ETNOBOTANI PANGAN
MASYARAKAT SUKU DAYAK KENYAH
DI SEKITAR TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG
KALIMANTAN TIMUR
FELA ADITINA PUSPA AYU
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ETNOBOTANI PANGAN
MASYARAKAT SUKU DAYAK KENYAH
DI SEKITAR TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG
KALIMANTAN TIMUR
FELA ADITINA PUSPA AYU
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
FELA ADITINA PUSPA AYU. Etnobotani Pangan Masyarakat Suku Dayak
Kenyah di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur. Di
bimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.
Suku Dayak Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) terdiri dari
beberapa sub suku Dayak, salah satunya yaitu Dayak Kenyah. Suku Dayak
Kenyah memiliki keunikan tersendiri dalam pemanfaatan tumbuhan khususnya
tumbuhan pangan. Oleh karena itu dokumentasi pemanfaatan tumbuhan pangan
oleh Suku Dayak Kenyah perlu dilakukan. Penelitian yang dilakukan bertujuan
untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan kearifan lokal
pemanfaatan tumbuhan pangan oleh Suku Dayak Kenyah.
Penelitian dilakukan di Desa Long Alango Kecamatan Bahau Hulu,
SPTN Wilayah II Taman Nasional Kayan Mentarang, Kabupaten Malinau,
Kalimantan Timur pada bulan Maret - April 2011. Metode penelitian yang
digunakan meliputi studi literatur, survei dan inventarisasi lapang, wawancara
dengan kuisioner, pembuatan dan identifikasi contoh herbarium, serta pengolahan
dan analisis data. Responden pada kegiatan wawancara ditentukan dengan
menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria jenis pekerjaan utama
responden yaitu petani. Jumlah responden sebanyak 35 orang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil tumbuhan pangan
yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah TNKM teridentifikasi sebanyak 139
spesies tumbuhan pangan dengan rincian 32 spesies tumbuhan pangan hutan/liar,
46 tumbuhan pangan hutan yang dibudidaya dan 61 tumbuhan pangan non hutan.
Spesies tumbuhan pangan tersebut dapat diolah menjadi bahan pangan
berkarbohidrat, sayuran, bahan pangan pelengkap, dan minuman. Di antara
sumber pangan yang digunakan Suku Dayak Kenyah adalah beberapa jenis padi
seperti pa’dai bere, pa’dai ba’an, pa’dai putik, dan pa’dai adan. Tipe habitat
terbesar tumbuhan pangan adalah kebun dan hutan (33%), kemudian diikuti
hutan/liar (23%), pematang sawah (16%), kebun (15%), ladang dan jekkau (6%),
pekarangan (6%), dan sawah (1%). Kearifan tradisional yang dimiliki Suku Dayak
Kenyah adalah pemanfaatan tumbuhan pangan saat berburu, pembudidayaan
tumbuhan pangan hutan di kebun, sistem perladangan, dan lain-lain.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah
TNKM banyak menggunakan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan pangan dan
Suku Dayak Kenyah memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan
pangan.
Kata kunci: etnobotani, Dayak Kenyah, TNKM, tumbuhan pangan.
SUMMARY
FELA ADITINA PUSPA AYU. Food Plants Ethnobotany of Dayak Kenyah
Tribe Around Kayan Mentarang National Park, East Borneo. Under Supervision
of ERVIZAL A.M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.
Dayak Ethnic of Kayan Mentarang Nasional Park (KMNP) consists of
several Dayak sub ethnics, one of them is Dayak Kenyah. It has unique
characteristic in the use of plants, particularly food plants, which needed to be
documented. This research was aimed to identify the diversity of food plants and
local wisdom of Dayak Kenyah tribe in food plants use.
This research was conducted in Long Alango Village, Subdistrict of
Bahau Hulu, National Park Section Management (NPSM) Region II Kayan
Mentarang Nasional Park, Malinau, East Borneo on March - April 2011. Research
methods used consist of literature study, field survey, interview using
questionaire, herbarium sample making and identification, and data analysis.
The research had identified 139 spesies of food plants that used by Dayak
Kenyah tribe of KMNP, which consisted of 32 species of wild food plants (origin
from forest), 46 species of wild food plants that had been cultivated, and 61
species of cultivated food plants. All those species could be processed into
carbohydrate source, vegetables, complementary food, and beverages. Among all
the foods source that consumed by Dayak Kenyah ethnic, there are several species
of rice plant like pa’dai bere, pa’dai ba’an, pa’dai putik, and pa’dai adan. The
largest habitat types of food plants was garden and forest (33%), then followed by
forest/wild habitat (23%), the bund of irrigated rice field (16%), garden (15%),
unirrigated agricultural field and jekkau (6%), yard (6%), and irrigated rice field
(1%). Local wisdom of Dayak Kenyah tribe were the use of food plants when
hunting, cultivation of food plants from forest in garden, cultivation system, etc.
Conclusion of this research shows that Dayak Kenyah tribe of KMNP
used various plants for various needs of foods, and Dayak Kenyah ethnic has local
wisdom in the use of food plants.
Keywords: ethnobotany, Dayak Kenyah, KMNP, food plants.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Etnobotani Pangan
Masyarakat Suku Dayak Kenyah di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang
Kalimantan Timur” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan dibimbing
oleh dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Fela Aditina Puspa Ayu
E34070064
Judul Skripsi : Etnobotani Pangan Masyarakat Suku Dayak Kenyah
di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang
Kalimantan Timur
Nama : Fela Aditina Puspa Ayu
NIM : E34070064
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
NIP. 19590618 198503 1 003 NIP. 19620918 198903 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap kita curahkan kepada suri
tauladan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabatnya,
hingga kepada para pengikutnya yang senantiasa setia sampai akhir zaman.
Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian yang berjudul
"Etnobotani Pangan Masyarakat Suku Dayak Kenyah di Sekitar Taman Nasional
Kayan Mentarang Kalimantan Timur". Skripsi ini merupakan syarat dalam
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dalam program
studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penelitian ini dilakukan
bulan Maret - April 2011 di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Ervizal A.M Zuhud,
MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, pengelola Taman Nasional Kayan Mentarang
(TNKM) dan masyarakat sekitar TNKM untuk bekerja sama dalam pengelolaan
kawasan konservasi. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Semoga karya ilmiah ini berguna bagi seluruh pihak tentang
pentingnya pangan lokal sehingga tidak perlu lagi Indonesia mengimpor bahan
pangan karena negeri kita kaya akan spesies tumbuhan pangan.
Bogor, Februari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 20
Februari 1989 dari pasangan Suyadi dan Etty Endang
Subekti, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan di SDN
Pedurungan Tengah 02 Semarang, SMPN 9 Semarang,
dan SMAN 3 Semarang. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan
Masuk IPB (USMI IPB) pada tahun 2007 dan memilih
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE).
Selama kuliah, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Fotografi
Konservasi (FOKA) dan Kelompok Pemerhati Flora (KPF) "Rafflesia" pada tahun
2008-2010 serta menjadi Sekretaris FOKA pada tahun 2008-2009. Selain itu
penulis juga aktif di Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB MR)
Fakultas Kehutanan IPB dan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Paguyuban
Putra ATLAS Semarang (PATRA ATLAS Semarang). Pada saat aktif di
HIMAKOVA, penulis mengikuti beberapa rangkaian kegiatan seperti Gebyar
Himakova 2008, Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata (Rafflesia) di Cagar
Alam (CA) Rawa Danau (2009) dan CA Gunung Burangrang (2010), Studi
Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional (TN) Sebangau (2010).
Penulis melakukan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
Kamojang-Sancang pada tahun 2009, Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2010 dan Praktik Kerja Lapang Profesi di
TN Kayan Mentarang pada tahun 2011. Untuk memenuhi gelar Sarjana
Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul "Etnobotani Pangan
Masyarakat Suku Dayak Kenyah di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang,
Kalimantan Timur" di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Ervizal A.M Zuhud, MS
dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT karena berkat
ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Etnobotani Pangan
Masyarakat Suku Dayak Kenyah di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang
Kalimantan Timur". Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran dan bimbingan selama proses
penyusunan skripsi ini
2. Ir. Edhi Sandra, MSi yang telah menjadi Moderator Seminar Skripsi penulis;
Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc selaku Ketua Sidang dan Dr. Ir. Muhdin,
MSc. F. Trop selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan IPB
yang telah banyak memberikan nasihat dan arahan.
3. Balai Taman Nasional Kayan Mentarang (BTNKM): Ir. Helmy, Pak Farhani,
Pak Kris, Teh Eva, semua polisi kehutanan dan staf TNKM; WWF Project
Kayan Mentarang: Pak Dody, Kak Itha, Bang Deden, dan semua staf WWF
Project Kayan Mentarang atas seluruh bantuan yang diberikan, pengalaman,
dan petuah.
4. Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB dan Tanoto Foundation atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
5. Kepala Adat Besar Hulu Bahau (Amay Anyie Apuy) dan keluarga serta
seluruh masyarakat Suku Dayak Kenyah di TN Kayan Mentarang (SPTN
Wilayah II Kecamatan Bahau Hulu) khususnya yang berada di Desa Long
Alango atas segala pengalaman yang tak terlupakan.
6. Bapak Ismail (LIPI Herbarium Bogoriense) yang telah membantu dalam
mengidentifikasi spesimen tumbuhan.
7. Seluruh staf pengajar dan Tata Usaha, laboran, serta mamang-bibi di Fakultas
Kehutanan (FAHUTAN), khususnya di Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata (DKSHE) yang telah membimbing dan membantu sejak
menjadi mahasiswa DKSHE hingga tercapainya gelar Sarjana Kehutanan.
ix
8. Ayah (Suyadi), Ibu (Etty E.S.), kakak-kakak (Mas Erik dan Mbak Lia) serta
keluarga besar tercinta atas segala dukungan baik moral maupun material.
9. Semua guru dan teman-teman mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga masuk
FAHUTAN’44 dan menjadi anggota KOAK (KSHE’44 tersayang) yang
selalu memberikan senyuman di kala sedih dan gundah.
10. Dosen-dosen dan teman-teman seperjuangan di masa matrikulasi dan TPB
yang telah banyak memberikan motivasi dan pembelajaran hidup.
11. Housemate of Astri A2, Wisma Sintha, Edelweis, dan Pondok Annisaa atas
segala canda, tawa, dan belajar bersama.
12. Mas Pramitama yang telah mengajarkan keberanian dan kemandirian.
13. PATRA ATLAS, HIMAKOVA, Komunitas Seni Budaya Masyarakat
Roempoet (KSB MR) yang selalu ada saat dibutuhkan.
14. Segenap pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani ...................................................................................... 4
2.2 Kearifan Masyarakat Dayak ........................................................... 5
2.3 Pemanfaataan tumbuhan ................................................................ 6
2.4 Taman Nasional Kayan Mentarang ................................................ 9
2.4.1 Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang .................. 9
2.4.2 Peran masyarakat .................................................................. 12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 13
3.2 Alat, Bahan, dan Objek Penelitian ................................................. 13
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ....................................................... 13
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 14
3.4.1 Studi literatur ........................................................................ 14
3.4.2 Survei dan inventarisasi lapang ............................................ 15
3.4.3 Wawancara dengan kuisioner ............................................... 15
3.4.4 Pembuatan dan identifikasi contoh herbarium ..................... 16
3.4.5 Pengolahan dan analisis data ................................................ 17
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Singkat, Luas dan Letak .................................................... 19
4.2 Aksesibilitas ................................................................................... 20
4.3 Ekosistem ....................................................................................... 20
4.4 Potensi Flora dan Fauna ................................................................. 21
4.5 Kondisi Masyarakat ....................................................................... 21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ................................................................ 23
5.1.1 Komposisi jenis kelamin ....................................................... 23
5.1.2 Komposisi kelas umur ........................................................... 24
5.1.3 Tingkat pendidikan formal .................................................... 26
xi
5.1.4 Jenis pekerjaan ...................................................................... 27
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan ............................................. 28
5.2.1 Keanekaragaman spesies ...................................................... 28
5.2.2 Keanekaragaman habitus ...................................................... 35
5.2.3 Bagian yang digunakan ......................................................... 37
5.2.4 Cara pemanenan .................................................................... 41
5.2.5 Cara pengolahan bahan pangan ............................................ 42
5.2.6 Fungsi tumbuhan pangan ...................................................... 46
5.2.7 Pola konsumsi ....................................................................... 52
5.2.8 Tipe habitat ........................................................................... 52
5.3 Pola Hidup Masyarakat Dayak Kenyah Desa Long Alango .......... 54
5.3.1 Berburu ................................................................................. 54
5.3.2 Berladang .............................................................................. 57
5.3.3 Bertani dan berkebun ............................................................ 62
5.3.4 Sumber pendapatan lain masyarakat ..................................... 64
5.4 Kearifan Tradisional Suku Dayak Kenyah ................................... 64
5.4.1 Tumbuhan pangan ................................................................ 64
5.4.2 Aturan Adat dan kepercayaan Suku Dayak Kenyah ............ 71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 73
6.2 Saran ............................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 74
LAMPIRAN ...................................................................................................... 78
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Hasil kesepakatan zonasi TNKM................................................................. 11
2. Jenis data dan metode pengumpulan data penelitian.................................... 14
3. Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan famili........................ 30
4. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
berdasarkan famili........................................................................................ 32
5. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
berdasarkan famili........................................................................................ 34
6. Persentase habitus tumbuhan pangan hutan................................................. 35
7. Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan habitus...................... 35
8. Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan...... 36
9. Contoh spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidaya berdasarkan
habitus ......................................................................................................... 36
10. Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan.. 37
11. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan dari hutan
berdasarkan habitus...................................................................................... 37
12. Persentase bagian digunakan tumbuhan pangan hutan................................. 38
13. Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan bagian digunakan.... 38
14. Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya yang
berasal dari hutan.......................................................................................... 39
15. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya berasal dari hutan berdasarkan
bagian yang digunakan................................................................................ 39
16. Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya bukan
berasal dari hutan......................................................................................... 40
17. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan dari hutan berdasarkan
bagian yang digunakan................................................................................ 40
18. Spesies tumbuhan pangan yang dijadikan olahan pangan........................... 42
19. Macam penggunaan tumbuhan pangan hutan/liar........................................ 47
20. Contoh Spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan fungsi pangan... 47
21. Macam penggunaan tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan.. 48
22. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
berdasarkan fungsi....................................................................................... 48
23. Macam penggunaan tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari
hutan............................................................................................................. 48
xiii
24. Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
berdasarkan fungsi...................................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Diagram bentuk hubungan antara ruang lingkup kajian etnobotani dengan
disiplin ilmu dan kepentingan........................................................................ 5
2. Mekanisme pengelolaan kolaboratif Taman Nasional Kayan Mentarang... 10
3. Kegiatan wawancara dengan Ketua Adat Desa Long Alango..................... 16
4. Denah lokasi penelitian (sumber: WWF 2002)........................................... 18
5. Komposisi penduduk Desa Long Alango.................................................... 23
6. Kerja bakti pelebaran bandara: (a) perempuan; (b) laki-laki....................... 24
7. Jumlah responden berdasarkan kelompok umur......................................... 25
8. Komposisi tingkat pendidikan responden.................................................... 26
9. Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan, tumbuhan pangan budidaya dari
hutan, dan tumbuhan pangan budidaya....................................................... 29
10. Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan famili................. 29
11. Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
berdasarkan famili....................................................................................... 31
12. Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
berdasarkan famili....................................................................................... 33
13. Olahan bahan pangan berkarbohidrat: (a) Sagu; (b) Kue............................ 43
14. Balang (Heckeria umbellata)...................................................................... 44
15. Tumbuhan yang dijadikan bahan pangan pelengkap: (a) Bekkai lema
(Pycnarrhena cauliflora); (b) Bekkai lanya (Coscinium miosepalum); (c)
Payang lengu (Ricinus communis).............................................................. 45
16. Singkong (Manihot utilissima).................................................................... 50
17. Tumbuhan pangan sumber protein nabati................................................... 51
18. Hierarki bagan fungsi tumbuhan pangan bagi Suku Dayak Kenyah........... 52
19. Persentase tipe habitat tumbuhan pangan.................................................... 53
20. Senjata berburu tradisional: (a) Badan tombak dan anak sumpit; (b) Ujung
tombak; (c) Racun sumpit (getah salo’)...................................................... 55
21. Penjualan hasil buruan: (a) Pengangkutan hasil buruan; (b) Penimbangan
daging yang dijual....................................................................................... 56
22. Burung isit (Arachnothera longirostra)..................................................... 59
23. Penugalan: (a) Alat penugalan; (b) Proses penugalan................................. 60
24. Penanaman benih padi................................................................................. 61
xv
25. Proses pemanenan dari mengambil padi dengan ani-ani hingga
penggilingan dengan mesin......................................................................... 62
26. Tumbuhan pangan hutan yang dibudidaya: (a) Payang aka; (b) Salap...... 66
27. Lumbung padi Suku Dayak Kenyah............................................................ 69
28. Contoh produk unggulan hasil kebun (bekkai)............................................ 71
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Daftar jenis tumbuhan pangan hutan/liar dimanfaatkan suku Dayak
Kenyah TNKM............................................................................................. 79
2. Daftar jenis tumbuhan pangan hutan yang sudah budidaya oleh suku
Dayak Kenyah TNKM................................................................................. 81
3. Daftar spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan Suku Dayak Kenyah
TNKM ........................................................................................................ 84
4. Jenis pisang dan jenis padi ditemukan......................................................... 88
5. Daftar spesies tumbuhan berguna selain pangan oleh suku Dayak Kenyah
TNKM ........................................................................................................ 89
6. Daftar spesies satwa sebagai bahan pangan................................................ 96
7. Daftar spesies satwa berguna selain pangan................................................ 97
8. Kuisioner panduan wawancara.................................................................... 98
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki kekayaan etnis dan budaya yang sangat tinggi.
Setiap etnis memiliki kearifan yang spesifik dalam memanfaatkan sumberdaya
hayati yang tersedia di lingkungannya. Setiap kawasan memiliki keanekaragaman
spesies tumbuhan untuk berbagai keperluan, seperti pangan, obat, dan lain-lain.
Adanya pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan lokal oleh berbagai etnis
terutama untuk pangan, secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan
dan bahkan kedaulatan pangan di Indonesia.
Menurut Khomsan (2003) diacu dalam Redaksi Kompas (2010), ketahanan
pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin
pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, subsistem
distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien,
sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan
pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi,
kemananan dan kehalalannya. Namun seiring dengan perubahan pola konsumsi
yang menjadikan beras sebagai pasokan makanan pokok, keanekaragaman pangan
di Indonesia makin lama makin menurun sehingga ketahanan pangan pun
melemah.
Masalah ketahanan pangan dan malnutrisi dapat diatasi melalui peningkatan
pengetahuan dan konsumsi keanekaragaman tumbuhan berguna khususnya
tumbuhan pangan di alam (Johns 2003). Pengembangan pangan asli Indonesia
dari keanekaragaman hayati yang melimpah dan berbasis informasi etnobiologi
merupakan solusi menghadapi ancaman kedaulatan pangan di Indonesia (Zuhud
2011). Pengetahuan mengenai bahan pangan yang berasal dari tumbuhan dapat
diperoleh melalui kearifan lokal suatu masyarakat tradisional di dalam ataupun di
sekitar taman nasional.
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan memiliki fungsi perlindungan,
2
penelitian, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata, rekreasi, dan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 tahun
1990). Salah satu taman nasional yang memiliki keanekaragaman spesies
tumbuhan berguna tinggi adalah Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)
dengan kearifan lokal masyarakat Suku Dayak yang tinggal di sekitarnya.
Taman Nasional Kayan Mentarang merupakan kawasan konservasi terbesar
di Pulau Kalimantan dan merupakan salah satu yang terbesar di wilayah Asia
Pasifik (Dephut 2002a, 2002b). Suku Dayak yang tinggal di sekitar TNKM terdiri
dari beberapa sub suku Dayak, di antaranya adalah Kayan, Kenyah, Lundayeh,
Merap, Punan, Saben, Tagel, dan lain-lain (Uluk et al. 2001). Salah satu sub Suku
Dayak yang memanfaatkan sumberdaya hutan untuk kebutuhan pangan sehari-
hari adalah Dayak Kenyah. Pemanfaatan ini dikenal secara turun temurun melalui
pengetahuan lokal. Pengetahuan mengenai tumbuhan pangan oleh masyarakat
Dayak Kenyah dapat diperoleh melalui etnobotani.
Etnobotani adalah kajian mengenai interaksi antara masyarakat lokal dengan
lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan tumbuhan dalam kehidupan
sehari-hari (Martin 1998). Penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari
yang dimaksud dapat berupa tumbuhan sebagai bahan pangan, obat, aromatik,
pakan ternak, dan pemanfaatan lainnya.
Suku Dayak di TNKM memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan
sumberdaya hutan khususnya mengenai pemanfaatan tumbuhan pangan. Oleh
sebab itu dokumentasi pemanfaatan tumbuhan pangan oleh Suku Dayak Kenyah
di sekitar TNKM melalui etnobotani perlu dilakukan agar pemanfaatannya
berkelanjutan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh:
1. Data dan informasi keanekaragaman tumbuhan pangan yang dimanfaatkan
masyarakat Suku Dayak Kenyah
2. Data dan informasi mengenai kearifan tradisional Suku Dayak Kenyah dalam
pemanfaatan tumbuhan pangan
3
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam pengembangan
pemanfaatan tumbuhan pangan, terutama yang berbasis kepada kearifan lokal
masyarakat Suku Dayak Kenyah yang tinggal di sekitar TNKM untuk mendukung
ketahanan dan keanekaragaman pangan nasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani
Etnobotani berasal dari kata ethnos dan botany yang berasal dari bahasa
Yunani berarti bangsa dan tumbuh-tumbuhan. Istilah etnobotani pada awalnya
diusulkan oleh Harsberger pada tahun 1893 dan didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suatu suku bangsa
yang masih primitif atau terbelakang (Afrianti 2007). Menurut Waluyo (2002)
diacu dalam Afrianti (2007), etnobotani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh perkumpulan suku primitif dan berguna
untuk mengembangkan perkumpulan tersebut. Sedangkan menurut Martin (1998),
etnobotani adalah interaksi antara masyarakat lokal dengan lingkungan alamnya,
terutama mengenai penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Dharmono (2007) mendefinisikan etnobotani merupakan ilmu botani
mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku
bangasa. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja,
tetapi juga menyangkut pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa
tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara
manusia dengan tanaman, serta menyangkut pemanfaatan tanaman tersebut lebih
diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam.
Menurut Purwanto (2000), etnobotani berpotensi mengungkapkan sistem
pengetahuan tradisional dari suatu kelompok masyarakat atau etnik tentang
konservasi in-situ berupa habitat, keanekaragaman sumberdaya hayati dan
budaya. Penelitian mengenai etnobotani mampu mengungkapkan pemanfaatan
berbagai jenis sumberdaya tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat setempat.
Etnobotani merupakan instrumen yang mampu mengungkapakan pengetahuan
tradisional menjadi ilmu yang bermanfaat dan berharga dengan mengaitkan
dengan persoalan aktual yang dihadapi manusia modern.
Etnobotani merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang
persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya nabati di lingkungannya.
Kajian etnobotani diarahkan dalam upaya mempelajari kelompok masyarakat
5
dalam mengatur sistem anggota menghadapi tetumbuhan dalam lingkungan yang
dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, spiritual, dan nilai budaya lainnya.
Disiplin ilmu lain yang terkait kajian etnobotani adalah ilmu anthropologi,
sejarah, pertanian, ekologi, kehutanan, dan geografi tumbuhan (Sudarsono &
Waluyo 1992 diacu dalam Afrianti 2007).
Gambar 1 Diagram bentuk hubungan antara ruang lingkup kajian etnobotani
dengan disiplin ilmu dan kepentingan.
2.2 Kearifan Masyarakat Dayak
Menurut definisi yang diberikan oleh UN Economic and Social Council,
masyarakat adat atau tradisional adalah suku-suku dan bangsa yang mempunyai
kelanjutan historis dengan masyarakat sebelum masuknya penjajah di wilayahnya.
ILO mengkategorikan masyarakat adat sebagai suku-suku asli yang mempunyai
kondisi sosial budaya sebuah negara, statusnya diatur oleh adat kebiasaan atau
tradisi oleh hukum dan aturan mereka sendiri. Setiap masyarakat tradisional
memiliki kearifan masing-masing. Kearifan tradisional merupakan semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan, serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia di dalam komunitas ekologis (Keraf 2005).
6
Konsep sistem pengetahuan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan
pengelolaan lokal atau tradisional. Masyarakat tradisional adalah sekelompok
orang yang dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat, biasanya memiliki
keturunan masyarakat pemburu, nomadik, dan peladang berpindah (Mitchell et al.
2007).
Biber-Klemm dan Berglas (2006) menyebutkan bahwa pengetahuan lokal
atau tradisional merupakan hubungan antara keanekaragaman hayati, kebangsaan,
dan kebudayaan dalam kehidupan suatu masyarakat adat. Masyarakat adat
merupakan kelompok manusia yang berinteraksi dekat dengan lingkungan, relung
ekologi, pengetahuan tradisional mengenai cara mengelola sumberdaya alam
dengan arif/bijaksana.
Suku Dayak sangat bergantung pada ekosistem hutan. Hutan merupakan
sumber makanan bagi masyarakat Dayak. Jika hutan terganggu maka tempat
mencari makan suku Dayak juga terganggu, akibatnya hasil buruan dan hasil
tumbuhan yang dimanfaatkan suku Dayak berkurang. Suku Dayak biasanya
menanam tumbuhan yang bermanfaat sekitar rumah mereka. Dari hutan, mereka
mengambil bibit tumbuh-tumbuhan yang baik berdasarkan pengalaman mereka.
Tumbuh-tumbuhan tersebut biasanya dimanfaatkan pula sebagai bahan pangan
mereka (Uluk et al. 2001).
Menurut Florus et al. (1994) diacu dalam Afrianti (2007), Mata pencaharian
suku Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan. Hutan digunakan sebagai
tempat berburu, berladang, dan berkebun. Kecenderungan seperti itu merupakan
suatu refleksi dari hubungan yang akrab dan telah berlangsung berabad-abad
dengan hutan dan segala isinya. Hutan merupakan basis utama dari kehidupan,
sosial, ekonomi, budaya, dan politik kelompok etnik Dayak.
2.3 Pemanfaatan Tumbuhan
Pemanfaatan tumbuhan dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat adat.
Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat adat yang berasal dari hutan diantaranya
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan sandang, pangan, papan, alat
rumah tangga, anyaman, kerajinan, perlengkapan upacara adat, obat-obatan,
7
aromatik, kosmetik, kegiatan sosial, dan pemanfaatan lainnya (Purwanto &
Walujo 1992 diacu dalam Hidayat 2009).
2.3.1 Tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan adalah kebutuhan vital bagi kehidupan manusia.
Tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar,
berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Jenis penghasil
pangan yaitu tumbuhan yang mengandung karbohidrat, sayuran, buah-buahan, dan
kacang-kacangan (Purwadarminta 1988). Tumbuhan penghasil pangan dapat
dikelompokkan menjadi (Moeljopawiro dan Manwan 1992 diacu dalam Hidayat
2009):
1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max), kacang
tanah (Arachis hypogaea), jagung (Zea mays), dan sebagainya.
2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu
(Metroxylon sp.), dan sebagainya.
3. Komoditas introduksi, seperti ganyong (Canna edulis), jawawut (Panicum
viridae), dan sebagainya.
Tumbuhan pangan di alam memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh
seperti karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya. Kandungan
tersebut dapat ditemukan di jenis tumbuhan seperti kacang-kacangan, buah-
buahan, sayuran, dan sereal (sumber karbohidrat) (Kartikawati 2004).
2.3.1.1 Kacang-kacangan
Kacang-kacangan merupakan biji-bijian yang dapat dimakan dari polong-
polongan. Polong-polongan adalah anggota suku Leguminosae yang memiliki
polong/legum. Kacang-kacangan utama yang dapat dimakan termasuk ke dalam
anak suku Papiionoidae (anak suku terbesar dari Leguminosae) yang masih
memiliki 450 marga dan 10000 spesies. Kacang-kacangan bermanfaat sebagai
bahan pangan yang kaya protein (Maesen & Somaatmadja 1993 diacu dalam
Kartikawati 2004).
8
2.3.1.2 Buah-buahan
Buah-buahn merupakan komoditas yang besar dan beraneka ragam
(Kartikawati 2004). Menurut Verheij dan Coronel (1991) diacu dalam Kartikawati
(2004), terdapat jenis buah-buahan yang tumbuh tahunan. Buah-buahan tahunan
dapat dimakan baik dalam keadaan segar, maupun yang telah dikeringkan atau
yang telah diolah. Buah-buahan umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah
(tidak dimasak, matang dari pohonnya). Buah-buahan mengandung vitamin dan
mineral yang baik bagi tubuh, menyeimbangkan menu makanan, kaya protein,
energi, dan ada yang mengandung lemak. Jenis-jenis buah-buahan antara lain:
salak (Zalacca salacca), pisang (Musa paradisiaca), rambutan (Nephelium
lappaceum), durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), dan lainnya.
2.3.1.3 Sayuran
Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang mengandung air. Sayuran
biasanya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan
kadang-kadang digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa juga
kelezatan makanan (Siemonsma & Piluek 1994 diacu dalam Kartikawati 2004).
Beberapa spesies tumbuhan yang digunakan untuk sayuran diantaranya: selada
(Lactuca sativa), katuk (Sauropus androgynus), berbagai jenis kobis, kol
(Brassica oleraceae), kangkung (Ipomea aqutica), dan jenis lainnya. Adapun jenis
sayuran yang digunakan sebagai bumbu, yaitu bawang merah (Allium cepa),
bawang putih (Allium sativum), daun bawang (Allium ampeloprasum), seledri
(Apium graveolens). Sedangkan spesies tumbuhan yang fungsi sekundernya
sebagai sayuran adalah daun pepaya (Carica papaya), daun ubi jalar (Ipomea
batatas), jagung muda/baby corn (Zea mays), dan daun singkong (Manihot
utillisima). Jenis-jenis sayuran di atas merupakan spesies tumbuhan yang biasanya
ditanam di kebun dan merupakan spesies tumbuhan hortikultura (Kartikawati
2004).
2.3.1.4 Palem-paleman dan umbi-umbian
Jenis palem-paleman dan umbi-umbian biasanya dimanfaatkan sebagai
sumber karbohidrat. Flach dan Rumawas (1996) diacu dalam Kartikawati (2004),
9
menyebutkan bahwa jenis tumbuhan pangan sebagai sumber karbohidrat
merupakan spesies tumbuhan yang mengandung zat tepung atau zat gula yang
digunakan sebagai cadangan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi
utama dalam suatau makanan untuk manusia. Beberapa spesies tumbuhan yang
merupakan sumber karbohidrat diantaranya adalah sagu (Metroxylon sp.), aren
(Arenga pinnata), dan lain-lain yang merupakan jenis palem berkarbohidrat,
kemudian ubi jalar (Ipomea batatas), singkong (Manihot utillisima), dan
sebagainya yang merupakan umbi berkarbohidrat.
2.4 Taman Nasional Kayan Mentarang
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan memiliki fungsi perlindungan,
penelitian, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata, rekreasi, dan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 tahun
1990).
2.4.1 Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang
Menurut SK Menhut No.631/Kpts-II/1996 ditetapkan bahwa adanya
perubahan fungsi dan penunjukkan Cagar Alam Kayan Mentarang yang terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Bulungan, Provinsi daerah tingkat I Kalimantan
Timur seluas ± 1.360.500 ha menjadi taman nasional dengan nama Taman
Nasional Kayan Mentarang mengingat di beberapa daerah di dalam Cagar Alam
Kayan Mentarang merupakan tempat kehidupan masyarakat tradisional etnis
Dayak dan masyarakat tersebut sangat bergantung pada hutan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Rahmania et al. 2011).
Pada tahun 2002 Pemerintah menetapkan bahwa pengelolaan Taman
Nasional Kayan Mentarang harus dilaksanakan dengan sistem pengelolaan
kolaboratif melalui SK Menhut 1214/Kpts-II/2002. Hal tersebut dikarenakan
kegiatan konservasi harus dilakukan secara bersama-sama dengan berbagai pihak
serta melihat bahwa masyarakat adat Dayak di dalam dan sekitar kawasan Taman
Nasional Kayan Mentarang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan
10
dan mengelola kawasan hutan adat sesuai dengan kearifan tradisional. Kegiatan
pengelolaan kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang berbasiskan
masyarakat yang melibatkan banyak pihak dengan prinsip berbagi tanggung
jawab, manfaat dan peranan dan didasari oleh Rencana Pengelolaan Taman
Nasional Kayan Mentarang (RPTNKM) (Rahmania et al. 2011).
Pengelolaan kolaboratif di TNKM didasarkan pada (i) TN tidak dapat
dilindungi dan dikelola tanpa dukungan aktif masyarakat adat, (ii) Memastikan
bahwa manfaat kawasan taman nasional dapat dimanfaatkan secara lestari yang
merupakan sumber identitas budaya dan penghidupan masyarakat, (iii)
Mengembangkan alternatif ekonomi berbasis konservasi untuk masyarakat dan
pemerintah setempat (WWF 2010a).
Gambar 2 Mekanisme pengelolaan kolaboratif Taman Nasional Kayan
Mentarang.
Dalam melaksanakan pengelolaan yang kolaboratif, TNKM memiliki
beberapa mitra kerja diantaranya Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau dan
Nunukan, WWF Project Kayan Mentarang, FoMMA (Forum Musyawarah
Masyarakat Adat), perguruan tinggi, dan BPTU (Badan Pengelola Tana’ Ulen).
Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) merupakan organisasi
masyarakat adat yang didirikan oleh lembaga-lembaga adat yang berada di
11
TNKM. Lembaga-lembaga adat tersebut antara lain berada di wilayah adat Hulu
Bahau, Pujungan, Mentarang, Lumbis, Tubu, Krayan Hulu, Krayan Hilir, Krayan
Tengah, Krayan Darat, dan Apo Kayan (sekarang wilayah adat Kayan Hulu dan
wilayah adat Kayan Hilir). Badan Pengelola Tana’ Ulen (BPTU) adalah pelaksana
operasional yang merupakan partner TNKM dalam mengelola kawasan
konservasi. Lembaga ini didirikan masyarakat adat setempat dalam mengelola
sumberdaya hutan secara berkelanjutan (Rahmania et al. 2011).
Tabel 1 Hasil kesepakatan zonasi TNKM Kategori Zona Kriteria dan Indikator Arahan Pengelolaan
Zona Inti (Publik) Zona yang mewakili tipe ekosistem
khas, homerange bagi key-stones
species, jauh dari jangkauan
masyarakat dan perlindungan
kawasan“water catchment” hulu
beberapa sungai besar dan pengaturan
tata air.
a) Perlindungan dan pengamanan,
Penelitian dan pengembangan,
ilmu pengetahuan, pendidikan.
b) Dikelola langsung oleh Balai
TNKM
Zona Rimba (Adat) Zona rimba merupakan zona
perlindungan atau penyangga dan
pengamanan fungsi zona
inti.
a) Pengembangan konservasi
lintas batas; pemanfaatan
gaharu oleh masyarakat lokal
b) Dikelola oleh BTNKM dan
Masyarakat adat
Zona Tradisional
(Adat)
Zona yang ditetapkan untuk
kepentingan pengelolaan dan
pemanfaatan oleh masyarakat adat
yang karena kesejarahan telah
mengelola kawasan tersebut serta
masih mempunyai ketergantungan
dengan sumberdaya alam.
a) Penelitian, pengembangan, dan
pendidikan; Ekowisata;
pemanfaatan dan usaha SDA
oleh masyarakat lokal; bahan
bangunan dan transportasi oleh
masyarakat lokal; budidaya dan
pembinaan habitat; berburu
b) Dikelola oleh BTNKM dan
Masyarakat adat
Zona khusus (Multi
stakeholders)
Zona dimana telah terjadi pemanfaatan
sumberdaya atau telah didiami sejak
sebelum ditetapkan sebagai taman
nasional, serta merupakan pusat
pertumbuhan ekonomi masyarakat
maupun pemukiman penduduk
a) Ekowisata; pemukiman dan
bekas pemukiman; pertanian &
budidaya berbasismasyarakat;
infrastruktur komunikasi,
pendidikan, dan transportasi.
b) Dikelola oleh BTNKM, Pemda
dan Masyarakat adat
Sumber: WWF (2010c)
Salah satu permasalahan yang dihadapi TNKM adalah mengenai kejelasan
tata batas taman nasional. Pada tahun 2009 proses tata batas TNKM telah
disepakati dan disetujui oleh pihak TNKM dan delapan wilayah adat sehingga
diperoleh perkembangan proses tata batas TNKM dari tahun 1999 hingga 2008
12
(WWF 2010b). Berdasarkan WWF (2010c), sebagai tindakan lanjutan RPTN
Kayan Mentarang, FoMMA bersama WWF Indonesia menyusun pedoman dan
perencanaan tata ruang wilayah adat. Pada bulan September 2009, usulan zonasi
berbasis pemahaman dan kearifan masyarakat adat telah diajukan kepada
BTNKM berdasarkan rekomendasi masyarakat adat dan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman
Nasional. Berdasarkan keputusan tersebut, dihasilkan kriteria dan indikatr zonasi
TNKM antara lain: (1) Areal “publik” yaitu zona inti; (2) Areal “adat” yaitu zona
rimba, zona pemanfaatan dan zona tradisional; dan (3) Areal “multi-stakeholders”
yakni zona khusus (Tabel 1).
2.4.2 Peran masyarakat
Masyarakat yang tinggal di sekitar TNKM memiliki peran yang penting
dalam pengelolaan taman nasional yaitu masyarakat diikutsertakan dalam
pengelolaan kolaboratif TNKM bersama lembaga/stakeholder lainnya dalam
memanfaatkan sumberdaya hutan secara berkelanjutan, pemberian nama taman
nasional, penentuan sistem zonasi, sebagai pemandu lapang dan penyedia
transportasi lokal ekowisata TNKM, dan peran serta lainnya dalam menjaga dan
merawat keberadaan hutan TN Kayan Mentarang (Dephut 2002a, 2002b).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu,
SPTN Wilayah II Taman Nasional Kayan Mentarang, Kabupaten Malinau,
Kalimantan Timur (Gambar 4). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Maret
2011 hingga 22 April 2011.
3.2 Alat , Bahan, dan Objek Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a) Peta lokasi penelitian yang menunjukkan tempat komunitas masyarakat Dayak
Kenyah tinggal untuk mempermudah pengambilan data
b) Kertas karton dan sampul plastik digunakan sebagai perlengkapan herbarium
c) Lembar kuisioner untuk membantu dalam kegiatan wawancara dengan
responden
d) Alat pemotong untuk memotong spesimen yang akan dijadikan herbarium
e) Label untuk memberi nama spesimen
f) Alat tulis membantu dalam penulisan kuisioner dan label
g) Recorder digunakan untuk merekam suara responden dalam proses wawancara
h) Kertas koran untuk membungkus spesimen
i) Kompas sebagai penunjuk arah
j) Spesimen tumbuhan
k) Oven untuk mengeringkan herbarium
l) Alkohol 70% dan sprayer untuk menyemprotkan alkohol ke spesimen
Sedangkan objek penelitian ini adalah masyarakat lokal Suku Dayak Kenyah,
kelompok anak suku Leppo’ Maut di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini antara lain berupa data
lapangan dan penelusuran dokumen. Data lapangan adalah data yang diperoleh
langsung dari responden. Data yang termasuk ke dalam jenis data lapangan adalah
14
data mengenai segala bentuk pemanfaatan masyarakat Dayak Kenyah terhadap
tumbuhan di sekitar hutan TN Kayan Mentarang sebagai bahan pangan mereka.
Data tersebut berupa spesies tumbuhan, bagian yang digunakan, asal tumbuhan
pangan tersebut, dan kegiatan budidayanya. Jenis data dan metode pengumpulan
data secara rinci disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulan data penelitian No. Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Metode
1 Keadaan umum
lokasi penelitian a. Letak, luas, sejarah
b. Aksesibilitas
Dokumen
BTNKM
Studi literatur
c. Tipe ekosistem
d. Potensi flora dan
fauna
e. Kondisi masyarakat
Dayak
2 Karakteristik
responden a. Jenis kelamin
b. Pendidikan
c. Kelompok umur
d. Pekerjaan
Masyarakat Suku
Dayak Kenyah
Desa Long
Alango
Wawancara
e. Pola hidup
3 Etnobotani
tumbuhan pangan a. Spesies tumbuhan
pangan
b. Habitus
Masyarakat Suku
Dayak Kenyah
Survei lapang,
wawancara
c. Bagian yang
digunakan
d. Cara pengolahan
e. Pola konsumsi
f. Budidaya
g. Cara pemanenan
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu studi
literatur, survei dan inventarisasi lapang, wawancara dengan kuisioner, pembuatan
dan identifikasi contoh herbarium, serta pengolahan dan analisis data.
3.4.1 Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari laporan, dokumen yang sudah
ada mengenai TNKM, masyarakat adat, dan pemanfaatan tumbuhan pangan oleh
masyarakat sekitar taman nasional. Studi literatur juga dapat dilakukan dengan
mempelajari referensi seperti buku, jurnal, artikel, dan sebagainya mengenai hal
15
yang berhubungan dengan data yang akan diambil di lapangan. Studi literatur
dapat membantu dalam memudahkan proses pengambilan data di lapangan.
3.4.2 Survei dan inventarisasi lapang
Kegiatan survei dan inventarisasi lapang ini bertujuan untuk menghasilkan
data awal penelitian. Survei dilakukan dengan melihat kondisi tempat tumbuh
spesies tumbuhan pangan, kondisi umum lokasi di lapangan, kondisi TNKM,
masyarakat, dan sekitarnya. Inventarisasi lapang dilakukan dengan mendata
spesies tumbuhan pangan yang ada di sekitar maupun dalam kawasan hutan
TNKM. Kegiatan survei dan inventarisasi lapang ini dilakukan sebelum kegiatan
wawancara untuk mengetahui gambaran mengenai spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan masyarakat Dayak Kenyah sekitar TNKM. Hasil dari kegiatan
survei dan inventarisasi lapang ini akan dicocokkan dengan hasil dari kegiatan
wawancara dengan kuisioner. Dengan demikian dapat ditemukan perbedaan
antara survei dan inventarisasi lapang dengan wawancara warga, perbedaan
tersebut dapat ditanyakan kepada responden.
3.4.3 Wawancara dengan kuisioner
Kegiatan wawancara dengan menggunakan kuisioner dilakukan secara semi
terstruktur. Responden ditentukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan kriteria jenis pekerjaan utama responden. Jumlah responden
sebanyak 35 orang. Wawancara ini berkaitan dengan biodata responden, spesies
tumbuhan pangan yang dimanfaatkan, bagian yang dimanfaatkan, proses
pengolahan tumbuhan pangan menjadi bahan pangan, lokasi tumbuhan pangan.
Daftar pertanyaan tersaji pada Lampiran 8.
Kuisioner adalah metode pengumpulan data melalui formulir yang berisi
pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada responden untuk mendapatkan
jawaban dan informasi yang diperlukan peneliti (Mardalis 2004).
16
Gambar 3 Kegiatan wawancara dengan Ketua Adat Desa Long Alango.
3.4.4 Pembuatan dan identifikasi contoh herbarium
Adapun tahapan pembuatan dan identifikasi contoh herbarium adalah
sebagai berikut :
1. Spesimen tumbuhan (bagian tumbuhan yang akan dijadikan herbarium seperti
daun, biji, buah) dipotong sekitar 40 cm
2. Spesimen tumbuhan diberi label gantung berukuran 3x5 cm. Label gantung
berisi nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen,
nama lokal spesimen, dan lokasi pengambilan spesimen.
3. Setelah diberi label, spesimen tumbuhan disemprotkan alkohol 70% dengan
menggunakan sprayer. Pastikan seluruh bagian spesimen tertutup alkohol agar
tidak membusuk.
4. Setelah itu, spesimen dimasukan dalam lipatan kertas koran dengan rapi.
Seluruh bagian spesimen harus tertutup agar memudahkan dalam tahap
pengovenan saat di laboratorium nantinya.
5. Spesimen-spesimen yang telah tertutup kertas koran kemudian dipres.
6. Setiap pagi atau siang hari, spesimen tersebut dijemur agar tidak tumbuh
jamur.
7. Setelah sampai di laboratorium, spesimen dipres kembali, kemudian dioven
dengan suhu 550C selama 5 hari.
17
8. Setelah kering, herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya oleh salah satu staff
LIPI Herbarium Bogoriense, Bapak Ismail.
9. Setelah diketahui nama ilmiahnya, herbarium diberi label berisikan nomor
koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal
spesimen, nama ilmiah, famili, habitus, kegunaan, dan lokasi pengambilan
spesimen.
10. Setelah diberi label, herbarium ditempelkan pada karton, kemudian ditutup
dengan plastik bening.
3.4.5 Pengolahan data dan analisis data
Pengolahan data dilakukan dengan cara menghitung persentase habitus,
persentase bagian tertentu yang digunakan dari tumbuhan pangan yang
dimanfaatkan masyarakat, persentase tipe habitat tertentu, dan persentase
budidaya tumbuhan. Persentase yang diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk
tabulatif atau diagram agar mempermudah dalam membaca hasil penelitian yang
diperoleh di lapangan. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif.
Berikut rumus penghitungan persentase habitus tertentu, persentase bagian
tertntu yang digunakan dari tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat,
persentase tipe habitat tertentu, dan persentase budidaya tumbuhan :
Persentase habitus tertentu= ∑ spesies habitus tertentu
∑ seluruh spesies ×100%
Persentase bagian tertentu yang dimanfaatkan=
∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan
∑ seluruh bagian yang dimanfaatkan ×100%
Persentase tipe habitat tertentu= spesies dari habitat tertentu
seluruh spesies ×100%
Persentase budidaya tumbuhan= spesies tumbuhan budidaya
seluruh spesies ×100%
18
Gambar 4 Denah lokasi penelitian (sumber: WWF 2002).
Lokasi Penelitian
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Singkat, Luas, dan Letak
Kayan Mentarang awalnya ditunjuk sebagai cagar alam seluas 1,6 juta
hektar berdasarkan SK No. 84 Kpts/Um/II/25 November 1980, mengingat
tingginya keanekaragaman hayati di lokasi tersebut. Pada tahun 1989, PHPA,
LIPI serta WWF Indonesia Programme menandatangani MoU untuk memulai
proyek kerjasama penelitian dan pengembangan untuk Kayan Mentarang yang
bertujuan untuk mengembangkan sistem pengelolaan yang mengintegrasikan
konservasi dengan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bagi
masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar cagar alam. Dengan statusnya
sebagai cagar alam maka terdapat hambatan secara hukum bagi mayarakat adat
untuk melanjutkan cara hidup tradisional mereka yang telah berlangsung selama
berabad-abad (Dephut 2002a).
Pada tahun 1992, WWF mengusulkan perubahan status Kayan Mentarang
menjadi taman nasional mengingat status taman nasional memungkinkan
pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional di zona yang telah ditentukan.
Departemen Kehutanan membentuk tim untuk mengevaluasi rekomendasi WWF
tersebut. Pada tanggal 7 Oktober 1996, Menteri Kehutanan menyetujui dan
menunjuk Kayan Mentarang sebagai taman nasional melalui SK Menteri
Kehutanan No. 631/Kpts-II/1996. Surat keputusan tersebut merupakan SK
pertama di Indonesia yang menyatakan bahwa masyarakat asli diperbolehkan
mencari nafkah secara tradisional di dalam areal tertentu dari taman nasional
(Dephut 2002a).
Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas wilayah sekitar
1,35 juta hektar dan terletak di wilayah Kecamatan Kayan Hilir, Pujungan, Kayan,
Mentarang dan Lumbis di Kabupaten Malinau. Taman nasional ini berbentuk
panjang dan menyempit, dan mengikuti batas internasional dengan negara bagian
Sabah dan Serawak, Malaysia. Posisinya terletak diantara 2O
LU dan 4O LU dari
khatulistiwa (Dephut 2002a, 2002b).
20
4.2 Aksesibilitas
Taman Nasional Kayan Mentarang terletak jauh dari pusat-pusat
pemukiman penduduk dan jalan. Saat ini akses yang ada hanya terbatas melalui
perjalanan sungai dengan perahu tempel dan perjalanan udara dengan pesawat
kecil atau helikopter. Beberapa desa yang terdapat di dalam wilayah taman
nasional dilayani dengan penerbangan reguler dari Dirgantara Air Service (DAS)
dan Mission Aviation Fellowship (MAF). Rute utama jalur sungai menuju taman
nasional dan daerah-daerah sekitarnya adalah (Dephut 2002b) :
a. Dari Tanjung Selor dan Long Bia melalui Sungai Kayan dan Sungai Bahau ke
Long Pujungan dan desa-desa bagian hulu (perjalanan selama 1,5 jam). Untuk
desa-desa yang letaknya lebih jauh di bagian hulu dapat dicapai dengan cara
menyewa perahu-perahu yang lebih kecil selama 1 hari.
b. Dari Malinau di bagian hulu Sungai Tubu menuju ke daerah perbatasan dekat
dengan Rian Tubu dapat ditempuh dalam waktu 1 hari perjalanan menyewa
perahu tempel.
c. Dari Long Ampung dan Long Nawang menuju ke Data Dian dicapai melalui
Sungai Kayan. Pada jalur ini terdapat Jeram Ambun dan jeram-jeram lain di
Sungi Kayan yang dapat menghambat perjalanan perahu. Perjalanan ke arah
hilir sampai di jeram-jeram tersebut dapat dilakukan dengan mencarter perahu
yang ada di Data Dian. Dari lokasi tersebut dapat diteruskan melalui jalan
setapak sepanjang 30 km mengitari daerah sekitar jeram. Dari tempat tersebut
juga tersedia perahu sewa menuju Long Peso dan ke Long Bia juga Tanjung
Selor.
4.3 Ekosistem
Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) sedikitnya memiliki 18 jenis
habitat terestrial atau tipe vegetasi. Tipe-tipe tersebut antara lain hutan dataran
rendah, sub Montana dan Montana bercampur dengan padang rumput dan lahan
pertanian masyarakat setempat dan vegetasi pada substrat yang khusus seperti
hutan kerangas dan hutan kapur. Banyak areal di TNKM memiliki curah hujan
dua kali lipat dari daerah-daerah lain sehingga perbedaan curah hujan di kawasan
tersebut membuat keadaan vegetasi menjadi lebih kompleks (Dephut 2002b).
21
Selain dari substrat terrestrial dan keterkaitannya dengan flora/fauna,
TNKM juga memiliki berbagai komunitas perairan, mulai dari sungai besar
dengan aliran deras sampai anak sungai kecil atau genangan air dari hujan dan
rembesan. Sungai-sungai yang berada pada ketinggian dengan kondisinya yang
beranekaragam menyebabkan tingginya keragamanan amfibi dan ikan (Dephut
2002b).
4.4 Potensi Flora dan Fauna
Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa bernilai tinggi baik jenis langka maupun dilindungi,
keanekaragaman tipe ekosistem dari hutan hujan dataran rendah sampai hutan
berlumut di pegunungan tinggi.
Beberapa tumbuhan yang ada antara lain pulai (Alstonia scholaris), jelutung
(Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), Agathis (Agathis borneensis),
kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), rengas (Gluta wallichii), gaharu (Aquilaria
malacensis), aren (Arenga pinnata), berbagai jenis anggrek, palem, dan kantong
semar. Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan yang belum semuanya dapat
diidentifikasi karena merupakan jenis tumbuhan baru di Indonesia (Dephut 2006).
Terdapat sekitar 100 jenis mamalia (15 jenis diantaranya endemik), 8 jenis
primata dan lebih dari 310 jenis burung dengan 28 jenis diantaranya endemik
Kalimantan serta telah didaftarkan oleh ICBP (International Committee for Bird
Protection) sebagai jenis terancam punah. Beberapa jenis mamalia langka seperti
macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus
euryspilus), lutung dahi putih (Presbytis frontata frontata), dan banteng (Bos
javanicus lowi) (Dephut 2006).
4.5 Kondisi Masyarakat
Seluruh kawasan TN Kayan Mentarang dihuni sejak sekitar tiga abad yang
lalu oleh kelompok masyarakat suku Dayak. Kira-kira 16.000 jiwa penduduk suku
Dayak yang terdiri dari 12 kelompok bahasa yang berbeda, saat ini menghuni 50
desa di dalam dan di sekitar taman nasional. Kepadatan penduduk rata-rata 0,74
orang/km yang meliputi taman nasional dan daerah penyangga. Dalam
22
kesehariannya, masyarakat adat suku Dayak hidup dengan peraturan adat.
Terdapat 10 wilayah adat yang masing-masing dipimpin oleh lembaga adat di
bawah kepemimpinan kepala adat (Dephut 2002b).
Masyarakat Dayak sebagian besar memiliki mata pencaharian kombinasi
antara pertanian skala kecil, berburu, dan memancing, serta mengumpulkan bahan
makanan, bahan bangunan, kayu bakar, dan obat-obatan dari hutan. Penduduk
biasa mendapatkan uang tunai melalui kegiatan mengumpulkan dan kemudian
menjual hasil-hasil hutan non kayu (Dephut 2002a, 2002b).
Suku Dayak di sekitar TN Kayan Mentarang terdiri dari berbagai subsuku
Dayak antara lain: Kayan, Kenyah, Lundayeh, Merap, Punan, Saben, Tagel, dan
lain-lain. Mereka adalah pengelola hutan yang bijak. Sistem pengelolaan yang
diterapkan secara turun temurun mewariskan hutan yang dapat dinikmati oleh
anak-cucu mereka (Uluk et al. 2001).
Suku Dayak di TN Kayan Mentarang sangat menggantungkan hidupnya
pada hutan. Hidup dan hutan bagi mereka seperti ikan dan air yang menjadi satu
kesatuan dan tak terpisahkan. Salah satu bentuk ketergantungan tersebut adalah
pemanfaatan bahan pangan yang berasal dari hutan dan sekitarnya. Tumbuhan
sebagai sumber karbohidrat yang berasal dari berbagai jenis palem dan umbi-
umbian seperti nanga (Eugeissona utilis), talang (Arenga undulatifolia), lundai
(Xanthosoma sp., Colocasia gigantea), dan lain-lain (Uluk et al. 2001).
Selain karbohidrat, Suku Dayak sekitar TNKM memanfaatkan tumbuhan
hutan sebagai asupan vitamin dari sayur dan buah-buahan. Beberapa spesies
tumbuhan yang digunakan sebagai sayur antara lain: paku bala (Stenoclaena
palustris), paku bai (Diplazium esculentum), paku pa’it (Athyrium sozongonense),
dan jenis lainnya. Sedangkan jenis buah yang dikonsumsi orang Dayak antara
lain: dian da’un (Durio oxleyanus), dian kalang (Durio zibethinus), mangga
(Mangifera indica), nakan (Artocarpus integer), dan lain sebagainya (Uluk et al.
2001).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1 Komposisi jenis kelamin
Dari keseluruhan jumlah responden yang diwawancarai (35 orang), dapat
diketahui bahwa komposisi jenis kelamin sebanyak 25 orang laki-laki (71%) dan
10 orang perempuan (29%) (Gambar 5). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan,
perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh besar terhadap pembagian kerja
responden. Dari 35 responden yang telah diwawancarai, baik laki-laki maupun
perempuan sama-sama berperan dalam mengerjakan kegiatan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh bertani, baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang
sama dalam kegiatan seperti mencangkul, merumput, menanam, mencari kayu api,
dan kegiatan bertani lainnya, bahkan untuk kegiatan berburu pun sebenarnya
perempuan boleh melakukannya, akan tetapi di Desa Long Alango tidak terdapat
perempuan yang ikut berburu. Pemburu yang berjenis kelamin perempuan ini ada
di Desa Long Kemuat (sebelah Desa Long Alango). Untuk kegiatan berkebun pun
mereka memiliki peran yang sama mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan.
Seperti Simatauw et al. (2001) menyebutkan bahwa masyarakat Dayak di
Kalimantan merupakan masyarakat yang egaliter. Di beberapa suku, laki-laki dan
perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pengelolaan
sumberdaya alam.
Gambar 5 Komposisi penduduk Desa Long Alango.
71%
29%
Laki-laki
Perempuan
24
Dalam urusan desa seperti acara pertemuan/rapat desa, pemimpin seperti
kepala desa, ketua adat, ketua BPTU (Badan Pengelola Tana’ Ulen), dan
pemimpin lainnya tetap menjadi kewajiban laki-laki. Badan Pengelola Tana’ Ulen
merupakan suatu badan yang mengelola semua hal yang berhubungan dengan
Tana’ Ulen. Tana’ Ulen merupakan suatu wilayah yang dikeramatkan. Tana’
Ulen ini berada di zona tradisional TNKM karena wilayah ini telah dimanfaatkan
oleh penduduk sekitar sebelum dibentuknya taman nasional.
Perempuan-perempuan Desa Long Alango mengurus anak dan urusan
rumah tangga, mereka juga memiliki perkumpulan ibu-ibu PKK untuk menjalin
kekeluargaan. Ibu-ibu PKK ini selain mengadakan pertemuan rutin, mereka juga
sering membuat kerajinan khas dayak seperti saung, belanyat, tikar, dan anyaman
lainnya yang nantinya akan dijual ke pendatang/turis atau mereka gunakan sendiri.
Sedangkan untuk acara kerja bakti membangun desa, antara laki-laki dan
perempuan bekerja sama tanpa membedakan gender. Contohnya saja kerja bakti
dalam perbaikan bandara pesawat lokal (Susi Air dan MAF) semua orang bekerja
sama baik laki-laki maupun perempuan, mulai dari anak-anak hingga orang tua
yang masih kuat.
(a) (b)
Gambar 6 Kerja bakti pelebaran bandara: (a) perempuan; (b) laki-laki.
5.1.2 Komposisi kelas umur
Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama untuk kebutuhan
pangan telah dikenal sejak zaman dahulu. Secara turun temurun pengetahuan ini
diwariskan kepada keturunannya. Dari hasil wawancara diperoleh kelas umur
25
yang berkisar antara 23 tahun hingga 70 tahun (Gambar 7). Berdasarkan grafik
tersebut, usia tertua adalah usia 70 tahun. Responden ini masih bekerja di sawah
dan masih melakukan kegiatan lainnya sendiri, tanpa meyusahkan orang lain,
bahkan responden ini sering berkunjung ke rumah tetangganya yang memiliki
jarak agak jauh dari rumahnya dengan berjalan kaki. Kelompok usia terbanyak
adalah antara 30 tahun hingga 40 tahun yaitu sebanyak 16 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa usia tersebut merupakan usia produktif dimana orang-orang
bersemangat dalam bekerja di sawah, ladang, dan kebun, bahkan untuk pergi ke
hutan dengan tujuan berburu dan kegiatan lainnya.
Gambar 7 Jumlah responden berdasarkan kelompok umur.
Masyarakat Dayak Kenyah Desa Long Alango telah memanfaatkan hutan
selam berabad-abad. Akan tetapi intensitas mereka pergi ke hutan bukan untuk
setiap saat, melainkan hanya pada saat membutuhkan saja seperti saat ingin
berburu, berladang, kerja gaharu, mengambil bahan bangunan dan kerajinan, serta
hanya untuk refreshing. Mereka pergi ke hutan biasanya dua hingga empat kali
dalam seminggu karena kegiatan harian mereka dihabiskan di sawah dan kebun
mereka.
4
16
4
75
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
<30 th 30-40 th 41-51 th 52-62 th >62 th
jum
lah
(o
ran
g)
Kelompok umur (tahun)
26
5.1.3 Tingkat pendidikan formal
Komposisi tingkat pendidikan responden adalah tidak sekolah sebanyak 1
orang (3%), lulusan taman kanak-kanak (TK) sebanyak 1 orang (3%), lulusan
sekolah dasar (SD) sebanyak 19 orang (54%), lulusan SMP sederajat sebanyak 5
orang (14%), lulusan SMA sederajat sebanyak 3 orang (9%), lulusan Diploma
sebanyak 2 orang (6%), dan lulusan Sarjana sebanyak 4 orang (11%). Berdasarkan
data tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat memiliki tingkat
pendidikan lulusan SD (54%). Persentase tertinggi kedua adalah lulusan SMP
sederajat yaitu 14% (Gambar 8). Hal ini karena sekolahan yang terdapat pada desa
tersebut hanyalah SD dan SMP, itu pun jumlahnya masing-masing adalah satu
sekolah. Biasanya orang yang ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi
belajar di luar daerah, misalnya di Tanjung Selor atau Malinau. Akan tetapi,
mereka juga dapat melanjutkan sekolahnya lebih jauh lagi misalnya di luar Pulau
Kalimantan. Mereka yang sekolah di luar daerah bahkan hingga Sarjana, ada yang
kembali lagi ke kampung halamannya untuk menjadi guru ataupun pegawai
kecamatan. Dengan kata lain mereka pulang untuk membangun desa mereka.
Kebanyakan dari mereka yang sarjana berjenis kelamin laki-laki karena biasanya
perempuan setelah lulus SMP langsung menikah dengan alasan tidak ingin
sekolah jauh meninggalkan desanya.
Gambar 8 Komposisi tingkat pendidikan responden.
3%
3%
54%
14%
9%
6%
11%
Tidak sekolah
TK
SD
SLTP Sederajat
SLTA Sederajat
Diploma
Sarjana
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Tin
gk
at
pen
did
ika
n
Persentase
27
5.1.4 Jenis pekerjaan
Dari 35 responden, keseluruhannya memiliki pekerjaan utama sebagai
petani karena bagi mereka bertani merupakan kebutuhan hidup. Mereka
memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri dengan menyediakan bahan pangan
yang berasal dari sawah/ladang kadang juga mengambil langsung dari hutan
tanpa mengandalkan proses jual-beli dari orang lain ataupun bantuan langsung
dari pemerintah. Pemerintah Kabupaten Malinau juga membantu melalui program
“Gerbangdema” (Gerakan Pembangunan Desa Mandiri). Program ini diharapkan
mampu menjadikan desa-desa di Kabupaten Malinau menjadi desa yang lebih
mandiri. Oleh sebab itu, “Gerbangdema” memiliki produk unggulan yang
dihasilkan dari desa-desa tersebut yang nantinya dapat dijual ke luar ataupun
dalam daerah sehingga mampu menjadi sumber pendapatan bagi warga desa.
Salah satu produk unggulan adalah padi lokal. Bibit padi lokal yang awalnya
berasal dari Pemerintah Kabupaten Malinau, ada juga yang berasal dari turun-
temurun suku Dayak. Salah satu bibit padi yang berasal dari program
“Gerbangdema” adalah padi adan. Tidak hanya padi, “Gerbangdema” memiliki
produk unggulan lainnya seperti nanas (Ananas comosus), bekkai (Pycnarrhena
cauliflora), bawang kenyah (Allium tuberosum), kopi (Coffea robusta), kakao
(Theobroma cacao), dan produk unggulan lainnya.
Di samping menjadi petani, mereka juga memiliki mata pencaharian lain
seperti PNS (guru SD, guru SMP, pegawai kecamatan), pedagang, pemilik
penginapan, dan sebagai agen penjualan tiket pesawat lokal (MAF dan Susi Air).
Agar sawah atau ladang mereka tetap terurus di saat mereka bekerja di luar selain
sebagai petani, maka mereka melakukan pembagian kerja dengan anggota
keluarga lainnya. Sebagai contoh, apabila suami bekerja sebagai PNS, pada pagi
hingga sore suami kerja di sekolah/kantor, sedangkan sawah atau ladang diurus
istri atau anak (jika kedua orang tua bekerja di luar). Setelah suami/orang tua
pulang, mereka bergantian dalam mengurus sawah/ladang. Biasanya mereka
setelah bekerja langsung menuju sawah/ladang mereka sebelum pulang ke rumah.
Begitu pula untuk pekerjaan/mata pencaharian yang lain. Adapun yang menjadi
ibu rumah tangga dan pemandu (guide) lokal serta bekerja mencari gaharu,
menjual hasil pertanian dan perkebunan sendiri ke tetangga atau desa lain,
28
menjual hasil buruan ke tetangga atau desa lain, menjual hasil kerajinan,
menyewakan perahu untuk menambah pendapatan keluarganya. Pekerjaan ini
dilakukan karena pendapatan yang diperoleh digunakan untuk kebutuhan lain di
luar kebutuhan pangan seperti keperluan sandang, kebutuhan rumah tangga, dan
kebutuhan lain yang memerlukan uang. Untuk kebutuhan papan, mereka dapat
memanfaatkan hasil hutan kayu untuk membangun rumah mereka.
Budaya bertani telah ada sejak zaman dahulu. Orang tua terdahulu
mengajarkan kepada anak cucunya untuk dapat bertahan hidup dengan
kemandirian. Bibit yang diperoleh untuk tanaman pertanian berasal dari turun
temurun, ada juga yang berasal dari luar daerah. Karena dirasa hasil pertanian
masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka mengambil bibit
tumbuhan hutan untuk dibudidayakan di kebun. Selain itu, untuk memenuhi
kebutuhan vitamin, mineral, air, dan kandungan nutrisi lainnya, penduduk desa
menanam spesies sayuran yang bibitnya berasal dari luar daerah. Sayur yang
biasanya dijadikan pelengkap bahan makanan mereka juga ada yang berasal dari
hutan.
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan
5.2.1 Keanekaragaman spesies
Berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi tumbuhan, diperoleh 139
spesies tumbuhan berguna sebagai pangan dengan rincian 32 spesies tumbuhan
pangan hutan/liar, 46 spesies tumbuhan pangan berasal dari hutan yang telah
dibudidaya, dan 61 spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan berasal dari
hutan (Gambar 9).
Berdasarkan 32 spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan dapat
dikelompokkan dalam 13 famili (Gambar10). Berdasarkan hasil tersebut, famili
yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah Famili Arecaceae (11 spesies).
Beberapa spesies pada Famili Arecaceae seperti eman (Caryota mitis), nanga
(Eugeissona utilis), uwai tebungen (Calamus ornatus), uwai tana’ (Calamus sp.)
merupakan bahan pangan yang berguna sebagai bahan pangan pokok pengganti
nasi (sumber energi) dan ada yang dimanfaatkan sebagai sayuran dengan bagian
dimanfaatkan yaitu umbut. Umbut merupakan bagian rotan atau palem-paleman
29
yang masih muda, letaknya di dalam antara pangkal daun dan ujung batang.
Umbut ini merupakan sayuran yang sangat disenangi masyarakat Dayak.
Gambar 9 Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan, tumbuhan pangan budidaya
dari hutan, dan tumbuhan pangan budidaya.
Selain itu terdapat satu spesies buah khas Borneo dari Famili Arecaceae
yaitu birai (Salacca affinis var. borneensis). Birai atau dikenal dengan salak hutan
ini banyak terdapat di Stasiun Penelitian Hutan Tropis (SPHT) Lalut Birai yang
sekaligus merupakan Tana’ Ulen atau hutan adat bagi Suku Dayak Kenyah
TNKM.
Gambar 10 Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan famili.
32
2
2
31
1
1
1
111
31
0 5 10 15
(tidak teridentifikasi)
Zingiberaceae
Russulaceae
Polypodiaceae
Poaceae
Pleurotaceae
Piperaceae
Nephrolepidacea
Auriculariaceae
Athyriaceae
Arecaceae
Araceae
Amanitaceae
Jumlah (spesies)
Fa
mil
iTumbuhan
pangan
hutan
Tumbuhan pangan
budidaya dari hutan Tumbuhan
pangan
budidaya
46 32 61
30
Tumbuhan pangan hutan/liar yang sering dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah
selain sebagai bahan pangan pokok juga ada yang sering dimanfaatkan sebagai
sayuran seperti spesies jamur (kulat) dengan contoh : kulat long (Amanita sp.),
kulat tlengadok (Auricularia auricula-judae), kulat jap (Pleurotus sp.) dan paku-
pakuan seperti paku pait (Athyrium sozongonense), paku julut (Nephrolepis
bisserata) (Tabel 3). Selain jamur dan paku-pakuan, terdapat pula tumbuhan
berhabitus herba yang dimanfaatkan sebagai sayur yaitu balang (Heckeria
umbellata).
Berikut contoh nama-nama spesies tumbuhan pangan hutan yang
dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah berdasarkan familinya yang dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan famili
No. Famili Spesies
1 Amanitaceae Kulat long (Amanita sp.)
2 Araceae Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta), lundai 1 (Colocasia
gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.)
3 Arecaceae Talang (Arenga undulatifolia), uwai tebungen (Calamus ornatus),
eman (Caryota mitis), birai (Salacca affinis)
4 Athyriaceae Paku pait (Athyrium sozongonense)
5 Auriculariaceae Kulat tlengadok (Auricularia auricula-judae)
6 Nephrolepidacea Paku julut (Nephrolepis bisserata)
7 Piperaceae Daun balang (Heckeria umbellata)
8 Pleurotaceae Kulat jap (Pleurotus sp.)
9 Poaceae Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa
apus), sengka (Setaria palmifolia)
10 Polypodiaceae Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris)
11 Russulaceae Kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula
cyanoxantha)
12 Zingiberaceae Nyanding (Etlingera elatior), iti' (Etlingera sp.)
13 (tidak
teridentifikasi) Kulat kedet, kulat puti', kulat temenggang
Berdasarkan 139 spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku Dayak
Kenyah, terdapat 46 spesies tumbuhan pangan yang telah dibudidaya berasal dari
hutan dengan 16 famili (Gambar 11). Suku Dayak Kenyah melestarikan tumbuhan
pangan dengan menanamnya di kebun. Hal ini bertujuan agar mempermudah
dalam perolehan tumbuhan pangan tanpa harus mengambilnya langsung dari
hutan. Suku Dayak Kenyah membudidayakan tumbuhan pangan hutan di kebun
31
dengan cara trial and error. Mereka belajar dari kesalahan dan terus mencobanya
hingga berhasil. Hal ini telah diajarkan turun temurun hingga saat ini.
Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa Famili Sapindaceae yang memiliki
jumlah spesies terbanyak yaitu 12 spesies. Spesies yang ditemukan pada Famili
Sapindaceae adalah buah-buahan yang berasal dari hutan (maritam, mata kucing,
rambutan hutan, dan sebagainya). Hal ini membuktikan bahwa TNKM memiliki
keanekaragaman buah, sehingga Suku Dayak Kenyah yang tinggal di sekitarnya
senang membudidayakan/memanfaatkan bibitnya agar dapat dikonsumsi dengan
lebih mudah. Hal ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah TNKM
menerapkan asas konservasi (perlindungan, pengawetan, pemanfaatan).
Gambar 11 Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
berdasarkan famili.
Beberapa responden menuturkan bahwa saat musim buah, pohon berbuah
melimpah, ada yang tumbuh di kebun karena dibudidaya yang bibitnya berasal
dari hutan, ada pula yang langsung mengambil dari hutan. Tapi sayangnya buah-
buahan tersebut matang dan busuk begitu saja karena pohon terus menghasilkan
2
1
12
3
2
21
1
1
1
1
71
3
1
5
2
0 2 4 6 8 10 12 14
(tidak teridentifikasi)
Urticaceae
Sapindaceae
Polygalaceae
Moraceae
Menispermaceae
Meliaceae
Melastomataceae
Lauraceae
Flacourtiaceae
Fabaceae
Euphorbiaceae
Cucurbitaceae
Clusiaceae
Burseraceae
Bombacaceae
Anacardiaceae
Jumlah (spesies)
Fa
mil
i
32
buah sedangkan tidak setiap hari dikonsumsi buahnya. Berdasarkan pendapat
responden, Taman Nasional Kayan Mentarang yang memiliki akses susah dan
perjalanan yang jauh, sehingga buah-buahan yang ada kurang dimanfaatkan dan
dikelola dengan baik.
Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak kedua adalah
Euphorbiaceae. Beberapa spesies yang berasal dari Famili Euphorbiaceae adalah
payang kure (Aleuritas moluccana), seti' (Baccaurea bracteata), keleppeso
(Baccaurea dulcis) (Tabel 4). Selain contoh tersebut, terdapat pula spesies
tumbuhan yang dijadikan bumbu (terasi dayak) oleh Suku Dayak Kenyah seperti
payang lengu (Ricinus communis) dan salap (Sumbaviopsis albicans) (Lampiran
2).
Tabel 4 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
berdasarkan famili
No. Famili Spesies
1 Anacardiaceae Berenyiu (Mangifera caesia), alim (Mangifera pajang)
2 Bombacaceae Durian merah (Durio graveolens), dian lai (Durio kutejensis), durian
daun (Durio oxleyanus), durian besar, durian temenggang
3 Burseraceae Kelamu' (Dacryodes rostrata)
4 Clusiaceae Petong (Garcinia bancana), berana' (Garcinia cf. Lateriflora), adiu
(Garcinia forbesii)
5 Cucurbitaceae Payang aka (Trichosanthes sp.)
6 Euphorbiaceae Payang kure (Aleuritas moluccana), seti' (Baccaurea bracteata),
keleppeso (Baccaurea dulcis)
7 Fabaceae Petai hutan (Parkia speciosa)
8 Flacourtiaceae Payang kayu (Pangium edule)
9 Lauraceae Belengla (Litsea cubeba)
10 Melastomataceae Tenggok Buin (Pternandra cordata)
11 Meliaceae Langsat (Lancium domesticum)
12 Menispermaceae Bekkai lanya (Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena
cauliflora)
13 Moraceae Temai' (Artocarpus altilis), kean (Artocarpus odoratissimus)
14 Polygalaceae Bua tiup (Xanthophyllum amoenum), mejalin batu (Xanthophyllum
exelsa), mejalin( Xanthophyllum obscurum)
15 Sapindaceae Mata kucing (Dimocarpus longan), se'bau (Nephelium
juglandifolium), maritam (Nephelium ramboutan-ake), unjing
(Nephelium maingayi), rambutan hutan (Nephelium muntabile)
16 Urticaceae Keten (Poikilospermus suaveolens)
17 (tidak
teridentifikasi) Tekalang da'an, telo'dok
Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak ketiga setelah
Euphorbiaceae adalah Bombacaceae (5 spesies). Keseluruhan tumbuhan pangan
yang berasal dari Famili Bombacaceae ini adalah durian dengan berbagai spesies
33
seperti durian merah (Durio graveolens), dian lai (Durio kutejensis), durian daun
(Durio oxleyanus), durian besar, yang durian temenggang (Tabel 5). Suku Dayak
Kenyah senang dengan buah durian sehingga mereka berinisiatif untuk
membudidayakannya. Dengan demikian pada saat musim buah tidak perlu lagi
mengambil langsung dari hutan yang kaya akan durian tersebut.
Gambar 12 Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
berdasarkan famili.
Pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa jumlah spesies tumbuhan pangan
budidaya yang bukan berasal dari hutan paling banyak terdapat pada Famili
Cucurbitaceae dan Fabaceae yaitu masing-masing 6 spesies. Contoh spesies dari
Famili Cucurbitaceae adalah kelompok labu-labuan seperti timun (Cucumis
41
51
21
51
14
12
122
63
62
111111
2
111
0 1 2 3 4 5 6 7
ZingiberaceaeSterculiaceae
SolanaceaeSapindaceae
RutaceaeRubiaceae
PoaceaePiperaceae
PandanaceaeMyrtaceaeMusaceaeMoraceae
LimnocharitaceaeLiliaceae
LauraceaeFabaceae
EuphorbiaceaeCucurbitaceae
ConvolvulaceaeClusiaceaeCaricaceae
BromeliaceaeBrassicaceae
BombacaceaeBasellaceae
ArecaceaeAnnonaceae
AnacardiaceaeAmaranthaceae
Jumlah (spesies)
Fa
mil
i
34
sativus), labu kuning (Cucurbita moschata), pare (Momordica charantia) (Tabel
5). Contoh spesies tumbuhan dari Famili Fabaceae adalah kelompok kacang-
kacangan seperti kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), kacang
hijau (Phaseolus aureus) (Tabel 5). Contoh-contoh tumbuhan tersebut merupakan
tumbuhan yang kebanyakan dimanfaatkan sebagai sayuran oleh Suku Dayak
Kenyah dalam memenuhi kebutuhan protein nabatinya.
Tabel 5 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
berdasarkan famili
No. Famili Spesies
1 Amaranthaceae Bayam (Amaranthus spinosus
2 Anacardiaceae Mangga (Mangifera indica)
3 Annonaceae Sirsak (Annona muricata)
4 Arecaceae Pinang (Areca catechu), kelapa (Cocos nucifera)
5 Basellaceae Lodo (Basella alba)
6 Bombacaceae Durian (Durio zibethinus)
7 Brassicaceae Sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis)
8 Bromeliaceae Nanas (Ananas comosus)
9 Caricaceae Pepaya (Carica papaya)
10 Clusiaceae Manggis (Garcinia mangostana)
11 Convolvulaceae Kangkung (Ipomea aquatica), ubi jalar (Ipomea batatas)
12 Cucurbitaceae Timun (Cucumis sativus), labu kuning (Cucurbita moschata), pare
(Momordica charantia)
13 Euphorbiaceae Singkong 1 (Manihot utilissima), singkong 2 (Manihot esculenta),
cangkok manis (Sauropus androgynus)
14 Fabaceae Kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), kacang
hijau (Phaseolus aureus)
15 Lauraceae Kayu manis (Cinnamomum burmanii), buah mali (Litsea garciae)
16 Liliaceae Bawang merah (Allium cepa), bawang rambut (Allium tuberosum)
17 Limnocharitaceae Genjer (Limnocharis flava)
18 Moraceae Nangka (Artocarpus heterophyllus), nakan (Artocarpus integer)
19 Musaceae Pisang (Musa spp.)
20 Myrtaceae Jambu batu (Psidium guajava), cengkih (Syzygium aromaticum),
salam (Syzygium polyanthum)
21 Pandanaceae Pandan (Pandanus amaryllifolius)
22 Piperaceae Lada (Piper nigrum)
23 Poaceae Jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), sereh (Andropogon nardus)
24 Rubiaceae Kopi kenyah (Coffea robusta)
25 Rutaceae Bonyau kela'ang (Citrus maxima), Jeruk besar (Citrus aurantium )
26 Sapindaceae Rambutan (Nephelium lappaceum)
27 Solanaceae Olem (Solanum tovum), lombok/cabe rawit (Capsicum frutescens),
terong (Solanum melongena)
28 Sterculiaceae Kakao (Theobroma cacao)
29 Zingiberaceae Lia lamut (Alpinia galanga), lia bonat (Curcuma domestic), lia salu
(Zingiber officinale)
35
5.2.2 Keanekaragaman habitus
Berdasarkan habitus pada tumbuhan pangan hutan, diperoleh 7 habitus
(jamur, herba, semak, liana, paku-pakuan palem, bambu) (Tabel 6) dengan
persentase tertinggi adalah habitus jamur (25%) yang memiliki 8 spesies. Contoh
spesies tersebut adalah kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus),
kulat long balabau (Russula cyanoxantha) (Tabel 7). Habitus yang memiliki
jumlah spesies paling sedikit yaitu semak (1 spesies). Spesies tersebut adalah birai
(Salacca affinis var.borneensis).
Tabel 6 Persentase habitus tumbuhan pangan hutan No. Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Jamur 8 25
2 Herba 7 22
3 Semak 1 3
4 Liana 5 16
5 Paku-pakuan 4 13
6 Palem 5 16
7 Bambu 2 6
Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 6, berikut beberapa nama spesies tumbuhan pangan
hutan berdasarkan habitusnya (Tabel 7). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat
padal Lampiran 1.
Tabel 7 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan habitus
No. Habitus Spesies
1 Jamur Kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau
(Russula cyanoxantha)
2 Herba Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta), balang (Heckeria umbellata),
nyanding (Etlingera elatior), iti' (Etlingera sp.)
3 Semak Birai (Salacca affinis var.borneensis)
4 Liana Uwai tebungen (Calamus ornatus), uwai tana' (Calamus sp.), uwai balamata
(Calamus sp.1), uwai pait (Calamus sp.2)
5 Paku-
pakuan
Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris), paku
julut (Nephrolepis bisserata)
6 Palem Eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu (Metroxylon sp.)
7 Bambu Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa apus)
Berdasarkan hasil pengamatan spesies tumbuhan pangan hutan yang telah
dibudidayakan Suku Dayak Kenyah, diperoleh 7 habitus dengan jumlah spesies
terbanyak terdapat pada habitus pohon (40 spesies dengan persentase 87 %)
36
(Tabel 8). Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Suku Dayak
Kenyah banyak membudidayakan pohon buah dari hutan untuk ditanam di kebun.
Pohon tersebut antara lain berasal dari Famili Bombacaceae (berbagai spesies
durian), Sapindaceae (maritam, mata kucing, rambutan hutan), Euphorbiaceae
(seti’, dabai, keleppeso, settai), dan famili lainnya (Lampiran 2).
Tabel 8 Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan No. Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Pohon 40 87
2 Liana 4 9
3 Herba 1 2
4 Perdu 1 2
Jumlah 46 100
Berdasarkan jumlah spesies yang terdapat pada Tabel 8, berikut terdapat
beberapa nama spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidayakan
berdasarkan habitusnya (Tabel 9). Untuk nama-nama spesies tumbuhan pangan
hutan yang telah dibudidaya secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 9 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidaya
berdasarkan habitus
No. Habitus Spesies
1 Pohon Berenyiu (Mangifera caesia), durian merah (Durio graveolens), kelamu'
(Dacryodes rostrata), petong (Garcinia bancana), petai hutan (Parkia
speciosa)
2 Liana Payang aka (Trichosanthes sp.), bekkai lanya (Coscinium miosepalum), bekkai
lema (Pycnarrhena cauliflora)
3 Herba Keten (Poikilospermus suaveolens)
4 Perdu Belengla (Litsea cubeba)
Tabel 10 menunjukkan bahwa habitus yang memiliki persentase terbesar
adalah herba yaitu 34% (21 spesies). Tumbuhan pangan budidaya non hutan yang
memiliki habitus herba antara lain bayam (Amaranthus spinosus), kacang tanah
(Arachis hypogaea), pepaya (Carica papaya) (Tabel 11). Habitus yang memiliki
persentase paling sedikit yaitu bambu (2%) atau hanya satu spesies bambu kuning
(Bambusa vulgaris). Suku Dayak Kenyah menanam bambu kuning karena bagi
mereka rebung (tunas) bambu kuning lezat untuk dijadikan sayur tumisan.
37
Tabel 10 Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan No. Habitus Jumlah spesies Persentase (%)
1 Herba 21 34
2 Pohon 14 23
3 Palem 2 3
4 Liana 14 23
5 Semak 2 3
6 Perdu 7 11
7 Bambu 1 2
Jumlah 61 100
Berikut contoh spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan berdasarkan
habitusnya yang dapat dilihat pada Tabel 11. Nama spesies lainnya dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Tabel 11 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan dari hutan
berdasarkan habitus
No. Habitus Spesies
1 Herba Bayam (Amaranthus spinosus), sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis),
pepaya (Carica papaya), kangkung (Ipomea aquatica), kacang tanah (Arachis
hypogaea)
2 Pohon Durian biasa (Durio zibethinus), manggis (Garcinia mangostana), mangga
(Mangifera indica)
3 Palem Kelapa (Cocos nucifera), pinang (Areca catechu)
4 Liana Lodo (Basella alba), pare (Momordica charantia), lada (Piper nigrum)
5 Semak Nanas (Ananas comosus), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
6 Perdu Singkong (Manihot utilissima), jambu batu (Psidium guajava), terong
(Solanum melongena), olem (Solanum torvum)
7 Bambu Bambu kuning (Bambusa vulgaris)
5.2.3 Bagian yang digunakan
Pada Tabel 12 terdapat 9 bagian yang digunakan dari tumbuhan pangan
liar/hutan dengan persentase terbesar adalah umbut (28%) karena seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat dayak senang mengonsumsi
umbut sebagai sayuran. Persentase terbesar kedua terdapat pada seluruh bagian.
Seluruh bagian ini merupakan bagian yang dimanfaatkan pada jamur. Suku Dayak
Kenyah memperoleh jamur secara liar atau dari hutan untuk dijadikan sayuran.
Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan hutan terendah adalah
umbi-daun, umbut-bunga, dan buah yaitu masing-masing 3%. Bagian digunakan
umbi-daun terdapat pada spesies keladi upa’ nyak (Colocassia esculenta) karena
pada bagian dimanfaatkan untuk dijadikan sumber energi (makanan pengganti
nasi) adalah umbi dan bagian dimanfaatkan untuk sayur tumis atau kuah adalah
38
daun. Bagian yang digunakan terendah lainnya yaitu umbut-bunga nyanding
(Etlingera elatior) dari Famili Zingiberaceae. Umbut dan bunga dari nyanding ini
dijadikan sayur tumisan. Bunga nyanding dinamakan blusut dalam bahasa
Kenyah. Bagian yang digunakan paling sedikit lainnya yaitu buah yang terdapat
pada Birai (Salacca affinis var.borneensis).
Tabel 12 Persentase bagian digunakan tumbuhan pangan hutan No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Seluruh bagian 8 25
2 Umbi, daun 1 3
3 Umbi 2 6
4 Umbut 9 28
5 Getah 3 9
6 Daun 5 16
7 Tunas 2 6
8 Umbut, bunga 1 3
9 Buah 1 3
Jumlah 32 100
Berdasarkan 9 bagian yang digunakan pada tumbuhan pangan liar/hutan,
terdapat beberapa spesies tumbuhan yang tertera pada Tabel 13. Pada tabel
tersebut, menunjukkan contoh-contoh spesies yang sering dimanfaatkan Suku
Dayak Kenyah dengan bagian tertentu yang digunakan. Rincian spesies tumbuhan
pangan secara lebih lengkap terdapat pada Lampiran 1.
Tabel 13 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan bagian digunakan No. Bagian yang digunakan Spesies
1 Seluruh bagian Kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus),
kulat long balabau (Russula cyanoxantha)
2 Umbi, daun Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta)
3 Umbi Lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.)
4 Umbut Talang (Arenga undulatifolia), uwai tebungen (Calamus
ornatus), iti' (Etlingera sp.), sengka (Setaria palmifolia)
5 Getah Eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu
(Metroxylon sp.)
6 Daun Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena
palustris), Paku julut (Nephrolepis bisserata), balang
(Heckeria umbellata)
7 Tunas Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus
(Gigantolochloa apus)
8 Umbut, bunga Nyanding (Etlingera elatior)
9 Buah Birai (Salacca affinis var.borneensis)
39
Pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa bagian yang digunakan paling banyak
adalah buah dengan persentase 89% (41 spesies). Hal ini menunjukkan TNKM
memiliki kekayaan spesies buah sehingga masyarakat sekitar hutan dapat
memperoleh bibit dari hutan dan membudidayakannya.
Tabel 14 Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya yang
berasal dari hutan No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Buah 41 89
2 Biji 2 4
3 Daun 3 7
Jumlah 46 100
Berdasarkan persentase spesies yang ditemukan berdasarkan bagian yang
digunakan pada Tabel 14, berikut contoh nama-nama spesies tumbuhan pangan
yang telah dibudidaya oleh Suku Dayak Kenyah TNKM (Tabel 15).
Tabel 15 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya berasal dari hutan
berdasarkan bagian yang digunakan No. Bagian yang digunakan Spesies
1 Buah Berenyiu (Mangifera caesia), durian merah (Durio
graveolens), kelamu' (Dacryodes rostrata), petong
(Garcinia bancana), petai hutan (Parkia speciosa)
2 Biji Petai hutan (Parkia speciosa), Belengla (Litsea cubeba)
3 Daun Keten (Poikilospermus suaveolens), Bekkai lanya
(Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena
cauliflora)
Pada Tabel 16, persentase bagian yang digunakan tumbuhan budidaya non
hutan terbesar adalah buah yaitu 43% (26 spesies buah). Buah memiliki fungsi
diantaranya sebagai pelengkap gizi, khususnya vitamin C (Tarwotjo 1998). Oleh
sebab itu, buah-buahan yang bukan berasal dari hutan pun ditanam Suku Dayak
Kenyah.
40
Tabel 16 Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya bukan
berasal dari hutan No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Daun 9 15
2 Buah 26 43
3 Umbut 1 2
4 Buah, umbut 1 2
5 Umbi, daun 2 3
6 Buah, daun 2 3
7 Biji 8 13
8 Kulit batang 1 2
9 Rimpang 3 5
10 Buah, umbut, bunga 1 2
11 Bunga 1 2
12 Akar 1 2
13 Tunas 1 2
14 Rimpang, bunga 1 2
15 Umbi 2 3
16 Batang 1 2
Jumlah 61 100
Berikut contoh spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan
berdasarkan bagian yang digunakan (Tabel 17).
Tabel 17 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan dari hutan
berdasarkan bagian yang digunakan No. Bagian yang digunakan Spesies
1 Daun Bayam (Amaranthus spinosus), lodo (Basella alba), pandan
(Pandanus amaryllifolius)
2 Buah Sirsak (Annona muricata), pepaya (Carica papaya), labu
putih (Lagenaria leucantha), cabai rawit (Capsicum
frutescens), olem (Solanum torvum), durian (Durio
zibethinus)
3 Umbut Pinang (Areca catechu)
4 Buah, umbut Kelapa (Cocos nucifera)
5 Umbi, daun Ubi jalar (Ipomea batatas), Singkong (Manihot utilissima)
6 Buah, daun Timun (Cucumis sativus), labu kuning (Cucurbita moschata)
7 Biji Lada (Piper nigrum), padi (Oryza sativa), kopi (Coffea
robusta), kakao (Theobroma cacao)
8 Kulit batang Kayu manis (Cinnamomum burmanii)
9 Rimpang Lia bonat (Curcuma domestica), lia salu' (jahe biasa)
(Zingiber officinale), jahe merah (Zingiber officinale)
10 Buah, umbut, bunga peti' (pisang) (Musa spp.)
11 Bunga Cengkih (Syzygium aromaticum)
12 Akar Sereh (Andropogon nardus)
13 Tunas Bambu kuning (Bambusa vulgaris)
14 Rimpang, bunga Lia lamut (Alpinia galanga)
15 Umbi Bawang merah (Allium cepa), bawang rambut (Allium
tuberosum)
16 Batang Tebu (Saccharum officinarum)
41
5.2.4 Cara pemanenan
Tumbuhan pangan hutan yang dibudidayakan di kebun biasanya berupa
tumbuhan penghasil buah. Walaupun kebanyakan tumbuhan yang ditanam di
kebun bibitnya berasal dari luar daerah dan dari pemerintah (Lampiran 3), akan
tetapi beberapa bibit buah yang berasal dari hutan juga dibudidayakan di kebun
mereka seperti berenyiu (Mangifera caesia), alim (Mangifera pajang), dian lai
(Durio kutejensis), dian daun (Durio oxleyanus), adiu (Garcinia forbesii), petong
(Garcinic bancana), seti’ (Baccaurea bracteata), dabai (Baccaurea dulcis),
keleppeso (Baccaurea lanceolata), settai (Baccaurea macrocarpa), bua tiup
(Xanthophyllum amoenum), mejalin batu (Xanthopyllum excelsa), mejalin
(Xanthopyllum obscurum), isau bala (Dimocarpus longan ssp.), rambutan hutan
(Nephelium muntabile), buah telo’ (Nephelium cuspidatum) dan berbagai spesies
lainnya (Lampiran 2). Cara pemanenan tumbuhan yang berasal dari hutan dengan
mengambil semai beserta tanahnya yang kemudian langsung ditanam di kebun
mereka. Apabila ada yang tidak ingin menanam buah-buahn di kebun namun
hanya ingin menikmati buah dari pohonnya langsung dai hutan, maka tidak
diperbolehkan menebang pohonnya, hanya boleh mengambil bagian buahnya saja.
Di samping itu bekkai pun juga ada yang ditanam di kebun, walaupun susah
untuk dibudidayakan. Dari hasil wawancara, responden mengungkapkan bahwa
keberhasilan tumbuh bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora) dan bekkai lanya
(Coscinium miosepalum) hanya 10%. Untuk pemanenan bekkai sama dengan
memanen buah-buahan dari hutan yaitu dengan mengambil semai beserta
tanahnya.
Untuk pemanenan hasil kebun/sawah/ladang tidak ada aturannya. Bagi
mereka memanen sesuka hati pemiliknya saja, tetapi tidak ditemukan adanya
pemanenan yang berlebihan (kecuali pemanenan padi). Sebagian hasil
kebun/sawah/ladang disisakan agar tidak habis dan tetap dapat berkembang biak.
Cara memanen umbut yaitu dengan cara diukur 2/3 dari pucuk tumbuhan
atau mengetuk-ketuk untuk memastikan tumbuhan tersebut terdapat berisi umbut.
Kemudian dipotong bagian tersebut, kulitnya dikupas hingga terlihat umbutnya.
Umbut siap diolah lebih lanjut sebelum dapat dikonsumsi.
42
5.2.5 Cara pengolahan bahan pangan
Bahan pangan yang berasal dari hutan, ladang, kebun, ataupun sawah diolah
lebih lanjut oleh Suku Dayak Kenyah. Berbagai makanan khas mereka olah
sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Tabel 18 Spesies tumbuhan pangan yang dijadikan olahan pangan
No. Olahan
pangan
Nama
makanan
olahan
Spesies tumbuhan yang digunakan
1 Bahan pangan
berkarbohidrat
nasi, bubur,
sagu, tepung
padi (Oryza sativa), lundai 1 (Colocasia gigantea),
lundai 2 (Xanthosoma sp.), singkong (Manihot
utilissima), sagu (Metroxylon sp.), dll
2 Sayuran sayuran tumis
dan bening
keladi upa'nyak (Colocassia esculenta, balang
(Heckeria umbellata), nyanding(Etlingera elatior),
dll
3 Bahan pangan
pelengkap
kerupuk,
bumbu,
gorengen,
jajanan
bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora), bekkai lanya
(Coscinium miosepalum), Payang aka (Trichosanthes
sp.), salap (Sumbaviopsis albicans), dll
4 Minuman ciu, kopi,
kacang hijau
singkong (Manihot utilissima), kopi (Coffea robusta),
kacang hijau (Phaseolus aureus)
5.2.5.1 Bahan pangan berkarbohidrat
Bahan pangan yang mengandung karbohidrat di alam bermacam-macam
jenisnya, baik yang berasal dari hutan maupun yang telah dibudidaya. Bahan
pangan ini dapat diolah lebih lanjut seperti menjadi : nasi, bubur, tepung, kue,
sagu, tape, dan olahan yang dapat menjadi sumber energi lainnya. Olahan yang
pertama adalah nasi. Nasi merupakan bahan pangan sederhana dan pokok bagi
kehidupan umat manusia. Nasi berasal dari padi, berbagai jenis padi lokal yang
ditanam Suku Dayak Kenyah dapat dijadikan nasi dengan tekstur yang berbeda
tentunya. Mulai dari nasi pera yang cocok untuk dibuat nasi goreng hingga nasi
ketan yang lezat dijadikan berbagai jajanan.
Bubur merupakan olahan lanjutan dari nasi. Bubur ini ada yang berasal dari
beras ada juga yang berasal dari spesies keladi-keladian seperti keladi upa’ nyak
(Colocassia esculenta), lundai 1 (Colocasia gigantea) dan lundai 2 (Xanthosoma
sp. (Lampiran 1). Cara pengolahannya sama dengan bubur biasa, hanya saja bubur
keladi cara pengolahannya dengan mengambil umbi dari spesies keladi tersebut di
atas kemudian membersihkannya, memotongnya, dan merebusnya hingga lembut
seperti bubur, dapat juga ditambahkan bumbu garam, lada, dan bumbu lain sesuai
43
selera. Tidak semua spesies keladi dapat dimakan umbinya karena keladi memiliki
getah yang apabila dimakan menimbulkan gatal tenggorokkan.
Bahan pangan olahan lainnya antara lain tepung yang terbuat dari singkong
(Manihot utilissima). Cara pengolahannya, umbi singkong dikupas, kemudian
dibersihkan. Setelah bersih, umbi singkong diparut kasar. Setelah diparut,
kemudian diletakkan di atas daun pisang dan dijemur. Setelah itu parutan
singkong ditumbuk dan dicampur beras yang telah ditumbuk. Setelah itu jemur
kembali. Kemudian diayak hingga keluar ampas dan ampas ini ditumbuk kembali.
Begitu seterusnya hingga seluruhnya halus. Tepung ini dibuat sendiri secara
tradisional dengan alat sederhana dan dapat bertahan lama hingga satu bulan.
Bahan pangan berkarbohidrat lainnya adalah kue yang terbuat dari bahan
ubi kayu (Ipomea batatas) dengan cara pengolahan seperti membuat kue biasa
hanya saja ditambah dengan ubi kayu. Adapun tape singkong dengan cara
pengolahan yang seperti biasanya menggunakan ragi.
Selanjutnya bahan pangan olahan berkarbohidrat dengan tumbuhan yang
berasal langsung dari hutan adalah sagu. Sagu ini berasal dati spesies eman
(Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), dan sagu (Metroxylon sp.) Cara
pengolahan sagu pada ketiga spesies tersebut sama, yakni membelah batang
sagu/eman/nanga kemudian memukulnya hingga hancur. Pengolahan ini
dilakukan dekat dengan sumber air karena sangat membutuhkan air dalam
mengolah sagu. Setelah itu injak-injak hingga keluar air dan biarkan hingga satu
malam. Setelah terlihat sagu dan air terpisah, buang airnya, kemudian isi air lagi
hingga keluar sagu murninya.
(a) (b)
Gambar 13 Olahan bahan pangan berkarbohidrat: (a) Sagu; (b) Kue.
44
5.2.5.2 Sayuran
Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai sayuran dapat ditemui di
pematang sawah, ladang, bahkan ada yang hidup liar seperti balang (Heckeria
umbellata) (Gambar 14). Bagian yang digunakan untuk sayuran selain daun dan
seluruh bagian pada habitus herba, juga tunas pada spesies bambu dan umbut pada
beberapa spesies seperti talang (Arenga undulatifolia), nyi’bung (Oncosperma
horridum), nyandiang (Etlingera elatior), sengka (Setaria palmifolia). Beberapa
tumbuhan berhabitus paku-pakuan dan jamur dapat dimanfaatkan sebagai sayur,
bahkan spesies keladi-keladian daunnya dapat dimanfaatkan sebagai sayur namun
hanya spesies tertentu, yaitu Colocasia esculenta. Semua spesies tumbuhan untuk
sayur ini dapat diolah/dimasak dengan cara sayur bening ataupun ditumis.
Gambar 14 Balang (Heckeria umbellata).
5.2.5.3 Bahan pangan pelengkap
Bahan pangan pelengkap ini merupakan bahan pangan tambahan untuk
melengkapi bahan pangan pokok seperti kerupuk yang terbuat dari tepung
singkong yang dijemur dan digoreng, bumbu (sambal, penyedap rasa, terasi),
gorengan, kacang sembuyi (seperti rempeyek kacang tanah), dan ada juga jajanan
seperti pais yang terbuat dari singkong dan kelapa dengan dibungkus daun pisang.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung ditemukan adanya
pemanfaatan bahan alami yang dijadikan penyedap rasa, yaitu yang berasal dari
45
tumbuhan hutan yang bernama bekkai. Bekkai ada dua macam, yaitu bekkai lema
(Pycnarrhena cauliflora) dan bekkai lanya (Coscinium miosepalum) (Gambar 15a
dan Gambar 15b). Cara pengolahannya yaitu dengan menumbuk halus daun
kemudian dijemur hingga kering. Bekkai pun siap digunakan.
(a) (b)
(c)
Gambar 15 Tumbuhan yang dijadikan bahan pangan pelengkap: (a) Bekkai lema
(Pycnarrhena cauliflora); (b) Bekkai lanya (Coscinium miosepalum); (c) Payang
lengu (Ricinus communis).
Pemanfaatan tumbuhan yang merupakan khas dari Suku Dayak Kenyah,
yaitu terasi dayak yang terbuat dari bahan tumbuh-tumbuhan. Berbeda dari terasi
udang biasa, terasi dayak dianggap lebih lezat jika dicampur dengan sambal.
Terdapat beberapa spesies yang dapat dijadikan terasi dayak. Spesies tersebut
adalah payang aka (Trichosanthes sp.), payang kure’ (Aleuritas moluccana),
payang kayu (Pangium edule), payang lengu (Ricinus communis) (Gambar 15c)
46
dan salap (Sumbaviopsis albicans) (Lampiran 2). Cara pengolahan terasi dayak
yaitu dengan membusukkan bagian buah dari beberapa spesies tersebut, kemudian
di letakkan di atas perapian agar tetap awet dan menambah aroma yang lezat.
Selanjutnya dapat langsung dicampur dengan sambal ataupun langsung dimakan
dengan lauk-pauk.
5.2.5.4 Minuman
Masyarakat Suku Dayak Kenyah sejak dulu dikenal senang membuat
minuman khas atau ciu yang sering dimanfaatkan untuk acara besar seperti
perayaan panen raya, atau acara besar lainnya. Minuman tersebut juga sering
dijadikan jamuan bagi tamu yang datang (hanya untuk yang suka meminumnya)
karena sebagai wujud penghormatan pada tamu yang datang ke rumah. Selain itu
minuman ini juga dapat diminum kapanpun mereka menginginkannya dan dapat
diperjual-belikan antara warga ataupun desa. Ciu berasal dari umbi singkong
(Manihot utilissima) yang difermentasikan. Air hasil fermentasi tersebut
kemudian dilakukan proses lebih lanjut yaitu penyulingan hingga diperoleh
kualitas yang sesuai. Hasil penyulingan pertama memiliki kadar alkohol yang
sangat tinggi dan pekat. Inilah yang disebut kualitas paling bagus. Akan tetapi
hanya orang-orang tertentu yang kuat meminumnya karena ini sangat
memabukkan. Selain ciu terdapat pula tumbuhan yang dijadikan bahan minuman
di antaranya minuman kolak jagung, kolak ubi jalar, dan kolak pisang. Cara
pengolahannya sama dengan membuat kolak biasa.
5.2.6 Fungsi tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan memiliki fungsi penting bagi tubuh diantaranya sebagai
sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin dan mineral. Fungsi tersebut terdapat
dalam berbagai spesies tumbuhan pangan hutan ataupun budidaya yang terdiri
dari sayuran, buah-buahan, sumber energi, dan fungsi lainnya seperti bumbu dan
minuman (Tabel 19, 21, 23). Dalam satu spesies terdapat pula fungsi ganda seperti
buah-buahan, sayuran, minuman yang terdapat pada kelapa (Cocos nucifera) yang
memiliki fungsi sebagai buah dengan bagian yang digunakan adalah daging buah.
Kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran yaitu bagian umbutnya, serta
47
fungsi minuman terdapat pada bagian sari buahnya/air kelapa. Fungsi ganda
lainnya dapat dilihat pada Tabel 23.
Fungsi yang memiliki jumlah spesies terbanyak pada tumbuhan pangan
hutan adalah adalah sayuran (26 spesies) (Tabel 19) yang di dalamnya terdapat
sumber protein nabati. Sayuran hutan/liar ini pada umbut seperti pada umbut rotan
(Calamus sp.) dan jamur (kulat) seperti kulat jap (Pleurotus sp.), kulat bulu
(Lactarius delicious), kulat long balabau (Russula cyanoxantha). Jumlah spesies
terbanyak kedua terdapat pada sumber energi (5 spesies) yang memiliki fungsi
sebagai sumber karbohidrat bagi tubuh.
Tabel 19 Macam penggunaan tumbuhan pangan hutan/liar
No. Fungsi Jumlah (spesies)
1 Sayuran 26
2 Sumber energi 5
3 Buah-buahan 1
Jumlah 32
Berikut nama-nama spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku
Dayak Kenyah berdasarkan fungsinya (Tabel 20). Untuk lebih lengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 20 Contoh Spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan fungsi pangan
No. Fungsi Spesies
1 Sayuran Kulat long (Amanita sp.), uwai pait (Calamus sp.), nyi'bung
(Oncosperma horridum), paku pait (Athyrium sozongonense), kulat jap
(Pleurotus sp.), bambu betung (Dendrocalamus asper), nyanding
(Etlingera elatior)
2 Sumber
energi
Lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.), eman
(Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu (Metroxylon sp.)
3 Buah-buahan Birai (Salacca affinis var.borneensis)
Berdasarkan Tabel 21, fungsi tumbuhan pangan budidaya berasal dari hutan
yang memiliki jumlah spesies paling banyak yaitu pada buah-buahan (36 spesies)
yang merupakan sumber vitamin dan mineral bagi tubuh. Selanjutnya terdapat
bumbu (8 spesies) dan sayuran yang hanya memiliki dua spesies
48
Tabel 21 Macam penggunaan tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
No. Fungsi Jumlah (spesies)
1 Buah-buahan 36
2 Bumbu 8
3 Sayuran 2
Jumlah 46
Berikut merupakan nama-nama spesies tumbuhan pangan budidaya yang
berasal dari hutan berdasarkan fungsinya sesuai jumlah spesies yang ditemukan
pada Tabel 21 (Tabel 22). Untuk lebih lengkapnya, spesies tumbuhan pangan
budidaya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 22 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
berdasarkan fungsi
No. Fungsi Spesies
1 Buah-
buahan
Kelamu' (Dacryodes rostrata), adiu (Garcinia forbesii), keleppeso (Baccaurea
lanceolata), langsat (Lancium domesticum), mejalin (Xanthophyllum
obscurum), mata kucing (Dimocarpus longan), maritam (Nephelium
ramboutan-ake)
2 Bumbu Salap (Sumbaviopsis albicans), belengla (Litsea cubeba), bekkai lema
(Pycnarrhena cauliflora)
3 Sayuran Keten (Poikilospermus suaveolens), petai hutan (Parkia speciosa)
Berikut terdapat macam penggunaan tumbuhan budidaya non hutan sesuai
fungsinya. Pada Tabel 23 jumlah spesies terbanyak terdapat pada fungsi sayuran
(19 spesies), selanjutnya terdapat bumbu (16 spesies) dan buah-buah (14 spesies).
Tabel 23 Macam penggunaan tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari
hutan
No. Fungsi Jumlah (spesies)
1 Sayuran 19
2 Buah-buahan 14
3 Minuman 2
4 Bumbu 16
5 Sumber energi 1
6 Bahan pangan lanjutan 1
7 Buah-buahan, sayuran, minuman 2
8 Sumber energi, sayuran 3
9 Sumber energi,sayuran,minuman 2
10 Bumbu,sayur 1
Jumlah 61
Berdasarkan jumlah spesies pada Tabel 23, berikut contoh tumbuhan
pangan yang dibudidayakan bukan berasal dari hutan berdasarkan fungsinya
49
terdapat pada Tabel 24. Spesies tumbuhan lainnya secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Tabel 24 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
berdasarkan fungsi
No. Fungsi Spesies
1 Sayuran Bayam (Amaranthus spinosus), pinang (Areca catechu), pare
(Momordica charantia), kacang merah (Vigna angularis),
kacang panjang (Vigna sinensis), bambu kuning (Bambusa
vulgaris), terong (Solanum melongena)
2 Buah-buahan Nanas (Ananas comosus), pepaya (Carica papaya), jambu bol
(Syzygium malaccense)
3 Minuman Kacang hijau (Phaseolus aureus), kopi (Coffea robusta)
4 Bumbu Kayu manis (Cinnamomum burmanii), bawang merah (Allium
cepa), bawang rambut (Allium tuberosum), salam (Syzygium
polyanthum), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), lada
(Piper nigrum), sereh (Andropogon nardus), lombok
(Capsicum frutescens), tomat (Solanum lycopersicum), olem
(Solanum torvum)
5 Sumber energi Padi (Oryza sativa)
6 Bahan pangan lanjutan Kakao (Theobroma cacao)
7 Buah-buahan, sayuran,
minuman Kelapa (Cocos nucifera ), peti' (Musa spp.)
8 Sumber energi, sayuran Ubi jalar (Ipomea batatas), labu kuning (Cucurbita
moschata), labu putih (Lagenaria leucantha)
9 Sumber
energi,sayuran,minuman Singkong 1 (Manihot utilissima), jagung (Zea mays)
10 Bumbu,sayur Lia lamut (Alpinia galanga)
5.2.6.1 Sumber karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting karena merupakan sumber energi
utama bagi tubuh. Semua karbohidrat berasal dari tumbuhan (Almatsier 2006).
Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki sumber karbohidrat baik dari hutan
maupun yang telah dibudidaya antara lain: keladi upa’ nyak (Colocassia
esculenta), singkong (Manihot utilissima) (Gambar 16), ubi kayu (Ipomea
batatas), nanga (Eugeissona utilis), dan sagu (Metroxylon sp.) (Lampiran 1 dan
Lampiran 3).
50
Gambar 16 Singkong (Manihot utilissima).
5.2.6.2 Sumber protein nabati
Protein berasal dari kata proteos yang berarti “yang utama” atau “yang
didahulukan”. Kata ini diperkenalkan oleh Gerardus Mulder (1802-1880) dan
didefinisikan sebagai zat yang paling penting dalam setiap organisme. Protein
adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah
air. Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain
yaitu membangun serta memelihara sel-sel dari jaringan tubuh (Almatsier 2006).
Berdasarkan definisi tersebut, Suku Dayak Kenyah memenuhi kebutuhan protein
nabati yang sangat penting bagi tubuh itu dengan menanam berbagai spesies
sayuran dan kacang-kacangan seperti daun singkong (Manihot utilissima dan
Manihot esculenta) (Gambar 17a) , daun ubi jalar (Ipomea batatas), kacang tanah
(Arachis hypogea), kedelai (Glycin max), kacang hijau (Phaseolus aureus),
kacang merah (Vigna angularis), kacang panjang (Vigna sinensies) (Gambar 17b),
dan beberapa spesies lainnya (Lampiran 3).
Selain spesies tumbuhan yang dibudidayakan, terdapat pula sayuran
mengandung protein nabati yang berasal dari hutan, diantaranya spesies jamur-
jamuran, rotan-rotanan, talas-talasan, dan spesies lainnya (Lampiran 1).
51
(a) (b)
Gambar 17 Tumbuhan pangan sumber protein nabati: (a) Singkong (Manihot
esculenta); (b) Kacang panjang (Vigna sinensis).
5.2.6.3 Sumber vitamin dan mineral
Menurut Almatsier (2006), vitamin merupakan zat-zat organik kompleks
yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan tidak dapat dibentuk oleh
tubuh. Oleh sebab itu vitamin diperoleh dari makanan yang dikonsumsi dalam
tubuh. Ada beberapa jenis vitamin, diantaranya adalah vitamin A, B1, B2, B6, B12,
C, D, E, K. Vitamin tersebut dapat diperoleh dari sayuran hijau, kacang-
kacangan/biji-bijian, dan buah-buahan yang terdapat dalam Lampiran 1, 2, dan 3.
Selain vitamin, zat lain yang dibutuhkan tubuh dari tumbuhan pangan yaitu
mineral. Mineral ada dua macam, yaitu mineral makro dan mineral mikro
(Almatsier 2006). Mineral makro diperoleh dari air, sedangkan mineral mikro
diperoleh dari zat seperti zat besi, seng, iodium, mangan, dan sebagainya. Mineral
merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh (Almatsier 2006). Vitamin dan mineral ini tentunya
dapat diperoleh dari berbagai jenis buah-buahan, sayuran hijau, kacang-kacangan,
dan jenis lainnya yang dapat diperoleh Suku Dayak Kenyah dari hutan atau yang
telah dibudidaya (Gambar 18).
52
Gambar 18 Hierarki bagan fungsi tumbuhan pangan bagi Suku Dayak Kenyah.
5.2.7 Pola konsumsi
Masyarakat Suku Dayak Kenyah Desa Long Alango memiliki pola
konsumsi yang teratur. Setiap pagi, siang, hingga malam mereka selalu memenuhi
kebutuhan pangannya. Setiap harinya mereka teratur memenuhi kebutuhan pangan
dengan makan tiga kali sehari. Setiap pagi sebelum pergi ke ladang, mereka selalu
menyempatkan diri untuk sarapan. Siang hari pun apabila terpaksa tidak dapat
pulang untuk makan siang, mereka selalu membawa bekal makanan yang dibawa
dengan menggunakan ki’ba yang terbuat dari uwai semule (Daemonorops
periacantha). Nasinya pun dibungkus dengan menggunakan daun dalui
(Halopegia blumei) (Lampiran 5). Setelah pulang dari ladang pada sore hari,
kemudian pada malam harinya Suku Dayak Kenyah makan bersama keluarga di
rumah.
5.2.8 Tipe habitat
Berdasarkan persentase budidayanya 107 spesies tumbuhan pangan
budidaya dari keseluruhan 139 spesies tumbuhan pangan, dapat dihitung dengan
membagi jumlah spesies budidaya dengan jumlah seluruh spesies sehingga
diperoleh 76,97%. Hal ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah TNKM
memiliki budaya membudidayakan tumbuhan hutan yang tinggi. Upaya
Fungsi tumbuhan
pangan
Sumber karbohidrat (makanan pokok
Suku Dayak Kenyah)
Padi, jagung, keladi-keladian, umbi, sagu
Protein nabati
Kacang-kacangan
Vitamin dan mineral
Sayuran dan buah-buahan
53
pembudidayaan tersebut tergolong upaya pelestarian agar keberadaan spesies
tumbuhan pangan tetap terjaga. Tumbuhan dari hutan ataupun dari luar daerah
mudah untuk dibudidayakan di lokasi pengamatan ini karena lahan yang dimiliki
masyarakat masih tergolong subur.
Berdasarkan tipe habitatnya, kebun dan hutan merupakan tipe habitat
terbesar (33%) yang terdapat di Desa Long Alango. Hal ini menunjukkan bahwa
Suku Dayak Kenyah yang tinggal di Desa Long Alango senang menanam bibit
dari hutan di kebunnya. Budaya membudidayakan tumbuhan pangan yang berasal
dari hutan ini diwariskan secara turun temurun. Nenek moyang Suku Dayak
Kenyah mengajarkan keturunannya agar dapat hidup mandiri sekaligus
melestrikan sumberdaya hutan yang dimiliki agar dapat menikmatinya dengan
lebih mudah tanpa harus memperoleh langsung dari hutan. Sebagian besar
tumbuhan dari hutan yang ditanam di kebun adalah buah-buahan.
Gambar 19 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan.
Tipe habitat terbesar kedua adalah hutan/liar (23%). Hal ini menunjukkan
bahwa hutan masih merupakan habitat utama tumbuhan pangan karena
persentasenya hanya berbeda tipis dengan habitat kebun dan hutan. Habitat kebun
dan hutan ini bibitnya pun berasal dari hutan. Dengan demikian hutan masih
merupakan habitat yang paling baik bagi tumbuhan pangan. Tipe habitat lain
selanjutnya diikuti pematang sawah (16%) dengan berbagai sayuran yang di
tanam di pematang sawah untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral Suku
23%
33%
15%
6%
1%
16%
0% 10% 20% 30% 40%
hutan/liar
kebun dan hutan
kebun
ladang dan jekkau
sawah
pematang sawah
Persentase
Tip
e h
ab
ita
t
54
Dayak Kenyah, kemudian kebun (15%) yang ditanami tanaman perkebunan,
ladang dan jekkau (6%) dengan tanaman keras dan selingan, serta sawah (1%)
yang hanya terdapat 1 spesies yaitu padi dengan bermacam varietas yang dimiliki
Suku Dayak Kenyah (Gambar 19).
5.3 Pola Hidup Masyarakat Dayak Kenyah Desa long Alango
5.3.1 Berburu
Masyarakat Dayak Kenyah memiliki kebiasaan berburu karena kegiatan
berburu merupakan suatu kebutuhan bagi mereka. Tujuan utama berburu adalah
untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang berasal dari hasil buruan (Billa
2005). Kegiatan berburu ini telah dilakukan secara turun temurun. Berburu
merupakan kegiatan penting dalam pemenuhan kebutuhan untuk bertahan hidup
(Hladik et al 1993). Berburu juga merupakan salah satu kegiatan yang penting dan
merupakan bentuk penyesuaian diri manusia terhadap sumberdaya alam (Moran
1982).
Orang tua mulai mengajarkan teknik berburu kepada anaknya sejak anaknya
berusia sekitar 15 tahun. Berburu ada dua macam, yaitu berburu yang dilakukan
secara tradisional dan berburu secara modern. Berburu secara tradisional adalah
berburu yang dilakukan dengan teknik dan alat yang masih tradisional, yaitu
sumpit dan bujak. Teknik berburu tradisional ini dengan memanfatkan anjing
peliharaannya untuk menemukan target buruan dengan cara membiarkan anjing
masuk hutan dan setelah anjing ini menemukan target buru maka anjing ini akan
menggonggong, sehingga dapat dilakukan langkah berikutnya yaitu menembak
target dengan alat yang bernama sumpit. Sumpit adalah alat tradisional yang
berbentuk seperti tombak tetapi terdapat lubang kecil di tongkatnya (Gambar 20a,
20b). Lubang ini berfungsi sebagai tempat peluru tradisional yang dibuat dari
bola-bola kecil tanah liat ataupun anak sumpit yang mengandung racun dan
apabila ditembakkan ke target, maka binatang ini akan pingsan bahkan mati.
Racun yang digunakan berasal dari getah tumbuhan bernama salo’ (Antiaris
toxicaria) (Gambar 20c). Cara menembakkan peluru ini yaitu dengan meniup
peluru yang ada di dalam lubang yang diarahkan pada sasaran/target.
55
(a) (b)
(c)
Gambar 20 Senjata berburu tradisional: (a) Badan tombak dan anak sumpit; (b)
Ujung tombak; (c) Racun sumpit (getah salo’)
Bujak adalah alat tradisional berburu yang berbentuk dan berfungsi seperti
tombak. Berbeda dengan sumpit, bujak ini tidak memiliki lubang untuk peluru
karena penggunaannya pun seperti tombak dengan cara menancapkan mata pisau
ke tubuh target buruan. Berburu dengan bujak ini juga dapat dibantu dengan
memanfaatkan anjing peliharaan untuk mencari dan menemukan target buruan.
Target buruan umumnya adalah babi berjenggot/babui (Sus barbatus), akan tetapi
apabila mereka tidak menemukan babi berjenggot, maka satwa apapun yang
ditemukan dalam hutan mereka tangkap seperti payau (Cervus unicolor),
pelanduk kancil (Tragulus javanicus), dan spesies satwa lainnya (Lampiran 6).
Berburu bukan merupakan kegiatan prioritas yang dilakukan oleh Suku
Dayak Kenyah Desa Long Alango karena kegiatan utama mereka adalah
berladang di gunung dan bertani di sawah. Warga desa memenuhi kebutuhan
pangan mereka melalui hasil pertaniannya karena bagi mereka makan yang
penting terdapat nasi dan pelengkapnya, yaitu sayuran. Hasil dari buruan
dimanfaatkan sebagai pelengkap makan, apabila makan tanpa lauk-pauk bagi
56
mereka tidak masalah. Hasil buruan ini biasanya dimanfaatkan untuk konsumsi
sendiri tetapi ada yang sebagian dijual baik dalam desa maupun di luar desa. Hasil
buruan dijual dengan harga Rp 15.000,00 per kilogram (Gambar 21).
(a) (b)
Gambar 21 Penjualan hasil buruan: (a) Pengangkutan hasil buruan; (b)
Penimbangan daging yang dijual
Kegiatan berburu biasanya dilakukan perorangan dan kelompok. Apabila
perburuan ini dilakukan secara berkelompok maka hasil buruan yang didapat
dibagi rata. Kegiatan berburu ini ada yang dilakukan dari pagi hingga malam
(dalam satu hari) dan ada juga yang menginap di dalam hutan. Apabila perburuan
dilakukan secara menginap maka pemburu biasanya membawa bekal dari rumah.
Bekal ini berupa nasi bungkus dengan sayur yang dibuat dari rumah oleh ibu atau
istri pemburu karena pemburu kebanyakan berjenis kelamin laki-laki. Apabila
bekal yang dibawa tidak cukup, maka pemburu mencari bahan pangan dari dalam
hutan yang siap makan tanpa diolah.
Apabila berburu dilakukan pada musim buah, maka bahan pangan hutan
yang dapat dimakan langsung adalah spesies buah-buahan seperti maritam
(Nephelium ramboutan-ake), langsat (Lansium domesticum), durian (Durio sp.),
manggis hutan (Garcinia bancana), mejalin (Xanthophyllum obscurum), mejalin
batu (Xanthophyllum exelsa), dan spesies lainnya. Akan tetapi, apabila kegiatan
berburu dilakukan tidak pada musim buah, maka bahan pangan hutan yang berasal
dari tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah umbut. Beberapa spesies
tumbuhan yang dapat dimakan umbutnya antara lain : iti’ (Etlingera sp.),
nyandiang (Etlingera elatior), talang (Arenga undulatifolia), nyi’bung
(Oncosperma horridum), uwai tana’ (Calamus sp.) (Lampiran 1).
57
5.3.2 Berladang
Sejak zaman dahulu, secara turun temurun masyarakat Suku Dayak
memiliki budaya berladang. Bagi mereka, berladang bukanlah hanya sekedar
aktivitas sehari-hari, melainkan berladang dapat membentuk suatu peradaban
orang Dayak (Pilin dan Petebang 1999). Telah lama Suku Dayak terutama Dayak
Kenyah memanfaatkan lahan hutan untuk kegiatan berladang. Sistem perladangan
mereka adalah sistem hilir balik. Perladangan hilir balik maksudnya dalam kisaran
waktu lima tahun dilakukan perladangan berpindah dari lokasi satu ke lokasi lain
tiap tahunnya. Pada tahun ke lima peladang kembali lagi ke lokasi pertama, begitu
seterusnya karena bagi mereka satu tahun pada lokasi yang sama tanah akan
mengalami perubahan dan dirasa sudah tidak subur sehingga mereka mencari
lokasi lain yang tanahnya lebih subur.
Pardosi et al. (2005) menyebutkan bahwa pola perladangan berpindah di
Kalimantan Timur pada mulanya menggunakan ladang pertama selama 1-2 tahun,
kemudian peladang berpindah ke ladang berikutnya, begitu seterusnya hingga
menuju ladang ke lima atau enam. Akan tetapi, peladang kembali ke ladang
pertamanya setelah masa bera 4-6 tahun. Menurut Alamsyah (2010) diacu dalam
Mukti (2010), pola yang digunakan pada masyarakat Dayak pada umumnya
adalah pola berladang hilir balik yaitu bila suatu areal telah dibuka dan
dimanfaatkan masyarakat untuk ladangnya, maka setelah itu lahan akan ditinggal
beberapa waktu untuk membuka lahan baru. Kemudian setelah ladang pertama
subur kembali, masyarakat akan kembali lagi untuk berkebun pada lahan tersebut.
Lokasi yang dipilih untuk kegiatan perladangan biasanya hutan primer
karena hutan primer menunjukkan ciri-ciri tanah yang sangat subur terbukti
dengan adanya tumbuhan yang tumbuh secara subur selama bertahun-tahun dan
hampir tidak ditemukan adanya tumbuhan bawah. Selain hutan primer yang
dimanfaatkan untuk membuka lahan, hutan sekunder pun dapat dijadikan lokasi
perladangan. Lahan yang dimanfaatkan sebagai areal perladangan biasanya adalah
lahan bekas tebangan atau lahan bekas kegiatan perladangan lama (jekkau).
Selama membuka lahan baru atau berpindah ke lokasi lain, lahan yang
ditinggalkan biasanya ditanami tanaman keras seperti pohon buah-buahan, selain
itu juga dapat ditanami tanaman semusim seperti pepaya (Carica papaya), pisang
58
(Musa sp.), singkong (Manihot utilissima), tebu (Saccharum officinarum), dan
spesies tanaman semusim lainnya. Hal ini dilakukan agar mengembalikan
kesuburan tanah yang ditinggalkan agar tetap produktif dan bermanfaat, juga
sebagai pertanda kepemilikan tanah. Menurut Pardosi et al. (2005), tujuan
menanam tanaman keras seperti durian, kemiri, mangga di ladang yang
ditinggalkan adalah: (1) sebagai pertanda ladang tersebut terdapat pemiliknya, (2)
sebagai sumber penghasilan/jaminan hari tua, (3) sebagai sarana memelihara
kesuburan tanah.
Ladang biasanya ditanam berbagai varietas padi gunung sebagai tanaman
utamanya. Suku Dayak Kenyah telah bertahun-tahun memiliki berbagai macam
varietas bibit padi yang secara turun temurun diwariskan. Bibit padi tersebut ada
yang lokal ada juga yang datang dari luar daerah. Berdasarkan hasil wawancara
dan pengamatan langsung di lapangan, terdapat 34 spesies padi ladang. Spesies
tersebut diantaranya pa’dai membat, pa’dai kelawit, pa’dai nyu, pa’dai ble’en,
pa’dai temai ladang, pa’dai nyelong, dan spesies padi lainnya (Lampiran 4).
5.3.2.1 Persiapan lahan
Dalam kegiatan perladangan, tidak terlepas dari pola persiapan lahan,
penanaman, perawatan, hingga kegiatan pemanenan. Pada proses persiapan lahan,
hal yang dilakukan pertama kali adalah pemilihan lokasi perladangan, sebelumnya
dilakukan musyawarah dalam penentuan lokasi ini agar nantinya tidak tumpang
tindih dalam penentuan kepemilikan lahan. Musyawarah ini dipimpin oleh Kepala
adat agar lebih jelas dan adil dalam menentukan batas-batas perladangan dan areal
yang dilarang untuk dijadikan lahan perladangan. Menurut Pilin dan Petebang
(1999), sebelum menentukan lokasi ladang, terlebih dahulu melakukan
musyawarah antar pemilik areal di sekitar ladang. Hal ini bertujuan untuk
pemberitahuan dan ijin penggunaan lahan. Apabila hasil musyawarah
menyebutkan bahwa terdapat suatu areal tertentu yang tidak boleh dijadikan lahan
perladangan, maka yang bersangkutan akan mendapatkan larangan ataupun saran
dari pihak yang berbatasan dengan wilayah paling dekat. Setelah musyawarah, hal
yang selanjutnya dilakukan adalah penebasan. Sebelum melakukan penebasan
biasanya terdapat kepercayaan atau mitos-mitos mengenai aturan penebasan,
seperti terdapat pada masyarakat Apau Ping yaitu dengan mengamati garis
59
bayangan matahari dengan pengamatan bentuk bulan. Pengamatan dilakukan
dengan mendirikan tonggak kayu permanen yang diletakkan di suatu tempat.
Selanjutnya, melihat pergeseran serta mengukur panjang bayangan matahari pada
tonggak tersebut. Pengamatan ini digunakan dalam menentukan hari baik dalam
perladangan (Sindju 1999).
Suku Dayak Kenyah memiliki kepercayaan dalam kegiatan perladangan
yaitu jika bertemu dengan burung isit (Arachnothera longirostra) (Gambar 22),
lihat arah terbang burung tersebut. Jika isit terbang ke arah kiri maka bukan waktu
atau hari yang tepat untuk pergi berladang karena bagi mereka hal tersebut
merupakan pertanda buruk sehingga peladang lebih memilih untuk kembali ke
rumah daripada mendapatkan kesialan. Akan tetapi hal tersebut sudah tidak
dipercaya oleh masyarakat karena dianggap sudah tidak logis seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan masuknya ajaran agama di desa tersebut.
Gambar 22 Burung isit (Arachnothera longirostra)
(sumber: www.birdsisaw.com).
5.3.2.2 Penebasan
Kegiatan yang dilakukan setelah persiapan lahan adalah penebasan.
Penebasan harus dilakukan bersama-sama atau dengan cara gotong royong.
Budaya ini dilakukan sejak turun temurun agar tetap terjalin sikap kekeluargaaan
antar warga desa. Penebasan dilakukan setidaknya berjumlah tiga KK dalam
setiap anak sungai. Pemilihan lahan untuk dijadikan ladang pun dipertimbangkan
dengan prinsip konservasi. Lahan yang dipilih biasanya dekat dengan sungai
karena selain aksesnya mudah juga tidak terlalu ke inti hutan sehingga tidak
60
merusak hutan. Kegiatan menebas adalah menyiangi bawah lahan untuk dijadikan
ladang dengan menggunakan parang. waktu memulai kegiatan ini bergantung
pada jenis hutan yang terdapat di lahan yang dipilih. Kegiatan menebas biasanya
dilakukan di bulan ke-5 atau bulan Mei agar waktunya cukup dalam pengeringan
rumput dan ranting-ranting sisa tebasan (Sindju 1999), sehingga tidak bertepatan
pada musim hujan yang menghambat proses pembakaran.
5.3.2.3 Penebangan, pembakaran (pembersihan lahan), dan penanaman
Kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah penebangan. Penebangan
dilakukan dengan menggunakan alat yang lebih berat dibanding penebasan. Untuk
pohon-pohon kecil, alat yang digunakan adalah parang, kapak, dan gergaji
sederhana. Untuk pohon yang keliling batangnya besar dan tidak memungkinkan
jika hanya menggunakan alat sederhana, dapat menggunakan chainsaw. Kayu
potongan sisa hasil penebangan ini dapat dimanfaatkan sebagai kayu api untuk
keperluan memasak di rumah. Kegiatan selanjutnya adalah pembakaran sampah
organik hasil penebasan dan penebangan. Dalam proses pembakaran ini dilakukan
pengawasan yang intensif dan pembuatan sekat bakar alami agar pembakaran
masih dapat dikontrol. Dalam proses pembakaran, dilakukan perkiraan arah angin
dan cuaca agar angin yang bertiup tidak mengganggu atau bahkan menimbulkan
api yang sangat besar. Sisa pembakaran nantinya akan dijadikan pupuk alami bagi
tanaman yang ada di ladang tersebut. Setelah lahan siap untuk dijadikan ladang,
selanjutnya dilakukan proses penugalan, yaitu pembuatan lubang untuk menanam
benih padi dengan alat penugal (Gambar 23a, 23b).
(a) (b)
Gambar 23 Penugalan: (a) Alat penugalan; (b) Proses penugalan
61
Kegiatan ini juga sering dilakukan warga untuk menugal sawah. Setelah
penugalan dilanjutkan dengan menanam benih padi dengan cara memasukkan
beberapa benih padi ke dalam lubang (Gambar 24a). Setelah penugalan, kegiatan
yang dilakukan sambil menunggu padi yang ditanam tumbuh adalah berkebun.
Setelah padi tumbuh, biasanya tumbuh pula gulma atau tumbuhan pengganggu
yang menghalangi tumbuhan tanaman utama (padi), sehingga dilakukan
perawatan yaitu dengan membersihkan lahan dengan cara tradisional yaitu
mencabuti rumput dan memotongnya dengan parang. perawatan lain yang
dilakukan adalah menyemprot padi dengan herbisida. Suku Dayak Kenyah ada
yang masih menggunakan herbisida alami yaitu dari air tuba (Derris montana)
dan ada yang menggunakan herbisida kimia.
(a) (b)
Gambar 24 Penanaman benih padi: (a) Memasukkan benih pada lubang; (b)
Benih padi dalam lubang.
5.3.2.4 Pemanenan
Kegiatan terakhir dari serangkaian pola perladangan Dayak Kenyah Desa
Long Alango ini adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil
padi yang sudah isi (masak) dengan alat semacam ani-ani. Selanjutnya padi yang
terkumpul dimasukkan ke dalam ingen, kemudian dikumpulkan pada alat
penggiling tradisional yang cara pemisahan tangkai padi dengan bijinya yaitu
dengan cara diinjak-injak dan digeser-geser oleh alas kaki. Setelah biji gabah
terkumpul kemudian di jemur di bawah sinar matahari. Setelah kering dilakukan
pembersihan gabah (seleksi) dengan menggunakan tampi. Setelah itu baru
62
dibersihkan dengan kipas sehingga terpisah antara gabah yang berisi dengan
gabah yang kosong. Setelah semua dilakukan kemudian dikumpulkan jadi satu
dan dimasukkan dalam karung untuk proses pengilingan dengan mesin.
Penyimpanan beras/padi di dalam lumbung dan masing-masing KK memiliki satu
atau lebih lumbung yang letaknya dijadikan satu dengan lumbung-lumbung milik
keluarga yang lain.
Gambar 25 Proses pemanenan dari mengambil padi dengan ani-ani hingga
penggilingan dengan mesin.
5.3.3 Bertani dan berkebun
Masyarakat Long Alango selain memiliki ladang juga memiliki sawah.
Sawah biasanya terletak di dekat rumah dan spesies padi yang ditanam
memerlukan banyak air (irigasi), sedangkan ladang biasanya terletak di gunung
dan spesies padi yang ditanam tidak membutuhkan banyak air. Sawah dibuat
dengan pengairan melalui Sungai Alango. Berdasarkan Uluk et al. (2001),
penggarapan sawah bergantung pada ketersediaan air. Berbeda dengan sistem
63
perladangan, sawah merupakan pola perkembangan baru. Sekitar tahun 1925-an,
Kepala Adat Besar Hulu Bahau saat itu, Apuy Njau, setelah pulang dari tanah
jawa mengajarkan cara membuat sawah kepada warganya di Hulu Bahau.
Sehingga budaya itu pun hingga sekarang terus dilakukan secara turun temurun
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Walaupun zaman sekarang adanya sawah mempermudah pengerjaan dalam
bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi masyarakat masih
melakukan kegiatan perladangan sesuai budaya mereka sesuai tradisi yang
diajarkan nenek moyang. Hal ini karena bagi orang Kenyah, semakin giat bekerja,
kebutuhan akan pangan pun terjamin, apalagi dengan adanya sistem baru dalam
pertanian, hal ini akan memperkaya spesies ataupun varietas padi yang berbeda
dari padi gunung dan padi sawah. Oleh sebab itu musim paceklik dan krisis
pangan tidak akan terjadi seperti zaman dulu karena setiap KK memiliki simpanan
beras di lumbung yang tidak akan habis.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan untuk
pemanfaatan tanah agar tetap produktif, mereka menanam sayuran seperti sawi
hijau (Brassica rapa var. parachinensis), bayam (Amaranthus spinosus), buncis
(Phaseolus vulgaris), kacang-kacangan di pematang sawah. Sedangkan untuk
tanaman selingan selama panen selesai lahan ditanami singkong (Manihot
utilissima), jagung (Zea mays), labu-labuan, dan spesies tanaman palawija yang
lain.
Selain menggarap sawah, masyarakat Dayak Kenyah dalam mengisi
waktunya membuat kebun selama masa panen selesai. Kebun tersebut biasanya
ditanami tanaman perkebunan seperti kakao (Theobroma cacao), kopi (Coffea
robusta), buah-buahan, lada (Piper nigrum), tebu (Saccharum officinarum), dan
kadang ada yang juga menanam tanaman yang dapat dijadikan bumbu seperti
sereh (Cymbopogon nardus), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber
officinale), dan sebagainya (Lampiran 3). Bibit tanaman yang berasal dari hutan
telah banyak dibudidaya secara turun temurun, akan tetapi ada juga bibit tanaman
yang berasal dari pemerintah. Bibit buah-buahan yang ditanam di kebun berasal
dari luar daerah seperti rambutan (Nephelium lappaceum), sirsak (Annona
muricata), nangka (Artocarpus heterophyllus), dan spesies lainnya (Lampiran 3).
64
Bibit buah-buahan lokal yang berasal dari hutan antara lain maritam (Nephelium
ramboutan-ake), mata kucing (Dimocarpus longan), durian kelasi (Durio
graveolens), mejalin (Xanthophyllum obscurum), dan spesies lainnya (Lampiran
2). Selain buah-buahan, masyarakat juga menanam spesies tanaman bumbu yang
bibitnya juga berasal dari hutan seperti bekkai lema (Pycnarrhea cauliflora),
belengla (Litsea cubeba), payang kure’ (Aleuritas moluccana), salap
(Sumbaviopsis albican), dan spesies lainnya (Lampiran 2).
5.3.4 Sumber pendapatan lain masyarakat
Selain untuk kegiatan budidaya tumbuhan oleh Dayak Kenyah, mereka
juga memanfaatkan hasil hutan sebagai sumber pendapatan tambahan. Orang
Dayak Kenyah memang menggantungkan hidupnya pada hutan sejak mereka
lahir. Sumber pendapatn yang dapat diperoleh langsung dari hutan antara lain
mengambil resin gaharu (Aquilaria spp.). Resin gaharu apabila dijual akan
menghasilkan pendapatan yang sangat besar, apalagi jika resin yang diambil
berkualitas. Uluk et al. (2001) menyebutkan bahwa gaharu digunakan sebagai
bahan aromatik yang biasanya dijual hingga ke luar negeri. Selain gaharu, sumber
pendapatan lainnya adalah adanya program “Gerbangdema” yang dapat membuat
warga desa semakin produktif, contohnya penjualan hasil kebun seperti kopi (Rp
10.000,- per kg biji), kakao (Rp 10.000,- per kg biji), bekkai (Rp 10.000,- per
bungkus), nanas (Rp 10.000,- per buah). Penghasilan lain yang mereka lakukan di
luar program pemerintah adalah penjualan ciu yaitu minuman beralkohol yang
berasal dari penyulingan air tape fermentasi, penjualan hasil tanaman seperti sayur
Rp 2.000,- per ikat, benih padi, daging hasil buruan, penjualan kayu bakar antar
warga, penjualan buah, kerajinan seperti belanyat, ki’ba, ingen, anyaman, tikar,
saung, dan sebagainya.
5.4 Kearifan Tradisional Suku Dayak Kenyah
5.4.1 Tumbuhan pangan
Kearifan tradisional menurut Keraf (2005) adalah segala bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan, serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia di dalam komunitas ekologis. Kearifan
65
tradisional sendiri merupakan suatu cara suatu suku bangsa/masyarakat lokal
dalam pengelolaan sumberdaya alam dengan arif/bijaksana. Suku Dayak Kenyah
memanfaatkan tumbuhan pangan yang dari hutan dengan aturan adat yang
dimiliki. Sebagai contoh, dalam memanfaatkan buah dari alam, mereka hanya
diperbolehkan mengambil buahnya saja tanpa menebang pohonnya walaupun
buah tersebut sulit untuk dijangkau. Akan tetapi jika Suku Dayak Kenyah ingin
membudidayakan tumbuhan pangan hutan di kebunnya, mereka diperbolehkan
mengambil semai tumbuhan tersebut beserta tanahnya untuk ditanam. Hal ini
dilakukan agar pemanfaatannya berkelanjutan dan keanekaragaman tumbuhan
pangan yang ada tetap lestari di alamnya. Contoh lain Suku Dayak Kenyah dalam
pemanfaatan tumbuhan pangan sebagai wujud kearifan tradisional antara lain:
pemanfaatan tumbuhan pangan hutan saat berburu, budaya berladang, bersawah,
berkebun secara turun temurun, dan pengelolaan tumbuhan pangan.
5.4.1.1 Tumbuhan pangan hutan yang sudah dibudidaya
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan bahwa pemanfaatan tumbuhan
pangan tidak hanya dari hutan saja ataupun yang budidaya saja, tetapi adapun
beberapa tumbuhan hutan yang disemaikan di kebun. Tumbuhan tersebut
mayoritas adalah buah-buahan karena bagi Suku Dayak Kenyah buah-buahan di
TNKM sangat beraneka dan melimpah, sehingga pada saat ingin menikmatinya
tidak perlu lagi memperolehnya langsung dari hutan. Selain buah-buahan juga ada
beberapa spesies yang dimanfaatkan sebagai sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan.
Beberapa spesies tumbuhan tersebut antara lain payang aka (Trichosanthes sp.),
payang kure’ (Aleuritas moluccana), salap (Sumbaviopsis albicans) yang
digunakan sebagai terasi dayak, bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora), bekkai
lanya (Coscinium miosepalum) yang digunakan sebagai penyedap rasa alami,
keten (Poikilospermus suaveolens) yang digunakan sebagai sayuran (Lampiran 2).
66
(a) (b)
Gambar 26 Tumbuhan pangan hutan yang dibudidaya: (a) Payang aka; (b) Salap.
5.4.1.2 Pemanfaatan tumbuhan pangan hutan saat berburu
Kearifan lokal yang dimiliki Suku Dayak Kenyah lainnya yaitu berburu.
Dalam berburu, Suku Dayak Kenyah tidak membunuh binatang sebanyak-
banyaknya untuk dimakan. Mereka biasanya melakukan perburuan satu sampai
tiga kali seminggu dan motivasi berburu ini semata-mata hanya untuk memenuhi
kebutuhan protein dan lemak hewani saja (Hastiti 2011). Kegiatan berburu ini
dilakukan dalam satu hari atau bahkan lebih dari sehari sehingga perlu menginap
di hutan. Jika berburu dilakukan dalam waktu sehari dan tidak menginap, maka
biasanya Suku Dayak Kenyah membawa bekal makanan dari rumah. Akan tetapi
jika persediaan makan habis atau bahkan kegiatan berburu dilakukan menginap di
hutan, maka biasanya Suku Dayak Kenyah memanfaatkan tumbuhan rotan-
rotanan untuk diambil bagian umbutnya.
Tidak semua rotan dapat dimakan umbutnya. Beberapa spesies rotan yang
dapat dimakan umbutnya yaitu Calamus ornatus, Calamus sp. dengan nama lokal
uwai balamata, uwai tebungen, uwai pa’it, uwai tana’ (Lampiran 1). Uwai
balamata memiliki arti bala yaitu merah, spesies rotan ini berwarna merah
sedangkan uwai pa’it artinya rotan yang memiliki rasa pahit, namun begitu bagi
mereka rasa pahit ini justru lezat. Dahulu, Suku Dayak dalam mengambil spesies
rotan-rotanan terdapat ritual tertentu akan tetapi seiring berjalannya waktu dengan
adanya penyebaran agama dengan mayoritas agama yang dianut Suku Dayak
Kenyah ini adalah Kristen sehingga kepercayaan itu lama-kelamaan surut. Suku
67
Dayak Kenyah biasanya saat akan mengambil tumbuhan atau bahkan saat pertama
masuk hutan pun mereka melakukan doa terlebih dahulu.
Selain memanfaatkan umbut rotan, Suku Dayak Kenyah senang dengan
memakan buah yang langsung diambil dari pohonnya. Spesies buah-buahan
tersebut telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Buah-buahan tersebut biasanya
dapat dinikmati hanya pada musim buah. Sehingga jika mereka ingin memakan
buah tanpa harus masuk hutan, mereka memiliki budaya berkebun dengan
tumbuhan yang ditanam kebanyakan adalah spesies buah-buahan baik dari hutan
maupun dari luar daerah.
5.4.1.3 Budaya berladang, bersawah, berkebun
Budaya berladang, bersawah, dan berkebun dilakukan oleh Suku Dayak
Kenyah secara turun-temurun. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwa untuk bertahan hidup, Suku Dayak Kenyah melakukan budaya berladang,
bersawah, dan berkebun. Sistem perladangan Suku Dayak Kenyah memiliki
kearifan lokal tersendiri. Di balik sistem hilir balik ini Suku Dayak Kenyah dapat
melestarikan hutan dengan memanfaatkan lahan yang ada tanpa dengan
merusaknya. Sesuai dengan tiga asas konservasi yaitu perlindungan, pengawetan,
dan pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan, Suku Dayak Kenyah ini
melindungi hutan dengan aturan adat yang berlaku dalam mengambil sumberdaya
hutan khususnya tumbuhan pangan. Pengawetan dan pemanfaatan dapat
diwujudkan dengan menanam tanaman keras saat lahan ditinggalkan, pemanfaatan
pestisida alami (Derris montana), dan perladangan yang dilakukan di pinggir
sungai sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada inti hutan. Ladang biasanya
ditanamai padi gunung dan beberapa tanaman selingan agar tanah tetap produktif
dan persediaan pangan mereka mencukupi. Seperti yang dikatakan Lahajir (2001),
bahwa perladangan padi gunung merupakan aktivitas ekonomi subsisten utama di
pedalaman Kalimantan. Tanaman-tanaman yang menghasilkan bahan pangan
lainnya di tanam selang-seling di antara padi. Hal ini merupakan strategi adaptasi
pertanian yang mengamankan persediaan makanan berkelanjutan sepanjang tahun.
68
Budaya bersawah merupakan budaya baru setelah berladang. Menurut Uluk
et al. (2001), membuat sawah merupakan pola perkembangan baru. Sejak Kepala
Adat Besar Bahau Hulu, Apuy Njau, ayah dari Kepala Adat Besar Bahau Hulu
sekarang (Anyie Apuy) pada zaman Belanda pulang dari Jawa kira-kira pada
tahun 1925-an beliau mengajarkan cara membuat sawah di wilayah Adat Bahau
Hulu sehingga perkembangannya makin banyak. Masyarakat percaya bahwa hasil
padi sawah lebih baik. Sawah dapat dikerjakan lebih dari sepuluh tahun, namun
beberapa orang selain memiliki sawah juga mengerjakan ladang agar padi yang
dihasilkan pun makin banyak dan bervariasi.
5.4.1.4 Pengelolaan tumbuhan pangan
Suku Dayak Kenyah melindungi dan mengelola hutan dengan keterampilan
dan pengetahuan lokal yang dimiliki (Uluk et al. 2001). Dalam melindungi dan
mengelola hutannya, Suku Dayak memiliki keterampilan tersendiri yang diajarkan
turun-temurun. Orang Dayak melindungi sebagian besar hutannya untuk tempat
berburu dan mencari hasil hutan lainnya, tidak semua bagian hutan ditebang untuk
dibuat ladang. Pengelolaan hutan dilakukan dengan hukum adat (Uluk et al.
2001). Dalam berladang, saat membuka hutan tidak boleh sembarangan.
Pembukaan hutan harus dilakukan secara musyawarah. Dalam hal pembakaran
lahan untuk menggarap ladang, dilakukan dengan berlawanan arah angin agar
tidak menimbulkan kebakaran hutan yang besar. Hal ini dilakukan secara
tradisional dan turun temurun (Uluk et al. 2001). Dalam hal mengambil hasil
hutan lainnya pun seperti bahan pangan dan bahan lainnya, diperlukan adanya
upacara adat terlebih dahulu. Akan tetapi dengan adanya pengaruh agama masuk,
maka kepercayaan ini pun surut.
Suku Dayak Kenyah dalam mengelola hutan telah dijelaskan, akan tetapi
dalam mengelola tumbuhan pangan yang dihasilkan dari budidaya kurang baik
karena kebanyakan dari hasil budidaya yang dimiliki seperti dari ladang, sawah,
ataupun kebun hanya dinikmati sendiri. Hal ini terjadi karena setiap KK memiliki
lahannya masing-masing sehingga tidak perlu ada kegiatan jual-beli. Berbeda
dengan Suku Dayak Kenyah di Desa Long Kemuat yang merupakan tetangga dari
Desa Long Alango bahwa mereka sering menjual hasil panennya seperti sayur-
69
sayuran ke desa-desa terdekat untuk menambah pendapatan. Sama halnya dengan
Desa Long Tebulo yang juga merupakan tetangga dari Desa Long Alango, bahwa
masyarakatnya sering menjual bekkai ke desa-desa atau bahkan ke pendatang
untuk menambah pendapatan karena potensi tumbuhan bekkai terbanyak di Desa
Long Tebulo.
Untuk pengelolaan lanjut pada tumbuhan buah-buahan juga hanya dinikmati
sendiri tanpa adanya penjualan sehingga buah hanya dibiarkan matang dan busuk
begitu saja. Hal ini sangat disayangkan karena potensi buah-buahan lokal di TN
Kayan Mentarang sangat melimpah sehingga perlu dilakukannya pengelolaan
lebih lanjut dalam jual-beli buah-buahan lokal Kalimantan.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan, Suku Dayak Kenyah
menanam bermacam spesies padi dengan beragam varietas yang bertujuan untuk
memperkaya spesies padi yang dimakan dan agar tidak menimbulkan kebosanan
dalam memakan nasi yang ada. Berbagai spesies padi yang dipanen pun disimpan
di dalam lumbung (Gambar 28). Setiap KK memiliki satu lumbung yang dapat
menyimpan hingga lebih dari dua karung beras sehingga Suku Dayak Kenyah
tidak kekurangan bahan pangan saat musim paceklik.
Gambar 27 Lumbung padi Suku Dayak Kenyah.
Beberapa spesies padi yang ditemukan dalam penelitian, terdapat spesies
yang teksturnya pulen dan rasanya enak. Spesies tersebut adalah pa’dai adan
merah dan pa’dai adan putih yang ditanam di sawah serta pa’dai adan hitam,
70
pa’dai adan tinggi, pa’dai adan rendah yang ditanam di ladang. Terdapat pula
satu spesies padi yang unik bernama pa’dai apuy layeang. Padi ini dibawa orang
dari luar daerah untuk dibudidayakan di Desa Long Alango. Oleh karena mereka
tidak mengetahui nama lokal padi tersebut, maka sang pembawa padi pertama
itulah yang dijadikan nama spesies tersebut (nama pembawa padi tersebut adalah
“Apuy Layeang”). Padi ini hanya untuk dikonsumsi sendiri, kecuali jika terdapat
pendatang yang ingin membeli beras dari masyarakat lokal, maka akan dijual
produk tersebut. Hal ini sangat disayangkan karena spesies padi lokal yang ada di
Kalimantan khususnya yang dibudidayakan Suku Dayak Kenyah ini berpotensi
untuk dikembangkan dalam rangka ketahanan dan kedaulatan pangan tingkat
nasional agar pemerintah tidak perlu lagi mengimpor beras.
5.4.1.5 Produk pangan lokal unggulan
Suku Dayak Kenyah TNKM khususnya yang berada di Desa Long Alango
memiliki beberapa produk lokal yang dijadikan produk unggulan. Pemerintah
Kabupaten Malinau menggalakkan program “Gerbangdema” pada desa-desa yang
ada di Kabupaten Malinau untuk membantu desa-desa tersebut agar lebih mandiri
dan menghasilkan produk yang dapat menambah pendapatan penduduk. Produk-
produk tersebut kebanyakan berasal dari hasil pertanian seperti bekkai (Gambar
29), bawang rambut (Allium tuberosum), kayu manis (Cinnamomum burmanii),
dan produk lainnya untuk dijual. Produk-produk ini dapat dipamerkan pada acara
“Irau” yang merupakan perayaan ulang tahun Malinau yang diadakan setiap dua
tahun sekali. Setiap desa di Kabupaten Malinau memamerkan produk lokalnya
untuk dijual dan biasanya pada acara itulah produk-produk mereka habis terjual
karena pembelinya bermacam-macam mulai dari orang Malinau sendiri bahkan
turis luar negeri sekalipun.
71
(a) (b)
Gambar 28 Contoh produk unggulan hasil kebun (bekkai): (a) Daun bekkai siap
olah; (b) Daun bekkai yang telah ditumbuk dan siap pakai.
Selain produk-produk di atas, terdapat beberapa padi lokal yang menjadi
unggulan Suku Dayak Kenyah. Pada masyarakat Suku Kenyah Bakung di Desa
Long Aran memiliki beberapa spesies padi lokal dengan lebih dari 51 varietas.
Beberapa padi diantaranya pa’dai usan mempat dan pa’dai utan bulan (Ngindra
1999). Pada Suku Dayak Kenyah di Desa Long Alango sendiri ditemukan 34
spesies padi ladang dan 19 spesies padi sawah dengan kesamaan spesies
diantaranya pa’dai bere, pa’dai ba’an, pa’dai putik, pa’dai mahag, pa’dai 6
bulanan, pa’dai merah (Lampiran 4). Dari sejumlah spesies padi yang ditemukan
sayangnya tidak dapat diidentifikasi hingga tingkat varietas karena menurut
masyarakat lokal pun mereka tidak mengerti hingga tingkat varietas dan penelitian
mengenai varietas padi lokal di Desa Long Alango ini belum ditemukan. Menurut
Setyawati (1999), ditemukan sebanyak 38 varietas di Desa Apau Ping namun
hanya diperoleh sampel dari 35 varietas. Varietas-varietas padi dikategorikan
menjadi padi biasa, pa’dai nyain (25 varietas) dan padi ketan, pa’dai pulut (10
varietas).
5.4.2 Aturan Adat dan kepercayaan Suku Dayak Kenyah
Suku Dayak Kenyah di Desa Long Alango memiliki aturan dalam
pemanfaatan sumberdaya hutan. Aturan tersebut telah disepakati bersama dalam
setiap pertemuan BPTU (Badan Pengelola Tana’ Ulen). Aturan tersebut dibuat
agar masyarakat tetap memanfaatkan sumberdaya hutan dengan arif/bijaksana.
Seperti yang telah disebutkan oleh Uluk et al. (2001) bahwa Suku Dayak di TN
72
Kayan Mentarang sangat menggantungkan hidupnya pada hutan, mereka
memanfaatkan hasil hutan untuk kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu agar mereka
tetap dapat memanfaatkan sumberdaya hutan hingga anak cucunya, mereka
menjaga hutan dengan aturan-aturan yang ada sehingga pemanfaatannya pun tidak
berlebihan. Aturan-aturan tersebut antara lain:
a) Pada musim kemarau, tidak diperbolehkan menyalakan api di dalam hutan
karena dapat menimbulkan kebakaran (kecuali dalam pengawasan).
b) Berburu di Tana’ Ulen dibatasi dan hanya untuk konsumsi sendiri karena
Tana’ Ulen merupakan hutan yang dilindungi secara adat.
c) Tidak boleh menebang pohon yang menghasilkan buah yang dapat dimakan di
dalam hutan, jika ingin menanam bibitnya di kebun, diperbolehkan untuk
mengambil tingkat semai bersama dengan tanahnya.
d) Jika ingin mengambil bibit gaharu (Aquilaria sp.) hanya diperbolehkan
anakannya saja (tingkat semai).
e) Pemanenan rotan sega (Calamus caesius) dilakukan pada tumbuhan yang
sudah tua.
f) Jika ingin mengetahui isi gaharu (Aquilaria sp.), batang dipukul bagian bawah
dahulu kemudian atasnya. Gaharu tidak boleh ditebang apabila tidak terdapat
isinya.
g) Penebangan pohon yang dilakukan di Tana’ Ulen tidak diperbolehkan kecuali
untuk keperluan rumah tangga (tidak boleh untuk diperdagangkan).
h) Memanfaatkan lahan orang lain harus dengan izin pemiliknya dan tidak boleh
menanam tanaman keras pada lahan tersebut.
Aturan yang dibuat tentunya telah disepakati dan masyarakat pun
melaksanakannya dengan baik. Akan tetapi sering juga terjadi pelanggaran seperti
penebangan pohon, memanfaatkan lahan orang tanpa izin, menanam tanaman
keras pada lahan yang dipinjam, biasanya bukan dilakukan oleh masyarakat desa,
melainkan pelanggaran tersebut dilakukan oleh pendatang atau orang dari luar
kawasan. Oleh sebab itu diberlakukan sanksi bagi pelanggar. Sanksi tersebut
adalah pelanggar wajib membeli parang seharga Rp 500.000,- atau uang tunai
sebesar Rp 500.000,- yang diberikan kepada ketua adat atau kepala desa setempat
yang nantinya akan menjadi sumber pemasukan desa.
73
Selain aturan adat, adapun kepercayaan/mitos nenek moyang yang masih
berlaku hingga sekarang. Mitos ini dipercaya secara turun temurun dalam
pemanfaatan sumberdaya hutan. Mitos-mitos tersebut antara lain:
a) Di hutan tidak boleh melakukan hal-hal yang sembarangan karena penghuni
hutan itu akan marah.
b) Jika bertemu dengan ular berkepala merah, tidak diperboleh buka lahan karena
akan terkena musibah.
c) Pada saat bulan purnama tidak diperbolehkan membangun rumah, jika itu
terjadi maka rumah tersebut akan terbakar.
d) Menanam bibit buah harus pada waktu bulan salap (hampir bulan purnama
bentuknya sekitar ¾ bulan) agar tanaman tersebut dapat tumbuh subur.
e) Pada saat bulan teng (bulan setengah) saat yang tepat untuk menanam tuba
(Derris montana).
f) Pada saat berburu menggunakan anjing, pemburu tidak boleh mengambil rotan
sega (Calamus caesius), jika melanggar maka anjing yang dibawa tidak dapat
menyalak.
g) Apabila di sekitar kulat (jamur) terdapat nyamuk, maka jamur ini aman
dikonsumsi. Akan tetapi apabila tidak terdapat nyamuk di sekitarnya maka
jamur tersebut beracun.
h) Pemanenan spesies bambu hanya dilakukan pada bulan salap jika melanggar
bambu tersebut akan jabuk atau busuk.
i) Penebangan pohon untuk dimanfaatkan kayunya tidak boleh dilakukan
sembarang waktu, harus pada pertengahan bulan karena jika sembarangan kayu
akan lapuk.
j) Kata orang tua dulu: pohon itu jika ditebang akan menangis, jika pun harus
menebang untuk keperluan rumah tangga ataupun papan harus meminta izin
atau permisi dahulu pada arwah nenek moyang.
Berdasarkan salah satu penuturan Kepala Adat Besar Hulu Bahau, Anyie
Apuy, bahwa: “Hutan merupakan rumah bagi kami, segala kebutuhan hidup mulai
dari papan, makanan, obat-obatan, tempat berladang berasal dari hutan. Kami
telah hidup bersama hutan lebih dari berabad-abad. Tidak boleh ada satupun yang
berani merusak hutan kami. Jika ada yang melanggarnya harus dihukum. Hutan
74
kami (Tana’ Ulen) adalah jiwa bagi kami.” Hal tersebut menunjukkan bahwa
betapa pentingnya hutan bagi Masyarakat Suku Dayak khususnya Suku Dayak
Kenyah. Oleh sebab itu hutan perlu dijaga dan dilestarikan agar pemanfaatannya
pun berkelanjutan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1) Suku Dayak Kenyah TN Kayan Mentarang memanfaatkan keanekaragaman
spesies tumbuhan pangan budidaya ataupun liar. Tumbuhan pangan yang
dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah sebanyak 139 spesies (23% tumbuhan
pangan hutan, 33% tumbuhan pangan hutan yang dibudidaya, dan 44%
tumbuhan budidaya non hutan).
2) Suku Dayak Kenyah memiliki kearifan tradisional dalam memanfaatkan
sumberdaya hutan khususnya sumber bahan pangan agar tetap berkelanjutan,
seperti (a) budaya berladang, bersawah, berkebun, (b) pemanfaatan tumbuhan
pangan saat berburu, (c) menanam tumbuhan pangan dari hutan ke kebun, dan
(d) pengelolaan tumbuhan pangan secara tradisional.
6.2 Saran
Sumberdaya hutan TNKM memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan
pangan seperti bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora), salap (Sumbaviopsis
albicans), belengla (Litsea cubeba) yang dijadikan bumbu oleh Suku Dayak, serta
buah-buahan seperti mata kucing (Dimocarpus longan) dan maritam (Nephelium
ramboutan-ake). Hendaknya spesies tersebut dapat dipromosikan ke seluruh
Indonesia bahkan ke mancanegara sebagai komoditi lokal unggulan.
Beberapa padi lokal Dayak Kenyah seperti pa’dai adan, pa’dai bere, pa’dai
pulut berpotensi untuk mendukung ketahanan pangan nasional sehingga
pemerintah tidak perlu lagi mengimpor beras.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Afrianti UR. 2007. Kajian etnobotani dan aspek konservasi sengkubak
(Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.) di Kabupaten Sintang Kalimantan
Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Biber-Klemm S, Berglas DS. 2006. Problems and goals. Di dalam: Biber-Klemm
S and Cottier T. Rights to Plant Genetic Resources and Traditional
Knowledge: Basic Issues and Perspectives. Switzerland: World Trade
Institute, University of Berne.
Billa M. 2005. Alam Lestari & Kearifan Budaya Dayak Kenyah. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Dharmono. 2007. Kajian etnobotani tumbuhan jalukap (Centella asiatica L.) di
Suku Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado. Jurnal Bioscientiae 4(2):71-
78.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2002a. Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Kayan Mentarang 2001-2025 Buku I Rencana Pengelolaan. Tarakan:
Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2002b. Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Kayan Mentarang 2001-2025 Buku II Data, Proyeksi dan Analisis.
Tarakan: Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2006. Taman Nasional Kayan Mentarang.
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-
ENGLISH/tn_kayanmentarang.htm. [21 September 2010].
Hastiti RD. 2011. Kearifan lokal dalam perburuan satwa liar Suku Dayak
Kenyah, di Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur
[skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia jilid 1-3. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan Yayasan Wana Jaya.
Hidayat S. 2009. Kajian etnobotani masyarakat kampung adat Dukuh Kabupaten
Garut, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
75
Hladik CM, Hladik A, Linares OF, Pagezy H, Semple A, Hadley M. 1993.
Tropical Forest, People and Food: Biocultural Interaction and
Application to Development. Paris: The Parthenon Publishing Group.
Johns T. 2003. Plant bodiversity and malnutrition: simple solution to complex
problems, theoretical basis for the development and implementation of a
global strategy linking plant genetic resource conservation and human
nutrition. African Journal of Food, Agriculture, Nutrition, and
Development 3(1):45-52.
Kartikawati SM. 2004. Pemanfaatan sumberdaya tumbuhan oleh masyarakat
Dayak Meratus di kawasan Hutan Pegunungan Meratus Kabupaten Hulu
Sungai Tengah [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Keraf AS. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Mardalis. 2004. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara.
Martin GJ. 1998. Ethnobotany, A People and Plants Conservation Manual.
London: Chapman and Hall.
Mitchell B, Setiawan B, Rahmi DH. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan.
Yoyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moran EF. 1982. Human Adaptability: An Introduction to Ecological
Antropology. Colorado: Westview Press.
Mukti A. 2010. Beberapa kearifan lokal suku Dayak dalam pengelolaan
sumberdaya alam [disertasi]. Malang: Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Doktor, Universitas
Brawijaya.
Ngindra F. 1999. Pemenuhan kebutuhan pangan pada masyarakat Suku Kenyah
Bakung di Desa Long Aran. Di dalam: Eghenter C, Sellato B. Kebudayaan
dan Pelestarian Alam Penelitian Interdisipliner di Pedalaman
Kalimantan. Jakarta: WWF Indonesia.
Pardosi J, Asngari PS, Tarumingkeng RC, Susanto D, Sumarjo. 2005.
Pemberdayaan peladang berpindah: kasus Kabupaten Kutai Kertanegara,
Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Kutai Barat di Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal Penyuluhan 1 (1): 33-40.
Pilin M, Petebang E. 1999. Hutan: Darah dan Jiwa Dayak. Pontianak: SHK-
Kalbar.
76
Presiden Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang
konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Jakarta: Presiden
Republik Indonesia
Purwadarminta WJS. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rahmania M, Hastiti RD, Ayu FAP, Fauzi I, Prayitno A. 2011. Laporan praktik
kerja lapang profesi Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan
Timur [tidak dipublikasikan]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
Redaksi Kompas. 2010. Tantangan menuju ketahanan pangan. www.kompas.com.
[24 Januari 2011].
Setyawati I. 1999. Pengetahuan tentang varietas-varietas padi dan
pemanfaatannya di kalangan orang Kenyah Leppo’ Ke di Apau Ping. Di
dalam: Eghenter C, Sellato B. Kebudayaan dan Pelestarian Alam
Penelitian Interdisipliner di Pedalaman Kalimantan. Jakarta: WWF
Indonesia.
Simatauw M, Simanjuntak L, Kuswardono PT. 2001. Gender & Pengelolaan
Sumberdaya Alam: Sebuah Panduan Analisis. Kupang: Yayasan PIKUL
(Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal).
Sindju HB. 1999. Penyiapan dan pemanfaatan lahan dalam perdagangan pada
masyarakat Kenyah di Apau Ping. Di dalam: Eghenter C, Sellato B.
Kebudayaan dan Pelestarian Alam Penelitian Interdisipliner di
Pedalaman Kalimantan. Jakarta: WWF Indonesia.
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Uluk A, Sudana M, Wollenberg E. 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak
terhadap Hutan di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Bogor:
Center For International Forestry Research (CIFOR).
Wahyu. 2007. Makna kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan di Kalimantan Selatan. Di dalam: Soendjoto MA, Wahyu.
2007. Pengelolaan sumberdaya alam dan pemberdayaan masyarakat dalam
perspektif budaya dan kearifan lokal. Banjarmasin: Universitas Lambung
Mangkurat Press.
[WWF] World Wildlife Fund. 2002. Ringkasan Eksekutif: Rencana Pengelolaan
Taman Nasional Kayan Mentarang 2001-2025. Tarakan: WWF Indonesia
Project Kayan Mentarang.
77
[WWF] World Wildlife Fund. 2010a. Briefing paper 2: Pengelolaan kolaboratif
Taman Nasional Kayan Mentarang. Tarakan: WWF Indonesia Project
Kayan Mentarang.
[WWF] World Wildlife Fund. 2010b. Brief paper 4: Penataan batas Taman
Nasional Kayan Mentarang. Tarakan: WWF Indonesia Project Kayan
Mentarang.
[WWF] World Wildlife Fund. 2010c. Brief paper 5: Perencanaan zonasi Taman
Nasional Kayan Mentarang. Tarakan: WWF Indonesia Project Kayan
Mentarang.
Zuhud EAM. 2011. Pengembangan desa konservasi hutan keanekaragaman hayati
untuk mendukung kedaulatan pangan dan obat keluarga (POGA) Indonesia
dalam menghadapi ancaman krisis baru ekonomi dunia di era globalisasi.
Makalah disampaikan dalam Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Pertanian
Bogor di Auditorium Sumardi Sastrakusumah Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor, 19 November 2011.
LAMPIRAN
7
9
Lampiran 1 Daftar jenis tumbuhan pangan hutan/liar dimanfaatkan suku Dayak Kenyah TNKM No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
Amanitaceae
1 Amanita sp.** Kulat long jamur seluruh bagian sayuran
Araceae
2 Colocasia esculenta Schott Keladi upa' nyak herba umbi, daun sayuran
3 Colocasia gigantea Hook. f. Lundai 1 herba umbi sumber energi
4 Xanthosoma sp. Lundai 2 herba umbi sumber energi
Arecaceae
5 Arenga undulatifolia Becc. Talang palem umbut sayuran
6 Calamus ornatus Bl. Uwai tebungen (rotan tebungen) liana umbut sayuran
7 Calamus sp. Uwai tana' (rotan tana') liana umbut sayuran
8 Calamus sp.1** Uwai balamata (rotan balamata) liana umbut sayuran
9 Calamus sp.2** Uwai pait (rotan pahit) liana umbut sayuran
10 Caryota mitis Lour. Eman palem getah sumber energi
11 Eugeissona utilis Becc. Nanga palem getah sumber energi
12 Metroxylon sp. Sagu palem getah sumber energi
13 Oncosperma horridum Scheff. Nyi'bung palem umbut sayuran
14 Salacca affinis var.borneensis Becc. Birai (salak hutan) semak buah buah-buahan
15 (tidak dapat spesimen) Uwai lata' (rotan lata') liana umbut sayuran
Athyriaceae
16 Athyrium sozongonense (Presl.) Milde Paku pait paku-pakuan daun sayuran
Auriculariaceae
17 Auricularia auricula-judae Kulat tlengadok (jamur kuping) jamur seluruh bagian sayuran
Nephrolepidacea
18 Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott Paku julut paku-pakuan daun sayuran
Piperaceae
19 Heckeria umbellata Kunth. Daun balang herba daun sayuran
Pleurotaceae
20 Pleurotus sp.** Kulat jap jamur seluruh bagian sayuran
8
0
Lampiran 1 (Lanjutan) No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
Poaceae
21 Dendrocalamus asper Backer Bambu betung bambu tunas (rebung) sayuran
22 Gigantolochloa apus Kurz. Bambu apus bambu tunas (rebung) sayuran
23 Setaria palmifolia Stapf. Sengka herba umbut sayuran
Polypodiaceae
24 Diplazium esculentum Swartz. Paku bai paku-pakuan daun sayuran
25 Stenoclaena palustris Bedd. Paku bala paku-pakuan daun sayuran
Russulaceae
26 Lactarius deliciosus (L. ex Fr.) S.F.Gray Kulat bulu jamur seluruh bagian sayuran
27 Russula cyanoxantha (Schaeffer)Fries. Kulat long balabau jamur seluruh bagian sayuran
Zingiberaceae
28 Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith Nyanding herba umbut, bunga (blusut) sayuran
29 Etlingera sp. Iti' herba umbut sayuran
(tidak teridentifikasi)
30 (tidak teridentifikasi)** Kulat kedet jamur seluruh bagian sayuran
31 (tidak teridentifikasi) Kulat puti' jamur seluruh bagian sayuran
32 (tidak teridentifikasi) Kulat temenggang jamur seluruh bagian sayuran
Keterangan: ** sumber : Uluk et al. (2001)
8
1
Lampiran 2 Daftar jenis tumbuhan pangan hutan yang sudah budidaya oleh suku Dayak Kenyah TNKM No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
Anacardiaceae
1 Mangifera caesia Jack. Berenyiu/binjai pohon buah buah-buahan
2 Mangifera pajang Kosterm. Alim pohon buah buah-buahan
Bombacaceae
3 Durio graveolens Becc. Durian merah/durian kelasi pohon buah buah-buahan
4 Durio kutejensis Becc. Dian lai (durian hutan) pohon buah buah-buahan
5 Durio oxleyanus Griff. Durian daun pohon buah buah-buahan
6 (tidak dapat spesimen) Durian besar (daerah kemuat) pohon buah buah-buahan
7 (tidak dapat spesimen) Durian temenggang pohon buah buah-buahan
Burseraceae
8 Dacryodes rostrata (Blume) H. J. Lam. Kelamu' pohon buah buah-buahan
Clusiaceae
9 Garcinia bancana Miq. Petong (manggis hutan) pohon buah buah-buahan
10 Garcinia cf. lateriflora Blume Berana' pohon buah buah-buahan
11 Garcinia forbesii King. Adiu pohon buah buah-buahan
Cucurbitaceae
12 Trichosanthes sp. Payang aka liana buah bumbu (trasi
dayak)
Euphorbiaceae
13 Aleuritas moluccana Willd Payang kure (kemiri) pohon buah bumbu (trasi
dayak)
14 Baccaurea bracteata M. A. Seti' pohon buah buah-buahan
15 Baccaurea dulcis Muell. Arg. Dabai (rambai) pohon buah buah-buahan
16 Baccaurea lanceolata Muell. Arg. Keleppeso pohon buah buah-buahan
17 Baccaurea macrocarpa Muell. Arg. Settai pohon buah buah-buahan
18 Ricinus communis Linn. Payang lengu herba buah bumbu (trasi
dayak)
8
2
Lampiran 2 (Lanjutan) No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
19 Sumbaviopsis albicans (BL.) J.J.S. Salap pohon buah bumbu (trasi
dayak)
Fabaceae
20 Parkia speciosa Hassk. Petai hutan pohon biji sayuran
Flacourtiaceae
21 Pangium edule Reinw. Payang kayu pohon buah bumbu (trasi
dayak)
Lauraceae
22 Litsea cubeba Pers. Belengla perdu biji bumbu
(pelengkap
sambal)
Melastomataceae
23 Pternandra cordata Baill. Tenggok Buin pohon buah buah-buahan
Meliaceae
24 Lancium domesticum Corr. Langsat pohon buah buah-buahan
Menispermaceae
25 Coscinium miosepalum Diels. Bekkai lanya liana daun bumbu (pengganti
vetsin)
26 Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels. Bekkai lema liana daun bumbu (pengganti
vetsin)
Moraceae
27 Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg Temai' pohon buah buah-buahan
28 Artocarpus odoratissimus Blanco. Kean/tarap pohon buah buah-buahan
Polygalaceae
29 Xanthophyllum amoenum Chod. Bua tiup pohon buah buah-buahan
30 Xanthophyllum exelsa Miq. Mejalin batu pohon buah buah-buahan
31 Xanthophyllum obscurum Blenn. Mejalin pohon buah buah-buahan
8
3
Lampiran 2 (Lanjutan) No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
Sapindaceae
32 Dimocarpus Lour. ssp. malesianus var. malesianus Leenh
(kakus)
Isau bala (mata kucing merah) pohon buah buah-buahan
33 Dimocarpus Lour. ssp. malesianus var. malesianus Leenh
(sau)
Isau bileng (mata kucing biru) pohon buah buah-buahan
34 Nephelium cuspidatum Blume Buah telo' pohon buah buah-buahan
35 Nephelium cuspidatum Blume var. eriopetalum Bua a'bong beleng (maritam biru) pohon buah buah-buahan
36 Nephelium juglandifolium Bl. Se'bau pohon buah buah-buahan
37 Nephelium lappaceum Linn. var. pallens Koyakan pohon buah buah-buahan
38 Nephelium maingayi Hiern. Unjing/onjeang pohon buah buah-buahan
39 Nephelium medusem Leenh. Mbui luan pohon buah buah-buahan
40 Nephelium muntabile Bl. Rambutan hutan pohon buah buah-buahan
41 Nephelium ramboutan-ake Leenh. Bua a'bong kobox (maritam
biawak)
pohon buah buah-buahan
42 Nephelium ramboutan-ake Leenh. Bua a'bong saleng (maritam hitam) pohon buah buah-buahan
43 Nephelium ramboutan-ake Leenh. Bua a'bong bala (maritam merah) pohon buah buah-buahan
Urticaceae
44 Poikilospermus suaveolens (Bl.) Merr. Keten liana daun sayuran
(tidak teridentifikasi)
45 (tidak dapat spesimen) Tekalang da'an pohon buah buah-buahan
46 (tidak dapat spesimen) Telo'dok pohon buah buah-buahan
8
4
Lampiran 3 Daftar spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan Suku Dayak Kenyah TNKM No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
Amaranthaceae
1 Amaranthus spinosus Linn. Bayam herba daun sayuran
Anacardiaceae
2 Mangifera indica Linn. pohon buah buah-buahan
Annonaceae
3 Annona muricata Linn. Sirsak pohon buah buah-buahan
Arecaceae
4 Areca catechu L. Pinang palem umbut sayuran
5 Cocos nucifera Linn. Kelapa palem buah, umbut buah-buahan, sayuran,
minuman
Basellaceae
6 Basella alba L. Lodo liana daun sayuran
Bombacaceae
7 Durio zibethinus Murr Durian biasa pohon buah buah-buahan
Brassicaceae
8 Brassica rapa var. parachinensis L. Sawi hijau herba daun sayuran
Bromeliaceae
9 Ananas comosus Merr. Nanas semak buah buah-buahan
Caricaceae
10 Carica papaya Linn. Pepaya herba buah buah-buahan
Clusiaceae
11 Garcinia mangostana Linn. Manggis biasa pohon buah buah-buahan
Convolvulaceae
12 Ipomea aquatica Forsk. Kangkung herba daun sayuran
13 Ipomea batatas Poir. Ubi jalar liana umbi, daun sumber energi, sayuran
Cucurbitaceae
14 Cucumis sativus Linn. Timun liana buah, daun sayuran
15 Cucurbita moschata Duch Labu kuning liana buah, daun sumber energi, sayuran
8
5
Lampiran 3 (Lanjutan) No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
16 Lagenaria leucantha Rusby Labu putih liana buah sumber energi, sayuran
17 Luffa acutangula Roxb. Gambas liana buah sayuran
18 Momordica charantia Linn. Pare liana buah sayuran
19 Sechium edule Sw. Labu gundul (labu siam) liana buah sayuran
Euphorbiaceae
20 Manihot esculenta Crautz. Singkong 2 perdu daun sayuran
21 Manihot utilissima Pohl. Singkong 1 perdu umbi, daun sumber energi, sayuran,
minuman
22 Sauropus androgynus Merr. Cangkok manis (katuk) herba daun sayuran
Fabaceae
23 Arachis hypogaea Linn. Kacang tanah herba biji sayuran
24 Glycine max Merr. Kedelai liana biji sayuran
25 Phaseolus aureus Roxb. Kacang hijau liana biji minuman
26 Phaseolus vulgaris Linn. Buncis liana buah sayuran
27 Vigna angularis (Willd.) Ohwi & H.Ohashi Kacang merah herba biji sayuran
28 Vigna sinensis Endl. Kacang panjang liana buah sayuran
Lauraceae
29 Cinnamomum burmanii Bl. Kayu manis pohon kulit batang bumbu
30 Litsea garciae Vidal Buah mali pohon buah buah-buahan
Liliaceae
31 Allium cepa Linn. Bawang merah herba umbi bumbu
32 Allium tuberosum Rottler ex Sprengel. Bawang rambut herba umbi bumbu
Limnocharitaceae
33 Limnocharis flava (L.) Buchenau Genjer herba daun sayuran
Moraceae
34 Artocarpus heterophyllus Lam Nangka pohon buah buah-buahan
35 Artocarpus integer (Thunb.) Merr. Nakan (cempedak) pohon buah buah-buahan
8
6
Lampiran 3 (Lanjutan) No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
Musaceae
36 Musa spp. peti' (pisang)* herba buah, umbut pisang (bu'),
bunga
buah-buahan, sayuran,
minuman
Myrtaceae
37 Psidium guajava Linn. Jambu batu perdu buah buah-buahan
38 Syzygium aromaticum (Linn.) Merr. Cengkih pohon bunga bumbu
39 Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry Jambu bol pohon buah buah-buahan
40 Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Salam pohon daun bumbu
Pandanaceae
41 Pandanus amaryllifolius Roxb. Pandan wangi semak daun bumbu
Piperaceae
42 Piper nigrum Linn. Lada liana biji bumbu
Poaceae
43 Andropogon nardus Linn. Sereh herba akar bumbu
44 Bambusa vulgaris Schrad. Bambu kuning bambu tunas (rebung) sayuran
45 Oryza sativa Linn. Padi* herba biji sumber energi
46 Saccharum officinarum Linn. Tebu herba batang bumbu
47 Zea mays Linn. Jagung herba buah sumber energi, sayuran,
minuman
Rubiaceae
48 Coffea robusta( L. )Linden Kopi perdu biji minuman
Rutaceae
49 Citrus aurantium Linn. Jeruk besar pohon buah buah-buahan
50 Citrus maxima Merr. Bonyau kela'ang pohon buah buah-buahan
Sapindaceae
51 Nephelium lappaceum Linn. Rambutan pohon buah buah-buahan
Solanaceae
52 Capsicum annum L. var. abbreviata Fingerhuth. Lombok herba buah bumbu
53 Capsicum frutescens Linn. Lombok (cabai rawit) herba buah bumbu
8
7
Lampiran 3 (Lanjutan) No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang digunakan Fungsi
54 Solanum lycopersicum Linn. Tomat liana buah bumbu
55 Solanum melongena Linn. Terong perdu buah sayuran
56 Solanum torvum Swartz. Olem (takokak) perdu buah bumbu
Sterculiaceae
57 Theobroma cacao Linn. Kakao perdu biji bahan pangan lanjutan
Zingiberaceae
58 Alpinia galanga Sw. Lia lamut (lengkuas ) herba rimpang, bunga bumbu, sayur
59 Curcuma domestica Val. Lia bonat (kunyit ) herba rimpang bumbu
60 Zingiber officinale Rosc. Lia salu' (jahe biasa) herba rimpang bumbu
61 Zingiber officinale Rosc. Jahe merah herba rimpang bumbu
Keterangan: * memiliki berbagai spesies
Lampiran 4 Jenis pisang dan jenis padi ditemukan
No Jenis pisang (nama lokal)
1 Pisang moli
2 Pisang sanggar
3 Pisang susu
4 Pisang ble'dan
5 Pisang o'dang
6 Pisang pa'dai
7 Pisang bem
8 Pisang kelasi
9 Pisang lenjau
10 Pisang mosang
11 Pisang anak
Keterangan: spesies pisang yang diperoleh
dalam pengamatan tidak
diketahui nama ilmiahnya
karena tidak diperoleh
specimen
No Jenis padi
sawah
Jenis padi
ladang
1 Bere Bere
2 Adan merah Membat
3 Adan putih Biasa
4 Agan Mak
5 Ba'an Ba'an
6 Putik Putik
7 Apuy layeang Nyu
8 Atok Nyelong
9 Pulut sawah Lo liuk
10 Nyain Langsat
11 Mahag Mahag
12 Iban Kelawit
13 Unggul Sapuy tangan
14 6 Bulan 6 Bulan
15 Punai Angga
16 Temai sawah Ble'en
17 Modang Temai ladang
18 Talun Hitam
19 Merah Merah
20
Mban
21
Adan hitam
22
Adan tinggi
23
Adan rendah
24
Makmur
25
Pulut ale
26
Pulut ta'em
27
Pulut temai
28
Pulut saleng
29
Pulut bala
30
Osen
31
Pa'larang
32
Jaweng
33
Ketan hitam
34 Ketan putih
Keterangan: warna kuning menandakan jenis
padi yang dapat ditanam di
lahan sawah dan ladang
88
8
9
Lampiran 5 Daftar spesies tumbuhan berguna selain pangan oleh suku Dayak Kenyah TNKM
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
Anacardiaceae
1 Mangifera caesia Jack. Berenyiu pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
Annonaceae
2 Xylopia cuspidata Diels. Kayu koyat pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan
3 Goniothalamus sp. Semang pohon batang pengusir hantu Batang dipotong sedikit, bakar
ujungnya
hutan
Araceae
4 Homalomena cordata
Schott
Long herba umbi obat mencret Umbi dikerok atau diiris, kemudian
disiram dengan air panas, lalu
diminum
hutan
Araucariaceae
5 Agathis borneensis Warb. Damar pohon batang papan Belah batang sesuai kebutuhan hutan
Arecaceae
6 Cocos nucifera Linn. Kelapa palem batang, daun,
tulang daun
batang untuk jembatan
sungai; daun untuk
bungkus makanan, atap;
tulang daun sebagai lidi
Belah batang sesuai kebutuhan kebun
7 Areca catechu L. Pinang palem buah sebagai bahan nyirih buah pinang ditambah kapur, sirih,
untuk kegiatan menyirih
kebun
8 Korthalsia sp. Uwai ayeng liana batang kerajinan (bahan tapan
yaitu wadah untuk
bersihkan beras)
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian dirakit membentuk tapan
hutan
9 Korthalsia echinometra Uwai
balamata
liana batang kerajinan (ki'ba,
belanyat, ingen)
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian buat kerajinan
hutan
10 Calamus caesius Blume Uwai sega liana batang kerajinan (ki'ba,
belanyat, ingen)
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian buat kerajinan
hutan
9
0
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
11 Daemonorops hallierianus
Becc.
Uwai
selingan
liana batang kerajinan (ki'ba,
belanyat, ingen), obat
keracunan setelah makan
landak
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian buat kerajinan; rotan kering
dipotong-potong, siram air panas,
minum airnya
hutan
12 Daemonorops periacantha
Miq.
Uwai semule liana batang kerajinan (ki'ba,
belanyat, ingen)
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian buat kerajinan
hutan
13 Calamus ornatus Bl. Uwai
tebungen
liana batang kerajinan (ki'ba,
belanyat, ingen)
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian buat kerajinan
hutan
14 Calamus javensis Bl. Uwai timai liana batang kerajinan (anyaman,
belanyat)
rotan dibersihkan, potong-potong,
kemudian buat kerajinan
hutan
15 Licuala valida Becc Sang semak daun bahan saung (sejenus
caping), terpal alami
Ambil bagian daun, susun tumpuk,
jahit
hutan
Asteraceae
16 Gynura segetum (Lour)
Merr
Daun dewa herba daun obat luka memar Daun ditumbuk, tambah air, oles ke
luka
pekarangan
17 Ageratum conyzoides L Rumput tahi
ayam
herba daun obat keputihan Daun muda direbus sampai setengah
bagian, minum airnya
pekarangan
Balsaminaceae
18 Impatiens balsamina Linn. Selangga
(pacar air)
herba daun, bunga bahan pewarna kuku Daunnya ditumbuk, tambahkan air
jeruk, tempelkan pada kuku semalam
pekarangan
Bombacaceae
19 Ceiba pentandra L.
Gaertn
Kapuk pohon isi buah isi bantal, guling, kasur Isi buah diambil, kumpulkan, jemur,
masukkan ke bantal, guling, kasur
kebun
Cunoniaceae
20 Weinmannia
blumei Planch.
Seleman pohon getah bahan pewarna ba'rang getah direbus, oleskan pada ba'rang hutan
Convolvulaceae
21 Merremia sp. Akar padem liana seluruh bagian obat sakit perut Parut/cincang, rebus hingga pekat,
minum airnya
pekarangan
9
1
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
Costaceae
22 Costus speciosus (koenig)
R. M. Smith.
Penawar
racun pai
(bisa ular)
herba daun penawar bisa ular ambil daun, remas-remas, gosokkan
pada luka gigitan ular
hutan
Dipterocarpaceae
23 Dryobalanops lanceolata
Burck
Kapun/Kapur pohon batang jembatan Belah batang sesuai kebutuhan hutan
24 Shorea parvifolia Dyer Kayu tenak pohon batang bahan bangunan Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
25 Shorea sp. Laran babui pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan
Euphorbiaceae
26 Aleuritas moluccana
Willd
Kemiri pohon kulit buah obat muntaber kulit buah kemiri direbus, minum kebun
Fabaceae
27 Derris montana Benth. Akar tuba liana akar, kulit batang racun ikan (akar), racun
pacet (kulit batang)
Akar digulung, tumbuk, hingga keluar
air. Air ini menjadi racun ikan; jika
pacet menempel, gunakan kulit
batang untuk melepaskannya
pekarangan
28 Sindora leiocarpa De Witt Lemelai pohon batang bahan alat buru (gagang
sumpit, bujak)
Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
Fagaceae
29 Quercus gemeliflora Bl. Nyelewai
biru
pohon batang papan, kayu api Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
30 Quercus argentata Korth. Nyelewai
merah
pohon batang papan, kayu api Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
31 Lithocarpus cantleyanus
(King ex Hook.f.) Rehder
Palan pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
9
2
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
Hipericaceae
32 Cratoxylum sumatranum
Blume
Kayu loleang pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
ladang
Lauraceae
33 Litsea cubeba Pers. Belengla perdu biji obat demam Kunyah biji secukupnya hutan,
kebun
34 Cinnamomum burmanii
Bl.
kayu manis pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan kebun
35 Eusideroxylon zwageri T.
Et B.
Ulin pohon batang bahan bangunan Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
Magnoliaceae
36 Elmerrillia tsiampacca
(L.) Dandy
Kayu adau pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
ladang
Maranthaceae
37 Halopegia blumei
(Koern.) K. Schumann
Daun jaum
(daloey)
herba daun pembungkus nasi, atap Ambil daun sesuai kebutuhan ladang,
kebun,
jekkau
Meliaceae
38 Lancium domesticum Corr Kayu langsat pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
kebun
Menispermaceae
39 Coscinum fenestratum
(Gaertn.) Coleber
Akar mabok liana batang anti mabuk Ambil sedikit bagian batang,
gigit/letakkan di gigi geraham saat
meminum alkohol (ciu) agar tidak
mabuk
hutan
40 Fibraurea sp. Aka mit 1 liana batang obat sakit mata Dicuci, dikikis kulitnya, tambahkan
air, masukkan ke kain, kemudian
diperas dan diteteskan ke mata
hutan
9
3
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
41 Arcangelisia flava (L)
Merr
Aka mit 2 liana batang obat demam kuning batang dibersihkan, potong-potong,
tambah air, minum
hutan
Moraceae
42 Antiaris toxicaria
Leschen.
Salo' pohon getah racun sumpit getah direbus, tunggu kering, jadikan
peluru atau dioleskan pada tombak
hutan
43 Ficus cf. uncinulata Becc. Ti puti perdu batang tali/pengikat batang dipotong, dijadikan
tali/pengikat
hutan
Myrtaceae
44 Tristaniopsis whiteana
(Griffith) Peter G. Wilson
& J.T. Waterh
Belaban pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
ladang
45 Psidium guajava Linn. Jambu batu perdu daun obat mencret Daun direbus, minum airnya kebun,
pekarangan
46 Syzygium zeylanicum DC. Kayu pa'dai pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan ladang,
jekkau,
hutan
Pandanaceae
47 Pandanus cf. Kaida Kurz. Da'a semak daun tikar, kerajinan Daunnya dibersihkan, dianyam ladang
Poaceae
48 Schizostachyum
brachycladum Kurz.
Bambu
talang
bambu batang bahan ba'rang, tedien Belah batang sesuai kebutuhan ladang,
jekkau
49 Coix lacryma-jobi Linn. Inu latong herba biji hiasan Biji dirangkai menjadi perhiasan
(gelang, kalung)
dekat
sawah
Rubiaceae
50 Anthocephalus chinensis
Hassk.
Tembalut pohon batang kayu api (kayu bakar) Belah batang sesuai kebutuhan hutan
51 Tarenna cumingiana
(Vid.) Elmer
Uku payau pohon batang kayu api, bahan
bangunan
Belah batang sesuai kebutuhan hutan
9
4
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
Rutaceae
52 Citrus maxima Merr. Bonyau
kela'ang
pohon buah menghilangkan ketombe Daging buah digosokkan ke rambut,
bilas
kebun
Sapindaceae
53 Nephelium ramboutan-ake
Leenh.
Bua abong
kobox
pohon batang, daun batang untuk kayu api,
daun untuk racun sumpit
Batang dibelah sesuai kebutuhan,
daun ditumbuk, peras airnya, campur
dengan getah salo'
kebun,
hutan
54 Dimocarpus Lour. ssp.
malesianus var.
malesianus Leenh
Mata kucing pohon batang kayu api Belah batang sesuai kebutuhan hutan
Sapotaceae
55 Palaqium sp. Ketepai pohon getah perekat mata parang
dengan gagangnya
Getah oleskan pada parang dan
gangangnya
hutan
Selaginelaceae
56 Selaginella plana Hieron. Sala baret herba seluruh bagian obat luka Sala baret ditumbuk, oles ke luka hutan
Simaroubaceae
57 Eurycoma longfolia Jack Pasak bumi pohon akar menambah tenaga,
malaria, demam, sakit
pinggang, melancarkan
kencing
Akar diiris, direndam air panas,
kemudian diminum
hutan
Solanaceae
58 Nicotiana tabacum L. Tembakau herba daun obat pacet Tembakau yang kering diusapkan ke
kulit yang dihinggapi pacet
kebun
Thymelaeaceae
59 Aquilaria spp. Gaharu pohon getah (resin) sumber pendapatan Penyadapan hutan,
kebun
60 Phaleria macrocarpa
(Scheff) Boerl.
Mahkota
dewa
perdu kulit buah obat asam urat kulit buah dikeringkan, diseduh
seperti minum teh
pekarangan
9
5
Lampiran 5 (Lanjutan)
No Famili/Nama ilmiah Nama lokal Habitus Bagian yang
digunakan Kegunaan Cara pengolahan
Lokasi
ditemukan
Urticaceae
61 Leucosyke capitellata
Wedd.
Te'pae herba daun obat hipertensi, diabetes daun dikeringkan, diseduh seperti teh pekarangan
Verbenaceae
62 Vitex pinnata L. Japa' pohon batang papan, kayu api Belah batang sesuai kebutuhan hutan,
ladang
Zingiberaceae
63 Zingiber officinale Rosc. Jahe herba rimpang obat masuk angin, flu rimpang dibersihkan, ditumbuk,
rebus, minum airnya
pekarangan
64 Kaempferia galanga Linn. Kencur herba rimpang obat batuk rimpang dibersihkan, ditumbuk,
rebus, minum airnya
pekarangan
65 Curcuma domestica Val.
C.
Kunyit herba rimpang melancarkan haid rimpang dibersihkan, ditumbuk,
rebus, tambahkan asam, minum
airnya
pekarangan
66 Curcuma zanthorrhiza
Roxb.
Temulawak herba rimpang penambah nafsu makan rimpang dibersihkan, ditumbuk,
rebus, minum airnya
pekarangan
9
6
Lampiran 6 Daftar spesies satwa sebagai bahan pangan
No. Nama lokal spesies Nama ilmiah spesies Bagian digunakan Fungsi Pengolahan
1 Babui (Babi berjenggot) Sus barbatus lemak, daging minyak babi, lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
2 Payau ( Rusa sambar) Cervus unicolor kulit, lemak, daging minyak babi, lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica, kerupuk
3 Biawak Varanus salvator daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
4 Beruang madu Helarctos malayanus daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
5 Landak Hystrix brachyura daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
6 Trenggiling Manis javanica daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
7 Kijang Muntiacus muntjak daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
8 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis otak, daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
9 Beruk Macaca nemestrina daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
10 Pelanduk Tragulus javanicus daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
11 Ular sawah Phyton reticulatus lemak, daging lauk hewani Goreng, bakar, rica-rica
9
7
Lampiran 7 Daftar spesies satwa berguna selain pangan
No. Nama lokal spesies Nama ilmiah spesies Bagian digunakan Fungsi Pengolahan/keterangan
1 Beruang madu Helarctos malayanus empedu menghilangkan lelah empedu diminum dengan madu
2 Landak Hystrix brachyura isi usus besar
menyembuhkan segala macam
penyakit
isi usus besar dikeringkan lalu ditelan
bersama air
3 Kijang Muntiacus muntjak ranggah hiasan dinding
setelah dimakan dagingnya, ranggah
dijadikan hiasan
4 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis otak obat maag langsung makan mentah
5 Beruk Macaca nemestrina batu guliga luka memar diminum campur madu
6 Rangkong badak Buceros rhinoceros bulu, kepala hiasan dinding
bulu untuk topi adat, kepala untuk hiasan
dinding
7 Kuau raja Argusianus argus bulu hiasan topi adat bulu dijadikan topi untuk tari adat
8 Binturong Arctictis binturong empedu obat setelah jatuh empedu diminum dengan madu
9 Macan dahan Neofelis nebulosa kulit dan rambut pakaian tari adat melambangkan kegagahan
10 Trenggiling Manis javanica embrio obat kuat embrio dicampur ciu, diminum
11 Rangkong gading Rhinoplax vigil tengkorak obat sakit gigi
tengkorak dikerok, campur air, kumur-
kumur
Lampiran 8 Kuisioner panduan wawancara
PANDUAN WAWANCARA
Hari/tanggal :
Nama responden :
Jenis kelamin :
Usia :
Tingkat pendidikan :
Jenis pekerjaan :
Agama :
Nilai budaya/kearifan lokal masyarakat Dayak TNKM
A. Stimulus Alami
1. Jenis tumbuhan apa yang dimanfaatkan dari hutan? Apa manfaatnya?
.............................................................................................................................
B. Stimulus Manfaat
1. Kegiatan apa yang dilakukan di dalam hutan?
a) Berburu b) Mengambil kayu bakar c) Mengambil tumbuhan
d) Lainnya...........................................................................................................
2. Apa hasil hutan yang dimanfaatkan?
a) Hewan b) Kayu c) Tumbuhan d) Lainnya..................
3. Hasil hutan yang diambil dipergunakan untuk diri sendiri atau dijual?
a) Digunakan sendiri b) Dijual c) Sebagian dijual
C. Stimulus Rela
1. Apakah bapak/ibu sering ke hutan?
a) Sering b) Jarang c) Tidak pernah d) Lainnya.................
2. Berapa kali bapak/ibu pergi ke hutan?
a) Setiap hari b) Seminggu sekali c) Sebulan sekali d) Lainnya......
99
3. Sudah berapa lama memanfaatkan hasil hutan?
a) < 1 tahun b) 1-3 tahun c) 4-6 tahun d) > 6 tahun
4. Seberapa sering memanfaatkan tumbuhan di hutan?
a) Setiap saat b) Hanya saat membutuhkan c) Tidak pernah
d) Lainnya...........................................................................................................
5. Apakah tumbuhan dari hutan juga ditanam di kebun sendiri?
a) Iya b) Tidak
6. Apakah ada aturan atau larangan yang berkaitan dengan sumberdaya hutan
bagi masyarakat?
a) Ada b) Tidak ada
7. Apa hukuman bagi yang melnggar aturan tersebut?
.............................................................................................................................
Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat Dayak TNKM
A. Stimulus Alami
1. Jika ada tumbuhan di hutan dijadikan bahan pangan, apa jenisnya?
.............................................................................................................................
2. Apa nama jenis makanan yang diolah dari tumbuhan pangan tersebut?
.............................................................................................................................
B. Stimulus Manfaat
1. Apakah tumbuhan di hutan dijadikan bahan pangan?
a) Iya b) Tidak
2. Apa habitusnya?
.............................................................................................................................
3. Bagaimana cara memperoleh dan mengolah tumbuhan pangan tersebut
menjadi bahan pangan?
.............................................................................................................................
4. Apa fungsi/khasiat tumbuhan tersebut bagi tubuh?
.............................................................................................................................
100
C. Stimulus Rela
1. Bagaimana cara memperole tumbuhan pangan?
.............................................................................................................................
2. Apakah diambil langsung dari hutan atau ditanam sendiri di kebun?
a) Diambil langsung dari hutan b) Ditanam sendiri dari kebun
c) Lainnya...........................................................................................................
3. Jika dari hutan, bagaimana cara memperolehnya?
.............................................................................................................................
4. Jika dari kebun sendiri bagaimana proses dari penanaman, perawatan, hingga
pemanenannya?
.............................................................................................................................
5. Siapa saja yang dapat mengonsumsi jenis makanan tersebut (kalangan usia)?
a) Kakek/nenek c) Ayah/Ibu c) Bayi d) Lainnya......
6. Kapan mengonsumsi tumbuhan pangan tersebut? Bagaimanakah periodenya
(hari/bulan/musim/pagi/siang/sore)?
.............................................................................................................................
7. Apakah ada ritual dalam pengambilan tumbuhan pangan dari alam?
Bagaimanakah ritual tersebut?
.............................................................................................................................
A. Data tambahan mengenai pemanfaatan tumbuhan berguna oleh masyarakat
Dayak TNKM
1. Selain tumbuhan yang diambil, apakah ada lagi pemanfaatan tumbuhan
secara etnis oleh masyarakat? Sebutkan. (Stimulus Rela)
.............................................................................................................................
2. Apa saja jenisnya? Apa manfaatnya? (Stimulus Alami)
.............................................................................................................................
3. Apakah juga memanfaatkan hewan sebagai tambahan bahan pangan? Apa
saja jenisnya? Bagian tubuh hewan mana yang dimanfaatkan? (Stimulus
Manfaat)
.............................................................................................................................
101
4. Apa fungsi dari hewan untuk pangan tersebut? (Stimulus Manfaat)
.............................................................................................................................
B. Kegiatan sehari-hari masyarakat yang menunjang etnobotani pangan
1. Ada berapa anggota keluarga di rumah ini? Sebutkan.
.............................................................................................................................
2. Bagaimana kegiatannya?
a) Kegiatan sehari-hari kepala keluarga
b) Kegiatan sehari-hari ibu rumah tangga
c) Kegiatan anak
d) Kegiatan utama dan tambahan/penunjang masing-masing aggota keluarga
3. Bagaimana budayanya dalam pemanfaatan tumbuhan di hutan (terutama
tumbuhan pangan)?
a) Upacara adat
b) Aturan adat
c) Ritual pemanfaatan
d) Konservasi menjaga hutan
e) dll