Download - Ensiklopedi pendidikan
Ensiklopedi Pendidikan rulam
Ensiklopedi Pendidikan
on Jul, 05, 2014
No Comments.
[definisi]Akhlakul karimah yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah
yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat, seperti
sabar, jujur, ikhlas, syukur, tawadlu (rendah hati), husnudzdzon (berperasangka baik),
optimis, suka menolong orang lain, suka bekerja keras dan lain-lain (Aminuddin, dkk.,
2002:153).
[definisi]Aktivitas adalah banyak sedikitnya orang menyatakan diri, menjelmakan
perasaan dan pikiranpikirannya dalam tindakan yang spontan. Sesuai dengan beberapa
pendapat di atas, aktivitas merupakan perilaku yang aktif dalam melakukan tindakan
yang merupakan penjelmaan dari perasaan (Suryabrata, 2002:72).
[definisi]Aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan. Aktivitas yang dimaksud adalah
keaktifan atau partisipasi langsung dalam suatu kegiatan (Ali, 1996:26).
[definisi]Akuntansi ditinjau dari sudut pemakaiannya adalah disiplin ilmu yang
menyediakan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien
dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan suatu organisasi. Sudut pandang yang kedua
ditinjau dari kegiatannya akuntansi adalah proses pencatatan, pengelolaan,
peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi (Haryono,
1994:23).
[definisi]Akuntansi merupakan bahan kajian mengenal suatu sistem untuk
menghasilkan informasi berkenaan dengan transaksi keuangan (Depdiknas, 200:07).
[definisi]Alat peraga adalah alat yang digunakan oleh pengajar untuk mewujudkan atau
mendemonstrasikan bahan penjaran guna memberi pengertian atau gambaran yang
jelas tentang pelajaran yang diberikan (Subari, 1994:95).
[definisi]Alat peraga matematika adalah seperangkat benda kongkrit yang dirancang,
dibuat, atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan
atau mengembangkan konsep atau prinsip dalam matematika (Estiningsi dalam Pujiati,
2004:3).
[definisi]Alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau
membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Estiningsih dalam Asyhar, 2011:12).
[definisi]Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawa
ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Estiningsi dalam Pujiati, 2004:3).
[definisi]Alat peraga sebagai suatu alat bantu yang dipergunakan oleh peserta didik
untuk memperagakan materi pelajaran (Sanaky dalam Asyhar, 2011:12).
[definisi]Alat perekam pita magnetik (kaset tape recorder) adalah alat perekam yang
menggunakan pita dalam kaset. Pita tersebut digulung-gulung pada kumparan yang
berada dalam kotak yang disebut kaset. Pita yang digunakan untuk cassete recorder itu
adalah pita magnetik, berupa pita plastik yang tipis dan elastis (Asnawir & Usman,
2002:90).
[definisi]Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-
hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998:140).
[definisi]Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau halhal yang ia
ketahui (Arikunto, 2002:128).
[definisi]Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang
diketahui (Arikunto, 1998:124).
[definisi]Angket adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan
sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden
(Margono,2004:167).
[definisi]Angket adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan
orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh
peneliti (Mardalis, 2006:67).
[definisi]Angket atau questionnaire merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden untuk
dijawab (Sugiyono, 2006:135).
[definisi]Bagan adalah suatu media pengajaran yang penyajiannya secara diagramatik
dengan menggunakan lambang-lambang visual, untuk mendapat sejumlah informasi
yang menunjukkan perkembangan ide, objek, lembaga, orang, keluarga ditinjau dari
sudut waktu dan ruang (Asnawir & Usman, 2002:33).
[definisi]Bahan belajar adalah bahan fisik yang diperlukan untuk menunjang terjadinya
proses pembelajaran di sekolah guna membentuk siswa seutuhnya (Komariah & Triatna,
2006: 3).
[definisi]Bahan cetak adalah berbagai informasi sebagai materi pelajaran yang disimpan
dalam berbagai bentuk tercetak seperti buku, majalah, koran, dan lain sebagainya.
Sedangkan bahan belajar non cetak adalah informasi sebagai materi pelajaran, yang
disimpan dalam berbagai bentuk alat komunukasi elektronik yang biasanya berfungsi
sebagai media pembelajaran misalnya dalam bentuk video, kaset, computer, CD, dan
lain sebagainya (Sanjaya, 2009:147-149).
[definisi]Bahan-bahan operasional adalah sumber-sumber yang dipergunakan sebagai
pelancar proses transformasi (Mudyahardjo, 2001: 44).
[definisi]Bahan-bahan produksi adalah bahan-bahan olahan yang akan dijadikan hasil
produksi (Mudyahardjo, 2001:44).
[definisi]Bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa
banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Syah, Muhibbin, 2004:136).
[definisi]Balajar adalah suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau
pengetahuan baru, sehingga menyababkan perubahan perilaku (Hudojo, 2005:71).
[definisi]Belah ketupat adalah jajar genjang dengan sisi-sisi yang berdekatan kongruen.
Belah ketupat memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a) Semua sisinya sama panjang. b)
Diagonal-diagonalnya merupakan sumbu simetri. c) Sudut-sudut yang berhadapan
sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya. d) Kedua
diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan berpotongan tegak lurus
(Raharjanto, 2010:73).
[definisi]Belajar adalah merupakan proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau
pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku (Hudojo, 2005:71).
[definisi]Belajar adalah modivikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
Menurut pengertian ini, belajar merupakan proses, suatu kegiatan, untuk mencapai
tujuan (Hamalik, 2005:36).
[definisi]Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi dari hasil
latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laku disebabkan adanya reaksi terhadap
suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang.
Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetik atau respon secara alamiah,
kedewasaan atau keadaan organisme yang bersifat temporer melainkan perubahan
dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi atau gabungan dari kesemuanya
(Morgan dkk dalam Soekamto dan Winataputra, 1997:14).
[definisi]Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Sanjaya, 2006: 89).
[definisi]Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya
interaksi individu dengan lingkungan yang disadari (Sanjaya, 2007:112).
[definisi]Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Sanjaya 2006:86).
[definisi]Belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik
latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah dengan mengabaikan
perubahan selain dari faktor-faktor latihan (Hilgard dalam Sanjaya, 2006:89).
[definisi]Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan
artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, kemampuan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme
atau pribadi (Djamarah, 2002:11).
[definisi]Belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko fisik menuju perkembangan
pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik, sebagai hasil dari aktifitas belajar akan dapat dilihat
dari perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Thomas Gordon dalam
Purwanto, 1996:83).
[definisi]Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor (Djamarah,
2002:141).
[definisi]Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Pendapat ini menggambarkan
bahwa belajar merupakan perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Morgan dalam Purwanto,
1993:84).
[definisi]Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian (Witherington dalam Purwanto,
1993:84).
[definisi]Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Morgan dalam Sagala,
2010:13).
[definisi]Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman
(Purwanto, 1990:9).
[definisi]Belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi
lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun (Skinner dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2006: 9).
[definisi]Belajar adalah suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau
pengetahuan baru, sehingga menyebabkan perubahan perilaku (Hudojo, 2005:71).
[definisi]Belajar adalah suatu proses di mana pengalaman-pengalaman menghasilkan
suatu perubahan permanent dalam pengetahuan atau tingkah laku (Learning is the
process through which experiences causes permanent of change knowledge or behavior)
(Woolfolk, 1996:196).
[definisi]Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).
[definisi]Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi sampai ke liang lahat (Sadiman dalam
Warsita, 2008:62).
[definisi]Belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan,
jadi belajar adalah proses aktif mengenai informasi dan kemudian disusun dan dibentuk
dengan cara yang unik oleh setiap individu (Hamalik, 2001:36).
[definisi]Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif (Syah, 2006:92).
[definisi]Belajar adalah usaha seseorang dalam memperoleh pengalaman/pengetahuan
baru sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku (Hudojo, 1998:1).
[definisi]Belajar dalam arti luas, yaitu sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, yaitu sebagai usaha
pengusaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju
terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2007:20).
[definisi]Belajar diartikan sebagai perubahan dalam kelakuan seseorang sebagai akibat
pengaruh usaha pendidikan (Nasution, 2001:91).
[definisi]Belajar diartikan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabalitas baru (Gagne dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2006:10).
[definisi]Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2003:28).
[definisi]Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan
melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga (James O. Whittaker dalam
Djamarah, 2002:12).
[definisi]Belajar kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen (Slavin dalam Isjoni, 2009:12).
[definisi]Belajar kooperatif/Secara sederhana pembalajaran kooperatif berarti
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya
sebagai satu tim (Isjoni, 2007:6).
[definisi]Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru
dan lain sebagainya (Sardiman, 2005:22).
[definisi]Belajar merupakan suatu pengalaman yang diperoleh berkat adanya interaksi
antara individu dengan lingkungannya (Uno, 2007:22).
[definisi]Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan
atau pengalaman dimana perubahan yang terjadi relatif menetap serta menyangkut
kepribadian baik fisik maupun psikis (Purwanto, 2003:85).
[definisi]Belajar pada dasarnya sebagai titipan perubahan seluruh tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa (Syah,
2001:90).
[definisi]Belajar sebagai aktivitas untuk mendapatkan atau menguasai pengetahuan
melalui pengalaman, mengingat, menguasai dan mendapatkan informasi atau
menemukan sesuatu. Belajar dianggap sebagai aktivitas dan penguasaan sesuatu
(Hilgard dan Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13).
[definisi]Belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman (James O. Whittaker dalam Djamarah, 2002:12).
[definisi]Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan dalam tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman (Learning is shown by a change in behaviour as a
result of experience) (Sardiman, 2005:20).
[definisi]Belajar sebagai usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman (Cronbach dalam Djamarah, 2002:13).
[definisi]Berpikir analogis adalah berpikir dengan jalan menyamakan atau
memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah dialami. Dalam cara
berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomena-fenomena yang
pernah dialaminya pula bagi fenomena yang dihadapi sekarang (Purwanto, 2010: 47-
48).
[definisi]Berpikir kritis adalah berpikir secara alasan dan reflektif dengan menekankan
pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (R. H.
Ennis dalam Zaleha, 2004: 86-87).
[definisi]Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berfikir secara logis, reflektif, dan
produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan
keputusan yang baik (Desmita, 2009:153).
[definisi]Berprestasi adalah mencapai prestasi, kesuksesan atau keberhasilan dibidang
tertentu (McClelland dalam Djiwandono, 2002:135).
[definisi]Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu
atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-
kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan inndividu-inndividu
itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya (Bimo Walgito (1982: 11) dalam Soetjipto
dan Kosasi, 2009:62).
[definisi]Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada indivdu yang dilakukan
secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga
ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan
keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan
hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti (Rochman Natawidjaja
(1978) dalam Soetjipto dan Kosasi, 2009:62).
[definisi]Bimbingan dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan program
pendidikan yang membantu menyediakan kesempatan dengan pribadi dan layanan-
layanan petugas ahli dengan mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan
dan kecakapannya secara penuh sesuai dengan yang diharapkan (Mortensen Schmuller,
1964z:3).
[definisi]Buletin supervisi ialah salah satu alat komunikasi dalam bentuk tulisan yang
dikeluarkan oleh staf supervisor yang digunakan sebagai alat untuk membantu guru-
guru dalam memperbaiki situasi belajar mengajar (Sahertian, Piet A., 2000:31).
[definisi]Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim (Isjoni, 2009:15).
[definisi]Demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan. Jadi, dalam
demonstrasi kita menunjukkan dan menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu
(Moeslichatoen R., 2004:27).
[definisi]Deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang hidup dan berpengaruh.
Karangan deskripsi berhubungan dengan pengalaman pancaindera seperti penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman, danperasaan. Deskripsi memberikan suatu
gambaran tentang suatu peristiwa atau kejadian dan masalah. Untuk menulis suatu
deskripsi yang baik seseorang pengarang harus dekat kepada objek dan masalah
dengan semua pancaindera (Parera, 1993:5).
[definisi]Deskripsi merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertahan dengan usaha para
penulis untuk memberikan perincian dan objek yang sedang dibicarakan. Kata deskripsi
berasal dari kata Latin describera yang berarti menulis tentang atau membeberkan
sesuatu hal, sebaliknya kata deskripsi dapat diterjemahkan menjadi pemerian yang
berasal dari kata peri-memerikan yang berarti melukiskan sesuatu hal (Keraf, 1981:93).
[definisi]Disiplin adalah sesuatu yang terletak didalam jiwa seseorang yang memberikan
dorongan bagi orang yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu sebagaimana ditetapkan oleh norma dan peraturan yang berlaku
(Pangab dalam Wijaya & Rusyan, 1991:18).
[definisi]Diskusi pada dasarnya adalah suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan
terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu
pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah (Maidar G.
Arsjad dan Mukti U.S. dalam Arsjad & Mukti, 1991:37).
[definisi]Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda, notulen
rapat dan sebagainya (Arikunto, 1998:132).
[definisi]Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda,
dan sebagainya (Arikunto, 2005:206).
[definisi]Editing adalah setelah daftar pertanyaan yang sudah diisi diterima kembali,
maka perlu dibaca kembali, yang kurang jelas diperbaiki, kalau masih ada yang belum
sesuai dan belum konsisten jawaban dengan pertanyaan dikembalikan kepada peneliti
atau penyidik untuk diperbaiki atau diisi kembali (Nasir, 2003:348).
[definisi]Editing adalah setelah daftar pertanyaan yang sudah diisi diterima kembali,
maka perlu dibaca kembali, yang kurang jelas diperbaiki, kalau masih ada yang belum
sesuai dan belum konsisten jawaban dengan pertanyaan dikembalikan kepada peneliti
atau penyidik untuk diperbaiki atau diisi kembali (Nasir, 2003:348).
[definisi]Efektifitas/Makna dari efektifitas itu sendiri adalah ketepatgunaan, hasil guna,
menunjang tujuan (Partanto dan al-Barry, 128).
[definisi]Eksposisi merupakan tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan
informasi tentang sesuatu (Semi, 1993:36).
[definisi]Energi atau tenaga adalah gerak dari alat-alat kerja yang dipergunakan dalam
proses transformasi atau semua operasi yang terjadi dalam transformasi (Mudyahardjo,
2001:44).
[definisi]Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-
dalamnya, yang berkaitan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan
hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar
(Roestiyah N.K. dalam Djamarah & Zain, 2006:50).
[definisi]Evaluasi adalah penilaian, yang merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat
efektifitas dan efesiensi program kagiatan-kegiatan organisasi dalam kaitannya denga
tujuan yang telah ditetapkan dan ketetapan-ketetapan lain yang dijadikan pedoman
oleh organisasi yang bersangkutan. Evaluasi juga merupakan kegiatan pengambilan
keputusan untuk menetukan apakah sesuatu organisasi itu telah berjalan dengan baik
melalui kegiatan yang telah diwujudkan (Ahmadi dan Rohan, 1991:41).
[definisi]Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu rangkaian keputusan yang mengukur
secara terus menerus dan sistematis keefektifan seluruh program bimbingan (Donald G.
and Allen, 1996:417).
[definisi]Evaluasi merupakan pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam
hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Tyler (1950) dalam Arikunto,
2001:3).
[definisi]Evaluasi merupakan proses penentuan pencapaian tujuan pembelajaran yang
telah dikuasai siswa (Gronlund, 1973:21).
[definisi]Evaluasi program adalah kumpulan data yang tersusun secara sistematik dan
kegiatan analisis yang dipergunakan untuk menjelaskan nilai dari suatu program untuk
membantu manajemen, perencanaan program, latihan staf, pertanggung jawaban
publik, dan promosi. Kegiatan evaluasi membuat keputusan yang masuk akal mungkin
tentang kemajuan, keefektifan, kecukupan, efisiensi, dan perbandingan nilai
pilihanpilihan program (Hagedon, et al. (1976:3) dalam Gibson dan Mitchell 1981:374-
375).
[definisi]Evaluasi/Arti dari Evaluasi adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan, dan
penentuan nilai (Partanto & al-Barry, 1994:163).
[definisi]Gambar/foto adalah media reproduksi bentuk asli dalam dua dimensi. Foto ini
merupakan alat visual yang efektif karena dapat divisualisasikan sesuatu yang akan
dijelaskan dengan lebih konkrit dan realistis (Asnawir & Usman, 2002:47).
[definisi]Generalisasi induktif yaitu proses penalaran memperoleh kesimpulan umum
berdasarkan data empiris (hurter dan Pierce dalam Sumarmo, 1987: 41).
[definisi]Generalisasi/Bahwa generalisasi menyatakan pola, menentukan
struktur/data/gambaran/suku berikutnya dan memformulasikan keumuman secara
simbolis (Trisnadi, 2006:11).
[definisi]Generalisasi/bahwa membuat generalisasi adalah membuat perkiraan atau
terkaan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui
contoh-contoh khusus (Ruseffendi, 1991:267).
[definisi]Generalisasi/Penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum
dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi (Soekadijo,
1999:134).
[definisi]Grafik adalah gambar sederhana yang disusun menurut prinsip matematika,
dengan menggunakan data berupa angka-angka (Asnawir & Usman, 2002:38).
[definisi]Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik
(Jamarah, 2000:55).
[definisi]Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menegah (Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
[definisi]Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap
pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik disekolah
ataupun diluar sekolah (N. A. Ametembun dalam Djamarah, 2000:32).
[definisi]Guru adalah tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, dalam arti
mengembangkan ranah cipta, rasa dan karsa siswa sebagai implementasi konsep ideal
mendidik (Syah, Muhibbin, 2008:256).
[definisi]Guru adalah tenaga professional, yang karena tugas kependidikannya berkaitan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka harus tanggap atas
keadaan pribadi maupun keadaan masyarakat (Drost, 1998: 48).
[definisi]Guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang
bijaksana, pencetak para tokoh dan pemimpin ummat (Isa, 1994:64).
[definisi]Guru dalam bahasa jawa adalah seorang yang harus digugu dan ditiru oleh
semua muridnya. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya
senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu
pengetahuan yang datangnya dari sang guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang
tidak perlu dibuktikan dan diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru yang artinya
seorang guru menjadi suri tauladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berfikir, cara
bicara, hingga cara berperilaku sehari-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan
ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid
(Nurdin, 2008:17).
[definisi]Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai
guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik
dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya (Kunandar,
2007:46-47).
[definisi]Guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan
guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah
berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar (Hamalik, 2006:27).
[definisi]Guru profesional/Menurut Moh Uzer Usman bahwa guru profesional adalah
orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga
ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal
(Usman. 2006:15).
[definisi]Hadiah (reward) adalah bentuk penghargaan yang diberikan oleh guru atas
keberhasilan siswa dalam melakukan sesuatu (Mahmud, 1998:58).
[definisi]Hadiah (reward) merupakan salah satu cara menumbuhkan motivasi berprestasi
(Sardiman, 2002:89).
[definisi]Hasil belajar adalah hasil yang telah diperoleh siswa dari pengalaman-
pengalaman atau latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran yang berupa
keterampilan kognitif, afektif dan psikomotorik (Dimyati dan Mudjiono 2006:55).
[definisi]Hasil belajar adalah keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan
(inputs) (Romiszowski dalam Abdurrahman, 2009:38).
[definisi]Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah peserta
didik menerima pengalaman belajar (Sugono, 2008:23).
[definisi]Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008:22).
[definisi]Hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemrosesan berbagai masukan
yang berupa informasi (Romizowski, Keller dalam Abdurrahman, 2009:38).
[definisi]Hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku baik afektif, kognitif, maupun
psikomotor (Sudjana, 2001:22).
[definisi]Hipotesis adalah pernyataan mengenai sesuatu hal yang harus diuji
kebenarannya/dugaan sementara (Djarwanto dan Subagyo, 1996:183).
[definisi]Hipotesis berasa dari penggalan kata “hypo” yang artinya di bawah dan “Thesa”
yang artinya kebenaran. Jadi hipotesis adalah anggapan dasar mengenai suatu teori
yang bersifat sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji di bawah kebenaran
(Arikunto, 2005:1080).
[definisi]Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2002:64).
[definisi]Humas adalah kegiatan public relation, yang dilakukan dengan cara
mempublikasikan kegiatan organisasi kerja yang patut diketahui pihak luar secara luas.
Dan kegiatannya dengan menyebarluaskan informasi dan memberikan penerangan-
penerangan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya dikalangan
masyarakat (Nawawi, 1993:25).
[definisi]Humas adalah kegiatan public relation, yang dilakukan dengan cara
mempublikasikan kegiatan organisasi kerja yang patut diketahui pihak luar secara luas.
Dan kegiatannya dengan menyebarluaskan informasi dan memberikan penerangan-
penerangan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya dikalangan
masyarakat (Nawawi, 1993:97).
[definisi]Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan (Partanto & Al Barry,
1994:247).
[definisi]Informasi adalah keterangan yang disampaikan kepada pihak lain
(Mudyahardjo, 2001:43).
[definisi]Informasi operasional adalah keterangan tentang bahan-bahan yang
dipergunakan untuk memproses bahan olahan (Mudyahardjo, 2001:44).
[definisi]Informasi produk adalah keterangan tentang bahan olahan, bahan yang akan
diproses menjadi suatu produk (Mudyahardjo, 2001: 43).
[definisi]Istilah kinerja berasal dari kata “Job Performance“ atau “Actual Performance“
yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Kinerja
merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya
(Mangkunegoro, 2004:67).
[definisi]Istilah konseling (conseling) diaartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan
dalam kegiataan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang
lebih tepat adalah konseling karena kegiatan kegiatan konseling ini sifatnya lebih
khusus, tidak sama dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan dalam bidang pertanian dan
penyuluhan dalam keluarga berancana. Untuk menekankan kekhususannya itulah maka
dipakai istilah Bimbingan dan Konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian
khusus, sehinngga tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu
memberikan jenis layanan konseling ini (Winkel (1978) dalam Soetjipto dan Kosasi,
2009:63).
[definisi]Istilah pembelajaran sama dengan “instruction” atau pengajaran, yang berarti:
cara, perbuatan atau mengajarkan. Pengajaran berarti perbuatan belajar (oleh siswa) dan
mengajar (oleh guru). Selanjutnya pembelajaran dapat pula diartikan sebagai usaha
untuk memberi stimulus kepada siswa agar menimbulkan respon yang tepat seperti
yang digunakan, atau biasa juga dikatakan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara
sadar dan disengaja oleh guru untuk membuata siswa belajar dengan jalan
mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan belajar mengajar (Gino, Suwarni,
Suripto H.S, Maryanto, dan Sutijan, 1998:30).
[definisi]Jajar genjang adalah segiempat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan
sama panjang. Jajar genjang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) Sisi yang
berhadapan sama panjang dan sejajar. (b) Sudut-sudut yang berhadapan adalah sama
besar. (c) Jumlah dua sudut yang berdekatan adalah 1800. (d) Diagonal-diagonalnya
saling membagi dua sama panjang (Raharjanto, 2010:73).
[definisi]Kalimat terbuka adalah kalimat yang belum dapat ditentukan benar atau
salahnya karena masih memuat variabel (Aminulhayat, 2004:119).
[definisi]Karya tulis ilmiah adalah kegiatan penuangan atau lapangan atau gagasan
pemikiran ke dalam bentuk karangan dengan mengikuti aturan dan metode ilmu
pengetahuan. Sehingga menghasilkan informasi ilmiah yang dapat didiskusikan dan
disebarluaskan kepada masyarakat pendidikan serta di dokumentasikan diperpustakaan
sekolah (Depag, 2001:30).
[definisi]Kebijakan (wisdom) adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda
dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang
dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku (Imran, 2008:17).
[definisi]Kebijakan adalah ”wisdom” sedangkan kebiksanaan adalah ”policy” (Imran,
2008:1).
[definisi]Kebijakan adalah seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta peratutan-
peraturan yang membimbing sesuatu organisasi. Dengan demikian kebijakan mencakup
keseluruhan petunjuk organisasi (Murphy dalam Syafaruddin, 2008:2).
[definisi]Kegiatan manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai
kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa
pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah, sehingga waktu dan dana yang tersedia
dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan kelas yang berkaitan
dengan kurikulum dan perkembangan murid (Hadari Nawawi dalam Djamrarah dan
Zain, 2006:177).
[definisi]Kepala sekolah adalah jabatan tertinggi di sekolah, sehingga berperan sebagai
pemimpin sekolah dan dalam struktur organisasi sekolah ia ditempatkan pada tempat
yang paling tinggi (Subroto, 1994:7).
[definisi]Kepala sekolah adalah manajer pendidikan yang mewujudkan pendayagunaan
setiap personil secara tepat agar mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal
untuk memperoleh hasil sebaik-baiknya, baik dari segi jumlah maupun dari segi mutu
dan proses belajar mengajar (Nawawi, 1996:90).
[definisi]Kepala sekolah adalah orang atau guru yang memimpin suatu sekolah (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1997: 480).
[definisi]Kepemimpinan adalah suatu proses di mana individu mempengaruhi kelompok
untuk mencapai tujuan umum (Northouse, 2003:3).
[definisi]Kepemimpinan berarti kemampuan menggerakkan memberikan motivasi dan
mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah
pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan
yang harus dilakukan (Nawawi, 1998: 81; Burhanuddin, 1994:63).
[definisi]Kepemimpinan merupakan suatu proses yang mengandung unsur
mempengaruhi, adanya kerjasama dan mengarah pada suatu hal dan tujuan bersama
dalam sebuah organisasi (Arifin, 2004:23).
[definisi]Kepemimpinan pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses kegiatan usaha
mempengaruhi, menggerakkan, dan mengkoordinasikan personal di lingkungan
pendidikan pada situasi tertentu agar mereka melalui kerjasama mau bekerja dengan
penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapainya demi tercapainya tujuan pendidikan
yang telah dirumuskan (Rohani, 1991:88).
[definisi]Kepemimpinan pendidikan merupakan suatu proses mempengaruhi,
mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungan dengan
pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran agar
kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif demi mencapai
tujuan-tujuan pendidikan dan pembelajaran (Soetopo et al., 1984:4).
[definisi]Kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses mempengaruhi dan
menetukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, dan
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Rivai, 2003:2).
[definisi]Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada
tugas-tugas bawahan. Pemimpin adalah seseorang yang menentukan pekerjaan beserta
mekanismenya, sedangkan staf hanya melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
dan keahliannya serta tugas dan perannya (Komariah, 2006:75).
[definisi]Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik
individu yang memberikan corak yang khas dalam caranya menyesuaikan diri dengan
lingkunganya (Gordon W. Alport dalam Baharuddin, 2007:210).
[definisi]Keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk menganalisis dan
mendiagnosa situasi rumit (Robbins, 2006:7).
[definisi]Keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasi,
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan membuat rencana (Kadarman dan
Udaya, 1996:9).
[definisi]Keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk menganalisis dan
mendiagnosa situasi rumit (Robbins, 2006:7).
[definisi]Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk membuat konsep, gagasan
demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut dijabarkan menjadi
suatu rencana kegiatan. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang
konkret itu sebagai proses perencanaan. Oleh karena itu, keterampilan konseptual
menciptakan kemampuan untuk membuat rencana kerja (Gitosudarmo dan Mulyono,
1999:26).
[definisi]Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk membuat konsep, gagasan
demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut dijabarkan menjadi
suatu rencana kegiatan. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang
konkret itu sebagai proses perencanaan. Oleh karena itu, keterampilan konseptual
menciptakan kemampuan untuk membuat rencana kerja (Gitosudarmo dan Mulyono,
1999:26).
[definisi]Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk menganalisis, menafsirkan,
dan memecah kan masalah-masalah (Winardi, 1993:12).
[definisi]Keterampilan personal adalah kemampuan atau keterampilan berkomunikasi
yang komunikatif dengan individu/manusia lainnya (Gitosudarmo dan Mulyono,
1999:26).
[definisi]Keterampilan personal adalah kemampuan bekerja sama, memahami, dan
memotivasi orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok Robbins, 2006: 6).
[definisi]Keterampilan personal adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain,
memahami orang lain, dan mendorong orang lain, baik secara perorangan maupun
kelompok agar dapat bekerja sama dengan anggota organisasi lainnya dan memimpin
kelompok kerjanya sendiri (Stoner, 1996:21).
[definisi]Keterampilan personal merupakan kemampuan untuk bekerja sama secara
efektif yang dilakukan oleh anggota dalam kelompok dan berusaha membangun
kerjasama tim, keterampilan personal meliputi kesadaran diri, komunikasi, motivasi,
dan memahami hakikat manusia secara individu maupun kelompok (Herbert, 1981:34).
[definisi]Keterampilan tehnikal adalah pengetahuan dan kemahiran dalam kegiatan-
kegiatan yang menyangkut metode, proses dan prosedur, hal itu termasuk bekerja
dengan alat-alat, dan supervisor harus memiliki kemampuan untuk mengajarkan
keterampilan tehnikal ini kepada bawahannya (Konntz, dkk. dalam Munfaat, 2001:26-
27).
[definisi]Ketrampilan teknis adalah kemampuan mengaplikasikan pengetahuan atau
keahlian khusus, sedangkan keterampilan personal adalah kemampuan bekerja sama,
memahami, dan memotivasi orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok,
adapun keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk menganalisis dan
mendiagnosis situasi rumit (Robbins, 2006:6-7)
[definisi]Kinerja identik dengan performance yaitu hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing- masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral etika
(Prawirosentono, 1999:2).
[definisi]Kinerja sebagai seperangkat
perilaku nyata yang ditunjukkan oleh seorang tenaga kependidikan pada
waktu ia sedang melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya
(Natawijaya, 1994:22).
[definisi]Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang di capai oleh seseorang atau
sekumpulan orang didalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Sentono
dalam Setiadi, 2001:31).
[definisi]Kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau
kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk
mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu (Tika, MP., 2006:121).
[definisi]Kinerja adalah prestasi kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. Kemampuan
melaksanakan tugas atau kinerja (performance) adalah sesuatu hal yang dapat
meningkatkan fungsi motivasi secara terus menerus. Dengan demikian, kinerja guru
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Rahardja, 2004:4).
[definisi]Kinerja atau unjuk kerja adalah proses perilaku konselor sehingga
menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan pekerjaan profesinya (Wibowo, 1998:5).
[definisi]Kinerja diartikan sebagai tingkah laku ketrampilan atau kemampuan seseorang
dalam menyelesaikan suatu kegiatan (As’ad, 2001:47).
[definisi]Kinerja merupakan hasil dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu
selama suatu periode waktu tertentu (Bernandin dan Russel dalam Sianipar, 2000:5).
[definisi]Kinerja sebagai catatan yang dihasilkan dari fungsi pekerjaan tertentu.
Kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang dicapai oleh seseorang atau
suatu organisasi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan- batasan
yang telah ditetapkan sebagai tujuan. Hal ini dapat dimaknai sebagai
kemampuan kerja yang dilihat dari tingkat pencapaian atau penyelesaian
tugas yang menjadi tanggungjawabnya, apakah sesuai dengan syarat yang telah
ditetapkan dari suatu bidang pekerjaannya (Bernadian dan Russel, 1993:41).
[definisi]Kinerja, jika dilihat dari asal katanya, adalah terjemahan dari kata performance,
yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, terbitan Amerika Serikat dan
Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “Entries” yaitu: (1)
melakukan, menjalankan, melaksanakan; (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban
kewajiban suatu niat atau nazar; (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung
jawab; dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin
(Mangkuprawira, 2007:1).
[definisi]Kinerja/Istilah kinerja berasal dari kata “Job Performance“ atau “Actual
Performance“ yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
seseorang. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai o leh
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunegoro, 2004:67).
[definisi]Kinerja/Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh
seseorang). Pengertian kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai yang melaksanakan tugasnya sesuai
denagn tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000:67).
[definisi]Komik adalah media yang mempunyai sifat sederhana, jelas, mudah dipahami.
Oleh sebab itu media komik dapat berfungsi sebagai media yang informatif dan edukatif
(Asnawir & Usman, 2002:55).
[definisi]Kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau
kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif (Usman, 1994:1).
[definisi]Kompetensi pedagogik adalah kemapuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir a dalam Mulyasa, 2008:75).
[definisi]Kompetensi sosial
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
d dalam Mulyasa, 2008:173).
[definisi]Kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan
kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada
kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan.
Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku
dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar
memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria
atau standar tertentu (Spencer & Spencer, 1993:9).
[definisi]Kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan (Syah, 2000:229).
[definisi]Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau
memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah,
dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak (Syah,
2000:230).
[definisi]Kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab
yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai
kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus
ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
teknologi maupun etika (Muhaimin, 2004:151).
[definisi]Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya
(McAhsan (1981:45) dalam Mulyasa, 2003:38).
[definisi]Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. (Standar Nasional
Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dalam Mulyasa, 2008:117).
[definisi]Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang pendidik dalam mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi: a. Kemampuan dalam memahami peserta
didik. b. Kemampuan dalam membuat perencanaan pembelajaran. c. Kemampuan
melaksanakan pembelajaran. d. Kemampuan dalam mengevaluasi hasil belajar. e.
Kemampuan dalam mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya (Yasin, 2008:73-75).
[definisi]Kompetensi Pedagogik/Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal
28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya (Mulyasa, 2008:75).
[definisi]Kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar
dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi
kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus
diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa
kebersamaan dengan sejawat guru lainnya (Surya, 2003:138).
[definisi]Kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dalam Mulyasa, 2008:175).
[definisi]Kompetensi sebagai kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai
tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu
dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan
mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan
keterampilan (Robbins, 2001:37).
[definisi]Kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Depdiknas, 2004:7).
[definisi]Kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap,
dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan (Finch & Crunkilton
(1979:222), dalam Mulyasa, 2003:38).
[definisi]Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi, bergaul dan bekerjasama secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, sesama tenaga kependidikan, dengan orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar (Yasin, 2006: 78-79).
[definisi]Kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar
berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk
keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial (Surya,
2003:138).
[definisi]Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: a. Berkomunikasi
lisan, tulisan, dan/atau isyarat. b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional. c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; dan d. Bergaul secara santun dengan
masyarakat sekitar (Wina, 2006: 20).
[definisi]Kompetensi Sosial/Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar (Mulyasa, 2008:173).
[definisi]Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami
sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
oleh klien (Prayitno, Erman Amti, 1999:104).
[definisi]Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana
yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dapat lebih baik
memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada
waktu itu dan pada waktu yang akan datang (James P. Adam yang dikutip oleh
Depdikbud (1976:19a) dalam Soetjipto dan Kosasi, 2009:63).
[definisi]Konseling adalah: bantuan yang diberikan kepada individu ddalam
memecahkan masalah kehiddupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang
sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya
(Bimo Walgito (1982: 11) dalam Soetjipto dan Kosasi, 2009: 3).
[definisi]Konselor adalah seorang ahli dalam bidang konseling, yang memiliki
kewenangan dan mandat secara profesional untuk melaksanakan kegiatan pelayanan
konseling” (Prayitno, 2004:6).
[definisi]Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan
pelayanan konseling pada bidang tugas pekerjaannya (Prayitno, 2004:3-4).
[definisi]Konselor sekolah adalah seorang tenaga profesional yang memperoleh
pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada
pelayanan Bimbingan dan Konseling” (Winkel, 2005:167).
[definisi]Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga
dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Kenyataannya
konsep dapat mempunyai tingkat generalisasi yang berbeda, semakin dekat konsep
pada realita, maka akan semakin mudah konsep tersebut diukur dan diartikan
(Singarimbun, 2001:45).
[definisi]Konsep adalah suatu ide atau gagasan abstrak yang memungkinkan seseorang
dapat mengaplikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa tertentu itu merupakan
contoh atau bukan contoh dari gagasan tersebut (Bell dalam Abidin, 2004:59).
[definisi]Konsep belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai
perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam siswa, melainkan
pemberian makna oleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara
pada pemutahkiran struktur kognitifnya Kegiatan belajar lebih dipandang dalam segi
prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas
(Budiningsih, 2008:58).
[definisi]Konsep diri adalah pendapat seseorang tentang dirinya sendiri atau
pemahaman seseorang tentang dirinya, baik menyangkut kemampuan mental mapun
fisik, prestasi mental maupun fisik, ataupun menyangkut segala sesuatu yang menjadi
miliknya bersifat material (William James dan Gilmore, Mudjiran, 2007:133).
[definisi]Konsep Matematika itu sendiri merupakan suatu ide abstrak yang
memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa serta
mengklasifikasikan apakah objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau
tidak termasuk ke dalam ide abstrak tersebut (Hudojo, 2005:20).
[definisi]Konsep merupakan dasar bagi proses- proses untuk memecahkan suatu
masalah. Konsep dalam matematika biasanya dijelaskan melalui definisi atau contoh-
contoh (Abidin, 2004:60).
[definisi]Konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan (Corey dalam Sagala,
2005:61).
[definisi]Kooperatif adalah adalah mengelompokkan siswa dalam kelas ke dalam suatu
kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut (Johnson dan
Johnson dalam Isjoni, 22).
[definisi]Kreatifitas adalah kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-
hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya (Munandar, 1999:33).
[definisi]Kreativitas adalah kemampuan untuk berkreasi dengan sebuah ideide yang
baru yang merupakan esensial dalam pemecahan masalah (Wena, 2009:138).
[definisi]Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang
harus dikerjakan dengan baik (Supranta, 1997:228).
[definisi]Kurikulum adalah sebuah pengetauhan, kegiatan-kegiatan atau pengalaman-
pengalaman belajar yang diatur secara sistematis metodis yang diterima anak untuk
mencapai suatu tujuan (Zuhairini dan Ghofir, 2004:28-30).
[definisi]Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU
No. 20 Tahun 2003).
[definisi]Kurikulum adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau
pengajaran, yang merupakan suatu rencana pendidikan dan memberikan pedoman serta
pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan (Sukmadinata,
2006:3-7).
[definisi]Kurikulum/Istilah kurikulum berasal dari kata Curriculum yang mempunyai arti
a curse of study in school or universty. Istilah kurikulum pada mulanya dipakai oleh
bangsa yunani dalam bidang atletik dengan pengertian jarak tempuh (Zuhairini dan
Ghofir, 2004:28-30).
[definisi]Laboratorium bahasa adalah alat untuk melatih siswa untuk mendengar dan
berbicara dalam bahasa asing dengan jalan menyajikan materi pelajaran yang disiapkan
sebelumnya. Dalam laboratorium bahasa siswa duduk sendiri-sendiri pada bilik akuistik
dan kotak suara yang telah tersedia (Asnawir & Usman, 2002:93).
[definisi]Layang-layang adalah segiempat yang dibentuk dari gabungan dua segitiga
sama kaki yang alasnya sama panjang dan berhimpitan. Layang-layang memiliki sifat-
sifat sebagai berikut: (a) Dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang. (b) Sepasang
sudut yang berhadapan sama besar. (c) Salah satu diagonalnya merupakan sumbu
simetri. (d) Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lainnya. (e)
Diagonalnya saling berpotongan tegak lurus (Raharjanto, 2010:74).
[definisi]Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap
suatu titik tertentu pada bidang datar. Titik tertentu itu disebut pusat lingkaran dan
jaraknya disebut jari-jari lingkaran (Junaidi dkk., 2006:166).
[definisi]Lingkungan adalah keseluruhan atau setiap aspek dan gejala fisik dan sosial
kultural yang memengaruhi individu. Kerja adalah aktifitas manusia baik fisik maupun
mental yang didasarkan adalah bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapatkan
kepuasan (As’ad, 2003:47).
[definisi]Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang
dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan (Alex S
Nitisemito dalam Nitiseminto S., 2000:183).
[definisi]Manajemen pendidikan diartikan sebagai upaya seseorang untuk mengerahkan
dan memberi kesempatan kepada orang lain untuk melaksanakan pekerjaan secara
efektif, dan menerima pertanggungjawaban pribadi untuk mencapai hasil yang
ditetapkan (Hestrop, 1975:168).
[definisi]Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
(James A.F. Stonner dalam Atmodiwirio, 2000:5).
[definisi]Manajemen adalah suatu proses dari pada pimpinan membimbing atau
memberikan fasilitas-fasilitas dari usaha-usaha orang-orang yang terorganisir di dalam
organisasi format guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Soenarko,
1986:4).
[definisi]Manajemen berarti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggerakan organisasi lainnya
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Stoner dalam Handoko,
1997:8).
[definisi]Manajemen ialah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak
berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Yang dimaksud
sumber disini ialah mencakup orang-orang, alat-alat media, bahan-bahan, uang dan
sarana. Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar terpusat dalam rangka
menyelesaikan tujuan (Pidarta, 2002:3).
[definisi]Manajemen kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan
memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan
dalam proses belajar mengajar (Usman, 2010:97).
[definisi]Manajemen kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat
terhadap problem dan situasi kelas. Guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan
memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan
kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada tugas-tugas individual (Made Pidarta
dalam Djamarah, 2000:172).
[definisi]Manajemen kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah
laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak
diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional yang
positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan
produktif (Mulyadi, 2009:4).
[definisi]Manajemen kelas adalah suatu upaya memberdayagunakan potensi kelas yang
ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan
pembelajaran (Djamarah, 2000:173).
[definisi]Manajemen kelas merupakan upaya mengelola siswa di dalam kelas yang
dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana/kondisi kelas yang
menunjang program pembelajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan
motivasi siswa untuk selalu ikut terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di
sekolah. Jadi manajemen kelas harus mengacu pada penciptaan suasana atau kondisi
kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat Pengelolaan kelas/belajar
dengan efektif (Mulyadi, 2009:2).
[definisi]Manajemen pendidikan adalah sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya
pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (Usman,7).
[definisi]Manajemen pendidikan adalah suatu aktifitas dalam memadukan sumber-
sumber pendidikan agar terpusat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan sebelumnya (Pidarta, 1988:3).
[definisi]Manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang
sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang
(Gaffar (1989) dalam Mulyasa, 2004:19-20).
[definisi]Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses
pengendalian kegiatan tersebut mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penggerakan (actualiting) dan pengawasan (controlling), sebagai suatu
proses untuk menjadikan visi menjadi aksi (E. Mulyasa (2004) dalam Mulyasa, 2005:7).
[definisi]Manajemen pendidikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber
pendidikan agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan
sebelumnya (Pidarta, 1988:4).
[definisi]Manajemen program pengajaran adalah keseluruahan progran pengajaran
proses penyelenggaraan kegiatan dibidang pengajaran yang bertujuan agar kegiatan
terlaksana secara efesien dan efektif. Manajemen kurikulum dan program pengajaran
mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum (Mulyasa,
2004:27).
[definisi]Manajemen/Kata Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu kata manus dan
agree yang berarti malakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere
yang artinya menangani. Managere diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam bentuk
kata kerja to manage, dengan kata benda dengan management, dan manager untuk
orang yang melakukan kegiatan Manajemen. Akhirnya Manajemen diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia menjadi Manajemen atau pengelolaan (Usman, 2006:3).
[definisi]Manajer adalah orang yang bertanggung jawab atas tugas-tugas bawahannya
dan mempunyai kekuasaan atas bawahannya (Atmodiwirio, 2000:104).
[definisi]Manajer adalah orang yang mengawasi kegiatan-kegiatan orang lain dan yang
bertanggung jawab atas pencapaian tujuan dalam organisasi tersebut (Robbins,
2006:4).
[definisi]Manajer adalah salah satu unsur organisasi yang bertanggung jawab atas
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang ditentukan (Kadarman dan Udaya,
1996:7).
[definisi]Masa pendidikan adalah jangka waktu berlangsungnya keseluruhan kegiatan
di sebuah satuan pendidikan atau keseluruhan kegiatan semua satuan-satuan
pendidikan (Mudyahardjo, 2001:66).
[definisi]Masalah adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang
mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban (Santyasa,
2005:10).
[definisi]Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang mampu diselesaikan
tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin (Ruseffendi, 1980: 216).
[definisi]Masalah sebagai suatu pertanyaan yang hanya jika seseorang tidak mempunyai
aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban
pertanyaan tersebut (Hudojo, 1979:157).
[definisi]Masukan adalah sumber-sumber yang ada dalam lingkungan atau suprasistem
yang masuk dalam sebuah sistem (Mudyahardjo, 2001:43).
[definisi]Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan ruangan, sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir (Johnson dan Myklebust dalam
Abdurrahman, 2009:252).
[definisi]Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang
logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas, dan akurat, respresentasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi (Johnson dan Rising
dalam Suherman, dkk, 2003:17).
[definisi]Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Di dalam
matematika terdapat alat berupa bahasa dengan simbol-simbol yang
kreatif, jadi kecerdasan dan ketelitian siswa dapat terasah dengan baik (Hudojo,
2005:35).
[definisi]Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena itu
matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan IPTEK (Hudojo, 2005:35).
[definisi]Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah
yang dihadapi manusia. Dan untuk menemukan jawaban atas segala masalah yang di
hadapinya, manusia akan menggunakan: 1) informasi yang berkaitan dengan masalah
yang dihadapinya, 2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran, 3)
kemampuan untuk menghitung, dan 4) kemampuan untuk mengingat dan
menggunakan hubungan-hubungan (Paling dalam Abdurrahman, 2009: 252).
[definisi]Matematika ialah sebagai berikut: 1) Matematika adalah cabang ilmu
pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. 2) Matematika adalah
pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 3) Matematika adalah pengetahuan
tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan. 4) Matematika adalah
pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. 5)
Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6) Matematika
adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (Soedjadi, 2000:11).
[definisi]Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-
bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan diantara hal itu
(Hudojo, 2005:103).
[definisi]Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang untuk belajar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat terangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi
(Sadiman, 1996:6).
[definisi]Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang untuk belajar (Gagne dalam Sadiman et al 1996:6).
[definisi]Media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Media adalah
kata jamak dari medium yang dalam arti umum dipakai untuk menunjukkan alat
komunikasi. Istilah ini menunjukkan segala sesuatu yang membawa atau menyalurkan
informasi antara sumber dan penerima, karena itu film, televisi, radio, rekaman, photo,
alat visual yang dipoyeksikan, barang cetakan, dan lain – lain sejenis itu adalah media
komunikasi untuk menyampaikan pesan, gagasan atau ide (Gerlach & Ely dalam Arsyad,
2002:3)
[definisi]Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar (Briggs (1970) dalam Sadiman, 1996:6).
[definisi]Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan
pesan atau informasi. Sedangkan menurut Heinich apabila dikaitkan dengan kegiatan
pembelajaran maka media dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan
dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar kepeserta didik
(Association Of Education And Communication Technology (AECT) dalam Uno,
2007:113).
[definisi]Media audio visual adalah jenis media yang selain mengandung unsur suara
juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat. Misalnya rekaman video, berbagai
rekaman film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih
baik dan lebih menarik (Sanjaya, 2007:172).
[definisi]Media audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan
perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi), meliputi media yang
dapat dilihat, didengar dan yang dapat dilihat dan didengar (Rohani, 1997:97).
[definisi]Media pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena
berfungsi membantu dan memperagakan sesuatu dalam proses pembelajaran
(Notoamodjo, 2003:71).
[definisi]Media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai
perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi
dalam mencapai tujuan pengajaran (Sanaky, 2009:4).
[definisi]Media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk
mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan
sebagainya. Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan
diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran (Rossi dan Breidle
dalam Sanjaya, 2007:163).
[definisi]Media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan atau informasi yang
dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Briggs mendefenisikan media
pembelajaran sebagai sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran
(Schramm dalam Suwarna, 2005:128).
[definisi]Media pembelajaran sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat,
didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik
dalam kegiatan belajar mengajar, dapat dipengaruhi efektifitas program instruksional
(Education Association (NEA) dalam Asnawir, 2002:11).
[definisi]Media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam
rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah (Hamalik, 1994:12).
[definisi]Media pengajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan , perhatian
dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar (Ibrahim &
Syaodih, 2003:112).
[definisi]Media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca
atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan
belajar mengajar, dapat dipengaruhi efektifitas program instruksional (Education
Association (NEA) Asnawir & Usman, 2002:11).
[definisi]Media secara harpiah adalah “perantara atau pengantar”. Pengertian media
sebagai sumber belajar adalah “Manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan
anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan (Djamarah dan Zein, 1996:136).
[definisi]Media Video cassette adalah sistem penyimpanan dan rekaman video di mana
signal audio visual direkam pada disk plastik, bukan pada pita magnetic (Arsyad,
2002:36 ).
[definisi]Media/Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
tenga, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media berarti perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam pengertian ini, guru,
buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Dalam proses belajar mengajar,
media cenderung didefinisikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis
untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal
(Arsyad, 2008:3).
[definisi]Memahami diartikan sebagai usaha merenggut makna secara jelas dan lengkap
terhadap apa yang telah dijelaskan. Pemahaman menurut Gilmore juga merupakan
kemampuan merenggut makna dan atau kemampuan untuk memprediksi, sebagai tugas
yang amat sulit (Tyler dalam Awalya, 1995:31).
[definisi]Membuat tabulasi tidak lain adalah memasukkan data kedalam tabel-tabel, dan
mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori
(Nasir, 2003:355).
[definisi]Mengajar adalah mengusahakan terciptanya suatu situasi yang memungkinkan
berlangsungnya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen
yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi
yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam
hubungan sosial tertentu, bentuk kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana
belajar-mengajar yang tersedia (Arifin, 1970:85).
[definisi]Mengajar adalah menyediakan kondisi optimal yang merangsang serta
mengerahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku
maupun pertumbuhan sebagai pribadi (Raka Joni dalam Sardiman , 2003:54).
[definisi]Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi
kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang
telah dirumuskan (Ali, 1996:12).
[definisi]Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar
(Nasution, 1967:15).
[definisi]Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya da menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses
belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif
untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa (Sardiman, 2003:45).
[definisi]Mengajar dilukiskan sebagai suatu proses interaksi antara guru dan siswa
dimana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran (Hudojo, 2005: 71).
[definisi]Mengajar yaitu proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada di
sekitar siswa sehingga dapat menimbulkan atau mendorong siswa melakukan proses
belajarnya. (Sudjana 1997:15-16).
[definisi]Mengkode jawaban adalah menaruh angka pada tiap jawaban atau kode
tertentu sehingga lebih mudah dan sederhana (Nasir, 2003: 348).
[definisi]Metode adalah a way in achieving something, dengan kata lain metode adalah
cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi (Sanjaya, 2007: 127).
[definisi]Metode adalah cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk
mencapai tujuan tertentu. Metode merupakan cara pelaksanaan kegiatan dalam
mencapai tujuan yaitu tujuan pembelajaran (T. Raka Joni dalam Soli Abimanyu, 2008: 2-
5).
[definisi]Metode adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan (Nawawi,
2005: 4).
[definisi]Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal (Sanjaya, 2007: 147).
[definisi]Metode adalah cara yang dipilih untuk mencapai tujuan tertentu (Saliwangi,
1994: 4).
[definisi]Metode adalah cara yang diterapkan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam keadaan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal (Sanjaya, 2006:145).
[definisi]Metode adalah cara-cara yang ditempuh untuk mencapai suatu hasil yang
memuaskan (Sunaryo, 1995: 73).
[definisi]Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui/dipergunakan untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks pendidikan, metode
adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mentransformasikan isi atau bahan
pendidikan dari guru kepada peserta didik (Yasin, 2008: 1131).
[definisi]Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui/dipergunakan untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks pendidikan, metode
adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mentransformasikan isi atau bahan
pendidikan dari guru kepada peserta didik (Yasin, 2008: 131).
[definisi]Metode ceramah adalah .teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah
lazim disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara
penyampaian bahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan (M. Basyiruddin
Usman dalam Usman, 2002: 34).
[definisi]Metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan
cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai (Arief, 2002: 135-136).
[definisi]Metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran secara lisan
oleh guru di depan kelas atau kelompok (Sholahuddin, 1986: 43).
[definisi]Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya
mengikuti secara pasif (Syah, 2002: 203).
[definisi]Metode demonstrasi adalah cara yang digunakan dalam penyajian pelajaran
dengan cara meragakan bagaimana membuat, mempergunakan serta mempraktekan
suatu benda atau alat baik asli maupun tiruan atau bagaimana mengerjakan sesuatu
perbuatan atau tindakan yang mana dalam meragakan disertai dengan penjelasan lisan
(Syah, 2007: 152).
[definisi]Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung
maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang disajikan (Syah, 2002: 208).
[definisi]Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan
sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelaja ran
(Djamarah, 1997: 102).
[definisi]Metode deskriptif dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek/subjek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarkat) pada masa sekarang berdasarkan fakta yang ada (Hadi,
1997: 200).
[definisi]Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan
memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi
kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation) (Syah, 2002:
205).
[definisi]Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengutip
sumber catatan yang telah ada. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturanperaturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2002:
135).
[definisi]Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada guru (teacher centered approach) (Wina Sanjaya, 2008: 179).
[definisi]Metode interview merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakapdan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada peneliti
(Mardalis, 2006: 64).
[definisi]Metode karyawisata merupakan metode penyampaian materi dengan cara
membawa langsung anak ke objek di luar kelas atau lingkungan kehidupan nyata agar
siswa dapat mengamati atau mengalami secara langsung. Metode ini menjadikan bahan
yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di
masyarakat (Djamarah (1997: 105-106).
[definisi]Metode latihan merupakan metode penyampaian materi melalui upaya
penanaman terhadap kebiasaa-kebiasaan tertentu. Melalui penanaman terhadap
kebiasaan-kebiasaan tertentu ini diharapkan siswa dapat menyerap materi secara lebih
optimal (Djamarah, 1997: 108).
[definisi]Metode mengajar cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan
kelas pada umumnya atau menyajukan pelajaran pada khususnya (Sagala, 2006: 169).
[definisi]Metode mengajar cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan
kelas pada umumnya atau menyajikan pelajaran pada khususnya (Sagala, 2006:169).
[definisi]Metode mengajar merupakan caracara yang digunakan guru untuk
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan. Dalam kegiatan
mengajar makin tepat metode yang digunakan maka makin efektif dan efisien kegiatan
mengajar yang dilakukan antara guru dan siswa pada akhirnya akan menunjang dan
mengantarkan keberhasilan belajar siswa dan keberhasilan mengajar yang dilakukan
oleh guru (Syah, Darwin (2007:133).
[definisi]Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan,
misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknik serta
alat-alat tertentu (Surakhmad, 1990:131).
[definisi]Metode merupakan teknik atau cara yang harus dilalui untuk melakukan suatu
pekerjaan dalam rangka mencapai suatu tujuan (Roestiyah, 1998: 1).
[definisi]Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (Nana Sudjana yang
dikutip Syah, 2007: 133).
[definisi]Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam
mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada
khususnya (Sagala, S., 2003:169).
[definisi]Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik
perorangan atau kelompok untuk melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri suatu yang dipelajari (Djamarah, 2006: 95).
[definisi]Metode proyek merupakan metode pembelajaran berupa penyajian pelajaran
yang bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya dibahas dari berbagai sisi yang
relevan sehingga diperolah pemecahan secara menyeluruh dan bermakna. Prinsip
metode ini adalah membahas suatu materi pembelajaran ditinjau dari sudut pandang
pelajaran lain. Metode ini dapat memantapkan pengetahuan yang diperoleh anak didik,
menyalurkan minat dan melatih siswa menganalisis suatu materi dengan wawasan yang
luas (Djamarah, 1997: 94).
[definisi]Metode resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru menmberikan
tugas tertentu agar siswa melalukan kegiatan belajar. Kelebihan metode resitasi sebagai
berikut : a) Membina tanggung jawab dan disipilin siswa. b) Dapat mengembangkan
kreativitas siswa. c) Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru
(Djamarah, 2006: 98).
[definisi]Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani “Metados” kata
ini terdiri dari dua suku kata yaitu: “Metha” yang berarti melalui atau melewati dan
“Hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk
mencapai tujuan.10 Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia “Metode” adalah cara yang teratur dan berp ikir baik untuk mencapai
maksud. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui
untuk menyajikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan pelajaran (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995: 52).
[definisi]Metode simulasi merupakan cara penyajian pelajaran dengan menggunakan
situasi tiruan dalam proses belajar mengajar untuk memperoleh suatu pemahaman
tentang hakikat suatu konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu (Suyatno dkk, 2008:
32).
[definisi]Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa tetapi dapat pula dari
siswa kepada guru. Penggunaan metode ini mengembangkan keterampilan mengamati,
menginterpretasi, mengklasifikasi, membuat kesimpulan, menerapkan dan
mengomunikasikan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memotivasi anak
mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran (Djamarah, 1997: 107).
[definisi]Metode wawancara menurut Moh. Nazir adalah: “Proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
anatara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan Ingterviw Guide (Pedoman wawancara) (Nazir, 1988:
234).
[definisi]Metodologi adalah tata cara memudahkan sehingga dalam proses belajar-
mengajar perlu dicapai dan dikembangkan oleh guru (Nababan, 1993: 3).
[definisi]Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik
pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu (Winkel,
1996: 24).
[definisi]Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada sesuatu hal atau
aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Pernyataan tersebut mengidentifikasikan bahwa
orang yang berminat akan ada rasa tertarik. Tertarik dalam hal tersebut merupakan
wujud dari rasa senang pada sesuatu (Djaali, 2007:121).
[definisi]Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktifitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 1988:182).
[definisi]Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu (Syah, Muhibbin, 2004:151).
[definisi]Minat berarti kecenderungan yang menetap dan mengenang beberapa aktivitas.
Seseorang yang berminat terhadap aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara
konsisten dengan rasa senang (Djamarah, 2008:166).
[definisi]Minat merupakan kesadaran seseorang terhadap suatu obyek, seseorang, soal
atau situasi yang bersangkutan dengan dirinya (Witherington dalam Buchori, 1991:135).
[definisi]Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan
apa yang mereka inginkan, semakin kuat keinginanya semakin kuat dan bertahan minat
tersebut (Hurlock, 1990:114).
[definisi]Minat sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan terus-menerus
yang disertai rasa senang. Beberapa pendapat di atas menunjukkan adanya unsur
perasaan senang yang menyertai minat seseorang (Slameto, 1995:57).
[definisi]Minat sebagai sesuatu pemusatan perhatian yang tidak sengaja yang terlahir
dengan penuh kemauannya dan tergantung dari bakat dan lingkungannya. Pernyataan
tersebut menjelaskan bahwa minat merupakan pemusatan perhatian (Sujanto (2004:92)
[definisi]Minat/Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi seseorang terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualits pencapaian hasil
belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu (Syah, 1999:136).
[definisi]Minat/Secara sederhana minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan
untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktifitas atau situasi yang
menjadi obyek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang (Shaleh & Wahab,
2004:262-263).
[definisi]Motif adalah segala daya yang mendorog seseorang untuk melakukan sesuatu
(S. Nasution, 1995:73).
[definisi]Motif/Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 1990:73).
[definisi]Motivasi adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif, motif menjadi aktif
pada saat tertentu, bahkan kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau
dihayati (Winkel, 1986:71).
[definisi]Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang, yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitasaktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan, jadi motif bukanlah
hal yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan karena adanya sesuatu
yang kita saksikan (Suryabrata, 1998:78).
[definisi]Motivasi adalah kebutuhan pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan
(Reksohadiprojo dan Handoko, 2000:252).
[definisi]Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang
menimbulkan dan mengarahkan perilaku, untuk mendorong pegawai supaya
berprestasi diperlukan pula motivasi inspirasional (Gibson, 1996:185).
[definisi]Motivasi adalah keseluruh proses pemberian motif bekerja kepada bawahannya
sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan iklas demi tercapainya tujuan
organisasi (Siagian, 1992: 47).
[definisi]Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi
yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi
ketidak seimbangan (Sedarmayanti, 2001: 45).
[definisi]Motivasi adalah merupakan sesuatu kekuatan penggerakan dalam perilaku
individu baik yang akan menentukan arah maupun daya tahan (peristence) tiap perilaku
manusia yang didalamnya terkandung pula unsur-unsur emosional insane yang
bersangkutan (Surjono trimo dalam Rusyan, 1989: 98).
[definisi]Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerjasama dengan efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan,2003: 95).
[definisi]Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala
upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 1999: 65).
[definisi]Motivasi adalah penggerak tingkah laku kearah suatu tujuan dengan didasari
adanya suatu kebutuhan (Rusyan, dkk. 1994:99).
[definisi]Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Frederik J. MC. Donald dalam Rusyan,
1989:98).
[definisi]Motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang
menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan (Sabri, 2001:90).
[definisi]Motivasi adalah sesuatu yang memulai gerakan, sesuatu yang membuat orang
bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu (Armstrong, 1994:174).
[definisi]Motivasi adalah suatu keadaan yang melatarbelakangi individu untuk mencapai
tujuan tertentu. Batasan pengertian ini memandang motivasi dari sudut kepentingan
individual (Wexley dan Yuki, 1992:113)
[definisi]Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk
memuaskan kebutuhannya (misalnya: rasa lapar, haus dan bermasyarakat) (Wayne F.
Cascio dalam Hasibuan, 2003:95).
[definisi]Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan
motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam drii individu yang mendorong
tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Rohani,
2004:11).
[definisi]Motivasi adalah usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan
yang ingin di kehendaki atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya
(Poerwadarminta, 1995:85).
[definisi]Motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia
tidak suka, maka akan berusaha untuk menjadikan atau mengelakkan perasaan tidak
suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi itu adalah di
dalam seseorang (Sardiman, 2001:3).
[definisi]Motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau
tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (Poerwadarminto,
1995:705).
[definisi]Motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
individu untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Suryabrata,
1984: 70).
[definisi]Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya, karena
adanya perangsang dari luar (Sardiman, 1988: 90).
[definisi]Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari
luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, tingkatan hadiah, medali, dan
persaingan yang bersifat negative ialah sarcasm, ridicule, dan hukuman (Hamalik, 2007:
162-163).
[definisi]Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang disebabkan oleh faktorfaktor dari luar
situasi belajar seperti angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan
persaingan. Yang bersifat negative adalah sindiran tajam, cemoohan, dan hukuman.
Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pengajaran di sekolah tidak semuanya
menarik minat peserta didik atau sesuai dengan kebutuhannya (Rusyan, 1994: 120-
121).
[definisi]Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar
situasi belajar seperti angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan
persaingan. Yang bersifat negative adalah sindiran tajam, cemoohan, dan hukuman.
Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pengajaran di sekolah tidak semuanya
menarik minat peserta didik atau sesuai dengan kebutuhannya (Rusyan, dkk, 1994:
120-121).
[definisi]Motivasi ialah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku
manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung keinginan yang
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku
individu belajar (Biggs dan Tufler yang dikutip dari Sutama, 2000:36).
[definisi]Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok
daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Syah, 2008: 136).
[definisi]Motivasi ialah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada
dalam diri siswa yang memulai dan mengarahkan perilaku” (Gibson, 1995: 94).
[definisi]Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar (Muhibbinsyah, 2002: 136).
[definisi]Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari luar tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat dorongan untuk
melakukan sesuatu, model sebagai strategi pengajaran, model sebagai alat pencapai
tujuan (Djamarah, 2002: 82-84).
[definisi]Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau
motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar, misalnya: ingin memahami
suatu konsep, ingin memperoleh pengetahuan dan sebagainya (Sabri, 1996: 85).
[definisi]Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan
memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa. Motivasi ini sering juga disebut motivasi
murni, motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri anak sendiri. Misalnya
keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi, menyenangi
kehidupan dan keinginan diterima orang lain. Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh
dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna
dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau hadiah atau sejenisnya
tidak diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan siswa bekerja atau belajar untuk
mendapatkan pujian atau hadiah itu (Hamalik, 2007: 162).
[definisi]Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan
memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa. Motivasi ini sering juga disebut motivasi
murni, motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri anak sendiri. Misalnya
keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi, menyenangi
kehidupan dan keinginan diterima orang lain. Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh
dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna
dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau hadiah atau sejenisnya
tidak diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan siswa bekerja atau belajar untuk
mendapatkan pujian atau hadiah itu (Hamalik, 2007:162).
[definisi]Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Amirullah dkk,
2002: 146).
[definisi]Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerjanya
(Mangkunegoro, 2000:93-94).
[definisi]Motivasi merupakan dorongan yang terbentuk di dalam individu, tetapi
munculnya motivasi yang kuat atau lemah, dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar.
Artinya, motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan dari
luar individu (Majid, 2008: 131).
[definisi]Motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan,
motivasi yang diberikan bisa menjadi dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan
motivasi negatif (Reksohadiprodjo, 1990: 79).
[definisi]Motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam
pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk
memuaskan beberapa kebutuhan individu (Stephen P.Robbins dalam Hasibuan, 2003:
96).
[definisi]Muallim/Kata mu’allim berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap
hakikat sesuatu. Dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah .
Jadi, seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, dan berusaha
membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya (Muhaimin, 2005: 44-45).
[definisi]Narasi merupakan bentuk tulisan yang bertujuan menceritakan rangkaian
peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan karangan dan tulisan
yang bersifat menyejarah sesuatu berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu
(Semi, 1993:32).
[definisi]Nilai adalah realitas abstrak yang merupakan prinsip-prinsip yang menjadi
pedoman hidup seseorang (Kaswardi, 1993:20).
[definisi]Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem
kepercayaan di mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan (Ekosusilo, 2003:22).
[definisi]Nilai juga dapat didefinisikan sebagai ide-ide mendasar yang sesuai dengan
yang diinginkan, yang benar, dan yang baik oleh sebagian besar anggota organisasi.
Sekolah sebagai organisasi mempunyai nilai-nilai yang diyakini oleh anggota organisasi
yang termanifestasi pada cara berpikir, bertindak, dan menyikapi hal-hal yang terkait
dengan sekolah (Asrin, 2006:56).
[definisi]Observasi adalah pengamatan dan pencatatan objek dengan sistematika
fenomena yang diselidiki (Sukandas, 2002:6).
[definisi]Organisasi merupakan gabungan sekelompok orang yang terikat secara formal
dan hierarkis, serta bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya (Siagian, 20021:35).
[definisi]Organisasi sosial yaitu sebuah sistem yang terpadu dari kelompok-kelompok
psikologis yang saling berhubungan yang terbentuk untuk mencapai suatu tujuan yang
dirumuskan (misalnya: Negara, partai politik,perusahaan, dan sebagainya)
(Mudyahardjo, 2001:55).
[definisi]Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang tingkat efektivitas dan
produktivitasnya makin lama makin tinggi (Sondng P. Siagian dalam Syafaruddin,
2002:97).
[definisi]Pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill
dan pengetahuan (Good dalam Marzuki, 1992:5).
[definisi]Pemahaman adalah keadaan pengetahuan ketika informasi matematika baru
dihubungkan tepat dengan pengetahuan yang telah ada (Hiebert dalam Usman,
2001:11).
[definisi]Pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan,
menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan
yang diterimanya (Uno, 2007:140)
[definisi]Pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari (Hamzah,
2009:36).
[definisi]Pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang
telah dipelajari (Bloom dalam Abidin, 2004:57).
[definisi]Pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya
sendiri tentang pengetahuan yang diterimanya (Uno, 2007:140).
[definisi]Pemahaman konsep adalah pengetahuan yang berisi banyak hubungan atau
jaringan ide (Hiebert dan Lefevre (Walle, 2006:29).
[definisi]Pembelajaran adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu
yang belajar aktual maupun potensial. Perubahan itu pada hakikatnya adalah
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan
perubahan itu terjadi karena usaha (Sumadi Suryabrata, 1981:2).
[definisi]Pembelajaran adalah kata benda yang diceritakan sebagai proses, cara
menjadikan orang atau makhluk belajar (Poerwadarminto, 2007:17).
[definisi]Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar (Dimyati dan Mudjiono dalam Sagala, 2010:62).
[definisi]Pembelajaran adalah proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk
mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan
perbedaan yang dimiliki siswa (Sanjaya, 2005:78).
[definisi]Pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan
latihan (Djamarah, 1997:11).
[definisi]Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana memperoleh dan memproses
pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati, 1999:156).
[definisi]Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar. Dalam kegiatan pembelajaran memqang tidak dapat dilepaskan dari apa
yang dikatakan dengan belajar dan mengajar. Tujuan mengajar adalah agar
pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami oleh pesrta didik, karena pengajar yang
baik yaitu pengajar yang mampu membuat peserta didiknya paham pada materi (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2005:17).
[definisi]Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa (Gagne, Birggs, dan Wager dalam
Udin S Winata Putra, 2007:119).
[definisi]Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membuat
seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses
yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks
kegiatan belajar kegiatan. Dalam proses pembelajaran itu dikembangkan melalui pola
pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik
dalam proses pembelajaran (Sagala, 2007:64-65).
[definisi]Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk
mencapai tujuan belajar (Hamalik, 2003: 57).
[definisi]Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus
untuk menghasilkan respon terhadap situasi tertentu (Corey dalam Nyimas Aisyah,
2007:1.3).
[definisi]Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan (Corey dalam Sagala, 2005:61).
[definisi]Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayananterhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar
terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa (Suyitno,
2004:1).
[definisi]Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu system atau proses membelajarkan
subyek didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara
sistematis agar subyek didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif
dan efisien (Suprapto, 2003:9).
[definisi]Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang digunakan dengan
memberikan keterangan terlebih dahulu berupa definisi, prinsip dan konsep materi
pelajaran serta memberikan contoh soal dan pembahasannya dalam bentuk ceramah,
demonstrasi, tanya jawab dan penugasan (Sunarto, 2009:1).
[definisi]Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal
(Depdiknas, 2008:30).
[definisi]Pembelajaran generatif adalah suatu pembelajaran di mana peserta didik
belajar aktif berpartisipasi dalam proses mengkonstruksi makna dari informasi yang ada
di sekitarnya berdasarkan pengetahuan awal dan pengalaman yang dimiliki oleh peserta
didik (Osborne dan Wittrock dalam Sudyana, dkk, 2007:1080).
[definisi]Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan menggunakan kelompok
kecil, sehingga siswa dapat bekerjasama untuk memaksimalkan pembelajaran mereka
(Utomo, 2004:131).
[definisi]Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang secara sadar
dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, dan silih asuh antar sesama
siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata (Abdurrahman & Bintoro dalam
Nurhadi dkk, 2004:61).
[definisi]Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan
bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang
berinteraksi dengan sesama (Nurhadi 2003:60).
[definisi]Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada
peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Muhsetyo,
2006:03).
[definisi]Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivistik adalah
membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika
dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prinsip itu
terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru
(Hudojo, 2005:20).
[definisi]Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru (Sagala,
2006:61).
[definisi]Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik (Sagala, 2010: 61).
[definisi]Pembelajaran merupakan suatu proses sistematis melalui tahap rancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui
tahapan perancangan pembelajaran (Knirk dan Gustafson dalam Sagala, 2007:64).
[definisi]Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa
Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan
demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah
secara bermakna melalui pembelajaran (Warsita, 2008:265).
[definisi]Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa
Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan
demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah
secara bermakna melalui pembelajaran (Warsita, 2008:265).
[definisi]Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan sumber-
sumber belajar guna membantu siswa agar dapat belajar sesuatu dengan kebutuhan
dan minatnya. Dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran
diperlukan berbagai perangkat atau komponen seperti materi (bahan), cara (metode),
alat (sarana), dan untuk membuktikan tercapai tidaknya tujuan diperlukan kegiatan
evaluasi (Sardiman 1986:63).
[definisi]Pembelajaran pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran
dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan
disintesis dalam usaha mencari pemecahan/jawaban oleh siswa (Mbulu, 2001:52).
[definisi]Pembelajaran pemecahan masalah merupakan kegiatan seorang guru yang
membangkitkan siswa-siswanya agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru kemudian guru membimbing siswa untuk sampai pada
penyelesaian masalah (Hudojo, 2005: 124).
[definisi]-Pembelajaran sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1995: 2).
[definisi]Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self instruction
(dari internal) dan eksternal instructions (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat
eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teacing atau pengajaran. Dalam
pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan
menjadi prinsip-prinsip pembelajaran (Sugandi, dkk., 2004: 9).
[definisi]Pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan
masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha
mencari pemecahan/ jawaban oleh siswa (Mbulu, 2001: 52).
[definisi]Pemecahan masalah adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan
jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki
sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik
dan Rudnick (1996) dalam Santyasa, 2005: 10).
[definisi]Pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan
untuk menyelesaikan masalah tersebut (Hudojo, 1979:160).
[definisi]Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian dari masalah (Ruseffendi,
1980: 218).
[definisi]Pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas intelektual untuk mencari
penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang
sudah dimiliki (Rudianto, 2009: 24).
[definisi]Pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas intelektual untuk mencari
penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang
sudah dimiliki (Dahar, 1996: 190 dalam Rudianto, 2006: 23).
[definisi]Pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas intelektual untuk mencari
penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang
sudah dimiliki (Rudianto, 2009:24).
[definisi]Pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan manusia untuk menerapkan
konsep dan aturan yang diperoleh sebelumnya (Dahar, 1996: 190) dalam Rudianto,
2006:23).
[definisi]Pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu
kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak segera dicapai (Polya dalam
Roebyanto, dkk. 2009:23).
[definisi]Pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan
mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja dengan segera dapat dicapai (Polya dalam
Hudojo 1979:96).
[definisi]Pemimpin adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok
yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan (Usman, 2006:250).
[definisi]Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan
khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi
orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi
pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartono, 1990:20).
[definisi]Penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan
atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika (Jacobs dalam
Shadiq, 2004:6).
[definisi]Penalaran induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas
berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang
bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar
(Shadiq, 2004:4).
[definisi]Penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-
premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi (Soekadijo, 1999: 134).
[definisi]Penalaran/Istilah penalaran sebagai proses berpikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada
suatu kesimpulan (Keraf dalam Shadiq, 2004:2).
[definisi]Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang
digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi
tertentu (Muhibbinsyah, 2002:139).
[definisi]Pendekatan sistem adalah cara-cara berpikir dan bekerja yang menggunakan
konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam memecahkan masalah (Mudyahardjo,
2001:40).
[definisi]Pendidik adalah seseorang yang mempribadi (personifikasi pendidik), yaitu
mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isinya, tapi juga nilainya
(Noeng Muhadir dalam Toto, 2006:119).
[definisi]Pendidik/Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan islam
adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik
dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam (Samsul,
2002:41).
[definisi]Pendidikan adalah semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetauhan, pengalaman, kecakapan, serta keterampilan (orang
menamakan hal ini juga mengalihkan kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai
usaha untuk menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baikjasmani maupun
rohaniah (Soegarda Poerbakawatja dalam Zuhairini dkk. 1994:17).
[definisi]Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan teratur serta sistematis, yang
dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab, untuk mempengaruhi anak agar
mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita (Amin, 1992:1).
[definisi]Pendidikan agama adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama islam, serta menjadikanya sebagai jalan kehidupannya (Abd.
Rahman Saleh dalam Zuhairini, 1993:10).
[definisi]Pendidikan agama berarti usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam
membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran islam (Zuhairini, dkk.
1983: 27).
[definisi]Pendidikan agama islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum agama islam kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran
islam (Marimba, 1989: 23).
[definisi]Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya
setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan
agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat (Deajat, 1984: 82).
[definisi]Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh
peserta didik agar senantiasa dapat memahami agama Islam seluruhnya. Lalu
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam
sebagai pandangan hidup (Majid & Andatani, 2004: 130-131).
[definisi]Pendidikan agama islam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan
ajaran islam, agar terwujud atau tercapai kehidupan manusia yang makmur dan bahagia
(Zain, 1986: 3).
[definisi]Pendidikan Agama Islam/Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah upaya
sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam pengertian lain
menyatakan bahwa pendidikan agama berarti usaha untuk membimbing kea rah
pembentukan kepribadian peserta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka
hidup sesuai dengan ajaran Islam sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan di akhirat
(Zuhairini & Ghofir, 2004: 2).
[definisi]Pendidikan dalam bahasa arab berarti “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”. Kata
pengajaran dalam bahasa arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “’allama”.
Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya “tarbiyah wa ta’lim” sedangkan
pendidikan islam dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah islamiyah” (Darajat dkk, 2006:
25).
[definisi]Pendidikan formal/pendidikan disekolah yang teratur, sistematis mempunyai
jenjang yang dibagi-bagi dalam waktu tertentu yang langsung dari Taman Kanak-Kanak
sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan Informal: proses yang diperoleh dengan
pengalaman sehari-hari, dengan tidak sadar dari keluarga, tetangga, pekerja, hiburan,
pasar atau didalam pergaulan. Sehingga tergantung pada kemampuan yang ada yang
mereka miliki dengan demikian diharapkan dapat mengubah dirinya sendiri. Pendidikan
Non Formal : pendidikan luar sekolah sama bentuk pendidikannya yang diselenggarakan
dengan sengaja tertib, terarah dan berlaku diluar kegiatan persekolahan, sedangkan
pembagian jenjang formal menurut tingkatannya dapat dibagi sebagai berikut:
1). Pendidikan Pra-Sekolah, 2). Pendidikan Dasar Tingkat Sekolah Dasar, 3). Pendidikan
Menengah Tingkat Menengah Pertama, 4). Pendidikan Tinggi Tingkat Menengah Atas,
5). Pendidikan Tingkat Perguruan Tinggi (Philip H. Comb dalam Zakaria, 1981: 58).
[definisi]Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat yang
terjadi secara alamiah disebut sebagai pendidikan informal (UU SPN Nomor 20 Tahun
2003).
[definisi]Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak terstruktur yang berkenaan
dengan pengalaman sehari-hari yang tidak terencana dan tidak terorganisir (belajar
incidental). Jika pengalaman-pengalaman diinterpretasikan atau dijelaskan oleh orang-
orang yang lebih tua atau teman sejawat pengalaman itu merupakan pendidikan
informal (Kleis, 1973: 3-4).
[definisi]Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadiannya yang utama (Insan Kamil) (Marimba, 1989:19).
[definisi]Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan
yang lebih baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan
kemampuan dasr (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar) (M.
Arifin dalam Aat Syafaat, 2008:15-16).
[definisi]Pendidikan Islam adalah, pendidikan yang melatih perasaan murid-murid
dengan cinta begitu rupa, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan
pendekatan mereka-mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai spritual dan sadar akan nilai-nilai etis Islam (Ramayulis,
2008:20).
[definisi]Pendidikan Islam/Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
kepada term at-Tarbiyah, at-Ta.dib dan at-Ta.lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang
paling populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term at-tarbiyah,
sedangkan term at-ta.dib dan at-ta.lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah
tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam (Nizar, 2002:25).
[definisi]Pendidikan Islam/Sedangkan menurut istilah, pendidikan Islam adalah suatu
sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia
muslim baik duniawi maupun ukhrawi (Arifin, 1995:10).
[definisi]Pendidikan itu merupakan suatu proses membawa perubahan yang diinginkan
ke dalam perilaku manusia. Pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses
menanamkan atau memperoleh pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan melalui
pembelajaran atau studi (Dahama & Bhatnagar, 1980:3-4).
[definisi]Pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam yaitu upaya mendidikkan
agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan
dan sikap hidup) seseorang (Muhaimin, 2005:7-8).
[definisi]Pendidikan kejuruan adalah program pendidikan yang terorganisasi yang
berhubungan langsung dengan persiapan individu untuk bekerja mendapatkan upah
ataupun bekerja tanpa upah atau persiapan tambahan suatu karier yang memerlukan
(Thomas H. Arcy dalam Soeharto, 1998:2).
[definisi]Pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta
didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ditentukan. Pendidik,
peserta didik dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan.
Ketiganya membentuk suatu triangle, yang jika hilang salah satunya, maka hilang
pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian dalam situasi tertentu tugas guru dapat
diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti media teknologi, tetapi tidak dapat
digantikan. Mendidik adalah pekerjaan profesional. Oleh karena itu guru sebagai pelaku
utama pendidikan merupakan pendidik profesional (Nata, 2003:135).
[definisi]Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia,
terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian dan lain-lain
(Notoatmojo dalam Samsudin, 2003:10).
[definisi]Pendidikan nonformal merupakan usaha pendidikan yang disengaja yang
dilaksanakan di luar sistem persekolahan (Tight, 1983:6).
[definisi]Pendidikan sebagai proses timbal-balik dari tiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta. Pendidikan
merupakan pula perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi
manusia; moral, intelektual dan jasmani (panca indera), oleh dan untuk kepribadian
individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi menghimpun semua
aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (Brubacher, 1962:371).
[definisi]Pendidikan/Kalau secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani
“paedagogike” ini adalah majmuk yang terdiri dari kata “paes” yang berarti “anak” dan
kata “ago” yang berarti “aku memberikan bimbingan”. Jadi paedagogike berarti aku
membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing anak dengan maksud
membawanya ketempat belajar, dalam bahasa yunani disebut “paedagogis”. Jika kata
diartikan secara simbolis, maka perbuatan membimbing seperti dikatakan diatas itu,
merupakan inti perbuatan mendidik yang tugasnya hanya membimbing saja, dan
kemudian pada saat itu harus melepaskan anak itu kembali (kedalam masyarakat)
(Ahmadi, 1991:70).
[definisi]Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan ilmiah
dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan faktor-faktor atau prinsip-prinsip
guru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan menaikkan tingkat ilmu
serta teknologi (Margono, 1996:1).
[definisi]Penelitian adalah suatu usaha untuk membuka, mengembangkan, dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan usaha mana yang dilakukan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah, ilmu yang membicarakan tentang ilmiah untuk penelitian (Hadi,
1997:3).
[definisi]Penelitian deskriftif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau
uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang
diteliti (Kuntor, 2003:95).
[definisi]Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah
atau bidang-bidang tertentu (Ismiyanto, 2003: MP/III/ 3).
[definisi]Penelitian desktiptif adalah salah satu penelitian yang bertujuan
mendeskripsikan secara sisematis, faktual, dan aktual mengenai faktafakta dan sifat
populasi tertentu atau mencoba menggambarkan fenomena secara tetail (Yusuf,
1997:80).
[definisi]Penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat sebab
akibat (Ruseffendi, 1994:32).
[definisi]Penelitian korelasi merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau beberapa variable (Arikunto,
2005:247).
[definisi]Penelitian korelasional adalah hubungan dua atau lebih variabel yang
berpasangan, hubungan antara dua perangkat data atau lebih, yang mana derajat
hubungannya bisa diukur dan digambarkan dengan koefisien korelasi (Faisal,
1982:293).
[definisi]Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan maksud memperoleh data yang
berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2003:14).
[definisi]Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian tindakan yang dilakukan
dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas (Suhardjono dalam
Arikunto, 2007:58).
[definisi]Penelitian/Penelitian Deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat, penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-
proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena
(Whitney dalam Nasir, 2003: 55).
[definisi]Pengajaran artinya bahan pelajaran yang disajikan atau proses penyajian bahan
ajar (Karo-Karo, dkk., 1979:3).
[definisi]Pengajuan soal diartikan sebagai perumusan atau pembentukan soal atau
pertanyaan soal dari situasi (informasi) yang disediakan (Siswono, 1999:28).
[definisi]Pengajuan soal/Istilah “Menanyakan soal” biasanya diaplikasikan pada tiga
bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda, yaitu: (a) Menanyakan pre-solusi, di
mana seorang siswa membuat soal dari soal yang diadakan. (b) Menanyakan di dalam
solusi, di mana seorang siswa merumuskaqn ulang soal seperti yang telah diselesaikan.
(c) Menanyakan setelah solusi, di mana siswa memodifikasi tujaun dan kondisi soal yang
baru (Silver dalam Mas’ud, 1997:04).
[definisi]Pengawasan adalah kegiatan mengukur tingkat efektivitas dan tingkat efesiensi
penggunaan tertentu dalam usaha pencapaian tujuan metode dan alat (Nawawi,
1993:43).
[definisi]Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai
dengan yang semestinya atau tidak (Soejamto, 1989: 53).
[definisi]Pengawasan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang
sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula (Manullang, 2005:173).
[definisi]Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab
kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar dicapai kondisi yang optimal sehingga
dapat terlaksana kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan (Arikunto,
1992:67).
[definisi]Pengelolaan kelas adalah usaha yang dilakukan guru untuk menata kehidupan
kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber
belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk memaksimalkan efisiensi, memantau
kemajuan siswa, dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul (Johanna
Kasim Lemlech dalam Wijaya dan Rusyan, 1994:113).
[definisi]Pengelolaan kelas dapat dairtikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas
dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang
seluasluasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif
dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien
untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan
perkembangan murid (Hadari Nawawi dalam Djamarah dan Zain, 1996:198).
[definisi]Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku
anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik,
dan mencegah tingkah laku anak didik yang kurang baik (Bahri, Syaiful & Aswan Zain,
1996:201-202).
[definisi]Pengelolaan kelas ditinjau dari pengertian lama dan pengertian baru sebagai
berikut: 1) Pengertian lama, pengelolaan kelas adalah mempertahankan ketertiban
kelas. 2) Pengertian baru, pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan menggunakan
alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi pengelolaan kelas. Guru bertugas
menciptakan, memperbaiki, dan memelihara organisasi kelas sehingga individu dapat
memanfaaatkan kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada tugas-tugas individual
(Pidarta, 1970:11).
[definisi]Pengelolaan kelas merupakan rangkaian tingkah laku kompleks yang
digunakan oleh guru untuk memelihara suasana kelas, sehingga memungkinkan siswa
belajar dengan hasil yang efisien dan berkualitas tinggi. Pengelolaan kelas yang efektif
merupakan prasyarat utama untuk mencapai tujuan pengajaran yang efektif.
Pengelolaan kelas dapat dianggap sebagai tugas yang paling pokok dan sekaligus paling
sulit yang harus dilakukan oleh guru (Suparno dan Efendy, 1988:74-5).
[definisi]Pengelolaan kelas/Classroom management is the orchestration of classroom
life: planning curriculum, organizing procedures and resources, arranging the
environment to maximize efficiency, monitoring student progress, anticipating potential
problems (Johanna Kasin Lemlech dalam Wijaya & Rusyan, 1994:113).
[definisi]Pengelolaan kelas/Definisi lain mengetengahkan bahwa pengelolaan kelas
merupakan suatu proses seleksi tindakan yang dilakukan guru dalam fungsinya sebagai
penanggung jawab kelas dan seleksi penggunaan alatalat belajar yang tepat sesuai
masalah yang ada dan karakteristik kelas yang dihadapi. Jadi, pengelolaan kelas
sebenarnya merupakan upaya mendayagunakan seluruh potensi kelas, baik sebagai
komponen utama pembelajaran maupun komponen pendukungnya (Fathurrohman dan
Sutikno, 2007:104).
[definisi]Pengertian bimbingan yang unsur-unsur pokoknya diawali oleh huruf-huruf
yang ada dalam istilah bimbingan itu sendiri, yaitu: B = Bantuan. I = Individu. M =
Mandiri. B = Bahan. I = Interaksi. N = Nasihat. G = Gagasan. A = Alat dan N = Norma
(Prayitno, 1987: 36)
[definisi]Pengetahuan konseptual/Pemahaman konseptual adalah pengetahuan yang
berisi banyak hubungan atau jaringan ide (Walle, 2006:29).
[definisi]Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang perlambang yang
digunakan dalam matematika dan aturan serta prosedur yang digunakan dalam
mengerjakan atau menyelesaikan tugas matematika (Muhsetyo, 2001:24).
[definisi]Pengorganisasian dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pengelompokan
orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa,
sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Atmodiwirio, 2000:100).
[definisi]Pengorganisasian merupakan aktifitas menyunsun dan membentuk hubungan-
hubungan kerja antara orang-orang, sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam
mencapai tujuan yang telah dicapai (Purwanto, 1991:15).
[definisi]Pengorganisasian merupakan kegiatan menyunsun struktur dan membentuk
hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam mencapai tujuan bersama
(Sutrisno, 205).
[definisi]Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respon, apakah bersifat verbal
ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap
tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feet
back) bagi sipenerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindakan dorongan
ataupun koreksi (Usman, 2001:80).
[definisi]Penilaian kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya
diperoleh dengan yang direncanakan (Ruky, 2001:158).
[definisi]Penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang
dilakukan oleh pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya (Mangkunegara (2001: 69).
[definisi]Perasaan adalah gejala psikis yang bersifat subyektif yang umumnya
berhubungan dengan gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau
tidak senang dalam berbagai taraf (Suryabrata, 2002:66)
[definisi]Perasaan adalah peryataan jiwa yang sedikit banyak bersifat subyektif dalam
merasakan senang atau tidak senang (Ahmadi, 1991:36).
[definisi]Perasaan/Gejala psikis yang bersifat subyektif yang umumnya berhubungan
dengan gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang
dalam berbagai taraf. Penilaian subjek terhadap sesuatu objek membentuk perasaan
subjek yang bersangkutan. Karena itu perasaan pada umumnya bersangkutan dengan
fungsi mengenai, artinya perasaan dapat timbul karena mengamati, menanggap,
membayangkan, mengingat atau memikirkan sesuatu (Suryabrata, 2002:66).
[definisi]Perencanaan atau planning dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses
pemikiran dan penentu secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan dimasa
yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian,
1989:108).
[definisi]Perencanaan pada hakikatnya adalah aktivitas pengambilan keputusan tentang
sasaran apa yang akan dicapai, tindakan apa yang akan diambildalam rangka mencapai
tujuan atau sasaran tersebut dan siapa yang akan melaksanakn tugas-tugas tersebut
(Burhanudin, 1994:167).
[definisi]Perencanaan sebagai keseluruhan proses permikiran dan penentuan secara
matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Y. Dior berpendapat bahwa yang
disebut perencanaan ialah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk
dilaksanakan pada waktu yang akan datang, yang diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu (SP. Siagian dalam Usman, 2006:48).
[definisi]Perencanaan/A simple definition of educational planning is the process of
preparing decisions for action in the future in the field of educatioinal development is
the function of educational planning (Guruge (Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin
Syamsuddin Makmun, 2006:8).
[definisi]Perencanaan/Pada hakekatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses
kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa,
keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi,
ekstensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya) (Udin
Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun (2006:3-4).
[definisi]Perencanaan/Planning is future thinking; planning is controlling the future;
planning is decision making; planning is integrated decision making.” (Anen dalam Sa’ud
dan Makmun, 2006:5).
[definisi]Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu obyek atau
banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan
(Suryabrata, 2002:14).
[definisi]Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas
individu yang ditujukan kepada suatu sekumpulan objek (Baharudin, 2009:178).
[definisi]Permainan bahasa adalah jenis permainan yang menimbulkan kegembiraan,
dan ada ketrampilan bahasa yang terlatih (Soeparno, 1980:60).
[definisi]Pernyataan (proposisi/deklarasi/statemen) adalah kalimat yang memiliki nilai
kebenaran benar saja atau salah saja tetapi tidak sekaligus benar dan salah (Tampomas,
2004:183).
[definisi]Persegi adalah persegi panjang dengan sisi-sisi yang berdekatan kongruen.
Persegi memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) Semua sisinya sama panjang.
(b) Keempat sudutnya sama besar dan siku-siku. (c) Diagonal-diagonalnya sama
panjang dan berpotongan saling tegak lurus. (d) Diagonal-diagonalnya saling membagi
dua sama besar. (e) Diagonal-diagonalnya membagi sudut menjadi dua sama besar
(Raharjanto, 2010:72).
[definisi]Persegi panjang adalah bangun segiempat yang memiliki dua pasang sisi yang
sejajar dan keempat sudutnya siku-siku. Persegi panjang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut : (a) Sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. (b) Sudut-sudutnya sama
besar dan siku-siku. (c) Diagonal-diagonalnya sama panjang. (d) Diagonal-diagonalnya
saling membagi dua sama panjang (Raharjanto, 2010: 72).
[definisi]Pola deduktif yang dimaksudkan dalam berpikir matematika yaitu dari aksioma
yang bersifat umum dapat diturunkan hinggga memperoleh aksioma yang bersifat
khusus (Hudojo, 2005: 37).
[definisi]Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang
bersifat khusus (Soedjadi, 2000:16).
[definisi]Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Singarimbun, 2001:98).
[definisi]Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit yang akan diteliti. Populasi dapat
berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek,
peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefinisikan secara
spesifik dan tidak mendua (Silalahi, 2009:253).
[definisi]Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit yang akan diteliti. Populasi dapat
berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek,
peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefinisikan secara
spesifik dan tidak mendua (Silalahi, 2009:253).
[definisi]Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari menusia, benda-
benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian
(Nawawi, 2005:141).
[definisi]Populasi adalah keseluruhan subjek dalam penelitian (Arikunto, 2002:108).
[definisi]Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006:130).
[definisi]Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2005:130).
[definisi]Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 130).
[definisi]Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2001:108).
[definisi]Populasi adalah sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:72).
[definisi]Populasi/Menurut Hermawan Wasito menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuh-
tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang
mempunyai karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Tarsito, 1995:47).
[definisi]Portofolio adalah kumpulan karya peserta didik yang secara khusus diseleksi
untuk menunjukkan keadaan secara khusus keadaan peserta didik (Mueller dalam
Burhan, 2008: 260).
[definisi]Poster adalah gabungan antara gambar dan tulisan dalam satu bidang yang
memberikan informasi tentang satu atau dua ide pokok, poster dibuat dengan gambar
dekoratif dan huruf yang jelas (Asnawir & Usman, 2002: 43-44).
[definisi]Prestasi adalah hasil belajar meliputi segenap ranah psikologis yang berubah
sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa (Syah, 2001: 192).
[definisi]Prestasi adalah hasil belajar yang merupakan penekanan dari kecakapan-
kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang, sedangkan indikasinya
dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan
berpikir, maupun ketrampilan motorik (Sukmadinata, 2003: 102).
[definisi]Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik
secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama
sesorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan, untuk mendapatkan
prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai
tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan
optimisme dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah
pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja (Djamarah, 1994: 19-20).
[definisi]Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual
maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu ((Djamarah, 1994: 21).
[definisi]Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar yang
dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu (Tirtonegoro, 2001: 43).
[definisi]Prestasi belajar adalah hasil suatu penilaian dibidang pengetahuan, ketrampilan
dan sikap sebagai hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai (Winkel 1989: 102).
[definisi]Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka
yang diberikan oleh guru (Purwodarminto 1976:70).
[definisi]Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai “hasil yang dicapai oleh siswa
didalam belajar, hasil tersebut biasanya harus dilakukan dengan mengadakan penilaian
atau pengukuran yang dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan (Dwi, 2008: 29).
[definisi]Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, biasanya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Dimyati & Mujiono, 2002: 79).
[definisi]Prestasi belajar merupakan hasil dari adanya rencana dan pelaksanaan proses
belajar, sehingga diperlukan informasi-informasi yang mendukung disertai dengan data
yang objektif dan memadai (Rusyan, 1994: 21).
[definisi]Prestasi belajar/Sedangkan menurut Tu’u prestasi belajar siswa dapat
dirumuskan sebagai berikut: a. Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai
siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah. b.
Prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai dari aspek kognitifnya karena
bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi. c. Prestasi belajar siswa dibuktikan dan
ditunjukan melalui nilai atau angka dari ulangan atau ujian yang ditempuhnya (Tu’u
dalam Dwi, 2008: 30).
[definisi]Problem posing berasal dari dua kata yaitu problem yang berarti masalah atau
soal dan posing dari to pose yang berarti mengajukan, membentuk. Pengajuan soal
dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, karena pengajuan soal merupakan
sarana untuk merangsang kemampuan tersebut dengan membuat soal, siswa perlu
membaca infomasi yang diberikan dan mengondisikan pertanyaan secara verbal
maupun tertulis (Iskandar dalam Ariyanti, 2007: 9).
[definisi]Profesi adalah suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan
mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan, karena merasa terpanggil
untuk pekerjaan itu (Sikun Pribadi dalam Hamalik, 2004: 2).
[definisi]Profesi guru/Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan
kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni
untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan
kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat
melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna
(Kunandar, 2007: 46).
[definisi]Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang
mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan
akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang
menuntut keahlian tertentu (Kunandar, 2007: 45).
[definisi]Profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan
berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas
(Yamin, 2007: 3).
[definisi]Profesi/Arifin profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus.2 (Arifin, 1995: 105).
[definisi]Profesi/Jasin Muhammad menjelaskan bahwa profesi adalah .suatu lapangan
pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah,
memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yng berorientasi pada
pelayanan yang ahli.. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu
pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan
intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli (Namsa, 2006:29).
[definisi]Profesional berasal dari kata dasar “profesi” adalah suatu jabatan atau
pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya pekerja- an yang
disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak
disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu Prayitno (2004:
338).
[definisi]Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan
para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai criteria standar ideal dari
penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu (Danim, 2002:23).
[definisi]Profesionalisme/Profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa
setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang professional (Tafsir, 2005:107).
[definisi]Proses belajar mengajar yang efektif adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman dalam
Suryosubroto, 1997:9).
[definisi]Rapport adalah suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan
keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik (Willis, 2004:46).
[definisi]Reliabilitas menunjuk pada pengertian apakah instrumen dapat
mengukur sesuatu yang dapat diukur secara konsisten (Nurgiyantoro dkk, 2004:339).
[definisi]Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel
artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2002:154)
[definisi]Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2005:131).
[definisi]Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi. Menurut Sugiyono (2006:56)
“sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Arikunto, 2006:130).
[definisi]Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:109).
[definisi]Sampel adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi obyek penelitian
(Mardalis, 2006:55).
[definisi]Sampling adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mengambil sampel
(Subagyo, 1997:111).
[definisi]Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat
pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan (Mudyahardjo, 2001: 67).
[definisi]Secara epistimologi, belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah suatu kegiatan untuk
mencapai kepandaian atau ilmu. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu
merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau
kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya sehingga dengan belajar manusia menjadi
tahu, memahami, mengerti dan dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu
(Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13).
[definisi]Secara singkat dikatakan bahwa, matematika berkenaan dengan ide- idea tau
konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif
(Mustangis, 2002: 4).
[definisi]Seni adalah mempersatukan keindahan yang tersebar pada alam. Kapasitas
yang menentukan keindahan adalah selera, sedangkan kapasitas yang membawanya
dalan satu keseluruhan adalah artistik jenius. Menurutnya keindahan berpadu dengan
kebaikan, jadi keindahan adalah kebaikan yang terwujud, dan kebaikan adalah kebaikan
batin (Pagano dalam Kadir, 1975:14).
[definisi]Seni adalah pertumbuhan keindahan yang dengan samar-samar diketahui oleh
perasaan sehingga menjadi suatu hal yang benar dan baik (Mendelssohn dalam Abdul,
1975:12).
[definisi]Seni adalah segala macam keindahan yang diciptakan oleh manusia. Dalam
pengertian ini, seni merupakan produk keindahan, berkaitan dengan pembuatan benda
untuk kepentingan estetis, lazimnya seni indah (Fine art) dilawankan dengan seni terap
(Applied art), Soedarso, 1988: 2).
[definisi]Seni rupa adalah cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik
manusia lewat obyekobyek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan tahan
akan waktu ini yang menjadikan kelebihan cabang seni rupa dibanding dengan seni lain
(Sudarso, 1976: 6).
[definisi]Seni/Kaitannya dengan pengertian seni sebagai suatu kemahiran, hal ini bisa
dengan asal usul katanya yaitu berasal dari kata ars yang berarti kemahiran atau
ketangkasan, sehingga secara etimologi kata ars dapat diartikan sebagai suatu
kemahiran atau ketangkasan seseorang dalam menciptakan atau mengerjakan benda-
benda atau sesuatu barang (Sudarso, 1976: 15).
[definisi]Seni/Pengertian seni dijelaskan seperti: kemahiran, kegiatan manusia, karya
seni, seni indah, dan seni penglihatan (seni rupa) (Gie, 1976: 60).
[definisi]Seorang profesional adalah seorang yang terus menerus berkembang atau
trainable (Tilaar, 2000:137).
[definisi]Siasat/Secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai ’siasat’, ’kiat’,’trik’, atau
’cara’. Sedang secara umum strategi ialah suatu garis besar haluan dalam bertindak
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:3).
[definisi]Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan
fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek (Thursthoen dalam
Walgito, 1990:108).
[definisi]Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, barang,dan sebgainya, baik secara positif maupun negative
(Syah, 1999:135).
[definisi]Sikap adalah kecenderungan untuk beraksi dengan berbagai faktor lingkungan.
Azwar (1995: 5) menyatakan bahwa sikap sebagai keteraturan perasaan (affection)
pemikiran (cognition) dan predesposisional tindakan (conation) seseorang terhadap
suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Bogardus dalam Muller, 1995:2-3).
[definisi]Sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara
tertentu (Bruno dalam Syah 2003:120).
[definisi]Sikap adalah pernyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai obyek orang
atau peristiwa (Robbins 2001:138).
[definisi]Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau ojek (Notoatmojdo, 2003:130).
[definisi]Sikap sebagai tingkat pengaruh positif atau negatif dalam hubungannya dengan
beberapa objek psikologis (Thurstone dalam Edward, 1957:2).
[definisi]Simulasi berasal dari kata “simulate” yang memiliki arti pura-pura atau berbuat
seolah-olah. Dan juga “simulation” yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya
berpura-pura saja (Arief, 2002:182).
[definisi]Skala sikap adalah berupa kumpulan pernyataan pernyataan mengenai suatu
obyek sikap. Dari respons subyek pada setiap
pernyataan kemusian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap
seseorang. (Azwar 1995 : 95)
[definisi]Strategi juga dapat diartikan istilah, teknik dan taktik mengajar. Teknik adalah
cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode. Taktik
adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
Sedangkan mengenai bagaimana menjalankan strategi, dapat ditetapkan berbagai
metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat
menentukan tehnik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan tehnik
guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan guru yang
lain (Sanjaya, 2007:128).
[definisi]Strategi/Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Sedangkan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal adalah dinamakan
dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu,
sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi
(Sanjaya, 2007:126).
[definisi]Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat
dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk
kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi
tujuan pembelajaran. Pengertian sumber belajar secara sempit adalah daya yang bisa
dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar – mengajar, baik secara langsung
maupun tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan (Sudjana dan Rivai, 1989:76).
[definisi]Supervisi adalah bantuan yang diberikan pada seluruh staf sekolah untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih Baik (Sukardi, 2000:240).
[definisi]Supervisi adalah usaha memberi layanan pada guru-guru baik secara individual
maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran (Sahertian, 2000:19)
[definisi]Supervisi bimbingan konseling adalah usaha untuk mendorong,
mengkoordinasikan dan menuntun pertumbuhan petugas bimbingan konseling/guru
pembimbing secara berkesinam bungan baik secara individual maupun secara kelompok
agar lebih memahami dan lebih dapat bertindak secara efektif dalam melaksanakan
layanan bimbingan konseling (Abimanyu, 2005:1).
[definisi]Supervisi dapat diartikan sebagai penyelenggaraan pengawasan dengan
mengadakan penilaian dan pembinaan melalui arahan, bimbingan, contoh, dan saran
kepada guru pembimbing didalam melaksanakan tugasnya (Prayitno, 2001:24).
[definisi]Supervisi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk mendorong,
mengkoordinasikan, dan membimbing perkembangan guru baik secara perseorangan
maupun secara kolektif agar mereka mendapatkan pengertian yang lebih baik dan
secara efektif melaksanakan semua fungsi-fungsi mengajar sehingga mereka lebih
dimungkinkan untuk mendorong dan membimbing perkembangan siswa
(Sardjonopriyo, 1992:3).
[definisi]Supervisi ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan
yang direncanakan sebelumnya, maka pekerjaan itu efektif (Handayaningrat, 1994:17).
[definisi]Supervisi ialah satu aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu
guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara
efektif (Purwanto, 1998:76).
[definisi]Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang
bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar
melalui observasi dan analisis data secara obyektif, teliti sebagai dasar untuk usaha
mengubah perilaku mengajar guru (Sahertian, 2000:37).
[definisi]Supervisi merupakan rangsangan, bimbingan atau bantuan yang diberikan
kepada guru-guru agar kemampuan profesional makin berkembang, sehingga situasi
belajar semakin efektif dan efisien (Soewadji, 1988:33).
[definisi]Supervisi pendidikan merupakan usaha-usaha berupa bantuan dan pelayanan
pendidikan yang diberikan oleh supervisor kepada supervisee (yaitu para guru) untuk
memperbaiki dan meningkatkan situasi belajarmengajar menjadi lebih baik. Selanjutnya
situasi belajar-mengajar yang makin menjadi lebih baik itu akan lebih menyempurnakan
tercapainya tujuan pendidikan (Soepardi, 1988:63).
[definisi]Supervisi pendidikan yaitu “Semua usaha yang dilakukan oleh supervisor untuk
memberikan bantuan kepada guru dalam memperbaiki pengajaran (Soetjipto dan Raflis
Kosasi, 1994:233).
[definisi]Supervisi sebagai kegiatan bantuan dari para pemimpin sekolah yang tertuju
pada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam
mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kegiatan tersebut berupa dorongan, bimbingan,
dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti
bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam
pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran, metode-metode mengajar
yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses
pengajaran (Purwanto, 2002:76).
[definisi]Supervisi yaitu setiap layanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan
perbaikan instruksional, belajar dan kurikulum dikatakan supervisi (Neagley dalam
Pidarta, 1992:2).
[definisi]Supervisi/Pengertian supervisi meliputi tiga unsur, yaitu: a) unsur proses
pengarahan, b) unsur bantuan atau pertolongan dari pihak atasan atau pihak yang lebih
memahami, dan c) unsur guru-guru dan personalia sekolah lainnya yang berhubungan
langsung dengan belajar para siswa sebagai pihak yang diberi pertolongan, unsur
proses belajar mengajar sebagai obyek yang diperbaiki (Pidarta, 1992:4).
[definisi]Teknik pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah
olehnya (Arikunto, 2005:100-101).
[definisi]Terdapat tiga fase proses pemahaman yang dapat dilakukan konselor. Proses
pemahaman dapat dilakukan dengan tiga tahapan yang dijelaskan sebagai berikut: a.
Fase I/ Data Input, yaitu konselor menerima informasi verbal dan non verbal. b. Fase II/
Data Processing, yaitu informasi yang telah diperoleh kemudian diproses melalui sistem
konstruk konselor, diorganisir dan disimpan. c. Fase III/ Data Output, yaitu melakukan
koreksi, konfirmasi, dan kemudian tindakan lanjutan terhadap informasi yang telah
diperoleh konselor (Gilmore dalam Awalya, 1995:32)
[definisi]Transformasi adalah proses pengubahan masukan olahan menjadi hasil
produksi atau jasa, yang dilakukan manusia atau mesin-mesin, atau manusia dengan
mesin-mesin (Mudyahardjo, 2001: 45).
[definisi]Trapesium adalah bangun segi empat yang mempunyai satu dan hanya satu
pasang sisi yang sejajar. Trapesium memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) Pada setiap
trapesium, jumlah besar sudut yang berdekatan di antara dua sisi yang sejajar adalah
1800 (b) Trapesium siku-siku mempunyai ciri khusus, yaitu memiliki tepat dua sudut
siku-siku. (c) Trapesium sama kaki mempunyai ciri khusus, yaitu dua pasang sudut yang
sama besar dan diagonalnya sama panjang (Raharjanto, 2010: 75).
[definisi]Tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku murid-murid
yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan
(Roestiyah dalam Djamarah, 2002: 48).
[definisi]Tutor adalah siswa yang sebaya yang ditunjuk atau ditugaskan membantu
temannya yang mengalami kesulitan belajar, karena hubungan antara guru dan siswa
(Ahmadi dan Supriyono, 2004: 184).
[definisi]Unjuk kerja adalah kegiatan yang ditampilkan oleh konselor dalam rangka
pelaksanaan tugas dan/atau pengembangan profesional bimbingan konseling (Prayitno,
1994:374).
[definisi]Validasi adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan sesuatu instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut
dapat mengukur apa yang akan diukur (Sugiyono, 2003:267).
[definisi]Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah
(Arikunto, 2002 : 144).
[definisi]Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu mengukur apa yang
ingin diukur (Singarimbun & Effendi,1995:124).
[definisi]Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi (Sutrisno Hadi dalam Arikunto,
2002: 94).
[definisi]Variabel adalah proses pemberian angka terhadap obyek atau fenomena
menurut aturan tertentu (Nazir, 1998: 143).
[definisi]Variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan di jadikan obyek
pengamatan penelitian, sering pula dinyatakan variabel penelitian sebagai factor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti dalam hal ini terdapat variable
yaitu : tingkat perlayanan (X) dan tingkat kepentingan (Y) (Suryabrata, 1989: 73 ).
[definisi]Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003: 31).
[definisi]Visi adalah apa yang didambakan organisasi untuk dimiliki atau diperoleh di
masa depan (what we do we want to have). Sedangkan misi adalah dambaan tentang
kita akan menjadi apa di masa depan (what we do we want to be). Agar efektif dan
powerful, maka visi dan misi harus jelas, harmonis, dan compatible (Ekosusilo, 2003:
45).
[definisi]Wacana adalah ungkapan kebahasaan yang selesai dan bermakna. Soeparno
(1980:19) unsur pembangaun sebuah wacana meliputi 1) unsur bahasa seperti kata,
frasa, klausa, dan kalimat; 2) konteks yang terdapat disekitar wacana; 3) makna dan
maksud; 4) koherensi; dan 5) kohesi (Supomo dalam Purwo, 1993: 30).
[definisi]Wacana deskripsi pada dasarnya berupa rangkaian tuturan yang memaparkan
atau melukiskan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan
penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah tercapainya pengalaman
yang agak imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pembaca atau pendengar merasa
seolah-olah ia mengalami atau mengetahuinya secara langsung (Sumarlam, 2003: 210).
[definisi]Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 2005: 132).
[definisi]Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan, secara lisan, untuk menjawab secara lisan pula. Ciri utama dari
wawancara adalah langsung dengan tatap muka antara si pencari data informasi dengan
sumber informasi (Nawawi, 2011: 111).
[definisi]Wawancara sering juga disebut sebagai metode kuesioner lisan, yaitu sebuah
dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (Arikunto, 1998: 145).
[definisi]Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari
petugas-petugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapai melalui
percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perorangan (Sahertian, 2000:
104).
Ada sembilan dimensi yang terkait dengan proses pendidikan, yaitu: 1) Significance,
yaitu tingkat kebermaknaan perencanaan. 2) Feasibillity, yaitu kelayakan teknis dan
perkiraan biaya dilihat secara relistik. 3) Relevance, yaitu diperlukan dalam
implementasi rencana. 4) Definitiveness, yaitu penggunaan teknik simulasi untuk
menjalankan rencana dengan data model buatan, untuk meminimalkan hal yang tidak
diharapkan. 5) Parsimoniousness, yaitu perencanaan harus digambarkan secara
sederhana. 6) Adaptability, yaitu perencanaan harus dinamis dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan informasi. 7) Time, yaitu siklus alamiah pokok bahasan pada
perencanaan, dan merubah siatuasi yang tidak dapat dilakukan akibat keterbatasan-
keterbatasan dalam meramalkan masa depan. 8) Monitoring, yaitu untuk menjamin
bahwa berbagai unsur rencana berjalan secara efektif. 9) Subject matter, yaitu pokok
bahasan yang akan direncanakan mencakup sasaran dan tujuan,
program dan pelayanan, sumber daya manusia, sumber daya fisik, penganggaran,
struktur pemerintahan, dan konteks sosial (Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin
Makmun, 2006: 53-54).
Administrasi kesiswaan merupakan proses pengurusan segala hal yang berkaitan
dengan siswa disuatu sekolah mulai dari perencanaan penerimaan siswa, pembinaan
selama siswa berada disekolah, sampai dengan siswa menamatkan pendidikannya
melalui penciptaan suasan yang kondusif terhadap berlangsungnya proses belajar
mengajar yang efektif (Kosasi, 19999:165).
Administrasi pendidikan itu berjalan di dalam rangkaian proses-proses tertentu yang
meliput: 1) Perencanaan; 2) Pengorganisasian; 3) Pengkoordinasian; 4) Komunikasi; 5)
Supervisi; dan 6) Evaluasi (Purwanto, 1998:25).
Akhlak/Ciri dalam perbuatan akhlak, yaitu sebagai berikut: 1. Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya. 2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran. 3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. 4. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau
bersandiwara. 5. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah (Abuddin, 2006:1).
Akuntansi/Pelajaran akuntansi diharapkan mampu menghasilkan tamatan yang mampu
bekerja pada bidang pekerjaan/jabatan yang dapat diisi oleh tamatan program studi
akuntansi antara lain adalah: 1) pemegang buku, 2) kasir teller, 3) juru penggajian, 4)
operator mesin hitung, 5) operator komputer, 6) administrasi gudang, 7) menyusun
laporan keuangan (Dikmenjur, 1996: 8).
Alat peraga/Dengan menggunakan alat peraga maka: a) Proses belajar mengajar
termotivasi. Baik siswa maupun guru, dan terutama siswa, minatnya akan timbul. Ia akan
senang, terangsang, tertarik, dan karena itu akan bersikap positif terhadap pengajaran
matematika. b) Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk kongkrit dan
karena itu lebih dapat dipahami dan dimengerti, dan dapat ditanamkan pada tingkat-
tingkat yang lebih rendah; c) Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan
benda-benda di alam sekitar akan dapat dipahami. d) Konsep-konsep abstrak yang
tersajikan dalam bentuk konkrit yaitu dalam bentuk model matematik yang dapat
dipakai sebagai objek penelitian maupun sebgai alat untuk meneliti ide-ide baru dan
relasi baru menjadi bertambah banyak (Sulianto, 2010: 4).
Alat peraga/Fungsi alat peraga antara lain: 1) Memperkenalkan suatu masalah atau unit
atau suatu pokok baru kepada anak-anak. 2) Mengembangkan atau memperjelas suatu
masalah atau pokok persoalan. 3) Menafsirkan suatu masalah atau pokok persoalan
yang dikemukakan atau diterangkan. 4) Menyingkat atau menyederhanakan suatu
pokok persoalan atau masalah yang diterangkan. 5) Mengadakan hubungan atau
korelasi antara dua atau lebih keadaan atau keterangan. 6) Mengidentifikasi suatu
situasi. 7) Memindahkan suatu pikiran kedalam situasi yang nyata. 8) Meningkatkan
minat dan mendorong siswa untuk memperhatikan sesuatu (Subari, 1994:102).
Alat peraga/Fungsi alat peraga antara lain: 1) Sebagai media dalam, 2) menanamkan
konsep-konsep matematika. 3) Sebagai media dalam memantapkan pemahaman
konsep. 4) Sebagai media untuk mewujudkan hubungan antara konsep metematika
dengan dunia disekitar aplikasi konsep dalam kehidupan nyata (Pujiati, 2004: 4).
Alat peraga/Penggunaan alat peraga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain: (pengajaran itu sendiri, bahan pengajaran, keadaan siswa, tujuan yang akan
dicapai, waktu berlangsungnya pelajaran dan alat peraga itu sendiri) (Subari, 1994:102)
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan, hasil
observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman tentang kasus yang
diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain (Muhajir 1989:171).
Analisis data/Proses analisis data ditempuh melalui proses redukdi data, penyajian data,
dan penarikan suatu kesimpulan hasil penelitian. Proses reduksi data meliputi:
pemilihan dan penyederhanaan data-data kasar yang diperoleh di lapangan. Kemudian
data diseleksi, diringkas, dan dikelompokkan dalam satuan-satuan pokok pikiran.
Datadata yang tidak perlu dan tidak banyak berkaitan dengan masalah penelitian
dibuang dan kemudian digantikan dengan data-data yang sesuai (Rohidi, 1990: 16).
Analisis data/Siddel proses berjalannya tehnik analisis data adalah sebagai berikut: 1.
Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu di beri kode agar sumber
datanya dapat diproses. 2. Mengumpulkan dan memilah-milah, mengklasifikasi,
mensintesiskan membuat ikhtiar dan membuat indeksnya. 3. Berfikir, dengan jalan
menemukan pola hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum (Siddel,
1998: 64).
Analisis pekerjaan adalah .menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus
dikerjakan itu harus dikerjakan. Menurutnya pula bahwa analisis pekerjaan bermanfaat
untuk memberikan informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan,
persyaratan personalia, prilaku manusia, dan alat-alat yang akan dipergunakan
(Hasibuan, 2002:28).
Analisis pekerjaan/Tujuannya adalah untuk menentukan karakteristik personalia: * Latar
belakang pendidikan. * Pengalaman; * Pelatihan kejuruan (Panggabean, 2002:24).
Angket yang digunakan adalah angket dalam bentuk pilihan yaitu meminta responden
untuk memilih salah satu jawaban dari sekian banyak jawaban-jawaban alternatif yang
sudah disediakan (Hadi, 1987: 160).
Audio visual/Beberapa prinsip tentang penggunaan alat audio visual sebagai berikut: 1.
Tidak ada alat yang dapat dianggap paling baik. 2. Alat-alat tertentu lebih tepat daripada
yang lain berdasarkan jenis pengertian atau dalam hubungannya dengan tujuan. 3.
Audio visual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian yang integral dari
pengajaran. 4. Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenai
alat audio visual. 5. Siswa menyadari tujuan alat audio visual dan merespon data yang
diberikan. 6. Perlu diadakan lanjutan. 7. Alat audio visual dan sumber-sumber yang
digunakan untuk menambah kemampuan komunikasi memungkinkan belajar lebih luas
karena adanya hubungan-hubungan (Kenneth H. Hoover dalam Usman, 1992: 28).
Audio visual/Beberapa prinsip tentang penggunaan alat audio visual sebagai berikut: 1.
Tidak ada alat yang dapat dianggap paling baik. 2. Alat-alat tertentu lebih tepat daripada
yang lain berdasarkan jenis pengertian atau dalam hubungannya dengan tujuan. 3.
Audio visual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian yang integral dari
pengajaran. 4. Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenai
alat audio visual. 5. Siswa menyadari tujuan alat audio visual dan merespon data yang
diberikan. 6. Perlu diadakan lanjutan. 7. Alat audio visual dan sumber-sumber yang
digunakan untuk menambah kemampuan komunikasi memungkinkan belajar lebih luas
karena adanya hubungan-hubungan (Kenneth H. Hoover dalam Usman, 1992: 28).
Audio visual/Karakteristik media audio visual diantaranya mempunyai kelebihan yaitu:
1) selain bergerak dan bersuara, film ini dapat menggambarkan suatu proses, 2) dapat
menimbulkan kesan tentang ruang dan waktu, 3) tiga dimensional dalam
penggambarannya, 4) suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada gambar
dalam bentuk impresi yang murni, 5) jika film itu suatu pelajaran, dapat menyampaikan
suara seorang ahli dan sekaligus memperlihatkan penampilannya, 6) kalau film itu
berwarna, jika autentik dapat menambahkan realitas kepada medium yang sudah
realistis itu, 7) dapat menggambarkan teori sains dengan teknik animasi (Sulaeman,
1981:191).
Audio visual/Kekurangan media audio visual diantaranya yaitu: 1) film bersuara tidak
dapat diselingi dengan keterangan-keterangan yang diucapkan selagi film berputar.
Memang film dapat dihentikan sementara waktu untuk memberi penjelasan, namun hal
itu akan mengganggu keasikan penonton, 2) jalan film terlalu cepat; tidak semua orang
dapat mengikutinya dengan baik. Lebih-lebih kalau film dipertunjukkan kepada orang
yang kurang pendidikan. Mereka tidak dapat mencernakan apa yang berlalu dihadapan
mata mereka dalam tempo yang begitu cepat, 3) apa yang sudah lewat tidak dapat
diulang kalau ada bagian film yang harus mendapat perhatian kembali. Atau seluruh
film harus diputar kembali (Sulaeman, 1981:192).
Audio visual/Kekurangan Media Audio Visual. a. Kelemahan media ini, terutama terletak
dalam segi teknis dan juga biaya. Penggunaan media ini memerlukan dukungan sarana
dan prasarana tertentu seperti listrik serta peralatan atau bahan-bahan khusus yang
tidak selamanya mudah diperoleh ditempat-tempat tertentu. b. Pengadaan maupun
pemeliharaannya cenderung menuntut biaya yang mahal. c. Kurang mampu
menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna. d. Memerlukan
peralatan yang mahal dan kompleks (Ibrahim dan Syaodih, 2003: 118).
Audio visual/Kelebihan Media Audio Visual. a. Kelebihan dari media ini pada umumnya
ialah dapat memberikan suasana yang lebih hidup penampilannya lebih menarik, dan
disamping itu dapat digunakan untuk memperlihatkan suatu proses tertentu secara
lebih nyata. b. Penggunaannya tidak menggunakan ruangan yang gelap. c. Menghemat
waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang. d. Penggunaan media ini
memecahkan aspek verbalisme pada diri siswa (Ibrahim dan Syaodih, 2003: 118).
Audio visual/Macam-Macam Media Audio Visual. Media ini dibagi menjadi beberapa
macam yaitu: 1. Audio Visual Diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar
diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara. 2. Audio
Visual Gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang
bergerak seperti film suara dan video-cassete. Pembagian lain dari media ini adalah: a.
Audio Visual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari suatu
sumber seperti film video-cassete. b. Audio Visual Tidak Murni, yaitu unsur suara dan
unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang
unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari
tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara (Djamarah, dkk.
1996: 141).
Audio visual/Manfaat Media Audio Visual. Media audio visual menurut Encyclopedia of
Educational Research memiliki nilai atau manfaat sebagai berikut: a. Meletakkan dasar-
dasar yang kongkret untuk berpikir. Oleh karena itu mengurangi verbalisme (tahu istilah
tetapi tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu bendanya). b. Memperbesar perhatian
siswa. c. Membuat pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan. d. Memberikan
pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di
kalangan para siswa. e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu. f. Membantu
tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa. Manfaat
selain yang tersebut di atas adalah: a. Sangat menarik minat siswa dalam belajar. b.
Mendorong anak untuk bertanya dan berdiskusi karena ia ingin mengetahui lebih
banyak. c. Menghemat waktu belajar. Guru tidak usah menerangkan sesuatu dengan
banyak perkataan, tetapi dengan memperlihatkan suatu gambar, benda yang
sebenarnya atau alat lain (Usman, 1992: 55).
Audio visual/Media audio visual menurut Encyclopedia of Educational Research memiliki
nilai atau manfaat sebagai berikut: a. Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk
berpikir. Oleh karena itu mengurangi verbalisme (tahu istilah tetapi tidak tahu arti, tahu
nama tetapi tidak tahu bendanya). b. Memperbesar perhatian siswa. c. Membuat
pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan. d. Memberikan pengalaman yang
nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa. e.
Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu. f. Membantu tumbuhnya pengertian
dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa. Manfaat selain yang tersebut di
atas adalah: a. Sangat menarik minat siswa dalam belajar. b. Mendorong anak untuk
bertanya dan berdiskusi karena ia ingin mengetahui lebih banyak. c. Menghemat waktu
belajar. Guru tidak usah menerangkan sesuatu dengan banyak perkataan, tetapi dengan
memperlihatkan suatu gambar, benda yang sebenarnya atau alat lain (Usman, 1992:
27).
Audio visual/Media ini dibagi menjadi beberapa macam yaitu: 1. Audio Visual Diam,
yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound
slides), film rangkai suara, cetak suara. 2. Audio Visual Gerak, yaitu media yang dapat
menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-
cassete. Pembagian lain dari media ini adalah: a. Audio Visual Murni, yaitu baik unsur
suara maupun unsur gambar berasal dari suatu sumber seperti film video-cassete. b.
Audio Visual Tidak Murni, yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber
yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides
proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film
strip suara dan cetak suara (Djamarah, 1996: 141).
Audio visual/Penekanan utama dalam pengajaran audio visual adalah pada nilai belajar
yang diperoleh melalui pengalaman kongkret, tidak hanya didasarkan atas kata-kata
belaka (Sudjana, 1989: 58 ).
Bahan ajar/Bentuk bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: a) Bahan
cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, foto/gambar,
brosur, model, leaflet, dll. b) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan
hitam, dan compact disk audio. c) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video
compact disk, film,dll. d) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti
compact disk interaktif (Rohani, 2004: 174).
Belajar aktif informasi, keterampilan dan sikap terjadi lewat suatu proses pencarian. Para
peserta didik lebih berada dalam suatu pencarian daripada sebuah bentuk reaktif
(Sibarman, 2001:101).
Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu: dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran dikasihkan pada siswa
melalui penerimaan atau penemuan, dimensi yang kedia menyangkut cara bagaimana
siswa dapat mengaitkan informasi pada struktur kognitif yang telah ada (Dahar, 1989:
111-117).
Belajar dipandang sebagai proses dapat dilihat pada saat pembelajaran guru terutama
melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman. Pengalaman edukatif
untuk mencapai sesuatu tujuan yang diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah
laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Karena itulah ditekankan ditekankan
pada daya-daya yang mendinamisir proses itu (Surakhmad: 74-75).
Belajar kooperatif/Agar kreativitas dapat tumbuh pada diri peserta didik, maka dalam
proses pendidikan harus melibatkan peserta didik secara aktif. Karena anak didik
merupakan subyek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat (Djamarah,
2002: 46).
Belajar kooperatif/Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi. Belajar belum
selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran
(Trianto, 2007: 41-42).
Belajar kooperatif/Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam
kelompok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang
mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu yang kekurangan. Sebaliknya yang
kekurangan dengan rela hati mau belajar dari yang berlebihan, tanpa ada rasa minder.
Persaingan yang positif pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi
belajar yang optimal. Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif, dan
mandiri (Djamarah & Zain, 1997: 63).
Belajar kooperatif/Beberapa ahli menyatakan bahwa model cooperative learning tidak
hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat
berguna untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerja sama, dan membantu
teman. Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang
berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Djamarah
& Zain, 1997: 63).
Belajar kooperatif/Belajar secara individualities dan kompetitif jika disusun dengan baik,
maka belajar tersebut akan efektif dan merupakan cara memotivasi siswa untuk
melakukan yang terbaik. Meskipun demikian, terdapat beberapa kelemahan pada belajar
kompetitif dan individualitif seperti kompetisi siswa yang kadang tidak sehat. Untuk
menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk
mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif (Trianto, 2009:
55).
Belajar kooperatif/Berdasarkan pemahaman ini, maka peranan guru di kelas haruslah
jelas tampak. Misalnya, dalam menjamin terlaksananya pembelajaran kooperatif
seyogyanya guru harus membantu siswa memahami dinamika dalam bekerja sama
dalam kelompok, membantu siswa agar memahami bahwa mereka menghadapi
kepentingan serta tujuan sama, terampil untuk berpartisipasi atau berbagi tugas,
bertanggung jawab dan saling menghargai dalam pembelajaran kooperatif (Isjoni dkk.,
2007: 68).
Belajar kooperatif/Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya
sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2009:15).
Belajar kooperatif/Cooperative learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan
pendekatan kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik
bila diterapkan secara sehat. Pendekatan kompetitif ini adalah sebagai alternatif pilihan
dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagaian siswa saja yang akan
bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam kompetisi, yakni hanya
lainnya semakin tenggelam dalam ketidak tahuannya. Tidak sedikit siswa yang kurang
pengetahuannya merasa malu bila kekurangannya diekspose. Kadang-kadang motivasi
persaingan akan menjadi kurang sehat bila tidak mampu, katakanlah dalam menjawab
soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yangn dirasa perlu untuk mengalami
improvement (perbaikan) (Djamarah, 2000: 7).
Belajar kooperatif/Dalam cooperative learning terdapat beberapa model yang dapat
diterapkan, yaitu diantaranya: Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw,
Group Investigation (GI), Rotating Trio Exchange, dan Group Resume, berikut
penjelasannya: 1. Student Team Achievement Division (STAD) Pada proses
pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi: a.
Tahap penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator
yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang
akan dipelajari. b. Tahap kegiatan kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar
tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi
tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat
memahami materi yang akan dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja
kelompok. c. Tahap tes individual, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yangn akan
dibahas. d. Tahap penghitungan skor perkembangan individu, dimaksudkan untuk
memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya. Perhitungan skor
kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing (Isjoni, 2009: 50).
Belajar kooperatif/Dalam interaksi edukatif guru harus berusaha agar anak didik aktif
dan kreatif secara optimal. Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing
sedangkan anak aktif dan kreatif dan belajar (Djamarah, 2000: 62-63).
Belajar kooperatif/Dalam model cooperative learning, terdapat beberapa ciri dari
cooperative learning: Setiap anggota memiliki peran. b. Terjadi hubungan interaksi
langsung diantara siswa. c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
belajarnya dan juga teman sekelompoknya. d. Guru membantu keterampilan-
keterampilan interpersonal kelompok. e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan (Isjoni, 2009: 20).
Belajar kooperatif/Dalam setiap kelompok, siswa yang berkemampuan lebih akan
membantu dalam proses pemahaman materi bagi siswa yang berkemampuan rendah
dan siswa yang berkemampuan sedang. Interaksi dalam setiap kelompok, kemampuan
tiap anggotanya heterogen (Sapriya, 2009: 43).
Belajar kooperatif/Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model belajar ini
dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang
berbeda (Suherman, 2001: 217).
Belajar kooperatif/Dengan pendekatan kelompok diharapkan dapat ditumbuh
kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk
mengendalikan rasa egoisme dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap
kesetiakawanan sosial di kelas. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan
seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan. Tidak ada makhluk hidup yang terus
menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung,
disadari tidak disadari, makhluk lain ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk
tertentu (Djamarah, 2000:7).
Belajar kooperatif/Hasil penelitian yang diperoleh oleh As’ari (2007) menyatakan bahwa
siswa merasa senang dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, karena mereka
dapat berdiskusi dengan teman mereka sendiri yang sudah ditentukan. Dari rasa senang
tersebut mengakibatkan pemahaman matematika siswa meningkat (As’ari, 2007:80).
Belajar kooperatif/Jumlah siswa yang bekerjasama dalam masing-masing kelompok
harus dibatasi agar kelompok yang terbentuk dapat bekerjasama secara efektif, karena
suatu ukuran kelompok mempengaruhi kemampuan produktifitasnya (Isjoni, 2007: 55).
Belajar kooperatif/Jumlah siswa yang bekerjasama dalam masing-masing kelompok
harus dibatasi agar kelompok yang terbentuk dapat bekerjasama secara efektif, karena
suatu ukuran kelompok mempengaruhi kemampuan produktifitasnya (Isjoni, 2010: 78).
Belajar kooperatif/Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 orang dengan
kemampuan yang heterogen, maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran
kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku, hal ini bermanfaat untuk melatih siswa
menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakang (Isjoni,
2007:16-17).
Belajar kooperatif/Kelemahan dalam pemebelajaran kooperatif adalah: 1) Guru harus
mempersiapkan pemebelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak
tanaga, pemikiran dan waktu. 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancer maka
dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai. 3) Selama
kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic masalah yang sedang
dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
yang lain pasif (Isjoni, 2007: 25).
Belajar kooperatif/keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah sebagai
berikut: a. Saling ketergantungan yang positif. b. Adanya pengakuan dalam merespon
perbedaan indivu. c. Siswa dilibatkan dalm pengeloalaan dan perencanaan kelas. d.
Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan. e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan
bersahabat antara siswa dengan guru, dan f. Memiliki banyak kesempatan untuk
mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan (Jarolimek dan Parker dalam
Isjoni, 2007: 39).
Belajar kooperatif/Keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah:
1) Saling ketergantungan positif. 2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan
individu. 3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) Suasana kelas
yang rileks dan menyenangkan. 5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat
antara siswa dengan guru. 6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan
pengalaman emosi yang meneyenangkan (Parker dalam Isjoni, 2007: 24).
Belajar kooperatif/Keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah:
1) Saling ketergantungan positif. 2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan
individu. 3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) Suasana kelas
yang rileks dan menyenangkan. 5) Terjalinya hubungan yang hangat dan bersahabat
antara siswa dengan guru. 6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan
pengalaman emosi yang menyenangkan (Parker dalam Isjoni, 2007:24).
Belajar kooperatif/Menurut teori pengajaran, keikutsertaan secara aktif dari peserta
didik dalam kegiatan belajar mengajar merupakan konsekuensi logis dari pengajaran
yang sebenarnya. Bahkan merupakan faktor penting dalam hakikat kegiatan belajar
mengajar. Sebab, suatu pengajaran tidak akan berlangsung dengan berhasil tanpa
keaktifan peserta didik (Subadijah, 1996:32).
Belajar kooperatif/Metode pembelajaran kooperatif tipe GI terdapat tahapan-tahapan
dalam penyelenggaraan yaitu: 1) Tahap identifikasi topic atau materi dan
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok. 2) Merencanakan tugas belajar (para
siswa menyusun rencana bersama). 3) Melakukan penyelidikan. 4) Mempersiapkan
laporan akhir. 5) Menyajikan laporan akhir. 6) Evaluasi (Utomo, 2004:138).
Belajar kooperatif/Model ini (cooperative learning) didasari falsafah homo homini
socius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
berkecenderungan untuk hidup bersama (Djamarah, 1996:17).
Belajar kooperatif/Model pembelajaran kooperatif mencakupi suatu kelompok kecil
yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan
suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama (Suherman,
2001:218).
Belajar kooperatif/Model pembelajaran kooperatif yang bertujuan agar peserta didik
dapat belajar secara kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberi kesempatan kepada orang lain untuk
menggemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok (Isjoni, 2009:21).
Belajar kooperatif/Oleh karena itu, para peserta didik untuk mengubah paradigma
dalam proses pembelajaran, dari yang bersifat “teacher centered” menjadi “student
centered instruction”. Dimana dalam sistem pengajaran ini peranan dan partisipasi yang
tinggi dari peserta didik sangat ditonjolkan (Nurdin, 2002:115-116).
Belajar kooperatif/Pada dasarnya metode kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan yang penting, yaitu: 1) hasil belajar akademik. 2)
penerimaan terhadap perbedaan individu. 3) pengembangan keterampilan social
(Ibrohim dalam Isjoni, 2007:27).
Belajar kooperatif/Pada dasarnya metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan yang penting, yaitu: 1) Hasil belajar akademik –
Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beberapa tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa metode ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-
konsep sulit. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu – Tujuan lain metode
pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas, sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan
kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan
melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan social – Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif
adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial penting akan dimiliki siswa, sebab saat ini masih
banyak anak muda yang masih kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim dalam Isjoni,
2007:27).
Belajar kooperatif/Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
merupakan kegiatan belajar yang dilakukan siswa dengan cara bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil, dimana setiap siswa bisa berpartisipasi dalam tugas-tugas
kolektif yang telah ditentukan dengan jelas (Ibrahim, 2000:6).
Belajar kooperatif/Pelaksanaan model cooperative learning membutuhkan partisipasi
dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative learning dapat
meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong
dalam perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar
cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok
bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memperbaiki
kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapat mereka secara
berkelompok (Isjoni, 2009:21).
Belajar kooperatif/Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat elemen-elemen yang saling terkait, elemen-elemen tersebut antara lain: 1)
Saling Ketergantungan Positif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan
suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang
saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling
ketergantungan positif dapat dicapai melalui: a) Saling ketergantungan mencapai
tujuan, b) Saling ketergantungan menyelesaikan tugas, c) Saling ketergantungan bahan
atau sumber, d) Saling ketergantungan peran, e) Saling ketergantungan hadiah. 2)
Interaksi Tatap Muka. Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka
dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. 3) Akuntabilitas Individual.
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Nilai
kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap
anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian
kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara
individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas Individual. 4) Keterampilan menjalin
hubungan antar pribadi. Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman dan berbagai sifat lain
yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship)
tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak
dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya akan memperoleh teguran dari
guru tetapi juga dari sesama siswa (Abdurrahman & Bintoro dalam Nurhadi dkk, 2004:
61-62).
Belajar kooperatif/Pemberian penghargaan anggota kelompok berdasarka peroleha skor
rata-rata. Adapun criteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan
terhadap kelompok juga disajikan pada table (Isjoni dkk, 2000: 62).
Belajar kooperatif/Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk mengembangkan
aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagi interaksi dan pengalaman belajar.
Namun dalam hal pelaksanaannya yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan
kretivitas peserta didik (Mulyasa, 2007:164).
Belajar kooperatif/Salah satu model pembelajarann untuk mengantisipasi kelemahan
model pembelajaran yang sering dipakai oleh seorang guru pada umumnya adalah
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share. Model
pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk mampu menyelesaikan masalah mendengar
pendapat orang lain dan bersosial (Suprijono, 2009:62).
Belajar kooperatif/Secara sederhana pembelajaran “kooperatif” berarti mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainya sebagai satu
tim (Isjoni, 2007:6).
Belajar kooperatif/Selain itu melalui model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat
membantu meningkatkan pemahaman. “Pemahaman”, proses belajar sangat perlu
memahami, pemahaman merupakan salah satu target yang ingin dicapai membaca
(belajar) (Sapriya, 2009:158).
Belajar kooperatif/Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam
kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-
keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya,
seperti menjadi pendengar aktif, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan
baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan.
Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan
materi yang disajikan guru dan saling membantu diantara teman sekelompoknya untuk
mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok
ada yang belum menguasai materi pelajaran (Trianto, 2009:57).
Belajar kooperatif/Slavin mengemukakan, “In cooperation learning method, students
work together in four member teams to master material initially presented by the teacher
(dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam
kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang akan
disampaikan oleh guru) (Slavin, 2005:8).
Belajar kooperatif/Slavin menyebutkan bahwa cooperative learning merupakan model
pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para
siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi
atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar
mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa
dituntut untuk berbagai informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar
mengajar sesama mereka (Isjoni, 2009:17).
Belajar kooperatif/Terdapat dua aspek penting yang mendasari keberhasilan
cooperative learning yaitu teori motivasi dan teori kognitif (Slavin (1995:16).
Belajar kooperatif/Terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif: 1. Pertama,
Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa
merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat
satu sama lain. Seoranng tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya
sukses. 2. Kedua, Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif
akan meningkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seoranng siswa akan
membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan
bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam
kelompok memengaruhi suksesnya kelompok. 3. Ketiga, Tanggung jawab individual.
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa
dalam hal: a. Membantu siswa yang membutuhkan bantuan. b. Siswa tidak hanya
sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.
4. Keempat, Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif,
selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk
belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. 5. Kelima, Proses
kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses
kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan
mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik (Johnson &
Johnson dan Sutton dalam Trianto, 2009: 60).
Belajar kooperatif/Tiap anggota kelompok terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan
karakteristik yang heterogen (Nurhadi dkk., 2004: 65).
Belajar kooperatif/Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning (Lie,
2004: 31).
Belajar kooperatif/Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran
kooperatif: 1) Penghargaan kelompok. 2) Pertanggung jawaban individu. 3) Kesempatan
yang sama untuk mencapai keberhasilan (Salavin dalam Isjoni, 2007: 21- 22).
Belajar kooperatif/Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran
kooperatif: 1) Penghargaan kelompok – Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-
tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok
diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. 2) Pertanggung
jawaban individu – Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada
aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugas-tugas lainya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya. 3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan –
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang
terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini, setiap siswa baik yang berprestasi
rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya (Slavin dalam Isjoni, 2007: 21-22).
Belajar kooperatif/Ukuran kelompok yang ideal untuk cooperative learning adalah tiga
sampai lima orang (Suherman, 2001: 220).
Belajar kooperatif/Unsur-unsur dasar dalam cooperative learning adalah sebagai
berikut : a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama”. b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari
materi yang dihadapi. c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya
memiliki tujuan yang sama. d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung
jawab sama besarnya diantara anggota kelompok. e. Para siswa akan diberikan suatu
evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh
anggota kelompok. f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar. g. Para siswa akan diminta mempertanggung
jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Lundgren
dalam Isjoni, 2009).
Belajar kooperatif/Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan bersama”. 2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya seperti milik mereka sendiri. 3) Siswa haruslah melihat bahwa semua
anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4) Siswa haruslah membagi
tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5) Siswa
dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk
semua anggota kelompoknya. 6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 7) Siswa berbagi
kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selam
proses belajarnya (Ibrohim, 2000:6).
Belajar kooperatif/Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja
kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar
terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning (Lie, 2008:32 35).
Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah. Pendapat ini menjelaskan bahwa
belajar dipengaruhi oleh situasi stimulus yang menyebabkan perubahan perbuatan
(Gadne yang dikutip Purwanto, 1993:84).
Belajar/Ada beberapa prinsip untuk mengaktifkan cara belajar siswa, antara lain: a.
Prinsip Motivasi, artinya pemberian dorongan agar terangsang perhatianya untuk
berbuat sesuatu. Baik yang bersifat intrinsic maupun ekstrinsik, seperti perintah,
teguran, celaan, hukuman, dan sebagainya. b. Prinsip Konteks, artinya mengasosiasikan
pengetahuan baru, dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Dengan
demikian memudahkan siswa untuk memahaminya. c. Prinsip Focus, artinya
merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak
dijawab, dan merupakan konsep yang hendak ditemukan. d. Prinsip Sosialisasi, artinya
siswa diberikan kepercayaan untuk bekerjasama dengan teman-temannya. e. Prinsip
belajar sambil bekerja, artinya siswa diberikan kepercayaan untuk bekerja sendiri untuk
berbuat sesuatu dalam rangka memperoleh pengalaman langsung (Miranu Triantono
dalam Triantoro, 1993:69).
Belajar/Ada dua faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu: 1) Faktor Internal,
berupa faktor belajar yang bersumber dari dalam diri siswa tersebut di antaranya
kematangan, kecerdasan, latihan dan motivasi. 2 ) Faktor Eksternal, berupa faktor
belajar yang bersumber dari luar diri siswa di antaranya lingkungan sekolah, keluarga,
dan masyarakat (Purwanto, 1990:19).
Belajar/Ada dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1) Faktor Intern – Faktor intern
adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar. 2) Faktor Ekstern – Faktor
ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar (Slameto, 2002:54-
71).
Belajar/Aktivitas dalam belajar antara lain mendengarkan, memandang, meraba,
membau, menulis, membaca, mengamati, mengingat, berfikir, dan latihan (Ahmadi dan
Supriyono, 2004:123).
Belajar/Belajar ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa
di sekolah, secara garis besarnya dapat dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu: a. Faktor
Internal (faktor dari dalam diri siswa), meliputi keadaan kondisi jasmani (fisiologis), dan
kondisi rohani (psikologis). b. Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), terdiri dari
faktor lingkungan, baik social dan non social dan faktor instrumental (Sabri: 1996:59).
Belajar/Ciri-ciri belajar antara lain: 1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah
laku. Hal ini berarti bahwa hasil belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu
adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil
menjadi terampil. 2) Perubahan perilaku relatif permanen. Artinya, bahwa perubahan
tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak
berubah-ubah. 3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat
proses belajar sedang berlangsung. Perubahan perilaku tersebut bersifat potensial. 4)
Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. 5) Pengalaman atau
latihan dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat akan memberikan
semangat untuk mengubah tingkah laku (Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 15-16).
Belajar/Ciri-ciri proses belajar adalah: 1) Perubahan terjadi secara sadar, 2) Perubahan
dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional, 3) Perubahan dalam belajar bersifat aktif
dan positif, 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, 5) Perubahan dalam
belajar bertujuan atau terarah, dan 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
(Slameto, 2003: 3).
Belajar/Dalam kegiatan belajar siswa akan selalu dituntut untuk berfikir, pemahaman
dan keterampilan sosial. “Berpikir” seperti yang dinyatakan Philip L. Harriman berfikir
adalah angan-angan, pertimbangan, kreatifitas, tingkah laku, pembicaran yang lengkap,
aktivitas idaman, pemecahan masalah, penentuan, perencanaan, dan sebagainya;
aktivitas dalam menanggapi situasi yang tidak objektif yang menyerang organ
pancaindra (Shaleh, 2008: 22).
Belajar/Dalam teori ini mempunyai pandangan bahwa dalam belajar faktor pemahaman
atau pengertian (insight) merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat
memahami/mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Selain itu dalam
belajar pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral. Belajar tidak
hanya dilakukan secara reaktif-mekanis belaka; tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif
dan bertujuan (Mudzakir dan Sutrisno 1997:153-154).
Belajar/Faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu
yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar
individu (Slameto, 2003:54).
Belajar/Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga
macam diantaranya: a. Faktor internal (factor dari dalam diri siswa). b. Faktor eksternal
(faktor dari luar diri siswa), yakni faktor lingkungan siswa. c) factor pendekatan belajar,
yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Syah, 1995:132).
Belajar/Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sacara garis besar dapat dibagi dalam
klasifikasi faktor intern (dari dalam) diri si subjek belajar dan faktor ekstern (dari luar)
diri si subjek belajar (Sardiman, 2007:39).
Belajar/Ketuntasan belajar siswa secara individual dan klasikal yaitu: Seorang siswa
dikatakan telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah mencapai skor minimal 65% dari
total skor atau nilai 65. Suatu kelas dikatakan telah tuntas belajar jika dalam kelas
tersebut telah terdapat minimal 65% dari jumlah seluruh siswa yang telah mencapai daya
serap lebih besar atau sama dengan 65% (Suryosubroto (1997:77).
Belajar/Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang
digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi
tertentu (Muhibbinsyah, 2002:139).
Belajar/Prinsip-prinsip belajar itu adalah: 1) Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan
akan menuntutnya dalam belajar. untuk mencapai harapan-harapan; 2) Belajar
memerlukan bimbingan, baik dari bimbingan guru maupun buku pelajaran itu sendiri;
3) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh
pengertian-pengertian; 4) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang
telah dipelajari dapat dikuasainya; 5) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi
saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya; 6) Belajar harus
disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan; 7) Belajar dikatakan
berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari (Aqib,
2002: 44-45).
Belajar/Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar antara lain: 1) Belajar pada
hakekatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya, 2) Belajar memerlukan
proses dan penahapan serta kematangan diri para peserta didik, 3) Belajar akan lebih
mantap dan efektif bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam, lain
halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita, 4)
Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan kemungkinan berbuat
keliru) dan conditioning atau pembiasaan, 5) Kemampuan belajar seorang siswa harus
diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran, 6) Belajar dapat melakukan cara
yaitu: diajar secara langsung, control, kontak, penghayatan, pengalaman langsung
(seperti anak belajar bicara, sopan santun dan lain-lain), pengenalan dan atau peniruan,
7) Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu
membina sikap, ketrampilan, cara berpikir kritis dan lain-lain, bila dibandingkan dengan
belajar hafalan saja, 8) Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak
mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan, 9) Bahan pelajaran yang
bermakna atau berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, dari pada bahan yang
kurang bermakna, 10) Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan serta
keberhasilan siswa, banyak membantu kelancaran dan gairah belajar, 11) Belajar
sedapat mungkin diubah kedalam bentuk aneka ragam tugas, sehingga anak-anak
melakukan dialog dalam dirinya atau mengalaminya sendiri (Sardiman, 2002: 24).
Belajar/Proses belajar terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor yang berasal dari dalam atau faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor faktor
tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1) Faktor dari luar. Kondisi ini mencakup:
a) Bahan ajaran – Bahan yang dipelajari ikut menentukan bagaimana proses belajar itu
terjadi, dan bagaimana hasilnya yang dapat diharapkan. Belajar tentang keterampilan
berbeda dengan belajar tentang pemecahan masalah. Demikian juga taraf kesukaran
besar pengaruhnya terhadap proses belajar. b) Faktor-faktor lingkungan – Terdiri dari:
– Lingkungan alami, Belajar dalam keadaan udara segar misalnya, akan lebih baik
hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Lingkungan
social, Lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, hiruk pikuk lalu-lintas,
gemuruhnya pasar dan lain sebagainya juga berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar. c) Faktor-faktor instrumental – Adalah faktor yang adanya dan penggunaanya
dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan
dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah
dirumuskan. Termasuk dalam faktor ini adalah perangkat keras (hardware), misalnya:
kurikulum, program, pedoman belajar, dan sebagainya. 2) Faktor dari dalam (Intern) –
Kondisi ini mencakup: a) Kondisi fisiologis, Misalnya: gizi, kesehatan, dan panca indera,
terutama indera pendengaran, dan penglihatan sangat berpengaruh terhadap proses
belajar. b) Kondisi psikologis – Meliputi: minat, kecerdasan, bakat, motivasi (Soeharto
dkk (2003:109).
Belajar/Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita
bedakan menjadi tiga macam yaitu: 1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa). Faktor
yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua aspek yaitu: a) Aspek fisiologis yaitu
kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ tubuh dan sendi-sendinya yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas
siswa dalam mengikuti pelajaran. b) Aspek psikologis. Banyak faktor yang termasuk
aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan
pembelajaran siswa, namun pada umumnya yang dipandang lebih esensial yaitu: 1)
tingkat kecerdasan/inteligensi siswa, 2) sikap siswa, 3) bakat siswa, 4) minat siswa, 5)
motivasi siswa. 2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa). Faktor yang berasal dari luar
diri siswa yaitu: a) Lingkungan sosial siswa seperti para guru, para staf administrasi, dan
teman-teman sekelas yang dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. b)
Lingkungan non sosial siswa yang meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat
tinggal keluarga siswa dan letaknya, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan
siswa (Syah, 2006:132-139).
Belajar/Seorang dikatakan belajar jika membawa perubahan, baik aktual maupun
potensial berupa kecakapan baru yang terjadi karena usaha secara sengaja (Suryabrata,
2004:249).
Belajar/Suatu masalah dalam belajar itu jika seorang siswa tidak memenuhi harapan-
harapan yang diisyaratkan kepadanya oleh sekolah seperti yang tercantum pada tujuan
dari kurikulum dan kurikuler (Partowisastro, H. K. dan Hadisuparto (1986:46).
Belajar/Tujuh Keyakinan Utama dalam Pola Pendidikan dan Belajar yang Sedang
Berubah. 1) Belajar yang berorientasi pada peserta didik daripada belajar yang
berorientasi pada pendidik (guru). 2) Mendorong keragaman, bukan homoginitas:
mencakup intelegensi banyak dan pola-pola belajar yang beragam. 3) Memahami
sebuah dunia saling bergantung dan berubah, daripada menghafal fakta-fakta dan
berusaha untuk jawaban-jawaban yang benar. 4) Mengeksplorasi secara konstan teori-
teori dalam penggunaan seluruh yang tercakup dalam proses pendidikan. 5)
Mengintegrasikan kembali pendidikan dalam jaringan-jaringan (webs) hubungan sosial
yang menghubungkan teman sejawat, sahabat, famili, organisasi, dan masyarakat. 6)
Mengatasi fragmentasi pengetahuan terutama model pencerahan pertama tentang
pemahaman sesuai dengan cara-cara mengetahui yang bersifat holistik dan integral.
7) Menganekaragamkan peranan yang meningkat pada belajar non-formal dan informal
(Valdés-Cotera, 2011:10).
Bentuk reaksi yang terjadi akibat frustasi diantaranya adalah perilaku kekerasan yang
dilakukan untuk menyakiti diri atau orang lain, yang sering disebut dengan agresi”
(Koeswara, E. 1989:5).
Bepikir kritis/Berkenaan dengan perilaku dalam aspek berfikir, menurut Benjamin ada 6
(enam) tingkatan dalam domain kognitif, diantaranya: a. Pengetahuan/ingatan
(Knowledge), aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat materi
yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada hal-hal yang sukar. b.
Pemahaman (Comprehension), aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk
mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atu diingat dan
memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari. c. Penerapan/aplikasi
(Application), aspek ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan
pengetahuan atau menggunakan ide-ide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, dan
sebagainya. d. Analisis (Analysis), aspek ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau
menguraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponen-komponen atau bagian-
bagian yang lebih spesifik, serta mampu memahami hubungan diantara bagian yang
satu dengan yang lain. e. Sintesis (Synthesis), aspek ini mengacu kepada kemampuan
memadukan berbagai konsep atau komponen, sahingga membentuk suatu pola struktur
atau bentuk baru. f. Evaluasi (evaluation), aspek ini mengacu pada kemampuan
memberikan pertimbangan atau penilaianterhadap gejala atau peristiwa berdasarkan
norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu (Sagala, 2009:157).
Bermakna/Teori pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang
yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh
menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan
subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-
konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-
benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat
dalam kegiatan pembelajaran (Djamarah, 2002: 22-26).
Berpikir kritis/Beberapa komponen pemikiran kritis, yaitu: a. Basic Operations of
Reasoning. Untuk berfikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk
menjelaskan, mengeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif, dan merumuskan
langkah-langkah logis lainnya secara mental. b. Domain-Specific Knowledge. Dalam
mengahadapi suatu problem seseorang harus memiliki pengetahuan tentang topik atau
kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus memiliki
pengetahuan tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut. c.
Metacognitive Knowledge. Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk
memonitor ketika dia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari
kapandia memerlukan informasi baru, dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan
mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut. d. Values, Beliefs, and
Dispositions. Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara fair dan objektif.
Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada
solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten and reflektif ketika berfikir
(Saifer dan Hoffnung dalam Zaleha, 2004: 154).
Berpikir kritis/Beberapa Macam Cara Berfikir: a. Berpikir Induktif. Berpikir induktif adalah
suatu proses dalam berpikir yang berlangsung, dari khusus menuju kepada yang umum.
Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian
menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa cirri-ciri/sifat-sifat itu terdapat pada semua
jenis fenomena tadi. b. Berpikir Deduktif. Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir
deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju kepada yang khusus. Dalam
cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip atau kesimpulan yang
dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ ia menerapkan kepada
fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku
bagi fenomena tersebut. c. Berpikir Analogis Analogi berarti persamaan atau
perbandingan. Berpikir analogis adalah berpikir dengan jalan menyamakan atau
memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah dialami. Dalam cara
berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomena-fenomena yang
pernah dialaminya pula bagi fenomena yang dihadapi sekarang (Purwanto, 2010: 47-
48).
Berpikir kritis/Bentuk kecenderungan berpikir kritis adalah: a. Mencari pernyataan yang
jelas dari setiap pertanyaan. b. Mencari alasan. c. Berusaha mengetahui informasi yang
baik. d. Memiliki sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkan. e.
Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. f. Berusaha tetap relevan dengan
ide utama. g. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. h. Mencari alternatif. i.
Bersikap dan berpikir terbuka. j. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk
melakukan sesuatu. k. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
l. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan
masalah. m. Peka terhadap tingkat keilmuan dan keahlian orang lain (R. H. Ennis dalam
Zaleha, 2004: 91-92).
Berpikir kritis/Dari beberapa penelitian yang diadakan oleh Lan Wright dan C. L. Bar
menyatakan hal-hal berikut ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
diantaranya: 1. Membaca dengan kritis. Untuk berpikir secara kritis, seseorang harus
membaca dengan kritis pula. Ada beberapa langkah yang harus dikuasai untuk
membaca dengan kritis, langkah-langkah ini adalah: a) Amati dan baca sekilas sebuah
teks sebelum membacanya secara keseluruhan. b) Hubungkan teks dan konteksnya,
yaitu dengan meletakkan pada konteks sejarah atau budaya atau sejarah yang betul. c)
Buat pertanyaan tentang kandungan teks saat membaca. d) Refleksikan kandungan teks
yang berhubungan dengan pendapat dan pendirian sendiri. e) Buat ringkasan
kandungan teks dengan menggunakan kata-kata sendiri. f) Evaluasi teks dari segi
logika, kredibilitas dan reabilitasnya. g) Bandingkan teks yang dibaca dengan teks lain
dalam hal persamaan dan perbedaan. h) Meningkatkan daya analisis. Dalam diskusi
kelompok, cari cara penyelesaian/solusi yang baik untuk suatu permasalahan, kemudian
diskusikan akibat terburuk yang mungkin terjadi. Dalam menjalankan diskusi, anda
dapat mengarahkan pembicaraan untuk mendapatkan beberapa tindakan preventif. 2.
Mengembangkan kemampuan observasi/mengamati. Meningkatkan kemampuan
mengamati, berarti meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dengan mengamati,
seseorang akan dapat menyelesaikan masalah yang menimpa seseorang. Untuk
meningkatkan kemampuan mengamati seseorang harus: a) Peka/tanggap terhadap
lingkungan. b) Melatih diri sendiri untuk mengoptimalkan pemakaian indera. c) Bisa
langsung mengungkapkan secara verbal komentar yang ada di dalam pikiran (Zaleha,
2004: 95-100).
Bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan pada siswa dengan
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan
yang dihadapinya dalam rangka perkembangannya yang optimal, sehingga mereka
dapat memahami diri, mengarahkan diri dan bertindak serta bersikap sesuai dengan
tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Murniati,
1992:40).
Bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada guru–guru agar kemampuan profesional
makin berkembang, sehingga situasi belajar semakin efektif dan efisien (Soewadji,
1988:33).
Bimbingan dan konseling mempunyai peranan penting untuk membantu siswa, antara
lain dalam hal: 1) Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang
gterbuka bagi mereka. 2) Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajarnya.
Misalnya masalah hubungan muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan dengan
orangtuua/keluarga, dan sebagainya (Winkel (1978) dalam Soetjipto dan Kosasi, 2009:
68).
Bimbingan dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang
garapan pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan
pendidikan ddan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan mmelalui layanan
secara khusus terhadap siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan
kemampuannya secara penuh (Mortensen & Schemuller, 1969) (Soetjipto dan Kosasi,
2009:64).
Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaanya di setiap
sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor, seperti dikemukakan oleh
Koestoer Partowisastro (1982), sebagai berikut: 1) Sekolah merupakan lingkungan hidup
kedua sesudah rumah, di mana anak dalam waktu sekian jam (+ 6 jam) hidupnya berada
di sekolah. 2) Para siswa yang usianya relatif asih sangat muda sangat membutuhkan
bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun
dalam mengatasi berbagai kesulitan (Soetjipto dan Kosasi, 2009:65).
Bimbingan dan konseling yang mendahului tercapainya efek atau hasil sedangkan
evaluasi hasil memusatkan perhatian pada efek-efek yang dihasilkan atau dampak dari
program bimbingan dan konseling, sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. (Winkel,
1997:728).
Bimbingan ini (belajar) dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Bimbingan ini antara lain meliputi: 1) Cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun
individual. 2) Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar. 3) Efisiensi
dalam menggunakan buku-buku pelajaran. 4) Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang
berkaitan dengan mata pelajaran tertentu. 5) Cara, proses, dan prosedur tentang
mengikuti pelajaran (Soetjipto dan Kosasi, 2009:67).
Bimbingan ini (pribadi) dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi
masalah-masalah pribadi, yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Siswa yang
mempunyai masalah dan belum dapat diatasi/dipecahkan, akan cenderung terganggu
konsentrasi dalam belajarnya, dan akibatnya prestasi belajar yang dicapainya rendah
(Soetjipto dan Kosasi, 2009:68).
Bimbingan konseling bertugas memperhatikan pembulatan (perkembangan sikjap dan
perilaku) siswa serta mengetahui perbedaan individu pada diri siswa (Winkel, 1984:33).
Bimbingan merupakan: (a) suatu proses yang berkesinambungan, (b) suatu proses
membantu individu, (c) bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang
bersangutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
kemampuan/potenssinya, dan (d) kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan
agar individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 62).
Bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahkan dan
mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial, sehingga
terciptalah suasana belajar-mengajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmadi (1977)
bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk: 1) Memperoleh kelompok belajar dan bermain
yang sesuai. 2) Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai. 3) Membantu
mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah tertentu (Soetjipto dan
Kosasi, 2009: 68).
Bimbingan/Ada delapan fungsi dan peranan konselor di dalam pendekatan
multikultural, yaitu sebagai: 1) komunikator antar budaya (intercultural communicator).
Menunjukkan dan berbagi kesadaran budaya. Membantu pengembangan pemahaman
antar kelompok. Memudahkan komunikasi lintas budaya dan pekerjaan melawan
pengasingan; 2) advokat mahasiswa (student advocate). Memahami dan
menginterpretasikan kebutuhan, pengalaman, dan situasi para mahasiswa dan
melindungi mereka dari hal-hal yang tak bereaksi, tak realistis, dan tidak beralasan,
atau aspek yang berbahaya menyangkut lingkungan pendidikan dan belajarnya; 3)
intervensi krisis (crisis intervention). Membantu mengambil resiko bijaksana di dalam
melakukan apa yang penting dan yang terbaik untuk pengembangan mahasiswa di luar
lingkungan bidang pendidikan; 4) fasilitator pengembangan (developmental facilitator).
Menciptakan dan menerapkan aktivitas dan pengalaman yang akan membantu para
mahasiswa dengan isu yang kebanyakan bagian bersama-sama. Beberapa hal
berhubungan dengan, bahwa banyak mahasiswa menghadapi permasalahan di
perguruan tinggi, hubungan panutan dan tekanan, hubungan keluarga dan orang tua,
hubungan wanita pria, orangtua, konflik generational, dan konsep diri. Beberapa
perhatian yang dihadapi oleh kaum muda adalah juga yang memantulkan cahaya untuk
isu sekarang di dalam masyarakat yang demokratis, seperti penggunaan obat dan
tanggung jawab yang berhubungan dengan pengguguran kandungan; 5) pengolah
informasi (information processor). Mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan, serta menggunakan informasi yang berhubungan dengan data
mahasiswa tentang motivasi mereka, kekuatan, dan sumber daya setimbang dengan
kelemahan mereka, permasalahan, dan mengarah pada peningkatan; 6) Pedoman karier
(career guide). Menggunakan dan menerapkan model yang sesuai, dan informasi yang
tidak menyimpang dengan suatu sikap optimis ke arah mahasiswa yang membantu di
dalam mengembangkan pencapaian tujuan karier di berbagai kemungkinan bagi mereka
yang terbaik memenuhi kepribadian dan potensi mereka; 7) interpreter yang
menyangkut sistem birokratis (interpreter of the bureaucratic system). Membantu di
dalam memecahkan kode sosial, politis, dan faktor kelas menempelkan baik dalam
sistem pendidikan dan di dalam masyarakat yang luas. Fungsi sebagai tipe perantara
(intermediary) yang menekankan kebutuhan individu dan kelompok budaya di dalam
suatu sistem bukan perseorangan; 8) staf konsultan dalam layanan jabatan ( in-service
staff consultant). Menginterpretasikan kebutuhan jangka panjang dan segera dan
pengalaman para mahasiswa di dalam interaksi dengan tujuan staff melalui konseling
konsultatif dengan individu anggota staf dan staf kelompok. Dengan beberapa fungsi
konselor ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam merencanakan karier
mereka, sehingga dapat mencapai IP tinggi dan studi tepat waktu (Axelson, J.A, 1999:
235-236).
Bimbingan/Ada tiga etika dasar konseling yaitu kerahasiaan, kesukarelaan, dan
keputusan diambil oleh klien sendiri (kemandirian) (Munro, dkk. dalam Prayitno,
2004:5).
Bimbingan/Adanya keragaman etnisitas dapat menumbuhkan kesadaran pengajar untuk
menangani permasalahan yang timbul secara wajar, dan akan berpengaruh pada proses
pembelajaran, memodifikasi strategi untuk menyesuaikan latar belakang
siswa/mahasiswa, serta dapat berkomunikasi secara efektif (Partington G. dan
McCudden V., 1993: 209).
Bimbingan/asas alih tangan/Asas ini dimaksudkan untuk menghindari terjaddinya
pemberian layanan yang tidak tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan
serba tahu, sehingga dalam pemberian layanan ia perlu membatasi diri sesuai dengan
keahliannya. Bila ditemukan masalah-masalah klien tersebut di luar bidang keahliannya,
maka konselor henddaknya segera mengalihtangankan kepada ahli lain. Setiap masalah
henddaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu (Soetjipto dan Kosasi, 2009:
79).
Bimbingan/asas keahlian/Layanan bimbingan dan konseling adalah profesional, oleh
karena tu tidak mungkin dilakssanakan oleh orang-orang yang tidak dididik dan dilatih
atau dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu ketrampilan khusus.
Konselor harus benar-benar terlatih untuk itu, sehingga layanan tersebut benar-benar
profesional (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 78).
Bimbingan/asas kedinamisan/Arah layanan bimbingan dan konseling yaitu terwujudnya
perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Sesuai
dengan sifat keunikan manusiamaka konselor harus memberikan layanan seirama
dengan perubahan-perubahan yang ada pada diri klien. Perubahan itu tidak hanya
sekadar berupa pengulangan-pengulangan yang bersifat monoton, melainkan
perubahan menuju pada suatu kemajuan (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 78).
Bimbingan/asas kegiatan/Usaha layanan bimbingan dan konseling akan
dapat berlangsunng baik, bilamana klien mau melaksanakan sendiri kegiatan yang telah
dibahas dalam layanan itu. Oleh karena itu, konselor hendaknya mampu memotivasi
klien untuk melaksanakan semua saran yang telah disampaikannya. Keberhasilan
layanan bimbingan dan konseling tidklah terwujud dengan sendirinya, tetapi harus
diusahakan oleh klien itu sendiri (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 77).
Bimbingan/asas kekinian/Pemecahan masalah dalam kegiatan konseling seharusnya
berfokus pada masalah-masalah yang dialami oleh klien saat ini. Apa yang dirasakan
dan dipikirkan pada saat konsultasi, itulah yang menjadi pusat perhatian dalam
mencarikan pemecahannya. Konselor jangan terperangkap dalam pembicaraan tetang
masalah-masalah yang tidak lagi menjadi persoalan bagi klien. Bila hal ini terjadi,
maka kegiatan layanan tersebut tidak akan memecahkan persoalan yang sedang
dihadapi oleh klien. Misalnya: Klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya rendah.
Pembicaraan hendaknya berorientasi padda masalah-masalah yang berkaitan dengan
rendahnya prestasi belajar tersebut, dan bukan hal-hal lain yang tidak ada lagi kaitannya
dengan masalah tersebut (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 77).
Bimbingan/asas kenormatifan/Maksud dari asas ini adalah usaha layanan bimbingan
dan konseling yang dilakukan itu hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku, sehingga tidak terjadi penolakan dari individu yang dibimbing. Baik
penolakan dalam prosesnya maupun saran-saran atau keputusan yang dibahas dalam
konseling (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 78).
Bimbingan/Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam usaha BK, dan harus benar-
benar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab (Mugiarso, 2004:24).
Bimbingan/Asas Kerahasiaan/Asas ini mempunyai makna yang sangat penting dalam
layanan bimbingan dan konseling. Mungkin tidak terlalu berlebihan bilmana asas ini
disebut dengan asas kunci dalam pemberian layanan tersebut. Sebagian keberhasilan
layanan bimbingan banyak ditentukan oleh asas ini, sebab klien akan mau membukakan
keadaan dirinya sampai masalah-masalah yang sangat pribadi, apabila ia yakin bahwa
konselor dapat menyimpan rahasianya. Dengan adanya keterbukaan dari klien akan
memberikan kemudahan-kemudahan bagi konselor menemukan sumber penyebab
timbulnya masalah, yang selanjutnya dapat mempermudah pula mencari atau
mendapatkan jalan pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut (Soetjipto dan
Kosasi, 2009: 76).
Bimbingan/asas kesukarelaan/Konselor mempunyai peran utama dalam mewujudkan
asas kesukarelaan ini. Konselor harus mampu mencerminkan asas ini dalam menerima
kehadiran klien. Bilaman konselor tidak siap menerima kehadiran klien karena satu hal
dan hal lain, seperti tidak cukupnya waktu untuk berkonsultasi yang disebabkan ada
acara lain; badan atau perasaan tidak enak; sedang punya masalah yang agak serius,
dan sebagainya. Kondisi konselor yang demikian dapat menyebabkan asas kesukarelaan
ini tidak terwujud., kalau mereka paksakan untuk melakukan konsultasi. Sebaliknya,
bila klien tidak mau dengan sukarela mengemukakakn permasalahannya, maka
konsultasi itu tidak mngkin berlangsung secara efektif. Hal ini bisa terjadi mungkin
disebabkan oleh kesan klien yang kurang baik terhadap koselornya, sehinngga
masalah-masalah yang dihadap enggan disampaikan kepada konselor (Soetjipto dan
Kosasi, 2009: 76-77).
Bimbingan/Asas Keterbukaan/Konselor harus berusaha untuk menciptakan suasana
keterbukaan daam membahas masalah yang dialami klien. Klien terbuka menyampaikan
perasaan, pikiran, dan keinginannya yang diperkirakan sebagai sumber timbulnya
permasalahan. Klien merasa bebas mengutarakan permasalahannya, dan konselor pun
dapat menerimanya dengan baik. Konselor juga terbuka dalam memberikan tanggapan
terhadap hal-hal yang dikemukakan oleh klien. Namun demikian, suasana keterbukaan
ini sulit terwujud bilamana asas kerahasiaan tidak dapat terlaksanakan dengan baik.
Oleh karena itu, asas kerahasiaan akan sangat mendukug terciptanya keterbukaan klien
dalam menyampaikan persoalannya (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 76).
Bimbingan/Asas keterpaduan/Kepribadian klien merupaka suatu kesatuan dari berbagai
macam aspek. Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaknya selalu diperhatikan
aspek-aspek kepribadian klien yang diarahkan untuk mencapai keharmonisan atau
keterpaduan. Bila tidak terwujud keterpaduan aspek-aspek ini justru akan menimbulkan
masalah baru. Di samping keterpaduann layanan yang diberikan, konselor juga harus
memperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, jangan sampai
terjadi timbulnya ketidakserasian atau pertentangan dengan aspek layanan lainnya
(Soetjipto dan Kosasi, 2009: 78).
Bimbingan/asas tut wuri handayani/Setelah klien mendapatkan layanan, klien
merasakan bahwa layanan tersebut tidak hanya pada saat klien mengemukakan
persoalannya. Di luar layanan pun hendaknya makna bimbingan dan konseling tetap
dapat dirasakan, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara konselor dan
kliennya. Klien hendaknya merasa terbantu dan merasa aman atas pemberian layanan
itu. Dalam pemecahan masalah, konselor jangan dijadikan alat oleh klien tetapi klien
sendirilah yang harus membuat keputusan. Konselor sewaktu-waktu siap membantunya
bila dalam pelaksanaannya, klien mengalami masalah atau benturan-benturan lagi
(Soetjipto dan Kosasi, 2009: 79).
Bimbingan/Berkonsultasi meliputi tiga pihak yaitu melibatkan seorang konsultan,
konsulti, dan konseli) (Dougherty dalam Sciarra, 2004:55).
Bimbingan/Bila bertemu dengan konseli untuk pertama kali: menyambut kedatangan
konseli dengan sikap ramah, misalnya berjabatan tangan, mempersilakan duduk, dan
menyisihkan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya (Winkel, 2005:473).
Bimbingan/Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan
bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan pembimbingan
kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan konnseling. Beberapa ahli menyatakan
bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan bimbingan. Ada pila
yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan.
Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di dalam nya kegiatan
konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas menyatakan bahwa
terminologi layanan bimbingan dan konseling dapat diganti dengan layanan bimbingan
saja (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 61)
Bimbingan/Bimbingan murid/Pelayanan Bimbingan kepada murid ini dilakukan dengan
tujuan supaya murid dapat: 1) Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri. 2)
Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi lingkungan
sekolah, keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, kebudayaan. 3) Mengatasi kesulitan dan
mengidentifikasi dan memecahkan masalahnya. 4) Mengatasi kesulitan dalam
menyalurkan kemampuan, minat, bakatnya, dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. 5)
Memperoleh bantuan secara tepat dari fihak-fihak di luar sekolah untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah (Soetjipto dan Kosasi, 2009:
66).
Bimbingan/Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C dinyatakan bahwa tujuan
bmbingan di sekolah addalah membantu siswa: 1) Mengatasi kesulitan dalam
belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi. 2) Mengatasi terjadinya
kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat proses belajar-
mengajar berlangsung dan ddalam hubungan sosial. 3) Mengatasi kesulitan-kesulitan
yang berhubungan dengan kesehatan jasmani. 4) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang
berkaitan dengan kelanjutan studi. 5) Mengatssi kesulitan-kesulitan yang berhubungan
dengan perrencanaan dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat. 6) Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-emosional di sekolah
yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhadap
lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas (Soetjipto dan Kosasi,
2009: 66).
Bimbingan/Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan
dan Penyuluhann dinyatakan ada beberapa masalah pribadi yang memerlukan bantuan
konseling, yaitu masalah akibat konflik antara: 1) Perkembangan intelektual dengan
emosionalnya. 2) Bakat dengan aspirasi lingkungannya. 3) Kehendak siswa dengan
orangtua atau lingkungannya. 4) Kepentingan siswa dengan orangtua atau
lingkungannya. 5) Situasi sekolah dengan situasi lingkungan. 6) Bakat dan pendidikan
yang kurang bermutu dengan kelemahan keengganan mengambil pilihan (Soetjipto dan
Kosasi, 2009: 69).
Bimbingan/Dalam proses belajar di kelas siswa juga harus mampu menyesuaikan diri
dengan kehidupan kelompok. Dalam kehidupan kelompok perlu adanya
toleransi/tenggang rasa, saling memberi dan menerima (take and give),tidak mau
menang sendiri, atau kalau mempunyai pendapat harus diterima dalam mengambil
keputusan. Langsung ataupun tidak langsung suasana hubungan sosial di kelas atau di
sekolah akan dapat mempengaruhi perasaan aman bagi siswa yang berssangkutan. Hal
ini dapat mempengaruhi konsentrasinya dalam belajar (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 68).
Bimbingan/Dari sudut konselor ada tiga tujuan pada wawancara permulaan dalam kaitan
dengan proses konseling ialah: 1) menimbulkan suasana bahwa proses konseling
dimulai, 2) membuka aspek-aspek psikis pada diri klien seperti kehidupan perasaan dan
sikapnya, 3) menjelaskan struktur mengenai proses bantuan yang akan diberikan (Tyler
dalam Gunarsa, 2007:93).
Bimbingan/Delapan langkah konseling yang dibagi menjadi dua fase. Fase
pertama, membangun hubungan- hubungan terdiri dari empat langkah: a.
Memasuki konseling, yang ditujukan untuk membuka wawancara
melalui penciptaan kepercayaan dan membantu klien agar mampu
menyatakan kebutuhannya untuk dibantu secara jelas dengan tingkat penolakan yang
minimal. b. Klarifikasi, yakni merumuskan masala atau kepedulian dan alasan- alasan
untuk meminta bantuan. c. Struktur, yang
ditujukan untuk merumuskan kontrak dan struktur hubungan.
d. Hubungan, yaitu membangun hubungan-hubungan yang bersifat membantu. Fase
kedua, Facilitating Posiyive Action, yang ditujukan untuk menciptakan kondisi-kondisi
fasilitatif yang membantu klien melakukan tindakan-tindakan positif. Fase ini dibagi
menjadi empat langkah, sebagai berikut;
a. Eksplorasi, yaitu menjelajah masalah, merumuskan tujuan, merencana-
kan strategi, mengumpulkan informasi yang diperlukan, meng- ekspresikan perasaan-
perasaan dan belajar ketrampilan baru. b. Konsolidasi, yang meliputi penjelajahan alternatif
pilihan dan perasa- anperasaan yang lebih dalam serta merencanakan atau melakukan
ketrampilan yang baru dipelajari. c. Perencanaan, yaitu kegiatan untuk mengembangkan
suatu rencana tin- dakan dengan mempertimbangkan berbagai strategi untuk memecah-
kan masalah-masalah yang dihadapinya, agar klien mampu melajukan kegiatan-kegiatan
yang tertuju kepada perkembangan yang optimal. d. Penutupan, terdiri atas penilaian hasil-
hasil yang dicapai dan pemutusan hubungan (Bremmer, 1982:241).
Bimbingan/Di samping itu, bimbingan sosial juga dimaksudkan agar siswa dapat
melakukan penyesuaian diri terhadap teman sebayanya baik di sekolah maupun di luar
sekolah (Downing, 1978) (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 68).
Bimbingan/Fungsi guru pembimbing adalah: 1) fungsi pemahaman yaitu, mem- berikan
pemahaman tentang sesuatu hal yang menjadi kepentingan atau
kebutuhan peserta didik tentang diri sendiri, lingkungan dan informasi lain yang
dibutuhkan; 2) fungsi pencegahan yaitu, memberikan pencegahan atau terhindarnya
individu dan atau kelompok peserta didik dari berbagai per- masalahan yang mungkin
timbul; 3) fungsi pengentasan yaitu, mengentaskan
atau mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan dan atau perkembangan
yang dialami oleh peserta didik; 4) fungsi pemeliharaan dan pengembangan
yaitu,memelihara dan mengembangkan potensi dan kondisi positif peserta didik.
(Depdiknas 2004:16).
Bimbingan/Fungsi kepengawasan layanan bimbingan antara lain memantau, menilai,
memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kegiatan layanan bimbingan di
sekolah (Depdikbud, 1994: 20).
Bimbingan/Fungsi utama konselor adalah mengimplementasikan berbagai layanan
program bimbingan (Miller dalam Awalya, 1995:10).
Bimbingan/Guidance is the help given by one person to another in making choice and
adjustments and in solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung maksud
bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang dibimbing mampu
membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan berakhir tergantung kepada individu
yang dibimbing (klien) (Jones (1963) dalam Soetjipto dan Kosasi, 2009:62).
Bimbingan/Guru BK dapat membentuk konsep diri peserta didik yang positif melalui
iklim sosioemosional yang menyenangkan dan memotivasi serta menyokong peserta
didik, melalui 3 aspek konsep diri sebagai berikut: 1. Pengetahuan Adalah apa yang kita
ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberikan
gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk
citra diri. 2. Harapan. Adalah dimensi harapan atau diri yang dicita–citakan di masa
depan. 3. Penilaian. Adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian diri sendiri
merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi (Calhoun
dan Acocella, 1990:67).
Bimbingan/Guru sebagai tenaga ahli pengajaran dan/atau pelatihan dalam mata
pelajaran tertentu atau program latihan tertentu, dan sebagai personel yang sehari-hari
langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran dan pelatih dalam
layanan bimbingan adalah sebagai berikut: 1) Membantu memasyarakatkan pelayanan
bimbingan kepada siswa. 2) Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi
siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan. 3) Mengalihtangankan siswa yang
memerlukan layanan bimbingan kepada guru pembimbing/konselor. 4) Menerima siswa
alihtangan dari pembimbing/konselor yaitu siswa yang menurut guru
pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajaran khusus (seperti pengajaran
perbaikan, program pengayaan). 5) Memantu mengembangkan suasana kelas,
hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling. 6) Memberikan kesempatan dan kemudahan pada
siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan untuk mengikuti/menjalani
layanan kegiatan yang dimaksudkan itu. 7) Berpartisipasi dalam kegiatan khusus
penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus. 8) Membantu pengumpulan
informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian bimbingan dan upaya tindak
lanjutnya (Sukardi, 2000: 56-57).
Bimbingan/Keberhasilan pelayanan bimbingan kepada murid dapat dilihat dari
perubahan tingkah laku atau sikap murid yang telah mendapat pelayanan, ialah bahwa
murid yang bersangkutan dapat: 1) Menerima diri sendiri, baik mengenai kekuatan-
kekuatannya, maupun kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat membuat rencana,
menentukan cita-cita, dan membuat keputusan-keputusan yang realistis. 2)
Memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai dunia sekitarnya,
sehingga dapat memperoleh tingkah sosial dalam pergaulan dalam kehidupan
masyarakat. 3) Memahami dan memecahkan masalahnya sendiri. 4) Memilih secara tepat
dan menyelesaikan program studi secara berhasil, sesuai dengan kemampuannya. 5)
Memilih pendidikan lanjutan secara tepat sesuai dengan kemampuan bakat, dan
minatnya. 6) Memilih lapangan kerja secara tepat, sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya. 7) Memperoleh bantuan dan pelayanan dari orang-orang atau badan-
badan di luar sekolah untuk memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkannya
dengan pelayanan langsung dari sekolah (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 97).
Bimbingan/Kegiatan bimbingan dan konselinng tersebut berbeda dengan kegiatan
mengajar. Perbedaan itu antara lain: 1) Tujuan yang ingin dicapai ada kegiatan mengajar
sudah dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian tujuan tersebut sama untuk
seluruh siswa dalam satu kelas atau satu tingkat. Dalam kegiatan bimbingan dan
konseling target pencapaian tujuan lebih bersifat individual atau kelompok. 2)
Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak diarahkan pada pemberian
informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah, seangkan pembicaraan dalam
konseling lebih ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi klien. 3)
Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai masalah yang
berkaitan dengan materi yang diajarkan, seddangkan dalam kegiatan bimbingan dan
konseling pada umumnya klien telah/sedang menghadapi masalah. 4) Untuk
melaksanakan bimbingan ddan konseling, bagi konselor dituntut suatu ketrampilan
khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi guru/pengajar (Soetjipto dan Kosasi, 2009:
64).
Bimbingan/Kegiatan konseling akan selalu terkait dengan pendidikan, karena
keberadaan konseling dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari upaya
pendidikan itu sendiri. Konseling merupakan proses yang menunjang pelaksanaan
pendidikan di sekolah (Natawidjaja, 1978:30).
Bimbingan/Kerjasama antara konsultan dan konsulti menjadi yang terpenting di sekolah
sebab dapat meringankan beban konsultan) (Sciarra, 2004:55).
Bimbingan/Keterampilan yang perlu dikuasai konsulti dan diterapkan terhadap pihak
ketiga adalah aplikasi alat-alat pendidikan, tiga-m, pertanyaan terbuka, dorongan
minimal, refleksi, serta teknik khusus pengubahan tingkah laku, seperti pemberian
informasi dan contoh, latihan sederhana, dan pemberian nasihat secara tepat (Prayitno,
2004:19).
Bimbingan/Konselor yang profesional perlu memiliki latar belakang dalam hal ―
educational preparation, employment, counseling orientation, and theoretical
eclecticism” . Di samping itu secara personal, konselor memiliki beberapa dimensi yang
ada pada dirinya secara pribadi, yaitu: ― self-identity, values, and stereotypes”. Ada
empat katagori pertanyaan sebagai titik dasar kesadaran untuk meningkatkan
bimbingan dan konseling dalam masyarakat saat ini, yaitu: 1) kesadaran kultur secara
total ( culture-total awareness); 2) kesadaran diri (self-awareness); 3) kesadaran klien
(client awareness); dan 4) kesadaran dalam prosedur konseling (counseling procedure
awareness). Untuk itulah pendekatan multikultural diperlukan dalam upaya pemecahan
masalah (Axelson John A., 1999:35).
Bimbingan/Konsultasi itu bukan konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak
merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada siswa (klien), tetapi secara tidak
langsung melayani siswa melalui bantuan yang diberikan oleh orang lain (Brow dkk.
dalam Marsudi, 2003:124)
Bimbingan/Langkah-langkah kegiatan pengawas bimbingan dan konseling secara
umum meliputi: 1) menyusun program; 2) Mengumpulkan data dan mengolah/ menilai;
3) menganalisis hasil penilaian; 4) melaksankan pembinaan; 5) menyusun laporan dan
evaluasi hasil pengawasan (Prayitno, 2001:33).
Bimbingan/Layanan konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaku- kan oleh
konselor/ guru pembimbing terhadap seorang pelanggan, disebut konsulti yang
memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu
dilaksanakannya dalam menangani permasalahan pihak ketiga. (Prayitno 2004:1).
Bimbingan/Layanan bimbingan dan konseling mempunyai sejumlah fungsi. Fungsi-
fungsi tersebut adalah fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan,
fungsi pemeliharaan dan pengembangan dan fungsi advokasi. 1) Fungsi Pemahaman.
Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihakpihak tertentu sesuai dengan kepentingan
pengembangan peserta didik. Fungsi pemahaman ini meliputi : pemahaman tentang diri
peserta didik, pemahaman tentang lingkungan peserta didik dan pemahaman tentang
lingkungan yang lebih luas. 2) Fungsi Pencegahan. Fungsi pencegahan yaitu fungsi
bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya
peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat
mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian
tertentu dalam proses perkembangannya. 3) Fungsi Pengentasan. Istilah fungsi
pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif atau fungsi terapeutik
dengan arti pengobatan atau penyembuhan. Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan
bimbingan dan konseling akan menghasilkan teratasinya berbagai permasalahan yang
dialami oleh peserta didik. 4) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan. Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi
positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan
berkelanjutan. 5) Fungsi Advokasi. Fungsi advokasi yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik
dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal (Hallen, 2002:60-
62).
Bimbingan/Layanan bimbingan dan konseling yang baik merujuk pada proses dan hasil
layanan yang mampu memenuhi harapan peserta didik, masyarakat dan pemerintah.
Baik tidaknya layanan tersebut menunjukkan bagaimana seorang
guru pembimbing sebagai petugas utama melaksanakan tugas-tugasnya. Seorang
guru pembimbing didalam memberikan layanan harus sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan peserta didik yang akan dilayani. Oleh karena itu kinerja sorang guru
pembimbing dikatakan baik apabila mampu me- laksanakan tugas pokoknya
melaksanakan kegiatan layanan yang mendukung fungsi pemahaman, fungsi
pencegahan, fungsi pemeliharaan dan pengembang- an, pengentasan, serta kegiatan
pengelolaan (Dediknas 2004:16).
Bimbingan/Layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor terhadap
pelanggan (konsulti) yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman
dan cara yang perlu dilaksanakan untuk menangani masalah pihak ketiga (Prayitno,
2004:1).
Bimbingan/Layanan konsultasi bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya sendiri
dapat menangani kondisi dan atau permasalahan yang dialami pihak ketiga. Dalam hal
ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga
permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu setidaknya sebahagian menjadi
tanggung jawab konsulti. (2) Tujuan khusus. Kemampuan sendiri yang dimaksudkan
diatas dapat berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait
langsung dengan suasana dan atau permasalahan pihak terkait itu (fungsi pemahaman).
Dengan kemampuan sendiri itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk
langsung dari hasil konsultasi) terhadap pihak ketiga. Dalam kaitan ini, proses
konsultasi yang dilakukan konselor di sisi yang pertama, dan proses pemberian bantuan
atau tindakan konsulti terhadap pihak ketiga pada sisi yang kedua, bermaksud
mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi pengentasan) (Prayitno,
2004:2).
Bimbingan/Layanan konsultasi mengandung beberapa aspek, yaitu: 1) Konsultan, yaitu
seseorang yang secara profesional mempunyai kewenangan untuk memberikan bantuan
kepada konsulti dalam upaya mengatasi masalah klien. 2) Konsulti, yaitu pribadi atau
seorang profesional yang secara langsung memberikan bantuan pemecahan masalah
terhadap klien. 3) Klien, yaitu pribadi atau organisasi tertentu yang mempunyai masalah
(Marsudi, 2003:124-125).
Bimbingan/Layanan konsultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau
pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu
dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik (Badan Standar
Nasional Pendidikan, 2006:6)
Bimbingan/Layanan Orientasi. Hakikat layanan ini adalah membantu “mengantarkan”
individu atau peserta didik untuk memasuki suasana atau lingkungan baru. Individu
mampu menyesuaikan diri dan atau mendapatkan manfaat tertentu dari berbagai
sumber yang ada pada suasana lingkungan, dan obyek-obyek yang ada atau
terkait dengan apa yang dianggap baru oleh individu yang bersangkutan (Prayitno,
2004:256).
Bimbingan/Manajemen bimbingan dan konseling berarti pula melaksanakan berbagai
fungsi dalam manajemen sebagai berikut: a. Pengambilan keputusan, yakni proses
tindakan secara sadar dipilih dari berbagai variabel yang ada, dimaksud untuk mencapai
hasil yang diinginkan. b. Pengorganisasian, yakni proses struktur dan alokasi pekerjaan
ditentukan. c. Staffing, yakni proses seorang manajer memilih, melatih, mengangkat
dan memberhentikan bawahannya. d. Planning, yakni proses manajemen
mengantisipasi masa yang akan datang dan merumuskan alternatif terbaik dengan
serangkaian tindakan. e. Kontrol, yakni proses mengukur pelaksanaan yang sedang
berjalan dan merupakan petunjuk terhadap beberapa tujuan yang sebelumnya telah
ditetapkan. f. Komunikasi, yakni proses ide (gagasan) disampaikan kepada orang lain
dengan maksud tercapainya hasil yang diinginkan secara efektif. g. Pengarahan, yakni
proses pelaksanaan kerja nyata seorang bawahan dibimbing untuk mencapai tujuan
umum (Massie dalam Atmodiwirio, 2000:14 -15).
Bimbingan/Masalah-masalah pribadi ini juga sering ditimbulkan oleh hubungan muda-
mudi. Selanjutnya juga dikemukakan oleh Downing (1968) bahwa layanan bimbingan di
sekolah sangat bermanfaat, terutama dalam membantu: 1) Menciptakan suasana
hubungan sosial yang menyenangkan. 2) Menstimulasi siswa agar mereka
meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan belajar-mengajar. 3) Menciptakan atau
mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna. 4) Meningkatkan motivasi
belajar siswa. 5) Menciptakan dan menstimulasi tumbuhnya minat belajar ((Soetjipto dan
Kosasi, 2009:69).
Bimbingan/Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan
selama itu konseli masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan
sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai (Gunarsa, 2007:99).
Bimbingan/Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan
selama itu klien masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan
sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai (Gunarsa, 2007:99).
Bimbingan/murid/Ruang lingkup pelayanan bimbingan kepada murid sebagai berikut:
1) Pelayanan bimbingan diberikan kepada semua murid, jadi tidak terbatas kepada nurid
yang mempunyai kesulitan nyata. 2) Pelayanan diberikan dalam rangka mebantu murid
untuk membuat rencana dan mengambil keputusan sendiri, dan bukan dalam rangka
membuatkan rencana serta nasehat-nasehat bagi murid untuk dikerjakannya. 3)
Bimbingan tidak melakukan pelayanan yang menuntut keahlian di luar wewenang
seorang penyuluh sekolah. 4) Masalah yang ditangani dalam pelayanan bimbingan
kepada murid ialah masalah-masalah yang timbul dalam, atau ada hubungannya
dengan kerangka belajar-mengajar di sekolah. 5) Dalam penempatan, baik pendidikan
ataupun jabatan penyuluh tidak melakukannya sendiri, pelayanan yang dilakukan dalam
hal ini bersifat memperlancar penempatan itu. 6) Masalah-masalah yang timbul di luar,
atau tidak ada hubungannya dengan kerangka belajar-mengajar di sekolah, serta
masalah yang tidak dapat dipecahkan di sekolah, disalurkan kepada orang-orang atau
lembaga-lembaga di luar sekolah yang berwenang dan sanggup menanganinya
(Soetjipto dan Kosasi, 2009: 98).
Bimbingan/Pada layanan konsultasi, konsulti diharapkan mencapai tahap-tahap
kemandirian berikut: 1) memahami dan menerima diri sendiri secara positif dan
dinamis, 2) memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif dan dinamis,
3) mengambil keputusan secara positif dan tepat, 4) mengarahkan diri sesuai dengan
keputusan yang diambil, 5) mewujudkan diri sendiri (Prayitno, 2004:8-9).
Bimbingan/Pada periode tertentu satu wilayah dapat menjadi lebih sentral bagi
keberadaan seseorang, atau ketiga wilayah itu bertautan menjadi suatu kombinasi
aktivitas, atau menjadi kompleks secara terus-menerus diantara aktivitas-aktivitas
dalam satu wilayah dan tuntutan-tuntutan dari wilayah lain (Awalya, 1995:32).
Bimbingan/Pada tahap pelaksanaan, pernyataan masalah diungkapkan, hubungan
konsultan dan peranannya dirumuskan dan peraturan pokok dikembangkan” (Marsudi,
2003:125).
Bimbingan/Pekerjaan bimbingan sekolah umumnya sebagian besar terdiri dari hal-hal
berikut ini: 1) Mengumpulkan, mengatur, memanfaatkan informasi yang berhubungan
dengan lapangan-lapangan yang telah disebutkan di muka dan menafsirkannya untuk
siswa, guruu, orangtua dan lain-lainnya. 2) Mengembangkan pada siswa ketrampilan
dan pengertian yang dibutuhkan untuk memenuhi informasi-informasi semacam itu
bagi mereka sendiri yang pada dasarnya melanjutkan serta mempraktekkannya
sekarang secara terus menerus terhadap masalah yang berkembang di lapangan
semacam itu (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 69).
Bimbingan/Pelayanan bimbingan konseling di sekolah dalam satu kesatuan yang
disebut dengan BK pola 17 yang terdiri dari empat bidang bimbingan, yaitu bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, bimbingan karir, tujuh jenis layanan yaitu
layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan
pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok dan layanan
konseling kelompok, lima kegiatan pendukung yaitu: aplikasi instrumentasi, himpunan
data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus (Prayitno dkk.,
1994:40-41).
Bimbingan/Pelayanan murid/Masalah-masalah yang perlu ditangani dalam pelayanan
bimbingan kepada murid meliputi: 1) Masalah kesulitan belajar yang meliputi: a) metode
belajar; b) fasilitas belajar. 2) Masalah kelanjutan sekolah. 3) Masalah penentuan
program studi. 4) Masalah pemilihan jabatan. 5) Masalah penyesuaian diri yang meliputi:
a) penyesuaian diri kepada sekolah; b) penyesuaian diri kepada keluarga. c) penyesuaian
diri kepada masyarakat. d) penyesuaian diri kepada diri sendiri. 6) Masalah sosial
Ekonomi. 7) Masalah Kesehatan. 8) Masalah penggunaan waktu terluang. 9) Masalah
kepribadian (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 96).
Bimbingan/Pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan
konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien
sendiri dan oleh pihak-pihak lain yang membantu klien, termasuk juga pemahaman
tentang lingkungan diri klien (Mugiarso, 2004:28).
Bimbingan/Prinsip-Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Individu yang
memberikan mimbingan: 1) Konselor disekolah dipilih atas dasar kualifikasi
kepribadian,pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya. Karena pekerjaan
bimbingan merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan-
ketrampilan tertentu, maka pekerjaan bimbingan itu tidak dapat dilakukan oleh semua
orang. Dengan demikian, orang yang akan bertugas sebagai pembimbing di sekolah
harus dipilih atas dasar-dasar tertentu, misalnya kepribadian, pendidikan, penglaman,
dan kemmampuannya, karena kualfikasi tersebut dapat mendukung kenerhasilan
pembimbing dalam melaksanakan tugasnya. Banyak masalah-masalah yang dalam
pemecahannya diperlukan dukungan pengalaman pembimbing, keluasan wawasan
maupun kemampuan lainnya. 2) Konselor harus mendapat kesempatan untuk
mengembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagai latihan penataran. Karena
ilmu tentang bimbingan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan lainnya. Agar pembimbing dapat mengikuti dan menguasai perkembangan
tersebut, pembimbing hendaknya mencari/mendapatkan kesempatan untuk mengikuti
berbagai latihan dan penataran, sehingga potensi yang dimiliki pembimbing itu jauh
lebih berkembang lagi. Dengan demikian teknik-teknik bimbignan yang dikuasai
pembimbing akan lebih kaya, dan wawasannya tentang bimbingan akan lebih luas. 3)
Konselor hendaknya selalu mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu
yang dibimbing beserta lingkungannya., sebagai bahan untuk membantu individu yang
bersangkutan ke arah penyesuaian diri yang lebih baik. Untuk efektifnya pemberian
bantuan kepada anak didik, pembimbing perlu mengetahui informasi tentang anak didik
serta lingkungannya. Penguasaan informasi tersebut akan memudahkan pembimbing
untuk membantu anak didiknya dalam mencarikan alternatif-alterrnatif pemecahan
masalah yang dihadpinya erta dalam mengembangkan kemampuannya untuk
melakukan penyesuaian diri secara baik. 4) Konselor harus menghormati dan menjaga
kerahasiaan informasi tentang individu yang dibimbingnya. Informasi yang diperoleh
dari individu yang dibimbing itu ada yang perlu dirahasiakan. Kalau hal itu tidak
dilaksanakan oleh pembimbing, maka individu tersebut tidak akan percaya pada
pembimbing. Sebagai akibatnya jka pada masa datang dia mengalami masalah, ia tidak
akan mau menyampaikannya secara jujur kepada pembimbing. Bila klien merasa yakin
bahwa rahasia pribadinya terjamin, maka ia akan mau membukakan denga terus terang
permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya. Dengan demikian, pembimbing
dapat memperoleh informasi yang lengkap dan jelas tentang klien, sehingga
mempermudah mengetahui sumber penyebab timbulnya masalah dan mempercepat
pemecahan masalah itu. 5) Konselor hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode
dan teknik yang tepat dalam melakukan tugasnya. Karena keunikan masalah yang
dialami oleh individu dan latar belakangnya maka dalam pemberian layanan,
pembimbing dituntut untuk menguasai berbagai metode dan teknik bimbingan.
Disamping itu, pembimbing juga harus menggunakan berbagai metode untuk
mengatasi masalah yang dialami oleh inndividu, karena ada masalah yang dapat
diselesaikan dengan satu teknik saja dan ada pula yang memerlukan lebih dari satu
teknik atau metode. 6) Konselor hendaknya memperhatikan dan mempergunakan hasil
penelitian dalam bidang: minat, kemampuan, dan hasil belajar individu untuk
kepentingan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Dengan
menggunakan data yang tepat maka kegiatan bimbingan akan lebih bermakna bagi
individu yang dibimbing khususnya dan pengembangan kurikulum sekolah pada
umumnya (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 73-74).
Bimbingan/Prinsip-Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Organisasi dan
Administrasi Bimbingan: 1) Bimbingan harus dilaksanakan secara berkesinambungan.
2) Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi (cumulative record) bagi
setiap individu (siswa). Hal ini sangat diperlukan untuk mencatat data pribadi individu
secara sistematik yang dapat digunakan untuk membantu kemajuan individu yang
bersangkutan. Dengan demikian, pembimbing dapat dengan mudah mengetahui
perkembangan masalah klien dan pembimbing mempunyai data yang lengkap tentang
keadaan kliennya. 3) Program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan
sekolah yang besangkutan. Karena pelaksanaa bimbingan terintegrasi dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, maka dalam penyusunan program
bimbingan juga harus sesuai engan program sekolah itu agar layanan bimbingan
mempunyai sumbangan yang besar terhadap program sekolah. 4) Pembagian waktu
harus diatur untuk setiap petugas secara baik. Ini untuk menghindari penumpukan
tugas-tugas dari para pembimbing. Disamping itu, juga untuk menghindari
kekecewaan siswa yang merasa senang pada pembimbing tertentu, tetapi pembimbing
tersebut tidak ada. 5) Bimbingan harus dilaksanakan dalam situasi individual dan dalam
situasi kelompok, sesuai dengan masalah dan metode yang diperunakan dalam
memecahkan masalah itu. 6) Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga
diluar seklah yang menyelenggarakan layanan yang berhubungan dengan bimbingan
dan penyuluhan pada umumnya. 7) Kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi
dalam pelaksanaan bimbingan (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 75).
Bimbingan/Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan individu yang dibimbing: 1)
Layanan bimbingan harus diberikan kepada semua siswa. Maksudnya bahwa pebimbing
dalam memberikan layanan tidak tertuju kepada siswa tertentu saja, tetapi semua siswa
perlu mendapatkan bimbingan, baik yang mempunyai masalah ataupun belum. Bagi
siswa yang belum bermasalah, mereka perlu memperoleh bimbingan yang bersifat
pencegahan (preventive), apakah dalam bentuk pemberian informasi pendidikan,
jabatan, dan/atau informasi cara belajar yang baik. 2) Harus ada kriteria untuk mengatur
prioritas layanan kepada siswa tertentu. Karena tidak memungkinkan bagi pembimbing
untuk memberikan layanan kepada semua siswa secara bersamaan, dan masalah-
masalah yang dialami oleh siswa juga ada yang perlu mendapatkan layanan sesegera
mungkin, maka untuk menentukan siswa mana yang perlu dilayani dengan sesegera
perlu ada kriteria tertentu. Kriteria itu misalnya berupa hasil belajar yang mereka
peroleh. Semakin rendah hasil belajar siswa, atau semakin jauh turun hasil
belajarnya dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya, maka mereka itu perlu
diprioritaskan untuk mendapat bantuan, sebab kalau layanannya tertunda akan
menimbulkan kesulitan yang lebih besar, baik yang menyangkut kemajuan belajarnya
maupun keadaan emosionalnya. 3) Program bimbingan harus berpusat pada siswa.
Program yang disusun harus berdasarkan atas kebutuhan siswa. Oleh sebab itu,
sebelum penyusunan program bimbingan perlu dilakukan analisis kebutuhan siswa. 4)
Layanan bimbingan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang
bersangkutan secara serba ragam dan serba luas. 5) Keputusan terakhir dalam proses
bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing. Dalam pelaksanaan bimbingan,
pembimbing tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing.
Peranan pembimbing hanya memberikan arahan-arahan serta berbagai
kemungkinannya, dan keputusan mana yang diambil dierahkan sepenuhnya kepada
individu yang dibimbing. Dengan demikian klien mempunnyai tanggung jawab penuh
terhadap keputusan yang diambilnya. 6) Individu yang mendapat bimbingan harus
berangsur-angsur dapat membimbing dirinya sendiri. Hasil pemberian layanan
diharapkan tidak hanya berguna pada waktu layanan itu saja, tetapi jika individu
mengalami masalah yang sama di kemudian hari ia akan dapat mengatasinya sendiri,
sehingga tingkat ketergantungan individu kepada pembimbing semakin berkurang.
Tujuan akhir dari kegiatan ini ialah memandirikan individu yang dibimbing (klien) dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya (Soetjipto dan Kosasi, 2009: 71-73).
Bimbingan/Prinsip-prinsip yang dimaksud ialah landasan teoritis yang mendasari
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, agar layanan tersebut dapat lebih
terarah dan berlangsung dengan baik. Bagi para konselor dalam melaksanakan kegiatan
ini perlu sekali memperhatikan prinsip-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip umum ini
antara lain: 1) Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku
individu, perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala
aspek kepribadian yang unik dan ruwet, sikap dan tingkah laku tersebut dipengaruhi
oleh pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu, dalam pemberian layanan perlu
dikaji kehidupan masa lalu klien, yang diperkirakan mempengaruhi timbulnya masalah
tersebut. 2) Perlu dikenal dan dipahami karakteristik individual dari individu yang
dibimbing. 3) Bimbingan diarahkan kepada bantuan yang diberikan supaya individu
yang bersangkutan mampu membantu atau menolong dirinya sendiri dalam
mmenghadapi kesulitan-kesulitannya. 4) Program bimbingan harus sesuai dengan
program pendidikan di sekolah yang bersangkutan. 5) Pelaksanaan program bimbingan
harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan
dan sanggup bekerja sama dengan para pembantunya serta dapat dan bersedia
mempergunakan sumber-sumebr yang berguna di luar sekolah. 6) Terhadap program
bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian secara teratur untuk mengetahui sampai
mana hasil dan manfaat yang diperoleh serta persesuaian antara pelaksanaaan dan
rencana yang dirumuskan terdahulu (Soetjipto dan Kosasi, 2009:70-71).
Bimbingan/Proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi
makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien) agar proses konseling
berjalan dengan lancar dibutuhkan keterampilan khusus secara bertahap yang dibagi
dalam tiga tahapan: (1) tahap awal konseling, (2) tahap pertengahan /tahap kerja, dan
(3) Tahap akhir konseling/tahap tindakan (Brammer dalam Wilis, 2004:50).
Bimbingan/Putusan dibuat untuk menunda aktivitas, mendesain kembali dan
melaksanakan ulang atau berhenti secara penuh (Marsudi, 2003:126).
Bimbingan/Salah satu dari sub bidang pembinaan peserta didik di sekolah adalah
pelayanan bimbingan dan konseling dengan
tujuan memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi mereka
secara optimal (Depdiknas 2004:6)
Bimbingan/Sekarang BK 17 berkembang dan dikenal dengan istilah BK 17 plus, dimana
ada penambahan pada bidang pelayanan yaitu bidang pengembangan kehidupan
berkeluarga dan pengembangan kehidupan keberagamaan, serta penambahan pada
jenis layanan yaitu layanan konsultasi dan mediasi (Afinibar, 1995:3).
Bimbingan/Selain tujuan yang telah disampikan, (layanan bimbingan kelompok) juga
sebagi pengembangan sikap, keterampilan sosial yang bertenggang rasa. Dengan
demikian, selain dapat membuahkan saling hubungan yang baik diantara anggota
kelompok, pemahaman berbagai situasi dan kondisi lingkungan,
juga dapat untuk mengembangkan sikap dan tindakan nyata untuk
mencapai hal-hal yang diinginkan sebagaimana terungkap didalam
kelompok. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan bimbingan
kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan (Prayitno, 1995:25).
Bimbingan/Seorang guru pembimbing yang memiliki sikap negatif terhadap bidang
tugasnya, maka ia tidak akan dapat bekerja dengan iklas dan baik. Artinya
sikap mencerminkan bagaimana seorang merasakan sesuatu. Apabila
seseorang menyatakan senang dengan pekerjaannya, maka orang tersebut
telah mengungkapkan sikapnya tentang kerja yang kemudian bisa diikuti dengan
perilaku akan pekerjaannya (Robbins 2001: 138).
Bimbingan/Seperti untuk layanan konseling perorangan, materi yang dibahas dalam
layanan konsultasi tidak dapat ditetapkan terlebih dahulu oleh konselor, melainkan akan
dikemukakan oleh konsulti ketika layanan berlangsung (BSNP, 2006:24).
Bimbingan/Sikap dasar konselor meliputi penerimaan, pemahaman, dan kesejatian dan
keterbukaan”. Ketiganya dijelaskan sebagai berikut: 1) Penerimaan, yaitu penerimaan
konselor terhadap keunikan pribadi orang lain. 2) Pemahaman, yaitu kesadaran konselor
untuk memahami tingkah laku, fikiran, dan perasaan orang lain. 3) Kesejatian dan
keterbukaan, yaitu keselarasan antara pikiran dengan apa yang diucapkan, konselor
juga harus jujur dengan semua hal yang menyangkut hubungan konselor dengan
kliennya (Mappiare, 2004:98-116).
Bimbingan/Siswa yang mengalami kesulitan belajar kaang-kadang ada yang mengerti
bahwa dia mempunyai masalah tetapi tidak tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga
ynag mengerti kepada siapa ia harus meminta bantuan dalam menyelesaikan
masalahnya. Apabila masalahnya itu belum teratasi, mereka mungkin tidak dapat belajar
dengan baik, karena konsentrasinya akan terganggu (Soetjipto dan Kosasi, 2009:67).
Bimbingan/Supervisor bimbingan dan konseling (kepala sekolah) dalam
melakukan tugasnya harus bersifat membimbing dan mengatasi masalah,
bukan mencari kesalahan, maka supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah harus
menfokuskan perhatian kepada usaha mengatasi hambatan yang dihadapi oleh
guru pembimbing, dan tidak semata- mata untuk mencari kesalahan. Kegiatan
supervisi seyogyanya dilakukan secara
periodik artinya pengawasan yang dilakukan tidak menunggu sampai terjadi
hambatan. Jika tidak hambatan, sebenarnya kehadiran supervisor (kepala sekolah) akan
dapat menumbuhkan dukungan moral bagi guru yang sedang me-ngerjakan tugas
(Sukardi, 2003:151-152).
Bimbingan/tugas guru pembimbing/wali kelas/Wali kelas merupakan personel sekolah
yang ditugasi untuk menangani masalah-masalah yang dialami oleh siswa yang menjadi
binaanya. Berkenaan dengan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah peran dan
tanggungjawab wali kelas adalah: 1) Mengumpulkan data tentang siswa. 2)
Menyelenggarakan bimbingan kelompok. 3)Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa
(akademik, sosial, fisik, pribadi). 4) Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari. 5)
Mengobservasi kegiatan siswa di rumah. 6) Mengadakan kegiatan orientasi. 7)
Memberikan penerangan. 8) Mengatur dan menempatkan siswa. 9) Membantu
hubungan sosial siswa dengan individu lainnya dari berbagai segi, seperti frekuensi
pergaulan, intensitas pergaulan dan popularitas pergaulannya. 10) Bekerjasama dengan
konselor dalam membuat sosiometri dan sosiogram. 11) Bekerjasama dengan knselor
dalam mengadakan pemeriksaan kesehatan psikologis oleh tim ahli. 12)
Mengidentifikasikan siswa yang memerlukan bantuan. 13) Ikut serta menyelenggarakan
sendiri pertemuan kasus (case conference) (Partowisastro, 1985:102-103).
Bimbingan/tugas guru/pengajar/Guru merupakan personel sekolah yang memiliki
kesempatan untuk bertatap muka lebih banyak dengan siswa di sekolah dibanding
personel sekolah lainnya. Oleh sebab itu, peran dan tanggung jawab gurudalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah sangat diharapkan. Adapun tugas dan
tanggung jawab guru dalam kegiatan ini adalah: 1) Turut serta aktif dalam membantu
melaksanakan kegiatan program bimbingan dan konseling. 2) Membrikan informasi
tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling. 3) Memberikan layanan
instruksional (pengajaran). 4) Berpartisipasi dalam pertemuan kasus. 5) Memberikan
informasi kepada siswa. 6) Meneliti kesulitan dan kemajuan sisa. 7) Menilai hasil belajar
siswa. 8) Mengadakan hubungan dengan orangtua siswa. 9) Bekerjasama dengan
konselor mengumpulkan data siswa dalam usaha unntuk mengidentifikasikan masalah
yang dihadapi siswa. 10) Membantu memeccahkan masalah siswa. 11) Mengirimkkan
(referal) masalah siswa yang tidak dapat diselesaikannya kepada konselor. 12)
Mengidentifikasikan, menyalurkan, dan membina bakat (Partowisastro, 1985:103-104).
Bimbingan/tugas kepala sekolah/Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling
di sekolah, kepala sekolah mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Membuat
rencana/program sekolah secara menyeluruh. 2) Mendelegasikan tanggung jawab
tertentu dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan. 3) Mengawasi pelaksanaan
program. 4) Melengkapi dan menyediakan kebutuhan fasillitas bimbingan dan
penyuluhan. 5) Mempertanggungjawabkan program tersebut baik ke dalam (sekolah)
maupun keluar (masyarakat). 6) Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga
diluar sekolah dalam rangka kerja sama pelaksanaan bimbingan. 7) Mengkoordinasikan
kegiatan bimbingan dengan kegiatan-kegiatan lainnya (Partowisastro, 1985:100-101).
Bimbingan/tugas penyuluh pendidikan (konselor sekolah)/Dala pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling di sekolah, konselor sekolah sangat berperan. Adapun
peranan dan tugas konselor sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling, adalah:
1) Menyusun program bimbingan dan konseling bersama kepala sekolah. 2)
Memberikan garis-garis kebijaksanaan ummum mengenai kegiatan bimbingan dan
konseling. 3) Bertanggung jawab terhadap jalannya program. 4) Mengkoordinasikan
laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-hari. 5) Memberikan laporan kegiatan
kepada kepala sekolah. 6) Membantu untuk memahami dan mengadakan penyesuaian
kepada diri sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang makin lama makin
berkembang. 7) Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan informasi
lainnya yang diperoleh dan menyimpannya sehingga menjadi catatan kumulatif siswa.
8) Menganalisis dan menafsirkan data siswa untuk menetapkan suatu rencana tindakan
positif terhadap siswa. 9) Menyelenggarakan pertemuan staf. 10) Melaksanakan
bimbingan kelompok dan konseling individual. 11) Memberikan informasi pendidikan
dan jabatan kepada siswa-siswa dan menafsirkannya untuk keperluan pendidikan dan
jabatan. 12) Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang berhubungan
dengan program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha survei dalam
masyarakat sekitar sekolah untuk mengetahui lapangan-lapangan kerja yang terbuka.
13) Bersama guru membantu siswa memilih pengalaman atau kegiatan-kegiatan ko-
kurikuler yang sesuai dengan minat, sifat, bakat, dan kebutuhannya. 14) Membantu
guru menyusun pegalaman belajar dan membuat penyesuaian metode mengajar yang
sesuai dengan dan dapat memenuhi sifat masalah masing-masing siswa. 15)
Mengadakan penelaahan lanjutan terhadap siswa-siswa tamatan sekolahnya dan
terhadap siswa putus sekolah serta melakukan usaha penilaian lain ynag berhubungan
dengan program bimbingan secara tetap. 16) Mengadakan konsultasi dengan orangtua
siswa dan mengadakan kunjungan rumah (home visit). 17) Menyelenggarakan
pembicaraan kasus (case conference). 18) Mengadakan wawancara latihan bagi para
petugas bimbingan. 19) Menyelneggarakan program latihan bagi para petugas
bimbingan. 20) Melakukan alihtangan (refeal) masalah siswa kepada lembaga atau ahli
lain yang lebih berwenang (Partowisastro, 1985: 101-102).
Bimbingan/tugas petugas administrasi/Keberhasilan kegiatan bimbinngan dan
konseling di sekolah juga memrlukan keterlibatan dari petugas administrasi di sekolah
ynag bersangkutan. Mengenai tugas dan tanggung jawab petugas administrasi dalam
kegiatan bimbingan dan konseling adalah: 1) Mengisi kartu pribadi siswa. 2) Menyimpan
catatan-catatan (record) dan data lainnya. 3) Menyelesaikan laporan dan pengumpulan
data tentang siswa. 4) Mengirim dan menerima surat panggilan dan surat
pemberitahuan. 5) Menyiapkan alat-alat atau formulir-formulir pengumpulan data
siswa, seperti angket, observasi wawancara, riwayat hidup, sosiometri dan sosiogram,
kunjungan rumah, panggilan orangtua, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan
psikologis (Partowisastro, 1985: 104).
Bimbingan/Tujuan dari bimbingan adalah supaya setiap siswa berkembang sejauh
mungkin dan mengambil manfaat sebanyak mungkin dari pengalamannya di sekolah
mengingat ciri-ciri pribadinya dan tuntutan kehidupan masyarakatnya sekarang
(Wingkel, 1997:35).
Bimbingan/Tujuan diberikannya bantuan yaitu supaya orang-perorangan atau
kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas
perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas (Winkel, 2005:32).
Bimbingan/Tujuan konsultasi, yaitu : (1) The goal of all consulting is to solve problems
(2) Another goal of consulting is to improve the consultee’s work with the client and, in
turn, improve the welfare of the clien’. Dari ungkapan tersebut dijelaskan bahwa tujuan
konsultasi adalah mengatasi masalah dan konsultasi untuk meningkatkan kerja konsulti
kepada konseli yang pada akhirnya mencapai kesejahteraan konseli (Dougherty dalam
Sciarra, 2004:55).
Bimbingan/Tujuan layanan bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan
terhadap diri sendiri, yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta
mengembangkan kemampuan atau potensinya. Sebagai pertanda bahwa siswa
mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti
dikemukakan Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut: 1) Hasil belajarnya rendah, di bawah
rata-rata kelas. 2) Hasil yang diccapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3) Menunjukkan sikap yang kurang wajar: suka menentang, dusta, tidak mau
menyelesaikan tugas-tugas, dan sebagainya. 4) Menunjukkan tingkah laku ynag
berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan sebagainya (Downing (1968)
dalam Soetjipto dan Kosasi, 2009: 65).
Bimbingan/Tujuan layanan konsultasi sebagai bagian tujuan bimbingan di sekolah
adalah sebagai berikut: 1) Mengambangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar
bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah. 2) Menyempurnakan komunikasi
dengan mengembangkan informasi di antara orang yang penting. 3) Mengajak bersama
pribadi yang memiliki peranan dan fungsi bermacam-macam untuk menyempurnakan
lingkungan belajar. 4) Memperluas layanan dari para ahli. 5) Memperluas layanan
pendidikan dari guru dan administrator. 6) Membantu orang lain bagaimana belajar
tentang perilaku. 7) Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen
lingkungan belajar yang baik. (8) Menggerakkan organisasi yang mandiri (Fullmer dan
Bernard dalam Marsudi, 2003:124-125).
Bimbingan/Tujuan program bimbingan di sekolah: 1) Membantu siswa untuk mengenal
sekolahnya, untuk mengenal kesempatan-kesempatan pendidikan yang berguna
baginya dan pertanggungjawaban yang harus dipikulnya diatur kedua-duanya
sedemikian rupa sehingga ia dapat merasakan suasana sekolah seperti dirumahnya,
dapat memilih mana yang berguna di antara program-program, kursus-kursus, subyek-
subyek, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler serta berada dalam posisi yang berguna
untuk berbuat sebaik-baiknya dalam pekerjaannya sekarang, ialah sebagai “siswa”. 2)
Menyadarkan siswa akan pentingnya perencanaan dan perancanaan kembali yang luas
tentang suatu karier pada suatu waktu ketika pekerjaan, ketrampilan serta pengertian
siswa yang dibutuhkan untuk “membuat rencana jabatan” yang sebagian besar
didasarkan atas kekuatannya sendiri. 3) Menunjukkan dan menguji kekuatan-kekuatan
yang menyebabkan perubahan-perubahan besar dalam dunia pendidikan dewasa ini
serta memikirkan bersama-sama dengan siswa itu bagaimana perubahan-perubahan
semacam itu dapat mempengaruhi masa depannya. 4) Membantu dan memberi
semangat kepada siswa agar berangsur-angsur sampai pada pilihan tentatif suatu
pekerjaan, sekelompok pekerjaan atau susunan pekerjaan, suatu karya atau lapangan
studi, sehingga ia mempunyai tujuan-tujuan hidup yang berarti yang merupakan arah
perencanaa dan arah usahanya. 5) Mendiskusikan dengan siswa dan pada waktu yang
tepat dengan orantua tentang rencana-rencana karier pribadi sesuai dengan
perkembangan-perkembanganya agar supaya dapat membantu siswa untuk mendapat
kepastian yang cukup beralasan bahwa program, kursus-kursus, subyek-subyek, dan
sebagainya yang dipilihnya itu adalah sejalan dengan pembawaannya yang nampak,
kemampuannya dan minatnya serta sejalan dengan persyaratan-peersyaratan
pekerjaan, persyaratan-persyaratan masuk dan persyaratan-persyaratan lainnya. 6)
Membantu siswa dalam menentukan, mengukur dan memahami kapasitasnya sendiri
yang khusus, kemampuannya, agar supaya ia dapat menggunakan sebagian besar
kesempatan yang ada dengan cara lebih baik dan dapat merencanakan secara bijaksana
untuk masa depannya. 7) Membantu siswa dalam mengembangkan secara seksama
metodhe-metodhe penyelidikan, sesuatu jalan studi atau lembaga pendidikan yang
setiap waktu dapat dipertimbangkannya dalam hubungan dengan rencana-rencananya
untuk masa depannya. 8) Menyadarkan siswa terutama mengenai kursus-kursus latihan
yang agaknya patut mendpat pertimbangan dengan dukungan-dukungan kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahan siswa yang riil. 9) Menunjukkan bagaimana
pekerja-ppekerja dalam suatu jawatan atau industri bergantung kepada pekerja-pekerja
di semua lapangan lainnya dan karena itu menjelaskan perlunya terdapat pengertian,
appresiasi dan kerja sama antara semua orang yang bekerja bagi kehidupannya. 10)
Mengantarkan siswa sampai pada realisasi nilai-nilai pendidikan dan latihan yang
berguna, baik di dalam maupun di luar sekolah, serta membuktikan adanya kebutuhan-
kebutuhan ntuk melanjutkan pendidikan seseorang di dunia yang sedang berubah atas
dasar yang direncanakan seumur hidupnya. 11) Membuat informasi tentang pendidikan
yang dialami oleh mereka sekarang menjadi tepat guna dan “up to date”. Dalam hal ini
termasuk informasi tentang kursus-kursus, uang sekolah dan perbelanjaan lainnya,
bantuan-bantuan keuangan seperti beasiswa, tunjangan belajar, dana-dana pinjaman
dan sebagainya pada lembaga yang setaraf dengan atau diluar sekolah sekarang. 12)
Membantu siswa dalam memilih sebagai bagian daripada keseluruhan rencana
kariernya, ialah jalannya pendidikan yang agaknya memadai untuk dicoba. 13)
Membawa siswa sampai pada realisasi tentang pentingya menggunakan waktu luang
secara bijaksana dan membantu dia memilih dan mengembangkan minat-minat dalam
bentuk “hobby” yang dibenarkan serta usaha-usaha penghematan waktu lainnya. 14)
Menunjukkan mengapa kadang-kadang rencana karier yang pantas itu dapat gagal
dalam memberikan hasil yang diinginkan dan memperjelas faktor-faktor tertentu yang
rupanya lebih dapat memberikan sukses rencana kariernya. 15) Membantu siswa agar
memperoleh pengertian lebih baik tentang kwalitas dan pentingnya methode-methode
belajar serta bekerja sehingga ia dapat menyelesaikan lebih banyak dengan
menggunakan waktu & usaha lebih sedikit, dalam kedudukannya sekarang sebagai
“siswa” maupun dalam jabatannya sebagai sumber nafkah hidup dikemudian hari,
apapun gerangan kedudukannya. 16) Membantu siswa untuk memperoleh pengertian
lebih baik tentang kwalitas perbedaan individuil, tentang bagaimana corak kepribadian
yang berkembang dan tentang mengapa orang-orang (termasuk ia sendiri) berlaku
bagaimana mereka lakukan. 17) Menunjukkan pentingnya dapat mengerti oranglain dan
dirinya sendiri sebaik-baiknya di dunia seperti sekarang ini serta memperkembangkan
langkah-langkah yang dapat ditempuh agar dapat mengembangkan kemampuan-
kemampuan semacam itu. 18) Berusaha menemukan kebutuhan-kebutuhan siswa yang
tidak mendapat perhatian dan engan pemikiran ini menyarankan perubahan-perubahan
dalam kebijaksanaan di bidang kurikuler sekolah dan pelayanan-pelayanan khusus;
bilamana kebutuhan-kebutuhan seorang siswa tertentu tidak dapat dipenuhi melalui
program pendidikan sekolahyang ada sekarang maka membantu dia untuk menemukan
kemungkinan-kemungkinan pada lembaga-lembaga pendidikan lain atau diluar sistim
formal. 19) Membantu orangtua, guru dan lain-lainnya untuk memperoleh pengertian
lebih baik tentang kebutuhan-kebutuhan daripada remaja, tentang kwalitas perbedaan
individuil para remaja , tentang kesempatan-kesempatan yang aada bagi pendidikan,
latihan dan pekerjaan serta tentang cara kerja-sama antara orangtua guru, siswa dan
lain-lain untuk kemanfaatan semua pihak. 20) Menyadarkan siswa, orangtua, guru dan
lain-lain perihal bimbingan, tentang diterimanya tidaknya program bimbingan sekolah
yang tulus dan memadai serta memberikan iinformasi yang dapat membuat jenis kerja
sama dianggap essensiil bagi tercapainya hasil-hasil bimbingan secara maksimal
(Soetjipto dan Kosasi, 2009: 69).
Bimbingan/Tujuan supervisi bimbingan dan konseling di sekolah adalah: 1)
Mengendalikan kualitas, dalam hal ini supervisor BK bertanggung
jawab memonitor pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling dan hasil-
hasilnya yang berupa kehidupan dan perkembangan peserta didik/klien yang
lebih baik; 2) Mengembangkan profesionalisme guru pembimbing, yaitu
supervisor BK membantu guru pembimbing un- tuk tumbuh dan berkembang
secara profesional, sosial dan personal; 3)
Memotivasi guru pembimbing agar dapat secara ber- kelanjutan
melaksanakan kegiatan-kegiatan bombingan dan konseling, menemukan dan
memperbaiki kesalahan dan kekurangan (Abimanyu, 2005:3).
Bimbingan/Untuk lancarnya penyelenggaraan dan tingginya tingkat keberhasilan
kegiatan bimbingan konseling di sekolah, kegiatan fungsional-profesional-keahlian
guru pembimbing perlu terus menerus dibina dan dikembangkan searah dan sejalan
dengan perkembangan iptek yang mendasari kegiatan atau pelayanan bimbingan
konseling yang dimaksudkan (Sukardi, 2003:152).
Ceramah/Dalam metode ceramah ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta
percaya bahwa apa yang diceramahkan guru itu adalah benar, murid mengutip iktisar
ceramah semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih
lanjut oleh guru yang bersangkutan (Daradjat, 1992: 289).
Ceramah/Kelebihan Metode Ceramah: a. Suasana kelas berjalan dengan tenang karena
murid melakukan aktivitas yang sama, sehingga guru dapat mengawasi murid sekaligus
secara komfrehensif. b. Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama,
dengan waktu yang singkat murid dapat menerima pelajaran sekaligus secara
bersamaan. c. Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat, karena dalam waktu yang
sedikit dapat diuraikan bahan yang banyak. d. Melatih para pelajar untuk menggunakan
pendengarannya dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan
isi ceramah dengan cepat dan tepat (Arief, 2002:139).
Ceramah/Kelemahan Metode Ceramah: a. Interaksi cenderung bersifat centered
(berpusat pada guru). b. Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana siswa
telah menguasai bahan ceramah. c. Mungkin saja siswa memperoleh konsep-konsep
lain yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan guru. d. Siswa kurang menangkap apa
yang dimaksudkan oleh guru, jika ceramah berisi istilah-istilah yang kurang/tidak
dimengerti oleh siswa dan akhirnya mengarah kepada verbalisme. e. Tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah. Karena siswa hanya diarahkan
untuk mengikuti fikiran guru. f. Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kecakapan dan kesempatan mengeluarkan pendapat. g. Guru lebih
aktif sedangkan murid bersikap pasif. h. Bila guru menyampaikan bahan sebanyak-
banyaknya dalam waktu yang terbatas, menimbulkan kesan pemompaan atau
pemaksaan terhadap kempuan penerimaan siswa. i. Cenderung membosankan dan
perhatian siswa berkurang, kerena guru kurang memperhatikan faktor-faktor psikologis
siswa, sehingga bahan yang dijelaskan menjadi kabur (Arief, 2002:139-40).
Ceramah/Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut (ceramah) seorang guru
harus mengusahakan hal-hal sebagai berikut: a. Untuk menghilangkan kesalahpahaman
siswa terhadap materi yang diberikan, hendaknya diberi penjelasan beserta keterangan-
keterangan, gerak-gerik, dan contoh yang memadai dan bila perlu hendaknya
menggunakan media yang refresentatif. b. Selingilah metode ceramah dengan metode
lainnya untuk menghilangkan kebosanan peserta didik. c. Susunlah ceramah secara
sistematis. d. Mengulang kata atau istilah-istilah yang digunakan secara jelas, dapat
membantu siswa yang kurang atau lambat kemampuan dan daya tangkapnya. e. Carilah
umpan balik sebanyak mungkin sewaktu ceramah berlangsung (Basyiruddin dkk., 3536).
Cerita adalah sastra yang yang berbentuk tulisan (yang dikonsumsi melalui bacaan) atau
berbentuk lisan (yang dikonsumsi melalui audiensi) (Majid, 2003:19-20).
Cerita/Dengan demikian, metode cerita sangatlah penting dalam menumbuhkan dan
menanamkan rasa keagamaan kepada anak (Tafsir, 2001:140-141).
Cerita/Memberi pengalaman belajar dengan menggunakan metode bercerita
memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, maupun
psikomotorik masing masing anak. Bila anak terlatih mendengarkan dengan baik, maka
ia akan terlatih untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis. Pendengar yang kreatif
mampu malakukan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan apa yang didengarkannya.
Pendengar yang kritis mampu menemukan ketidaksesuaian antara apa yang didengar
dengan apa yang dipahami (Moeslichatoen, 1999:157-168).
Crossword Puzzle/Langkah pertama, peserta didik mendengarkan penjelasan tentang
beberapa istilah atau nama-nama penting yang terkait dengan materi Sistem Periodik
Unsur. Kemudian peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari
dua sampai empat orang. Masing-masing kelompok dibagi Crossword Puzzle (Teka-
teki Silang) yang terkait dengan materi Sistem Periodik Unsur untuk dikerjakan, dan
waktu mengerjakan dibatasi kemudian hasilnya dicocokkan bersama (Silberman,
2006:256).
Crossword Puzzle/Metode Crossword Puzzle ini digunakan untuk menyusun tes
peninjauan kembali dalam bentuk teka-teki silang, metode ini dapat mengundang minat
dan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran (Silberman, 2006:256).
CTL/Ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran,
yaitu sebagai berikut: a) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. b) CTL memandang bahwa
belajar bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. c)
Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi,
akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. d)
Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain
(Sanjaya, 2006: 256-270).
CTL/Contextual Teaching and Learning merupakan konsep pembelajaran yang
menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan
peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari (Mulyasa,
2004:137).
CTL/Contextual teaching learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Nurhadi & Senduk, 2004:4).
CTL/Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus
mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak
dapat dipisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada
filsafat pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada abad 20-an yang menekankan
pada pengembangan siswa (Johnson, 2002:26).
CTL/Lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai
berikut. a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik. b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju
bagianbagiannya secara khusus (dari umum ke khusus). c. Pembelajaran harus
ditekankan pada pemahaman, dengan cara: 1) Menyusun konsep sementara; 2)
Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; 3)
Merevisi dan mengembangkan konsep. d. Pembelajaran ditekankan pada upaya
mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. e. Adanya refleksi terhadap
strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari (Zahorik
(1995) dalam Nurhadi dkk., 2003:138).
CTL/Menurut Zahhorik, ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek
pembelajaran kontekstual. a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating
learning) b) Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan
cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. c)
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1)
hipotensi (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi)
dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. d)
Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge) e)
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut
(Johnson, 2002:27-29).
CTL/Pentingnya lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual sebagai berikut: 1)
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “guru
acting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa aktif bekerja dan berkarya, guru
mengarahkan”. 2) Pembelajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara siswa
menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan
dibandingkan hasilnya. 3) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari
proses penilaian (assessment) yang benar. 4) Menumbuhkan komunitas belajar dalam
bentuk kerja kelompok itu Penting (Nurhadi dkk., 2003:15).
CTL/Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa
melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian
mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka (Johnson,
2002:67).
CTL/Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala
menggunakan pendekatan CTL. a. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang
sebagai individu yang yang sedang berkembang. b. Setiap anak memiliki kecenderungan
untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. c. Belajar bagi siswa adalah
proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-
hal yang sudah diketahui. d. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema
yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan
demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu
melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi (Sanjaya, 2006:271-272).
Cycle 5E/Efektivitas implementasi Learning Cycle 5E biasanya diukur melalui observasi
proses dan pemberian tes. Jadi pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan sebuah
proses pendidikan yang bertujuan agar para siswa berperan aktif untuk menggali dan
memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari melalui
praktikum. Proses pembelajaran ini bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke
siswa secara aktif dan langsung. Metode Learning Cycle 5E mampu meningkatkan
motivasi belajar siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa, pembelajaran lebih bermakna karena
siswa terlibat langsung melalui kegiatan praktikum (Fajaroh, 2007:96-105).
Cycle 5E/Pembelajaran dengan metode Learning Cycle 5E mewadahi siswa untuk secara
aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan
lingkungan fisik maupun sosial. Tahap-tahap Learning Cycle 5E meliputi fase
engagement, fase exploration, fase explanation, fase elaboration dan fase evaluation.
Proses pembelajaran dengan metode Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kinerja
ilmiah siswa, termasuk pengetahuan dan tingkat pemahaman. Persepsi siswa terhadap
kegiatan belajar juga berdampak positif (Liu, 2009:334-358).
Dana dari sember masyarakat, berupah bantuan yang sifatnya berkala baik yang
dihimpun melalui badan pembantu penyelenggara pendidikan (PB3) maupun yang
langsung disampaikan pada sekolah oleh para donator (Nawawi, 1993:97).
Dana/Sumber-sumbernya yang dapat dibedakan sebagai berikut; 1. Sumber dari
pemerintahan, yang dapat berupah dana pembangunan yang rutin. Dana ini disediakan
melalui anggaran pendapatan dan belajar negara bagi SMP dan seterusnya, anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dana APBN disalurkan melaui kantor wilayah
Departemen Pendidikan untuk SMP, SMU dan sebagaian untuk SD, untuk perguruan
tinggi langsung kepada Universitas/Institut/Sekolah Tinggi masing-masing. Sedang
dana dari APBD khusus untuk Sekolah Dasar disalurkan melalui Dinas Pendidikan dan
kebudayaan dari sumber pemerintah terutama sekali untuk sekolah negeri, sedang
untuk sekolah swasta jika diperoleh dari sumber ini pada dasarnya bersifat. 2. Dana dari
sumber sekolah sendiri berupah uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang
diperoleh dari setiap siswa, yang besarnya tergantung pada kategori pada setiap
sekolah. Demi tertibnya pengelolahan dana ini bagi sekolah negeri termasuk perguruan
tinggi disetorkan lebih dahulu kepada pemerintah, yang kemudian disalurkan kembali
ke sekolah oleh Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Sedang untuk sekolah swasta
dikelolah sendiri, baik langsung oleh kepala sekolah maupun badan penyelenggara
sekolah. 3. Dana dari sember masyarakat, berupah bantuan yang sifatnya berkala baik
yang dihimpun melalui badan pembantu penyelenggara pendidikan (PB3) maupun yang
langsung disampaikan pada sekolah oleh para donator (Nawawi, 1993:97).
Demonstrasi/Ada beberapa dasar pertimbangan dalam pemilihan metode demonstrasi
sebagai berikut : a) Mendapatkan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan
dengan mengatur sesuatu proses, membuat sesuatu, atau menggunakan komponen-
komponen sesuatu. b) Membandingkan suatu cara dengan cara lain. c) Mengetahui atau
melihat kebenaran sesuatu. d) Ingin menunjukkan suatu keterampilan (Syah, 2007:152).
Demonstrasi/Agar metode demonstrasi dapat menjadi efektif, maka guru harus: 1)
merumuskan keterampilan yang diharapkan akan dicapai oleh siswa setelah
demonstrasi dilakukan: 2) mencoba alat-alat yang akan digunakan dalam demonstrasi,
supaya waktu diadakan demonstrasi tidak gagal; 3) memperkirakan jumlah siswa
apakah memungkinkan diadakan metode demonstrasi; 4) menetapkan garis besar
langkah yang akan dilaksanakan; 5) memperhitungkan waktu yang dibutuhkan
(Hasibuan, 2002:31).
Demonstrasi/Demonstrasi menjadi tidak efektif bila: benda yang didemonstrasikan
tidak dapat diamati dengan jelas oleh siswa, siswa tidak dilibatkan untuk mencoba, dan
bila tidak dilakukan di tempat yang sebenarnya (Hasibuan, 2002:30).
Demonstrasi/Dengan demonstrasi sebagai metode mengajar dimaksudkan bahwa
seorang pengajar atau pemimpin, memperlihatkan sesuatu proses pada seluruh
kelompok anak didik misalnya proses tentang cara bekerjanya sebuah computer
(Surakhmad, 1994:110-111).
Demonstrasi/Kelebihan metode demonstrasi adalah: 1) Perhatian siswa dapat
dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal-hal yang
penting dapat diamati seperlunya. Perhatian siswa lebih mudah dippusatkan pada
proses belajar dan tidak tertuju pada hal-hal lain. 2) Dapat mengurangi beragam
kesalahan apabila dibandingkan dengan halnya membaca didalam buku, karena siswa
telah memperoleh gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya. 3) Apabila siswa turut
aktif bereksperimen, maka anak didik akan memperoleh pengalaman-pengalaman
praktik untuk mengembangkan kecakapannya dan memperoleh pengakuan dan
penghargaan dari teman dan gurunya (Nasih & Kholidah, 2009:64).
Demonstrasi/Kelebihan Metode Demonstrasi antara lain: 1) Siswa dapat menghayati
dengan sepenuh hati mengenai pelajaran yang diberikan. 2) Perhatian anak dapat
terpusat pada hal penting yang didemonstrasikan. 3) Mengurangi kesalahan dalam
mengambil kesimpulan dari apa yang diterangkan guru secara lisan maupun tulisan
karena siswa memperoleh gambaran melalui pengamatan langsung terhadap suatu
proses. 4) Masalah yang mungkin timbul dalam hati siswa dapat langsung terjawab dan
dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (Roestiyah, 1985:138).
Demonstrasi/Kelemahan metode demonstrasi adalah sebagai berikut: 1) Apabila sarana
peralatan kurang memadai, tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak bisa diamati
dengan jelas oleh para siswa, maka metode ini kurang efektif. 2) Tidak semua hal dapat
didemonstrasikan di dalam kelas sedangkan kelemahan guru tidak mampu mengontrol
sejauh mana siswa memahami uraiannya (Roestiyah, 1985:138).
Demonstrasi/Kelemahan metode demonstrasi adalah: 1) Demonstrasi merupakan
metode yang kurang tepat apabila alat yang didemonstrasikan tidak diamati dengan
seksama oleh siswa. Misalnya alat itu terlalu kecil, atau penjelasan-penjelasan tidak
jelas. 2) Demonstrasi menjadi kurang efektif apabila tidak diikuti dengan sebuah
aktifitas dimana siswa sendiri dapat ikut bereksperimen dan menjadikan aktifitas itu
sebagai pengalaman yang berharga. 3) Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di
dalam kelas. Misalnya alat-alat yang sangat besar atau yang berada di tempat lain yang
jauh dari kelas. 4) Kadang-kadang, apabila sesuatu alat dibawa ke dalam kelas
kemudian didemonstrasikan, siswa melihat sesuatu yang berlainan dengan proses jika
berada dalam situasi yang sebenarnya (Nasih & Kholidah, 2009:64).
Demonstrasi/Langkah-langkah menggunakan metode demonstrasi: 1) Tahap persiapan
– Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan: a) Menetapkan tujuan
demonstrasi. b) Menetapkan langkah-langkah demonstrasi. c) Menyiapkan alat atau
benda yang dibutuhkan untuk demonstrasi. 2) Langkah pelaksanaan demonstrasi a )
Mendemonstrasikan sesuatu dengan tujuan yang disertai dengan penjelasan lisan. b)
Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab. c) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba dan mempraktekkan. 3) Tahap mengakhiri
demonstrasi – a) Menugaskan kepada siswa untuk mencoba dan mempraktekkan apa
yang telah diperagakan. b) Melakukan penilaian terhadap tugas yang telah diberikan
dalam bentuk karya atau perbuatan (Darwyn Syah, 2007:152).
Demonstrasi/Manfaat metode demonstrasi dengan menggunakan alat peraga
berpendapat, bahwa metode ini dapat : a) Menambah aktivitas belajar siswa karena ia
turut melakukan kegiatan peragaan. b) Menghemat waktu belajar di kelas. c) Menjadikan
hasil yang mantap dan permanen. d) Membangkitkan minat dan aktivitas belajar siswa.
e) Memberikan pemahaman yang lebih tepat dan jelas (S. Nasution dalam Muhibbin
Syah, 2002:210).
Demonstrasi/Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah: a) Perhatian siswa
dapat lebih dipusatkan. b) Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang
dipelajari. c) Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri
siswa (Syah, 2002:209).
Demonstrasi/Pelaksanaan Penerapan Metode Demonstrasi: a. Mengusahakan agar
demonstrasi dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas. b. Menumbuhkan sikap kritis pada
siswa sehingga terjadi tanya jawab, dan diskusi tentang masalah yang
didemonstrasikan. c. Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mencoba
sehingga siswa merasa yakin tentang suatu proses. d. Membuat penilaian dari kegiatan
siswa dalam eksperimen tersebut (Sanjaya, 2000:84).
Demonstrasi/Penggunaan metode demonstrasi dapat diterapkan dengan syarat
memiliki keahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan
kegiatan tertentu seperti kegiatan sesungguhnya (Yamin, 2007:154).
Demonstrasi/Perencanaan Penerapan Metode Demonstrasi: a. Menentukan tujuan
demonstrasi. b. Menetapkan langkah-langkah pokok demonstrasi. c. Menyiapkan alat-
alat yang diperlukan (Sudjana, 2000:84).
Demonstrasi/Sedangkan dalam buku Ahmad Munjid Nasih dan Lilik Nur Kholidah
kelebihan metode demonstrasi adalah: 1) Perhatian siswa dapat dipusatkan kepada hal-
hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal-hal yang penting dapat diamati
seperlunya. Perhatian siswa lebih mudah dippusatkan pada proses belajar dan tidak
tertuju pada hal-hal lain. 2) Dapat mengurangi beragam kesalahan apabila
dibandingkan dengan halnya membaca didalam buku, karena siswa telah memperoleh
gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya. 3) Apabila siswa turut aktif
bereksperimen, maka anak didik akan memperoleh pengalaman-pengalaman praktik
untuk mengembangkan kecakapannya dan memperoleh pengakuan dan penghargaan
dari teman dan gurunya (Nasih & Kholidah, 2009:64).
Demonstrasi/Sedangkan dalam buku Ahmad Munjid Nasih dan Lilik Nur Kholidah
kelebihan metode demonstrasi adalah: 1) Demonstrasi merupakan metode yang kurang
tepat apabila alat yang didemonstrasikan tidak diamati dengan seksama oleh siswa.
Misalnya alat itu terlalu kecil, atau penjelasan-penjelasan tidak jelas. 2) Demonstrasi
menjadi kurang efektif apabila tidak diikuti dengan sebuah aktifitas dimana siswa
sendiri dapat ikut bereksperimen dan menjadikan aktifitas itu sebagai pengalaman yang
berharga. 3) Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas. Misalnya alat-alat
yang sangat besar atau yang berada di tempat lain yang jauh dari kelas. 4) Kadang-
kadang, apabila sesuatu alat dibawa ke dalam kelas kemudian didemonstrasikan, siswa
melihat sesuatu yang berlainan dengan proses jika berada dalam situasi yang
sebenarnya (Nasih & Kholidah, 2009: 64).
Demonstrasi/Setelah demonstrasi selesai, hendaknya guru memberikan tugas kepada
siswa, baik secara tertulis maupun secara lisan, seperti membuat karangan laporan dan
lain-lain. Dengan demikian guru dapat menilai sejauh mana hasil demonstrasi telah
dipahami siswa (Sudjana, 2000: 84).
Demonstrasi/Tahap perencanaan meliputi: a. Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh
siswa setelah proses demonstrasi berakhir. Tujuan ini meliputi beberapa aspek seperti
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), atau keterampilan tertentu (psikomotorik).
b. Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan. Garis-
garis besar langkah demonstrasi diperlukan sebagai panduan untuk menghindari
kegagalan. c. Lakukan uji coba demonstrasi. Uji coba meliputi segala peralatan yang
diperlukan (Sanjaya, 2007:153).
Deskripsi secara garis besar menjadi dua yaitu deskripsi eksposition dan deskripsi
impresionistik. 1. Deskripsi eksposition. Deskripsi ini pada umumnya bersifat logis, ia
disusun seperti satu katalog dalam urutan yang logis, umpamanya orang
mendeskripsikan satu gedung tinggi mulai dari bawah ke atas atau dari kiri ke kanan.
Pilihan detail-detail untuk menunjukkan ketelitian penginderaan pengarang. Tujuan
deskripsi ini ialah memberikan informasi dan menimbulkan pembaca melihat,
mendengar, merasakan apa yang dideskripsikan itu. 2. Deskripsi impresionistik Tujuan
deskripsi ini adalah membuat pembaca memancainderakan dan membuat ia bereaksi
secara emosional akan apa yang dideskripsikan. Dalam deskripsi ini pengarang ingin
mendapatkan jawaban atau reaksi pembaca, maka pertama pengarang harus
menentukan dahulu jawaban atau reaksi apa yang ia kehendaki. Akan tetapi ia tidak
mempunyai pola untuk mendeskripsikannya dalam urutan logis (Keraf, 1993:10).
Dewasa/Pertama, orang yang telah dewasa memiliki tujuan dan pedoman hidup
(philosophy of life), yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi
pegangan dan pedoman hidupnya. Seorang yang telah dewasa yang tidak mudah
terombang-ambing karena telah mempunyai pegangan yang jelas, kemana akan pergi
dan dengan cara mana ia mencapainya. Kedua, orang dewasa adalah orang yang mampu
melihat segala sesuatu secara obyektif. Mampu melihat dirinya dan orang lain secara
obyektif, melihat kelebihan dan kekurangan dirinya dan juga orang lain. Lebih dari itu
ia mampu bertindak sesuai dengan cara mana ia mencapainya. Ketiga, orang dewasa
adalah orang yang telah bisa bertanggung jawab. Orang dewasa adalah orang yang telah
memliki kemerdekaan, kebebasan tetapi disisi lain dari kebebasan adalah tanggung
jawab. Ia bebas menentukan arah, hidupnya, perbuatannya, tetapi setelah berbuat ia
dituntut tanggung jawab. Guru harus terdiri dari orang-orang yang bertanggunga jawab
atas segala perbuatannya. Perbuatan yang bertanggung jawab adalah perbuatan
berencana, yang dikaji terlebih dahulu sebelum dilaksanakan (Sukmadinata, 2005:254-
255).
Disiplin/Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi
guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Kita tidak bisa berharap banyak akan
terbentuknya peserta didik yang disiplin dari guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan
kurang beribawa. Oleh karena itu sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta
didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus
ditunjukkan untuk membantu peserta didik menemukan diri, mengatasi, mencegah
timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan
bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka menaati segala peraturan yang
ditetapkan (Mulyasa, 2007:122-123).
Disiplin/Patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
guru (Wijaya & Rusyan, 1991: 21).
Diskusi/Keberhasilan diskusi banyak ditentukan oleh adanya tiga unsure yaitu:
pemahaman, kepercayaan diri sendiri dan saling menghormati (Tobing, 1979:85).
Diskusi/Kelebihan metode diskusi sebagai berikut: a) Merangsang kreativitas anak didik
dalam bentuk ide, gagasan dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah. b)
Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain. c) Memperluas wawasan. d)
Membiasakan untuk bermusyawarah unutk mufakat dalam memcahkan masalah
(Djamarah, 1997:99).
Diskusi/Kelebihan Metode Diskusi. Menurut Armai Arief, di dalam bukunya Pengatar
Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), disebutkan bahwa
diantara keunggulan metode diskusi adalah antara lain: a. Suasana kelas lebih hidup,
sebab siswa mengarahkan perhatian atau pikirannya kepada masalah yang sedang
didiskusikan. b. Dapat menaikan prestasi kepribadian individu, seperti: sikap toleransi,
demokrasi, berpikir kritis, sistematis, sabar dan sebagainya. c. Kesimpulan hasil diskusi
mudah dipahami siswa, karena mereka mengikuti proses berpikir sebelum sampai
kepada suatu kesimpulan. d. Siswa dilatih belajar untuk mematuhi peraturan-peraturan
dan tata tertib layaknya dalam suatu musyawarah. e. Membantu murid untuk mengambil
keputusan yang lebih baik. f. Tidak terjebak kedalam pikiran individu yang kadang-
kadang salah, penuh prasangka dan sempit. Dengan diskusi seseorang dapat
mempertimbangkan alasan-alasan/pikiran-pikiran orang lain (Arief, 2002:148-149).
Diskusi/Kelemahan Metode Diskusi Menurut Roetiyah N.K., di dalam bukunya Strategi
Belajar Mengajar disebutkan bahwa kekuarangan penggunaan metode diskusi antara
lain: a. Kadang-kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah
yang dipecahkan, bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga
memerlukan waktu yang panjang. b. Dalam diskusi menghendaki pembuktian logis,
yang tidak terlepas dari faktafakta; dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan
atau coba-coba saja. c. Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar. d. Biasanya
orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Roetiyah, 1988:6).
Diskusi/Metode diskusi ..ialah suatu metode didalam mempelajari bahan atau
menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat
menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid (Zuhairini dkk., 1983:89).
Diskusi/Untuk mengatasi kelemahan atau segi negatif dari metode ini (diskusi), maka
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pimpinan diskusi diberikan kepada
murid dan diatur secara bergiliran. b. Pimpinan diskusi yang diberikan kepada murid,
perlu bimbingan dari guru. c. Guru mengusahakan supaya seluruh siswa ikut
berpartisipasi dalam diskusi. d. Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran
berbicara, sementara siswa lain belajar mendengarkan pendapat temannya. e.
Mengoptimalkan waktu yang ada untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (Arief,
2002:149).
Ekspositori/Dalam penggunaan metode ekspositori terdapat prinsip-prinsip
pembelajaran yang harus diperhatikan oleh setiap guru antara lain: a. Berorientasi pada
Tujuan – Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam metode
ini, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran, justru
tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan metode ini
(Sanjaya, 2008:181).
Ekspositori/Kelemahan pembelajaran ekspositori antara lain: (1) pembelajaran ini hanya
mungkin dapat dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik perlu digunakan pembelajaran lain, (2) pembelajaran ini tidak
mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan,
perbedaan pengetahuan, bakat dan minat serta perbedaan gaya belajar, (3) sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan
interpersonal, dan kemampuan berpikir kritis karena pembelajaran ini banyak
menggunakan ceramah, (4) keberhasilan pembelajaran ekspositori ditentukan oleh apa
yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat,
antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur dan
kemampuan mengelola kelas, (5) kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran akan sangat terbatas karena gaya komunikasi lebih banyak
terjadi satu arah. Selain itu, komunikasi satu arah dapat mengakibatkan pengetahuan
yang dimiliki siswa terbatas pada materi yang diberikan guru (Depdiknas, 2008:35-36).
Ekspositori/Kelemahan pembelajaran ekspositori antara lain: (1) pembelajaran ini hanya
mungkin dapat dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik perlu digunakan pembelajaran lain, (2) pembelajaran ini tidak
mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan,
perbedaan pengetahuan, bakat dan minat serta perbedaan gaya belajar, (3) sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan
interpersonal, dan kemampuan berpikir kritis karena pembelajaran ini banyak
menggunakan ceramah, (4) keberhasilan pembelajaran ekspositori ditentukan oleh apa
yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat,
antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur dan
kemampuan mengelola kelas, (5) kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran akan sangat terbatas karena gaya komunikasi lebih banyak
terjadi satu arah. Selain itu, komunikasi satu arah dapat mengakibatkan pengetahuan
yang dimiliki siswa terbatas pada materi yang diberikan guru (Depdiknas, 2008:35-36).
Ekspositori/Langkah-langkah dalam pembelajaran ini adalah: 1) Persiapan. Hal yang
harus dilakukan guru pada langkah ini adalah: a) Memberikan sugesti yang positif.
contoh: guru menyampaikan bahwa dimensi tiga merupakan materi yang sangat penting
dalam bidang perencanaan bangunan atau konstruksi bangunan. b) Mengemukakan
tujuan yang harus dicapai. contoh: guru menyampaikan bahwa tujuan yang akan dicapai
adalah siswa dapat menentukan jarak titik ke garis. c) Mengingatkan siswa terhadap
materi yang telah dipelajari. d) contoh: siswa diingatkan tentang dalil Pythagoras,
proyeksi titik terhadap garis, garis tinggi suatu segitiga, luas segitiga serta aturan sinus
dan kosinus (Depdiknas, 2008:33-34).
Ekspositori/Langkah-langkah pembelajaran ekspositori secara lebih sederhana yaitu: 1)
guru memberikan informasi tentang suatu konsep, mendemonstrasikan
keterampilannya tentang pola, aturan atau dalil tentang suatu konsep. Siswa bertanya
dan guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti, 2) guru memberikan contoh soal
dan juga pembahasannya, 3) siswa mengerjakan latihan soal (Ruseffendi, 1980:171-
172).
Ekspositori/Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada guru (teacher centered approach)” (Sanjaya, 2008:179).
Ekspositori/Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang digunakan dengan
memberikan keterangan terlebih dahulu berupa definisi, prinsip dan konsep materi
pelajaran serta memberikan contoh soal dan pembahasannya dalam bentuk ceramah,
demonstrasi, tanya jawab dan penugasan (Sunarto, 2009:1).
Ekspositori/Pembelajaran ekspositori sebagai pembelajaran konvensional (Sagala,
2009: 79).
Ekspositori/Pembelajaran ekspositori sebagai pembelajaran konvensional (Sagala,
2009:79).
Ekspositori/Pembelajaran ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan
penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru (Sagala, 2009:78).
Ekspositori/Peran guru dalam pembelajaran ini (pembelajaran ekspositori) antara lain
sebagai penyusun program pembelajaran, pemberi informasi yang benar, pemberi
fasilitas belajar yang baik, serta pembimbing siswa dan penilai dalam pemerolehan
informasi yang benar (Nasution, 2000:158-159).
Ekspositori/Terdapat beberapa karakteristik dari pembelajaran ekspositori diantaranya:
1) pembelajaran ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal yang
artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam pembelajaran ini, 2) materi
pelajaran yang disampaikan merupakan materi pelajaran yang sudah jadi seperti data
atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa
untuk berpikir ulang, 3) tujuan utama pembelajaran ini adalah penguasaan materi
pelajaran (Nasution, 2000:158).
Ekspositori/Terdapat beberapa karakteristik dari pembelajaran ekspositori diantaranya:
1) pembelajaran ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal yang
artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam pembelajaran ini, 2) materi
pelajaran yang disampaikan merupakan materi pelajaran yang sudah jadi seperti data
atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa
untuk berpikir ulang, 3) tujuan utama pembelajaran ini adalah penguasaan materi
pelajaran yang menurut Nasution (2000: 158), tujuan pembelajaran ekspositori adalah
memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa (Depdiknas
2008:31):
Ekspositori/Tujuan pembelajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa (Nasution, 2000:158).
Ekspositori/Tujuan pembelajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa (Depdiknas 2008:31).
Evaluasi akhir atau post-test, dengan menggunakan tes yang sama atau setara dengan
yang digunakan pada evaluasi awal. Fungsinya ialah untuk memperoleh gambaran
tentang kemampuan yang dicapai siswa pada akhir pengajaran. Jika hasil evaluasi akhir
kita bandingkan dengan evaluasi awal, akan dapat diketahui seberapa jauh efek atau
pengaruh dari pengajaran yang telah kita berikan, disamping sekaligus dapat pula kita
ketahui bagian-bagaian mana dari bahan pengajaran yang masih belum dipahami oleh
sebagian besar siswa (Ibrahim dan Syaodih, 2003:131).
Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses
untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik,
yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir
satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking (standar untuk mengukur kinerja yang
sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan),
serta penilaian program (Mulyasa, 2008:108).
Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi
yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan
evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi
dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut
hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan (Commite dalam Wirawan,
2002:22).
Evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat
penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu (Haryati, 2008:24).
Evaluasi merupakan suatu tahapan dan kegiatan yang amat penting dalam suatu proses
rangkaian kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu dengan evaluasi akan dilihat derajat
ketercapaian tujuan yang dirumuskan. Sehubungan dengan itu pula dalam kegiatan
evaluasi diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan data serta pelaporan
yang benar. Jika hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya maka
tujuan dan sasaran pembelajaran yang dirancang sebelumnya boleh jadi tidak tampak
ketercapaiannya (Syafii dalam Hastu, 2006: 30).
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa, nilai atau
manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan / atau pengukuran.
Evaluasi pembelajaran mencakup pembuatan. pertimbangan tentang jasa, nilai atau
manfaat program, hasil, dan proses pembelajaran (Dimyanti dan Mudjiono, 2006:221).
Evaluasi/Agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi
yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostic-edukatif,
penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang bersifat analitis (Zainal
Machmoed dalam Nurgianto, 2001:305).
Evaluasi/Beberapa tahap penyusunan instrumen, antara lain: (1) tahap menyusun tes
objektif: persiapan, memilih elemen-elemen untuk diteskan, dan membangun butir tes,
(2) tahap menyusun assessment esai dengan langkah-langkah: menetapkan prosedur
penyusunan, penyekoran, dan umpan- balik, dan (3) assessment performan dengan
langkah: menyusun terminology performan, merancang latihan performan, penyekoran
dan pencatatan hasil (Stiggins, 1994:109-175).
Evaluasi/Bloom membedakan delapan tipe aplikasi dalam rangka menyusun item tes
tentang aplikasi antara lain: 1) Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai
untuk situasi baru yang dihadapi. Dalam hal ini yang bersangkutan belum diharapkan
dapat memecahkan seluruh problem, tetapi sekadar dapat menetapkan prinsip yang
sesuai. 2) Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip
atau generalisasi mana yang sesuai. 3) Dapat memberikan spesifikasi batas-batas
relevansi suatu prinsip atau generalisasi. 4) Dapat mengenali hal-hal khusus yang
terpampang dari prinsip dan generalisasi. 5) Dapat menjelaskan suatu gejala baru
berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah
melihat hubungan sebab-akibat. Bentuk lain ialah dapat menanyakan tentang proses
terjadinya atau kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala. 6) Dapat
meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
Dasar untuk membuat ramalan diharapkan dapat ditujukan berdasarkan perubahan
kualitatif, mungkin pula berdasarkan perubahan kuantitatif. 7) Dapat menentukan
tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan
prinsip dan generalisai yang relevan. Kemampuan aplikasi tipe ini banyak diperlukan
oleh ahli-ahli ilmu sosial dan para pembuat keputusan. 8) Dapat menjelaskan alasan
menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi (Sudjana,
1995:26-27).
Evaluasi/Dalam proses belajar mengajar disekolah saat ini, tipe hasil belajar kognditif
lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar efektif dan psikomotorik,
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran (Sudjana, 2006:31).
Evaluasi/Fungsi dan tujuan evaluasi hasil belajar diantaranya: a) Untuk diagnostik dan
pengembangan, jika alat yang digunakan dalam penelitian cukup memenuhi persyaratan
dengan melihat hasilnya guru dapat menemukan kelemahan siswa dan mengetahui
sebab-sebab kelemahan siswa. b) Untuk seleksi, dengan mengadakan penelitian,
seorang guru melakukan seleksi terhadap siswa dengan memilih siswa yang dapat
diterima di sekolah tertentu, untuk mendapat beasiswa, dan menentukan siswa yang
berhak lulus. c) Untuk kenaikan kelas, dengan mengadakan penelitian, guru
mendapatkan informasi tentang siswa yang berhak naik kelas dan guru dapat memilih
secara tepat siswa yang dapat meneruskan belajar dan siswa yang harus mengulang. d)
Untuk penempatan, masing-masing individu berbeda dalam hal potensi, bakat, dan
yang lain maka dengan hasil penilaian seorang guru dapat mengidentifikasi potensi
siswa dan menempatkan dalam kelompok belajar, kegiatan ekstrakulikuler, dan
sebagainya (Rosjidan dkk. dalam Supriati, 2007: 22-23).
Evaluasi/Fungsi evaluasi adalah untuk: a) menyetujui atau menolak praktek melalui
penyediaan/pemberian bukti seperti apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan
atau tingkat kegiatan yang tampak menjadi efektif, b) mengukur kemajuan melalui
pemberian bukti pada suatu dasar berkelanjutan sehingga keduanya rata-rata dan
tingkat dari kemajuan yang diinginkan, c) mempertinggi kemungkinan pertumbuhan
melalui penyedia an dasar untuk perbaikan dalam pelaksanaan dan kegiatan, d)
Membangun kredi bilitas, (e) Mengambil tindakan untuk peningkatan pemahaman, f)
meningkatkan dan memperbaiki partisipasi dalam pembuatan keputusan, g)
menempatkan tang gung jawab, h) mengambil tindakan yang rasional untuk keberanian
berusaha melalui perbaikan keseluruhan akuntabilitas, termasuk bukti dari prestasi dan
pertumbuhan (Gibson & Mitchell, 1981:381-382).
Evaluasi/Fungsi evaluasi program untuk: a) meneliti secara berkala hasil pelaksanaan
program bimbingan dan konseling, b) mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas dari
layanan bimbingan dan konseling, c) mengetahui jenis layanan yang sudah atau belum
dilaksanakan dan/atau perlu diadakan perbaikan dan pengembangan, d) menge tahui
sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan
pelaksanaan program bimbingan dan konseling, e) memperoleh gambaran sejauh mana
peranan masyarakat terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konse ling, f)
mengetahui sampai sejauh mana konstribusi program bimbingan dan konseling
terhadap pencapaian tujuan pendidikan pada umumnya, TIK dan TIU pada khususnya,
g) mendapatkan informasi yang adekuat dalam rangka perencanaan langkah-langkah
pengembangan program bimbingan dan konseling selanjutnya, h) Membantu
mengembangkan kurikulum sekolah untuk kesesuaian dengan kebutuhan (Sukardi,
2000:186).
Evaluasi/Fungsi penilaian adalah sebagai berikut: a) Alat untuk mengetahui tercapai-
tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu kepada
rumusan-rumusan tujuan instruksional. b) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar
mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan belajar
siswa, strategi mengajar guru, dll. c) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar
siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan
kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi
yang dicapai (Sudjana (2008:4).
Evaluasi/Fungsi penilaian hasil belajar yang dilakukan dalam proses belajar mengajar
adalah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui tercapainya tujuan pengajaran. b) Untuk
mengetahui keefektifan PBM yang telah dilakukan guru (Armai, 2002: 89-92).
Evaluasi/Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai
setiap kelompok memilki nilai sama dalam kelompok. Hal ini disebabkan nilai kelompok
adalah nilai bersama dalam kelompokknya yang merupakan hasil kerja adalah nilai
bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggotanya
kelompok (Sanjaya, 2009: 248-249).
Evaluasi/Hasil belajar adalah hasil yang telah diperoleh siswa dari pengalaman-
pengalaman atau latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran yang berupa
keterampilan kognitif, afektif dan psikomotorik (Dimyati dan Mudjiono 2006:55).
Evaluasi/Hasil belajar adalah keluaran dari suatu sistem pemrosesan masukan (inputs)
(Romiszowski dalam Abdurrahman, 2009:38).
Evaluasi/Hasil belajar adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2006:22).
Evaluasi/Hasil belajar afektif dan psikomotoris ada yang tampak pada saat proses
pembelajaran berlangsung dan ada pula yang baru tampak kemudian (setelah
pengajaran diberikan) dalam praktik kehidupannya di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Itulah sebabnya hasil belajar afektif dan psikomotoris sifatnya lebih luas,
lebih sulit dipantau namun memiliki nilai yang sangat berarti bagi kehidupan siswa
sebab secara langsung mempengaruhi perilakunya (Sudjana, 2008:33).
Evaluasi/Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut,
yaitu: 1) Pengetahuan, 2) Pengertian, 3) Kebiasaan, 4) Keterampilan, 5) Apresiasi, 6)
Emosional, 7) Hubungan sosial, 8) Jasmani, 9) Etis atau budi pekerti, dan 10) Sikap
(Yasin, 2008:30).
Evaluasi/Hasil belajar dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: 1) Informasi Verbal
– Informasi Verbal adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang yang dapat
diungkapkan melalaui bahasa lisan maupun tertulis kepada orang lain. Siswa harus
mempelajari berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik yang bersifat praktis maupun
teoritis. 2) Kemahiran Intelektual – Kemahiran Intelektual (Intellectual Skill) menununjuk
pada”Knowing How”, yaitu bagaimana kemampuan seseorang berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri. Kemahiran intelektual dibagi menjadi empat
kategori, yaitu: a) Diskriminasi jamak (Multiple Discrimination), yaitu kemampuan
seseorang dalam membedakan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Dalam
pemersepsi ,seseorang akan menanggapi suatu benda ciri-ciri yang khas , misalnya
warna, bentuk, panjanglebar, kasar-halus, bau dan sebagainya. Berdasarkan persepsi
itu seseorang dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain. b) Konsep
(consept),yaitu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
Konsep dapat dilambangkan dalam bentuk kata yang mewakili konsep itu.Konsep
dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan.konsep konkret
adalah suatu pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan. Konsep
yang didefinisikan, yaitu konsep yang mewakili realitas hidup tetapi bukan lingkungan
hidup fisik, misalnya lingkaran adalah yang garis yang berbentuk bundar yang
mempunyai jari-jari sama panjang. c) Kaidah (Rule), yaitu dua konsep atau lebih yang
jika dihubungkan satu sama lain, maka terbentuk suatu ketentuan yang mewakili suatu
keteraturan, misalnya besi jika dipanaskan akan memuai. d) Prinsip (Higher-Order rule)
yaitu kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang lebih
tinggi dan kompleks. Kaidah tersebut disebut “prinsip”. Berdasarkan prinsip, orang
mampu menyelesaikan soal. 3) Pengaturan Kegiatan Kognitif – Pengaturan kegiatan
kognitif (Cognitive Strategy), yaitu kemampuan yang dapat menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Khususnya bila sedang belajar dan berpikir.
Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktifitas mentalnya sendiri dalam
bidang kognitif akan dapat menggunakan semua konsep dan kaidah yang pernah
dipelajari jauh lebih efisien dan efektif, daripada orang yang tidak berkemampuan
demikian. 4) Sikap – Sikap yaitu sikap tertentu seseorang terhadap suatu objek .
Misalnya, siswa bersikap positif terhadap sekolah, karena sekolah berguna baginya.
Sebaliknya dia bersikap negatif terhadap pesta-pesta karena merasa tidak ada gunanya,
hanya membuang waktu dan uang saja. 5) Keteampilan Motorik – Keterampilan motorik
yaitu seseorang yang mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam
uraian tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak –gerik berbagai anggota
badan secara terpadu. Misalnya, Supir mobil dengan terampil mengendarai
kendaraannya, sehingga konsentrasinya tidak hanya pada kendaraannya, tetapa juga
pada arus lalu lintas di jalan (Gagne dalam Djiwandono (2002: 217).
Evaluasi/Hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku baik afektif, kognitif, maupun
psikomotor (Sudjana, 2001:22).
Evaluasi/Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa
yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan
keterampilan (Hamalik, 2005:155).
Evaluasi/Jadi, evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau
suatu proses untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi
peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar,
penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking (standar untuk
mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu
keunggulan yang memuaskan), serta penilaian program (Mulyasa, 2008:108).
Evaluasi/Kecakapan evaluasi seseorang setidak-tidaknya dapat dikategorikan ke dalam
6 tipe: 1) Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen.
2) Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antar asumsi, evidensi, dan kesimpulan,
juga keajegan logika dan organisasinya. Dengan kecakapan ini diharapkan seseorang
mampu mengenal bagian-bagian serta keterpaduannya. 3) Dapat memahami nilai serta
sudut pandang yang dipakai orang dalam mengambil keputusan. 4) Dapat
mengevaluasi suatu karya dengan memperbandingkannya dengan karya lain yang
relevan. 5) Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah
ditetapkan. 6) Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan
sejumlah kriteria yang eksplisit (Sudjana, 1995:29).
Evaluasi/Klasifikasi hasil belajar secara garis besar ada 3 ranah , yaitu: (1) Ranah
Kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi;
(2) Ranah afektif, meliputi penghayatan nilai dari objek-objek yang dihadapi melalui
perasaan, baik orang, benda maupun kejadian; dan (3) Ranah psokomotorik, meliputi
penanaman metode ilmiah disertai dengan usaha peningkatan mutu intelektualitas yaitu
misalnya cerdas, kritis, serta sistematis dalam berpikir (Bloom dalam Sudjana, 2008:22-
23).
Evaluasi/Langkah-langkah penyusunan instrumen: sintesis teori, menyusun konstruk,
pengembangan indikator, menetapkan parameter kontinum, analisis butir, validasi
teoretik dan empirik, validasi pakar, revisi, penggandaan terbatas, uji coba, uji validasi
internal dan eksternal, kesimpulan sortir, reliabilitas, dan perakitan. Langkah-langkah
ini diarahkan untuk penyusunan instrumen yang digunakan untuk penelitian
(Djaali, 2000:89-90).
Evaluasi/Lima kategori hasil belajar, yakni: a) informasi verbal, b) keterampilan
intelektual, c) strategi kognitif, d) sikap, dan e) keterampilan motoris (Gagne dalam
Sujana, 2005:22).
Evaluasi/Manfaat menilai prestasi kerja adalah memberikan kepada yang dinilai dan
penilai informasi tentang kinerja yang di capai (Gibson, J.L . dkk., 1996:280).
Evaluasi/Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang
dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku
yang dianggap penting yang dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil
belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garisgaris besar
indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis prestasi yang
hendak diukur (Syah, Muhibbin, 1999:150).
Evaluasi/Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi
kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan
karyawan (Simamora, 1997: 415).
Evaluasi/Penilaian yang dilakukan pada karangan siswa biasanya bersifat holistik,
impresif, dan selintas. Maksudnya adalah penilaian tersebut bersifat menyeluruh
berdasarkan kesan yang diperoleh dari pembaca karangan secara selintas. Guru
cenderung melakukan penilaian yang bersifat analisis karena guru memerlukan
penilaian secara lebih objektif dan terinci mengenai kemampuan siswa untuk keperluan
diagnosikedukatif (Nurgiantoro, 2001:305).
Evaluasi/Prinsip evaluasi meliputi: a) evaluasi yang efektif memerlukan perumusan
tujuan program, b) evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang valid, c)
evaluasi program yang efektif tergantung pada penerapan yang valid dari kriteria
pengukuran, d) evaluasi program harus meliputi semua yang dipengaruhi, e) evaluasi
yang bermakna memerlukan feed back dan tindak lanjut, f) evaluasi yang paling efektif
jika melalui proses perencanaan, berkelanjutan, g) evaluasi menekankan pada hal yang
positif (Gibson dan Mitchell, 1981:382-383).
Evaluasi/Prinsip evaluasi yaitu: a) Evaluasi yang efektif menuntut pengenalan terhadap
tujuan-tujuan program, b) evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang
jelas, c) evaluasi melibatkan beberapa unsure yang profesional, d) menuntut umpan
balik dan tindak lanjut, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk membuat kebijakan
atau keputusan, e) evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan
(Sukardi, 2001:191-192).
Evaluasi/Proses konstruksi berbagai tes dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
mengidentifikasi tujuantujuan utama untuk skor yang digunakan, 2) mengidentifikasi
perilaku yang mewa- penelikili konstruk atau domain, 3) menyiapkan spesifikasi butir,
proporsi butir yang akan difokuskan pada tiap perilaku, 4) menyusun butir-butir utama,
5) meninjau ulang butir dan merevisinya, 6) persiapan ujicoba dan merevisinya, 7) tes
lapangan pada sampel yang representatif, 8) menentukan alat-alat statistik skor butir,
kesesuaian, eleminasi butir yang tidak memenuhi kriteria, 9) merancang dan
mengondisikan reliabilitas dan validitas pada bentuk akhir tes, 10) mengembangkan
panduan administrasi, penyekoran, dan interpretasi skor tes (menyiapkan tabel norma
standar performan) (Crocker dan Algina, 1986:66-86).
Evaluasi/Secara garis besar hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah yaitu: a) Ranah
kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam espek yakni
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b)
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c) Ranah psikomotori
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan reseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks,
dan gerakan ekspresir dan interpretatif (Benyamin Bloom dalam Sudjana, 2005:22).
Evaluasi/Secara garis besar hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu: ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotoris (Benyamin Bloom dalam Sudjana, 2005:22).
Evaluasi/Suatu manajemen tidak dapat melupakan evaluasi. Sesuatu kegiatan akan
efektif apabila disertai evaluasi yang tepat agar dapat dikembangkan suatu manajemen
interakasi belajar mengajar yang tepat (Roestiyah, 1989: 76-77).
Evaluasi/Tingkat prestasi hasil belajar pada akhir proses pembelajaran dapat dilihat dari
hasil penilaian seorang guru, dimana penilaian ini mencakup dalam program pokok
bahasan dalam suatu tatap muka pembelajaran. Untuk dapat melakukan penilaian, kita
mengadakan pengukuran terlebih dahulu. Menilai adalah mengambil suatu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian adalah evaluation (Arikunto,
2001:3).
Evaluasi/Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman.
(Sudjana, 2008:24).
Evaluasi/Tujuan evaluasi ada dua, yaitu tujuan umum dan khusus. a. Tujuan Umum dari
Evaluasi adalah: 1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid
dalam mencapai tujuan yang diharapkan. 2) Memungkinkan pendidik/guru menilai
aktivitas/pengalaman yang didapat. 3) Menilai metode mengajar yang digunakan. b.
Tujuan Khusus dari Evaluasi adalah: 1) Merangsang kegiatan siswa. 2) Menemukan
sebab-sebab kemajuan atau kegagalan. 3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan. 4) Memperoleh bahan
laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga
pendidikan. 5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar
(Djamarah, 2006:50-51).
Evaluasi/Tujuan evaluasi program adalah untuk: a) Mengetahui kemajuan program
bimbingan dan konseling atau subyek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan
konseling, b) Mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu (Sukardi,
2000:185).
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang
sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga,
lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Menurut Slameto faktor ekstern yang dapat
mempengaruhi belajar adalah “faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor lingkungan
masyarakat (Slameto, 1988:62).
Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran,
media pengajaran, guru dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar
yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa (Sabri, 1996:59-
60).
Faktor kemampuan seseorang tidak cukup hanya dilihat dari segi pendidikan dan latihan
saja, namun dapat juga dilihat dari segi pengalaman atau pengalaman kerja seseorang
selama bekerja pada organisasi/lembaga tertentu (Samsudin, 2003:33).
Faktor pemicu terjadinya perubahan secara umum ialah: a) konfigurasi tenaga kerja, b)
terobosan di bidang teknologi, c) ketidak pastian di bidang ekonomi, d) persaingan yang
makin ketat, e) gejala-gejala sosial, f) pergeseran nilai-nilai moral dan etika, dan g)
situasi politik (Siagian (2002:207).
Faktor penentu mutu pendidikan selain mutu guru sebagai pengajar, juga sarana,
lingkungan sekolah yang kondusif untuk belajar, kualitas peserta didik, dan jalannya
proses pendidikan (Thantawy, 1999:6).
Faktor/Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi
dalam diri individu (Azwar, 1995:30).
Faktor-faktor yang dapat dijadikan kriteria untuk menilai kinerja seseorang dalam
melaksanakan suatu pekerjaan di institusi, yaitu sebagai berikut: a)
Kualitas pekerjaan yang meliputi aspek akurasi, ketelitian, penampilan, dan
penerimaan keluaran, b) Kuantitas pekerjaan yang mencakup aspek vo-
lume keluaran dan kontribusi, c) kehadiran yang terdiri atas aspek regulari- tas, dapat
dipercaya/diandalkan, dan ketepatan waktu, d) konservasi, meliputi aspek
pencegahan pemborosan, kerusakan, pemeliharaan peralatan (Handoko, 1999:56).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja yaitu: 1) Ability/kemampuan yang
terdiri dari kemampuan potensi atau IQ dan Keterampilan (skill), artinya pegawai yang
mempunyai IQ diatas rata-rata 110 – 120 dan terampil dalam melaksanakan tugasnya,
maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. 2) Motivasi merupakan sikap
pegawai dalam menghadapi situasi kerja, yang mana motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegoro,
2004:67-68).
Field trip adalah pesiar yang dilakukan oleh para peserta didik untuk melengkapi
pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah.
Dengan field trip sebagai metode belajar mengajar, anak didik di bawah bimbingan guru
mengunjungi tempat-tempat tertentu dengan maksud untuk belajar (Sagala, 2006:214).
Field trip bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajaran
dengan melihat kenyataan. Karena itu dikatakan teknik field trip yaitu cara mengajar
yang dilakukan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar
sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu,
suatu bengkel mobil, took serba ada, dan sebagainya (Roestiyah, 2001:85).
Field trip mempunyai beberapa kebaikan, antara lain ialah 1) anak didik dapat
mengamati kenyataan-kenyataan yang beragam dari dekat, 2) anak didik dapat
menghayati pengalaman-pengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu
kegiatan, 3) anak didik dapat menjawab masalahmasalah atau pertanyaan-pertanyaan
dengan melihat, mendengar, mencoba, atau membuktikan secara langsung, 4) anak
didik dapat memperoleh informasi dengan jalan mengadakan wawancara atau
mendengarkan ceramah yang diberikan on the spor dan, 5) anak didik dapat
mempelajari sesuatu secara interna l dan komprehensif (Sagala, 2006:215).
Field trip merupakan pesiar (ekskursi) yang digunakan oleh para peserta didik untuk
melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum
sekolah (Sagala, 2006:214).
Field trip/Adapun tujuan teknik ini adalah dengan melaksanakan field trip diharapkan
siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dari objek yang dilihatnya, dapat turut
menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat bertanggung jawab. Mungkin
dengan jalan demikian mereka mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dalam
pembelajaran (Roestiyah, 200:85).
Fieldtrip bertujuan agar siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dari objek yang
dilihatnya, dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat
bertanggung jawab. Mungkin dengan jalan demikian mereka mampu memecahkan
persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran. Selain itu dengan metode ini akan
membuat siswa lebih nyaman dan senang ketika pembelajaran berlangsung dan dapat
melatih siswa untuk menggunakan waktu secara efektif (Roestriyah, 2001:85).
Fieldtrip memiliki keunggulan antar lain sebagai berikut: a. Siswa dapat berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan yang dilakukan petugas pada objek karyawisata itu, serta
mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka. b. Siswa dapat melihat
berbagai kegiatan para petugas secara individu maupun secara kelompok dan dihayati
secara langsung yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman mereka. c.
Dalam kesempatan ini siswa dapat bertanya jawab, menemukan sumber informasi yang
pertama untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapi. d. Dengan objek yang
ditinjau itu siswa dapat memperoleh bermacammacam pengetahuan dan pengalaman
yang terintegrasi (Roestiyah, 2001:87).
Formal/Fungsi dan tujuan pendidikan formal sebagai berikut: 1) Pendidikan sekolah
ialah salah satu tangga dari keseluruhan proses pendidikan yang berlangsung sepanjang
hidup. 2) Pendidikan sekolah ialah pendidikan untuk mengembangkan semua aspek
kepribadian, baik kognitif dan afektif maupun keterampilan. 3) Pendidikan sekolah
merupakan suatu sistem terbuka. 4) Pendidikan sekolah merupakan sekelompok paket
belajar atau program belajar yang menyediakan jalur belajar dan pengalaman belajar,
yang memungkinkan siswa dapat menggunakan hasil belajarnya untuk belajar sendiri
atau self-learning, dan membina dirinya sendiri atau self-direction. 5) Tujuan
pendidikan sekolah tidak hanya menguasai bahan belajaran, tetapi dapat menggunakan
apa yang telah dipelajari itu untuk mampu belajar sendiri dan membina diri kapan pun
dan di mana pun juga, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seumur hidup
mencapai kualitas hidup pribadi, sosial, dan profesional seoptimal mungkin
(Mudyahardjo, 2012:176-177).
Formal/Karakteristik pendidikan formal sebagai berikut: 1) Pendidikan formal mulai
kerangka teoritis atau konsepual dan pengarah pada pekerjaan praktis atau lapangan
aktual. 2) Terdapat kurikulum yang mapan atau ditentukan sebelumnya. 3) Para peserta
didik dalam tipe pendidikan ini homogen dengan tujuan umum. 4) Pembelajaran adalah
vertikal dan berpusat pada kurikulum. 5) Ketaatan pada norma-norma lembaga yang
ketat dan tidak ada pilihan bebas bagi peserta didik. 6) Pendidikan ini bersifat spesialis,
misalnya berorientasi pada kelas, berorientasi pada matapelajaran dan berorientasi pada
gelar. 7) Para peserta didik diajar langsung oleh para guru (Dahama dan Bhatnagar,
1981:27).
Formal/Karakteristik pendidikan formal sebagai berikut: 1) Biasanya dalam latar kelas
sekolah, walaupun tidak tidak hanya berbasis-sekolah. 2) Isi biasanya ditetapkan
sebelumnya oleh guru atau orang/kelompok lain yang memiliki otoritas (barang kali
bahkan sukarelawan). 3) Hirarki yang mapan antara guru dan murid. 4) Sering berakhir
dengan tes formal atau pembuktian pengetahuan (Dalam Literacy Watch Bulletin (2001-
No.17).
Formal/Pendidikan formal (sekolah) memiliki program pendidikan dengan karakteristik
program sebagai berikut: 1) Kegiatan pendidikan hendaknya terdiri atas kegiatan
kurikuler dan ekstrakurikuler. 2) Kegiatan sekolah hendaknya campuran antara studi
dan bekerja. 3) Kegiatan sekolah hendaknya makin tertuju dan mengutamakan
kegiatanbelajar sendiri dan membina diri sendiri. 4) Proses pendidikan atau
kegiatanbelajar-mengajar hendaknya tidak hanya melalui satu jalur pengalaman belajar,
tetapi lebih merupakan gabungan dari berbagai pengalaman belajar dan bervariasi. Hal
ini dapat dicapai dengan: 1) Menggunakan berbagai sumber belajar. 2) Guru
memposisikan diri sebagai contoh, fasilitator dan motivator. 3) Menggunakan berbagai
alat bantu mengajar (Mudyahardjo, 2012:177-178).
Formal/Pendidikan formal itu terstruktur secara hirarkis, sistem pendidikan yang
bergelar secara kronologis yang berlangsung mulai sekolah dasar hingga universitas
dan termasuk, hingga pada studi-studi akademik umum, ragam program-program dan
lembaga-lembaga khusus untuk pelatihan teknik dan profesional penuh waktu (Combs
& Ahmed, 1973:11).
Formal/Pendidikan formal pada dasarnya merupakan suatu aktivitas institusional,
seragam dan berorientasi pada matapelajaran, waktu belajarnya penuh, terstruktur
secara hirarkis, mengarah pada perolehan sertifikat )ijasah), gelar dan diploma (Dahama
dan Bhatnagar, 1981:6).
Formal/Tujuan pendidikan formal (sekolah) adalah sebagai berikut: 1) Menyadari
perlunya belajar seuur hidup dalam usaha mempertahankan dan meningkatkan kualitas
hidupnya dalam masyarakat. 2) Meningkatkan kemampuan belajar atau educability. 3)
Memperluas daerah belajar. 4) Memadukan pengalaman belajar di sekolah dengan
pengalaman belajar di luar sekolah (Mudyahardjo, 2012:177).
Gambar/Penggunaan media gambar untuk melatih anak menentukan pokok pikiran
yang mingkin akan menjadi karangan – karangan (Purwanto dan Alim (1997: 63).
Gambar/Peranan gambar sebagai media pengajaran yaitu: 1. Dapat membantu guru
dalam menyampaikan pelajaran dan membantu siswa dalam belajar. 2. Menarik
perhatian anak sehinga terdorong untuk lebih giat belajar. 3. Dapat membantu daya
ingat siswa (retensi). 4. Dapat disimpulkan dan digunakan lagi apabila diperlukan pada
saat yang lain (Sudirman et al, 1991:220).
Gaya ini diimplementasikan bagi bawahan yang sudah menjadi “orang kepercayaan”.
Directive dan supportive tidak banyak diberikan. Oleh karenanya, pemimpin lebih
banyak menyerahkan pengambilan keputusan dan tanggung jawab kepada bawahan
(Maulana, 1992:30).
Generalisasi didasari oleh prinsip apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu
dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi (Soekadijo,
1999: 134).
Generalisasi induktif/Hasil penalaran generalisasi induktif sendiri juga disebut
generalisasi, generalisasi dalam arti ini berupa suatu proporsi universal (Soekadijo,
1999:134).
Generalisasi memuat beberapa syarat di antaranya adalah: 1) generalisasi harus tidak
terbatas secara numerik, artinya generalisasi tidak boleh terikat jumlah tertentu; 2)
generalisasi harus tidak terbatas secara spasio temporal, artinya tidak boleh terbatas
dalam ruang dan waktu (Soekadijo, 1999:134).
Generalisasi/Faktor-faktor probabilitas yang berhubungan dengan generalisasi
memiliki sifat-sifat berikut: 1) makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasarpenalaran,
makin tinggi probabilitas konklusinya; 2) makin besar jumlah faktor kesamaan di dalam
premis, makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya; 3) makin besar jumlah
faktor disanaloginya di dalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan
sebaliknya; 4) semakin luas konklusinya semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya
(Soekadijo, 1999:136).
Generatif/Intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi
dengan pasif melainkan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut
dan kemudian membuat kesimpulan (Waluya, 2005:5).
Generatif/Kelebihan pembelajaran generatif adalah: Pembelajaran generatif
memberikan peluang kepada siswa untuk belajar secara kooperatif; Merangsang rasa
ingin tahu; Pembelajaran generatif cocok untuk meningkatkan ketrampilan proses;
Meningkatkan aktivitas belajar siswa, diantaranya dengan bertukar pikiran dengan siswa
yang lainnya, menjawab pertanyaan dari guru, serta berani tampil untuk
mempresentasikan hipotesisnya. Konsep yang dipelajari siswa akan masuk ke dalam
memori jangka panjang (Sutarman dalam Syarifah, 2010:37).
Generatif/Pembelajaran generatif terdiri dari empat tahap, yaitu: a) Eksplorasi – Tahap
pertama yaitu tahap eksplorasi yang disebut juga tahap pendahuluan. Pada tahap
eksplorasi guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan,
ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh
dari pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar mampu
melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa beberapa
aktivitas/tugas-tugas seperti melalui demonstrasi/penelusuran terhadap suatu
permasalahan yang dapat menunjukkan data dan fakta yang terkait dengan konsepsi
yang dipelajari. Dalam aktivitas ini, gejala, data, fakta yang didemonstrasikan sebaiknya
dapat merangsang untuk berfikir kritis, mengkaji fakta, data dan gejala, serta
memusatkan pikiran terhadap permasalahan yang dipecahkan. Dengan demikian, pada
akhirnya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu pada diri siswa. Melalui aktivitas
demonstrasi/penelusuran, siswa didorong untuk mengamati gejala dan fakta. Dengan
kondisi yang demikian, pada akhirnya diharapkan muncul pertanyaan pada diri siswa,
mengapa hal itu terjadi. Pada langkah berikutnya guru mengajak dan mendorong siswa
untuk berdiskusi tentang gejala atau fakta yang baru diselidiki atau diamati. Guru harus
mengarahkan proses diskusi guna mengidentifikasi konsepsi siswa yang selanjutnya
dapat dikembangkan menjadi rumusan, dugaan, atau hipotesis. Pada proses
pembelajaran ini guru berperan memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan
memberi arahan agar siswa mau dan dapat mengemukakan pendapat/ide/hipotesis. b)
Pemfokusan – Pada tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep atau
intervensi. Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis. Pengujian
hipotesis dilakukan untuk mencoba membuktikan konsep atau rumus yang telah mereka
rumuskan sebelumnya di tahap eksplorasi. Dalam hal ini materi yang di uji hipotesisnya
adalah luas permukaan dan volume kubus dan balok. Pada tahap ini guru bertugas
sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan
arahan. Tugas-tugas pembelajaran yang diberikan hendaknya dibuat sedemikian rupa
sehingga memberi peluang dan merangsang siswa untuk menguji hipotesisnya dengan
caranya sendiri. Tugas-tugas pembelajaran yang disusun/dibuat guru hendaknya tidak
seratus persen merupakan petunjuk atau langkah-langkah kerja, tetapi tugas-tugas
haruslah memberikan kemungkinan siswa beraktivitas sesuai dengan caranya sendiri
atau cara yang diinginkannya. Penyelesaian tugas dilakukan secara berkelompok
sehingga siswa dapat berlatih untuk meningkatkan sikap seperti seorang ilmuan.
Misalnya, pada aspek kerja sama dengan sesama teman sejawat, membantu dalam kerja
kelompok, menghargai pendapat teman, tukar pengalaman (sharing idea), dan
keberanian bertanya. c) Tantangan – Tahap ketiga yaitu tahap tantangan disebut juga
tahap pengenalan konsep. Pada tahap ini siswa mulai mengetahui konsep yang benar
dari materi yang sedang dipelajari. Para siswa diminta mempresentasikan temuannya
melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses tukar pengalaman
diantara siswa sehinggan konsep yang benar akan mulai diketahui peserta didik. Dalam
tahapan ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide, kritik, berdebat, menghargai
pendapat teman, dan menghargai adanya perbedaan diantara pendapat teman. Pada
saat diskusi, guru berperan sebagai moderator dan fasilitator agar jalannya diskusi
dapat terarah. Diharapkan pada akhir diskusi siswa siswa memperoleh kesimpulan dan
pemantapan konsep yang benar. Pada tahap ini terjadi proses kognitif, yaitu terjadinya
proses mental disebut asimilasi dan akomodasi. Terjadi proses asimilasi apabila
konsepsi siswa sesuai dengan konsep yang benar menurut data eksperimen, terjadi
proses akomodasi apabila konsepsi siswa cocok dengan data empiris. Pada tahap ini
sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep dan latihan soal. Latihan soal
dimaksudkan agar siswa memahami secara mantap konsep tersebut. Pemberian soal
latihan dimulai dari yang paling mudah kemudian menuju yang sukar. Dengan soal-soal
yang tingkat kesukarannya rendah, sebagian besar siswa akan mampu menyelesaikan
dengan benar, hal ini akhirnya akan dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Sebaliknya, jika langsung diberikan soal yang tingkat kesukarannya tinggi maka
sebagian besar siswa tidak akan mampu menyelesaikannya dengan benar maka akan
dapat menurunkan motivasi belajar siswa. d) Penerapan – Tahap keempat adalah tahap
penerapan. Pada tahap ini, siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan
menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan
dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas
proyek yang dikerjakan siswa diluar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang
baik untuk dilakukan. Pada tahap ini siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal.
Dengan adanya latihan soal, siswa akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran)
secara lebih mendalam dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa akan
masuk ke memori jangka panjang, ini berarti tingkat retensi siswa semakin baik. Dari
uraian di atas mengenai tahap-tahap dari pembelajaran generatif, dari tahap eksplorasi
sampai dengan tahap penerapan. Siswa diharapkan memiliki pengetahuan, kemampuan
serta ketrampilan untuk mengkontruksi/membangun pengetahuannya sendiri secara
mandiri. Dengan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki sebelumnya
dan menghubungkannya dengan konsep yang dipelajari, akhirnya siswa akan mampu
mengkonstruksi pengetahuan baru. Dengan begitu konsep yang didapat akan tersimpan
dalam memori jangka panjang (Osborne dan Cosgrove dalam Wena, 2010:177-180).
Group Investigation/Enam langkah pendekatan Group Investigation: 1) Pemilihan Topik.
Siswa memilih subtopik tertentu dalam bidang permasalahan umum tertentu, yang
biasanya diterangkan oleh guru. Siswa kemudian diorganisasikan kedalam kelompok-
kelompok kecil berorientasi tugas yang beranggotakan dua sampai enam orang.
Komposisi kelompoknya heterogen baik secara akademis maupun etnis. 2) Cooperative
learning. Siswa dan guru merencanakan prosedur, tugas, dan tujuan belajar tertentu
dengan sub-sub topik yang dipilih dalam langkah a. 3) Implementasi. Siswa
melaksanakan rencana yang diformulasikan dalam langkah b. Pembelajaran mestinya
melibatkan beragam kegiatan dan keterampilan dan seharusnya mengarahkan siswa ke
berbagai macam sumber di dalam maupun diluar sekolah.Guru mengikuti dari dekat
perkembangan masing-masing kelompok dan menawarkan bantuan bila dibutuhkan. 4)
Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh
selama langkah c dan merencanakan bagaimana informasi itu dapat dirangkum dengan
menarik untuk dipertontonkan atau dipresentasikan kepada teman-teman sekelas. 5)
Presentasi produk akhir. Beberapa atau semua kelompok dikelas memberikan presentasi
menarik tentang topik-topik yang dipelajari untuk membuat satu samalain saling
terlibat dalam pekerjaan temannya dan mencapai perspektif yang lebih luas tentang
sebuah topic. Presentasi kelompok dikoordianasikan oleh guru. 6) Evaluasi. Dalam
kasus-kasus yang kelompoknya menindaklanjuti aspek-aspek yang berbeda dari topik
yang sama, siswa dan guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok ke
hasil pekerjaan secara keseluruhan. Evaluasi dapat memasukkan asesmen individual
atau kelompok atau dua-duanya (Sharan (1984) et al. dalam Arends, 2008:14):
Guru adalah titik sentral suatu kurikulum. Berkat usaha guru, maka timbulah kegairahan
belajar siswa, sehingga memacunya belajar lebih keras untuk mencapai tujuan belajar
mengajar yang bersumber dari tujuan kurikulum (Hamalik, 1992:95).
Guru bertanggung jawab untuk memberikan sejumlah norma kepada peserta didiknya
agar tahu mana perbuatan susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan
amoral (Djamarah, 2000:34-35).
Guru perlu menciptakan suasana kelas yang membuat siswa antusias terhadap
persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya, guru
perlu menciptakan siswa berfikir, hal ini membuat siswa akan lebih aktif dan menjadikan
suasana kelas tidak menjenuhkan (Yamin, 2008:13).
Guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi; a. Memiliki bakat sebagai
guru. b. Memiliki keahlian sebagai guru. c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
d. Memiliki mental yang sehat. e. Berbadan sehat. f. Memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas. g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila. h. Guru adalah
seorang warga negara yang baik. 32 (Hamalik dalam Yamin, 2007:5-7).
Guru sebagai pribadi, pendidik, pengajar, dan pembimbing dituntut memiliki
kematangan atau kedewasaan pribadi, serta kesehatan jasmani dan rohani. Minimal ada
tiga cirri kedewasaan (Sukmadinata, 2005:254).
Guru yang efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, mempunyai
pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas yang mencakup: 1) memiliki
keterampilan interpersonal khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati,
penghargaan terhadap peserta didik, dan ketulusan, 2) menjalin hubungan yang baik
dengan peserta didik, 3) mampu menerima, mengakui dan memperhatikan peserta didik
secara ikhlas, 4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, 5)
mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerjasama dan kohesivitas dalam dan
antar kelompok peserta didik, 6) mampu melibatkan peserta didik dalam mengorganisir
dan merencanakan kegiatan pembelajaran, 7) mampu mendengarkan peserta didik dan
menghargai haknya untuk berbicara dalam setiap diskusi, 8) mampu meminimalkan
friksi-friksi di kelas. Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen
pembelajaran, yang mencakup: 1) mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan
menanggapi peserta didik yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan
perhatian, dan mampu memberikan transisi substansi bahan. Agar dalam proses
pembelajaran; 2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan
berpikir yang berbeda untuk semua peserta didik. Ketiga, mempunyai kemampuan yang
terkait dengan pemberian umpan balik (feed back) dan penguatan (reinforcement), yang
terdiri atas: 1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta
didik; 2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap peserta didik
yang lamban dalam belajar; 3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban
peserta didik yang kurang memuaskan; 4) mampu memberikan bantuan profesional
kepada peserta didik jika diperlukan. Keempat, mempunyai kemampuan yang terkait
dengan peningkatan diri yang mencakup: 1) mampu menerapkan kurikulum dan metode
mengajar secara inovatif; 2) mampu memperluas dan menambah pengetahuan
mengenai metode-metode pembelajaran; 3) mampu memanfaatkan perencanaan guru
secara berkelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran
yang relevan (Menurut Davis dan Thomas dalam Suyanto, 2001:3).
Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan
mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya
konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini
membelokkan konsentrasi peserta didik (Mulyasa, 2007:121).
Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab
sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan
agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual,
moral, dan spiritual.33 (Surya dalam Kunandar, 2007:47).
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu.
Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan
mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan
pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat
luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Sholeh, 2006:9).
Guru/Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya yaitu:1). Kepemimpinan kepala sekolah,
2). Fasilitas kerja, 3). Harapan-harapan, dan 4.) Kepercayaan personalia sekolah. Dengan
demikian nampaklah bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan fasilitas kerja akan ikut
menentukan baik buruknya kinerja guru (Pidarta dalam Lamatenggo, 2001:35).
Guru/Ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; 1) masih banyak guru yang
tidak menekuni profesinya secara total, 2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru
terhadap norma dan etika profesi keguruan, 3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan
dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat.
Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan
dan kependidikan, 4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi
materi ajar yang diberikan kepada calon guru, 5) masih belum berfungsi PGRI sebagai
organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme
anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan,
terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai
mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-
faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk
mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru (Akadum, 1999:17).
Guru/Agar dapat memantu perkembangan siswa secara optimal maka ada lima langkah
yang harus dilakukan oleh guru pembimbing, yaitu: 1. Guru pembimbing
memperhatikan butir-butir tugas perkembangan siswa sesuai dengan usianya. 2.
Tugas-tugas perkembangan tersebut diorientasikan pada keenam bidang bimbingan. 3.
Tugas perkembangan yang sudah diorientasikan pada bidang bimbingan dijabarkan
kedalam kompetensi-kompetensi yang relevan. 4. Kompetensi-kompetensi yang telah
terpilih dijadikan acuan untuk menetapkan materi yang akan dijadikan isi layanan dan
kegiatan bimbingan konseling lainnya. 5. Melaksanakan materi layanan yang telah
ditetapkan, disertai dengan evaluasi, baik itu penilaian segera, penilaian jangka pendek
maupun penilaian jangka panjang (Afinibar, 2005:6 ).
Guru/Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya yaitu: 1) Kepemimpinan kepala sekolah, 2) Iklim sekolah, 3) Harapan-harapan,
dan 4) Kepercayaan personalia sekolah (Pidarta (1995) dalam Saerozi, 2005:2).
Guru/Beberapa poin yang menjadi tanggung jawab seorang guru, antara lain: mematuhi
norma dan nilai kemanusiaan, menerima tugas mendidik bukan sebagai beban, tetapi
dengan gembira dan sepenuh hati, menyadari benar akan apa yang dikerjakan dan
akibat dari setiap perbuatannya itu, belajar dan mengajar memberikan penghargaan
kepada orang lain termasuk kepada peserta didik, bersikap arif dan bijaksana serta
rendah hati, dan sebagai orang beragama melakukan kesemua yang tersebut di atas
berdasarkan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Wens Tanlain, dkk, dalam Sagala,
2009:13).
Guru/Ciri-ciri profesional guru dalam tiga ketegori yakni: a. Kemampuan guru
menguasai bahan bidang studi. Yang dimaksud dengan kemampuan menguasai bahan
bidang studi adalah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi sejumlah pengetahuan keahlian yang
akan diajarkannya. b. Kemampuan guru merencanakan program belajar mengajar
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar adalah kemampuan membuat
satuan pelajaran dan bahan cetakan lainnya (software) seperti dalam petunjuk
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, lembaran kegiatan membaca, lembaran tugas
dan kerja, dan kemampuan menciptakan alat peraga media guna kepentingan
pengajaran. c. Kemampuan guru melaksanakan program belajar mengajar. Kemampuan
melaksanakan program belajar mengajar adalah kemampuan menciptakan interaksi
belajar mengajar dengan situasi dan kondisi dan program yang dibuatnya (Wijaya &
Rusyan, 1994:30).
Guru/Dalam hal ini guru harus kreatif, professional dan menyenangkan dengan
memposisikan diri sebagai berikut: 1. Orang tua yang penuh kasih saying pada peserta
didik. 2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai
minat, kemampuan dan bakatnya. 4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang
tua untk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran
pemecahannya. 5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab. 6.
Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (silaturahim) dengan orang lain
secara wajar. 7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik,
orang lain dan lingkungannya. 8. Mengembangkan kreativitas. 9. Menjadi pembantu
ketika diperlukan (Mulyasa, 2006:36).
Guru/Dalam lokakarya kurikulum pendidikan guru yang diselenggarakan oleh Proyek
Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar
seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut: a. Menguasai bahan yakni
menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum-kurikulum sekolah, menguasai bahan
pengayaan/penunjang bidang studi. b. Mengelola program belajar mengajar yakni
merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan bisa memakai metode mengajar,
memilih materi dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar
dan mengajar, mengenal kemampuan anak didik, menyesuaikan rencana dengan situasi
kelas, melaksanakan dan merencanakan pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil
belajar. c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA, dan
menciptakan iklim belajar yang efektif. d. Menggunakan media yakni memilih dan
menggunakan media, mebuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan
mengelola laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan
perpustakaan dalam proses belajar mengajar. e. Menguasai landasan-landasan
kependidikan. f. Merencanakan program pengajaran. g. Mengelola interaksi belajar
mengajar. h. Menguasai macam-macam metode mengajar. i. Menilai kemampuan
prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. j. Mengenal fungsi dan program layanan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah. k. Mengenal penyelenggaraan administrasi
sekolah. l. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan yang
sederhana guna kemajuan pengajaran (Hamalik, 2006:44-45).
Guru/Dalam mengembangkan kreativitas, guru dapat melatih ketrampilan bidang,
dengan pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam bidang khusus seperti bahasa,
matematika atau seni; mengajarkan ketrampilan kreatif dalam batas tertentu, seperti
cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, teknik memunculkan gagasan orisinal,
yang diajarkan secara langsung dengan contoh; dan motivasi intrinsik, dengan guru
menjadi model dengan mengungkapkan secara bebas minatnya, dan tantangan pribadi
untuk memecahkan masalah atau melakukan tugas, dan memungkinakn siswa untuk
bisa otonom sampai batas tertentu di kelas (Amabile dalam Munandar, 2002:156).
Guru/Dalam proses belajar mengajar hubungan antara guru dan siswa haruslah terjalin
dengan baik. Karena cara belajar siswa dipengaruhi oleh hubungannya dengan gurunya
(Slameto, 1988:68).
Guru/Dalam proses belajar mengajar, guru harus memberikan kesempatan pada peserta
didik untuk aktif. Keaktifan siswa bisa berbentuk aktivitas jasmaniah maupun aktivitas
mental. Aktivitas belajar murid dapat di golongkan ke dalam beberapa hal, yaitu: a.
Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperiman, dan
demonstrasi. b. Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya
jawab, diskusi, menyanyi. c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti
mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan. d. Aktivitas gerak (motor
activities) seperti senam, atletik, menari, melukis. e. Aktivitas menulis (writing activities)
seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat (Uzer, 1995: 22).
Guru/Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu
pengetahuan, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta membangun karakter
peserta didik secara berkelanjutan (Sholeh, 2006: 3).
Guru/Dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang
pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama
pengambil kebijakan; 1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena
rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; 2) profesionalisme guru
masih rendah (Akadum, 1999:16).
Guru/Efektifitas guru mengajar nyata dari keberhasilan siswa dalam menguasai apa
yang diajarkan guru itu (Nasution dalam Subroto, 1997:11).
Guru/Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam perencanaan dan
melaksanakan pengajaran. Tugas dan tanggungjawab guru sebagai pembimbing
memberi tekanan kepada tugas memberikan bantuan kepada peserta didik dalam
memecahkan masalah yang di hadapinya (Saud, Udin Syaefudin, 2009:34).
Guru/Intensitas dan kualitas pembinaan kepala sekolah kepada guru bergantung pada
kemampuan kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai supervisor, selain
sebagai administrator dan motivator (Dirjen Dikdasmen, 2000:15).
Guru/Jadi guru yang bijaksana dan sederhana dalam bertindak adalah seorang guru
yang selalu menggunakan akal budinya dalam bertindak dan tidak berlebihlebihan.
Kebijaksanaan dan kesederhanaan dalam bertindak, akan menjalin keterkaitan batin
guru dengan siswa. Dengan adanya keterikatan tersebut, guru akan mampu
mengendalikan proses belajar mengajar yang diselenggarakan (Wijaya & Rusyan,
1991:20).
Guru/Kedudukan dan fungsi pendidik: pendidik sebagai model, pendidik sebagai
perencana, pendidik sebagai peramal, pendidik sebagai pemimpin dan, pendidik
sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat belajar (Yasin,
81-82).
Guru/Kemampuan personal guru, mencakup: 1) penampilan sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan
beserta unsur-unsurnya, 2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan
dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya
(Johnson dalam Anwar, 2004:63).
Guru/Kemampuan pribadi guru meliputi hal-hal berikut: 1. .Mengembangkan
kepribadian. 2. Berinteraksi dan berkomunikasi. 3. Melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan. 4. Melaksanakan administrasi sekolah. 5. Melaksanakan penelitian
sederhana untuk keperluan pengajaran (Usman, 1995:16).
Guru/Kemampuan yang harus dimiliki guru diantaranya: mempunyai pengetahuan
tentang belajar dan tingkah laku manusia dalam belajar, mempunyai pengetahuan dan
menguasai bidang studi yang dibinanya dengan baik, mempunyai sikap yang tepat
dengan memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri sebagai tenaga pendidik, dan
mempunyai keterampilan mempunyai teknik dan pendekatan dalam kegiatan mengajar
(Yamin, 2008:12).
Guru/Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadai pendidik dan
pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau pengahancur
bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah
dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah) (Syah,
2004:225-226).
Guru/Kesejahteraan guru sebenarnya tidak hanya diukur dari gaji yang diterima seperti
dikemukakan diatas. Mengapa tidak dipikirkan pemberian insentif, insentif adalah
pendorong, dorongan atau perangsang. Insentif tidak ditawarkan terlebih dahulu.
Insentif diberikan karena suatu prestasi yang baik, pada akhir suatu kegiatan, dengan
tujuan untuk memberikan dorongan dan semangat kerja bagi penerimanya (Moedjiarto,
2002:115).
Guru/Kualitas guru tercermin pada kinerja profesionalnya sebagai guru. Kinerja guru
merupakan variabel yang fluktuatif, eksistensinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
antaranya pembinaan kepala sekolah (Zahera, 1998:118).
Guru/Maka tugas dan fungsi guru agama lebih banyak dan lebih luas, yaitu: a) Guru
agama sebagai pengajar. b) Guru agama sebagai pendidik. c) Guru agama sebagai da’i.
d) Guru agama sebagai konsultan. e) Guru agama sebagai pemimpin dalam
kepramukaan. f). Guru agama sebagai masyarakat (Mohammad, 1992:45-46).
Guru/Mengingat tugas dan tangungjawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi
ini memberikan persyaratan khusus antara lain: 1. Menuntut adanya ketrampilan yang
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2. Menekankan pada
suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. 3. Menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4. Adanya kepakaan terhadap
dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan. 5. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Usman, 1996:15).
Guru/Menurut Sahal Mahfudh secara umum paling tidak seorang guru harus memiliki
beberapa sifat, yaitu: zuhud, ikhlas, suka memaafkan, memahami tabiat murid,
berkepribadian yang bersih, bersikap sebagaimana bapak terhadap anaknya, dan
menguasai mata pelajaran yang menjadi bidangnya (Mahfudh, 1994: 319).
Guru/Mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan
product yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 1. Kriteria presage (tanda-tanda
kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut: a. Latar belakang
pre-service dan in-service guru. b. Pengalaman mengajar guru. c. Penguasaan
pengetahuan keguruan. d. Pengabdian guru dalam mengajar. 2. Kriteria process
(kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri
dari: a. Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP). b.
Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas. c.
Kemampuan guru dalam mengelola kelas. 3. Kriteria product (hasil belajar yang dicapai
murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan
oleh guru tersebut. Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau
di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut
sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut
kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode,
media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses
belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau
membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya
(Sabri, 1992:16-18).
Guru/Nilai kompetensi seorang guru dipupuk melalui program pendidikan,
pengembangan dan pelatihan (Iriyanto dalam Samsudin, 2003:11).
Guru/Paling sedikit ada enam tugas dan tanggungjawab guru dalam mengembangkan
profesinya, yakni: a. Guru bertugas sebagai pengajar. b. Guru bertugas sebagai
pembimbing. c. Guru bertugas sebagai administrator kelas. d. Guru bertugas sebagai
pengembang kurikulum. e. Guru bertugas untuk mengembangkan profesi. f. Guru
bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat (Saud, 2009:32).
Guru/Pendidik adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar,
yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial
dibidang pembangunan (Slameto, 2003:123).
Guru/Pendidik, selain bertugas melakukan transfer of knowledge, juga seorang
motivator dan fasilitator bagi proses belajar peserta didiknya. Menurut Hasan
Langgulung, dengan paradigma ini, seorang pendidik harus dapat memotivasi dan
memfasilitasi peserta didik agar dapat mengaktualisasikan sifat-sifat tuhan yang baik,
sebagai potensi yang perlu dikembangkan (Toto, 2006:120).
Guru/Peningkatan, pengembangan dan pembentukan guru dapat dilakukan melalui
upaya pembinaan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik dalam Samsudin, 2003:11).
Guru/Peran guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah relatif tinggi, peran guru
tersebut terkait dengan peran siswa dalam belajar, karena guru di sini sebagai sebagai
pendidik, pembentuk kepribadian dan yang menentukan keberhasilan siswa (Dimyati,
1999:33).
Guru/Peranan guru sebagai pendidik profesional mulai hari ini harus dipertanyakan
eksistensinya secara fungsional dalam dunia pendidikan. Hal ini di sebabkan oleh
munculnya serangkaian fenomena para lulusan pendidikan yang secara moral
cenderung merosot dan secara intelektual akademik juga kurang siap untuk memasuki
lapangan kerja (Nata, 2003:136).
Guru/Rangsangan, bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada guru-guru agar
kemampuan profesional mereka makin berkembang sehingga situasi belajar mengajar
makin efektif dan efisien (Supervisi dalam Lazaruth, 1988: 33).
Guru/Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan
masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam
bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya
(Setjipto dan Kosasi, 1999:54-55).
Guru/Sebagai motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut31: 1) Peserta didik akan bekerja keras
kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaannya. 2) Memberi tugas yang jelas
dan dapat dimengerti. 3) Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi
peserta didik. 4) Menggunakan hadiah atau hukuman, hukuman secara efektif dan tepat
guna; serta 5) Memberikan penilaian dengan adil dan transparan (Mulyasa, 2008:59).
Guru/Sebagai motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Peserta didik akan bekerja keras
kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjannya. 2. Memberikan tugas yang
jelas dan dapat dimengerti. 3. Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan
prestasi peserta didik. 4. Menggunakan hadiah, dan hukuman secara efektif dan tepat
guna. 5. Memberikan penilaian dengan adil dan transparan (Mulyasa, 2008: 59).
Guru/Sebagai pendidik maka guru wajib: 1. Menemukan pembawaan yang ada pada
peserta didik yang ada, dengan jalan: observasi, wawancara, pergaulan, angket dan
sebagainya. 2. Berusaha menolong peserta didik dalam perkembangannya. 3.
Menyiapkan jalan terbaik dan menunjukkan arah perkembangan yang tepat. 4. Setiap
waktu mengadakan evaluasi apakah perkembangan peserta didik dalam usaha
pencapaian tujuan pendidikan sudah berjalan seperti yang diharapkan. 5. Wajib
memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada peserta didik. 6. Dalam menjalankan
tugasnya, pendidik wajib selalu ingat bahwa peserta didik sendirilah yang berkembang
berdasarkan bakat yang ada padanya, namun mengembangkan bakat yang tidak ada
padanya. 7. Pendidik senantiasa mengadakan penilaian atas diri sendiri untuk
mengetahui apakah ada hal-hal tertentu dalam diri pribadinya yang harus diperbaiki. 8.
Memilih metode yang tidak hanya sesuai dengan dengan bahan dan isi pendidikan yang
akan disampaikan tetapi juga disesuaikan dengan kondisi peserta didik (Darmadi, 2009:
50).
Guru/Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan
dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), diantaranya: 1)
Kemampuan yang berhubungan dengan pengamalan ajaran agama sesuai dengan
kenyakinan agama yang dianutnya. 2) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai
antar-umat beragama. 3) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan,
dan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat. 4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji
sebagai seorang guru, misalnya sopan santun dan tatakrama. 5) Bersifat demokratis dan
terbuka terhadap pembaruan dan kritik (Wina, 2006: 18).
Guru/Secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya mempunyai beberapa syarat
seperti bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaninya, baik akhlaknya, bertanggung
jawab dan berjiwa sosial (Daradjat dkk, 1992: 40-41).
Guru/Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya,
mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Di samping itu,
pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar,
sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis
(Samsul, 2002: 43).
Guru/Selain itu istilah mu’allim lebih menekankan guru sebagai pengajar, penyampai
pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science) (Tabrani, 2008: 107).
Guru/Seorang guru dikatakan telah mempunyai kemampuan profesional jika pada
dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap
mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha
memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan
tuntutan jaman yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah
tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada jamannya dimasa yang akan
datang (Muhaimin, 2001:63).
Guru/Seorang guru harus simpatik karena dengan sifat ini akan disenangi oleh para
siswa, dan jika siswa menyenangi gurunya, sudah barang tentu pelajarannyapun mereka
senangi pula. Demikian pula dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru harus
menarik, karena dengan daya tarik yang diungkapkan atau ditunjukkan oleh guru, maka
akan memberikan pengaruh tertentu pada siswa yaitu kesemangatan belajar siswa terus
meningkat (Wijaya & Rusyan, 1991:20).
Guru/Seorang guru juga harus bersikap luwes terhadap siapapun termasuk peserta
didiknya. Keluwesan merupakan faktor pendukung yang disenangi para siswa dalam
proses belajar mengajar, karena dengan sifat ini guru akan mampu bergaul dan
berkomunikasi dengan baik dengan teman sejawat maupun dengan peserta didik, dan
juga orang tua wali murid (Wijaya & Rusyan, 1991:20).
Guru/Seorang pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaannya yang menjadi
kepribadiannya. Di antara sifat-sifat tersebut adalah: a. Sabar dalam menanggapi
pertanyaan murid. b. Senantiasa bersifat kasih, tanpa pilih kasih (objektif). c. Duduk
dengan sopan, tidak riya atau pamer. d. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang
dzalim dengan maksud mencegah tindakannya. e. Bersikat tawadhu’, dalam setiap
pertemuan ilmiah f. Sikap dan pembicaraannya hendaknya tertuju pada topic
permasalahan. g. Memiliki sifat bersahabat dengan semua murid-muridnya. h.
Menyantuni dan tidak membentak orang-orang bodoh. i. Membimbing dan mendidik
murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya. j. Berani berkata tidak tahu
terhadap masalah yang anda persoalkan. k. Menampilkan hujjah yang benar, apabila dia
dalam kondisi yang salah, ia bersedia merujuk kembali kepada rujukan yang benar (Al-
Ghazali dalam Nizar, 2002: 88).
Guru/Setiap guru berfungsi sebagai: a. Designer of intruction (perancang pengajaran);
b. Manager of intruction (pengelola pengajaran); c. Evaluator of student learning (penilai
prestasi belajar siswa) (Gagne dalam Syah, Muhibbin, 2007:250).
Guru/Setiap guru berkesempatan untuk melakukan hal-hal berikut ini, yaitu: 1)
identifiaksi masalah pembelajaran; 2) mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa
dilakukan; 3) memilih alternatif model pembelajaran yang digunakan; 4) merancang
rencana pembelajaran; 5) mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif model
pembelajaran yang dipilih; 6) melaksanakan pembelajaran; 7) mengobservasi proses
pembelajaran; 8) mengidentifikasi hal-hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar
siswa di kelas; 9) melakukan refleksi secara bersama-sama atas hasil observasi kelas;
serta (10) mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk
kepentingan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran lainnya (Hendayana
dkk., 2006:10).
Guru/Setidaknya ada 7 (tujuh) ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru yaitu: a. Guru
bekerja semata-mata hanya memberi pelayanan kemanusiaan bukan usaha untuk
kepentingan pribadi b. Guru secara hukum dituntut memenuhi berbagai persyaratan
untuk mendapatkan lisensi mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi
anggota profesi keguruan. c. Guru dituntut memiliki pemahaman serta keterampilan
yang tinggi. d. Guru dalam organisasi profesional memiliki publikasi yang dapat
melayani para guru sehingga tidak ketinggalan bahkan selalu mengikuti perkembangan
yang terjadi. e. Guru selalu diusahakan mengikuti kursus-kursus, workshop, seminar,
konvensi dan terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan in service. f. Guru diakui
sepenuhnya sebagai suatu karir hidup (a live carier). g. Guru memiliki nilai dan etika
yang berfungsi secara nasional maupun secara local (Sagala, 2000: 216-217).
Guru/Sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut: hendaknya tujuan, tingkah laku
dan pola pikir guru bersifat Rabbani; ikhlas; sabar dalam mengajarkan berbagai ilmu
kepada peserta didik; jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya; senantiasa
membekali diri dengan ilmu dan bersedia mengkaji dan mengembangkannya; mampu
menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi; mampu mengelola peserta
didik; mempelajari kehidupan psikis peserta didik selaras dengan masa
perkembangannya; tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang
mempengaruhi jiwa, kenyakinan, dan pola pikir peserta didik; dan bersikap adil diantara
para peserta didik (Abdurrahman Al-Nahlawy dalam Muhaimin, 2002:95-96).
Guru/Sifat-sifat guru muslim sebagai berikut: a. Kasih sayang pada murid. b. Senang
memberi nasihat. c. Senang memberi peringatan. d. Senang melarang murid melakukan
hal yang tidak baik. e. Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan
lingkungan murid. f. Hormat pada pelajaran lain yang bukan pegangannya. g. Bijak
dalam memilih bahan pelajaran yang sesuia dengan taraf kecerdasan murid. h.
Mementingkan berfikir dan berijtihad. i. Jujur dalam ilmu. j. Adil (Mahmud Yunus dalam
Ahmad, 1992:84).
Guru/Syarat guru adalah sebagai berikut: a. Tentang umur, harus sudah dewasa. b.
Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani. c. Tentang kemampuan mengajar,
ia harus ahli. d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi (Soejono dalam Ahmad,
1992:80).
Guru/Syarat untuk menjadi pendidik atau guru yaitu: a. Dia harus beragama. b. Mampu
bertanggung jawab atas kesejahteraan agama. c. Dia tidak kalah dengan guru-guru
sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan tanggung
jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air. d. Dia harus memiliki perasaan
panggilan nurani (roeping)( H. Mubangkit dalam Hamdani & Fuad, 2007:102).
Guru/Syarat-syarat untuk menjadi guru ialah: a. Syarat fisik: 1) Bentuk badannya bagus.
2) Manis mukanya (berseri-seri). 3) Lebar dahinya. 4) Dahinya tidak tertutup oleh
rambutnya (bermuka bersih). b. Syarat psikis: 1) Berakal sehat. 2) Hatinya beradab. 3)
Tajam pemahamannya. 4) Adil. 5) Bersifat perwira. 6) Luas dada. 7) Bila berbicara lebih
dahulu terbayang dalam hatinya. 8) Dapat memilih perkataan yang mulia dan baik. 9)
Perkataannya jelas, mudah dipahami dan berhubungan satu sama lain. 10) Menjahui
segala sesuatu yang membawa kepada perkataan yang tidak jelas (Al-Qoliqosadi –
sorang pendidik Islam pada zaman khalifah Fatimah di Mesir – dalam Hamdani & Fuad,
2007:102-103).
Guru/Tanggungjawab seorang guru sebagai guru yang professional menurut Oemar
Hamalik antara lain yaitu: a. Guru harus menuntut murid-murid belajar. b. Turut serta
membina kurikulum sekolah. c. Melakukan pembinaan terhadap diri siswa (kepribadian,
watak, dan jasmaniah). d. Memberikan bimbingan kepada murid; melakukan diagnosis
atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan belajar. e.
Menyelenggarakan penelitian; mengenal masyarakat dan ikut serta aktif. f. Menghayati,
mengamalkan, dan mengamankan pancasila. g. Turut serta membantu terciptanya
kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia. h. Turut menyukseskan
pembangunan. i. Tanggungjawab meningkatkan peranan profesional guru (Hamalik,
2001:127-133).
Guru/Tingkat kualitas kinerja guru di sekolah memang banyak faktor yang turut
mempengaruhi, baik faktor internal guru yang bersangkutan maupun faktor yang
berasal dari guru seperti fasilitas sekolah, peraturan dan kebijakan yang berlaku,
kualitas manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah, dan kondisi lingkungan lainnya.
Tingkat kualitas kinerja guru ini selanjutnya akan turut menentukan kualitas lulusan
yang dihasilkan serta pencapaian lulusan yang dihasilkan serta pencapaian keberhasilan
sekolah secara keseluruhan (Lamatenggo, 2001:98).
Guru/Tugas dan peran guru tidaklah terbatas didalam masyarakat, bahkan guru pada
hakikatnya merupakkan komponen strategis yang memiliki peran yang penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor
condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen mana pun dalam
kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini (Usman, 1990:4).
Guru/Tugas dan tanggungjawab guru dalam membina hubungan dengan masyarakat
berarti guru harus dapat berperan menempatkan sekolah sebagai bagian integral dari
masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat (Saud, 2009:34).
Guru/Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi
pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta
didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau
tindakan yang kurang disiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka
mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau
teladan, pengawas dan pengendali seluruh perilaku peserta didik (Mulyasa, 2007:126).
Guru/Tugas guru pembimbing adalah: a. assesment of the individual’s and other
characterictics; b. counseling the individual; c. group counseling and guidance activities;
d. Career guidance, including the providing of occupational education information,
eplecement, follow up, and accountability evaluation, and ; f. Consultation with teacher
and other school personnel,parent,pupils, in group and appropriate community
agencies (Gibson and Mitchell, 1987:67).
Guru/Tugas guru secara garis besar, yaitu: a. Mewariskan kebudayaan dalam bentuk
kecakapan, kepandaian, dan pengalaman empirik kepada peserta didik. b. Membentuk
kepribadian peserta didik sesuai dengan nilai dasar negara. c. Mengantarkan peserta
didik menjadi warganegara yang baik. d. Mengarahkan dan membimbing peserta didik
sehingga memiliki kedewasaan dalam berbicara, bertindak, dan bersikap. e.
Memfungsikan diri antara sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. f. Harus
mampu mengawal dan menegakkan disiplin, baik kepada dirinya sendiri, peserta didik
serta orang lain. g. Memfungsikan diri sebagai manager dan administrator yang
disenangi. h. Melakukan tugasnya dengan sempurna sebagai anamat profesi. i. Guru di
beri tanggungjawab paling besar dalam hal perencanaan dan pelaksanaan kurikulum
serta evaluasi keberhasilannya. j. Membimbing peserta didik untuk belajar memahami
dan menyelesaikan yang dihadapi peserta didiknya. k. Guru harus merangsang peserta
didik untuk memiliki semangat yang tinggi dalam membentuk kelompok studi serta
dalam mengembangkan kegiatan ekstra kurikuler dalam rangka memperkaya
pengalaman (Roestiyah N. K dalam Sagala, 2009: 12).
Guru/Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
mensucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarrub ila Allah. Sementara An-
Nahlawi menyatakan bahwa selain bertugas mengalihkan berbagai pengetahuan dan
keterampilan kepada peserta didik, tugas utama yang perlu dilakukan pendidik adalah
tazkiyat an-nafs, yaitu mengembangkan, membersihkan, mengangkat jiwa peserta didik
kepada Khaliq-Nya, menjauhkannya dari kejahatan, dan menjaganya agar tetap berada
pada fitrah-Nya yang hanif (Imam Al-Ghazali dalam Samsul, 2002: 44).
Guru/Tugas pokok guru antara lain: 1. Guru sebagai pengajar. Ia harus menampilkan
pribadinya sebagai cendekiawan (scholar) dan sekaligus juga sebagai pengajar (teacher).
Dengan demikian yang bersangkutan itu harus menguasai: a. Bidang displin ilmu
(scientific discipline) yang akan diajarkannya, baik aspek substansinya maupun
metodologi penelitian dan pengembangannya. b. Cara mengajarkannya kepada orang
lain atau bagaimana cara mempelajarinya. 2. Guru sebagai pengajar dan juga sebagai
pendidik Ia harus menampilkan pribadinya sebagai ilmuan dan sekaligus sebagai
pendidik, sebagai berikut: a. Menguasai bidang disiplin ilmu yang diajarkannya b.
Menguasai cara belajar dan mengadministrasikannya. c. Memiliki wawasan dan
pemahaman tentang seluk beluk kependidikan, dengan mempelajari: filsafat
pendidikan, sejarah pendidikan, dan psikologi pendidikan 3. Guru sebagai pengajar,
pendidik dan juga agen pembaharuan dan pembangunan masyarakat. Yang diharapkan
dapat menampilkan pribadinya sebagai pengajar dan pendidik peserta didiknya dalam
berbagai situasi (individual, kelompok, di dalam dan di luar kelas, formal dan non
formal, serta informal) (Saud, 2009: 36).
Guru/Tugas pokok guru pembimbing meliputi: 1) penyusunan program, 2)
melaksanakan program, 3) melaksanakan evaluasi program, 4) melaksanakan analisis
hasil evaluasi program, 5) melakukan tidak lanjut hasil analisis (Depdikbud, 1997:84).
Guru/Tugas utama guru menurut DEPDIKBUD adalah: a. Tugas profesional yaitu
mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian, mengajar dalam rangka
menyeimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan dan melatih dalam rangka membina
keterampilan. b. Tugas manusiawi yaitu membina peserta didik dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusia yang
optimal serta pribadi yang mandiri. c. Tugas kemasyarakatan, yaitu dalam rangka
mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 (Darmadi, 2009: 56).
Guru/Tujuh sifat yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: a. Memiliki sifat zuhud, tidak
mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridhaan Allah SWT semata. b.
Seorang guru memiliki jiwa yang bersih dari sifat dan akhlak yang buruk. c. Seorang
guru harus ikhlas dalam melaksanakan tugasnya. d. Seorang guru harus bersifat pemaaf
terhadap murid-muridnya. e. Seorang guru harus dapat menempatkan dirinya sebagai
seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru. f. Seorang guru harus mengetahui
bakat, tabiat dan watak muridmuridnya. g. Seorang guru harus menguasai bidang yang
akan diajarkannya (Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam Abuddin, 1997: 71-76).
Guru/Unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson
mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c)
kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi: a.
Kemampuan profesional mencakup: 1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas
penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan
yang diajarkannya itu. 2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan. 3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan
pembelajaran siswa. b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan
diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya
sebagai guru. c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup: 1) Penampilan sikap yang
positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan beserta unsur-unsurnya. 2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan
nilai-nilai seyogianya dianut oleh seseorang guru. 3) Penampilan upaya untuk
menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya (Yamin, 2007: 4-
5).
Guru/Unjuk kerja guru pembimbing meliputi: 1. Memberikan layanan dalam BK. 2.
Mengorganisasikan program BK. 3. Menyusun program BK. 4. Memasyarakatkan
pelayanan BK. 5. Mengungkapkan masalah klien. 6. Menyelenggarakan pengumpulan
data, tentang minat, bakat dan kepribadian. 7. Menyusun dan mengungkapkan
himpunan data (Cummulatif Record). 8. Menyelenggarakan konseling perorangan. 9.
Menyelenggarakan BK Kelompok. 10. Menyelenggarakan orientasi studi siswa. 11.
Penyelenggaraan kegiatan ko dan ekstrakurikuler 12. Membantu guru bidang studi
dalam penyelenggaraan pengajaran perbaikan dan program pengayaan. 13.
Menyelenggarakan bimbingan kelompok belajar. 14. Menyelenggarakan pelayanan
penempatan dan penyaluran siswa. 15. Menyelenggarakan bimbingan karir. 16.
Menyelenggarakan konferensi kasus. 17. Menyelenggarakan terapi perpustakaan. 18.
Melakukan kunjungan rumah. 19. Menyelenggarakan konseling keluarga. 20.
Merangsang perubahan lingkungan klien. 21. Menyelenggarakan konsultasi khusus. 22.
Mengantar dan menerima alih tangan kasus (referal). 23. Menyelenggarakan diskusi
profesional BK. 24. Memahami dan menulis karya-karya ilmiah dalam BK. 25.
Menyelenggarakan dan memahami hasil penelitian dalam BK. 26. Menyelenggarakan
kegiatan BK pada lembaga/lingkungan kerja yang berbeda (Wibowo, 1995).
Guru/Unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses penilaian kinerja guru
adalah sebagai berikut: 1). Kesetiaan. Kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan untuk
menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesabaran dan tanggung jawab. 2). Prestasi Kerja. Prestasi kerja adalah kinerja yang
dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya. 3). Tanggung Jawab. Tanggung jawab adalah kesanggupan
seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani membuat risiko atas
keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab dapat merupakan keharusan pada seorang
karyawan untuk melakukan secara layak apa yang telah diwajibkan padanya (Siswanto
dalam Lamatenggo, 2001: 34).
Guru/Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru
atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses
dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni: a. Merencanakan
program belajar mengajar. b. Menguasai bahan pelajaran. c. Melaksanakan dan
memimpin/mengelola proses belajar mengajar. d. Menilai kemajuan proses belajar
mengajar (Sudjana, 1998: 20-22).
Guru/Untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi: a.
Menguasai bahan meliputi: 1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah;
2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi; b. Mengelola program belajar
mengajar, meliputi: 1) Merumuskan tujuan intsruksional; 2) Mengenal dan dapat
menggunakan prosedur instruksional yang tepat; 3) Melaksanakan program belajar
mengajar; 4) Mengenal kemampuan anak didik; c. Mengelola kelas, meliputi: 1)
Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran; 2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang
serasi; d. Menggunakan media atau sumber, meliputi: 1) Mengenal, memilih dan
menggunakan media; 2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana; 3)
Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar; 4) Menggunakan micro
teaching untuk unit program pengenalan lapangan; e. Menguasai landasan-landasan
pendidikan. f. Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar. g. Menilai prestasi siswa
untuk kepentingan pelajaran. h. Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan
penyuluhan: a. Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan; b.
Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan; i. Mengenal dan
menyelengarakan administrasi sekolah; j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan
hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.21 (Ahmad Sabri dalam Namsa,
2006: 37-38).
Guru/Untuk menjadi guru harus pula memenuhi persyaratan yang berat. Beberapa
diantaranya ialah: a. Harus memiliki bakat sebagai guru. b. Harus memiliki keahlian
sebagai guru. c. Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi. d. Memiliki mental
yang sehat. e. Berbadan sehat. f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. g.
Guru adalah manusia berjiwa pancila. h. Guru adalah seorang warga neraga yang baik
(Departemen Agama, 2005: 205).
Guru/Untuk menjadi profesional seorang guru di tuntut untuk memiliki lima hal: a. Guru
mempunyai komitmen pada peserta didik dan PBM. b. Guru menguasai secara mendalam
mata pelajaran yang diajarkannya. c. Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar
melalui berbagai cara evaluasi. d. Guru mampu berfikir sistematis. e. Guru seyogyanya
merupakan bagian dari masyarkat belajar dalam lingkungan profesinya (Suriyadi dalam
Alma dkk., 2009: 133).
Guru/Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
Pertama, guru mempunyai komitmen kepada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti
bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa; Kedua, guru
menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui
berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil
belajar; Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa apa yang akan
dilakukannya , dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk
guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang dilakukannya. Untuk
bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan
buruk dampaknya pada proses belajar siswa; Kelima, guru seyogianya merupakan
bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya kalau di kita,
PGRI dan organisasi profesi lainnya (Supriadi, 1998: 98).
Guru/Yang termasuk dalam persyaratan pribadi, diantaranya: a. Berbudi pekerti luhur
dan berbadan sehat. b. Memiliki kecerdasan yang cukup. c. Memiliki temperamen yang
tenang. d. Kesetabilan dan ketenangan emosional. Sementara itu yang termasuk dalam
persyaratan jabatan adalah: a. Pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seperti
antroplogi, sosiologi, sosiologi pendidikan, dan psikologi. b. Pengetahuan dasar
fundamental jabatan profesi seperti ilmu keguruan dan ilmu pendidikan. c. Pengetahuan
keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, seperti matematika,
sejarah, biologi, dan sebagainya. d. Keahlian dalam kepemimpinan pendidikan yang
demokratis seperti human public relation yang luas dan baik. e. Memiliki filsafat
pendidikan yang pasti dan tetap, serta dapat dipertanggungjawabkan (Hasbullah, 2005:
20-21).
Hadiah (reward) merupakan salah satu cara menumbuhkan motivasi berprestasi
(Sardiman, 2002: 89).
Hadiah/Macam-macam reward adalah sebagai berikut: 1) Pemberian angka atau nilai,
2) Pemberian hadiah, 3) Pemberian pujian, 4) Pemberian penghargaan (Sardiman, 2002:
89).
Hambatan-hambatan Manajemen Kelas: a. Faktor guru, faktor penghambat yang datang
dari sini berupa hal-hal, seperti: tipe kepemimpinan guru yang otoriter, format belajar
mengajar yang tidak bervariasi (monoton), kepribadian guru yang tidak baik,
pengetahuan guru yang kurang, serta pemahaman guru tentang peserta didik yang
kurang (Rohani & Ahmadi, 151-152). b. Faktor fasilitas. Faktor ini meliputi: jumlah
peserta didik dalam kelas yang terlalu banyak dan tidak seimbang dengan ukuran kelas,
besar dan kecilnya ruangan tidak disesuaikan dengan jumlah peserta didiknya,
ketersediaan alat yang tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang membutuhkannya
(Rohani & Ahmadi, 151-152). c. Faktor sekolah sebagai lembaga pendidikan. Faktor ini
meliputi: pembagian ruangan yang adil untuk setiap tingkat atau jurusan, pengaturan
upacara bendera pada setiap hari Senin dan masalah-masalah yang bertalian dengan
disiplin (Wijaya & Rusyan, 135).
Hasil penalaran generalisasi induktif sendiri juga disebut generalisasi, generalisasi
dalam arti ini berupa suatu proporsi universal (Soekadijo, 1999:134).
Hubungan antara pengetahuan konseptual dan prosedural adalah aturan dan proses dari
pengetahuan prosedural mempunyai dasar atau konsep bermakna, serta perlambangan
yang digunakan mewakili konsep yang sesuai Prosedur yang tanpa dasar konseptual
menyebabkan pembelajaran berlangsung dengan hafalan (Muhsetyo, 2001:21).
Hukum perkembangan rohani yang dianggap penting, seperti: (1). Hukum bertahan dan
berkembang sendirii, adanya hukum inio mendorong anak untuk makan dan minum dan
mempertahankan diri juga ingin mencari kepandaian dan pengetahuan baru. Dorongan
ini kelihatan dalam kegiatan bermain, ingin tahu dan bergerak (2). Hukum tempo
perkembangan, perkembangan anak tidak sama waktunya, tiap anak mempunyai tempo
perkembangannya sendiri, ada anak yang cepat pandai dan ada yang lambat. (3). Hukum
konvergensi, perkembangan anak ditentukan oleh kerjasama antar faktor pembawaan
dan faktor millieu (lingkungan) atau dengan kata lain oleh pendidikan dan bakat. (4).
Hukum irama perkembangan, perkembangan fungsi-fungsi itu berjalan tidak lurus ke
atas tetapi liku-liku, melompat, diam dan penuh kegoncangan kadang-kadang maju,
kadang-kadang berhenti, kadang-kadang mundur, jadi perkembangan jiwa anak
seolah-olah mengikuti suatu irama. (5). Hukum masa peka, dalam masa perkembangan
ada suatu waktu dimana suatu fungsi muncul dan meminta dikembangkan. Waktu
munculnya itu disebut masa peka dan merupakan waktu yang palikng baik untuk
dikembangkan sedangkan timbulnya masa peka pada setiap anak berbeda-beda
(Kartono, 1992: 41-42).
Index card matc/Kemudian index card matc (mencari pasangan jawaban). Yaitu suatu
cara yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk
menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang sudah disiapkan (Fatah,
2008:184).
Index card matc/Tujuan penerapan strategi index card match ini, yaitu untuk melatih
peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi
pokok (SM, 2008:82).
Induksi merupakan suatu kegiatan budi, dimana kita menyimpulkan bahwa apa yang
kita ketahui benar untuk kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang
serupa dengan yang tersebut tadi untuk hal-hal tertentu (Mill dalam Shadiq, 2004: 4).
Induktif/Makin banyak fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, maka makin tinggi
probabilitas kebenaran konklusinya dan sebaliknya (Soekadijo, 1999:134).
Informal/Begitu pula dengan suasana rumah, situasi rumah yang gaduh/ramai dan
semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anakyang belajar (Slameto, 1988:
65).
Informal/Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anak.
Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, dapat
menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya,dan nilai atau hasil
belajar yang anak dapatkan tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya
(Slameto, 1988: 64).
Informal/Hubungan antar anggota keluarga yang terpenting adalah hubungan antar
anak dengan orang tua, begitu juga hubungan antar anak dengan anggota keluarga
lainnya, semua itu turut mempengaruhi belajar anak (Slameto, 1988: 64).
Ingkaran dari disjungsi p v q adalah ~(p v q) @ (~p Ù ~q) (Aminulhayat, 2004:136).
Ingkaran dari biimplikasi “p Û q” adalah ~( pÛ q) @ (p Ù ~q) v (q Ù ~p) (Tampomas,
2004:194).
Ingkaran dari implikasi “p Þ q” adalah ~( p Þ q) @ p Ù ~q (Tampomas, 2004: 194).
Ingkaran dari konjungsi p Ù q adalah ~(p Ù q) @ (~p v ~q) (Aminulhayat, 2004:136).
Inkuiri/Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama metode inkuiri yaitu: a. Metode inkuiri
menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan,
artinya metode inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses
pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui
penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti
dari materi pelajaran itu sendiri. b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang di pertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan
demikian, metode inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. c. Tujuan dari penggunaan metode
inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis,
atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam metode inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya
(Sanjaya, 2007: 196-197).
Inkuiri/Dalam inquiry, sesorang bertindak sebagai seorang ilmuwan (scientist),
melakukan demonstrasi, dan mampu melakukan proses mental berinquiry, adalah
sebagai berikut: a. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alami. b.
Merumuskan masalah-masalah. c. Merumuskan hipotesis-hipotesis. d. Merancang
pendekatan investigatif yang meliputi eksperimen. e. Melaksanakan eksperimen. f.
Mensistensikan pengetahuan. g. Memiliki sikap ilmiah, antara lain objektif, ingin tahu,
keterbukaan, menginginkan dan menghormati model-model teoritis, serta bertanggung
jawab (Hamalik, 2007: 219-220).
Inkuiri/Dalam pendekatan inquiry berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa
sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang digunakan para ahli
penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-
langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuat ramalan, dan
penjelasan yang menunjang pengalaman (Nuryani R, 2005: 95).
Inkuiri/Inquiry berasal dari bahasa inggris “Inquiry”, yang secara harfiah berarti
penyelidikan (Mulyasa, 2007: 108).
Inkuiri/Melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berarti
membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan
dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang dilakukan oleh para ahli
penelitian. Untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan
langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuatramalan, dan
penjelasan yang menunjang pengalaman (Nuryani, 2005: 95).
Inkuiri/Metode ini (inkuiri) merupakan suatu bentuk instruksional kognitif, yang
memberikan kesempatan siswa untuk berpartisipasi secara aktif menggunakan konsep-
konsep dan prinsip dan melakukan demonstrasi yang memberi kesempatan siswa untuk
menemukan konsep dan prinsipprinsip sendiri (Arifin dkk, 2005: 61).
Inkuiri/Metode inkuiri berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia,
manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu
tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke
dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui
indrah pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan inderaindera lainnya. Hingga
dewasa keingintahuan manusia secara terusmenerus berkembang dengan
menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna
(meaningfull) manakala didasari keingintahuan itu. Dalam rangka itulah pendekatan
inkuiri dikembangkan (Sanjaya, 2007: 196).
Inkuiri/Metode inkuiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) inkuiri terpimpin (guided
inquiry) dan (2) inkuiri bebas atau terbuka (openended inquiry). Perbedaan antara
keduanya terletak pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan apa tujuan dari
kegiatannya. Pada inkuiri terpimpin guru membimbing siswa melakukan kegiatan
dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Inkuiri
terpimpin dapat dilakukan pada awal suatu pelajaran untuk siswa yang belum terbiasa,
untuk kemudian dapat diikuti oleh open ended inquiry atau inkuiri terbuka. Pada inkuiri
terbuka guru bertindak sebagai fasilitator, pertanyaan diajukan oleh siswa dan
pemecahannya pun dirancang oleh siswa. Hasil dari pemecahan. mungkin mengarah
pada pertanyaan baru yang merupakan pengembangan dari masalah sebelumnya
(Nuryani, 2005: 95).
Inkuiri/Metode inkuiri dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: a. Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada
kelas (persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa/problematik)
dan sesuai dengan nalar siswa. b. Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar
siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan. c. Adanya fasilitas dan
sumber belajar yang cukup. d. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya,
dan berdiskusi. e. Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar f. Guru tidak
banyak campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan siswa (Sudjana, 2007: 154-
155).
Inkuiri/Prinsip-prinsip Metode Inkuiri adalah sebagai berikut: a. Berorientasi pada
pengembangan intelektual. Tujuan utama dari metode inkuiri adalah pengembangan
kemampuan berpikir. Dengan demikian, pendekatan inkuiri ini selain berorientasi
kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. b. Prinsip interaksi. Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
c. Prinsip bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan metode
inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. d. Prinsip
belajar untuk berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi
belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan
potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbic,
maupun otak neokortek. e. Prinsip keterbukaan. Belajar adalah proses mencoba
berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak
perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan
logika dan nalarnya (Sanjaya, 2007: 199-201).
Inkuiri/Proses inquiry adalah proses berpikir bila seseorang terlibat dalam kegiatan yang
meliputi: mengobservasi, meramalkan, menyarankan, merencanakan penelitian,
merumuskan hipotesis, mengiterpretasikan data, mengontrol variabel, melakukan
percobaan, dan mengkomunikasikan (Mulyati, 2005: 63).
Inkuiri/Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri dapat
dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Orientasi.
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses
pembelajaran. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi yaitu: 1)
Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai
tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah,
mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan. 3)
Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar siswa. b. Merumuskan masalah. Merumuskan masalah
merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir
memecahkan teka-teki. Dikatakan, teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji
disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari
jawaban yang tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah,
diantaranya: 1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki
motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang
hendak dikaji 2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang
jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan
masalah yang menuntut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan
mendapatkan jawabannya secara pasti 3) Konsep-konsep dalam masalah adalah
konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum
masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu
bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam
rumusan masalah. c. Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari
suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu
diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya
sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan
setiap individu untuk menebak atau mengira-mengira (berhipotesis) dari suatu
permasalahan. d. Mengumpulkan data. Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring
informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam metode
inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru
dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. e. Menguji hipotesis. Menguji
hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan
data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting
dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang
diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan
berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan. f. Merumuskan kesimpulan. Merumuskan kesimpulan adalah
proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering
terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang
dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk
mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa
data mana yang relevan (Sanjaya, 2007: 202-205).
Instrumen dikatakan reliabel apabila harga r yang diperoleh paling tidak mencapai
0,60 (Nurgiyantoro dkk, 2004:350).
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam suatu penelitian (Djaali, 2000: 87).
Instrumen dikatakan valid apabila mampu menggali apa yang diinginkan dan
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto (1993:135).
Instrument pengumpul data dikatakan valid bila mampu dan dapat mengungkap data
atau informasi dari suatu variable yang diteliti secara tepat dan mampu mengukur apa
yang diinginkan atas penelitian tersebut. Tinggi rendahnya koefisien validitas
menggambarkan kemampuan mengungkap data atau informasi dari variabel tersebut
(Sugiyono, 2004: 110).
Intelegensi adalah semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka
semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah
kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih
sukses (Syah, Muhibbin, 2004: 134).
Interaksi merupakan bentuk komunikasi guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas. Interaksi yang terjadi haruslah interaksi edukatif (Rohani,
2004: 93).
Interaksi siswa-siswa penting untuk mengontruksi pengetahuan matematis,
mengembangkan kompetensi pemecahan masalah dan penalaran,mendorong rasa
percaya diri dan memperoleh keterampilan sosial (Jacob, 2002:378).
Interaksi/Dalam interaksi edukatif baik siswa maupun guru menjalankan tugasnya
masing-masing. Guru sebagai salah satu sumber dan yang mengorganisir, menfasilitasi,
serta memotivasi kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Sedangkan siswa
melakukan aktivitas belajar dan memperoleh pengalaman belajar yang ditandai dengan
adanya perubahann tingkah laku kognitif, afektif maupun psikomotorik dengan bantuan
dan bimbingan guru (Syah, Darwyn, 2007: 113).
Interview (wawancara) dapat dikatakan pula sebagai bentuk komunikasi verbal semacam
percakapan yang bertujuan memperoleh informasi (Nasution, 2006: 107).
IPS/Ada beberapa tujuan lain yang hendak dicapai melalui pengajaran IPS di sekolah.
Menurut ’the social science education frame work for california school’, tujuan IPS
adalah: a. Membina siswa agar mampu mengembangkan pengertian berdasarkan data
generalisasi serta konsep ilmu tertentu maupun bersifat interdisipliner/ komprehensif
dari berbagai cabang ilmu sosial. b. Membina siswa ke arah nilai-nilai kemasyarakatan
serta dapat mengembangkan dan menyempurnakan nilai-nilai yang ada pada dirinya c.
Membina dan mendorong siswa untuk memahami, menghargai, dan menghayati adanya
keanekaragaman dan kesamaan kultur maupun individu. d. Membina siswa agar dapat
mengembangkan dan mempraktekkan keanekaragaman ketrampilan studi, kerja, dan
intelektualnya secara pantas sebagaimana diharapkan oleh ilmu-ilmu sosial e. Membina
siswa berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, baik sebagai individu maupun
sebagai warga masyarakat (Zuhri, 2004: 9).
IPS/Bidang studi IPS mencakup pengetahuan, sikap, dan nilai yang harus dikembangkan
dalam diri siswa. Menurut Waney, semuanya itu harus dikembangkan berdasarkan
dimensi siswa sebagai pribadi dan makhluk sosial serta sebagai warga negara Indonesia
yang berkepribadian Pancasila. Untuk itu perlu dikembangkan kepribadian siswa melalui
(Zuhri, 2004: 10).
IPS/Gross menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan
siswa menjadi warga Negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas
ia mengatakan ’to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic
society’. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan
siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang
dihadapinya (Solihatin & Rahardjo, 2007: 14).
IPS/Ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah bidang studi yang multi disiplin, terdiri dari
beberapa mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan humaniora (humanities), yang
mempelajari interaksi manusia dengan alam dan lingkungan masyarakat (Suderadjat,
2004: 49).
IPS/Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. IPS
dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan
interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial. IPS merupakan bagian dari
kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial: sosiologi,
sejarah, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial (Tim Pustaka
Yustisia, 2007: 336).
IPS/Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan
lingkungannya. Lingkungan masyarakat di mana siswa tumbuh dan berkembang
sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan
terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin
mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Kosasih Djahiri dalam
Solihin & Rahardjo, 2007: 14).
IPS/Pembelajaran IPS adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa kehidupan masyarakat (Nursid Sumaatmadja dalam Trianto. 2007:121).
IPS/Pembelajaran IPS adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa kehidupan masyarakat (Nursid Sumaatmadja yang dikutip dalam Trianto,
2007: 121).
IPS/Pembelajaran IPS adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa kehidupan masyarakat (Nursid Sumaatmadja dalam Trianto, 2007: 121).
IPS/Pembelajaran IPS adalah diharapkan mampu membina suatu masyarakat yang baik,
dimana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insan sosial yang rasional
dan bertanggung jawab yang dapat menciptakan nilai-nilai budaya kemanusiaan yang
baik di kemudian hari (Kosasih Djahiri dalam Zuhri, 2004: 9).
IPS/Pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek ‘pendidikan’ daripada
‘transfer konsep’, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan
memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih
sikap, nilai, moral, dan ketrampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya
(Martorella dalam Solihatin & Raharjo, 2007:14).
Jigsaw/Dalam pembelajaran kooperatif jenis jigsaw siswa belajar kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang, heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab secara mandiri (Yuzar dalam Isjoni, 2010:79).
Jigsaw/Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat tahapan-tahapan
penyelenggaraan yaitu: 1) Tahap pembentukan kelompok dan pembagian submateri. 2)
Tahap mempelajari, memahami, dan diskusi dengan kelompok ahli. 3) Tahap kembali
dikelompok asal, untuk saling menjelaskan atau menerangkan dengan anggota
kelompoknya. 4) Tahap evaluasi atau tes. 5) Tahap pemberian penghargaan kelompok
(Isjoni, 2007:54).
Jigsaw/Dalam penyelenggaraan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok belajar yang heterogen, dengan menggunakan pola
kelompok asal dan kelompok ahli.jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-
masing kelompok harus dibatasi agar kegiatan balajar dapat berlangsung secara efektif.
Kelompok yang terdiri dari 4 siswa terbukti sangat efektif (Edward dalam Isjoni,
2004:55).
Jigsaw/Metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada awalnya dikembangkan oleh
Aronson dkk di Universitas Texas dan diadaptasi oleh Slavin dkk di Universitas John
Hopkin (Lie, 2002:73).
Jigsaw/Pembelajaran koooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajar
kooperatif yang mendorong siswa aktif dansaling membantu dalam menguasai materi
pembelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2007:54).
Jigsaw/Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2010:77).
Jigsaw/Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2007:54).
Jigsaw/Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada awalnya dikembangkan oleh Aronsok
dkk di Universitas Texas dan diadaptasi oleh Slavin dkk di Universitas Johan Hopkin (Lie,
2002:73)
Jigsaw/Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat tahapan-tahapan penyelenggaraan
yaitu: a). Tahap pembentukan kelompok dan pembagian submateri. b). Tahap
pembelajari, memahami, dan diskusi dengan kelompok ahli. c). Tahap kembali
dikelompok asal, untuk saling menjelaskan atau menerangkan dengan anggota
kelompoknya. d). Tahap evaluasi atau tes. e). Tahap pemberian penghargaan kelompok
(Isjoni, 2007: 54).
Kebijakan pendidikan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: a. Kebijakan yang
berkenaan dengan fungsi esensial, seperti: kurikulum, penetapan rekuitmen dan
penerimaan peserta didik. b. Kebijakan mengenai lembaga individual dan keseluruhan
siswa kependidikan. c. Kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan penarikan
tenaga kerja, promosi, pengawasan, dan penggantian keseluruhan staf. d. Kebijakan
berkaitan dengan pengalokasian sumber daya non manusia, seperti sumber finansial,
gedung dan perlengkapan-perlengkapan (Sagala, 2009: 121).
Kebijakan/Adapun tiga tahapan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Formulasi
kebijakan. Formulasi kebijakan adalah perumusan atau pembuatan. Jadi, formulasi
kebijakan adalah pembuatan/perumusan suatu kebijakan dalam pendidikan. Berikut
adalah tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan: a) Penyusunan
agenda, yakni menempatkan masalah pada agenda pendidikan. b) Formulasi kebijakan
yakni merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. c) Adopsi kebijakan
yakni kebijakan alternatif tersebut diadopsi/diambil untuk solusi dalam menyelesaikan
suatu masalah. d) Implementasi kebijakan yakni kebijakan yang telah diambil dan
dilaksanakan dalam pendidikan. e) Penilaian kebijakan yakni tahap ini tahap penilaian
dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan dalam kebijakan pendidikan
(Syafaruddin, 2008:81-82). (2) Implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan pada
intinya adalah cara yang dilaksanakan agar sebuah kebijakan tersebut dapat mencapai
tujuan. Implementasi kebijakan adalah serangkaian aktifitas dan keputusan yang
memudahkan pernyataan kebijakan dalam pembuatan kebijakan terwujud ke dalam
prakteknya/realisasinya. Terdapat empat faktor penting dalam mengimplementasikan
kebijakan, yaitu: komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana kebijakan dan struktur
birokrasi.Untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan ada dua cara, yaitu: yang
pertama, secara langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program
pendidikan, yang kedua dapat melalui kebijakan turunan dari kebijakan pendidikan
nasional tersebut (Syafaruddin, 2008:88). (3) Evaluasi kebijakan. Setelah adanya
pelaksanaan kebijakan kemudian diadakan pengevaluasian dalam kebijakan pendidikan,
karena akan dapat diketahui sejauh mana pelaksanaan tersebut dapat tercapai. Menurut
Putt dan Springer bahwa evaluasi adalah langkah menerima umpan balik yang utama
dari proses kebijakan (Syafaruddin, 2008:88).
Kebijakan/Dalam suatu kebijakan pendidikan ini terdapat tiga tahap kebijakan yaitu:
formulasi, implementasi, dan evaluasi. Kepala madrasah sebagai petugas yang
profesional dituntut untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan
mengevaluasikan dari kebijakan pendidikan tersebut (Syafaruddin, 2008:117).
Kebijakan/Terdapat lima jenis kebijakan pendidikan yang mencakup: a.
Penataan/penyusunan tujuan dan sasaran lembaga pendidikan. b. Mengalokasikan
sumber daya untuk pelayanan pendidikan. c. Menentukan tujuan pemberian pelayanan
pendidikan. d. Menentukan pelayanan pendidikan yang hendak diberikan. e.
Menentukan tingkat investasi dalam mutu pendidikan untuk memajukan pertumbuhan
ekonomi (Beare dan Boyd dalam Syafaruddin, 2008:117-118).
Kebutuhan/Empat dasar kebutuhan manusia, yaitu: a. Kebutuhan untuk berbuat sesuatu
demi kegiatan itu sendiri. b. Kebutuhan untuk menyenangkan hati orang lain. c.
Kebutuhan untuk mencapai hasil. d. Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan (Nasutiion,
1982:77).
Kebutuhan/Macam-macam kebutuhan sebagai berikut: a. Kebutuhan akan afeksi, di
mana seseorang ingin memperoleh respon atau perlakuan hangat dari orang lain,
misalnya dari guru, orang tua, atasan dan lain-lain. b. Kebutuhan untuk diterima di
lingkungan kawan-kawan yang sebaya, atau dalam kelompoknya sehingga ia tidak
merasa disisihkan atau terkucil dari lingkungannya. c. Kebutuhan untuk diterima oleh
tokoh-tokoh otoriter, dalam arti dimengerti pendapat-pendapatnya, kemampuan-
kemampuannya, maupun prestasi-prestasinya. d. Kebutuhan akan rasa bebas dan tidak
terkekang dalam tingkah laku, sejauh tidak bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku. e. Kebutuhan akan harga diri, yang sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diri (Cronbach Singgih Dirgagunarsa dalam Nasution, 1982:80).
Kecerdasan tidak dapat dilihat atau dihitung (Gardner dalam Sariolghalamin, 2010:162).
Kelompok yang terdiri dari 4 siswa terbukti sangat efektif (Edward dalam Isjoni,
2004:55).
Keluarga merupakan lingkungan utama dalam proses sosialisasi belajar bagi anak, di
dlam keluarga anak akan belajar bergaul, menghargai orang lain, menerima norma-
norma, sikap, dan sebagainya. Sikap dan tingkah laku anak banyak dipengaruhi oleh
keluarga dimana ia dilahirkan dan dimana ia tumbuh (Elizabeth, dalam Martensi
1980:96).
Keluarga/Fungsi keluarga secara umum menurut ST. Vembraiato seperti dikutip oleh
Alisuf Sabri mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya denga si anak yaitu: 1) fungsi
biologik: yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak secara biologis anak
berasal dari orang tuanya. 2) Fungsi afektif: yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya
hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan
rasa aman). 3) Fungsi sosialisasi: yaitu fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian
anak melalui interaksi sosial dalam keluarga anak mempelajari pola-pola tingkah laku,
sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka
pengembangan kepribadiannya. 4) Fungsi pendidikan: yaitu keluarga sejak dahulu
merupakan institusi pendidikan dalam keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk
mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial ekonomi di masyarakat.
Sekarangpun keluarga dikenal dengan sebagai lingkungan pendidikan yang pertama
dan utam dalma mengembangkan kepribadian dasar anak. 5) Fungsi rekreasi: yaitu
keluarga merupkan tempat atau medan rekreasi bagi anggotanya untuk memperoleh
afeksi, ketenangan, dan kegembiraan. 6) Fungsi keagamaan: yaitu keluarga merupakan
pusat pendidikan upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, dan samping peran
yang dilakukan oleh institusi agama. Fungsi ini penting artinya bai penanaman jiwa
agama pada si anak sayangya sekarang fungsi keagamaan ini mengalami kemunduran
akibat pengaruh sekularisasi. 7) Fungsi perlindungan: yaitu keluarga berfungsi
memelihara, merawat, dan melindungi si anak baik maupun sosialnya. Fungsi ini oleh
keluarga sekarang tidak dilakukan sendiri tetapi banyak dilakukan oleh badan-badan
sosial seperti tempat perawatan bagi anak-anak cacat tubuh, mental, anak yatim piatu,
anak-anak nakal dan perusahaan asuransi (Sabri, 1999:16).
Keluarga/Peranan agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar
karena anak sepenuhnya berada dalam lingkungan keluarganya terutama orang tuanya
sendiri (Gertrudge Jaeger dalam Muin, Idianto 2004:119).
Kemampuan inteligensi ganda memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan
persoalan nyata dalam situasi yang bermacam-macam (Gardner dalam Baharuddin dan
Wahyuni, 2009:146).
Kemampuan kognitif yang paling utama adalah kemampuan seseorang dalam
melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir. Setelah diketahui berbagai faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar seperti diuraikan di atas, maka hal penting yang
harus dilakukan bagi para pendidik, guru, orang tua, dsb adalah mengatur faktor-faktor
tersebut agar dapat berjalan seoptimal mungkin (Ahmadi & Prasetya, 2005: 111).
Kemampuan manajerial meliputi kemampuan konsepsional, kemampuan kemanu siaan,
dan kemampuan teknis. Kemampuan manajerial diperlukan untuk melaksa nakan tugas
manajemen secara efektif, tetapi jenis kemampuan yang diterapkan berbeda tergantung
pada tingkat manajer (Gitosudarmo dan Mulyono, 1999:25).
Kemampuan manajerial meliputi: kemampuan konseptual, kemampuan antar hubungan
manusia atau kemampuan antar perorangan, dan kemampuan teknikal (Winardi,
1993:11).
Kemampuan manajerial meliputi: keterampilan teknis (technical skill), keterampilan
manusiawi (human skill), dan ketrampilan konseptual (conceptual skill) (Stoner,
1996:21).
Kemampuan manajerial/Ketiga ketrampilan dalam kemampuan manajerial sangat
penting untuk manajemen yang efektif, pentingnya setiap kemampuan untuk manajer
tertentu tergantung pada tingkatannya dalam organisasi. Keterampilan teknis adalah
yang terpenting pada tingkatan manajemen yang terendah (first level manager),
keterampilan itu semakin berkurang kalau manajer itu naik ke jenjang perintah.
Keterampilan konseptual makin terasa semakin naik ke tingkatan puncak manajemen
(top manager). Keterampilan personal sangat penting pada setiap tingkatan organisasi.
Setiap manajer menyelesaikan pekerjaannya melalui orang lain. Keterampilan teknis
atau konseptual yang tinggi tidaklah berarti jika tidak dapat dimanfaatkan untuk
mengilhami dan mempengaruhi organisasi lainnya (Katz dalam Stoner, 1996:21).
Kepala madrasah adalah orang yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan perjalanan
sekolah sebagai orang yang berada di tataran paling atas, kepala madrasah dituntut
untuk mampu mengendalikan sekolah, baik ke dalam maupun keluar. Ke dalam artinya
kepala madrasah harus bertanggungjawab untuk memberdayakan guru, staf sekolah
dan tenaga lainnya. Adapun keluar artinya kepala sekolah mampu berkomunikasi serta
melibatkan orang tua dan masyarakat dalam program sekolah. Selain itu, juga
bertanggungjawab secara kedinasan ke atasnya (Sulhan, 2006:101).
Kepala sekolah adalah manajer pendidikan tingkat sekolah dan ujung tombak utama
dalam mengelola pendidikan di level sekolah. Kepala sekolah memegang peran paling
penting untuk keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah, dan oleh karena
itu kepala sekolah harus mempunyai kemampuan manajerial yang profesional dalam
mengelola sekolahnya (Hadiyanto, 2004:55).
Kepala sekolah adalah orang atau guru yang memimpin suatu sekolah (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1997:480).
Kepala sekolah aktif dan dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan
untuk sebagai pengantar menyamakan persepsi, aspirasi dan deskripsi mengenai dewan
sekolah dengan partisipasi masyarakat, sebagai aktivitas yang sinergi melalui interaksi
yang dinamis dan proporsional untuk mencapai tujuan, yang melibatkan penduduk
setempat, pimpinan setempat, aparat pemerintah dan personil asing (Fattah, 2004:151).
Kepala sekolah berada di titik sentral dari kehidupan sekolah; keberhasilan atau
kegagalan suatu sekolah dalam menampilkan kinerjanya tergantung pada kualitas
kepemimpinan kepala sekolah (Supriadi, 2001:346).
Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga (Slamet, 2000:46).
Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana prasarana ( Slamet, 2000:46).
Kepala sekolah dalam melakukan supervisi harus: a) mampu merencanakan supervisi,
b) mampu merumuskan tujuan supervisi, c) mampu merumuskan prosedur supervisi, d)
mampu menyusun format observasi untuk supervisi, e) mampu berunding dan bekerja
sama dengan guru pembimbing, (f) mampu melaksanakan supervisi berdasarkan format
yang ada, g) mampu menyimpulkan hasil supervisi, h) dan mampu mengkonfirmasikan
hasil supervisi untuk tindak lanjut (Imron, 1995:91).
Kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru dengan: Pertama: menetapkan
sistem manajemen terbuka yaitu kepala sekolah menerima saran, kritik yang muncul
dari semua pihak lingkungan baik dari guru, karyawan serta siswa. Manajemen terbuka
ini memberikan kewenangan kepada para guru untuk memberika saran bahkan kritik
yang membangun bagi sekolah. Kedua: Kepala sekolah juga menerapkan pembagian
tugas dan tanggungjawab dengan para guru agar guru yang terlibat lebih memahami
tugasnya masing-masing dan diharapkan adanya kerjasama dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Ketiga: Kepala sekolah menerapkan hubungan vertikal ke bawah yaitu
kepala sekolah menjalin hubungan baik terhadap semua bawahan yaitu kepada guru
dan karyawan hal ini dilakukan agar mereka bersedia melaksanakan tugas-tugas
dengan sebaik-baiknya, memupuk kesetian dan tanggung jawab kepada pimpinan,
tugas dan tempat kerja. Kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan untuk
meningkatkan daya kreasi, inisiatif yang tinggi untuk mendorong semangat
bawahannya. Keempat: Kepala sekolah melakukan pemetaan program-program
kegiatan untuk meningkatkan motivasi kerja guru seperti: kegiatan briefing,
penghargaan bagi guru yang berprestasi, peningkatan kesejahjetraan guru, peningkatan
SDM, memberikan pelatihan untuk para guru, memberikan perhatian secara personel,
workshop, outbond. Melalui program-program tersebut maka diharapkan guru-guru
mampu mengembangkan proses kerjanya dan mampu menghasilkan output yang baik
sesuai program yang diselenggarakan. Kelima: Kepala sekolah melakukan pengawasan
yang bersifat continue dan menyeluruh yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aspek
antara lain: personel, pelaksanaan kegiatan, material dan hambatan-hambatan.
Pengawasan yang dilakukan kepala sekolah berdasarkan pada tujuan sekolah, agar
pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan ataupun kesalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan Keenam: Kepala sekolah melakukan evaluasi meliputi evaluasi
terhadap uraian tugas dan evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung
terhadap bukti-bukti tugas yang telah dilakanakan oleh guru kemudian memberikan
masukan apabila terdapat kesalahan atau kurang sesuai dengan kriteria yang
diharapakan. Kepala sekolah memberikan solusi terhadap hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh guru dalam melakukan tugasnya. (Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000:26).
Kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru dengan: Pertama: menetapkan
sistem manajemen terbuka yaitu kepala sekolah menerima saran, kritik yang muncul
dari semua pihak lingkungan baik dari guru, karyawan serta siswa. Manajemen terbuka
ini memberikan kewenangan kepada para guru untuk memberika saran bahkan kritik
yang membangun bagi sekolah. Kedua: Kepala sekolah juga menerapkan pembagian
tugas dan tanggungjawab dengan para guru agar guru yang terlibat lebih memahami
tugasnya masing-masing dan diharapkan adanya kerjasama dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Ketiga: Kepala sekolah menerapkan hubungan vertikal ke bawah yaitu
kepala sekolah menjalin hubungan baik terhadap semua bawahan yaitu kepada guru
dan karyawan hal ini dilakukan agar mereka bersedia melaksanakan tugas-tugas
dengan sebaik-baiknya, memupuk kesetian dan tanggung jawab kepada pimpinan,
tugas dan tempat kerja. Kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan untuk
meningkatkan daya kreasi, inisiatif yang tinggi untuk mendorong semangat
bawahannya. Keempat: Kepala sekolah melakukan pemetaan program-program
kegiatan untuk meningkatkan motivasi kerja guru seperti: kegiatan briefing,
penghargaan bagi guru yang berprestasi, peningkatan kesejahjetraan guru, peningkatan
SDM, memberikan pelatihan untuk para guru, memberikan perhatian secara personel,
workshop, outbond. Melalui program-program tersebut maka diharapkan guru-guru
mampu mengembangkan proses kerjanya dan mampu menghasilkan output yang baik
sesuai program yang diselenggarakan. Kelima: Kepala sekolah melakukan pengawasan
yang bersifat continue dan menyeluruh yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aspek
antara lain: personel, pelaksanaan kegiatan, material dan hambatan-hambatan.
Pengawasan yang dilakukan kepala sekolah berdasarkan pada tujuan sekolah, agar
pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan ataupun kesalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan. Keenam: Kepala sekolah melakukan evaluasi meliputi evaluasi
terhadap uraian tugas dan evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung
terhadap bukti-bukti tugas yang telah dilakanakan oleh guru kemudian memberikan
masukan apabila terdapat kesalahan atau kurang sesuai dengan kriteria yang
diharapakan. Kepala sekolah memberikan solusi terhadap hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh guru dalam melakukan tugasnya (Suyanto dan Hisyam, 2000: 26).
Kepala sekolah diharapkan dapat membangun nilai dan keyakinan sekolah yang kokoh
sebagai landasan untuk membangun sekolah yang baik (good school). Nilai dan
keyakinan dapat menjadi landasan moral perilaku anggota organisasi sekolah. Kepala
sekolah membangun nilai dan keyakinan anggota didasarkan pada visi dan misi sekolah
tersebut (Asrin, 2006:58).
Kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer,
administrator, dan supervisor (EMAS). Seiring dengan laju perkembangan jaman, kepala
sekolah sedikitnya harus mampu berperan sebagai edukator, manajer, administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM) (Dinas Pendidikan dalam
Mulyasa, 2004: 98).
Kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer,
administrator, dan supervisor (EMAS). Seiring dengan laju perkembangan jaman, kepala
sekolah sedikitnya harus mampu berperan sebagai edukator, manajer, administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM) (Dinas Pendidikan dalam E.
Mulyasa, 2004:98).
Kepala sekolah harus memahami dan menggunakan berbagai asas organisasi yang
meliputi: 1) kejelasan tujuan, 2) pembagian kerja, 3) kesatuan perintah, 4) koordinasi,
5) reentangan kontrol, dan 6) kelentukan (Nawawi, 1982:93).
Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting. Dikatakan
sangat penting karena lebih dekat dan langsung berhubungan dengan program
pelaksanaan pendidikan di setiap sekolah (Purwanto, 1998: 43).
Kepala sekolah merupakan penanggung jawab pertama dan utama dalam peningkatan
mutu pendidikan di sekolah bersama dengan guru-guru sebagai fasilitator dan
motivator pembelajaran siswa. Kepemimpinan pendidikan kepala sekolah merupakan
tumpuan keberhasilan manajemen sekolah (Suderadjat, 2005:18).
Kepala sekolah pada hakekat etimologisnya merupakan padanan dari school principal,
yang tugas kesehariannya menjalankan principalship atau kekepalasekolahan. Istilah
kekepalasekolahan mengandung makna sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Penjelasan ini dipandang penting,
karena terdapat beberapa istilah untuk menyebut jabatan kepala sekolah, seperti
administrasi sekolah (school administrator), pimpinan sekolah (school leader), manajer
sekolah(school manajer), dan sebagainya (Sudarwan, 2003:56).
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif
berikut ini. a. Visi dan Simbol-simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-
nilai institusi kepada para staf, para pelajar, dan kepada komunitas yan lebih luas. b.
MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah institusi. c. Untuk para
pelajar. Istilah ini sama dengan “dekat dengan pelanggan”. Ini memastikan bahwa
institusi memiliki fokus yang jelas terhadap pelanggan utamanya. d. Otonomi,
eksperimentasi, dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin pendidikan harus
melakukan inovasi di antara staf-stafnya dan bersiap-siap mengantisipasi kegagalan
yang mengiringi inovasi tersebut. e. Menciptakan rasa kekeluargaan. Pemimpin harus
menciptakan rasa kekeluargaan di antara para pelajar, orang tua, guru, dan staf institusi.
f. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme adalah sifat-sifat yang
merupakan mutu personal esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga pendidikan
(Petters dan Austin dalam Sallis, 2006:170-171).
Kepala sekolah sebagai supervisor dapat melakukan supervisi secara efektif antara lain
melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual, dan simulasi
pembelajaran (Mulyasa, 2004: 113).
Kepala sekolah sebagai supervisor dapat melakukan supervisi secara efektif antara lain
melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual, dan simulasi
pembelajaran (Mulyasa, 2004: 113).
Kepala sekolah sebagai supervisor memegang peranan yang sangat penting dalam: a).
Membimbing guru agar dapat memahami lebih jelas masalah atau persoalan-persoalan
dan kebutuhan murid, serta membantu guru dalam mengatasi suatu persoalan. b).
Membantu guru dalam mengatasi kesukaran dalam mengajar. c). Memberi bimbingan
yang bijaksana terhadap guru baru dengan orientasi. d). Membantu guru memperoleh
kecakapan mengajar yang lebih baik dengan menggunakan berbagai metode mengajar
yang sesuai dengan sifat materinya. e). Membina moral kelompok, menumbuhkan moral
yang tinggi dalam pelaksanaan tugas sekolah pada seluruh staf. f). Memberikan
pimpinan yang efektif dan demokratis (Soetopo dan Soemanto, 1984:55).
Kepala sekolah yang profesional akan memberikan dampak positif antara lain terhadap
efektivitas pendidikan, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tanaga
kependidikan yang efektif, budaya mutu, teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis,
kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan (transparansi)
manajemen, kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), evaluasi dan perbaikan
berkelanjutan, responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan
sustainabilitas (Mulyasa, 2003:89).
Kepala sekolah/4 tipe supervise kepala sekolah dilihat dari pelaksanaannya, yaitu
supervisi yang bersifat korektif, supervisi yang bersifat preventif, supervisi yang bersifat
konstruktif, supervise yang bersifat kreatif (Briggs dalam Lazaruth, 1988: 33).
Kepala sekolah/Ada enam kompetensi kepala sekolah yang dinyatakan sebagai berikut.
1. Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran
yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah 2. Membantu,
membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah dan program pengajaran yang
kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan
staf. 3. Menjamin bahwa manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya
sekolah digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien,
dan efektif. 4. Bekerja sama dengan orang tua murid dan anggota masyarakat,
menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi
sumber daya masyarakat. 5. Memberi contoh (teladan) tindakan berintegritas. 6.
Memahami, menanggapi, dan mempengaruhi lingkungan politik, sosial, ekonomi, dan
budaya yang lebih luas (Dharma (2003) diadaptasi dari CCSSO, 2002).
Kepala sekolah/Adapun syarat kepala/madrasah adalah sebagai berikut: a. Memiliki
ijazah yang sesuai dengan ketentuan/peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
b. Mempunyai pengalaman kerja yang cukup, terutama disekolah yang sejenis dengan
sekolah yang dipimpinnya. c. Mempunyai sifat kepribadian yang baik, terutama sikap
dan sifatsifat kepribadian yang diperlukan bagi kepentingan pendidikan. d. Mempunyai
keahlian dan pengetahuan yang luas, terumata mengenai bidang-bidang pengetahuan
pekerjaan yang diperlukan bagi sekolah yang dipimpinnya. e. Mempunyai ide dan
inisiatif yang baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya (Daryanto, 1998: 92).
Kepala sekolah/Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka kepala sekolah
sebagai supervisor ia harus memiliki ketrampilan dasar sebagai seorang supervisor
yaitu: 1) keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, 2) keterampilan dalam
proses kelompok, 3) keterampilan dalam kepemimpinan kependidikan, 4) keterampilan
dalam mengatur personalia sekolah dan 5) keterampilan dalam evaluasi (Kimball Wiles
dalam Sehartian, 2000:18).
Kepala sekolah/Aspek penting peran kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
dalam memberdayakan guru mengharuskan para kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan: a. Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktivitas penyelesaian
masalah, dengan menggunakan metode ilmiah, prinsip-prinsip mutu statistik dan
kontrol proses. b. Memilih untuk meminta pendapat mereka tentang berbagai hal dan
tentang bagaimana cara mereka menjalankan proyek dan tidak sekedar menyampaikan
bagaimana seharusnya mereka bersikap. c. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi
manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen mereka. d.
Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi
mereka dalam menyampaikan mutu kepada pelanggan, pelajar, orang tua, dan partner
kerja. e. Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para guru tidak sesuai
dengan pendekatan manajemen top down. f. Memindahkan tanggungjawab dan kontrol
pengembangan tenaga professional langsung kepada guru dan pekerja teknis. g.
Mengimplementasikan komunikasi yang sistematis dan kontinyu di antara tiap orang
yang terlibat di sekolah. h. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta
negoisasi dalam rangka menyelesaikan konflik. i. Memiliki sikap membantu tanpa harus
mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rendah diri. j. Menyediakan
materi pembelajaran konsep mutu seperti membangun tim, manajemen proses,
pelayanan pelanggan, komunikasi serta kepemimpinan. k. Memberikan teladan yang
baik dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan
waktu untuk melihat-lihat situasi dan kondisi institusi dengan mendengarkan keinginan
guru dan pelanggan lainya. l. Belajar untuk berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai
bos. m. Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko. n. Memberikan perhatian
yang berimbang dalam menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal (pelajar, orang
tua, dan lainnya), dan kepada para pelanggan internal (pengajar, guru, dan pekerja
lainnya) (Spanbauer dalam Sallis (2006: 176-177).
Kepala sekolah/Banyak sekolah-sekolah jelek dengan kepala sekolah yang baik, tetapi
tidak ada sekolah yang baik dengan kepala sekolah yang jelek (Ronald Edmonds dalam
Permadi,1999: 30).
Kepala sekolah/Beberapa prinsip yang dapat diterapakan kepala sekolah untuk
mendorong guru agar mau dan mampu meningkatkan motivasi kerja yaitu: 1). Kegiatan
yang dilakukan menarik dan menyenangkan 2). Tujuan kegiatan perlu disusun dengan
jelas dan diinformasikan tentang hasil setiap pekerjaannya. 3). Pemberian hadiah lebih
baik dari ada hukuman, maupun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan. 4).
Memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa kepala sekolah
memperhatikannya, sehingga setiap pegawai memperoleh kepuasaan dan penghargaan
(Yunus, 2007: 40).
Kepala sekolah/Bentuk kegiatan kepala sekolah yang bersifat teknis adalah: 1) kepala
sekolah menjalankan supervisi kepada guru di kelas, 2) kepala sekolah mengevaluasi
dan merevisi program pengajaran guru, 3) kepala sekolah membuat program
pelaksanaan kegiatan pengajaran dengan menghubungkan kurikulum dengan waktu,
fasilitas, dan personil yang ada, 4) kepala sekolah mengelola program evaluasi siswa, 5)
mengkoordinasi penggunaan alat pengajaran, 6) membantu guru dalam perbaikan
pengajaran, 7) membantu guru dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa, 8)
mengatur dan mengawasi tata tertib siswa, 9) menyusun anggaran belanja sekolah, 10)
menetapkan spesifikasi dan inventarisasi pembekalan dan perlengkapan, 11)
melaksanakan administrasi sekolah berupa laporan kegiatan sekolah, 12) mengatur
fasilitas fisik sekolah, meliputi operasional pemeliharaan gedung, halaman,
pengendalian keamanan (Sutisna dalam Setiadi, 2001: 28-29).
Kepala sekolah/Dalam bidang pendidikan, kebijaksanaan desentralisasi harus dapat
menjawab masalah kemerosotan kualitas pendidikan yang disebabkan ketidakmampuan
organisasi sekolah guna menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
lingkungan Karena itu agar wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan dapat
dijalankan dengan baik, maka diperlukan kepala sekolah yang kompeten sehingga dapat
bekerja secara maksimal (Zamroni, 2003:85).
Kepala sekolah/Dalam inovasi pendidikan kepala sekolah dan guru adalah sumber
inovasi yang penting. Perasaan dan persepsi merekalah yang harus menjadi data-data
dasar inovasi. Pengalaman merekalah yang harus dihayati, dan pada akhirnya guru dan
kepala sekolah itu sendiri harus turut serta dalam membuat keputusan-keputusan
inovasi dalam menaikkan mutu pendidikan (Imat R. Amidjaya dalam Permadi, 1999:28).
Kepala sekolah/Dalam inovasi pendidikan kepala sekolah dan guru adalah sumber
inovasi yang penting. Perasaan dan persepsi merekalah yang harus menjadi data-data
dasar inovasi. Pengalaman merekalah yang harus dihayati, dan pada akhirnya guru dan
kepala sekolah itu sendiri harus turut serta dalam membuat keputusan-keputusan
inovasi dalam menaikkan mutu pendidikan (khususnya di sekolah dasar) (Imat R
Amidjaya dalam Permadi, 1999:28).
Kepala sekolah/Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, terutama dalam
rangka memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah dituntut
untuk mampu berperan ganda, baik sebagai catalyst, solution givers, process helpers,
dan resource linker. a. Catalyst, berperan meyakinkan orang lain tentang perlunya
perubahan menuju kondisi yang lebih baik, b. Solution givers, berperan mengingatkan
terhadap tujuan akhir dari perubahan, c. Proces helpers, berperan membantu kelancaran
proses perubahan, khususnya menyelesaikan masalah dan membina hubungan antara
pihakpihak yang terkait, dan d. Resource linkers, berperan menghubungkan orang
dengan sumber dana yang diperlukan (Mulyasa, 2003:181).
Kepala sekolah/Dalam rangka profesionalisasi jabatan kepala sekolah, tersedianya
standar kompetensi kepala sekolah menjadi hal yang sangat pokok dan penting, di
samping beberapa prasyarat atau hal lain yang juga penting, yaitu yang berkaitan
dengan penyelenggaraan program sertifikasi dan mekanisme pengangkatan kepala
sekolah. Pentingnya standar kompetensi kepala sekolah tersebut tidak saja sebagai
dasar peningkatan kualifikasi kompetensi kepala sekolah akan tetapi juga sebagai alat
pengendalian mutu (quality control instrument). Tersedianya seperangkat kompetensi
kepala sekolah yang baku merupakan suatu keharusan dalam era otonomi di mana salah
satu pilar utama dalam membangun akuntabilitas adalah adanya standar kinerja di
setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya
(Nurdin, 2001: 6).
Kepala sekolah/Fungsi dan peran kepala sekolah: (1) Sebagai pendidik (educator): a)
Prestasi sebagai guru mata pelajaran. Seorang kepala madrasah dapat melaksanakan
program pembelajaran dengan baik. b) Kemampuan dalam membimbing guru dalam
melaksanakan tugas. c) Mampu memberikan alternatif pembelajaran yang efektif. d)
Kemampuan dalam membimbing karyawan dalam melaksanakan tugas sebagai tata
usaha, pustakawaan, laboratorium, dan bendaharawan. e) Kemampuan membimbing
stafnya lebih berkembang secara pribadi dan profesinya. f) Kemampuan membimbing
bermacam-macam kegiatan kesiswaan. g) Kemampuan belajar mengikuti
perkembangan IPTEK dalam forum diskusi, bahan referensi dan mengikuti
perkembangan ilmu melalui media elektronika. (2) Sebagai manajer: a) Kemampuan
menyusun program secara sistematis, periodik dan kemampuan melaksanakan program
yang dibuatnya secara skala prioritas. b) Kemampuan menyusun organisasi personal
dengan uraian tugas sesuai dengan standar yang ada. c) Kemampuan menggerakkan
stafnya dan segala sumber daya yang ada serta lebih lanjut memberikan acuan yang
dinamis, dalam kegiatan rutin dan kontemporer. (3) Sebagai administrator: a)
Kemampuan mengelola semua perangkat KBM secara sempurna dengan bukti data
administrasi yang akurat. b) Kemampuan mengelola administrasi kesiswaan,
ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, dan administrasi persuratan dengan baik
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Sebagai supervisor: a) Kemampuan
menyusun program supervisi pendidikan di lembaganya dan dapat melaksanakan
dengan baik. b) Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja
guru dan karyawan. c) Kemampuan memanfaatkan kinerja guru/karyawan untuk
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. (5) Sebagai pemimpin (leader)38: a)
Memiliki kepribadian yang kuat. b) Memahami semua personalnya yang memiliki kondisi
yang berbeda, begitu juga kondisi siswanya berbeda dengan yang lain. c) Memilki upaya
untuk peningkatan kesejahteraan guru dan karyawan. d) Mau mendengar
kritik/usul/saran yang konstruktif dari semua pihak yang terkat dengan tugasnya baik
dari staf, karyawan atau siswanya sendiri. e) Memiliki visi dan misi yang jelas dari
lembaga yang dipimpinnya. f) Kemampuan berkomuninikasi dengan baik, mudah
dimengerti, teratur, sistematis kepada semua pihak. g) Kemampuan menciptakan
hubungan kerja yang harmonis. membagi tugas secara merata dan dapat diterima oleh
semua pihak. (6) Sebagai innovator: a) Memiliki gagasan baru (proaktif) untuk inovasi
kemajuan dan perkembangan madrasah. b) Kemampuan mengimplementasikan ide
yang baru tersebut dengan baik, ide yang baik tersebut berdampak positif ke arah
kemajuan. c) Kemampuan mengatur lingkungan kerja sehingga kondusif (pengaturan
tata ruang kantor, kelas, perpustakaan, halaman, interior, musholla atau masjid) untuk
bertugas dengan baik (Marno, 2007:61-65).
Kepala sekolah/Fungsi kepala sekolah sebagai administrator pendidikan, yaitu: 1)
perencanaan, 2) organisasi, 3) bimbingan/pengarahan, 4) koordinasi, 5) pengawasan,
dan 6) komunikasi (Nawawi, 1991:14).
Kepala sekolah/Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan sebagai
berikut: a. memiliki visi mutu terpadu bagi institusi; b. memiliki komitmen yang jelas
terhadap proses peningkatan mutu; c. mengkomunikasikan pesan mutu; d. memastikan
kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi; e. mengarahkan
perkembangan karyawan; f. berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain tanpa
bukti-bukti yang nyata; g. memimpin inovasi dalam institusi; h. mampu memastikan
bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikn tanggungjawab dan mampu
mempersiapkan delegasi yang tepat; i. memiliki komitmen untuk menghilangkan
rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun kultural; j. mengembangkan
mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan (Sallis,
2006:173-174).
Kepala sekolah/Kedudukan kepala sekolah adalah kedudukan yang cukup sulit. Pada
satu pihak ia adalah orang atasan karena ia diangkat oleh atasan. Tetapi pada lain pihak
ia adalah wakil guru-guru atau stafnya (Soewadji Lazaruth, 1988:20).
Kepala sekolah/Keefektifan kinerja manajemen kepala sekolah ditentukan oleh
kompetensi manajemen dan kemampuan manajerial, kompetensi menajemen adalah
kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan, yang meliputi:
profesionalisme, personal dan sosial. Sedangkan kemampuan manajerial meliputi
keterampilan konseptual, keterampilan teknis dan keterampilan hubungan manusiawi
(Amidjaja dalam Setiadi, 2002:7)
Kepala sekolah/Keefektifan kinerja manajemen kepala sekolah ditentukan oleh
kompetensi manajemen dan kemampuan manajerial, kompetensi menajemen adalah
kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan, yang meliputi:
profesionalisme, personal dan sosial. Sedangkan kemampuan manajerial meliputi
keterampilan konseptual, keterampilan teknis dan keterampilan hubungan manusiawi
(Amidjaja dalam Setiadi, 2002:7)
Kepala sekolah/Kepemimpinan kepala sekolah berperan sebagai motor penggerak
sekaligus penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan cara pencapaian
tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan (Mulyasa, 2004:126).
Kepala sekolah/Kepemimpinan kepala sekolah berperan sebagai motor penggerak
sekaligus penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan cara pencapaian
tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan (Mulyasa, 2004:126).
Kepala sekolah/Kompetensi yang diperlukan dalam penerapan manajemen mutu
terpadu untuk pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah adalah sebagai berikut:
a. Visi, yaitu 1) kemampuan mengajukan tujuan dan sasaran sesuai keinginan sekolah,
2) kemampuan untuk melaksanakan kebutuhan sementara dalam situasi tertentu, 3)
kemampuan memprediksi kebutuhan sesuai tugas, 4) menghasilkan keaslian,
mengungkapkan imajinasi untuk mengidentifikasi tugas, dan 5) kemampuan
mendemonstrasikan suatu kesadaran tentang dimensi nilai dan kesiapan terhadap
tantangan asumsi. b. Keterampilan perencanaan, yaitu 1) kemampuan merencanaan
pencapaian target, 2) kemampuan menilai urutan alternatif strategis sebelum
pelaksanaan suatu rencana, 3) kemampuan menyadari jadwal yang sesuai, 4)
kemampuan menentukan prioritas, 5) kemampuan menganalisis elemen penting, dan 6)
kemampuan mengembangkan secara detail dan urutan logis rencana untuk mencapai
sasaran. c. Berpikir kritis, yaitu: 1) kemampuan berpikir analitis dan kritis, 2)
kemampuan menerapkan konsep dan prinsip, dan 3) kemampuan membedakan berpikir
rutin dan berpikir analitis. d. Keterampilan kepemimpinan, yaitu: 1) kemampuan
mengarahkan tindakan dari semua orang menuju sasaran yang disepakati, 2)
menstruktur interaksi untuk menjangkau tujuan, 3) memimpin penyebaran secara
efektif semua sumber daya, 4) keinginan menerima tanggungjawab untuk tindakan
secara bersama dan untuk mencapai tujuan, dan 5) kemampuan bertindak secara
meyakinkan dalam situasi yang sesuai. e. Keteguhan hati, yaitu 1) kesiapan membuat
suatu urutan strategi untuk mencapai solusi masalah, 2) kemampuan untuk
mendemonstrasikan suatu komitmen terhadap tugas, dan 3) kamampuan untuk
mengenali kapan iklim yang diperlukan memberikan respon yang fleksibel. f.
Keterampilaan mempengaruhi, yaitu: 1) kemampuan untuk memberikan pengaruh atas
yang lain dengan tindakan atau keteladanan, 2) kemampuan untuk memperoleh
keterlibatan yang lain dalam proses manajemen, 3) membujuk staf untuk
menyeimbangkan kebutuhan individual dan kebutuhan organisasi, dan 4) membujuk
personel untuk memperhatikan keluasan berbagai pilihan. g. Keterampilan hubungan
interpersonal, yaitu : 1) kemampuan membangun dan memelihara hubungan positif, 2)
kemampuan merasakan kebutuhan, perhatian dan keadaan pribadi dari orang lain, 3)
kemampuan mengenali dan menyelesaikan konflik, 4) kemampuan menggunakan
keterampilan dan mendengarkan secara efektif, 5) kemampuan memberitahukan,
menginterpratasi, merespon prilaku non-verbal, 6) kemampuan menggunakan secara
efektif urutan komunikasi lisan dan tulisan, dan 7) kemampuan memberikan umpan
balik yang sesuai dalam suasana yang sensitif. h. Percaya diri, yaitu: 1) kemampuan
untuk merasa yakin akan potensi pribadi dan penilaian, 2) kemampuan
mendemonstrasikan prilaku tegas tanpa menggerakkan permusuhan, 3) kemampuan
menyusun dan menerima umpan balik dari kinerja seseorang dan gaya manajemen, 4)
kemampuan menyampaikan tantangan kepada orang lain agar menata sikap percaya diri
mereka, dan 5) kemampuan menyampaikan umpan balik untuk mengembangkan
percaya diri. i. Pengembangan, yaitu: 1) kemampuan untuk secara aktif menemukan cara
mengembangkan kemampuan pribadi, 2) kemampuan mendemonstrasikan suatu
pengertian mengenai bentuk pembelajaran diri yang lain, 3) kemampuan secara aktif
menatap peluang untuk menangani pertumbuhan dalam diri dan yang lain, 4)
kemampuan untuk memasuki pengembangan kebutuham. 5) kemampuan melakukan
rancangan, melaksanakan dan mengevaluasi program pengembangan, dan 6)
kemampuan untuk mengimplementasikan iklim yang kondusf dan positif untuk
pertumnuhan dan pengembangan organisasi. j. Empati, yaitu: 1) kemampuan
mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan kelompok dan kebutuha seorang
anggota, 2) kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi dalam suasana yang
konstruktif, dan 3) kemampuan menyatakan hal yang sensitif untuk mempengaruhi
keputusan bagi yang lain. k. Toleransi terhadap stres, yaitu 1) kemampuan menyatakan
prilaku yang sesuai dalam keadaan stres, 2) kemampuan mendemonstrasikan
ketabahan/ ulet dalam situasi tertekan, 3) kemampuan menyisakan secara efektif suatu
tingkat pekerjaan, 4) kemempuan memelihara keseimbangan antara beberapa prioritas,
dan 5) kemampuan memperhitungkan tingkatan dari stres orang lain (Hoy, dkk.dalam
Syafaruddin 2002:63-66).
Kepala sekolah/Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki
kepala sekolah yang meliputi: 1) Mental, unggul dalam intelegensi, mampu memberikan
pertimbangan individu yang bagus, memiliki kecakapan dalam menghadapi persoalan-
persoalan abstrak, kecakapan menghadapi, dan bekerjasama dengan orang lain,
kesanggupan untuk mempengaruhi orang lain, unggul didalam kemampuan menulis
dan berbicara. 2) Fisik, stamina fisik yang sangat penting agar mampu memenuhi
tuntutan tugas. Kesiagaan, energik dan antusiasme sehari-hari memerlukan kesehatan
prima. 3) Emosi, sepantasnya pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan memiliki
daya tahan atau bersikap sabar terhadap kegagalan atau hambatan. 4) Berwatak sosial.
5) Kepribadian (personality), seorang pemimpin dikatakan memiliki kepribadian apabila
pemimpin atau kepala sekolah selalu bersikap dan berperilaku; berpikir dan berbuat
secara sistematik dan teratur, harus mengetahui modal atau asset yang dimilikinya
dengan segala keterbatasannya; selalu sadar, simpatik dan loyal dengan bawahannya;
cukup yakin untuk menghindarkan tuntutan bawahan sejalan terhadap kemauan; cukup
matang untuk tidak merasa atau menjadi kecil dalam menghadapi gertakan atau kritik,
membuat senang bawahan, menolong bawahan sehingga merasa memperoleh
kemudahan, memberikan dorongan dan menerima bawahan, menciptakan satu
lingkungan yang dapat dipercaya, keterbukaan dan rasa hormat terhadap individu
(Menurut Tracey (1999), seperti yang dikutip oleh Wahjosumidjo, 2004:387).
Kepala sekolah/Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki
kepala sekolah yang meliputi: 1) Mental, unggul dalam intelegensi, mampu memberikan
pertimbangan individu yang bagus, memiliki kecakapan dalam menghadapi persoalan-
persoalan abstrak, kecakapan menghadapi, dan bekerjasama dengan orang lain,
kesanggupan untuk mempengaruhi orang lain, unggul didalam kemampuan menulis
dan berbicara. 2) Fisik, stamina fisik yang sangat penting agar mampu memenuhi
tuntutan tugas. Kesiagaan, energik dan antusiasme sehari-hari memerlukan kesehatan
prima. 3) Emosi, sepantasnya pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan memiliki
daya tahan atau bersikap sabar terhadap kegagalan atau hambatan. 4) Berwatak sosial.
5) Kepribadian (personality), seorang pemimpin dikatakan memiliki kepribadian apabila
pemimpin atau kepala sekolah selalu bersikap dan berperilaku; berpikir dan berbuat
secara sistematik dan teratur, harus mengetahui modal atau asset yang dimilikinya
dengan segala keterbatasannya; selalu sadar, simpatik dan loyal dengan bawahannya;
cukup yakin untuk menghindarkan tuntutan bawahan sejalan terhadap kemauan; cukup
matang untuk tidak merasa atau menjadi kecil dalam menghadapi gertakan atau kritik,
membuat senang bawahan, menolong bawahan sehingga merasa memperoleh
kemudahan, memberikan dorongan dan menerima bawahan, menciptakan satu
lingkungan yang dapat dipercaya, keterbukaan dan rasa hormat terhadap individu
(Tracey (1999) dalam Wahjosumidjo, 2004:387).
Kepala sekolah/Kualitas kepala sekolah (pengalaman kerja, pendidikan, kemampuan
profesional) memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (Suryadi dan
Tilaar, 2004:126).
Kepala sekolah/Kunci keberhasilan inovasi ada pada kepala sekolah, karena berpeluang
besar untuk menciptakan suasana agar upayaupaya inovatif di lingkungan sekolah
menjadi mungkin untuk dilaksanakan dalam rangka profesionalisasi guru. Peranan
kepala sekolah yang amat esensial dalam penyelenggaraan inovasi atau upaya
pembaharuan pada tingkat institusi terletak lebih pada peranan kepala sekolah sebagai
pemimpin daripada sebagai manajer. Secara konsepsional tindak kepemimpinan kepala
sekolah hendaknya mengarah pada terciptanya kesetimbangan yang dinamis (dynamic
equilibrium) yang menuju pada kemajuan sekolah. Sedangkan tindak manajerial kepala
skeolah hendaknya tertuju pada sistem sekolah. Jadi kemampuan sekolah untuk
beradaptasi dengan berbagai perubahan amat bergantung pada peran kepemimpinan
kepala sekolah (Permadi, 1999:109).
Kepala sekolah/Kunci keberhasilan inovasi ada pada kepala sekolah, karena berpeluang
besar untuk menciptakan suasana agar upayaupaya inovatif di lingkungan sekolah
menjadi mungkin untuk dilaksanakan dalam rangka profesionalisasi guru. Peranan
kepala sekolah yang amat esensial dalam penyelenggaraan inovasi atau upaya
pembaharuan pada tingkat institusi terletak lebih pada peranan kepala sekolah sebagai
pemimpin daripada sebagai manajer. Secara konsepsional tindak kepemimpinan kepala
sekolah hendaknya mengarah pada terciptanya kesetimbangan yang dinamis (dynamic
equilibrium) yang menuju pada kemajuan sekolah. Sedangkan tindak manajerial kepala
skeolah hendaknya tertuju pada sistem sekolah. Jadi kemampuan sekolah untuk
beradaptasi dengan berbagai perubahan amat bergantung pada peran kepemimpinan
kepala sekolah (Permadi, 1999:109).
Kepala sekolah/Motivasi kerja yang tinggi dalam sebuah organisasi sekolah akan
berdampak positif yaitu tercapainya tujuan yang telah ditentukan oleh organisasi
sekolah. Agar motivasi kerja dapat dioptimalkan dalam organisasi sekolah maka perlu
diketahui faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi motivasi kerja itu.
Faktor-faktor itu meliputi faktor internal yang bersumber dari dalam individu dan faktor
eksternal yang bersumber dari luar individu itu seperti sikap terhadap pekerjaan, bakat,
minat, kepuasan, pengalaman, dan lain-lain serta faktor dari luar individu yang
bersangkutan seperti pengawasan, gaji, lingkungan kerja, kepemimpinan.
(Wahjosumidjo, 2001:42).
Kepala sekolah/Mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh
sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah (Mortimer J Adler dalam Dadi
Permadi, 1999:24).
Kepala sekolah/Pembinaan kepala sekolah sebagai supervisor kepada guru-guru adalah
membantu dalam pengembangan kurikulum, pengorganisasian pengajaran, pemenuhan
fasilitas belajar. Produktivitas akan meningkat jika guru-guru mendapatkan pembinaan
yang baik dan memiliki etos kerja yang kuat (Sucipto & Mukti (Zahera, 1998:118).
Kepala sekolah/Pengangkatan seseorang dalam jabatan kepala sekolah dilakukan
melalui seleksi yang ketat, adil (fair), dan transparan dengan mengutamakan kapasitas
kepemimpinan yang bersangkutan. Harus dihindari pengangkatan kepala sekolah yang
hanya didasarkan atas lamanya masa kerja atau pertimbngan-pertimbangan yang tidak
berkaitan dengan tujuan peningkatan mutu dan pemberdayaan sekolah (Jalal dan
Supriadi, 2001:286).
Kepala sekolah/Peran dan fungsi kepala sekolah ke dalam empat peran, yaitu: 1) kepala
sekolah sebagai pejabat formal, 2) kepala sekolah sebagai manajer, 3) kepala sekolah
sebagai pemimpin, dan 4) kepala sekolah sebagai pendidik.
Kepala sekolah/Peran dan fungsi kepala sekolah yaitu: 1) Merencanakan, menyusun,
membimbing, dan mengawasi kegiatan administrasi pendidikan sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan. 2) Mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan
dari unit-unit kerja yang ada dilingkungan sekolah. 3) Menjalin hubungan dan
kerjasama dengan orang tua siwa, lembagalembaga pemerintah maupun bukan
pemerintah, dan masyarakat. 4) Melaporkan pelaksanaan dan hasil-hasil pelaksanaan
kegiatan administrasi disekolah kepada atasannya (Soetjipto dan Kosasi, 1994:220).
Kepala sekolah/Perilaku kepala sekolah yang berkaitan dengan keterampilan personal
dengan guru adalah: 1) menunjukkan semangat kerja dan memberikan bimbingan dan
bantuan dalam pekerjaan, 2) berperilaku menyenangkan, menghormati guru,
mempunyai integritas yang tinggi dan tegas dalam mengambil keputusan, 3) memberi
penghargaan pada guru yang berprestasi, 4) memberikan dukungan semangat/moral
kerja guru yang bersikap tegas kepada personel sekolah, 5) mengatur sekolah secara
baik, 6) menggunakan otoritasnya sebagai kepala sekolah dengan penuh keyakinan dan
teguh pendirian, 7) memberikan bimbingan secara individu kepada guru dalam
pekerjaan, 8) menjernihkan permasalahan, 9) mengikutsertakan guru dalam
merumuskan pengambilan keputusan, dan 10) menghormati peratuan sekolah,
mendisiplinkan siswa dan tidak membebani tugas yang berat kepada guru
(Campbell dalam Munfaat, 2003: 25).
Kepala sekolah/Persyaratan kepala sekolah yang berkualitas baik adalah flexibility in
autonomy and innovation (luwes dalam hal otonomi dan inovasi); cohesiveness within
organization (menyatu dalam organisasi); commitment to school mission (terikat kepada
misi sekolah); recognition of staff (menghargai staf); problem solving through
collaboration (pemecahan masalah melalui kerja sama); effective delegation (tepat
dalam mendelegasikan); dan focus on teaching and learning (tertuju pada belajar
mengajar) (Rouche dan Baker dalam Permadi,1999: 25-26).
Kepala sekolah/Persyaratan kepala sekolah yangi berkualitas baik adalah luwes dalam
hal otonomi dan inovasi; menyatu dalam organisasi; terikat kepada misi sekolah;
menghargai staf; pemecahan masalah melalui kerja sama; tepat dalam mendelegasikan;
dan tertuju pada belajar mengajar (Rouche dan Baker dalam Permadi, 1999: 25-26).
Kepala sekolah/Persyaratan kepala sekolah yangi berkualitas baik adalah luwes dalam
hal otonomi dan inovasi; menyatu dalam organisasi; terikat kepada misi sekolah;
menghargai staf; pemecahan masalah melalui kerja sama; tepat dalam mendelegasikan;
dan tertuju pada belajar mengajar (Rouche dan Baker dalam Permadi, 1999: 25-26).
Kepala sekolah/Satu tugas kepala sekolah adalah menjadi agen perubahan (change
agent) yang mendorong dan mengelola agar semua pihak termotivasi dan berperan aktif
dalam perubahan tersebut (Mulyasa, 2006:181).
Kepala sekolah/Sebagai tenaga professional sebelum melaksanakan tugasnya ia harus
terlebih dahulu mempelajari kurikulum sekolah itu dan memahami semua program
pendidikan yang sedang dilaksanakan (Hamalik, 2003:35).
Kepala sekolah/Secara garis besarnya kepemimpinan sekolah adalah sebagai berikut: a.
Dalam pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada
pemberdayaan para guru dan staf lain yang terlibat dalam proses pembelajaran. Para
guru diberi wewenang untuk mengambil keputusan sehingga mereka memiliki
tanggungjawab yang besar. Mereka diberi keleluasaan dan otonomi untuk bertindak. b.
Komitmen jauh lebih penting dari sekedar menyampaikan pidato tahunan tentang
betapa pentingnya mutu dalam sekolah. Komitmen menghendaki kemajuan dengan
metode dan cara yang baru. Komitmen memerlukan tinjauan ulang terhadap masing-
masing dan setiap tindakan. c. Pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan
membantu pihak lain dalam mengembangkan karakteristik yang serupa, sehingga
melahirkan lingkungan kerja yang interaktif. d. Pemimpin harus menjalankan dan
membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi
sedikit, bukan dengan serta merta. e. Pemimpin memiliki peran yang sangat penting
dalam memandu guru dan para administrator untuk bekerja sama dalam satu kelompok
tim (Spanbauer (Sallis 2006: 174-175)
Kepala sekolah/Seorang kepala sekolah harus memiliki kemampuan yang berhubungan
dengan administrasi sekolah yang meliputi: a. Kemampuan dalam bidang teknis
pendidikan dan pengajaran. b. Kemampuan dalam bidang tata usaha sekolah. c.
Kemampuan dalam pengorganisasian. d. Kemampuan dalam perencanaan. Berbagai
pelaksanaan, dan pengawasan. e. Kemampuan dalam bidang pengelolaan keuangan
(Ghozali, A et al., 1997:37).
Kepala sekolah/Seorang kepala sekolah yang baik umumnya menjalankan tugas-
tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusunnya. Termasuk didalam perencanaan
itu antara lain mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru (Purwanto,
1995:122).
Kepala sekolah/Setiap kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus mampu
memilih dan mempersiapkan bentuk organisasi yang sesuai dengan kondisi sekolahnya
dan harus berusaha pula menerapkan asas-asas organisasi bilamana menghendaki
tujuan secara efektif (Nawawi, 1982:87).
Kepala sekolah/Sumberdaya pendidikan harus dikelola berdasarkan prinsip efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Karena itu, institusi pendidikan hendaknya
dikelola oleh pemimpin yang berkualitas dan mengetahui permasalahan pendidikan.
Dengan demikian, dalam desentralisasi pengelolaan pendidikan diperlukan kepala
sekolah yang berkualitas dalam arti mampu menciptakan transparansi dan akuntabel
dalam melaksanakan tugas (Arifin, 2003:19).
Kepala sekolah/Terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapakan kepala sekolah untuk
mendorong guru agar mau dan mampu meningkatkan motivasi kerja yaitu: 1). Kegiatan
yang dilakukan menarik dan menyenangkan 2). Tujuan kegiatan perlu disusun dengan
jelas dan diinformasikan tentang hasil setiap pekerjaannya. 3). Pemberian hadiah lebih
baik dari ada hukuman, maupun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan. 4).
Memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa kepala sekolah
memperhatikannya, sehingga setiap pegawai memperoleh kepuasaan dan penghargaan
(Yunus, 2007: 40).
Kepala sekolah/Tugas pokok dan fungsi kepala madrasah sebagai pemimpin pendidikan
adalah: a. Perencanaan sekolah/madrasah dalam arti menetapkan sekolah atau
madrasah sebagai lembaga pendidikan dengan cara merumuskan visi, misi, tujuan, dan
strategi pencapaian. b. Mengorganisasikan sekolah dalam arti membuat struktur
organisasi, menetapkan staf, dan menetapkan tugas dan fungsi masing-masing staf. c.
Menggerakkan staf dalam arti mmotivasi staf melalui internal markting dan memberikan
contoh eksternal marketing. d. Mengawasi dalam arti melakukan supervisi,
mengendalikan dan membimbing semua staf dan warga sekolah. e. Mengevaluasi proses
dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar peningkatan dan pertumbuhan kualitas,
serta melakukan problem solving baik secara analitis sistematis maupun pemecahan
masalah secara kreatif, dan menghindari serta menanggulangi konflik (Sudrajat, 2005:
121).
Kepala sekolah/Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah: 1) Kepala sekolah sebagai
pejabat formal: a) Diangkat dengan surat keputusan oleh atasan yang mempunyai
kewenangan dalam pengangkatan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku.
b) Secara hirarki mempunyai atasan langsung, atasan yang lebih tinggi, dan memiliki
bawahan. c) Mempunyai hak kepangkatan, gaji, dan karier. d) Terikat oleh kewajiban,
peraturan, dan ketentuan yang berlaku. e) Berkewajiban dan bertanggung jawab atas
keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan. 3) Kelapa sekolah sebagai manajer.
Manajemen merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan
mengendalikan anggota-anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber
daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3) Kepala sekolah sebagai
pemimpin: a) Bertindak arif, bijaksana, adil, dan tidak pilih kasih. b) Memberikan sugesti
atau saran. c) Memberikan dukungan. d) Sebagai katalisator. e) Menciptakan rasa aman.
f) Harus menjaga integritas penampilan, selalu percaya, dan dihormati. 4) Kepala
sekolah sebagai pendidik harus mampu menanamkan, memajukan, dan meningkatkan
harkat, nilai-nilai mental, moral, fisik dan artistik 5) Kepala sekolah sebagai supervisor.
Supervisi merupakan bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih
baik. 6) Kepala sekolah sebagai staf. Keberadaan kepala sekolah di bawah pejabat lain,
baik langsung maupun tidak langsung berperan sebagai atasan kepala sekolah
(Departemen Pendidikan Nasional, 2000:4-6).
Kepala sekolah/Tugas utama kepala sekolah sebagai pemimpin adalah mengatur situasi,
mengendalikan kegiatan kelompok, organisasi atau lembaga dan menjadi juru bicara
kelompok (Rohani & Ahmadi, 1991:94).
Kepala sekolah/Tugas-tugas kepala sekolah dalam fungsinya sebagai administrator
pendidikan meliputi: 1) Bidang administrasi sekolah; 2) Bidang administrasi keuangan;
3) Bidang administrasi peralatan dan perlengkapan serta gedung; 4) Bidang pembinaan
kurikulum; 6) Bidang hubungan sekolah dan masyarakat (Lazaruth, 1994:22).
Kepala sekolah/Tugas-tugas pokok kepala sekolah mencakup tujuh bidang, yaitu: 1)
Bidang akademik yang berkenaan dengan proses belajar mengajar di dalam dan di luar
sekolah. 2) Bidang ketatausahaan dan keuangan sekolah. 3) Bidang kesiswaan. 4) Bidang
personalia. 5) Bidang gedung dan perlengkapan sekolah. 6) Bidang peralatan pelajaran.
7) Bidang hjubungan sekolah dan masyarakat (Nawawi, 1996:91).
Kepala sekolah/Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan
sebagai berikut: 1) Mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran, untuk
menambah wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus memberikan kesempatan
kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan
belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 2) Kepala sekolah harus berusaha
menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja,
kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka, yang akan bermanfaat untuk memotivasi
para peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya. 3)
Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para
guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan,
serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran
(Mulyasa 2004:100).
Kepala sekolah/Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan
sebagai berikut: 1) Mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran, untuk
menambah wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus memberikan kesempatan
kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan
belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 2) Kepala sekolah harus berusaha
menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja,
kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka, yang akan bermanfaat untuk memotivasi
para peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya. 3)
Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para
guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan,
serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran
(Mulyasa, 2004:100).
Kepala sekolah/Usaha-usaha yang dilakukan kepala sekolah sebagai administrator
pendidikan adalah: 1) Membentuk semacam ikatan keluarga sekolah yang bersifat
sosial; 2) Membentuk koperasi keluarga personel sekolah; 3) Mengadakan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan profesi guru-guru atau pegawai
sekolah; 4) Memberi kesempatan dan bantuan dalam rangka pengembangan karier; 5)
Mengusulkan dan mengurus kenaikan gaji atau pangkat guru-guru dan pegawai tepat
pada waktunya sesuai dengan peraturan yang berlaku (Purwanto, 1998:112).
Kepala sekolah/Usaha-usaha yang dilakukan oleh kepala sekolah selaku peran dan
fungsinya sebagai supervisor adalah: a). Membangkitkan dan merangsang guru-guru
dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-
baiknya. b). Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah
termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses
belajar mengajar. c). Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan
menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntuan kurikulum
yang sedang berlaku. d). Membina kerjasama yang baik dan harmonis di antara guru-
guru dan pegawai sekolah lainnya. e). Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan
guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi
kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka mengikuti
penataran-penataran, seminar sesuai bidangnya masing-masing. f). Membina
hubungan kerjasama antara sekolah dengan BP3 dan instansi-instansi dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan para siswa (Purwanto, 2002:119).
Kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk menanamkan keyakinan dan memperoleh
dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Dubrin, 2001:3).
Kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam dinamika kehidupan organisasi.
Kepemimpinan berperan sebagai penggerak segala sumber daya manusia dan sumber
daya lain yang ada dalam organisasi (Arifin, 2004: 23).
Kepemimpinan merupakan perilaku untuk mempengaruhi individu atau kelompok untuk
melakukan sesuatu dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. Secara lebih sederhana
dibedakan antara kepemimpinan dan Manajemen, yaitu pemimpin mengerjakan sesuatu
yang benar (people who do think right), sedangkan menejer mengerjakan sesuatu
dengan benar (people do right think). Landasan inilah yang menjadi acuan mendasar
untuk melihat peran pemimpin dalam suatu organiasi (Rusmianto, 2003:15).
Kepemimpinan positif yang diadopsi dari model-model kepemimpinan tokoh-tokoh
sukses yang memunculkan dua kesimpulan: pertama, pemimpin positif memiliki banyak
ciri pemimpin yang dalat mendorong untuk bekerja guna mencapai tujuan yang pasti.
Kedua, mereka dapat membangun tim kepemimpinan yang baik (Mike PEGG dalam
Suyoko, 1994:6).
Kepemimpinan transformasional hadir menjawab tantangan zaman yang penuh dengan
perubahan. Zaman yang dihadapai saat ini adalah zaman di mana manusia dapat
mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya sesuai dengan
kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan konsep Maslow yang menyatakan bahwa manusia
pada era ini memiliki kebutuhan yang berkembang hingga pada keinginan untuk dapat
mengaktualisasikan diri (Komariah, 2006:77).
Kepemimpinan yang efektif bukanlah sebuah ”idealisme” yang tak pernah tercapai.
Sebaliknya kepemimpinan yang efektif dapat dicapai dengan cara berpegang pada usaha
tertentu maupun faktor faktor kunci yang dapat memberikan dampak tertentu atas gaya
kepemimpinan yang dipilih. Karena kepemimpinan selalu berhadapan dengan faktor
manusia sebagai sentral bagi kelangsungan organisasi, maka ia semestinya berusaha
memahaminya sebagai individu yang punya krakteristik berbeda-beda antara individu
yang satu dengan yang lainnya (Burhanudin, 1994: 124).
Kepemimpinan/Gaya kepemimpian yang berdasarkan pada kewenangan yang dimiliki
seorang pemimpin dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: 1) Gaya kepemimpinan
autokratik (otoriter), 2) Gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif, dan 3) Gaya
kepemimpinan bebas (laissez faire atau free rein) (Didi B. Djajamihardja dkk. 1994:32;
Winkel, 1987:117; Owens, 1981:149).
Kepemimpinan/Gaya kepemimpinan karismatis dapat terlihat mirip dengan
kepemimpinan transformasional, di mana pemimpin menyuntikkan antusiasme tinggi
pada tim, dan sangat enerjik dalam mendorong untuk maju (Irawanto, 2008:45).
Kepemimpinan/Gerungan menyatakan bahwa setiap pemimpin, sekurang-kurangnya
memiliki tiga ciri, yaitu: 1) penglihatan sosial, 2) kecakapan berfikir, 3) keseimbangan
emosi. Sedangkan menurut J. Slikboer, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat: 1)
dalam bidang intelektual, 2) berkaitan dengan watak, 3) berhubungan dengan tugasnya
sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain yang berbeda dikemukakan oleh ruslan Abdul Ghani
(1985) bahwa pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal (1) menggunakan
pikiran, (2) rohani dan jasmani (Fattah, 2004:88-87).
Kepemimpinan/Kajian tentang tipologi kepemimpinan pendidikan sejak dulu masih
terbatas pada tipe-tipe kepemimpinan klasik yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe,
yaitu:1) tipe otoriter/otokrasi; 2) tipe laissez faire; 3) tipe demokratis; dan 4) tipe pseudo
demokratis (Purwanto et al., 1991:46).
Kepemimpinan/Keahlian atau kemampuan dasar sebagai kelompok kemampuan yang
harus dimiliki oleh tingkat pemimpin yang mencakup: technical, human dan conceptual
skill (the basic and developable skills). 1) Technical skill yaitu kecakapan spesifik tentang
proses, prosedur, atau teknikteknik yang merupakan kecakapan khusus dalam
menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skills menunjukkan kecakapan yang
berhubungan dengan barang, sedangkan 2) Human skills menunjukkan keterampilan
dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan pemimpin untuk bekerja
secara efektif sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya. 3) Conceptual skill yaitu
kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan (Tracey (1999)
dalam Wahjosumidjo, 2004:386).
Kepemimpinan/Kemampuan untuk membangkitkan, menggerakkan, dan mengarahkan
orangorang yang dipimpin, agar mengikuti kemauan pemimpinnya tergantung pada
gaya kepemimpinan dari pemimpin tersebut (Djajamihardja dkk. 1994:32).
Kepemimpinan/Laissez faire jika diterjemahkan dapat diartikan sebagai ”biarkan saja
berjalan” atau ‘tidak usah dihiraukan’, jadi mengandung sikap ‘masa bodo’ (Rifai,
1986:36).
Kepemimpinan/Menjadi pemimpin lembaga pendidikan, terutama pendidikan Islam
tidak saja dituntut untuk menguasai teori kepemimpinan, akan tetapi ia juga harus
terampil dalam menerapkan situasi praktis di lapangan dan memiliki etos kerja yang
tinggi untuk membawa lembaga pendidikan yang dipimpinnya dan memiliki pengaruh
yang kuat (Syafrudin et al., 2004:2-3).
Kepemimpinan/Otokratis berasal dari kata oto yang berarti sendiri, dan kratos yang
berarti pemerintah. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan
sendiri (Rifai, 1986:38).
Kepemimpinan/Siagian (1989), misalnya, ia mengklasifikasi tipe pemimpin menjadi
lima, yaitu: 1) tipe otokrasi; 2) tipe militeristis; 3) tipe paternalistik; 4) tipe karismatik;
dan 5) tipe demokratis (Siagian, 1989:141).
Kepemimpinan/Sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin yaitu: a. Memiliki kecerdasan
melebihi orang-orang yang dipimpinnya. b. Mempunyai perhatian terhadap kepentingan
yang menyeluruh. c. Mantap dalam kelancaran berbicara. d. Mantap berpikir dan emosi.
e. Mempunyai dorongan yang kuat dari dalam untuk memimpin. f. Memahami
kepentingan tentang kerjasama (Koontz dan O’Donnell, 1990:21).
Kepemimpinan/Tidak semua pemimpin akan dapat mempengaruhi dan menggerakkan
orang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien, sebab orang
lain baru dapat dipengaruhi/digerakkan jika: a. Ada kemampuan pada pemimpin untuk
menggunakan teknik kepemimpinan. b. Ada sifat-sifat khusus pada pemimpin yaitu
sifat-sifat kepemimpinan yang mempengaruhi jiwa orang-orang sehingga kagum dan
tertarik pada pemimpin tersebut (Abdulrachman, 2004:16).
Kepemimpinan/Tiga gaya kepemimpinan yang pokok yaitu gaya kepemimpinan
Otokratis, Demokratis, Laissez faire (Purwanto, 1992:48-50).
Kepemimpinan/Tipe Pseudo Demokatis. Pseudo berarti palsu, pura-pura. Pemimpin
semacam ini berusaha memberikan kesan dalam penampilannya seolah-olah dia
demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi, mendesakkan keinginannya secara
halus (Rifai, 1986:39).
Kepemimpinan]Gaya kepemimpinan yang diterapkan para pemimpin secara umum
terbagi menjadi dua hal, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task
oriented) dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (human relation oriented)
(Charles J. Keating dalam Mangunhardjana, 1986:11).
Kepribadian bahasa inggrisnya adalah “personality” yang berasal dari bahasa Yunani
“per” dan “sconare” yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata “personae” yang
berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng tersebut (Sukmadinata,
2005:136).
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina
yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari
depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan
mereka yang sedang mengalami keguncangan jiwa (tingkat menengah) (Zakiyah Darajat
dalam Syah, Muhibbin: 225-226).
Kepribadian yang mantap dan berkeyakinan ini menekankan pada tiga hal yang
merupakan landasan gaya kepribadiannya: kebenaran, tanggungjawab, dan
kehormatan. Senantiasa dalam segala hal, dia berusaha untuk melakukan apa yang
benar, untuk bertanggung jawab dan mendapat kehormatan dari keluarga, teman, dan
hubungan lainnya. Kepribadian ini memperjuangkan hal-hal yang diyakini benar secara
tenang, tapi ulet bahkan secara keras kepala. Namun demikian, kekeraskepalaan ini
dilunakkan oleh ketenangan dan kemampuannya untuk menyelami dan ikut serta
merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dia adalah orang yang dapat meyakinkan,
mahir dalam mendapatkan bantuan orang lain dan dalam mengejar cita-citanya,
sekalipun ia akan berusaha untuk menyadari kehadiran orang lain itu, perasaan, dan
kebutuhannya. Kepribadian ini menghendaki bersikap ramah tamah dan dalam
kebanyakan hal, ia memang ramah tamah; tindakan kasar dan ketidak perdulian
bukanlah gayanya. Ia dapat bersikap kompetitif, tapi dia melakukannya tidak berlagak
dan bernada merendahkan, hingga mengurangi sikap agresifnya dan memberi kesan
menyenangkan (George G. Young dalam Sunar P., 2008:215).
Kepribadian/Empat makna dari rumusan kepribadian menurut Allport, yaitu: a.
Kepribadian merupakan suatu organisasi. Pengertian organisasi merujuk kepada suatu
kondisi atau keadaan yang kompleks, mengandung banyak aspek, banyak hal yang
harus diorganisasi. Organisasi juga punya makna bahwa sesuatu yang diorganisasi itu
memiliki sesuatu cara atau sistem pengaturan, yang menunjukan sesuatu pola
hubungan fungsional. Didalam organisasi kepribadian itu memiliki sesuatu cara
pengaturan atau pola hubungan tersebut adalah cara dan pola tingkah laku.
Keseluruhan pola tingkah laku individu membentuk satu aturan atau sistem tertentu
yang harmonis. b. Kepribadian bersifat dinamis. Kepribadian individu bukan sesuatu
yang statis, menetap, tidak berubah, tetapi kepribadian tersebut berkembang secara
dinamis. Perkembangan manusia berbeda dengan binatang yang statis, yang megikuti
lingkaran tertutup, perkembangan manusia dinamis membentuk suatu lingkaran
terbuka atau spiral. Meskipun pola-pola umumnya sama tetapi selalu terbuka
kesempatan untuk pola-pola khusus baru. Dinamika kepribadian individu ini, bukan
saja dilator belakangi oleh potensi-potensi yang dimilikinya, tetapi sebagai makhluk
sosial mansuai selalu berinteraksi dengan lingkunganya, dengan manusia lain.
Lingkungan manusia juga selalu berada dalam perubahan dan perkembangan. c.
Kepribadian meliputi aspek jasmaniah dan rohaniah. Kepribadian adalah suatu sistem
psikofisik, yaitu suatu kesatuan antara aspek-aspek fisik dengan psikis. Kepribadian
bukan hanya terdiri atas aspek psikis, tetapi keduanya membentuk satu kesatuan. Kalau
individu berjalan, maka berjalan bukan hanya dengan kakinya tetapi dengan seluruh
aspek kepribadiannya. Bukan kaki yang berjalan tetapi individu. Demikian pula kalau
individu itu berbicara, berfikir, melamun, dan sebagainya, yang melakukan semua
perbuatan itu adalah individu. d. Kepribadian individu selalu dalam penyesuaian diri
yang unik dengan lingkungannya. Kepribadian individu bukan sesuatu yang berdiri
sendiri, lepas dari lingkungannya, tetapi selalu dalam interaksi dan penyesuaian diri
dengan lingkungannya. Ia adalah bagian dari lungkungannya dan berkembang
bersama-sama dengan lingkungannya. Interaksi atau penyesuaian diri individu dengan
lingkungannya bersifat unik, atau khas, yang berbeda antara satu individu dengan
individu lainnya (Sukmadinata, 2005:138-139).
Kepribadian/Inti mengenai kepribadian adalah sebagai berikut: a. Bahwa kepribadian itu
merupakan suatu kebetulan yang terdiri dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah b.
Bahwa kepribadian seseorang itu bersifat dinamik dalam hubunganya dengan
lingkungan. c. Bahwa kepribadian seseorang itu berkembang dengan dipengaruhi
faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar (Baharuddin, 2007:209).
Kepribadian/Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan
atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan
aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspekaspek ini berkaitan secara fungsional
dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan
tetap (Syah, Muhibbin, 2008: 225).
Kepsek/Dalam dunia kerja, iklim profesional harus berdasarkan sistem “merit”, yaitu
sistem promosi, pengupahan, rekrutmen tenaga kerja didasarkan pada prestasi
(achievement) nyata tidak semata-mata pada “ijazah” atau simbol-simbol status lainnya.
Sistem promosi maupun kompensasi atas dasar prestasi kerja dapat memacu karyawan,
tidak terkecuali kepala sekolah dan guru untuk bekerja lebih kompetitif. Menyadari arti
penting kompensasi dalam meningkatkan kinerja (Suryadi dan Tilaar, 2004:155)
Kepsek/Mulyasa (2003:98-120) meramu peran kepala sekolah menjadi tujuh dengan
singkatan EMASLIM, yaitu kepala sekolah sebagai: 1) educator, 2) manager, 3)
administrator, 4) supervisor, 5) leader, 6) innovator, dan 7) motivator (Wahjosumidjo,
2001:84-123).
Kepsek/Tugas dan fungsi kepala sekolah sebagai supervisor: Kepala sekolah sebagai
supervisor berarti bahwa kepala sekolah hendaknya pandai meneliti, mencari, dan
menemukan syarat-syarat mana sajakah yang dapat diperlukan bagi kemajuan
sekolahnya, sehingga tujuan-tujuan pendidikan di sekolah tersebut maksimal mungkin
dapat tercapai (Purwanto, 1998: 80).
Kepsek/Tujuh hal yang lebih berupa sikap/perilaku yang harus dimiliki kepala sekolah
agar tercipta kehidupan sekolah yang sehat, kondusif, dan menunjang kinerja sekolah,
yaitu: (1) memiliki visi yang jelas, (2) lebih mengandalkan pendekatan kolaboratif, (3)
responsif dan proaktif dalam menanggapi apa yang terjadi di luar sekolah, (4)
keteladanan dan konsisten dalam menegakkan aturan, (5) banyak aktif dan turun ke
bawah (management by walking around), (6) banyak memberikan “ganjaran sosial”
(social rewards), dan (7) menciptakan berbagai wahana ataupun kegiatan yang dapat
mengembangkan keterampilan pro-sosial (pro-social skills), keimanan dan ketaqwaan
siswa (Supriadi, 1999:349).
Keterampilan ialah aspek perilaku yang bisa dipelajari dan ditingkatkan melalui latihan
yang digunakan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan yang didak bisa diperoleh melalui
pendidikan formal, karena dalam penerapannya pada tugas tertentu menuntut
kemampuan pribadi masing-masing (Dale, 2003:29).
Keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan
masalah (Gagne dalam Suherman, 2001:83).
Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk menganalisis, menafsirkan, dan
memecah kan masalah-masalah. Keterampilan konseptual tidak sekadar merencanakan
tetapi juga menganalisis, menafsirkan, dan memecahkan masalah selama pelaksanaan
program agar program itu berjalan dengan baik. Dari sini terlihat bahwa ketrampilan
konseptual berhubungan dengan pengambilan keputusan (Winardi, 1993:12).
Keterampilan konseptual kepala sekolah meliputi: 1) kemampuan analisis, 2)
kemampuan berpikir rasional, 3) ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi, 4)
mampu menganalisis berbagai kejadian, serta mampu memahami berbagai
kecenderungan, 5) mampu mengantisipasi perintah, dan 6) mampu menganalisis
macam-macam kesempatan dan problem-problem social (Wahjosumidjo, 2003: 101).
Keterampilan konseptual merupakan kemampuan mental untuk menganalisis dan
mendiagnosis situasi rumit (Stephen P. Robbins, 2003:6).
Keterampilan manajemen/Tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan adalah
teknis,personal dan konseptual (Robbins, 2006:6-7).
Keterampilan manusiawi adalah kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi
orang lain, baik perorangan maupun dalam kelompok (Robbins, 1996:6).
Keterampilan manusiawi kepala sekolah meliputi: 1) kemampuan untuk memahami
perilaku manusia dan proses kerjasama, 2) kemampuan untuk memahami isi hati, sikap
dan motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku, 3) kemampuan untuk
berkounikasi secara jelas dan efektif, (4) kemampuan menciptakan kerjasama yang
efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis, dan 5) mampu berperilaku yang dapat
diterima (Wahjosumidjo, 2003: 101).
Keterampilan sosial/Life Skill merupakan pemberian keterampilan-keterampilan kepada
siswa sebagai makhluk sosial maupun sebagai makhluk Tuhan. Seseorang yang
mempunyai life skill/ keterampilan sosial mempunyai kecakapan yang terdiri dari: 1.
Kecakapan Komunikasi. Kecakapan komunikasi adalah kecakapan hidup yang berkaitan
dengan keterampilan mengolah dan menyampaikan pesan kepada pihak yang diajak
berkomunikasi. Keterampilan ini meliputi: a) Keterampilan meremas atau meramu pesan
yang akan disampaikan. 2) Keterampilan menggunakan alat aatu media untuk
menyampaikan pesan. c) Keterampilan meyakinkan penerima pesan bahwa informasi
atau pesan yang diasampaikan penting dan berharga. Dalam menyampiakan pesan atau
informasi bias dilakukan melalui komunikasi lisan atau melalui komunikasi tertulis. 3.
Kecakapan Bekerjasama. Kecakapan bekerja sama merupakan kecakapan atau
keterampilan individu untuk dapat bekerjasama dan diterima oleh orang lain, baik dalam
kelompok kecil, maupun dalam kelompok besar serta ikut berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang diadakan secara kelompok (Syah, Darwin, 302-303).
Keterampilan teknik meliputi kemampuan dalam menerapkan pengetahuan atau
keahlian spesialisasi (Stephen P. Robbins, 1998:5).
Keterampilan teknikal meliputi keahlian dalam hal menggunakan sesuatu aktivitas
spesifik yang meliputi suatu proses, prosedur, tehnik. Keterampilan teknikal
memungkinkan orang yang bersangkutan melaksanakan mekanisme yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan khusus (Terry, 1986:10).
Keterampilan teknis kepala sekolah meliputi: 1) menguasai pengetahuan tentang
metode, proses, prosedur dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus, dan (2)
kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang
diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus (Wahjosumidjo, 2003:101).
Ketuntasan belajar siswa secara individual dan klasikal yaitu: 1. Seorang siswa dikatakan
telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah mencapai skor minimal 65% dari total skor
atau nilai 65. 2. Suatu kelas dikatakan telah tuntas belajar jika dalam kelas tersebut telah
terdapat minimal 65% dari jumlah seluruh siswa yang telah mencapai daya serap lebih
besar atau sama dengan 65% (Suryosubroto, 1997:77).
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru, sebab dengan kewibawaan tersebut proses belajar
mengajar akan terlaksana dengan baik, berdisiplin dan tertib. Dengan demikian
kewibawaan bukan berarti siswa harus takut kepada guru, melainkan siswa akan taat
dan
Kinerja merupakan catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan atau
seluruh aktivitas pada periode tertentu (Kushadiwijaya, 1996:79).
Kinerja /performance adalah hasil kerja yang di capai oleh seseorang atau sekumpulan
orang didalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Sentono dalam Setiadi,
2001:31).
Kinerja atau unjuk kerja adalah proses perilaku konselor sehingga menghasilkan
sesuatu yang menjadi tujuan pekerjaan profesinya (Wibowo, 1998:5).
Kinerja dipengaruhi oleh faktor kemampuan, motivasi dan kejelasan peran (Buford dan
Bedeian, 1988:145).
Kinerja merupakan hasil dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu
periode waktu tertentu (Bernandin dan Russel dalam Sianipar, 2000:5).
Kinerja profesional guru pembimbing mengimplikasikan urgensi kebutuhan pembinaan
(supervisi) para guru pembimbing (konselor) dilapangan untuk dapat meningkatkan
profesiona- lisme mereka (Penelitian Furgon dkk (2001) dalam Taufik, 2003:3).
Kinerja/Adapun langkah-langkah dalam menilai kinerja adalah: 1). Mendifinisikan
pekerjaan berarti memastikan bahwa manajer dan bawahan sepakat tentang tugas-
tugas dan standar jabatan. 2). Menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual
bawahan dengan standar-standar yang telah ditetapkan dalam beberapa jenis format
penilaian. 3). Umpan balik terhadap kinerja dan kemajuan bawahan dibahas dan
dijadikan bahan masukkan untuk membuat rencana perkembangan selanjutnya (Desler
dalam Djumiati, 2003:20).
Kinerja/Hasil kinerja dapat ditindaklanjuti untuk kepentingan pelatihan dan
pengembangan (Ruky, 2001:163).
Kinerja/Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: 1)
motivasi seseorang dalam memasuki pekerjaan, 2) aspirasi atau cara
pandang seseorang terhadap pekerjaan, 3) lngkungan pekerjaan, 4) fasilitas untuk
bekerja, 5) ketenangan dan semangat kerja, 6) tugas dan jabatan yang sesuai dengan
kemampuan dan minatnya, 7) kesempatan untuk berkarir, 8) keamanan dan
kenyamanan dalam bekerja, 9) rekan sekerja atau “Good working companion”,
10) kompensasi gaji atau imbalan, dan, 11) kepribadian dan kehidupan emosional
seseorang (Anoraga, 1998:14-19).
Kinerja/Kinerja deseorang dapat dilihat dari indikator-
indikator kegiatan yang dilakukannya. Untuk
tenaga pengajar atau guru di sekolah: 1) merencanakan proses belajar-
mengajar, 2) melaksanakan proses belajar-mengajar (mengorganisasikan kegiatan
interaksi belajar mengajar), 3) mengevaluasi proses belajar-mengajar, 4)
menganalisis hasil evaluasi proses belajar mengajar , dan 5) menindak- lanjuti atas
hasil analisis evaluasi PBM (Makmun, 1992:71).
Kinerja/Kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan
pada 3 kelompok, yaitu kompetensi individu orang yang bersangkutan, dukungan
organisasi dan dukungan manajemen (Simanjuntak, 2005:2).
Kinerja/Masalahnya adalah bagaimana menjamin divaritas yang disebabkan oleh adanya
konteks lokalitas yang cenderung memunculkan kriteria lokal. Lebih lanjut perlu
dipikirkan pengembangan standar kinerja pendidikan yang memenuhi tuntutan
keunggulan kompetitif dan komparatif dalam konteks nasional bahkan internasional
(Mulyasa (2006:18).
Kinerja/n kinerja memberikan bahan bagi keputusan–keputusan yang mempengaruhi
gaji, promosi, pemberhentian, transfer dan kondisi–kondisi pegawai lainnya (Hakim,
99:315).
Kinerja/Pada dasarnya kinerja ditentukan oleh tiga faktor : kemampuan, motivasi dan
kejelasan peran. Untuk membentuk efektivitas kerja seseorang harus (a) mampu
mengerjakan tugasnya, (b) ada keinginan melaksanakan tugas dan (c) mengerti apa yang
menjadi tugasnya. Kinerja dapat mempengaruhi profesionalisme, sehingga dalam
perkembangannya kinerja selalu memiliki makna positif dalam arti normatif, seperti
kualitas kerja, disiplin, jujur, giat, produktif dan sebagainya (Buford dan Bedeian,
1988:145).
Kinerja/Pada dasarnya kinerja ditentukan oleh tiga faktor: kemampuan, motivasi dan
kejelasan peran. Untuk membentuk efektivitas kerja seseorang harus a) mampu
mengerjakan tugasnya, b) ada keinginan melaksanakan tugas dan c) mengerti apa yang
menjadi tugasnya. Kinerja dapat mempengaruhi profesionalisme, sehingga dalam
perkembangannya kinerja selalu memiliki makna positif dalam arti normatif, seperti
kualitas kerja, disiplin, jujur, giat, produktif dan sebagainya (Buford dan Bedeian,
1988:145).
Kinerja/Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama
yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Faktor-faktor Pemeliharaan: Merupakan faktor-
faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh
ketenteraman badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus, seperti
misalnya lapar-makan kenyang-lapar. Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya gaji,
kepastian pekerjaan dan supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini bukanlah sebagai
motivator, tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan. 2. Faktor Motivasi, faktor-
faktor ini merupakan faktor-faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis
yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman, penempatan kerja yang
sesuai dan lain sebagainya. Kedua faktor tersebut disebut Teori Dua Faktor (Two Factors
Theory) (Herzberg dalam Hakim, 2008:44).
Kinerja/Penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang dapat digunakan oleh
pihak manajemen untuk memberikan informasi kepada para pegawai secara individual
tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan
(Sentono dalam Djumiati, 2003:18).
Kinerja/penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja, untuk memberikan umpan
balik tentang kualitas kinerja dan kemudian mempelajari kemajuan perbaikan yang
dikehendaki dalam kinerja (John F. Bach dalam Timpe, 1992:239).
Kinerja/Perbedaan kinerja orang tersebut terjadi karena perbedaan karakteristik dari
seseorang seperti perbedaan kemampuan (Maier dalam As’ad, 2001:48).
Kinerja/Tingkat pencapaian pelaksanaan tugas seseorang atau evaluasi kinerja
kelompok atau evaluasi kinerja organisasi membutuhkan tolok ukur sebagai alat
pembanding atau alat ukur. Tolok ukur dapat berbeda sesuai dengan sifat pekerjaan
atau jabatan masing-masing. Beberapa jenis tolok ukur diuraikan di bawah ini: a.
Sasaran atau target sebagaimana telah dirumuskan atau dinyatakan dalam rencana
kerja. b. Standar umum, baik yang ditetapkan sebagai ketentuan atau pedoman oleh
instansi resmi, maupun yang diterima secara konsensus di tingkat nasional atau
international. c. Standar yang ditetapkan secara khusus. d. Uraian tugas atau jabatan
menggambarkan pekerjaan atau tugas yang harus dilaksanakan oleh pejabat yang
bersangkutan. e. Misi dan atau tugas pokok organisasi atau unit organisasi
menggambarkan apa yang harus dicapai oleh organisasi tersebut dalam kurun waktu
tertentu (Simanjuntak, 2005:3).
Kinerja/Unjuk kerja adalah kegiatan yang ditampilkan oleh konselor dalam rangka
pelaksanaan tugas dan/atau pengembangan profesional bimbingan konseling (Prayitno,
1994:374).
Kompensasi/Di dalam UU No. 8 tahun dan UU No. 43 tahun 1999 yang berkaitan dengan
kompensasi dikemukakan sebagai berikut: a. Setiap pegawai negeri berhak memperoleh
gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab. b. Gaji
yang diterima oleh pegawai negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin
kesejahteraannya. c. Berhak atas cuti. d. Berhak memperoleh perawatan apabila ditimpa
oleh suatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya. e. Berhak
memperoleh tunjangan cacat jasmani maupun rohani. f. Pegawai negeri sipil yang tewas
keluarganya berhak memperoleh uang duka. g. Berhak atas uang pension (pasal 7
sampai dengan 10) (Muhroji, 2004:35-36).
Kompensasi/Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan Depdiknas memberikan
rekomendasi kepada pemerintah sebagai berikut: a. Gaji guru perlu ditingkatkan hingga
mencapai standar yang wajar untuk hidup guru dan keluarganya, yakni paling tidak dua
kali lipat dari keadaan sekarang. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan
pada aspek-aspek kesejahteraan lainnya yang meliputi prosedur kenaikan pangkat,
jaminan rasa aman secara fisik dan psikologis dalam menjalankan tugas, kondisi kerja,
kepastian karier dan pola hubungan yang lebih menonjolkan kolegalitas dari pada pola
hubungan hierarkhis dalam lingkungan sekolah. b. Untuk memberikan kepastian kepada
upaya peningkatan gaji guru dan membuktikan kesungguhan pemerintah dalam upaya
tersebut, perlu dibuat peraturan gaji khusus untuk guru yang memungkinkan struktur
penggajian guru berbeda dengan PNS lainnya yang non TNI. c. Peningkatan
kesejahteraan guru yang dilakukan oleh pemerintah pusat harus diikuti pula dengan
peran serta pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha dan orang tua dalam
melakukan hal yang sama. d. Setelah dilakukan kenaikan gaji guru hingga mencapai
standar minimal sebagaimana dikemukakan dalam rekomendasi nomor 1 restrukturisasi
sistem insentif guru perlu dilakukan dengan memberikan tunjangan fungsional yang
sesuai dengan prestasi guru dalam melaksanakan tugas. e. Untuk memenuhi kebutuhan
guru di daerah terpencil, perlu diberlakukan sistem kontrak (constract teachers) dengan
struktur imbalan yang lebih baik dan menarik. Calon guru direkrut secara terpisah dari
rekrutmen untuk guru-guru di luar daerah terpencil, dengan mengutamakan motivasi
dan kesiapannya untuk bertugas di daerah terpencil dan serta kualifikasi pendidikannya
(Muhroji, 2004:36-37).
Kompensasi/Pembagian kompensasi yang digunakan dalam studi ini mengacu pada
pendapat Mondy & Noe yang mengemukakan bahwa kompensasi dapat dibedakan
menjadi dua, yakni kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi
finansial ada yang bersifat langsung (direct financial compensation), dan tak langsung
(indirect financial compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah,
bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tak langsung dikenal dengan tunjangan, yakni
segala tambahan pendapatan di luar kompensasi finansial langsung. Kompensasi
nonfinansial terdiri dari kepuasan yang diterima pegawai (guru) dari pekerjaannya itu
sendiri atau dari lingkungan pisik dan atau psikologis di tempat seorang pegawai
tersebut bekerja (Mondy & Noe, 1993:374).
Kompetensi dan aspek psikologis yang harus dikuasai atau dimiliki oleh guru yang
efektif ke dalam tiga hal pokok, yaitu: 1) penguasaan aspek-aspek dikdatik-
paedogogik, 2) penguasaan bidang studi yang akan diajarkan, 3) penguasaan metodik
atau teknik mengajarkan bidang studi tersebut (Elliot, Kratochwill, Cook, dan Travers
dalam M. Furqon Hidayatullah, 2007:21).
Kompetensi ini (sosial) berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota
masyarakat dan sebagai makhluk sosial, melipti: 1) Kemampuan untuk berinteraksi dan
berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional. 2)
Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga
kemasyarakatan. 3) Kemampuan untuk menjalin kerja sama, baik secara individual
maupun secara kelompok (Wina, 2006: 18-19).
Kompetensi kepribadian (personality) adalah kemampuan yang melekat dalam diri
pendidik secara mantap, stabil, dewasa, afir, dan berwibawa menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi ini dapat disederhanakan menjadi 3
cakupan, yakni: a. Kompetensi yang berkaitan dengan penampilan sikap positif terhadap
keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan. b.
Kompetensi yang berkaitan dengan pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-
nilai yang seyogyanya dimiliki oleh guru. c. Kompetensi yang berkaitan dengan upaya
untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi peserta didiknya (Yasin,
2008:76).
Kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan
(Surya, 2003:138).
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: a. Mantap
dan stabil, b. Dewasa, c. Arif dan bijaksana, d. Berwibawa, e. Berakhlak mulai, f. Menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, g. Secara objektif mengevaluasi kinerja
sendiri, dan h. Mengembangkan sendiri secara mandiri dan berkelanjutan (Wina,
2006:20).
Kompetensi kepribadian/Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat
(3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (Mulyasa, 2008:117).
Kompetensi kepribadian/Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil
(tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat
menengah) (Zakiah Darajat dalam Syah, 2000:225-226).
Kompetensi kepribadian/Kompetensi pribadi meliputi: 1) pengetahuan tentang adat
istiadat baik sosial maupun agama, 2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, 3)
pengetahuan tentang inti demokrasi, 4) pengetahuan tentang estetika, 5) memiliki
apresiasi dan kesadaran sosial, 6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan
pekerjaan, 7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru
secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung
jawab dan mampu menilai diri pribadi (Gumelar dan Dahyat, 2002:127) merujuk pada
pendapat Asian Institut for Teacher Education).
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang pendidik dalam mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi: a) Kemampuan dalam memahami peserta
didik, dengan indikator antara lain: 1) Memahami karakteristik perkembangan peserta
didik, seperti memahami tingkat kognisi peserta didik sesuai dengan usianya; 2)
Memahami prinsip-prinsip perkembangan kepribadian peserta didik, seperti mengenali
tipe-tipe kepribadian peserta didik, mengenali tahapan-tahapan perkembangan
kepribadian peserta didik, dan lainnya; 3) Mampu mengidentifikasi bekal ajar awal
peserta didik, mengenali perbedaan potensi yang dimiliki peserta didik, dan lain
sebagainya. b) Kemampuan dalam membuat perancangan pembelajaran, dengan
indikator antara lain: 1) Mampu merencanakan pengorganisasian bahan pembelajaran,
seperti mampu menelaah dan menjabarkan materi yang tercantum dalam kurikulum,
mampu memilih bahan ajar yang sesuai dengan materi, mampu menggunakan sumber
belajar yang memadai, dan lainnya; 2) Mampu merencanakan pengelolaan
pembelajaran, seperti merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai, memilih jenis strategi/metode pembelajaran
yang cocok, menentukan langkahlangkah pembelajaran, menentukan cara yang dapat
digunakan untuk memotivasi peserta didik, menentukan bentuk-bentuk pertanyaan
yang akan diajukan kepada pesera didik, dan lainnya; 3) Mampu merencanakan
pengelolaan kelas, seperti penataan ruang tempat duduk peserta didik, mengalokasi
waktu, dan lainnya; 4) Mampu merencanakan penggunakan media dan sarana yang bisa
digunakan untuk mempermudah pencapaian kompetensi, dan lainnya; (5) Mampu
merencanakan model penilaian proses pembelajaran, seperti menentukan bentuk,
prosedur, dan alat penilaian. c) Kemampuan melaksanakan pembelajaran, dengan
indikator antara lain: 1) Mampu menerapkan ketrampilan dasar mengajar, seperti
membuka pelajaran, menjelaskan, pola variasi, bertanya, memberi penguatan, dan
menutup pelajaran; 2) Mampu menerapkan berbagai jenis model pendekatan, strategi/
metode pembelajaran, seperti aktif learning, pembelajaran portofolio, pembelajaran
kontekstual dan lainnya; 3) Mampu menguasai kelas, seperti mengaktifkan peserta didik
dalam bertanya, mampu menjawab dan mengarahkan pertanyaan siswa, kerja
kelompok, kerja mandiri, dan lainnya; 4) Mampu mengukur tingkat ketercapaian
kompetensi peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung d) Kemampuan
dalam mengevaluasi hasil belajar, dengan indicator antara lain: 1) Mampu merancang
dan melaksanakan asesment, seperti memahami prinsip-prinsip asesment, mampu
menyusun macammacam instrumen evaluasi pembelajaran, mampu melaksanakan
evaluasi, dan lainnya; 2) mampu menganalisis hasil assesment, seperti mampu
mengolah hasil evaluasi pembelajaran, mampu mengenali karakteristik instrumen
evaluasi; 3) Mampu memanfaatkan hasil asesment untuk perbaikan kualitas
pembelajaran selanjutnya, seperti memanfaatkan hasil analisisn instrumen evaluasi
dalam proses perbaikan instrumen evaluasi, dan mampu memberikan umpan balik
terhadap perbaikan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. e)
Kemampuan dalam mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya, dengan indikator antara lain: 1) Memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan potensi akademik, seperti menyalurkan potensi akademik
peserta didik sesuai dengan kemampuannya, mampu mengarahkan dan
mengembangkan potensi akademik peserta didik; 2) Mampu memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan potensi non-akademik, seperti menyalurkan potensi non-
akademik peserta didik sesuai dengan kemampuannya, mampu mengarahkan dan
mengembangkan potensi non-akademik peserta didik (Yasin, 2008:73-75).
Kompetensi pedagogik/Kemampuan merencanakan program belajar mengajar
mencakup kemampuan: 1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,
2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, 3) merencanakan pengelolaan
kelas, 4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan 5)
merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi 1)
mampu mendeskripsikan tujuan, 2) mampu memilih materi, 3) mampu mengorganisir
materi, 4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, 5) mampu menentukan
sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, 6) mampu menyusun perangkat
penilaian, 7) mampu menentukan teknik penilaian, dan 8) mampu mengalokasikan
waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan
proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran
berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan
bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber
belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan (Joni, 1984:12).
Kompetensi pedagogik/Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
program mengajar adalah mencakup kemampuan: 1) memotivasi siswa belajar sejak
saat membuka sampai menutup pelajaran, 2) mengarahkan tujuan pengajaran, 3)
menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, 4)
melakukan pemantapan belajar, 5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan
baik dan benar, 6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, 7) memperbaiki
program belajar mengajar, dan 8) melaksanakan hasil penilaian belajar (Harahap,
1982:32).
Kompetensi pedagogik/Kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi: 1)
membuka pelajaran, 2) menyajikan materi, 3) menggunakan media dan metode, 4)
menggunakan alat peraga, 5) menggunakan bahasa yang komunikatif, 6) memotivasi
siswa, 7) mengorganisasi kegiatan, 8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, 9)
menyimpulkan pelajaran, 10) memberikan umpan balik, 11) melaksanakan penilaian,
dan 12) menggunakan waktu (Depdiknas, 2004:9).
Kompetensi pedagogik/Kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi 1) mampu
memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran, 2) mampu memilih soal berdasarkan
tingkat pembeda, 3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, 4) mampu memeriksa
jawab, 5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, 6) mampu mengolah dan
menganalisis hasil penilaian, 7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil
penilaian, 8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, 9) mampu
mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, 10) mampu menyimpulkan dari hasil
penilaian secara jelas dan logis, 11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil
penilaian, 12) mengklasifikasi kemampuan siswa, 13) mampu mengidentifikasi
kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, 14) mampu melaksanakan tindak lanjut, 15)
mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan 16) mampu menganalisis hasil evaluasi
program tindak lanjut hasil penilaian. Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik
tercermin dari indikator 1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, 2)
kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan 3)
kemampuan melakukan penilaian (Depdiknas, 2004: 9).
Kompetensi pedagogik/Penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk
mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun
dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik
organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud
yang telah ditetapkan (Sutisna, 1993: 212).
Kompetensi pedagogik/Ppersyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: 1) menggunakan metode
belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, 2)
mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, 3)
berkomunikasi dengan siswa, 4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan
5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar (Yutmini, 1992:13).
Kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga
menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa (Arikunto,
1993:239).
Kompetensi Profesioanal/Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat
(3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (Mulyasa, 2008: 135).
Kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal: 1) mengerti dan dapat
menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, 2) mengerti
dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta
didik, 3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan
kepadanya, 4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, 5)
mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, 6)
mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, 7) mampu
melaksanakan evaluasi belajar dan 8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik
(Gumelar dan Dahyat, 2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education).
Kompetensi profesional meliputi: 1) pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan
penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi 1) mengikuti
informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan
ilmiah, 2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, 3) mengembangkan
berbagai model pembelajaran, 4) menulis makalah, 5) menulis/menyusun diktat
pelajaran, 6) menulis buku pelajaran, 7) menulis modul, 8) menulis karya ilmiah, 9)
melakukan penelitian ilmiah (action research), 10) menemukan teknologi tepat guna,
11) membuat alat peraga/media, 12) menciptakan karya seni, 13) mengikuti pelatihan
terakreditasi, 14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan 15) mengikuti kegiatan
pengembangan kurikulum. Pemahaman wawasan meliputi 1) memahami visi dan misi,
2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, 3) memahami konsep
pendidikan dasar dan menengah, 4) memahami fungsi sekolah, 5) mengidentifikasi
permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, 6) membangun
sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah. Penguasaan bahan
kajian akademik meliputi 1) memahami struktur pengetahuan, 2) menguasai substansi
materi, 3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang
dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin
dari indikator 1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, 2) kemampuan penelitian
dan penyusunan karya ilmiah, 3) kemampuan pengembangan profesi, dan 4)
pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan (Depdiknas, 2004:9).
Kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam
tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi
yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu
menggunakannya dalam proses belajar mengajar (Arikunto, 1993:239).
Kompetensi profesional pendidik ini meliputi, antara lain: a. Penguasaan terhadap
keilmuan bidang studi, dengan indicator menguasai substansi materi pembelajaran
yang tercantum dalam kurikulum, seperti memahami konsep, struktur, dan isi materi,
serta mampu mengembangkannya sesuia dengan kebutuhan yang diperlukan. b.
Mampu menguasai langkah-langkah kajian kritis pendalam isi untuk pengayaan bidang
studi, dengan indikator; mampu menguasai metode pengembangan ilmu sesuai bidang
studi, mampu menelaah materi secara kritis, analisis, inovatif terhadap bidang studi,
mampu mengaitkan antara materi bidang studi dengan materi bidang studi lain yang
serumpun maupun yang tidak langsung (Yasin, 2008:75-76).
Kompetensi profesional, antara lain: mengembangkan tanggungjawab, melaksanakan
peranan-peranannya, mampu bekerja dan berusaha mencapai tujuan pendidikan,
mampu melaksanakan perannya dalam proses mengajar dan belajar di kelas (Hamalik,
2004:38:52).
Kompetensi profesional/Kemampuan profesional mencakup: 1) penguasaan pelajaran
yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar
keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, 2) penguasaan dan penghayatan atas landasan
dan wawasan kependidikan dan keguruan, 3) penguasaan proses-proses kependidikan,
keguruan dan pembelajaran siswa (Johnson sebagaimana dikutip Anwar, 2004:63).
Kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan
untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang
akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus
memiliki kompetensi: 1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang
baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi
juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan
landasan dalam melaksanakan tugasnya, 2) pertimbangan sebelum memilih jabatan
guru, dan 3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan
masyarakat dan kemajuan pendidikan (Gumelar dan Dahyat, 2002:127) merujuk pada
pendapat Asian Institut for Teacher Education).
Kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik
dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan
anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin
melalui indikator: 1) interaksi guru dengan siswa, 2) interaksi guru dengan kepala
sekolah, 3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa,
dan 5) interaksi guru dengan masyarakat (Arikunto, 1993:239).
Kompetensi sosial/Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya
sebagai guru (Johnson dalam Anwar, 2004: 63).
Kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun
yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan tersebut dalam pekerjaan (Sofo, 1999:123).
Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam
mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan
dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru (Majid, 2005:6).
Kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui
pendidikan formal maupun pengalaman (Diyakini Robotham, 1996:27).
Kompetensi/Adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru
antara lain: a) Kompetensi profesional, artinya guru harus memiliki pengetahuan yang
harus memiliki pengetahuan yang luas dari subject matter (bidang studi) yang diajarkan
serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoritis mampu memilih
metode dalam proses belajar mengajar. b) Kompetensi personal, artinya sikap
kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek.
Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu
melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu
“Ing Ngarsa Sung Thuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. c)
Kompetensi Sosial, artinya guru harus menunjukkan atau mampu berinteraksi sosial,
baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan
dengan masyarakat luas. d) Kompetensi untuk melakukan pelajaran yang sebaik-
baiknya yang berarti mengutamakan nilai-nilai sosial dari nilai material (Uno, 2007:66-
67).
Kompetensi/Beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi
sebagai berikut: pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan
(skills), nilai (value), sikap (attitude) dan minat (interest), jadi KBK adalah suatu konsep
kompetensi yang sebagai konsep kurikulum dengan menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan tugas-tugas dengan standar perfomansi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam
bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab (Gordon
dalam Mulyasa, 2006:39).
Komunikasi/Yang dimaksud dengan komunikasi yang harmonis dan efektif, dapat
memberikan manfaat sebagai berikut ; 1) Memudahkan mendapat informasi yang
diperlukan guna mewujudkan kerja sama yang menjadi beban organisasi. 2)
Mempermudah pelaksanaan konsepsi dan tugas-tugas yang memrlukan tanggung
jawab. 3) Mempermudah memberikan dorongan agar setiap personal berpikir dan
bekerja dengan penuh inisiatif, kreatif dan disertai dedika. 4) Memberikan kepuasan
kepada personal karena dapat memenuhi dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya
sesuai dengan posisinya masingmasing (Nawawi, 1993:47).
Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan
penting berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Pendidikan dapat
memanfaatkan konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai
rangkaian upaya pemberian bantuan (Dahlan, 1988: 22).
Konseling tidak dapat lepas dan melepaskan diri dari keseluruhan rangkaian
pendidikan.. Konseling sebagai upaya pendidikan memberikan perhatian pada proses,
yaitu cenderung memperhatikan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian bantuan
pada anak mencapai suatu tingkat kehidupan yang berdasarkan pertimbangan
normative, antropologis (memperhatian anak selaku manusia) dan sosio kultural.
Dengan demikian, konseling tidak mungkin melepaskan diri dari keseluruhan rangkaian
pendidikan. Dengan perkataan lain, pendidikan dapat memanfaatkan konseling sebagai
mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya (Dahlan, 1988:22).
Konseling/Hal-hal yang berhubungan dengan konseling: 1) Konseling dilakukan dalam
suasana hubungan tatap muka antara dua orang. 2) Konseling dilakukan oleh orang
yang ahli (memiliki kemampuan khusus dibidang konseling). 3) Konseling merupakan
wahana proses belajar bagi klien, yaitu belajar memahami diri sendiri, membuat rencana
untuk masa depan, dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. 4) Pemahaman diri
dan pembuatan rencana untuk masa depan itu dilakukan dengan menggunakan
kekuatan-kekuatan klien sendiri. 5) Hasil-hasil konseling harus dapat mewujudkan
kesejahteraan, baik bagi diri pribadi maupun masyarakat (Tolbert dalam Prayitno & Amti,
2004:103).
Konseling/Kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pada
umumnya dilaksanakan secara individual. 2) Pada umumnya dilakukan dalam suatu
perjumpaan tatap muka. 3) Untuk melksanakan konseling dibutuhkan orang yang ahli.
4) Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi klien. 5) Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu
memechkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri (Soetjipto dan Kosasi,
2009:63).
Konselor sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli memiliki tugas sebagai berikut:
1) Memasyarakatkan pelayanan bimbingan. 2) Merencanakan program bimbingan. 3)
Melaksanakan segenap layanan bimbingan. 4) Melaksanakan kegiatan pendukung
bimbingan. 5) Menilai proses dan hasilpelayanan bimbingan dan kegiatan
pendukungnya. 6) Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian. 7)
Mengadministrasikan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan yang
dilaksanakannya. 8) Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan
bimbingan kepada koordinator bimbingan (Sukardi, 2000:56).
Konselor/Karakteristik konselor yang diperlukan dalam pemahaman itu menurut
Brammer, mengarah pada efektifitas yang berwujud emphaty, hangat dan penuh
perhatian (warmth and caring), terbuka (openess), penghargaan secara positif (positive
regard), dan kekonkritan dan kekhususan (concreteness and specifity) (dalam Awalya,
1995:27).
Konselor/Kehadiran konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist dan
Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa konselor sangat
membantu guru dalam hal: 1) Mengembangkan dan memperluas pandangan guru
tentang masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
2) Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi
proses belajar-mengajar. 3) Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses
belajar siswa lebih efektif. 4) Mengatasi masalah-masalahyang ditemui guru dalam
melaksanakan tugasnya (Soetjipto dan Kosasi, 2009:65).
Konselor/Kualitas kepribadian konselor yaitu 1) mengenal diri sendiri (knowing oneself),
2) memahami orang lain (understanding others), 3) kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain (relating to others)’ (Belkin dalam Winkel, 2005:184)
Konselor/Kualitas pribadi konselor yaitu: 1) memahami dan melaksanakan etika
profesional, 2) mempunyai rasa kesadaran diri mengenai kompetensi, nilai, dan sikap,
3) memiliki karakteristik diri yaitu respek terhadap orang lain, kematangan pribadi,
memiliki kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil, 4)
kemampuan dan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan kemampuan
berkomunikasi (Menne dalam Willis, 2004:80).
Konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia
mengetahui semua unsur dalam konsep itu, meliputi:1) nama, 2) contoh-contoh baik
yang positif maupun yang negatif, 3) karekteristik, baik yang pokok maupun tidak, 4)
rentangan Karekteristik, dan 5) kaidah (Brunner dalam Budiningsih, 2005:43).
Konsep merupakan dasar bagi proses-proses untuk memecahkan suatu masalah.
Konsep dalam matematika biasanya dijelaskan melalui definisi atau contoh-contoh
(Abidin, 2004:60).
Konsep/Suatu konsep memiliki 5 unsur seseorang dikatakan memahami suatu konsep
apabila ia menegtahui semua unsur darikonsep itu, meliputi: 1) Nama, 2) Contoh-
contoh baik yang positif maupun yang negative, 3) Karakteristik, baik yang pokok
ataupun tidak, 4) rentangan karakteristik, dan 5) Kaidah (Bruner dalam Budiningsih,
2005:43).
Kosakata/Semua tingkat kecakapan untuk memenuhi peningkatan kosakata dapat
dilakukan dengan media permainan (games) (Betteridge, 1994:113).
Kosakata/Suatu program yang sistematis bagi perkembangan kosakata akan
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, kemampuan, bawaan, dan status
sosial serta fator-faktor geografis. Seperti halnya dalam proses membaca yang
membimbing siswa dari yang telah diketahui menuju ke arah yang belum atau tidak
diketahui. Oleh karena itu, telaah kosakata yang efektif haruslah beranjak dengan arah
yang sama atau tidak diketahui (Tarigan 1986:2-3).
Kosakata/Untuk dapat mencapai hasil pembelajaran kosakata yang optimal, guru perlu
membekali siswanya dengan kata-kata yang berkaitan dengan bidang tertentu. Dalam
setiap bidang ilmu dipergunakan kata-kata khusus. Upaya pemerkayaan koasakata
perlu dilakukan secara terus-menerus dan dapat diperoleh melalui bidang-bidang
tertentu (Depdikbud 2003: 35).
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan intelektual atau berfikir manusia. Meski
tidak menjamin seseorang untuk bertindak kreatif, namun dengan dasar-dasar suatu
pengetahuan, maka seseorang dapat melengkapi atau mengembangkan sistem
pengetahuan yang ada, membuat analogi-analogi untuk merencanakan pemecahan
suatu masalah atau mentransformasikan ke dalam situasi yang baru (Suharnan, 2005:
392-393).
Kreativitas/Aspek perkembangan kreativitas meliputi: 1. dimensi pribadi (person),
tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
lingkungannya. 2. definisi proses (prosess), meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah
mulai dari menemukan maalah sampai dengan menyampaikan hasil. 3. definisi
pendorong (press), baik dorongan dari internal maupun eksternal dari lingkungan sosial
dan psikologis. 4. definisi produk, fokus produk kreatif menekankan unsur orisinalitas,
kebaruan, kebermaknaan (Munandar, 2002: 26-28).
Kreativitas/Berbagai persyaratan dalam rangka pengembangan kreativitas: 1.
profesionalisme sebagai prasyarat kreativitas mengandung arti seseorang harus
menguasai secara tuntas bidang keahliannya, disertai komitmen dan dorongan untuk
mencapai prestasi yang setingginya 2. toleransi terhadap perbedaan pendapat, dengan
peningkatan kemampuan dalam penguasaan iptek hanya mungkin terjadi melalui
sintesis dan perpaduan antara perspektif dan argumentasi yang berbeda-beda. Tradisi
(budaya) yang dibangun di lingkungan pendidikan adalah bahwa suatu gagasan dan
pendapat hendaknya benar-benar didasari pemikiran yang jernih dan dudukung
buktibukti yang dapat diuji kebenarannya 3. keterbukaan, kesediaan dan kesiapan untuk
menerima informasi, gagasan dan nilai baru yang konstruktif. Dengan keterbukaan kita
akan terhindar dari perangkap wawasan sempit yang dapat menghambat perkembangan
kreativitas. Keterbukaan menuntut adanya aturan dan etika yang jelas sebagai pedoman
berpikir dan bertindak. Keterbukaan mensyaratkan adanya kekenyalan budaya yang
berpijak pada jati diri bangsa. Budaya yang kenyal adalah budaya yang terbuka bagi
masuknya unsur budaya yang positif dan konstruktif serta cukup kuat dalam mencegah
masuknya unsur budaya yang destruktif. Agar tidak menjurus budaya destruktif,
kreativitas harus senantiasa dibingkai nilai etika desertai keimanan dan ketaqwaan
sehingga memberi bobot yang seimbang dalam poses pembangunan nasional
(Wardiman Djojonegoro dalam Supriadi,1997: vii).
Kreativitas/Kebudayaan yang menunjang pengembangan kreativitas yaitu: tersedianya
sarana prasarana kebudayaan; keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan;
penekanan pada becoming tidak semata-mata being; kesempatan bebas terhadap
media kebudayaan; kebebasan dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai
tantangan; menghargai dan dapat memadukan rangsangan dari kebudayaan lain;
toleransi dan minat terhadap pandangan yang berbeda (divergen); interaksi antarpribadi
yang berarti dalam pengembangan bakat; dan adanya insentif, penghargaan dan
penguatan (Arieti dalam Munandar, 2002: 197).
Kreativitas/Kemampuan berfikir kreatif sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas
sekolah, tetapi pada kenyataannya belum semua sekolah yang menyadari pentingnya
kreatifitas. Kreatifitas adalah kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-
hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya (Munandar,1999: 33).
Kreativitas/Kreativitas merupakan kemampuan dalam menciptakan kombinasi baru
dalam hal-hal yang telah ada sehingga menghasilkan sesuatu yang baru (Munandar,
1992: 72).
Kreativitas/Langkah-langkah menuju budaya kreatif: 1. mendefinisikan kembali
problem yang dihadapi. Secara esensi cara ini bisa dimaknai sebagai pelepasan
seseorang dari belenggu pikirannya. Proses ini adalah bagian dari sintetis berpikir
kreatif. 2. bertanya dan menganalisis asumsi. Orang kreatif mempertanyakan asumsi
dan cepat menggerakkan orang lain melakukan hal yang sama. Mempertanyakan asumsi
adalah bagian dari kreativitas berpikir analisis. 3. menjual ide. Murid-murid dilatih
bagaimana mempengaruhi orang lain melalui gagasan-gagasan mereka. Menjual
gagasan adalah bagian dari aspek praktikal berpikir kreatif. 4. mendorong menghasilkan
ide. Orang kreatif mampu mendemonstrasikan gaya berpikir seorang legislatif. Seorang
legislatif suka menghasilkan ide. Siswa butuh banyak pengetahuan agar ide yang muncul
lebih baik. Guru dan murid harus bersamasama mengidentifikasi dan mengenali aspek
kreatif dari ide yang dihadirkan. 5. mengenali dua arah perolehan pengetahuan. Murid-
murid dikenalkan pada proses belajar dua arah, berpusat pada guru dan belajar dari diri
mereka sendiri. 6. mendorong siswa mengidentifikasi rintangan dan mengatasinya.
Siswa perlu tahu bahwa proses kreativitas berlangsung lama, agar nilai atau ide kreatif
bisa dikenal dan dihargai. 7. mendorong berpikir sehat dan berani mengambil resiko.
Apakah kesulitan, rintangan dan resiko harus dihindari? Tidak. Pertanyaan dan jawaban
ini harus ditanamkan secara kuat pada jiwa murid, agar sadar tentang semua resiko
yang akan dihadapi dari setiap pengambilan keputusan. Inilah bentuk berpikir sehat,
dan, itulah harga kerja kreatif. 8. mendorong toleransi ambigu. Menyadari adanya kodrat
hitam dan putih. Demikian pula, pemikiran dan perbuatan mempunyai dua dimensi,
baik-buruk. 9. membantu siswa membangun keyakinan meraih sukses (selfefficacy).
Semua siswa pada dasarnya mempunyai kemampuan berkreasi atas pengalaman-
pengalamannya. Berada di kelompok yang menyenangkan, misalnya, mendorong siswa
mampu memunculkan sesuatu yang baru. Oleh sebab itu, cara pertama adalah memberi
suasana kondusif pada siswa untuk bisa kreatif. 10. membantu siswa menemukan cinta
pada perbuatannya. Siswa disadarkan pentingnya mencintai apa yang sedang
dikerjakan. Hal ini mendorong siswa menampilkan kerja yang bagus, fokus dan penuh
dedikasi. 11. mengajarkan siswa pentingnya menunda kepuasaan. Siswa harus ditanam
kesadaran pentingnya kita mengerjakan suatu proyek dalam jangka waktu lama, tanpa
berharap cepat-cepat mendapatkan hasil. 12. memelihara lingkungan agar tetap kreatif.
Suasana kelas hendaknya dikondisikan untuk tetap terjaga kreativitasnya. Dengan
demikian siswa akan terdorong untuk selalu kreatif (Naqiyah, 2005).
Kreativitas/Pada akhirnya kreativitas dan inisiatif akan tumbuh subur bila didasari
komitmen yang kuat. Maka komitmen para anggota profesi keguruan, khusunya guru
pendidikan jasmani amat vital bagi terpenuhinya ke semua unsur profesi ideal. Jadi
tindak kepemimpinan kepala sekolah yang berorientasi pada faktor substansial dalam
profesionalisasi guru pendidikan jasmani sebaiknya bergerak dalam penguatan
komitmen guru yang mampu menggerakkan daya kreativitas dan inisiatif untuk
senantiasa berusaha menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan
khususnya yang langsung berkaitan dengan tugas profesionalnya (Permadi, 1999: 111).
Kreativitas/Pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan kreatifitas peserta didik.
Guru sebagai ujung tombak dalam proses belajar mengajar hendaknya memahami hal
ini, oleh karena itu harus mempunyai karakteristik dalam mengembangkan kreativitas
yaitu kompetensi dan minat belajar, kemahiran dalam mengajar, adil dan tidak
memihak, sikap kooperatif demokratis, fleksibilitas, rasa humor, menggunakan
penghargaan dan pujian, minat luas, memberi perhatian terhadap masalah anak, dan
penampilan dan sikap yang menarik (Munandar, 2002: 145).
Kreativitas/Pengembangan budaya kreatif tidak terlepas dari budaya yang berlaku di
sekolah bersangkutan. Kreatifitas merupakan kemampuan dalam menciptakan
kombinasi baru dalam hal-hal yang telah ada sehingga menghasilkan sesuatu yang baru
(Munandar, 1992: 72).
KTSP memiliki 4 karakteristik yaitu: 1) Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan
satuan pendidikan, 2) Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, 3)
Kepemimpinan yang demokratis dan professional. 4) Tim kerja yang kompak dan
transparan (Mulyasa, 2006: 29).
KTSP/Dalam pelaksanaan KTSP, perlu pula memperhatikan tujuh prinsip dalam
pelaksanaannya antara lain: 1). Pelaksanaan kurikulum didasari pada potensi,
perkembangan, dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna
bagi dirinya. 2). Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan lima pilar belajar. 3).
Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat layanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral. 4). Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta
didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, terbuka, serta dengan
prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tuladha. 5).
Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, serta memafaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. 6). Kurikulum dilaksanakan dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. 7).
Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi seluruh mata pelajaran,
muatan lokal, dan pengembangan diri diselengggarakan dalam keseimbangan,
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas, dan jenis serta
jenjang pendidikan (Mulyasa, 2006: 247-249).
KTSP/Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan
pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian . Berdasarkan
uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut:
pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat
dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan professional, serta team
kerja yang kompak dan transparan (Mulyasa, 2007:29).
KTSP/Keberhasilan implementasi KTSP sangat ditentukan oleh faktor guru, karena
bagaimanapun baiknya sarana pendidikan apabila guru tidak melaksanakannya tugas
dengan baik, maka hasil implementasi kurikulum (pembelajaran) tidak akan memuaskan
(Mars dalam Mulyasa, 2006: 247).
KTSP/KTSP di kembangkan berdasarkan prinsip prinsip berikut: 1) Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. 2)
Beragam dan terpadu. 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan. 5) Menyeluruh dan
berkesinambungan. 6) Belajar sepankang hayat. 7) Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah (Muslich, 2007:11).
KTSP/Masnur Muslich juga menyebutkan tentang acuan KTSP: “KTSP disusun dengan
memperhatikan acuan operasional sebagai berikut: 1) peningkatan iman dan takwa serta
akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. 2) Peningkatan Potensi, Kecerdasan, dan minat
sesuai dengan tinkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun
agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan,
intelektual, emosional, spiritual dan kinestetik peeseta didik secara optimal sesuai
tingkat perkembangannya. 3) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan
lingkungan. Daerah memiliki keragaman potensi potensi, kebutuhan, tantangan dan
keragaman karakteristik lingkungan. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat
keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan daerah. 4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
Pembangunan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan
daerah dan nasional. 5) Tuntutan dunia kerja. Kuirkulum harus memuat kecakapan
hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuaidengan tingkat
perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerj, khususnya bagi mereka yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. 6) Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni. 7) Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan
kerukunan umat beragama, serta memperhatikan norma agama yang berlaku
dilingkungan sekolah. 8) Dinamika perkembangan global. Kurikulum harus
dikembangkan agar persta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup
berdampingan dengan bangsa lain. 9) Persatuan nasional dan nilai – nilai kebangsaan.
Kurikulum harus mendorong wawasan dan siakp kebangsaan dan persatuan nasional
untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10)
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang
kelestarian keragaman budaya. 11) Kesetaraan gender. Kurikulum harus di arahkan
kepada pendidikan berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan
gender. 12) Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai visi,
misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan satuan pendidikan (Muslich, 2007:11).
KTSP/Tujuan KTSP secara khusus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia. 2)
Meningkatakan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. 3) Meningkatkan kompetisi yang
sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa,
2007:22).
KTSP/Tujuan KTSP secara khusus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia. 2)
Meningkatakan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. 3) Meningkatkan kompetisi yang
sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa,
2007:22).
KTSP/Tujuan KTSP secara khusus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia. 2)
Meningkatakan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. 3) Meningkatkan kompetisi yang
sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa,
2007:22).
KTSP/Tujuan umum diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidkan melalui pemberian wewenang (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Mulyasa, 2007:22).
KTSP/Tujuan umum diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidkan melalui pemberian wewenang (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Mulyasa, 2007:22).
KTSP/Tujuan umum diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidkan melalui pemberian wewenang (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Mulyasa, 2007:22).
Kualitas dalam konteks ‘hasil’ pendidikan mengacu pada hasil atau presentasi yang
dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir
tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Presentasi yang dicapai atau hasil
pendidikan dapat berupa hasil test kemampuan akademis, dapat pula presentasi
dibadang lain seperti disuatu cabang olah raga atau seni tambahan tertentu. Bahkan
presentasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang seperti suasana
disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya (Umaedi, 1994: 4).
Kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilar merupakan kemampuan
lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Didalam konteks pendidikan,
pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil
pendidikan (Suryadi & Tilaar, 159).
Kuesioner disebut mempunyai reliabilitas atau dapat dipercaya jika kuesioner itu stabil
dan dapat diandalkan sehingga penggunaan kuesioner berkali-kali tetap akan
memberikan hasil yang serupa (Nazir, 1998: 125).
Kultur sekolah diyakini oleh kepala sekolah, guru-guru, dan staf administrasi maupun
siswa sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang
muncul di sekolah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa studi menyimpulkan kultur
sekolah yang “sehat” memiliki korelasi tinggi terhadap: (1) prestasi dan motivasi siswa
untuk berprestasi, (2) sikap dan motivasi kerja guru, dan (3) produktivitas dan kepuasan
kerja guru (Zamroni, 2003: 149).
Kurikulum adalah seluruh usaha atau kegiatan sekolah untuk merangsang anak supaya
belajar, baik di dalam maupun di luar kelas. Anak tidak terbatas belajar dari apa yang
diberikan disekolah saja. Seluruh pengembangan aspek seseorang dijangkau dalam
kurikulum inni, baik aspek fisik, intelektual, sosial maupun emosional (Patmonodewo,
2000: 56).
Kurikulum adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran,
yang merupakan suatu rencana pendidikan dan memberikan pedoman serta pegangan
tentang jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan (Sukmadinata, 2006:3-7).
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar dan mengajar di dunia
pendidikan (Idi, 2007:1).
Kurikulum/Beberapa fungsi kurikulum antara lain: 1). Fungsi penyesuaian – Individu
hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya secara menyeluruh. Oleh karena itu lingkungan akan senantiasa berubah
dan bersifat dinamis, sehingga setiap individu harus memiliki kemampuan untuk
bersifat dinamis pula. Disamping itu lingkungan juga harus disesuaikan dengan kondisi
perorangan. Disinilah terletak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan. 2). Fungsi
integrasi – Kurikulum berfungsi untuk mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh
karena itu, individu-individu itu merupakan bagian integral dari masyarakat sehingga
akan dapat memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian
masyarakat. 3). Fungsi deferensiasi – Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap
perbedaanperbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan
mendorong orang untuk berpikir kritis dan kreatif sehingga akan dapat mendorong
kemajuan sosial dalam masyarakat. 4). Fungsi persiapan – Kurikulum berfungsi untuk
mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu
jangkauan yang lebih jauh. 5). Fungsi pemilihan – Kurikulum berfungsi memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik
minatnya. Untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut, maka kurikulum
perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel. 6). Fungsi diagnostic – Kurikulum
berfungsi untuk mengarahkan dan membantu para siswa agar mereka mampu
memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya (Hamalik, 2006:10).
Kurikulum/Empat azaz kurikulum sebagai berikut: 1) Azas fisiologis. Suatu Negara pasti
mempunyai tujuan pendidikan sendiri, hal ini ditentukan oleh perbedaan filsafat dari
masing-masing Negara tersebut.filsafat yang di anut dicerminkan pada kurikulum yang
dijalankan suatu Negara tersebut . kurikulum senantiasa berhubungan erat dengan
filsafat pendidikan, karena filsafat merupakan induk dari semua pengetahuan. luasnya
fisafat dapat dirumuskan menjadi 6 kajian, a) Metafisika, yakni studi yang hakikat
kenyataan atau realitas, b) Epistemologi, yakni studi tentang hakikat pengetahuan, c)
Aksiologi, yakni studi tentang nilai, d) Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan, e)
Estetika, yakni studi tentang hakikat keindahan, f) Logika, yakni studi tentang hakikat
penalaran. Filsafat menetukan tujuan yang ingin dicapai dengan alat yang disebut
kurikulum. 2) Azas sosiologis. Dalam azas ini tentu saja hubungannya dengan
masyarakat, dalam dunia pendidikan tidak hanya terpaku pada lingkungan sekolah, tapi
juga dengan lingkungan masyarakat disekitar, atau di daerah tersebut.kurikulum dibuat
juga dengan melihat kondisi dari masyarakat di deaerah tersebut, hal ini agar siswa
dapat siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat sekitar, dan tidak
hanya terpaku pada dunia pendidikan saja. . disini harus dijaga keseimbangan antara
kepentingan anak sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. 3) Azas psikologis.
a) ilmu jiwa anak. Sekolah didirikan untuk anak, untuk itu kepentingan anak, yakni
memberi situasi belajar kepada anak –anak dimana mereka dapat mengembangkan
bakatnya. sebab itu sudah seharusnya anak itu sendiri merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Pendidikan seorang anak tentu saja
berbeda dengan pendidikan yang diterima oleh orang dewasa, hal ini dikarenakan oleh
kondisi dari kejiwaan dari seorang anak, jenis dan model pendidikan disesuaikan dari
umur anak tersebut, perbedaan jenjang umur tersebut mempengaruhi pola pikirnya,
suatu anak akan mengalami peningkatan pola pikir secara bertahap, maka dari itu anak
juga akan melewati kelas-kelas untuk mencapai suatu kedewasaan berpikir. dengan
alasan tersebut maka kurikulum juga disusun melihat dari ilmu jiwa seorang anak. b)
ilmu jiwa belajar. Pendidikan disekolah diberikan dengan harapan agar tujuan
pendidikan dapat tercapai . tujuan itu akan tercapai jika pembelajaran yang dilakukan
dapat berhasil, keberhasilan dari belajar bukan hanya pengaruh dari guru, akan tetapi
bagaima model pembelajarannya juga mempengaruhi . pada saat ini dikenal suatu
Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan . Model pembelajaran
tersebut menentukan bahan pelajaran yang harus disajikan. Jadi terdapat hubungan
yang erat antara kurikulum dan ilmu jiwa belajar. 4) Azas Organisatoris. Azas ini
mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum. Azas ini
berhubungan erat dengan pendapat tersebut di atas. Pembentukan organisasi ini
dilakukan untuk menentukan materi pengajaran yang harus disampaikan kepada siswa
sesuai dengan jenjang pendidikannya. “Sebagai konklusi dari uraian azas organisatoris
tersebut, ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan yakni: a) tujuan bahan pelajaran, b)
sasaran bahan pelajaran, c) pengorganisasian bahan (Soedarminto (1986) dalam Idi,
2006:94).
Kurikulum/Fungsi (kurikulum) tersebut lebih kurang meliputi: 1) Fungsi kurikulum
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan suatu alat atau usaha
untuk mencapai tujuan – tujuan pendidikan yang di inginkan sekolah yang di anggap
cukup tepat dan penting untuk dicapai . Dengan kata lain bila tujuan yang diinginkan
tidak tercapai maka orang cenderung untuk meninjau kembali alat yang digunakan
tersebut. 2) Fungsi kurikulum bagi anak. Kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun
yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi bagi pendidikan mereka.
Dengan begitu diharapkan akan mendapat sejumlah pengalaman baru yang kelak
kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembanagan anak. 3) Fungsi
kurikulum bagi Guru atau pendidik. Fungsi kurikulum bagi guru mencakup beberapa
hal, yaitu sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman
belajar bagi anak didik, pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan
anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan, dan pedoman
dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran. 4) Fungsi kurikulum bagi kepala
sekolah dan pembina sekolah, yang pertama sabagai pedoman dalam rangka
mengadakan fungsi supervise yaitu memperbaiki situasi belajar, sebagai pedoman
dalam melaksanakan fungsi supervise dalam menciptakan situasi untuk menunjang
situasi belajar anak kearah yang lebih baik, sebagai pedoman dalam melaksanakan
fungsi superevisi dalam memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki situasi
mengajar, sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut, yang
terakhir sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar. 5).
Fungsi kurikulum bagi orang tua murid, artinya orangtua dapat turut serta membantu
usaha sekolah dalam memejukan putra putrinya. Bantuan orangtua ini dapat melalui
konsultasi langsung dengan sekolah, guru, dana dan sebagainya. 6) Fungsi kurikulum
bagi sekolah pada tingkatan diatasnya. Fungsi kurikulum bagi sekolah atasnya berkaitan
dengan dua jenis fungsi yaitu keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga
guru. 7). Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah. Dalam hal ini
terdapat dua hal yang dapat dilakukan yaitu pemakai lulusan ikut memberikan bantuan
guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama
dengan pihak orangtua/ masyarakat. Berikutnya adalah ikut memberikan kritik atau
saran yang membangun dalam rangka menyempurnakan progam pendidikan di sekolah
agar bias lebih serasi dengan kebutuhan masyakat dan lapangan kerja (Idi, 2007:205).
Kurikulum/Fungsi kurikulum ditinjau dari 3 segi, yakni: 1). Fungsi bagi sekolah yang
bersangkutan: a). Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang diinginkan. b). Kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan disekolah. 2). Fungsi bagi sekolah diatasnya: Dalam hal
ini, kurikulum dapat untuk mengontrol atau memelihara keseimbangan proses
pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka
kurikulum pada tingkat diatasnya dapat melakukan penyesuaian. 3). Fungsi bagi
masyarakat – Kurikulum haruslah mengetahui dan mencerminkan hal-hal yang menjadi
kebutuhan masyarakat atau para pemakai tamatan sekolah (Nurgiantoro, 1988:6).
Kurikulum/Fungsi kurikulum ditinjau dari 3 segi, yakni: 1). Fungsi bagi sekolah yang
bersangkutan: a). Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang diinginkan. b). Kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan disekolah. 2). Fungsi bagi sekolah diatasnya: Dalam hal
ini, kurikulum dapat untuk mengontrol atau memelihara keseimbangan proses
pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka
kurikulum pada tingkat diatasnya dapat melakukan penyesuaian. 3). Fungsi bagi
masyarakat – Kurikulum haruslah mengetahui dan mencerminkan hal-hal yang menjadi
kebutuhan masyarakat atau para pemakai tamatan sekolah (Nurgiantoro, 1988:6).
Kurikulum/Fungsi tersebut lebih kurang meliputi: 1) Fungsi kurikulum dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan suatu alat atau usaha untuk
mencapai tujuan – tujuan pendidikan yang di inginkan sekolah yang di anggap cukup
tepat dan penting untuk dicapai . Dengan kata lain bila tujuan yang diinginkan tidak
tercapai maka orang cenderung untuk meninjau kembali alat yang digunakan tersebut.
2) Fungsi kurikulum bagi anak. Kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang
disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi bagi pendidikan mereka. Dengan
begitu diharapkan akan mendapat sejumlah pengalaman baru yang kelak kemudian hari
dapat dikembangkan seirama dengan perkembanagan anak. 3) Fungsi kurikulum bagi
Guru atau pendidik. Fungsi kurikulum bagi guru mencakup beberapa hal, yaitu sebagai
pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar bagi anak
didik, pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam
rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan, dan pedoman dalam mengatur
kegiatan pendidikan dan pengajaran. 4) Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan
pembina sekolah, yang pertama sabagai pedoman dalam rangka mengadakan fungsi
supervise yaitu memperbaiki situasi belajar, sebagai pedoman dalam melaksanakan
fungsi supervise dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak
kearah yang lebih baik, sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi superevisi dalam
memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki situasi mengajar, sebagai
pedoman untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut, yang terakhir sebagai
pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar. 5). Fungsi kurikulum
bagi orang tua murid, artinya orangtua dapat turut serta membantu usaha sekolah
dalam memejukan putra putrinya. Bantuan orangtua ini dapat melalui konsultasi
langsung dengan sekolah, guru, dana dan sebagainya. 6) Fungsi kurikulum bagi sekolah
pada tingkatan diatasnya. Fungsi kurikulum bagi sekolah atasnya berkaitan dengan dua
jenis fungsi yaitu keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru. 7).
Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah. Dalam hal ini terdapat
dua hal yang dapat dilakukan yaitu pemakai lulusan ikut memberikan bantuan guna
memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan
pihak orangtua/ masyarakat. Berikutnya adalah ikut memberikan kritik atau saran yang
membangun dalam rangka menyempurnakan progam pendidikan di sekolah agar bias
lebih serasi dengan kebutuhan masyakat dan lapangan kerja (Idi, 2007:205).
Kurikulum/Fungsi/Abdullah Idi (Idi, 2007: 205) Fungsi tersebut lebih kurang meliputi:
1) Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan
suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuan – tujuan pendidikan yang di inginkan
sekolah yang di anggap cukup tepat dan penting untuk dicapai . Dengan kata lain bila
tujuan yang diinginkan tidak tercapai maka orang cenderung untuk meninjau kembali
alat yang digunakan tersebut. 2) Fungsi kurikulum bagi anak. Kurikulum sebagai
organisasi belajar tersusun yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi
bagi pendidikan mereka. Dengan begitu diharapkan akan mendapat sejumlah
pengalaman baru yang kelak kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan
perkembanagan anak. 3) Fungsi kurikulum bagi Guru atau pendidik. Fungsi kurikulum
bagi guru mencakup beberapa hal, yaitu sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan
mengorganisir pengalaman belajar bagi anak didik, pedoman untuk mengadakan
evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah
pengalaman yang diberikan, dan pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan
pengajaran. 4) Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan pembina sekolah, yang
pertama sabagai pedoman dalam rangka mengadakan fungsi supervise yaitu
memperbaiki situasi belajar, sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervise
dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak kearah yang lebih baik,
sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi superevisi dalam memberikan bantuan
kepada guru untuk memperbaiki situasi mengajar, sebagai pedoman untuk
mengembangkan kurikulum lebih lanjut, yang terakhir sebagai pedoman untuk
mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar. 5). Fungsi kurikulum bagi orang tua
murid, artinya orangtua dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam memejukan
putra putrinya. Bantuan orangtua ini dapat melalui konsultasi langsung dengan sekolah,
guru, dana dan sebagainya. 6) Fungsi kurikulum bagi sekolah pada tingkatan diatasnya.
Fungsi kurikulum bagi sekolah atasnya berkaitan dengan dua jenis fungsi yaitu
keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru. 7). Fungsi kurikulum bagi
masyarakat dan pemakai lulusan sekolah. Dalam hal ini terdapat dua hal yang dapat
dilakukan yaitu pemakai lulusan ikut memberikan bantuan guna memperlancar
pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak
orangtua/ masyarakat. Berikutnya adalah ikut memberikan kritik atau saran yang
membangun dalam rangka menyempurnakan progam pendidikan di sekolah agar bias
lebih serasi dengan kebutuhan masyakat dan lapangan kerja (Abdullah Idi (Idi,
2007:205).
Kurikulum/Hal ini ditegaskan oleh E Mulyasa (Mulyasa, 2007) yang menyatakan bahwa
karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan
pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian . Berdasarkan
uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut:
pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat
dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan professional, serta team
kerja yang kompak dan transparan (Mulyasa, 2007:29).
Kurikulum/Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan
satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan
sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian .
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai
berikut: pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi
masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan
professional, serta team kerja yang kompak dan transparan (Mulyasa, 2007:29).
Kurikulum/KTSP di kembangkan berdasarkan prinsip prinsip berikut: 1) Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. 2)
Beragam dan terpadu. 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan. 5) Menyeluruh dan
berkesinambungan. 6) Belajar sepankang hayat. 7) Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah (Muslich, 2007:11).
Kurikulum/KTSP di kembangkan berdasarkan prinsip prinsip berikut: 1) Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. 2)
Beragam dan terpadu. 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan. 5) Menyeluruh dan
berkesinambungan. 6) Belajar sepankang hayat. 7) Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah (Muslich, 2007:11).
Kurikulum/Masnur Muslich juga menyebutkan tentang acuan KTSP: “KTSP disusun
dengan memperhatikan acuan operasional sebagai berikut: 1) peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar
pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. 2) Peningkatan Potensi,
Kecerdasan, dan minat sesuai dengan tinkat perkembangan dan kemampuan peserta
didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi,
minat, kecerdasan, intelektual, emosional, spiritual dan kinestetik peeseta didik secara
optimal sesuai tingkat perkembangannya. 3) Keragaman potensi dan karakteristik
daerah dan lingkungan. Daerah memiliki keragaman potensi potensi, kebutuhan,
tantangan dan keragaman karakteristik lingkungan. Oleh karena itu, kurikulum harus
memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan daerah. 4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
Pembangunan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan
daerah dan nasional. 5) Tuntutan dunia kerja. Kuirkulum harus memuat kecakapan
hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuaidengan tingkat
perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerj, khususnya bagi mereka yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. 6) Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni. 7) Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan
kerukunan umat beragama, serta memperhatikan norma agama yang berlaku
dilingkungan sekolah. 8) Dinamika perkembangan global. Kurikulum harus
dikembangkan agar persta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup
berdampingan dengan bangsa lain. 9) Persatuan nasional dan nilai – nilai kebangsaan.
Kurikulum harus mendorong wawasan dan siakp kebangsaan dan persatuan nasional
untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10)
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang
kelestarian keragaman budaya. 11) Kesetaraan gender. Kurikulum harus di arahkan
kepada pendidikan berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan
gender. 12) Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai visi,
misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan satuan pendidikan (Muslich, 2007:11).
Kurikulum/Masnur Muslich juga menyebutkan tentang acuan KTSP: “KTSP disusun
dengan memperhatikan acuan operasional sebagai berikut: 1) peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar
pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. 2) Peningkatan Potensi,
Kecerdasan, dan minat sesuai dengan tinkat perkembangan dan kemampuan peserta
didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi,
minat, kecerdasan, intelektual, emosional, spiritual dan kinestetik peeseta didik secara
optimal sesuai tingkat perkembangannya. 3) Keragaman potensi dan karakteristik
daerah dan lingkungan. Daerah memiliki keragaman potensi potensi, kebutuhan,
tantangan dan keragaman karakteristik lingkungan. Oleh karena itu, kurikulum harus
memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan daerah. 4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
Pembangunan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan
daerah dan nasional. 5) Tuntutan dunia kerja. Kuirkulum harus memuat kecakapan
hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuaidengan tingkat
perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerj, khususnya bagi mereka yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. 6) Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni. 7) Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan
kerukunan umat beragama, serta memperhatikan norma agama yang berlaku
dilingkungan sekolah. 8) Dinamika perkembangan global. Kurikulum harus
dikembangkan agar persta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup
berdampingan dengan bangsa lain. 9) Persatuan nasional dan nilai – nilai kebangsaan.
Kurikulum harus mendorong wawasan dan siakp kebangsaan dan persatuan nasional
untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10)
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang
kelestarian keragaman budaya. 11) Kesetaraan gender. Kurikulum harus di arahkan
kepada pendidikan berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan
gender. 12) Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai visi,
misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan satuan pendidikan (Muslich, 2007:11).
Kurikulum/Prinsip-prinsip pelaksanaan kurikulum antara lain: 1). Pelaksanaan
kurikulum didasari pada potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. 2). Kurikulum dilaksanakan dengan
menegakkan lima pilar belajar. 3). Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik
mendapat layanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai
dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-
Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. 4). Kurikulum dilaksanakan dalam
suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai,
terbuka, serta dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa
sung tuladha. 5). Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, serta
memafaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. 6). Kurikulum dilaksanakan
dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. 7).
Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi seluruh mata pelajaran,
muatan lokal, dan pengembangan diri diselengggarakan dalam keseimbangan,
keterkaitan, dankesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas, dan jenis serta
jenjang pendidikan (Mulyasa, 2006: 247-249).
Kurikulum/Yang sebelumnya kurikulum yang menjadikan kompeten dalam artian
memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu,
kurikulum itu disebut kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus
dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber
daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. KBK merupakan pernyataan
apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi atau dilakukan siswa dalam setiap
tingkatan kelas dan sekolah, sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai
secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten (Majid dan Andayani, 2004:
52).
Kursus/Mengikuti kursus sebenarnya bukan suatu teknik melainkan suatu alat yang
dapat membantu guru mengembangkan pengetahuan profesi mengajar dan menambah
keterampilan guru dalam melengkapi profesi mereka. Dengan mengikuti kursus guru
diarahkan ke dalam dua hal, pertama sebagai penyegaran, dan kedua sebagai upaya
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan mengubah sikap tertentu (Sahertian, 2000:
121).
Latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan
dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu (Jucius
dalam Moekijat, 1991: 2).
Layanan/Perhatian pada mutu layanan pendidikan yang menekankan pada kepuasan
siswa muncul dalam rangka menarik para calon siswa, melayani dan mempertahankan
mereka. Peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya mutu layanan akademik
dan mutu pengajaran merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan agar kepuasan
pelanggan dapat diberikan secara optimal. Namun pada beberapa masalah layanan
pendidikan pada sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia menjadi kendala
dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional (Greiner (2000) dan Riportela Couste
dan Torres (2001), (Tersedia :http/Google.pakguruonline).
Lingkungan/Dalam proses belajar-mengajar turut berpengaruh pula sejumlah faktor
lingkungan yang merupakan masukan lingkungan (environmental input). Berfungsi pula
sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input). Guna
tercapainya keluaran yang dikehendaki (output) (Purwanto, 1993:106-107).
Lingkungan/Dalam setiap instansi hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan
kerja sebab selain hal ini memengaruhi kesehatan maka dengan lingkungan kerja yang
bersih akan dapat memengaruhi kesehatan kejiwaan. Kebersihan lingkungan bukan
hanya berarti kebersihan tempat kerja, tetapi jauh lebih luas dari pada itu misalkan
kamar kecil yang berbau tidak enak akan menimbulkan rasa yang kurang menyenangan
bagi para karyawan yang menggunakan. Untuk menjaga kebersihan ini pada umumnya
diperlukan petugas khusus tetapi kebersihan ini bukan semata-mata kewajiban dari
petugas khusus. Setiap karyawan harus ikut bertanggung jawab untuk menjaga
kebersihan tempat mereka bekerja (Seminto; 1992:192).
Lingkungan/Faktor-faktor yang memengaruhi lingkungan kerja: 1) pewarnaan, 2)
kebersihan, 3) pertukaran udara, 4) penerangan, 5) keamanan, 6) kebisingan (Seminto;
1992:184).
Lingkungan/Hubungan antara lingkungan kerja dengan semangat kerja karyawan
dinyatakan oleh Manullang bahwa kondisi kerja yang menyenangkan terlebih lagi
semasa jam kerja akan memperbaiki moral pegawai dan kesungguhan kerja, peralatan
yang baik, ruangan kerja yang nyaman, perlindungan terhadap bahaya, ventilasi yang
baik, penerangan yang cukup dan kebersihan bukan saja dapat meningkatkan efisiensi
kerja, kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan akan menciptakan semangat kerja
dan dapat mempengaruhi kinerja karyawan (Manullang, 2001: 46).
Lingkungan/Keuntungan dari penerangan yang baik adalah: 1) kualitas pekerjaan yang
baik; 2) mengurangi ketegangan mata dan kelelahan rohaniah; 3) semangat kerja
karyawan yang lebih baik ; dan 4) prestise yang lebih baik untuk kantor/perusahaan (Niti
Seminto, S.; 1992:192).
Lingkungan/Lingkungan nonfisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang
tidak bisa diabaikan. Menurut Alex Nitisemito, perusahaan hendaknya dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan
maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang
hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik,
dan pengendalian diri (Nitiseminto, S , 2000: 171-173).
Lingkungan/Moekijat menyatakan bahwa komponen-komponen dari kondisi kerja
kebanyakan adalah: 1) penerangan, 2) warna, 3) udara, 4) suasana, 5) tata ruang kantor
(Moekijat, 1995: 135).
Lingkungan/Pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan
suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan
bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif
dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk
bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan (Lee dalam Sentono, 2001:
19-21).
Lingkungan/Sadarmayanti lingkungan kerja nonfisik adalah semua keadaan yang terjadi
yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan (Sedarmayanti,
2001:31).
Lingkungan/Sedarmayanti, lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik
yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun scara tidak langsung (Sedarmayanti, 2001:1).
Lingkungan/Sedarmayati mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut lingkungan
kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya,
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, 2001:1).
Lingkungan/Tata ruang kantor adalah penyusuan/pengaturan dari pada perkakas dan
peralatan dalam ruang lantai yang tersedia. Penyusunan alat-alat kantor pada letak yang
tepat serta pengaturan tempat kerja yang menimbulkan kepuasan kerja bagi para
karyawan/pegawai disebut tata ruang (Gie, 1992: 76).
Lingkungan/Yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti
adalah sebagai berikut: 1) Penerangan; 2) Suhu udara; 3) Suara bising; 4) Penggunaan
warna; 5) Ruang gerak yang diperlukan Keamanan kerja; 6) Hubungan karyawan
(Sedarmayanti, 2001: 46).
Makin banyak fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, maka makin tinggi
probabilitas kebenaran konklusinya dan sebaliknya (Soekadijo, 1999:134).
Management is concerned with the direction of this individuals and functions to achieve
ends previously determined (John M. Pfifner (Hadriyanus Suharyanto dan Agus Heruanto
Hadna, 2005:12).
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan upaya serius yang rumit, yang
memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam
pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi
keputusan yang diambil bahkan MBS juga merupakan buah belajar pemerintah dari masa
lalu yang serba sentralistis dan tidak memberdayakan masyarakat (Irawan dkk.,
2004:23).
Manajemen Berbasis Sekolah adalah manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara lansung semua warga sekolah {guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua
siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah (stakeholder) berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional (Mulyasa, 2005:33).
Manajemen berbasis sekolah juga memberikan fleksibilitas atau keluwesan lebih besar
kepada sekolah untuk mengelolah sumberdaya sekolah, dan mendorong sekolah
meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan
nasional. Karena itu, esensi MBS adalah otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi
untuk mencapai sasaran mutu sekolah (Departemen Pendidikan Nasional Derektorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Buku
I, 2005:8).
Manajemen berbasis sekolah merupakan cara untuk memotivasi terhadap kepala
sekolah lebih bertanggung jawab terhadap kualitas peserta didik untuk itu, sudah
seharusnya kepala sekolah mengembangkan program-program kependidikan secara
menyeluruh untuk melayani segala kebutuhan peserta didik di sekolah (Fajar, 2005: 83).
Manajemen pendidikan pada hakekatnya menyangkut tujuan pendidikan, manusia yang
melakukan kerjasama, proses sistemik dan sistematik, serta sumbersumber yang
didayagunakan (Mulyasa, 2005: 9).
Manajemen selalu terlibat dalam serangkaian proses manajerial yang pada intinya
berkisar pada: (a) penentuan tujuan dan sasaran, (b) perumusan strategi, (c)
perencanaan, (d) penentuan program kerja, (e) pengorganisasian, (f) penggerakan
sumber daya manusia, (g) pemantuan kegiatan operasional, (h) pengawasan, (i)
penilaian, serta (j) penciptaan dan penggunaan system umpan balik (Siagian, 2001: 33).
Manajemen terpusat dalam pendidikan merupakan pengelolaan sekolah oleh pihak luar
sekolah. Sedangkan pengelolaan sekolah yang dijalankan dengan adanya kontrol adri
sekolah itu disebut External Control managemen atau manajemen kontrol eksternal,
yang disetiap pengambilan keputusan ditetapkan oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah, tanpa melibatkan sekolah secara langsung (Nurkolis, 2003: 50).
Manajemen/Adapun fungsi dari setiap tahap proses manajemen terdiri dari sejumlah
unsur dasar sebagai berikut; a) Pengambilan keputusan, fungsi pokok dari setiap
manajer apabila pada setiap tahap proses manajemen mengadakan pilihan-pilihan
diantara altenatif tindakan yang harus diambil. b) Pemecahan masalah, yaitu bentuk
pengambilan keputusan yang lebih rumit, apabilah pilihan-pilihan diantara alternatif-
alternatif diadakan untuk mengatasi kesukaran-kesukaran kearah sasaran. c) Hubungan
antar manusia, yaitu apabila melalui motivasi dan mempergunakan kepemimpinan,
kerjasama dan partisipasi dari orang lain akan diperoleh. d) Komunitas yang mendorong
kekuatan dalam suatu organisasi, yang mengatur kerjasama kemajuan kolektif kearah
sasaran yang tidak ditetapkan (Sukiswa, 1986: 18-19).
Manajemen/Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekenisme pengaturan, yaitu
sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi (Mulyasa, 2002: 22).
Manajemen/Dalam pandangan Islam, manajemen lebih diartikan sebagai sebuah
tindakan yang digunakan untuk mengatur sesuatu dengan penuh rasa tanggung jawab,
sesuai dengan pembagian tugas yang dilakukan oleh pemimpin untuk seluruh staf
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan (Harahap, 1992: 124).
Manajemen/Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efesien apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoprasikan sekolah,
dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana
prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan
masyarakat (orang tua) yang tinggi dan kepala sekolah yang berwibawa yang memiliki
pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, pandangan yang luas tentang sekolah dan
pendidikan, mempunyai sikap kepedulian (siswa, guru, staf/ karyawan, masyarakat),
semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan, hubungan manusiawi sebagai modal
perwujudan iklim kerja yang kondusif, sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan
PBM sekaligus superviser kelas, membina, memberikan saran-saran positif kepada guru,
tukar pikiran dan mengadakan studi banding (Mulyasa, 2005: 57-58).
Manajemen/Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari School
Based Management. Istilah ini pertama kalinya muncul di Amerika Serikat ketika
masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang
memberikan otonomi luas di tingkat sekolah maka dapat didefinisikan dan penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk
mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional (Irawan dkk., 2004: 24).
Manajemen/Jika digabungkan dengan istilah manajemen maka akan memiliki banyak
arti, tergantung pada orang yang mengartikannya. Istilah manajemen sekolah seringkali
disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga
pandangan berbeda; pertama, mengartikan lebih luas dari pada manajemen
(manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat Manajemen lebih luas
dari pada administrasi dan ketiga, pandangan yang menggangap bahwa manajemen
identik dengan administrasi. Berdasarkan fungsi pokoknya istilah manajemen dan
administrasi mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut
tidak konsisten dan tidak signifikan (Mulyasa, 2004:19).
Manajemen/Kegiatan kepala sekolah yang bersifat teknis adalah 1) kepala sekolah
menjalankan supervisi kepada guru di kelas, 2) kepala sekolah mengevaluasi dan
merevisi program pengajaran guru, 3) kepala sekolah membuat program pelaksanaan
kegiatan pengajaran dengan menghubungkan kurikulum dengan waktu, fasilitas, dan
personil yang ada, 4) kepala sekolah mengelola program evaluasi siswa, 5)
mengkoordinasi penggunaan alat pengajaran, 6) membantu guru dalam perbaikan
pengajaran, 7) membantu guru dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa, 8)
mengatur dan mengawasi tata tertib siswa, 9) menyusun anggaran belanja sekolah, 10)
menetapkan spesifikasi dan inventarisasi pembekalan dan perlengkapan, 11)
melaksanakan administrasi sekolah berupa laporan kegiatan sekolah, 12) mengatur
fasilitas fisik sekolah, meliputi operasional pemeliharaan gedung, halaman,
pengendalian keamanan (Sutisna dalam Setiadi, 2001:28-29).
Manajemen/Kemampuan manajerial meliputi kemampuan konsepsional, kemampuan
kemanu siaan, dan kemampuan teknis. Kemampuan manajerial diperlukan untuk
melaksa nakan tugas manajemen secara efektif, tetapi jenis kemampuan yang
diterapkan berbeda tergantung pada tingkat manajer. Keterampilan teknis adalah yang
terpenting pada tingkatan manajemen yang terendah (first level manager), keterampilan
itu semakin berkurang kalau manajer itu naik ke jenjang perintah. Keterampilan
konseptual makin terasa semakin naik ke tingkatan puncak manajemen (top manager).
Keterampilan personal sangat penting pada setiap tingkatan organisasi. Setiap manajer
menyelesaikan pekerjaannya melalui orang lain. Keterampilan teknis atau konseptual
yang tinggi tidaklah berarti jika tidak dapat dimanfaatkan untuk mengilhami dan
mempengaruhi organisasi lainnya (Gitosudarmo dan Mulyono, 1999:25).
Manajemen/Kemampuan manajerial meliputi: kemampuan konseptual, kemampuan
antar hubungan manusia atau kemampuan antar perorangan, dan kemampuan teknikal
(Winardi, 1993:11).
Manajemen/Kemampuan manajerial meliputi: keterampilan teknis (technical skill),
keterampilan manusiawi (human skill), dan ketrampilan konseptual (conceptual skill)
(Stoner, 1996:21).
Manajemen/Keterampilan teknikal meliputi keahlian dalam hal menggunakan sesuatu
aktivitas spesifik yang meliputi suatu proses, prosedur, tehnik. Keterampilan teknikal
memungkinkan orang yang bersangkutan melaksanakan mekanisme yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan khusus (Terry, 1986:10).
Manajemen/Management Strategy adalah metode untuk menata interaksi antara yang
belajar dan variable metode pembelajaran lainnya (Hamzah, 17-18).
Manajemen/Manajer membutuhkan kemampuan teknis yang cukup untuk
melaksanakan suatu pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya (Stoner,
1996:21).
Manajemen/Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar
pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting
adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Salah satu kunci MBS adalah
manajemen partisipatif, yang antara lain berintikan transparansi atau keterbukaan
informasi antar komunitas sekolah (Irawan dkk., 2004: 24).
Manajemen/Para manajer membuat keputusan, mengelola sumber daya, dan
melaksanakan kegiatan menuju tujuan yang sudah ditentukan. Semua yang terlibat
dalam kegiatan, saling mengawasi dan bertanggung jawab terhadap tujuan yang telah
ditetapkan (Robins, 1996: 5).
Manajemen/Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya
mencakup tujuh kegiatan utama, yaitu perencanaan tenaga kependidikan, pengadaan
tenaga kependidikan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, promosi
dan mutasi, pemberhentian tenaga kependidikan, kompensasi, dan penilaian tenaga
kependidikan (Mulyasa, 2006: 152).
Manajemen/Penerapan pendekatan manajemen ini di sekolah, harus diikuti dengan
upaya restrukturisasi dan deregulasi pendidikan, yang menurut Zamroni (2001)
mencakup empat aspek, yaitu: (1) orientasi pembelajaran siswa, (2) profesionalitas guru,
(3) akuntabilitas sekolah, dan (4) partisipasi orang tua peserta didik dan masyakarakat
sekitar dalam penyelenggaraan pendidikan (Zamroni, 2001:25).
Manajemen/Pengelolaan sekolah model baru ini disebut manajemen berbasis sekolah
(School Based Management) sebagai formula baru yang bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan sekolah. Dengan adanya
wewenang/ otonomi yang lebih besar dan lebih luas bagi sekolah untuk mengelolah
urusannya, efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan akan lebih tinggi, karena
sekolahlah yang lebih tahu tentang kebutuhan dan kondisinya. Dengan adanya
kewenangan yang lebih besar, rasa memiliki dan tanggung jawab personil sekolah akan
lebih tinggi pula, yang berakibat kepada kinerja mereka yang lebih baik. Kondisi
demikian akan lebih mudah untuk meningkatkan mutu dan program sekolah (Subakir
dan Sapari, 2001:5).
Manajemen/Perilaku kepala sekolah yang berkaitan dengan keterampilan personal
dengan guru adalah (1) menunjukkan semangat kerja dan memberikan bimbingan dan
bantuan dalam pekerjaan, {2} berperilaku menyenangkan, menghormati guru,
mempunyai integritas yang tinggi dan tegas dalam mengambil keputusan, (3) memberi
penghargaan pada guru yang berprestasi, (4) memberikan dukungan semangat / moral
kerja guru yang bersikap tegas kepada personel sekolah, (5) mengatur sekolah secara
baik, (6) menggunakan otoritasnya sebagai kepala sekolah dengan penuh keyakinan dan
teguh pendirian, (7) memberikan bimbingan secara individu kepada guru dalam
pekerjaan, (8) menjernihkan permasalahan, (9) mengikutsertakan guru dalam
merumuskan pengambilan keputusan, dan (10) menghormati peratuan sekolah,
mendisiplinkan siswa dan tidak membebani tugas yang berat kepada guru (Campbell
dalam yang dikutip Stoops dan Johnson dalam Munfaat, 2003:25).
Manajemen/Secara umum administrator disamakan dengan manajer. Dalam bidang
pendidikan sering dipakai istilah administrator, sedangkan dalam bidang perusahaan
dan industri lebih banyak dipakai istilah manajer (Sutisna dalam Setiadi, 2001:18).
Manajemen/Sedangkan dalam pedidikan diartikan manajemen sebagai aktivitas
memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetukan sebelumnya (Pidarta, 2002:4).
Manajemen/Sifat kerja manajerial jelas diperlukan banyak sekali keterampilan.
Keterampilan yang paling penting adalah keterampilan yang memungkinkan manajer
bisa membantu orang lain sehingga menjadi lebih produktif ditempat kerja….
Ketrampilan dasar tersebut adalah keterampilan teknis (technical skills), keterampilan
kemanusiaan (human skills), dan keterampilan konseptual (Conceptual skills) (Katz
dalam Budiyono, 2004:22).
Manajemen/Studi di Jamaika menemukan bahwa manajemen yang berpusat di sekolah
tidak mendatangkan manfaat efisiensi yang diharapkan terutama karena kurangnya
pelatihan untuk para kepala sekolah dan kurangnya pengetahuan mereka tentang
bagaimana bekerja sama dengan masyarakat setempat (Fiske, 1998:50).
Manajemen/Termasuk manajemen sekolah, dibutuhkan karena tiga alasan utama, 1)
Untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi, 2) Untuk menjagan keseimbangan di
antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan
dalam organisasi, dan 3) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan kelas
(Handoko, 2000:6-10).
Manajemen/Tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan adalah teknis,
personal dan konseptual (Robbins, 2006:6-7).
Manajemen/Tiga pokok penting dalam definisi para ahli tentang manajemen, ada tiga
pokok penting yaitu pertama, adanya tujuan yang ingin dicapai; kedua tujuan dicapai
dengan mempergunakan kegiatan orang-orang lain; dan ketiga, kegiatan-kegiatan
orang lain itu harus dibimbing dan diawasi (Sigian (1977) dalam Manullang, 2005:4).
Manajemen/Unsur-unsur manajemen tenaga kependidikan adalah sebagai berikut : 1)
Perencanaan – Perencanaan tenaga kependidikan dilakukan untuk menentukan
kebutuhan tenaga kependidikan, baik dari segi jumlah maupun mutunya sesuai dengan
bidang kerja yang ada. 2) Pengadaan – Pengadaan tenaga kependidikan merupakan
kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga. Kegiatannya
melalui rekrutmen dan seleksi. Rekrutmen dimaksudkan untuk mencari calon sebanyak-
banyaknya yang memenuhi persyaratan, dan selanjutnya dilakukan pemilihan melalui
seleksi. 3) Pembinaan dan pengembangan - Pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan dilakukan untuk memperbaiki, menjaga, dan meningkatkan kinerja
tenaga kependidikan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara on the job training dan
in service training. 4) Promosi dan mutasi – Promosi dilakukan dalam rangka
menentukan calon tenaga kependidikan menjadi anggota organisasi yang sah, yaitu
melalui pengangkatan. Dengan promosi ini personel akan menjadi anggota yang sah
disertai dengan hak dan kewajibannya sebagai tenaga kependidikan. Sedangkan mutasi
dilakukan dengan tujuan agar personel yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja,
memberikan prestasi kerja, menghilangkan kejenuhan yakni melalui pemindahan
fungsi, dan tanggung jawab pada situasi yang baru. 5) Pemberhentian – Pemberhentian
personel dapat terjadi atas permintaan sendiri, pemberhentian oleh dinas, dan
pemberhentian karena sebab lain. 6) Kompensasi – Kompensasi yaitu balas jasa yang
diberikan kepada personel. Kompensasi yang diberikan harus seimbang dengan beban
dan prestasi kerja personel yang bersangkutan. Bentuk kompensasi ini dapat berupa
gaji, tujangan, fasilitas perumahan, kendaraan, dan sebagainya. Dengan adanya
kompensasi yang adil dan layak hal ini akan dapat mendorong semangat kerja dan
dedikasi para personil sekolah. 7) Penilaian – Penilaian biasanya difokuskan pada
prestasi individu dan peran sertanya dalam kegiatan sekolah. Penilai personel penting
dilakukan dalam rangka pengambilan keputusan berbagai hal seperti identifikasi
kebutuhan program sekolah, penerimaan, pemilihan, pengenalan, penempatan,
promosi, sistem imbalan, dan aspek lain dari keseluruhan proses pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Hasil-hasil dari penilaian dimanfaatkan
sebagai sumber data untuk perencanaan tenaga kependidikan, nasihat yang perlu
disampaikan kepada personel, alat untuk umpan balik, salah satu cara untuk
menetapkan kinerja yang diharapkan, dan bahan informasi dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan tenaga kependidikan (Mulyasa, 2006:153-158).
Manajer berperan sebagai perencana, pengorganisasian, pemimpin dan pengendali
organisasi (Stoner, 1996:11).
Manajer membutuhkan kemampuan teknis yang cukup untuk melaksanakan suatu
pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya (Stoner, 1996: 21).
Manajer mengembangkan orang dengan memaksimalkan potensi manusia dalam
rangka mencapai hasil yang diinginkan, manajer adalah orang yang bertanggungjawab
langsung agar kegiatan itu dilaksanakan melalui dan dengan orang lain (Draker dalam
Law dan Golver, 2000:17).
Manajer/Secara umum administrator disamakan dengan manajer (Sutisna dalam Setiadi,
2001:18).
Manusia mencerminkan kebutuhan-kebutuhan dirinya, kemampuan berpikir dan
merasanya, kehidupan dan budayanya, kemampuan untuk menambah dan menuasai
lingkungan serta menjangkau daerah-daerah yang semakin luas, serta kemampuan
spiritual sampai keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan yang Maha Esa, dapat
ditarik kesimpulan tentang hakikat manusia yang didalamnya terkadung harkat dan
martabat manusia,yaitu bahwa manusia adalah: mahluk yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, mahluk yang paling indah dan sempurna dalam
penciptaaan dan pencitraannya, mahluk yang paling tinggi derajatnya, khalifah di muka
bumi, dan pemilik hak-hak asasi manusia (HAM) (Prayitno, 2009:13-14).
Manusia mengembangkan kebudayaan tidak lain sebagai upaya mempertahankan
kelangsungan hidupnya menghadapi berbagai tantangan yang datang dari
lingkungannya untuk kemudian mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Dalam hal ini,
tidak serta merta meninggalkan tradisi yang telah ada (Sujarwa, 2010:198).
Manusia menurut ajaran Islam terdiri dari dua unsur, yaitu unsur ardhi dan unsur
samawi. Unsur ardhi adalah jasmaniah dan unsur samawi adalah rohaniah. Kenyataan
ini diakui oleh ahli filsafat sejak zaman Yunani sampai sekarang (Hasan, 2010:136).
Manusia sebagai pribadi berada dalam lingkungan psikologis (Kurt Lewin dalam Alwisol,
2005:376).
Manusia secara inheren, dalam dirinya memiliki sesuatu yang dinamakan “hasrat” atau
“keinginan” (ambition) walaupun dalam takaran yang berbeda-beda satu sama lain.
Bertautan erat dengan hasrat-hasrat, adalah “kepentingan”. Lazimnya, kepentingan
diartikan dengan segala daya upaya manusia untuk meraih hasrat dalam dirinya.
Kepentingan dalam perspektif sosial lebih berupa communal consciousness atau
“kesadaran komunal” untuk meraih keinginan bersama (Yaqin, 2005:xv).
Manusia/Dimensi kemanusiaan yang perlu dikembangkan melalui pendidikan adalah
dimensi kefitrahan, dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan,dan
dimensi keberagamaan. Kata kunci kandungan dimensi kefitrahan adalah kebenaran dan
keluhuran, dimensi keindividualan adalah potensi dan perbedaan, dimensi kesosialan
adalah komunikasi dan kebersamaan, dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral, dan
dimensi keberagamaan adalah iman dan takwa. Kelima dimensi kemanusiaan saling
terkait. Dimensi kefitrahan menduduki posisi sentral yang mendasar keempat dimensi
lainnya. Dimensi keindividualan, kesusilaan dan kesosialan saling terkait antara
ketiganya, dan ketiganya itu terkait dengan dimensi kefitrahan dan keberagamaan;
sedangkan dimensi keberagamaan merupakan bingkai dan sekaligus wajah dan
keseluruhan aktualisasi kehidupan individu dengan kelima dimensinya (Prayitno,
2009:15-17).
Manusia/Kebebasan yang dimiliki manusia bukanlah sesuatu yang harus dibuktikan
atau diperdebatkan, melainkan sesuatu kenyataan yang harus dialami oleh manusia itu
sendiri. (Titus,1954:294).
Manusia/Pemikiran Jaspers juga sama dengan pemikiran Heiddegger tentang penemuan
makna yang tidak dapat dicapai melalui pemikiran positivistik belaka, melainkan harus
melalui spirit dan penerimaan bentuk-bentuk idealisme dan pengujian keberadaan
pribadi. Untuk sampai kepada keberadaan pribadi ini, sekurang-kurangnya ada tiga hal
yang harus dipertimbangkan manusia, yaitu kedirian, komunikasi dengan sesama dalam
kehidupan sosial, dan keragaman struktur kesejarahan masyarakat (Jaspers dalam Titus,
1959:301).
Manusia/Pendapat lain menayatakan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki
kebebasan dan tanggung jawab pribadi (Titus, 1959:294).
Manusia/Tafsiran ilmiah tentang manusia bervariasi, bergantung kepada sudut pandang
ilmu yang digunakan. Ilmu-ilmu fisis memandang manusia sebagai bagian dari
keteraturan alam filsafat, oleh karena itu manusia harus dipahami dari segi hukum-
hukum fisis dan kimiawi (Titus, 1959:143).
Manusia/Tafsiran klasik atau rasionalistik, yang bersumber pada filsafat Yunani dan
Romawi, yaitu Socrates, Plato, Aristoteles, dan Kant memandang manusia sebagai
mahluk rasional. Pandangan Socrates maupun Plato, manusia yang cerdas itu adalah
manusia yang berbudi atau manusia yang saleh; (”…the intelligent man is the virtuoes
man”) (Titus, 1959:142).
Manusia/Tiga aliran penafsiran terhadap hakikat manusia. Ketiga golongan itu ialah
tafsiran klasik atau rasionalistik, tafsiran teologis,dan tafsiran ilmiah (Titus, 1959:141-
145).
Masalah ada dua macam yaitu (1) masalah untuk menemukan yaitu untuk menemukan
suatu obyek tertentu dan (2) masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan
bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah tetapi tidak keduanya (Polya, 1962:119).
Masalah ada dua macam yaitu (1) masalah untuk menemukan yaitu untuk menemukan
suatu obyek tertentu dan (2) masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan
bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah tetapi tidak keduanya (Polya, 1962:119).
Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang mampu diselesaikan tanpa
menggunakan cara atau algoritma yang rutin (Ruseffendi, 1980:216).
Masalah/Ada dua macam masalah, yaitu (1) masalah untuk menemukan yaitu untuk
menemukan suatu obyek tertentu dan (2) masalah untuk membuktikan adalah untuk
menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah tetapi tidak keduanya (Polya,
1962: 119).
Masalah/Akan tetapi masalah terakhir yang menjadi polemik hangat dalam masyarakat
kita ialah apakah pendidikan itu “concern” dengan masalah pembangunan yang
memerlukan tenaga-tenaga yang inteligen dan terampil yang sebagai tantangan
kehidupan zaman, ataukah pendidikan itu khusus untuk menjadikan manusia itu pintar
saja. Sesungguhnya pendidikan itu mempunyai dua tujuan sekaligus. Sebagai suatu
kegiatan sosial, pendidikan itu ditunjukan pada perwujudan nilai-nilai sosial atau cita-
cita sosial, dan sekaligus realisasi-diri (self-realization) yaitu keinginan individu untuk
mengembangkan potensinya dalam rangka hidup yang lebih baik bagi dirinya dan bagi
sesamanya bagi masyarakat (Irawan dkk., 2004:148).
Masalah/Bagian utama dari masalah untuk menemukan adalah apa yang diketahui, apa
yang dicari, dan bagaimana syaratnya. Bagian utama dari masalah untuk membuktikan
adalah hipotesa atau konklusi dari suatu pernyataan yang harus dibuktikan
kebenarannya (Hudojo, 1979:158-159).
Masalah/Bahkan pemerintah dalam kaitannya dengan pendidikan, berbagai analisis
menunjukkan bahwa pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada berbagai
krisis yang perlu mendapat penanganan secepatnya, di antaranya berkaitan dengan
masalah relevansi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
dan pembangunan. Dalam kerangka inilah pemerintah mengagas kurikulum terbaru
yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), sebagai tindak lanjut kebijakan
pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi. KTSP merupakan
kurikulum operasional yang pengembangannya diserahkan kepada daerah dan satuan
pendidikan. Dengan demikian, melalui KTSP ini pemerintah berharap jurang pemisah
yang semakin menganga antara pendidikan dan pembangunan, serta dunia kerja dapat
segera diatasi (Mulyasa, 2007:19).
Masalah/Beberapa strategi pemecahan masalah yaitu: mencoba-coba, membuat
diagram, mencobakan pada soal yang lebih sederhana, membuat tabel, menemukan
pola, memecah tujuan, memperhitungakan setiap kemungkinan, berpikir logis,
bergerak dari belakang, dan mengabaikan hal yang tidak mungkin (Polya, 1973 dalam
Shodiq 2004: 13-14) dan Pasmep, 1989 dalam Shodiq 2004:13-14).
Masalah/Berbagai penelitian mengenai pembelajaran secara umum di sekolah-sekolah
bahwa kondisi objektif menunjukkan banyak para siswa datang di sekolah merasa
terintimidasi oleh sekolah, karena sistem pembelajaran cenderung menggunakan
pendekatan birokratik bukan pendekatan pedagogik. Peserta didik merasa terintimidasi
dalam kegiatan belajar, sebagai konsekuensi logisnya mereka selalu merasa tidak
mampu belajar dan belajar menjadi kurang menyenangkan, agar perasaan terintimidasi
dalam belajar tidak berlanjut, maka sekolah harus melakukan beberapa pergeseran
paradigma pembelajaran, yaitu perubahan-perubahan dalam rangka berfikir pendidik
dan tenaga kependidikan lainnya, para siswanya dan juga orang tua siswa (Sagala,
2009:7).
Masalah/Dalam pelaksanaan problem posing dikenal beberapa jenis model problem
posing antara lain: a) Situasi problem posing bebas – Siswa diberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa
dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk
mengajukan soal. b) Situasi problem posing semi terstruktur – Siswa diberikan situasi
atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan
mengaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat
berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu. c) Situasi
problem posing terstruktur – Siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian
siswa diminta untuk mengajukan soal baru (Chairani, 2007:04).
Masalah/Dalam pustaka pendidikan matematika, pengajuan masalah materi oleh siswa
mempunyai tiga pengertian, yaitu: a) Pengajuan masalah adalah perumusan masalah
matematika sederhana atau perumusan ulang masalah yang telah diberikan dengan
beberapa cara dalam rangka menyelesaikan masalah yang rumit. b) Pengajuan masalah
adalah perumusan masalah matematika yang berkaitan dengan syarat-syarat pada
masalah yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang
relevan. c) Pengajuan masalah adalah merumuskan atau mengajukan pertanyaan
matematika dari situasi yang diberikan, baik diajukan sebelum pada saat atau sesedah
pemecahan masalah (Silver dalam Upu, 2003:17).
Masalah/Dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan
masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah
pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih orientasi
proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika
kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri,
perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung
menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui pendidikan sebagai
generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral,
dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa (Syafaruddin, 2002:19).
Masalah/Indikator dari pemecahan masalah antara lain: a) Menunjukkan pemahaman
masalah; b) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
pemecahan masalah; c) Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk;
d) Memilih pendekatan atau metode yang tepat; e) Mengembangkan strategi pemecahan
masalah; f) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah; g)
Menyelesaikan masalah atau soal tidak rutin (Shadiq, 009:14).
Masalah/Kekurangan pembelajaran pemecahan masalah yaitu: 1) menentukan suatu
masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa memerlukan
kemampuan dan keterampilan guru, 2) waktu yang dibutuhkan cukup lama, 3)
mengubah kebiasaan belajar siswa dari mendengarkan dan menerima informasi dari
guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri yang
kadang-kadang memerlukan sumber belajar merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa,
4) bagi siswa yang tidak terbiasa menghadapi masalah akan mengalami kesulitan untuk
memahami masalah yang ditugaskan, 5) siswa yang pandai akan mendominasi kegiatan
pemecahan masalah sedangkan yang kurang pandai tidak mendapat kesempatan dalam
pemecahan masalah (Hudojo (2005: 171) dan Mbulu, 2001:57).
Masalah/Kelebihan pembelajaran pemecahan masalah yaitu: 1) membuat pendidikan di
sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, 2) siswa menjadi terampil menyeleksi
informasi yang relevan kemudian menganalisanya kembali dan akhirnya meneliti
kembali hasilnya, 3) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, merupakan hadiah
intrinsik siswa, 4) merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif
dan menyeluruh sehingga potensi intelektual siswa meningkat, 5) siswa belajar
bagaimana melakukan penemuan dengan melakukan proses melakukan penemuan
(Hudojo, 2005: 170 dan Mbulu, 2001:56).
Masalah/Langkah-langkah pembelajaran pemecahan masalah adalah 1) siswa
dihadapkan pada suatu masalah, 2) siswa merumuskan masalah tersebut, 3) siswa
merumuskan hipotesis, 4) siswa menguji hipotesis, dan 5) siswa mempraktekkan
kemungkinan pemecahan yang dipandang terbaik (John Dewey dalam Mbulu, 2001: 53
dan dalam Nasution, 2000:171).
Masalah/Langkah-langkah pembelajaran pemecahan masalah yaitu: 1) guru memilihkan
masalah dan menyesuaikannya dengan minat siswa dan taraf kesulitan yang dapat
dihadapi siswa, 2) bekerja dalam kelompok kecil, 3) siswa diberi tugas menulis apa yang
diketahui, apa yang ditanya, dan informasi apa yang diperlukan untuk pemecahan, 4)
sajikan masalah sedemikian sehingga siswa paham apa yang harus dikerjakan, 5)
sediakan cukup waktu bagi siswa untuk memecahkan masalah, membahas hasil dan
mengevaluasi hasil, dan 6) kelas membahas cara lain yang mungkin untuk memecahkan
masalah (Hatfield, Edward, dan Bitter dalam Goni, 2002: 2425).
Masalah/Metode pengajuan soal (problem posing) dapat: a) Membantu siswa dalam
mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap pengajaran. b) Membentuk siswa
bersikap kritis dan kreatif. c) Dapat mempromosikan semangat inkuri dan membentuk
pikiran yang berkembang dan fleksibel. d) Mendorong siswa untuk lebih
bertanggungjawab dalam belajarnya. e) Mempertinggi kemampuan pemecahan
masalah. f) Menghilangkan kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar. g)
Memudahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran. h) Memudahkan siswa dalam
memahami materi pelajaran. i) Membantu memusatkan perhatian pada pelajaran. (j)
Mendorong siswa lebih banyak membaca materi pelajaran (Tatag dalam Kholitatunnawa,
2007:17).
Masalah/Pembelajaran ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan
penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru (Sagala, 2009:78).
Masalah/Pembelajaran pemecahan masalah memungkinkan siswa menjadi lebih analitis
di dalam mengambil keputusan dalam kehidupan (Cooney (1975) dalam Hudojo,
1979:161).
Masalah/Pemecahan masalah dapat menciptakan ide baru, menemukan teknik atau
produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah
mempunyai arti khusus, istilah tersebut juga mempunyai interpretasi yang berbeda
(Utari, 1994:24).
Masalah/Pemecahan masalah memungkinkan siswa menjadi lebih analitis di dalam
mengambil keputusan dalam kehidupan (Cooney dalam Hudojo, 1979: 161).
Masalah/Pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan manusia untuk menerapkan
konsep dan aturan yang diperoleh sebelumnya (Dahar (1996: 190 dalam Rudianto,
2006: 23).
Masalah/Pengajuan masalah matematika bukan hanya bertujuan untuk menantang
siswa untuk mengajukan pertanyaan, akan tetapi juga menjadi salah satu clue dalam
pemecahan masalah, soal, atau pertanyaan yang lebih rumit dari sebelumnya
(Upu, 2003: 18).
Masalah/Peran guru dalam pembelajaran ini antara lain sebagai penyusun program
pembelajaran, pemberi informasi yang benar, pemberi fasilitas belajar yang baik, serta
pembimbing siswa dan penilai dalam pemerolehan informasi yang benar (Nasution,
2000:158-159).
Masalah/Petunjuk guru membimbing siswa menyelesaikan masalah adalah 1) membuat
siswa memahami masalah, 2) membantu siswa menghimpun pengalaman belajar dan
informasi yang relevan sehingga memudahkan siswa merencanakan penyelesaian, 3)
membuat siswa memeriksa kembali jawaban (Hudojo, 1988:175).
Masalah/Problem posing mempunyai beberapa arti: (a) Pengajuan soal ialah perumusan
soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai. (b) Pengajuan soal ialah perumusan soal yang
berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka
pencarian alternatif soal yang relevan. (c) Pengajuan soal ialah perumusan soal atau
pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau
setelah pemecahan suatu soal atau masalah (Suryanto dalam Siswoyo, 2003: 3-4).
Masalah/Prosedur yang efektif bagi siswa untuk dapat memahami masalah yaitu: a)
Membaca pernyataan masalah secara lengkap untuk memperoleh suatu ide umum dari
situasi dan memvisualisasikan situasi tersebut. b) Membaca pernyataan masalah untuk
memahami pernyataan dan hubungan-hubungannya. c) Membaca pernyataan masalah
sebagian-sebagian untuk mencatat konsep-konsep yang sulit dan belum terbiasa. d)
Membaca masalah untuk membantu mengorganisasikan langkah-langkah utama untuk
kemungkinan pemecahan. e) Membaca masalah lebih dari satu kali untuk memeriksa
prosedur yang akan digunakan. f) Petunjuk guru membimbing siswa menyelesaikan
masalah (Barnet (1980) dalam Priatna, 1994:20).
Masalah/Sebagian besar masalah sedemikian disebabkan oleh manajemen yang lemah
atau tidak mencukupi. Mengetahui sebab kegagalan mutu dan memperbaikinya adalah
tugas kunci seorang manajer (Edward Sallis, alih bahasa Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurrozi, 2006:106).
Masalah/Sedikitnya terdapat enam permasalahan yang harus diantisipasi pada
paradigma baru manajemen pendidikan dalam konteks otonomi daerah, yakni
kepentingan nasional, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan, perluasan dan
pemerataan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas (Fiska, Nurhadi, dan Satori dalam
Mulyasa, 2006:17).
Masalah/Strategi pemecahan masalah yaitu: mencoba-coba, membuat diagram,
mencobakan pada soal yang lebih sederhana, membuat tabel, menemukan pola,
memecah tujuan, memperhitungakan setiap kemungkinan, berpikir logis, bergerak dari
belakang, dan mengabaikan hal yang tidak mungkin (Polya (1973) dalam Shodiq 2004:
13-14); dan Pasmep (1989) dalam Shodiq 2004:13-14).
Masalah/Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang memotivasi seseorang
untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus
dikerjakan untuk menyelesaikannya (Suherman, 2001).
Masalah/Suatu masalah dalam belajar itu jika seorang siswa tidak memenuhi harapan-
harapan yang diisyaratkan kepadanya oleh sekolah seperti yang tercantum pada tujuan
dari kurikulum dan kurikuler (Partowisastro dan Hadisuparto, 1986:46).
Masalah/Suatu masalah timbul, kalau seorang siswa itu berada di bawah taraf perilaku
dari sebagian besar teman sekelasnya pada mata pelajaran maupun perilaku sosial yang
dianggap penting oleh guru (Partowisastro, H. K. dan Hadisuparto, 1986: 47).
Masalah/Suatu masalah timbul, kalau seorang siswa itu berada di bawah taraf perilaku
dari sebagian besar teman sekelasnya pada mata pelajaran maupun perilaku sosial yang
dianggap penting oleh guru (Partowisastro dan Hadisuparto, 1986: 47).
Masalah/Tujuan pembelajaran pemecahan masalah yaitu melatih siswa berpikir menurut
cara-cara yang tepat sesuai dengan yang dilakukan secara alamiah (Simandjuntak,
1986:114).
Masalah/Untuk membantu siswa dalam memahami soal dapat dilakukan dengan
menulis kembali soal dengan kata-kata sendiri, menulis soal dalam bentuk lain atau
dalam bentuk yang operasional. Cara yang disarankan Russefendi merupakan istilah
yang dikenal dengan istilah pengajuan soal (problem posing) (Russefendi dalam
Siswono, 2000:03).
Masukan instrumental/Instrumental input atau faktor-faktor yang sengaja dirancang
dan dimanipulasikan adalah kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan
pengajaran, sarana, dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang
bersangkutan. Dalam keseluruhan sistem, maka instrumental input merupakan faktor
yang sangat penting dan paling menentukan dalam pencapaian hasil/output yang
dikehendaki karena instrumental input inilah yang menentukan bagaimana proses
belajar-mengajar itu akan terjadi di dalam diri pelajar (Purwanto, 1993:107).
Masukan mentah/Dalam proses belajar-mengajar di sekolah, maka yang dimaksud
masukan mentah (raw input) adalah siswa, sebagai raw input siswa memiliki
karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis. Mengenai fisiologis ialah
bagaimana kondisi fisiknya, panca inderanya, dan sebagainya, sedangkan kondisi
psikologis adalah minatnya, tingkat kecerdasannya, bakatnya, motivasinya, kemampuan
kognitifnya, dan sebagainya. Semua itu dapat mempengaruhi bagaimana proses dan
hasil belajarnya (Purwanto, 1993:107).
Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Oleh karena itu
matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan (IPTEK) sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap
peserta didik sejak kecil. Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dalam menanamkan
konsep-konsep matematika tersebut, karena peserta didik yang masih kecil berpikirnya
masih sangat terbatas, artinya berpikirnya dengan mengaitkan benda-benda konkret
ataupun gambar-gambar konkret (Hudoyo, 2005: 35).
Matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang
memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai
elemen dan kuantitas (Lerner dalam Abdurrahman, 2009: 252).
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi
berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif.
Meskipun demikian untuk membantu pemikiran, pada tahap-tahap permulaan
seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris
(Suherman, dkk., 2003:18).
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
manusia (Chairani, 2007: 02).
Matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian yang
dikenal menuju arah yang tidak dikenal (Russel dalam Uno, 2007: 129).
Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-
operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasaran. Namun penunjukan kuantitas
seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu yang ditunjukan oleh
hubungan, pola, bentuk dan struktur (Tinggih dalam Hudoyo, 2005: 35).
Matematika/Belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang
diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-
struktur. Selanjutnya Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya peserta
didik melewati tiga tahap belajar yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik (Bruner dalam
Suherman, dkk, 2003: 43).
Matematika/Ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian
matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah: (1) Memiliki objek kajian
abstrak – Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga
disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu
meliputi 1) fakta, 2) konsep, 3) operasi ataupun relasi dan 4) prinsip. Dari objek dasar
itulah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika. (2) Bertumpu pada
kesepakatan – Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma
diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan
konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian.
(3) Berpola pikir deduktif – Soedjadi (2000:16) mengemukakan pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum
diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Suherman, dkk. (2003:18) yang mengatakan matematika dikenal sebagai ilmu
deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif),
tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk membantu
pemikiran, pada tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-
contoh khusus atau ilustrasi geometris. (4) Memiliki simbol yang kosong dari arti –
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf
ataupun bukan huruf rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk
suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan,
bangun geometrik tertentu, dsb. Huruf-huruf yang dipergunakan dalam model
persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian
juga tanda + belum tentu berarti operasi tambah untuk dua bilangan. Makna huruf dan
tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu.
(5) Memperhatikan semesta pembicaraan – Semesta pembicaraan adalah lingkup
pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada atau tidaknya penyelesaian suatu model
matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya. (6) Konsisten dalam
sistemnya.- Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai
kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama
lain. Misal dikenal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan
sistem geometri tersebut dipandang terlepas satu sama lain, tetapi di dalam sistem
aljabar sendiri terdapat sistem yang lebih kecil yang terkait satu sama lain
(Soedjadi, 2000:13).
Matematika/Dalam proses belajar matematika bahan yang dipelajari harus bermakana,
artinya bahan pelajaran harus bermakna sesuai dengan kemampuan dan struktur
kognitif yang dimiliki siswa (Uno, 2007: 132).
Matematika/Dari dua pernyataan p dan q dapat dibentuk suatu pernyataan majemuk
dengan menggunakan kata hubung “jika p maka q” yang dinamakan implikasi atau
pernyataan bersyarat (Aminulhayat, 2004: 130).
Matematika/Dari dua pernyataan p dan q dapat dibentuk suatu pernyataan majemuk
dengan menggunakan kata hubung “…jika dan hanya jika…”, dinamakan biimplikasi
yang dilambangkan dengan notasi “p Û q” (dibaca: p jika dan hanya jika q), atau dapat
juga dibaca: a. Jika p maka q dan jika q maka p; b. p syarat perlu dan cukup bagi q; c. q
syarat perlu dan cukup bagi p. (Aminulhayat, 2004: 133).
Matematika/Dari dua pernyataan p dan q, dapat dibentuk pernyataan
majemuk menggunakan kata hubung “dan”, yang dinamakan konjungsi (Aminulhayat,
2004: 122).
Matematika/Dari suatu implikasi p Þ q dapat dibentuk tiga implikasi baru yaitu: a. q Þ p
disebut konvers. b. ~p Þ ~q disebut invers. c. c. ~q Þ ~p disebut kontraposisi (Kartini,
dkk, 2004: 19).
Matematika/Dari suatu pernyataan “p” dapat dibuat pernyataan lain dalam bentuk “tidak
benar bahwa p” atau “tidak p”, Pernyataan demikian disebut ingkaran dari pernyataan p
(Aminulhayat, 2004:120).
Matematika/Di dalam penyelesaian soal matematika, PS3 menerapkan 4 langkah yaitu:
analisis, perencanaan, penyelesaian, dan penilaian kembali Utomo dan Kees Ruijhter
(1985: 90).
Matematika/Di dalam penyelesaian soal matematika, PS3 menerapkan 4 langkah yaitu:
analisis, perencanaan, penyelesaian, dan penilaian kembali (Utomo dan Kees Ruijhter,
1985: 90).
Matematika/Didalam penyelesaian matematika diperlukan pengetahuan konseptual dan
pengetahuan prosedural. Pada umunya disepakati bahwa aturan yang bersifat
prosedural seharusnya jangan diajarkan tanpa disertai konsep meskipun pada
kenyataannya sangat sering dilakukan (Walle, 2006: 29).
Matematika/Gabungan dua pernyataan p dan q dengan menggunakan kata hubung
“atau”. Dalam bentuk lambang, disjungsi dari p dan q dinotasikan dengan “p v q” (dibaca
p atau q) (Aminulhayat, 2004: 125).
Matematika/Hakekat matematika dapat diketahui, karena objek penelaahan matematika
yaitu sasarannya telah diketahui sehingga dapat diketahui pula bagaimana cara berpikir
matematika itu (Hudojo, 2005: 35).
Matematika/Kebenaran matematika akan bisa diterima secara universal dan akan
mendukung teori-teori matematika yang lain, karena kebenaran matematika bersifat
konsisten. Hal ini dikarenakan matematika adalah suatu ilmu pasti yang kebenarannya
adalah bersifat mutlak dan tidak tergantung pada metode ilmiah yang cenderung
bersifat induktif (Sumardyono, 2004: 4).
Matematika/Kemampuan komunikasi matematika merupakan kesanggupan/kecakapan
seorang siswa untuk dapat menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan
gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram dalam
menjelaskan gagasan (Shadiq, 2009: 12).
Matematika/Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang mampu
diselesaikan tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin (Ruseffendi, 1980:
216).
Matematika/Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan
penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam
Shadiq, 2004: 3).
Matematika/Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh
kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Muhsetyo, 2001: 3).
Matematika/Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivistik adalah
membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika
dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prinsip itu
terbangun kembali; transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru
(Nickson dalam Hudojo, 2005: 20).
Matematika/Sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi,
dan prinsip (Begle dalam Hudoyo, 2005: 36).
Matematika/Secara singkat dikatakan bahwa, matematika berkenaan dengan ide-ide
atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif
(Mustangin, 2002:4).
Matematika/Tujuan pembelajaran matematika bukan mematikan manusia tetapi
membuat matematika membahagiakan manusia, dilain pihak matematika tidak mudah
dipahami tetapi penting dalam kegiatan manusia, maka pembelajaran haruslah sedapat
mungkin seperti berikut: (a) Menyenangkan, sedikitnya tidak menegangkan. (b)
Menghargai perbedaan individual. (c) Menghormati pendapat siswa. (d) Dapat
menunjukkan makna matematika dalam kehidupan manusia (Marpaung, 2005: 08).
MBS berasal tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Menurutnya manajemen
berarti koordinasi dan penyerasian sumberdaya melalui sejumlah input manajemen
untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Berbasis artinya
“berdasarkan pada” atau “berfokus pada”. Sedangkan sekolah merupakan organisasi
terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas
memberikan “bekal kemampuan dasar” kepada peserta didik atas dasar ketentuan-
ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (Kualifikasi,
untuk sumber daya manusia) (Irawan dkk., 2004: 26).
MBS/Dalam bukunya Ade Irawan dkk, Menurut Nurkholis ada sembilan langkah strategi
yang bisa digunakan agar implementasi kebijakan MBS sukses, yaitu: 1. Sekolah harus
memiliki otonomi terhadap empat hal; kekuasaan dan kewenangan, pengembangan
pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala
bagian, serta penghargaan pada pihak yang berhasil. 2. Adanya peran serta masyarakat
secara aktif dalam pembiayaan, proses pengambilan kurikulum dan instruksional serta
non-instruksional. 3. Adanya kepemimpinan sekolah yang kuat. 4. Proses pengambilan
keputusan yang demokratis. 5. Semua pihak memahami peran dan tanggungjawabnya
secara sungguh-sungguh. 6. Adanya guidelines (garis pedoman) dari departemen
pendidikan. 7. Sekolah memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal
diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya. 8. Penerapan MBS
harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah. 9. Implementasi diawali dengan
sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, pembangunan
kelembagaan, pelatihan dan sebagainya (Fttah, 2004: 69-70).
MBS/Delapan Langkah Pemberdayaan Masyarakat dalam MBS: 1. Menyusun kelompok
guru sebagai penerima awal atas rencana program pemberdayaan. 2. Mengidentifikasi
dan membangun kelompok peserta didik di sekolah. 3. Memilih dan melatih guru dan
tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi manajemen
berbasis sekolah. 4. Membentuk dewan sekolah, yang terdiri dari unsure sekolah,
unsure masyarakat di bawah pengawasan pemerimtah daerah. 5. Menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan para anggota dewan sekolah. 6. Mendukung aktivitas kelompok
yang telah berjalan. 7. Mengembangkan hubungan yang harmonis antara sekolah dan
masyarakat. 8. Menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi (Mulyasa, 2005: 33).
MBS/Diluar berbagai keunggulan yang dimiliki, pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah (MBS) bukan berarti tidak berhadapan dengan sejumlah kendala, adapun
kendala-kendala dalam implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) di Indonesia
ini antara lain: a. Mutu guru yang kurang merata. b. Kualitas SDM masyarakat yang masih
rendah. c. Masih adanya asumsi bahwa tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya
merupakan tugas sekolah atau lembaga pendidikan, sehingga kerja sama antara sekolah
dengan masyarakat sulit terealisasi. d. Masih adanya penyelewengan dan keterbatasan
anggaran dana pendidikan yang dialokasikan kepada sekolah-sekolah. e. Salah satu
kendala utama yang hingga kini masih sulit dihilangkan adalah kebiasaan birokrasi masa
lalu yang sering kali menikmati berbagai fasilitas atau kemudahan dari sekolah (Fattah,
2004: 63-65).
MBS/Jelaslah di sini bahwa penerapan MBS bukan pekerjaan mudah, melainkan
memerlukan biaya, tenaga, waktu dan usaha yang besar serta perlu adanya dukungan
dari berbagai pihak yang peduli pada pendidikan di Indonesia ini (Nurkolis, 2003: 269-
271).
MBS/Oleh karena itu, faktor keberhasilan implementasi MBS di Indonesia sekurang-
kurangnya dapat dinilai dari kriteria dibawah ini: a. Apabila jumlah siswa yang mendapat
pelayanan pendidikan semakin meningkat. Masalah siswa yang tidak dapat mendaftar
sekolah karena masalah ekonomi akan dipecahkan bersama-sama oleh warga sekolah
melalui subsidi silang dari mereka yang tingkat ekonominya lebih mampu. Demikian
pula dengan masyarakat pedalaman dan daerah terpencil, mereka akan mendapat
layanan pendidikan setelah adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
pendidikan. b. Apabila kualitas pelayanan pendidikan menjadi lebih baik, karena
pelayanan pendidikan yang berkualitas, mengakibatkan prestasi akademik dan prestasi
non akademik siswa meningkat. Secara keseluruhan jumlah pengangguran bisa ditekan,
intensitas kriminal dapat diturunkan dan rasa tanggung jawab sebagai warga Negara
semakin besar. c. Tingkat tinggal kelas menurun dan produktifitas semakin baik, dalam
arti rasio antara jumlah siswa yang mendaftar dengan jumlah siswa yang lulus menjadi
lebih besar. Tingkat tinggal kelas semakin menurun karena siswa semakin bersemangat
datang ke sekolah dan belajar dirumah dengan dukungan orang tua serta
lingkungannya. Pembelajaran siswa di sekolah semakin meningkat karena kemampuan
guru mengajar semakin menarik dan menyenangkan. Siswa menjadi lebih bergairah dan
bersemangat untuk belajar dan datang ke sekolah. d. Relevansi penyelenggaraan
pendidikan semakin baik, kondisi ini dikarenakan program-program sekolah dibuat
bersama-sama dengan warga dan tokoh masyarakat. Program-program sekolah yang
direncanakan, baik itu kurikulum maupun sarana dan prasarana sekolah disesuaikan
dengan situasi dan kebutuhan lingkungan masyarakat. e. Terjadinya keadilan dalam
penyelenggaraan pendidikan, karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan
secara pukul rata, tetapi didasarkan pada kemampuan ekonomi masing-masing
keluarga. Kondisi ini dapat terwujud karena adanya kerjasama antara sekolah dengan
warga masyarakat (orang tua murid). f. Semakin terlibatnya orang tua dan masyarakat
dalam keputusan di sekolah baik yang menyangkut keputusan intruksional maupun
organisasional. Dengan demikian orang tua siswa dan masyarakat akan semakin peduli
dan rasa memiliki yang lebih besar pada sekolah. Bila hal ini terjadi, maka masyarakat
akan menyumbangkan tenaga dan hartanya untuk sekolah. g. Semakin baiknya iklim
dan budaya kerja di sekolah. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas
pendidikan, selanjutnya sekolah akan berubah dan berkembang lebih baik dan setiap
personil sekolah akan merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari. h. Kesejahteraan staf guru dan sekolah membaik, karena adanya
sumbangan pemikiran, tenaga dan dukungan dari masyarakat luas. Semakin profesional
seorang guru atau staf sekolah maka masyarakat semakin berkeinginan untuk
memberikan dukungan dan sumbangan lebih besar. i. Terwujudnya demokratisasi
dalam penyelenggaraan pendidikan, indikator keberhasilan implementasi berupa
tercapainya demokratisasi pendidikan diletakkan pada posisi terakhir karena sasaran ini
jangka panjang dan paling jauh dari jangkauan (Fattah, 271-282).
MBS/Strategi adalah langkah-langkah yang sistematis dan sistemik dalam
melaksanakan rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam
pencapaian tujuan model MBS. Tujuan model MBS adalah perlu disediakan penghargaan
(reward) dan hukuman (punishment) terhadap sekolah yang berhasil dan tidak berhasil
melaksanakannya. Salah satu bentuk sanksi adalah pengurangan anggaran untuk
sekolah tersebut. Pencapaian tujuan model MBS akan terlaksana apabila Strategi yang
dipakai dalam konsep MBS dalam jangka panjang yang harus memfungsikan sekolah
dengan fokus kepada kemampuan dalam hal menyusun rencana sekolah dan rencana
anggaran, mengelolah sekolah berdasarkan rencana sekolah dan rencana anggaran
tersebut, memfungsikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelolah sekolah
(Fattah, 2004: 31-33).
Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau sikap. Dalam
pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih
khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai
alat-alat grafis, photografis, atau elektronis, untuk menangkap, memproses dan
menyusun kembali informasi visual atau verbal (Gerlach dan Ely dalam Arsyad, 2002: 3).
Media audio berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan indera
pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan kedalam lambang-lambang
auditif, baik verbal (kedalam katakata/bahasa lisan) maupun non verbal. Ada beberapa
jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio antara lain: radio, alat
perekam pita magnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa (Sadirman dkk. 2003:
49-50).
Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi
materi pengajaran misalnya buku, tape-recorder, kaset, film, video, slide, dan lain-lain
(Gagne dan Briggs (1975) dalam Arsyad, 2002: 4).
Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya
diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Alasan media pengajaran
dapat mempertinggi proses belajar siswa adalah : (a) pengajaran akan lebih menarik
perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar, (b) bahan pengajaran akan
lebih jelas maknanya sehingga akan lebih dapat dipahami oleh para siswa, dan
memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran secara lebih baik, (c) metode
mengajar akan lebih bervariasi, tidak sematamata komunikasi verbal melalui penuturan
kata-kata oleh guru atau dosen sehingga siswa tidak mengalami kebosanan, (d) siswa
lebih banyak melakukan kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan penjelasan dari
guru tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, mendengar,
melakukan/mendemonstrasikan dan lain-lain (Nana Sudjana, 1989: 2).
Media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).
Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead projector,
radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi program yang
mengandung pesan seperti informasi yang terdapat transparasi atau buku dan bahan-
bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau meteri yang disuguhkan
dalam bentuk bagan, grafik, diagram dan lain sebagainya (Sanjaya, 2007: 163-164).
Media proyeksi diam (still proyected medium) mempunyai persamaan dengan media
grafis dalam arti menyajikan rangsangan- rangsangan visual. Kecuali itu bahan-bahan
grafis banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam. Perbedaan yang jelas diantara
mereka adalah bila pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan
media yang bersangkutan pada proyeksi diam, pesan tersebut harus diproyeksikan
dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran, terlebih dahulu. Ada kalanya media
jenis ini disertai rekaman audio, tapi ada pula yang hanya visual saja (Sadiman dkk.,
2003: 55-56.
Media/Ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media, yaitu: a.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional
yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan
dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor. b. Tepat untuk mendukung isi
pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Media yang berbeda,
misalnya film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena
itu memerlukan proses dan ketrampilan mental yang berbeda untuk memahaminya.
Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan
sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa. c. Praktis,
luwes, dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya yang lainnya
untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu
lama untuk memproduksinya bukanlah jaminan sebagai media yang terbaik. Kriteria ini
menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau
mudah dibuat sendiri oleh guru. d. Guru trampil menggunakannya. Ini salah satu kriteria
utama. Apa pun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses
pembelajaran. Nilai dan manfaat media amat ditentukan oleh guru yang
menggunakannya. e. Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar
belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada
media yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan
perorangan. f. Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus
memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada slide harus jelas dan
informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu
oleh elemen lain yang berupa latar belakang (Arsyad, 2002: 72-74).
Media/Ada beberapa manfaat penggunaan media pembelajaran: 1). Pengajaran akan
lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2). Bahan
pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa. 3).
Metode mengajar akan lebih bervariasi. 4). Siswa melakukan kegiatan belajar, seperti
mengamati, melakukan dan mendemonstrasikan (Sudjana, 2002: 2).
Media/Audio visual adalah media peraga sebagai alat bantu. Karna itu alat peraga dapat
diberi pengertian sebagai alat bantu pelajaran (Edgar Dale (Subari, 1994:95)
Media/Beberapa jenis media pembelajaran yang sering digunakan di Indonesia
diantaranya: 1) Media pembelajaran visual dua dimensi tidak transparan, yang termasuk
dalam jenis media ini adalah: gambar, foto, poster, peta, grafik, sketsa, papan tulis,
flipchart, dan sebagainya. 2) Media pembelajaran visual dua dimensi yang transparan.
Media jenis ini mempunyai sifat tembus cahaya karena terbuat dari bahanbahan plastik
atau dari film yang termasuk jenis media ini adalah: film slide, film strip, dan sebagainya.
3) Media pembelajaran visual tiga dimensi. Media ini mempunyai isi atau volume seperti
benda sesungguhnya. yang termasuk jenis media ini adalah: benda sesungguhnya,
speciment, mock-up, dan sebagainya. 4) Media pembelajaran audio. Media audio
berkaitan dengan alat pendengaran seperti misalnya: radio, kaset, laboratorium bahasa,
telepon dan sebagainya. 5) Media pembelajaran audio visual. Media yang dapat
menampilkan gambar dan suara dalam waktu yang bersamaan, seperti: Film, Compact
Disc (CD), TV, Video, dan lain sebagainya (Wibawa (1993:27-55).
Media/Benda asli merupakan alat paling efektif mengikutsertakan berbagai indera
dalam belajar (Sanaky (2009:109).
Media/Ciri-ciri umum media pembelajaran sebagai berikut: a. Media pendidikan
memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras),
yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indra. b.
Media pendidikan memiliki pengertian non-fisik yang dikenal sebagai software
(perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang
merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa. c. Penekanan media pendidikan
terdapat pada visual dan audio. d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu
pada proses belajar baik didalam maupun diluar kelas. e. Media pendidikan digunakan
dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. f.
Media pendidikan dapat digunakan secara massa (misalnya: radio, televisi), kelompok
besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan
(misalnya:modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder). g. Sikap, perbuatan,
organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu
(Arsyad. 2002: 6-7).
Media/Dalam alat atau media mengajar dimasukkan juga segala permainan yang dapat
dimainkan oleh pelajar berkelompok, sekelas, atau berdua. Contoh-contoh yang
disajikan di sini ialah a) permainan teka-teki silang, b) permainan untuk melatih struktur
(pola kalimat), c) permainan untuk melatih kosakata, d) permainan untuk melatih
membaca dan menjawab pertanyaan secara tertulis, e) permainan untuk melatih
pendengaran untuk membedakan dan mengidentifikasikan kata-kata (Utama, 1993:
211).
Media/Dalam pengajaran, media memiliki beberapa manfaat, antara lain: a. meletakkan
dasar-dasar yang konkret untuk berpikir sehingga mengurangi verbalisme, b.
memperbesar perhatian siswa, c. meletakkan dasar-dasar yang penting untuk
perkembangan belajar, sehingga membuat pelajaran lebih mantap, d. memberikan
pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri
dikalangan siswa, e. membantu tumbuhnya pengertian sehingga membantu
perkembangan kemampuan siswa, f. memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak
diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih
mendalam serta keragaman yang lebih banyak (Encyclopedia of Educational Research
dalam Hamalik, 1989: 15).
Media/Delapan manfaat media dalam kegiatan pembelajaran yaitu: a. Penyampaian
materi pelajaran dapat diseragamkan Guru mungkin mempunyai penafsiran yang
beraneka ragam tentang suatu hal. Melalui media, penafsiran yang beragam ini dapat
direduksi disampaikan kepada siswa secara seragam. b. Proses pembelajaran menjadi
lebih menarik Media dapat menyampaikan informasi yang dapat didengar (audio) dan
dapat dilihat (visual), sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep,
suatu proses atau prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lebih jelas
dan lengkap. c. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif Media harus dirancang
dengan benar, media dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah
secara aktif. Tanpa media, guru mungkin akan cenderung berbicara satu arah kepada
siswa saja. Namun dengan media guru dapat mengatur kelas mereka sehingga bukan
hanya kelas dominasi guru atau guru yang aktif, tetapi juga siswa yang lebih banyak
berperan. d. Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi Seringkali guru
menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk menjelaskan suatu materi. Padahal
waktu yang dihabiskan tidak perlu sebanyak itu jika mereka memanfaatkan media
pendidikan dengan baik. e. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan Penggunaan media
tidak hanya membuat proses belajar-mengajar lebih efisien, tetapi juga membantu
siswa menyerap materi pelajaran secara lebih mendalam dan utuh. f. Proses belajar
dapat terjadi dimana saja dan kapan saja Media pembelajaran dapat dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar dimana saja dan kapan saja mereka mau,
tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru. g. Sikap positif siswa terhadap bahan
pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan. Dengan media,
proses belajar mengajar menjadi lebih menarik. Hal ini dapat meningkatkan kecintaan
dan apresiasi siswa terhadap ilmu pengetahuan dan proses pencarian ilmu itu sendiri.
h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif Pertama, guru tidak perlu
mengulang-ngulang penjelasan mereka bila media digunakan dalam pembelajaran.
Kedua, dengan mengurangi uraian verbal (lisan), guru dapat memberikan perhatian
lebih banyak kepada aspek-aspek lain dalam pembelajaran. Ketiga, peran guru tidak
lagi menjadi sekedar pengajar tetapi juga konsultan, penasihat, atau manajer
pembelajaran (Kemp dan Dayton Yasmin, 2007: 178-181).
Media/Fungsi media sebagai berikut: 1. Penggunaan media dalam proses belajar
mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai
alat Bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2. Penggunana
media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar.
3. Media pengajaran, penggunaannya dengan tujuan dari sisi pelajaran. 4. Penggunaan
media bukan semata – mata alat hiburan, bukan sekedar melengkapi proses belajar
supaya lebih menarik perhatian siswa. 5. Penggunaan media dalam pengajaran lebih
dituangkan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap perhatian yang diberikan guru. 6. Pengunaan media dalam pengajaran
diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar (Nana Sudjana dalam
Djamarah, 1996: 152 ).
Media/Gambar yang baik sebagai sumber belajar memiliki cirri-ciri sebagai berikut,
yaitu: 1. Dapat menyampaikan pesan atau ide tertentu. 2. Memberi kesan kuat dan
menarik perhatian. 3. Merangsang orang yana melihat untuk ingin mengungkapkan
tentang obyek – obyek dalam gambar. 4. Berani dan dinamis. 5. Ilustrasi tidak terlalu
banyak, tetapi menarik dan mudah dipahami (Sudirman et al, 1991: 219).
Media/Klasifikasi media pembelajaran sebagai berikut: 1. Printed media (media cetak);
2. Display media (media pameran); 3. Overhead transparencies; 4. Audiotape recording
(rekaman pita audio); 5. Slide series dan filmstrips; 6. Multi image presentation; 7. Video
recordings and motion picture film (rekaman video dan film); 8. Computer based
instruction (pembelajaran berasaskan computer) (Jerold Kemp (1986) dalam Rohani,
1997: 16).
Media/Kriteria dalam memilih media pelajaran, sebagai berikut: a. Ketepatan dengan
tujuan pengajaran. b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran. Adanya media bahan
pelajaran lebih mudah dipahami siswa. c. Media yang digunakan mudah diperoleh,
mirah, sederhan dan praktis penggunaannya. d. Keterampilan guru dalam menggunakan
media dalam proses pengajaran. e. Tersedia waktu untuk menggunakanya, sehinga
media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.f. Sesuai
dengan tarap berpikir siswa (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai dalam Djamarah dan Zein,
1996: 150).
Media/Manfaat lain dari media pembelajaran adalah: Pertama, media dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, Kedua, media dapat mengatasi batas
ruang kelas Ketiga, dapat memungkinkan terjadinya iteraksi langsung antara peserta
dan lingkungan. Keempat, media dapat menghasilkan keseragaman pengamat. Kelima,
media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata dan tepat. Keenam, media
dapat membangkitkan motifasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik.
Ketujuh, media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru. Kedelapan, media
dapat mengontrol atau kecepatan belajar peserta. Kesembilan, media dapat
memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal yang konkrit sampai yang
abstrak (Sanjaya, 2007: 169-172).
Media/Manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu: a. Pengajaran
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; b.
Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa
dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran; c. Metode
pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata–mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata–kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak tidak
kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. Siswa dapat
lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraioan guru
tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan,
memamerkan dan lain-lain (Sudjana dan Rivai, 2002: 2).
Media/Media yang akan digunakan dalam pembelajaran menjadi pertimbangan utama,
karena media yang dipilih harus sesuai dengan: 1). Tujuan Pembelajaran. 2). Bahan
pelajaran. 3). Metode pengajaran. 4). Tersedia alat yang dibutuhkan. 5). Pribadi
pengajar. 6). Minat dan kemampuan siswa. 7). Situasi pengajaran yang sedang
berlangsung (Sanaky (2009: 6).
Media/Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan
sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media
pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data
dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan
informasi (Hamalik dalam Arsyad, 2002: 15).
Media/Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa
(Hamalik dalam Arsyad, 2002: 15).
Media/Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa
(Hamalik dalam Arsyad, 2002: 15).
Media/Sesuatu dapat dikatakan sebagai media pendidikan/pembelajaran apabila
mereka (media) itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional
atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Sedangkan media pendidikan adalah
alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi
dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Hamalik, 1985: 23).
Membaca mencari sesuatu konsep lebih mendorong motivasi siswa di banding dengan
membaca tanpa mencari sesuatu. Diyakini olehnya bahwa pembuatan peta konsep dapat
memotivasi siswa untuk berfikir tentang ranah isi. Siswa dituntut untuk dapat
mengenali, menguji konsep-konsep penting, mengklasifikasi konsep- konsep tersebut,
menggambarkan hubungan antara konsep satu dengan yang lain, dan menganalisis sifat
hubungannya (Dimyati dan Mudjiono (2004: 93).
Mengamati/Untuk meningkatkan kemampuan mengamati seseorang harus: a)
Peka/tanggap terhadap lingkungan. b) Melatih diri sendiri untuk mengoptimalkan
pemakaian indera. c) Bisa langsung mengungkapkan secara verbal komentar yang ada
di dalam pikiran (Zaleha, 2004: 95-100).
Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu
tujuan (Surakhmad, W., 1979:75).
Metode adalah teknik dan alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat atau
cara didalam pelaksanakan sesuatu strategi belajar mengajar (T Raka Roni dalam
Saputro, 1993: 90).
Metode dan alat yang digunakan dalam pengajaran dipilih atas dasar tujuan dan bahan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan atau
media transformasi pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai. Metode dan alat
pengajaran yang digunakan harus betul-betul efektif dan efisien (Sudjana, 2000: 30).
Metode mengajar dapat menciptakan terjadinya interaksi belajar mengajar yang baik,
efektif dan efisien. Karena dengan pemilihan metode mengajar yang baik dan tepat guna
serta tepat sasaran akan semakin menciptakan interaksi edukatif yang semakin baik
pula (Syah, 2007:134).
Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak
baik pula, akibatnya siswa malas untuk belajar. Bahan pelajaran juga mempengaruhi
belajar siswa, kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar
siswa. Kurikulum yang kurang baik itu misalnya kurikulum yang terlalu padat, diatas
kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa (Slameto,
1988:68).
Metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar
siswa, serta menggunakan metode mengajar secara bervariasi. Tugas guru ialah memilih
metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik. Ketepatan
penggunaan metode mengajar sangat tergantung kepada tujuan, isi proses belajar
mengajar dan kegiatan belajar mengajar (Suryosubroto, 43).
Metode pembelajaran apapun yang digunakan oleh guru hendaknya dapat
mengakomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip pembelajaran. Pertama, berpusat
pada anak didik (student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu
yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Suatu
kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style)
anak didik harus diperhatikan. Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing).
Supaya proses belajar menyenangkan guru harus menyediakan kesempatan kepada
anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh
pengalaman nyata. Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran
dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai
sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together). Keempat, mengembangkan
keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat
memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinasi anak
didik untuk berpikir kritis dan kreatif. Kelima, mengembangkan kreativitas dan
keterampilan memecahkan masalah (Majid, A., 2005:136).
Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Metode ceramah,
metode ceramah paling efisien untuk menyampaikan informasi dengan cara guru
bercerita; b) Metode tanya jawab, metode ini dapat digunakan untuk menilai tingkat
pemahaman siswa terhadap isi bacaan atau materi yang diberikan; c) Metode diskusi
kelompok, metode ini bertujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang
lain dalam mencapai tujuan bersama; d) Metode pemberian tugas, siswa diharapkan ikut
serta secara aktif datam suatu proses belajar mengajar; e) Metode studi kasus, metode
menganalisis masalah, menghubungkan masalah dengan kehidupan sehari-hari; f)
Metode brain storming (meramu pendapat), metode meramu pendapat merupakan
perpaduan antara teknik tanya jawab dengan teknik diskusi; g) Metode eksperimen,
yaitu guru mendemonstrasikan secara langsung dan siswa memperhatikannya pada
kesempatan berikutnya siswa mencobanya sendiri; h) Metode simulasi, sebagai tiruan
dari keadaan yang sesungguhnya; i) Metode sosiodrama, suatu cara dimana siswa
mendramatisasikan sekaligus memecahkan masalah kehidupan di masyarakat
(Saliwangi, 1994: 56-62).
Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Metode diskusi,
merupakan proses interaksi dua atau lebih individu sating tukar pengalaman, informasi,
memecahkan masalah semua aktif; b) Metode kerja kelompok, yaitu cara mengajar di
mana siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok; c) Metode penemuan,
merupakan proses mental di mana siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep; d)
Metode simulasi, adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang
dimaksud; e) Metode brain storming (sumbang saran), adalah suatu teknik atau cara
mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas, dengan cara melontarkan suatu masalah
kemudian siswa menjawab; f) Metode esperimen, yaitu cara mengajar di mana siswa
melakukan percobaan suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan nasil
percobaannya, kemudian disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru; g) Metode
demonstrasi, yaitu cara mengajar di mana seorang guru menunjukkan suatu proses
siswa melihat, mengarnati, mendengar mungkin meraba dan merasakan proses yang
dipertunjukkan oleh guru tersebut; h) Metode karya wisata, yaitu cara mengajar yang
dilakukan dengan cara mengajak siswa ke suatu tempat di luar sekolah untuk
mempelajari atau menyelidiki sesuatu; i) Metode bermain peran dan sosiodrama, yaitu
siswa mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang
dalam hubungan sosial antar manusia; j) Metode latihan dan driil, yaitu cara mengajar
di mana siswa melaksanakan kegiatan latihan, agar memiliki ketangkasan atau
keterampilan yang lebih tinggi dari pada yang telah dipelajari; k) Metode tanya jawab,
yaitu suatu metode untuk memberi motivasi kepada siswa agar bangkit pemikirannya
untuk bertanya atau guna mengajukan pertanyaan, siswa menjawab; 1) Metode
ceramah, yaitu usaha menularkan pengetahuan kepada siswa secara lisan
(Roestiyah, 1998:1).
Metode pembelajaran diklasifikaskan sebagai berikut: a) Metode penugasan, yaitu suatu
cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan
petunjuk yang dipersiapkan guru; b) Metode eksperimen, yaitu suatu cara memberikan
kepada siswa secara perseorangan atau kelompok, untuk melatih melakukan suatu
proses percobaan secara mandiri; c) Metode proyek, yaitu cara memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menghubungkan dan mengembangkan sebanyak mungkin
pengetahuan yang telah diperoleh dari berbagai mata pelajaran; d) Metode diskusi, yaitu
cara penguasaan bahan pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh guna memecahkan suatu masalah untuk
mecapai suatu kesepakatan; e) Metode widyawisata, yaitu cara penguasaan bahan
pelajaran dengan membawa siswa langsung kepada objek; f) Metode bermain peran,
yaitu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi, daya ekspresi
dan penghayatan siswa; g) Metode demonstrasi, yaitu cara mengajar dengan
mempertunjukkan suatu benda atau cara kerja sesuatu; h) Metode tanya jawab, yaitu
suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui berbagai bentuk pertanyaan yang dijawab
oleh siswa; i) Metode latihan, yaitu metode yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berlatih melakukan suatu keterampiian tertentu berdasarkan petunjuk guru; j)
Metode ceramah, yaitu suatu cara mengajar dengan penyajian melalui penuturan dan
penerangan lisan kepada siswa; k) Metode pameran, metode pameran digunakan untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyajikan dan menjelaskan apa yang
telah dipelajari; l) Metode cerita, yaitu suatu cara penanaman nilai-nilai kepada siswa
dengan mengungkapkan kepribadian lokoh-tokoh melalui penuturan hikayat, legenda,
dongeng dan sejarah lokal; m) Metode simulasi, yaitu suatu cara penyajian bahan
pelajaran melalui kegiatan praktek langsung tentang pelaksanaan nilai-nilai penerapan
pengetahuan dan keterampilan sehari-hari (Depdikbud, 1994:37-47).
Metode pembelajaran tidak ada yang sempurna. Setiap metode selalu memiliki
kekurangan dan kelebihan. Meskipun selalu banyak dilakukan penelitian dan
eksperimen yang diadakan mengenai metode-metode mana yang paling efektif, tetapi
masih tetap sulit untuk membuktikan secara ilmiah metode mana yang paling baik
(Nababan, 1993:150-151).
Metode pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi
saja, melainkan berfungsi juga untuk pemberian dorongan, pengungkap tumbuhnya
minat belajar, penyampaian bahan belajar, pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga
untuk melahirkan kreativitas, pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil
belajar, dan pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar (Hatimah,
I., 2000:10).
Metode problem solving adalah metode yang melibatkan sejumlah proses dan aktivitas
kognitif yang kompleks. Metode ini merupakan metode dalam kegiatan pembelajaran
dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai permasalahan, baik secara
pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama
(Daneshamooz dkk., 2011:313).
Metode yang bisa digunakan untuk pengungkapan sikap yaitu: 1. Observasi
perilaku. Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (terulang) misalnya
tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, bukanlah dapat disimpulkan bahwa ia
tidak menyukai film Indonesia. Orang lain yang selalu memakai baju warna putih,
bukankah dia memperlihatkan sikapnya terhadap warna putih. Perilaku tertentu bahkan
kadang-kadang sengaja ditampakkan untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya.
Dengan demikian, perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap
dalam kontek situasional tertentu, tetapi interpretasi sikap warna sangat berhati-hati
apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh
seseorang. 2. Pertanyaan langsung. Asumsi yang mendasari metode pertanyaan
langsung guna pengungkapan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan
orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi
keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang
dirasakannya. 3. Pengungkapan langsung. Suatu metode pertanyaan langsung adalah
pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan
dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item ganda.
Prosedur pengungkapan langsung dengan item ganda sangat sederhana. Responden
diminta untuk menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi
tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian respondennya yang dilakukan
secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur.
Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pengungkapan langsung yaitu dengan menggunakan skala psikologis yang diberikan
pada objek (Azwar, 2000:90).
Metode yang digunakan seharusnya berpengaruh pada keberhasilan dalam proses
belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu
yang tidak efisien. Dalam pemilihan dan penggunaan sebuah metode harus
mempertimbangkan aspek efektifitas dan relefansinya dengan materi yang
disampaikan. Keberhasilan penggunaan metode merupakan suatu keberhasilan proses
pembelajaran yang akhirnya berfungsi sebagai determanitas kualitas pendidikan (Arief,
2002:40).
Metode/Dalam proses penyampaian materi pendidikan kepada sasaran pendidikan, di
samping kurikulum maka metode dan alat pendidikan turut memegang peranan
penting. Sebab bagaimanapun pandainya seorang pendidik dalam usahanya mengubah
tingkah laku, tidak terlepas dari metode dan alat bantu pendidikan yang digunakan.
Metode dan alat bantu pendidikan yang baik akan mempermudah proses belajar dan
mengajar (Soekidjo, 2003:59).
Metode/Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah
metode mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini sangat berkaitan. Pemilihan
salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang
sesuai meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih
media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa
menguasai setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk
karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama
media pengjaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim,
kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru (Arsyad, 2002:15).
Metode/Dengan mengambil pendekatan elektrik, seorang guru bahasa tidak terpaku
pada suatu metode saja, tetapi ia dapat mengadakan penyesuaian yang lebih cocok bagi
situasi dan kondisi kelasnya dalam usahanya untuk meningkatkan mutu dan efektifitas
pengajaran bahasa (Utama, 1993:151).
Metode/Kedudukan metode pembelajaran sebagaimana diungkapkan Djamarah dan
Aswan Zain: 1) Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik. 2) Metode sebagai strategi
pengajaran. 3) Metode pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan (Djamarah dan
Aswan Zain, 1997:82).
Metode/Kemahiran guru untuk memilih metode pembelajaran yang serasi dengan
kebutuhan ditentukan oleh pengalamannya, keluasan pemahaman guru tentang bahan
pelajaran, tersedianya media, pemahaman guru tentang karakteristik siswa, dan
karakteristik belajar (Riwajatna, J., 2003:51).
Metode/Lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran: 1)
Tujuan yang bermacam-macam jenis dan fungsinya. 2) Anak didik yang bermacam-
macam tingkat kematangannya. 3) Situasi yang bermacam-macam. 4) Fasilitas yang
bermacam-macam kualitas dan kuantitasnya. 5) Pribadi guru serta kemampuan
profesional yang berbeda-beda (Djamarah, 2006:78).
Metode/Metode adalah salah satu komponen dari proses pendidikan, alat untuk
mencapai tujuan yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar, dan merupakan
kebulatan dalam sistem pendidikan (Zuhairini, 1981:68).
Metode/Model dalam pembelajaran kooperatif diantaranya Student Teams Achievement
Divisions (STAD), Team Games Tournament (TGT), Jigsaw, Team Assisted
Individualisation (TAI), Group Investigation (GI), dan struktural (Abdurrahman & Bintoro
dalam Nurhadi dkk, 2004: 64-67).
Metode/Pengaruh metode pembelajaran terhadap pengalaman belajar seseorang. Edgar
Dale mengemukakan bahwa pengalaman langsung diperlukan untuk membantu siswa
belajar memahami, mengingat, dan menerapkan berbagai simbol abstrak. Kegiatan
belajar akan terasa lebih mudah bila menggunakan materi yang terasa bermakna bagi
siswa ataupun mempunyai relevansi dengan pengalamannya (Edgar Dale yang dikutip
oleh Basuki Wibawa, 1993:16).
Metode/Tidak ada satu metode yang baik untuk setiap tujuan dalam setiap situasi.
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kelemahan. Dengan sifatnya polivalen dan
polipraemasi, guru perlu mengetahui kapan sesuatu metode tepat digunakan dan kapan
dia mengguankan kombinasi dari metode-metode tersebut. Guru hendaknya memilih
metode yang paling banyak mendatangkan hasil (Zuhairini dan Ghofir, 2004: 57-59).
Metode/Untuk menghindari kejenuhan disarankan agar guru menggunakan metode
yang beragam. Kegiatan bisa dilakukan di dalam atau di luar kelas dengan tugas yang
beragam, berpasangan, berkelompok, atau seluruh kelas (Depdikbud, 2003:6).
Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap
suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya
tarik baginya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Minat merupakan
alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik
dalam kurun waktu tertentu (Djamarah, 2008:167).
Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi
tertentu. Guru seyogyanya membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan
yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama dengan
membangun sikap positif (Syah, 2002:129).
Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat
yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk
mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Minat belajar yang besar
cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi (Dalyono, 2001:56-57).
Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari
(Dalyono, 2001:56-57).
Minat merupakan kesadaran seseorang terhadap suatu obyek, seseorang, soal atau
situasi yang bersangkutan dengan dirinya. Selanjutnya minat harus dipandang sebagai
suatu sambutan yang sadar dan kesadaran itu disusul dengan meningkatnya perhatian
terhadap suatu obyek. Beberapa pendapat di atas menunjukkan adanya unsur perhatian
di dalam minat seseorang terhadap sesuatu (Witherington yang dikutip oleh Buchori,
1991:135).
Minat/Perasaan senang akan menimbulkan minat pula, yang diperkuat lagi oleh sikap
yang positif. Diantara kedua hal tersebut timbul lebih dahulu sukar ditentukan secara
pasti (Winkel (1983:30).
Misi/Sedangkan misi akan menggerakkan organisasi lebih baik.Keunggulan misi yaitu:
1) organisasi yang digerakkan oleh misi akan lebih efisien; 2) organisasi yang
digerakkan oleh misi akan lebih efektif dan baik; 3) organisasi yang digerakkan oleh
misi akan lebih fleksibel; dan 4) organisasi yang digerakkan oleh misi akan mempunyai
semangat lebih tinggi (Asrin, 2006:55).
Model dalam mengajar berperan sebagai alat untuk menciptakan proses belajar
mengajar. Dengan model ini diharapkan terjadi interaksi belajar mengajar dengan guru
dalam proses pembelajaran. Interaksi belajar mengajar sering disebut juga dengan
interaksi edukatif. Dalam memilih cara atau model ini guru dibimbing oleh filsafat
pendidikan yang dianut guru dan tujuan pelajaran yang hendak dicapai (Derajat,
1996:61).
Model herbart yaitu suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan menghubung-
hubungkan antara tanggapan lama dengan tanggapan yang baru sehingga
menimbulkan berbagai tanggapan dari siswa (Yusuf, 1995:92).
Model sebagai alat motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan) (Anwar, 2005:516).
Model teori hierarki kebutuhan. Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja
identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil maupun non
materiil. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya
tak terbatas atau tak henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi
serta kebutuhannya berjenjang (Maslow dalam Robbins, 1996:127).
Model/Jadi model pembelajaran dapat di definisikan sebagai cara-cara yang digunakan
oleh seorang pendidik/ pengajar dalam penerapan sebuah materi belajar dalam
membentuk sebuah karakter pada siswa. Menurut Nana sudjana model pembelajaran
adalah, cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada
saat berlangsungnya pengajaran (Sudjana, 2004:76).
Model/Kedudukan model dalam pengajaran meliputi: model sebagai alat memotivasi
intrinsik (Syaiful Bahri Djamarah dalam Anwar, 2005:516).
Motif itu ada tiga golongan yaitu: a. Kebutuhan-kebutuhan organis yakni, motif-motif
yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam dari tubuh seperti:
lapar, haus, kebutuhan bergerak, beristirahat atau tidur, dan sebagainya. b. Motif-motif
yang timbul yang timbul sekonyong-konyong (emergency motives) inilah motif yang
timbul bukan karena kemauan individu tetapi karena ada rangsangan dari luar, contoh:
motif melarikan diri dari bahaya,motif berusaha mengatasi suatu rintangan. Motif
Obyektif yaitu motif yang diarahkan atau ditujukan ke suatu objek atau tujuan tertentu
di sekitar kita, timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita (Woodwort dan
Marquis dalam Purwanto, 1998:64).
Motif/Satu motif adalah suatu kecenderungan yang meliputi suatu derajad kesadaran
terhadap tujuan. Ia dapat dipandang sebagai menandai suatu kondisi-kondisi atau
kekuatankekuatan internal yang cenderung mendorong individu menuju dicapainya
tujuan-tujuan tertentu (Crow and Crow dalam Sardiman, 1986:75).
Motif-motif itu ada dua golongan sebagai berikut: a. Psychological drive adalah
dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis atau jasmaniah seperti lapar, haus dan
sebagainya. b. Sosial Motives adalah dorongan-dorongan yang ada hubungannya
dengan manusia lain dalam masyarakat seperti : dorongan selalu ingin berbuat baik
(etika) dan sebagainya (Sartain dalam Purwanto, 1998:62).
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.
Donald dalam Sardiman, 2007:73).
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan
semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak
energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2007:75).
Motivasi berprestasi mempunyai kontribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar
(McCleland dalam Irawan, dkk., 1997:42).
Motivasi kerja yang tinggi dalam sebuah organisasi sekolah akan berdampak positif
yaitu tercapainya tujuan yang telah ditentukan oleh organisasi sekolah (Wahjosumidjo,
2001: 42).
Motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan mengembangan sumber
daya manusia (Surya, 2004:61-62).
Motivasi/Ada beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi berprestasi dalam kegiatan
belajar di sekolah, sebagai berikut: 1) Memberikan angka. 2) Hadiah. 3) Memberi
ulangan. 4) Mengetahui hasil. 5) Pujian. 6) Hukuman (Sardiman, 2002:89).
Motivasi/Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan belajar
para siswa. Pertama, menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang
bervariasi. Dengan metode dan media yang bervariasi kebosanan dapat dikurangi.
Kedua, memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang akan
dibutuhkan akan menarik perhatian, dengan demikian akan membangkitkan motif
untuk mempelajarinya. Ketiga, memberikan sasaran antara. Sasaran akhir belajar adalah
lulus ujian atau naik kelas. Sasaran akhir baru dicapai pada akhir tahun. Keempat,
memberikan kesempatan untuk sukses. Bahan atau soal-soal yang sulit hanya bisa
diterima atau dipecahkan oleh siswa pandai, siswa yang kurang pandai sukar menguasai
atau memecahkannya. Agar siswa yang kurang pandai juga bisa menguasai /
memecahkan soal, maka berikan bahan atau soal yang sesuai dengan kemampuannya.
Keberhasilan yang dicapai siswa dapat menimbulkan kepuasan kemudian
membangkitkan motif. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Keenam, adakan persaingan sehat. Persaingan atau kompetesi yang sehat dapat
membangkitkan motivasi belajar (Ibrahim & Syaodih, 2003:28-29).
Motivasi/Ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam
organisasi, yaitu: “(1), pemuas kerja (Job Satisfies) yang berkaitan dengan isi pekerjaan
dan (2). Ketidakpuasan kerja (Job Dissatisfies) yang berkaitan dengan suasana kerja.
Satisfies disebut motivators sedangkan Dissatisfies disebut faktor-faktor hygienis
(Hygienic Factors) (Herzberg (1959) dalam Reksohadiprojo dan Handoko, 2000:259).
Motivasi/Ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau motivasi, ialah: 1)
Motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini akan
membantu kita menjelaskan kelakuan yang kita amati dan untuk memperkirakan
kelakuan-kelakuan lain pada seseorang. 2) Menentukan karakter dengan melihat
petunjuk-petunjuk dari tingkah lakunya. Apakah petunjuk-petunjuk dapat dipercaya,
dapat dilihat kegunaannya dalam memperkirakan dan menjelaskan tingkah laku lainnya
(Hamalik, 2007:158).
Motivasi/Ada tiga fungsi motivasi dalam belajar yaitu: a) Mendorong siswa untuk
berbuat dan bertindak. Motif itu sebagai penggerak atau motor yang memberi energi
atau kekuatan seseorang untuk melakukan suatu tugas. b) Motif itu menentukan arah
perbuatan, yakin kearah perwujudan cita-cita atau suatu tujuan. c) Motif itu dapat
menyelesaikan suatu berbuatan kita, artinya menentukan perbuatan-perbuatan yang
harus dilakukan, guna mencapai tujuan itu dengan mengesampingkan perbuatan yang
tidak bermanfaat bagi tujuan (Hamalik, 2007:161).
Motivasi/Ada tiga fungsi motivasi: a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai
penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b) Menentukan arah perbuatan,
yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan
arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c)
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman, 2007: 84).
Motivasi/Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu: (1) kebutuhan, (2) dorongan,
dan (3) tujuan (Dimyati, dkk. 2006: 80).
Motivasi/Adapun fungsi motivasi ada tiga, yaitu: a. Mendorong manusia untuk berbuat,
jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. b. Menentukan arah
perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan yakni
menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna
mencapai tujuan itu dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut (Sardiman, 1990:74).
Motivasi/Beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan
belajar di sekolah, diantaranya: 1. Memberi angka. 2. Hadiah. 3. Saingan/kompetisi. 4.
Memberi ulangan. 5. Mengetahui hasil. 6. Pujian. 7. Hukuman. 8. Hasrat untuk belajar.
9. Minat. 10) Tujuan yang diakui (Sardiman A. M., 1990:92-95).
Motivasi/Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah antara lain: a)
Prinsip kompetisi. Yang dimaksud dengan prinsip kompetisi adalah persaingan secara
sehat, baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi juga dapat dilakukan antar sekolah
untuk mendorong siswa melakukan berbagai upaya unjuk kerja belajar yang baik. b)
Prinsip pemacu. Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada
pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan,
percontohan, dsb. c) Prinsip ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diterima oleh
seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang menimbulkan
ganjaran itu. Setiap unjuk kerja yang baik apabila diberikan ganjaran yang memadai,
cenderung akan meningkatkan motivasi. d) Kejelasan dan kedekatan tujuan Makin jelas
dan makin dekat suatu tujuan, maka akan makin mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan sehubungan dengan prinsip ini, maka seyogyanya setiap siswa
memahami tujuan belajarnya secara jelas. e) Pemahaman hasil. Perasaan sukses yang
ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara dan
meningkatkan unjuk kerjanya lebih lanjut. Untuk itu para pengajar seyogyanya selalu
memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh setiap siswa.
f) Pengembangan minat. Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang
dalam menghadapi suatu obyek. Prinsip dasarnya adalah bahwa motivasi seseorang
cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam
melakukan tindakannya. g) Lingkungan yang kondusif. Lingkungan kerja yang kondusif,
baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis, dapat menumbuhkan dan
mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. h) Keteladanan. Guru
secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perilaku siswa yang
baik, yang sifatnya positif maupun negatif. Perilaku guru dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa, dan sebaliknya dapat menurunkan motivasi belajar (Surya, 2004:65).
Motivasi/Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah antara lain: a)
Prinsip kompetisi – Yang dimaksud dengan prinsip kompetisi adalah persaingan secara
sehat, baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi juga dapat dilakukan antar sekolah
untuk mendorong siswa melakukan berbagai upaya unjuk kerja belajar yang baik. b)
Prinsip pemacu – Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada
pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan,
percontohan, dsb. c) Prinsip ganjaran dan hukuman – Ganjaran yang diterima oleh
seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang menimbulkan
ganjaran itu. Setiap unjuk kerja yang baik apabila diberikan ganjaran yang memadai,
cenderung akan meningkatkan motivasi. d) Kejelasan dan kedekatan tujuan – Makin
jelas dan makin dekat suatu tujuan, maka akan makin mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan sehubungan dengan prinsip ini, maka seyogyanya setiap siswa
memahami tujuan belajarnya secara jelas. e) Pemahaman hasil – Perasaan sukses yang
ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara dan
meningkatkan unjuk kerjanya lebih lanjut. Untuk itu para pengajar seyogyanya selalu
memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh setiap siswa.
f) Pengembangan minat – Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang
dalam menghadapi suatu obyek. Prinsip dasarnya adalah bahwa motivasi seseorang
cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam
melakukan tindakannya. g) Lingkungan yang kondusif – Lingkungan kerja yang
kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis, dapat menumbuhkan dan
mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. h) Keteladanan – Guru
secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perilaku siswa yang
baik, yang sifatnya positif maupun negatif. Perilaku guru dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa, dan sebaliknya dapat menurunkan motivasi belajar (Surya, 2004:65).
Motivasi/Behavioristik memandang bahwa motivasi utama manusia berperilaku adalah
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik (natural, alam)
maupun lingkungan sosial (budaya, norma-norma, politik dan lain-lain). Beda halnya
dengan aliran humanistik, dimana pada aliran behavioristik memandang motivasi
manusia muncul dari luar dirinya (motivasi eksternal) (Baharudin, 2001:311).
Motivasi/Cara untuk memotivasi belajar siswa. Cara membangkitkan motivasi belajar
diantaranya adalah: a. Menjelaskan kepada siswa, alasan suatu bidang studi dimasukkan
dalam kurikulum dan kegunaannya untuk kehidupan. b. Mengkaitkan materi pelajaran
dengan pengalaman siswa di luar lingkungan sekolah. c. Menunjukkan antusias dalam
mengajar bidang studi yang dipegang. d. Mendorong siswa untuk memandang belajar
di sekolah sebagai suatu tugas yang tidak harus serba menekan, sehingga siswa
mempunyai intensitas untuk belajar dan menjelaskan tugas dengan sebaik mungkin. e.
Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang sesuai dengan kebutuhan siswa. f.
Memberikan hasil ulangan dalam waktu sesingkat mungkin. g. Menggunakan bentuk
.bentuk kompetisi (persaingan) antar siswa. h. Menggunakan intensif seperti pujian,
hadiah secara wajar (Tadjab, 1994:103).
Motivasi/Cara untuk menumbuhkan motivasi berprestasi dalam kegiatan belajar di
sekolah adalah sebagai berikut: a) Memberikan angka, b) Hadiah, c) Memberi ulangan,
d) Mengetahui hasil, e) Pujian, f) Hukuman (Sardiman, 2002:89).
Motivasi/Dalam garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut: a.
Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar siswa. Belajar
tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil. b. Pengajaran yang bermotivasi pada
hakikatnya adalah pengajaran yang di sesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif,
minat yang ada pada siswa. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan
demokrasi dalam pendidikan. c. Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan
imajinasi guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang
relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru
senantiasa berusaha agar siswa-siswa akhirnya memiliki self motivation yang baik. d.
Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam
pengajaran erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin kelas. Kegagalan dalam hal ini
mengakibatkan timbulnya masalah disiplin di dalam kelas. e. Asas motivasi menjadi
salah satu bagian yang integral dari pada asasasas mengajar. Penggunaan motivasi
dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor
yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah
sangat esensial dalam proses belajar mengajar (Hamalik, 2007:161-162).
Motivasi/Dalam membicarakan soal macam-macam motivasi, hanya akan dibahas dari
dua sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang
disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang
disebut “motivasi ekstrinsik (Djamarah, 2002:115).
Motivasi/Dalam motivasi terkandung tiga unsur penting, yaitu: a. Bahwa motivasi itu
mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia,
perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam system
“neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. b. Motivasi ditandai dengan
munculnya rasa “feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan
persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku
manusia. c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi yakni tujuan (Sardiman A. M. 1990:74).
Motivasi/Dengan adanya kebutuhan, maka hal ini menjadi motivasi bagi anak didik
untuk berbuat dan bekerjasama. Misalnya anak ingin mengetahui isi cerita dari buku
sejarah, maka keingian untuk mengetahui isi buku tersebut menjsdi pendorong bagi
anak didik untuk membacanya (Purwanto, 2007:112).
Motivasi/Dengan mengetahui hasil dan prestasin sendiri, seperti apakah ia mendapat
kemajuan atau tidak, hal ini akan menjadi pendorong bagi anak untuk belajar lebih giat
lagi. Jadi adanya pengetahuan sendiri tentang kemajuannya, maka motivasi itu akan
timbul (Djiwandono, 2002:359).
Motivasi/Diswa-siswa yang termotivasi untuk berprestasi akan tetap melakukan tugas
lebih lama daripada siswa-siswa yang kurang berprestasi bahkan sesudah mereka
mengalami kegagalan dan menghubungkan kegagalannya itu dengan tidak atau kurang
berusaha dalam belajar, dengan kata lain siswa yang termotivasi untuk mencapai
prestasi ingin dan mengharapkan sukses, sedangkan siswa yang tidak termotivasi untuk
berprestasi cenderung mengalami kegagalan dalam belajar atau sulit mencapai prestasi
yang baik (Weiner dalam Djiwandono, 2002:355).
Motivasi/Faktor-faktor dalam pekerjaan yang mempengaruhi motivasi kerja individu
sebagai berikut: a. Rasa aman (security), yaitu adanya kepastian karyawan untuk
memperoleh pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin seperti
yang mereka harapkan. b. Kesempatan untuk maju, yaitu adanya kemungkinan untuk
maju, naik tingkat, memperoleh kedudukan dan keahlian. c. Tipe pekerjaan, yaitu
adanya pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, bakat,
dan minat karyawan. d. Nama baik tempat bekerja, yaitu perusahaan (sekolah) yang
memberikan kebanggaan karyawan bila bekerja di perusahaan atau sekolah tersebut. e.
Rekan kerja, yaitu rekan kerja yang sepaham, yang cocok untuk kerja sama. f. Upah,
yaitu penghasilan yang diterima. g. Penyelia (Supervisor), yaitu pemimpin atau atasan
yang mempunyai hubungan baik dengan bawahannya, mengenal bawahannya, dan
mempertimbangkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya. h. Jam
kerja, yaitu jam kerja yang teratur atau tertentu dalam sehari. i. Kondisi kerja, yaitu
seperti kebersihan tempat kerja, suhu, ruangan kerja, ventilasi, kegaduhan suara, bau,
dan sebagainya. j. Fasilitas, yaitu kesempatan cuti, jaminan kesehatan, pengobatan dan
sebagainya (Yunus, 2007:45).
Motivasi/Faktor-faktor itu (yang mempengaruhi motivasi kerja) meliputi faktor internal
yang bersumber dari dalam individu dan faktor eksternal yang bersumber dari luar
individu itu seperti sikap terhadap pekerjaan, bakat, minat, kepuasan, pengalaman, dan
lain-lain serta faktor dari luar individu yang bersangkutan seperti pengawasan, gaji,
lingkungan kerja, kepemimpinan (Wahjosumidjo, 2001: 42).
Motivasi/Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah: a. Adanya
kebutuhan. b. Adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri. c. Adanya cita-
cita atau aspirasi (Azhari, 1996:75).
Motivasi/Fungsi motivasi adalah sebagai berikut: a) Mendorong manusia untuk berbuat.
b) Menentukan arah perbuatan, yakin kearah tujuan yang ingin dicapai. c) Menyelesaikan
perbuatan, yakni menyelesaikan perbuatanperbuatan yang harus dilakukan (S. Nasution
dalam Rusyan, dkk. 1989:107).
Motivasi/Hadiah dan angka (reward) mempengaruhi motivasi berprestasi (Sardiman,
2002:89).
Motivasi/Hadiah/Macam-macam reward diatas yaitu pemberian angka atau nilai
dijelaskan bahwa angka merupakan motivasi berprestasi yang sangat kuat, siswa yang
mendapatkan angka bagus akan bersemangat dalam belajar sedangkan siswa yang
mendapatkan angka atau nilai jelek mereka juga akan terpacu untuk memperbaiki nilai
tersebut menjadi bagus dengan rajin belajar (Sardiman, 2002:89).
Motivasi/Humanistik memandang motivasi utama manusia bertingkah laku adalah
untuk memenuhi kebutuhan bertingkat dan aktualisasi diri. Tujuan hidup manusia
menurut teori humanistik adalah untuk mencapai hidup penuh makna atau mewujudkan
makna hidup dan kepuasan abadi. Pada aliran humanistik beranggapan bahwa motivasi
utama manusia adalah muncul dari dalam dirinya (internal) (Baharudin, 2001:312-313).
Motivasi/Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Adanya
hasrat dan keinginan berhasil. b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c.
Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d. Adanya penghargaan dalam belajar. e.
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. f. Adanya lingkungan belajar yang
kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik (Uno,
2007:23).
Motivasi/Indikator motivasi berpestasi adalah sebagai berikut: 1) Tekun dalam
menghadapi tugas, 2) Ulet dan tidak mudah putus asa, 3) Menerima pelajaran dengan
baik untuk mencapai prestasi, 4) Senang belajar mandiri, 5) Senang, rajin dalam belajar
dan penuh semangat, 6) Berani mempertahankan pendapat bila benar, 7) Suka
mengerjakan soal-soal latihan (Sardiman, 2002:82-83).
Motivasi/Jadi menyatakan motif dan tujuan perseorangan dapat berpengaruh penting
terhadap tingkah laku seseorang dalam susunan organisasi. Karena kenyataan ini, kita
wajib mengakui dan memperhitungkan sasaran perseorangan dalam setiap pembicaraan
mengenai sasaran organisasi. Konsep sasaran organisasi yaitu sasaran yang ditetapkan
untuk organisasi sebagai keseluruhan tidak akan berguna bagi manajemen bila tidak
dapat dituangkan menjadi sasaran-sasaran tugas perseorangan yang dapat diterima
oleh para pekerja. Jika, sasaran tugas bertentangan dengan kebutuhan sasaran
perseorangan, dan jika manajemen tidak mau dan tidak dapat menciptakan daya tarik
yang cukup untuk meredakanpertentangan tersebut, maka sulit dipercaya bahwa
pekerja mau memberikan sumbangan ke arah pencapaian sasaran organisasi (Hasibuan,
1999:19).
Motivasi/Jenis motivasi dilihat dari dasar pembentukannya, yaitu: motif bawaan, (motive
psychological drives) dan motif yang dipelajari (affiliative needs), misalnya: dorongan
untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan dan sebagainya. (Sardiman A. M. 1990:
74).
Motivasi/Konsepsi motivasi tidak terlepas dari kebutuhan manusia, artinya jika
kebutuhan sesorang telah terpenuhi maka seseorang itu kan tergerak (mau) untuk
melakukan sesuatu dan membagi kebutuhan manusia dalam hirarki kebutuhan, bahwa
motivasi manusia berhubungan dengan lima kebutuhan, yaitu: 1. kebutuhan fisik
(Physiological need), 2. kebutuhan untuk memperoleh keamanan dan keselamatan
(Security of Safety Need), 3. kebutuhan bermasyarakat (Social Need), 4. kebutuhan untuk
memperoleh kehormatan (esteem need), 5. kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan
(Self Actualization need). (Handayaningrat, 1982:49).
Motivasi/Maka dari itu pada diri manusia berlaku faktor motivasi dan faktor
pemeliharaan dilingkungan pekerjaanya. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan adanya
enam faktor motivasi yaitu: 1. prestasi, 2. pengakuan, 3. kemajuan kenaikan pangkat.
4. pekerjaan itu sendiri, 5. kemungkinan untuk tumbuh, 6. tanggung jawab. Sedangkan
untuk pemeliharaan terdapat sepuluh faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: 1.
kebijaksanaan, 2. supervisi teknis, 3. hubungan antar manusia dengan atasan, 4.
hubungan manusia dengan pembinanya, 5. hubungan antar manusia dengan
bawahannya, 6. gaji dan upah, 7. kestabilan kerja, 8. kehidupan pribadi, 9. kondisi
tempat kerja, 10. status (Nursisto, 2002:57).
Motivasi/Meskipun ada beberapa aktivitas manusia yang terjadi tanpa motivasi, namun
hampir semua perilaku sadar mempunyai motivasi, atau sebab. Akhirnya, setiap orang
akan tertidur tanpa motivasi (meskipun orang tua dengan anak kecil mungkin
meragukan hal ini), tetapi pergi ke tempat tidur merupakan tindakan sadar yang
memerlukan motivasi. Pekerjaan para manajer adalah mengidentifikasi dan
menggerakkan motif pegawai untuk berprestasi baik dalam pelaksanaan tugas (Davis
dan Newstrom John W, 1985:67)
Motivasi/Model teori hierarki kebutuhan (Need Hierarchi) dari Maslow (Robbins,
1996:127). Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan
kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil maupun non materiil. Dasar
teori ini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas
atau tak henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta
kebutuhannya berjenjang.
Motivasi/Nilai motif pribadi mencakup tiga hal, yaitu kebutuhan prestasi, afiliasi dan
kuasa (McClelland dalam Steers, 1988:33).
Motivasi/Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa (1) suatu perilaku tertentu akan
menghasilkan hasil tertentu, (2) hasil tersebut mempunyai nilai positif baginya, dan (3)
hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang (Yamin, 2003:82) .
Motivasi/Pengertian motivasi mengandung tiga elemen penting sebagai berikut: a.
Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
menusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam
sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia (walaupun motivasi itu
muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik
manusia. b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa/”feeling”, afeksi seseorang.
Dalam hal ini, motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat
menentukan tingkah laku manusia. c. Motivasi akan dirangsang karena adanya suatu
tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu
tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini tujuan. Tujuan ini
menyangkut soal kebutuhan (MC. Donald dalam Sardiman, 1986:25).
Motivasi/Penghargaan adalah salah satu bentuk motivasi yang dapat diberikan oleh guru
(Sardiman, 2002:92).
Motivasi/Prestasi/Faktor penting yang mempengaruhi prestasi belajar adalah reward.
(Thorndike, 002:127).
Motivasi/Prestasi/Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah motivasi
berprestasi (Syah, 2001:132-139).
Motivasi/Prestasi/Salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah
motivasi berprestasi (Syah, 2001:132-139).
Motivasi/Prinsip-prinsip motivasi sebagai berikut. a. Pujian lebih efektif daripada
hukuman. b. Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat
dasar) tertentu yang harus mendapat kepuasan. c. Motivasi yang berasal dari dalam
individu lebih efektif dari pada motivasi yang dipaksakan dari luar. d. Terhadap jawaban
(perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha pemantauan
(reinforcement). e. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain. f.
Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan yang hendak dicapainya maka
perbuatannya ke arah itu akan lebih besar daya dorongannya. g. Tugas-tugas yang
disebabkan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk
mengerjakannya daripada apabila tugas-tugas itu dipaksakan oleh guru. h. Pujian-
pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadangkadang diperlukan dan cukup
efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya. i. Teknik dan proses mengajar yang
bermacam-macam adalah efektif untuk memelihara minat murid j. Manfaat minat yang
telah dimiliki oleh murid adalah bersifat ekonomis. k. Kegiatan-kegiatan yang akan
dapat merangsang minat muridmurid yang kurang mungkin tidak ada artinya (kurang
berharga) bagi para siswa yang tergolong pandai. l. Kecemasan yang besar akan
menimbulkan kesulitan belajar. m. Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat
menimbulkan perbedaan yang lebih baik. n. Apabila tugas tidak terlalu sukar dan
apabila tidak ada maka frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi. o. Setiap murid
mempunyai tingkat-tingkat frustasi toleransi yang berlainan. p. Tekanana kelompok
murid (pergrup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan dari
orang dewasa. q. Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid
(Kenneth H. Hover dalam Hamalik, 2007:114-116).
Motivasi/Proses motivasi seseorang secara bertahap mengikuti pemenuhan kebutuhan,
dari kebutuhan yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling kompleks. Kebutuhan
fisiologis merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut
fungsi-fungsi biologis seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik,
seks, dan lain-lain. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, seperti terjaminnya
keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan,
kelaparan, perlakuan tidak adil, dan lain sebagainya. Kebutuhan sosial, meliputi
kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota
kelompok, dan sebagainya. Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan
dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan, pangkat, dan sebagainya. Kebutuhan
akan aktualisasi diri, seperti kebutuhan mempertinggi potensi yang dimiliki,
pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, ekspresi diri, dan sebagainya.
Kebutuhan tertinggi menurut Maslow adalah kebutuhan transenden, yaitu kebutuhan
yang meliputi untuk berperilaku mulia, memberi arti bagi orang lain, terhadap sesama,
terhadap alam, dan sebagainya (Nursisto, 2002:52-53).
Motivasi/Salah satu strategi motivasional yang diterapkan dalam proses belajar
mengajar adalah model ARCS, yaitu Attention, Relevance, Convidance, dan Saticfaction
(Irawan, dkk. 1997:42).
Motivasi/Salah satu teori motivasi berprestasi adalah hadiah dan penguat (reward dan
reinforcer), menunjukkan bahwa ada hubungan atau pengaruh antara motivasi
berprestasi dengan reward (Wlodkoski dalam Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2002:330-
342).
Motivasi/Salah satu teori motivasi berprestasi adalah hadiah dan penguat (reward dan
reinforcer), menunjukkan bahwa ada hubungan atau pengaruh antara motivasi
berprestasi dengan reward (Wlodkoski dalam Djiwandono, 2002:330-342).
Motivasi/Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan
tertentu. Bagi seorang guru tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu
para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan
ditetapkan di dalam kurikulum sekolah (Purwanto, 2007:73).
Motivasi/Sehubungan dengan hal tesebut ada tiga fungsi motivasi: a) Mendorong
manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan. b) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya. c) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut
(Sardiman, 2007:84).
Motivasi/Seseorang cenderung ikut serta dalam kegiatan organisasi hanya terbatas pada
anggapan bahwa imbalan untuk bekerja yang mereka terima sebanding dengan usaha
(kontribusi) mereka. Karena itu motivasi dan sasaran perseorangan dalam bekerja
menjadi faktor yang penting dalam memahami tingkah laku manusia dan prestasi
organisasi. Pendapat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang mempunyai motif tertentu
bekerja pada suatu organisasi ia akan beranggapan, bahwa kebutuhannya akan
terpenuhi melalui organisasi (Steers, 1980:1).
Motivasi/Setiap individu memiliki motivasi utama berupa kecenderungan aktualiasi diri.
Salah satu kebutuhan aktualisasi diri adalah pengetahuan dan pemahaman serta
pemakaian kemampuan kognitif secara positif (Maslow dalam Alwisol, 2005:254).
Motivasi/Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu
berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. kekuatan mental tersebut dapat
tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan
mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Ada tiga
komponen utama dalam motivasi yaitu: (1) kebutuhan, (2) dorongan, dan (3) tujuan
(Dimyati, 2006:80).
Motivasi/Siswa yang termotivasi untuk mencapai prestasi ingin dan mengharapkan
sukses, serta siswa yang motivasi berprestasinya tinggi cenderung sukses dalam
mencapai prestasi belajarnya menunjukkan bahwa ada pengaruh antara motivasi
berprestasi dengan prestasi belajar (Weiner dalam Sri Esti Wuryani Djiwandono,
2002:355).
Motivasi/Strategi motivasional model ARC dapat dikembangkan melalui metode-
metode pembelajaran berbasis konstruktivistik. Sebagai filsafat belajar, pemikiran
konstruktivisme adalah orang hanya dapat memahami apa yang dikonstruksinya sendiri
(Sindhunata, 2000:109).
Motivasi/Teori motivasi terbagi kedalam dua katagori yaitu Teori kepuasan dan Teori
proses. Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor didalam individu
yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Teori
proses menerangkan dan menganalisa bagaimana perilaku didorong, diarahkan,
dipertahankan dan dihentikan (Gibson, 1996:186).
Multikultural /Pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai
keragaman kebudayaan (Andersen dan Cusher dalam Mahfud, 2006:168).
Multikultural adalah beberapa kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak) dan kultural (budaya) secara hakiki, dalam kata itu
terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masingmasing yang unik (Andersen dan Cusher dalam Mahfud,
2006:75).
Multikultural dipandang sebagai kekuatan keempat (fourth force), melengkapi tiga
kekuatan yang lain, psikoanalisis, behavioris, dan humanis dalam memahami perilaku
manusia. Variabe-variabel dalam yang terlihat dalam proses bimbingan dengan
pendekatan multikultural adalah: keyakinan, nilai-nilai, norma, kebiasaan, status sosial,
ekonomi, asal daerah/tempat tinggal, bahasa, dan jender (Pedersen, 1991:6).
Multikultural/Adanya keragaman etnisitas dapat menumbuhkan kesadaran pengajar
untuk menangani permasalahan yang timbul secara wajar, dan akan berpengaruh pada
proses pembelajaran, memodifikasi strategi untuk menyesuaikan latar belakang
siswa/mahasiswa, serta dapat berkomunikasi secara efektif (Partington G. dan
McCudden V., 1993:209).
Multikultural/Dalam era globalisasi saat ini, pertemuan antar-budaya menjadi
“ancaman” serius bagi anak didik. Untuk mensikapi realitas global tersebut, siswa
hendaknya diberi penyadaran akan pengetahuan yang beragam, sehingga mereka
memiliki kompetensi yang luas akan pengetahuan global, termasuk aspek kebudayaan.
Mengingat beragamnya realitas kebudayaan di negeri ini, dan luar negeri, siswa pada
era globalisasi ini sudah tentu perlu diberi materi tentang pemahaman banyak budaya
atau pendidikan multicultural (Mahfud, 2010:211).
Multikultural/Dalam kajian Islam sebagai suatu perangkat ajaran dan nilai, tentunya kita
semua setuju, bahwa memang Islam telah meletakkan konsep dan doktrin yang
memberikan rahmat bagi al-alamin. Islam sebagai ajaran yang memuat nilai-nilai
normatif, begitu bagusnya dalam memandang dan menempatkan martabat dan harkat
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota sosial (Hasan, 2005:142).
Multikultural/Dalam kehidupan sosial pun pria dan wanita mempunyai hak yang sama.
Perannyalah yang berbeda sesuai kodrat yang dimiliki masingmasing (Lopa, 1999:66).
Multikultural/Dalam konteks ini ditegaskan bahwa perbedaan bukan menjadi
penghalang untuk bersatu padu meraih tujuan dan mewujudkan cita-cita dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara (Subagyo, 2006:227).
Multikultural/Dalam masyarakat multikultural ditegaskan, bahwa corak masyarakat
Indonesia yang bhinneka Tunggal Ika ini bukan hanya di maksudkan pada
keanekaragaman suku bangsa, melainkan juga keanekaragaman budaya yang ada dalam
masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Eksistensi keberagaman kebudayaan
tersebut selalu dijaga/terjaga yang bisa tampak dalam sikap saling menghargai,
menghormati, toleransi antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya (Subagyo
dkk. 2006:121).
Multikultural/Dalam perspektif yang agak lebih luas, isu multicultural dalam aspek
pluralisme perspektif Islam mengandung simplifikasi yang luar biasa, bahkan seringkali
mengalami reduksi dan terkesan liberal. Di antaranya adalah: pertama, memang Islam
agama wahyu, namun pemahaman orang terhadap Islam bisa bermacam-macam (multi
interpretation). Kesalahpahaman ini bukan saja di kalangan umat Islam, tapi juga pada
pengamat-pengamat asing yang sering memandang Islam dengan wajahnya yang
tunggal, termasuk dalam memandang pluralisme. Sifat multi interpretasi terhadap Islam
memungkinkan terjadinya diversifikasi terhadap pemahaman keagamaan, baik pada
tingkat kognisi maupun aksi. Kedua, di samping agama wahyu, Islam merupakan produk
sejarah. Oleh karena itu, prinsip-prinsip ilmu sejarah dapat digunakan untuk melihat
tahapan-tahapan perkembangan Islam. Dalam kaitan ini juga orang bisa melihat teks-
teks ajaran agama dengan menggunakan kritik historis, fenomenologi dan sebagainya.
Ketiga, dialektika Islam dengan dunia luar telah melahirkan sebuah sudut pandang
baru terhadap Islam dengan dunia luar telah melahirkan sebuah sudut pandang baru
terhadap Islam yang terkadang keluar dari mainstream esensialnya (Nizar, 2005:216).
Multikultural/Dengan demikian, sebagaimana telah diperlihatkan dalam sejarah
Indonesia dimasa lampau, kemajemukan itu tidak menimbulkan konflik masyarakat,
apalagi kerusuhan sosial. Sebaliknya bahkan menjadi himpunan kekuatan bangsa dalam
menumbuhkan semangat nasionalisme. Kemajemukan itu malah telah menjadi slogan
persatuan dan kesatuan bangsa; Bhineka Tunggal Ika (Ma’arif, 2008:83).
Multikultural/Dengan pendidikan yang demokratis akan lahir generasi masa depan yang
tidak akan kehilangan konteks dan perannya di era keterbukaan dimasa yang akan
datang. Perlu dipahami bahwa pendidikan yang demokratis tidak terpaku pola tertentu,
dalam pengertian bahwa prinsip-prinsip demokrasi dapat ditanamkan sedini mungkin
dalam sistem pendidikan kita, seperti kebebasan berpendapat, membangun tradisi
ilmiah yang obyektif dan progresif, kultur dialog dan sebagainya. Maka, pendekatan
dalam menyelenggarakan pendidikan dalam abad mendatang sangat diperlukan adanya
model pendekatan yang beragam sebagai ganti model pendekatan yang serba seragam
yang sudah tidak lagi sesuai dengan semangat demokrasi, keterbukaan, informasi dan
kesetaraan (Ma’arif, 2008:57).
Multikultural/Di masa depan, keberlakuan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat
akan ditentukan oleh komitmen etik kemanusiaan dalam susunan konstitusi yang tidak
lagi terperangkap pada bentuk-bentuk simbolik yang sering disebut sebagai syariah.
Dalam kehidupan politik yang semakin terbuka dan demokratis juga sulit diapresiasi
prinsip normatif siyasah (politik) dalam format klasik. Hal ini merupakan akibat logis
dari tumbuhnya pola hidup baru yang bersifat global dan multikultural yang juga
menjadi dasar etika sosial (Mulkham, 2003:302).
Multikultural/Hubungan antar manusia ini dapat dibina dan dipelihara, antara lain
dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang
disepakati bersama dalam masyarakat (Ali, 2004:270).
Multikultural/Keragaman sosial, baik dalam kelompok budaya maupun pemikiran
(perbedaan pendapat) adalah bagian dari “sunnat Allah” bahkan dapat dikatakan, bahwa
kehidupan ini ada karena dibangun atas keragaman. Oleh karena itu penyelesaiannya
ialah membangun pemahaman yang utuh dan mengembangkan sikap arif dalam
menyikapi perbedaan. Sehingga perbedaan akan menjadi kekuatan yang sinergis, saling
mengisi dan melengkapi dalam membangun peradaban masa depan (Wahid, 2008:172).
Multikultural/Maka, diskriminasi yang berlandaskan pada perbedaan jenis kelamin
(gender) dan sebagainya tidak memiliki dasar pijakan sama sekali dalam ajaran tauhid
(Muhammad, 2009:11).
Multikultural/Manusia mengembangkan kebudayaan tidak lain sebagai upaya
mempertahankan kelangsungan hidupnya menghadapi berbagai tantangan yang datang
dari lingkungannya untuk kemudian mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Dalam hal
ini, tidak serta merta meninggalkan tradisi yang telah ada (Sujarwa, 2010:198).
Multikultural/Masalahnya ialah kesediaan masyarakat Islam untuk melakukan kritik
dengan meletakkan seluruh tradisi intelektual dan keberagaman yang selama ini
dijadikan referensi utama yang dibakukan sebagai sesuatu yang terbuka. Gejala
ideologisasi bagi semua pengalaman intelektual dan keagamaan yang relatif dan parsial
perlu dibedakan dari universitas wahyu yang mutlak. Dari sini baru mungkin digagas
pengembangan masyarakat Islam berdasar prinsipprinsip etik yang bisa dan menarik di
apresiasi oleh setiap kelompok masyarakat yang berbeda latar belakang budaya dan
keagamaan di dalam sebuah kehidupan dunia yang terbuka, demokrasi dan global
(Mulkham, 2003:303).
Multikultural/Multikultural dipandang sebagai kekuatan keempat (fourth force),
melengkapi tiga kekuatan yang lain, psikoanalisis, behavioris, dan humanis dalam
memahami perilaku manusia. Variabe-variabel dalam yang terlihat dalam proses
bimbingan dengan pendekatan multikultural adalah: keyakinan, nilai-nilai, norma,
kebiasaan, status sosial, ekonomi, asal daerah/tempat tinggal, bahasa, dan jender
(Pedersen, 1991:6).
Multikultural/Paradigma keagamaan yang inklusif berarti lebih mementingkan dan
menerapkan nilai-nilai agama dari pada hanya melihat dan mengagungkan simbol-
simbol keagamaan. Paradigma pemahaman keagamaan aktif sosial berarti agama tidak
hanya menjadi alat pemenuhan kebutuhan rohani secara pribadi saja. Akan tetapi yang
terpenting adalah membangun kebersamaan dan solidaritas bagi seluruh manusia
melalui aksi-aksi sosial yang nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan umat
manusia (Yaqin, 2005:57).
Multikultural/Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang
keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural
lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global)
(Muhaimin el Ma’hady dalam Mahfud, 2010:167).
Multikultural/Pendidikan multikultural memegang peranan dan posisi yang strategis
dalam rangka mensukseskan pencapaian tujuan yang bernuansa pada keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu pendidikan multikultural
berupaya untuk mensosialisasikan, menanamkan dan menghargai nilai-nilai
kemajemukan. Setiap siswa ditanamkan untuk menerima keragaman dalam kehidupan
yang harmonis dan saling menolong (Achmaduddin, 2006:44).
Multikultural/Pendidikan multikultural merupakan suatu wacana lintas batas. Dalam
Pendidikan multikultural terkait masalah-masalah keadilan sosial (Sosial Justice),
demokrasi, dan hak asasi manusia. Tidak mengherankan apabila Pendidikan
Multikultural berkaitan dengan isu-isu politik, sosial, cultural, moral, edukasional dan
agama (Tilaar, 2009: 206-207).
Multikultural/Pendidikan Multikultural sebagai pendidikan untuk People of Color.
Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan
(anugerah tuhan/sunnatullah). Kemudian bagaimana kita mampu menyikapi perbedaan
tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter (James Banks (1993: 3) dalam
Mahfud, 2006: 168).
Multikultural/Perbedaan jenis kelamin tidak hanya merupakan hal yang berhubungan
dengan warisan biologis. Masyarakat menuntut laki-laki dan perempuan untuk
bertingkah laku berbeda sesuai dengan perannya masing-masing. Untuk memenuhi
harapan ini, anak-anak harus memahami jenis kelamin mereka masing-masing dan
mengintegrasikannya ke dalam konsep diri mereka. Dalam Islam, laki-laki juga
diajarkan untuk melakukan tugas domestik untuk meringankan beban istri di rumah,
jika mereka sedang di rumah (Hasan, 2006:242).
Multikultural/Sebagaimana dikutip oleh Chairil Mahfud meminjam pendapat Andersen
dan Cusher (1994:320), bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai
pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993:3)
mendefinisikan Pendidikan Multikultural sebagai pendidikan untuk People of Color.
Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan
(anugerah tuhan/sunnatullah). Kemudian bagaimana kita mampu menyikapi perbedaan
tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter (Andersen dan Cusher (1994: 320)
dan James Banks (1993:3) dalam Choirul Mahfud, 2006:168).
Multikultural/Sebagaimana yang dikutip oleh Sukron Kamil, yang menyetujui adanya
prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam tetapi di lain pihak mengakui adanya perbedaan
di antara kalangan Islam. Menurut Nurcholis, dalam bahasa budaya, demokrasi bukanlah
kata benda tetapi lebih merupakan kata kerja, sebagai proses demokratisasi. Demokrasi
adalah suatu kategori dinamis. Ia senantiasa bergerak atau berubah, kadang negatif
(mundur), kadang positif (berkembang maju) (Kamil, 2002:27).
Multikultural/Secara umum, multikultural berarti paham keberagaman (majemuk)
terhadap kultur (adat) yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Keberagaman di sini
meliputi keberagaman suku, agama, ras dan adat istiadat. Di Indonesia, diskursus
multicultural dalam aspek pluralisme khususnya Islam dan pluralisme merupakan tema
yang banyak menjadi sorotan dari para cendekiawan pada dekade 1980-an, bahkan
sampai hari ini. Urgensi memperbincangkan diskursus pluralism berangkat dari kondisi
obyektif bangsa Indonesia yang memiliki tingkat kemajemukan yang cukup tinggi, baik
secara fisik (negara kepulauan) maupun sosial budaya; bukan saja suku, bahasa, adat
istiadat, bahkan agama yang menunjukkan tingkat heterogenitas yang cukup signifikan
(Nizar, 2005:215-216).
Multikultural/Sejalan dengan pemikiran di atas, Muhaemin el Ma’hady berpendapat
bahwa secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai
pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis
dan cultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia secara keseluruhan (global)
(Choirul Mahfud, 2006:168).
Multikultural/Sekolah sebaiknya berperan aktif dalam membangun pemahaman dan
kesadaran siswa tentang pentingnya sikap menghargai dan anti diskriminasi terhadap
etnis lainnya dengan cara membuat pusat kajian atau forum dialog untuk mengagas
hubungan yang harmonis antaretnis. Dengan adanya dialog atau kajian ini diharapkan
akan terbangun pemahaman dan pandangan siswa yang lebih terbuka terhadap etnis
lainnya. Atau bisa juga diadakan pecan atau hari khusus yang mengangkat karakter atau
budaya semua etnis yang ada di sekolah tersebut. Dengan adanya kegiatan semacam ini
siswa dapat memahami berbagai keunikan dan perbedaan karakteristik serta budaya
dari masing – masing etnis (Yaqin, 2005:223).
Multikultural/Sikap sensitif terhadap masalah-masalah yang diskriminatif khususnya
terhadap diskriminasi bahasa yang terjadi di sekolah. Maka niscaya usaha untuk
membangun sikap siswa agar mereka dapat selalu menghargai orang lain yang
mempunyai bahasa dan dialek yang berbeda, sedikit demi sedikit akan dapat tertanam
dan kemudian tumbuh dengan baik (Yaqin, 2005:104).
Murid/Peserta didik diharapkan dapat memiliki pengetahuan, kemampuan serta
ketrampilan untuk mengkonstruksi/membangun pengetahuan secara mandiri melalui
pembelajaran generatif (Sumadi, 2000:15).
Mutu/Adapun Fungsi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan sama dengan
fungsifungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pemimpin, yaitu
perencanaan (planning), perngorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan
pengawawan (controlling) (Fattah, 2004:1).
Mutu/Edward Deming dalam bukunya Jerome S. Ancaro mengembangkan 14 prinsip
yang mengambarkan apa yang dibutuhkan sekolah untuk mengembangkan budaya
mutu, yaitu sebagai berikut: 1. Menciptakan konsistensi tujuan, yaitu untuk
memperbaiki layanan dan siswa dimaksudkan untuk menjadikan sekolah sebagai
sekolah yang kompetitif dan berkelas dunia. 2. Mengadopsi filosofi mutu total, setiap
orang harus mengikuti prinsipprinsip Mutu. 3. Mengurangi kebutuhan pengajuan,
mengurangi kebutuhan pengajuan dan inspeksi yang berbasis produksi massal
dilakukan dengan membangun mutu dalam layanan pendidikan. Memberikan
lingkungan belajar yang menghasilkan kinerja siswa yang bermutu. 4. Menilai bisnis
sekolah dengan cara baru, nilailah bisnis sekolah dengan meminimalkan biaya total
pendidikan. 5. Memperbaiki mutu dan produktivitas serta mengurangi biaya,
memperbaiki mutu dan produktivitas sehingga mengurangi biaya, dengan
mengembangkan proses “rencanakan/periksa/ubah”. 6. Belajar sepanjang hayat, mutu
diawali dan diakhiri dengan latihan. Bila anda mengharapkan orang mengubah cara
berkerja mereka, anda mesti memberikan mereka perangkat yang diperlukan untuk
mengubah proses kerja mereka. 7. Kepemimpinan dalam pendidikan, merupakan
tanggung jawab manajemen untuk memeberikan arahan. Para manajer dalam
pendidikan mesti mengembangkan visi dan misi untuk wilayah. Visi dan misi harus
diketahui dan didukung oleh para guru, orang tua dan komunitas 8. Mengeliminasi rasa
takut, ciptakan lingkungan yang akan mendorong orang untuk bebas bicara. 9.
Mengelinimasi hambatan keberhasilan, manajemen bertanggung jawab untuk
menghilangkan hambatan yang menghalangi orang mencapai keberhasilan dalam
menjalankan keberhasilan. 10. Menciptakan budaya mutu, ciptakanlah budaya mutu
yang mengembangkan tanggung jawab pada setiap orang. 11. Perbaikan proses, tidak
ada proses yang pernah sempurna, karena itu carilah cara terbaik, proses terbaik,
terapkan tanpa pandang bulu. 12. Membantu siswa berhasil, hilangkan rintangan yang
merampok hak siswa, guru atau administator untuk memiliki rasa bangga pada hasil
karyanya. 13. Komitmen, manajemen mesti memiliki komitmen terhadap budaya mutu.
14. Tanggung jawab, berikan setiap orang disekolah untuk bekerja menyelesaikan
transformasi mutu (Edward Deming dalam Arcaro, 2005: 85-89).
Mutu/Pengukuran mutu dari sisi produsen (sekolah) disebut quality in fact sedangkan
pengukuran mutu dari sisi pelanggan disebut sebagai quality in perception. Adapun
standar yang dipakai pengukuran quality in fact adalah standar proses dan pelayanan,
yakni yang sesuai dengan spesifikasi dalam perencanaan, cocok dengan tujuan dan
dilaksanakan dengan tanpa kesalahan (zero defect) atau mengerjakan sesuatu yang
benar sejak pertama dan seterusnya (right first time and every time). Standar yang
digunakan untuk pengukuran quality in perception adalah standar pelanggan, yakni
kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan permintaan dan harapan pelanggan
(Suderadjat, 2005:2).
Mutu/Secara rinci tujuan manajemen peningkatan Mutu pendidikan antara lain: a.
Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). b. Terciptanya peserta didik yang aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. c. Tercapainya tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien. d. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang
proses dan tugas administrasi pendidikan. e. Teratasinya masalah mutu pendidikan
(Usman, 2006:8).
Mutu/Sejalan dengan penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi
perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya
(Hasibuan, 2001:87).
Mutu/Tujuan utama manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah produktifitas dan
kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap, seperti
peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan
kesempatan kerja pembangunan daerah/nasional, tanggung jawab sosial. Tujuan-
tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi
organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman (Shrode dan Voich
(1974) dalam Fattah, 2004:15).
Narasi bisa berisi fakta, bisa pula fiksi atau rekaman yang direka-reka atau dikhayalkan
oleh pengarangnya saja yang berbentuk fakta contohnya biografi, autobiografi, kisah-
kisah sejati. Sedangkan yang berbentuk fiksi antara lain novel, cerpen, cerbung
(Muharimin, 1999: 97).
Narasi mementingkan urutan kronologis suatu peristiwa, kejadian, dan masalah (Parera,
1993:5).
NHT/Kooperatif model numbered head together merupakan sebuah varian diskusi
kelompok, ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompoknya itu. Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan metode pembelajaran
kooperatif numbered head together yaitu adanya keterlibatan total semua siswa dan
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok (Nur, 2005:78).
NHT/Numbered head together adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dengan
melibatkan para siswa dalam me-review bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran
dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut
(Nurhadi dkk, 2004:67).
NHT/Numbered head together adalah suatu metode belajar di mana setiap siswa
diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok secara acak guru memanggil nomor
dari siswa (Widdiharto, 2004:5).
Nonformal/Karakteristiknya sebagai berikut: a) keluwesan (fleksibilitas) untuk
disesuaikan dengan kebutuhan khusus setempat, serta dalam mengubah-
menyesuaikan kondisi dan kesempatan dalam memilih mata-pelajaran serta memilih
cara mengajarnya dan dalam mengadakan kombinasi pelajaran teori dan latihan praktis.
b) keleluasan untuk disesuaikan dengan keperluan anak-didik, misalnya dengan
mengatur pengajaran sambilan yang disesuaikan dengan tugas pada tempat bekerja
atau dalam kalangan keluarga, dan dengan menyusun satuan-satuan pelajaran yang
tertentu yang boleh dipelajari dan diselesaikan oleh masing-masing siswa dalam jangka
masa dan pada waktu yang lebih cocok – memungkinkan mereka masuk-keluar
berganti-ganti ke dalam proses pengajaran, sesuai dengan kehendak dan kesempatan
masing-masing. c) Kemampuan untuk memanfaatkan tenaga ahli, fasilitas dan
dukungan masyarakat setempat – sementara memupuk rasa turut-memiliki dan turut-
mengurus di kalangan masyarakat bersangkutan – sehingga antara lain diperoleh
kesempatan pendidikan yang lebih mampu bertahan dalam segi ekonominya (Combs &
Ahmed, 1973:233-234).
Nonformal/Karena pendidikan non-formal itu mencakup beraneka-ragam soal,
golongan konsumen dan tujuan, maka karena pertimbangan praktis mencakup
program-program yang bertujuan memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan
produktivitas dan pendapatan, pada umumnya program yang dirancangkan khusus
untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan (Combs & Ahmed, 1973:3).
Nonformal/Kebanyakan program pendidikan non-formal mempunyai komponen biaya
modal yang relatif rendah (Combs & Ahmed, 1973:295).
Nonformal/Manfaat yang diperoleh dari program-program tersebut (pendidikan non-
formal) melampaui manfaat ekonomi langsung (misalnya yang tercermin pada
peningkatan produksi dan pendapatan) (Combs & Ahmed, 1973:282).
Nonformal/Pendidikan nonformal sebagai usaha pendidikan yang melembaga dan
sistematis (biasanya di luar sekolah tradisional) di mana isi diadaptasikan pada
kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang spesifik (atau situasi yang spesifik) untuk
memaksimalkan belajar dan meminimalkan unsur-unsur lain yang sering dilakukan oleh
para guru sekolah formal (Kleis, 1973:6).
Nonformal/Usaha pendidikan digabung dengan faktor-faktor penting-penting lainnya,
merupakan suatu unsur yang sangat perlu dan seringkali pun sangat besar
produktivitasnya dalam rangka usaha pendidikan itu. Syarat yang mutlak karenanya
ialah agar setiap usaha pendidikan non-formal diakaitkan secara ampuh dengan
kegiatan pembangunan dan pendidikan lainnya. Pada umumnya, agar pendidikan non-
formal itu dapat berhasil guna secara sempurna, ia harus diintegrasikan secara
horizontal dengan faktor-faktor pelengkap dalam bidang pendidikan maupun di luar
bidang tersebut di daerah geografis yang sama dan di samping itu juga secara vertikal
dengan lembaga-lembaga dan kegiatan pada tingkat yang lebih tinggi yang dapat
memberi umpan atau dukungan kepada kegiatan pendidikan di daerah (Combs &
Ahmed, 1973:383).
Organisasi (pembelajaran di kelas) yang betul-betul efektif adalah organisasi yang
mampu menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan
tugas yang telah dibebankan kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya pekerja
lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam
usaha mencapai tujuan (Komariah dan Triatna, 2006:8).
Organisasi merupakan lanjutan dari fungsi perencaan. Dengan adanya struktur yang
jelas akan tergariskan batas tanggung jawab, wewenang dan tugas masing -masing
individu (Harahap, 1992:142).
Organisasi tidak sekedar berarti wadah sekelompok orang yang bekerja sama untuk
mencapai suatu tujuan, akan tetapi juga merupakan mekanisme yang berlangsung
dalam proses kerja sama itu. Oleh karena itu, maka organisasi merupakan alat untuk
mencapai tujuan. Sebagai alat organisasi dapat baik dan dapat pula buruk bagi
pencapaian tujuan. (Nawawi, 1982:93).
Organisasi/Ada lima fungsi budaya yang penting untuk diaktualisasikan yaitu: Penentu
batas-batas berprilaku. 1) Menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai anggota
organisasi. 2) Penumbuh komitmen. 3) Pemelihara stabilitas organisasi. 4) Mekanisme
pengawasan (Siagian, 2002 :199-200).
Organisasi/Agar kegiatan antar komponen organisasi dapat dipahami, dan dijadikan
pedoman dalam bekerja, maka perlu dituangkan dalam struktur organisasi. Dengan kata
lain agar antara komponen itu berkaitan satu dengan lainnya, masing-masing
komponen berinteraksi untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan kerangka yang
berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kerja sama. Kerangka kerjasama itu disebut
struktur (Atmodiwirio, 2000:104).
Organisasi/Budaya organisasi seperti itu dikemukakan oleh Keits Davis dan John
Newstorm sebagai berikut: Seperti halnya pribadi seseorang, organisasi selalu unik dan
ingin tampil khas, masing-masing organisasi memiliki budayanya sendiri-sendiri, hal
ini karena dipengaruhi oleh visi dan misi, serta tujuan. Walaupun organisasi itu sejenis,
namun budayanya akan berbeda. Oleh kerena itu, budaya organisasi disebut juga
dengan sifat-sifat internal organisasi yang dapat membedakannya dengan organisasi
lain. Budaya organisasi ini dapat tampil lewat tradisi-tradisi, metode tindakannya sendiri
secara keseluruhan menciptakan suatu iklim (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006:98).
Organisasi/Budaya bersifat dinamis bukan statis. Dorongan budaya ini bertolak dari visi
organisasi mengenai apa yang dapat dicapai dan strategi lembaga untuk menolong
dorongan budaya agar melakukan perubahan organisasi. Budaya organisasi sekolah ini
yang akan menentukan perbaikan mutu dalam kontek kepemimpinan sekolah
(Syafaruddin, 2002:99).
Organisasi/Budaya organisasi dapat mempengaruhi persepsi, pandangan dan cara kerja
orang yang ada di dalamnya. Apakah karyawan menunjukkan kegairahan, disiplin, rasa
suka atau moral-moral yang negatif seperti malas, kurang responsif, apatis, dan
sebagainya, dapat ditentukan oleh pengaruh-pengaruh kultural yang terjadi pada
organisasi. (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006:98).
Organisasi/Budaya organisasi harus dibentuk dan dikembangkan kerena adanya budaya
organisasi tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui proses yang memerlukan
waktu, mulai dari terbentuknya organisasi hingga menjadi organisasi yang mapan,
yang pada gilirannya organisasi itu akan menemukan jati dirinya yang khas (Siagian,
2002:187).
Organisasi/Ciri-ciri organisasi bermutu adalah organisasi yang senantiasa secara
konsisten berorientasi kepada sasaran dan tujuan, sehingga secara optimal dapat
memberikan pelayanan terhadap pelanggan. Berfokus pelanggan, fokus pada upaya
mencegah masalah, investasi pada manusia, memiliki strategi mencapai kualitas,
memperlakukan keluhan sebagai umpan balik memperbaki diri, memiliki kebijakan
dalam perencanaan mencapai kualitas, mengupayakan proses perbaikan dengan
melibatkan semua orang, membentuk fasilitator yang berkualitas untuk memimpin
proses perbaikan, mendorong orang yang dipandang memiliki kreativitas dan mampu
menciptakan kualitas, memperjelas peranan dan tanggung jawab setiap orang, memiliki
strategi evaluasi jelas, memandang kualitas sebagai jalan menuju perbaikan kepuasan
pelanggan, memiliki rencana jangka panjang, memandang kualitas sebagai bagian dari
kebudayaan, dan meningkatkan kualitas sebagai suatu keharusan strategis berdasarkan
misi tertentu dari suatu organsiasi (Permadi, 1999:12-13).
Organisasi/Filsafat organisasi yang di dalamnya mencakup hal-hal sebagai berikut: 1)
Fokus perhatian pada kepuasan pelanggan. 2) Pemupukan loyalitas. 3) Perhatian pada
budaya organisasi. 4) Pentingnya ketentuan formal dan prosedur (Siagian, 2002: 25-
34).
Organisasi/Pengorganisasian ialah 1) penentuan daya dan kegiatan yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan organisasi; 2) proses perencanaan dan pengembagan suatu
organisasi yang akan dapat membawa halhal tersebut kearah tujuan; 3) penugasan
tanggung jawab tertentu; 4) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-
individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Ditambahkan pula oleh Handoko (2003)
pengorganisasian ialah pengaturan kerja bersama sumber daya keuangan, fisik, dan
manusia dalam organisasi. Pengorganisasian merupakan penyusunan struktur
organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimilikinya, dan
lingkungan yang melingkupinya (Handoko (2003) dalam Usman, 2006: 127-128).
Organisasi/Prinsip-prinsip organisasi yang di dalamnya meliputi: 1) Kejelasan tujuan,
yaitu tujuan organisasi harus dirumuskan secara jelas agar dapat dipahami oleh
semua personel, dan dapat meyakinkan personel bahwa tujuan dimaksud pantas
untuk dicapai. 2) Fungsionalisasi, yaitu segala jenis fungsi yang akan
diselenggarakan ditempatkan dalam wadah tertentu sehingga tidak ada fungsi yang
tidak jelas pewadahannya. Dan tidak ada fungsi yang bernaung di bawah lebih dari satu
wadah dalam organisasi. Fungsionalisasi ini berguna untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih dalam pelaksanaan berbagai jenis kegiatan. 3) Pembagian tugas, yaitu
dalam menyelesaikan tugas-tugas organisasi dilakukan dengan cara membagikan
tugas, dengan dasar bahwa walaupun betapa hebatnya seorang manajer tentu tidak
akan dapat bekerja sendirian. Setiap satuan kerja mempunyai tugas dan kegiatan yang
secara fungsional menjadi tanggung jawabnya. Oleh karenanya, diperlukan uraian tugas
yang kemudian dirinci menjadi uraian pekerjaan setiap orang dalam satuan kerjanya
masing-masing. 4) Penempatan yang tepat, yaitu menempatkan personel sesuai dengan
pengetahuan, keterampilan, bakat, dan minatnya. Hal ini berfungsi untuk menghindari
kinerja yang hanya bersifat rutinitas, repetitip, dan mekanistik yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kebosanan. Dengan penempatan kerja
yang tepat akan meningkatkan kepuasan kerja yang pada gilirannya akan
meningkatkan produktivitas kerja. 5) Koordinasi, yaitu melakukan tugas-tugas
organisasi yang bersifat multi-dimensi tidak dengan cara yang berkotak-
kotak, melainkan dengan melihat keterkaitan tugas yang satu dengan tugas yang
lainnya. 6) Departementalisasi, hal ini dilakukan karena tuntutan spesialisasi, dan
pembagian tugas yang tepat. Departementalisasi ini biasanya dilakukan oleh organisasi
yang besar. 7) Kesatuan arah, yaitu setiap kegiatan yang dilakukan dalam organisasi
harus diarahkan hanya pada upaya pencapaian tujuan, karena kegiatan yang tidak
relevan hanya akan sia-sia saja. 8) Kesatuan komando, yaitu seseorang bawahan hanya
bertanggung jawab kepada dan menerima perintah dari atasannya. Jika prinsip ini tidak
diikuti maka akan menimbulkan kerancuan dalam kinerjanya. 9) Rentang kendali, yaitu
suatu kegiatan yang berkaitan erat dengan efektivitas supervisi. 10) Pola pengambilan
keputusan, yaitu pola sentralisasi dan desentralisasi, masing-masing memiliki ciri, dan
dampak yang berbeda terhadap prilaku personel. Itulah sebabnya, kepala sekolah harus
pandai membaca situasi, kondisi, waktu, dan ruang untuk menentukan pola
pengambilan keputusan yang tepat (Siagian, 2002:36-48).
Organisasi/Produktivitas suatu organiasasi harus selalu dapat diupayakan untuk terus
ditingkatkan, terlepas dari tujuannya, misinya, jenisnya, strukturnya, dan ukurannya.
Aksioma tersebut berlaku bagi semua jenis organisasi (Siagian, 2002 :1).
Organisasi/Sedangkan unsur-unsur dasar yang membentuk suatu organisasi adalah: 1.
Adanya tujuan bersama yang telah ditetapkan. 2. Adanya dua orang atau
lebih/perserikatan masyarakat. 3. Adanya pembagian tugas-tugas yang diatur dengan
hak, kewajiban dan tanggung jawab. 4. Ada kehendak untuk bekerjasama dalam
mencapai tujuan secara individu tujuan tidak dapat dicapai (Bukori, 2005:50).
Organisasi/Struktur organisasi adalah mekanisme kerja organisasi itu yang
menggambarkan unit-unit kerjanya dengan tugas-tugas individu yang didalamnya
beserta kerja samanya dengan individu-individu lain dan hubungan anatara unit-unit
kerja itu baik secara vertikal maupun horisontal (Pidarta, 2004:57).
Organisasi/Sumber daya organisasi yang perlu dikelola secara optimal untuk mencapai
tujuan organisasi oleh seorang manajer adalah keuangan, peralatan, informasi dan
orangorangnya (Stoner, 1996:16).
Para ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila
seseorang peserta didik mampu mengajarkan pada peserta lainnya
(Silberman, 2001:157).
Paragraf baik dan efektif harus memenuhi tiga parsyaratan, yaitu (1) Kohesi (Kesatuan);
(2) Koherensi (Kepaduan); dan (3) Pengembangan/Kelengkapan paragraph”
(Suriamuharja, 1996:48).
Paragraf/Fungsi dari paragraf dalam karangan adalah: 1. Sebagai penampung dari
sebagian kecil jalan pikiran atau ide keseluruhan karangan. 2. Memudahkan pemahaman
jalan pikiran atau ide pokok karangan (Tarigan, 1996: 48).
Partisipasi/Bagaimanapun lengkap dan modernnya fasilitas yang berupa gedung,
perlengkapan, alat kerja, metode-metode kerja, dan dukungan masyarakat akan tetapi
apabila manusia-manusia yang bertugas menjalankan program sekolah itu kurang
berpartisipasi, maka akan sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikemukakan
(Daryanto, 2006:29).
Partisipasi/Dimensi hubungan ini mengukur sejauh mana partisipasi personalia yang
ada di sekolah. Dimensi ini mencakup afektif dan interaksi para personel yang ada.
Skala yang dipakai untuk mengukur hubungan adalah dukungan peserta didik, afiliasi,
keretakan, keintiman, kedekatan, dan keterlibatan (Moos dan Arter dalam Hadiyanto,
2004: 179).
Partisipasi/Masyarakat merupakan mitra untuk mengembangkan sekolah. Sekolah tidak
dapat maju pesat tanpa bantuan dari masyarakat. Oleh karena itu, kemitraan dengan
masyarakat harus terus terjalin (Komariah dan Triatna, 2006:57).
PAUD/Berbagai macam pelayanan pendidikan anak usia dini atau prasekolah ditemukan
disekitar kehidupan kita, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun
oleh pihak swasta, baik yang langsung menjangkau anak didik atau melalui pemberian
pelatihan kepada para ibu atau sekaligus yang menjangkau anak dan ibunya. Hal
tersebut membuktikan betapa pentingnya pendidikan untuk anak usia dini
(Patmonodewo, 2000:75-76).
PAUD/Bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang
dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan kreativitas anak sesuai dengan
tahap perkembangannya yaitu: a) Berbahasa, perkembangan bahasa mengikuti suatu
urutan yang dapat diramalkan secara umum sekalipun terdapat variasi di antara anak
yang satu dengan lainnya, dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan anak
berkomunikasi. Pada aspek pengembangan kemampuan berbahasa yang ingin dicapai
adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat
berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat atau mengungkapkan pikiran dan belajar.
b) Kognitif, perkembangan kognitif adalah proses dimana individu dapat meningkatkan
kemampuan dalam menggunakan pengetahuannya. Perkembangan ini bertujuan agar
anak mampu mengolah perolehan belajarnya, menemukan bermacam-macam al-
ternatif pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan logika, matematika,
pengetahuan tuang dan waktu, kemampuan memilih dan mengelompokkan dan
persiapan pengembangan kemampuan berfikir teliti. c) Fisik dan Motorik,
pengembangan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar dan
halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan
koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga
dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang sehat, kuat dan terampil. d) Seni,
pengembangan ini bertujuan agar anak dapat menciptakan sesuatu berdasarkan hasil
imajinasinya dan dapat menghargai hasil kreativitas orang lain (Mansur, 2005: 35).
PAUD/Early Childhood Education (pendidikan awal masa anak) terdiri dari pelayanan
yang diberikan dalam tatanan awal masa anak. Biasanya oleh para pendidik anak usia
dini (young children) digunakan istilah Early Childhood (anak masa awal) dan Early
Childhood Education (pendidikan awal masa anak) dianggap sama (Patmonodewo, 2000:
42-43).
PAUD/Pendekatan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip
perkembangan anak, yaitu: a) Anak belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya
terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis; b) Siklus belajar anak
berulang-ulang; c) Anak belajar melalui interaksi social dengan orang dewasa dan anak-
anak lainnya; d) Minat dan keingintahuan anak akan memotivasi belajarnya; e)
Perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individu. 2)
Berorientasi pada kebutuhan anak, kegiatan pembalajaran pada anak harus senantiasa
berorientasi kepada kebutuhan anak, anak usia dini adalah anak yang sedang
membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis. 3) Bermain sambil belajar atau
belajar seraya bermain, bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran pada anak usia dini. Upaya-upaya yang dilakukan pendidik hendaknya
dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode,
materi atau bahan dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. 4)
Menggunakan pendekatan tematik, yaitu organisasi dari kurikulum dan pengalaman
belajar melalui pemilihan topik. 5) Kreatif dan inovatif, proses pembelajaran yang kreatif
dan inivatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik,
membengkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir kritis dan
menemukan hal-hal baru. 6) Lingkungan kondusif, lingkungan pembelajaran harus
diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak selalu betah dalam
lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya
memeprhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. 7) Mengembangkan
kecakapan hidup, proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan
kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan atas
pembiasaan-pembiasan yang dimiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan
menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasinya serta memperoleh keterampilan dasar
yang berguna untuk kelangsungan hidupnya (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:
8).
PAUD/Yang dimaksud dengan anak usia dini sama dengan anak prasekolah yaitu
mereka yang berusia 3-6 tahun menurut. Mereka biasanya mengikuti program
prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia umumnya mereka mengikuti
program tempat penitipan anak (3-5 tahun) dan kelompok bermain (3 tahun),
sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-
kanak (Patmonodewo, 2000: 19).
Pelatihan adalah proses belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan metoda
tertentu secara konsepsional dapat dikatakan bahwa latihan dimaksudkan untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang.
Biasanya yang sudah bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi, efektivitas dan
produktivitas kerjanya dirasakan perlu untuk dapat ditingkatkan secara terarah dan
pragmatic (Siagian, 1988:175).
Pelatihan sebagai proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan
prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari
pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu (Sikula dalam
Sumantri, 2000: 2).
Pelatihan/Pelatihan diperlukan untuk membantu pegawai menambah kecakapan dan
pengetahuan yang berhubungan erat dengan pekerjaan di mana pegawai tersebut
bekerja. Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan tersebut dapat
disebut latihan, yaitu 1) Latihan harus membantu pegawai menambah kemampuannya;
2) Latihan harus menimbulkan perubahan dalam kebiasaaan, dalam informasi, dan
pengetahuan yang ia terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari; 3) Latihan harus
berhubungan dengan pekerjaan tertentu yang sedang dilaksanakan ataupun pekerjaan
yang akan diberikan pada masa yang akan datang (Moekijat, 1991:4).
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: a. Tingkat terendah, adalah
pemahaman terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke
dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhinneka Tunggal Ika, menagrtikan Merah Putih,
menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang sakelar. b. Tingkat kedua adalah
tingkat penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang
diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok c. Pemahaman tingkat ketiga
atau tingkat tertinggi adalah tingkat pemahaman ekstrapolasi, dengan ekstrapolasi
seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang
konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun
masalahnya (Sudjana, 2009: 24-25).
Pemahaman konseptual ditunjukkan dengan kejelasan bahwa pengetahuan yang kaya
akan hubungan-hubungan (Hudojo, 2005: 101).
Pemahaman merupakan aspek mendasar dalam belajar, dan setiap pembelajaran
matematika seharusnya memfokuskan pada bagaimana menanamkan konsep
matematika berdasarkan pemahaman (Abidin, 2004: 57).
Pemahaman prosedural ditunjukkan dua bagian yang berbeda. Pertama, tersusun
sebagai bahasan formal atau sistem representasi simbol matematika. Kedua, terdiri dari
algoritma atau aturan untuk menyelesaikan tugas (Hudojo, 2005: 101).
Pemahaman prosedural merupakan pengetahuan tentang urutan kaidah- kaidah,
prosedur- prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan soal- soal matematika
(Abidin, 2004: 61).
Pemahaman/Adapun indikator pemahaman konsep adalah siswa mampu
mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari
konsep. Sedangkan indikator pemahaman prosedural adalah siswa mampu mengenali
prosedur atau proses menghitung yang benar (DEPDIKNAS, 2003:11).
Pemahaman/Adapun indikator pemahaman konsep adalah siswa mampu
mengidentifikasikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh
dari konsep. Sedangkan indikator pemahaman prosedural adalah siswa mampu
mengenali prosedural atau proses menghiting yang benar (DEPDIKNAS, 2003:11).
Pemahaman/Buxton mengemukakan ada empat tingkatan pemahaman yaitu sebagai
berikut: a. Tingkatan pemahaman meniru (Rote Learning), pada tingkatan ini siswa dapat
mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa. b. Tingkatan pemahaman observasi
(Observasikoanal Understanding), pada tingkatan ini siwa lebih mengerti setelah melihat
adanya suatu pola (Pattern) atau kecenderungan. c. Tingkatan pemahaman pencerahan
(Insightfull Understanding), tingkatan ini siswa mampu menjawab soal-soal dengan baik
dan tepat, tetapi baru kemudian menyadari mengapa dan bagaimana dia dapat
menyelesaikannya setelah berdiskusi ulang atau mempelajari ulang materinya. d.
Tingkatan pemahaman relasional, tingkat pemahaman ini siswa tidak hanya tahu
tentang penyelesaian suatu masalah, melainkan dia juga dapat menerapkannya pada
situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks (Wahyudi, www.
Depdiknas.go.id/jurnal/36/tingkatan pemahaman siswa.htm) 1978).
Pemahaman/Kecakapan untuk mengontrol tingkat pemahaman merupakan proses yang
sejalan dengan tingkat perkembangan berpikir seseorang. Artinya semakin tua usia
siswa maka semakin tinggi tingkat kecakapan dalam kemampuan pemahamannya. Hal
ini ada kaitannya dengan tingkat perkembangan perilaku kognitif (Sardiman, 2007: 43).
Pembelajaran bukan menitikberatkan pada “apa yang di pelajari “, melainkan pada
“bagaimana membuat siswa mengalami proses belajar, yaitu cara-cara yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang berkaiytan dengan cara pengorganisasian materi, cara
penyampaian pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran (Yamin, 2011:70).
Pembelajaran harus mampu membina kemahiran pada peserta didik untuk secara kreatif
sehingga dapat menghadapi situasi sejenis atau bahkan situasi yang baru sama sekali
dengan cara yang memuaskan (Darsono, 2000:71).
Pembelajaran ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran
pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru (Sagala, 2009:78).
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada
faham konstruktivisme. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa
keberhasilan mereka akan tercapai jika dan hanya jika setiap anggota kelompoknya
berhasil (Woolfolk dalam Budiningarti, 1998:22).
Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu: 1) dalam proses pembelajaran
melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar
mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir;
2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir
siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri (Sagala, 2005: 63).
Pembelajaran/Agar dapat mengajar secara efektif maka guru harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut : a. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. b.
Menggunakan waktu yang tersedia untuk KBM secara efektif. c. Memberi motivasi belajar
siswa. d. Menguasai bahan pelajaran yang akan disajikan. e. Membuat perencanaan
sebelum mengajar (RPP). f. Melakukan komunikasi atau interaksi belajar mengajar. g.
Melaksanakan penilaian hasil belajar (PHB) siswa (Roestiyah dalam Suryosubroto
1997:14).
Pembelajaran/Ciri dan prinsip dalam proses pembelajaran agar siswa mempunyai
kompetensi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan saat ini dan mendatang adalah
sebagai berikut : a) Berorientasi pada siswa. b) Mengembangkan metode dan strategi
pembelajaran yang tepat dan beragam. c) Memperhatikan teori pendidikan dan teori
belajar. d) Mengusahakan suasana yang demokratis, partisipatif, dan kooperatif. e)
Mengembangkan penilaian (evaluasi) yang menyeluruh dan beragam (tidak hanya dalam
bentuk tes, tetapi juga dalam bentuk-bentuk lain: seperti porto folio, tugas (proyek),
karya tulis, karya kerja (kinerja). f) Memperhatikan ciri pokok keilmuan dari bidang studi
atau materi yang sedang dipelajari (Muhsetyo, 2006: 03).
Pembelajaran/Ciri-ciri dari pembelajaran antara lain: 1. Pembelajaran dilakukan secara
sadar dan direncanakan secara sistematis; 2. Pembelajaran dapat menumbuhkan
perhatian dan motivasi siswa dalam belajar; 3. Pembelajaran dapat menyediakan bahan
belajar yang menarik dan menantang bagi siswa; 4. Pembelajaran dapat menggunakan
alat bantu belajar yang tepat dan menarik; 5. Pembelajaran dapat menciptakan suasana
belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa; 6. Pembelajaran dapat membuat
siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis (Sugandi, dkk.,
2000: 25).
Pembelajaran/Dalam pembelajaran, istilah strategi diartikan sebagai suatu pola umum
tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi kegiatan pembelajaran (Rohani, 2004:
32).
Pembelajaran/Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting
adalah metode mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini sangat berkaitan.
Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media
pengajaran yang sesuai meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus
diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan
respon yang diharapkan siswa menguasai setelah pembelajaran berlangsung, dan
konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat
dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengjaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata
dan diciptakan oleh guru (Arsyad, 2002: 15).
Pembelajaran/Desain pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau persiapan yang
sistematis dalam suatu aktivitas pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran serta melalui langkah-langkah pembelajaran yang akan dimanifestasikan
bersama-sama pada peserta didik. Singkat kata, desain pembelajaran merupakan alat
yang dapat membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif
dan efisien (Mulyadi, 2009: 69).
Pembelajaran/Keefektifan pendidikan ditinjau dari dua segi yaitu: 1. Mengajar guru,
yang menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang diajarkan terlaksana. 2.
Belajar siswa, yang menyangkut sejauh mana tujuan pelajaran yang diinginkan tercapai
melalui kegiatan belajar mengajar (Simanjuntak dalam Suryosubroto, 1997: 9)
Pembelajaran/Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarsiswa, siswa dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
dasar (BSNP dalam Warsita, 2008: 266).
Pembelajaran/Kombinasi pembelajan secara klasikal, kelompok dan individual
memberikan peluang yang besar bagi tercapainya tujuan pengajaran (Usman, 2000:
96-98).
Pembelajaran/Langkah-langkah dalam pembelajaran adalah: 1) Persiapan. Hal yang
harus dilakukan guru pada langkah ini adalah: 1) Memberikan sugesti yang positif.
contoh: guru menyampaikan bahwa dimensi tiga merupakan materi yang sangat penting
dalam bidang perencanaan bangunan atau konstruksi bangunan. 2) Mengemukakan
tujuan yang harus dicapai. contoh: guru menyampaikan bahwa tujuan yang akan dicapai
adalah siswa dapat menentukan jarak titik ke garis. 3) Mengingatkan siswa terhadap
materi yang telah dipelajari. contoh: siswa diingatkan tentang dalil Pythagoras, proyeksi
titik terhadap garis, garis tinggi suatu segitiga, luas segitiga serta aturan sinus dan
kosinus (Depdiknas, 2008: 33-34).
Pembelajaran/Lebih tepat, efektifitas pengajaran itu seharusnya ditinjau dari
hubunganya dengan guru tertentu, di dalam situasi tertentu dan dalam usahanya
mencapai tujuantujuan tertentu (Popham, 1992: 7).
Pembelajaran/Membedakan tiga cara pengorganisasian siswa belajar ,yaitu: a)
pembelajaran secara individual; b) pembelajaran secara kelompok; c) pembelajaran
secara klasikal. Ketiga pembelajaran ini memiliki tujuan, prinsip dan tekanan utama
yang berbeda-beda (Dimyati dan Mudjiono, 2000:161-170).
Pembelajaran/Menutup pelajaran. Untuk kepentingan tersebut, guru dapat melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) Menarik kesimpulan mengenai materi yang telah
dipelajari (kesimpulan bisa dilakukan oleh guru, oleh peserta didik atas permintaan guru
atau oleh peserta didik bersama guru). b) Mengajukan beberapa pertanyaan untuk
mengukur tingkat pencapaian tujuan dan keefektifan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. c) Menyampaikan bahan-bahan pendalaman yang harus dipelajari dan
tugas-tugas yang harus dikerjakan (baik tugas individual maupun tugas kelompok)
sesuai dengan pokok bahasan yang telah dipelajari. d) Memberikan post tes baik secara
lesan, tulisan, maupun perbuatan (Mulyasa, 84).
Pembelajaran/Mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh
sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah (Mortimer J Adler dalam Permadi,
1999:24).
Pembelajaran/Pada dasarnya pembelajaran melalui tiga tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran merupakan suatu proses, maka diperlukan
adanya perencanaan yang seksama dan sistematis (Ibrahim dan Sukmadinata, 1996:31).
Pembelajaran/Pada hakekatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka
tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya guru
harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran. Seorang guru sebelum
mengajar hendaknya merencakan program pengajaran, membuat persiapan pengajaran
yang hendak diberikan (Suryosubroto, 1997:27).
Pembelajaran/Penggunaan metode pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor antara
lain tujuan, anak didik, situasi, fasilitas, dan pribadi guru (Surakhmad, W.; 1979:76).
Pembelajaran/Prinsip kegiatan pembelajaran, sebagai berikut: a. Berpusat pada siswa.
b. Pembalikan makna belajar. c. Belajar dengan melakukan. d. Mengembangkan
kemampuan sosial, kognitif dan kemampuan emosional. e. Mengembangkan
keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan. f. Mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah. g. Mengembangkan kreativitas siswa. h. Mengembangkan
kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi i. Menumbuhkan kesadran
sebagai warga yang baik. j. Belajar sepanjang hayat. k. Perpaduan kemandirian dan
kerjasama (Syah, 2007:288-295).
Pembelajaran/Proses belajar mengajar pada hakekatnya proses komunikasi, yaitu
proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/ media tertentu ke
penerima pesan. Pesan berisi ajaran dan didikan yang ada dikurikulum dituangkan oleh
guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik simbol verbal (kata-
kata lisan ataupun tertulis) maupun simbol non verbal atau visual (Sadiman, 2002:11).
Pembelajaran/Proses belajar mengajar yang efektif adalah suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman dalam
Suryosubroto, 1997:9).
Pembelajaran/Proses pembelajaran dengan pembelajaran model herbart ini
menekankan agar seorang siswa dalam pembelajaran tersebut dapat mengasosiasikan
antara pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan yang baru yang akan
disampaikan oleh guru. Sehingga adanya suatu jembatan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Jadi dalam prinsip ini siswa
mempelajari pelajaran yang akan diterangkan oleh gurunya besok, sehingga siswa
mempunyai persiapan yang matang ketika akan dimulai suatu materi baru (Ahmadi,
1991:23-25).
Pembelajaran/Selain itu pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu
melahirkan proses belajar mengajar yang berkualitas, yaitu proses belajar mengajar
yang melibatkan partisipasi dan penghayatan peserta didik secara intensif (Suwarno,
2006:161).
Pembelajaran/Sifat pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru sehingga
pelaksanaannya kurang memperhatikan kesuluruhan situasi belajar. Kekurangan dari
model pembelajaran ini adalah guru dominan dalam pembelajarannya sedangkan
peserta didik resisten, guru masih menjadi pemain sedangkan peserta didik sebagai
penonton, dan guru aktif sedangkan peserta didik pasif (Kusnandar, 2007:328).
Pembelajaran/Terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan guru dalam proses
pembelajaran, yakni: 1) Menyusun program pengajaran, termasuk merumuskan tujuan.
2) Menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. 3) Menentukan alat
peraga /media pengajaran yang dapat digunakan untuk memperjelas dan
mempermudah penerimaan materi pelajaran oleh siswa serta dapat menunjang
tercapainya tujuan tersebut. 4) Memilih dan menggunakan metode belajar yang tepat.
5) Menentukan alat evaluasi yang dapat mengukur tercapai-tidaknya tujuan yang
hasilnya dapat dijadikan sebagai feedback bagi guru dalam meningkatkan kualitas
mengajarnya maupun kuantitas belajar siswa (Usman, 2001:18).
Pembelajaran/Terdapat lima komponen utama yang saling terkait satu dengan lainnya
dalam proses pembelajaran, yaitu tujuan, bahan, metode, media, dan penilaian.
(Sudjana 1997:16).
Pembelajaran/Tiga struktur pembelajaran dijelaskan oleh Haris Mudjiman sebagai
berikut: a. Struktur Kompetitif. Struktur pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan
formaltradisional adalah struktur kompetitif. Sistem penilaian yang digunakan dalam
struktur ini mendorong siswa untuk berkompetisi dengan kawankawannya. Kemampuan
mereka diukur dengan nilai dan rank. Orientasi siswa adalah “menang atau kalah”.
Belajar yang berhasil adalah kalau dapat mengalahkan kawannya sehingga terjadi
persaingan dengan segala akibat baik dan buruknya. b. Struktur Individual.
Pembelajaran dengan struktur individual banyak dijalankan dalam system pendidikan
nonformal atau dalam pendidikan formaltradisional tetapi ada penugasan-penugasan
individual sesuai minat masing-masing. Dalam struktur pembelajaran individual , siswa
berorientasi kepada pencapaian kompetisi. Bila masih terjadi kompetensi, yang terjadi
adalah kompetisi dengan diri sendiri, bukan dengan kawan-kawannya. c. Struktur
Kooperatif. struktur Pembelajarn ini dapat dilaksanakan di kelas-kelas tradisional dalam
bentuk kerja kelompok, atau di kelas-kelas pendidikan nonformal. Sikap kompetitif
masih ada pada setiap kelompok, tetapi orientasi belajar utamanya adalah ke
pencapaian suatu keompetensi atau pemecahan masalah (Mudjiman, 2005: 70-72).
Pembelajaran/Tiga unsur yang merupakan dasar terpenting dalam kegiatan
pembelajaran yaitu: 1. Orientasi – Memberikan dasar orientasi yang lengkap yang
mencakup isi maupun metode yang dipakai. 2. Latihan – Melatih keaktifan secara
bertahap langkah demi langkah dengan empat parameter proses belajar yaitu: a.
(Konkret -Verbal – Mental). b. Kelengkapan (Lengkap – Singkat). c. Penguasan (Kurang –
Baik). d. Sifat Persoalan (Khas – Umum). Dengan mempelajari parameter-parameter
secara terperinci apabila belum diperoleh pemecahan dengan baik maka siswa dapat
kembali lagi ke tingkat yang lebih rendah sehingga memungkinkan untuk dapat
menyelesaikan dengan baik. 3. Umpan Balik – Melakukan suatu diagnosa tentang hasil
dari proses belajar mengajar yaitu dengan PS3 (Galperin dalam Tjipto dan Ruijhter
(1985:88).
Pembelajaran/Tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dalam kegiatan formal di sekolah sangat bergantung pada kondisi yang tercipta pada
interaksi antarpersonal. Oleh karena itu, interaksi antarpersonal tersebut harus
dikondisikan dengan kondusif (Saroni, 2006:111).
Pembelajaran/Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal seperti berikut: 1)
Menyelenggarakan tertib belajar di sekolah. 2) Membina disiplin belajar dalam tiap
kesempatan, seperti pemanfaatan waktu dan pemeliharaan fasilitas sekolah. 3) Membina
belajar tertib pergaulan. 4) Membina belajar tertib lingkungan sekolah (Dimyati,
2006:97-100).
Pembelajaran/Upaya pembelajaran guru di sekolah tidak terlepas dari kegiatan luar
sekolah. Pusat pendidikan luar sekolah yang penting adalah keluarga, lembaga agama,
pramuka dan pusat pendidikan pemuda yang lain. Siswa sekolah pada umumnya
tergabung dalam pusat-pusat pendidikan tersebut (Dimyati dkk., 2006:97-100).
Pembelajaran/Yang dimaksud dengan pelaksanaan proses belajar mengajar adalah
proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan
pendidikan di sekolah. Jadi pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid
dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk tujuan
pengajaran (Suryosubroto, 1997:36).
Pemberian tugas pengajuan soal dapat dilakukan dengan tiga cara sebagai berikut: a)
Berikan kepada siswa soal cerita tanpa pertanyaan, tetapi semua informasi yang
diperlukan untuk nmemecahkan soal tersebut ada. Tugas siswa adalah membuat
pertanyaan berdasarkan informasi tadi. b) Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta
siswa untuk membagi kelompok. Tiap kelompok ditugaskan membuat soal cerita
sekaligus penyelesaiannya. Nanti soal-soal dipecahkan oleh kelompok-kelompok lain.
Sebelumnya soal diberikan kepada guru untuk diedit tentang kebaikan dan kesiapannya.
Soal-soal tersebut nanti digunakan untuk latihan. Nama pembuat soal tersebut
ditunjukkan, tetapisolusinya tidk. Soal-soal tersebut didiskusikan dalam masing-
masing kelompok dan kelas. (c) Siswa diberikan soal dan diminta untuk mendaftar
sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan masalah. Sejumlah pertanyaan
kemudian diseleksi dari daftar tersebut untuk diselesaikan. Pertanyaan dapat
bergantung dengan pertanyaan lain. Bahkan dapat sama, tetapi kata-katanya berbeda.
Dengan mendaftar pertanyaan yang berhubungan dengan masalah tersebut akan
membantu siswa “memahami masalah:,sebagai salah satu aspek pemecahan masalah
(Menon dalam Siswono, 2000:8-9).
Pembiasaan ini dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a) Kegiatan rutin, merupakan
kegiatan yang dilakukan setiap hari misalnya berbaris, berdoa sebelum dan sesudah
kegiatan, menyanyikan lagu-lagu yang dapat membangkitkan patriotisme, lagu-lagu
religius, memanfaatkan air limbah untuk menyirami tanaman, berjabat tangan dan
mengucapkan salam baik kepada sesame anak maupun kepada guru, dan
mengembalikan mainan pada tempatnya. b) Kegiatan spontan, merupakan kegiatan
yang dilakukan secara spontan. Misalnya meminta tolong dengan baik, menawarkan
bantuan dengan baik, memberi ucapan selamat kepada teman yang mencapai prestasi
baik dan menjenguk teman yang sakit. c) Pemberian tauladan, merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan memberi teladan atau contoh yang baik kepada anak, misalnya
memungut sampah yang dijumpai di lingkungan sekolah, mengucapkan salam jika
bertemu dengan orang lain, rapi dalam berpakaian, hadir disekolah tepat waktu, santun
dalam bertutur kata dan tersenyum ketika berjumpa dengan siapapun. d) Kegiatan
terprogram, merupakan kegiatan yang deprogram dalam kegiatan pembelajaran
disekolah, misalnya makan bersama, menyirami tanaman, menjaga kebersihan
lingkungan (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:3).
Pembiasaan/Inti pembiasaan ialah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas
mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan usaha pembiasaan. Bila murid masuk
kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila masuk ruangan
hendaklah mengucapkan salam; ini juga salah satu cara pembiasaan (Tafsir, 2001:144).
Pemerintah menyerukan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara
pemerintah, orang tua dan masyarakat. Seruan ini mengisyaratkan bahwa lembaga
pendidikan hendaknya tidak menutup diri dengan dunia luar yaitu orang tua dan
masyarakat sekitar sebagai teman penanggung jawab pendidikan. Dengan kedua
kelompok inilah sekolah bekerja sama mengatasi berbagai problem pendidikan yang
muncul dan memajukannya (Pidarta, 1988:190).
Pendekatan ini (sosio-emosional) diangkat dari anggapan dasar bahwa suasana yang
mendukung proses balajar dan mengajar yang efektif merupakan fungsi dari hubungan
yang positif antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Oleh sebab itu,
tugas guru dalam mengelola kelas adalah membangun hubungan interpersonal dan
mengembangkan iklim sosio-emosional yang positif di sekolah (Muljani, 1983:183).
Pendidikan harus dipandang sebagai upaya masyarakat, melalui sekolah,untuk
membantu individu mencapai tugas perkembangannya (developmental task). Havighurst
(1961:2) mengartikan tugas perkembangan itu sebagai … suatu tugas yang muncul
pada atau kira-kira pada saat tertentu dalam jalan hidup individu, yang apabila tugas
itu dapat dilaksanakan dengan berhasil akan membawa kebahagiaan dan keberhasilan
dalam melaksanakan tugas selanjutnya; sedangkan kegagalan melaksanakannya
menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, membawakan
penolakan masyarakat pada dirinya, dan kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugas
berikutnya (Havighurst, 1961:5).
Pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang (peserta didik) agar
ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Ahmad Tafsir dalam
Marimba, 1989:32).
Pendidikan Islam/Cara Rasulullah SAW. Berinteraksi dengan anak-anak, adalah sebagai
berikut. a. Mengajarkan kata Allah kepada anak pada awal pembicaraannya, kemudian
melanjutkan dengan kalimat tauhid. b. Menanamkan kecintaan kepada Allah dan
kecintaan kepada Rasulullah SAW pada awal kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan
membedakan baik-buruk. c. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak, dimulai dari surat-
surat pendek, kemudian surat panjang dan seterusnya, disertai dengan membiasakan
membaca dan mendengarkan bacaannya. d. Membiasakan anak shalat (Al-‘Akk,
2006:144).
Pendidikan Islam/Materi pendidikan Islam yang paling utama adalah Al-Qur‟an,
keterampilan membaca, menghafal, menganalisa dan sekaligus mengamalkan
ajaranajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar ajaran yang
terkandung di dalam Al-Qur‟an tertanam dalam jiwa anak didik sejak dini (Armai,
2002:30-31).
Pendidikan Islam/Patihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti
sembahyang, doa, membaca Al-Qur’an di sekolah, di masjid, harus dibiasakan sejak
kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang malakukan ibadah tersebut
(Darajat, 1976:77-81).
Pendidikan Islam/Pusat dari pendidikan Islam adalah Metode keteladanan. Guru menjadi
teladan bagi muridnya, pemimpin menjadi teladan bagi masyarakatnya. Sedangkan
teladan bagi semua umat adalah Rasulullah. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan
yang dikehendaki Allah karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran Allah (Tafsir,
2001:142-143).
Pendidikan Islam/Pusat dari pendidikan Islam adalah Metode keteladanan. Guru menjadi
teladan bagi muridnya, pemimpin menjadi teladan bagi masyarakatnya. Sedangkan
teladan bagi semua umat adalah Rasulullah. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan
yang dikehendaki Allah karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran Allah (Tafsir,
2001:142-143).
Pendidikan Islam/Selian itu pendidik juga harus menanamkan rasa cinta kepada
Rasulullah SAW pada jiwa anak, sebab cinta kepada Rasulullah SAW termasuk bagian
dari cinta kepada Allah. Seseorang tidak akan menjadi mukmin kecuali dengan
mencintai Allah dan Rasul-Nya (Al-‘Akk, 2006:132).
Pendidikan Islam/Seorang pendidik haruslah menumbuhkan kesadaran bahwa Allah
SWT adalah pencipta semesta alam terhadap anak, diantaranya adalah dengan cara
memperkenalkan ciptaan Allah yang ada disekitarnya, seperti: Allah telah menciptakan
bermacam-macam tanaman, menciptakan bermacam-macam hewan dan Allah juga
menciptakan semuanya dalam bentuk berpasang-pasangan (Wahyudi, 2005:28).
Pendidikan kejuruan adalah sebagai persiapan memasuki dunia kerja, dengan sedikit
mengenyampingkan asumsi-asumsi yang lain. Pendidikan kejuruan hendaknya tidak
hanya merupakan penyiapan memasuki dunia kerja, tetapi juga ditinjau sebagai upaya
pendidikan berkelanjutan (pendidikan seumur hidup) dan pendidikan kejuruan sebagai
aspek pendidikan pada umumnya (Soeharto, 1998:9).
Pendidikan memberikan berkontribusi besar terhadap pemberdayaan masyarakat
miskin. Pendidikan dan pekerjaan adalah saling terkait, karena pencapaian pendidikan
merupakan jalur utama menuju peranan-peranan pekerjaan yang diinginkan. Apa yang
orang-orang dapat lakukan sangat ditentukan oleh pendidikan apa yang mereka miliki
(McKee, 1981:313).
Pendidikan Seni Rupa di Sekolah yang pada awalnya hanya mencakup kegiatan
menggambar dengan tujuan untuk menghasilkan anak yang terampil menggambar
melalui pelatihan koordinasi mata atau tangan, kemudian hadir dalam cakupan yang
lebih luas dengan tujuan yang beragam seperti: menanamkan kesadaran budaya,
mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan kesempatan
mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu pendidikan seni
rupa. Keragaman tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah ini merupakan cerminan dari
dinamika masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang, pengaruh keragaman
fokus pembinaan dan aspirasi masyarakat. Konsekuensi dari keragaman ini tentu saja
berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan seni rupa (Bongsoe dalam Salam, 2001:8).
Pendidikan seni rupa/Asselbergs dan Knoop (1995) menuliskan tentang apa yang
dilakukan oleh murid dalam kegiatan menggambar di sekolah di Belanda berdasarkan
pendekatan ini sebagai berikut. Siswa belajar menggambarkan garis lurus, sudut, segi
empat, lengkungan, dan lingkaran untuk kemudian menggambarkan bentuk tiga
dimensional yang lebih rumit. Karena guru pada umumnya tidak cukup terampil dalam
hal menggambar seperti yang harus dilakukan ini, maka guru sangat tergantung pada
buku pegangan yang berfungsi sebagai alat bantu mengajar (Asselbergs dan Knoop,
1995:5).
Pendidikan seni rupa/Dengan pemahaman yang baik, akan mampu membuat keputusan
yang cerdas dan arif terutama dalam pembuatan kebijakan, perencanaan, maupun
penilaian program pendidikan seni rupa di sekolah. Hakikat dan tujuan pendidikan seni
rupa juga perlu disosialisasikan di luar lingkungan pendidikan formal, masyarakat luas,
khususnya kalangan orang tua atau wali yang memiliki kedekatan psikologis dengan
baik, amat penting dalam turut serta menyukseskan misi pendidikan seni rupa di
sekolah (Efland dalam Salam, 2003:263).
Pendidikan sosial agar menjadi perfek yang sesuai dengan dua tujuan di atas, maka
adanya penyesuain diri dan kesanggupan untuk mengidentifikasikan diri kepada orang
lain. Yang dimaksud disini adalah menyamakan dirinya atau menganggap dirinya
sebagai orang lain. Atau dapat dikatakan juga menempatkan dirinya kedalam diri orang
lain. Dalam bahasa jawa hal ini disebut “tepo-sliro”. Artinya menganggap atau
mengandaikan orang lain sebagai dirinya sendiri. Selanjutnya orang harus bisa turut
merasakan, apa yang dirasa oleh orang lain. Di samping itu, untuk kehidupan bersama
diperlukan sifat-sifat seperti: sifat toleransi, sifat sabar, ramah tamah, sopan santun,
tolong menolong, harga-menghargai, hormat-menghormati dan sebagainya
(Indrakusuma, 1973:59-60).
Pendidikan tersebut lebih banyak menekankan pada kerja alat pikiran yang berupa
hafalan dan kurang memperhatikan segi-segi kepribadian, kemasyarakatan, kejiwaan,
fisik, mental para peserta didik, dan ini sangat memprihatinkan. Karena hal ini akan
menjadikan beban bagi peserta didik dan ditakutkan akan menimbulkan beban mental
pada peserta didik (Muhaimin, 2008:111).
Penelitian deskriftif dimaksudkan untuk melakukan pengukuran yang cermat terhadap
fenomena sosial tertentu. Penelitian mengembangkan konsep, menghimpun fakta tetapi
tidak melakukan pengujian hipotesa. Oleh karena itu penelitian ini tidak menggunakan
hipotesis, tetapi hanya akan menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala
atau keadaan disertai dengan interpretasi (Singarimbun, 1995:4).
Penelitian deskriptif menjadi dua yaitu deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif dijelaskan sebagai jenis penelitian yang pada dasarnya
melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema
klasifikasi (Sugiyono (2009: 11) (Mayer dan Greenwood dalam Silalahi, 2009:27).
Penelitian eksperimen harus memenuhi persyaratan seperti: membandingkan dua
kelompok atau lebih dan menggunakan ukuran-ukuran statistik tertentu (statistik
inferensial), juga: 1. Menyamakan dulu kondisi subyek yang dimasukkan ke dalam
kelompokkelompoknya dilakukan secara acak. 2. Memanipulasi secara langsung satu
variabel bebasnya (independent) atau lebih. 3. Melakukan pengukuran (sebagai hasil
eksperimen) terhadap variabel bergantungnya (dependent). 4. Adanya kontrol terhadap
variabel non percobaan (ektraneous variabels) (Ruseffendi, 1994:38).
Penelitian eksperimen untuk membuktikan akibat dari suatu treatment yang sengaja
diciptakan untuk dibuktikan kebenarannya (Sutrisno Hadi, 1988: 427).
Penelitian yang berdasarkan tingkat eksplanasinya (tingkat kejelasan) dapat
digolongkan sebagai berikut: 1) Penelitian diskriptif. Penelitian diskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan
variabel yang lain. 2) Penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah suatu
penelitian yang bersifat membandingkan. Disini variabelnya masih sama dengan
variabel mandiri tetapi untuk sample yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang
berbeda. 3) Penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau
lebih. Penelitian ini mempunyai tingkatan tertinggi dibandingkan dengan diskriptif dan
komparatif karena dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang dapat
berfungsi unguk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala (Sugiyono,
2003:10).
Penelitian/Ciri-ciri pendekatan kualitatif ada lima: 1. Menggunakan latar ilmiah. 2.
Bersifat deskriptif. 3. Lebih mementingkan proses dari pada hasil. 4. Induktif. 5. Makna
yang merupakan hal yang esensial (Faisal, 1989: 9).
Penelitian/Hakikat dari suatu fenomena atau peristiwa bagi penganut metode kualitatif
adalah totalitas atau gestalt. Ketepatan interpretasi bergantung kepada ketajaman
analisa, objektivitas, sistematika, dan sistemik, bukan kepada statistika dengan
menghitung berapa besar prabobilitasnya bahwa peneliti benar dalam interpretasinya
(Sudjana dan Ibrahim. 1989: 195-196).
Penelitian/Kriteria keabsahan data dapat di lihat sebagai berikut: 1. Tehnik Memeriksa
Derajat Kepercayaan Tehnik ini berfungsi untuk melaksanakan penyelidikan sedemikian
rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Beberapa tehnik yang
digunakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya antara lain: a. Ketekunan
Pengamatan. Tehnik ini bermaksud menemukan ciri-ciri dari unsur persoalan/isu yang
sedang di cari dan kemudian mensahkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
Pengamatan yang dimaksud dalam hal ini pengamatan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh terhadap sumber data primer dan data sekunder. b. Triangulasi.
Adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain .
Triangulasi bertujuan mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkan
dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada beberapa fase penelitian pada waktu
yang berlainan dan dengan metode yang berlainan. c. Kecukupan Referensi. Yang
dimaksud dengan referensi adalah adanya pendukung untuk membukukan data yang
telah ditemukan oleh peneliti. Data hasil wawancara perlu didukung dengan rekaman-
rekaman wawancara data, gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh
dokumendokumen yang mendukung. Tehnik ini sangat diperlukan untuk mendukung
kredibilitas data yang ditemukan peneliti (Moleong, 2005: 34).
Penelitian/Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen (Lofland dan Lofland dalam
Moleong, 2007: 157).
Pengalaman langsung diperlukan untuk membantu siswa belajar memahami,
mengingat, dan menerapkan berbagai simbol abstrak. Kegiatan belajar akan terasa lebih
mudah bila menggunakan materi yang terasa bermakna bagi siswa ataupun mempunyai
relevansi dengan pengalamannya. Untuk mendekatkan siswa terhadap pengalaman
langsung dan pemahaman proses perbaikan sistem kopling maka dapat menggunakan
berbagai jenis metode maupun media pembelajaran (Edgar Dale yang dikutip oleh
Wibawa (1993:16).
Pengalaman/Beberapa indikator pengalaman kerja, yaitu sebagai berikut: a. Pendidikan
dan latihan Pendidikan dan latihan yang dimiliki oleh guru menentukan hasil yang
dicapai dalam bekerja akan semakin baik. Pendidikan dan latihan yang baik dimiliki oleh
para guru akan dapat menghindari kesalahan-kesalahan dalam bekerja. b. Masa kerja.
Masa kerja merupakan faktor yang mendukung proses bekerja seorang. Semakin lama
waktu dalam bekerja, seorang guru akan dapat mengukur kemampuannya dalam
bekerja secara lebih baik. c. Kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang dimiliki seorang
akan dapat membuka kesempatan bagi dirinya untuk memperoleh sesuatu yang belum
pernah dimiliki seorang guru. Kesempatan kerja sangat. penting dalam mendukung
diperolehnya pengalaman kerja yang berharga dalam hidupnya (Basu Swastha dan Ibnu
Sukojto, 1998: 282).
Pengawasan juga dimaksudkan untuk menemukan hambatan yang terjadi, sehingga
dapat segera diatasi dan untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan metode atau
alat tertentu untuk mencapai tujuan (Depdiknas, 1999:32).
Pengawasan diharapkan mampu mencarikan jalan keluar baik berupa pemikiran maupun
memberikan bantuan teknis operasional untuk memecahkan masalah yang dihadapi
guru/konselor. Supervisi yang terfokus dan konstruktif sangat bermanfaat bagi semua
praktisi, baik bagi yang baru maupun bagi yang sudah berpengalaman, bagi yang
berkompeten maupun yang kurang latihan (Siskandar, 2003:6).
Pengawasan/Dalam proses pengawasan setidaknya ada tiga fase yang harus ada dilalui
dalam pengawasan ini, yaitu: 1) pemimpin harus menentukan atau menetapkan standar;
2) evaluasi; dan 3) corrective action, yakni mengadakan tindakan perbaikan dengan
maksud agar tujuan pengawasan itu dapat direalisir. Sedangkan tujuan utama dari
pengawan ini adalah mengusahkan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan atau
dapat terealisir (Bukhori, Dkk, 2005:119-120).
Pengawasan/Menurut Mudrick pengawasan merupakan proses dasar yang secara
esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses
dasarnya terdiri dari tiga tahap: 1) menentukan standar pelaksanaan; 2) pengukuran
pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar; dan 3) menentukan kesenjangan
(deviasi) antara pelaksaan dengan standar dan recana (Fattah, 2004:101).
Pengawasan/Pengawasan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang
sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Supervisi dilakukan di setiap lini
organisasi, termasuk organisasi di dalam ranah pendidikan, salah satunya adalah
sekolah (Manullang, 2005:173).
Pengawasan/Unsur-unsur pokok dalam pengawasan terdiri dari: 1. Suatu standar
mengenai performance yang diharapkan. 2. Suatu pengukuran performance yang
sesungguhnya. 3. Suatu perbandingan antara performance yang sesungguhnya dengan
performance yang diharapkan. 4. Laporan mengenai penyimpangan kepada pimpinan.
5. Suatu rangkaian tindakan, keputusan dari pimpinan untuk memilih respon yang
cocok. 6. Suatu metode perencanaan dan pengawasan yang lebih baik untuk mengubah
kondisi (Oemar Hamalik, 1991: 128).
Pengawasan/Untuk mendokumentasikan hasil pemeriksaan, perlu adanya buku
pemeriksaan untuk di isi oleh pemeriksa (Kosasi, 1999:171-173).
Pengelolaan kelas merupakan upaya mengelola siswa di kelas yang dilakukan untuk
menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas yang menunjang program
pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu
terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah (Nurhadi, 1983:162).
Pengelolaan kelas/: 1. Dalam setiap kegiatan pengelolaan kelas (termasuk belajar
mengajar), antusias dan kehangatan guru harus ditunjukkan. 2. Setiap tutur kata,
tindakan dan tugas-tugas yang diberikan kepada anak menantang; tidak menimbulkan
kebosanan tetapi justeru menimbulkan gairah belajar yang produktif. 3. Penggunaan
variasi dalam alat, media, metoda dan gaya berinteraksi adalah kunci sukses
pengelolaan kelas. 4. Kewaspadaan akan jalannya proses kegiatan belajar-mengajar dari
kemungkinan terjadinya berbagai gangguan mengharuskan guru bersikap dan
bertindak luwes. 5. Biasakanlah pemusatan pikiran secara positif dan menghindar pada
hal-hal yang negatif. 6. Pengelolaan kelas tidak bisa lepas dari kepentingan anak untuk
berdisiplin atas dirinya sendiri. Karena itu guru sepantasnya berdisiplin pada dirinya
sendiri agar di hadapan anak menjadi teladan (Bolla, 1985:5-6).
Pengelolaan kelas/Ada sejumlah kecil proses psikologi penting yang dapat digunakan
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud, yaitu diantaranya
penguatan positif (positive reinforcement) seperti hadiah, ganjaran, pujian, pemberian
kesempatan untuk melakukan aktivitas yang disenangi oleh siswa, dan penguatan
negatif (negative reinforcement) seperti hukuman, penghapusan hak, dan ancaman
(Mulyadi, 2009: 46).
Pengelolaan kelas/Adapun prosedur manajemen kelas ini dapat dilakukan secara
preventif (pencegahan) maupun kuratif (penyembuhan) (Mulyadi, 2009:19).
Pengelolaan kelas/Adapun prosedur pengelolaan kelas secara kuratif akan meliputi
langkah-langkah identifikasi masalah, analisa masalah, penetapan alternative
pemecahan masalah, monitoring dan memanfaatkan umpan balik (Muljani, 1983: 168).
Pengelolaan kelas/Asumsi berikut dikembangkan oleh Good dan Brophy (1991), yaitu:
1. Anak-anak itu suka mengikuti aturan karena memang mereka itu mengerti dan
menerimanya. 2. Masalah disiplin kelas dapat dikurangi manakala si anak terlibat secara
teratur dalam aktivitas (belajar) yang bermakna yang mendorong minat dan sikapnya.
3. Manajemen atau pengelolaan (kelas) hendaklah lebih didekati dari tujuan
memaksimalkan atau menghabiskan banyaknya waktu anak untuk terlibat dalam
kegiatan produktif; daripada mendasarkan pada sudut pandangan yang negatif
menekankan pengawasan atas perilaku anak yang menyimpang, dan 4. Tujuan guru
adalah mengembangkan self control dalam diri anak dan bukan semata-mata
melakukan pengawasan yang menekan atas diri mereka (Good dan Brophy, 1991:199).
Pengelolaan kelas/Bentuk pelanggaran disiplin yang bersifat individual, yaitu: 1)
Tingkah laku menarik perhatian. Siswa mencari kesempatan pada waktu yang tepat
untuk melakukan perbuatan yang dianggapnya dapat menarik perhatian orang lain.
Sehingga diberi bantuan ekstra. 2) Tingkah laku mencari kekuasaan. Siswa berperilaku
yang dapat menguasai orang lain seperti mendebat, marah, dan selalu lupa pada
peraturan kelas yang disepakati sebelumnya. 3) Tingkah laku membalas dendam. Siswa
yang berperilaku seperti ini biasanya merasa lebih kuat, misalnya mengancam,
menendang, dan sebagainya. 4) Peragaan ketidakmampuan. Siswa biasanya sangat
apatis terhadap pekerjaan apapun (Djamarah dan Zain, 2006:201).
Pengelolaan kelas/Dalam hal proses pembelajaran, siswa harus menyadari bahwa dia
belajar adalah dengan tujuan tertentu. Keefektifan siswa dalam proses pembelajaran
sebenarnya bergantung pada tingkat kesadaran siswa tersebut di dalam proses.
Semakin tinggi tingkat kesadarannya semakin tinggi pula keefektifannya. Kondisi ini
selanjutnya berdampak pada tingkat penguasaan kemampuan dari siswa yang
bersangkutan (Saroni, 2006:100).
Pengelolaan kelas/Dalam hubungannya dengan kelompok kelas, maka tugas guru dalam
mengelola kelas adalah berusaha mengembangkan dan mempertahankan suasana
kelompok kelas yang efektif dan produktif. Oleh karenanya guru hendaknya
mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang menyangkut ciri-ciri kelompok
kelas sebagai sistem sosial. Adapun ciri-ciri yang penting dimiliki oleh kelompok kelas
sebagai sistem sosial adalah harapan, kepemimimpinan, kemenarikan, norma,
komunikasi dan keeratan. 1. Harapan adalah persepsi pada guru dan siswa berkenaan
dengan hubungan mereka. 2. Kepemimpinan merupakan tingkah laku yang mendorong
kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan. 3. Kemenarikan
merupakan tingkat hubungan persahabatan diantara anggota kelompok kelas. Tugas
guru dalam pengelolaan kelas menjadi berusaha memperlihatkan empati, saling
pengertian, sikap mendorong teman, saling menerima dan memberikan kesempatan. 4.
Norma adalah suatu pedoman tentang cara berpikir, merasa dan bertingkah laku yang
diakui bersama oleh anggota kelompok. 5. Komunikasi merupakan wahana yang
memungkinkan terjadinya interaksi kelompok yang bermakna dan memungkinkan
terjadinya proses kelompok. 6. Keeratan adalah keeratan rasa kebersamaan yang
dimiliki oleh kelompok kelas. Yang mendorong terjadinya keeratan itu adalah adanya
minat terhadap tugas-tugas kelompok, saling menyukai dan anggota kelompok merasa
dibantu oleh kelompok kelas (Muljani, 1983:184).
Pengelolaan kelas/Dasar dalam melakukan kegiatan manajemen kelas berikutnya
sebagai tindak lanjut dari kegiatan manajemen kelas yang sudah dilakukan sebelumnya.
Yakni untuk lebih menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal, dengan
diusahakannya pencapaian tujuan melalui kegiatan pengaturan siswa, bahan/alat
pelajaran dan format belajar mengajar yang kesemuanya difokuskan pada penciptaan
kondisi belajar mengajar yang menunjang cara belajar siswa aktif (Burhanuddin,
1994:49).
Pengelolaan kelas/Dengan kata lain kontrak sosial yang dipergunakan dalam upaya
pengelolaan kelas hendaknya disusun oleh siwa sendiri dengan pengarahan dan
bimbingan pendidik (Muljani, 1983:165-169).
Pengelolaan kelas/Dikatakan secara preventif apabila langkah-langkah/upaya yang
dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk mengatur siswa, peralatan (fasilitas) atau
format belajar mengajar yang tepat yang dapat mendukung berlangsungnya proses
belajar mengajar (Mulyadi, 2009: 20).
Pengelolaan kelas/Guru hendaknya menghindari suasana pengajaran yang kurang baik,
misalnya guru balik bertanya pada siswa yang bertanya, guru menertawakan atau
bersikap sinis terhadap pertanyaan siswa yang menurut anggapan guru tidak pada
tempatnya, dan sebagainya (Masnur dkk., 1987:105).
Pengelolaan kelas/Guru mempunyai peranan yang besar dalam menciptakan kondisi
belajar yang optimal. Guru perlu bersikap dan bertindak secara wajar, tulus dan tidak
pura-pura terhadap siswa (Mulyadi, 2009:23).
Pengelolaan kelas/Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan
kelas yang baik memiliki tiga ciri, yaitu: 1) Speed, artinya anak dapat belajar dalam
percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relative singkat.
2) Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan
situasi kelas kondusif. 3) Self-confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa
percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar
berprestasi (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:104).
Pengelolaan kelas/Kegiatan manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai
kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa
pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah, sehingga waktu dan dana yang tersedia
dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan kelas yang berkaitan
dengan kurikulum dan perkembangan murid (Hadari Nawawi dalam Djamarah dan Zain
2006:177)
Pengelolaan kelas/Kunci utama untuk mengembangkan iklim sosial emosional yang
efektif ada tiga macam, yaitu: 1. Guru hendaknya menampilkan dirinya sebagaimana
adanya di hadapan siswa. 2. Guru mempunyai sikap menerima terhadap siswa, yaitu
sikap mempercayai dan menghormati. 3. Guru memahami siswa dengan penuh simpati,
yaitu dengan penuh kepekaan terhadap perasaan-perasaan siswa (Muljani, 1983:183).
Pengelolaan kelas/Lingkungan yang kondusif antara lain dapat dikembangkan melalui
berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut. 1. Memberikan pilihan bagi peserta didik
yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran. Pilihan dan
pelayanan individual bagi peserta didik, terutama bagi mereka yang lambat belajar akan
membangkitkan nafsu dan semangat belajar, sehingga membuat mereka betah di
sekolah. 2. Memberikan pembelajaran remedial bagi peserta didik yang kurang
berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam system pembelajaran klasikal, sebagian
peserta didik akan sulit untuk mengikuti pembelajaran secara optimal, dan menuntut
peran ekstra guru untuk memberikan pembelajaran remedial. 3. Mengembangkan
organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan potensi
seluruh peserta didik secara optimal. Termasuk dalam hal ini adalah penyediaan bahan
pembelajaran yang menrik dan menantang bagi para peserta didik, serta pengelolaan
kelas yang tepa, efektif dan efisien. 4. Menciptakan kerjasam saling menghargai baik
antar peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain. Hal ini mengandung
implikasi bahwa setiap peserta didik memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut mendapatkan sangsi atau
dipermalukan. 5. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan
pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan diri sebagai pembimbing
dan manusia sumber. Sekali-kali cobalah untuk melibatkan peserta didik dalam proses
perencanaan pembelajaran, agar mereka merasa bertanggungjawab terhadap
pembelajaran yang dilaksanakan. 6. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai
tanggungjawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak
bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai sumber belajar. 7. Mengembangkan sistem
evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi belajar dan
pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri. Dalam hal ini, guru sebagai
fasilitator harus mampu membantu peserta didik untuk menilai bagaimana mereka
memperoleh kemajuan dalam proses belajar yang dilauinya (Mulyasa, 2008:68-69).
Pengelolaan kelas/Masalah kelompok dalam pengelolaan kelas dikemukakan oleh Louis
V Johson dan Mary A. Bany ada tujuh kategori, yaitu sebagai berikut: 1) kelas kurang
kohesif lantaran alasan karena jenis kelamin, suku, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya. 2) penyebalan terhadap norma-norma tingkah laku yang telah disepakati
sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras di ruang baca perpustakaan. 3)
kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya, misalnya mengejek anggota
kelas yang dalam pengajaran seni suara, menyanyi dengan suara sumbang. 4)
membimbing anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya
pembinaan semangat kepada badut kelas. 5) kelompok cenderung mudah dialihkan
perhatiannya dari tugas yang tengah dikerjakan. 6) semangat kerja rendah atau
melakukan semacam aksi protes kepada guru karena menganggap yang diberikan
kurang fair. 7) kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti
gangguan jadwal, guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain dan sebagainya
(Louis V Johson dan Mary A. Bany dalam Mulyadi, 2009:15).
Pengelolaan kelas/Menurut Suharsimi Arikunto pengelolaan kelas meliputi dua hal,
yakni: 1) Pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran). Dalam pengelolaan kelas
yang menyangkut fisik yaitu meliputi penciptaan lingkungan belajar yang baik agar
proses pengajaran dapat berlangsung dengan sempurna. Diantaranya: a. Penataan
lingkungan fisik. Penempatan tempat duduk siswa, guru, alat dan perabot diatur agar
siswa bergerak leluasa. b. Ventilasi dan penempatan cahaya, ruang belajar yang pengap
akan menyebabkan kebosanan bekerja, apalagi jika ruang itu gelap. Untuk memperoleh
macam ruangan yang representatif untukk kegiatan belajar, perancangan bangunan
harus bekerjasama dengan ahli kurikulum. c. Penempatan lemari atau rak tempat
penyimpanan barang. Lemari dan perabot lainnya tidak ditaruh dimana saja, tetapi
sebaiknya diatur menurut prinsip: 1). Mudah dalam mengambil barang, 2). Tidak
mengganggu lalu lintas kegiatan. 3) dipandanf estetis. d. Penempatan alat peraga,
media dan gambar-gambar. Alat peraga, model, benda-benda nyata, dll. Harus
ditempatkan sesuai dengan tujuan pengajaran. Alat-alat itu sebaiknya mudah dilihat
dan leluasa untuk diperagakan. Jika menggunakan OHP, sebaiknya ditempatkan
ditempat yang aman dan leluasa untuk dilihat. Gambar digantungkan ditempat yang
cukup menarik, mudah dilihat, dan tidak mengganggu pandangan yang lain. e.
Penempatan lingkungan sosio-kultural. Lingkungan ini utamanya datang dari pihak
guru itu sendiri, yaitu berupa penampilan yang berpengaruh dalam menumbuhkan
suasana belajar mengajar yang merangsang seperti sikap guru yang demokratis dalam
kepemimpinannya; cara berucap yang baik dan benar tulisan yang jelas; suara yang baik;
tidak keras dan tidak lemah; hubungan dengan orang tua yang akrab. f. Disamping yang
sifatnya sosio-psikologis, ada lagi lingkungan yang sifatnya rutin dan organisasional.
Faktor disiplin untuk meraih sukses belajar di sekolah tidak kecil, antara lain kehadiran
siswa dan guru, penjadwalan studi yang tidak membosankan, keikutsertaan dalam
upacara bendera, kunjungan pada orang sakit, pemberian sumbangan sukarela, kepada
orang yang meninggal atau yang mendapat kecelakaan, kegiatan menyukseskan pesta
sekolah dan karya wisata (Wijaya & Rusyan 120-121). 2) Pengelolaan yang menyangkut
siswa (Arikunto, 68). Pengelolaan kelas Menurut Nurhadi adalah upaya untuk
menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang
tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara kuratif. Maka pengelolaan kelas,
apabila ditinjau dari sifatnya, dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Pengelolaan kelas
yang bersifat preventif Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas
dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi masa menjadi interaksi
pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi proses
belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh
atau pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan
berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai
oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar
di kelas. Keterampilan yang berhubungan dengan kompetensi guru dalam mengambil
inisiatif dan mengendalikan pelajaran ini, dapat ditunjukkan melalui sikap tanggap guru,
bahwa guru hadir bersama anak didik. Guru tahu kegiatan mereka apakah
memperhatikan atau tidak. Seolah-olah mata guru ada di belakang kepala, sehingga
guru dapat menegur mereka walaupun sedang menulis di papan tulis. b. Pengelolaan
kelas yang bersifat kuratif. Pengelolaan kelas secara kuratif adalah pengelolaan kelas
yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga
mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan
kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan
kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung
terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik (Muljani, 1983:13).
Pengelolaan kelas/Pelanggaran disiplin yang bersifat individual, yaitu: 1) Tingkah laku
menarik perhatian. Siswa mencari kesempatan pada waktu yang tepat untuk melakukan
perbuatan yang dianggapnya dapat menarik perhatian orang lain. Sehingga diberi
bantuan ekstra. 2) Tingkah laku mencari kekuasaan. Siswa berperilaku yang dapat
menguasai orang lain seperti mendebat, marah, dan selalu lupa pada peraturan kelas
yang disepakati sebelumnya. 3) Tingkah laku membalas dendam. Siswa yang berperilaku
seperti ini biasanya merasa lebih kuat, misalnya mengancam, menendang, dan
sebagainya. 4) Peragaan ketidakmampuan. Siswa biasanya sangat apatis terhadap
pekerjaan apapun (Djamarah dan Zain, 2006:201).
Pengelolaan kelas/Pendekatan dalam pengelolaan kelas antara lain adalah sebagai
berikut: 1) Pendekatan Kekuasaan Pada pendekatan ini adalah ketaatan pada aturan
yang melekat pada pemilik kekuasaan. Guru mengontrol siswa dengan ancaman, sanksi,
hukuman dan bentuk disiplin yang ketat dan kaku. 2) Pendekatan Kebebasan.
Pengelolaan kelas bukan membiarkan anak belajar laisses-faire, tetapi memberikan
suasana dan kondisi belajar yang memungkinkan anak merasa merdeka, bebas,
nyaman, penuh tantangan dan harapan dalam melakukan belajar. 3) Pendekatan
Keseimbangan Peran. Pendekatan ini dilakukan dengan memberi seperangkat aturan
yang disepakati guru dan murid. Isi aturan berkaitan dengan apa yang harus dan apa
yang tidak boleh dikerjakan guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang
terjadi di kelas dan aturan yang boleh atau tidak boleh dilakukan murid selama belajar.
4) Pendekatan Pengajaran . Pendekatan ini menghendaki lahirnya peran guru untuk
mencegah dan menghentikan tingkah laku siswa yang kurang menguntungkan proses
pembelajaran. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan
pengajaran yang baik. 5) Pendekatan Suasana Emosi dan Sosial. Pendekatan ini
merupakan proses menciptakan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial
yang positif dalam kelas. Suasana hati yang saling mencintai antara guru-murid dan
murid-murid penting dalam menciptakan hubungan sosial pembelajaran. 6) Pendekatan
Kombinasi. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa pilihan tindakan
untuk mempertahankan dan menciptakan suasana belajar yang baik. Guru memiliki
peran penting untuk menganalisis kapan dan bagaimana tindakan itu tepat dilakukan.
Semua orang mudah melakukan tindakan, tetapi bertindak pada waktu yang tepat,
dengan cara yang akurat dan pada tujuan yang bermanfaat adalah tidak mudah, dan
guru harus dapat mencermati hal itu (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:105-106).
Pengelolaan kelas/Pendekatan Elektik disebut juga dengan pendekatan pluralistik, yaitu
manajemen kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang
memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang
memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Dimana guru dapat
memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut, sesuai dengan
kemampuan dan selama maksud dari penggunaannya untuk menciptakan proses belajar
mengajar berjalan secara efektif dan efisien (Djamarah & Zain, 2006:184).
Pengelolaan kelas/Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate)
(Mulyadi, 2009: 46). Proses Belajar Mengajar yang efektif mempersyaratkan keadaan
sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang harmonis
antar guru dengan guru, guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa merupakan
kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif
(Mulyadi, 2009:46).
Pengelolaan kelas/Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate)
(Mulyadi, 2009:46). Proses Belajar Mengajar yang efektif mempersyaratkan keadaan
sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang harmonis
antar guru dengan guru, guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa merupakan
kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif
(Mulyadi, 2009:46).
Pengelolaan kelas/Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior-Modification).
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi behavioristik, yang mengemukakan pendapat
bahwa: a) Semua tingkah laku yang baik atau yang kurang baik merupakan hasil proses
belajar (Mulyadi, 2009:35).
Pengelolaan kelas/Pendekatan penghukuman atau ancaman. Yaitu kegiatan pengelolaan
kelas yang dilakukan dengan melakukan hukuman atau ancaman. Kegiatan ini dapat
berupa tindakan guru yang menghukum siswa dengan kekerasan, melarang atau
mengusir siswa dari kegiatan tertentu, mengancam siswa bila melakukan sesuatu yang
dilarang, menghardik, mencemooh, mentertawakan, menghukum seorang siswa untuk
contoh siswa yang lain, atau mungkin memaksa siswa meminta maaf karena perbuatan
yang tercela (Muljani, 1983: 175).
Pengelolaan kelas/Pendekatan penguasaan atau penekanan, yaitu pengelolaan kelas
yang dilakukan dengan menunjukkan kekuasaan seorang guru terhadap siswa sehingga
tindakannya untuk mengatasi penyimpangan tingkah laku dilakukan dengan tekanan-
tekanan. Contoh dari pendekatan ini misalnya memerintah, tindakan memarahi,
menggunakan kekuasaan orang tua atau kepala sekolah untuk pengelolaan kelas,
melakukan tindakan kekerasan atau mendelegasikan kepada salah seorang siswa untuk
melakukan penguasaan terhadap kelas (Muhammad, 1993:93).
Pengelolaan kelas/Pendekatan Proses Kelompok (Group Process). Pendekatan ini
berdasarkan pada psikologi klinis dan dinamika kelompok. Yang menjadi anggapan
dasar dari pendekatan ini ialah: 1) Pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam
konteks kelompok sosial. 2) Tugas pokok guru yang utama dalam manajemen kelas
ialah membina kelompok yang produktif dan efektif (Mulyadi, 2009:55).
Pengelolaan kelas/Pendekatan proses kelompok/Dasar dari pendekatan ini adalah
Psikologi sosial dan dinamika kelompok yang mengetengahkan dua asumsi sebagai
berikut: 1) Pengalaman belajar di sekolah bagi murid berlangsung dalam konteks
kelompok sosial. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas dalam pengelolaan kelas
selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal di kelas.
Dengan kata lain kegiatan kelas harus diarahkan pada kepentingan bersama dan sedikit
mungkin kegiatan yang bersifat individual. 2) Tugas guru terutama adalah memelihara
kelompok belajar agar menjadi kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan
asumsi ini berarti seorang wali/guru kelas harus mampu membentuk dan mengaktifkan
murid dan bahkan juga guru untuk bekerja sama dalam kegiatan belajar mengajar. Bagi
murid proses belajar dalam kelompok (group studies) harus dilaksanakan secara efekfif
agar hasilnya lebih baik daripada bilamana murid belajar sendiri-sendiri (produktif). Dari
pemikiran di atas menyiratkan bahwa keiutsertaan para siswa dalam kegiatan-kegiatan
pembelajaran merupakan cara yang efektif untuk membangun suasana belajar yang
memungkinkan mereka untuk saling bagi pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan
sehingga menunjang kecepatan mereka dalam memahami materi pembelajaran dan
sekaligus membangun kebersamaan diantara mereka (Nawawi, 1989:140-142).
Pengelolaan kelas/Prinsip-prinsip pengelolaan kelas, yang meliputi: a. Hangat dan
Antusias. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias
pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan
pengelolaan kelas. b. Tantangan. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau
bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar
sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang,
selanjutnya akan menambah menarik parrhatian anak didik dan dapat mengendalikan
gairah belajar peserta didik c. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar
guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan,
meningkatkan perhatian anak didik. Kevariasian dalam penggunaannya merupakan
kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. d.
Keluwesan. Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat
mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didk serta menciptakan iklim
belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya
gangguan seperti keributan, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan
sebagainya. e. Penekanan pada hal-hal yang positif Penekanan yang dilakukan guru
tarhadap tingkahlaku anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah laku yang
negative.penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan positif,
dankesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya
proses belajar mengajar. f. Penanaman disiplin diri. Anak didik dapat mengembangkan
disiplin diri sendiri. Oleh karena itu, guru selalu mendorong anak didik untuk
melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru menjadi teladan mengenai pengendalian diri
dan pelaksanaan tanggung jawab (Djamarah dan Zain, 2006:185).
Pengelolaan kelas/Prosedur manajemen kelas ini dapat dilakukan secara preventif
(pencegahan) maupun kuratif (penyembuhan). Usaha pencegahan itu dimaksudkan agar
siswa memahami aturan atau tata tertib yang berlaku serta akibat-akibat yang akan
terjadi apabila siswa melakukan pelanggaran. Sedangkan yang dimaksud dengan
manajemen kelas secara kuratif adalah langkah-langkah tindakan penyembuhan
terhadap tingkah laku menyimpang yang dapat mengganggu kondisi-kondisi optimal
dan proses belajar mengajar yang sedang berlangsung (Mulyadi, 2009:25). Usaha
pencegahan lebih efektif daripada penyembuhan (kuratif), oleh sebab itu guru harus
mampu merencanakan dan melaksanakan pengelolaan kelas yang efektif (Mulyadi,
2009:19).
Pengelolaan kelas/Prosedur pengelolaan kelas secara preventif akan meliputi langkah-
langkah peningkatan kesadaran guru sebagai pendidik, peningkatan kesadaran siswa,
penampilan sikap guru, pengenalan terhadap tingkah laku siswa, penemuan alternatif
pengelolaan kelas, dan pembuatan kontrak sosial dalam proses belajar mengajar
(Muljani, 1983:164).
Pengelolaan kelas/Prosedur pengelolaan kelas secara preventif akan meliputi langkah-
langkah peningkatan kesadaran guru sebagai pendidik, peningkatan kesadaran siswa,
penampilan sikap guru, pengenalan terhadap tingkah laku siswa, penemuan alternatif
pengelolaan kelas, dan pembuatan kontrak sosial dalam proses belajar mengajar
(Muljani, 1983:164).
Pengelolaan kelas/Sebagai seorang pendidik, guru berkewajiban mengubah
pergaulannya dengan siswa sehingga pergaulan itu tidak hanya berupa interaksi biasa
tetapi merupakan interaksi pendidikan. Agar interaksi itu bersifat sebagai interaksi
pendidikan, maka seorang guru harus dapat mewujudkan suasana yang kondusif yang
mengundang siswa untuk masuk berperan serta dalam proses pendidikan (Muljani,
1983:164-165).
Pengelolaan kelas/Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas
dibagi menjadi dua golongan, yaitu: factor intern siswa dan factor ekstern siswa. Factor
intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran dan perilaku siswa.
Sedangkan factor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar,
penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa dan sebagainya (Pidarta,
1979:21).
Pengelolaan kelas/Secara umum tujuan pengelolaan kelas menurut Sudirman N. adalah
penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan
social, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu
memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana social yang memberikan
kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta
apresiasi pada siswa (Djamarah dan Zain, 2006:178).
Pengelolaan kelas/Sedangkan yang dimaksud dengan manajemen kelas secara kuratif
adalah langkah-langkah tindakan penyembuhan terhadap tingkah laku menyimpang
yang dapat mengganggu kondisi-kondisi optimal dan proses belajar mengajar yang
sedang berlangsung (Mulyadi, 2009: 25).
Pengelolaan kelas/Selain faktor pendukung tentu juga ada faktor penghambatnya.
Dalam pelaksanaan pengelolaan kelas akan ditemui berbagai faktor penghambat.
Hambatan tersebut bisa datang dari guru sendiri, dari peserta didik, lingkungan
keluarga ataupun karena faktor fasilitas (Nawawi, 1989:130).
Pengelolaan kelas/Selain itu, pengalaman guru yang selama ini dilakukan dalam
mengelola kelas waktu mengajar, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar
perlu pula dijadikan sebagai referensi yang cukup berharga dalam melakukan
manajemen kelas (Mulyadi, 2009:24).
Pengelolaan kelas/Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar
pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan pekerjaan sehari-
hari di kelas dan di masyarakat. Guru yang memahami kedudukan dan fungsinya sebagai
pendidik profesional, selalu terdorong untuk tumbuh dan berkembang sebagai
perwujudan perasaan dan sikap tidak puas terhadap pendidikan. Persiapan yang harus
diikuti, sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (Hadari, 1989:121).
Pengelolaan kelas/Setiap murid memiliki perasaan diterima (membership) terhadap
kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas. Perasaan diterima itu akan
menentukan sikap bertanggung jawab terhadap kelas yang secara langsung
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing (Nawawi,
1989:125-127).
Pengelolaan kelas/Suatu langkah yang mendasar dalam strategi manajemen kelas yang
bersifat preventif adalah meningkatkan kesadaran diri pendidik sebagai guru. Dalam
kedudukannya sebagai guru, seorang pendidik harus menyadari bahwa dir inya memiliki
tugas dan fungsi yaitu sebagai fasilitator bagi siswanya yang sedang belajar (Saroni,
2006:112).
Pengelolaan kelas/Sudirman N. (Djamarah dan Zain, 2006:178) bahwa secara umum
tujuan pengelolaan kelas menurut Sudirman N. adalah penyediaan fasilitas bagi
bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan social, emosional, dan
intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan
bekerja, terciptanya suasana social yang memberikan kepuasan, suasana disiplin,
perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa (Djamarah
dan Zain, 2006:178).
Pengelolaan kelas/Suhersimi Arikunto bahwa tujuan diadakannya pengelolaan kelas
adalah agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja tertib sehingga tercapai tujuan
pengajaran secara efektif dan efisien, sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib
adalah: a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang berhenti
karena tidak tahu akan tugas yang diberikan padanya b. Setiap anak harus melakukan
pekerjaan tanpa mrmbuang waktu, artinya tiap anak akan bekerja secepatnya agar lekas
menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya (Arikunto, 1992:68).
Pengelolaan kelas/Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta
didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk
dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya. Karena pengelolaan
pusat belajar harus disesuaikan dengan minat, perhatian, dan bakat para siswa, maka
siswa yang memahami pelajaran secara cepat, rata-rata, dan lamban memerlukan
pengelolaan secara khusus menurut kemampuannya. Semua hal di atas memberi
petunjuk kepada guru bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan pemahaman
awal tentang perbedaan siswa satu sama lain (Wijaya & Rusyan, 1994:136).
Pengelolaan kelas/Tujuan dari pengelolaan kelas itu antara lain: a. Agar pengajaran
dapat dilakukan secara maksimal sehingga tujuan tujuan pengajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. b. Untuk memberi kemudahan dalam memantau kemajuan
siswa dalam pelajarannya. Dengan pengelolaan kelas guru mudah melihat dan
mengamati setiap kemajuan yang dicapai siswa dalam pelajarannya. c. Untuk memberi
kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas
untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang (Wijaya & Rusyan, 1994:114).
Pengelolaan kelas/Tujuan dari pengelolaan kelas itu antara lain: a. Agar pengajaran
dapat dilakukan secara maksimal sehingga tujuan tujuan pengajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. b. Untuk memberi kemudahan dalam memantau kemajuan
siswa dalam pelajarannya. Dengan pengelolaan kelas guru mudah melihat dan
mengamati setiap kemajuan yang dicapai siswa dalam pelajarannya. c. Untuk memberi
kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas
untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang (Wijaya dan Rusyan, 1994:114).
Pengelolaan kelas/Tujuan diadakannya pengelolaan kelas menurut Suharsimi Arikunto
adalah agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja tertib sehingga tercapai tujuan
pengajaran secara efektif dan efisien, sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib
adalah: a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang berhenti
karena tidak tahu akan tugas yang diberikan padanya b. Setiap anak harus melakukan
pekerjaan tanpa mrmbuang waktu, artinya tiap anak akan bekerja secepatnya agar lekas
menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya (Arikunto dan Supardi, 2007:68).
Pengelolaan kelas/Tujuan pengelolaan kelas adalah: a. Mewujudkan kondisi kelas baik
sebagai lingkungan belajar ataupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan
berkembangnya kemampuan masing-masing siswa. b. Menghilangkan berbagai
hambatan yang merintangi interaksi belajar yang efektif. c. Menyediakan fasilitas atau
peralatan dan mengaturnya hingga kondusif bagi kegiatan belajar siswa yang sesuai
dengan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan sosial, emosional dan intelektualnya.
d. Membina perilaku siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan
keindividualannya (PUOD dan Dirjen Dikdasmen (1996) yang dikutip Rachman,
1998/1999:15)
Pengelolaan kelas/Tujuan pengelolaan kelas juga didefinisikan secara beragam. Secara
umum tujuan pengelolaan kelas adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Mutu
pembelajaran akan tercapai jika tercapainya tujuan pembelajaran (Fathurrohman dan
Sutikno, 2007:104).
Pengelolaan kelas/Tujuan pengelolan kelas pada hakekatnya mengandung tujuan
pengajaran, karena pengajaran merupakan salah satu faktor pendukung berhasil
tidaknya proses belajar mengajar dalam kelas. Secara umum tujuan pengelolaan kelas
adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional dan intelektual belajar dan bekerja, terciptanya suasana
sosial yang memberikan kepuasan suasana disiplin, perkembangan intelektual,
emosional dan sikap, serta apresiasi pada siswa (Djamarah dan Zain, 1997:199-200).
Pengelolaan kelas/Tujuh kategori masalah kelompok dalam manajemen kelas, yaitu: 1)
kelas kurang kohesif lantaran alasan karena jenis kelamin, suku, tingkat sosial ekonomi,
dan sebagainya. 2) penyebalan terhadap norma-norma tingkah laku yang telah
disepakati sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras di ruang baca
perpustakaan. 3) kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya, misalnya
mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara, menyanyi dengan suara
sumbang. 4) membimbing anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok,
misalnya pembinaan semangat kepada badut kelas. 5) kelompok cenderung mudah
dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah dikerjakan. 6) semangat kerja rendah
atau melakukan semacam aksi protes kepada guru karena menganggap yang diberikan
kurang fair. 7) kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti
gangguan jadwal, guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain dan sebagainya
(Louis V Johson dan Mary A. Bany dalam Mulyadi, 2009:15).
Pengelolaan kelas/Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan tersebut,
hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam manajemen
kelas dan juga memahami cara-cara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan
pendekatan masing-masing (Mulyadi, 2009:26).
Pengelolaan kelas/Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan tersebut,
hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam manajemen
kelas dan juga memahami cara-cara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan
pendekatan masing-masing (Mulyadi, 2009:26).
Pengelolaan kelas/Untuk membangkitkan kesadaran siswa dalam peran sertanya dalam
proses pembelajaran kelas, tidak cukup hanya guru yang harus berkutat pada metode-
metode pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi kelas. Proses tersebut
memerlukan keikutsertaan siswa yang sebenarnya merupakan subyek yang sedang
belajar (Saroni, 2006:111-112).
Pengelolaan kelas/Untuk memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas,
perlu dikuasai oleh guru prinsip-prinsip pengelolaan kelas, yang meliputi: a. Hangat dan
Antusias. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias
pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan
pengelolaan kelas. b. Tantangan. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau
bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar
sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang,
selanjutnya akan menambah menarik parrhatian anak didik dan dapat mengendalikan
gairah belajar peserta didik c. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar
guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan,
meningkatkan perhatian anak didik. Kevariasian dalam penggunaannya merupakan
kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. d.
Keluwesan. Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat
mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didk serta menciptakan iklim
belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya
gangguan seperti keributan, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan
sebagainya. e. Penekanan pada hal-hal yang positif Penekanan yang dilakukan guru
tarhadap tingkahlaku anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah laku yang
negative.penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan positif,
dankesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya
proses belajar mengajar. f. Penanaman disiplin diri. Anak didik dapat mengembangkan
disiplin diri sendiri. Oleh karena itu, guru selalu mendorong anak didik untuk
melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru menjadi teladan mengenai pengendalian diri
dan pelaksanaan tanggung jawab (Djamarah dan Zain, 2006:185).
Pengetahuan konseptual adalah keterkaitan yang terintegrasi dan berhubungan dengan
konsep matematika yang lain (Muhsetyo, 2001:22).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bisa dikategorikan dalam dua jenis, yaitu
pengetahuan yang sadari, atau pengetahuan yang tidak disadari (Dale, 2003:35).
Pengetahuan/Pengetahuan prosedural ditunjukkan dengan tersusunnya bahasa formal
atau sistem representasi simbol matematika termasuk di dalamnya algoritma atau
aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah (Hiebert dan Lefreve dalam Hudojo,
2005:90).
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja dan untuk
mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini, tenaga
kependidikan dirangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan produktif.
Penghargaan ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan prestasi tenaga kependidikan
secara terbuka, sehingga setiap tenaga kependidikan memiliki peluang untuk
meraihnya. Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan
efisien, agar tidak menimbulkan dampak negative (Mulyasa, 2006:151).
Penghitungan realiabilitas dilakukan hanya pada item yang valid. Dalam penelitian ini
untuk mengetahui realibilitas alat ukur dilakukan dengan analisis uji keandalan butir
dengan teknik alpha dari Cronbach (Umar, 2008:120).
Penguatan/Ada enam tujuan pemberian penguatan yaitu: 1. Meningkatkan perhatian
siswa terhadap pembelajarn. 2. Melancarkan atau memudahkan proses belajar. 3.
Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu kearah tingkah laku belajar yang
produktif. 4. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar. 5. Mengarahkan
kepada cara berfikir yang baik atau divergen dan inisiatif sendiri (Hasibuan & Moedjiono,
2008:58).
Penguatan/Ada tiga tujuan pemberian penguatan yaitu: a) Meningkatkan perhatian
siswa terhadap pembelajaran. b) Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar. c)
Meningkatkan kegiatan belajar dan membina prilaku laku yang produktif (Mulyasa,
2008:78).
Penuntun bacaan (reading guide) yaitu strategi yang digunakan guru dengan maksud
mengajak siswa untuk mempelajari sesuatu dengan cara membaca suatu teks bacaan
(buku, majalah, Koran dll) sesuai dengan materi bahasan (Fatah, 2008:183).
Penuntun bacaan/Tujuan penerapan strategi reading guide ini, yaitu membantu peserta
didik lebih mudah dan terfokus dalam memahami suatu materi pokok (SM, 2008:80).
Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi (Romizowski dalam
Abdurrahman; 2009:38).
Perolehan hasil belajar seorang peserta didik melalui indra pandang berkisar 75%,
melalui indra dengar 13%, dan melaui indra lainnya sekitar 12% (Edgar Dale dalam
Arsyad, 2002:15).
Perubahan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya (Budiningsih, 2008:34).
Perubahan yang diperkirakan akan terjadi harus dapat diantisipasi dan siap mengambil
langkah-langkah untuk “menampung” dampaknya. Bahkan apabila mungkin dampak
tersebut diubah menjadi peluang bagi organisasi dalam upaya mencapai tujuan dan
berbagai sasarannya termasuk tujuan dan sasaran pribadi para anggotanya (Siagian,
2002:206).
Pesantren/Dalam rangka menghadapi tuntutan masyarakat, lembaga pendidikan
masyarakat termasuk pondok pesantren haruslah bersifat fungsional, sebab lembaga
pendidikan sebagai salah satu wadah dalam masyarakat bias dipakai ‘pantu gerbang’
dalam mengahadapi tuntutan masyarakat, ilmu pengetauhan dan teknologi yang terus
mengalami perubahan. Untuk itu lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren
perlu mengadakan perubahan secara terus-menerus seiring denganprkembangan
tuntutan yang ada dalam masyarakat yang lainnya. Pondok pesantern telah lam menjadi
tumpuan pendidikan masyarakat ‘religius’ tidak boleh mengabaikan tuntutan perubahan
tersebut. Meskipun filosofi dasarnya ‘tetap’ dipegang teguh, yakni mendidik
kemandirian masyarakat berdasarkan keyakinan keagamaan, namun dengan adanya
perubahan dalam era global tersebut perlu dilakukan penyesuaian terutama dalam
manajemen pendidikannya, agar keberadaan pendidikan di pesantren tetap eksis dan
tidak terhimpit oleh keberadaan lembaga pendidikan lainnya (Sulthon, 2006:1-2).
Peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan diantarannya adalah: a. Menyelidiki
apa yang telah diketahui siswa. b. Mempelajari cara belajar. c. Mengungkapkan konsepsi
salah. d. Alat evaluasi (Dahar, 1999:129).
Peta konsep/Ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: a. Peta konsep adalah suatu cara
untuk memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep atau proposisi-proposisi
menjadi lebih bermakna. b. Peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari
konsep-konsep. Namun, peta konsep ini tidak hanya menggambarkan konsep-konsep
penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep ini. c. Adanya cara
menyatakan hubungan antar konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama,
maka perlu ditentukan konsep mana yang lebih inklusif. d. Sehubungan dengan ciri yang
ketiga, maka dalam peta konsep menunjukkan adanya hierarki (Dahar, 2000:125).
Peta konsep/Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga
gagasan dalam teori kognitif Ausubel (2000): 1) Struktur kognitif itu diatur secara
herekis, dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih
umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kurang
inklusif dan lebih khusus. 2) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami
deferensial progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna
merupakan proses yang kontinu dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak
arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional. Jadi konsep-konsep
tidak pernah “tuntas dipelajari”, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih
inklusif. 3) Penyesuaian intregratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar
bermakna akan meningkat, bela siswa menyadari hubunganhubungan baru (kaitan-
kaitan konsep antara kumpulan) konsepkonsep atau proposisi-proposisi yang
berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian intregratifini diperlihatkan dengan
adamya kaitan-kaitan silang (cross links) kumpulan antara konsep-konsep (Ausubel,
2000:132).
Peta konsep-konsep dalam bentuk proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua atau
lebih lebih konsep yang dihubungkan oleh katakata dalam unit sumatik. Winkel (1996:
327) menyatakan bahwa peta konsep adalah jaringan-jaringan konsep yang saling
berhubungan secara hierarkis dari atas ke bawah. Jadi belajar bermakna lebih mudah
berlangsung bila konsep-konsep disusun secara hierarki (Dahar, 1989:122).
Peta pikiran adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara hafiah yang akan
“memetakan” pikiran (Buzan, 2008: 4).
Peta pikiran adalah cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan dan
mengeluarkan data dari atau ke otak. Peta pikiran merupakan salah satu cara mencatat
materi pelajaran yang memudahkan siswa untuk belajar (Edward, 2009:64).
Peta pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan kita mengingat banyak
informasi (DePorter, dkk., 2005:175-176).
Peta pikiran menggunakan pengingat-ingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari
ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar,
mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta pikiran ini dapat membangkitkan ide-ide
orisinal dan memicu ingatan yang mudah (DePorter dan Hernacki, 2006:152).
Peta pikiran/A mind map is a diagram used to represent words, ideas, tasks, or other
items linked to and arranged around a central key word or idea. Mind maps are used to
generate, visualize, structure, and classify ideas, and as an aid in study, organization,
problem solving, decision making, and writing
(http://en.wikipedia.org/wiki/Mind_map).
Peta pikiran/Metode peta pikiran sangat tepat digunakan dalam pembelajaran menulis
narasi. Metode mencatat ini, didasarkan pada penelitian tentang cara otak memproses
informasi, bekerja sama dengan otak, dan bukan menentangnya (Buzan dalam DePorter,
dkk., 2005: 176).
Peta pikiran/Mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara hafiah
yang akan “memetakan” pikiran (Buzan, 2008:4).
Peta pikiran/Mind mapping adalah cara mudah menggali informasi dari dalam dan dari
luar otak. Dalam peta pikiran, sistem bekerja otak diatur secara alami. Otomatis kerjanya
pun sesuai dengan kealamian cara berpikir manusia. Peta pikiran membuat otak
manusia ter-eksplor dengan baik, dan bekerja sesuai fungsinya (Buzan, 2007:4).
Peta pikiran/Mind mapping atau peta pikiran adalah cara paling efektif dan efisien untuk
memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data dari/ke otak (Edward, 2009:64).
Peta pikiran/Sistem mind mapping mempunyai banyak keunggulan yang di antarnya:
proses pembuatan mind mapping menyenangkan, karena tidak semata-mata hanya
mengandalkan otak kiri saja dan sifatnya unik sehingga mudah diingat serta menarik
perhatian mata dan otak. Oleh karena itu metode peta pikiran ini akan sangat membantu
memudahkan siswa dalam proses pembelajaran terutama digunakan dalam menulis
narasi. Metode peta pikiran akan menambah pengetahuan siswa untuk mencari urutan
kronologis suatu peristiwa, kejadian, dan masalah yang diharapkan. Siswa akan lebih
mudah jika dalam pembelajaran menulis narasi mengangkat tema dari kehidupan siswa
sehari-hari atau pengalaman-pengalamannya. Melalui bimbingan guru, pengalaman-
pengalaman tersebut dituangkan ke dalam kerangka berfikir melalui peta pikiran. Peta
pikiran tersebut penuh kreativitas siswa dengan gambar dan kata-katanya yang sangat
variatif. Hal ini dapat memicu siswa untuk menulis karangan narasi yang lebih besar
atau menarik siswa untuk menulis narasi. Berdasarkan hal tersebut, maka kemampuan
menulis narasi siswa akan meningkat (Edward, 2009:64-65).
Peta pikiran/Sistem peta pikiran mempunyai banyak keunggulan yang di antarnya:
proses pembuatan mind mapping menyenangkan, karena tidak semata-mata hanya
mengandalkan otak kiri saja dan sifatnya unik sehingga mudah diingat serta menarik
perhatian mata dan otak. Oleh karena itu metode peta pikiran ini akan sangat membantu
memudahkan siswa dalam proses pembelajaran terutama digunakan dalam menulis
narasi. Metode peta pikiran akan menambah pengetahuan siswa untuk mencari urutan
kronologis suatu peristiwa, kejadian, dan masalah yang diharapkan. Siswa akan lebih
mudah jika dalam pembelajaran menulis narasi mengangkat tema dari kehidupan siswa
sehari-hari atau pengalaman-pengalamannya. Melalui bimbingan guru, pengalaman-
pengalaman tersebut dituangkan ke dalam kerangka berfikir melalui peta pikiran. Peta
pikiran tersebut penuh kreativitas siswa (Edward, 2009: 64-65).
Peta pikiran/Tujuh langkah untuk untuk membuat mind mapping. Tujuh langkah
tersebut adalah sebagai berikut: 1) Dimulai dari bagian tengah kertas kosong yang sisi
panjangnya dilektakkan mendatar (landscape). Karena apabila dimulai dari tengah akan
memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar ke segala arah dan untuk
mengungkapkan dirinya secara lebih bebas dan alami. 2) Menggunakan gambar atau
foto untuk sentral. Karena sebuah gambar atau foto akan mempunyai seribu kata yang
membantu otak dalam menggunakan imajinasi yang akan diungkapkan. Sebuah gambar
sentral akan lebih menarik, membuat otak tetap terfokus, membantu otak
berkosentrasi, dan mengaktifkan otak. 3) Menggunakan warna yang menarik. Karena
bagi otak, warna sama menariknya dengan gambar. Warna membuat peta pikiran lebih
hidup, menambah energi pada pemikiran yang kreatif, dan menyenangkan. 4)
Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang
tingkat dua dan tingkat tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Karena otak
bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga atau empat) hal
sekaligus. Apabila cabang-cabang dihubungkan akan lebih mudah dimengerti dan
diingat. 5) Membuat garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus. Karena dengan
garis lurus akan membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan organis
seperti cabang-cabang pohon jauh lebih menarik bagi mata. 6) Menggunakan satu kata
kunci untuk setiap garis. Karena dengan kata kunci tunggal dapat memberi lebih banyak
daya dan fleksibilitas kepada peta pikiran. 7) Menggunakan gambar. Karena seperti
gambar sentral, setiap gambar bermakna seribu kata (Buzan, 2008:15).
Pola berpikir yang dikembangkan matematika seperti dijelaskan di atas memang
membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif (Shadiq,
2004:3).
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek maupun subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:90-91).
Portofolio/Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam
menggunakan portofolio di sekolah, antara lain; (1) saling percaya (mutual trust) antar
siswa dan guru, (2) kerahasiaan bersama (confidentiality) antara guru dan siswa, (3) milik
bersama (join ownership) antara guru dan siswa, (4) kepuasaan (satisfaction), (5)
kesesuaian (relevance), dan (6) penilaian proses dan hasil (Majid, 2008:202).
Portofolio/Dalam proses pelaksanaan evaluasi dengan sistem penilaian portofolio
terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
Saling Percaya, Keterbukaan, Kerahasiaan, Milik Bersama, Kepuasan dan Kesesuaian,
Budaya Pembelajaran, Refleksi, Berorientasi Pada Proses dan Hasil Belajar (Sanjaya,
2006:198-200).
Portofolio/Dalam suatu portofolio terdapat paling sedikit tujuh elemen pokok, yaitu (1)
adanya tujuan yang jelas, dan dapat mencakup lebih dari satu ranah, (2) kualitas hasil,
(3) bukti-bukti otentik yang mencerminkan dunia nyata dan bersifat multi sumber, (4)
kerjasama siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru, (5) penilaian yang integratif dan
dinamis karena mencakup multidimensi, (6) adanya kepemilikan melalui refleksi diri dan
evaluasi diri, (7) perpaduan asesmen dengan pembelajaran (Marhaeni dalam Lilik,
2010:25).
Portofolio/Jenis-jenis portofolio yaitu: (1) Portofolio proses – Portofolio proses
menunjukkan tahapan belajar dan menyajikan catatan perkembangan perkembangan
peserta didik dari waktu ke waktu. Tujuan portofolio proses adalah untuk membantu
peserta didik mengidentifikasi tujuan pembelajaran, perkembangan hasil belajar dari
waktu ke waktu, dan menunjukkan pencapaian hasil belajar. Salah satu bentuk
portofolio proses adalah portofolio kerja yaitu bentuk yang digunakan untuk memilih
koleksi evidence peserta didik, memantau kemajuan atau perkembangan dan menilai
peserta didik dalam mengelola kegiatan belajar mengajar siswa sendiri. (2) Portofolio
produk – Portofolio produk menekankan pada penguasaan (masteri) dari tugas yang
dituntut dalam standar kompetensi, kompetensi dasar, dan sekumpulan indikator
pencapaian hasil belajar, serta hanya menunjukan evidence yang paling baik, tanpa
memperhatikan bagaimana dan kapan evidence tersebut diperoleh. Tujuan portofolio
produk adalah untuk mendokumentasikan dan merefleksikan kualitas prestasi yang
telah dicapai. Contoh portofolio produk yaitu portofolio tampilan dan portofolio
dokumentasi (Arifin, 2009:207).
Portofolio/Kekurangan penilaian portofolio antara lain yaitu: 1) Membutuhkan
waktu dan kerja ekstra. 2) Penilaian portofolio dianggap kurang reliabel dibandingkan
penilaian yang lain. 3) Ada kecenderungan guru hanya memperhatikan pencapaian akhir
sehingga proses penilaian kurang mendapat perhatian. 4) Jika guru melaksanakan
proses pembelajaran yang bersifat teacher oriented, kemungkinan besar inisiatif dan
kreativitas peserta didik akan terbelenggu sehingga penilaian portofolio tidak dapat
dilaksanakan dengan baik. 5) Orang tua peserta didik sering berpikir skeptis karena
laporan hasil belajar anaknya tidak berbentuk angka. 6) Penilaian portofolio masih relatif
baru sehingga banyak guru, orang tua dan peserta didik yang belum mengetahui dan
memahaminya. 7) Tidak tersedianya kriteria penilaian yang jelas. 8) Analisis terhadap
penilaian portofolio agak sulit dilakukan sebagai akibat dikuranginya penggunaan
angka. 9) Sulit dilakukan terutama menghadapi ujian dalam skala nasional. 10) Dapat
menjebak peserta didik jika terlalu sering menggunakan format yang lengkap dan detail
(Arifin, 2009:206).
Portofolio/Kelebihan penilaian portofolio antara lain yaitu: 1) Dapat melihat
pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik dari waktu ke waktu
berdasaarkan feed-back dan refleksi diri. 2) Membantu guru melakukan penilaian secara
adil, objektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan tanpa mengurangi
kreativitas peserta didik di kelas. 3) Mengajak peserta didik untuk belajar bertanggung
jawab terhadap apa yang mereka kerjakan, baik di kelas maupun di luar kelas dalam
rangka implementasi program pembelajaran. 4) Meningkatkan peran serta peserta didik
secara aktif dalam kegiatan pembelajarn dan penilaian. 5) Memberi kesempatan kepada
peseta didik untuk meningkatkan kemampuan mereka. 6) Membantu guru
mengklarifikasi dan mengidentifikasi program pembelajaran. 7) Terlibatnya berbagai
pihak, seperti orang tua, guru, sekolah, dalam melihat pencapain kemampuan peserta
didik. 8) Memungkinkan peserta didik melakukan penilaian diri (self-assessment),
refleksi, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking). 9)
Memungkinkan guru melakukan penilaian secara fleksibel, tetapi tetap mengacu pada
kompetensi dasar dan indikator hasil belajar yang ditentukan. 10) Guru dan peserta
didik sama-sama bertanggung jawab untuk merancang dan menilai kemajuan belajar.
11) Dapat digunakan untuk menilai kelas yang heterogen antara peserta didik yang
pandai dan kurang pandai. 12) Memungkinkan guru memberikan hadiah terhadap setiap
usaha belajar peserta didik (Arifin, 2009: 205).
Portofolio/Manfaat portofolio yaitu: 1) Guru dapat menilai perkembangan dan kemajuan
siswa. 2) Guru dan murid dapat berkomunikasi tentang pekerjaan siswa. 3) Siswa dapat
menjadi partner dalam proses penilaian. (4) Siswa dapat menemukan bakat dan
kemampuannya. 5) Penilaian tersebut obyektif. 6) Meningkatkan interaksi siswa dan
guru untuk mencapai tujuan. 7) Menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar,
mempunyai kebanggaan (pride), rasa memiliki, dan menumbuhkan kepercayaan diri. 8)
Mencapai ketuntasan belajar, bukan sekedar tuntas materi. 9) Guru bersama pengawas
dapat mengevaluasi program pengajaran. 10) Meningkatkan profesionalisme guru
(Arifin, 2009:201).
Portofolio/Pada hakekatnya terdapat dua bentuk portofolio, yaitu portofolio produk dan
portofolio proses. Portofolio produk adalah portofolio yang menekankan pada tinjauan
hasil terbaik yang telah dilakukan peserta didik, tanpa memperhatikan bagaimana
proses untuk mencapai evidence itu terjadi. Portofolio tampilan (show portfolio) dan
portofolio dokumentasi (documentary portfolio) merupakan contoh portofolio produk
(Cole, Ryan dan Kick dalam Surapranata dan Hatta, 2004: 46).
Portofolio/Penilaian portofolio adalah penilaian berbasis kelas terhadap sekumpulan
karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil
selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan
peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu (Surapranata dan Hatta, 2004:21).
Portofolio/Penilaian portofolio adalah penilaian terhadap karya-karya siswa selama
proses pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang
dikumpulkan selama periode tertentu dan digunakan untuk memantau perkembangan
siswa baik mengenai pengetahuan, keterampilan, maupun sikap siswa terhadap mata
pelajaran yang bersangkutan (Sanjaya, 2006:194).
Portofolio/Penilaian portofolio adalah suatu pendekatan atau model penilaian yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membangun dan
merefleksi suatu pekerjaaan/tugas atau karya melalui pengumpulan bahan-bahan yang
relevan dengan tujuan dan keinginan yang dibangun oleh peserta didik, sehingga hasil
pekerjaan tersebut dapat dinilai dan dikomentari oleh guru dalam periode tertentu
(Arifin, 2009:198).
Portofolio/Portofolio dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain: 1)
Menghargai perkembangan yang dialami siswa. 2) Mendokumentasikan proses
pembelajaran yang berlangsung. 3) Memberi perhatian pada prestasi kerja siswa yang
terbaik. 4) Merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan
eksperimentasi. 5) Meningkatkan efektifitas pembelajaran. 6) Bertukar informasi dengan
orang tua/wali peserta didik dan guru lain. 7) Membina dan mempercepat pertumbuhan
konsep diri positif pada siswa. 8) Melakukan kemampuan refleski diri, dan membantu
siswa dalam merumuskan tujuan (Majid, 2008:202).
Portofolio/Salah satu tujuan penting yang disajikan dalam suatu portofolio adalah
portofolio dapat memungkinkan guru untuk mengakses perkembangan pemahaman
siswa terhadap suatu pelajaran (Karim dalam Kristina, 2006:19).
Portofolio/Secara umum penilaian portofolio dapat dibedakan menjadi lima bentuk,
yaitu portofolio ideal (ideal portfolio), portofolio penampilan (show portfolio), portofolio
dokumentasi (documentary portfolio), portofolio evaluasi (evaluation portfolio) dan
portofolio kelas (classroom portfolio) (Nitko dalam Majid, 2008:202).
Portofolio/Terdapat sejumlah tahapan yang harus dilakukan dalam melaksanakan
penilaian portofolio. Tahapan terebut antara lain: 1) Menentukan tujuan portofolio. 2)
Menentukan isi portofolio. 3) Menentukan kriteria dan format penilaian. 4) Pengamatan
dan penentuan bahan portofolio. 5) Menyusun dokumen portofolio (Sanjaya, 2005:202-
207).
Portofolio/Tujuan portofolio yaitu: 1) Menghargai perkembangan peserta didik. 2)
Mendokumentasikan proses pembelajaran. 3) Memberi perhatian pada prestasi kerja. 4)
Merefleksikan kesanggupan mengambil risiko dan melakukan eksperimentasi. 5)
Meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. 6) Bertukar informasi antara orang tua
peserta didik dengan guru lain. 7) Mempercepat pertumbuhan konsep diri positif
peserta didik. 8) Meningkatkan kemampuan refleksi diri. 9) Membantu peserta didik
merumuskan tujuan (Arifin, 2009: 200).
Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara: a. Penilaian formatif – Penilaian formatif
adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang
selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses
belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan. b. Penilaian Sumatif –
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau
informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan
pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.40 (Purwanto, 2001:26).
Prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor penting yaitu: 1)
kemampuan, perangai dan minat seseorang pekerja 2) kejelasan dan penerimaan atas
peranan seseorang pekerja dan 3) tingkat motivasi pekerja. Meskipun setiap faktor
secara terpisah mempunyai arti penting, tetapi kombinasi dari ketiganya sangat
menentukan kinerja setiap pegawai, yang akhirnya dapat meningkatkan prestasi kerja
orang secara keseluruhan (Steers dalam Djumiati, 2003:16).
Prestasi/Faktor penting yang mempengaruhi prestasi belajar adalah reward atau
pernyataan kepuasaan dari suatu kejadian (E. L. Thorndike dalam Sri Esti Wuryani
Djiwandono, 2002:127).
Prestasi/Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan kedalam
dua faktor yaitu, faktor intern (faktor dalam diri manusia) dan faktor ekstern (faktor dari
luar manusia) (Mudzakir dan Sutrisno, 1997:155-168).
Prestasi/Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu: 1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani atau rohani siswa. 2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi
lingkungan sekitar siswa. 3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Muhibbinsyah, 2002:82).
Prestasi/Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi dapat digolongkan kedalam dua
golongan yaitu faktor intern yang bersumber pada diri siswa dan faktor ekstern yang
bersumber dari luar diri siswa. Faktor intern terdiri dari kecerdasan atau intelegensi,
perhatian, bakat , minat, motivasi, kematangan, kesiapan dan kelelahan. Sedangkan
faktor ekstern terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat (Slameto, 2003:54).
Prestasi/Salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah motivasi
berprestasi (Syah, 2001:132-139).
Prinsip-prinsip pembelajaran antara lain: 1. Kesiapan Belajar. Faktor kesiapan baik fisik
maupun psikologis merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik dan
psikologis ini biasanya sudah terjadi pada diri siswa sebelum ia masuk kelas. 2.
Perhatian. Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek. Belajar
sebagai suatu aktifitas yang kompleks membutuhkan perhatian dari siswa yang belajar.
3. Motivasi. Motivasi dapat menjadi aktif dan tidak aktif. Jika tidak aktif, maka siswa
tidak bersemangat belajar. Dalam hal seperti ini, guru harus dapat memotivasi siswa
agar siswa dapat mencapai tujuan belajar dengan baik. 4. Keaktifan Siswa. Kegiatan
belajar dilakukan oleh siswa sehingga siswa harus aktif. 5. Mengalami Sendiri. Prinsip
pengalaman ini sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip
keaktifan. Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri, akan memberikan hasil belajar
yang lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam. 6. Pengulangan. Untuk
mempelajari materi sampai pada taraf insight, siswa perlu membaca, berfikir,
mengingat, dan latihan. Dengan latihan berarti siswa mengulang-ulang materi yang
dipelajari sehingga materi tersebut mudah diingat. 7. Materi Pelajaran Yang Menantang.
Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh rasa ingin tahu. Dengan sikap seperti ini
motivasi anak akan meningkat. Rasa ingin tahu timbul saat guru memberikan pelajaran
yang bersifat menantang atau problematis. 8. Balikan Dan Penguatan. Balikan atau
feedback adalah masukan penting bagi siswa maupun bagi guru. Dengan balikan, siswa
dapat mengetahui sejauh mana kemmpuannya dalam suatu hal, dimana letak kekuatan
dan kelemahannya. 9. Perbedaan Individual. Masing-masing siswa mempunyai
karakteristik baik dari segi fisik maupun psikis. Dengan adanya perbedaan ini, tentu
minat serta kemampuan belajar mereka tidak sama (Sugandi, dkk., 2000:27).
Problem solving adalah metode yang melibatkan sejumlah proses dan aktivitas kognitif
yang kompleks. Metode ini merupakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan
jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai permasalahan, baik secara pribadi
maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Orientasi
pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah (Daneshamooz dkk., 2011:313).
Produktifitas sekolah berkaitan dengan bagaimana mengasilkan lulusan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, sehingga pada akhirnya diperoleh lulusan yang berkualitas
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan jaman (Mulyasa, 2005: 71).
Produktivitas/Berdasarkan pengertian teknis produktivitas dapat diukur dengan dua
standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Secara fisik,
produktivitas diukur diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang,
berat, lamanya waktu, jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas diukur atas
dasar-dasar nilai-nilai kemampuan, sikap, prilaku, disiplin, motivasi, dan komitmen
terhadap pekerjaan/tugas (Fattah, 2004:15).
Profesi/Ada beberapa alasan rasional dan empirik sehingga tugas mengajar disebut
sebagai profesi adalah; 1) bidang tugas guru memerlukan perencanaan yang matang,
pelaksanaan yang mantap, pengendalian yang baik. Tugas mengajar dilaksanakan atas
dasar sistem; 2) bidang pekerjaan mengajar memerlukan dukungan ilmu teoritis
pendidikan dan mengajar; 3) bidang pendidikan ini memerlukan waktu lama dalam masa
pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tenaga keguruan
(Namsa dkk., 2006:31-32).
Profesi/Ciri-ciri sekaligus syarat-syarat dari suatu profesi sebagai berikut: a. Lebih
mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentingan pribadi. b.
Seorang pekerja profesional secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk
mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang
mendukung keahliannya. c. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memenuhi profesi
tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan. d.
Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku sikap serta cara kerja. e.
Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi. f. Adanya organisasi yang dapat
meningkatkan standar pelayanan disiplin diri dalam profesi, serta kesejahtraan
anggotannya. g. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup dan menjadi seorang
anggota yang permanent (Robert W. Richey dalam Namsa, 2006:39).
Profesi/Kualifikasi professional guru pembimbing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Wawasan, Pengetahuan, Keterampilan, Nilai,dan Sikap a.
Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor/ Guru
Pembimbing harus terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya.
Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya
sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan klien.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus
memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat
dipercaya, jujur, tertib, dan hormat. c.
Konselor harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap saran
ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khusus-nya dari rekan-rekan
seprofesi dan hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-
ketentuan tingkah laku professional sebagai mana diatur dalam kode etik profesi
konseling. d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus meng-
usahakan mutu kerja yang setinggi mungkin, kepentingan pribadi, termasuk
keuntungan material dan financial tidak diutamakan. e.
Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur
khusus yang dikembangkan atas dasar wawsan yang luas dan kaidah-kaidah
ilmiah. 2. Pengakuan Kewenangan, yaitu dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan
pengakuan keahlian dan kewenangan oleh organi-sasi
profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh
pemerintah. Organisasi profesi salh satunya yang ada adalah ABKIN (Depdiknas,
2004:16).
Profesi/Menurut Glen Langford dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin
menjelaskan, kriteria profesi mencakup: 1) upah, 2) memiliki pengetahuan dan
keterampilan, 3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan, 4) mengutamakan layanan,
5) memiliki kesatuan, 6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang
digelutinya (Yamin, 2007: 14).
Profesi/National Education Association (NEA) 1998 dengan menyarankan kriteria profesi
keguruan sebagai berikut: a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual. b. Jabatan
yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus. c. Jabatan yang memerlukan
persiapan profesional yang lama. d. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan
yang bersinambungan. e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen. f. Jabatan yang menentukan buku (standarnya) sendiri. g. Jabatan yang
mempunya organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat (Soetjipto & Kosasi, 2004:
18).
Profesi/Profesional merupakan sosialisasi dalam profesi (Power, 1992:37).
Profesi/Sementara di dalam Standar
Profesi Konseling menyebutkan “profesi” merupakan pekerjaan atau karir yang
bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk
kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku (Depiknas, 2004:5).
Program dan latihan kegiatan pendidikan yang baik memiliki lima kriteria yang bisa
disingkat dengan SMART (specific, measurable, achievebel, realistic, timebound).
Kriteria tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan indikator
kinerja pendidikan yang terukur dan yang dapat dicapai sebagai target/sasaran masing-
masing program (Renstra Depdiknas 2005-2009, 2005:84).
Proses belajar terjadi karna adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
yang berasal dari dalam atau faktor yang berasal dari luar diri siswa (Soeharto dkk.,
2003:109).
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Pendekatan pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari
bahasa yunani, yaitu heurisken yang berarti saya menemukan (Sanjaya, 2007: 196).
PSH/Setiap individu harus dalam posisi tetap belajar dalam sepanjang hidupnya.
Gagasan pendidikan sepanjang hayat merupakan keystone masyarakat belajar (the
learning society). Konsep sepanjang hayat mencakup semua aspek pendidikan,
merangkul segala sesuatu di dalamnya, dengan seluruh yang lebih banyak dari bagian-
bagiannya. Tidak ada sesuatu bagian yang terpisah secara “permanen” dengan
pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan sepanng hayat bukan sistem pendidikan
tetapi prinsip di mana seluruh organisasi dari sebuah system dijumpai, dan selanjutnya
melandasi pengembangan masing-masing komponen (Faure, 1972:181-182).
Psikologi/Konsep diri sebagai pendapat, perasaan atau gambaran seseorang tentang
dirinya sendiri baik yang menyangkut fisik maupun psikis (sosial, emosi, moral dan
kognitif). Pertama, konsep diri yang menyakut materi yaitu pendapat seseorang tentang
segala sesuatu yang dimilikinya, baik yang menyakut harta benda maupun bentuk
tubuhnya. Kedua, konsep diri yang menyangkut sosial, yaitu perasaan orang tentang
kualitas hubungan sosialnya dengan orang lain, merasa orang lain menyayanginya,
menghormati dan memerlukan atau sebaliknya. Ketiga, konsep diri yang menyangkut
emosi yaitu pendapat seseorang bahwa dia sabar, bahagia, senang, gembira, berani dan
sebagainya. Keempat, konsep diri yang menyangkut moral, yaitu pandangan seseorang
tentang dirinya bahwa ia jujur, bersih, penyayang dan taat beragama, sedangkan konsep
diri yang menyangkut kognitif adalah pendapat seseorang tentang kecerdasan baik
dalam memecahkan masalah maupun prestasi akademik. Konsep diri merupakan
pandangan seseorang tentang dirinya, berdasarkan pandangan atau penilaian orang lain
terhadap dirinya (Mudjiran, 2007:134).
Psikologi/Perubahan yang dialami seorang remaja tidak hanya menyakut perubahan
yang dapat diamati secara langsung, misalnya tinggi badan, berat badan, wajah ataupun
tingkah laku tetapi juga perubahan yang tidak dapat diamati yaitu salah satunya konsep
diri (Gunarsa Singgih, 2008:23).
PsikologiMasa remaja adalah periode transisi dari masa kanak-kanak dengan masa
dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional
(Larson,dkk. dalam Santrock, John. W., 2007:20).
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan
bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam kehidupannya, manusia baik sebagai
individu maupun anggota masyarakat di hadapkan pada hal-hal yang membuatnya
hatinya tidak tenang dan tidak tenteram sehingga memerlukan pegangan hidup (Abdul
Majid, 2006:132).
Psikologis/Salah satu tahap perkembangan psikodinamik seseorang pada masa remaja
adalah Intimacy vs Isolation” Pada periode ini remaja termotivasi untuk berhasil melalui
perkembangan sosial, yaitu membentuk intimasi dalam proses pembentukan identitas
yang tetap dan berhasil (Erikson dalam Feist, Gregori. J & Jest Feist, 2010:307).
PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri terhadap
kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatkan prestasi belajar, pengembangan
keahlian mengajar, dan sebagainya (McNiff dalam Arikunto, 2007:102).
PTK/Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata ini, yaitu (1) penelitian, (2)
tindakan, dan (3) kelas, segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut
diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto,
2007:2-3).
PTK/Karakteristik PTK tersebut, antara lain: 1) adanya tindakan yang nyata yang
dilakukan dalam situasi yang alami dan ditujukan untuk menyelesaikan masalah, 2)
menambah wawasan keilmiahan dan keilmuan, 3) sumber permasalahan berasal dari
masalah yang dialami guru dalam pembelajaran, 4) permasalahan yang diangkat bersifat
sederhana, nyata, jelas, dan penting, 5) adanya kolaborasi antara praktikan dan peneliti,
6) ada tujuan penting dalam pelaksanaan PTK, yaitu me ningkatkan profesionalisme
guru, ada keputusan kelompok, bertujuan untuk meningkatkan dan menambah
pengetahuan (Arikunto, dkk., 2007:62).
PTK/McTaggart, mengemukakan ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang
penelitian tindakan kelas (PTK), diantaranya adalah sebagai berikut: 1. PTK adalah suatu
pendekatan untuk meningkatkan pendidikan dengan melakukan perubahan ke arah
perbaikan terhadap hasil pendidikan dan pembelajaran. 2. PTK adalah partisipatori,
melibatkan orang yang melakukan kegiatan untuk meningkatkan praktiknya sendiri. 3.
PTK dikembangkan melalui suatu self-reflective spiral; a spiral of cycles of planning,
acting, observing, reflecting, the re-planning. 4. PTK adalah kolaboratif, melibatkan
partisipan bersama-sama bergabung untuk mengkaji praktik pembelajaran dan
mengembangkan pemahaman tentang makna tindakan. 5. PTK menumbuhkan
kesadaran diri mereka yang berpartisipasi dan berkolaborasi dalam seluruh tahapan
PTK. 6. PTK adalah proses belajar yang sistematis , dalam proses tersebut menggunakan
kecerdasan kritis membangun komitmen melakukan tindakan. 7. PTK memerlukan
orang untuk membangun teori tentang praktik mereka (guru). 8. PTK memerlukan
gagasan dan asumsi ke dalam praktik untuk mengkaji secara sistematis bukti yang
menantangnya (memeberikan hipotesis tindakan) (Arikunto, 2007:2-3).
PTK/Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu: 1. Perencanaan
- Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh
siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. 2. Pelaksanaan Tindakan – Tahap
kedua dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau
penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. 3. Pengamatan – Tahap
ketiga yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit
kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena
seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. 4. Refleksi –
Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah
dilakukan. Istilah refleksi berasal dari kata bahasa inggris reflection, yang diterjemahkan
dalam bahasa indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika
guru pelaksana sudah selesei melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan
peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan (Arikunto, 2007:16-
19).
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan
berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-
peristiwa penting dan baru masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio juga
dapat dijadikan sebagai media pendidikan dan pengajaran yang cukup efektif (Asnawir
& Usman, 2002:83).
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan
berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-
peristiwa penting dan baru masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio juga
dapat ijadikan sebagai media pendidikan dan pengajaran yang cukup efektif (Asnawr &
Usman, 2002).
Ranah afektif – Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri
(http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.).
Ranah afektif/Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value
Complex) – Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga
menjadi karakteristik gaya-hidupnya
(http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.). Karakterisasinya
mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa,
sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas
dalam mengatur kehidupannya sendiri (Winkel, 1996:248).
Ranah afektif/Penerimaan (Receiving/Attending) – Penerimaan mencakup kepekaan
akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangsangan
itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru (Winkel, 1996:
248).
Ranah afektif/Penghargaan – Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian
itu.mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu
dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap batin
(Winkel, 1996: 248).
Ranah afektif/Pengorganisasian (Organization) – Memadukan nilai-nilai yang berbeda,
menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten
(http:// id.wikipedia.org/ wiki/Taksonomi_ Bloom./2008/05/02/). Pengorganisasian
juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan
pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada
suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak
begitu penting (Winkel, 1996: 248).
Ranah afektif/Tanggapan – Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di
lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan
tanggapan (http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.)
Ranah kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut: (a) Pengetahuan, mencakup
kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
Pengetahuan itu berkaitan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip
atau metode. (b) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari. (c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode
dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. (d) Analisis, mencakup
kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian – bagian sehingga struktur
keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi maslah menjadi bagian
yang kecil. (e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program kerja (Bloom dalam Daryanto, 2010: 100).
Ranah kognitif/Analisis – Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci
suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau
organisasinya dapat dipahami dengan baik (Winkel, 1996: 247). Di tingkat analisis,
seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebuah skenario yang rumit. (http:// id.wikipedia.org/ wiki/Taksonomi_
Bloom./2008/05/02/.).
Ranah kognitif/Aplikasi – Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan untuk
menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang
konkret dan baru (Winkel, 1996: 247). Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan
untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam
kondisi kerja (http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.).
Ranah kognitif/Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik membentuk suatu
pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban
pendapat itu, yang berdasarkan criteria tertentu (Winkel, 1996: 247). Evaluasi dikenali
dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya (http:// id.wikipedia.org/
wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.).
Ranah kognitif/Pemahaman – Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari (Winkwl, 1996:247).
Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran,
laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya (http:// id.wikipedia.org/
wiki/Taksonomi_ Bloom./2008/05/02/).
Ranah kognitif/Pengetahuan – Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan
sebagainya (Winkel, 1996: 247).
Ranah kognitif/Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu
kesatuan atau pola baru (Winkel, 1996: 247). Sintesis satu tingkat di atas analisa.
Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah
skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi
yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. (http://
id.wikipedia.org/ wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.).
Ranah psikomotor/Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin (http://
id.wikipedia.org/ wiki/Taksonomi_ Bloom./2008/05/02/).
Rangsangan, bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada guru-guru agar
kemampuan profesional mereka makin berkembang sehingga situasi belajarmengajar
makin efektif dan efisien (Soewadji Lazaruth, 1988: 33).
Rekrutmen dilaksanakan dalam suatu organisasi karena kemungkinan adanya lowongan
dengan beraneka ragam alasan yaitu sebagai berikut: 1. Berdirinya organisasi baru. 2.
Adanya perluasan kegiatan organisasi. 3. Terciptanya pekerjaan-pekerjaan dan
kegiatan-kegiatan baru. 4. Adanya pekerja yang pindah keorganisasi lain. 5. Adanya
pekerja yang berhenti, baik dengan hormat maupun tidak hormat. 6. Adanya pekerja
yang berhenti karena memasuki usia pension. 7. Adanya pekerja yang meninggal dunia
(Gomes, 1995:105).
Rekrutmen guru merupakan satu aktivitas manajemen yang mengupayakan
didapatkannya seorang atau lebih calon pegawai yang betul-betul potensial untuk
menduduki posisi tertentu di sebuah lembaga (Bafadal, 2003:21).
Rekrutmen/Agar proses penarikan berhasil, maka perlu menyadari berbagai kendala.
Batasan-batasan ini bersumber dari pelaksana penarikan dan lingkungan eksternal.
Berikut kendala-kendala yang paling umum: 1. Kebijaksanaan-kebijaksanaan
Organisasional. Diantara kebijaksanaan organisasional penting yang akan
mempengaruhi penarikan adalah sebagai berikut: a. Kebijaksanaan promosi.
Kebijaksanaan promosi dari dalam dimaksudkan untuk memeberikan kepada karyawan
sekarang kesempatan pertama untuk mengisi lowongan-lowongan pekerjaan. b.
Kebijaksanaan kompensasi Kendala umum yang dihadapi pelaksana penarikan adalah
kebijaksanaan-kebijaksanaan penggajian atau pengupahan. Organisasi biasanya
menetapkan .range. upah untuk berbagai pekerjaan yang berbeda. Besarnya
kompensasi yang ditawarkan organisasi akan mempengaruhi minat pencari kerja untuk
menjadi pelamar serius. c. Kebijaksanaan status karyawan. Banyak perusahaan
mempunyai kebijaksanaan penerimaan karyawan dengan status honorer, musiman, atau
sementara, atau part time. d. Kebijaksanaan Penerimaan Tenaga Lokal. Perusahaan
mungkin mempunyai kebijaksanaan untuk menarik tenaga-tenaga lokal di mana
perusahaan berlokasi dan beroperasi. 2. Rencana-rencana Sumber Daya Manusia (SDM),
rencana ini membantu untuk proses penarikan karena meringkas kebutuhan-kebutuhan
penarikan di waktu yang akan datang. 3. Kondisi-kondisi Lingkungan Eksternal, dalam
hal ini seperti halnya kondisi perekonomian, penjualan dan perubahan perilaku pesaing
juga sering memaksa perusahaan untuk menyelesaikan upaya penarikannya. Persaingan
yang semakin ketat untuk memperebutkan tenaga-tenaga yang berkualitas memerlukan
program perekrutan yang lebih agresif. 4. Persyaratan-Persyaratan Jabatan, persyaratan
yang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh setiap organisasi. 5. Kebiasaan-
kebiasaan Pelaksana Penarikan, keberhasilan pelaksana penarikan dimasa lalu akan
membentuk kebiasaan-kebiasaan. Dengan demikian para pelaksana penarikan
memerlukan unpan balik positif dan negatif, agar tidak hanya menggantungkan diri
pada kebiasaan yang telah terbentuk (Handoko, 1987:71).
Rekrutmen/Aktivitas rekrutmen melayani tiga tujuan dalam proses penyusunan pegawai
yaitu: 1.Aktivitas ini memikat pelamar yang melamar kesempatan kerja. Ukuran dan
karakteristik kelompok pelamar membatasi sampai di mana aktivitas penyusunan
pegawai berikutnya mencapai tujuannya. Tidak ada pilihan yang cermat dapat dibuat
untuk kuantitas pelamar yang tidak mencukupi atau kelompok pelamar dengan
kualifikasi yang tidak tepat. Aktivitas rekrutmen menysisihkan pelamar yang tidak tepat
dan memfokuskan pada calon yang akan dipanggil kembali. 2.Aktivitas rekrutmen dapat
mempengaruhi apakah pelamar menerima tawaran pekerjaan yang mereka terima Jika
pelamar menolak tawaran pekerjaan, tidak ada jumlah pilihan yang cermat dapat
mengisi lowongan pekerjaan. 3.Aktivitas rekrutmen merupakan pertukaran informasi
Perekrut mengumpulkan beberapa informasi yang digunakan untuk menyeleksi pelamar
selama proses rekrutmen. Selama proses rekrutmen pelamar mendapatkan informasi
yang dapat membantu mereka memutuskan apakah kesempatan kerja yang ditawarkan
adalah cocok untuk mereka (Simamora, 1995:166).
Rekrutmen/Dalam proses rekrutmen secara konseptual dapat dikatakan bahwa langkah
yang segera mengikuti proses rekrutmen, yaitu seleksi, bukan lagi merupakan bagian
dari rekrutmen. Jika proses rekrutmen ditempuh dengan baik, maka hasilnya ialah
adanya sekelompok pelamar yang kemudian diseleksi guna menjamin bahwa hanya
yang paling memenuhi semua persyaratannyalah yang diterima sebagai pekerja dalam
organisasi yang memerlukannya (Siagian, 2000:102).
Rekrutmen/Dasar-dasar program rekrutmen yang baik mencakup faktor-faktor sebagai
berikut: 1. Program rekrutmen memikat banyak pelamar yang memenuhi syarat. 2.
Program rekrutmen mengkompromikan standar seleksi. 3. Berlangsung atas dasar yang
berkesinambungan. 4. Program rekrutmen itu kreatif, imaginative, dan inovatif
(Sulistiyani & Rosidah, 2003:136).
Rekrutmen/Kegiatan yang dilaksanakan dalam proses rekrutmen adalah sebagai
berikut: 1. Menentukan dan membuat kategori kebutuhan Sumber Daya Manusia jangka
pendek dan jangka panjang 2. Selalu memperhatikan perubahan kondisi di dalam pasar
tenaga kerja. 3. Mengembangkan media (promosi) rekrutmen yang paling sesuai untuk
menarik para pelamar. 4. Menyimpan data tentang jumlah dan kualitas peramal pekerja
dari setiap sumber 5. Menindaklanjuti dari setiap permohonan pelamar kerja untuk
kemudian melakukan evaluasi efektivitas dengan upaya rekrutmen yang telah dilakukan
(Stoner dalam Irianto, 2000:40).
Rekrutmen/Kegiatan yang dilaksanakan dalam proses rekrutmen adalah sebagai
berikut: 1. Menentukan dan membuat kategori kebutuhan Sumber Daya Manusia jangka
pendek dan jangka panjang. 2. Selalu memperhatikan perubahan kondisi di dalam pasar
tenaga kerja. 3. Mengembangkan media (promosi) rekrutmen yang paling sesuai untuk
menarik para pelamar. 4. Menyimpan data tentang jumlah dan kualitas peramal pekerja
dari setiap sumber. 5. Menindaklanjuti dari setiap permohonan pelamar kerja untuk
kemudian melakukan evaluasi efektivitas dengan upaya rekrutmen yang telah dilakukan
(Stoner dalam Irianto, 2000:40).
Rekrutmen/Penarikan (rekrutmen) adalah proses pencarian dan pemikatan para calon
karyawan (pelamar) yang mampu untuk melamar sebagai karyawan (Handoko, 1987:69).
Rekrutmen/Penarikan berkenaan dengan pencarian dan penarikan sejumlah karyawan
potensial yang akan di seleksi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi
(Handoko,1984: 240).
Rekrutmen/Saluran-saluran (rekrutmen) yang dapat digunakan diantara: a. Job Posting
(maklumat Pegawai), yaitu organisasi mengumumkan lowongan-lowongan pegawai
melalui buletin, sekolah, perusahaan atau surat edaran. Metode ini memberikan
kesempatan yang sama (adil) kepada seluruh pegawai yang memenuhi syarat untuk
mendapatkan pegawai tang lebih baik. b. Skills Inventory (persediaan keahlian), yaitu
organisasi mencari arsip-arsip calon potensial yang berbobot untuk posisi yang kosong.
c. Referrals (rekomendasi pegawai), yaitu dapat merekomendasikan teman atau rekan
sejawat profesional untuk sebuah lowongan. d. Walks in, adalah para pencari kerja yang
datang langsung ke departemen SDM untuk mencari kerja. e. Writes in, adalah surat-
surat langsung yang dikirim dari lembaga. Organisasi yang menerima banyak surat
lamaran langsung haruslah mengembangkan cara efisien untuk menyeleksi lamaran-
lamaran tersebut dan menyimpan arsip lamaran yang memenuhi syarat. f. Advertising
(pengiklanan), dengan iklan para pelamar dapat mengetahui lowongan pekerjaan seperti
radio, majalah dan lain-lain (Sulistiyani dan Rosidah, 2003:71).
Ruangan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar harus memungkinkan siswa
bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara siswa yang
satu dengan siswa yang lainnya saat melakukan aktivitas belajar. Besarnya ruang kelas
tergantung pada jenis kegiatan dan jumlah siswa yang melakukan kegiatan. Jika ruangan
tersebut mempergunakan hiasan, hendaknya menggunakan hiasan-hiasan yang
mempunyai nilai pendidikan. Dalam pengaturan ruang kelas harus diusahakan
memenuhi ukuran 8 m x 7 m (Majid, 167).
Sampel/Ada dua cara pengambilan sampel yaitu: a) Random sampling. Adalah
pengambilan sampel dengan cara tidak memilih-milih individu yang akan dijadikan
sampel. Cara pengambilan random sampling ada 3 yaitu: 1) Undian. Cara ini dilakukan
sebagaimana kita melakukan undian. 2) Ordinal. Cara ini dilakukan dengan jalan
mengambil jumlah subjek yang diperlukan dengan mengambil urutan dari atas ke
bawah. 3) Menggunakan tabel bilangan random. Cara ini dilakukan dengan bantuan
tabel random yang umumnya terdapat pada buku-buku statistik. b) Non ramdom
sampling. Adalah suatu cara pengambilan sampel apabila tidak memberikan
kesempatan yang sama pada anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel,
macam-macam non random sampling adalah sebagai berikut: 1) Quota sampling.
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. 2) Purposive sampling.
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif. 3) Accidental sampling.
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa
saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel
bila dipandang orang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. 4) Proporsional
sampling. Merupakan teknik yang digunakan bila populasi mempunyai unsur / anggota
yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. 5) Stratified sampling.
Merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel bila populasi
berstrata tetapi kurang proporsional atau populasi terdiri dari susunan kelompok-
kelompok yang bertingkat-tingkat. 6) Double sampling. Penggambilan sampel yang
menggunakan adanya sampel kembar (Sugiyono, 2003: 74-78).
Sampel/Apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar
dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25% atau lebih, tergantung dari: a. kemampuan
peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan
dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya
resiko yang ditanggung oleh peneliti (Arikunto, 2005: 134).
Sampel/Jumlah sampel minimal 4 atau 5 kali jumlah variabel yang digunakan didalam
analisis (Malhotra, 1999: 416).
Sampel/Langkah-langkah random sampling dengan cara undian sebagai berikut: 1)
Membuat daftar nama siswa kelas dua termasuk anggota populasi. 2) Memberi nomor-
nomor undian yang berwujud angka-angka untuk tiap-tiap subjek. 3) Menggulung
kertas kecil-kecil. 4) Memasukkan gulungan kertas tersebut ke dalam kaleng lalu
dikocok. 5) Satu persatu gulungan kertas dikeluarkan dari kaleng. 6) Mengambil kertas
gulungan itu sebanyak yang dibutuhkan (Hadi, 1996: 70).
Sampel/Untuk menentukan besarnya sampel dapat dilakukan dengan cara (1) bila
populasi besar persentase kecil saja sudah dapat memenuhi syarat; (2) besarnya sampel
hendaknya jangan kurang dari 30 (Suparmoko, 1998: 42).
Sampel/Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998:
120).
Sarana dan prasarana yang ada disekolah perlu dikelolah dengan baik melalui
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen sarana parsarana. Manajemen sarana prasarana
pendidikan bertugas emngatur dan menjaga sarana dan prasaran pendidikan agar dapat
memberikan konstribusi secara optomal dan berarti pada jalannya proses pendidikan
(Hendiyat, 99).
Sarana dan prasarana yang ada disekolah perlu dikelolah dengan baik melalui
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen sarana parsarana. Manajemen sarana prasarana
pendidikan bertugas emngatur dan menjaga sarana dan prasaran pendidikan agar dapat
memberikan konstribusi secara optomal dan berarti pada jalannya proses pendidikan
(Hendyat: 99).
Sarana yang diambil sebagian bantuan dari masyarakat berbentuk perangkat alat,
bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah. Sedangkan prasarana yang di butuhkan adalah semua perangkat perlengkapan
dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan sekolah
(Bafadal, 2004: 8).
Sarana/Berbagai sumber daya dan dana merupakan ‘benda mati’, maka sarana
prasarana tersebut harus digunakan sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya selama mungkin (Siagian, 2002: 2).
Sarana/Pengadaan saran dan prasarana pendidikan ada beberapa kemungkinan yang
bisa ditempuh, yaitu ; pembelian dengan biaya pemerintah, pembelian dengan biaya
SPP, bantuan dari BP3, dan bantuan dari masyarakat lain (Suryobroto, 116).
Sarana/Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan ada beberapa kemungkinan yang
bisa ditempuh, yaitu ; pembelian dengan biaya pemerintah, pembelian dengan biaya
SPP, bantuan dari BP3, dan bantuan dari masyarakat lain (Suryosubroto, 116).
Sarana/Penyimpanan merupakan kegiatan pengurus penyelenggara dan pengaturan
persediaansarana dan prasarana didalam ruang penyimpanan. Penyimpanan dilakukan
agar barang atau sarana prasarana yang sudah diadakan tidak rusak sebelum tiba saat
pemakaian. Penyimpanan barang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan sifat-sifat barang yang disimpan. Dengan demikian nilai guna barang tidak
susut sebelum barang dipakai (Kosasi, 1999: 171).
Sarana/Penyimpanan merupakan kegiatan pengurus penyelenggara dan pengaturan
persediaansarana dan prasarana didalam ruang penyimpanan. Penyimpanan dilakukan
agar barang atau sarana prasarana yang sudah diadakan tidak rusak sebelum tiba saat
pemakaian. Penyimpanan barang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan sifat-sifat barang yang disimpan. Dengan demikian nilai guna barang tidak
susut sebelum barang dipakai (Kosasi, 1999: 171).
Sarana/Penyunsunan daftar kebutuhan sarana prasarana disekolah didasrakan atas
pertimbangan bahwa ; pengadaan kebutuhan sarana prasarana karena berkembangnya
kebutuhan sekolah, pengadaan saran prasarana untuk penggantian barang-barang
yang rusak atau hilang, dan pengadaan sarana prasarana untuk persediaan barang
(Kosasi, 1999: 70).
Sarana/Penyunsunan daftar kebutuhan sarana prasarana disekolah didasrakan atas
pertimbangan bahwa; pengadaan kebutuhan sarana prasarana karena berkembangnya
kebutuhan sekolah, pengadaan saran prasarana untuk penggantian barang-barang
yang rusak atau hilang, dan pengadaan sarana prasarana untuk persediaan barang
(Kosasi, 170).
Scaffolding sebagai kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian
(Cazden dalam Yamin; 2011: 166).
Scaffolding/4 tahapan pada proses pembelajaran scaffolding yaitu: Tahap pertama –
Guru menjelaskan materi didepan kelas dan siswa memperhatikan penjelasan guru
dengan seksama. Tahap kedua – Guru menilai pemahaman siswa dengan cara
memberikan tugas. Selama tahap ini guru memberikan bantuan kepada siswa. Tahap
ketiga – Guru mulai mengurangi bantuan yang diberikan kepada siswa. Tahap keempat
– Guru menghilangkan bantuan sama sekali apabila siswa telah dapat menyelesaikan
tugas secara mandiri tanpa membutuhkan bantuan dari guru (Vygotsky dalam Hartman,
2002).
Scaffolding/Kenzie (2000) scaffolding juga mempunyai karakteristik khusus, yaitu: (1)
Scaffolding provides clear directions (scaffolding memberikan petunjuk yang jelas).
Guru mengantisipasi adanya masalah-masalah yang mungkin akan dihadapi oleh siswa,
sehingga guru mengembangkan selangkah demi selangkah pembelajaran-
pembelajaran, yang mana menjelaskan apa yang harus dilakukan siswa untuk memenuhi
harapan mereka. (2) Scaffolding clarifies purpose (scaffolding menjelaskan tujuan-
tujuan pembelajaran). Pendekatan scaffolding ini membantu para siswa untuk
memahami mengapa mereka mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan
mengapa hal tersebut penting untuk dikerjakan. (3) Scaffolding keeps students on the
task (scaffolding menunjukkan siswa pada tugasnya). Penyediaan struktur-struktur
pembelajaran yang menyediakan jalan bagi para siswa, membantu siswa untuk dapat
membuat keputusan-keputusan jalan mana yang dipilih atau apa saja yang akan
dijelajahi sepanjang jalan tersebut. Tetapi mereka tidak menyimpang dari jalan tersebut
sebagai jalan yang ditunjuk yang akan diberikan kepada mereka. (4) Scaffolding offers
assessment to clarify expectations (scaffolding menawarkan penaksiran untuk
memperjelas tujuan-tujuan). Sejak awal kegiatan pembelajaran, siswa diberikan contoh-
contoh yang berupa latihan-latihan soal dan rubrik – rubrik yang ditunjukkan kepada
para siswa. (5) Scaffolding points students of worthy sources (scaffolding mengarahkan
siswa ke sumber belajar yang bermutu). Guru menyediakan sumber-sumber pelajaran
untuk mengurangi kebingungan dan frustasi serta memberikan arahan tentang sumber
mana yang pantas digunakan siswa, agar siswa dapat memutuskan sumber mana yang
akan digunakan. (6) Scaffolding reduces uncertainly, surprise and disappointment
(scaffolding mengurangi ketidakpastian, keheranan dan kekecewaan). Guru
mengadakan evaluasi terhadap pelajaran – pelajaran yang sudah dipelajari untuk
menentukan area permaslahan yang mungkin muncul atau ada, kemudian mengadakan
perbaikan-perbaikan untuk untuk mengurangi kesulitan-kesulitan sehingga proses
pembelajaran dapat dimaksimalkan. (7) Scaffolding delivers efficiency (scaffolding
memberi efisiensi). Pendekatan scaffolding memberikan keefisienan, dimana dalam
proses pembelajaran mereka melakukan sesuai dengan rencana pembelajaran dan
mengerjakan tugas-tugas tepat pada waktunya dan sesuai dengan jalan yang
ditunjukkan sehingga apa yang mereka usahakan dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. (8) Scaffolding create momentum (scaffolding menimbulkan semangat).
Dalam proses pembelajaran, banyak guru menyediakan bantuan-bantuan tidak hanya
berupa pemecahan masalah, tetapi juga dorongan atau motivasi ketika siswa mengalami
frustasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit, sehingga lebih mudah mengerjakan
tugas-tugas yang sulit karena bantuan-bantuan tersebut.
Scaffolding/Pembelajaran/Vygotsky (2000) mengungkapkan bahwa terdapat 2 kunci
utama dalam pembelajaran dengan pendekatan scaffolding yaitu; (1) memberikan
pemahaman, dimana siswa harus dapat membangun pemahamannya sendiri dan dapat
menyelesaikan tugas secara mandiri, (2) bantuan sementara, dimana bantuan yang
diberikan oleh guru hanya bersifat sementara. Guru akan mengurangi bantuan kepada
siswa dan pada akhirnya tidak memberikan bantuan sama sekali apabila siswa sudah
dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri.
Scaffolding/Siswa dapat meningkatkan kemampuan berfikir ke tingkat yang lebih tinggi
ketika mendapat bantuan (scaffolding) dari seseorang yang lebih ahli atau melalui teman
sejawat yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi (Vygotsky dalam Yamin, 2011:
167).
Scaffolding/The instructional scaffolding initially provides extensive instructional
support, or scaffolding, to continually assist the student to building their understanding
of new content and process. The temporary scaffolding provided by the instructor is
removed to reveal the impressive permanent structure of student understanding
(Hartman, 2002: 1).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono
menyatakan kualitas pendidikan merupkan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan (Tjiptono, 1995: 51).
Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan
kenaikan tingkat menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung
makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan
adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan dilembaga
tersebut telah mencapai keberhasilan (Supriyanto, 1997: 225).
Segitiga istimewa merupakan segitiga yang memiliki sifat-sifat khusus (istimewa), baik
mengenai hubungan panjang sisi-sisinya maupun hubungan besar sudut-sudutnya
(Adinawan dan Sugijono, 2007: 123-126).
Sekolah memiliki budaya tersendiri sebagai berikut: “Sekolah sebagai organisasi,
memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi,
kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan, dan prilaku orang-orang yang
ada di dalamnya (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006 :101).
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat
mendorong untuk belajar yang lebih giat. faktor sekolah ini meliputi metode mengajar,
kurikulum, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan masih banyak lagi
(Slameto, 1988: 66).
Sekolah unggul merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari sebuah keinginan untuk
memiliki sekolah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh ditunjang oleh akhlakul karimah
(Departemen Agama RI, 2004:41).
Sekolah yang telah diberi kewenangan penuh untuk memformulasikan ukuran
keberhasilan dan kualitas pendidikannya pun akhirnya memiliki ketergantungan penuh
terhadap budaya organisasi yang dipimpin oleh kepala sekolah dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan terhadap sekolah. Secara alamiah proses hidup mati organisasi
selalu tergantung kepada kemampuan organisasi memenuhi harapan dan kebutuhan
stakeholdernya (Prabowo, 2008: 2).
Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan
siswa diluar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak)
yang baik dan kuat (Chafidz, 1998: 39).
Sekolah/Ada empat tujuan yaitu : Efektivitas produksi, efisiensi, kemampuan
menyesuaikan diri (adaptiveness), dan kepuasan kerja, dapat digunakan sebagai kriteria
untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah. Efektivitas produksi,
yang berarti menghasilkan sejumlah lulusan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
yang berlaku (Sergiovanni dan Carver (H.M. Daryanto, 2006 : 17).
Sekolah/Bagaimana melaksanakan perubahan di sekolah: 1. tahap pembuyaran, yang
mana guru diyakinkan bahwa mempertahankan gaya konvensional dalam PBM dapat
mengancam kelangsungan hidup sekolah, dan kritik tertuju pada guru. Guru sebagai
sasaran ubah diyakinkan dan dimotivasi untuk menciptakan perubahan gaya PBM,
ditempuh melalui mekanisme pengurangan atau peniadaan ketegasan mengenai PBM
bagaimana yang harus diciptakan guru; penanaman kesalahan atau kegelisahan guru
dalam penerapan gaya PBM, konvensional; dan penurunan teguran atau ancaman
terhadap kejadian yang biasanya terjadi 2. tahap pengubahan, yang mana PBM gaya
baru dikenalkan, tanggapan baru dikembangkan melalui informasi yang baru, melalui
mekanisme identifikasi, kepala sekolah atau agen pembaharu lain dijadikan sumber
utama informasi/model dari PBM gaya baru; dan pencarian sumber informasi/model
PBM gaya baru diperoleh dari berbagai sumber lain 3. tahap pembekuan kembali, yang
mana PBM gaya baru dijadikan kebiasaan atau pegangan. Penerapan kebaruan dipelihara
sebagai kestabilan dan kepaduan perubahan, dilakukan dengan pemberian
penghargaan atas prestasi guru; dan penguatan terhadap perilaku pendukung (Permadi,
1999: 95-97).
Sekolah/Banyak sekolah-sekolah jelek dengan kepala sekolah yang baik, tetapi tidak
ada sekolah yang baik dengan kepala sekolah yang jelek (Ronald Edmonds dalam
Permadi, 1999: 30).
Sekolah/Beberapa prasyarat mempersiapkan perubahan di sekolah: 1. persiapan
berkaitan dengan materi ubah, yang mana perubahan terencana adakalanya
memasukkan ide, praktek dan objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru bagi
kalangan internal sekolah. Sesuatu yang baru tersebut sifatnya kualitatif untuk
mengatasi masalah sendiri (indigeneous problem). Maka kepala sekolah harus berupaya
menemukan dan merumuskan inovasi apa yang hendak diterapkan di lingkungan
sekolahnya, karena ini berkaitan dengan pengembangan kreativitas. Yang perlu
diperhatikan adalah sifat-sifat dari inovasi yang dapat berpengaruh terhadap tingkat
penerimaan (adopsinya). 2. persiapan berkaitan dengan pelaku perubahan, yang mana
perubahan melibatkan orang secara individual, kelompok atau institusi. Pihak yang
diberi tanggung jawab dalam penyebaran inovasi disebut agen pembaharu. Untuk
meyebarkan suatu inovasi, kepala sekolah perlu mengidentifikasi dan harus menetapkan
siapa-siapa yang menjadi agen pembaharunya. 3. persiapan berkaitan dengan sasaran
ubah (klien) ubah, yang mana sekelompok sosial yang dijadikan sasaran ubah adalah
klien perubahan. Kepala sekolah sebagai pengelola perubahan dituntut mengenal
kliennya, karena ada tidaknya perubahan terletak pada keadaan kliennya. Kemungkinan
respon yang muncul dalam penyelenggaraan perubahan dapat diantisipasi lebih dini,
penerapan strategi perubahan didasarkan atas pertimbangan kendala-kendala yang
dihadapi (Permadi, 1999: 92-94).
Sekolah/Ciri-ciri sekolah unggul adalah sekolah yang memiliki indikator sebagai
berikut: (1) prestasi akademik dan non-akademik di atas rata-rata sekolah yang ada di
daerahnya; (2) sarana dan prasarana dan layanan yang lebih lengkap; (3) sistem
pembelajaran lebih baik dan waktu belajar lebih panjang; (4) melakukan seleksi yang
cukup ketat terhadap pendaftar; (5) mendapat animo yang besar dari masyarakat, yang
dibuktikan banyaknya jumlah pendaftar disbanding dengan kepasitas kelas; (6) biaya
sekolah lebih tinggi dari sekolah disekitarnya (Ekosusilo, 2003:41).
Sekolah/Dalam budaya (kultur) sekolah, kreativitas bermakna dalam hidup dan
berperanan sangat penting, karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan
(mengaktualisasikan) dirinya, kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang
berfungsi sepenuhnya; kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk
melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, karena
di sekolah yang terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan dan
penalaran (berpikir logis); bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri
pribadi dan lingkungan, tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu;
kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya, dengan
ide-ide, penemuan baru, teknologi baru (Munandar, 1999: 31).
Sekolah/Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia sekolah memiliki peranan
strategis sebagai institusi penyelenggra kegiatan pendidikan (Syafaruddin, 2002: 87).
Sekolah/Dalam upaya mengelola perubahan di sekolah ada beberapa tahap yang harus
dilakukan sebagai berikut: 1) Menemukan. Pada tahap ini kepala sekolah berupaya
menemukan hal-hal yang harus diatasi. 2) Mengkomunikasikan. Masalah yang telah
ditemukan dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait untuk mendapat kejelasan
tentang masalah yang telah ditemukan. 3) Mengkaji dan menganalisa. Masalah
yang ditemukan dan telah dikomunikasikan pada tahap ini dikaji secara cermat untuk
mencari faktor-faktor penyebabnya melalui data-data yang relevan. 4) Mencari
dukungan. Untuk meyakinkan bahwa masalah benar-benar terjadi, kepala sekolah
mencari sumber, baik orang maupun sarana yang menguatkan adanya masalah dan
mencari jalan untuk melakukan perubahan. 5) Menerima perubahan. Pada tahap ini
perubahan dimulai, sebagai problem solving untuk memecahkan masalah (Mulyasa,
2006: 186).
Sekolah/Dari pihak masyarakat, khususnya dari pihak orang tua, sekolah efektif ialah
sekolah yang mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat/ keluarga. Dari aspek proses belajar-mengajar, sekolah efektif ialah sekolah
yang memberikan peluang berlangsungnya proses belajar-mengajar dengan hasil
optimal. Bagaimana dari aspek guru, kepala sekolah, dan dari siswa itu sendiri? Mungkin
banyak lagi pertanyaan dan rumusan yang dapat dibuat (Surya, 2004: 165-166).
Sekolah/Iklim sekolah adalah suasana sosial psikologis di mana iklim kelas berada di
dalamnya (Hadiyanto, 2004:177).
Sekolah/Iklim sekolah merupakan kualitas dari lingkungan sekolah yang terus menerus
dialami oleh guru-guru, mempengaruhi mereka dan berdasar pada persepsi kolektif
tingkah laku mereka (Hadiyanto, 2004:178).
Sekolah/Keberadaan sekolah menjadi institusi sosial yang menentukan pembinaan
pribadi anak dan sosialisasi serta pembudayaan suatu bangsa (Syafaruddin, 2002:88).
Sekolah/Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala
sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah (Mulyasa,
2006:151).
Sekolah/Kebudayaan yang menunjang pengembangan kreativitas yaitu: tersedianya
sarana prasarana kebudayaan; keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan;
penekanan pada becoming tidak semata-mata being; kesempatan bebas terhadap
media kebudayaan; kebebasan dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai
tantangan; menghargai dan dapat memadukan rangsangan dari kebudayaan lain;
toleransi dan minat terhadap pandangan yang berbeda (divergen); interaksi antarpribadi
yang berarti dalam pengembangan bakat; dan adanya insentif, penghargaan dan
penguatan (Arieti dalam Utami Munandar, 2002:197).
Sekolah/Lulusan sekolah khususnya di Indonesia dinilai bermutu rendah dalam
komparasi Internasional (Suderadjat, 2005:4).
Sekolah/Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi
manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan
sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. … Oleh
karena itulah maka dapat dikatakan bahwa fungsi sekolah adalah meneruskan,
mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan suatu masyarakat, melalui kegiatan
ikut membentuk kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa yang mampu
berdiri sendiri di dalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya (Nawawi, 1982:27).
Sekolah/Perubahan budaya sekolah pada
pokoknya ditentukan oleh atmosfer budaya yang dikembangkan oleh kepala
sekolah bersama dengan guru-guru (Safaruddin, 2002:99).
Sekolah/Setiap lembaga pendidikan termasuk di dalamnya Sekolah Luar Biasa
hendaknya bergerak dari awal hingga akhir sampai titik tujuan suatu proses pendidikan,
yang pada akhirnya dapat “mewujudkan terjadinya pembelajaran sebagai suatu proses
aktualisasi potensi peserta didik menjadi kompetensi yang dapat dimanfaatkan atau
digunakan dalam kehidupan” (Hari Suderadjat, 2005:6).
Sekolah/Tahapan melaksanakan perubahan di sekolah: 1. tahap pembuyaran, yang
mana guru diyakinkan bahwa mempertahankan gaya konvensional dalam PBM dapat
mengancam kelangsungan hidup sekolah, dan kritik tertuju pada guru. Guru sebagai
sasaran ubah diyakinkan dan dimotivasi untuk menciptakan perubahan gaya PBM,
ditempuh melalui mekanisme pengurangan atau peniadaan ketegasan mengenai PBM
bagaimana yang harus diciptakan guru; penanaman kesalahan atau kegelisahan guru
dalam penerapan gaya PBM, konvensional; dan penurunan teguran atau ancaman
terhadap kejadian yang biasanya terjadi. 2. tahap pengubahan, yang mana PBM gaya
baru dikenalkan, tanggapan baru dikembangkan melalui informasi yang baru, melalui
mekanisme identifikasi, kepala sekolah atau agen pembaharu lain dijadikan sumber
utama informasi / model dari PBM gaya baru; dan pencarian sumber informasi /model
PBM gaya baru diperoleh dari berbagai sumber lain. 3. tahap pembekuan kembali, yang
mana PBM gaya baru dijadikan kebiasaan atau pegangan. Penerapan kebaruan dipelihara
sebagai kestabilan dan kepaduan perubahan, dilakukan dengan pemberian
penghargaan atas prestasi guru; dan penguatan terhadap perilaku pendukung (Permadi,
1999: 95-97).
Sekolah/Tuntutan terhadap pelayanan terbaik juga menjadi perhatian manajemen mutu
terpadu, tak terkecuali dalam pendidikan. Sekolah-sekolah pada dewasa ini tidak hanya
cukup menawarkan program studi dengan kurikulum tertentu, orang tua dan pelajar
menjadi puas. Akan tetapi, sekolah juga harus menyediakan alat-alat belajar dan
mengajar yang relevan dengan perkembangan zaman untuk mendukung kemajuan
proses pembelajaran dan pengajaran. Gedung sekolah yang bagus diisi dengan sarana
dan fasilitas belajar yang baik dan fungsional, tempat bermain pelajar, serta pelayanan
yang prima terhadap pelajar, guru, orang tua, dan masyarakat. Situasi dan kondisi
sekolah yang kondusif akan memberikan kontribusi positif bagi mutu proses dan mutu
produk (lulusan) sekolah (Syafaruddin, 2002:37).
Sekolah/Untuk mengembangkan budaya kreatif di sekolah berbagai persyaratan sebagai
berikut: 1. profesionalisme sebagai prasyarat kreativitas mengandung arti seseorang
harus menguasai secara tuntas bidang keahliannya, disertai komitmen dan dorongan
untuk mencapai prestasi yang setingginya. 2. toleransi terhadap perbedaan pendapat,
dengan peningkatan kemampuan dalam penguasaan iptek hanya mungkin terjadi
melalui sintesis dan perpaduan antara perspektif dan argumentasi yang berbeda-beda.
Tradisi (budaya) yang dibangun di lingkungan pendidikan adalah bahwa suatu gagasan
dan pendapat hendaknya benar-benar didasari pemikiran yang jernih dan dudukung
buktibukti yang dapat diuji kebenarannya. 3. keterbukaan, kesediaan dan kesiapan
untuk menerima informasi, gagasan dan nilai baru yang konstruktif. Dengan
keterbukaan kita akan terhindar dari perangkap wawasan sempit yang dapat
menghambat perkembangan kreativitas. Keterbukaan menuntut adanya aturan dan
etika yang jelas sebagai pedoman berpikir dan bertindak. Keterbukaan mensyaratkan
adanya kekenyalan budaya yang berpijak pada jati diri bangsa. Budaya yang kenyal
adalah budaya yang terbuka bagi masuknya unsur budaya yang positif dan konstruktif
serta cukup kuat dalam mencegah masuknya unsur budaya yang destruktif. Agar tidak
menjurus budaya destruktif, kreativitas harus senantiasa dibingkai nilai etika desertai
keimanan dan ketaqwaan sehingga memberi bobot yang seimbang dalam poses
pembangunan nasional (Wardiman Djojonegoro dalam Supriadi, 1997: vii).
Self-efficacy. Konsep itu berhubungan dengan keyakinan pribadi bahwa dirinya memiliki
kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan (Bandura,
1977:191-215).
Sementara fungsi keluarga menurut Beirstadt seabagaimana dikutip oleh Abu Ahmadi
adalah sebagai berikut: 1). Menggantikan keluarga. 2). Mengatur dan menguasai
impuls-impul sexuil. 3). Bersifat membantu. 4). Menggerakkan nilai-nilai kebudayaan.
5). Menunjukkan status (Ahmadi, 1991:108).
Seorang individu akan berpikir menggunakan pemikiran-pemikiran masa lalu dan
berbagai pengalaman yang akhirnya digabungkan menjadi suatu pemikiran
pengetahuan/ keberadaan baru. Oleh karena itu, bahan-bahan yang dipelajari di
sekolah harus diberikan dalam suatu rangkaian yang teratur (Herbart dalam Smith,
1986:223).
Seperti halnya berlaku untuk guru, pendidikan tenaga kependidikan nonguru (konselor,
laboran, pengembang kurikulum, teknisi sumber belajar, pengelola satuan pendidikan,
pustakawan) perlu dipersiapkan secara matang melalui pendidikan yang struktur
kurikulum dan penyelenggaraannya dirancang dan dilaksanakan dengan baik dan
akuntabel untuk menunjang penyelenggaraan sistem pendidikan yang bermutu (cetak
tebal oleh penulis) (Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan (Jalal dan Supriadi, 2001:
251).
Sertifikasi (certification) mengandung makna, jika hasil penelitian atas persyaratan
pendaftaran yang diajukan calon penyandang profesi dipandang memenuhi persyaratan
kepadanya diberikan pengakuan oleh negara atas kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya (Danim, 2002: 30).
Sikap tersusun atas tiga komponen yang saling menunjang. Robbins (2001)
mengemukakan bahwa sikap ketiga komponen itu, yaitu pengertian (cognition),
komponen keharuan (affect), dan perilaku (behavior ).
Komponen kognitif suatu sikap adalah segmen pendapat
atau keyakinan akan suatu sikap. Komponen afektif dari suatu sikap adalah segmen
emosional atau perasaan dari suatu sikap dan dicermin- kan dalam pernyataan.
Sedangkan komponen perilaku dari suatu sikap merujuk kesuatu maksud untuk
berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu (Robbins,
2001:138).
Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: menerima, merespons, menghargai,
bertanggung jawab (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:130).
Sikap mendidik anak. Bebrapa pedoman umum untuk diketahui sebagaimana berikut
ini: a). Orang tua hendaknya membantu anak-anak dalam memecahkan problem yang
dihadapi anak-anak. Misalnya, menjawab pertanyaan anak-anak tentang dunia dan
lingkungannya. b). Orang tua hendaknya bijakasana dalam mendidik anak-anaknya agar
dapat berkembang semaksimal dan jangan memaksa tetapi menganjurkan. c).
Memberikan pengarahan pada tindakan anak-anak ke hal-hal yang positif, ingat
terutama pada masa puber, bila tidak ada pengarahan yang baik dapat berakibat
tindakan asusila, krisis kepercayaan, tindakan berandalan dan kewibawaan. d).
Memberikan jawaban, penjelasan, ssegala sesuatu yang perlu diketahui anak dengan
jujur dan disesuaikan dengan perkembangannya. e). Berikan kebebasan pada anak
untuk selalu bertanya kepada anda sebagai orang tua. Adakan hubungan sikap terbuka.
Orang tua merupakan teman dan pelindung bukan polisi yang selalu menghukum
kebebasan anak jangan diartikan membiarkan, tetapi kebebasan dalam arti pengarahan.
f). Ciptakan suasana yang enak di rumah tangga misalkan tentang rukun, gembira dan
aman. g). Jangan menyalahkan anak kalau tak berkembang sesuai dengan masanya,
tetapi koreksilah diri sendiri dahulu bukan mustahil kesalahan terletak pada orang tua
(Kartono, 1992:43).
Sikap merupakan faktor psikologis yang kan mempengaruhi belajar. Dalam hal ini sikap
yang akn menunjang belajar seseorang ialah sikap poitif (menerima) terhadap bahan
atau pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar dan terhadap
lingkungan tempat dimana ia belajar seperti: kondisi kelas, teman-temannya, sarana
pengajaran dan sebagainya (Sabri, 1996:84).
Sikap/An attitude is a learned predisposition to respond in a con- sistently favorable
or unfavorable manner respect to a given object (Hudgins, 1983:288).
Sikap/Lingkungan kerja juga mempengaruhi sikap dalam bekerja se- seorang,
bagaimana iklim lingkungan kerja, perhatian pimpinan terhadap
kinerja karyawan, bagaimana kondisi sosial atau anggota kelompok rekan sekerja
(Robbins, 2001:139).
Sikap/Sikap mental yang sudah berkembang dengan sangat baik dalam diri seseorang
akan memberikan bentuk pada pengalaman orang itu terhadap obyek sikap mereka. Hal
tersebut akan mempengaruhi pemilihan informasi yang ada disekeliling orang tersebut,
mana yang akan diperhatikan dan mana yang akan diabaikan. Sementara sikap
berubah dengan sangat perlahan, dan sikap dapat berganti-ganti bila orang
dihadapkan pada informasi dan pengalaman yang baru (Herbert Kelman dalam
Davidolff, Linda L., 1981:334).
Sikap/Sikap hanya mengandung komponen efektif, tidak mengandung komponen
kognitif dan kecenderungan berperilaku/ konatif. Sikap adalah
predisposisi seseorang untuk menyatakan setuju atau tidak setuju
secara konsisten terhadap sesuatu masalah yang dihadapi (Zamroni, 1992:26).
Sikap/Sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu: 1. Fungsi instrumental atau fungsi
penyesuaian, atau fungsi manfaat. Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini
sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh
mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan. Bila objek
sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan
bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek sikap
menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap
objek sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh
mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai
fungsi penyesuaian, artinya sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri
secara baik terhadap sekitarnya. 2. Fungsi pertahanan ego. Ini merupakan sikap yang
diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya. Sikap diambil
seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya atau
egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan ego. 3. Fungsi ekspresi nilai. Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan
jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan
mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan
keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat menggambarkan
sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan. 4. Fungsi pengetahuan. Fungsi
ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu.
Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu,
akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi konsisten. Ini
berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan
tentang pengetahuan orang tersebut objek sikap yang bersangkutan (Katz dalam
Walgito, 1990:110).
Sikap/Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana
individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam
kehidupan (Slameto, 2003:188).
Sikap/Sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua
adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap
selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike),
menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu (Berkowitz, dalam
Azwar, 2000: 5).
Sikap/Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
kondisi yang memungkinkan antara lain: fasilitas, faktor dukungan dari pihak lain.
(Soekidjo Nototmodjo, 2003: 133).
Sikap/Tiga komponen tersebut adalah kognitif (cognitive), kom- ponen afektif
(affective), dan komponen konatif (conative) (Azwar, 1995:23).
Sikap/Tipe ukuran sikap yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang
disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau tidak dalam beberapa
kelompok-kelompok. Ukuran self-report mudah digunakan namun ukuran itu dapat
memiliki sifat kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari skala sikap
ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukuran
atau pernyataan tidak langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi
responden (Bringham dalam Azwar, 2000:138).
Simulasi/Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi (menunjang) penggunaan permainan
simulasi yaitu: 1) Tidak bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk
bermain, di mana manusia cenderung untuk memperoleh kesegaran moril dengan
menikmati permainan yang ada. Kesegaran ini diperoleh dari karakteristik yang ada
dalam setiap permainan, termasuk permainan simulasi, yaitu menarik, memikat, penuh
variasi, dan menggairahkan. Dalam praktik diketemukan gejala yang berupa
kecenderungan untuk bermain simulasi dan bermain lagi tanpa ada rasa bosan yang
menyelubungi. 2) Praktis: permainan simulasi sangat mudah dilaksanakan karena
peraturan-peraturan permainannya dapat dicerna oleh masyarakat tua, muda, pria
maupun wanita bahkan oleh anak-anak. Disamping itu, permainan simulasi dapat
dilaksanakan setiap saat, tergantung kemauan kelompok. 3) Ekonomis; sarana untuk
menyelenggarakan permainan simulasi sangat murah dan mudah didapat, misalnya
papan bermain dapat dibuat dari bahan kertas atau kalau tidak ada kertas, permainan
dapat dilakukan diatas lantai, untuk tanda permainan dapat digunakan pecahan genting
dan sejenisnya. 4) Tepat Guna; permainan simulasi dapat menyampaikan informasi
mengenai kesadaran sosial, saling menghormati, mensyukuri nikmat maupun pesan-
pesan pembangunan, disamping itu dapat mengungkapkan aspirasi perasaan dan
pendapat masyarakat. 5) Interaksi antara siswa memungkinkan timbulnya keakraban. 6)
Strategi ini menimbulkan respon yang positif bagi siswa yang lamban, kurang cakap,
dan kurang motivasinya. 7) Simulasi melatih siswa agar mampu berfikir kritis (Zuhairini
dkk., 1983:117).
Simulasi/Dalam penerapan metode simulasi memiliki beberapa aturan sebagai berikut:
a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok paling banyak lima
orang. b. Guru menyediakan topik-topik pembicaraan yang akan dibahas oleh setiap
kelompok. c. Guru berkeliling mengawasi kelompok dan sekali-kali melakukan tilang
bahasa. d. Kesalahan umum dibicarakan secara umum. e. Diusahan agar anggota
kelompok berani mengemukakan pendapat. f. Guru mencatat kesalahan yang selalu
muncul. Kesalahan ini dapat dimunculkan dalam evaluasi. g. Untuk memperbaiki
kesalahan, sebaiknya siswa yang memperbaikinya (Suyatno dkk, 2008: 23).
Simulasi/Kelebihan dari metode simulasi antara lain: a. Memupuk daya cipta, sebab
simulasi dilakukan sesuai dengan kreasi siswa masing-masing dalam membawakan
peranannya. b. Simulasi dapat dijadikan sebagai sebgai bekal siswa untuk menghadapi
situasi sebenarnya yang akan dihadapi di lingkungan yang lebih luas. c. Simulasi dapat
membiasakan dan memberikan keterampilan kepada siswa untuk menanggapi dan
bertindak secara spontan. d. Memupuk keberanian dan kemantapan siswa didepan
orang banyak. e. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta pengalaman
tidak langsung yang diperlukan siswa dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang
problematis. f. Siswa berkesempatan menyalurkan perasaan yang tependam, sehingga
memperoleh kesegaran, kepuasan serta kesehatan jiwa kembali. g. Dapat
mengembangkan bakat dan kemampuan yang mungkin dimiliki siswa, misalnya dalam
seni drama. h. Siswa dapat belajar menghargai dan menerima pendapat orang lain
(Suyatno dkk, 2008: 32).
Simulasi/Kelemahannya ialah: a. Efektivitas dalam memajukan belajar siswa belum
dapat dilaporkan lebih riset. b. Terlalu mahal biayanya. c. Banyak orang meragukan
hasilnya karena sering tidak diikutsertakannya elemen-elemen yang penting. d.
Menghendaki pengelompokkan yang fleksibel;perlu ruang dan gedung. e. Menghendaki
banyak imajinasi dan guru maupun siswa. f. Menimbulkan hubungan informasi antara
guru dan siswa yang melebihi batas. g. Sering mendapat kritik dari orang tua karena
dianggap permainan saja (Suyatno dkk, 2008: 32).
Simulasi/Keseluruhan perlengkapan permainan simulasi yang siap dimainkan tersendiri
dari: 1) Lembaran permainan, yang memuat pesan-pesan dan gambar-gambar yang
sesuai dengan topik permainan. 2) Kartu-kartu pesan, yang berisi pesan-pesan yang
tidak dipaparkan dalam lembaran permainan. Kartu-kartu ini dapat diberi tanda khusus,
misalnya bintang, bendera merah putih, gambar buah-buah dan lainlain. 3) Alat penentu
langkah dapat berupa dadu, kubus yang dituliskan angka 1,2,3,4, atau kartu-kartu yang
berisi angka-angka 1-13 atau gulungan kertas (lot) yang bertuliskan angka 1-6. 4)
Tanda untuk bermain bagi masing-masing pemain, dapat berupa segi empat dari kertas
manila, atau benda-benda lainnya misalnya kancing baju, uang logam dan lain-lain
(Nasih & Kholidah, 2009:145).
Simulasi/Langkah-langkah Permainan Simulasi: a. Meneliti masalah yang banyak dialami
anak. Terutama yang menyangkut bidang pendidikan dan sosial. b. Merumuskan tujuan
yang ingin dicapai dalam permainan itu. Dalam melakukan hal ini anggota kelompok
atau siswa supaya diikutsertakan. c. Membuat daftar sumber-sumber yang dapat
dipakai untuk membantu menyelesaikan topik yang akan digarapnya, misalnya alat-alat
yang diperlukan, buku sumber, dan waktu yang sesuai untuk mengerjakan tugas antara
guru dan siswa. d. Memilih situasi dalam kehidupan sebenarnya yang ada kaitannya
dengan kehidupan siswa. Pelajari stuktur situasi tersebut, dan aturanaturan yang
mengatur perilaku mana yang dibolehkan dan perilaku mana yang tidak boleh
dilakukan. e. Membuat model atau skenario dari situasi yang sudah dipilih, untuk
permainan yang akan dimainkan selama 45 menit dapat dibuat 10-13 pesan termasuk
pesan yang ditulis dalam kartu terpisah. Isi masingmasing pesan harus disesuaikan
dengan keadaan dan kejadian yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.
Identifikasi siapa saja dan berapa orang yang akan terlibat dalam permainan tersebut.
Pemegang peran apa saja yang diperlukan dan apa peran masing-masing. Apakah
pemain bermain dalam satu kelompok atau lebih dari satu kelompok. f. Membuat alat-
alat permainan simulasi. Misalnya; beberan, kartu-kartu pesan, kartu-kartu yang berisi
kegiatan yang harus dilakukan untuk mengisi kegiatan selingan dan sebagainya (Nasih
& Kholidah, 2009:143).
Simulasi/Pemakaian metode simulasi akan mencapai tujuan yang maksimal apabila
menerapkan beberapa prinsip di bawah ini, yaitu: a. Simulasi dilakukan oleh kelompok
siswa. b. Semua siswa harus dilibatkan sesuai dengan peranannya. c. Penentuan topik
disesuaikan dengan kemampuan kelas tingkat sekolah, dan situasi tempat. d. Petunjuk
simulasi disiapkan terlebih dahulu. e. Dalam kegitan simulasi harus mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. f. Harus diingat bahwa simulasi bertujuan untuk
membentuk keterampilan anak didik agar mereka dapat menghadapi kenyataan hidup
dengan baik. g. Pelaksanaan simulasi harus menggambarkan situasi yang lengkap dan
berurutan. h. Dalam proses simulasi hendaknya dapat terintegrasikan beberapa ilmu,
terjadinya sebab akibat, pemecahan masalah, dan sebagainya (Arief, 2002:184).
Simulasi/Pengertian operasional dari metode simulasi adalah suatu usaha untuk
memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep atau prinsip atau keterampilan
tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan (Arief, 2002:183).
Simulasi/Penggunaan metode simulasi memiliki beberapa alasan sebagai berikut: a. Ada
situasi atau peristiwa yang tidak dapat dihadirkan secara nyata dalam situasi
sebenarnya, misalnya keadaan bulan dan rotasi bumi dan bulan, serta matahari atau
keadaan kebakaran pasar, keadaan perang, dan sebagainya. b. Terdapat konsep-konsep
yang harus diresapi dan dan dirasakan peserta didik secara langsung, misalnya suasana
perjuangan atau mempertahankan kemerdekaan, saling hormat menghormati sesama
manusia, dan sebagainya. c. Menanamkan sikap-sikap normatif kepada peserta didik
yang harus direfleksikan dalam apresiasi jiwa. d. Agar peserta didik dapat berperan dan
berkomunikasi dengan baik (Sumantri dkk., 1998/1999:162).
Simulasi/Permainan simulasi dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya membantu
siswa untuk mempelajari pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan aturan-
aturan sosial. Dalam hal ini peserta permainan dapat memerankan peran yang sama
sekali asing baginya. Permainan simulasi hampir sama dengan permainan peranan tetapi
dalam permainan simulasi kadang-kadang pemain menghalangi pemain lainnya.
Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara teknik bermain peran
dengan teknik diskusi (Nasih & Kholidah, 2009:141).
Simulasi/Teknik simulasi baik sekali kita gunakan karena: a. Menyenangkan siswa. b.
Menggalakkan guru untuk mengembangkan kreativitas siswa. c. Memungkinkan
eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya. d.
Mengurangi hal-hal yang verbalitas atau abstrak. e. Tidak memerlukan pengarahan yang
pelik dan mendalam. f. Menimbulkan semacam interaksi antar siswa, yang memberi
kemingkinan timbulnya keutuhan dan kegotong-royongan serta kekeluargaan yang
sehat. g. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban/kurang cakap. h.
Menumbuhkan cara berfikir yang kritis. i. Memungkinkan guru bekerja dengan tingkat
abilitas yang berbeda-beda (Roestiyah, 2008:22).
Simulasi/Topik-topik dalam permainan simulasi disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan latar belakang lingkungan anak, dengan demikian mereka tidak
merasa melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai. Permainan simulasi cocok dipakai
untuk memotivasi anak belajar, terutama bila bahan pelajaran yang dipelajari kurang
menarik. Permainan simulasi selain berguna untuk memperkenalkan konsep-konsep
dan menanamkan pengertian tentang sesuatu hal juga mempunyai kekuatan untuk
membangkitkan minat dan perhatian anak (Zuhairini dkk.,1983: 115).
Simulasi/Tujuan penggunaan metode simulasi adalah sebagai berikut: a. Melatih
keterampilan tertentu yang bersifat praktis bagi kehidupan sehari- hari. b. Membantu
mengembangkan sikap percaya diri pedeserta didik. c. Mengembangkan persuasi dan
komunikasi. d. Melatih peserta didik memecahkan masalah dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang dapat digunakan memecahkan masalah. e. Meningkatkan
pemahaman tentang konsep dan prinsip yang dipelajari. f. Meningkatkan keaktifan
belajar dengan melibatkan peserta didik dalam mempelajari situasi yang hampir serupa
dengan kejadian yang sebenarnya (Sumantri dkk., 1998/1999: 161).
Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 4 dikemukakan Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetauhan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan (UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 4).
Sistem/Karakteristik sistem terbuka: 1) Mendatangkan energi. 2) Mentransformasikan
energi. 3) Mengekspor hasil. 4) Sebuah rangkaian peristiwa. 5) Negentropi. 6) Balikan
negative. 7) Homeostatis. 8) Diferensiasi. 9) Ekuifinalitas. (Mudyahardjo, 2001:46-47).
Sistem/Karakteristik teori sistem: 1) Keseluruhan adalah hal yang utama dan bagian-
bagian adalah hal yang kedua. 2) Integrasi adalah kondisi saling hubungan antara
bagian-bagian dalam satu sistem. 3) Bagian-bagian membentuk sebuah keseluruhan
yang tak dapat dipisahkan. 4) Bagian-bagian memainkan peranan mereka dalam
kesatuannya untuk mencapai tujuan dari keseluruhan. 5) Sifat bagian dan fungsinya
dalam keseluruhan dan tingkah lakunya diatur oleh keseluruhan terhadap hubungan-
hubungan bagiannya. 6) Keseluruhan adalah sebuah sistem atau sebuah kompleks atau
sebuah konfigurasi dari energi dan berperilaku seperti sesuatu unsur tunggal yang tidak
kompleks. 7) Segala sesuatu haruslah dimulai dari keseluruhan sebagai suatu dasar, dan
bagian-bagian serta hubungan-hubungan, baru kemudian terjadi secara berangsur-
angsur (Mudyahardjo, 2001:41-42).
Sistem/Tipe-tipe sistem: 1) Sistem alami dan sistem buatan. Sistem alami merupakan
benda-benda atau peristiwa-peristiwa alam yang bekerja berdasarkan hokum-hukum
alam, dan hubungan antara masukan dengan hasil dapat diramalkan secara ilmiah.
Sistem buatan manusia adalah sistem yang dirancang, dilaksanakan, dandikendalikan
oleh manusia, dan hubungan antara masukan yang diambil dari sistem alami, dengan
hasil diatur manusia. 2) Sitem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah
sistem yang struktur bagian-bagiannya tidak mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu pendek. Struktur bagian-
bagian tersusun secara tetap dan bentuk organisasinya berjalan otomatis. Sistem
terbuka adalah sistem yang struktur bagian-bagiannya terus menyesuaikan diri dengan
masukan dari lingkungan yang terus-menerus berubah-ubah, dalam usaha dapat
mencapai kapasitas optimalnya. Struktur bagian-bagian bersifat lentur dan bentuk
operasinya dinamis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah karakteristik
dan posisinya (Mudyahardjo, 2001:45-46).
Siswa dapat meningkatkan kemampuan berfikir ke tingkat yang lebih tinggi ketika
mendapat bantuan (scaffolding) dari seseorang yang lebih ahli atau melalui teman
sejawat yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi (Vygotsky dalam Yamin, 2011:1
67).
Siswa/Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan
menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat
tercapai (Sardiman, 1988: 84-85).
Siswa/Kedudukan siswa sendiri sebagai salah seorang warga negara Indonesia, juga
memiliki hak dan kewajiban dalam pendidikan nasional, sebagaimana yang tertuang
dalam Undang–Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hak
peserta didik menurut Undang–Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, antara lain: a). Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; b). Mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; c). Mendapatkan beasiswa
bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya; d).
Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya; e). Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain
yang setara; f). Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar
masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Siswa/Kewajiban peserta didik menurut Undang–Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, antara lain: a). Menjaga norma-norma pendidikan untuk
menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; b). Ikut menanggung
biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(UU.20.2003).
Siswa/Peserta didik atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar (Slameto, 2003:109).
Snowball throwing/Langkah-langkah metode pembelajaran snowball throwing adalah
sebagai berikut: 1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan, 2) Guru membentuk
kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi, 3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh
guru kepada temannya, 4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja
untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan
oleh ketua kelompok, 5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari
satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit, 6) Setelah siswa mendapat
satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian, 7)
Guru memberikan kesimpulan, 8) Evaluasi, 9) Penutup (Kisworo, 2008: 11).
Snowball throwing/Metode pembelajaran snowball throwing adalah suatu metode
pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua
kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat
pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain
yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Kisworo,
2008:11).
Sorogan/Istilah sorogan berasal dari kata Sorog (Jawa) yang berarti menyodorkan kitab
ke depan kyai atau asistennya (Nata, 2001:108).
Sorogan/Metode Sorogan adalah sebuah sistem belajar dimana santri maju satu persatu
untuk menbaca dan menguraikan isi kitab atau al-Quran di hadapan seorang guru atau
kyai (Wahyu Utomo,yamg dikutip A.Arif, 2002:150).
Sorogan/Pengertian metode sorogan terdiri dari dua kata, yaitu metode dan sorogan.
Kata “metode” mengandung pengertian suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos berarti. “jalan atau cara
(Arifin, 2003:65).
Sorogan/Sorogan sebagai cara mengajar per kepala, yaitu setiap santri mendapat
kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kyai
(Hasbullah, 1995:145).
Sosialisasi/Sosialisasi merupakan proses memilih dan mencari: nilai, sikap, minat,
keterampilan, dan pengetahuan yang berkaitan dengan profesi atau pembudayaan
profesi (Merton dalam Power, 1992: 37).
SQ3R/Metode SQ3R dikembangkan oleh Francis P. Robinson yang secara spesifik
dirancang untuk memahami isi teks yang terdapat dalam buku, artikel ilmiah dan
laporan penelitian (Syah, 1995:130).
STAD/Dalam metode pembelajaran STAD, para siswa didalam kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok atau tim, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok
(Nurhadi dkk., 2004:65).
STAD/Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat tahapan-tahapan dalam
penyelenggaraan yaitu: – Tahap penyajian materi, Tahap kegiatan kelompok, Tahap tes
individu, Tahap penghitungan skor perkembangan individu, Tahap pemberian
penghargaan (Isjoni, 2007: 51).
STAD/Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat tahapan-tahapan dalam
penyelenggaraan yaitu: Tahap penyajian materi. 2) Tahap kegiatan kelompok. 3) Tahap
tes individu. 4) Tahap penghitungan skor perkembangan individu. 4) Tahap pemberian
penghargaan (Isjoni, 2007:51)
STAD/Metode STAD (Student Team Achievement Deviasion) dikembangkan oleh Robert
Slavin dan kawan-kawannyadi Universitas John Hopkin (Nurhadi dkk, 2004:64).
STAD/Metode STAD (Student Team Achievement Deviasion) dikembangkan oleh Robert
Slavin dan kawan-kawanya dari Universitas John Hopkin (Nurhadi dkk, 2004:64).
Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan
peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalamsuatu mata pelajaran. (Warsita,
2008:24).
Strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan pembelajaran dalam mengelola
kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematis
sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasaioleh peserta didik secara efektif
dan efisien (Warsita, 2008:25).
Struktur kognitif ini sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan skema-skema. Seorang
individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus
disebabkan karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis,
sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya (Jean Piaget dalam
Suherman, 2001: 38).
Struktur kognitif ini sebagai Skemata (Schemas),yaitu kumpulan skema-skema. Seorang
individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus
disebabkan karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis,
sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya (Suherman, 2001:38).
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen (Lofland dan Lofland dalam Moleong,
2007:157).
Supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan kepada guru-guru baik secara
individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran (Sahertian,
2000:19).
Supervisi dapat dimengerti sebagai kegiatan
pengawas sekolah yang menyelenggarakan kepengawasan dengan tugas pokok
mengadakan penilaian dan pembinaan melalui arahan, bimbingan, contoh, dan saran
kepada guru pembimbing (guru kelas) dan tenaga lain dalam bimbingan dan konseling
di sekolah (Prayitno, 2001:24).
Supervisi antara lain meliputi aspek teknologi pengajaran, teori kurikulum,
kokurikuler, interaksi kelompok, sikap, tanggung jawab, bimbingan dan konseling,
disiplin, proses belajar mengajar, komunikasi, teori kepribadian, filsafat pendidikan,
dan sejarah pendidikan (Oliva, 198:13).
Supervisi dalam bidang pendidikan dimaksudkan sebagai upaya mengutamakan
pelayanan kepada guru yang dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mereka bekerja
lebih baik dari sebelumnya (Purwanto, 1998:24).
Supervisi dibutuhkan di sekolah menengah karena: a) Adanya pertumbuhan yang pesat
dari sekolah-sekolah menengah dan meningkatnya jumlah murid-muridnya, sehingga
menyebabkan timbulnya masalah-masalah pengajaran, yang mana membutuhkan
adanya program supervisi yang baik. b) Guru-guru sekolah menengah hanya terbatas
dari lulusan sekolah pendidikan guru yang secara terbatas dipersiapkan dalam hal
mengajar. Oleh karena itu, bagi mereka dibutuhkan pembinaan yang baik. c) Adanya
perubahan metode-metode mengajar yang lebih menekankan perbedaan-perbedaan
individual, hal ini menuntut adanya pembinaan bagi guru yang pada umumnya kurang
pengalaman dalam menggunakan metode-metode yang baru (Sardjonopriyo, 1992:3-
4).
Supervisi dilakukan oleh pengawas dan atau kepala sekolah (Sukardi, 2000:242).
Supervisi guru pembimbing di sekolah-sekolah kita lebih difokuskan kepada supervisi
administratif, kurang menekankan pada aspek supervisi klinis dan pengembangan
(Taufiq, 2003:5).
Supervisi merupakan suatu keharusan untuk mengatasi permasalahan tugas di
lapangan. Supervisi menekankan kepada pertumbuhan profesional dengan inti
keahlian teknis serta perlu ditunjang oleh kepribadian dan sikap professional
(Gaffar, 1987:158-159).
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai
supervisor (Mulyasa, 2004: 111).
Supervisi/4 tipe supervisi kepala sekolah dilihat dari pelaksanaannya, yaitu supervisi
yang bersifat korektif, supervisi yang bersifat preventif, supervisi yang bersifat
konstruktif, supervise yang bersifat kreatif. 1). Supervisi yang bersifat korektif –
Kegiatan supervisi ini lebih menekankan usaha untuk mencari-cari kesalahan orang
yang disupervisi (guru-guru). 2). Supervisi yang bersifat preventif – Kegiatan supervisi
ini lebih menekankan usaha untuk melindungi guru-guru dari berbuat salah. Guru-guru
selalu diingatkan untuk tidak melakukan kesalahan dengan memberikan mereka
batasan-batasan, larangan-larangan atau sejumlah pedoman dalam bertindak. 3).
Supervisi yang bersifat konstruktif Tipe supervisi jenis ini ialah supervisi yang
berorientasi ke masa depan, menolong guru-guru untuk selalu melihat ke depan, belajar
dari pengalaman, melihat hal-hal yang baru, dan secara antusias mengusahakan
perkembangan. 4). Supervisi yang bersifat kreatif – Kegiatan supervisi ini, lebih
menekankan pada usaha menumbuhkembangkan daya kreatifitas guru, dimana peran
kepala sekolah hanyalah sebatas mendorong dan membimbing (Briggs dalam Lazaruth,
1988:33).
Supervisi/4 tipe supervisi kepala sekolah dilihat dari pelaksanaannya, yaitu supervisi
yang bersifat korektif, supervisi yang bersifat preventif, supervisi yang bersifat
konstruktif, supervisi yang bersifat kreatif (Briggs dalam Lazaruth, 1988:33).
Supervisi/5 tipe supervisi oleh kepala sekolah, yakni: supervisi sebagai inspeksi, laissez
faire, coercive supervision, dan supervisi sebagai latihan bimbingan (Burton dan
Brueckner dalam Purwanto, 2002:92).
Supervisi/Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka kepala sekolah sebagai
supervisor ia harus memiliki ketrampilan dasar sebagai seorang supervisor yaitu: 1)
keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, 2) keterampilan dalam proses
kelompok, 3) keterampilan dalam kepemimpinan kependidikan, 4) keterampilan dalam
mengatur personalia sekolah dan 5) keterampilan dalam evaluasi (Kimball Wiles dalam
Sehartian, 2000:18).
Supervisi/Apabila supervisi
dimengerti sebagai kegiatan pengawasan, maka pengawasan adalah
kegiatan yang amat penting dalam menilik, dan mengarahkan fungsi- fungsi
manajemen lainnya (Sukardi, 2003:150).
Supervisi/Beberapa prinsip positif dan prinsip negatif dalam supervisi pendidikan. 1).
Prinsip positif: a). Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif. b).
Supervisi harus kreatif dan konstruktif. c). Supervisi harus scientific dan efektif. d).
Supervisi harus dapat memberikan perasaan aman kepada guru-guru. e). Supervisi
harus berdasarkan kenyataan. f). Supervisi harus memberikan kesempatan kepada
supervisor dan guru-guru untuk mengadakan self evaluation. 2). Prinsip negative: a).
Seorang supervisor tidak boleh bersikap otoriter. b). Seorang supervisor tidak boleh
mencari kesalahan pada guru-guru. c). Seorang supervisor bukan inspektur yang
ditugaskan memeriksa apakah peraturan dan instruksi yang telah diberikan
dilaksanakan dengan baik.d). Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih
tinggi dari para guru. e). Seorang supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan
hal kecil dalam cara guru mengajar. f). Seorang supervisor tidak boleh lekas kecewa,
bila ia mengalami kegagalan (Soetopo dan Soemanto, 1984:42-44).
Supervisi/Ciri supervisi klinis adalah: a. Bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi
atau memerintah, tetapi tercipta hubungan manusiawi. b. Supervisi timbul dari harapan
dan dorongan guru pembimbing sendiri. c. Tingkah laku melakukan kegiatan/mengajar
merupakan satuan yang terintergrasi, maka harus di analisis. d. Suasana dalam supervisi
harus penuh dengan kehangatan, kedekatan dan keterbukaan. e. Aspek yang disupervisi
tidak hanya keterampilan melaksanakan tugas tetapi juga aspek kepribadian. f.
Instrumen Observasi yang digunakan merupakan hasil kesepakatan antara kepala
sekolah dengan guru pembimbing. g. Balikan harus cepat diberikan dan harus obyektif.
h. Percakapan balikan harus datang dari guru pembimbing lebih dulu bukan dari kepala
sekolah (Sahertian, 2000:38-39).
Supervisi/Dalam melaksanakan supervisi bimbingan konseling, supervisor hendaknya
bekerja sesuai dengan proses yang teratur yaitu melalui langkah-langkah: a)
perencanaan program supervisi, b) pengumpulan dan penilaian data, c) menganalisis
hasil penilaian, d) melaksanakan pembinaan, e) menyusun laporan hasil supervise
(Prayitno, 2001:33).
Supervisi/Delapan fungsi supervisi: 1) Mengkoordinasi semua usaha sekolah; 2)
Memperlengkapi kepemimpinan sekolah; 3) Memperluas pengalaman guru-guru; 4)
Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif; 5) Memberikan penilaian dan fasilitas yang
terus menerus; 7) Memberikan pengetahuan atau skill kepada setiap anggota staf; 8)
Mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan guru-
guru (Sahertian, 1991:26).
Supervisi/Fungsi kegiatan supervisi pendidikan dirinci sebagai berikut: 1).
Mengkoordinasi semua usaha sekolah; 2). Melengkapi kepemimpinan sekolah; 3).
Memperluas pengalaman guru-guru; 4). Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif; 5).
Memberikan fasilitas dan penilaian yang terus-menerus; 6). Menganalisis situasi belajar
dan mengajar; 7). Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota
staf; 8). Mengintegrasi tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan
guru-guru dalam mengajar (Lazaruth, 1988:34).
Supervisi/Fungsi kepengawasan layanan bimbingan antara lain memantau, menilai,
memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kegiatan layanan bimbingan di
sekolah (Depdikbud, 1994:20).
Supervisi/Fungsi supervisi adalah proses membantu para guru dalam memecahkan
masalah-masalah yang mengganggu dan menghalangi berlangsungnya efektifitas
dalam proses pendidikan (Gaffar, 1992:144).
Supervisi/Fungsi supervisi dibedakan menjadi dua bagian besar yakni: 1). Fungsi utama
ialah membantu sekolah sekaligus mewakili pemerintah dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan yaitu membantu perkembangan individu para siswa. 2). Fungsi tambahan
ialah membantu sekolah dalam membina guru-guru agar dapat bekerja dengan baik
dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka menyesuaikan diri
dengan tuntutan masyarakat serta mempelopori kemajuan masyarakat (Pidarta, 1999:
15-19).
Supervisi/Fungsi supervisi pendidikan ialah penelitian, evaluasi, perbaikan, dan
pembinaan (Soepardi, 1988: 68-69).
Supervisi/Kegiatan supervisi pada dasarnya diarahkan pada hal-hal sebagai berikut: 1).
Membangkitkan dan merangsang semangat guru dan pegawai sekolah dalam
menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik. 2). Mengembang dan mencari
metode-metode belajar mengajar yang baru dalam proses pembelajaran yang lebih baik
dan lebih sesuai 3). Mengembangkan kerjasama yang baik dan harmonis antara guru
dan siswa, guru dengan sesama guru, guru dengan kepala sekolah dan seluruh staf
sekolah yang berada dalam lingkungan sekolah yang bersangkutan. 4). Berusaha
meningkatkan kualitas wawasan dan pengetahuan guru dan pegawai sekolah dengan
cara mengadakan pembinaan secara berkala, baik dalam bentuk work shop, seminar, in
service training, up grading, dan sebagainya (Depag, 2004: 29).
Supervisi/Kegiatan supervisi pada prinsipnya merupakan kegiatan membantu para guru
memperoleh arah diri dan memecahkan sendiri masalah-masalah pengajaran yang
mereka hadapi (Sagala 2003:233).
Supervisi/Made Pidarta mengemukakan pernyataan bahwa: 1). supervisi lebih bersifat
proses daripada peranan; 2). supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh
personalia sekolah yang bertanggungjawab terhadap aspek-aspek tujuan sekolah dan
yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain, untuk menolong
mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu (Pidarta, 1999: 2).
Supervisi/Melaksanakan supervisi bimbingan konseling, supervisor hendaknya bekerja
sesuai dengan proses yang teratur yaitu melalui langkah-langkah: a) perencanaan
program supervisi, b) pengumpulan dan penilaian data, c) menganalisis hasil penilaian,
d) melaksanakan pembinaan, e) menyusun laporan hasil supervise (Prayitno, 2001:33).
Supervisi/Metode yang dipakai dalam melaksanakan supervisi dinamakan teknik
supervisi yang dapat berupa teknik individual apabila melaksanakan supervise terhadap
perseorangan dan teknik kelompok apabila melakukan supervisi terhadap sekelompok
guru (Pidarta (1992: 209).
Supervisi/Pelaksanaan supervisi dalam lapangan pendidikan pada dasarnya bertujuan
memperbaiki proses belajar-mengajar secara total (Purwanto, 2002: 77).
Supervisi/Prinsip supervisi klinis meliputi: a. Supervisi dilaksanakan berdasarkan
inisiatif dari guru pembimbing b. Hubungan manusiawi bersifat interaktif dan rasa
kesejawatan c. Suasana bebas, guru pembimbing bebas untuk mengemukakan
pandangan nya, kepala sekolah berusaha untuk memahami apa yang diharapkan oleh
guru pembimbing d. Obyek kajian adalah kebutuhan profesional yang nyata dialami oleh
guru pembimbing e. Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur spesifik yang harus
diperbaiki (Sahertian, 2000:39).
Supervisi/Prinsip supervisi sebagai berikut: 1) Supervisi yang bersifat konstruktif. 2)
Supervisi yang bersifat realistis. 3) Supervisi yang bersifat demokratis. 4) Supervisi yang
bersifat objektif (Lazaruth, 1988: 33).
Supervisi/Sergiovanni dalam Pidarta (1999) mengemukakan pernyataan bahwa: 1).
supervisi lebih bersifat proses daripada peranan; 2). supervisi adalah suatu proses yang
digunakan oleh personalia sekolah yang bertanggungjawab terhadap aspek-aspek
tujuan sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain,
untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu (Sergiovanni dalam Pidarta,
1999: 2).
Supervisi/Supervisi: “…is considered the province of those responsible for instructional
improvement. While we hold this view, we add to this instructional emphasis
responsibility for all school goals which are achieved through or dependent upon the
human organization of the school (Sergiovanni dalam Bondi & Wiles, 1986: 9).
Supervisi/Supervisor sebagai fungsi, bila ia dipandang sebagai bagian atau organ dari
organisasi sekolah. Tetapi bila dipandang dari apa yang ingin dicapai supervisi, maka
hal itu merupakan tujuan supervise (Pidarta, 1999: 15).
Supervisi/Teknik supervisi yang dapat dipakai oleh supervisor menurut Pidarta (1992:
210) meliputi: “…observasi kelas, pertemuan formal, pertemuan informal, rapat guru,
kunjungan kelas, supervisi sebaya, supervisi dengan mengunjungi sekolah lain, dan
supervisi melalui pertemuan-pertemuan pendidikan.
Supervisi/Teknik supervisi. Bila ditinjau dari banyaknya guru, terdiri dari: a). Teknik
kelompok: Adalah teknik supervisi yang dipakai oleh supervisor manakala terdapat
banyak guru yang mempunyai masalah yang sama. Teknik-teknik yang dapat dipakai
antara lain; rapat guru-guru, workshop, seminar, konseling kelompok. b). Teknik
perorangan, Adalah teknik yang dipergunakan apabila sesorang guru memiliki masalah
khusus dan meminta bimbingan tersendiri dari supervisor. Teknik-teknik yang dapat
dipakai antara lain; orientasi bagi guru-guru baru, kunjungan kelas, individual
converence, dan intervisitation. 2). Bila ditinjau dari cara menghadapi guru, terdiri dari:
a). teknik langsung: (1) menyelenggarakan rapat guru, (2) kunjungan kelas, (3)
menyelenggarakan workshop, (4) mengadakan converence. b). Teknik tidak langsung:
(1) melalui questioner, (2) melalui buku presensi guru, (3) melalui jurnal mengajar, (4)
melalui buku piket guru, (5) melalui bulletin board, 3). Bila ditinjau dari banyaknya guru
dan cara menghadapi guru, terdiri dari: a). Teknik kelompok, Yaitu teknik yang
digunakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok.
Teknik-teknik itu antara lain: (1) pertemuan orientasi bagi guru baru, (2) rapat guru, (3)
studi kelompok antar guru, (4) diskusi, (5) tukar-menukar pendapat (sharing of
experience), (6) lokakarya (workshop), (7) diskusi panel, (8) seminar, (9) pelajaran
contoh (demonstration teaching), (10) bulletin supervise, (11) mengikuti diklat, (12)
membaca langsung, (13) symposium. b). Teknik individual/ perorangan: (1) kunjungan
kelas (classroom visitation), (2) kunjungan tanpa pemberitahuan sebelumnya, (3)
kunjungan dengan pemberitahuan sebelumnya, (4) kunjungan atas undangan, (5)
observasi kelas (classroom observation), (6) percakapan pribadi (individual conference),
(7) percakapan pribadi setelah kunjungan kelas, (8) percakapan pribadi melalui
percakapan sehari-hari, (9) saling mengunjungi kelas, (10) menilai diri sendiri (self
evaluation) (Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto, 1984:44-53).
Supervisi/Teknik-teknik yang digunakan dalam supervisi pendidikan antara lain: 1).
Mengadakan kunjungan kelas. 2). Mengadakan kunjungan observasi. Ada 2 macam
observasi kelas: (a) Observasi langsung; (b) Observasi tak langsung. 3). Membimbing
guru-guru tentang cara-cara mempelajari pribadi siswa atau mengatasi masalah yang
dialami siswa. 4). Membimbing guru-guru dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan kurikulum sekolah, antara lain: (a) Menyusun program catur
wulan/semester. (b) Menyusun atau membuat program satuan pelajaran. (c)
Mengorganisasi kegiatan-kegiatan pengelolaan kelas. (d) Melaksanakan teknik-teknik
evaluasi pengajaran. (e) Menggunakan media dan sumber dalam proses belajar
mengajar. (f) Mengorganisasi kegiatan siswa dalam bidang ekstrakurikuler (Harahap,
1983:11).
Supervisi/Terdapat 5 tipe supervisi oleh kepala sekolah, yakni: supervisi sebagai
inspeksi, laissez faire, coercive supervision, dan supervisi sebagai latihan bimbingan.
Dari pendapat mengenai tipe-tipe supervisi oleh kepala sekolah tersebut, maka dapat
diuraikan sebagai berikut: 1). Supervisi sebagai inspeksi – Tipe supervisi ini adalah
kegiatan pengawasan yang semata-mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan
guru atau bawahan. Inspeksi dijalankan dengan maksud untuk mengawasi apakah guru
atau bawahan sudah menjalankan apa yang sudah diinstruksikan. Jadi pada intinya,
inspeksi berarti kegiatan mencari-cari kesalahan. 2). Laissez faire – Kepengawasan tipe
ini sama sekali tidak konstruktif. Kepengawasan laissez faire adalah tipe supervisi yang
membiarkan guru-guru atau bawahan bekerja sekehendaknya tanpa bimbingan dan
petunjuk. 3). Coercive supervision Tipe supervisi ini hampir serupa dengan inspeksi,
tipe supervisi ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas
bersifat memaksakan segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut
pendapatnya sendiri. 4). Supervisi sebagai latihan bimbingan Supervisi ini lebih
menekankan kepada pemberian latihan dan bimbingan kepada guru-guru dalam
melaksanakan tugasnya (Burton dan Brueckner dalam Purwanto, 2002:92).
Supervisi/Tujuan konkrit dari supervisi pendidikan secara nasional antara lain: 1).
Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan. 2). Membantu guru
dalam membimbing pengalaman belajar murid. 3). Membantu guru dalam
menggunakan alat pengajaran modern, metode-metode, dan sumber-sumber
pengalaman belajar. 4). Membantu guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil
pekerjaan guru itu sendiri. 5). Membantu guru-guru baru di sekolah sehingga mereka
merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya. 6). Membantu guru-guru agar waktu
dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah (Hendiyat Soetopo
dan Wasti Soemanto, 40-41).
Supervisi/Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk memperbaiki
dan meningkatkan pengelolaan sekolah sehingga tercapai kondisi belajar mengajar atau
bimbingan dan konseling yang sebaik-baiknya (Sukardi, 2000:241).
Supervisi/Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas. Sehingga dalam
hal ini bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga untuk pengembangan
potensi kualitas guru (Sehartian, 2000:19).
Supervisi/Tujuan supervisi antara lain membantu guru-guru agar dapat: 1) Melihat
dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan; 2) Membimbing anak didik dalam proses belajar
mengajar; 3) Mengefektifkan penggunaan sumber-sumber belajar; 4) Mengevaluasi
kemajuan belajar anak didik, teman-temannya dan masyarakat; dan 5) Mencintai
tugasnyaa agar dapat melaksanakan dengan penuh rasa tangung jawab (Lazaruth, 1994:
34).
Supervisi/Tujuan supervisi bimbingan konseling menurut jenisnya yaitu: 1) Tujuan
supervisi klinis adalah peningkatan keterampilan profesional dan fungsi-fungsi etis
konselor. 2) Tujuan supervisi pengembangan adalah peningkatan program bimbingan
dan konseling dan pengejaran perkembangan profesional konselor. 3) Tujuan supervisi
administratif adalah jaminan bahwa konselor mempunyai kebiasaan pekerjaan yang
patut dilakukan, mematuhi hukum dan kebijakan, hubungan baik dengan staf sekolah
yang lain dan orang tua, dan kegiatan pendidikan lainnya yang secara efektif dikerjakan
di sekolah (Taufik, 2003:4).
Supervisi/Tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan keterampilan profesional dan
fungsi-fungsi etis konselor (Taufik, 2003:4).
Supervisi/Tujuan supervisi membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan
sekolah sehingga tercapai kondisi kegiatan belajar mengajar yang sebaik-baiknya (Buku
Petunjuk Pelaksanaan Supervisi di Sekolah, 1994:3).
Supervisi/Tujuan supervisi pendidikan adalah memperkembangkan situasi belajar dan
mengajar yang lebih baik (Soetopo dan Soemanto, 1984: 40).
Supervisi/Tujuan supervisi pendidikan adalah memperkembangkan situasi belajar dan
mengajar yang lebih baik (Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto, 1984: 40).
Supervisi/Tujuan supervisi pendidikan dibedakan menjadi: 1). Tujuan akhir adalah
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan para siswa (yang bersifat total).
Dengan demikian sekaligus akan dapat memperbaiki masyarakat. 2). Tujuan kedua ialah
membantu kepala sekolah dalam menyesuaikan program pendidikan dari waktu ke
waktu secara kontinyu (dalam rangka menghadapi tantangan perubahan jaman). 3).
Tujuan dekat ialah bekerjasama mengambangkan proses belajar mengajar yang tepat.
Tujuan-tujuan tersebut perlu ditambah dengan; 4). Tujuan perantaraan ialah membina
guru-guru agar dapat mendidik para siswa dengan baik, atau menegakkan disiplin kerja
secara manusiawi (Sergiovanni dalam Pidarta, 1999: 20).
Supervisi/Yang dapat menjadi petugas supervisi di sekolah adalah: 1) kepala sekolah,
2) Pengawas sekolah, 3) koordinator bidang studi yang sudah berpengalaman, dan 4)
ketua laboratorium senior (Pidarta, 1995:52).
Supevisi/Tujuan supervisi bimbingan konseling adalah untuk: 1) Mengendalikan kualitas
pelaksanaan layanan bimbingan konseling dan hasilnya, 2) Mengembangkan
profesionalisme petugas bimbingan konseling/guru pembimbing dan 3) memotivasi
petugas bimbingan konseling/guru pembimbing agar dapat berkelanjutan
melaksanakan kegiatankegiatan bimbingan konseling, menemukan dan memperbaiki
kesalahan dan kekurangan (Abimanyu, 2005:2).
Taman Siswa/Dewantara, 1962: 4) bahwa ”Dalam pendidikan harus senantiasa diingat
bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada
orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri. Beratlah kemerdekaan itu! Bukan hanya
tidak terperintah saja,akan tetapi harus dapat menegakkan dirinya dan mengatur
perikehidupan dengan tertib. Hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan
dengan kemerdekaan orang lain.
Taman Siswa/Ki Hajar dewantara memberikan gambaran mengenai Pancadarma itu
sebagai berikut: ”berikan kemerdekaan kepada anak-anak kita; bukan kemerdekaan
yang leluasa, tetapi yang terbatas oleh tuntutan-tuntutan kodrat alam yang nyata, dan
menuju kearah kebudayaan, yaitu keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Agar
kebudayaan itu dapat menyelematkan dan membahagiakan hidup dan penghidupan diri
dan masyarakat, maka perlulah dipakai dasar kebangsaan, akan tetapi jangan sekali-
kali dasar ini melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas, yaitu dasar
kemanusiaan (Dewantara, 1959).
Taman Siswa/Sistem pendidikan itu dikembangkan berdasarkan lima asas yang dikenal
sabagai panca Darma Taman Siswa, Panca Darma ini meliputi: 1) Asas kemerdekaan
yang berarti disiplin diri sendiri atas dasar nilai hidup tinggi, baik hidup sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat. 2) Asas kodrat alam,yang berartiu bahwa pada
hakikatnya manusia itu, sebagai mahluk, adalah satu dengan kodrat alam ini. Ia tidak
dapat lepas dari alam, tetapi ia akan berbahagia apabila dapat menyatukan diri dengan
kodrat alam yang mengandung kemajuan itu. Oleh karena itu, setiap individu harus
berkembang dengan sewajarnya. 3) Asas kebudayaan,yang berarti bahwa pendidikan
harus membawa kebudayaan itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan
zaman, kemajuan dunia dan kepentingan rakyat lahir batin pada setiap zaman dan
keadaan. 4) Asas kebangsaan yang tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan,
malah harus menjadi bentuk dan fiil kemanusiaan yang nyata, dan oleh karena itu tidak
mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu
dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak
menuju ke arah kebahagiaan hidup lahir batin seluruh bangsa. 5) Asas kemanusiaan
yang menyatrakan bahwa darma setiap manusia itu adalah perwujudan kemanusiaan
yang harus terlihat pada kesucian batin dan adanya rasa cinta kasih terhadap sesama
manusia dan terhadap mahluk Tuhan seluruhnya (Natawidjaya, ed., 1978).
Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran (Sanjaya,
2007: 127).
Teknik korelasional/Tujuan teknik korelasional adalah: (1) untuk mencari bukti
berdasarkan hasil pengumpulan data, apakah terdapat hubungan antara variabel atau
tidak. (2) untuk menjawab pertanyaan apakah hubungan antar variabel tersebut kuat,
sedang atau lemah. dan (3) ingin memperoleh kepastian secara matematis apakah
hubungan antar variabel merupakan hubungan yang meyakinkan (signifikan) atau
hubungan yang tidak meyakinkan (Sudijono, 2004: 188).
Teknologi komunikasi adalah perangkat-perangkat teknologi yang terdiri dari hardware
software, proses dan sistem, yang digunakan untuk membantu proses komunikasi yang
bertujuan agar komunikasi berhasil (komunikatif). Teknologi komunikasi lebih
menekankan pada perangkat elektronik. Bahwa yang dimaksud teknologi komunikasi
adalah mikro computer, teleconferencing, teleteks, videoteks, interaktifcable television
dan comunicatiaon satellite (Munir, 2004:16).
Teknologi pembelajaran melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi
yaitu: guru (pendidik), siswa (peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut
melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal ini menggambarkan bahwa
interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti proses pembelajaran
(instructional) (Knirk dan Gustafson dalam Sagala, 2007: 64).
Teknologi pendidikan adalah media yang lahir dari perkembangan alat informasi yang
digunakan untuk tujuan pendidikan (Nasution, 1987: 20).
Teknologi Pendidikan adalah pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem- sistem,
teknik, dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia
(Nasution, 1987: 7).
Teknologi pendidikan berkaitan erat dengan keseluruhan metodologi dan serangkaian
teknik yang digunakan untuk melaksanakan prinsip-prinsip pembelajaran Cleary,
et.al,1976 dalam Pannen (1999:86).
Teknologi pendidikan merupakan proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan
orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah mencari
jalan pemecahanya, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah
yang menyangkut semua aspek belajar manusia. (Yusufhadi, 1986: 1).
Teknologi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan terpadu yang
melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah,
mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan
masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia (Miarso, 1986: 1).
TGT/Dalam metode pembelajaran kooperatif tipe TGT terdapat tahapan-tahapan dalam
penyelenggaraan yaitu: 1) Tahap identifikasi topik atau materi dan mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok. 2) Merencanakan tugas belajar (para siswa menyusun rencana
bersama). 3) Melakukan penyelidikan. 4) Mempersiapkan laporan akhir. 5)Menyajikan
laporan akhir. 5) Evaluasi (Utomo (2004:138).
TGT/Dalam metode pembelajaran kooperatif tipe TGT terdapat tahapan-tahapan dalam
penyelenggaraan yaitu: 1) Tahap penyajian materi. 2) Tahap belajar kelompok. 3) Tahap
tournament. 4) Tahap pemberian penghargaan. 5) Pada metode pembelajaran kooperatif
tipe GI ini, siswa dibagi kedalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang (Utomo,
2004:136).
TGT/Metode pembelajaran kooperatif tipe TGT terdapat tahapan-tahapan dalam
penyelenggaraan-penyelenggaraan yaitu: 1) Tahap penyajian materi. 2) Tahap belajar
kelompok. 3) Tahap tournament. 4) Tahap pemberian penghargaan. 4) Group
Infestigation (GI) (Utomo, 2004: 136).
TGT/Pada metode pembelajaran kooperatif tipe GI ini, siswa dibagi kedalam kelompok
yang beranggotakan 4-5 orang (Isjoni, 2007: 58).
TGT/Pada metode pembelajaran TGT (Team Games Tournament) pengelompokkan
siswa, format pembelajaran, dan lembaran kerja atau tugas yang diberikan sama dengan
pada metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perbedaanya pada metode
pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa memainkan pertandingan-pertandingan
akademik di dalam tournament (Utomo, 2004:136).
TGT/Pada metode pembelajaran TGT pengelompokan siswa, format pembelajaran, dan
lembaran kerja atau tugas yang diberikan sama dengan pada metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Perbedaannya pada metode pembelajaran kooperatif tipe TGT
siswa memainkan pertandingan-pertandingan akademik didalam tournament (Utomo,
2004:136).
Think-Pair-Share adalah teknik pembelajaran ini dikembangkan oleh Frank Lyman yang
mampu mengubah asumsi bahwa teknik resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan
dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan (Nur Hadi, 2003:65).
Think-Pair-Share/Model pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share merupakan
model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antara siswa dalam suatu
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan melaksanakan model
pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share siswa memungkinkan dapat berpikir
kritis, pemahaman, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memilki keterampilan,
baik keterampilan dalam berpikir (Thinking Skill) maupun keterampilan sosial (Social
Skill), seperti keterampilan mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan
dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku
yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Isjoni, 2009:35).
Think-Pair-Share/Model pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share akan
membantu siswa memperoleh pengalaman (pemahaman). Dalam model pembelajaran
kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa
atau tugas-tugas akademis siswa, beberapa ahli berpendapat, bahwa model
pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep
sulit (Isjoni, 39).
Tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat
memahami perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal (Sudjana, 2008: 24).
TIK/ICT merupakan juga penciptaan, pemeliharaan dan penggunaan sistem informasi,
manajemen dengan menyoroti penggunaan Teknologi Informasi Elektronika sebagai
instrument utamanya, meskipun harus diakui bahwa pengolahan informasi dapat
dilakukan dengan cara-cara lain yang tidak menggunakan Teknologi Elektronika seperti
secara mekanis dan bahkan juga secara manual (Saigian, 2001:15).
TIK/Kemajuan ICT telah memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar didalam
kelas tetapi juga dapat dilakukan di luar kelas dengan menggunakan media komunikasi
seperti telepon, komputer, internet, dan email. Juga memungkinkan guru memberikan
pelayanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Begitu juga halnya dengan
siswa ia dapat memperoleh informasi dalam bentuk yang luas dari berbagai sumber
melalui Cyberspace atau ruang maya dengan menggunakan computer atau internet (
Suprianto, 2008:28).
TIK/Manfaat Pembelajaran Berbasis ICT itu terdiri atas 4 hal, yaitu: a) Meningkatkan
kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik. b. Memungkinkan terjadinya
interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility). c.
Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach aglobal
audience). d. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran
(easy updating of content as well as archivable capabilities) (A. W. Bates (Bates, 1995)
dan K. Wulf (Wulf, 1996) dalam Munir: 2004:20-24).
TIK/Salah satu jenis teknologi yang menjadi semakin penting dalam masyarakat modern
adalah teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Keduanya sesungguhnya memiliki
kesamaan pengertian atau dapat dipertukarkan satu dengan lainnya, karena proses
mengalir, berpindah, atau dipertukarkannya informasi akan membentuk suatu kegiatan
yang dinamakan komunikasi. Demikian pula sebaliknya, substansi dari komunikasi
adalah dipertukarkannya informasi. Teknologi komunikasi atau teknologi informasi
adalah piranti keras, struktur organisasi dan nilai-nalai sosial, di mana individu
mengumpulkan, memproses dan mempertukarkan informasi dengan individu lainnya
(Yasin, 1997:83).
TIK/Teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk mengolah data,
memproses, mendapatkan, menyusun, memanipulasi data berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas (Wawan Wardiana dalam Munir, 2004:12).
Tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat
intelegensi yang rendah (Slameto, 1988:58).
TK/Pada Taman Kanak-Kanak, kurikulum itu disebut dengan istilah Program Kegiatan
Belajar (PKB) (Bafadal, 2005:6).
TK/Pemerintah telah memutuskan bahwa pendidikan TK merupakan wadah untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik sesuai
dengan sifat alami anak. Sedangkan kesempatan untuk mengembangkan diri itu
memerlukan fasilitas dan sarana pendukung dalam berbagai bentuk seperti saran
pendidikan yang menunjang. Semua fasilitas dan kesempatan pengembangan diri anak
tersebut tersedia di TK (Patmonodewo, 2000: 56).
TK/Pendidikan prasekolah memperhatikan beberapa prinsip pendidikan antara lain: 1)
TK merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah, untuk itu perlu menciptakan
situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan menyenangkan; 2) masing-
masing anak perlu mendapat perhatian yang bersifat individual, sesuai dengan
kebutuhan anak usia prasekolah; 3) perkembangan adalah hasil proses kematangan dan
proses belajar; 4) kegiatan belajar TK adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan
yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari; 5) sifat kegiatan belajar di TK merupakan
pengembangan kemampuan yang telah diperoleh di rumah; 6) bermain merupakan cara
yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak didik (Depdiknas, 2004: 7).
TSTS (Two Stay Two Stray) dasarnya adalah diskusi kelompok dan setiap kelompok
mempunyai tanggung jawab masing-masing (Hammiddy, 2010:316).
TSTS adalah cara peserta didik berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok
lain. Sintaksnya adalah kerja kelompok, dua bertamu ke kelompok lain dan dua peserta
didik lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja
kelompok, kembali ke kelompok asal, dan laporan kelompok (Ngalimun (2012:140).
TSTS adalah cara peserta didik berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok
lain. Sintaksnya adalah kerja kelompok, dua bertamu ke kelompok lain dan dua peserta
didik lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja
kelompok, kembali ke kelompok asal, dan laporan kelompok (Ngalimun, 2012:140).
TSTS dasarnya adalah diskusi kelompok dan setiap kelompok mempunyai tanggung
jawab masing-masing (Hammiddy, 2010:316).
Tujuan adalah sesuatu yang akan dituju atau akan dicapai dengan suatu kegiatan atau
usaha. Dalam kaitannya dengan pendidikan maka menjadi suatu yang hendak dicapai
dengan kegiatan atau usaha dalam kaitannya dengan pendidikan.tujuan pendidikan
adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya
untuk dicapai melalui usaha. Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan
baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan
masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu hidup (Mansur, 2005: 329-330).
Tujuan hidup manusia menurut teori humanistik adalah untuk mencapai hidup penuh
makna atau mewujudkan makna hidup dan kepuasan abadi. Pada aliran humanistik
beranggapan bahwa motivasi utama manusia adalah muncul dari dalam dirinya (internal)
(Baharudin, 2001:312-313).
Tujuan institusional adalah perumusan secara umum pola prilaku dan pola
kemampuannya yang harus dimiliki oleh setiap lembaga pendidikan yang berbeda-beda
sesuai dengan fungsi dan tugas yang harus dipikul oleh setiap lembaga dalam rangka
menghasilkan lulusan dengan kemampuan dan keterampilan tertentu (Idris & Jarnal,
1992:31).
Tujuan khusus dari pendidikan anak usia dini adalah: a. Memberi kesempatan kepada
anak untuk memenuhi kebutuhankebutuhan fisik maupun psikologinya dan
mengembangkan potensipotensi yang ada padanya secara optimal sebagai individu
yang unik. b. Memberi bimbingan yang seksama agar anak memiliki sifat dan kebiasaan
yang baik, sehingga mereka dapat diterima oleh masyarakatnya. c. Mencapai
kematangan mental dan fisik yang dibutuhkan agar dapat melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (Patmonodewo, 2000:58).
Tujuan menempati posisi yang penting dalam semua aktifitas, apalagi dalam interaksi
edukatif, tujuan dapat memberikan arah kegiatan yang jelas. Guru sebaiknya
merumuskan tujuan pembelajarannya sebelum melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Dengan cara itu guru akan mudah menyeleksi (Djamarah, 2005:27).
Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai
pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi
pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali
sikap dan prilaku siswa. Tujuan pembelajaran menggambarkan kemampuan atau
tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai oleh siswa setelah mereka mengikuti suatu
proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku
yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti:
perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang
dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya
hidupnya (Sugandi, dkk., 2000: 25).
Tujuan pendidikan agama islam menjadi tiga yaitu: a. Tujuan umum, ialah tujuan yang
akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan
cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah
laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. b. Tujuan akhir, pendidikan islam itu
berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini
telah berakhir pula. Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang
merupakan ujung dari taqwa, dan sebagai akhir dari proses pendidikan itulah yang
dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. c. Tujuan sementara, tujuan sementara ialah
tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang
direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. d. Tujuan operasional, ialah
tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu (Darajat
dkk., 2006:30-32).
Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-
ketentuan seperti yang dikehendaki pembukaan dan isi Undangundang Dasar 1945 (Tap
MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1996 Bab II Pasal 3).
Tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku murid-murid yang kita
harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan (Roestiyah
(dalam Djamarah, 2002: 48).
Tujuan teknik korelasional adalah: 1) untuk mencari bukti berdasarkan hasil
pengumpulan data, apakah terdapat hubungan antara variabel atau tidak. 2) untuk
menjawab pertanyaan apakah hubungan antar variabel tersebut kuat, sedang atau
lemah. dan 3) ingin memperoleh kepastian secara matematis apakah hubungan antar
variabel merupakan hubungan yang meyakinkan (signifikan) atau hubungan yang tidak
meyakinkan (Sudijono, 2004:188).
Tujuan/Adapun tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang
maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003).
Tujuan/Dengan demikian, perumusan tujuan institusional dipengaruhi oleh tiga hal: a)
Tujuan Pendidikan Nasional, b) Khususan setiap lembaga, dan c) tingkat usia peserta
didik. Tujuan instituonal itu dicapai melalui pemberian berbagai pengalaman belajar
kepada peserta didik (Idris & Jarnal, 1992: 31).
Tujuan/Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”, dalam bahasa arab dinyatakan
dengan ghayat atau maqasid. Sedangkan dalam arti inggris, istilah “tujuan” dinyatakan
dengan “goal atau purpose atau objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu
mengandung pengertian yang sama, yaitu arah suatu perbuatan atau yang hendak
dicapai melalui upaya atau aktivitas (Arifin, 1991: 222).
Tujuan/Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila dan bertujuan meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan, agar
dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Tap MPR
No. IV/ MPR/ 1978).
Tujuan/Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani (Tap MPR No. II/ MPR/
1988; Purwanto, 2003:36).
Tujuan/Pendidikan pada dasarnya dimaksudkan untuk mempersiapkan sumber daya
manusia (SDM) sebelum memasuki dunia kerja (Zanun dalam Samsudin, 2003:10).
Tujuan/Perumusan tujuan pendidikan nasional tersebut dapat memberikan arah yang
jelas bagi setiap usaha pendidikan di Indonesia. Untuk dapat mencapai pendidikan
nasional tersebut, dibutuhkan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang masing-
masing memiliki tujuan tersendiri, yang selaras dengan tujuan nasional. Oleh karena itu,
setiap usaha pendidikan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan tujuan
pendidikan nasional, bahkan harus menopang atau menunjang tercapainya tujuan
tersebut (Zuhairini & Ghofir, 2004:2).
Tujuan/Selanjutnya tujuan pendidikan harus pula mendidik dan menumbuhkan serta
mengembangkan jiwa pancasila dalam kehidupan anak didik baik di rumah maupun di
sekolah sehingga benar-benar akan terciptalah manusia Indonesia yang sesuai dengan
yang diinginkan oleh dasar dan tujuan Negara (Daradjat, 1975: 8).
Tujuan/Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu
perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.
Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian mannusia, sehingga
menggejala dalam perilaku lahiriyahnya. Dengan kata lain perilaku lahiriyah adalah
cermin yang memproyeksi nilai-nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia
sebagai produk dari proses kependidikan (Arifin, 1991:99).
Tujuan/Tidak ada tujuan yang lebih penting dalam proses belajar-mengajar kecuali
mengusahakan agar perkembangan dan belajar siswa mencapai tingkat optimal
(Arikunto, 2002:74).
Tujuan/Zakiyah Darajat mengklasifikasikan tujuan pendidikan agama islam menjadi tiga
yaitu: a. Tujuan umum, ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan
pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh
aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan
pandangan. b. Tujuan akhir, pendidikan islam itu berlangsung selama hidup, maka
tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini telah berakhir pula. Mati dalam
keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari taqwa,
dan sebagai akhir dari proses pendidikan itulah yang dapat dianggap sebagai tujuan
akhirnya. c. Tujuan sementara, tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah
anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal. d. Tujuan operasional, ialah tujuan praktis yang akan
dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu (Darajat, 30-32).
Tutor sebaya dipilih karana kebanyakan siswa lebih mudah menerima bantuan atau
pengajaran dari teman-temannya dari pada menerima bantuan atau pengajaran dari
gurunya, meskipun guru sudah memilih metode mengajar yang lebih sesuai bagi
siswasiswanya. Siswa-siswa tersebut tidak mempunyai rasa enggan atau rendah diri
untuk bertanya atau meminta bantuan terhadap teman-temannya sendiri apalagi teman
teman akrab (Arikunto, 1992:2).
Tutor sebaya ini ditunjuk oleh guru dengan memperhatikan syarat-syarat sebagai
berikut: 1) Menguasai bahan yang akan disampaikan atau ditutorkan. 2) Mengetahui
cara mengajarkan bahan tersebut. 3) Memiliki hubungan emosional yang baik,
bersahabat dan menjunjung situasi tutoring. 4) Siswa yang berprestasi akan lebih
menunjang pengajaran dengan metode ini karena siswa yang menjadi tutor tersebut
akan lebih mempunyai kepercayaan diri (Soekartawi, 1995:2).
Tutor sebaya/Metode tutor sebaya memiliki beberapa kebaikan dan kelemahan.
Beberapa manfaat atau kebaikannya antara lain: 1) Ada kalanya hasilnya lebih baik bagi
beberapa anak yang mempunyai perasaan takut atau enggan terhadap gurunya. 2) Bagi
siswa yang menjadi tutor, kegiatan tutoring ini akan mempunyai akibat memeperkuat
konsep yang sedang dibahas, dengan memberitahukan kepada siswa lain maka seolah-
olah ia menelaah serta menghafalkan kembali. 3) Bagi siswa yang menjadi tutor,
kegiatan tutoring merupakan kesempatan untuk melatih diri memegang tanggung
jawab dalam mengemban suatu tugas dan melatih kesabaran. 4) Mempercepat
hubungan antara sesama siswa sehingga mempertebal perasaan sosial. Kelemahan atau
kesulitan metode tutor sebaya menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain dapat
disebutkan antara lain: 1) Siswa yang dibantu sering kali belajar kurang serius karena
hanya berhadapan dengan kawannya sehingga hasilnya kurang memuaskan. 2) Ada
beberapa anak yang masih malu bertanya karena takut rahasianya diketahui oleh
kawannya. 3) Pada kelas-kelas tertentu metode ini sukar dilaksanakan karena
perbedaan kelamin antar tutor dengan siswa yang diberi materi pelajaran. 4) Bagi guru
sukar untuk menentukan seorang tutor yang tepat bagi seorang atau beberapa orang
siswa yang harus dibimbing. 5) Tidak semua siswa yang pandai atau cepat tempo
belajarnya dapat mengajarkan kembali kepada kawan-kawannya (Djamarah dan Zain,
2002:9).
Tutor sebaya/Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain mengistilahkan dengan istilah
tutor sebaya karena yang menjadi tutor adalah siswa yang mempunyai umur atau usia
yang hampir sama atau sebaya. Istilah ini untuk membedakan “tutor serumah”, yaitu
pengajaran yang dilakukan oleh orang tua, kakak, atau anggota keluarga yang lain yang
bertempat tinggal serumah dengan siswa tersebut. Selain itu dapat juga untuk
membedakan dengan tutor dilakukan oleh staf pengajar yang lain yang bukan dari siswa
(Djamarah dan Zain, 2002:29).
Tutorial adalah cara lain dari sistem pengajaran yang dapat dipakai oleh pengajar
(Soekarwati, 1995:2).
Video Compact Disc adalah system penyimpanan dan rekaman video dimana signal
audio-visual direkam pada disket plastik, bukan pada pita magnetic (Arsyad, 2002:6).
Video Disc atau Video Compact Disc merupakan sistem penyimpanan informasi gambar
dan suara pada piringan (Sadiman, 1996:95).
Video/Dengan Penggunaan media ini (video) dalam penyajian berbagai materi pelajaran
memberikan banyak keuntungan, misalnya dalam memperlihatkan proses pertumbuhan
tanaman, kehidupan berbagai kelompok masyarakat, serta kilasan peristiwa di masa
lalu. Dengan media ini kebutuhan berbagai program pendidikan dapat dipenuhi dengan
baik, berbagai sumber informasi yang tidak mungkin diberikan melalui media lainnya
dapat disajikan melalui video. Alat ini dapat diputar kembali yang memungkinkan
terjadinya proses umpan balik untuk perbaikan dan peningkatan upaya pengajaran
(Ibrahim, 2003: 17-118).
Video/Kelebihan Media Video: a. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang
singkat dari rangsangan luar lainnya. b. Dengan alat perekam pita video sejumlah besar
penonton dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli atau spesialis. c. Demonstrasi yang
sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru
bisa memusatkan perhatian pada penyajiannya. d. Menghemat waktu dan rekaman
dapat diputar berulang-ulang. e. Kamera TV bisa mengamati lebih dekat objek yang lagi
bergerak atau objek yang berbahaya seperti harimau. f. Keras lemah suara yang ada bisa
diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar g. Gambar
proyeksi biasa di bekukan untuk diamati dengan seksama. Guru bisa mengatur dimana
dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut, kontrol sepenuhnya di tangan guru.
h. Ruangan tak perlu digelapkan waktu menyajikannya. 2. Kekurangan Media Video: a.
Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktekkan. b. Sifat
komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi dengan pencarian bentuk
umpan balik yang lain. c. Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan
secara sempurna. d. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks (Sadiman, dkk,
2003:74-75).
Video/Kemampuan video untuk mengabadikan kejadian-kejadian faktual dalam bentuk
program dokumenter bermanfaat untuk membantu pengajar dalam mengetengahkan
fakta, kemudian membahas fakta tersebut secara lebih jelas dan mendiskusikannya di
ruang kelas (Uno, 2007:5-126).
Video/Penggunaan media ini (video) dalam penyajian berbagai materi pelajaran
memberikan banyak keuntungan, misalnya dalam memperlihatkan proses pertumbuhan
tanaman, kehidupan berbagai kelompok masyarakat, serta kilasan peristiwa di masa
lalu. Dengan media ini kebutuhan berbagai program pendidikan dapat dipenuhi dengan
baik, berbagai sumber informasi yang tidak mungkin diberikan melalui media lainnya
dapat disajikan melalui film video. Alat ini dapat diputar kembali yang memungkinkan
terjadinya proses umpan balik untuk perbaikan dan peningkatan upaya pengajaran
(Ibrahim & Nana Syaodih. 2003:117-118).
Visi dan misi dimaksudkan untuk menjadikan sebuah organisasi memiliki jati diri yang
khas yang membedakannya dengan organisasi lainnya. Visi dan misi yang dimiliki oleh
sekolah harus merupakan karakteristik unik yang dapat diterjemahkan dalam aktifitas-
aktifitas yang lebih operasional. Sehingga dalam melahirkan visi dan misi sekolah yang
baik setidaknya mencakup tugas dan fungsi, filosofi dasar organisasi, apa yang akan
ditawarkan, apa dan untuk siapa sekolah tersebut ( Asrin, 2006:53).
Visi itu kemudian menjadi arahan dari semua komponen yang ada di sekolah. Semua
kolponen yang mengarah kepada visi itu pun kemudian akan menjadi lembaga ideal.
Lembaga yang tidak bingung dalam merumuskan program kerja dan juga indikator
keberhasilan program kerja (Prabowo, 2008:71).
Visi/Secara lengkap penyusunan visi yang baik harus: a) Menggambarkan kepercayaan-
kepercayaan dan kebutuhan stake holder sekolah. b) Menggambarkan apa yang
diinginkan dimasa yang akan datang; c) Spesifik hanya khusus untuk sekolah tertentu.
d) Mampu memberikan inspirasi. e) Jangan mengasumsikan pada sistem yang sama
pada saat ini; f) Terbuka untuk dilakukan pengembangan sesuai dengan organisasi yang
ada, metodologi, fasilitas dan proses pembelajaran (Prabowo, 2008:73).
Visual/Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus
memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada slide harus jelas dan
informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu
oleh elemen lain yang berupa latar belakang (Arsyad, 2002:72-74).
Vygotsky/Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain
kognitif dengan sosial budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruang kelas,
sedangkan ativitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara pelajar
dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal
ini guru (Isjoni, 51-57).
Wawancara/Teknik wawancara merupakan teknik utama yang lebih banyak digunakan
untuk mencari data di lapangan. Agar kegiatan wawancara berjalan baik dan dapat
mencapai sasaran yang diinginkan maka di samping wawancara bebas dilakukan pula
wawancara terpimpin, yaitu dalam kegiatan wawancara digunakan pedoman wawancara
atau instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan (Moleong
1988:116).