Download - Eriza Kusumawardhani G0006072
STATUS RESPONSI
SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 60 TAHUN DENGAN
TINEA UNGUIUM
Disusun Oleh:
Eriza Kusumawardhani
G0006072
Pembimbing:
dr. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN
KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : dr. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK
Nama : Eriza Kusumawardhani
NIM : G0006072
TINEA UNGUIUM
I. DEFINISI
Tinea unguium (ringworm of the nail) adalah kelainan lempeng kuku
yang disebabkan oleh invasi/infeksi jamur dermatofit. Tinea unguium sering
disebut pula dermatofit onikomikosis. 1
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden onikomikosis telah dilaporkan 2-13% di multicenter North
America. Sebuah survei di Kanada menunjukkan prevalensi 6,5%
onikomikosis. Onikomikosis mempengaruhi setengah dari semua gangguan
kuku, dan onikomikosis adalah penyakit kuku yang paling umum
pada orang dewasa. Kuku kaki jauh lebih mungkin terinfeksi dari pada
kuku. 30 % pasien dengan infeksi jamur kulit juga memiliki
on ikomikos i s . 2
Onikomikosis mempengaruhi orang dari semua ras. Onikomikosis
lebih sering mengenai laki-laki dari pada perempuan. Pene l i t i an
menun jukkan bahwa o rang dewasa 30 ka l i l eb ih mungk in
un tuk memiliki onikomikosis dari pada anak-anak. Onikomikosis telah
dilaporkan terjadi pada 2,6%anak-anak muda dari 18 tahun, tetapi sebanyak
90% dari orang tua.2
Onikomikosis paling banyak disebabkan oleh jamur dermatofita,
yaitu sebanyak 76 % dari kejadian onikomikosis.2
III. ETIOLOGI
Penyebab tinea unguium yang tersering adalah Trichophyton rubrum
sebanyak 70 % dan Trichophyton mentagrophytes sebanyak 20 %. Selain itu
Trichophyton tonsurans, Epidermophyton fluccosum, Trichophyton
violaceum, Trichophyton verrucosum, Microsporum gypseum dan
Trichophyton soudanacea dapat menyebabkan pada onikomikosis namun
golongan jamur tersebut jarang ditemukan.3
Gambar 1. Karakteristik dermatofit T. mentagrophytes dan T.
rubrum3
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan
sumber penularan, iklim yang panas dan lembab, kebiasaan
memakai sepatu tertutup dan sempit, kurangnya kebersihan,
trauma berulang pada kuku, tinea pedis dan gangguan
imunitas merupakan faktor penyebab terjadinya kelainan
kuku akibat jamur.3,4
Kelainan kuku dapat berawal sebagai tinea pedis atau
langsung pada kuku. Tingginya prevalensi onikomikosis pada
usia tua disebabkan oleh insufisiensi sirkulasi perifer,
diabetes, antibiotik jangka panjang, penurunan imunitas
serta berkurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan
diri. Sedangkan rendahnya prevalensi pada anak-anak
dihubungkan dengan kurangnya paparan jamur,
pertumbuhan kuku yang lebih cepat, permukaan kuku yang
lebih kecil.4
V. PATOGENESIS
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi
pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai
kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk
menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu,
menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat
berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. Terjadinya
infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada
keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon
pejamu.2
VI. GEJALA KLINIS
Onikomikosis biasanya asimtomatik, karena itu, pasien
biasanya pertama kali had i r un tuk a l a san kecan t i kan f i s i k
t anpa ke luhan . Ke t i ka penyak i t be rkembang , Onikomikosis
dapat mengganggu aktivitas berdiri, berjalan, dan berolahraga.
Pasien dapat mengeluh parestesia, nyeri, ketidaknyamanan, dan
kehilangan ketangkasan. Mereka juga dapat melaporkan kehilangan harga
diri dan kurangnya interaksi sosial. Anamnesis yang cermat dapat
mengungkapkan banyak faktor – faktor risiko lingkungan dan pekerjaan4.
Kuku yang terinfeksi memiliki bentuk yang tidak normal tetapi tidak
gatal atau terasa sakit sekali. Infeksi ringan hanya memberikan sedikit gejala
atau bahkan tidak menimbulkan gejala. Pada infeksi yang lebih berat, kuku
tampak keputihan, menebal dan terlepas dari dasar kuku. Biasanya sisa-sisa
peradangan terkumpul dibawah ujung kuku. Gambaran tersering dari tinea
unguimum adalah distrofi dan debris pada kuku subungual distal.2,3
Gambar 2. Onikomikosis karena T.rubrum dengan infeksi bakteri sekunder5
Gambar 3. Tinea unguium5
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan laboratorium penunjang. Keluhan berupa gejala
pada onikomikosis selalu hampir tidak ada atau tidak
dirasakan pasien kecuali kalau semua kukunya sudah
terkena. Secara umum penderita onikomikosis terutama yang
disebabkan jamur dermatofita mengeluh adanya perubahan
kuku permukaan kuku yang warnanya sudah menjadi suram
tidak berkilat lagi, rapuh disertai hiperkeratosis subungual
tanpa adanya keluhan gatal ataupun sakit.1,4,5
Untuk menegakkan diagnosis onikomikosis, diperlukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan mikroskopi
langsung, kultur jamur dan histopatologi. Diagnosis
laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan
bahan pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih
dahulu dibersihkan dengan alkohol, untuk membunuh
bakteri. Selanjutnya bahan dipotong menjadi fragmen-
fragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan mikroskopis
langsung, kultur dan histopatologi.2,5
a. Mikroskopi langsung
Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan Kalium
hidroksida (KOH) adalah murah dan mudah dilaksanakan,
namun memiliki keterbatasan. Pemeriksaan ini hanya
berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi,
tetapi tidak dapat menentukan spesies penyebabnya.26,24
Sebelum diperiksa dibawah mikroskop, spesimen
dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30% .
Dimetil sulfoksida (DMSO) 40 % juga dapat dipakai untuk
melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek
glass, kemudian spesimen diletakkan diatasnya. Setelah
ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan diatas api
Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin
sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek
glass. Lalu diamati dibawah mikroskop maka akan terlihat
elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran
jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru,
Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan
karena mudah didapatkan. Spesimen diperiksa untuk
identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau
arthospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen
dalam lempeng kuku, terutama bila berupa arthospora
memiliki arti diagnostik untuk dermatofita.2
b. Kultur
Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun
hasil pemeriksaan mikroskopis langsung negatif. Melalui
kultur, spesies jamur patogen dapat identifikasi.
Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan
bila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik.
Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku
dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari
distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan
mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikut sertakan
bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur
pada medium. Spesimen yang dikumpulkan dicawan petri
diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan diatas api
Bunsen. Kemudian bahan kuku ditanam pada dua media,
media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik
dan anti jamur (Mycobitotic/mycocel), media II: yang tidak
mengandung antibiotik dan anti jamur PDA (Potato Dextrose
Agar)/SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar). Media diinokulasikan
dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°- 28°C
selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak
setelah 2 minggu, hasil negatif jika tidak tampak
pertumbuhan setelah 3-6 minggu.2
c. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil
pemeriksaan mikroskopi langsung dan kultur meragukan.
Bila ditemukan hifa diagnosis banding dapat disingkirkan.
Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan
apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau
daerah subungual disamping itu kedalaman penetrasi
jamur dapat dilihat.2
Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat
diperoleh melalui lempeng kuku yang banyak
mengandung debris dan potongan kuku. Bahan
pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan
dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan
formalin 10 % semalaman agar jamur terfiksasi dengan
baik. Kemudian blok parafin dipotong tipis hingga
ketebalan 4 -10 μ dengan menggunakan mikrotom dan
dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat dilihat adanya hifa
dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.2
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis kuku
Pada psoriasis kuku, gambaran nail pitting dan tanda onikolisis
berupa “tetesan minyak” warna coklat kemerahan yang tidak
ada pada onikomikosis serta keterlibatan jari pada kedua
tangan dapat membedakannya dari onikomikosis. 1,5
Gambar 4. Psoriasis kuku5
2. Liken planus
Terjadi inflamasi dasar kuku yang mempengaruhi matriks kuku.
Bila tidak diterapi, matriks dapat dirusak dengan timbulnya pterigium di
mana kulit kutikel tumbuh di atas dan menutupi lempeng kuku yang
tipis. Secara khas, area lunula lebih terangkat dibandingkan bagian
distal.1,5
Gambar 5.Liken planus5
IX. TERAPI
Sebagaimana penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka
prinsip penatalaksanaan onikomikosis adalah menghilangkan faktor
predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat
anti jamur yang sesuai dengan penyebab dan keadaan patologi kuku.6
Pengobatan onikomikosis ada dua cara yaitu secara sistemik dengan
menggunakan obat antifungal oral dan secara lokal yaitu dengan
menggunakan obat antifungal topical. Pada keadaan tertentu kedua cara ini
digunakan secara bersama – sama.6
a. Obat topikal
Pengobatan onikomikosis dengan antifungal topical yang telah
ada mengalami hambatan pada formulasi obat baik bentuk bubuk,
krim, larutan dan gel karena dirancang untuk pengobatan mikosis
superfisialis tanpa mempertimbangkan struktur anatomi kuku yang
sangat sulit ditembus air. Pada onikomikosis organism penyebab
infeksi berada di bawah lempengan kuku sehingga komponen aktif
obat antifungal tidak dapat menjangkau organisme penyebab.6
Obat topikal formulasi khusus yang dapat meningkatkan
penetrasi obat ke dalam kuku yakni :
Bifonazol-urea : kombinasi derivat azol, yakni bifonazol 1 %
dengan urea 40 % dalam bentuk salep. Urea untuk melisiskan
kuku yang rusak sehingga penetrasi obat antijamur
meningkat. Kesulitan yang ditimbulkan adalah dapat terjadi
iritasi kulit sekitar kuku oleh urea.
Amorolfin : merupakan derivate morfolin yang bersifat
tunggal fungisidal digunakan dalam bentuk cat kuku
konsentrasi 5 %.
Siklopiroksolamin : suatu derivat piridon dengan spektrum
antijamur luas, juga digunakan dalam bentuk cat kuku.
Keuntungan obat topikal adalah tidak adanya resiko
sistemik, relatif lebih murah, dan dapat sebagai kombinasi
dengan obat oral untuk memperpendek masa pengobatan,
selain itu bentuk cat kuku mudah digunakan.7
b. Obat sistemik
Griseofulvin karena sifat farmakokinetik dan
farmakodinamiknya tidak merupakan obat efektif untuk
onikomikosis. Untuk tinea unguium didapatkan angka kekambuhan
tinggi dan kesembuhan rendah.6
Obat sistemik generasi baru yang dapat digunakan untuk
pengobatan onikomikosis adalah flukonazol, itrakonazol dan
terbinafin. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai
kelebihan dan kekurangan masing – masing obat. Derivate azol
bersifat fungistatik tetapi mempunyai efektivitas terutama terhadap
dermatofita.6
Penggunaan flukonazol pada onikomikosis masih jarang, baik
penggunaan dosis kontinyu 100 mg per hari atau dosis mingguan 150
mg, dengan hasil bervariasi. Dosis mingguan tampaknya
mengharuskan penggunaan berkesinambunagn sampai resolusi
lengkap (6-12 bulan).6
Penggunaan itrakonazol pada berbagai laporan telah
menunjukkkan bahwa obat ini memberi hasil baik untuk onikomikosis
dengan dosis kontinyu 200 mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis
400 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan.6
Untuk terbinafin, efektif terhadap dermatofit, tetapi kurang
efektif terhadap candida. Dosis 250 mg/hari secara kontinyu 3 bulan
pada tinea unguium memberi hasil baik.6
c. Terapi bedah
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah scalpel selain
menyebabkan nyeri juga dapat memberi gejala sisa distrofi kuku.
Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2 kuku,
bila ada kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada keadaan
pathogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dengan
kombinasi obat antijamur topikal atau sistemik. Sebagai alternatif lain
adalah pengangkatan (avulsi) kuku dengan bedah kimia
menggunakan formulasi urea 20 – 40 %.6
X. PROGNOSIS
Meskipun dengan obat – obatan baru dan dosis optimal, 1 diantara 5 kasus
onikomikosis ternyata tidak memberi respon yang baik. Penyebab kegagalan
diduga adalah diagnosis tidak akurat, salah identifikasi penyebab, adanya
penyakit kedua, misalnya psoriasis. Pada beberapa kasus, karakteristik kuku
tertentu, yakni pertumbuhan lambat serta sangat tebal juga merupakan
penyulit, selain faktor predisposisi terutama keadaan imunokompremaise.
Menghindari sumber penularan misalnya sepatu lama atau kaos kaki yang
mengandung spora jamur, perlu diperhatikan untuk mencegah kekambuhan.1,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja, U. 2007. Mikosis. Dalam: Djuanda, A. Hamzah, M dan Aisah, S
(eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 89 - 105.
2. Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam: Budimulya
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S, editor.
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2004. h. 1–6.
3. Kurniati dan Rosita. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Dalam : Berkala
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Vol. 20. Surabaya : Dept/ SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR. Hal: 243 – 250.
4. Tinea unguium, dalam http://www.ecureme.com/myhealth/tineaunguium.asp
5. Fungal Nail Infection http://www.dermnetzn.org/dna.fungi/fnail.html
6. Roberts D.T, Taylor dan Boyle .J. 2003. Guidelines for treatment of
onychomycosis. British Journal of Dermatology. Hal. 402-410.
7. Adigunaa M.S. 1999. Onikomikosis dan Pengobatannya dengan Cat Kuku
Saklopiroksa. Dalam : Majalah Kedokteran Indonesia Vol.49.No.7. Jakarta.
hal.268-272.
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jati Blora
Pekerjaan : Petani
Tanggal Periksa : 14 Mei 2012
No. RM : 01128147
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kuku rapuh dan gatal
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 3 bulan yang lalu pasien mengeluh kuku tangan rapuh dan
gatal. Kuku rapuh dan gatal dirasakan pada semua jari tangan. Kuku
rapuh dimulai dari ujung kuku kemudian menyebar ke bagian lainnya.
Ujung kuku juga agak terangkat. Gatal dirasakan terus menerus dan
bertambah berat. Pasien sudah pernah memeriksakan diri ke dokter, diberi
obat salep dan obat minum namun pasien lupa nama obatnya. Gatal pada
kuku sempat berkurang, namun setelah obat habis, gatal memberat
kembali dan semakin meluas. Kemudian pasien memeriksakan diri ke poli
kulit dan kelamin RSDM.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa sebelumnya : tidak pernah
Riwayat alergi obat & makanan : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : tidak ada
E. Riwayat Kebiasaan
Penderita biasa mandi 2x sehari dan berganti pakaian 1x sehari.
Penderita sering terkena air kotor karena bekerja di sawah dan tidak
menggunakan sarung tangan saat bekerja.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : sedang, compos mentis, gizi kesan cukup
Kepala : mesosefal
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : lihat status dermatologis
Ekstremitas Bawah : dalam batas normal
B. Status Lokalis Dermatologis
Unguium dextra et sinistra:
Tampak onikodistrofi, onikolisis, dan diskolorisasi
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 30%:
Didapatkan hifa panjang bersekat (tampak gambaran bamboo like hyphae)
V. DIAGNOSIS
Tinea Unguium
VI. TERAPI
1. Medikamentosa
a. Topikal : Ciclopirox 80 mg/g 3x/minggu
b. Sistemik :Itrakonazole 2 x 200 mg selama 1 minggu
2. Non Medikamentosa
a. Menjaga kebersihan kuku dan kulit sekitar
b. Menggunakan sarung tangan saat bekerja di sawah
c. Tidak mencabuti kuku yang rapuh
d. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai
petunjuk, jika keluhan hilang tetap kontrol ke dokter hingga
dinyatakan sembuh.
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
Ad kosmetikum : baik
FOTO KASUS
Gambar 6. Foto klinis pasien
Gambar 7. Foto hasil pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 30%