Download - Fadhilah Amal
PIKIR SESAAT
UNTUK AGAMA
HAK CIPTA DI LINDUNGI OLEH ALLAH SWTTIDAK DILARANG KERAS
Mengcopy, Memperbanyak, Mengedarkan
Untuk Kemaslahatan Ummat
FADHILAH AMAL
Fadhilah Al-Qur’an
Adab-adab Membaca Al-Qur’an.
Kewajiban bagi para pembaca Al Qur’an adalah memperhatikan tata cara membaca Al
Qur’an. Seperti dikatakan dalam sebuah syair :
“Tanpa adab, seseorang akan kehilangan keutamaan dari Allah SWT”
Hendaknya tertanam dalam hati kita bahwa Al Qur’an ini benar-benar sebagai firman
Allah SWT yang kita sembah, sebagai perkataan Dzat yang kita cintai dan kita cari. Bagi
seseorang yang telah merasakan cinta tentu mengetahui nilai surat cinta, tulisan atau ucapannya,
yang benar-benar terasa di dalam hati. Perasaan dan gelora cinta yang ada pada saat itu tidak
mungkin dapat dirumuskan dengan kata-kata. Seperti seorang shahabat Nabi, Ikrimah RA, jika
hendak membaca Al Qur’an, setiap kali akan membuka lembaran-lembaran Al Qur’an, maka ia
hamper jatuh pingsan sambil mengucapkan kata-kata,” Haadza kalamu Rabbi….hadzaa kalamu
Rabbi ( Ini adalah perkataan Tuhanku, ini adalah perkataan Tuhanku )”.
Seorang ahli sufi mengatakan barangsiapa selalu menyadari kekurangannya dalam
melaksanakan adab, maka ia akan bertambah dekat dengan Allah SWT. Dan sebaliknya,
barangsiapa merasa cukup dan ujub, maka akan bertambah jauh dari peningkatan.
Alim ulama telah menulis, ada enam ( 6 ) adab lahiriyah dan enam adab bathiniyyah
dalam membaca Al Qur’an.
Adab Lahiriyyah:
1. Sebelum menyentuh dan membaca Al Qur’an, hendaknya berwudhu dan bersiwak
terlebih dahulu. Membaca dengan penuh rasa hormat, duduk di tempat yang sepi dan
menghadap kiblat.
2. Tidak membacanya terlalu cepat, tetapi dibaca dengan tajwid dan tartil.
3. Berusaha menangis, walaupun terpaksa berpura-pura menangis.
4. Jika menjumpai ayat-ayat rahmat, hendaknya berdoa untuk mengharapkan ampunan
dan rahmat-Nya. Sebaliknya jika menjumpai ayat-ayat adzab dan ancaman Allah
SWT, hendaknya kita meminta perlindungan kepada-Nya, karena tidak ada penolong
selain Allah SWT. Jika kita menemukan ayat tentang kebesaran dan kemuliaan Allah
SWT, maka ucapkanlah Subhanallah.
5. Jika dikhawatirkan akan menimbulkan riya’ atau mengganggu orang lain, sebaiknya
membacanya dengan suara yang pelan. Jika tidak, sebaiknya membacanya dengan
suara yang keras.
6. Bacalah dengan suara yang merdu, tetapi bukan dengan nyanyian. Banyak hadits
yang menganjurkan agar membaca Al Qur’an dengan suara merdu.
Adab Batiniyah:
1. Mengagungkan Al Qur’an di dalam hati sebagai kalam yang tertinggi.
2. Memasukkan keagungan Allah SWT dan kebesaran-Nya karena Al Qur’an adalah
kalam-Nya.
3. Menjauhkan rasa bimbang dan ragu dari hati kita.
4. Membacanya dengan merenungkan makna setiap ayat dengan penuh kenikmatan.
Rasullullah SAW pernah berdiri sepanjang malam sambil berulang-ulang membaca
ayat;
“Jika Engkau mengadzab mereka, mereka itu adalah hamba-Mu. Dan jika Engkau
mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa dan Maha
Bijaksana.” (QS Al Maaidah 118)
Pada suatu malam, Sa’id bin Jubair rah membaca satu ayat dari surat Yaa Siin hingga
tiba waktu shubuh;
“ Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), ‘Berpisahlah kamu dari (orang-orang
mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berbuat
jahat.” (QS Yaa Siin:59)
5. Hati kita mengikuti ayat-ayat yang kita baca. Misalnya jika kita membaca ayat-ayat
rahmat, hendaknya hati kita merasa gembira dan senang. Sebaliknya ketika membaca
ayat-ayat adzab, hati kita hendaknya merasa takut.
6. Telinga benar-benar ditawajuhkan seolah-olah Allh sendiri sedang berbicara dengan
kita dan kita sedang mendengarkannya.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan bahwa MENGHAFAL BEBERAPA ayat Al
Qur’an untuk dapat menunaikan sholat hukumnya fardhu ‘ain. Sedangkan MENGHAFAL
KESELURUHAN ayat Al Qur’an, hukumnya fardhu kifayah. Jika tidak ada seorangpun yang
hafizh Al Qur’an, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Mulla Ali Qari Rah meriwayatkan dari
Az Zarkasyi Rah bahwa ia berkata,” Jika dalam satu kampung atau kota tidak ada seorangpun
penduduknya yang membaca Al Qur’an, maka semua penduduk kampung itu berdosa.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.
Hadits ke-2
Dari Abu Sa’id r.a., bersabda Rasulullah saw, “ Rabb Tabaraka wa Ta’ala berfirman,’
Barangsiapa disibukkan dengan Al Qur’an daripada berdzikir dan berdoa kepada-Ku, niscaya
Aku berikan kepadanya sesuatu yang terbaik yang Aku berikan kepada orang yang meminta
kepada-Ku. Dan keutamaan Kalamullah terhadap kalam lainnya seperti keutamaan Allah
terhadap makhluk-Nya. “ (Tirmidzi, Darami, Baihaqi )
Penjelasan:
Seseorang yang sibuk menghafal, mempelajari atau memahami Al Qur’an sehingga ia
tidak sempat berdoa, maka Allah swt akan memberinya sesuatu yang lebih utama daripada yang
telah diberikan kepada orang yang berdoa. Sebagaimana dalam urusan keduniaan, jika seseorang
akan membagikan kue atau makanan kepada orang banyak, lalu ia memilih seseorang untuk
membagikannya. Maka bagian kue untuk orang yang bertugas membagikan, akan disisihkan
terlebih dahulu. Mengenai kesibukkan orang yang selalu membaca Al Qur’an, telah disebutkan
di dalam hadits lain bahwa Allah swt akan mengaruniakan kepadanya pahala yang lebih baik
daripada pahala orang yang selalu bersyukur.
Hadits ke-3
Dari Uqbah bin Amir r.a., ia berkata, “ Rasulullah saw keluar dan menemui kami di
shuffah. Beliau bersabda, “ Siapakah di antara kalian yang suka setiap pagi pergi ke pasar
Buthan atau Aqiq, kemudian pulang membawa dua ekor unta betina yang berpunuk besar tanpa
berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi?’ Maka kami menjawab, ‘ Ya Rasulullah, setiap kami
menyukainya.’ Sabda Beliau, ‘Mengapa salah seorang dari kalian tidak pergi pada pagi hari ke
masjid lalu belajar atau membaca dua ayat Al Qur’an ( padahal ) itu lebih baik baginya daripada
dua ekor unta betina, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta betina, empat ayat lebih baik
daripada empat ekor unta betina dan seterusnya, sejumlah ayat yang dibaca mendapat sejumlah
unta yang sama.” (Muslim, Abu Dawud ).
Penjelasan:
Shuffah adalah sebuah lantai khusus di Masjid Nabawi, tempat orang-orang miskin
Muhajirin tinggal di sana. Jumlah shahabat ahlush-shuffah selalu berubag dari waktu ke waktu.
Allamah As-Suyuthi rah telah menulis seratus satu nama shahabat yang tinggal di suffah dan ia
menulis tentang mereka di dalam risalah tersendiri. Sedangkan Buthan dan Aqiq adalah nama
dua tempat di Madinah sebagai pasar perdagangan unta. Orang Arab sangat menyukai unta,
terutama unta betina yang berpunuk besar.
Maksud ‘tanpa berbuat dosa’ adalah tanpa suatu usaha. Bukan sebagaimana harta
seseorang yang dapat bertambah banyak melalui pemerasan atau mencuri dari orang lain, atau
dari merampas warisan sesama saudara. Oleh sebab itu, Rasulullah saw menafikkan semua cara
itu, yaitu tanpa bersusah payah sama sekali atau berbuat dosa. Semua orang tentu senang
memperolehnya, tetapi disebutkan bahwa mempelajari beberapa ayat Al Qur’an itu lebih baik
dan lebih utama daripada mendapatkan semua itu. Hendaknya kita meyakini bahwa seekor atau
dua ekor unta sama sekali tidak sebanding, bahkan walaupun dibandingkan dengan satu kerajaan
seluas tujuh benua, semua pasti akan ditinggalkan. Jika bukan hari ini, tentu pada hari esok,
ketika maut menjemput, pasti semuanya terpaksa harus berpisah. Sebaliknya pahala membaca
satu ayat Al Qur’an akan bermanfaat selama-lamanya. Dalam urusan keduniaan kita dapat
menyaksikan bahwa seseorang yang diberi satu rupiah tanpa beban tanggung jawab apapun, akan
lebih senang daripada dipinjami seribu rupiah agar disimpan olehnya, tetapi kelak akan diambil
kembali lagi karena ia terbebani amanah tanpa mendapatkan manfaat apapun.
Inti maksud hadits di atas adalah mengingatkan kita akan perbandingan sesuatu yang fana
dengan yang abadi. Ketika seseorang diam atau bergerak, hendaknya selalu berpikir apakah
dirinya sedang berbuat sesuatu yang sementara dan sia-sia, atau sesuatu yang kekal dan
bermanfaat? Betapa rugi waktu yang hanya digunakan untuk mencari bencana yang abadi.
Kalimat terakhir dalam hadits di atas menyebutkan bahwa jumlah yang sama tetap lebih utama
daripada jumlah untanya. Kalimat itu mengandung tiga maksud, yaitu:
1. Hanya sampai jumlah empat. Masalah ini telah dijelaskan dengan terperinci. Dan
selebihnya disebutkan secara umum bahwa semakin banyak ayat itu dibaca, akan
lebih utama daripada sejumlah unta yang sama. Adapun unta yang dimaksud adalah
semua jenis unta, baik jantan maupun betina. Disebutkan hingga jumlah keempat
agar dapat dibayangkan bagaimana jika lebih dari empat.
2. Jumlahnya sama dengan yang disebutkan dalam hadits di atas, tetapi untanya
bergantung pada selera masing-masing. Ada yang menyukai unta betina, ada yang
menyukai unta jantan. Oleh sebab itu, Nabi saw menegaskan bahwa satu ayat lebih
berharga daripada seekor unta betina. Jika seseorang menyukai unta jantan, artinya
satu ayat lebih baik daripada seekor unta jantan.
3. Keterangan di atas hanya untuk jumlah tersebut, tidak lebih dari empat. Jika
dibandingkan dengan maksud kedua, maka bukan saja lebih baik daripada unta
betina atau jantan, tetapi lebih baik daripada keduanya. Jelasnya, membaca satu ayat
lebih baik daripada sepasang unta jantan dan unta betina. Demikianlah seterusnya,
setiap ayat lebih utama daripada sepasang unta. Ayah Maulana Zakariyya
( Nawwarullah Marqodahu ) lebih menyetujui pendapat ini, sebab lebih banyak
keutamaannya. Walaupun demikian, tetap tidak dapat disamakan antara membaca
satu ayat Al Qur’an dengan satu ekor atau dua ekor unta, ini sekedar peringatan dan
contoh. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa satu ayat Al Qur’an akan memperoleh
pahala abadi yang lebih utama dan lebih baik daripada kerajaan seluas tujuh benua
yang fana ini.
Mulla Ali Qari rah menulis tentang seorang syaikh yang sedang bersafar. Ketika tiba di
Jeddah, ia diminta oleh para pengusaha kaya agar tinggal lebih lama di tempat mereka, agar
dengan keberkahan syaikh, harta dan perniagaan mereka mendapat keuntungan. Maksudnya,
para pelayan syaikh juga akan mendapatkan bagian dari keuntungan perniagaannya tersebut.
Pada mulanya syaikh menolak tawaran mereka, tetapi setelah didesak terus, akhirnya syaikh
berkata, “ Berapakah keuntungan tertinggi dari perniagaan kalian?” Jawab mereka,” Penghasilan
kami berbeda, setidaknya kami mendapatkan keuntungan dua kali lipat.” Kata syaikh, “ Kalian
telah bersusah payah untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Aku tidak menghendaki
keuntungan yang sedikit ini, sehingga harus kehilangan shalatku di Masjidil Haram, yang
pahalanya dilipatgandakan sampai seratus ribu kali lipat.”
Pada hakikatnya, kaum muslimin hendaknya memikirkan betapa mereka telah
mengorbankan keuntungan agama demi mendapatkan keuntungan dunia yang sedikit ini.
Hadits ke-4
Dari Aisyah r.ha., Rasulullah saw. Bersabda, “ Orang yang ahli dalam Al Qur’an akan
bersama para malaikat pencatat yang mulia lagi benar. Dan orang yang terbata-bata membaca Al
Qur’an serta bersusah payah ( mempelajarinya ), maka baginya pahala dua kali ( Bukhari,
Muslim, Abu Dawud ).
Penjelasan:
Yang disebut “ orang yang ahli dalam Al Qur’an’ adalah orang yang hafal Al Qur’an dan
senantiasa membacanya, apalagi dengan memahami arti dan maksudnya. Dan yang dimaksud
‘bersama-sama malaikat’ adalah ia termasuk golongan yang memindahkan Al Qur’anul Karim
dari Lauhul Mahfudz dan menyampaikan kepada orang lain melalui bacaannya. Dengan
demikian, keduanya memiliki pekerjaan yang sama. Juga dapat berarti : Ia akan bersama para
malaikat pada hari mahsyar nanti. Dan orang yang terbata-bata membaca Al Qur’an akan
memperoleh dua pahala: satu pahala karena bacaannya dan satunya lagi karena kesungguhannya
mempelajari Al Qur’an berkali-kali. Tetapi, bukan berarti pahalanya akan melebihi pahala ahli
Al Qur’an. Orang yang ahli membaca Al Qur’an tentu akan memperoleh derajat yang istimewa,
yaitu bersama para malaikat khusus. Maksud yang sebenarnya, bahwa dengan bersusah payah
mempelajari Al Qur’an akan menghasilkan pahala ganda, sehingga tidak semestinya kita
meninggalkan bacaan Al Qur’an, walaupun menghadapi kesulitan dalam membacanya.
Mulla Ali Qari rah meriwayatkan dari Thabrani rah dan Baihaqi rah, “ Barangsiapa
membaca Al Qur’an sedangkan ia tidak hafal, maka ia akan memperoleh pahala dua kali lipat.
Dan barangsiapa benar-benar ingin menghafal Al Qur’an tetapi tidak mampu, tetapi ia terus
membacanya, maka Allah swt akan membangkitkannya pada hari mahsyar dengan para hafiz Al
Qur’an.
Hadits ke-5
Dari Ibnu Umar r.huma, Rasulullah saw. Bersabda, “ Tidak dibenarkan hasad ( iri hati ),
kecuali terhadap dua orang: Seseorang yang dikaruniai Allah ( kemampuan menghafal/
membaca) Al Qur’an, lalu ia membacanya malam dan siang hari. Dan seseorang yang dikaruniai
harta oleh Allah, lalu ia menginfaqkannya malam dan siang hari. “ (Bukhari, Muslim, Tirmidzi,
Nasa’I).
Penjelasan
Pada umumnya banyak dinukilkan dalam Al Qur’an dan hadits mengenai keburukan
hasad/ iri hati, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits di atas, ada dua jenis
orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Disebabkan demikian banyak riwayat terkenal
mengenai keharamannya, maka alim ulama menjelaskan hasad dalam hadits ini dengan dua
maksud:
1. Hasad dengan makna risyk, yang dalam bahasa Arab disebut ghibthah. Adapun
perbedaan antara hasad dan ghibthah adalah: Hasad ialah jika seseorang mengetahui
ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang dari
orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Sedangkan ghibthah ialah
seseorang yang ingin memiliki sesuatu secara umum, baik orang lain kehilangan
ataupun tidak. Oleh karena itu, secara ijma’, hasad adalah haram. Dan alim ulama
mengartikan makna hadits di atas sebagai ghibthah yang dalam urusan keduniaan
dibolehkan, sedangkan dalam masalah agama adalah mustahab (lebih disukai).
2. Mungkin juga maksudnya digunakan sebagai pengandaian, yaitu seandainya hasad
itu boleh, maka hasad terhadap dua hal di atas tentu dibolehkan.
Hadits ke-6
Dari Abu Musa r.a., Rasulullah saw. bersabda,” Perumpamaan orang mukmin yang
membaca Al Qur’an seperti jeruk manis, baunya harum, rasa enak. Perumpamaan orang mukmin
yang tidak membaca Al Qur’an seperti kurma, tidak harum tetapi rasanya manis. Perumpamaan
orang munafiq yang membaca Al Qur’an seperti bunga raihan, baunya harum tetapi rasanya
pahit. Dan perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca Al Qur’an seperti buah pare, tidak
berbau dan rasanya pahit.” ( Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Nasa’i, Tirmidzi )
Penjelasan:
Maksud hadits di atas adalah menunjukkan perbandingan antara sesuatu yang abstrak
dengan yang nyata, sehingga dapat lebih mudah dibedakan antara orang yang membaca Al
Qur’an dengan yang tidak membacanya. Padahal jelas bahwa kelezatan tilawah Al Qur’an jauh
berbeda dengan kelezatan apa pun di dunia ini, seperti jeruk dan kurma. Tetapi banyak rahasia di
balik analogi hadits di atas yang menjadi saksi terhadap luasnya ilmu Nubuwwah dan keluasan
pemahaman Nabi saw. Misalnya: Jeruk mengharumkan mulut, menguatkan pencernaan,
membersihkan lambung dan sebagainya. Semua manfaat itu secara khusus juga dihasilkan oleh
pembaca Al Qur’an, yaitu mewangikan mulut, membersihkan batin dan menguatkan keruhanian.
Salah satu keistimewaan buah jeruk/ limau lainnya adalah bahwa jin tidak dapat memasuki
rumah yang di dalamnya terdapat jeruk. Jika hal ini benar, ini merupakan keserupaan khusus
pada Al Qur’an. Pernah juga didapat suatu keterangan dari paramedis bahwa buah jeruk dapat
menguatkan ingatan. Dan menurut Ali r.a. dalam Kitab Al Ihya disebutkan bahwa 3 hal dapat
menguatkan ingatan;
1) Bersiwak,
2) Puasa,
3) Membaca Al Qur’an.
Dalam penutup hadits di atas, dalam riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa sahabat yang
baik adalah seperti penjual minyak kasturi. Meskipun tidak memiliki kasturi, jika berdekatan
dengannya akan mendapatkan wanginya. Sahabat yang buruk adalah seperti tukang pandai besi.
Meskipun tidak terkena apinya, namun jika berdekatan dengannya akan terkenan asapnya. Oleh
sebab itu sangat penting untuk diperhatikan siapakah sahabat dan teman bergaul kita.
Fadhilah Shalat
Muqaddimah
Kami memuji Allah swt, semoga shalawat serta salam tetap terlimpah ke atas Rasul-Nya
yang mulia, para shahabatnya, dan para pengikutnya yang mempertahankan agama yang haq.
Saya kira tidak perlu lagi diceritakan tentang sikap kaum muslimin dan muslimat yang telah
mengabaikan amalan serta ajaran Islam pada jaman ini. Shalat saja, sebagai tiang agama dan
bagian yang terpenting setelah iman serta amalan yang pertama akan ditanyakan pada hari hisab,
sudah benar-benar diabaikan. Lebih dari itu, suara seruan kepada agama Allah SWT tidak
sampai ke telinga manusia. Namun belajar dari pengalaman, saya akan tetap berusaha
menyampaikan sabda-sabda Nabi saw kepada manusia. Saya berharap agar hadits – hadits Nabi
saw ini berkesan di hati orang-orang yang akalnya masih bersih dan tidak menentang agama.
“ Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dari Allah swt. Hanya kepada Allah, aku
bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku kembali.” (QS Hud:88)
Pada masa ini, shalat kaum muslimin terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
adalah orang-orang yang tidak mempedulikan sholat. Kelompok kedua adalah orang-orang yang
sholat tetapi melalaikan berjamaah. Dan kelompok yang ketiga adalah orang-orang yang sholat
berjamaah tetapi mengabaikan rukun-rukunnya dan mengerjakannya dengan kurang baik.
“……”
Syaikhul hadits Maulana Muhammad Zakariyya rah.
Hadits ke-1
Dari Ibnu Umar r.huma, ia berkata, Rasulullah saw bersabda,” Agama Islam dibangun
atas lima perkara: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan
utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji dan shaum di bulan Ramadhan.”
(Bukhari, Muslim- At Targhib)
Penjelasan:
Kelima hal di atas adalah azas iman terbesar dan rukun yang terpenting. Agama Islam
diibaratkan oleh Rasulullah saw seperti sebuah kemah yang disangga oleh lima buah tiang. Tiang
tengahnya adalah kalimat syahadat dan empat tiang lainnya adalah tiang-tiang pendukung pada
keempat penjuru kemah itu. Tanpa tiang tengah, kemah tersebut tidak akan dapat berdiri tegak.
Apabila salah satu dari keempat tiang lainnya itu tidak ada, kemah masih tetap dapat berdiri,
tetapi sudut yang tidak bertiang itu akan menjadi miring dan mungkin akan rubuh. Berdasarkan
hadits di atas, marilah kita lihat diri kita sendiri, sejauh manakah kita telah menegakkan Islam
ini? Benrkah kita telah menegakkan setiap tiangnya dengan sempurna?
Kelima tiang dalam hadits di atas adalah sangat penting, sehingga ditetapkan sebagai
azas-azas Islam. Oleh sebab itu, dengan kedudukannya sebagai seorang muslim, maka sangat
penting bagi kita untuk memperhatikan urusan sholat, mengingat masalah yang terpenting
setelah iman adalah masalah shalat. Abdullah bin Mas’ud r.huma berkata, “ Saya pernah
bertanya kepada Rasulullah saw, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah swt? Beliau
menjawab,’ Shalat’. Saya bertanya lagi,’ Lalu apa?’ Beliau menjawab,’ Berbuat baik kepada
kedua orang tua.’ Kemudian saya bertanya lagi,’ Lalu apa?’ Jawab Beliau,’ Jihad.’ “
Mulla Ali Qari rah.a menyatakan bahwa alim ulama telah menjadikan hadits ini sebagai
dalil bahwa shalat adalah kewajiban yang terpenting setelah iman. Hal ini diperkuat lagi dengan
sabda Rasulullah saw
“Shalat adalah sebaik-baik ketetapan amal (untuk hamba-Nya).”
Selain hadits di atas, masih banyak hadits lainnya yang menjelaskan bahwa amal manusia
yang terbaik adalah shalat. Di dalam kitab Jamiush Shaghir disebutkan lima orang shahabat yang
telah meriwayatkan hadits di atas, yaitu Tsauban, Ibnu Umar, Salamah, Abu Umamah dan
Ubadah R.hum. Ibnu Mas’ud dan Anas ra meriwayatkan bahwa amal yang paling utama adalah
shalat tepat pada waktunya. Ibnu Umar rhuma dan Ummu Farwah rha juga meriwayatkan bahwa
shalat pada awal waktu adalah amal yang paling utama. Semua hadits ini memperkuat maksud
hadits di atas.
Hadits ke-2
Dari Abu Dzar r.a., sesungguhnya Rasulullah saw pernah keluar dari rumahnya ketika
musim dingin dan daun-daun berguguran. Beliau mengambil setangkai ranting pohon, sehingga
daun-daunnya mulai berguguran. Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar!” Abu Dzar menyahut,”
Labbaik ya Rasulullah!” Sabda Beliau,” Sesungguhnya seorang muslim yang menunaikan
shalatnya semata-mata karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran darinya sebagaimana
daun-daun ini gugur dari rantingnya.” (Ahmad- At Targhib)
Penjelasan:
Pada musim dingin, biasanya daun-daun berguguran dari pohonnya sehingga ada pohon
yang daunnya tidak tersisa sedikitpun. Itulah perumpamaan hasil shalat yang dilakukan dengan
ikhlas, yakni segala dosa akan diampuni tanpa satu dosa pun yang tertinggal. Menurut sebagian
ulama, hanya dosa-dosa kecil saja yang dapat diampuni melalui shalat, sedangkan dosa-dosa
besar tidak dapat diampuni tanpa bertaubat. Oleh sebab itu, di samping mengerjakan shalat,
hendaknya kita selalu bertaubat dan beristighfar, jangan sampai kita melalaikannya. Sedangkan
jika Allah swt mengampuni dosa-dosa besar karena kemurahannya, itu adalah perkara lain.
Hadits ke-3
Dari Abu Utsman ra, ia berkata,” Saya dan Salman r.a. berada di bawah sebatang pohon,
lalu ia mengambil sebatang ranting kering dari pohon itu dan mengguncang-guncangkannya
sehingga daun-daunnya berguguran. Ia berkata, ‘Hai Abu Utsman, mengapa engkau tidak
bertanya kepada saya, mengapa saya berbuat begini?” Saya bertanya,’ Mengapa engkau berbuat
demikian?’ Jawabnya,’ Beginilah Rasulullah saw melakukannya di hadapan saya ketika saya
bersama Beliau di bawah sebatang pohon. Beliau mengambil ranting kering dan
mengguncangkannya sehingga daun-daunnya berguguran. Lalu Beliau bersabda,’ Wahai Salman,
mengapa kamu tidak bertanya kepadaku, mengapa aku berbuat begini?’ Saya bertanya,’
Mengapa Engkau berbuat demikian?’ Sabda Beliau,’ Sesungguhnya jika seorang muslim
berwudhu dengan sempurna, kemudian shalat lima waktu, niscaya dosa-dosanya gugur
sebagaimana daun-daun ini berguguran.’ Dan Beliau membacakan satu ayat yang artinya, “ Dan
dirikanlah shalat pada kedua tepi siang ( pagi dan petang ) dan pada sebagian permulaan malam,
sesungguhnya amal kebaikan menghapuskan amal kejahatan. Itulah peringatan bagi orang-orang
yang mau ingat (kepada Allah).” (QS Hud: 114). (HR Ahmad, Thabrani, Nasa’i ).
Penjelasan:
Perbuatan Salman ra yang ia tunjukkan dalam hadits di atas merupakan sebagian kecil
dari bukti rasa cinta para shahabat r.hum kepada Nabi saw. Siapapun yang mencintai orang lain,
ia akan meniru tingkah laku orang yang dicintainya. Orang yang telah merasakan manisnya
cinta, tentu memahami hakikat ini dengan baik. Begitu juga para shahabat, mereka sering
mengulaingi sabda-sabda Nabi saw dengan menirukan perbuatan Beliau ketika Beliau
menerangkannya.
Hadits-hadits mengenai pentingnya shalat dan ampunan dosa bagi yang mengerjakannya
tidak terhitung banyaknya, sehingga sulit untuk disebutkan semuanya di sini. Alim ulama telah
membatasi pengampunan tersebut pada dosa-dosa kecil saja, sebagaimana kita telah ketahui
sebelumnya. Padahal, di sini tidak ada pembatasan dosa kecil atau dosa besar, tetapi mutlak
disebutkan dosa-dosa saja.
Syaikh Maulana Muhammad Yahya rah ( ayah Maulana Zakariyya- pengarang )
memberikan dua penjelasan ketika mengajarkan bab ini:
1. Menanggung dosa besar adalah sesuatu yang jauh dari diri seorang muslim. Adanya
perbuatan dosa besar pada dirinya adalah sesuatu yang sulit terjadi. Dan seandainya
terjadi, maka jiwa seorang muslim tidak akan tenang sebelum ia bertaubat. Dan
tuntutan kemusliman seseorang adalah, jika ia berbuat dosa besar, ia harus benar-
benar menyesali perbuatannya, dan tidak akan merasa tenang sebelum ia mensucikan
dirinya dengan bertaubat. Adapun dosa-dosa kecil, kadangkala tidak begitu
diperhatikan dan dipedulikan sehingga masih menjadi tanggungannya, yang dengan
shalat dan amal ibadah lainnya, dosa-dosa kecil itu akan diampuni.
2. Seseorang yang shalat dengan ikhlas dan menunaikan adab serta sunnahnya berarti ia
sudah bertaubat dan beristighfar beberapa kali, sebab di akhir bacaan tahiyat terdapat
doa yang berbunyi:
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku dengan aniaya yang
banyak. Tiada yang sanggup mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku
dengan ampunan dari-Mu dan sayangilah aku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Di dalam hadits di atas, kita juga dianjurkan untuk menyempurnakan sunnat wudhu
dengan memperhatikan adab dan sunnah-sunnah wudhu. Adapun salah satu sunnahnya adalah
bersiwak. Bersiwak adalah salah satu sunnah wudhu yang sering diabaikan. Padahal disebutkan
dalam hadits, “ Dua rakaat dengan bersiwak terlebih dahulu lebih utama daripada tujuh puluh
rakaat tanpa bersiwak.” Dalam hadits yang lain dinyatakan, “ Jagalah siwak, karena di dalamnya
terdapat sepulu keutamaan:
1. Membersihkan mulut,
2. Menyebabkan Allah swt ridha,
3. Membuat syaithan marah,
4. Membuat Allah swt dan para malaikat mencintainya,
5. Menguatkan gigi,
6. Menghilangkan kotoran,
7. Mewangikan mulut,
8. Mengurangi kekuningan,
9. Memperjelas penglihatan, dan
10. Menghilangkan bau mulut. Dan bersiwak adalah sunnah Rasulullah saw. ( Al
Munabbihat- Ibnu Hajar )
Para ulama telah mengumpulkan sampai tujuh puluh kelebihan bersiwak, salah satu di
antaranya adalah akan dimudahkan mengucapkan syahadat ketika meninggal dunia. Sebaliknya
menghisap candu ( rokok, shabu-shabu, dll ) mengandung tujuh puluh madharat, salah satu di
antaranya adalah akan menyebabkan lupa mengucapkan kalimat syahadat ketika akan meninggal
dunia. Masih banyak pahala lainnya jika wudhu dikerjakan dengan sempurna. Sebuah hadits
menyebutkan bahwa pada hari kiamat, anggota tubuh yang dibasahi oleh air wudhu akan
bercahaya. Dan dengan cahaya inilah, Nabi Muhammad saw akan mudah mengenali ummatnya.
Hadits ke-4a
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “ Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda,’ Apakah
pendapat kalian jika ada sebuah sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu ia
mandi di dalamnya lima kali sehari, apakah kotoran masih melekat di tubuhnya?’ Para shahabat
menjawab,” Kotoran tidak akan melekat di tubuhnya.” Sabda beliau, “ Itulah perumpamaan
sholat lima waktu. Dengan mengerjakannya, Allah akan menghapus dosa-dosanya.” (Ibnu
Majah- At Targhib)
Hadits ke-4b
Dari Jabir r.a., ia berkata, Rasulullah saw. Bersabda,” Perumpamaan sholat lima waktu
adalah seperti sebuah sungai yang dalam, yang mengalir di depan pintu rumah seseorang dari
kalian, ia mandi di dalamnya lima kali sehari.” (Muslim At Targhib)
Penjelasan
Biasanya, air yang mengalir itu bersih dari kotoran. Semakin dalam sebuah sungai, airnya
semakin jernih dan bersih. Oleh sebab itu, hadits di atas telah mengumpamakan sholat dengan
sungai yang dalam. Jika seseorang mandi di dalamnya, badannya akan bersih. Demikian pula
sholat yang dilakukan dengan tertib, akan membersihkan segala dosa. Di samping itu masih
banyak hadits lainnya yang menyebutkan masalah ini.
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a., ia berkata,” Rasulullah saw. Bersabda,’ Di antara lima
waktu sholat, terdapat kaffarah ( penghapus dosa ). Maksudnya, disebabkan keberkahan sholat,
maka dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang terjadi di antara satu waktu sholat dengan
waktu sholat lainnya. Selanjutnya Nabi saw bersabda,’ Sebagaimana seseorang yang bekerja di
sebuah pabrik, maka dirinya akan kotor dan berdebu. Tetapi ada lima sungai yang mengalir di
antara pabrik dan rumahnya. Setiap kali ia pulang, ia mandi di sungai tersebut. Itulah
perumpamaan sholat lima kali sehari, semua kesalahan dan dosa yang dilakukan di antara waktu
sholat itu akan diampuni oleh Allah SWT. Hal itu disebabkan oleh istighfar dan taubat yang
terkandung di dalam bacaan sholat.
Dari perumpamaan di atas, Rasulullah saw menginginkan agar kita memahami betapa
pentingnya sholat. Beliau menjelaskan bahwa dengan sholat secara sempurna, Allah SWT akan
memberikan faedah yang besar, yaitu dosa-dosa akan diampuni. Karena dengan perumpamaan,
pembicaraan akan lebih mudah dipahami. Maka beliau menjelaskannya dengan perumpamaan.
Jika kita enggan memperoleh rahmat, keluasan ampunan dan nikmat Allah SWT, maka
siapakah yang rugi? Kita sendirilah yang akan rugi. Kita sering berbuat dosa, mengingkari Allah
SWT, menolak perintah-perintah-Nya dan meremehkan firman-firman-Nya. ( Bahkan seorang
raja yang adil pun, sudah sewajarnya menghukum kita jika kita tidak mentaatinya. ). Namun
Allah Yang Maha Mulia, sangat menyayangi kita. Walaupun kita menentang perintah-Nya, Dia
tetap memberi petunjuk kepada kita untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Jika kita tidak
memanfaatkan kemurahan Allah tersebut, betapa bodohnya kita. Rahmat dan kelembutan Allah
SWT kepada kita sangat berlimpah. Disebutkan dalam sebuah hadits,” Barangsiapa tidur dengan
niat bangun untuk sholat tahajud, tetapi ia tertidur terus, maka ia akan tetap mendapatkan pahala
satu sholat tahajud.” ( At Targhib )
Sesungguhnya agama Allah SWT ini mudah, dan sungguh luas rahmat-Nya. Betapa
ruginya kita jika kita tidak berusaha mendapatkannya.
Hadits ke-5
Dari Hudzaifah r.a., ia berkata,” Apabila Rasulullah saw menemui suatu kesulitan, maka
beliau segera mengerjakan sholat.” ( Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud- dalam Kitab Durrul
Mantsur)
Penjelasan:
Sholat adalah rahmat Allah swt yang besar. Mencari pertolongan dengan sholat ketika
menghadapi kesulitan berarti menuju rahmat Allah swt. Dan jika rahmat Allah swt datang tidak
akan ada lagi kesulitan. Banyak riwayat yang menyebutkan mengenai hal ini. Para shahabat yang
selalu mengikuti langkah Nabi saw, juga sering melakukannya. Abu Darda r.a. berkata,” Jika
terjadi angin topan, Rasulullah saw akan segera masuk ke masjid dan tidak akan keluar dari
masjid jika angina belum reda.” Demikian juga ketika terjadi gerhana matahari atau bulan,
Rasulullah saw akan segera mengerjakan sholat. Shuhaib r.a. telah diberitahu oleh Rasulullah
saw bahwa para anbiya a.s., jika mendapatkan suatu masalah, mereka juga akan segera
melaksanakan sholat.
Pada suatu hari, ketika Ibnu Abbas r.huma sedang dalam perjalanan, ia mendapatkan
kabar bahwa anaknya telah meninggal dunia. Ia segera turun dari untanya, kemudian sholat 2
rakaat dan membaca:
( Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun )
Lalu berkata,” Aku telah melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah swt di
dalam Al Qur’an:
“ Carilah pertolongan ( Allah ) dengan sabar dan sholat.” ( QS Al Baqarah: 45 )
Terdapat kisah lain mengenai Ibnu Abbas r.a. . Ketika ia sedang dalam perjalanan, ia
mendapatkan berita kematian saudaranya yang bernama Qutsam. Maka ia segera turun dari
untanya dan mengerjakan sholat 2 roka’at di pinggir jalan. Ia berdoa cukup lama di dalam
tasyahudnya. Kemudian ia berdiri untuk melanjutkan perjalanannya seraya membaca ayat Al
Qur’an:
“ Carilah pertolongan ( Allah ) dengan sabar dan sholat.” ( QS Al Baqarah: 45 )
Juga disebutkan sebuah kisah lain mengenai Ibnu Abbas r.a., yaitu ketika ia mendengar
berita wafatnya salah seorang Azwaajun Muthahharoh ( Istri-istri Rasulullah ). Ia segera
bersujud. Ketika ada seseorang menanyakan perbuatannya itu, ia menjawab,” Beginilah yang
diperintahkan oleh Rasulullah saw jika kita mendapatkan musibah. Hendaklah kita sibuk dengan
sholat, dan tidak ada musibah yang lebih besar selain wafatnya Ummul Mukminin.” ( Hadits
Riwayat Abu Dawud )
Ketika Ubadah r.a. hampir wafat, ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya,”
Janganlah kalian menangisiku. Jika ruhku keluar, aku minta agar kalian berwudhu dengan
sempurna dan pergi ke masjid. Sholatlah dan beristighfarlah untukku, karena Allah menuyuruh
kita agar selalu memohon pertolongan dengan sabar dan sholat, kemudian baringkanlah aku
dalam liang kubur.”
Suami Ummu Kultsum r.ha yaitu Abdurrahman r.a. telah ditimpa sakit parah. Sedemikian
parah sakitnya sehingga semua orang menyangka ia telah wafat. Melihat hal itu, Ummu Kultsum
r.ha. segera mendirikan sholat. Selesai shalat, Abdurrahman siuman. Ia bertanya kepada orang-
orang di sekelilingnya,” Apakah aku tadi seperti orang mati?” Orang-orang menjawab,” Ya.”.
Abdurrahman berkata,” Dua malaikat telah mendatangiku dan berkata,’ Pergilah menghadap
Ahkamul Haakimiin. Dialah yang akan memutuskan perkaramu.’ Kedua malaikat itupun
membawaku pergi. Lalu kami berjumpa dengan malaikat ketiga yang menghampiri kami dan
berkata kepada dua orang malaikat yang membawaku tadi,” Kamu berdua pergilah! Dia
( Abdurrahman r.a. ) termasuk golongan orang-orang yang berbahagia dan beruntung yang
tertulis sejak ia berada dalam kandungan ibunya. Dan sekarang anak-anaknya masih
mendapatkan manfaat darinya.’” Setelah peristiwa itu, Abdurrahman r.a. masih hidup selama
kurang lebih 1 bulan, lalu ia meninggal dunia. ( Dari Kitab Durrul Mantsur )
Abdullah bin Salam r.a. berkata,” Apabila keluarga Nabi saw ditimpa suatu kesulitan,
maka beliau akan menyuruh keluarganya mendirikan sholat seraya membaca Al Qur’an:
“ Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeqi kepadamu, tapi Kamilah yang memberi rezeqi
kepadamu. Dan akibat ( yang baik ) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” ( QS Thaahaa:
132 )
Sebuah hadits menyebutkan,” Barangsiapa menghadapi suatu keperluan dunia atau
agama, atau mengenai hubungan dengan Allah atau hamba-Nya, hendaklah ia berwudhu dengan
sempurna, lalu sholat 2 rakaat, memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah saw, lalu
berdoa:
“ Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Maha Suci Allah
Rabb Yang Memelihara Arsy yang agung. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Aku
memohon kepada-Mu segala sesuatu yang menyampaikan kepada rahmat-Mu dan ampunan-Mu,
keuntungan dari segala kebajikan, serta keselamatan dari segala dosa. Jangan Engkau biarkan
bagiku suatu dosa tanpa Engkau mengampuninya, suatu kesempatan tanpa Engkau
melapangkannya, dan suatu hajat yang Engkau ridhoi tanpa Engkau memenuhinya. Terimalah
wahai Yang Maha Rahiim.” Insya Allah doanya akan terkabul.
Fadhilah Dzikir
Muqaddimah
Bagi orang yang telah mewiridkan asma Allah swt untuk beberapa hari dan telah
menjadikannya sebagai pelindung diri untuk beberapa masa, sudah bukan rahasia lagi bahwa
asma-asma Allah swt itu mengandung keberkahan, kelezatan, kemanisan, kegembiraan dan
ketenangan hati. Nama suci inilah yang akan mendatangkan kegembiraan dan ketenangan jiwa
manusia, sebagaimana firman-Nya:
“Ingatlah. Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS Ar Ra’d: 28)
Pada zaman ini, manusia di seluruh dunia pada umumnya berada dalam kekhawatiran dan
kegelisahan. Hari demi hari banyak diberitakan mengenai berbagai musibah dan kejadian di
bumi ini. Tujuan ditulisnya risalah ( cc: blog ) ini adalah agar orang-orang yang sedang gelisah,
baik karena masalah yang bersifat pribadi atau masalah yang bersifat umum, sepatutnya
mengetahui obat penyakit tersebut, bahwa dengan berdzikir dan menyebarkan keutamaan
dzikrulloh memiliki manfaat umum dan kebaikan yang akan menghasilkan kesembuhan dan
kedamaian. Dengan membaca risalah ( meng-klik blog ) ini, diharapkan manusia akan
mendapatkan taufik untuk menyebutkan nama-Nya dengan penuh keikhlasan ( insyaAllah ) .
Kelak, ketika hanya amalan yang akan dapat menyelamatkan seseorang, semoga tulisan ini dapat
menjadi manfaat bagi diri saya ( Maulana Zakariyya ) dan juga yang menuangkannya ke dalam
blog, di kehidupan akhirat kelak. Kecuali jika Allah swt melimpahkan rahmat-Nya tanpa melalui
amalan, maka itu bergantung kepada kehendak-Nya saja.
“……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………..”
Dengan mengetahui manfaat dan keutamaannya, diharapkan timbul dalam diri mereka
semangat mengamalkan dan menjaga dzikir, serta meyakini bahwa dzikrulloh adalah suatu
kekayaan yang besar bagi mereka. Manfaat dan keutamaan dzikir sungguh tidak terbatas,
sehingga saya pasti tidak dapat menuliskan seluruhnya.
Keutamaan Dzikir Secara Umum
Seandainya tidak ada ayat Al Qur’an atau hadits Nabi saw yang menerangkan tentang
dzikrullah, mengingat Allah swt jangan sampai dilalaikan oleh seorang hamba walaupun sekejap.
Karena karunia, pemberian dan kebaikan Allah swt kepada hamba-Nya sangat banyak, tidak ada
batasnya dan tidak ada bandingannya. Oleh sebab itu, berdzikir kepada Yang Maha Memberi dan
mensyukuri karunia-Nya adalah merupakan sesuatu yang fitrah bagi seorang hamba.
Namun, seandainya bersamaan dengan itu terdapat ayat-ayat Al Qur’an, hadits-hadits
Nabi, ucapan, nasihat, serta contoh dari para alim ulama yang tiada henti memberikan semangat
kepada kita agar selalu mengingat-Nya, maka apa lagi alasan kita? Dan bagaimana pula
mengenai pengaruh-Nya, keberkahan-Nya dan derajat dzikrullah itu, juga hasil-Nya serta nur-
Nya? Karena pentingnya masalah tersebut, maka risalah ini diawali dengan ayat-ayat Al Qur’an,
kemudian dilanjutkan dengan hadits-hadits yang berhubungan dengan dzikrullah.
Pasal I Ayat-ayat Tentang Dzikir
Ayat ke-1
“ Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku pun mengingatmu dan bersyukurlah kepada-
Ku, dan jangan kamu ingkari nikmat-Ku.” ( QS Al Baqarah : 152 )
Ayat ke-2
“ Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, maka berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril
Haram. Dan berdzikirlah ( dengan menyebut ) Allah sebagaimana Dia tunjukkan
kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang yang sesat.”
( QS Al Baqarah: 198 )
Ayat ke-3
“ Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah ( dengan
menyebut ) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut ( membangga-banggakan ) nenek
moyangmu, atau ( bahkan ) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia,
ada orang yang berdoa,’ Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan tiadalah
baginya bagian ( yang menyenangkan ) di akhirat.’ Dan di antara mereka, ada orang yang
berdoa,’ Ya Rabb kami, berilah kami, kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan
peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan bagian
dari apa yang mereka usahakan. Dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya ( QS Al
Baqarah: 200-202 )
Penjelasan
Sebuah hadits menyebutkan bahwa ada tiga orang yang doanya tidak akan ditolak,
bahkan akan dikabulkan oleh Allah swt; 1. Orang yang selalu berdzikir kepada Allah swt,
2. Orang yang dianiaya, 3. Pemimpin yang adil ( Jamiush Shaghir )
Ayat ke-4
“ Dan berdzikirlah ( dengan menyebut ) Allah dalam beberapa hari yang berbilang ( hari-
hari tasyriq ).” ( QS Al Baqarah:203 )
Ayat ke-5
“ Dan sebutlah ( nama ) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah pada waktu
petang dan pagi hari.” ( QS Ali Imran: 41 )
Ayat ke-6
“( Yaitu ) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau berbaring
dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ),’ Ya Rabb kami,
tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka.” ( QS Ali Imran: 191 )
Ayat ke-7
“ Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat ( mu ), ingatlah Allah ketika berdiri,
ketika duduk dan ketika berbaring.” ( QS An Nisaa’: 103 )
Ayat ke-8
“ Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya’ ( dengan shalat ) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali.” ( QS An Nisaa’: 142 )
Ayat ke-9
“ Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antaramu karena meminum ( khamer ) dan berjudi itu menghalangimu dari
mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu ( dari mengerjakannya ).” ( Al
Maaidah : 91 )
Ayat ke-10
“ Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan sore
hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya.” ( QS Al An ‘aam:52 )
Ayat ke-11
“ Dan katakanlah,’ Luruskanlah muka ( diri )mu di setiap shalat dan sembahlah Allah
dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.” ( QS Al A’raaf:29 )
Ayat ke-12
“ Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah ( Allah ) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut ( tidak akan diterima ) dan harapan ( akan
dikabulkan ). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.” ( QS Al A’raaf: 55-56 )
Ayat ke-13
“ Hanya milik Allahlah Asmaaul Husna, maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut
Asmaaul Husna itu.” ( QS Al A’raaf: 180 )
Ayat ke-14
“ Dan sebutlah ( nama ) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut
dan dengan tidak mengeraskan suara pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang lalai.” ( QS Al A’raaf:205 )
Ayat ke-15
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
bertambahlah iman mereka ( karenanya ) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
( QS Al Anfaal:2 )
Ayat ke-16
“ Dan menunjukki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya, ( yaitu ) orang-orang yang
beriman dan hati mereka tentram dengan mengingat Allah. Ingat, hanya mengingat Allah
hati menjadi tentram.” ( QS Ar R’ad:27-28 )
Ayat ke-17
“Katakanlah,’ Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja
kamu seru, Dia mempeunyai Asmaaul Husna ( nama-nama yang terbaik ). ( QS Al Israa’:
110 )
Ayat ke-18
“ Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.” ( QS Al Kahfi:24 )
Ayat ke-19
“ Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Rabbnya pada pagi dan
senja hari dengan mengharap ridah-Nya: dan janganlah kdua matamu berpaling dari
mereka ( karena ) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu telah melewati batas.” ( QS Al Kahfi:28 )
Ayat ke-20
“ Dan Kami tampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas.
Yaitu orang-orang yang matanya tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-
Ku.” ( QS AL Kahfi: 100-101 )
Ayat ke-21
“( Yang dibacakan ini adalah ) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya,
Zakariyya, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” ( QS
Maryam: 2-3 )
Ayat ke-22
“ Dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan
berdoa kepada Tuhanku.” ( QS Maryam 48 )
Ayat ke-23
“ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tiada Tuhan ( yang hak ) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku. Sesungguhnya hari kiamat itu
akan datang, Aku merahasiakan ( waktunya ) agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa
yang ia usahakan.” ( QS Thaahaa 14-15 )
Ayat ke-24
“ Dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. “ ( QS Thaahaa 42 )
Ayat ke-25
“ Dan ( ingatlah kisah ) Nuh sebelum itu ketika ia berdoa.” ( QS Al Anbiyaa’ 76 )
Ayat ke -26
“ Dan ( ingatlah kisah ) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘ ( Ya Tuhanku ),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang.” ( QS Al Anbiyaa’ 83 )
Ayat ke-27
“ Dan ( ingatlah kisah ) Dzun Nun ( Yunus ), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya ( menyulitkannya ), maka ia
menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “ Bahwa tiada Tuhan ( yang berhak
disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang zalim.” ( QS Al Anbiyaa’ 87)
Ayat ke- 28
“ Dan ( ingatlah kisah ) Zakariyya tatkala ia menyeru Tuhannya:” Ya Tuhanku, janganlah
Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”
( QS Al Anbiyaa’ 89 )
Ayat ke-29
“ Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam ( beramal )
kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu kepada Kami. “ ( QS Al Anbiyaa’ 90 )
Ayat ke-30
“ Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh ( kepada Allah ),
( yaitu ) orang-orang yang bila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka. “ ( QS Al
Hajj 35-35 )
Ayat ke-31
“ Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa ( di dunia ): ‘ Ya Rabb
kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau
adalah Pemberi rahmat yang terbaik.’ Lalu kamu jadikan mereka buah ejekan, sehingga
( kesibukan ) kamu mengejek mereka, menjadikanmu lupa mengingat-Ku dan kamu
selalu menertawakan mereka. Sesungguhnya Aku membalas mereka pada hari ini karena
kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” ( QS Al
Mu’minuun 109 – 111 )
Fadhilah Tabligh
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepadanya
penjelasan, dan menurunkan kepadanya Al Qur’an sebagai sumber nasihat, obat, petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidak ada keraguan dan tidak ada penyelewengan di
dalamnya. Dia menurunkan Al Qur’an sebagai penguat, pembela dan nur bagi orang-orang yang
memiliki keyakinan. Shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan ke atas makhluk yang
paling sempurna dari golongan manusia dan jin, yang nurnya menerangi hati dan kubur manusia.
Kedatangannya merupakan rahmat untuk seluruh alam. Semoga shalawat dan salam terlimpah ke
atas keluarganya dan kepada para shababatnya. Mereka adalah bintang – bintang hidayah,
penyebar kitabullah. Semoga terlimpah juga ke atas orang-orang yang mengikuti mereka dengan
penuh keimanan.
Dewasa ini, Islam bukan saja dibinasakan oleh orang-orang kafir, tetapi juga oleh kita
sendiri. Sebagian besar bahkan seluruh amalan wajib ataun sunnah bukan hanya ditinggalkan
oleh ummat Islam yang awam, tetapi juga oleh para tokoh agama. Kita sering membicarakan
orang-orang yang meninggalkan shalat dan puasa, padahal berjuta-juta manusia terjerumus ke
dalam jurang kemusyrikan dan kekufuran. Dan yang lebih parah lagi, mereka tidak memahami
bahwa apa yang mereka kerjakan merupakan kemusyrikan dan kekufuran. Perbuatan haram,
fasik dan kejahatan, secara terang-terangan telah meningkat dengan pesat, tidak ada lagi yang
tersembunyi di depan kita. Tidak mempedulikan agama, menghinanya dan meremehkannya
sudah bukan rahasia lagi bagi siapa saja.
Melihat keadaan seperti ini, sebagian bahkan hamper seluruh alim ulama, semakin
menjauhkan diri dari masyarakat. Akibatnya, kejahilan agama semakin meningkat setiap hari.
Masyarakat awam sering beralasan bahwa tidak ada lagi orang yang bersedia mengajarkan
agama kepada mereka. Sebaliknya alim ulama juga beralasan bahwa tidak ada lagi orang yang
mau mendengarkan ajaran agama. Sebenarnya alasan masyarakat awam tersebut tidak diterima
di sisi Allah swt, karena mempelajari agama dan mendalaminya merupakan kewajiban bagi
setiap muslim. Dalam peraturan pemerintah manapun, jika seseorang melakukan suatu
pelanggaran, ia tidak dapat beralasan bahwa ia tidak mengetahui undang-undang pemerintah,
sehingga ia akan tetap dianggap melanggar. Lalu bagaimana dengan hukum Allah sebagai
Ahkamul Haakimiin? Tentu kejahilan kita terhadap hukum Allah merupakan dosa yang lebih
besar daripada dosa-dosa lainnya. Begitu pula alas an alim ulama bahwa tidak ada lagi orang
yang mau mendengarkan ajaran agama. Semua ini tidak patut dijadikan alas an untuk
meninggalkan dakwah selama mereka mengaku sebagai da’I dan penerus perjuangan Nabi saw.
Apakah Nabi saw, para shahabat r.hum, para tabi’in dan orang-orang mulia lainnya tidak pernah
bersusah payah dalam mentablighkan agama Islam? Apakah mereka tidak pernah dilempari
batu? Tidak pernah dicaci maki? Tidak pernah disiksa? Sebaliknya walaupun mereka telah
ditimpa berbagai cobaan dan kesusahan, mereka tetap berpegang teguh dan bertanggung jawab
dalam mentablighkan agama.Sekeras apapun kesusahan dan kesulitan yang mereka terima,
mereka tetap berusaha menyebarkan agama dan hukum-hukum Islam.
Secara umum, kaum muslimin menyangka bahwa tugas dakwah dan tabligh hanyalah
tugas alim ulama. Hal ini tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi
di hadapannya, atau ia mampu mencegahnya, atau ia mampu memunculkan satu hal yang dapat
menghentikannya, maka ia wajib berusaha menghentikan kemungkaran tersebut. Jika dalam hal
ini hanya alim ulama saja yang berkewajiban, lalu disebabkan oleh suatu kelemahan atau
keadaan darurat sehingga ia tidak dapat melakukan tugasnya, atau usaha mereka belum
memenuhi kewajiban, tentu kewajiban itu kembali ke pundak setiap muslim.
Banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyatakan tentang pentingnya dakwah,
tabligh dan amar ma’ruf nahi munkar dengan sangat gamblang.
”...........................................................................................................................................”
Dan perlu diketahui, untuk kepentingan dakwah dan tabligh, seseorang tidak mesti
menjadi ulama terlebih dahulu. Siapapun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya,
dan ia mampu menghentikannya, maka ia wajib menghentikannya. Dan bagi yang mengerti suatu
permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapapun mereka.
Dengan mengharapkan berkah Allah swt melalui kalam-Nya, kami akan menuliskan
beberapa ayat Al Qur’an yang menegaskan pentingnya usaha tabligh dan amar ma’ruf nahi
munkar. Dari ayat-ayat ini semoga para pembaca dapat dengan mudah memahami betapa penting
menegakkan dakwah Islam di sisi Allah swt. Tentang masalah ini, Dia telah mengulanginya
berkali-kali di dalam kalam suci-Nya. Kami telah menemukan kurang lebih enam puluh ayat Al
Qur’an yang menganjurkan untuk mentablighkan agama. Mungkin, jika ada orang yang lebih
teliti, kami tidak tahu berapa banyak lagi ayat yang akan ditemukan mengenai masalah ini.
Ayat ke-1
“ Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru ( manusia )
kepada Allah dan beramal shalih, dan berkata,” Bahwasanya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri ( muslimin ).” ( QS Fushshilat:33 )
Sebagian mufassir menafsirkan bahwa barangsiapa menyeru manusia ke jalan Allah
dengan cara apa saja, maka ia berhak mendapatkan kehormatan berupa berita gembira dan pujian
seperti yang disebutkan dalam ayat di atas. Misalnya para Nabi A.S. berdakwah dengan
menggunakan mukjizatnya, alim ulama berdakwah dengan dalil dan hujjahnya, para mujahid
berdakwah dengan pedangnya dan para muadzin berdakwah dengan adzannya. Intinya, siapapun
yang menyeru kepada Allah, ia berhak mendapatkan kehormatan itu, baik mengajak kepada
amalan-amalan zhahir atau amalan-amalan bathin, sebagaimana para ahli tasawuf yang mengajak
kepada ma’rifatullah ( mengenal Allah ).” ( Tafsir Khazin )
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa ayat,” ..Dan ia berkata bahwa aku termasuk
muslimin,”, bermakna bahwa seorang muslim hendaknya bangga dengan keislaman yang
dikaruniakan Allah swt kepadanya, dan ia yakin bahwa keislamannya itu merupakan kemuliaan
baginya. Ahli-ahli tafsir lainnya menafsirkan bahwa dalam setiap kegiatan dakwah dan tabligh,
selayaknya kita tidak merasa sombong karena menjadi seorang mubaligh. Kita seharusnya
berendah hati dengan menganggap bahwa kita hanyalah seorang muslim biasa sebagaimana
muslim lainnya.
Ayat ke-2
“ Dan berilah peringatan. Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang
yang beriman.” ( QS Adz Dzariyat:55 )
Ahli tafsir menulis bahwa maksud ayat di atas adalah memberikan nasihat dengan
memperdengarkan ayat-ayat Al Qur’an yang tentu sangat bermanfaat. Adapun manfaatnya bagi
orang-orang mukmin tentunya sudah sangat jelas. Sedangkan bagi orang-orang kafir, karena
dengan usaha ini, insya Allah mereka dapat menjadi beriman dan akan termasuk di dalam ayat di
atas. Namun sayangnya, pada zaman ini, kesempatan untuk berdakwah dan bertabligh sudah
hampir tertutup. Umumnya, para mubaligh hanya ingin menunjukkan kepandaian dan kefasihan
berbicara supaya para pendengar memujinya. Padahal, Rasulullah saw bersabda bahwa
barangsiapa belajar seni pidato dan berbicara agar manusia condong kepadanya, maka amal
ibadahnya, baik yang fadhu atau yang sunnah tidak akan diterima pada hari kiamat.
Ayat ke-3
“ Dan suruhlah keluargamu ( ummatmu ) dengan shalat dan bersabarlah atasnya. Kami
tidak meminta rezeqi kepadamu, Kamilah yang memberimu rezeqi. Dan akibat yang ( baik ) itu
bagi orang yang bertaqwa.” ( QS Thaahaa: 132 )
Banyak hadits yang menyatakan bahwa jika Rasulullah saw berpikir untuk
menghilangkan kesempitan hidup seseorang, maka Beliau akan menyuruhnya mengerjakan
shalat. Kemudian Beliau akan membacakan ayat di atas, seakan-akan Beliau mengisyaratkan
bahwa janji dilapangkannya rezeqi itu bergantung pada dijaganya shalat. Alim ulama
menegaskan bahwa mengapa di dalam ayat ini seseorang diperintah untuk menjaga shalatnya
sendiri, di samping memerintahkan orang lain untuk shalat, karena hal itu akan lebih bermanfaat
dan akan memberikan kesan kepada orang lain, sehingga orang lain juga akan menjaga shalat.
Oleh karena itu, Allah swt mengutus para Nabi dengan membawa hidayah. Mereka datang ke
tengah-tengah kaumnya sebagai suri teladan. Mereka mengamalkan apa yang mereka sampaikan,
sehingga orang yang mau mengamalkannya akan merasa mudah. Dan tidak terlintas di dalam
pikirannya bahwa hukum agama itu atau itu, susah untuk diamalkan. Setelah itu, di dalam ayat di
atas, Allah swt menjanjikan rezeqi untuk orang yang menegakkan shalat. Kemaslahatan janji itu
adalah bahwa terkadang secara lahiriyyah, menjaga shalat tepat pada waktunya akan
menimbulkan kerugian dalam pekerjaan, terutama dalam berdagang, bekerja sebagai buruh dan
sebagainya. Namun demikian, Allah swt membantahnya bahwa rezeqi adalah tanggungan-Nya.
Semua ini baru urusan dunia. Dan disebutkan juga bahwa kebahagiaan sesungguhnya hanya akan
dicapai oleh orang-orang yang bertaqwa. Selain mereka, tidak ada seorangpun yang akan
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.
Ayat ke-4
“ Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah ( manusia ) berbuat baik, dan cegahlah dari
kemungkaran dan bersabarlah atas apa-apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya, hal itu adalah
urusan yang diutamakan.” ( QS Luqman: 17 )
Ayat ini menyebutkan dengan jelas beberapa hal terpenting bagi seorang muslim, yang
menjadi penyebab tercapainya kebahagiaan yang sempurna. Sayangnya kita justru
melalaikannya. Telah dinyatakan sebelumnya, bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar telah
ditinggalkan, bahkan perintah shalat sebagai amalan yang terpenting setelah iman pun sudah
banyak dilalaikan. Banyak kaum muslimin yang sama sekali tidak melaksanakan shalat. Ada
yang shalat, tetapi tidak memperhatikannya dengan sempurna, terutama shalat berjamaah.
Padahal dengan shalat berjamaah dikatakan sebagai menegakkan agama. Pada umumnya, orang-
orang miskin saja yang shalat berjamaah di masjid. Sedangkan orang-orang kaya dan para tokoh
merasa hina jika shalat di masjid. Hanya kepada Allahlah kita mengadu. Seperti ungkapan
sebuah syair” Wahai insan yang lalai. Apa yang menjadi kehinaan bagimu, adalah kebanggaan
bagiku.”
Ayat ke-5
“ Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan ummat, yang mengajak ( manusia )
kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” ( QS Ali Imran: 104 )
Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan ummat Islam agar dapat mewujudkan
suatu ummat yang mendakwahkan Islam ke seluruh dunia. Namun sayang, secara umum kita
telah melalaikan perintah ini. Sebaliknya, orang-orang non muslim justru sangat
memperhatikannya. Misalnya para missionaris Krissten, mereka dipersiapkan untuk
menyebarkan agama mereka ke seluruh dunia dengan sungguh-sungguh. Begitu pula dengan
agama lainnya. Namun, adakah di kalangan ummat Islam, segolongan jamaah yang berusaha
demikian? Jawabannya belum ada. Kalaupun ada jamaah kaum muslimin yang berusaha
mentablighkan ajaran Islam, bukan bantuan dan kerjasama yang diterima, tetapi yang diperoleh
adalah berbagai halangan dan kritikan, bahkan pengusiran. Begitu bertubi-tubi rintangan ini,
sehingga akhirnya para juru dakwah itu berputus asa dan meninggalkan dakwah yang mulia ini.
Sebenarnya, kewajiban terpenting setiap muslim ialah membantu siapa saja yang benar-benar
mentablighkan Islam dan memperbaikinya bila salah. Tetapi mereka yang suka mengkritik justru
tidak melakukannya, bahkan para mubaligh dan ahli dakwah itu justru dijadikan sasaran kritik
seolah-olah ingin menghentikan mereka.
Ayat ke-6
“ Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh
( berbuat ) kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah.” ( QS Ali
‘Imran 110 )
Banyak hadits Rasulullah yang menerangkan bahwa ummat Islam adalah ummat yang
termulia di antara ummat lainnya. Dan banyak pula ayat Al Qur’an yang menyatakan demikian,
baik dengan jelas maupun dengan isyarat. Dalam ayat di atas, Allah SWT telah memuliakan kita
sebagai ummat yang terbaik. Dan Allah SWT pun telah menyebutkan syaratnya yaitu selama kita
berdakwah mengajak ummat ini kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Para
ahli tafsir mengatakan bahwa dalam ayat ini, kalimat amar ma’ruf nahi munkar disebutkan lebih
dulu daripada iman kepada Allah. Padahal, iman adalah pangkal segala amalan. Tanpa iman,
kebaikan apapun tidak akan bernilai sedikitpun di sisi Allah. Hal ini terjadi karena iman juga
dimiliki oleh ummat terdahulu. Tetapi ada suatu amalan khusus yang menjadikan ummat
Muhammad saw lebih unggul dibandingkan dengan ummat-ummat sebelumnya, yaitu tugas
amar ma’ruf nahi munkar. Inilah penyebab utama, ummat Muhammad saw lebih istimewa
daripada ummat lainnya. Meskipun demikian, iman tetap ditekankan dalam ayat ini, karena amal
apapun tidak akan bernilai tanpa iman.
Dan maksud utama ayat tersebut adalah menyebutkan pentingnya amar ma’ruf nahi
munkar bagi ummat ini. Oleh karena itu, ia disebutkan terlebih dahulu daripada iman. Maksud
adanya amar ma’ruf nahi munkar sebagai sesuatu yang menjadikan ummat ini lebih unggul
adalah, hendaknya ummat ini memperhatikannya secara khusus. Sehingga bertabligh secara
sambil lalu, tidaklah memenuhi syarat. Sebab, tabligh sebagai tugas tambahan pun sudah ada
pada ummat-ummat sebelumnya, sebagaimana firman Allah SWT, “ Ketika mereka lalai dari
mengingatkan.” Peringatan seperti ini banyak disebutkan dalam ayat-ayat lainnya. Jadi,
kelebihan ummat ini terletak pada perhatian khusus dalam dakwah. Oleh sebab itu, hendaknya
dakwah dilaksanakan sebagai pekerjaan yang pokok sebagaimana kerja-kerja agama atau dunia
lainnya.
Fadhilah Ramadhan
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih,
Muhammad saw. Dalam risalah ini, saya ketengahkan beberapa terjemahan hadits mengenai
bulan ramadhan yang penuh berkah. Nabi Muhammad saw sebagai rahmatan lil ‘alamin telah
menjelaskan kepada kaum muslimin mengenai keutamaan setiap amalan. Cara menghargai dan
mensyukurinya adalah dengan mengamalkannya secara sungguh-sungguh. Sayang karena
kelemahan semangat kita dalam menjalankan agama, kita sering melalaikan keutamaan-
keutamaan tersebut dan tidak benar-benar memperhatikannya.
Tujuan saya ( Maulana Zakariyya ) menuliskan beberapa hadits mengenai Ramadhan di
dalam risalah ini adalah agar para hafizh Al Qur’an yang mengimami shalat tarawih dan alim
ulama yang bersemangat tinggi terhadap agama dapat menyampaikan isi lembaran-lembaran ini
di masjid-masjid atau majelis-majelis pada awal-awal bulan Ramadhan. Sehingga dalam bulan
yang penuh berkah ini tidak mustahil rahmat Allah dan melalui berkah kalam-Nya, dapat
membuat kita lebih bertawajuh kepada-Nya dan dapat meningkatkan amal shalih kita, serta
mengurangi amal buruk kita. Rasulullah saw bersabda,” “ Jika ada seseorang, dengan sebab
dirimu memperoleh hidayah, maka itu lebih baik dan lebih utama daripada mendapatkan unta
merah.”
Ramadhan adalah kenikmatan dari Allah swt yang sangat agung bagi kaum muslimin,
selama nikmat tersebut dihargai. Jika tidak, bulan Ramadhan akan datang dan pergi begitu saja
tanpa ada manfaat apapun. Sebuah hadits menyebutkan,” Seandainya manusia mengetahui
tentang bulan Ramadhan, niscaya ummatku akan berharap agar setahun penuh menjadi bulan
Ramadhan.” Setiap orang tentu memahami betapa sulitnya jika setahun penuh berpuasa. Namun,
jika kesulitan itu dibandingkan dengan pahala bulan Ramadhan, Rasulullah saw
bersabda,”..niscaya ummatku akan mengharapkan setahun penuh menjadi bulan Ramadhan.”
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,” Berpuasa pada bulan Ramadhan dan tiga
hari setiap bulan, akan menjauhkan pikiran jahat dan rasa was-was di dalam hati.” Sehingga
pernah ketika para shahabat r.hum dalam suatu perjalanan jihad di bulan Ramadhan, mereka
tetap berpuasa, padahal Rasulullah saw berkali-kali membolehkan mereka untuk berbuka.
Akhirnya terpaksa Beliau melarang mereka untuk berpuasa. Di dalam Shahih Muslim disebutkan
sebuah hadits bahwa dalam suatu pertempuran, para shahabat r.hum tiba di suatu tempat. Ketika
itu cuaca sangat panas. Karena kemiskinan mereka, seluruh shahabat r.hum tidak memiliki kain
untuk berlindung dari terik matahari. Banyak di antara mereka yang menggunakan tangan
mereka untuk berlindung dari panas matahari. Meskipun demikian, mereka tetap berpuasa
sehingga banyak di antara mereka yang menjadi lemah tidak mampu berdiri, bahkan ada yang
sampai terjatuh. Ada lagi sekelompok shahabat r.hum yang berpuasa sepanjang tahun.
Banyak sekali hadits Nabi saw yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Ramadhan,
dan saya tidak mungkin menuliskan seluruhnya di
sini…………………………………………………………………………………………”.
Untuk itu, dalam risalah ini, saya cukup mengutip dua puluh satu hadits yang dibagi
menjadi 3 Bab.
Semoga Allah swt dengan kemulian-Nya dan melalui berkah kekasih-Nya mengabulkan
usaha ini dan melimpahkan taufiknya kepada saya dan anda semua. Amin.
Hadits ke-1
Dari Salman r.a. ia berkata,” Pada akhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw berkhutbah
kepada kami. Beliau bersabda,’ Wahai manusia, telah dekat kepadamu bulan yang agung lagi
penuh berkah. Bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu
bulan. Bulan yang di dalamnya Allah menjadikan puasa sebagai fardhu dan bangun malam
sebagai sunnah. Barangsiapa mendekatkan dirinya dengan beramal sunnah, maka ( pahalanya )
sama seperti orang yang beramal fardhu di bulan lainnya. Dan barangsiapa beramal fardhu di
dalamnya, maka pahalanya seperti orang yang beramal tujuh puluh amalan fardhu pada bulan
lainnya. Inilah bulan kesabaran, dan pahala sabar adalah surga. Inilah bulan kasih sayang, bulan
saat rezeqi seorang mukmin ditambah. Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang
yang berpuasa, maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya dan mendapatkan pahala yang
sama tanpa mengurangi pahala orang ( yang diberi makanan buka ) itu sedikitpun’. Mereka
berkata, ‘ Ya Rasulullah, tidak setiap kami memiliki makanan untuk diberikan kepada orang
yang berbuka puasa.’ Beliau bersabda, ‘Allah memberi pahala kepada orang yang memberikan
makanan untuk berbuka puasa, meskipun sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu. Inilah
bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh ampunan, dan di akhirnya adalah kebebasan
dari api neraka. Barangsiapa meringankan beban hamba-hamba sahayanya pada bulan itu, maka
Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah empat amalan
pada bulan itu. Dua di antaranya menyenangkan Tuhannya, dan dua lainnya kamu pasti akan
memerlukannya. Adapun dua perkara yang dengannya kamu akan menyenangkan Tuhanmu
adalah: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan kamu memohon ampunan-Nya. Dan dua
perkara yang pasti kamu akan memerlukannya adalah: kamu memohon surga kepada Allah dan
kamu berlindung kepada-Nya dari api neraka. Barangsiapa memberi minum kepada orang yang
berpuasa, maka Allah akan memberinya seteguk minum dari telagaku yang ia tidak akan haus
hingga ia masuk surga.” ( Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ibnu Hibban )
Penjelasan
Hadits di atas menjadi pembahasan para ahli hadits dikarenakan kelemahannya ( dhaoif ).
Namun karena hadits ini mengenai fadhilah amal, maka kelemahan seperti itu masih dapat
diterima. Di samping itu, juga karena hadits ini diperkuat dengan hadits-hadits lainnya, maka
hadits ini dapet diterima.
Ada beberapa hal yang dapat kita ketahui dari hadits di atas. Pertama, betapa besar
perhatian Nabi saw, sehingga secara khusus beliau berkhutbah pada akhir bulan Sya’ban,
menasehati dan memperingatkan manusia agar jangan melalaikan bulan Ramadhan walaupun
hanya sedetik. Dalam nasehatnya, Beliau menjelaskan dengan panjang lebar keutamaan bulan
Ramadhan, kemudian memberi petunjuk yang penting untuk diperhatikan. Antara lain, hakikat
Lailatul Qadar sebagai malam yang sangat penting. Penjelasannya akan dipaparkan dalam bab
tersendiri nanti.
Rasulullah saw bersabda bahwa Allah telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan.
Dan Allah telah menjadikan qiyam, yaitu shalat tarawih sebagai sunnah. Juga dapat diketahui
bahwa shalat tarawih telah diperintahkan langsung oleh Allah swt. Adapun riwayat-riwayat yang
menerangkan bahwa Rasulullah saw menisbatkan tarawih pada dirinya, maksudnya sebagai
penguat perintah Allah swt radi, sehingga para imam madzhab sepakat bahwa shalat tarawih
adalah sunnah. Dan tertulis di dalam kitab Al Burhan, bahwa tidak ada seorangpun di kalangan
kaum muslimin yang menolak kesepakatan itu kecuali kaum Rawafidh ( Syi’ah ). Syaikh
Maulana Syah Abdul Haq Muhaddits Dehlawi rah.a dalam kitab Ma Tsabata bis-Sunnah telah
menulis dari beberapa kitab fiqh bahwa jika suatu masyarakat kota meninggalkan shalat tarawih,
maka pemerintahnya harus memerangi mereka.
Ada satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa pada umumnya orang-orang
berpendapat bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an di masjid selama delapan
atau sepuluh hari, itu telah mencukupi, lalu amalan tersebut dapat ditinggalkan. Masalah ini perlu
diteliti kembali, sebab sebenarnya ada dua sunnah yang berbeda dalam masalah ini:
1. Mendengar atau membaca seluruh Al Qur’an di dalam shalat tarawih adalah
ketetapan sunnah.
2. Shalat tarawih pada setiap malam Ramadhan adalah sunnah.
Dengan demikian jelaslah bahwa apabila mereka mendengarkan hafalan Al Qur’an hanya
beberapa hari kemudian mereka meninggalkannya, berarti mereka mengamalkan satu sunnah dan
meninggalkan yang lainnya.
Bagi orang yang sedang bepergian atau keadaannya sulit untuk menunaikan shalat
tarawih di suatu tempat, maka lebih baik ia mendengarkan Al Qur’an selama beberapa hari pada
awal Ramadhan, sehingga tidak mengurangi bacaan Al Qur’annya. Jika ada kesempatan untuk
menunaikan shalat tarawih di mana saja, hendaknya ia melakukannya, sehingga ( menghafal ) Al
Qur’an dapat terlaksana dan pekerjaan kita pun tidak terbengkalai.
Setelah Rasulullah saw menjelaskan mengenai puasa dan tarawih, beliau menganjurkan
agar menunaikan ibadah fardhu dan sunnah-sunnah lainnya. Pahala mengamalkan satu sunnah di
bulan Ramadhan sama dengan pahala beramal wajib di luar Ramadhan. Dan pahala menunaikan
satu amalan wajib di bulan Ramadhan, setara dengan mengamalkan tujuh puluh amalan wajib di
luar bulan Ramadhan. Berkenaan dengan hal ini, kita hendaknya memikirkan keadaan ibadah
kita. Dalam bulan keberkahan ini, hendaknya kita berpikir, sejauh manakah perhatian kita dalam
menyempurnakan kewajiban dan menambah amalan sunnah. Perhatian kita terhadap amalan
fardhu pada saat ini adalah demikian: kebanyakan di antara kita meneruskan tidur setelah makan
sahur, sehingga mengqadha shalat shubuh, setidak-tidaknya tertinggal shalat shubuh berjamaah.
Seolah-olah inilah syukur kita, ibadah wajib yang sangat perlu diperhatikan malah kita qadha’
atau paling tidak kita menguranginya. Padahal, para ahli ushul berpendapat bahwa shalat tanpa
berjamaah adalah suatu kekurangan, bahkan Nabi saw bersabda bahwa seolah-olah tidak sah
shalat mereka yang tinggal di sekitar masjid, kecuali di masjid. Tertulis di dalam Mazhahiril Haq
bahwa barangsiapa shalat tidak berjamaah tanpa suatu udzur, maka kewajiban shalatnya sudah
terpenuhi, namun pahala shalatnya tidak ia dapatkan. Demikian juga pada saat shalat maghrib.
Biasanya, ketika itu orang-orang sedang sibuk berbuka puasa, sehingga tidak perlu dibicarakan
lagi orang-orang yang tertinggal rakaat pertama atau takbir pertama. Dan masih ada banyak
kelalaian kita lainnya. Pada siang hari, banyak di antara kita yang qailulah atau tidur siang,
dengan beralasan tidur di bulan Ramadhan pun termasuk ibadah, namun akhirnya tidak shalat
Dzuhur berjamaah. Sedangkan pada waktu ashar, juga tertinggal shalat Ashar berjamaah
dikarenakan terlalu sibuk menyiapkan hidangan buat ifthor aau berbuka puasa. Beginilah
keadaan mayoritas kaum muslimin dalam bulan yang suci dan penuh berkah ini. Begitu terus,
selalu berulang dari Ramadhan satu ke Ramadhan yang lain.
Itulah yang semestinya kita pikirkan, sejauh manakah kita menunaikan kewajiban-
kewajiban kita pada bulan Ramadhan yang mulia ini. Jangan sampai kita tidak mengetahui
prioritas dalam beramal. Jika yang fardhu atau wajib saja begitu sulit untuk diamalkan,
bagaimana dapat mengamalkan yang sunnah? Shalat Isyraq dan dhuha pada bulan Ramadhan
sering kita tinggalkan karena tidur. Apalagi shalat awwabin, karena sibuk berbuka dan khawatir
dengan shalat tarawih yang panjang, akhirnya shalat awwabin ditinggalkan. Bagitu pula pada
waktu sahur, kebanyakan kita kehilangan kesempatan untuk mendirikan shalat Tahajud, sebab
terlampau sibuk untuk mempersiapkan menu sahur, dan juga karena begitu banyak makanan
yang kita santap, disebabkan kekhawatiran yang berlebihan kita akan lemah dan kelaparan saat
berpuasa di waktu siang. Apabila demikian, kapankah ada kesempatan untuk memperbanyak
amalan sunnah? Semua ini terjadi dan senantiasa terjadi berulang-ulang, disebabkan kita semua
tidak memperhatikan Ramadhan dengan sungguh-sungguh. Atau bahkan barangkali karena
memang tidak ada keinginan untuk mengamalkannya.
Seperti kata sebuah syair: “ Jika tidak ada kemauan, beribu-ribu alasan dapat engkau
kemukakan.”
Meskipun demikian, betapa masih banyak hamba-hamba Allah SWT yang sempat
memanfaatkan kesempatan yang sangat bernilai ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh seorang
ulama besar yaitu Syaikh Khalil Ahmad ( Guru Maulana Zakariyya ), yang meski telah berusia
lanjut, di bulan Ramadhan, beliau terbiasa membaca dan memperdengarkan satu seperempat juz
Al Qur’an dalam sholat nafil/ sunnah setelah maghrib. Lepas itu, beliau hanya menghabiskan
waktu setengah jam untuk makan, dan selebihnya ia menyibukkan diri kembal dengan amalan-
amalan, sholat isya dan solat tarawih yang paling sedikit beliau jalankan selama 2 jam. Beliau
hanya tidur 2 atau 3 jam, dan kemudian bangun tahajjud. Setengah jam sebelum shubuh, beliau
makan sahur. Lepas shubuh, beliau kembali menyibukkan diri dengan amalan dan menulis kitab.
Begitulah keseharian beliau di dalam bulan Ramadhan. Dan masih banyak lagi, ulama-ulama
sholeh yang memiliki kebiasaan seperti itu. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memanfaatkan
setiap moment-moment Ramadhan dengan amalan-amalan dan ibadah –badah nafilah, dan tidak
akan membiarkan sedikitpun waktu yang terlewat dengan perbuatan sia-sia.
Maksud diceritakannya amalan para ulama tersebut dalam menghabiskan bulan
Ramadhan ini bukan sekedar untuk bahan bacaan/ cerita, tetapi bertujuan untuk mendorong/
memotivasi kita agar mengikuti mereka sesuai kemampuan yang ada. Betapa beruntung orang
yang tidak bergantung dengan kesibukan dunia dan berusaha memperbaiki kehidupannya dalam
bulan ini, setelah melewati sebelas bulan lainnya dengan sia-sia. Bagi orang yang terbiasa
bekerja dari jam 08.00 hingga pukul 16.00, tentu tidak akan memberatkan jika di bulan
Ramadhan ini, dari lepas shubuh hingga pukul 08.00- waktunya digunakan untuk membaca Al
Qur’an. Meskipun sibuk dengan urusan dunia, kita tetap memiliki waktu untuk membaca Al
Qur’an. Demikian pula dengan profesi-profesi yang lain, jika disertai dengan kemauan,
keikhlasan dan kegembiraan, maka tidak ada halangan untuk tetap membaca Al Qur’an di sela-
sela kesibukan bekerja. Karena bagaimanapun, ada hubungan yang amat erat antara Raadhan
dengan Al Qur’an.
Perlu diketahui bahwa hampir semua Kitabullah diturunkan pada bulan Ramadhan.
Begitu pula dengan Al Qur’an, telah diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia pada bulan
Ramadhan. Lalu diturunkan secara berangsur-angsur menurut kejadiannya dalam masa kurang
lebih 23 tahun.. Selain itu, Ibrahim A.S. telah menerima Shuhufnya ( kitab suci ) pada tanggal 1
atau 3 Ramadhan. Nabi Dawud A.S. menerima Kitab Zabur pada tanggal 12 atau 18 Ramadhan.
Musa A.S. menerima Taurat pada hari ke-6. Dan Nabi Isa A.S. menerima Kitab Injil pada hari
ke-12 atau 13 Ramadhan. Dari sini dapat diketahui adanya hubungan yang sangat erat antara
kitab-kitab Allah dengan Ramadhan. Oleh karena itu, hendaknya kita membaca Al Qur’an
sebanyak mungkin pada bulan ini. Seperti itulah kebiasaan para waliyullah. Malaikat Jibril A.S.
pun membacakan seluruh Al Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan.
Riwayat lain menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membaca Al ur’an dan Jibril
menyimaknya.
Dengan menggabungkan riwayat-riwayat tersebut, para ulama menyatakan bahwa
mustahab ( sangat dianjurkan ) membaca Al Qur’an dengan cara seperti itu ( seorang membaca,
yang lain mendengarkan secara bergantian. Bacalah Al Qur’an kapan saja ada kesempatan, dan
waktu yang lain jangan disia-siakan.
Di akhir hadits di atas, Rasulullah SAW menganjurkan empat ( 4 ) hal agar kita
mengamalkannya sebanyak mungkin pada bulan Ramadhan, yaitu membaca kalimat Thoyyibah,
Istighfar, berdoa memohon agar dimasukkan ke dalam surga dan berlindung dari jahannam.
Dengan demikian, kapan saja ada waktu luang, anggaplah itu sebagai sebuah kebahagiaan untuk
beramal. Apa sulitnya kita membiasakan lidah dengan bersholawat atau mengucapkan kalimat
Thayyibah ( Laa ilaaha illallohu ) dalam kesibukan sehari-hari ? Kata-kata itu kelak akan
senantiasa terbiasa dalam lisan kita.
Kemudian Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan dan adab bulan Ramadhan.
Pertama; bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran. Oleh sebab itu, walaupun mengalami
kesulitan berpuasa, hadapilah dengan riang dan sabar. Jangan berkeluh kesah. Jika tertinggal
makan sahur, tetaplah berpuasa setelah shubuh. Lalu jika merasa letih ketika sholat tarawih,
bersabarlah dengan tetap penuh kegembiraan, jangan menganggapnya sebagai suatu musibah
karena hal itu akan menghilangkan pahalanya. Jika untuk mendapatkan keduniaan saja kita
sanggup menahan lapar dan haus, mengapa kita tidak mampu menahan sedikit kesulitan untuk
mencari ridha Allah ?
Kedua; bahwa bulan ini adalah bulan kasih sayang, yaitu meningkatkan bantuan kepada
kaum fakir miskin. Jika ada sepuluh makanan yang disediakan untuk kita berbuka, maka
sekurang-kurangnya tiga atau empat bagian dari makanan itu disisihkan untuk fakir miskin. Jika
kita tidak dapat memberikan yang lebih baik dari yang kita makan, paling tidak kita berikan yang
sama dengan yang kita makan. Berapapun kemampuan kita, sisihkanlah sebagian makanan
berbuka dan bersahur kita untuk diberikan kepada fakir miskin.
Dalam setiap urusan, para shahabat r.hum merupakan contoh nyata bagi kita.
Keteladanan amal shalih mereka telah terbuka untuk kita ikuti. Terdapat ratusan bahkan ribuan
peristiwa pada diri mereka yang dapat membuat diri kita kagum.
Disebutkan dalam Kitab Ruhul Bayan bahwa Imam Suyuthi rah.a dalam Jami’ush
Shaghir dan As Sakhaway dalam Kitab Al Maqashidnya terdapat riwayat dari Ibnu Umar r.huma
bahwa Rasulullah saw bersabda,” Di antara ummatku, senantiasa ada lima ratus ( 500 ) orang
pilihan dan empat puluh ( 40 ) orang Wali Abdal. Jika salah seorang di antara mereka meninggal
dunia, maka akan langsung ada penggantinya.” Para shahabat r.hum bertanya, “ Apakah amalan
istimewa mereka?” Beliau bersabda,” Mereka memaafkan para penzhalim, bermua’malah
dengan baik walaupun dengan ahli maksiat dan berbagi kasih sayang dalam rezeqi yang mereka
terima.” Hadits lain menyebutkan,” Barangsiapa memberi makan kepada orang yang lapar,
memberi pakaian kepada orang yang telanjang, dan memberi tempat bermalam kepada musafir,
Allah akan menyelamatkannya dari ketakutan pada hari kiamat.”
Yahya Barmaki rah.a. biasa memberikan seribu dirham kepada Sufyan Ats Tsauri rah.a.
setiap bulannya. Lalu Sufyan Ats Tsauri rah.a. bersujud kepada Allah dan berdoa,” Ya Allah,
Yahya telah mencukupi keperluan duniaku, maka melalui rahmat-Mu yang besar, cukupilah
kebutuhannya di akhirat.” Dan setelah Yahya rah.a. meninggal dunia, ketika orang-orang
melihatnya di dalam mimpi, mereka bertanya kepadanya,” Bagaimana keadaanmu?” Yahya
rah.a. menjawab,” Melalui doa Sufyan, Allah telah mengampuni dosa-dosaku.”
Selanjutnya Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan memberi makan kepada orang
yang berbuka puasa. Sebuah hadits meriwayatkan bahwa selama bulan Ramadhan, para malaikat
memohonkan rahmat bagi orang yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa dari
nafkahnya yang halal. Dan pada malam Lailatul Qadr, Jibril a.s. akan berjabat tangan dengannya.
Dan barangsiapa berjabat tangan dengan Jibril a.s. ( tanda-tandanya adalah ) hatinya menjadi
lembut, dan air matanya akan mudah mengalir. Hamad bin Salamah rah.a adalah seorang
muhaddits yang masyhur. Ia biasa memberi makan ketika ifthar ( berbuka puasa ) setiap hari
kepada lima puluh ( 50 ) orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan. “ ( Ruhul Bayan ).
Setelah Nabi bersabda tentang keutamaan ifthar, lalu beliau menyatakan bahwa bagian
pertama bulan Ramadhan adalah masa diturunkannya rahmat. Maksudnya, Allah SWT
menurunkan Rahmat-Nya secara umum kepada kaum muslimin. Jika mereka mensyukuri nikmat
itu, maka nikmat untuk mereka akan ditambah. Allah SWT berfirman:
“ Apabila kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti Aku akan tambah nikmat-Ku kepadamu.”
Bagian pertengahan bulan Ramadhan adalah masa diturunkannya ampunan sebagai
balasan dan penghormatan terhadap puasa yang telah dilakukan pada bagian pertama. Dan
bagian ketiga adalah masa pembebasan dari api neraka. Masih banyak hadits-hadits lainnya yang
menyebutkan tentang pembebasan dari api neraka pada akhir bulan Ramadhan. Menurut
Maulana Zakariyya, bulan Ramadhan terbagi menjadi tiga bagian, yakni rahmat, maghfirah dan
kebebasan dari api neraka. Pada umumnya manusia terbagi menjadi tiga golongan;
1. Orang yang tidak mempunyai beban dosa, sehingga semenjak awal bulan
Ramadhan merupakan curahan hujan rahmat dan nikmat bagi mereka.
2. Orang-orang yang kadar dosanya ringan. Mereka menerima ampunan dari Allah
setelah beberapa hari berpuasa. Sebagai berkah dan balasan terhadap puasa mereka,
dosa-dosa mereka diampuni pada bulan Ramadhan.
3. Orang-orang yang berdosa besar. Bagi mereka, ampunan akan datang, setelah
berpuasa lebih lama pada bulan Ramadhan. Bagi mereka yang telah memperoleh
rahmat Allah semenjak permulaan dan dosa-dosa mereka diampuni, maka tidak
perlu ditanyakan lagi berapa banyak rahmat bercucuran ke atas mereka. ( Wallahu
a’lam ).
Selanjutnya Nabi memberi semangat kepada para shahabatnya, bahwa majikan
hendaknya bersikap baik kepada para pembantu mereka selama bulan Ramadhan, karena
bagaimanapun juga, mereka sedang berpuasa. Banyaknya beban pekerjaan yang diberikan
kepada mereka akan menyulitkan puasa mereka. Apabila pekerjaan terlalu banyak dan berat,
mengapa tidak menambah jumlah pekerja? Hal tersebut hanya berlaku bila pembantu sedang
berpuasa. Sedangkan jika pembantu tidak sedang berpuasa, maka tidak ada perbedaan baginya
antara bulan Ramadhan dengan bulan lainnya. Adalah suatu kezaliman dan sangat tidak
berperasaan jika majikan sendiri tidak berpuasa, lalu tanpa rasa malu ia membebani tugas yang
berat kepada para pekerjanya yang sedang berpuasa. Bahkan jika pekerjaan menjadi terbengkalai
karena puasa dan sholat, mereka akan dimarahi oleh tuannnya.
“ Dan orang-orang yang berbuat zalim akan mengetahui ke tempat manakah mereka akan
dikembalikan ( yaitu neraka jahannam).” ( QS Asy Syu’araa 227 )
Kemudian Rasulullah memerintahkan, agar kita memperbanyak empat amalan pada bulan
Ramadhan:
1. Memperbanyak mengucapkan kalimat Thayyibah. Sebagaimana telah disebutkan di
beberapa hadits bahwa kalimat tersebut merupakan dzikir yang paling utama. Di
dalam Kitab Misykat, Abu Sa’id Al Khudri r.a., meriwayatkan, “ Suatu saat, Nabi
Musa a.s. berdoa kepada Allah, “ Ya Allah, berilah kepadaku suatu doa yang
dengannya aku dapat mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu.” Lalu Allah
memerintahkannya agar mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallohu. Musa a.s.
berkata, “ Yaa Allah, kalimat ini telah dibaca oleh semua hamba-Mu. Aku
menginginkan kalimat yang khusus.” Allah SWT berfirman,” Hai Musa, apabila
tujuh lapis langit beserta isinya selain Aku, dan tujuh lapis bumi beserta isinya,
diletakkan di atas suatu timbangan dan kalimat ini diletakkan di atas timbangan yang
lain, maka kalimat ini akan lebih berat.”
Hadits lain menyebutkan,” Barangsiapa mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas,
maka pintu-pintu langit akan terbuka dan tidak ada yang dapat menghalanginya
hingga menuju arsy Allah.” Syaratnya adalah, orang yang mengucapkan kalimat itu
menjauhi dosa-dosa besar.
2. Memperbanyak istighfar. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang keutamaan
istighfar. Sebuah hadits menyebutkan,” Barangsiapa beristighfar sebanyak-
banyaknya, maka Allah akan membukakan jalan keluar untuknya dari semua
kesulitannya dan akan membebaskannya dari segala duka cita. Dan ia akan
memperoleh rezeqi dari arah yang tidak disangka-sangka.” Dalam riwayat yang lain,
Nabi saw bersabda,” Setiap orang berbuat dosa. Tetapi sebaik-baik orang yang
berdosa ialah yang selalu bertaubat.” Jika seseorang berbuat dosa, maka sebuah titik
hitam akan melekat di hatinya. Namun jika ia bertaubat, maka titik hitam itu akan
lenyap. Jika tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan tetap tertera di sana.”
3. Perbanyak doa memohon surga.
4. Berlindung dari api neraka jahannam.
Semoga Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Hadits ke-2
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. Bersabda,” Ummatku dikaruniai lima ( 5 )
keistimewaan pada bulan Ramadhan, yang belum pernah diberikan kepada umat-umat sebelum
mereka:
1. Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih disukai oleh Allah daripada
minyak kasturi.
2. Ikan – ikan akan memohonkan ampunan untuk mereka sampai mereka berbuka.
3. Allah menghiasi surga-Nya setap hari dan berfirman kepadanya,’ Saatnya hampir
tiba bagi hamba-hamba-Ku yang shalih, yang tabah dalam ujian, untuk melepaskan
segala beban kesukaran ( di dunia ) dan mereka akan mendatangimu.’’
4. Syaithan – syaithan jahat akan dibelenggu sehingga tidak dapat bebas menggoda
mereka sebagaimana mereka biasa menggoda pada bulan-bulan lainnya.
5. Pada malam terakhir bulan tersebut, mereka akan diampuni. Ada orang yang
bertanya,” Ya Rasulullah, apakah malam itu malam Lailatul Qadar?” Beliau
bersabda,” Bukan, tetapi seorang pekerja akan diberikan upahnya jika telah selesai
melakukan pekerjaannya.” ( HR Ahmad ).
Penjelasan
Rasulullah saw menyebutkan di dalam hadits di atas tentang lima karunia Allah SWT
terhadap ummat ini yang tidak diberikan kepada umat-umat ( yang berpuasa ) terdahulu. Apabila
kita betul-betul menyadari betapa besar karunia Allah ini, tentu kita akan berusaha dengan ikhlas
untuk mendapatkannya.
Keistimewaan ke-1: ‘ Bau mulut orang yang berpuasa ( karena lapar ), lebih disukai
Allah daripada harumnya minyak kasturi’. Para pensyarah hadits mengutarakan delapan ( 8 )
pendapat/ interpretasi mengenai maksud lafazh tersebut, sebagaimana telah saya utarakan dalam
Syarah Al Muwaththa’. Namun, menurut saya, ada tiga penafsiran yang dapat diterima.
Penafsiran 1: Bahwa di akhirat, Allah akan memberikan pahala bau mulut tersebut
dengan keharuman yang lebih harum dan lebih segar daripada minyak kasturi. Maksudnya telah
jelas dan tidak jauh dari makna yang sebenarnya. Penafsiran yang demikian juga terdapat di
dalam kitab Durrul Mantsur, dan terdapat riwayat yang menerangkannya dengan jelas. Oleh
sebab itu, sudah tentu ini merupakan penafsiran yang paling tepat.
Penafsiran 2: Pada hari kiamat, pada saat manusia dibangkitkan dari kubur, ciri-ciri orang
yang berpuasa adalah bau harum yang akan keluar dari mulut mereka, yang keharumannya
melebihi harumnya minyak kasturi.
Penafsiran 3: Menurut pendapat Maulana Zakariyya, penafsiran yang paling dapat
diterima dari kedua penafsiran di atas adalah bahwa ketika di dunia, bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi.
Ini menunjukkan hubungan kasih sayang antara Allah SWT dan makhluq-Nya yang sedang
berpuasa. Kita mengetahui, walaupun bau mulut dari orang yang sangat kita cintai itu tidak enak,
bagi yang mencintainya, bau tersebut sangat menarik. Dalam hal ini, yang mencintai tidak lain
adalah Allah SWT sendiri. Ini menunjukkan betapa dekat hubungan orang yang berpuasa dengan
Allah SWT, karena puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang paling disukai oleh Allah SWT.
Oleh sebab itu, sebuah hadits menyatakan bahwa pahala setiap amalan akan dibawa oleh para
malaikat, tetapi mengenai pahala puasa, Allah SWT berfirman,” Aku sendiri yang akan
memberikannya, karena puasa hanya untuk-Ku.” Sebagian ulama meriwayatkan bahwa lafazh
Ujzaa bihi maksudnya adalah: Akulah yang akan memberikan diri-Ku kepadanya. Dan pahala
apalagi yang lebih besar daripada mendapatkan yang kita kasihi?
Hadits lain menyebutkan,” Pintu segala macam ibadah adalah puasa.” Dengan puasa hati
menjadi bersinar, sehingga dapat menghidupkan semangat beribadah. Ini akan didapat jika puasa
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan memenuhi syarat serta adabnya, yaitu bukan hanya
menahan haus dan lapar. Di sini perlu juga disampaikan sebuah masalah penting, bahwa
berdasarkan hadits-hadits tentang keutamaan bau mulut orang yang sedang berpuasa, beberapa
Imam Mazhab telah melarang bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah tengah hari, dengan
alasan khawatir nanti bau mulutnya akan berkurang/ hilang. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi,
bersiwak adalah Mustahab ( dianjurkan ) kapan saja, dengan alasan bahwa dengan bersiwak bau
mulut akan hilang. Sedangkan bau yang dimaksud di sini adalah bau yang disebabkan oleh perut
kosong, bukan karena gigi. Dalil-dalil/ argumen mengenai hal ini terdapat dalam kitab-kitab fiqih
dan hadits.
Keistimewaan 2: Ikan-ikan di laut akan beristighfar untuk orang-orang yang berpuasa.
Maksudnya, banyak makhluk yang akan mendoakannya. Hal ini banyak dikemukakan di dalam
berbagai riwayat. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa para malaikat akan memohonkan
ampunan baginya. Syaikh Muhammad Ilyas mengemukakan bahwa memang benar bahwa ikan-
ikan akan mendoakannya, karena Allah telah berfirman:
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih , niscaya Yang Maha
Rahman akan mencintai mereka ( di dunia ).” ( QS Maryam 96 )
Sebuah hadits menyebutkan,” Jika Allah mencintai seorang hamba-Nya, maka Dia akan
berfirman kepada Jibril a.s., ‘ Aku mencintai orang itu, hendaknya kamu juga
mencintainya.’Lalu Jibril a.s. mencintai orang itu dan mengumumkan kepada penduduk langit,’
Allah mencintai orang itu, hendaknya kalian juga mencintainya.’ Maka semua penduduk langit
akan mencintainya. Kemudian kecintaan kepada orang itu, akan menyebar ke seluruh Bumi.
Padahal biasanya cinta itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang ada di dekatnya, namun cinta
ini akan menyebar kemana-mana, sehingga bukan hanya yang tinggal di dekatnya saja yang akan
mencintainya, bahkan penduduk sungai pun akan mencintainya dan mendoakannya. Sehingga
perasaan cinta kepadanya sudah melebihi batas daratan sampai ke dalam laut. Dan doa penduduk
hutan adalah hal yang sudah semestinya.
Keistimewaan 3: Surga dihiasi untuk menyambut bulan Ramadhan. Hal ini telah
dikemukakan di dalam berbagai riwayat. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa sejak permulaan
tahun, surga telah dihias untuk menyambut Ramadhan. Biasanya, semakin penting tamu yang
akan datang, maka semakin awal pula persiapannya. Contoh mudah, dalam acara walimah
pernikahan, maka persiapan telah dilakukan beberapa bulan sebelumnya. Apatah lagi dengan
moment Ramadhan.
Keistimewaan 4: Syaithan-syaithan yang amat jahat akan dirantai sehingga kemaksiatan
akan berkurang. Sudah menjadi sunnatulloh bahwa yang namanya syaithan dari dulu selalu
berusaha sekuat tenaga menyesatkan orang-orang yang beriman dari jalan yang benar, sehingga
kemaksiatan akan semakin bertambah bakan sampai berlebihan. Namun dengan adanya
semangat ibadah dan gairah untuk memperoleh rahmat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah
ini, yang terlihat secara umum adalah kemaksiatan berkurang. Berapa banyak para pemabuk,
yang karena keistimewaan Ramadhan, tidak meminum minuman keras? Berapa banyak
kemaksiatan yang biasanya dilakukan secara terang-terangan telah berkurang karena Ramadhan?
Kalaupun masih ada perbuatan dosa, itu bukan sesuatu yang sulit untuk memahami hadits di atas.
Karena isi hadits menyatakan bahwa yang dibelenggu adalah syaithan-syaithan yang sangat
jahat, maka tidak perlu heran jika masih terjadi perbuatan dosa. Itu karena pengaruh dari
syaithan-syaithan yang lebih kecil kadar kejahatannya.
Riwayat lain menyebutkan bahwa pembelengguan syaithan ini adalah mutlak, tanpa
batasan hanya syaithan-syaithan yang sangat jahat. Dengan demikian, jika yang dimaksud hadits
di atas adalah pembatasan hanya pada syaithan-syaithan yang terjahat, terkadang suatu lafazh
disebutkan secara mutlak, dan di pihak lain ternyata ada pembatasan, maka ini bukan suatu
pertentangan dalam hadits. Sebaliknya, jika yang dimaksud adalah dibelenggunya seluruh
syaithan, maka kemaksiatan yang terjadi di bulan Ramadhan bukanlah sesuatu yang aneh, karena
walaupun kemaksiatan itu secara umum terjadi karena godaan syaithan, dapat juga terjadi karena
pengaruh kuat dari racun dan hawa nafsu manusia yang sudah terbiasa dengan kemaksiatan
selama waktu-waktu di luar Ramadhan, yang semakin lama akhirnya menjadi tabiat yang sulit
dihilangkan, sehingga ada atau tidak adanya syaithan, hal itu tidak berpengaruh baginya.
Demikianlah maksiat itu dilakukan, sehingga menjadi tabiat pada dirinya. Orang yang terbiasa
idup dengan hawa nafsunya, maka perbuatan dosa pun terjadi karena hawa nafsunya.
Sebuah hadits menguatkan hal ini, yakni sabda Nabi saw.,” Apabila seseorang berbuat
suatu dosa, sebuah titik hitam akan melekat di dalam hatinya. Jika ia bertaubat dengan ikhlas,
titik hitam tadi akan terhapus. Jika tidak bertaubat , titik hitam tadi akan tetap melekat. Apabila
ia berbuat dosa lagi, maka titik lainnya akan muncul dan seterusnya, sehingga hatinya menjadi
hitam semuanya dan tidak ada sesuatu yang baik yang dapat memasuki hatinya.” Mengenai hal
ini, Allah SWT berfirman: “ Sekali-kali tidak! Bahkan hati mereka telah berkarat.”
Oleh sebab itu, dengan sendirinya hati itu akan cenderung pada perbuatan maksiat. Inilah
sebabnya, mengapa ada sebagian orang yang tidak peduli terhadap dosa tertentu yang ia lakukan,
tetapi jika ia melakukan suatu dosa yang lain, hati mereka akan menolak. Misalnya, jika orang-
orang yang biasa minum khamr disuruh makan babi, ia tentu akan menolak, padahal keduanya
merupakan makanan yang diharamkan. Demikian juga, apabila suatu perbuatan dosa dilakukan
terus menerus dilakukan di luar Ramadhan, maka hati akan menyatu dengan dosa-dosa itu,
sehingga meskipun di bulan Ramadhan, tetap saja dosa-dosa tersebut akan dilakukan, meskipun
tanpa digoda oleh Syaithan. Jika yang dimaksud adalah seluruh syaithan dirantai d bulan
Ramadhan, maka kita dapat memahaminya dengan keterangan di atas. Dan jika yang dimaksud
hanya syaithan-syaithan jahat yang diranta, itu pun dapat dipahami.
Maulana Zakariyya berpendapat bahwa penjelasan inilah yang lebih tepat. Semua orang
dapat berpikir dan membuktikan, bahwa untuk berbuat baik atau menghindari perbuatan maksiat
pada bulan Ramadhan tidaklah begitu sulit sebagaimana ketika di luar bulan Ramadhan. Dengan
sedikit kesungguhan dan ketawajjuhan sudah cukup untuk dapat terhindar dari godaan-godaan
tersebut. Syaikh Mohammad Ishaq berpendapat bahwa kedua hadits tersebut ditujukan bagi
orang yang berbeda. Bagi orang-orang fasik, yang dirantai hanya syaithan-syaithan yang
sombong. Sedangkan bagi orang-orang shalih, yang dirantai adalah seluruh syaithan.
Keistimewaan 5: Pengampunan diberikan kepada seluruh orang yang berpuasa pada akhir
malam bulan Ramadhan. Hal ini telah diterangkan dalam riwayat yang pertama. Karena malam
yang paling utama di antara malam-malam Ramadhan adalah malam Lailatul Qadr, para
shahabat r.hum. mengira bahwa keutamaan tersebut diperuntukkan bagi malam Lailatul Qadr
saja. Nabi saw. Menjawab,” Keutamaan Lailatul Qadar lain lagi, sedangkan nikmat ini adalah
ganjaran untuk akhir Ramadhan.”
Hadits ke-3
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a., Rasulullah saw. bersabda,” Mendekatlah kalian ke mimbar.”
Kami pun mendekat. Ketika beliau menaiki tangga pertama, beliau berkata ‘Amin’. Lalu ketika
menaiki tangga kedua juga berkata ‘Amin’. Dan ketika menaiki tangga yang ketiga, beliau pun
berkata ‘Amin’. Maka ketika turun, kami berkata,” Ya Rasulullah, sungguh pada hari ini kami
telah mendengar darimu sesuatu yang belum pernah kami dengar.” Beliau bersabda,”
Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku lalu berkata,’ Celakalah orang yang mendapatkan
bulan Ramadhan, tetapi ia tidak diampuni,’ maka aku berkata, ‘Amin’. Lalu ketika aku menaiki
tangga kedua dia berkata,’ Celakalah orang yang mendengar namamu disebut, tetapi ia tidak
bersholawat atasmu.’ Maka aku berkata, ‘Amin’. Ketika aku menaiki anak tangga ketiga, ia
berkata,’ Celakalah orang yang menjumpai kedua ibu bapaknya yang telah tua atau salah satu
dari keduanya, tetapi mereka tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.’ Aku berkata,’Amin’.
( HR Hakim )
Penjelasan:
Di dalam hadits ini, Jibril a.s. telah mendoakan keburukan bagi tiga perkara dan
Rasulullah saw. mengamini ketiga dia tersebut. Jibril a.s. sebagai malaikat yang terdekat dengan
Allah SWT telah mendoakan keburukan dan beliau mengamininya. Maka betapapun kerasnya
doa tersebut, Allah SWT pasti akan mengabulkannya. Hanya dengan rahmat-Nya, kita dapat
terhindar dari perbuatan-perbuatan tersebut dan terselamat dari doa-doa tersebut. Jika tidak,
bagaimana kita dapat menghindarinya? Di dalam Durrul Mantsur disebutkan bahwa Jibril a.s.
sendiri yang berkata kepada Rasulullah,’ Ucapkanlah Amin.’ Maka beliau mengamininya. Dari
sini dapat kita ketahui dengan jelas betapa pentingnya doa tersebut.
Orang pertama adalah orang yang melewati Bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi
ia tidak dapat ampunan-Nya. Ia menghabiskan hari-harinya dengan perbuatan dosa dan kelalaian
sehingga ia tidak memperoleh maghfiroh. Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan curahan
rahmat Allah laksana hujan, namun jika dalam bulan ini dihabiskan dengan perbuatan buruk,
maka dapat menyebabkan kita terhalang dari rahmat Illahi. Jika tidak memperoleh maghfirah
Allah SWT dalam bulan ini, lalu kapan lagi kita akan mendapatkannya? Dan apa yang patut
diherankan dengan kebinasaannya? Cara mendapatkan ampunan Allah SWT adalah setelah
menunaikan tugas dalam bulan Ramadhan yaitu berpuasa dan tarawih, hendaklah kita
memperbanyak istighfar dan bertaubat kepada Allah SWT.
Orang kedua yang mendapatkan doa keburukan di atas adalah orang yang apabila
mendengar nama Rasulullah saw disebutkan, ia tidak bershalawat kepada beliau. Banyak hadits
yang meriwayatkan tentang masalah ini, sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa
bershalawat ketika mendengar nama Muhammad saw disebut adalah WAJIB. Selain hadits di
atas, masih banyak hadits lainnya yang menyebutkan ancaman atas kelalaian ini. Sebagian hadits
menyebutkan bahwa orang-orang yang demikian itu termasuk ke dalam golongan orang-orang
yang kikir dan celaka. Juga sebagai orang yang kehilangan jalan ke surga, bahkan termasuk ke
dalam golongan orang yang akan memasuki neraka. Juga diriwayatkan bahwa orang itu tidak
akan dapat melihat wajah Rasulullah saw. Alim ulama ahlul haq telah mentakwilkan riwayat ini,
namun siapakah yang berani mengingkarinya, berdasarkan sabda Nabi saw yang demikian keras
mengemukakan ancaman itu, yang mereka tidak akan sanggup menanggungnya? Mengapa?
Karena kebaikan Rasulullah saw demikian besar terhadap ummat ini, sehingga tulisan-tulisan
ataupun ceramah tidak mampu melukiskannya. Banyak sekali hak-hak Rasulullah yang tidak
sanggup ditunaikan oleh ummatnya, sehingga orang yang tidak bersholawat ketika mendengar
namanya pun berhak mendapat ancaman dan kerugian. Sangat besar keutamaan bersholawat ke
atas Nabi saw, sehingga barangsiapa yang tidak mengucapkannya, baginya kecelakaan yang
sangat besar.
Sebuah hadits menyebutkan bahwa bahwa barangsiapa bersholawat 1 kali untuk
Rasulullah saw, maka Allah SWT akan menurunkan 10 rahmat kepadanya dan para malaikat
akan mendoakannya, dosa-dosanya akan diampuni, derajatnya akan dinaikkan, pahalanya akan
diterima laksana Gunung Uhud, dan ia wajib menerima syafaat pada hari kiamat dan masih
banyak balasan lainnya yang telah dijanjikan seperti mendapatkan rahmat dan ridho Allah SWT,
terbebas dari murka-Nya, selamat dari ketakutan pada hari kiamat, dapat melihat tempatnya di
surga ketika hidup sebelum matinya. Selain itu, masih banyak janji lainnya yang berhubungan
dengan keutamaan khusus bershalawat ke atas Nabi saw sebagaimana yang telah disabdakan
oleh Rasulullah saw sendiri.
Keutamaan shalawat lainnya adalah, orang yang membacanya akan diselamatkan dari
kesempitan dan kemiskinan dan akan memperoleh kebahagiaan dapat berdekatan dengan Nabi
saw dan Allah SWT. Akan memperoleh pertolongan dari Allah SWT atas musuh-musuhnya,
hatinya akan dibersihkan dari sifat munafik serta kotoran-kotorannya, ia akan dicintai oleh orang
lain, dan masih banyak hadits-hadits lainnya yang menerangkan keutamaan bershalawat ke atas
Nabi saw. Para ahli fiqih mengatakan bahwa bershalawat kepada Nabi saw. adalah fardhu, paling
tidak 1 kali dalam seumur hidup, dan ini merupakan ijma’/ kesepakatan seluruh ulama.
Sedangkan yang diperselisihkan adalah, apakah menjadi kewajiban bagi seseorang untuk
bershalawat setiap kali mendengar nama Nabi saw disebut atau tidak? Sebagian ulama
berpendapat bahwa wajib bershalawat jika nama beliau disebut. Ulama lainnya berpendapat
mustahab/ sangat dianjurkan.
Orang ketiga ialah orang yang dalam hidupnya tidak dapat melayani kedua orang tuanya
atau salah seorang di antara keduanya dengan baik ketika mereka telah tua, sehingga ia tidak
akan mendapatkan surga. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang ha-hak orang tua. Alim
ulama berkata bahwa mematuhi perintah kedua orang tua dalam hal yang mubah adalah wajib.
Jangan berbuat tidak sopan kepada mereka, dan jangan mendatangi mereka dengan sombong,
sekalipun mereka musyrik. Jangan meninggikan suara melebihi suara mereka, jangan memanggil
mereka hanya dengan namanya dan dahulukan mereka dalam kepentingannya. Jika harus
mengingatkan mereka kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, hendaklah dilakukan
dengan cara yang halus. Tetaplah menjaga hubungan yang baik jika ajakan kita ditolak. Selalulah
berdoa memohon hidayah untuk mereka, walaupun mereka menolaknya. Muliakanlah dan
hormatilah mereka pada setiap kesempatan. Sebuah hadits menyatakan,” Pintu terbaik untuk
memasuki surga adalah ayah. Jika kamu menginginkannya, maka peliharalah ia atau abaikanlah
ia.” Seorang shahabat r.a. bertanya kepada Nabi saw., “ Apakah hak-hak kedua orang tua?”
Beliau menjawab,” Mereka itu surgamu atau nerakamu.” Ridho mereka akan membawamu ke
surga dan kemarahan mereka akan membawamu ke neraka.” Sebuah hadits lain menyatakan,”
Seorang anak sholeh yang memandang kedua orang tuanya dengan rasa cinta dan kasih sayang,
maka pahalanya sama seperti haji yang makbul.” Hadits lain mengatakan,” Selain dosa syirik
kepada Allah SWT, Allah mengampuni semua dosa-dosa yang dikehendaki-Nya, tetapi Dia akan
menurunkan azab sebagai balasan karena durhaka kepada orang tua, di dunia ini, juga sebelum ia
mati.” Seorang shahabat r.a. berkata,” Ya Rasulullah. Saya ingin berjihad.” Sabda Beliau,”
Apakah ibumu masih hidup?” Jawabnya,” Ya.” Beliau lalu bersabda,” Layanilah ibumu, karena
surgamu ada di bawah telapak kaki ibumu.” Hadits lainnya menyebutkan,” Ridho Allah
tergantung pada ridho ibu dan bapak. Dan murka Allah bergantung pada murka ibu dan bapak.”
Jika ada seseorang yang karena kelalaiannya berbuat salah dalam masalah ini, sedangkan
kedua orang tuanya telah meninggal dunia, maka menurut syariat yang suci ini, masih ada jalan
keluarnya. Sebuah hadits mengajarkan kepada kita agar jika hal itu terjadi, seorang anak
hendaknya selalu berdoa dan memohonkan ampunan bagi kedua orang tuanya. Dengan
mendoakan mereka, ia akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang berbakti. Hadits
lain mengatakan bahwa amalan seseorang yang paling baik setelah kematian ayahnya adalah
berbuat baik kepada teman-teman ayahnya.
Lailatul Qadar
Di antara malam – malam Ramadhan yang terkenal dengan kebaikan dan keberkahannya
yang sangat besar, terdapat suatu malam yang disebut sebagai malam Lailatul Qadar. Al Qur’an
telah menyatakan keutamaannya yang lebih besar dari seribu bulan. Dengan kata lain, malam itu
lebih berharga daripada 83 tahun 4 bulan. Betapa beruntung, orang yang mendapatkan
kesempatan beribadah dengan sungguh-sungguh pada malam itu, karena berarti ia mendapatkan
pahala beribadah selama 83 tahun 4 bulan, bahkan kita tidak tahu, barangkali lebih banyak
daripada itu. Sesungguhnya malam itu merupakan suatu karunia dan rahmat yang amat besar
bagi ummat ini.
Sejarah Lailatul Qadar
Di dalam Kitab Durrul Mantsur terdapat sebuah hadits dari Anas r.a., bahwa Rasulullah
saw. bersabda,” Lailatul Qadar telah dikaruniakan kepada ummat ini ( umatku ) yang tidak
diberikan kepada umat-umat sebelumnya.”
Terdapat beberapa pendapat mengenai alasan dikaruniakannya Lailatul Qadar. Menurut
beberapa hadits, di antara sebabnya adalah sebagai berikut; Rasulullah pernah merenungkan usia
rata-rata umat-umat terdahulu yang jauh lebih panjang daripada usia umatnya yang pendek.
Beliau pun bersedih karena mustahil ummatnya dapat menandingi amal ibadah umat-umat
terdahulu. Oleh sebab itu, Allah SWT dengan kasih sayangnya yang tidak terhingga
mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat Islam. Hal ini bermakna bahwa apabila ada
seseorang yang memperoleh kesempatan beribadah selama sepuluh malam Lailatul Qadar pada
bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan malam-malam tersebut, maka ia akan
mendapatkan pahala beribadah selama 83 tahun 4 bulan, bahkan lebih.
Riwayat lain mengatakan bahwa Rasulullah saw bercerita kepada para shahabatnya tentang kisah
seorang yang sangat sholeh dari kalangan Bani Israel yang telah menghabiskan waktu selama
seribu bulan untuk berjihad fii sabilillah. Mendengar kisah nyata ini, para shahabat Nabi saw.
merasa iri. Terhadap hal ini, Allah SWT mengaruniakan kepada para shahabat, Lailatul Qadar
sebagai ganti dari beribadah selama 1000 bulan tersebut. Ada juga riwayat lainnya yang
menyatakan bahwa Nabi saw pernah menyebutkan 4 nama nabi dari Bani Israel, yang masing-
masing telah menghabiskan waktu 80 tahun untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah SWT
tanpa pernah mendurhakai-Nya sekejap pun. Mereka adalah Nabi Ayyub a.s., Zakariyya a.s.,
Hizkiel a.s., dan Yusya’ a.s. . Mendengar hal ini, para shahabat Nabi merasa takjub dan iri. Lalu
Jibril a.s. datang dan membacakan surat Al Qadar yang mewahyukan tentang keberkahan malam
yang istimewa ini.
Masih ada riwayat-riwayat lainnya yang menerangkan tentang asal mula dikaruniakannya
malam Lailatul Qadar. Meskipun dalam satu masa, perbedaan ini secara umum disebabkan oleh
keadaan yang berbeda yang mengakibatkan ayat ini turun. Oleh karena itu, penafsirannya
dikaitkan dengan kejadian pada masa tersebut. Terlepas dari riwayat mana yang kita terima, yang
penting Allah SWT telah mengaruniakan kepada ummat ini malam Lailatul Qadar sebagai
nikmat yang besar. Lailatul Qadar adalah karunia Allah SWT dan hanya orang-orang yang
mendapatkan taufik dan hidayah yang dapat beramal di dalamnya. Betapa beruntung orang-orang
bertaqwa yang tidak pernah meninggalkan ibadah pada malam Lailatul Qadar semenjak mereka
baligh.
Tentang penentuan jatuhnya malam Lailatul Qadar ini, terdapat sekitar 50 perbedaan
pendapat di kalangan alim ulama. Di sini tidak akan diuraikan semua pendapat itu, tetapi hanya
yang paling masyhur saja. Kitab-kitab hadits banyak membahas keistimewaan dan keutamaan
malam Lailatul Qadar ini melalui berbagai riwayat. Karena Al Qur’an sendiri telah menyebutkan
tentang malam tersebut dalam sebuah surat yang khusus, kita akan memulainya dari penjelasan
mengenai penafsiran surat Al Qadar tersebut, yang diambil dari tafsir Bayanul Qur’an susunan
Syaikh Asyraf Ali Tsanwi rah.a. dan beberapa tambahan dari kitab-kitab lainnya.
“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya ( Al Qur’an ) pada malam kemuliaan.”
Ayat di atas telah menyebutkan suatu kenyataan bahwa pada malam istimewa itu, Al
Qur’an telah diturunkan dari Lauh al Mahfudz ke langit dunia. Kenyataan ini cukup memperkuat
bukti kemuliannya, yaitu Al Qur’an yang begitu agung diturunkan pada malam ini. Keberkahan
dan keutamaan lainnya juga tertulis di dalam surat ini. Pada ayat berikutnya, agar menarik
perhatian kita, maka diajukanlah sebuah pertanyaan:
“ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu”
Dengan kata lain, pertanyaannya adalah,” Tahukah kamu betapa besar dan penting
malam ini? Tahukah kamu akan besarnya nikmat dan karunia pada malam ini?” Ayat berikutnya
menerangkan keagungan malam tersebut:
“ Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.”
Artinya, pahala beribadah pada malam itu lebih baik dan lebih besar daripada pahala
beribadah selama seribu bulan. Dan kita tidak tahu seberapakah yang dimaksud lebih besar itu.
“ Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan ijin Allah untuk
mengatur semua urusan.”
Sebuah penjelasan yang indah mengenai ayat ini telah dikemukakan oleh Imam Razi
rah.a. yang berkata bahwa ketika manusia pertama diturunkan ke Bumi, para malaikat
melihatnya dengan penuh keprihatinan, sehingga mereka bertanya kepada Allah SWT.,”
Mengapa Engkau jadikan ( khalifah ) di bumi, orang yang akan berbuat kerusakan dan
menumpahkan darah?” Sebagaimana halnya jika ibu bapak memperhatikan asal usul manusia,
yaitu dari setetes air mani, mereka akan memandangnya dengan rasa jijik sehingga dianggap
sebagai sesuatu yang mengotori pakaian dan perlu dicuci. Namun, ketika dari air mani itu, Allah
SWT menjadikan seorang bayi yang cantik, mereka pun menyayanginya dan mencintainya.
Demikian pula, jika seseorang beribadah kepada Allah SWT dan memuji-Nya pada malam
kemuliaan, maka para malaikat akan turun kepada mereka, meminta maaf atas ucapannya dahulu
tentang manusia.
Dalam ayat ini disebutkan lafazh war ruuhu ( dan ruh ). Yang dimaksud adalah Jibril a.s.
yang turun ke bumi pada malam tersebut. Para ahli tafsir memberikan beragam penafsiran
mengenainya. Kebanyakan di antara mereka sepakat bahwa yang dimaksud ruh di sini adalah
Jibril a.s. Menurut Imam Razi rah.a., inilah makna yang paling tepat. Pertama Allah SWT
menyebutkan para malaikat, lalu Jibril a.s., sebab ia memiliki kedudukan khusus di antara para
malaikat, sehingga ia disebut secara terpisah. Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan ruh di sini adalah malaikat yang begitu besar sehingga jika dibandingkan langit
dan bumi, maka keduanya laksana sesuap makanan saja. Mufassir yang lain berpendapat bahwa
ruh di sini maksudnya adalah sekelompok malaikat yang jarang muncul. Malaikat itu hanya
muncul pada malam Lailatul Qadar dan hanya dapat disaksikan oleh malaikat lainnya pada
malam tersebut. Dan masih banyak penafsiran lainnya.
Imam Baihaqi rah.a. meriwayatkan hadits dari Anas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,”
Pada malam Lailatul Qadar, Jibril turun bersama sekumpulan malaikat dan berdoa memohon
rahmat untuk setiap orang yang ditemukan tengah sibuk beribadah pada malam itu.”
“ Dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”
Mereka turun dengan membawa kebaikan. Penyusun kitab Mazhahiril Haq menulis
bahwa pada malam inilah, dahulu kala, malaikat diciptakan, lalu Adam pun diciptakan dan
pepohonan surga ditanam. Menurut beberapa hadits, pada malam ini, doa-doa dikabulkan. Begitu
pula dalam sebuah hadits di Kitab Durrul Mantsur, disebutkan bahwa pada malam ini Nabi Isa
a.s. diangkat ke langit. Dan pada malam itu juga, taubat Bani Israel diterima.
“ Malam itu ( penuh ) dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Malam itu penuh dengan kesejahteraan. Para malaikat turun secara berduyun-duyun dan
bergelombang untuk menyampaikan salamnya kepada orang-orang yang beriman secara
bergiliran seperti tentara. Jika sekelompok malaikat naik ke langit, maka digantikan oleh
kelompok malaikat lainnya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa malam ini penuh dengan
kesejahteraan dan keamanan dari segala kejahatan dan keburukan. Rahmat dan berkah pada
malam itu selalu turun sepanjang malam sampai terbit fajar, tidak terbatas pada sebagian malam
saja.
Sebenarnya setelah mengetahui keutamaan Lailatul Qadar melalui surat ini telah
mencukupi tanpa harus mengutip haditsnya. Tetapi karena banyak hadits yang menyebutkan
fadhilahnya, maka di sini akan disajikan beberapa.
Lailatul Qadar Hadits ke-1
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw bersabda,” Barangsiapa berdiri sholat pada
malam Lailatul Qadar karena Iman dan Ihtisab ( suatu tahapan keyakinan yang sempurna dan
harapan ikhlas untuk memperoleh pahala ), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” ( HR
Bukhari, Muslim- Kitab At Targhib )
Penjelasan
Maksud berdiri di sini adalah shalat, juga meliputi bentuk ibadah lainnya seperti dzikit,
tilawah dan sebagainya. Kata-kata Mengharap Pahala maksudnya adalah agar niat seseorang
ikhlas dan jauh dari niat-niat buruk atau riya’. Seseorang hendaknya berdiri di hadapan Allah
SWT dengan tawadhu’ semata-mata mengharap ridha dan pahala-Nya. Menurut Khathabi rah.a.,
maksud kalimat itu adalah agar seseorang benar-benar meyakini janji Allah lalu berdiri di
hadapannya dengan senang hati, bukan dengan berat hati. Kita tahu bahwa jika seseorang
berkeinginan dan berkeyakinan kuat untuk mendapatkan pahala yang besar, maka ia akan mudah
bersungguh-sungguh dalam beribadah, bahkan semua itu akan terasa ringan baginya. Inilah
alasannya mengapa para muqarrabin merasa ringan dalam meningkatkan dan memperbanyak
ibadah mereka.
Dalam hadits di atas penting untuk diperhatikan mengenai dosa-dosa yang akan
diampuni. Alim ulama mengatakan bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja, sebab
setiap ayat Al Qur’an yang menyebutkan tentang dosa-dosa besar selalu disertai dengan lafazh
Kecuali yang bertaubat. Berkenaan dengan hal ini, alim ulama sepakat bahwa dosa-dosa besar
tidak akan diampuni kecuali dengan Taubat, sehingga bila ada hadits yang menyatakan tentang
dosa-dosa yang diampuni, mereka berpendapat bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil
saja. Maulana Yahya ( ayah Maulana Zakariyya rah.a ) menjelaskan bahwa ada 2 sebab sehingga
lafazh ‘dosa –dosa kecil’ tidak disebutkan dalam beberapa hadits tentang pengampunan dosa.
Pertama, seorang muslim yang taat, mustahil berbuat dosa besar. Kalaupun ia melakukan dosa
besar, maka ia tidak akan tenang hingga ia bertaubat kepada Allah SWT. Kedua, ketika seorang
muslim mengharap pahala ibadah pada malam Lailatul Qadar, maka hatinya akan menyesali
dosa-dosanya. Secara tidak langsung, dia akan benar-benar bertaubat dan berniat tidak akan
mengulangi melakukan perbuatan dosa tersebut. Orang yang telah berbuat dosa besar, hendaknya
benar-benar bertaubat dengan penuh keikhlasan dengan diikrarkan secara lisan, yaitu pada
malam Lailatul Qadar atau pada saat-saat doa makbul, sehingga rahmat Allah tercurah
kepadanya dan dosa-dosanya yang kecil atau besar akan diampuni oleh Allah SWT.
I’tikaf
Pengantar
I’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan niat I’tikaf. Menurut Mazhab Hanafi,
hukum I’tikaf ada 3 macam:
1. I’tikaf wajib. I’tikaf ini menjadi wajib karena nadzar. Misalnya karena
mengucapkan,” Jika saya dapat menyelesaikan pekerjaan ini, saya akan beri’tikaf
sekian hari.” Atau mungkin tanpa harus ada pekerjaan, misalnya karena
mengucapkan,” Saya wajibkan kepada diri saya untuk beri’tikaf selama sekian hari,”
maka I’tikafnya menjadi wajib. Dan sekian hari yang ia niatkan, wajib untuk
ditunaikan.
2. I’tikaf Sunnah. Yaitu I’tikaf sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah saw.
Yakni beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
3. I’tikaf Nafil. Yaitu I’tikaf tanpa batasan waktu dan hari. Kapan saja seseorang berniat
I’tikaf, ia dapat melakukannya, bahkan jika berniat I’tikaf selama umur hidupnya,
pun diperbolehkan.
Selanjutnya ada perbedaan pendapat tentang batasan waktu I’tikaf yang paling sedikit.
Imam Abu Hanifah rah.a., menyatakan bahwa I’tikaf hendaknya tidak kurang dari 1 hari.
Sedangkan Imam Muhammad rah.a., berpendapat bahwa boleh beri’tikaf dalam waktu yang
singkat. Pendapat inilah yang difatwakan oleh Mazhab Hanafi. Oleh sebab itu, sangat penting
bagi setiap orang untuk niat I’tikaf setiap kali memasuki masjid, sehingga ketika ia
melaksanakan sholat atau beribadah lainnya selama berada di masjid, ia akan mempeoleh pahala
I’tikaf.
Pahala i’tikaf itu sangat banyak dan demikian pula dengan keutamaannya, sehingga
Rasulullah senantiasa memperhatikannya. Perumpamaan orang yang beri’tikaf adalah seperti
orang yang pergi ke rumah orang lain untuk meminta hajatnya seraya berkata,” Selama hajatku
belum terpenuhi, aku akan tetap tinggal di sini.”
Jiwaku keluar bersimpuh di bawah kaki-Mu
Inilah hati yang mengharap pada-Mu
Seandainya hal itu dilakukan, bahkan hati tuan rumah yang sekeras batu, niscaya akan
melunak. Bagaimana dengan Allah Yang Maha Pemurah, yang Kerahiman-Nya sangat luas tak
terbatas?
Engkaulah yang Maha Pemberi
Rahmat-Mu senantiasa terbuka bagi setiap hati
Bertanyalah tentang keadaan Musa dengan Tuhannya
Ia pergi untuk mengambil api, tetapi ia malah menjumpai kenabian
Oleh sebab itu, orang yang memutuskan hubungannya dengan dunia lalu pergi berdiam di
rumah Allah, apakah ada keraguan bahwa ia tidak akan memperoleh apa yang ia inginkan? Dan
jika Allah telah memberinya, siapakah yang mampu menghitung simpanan-Nya? Tidak ada
seorangpun yang sanggup menjelaskan sesuatu yang tidak terbatas.
Ibnul Qayyim rah.a., menjelaskan bahwa tujuan I’tikaf adalah untuk menghubungkan hati
dengan Allah SWT, dengan mengalihkan hati dari segala sesuatu selain Allah SWT dan
mengubah segala kesibukan kita dengan menyibukkan diri dengan-Nya serta mengalihkan segala
sesuatu dari selain Dia dan hanya tertuju kepada-Nya. Segala angan-angan dan pikiran semata-
mata untuk mengingat-Nya dan menumbuhkan kecintaan kepada-Nya, sehingga tumbuh
kecintaan yang dalam kepada-Nya sebagai pengganti cinta kepada makhluk. Cinta seperti inilah
yang akan membahagiakan kita di tengah siksa kubur, yang pada saat itu tak seorangpun dari
yang kita cintai dapat membahagiakan kita kecuali Allah SWT. Jika hati ini telah mencintai-Nya,
maka betapa indah dan nikmat waktu yang akan berlalu bersama-Nya.
Penyusun kitab Maraqil Falah menulis bahwa jika I’tikaf dilakukan dengan ikhlas, maka
I’tikaf tersebut merupakan ibadah yang paling utama. Selain itu, keistimewaan I’tikaf adalah
perhitungan pahalanya tidak terbatas, misalnya jiwa akan dibersihkan dari segala ketergantungan
pada dunia dan berpaling semata-mata kepada Allah SWT dan bersimpuh di hadapan-Nya. Oleh
sebab itu, jika ia beri’tikaf, ia akan dicatat dalam keadaan beribadah sepanjang waktunya. Tidur
atau terjaganya dinilai sebagai ibadah dan ia akan bertambah dekat kepada Allah SWT. Sebuah
hadits menyebutkan bahwa Allah berfirman,” Barangsiapa mendekati-Ku sejengkal, Aku akan
mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa.
Barangsiapa mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.”
Jika seseorang beri’tikaf di rumah Allah, Allah SWT akan memuliakan siapa saja yang
mendekati rumah-Nya, sehingga ia pasti akan berada dalam lindungan-Nya. Bahaya musuh dan
segala sesuatu yang membahayakan tidak akan menimpanya. Masih banyak lagi keutamaan dan
keistimewaan I’tikaf.
Prosedur I’tikaf
Bagi kaum laki-laki, masjid yang paling utama untuk I’tikaf adalah Masjidil Haram di
Makkah, lalu Masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah , selanjutnya Masjid Baitul Maqdis di
Palestina, lalu masjid Jami’ dan terakhir masjid – masjid di kampung kita masing-masing. Imam
Hanafi rah.a., menetapkan bahwa masjid yang digunakan untuk I’tikaf adalah masjid yang biasa
digunakan untuk sholat 5 waktu berjama’ah. Sedangkan menurut Imam Abu Yusuf dan Imam
Muhammad rah.hima., masjid yang sesuai dengan syariat dapat digunakan untuk beri’tikaf
walaupun belum digunakan untuk sholat berjamaah 5 waktu.
Sedangkan bagi kaum perempuan, mereka hendaknya beri’tikaf di masjid/ musholla yang
ada di dalam rumahnya. Jika tidak ada musholla di dalam rumah, sebaiknya disediakan sebuah
kamar atau ruangan khusus, atau sudut rumah yang khusus untuk I’tikaf. Dengan demikian
I’tikaf jauh lebih mudah untuk kaum wanita daripada kaum laki-laki. Kaum perempuan itu cukup
duduk di rumahnya, sedangkan pekerjaan-pekerjaan rumahnya dapat dikerjakan oleh anak-
anaknya ,dan ia akan tetap mendapatkan pahala I’tikaf. Namun sayangnya, meskipun I’tikaf bagi
kaum wanita itu mudah, banyak di antara mereka yang tidak mengamalkannya.
I’tikaf Hadits ke-1
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a., bahwa Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari awal
Ramadhan, kemudian dilanjutkan pada sepuluh hari pertengahan di sebuah kemah Turki, lalu
Beliau mengulurkan kepalanya seraya menyeru manusia, maka orang-orang pun mendatanginya.
Lalu beliau bersabda,” Aku telah beri’tikaf sejak sepuluh hari awal bulan ini untuk mendapatkan
Lailatul Qadr, kemudian sepuluh hari pertengahan. Lalu dikatakan kepadaku bahwa Lailatul
Qadar itu ada di sepuluh hari yang terakhir. Maka barangsiapa ingin beri’tikaf, I’tikaflah pada
sepuluh malam terakhir.” Lalu orang-orang pun beri’tikaf bersama beliau. Beliau bersabda,” Aku
bermimpi melihat Lailatul Qadar pada malam ini, tetapi dibuat lupa, dimana pada pagi-pagi aku
sujud di tanah yang basah. Maka carilah pada sepuluh malam terakhir dan carilah pada malam-
malam yang ganjil.” Memang malam itu hujan, sehingga masjid tergenang air. Setelah selesai
sholat shubuh, Rasulullah saw keluar sedangkan di kening beliau menempel tanah basah. Malam
itu adalah malam ke-21 dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” ( Hadits Bukhari, Muslim-
Misykat )
Penjelasan
I’tikaf pada bulan Ramadhan adalah amalan yang biasa dilakukan oleh Nabi saw. Pada
bulan ini, beliau beri’tikaf selama sebulan penuh. Dan pada tahun terakhir di akhir hayatnya,
beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. Karena kebiasaan beliau yang amat mulia itu ( I’tikaf
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ), maka para ulama berpendapat bahwa I’tikaf selama
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan adalah sunnah muakaddah.
Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama I’tikaf adalah mencari
malam Lailatul Qadar. Pada hakikatnya, Lailatul Qadar hanya dapat dicari melalui I’tikaf. Inilah
cara yang lebih tepat, sebab ketika seseorang beri’tikaf, walaupun ia tertidur, ia tetap dianggap
beribadah. Selain itu, ketika beri’tikaf, seseorang tidak pulang pergi ke sana ke mari. Maka tidak
ada kesibukan bagi orang yang beri’tikaf kecuali beribadah dan mengingat Allah SWT. Oleh
sebab itu, tidak ada sesuatu yang paling baik bagi orang yang menghargai Lailatul Qadar dan
mencarinya selain beri’tikaf.
Pada mulanya, selama bulan Ramadhan penuh, Rasulullah saw biasa memperhatikan
amal-amal ibadah, namun pada sepuluh hari yang terakhir, beliau beribadah tanpa mengenal
batas waktu. Beliau bangun malam dan membangunkan keluarganya untuk beribadah,
sebagaimana yang diceritakan Aisyah r.ha. Dalam hadits Bukhari dan Muslim disebutkan,”
Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah saw lebih mengencangkan ikat sarungnya
dan bangun malam, serta membangunkan keluarganya untuk beribadah.” Maksud
mengencangkan ikat sarungnya adalah, beliau lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah
daripada hari-hari lainnya, atau dapat juga bermakna bahwa beliau tidak berhubungan dengan
istri-istri beliau pada hari-hari tersebut.
Kitab-kitab Rujukan Fadhilah Amal:
1. Ahkaamul Qur’an, Abu Bakar Ahmad bin Ali Razi Al Jashshosh
2. Aini Syarah Bukhari, Badruddin Abu Muhammad bin Ahmad ‘Aini
3. Al Kamil, Izuddin Ali bin Muhammad Ibnu Atsir Jazuri
4. Al Qaulil Badi fis Shalati ‘Alal Habibi, Syamsuddin Muhammad As Sakhowi
5. Az Zawajir, Imam Ibnu Hajar Al Haitami
6. Al Ishobah, Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqolani Asy Syafi’i
7. Al Muwaththa’, Abu Abdullah Maliki bin Anas bin Maliki
8. Asyhur Masyahir Islam, Rafiq Baki Al Azhim
9. Asy Syifa, Qadhi ‘Iyadh bin Musa Al Husaini
10. At Targhib wat Tarhib, Abdul Azhim bin Abdul Qawiy Al Mundziri
11. Ath Thobaqot, Muhammad bin Sa’id Katibi Al Waqidi
12. ‘Aunul Ma’bud, Abu Abdurrahman Syarif
13. Awjazul Masaliki, Maulana Muhammad Zakariyya
14. Baihaqi, Abu Bakar bin Husain bin Ali Al Baihaqi
15. Bayanul Qur’an, Maulana Asyraf Ali Thanwi
16. Badzlul Majhud, Maulana Kholil Ahmad Muhajir Madani
17. Bukhari Syarif, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail
18. Diroyah, Ibnu Hajar Alaihir Rahmah
19. Durrul Mantsur, Allamah Jalaluddin Suyuti
20. Fatawa Alamghiri, Hadzrat Alamghiri
21. Fathul Bari, Abu Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar Asqolani
22. Harzuts Tsamin Fii Mubasyiratin, Syah Waliyullah Dahlawi Nabiyyil Amiin
23. Hishni Hashin, Syamsuddin bin Muhammad Al Jazuri
24. Hilyatul Aulia’, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Asbahani
25. Hujjatullah Al Balighah, Syah Waliyullah
26. Ibnu Hibban, Muhammad bin Hibban bin Ahmad
27. Ihya’ Ulumuddin, Imam Ghazali
28. Iqamatul Hujjah, Maulana Abdul Hayyi Lakhnawi
29. Irwahi Tsalatsah, Tartib, Maulana Zhuhri Al Hasan
30. Isti’ab, Hafidz Ibnu Abdul Bar Maliki
31. Ithaf Sadatul Mutaqin, Muhammad bin Muhammad Az Zubaidi
32. Jam’ul Fawaid, Muhammad bin Muhammad Sulaiman
33. Jamal, Syaikh Sulaiman Al Jamal
34. Jami’ush Shoghir, Abdurrahman Jalaluddin Suyuti
35. Kanzul ‘Ummal, Allamah Ali Burhan Puri
36. Kaukabud Durri, Syaikh Zadu Majdah
37. Khoshoish Kubra, Allamah Suyuti
38. Kitabul Amwal, Imam Abu Abid Al Qasim bin Salam
39. Kitabul Ummah was Siyasat, Abdullah bin Muslim
40. Majma’uz Zawaid, Hafidz Nuruddin Al Haitsami
41. Maqosid Hasanah, Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman
42. Masyirul ‘Azam Jamaluddin Abdurrahman bin Al Jauzi
43. Mazhahirul Haq Nawab Qatbuddin Khan Bahadur
44. Mirqatu Syarah Misykat Nuruddin Abi bin Sulthan Muhammad Harwi
45. Misykat Syarif Waliyuddin Muhammad bin Abdullah
46. Musamirat Syaikh Akbar Ibnu Arabi
47. Mushonnif Abdullah bin Muhammad Ibnu Abi Syaibah
48. Musnad Abu Awanah, Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim Naisaburi
49. Musnad Abu Ya’la, Ahmad bin Ali bin Al Natsna Al Muwashol
50. Musnad Ahmad, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
51. Musnad Al Firdaus, Abu Mansur Ad Dailami
52. Musnad Bazzar, Abu Bakar Ahmad bin Umar Al Bazari
53. Musnad Hakim, Muhammad bin Abdullah bin Muhammad
54. Musnad Ibnu Khuzaimah, Muhammad bin Ishaq Ibnu Khuzaimah
55. Mustadrak Hakim, Muhammad bin Abdullah Naisaburi
56. Nazhatul Basatin, Abdullah bin As’ad Yamini Yafi’i
57. Qashoidu Qasimi, Maulana Muhammad Qasim Nanatwi
58. Qiyamul Lail, Muhammad bin Ahmad bin Ali Marwazi
59. Qurratul ‘Uyun, Syaikh Abu Laits Samarqandhi
60. Rahmatul Muhtadah, Abul Khairi Nurul Hasan wal Husaini
61. Raudhul Faiq, Syaikh Syu’aib Al Harifaisyi
62. Raudhur Riyahin, Abdullah bin As’ad Yamani Yafi’i
63. Shahih Muslim, Abul Hasan Muslin bin Al Hajjaj
64. Sunan Abu Dawud, Abu Dawud sulaiman bin Asy’ats Sajastani
65. Sunan Darami, Abdullah bin Abdurrahman Darami
66. Sunan Daroquthni, Abdul Hasan Ali bin Umar bin Ahmad
67. Sunan Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid Al Qardini
68. Sunan Nasai, Ahmad bin Syu’aib bin Ali
69. Sunan Thabrani, Abdul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin ayyub
70. Sunan Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Surah At Tirmidzi
71. Syamail Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Surah At Tirmidzi
72. Syarhus Sunnah, Husain bin Ma’ud Al Farail
73. Tadzkiratul Huffadz, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Zaibi
74. Tafsir Kabir, Imaduddin Abdul Fadai Ismail bin Umar bin Katsir
75. Tafsir Khozin, Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim
76. Tafsir ‘Azizi, Syah Abdul Aziz Dahlawi
77. Tahdzibul Mustadzib, Ahmad bin Ali bin Hajar Asqolani
78. Talqihu Fuhumil Atsir, Jamaluddin Abdurrahman bin Al Jawazi
79. Tanbihul Ghafiliin, Syaikh Abu Laits Samarqandi
80. Tarikh Khomis, Syaikh Husain Muhammad Ibnu Al Hasan
81. Tarikhul Khulafa, Allamah Jalaluddin Abdurrahman Suyuthi
82. Usudul Ghobah, Allamah Ibnu Atsir Jazuri
83. Yusuf Zulaikha, Maulana Abdurrahman Jami’
84. Zadu Sa’id fi Dzikrin Nabiyyil Habib, Hadzrat Aqdas Tsanwi