosis
yang secara seragan buruk. Secara khas kejang tonik–klonik setempat atau
menyeluruh mulai selama umur tahun pertama mendahului mulainya
epilepsi mioklonik. Kejang–kejang menyeluruh sering disertai dengan
infeksi saluran pernafasan atas dan demam rendah serta sering berkembang
menjadi status epileptikus.
Epilepsi Mioklonik Juvenil
22
Biasanya umur 12–16 tahun. Penderita merasa jingkatan mioklonik
yang sering pada saat jaga, yang membuat sukar menyisir rambut. EEG
menunjukkan tonjolan dan pola gelombang 4–6 per detik tidak teratur, yang
diperbesar dengan rangsangan cahaya.
Epilepsi Mioklonik Progresif
Perburukan mental merupakan tanda khas dan menjadi nyata dalam 1
tahun dari mulainya kejang. Kelainan neurologis terutama tanda serebelum
dan ekstrapiramidalis, merupakan temuan yang menonjol. EEG
menunjukkan discharge (raba) gelombang poli paku, terutama pada daerah
oksipital dengan pelambatan progresif dan latar belakang yang kacau.
Jingkatan mioklonik sukar dikendalikan, tetapi kombinasi asam valproat dan
benzodiazepine efektif dalam mengendalikan kejang menyeluruh.
Tanda Khas Epilepsi Spasme Infantil
Disebut juga kejut bayi, biasanya mulai antara umur 4–8 bulan
ditandai dengan kontraksi leher simetris singkat pada leher, badan, dan
tungkai. Setidaknya ada tiga tipe infantile yaitu: fleksor, ekstensor, dan
campuran. Spasme fleksor terjadi dalam kelompok atau berondongan dan
terdiri dari fleksi mendadak leher, lengan, dan kaki pada tungkai. Sedang
spasme ekstensor menghasilkan ekstensi badan dan tungkai dan setidak-
tidaknya bentuk spasme infantile biasa. Gerakan kejut ini berlangsung
singkat dan dapat berulang beberapa kali berturut-turut. Kadang-kadang
23
kejutan ini disertai jeritan si anak sehingga orang tuanya menyangka si anak
kesakitan.
Spasme terjadi pada saat tidur atau bangun tapi mempunyai
kecenderungan berkembang sementara penderita mengantuk atau segera
pada saat bangun. Pada penderita spasmus infantile biasanya didapatkan
kerusakan otak yang luas, yang dapat diakibatkan oleh berbagai ragam
penyakit, misalnya cedera otak saat di kandungan atau waktu dilahirkan,
penyakit metabolik, cacat otak bawaan. Sehingga EEG dapat berupa
Hipsaritmia, yang terdiri dari gambaran voltase tinggi yang kacau, secara
bilateral tidak sinkron, aktivitas gelombang lambat.
Jika dijumpai si ibu sering mengemukakan bahwa bayinya membuat
gerakan terkejut tanpa ada rangsangan, pikirkan kemungkinan spasme
infantile. Pada penderita spasmus infantile biasanya didapatkan kerusakan
otak yang luas, yang dapat diakibatkan oleh berbagai ragam penyakit,
misalnya cedera otak waktu di kandungan atau waktu dilahirkan, penyakit–
penyakit metabolik, radang otak, cacat otak bawaan. Sering dijumpai pada
mereka dengan riwayat kelahiran atau riwayat masa dikandung yang
abnormal.
Spasme infantile secara khas dikelompokkan menjadi dua yaitu:
kriptogenik dan bergejala. Anak dengan spasme kriptogenik infantile tidak
banyak mengalami peristiwa dalam kehamilan dan riwayat kelahiran juga
tanda perkembangan normal. Pemeriksaan neurologist dan CT Scan kepala
normal tidak terkait faktor resiko. Spasme infantile bergejala terkait secara
langsung dengan beberapa faktor prenatal, perinatal, dan pascanatal. Faktor
prenatal dan perinatal, meliputi ensefalopati hipoksik–iskemik dengan
leukomalasia periventrikuler, infeksi kongenital, kesalahan metabolisme
bawaan, sindrom neurokutan seperti sclerosis tuberosus, kelainan susunan
24
sel yang meliputi lissensefali dan skizensefali, dan prematuritas. Keadaan
pascanatal termasuk infeksi SSS, trauma kepala (terutama hematom subdural
dan perdarahan intraventrikuler) dan ensefalopati hipoksik iskemik.
Prognosis penderita spasmus infantile adalah suram, terutama di
bidang mental. Sebagian besar dari mereka, yaitu sekitar 90 % adalah bodoh.
Penderita yang bodoh ini tidak mungkin dapat bersekolah di sekolah yang
biasa kelak. Umumnya mereka tidak dapat berdikari seumur hidupnya.
Tanda Khas Epilepsi Lennox–Gastaut
Pada beberapa anak yang menunjukkan kombinasi kejang mioklonik
dan tonik yang sering dan gelombang paku lambat antara kejang nyata pada
EEG, gangguan kejang diklasifikasikan sebagai sindrom Lennox–Gastaut.
Ditandai serangan epilepsi berupa absens atipik, kejang tonik aksial,
jatuh mendadak karena serangan atonik atau kadang – kadang mioklonik.
Gelombang paku ombak lambat difus pada saat bangun, irama cepat 10 /
detik pada saat tidur.
Gangguan perkembangan mental dan perilaku
Umur onset kurang dari 8 tahun dengan puncaknya antara 3 – 5 tahun.
Laki – laki lebih banyak daripada perempuan. Onset bervariasi, bisa pada
anak yang sebelumnya normal, dapat didahului dengan serangan epilepsi
lain termasuk spasme infantile yang kemudian berubah bentuk dan pola
EEG menjadi SLG, dapat didahului status epileptikus.
Serangan kejang tonik merupakan kejang tersering. Bisa bilateral atau
unilateral. Serangan bisa berkali–kali dan setelah serangan, biasanya anak
sadar kembali. Absens atipik berlangsung cepat dan agak sulit dikenal, tidak
25
disertai kehilangan kesadaran yang nyata. Sering disertai mioklonus kelopak
mata dan mulut. Serangan lain adalah serangan atonik dan mioklonik,
ditandai jatuhnya kepala atau seluruh tubuh secara tiba–tiba, yang secara
klinis sulit sekali dibedakan. Anak sering jatuh terjungkal atau kepala jatuh
ke depan sebentar.
Ketiga bentuk serangan sering terjadi pada 1 anak. Dapat pula disertai
kejang lain seperti kejang tonik–klonik, klonik atau kejang parsial. Dapat
terjadi status epileptikus pada 2/3 kasus, berupa kesadaran berkabut dengan
kejang tonik yang sangat sering.
Prognosis ditentukan oleh:
1. Apakah anak mempunyai defisit neurologis sebelumnya, yang biasanya
terjadi setelah spasme infantile
2. Onset sebelum 3 tahun menunjukan prognosis buruk
3. Serangan yang sangat sering, berlangsung lama dan adanya status
epileptikus
4. EEG dengan irama dasar yang lambat dan adanya fokus epilepsi di
samping gambaran paku–ombak lambat.
Diagnosis Epilepsi
Anamnesis
Mengenai bangkitan kejang yang timbul perlu diketahui mengenai
pola serangan, keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan, lama
serangan, frekuensi serangan, waktu serangan terjadi dan faktor–faktor atau
keadaan yang dapat memprovokasi atau menimbulkan serangan. Perlu
diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan, agar
dapat diketahui fokus serta klasifikasinya. Ditanyakan apakah gejala
26
prodormal, aura, keadaan selama serangan (di mana atau bagaimana kejang
mulai, bagaimana penjalarannya) dan keadaan sesudah kejang (parese Todd,
nyeri kepala, segera sadar, mengacau, kesadaran menurun).
Ditanyakan pula lama (duration), masing–masing keadaan tersebut,
waktu serangan (pagi, siang malam, waktu mau tidur, sedang tidur, mau
bangun, sedang bangun). Apakah ada rangsang tertentu yang dapat
menimbulkan serangan misalnya melihat televisi, bernafas dalam, lapar,
letih, obat-obatan tertentu dan sebagainya.
Riwayat keluarga ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita kejang, penyakit saraf dan penyakit lainnya. Hal ini misalnya
perlu untuk mencari adanya faktor hereditas.
Riwayat masa lalu (past history), ditanyakan mengenai keadaan ibu
waktu hamil (riwayat kehamilan), misalnya penyakit yang dideritanya,
perdarahan pervaginam, obat yang dimakan. Secara teliti ditanyakan pula
mengenai riwayat kelahiran penderita, apakah letak kepala, letak sungsang,
mudah atau sukar, apakah terdapat perdarahan antepartum, apakah
digunakan cunam atau vakum ekstraksi atau sectio caesaria, ketuban pecah
dini, asfiksia, Penyakit apa saja yang pernah diderita (trauma kapitis, radang
selaput otak atau radang otak, ikterus, reaksi terhadap imunisasi, kejang
demam). Bagaimana perkembangan (milestones) kecakapan mental dan
motorik.
Pemeriksaan Jasmani
Dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara generalis
dan neurologis. Diperiksa keadaan umum, tanda–tanda vital, kepala, jantung,
paru, perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya.
27
Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan,
motorik dan mental, tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium,
fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sistem motorik,
sensorik, refleks fisiologis dan patologis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah. Dilakukan pemeriksaan darah tepi rutin,
pemeriksaan lain sesuai dengan indikasi (misalnya kadar gula darah,
elektrolit). Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui
tekanan, warna, kejernihan, berdarah, xantokrom, jumlah sel, hitung jenis
sel, kadar protein, gula, NaCl dan pemeriksan lain atas indikasi.
Pemeriksaan Elektroensefalogram (EEG)
Pemeriksaan EEG sangat berguna membantu kita menegakkan diagnosis
epilepsi. Alat EEG mampu merekam aktivitas listrik sel–sel saraf otak.
Aktivitas listrik sel saraf ini sangat lemah, namun karena alat EEG mampu
memperbesar aktivitas listrik sampai satu juta kali, maka ia mampu
merekamnya.
Kelainan EEG yang sering dijumpai pada penderita epilepsy disebut
‘epileptifom discharge’ atau ‘epileptiform activity’ (Sidell dan Daly),
misalnya spike, sharp wave dan paroxysmal slow activity. Kadang-kadang
rekaman EEG dapat menentukan fokus epilepsi dan juga jenis epilepsi,
apakah fokal, multifokal, kortikal, subkortikal, misalnya petit mal
mempunyai gambaran 3cps spike dan wave dan spasme infantile mempunyai
gambaran hipsaritmia. Pemeriksaan EEG harus dilakukan secara berkala.
Perlu diingat bahwa kira–kira 8–12 % penderita epilepsi mempunyai
rekaman EEG yang normal.Indikasi pemeriksaan EEG:
28
- Membantu menegakkan diagnosis epilepsi
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam pengentian OAE
- Membantu dalam menentukan letak fokus
- Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan
sebelumnya
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto tengkorak diperhatikan simetri tulang tengkorak, destruksi
tulang, klasifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian tekanan
intrakranial seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika.
Pemeriksaan Psikologis dan Psikiatris
Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat
kecerdasan yang rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku
(behaviour disorders), gangguan emosi, hiperaktif. Hal ini harus mendapat
perhatian yang wajar, agar anak dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan kemampuannya. Hubungan antara penderita dengan orang tuanya
juga pelu mendapat perhatian, yaitu apakah terdapat proteksi berlebihan,
rejeksi atau overanxiety. Bila perlu dapat diminta bantuan dari psikolog atau
psikiater.
Pengobatan
Penderita epilepsi umumnya cenderung untuk mengalami kejang
secara spontan tanpa faktor provokasi yang kuat atau yang nyata. Tidak
29
dapat diramalkan kapan kejang akan timbul. Timbulnya serangan kejang ini
harus dicegah, karena hal itu dapat menimbulkan cedera atau kecelakaan, di
samping kejang itu sendiri dapat mengakibatkan kerusakan pada otak. Untuk
maksud ini, pada penderita epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara
rumat. Dosis serta macam antikonvulsan yang digunakan bersifat individual,
bergantung kepada hasil pengobatan. Sebaiknya mulai dengan 1 macam
antikonvulsan dengan dosis rendah. Bila hasilnya kurang memuaskan dapat
ditinggikan.
Beberapa jenis obat antikonvulsan untuk pengobatan rumat:
1. Fenobarbital
Paling sering digunakan, harganya murah, toksisitasnya rendah, dan
dapat diperoleh di semua apotik. Dapat digunakan pada hampir semua
jenis epilepsi. Efek samping berupa rasa mengantuk, biasanya berkurang
atau menghilang setelah beberapa hari pengobatan. Pada anak sering
mengakibatkan hiperaktivitas.
2. Difenihidantoin (Phenytoin, Dilantin)
Berkhasiat baik pada epilepsi jenis grandmal, jenis fokal dan psikomotor,
juga bentuk kejang lainnya kecuali pada jenis petit mal, kejang demam
dan mioklonik atau akinetik. Kurang menyebabkan rasa kantuk. Efek
samping sedasi, nistagmus, ataksia, bercak merah di kulit.
3. Karbamazepin (Tegretol, Temporol)
Antikonvulsan yang terutama selektif terhadap epilepsi jenis psikomotor,
grand mal, dan jenis fokal motor. Tidak berkhasiat pada jenis petit mal.
Efek samping berupa rasa capek, nistagmus, vertigo, gangguan
30
koordinasi motorik (ataksia), bicara pelo dan diplopia. Bisa juga
leukopeni dan trombositopeni.
4. Diazepam (Valium, Stesolid)
Status epilepsi, biasanya digunakan untuk jenis kejang yang sedang
berlangsung (status konvulsi) atau serangan epilepsi yang timbul secara
beruntun (status epilepsi). Diberikan melalui intravena dan per rectum.
5. Valproat (Epilim, Depakin, Leptilan)
Berkhasiat pada jenis absence (lena), bisa juga pada jenis lainnya dan
kejang demam. Efek samping berupa rasa mual dan mengantuk, ataksia,
tremor, rambut rontok.
Berikut dapat dilihat beberapa jenis lain obat antikonvulsi yang dapat
dipakai dalam pengobatan epilepsi:
Obat Tipe Kejang Dosis
(mg/kgBB/hari)
Efek samping
Fenobarbital Semua bentuk
kejang
3 – 8 Mengantuk
Hiperaktif
Iritabilitas
SJS
Karbamazepin Psikomotor
Grandmal
Fokal motor
10 – 20 Vertigo
Mengantuk
Diplopia
Anemia
Leucopenia
Dilantin Semua bentuk
kejang kecuali
petit mal,
5 – 10 Sedasi
Nistagmus
31
mioklonik Ataksia
Pirimidon Semua bentuk
kejang kecuali
petit mal
12 – 25 Mengantuk
Hiperaktif
Etoksuksimid Petit mal 20 – 60 Leukopeni
Ruam kulit
Disfungsi hati
Diazepam Semua bentuk
kejang
0,2 – 0,5 Pemakaian sukar
Valproat Petit mal 30 – 40 Penambahan
berat
Alopesia
Hepatotoksisita
s
Tremor
Gabapentin Parsial
kompleks
Menyeluruh
100 – 300 Mengantuk
Pusing
Ataksia
Tremor
Muntah
Nistagmus
Nitrazepam Mioklonik
Spasme
infantile
0,2 – 1 Mengantuk
Iritabilitas
Depresi
Saliva berlebih
Komplikasi Epilepsi
32
Akut:
- Status epileptikus
Komplikasi yang menyebabkan keadaan gawat darurat dapat berupa
status epileptikus
- Trauma kepala
Penderita epilepsi jenis grandmal umumnya jatuh waktu serangan,
karena kesadarannya menghilang disertai badan menjadi kaku. Hal ini
dapat mengakibatkan gegar otak, memar otak yang dapat menyebabkan
penurunan inteligensi.
Kronik:
- Kecerdasan rendah
Epilepsi jenis spasmeinfantil disertai dengan tingkat kecerdasan yang
rendah disebabkan cedera otak yang luas. Penderita menderita retardasi
mental. Perkembangannya menjadi terhambat.
- Gangguan emosional
Gangguan emosional yang dialami penderita, menjadi depresif oleh penyakit
yang dideritanya, serta tekanan–tekanan psikis yang dialami dari
lingkungannya
STATUS EPILEPTIKUS
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan sawan
yang berkepanjangan atau mengalami sawan berturut-turut tanpa diselingi
oleh pulihnya kesadaran. Sawan tonik klonik merupakan sawan yang paling
sering mengalami status. Penyebab status ini karena penderita tidak minum
obat dengan teratur atau adanya kelainan sistemik misalnya hipoglikemi.
Bahaya status ini ialah terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi, edema
33
paru, rabdomiolisis dengan mioglobinuri, asidosis metabolik, dan
hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa dengan status epileptikus:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik
dan neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2,
PaCO2, beri oksigen.
2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5%, beri 50 ml glukosa 40%
intravena.
3. 10-3 menit
Diazepam 10mg intravena dan dapat diulang ½-1 jam kemudian
bila masih ada sawan, atau difenihidantoin 20 mg/kg dengan
kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit intravena. Selama
pemberian difenihidantoin dilakukan pemantauan EKG dan
tekanan darah.
Cara lainnya ialah pemberian 50 mg diazepam dalam 250 ml dekstrosa 5%
intravena dengan kecepatan 20 tetes/menit selama 2-3 jam dan 100 mg
fenobarbital intramuskularis. Bila sawan menetap, beri narcosis umum,
penderita dirawat di ICU agar dapat dilakukan pemantauan system
kardiorespirasinya dan bila terjadi kegagalan respirasi sebagai efek samping
pengobatan, dapat segera dilakukan resusitasi.
Penatalaksanaan Komplikasi
34
Pada status epileptikus, penderita segera dibawa ke rumah sakit untuk
mendapat pertolongan. Di rumah sakit, dokter berusaha mencari penyebab
atau pencetus yang menyebabkan terjadinya status epilepsi. Dokter juga
berusaha menghentikan serangan sesegera mungkin. Dengan memberikan
diazepam intravena atau dengan infus, dan bila perlu obat antikonvulsan lain
seperti fenitoin atau fenobarbital melalui suntikan. Perawatan umum juga
harus diperhatikan.
Pada penderita epilepsi grand mal yang mengalami serangan jatuh,
untuk melindungi kepala dari cedera diberi pelindung untuk kepala dan juga
pelindung untuk wajah supaya terhindar dari gegar otak dan cedera kepala.
KESIMPULAN
Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya
kejang berulang.Kejang terjadi ketika aktivitas listrik didalam otak tiba-tiba
terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan gerakan tubuh,
kesadaran, emosi dan sensasi. Tidak semua kejang disebabkan oleh epilepsi.
Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi tertentu sepeti meningitis,
ensefalitis atau trauma kepala. Ada banyak tipe kejang pada epilepsi, setiap
tipe kejang digolongkan menurut gejala yang terjadi. Kejang dapat
digolongkan menjadi kejang parsial dan kejang umum, tergantung pada
banyaknya area otak yang terpengaruh.
Komplikasi pada epilepsi seperti status epileptikus terjadi jika terdapat
kejang lebih dari 30 menit tanpa adanya masa pemulihan kesadaran.
Biasanya status epileptikus adalah kedaruratan medis pada kejang tonik
klonik.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Ana-Claire Meyer. Global disparties in the epilepsy treatment gap: a
systemic review.Bulletin of the World Health Organization 2009.
http://www.who.int/bulletin/volumes/88/4/09-064147/en/
2. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna Prof Dr.Neurologi Klinik Dasar.
Jakarta: Dian Rakyat, 2003.
3. Leslie A. Rudzinski1 and Jerry J. Shih. The Classification of Seizures
and Epilepsy Syndromes.USA.2011
4. Adams RD, Victor MR. Principles of Neurology. New York: Mc
Graw-Hill, 2004.
5. Duss Peter, Diagnosis Topis Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. Edisi ke 2. Jakarta: EGC, 2003.
6. Lumbantobing, SM. Epilepsi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2005.
7. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna Prof Dr.Neurologi Klinik Dasar.
Jakarta: Dian Rakyat, 2003.
36