i
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA
DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE 2009-2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh:
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA
DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE 2009-2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh:
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN
DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
(AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014
Skripsi yang diajukan oleh
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
Telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
(Yunita Linawati, M. Sc., Apt.)
Tanggal …………………….
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Pengesahan Skripsi Berjudul
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN
DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
(AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014
Oleh:
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal: ……………………
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Aris Widayati, M.Si., Apt.,Ph.D.)
Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan
1. Yunita Linawati, M. Sc., Apt. ...........................
2. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt. ...........................
3. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. ...........................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Filipi 4:13
“Not all of us can do great things, but we can do small things with great love.”
-Mother Teresa-
“Do your future self a favor and work hard now”
Karya kecilku ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sepanjang hidupku
Bapak dan Ibu,
Kakakku tercinta,
Sahabat-sahabatku tersayang,
Serta
Almamaterku...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014” dengan
baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung, baik berupa moril, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Muhammad Syafak Hanung, Sp., A., M. Ph. selaku Direktur Utama dan
drg. Rini Sunaring Putri, M. Kes. selaku Direktur SDM dan Pendidikan
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian di Rumah Sakit tersebut.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Yunita Linawati M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi atas
kesabaran, bimbingan, perhatian, masukan dan motivasi kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
4. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.
5. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan
skripsi.
6. dr. Agnes Muryanti, Sp., A., M. Ph., Bapak Sudirman, Mbak Tri, Mas Ade,
Mas Randy dan seluruh staff bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta atas kerjasamanya dalam membimbing dan mempersiapkan
catatan rekam medis yang dibutuhkan penulis selama pengambilan data di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
7. Bapak dan ibu tersayang atas kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan
pengertian serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
8. Kakakku tersayang, Hermawan Hestu Nugroho atas kasih sayang, bimbingan,
serta menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan dalam tim Ope, Iwat, Dika untuk kerjasama,
semangat, dan bantuan yang selalu dibagikan dalam proses penyusunan
skripsi ini dari awal hingga akhir.
10. Sahabatku “Telektubbies” Momon, Sinta, Nonik, Nova, terimakasih untuk
tawa, dukungan, dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini.
11. Teman-teman kelompok Farmakoterapi Angga, Ella, Aris yang dengan
kesabaran membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
12. Keluarga besar “Kost Griya Kanna” Cindya, Tasya, Mala, Bertha,
Andrew, Celly, Novi, Yosef,, Malvin, David, Prima, Jose, Nanda, Nandus,
Dika, Daniel, Edward, Sona, Rei, Gilang, Gerry, dan teman-teman lainnya
yang telah memberikan keceriaan, kebersamaan, warna dalam hari-hari
penulis serta menjadi keluarga kedua dalam hidup penulis.
13. Sahabat-sahabatku Flo, Alan, Noel, Miktam, Dana, Igreya, Arby, terimakasih
untuk perhatian, kasih dan kesetiaan untuk menemukan harapan-harapan
baru.
14. Teman-teman FSM B 2012 dan FKK A 2012, terimakasih atas
kebersamaannya dan pengalaman yang tak akan terlupakan selama menjalani
kuliah dan praktikum bersama peneliti.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis akan menerima setiap kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis
mengharapkan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
Yogyakarta, 23 Mei 2016
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................vii
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi
INTISARI ............................................................................................................ xvii
ABSTRACT ......................................................................................................... xviii
BAB I - PENGANTAR ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
2. Keaslian Penelitian ............................................................................... 3
3. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1. Tujuan Umum ....................................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 4
BAB II – PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 5
A. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) ..................................................... 5
B. Drug Related Problems (DRPs) ................................................................. 20
C. Metode SOAP ............................................................................................ 21
D. Keterangan Empiris .................................................................................... 22
BAB III - METODE PENELITIAN ..................................................................... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 23
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................................ 24
C. Subjek Penelitian ........................................................................................ 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
D. Bahan dan Instrumen Penelitian................................................................. 26
E. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 27
F. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 27
G. Tata Cara Analisis Hasil............................................................................. 28
H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ......................................................... 30
BAB IV – HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 31
A. Karakteristik Pasien ................................................................................... 31
1. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ................................... 31
2. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur .................................................. 32
3. Outcome Terapi .................................................................................. 32
B. Profil Pengobatan ....................................................................................... 33
1. Terapi Farmakologi............................................................................. 33
2. Terapi Suportif ................................................................................... 40
3. Rute Pemberian ................................................................................... 41
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) .................................................. 41
1. Kasus 1 ................................................................................................ 42
2. Kasus 2 ................................................................................................ 43
3. Kasus 3 ................................................................................................ 45
4. Kasus 4 ................................................................................................ 46
5. Kasus 5 ................................................................................................ 47
6. Kasus 6 ................................................................................................ 50
7. Kasus 7 ................................................................................................ 51
8. Kasus 8 ................................................................................................ 52
9. Kasus 9 ................................................................................................ 54
10. Kasus 10 .............................................................................................. 55
11. Kasus 11 .............................................................................................. 56
12. Kasus 12 .............................................................................................. 58
13. Kasus 13 .............................................................................................. 59
14. Kasus 14 .............................................................................................. 61
15. Kasus 15 .............................................................................................. 62
D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) .............................. 64
BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
A. Kesimpulan ................................................................................................ 68
B. Saran ........................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70
LAMPIRAN...........................................................................................................74
BIOGRAFI PENULIS.........................................................................................125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Penelitian Terkait AIHA ........................................................ 3
Tabel II Klasifikasi AIHA .................................................................. 6
Tabel III Kategori dan Penyebab Utama Drug Related Problems 20
Tabel IV Distribusi kasus AIHA Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014.............................................. 32
Tabel V Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Pada Kasus
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014.............................................. 32
Tabel VI Pemberian Transfusi pada Pasien AIHA Usia Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
2009-2014............................................................................... 41
Tabel VII Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014.............................................. 41
Tabel VIII Gambaran DRPs pada Pasien AIHA Usia Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2009 – 2014............................................................... 42
Tabel IX Hasil Evaluasi DRPs Kasus AIHA Pasien Usia Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
2009-2014............................................................................... 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada wAIHA....... 8
Gambar 2. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada cAIHA........ 9
Gambar 3. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxymal
Cold Hemoglobinuria (PCH)..................................................... 10
Gambar 4. Indirect Antiglobulin Test (IAT) dan Direct Antiglobulin Test
(DAT), Aglutinasi Sel Darah Merah dengan Serum IgG atau
Anti-C3...................................................................................... 12
Gambar 5. Terapi yang Disarankan Untuk AIHA primer maupun
sekunder...................................................................................... 13
Gambar 6. Alogaritma Terapi wAIHA pada Pasien Dewasa....................... 16
Gambar 7. Alogaritma Terapi cAIHA pada Pasien Dewasa........................ 19
Gambar 8. Skema Pemilihan Subjek Penelitian dii RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.................................................................................. 26
Gambar 9. Persentase Kasus AIHA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.............................. 31
Gambar 10. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Kasus AIHA Usia
Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014.................................................. 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Ethic Committee Approval................ 75
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 76
Lampiran 3. Kasus 1........................................................................... 77
Lampiran 4. Kasus 2........................................................................... 80
Lampiran 5. Kasus 3........................................................................... 83
Lampiran 6. Kasus 4........................................................................... 86
Lampiran 7. Kasus 5........................................................................... 89
Lampiran 8. Kasus 6........................................................................... 94
Lampiran 9. Kasus 7........................................................................... 97
Lampiran 10. Kasus 8........................................................................... 100
Lampiran 11. Kasus 9........................................................................... 103
Lampiran 12. Kasus 10......................................................................... 106
Lampiran 13. Kasus 11......................................................................... 109
Lampiran 14. Kasus 12......................................................................... 113
Lampiran 15. Kasus 13......................................................................... 115
Lampiran 16. Kasus 14......................................................................... 119
Lampiran 17. Kasus 15......................................................................... 122
Lampiran 18. Biografi Penulis.............................................................. 125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
INTISARI
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan kelainan hematologi
dengan prevalensi 17:100.000. Termasuk dalam penyakit autoimun karena
terdapat autoantibodi yang memperantarai terjadinya penghancuran sel darah
merah pada tubuh. Penatalaksanaan terapi untuk penyakit ini masih dalam tahap
penelitian, sehingga terapi yang diberikan mengacu pada sejarah pengobatan
AIHA yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan terapi pasien
dewasa dengan diagnosis utama AIHA.
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan rancangan
penelitian case series dan menggunakan data retrospektif. Data yang digunakan
diambil dari rekam medis pasien dengan diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. Kriteria usia pasien yaitu
berkisar antara 26-45 tahun. Evaluasi DRPs dilakukan dengan metode SOAP
(Subjective, Objective, Assesment, Plan/recomendation).
Terdapat 15 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Kejadian AIHA lebih
banyak pada jenis kelamin perempuan (93%) dibanding laki-laki (7%). Obat yang
paling banyak digunakan yaitu kelas terapi kortikosteriod (100%). Ditemukan 18
episode DRPs, dimana kejadian yang paling banyak terjadi adalah dibutuhkan obat
tambahan sebanyak 10 episode.
Kata kunci: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA), Usia Dewasa, Drug
Related Problems (DRPs)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
ABSTRACT
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) is an abnormally of
hematological with a prevalence of 17: 100,000. Included in the autoimmune
disease because there are autoantibodies which mediate the annihilation of red
blood cells in the body. The organization of the therapy for this disease is still in
the research progress, so that the treatment has been given mentioning to the
history of medicine AIHA which has been done before. The aim of this study is to
evaluate the Drug Related Problems (DRPs) in the therapeutic organization of
adult patients with the primary diagnosis is AIHA.
This research is descriptive observational with case series study design and
using retrospective data. The data used were taken from patients’ medical records
with a primary diagnosis of AIHA in Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
period 2009-2014. Criteria from the patients’ ages are range between 26-45 years
old. DRPs evaluation was conducted using SOAP method (Subjective, Objective,
Assessment, Plan / Recommendation).
There are 15 cases that comply the inclusion criteria.In this case AIHA
more common with female gender (93%) rather than men (7%). The most widely
drug that used is corticosteroid therapy classes (100%). We found 18 episode of
DRPs, which the most common is need additional drugs as much as 10 episode.
Keywords: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA), Adults, Drug Related
Problems (DRPs)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan kasus gangguan
hematologi dimana terjadi penghancuran sel darah merah oleh auto-antibodi
(DeLoughery, 2013). Terjadinya autoantibodi dapat dipicu oleh faktor genetik,
infeksi, penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif
(Chaudhary and Das, 2014).
Angka kejadiannya pada orang dewasa yaitu 0,8-3 per 105/tahun, dengan
prevalensi 17:100.000. AIHA dapat bersifat idiopatik (50%) atau sekunder
dimana berhubungan dengan penyakit lain seperti penyakit autoimun (20%),
lymphoporoliferative syndroms (20%), infeksi, dan tumor (Zanella and Barcellini,
2014). Kasus AIHA yang paling sering terjadi adalah warm AIHA, mencapai 75%
dari keseluruhan kasus (Gehrs and Friedberg, 2002).
Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh usia termasuk orang dewasa.
Mortalitas AIHA pada orang dewasa yaitu 10% pada 5 tahun pertama hingga 40%
pada tahun ke-7 (Hoffbrand, Higgs, Keeling, Mehta, 2016).
Pengobatan AIHA meliputi obat-obat golongan kortikosteroid,
splenektomi, dan obat-obatan imunosupresif (Zanella and Barcellini, 2014).
Pengobatan AIHA sendiri masih dalam tahap penelitian, sehingga belum ada
guideline dengan rentang kepercayaan tinggi dan pengobatan yang dilakukan
mengacu pada sejarah pengobatan AIHA yang pernah dilakukan sebelumnya.
Perlu dilakukan evaluasi terhadap Drug Related Problems (DRPs) untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mengetahui apakah terapi yang diterima pasien sudah efektif untuk mengobati
penyakitnya.
Salah satu cara untuk menegetahui bahwa terapi yang diperoleh pasien
sudah efektif yaitu dengan melakukan evaluasi drug related problems (DRPs).
DRPs merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu
pencapaian tujuan terapi suatu obat kepada pasien yang dapat berpotensi
mengganggu pencapaian outcome terapi yang diinginkan. DRPs sering terjadi
terutama pada pasien yang mendapatkan obat lebih dari satu (polifarmasi)
(Cipolle, Strand, and Morley, 2004).
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta karena
merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Yogyakarta. Terdapat 342 kasus
AIHA di RSUP Dr. Sardjito selama tahun 2009-2014, 20 diantaranya adalah
pasien dewasa yang memiliki diagnosis utama AIHA. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan evaluasi terhadap terapi pasien AIHA khususnya usia
dewasa dan memberikan gambaran DRPs yang lebih mendalam sehingga dapat
meningkatkan rasionalitas pengobatan pada pasien AIHA usia dewasa di RSUP
Dr. Sardjito.
1. Rumusan Masalah
a. Seperti apakah karakteristik pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014?
b. Seperti apakah profil pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
2009-2014?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
c. Bagaimanakah DRPs yang terjadi pada pengobatan pasien dewasa dengan
diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2009-2014?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
pengobatan pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic
Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2009-2014 ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa
penelitian terkait AIHA yang pernah dilakukan, antara lain:
Tabel I. Penelitian Terkait AIHA
No Pengarang Persamaan Perbedaan
1. Anggoro,
J.
(2010)
Subjek penelitian:
pasien dengan
diagnosis AIHA di
RSUP Dr. Sardjito
Tujuan penelitian ini adalah untuk
membandingkan keamanan dan efektivitas
antara transfusi PRC dan WRC pada pasien
AIHA
2. Hoffman,
C. P.
(2006)
Menggunakan data
retrospektif
dengan subjek
penelitian pasien
AIHA
Merupakan penelitian case series
Mengulas tentang penyakit AIHA dan
komplikasinya
Tempat dan waktu penelitian dilaksanakan
berbeda
3. Baumann
et al
(2015)
Menggunakan data
retrospektif
dengan subjek
penelitian pasien
AIHA
Merupakan penelitian case report
Subjek adalah wanita hamil
Tujuan penelitian mengulas kejadian
AIHA pada wanita hamil dan efeknya bagi
janin
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
informasi mengenai DRPs pada penatalaksanaan terapi pasien AIHA usia
dewasa dan menambah referensi pengetahuan terkait penyakit tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi
pada penatalaksanaan terapi AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan pada pasien AIHA usia
dewasa.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi DRPs pada
penatalaksanaan terapi pasien dewasa dengan diagnosis utama AIHA di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien dewasa dengan diagnosis utama
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
2009-2014.
b. Mengetahui profil pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis
utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2009-2014.
c. Mengevaluasi DRPs pada terapi AIHA pasien dewasa di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan gangguan hematologi
yang ditandai dengan adanya produksi autoantibodi yang menyerang sel darah
merah melalui sistem komplemen dan sistem retikuloendotelial (Sarper, Kilic,
Zengin, and Gelen, 2011). Autoantibodi yang terlibat yaitu immunoglobulin IgG
dan IgM (DeLoughery, 2013).
1. Klasifikasi
AIHA secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe berdasarkan
reaktivitas suhunya, yaitu warm AIHA (wAIHA) dan cold AIHA (cAIHA). AIHA
tipe cold dibagi lagi menjadi Cold Aglutinin Diseases (CAD) dan Paroxysmal
Cold Hemoglobinuria (PCH). Masing-masing jenis AIHA tersebut dibagi lagi
menjadi sub-bagian, yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Idiopatik yaitu AIHA
tanpa adanya hubungan dengan penyakit lain, sedangkan sekunder yaitu AIHA
yang memiliki hubungan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain yang
menyertainya seperti infeksi atau penyakit lain seperti leukemia atau Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) (King and Ness, 2005).
AIHA juga dapat disebabkan karena penggunaan obat-obatan tertentu atau
disebut dengan drug-induced hemolytic anemia. Obat golongan penisilin dan
sefalosporin dapat menstimulasi formasi sel darah merah dengan autoantibodi.
Obat-obatan yang dapat menginduksi autoantibodi sel darah merah antara lain,
metildopa, procainamide, dan fludrabine (Reardon and Marques, 2006). Jenis ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
merupakan yang paling jarang terjadi, diperkirakan sekitar 1 dari 1.000.000 orang
(Bass, Tuscano,and Tuscano, 2013).
Tabel II. Klasifikasi AIHA
Tipe Tipe
Immunoglobulin DAT
Warm Autoimmune Hemolytic Anemia
Idiopatik
Secondary
Systemic Lupus Erythematosus
Chronic Lymphocytic Leukimia
IgG
IgG
dan/atau
C3
Cold Autoimmune Hemolytic Anemia
Cold Agglutinin Diseases(CAD)
Idiopatik
Secondary
Acute Transient (infeksi)
Chronic (gangguan
lymphoproliferative)
Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH)
Idiopatik
Secondary
Acute Transient (infeksi selain sipilis)
Chronic (sipilis)
IgM
IgG
C3
C3
*DAT, direct antiglobulin test; Ig, immunoglobulin.
2. Patofisiologi
AIHA disebabkan oleh autoantibodi (IgG / IgM) yang berikatan dengan
sel darah merah dam memulai penghancuran sel darah merah. Autoantibodi dapat
diproduksi karenasistem imun tidak dapat mengenali host atau self-antigen dan
berkaitan dengan kegagalan sel T meregulasi sel B. Infeksi, faktor genetik,
penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif juga merupakan
pemicu diproduksinya autoantibodi (Chaudhary et al, 2014).
a.Warm-type Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA)
Warm autoimmune hemolytic anemia (wAIHA) merupakan kasus AIHA
yang paling sering terjadi, mencapai 75% dari keseluruhan kasus. Antibodi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
terlibat adalah IgG, yang dapat bereaksi secara optimum pada suhu 370C (Gehrs
and Friedberg, 2002).
Sel darah merah yang dianggap antigen oleh IgG akan menyebabkan IgG
menempel pada sel darah merah dan membentuk kompleks. Protein Rh
merupakan antigen pada sel darah merah yang menjadi target sasaran IgG untuk
berikatan dan membentuk kompleks. Interaksi antara sel darah merah dengan
makrofag limpa dapat mengakibatkan fagositosis seluruh sel. Umumnya sebagian
sel darah merah menempel pada makrofag dengan cara berikatan dengan reseptor
Fc, kemudian bagian membran sel darah merah diinternalisasi oleh makrofag.
Rusaknya area permukaan membran menyebabkan perubahan bentuk sel (Marcus,
Attias, and Tamary, 2014).
Hilangnya sel darah merah dari sirkulasi dapat melalui mekanisme
fagositosis atau lisis. Mekanisme tersebut terjadi karena adanya Fc receptor-
mediated immune adherence dan complement mediated hemolysis.
1)Fc Receptor-Mediated Immune Adherence
Antibodi menganggap sel darah merah sebagai antigen sehingga terbentuk
kompleks autoantibodi dan mengaktifkan sistem komplemen. Fc reseptor (FcR)
merupakan reseptor pada makrofag yang dapat membuat makrofag menempel
pada kompleks IgG dan sel darah merah. Makrofag memiliki protein CR1 yang
merupakan ligan bagi protein komplemen C3b sehingga C3b dapat berikatan
dengan kompleks dan terjadilah fagositosis. Proses fagositosis oleh limfa tersebut
menyisakan sferosit, yaitu eritrosit yang memiliki ukuran lebih bulat dan warna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
yang padat dibandingkan eritrosit normal, serta bagian tengahnya berwarna pucat
(Berentsen and Sundic, 2015).
Gambar 1. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Warm AIHA
(Berentsen and Sundic, 2015)
2)Complement Mediated Hemolysis
Sel darah merah yang membentuk kompleks dengan IgG akan
mengaktifkan sistem komplemen C1 kemudian terpecah menjadi C1q, C1r, dan
C1s. C1qrs akan mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktivasi C3.
Kemudian C3 membentuk C3b yang menempel pada kompleks antigen-
autoantibodi sehingga sel darah merah menjadi lisis. Proses tersebut terjadi di
liver (Brentsen and Sundic, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
b.Cold-type Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA)
Gambar 2. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Cold AIHA
(Berentsen and Sundic, 2015).
Patogenesis Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA) diperantarai
antibodi IgM yang terjadi pada suhu rendah. cAIHA biasanya berhubungan
dengan sistem golongan darah Ii dan kebanyakan spesifik pada antigen
karbohidrat I. Kompleks terbentuk karenaterjadi pendinginan darah pada bagian
akral (bagian ujung jari tangan dan kaki) sehingga menyebabkan CA berikatan
dengan sel darah merah dan terjadi aglutinasi. Kompleks IgM-CA yang terikat
pada antigen sel darah merah kemudian mengikat protein komplemen C1
sehingga jalur komplemen klasik lainnya teraktifasi. Kemudian C1 esterase
mengaktifkan C4 dan C2, diikuti dengan aktivasi C3 konvertase dan membentuk
C3a dan C3b. C3b ini lah yang akan berikatan dengan kompleks. Ketika kompleks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
kembali ke bagian tubuh dengan suhu normal 370C, kompleks IgM-CA
melepaskan diri dari permukaan sel darah merah, sehingga memungkinkan bagi
sel darah merah yang teraglutinasi untuk memisahkan diri satu sama lain,
sementara C3b tetap terikat dengan sel darah merah yang kemudian dibawa ke
hati untuk difagosit (Marcus, Attias, Tamary, 2014).
1)Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH)
Gambar 3. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxymal
Cold Hemoglobinuria (PCH) (Berentsen and Sundic, 2015)
Paroxymal Hemoglobinuria (PCH) merupakan antibodi cold-reacting
dari sub tipe IgG. Kompleks IgG pada PCH mengikat protein pada permukaan sel
darah merah, disebut protein P namun tidak mengaglutinasi sel darah merah.
Terbentuk kompleks antara antigen dengan antibodi antieritrosit pada suhu 40C.
Kompleks tersebut kemudian mengikata C1 pada suhu 370C sehingga terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
aktivasi C2 dan C4. Kemudian C3 konvertase teraktivasi dan dipecah menjadi
C3a dan C3b. Kompleks antigen-antibodi antieritrosit yang berikatan dengan C3b
akan mengaktifkan C5 sehingga menyebabkan terjadinya aktivasi protein
komplemen C5b, 6, 7, 8, 9 dan kemudian terjadi lisis sel (Berentsen and Sundic,
2015).
3. Diagnosis
Gambaran klinis AIHA tidak jauh berbeda dari kasus anemia hemolitik
lainnya, yaitu pusing, pucat, kelelahan, sesak napas dan jantung berdebar. Paparan
suhu dingin pada kasus cold agglutinin dapat menyebabkan aglutinasi sel darah
merah yang ditunjukkan adanya warna kebiruan pada jari kaki, jari tangan,
telinga dan hidung namun warna dapat kembali lagi bila sudah tidak terpapar
dingin lagi (Zeerlender, 2011).
Gambaran darah tepi laboratorium menunjukkan terjadinya proses
hemolisis berupa sferositosis, polikromasi, maupun polikilositosis, sel eritrosit
berinti, dan retikulositopenia pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL,
jumlah leukosit bervariasi disertai gambar sel muda (metamielosit, mielosit, dan
promielosit), kadang disertai trombositopeni (Permono dkk, 2005). Peningkatan
kadar laktat dehydrogenase (LDH), indirect hyperbilirubinaemia, peningkatan
retikulosit (retikulosis), dan penurunan haptoglobin mencerminkan terjadinya
kerusakan sel darah merah. Jenis antibodi yang terlibat dapat diidentifikasi dengan
penggunaan antibodi imunoglobulin G monospesifik untuk IgG dan C3D
(Lencher et al, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Gambar 4. Indirect Antiglobulin Test (IAT) dan Direct Antiglobulin Test
(DAT), Aglutinasi Sel Darah Merah dengan Serum IgG atau
anti-C3 (Zeerleder, 2011).
Tes imunohematologi yang dilakukan disebut dengan coomb’s test
ditujukan untuk mendeteksi auto-antibodi terhadap sel darah merah. Direct
antiglobulin test (DAT) digunakan untuk mendeteksi antibodi pada permukaan sel
darah merah, sedangkan indirect antiglobulin test (IAT) untuk mengidentifikasi
antibodi anti-eritrosit pada serum. Hasil positif DAT yang menunjukkan adanya
aglutinasi sel darah dengan IgG saja atau sel darah dengan IgG dan C3d maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
termasuk dalam wAIHA, sedangkan jika terdapat aglutinasi antara sel darah
dengan C3d saja kemungkinan besar termasuk dalam cAIHA (Zeerleder, 2011).
4. Terapi Farmakologi
Pengobatan untuk AIHA masih dalam tahap penelitian sehingga belum
ada pedoman pengobatan (treatment guidelines) yang dipublikasikan untuk terapi
AIHA. Namun terdapat beberapa kajian terapi untuk kasus AIHA (Lechner and
Jager, 2010).
Gambar 5. Terapi yang Disarankan untuk AIHA Primer Maupun Sekunder
(Lechner et al, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. Transfusi dan Tindakan Suportif
1) Splenectomy
Splenectomy merupakan suatu prosedur operasi pengangkatan limpa
(Cadili and Gara, 2008). Merupakan terapi secondline yang paling efektif,
biasanya digunakan pada pasien yang mengalami intoleran terhadap
kortikosteroid (Zanella et al, 2014). Splenektomi dapat mengurangi penghancuran
sel darah merah dan produksi auto-antibodi.
2) Transfusi Darah
Transfusi sel darah merah diperlukan pada pasien AIHA untuk
mempertahankan kadar hemoglobin, setidaknya hingga perawatan khusus
memberikan respon (Permono, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, dan Abdulsalam,
2005). Transfusi sel darah merah bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan
memperbaiki asupan oksigen ke jaringan. Direkomendasikan untuk melakukan
transfusi ketika kadar hemoglobin pasien <7 g/dL dengan target mempertahankan
kadar hemoglobin antara 7-9 g/dL (Sharma, Sharma, and Tyler, 2011).
Terdapat 4 jenis transfusi sel darah merah, antara lain:
a) Sel darah merah pekat (Packed Red Cell)
Digunakan untuk mengatasi keadaan anemia karena keganasan, anemia
aplastic, thalasemia, anemia hemolitik, mengatasi defisiensi yang berat
dengan ancaman gagal jantung atau menderita infeksi berat, serta perdarahan
akut (Permono dkk, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
b) Sel darah merah miskin leukosit
Digunakan untuk mencegah reaksi transfusi non hemolitik (panas, gatal,
menggigil, dll), digunakan pada kasus transfusi berulang, menghindari
potensi sensitisasi pada kasus transplantasi jaringan, dan mempunyai masa
simpan yang lebih pendek (Permono dkk, 2005).
c) Sel darah merah beku (Frozen Red Packed Cell)
Dibekukan agar sel darah merah dapat disimpan lebih lama, bagi persediaan
sel darah merah yang jarang dijumpai (Permono dkk, 2005).
d) Sel darah merah yang diradiasi (Irradiation Blood)
Digunakan untuk menghindari reaksi imun yang akan terjadi, radiasi bertujuan
untuk menghancurkan sel limfosit yang sering menyebabkan terjadinya graft
versus host (GVH) (Permono dkk, 2005).
e) Washed Red Cell (WRC)
Digunakan untuk pasien yang mengalami alergi parah atau reaksi demam
berulang pada sel darah merah, atau pasien dengan defisiensi IgA. WRC
memiliki kandungan plasma yang lebih rendah atau hampir tidak ada (<0,5 g
sisa plasma per unit) bila dibandingkan dengan PRC (Norfolk, 2013).
3) Hindari Paparan Dingin
Pasien dengan cAIHA mengalami proses penghancuran sel darah pada
kondisi suhu dingin sehingga pasien harus dijauhkan dari paparan dingin. Bila
perlu, transfusi darah harus dilakukan dalam kondisi yang terkontrol pada suhu
370C dengan menggunakan sistem pemanas (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
b. Terapi Warm Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA)
Gambar 6. Alogaritma Terapi Warm Autoimmune Hemolytic Anemia
(wAIHA) pada Pasien Dewasa (Zanella et al, 2014).
Terapi pada wAIHA bertujuan untuk menurunkan jumlah auto-antibodi
yang diproduksi atau menurunkan kemampuannya dalam menghancurkan sel
darah merah. Obat golongan kortikosteroid merupakan pilihan lini pertama untuk
terapi AIHA. Obat ini bekerja dengan menghalangi sel yang terlapisi untuk
bertemu dengan IgG dan menurunkan produksi IgG baru (Reardon et al, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
1) Kortikosteroid
Obat golongan kortikosteroid merupakan first-line untuk terapi AIHA.
Obat golongan steroid bekerja dengan menurunkan produksi auto-antibodi oleh
sel-B. Selain itu, steroid juga menurunkan densitas reseptor Fc-gamma pada
proses fagositosis di limpa. Kortikosteroid yang sering digunakan yaitu prednison
dengan dosis 1-1,5 mg/kg/hari selama 1-3 minggu, kemudian dilakukan tappering
dosis sesuai keadaan pasien. Untuk pasien yang mengalami hemolisis cepat atau
severe anemia dapat diberikan metilprednisolon injeksi dengan dosis 250-1000
mg/hari 1-3 hari. Penting untuk diingat bahwa penggunaan steroid dalam jangka
waktu panjang harus disertai dengan pemberian bisphosphonates, vitamin D,
kalsium, dan suplemen asam folat (Zanella et al, 2014). Perlu dilakukan
monitoring terhadap kadar gula dalam darah selama penggunaan steroid untuk
mengetahui adanya diabetes melitus yang disebabkan penggunaan steroid
(Zeerleder, 2011).
2. Rituximab
Rituximab (anti-CD20) merupakan terapi second-line untuk pasien yang
tidak dapat menerima terapi dengan kortikosteroid dan menolak atau tidak
memenuhi syarat untuk dilakukan splenectomy. Penggunaan obat Rituximab
kontra indikasi terhadap pasien dengan infeksi virus hepatitis B yang tidak diobati
(Zanella et al, 2014). Regimen standarnya 375 mg/m2 pada hari 1, 8, 15, 22, untuk
4 dosis (Lechner et al, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
3. Imunosupresan
Imunosupresan direkomendasikan sebagai pengobatan bagi pasien yang
tidak dapat menerima terapi degan kortikosteroid, rituximab, maupun
splenectomy. Obat-obatan yang biasa digunakan seperti azathioprine (100-150
mg/hari) dan siklofosfamid (100 mg/hari) merupakan imunosupresif yang dapat
menurunkan produksi auto-antibodi. Jumlah sel darah periferal perlu dimonitoring
untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping berupa mielosupresif. Obat
imunosupresif lain seperti siklosporin atau mikofenolat mofetil (MMF) sama
efektifnya pada beberapa kasus (Zeerleder, 2011). MMF diberikan dengan dosis
500 mg/hari diberikan 2 kali, setelah 2 minggu ditingkatkan menjadi 1 gram/hari
diberikan 2 kali (Howard, Hoffbr, Grant, and Mehta, 2001).
4. Last-line
Siklofosfamid dosis tinggi dapat digunakan sebagai pengobatan untuk
pasien yang sangat mengalami kekambuhan. Terapi lain yang dapat digunakan
yaitu Alemtuzumab, terbukti efektif pada beberapa pasien namun memiliki
toksisitas yang tinggi (Zanella et al, 2014).
c. Terapi Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Terapi yang paling mendasar cukup sederhana bagi pasien cAIHA, yaitu
dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat dengan mengenakan sarung
tangan, topi, dan sepatu tertutup. Bila diperlukan transfusi dilakukan pada suhu
370C terkontol. Selama tindakan operasi, suhu tubuh juga harus dijaga pada 37
0C.
Terdapat dua percobaan terkontrol dengan hasil rituximab menunjukkan respon
baik pada 40-50% kasus (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Gambar 7. Alogaritma Terapi Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA)
pada Pasien Dewasa (Michel, 2011).
Pasien Cold AIHA yang tidak dapat menerima terapi splenektomi dan
steroid, terapi yang diberikan adalah rituximab atau kombinasi rituximab dan
fludarabine (Zanella et al, 2014).
5. Monitoring
Perlu dilakukan monitoring terhadap pasien AIHA karena kondisi tersebut
dapat mengancam jiwa. Monitoring yang dilakukan antara lain:
1. Kadar hemoglobin (setiap 4 jam)
2. Jumlah retikulosit (setiap hari)
3. Ukuran splenic (setiap hari)
4. Hemoglobinuria (setiap hari)
5. Kadar haptoglobin (setiap minggu)
6. Coomb’s test (setiap minggu)
(Lanzkowsky, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
B. Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems(DRPs) adalah hal yang tidak diinginkan yang
dialami oleh pasien yang yang berkaitan dengan terapi pengobatan, dan yang
menghalangi tercapainya tujuan terapi yang dinginkan. DRPs termasuk dalam
domain praktisi pharmaceutical care, yang bertujuan untuk membantu pasien
mencapai tujuan terapi dan mewujudkan hasil terbaik dari terapi (Cipolle et al,
2014).
Kondisi patofisiologis dan penatalaksanaan terapi dapat mempengaruhi
permasalahan dalam terapi obat. Cipolle et al (2004) memaparkan penyebab
untuk masing-masing kategori DRPs menjadi:
Tabel III. Kategori dan Penyebab Utama Drug Related Problems (DRPs)
(Cipolle et al, 2014)
Kategori Penyebab Umum
Terapi obat yang tidak
diperlukan (Unnecessary drug
related)
Tidak adanya indikasi medik yang valid
untuk terapi pada saat itu
Berbagai obat digunakan untuk kondisi yang
hanya membutuhkan satu obat
Kondisi medis yang lebih tepat
menggunakan terapi non-obat
Terapi untuk pencegahan efek samping
Penyalahgunaan obat
Dibutuhkan tambahan obat
(Need for additional drug
related)
Kondisi yang membutuhkan terapi baru
Terapi obat pencegahan untuk mengurangi
risiko timbulnya risiko baru
membutuhkan tambahan terapi untuk
mencapai efek sinergis dan aditif.
Obat tidak efektif (Ineffective
drug)
Obat tidak efektif untuk kondisi pasien
Kondisi medis tidak dapat disembuhkan
dengan obat yang diberikan
Bentuk sediaan obat tidak sesuai
Obat tidak efektif untuk indikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Tabel III. Lanjutan
Kategori Penyebab Umum
Dosis terlalu rendah (Dosage
too low)
Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan
respon yang diinginkan
Interval dosis terlalu besar untuk
menghasilkan respon yang diinginkan
Interaksi obat mengurangi jumlah obat aktif
yang tersedia
Durasi terapi obat terlalu singkat untuk
menghasilkan respon yang diinginkan
Efek samping obat (Adverse
drug reaction)
Obat menyebabkan reaksi tidak diinginkan
yang tidak berhubungan dengan dosis
Diperlukan obat yang aman karena faktor
risiko
Interaksi obat menyebabkan reaksi yang
tidak diinginkan
Regimen dosis diberikan atau berubah
terlalu cepat
Obat menyebabkan reaksi alergi
Obat merupakan kontraindikasi karena
adanya faktor risiko
Dosis terlalu tinggi (Dosage
too high)
Dosis terlalu tinggi
Frekuensi obat terlalu sering
Durasi obat terlalu panjang
Interaksi obat menyebabkan reaksi toksik
Dosis obat diberikan terlalu cepat
Ketidakpatuhan
(Noncompliance)
Pasien tidak memahami instruksi
Pasien lebih memilih tidak meminum obat
Pasien lupa meminum obat
Obat terlalu mahal bagi pasien
Pasien tidak dapat menelan atau mengelola
obat tersebut sendiri dengan tepat
Obat tidak tersedia untuk pasien
C. Metode SOAP
Penelitian ini menggunakan metode SOAP (subjektive, objective,
assesment, plan) yang merupakan suatu strategi pada analisis catatan medis
berdasarkan masalah kesehatan pasien. Subjective (S) berisikan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
subjektif dalam rekam medis yang meliputi data diri pasien. Objective (O)
berisikan catatan hasil tes laboratorium dan pemeriksaan lainnya seperti tanda
vital, hasil X-ray, ECG, pemeriksaan fisik, obat dan lainnya. Assesment (A)
berisikan informasi dari subjective dan objective yang digunakan untuk
mengembangkan rancangan terapi bersama dengan protokol terapi. Plan (P)
berisikan rekomendasi terapi yang didapatkan dari analisis kasus, berupa
perubahan strategi dan obat yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai dan parameter
yang harus dipantau (Becerra, Martinez, Guvara, dan Ramirez, 2012).
D. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran Drug Related
Problems (DRPs) terkait terapi pengobatan pada pasien usia 26-45 tahun dengan
diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014, yang meliputi: terapi obat yang tidak
diperlukan (unnecessary drug related), dibutuhkan tambahan obat (need for
additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah
(dosage too low), efek samping obat (adverse drug reaction), dan dosis terlalu
tinggi (dosage too high).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi Drug Related Problems (DRPs) terapi
pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode 2009-2014. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan rancangan penelitian secara case series dan
menggunakan data retrospektif.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena penggalian
informasi dilakukan secara sederhana melalui sumber informasi yang tersedia
yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2013).
Penelitian secara deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan
interpretasi data serta tidak dimaksud untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006).
Rancangan case series merupakan suatu kumpulan dari kasus yang sama
dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan dideskripsikan
hasilnya (Storm and Kimmel, 2006).
Penelitian ini menggunakan data retrospektif yang merupakan data yang
diambil dengan cara melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada
lembar rekam medis pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian meliputi profil pengobatan Autoimmune Hemolytic
Anemia (AIHA) dan Drug Related Problems (DRPs) yang meliputi terapi obat
yang tidak diperlukan (unnecessary drug related), dibutuhkan tambahan obat
(need for additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis
terlalu rendah (dosage too low), efek samping obat merugikan (adverse drug
reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage too high).
2. Definisi Operasional
a. Evaluasi DRPs pada penelitian ini dilakukan terhadap kondisi klinis dan
pola pengobatan yang berhubungan dengan AIHA saja.
b. Pola pengobatan, merupakan terapi farmakologis dan non farmakologis
yang diterima subjek penelitian selama dirawat di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. Obat-obatan
yang digunakan oleh subjek dalam penelitian ini disebut menggunakan
nama generiknya.
c. DRPs ketidak patuhan tidak dikaji karena data yang digunakan adalah data
retrospektif sehingga tidak dapat melihat kelanjutan pengobatan pasien
untuk menentukankategori ketidakpatuhan pasien.
d. DRPs dibagi menjadi dua, yaitu aktual dan potensial. DRPs aktual yaitu
masalah yang terjadi selama terapi pengobatan dan dapat dilihat melalui
data yang tertera pada lembar rekam medis. DRPs potensial yaitu masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
yang berkaitan dengan terapi yang diterima pasien yang mungkin terjadi
dan dapat diketahui melalui berbagai literatur penunjang.
e. Pustaka acuan yang digunakan untuk melakukan evaluasi DRPs yaitu
Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia oleh Zanella and Barcellini
pada tahun 2012, Autoimmune Hemolytic Anemia oleh DeLoughery pada
tahun 2013, dan Drug Interaction Checker oleh Medscape.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua pasien dewasa dengan diagnosis utama
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
1. Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu satu atau lebih kasus dalam satu
nomor rekam medis pasien dengan usia 26-45 tahun yang memiliki riwayat
diagnosis utama AIHA dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada periode 2009-2014.
2. Kriteria eksklusi subjek penelitian yaitu pasien yang memiliki AIHA sebagai
diagnosis sekunder, serta rekam medis tidak lengkap dan rekam medis tidak
ditemukan.
Hasil print out menunjukkan kejadian AIHA di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode 2009-2014 terdapat total 342 kasus
AIHA. Diantaranya terdapat 20 pasien usia dewasa dengan diagnosis utama
AIHA, namun 5 pasien dieksklusi karena 2 pasien diantaranya tidak ditemukan
berkas rekam medisnya dan 3 pasien memiliki catatan terapi yang tidak lengkap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dan tidak dapat dikonfirmasi. Jumlah total kasus AIHA pada usia dewasa yang
masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 15 kasus.
Gambar 8. Skema Pemilihan Subjek Penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
D. Bahan dan Instrumen Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan
rekam medis pasien dengan usia 26-45 tahun yang memiliki diagnosis utama
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) dan menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014.
AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
342 kasus
AIHA tanpa SLE
299 kasus
Anak (≤18 tahun)
93 kasus AIHA
Inklusi
12 kasus
Remaja (19-25 tahun)
38 kasus
Dewasa (26-45 tahun)
49 kasus
20 kasus diagnosis
utama AIHA
Inklusi
15 kasus
Eksklusi
2 kasus tidak ditemukan
3 kasus terapi tidak lengkap
Pra Lansia (46-59 tahun)
43 kasus
Lansia (≥60 tahun)
76 kasus
Inklusi 9 kasus
AIHA + SLE
43 kasus
Eksklusi 37 kasus:
36 Kasus AIHA SLE
dengan penyakit penyerta
lain
1 Kasus tegak AIHA tahun 2008
Inklusi 6 kasus (5 rekam medis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa form yang digunakan saat
proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien. Form yang digunakan
memuat informasi subjektif dan objektif pasien selama menjalani rawat inap.
E. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 September sampai 21 Desember
2015 pada bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan
No. 1 Sekip, Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan
Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi untuk mencari
informasi terkait jumlah pasien AIHA, perizinan, dan tata cara pengambilan data.
mengurus izin penelitian untuk dapat mengambil data di lokasi penelitian, yaitu
pada bagian Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Analisis Situasi
Analisis situasi merupakan pemastian data yang diambil telah memadahi
untuk dilakukan evaluasi. Dilakukan dengan mengevaluasi data yang diambil dari
beberapa kasus.
3. Pengambilan data
a. Penelusuran data dilakukan dengan melihat hasil print out dari bagian
rekam medis sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
b. Pengambilan data dilakukan dengan menyalin data pada rekam medis
pasien yang meliputi identitas pasien, tanggal rawat inap, diagnosis,
keluhan utama, status keluar rumah sakit, riwayat penyakit dan riwayat
penggunaan obat sebelumnya, hasil pemeriksaan, catatan keperawatan dan
perkembangan pasien, terapi farmakologi pada pasien.
4. Pengolahan Data dan Analisis Hasil
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan
gambaran karakteristik subjek penelitian, profil penggunaan obat pasien.
Pengolahan data secara evaluatif dilakukan dengan cara mengevaluasi DRPs
pada penggunaan obat pasien AIHA
G. Tata Cara Analisis Hasil
1. Karakteristik Pasien
Analisis karakteristik pasien dilakukan dengan mengelompokkan usia
pasien, jenis kelamin dan jenis AIHA. Penggolongan usia dewasa dibagi menjadi
2 kategori, yaitu masa dewasa awal (26-35 tahun) dan masa dewasa akhir (36-45
tahun). Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.
Persentase masing-masing kelompok dapat dihitung menggunakan cara dibawah:
Persentase =
2. Profil Pengobatan
Profil pengobatan ada 2, yaitu terapi farmakologi dan non-farmakologi.
Persentase jenis terapi diperoleh dengan cara di bawah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Evaluasi DRPs
Analisis dilakukan menggunakan metode SOAP kemudian dikelompokkan
sesuai dengan jenis DRPs yang meliputi terapi obat yang tidak diperlukan
(unnecessary drug related), perlu obat tambahan (need for additional drug
related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (Dosage too
low), efek samping obat (adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage
too high). Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif, sehingga bagian
plan digantikan dengan recommendation. Analisis yang dilakukan bertujuan
untuk memberikan rekomendasi atas masalah yang terjadi. Persentase temuan
DRPs dihitung dengan cara:
Persentase=
4. Penyajian Hasil Penelitian
Hasil penelitian ditunjukkan dengan karakteristik pasien AIHA usia
dewasa, profil pengobatan, dan evaluasi Drug Related Problems (DRPs) diuraikan
secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. Persentase
kejadian DRPs dapat dihitung dengan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian
Kesulitan yang dialami selama penelitian yaitu belum adanya guideline
atau protokol resmi terkait terapi AIHA dengan tingkat kercayaan tinggi. Evaluasi
yang dilakukan peneliti berdasarkan review dan penelitian-penelitian yang
sebelumnya pernah dilakukan. AIHA merupakan penyakit yang cukup jarang
diderita sehingga belum banyak penelitian terkait penyakit ini. Selain itu terdapat
beberapa rekam medis yang tidak ada, tidak lengkap atau sulit terbaca sehigga
peneliti mengalami kesulitan untuk mengevaluasi terapi yang diterima oleh
pasien.
Kelemahan penelitian ini yaitu jumlah kasus yang dievaluasi hanya
berjumlah 15 kasus, sehingga hal ini belum benar-benar mewakili atau
menggambarkan bagaimana penanganan penyakit AIHA secara umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien
1. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari data yang diperoleh (Gambar 9), terlihat bahwa kejadian AIHA
lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan (93%) dibandingkan laki-laki
(7%). Penelitian yang ada sebelumnya menyatakan bahwa AIHA pada orang
dewasa memiliki perbandingan antara perempuan dengan laki-laki yaitu 2:1
(Michel, 2011). AIHA cenderung lebih banyak dialami oleh wanita karena adanya
hormon seks dan/atau sex linked gene inheritance yang mungkin menyebabkan
wanita lebih rentan terhadap penyakit autoimun (Voskuhl, 2011). Hormon
esterogen pada perempuan dapat merangsang produksi antibodi oleh sel B yang
dimungkinkan juga bertanggung jawab untuk terjadinya penyakit autoimun.
Hormon androgen pada laki-laki umumnya bersifat imunosupresif sehingga dapat
menekan kemungkinan terjadinya proses autoreaktif (Bratawidjaja dkk, 2012).
Gambar 9. Persentase Kasus AIHA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur
Penggolongan usia dewasa dibagi menjadi dua yaitu masa dewasa awal
(25-35 tahun) dan masa dewasa akhir (36-45 tahun).
Tabel IV. Distribusi Kasus AIHA Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014 Berdasarkan Usia
Kriteria Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah
Kasus
Persentase (%)
(n=15)
Masa Dewasa Awal 26-35 9 60
Masa Dewasa Akhir 36-45 6 40
Gambaran kelompok pasien AIHA yang rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa pasien dengan
kelompok umur 26-35 tahun sebesar 60% dan kelompok umur 36-45 tahun
sebesar 40%.
3. Outcome Terapi
Dari 15 kasus AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-
2014 yang masuk kriteria inklusi, sebagian besar kasus meninggalkan rumah sakit
dalam kondisi yang membaik dan diizinkan pulang. Jumlah kasus yang pulang
dengan membaik dan diizinkan terdapat 13 kasus (87%) dan jumlah kasus
meninggal dunia sebanyak 2 kasus (13%). Penyebab kematian pada kasus 8 yaitu
shock septic dd hipovolemik, yaitu keadaan dimana tubuh tidak mampu
menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan. Hal tersebut terjadi
karena tubuh kehilangan darah cukup banyak, terutama hemoglobin yang
berperan dalam transport oksigen ke jaringan. Penyebab kematian pada kasus 10
yaitu hospital acquired pneumonia (HAP), merupakan infeksi paru-paru yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
berkembang selama rawat inap di rumah sakit. Hal tersebut terjadi karena pasien
AIHA rentan terkena infeksi dan tidak diberikannya antibiotik untuk mengatasi
infeksi bakteri tersebut.
Gambar 10. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Kasus AIHA Usia
Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014.
B. Profil Pengobatan
1. Terapi Farmakologi
Pengkajian terkait gambaran umum penggunaan obat pada pasien dewasa
dengan diagnosis AIHA dilakukan berdasarkan sub kelas terapi menurut
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328 Tahun 2013 tentang
formularium nasional.
87%
13%
Membaik dan diizinkan
Meninggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tabel V. Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Pada Kasus AIHA
diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
2009-2014
Kelas Terapi Jenis Obat Kasus Jumlah
Kasus
Persentase (%)
n=15
Kortikosteroid Metilprednisolon 1-15 15 100
Imunosupresan Mikofenolat
mofetil 5 dan 8 2 13,3
Analgesik Non
Narkotik Parasetamol 3, 6, 11, dan 13 4 26,6
Antidiabetes Insulin aspart 14 1 6,6
Antiulkus Ranitidin 2, 13, 14, 15
9 60,0 Lansoprazol 11
Pantoprazol
Antasida
7, 8, 12
14
Antianemi Asam Folat 5, 6, 7, 9 4 26,6
Vitamin B12 9
Antibakteri Sefalosporin 3, 5, 11, 13
5 33,3 Meropenem 8
Aminoglikosida 11
Penggunaan obat yang paling banyak adalah dari kelas kortikosteroid,
dimana obat-obatan pada kelas ini merupakan first-line untuk terapi AIHA.
a. Kortikosteroid
Obat golongan kortikosteroid yang digunakan untuk pengobatan AIHA
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ini adalah metilprednisolon. Semua kasus
mendapatkan terapi metilprednisolon baik secara enteral maupun parenteral.
Pasien yang baru terdiagnosis dan mengalami wAIHA parah harus segera
diberikan terapi steroid (Hoffman et al, 2014).
Kortikosteroid merupakan sintesis analog dari hormon steroid yang
diproduksi oleh korteks adrenal ginjal. Seperti hormon aslinya, komponen sintesis
ini juga memiliki glukokortikoid (GC) dan/atau meneralokortikoid.
Mineralokortikoid berperan pada transportasi ion di sel epitel pada tubulus renal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan juga terlibat pada regulasi keseimbangan atau penyangga garam dan cairan
dalam tubuh. GC terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
selain itu juga memiliki efek anti-inflamasi, imunosupresif, anti-proliferative, dan
vasokonstriksi. GC dapat menurunkan penghancuran eritrosit pada pasien AIHA
(Liu, Ward, Krishnamoorthy, Mandelcorn, Leigh, et al,2013). Steroid bekerja
dengan menurunkan produksi autoantibodi oleh sel B, selain itu juga menurunkan
densitas reseptor Fc-gamma pada saat fagositosis di limpa (Zeerleder, 2011).
Pemberian kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan
terjadinya oseteoporosis pada orang dewasa dan menghambat perkembangan
tulang rangka pada anak-anak. Hormon glukokortikoid dapat mengganggu
transport kalsium oleh bantuan vitamin D di usus dan menghambat pembentukan
tulang. Penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang harus disertai dengan
pemberian vitamin D, kalsium, dan asam folat (Zanella et al, 2014). Beberapa
efek samping potensial lainnya yaitu, gangguan cairan dan elektrolit, gangguan
pencernaan, gangguan penglihatan, gangguan otot dan saraf, serta gangguan kulit
(Zoorob et al, 1998).
b. Imunosupresan
Imunosupresan merupakan pilihan obat secondline pada terapi AIHA
yang bekerja dengan menurunkan produksi antibodi (Lechner et al, 2010). Obat
imunosupresan yang efektif digunakan antara lain azathioprin, siklofosfamid,
siklosporin dan mikofenolat mofetil (MMF) (Zeerleder, 2001). Penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
imunosupresan perlu dilakukan monitoring terhadap jumlah sel darah peripheral
karena obat ini memiliki efek samping berupa mielosupresif.
MMF merupakan pro-drug dari asam mikofenolat, hasil fermantasi
spesies Penicillium. MMF bekerja poten dengan menghambat inosin 5’-mono-
phosphate dehydrogenase, enzim yang memiliki peranan penting pada sintesis
purin. Mekanisme utama MMF yaitu dengan menghambat limfosit proliferatif
namun dapat juga dengan menyebabkan penipisan guanosis trifosfat (GTP)
sehingga terjadi pengurangan molekul adhesi pada leukosit dan terjadi penurunan
perekrutan leukosit pada lokasi inflamasi (Howard, Hoffbrand, Prentice, Mehta,
2001). MMF direkomendasikan untuk masuk dalam terapi kekambuhan pada
imun sitopenias sebagai pilihan steroid-sparing (Zanella et al, 2014). Ditemukan 2
kasus, yaitu kasus 5 dan 8 yang diterapi dengan MMF bersamaan dengan
metilprednisolon (kortikosteroid).
c. Analgesik Non Narkotik
Parasetamol merupakan terapi untuk mengurangi nyeri dan demam
(Sharma and Mehta, 2013). Demam didefinisikan dimana keadaan suhu tubuh
>370C. Suhu normal untuk orang dewasa dengan pengukuran secara oral (33.2-
38.20C), rectal (34.4-37.8
0C), tympanic (35.4-37.8
0C), axillary (35.5-37.0
0C)
(Sun, Forsberg, and Karin, 2011). Dosis parasetamol yang digunakan untuk
meringankan demam dan nyeri ringan pada orang dewasa yaitu 325-650 setiap 4-
6 jam, atau 1000 mg 3-4 kali per hari bila mengalami nyeri dengan dosis
maksimum 4 gram/hari (American Pharmacist Association, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Parasetamol bekerja di hipotalamus yang meregulasi suhu tubuh dan
dapat bekerja di perifer untuk memblokir impuls nyeri, serta dapat juga
menghambat sintesis prostaglandin di CNS (Botting, 2000). Parasetamol bekerja
menurunkan demam dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase dan
menurunkan jumlah PGE2 di hipotalamus sehingga impuls nyeri terhambat.
Parasetamol dapat menembus blood-brain barrier dan dapat bertindak secara
istimewa dalam sistem saraf pusat dengan mengurangi produksi prostaglandin
(Aronoff, 2001).
Terdapat 4 kasus pada penelitian evaluasi DRPs pasien dewasa dengan
AIHA di RSUP Dr. Sardjito yang diberikan terapi analgesik non-narkotik, yaitu
kasus 3, 6, 11, dan 13.
d. Antidiabetes
Insulin aspart merupakan obat antidiabetes golongan rapid-acting yang
bekerja secara cepat memiliki onset 15-30 menit (Dipiro, 2008). Insulin memiliki
efek yang lebih cepat dibandingkan antidiabetes oral untuk menurunkan kadar
gula dalam darah (Meneghini, 2009).
Pemberian insulin bertujuan untuk menurunkan kadar gula dalam darah,
dimana salah satu efek samping penggunaan jangka panjang kortikosteroid yaitu
peningkatan kadar gula dalam darah (Zeerleder, 2011). Terdapat 1 kasus AIHA di
RSUP Dr. Sardjito yang diberikan terapi insulin, yaitu kasus 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
e. Antiulkus
Penggunaan kortikosteroid berisiko menyebabkan gangguan pencernaan
seperti pendarahan gastrointestinal bagian atas dan peptik ulser (Gutthann,
Rodriguez, and Raiford, 1996). Kortikosteroid dapat menghambat sintesis mukosa
lambung, peningkatan sel gastrin, hiperplasia sel parietal karena sekresi asam
berlebih, gangguan fibroblast dan penekanan sintesis-sintesis prostaglandin
melalui penghambatan interleukin-1beta dan COX-2 (Luo, Chang, Lin, Lu, Lu,
Cheng et al, 2002).
Terdapat 8 kasus pada penelitian ini yang diberikan terapi antiulkus,
dimana pemberiannya ditujukan untuk mencegah terjadinya peptik ulser yang
merupakan salah satu efek samping penggunaan obat golongan kortikosteroid.
Obat yang digunakan yaitu golongan proton pump inhibitor (PPI) dan histamin H2
receptor agonist. Pantoprazol dan lansoprazol termasuk dalam golongan PPI,
sedangkan ranitidin dan antasida kombinasi termasuk dalam histamin H2 receptor
agonist. Obat golongan antiulkus yang paling sering digunakan yaitu ranitidin
sebanyak 4 kasus.
f. Antianemi
Berdasarkan formularium nasional, asam folat dan vitamin B12
(sianokobalamin), ferro sulfat, low molecule feri sucrose, dan low molecular
weiht iron dextran termasuk dalam kelas terapi antianemi (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2013). Asam folat merupakan senyawa inaktif yang akan
diubah oleh dihidrofolat reduktase menjadi asam tetrahidrofolat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
metiltetrahidrofolat. Kemudian dibawa ke sel sehingga dapat digunakan untuk
mempertahankan eritropoesis normal, interkonvert asam amino, sintesis purin dan
asam nukleat (Mahmood, 2014). Asam folat diperlukan oleh pasien dengan
wAIHA aktif untuk meningkatkan eritropoesis sehingga mencegah defisiensi
vitamin B9 (March, 2014).
Penelitian ini menunjukkan bahwa antianemi yang digunakan untuk pasien
AIHA dewasa di RSUP Dr. Sardjito yaitu asam folat dan vitamin B12. Terdapat 4
kasus pada penelitian ini yang diberikan terapi antianemi, dimana kasus tersebut
menunjukkan pemeriksaan RDW diatas normal dan MCV >100 fL.
g. Antibakteri
Antibakteri umumnya digunakan untuk mencegah maupun mengatasi
infeksi oleh mikroorganisme. Pasien AIHA rentan terhadap infeksi bakteri karena
pertahanan tubuhnya terhadap agen asing menjadi lemah. Pada penelitian ini
terdapat 5 kasus yang diberikan terapi antibibakteri. Golongan antibakteri yang
digunakan yaitu golongan beta laktam (sefalosporin dan carbapenem) dan
aminoglikosida.
Aminoglikosida bekerja dengan mengikatkan diri pada ribosom sel
bakteri sehingga sintesis proteinnya menjadi kacau (Fourmy, Recht, Blanchard,
and Puglisi, 1996). Beta laktam bekerja dengan menghambat sintesis
peptidoglikan dan mengaktifkan enzim autolisis pada bakteri (Gustaferro and
Steckelberg, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2. Terapi Suportif
Salah satu terapi suportif untuk pasien AIHA adalah transfusi darah.
Transfusi dilakukan untuk memperbaiki kadar hemoglobin pasien sehingga dapat
melakukan penghantaran oksigen ke seluruh jaringan dengan baik (Zanella et al,
2014). Pada penelitian ini terdapat 11 kasus yang diberikan terapi transfusi.
Terdapat dua jenis transfusi yang diterima pasien AIHA di RSUP Dr. Sardjito,
yaitu transfusi PRC dan transfusi WRC.
Transfusi PRC sebagian besar merupakan sel darah merah namun masih
mengandung sedikit sisa leukosit dan trombosit. Diberikan untuk mengatasi gejala
anemia, profilaksis pada anemia yang mengancam nyawa dan memperbaiki
transport oksigen (Weinstein, 2012). Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi
hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi
dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb
antara 7-9 g/dL (Sharma et al, 2011).
Transfusi WRC dilakukan pada pasien dengan severe anemia atau
hematokrit antara 17-27% (Laurian, Girma, Allain, Verroust, and Larrieu, 1982).
Transfusi WRC dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis
terhadap transfusi PRC, reaksi alergi atau anafilaksis parah terhadap produk
transfusi darah. Transfusi WRC kadar leukosit dan trombositnya lebih rendah
dibandingkan PRC, dilakukan pada pasien yang mengalami kekambuhan reaksi
febril, mengalami reaksi anafilaksis pada pasien yang mengalami defisiensi IgA,
pasien dengan aktivasi sel-T yang memerlukan transfusi (Anderson, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel VI. Pemberian Transfusi pada Pasien AIHA Usia Dewasa di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014
Jenis Transfusi Kasus Jumlah Kasus (n=15) Persentase
Transfusi PRC
1, 2, 3, 4, 6, 10,
11, 12, 13, dan
15
10 66,6
Transfusi WRC 5 1 13,3
3. Rute Pemberian
Seluruh kasus dalam penelitian ini menggunakan obat dengan rute
enteral maupun parenteral. Obat parenteral digunakan karena dapat memberikan
efek yang cepat. Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian
dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien
AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014
Rute Pemberian Jumlah Kasus
(n=15) Persentase
Enteral 11 73,3
Parenteral 15 100
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
Proses penatalaksanaan terapi pasien di rumah sakit perlu
memperhatikan kerasionalan penggunaan obat. Evaluasi Drug Related Problems
dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan
penatalaksanaan terapi pada pasien AIHA usia dewasa di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode 2009-2014. Identifikasi DRPs pada penelitian ini dilakukan
dengan mengevaluasi permasalahan yang timbul terkait penggunaan obat pada
pasien AIHA usia dewasa dirumah sakit tersebut. Kerugian atau DRPs yang
timbul seperti obat tidak tepat, dosis berlebih, dosis kurang, obat yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dibutuhkan, butuh tambahan obat, interaksi dan efek samping obat perlu ditekan
seminimal mungkin agar tidak terjadi kepada pasien.
1. Kasus 1
Pasien merupakan seorang wanita berusia 43 tahun dengan berat badan 54
kg, datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas sejak tujuh hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merupakan kasus AIHA lama yang terdiagnosis sejak 7 tahun
yang lalu. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,7 g/dL yang
termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), selain
itu hasil coomb’s test pasien menunjukkan direct coomb’s test (DCT) 3+ dan
indirect coomb’s test (ICT) 2+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama
11 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan
transfusi PRC. Metilprednisolon digunakan sebagai agen antiinflamasi pada
kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung
pada sel limfosit-T (Liu, 2013), diberikan secara IV dengan dosis 100-200
mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari selama 1-3
hari (Zanella, 2012). Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-4, 375 mg/hari pada hari 5-8, dan 250
mg/hari pada hari 9-11. Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan
memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien
dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL
(Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.7 g/dL
dan terjadi peningkatan pada hari ke-3 pasien rawat inap menjadi 8.1 g/dL,
kemudian transfusi dihentikan. Metilprednisolon dan transfusi PRC yang
dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang
menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Pasien AIHA mengalami hemolisis
aktif sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan asam folat. Asam folat
berperan dalam pembentukan sel darah merah, kekurangan asam folat dapat
menyebabkan terbentuknya sel darah dengan kromatin berukuran besar yang
dikenal sebagai sel megaloblast. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan
pemeriksaan RDW diatas normal dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring yang dilakukan yaitu
pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek
samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
2. Kasus 2
Pasien merupakan seorang wanita berusia 29 tahun dengan berat badan 50
kg, merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 1,5 tahun yang lalu
namun tidak rutin kontrol. Pasien datang dengan keluhan lemas sejak tujuh hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb
5,4 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization,
2011) dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 6 hari dan
keluar dengan status membaik.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, kemudian dilanjutkan pemberian secara
oral dengan dosis 8-4-0 mg/hari. Selain itu pasien diberikan ranitidine pada hari
3-5 dengan dosis 50 mg 2 kali sehari yang diberikan secara IV. Ranitidin
digunakan untuk mengatasi efek samping penggunaan kortikosteroid yaitu tukak
lambung (Lockrey and Lim, 2011). Dosis yang dianjurkan literatur untuk
mengatasi tukak lambung yaitu 50 mg tiap 6-8 jam atau sama dengan 150-200
mg/hari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci, et al, 2008). Dosis
ranitidine yang diterima pasien belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait
tukak lambung, yaitu nyeri perut dan mual. Kejadian tersebut dapat digolongkan
dalam DRPs dosis kurang. Transfusi PRC pada hari 1-3 pasien rawat inap.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.5 g/dL
setelah transfusi menjadi 8.1 g/dL. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa
dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik.
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu pemberian asam folat
dengan dosis 1 mg/harri dan pemberian ranitidine sesuai dengan dosis literature,
yaitu 150-200 mg/hari. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek samping obat-obatan yang digunakan, khususnya penggunaan
metilprednisolon jangka panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
3. Kasus 3
Pasien merupakan seorang wanita berusia 28 tahun dengan berat badan 45
kg, merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 5 tahun yang lalu. Pasien
datang dengan keluhan lemas dan pusing sejak tujuh hari sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 2,4 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), ICT +, dan DCT
+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 6 hari dan keluar dengan
status membaik dan Hb 9,7 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon,
parasetamol, ceftriaxon, dan transfusi PRC. Metilprednisolon diberikan secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-3 dan 375 mg/hari pada hari 4-6. Pasien
mengeluh demam pada hari pertama rawat inap dan diberikan parasetamol
dengan dosis 3x500 mg. Parasetamol digunakan sebagai antipiretik untuk
mengatasi demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal
(34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.8
0C), axillary (35.5-37.0
0C) (Sun, 2011). Dosis
yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata
(tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari
(American Pharmacists Association, 2007). Pemberiannya dihentikan karena
pemeriksaan suhu tubuh pasien tidak menunjukkan terjadinya demam serta
keluhan demam sudah tidak muncul. Ceftriaxon diberikan penuh selama pasien
rawat inap dengan dosis 1gram/12 jam. Ceftriaxone merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi tiga yang digunakan untuk mengatasi infeksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
bakteri yang diberikan dengan dosis 2 gram/hari secara IV (Yellin, Hassett,
Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Pemeriksaan WBC pasien pada hari
pertama rawat nap (14/10/13) menunjukkan peningkatan, hasil pemeriksaan
netrofil pasien juga menunjukkan nilai diatas normal, diduga pasien mengalami
infeksi bakteri.. Hasil lab pasien menunjukkan adanya perbaikan kondisi pasien
setelah diberikan terapi antibiotik sehingga terapi yang diberikan sesuai.
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 2,4 g/dL menjadi 8.3
g/dL.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan untuk
pasien yaitu pemberianasam folat dengan dosis 1 mg/hari. Monitoring terhadap
kadar Hb dan Hct pasien serta efek samping obat-obatan yang digunakan,
terkhusus pada penggunaan metilprednisolon jangka panjang dan ceftriaxon yang
termasuk dalam golongan obat yang dapat menginduksi terjadinya drug-induced
hemolytic anemia (Reardon, 2006).
4. Kasus 4
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 32 tahun dengan berat
badan 57 kg, datang dengan keluhan lemas, pemeriksaan darah pasien
menunjukkan kadar Hb 4,2 g/dL yang tergolong dalam kategori anemia berat
(World Health Organization, 2011), ICT 2+, dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
inap di rumah sakit selama 7 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 13,3
g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-6 dan transfusi PRC pada hari 1-2. Terapi
yang diberikan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4,2 g/dL menjadi
13,3 g/dL.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi untuk terapi pasien
yaitu diberikan tambahan asam folat dengan dosis 1 mg/hari. Monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
5. Kasus 5
Pasien merupakan seorang wanita berusia 37 tahun dengan berat badan 35
kg, datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas. Pemeriksaan darah pasien
menunjukkan kadar Hb 2,3 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat
(World Health Organization, 2011), ICT 4+, dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat
inap di rumah sakit selama 21 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10,1
g/dL.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon,
cefotaxim, asam folat, mikofenolat mofetil, dan transfusi WRC. Metilprednisolon
diberikan secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-9, 250 mg/hari pada
hari 10, dilanjuttkan pemberian secara oral dengan dosis 80-48-0 mg/hari pada
hari 11-13, dan 32-16-0 mg/hari pada hari 14-20. Cefotaxim diberikan pada hari
6-19 dengan dosis 1 gram/8 jam untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditunjukkan
dengan munculnya demam pada hari ke-6, hasil pemeriksaan laboratorium pasien
seperti WBC pasien 25,97/µL (rujukan: 3,6-11,0 /µL), pemeriksaan kultur bakteri
pasien menunjukkan adanya infeksi bakteri E.coli yang termasuk dalam golongan
bakteri gram negatif. Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang
efektif untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif, diberikan dengan dosis 2
gram/8 jam secara IV (Runyon, 2004). Asam folat diberikan dengan dosis 1,2
mg/hari selama pasien menjalani rawat inap untuk mencegah terjadinya anemia
megaloblastik. Mikofenolat mofetil (MMF) diberikan selama rawat inap dengan
dosis 2x500 mg/hari. MMF merupakan imunosupresan yang dapat
dikombinasikan dengan metilprednisolon, digunakan bagi pasien yang
mengaalami kekambuhan selama dilakukan tapering off atau bagi pasien yang
tidak memberikan respon positif pada pemberian kortikosteroid tunggal (Zanella,
2012). Dosis yang dianjurkan bagi pasien AIHA yaitu 1000 mg/hari yang
diberikan dalam dua kali pemberian (Howard, 2001). Transfusi WRC bertujuan
untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan,
diberikan pada pasien yang mengalami alergi berat, reaksi demam terhadap
eritrosit atau pasien yang mengalami defisiensi IgA yang parah dengan antibody
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
anti IgA yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk, 2013). Transfusi WRC
dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis terhadap transfusi
PRC, reaksi alergi atau anafilaksis parah terhadap produk transfusi darah.
Dilakukan transfusi WRC pada hari 1, 2, 4, 6, dan 9 pasien rawat inap dengan Hb
awal pasien 2,3 g/dL 10,1 g/dL. Terapi yang diberikan sudah sesuai, dapat dilihat
dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Selain terapi untuk
AIHA tersebut, pasien mendapat terapi furosemide yang bertujuan untuk
mengatasi edema yang disebabkan oleh congestive heart failure, yaitu kondisi
dimana darah yang masuk ke jantung tiap menitnya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh terhadap oksigen.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dosis kurang yang terjadi karena
adanya interaksi antara asam folat dengan furosemid yang dapat menurunkan
kadar asam folat dengan meningkatkan clearance di ginjal (Medscape, 2016).
Serta DRPs interaksi dan efek samping obat yang terjadi karena adanya interaksi
antara metilprednisolon dan furosemid yang menyebabkan hipokalemia,
ditunjukkan pemeriksaan kalium pasien setelah pemberian terapi tersebut menjadi
2,12 mmol/L (rujukan 3,4-5,4 mmol/L).
Rekomendari untuk terapi pasien yaitu memberikan jeda antara
penggunaan furosemid dengan metilprednisolon dan asam folat. Monitoring yang
dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek samping obat-obatan yang digunakan terutapa pada penggunaan
metilprednisolon jangka panjang, monitoring kadar kalium pasien sebagai akibat
interaksi antara furosemid dengan metilorednisolon, monitoring penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
cefotaxim yang tergolong dalam antibiotik sefalosporin yang diduga dapat
menginduksi drug-induced hemolytic anemia.
6. Kasus 6
Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 40
kg, datang dengan keluhan lemas, pusing, dan berdebar-debar. Pasien sempat
menjalani rawat inap di rumah sakit lain dan hendak dilakukan transfusi namun
tidak ada yang cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,4 g/dL
yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011),
DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar
dengan status membaik dengan Hb 11,4 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi parasetamol, asam folat,
metilprednisolon dan transfusi PRC. Parasetamol diberikan untuk mengatasi
demam pasien. Dosis parasetamol yang diterima pasien yaitu 1500 mg/hari,
namun demam pasien belum teratasi ditunjukkan pada pemeriksaan suhu tubuh
hari 1, 3, 4, dan 5 (37,60C; 37,5
0C; 37,5
0C; 37,1
0C) dan keluhan pasien.
Peristiwa tersebut dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Asam folat diberikan
untuk mencegah anemia megaloblastik, dosis yang diterima pasien yaitu 1,2
mg/hari. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500
mg/hari selama menjalani rawat inap di rumah sakit Dilakukan transfusi PRC
pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena
kadar Hb awal pasien yaitu 3,4 g/dL dan terjadi peningkatan pada hari ke-4 pasien
rawat inap menjadi 11,4 g/dL, kemudian transfusi dihentikan. Terapi asam folat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari
kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Rekomendasi untuk terapi pasien yaitu pemberian dosis parasetamol
sesuai dengan dosis literatur untuk dapat mengatasi demam pasien. Monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat-
obatan yang digunakan terutama pada penggunaan metilprednisolon jangka
panjang.
7. Kasus 7
Pasien merupakan seorang pria berusia 35 tahun, datang dengan keluhan
lemas dan demam. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 6,5 g/dL
yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011),
DCT 4, dan ICT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 16 hari
dan keluar dengan status membaik dan Hb 10,5 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, asam
folat, dan pantozol. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 375 mg/hari pada hari 2-8, 250 mg/hari pada hari 9-12, 125 mg/hari
pada hari 13, dan dilanjutkan dengan pemberian oral pada hari 14-16 dengan dosis
32-32-0. Asam folat diberikan dengan dosis 0,8 mg/hari selama pasien rawat inap
untuk mencegah anemia megaloblastik. Pasien mendapatkan terapi pantozol
dengan dosis 40 mg/hari pada hari 10-14 untuk mengatasi peptik ulser yang
merupakan salah satu efek samping penggunaan kortikosteroid, dapat dilihat dari
keluhan pasien terkait nyeri perut dan mual. Pantozol termasuk dalam golongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
proton pump inhibitors (PPI) yang dapat digunakan untuk mengatasi peptik ulser
dengan dosis 40 mg/hari (Lockrey and Lim, 2011). Terapi yang dberikan sudah
tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini tidak ditemukan ditemukan DRPs. Monitoring yang
dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah
pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
8. Kasus 8
Pasien merupakan seorang wanita berusia 31 tahun, datang dengan
keluhan lemas satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan rujukan
daru RSUD Cilacap dengan diagnosis anemia susp. Lupus, tidak dilakukan
transfusi karena darah tidak cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar
Hb 2,7 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health
Organization, 2011), DCT 4+, dan ICT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah
sakit selama 3 hari dan keluar dengan status meninggal, sebab kematian yaitu
shock septic.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon,
mikofenolat mofetil, antibiotik meropenem dan pantoprazol. Pasien mendapatkan
terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 1-3.
Pemberian metilprednisolon dikombinasikan dengan MMF dengan dosis 2x500
mg/hari. Pasien diberikan terapi antibiotik meropenem dengan dosis 2 gram/hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pemberian antibiotik tersebut untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditunjukkan
pada pemeriksaan WBC pasien selama 3 hari rawat inap yaitu 34,75; 31,81; dan
40,04 /µL (rujukan 3,6-11,0 /µL) serta pemeriksaan urin pasien positif
menunjukkan infeksi bakteri. Meropenem merupakan antibiotik golongan
carbapenem yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri dengan dosis 3 x
500-1000 mg/hari secara IV (Baldwin, 2008). Pantoprazol diberikan untuk
mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari pada hari ke-2 pasien rawat inap.
Pantoprazol termasuk dalam golongan PPI yang digunakan untuk mengatasi
peptik ulser yang merupakan salah satu efek samping penggunaan kortikosteroid,
diberikan dengan dosis 40 mh/hari (Lockrey and Lim, 2011).
Pasien keluar dengan status meninggal akibat shock septic dd
hypovolemic, yang merupakan kejadian dimana tubuh tidak mampu menyediakan
oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga dapat mengancam jiwa.
Hal tersebut terjadi karena tubuh kehilangan darah cukup banyak (Wilson, Thal,
Kindling, Gtifka, anf Ackerman, 1965).
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dosis kurang yang terjadi karena
interaksi obat antara pantoprazole dengan MMF, sehingga menyebabkan
penurunan efek MMF (Medscape, 2016). Penggunaan PPI dapat meningkatkan
pH intragastrik yang dapat memperlambat hidrolisis MMF, berakibat pada
penurunan paparan dan ketersediaan asam mikofenolat sehingga terjadi penurunan
efek (Wedenmeyer and Blume, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
9. Kasus 9
Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun dengan berat badan 50
kg, datang dengan keluhan lemas. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Cilacap
dengan Hb 3,7 dan coomb’s test 4+, tidak dilakukan transfusi karena darah tidak
cocok. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar
dengan status membaik dan Hb 9,6 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, asam folat
dan vit B12. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis
375 mg/hari pada hari 2-5; 187,5 mg/hari pada hari ke-6; 93,57 mg/hari pada hari
7-10, dan pada hari 11-14 dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 8-4-0
mg/hari. Asam folat dan vit B12 merupakan suplemen yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah, pemberiannya bertujuan untuk mencegah anemia
megaloblastik pada pasien AIHA karena mengalami hemolisis aktif. Pada hari 4-
14 pasien diberikan asam folat dengan dosis 0,8 mg/hari dan vit B12 dengan dosis
2x1 tablet. Pemberian terapi sudah sesuai dilihat dari peningkatan Hb dan Hct
pasien yang mengalami peningkatan.
Pada kasus ini tidak ditemukan DRPs, namun perlu dilakukan monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
10. Kasus 10
Pasien merupakan seorang wanita berusia 42 tahun dengan berat badan 73
kg, datang dengan keluhan lemas memberat sejak tiga hari sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,1 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan DCT) 3+.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 10 hari dan keluar dengan
status meninggal karena hospital acquired pneumonia.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan
transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan
dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, 375 mg/hari pada hari 5-7, dan 125 mg/hari pada
hari 8-10. Dilakukan transfusi PRC pada hari ke-2 pasien rawat inap. Transfusi
yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5,1 g/dL menjadi
87,7 g/dL. Metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat
dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Pasien keluar dengan status meninggal yang disebabkan hospital acquired
pneumonia (HAP), yaitu infeksi paru-paru yang berkembang selama dirawat di
rumah sakit 48 jam atau lebih setelah masuk (Tarsia, Alberti, Cosentini, and Blasi,
2005). Pathogen yang paling sering terlibat yaitu Staphyllococcus aureus, pasien
mengalami demam semenjak hari ke-6 rawat inap, diduga pasien mengalami
infeksi karena penderita AIHA rentan mengalami infeksi.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat berupa
antibiotik untuk mengatasi HAP. Terapi yang direkomendasikan untuk pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
yang rawat inap <5 hari yaitu ceftriaxon dengan dosis 1-2 gram/hari atau
moxifloxacin 400 mg/hari. Untuk pasien rawat inap selama 5-9 hari diberikan
vancomycin saja atau dengan tambahan cefepime 2 gram tiap 12 jam (Beardsley,
Williamson, Johnson, Ohl, Karchmer, and Bowton, 2006).
11. Kasus 11
Pasien merupakan seorang wanita berusia 35 tahun dengan berat badan 36
kg, datang dengan keluhan lemas serta nafsu makan dan minum menurun.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,8 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT 4+ dan ICT 3+.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan
status membaik dan pemeriksaan Hb terakhir 9,5 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon,
parasetamol, lansoprazol, ceftazidim, gentamycin, dan transfusi PRC. Pasien
mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada
hari 2-4, 375 mg/hari pada hari 5-6, dan 250 mg/hari pada hari 7-12. Parasetamol
diberikan pada hari 2-13 dengan dosis 3x500 mg/hari untuk mengatasi pusing.
Parasetamol sebagai analgesik digunakan untuk mengatasi pusing (Warwick,
2008), dengan dosis yang dianjurkan yaitu 1950-3900 mg/hari (American
Pharmacist Association, 2007). Pemberian parasetamol sudah sesuai karena
keluhan pasien terkait pusing tidak muncul kembali. Lansoprazol diberikan
dengan dosis 1 x 30 mg pada hari 2, 3, dan 6 pasien rawat inap. Lansoprazol
digunakan untuk mengatasi tukak lambung yang merupakan salah satu efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
samping kortikosteroid, diberikan dengan dosis 30 mg/hari (Bardhan, Ahlberg,
Hislop, Lindholmer, Long, Morgan, et al, 1994). Pada hari 11-13 pasien diberikan
ceftazidim dengan dosis 1 gram/8 jam dan gentamycin dengan dosis 160 mg/24
jam. Kedua antibiotik tersebut digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri
Staphyllococcus aureus yang ditemukan pada pemeriksaan kultur bakteri pasien.
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1, 3, dan 4 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4,8 g/dL dan terjadi
peningkatan pada hari ke-3 pasien rawat inap menjadi 10,3 g/dL. Terapi yang
dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang
menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW pasien diatas normal yaitu 36 fL (rujukan:
11,5-14,5 fL) dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring yang dilakukan
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
12. Kasus 12
Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun dengan berat badan 50
kg, datang dengan keluhan lemas sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,3 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT + dan ICT +.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 7 hari dan keluar dengan status
membaik.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon,
pantoprazole, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon
secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 1-4, dan 250 mg/hari pada hari 5-7.
Pantoprazol diberikan untuk mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari.
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5,3 g/dL menjadi 7,4
g/dL. Terapi yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct
pasien yang menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal (47,2 fL) dan MCV >100 fL
(Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring terhadap kadar Hb dan
Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi
pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
13. Kasus 13
Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 67
kg, datang dengan keluhan lemas memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,2 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan DCT +.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan
status membaik dan Hb 9 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon,
parasetamol, ranitidin, ceftriaxon, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-6, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian secara oral pada hari ke 7-14 dengan dosis 32-16-0
mg/hari. Parasetamol diberikan untuk meredakan sakit kepala pasien yang
ditunjukkan dari keluhan pasien selama rawat inap, diberikan pada hari 7-10 dan
12 dengan dosis 3x500 mg/hari. Ditemukan DRPs dosis kurang karena
parasetamol yang diberikan belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait sakit
kepala, pada hari 13 dan 14 pasien masih mengeluh sakit kepala. Ranitidine
digunakan untuk mengatasi tukak lambung karena penggunaan kortikosteroid,
dosis yang diterima pasien pada hari 4-13 yaitu 100 mg/hari. keluhan pasien
terkait nyeri perut dan tukak lambung belum dapat teratasi dilihat dari keluhan
pasien selama pemberian terapi, sehingga dapat dikatakan dosis ranitidine kurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Pasien juga mendapatkan ceftriaxon pada hari 6-14 dengan dosis 1 gram/12 jam,
diduga pasien mengalami infeksi bakteri karena pemeriksaan netrofil pasien
melebihi batas normal dan pemeriksaan WBC pasien pada hari ke-6 yaitu 15,1/µL
(rujukan: 3,6-11,0 /µL). Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi tiga yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri dengan dosis secara
IV 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1 dan 7 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3,2 g/dL menjadi 9,0
g/dL
Pada kasus ini juga ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat
asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal (83,1 fL) dan MCV >100 fL
(Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), penyesuaian dosis parasetamol
untuk mengatasi sakit kepala 325-650 mg tiap 4-6 jam (American Pharmacist
Association, 2007), penyesuaian dosis ranitidin untuk mengatasi tukak lambung
50 mg tiap 6-8 jam/hari (Olivia, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et
al, 2008). Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek sampingobat yang digunakan, khususnya metilprednisolon seperti
peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi
pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
14. Kasus 14
Pasien merupakan seorang wanita berusia 32 tahun dengan berat badan 60
kg, datang dengan keluhan lemas sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 6,8 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011). Pasien menjalani rawat
inap di rumah sakit selama 9 hari dan keluar dengan status membaik.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, antasida,
ranitidine, dan insulin aspart. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara
IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-5; 187,5 mg/hari pada hari 6, dan 125
mg/hari pada hari 7-8. Antasida (dosis 15-30 mL/hari atau 20-40 mL/hari) dan
ranitidin (150-200 mg/hari) bekerja secara sinergis untuk mengatasi tukak
lambung dengan menurunkan produksi asam di esofagus dan lambung (Robinson,
Stanley, Ciociola, Filinto, Zubaidi, Miner, et al, 2001). Ranitidin diberikan pada
hari 1-3; 5; 7-8 pasien rawat inap dengan dosis 100 mg/hari, sedangkan antasida
diberikan pada hari 3, 5, dan 7 dengan dosis 45 mL/ hari. Pasien diberikan insulin
aspart pada hari ke-6 namun dosis tidak dicantumkan. Pemberian insulin
bertujuan untuk menurunkan kadar gula dalam darah yang mungkin terjadi karena
pemakaian kortikosteroid, namun pemeriksaan gula darah pasien tidak
dicantumkan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW (18,6) diatas normal dan MCV >100 fL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
(Lu and Wu, 2004). Selain itu juga ditemukan DRPs dosis kurang yang terjadi
karena interaksi antara metilprednisolon dengan insulin aspart yang dapat
menurunkan efek insulin aspart (Medscape, 2016).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), serta memberikan jeda pada
pemberian metilprednisolon dan insulin aspart. Monitoring terhadap kadar Hb
dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat yang digunakan,
khususnya metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan
risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
15. Kasus 15
Pasien merupakan seorang wanita berusia 37 tahun dengan berat badan 56
kg, datang dengan keluhan pusing sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,8 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan hasil DCT +.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar dengan status
membaik dan Hb 9,3 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, ranitidin,
dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan
dosis 375 mg/hari pada hari 2-5 pasien rawat inap. Ranitidin diberikan pada hari
2-5 dengan dosis 2x50 mg/hari untuk mengatasi tukak lambung. Dosis ranitidin
yang diberikan belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait tukak lambung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
seperti mual dan nyeri perut yang masih dirasakan pasien selama rawat inap,
sehingga dapat dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Dilakukan transfusi PRC
pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena
kadar Hb awal pasien yaitu 3,8 g/dL menjadi 9,7 g/dL
Pada kasus ini juga ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat
asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan
untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery,
2013), penyesuaian dosis ranitidin untuk tukak lambung yaitu 50 mg tiap 6-8 jam
(Olivia dkk, 2008). Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta
pemantauan terhadap efek samping obat yang digunakan, khususnya
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
Tabel VIII. Gambaran DRPs Pada Pasien AIHA di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014
Jenis DRPs Kasus Jumlah Kasus
(n=15) Persentase
Dibutuhkan
Tambahan Obat
1, 2, 3, 4, 10, 11,
12, 13, 14, 15 10 66,67
Obat yang Tidak
Dibuthkan - 0 0
Obat Tidak Tepat - 0 0
Dosis Kurang 2, 5, 6, 8, 13, 14,
15 7 46,7
Dosis Berlebih - 0 0
Interaksi dan Efek
Samping 5 1 6,7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Kasus DRPs yang ditemukan dari 15 pasien yang memenuhi kriteria
inklusi dan menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada periode 2009-2014 antara lain, kejadian memerlukan obat
tambahan 10 episode (66,67%), kejadian dosis kurang terdapat 7 episode (46,7%),
interaksi dan efek samping obat 1 episode (6,7%). Dari 15 subjek penelitian yang
masuk dalam kriteria inklusi dapat diketahui bahwa DRPs yang paling banyak
terjadi adalah butuh tambahan obat berupa asam folat karena pasien AIHA
mengalami hemolisis aktif yang dapat menyebabkan anemia megaloblastik yang
dapat dilihat dari pemeriksaan RDW melebihi batas normal dan MCV >100 fL.
D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
Selama periode 2009-2014 terdapat 20 pasien usia 26-45 tahun yang
memiliki diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito. Dari
20 pasien tersebut terdapat 15 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian
dilakukan identifikasi DRPs pada pengobatan AIHA yang dilakukan.
Dari 15 pasien tersebut dievaluasi bahwa kasus AIHA lebih banyak
terjadi pada perempuan sebesar 93% dibandingkan laki-laki sebesar 7%.
Obat yang diberikan pada kasus AIHA dibagi menjadi 7 kelas terapi,
yaitu kortikosteroid, imunosupresan, analgesik non-narkotik, antidiabetes,
antiulkus, antianemi, dan antibakteri. Obat yang paling banyak digunakan adalah
metilprednisolon yang termasuk dalam golongan kortikosteroid dan merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pilihan utama dalam pengobatan AIHA. Terapi suportif yang diberikan berupa
transfusi PRC dan WRC.
Pada penelitian ditemukan 18 kasus DRPs yang terjadi pada
penatalaksanaan terapi pasien AIHA usia dewasa yang menjalani rawat inap di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. Kasus DRPs yang
terjadi meliputi 10 episode butuh tambahan obat, 7 episode dosis kurang, 1
episode interaksi dan efek samping obat.
Tabel IX. Hasil Evaluasi DRPs Kasus AIHA Pasien Usia Dewasa di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.
Kasus DRPs Plan/Rekomendasi Outcome
1 Diperlukan
tambahan
obat
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
2 Diperlukan
tambahan
obat
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Dosis
Kurang
Menyesuaikan pemberian
ranitidin sesuai dengan dosis
yang dianjurkan. Monitoring
keluhan pasien terkait peptik
ulser, seperti mual dan nyeri
perut.
Keluhan pasien terkait
mual dan nyeri perut tidak
timbul kembali
3 Diperlukan
tambaha
obat
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
4 Diperlukan
tambahan
obat
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
5 Dosis
Kurang
Memberikan jeda penggunaan
asam folat dan furosemid untuk
menghindari interaksi yang
dapat menurunkan kadar asam
folat.
Asam folat dapat
memberikan efeknya
sehingga RDW dan MCV
mencapai nilai normal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel IX. Lanjutan
Kasus DRPs Plan/Rekomendasi Outcome
5 Interaksi
dan Efek
samping
Obat
Monitoring kadar kalium akibat
interaksi metilprednisolon dan
furosemid serta memberikan
jeda penggunaannya.
Kadar kalium mencapai
nilai normal
6 Dosis
kurang
Monitoring suhu dan keluhan
pasien, berikan dosis
parasetamol sesuai literatur.
Suhu tubuh normal
kembali dan keluhan
pasien terkait demam tidak
muncul kembali
8 Dosis
kurang
Memberikan jeda penggunaan
MMF dan pantoprazol (PPI)
untuk mencegah interaksi yang
dapat menurunkan efek MMF.
MMF bekerja ditunjukkan
dengan peningkatan kadar
Hb dan Hct pasien
10 Dibutuhkan
tambahan
obat
Memberikan vancomycin
dengan dosis 2 gram tiap 12 jam
untuk mengatasi HAP
Gejala infeksi seperti
peningkatan suhu,
peningkatan WBC dan
netrofil normal kembali
serta pemeriksaan bakteri
lainnya menunjukkan hasil
negatif
11 Dibutuhkan
tambahan
obat
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
12 Dibutuhkan
tambahan
obat
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
13 Dibutuhkan
tambahan
obat
Memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari untuk
mengatasi anemia
megaloblastik.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Dosis
kurang
Memantau kondisi pasien
terkait keluhan tukak lambung,
dan memberikan ranitidin
sesuai dosis literatur
Keluhan pasien terkait mual
dan nyeri perut tidak timbul
kembali
Memberikan parasetamol
sesuai dengan dosis literatur,
memantau keluhan pasien
terkait sakit kepala yang
dirasakannya
Suhu tubuh normal kembali
dan keluhan pasien terkait
demam tidak muncul
kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel IX. Lanjutan
Kasus DRPs Plan/Rekomendasi Outcome
14
Dibutuhkan
tambahan
obat
Memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari untuk
mengatasi anemia
megaloblastik.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Interaksi
dan efek
samping
Memberikan jeda pada
penggunaan metilprednisolon
dan insulin aspart untuk
menghindari interaksi yang
dapat menurunkan efek
insulin. Monitoring gula darah
pasien karena salah satu efek
samping kortikosteroid adalah
diabetes mellitus.
Kadar gula darah pasien
mencapai nilai normal
kembali
15 Dibutuhkan
tambahan
obat
Memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari untuk
mengatasi anemia
megaloblastik.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Dosis
Kurang
Memantau kondisi pasien
terkait keluhan tukak lambung,
dan memberikan rnitidin sesuai
dosis literatur
Keluhan pasien terkait mual
dan nyeri perut tidak timbul
kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related
Problems (DRPs) pada Pasien Usia Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune
Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2009 – 2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kasus AIHA pada usia 26-45 tahun lebih banyak terjadi pada wanita (93%)
dibandingkan dengan pria (7%).
2. Obat yang paling banyak digunakan adalah metilprednisolon, obat ini
digunakan pada semua kasus.
3. DRPs yang paling banyak ditemukan yaitu dibutuhkan tambahan obat berupa
asam folat pada 10 episode dan antibiotik pada 1 episode. DRPs yang cukup
banyak selanjutnya yaitu dosis kurang, seperti 3 episode dosis ranitidin kurang,
2 episode dosis parasetamol kurang, 3 episode dosis kurang karena interaksi
antar obat seperti asam folat dan furosemid, MMF dan pantoprazol, serta
metilprednisolon dan insulin aspart.
B. Saran
1. Untuk RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
a. Perlu disediakan protokol terapi AIHA pasien usia dewasa untuk
mempermudah proses evaluasi kesesuaian terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2. Untuk peneliti selanjutnya
a. Perlu dilakukan konfirmasi terhadap dokter penulis resep maupun tenaga
medis lain yang menangani pasien untuk mendapatkan informasi yang lebih
lengkap terkait kasus yang dijadikan subjek penelitian.
b. Penelitian lebih lanjut secara prospektif terkait pengobatan pasien perlu
dipertimbangkan untuk mengetahui kepatuhan pasien dan kondisi pasien
selanjutnya.
c. Dapat dilakukan penelitian yang sama pada rumah sakit berbeda untuk
mengetahui perbandingan penatalaksanaan terapi yang diterapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
DAFTAR PUSTAKA
American Pharmacist Association, 2007, Drug Information Handbook, 17th
edition, Lexi-Comp’s Drug References Handbooks, United States of
America.
Anderson, D. R., 2011, Guideline for Washed Red Blood Cells in Nova Scotia,
Nova Scotia Provincial Blood Coordinating Program, 2011:11.
Anggoro, J., 2010, Transfusi Emergency pada Penderita Anemia Hemolitik
Autoimun Dengan Sarana yang Terbatas, Tesis, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta.
Aronoff, D.M., Neilson, E.G., 2001, Antipyretics: Mechanism of Actional and
Clinical Use in Fever Suppression, The American Journal of
Medicine, Vol 111.
Baldwin, C.M., Lyseng-Williamson, K.A., Keam, S.J., 2008, Meropenem: A
Review of its Use in the Treatment of Serious Bacterial Infections,
Adis Drug Evaluation, 68(6):803-838.
Bardhan, K. D., Ahlberg, J., Hislop, W. S., Lindholmer, C., Long, R. G., Morgan,
G. A., et al, 1994, Rapid Healing of Gastric Ulcers with
Lansoprazole, Aliment Pharmacol Therapy, 8:215-220.
Bass, G. F., Tuscano, E. T., Tuscano, J. M., 2013, Diagnosis and Classification of
Autoimmune Hemolytic Anemia, Autoimmunity Reviews, 01486:5.
Baumann, R., Rubin, H., 2015, Autoimmune Hemolytic Anemia During
Pregnancy With Hemolytic Disease in the Newborn, Blood, vol. 41,
No. 2.
Beardsley, J. R., Williamson, J. C., Johnson, J. W., Ohl, C. A., Karchmer, T. B.,
Bowton, D. L., 2006, Using Local Microbiologic Data to Develop
Institution-Spesific Guidelines for the Treatment of Hospital-
Acquired Pneumonia, CHEST Original Research of Pneumonia,
130: 787-789.
Becerra, J., Martinez, F., Bohorquez, M., Guevara, M. L., and Ramirez, E., 2012,
Validation of Methodology for Inpatient Pharmacotherapy Follow-
up, Vitae, 19 (3).
Berentsen, S., Sundic, T., 2015, Red Blood Cell Destruction in Autoimmune
Hemolytic Anemia: Role of Complement and Potential New Targets
for Therapy, Hindawi Publishing Corporation, Volume 2015,
Article ID 363278, 11 pages.
Botting, R. M., 2000, Mechanism of Action of Acetaminophen: Is There a
Cyclooxygenase 3?, (31): 202.
Cadili, A., and de Gara, C., 2008., Complications of Splenectomy, American
Journal of Medicine, 121(5):371-5.
Chaudhary, R. K., and Das, S. S., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia: From
Lab to Bedside,Asian J Transfus Sci, 8(1):5-12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Cipolle, R. J., Strand, L., Morley, P., 2004, Pharmaceutical Care Practice : The
Clinician’s Guide, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp.
172-178.
DeLoughery, T. G., 2013, Autoimmune Hemolytic Anemia, Hospital Physician
Hematology Board Review Manual, vol 8 part 1.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,
2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th
edition,
Mc Graw Hill, New York, pp. 1524, 1932, 1935.
Fourmy, D., Recht, M. I., Blanchard, S. C., Puglisi, J. D., 1996, Structure of the A
Site of Escherichia coli 16S Ribosomal RNA Complexed with an
Aminoglycoside Antibiotik, Journal of Science, 274.
Gehrs, B. C., Friedberg, R. C., 2002, Autoimmune Hemolytic Anemia, American
Journal of Hematology, 69:258-271.
Gustaferro, C. A., Steckelberg, J. M., 1991, Cephalosporin Antimicrobial Agents
and Related Compounds, Mayo Clin Proc, 66.
Gutthann, S, P., Rodriguez, L, A, G., and Raiford, D, S., 1996, Individual
Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs and Other Risk Factors for
Upper Gastrointestinal Bleeding and Perforation, Epidemiology, 8
(1), 18-24.
Hoffbrand, V., Higgs, D, R., Keeling, D, M., Mehta, A, B., 2016, Postgraduate
Haematology, John Willey & Sons, United Kingdom, p.144.
Hoffman, C., P., 2006, Immune Hemolytic Anemia-Selected Topics, American
Society Of Hematology, 13(08):1.
Howard, J., Hoffbr, V., Grant, H.P., Mehta, A., 2001, Mycophenolate mofetil for
The Treatment of Refractory Auto-immune Haemolytic Anemia and
Auto-immune Trombocytopenia Purpura, British Journal of
Haematology, 117:712-715.
King, K.E., Ness, P.M., 2005, Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia,
Seminars in Hematology, 42:131-136.
Lanzkowsky, P., 2005, Manual of Pediatric Hematology and Oncology 4th
Edition, Elsevier Academic Press, United States.
Laurian, Y., Girma, J.P., Allain, J.P., Verroust, F., Larrieu, M.J., 1982, Washed
Red Blood Cells in Haemophilia A Patients with Antibodi to Factor
VII, Scand Journal of Haematol, 28:233-237,
Lechner, K., Jager, U., 2010, How I Treat Autoimmune Hemolytic Anemias in
Adults, The American Society of Hematology, vol 116, num 11.
Liu, D., Ahmet, A., Ward, L., Krishanamoorthy, P., Mandelcorn, E. D., Leigh, R.,
et al, 2013, A Practical Guide to The Monitoring and Management
of The Complications of Sistem Corticosteroid Therapy, Allergy,
Asthma & Clinical Immunology, 9:30.
Lockrey, G., and Lim, L., 2011, Peptic Ulcer Disease in Older People, J Pharm
Pract Res, 41 (1), 58-61.
Lu, Shin-Yu, Wu, Hong-Cheng, Kaohsiung, 2004, Initial Diagnosis of Anemia
from Sore Mouth and Improved Classification of Anemias by MCV
and RDW in 30 Patients, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod, 98:679-685.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Luo, J, C., Chang, F, Y., Lin, H, Y., Lu, R, H., Lu, C, L., Chen, C, Y., and Lee, S,
D., 2002, The Potential Risk Factors Leading to Peptic Ulcer
Formation in Autoimmune Disease Patients Receiving
Corticosteroid Treatment, Aliment Pharmacol Ther, 16, 1241–1248.
Mahmood, L., 2014, The Metabolic Processes of Folic Acid And Vitamin
B12Deficiency, J Health Res Rev,1 (1), 5-9.
March, M., 2014, Warm Autoimmune Hemolytic Anemia: Advances on
Pathophysiology and Treatment, La Presse Médicale, e1-e8.
Marcus, N., Attias, D., Tamary, H., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia
Current Understanding of Pathophysiology, Congress of The
European Hematology Association, 2014;8:331-338.
Medscape, 2016, Drug Interaction Checker, http://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker, diakses tanggal 28 Februari 2016.
Meneghini, L. F., 2009, Early Insulin Treatment in Type 2 Diabetes,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2811460/, diakses
pada tanggal 29 Februari 2016.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Formularium Nasional, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 328
Michel, M., 2011, Classification and Therapeutic Approaches in Autoimmune
Hemolytic Anemia: An Update, Expert Review Hematol, 4(6):607-
618.
Norfolk, D., 2013, Handbook of Transfusion Medicine, 5th Edition, TSO
Information and Publishing, United Kingdom, p. 52.
Oliva, A., Partemi, S., Arena, V., De Giorgio, F., Colecchi, C., Fucci, N., Pascali,
V, L., 2008, Fatal Injection Of Ranitidin: A Case Report, J Med
Case Reports, 2:232.
Permono, B., Sutaryo, Ugrasena, I, D, G., Windiastuti, E., Abdulsalam, M., 2005,
Buku Ajar Hematology-Onkology Anak, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Indonesia.
Reardon, J.E., Marques, M.B., 2006, Laboratory Evaluation and Transfusion
Support of Patients With Autoimmune Hemolytic Anemia, American
Society for Clinical Pathology, 2006;125(Suppl 1):S71-S77.
Robinson, M., Stanley, S. R., Ciociola, A. A., Filinto, J., Zubaidi, S., Miner, P. B.,
Gardner, J. D., 2001, Synergy Between Low-Dose Ranitidine and
Antacid in Decreasing Gastric and Esophageal Acidity and Relieving
Meal-Induced Heartburn, Aliment Pharmacol Ther, 15: 1365-1374.
Runyon, B. A., 2004, Management of Adult Patients With Ascites Due to
Cirrhosis, Hepatology, vol. 39, no.3.
Sarper, N., Kilic, S. C., Zengin, E., Gelen, S. A., 2011, Management of
Autoimmune Hemolytic Anemia in Children and Adolescents: A
Single Center Experience,Departement of Pediatric Hematology;
Faculty of Medicine, Kocaeli University, Kocaeli, Turkey; 28: 198-
205.
Sharma, C, V., and Mehta, V., 2013, Paracetamol: Mechanism and Update,
Contin Educ Anaesth Crit Care Pain, 1-6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Sharma, S., Sharma, P., Tyler, L.N., 2011, Transfusion of Blood and Blood
Products: Indications and Complications, American Family
Physician, Vol. 83, No.6.
Storm, B. L., Kimmel, S. E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John
Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18.
Sun, M.L., Forsberg, C., Karin, L.M., 2011, Normal Oral, Rectal, Tympanic and
Axillary Body Temperature in Adult Men and Women: A Sistematic
Literatur Review, Scand Journal of Caring; 2002; 16; 122-128.
Tarsia, P., Aliberti, S., Cosentini, R., Blasi, F., 2005, Hospital Acquired
Pneumonia, Breathe, 1:4.
Voskuhl, R., 2011, Sex Differences in Autoimmune Diseases, Bio Sex Differ, 2:1.
Warwick, C., 2008, Parasetamol and Fever Management, The Journal of The
Royal Society for the Promotion of Health, Vol. 128, No. 6.
Weinstein, R., 2012, Clinical Practice Guide on Red Blood Cell Transfusion,
American Society of Hematology, 157:49-58.
Wilson, R.F., Thal, A.P., Kindling, P.H., Grifka, T., Ackerman, E., 1965,
Hemodynamic Measurements in Septic Shock, Arch Surgery,
Vol.91.
Yellin, A. E., Hassett, J. M., Fernandez, A., Geib, J., Adeyi, B., Woods, G. L.,
Teppler, H., et al, 2002, Ertapenem Monotherapy Versus
Combination Therapy With Ceftriaxone for Treatment of
Complicated Intra-Abdominal Infections in Adults, International
Journal of Antimicrobial Agent, 20:165-173..
Zanella, A., Barcellini, W., 2014, Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemias,
Journal of Haematologica, 99(10).
Zeerleder, S., 2011, Autoimmune Haemolytic Anemia: A Practical Guide to Cope
with A Diagnostic and Therapeutic Challenge, The Netherlands
Journal of Medicine, Vol. 69, No.4.
Zoorob, R, J., and Cender, D., 1998, A Different Look at Corticosteroids, Am Fam
Physician, 58(2), 443-450.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Lampiran 1. Surat Keterangan Ethic Committee Approval
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Lampiran 3. Kasus 1
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.26.55.54 (Kasus 1)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. SW Tanggal Rawat: 29/11/2013 – 09/12/2013 (11 hari)
Umur/JK: 43 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 54 kg Diagnosis Sekunder: High Output Heart Failure
TB: 160 cm Keluhan Utama: lemas dan sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan penderita AIHA tegak sejak 7 tahun sebelum masuk RS yang diterapi dengan MP, Hb rata-rata kurang lebih 10.
kurang lebih sudah 1,5 tahun tidak kontrol ke RS Sardjito karena dikatakan Hb sudah membaik. Tidak minum obat lagi dan tidak ada keluhan. Sekitar 7
hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan sesak saat beraktivitas. Hari masuk RS periksa ke penyakit dalam, Hb 4,7 kemudian dirujuk ke
UGD.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 26/11/13 29/11/13 01/12/13 04/12/13 08/12/13
WBC x103/µL 3.6-11.0 18.9 10.7 11.68 6.1 6.4
RBC x106/µL 3.8-5.2 1.32 1.32 2.54 2.71 3.05
HGB g/dL 11.7-15.5 4.7 4.8 8.1 8.9 10
HCT % 32-47 18.8 13.9 24.6 26.8 29.8
MCV fL 80-100 104.7 106.8 108.7 107.5
MCH Pg 26-34 36.3 31.8 32.9 32.7
MCHC g/dL 32-36 34.7 32.8 33.4 33.6
PLT x103/µL 150-440 204 243 198 175 176
NEUT % 50-70 81.4 88.2 90.7 86.8 71.4
LYPMH % 20-40 14,2 8.4 6.6 7.1 18.3
MONO % 2-8 4.2 2 1.8 4.7 10.2
EO % 1-3 0.1 1.1 0.2 1.1 0.1
BASO % 0-1 0.1 0.3 0.2 0.3 0
RDW-SD fL 11,5-14,5 18,3 28,5 29,6 25,1
Retik M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60 11.9
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 12/01/13 11/29/13
TBil mg/dL M: 0.02-1.4 ;
F: 0.02-0.9
3.77 7.7
DBil mg/dL 0-0.2 0.83 0.61
LDH U/L 240-480 552
Pemeriksaan
Hemostasis 29/11/13
PPT 14
INR 1.02
Kontrol 14.7
APTT 36
Kontrol 33.8
Diagnosa:-
CROSS Mayor +
Minor 2+
Coomb’s
Test
Indirect 2+
Direct 3+
AC 2+
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik leukositosis, reaktifitas netrofil
Kesimpulan Gambaran anemia ec susp. Defisiensi B12/asam folat (megaloblastik anemia) disertai proses inflamasi/infeksi bakteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Tanda Vital Tanggal 29/11/2013 30/11/2013 01/12/2013 02/12/2013 03/12/2013 04/12/2013 05/12/2013
Keadaan Umum Lemah cm Lemah cm Sedang cm Lemah cm Lemah cm Baik cm Baik cm
Suhu (0C) Afebris Afebris 36 36 36.5 36.4
Nadi (x/menit) 74 88 80 80 88 80
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 120/80 120/70 140/80 130/90 130/80 130/80
Keluhan - - Lemas berkurang Sesak nafas
berkurang Lemas
- -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. MP 125 mg 125 mg/8 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam
Transfusi PRC √ √
Tanda Vital Tanggal 06/12/2013 07/12/2013 08/12/2013 09/12/2013 Keadaan Umum Baik cm Baik cm Cm Baik cm Suhu (
0C) 36.4 36.4 36.4 36.4
Nadi (x/menit) 84 64 84 64 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 Tekanan Darah (mmHg) 120/70 150/90 150/90 120/80
Keluhan - - - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam
Inj. MP 125 mg 125 mg/8 jam √ √ √ STOP
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam √ √ √ √ √ √ Transfusi PRC
Assesment Pasien merupakan kasus AIHA lama, yang terdiagnosis sejak 7 tahun yang lalu. Pasien datang ke RS dengan Hb 4,7 g/dL. Pasien diberikan terapi antara lain:
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV
dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Dosis yang diberikan pada hari 5-8 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 9-11 yaitu 125 mg/12 jam atau sama dengan 250 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis terapi pada guideline
2. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi
mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (1/12/2013) yaitu 8.1 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.7 g/dL. Hari ke-3 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.1 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb
setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat: Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat
(DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik
(Lu and Wu, 2004).
Plan/Rekomendasi 1. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien
2. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk anemia megaloblastik (DeLoughery, 2013).
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray). Bila perlu lakukan pemberian tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis
200 IU/hari, (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 4. Kasus 2
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.29.80.61 (Kasus 2)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. N Tanggal Rawat: 21/02/2009-26/02/2009 (6 hari)
Umur/JK: 29 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 50 kg Diagnosis Sekunder: -
TB: 160 cm Keluhan Utama: Lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh badan terasa lemas, nafsu makan dan minum menurun namun tidak
periksa. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS, pasien periksa ke RS Sardjito untuk cek lab, Hb=5,4; AL=7,1; AT=222. Keluhan lemas dan mual tidak
diperiksakan. Hari masuk RS, karena keluhan menetap maka pasien periksa di poli UPD kemudian dirawat di bangsal. Pasien merupakan penderita
AIHA yang tegak diagnosis sejak 26/06/07-09/07/07 dengan terapi pulang MP 8-4-0 kemudian 4-2-0 (selama opname mendapat transfusi PRC 4 kolf.
tidak kontrol rutin).
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi
Satuan
Nilai
Rujukan 21/02/09 24/02/09 26/02/09
WBC x103/µL 3.6-11.0 5,7 5.41 4.71
RBC x106/µL 3.8-5.2 0.86 1.95 2.06
HGB g/dL 11.7-15.5 4.5 8.1 9.30
HCT % 32-47 10.7 22.8 21.6
MCV fL 80-100 123.6 116.9 104.9
MCH pg 26-34 51.9 41.5 45.1
MCHC g/dL 32-36 42 35.5 43.1
PLT x103/µL 150-440 207 141 138
NEUT% % 50-70 55.2 55 55.20
LYPMH% % 20-40 37.1 37.2 37.80
MONO% % 2-8 5.3 5 4.9
EO% % 1-3 2.3 2.6 1.9
BASO% % 0-1 0.1 0.2 0.2
RDW fL 11,5-14,5 21,8 85,9 27,7
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 21/02/09 24/02/09 25/02/09
TBil mg/dL M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 3.46 2.190 2.01
DBil mg/dL 0-0.2 0.35 0.310 0.43
Tp - - 7.3 6.930 7.4
Albumin g/dL 3.97-4.94 3.78 3.42 3.67
SGOT/ AST U/L M: 10-40; F: 5-32 30 18 23
SGPT/ ALT U/L M: 10-50; F: 10-35 9 10 9
BUN mg/dL 6-20 10.7 - 12.5
Creatinin mg/dL 0.67-1.17 0.82 - 0.74
Asam Urat mg/dL M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 6 - 5.7
Fe µg/dL M: 59-158; F: 37-145 87
Natrium (Na) mmol/L 135-146 138 137
Kalium (K) mmol/L 3.4-5.4 3.4 3.1
Chloride (Cl) mmol/L 95-108 106 106
GDS 99 101
Globulin 0-0 3.52
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (22/02/09)
Kesan -
Kesimpulan Susp. AIHA tipe cold
CROSS Mayor 2+
Minor 3+
Coomb’s
Test
Indirect -
Direct 4+
EKG Sinus ritme
Heart Rate 96 x/menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Tanda Vital Tanggal 21/02/2009 22/02/2009 23/02/2009 24/02/2009 25/02/2009 26/02/2009 Keadaan Umum Sedang cm Cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Suhu (
0C) Afebris Afebris Afebris Afebris Afebris Afebris
Nadi (x/menit) 88 80 64 64 64 76 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 Tekanan Darah (mmHg) 100/60 110/60 100/60 100/60 90/60 90/60
Keluhan Lemas Nyeri perut, mual BAK warna teh Nyeri perut Nyeri perut -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. Ranitidine 1A/12 jam √ √ √ √ √ √ MP 4 mg Oral 8-4-0 √ √ √ √ Transfusi PRC √ √ √
Assesment Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS, 3 hari sebelumnya dilakukan pemeriksaan dan dikatakan Hb pasien 5,4 g/dL. Pasien merupakan
penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 1,5 tahun yang lalu namun tidak rutin control. Pasien pulang dengan Hb 9,30 g/dL. Terapi yang diperoleh selama pasien rawat inap
antara lain:
1. Metilprednisolon sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, sesuai dengan sumber acuan terapi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian
metilprednisolon tablet 4 mg pada hari 5-6 dengan dosis per hari 2-1-0 atau sama dengan 8-4-0 mg/hari.
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
Kondisi pasien semakin membaik ditunjukkan dengan peningkatan kadar Hb setelah pemberian terapi.
2. Ranitidin (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Pasien juga menerima terapi tambahan yaitu ranitidin injeksi yang termasuk dalam golongan antagonis reseptor H2 digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang
merupakan salah satu efek samping dari metilprednisolon (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan 50 mg setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva et all, 2008).
Dosis yang diterima pasien pada hari 3-5 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 50 mg x 2 = 100 mg/hari.
3. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-3 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-4 (24/02/2009) yaitu 8.1 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.5 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.1 g/dL sehingga sudah sesuai literatur
dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena
kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat
kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004).
2. Dosis Kurang
Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari. Dosis yang dianjurkan untuk mengatasi peptic ulser yaitu 150-200 mg/hari. Dosis yang diterima pasien belum
dapat mengatasi keluhan nyeri perut pasien.
Plan/Rekomendasi 1. Monitoring kadar Hb dan Hct.
2. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik.
3. Memberikan ranitidin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, terkait keluhan nyeri perut pasien yang belum teratasi.
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 5. Kasus 3
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.34.36.89 (Kasus 3)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. S Tanggal Rawat: 14/10/2013-19/10/13 (6 hari)
Umur/JK: 28 tahun / Perempuan Diagnosa Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) tipe mix
BB: 45 kg Diagnosa Sekunder: Diabetes Melitus tipe lain
TB: 155 cm Keluhan Utama: Lemas dan pusing berat sejak 1 minggu sebelum masuk RS
RPO: - Status keluar: Membaik dan diizinkan
RPD: Tahun 2008 transfusi PRC 2
kolf, 2011 transfusi PRC 3 kolf dan
darah putih 6 kantong
Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan penderita AIHA sejak 2008 yang tidak rutin control. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh
lemas, pusing, nafsu makan menurun dan demam. Pasien periksa ke salah satu RS dan opname selama 5 hari, dikatakan perlu transfusi kemudian
dirujuk ke RS Sardjito. Hari masuk RS, pasien mengeluh semakin lemas, pusing, mata berkunang-kunang, telinga berdenging, dan berdebar-debar.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 14/10/13 17/10/13 19/10/13
WBC x103/µL 3.6-11.0 27.06 7.6 7.53
RBC x106/µL 3.8-5.2 0.18 2.3 2.28
HGB g/dL 11.7-15.5 2.4 8.3 9.7
HCT % 32-47 2.5 24.3 27.4
MCV fL 80-100 138.9 105 120
MCH Pg 26-34 133 35.9 42.4
PLT x103/µL 150-440 194 187 231
NEUT% % 50-70 52.7 86 72.7
LYPMH% % 20-40 40.4 8 18.2
MONO% % 2-8 6.6 3.5 8.6
EO% % 1-3 0.2 0.2 0.4
BASO% % 0-1 0.1 0.2 0.1
IG% %
Retikulosit % M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 35.00
Hasil Pemeriksaan Skrining Antibodi (15/10/13)
Kesimpulan Golongan darah pasien adalah B rhesus D positif
Didapatkan adanya auto dan alloantibody yang bereaksi terhadap
seluruh sel panel yang diujikan pada suhu 200C dan 37
0C
Kesan Mendukung diagnosis AIHA tipe warm dan cold
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 14/10/13
Tbil mg/dL M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 5.6
Dbil mg/dL 0-0.2 2.43
Albumin g/dL 3.97-4.94 3.59
SGOT/AST U/L M: 10-40; F: 5-32 57
SGPT/ALT U/L M: 10-50; F: 10-35 29
BUN mg/dL 6-20 19.2
Creatinin mg/dL 0.67-1.17 0.65
Asam Urat mg/dL M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 8
Fe µg/dL M: 59-158; F: 37-145 195
TIBC µg/dL 250-478 197
IBC µg/dL 112-346 2
INDEX SAT % 20-50 99
GDS Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam 139
LDH U/L 240-480 1841
Bilirubin µmol/L <8,4: Negatif 0.5
Urobilin µmol/L 1: Normal 12
pH <7: Asam ; >7: Basa 6.5
Blood/Darah mg/L <0,2: Negatif 0.06
Leukosit Leu/ul <24: negatif Neg
Bakteri 0-100/mL 127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (14/10/13) Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit (leukositosis), pergeseran ke kiri,
hipersensifitas netrofil
Kesimpulan Gambaran leukoeritroblastik ec susp. Proses hemolitik dd. Perdarahan dd.
Anemia megaloblastik, dd severe lupention dd keganasan
Saran Monitor DT
Retikulosit
Bilirubin
HB-AL-AE-AT
HB-AE-AL-AT -
Diagnosa:-
CROSS Mayor 2+
Minor 3+
Coomb’s
Test
indirect +
Direct +
AC -
EKG STC
Heart Rate 125 x/menit
Hasil Pemeriksaan Hemostasis
(14/10/2013)
PPT 19.9
INR 1.61
Kontrol 14.8
APTT 19
Kontrol 33
Tanda Vital Tanggal 14/10/2013 15/10/2013 16/10/2013 17/10/2013 18/10/2013 19/10/2013 Keadaan Umum Cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Suhu (
0C) 37 37.1 36.8 Afebris 36.6 Afebris
Nadi (x/menit) 100 100 100 80 80 80 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 Tekanan Darah (mmHg) 110/60 110/70 100/60 110/70 110/70 120/80
Keluhan Lemas, pusing Lemas Pusing Lemas, pusing - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Parasetamol 500 mg Oral 3x1 √ Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP Inj. MP 125 mg 125 mg/8 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ Transfusi PRC √ √
Assesment Pasien merupakan penderita AIHA sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak rutin kontrol. Pasien datang dengan Hb 2,4 g/dL dan pulang dengan Hb 9,7 g/dL. Selama rawat inap di RS, pasien
mendapatkan terapi antara lain:
1. Parasetamol sebagai antipiretik untuk menurunkan demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.8
0C), tympanic (35.4-37.8
0C), axillary (35.5-37.0
0C) (Sun,
2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American
Pharmacists Association, 2007).
Diberikan pada hari pertama pasien rawat inap dengan dosis 3x500 mg atau sama dengan 1500 mg/hari, pasien mengeluh demam. Selanjutnya tidak diberikan lagi karena pemeriksaan
tanda vital suhu tubuh pasien normal dan tidak ada keluhan demam dari pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
2. Inj. Ceftriaxone (Vial: 1 gram)
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12jam atau sama dengan 2gram/hari.
Pemeriksaan WBC pasien pada hari pertama rawat nap (14/10/13) menunjukkan peningkatan, hasil pemeriksaan netrofil pasien juga menunjukkan nilai diatas normal, diduga pasien
mengalami infeksi bakteri. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian secara iv yaitu 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Hasil lab pasien menunjukkan
adanya perbaikan kondisi pasien setelah diberikan terapi antibiotik.
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV
dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-3 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari,
Dosis yang diberikan pada hari 4-6 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai, kondisi pasien membaik dapat dilihat dari kadar Hb semula 2,4 g/dL kemudian setelah diberikan terapi menjadi 9,7 g/dL.
4. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi
mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-4 (17/10/2013) yaitu 8.3 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 2.4 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb
setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL
Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Anemia megaloblastik dapat dilihat dari hasil pemeriksaan yang menunjukkan nilai RDW melebihi normal dan MCV >100 fL, (Lu
and Wu, 2004).. Namun pada kasus ini tidak ditemukan pemeriksaan RDW.
Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari, untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik.
2. Monitoring Hb dan Hct pasien
3. Monitoring penggunaan ceftriaxone, karena obat tersebut termasuk dalam golongan obat yang dapat menginduksi terjadinya drug-induced hemolytic anemia (Reardon,
2006).
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 6. Kasus 4
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.40.13.56 (Kasus 4)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. SK Tanggal Rawat: 08/01/2009-14/01/2009 (7 hari)
Umur/JK: 32 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 57 kg Diagnosis Sekunder: -
TB: 153 cm Keluhan Utama: lemas (kiriman dari RS Cilacap dengan Anemi post melena)
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: pengobatan di RS Cilacap Infus
RL 20 tpm; Inj. Radin 1A/12jam; Inj.
Dexamethasone 1A/12jam
Perjalanan Penyakit: Sekitar 4 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas namun tidak periksa. Sekitar 2 hari sebelum masuk RS, badan tengah
pasien berwarna kuning. Pasien periksa ke RS Cilacap opname 1 hari, dikatakan Hb=4,2; direct +4; mayor +; minor +; AL 13,46; AT 205; rhesus +
sehingga tidak dilakukan transfusi. Diagnosis sementara: Anemia post melena. Rujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan Nilai Rujukan
07/01
/09
08/01/
09
13/01/
09
WBC x103/µL 3.6-11.0 13.46 18.2 5.8
RBC x106/µL 3.8-5.2 1.11 1.44 3.96
HGB g/dL 11.7-15.5 4.2 5.4 13.3
HCT % 32-47 12.5 15.5 38.7
MCV fL 80-100 112.6 107.7 97.7
MCH Pg 26-34 37.8 37.3 33.4
MCHC g/dL 32-36 33.6 34.7 34.2
PLT x103/µL 150-440 205 241 110
NEUT% % 50-70 64.3 85.8
LYPMH% % 20-40 29.5 10.7
MONO% % 2-8 5.6 2.8
EO% % 1-3 0.2 0.1
BASO% % 0-1 0.4 0.6
RDW-SD fL 11,5-14,5 24,3 26,3 24,4
Retikulosit % M: 0.60-2.60; F:
0.60-2.60
EKG STC
Heart Rate 108 x/menit
Pemeriksaan Kimia
Nilai Rujukan Satuan 07/01/2009 08/01/2009 09/01/2009
TBil M: 0,02-1,4; F: 0,02-0,9 mg/dL 0.9 3.92 3.92
DBil 0-0,2 mg/dL 0.18 0.69 0.69
Albumin 3,97-4,94 g/dL
4.57 4.57
SGOT M: 5-40; F: 5-32 U/L 34 15 15
SGPT M: 10-50F: 10-35 U/L 29 12 12
BUN 6-20 mg/dL
13 13
Creatinine 0,67-1,17 mg/dL 0.9 0.65 0.65
Asam Urat M: 3,4-7,0; F: 2,4-,7 mg/dL 4.8 5 5
pH 7,30-7,45 7.4 7.432
Fe M: 59-158 µg/dL 256
TIBC 250,00-478,00 µg/dL - 665
IBC 112-346 µg/dL - 409
Natrium 135-146 mmol/L 137 137
Kalium 3,4-5,4 mmol/L 3.92 3.92
Chloride 95-108 mmol/L 104.6 104.6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Pemeriksaan imunologi (09/01/2009)
Hasil: non-reactive, Feritin: 883,7 µg/mL GDS
Darah: 70-110; Urin: <0.5
g/24jam 127 127
Kolesterol 0-200 mg/dL 104
.
Hasil Pemeriksaan Thorax PA Dewasa
Diagnosa: Anemia Hemolitik
Kesan: Susp. Oedem pulmo, cor normal
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (08/01/09):
Gambaran leukoeritoblastik, DD Hemolitik, DD infeksi, DD Mielofibrosis
Diagnosa:-
CROSS Mayor 2+
Minor 4+
Coomb’s
Test
Indirect 2+
Direct 4+
AC -
Hasil Pemeriksaan Hemostasis (08/01/2009)
PPT 12.6
INR 1
Kontrol 14.3
APTT 30.6
Kontrol 32.3
Pemeriksaan Iso Serology-Immunology (19/01/09) Kesimpulan:
Golongan darah O rhesus positif
Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT:pos), juga komponen-komplemen C3 yang coated pada sel darah merah OS in vivo
Ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang bebas di dalam serum pasien yang reaktif pada suhu 200C terhadap semua sel
panel
Kesan: Penderita AIHA tipe dingin
Saran:
Transfusi darah tidak disarankan
Dokter yang merawat sebaiknya menelusuri kemungkinan penyebab terjadinya AIHA (dari obat atau penyakit lain yang mendasari)
Tanda Vital Tanggal 08/01/2009 09/01/2009 10/01/2009 11/01/2009 12/01/2009 13/01/2009 14/01/2009
Keadaan Umum Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang sm
Suhu (0C) Afebris Afebris Afebris 36 Afebris Afebris Afebris
Nadi (x/menit) 100 100 88 88 84 72 72
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 16 16 18
Tekanan Darah (mmHg) 130/80 130/80 110/70 110/70 110/60 110/70
Keluhan - - - - - - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si
S
o M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
MP 125 mg Pre transfusi √
Transfusi PRC √ √ √
Assesment Pasien datang dengan keluhan lemas dan Hb 4,2 g/dL. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan pasien mengalami cold AIHA. Keadaan pasien membaik setelah diberikan terapi,
dengan Hb pulang 13,3 g/dL.Terapi yang didapatkan pasien selama rawat inap antara lain:
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari. Pada pasien dengan
cold AIHA pemberiannya dilakukan bila terjadi severe anemia, yaitu kadar Hb <7 g/dL (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-6 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari kemudian dihentikan pada hari ke-7 dan dilanjutkan dengan metilprednisolon oral
untuk terapi di rumah.
Selain itu juga diberikan metilprednisolon (ekstra) sebelum dilakukan transfusi dengan dosis 125 mg. Pemberian metilprednisolon bagi penderita cAIHA dilakukan
apabila pasien mengalami severe anemia, yaitu kadar Hb < 8 g/dL (Zanella et al, 2014). Terapi yang dilakukan sudah sesuai dilihat dari kadar Hb pasien semula 4,2 g/dL
menjadi 13,3 g/dL.
2. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 2-4 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-6 (13/01/2009) yaitu 13.3 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.2 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 13.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur
dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004)
Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah anemia megaloblastik
2. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 7. Kasus 5
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.45.97.06 (Kasus 5)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. J Tanggal Rawat: 05/02/2010-25/02/2010 (21 hari)
Umur/JK: 37 tahun / Perempuan Diagnosa Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) tipe mix
BB: 35 kg Diagnosa Sekunder: Congestif Heart Failure cf II ec Anemia Heart Disease, Riwayat infeksi saluran kemih et causa E. Coli, Iskhemik Hepatopati
TB: 150 cm Keluhan Utama: lemas dan sesak, rencana transfuse (rujukan dari RSUP Purworejo dengan diagnosis Anemia Hemolitik, cross match (+) tidak ada
darah yang cocok).
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: - Perjalanan Penyakit: Sekitar 10 hari sebelum masuk RS, OS mulai mengeluh sering lemas. Periksa ke RSUD Purworejo dikatakan anemia karena sel
darah merah rusak. Direncanakan transfusi darah namun tidak cocok sehingga dirijuk ke RS Sardjito. Mata dan kulit kuning, BAK teh.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 05/02/10 07/02/10 08/02/10 09/02/10 11/02/10 15/02/10 17/02/10 18/02/10 22/02/10
WBC x103/µL 3.6-11.0 25.97 23.1 23.39 15.84 11.5 7.64 9.2 10.6 4.66
RBC x106/µL 3.8-5.2 0.13 0.78 0.92 1.19 1.31 2.12 2.38 4.68 2.72
HGB g/dL 11.7-15.5 2.3 7.3 4.2 5.5 6.3 7.4 8.6 11.8 10.1
HCT % 32-47 2.2 11.5 9.6 11.7 14 21.3 26.4 35.1 31.7
MCV fL 80-100 169.2 148.8 104.4 98.2 106.9 100.5 110.7 74.9 116.5
MCH pg 26-34 176.9 94.3 45.5 46.5 48.1 34.8 36 25.1 37.1
MCHC g/dL 32-36 104.5 63.4 43.6 47.3 45 34.6 32.5 33.5 31.9
PLT x103/µL 150-440 95 68 79 57 44 105 151 228 218
NEUT% % 50-70 51.2 55.1 53.2 82.8 51.5 95.1 74 60 47.4
LYPMH% % 20-40 44.2 41.5 30.4 3.4 42.2 2.4 19.2 26.5 6.2
MONO% % 2-8 4,3 3,3 1,7 2,2 5,8 1.1 6,8 11,9 4.5
EO% % 1-3 0,1 0,1 0,5 0,7 0 1.1 0 1,5 0
BASO% % 0-1 0.2 0 1.4 0.6 0.5 0 0 0.1 1.9
RDW-SD fL 11,5-14,5 14,7 34,1 33,3 14,7 34,1
Retikulosit % M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 20.50% 5.8% (0.5-1.5)
.
CROSS mayor 4+
minor 4+
Coomb’s
Test
indirect 4+
direct 4+
Pemeriksaan Imunologi
(09/02/10)
HBsA (ME): Non reactive
Microbiology Chart Report (09/02/10)
Resisten: Ampicillin, Chloramphenicol, Ciprofoxacin, Nalidixic Acid, Norfloxacin,
Sulfamethoxazole, Tetracycline, Tobramycin, Trimethoprim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 05/02/10 07/02/10 11/02/10 15/02/10 18/02/10 22/02/10
TBil mg/dL M: 0.02-1.4; F: 0.02-
0.9 22.19 28.87 13.2 8.79 5.85 3.95
DBil mg/dL 0-0.2 13.2 16.15 8.33 4.11 2.61 1.64
Protein Tot - - 5.12 4.69
Albumin g/dL 3.97-4.94 2.83 - 2.15 2.26 2.91
SGOT U/L M: 5-40; F: 5-32 883 152 73 62 77 68
SGPT U/L M: 10-50; F: 10-35 280 272 144 122 165 174
BUN mg/dL 6-20 24.1 - 23.6 12
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.5 - 0.76 0.58
Asam Urat mg/dL 2.4-7.0 8.2 2.5 2.5 2.7 2.4
pH 7.30-7.45 7.273 7.401
Fe µg/dL M: 59-158;F: 37-145 274 -
TIBC µg/dL 250-478 516 -
IBC µg/dL 112-346 242 -
Natrium mmol/L 135-146 133 142.3 144.3 136 134 137
Kalium mmol/L 3.4-5.4 4.3 2.74 2.12 2.3 23 2.5
Chloride mmol/L 95-108 106 113.3 100.7 99 100 96
LDH IU/L 266-500 5.09 4220 2694 1721
GDS mg/dL Darah: 70-110
Urin: <0.5 g/24jam - - 198
Gamma
GT IU/L 7-64 - 26
Alp IU/L 32-92 - 42
Ca mmol/L 2.1-2.54 0.51
Pemeriksaan Urin
Nilai
Rujukan Satuan 05/02/10
Glukosa <1,6: Normal mmol/L N
Protein <0,1: Negatif g/L +1
Bilirubin <8,4: Negatif µmol/L +2
Urobilin 1: Normal µmol/L N
pH <7: Asam ;
>7: Basa 5.5
Blood/Darah <0,2: Negatif mg/L +3
Keton <1: Negatif mmol/L +2
Nitrit 0,8-5 mg/L -
Leukosit <24: Negatif Leu/ul
Bakteri +
Gambaran Sediaan Apus Darah tepi Kesan Golongan darah O rhesus positif
Ditemukan adanya autoimmune antibody
(DCT Elevate positive) juga anti Ig-G dan
komponen komplemen C3 yang coated pada
sel darah merah OS in vivo
Dalam serum OS ditemukan adanya irregular
alloantibody non-spesifik yang reaktif paa
suhu 200C dan 37
0C terhadap semua sel panel
dan sel sendiri
Kesimpulan AIHA tipe dingin dan hangat
Saran Tidak disarankan transfuse darah
Tanda Vital Tanggal 05/02/2010 06/02/2010 07/02/2010 08/02/2010 09/02/2010 10/02/2010 11/02/2010
Keadaan Umum Lemah cm Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Lemah cm Lemah cm
Suhu (0C) 36.7 36.7 Afebris 37 37.2 38.1 38
Nadi (x/menit) 104 104 96 96 92 120 96
Nafas (x/menit) 32 32 24 24 24 24 20
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 100/70 130/70 120/80 140/70 140/60 130/70
Keluhan Lemas dan sesak Lemas Lemas Lemas - - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. Furosemid 1A/8jam (↓12jam) √ √ √ √ √ √
Inj. Cefotaxime 1 gram/8jam √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid ekstra 2 Ampul √
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam MP 16 mg Oral 5-3-0
MP 16 mg Oral 2-1-0
Asam Folat 3x1
Mikofenolat mofetil 2x500
Furosemid Oral 1-0-0 Transfusi WRC √ √ √ √
Tanda Vital Tanggal 12/02/2010 13/02/2010 14/02/2010 15/02/2010 16/02/2010 17/02/2010 18/02/2010
Keadaan Umum Lemah cm Lemah cm Lemah cm Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm
Suhu (0C) 38.1 38 37 37.4 36.8 37.1 36.8
Nadi (x/menit) 106 88 100 88 98 74 88
Nafas (x/menit) 20 16 20 20 20 18 20
Tekanan Darah (mmHg) 130/60 140/50 150/60 130/60 130/60 140/60 130/70
Keluhan Lemas BAB lembek Nyeri perut Lemas - Nyeri perut Lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. Furosemid 1A/8jam (↓12jam) √ √ √ √ √ √
Inj. Cefotaxime 1 gram/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid ekstra 2 Ampul
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam √ √ STOP
MP 16 mg Oral 5-3-0 √ √ √ √ √
MP 16 mg Oral 2-1-0 √
Asam Folat 3x1
Mikofenolat mofetil 2x500
Furosemid Oral 1-0-0
Transfusi WRC √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tanda Vital Tanggal 19/02/2010 20/02/2010 21/02/2010 22/02/2010 23/02/2010 24/02/2010 25/02/2010
Keadaan Umum Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm
Suhu (0C) 36.8 37 Afebris 36.8 36.8 36.8
Nadi (x/menit) 84 90 92 90 104 104
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 130/80 120/70 120/70 120/70 120/80 120/80
Keluhan Lemas BAB lembek BAB lembek - - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. Furosemid 1A/8jam (↓12jam) STOP
Inj. Cefotaxime 1 gram/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. Furosemid ekstra 2 Ampul
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam
MP 16 mg Oral 5-3-0
MP 16 mg Oral 2-1-0 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Folat 3x1
Mikofenolat mofetil 2x500 √ √
Furosemid Oral 1-0-0 √
Transfusi WRC
Assesment 1. Furosemide (Inj (amp) 20 mg/2mL; Tab 40 mg)
Diberikan pada hari 5-14 pasien rawat inap dengan dosis 1A/8jam 60 mg/hari
Pada hari ke-12 pasien rawat inap tidak diberikan. Pada hari ke-5 pasien rawat inap diberikan injeksi furosemid ekstra dengan dosis 2 ampul 40 mg
Lasix tablet diberikan pada hari ke-21 pasien rawat inap dengan dosis 1-0-0 atau sama dengan 40 mg/hari. Digunakan untuk mengatasi edema yang disebabkan oleh
congestive heart failure, yang merupakan suatu kondisi dimana jumlah darah yang masuk ke jantung tiap menitnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
terhadap oksigen. 2. Cefotaxime (vial 1 gram)
Merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Hasil pemeriksaan WBC pasien menunjukkan nilai diatas normal, selain itu hasil pemeriksaan bakteri pada urin
pasien menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan leukosit pada urin pasien tidak ditemukan, pemeriksaan urin yang menunjukkan adanya leukosit pada urin dengan jumlah
>10 WBC/mm3 (pyuria) merupakan salah satu gejala infeksi saluran kemih (Dipiro, 2008). Pemeriksaan suhu tubuh pasien juga mengalami demam pada hari ke-6 rawat
inap di rumah sakit kemudian kembali normal setelah pemberian terapi.
Hasil pemeriksaan menunjuukan pasien terinfeksi bakteri E.coli, dimana cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin bersifat bakterisidal yang efektif untuk
mengatasi infeksi bakteri gram negatif, diberikan dengan dosis 2 gram tiap 8 jam secara iv (Runyon, 2004).
Diberikan pada hari 6-19 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/8jam 3 gram.hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-9 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari,
Dosis yang diberikan pada hari ke-10 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari
Metilprednisolon tablet 16 mg
Pada hari 11-13 diberikan dengan dosis 5-3-0 atau sama dengan 80-48-0 mg/hari
Pada hari 14-20 diberikan dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 32-16-0 mg/hari
Terapi yang diberikan sudah sesuai, dapat dilihat kondisi pasien yang membaik dengan Hb awal 2,4 g/dL meningkat menjadi 10,1 g/dL
4. Asam Folat (400mcg)
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1mg/hari (DeLoughery,
2013). Pemeriksaan lab pasien menunjukkan peningkatan RDW, yang merupakan salah satu tanda anemia megaloblastik. Diberikan selama pasien rawat inap dengan
dosis 3x1 atau sama dengan 1.2 mg/hari (Obat dipegang pasien sendiri).
5. Mikofenolat Mofetil (Tab 500 mg)
Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi autoimun (imunosupresan), selain itu juga merupakan lini ke-3 terapi AIHA (Zanella, 2012). Dosis yang
diberikan untuk AIHA yaitu 1000 mg/hari diberikan dalam 2 kali (Howard, 2001). Diberikan bersama penggunaan metilprednisolon selama pasien rawat inap dengan
dosis 2x1tablet (500 mg) sehari atau sama dengan 1000 mg/hari.(Obat dipegang pasien sendiri)
6. Transfusi WRC (Washed Red-blood Cells)
Transfusi WRC dilakukan pada pasien dengan severe anemia atau hematocrit antara 17-27% (Laurian 1982).
Dilakukan transfusi WRC (jumlah leukosit dan trombositnya lebih rendah dari PRC) pada pada tanggal 5,6,8,10, 13 Februari 2010, nilai hematocrit pasien :
Tgl 05 07 08 09 11 15 17 18 20 22
Hct 2.2 11.5 9.6 11.7 14 21.3 26.4 35.1 27.1 31.7
Evaluasi DRPs
1. Dosis Kurang
Interaksi obat antara asam folat dengan furosemid, dimana furosemid menurunkan kadar asam folat dengan meningkatkan clearance di ginjal. Tergolong dalam
interaksi minor (Medscape, 2016).
2. Interaksi dan Efek Samping Obat
Ditemukan interaksi antara metilprednislon dan furosemid, dimana interaksi yang ditmbulkan secara sinergisme farmakodinamik yang kemungkinan dapat
menyebabkan hipokalemia dan merupakan interaksi minor (Medscape, 2016). Salah satu fungsi furosemide adalah untuk mengatasi hypokalemia.
Plan/Rekomendasi
1. Monitoring kadar kalium sebagai akibat interaksi metilprednisolon dengan furosemide, serta memberikan jarak antara pemberian furosemide dengan asam folat dan
metilprednisolon
2. Monitoring penggunaan cefotaxime yang merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang diduga dapat menginduksi drug-induced hemolytic anemia (Reardon, 2006).
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). Monitoring GDS karena
penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Lampiran 8. Kasus 6
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.50.03.95 (Kasus 6)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. P Tanggal Rawat: 30/10/2010-3/11/2010 (5 hari)
Umur/JK: 26 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 40 kg Diagnosis Sekunder: -
TB:151 cm Keluhan Utama: lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS
RPO: Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPD: setahun yang lalu pernah
mengalami keluhan serupa kemudian
berobat ke puskesmas dan diberikan
obat penambah darah 6 tablet
(Hb=7.1).
Perjalanan Penyakit: 1 minggu sebelum masuk RS, OS mengeluh lemas, pusing, dan berdebar-debar dirasakan ketika melakukan aktivitas sehari-hari.
OS dibawa ke RS Jebukan dan dirawat selama 5 hari, direncanakan untuk transfusi darah namun tidak cocok kemudian OS pulang. Sekitar 2 hari
sebelum masuk RS, OS kembali mengeluh lemas dan berdebar-debar. OS dibawa ke RS Rama Husada kemudian dirawat dan direncanakan untuk
transfusi darah namun tidak cocok sehingga dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 30/10/2010
Tbil mg/dL M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 2.03
Dbil mg/dL 0-0.2 0.27
Albumin g/dL 3.97-4.94 3.81
SGOT/AST U/L M: 5-40; F: 5-32 27
SGPT/ALT U/L M: 10-50; F: 10-35 13
BUN mg/dL 6-20 10
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.67
Asam Urat mg/dL M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 3.5
pH 7.30-7.45 7.502
Fe µg/dL M: 59-158; F: 37-145 223
TIBC µg/dL 250-478 256
IBC µg/dL 112-346 33
Natrium/Sodium mmol/L 135-146 133
Kalium/Potasium mmol/L 3.4-5.4 4.1
Chloride mmol/L 95-108 100
LDH IU/L 266-500 1590
GDS mg/dL Darah: 70-110
Urin: <0.5 g/24jam 98
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 05/02/10 07/02/10 08/02/10
WBC x103/µL 3.6-11.0 14.49 16.6 9.04
RBC x106/µL 3.8-5.2 0.87 1.59 9.04
HGB g/dL 11.7-15.5 3.4 6.1 11.4
HCT % 32-47 11.3 17.5 -
MCV fL 80-100 129.8 110 -
MCH pg 26-34 38.9 38.4 -
MCHC g/dL 32-36 30 35 -
PLT x103/µL 150-440 314 256 163
NEUT% % 50-70 67.8 80 83.5
LYPMH% % 20-40 20.3 17.5 11.4
MONO% % 2-8 3.7 1.5 3.3
EO% % 1-3 3.4 0.8 0.14
BASO% % 0-1 0.4 0.2 0.1
IG% % 23,8 32,7
Retikulosit % M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60 15.20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Pemeriksaan Imunologi
HBsAg(ME): non-reactive
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi
Kesimpulan: Observasi leukoeritroblastik disertai gambaran anemia hemolitik
(adakah gangguan fungsi hepar?), DD/ Anemia megaloblastik
Diagnosa:-
CROSS Mayor 3+
Minor 4+
Coomb’s
Test
Indirect -
Direct +
AC 4+
EKG STC
Heart Rate 110 x/menit
Tanda Vital Tanggal 30/10/2010 31/10/2010 01/11/2010 02/11/2010 03/11/2010
Keadaan Umum Lemah cm Sedang cm Sedang cm
Suhu (0C) 37.6 36.3 37.5 37,5 37.1
Nadi (x/menit) 120 88 86 84 84
Nafas (x/menit) 24 20 16 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 120/60 110/70 110/70 120/80 120/80
Keluhan Lemas, demam lemas Lemas, demam demam Demam
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si
S
o M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Parasetamol Oral 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Folat Oral 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/6jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Transfusi PRC √ √
Assesment Pasien merupakan rujukan dengan keluhan lemas, pusing, berdebar-debar. Di RS sebelumya sempat direncanakan transfusi namun tidak cocok. Pasien masuk RS Sardjito
dengan Hb 3,4 g/dL dan keluar dengan Hb 11,4 g/dL yang menunjukkan kondisi pasien membaik. Terapi yang didapatkan selama rawat inap antara lain:
1. Parasetamol 500 mg
Sebagai antipiretik untuk menurunkan demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.8
0C), tympanic (35.4-37.8
0C), axillary (35.5-37.0
0C)
(Sun, 2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900
mg/hari (American Pharmacists Association, 2007).
Diberikan pada hari pertama pasien rawat inap (37.60C) 1x pada sore hari atau sama dengan 500 mg/hari
Diberikan pada hari kedua pasien rawat inap (36.30C) 1x pada sore hari atau sama dengan 500 mg/hari
Diberikan pada hari ke-3 (37.20C), hari ke-4 (37
0C), hari ke-5 (37.1
0C) 3xsehari atau sama dengan 1500 mg/hari. Dosis kurang
2. Asam Folat (tab 400 mcg)
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1mg/hari (DeLoughery,
2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik
(Lu and Wu, 2004). Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 3x1 atau sama dengan 1.2 mg/hari. 3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-5 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari.
Terapi yang diberikan sudah sesuai dilihat kondisi pasien yang membaik, kadar Hb semula 3,4 g/dL menjadi 11,4 g/dL.
4. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Transfusi dilakukan pada hari 1 dan 2 pasien rawat inap.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3.4 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 11.4 g/dL sehingga sudah sesuai literatur
dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs 1. Dosis Kurang
Parasetamol untuk mengatasi demam dibutuhkan dosis 1950-3900 mg/hari, dosis yang diterima pasien 1500 mg/hari belum cukup untuk mengatasi demam
pasien.
Plan/Rekomendasi
1. Memantau kondisi pasien terkait suhu dan keluhan demam, kemudian memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur.
2. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu
berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 9. Kasus 7
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM01.53.29.12 (Kasus 7)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Tn. L Tanggal Rawat: 30/05/2011-14/06/2011 (16 hari)
Umur/JK: 35 tahun / Laki-laki Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: - Diagnosis Sekunder: Anemia Gravis (anemia karena kadar hb berkurang < 7 g/dL)
TB: - Keluhan Utama: Lemas dan demam
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Sekitar 28 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh demam, kemudian periksa dan membaik. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS,
pasien mengeluh demam dan lemas kemudian opname di RS Emanuel dan dikatakan Hb turun namun tidak dilakukan transfusi darah karena tidak
cocok. Dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 31/05/11 03/06/11 07/06/11 08/06/11 11/06/11 14/06/11
WBC x103/µL 3.6-11.0 12.66 22.59 17.03 20.44 11.79 9.38
RBC x106/µL 3.8-5.2 1.22 1.35 1.77 1.89 2.01 2.65
HGB g/dL 11.7-15.5 6.5 6.3 7.3 7.4 8 10.5
HCT % 32-47 14.1 16.1 21.3 22.5 24.8 31.8
MCV fL 80-100 115.6 119.3 120.3 119 123.4 120
MCH Pg 26-34 53.3 46.7 41.2 39.2 39.8 39.6
MCHC g/dL 32-36 46.1 39.1 34.3 32.9 32.3 33
PLT x103/µL 150-440 255 301 255 249 260 295
NEUT% % 50-70 68.2 82 89.2 96.7 84.9 93
LYPMH% % 20-40 21 13.4 5.2 2.4 8.5 3.3
MONO% % 2-8 10,7 4,4 5,5 0.7 5.8 3.5
EO% % 1-3 0 0,0 0 0 0.2 0
BASO% % 0-1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.6 0.2
RDW-SD fL 11,5-14,5 62,8 71,5 78,8 77,7 78,3 68,3
Retikulosit % M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60 10.6
GDP 100
LDH 542
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (08/06/11)
Kesan: Anemi dengan proses infeksi bakterial dan viral
Diagnosa:-
CROSS mayor -
minor -
Coomb’s
Test
indirect 4+
direct 4+
AC
Pemeriksaan Iso Serology-imunology (09/06/11)
Kesimpulan:
Golongan darah A rhesus positif
Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT:pos), juga anti IgG dan komponen-komplemen C3 yang coated pada
sel darah merah
OS in vivo
Ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang bebas di dalam serum pasien yang reaktif pada suhu 200C
dan 370C
terhadap semua sel panel
Kesan: Penderita AIHA tipe hangat dan dingin
.
EKG Sinus ritme
Heart
Rate
90 x/menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Tanda Vital Tanggal 30/05/2011 31/05/2011 01/06/2011 02/06/2011 03/06/2011 04/06/2011 05/06/2011
Keadaan Umum Sedang cm Cm Cm Cm Cm Cm Cm
Suhu (0C) 36.5 36.8 37 36 36.4 36.2 36.5
Nadi (x/menit) 90 90 80 80 90 90 80
Nafas (x/menit) 18 18 16 18 18 18 18
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 110/70 120/80 120/70 120/80 110/70
Keluhan Lemas lemas lemas Lemas lemas Lemas Lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Asam folat Oral 2x400 mcg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 1A/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 1A/12jam
Inj. Pantozol 1x1A
Inj. MP 125 mg 125 mg/24jam
MP 16 mg Oral 2-2-0
Tanda Vital Tanggal 06/06/2011 07/06/2011 08/06/2011 09/06/2011 10/06/2011 11/06/2011 12/06/2011
Keadaan Umum Cm Cm Cm Cm Cm Cm Cm
Suhu (0C) 36.2 36.4 36.2 36.8 36 36.2 36.6
Nadi (x/menit) 80 80 90 80 80 70 80
Nafas (x/menit) 18 18 18 18 18 16 18
Tekanan Darah (mmHg) 120/80 120/80 120/80 110/70 100/70 110/70 110/80
Keluhan Lemas Nyeri perut, mual Mual, lemas Lemas Lemas Lemas berkurang Merasa lebih baik
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M
Asam folat Oral 2x400 mcg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 1A/8jam √ √ √ STOP
Inj. MP 125 mg 1A/12jam √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. Pantozol 1x1A √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/24jam √ STOP
MP 16 mg Oral 2-2-0 √ √
Tanda Vital
Tanggal 13/06/2011 14/06/2011
Keadaan Umum Cm Cm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Suhu (0C) 36.1 36
Nadi (x/menit) 90 80
Nafas (x/menit) 18 18
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 110/70
Keluhan Baik -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M
Asam folat Oral 2x400 mcg √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 1A/8jam
Inj. MP 125 mg 1A/12jam
Inj. Pantozol 1x1A √ STOP
Inj. MP 125 mg 125 mg/24jam
MP 16 mg Oral 2-2-0 √ √ √
Assesment 1. Folavit (Asam Folat tablet 400 mcg)
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada penderita AIHA, diberikan dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery,
2013). Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1 tab atau sama dengan 0.8 mg/hari
2. Medixon (Komposisi: methylprednisolone (vial 125 mg))
Diberikan pada hari 2-8 dengan dosis 1A/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Diberikan pada hari 9-12 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 250 mg/hari
3. Pantozol (Komposisi: pantoprazole (vial 40 mg))
pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari kortikosteroid
jangka panjang (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan pada hari 9-15 dengan dosis1x1A atau sama dengan 40 mg/hari
4. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 13 yaitu 125 mg/24jam atau sama dengan 125 mg/hari.
5. Lameson (Komposisi: 6α-methylprednisolone (tab 16 mg))
Diberikan pada hari 14-16 dengan dosis 2-2-0 atau sama dengan 32-32-0 mg/hari.
Evaluasi DRPs
Pada kasus ini tidak terjadi DRPs karena terapi yang diterima pasien sudah sesuai dengan literatur dan kondisi pasien semakin membaik setelah mendapatkan terapi tersebut.
Plan/Rekomendasi
1. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
2. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) (Dipiro, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 10. Kasus 8
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.57.81.94 (Kasus 8)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. FM Tanggal Rawat: 04/04/2012-06/04/2012 (3 hari)
Umur/JK: 31 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: - Diagnosis Sekunder: Susp. kardiovaskuler – failure acute
TB: - Keluhan Utama:lemas sejak 1 bulan sebelum masuk RS
RPO: Riwayat sering transfuse Status Keluar: Meninggal (Shock. Septic dd hipovolemic)
RPD: Riwayat persalinan 6 tahun
yang lalu, baik, tidak perdarahan
Perjalanan Penyakit: OS merupakan rujukan RSUD Cilacap dengan anemia, susp. Lupus. Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk RS, OS mengeluh
lemas yang semakin lama semakin memberat, kadang disertai demam dan batuk. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, lemas yang dirasakan semakin
memberat kemudian dibawa ke RS Cilacap dan rawat inap selama 1 minggu. dikatakan anemia namun tidak dilakukan tranfusi darah karena tidak
cocok kemudia dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan Nilai
Rujukan 04/04/12 05/04/12 06/04/12
WBC x103/µL 3.6-11.0 34.75 31.81 40.04
RBC x106/µL 3.8-5.2 0.83 0.47 0.29
HGB g/dL 11.7-15.5 2.7 2.2 1.9
HCT % 32-47 7.9 5.9 3.5
MCV fL 80-100 94.2 125.5 120.7
MCH Pg 26-34 32.9 46.8 58.6
MCHC g/dL 32-36 34.9 37.3 48.6
PLT x103/µL 150-440 602 318 477
NEUT% % 50-70 49.6 48.7 45.2
LYPMH% % 20-40 39.7 45.3 49.4
MONO% % 2-8 5.3 5.8 5.3
EO% % 1-3 1.1 0.1 0
BASO% % 0-1 1.3 0.1 0.1
RDW fL 11,5-14,5 27,8
Retikulosit %
M: 0.60-
2.60; F:
0.60-2.60
3,2%
(0,5-1,5)
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 04/04/2012
Tbil mg/dL M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 2.89
Dbil mg/dL 0-0.2 0.95
Albumin g/dL 3.97-4.94 2.8
SGOT U/L M: 5-40; F: 5-32 56
SGPT U/L M: 10-50; F: 10-35 32
BUN mg/dL 6-20 17.5
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.77
Asam Urat mg/dL M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 6.7
pH 7.30-7.45 7.555
TIBC µg/dL 250-478 320
IBC µg/dL 112-346 222
INDEX SAT % 20-50 30.62
Natrium mmol/L 135-146 136
Kalium mmol/L 3.4-5.4 4.04
Chloride mmol/L 95-108 103.5
Fe µg/dL M: 59-158; F: 37-145 98
EKG: STC
Heart Rate: 120x/menit
Diagnosa: Anemia
CROSS Mayor 4+
Minor 3+
Coomb’s
Test
Indirect 4+
Direct 4+
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (05/04/12)
Kesan: Anemia anisopoikilositosis dengan kelainan morfologi eritrosit dan penibgkatan respon eritropoetik
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri, reaktifitas netrofil
Kesimpulan: Gambaran Leukoeritroblastik DD Hemolisis (suspek AIHA) disertai infeksi bakterial.
. Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi (06/04/12)
Nilai Rujukan Satuan 06/04/2012
Glukosa <1,6: Normal mmol/L Normal
Protein <0,1: Negatif g/L 0
Bilirubin <8,4: Negatif µmol/L 0
Urobilin 1: Normal µmol/L Normal
pH <7: Asam ; >7: Basa
5.5
Blood/Darah <0,2: Negatif mg/L +
Keton <1: Negatif mmol/L 0
Nitrit 0,8-5 mg/L 0
Leukosit <24: Negatif Leu/ul 0
Bakteri +
Keterangan Sebab Kematian Sebab Kematian:
Shock Septic dd hypovolemic
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
Bronchopneumonia & severe anemia
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
AIHA
Tanda Vital Tanggal 04/04/2012 05/04/2012 06/04/2012 Keadaan Umum Lemah cm Cm Cm Suhu (
0C) 37.6 37.4 37.5
Nadi (x/menit) 80 100 116 Nafas (x/menit) 20 20 28 Tekanan Darah (mmHg) 110/70 90/50 100/50
Keluhan Lemas Mual, nyeri perut -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Mikofenolat mofetil Oral 2x1 √ √ √ √ √ N-acetylcysteine Oral 3x1C √ √ √ √ √ Inj. MP 125 mg 125 mg/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ Inj. Lanmer 2x1 √ √ √ Inj. Pantoprazole 1x1 √
Assesment 1. Mikofenolat Mofetil (Tab 500 mg)
Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi autoimun (imunosupresan), selain itu juga merupakan lini ke-3 terapi AIHA (Zanella, 2012). Dosis yang
Hasil Pemeriksaan Instalasi Radiologi (04/04/12)
Thorax PA Dewasa (KSO)
Diagnosa: Anemia Hemolitik
Foto Thorax proyeksi AP, supine, asimetris, inspirasi kurang,
kondisi cukup, hasil:
Tampak corakan vascular pulmo meningkat, air
bonchogram (+)
Tampak penebalan dextra
Kedua diafragma licin
Cor: CTR=0.56
Sistema tulang intak
Kesan Bronchitis
Pleural reaction dextra
Cor: CTR=0.56 (inspirasi kurang)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
diberikan untuk AIHA yaitu 1000 mg/hari diberikan dalam 2 kali (Howard, 2001). Diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1tablet (500 mg) sehari atau
sama dengan 1000 mg/hari.
2. N-acetylcysteine (Sir kering 150mg/50mL x 75mL)
Digunakan untuk mengatasi infeksi saluran nafas dengan sekresi mukus berlebih termasuk bronchitis. Dosis yang diberikan yaitu 3x1 sendok makan (15mL) atau sama
dengan 3x45 mg/mL 135mg/hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia dewasa yaitu 600mg/hari.
Perhitungan dosis: 1 sendok makan = 15 mL
150mg/50mL 3mg/mL
Dosis dalam 1 sendok makan yaitu 3 mg/mL x 15mL = 45mg
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-3 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
4. Lanmer (Komposisi: meropenem (Vial 1 gram x 1))
Merupakan antibiotik golongan carbapenem, diberikan dengan dosis 500-1000 mg 3x sehari secara IV atau sama dengan 1500-3000 mg/hari (Baldwin, 2008). Hasil
pemeriksaan lab pasien menunjukkan nilai WBC diatas normal yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri, pemeriksaan urin juga menunjukkan positif terhadap bakteri.
Diberikan pada hari ke2-3 dengan dosis 2x1vial atau sama dengan 2gram/hari. Dosis yang diterima pasien sudah sesuai,
5. Panloc (Komposisi: pantoprazole (inj. 40 mg x 1))
pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari (Lockrey and Lim,
2011). Diberikan pada hari ke-2 dengan dosis1x1 atau sama dengan 40 mg/hari. Dosis yang diterima pasien sudah sesuai.
Shock merupakan keadaan yang ditandai ketidakmampuan tubuh untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga dapat mengancam jiwa. Shock
hipovolemik terjadi karena kehilangan darah cukup banyak (Wilson, Thal, Kindling, Gtifka, and Ackerman, 1965).
Pasien tidak diberikan transfusi kemungkinan karena tidak ada darah yang cocok, dilihat pemeriksaan cross match pasien.
Evaluasi DRPs
1. Dosis Kurang
Pada kasus ini ditemukan interaksi antara MMF dengan pantoprazole (PPI) yang menyebabkan penurunan efek MMF dan perlu dilakukan monitoring dengan
seksama (Medscape, 2016). Penggunaan PPI meningkatkan pH intragastrik yang dapat memperlambat hidrolisis MMF, berakibat pada penurunan paparan dan
ketersediaan asam mikofenolat sehingga terjadi penurunan efek (Wedenmeyer and Blume, 2014).
Plan/Rekomendasi
1. Melakukan dan mencari transfusi darah yang cocok untuk pasien. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia
megaloblastik. Memberikan jeda pada penggunaan MMF dan pantoprazole (PPI).
2. Monitoring kepadatan tulang pasien terkait efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Memberikan tambahan suplemen kalsium dengan
dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
3. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 11. Kasus 9
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.59.26.19 (Kasus 9)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. S Tanggal Rawat: 13/07/2012-26/07/2012 (14 hari)
Umur/JK: 38 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 50 kg Diagnosis Sekunder: Possible SLE
TB: 148 cm Keluhan Utama:Lemas dan mata tidak melihat (rujukan dari RSUD Cilacap dengan obs. Anemia ec susp hemolitik dd blood loss)
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan mata kunang-kunang. Pasien periksa ke RSUD Cilacap kemudian
dirawat inap selama 4 hari. Pasien dikatakan kurang darah namun tidak dapat dilakukan transfusi, kemudian pasien pulang. Sekitar 2 bulan sebelum
masuk RS, pasien mengeluh pandangan kabur namun tidak periksa. Sekitar 10 hari sebelum masuk RS, lemas yang dirasakan semakin memberat, mata
kanan tidak dapat melihat dan mata kiri kabur. Pasien periksa ke RSUD Cilacap kemudian rawat inap selama 10 hari dengan Hb 3,7 dan coomb's test
4+ sehingga tidak berani untuk dilakukan transfusi darah. Rujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 10/07/12 13/07/12 16/07/12 18/07/12 20/07/12 23/07/12 25/07/12
WBC x103/µL 3.6-11.0 8.1 8.1 2.46 9.48 6.27 8.97 9.8
RBC x106/µL 3.8-5.2 2.13 2.13 2.46 2.7 2.51
HGB g/dL 11.7-15.5 7.6 7.6 8.6 9.5 8.9 9.3 9.6
HCT % 32-47 24.3 24.3 27.4 29.9 27.5 28.7 28.8
MCV fL 80-100 114.1 114.1 111.3 110.7 109.6 108.7 188.4
MCH Pg 26-34 35.7 35.7 35.1 35.2 35.5 35.2 36.2
MCHC g/dL 32-36 31.3 31.3 31.5 32.4 - -
PLT x103/µL 150-440 274 274 351 284 241 - -
NEUT% % 50-70 68.2 68.2 87.7 64.1 91.8 81.2 37
LYPMH% % 20-40 22.2 22.2 5.5 24.5 6.1 10 62.3
MONO% % 2-8 9,5 9,5 3,2 11.2 2.1 8.8 0.5
EO% % 1-3 0,1 0,1 0,8 0.2 0 0 0.2
BASO% % 0-1 0 0 0.1 0 0 0 0
RDW-SD fL 11,5-14,5 83,5 83,5 19,8 64,2
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik, reaktivitas netrofil dan
monosit
Kesimpulan: Gambaran anemia ec. Hemolitik dd/pendarahan (?), disertai proses inflamasi
EKG: Sinus ritme
Heart Rate: 83 x/menit Diagnosa:-
CROSS Mayor -
Minor -
Coomb’s
Test
Indirect -
Direct +
AC
Hasil Pemeriksaan Hemostasis 13/07/2012 23/07/2012
PPT 13.2 13.2
INR 0.93 0.93
Kontrol 13.9 13.6
APTT 23.9 23.6
Kontrol 31.6 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 13/07/12 20/07/12 23/07/12 25/07/12
TBil mg/dL M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9 0.71 0.59
DBil mg/dL 0-0.2 0.3 0.27
Protein Tot - 6
Albumin g/dL 3.97-4.94 2.38 3.05 3.83 3.12
SGOT U/L M: 5-40
F: 5-32 28 27 22 27
SGPT U/L M: 10-50
F: 10-35 70 57 8 74
BUN mg/dL 6-20 15 13 17 16
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.64 0.6 0.8 0.45
Asam Urat mg/dL M: 3.4-7.0
F: 2.4-7.0 2.1 2.1 5.6 1.8
Satuan Nilai Rujukan 13/07/12 20/07/12 23/07/12 25/07/12
Fe µg/dL M: 59-158
F: 37-145 67
TIBC µg/dL 250-478 180
IBC µg/dL 112-346 113
INDEX
SAT % 20-50 37.2
Natrium mmol/L 135-146 142 140 138 137
Kalium mmol/L 3.4-5.4 3.2 4.6 3.1 3.8
Chloride mmol/L 95-108 105 101 98 101
LDH IU/L 266-500 257
GDS mg/dL Darah: 70-110
Urin: <0.5 g/24jam 89 91 85
Tanda Vital
Tanggal 13/07/2012 14/07/2012 15/07/2012 16/07/2012 17/07/2012 18/07/2012 19/07/2012
Keadaan Umum Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Cm
Suhu (0C) 36.2 36.9 Afebris 36.5 36.3 36.8
Nadi (x/menit) 88 80 88 72 78 96
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 16 16
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 100/60 100/60 100/60 100/60
Keluhan - Lemas Lemas - Lemas -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Asam Folat Oral 2x1 √ √ √ √ √ √ √
Vit B12 Oral 2x1 √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. MP 62.5 mg 62.5 mg/8jam √ √ √ STOP
Inj. MP 21.25 mg 31.25 mg/8jam √ √
MP Oral 2-1-0
Tanda Vital Tanggal 20/07/2012 21/07/2012 22/07/2012 23/07/2012 24/07/2012 25/07/2012 26/07/2012
Keadaan Umum Cm Cm Cm Cm Lemah cm Cm
Suhu (0C) 36.5 36.3 36.3 36.8 36.3 36.3 36.4
Nadi (x/menit) 96 88 96 98 92 88 80
Nafas (x/menit) 16 16 20 16 20 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Tekanan Darah (mmHg) 100/60 130/80 110/70 120/80 120/80 120/80
Keluhan Nyeri panggul Lemas,kesemutan Nyeri ulu hati Nyeri bahu
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Asam Folat Oral 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B12 Oral 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/8jam
Inj. MP 62.5 mg 62.5 mg/8jam
Inj. MP 21.25 mg 31.25 mg/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP MP Oral 2-1-0 √ √ √ √ √ √ √ √
Assesment 1. Asam Folat (400 mcg) dan Vitamin B12
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Hasil
pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu,
2004). Asam folat diberikan pada hari ke 4-14 pasien rawat inap dengan dosis 2x1table atau sama dengan 0.8 mg/hari. Vitamin B12 diberikan pada hari 4-14 dengan dosis
2x1tab. 2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-5 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari.
Dosis yang diberikan pada hari 6 yaitu 62.5 mg/8jam atau sama dengan 187.5 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hati 7-10 yaitu 31.25 mg/8jam atau sama dengan 93.75 mg/hari
Kemudian pada hari 11-14 dilanjutkan dengan pemberian metilprednisolon tablet (4 mg) dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 8-4-0 mg/hari. Terapi yang diterima pasien
sudah baik dilihat dari kondisi pasien yang membaik dengan Hb awal 7,6 g/dL kemudian meningkat menjadi 9,6 g/dL.
Pasien tidak dilakukan transfusi karena kadar Hb >7
Evaluasi DRPs
Pada kasus ini tidak ditemukan kejadian DRPs karena terapi yang diterima pasien sudah sesuai dan keadaan pasien menjadi lebih baik setelah menerima terapi.
Plan/Rekomendasi
1. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
2. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 12. Kasus 10
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.66.28.11 (Kasus 10)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. SZ Tanggal Rawat: 05/12/2013-14/12/2013 (10 hari)
Umur/JK: 42 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 73 kg Diagnosis Sekunder: Hospital Acquired Pneumonia
TB: 157 cm Keluhan Utama: Lemas memberat sejak 3 hari sebelum masuk RS
RPD: - Status Keluar: Meninggal dunia (Hospital Acquired Pneumonia)
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2,5 bulan sebelum masuk RS, OS mendadak lemas, pandangan kabur dan berkunang-kunang. Kemudian periksa ke RS
Nur Hidayah dan dikatakan Hb= 4,0. Dilakukan transfusi PRC 2 kolf kemudian Hb=9 dan diizinkan pulang. Pasien rutin kontrol. Sekitar 4 hari
sebelum masuk RS lemas dirasa semakin memberat kemudian rawat inap di RS Nur Hidayah, dikatakan Hb= 3,6; mayor 2+; minor 3+; DCT 3+. Tidak
dilakukan transfusi darah kemudian dirujuk ke RS Sardjito
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 05/12/13 07/12/13 09/12/13 10/12/13 13/12/13
WBC x103/µL 3.6-11.0 15.98 8.1 7.01 10.14 16.71
RBC x106/µL 3.8-5.2 1.32 1.79 1.69 2.54 2.35
HGB g/dL 11.7-15.5 5.1 7.7 7.3 9.5 9.2
HCT % 32-47 16.2 21.8 20.7 30.3 27.6
MCV fL 80-100 122.2 121.7 122.5 119.4 117.4
MCH pg 26-34 38.8 42.9 43.2 37.3 39.1
MCHC g/dL 32-36 31.8 35.2 35.3 31.2 33.3
PLT x103/µL 150-440 370 250 91 268 236
Diagnosa:-
CROSS mayor 2+
minor 3+
Coomb’s
Test
indirect
direct 3+
AC
Hasil pemeriksaan Hemostasis
(05/12/2013 PPT 15
INR 1.11
Kontrol 15.2
APTT 23.3
Kontrol 29.4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
NEUT% % 50-70 62.1 72 73.5 82.9 94.2
LYPMH% % 20-40 31.8 25.1 21.5 12.4 3.9
MONO% % 2-8 1,9 1.9 4.9 3.1 1.7
EO% % 1-3 0,5 0.9 0.1 0.7 0.1
BASO% % 0-1 0.8 0.1 0 0.1 0.1
RDW-SD fL 11,5-14,5 23,5 33,7 22,7 18,3
GDS 122
GDP 134
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (28/03/14)
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik. Leukositosis,
pergeseran ke kiri, reaktifitas netrofil, limfosit, dan monosit
Kesimpulan: Gambaran anemia et causa suspek proses leukoeritroblastik akut dd/ severe infection,
perdarahan akut, keganasan (adakah gangguan fungsi hepar?), disertai proses infeksi bacterial
Keterangan Penyebab Kematian (14/12/13)
Sebab kematian:
Gagal nafas
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
Pneumonia nosokromal
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
Severe sepsis
Anemia hemolitik
Hasil Pemeriksaan Instalasi Radiologi (05/12/2013)
Thorax PA Dewasa (KSO)
Diagnosa: Anemia Hemolitik
Photo thorax PA view, erect, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil:
Tampak corakan vascular meningkat mengabur
Kedua sinus costofrenikus lancip
Kedia diafragma licin
COR, CTR=0.56
Sistema tulang yang tervisualisasi
Kesan:
Tanda Vital Tanggal 05/12/2013 06/12/2013 07/12/2013 08/12/2013 09/12/2013 10/12/2013 11/12/2013
Keadaan Umum Cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Lemah cm Lemah cm
Suhu (0C) 36 Afebris 36 36 Afebris 37.6 37
Nadi (x/menit) 80 80 80 79 74 90 90
Nafas (x/menit) 20 20 24 18 20 24 24
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/70 120/80 100/60 120/80 120/80 120/70
Keluhan Nyeri, mual,
sesak Lemas Lemas Lemas Lemas
Lemas Lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/6jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Transfusi PRC √
Tanda Vital Tanggal 12/12/2013 13/12/2013 14/12/2013 Keadaan Umum Sedang cm Sedang cm Sedang cm Suhu (
0C) 37.2 38.8 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Nadi (x/menit) 79 80 100 Nafas (x/menit) 18 26 24 Tekanan Darah (mmHg) 110/70 150/90 100/90
Keluhan Lemas Lemas Menggigil, lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/6jam √ √ √ Transfusi PRC
Assesment 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 5-7 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 8-10 yaitu 125 mg/24 jam atau sama dengan 125 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis terapi pada guideline
2. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari ke-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (07/12/2013)
yaitu 7.7 g/dL dan semakin membaik pada hari berikutnya. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5.1 g/dL. Hari ke-3 pasien rawat inap
kadar Hb menjadi 7.7 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Pasien mengalami demam pada hari ke 6-10 rawat inap. Suhu normal axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Kemungkinan pasien mengalami infeksi bakteri, karena pasien
AIHA rentan mengalami infeksi. Hospital-acquired pneumonia (HAP) merupakan infeksi paru-paru yang berkembang selama dirawat di rumah sakit, 48 jam atau lebih
setelah masuk (Tarsia, Alberti, Cosentini, and Blasi, 2005). Patogen yang paling sering terlibat adalah Staphyllococcus aureus, terapi yang direkomendasikan untuk pasien
yang rawat inap <5 hari yaitu ceftriaxone 1-2 gram/hari atau moxifloxacin 400 mg/hari. Untuk pasien rawat inap selama 5-9 hari diberikan vancomycin saja atau dengan
tambahan cefepime 2 gram tiap 12 jam (Beardsley, Williamson, Johnson, Ohl, Karchmer, and Bowton, 2006).
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Antibiotik untuk mengatasi HAP, obat yang direkomendasikan adalah vancomycin dengan dosis 2 gram tiap 12 jam (Beardsley dkk, 2006).
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004).
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat vancomycin
2. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013).
3. Monitoring efek samping kortikosteroid seperti peptic ulser, diabetes, dan osteoporosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 13. Kasus 11
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.67.66.92 (Kasus 11)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. P Tanggal Rawat: 21/03/2014-03/04/2014 (14 hari)
Umur/JK: 35 tahun/ Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 36 kg Diagnosis Sekunder: -
TB: 155 cm Keluhan Utama: Lemas (rujukan dari RS. PKU Muhammadiah Gombong dengan diagnosis sementara inkompatibilitas transfusi darah)
RPO: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPD: Asma sejak kecil, jarang
kambuh (kurang lebih 1x sebulan,
terutama jika kedinginan)
Perjalanan Penyakit: Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas, demam, nafsu makan dan minum menurun. Pasien sempat opname
di RS Muh. Gombong selama 3 hari dengan diagnosis incompatibilitas transfusi darah dan mendapatkan terapi Dexamethasone 2x1, Rantin 2x1,
Aminofilin drip/8 jam kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Hasi masuk RS, pasien mengeluh lemas memberat, demam, tidak mau makan dan minum,
disertai batuk dan sesak nafas.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 20/03/14 22/03/14 25/03/14 28/03/14 31/03/14
WBC x103/µL 3.6-11.0 10.3 7.62 6.48 8.36 9.57
RBC x106/µL 3.8-5.2 1.07 1.41 3.23 2.89 2.93
HGB g/dL 11.7-15.5 4.8 6.2 10.3 9 9.5
HCT % 32-47 12.6 16.4 31.7 27.9 27.4
MCV fL 80-100 118.3 116.3 98.1 96.5 93.5
MCH Pg 26-34 44.6 44 31.9 31.1 32.4
MCHC g/dL 32-36 37.7 37.8 32.5 32.2 34.7
PLT x103/µL 150-440 36 44 96 85 76
NEUT% % 50-70 65.9 79.3 92.9 84.6 76.2
LYPMH% % 20-40 30.8 14.6 4.8 10.3 19.2
MONO% % 2-8 3,0 6 0.9 3.7 4.3
EO% % 1-3 0,3 0 0.6 0.2 0.1
BASO% % 0-1 0 0.1 0.3 0 0.2
RDW-SD fL 11,5-14,5 36 44,4 22,7 22,7 19 57
Retikulosit % M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60 15%
LDH 240-480 1580
Pemeriksaan Kimia
Satuan Nilai
Rujukan 25/03/14 28/03/14 31/03/14
TBil mg/dL M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9 0.83
DBil mg/dL 0-0.2 0.41
Protein Tot 6.91 4.49
Albumin g/dL 3.97-4.94 3.47 1.95 3.14
SGOT/AST U/L M: 5-40
F: 5-32 89 16
SGPT/ALT U/L M: 10-50
F: 10-35 98 30
BUN mg/dL 6-20 18 12.8 14
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.48 0.28 0.49
Natrium mmol/L 135-146 152 139 130
Kalium mmol/L 3.4-5.4 3.25 2.7 3.9
Chloride mmol/L 95-108 118 111 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Microbiology Chart Report (28/03/2014)
Selected Organism: Staphylococcus aureus
Hasil: Resisten: Benzylpenicillin
Amoxicillin
Carbenicillin
Ticarcillin
Piperacillin
Hasil Pemeriksaan Hemostasis (19/03/2014)
PPT 16
INR 1.15
Kontrol 14.5
APTT 38.2
Kontrol 30.8
.
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (19/03/2014)
Kesan Anisopoikilositosis dengan peningkatan respon
eritropoetik
Reaktivitas netrofil, pergeseran ke kiri
Trombositopenia
Kesimpulan Observasi bisitopenia et causa susp. Autoimmune
Hemolytic Anemia (AIHA) disertai proses infeksi
Saran Monitor DT dan MDT
HB-AE-AL-AT 3,9-1,01-12,02 (AL terkoreksi 9,25x10^3/uL)-127
Diff Manual Metamielosit 4%, stab 6%, segmen 65%, limfosit 20%,
monosit 5%, NRBC 30 sel
.
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (28/03/2014)
Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit
Reaktifitas netrofil dan limfosit
Kesimpulan Gambaran anemia dengan suspek penyakit kronis
disertai proses infeksi bakteri
Saran Monitor DT
HB-AE-AL-AT 9-2,89-8,36-85 (187) Clumps (+)
Diff Manual
EKG Sinus ritme
Heart Rate 75 x/menit
Tanda Vital Tanggal 21/03/2014 22/03/2014 23/03/2014 24/03/2014 25/03/2014 26/03/2014 27/03/2014
Keadaan Umum Lemah cm Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Lemah cm Lemah cm
Suhu (0C) 36 36.9 37.7 37.8 36.3 36.3
Nadi (x/menit) 80 98 80 76 84 100 92
Nafas (x/menit) 20 20 20 24 20 20 24
Tekanan Darah (mmHg) 120/80 100/60 90/60 120/80 120/80 120/80 110/70
Keluhan Lemas pusing, mual Lemas, pusing Lemas, pusing Lemas Lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Parasetamol Oral 3x500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lansoprazole Oral 1x30 √ √ Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP Inj. MP 125 mg 125 mg/8 jam √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam √ √
Diagnosa:-
CROSS Mayor -
Minor -
Coomb’s
Test
Indirect 3+
Direct 4+
AC -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Inj. Ceftazidime 1 gram/8 jam
Inj. Gentamycin 160 mg/24 jam
Inj. MP 62.5 mg 62,5 mg/12 jam
Transfusi PRC √ √ √
Tanda Vital Tanggal 28/03/2014 29/03/2014 30/03/2014 31/03/2014 01/04/2014 02/03/2014 03/03/2014
Keadaan Umum Sedang cm Sedang cm Cm Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm
Suhu (0C) 37.3 36.7 36.6 36.5 36.5 36.6 36.4
Nadi (x/menit) 92 85 76 88 88 82 80
Nafas (x/menit) 24 24 20 20 20 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 110/70 110/70 100/70 120/80 100/70 110/80
Keluhan Lemas Lemas Lemas lemas Sariawan - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Parasetamol Oral 3x500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lansoprazole Oral 1x30 √
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam
Inj. MP 125 mg 125 mg/8 jam
Inj. MP 125 mg 125 mg/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ceftazidime 1 gram/8 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Gentamycin 160 mg/24 jam √ √ √
Inj. MP 62.5 mg 62,5 mg/12 jam √ √
Transfusi PRC √
Assesment 1. Parasetamol (Tab: 500 mg)
sebagai analgesik untuk mengatasi pusing yang dialami pasien (Warwick, 2008). Dosis yang dianjurkan yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari
3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American Pharmacists Association, 2007). Diberikan pada hari 2-13 pasien rawat inap dengan dosis 3x500mg
1500/hari.
2. Lansoprazole
Untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang (DeLoughery, 2013). Diberikan dengan dosis 30 mg/hari (Bardhan,
Ahlberg, Hislop, Lindholmer, Long, Morgan, et al, 1994). Diberikan pada hari ke 2,3, dan 6 pasien rawat inap dengan dosis 1x30 mg.
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari.
Dosis yang diberikan pada hari 5-6 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 7-12 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Dosis yang diberikan pada hari 13 yaitu 62.5 mg/12 jam atau sama dengan 125 mg/hari
4. Ceftazidime (vial 1 garm)
Merupakan antibiotik golongan sefalosporin, digunakan untuk menangani bakteri staphylococcus aureus yang ditemukan pada hasil lab pasien.
Diberikan pada hari 11-13 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/8jam 3 gram.hari.
5. Gentamycin (vial 80 mg/2mL)
Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida , digunakan bersamaan dengan ceftazidime untuk mengatasi bakteri staphylococcus aureus.
Diberikan pada hari 11-13 pasien rawat inap dengan dosis 160 mg/24jam.
Pasien dengan AIHA rentan terhadap infeksi bakteri karena sistem imunitasnya ditekan sehingga pertahanan tubuhnya terhadap agen asing menjadi kurang.
6. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi pada hari 1,3, dan 4 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar
Hb awal pasien yaitu 4.8 g/dL. Tanggal 25/03/14pasien rawat inap kadar Hb menjadi 10.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar
antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013).
2. Monitoring interaksi obat antara lansoprazol dengan metilprednisolon yang dapat meningkatkan efek lansoprazol. Ditemukan interaksi antara
metilprednisolon dengan lansoprazol, dimana MP meningkatkan efek lansoprazol dengan mempengaruhi metabolism enzim CYP3A4 di hati, interaksi
minor (Medscape, 2016).
3. Monitoring pemberian ceftazidim karena merupakan golongan sefalosporin yang diduga dapat menginduksi AIHA, untuk melihat apakah pemberian
antibiotik ini memperburuk kondisi pasien dan memberikan rekomendasi antibiotic lain, seperti golongan aminoglokosida atau meropenem, tergantung
jenis bakteri yang menginfeksi.
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan
suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Lampiran 14. Kasus 12
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.68.48.49 (Kasus 12)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. R Tanggal Rawat: 22/05/2014-28/05/2014 (7 hari)
Umur/JK: 38 tahun /Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 50 kg Diagnosis Sekunder: -
TB: 150 cm Keluhan Utama: lemas sekitar 1 bulan sebelum masuk RS
RPD: - Status Keluar:Membaik dan diizinkan
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan rujukan dari RS Kebumen dengan Hb rendah namun tidak dilakukan transfusi karena tidak cocok. Pasien sempat
mendapatkan terapi Fargoxin 2x1/2 tab dan ISDN 2x1. Sekitar 4 bulan yang lalu, pasien mengeluh lemas, dikatakan Hb 4. Pasien tidak mendapat transfusi
namun diberikan terapi Sandimun (rutin minum 1 bulan) kemudian Hb menjadi 10. Pasien tidak minum obat dan kontrol lagi karena merasa baikan.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan Nilai
Rujukan 22/05/14 26/05/14
WBC x103/µL 3.6-11.0 7.04 8
RBC x106/µL 3.8-5.2 0.68 1.48
HGB g/dL 11.7-15.5 5.3 7.4
HCT % 32-47 9.5 17.9
MCV fL 80-100 139.7 121.1
MCH Pg 26-34 77.9 50
MCHC g/dL 32-36 55.8 41.3
PLT x103/µL 150-440 245 250
RDW fL 11,5-14,5 47,2 25,3
NEUT% % 50-70 69.7 89.9
LYPMH% % 20-40 22.3 6.4
MONO% % 2-8 7,1 3,7
EO% % 1-3 0,3 0
BASO% % 0-1 0.6 0
Retikulosit %
M: 0.60-
2.60; F:
0.60-2.60
23
LDH U/L 930
Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan 21/05/14 22/05/14
TBil mg/dL M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9 2.72 2.72
DBil mg/dL 0-0.2 0.68 0.2
Protein Tot 3.9
Albumin g/dL 3.97-4.94 41
SGOT/AST U/L M: 5-40
F: 5-32 6
SGPT/ALT U/L M: 10-50
F: 10-35 18
BUN mg/dL 6-20 0.83
Fe µg/dL M: 59-158
F: 37-145 161
TIBC µg/dL 250-478 204
IBC µg/dL 112-346 43
INDEX SAT % 20-50 79
Natrium mmol/L 135-146 139
Kalium mmol/L 3.4-5.4 4
Chloride mmol/L 95-108 104
LDH IU/L 266-500 930
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (22/05/14)
Kesan Anemia dengan kelainan
morfologi eritrosit dan
peningkatan respon eritropoetik
Pergeseran ke kiri dengan
reaktivitas netrofil, monosit dan
limfosit
Kesimpulan Gambaran leukoeritroblastik DD
proses hemolitik dan perdarahan
Saran Monitor darah tepi/morfologi
darah tepi
Retikulosit, bilirubin
direk/indirek, LDH
CRP
HB-AE-AL-AT 5,3-0,68-7,14-245
Lain-lain Diff sel manual= mielosit 1%,
metamielosit 3%, stab 9%,
segmen 66%, limfosit 9%,
monosit 12%
EKG: Stc
Heart Rate: 120 x/menit
Tanda Vital
Cross mayor (-), minor (-)
Coomb’s test in (+), dir (+)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Tanggal 22/05/2014 23/05/2014 24/05/2014 25/05/2014 26/05/2014 27/05/2014 28/05/2014
Keadaan Umum Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Cukup cm
Suhu (0C) Afebris 36.2 36 Afebris 36 36
Nadi (x/menit) 88 90 90 67 69 71 75
Nafas (x/menit) 20 24 16 20 24 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 110/80 100/60 120/70 116/68 84/57 122/61 108/59
Keluhan lemas Lemas - - - - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP
Inj. Pantoprazol 1x1A √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/12jam √ √ √ √ √ √
Transfusi PRC √ √
Assesment 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-4 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 5-7 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
2. Pantoprazol (inj. 40 mg x 1) termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari
kortikosteroid jangka panjang (Lockrey and Lim, 2011).Diberikan setiap hari selama pasien rawat inap dengan dosis1x1 atau sama dengan 40 mg/hari
3. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-5 (26/05/2014)
yaitu 7.4 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5.3 g/dL. Hari ke-5 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 7.4 g/dL sehingga sudah
sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004) Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah anemia megaloblastik
2. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
3. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Lampiran 15. Kasus 13
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.68.59.10 (Kasus 13)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. EP Tanggal Rawat: 31/05/2014-13/06/2014
Umur/JK: 26 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 67 kg Diagnosis Sekunder: Deep Vein Trombosis, Trombositopenia, Anemia
TB:145 cm Keluhan Utama: lemas yang memberat sejak 5 hari sebelum masuk RS
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: KB suntik, pill, spiral (sudah
berhenti sejak 2 tahun terakhir)
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan mudah lelah. Pasien periksa di RS Majenang dan opname selama
3 hari (Hb= 3,2). Tidak dilakukan transfusi darah karena tidak cocok, kemudian dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 05/06/14 06/06/14 09/06/14 11/06/14 13/06/14
WBC x103/µL 3.6-11.0 15.1 20.84 14.01 12.86 14.87
RBC x106/µL 3.8-5.2 2 2.61 2.78 3.02 3.03
HGB g/dL 11.7-15.5 6 8 8.3 9 9
HCT % 32-47 20.5 25.4 26.3 28.6 28.5
MCV fL 80-100 102.5 97.3 94.6 94.7 94.1
MCH pg 26-34 30 30.7 29.9 29.8 29.7
MCHC g/dL 32-36 29.3 31.5 31.6 31.5 31.6
PLT x103/µL 150-440 116 79 132 161 209
NEUT% % 50-70 92.6 92.2 80.7 79.4 83.5
LYPMH% % 20-40 6.2 5 12.5 15.7 13.9
MONO% % 2-8 1.1 2.7 4.1 3.2 2.2
EO% % 1-3 0 0 2.6 1.6 0.3
BASO% % 0-1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
IG% % 4.5 1.2 1.7 1.5
RDW-SD fL 11,5-14,5 83,1 71,9 65,9 63,3 60,8
Retikulosit % M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60
4,2%
(0,5-1,5)
2,5%
(0,5-1,5)
1,0 %
(0,5-1,5)
Satuan
Nilai
Normal
05/06/
14
07/06/
14
09/06/
14
13/06/
14
Bilirubin
Tot mg/dL <=1,20
4.15 2.86 2.41
Bilirubin
direct mg/dL 0,00-0,20
3.68 2.61 1.83
SGOT U/L <=32 33
SGPT U/L <=33 107
BUN mg/dL
6,00-
20,00 15.6
Creatinin mg/dL 0,50-0,90 0.54
Asam
Urat mg/dL 2,4-5,7 3.5
LDH U/L 240-480 916 869
GDS mg/dL 80-140 131 121 130
Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi (04/06/2014)
Nilai Rujukan Satuan 04/06/14
Leukosit <24: Negatif Leu/ul 64.5
Hasil Pemeriksaan Hemostasis
05/06/14 07/06/14 13/06/14
PPT 16.5 16.4 21.4
Diagnosa:-
CROSS Mayor -
Minor -
Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi
(05/06/14)
Bahan Pemeriksaan: Urin
Jenis Kuman: tidak tumbuh/negative
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Eritrosit 0-25/uL 1,0/HPF 5.7
Epithel 0-40/uL 6,5/HPF 36.3
Silinder 0-1,2/uL 8,27/LPF 2.85
INR 1.23 1.82 1.66
Kontrol 14.5 14.1 15.2
APTT 23.9 20.4 27
Kontrol 31.3 32.3 30.3
D-Dimer 1314
Coomb’s
Test
Indirect -
Direct +
AC
EKG: STC
Heart Rate: 105 x/menit Pemeriksaan Uji Cocok Serasi
Hasil: Incompatible
Kesimpulan: Gol darah pasien A Rhesus Positif dan
didapatkan incompatibilitas minor
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (01/06/14)
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik
Leukositosis dengan reaktivitas netrofil dan pergeseran ke kiri, Trombositopenia
Kesimpulan: Observasi bisitopenia et causa suspek proses hemolitik DD AIHA disertai infeksi bacterial
Tanda Vital Tanggal 31/05/2014 01/06/2014 02/06/2014 03/06/2014 04/04/2014 05/06/2014 06/06/2014
Keadaan Umum Lemah cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm
Suhu (0C) 36 36.2 36.6 36.6 Afebris 37.2 36.6
Nadi (x/menit) 80 88 80 64 64 76 64
Nafas (x/menit) 24 22 20 20 20 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 100/60 110/60 120/60 110/60 120/80 120/80 120/70
Keluhan Lemas
Nyeri dan
bengkak kaki kiri
Bengkak kaki
kiri, mual
Bengkak kaki kiri
dan tungkai kiri,
nyeri perut
Pandangan kabur,
berdebar-debar Nyeri tungkai kiri
Pusing, bengkak
kaki kiri
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Parasetamol Oral 3x500 mg √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/6jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 1A/12jam √ √ √ √ √ √ √ √
MP 16 mg Oral 2-1-0 √
Warfarin Na 1x2mg
Inj. Ceftriaxone 1gram/12jam √ √ √ √
Fondaparinux Na 7.5 mg/24jam √
Transfusi PRC √ √
Tanda Vital Tanggal 07/06/2014 08/06/2014 09/06/2014 10/06/2014 11/06/2014 12/06/2014 13/06/2014
Keadaan Umum Lemah cm Cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm
Suhu (0C) 36.6 36 36 Afebris Afebris Afebris 36
Nadi (x/menit) 64 69 68 76 72 72
Nafas (x/menit) 20 24 22 20 22 22 22
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 110/80 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70
Keluhan Batuk Sakit kepala Nyeri perut Nyeri perut Nyeri perut Sakit kepala Sakit kepala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Parasetamol Oral 3x500 mg √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/6jam
Inj. Ranitidin 1A/12jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
MP 16 mg Oral 2-1-0 √ √ √ √ √ √ √ √
Warfarin Na 1x2mg √ √ √ √
Inj. Ceftriaxone 1gram/12jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Fondaparinux Na 7.5 mg/24jam √ √ √ √ √
Transfusi PRC
Assesment 1. Parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik untuk meredakan sakit kepala pasien (Warwick, 2008). Dosis parasetamol untuk meringankan nyeri pada orang dewasa
yaitu 325-650 setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali perhari bila mengalami nyeri dengan dosis maksimum 4 g per hari (American Pharmacists Association, 2007).
Diberikan pada hari 7-10 dan 12 pasien rawat inap dengan dosis 3x500 mg atau sama dengan 1500 mg/hari.
2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-6 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, kemudian dilakukan tapering ke MP tablet.
Metilprednisolon tablet 16 mg
Pada hari 7-11 dan 14 diberikan dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 32-16-0 mg/hari.
3. Ranitidin(Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam
perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008).
Diberikan pada hari 4-13 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari dosis kurang
4. Ceftriaxone (Vial 1 gram)
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Hasil pemeriksaan urin menunjukkan negatif terhadap bakteri, namun pemeriksaan hematologi
pasien menunjukkan nilai netrofil yang melebihi normal, terdapat kemungkinan pasien mengalami infeksi bakteri. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian secara iv yaitu
2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Diberikan pada hari 6-14 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12jam atau sama dengan
2gram/hari.
5. Simarc (Komposisi: Warfarin Na)
Digunakan sebagai antikoagulan, untuk mencegah thrombosis vena, dengan dosis 2-5 mg/hari PO/IV selama 2 hari (Medscape, 2016).
Diberikan pada hari 8,10,11,12 pasien rawat inap dengan dosis 1x2 mg untuk terapi DVT
6. Arixtra SC (Komposisi: Fondaparinux Na)
Digunakan untuk mencegah terjadinya trombisis vena dan tromboembolisme yang mungkin terjadi karena mobilitas pasien dibatasi. Dosis yang diberikan untuk BB 50-
100 kg yaitu 7.5 mg/hari sub cutan (Medscape, 2016).
Diberikan pada hari 7,8,10-13 pasien rawat inap dengan dosis 7.5 mg/24jam untuk terapi DVT
7. Transfusi PRC
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1 dan 7 pasien rawat inap.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3.2 g/dL. Transfusi sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004) 2. Dosis Kurang
Parasetamol diberikan dengan dosis 1500 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan sakit kepala pasien, dosis yang dianjurkan yaitu 325-650 setiap 4-6 jam.
Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan pasien, dosis literatur yang dianjurkan adalah 150-200 mg/hari
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari
2. Memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur agar dosis terapi tercapai
3. Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan rnitidin sesuai dosis literatur.
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan
suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 16. Kasus 14
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.68.97.17 (Kasus 14)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. FZ Tanggal Rawat: 29/06/2014-07/07-2014
Umur/JK: 32 tahun/ Perempuan Diagnosis Utama: AIHA tipe mix (hasil lab tgl 17 April 2014)
BB: 60 kg Diagnosis Sekunder: Severe Anemia ec. AIHA; Diabetes mellitus ec. Steroid induced; Dispepsia
TB: 150 cm Keluhan Utama: lemas sejak 1 minggu sebelum masul RS
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: -
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 minggu yang lalu, pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang, cepat mengantuk, dan berdebar-debar. Pasien berobat
ke RSU At Taunis dan opname selama 10 hari. Dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb=2,3 AL 12,2 AT 317 Coomb's Test mayor 2+ minor 3+
autokontrol 3+ pemeriksaan iso serologi: penderita AIHA dengan tipe hangat dan dingin. Mendapat transfusi PRC 3 kantong dan pulang dengan Hb 7,5
dengan terapi pulang MP 3x16 mg --> 2x16 mg --> 1x16 mg selama 3 minggu namun pasien tidak kontrol lagi karena merasa sudah baikan. Sekitar 1
minggu sebelum masuk RS, pasien kembali merasakan lemas, kemudian berobat ke RS dengan Hb 7,9. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS keluhan lemas
memberat, mual, muntah tiap makan kemudian berobat ke RS dengan Hb 6,5 kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Pasien sudah tidak haid selama 10 tahun dan
merupakan akseptor KB suntik.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan 28/06/14 29/06/14 30/06/14 02/07/14 05/07/14
WBC x103/µL 3.6-11.0 6.04 7.81 14.1 7.17 14
RBC x106/µL 3.8-5.2 4.3 2.94 2.8 3.44 3.21
HGB g/dL 11.7-15.5 6.8 6.9 6.8 8.4 8
HCT % 32-47 20.9 20.6 20.3 25.9
MCV fL 80-100 69.7 70.1 72.5 75.4 72.7
MCH Pg 26-34 22.7 23.5 24.4 24.4 25
MCHC g/dL 32-36 33.6 32.3
PLT x103/µL 150-440 456 610
NEUT% % 50-70 67.7 91.9 89.3 92.3 91.2
LYPMH% % 20-40 17.9 5.2 5.4 5.6 0.2
MONO% % 2-8 13.1 2.8 5,3 1 3.5
EO% % 1-3 0.8 0 0 0.1 0.1
BASO% % 0-1 0.5 0 0 0.1 0
RDW-SD fL 11,5-14,5 18,6 18,6
Retikulosit % M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60 0.1+%
Pemeriksaan Kimia
Satuan Nilai Rujukan 28/06
/14
TBil mg/dL M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9 1.09
DBil mg/dL 0-0.2 0.35
Protein Total
Albumin g/dL 3.97-4.94 4.51
SGOT U/L M: 5-40
F: 5-32 15
SGPT U/L M: 10-50
F: 10-35 7
BUN mg/dL 6-20 9.2
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.64
Natrium mmol/L 135-146 139
Kalium mmol/L 3.4-5.4 4.1
Chloride mmol/L 95-108 105
LDH IU/L 266-500 646
Diagnosa:-
CROSS mayor 2+
minor 2+
Coomb’s
Test
indirect
direct
EKG STC
Heart
Rate
124
x/menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (30/06/2014)
Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit
Reaktifitas netrofil dan limfosit
Kesimpulan Gambaran anemia ec. Susp. Defisiensi besi disertai proses
inflamasi
.
Tanda Vital Tanggal 29/06/2014 30/06/2014 01/07/2014 02/07/2014 03/07/2014 04/07/2014 05/07/2014
Keadaan Umum Sedang cm cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm sedang cm sedang cm
Suhu (0C) 36 Afebris Afebris 36.8 36.8 36.9 36.7
Nadi (x/menit) 107 90 92 98 92 92 88
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 110/70 90/60 128/78 108/60 90/60 110/60
Keluhan Lemas, mual Lemas, mual Nyeri perut, mual Lemas - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Antasida syrup Oral 3x1 sdm √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 1A/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. MP 62,5 mg 62,5 mg/8 jam √
Inj. MP 62,5 mg 62,5 mg/12 jam √
Insulin aspart √
Tanda Vital Tanggal 06/07/2014 07/07/2014 Keadaan Umum sedang cm sedang cm Suhu (
0C) 36.5 36.8
Nadi (x/menit) 100 76 Nafas (x/menit) 20 20 Tekanan Darah (mmHg) 100/60 110/80 Keluhan - -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M P Si
S
o M
Antasida syrup Oral 3x1 sdm
Inj. MP 125 mg 125 mg/6 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Inj. Ranitidin 1A/12 jam √ √
Inj. MP 62,5 mg 62,5 mg/8 jam
Inj. MP 62,5 mg 62,5 mg/12 jam √ √
Insulin aspart
Assesment 1. Antasida syrup (Kandungan: per 5mL Al(OH)3 250 mg, Mg(OH)2 250 mg, simethicone 50 mg.
Digunakan sebagai anti-userasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bekerja secara sinergis dengan ranitidine
untuk menurunkan produksi asam di asam esofagus dan lambung (Robinson, Stanley, Ciociola, Filinto, Zubaidi, Miner, et al, 2001).
Dosis yang dianjurkan yaitu 1-2 sdt 3-4 kali/hari 15-30 mL/hari atau 20-40 mL/hari
Diberikan pada hari 3, 5, dan 7 dengan dosis pemberian 3x1 sdm 45 mL/hari
2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-5 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari,
Dosis yang diberikan pada hari 6 yaitu 62.5 mg/8jam atau sama dengan 187.5 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 7-8 yaitu 62.5 mg/12jam atau sama dengan 125 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
3. Ranitidine (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam
perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008).
Diberikan pada hari 1-3;5;7-8 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari.
4. Novorapid (Insulin aspart)
Digunakan untuk menurukan kadar gula dalam darah
Diberikan pada hari ke-6 pasien rawat inap, dosis tidak dicantumkan pada lembar rekam medis.
Pasien diberikan insulin pada hari ke-6, diduga kadar gula darah pasien tinggi karena efek samping pemakaian kortikosteroid jangka panjang, namun hasil lab yang
menunjukkan bahwa kadar gula darah pasien tinggi tidak tercantum di lembar rekam medis
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien dengan WAIHA diberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik (DeLoughery, 2013).
2. Dosis Kurang
Ditemukan interaksi antara metilprednisolon dengan insulin aspart yang menyebabkan penurunan efek insulin aspart (Medscape, 2016).
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari
2. Memberikan jeda pada penggunaan metilprednisolon dan insulin aspart untuk menghindari interaksi yang dapat menurunkan efek insulin. Monitoring gula darah pasien
karena salah satu efek samping kortikosteroid adalah diabetes mellitus.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah terjadinya efek samping osteoporosis (Dipiro, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 17. Kasus 15
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.70.42.11 (Kasus 15)
SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. EM Tanggal Rawat: 25/10/2014-29/10/2014
Umur/JK: 37 tahun / Perempuan Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
BB: 56 kg Diagnosis Sekunder: Peningkatan enzim transaminase
TB: 150 cm Keluhan Utama: pusing dan nggliyer sejak 3 hari sebelum masuk RS
RPD: - Status Keluar: Membaik dan diizinkan
RPO: KB suntik bulanan selama 6
tahun (terakhir suntik Februari 2014)
Perjalanan Penyakit: Pasien mengalami pingsan kemudian diperiksa di Puskesmas dan dikatakan Hb= 4. OS dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah
Bantul dengan Hb= 3,8 AL=4,3 AS=241 Direncanakan untuk transfusi darah namun tidak ada yang cocok kemudian pasien dirujuk ke RS PKU
Muhammadiyah Bantul dengan Hb=3,8. Pasien dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan Nilai Rujukan 27/10/14 28/10/14 29/10/14
WBC x103/µL 3.6-11.0 3.51 3.78
RBC x106/µL 3.8-5.2 2.99 2.84
HGB g/dL 11.7-15.5 9.7 5 9.3
HCT % 32-47 32 17.2
MCV fL 80-100 107 134.2 108
MCH Pg 26-34 32.4 39.1 32.7
MCHC g/dL 32-36 30.3 29.2
PLT x103/µL 150-440 169 183 157
NEUT% % 50-70 82.1 82.5
LYPMH% % 20-40 16.5 10.8
MONO% % 2-8 1,4 3.8
EO% % 1-3 0 0.4
BASO% % 0-1 0 0.2
IG% % 1.1
Retikulosit % M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60 22% 7.20%
CROSS Mayor +
Minor 3+
Pemeriksaan Kimia
Satuan Nilai Rujukan 28/10/2014
TBil mg/dL M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 2.3
DBil mg/dL 0-0.2 0.6
Protein Total
Albumin g/dL 3.97-4.94 3.8
SGOT U/L M: 5-40; F: 5-32 54
SGPT U/L M: 10-50; F: 10-35 74
BUN mg/dL 6-20 16
Creatinine mg/dL 0.67-1.17 0.7
Asam Urat mg/dL M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 6.4
Fe µg/dL M: 59-158; F: 37-145 83
TIBC µg/dL 250-478 252
IBC µg/dL 112-346 169
INDEX SAT % 20-50 33
Natrium/Sodium mmol/L 135-146 141
Kalium/Potasium mmol/L 3.4-5.4 3.8
Chloride mmol/L 95-108 104
LDH IU/L 266-500 444
GDS mg/dL Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam 112
Hasil
Pemeriksaan
Hemostasis
(28/10/2014)
PT 15.7
INR 1.6
Kontrol 13.3
APTT 24.5
Kontrol 30.7
EKG Sinus
bradikardi
Heart
Rate
53
x/menit
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (25/10/14)
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik
Reaktifitas netrofil
Kesimpulan: Gambaran anemia et causa sesp. Hemolitik disertai proses inflame/infeksi
Coomb’s
Test
Indirect -
Direct +
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi
Nilai Rujukan Satuan 28/10/2014
Glukosa <1,6: Normal mmol/L 0
Protein <0,1: Negatif g/L 0
Bilirubin <8,4: Negatif µmol/L 0
Urobilin 1: Normal µmol/L Normal
pH <7: Asam ; >7: Basa
6
Blood/Darah <0,2: Negatif mg/L 0
Keton <1: Negatif mmol/L 0
Nitrit 0,8-5 mg/L 0
Leukosit <24: Negatif Leu/ul 4
S.G/Berat
Jenis >1030
Nilai Rujukan Satuan 28/10/2014
SEL: Eritrosit 2
Bakteri 135.5
Kristal 0-10 uL 0.1
Yeast Like Cell 0-25 uL 0
Small Round Cell 0-6 uL 7.6
Silinder Patologis 0-5 uL 0
Mucus 0-5 uL 0.8
Sperma 0-3 uL 0
Konduktivitas 3.1-2.7 mS/cm 23.9
Sel Epithel 0-40 uL 12.2
Silinder 0-1.2 uL 0.5
Tanda Vital Tanggal 25/10/2014 26/10/2014 27/10/2014 28/10/2014 29/10/2014 Keadaan Umum Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Sedang cm Suhu (
0C) 36.7 36.7 36.7 36.6 36.4
Nadi (x/menit) 64 68 72 80 68 Nafas (x/menit) 20 18 20 20 20 Tekanan Darah (mmHg) 140/70 140/70 120/80 130/80 130/90
Keluhan Pusing, oleng bila
berjalan, mual
Lemas, nyeri
perut Mual, nyeri perut -
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat Dosis dan Cara
Pemberian P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Inj. MP 125 mg 125 mg/8jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Inj. Ranitidin 1A/12jam √ √ √ √ √ √ √ Transfusi PRC √ √
Assesment 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Dosis yang diberikan pada hari 2-5 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
2. Ranitidine (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam
per hari atau 150-200 mg per hari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008).
Diberikan pada hari 2-5 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari under dose
3. Trandfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (27/10/2014) yaitu 9.7 g/dL..
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
Asam Folat, pasien dengan WAIHA diberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif
pada pasien AIHA (DeLoughery, 2013).
2. Dosis Kurang
Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan pasien, dosis literature yang dianjurkan adalah 150-200 mg/hari
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari
2. Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan ranitidin sesuai dosis literatur.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, serta berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah efek samping kortikosteroid yaitu osteoporosis (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul ”Evaluasi Drug
Related Problems (DRPs) Pada Pasien Dewasa dengan
Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2009-2014” memiliki nama lengkap Sylviana
Hesti Putri Nugroho. Penulis lahir di Wonosobo pada
tanggal 7 Maret 1995 dari pasangan Yusak Slamet
Nugroho dan Yekti Widiyatni sebagai anak kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Masehi Parakan (1998-
2000), SD Masehi Parakan (2000-2006), SMP Negeri 1 Parakan (2006-2009).
Dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Temanggung
(2009-2012). Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang
Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Farmasi.
Selama menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan
organisasi. Penulis pernah menjadi anggota paduan suara fakultas “PSF Veronica”
(2012), anggota seksi acara Photo Story (2012), anggota tim medis Rektor Cup
(2013), anggota seksi perlengkapan TITRASI (2014), anggota seksi expo Paingan
Festival (2014), dan anggota seksi perlengkapan Desa Mitra (2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI