Download - Faal Otot 2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Percobaan
Manusia sebagai makhluk dinamik memiliki kebutuhan gerak yang cukup
besar. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar kemampuan gerak manusia dapat
berkembang secara optimal. Sikap tubuh dan gerak manusia dalam berjalan,
berlari, makan, minum, duduk dan sebagainya diarahkan sesuai dengan kodrat
manusia. Apabila kebutuhan gerak ini tidak tercukupi maka seseorang akan
terganggu aktifitasnya.
Sekitar 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10%
lainnya berupa otot polos dan otot jantung. Beberapa prinsip dasar yang sama
mengenai kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot yang berbeda ini. Pada
percobaan ini akan dibahas mengenai mekanisme, fisiologi kontraksi dari otot
rangka. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme kerja dari
otot dan yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan otot, antara lain kerja
dengan frekuensi rendah, kerja dengan frekuensi tinggi, hambatan aliran darah
atau iskemia, istirahat atau pemijatan, nyeri akibat iskemia, dan sebagainya.
Dalam proses terjadinya sebuah kontraksi diperlukan energi yang tidak
sedikit untuk mencapai kontraksi yang optimal. Energi ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber. Jika kebutuhan energi tidak dapat terpenuhi akibat kontraksi
otot yang kuat dan lama dapat menimbulkan kelelahan otot.
Oleh karena itu dalam percobaan kali ini kita akan melihat bagaimana
pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap mekanisme kerja otot dan penyebab
timbulnya kelelahan otot.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan kali ini adalah untuk melihat pengaruh berbagai faktor
terhadap kerja (kontraksi) dan kelelahan otot.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Otot
Otot adalah ikatan jaringan berserat yang menggerakkan tubuh, penjaga
postur, serta menfungsikan organ-organ dalam, seperti jantung, ginjal, dan
kangdung kemih. Otot dikendalikan dengan sinyal dari sistem saraf. Otot
kerangka bisa dikendalikan secara sadar, sedangkan otot lain bekerja secara
otomatis.
Tiga jenis otot itu adalah otot adalah otot rangka, yang menutup dan
menggerakkan kerangka, otot jantung, yang membentuk dinding jantung serta otot
polos seperti pada dinding saluran pencernaan, pembuluh darah serta sluran-
saluran genital. Pada pembahasan kali ini dikhususkan pada otot rangka sebagai
alat gerak pasif.
Sel otot rangka dapat dirangsang secara kimia, listrik, dan mekanik untuk
menimbulkan suatu potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel. Sel
ini mengandung protein kontraktil dan mempunyai mekanisme yang diaktifkan
oleh potensial aksi. Sekitar 40 % dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka.
Kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot. Semua otot rangka dibentuk
oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar 10-80 mikrometer. Setiap serabut
otot itu bergaris melintang oleh adanya gambaran selang-seling antara wrna merah
muda dan tua. Setiap serabut terbentuk oleh sejumlah mio-fibril dan diselubungi
membran halus yaitu sarkolemna ( selaput otot ).
Otot skeletal dibagi menjadi otot tipe I dan II. Otot tipe I (satu) atau tipe
postural yang mempunyai warna lebih merah, mempunyai kontraksi landai (slow
Twitch fibre) dan berfungsi untuk stabilisasi dan mempertahankan posture.
Gangguan yang biasa terjadi pada otot tipe ini adalah ketegangan dan pemendekan
otot. Otot tipe II (dua) atau tipe phasic mempunyai kontraksi cepat dan kuat ( fast
twitch fibre), sangat baik bila digunakan untuk aktifitas dengan kecepatan tinggi.
Otot ini berfungsi untuk gerakan cepat dan atau kuat. Gangguan yang biasa terjadi
pada otot tipe ini adalah kelemahan dan atrofi otot.
II.2 Mekanisme Kontraksi Otot
Pertemuan setiap serabut saraf yang akan mempersarafi suatu serabut otot
dikenali sebagai neuromuscular junction atau dikenali juga sebagai motor end
plate. Neuromuscular junction merupakan serabut saraf yang terdiri dari ujung
sinaps dan mempunyai vesikel-vesikel sinaps yang akan melepaskan
neurotransmitter berupa acetylcholine.
Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam rutan tahap-tahap
berikut:
1. Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik sampai ke
ujungnya pada serabut otot.
2. Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter , yaitu asetilkolin,
dalam jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot untuk
membuka banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui molekul-molekul
protein yang terapung pada membran.
4. Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion
natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut otot. Peristiwa ini
akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran.
5. Potensial aksi akan berjalan disepanjang membran serabut otot dengan cara
yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut saraf.
6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot, dan banyak
aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Disini,
potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma menlepaskan sejumlah
besar ion kalsium, yang telah tersimpan dalam retikulum ini.
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan
miosin, yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain,
dan menghasilkan proses kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali kedalam
retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini tetap
disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi;
pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot
terhenti.
Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung
filamen aktin yang memanjang dari dua
lempung Z yang berurutan sedikit saling
tumpang tindih satu sama lain. Sebaliknya,
pada keadaan kontraksi, filamen aktin ini
telah tertarik kedalam diantara filamen
miosin, sehingga ujung-ujungnya sekarang
saling tumpang tindih satu sama lain
dengan pemanjangan yang maksimal.
Lempeng Z juga ditarikoleh filamen aktin
sampai ke ujung filamen miosin. Jadi,
kontraksi otot terjadi tersebut mekanisme
pergeseran filamen.
Selain perangsanga saraf, berbagai faktor lain dapat mempengaruhi kinerja
kontraksi otot rangka. Panjang awal otot, yang berkaitan dengan jumlah jembatan
silang yang dapat dihasilkan oleh tumpang tindih (overlapping) filamen aktin dan
miosin merupakan faktor yang mempengaruhi kekuatan kontraksi otot rangka.
Sehubungan dengan hal ini, perlu diingat bahwa otot rangka melekat pad tulang
sehingga kekuatan kontraksi yang dihasilkan akan sangat bergantung pada
kedudukan sendi (derajat fleksi, ekstensi, dsb) serta arah serat otot terhadap aksis
kebebasan gerak sendinya. Faktor lain yang dapat juga mempengaruhi kinerja
kontraksi otot rangka adalah perubahan suhu dan keasaman (pH), yang dapat
mempengaruhi kinerja protein yang merupakan bahan dasar otot maupun enzim
yang berperan dalam kontraksi otot rangka. Penelitian mutakhir menunjukkan
bahwa faktor sentral (sistem saraf pusat) , cadangan glikogen otot dan keadaan ion
fosfat maupun kalium dalam otot juga dapat mempengaruhi kinerja otot pada
kondisi tertentu, antara lain berupa timbulnya kelelahan otot.
Bila sebuah otot berkontraksi, timbul suatu kerja yang memerlukan energi.
Sejumlah besar ATP dipecah membentuk ADP selama proses kontraksi.
Selanjutnya, semakin hebat kerja yang dilakukan oleh otot, semakin besar pula
jumlah ATP yang dipecahkan. Berikut ini adalah gambaran rangkaian peristiwa
terjadinya kontraksi otot :
1. Sebelum kontraksi mulai terjadi, kepala jembatan penyeberangan
berikatan dengan ATP. Aktivitas ATPase dari kepala miosin segera memecah
ATP tetapi meninggalkan hasil pemecahan, ADP dan Pi, terikat pada kepala.
Dalam keadaan ini, bentuk kepala memanjang secara tegak lurus ke arah
filamen aktin tetapi masih belum melekat pada aktin.
2. Selanjutnya, bila kompleks troponin- tropomiosin berikatan dengan
ion- ion kalsium, bagian aktif pada filamen aktin menjadi terbuka, dan kepala
miosin kemudian berikatan dengan bagian ini.
3. Ikatan antara kepala jembatan penyeberangan dan bagian aktif
filamen ektin menyebabkan perubahan kedudukan kepala, yaitu kepala miring
ke arah lengan jembatan penyeberangan. Kedudukan ini memberikan power
stroke untuk menarik filamen aktin. Energi yang mengaktifkan power stroke
adalah energi yang tersimpan oleh perubahan bentuk pada kepala bila molekul
ATP telah dipecahkan sebelumnya.
4. Sekali kepala jembatan penyeberangan itu miring, keadaan ini
menyebabkan pelepasan ADP dan Pi yang sebelumnya melekat pada kepala.
Pada tempat pelepasan ADP, terikat molekul ATP yang baru. Ikatan ini
kemudian menyebabkan terlepasnya kepala dari aktin.
5. Setelah kepala terlepas dari aktin, sebuah molekul ATP yang baru
dipecah untuk memulai siklus baru yang menimbulkan power stroke.
Jadi, proses akan berlangsung terus sampai filamen aktin menarik membran
Z menyentuh ujung akhir filamen miosin atau sampai beban pada otot menjadi
terlalu besar untuk terjadinya tarikan lebih lanjut.
Proses kontraksi dan relaksasi kontraksi otot senantiasa membutuhkan
pasokan ATP yang diperoleh dari berbagai jalur metabolisme sumber energi di
dalam otot rangka. Hidrolisis ATP akan menghasilkan energi baik mekanik
maupun panas (termal). Energi mekanik tersebut akan menjadi tegangan otot,
yang memendekkan berkas otot jika tengangan tersebut melampaui beban yang
harus dilawannya. Kontraksi otot yang memendekkan berkas otot disebut
kontraksi isotonik. Jika tegangan otot lebih rendah dari beban yang harus dilawan
oleh otot tersebut maka kontraksi tidak akan mengubah panjang berkas otot, yang
disebut sebagai kontraksi isometrik. Kontraksi otot maksimal pada kecepatan yang
tetap pada pergerakan disebut sebagai kontraksi isokinetik. Sesungguhnya,
sebagian besar energi yang dihasilkan oleh proses kontraksi otot dalam bentuk
energi panas. Fungsi otot rangka sebagai penghasil energiterbesar di tubuh
manusia sangat besar perannya dalam pengaturan keseimbangan panas.
Dalam melakukan kontraksi, otot memerlukan sejumlah energi yang berasal
dari pemecahan ATP menjadi ADP dan P organik (Pi). Terdapat beberapa sumber
untuk proses pembentukan ATP melalui proses refosforilase.
1. Creatine Phosphate (CP)
Pemecahan creatine phosphate menjadi kreatin & fosfat akan
menghasilkan fosfat berenergi tinggi yang akan digunakan dalam
pembentukan ATP apabila berikatan dengan ADP.
CP C + Pi + Energi
ADP + Pi ATP
2. Metabolisme aerobik
Glikogen akan dipecahkan menjadi asam piruvat melalui proses glikolisis
dan akan menghasilkan energi berupa ATP yang akan dipakai untuk kontraksi
otot. Akan tetapi, proses ini memerlukan oksigen dan membuthkan waktu
yang lama. Umumnya sintesis ATP dari proses glikolisis digunakan sewaktu
melakukan kontraksi yang lama hingga beberapa jam.
3. Metabolisme anaerobik
Metabolisme ini juga melalui proses glikolisis tapi akan menghasilkan
produk tambahan yaitu asam laktat disamping terbentuknya asam piruvat.
Asam laktat akan menyebabkan kelelahan pada otot oleh karena sifat
keasamannya yang menaikkan nilai pH dan mengganggu reaksi enzimatik
untuk proses kontraksi otot. Dalam proses ini oksigen tidak diperlukan untuk
menghasilkan ATP. ATP dihasilkan dengan sangat cepat yaitu 1 hingga 3 kali
lebih cepat dari metabolisme aerobik.
Kontraksi otot yang kuat dan lama mengakibtakan keadaan yang dikenal
dengan kelelahan otot. Hambatan aliran darah yang menuju ke otot yang
sedang berkontraksi mengakibatkan kelelahan otot hampir sempurna selama
satu menit atau lebih karena kehilangan suplai makanan, terutama kehilangan
oksigen.
BAB III
METODE PERCOBAAN
III. 1 Alat-alat yang dibutuhkan
Alat-alat yang dig :unakan dalam percobaan ini adalah :
1. Ergograf, berfungsi untuk menilai kekuatan otot yang ditampilkan
melalui angka yang ditunjuk oleh jarum penunjuk.
2. Metronom, digunakan sebagai pencatat waktu.
3. Sphygmomanometer, dipakai untuk menilai pengaruh hambatan aliran
darah terhadap kontraksi otot.
4. Kimograf.
III. 2 Cara Kerja
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
Orang coba duduk dan lengan bawah kanan diletakkan di atas meja.
Peganglah Ergograf seperti orang memegang pistol yaitu memegang
pegangan Ergograf dengan jari telunjuk pada pelatuknya. Tariklah pelatuk
Ergograf sekuat-kuatnya dengan hanya menggerakkan jari telunjuk Jari-
jari lainnya harus tetap bergerak. Pusatkan perhatian pada kerja tersebut
tanpa melihat pada hasil pencatatan.
Protokol :
a. Kerja dengan frekuensi rendah.
Dilakukan tarikan setiap empat detik menurut irama metronom dan
mencatat angka yang ditunjuk oleh jarum dinamometer.
b. Kerja dengan frekuensi tinggi
Dilakukan tarikan setiap satu detik sesuai dengan irama metronom.
Kerja dihentikan setelah terjadi kelelahan sempurna. Kemudian dicatat
hasilnya setiap sekali tarikan.
c. Pengaruh hambatan aliran darah.
Dipasang manset sphygmomanometerpada lengan atas dari lengan yang
melakukan kerja. Lalu dilakukan tarikan setiap empat detik sebanyak 12
tarikan. Pada tarikan ke-13 manset dipompa sampai denyut arteri
radialis tidak teraba. Orang coba tetap melakukan tarikan sampai terjadi
kelelahan sempurna. Lalu tekanan manset diturunkan sehingga aliran
darah kembali terbuka. Kekuatan tarikan akan kembali dan berangsur-
angsur meningkat hingga mencapai kekuatan semula. Selanjutnya diberi
tanda pada dinamometer pada saat arteri radialis tertutup rapat, dan pada
saat arteri radialis teraba kembali.
d. Pengaruh istirahat dan pemijatan
Dilakukan tarikan setiap satu detik sesuai irama metrononm hingga
terjadi kelelahan sempurna. Lalu orang coba beristirahat selama 3 menit.
Selam istirahat, lengan diletakkan di atas meja. Setelah itu, kerja tarikan
dilanjutkan hingga terjadi kelelahan sempurna. Orang coba kembali
disuruh untuk beristirahat selam 3 menit dan salah satu anggota
kelompok melakukan pemijatan terhadap lengan orang coba tersebut.
Setelah itu, kerja tarikan dilanjutkan kembali untuk ketigakalinya
sampai terjadi kelelahan sempurna. Yang perlu diamati di sini adalah
pengaruh pemijatan terhadap hasil kerja orang coba.
e. Nyeri akibat iskemia
Dilakukan kerja seperti pada bagian C. Akan tetapi, kerja dilakukan
setelah arteri radialis tidak teraba lagi dan frekuensi kerja adalah satu
tarikan setiap satu detik. Hal ini dilakukan terus hingga timbul kelelahan
sempurna atau timbul rasa nyeri pada lengan. Setelah itu, tekanan dalam
manset diturunkan dan kita perhatikan suhu dan warna lengan bawah
sebelum dan sesudah penekanan pada arteri brachialis.
IV.2 Pembahasan
Berdasarkan keseluruhan hasil percobaan yang telah dilakukan, tampak
bahwa semakin lama waktu digunakan seseorang untuk melakukan kegiatan
menarik pelatuk ergograf maka orang tersebut pasti akan mengalami rasa lelah.
Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya angka yang terlihat pada ergograf
dipermulaan. Semakin lama orang tersebut melakukan kontraksi, maka semakin
menurun pula gaya yang dihasilkannya atau kekuatan otot jadi melemah.
Kontraksi otot yang kuat dan lama mengkibatkan keadaan yang dikenal sebagai
kelelahan otot. Penelitian menunjukkan bahwa kelelahan otot meningkat hampir
berbanding langsung dengan kecepatan pengurangan glikogen otot. Oleh karena
itut, sebagian besar kelelahan adalah akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi
dan metabolisme serabut-serabut otot untuk terus memberikan hasil kerja yang
sama.
Dari data yang disajikan, terdapat perbedaan efisisensi kontraksi pada/ antara
frekuensi lambat dengan kontraksi otot frekuensi cepat. Pada kontraksi otot
frekuensi lambat, gaya kontraksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pada
frekuensi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi maksimum dapat
diwujudkan hanya bila otot berkontraksi dengan kecepatan sedang/ agak lambat.
Bila otot berkontraksi dengan sangat lambat atau bahkan tanpa pergerakan sama
sekali maka hanya sejumlah kecil panas (maintenance heat) yang dilepaskan atau
tidak ada sama sekali, sehingga akan menurunkan efisiensi perubahan menjadi
nol. Sebaliknya, bila kontraksi terlalu cepat , sejumlah besar energi digunakan
untuk melawan gesekan viskositas di dalam otot itu sendiri, dan hal ini juga akan
mengurangi efisiensi kontraksi. Umumnya, efisiensi maksimum terbentuk bila
kecepatan kontraksi kira-kira 30% dari nilai maksimum.
Pada protokol percobaan pengaruh hambatan aliran darah, gaya yang
dihasilkan oleh otot sebelum manset dipompa adalah lebih besar. Sebaliknya,
setelah manset dipompa, akan terjadi penurunan gaya yang dihasilkan oleh otot.
Ini membuktikan bahwa hambatan aliran darah yang menuju otot yang sedang
berkontraksi menyebabkan kelelahan otot hampir sempurna dalam 1 atau 2 menit
karena kehilangan suplai makanan, terutama kehilangan oksigen.
Pemijatan yang dilakukan pada protokol 4 memperlihatkan suatu pengaruh
yang cukup berarti terhadap kontraksi otot. Hal ini dibuktikan dengan besaran
angka yang hampir sama dengan gaya yang dihasilkan sebelum pemijatan.
Pemijatan yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan laju aliran darah ke
keadaan normal.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Energi yang optimal sangat menunjang efisisensi kontraksi otot.
Efisiensi maksimum dapat diwujudkan hanya bila otot berkontraksi
dengan kecepatan sedang
Kontraksi otot yang kuat dan lama dapat mengkibatkan keadaan yang
dikenal sebagai kelelahan otot
Kurangnya suplai oksigen ke jaringan otot dapat menyebabkan penurunan
kekuatan kontraksi otot.
Pemijatan dapat memperlancar kembali aliran darah sehingga kerja otot
menjadi normal seperti semula.
Asam laktat dihasilkan sebagai akibat kontraksi otot tanpa menggunakan
oksigen (melalui metabolisme anaerob).
V.2 Saran
Sebaiknya, alat yang digunakan untuk praktikum dapat diperbanyak
sehingga kegiatan praktikum dapat berjalan dengan efisien.
Sebaiknya, dalam setiap kelompok didampingi seorang asisten agar
praktikan dapat memahami dengan baik tujuan dan cara kerja dalam
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11. Jakarta: EGC.
Ganong, William. 1998. Buku Ajar Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC.
Matieson, Blaustein. 2002. Cellular Physiology. New York : Elseiver Mosby.
Seidel, Charles. 2001. Basic Concepts Physiology A Student Survival Guide. International Edition : MC Graw Hill.
Sherwood, Lauralee.2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC
Cahyani, Nani. 2005. Pengantar Faal Otot.www.jurnalFKUI.com
Wahyuni. 2004. Latihan Peregangan Untuk Meningkatkan Fleksibilitas Punggung .www.infokes.com.
DAFTAR ISI
Sampul....................................................................................................................i
Kata pengantar.......................................................................................................ii
Daftar isi...............................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan 1
I. 1 Latar belakang 1
I. 2 Tujuan percobaan 1
Bab II Tinjauan Pustaka 2
II. 1 Otot 2
I. 2 Mekanisme Kontraksi Otot 3
Bab III Metode Percobaan 8
III. 1 Alat yang digunakan 8
III. 2 Cara kerja/protokol 8
Bab IV Hasil dan Pembahasan 10
IV. 1 Hasil (tabel dan grafik) 10
IV. 2 Pembahasan 18
Bab V Penutup 20
V. 1 Kesimpulan 20
V. 2 Saran 20
Daftar pustaka
Lampiran