EFIKASI HERBISIDA ISOPROPILAMINA GLIFOSAT DALAM
MENGENDALIKAN GULMA PERKEBUNAN KARET
(Hevea Brasiliensis) BELUM MENGHASILKAN
(Skripsi)
Oleh
HENDI PAMUNGKAS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA ISOPROPILAMINA GLIFOSAT DALAM
MENGENDALIKAN GULMA PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis)
BELUM MENGHASILKAN
Oleh
HENDI PAMUNGKAS
Karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di
Indonesia karena digunakan sebagai bahan baku industri karet dan sumber devisa
negara. Keberadaan gulma pada lahan budidaya karet menyebabkan terjadinya
persaingan sarana tumbuh dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Salah
satu bahan aktif herbisida yang umum digunakan untuk mengendalikan gulma di
pertanaman karet TBM adalah herbisida isopropilamina glifosat. Penelitian ini
bertujuan (1) untuk mengetahui dosis herbisida isopropilamina glifosat yang
efektif mengendalikan gulma di pertanaman karet TBM, (2) mengetahui
perubahan komposisi gulma akibat aplikasi herbisida isopropilamina glifosat, (3)
mengetahui apakah terjadi fitotoksisitas tanaman karet akibat aplikasi herbisida
isopropilamina glifosat.
Penelitian ini dilakukan di kebun karet rakyat desa Marga Agung, Kecamatan Jati
Agung, Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada bulan November 2016 hingga Maret 2017.
Hendi Pamungkas
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat ulangan
dan enam perlakuan yaitu dosis herbisida isopropilamina glifosat 796,5 g/ha (P1),
1062 g/ha (P2), 1327,5 g/ha (P3), 1593 g/ha (P4), penyiangan mekanis (P5), dan
tanpa pengendalian/kontrol (P6). Homogenitas ragam data diuji dengan uji
Bartlett, additivitas data diuji dengan uji Tukey, dan perbedaan nilai tengah
perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Herbisida isopropilamina glifosat dosis
796,5 – 1593 g/ha efektif mengendalikan gulma total, gulma rumput hingga 12
MSA dan gulma teki hingga 4 MSA, serta dosis 1593 g/ha efektif mengendalikan
gulma daun lebar hingga 8 MSA. (2) Herbisida isopropilamina glifosat dosis
1327,5 – 1593 g/ha efektif mengendalikan gulma Ottochloa nodosa hingga 12
MSA dan Commelina diffusa hingga 4 MSA. (3) Herbisida isopropilamina
glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha efektif mengendalikan gulma Axonopus
compressus hingga 12 MSA dan Cyperus brevifolius hingga 4 MSA, serta dosis
1593 g/ha efektif mengendalikan gulma Asystasia gangetica hingga 8 MSA. (4)
Herbisida isopropilamina glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi gulma pada 4, 8, dan 12 MSA. (5) Herbisida
isopropilamina glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha tidak meracuni tanaman karet.
Kata kunci : gulma, herbisida, isopropilamina glifosat, karet
EFIKASI HERBISIDA ISOPROPILAMINA GLIFOSAT DALAM
MENGENDALIKAN GULMA PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis)
BELUM MENGHASILKAN
Oleh
HENDI PAMUNGKAS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
mereka sendiri
(QS. Ar Ra’d: 11)
Maka bertanyalah kepada orang - orang yang
berpengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya
(QS. An Nahl: 43)
Berani terlebih dahulu, berhasil atau gagal adalah
proses pembelajaran
(Hendi Pamungkas, 2017)
SANWACANA
Alhamdulillahirobbilalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Efikasi Herbisida Isopropilamina Glifosat dalam Mengendalikan Gulma
Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis) Belum Menghasilkan”. Penulis menyadari
bahwa sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dikesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S., dan Dr. Ir. Rusdi Evizal, M.S., selaku
pembimbing pertama dan kedua atas ide penelitian, bimbingan, nasihat, saran,
serta kesabaran dalam memberikan bimbingannya kepada penulis.
2. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P.sebagai penguji atas segala
masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Ibu Ir. Indriyati selaku Pembimbing Akademik atas motivasi, nasihat, serta
dukungannya kepada penulis sejak mahasiswa baru hingga menjadi manusia
yang InshaAllah berguna bagi sesama.
6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Jumadi dan Ibu Dra. Endang Pujiastuti
serta adik - adikku tersayang, Dien Kikit Ayuningpuri dan Sendi Laksana
Arma atas doa dan dukungan dalam bentuk motivasi, bantuannya baik secara
moril maupun materil yang diberikan selama ini.
7. Teman - temanku Erni Maryani, Abdillah Enggal, Endah Kusumayuni, Umi
Mahmudah, Dedi Kurniawan, M. Arif Supriyadi, dan Putri Oktavyani, serta
Mba Nanak atas perjuangan dan kerjasamanya hingga skripsi ini terselesaikan.
8. Sahabat, kakak, dan adik - adik atas proses pembelajaran selama di organisasi
Persatuan Mahasiswa Agroteknologi dari periode kepengurusan 2014 – 2016.
9. Sahabat-sahabatku Faris Faishol, Irfan Pratama, Eko Supriyadi, Ivan Bangkit,
Sugeng Hannanto, Roby Juliantisa, M. Irfan Ekananda, Sheilla Elzhivago,
Chintara Andhini, Dina Yuliana, Rizky Ade, Rizkia Meutia, Tantri Agitaputri,
Yamatri Zahra, dan Nelly Hertiani atas banyak hal berwarna yang kalian
berikan selama kuliah di Universitas Lampung atas persahabatan, doa,
dukungan serta kebersamaan kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Bandar Lampung,
Hendi Pamungkas
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Landasan Teori ................................................................................... 5
1.5 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 6
1.6 Hipotesis ............................................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet ................................................................................... 9
2.1.1 Iklim ........................................................................................ 10
2.1.2 Tanah ...................................................................................... 10
2.2 Gulma pada Tanaman Karet ............................................................. 11
2.3 Pengendalian Gulma pada Tanaman Karet ....................................... 12
2.3.1 Pengendalian gulma pada pertanaman karet
belum menghasilkan ................................................................. 13
2.3.2 Pengendalian gulma pada pertanaman karet
menghasilkan ............................................................................ 14
2.4 Herbisida Glifosat ................................................................................ 16
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 19
3.2 Bahan dan Alat .................................................................................... 19
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 19
3.4 Pelaksanakan Penelitian ...................................................................... 21
3.4.1 Pembuatan petak percobaan ...................................................... 21
3.4.2 Aplikasi herbisida ..................................................................... 21
3.4.3 Penyiangan mekanis ................................................................. 22
3.5 Pengamatan ......................................................................................... 23
3.5.1 Pengamatan karet ...................................................................... 23
3.5.2 Pengamatan gulma .................................................................... 23
3.5.2.1 Waktu pengambilan sampel ........................................ 24
3.5.2.2 Bobot kering gulma ..................................................... 25
3.5.2.3 Grafik penekanan herbisida terhadap gulma ............... 25
3.5.2.4 Summed dominance ratio (SDR) ............................... 26
3.5.2.5 Koefisien komunitas .................................................. 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Efikasi Herbisida Isopropilamina Glifosat terhadap Gulma Total ...... 28
4.2 Efikasi Herbisida Isopropilamina Glifosat terhadap Gulma
Pergolongan ........................................................................................ 30
4.2.1 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
golongan rumput ....................................................................... 30
4.2.2 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
golongan daun lebar .................................................................. 32
4.2.3 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
golongan teki ............................................................................. 34
4.3 Efikasi Herbisida Isopropilamina Glifosat terhadap Gulma Dominan . 36
4.3.1 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Ottochloa nodosa ...................................................................... 36
4.3.2 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Axonopus compressus ................................................................ 38
4.3.3 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Asystasia gangetica ................................................................... 40
4.3.4 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Commelina diffusa .................................................................... 43
4.3.5 Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Cyperus brevifolius ................................................................... 45
4.4 Perbedaan Komposisi Gulma (Koefisien Komunitas) ........................ 47
4.5 Fitotoksisitas Tanaman Karet .............................................................. 50
ii
4.6 Rekomendasi ....................................................................................... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................................. 52
5.2 Saran ................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..… 54
LAMPIRAN ………..………...…………………………………..…… 57
iii
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Susunan perlakuan efikasi herbisida isopropilamina glifosat ............. 20
2. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot gulma total .............................................................................. 29
3. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma daun lebar ............................................................ 31
4. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma daun lebar ............................................................ 33
5. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma teki ....................................................................... 35
6. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma Ottochloa nodosa ................................................ 37
7. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma Axonopus compressus ......................................... 39
8. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma Asystasia gangetica ............................................. 41
9. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma Commelina diffusa ............................................... 44
10. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma Cyperus brevifolius ............................................. 46
11. Koefisien komunitas 4, 8, 12 MSA (%) .............................................. 49
12. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 4 MSA ..................... 57
13. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 8 MSA ..................... 58
14. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 12 MSA ................... 59
15. Bobot kering gulma total pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida
isopropilamina glifosat ........................................................................ 60
v
16. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 4 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 60
17. Bobot kering gulma total pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida
isopropilamina glifosat ........................................................................ 60
18. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 61
19. Bobot kering gulma total pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida
isopropilamina glifosat ........................................................................ 61
20. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 61
21. Bobot kering gulma golongan rumput pada 4 MSA akibat perlakuan
herbisida isopropilamina glifosat ......................................................... 62
22. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 62
23. Bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSA akibat perlakuan
herbisida isopropilamina glifosat ......................................................... 62
24. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 63
25. Bobot kering gulma golongan rumput pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 63
26. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 63
27. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 4 MSA akibat
herbisida isopropilamina glifosat ......................................................... 64
28. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 4
MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ................... 64
29. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 64
30. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 8
MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ................... 65
31. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 65
32. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering golongan daun lebar pada 12
MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat .................... 65
vi
33. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 12
MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ................... 66
34. Bobot kering gulma golongan teki pada 4 MSA akibat perlakuan
herbisida isopropilamina glifosat ......................................................... 66
35. Analisis ragam bobot kering gulma golongan teki pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 66
36. Bobot kering gulma golongan teki pada 8 MSA akibat perlakuan
herbisida isopropilamina glifosat ......................................................... 67
37. Analisis ragam bobot kering gulma golongan teki pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 67
38. Bobot kering gulma golongan teki pada 12 MSA akibat perlakuan
herbisida isopropilamina glifosat ......................................................... 67
39. Analisis ragam bobot kering gulma golongan teki pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 68
40. Bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada 4 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 68
41. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ................ 68
42. Bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........................................ 69
43. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada
8 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ................ 69
44. Bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 69
45. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada
12 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat .............. 70
46. Bobot kering gulma dominan Axonopus compressus pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 70
47. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Axonopus compressus
pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 70
48. Bobot kering gulma dominan Axonopus compressus pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 71
vii
49. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Axonopus
compressuspada 8 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina
glifosat ................................................................................................. 71
50. Bobot kering gulma dominan Axonopus compressus pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 71
51. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Axonopus compressus
pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ...... 72
52. Bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 72
53. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica
pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 72
54. Bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 73
55. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica
pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 73
56. Bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 73
57. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica
pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ...... 74
58. Bobot kering gulma dominan Commelina diffusa pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 74
59. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Commelina diffusa
pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 74
60. Bobot kering gulma dominan Commelina diffusa pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 75
61. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Commelina diffusa
pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 75
62. Bobot kering gulma dominan Commelina diffusa pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 75
63. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Commelina diffusa
5pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat .... 76
64. Bobot kering gulma dominan Cyperus brevifolius pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 76
viii
65. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Cyperus brevifolius
pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 76
66. Bobot kering gulma dominan Cyperus brevifoliuspada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 77
67. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Cyperus brevifolius
pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ........ 77
68. Bobot kering gulma dominan Cyperus brevifolius pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ............................. 77
69. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Cyperus brevifolius
pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida isopropilamina glifosat ..... 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kimia glifosat ...................................................................... 16
2. Tata letak percobaan ......................................................................... 21
3. Pelaksanaan aplikasi herbisida .......................................................... 22
4. Bagan pengambilan sampel gulma ................................................... 24
5. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
gulma total ........................................................................................ 30
6. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
gulma rumput ................................................................................... 31
7. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
gulma daun lebar .............................................................................. 34
8. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
gulma teki ......................................................................................... 36
9. Gulma Ottochloa nodosa ................................................................. 37
10. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
gulma Ottochloa nodosa .................................................................. 38
11. Gulma Axonopus compressus .......................................................... 39
12. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Axonopus compressus ...................................................................... 40
13. Gulma Asystasia gangetica .............................................................. 42
14. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Asystasia gangetica ........................................................................... 43
15. Gulma Commelina diffusa ................................................................ 44
16. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Commelina diffusa ........................................................................... 45
ix
17. Gulma Cyperus brevifolius ............................................................... 46
18. Tingkat penekanan herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma
Cyperus brevifolius ........................................................................... 47
19. Pengamatan gulma 4 MSA: (a) Petak perlakuan 1, (b) Petak perlakuan 2,
(c) Petak perlakuan 3, (d) Petak perlakuan 4, (e) Petak penyiangan mekanis,
(f) Petak kontrol ................................................................................. 78
20. Pengamatan fitotoksisitas karet 4 MSA: (a) Petak perlakuan 1, (b) Petak
perlakuan 2, (c) Petak perlakuan 3, (d) Petak perlakuan 4, (e) Petak
penyiangan mekanis, (f) Petak kontrol ............................................... 79
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Getah hasil sadapan adalah bahan baku dasar dalam industri
karet. Produk hasil industri karet akan digunakan sebagai bahan baku pabrik
crumb rubber (karet remah) yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk
industri - industri hilir seperti sepatu, karet gelang, bola, ban, dan lainnya
(Purwanta dkk., 2008).
Karet merupakan salah satu komoditi yang memiliki peran penting dalam
perekonomian Indonesia sebagai penghasil devisa negara. Menurut data Badan
Pusat Statistik (2016), 83,42% produksi karet Indonesia diekspor ke mancanegara
dan hanya sebagian kecil yang dipergunakan di dalam negeri. Dalam
perkembangannya, luas perkebunaan karet di Indonesia selalu mengalami
peningkatan. Tahun 2013 luas perkebunan karet yaitu 3.555.946 ha dan tahun
2014 mengalami peningkatan menjadi 3.606.245 ha. Data sementara yang
diambil dari laporan Direktorat Jenderal Perkebunan, tahun 2015 luas perkebunan
karet diperkirakan menjadi 3.621.587 ha dan tahun 2016 seluas 3.639.695 ha
(Ditjenbun, 2016).
2
Seiring dengan peningkatan luas lahan tanaman karet di Indonesia, data produksi
karet 2013 menunjukkan angka 3.237.433 ton. Pada 2014 terjadi penurunan
produksi karet yaitu 3.153.186 ton. Informasi terbaru data sementara produksi
karet di tahun 2015 yaitu 3.108.260 ton (Badan Pusat Statistik, 2016).
Upaya pengembangan sektor perkebunan karet baik secara intensifikasi maupun
ekstensifikasi terus dilakukan seiring dengan target produksi karet yang
meningkat. Produksi dari sektor perkebunan karet tidak maksimal salah satunya
disebabkan oleh permasalahan gulma. Keberadaan gulma menjadi sangat penting
apabila tidak ditangani dengan baik.
Persaingan gulma terhadap tanaman karet TBM menimbulkan kerugian terhadap
tanaman. Kerugian yang ditimbulkan dalam segi sarana tumbuh seperti air, unsur
hara, cahaya matahari serta ruang untuk tanaman tumbuh (Supawan dan Haryadi,
2014). Kerugian lainnya yaitu menurunkan efisiensi pemupukan dan menunda
matang sadap tanaman karet (Ferry dan Samsudin, 2014).
Gulma merupakan tumbuhan yang dapat merugikan tanaman budidaya karena
sifatnya yang kompetitif. Pengendalian gulma merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan dalam budidaya karet. Menurut Tjitrosoedirdjo dkk, (1984),
pengendalian gulma memerlukan biaya sebesar 50 – 70% dari seluruh biaya
pemeliharaan selama tanaman belum menghasilkan (TBM) dan selanjutnya
20 – 30% setelah tanaman menghasilkan (TM).
3
Berbagai teknik pengendalian dapat diterapkan untuk mengendalikan gulma.
Teknik pengendalian gulma yang umum digunakan adalah dengan cara manual
dan kimiawi. Pengendalian secara manual membutuhkan tenaga kerja yang
banyak dan waktu yang cukup lama. Artinya, pengendalian secara manual
memerlukan biaya yang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan pengendalian
secara kimiawi (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan teknik pengendalian yang
diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang
digunakan untuk pengendalikan gulma dikenal dengan nama herbisida.
Isopropilamina glifosat merupakan salah satu bahan aktif herbisida yang dapat
digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman karet dan termasuk
herbisida pascatumbuh serta bersifat nonselektif.
Suatu merek dagang herbisida yang memiliki izin tetap dapat diproduksi,
diedarkan, dan digunakan dengan masa berlaku 5 tahun serta dapat diperpanjang
perizinannya untuk 5 tahun selanjutnya. Pengujian ulang herbisida dilakukan
setiap 10 tahun sekali guna membuktikan kebenaran klaimnya mengenai mutu,
efikasi dan keamanan herbisida. Apabila pengujian terhadap herbisida berhasil
dan memenuhi persyaratan tertentu, maka herbisida tersebut dapat didaftarkan
ulang di Komisi Pestisida berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Repulbik
Indonesia nomor 39, tahun 2015.
4
Pengujian ulang herbisida dilakukan untuk memperoleh informasi baru mengenai
efektivitas bahan aktif herbisida terhadap kemungkinan perubahan jenis gulma
baru dalam selang waktu 10 tahun terakhir. Dosis rekomendasi herbisida
isopropilamina glifosat adalah 1062 g/ha (nilai A) yang ditetapkan oleh
formulator. Lalu dosis rekomendasi (nilai A) ditambah dan diturunkan menjadi
beberapa taraf dosis yang diuji. Dengan pengujian ini diharapkan dapat diketahui
dosis herbisida yang efektif mengendalikan gulma pertanaman karet TBM dan
pengaruhnya terhadap tanaman karet.
1.2 Rumusan Masalah
Pengujian herbisida isopropilamina glifosat dilakukan untuk menjawab
permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapakah dosis herbisida isopropilamina glifosat yang efektif mengendalikan
gulma pada pertanaman karet TBM?
2. Apakah aplikasi herbisida isopropilamina glifosat menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi gulma?
3. Apakah aplikasi herbisida isopropilamina glifosat menyebabkan terjadinya
fitotoksisitas pada tanaman karet?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui dosis herbisida isopropilamina glifosat yang efektif
mengendalikan gulma pada pertanaman karet TBM.
5
2. Mengetahui perubahan komposisi gulma akibat aplikasi herbisida
isopropilamina glifosat.
3. Mengetahui apakah terjadi fitotoksisitas tanaman karet akibat aplikasi herbisida
isopropilamina glifosat.
1.4 Landasan Teori
Menurut Sembodo (2010), gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu dan
merugikan kepentingan manusia. Kompetisi yang diakibatkan gulma merugikan
tanaman budidaya dalam segi sarana tumbuh seperti unsur hara, air, cahaya dan
ruang tumbuh. Dampak lain yang ditimbulkan gulma yaitu dapat menjadi inang
bagi hama dan penyakit tanaman.
Jenis gulma yang tumbuh di pertanaman karet TBM dan TM sangat berbeda.
Hal ini disebabkan karena penutupan tajuk tanaman karet mempengaruhi
intensitas cahaya yang masuk ke pertanaman (Novalinda, 2014). Intensitas
cahaya yang masuk di pertanaman karet TBM cukup besar sehingga jenis gulma
yang tumbuh pada umumnya didominasi oleh gulma golongan rumput dan daun
lebar (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Penggunaan herbisida harus disesuaikan dengan jenis gulma yang tumbuh.
Herbisida isopropilamina glifosat efektif mengendalikan gulma golongan daun
lebar dan rumput tahunan (Sastroutomo, 1992). Menurut Sriyani (2015), glifosat
adalah herbisida yang efektif apabila diaplikasikan pascatumbuh dalam
mengendalikan gulma rumput dan daun lebar yang mempunyai perakaran dalam.
Glifosat merupakan herbisida sistemik yang bekerja efektif pada pertumbuhan
6
aktif dan ditranslokasikan keseluruh bagian tumbuhan. Cara kerjanya dengan
menghambat sintesa protein dan metabolisme asam amino (Sukman dan Yakup,
1995).
Komposisi gulma di suatu lahan dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Perubahan komposisi gulma disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kemampuan
gulma berkembang biak, kompetisi antar gulma, dan pengendalian gulma.
Menurut Mawardi dkk. (1996), pengendalian gulma dengan herbisida
menyebabkan terjadinya perubahan komunitas dan populasi gulma.
Menurut Dayu (2004), aplikasi herbisida isopropilamina glifosat dosis >720 g/ha
efektif mengendalikan gulma hingga 12 minggu setelah aplikasi (MSA) dan tidak
menunjukkan gejala keracunan pada tanaman karet TBM. Hasil yang sama
didapat pada percobaan Supawan dan Haryadi (2014), tidak ditemukan adanya
gejala keracunan pada tanaman karet akibat aplikasi herbisida isopropilamina
glifosat.
1.5 Kerangka Pemikiran
Industri karet Indonesia yang peranannya menambah devisa negara harus terus
dikembangkan. Dalam perjalanan pengembangan industri karet tidak semudah
yang diharapkan. Timbul permasalahan - permasalahan salah satunya karena
keberadaan gulma. Keberadaan gulma yang menimbulkan persaingan dapat
menurunkan produktivitas tanaman karet.
7
Adanya gulma pada pertanaman karet menyebabkan kerugian karena terjadinya
kompetisi. Gulma pada pertanaman karet TBM dapat mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet. Air dan unsur hara menjadi
sarana tumbuh utama yang diambil gulma dari tanaman. Oleh karena itu,
keberadaan gulma perlu dikendalikan agar pertumbuhan karet optimal.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya pengendalian.
Terdapat berbagai macam metode pengendalian gulma yang bisa diterapkan.
Pada luasan lahan yang besar pengendalian gulma yang efektif dan efisien adalah
pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida.
Herbisida isopropilamina glifosat adalah herbisida pascatumbuh yang biasa
digunakan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman karet TBM.
Berdasarkan landasan teori, herbisida isopropilamina glifosat dapat
mengendalikan gulma dengan dosis >720 g/ha hingga 12 MSA dan tidak
menimbulkan keracunan pada tanaman karet. Penggunaan herbisida dengan
bahan aktif yang sama dan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan masalah
seperti kemungkinan penurunan kualitas bahan aktif dan adanya jenis gulma baru.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ulang herbisida guna mendapatkan
pengetahuan dan informasi baru mengenai keefektifan suatu herbisida dalam
mengendalikan gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman karet.
8
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, disusunlah hipotesis sebagai berikut :
1. Herbisida isopropilamina glifosat pada dosis 796,5 g/ha atau lebih efektif
mengendalikan gulma pada pertanaman karet TBM.
2. Aplikasi herbisida isopropilamina glifosat menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi gulma.
3. Herbisida isopropilamina glifosat pada dosis yang diuji tidak meracuni
tanaman karet TBM.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet
Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman perkebunan yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi. Getah hasil sadapan karet (lateks) dapat diolah
menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb
rubber). Bahan hasil olahan tersebut merupakan bahan dasar industri karet.
Selain getahnya, bagian lain yang dapat diambil pada tanaman ini yaitu kayunya.
Kayu tanaman karet dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat lemari, kursi,
meja, dan lainnya (Purwanta dkk., 2008).
Tanaman karet termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Nama lain karet yaitu
rambung, getah, kejai, dan havea. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman karet :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
10
Dalam teknologi budidaya tanaman karet, kita harus mengetahui persyaratan
tumbuh tanaman. Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap
kondisi iklim maupun tanah yang optimal untuk menunjang pertumbuhannya.
Adapun syarat tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut :
2.1.1 Iklim
Menurut Evizal (2015), iklim yang cocok untuk tanaman karet yaitu :
a. Tanaman karet memerlukan curah hujan per tahun 2000mm atau lebih,
dengan hari hujan berkisar antara 125 – 150 hh/tahun.
b. Kelembaban udara tinggi hingga 80%.
c. Temperatur optimal yang dibutuhkan berkisar antara 25 – 28 oC dan
temperatur udara maksimum 29 – 34oC.
2.1.2 Tanah
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet, baik tanah
vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut <2 m. Tanah vulkanis
mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum,
kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum
kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup
subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasinya kurang baik. pH
tanah berkisar antara 3,0 – 8,0. Sifat‐sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet
pada umumnya antara lain (1) solum tanah sampai 100cm, tidak terdapat batu -
batuan dan lapisan cadas, (2) aerasi dan drainase cukup, (3) tekstur tanah remah,
poreus dan dapat menahan air, (4) struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir, (5)
11
tanah bergambut tidak lebih dari 20cm, (6) kandungan hara NPK cukup dan tidak
kekurangan unsur hara mikro, (7) reaksi tanah dengan pH 4,5 – 6,5, (8)
kemiringan tanah < 16%, dan (9) permukaan air tanah < 100cm (Anwar, 2001).
2.2 Gulma pada Tanaman Karet
Karet merupakan industri perkebunan yang cukup penting sebagai penyedia
lapangan kerja yang banyak. Tenaga kerja yang banyak diperlukan untuk
perawatan tanaman karet terutama untuk pengendalian gulma dan penyadapan
getah karet. Pengendalian gulma merupakan kegiatan perawatan tanaman yang
paling besar biayanya dari keseluruhan biaya perawatan yaitu 50 – 70% selama
TBM, kemudian 20 – 30% setelah TM (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Gulma merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan kehadirannya pada lahan
pertanian karena dapat menurunkan hasil produksi tanaman karet. Gulma adalah
tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia secara
langsung maupun tidak langsung. Karena sifatnya yang merugikan tanaman maka
diupayakan untuk dilakukan pengendalian gulma. Kerugian akibat adanya gulma
berakibat pada terganggunya kepentingan - kepentingan manusia dari segi
ekonomi, estetika, lingkungan, maupun kesehatan (Sembodo, 2010).
Kehadiran gulma di sekitar tanaman budidaya menyebabkan kerugian. Menurut
Sukman dan Yakub (1995), kerugian yang ditimbulkan gulma yaitu (1)
menyebabkan adanya persaingan unsur hara, air, ruang tumbuh, dan cahaya, (2)
menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman di sekitar gulma yang
disebabkan adanya allelopati gulma, (3) biaya produksi tinggi untuk perawatan
12
tanaman, (4) dapat meracuni manusia dan hewan, dan (5) dapat menjadi inang
hama dan penyakit tanaman.
Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984), terdapat tiga jenis gulma penting pada
perkebunan karet. Pertama, jenis gulma golongan rumput yaitu Imperata
cylindrica, Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa, dan Polygala paniculata.
Kedua, jenis gulma golongan daun lebar yaitu Mikania cordata, M. micrantha,
Melastoma malabatrichum, dan Clibadium surinamensis. Ketiga, jenis gulma
golongan rumput teki yaitu Cyperus kyllingia, C. rotundus dan Scleria
sumatrensis.
2.3 Pengendalian Gulma pada Pertanaman Karet
Kehadiran gulma di daerah pertanaman menyebabkan kerugian - kerugian
tertentu. Menurut Sukman dan Yakup (1995), tujuan pengendalian gulma yaitu
untuk menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan
secara ekonomi. Oleh karena itu, upaya pengendalian gulma harus dilakukan
guna meminimalisir kerugian yang ditimbulkan.
Dalam mengendalikan gulma terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan.
Metode pengendalian gulma diantaranya yaitu preventif atau pencegahan,
mekanik atau fisik, kultur teknis atau ekologik, hayati atau biological control,
terpadu, dan kimiawi (Sembodo, 2010). Namun penerapan metode pengendalian
gulma tentunya berbeda terhadap gulma tanaman karet TBM dan TM.
13
2.3.1 Pengendalian gulma pada pertanaman karet belum menghasilkan
Gulma yang sering tumbuh di pertanaman karet TBM adalah alang-alang
(Imperata cylindrica), sembung rambat (Mikania micrantha), seduduk
(Melastoma affine), kirinyuh (Chromolaena odorata), tembelakan (Lantana
camara.) dan rumput paitan (Paspalum conjugatum). Gulma berkayu dikendalian
dengan metode pengendalian mekanis yaitu dicabut atau didongkel dengan garu,
koret, atau cangkul (Purwanta dkk., 2008).
Pengendalian gulma yang dilakukan pada pertanaman karet TBM dapat dilakukan
di baris tanaman. Pengendalian gulma di baris tanaman karet TBM dapat
menggunakan metode pengendalian secara mekanis yaitu penyiangan. Menurut
Damanik dkk. (2010), penyiangan dalam budidaya karet bertujuan membebaskan
tanaman karet dari gangguan gulma. Penyiangan manual biasa menggunakan
peralatan seperti cangkul atau parang. Umumnya penyiangan dilakukan tiga kali
dalam setahun untuk menghemat tenaga dan biaya.
Metode pengendalian lain yaitu metode secara kimiawi yang sudah umum
diterapkan dalam mengendalikan gulma di pertanaman karet TBM. Aplikasi
dapat dilakukan di daerah piringan di sekeliling pohon karet ataupun disepanjang
jalur tanamnya. Umumnya tanaman karet berumur 2 – 3 tahun ketika kondisi
tajuk tanaman belum menutupi, aplikasi herbisida dapat dilakukan sebanyak 3 – 4
kali. Sedangkan di umur tanaman 4 – 5 tahun ketika kondisi tajuk sudah mulai
menutupi, aplikasi herbisida dapat dilakukan sebanyak 2 – 3 kali (Anwar, 2001).
14
Pengendalian gulma di baris tanaman saat TBM bertujuan untuk sanitasi,
menghindari terjadinya kompetisi hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh antara
gulma dan tanaman, mempermudah jalur penempatan pupuk, dan mengefektifkan
pemupukan (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984). Herbisida yang biasa digunakan dalam
mengendalikan gulma pertanaman karet TBM adalah glifosat (Purwanta dkk.,
2008).
2.3.2 Pengendalian gulma pada pertanaman karet menghasilkan
Gulma yang sering tumbuh di pertanaman karet TM adalah gulma tahan naungan
seperti Axonopus compressus, Mikania micrantha (sembung rambat), Nephrolepis
bisserata (pakis kinca), Cyclossorus aridus (pakis kadal). Menurut Damanik dkk.
(2010), pengendalian gulma di gawangan dapat menerapkan cara mekanis yaitu
dengan menggunakan peralatan seperti cangkul, parang, atau sabit. Jika gulma
golongan rumput, penyiangan dapat menggunakan cangkul, sehingga
perakarannya ikut tercabut, gulma berupa semak atau perdu dapat dilakukan
dengan pendongkelan dengan bantuan cangkul dan parang. Pengendalian gulma
secara mekanis akan efektif apabila areal perkebunan karet tidak terlalu luas.
Selain pengendalian secara mekanis, gulma di gawangan dapat dikendalikan
dengan metode kimiawi yaitu dengan pengaplikasian herbisida. Penggunaan
herbisida harus bijaksana, artinya harus sesuai dengan dosis dan frekuensi yang
tertera di kemasan herbisida agar tidak terjadi pemborosan (Damanik dkk., 2010).
Metode pengendalian gulma di baris tanaman tidak jauh berbeda dengan
pengendalian gulma di gawangan. Pengendalian gulma di baris tanaman
15
bertujuan untuk meningkatkan efektifitas aplikasi pupuk dan memfasilitasi
penyadapan, serta mempermudah pengawasan (Anwar, 2001). Metode yang biasa
diterapkan dalam mengendalikan gulma di baris tanaman yaitu mekanis dan
kimiawi. Pengendalian mekanis biasa menggunakan peralatan seperti cangkul,
parang, dan lainnya. Sedangkan yang efektif adalah secara kimiawi menggunakan
herbisida (Damanik dkk., 2010).
Herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma karena efisiensinya, dari segi
biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan pengendalian mekanis
yang memerlukan tenaga kerja dan biaya yang banyak. Keuntungan lain
penggunaan herbisida yaitu dapat mengendalikan gulma yang sulit disiangi
(Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Menurut Anwar (2001), pada pertanaman karet TM berumur 6 – 8 tahun, saat
kondisi tajuk sudah menutupi aplikasi herbisida dilakukan sebanyak 2 – 3 kali.
Sedangkan saat umur tanaman berumur >9 tahun, aplikasi herbisida dilakukan
sebanyak 2 kali. Tujuan pengendalian gulma pada jalur TM yaitu untuk (1)
menjaga keseimbangan persaingan antara tanaman dengan gulma, (2)
memudahkan pengumpulan lateks, (3) memudahkan pemupukan, (4) dan
pengawasan.
16
2.4 Herbisida Glifosat
Glifosat adalah herbisida nonselektif, pascatumbuh yang termasuk dalam
golongan herbisida organofosfat. Glifosat diserap oleh daun dan ditranslokasikan
secara cepat dan menyeluruh pada tumbuhan (Britt dkk., 2003). Sedangkan
menurut Sukman dan Yakup (1995), glifosat merupakan herbisida sistemik yang
bekerja efektif pada pertumbuhan aktif dan ditranslokasikan keseluruh bagian dari
tumbuhan. Cara kerjanya dengan menghambat sintesa protein dan metabolisme
asam amino. Rumus bangun glifosat dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia glifosat.
Sumber: Tomlin (2010).
Menurut Tomlin (2010), glifosat adalah herbisida nonselektif yang biasanya
dikelompokkan kedalam glycine dericative. Glifosat diaplikasikan sebagai
herbisida pascatumbuh yang bersifat sistemik, dan diserap oleh daun tumbuhan,
namun segera tidak aktif apabila masuk kedalam tanah. Glifosat merupakan
penghambat 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphonate syntese (EPSPS). EPSPS
merupakan enzim yang mempengaruhi biosintesis asam aromatik, glifosat akan
menghambat sintesis asam amino yang penting untuk pembentukan protein.
17
Herbisida glifosat efektif mengendalikan rumput tahunan, gulma daun lebar, dan
gulma yang memiliki perakaran dalam. Glifosat termasuk herbisida pascatumbuh
yang berspektum luas dan bersifat nonselektif. Cara kerja herbisida glifosat yaitu
sistemik sehingga dapat mematikan seluruh bagian gulma hingga kebagian
perakaran. Hal ini terjadi karena glifosat ditranslokasikan dari tempat terjadinya
kontak pertama dengan herbisida menuju titik tumbuh umumnya, karena pada
bagian tersebut berlangsung metabolisme aktif pada tumbuhan (Sembodo, 2010).
Glifosat telah terbukti efektif pada gulma tahunan dan gulma golongan daun
lebar di pertanaman maupun nonpertanaman. Glifosat bekerja dengan cepat,
diabsorbsi oleh banyak spesies dan sangat mobil di dalam jaringan floem, serta
gejala yang dihasilkan yaitu klorosis dan nekrosis (Purba dan Damanik dkk.,
1996). Glifosat memiliki LD50 oral (tikus) >5.000 mg/kg dan LD50 dermal
(kelinci) >2.000 mg/kg (Britt dkk., 2003).
Herbisida glifosat terbukti efektif mengendalikan gulma golongan rumput
yaitu Imperata cylindrica dan Cyrtococcum acrescens yang tumbuh pada
lahan karet TBM, kemampuan glifosat mengendalikan gulma tersebut pada
tingkat dosis 1,5 l/ha menyamai aplikasi dosis tinggi 3,0 l/ha (Girsang, 2005).
Sementara menurut Sinaga (2004), dosis herbisida glifosat 2 l/ha atau lebih,
efektif dalam mengendalikan gulma golongan rumput seperti Ottochloa
nodosa dan Paspalum conjugatum, dan golongan daun lebar seperti
Commelina diffusa, Centrosema pubescens, dan Mikania micrantha di
pertanaman karet TBM. Penggunaan glifosat dalam mengendalikan gulma
pertanaman karet tidak mengakibatkan terjadinya keracunan pada tanaman.
18
Menurut Dayu (2004), herbisida glifosat yang diaplikasikan pada gulma di
barisan tanaman dengan dosis 1,5 – 4 l/ha memberikan hasil yang sama
efektifnya dalam mengendalikan gulma tanaman karet TBM seperti Borreria
alata, Ottochloa nodosa, Synedrella nodiflora, Commelia diffusa, dan
Ageratum conyzoides, serta aplikasi glifosat pada gulma di daerah pertanaman
karet TBM tidak menunjukkan gejala keracunan pada tanaman. Hasil yang
sama diperoleh dalam percobaan Supawan dan Haryadi (2014), aplikasi
glifosat pada gulma di pertanaman karet tidak menyebabkan adanya gejala
keracunan pada tanaman.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun karet rakyat desa Marga Agung, Kecamatan Jati
Agung, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dari bulan November 2016 hingga Maret 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman karet TBM klon IRR 104 berumur 5
tahun, air, kantong plastik, kantong kertas, dan herbisida berbahan aktif
isopropilamina glifosat (BITOP 531 SL). Herbisida BITOP 531 SL merupakan
herbisida yang izin tetapnya habis pada Oktober 2017. Sedangkan peralatan yang
digunakan adalah knapsack sprayer, nozel biru, timbangan digital, gelas ukur,
ember, rubber bulb, oven, arit, cangkul, meteran, dan kuadran besi berukuran
0,5m x 0,5m.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6 taraf
perlakuan dan 4 ulangan (Tabel 1). Perlakuan tersebut terdiri dari perlakuan
herbisida isopropilamina glifosat, penyiangan mekanis, dan kontrol (tanpa
20
pengendalian gulma). Pengelompokan ditetapkan berdasarkan keseragaman
gulma yang ada di petak percobaan.
Sebagai pembanding untuk mengetahui pengaruh aplikasi herbisida
isopropilamina glifosat terhadap tanaman karet TBM digunakan perlakuan
penyiangan secara mekanis, dan untuk mengetahui pengaruh herbisida
isopropilamina glifosat terhadap pertumbuhan gulma, maka data pengamatan
dibandingkan dengan kontrol. Susunan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan perlakuan efikasi herbisida isopropilamina glifosat
No. Perlakuan Dosis bahan aktif Dosis formulasi
1
2
3
4
5
6
Isopropilamina glifosat
Isopropilamina glifosat
Isopropilamina glifosat
Isopropilamina glifosat
Penyiangan mekanis
Kontrol
796,5 g/ha
1062 g/ha
1327,5 g/ha
1593 g/ha
-
-
1,5 l/ha (¾ A)
2,0 l/ha (A)
2,5 l/ha (1¼ A)
3,0 l/ha (1½ A)
-
-
Keterangan :
A = Dosis rekomendasi
Untuk menguji homogenitas ragam data digunakan uji Bartlett dan additivitas data
diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data dianalisis
dengan sidik ragam dan untuk menguji perbedaan nilai tengah perlakuan diuji
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
21
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan petak percobaan
Satuan petak terdiri atas gulma dibawah 3 tanaman karet atau dengan luas 3m x
15m (luas 45m2). Petak lahan yang digunakan kondisi penutupan gulmanya
>75%. Terdapat 24 satuan petak percobaan yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4
ulangan, dan tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan gambar:
P1 = Perlakuan isopropilamina glifosat 796,5 g/ha
P2 = Perlakuan isopropilamina glifosat 1062 g/ha
P3 = Perlakuan isopropilamina glifosat 1327,5 g/ha
P4 = Perlakuan isopropilamina glifosat 1593 g/ha
P5 = Penyiangan mekanis
P6 = Kontrol
Gambar 2. Tata letak percobaan
3.4.2 Aplikasi herbisida
Aplikasi dilakukan satu kali ketika kondisi lingkungan mendukung (pagi hari,
cuaca cerah, dan kecepatan angin rendah). Sebelum aplikasi herbisida, dilakukan
kalibrasi alat semprot untuk menentukan volume semprot. Volume semprot yang
22
diperoleh yaitu 500 l/ha. Cara aplikasi herbisida pada petak percobaan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Keterangan gambar:
= Tanaman karet
= Arah aplikasi herbisida
Gambar 3. Pelaksanaan aplikasi herbisida
3.4.3 Penyiangan mekanis
Untuk mengetahui pengaruh aplikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap
tanaman karet TBM digunakan perlakuan penyiangan mekanis sebagai perlakuan
pembanding. Penyiangan mekanis dilakukan dengan cara mencangkul gulma
hingga kedalaman tanah 5cm saat 0 MSA (perlakuan 5).
23
3.5 Pengamatan
3.5.1 Pengamatan karet
a. Fitotoksisitas
Jumlah sampel tanaman karet untuk pengamatan fitotoksisitas adalah sebanyak 3
tanaman dalam satuan petak perlakuan. Tingkat keracunan dinilai secara visual
terhadap populasi tanaman karet, diamati pada 2, 4, dan 6 MSA (Gambar 4).
Pengamatan tingkat keracunan tanaman mengacu pada aturan Direktorat Pupuk
dan Pestisida (2012) dalam metode standar pengujian efikasi herbisida :
0 = Tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
1 = Keracunan ringan, >5 – 20% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
2 = Keracunan sedang, >20 – 50% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
3 = Keracunan berat, >50 – 75% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
4 = Keracunan sangat berat, >75% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
24
3.5.2 Pengamatan gulma
3.5.2.1 Waktu pengambilan sampel
Pengambilan sampel gulma dilakukan untuk menentukan dan menganalisis efikasi
herbisida serta summed dominance ratio (SDR). Pengambilan sampel gulma
menggunakan kuadran berukuran 0,5m x 0,5m secara silang, diharapkan gulma
yang diambil dapat mewakili kondisi gulma yang sebenarnya. Waktu
pengambilan sampel gulma untuk data biomassa dilakukan pada 4, 8, dan 12
MSA. Bagan pengambilan sampel gulma dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan gambar:
= Satuan petak percobaan
= Tanaman karet
1 = Petak kuadran pengambilan sampel gulma 4 MSA
2 = Petak kuadran pengambilan sampel gulma 8 MSA
3 = Petak kuadran pengambilan sampel gulma 12 MSA
Gambar 4. Bagan pengambilan sampel gulma
25
3.5.2.2 Bobot kering gulma
Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan memotong gulma tepat
setinggi permukaan tanah pada petak sampel seluas 0,5m x 0,5m (Gambar 4),
kemudian gulma dipilah sesuai jenisnya. Lalu gulma dikeringkan dengan cara
dioven selama 48 jam dengan suhu konstan 80°C hingga mencapai bobot yang
konstan dan kemudian ditimbang.
Bobot kering dianalisis secara statistika, dari hasil pengolahan data tersebut
diperoleh kesimpulan mengenai keberhasilan efikasi herbisida yang digunakan
pada percobaan. Bobot kering gulma yang diamati yaitu bobot kering gulma total,
gulma per golongan, dan gulma dominan.
3.5.2.3 Grafik penekanan herbisida terhadap gulma
Dari data bobot kering yang didapat kemudian dikonversi dan dibuat grafik
mengenai persen penekanan herbisida terhadap gulma, baik itu gulma total, gulma
per golongan, dan gulma dominan. Penekanan herbisida terhadap gulma
diperoleh dengan menggunakan rumus :
Penekanan
26
3.5.2.4 Summed dominance ratio (SDR)
Nilai SDR digunakan untuk menentukan urutan gulma dominan yang ada di areal.
Nilai SDR dapat dicari setelah didapat nilai bobot kering gulma. Nilai SDR untuk
masing - masing spesies gulma pada petak percobaan dicari dengan rumus :
a. Dominan Mutlak (DM)
Bobot kering spesies gulma tertentu dalam petak contoh.
b. Dominansi Nisbi (DN)
Dominansi Nisbi =
c. Frekuensi Mutlak (FM)
Jumlah Kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan.
d. Frekuensi Nisbi (FN)
Frekuensi Nisbi (FN) =
e. Nilai Penting
Jumlah Nilai peubah Nisbi yang digunakan (DN + FN)
f. Summed Dominance Ratio (SDR)
SDR =
3.5.2.5 Koefisien komunitas
Pada petak percobaan terdapat jenis gulma yang berbeda – beda antar perlakuan.
Untuk mengetahui perbedaan komposisi jenis gulma antar perlakuan dapat
dihitung dengan rumus :
27
Keterangan rumus:
C = Koefisien komunitas
W = Jumlah nilai SDR terendah dari masing - masing komunitas yang
dibandingkan
a = Jumlah dari seluruh SDR pada komunitas pertama
b = Jumlah dari seluruh SDR pada komunitas kedua
Nilai C menunjukkan kesamaan komposisi gulma antar perlakuan yang
dibandingkan. Jika nilai C >75% maka dua komunitas yang dibandingkan
memiliki komposisi gulma yang sama (Tjitrosoedirjo dkk. 1984).
53
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Herbisida isopropilamina glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha efektif
mengendalikan gulma total, gulma rumput hingga 12 MSA dan gulma teki
hingga 4 MSA, serta dosis 1593 g/ha efektif mengendalikan gulma daun lebar
hingga 8 MSA.
2. Herbisida isopropilamina glifosat dosis 1327,5 – 1593 g/ha efektif
mengendalikan gulma Ottochloa nodosa hingga 12 MSA dan Commelina
diffusa hingga 4 MSA.
3. Herbisida isopropilamina glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha efektif
mengendalikan gulma Axonopus compressus hingga 12 MSA dan Cyperus
brevifolius hingga 4 MSA, serta dosis 1593 g/ha efektif mengendalikan gulma
Asystasia gangetica hingga 8 MSA.
4. Herbisida isopropilamina glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi gulma pada 4, 8, dan 12 MSA.
5. Herbisida isopropilamina glifosat dosis 796,5 – 1593 g/ha tidak meracuni
tanaman karet.
53
5.2 Saran
Dalam penelitian ini aplikasi herbisida isopropilamina glifosat hanya mampu
mengendalikan gulma golongan teki hingga 4 MSA. Maka perlu dilakukan
pengujian tentang kombinasi herbisida isopropilamina glifosat dengan herbisida
lain dengan harapan dapat mengendalikan gulma golongan teki lebih lama.
54
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2001. Manajemen Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet.
Medan. 9 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Karet di Indonesia. http://www.bps.go.id.
Diakses pada 18 Oktober 2016.
Britt, C., A. Mole, F. Kirkham, and A. Terry. 2003. The Herbicide Handbook:
Guidance on the Use of Herbicides on Nature Conservation Sites. English
Nature. West Yorkshire. 108 pages.
Damanik, S., M. Syakir., M. Tasma, dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
98 Hlm.
Dayu, P. 2004. Efektivitas Formulasi Glifosat Campuran dan Tunggal pada
Pengendalian Gulma di Tanaman Karet Belum Menghasilkan. Skripsi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. 61 hlm.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Karet. Diakses pada 18 Oktober 2016.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi
Herbisida. Jakarta: Direktorat Sarana dan Prasarana Pertanian. 229 hlm.
Evizal, R. 2015. Karet: Manajemen dan Pengelolaan Kebun. CV. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 160 hlm.
Ferry, Y. dan Samsudin. 2014. Keragaan Tanaman Karet Rakyat dan Penerapan
Teknologi Budidayanya di Kabupaten Karimun. SIRINOV. 2(2):101-112
Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosis Herbisida Isopropilamina Glifosat dan
Selang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi terhadap Efektivitas
Pengendalian Gulma pada Perkebunan Karet (Hevea brassiliensis) TBM.
Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3(2):31-36.
55
Lailiyah, W. N. 2014. Pengaruh Periode Penyiangan Gulma terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Panjang (Vigna sesquipedalis
L.). Jurnal Produksi Tanaman. 2(7):606-612.
Mawardi, D., H. Susanto, Sunyoto dan A. T. Lubis. 1996. Pengaruh Sistem Olah
Tanah dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Gulma dan
Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.). Prosiding II. Konferensi XIII dan
Seminar Ilmiah HIGI. Bandar Lampung. 712-715 hlm.
Ngawit, I K. dan V. F. A. Budianto. 2011. Uji Kemampuan Beberapa Jenis
Herbisida terhadap Gulma pada Tanaman Kacang Tanah dan Dampaknya
terhadap Pertumbuhan dan Aktivitas Bakteri Rhizobium di Dalam Tanah.
Crop Agro. 4(2):27-36.
Novalinda, R. 2014. Analisis Vegetasi pada Perkebunan Karet (Hevea Brasiliensis
Mull. Arg.) di Kecamatan Batang Kapas, Pesisir Barat. J. Bio. UA.
3(2):129-134.
Oktavia, E. 2014. Efikasi Herbisida Glifosat terhadap Gulma Umum pada
Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg) Menghasilkan.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. 70 hlm.
Purwanta, J. H., Kiswanto, dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 34 hlm.
Sastroutomo, S. S. 1992. Pestisida: Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaanya.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 168 hlm.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
168 hlm.
Sigalingging, D. R. 2013. Efikasi Herbisida Glifosat untuk Mengendalikan Gulma
pada Pertanaman Kopi. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
69 hlm.
Sinaga, D. F. 2004. Efektivitas Herbisida Glifosat untuk Mengendalikan Gulma
pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Belum Menghasilkan. Skripsi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. 49 hlm
Sriyani, N. 2015. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma. (Tidak
Dipublikasikan). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Supawan, I. G. dan Haryadi. 2014. Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL
untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg) Belum Menghasilkan. Bul. Agrohorti. 2(1):95-
103.
56
Sukman, Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 152 hlm.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (Eds). 1984. Pengelolaan
Gulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor - PT Gramedia. Jakarta.
225 hlm.
Tomlin, C. D. S. 2010. A World Compedium The Pesticide Manual. Fifteenth ed.
British Crop Protection Council. English. 1606 p.