Download - Faktor alokasi kuk
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di Indonesia
(Pada tahun 2004:02-2005:12)
SKRIPSI
Oleh:
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015 Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA 2007
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK
Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004:02-2005:12)
SKRIPSI
disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana jenjang strata 1
Progam Studi Ekonomi Pembangunan, pada Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Oleh:
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015 Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA 2007
PERYATAAN BEBAS PLAGIARISME
“Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telah ditulis dengan sungguh-sungguh dan tidak ada bagian yang merupakan penjiplakan karya orang lain seperti dimaksud dalam buku pedoman penyusunan skripsi Progam Studi Ekonomi Pembangunan FE UII. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa perrnyataan ini tidak benar maka Saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.”
Yogyakarta, 9 Pebruari 2007 Penulis,
Condro Wahyu Sujati
PENGESAHAN
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK
Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004:02-2005:12)
Oleh:
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015 Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
Yogyakarta, 10 Pebruari 2007 Telah disetujui dan disahkan oleh
Dosen Pembimbing,
Drs. Nur Feriyanto, M.Si.
PENGESAHAN UJIAN
Telah dipertahankan/diujikan dan disahkan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana jenjang Strata 1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015 Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
Yogyakarta, 21 Maret 2007 Disahkan oleh,
Pembimbing Skripsi : Drs. Nur Feriyanto, M.Si …………. Penguji I : Drs. Priyonggo Suseno, M.sc …………. Penguji II : Dra. Sarastri Mumpuni, M.si …….........
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Drs. Asmai Ishak, M.Bus.,Ph.D
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Segala puji bagi Alloh Yang mengadakan dan Yang mengembalikan makhluk-Nya, Yang Maha Membuat apa yang Dia kehendaki. Pemilik arsy yang agung Pemberi ancama siksa yang pedih, Pemberi petunjuk kepada hamba-hamba pilihan-Nya menuju aturan (manhaj)-Nya yang lurus dan “jalan”yang kokoh. Pemberi nikmat kepada mereka setelah menyatakan syahadat tauhid dengan memelihara akidah mereka dari kegelapan akibat keraguan dan kebimbangan. Pembimbing mereka untuk mengikuti jejak rasul pilihan-Nya Muhammad saw. Dan berpijak kepada perilaku sahabatnya yang mulia dan dimuliakan dengan diteguhkan dan diluruskan, Yang tampak jelas bagi mereka dalam Dzat dan pekerjaan-pekerjaan (Af’al)-Nya dengan keindahan Sifat-sifat-Nya yang hanya bisa dipahami oleh orang yang telah diberi kemampuan “mendengar” dan bisa “menyaksikan”. Dia adalah tunggal dalam Dzat-Nya, lagi Maha Esa dan tidak bersekutu, sendiri tiada banding menjadi sandaran segala makhluk yang tiada tanding, Dia Qodim tiada yang mengawali, Azali tiada awal Langgeng Kekal Yang Tiada berujung, Berjaga dan selalu berbuat tiada henti, Berdiri sendiri tiada putus, dan senantiasa disifati dengan sifat-sifat keagungan, tiada berhenti dan terpenggal dengan terputusnya abab dan bergantinya masa. Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Nyata dan Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.
Skripsi ini telah selesai dibuat berkat petunjuk dan bimbingan-Nya, sungguh suatu kenikmatan yang tiada terkira atas pemberian-Nya, yang patut senantiasa untuk disyukuri dengan harapan tiada mengecewakan-Nya sehingga ditambahkan kenikmatan-Nya. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi bagi penulis. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di Indonesia” (Pada tahun 2004:02-2005:12) secara subtantif adalah berisikan tentang bagaimana dan apakah yang mempengaruhi Kredit Usaha Kecil yang dialokasikan oleh/dari bank-bank umum di Indonesia kepada usaha kecil. Suku bunga riil pinjaman ( KUK ), tingkat inflasi dan jumlah penghimpunan dana bank ternyata setelah diteliti memiliki hubungan dan mempengaruhi alokasi KUK pada usaha kecil. Dengan hasil penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat membantu bank-bank umum di Indonesia, pemerintah dan juga masyarakat bisnis sektor riil dari unit usaha kecil dapat mengambil banyak manfaat darinya, sehingga dunia ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.
Skripsi penulis selesai juga berkat dukungan dan arahan dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang terkait dengan pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan banyak trimakasih, sekali lagi karena atas jasa dan perhatiannya yang dengan tulus diberikan
kepada penulis dari proses penulisan/penyusunan sampai akhir yang dicapai dan yang telah terselesaikan. Akhirnya pihak-pihak tersebut adalah : 1. Drs. Asmai Ishak, M.Bus.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi UII 2. Dr. Jaka Sriyana selaku Kajur Ekonomi Pembangunan (Ilmu Ekonomi) 3. Sahabudin sidiq, SE., MA selaku dosen pembimbing akademik 4. Nur Feriyanto, SE., Msi selaku dosen pembimbing skripsi penulis 5. Sarastri Mumpuni, SE., Msi selaku dosen penguji dan pembimbing revisi 6. Priyonggo Suseno, SE., Msc selaku dosen penguji dan pembimbing revisi 7. Orang tua tercinta-ku yaitu Ayah-ku Bapak Sukarji Sarjana Muda Geografi UGM
terimakasih atas kasih sayang dan limpahan cinta serta dukungan yang engkau berikan kepada Ananda penulis yang dengan sabar dan doa dengan memberikan segenap daya upaya dan kemampuannya untuk bisa menyekolahkan dan mendidik Ananda penulis sampai dewasa, jasa-mu yang besar tiada dapat Ananda ganti dengan apapun, tapi usaha membalas jasa-mu akan selalu senantiasa Ananda usahakan walupun tak sebanding dengan pengorbanan-mu wahai Ayah !!!
8. Yang Kedua adalah Yang tercinta Ibunda-ku Ibu Suwartini pantas aku nyanyikan syair lagu ini untuk-mu wahai Ibu “Kasih Ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tiada kembali bagai sang surya menerangi dunia” sungguh jasa-mu dan Ayah tidak akan aku lupakan sampai ajal menjemput-ku.
9. Rekan-rekan dan organisasi tempat aku banyak belajar dan berfikir keras Himpunan Mahasiswa Islam MPO FE UII
10. Rekan-rekan dan organisasi Jamaah Al-Muqtashidin FE UII 11. Rekan-rekan dan organisasi “Shopisticated Investor” FE UII 12. Rekan-rekan dan organisasi Takmir Masjid El-Hasan Sagan Yogyakarta dimana
aku banyak belajar memperdalam Agama tercinta-ku ad diin al Islam 13. Rekan-rekan dan organisasi “Rausyan Fiqr” yang membuat aku semakin tangguh
dalam berfikir untuk Agama 14. dan seluruh teman-teman-ku yang tidak bisa aku sebutkan secara individu karena
kekhawatiran lupa mencantumkan salah satunya karena terlalu banyak maka akan menimbulkan kecemburuan. Mohon dimengerti…
Atas semua dukungannya selama ini penulis dengan tulus ikhlas
mengucapkan banyak trimakasih.!!!! Semoga Alloh Swt membalas setiap amal ibadah kita Amiin Ya Robbal A’lamiin.
Yogyakarta 27 Maret 2007 Penulis Skripsi Condro Wahyu Sujati
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul……………………………………………………………………... i Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme.................................................................... ii Halaman Pengesahan Skripsi………………..……………………………….…….. iii Halaman PengesahanUjian………….…………………………………………...… iv Halaman Kata Pengantar…………………………………………………………… v Halaman Daftar Isi…………………………………………………………………. vii Halaman Daftar Tabel……………………………………………………………… x Halaman Daftar Gambar…………………………………………………………… xi Halaman Daftar Lampiran…………………………………………………………. xii Halaman Abstrak...................................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..….. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...…. 11 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………...….. 11 1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………….....…….. 12 1.5 Sistematika Penulisan………………………………………………………...... 12 BAB II TINJAUAN UMUM SUBJEK PENELITIAN………………………..….. 16 2.1 Kodisi Bank-Bank Umum…………………………………………………… 16 2.2 Kebijakan Bank Indonesia dan Bank-Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit Usaha Kecil………………………………….…… 19 2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Mengembangkan Usaha Kecil di Indonesia………………………………………………….… 21 2.4 Kondisi Historis Usaha Kecil di Indonesia dan Prospek Kedepan………………………………………………………... 22 2.5 Perkembangan Kredit Perbankan……………………………………….…… 25 2.6 Perkembangan dan Kondisi Kredit Usaha Kecil (KUK) Jumlah Penghimpunan Dana Tingkat Inflasi serta Suku Bunga Kredit Bank-Bank Umum di Indonesia………………….......... 26 2.6.1 Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum di Indonesia………………………. 26 2.6.2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank-Bank Umum di Indonesia……………………………………………... 29 2.6.3 Tingkat Inflasi Indonesia Masa Penelitian…………………………………… 31 2.6.4 Suku Bunga Kredit KUK Bank-Bank Umum di Indonesia………………………………………………………………….. 33
BAB III KAJIAN PUSTAKA…………………………………………...………… 35 3.1 Tujuan Kajian Pustaka…………………………………………………….…… 35 3.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Pada Area yang Sama…………………… 35 3.3 Kesimpulan Tentang Dua Penelitian Sebelumnya dan Hubungannya dengan Penelitian Penulis………………………………….. 37 BAB IV LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS………………………………… 39 4.1 Landasan Teori……………………………………………………..……… 39 4.1.1 Pengertian Kredit……………………………………………………….….. 39 4.1.2 Unsur-Unsur Kredit…………………………………………………….….. 39 4.1.3 Jenis-Jenis Kredit………………………………………………………….. 41 4.1.4. 1 Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Kecil (KUK)………………………... 45 4.1.4. 2 Ketentuan Peminjaman KUK…………………………………………… 46 4.1.5 Pengertian Usaha Kecil……………………………………………………. 47 4.1.6 Bentuk dan Jenis Usaha Kecil……………………………………………... 47 4.1.6.1 Bentuk Usaha Kecil……………………………………………………..… 48 4.1.6.2 Jenis Usaha Kecil…………………………………………………….…… 49 4.1.7 Pengertian Bank……………………………………………………………. 50 4.1.7.1 Pengertian Bank Umum…………………………………………………... 51 4.1.7.2 Kegiatan Bank…………………………………………………………..… 51 4.1.8 Jumlah Penghimpunan Dana Bank………………………………………… 51 4.1.9 Suku Bunga Kredit Pinjaman……………………………………………… 53 4.1.10 Inflasi……………………………………………………………….……... 56 4.1.11 Gambar Alur Pikir dalam Diagram Hubungan Anta Variabel dari Penelitian………………………………….. 65 4.2 Hipotesis Penelitian……………………………………………………….. 66 BAB V METODE PENELITIAN…………………….…………………………… 67 5.1 Metode Penelitian………………………………………………….……… 67 5.1.2 Metode Pengumpulan Data………………………………………………... 67 5.1.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………………………….. 67 5.2 Metode Analisis Data……………………………………………………... 68 5.2.1 Analisis Diskriptif…………………………………………………………. 68 5.2.2 Analisis Kuantitatif………………………………………………………… 68 5.3 Pengujian Model Terbaik Dengan Menggunakan MWD Test………... .….. 69 5.4 Pengujian Hipotesis……………………………………………………….. 70 5.4.1 Analisis Varian (Uji F)………………………………………………..….. 70 5.4.2 Uji t-test……………………………………………………………………. 72
5.4.3 Koefisien Determinasi Majemuk ( )…………………………………… 75 R2
5.5 Test Asumsi Klasik………………………………………………………... 75 5.5.1 Uji Multikolinearitas………………………………………………………. 75 5.5.2 Uji Heterokedastisitas………………………………………………..……. 76 5.5.3 Uji Autokorelasi……………………………………………………………. 77 BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN………………………………….…… 79 6.1 Hasil Pengujian Model Dengan MWD Test………………………………. 79 6.2 Pengujian Hipotesis………………………………………..……………… 79 6.2.1 Analisis Varian (Hasil dari Uji F)…………………………..……..……… 79 6.2.2 Analisis Varian ( Hasil dari Uji t )………………………………………… 80 6.2.3 R Square…………………………………………………………………… 81 6.3 Uji Asumsi Klasik………………………………………………………… 81 6.3.1 Uji Multikolinearitas…………………………………………..….………. 81 6.3.2 Uji Heteroskedastisitas……………………………………………..…….. 82 6.3.3 Uji Autokorelasi…………………………………………………………… 83 6.4 Intepretasi/Evaluasi Koefisien Hasil Regresi LN……………………..…… 83 BAB VII SIMPULAN DAN IMPLIKASI……………………………………….... 86 7.1 Simpulan………………………………………………………………………. 86 7.2 Implikasi……………………………………………………………...……….. 88 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1.1 Jumlah Unit Industri Menengah/Besar Dan
Industri Kecil Di Indonesia Periode 1991-1997…………………………... 7 1.2 Tenaga Kerja Industri Menengah/Besar Dan Industri Kecil Di Indonesia Periode 1993-1997………………………….. 8 2.1 Jumlah Alokasi KUK Bank-Bank Umum………………………………… 28 2.2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank-Bank Umum…………………………. 30 2.3 Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2003-2005……………………………… 32 2.4 Tingkat Suku Bunga Kredit Bank-Bank Umum………………………….. 34
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Pola Hubungan Kerjasama Perusahaan Besar-Menengah-Kecil……………………………………………………. 24 2.2 Jumlah Alokasi KUK………………………………………………………28 2.3 Jumlah Penghimpunan Dana……………………………………………… 30 2.4 Tingkat Inflasi Indonesia………………………………………………….. 32 2.5 Tingkat Suku Bunga Kredit……………………………………………….. 34 4.1.Gambar Grafik Hubungan Suku Bunga Kredit Dan Jumlah Alokasi Kredit……………………………………………….. 54 4.2.Gambar Grafik Demand Pull Inflation…………………………………… 61 4.3.Gambar Grafik Cost Push Inflation………………………………………. 62 4.4.Gambar Diagram Hubungan Antar Variabel…………………………….. 65 5.1 Grafik Distribusi Probabilitas (t) Positif…………………………………... 74 5.2 Grafik Distribusi Probabilitas (t) Negatif……………………………......... 74 6.1 Matrikorelasi………………………………………………………………. 82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman I. Data Asli Observasi……………………………………………………. 88 II. Data Diolah Menjadi LN……………………………………………..... 89 III. (Hasil Olah Data Regresi LN)…………………………………………. 90 IV. (Model Regresi LN)……………………………………………………. 91 V. (Uji Multikolinearitas)…………………………………………………. 92 VI. (Uji Heterokedastisitas)………………………………………………... 93 VII. (Uji Autokorelasi)…………………………………………………….... 94 VIII. (Uji Mwd Z1)…………………………………………………………... 95 IX. (Uji Mwd Z2)………………………………………………………….. 96
ABSTRAK
Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah kredit atau pembiayaan dari bank untuk
investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif. Dalam pemerintahan SBY-JK sekarang, telah ditetapkan kebijakan perekonomian untuk menggalang bangkit berkembangnya usaha kecil melalui microeconomicyears, kebijakan tersebut mengakibatkan exspansi moneter dan akhirnya juga akan membuat perbankkan mengucurkan dana dengan intesitas tinggi. Salah satunya adalah penyaluran kredit untuk usaha kecil yaitu KUK. KUK sangat membantu usaha kecil jika teralokasikan atau terlaksana secara baik.
Mengetahui faktor-fator yang mempengaruhi alokasi KUK adalah sangat penting bagi masyarakat khususnya bank dan pemerintah begitu juga dengan UKM. Keputusan atau pembuatan policy untuk memperbaiki perekonomian melalui pengembangan Usaha Kecil dapat dibuat dengan bedasar pada penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi KUK. Untuk itulah penelitian ini dibuat/ditulis. Regressi linier berganda menggunakan model logaritma natural dengan metode OLS menjadi pilihan penulis, dikarenakan dengan metode tersebut dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang faktor-faktor yang mempegaruhi KUK dengan sangat jelas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi KUK yang menjadi hipotesa awal adalah suku bunga riil pinjaman, tingkat inflasi Indonesia dan jumlah penghimpunan dana bank umum yang kesemuanya dari sisi kebijakan moneter dan perbankan. Fakta dari olah data yang dilakukan penulis ternyata menunjukkan bahwa suku bunga riil pinjaman, tingkat inflasi di Indonesia dan jumlah penghimpunan dana oleh bank-bank umum di Indonesia mempengaruhi secara serentak dan individu terhadap alokasi KUK pada bank-bank umum di Indonesia.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun 1998
sampai kini masih tidak bisa kita lupakan baik secara mental maupun ekonomi
dan menjadi beban tanggungan bagi siapapun. Pemerintah mempunyai beban
paling besar dikarenakan harus menanggung keluh kesah masyarakat.
Kemiskinan, inflasi dan pengangguran menjadi tema sentral permasalahan
ekonomi yang menyita pikiran pemerintah untuk segera dipecahkan. Berbagai
cara, daya dan upaya telah diusahakan untuk mengatasinya tetapi tidak juga
kunjung usai.
Dunia juga melihat dengan persepsi yang sama bahwa kemiskinan, inflasi
dan pengangguran menjadi musuh bersama bagi kesejahteraan manusia. PBB
yang merupakan representative dari bangsa-bangsa didunia memiliki rencana
kedepan untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Rencana itu dikenal dengan
MGDs (Millenium Development Goals).
Tahun ekonomi mikro menjadi slogan pemerintahan terpilih dalam progam
micro economic year. Permodalan bagi usaha kecil-menengah UMKM atau UKM
menjadi salah satu tema pokok didalamnya. Kemudian dengan berbagai regulasi
yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat dijadikan problem solveng bagi
permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah
melaksanakan beberapa kebijakan tersebut, seperti yang kita dengar dalam
kebijakan moneter dan perbankan yang ditetapkan pemerintah.
2
Kebijakan moneter dan perbankan pemerintahan SBY dan JK yang berkaitan
dengan ekspansi keuangan untuk modal pada industri kecil atau usaha kecil
menengah sangat menarik perhatian kita semua terlebih pada dunia usaha. Seperti
yang telah kita ketahui diatas bahwa sebenarnya kebijakan ini sangatlah krusial
dalam menangani masalah kemiskinan. Banyak penduduk dunia yang ada di
bawah garis kemiskinan absolut dan kebanyakannya berada di negara dunia ketiga
seperti indonesia membutuhkan cara keluar daripadanya, yang cara salah satunya
adalah menciptakan lapangan kerja melalui usaha kecil.
Pemerintah Indonesia dengan sangat antusias bergerak untuk
mengembangkan usaha kecil, karena sebenarnya usaha kecillah yang dahulu
ketika krisis moneter 1998 terjadi tidak begitu parah terkena dampak dari krisis
tersebut. Usaha besar banyak berjatuhan dan kesulitan dalam menghadapi krisis
sehingga kasus PHK menjadi hal yang wajar dan marak mewarnai dunia ekonomi
Indonesia, tetapi usaha kecil malah mampu bertahan dari krisis tersebut. Inilah
yang mendorong pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil, terbukti dengan
ditetapkannya regulasi dan kebijakan dari sektor perbankan yang berbeda dan
lebih ekspansif dari sebelumnya, khususnya pada alokasi kredit sektor mikro atau
KUK.
Terhitung sejak tanggal 4 Januari 2001. Bank Indonesia telah
menyempurnakan ketentuan tentang Kredit Usaha Kecil (KUK). Melalui
peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit
Usaha Kecil yang pokok-pokonya meliputi (i) bank dianjurkan menyalurkan
dananya melalui pemberian KUK, (ii) bank wajib mencantumkan rencana
3
pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan (RKAT), (iii) bank wajib
mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan
keuangan publikasi, (iv) plafon KUK disesuaikan menjadi Rp 500.000.000, per
nasabah, (v) bank yang menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari
Bank Indonesia, dan (vi) pengenaan sangsi dan insentif dalam rangka pencapaian
kewajiban KUK dihapuskan. (Tiktik SP dan Abd. Rachman S, 2002, 33)
Bagi UKM, sebenarnya terdapat dua sumber permodalan atau pendanaan
untuk pengembangan usaha UMKM, yaitu kredit program dan dana perbankan.
Dalam kebijakan kredit perbankan, BI menganjurkan agar perbankan
menyalurkan kredit UMKM dengan membuat business plan dalam upaya
menyebar risiko portfolio perkreditan. Selanjutnya, bank diminta untuk
mempublikasikannya dalam laporan keuangan publikasi sehingga masyarakat
dapat menilai bank-bank mana yang berpihak terhadap usaha kecil.
Abdul Salam (2003) mengungkapkan, bahwa dalam business plan tahun
2002, 14 Bank umum yang menguasai 80 persen aset perbankan nasional
(systemically important banks) dan BPR, telah menetapkan rencana penyaluran
kreditnya kepada sektor UMKM. Total penyaluran Rp 30, 89 triliun, terdiri dari:
kredit usaha mikro Rp 4,41 triliun, kredit usaha kecil Rp12,7 triliun dan kredit
kepada usaha menengah sebesar Rp 13,8 triliun.
Pada akhir 2002, kenyataan dari business plan tersebut mencapai Rp 35,9
triliun atau 116 persen dari target awal. Untuk tahun 2003, business plan kredit
perbankan kepada UMKM mengalami peningkatan menjadi Rp 42,4 triliun, yang
terdiri dari kredit usaha mikro Rp 7,5 triliun (18 persen), kredit usaha kecil Rp
4
15,2 triliun (36 persen) dan kredit kepada usaha menengah sebesar Rp 19,7 triliun
(46 persen). Sampai triwulan II tahun 2003, kenyataan business plan tersebut telah
mencapai Rp 18,5 triliun atau 43,6 persen. Alokasi KUK semakin tahun semakin
meningkat sehingga membuat sektor UKM gembira karenanya.
Kecenderungan pada saat ini memang kebijakan moneter dan perbankan
memihak pada sektor UKM dengan mengeluarkan berbagai regulasi guna
meningkatkan kredit usaha kecil (KUK). KUK menjadi andalan bagi
keberlangsungan sektor UKM, karena tanpa KUK sektor UKM tidak bisa tumbuh
berkembang dan permasalahan ekonomi yang berupa kemiskinan, pengangguran
tidak bisa teratasi.
Hal yang demikian merupakan terobosan baru dan menyenangkan bagi
pengusaha kecil, dikarenakan selama ini mereka kekurangan modal untuk usaha.
Kesulitan dalam mengakses modal dari berbagai sumber keuangan yang ada baik
lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank menjadi masalah
utamanya.
Jika kita tinjau dari segi makroekonomi hal ini menjadi berita bagus bagi
makroekonomi Indonesia. Analisis makroekonomi menjelaskan bahwa, jika
suntikan atau investasi dinaikan maka akan mempengaruhi keseimbangan
pendapatan nasional sehingga ikut mengalami kenaikan. Hal ini dapat terlihat
yaitu jika investasi atau suntikan keatas pengusaha kecil swasta naik, maka akan
mengakibatkan produktifitas berkembang, karena mereka mendapatkan modal
usaha tambahan.
5
Pengusaha yang menggunakan dana ini diharapkan mampu untuk
menghasilkan pertambahan barang-barang dan jasa, sehingga akan mempengaruhi
kenaikan permintaan agregat atas konsumsi rumah tangga dan selanjutnya akan
berpengaruh kepada kenaikan output total sehingga menyebabkan GDP ikut naik
Jika kondisi demikian berjalan terus sampai beberapa tahun kedepan maka
pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sehingga pendapatan
perkapitapun akan semakin tinggi, serta memungkinkan untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Tingkat pengangguran juga akan mengalami penurunan.
Efek multiplayer seperti inilah yang berasal dari suntikan atau investasi
diharapkan akan membantu mengatasi permasalahan pokok ekonomi Indonesia.
Tepat kiranya jika pemerintah dalam ekspansi moneter melalui perbankan
titik tekannya ditujukan kepada alokasi KUK dengan tujuan mencapai kenaikan
produktifitas, dan karena KUK adalah langsung dihujamkan kepada kondisi sektor
riil ekonomi. Dalam hal ini dapat terlihat pada regulasi perbankan yang
berhubungan dengan KUK.
Secara umum (menurut Paket Kebijakan 29 Mei 1993 dan didukung dengan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/24/Kep/Dir tanggal 29 Mei
1993). Kategori yang dimaksud dengan kredit untuk usaha kecil adalah kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan platfon kredit maksimum Rp
250 Juta untuk membiayai usaha yang produktif.
Usaha produktif adalah usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam
menghasilkan barang dan jasa. Kredit tersebut dapat berupa Kredit Investasi
maupun Kredit Modal Kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki total aset
6
maksimum Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan yang ditempati. Kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan platfon kredit sampai dengan
Rp 25 juta biasanya dianggap sebagai kredit kepada usaha mikro. (Totok B dan
Sigit T, 2006,121)
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM (Usaha Kecil Menengah)
selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan sangat penting,
karena sebagian besar jumlah penduduk berpendidikan rendah dan hidup dalam
kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha
kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan
pembangunan yang dikelola oleh dua departemen, yaitu :
1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
2. Departemen Koperasi dan UKM.
Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilakukan masih belum
memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar.
Pelaksanaan kebijakan UKM oleh pemerintah selama orde baru, sedikit saja
yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja dan merupakan
janji politik belaka, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih
berpihak kepada pengusaha besar hampir pada semua sektor, antara lain
perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri. Industri kecil
menengah atau UKM di jadikan anak tiri pembangunan ekonomi, padahal dari
data dan sisi rasionalitas ekonomi, sektor UKM sangat membantu dan menjadi
solusi bagi masalah yang sekarang ini ada dalam perekonomian.
7
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar
berbentuk usaha kecil yang bergerak dalam sektor pertanian. Pada tahun 1996
data BPS menunjukan jumlah UKM adalah 38,9 juta, dimana sektor pertanian
berjumlah 22,5 juta (57,9 %), sektor industri pengolahan adalah 2,7 juta (6,9 %),
sektor perdagangan, rumah makan dan hotel adalah 9,5 juta (2,4%) dan sisanya
bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional BPS data 1998 sebesar
6,2%. (Tiktik SP dan Abd. Rachman S, 2002, 20)
BPS juga menunjukkan bahwa 99,3% dari jumlah unit industri merupakan
industri kecil. Jumlah pekerja yang diserap industri kecil lebih besar dibandingkan
dengan jumlah pekerja yang diserap industri besar yaitu 67%:23% seperti yang
terlihat pada tabel 1.1 dan 1.2 di bawah ini:
TABEL 1.1
JUMLAH UNIT INDUSTRI MENENGAH/BESAR DAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA
PERIODE 1991-1997
Tahun Industri Skala
Menengah/Besar Industri Skala Kecil Jumlah Persen
(%) 1991 16,494 0.66 2,473,765 99.34 2,490,256 100 1992 17,648 0.71 2,474,235 99.29 2,491,883 100 1993 18,219 0.73 2,478,549 99.27 2,496,768 100 1994 19,017 0.74 2,503,529 99.26 2,522,305 100 1995 21,551 0.8 2,641,339 99.2 2,662,662 100 1996 22,997 0.87 2,679,130 99.13 2,702,595 100 1997 23,386 0.71 3,543,397 99.3 3,566,783 100
Sumber : BPS, 1998
8
TABEL 1.2
TENAGA KERJA INDUSTRI MENENGAH/BESAR DAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA
PERIODE 1993-1997
Industri Skala Menengah/Besar Industri Skala Kecil Jumlah Pekerja
Tahun Pekerja ( orang )
Bagian ( % )
Pertumbuhan ( % )
Pekerja ( orang )
Bagian ( % )
Pertumbuhan ( % )
Pekerja ( orang )
Bagian ( % )
1993 5,574,829 32.38 7.93 7,464,011 67.6 6.1 11,038,820 100
1994 3,813,670 33.2 6.68 7,674,687 66.8 2.8 11,488,357 100
1995 4,174,142 34.2 9.45 8,016,397 65.8 4.45 12,190,539 100
1996 4,214,967 33.8 0.98 8,255,747 66.2 2.98 12,470,714 100
1997 4,170,093 33.25 -1.06 8,371,327 66.7 1.4 12,541,420 100
Sumber : BPS, 1997
Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian yang
kusus bagi berkembangnya UKM. Sebenarnya setiap kebijakan pembangunan
ekonomi pemerintah sejak PELITA I punya ciri dan arah yang berbeda-beda
tergantung dari situasi dan kondisi ekonomi yang dihadapi bangsa. Termasuk
kebijakan ekonomi tentang KUK (Kredit Usaha Kecil) dan koperasi. Sejarah
perekonomian Indonesia mencatat, bahwa sejak dulu sektor swasta khususnya
adalah pengembangan UKM memang mendapat perhatian yang cukup besar
karena memang sudah seharusnya pantas, serta tepat untuk dijadikan skala
prioritas kebijakan ekonomi pemerintahan.
Pemerintah pada tanggal 1 Juni tahun 1983 telah mengeluarkan kebijakan
untuk meningkatkan efisiensi dalam memobilisasi dana dengan prinsip
profesionalitas serta kemandirian. Kebijakan ini yang diharapkan dapat
9
memantapkan stabilitas moneter guna mendukung proses penyesuaian
perekonomian sehingga dapat mendorong sektor swasta bertambah maju.
Pertumbuhan ekonomi meningkat pada tahun 1988 setelah dikeluarkannya
Pakto 88 yaitu pada tanggal 27 Oktober 1988, yang diupayakan untuk dapat
menggerakkan dana. Bank-bank menaikkan kredit dan reserves requirement turun
menjadi 2% dari 15% sehingga kredit semakin meningkat. Kemudahan perizinan
untuk mendirikan bank menjadi bagian penting dalam sejarah perbankan
Indonesia dalam usaha untuk menaikan kredit karena adanya pakto 88.
(Insukindro, 1993, 68)
Porsi alokasi KUK yang diberikan oleh bank-bank umum yang notabene
memiliki aset paling besar menjadi sangat berarti bagi berkembangya UKM. KUK
adalah penentu bagi hidup matinya UKM yang diharapkan menjadi sebuah solusi
bagi masalah perekonomian kini. Tanpa KUK maka UKM akan kehilangan
potensi untuk tumbuh dan berkembang dikarenakan support utama berdirinya
UKM adalah KUK, jadi keduanya tidak bisa terlepas. Perkembangan, porsi serta
penentu dari alokasi KUK oleh bank-bank umum di Indonesia harus selalu
diperhatikan. Perhatian kepadanya membutuhkan cara-cara khusus dan intensif
sehingga selalu terpantau yaitu faktor-faktor dimana situasi dan kondisi yang
menciptakan pengaruh hubungan antara alokasi KUK yang teralokasikan dengan
sektor riil ekonomi UKM.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan atau mempengaruhi alokasi KUK
dengan demikian layak untuk diteliti. Jika tidak ada penelitian tentangnya
dikhawatirkan alokasi KUK yang sangat penting bagi perekonomian ini ketika
10
terjadi problem, kendala yang menghambat alokasi KUK tidak dapat diketahui
apa penyebab sebenarnya, sehingga tidak mampu untuk mencari solusi terbaik
dalam mengatasi masalah yang ada.
Penulis berkeinginan untuk meneliti apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi KUK dalam sektor perbankkan. Faktor tersebut adalah; Jumlah
dana yang dihimpun oleh bank-bank umum, tingkat bunga kredit dan tingkat
inflasi akan menjadi subjek penelitian penulis. KUK yang teralokasikan dapat
terpengaruh oleh jumlah dana yang dihimpun bank karena jika semakin banyak
dana yang diperoleh bank dari masyarakat maka akan semakin banyak pula yang
ia alokasikan untuk kredit karena bank ingin mendapatkan keuntungan yang besar.
Tingkat suku bunga juga mempengaruhi KUK karena semakin tinggi tingkat suku
bunga maka akan menimbulkan keengganan masyarakat yaitu UKM untuk
meminjam dana jika tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh UKM
dari peminjaman dana KUK tersebut. Inflasi juga berpengaruh terhadap KUK
karena jika terjadi inflasi maka bank sentral akan menaikan bunga kemudian
berdampak pada penaikan bunga oleh bank-bank umum sehingga bunga KUK
ikut naik, juga dikarenakan jika terjadi inflasi dunia usaha akan mengalami
kelesuan sebab permintaan agregat akan turun.
Berdasarkan kepentingan di atas Penulis berkeinginan untuk meneliti dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi KUK. Penelitian
diharapkan bisa dilaksanakan sesegera mungkin karena kepentingannya yang
mendesak. Diharapkan dengan penelitian ini semua pihak yang terkait dan
11
berkepentingan dengannya dapat memanfaatkan hasil yang sebesar-besarnya.
Penelitian ini oleh penulis dijadikan sebagai skripsi dengan judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada
Bank-Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004:02-2005:12)”
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan diatas, maka
dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah jumlah dana yang dihimpun oleh bank-bank umum di
Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi KUK
pada bank-bank umum di Indonesia ?.
2. Apakah tingkat suku bunga riil kredit ( Pinjaman ) berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap alokasi KUK pada bank-bank umum
di Indonesia ?.
3. Apakah tingkat laju inflasi di Indonesia berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap alokasi KUK pada bank-bank umum di
Indonesia ?.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah jumlah dana yang dihimpun oleh bank-
bank umum di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
alokasi KUK pada bank-bank umum di Indonesia.
12
2. Untuk mengatahui apakah tingkat suku bunga riil kredit ( pinjaman )
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi KUK pada
bank-bank umum di Indonesia
3. Untuk mengetahui apakah tingkat laju inflasi di Indonesia
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi KUK pada
bank-bank umum di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang akan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi penulis adalah untuk mendapatkan gelar S1
2. Bagi pemerintah dan masyarakat adalah untuk informasi bagaimana
pemerintah dan masyarakat dapat meningkat sektor industri kecil
atau UKM sebagai usaha untuk meningkatkan GDP serta berguna
bagi pembanding bagi penelitian yang serupa
3. Bagi bank-bank umum di Indonesia adalah untuk sumber referensi
dan informasi bagaimana membuat kebijakan yang berkaitan dengan
alokasi KUK serta strategi peningkatan UKM
1.5 Sistematika Penulisan
Penelitian, skripsi yang akan dilaksanakan oleh penulis direncanakan
memiliki beberapa pokok bab bahasan yang akan mengatur jalannya kelancaran
proses penelitian tersebut. Bab bahasan dalam skripsi ini memiliki 7 pokok bab
bahasan yang akan digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan penelitian/
skripsi ini. Pokok bab bahasan tersebut adalah :
13
1. Bab I : Pendahuluan
Unsur-unsur pokok yang termuat dalam bab pertama
ini adalah tentang latar belakang penulisan, rumusan
masalah penelitian, manfaat dan tujuan diadakannya
penelitian tersebut dan urut-urutan dalam sitemetika
penulisan penelitian.
2. Bab II : Tinjauan Umum Subjek Penelitian
Bab ini merupakan uraian/deskripsi/gambaran umum
atas subjek penelitian yang akan diteliti. Dilakukan
dengan merujuk kepada data ataupun fakta yang
bersifat umum sebagai wacana umum variabel-
variabel yang berkaitan dengan penelitian.
3. Bab III : Kajian Pustaka
Bab ini berisi tentang pendokumentasian dan
pengkajian hasil dari penelitian sebelumnya pada
area yang sama. Dari proses ini akan ditemukan
hubungan, kelebihan dan kelemahan antar penelitian
sehingga menunjukan penting dan bermanfaatnya
penelitian ini bagi ilmu pengetahuan.
4. Bab IV : Landasan Teori dan Hipotesis
Bab ini ada dua bagian penting yang pertama adalah
mengenai landasan teori yang harus memberikan
diskusi yang lengkap tentang hubungan antarvariabel
14
dalam penelitian yang saling terlibat. Bagian kedua
adalah formulasi hipotesis sehingga dengan
diformalkannya hipotesis maka ia akan siap untuk
diuji.
5. Bab V : Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang
digunakan dalam penelitian dan data-data yang
digunakan beserta sumber data.
6. Bab VI : Analisis dan Pembahasan
Bab ini menguraiakan tentang semua temuan-temuan
yang dihasilkan dalam penelitian dan analisis
statistik.
7. Bab VII : Simpulan dan Implikasi
Bab ini berisi dua hal yang pertama adalah tentang
simpulan yaitu akan menguraikan simpulan-
simpulan yang langsung diturunkan dari seksi
diskusi dan analisis yang dilakukan dalam bagian
sebelumnya, juga sudah dapat digunakan dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
rumusan masalah. Pada hal yang kedua tentang
implikasi yaitu sebagai hasil dari simpulan sebagai
jawaban atas rumusan masalah haruslah dapat ditarik
benang merah apa implikasi teoritis penelitian ini.
15
Diharapkan dengan ketujuh proses pokok bab pembahasan tersebut kelancaran
dan keberhasilan dari penelitian skripsi dapat terlaksana.
16
BAB II
TINJAUAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
2.1 Kondisi Bank-Bank Umum
Jumlah bank umum sejak krisis moneter tahun 1998 berkurang lebih 100
bank. Suatu pengurangan jumlah yang besar. Saat ini, jumlahnya tinggal 131 bank
umum, di mana 60 persen di antaranya bank kecil dengan aset Rp 1 triliun ke
bawah. Dari sisi finansial atau aset, 15 bank menguasai lebih dari 80 persen
industri perbankan. (SEKI:BI)
Pada tahun 2004, perbankan nasional memasuki pertumbuhan tinggi, sektor
perbankan menguasai pasar, emiten perbankan memimpin pergerakan saham di
pasar modal. Penyelenggaraan pemilu memang sedikit menghambat laju
penyaluran kredit di kuartal pertama, tetapi fundamental yang kuat menghasilkan
optimisme besar memandang perbankan.
Masa konsolidasi perbankan bisa dikatakan telah usai tahun 2003 lalu.
Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan divestasi Bank
Permata menjadi penanda telah berakhirnya masa itu.
Semua bank yang tadinya di bawah BPPN telah menyelesaikan program
restrukturisasi, hal ini berjalan dengan lancar, terutama sekali restrukturisasi kredit
bermasalah (NPL). Konsolidasi lain, yaitu konsolidasi secara akuntansi, seperti
halnya kuasi reorganisasi juga telah selesai. Kuasi reorganisasi adalah prosedur
akuntansi yang ditetapkan perusahaan dan disetujui pemegang saham untuk
menghapus saldo negatif laba ditahan dengan menurunkan saldo akun (pos) paid-
17
up capital (modal disetor). Dalam proses tersebut, aktiva yang dinilai terlalu tinggi
juga harus diturunkan.
Selesainya kuasi reorganisasi ini membuat posisi bank berubah sama sekali.
Dari keuangan yang negatif besar, menjadi positif. Secara fundamental posisi
permodalan bank nasional sudah sangat tinggi, mencapai Rp 120 triliun. Naik Rp
20 triliun dari bulan sebelumnya yang Rp 100 triliun. Atau telah melambung jauh
dari posisi modal pada masa krisis tahun 1999 yang negatif Rp 21 triliun suatu
berita yang sangat menyenangkan.
Sampai dengan tahun 2003, perbankan boleh dikatakan disibukkan oleh
kegiatan konsolidasi intern dan ekstern, melakukan berbagai efisiensi dari soal
operasional, jaringan, kantor cabang, serta efisiensi biaya modal dengan
membuang beban. Yang paling kentara adalah pergeseran sumber dana dari dana
mahal berupa deposito ke dana murah berupa tabungan dan giro.
Pada bulan Juni 2003 posisi deposito berjangka yaitu terhitung masih 52
persen dari total dana pihak ketiga, dan terus turun sehingga pada Desember 2003
menjadi 48 persen. Tahun 2004, total deposito berjangka Rp 405 triliun, atau 45
persen dari total dana pihak ketiga yang Rp 897 triliun. 55 persen dana pihak
ketiga telah berbentuk dana murah berupa tabungan dan giro. Bahkan struktur
pendanaan ini lebih baik daripada masa sebelum krisis, di mana porsi deposito di
atas 50 persen bahkan bisa mencapai 54 persen dari dana pihak ketiga. ( SEKI :
Bank Indonesia )
Faktor lain yang membuat bank merasa kokoh adalah obligasi pemerintah di
perbankan yang mencapai Rp 321 triliun, memang dana pemerintah. Di satu sisi
18
masih banyaknya obligasi pemerintah dikritik habis karena menunjukkan masih
lemahnya fungsi intermediasi bank. Tetapi, di sisi lain obligasi pemerintah ini
cukup mendukung kinerja perbankan. Sekalipun tidak ideal, hal itu membantu
bank dari sisi pendapatan, dan aliran dana tunai ketika sektor riil belum siap
menyerap kredit.
Keberhasilan BI mempertahankan suku bunga sangat rendah memberi dua
keuntungan kepada bank. Pertama beban bunga menurun tajam, dari Juni tahun
2003 ke Juni tahun 2004 turun 35-40 persen, adalah suatu prestasi yang harus
diteruskan. ( SEKI : Bank Indonesia ) Selain dari turunnya suku bunga kredit,
penurunan beban bunga ini juga diperoleh dari penggeseran sumber dana bank
yaitu dari yang mahal berupa deposito ke murah berupa tabungan dan giro.
Dari berbagai indikator yang menunjukkan pemulihan kinerja perbankan,
yang masih berbeda dengan kondisi sebelum krisis hanya soal rasio kecukupan
modal (CAR) dan rasio penyaluran kredit dibandingkan dana pihak ketiga (loan
deposit ratio/LDR). Perbedaan utama ini terkait dengan faktor aset bank yang
sebagian besar masih berbentuk obligasi pemerintah. Jadi, besar sekali piutang
yang tidak dalam bentuk kredit, tetapi berbentuk obligasi pemerintah yang tidak
dapat diberi bobot risiko. Menjadi tidak terlalu mengherankan kalau CAR tinggi,
LDR rendah karena dana pemerintah tersebut.
Dengan selesainya konsolidasi, perbankan tidak lagi melulu sibuk
mengurusi perbaikan internal. Bankir mulai bisa fokus berpikir tentang bagaimana
untuk tumbuh dan berkelanjutan. Caranya bisa bermacam-macam seperti ekspansi
kredit, merger dan akuisisi, atau membentuk aliansi strategis.
19
Ardhian ( 2004 ) menyebutkan tanda-tanda fase pertumbuhan tinggi ini bisa
dilihat pada semaraknya merger, akuisisi dan berbagai langkah lain tersebut.
Sebut saja akuisisi Central Sari Finance (CSF) oleh Bank Central Asia, Adira
Dinamika Multi Finance oleh Bank Danamon, masuknya OCBC Bank Singapore
yang membeli 22,5 persen saham Bank NISP, Bank Buana menggandeng Bank
asal Singapura lainnya, UOB, dengan melepaskan 23 persen saham dengan nilai
Rp 602 miliar.
Pertanda yang paling mencolok adalah begitu banyaknya bank lokal yang
mengikuti tender divestasi Bank Permata. Akuisisi terhadap bank lain sudah jelas
dampaknya bagi peningkatan kemampuan bank. Akuisisi terhadap perusahaan
pembiayaan akan membantu mendongkrak penyaluran kredit. Akuisisi atau aliansi
strategis dengan perusahaan sekuritas atau asuransi akan membantu kemampuan
sebaran pelayanan bank sehingga dana nasabah tidak akan lari ke mana-mana dan
dapat diolah secara lebih maksimal.
2.2 Kebijakan Bank Indonesia dan Bank-Bank Umum dalam Penyaluran
Kredit Usaha Kecil
Dengan berlakunya UU No.23/1999, BI tidak lagi dimungkinkan untuk
memberikan kredit, sehingga tugas pengelolaan kredit program dialihkan kepada
tiga BUMN yang ditunjuk pemerintah, yaitu BRI, BTN dan PT Permodalan
Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, tersedia alternatif pendanaan berupa
Surat Utang Pemerintah (SUP). SUP yang penerbitannya dimaksudkan untuk
mengganti dana KLBI yang jatuh tempo tahun 2000 dan 2001, akan dicairkan
secara bertahap sejalan dengan pengembalian KLBI pada saat jatuh tempo,
20
dengan tetap memperhatikan program moneter. Sampai akhir Maret 2003, dana
SUP yang tersedia adalah sekitar Rp 3 triliun. Untuk mengoptimalkan dana SUP
tersebut, perlu dilakukan upaya penyiapan program yang dapat memanfaatkan
dana tersebut yang kunci pokoknya dipegang oleh BI.
BI memiliki strategi guna kelancaran proses pengucuran dana tersebut
kepada UMKM dengan berbagai point penting yaitu:
1. Meningkatkan hubungan bank dengan lembaga keuangan (linkage
program).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit
kepada usaha mikro dan membantu bank dan lembaga keuangan dalam
meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, maka BI mendorong linkage
program antara BPR dan bank umum/lembaga keuangan. Sinergi bank umum
dan BPR dalam bentuk linkage program merupakan salah satu strategi dalam
memperkuat kapasitasnya. Berdasarkan data sampai Juni 2003, kerjasama
tersebut telah melibatkan 923 BPR dengan 29 lembaga keuangan (28 bank
umum dan PT PNM), dengan plafon Rp 548 miliar dan baki debet Rp 331
miliar.
2. Membentuk Unit Layanan Mikro (ULM).
Beberapa bank umum seperti BRI dan Bank BNI telah membentuk unit
layanan mikro (ULM) untuk melayani KUK
3. Pembentukan UKM Centre.
Beberapa bank umum seperti Bank Niaga dan Bank Danamon telah
membentuk UKM Centre yang berlokasi di daerah-daerah tertentu yang
21
diharapkan dapat berfungsi untuk merealisasikan business plan penyaluran
kredit kepada UKM, pelaksanaan linkage program dengan BPR dalam
penyaluran kredit kepada UKM dan sumber informasi bagi masyarakat yang
memerlukan.
4. Pola Kemitraan Terpadu.
Untuk mempermudah akses kepada layanan perbankan, beberapa bank umum
juga memberikan kredit kepada usaha mikro dan usaha kecil dengan pola
kemitraan, yaitu keterkaitan antara usaha besar dengan UKM yang
mempunyai potensi keterkaitan dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Bank Indonesia dan bank-bank umum telah melakukan suatu tindakan
strategis untuk meningkatkan perkembangan sektor riil melalui kredit yang
disalurkan kepada UKM. UKM sebagai sasaran pokok dari strategi kebijakan
perbankan dalam perkreditan KUK tersebut diharapkan dapat menyerap penuh
dana dari bank-bank umum. Penyerapan dana dari bank-bank umum oleh UKM
dengan demikian patut untuk selalu diperhatikan, sehingga jika ditemukan
kendala ditengah jalan dapat segera dicarikan solusinya.
2.3 Kebijakan Pemerintah dalam Mengembangkan Usaha Kecil di Indonesia
Melalui berbagai departemen seperti Departemen Tenaga Kerja,
Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Departemen Perindustrian
maupun Departemen Perdagangan, pemerintah melancarkan progam-progam
pembinaan yang terpadu pada pengembangan Usaha Kecil. Pemerintah tetap
konsisten dengan rencana dan progam kerjanya dalam Pengembangan Perusahaan
22
Kecil, hal tersebut dibuktikan melalui Pola Kebijaksanaan dan Pengembangan
Industri/Usaha Kecil sebagai berikut:
1. Sistem keterkaitan Bapak Angkat-Mitra Usaha.
2. Penjualan saham perusahaan besar yang sehat kepada koperasi.
3. Mewajibkan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) menyisihkan dana
pembinaan sebesar 1%-5% dari keuntungan bersih.
4. Menugaskan lembaga perbankan mengalokasikan dana kredit usaha kecil
dan koperasi sebanyak 20% dari portofolio kredit yang disalurkan ( KUK )
2.4 Kondisi Historis Usaha Kecil di Indonesia dan Prospek Kedepan
Pemerintah telah bertekat untuk mengembangkan sektor small-of business
atau industri/usaha berskala kecil dalam Progam Pembangunan Jangka Panjang
Tahap II ( PJPT II ). Hal ini terbukti dengan terbentuknya Departemen Koperasi
dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada masa pemerintahan dalam kabinet
Pembangunan dalam Pelita ke VI. Oleh karena itu merupakan momentum yang
sangat tepat untuk kalangan wirausaha dan calon wirausaha di Indonesia untuk
memulai melangkah dan mengembangkan kemampuan kewirausahaannya
berkompetisi dengan usaha-usaha kecil yang telah lebih dulu ada.
Pemerintah melalui Departemen Perindustrian, Departemen Tenaga Kerja,
Departemen Perdagangan serta pihak Perbankan telah melakukan upaya yang
semaksimal mungkin dalam membantu pengusaha kecil, industri kecil maupun
sektor informal. Melaului strategi pengembangan usaha kecil, pada akhir pelita III
hal telah terbukti bahwa telah tercapai jumlah unit skala kecil yang tersebar di
23
Pulau Jawa kurang lebih berjumlah ( 76,54 % ) serta di Propinsi lainnya ( 23,46
%) ( Harimurti, 2001, 6 ).
Menurut Drs. Hidayat MA, dalam majalah forum ekonomi, presentase
sektor usaha kecil dan sektor informal di sebagian kota-kota besar di Indonesia
adalah; Jakarta sebesar 50 %, Bandung sebesar 65 %, Semarang sebesar 40 %,
Yogyakarta sebesar 35 %, Surabaya sebesar 45 %. Presentase tersebut sebagian
besar berusaha dalam usaha perdagangan. Bidang perdagangan merupakan bidang
yang lebih memungkinkan, karena memiliki syarat usaha yang tidak seperti usaha
besar yaitu keahlian khusus dan modal permulaan yang besar.
Hubungan bisnis yang saling menunjang pasti dibutuhkan oleh perusahaan
besar atau perusahaan perdagangan yang besar untuk memacu penggunaan
keterampilan dan nilai ekonomis dari usaha kecil. Perusahaan-perusahaan besar
harus membeli bahan baku dan mengangkutnya ke pabrik, subkontrak pembuatan
komponen, membangun jaringan distribusi, penjualan dalam jumlah besar
maupun eceran, serta jaringan jasa pelayanan dan perbaikan. Aktivitas saling
tunjang ini dapat dilaksanakan oleh usaha kecil, karena perusahaan besar
umumnya hanya menangani pekerjaan dalam skala besar yang lebih vital.
Perusahaan besar menyadari pentingnya peran perusahaan kecil, tentunya
akan mengadakan hubungan dan melaksanakan pembinaan, pelatihan serta
pengembangan usaha kecil yang berlokasi dekat dengan perusahaannya.
Wirausaha yang dinamis dan ulet mampu melihat peluang dan seringkali menjadi
agen-agen utama dari perusahaan besar dan mampu berkembang menjadi penyalur
24
atau pedagang besar juga pada akhirnya, agen jasa ( misal: catering dan lainnya )
atau perbengkelan yang besar.
Dengan adanya share atau bagian pekerjaan yang terbuka sedemikian
karena terciptanya suatu sistem produksi, maka sebenarnya selalu ada peluang
dengan pola hubungan keterkaitan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil
dengan berbagai model keterkaitan kerjasama yang menguntungkan. Pola
hubungan yang ideal tersebut dapat dirumuskan menjadi seperti pada gambar 1.1
berikut:
GAMBAR 2.1
POLA HUBUNGAN KERJASAMA PERUSAHAAN BESAR-MENENGAH-KECIL
Perusahaan Besar Perusahaan Menengah Perusahaan Kecil
Perdagangan Grosir Agen dan pengecer
Industri Supplier bahan baku Reparasi, jasa,
transportasi
Perusahaan Ekspor Pengumpul barang
kerajinan
Industri kecil (
produsen )
Sumber : Harimurti , 2001, 48
Usaha besar, menengah dan kecil sudah seharusnya melaksanakan
sinergisitas dalam perekonomian. Penyerapan tenaga kerja pengurangan
pengangguran akan dapat terlaksana jika ketiga skala usaha ini dapat bekerjasama
saling melengkapai dan berkaitan. Pemerintah dengan kebijakannya diharapkan
25
mampu untuk menciptakan regulasi policy yang dapat mengakomodasi dan
melancarkan proses pola hubungan tersebut.
2.5 Perkembangan Kredit Perbankan
Sekalipun LDR belum pulih kembali seperti pada masa sebelum krisis,
tetapi fungsi intermediasi perbankan nasional secara bertahap terus menunjukkan
perbaikan. Terutama pertumbuhan kredit di sektor usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) dan konsumer.
Posisi kredit perbankan pada bulan Juni di tahun 2004 mengalami
peningkatan Rp 15,3 triliun menjadi Rp 528,7 triliun. Sekalipun pada kuartal
pertama tahun 2004 penyaluran kredit sempat seret, hanya tumbuh Rp 6,8 triliun.
Tetapi kondisi itu pada kuartal kedua membaik. Dalam bulan Juni 2004 saja,
kredit baru yang dikucurkan mencapai Rp 11,8 di mana 44,4 persen di antaranya
disalurkan untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM). Secara kumulatif,
sampai Juni 2004, total kredit baru perbankan mencapai Rp 31,9 triliun.
Peningkatan kredit tersebut jika dilihat dari sisi penawaran antara lain
disebabkan oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 17,7 triliun atau
sekitar 2 persen dari total DPK yang Rp 897 triliun. Di lihat dari sisi permintaan,
volume kenaikan kredit didorong oleh relatif rendahnya tingkat suku kredit
perbankan. Meskipun demikian, dalam bulan Juni 2004 terdapat tambahan
undisburse loan, kredit yang sudah disetujui tetapi belum dicairkan, yakni Rp 1,7
triliun. Secara keseluruhan, kredit yang sudah disetujui tetapi belum dicairkan
pada tengah tahun 2004 ini mencapai Rp 127,6 triliun.
26
Tingginya jumlah kredit yang telah disetujui oleh pihak bank, tetapi belum
ditarik tersebut adalah mengisyaratkan bahwa sektor riil masih menghadapi
banyak kendala, sehingga hanya memiliki sedikit ruang gerak. Tidak heran kalau
porsi kredit terbesar masih dari kredit konsumsi, sementara kredit investasi paling
rendah. Pada Mei 2004, dari total kredit baru Rp 24,4 triliun, kredit investasi baru
Rp 5,1 triliun atau 20,1 persen, kredit konsumsi Rp 7,8 triliun atau 32 persen, dan
kredit modal kerja Rp 11,5 triliun atau 47 persen.
Dari sudut kualitas kredit, pada bulan Juni terjadi peningkatan kualitas yang
membanggakan yaitu terlihat pada penurunan rasio NPL kotor maupun bersih
yang masing-masing menurun menjadi 7,6 persen untuk kotor dan 2,4 persen
untuk bersih. Aspek permodalan industri perbankan masih memadai, yakni
tercatat sebesar 20,9 persen. Meskipun demikian, harus diperhatikan pengaruh
faktor besarnya aset berbentuk obligasi pemerintah terhadap CAR dan LDR.
2.6 Perkembangan dan Kondisi Kredit Usaha Kecil ( KUK ) Jumlah
Penghimpunan Dana Tingkat Inflasi serta Suku Bunga Kredit Bank-Bank
Umum di Indonesia
2.6.1 Kredit Usaha Kecil ( KUK ) Bank Umum di Indonesia
Dari data yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia dalam Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia ( SEKI ), menunjukan bahwa jumlah alokasi KUK pada
bank-bank umum sangat memuaskan. Jumlah besar dalam triliyun rupiah
diperlihatkan, pada awal tahun penelitian 2003 bulan Januari sebesar Rp 60
triliyun. Alokasi KUK kemudian stabil sampai dengan bulan September
mengalami peningkatan jumlah alokasi KUK sebesar Rp 72 riliyun, hal ini
27
menunjukan bahwa sektor riil mulai mengalami pertumbuhan yang subur. Kondisi
demikian bertahan sampai empat bulan kedepan yaitu pada bulan Desember tahun
2003.
Data SEKI BI kemudian memperlihatkan pada tahun awal 2004 alokasi
KUK mangalami penurunan dari bulan pada tahun sebelumnya yaitu dari bulan
Desember 2003 sebesar Rp 72 triliyun menjadi sebesar Rp 69 triliyun bulan
Januari tahun 2004. Kondisi seperti ini stabil sampai tujuh bulan mendatang,
hampir sama seperti keadaan alokasi KUK pada tahun sebelumnya juga stabil
pada posisi RP 60 triliyun selama delapan bulan. Kemudian pada bulan
selanjutnya yaitu Agustus baru mengalami kenaikan sebesar Rp 70 triliyun,
dilanjutkan mengalami kenaikan menjadi Rp 80 triliyun pada bulan September
tahun yang sama 2004. Bulan Oktober sampai Nopember tahun 2004 jumlah
alokasi KUK mengalami penurunan lagi yaitu sebesar Rp 70 triliyun.
Pada bulan awal tahun 2005 dan bulan akhir tahun 2004 alokasi KUK
menunjukan kenaikan yaitu sebesar Rp 80 triliyun, kondisi ini tetap stabil sampai
bulan Juli 2005. Data kemudian menunjukan pada bulan Agustus 2005 sampai
bulan tutup tahun menunjukan peningkatan alokasi KUK yaitu sebesar Rp 90
triliyun. Kondisi alokasi KUK secara sepintas jika kita mengamati akan
menunjukan kepuasan dalam pelaksanaannya. Seperti yang diperlihatkan kepada
kita bagaimana alokasi KUK ini berjalan dapat diamati dengan mudah dari tabel
2.1 beserta gambar grafik 2.2 tentang alokasi KUK pada bank-bank umum yang
diambil sumbernya dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia ( SEKI : BI )
dibawah ini:
28
TABEL 2.1
JUMLAH ALOKASI KUK BANK-BANK UMUM
Tahun/Bulan KUK ( Milyard
Rp) Tahun/Bulan
KUK (Milyard
Rp) 2003;01 60672.1 2004;07 69368 2003;02 62656.3 2004;08 70575 2003;03 62075.5 2004;09 81356 2003;04 63454.26 2004;10 79376 2003;05 64158.67 2004;11 79629 2003;06 66381.07 2004;12 85191 2003;07 67195 2005;01 82651 2003;08 69725 2005;02 86576 2003;09 72194 2005;03 88980 2003;10 72393 2005;04 89333 2003;11 73546 2005;05 89069 2003;12 72647 2005;06 88493 2004;01 69275 2005;07 88867 2004;02 68850 2005;08 90712 2004;03 69009 2005;09 91245 2004;04 69060 2005;10 92044 2004;05 69864 2005;11 92290 2004;06 69456 2005;12 96580
Sumber : SEKI BI, 2005
GAMBAR 2.2
JUMLAH ALOKASI KUK
KUK
020000400006000080000
100000120000
2003
;01
2003
;04
2003
;07
2003
;10
2004
;01
2004
;04
2004
;07
2004
;10
2005
;01
2005
;04
2005
;07
2005
;10
Periode
Jum
lah
Alok
asi K
UK
( M
ilyar
d R
p )
29
2.6.2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank-Bank Umum di Indonesia
Dari data SEKI BI dapat ditelusuri tentang bagaimana kondisi jumlah
penghimpunan dana dari pihak ketiga pada bank-bank umum di Indonesia. Pada
awal tahun penelitian yaitu 2003 bulan Januari jumlah penghimpunan dana
sebesar Rp 677 triliyun, jumlah ini cukup besar dan kiranya menggembirakan bagi
kita bawa bukti kondisi perbankan sudah menunjukan pemulihannya dimata
masyarakat dapat terlihat. Kondisi tersebut stabil selama lima bulan kedepan.
Baru pada bulan Juni mulai menunjukkan peningkatan sebesar Rp 710 triliyun,
kemudian secara mengejutkan kondisi ini stabil selama delapan belas bulan
kedepan sampai pada bulan November tahun 2004 menunjukan jumlah sebesar Rp
783 triliyun.
Suatu kondisi yang menyenangkan perbankan, karena dengan melihat data
yang demikian kita dapat mengetahui bahwa perbankan telah tepat menerapkan
strateginya untuk menghimpun dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga merupakan
modal utama bagi bank untuk menunjukan eksistensinya pada dunia ekonomi.
Kegembiraan ini kemudian tetap menunjukan peningkataannya karena pada akhir
tahun 2004 dan selama dua belas bulan kedepan jumlah penghimpunan dana
bank-bank umum di Indonesia naik sejumlah Rp 800 triliyun, kemudian ditutup
dengan akhir tahun penelitian yaitu 2005 bulan Desember dengan jumlah Rp 932
triliyun. Perkembangan yang menarik ini jika kita pantau lebih dalam lagi dapat
terlihat seperti dalam tabel 2.2 dan ditunjukan sepintas dengan melalui gambar
grafik 2.3 berikut ini:
30
TABEL 2.2
JUMLAH PENGHIMPUNAN DANA BANK-BANK UMUM
Tahun/Bulan Jmlh Pnghimpnan Dana ( Milyard Rp ) Tahun/Bulan
Jmlh Pnghimpnan Dana ( Milyard Rp )
2003;01 677130 2004;07 761315 2003;02 686998 2004;08 768860 2003;03 693030 2004;09 776464 2003;04 698095 2004;10 779124 2003;05 699123 2004;11 783977 2003;06 710196 2004;12 820585 2003;07 713981 2005;01 805873 2003;08 719165 2005;02 803531 2003;09 720673 2005;03 813343 2003;10 735756 2005;04 828110 2003;11 728753 2005;05 834602 2003;12 755599 2005;06 853650 2004;01 741029 2005;07 851351 2004;02 734422 2005;08 859836 2004;03 734178 2005;09 875857 2004;04 732048 2005;10 873450 2004;05 743697 2005;11 892688 2004;06 761706 2005;12 932873
Sumber: SEKI BI, 2005
GAMBAR 2.3
JUMLAH PENGHIMPUNAN DANA
Jumlah Penghimpunan Dana
0200000400000600000800000
1000000
2003
;01
2003
;04
2003
;07
2003
;10
2004
;01
2004
;04
2004
;07
2004
;10
2005
;01
2005
;04
2005
;07
2005
;10
Periode
Jum
lah
Peng
him
puna
n D
ana
( Mily
ard
Rp
)
31
2.6.3 Tingkat Inflasi Indonesia Masa Penelitian
Pada data yang ada dalam SEKI BI menunjukan tingkat laju inflasi
Indonesia pada umumnya mengalami alur zigzag yaitu tinggi rendah tingkat
inflasi selalu terjadi pada tahun penelitian. Bulan Januari tahun 2003 menunjukan
laju inflasi sebesar 8,68 % kemudian bulan berikutnya sudah turun menjadi 7,6 %
dan stabil pada kisaran tersebut sampai bulan Mei 2003. Bulan Juni sampai
Oktober tingkat inflasi kembali menunjukkan penurunan yaitu sebesar 6 %, dan
turun terus pada bulan November dan Desember 2003 sebesar 5,5 dan 5,1 %.
Kondisi demikian menarik karena masyarakat akan mulai menikmati sarana
pembiyaan bank yang berupa kredit, sehingga sektor riil dapat bergerak,
dikarenakan tren dari laju inflasi menunjukkan penurunan terus menerus. Inflasi
pada bulan Januari tahun 2004 sampai Februari mengalami penurunan yang
drastis yaitu sampai sebsar 4%. Penurunan tersebut tidak lama kemudian inflasi
kembali merangkak mengalami kenaikan. Bulan berikutnya yaitu pada bulan
maret april mulai naik menjadi 5,1 dan 5,9%. Mei dan Juni kembali naik sebesar
6,4 dan 6,8%, bulan depannya menjadi 7% dan kemudian turun menjadi 6% stabil
sampai lima bulan kedepan yaitu sampai bulan Desember 2004.
Setelah bulan Desember 2004 ke bulan Januari 2005 inflasi mengalami tren
peningkatan yang terus menerus sampai akhir tahun 2005 pada bulan Desember
sebesar 17,11%, walaupun diiringai pasang surut tetapi inflasi tetap menunjukan
jauhnya peningkatan dibanding pada bulan awal penelitian. Perkembangan inflasi
yang demikian menimbulkan kekhawatiran terhadap sektor riil karena dengan
naiknya inflasi diperkirakan sektor riil mengalami hambatan. Suku bunga kredit
32
diperkirakan akan naik seiiring dengan naiknya inflasi. Keadaan yang demikian
dapat kita saksikan seperti dalam tabel 2.3 dan gambar grafik 2.4 dibawah ini :
TABEL 2.3
LAJU INFLASI INDONESIA TAHUN 2003-2005
Tahun/Bulan Inflasi % Tahun/Bulan Inflasi %
2003;01 8.68 2004;07 7.2 2003;02 7.6 2004;08 6.67 2003;03 7.17 2004;09 6.27 2003;04 7.62 2004;10 6.22 2003;05 7.15 2004;11 6.18 2003;06 6.98 2004;12 6.4 2003;07 6.27 2005;01 7.32 2003;08 6.51 2005;02 7.15 2003;09 6.33 2005;03 8.81 2003;10 6.48 2005;04 8.12 2003;11 5.53 2005;05 7.4 2003;12 5.16 2005;06 7.42 2004;01 4.82 2005;07 7.84 2004;02 4.6 2005;08 8.33 2004;03 5.11 2005;09 9.06 2004;04 5.92 2005;10 17.89 2004;05 6.47 2005;11 18.38 2004;06 6.83 2005;12 17.11
Sumber : SEKI BI, 2005
GAMBAR 2.4
TINGKAT INFLASI INDONESIA
Inflasi
0
5
10
15
20
2003
;01
2003
;04
2003
;07
2003
;10
2004
;01
2004
;04
2004
;07
2004
;10
2005
;01
2005
;04
2005
;07
2005
;10
Periode
Ting
kat I
nfla
si (
% )
33
2.6.4 Suku Bunga Kredit KUK Bank-Bank Umum di Indonesia
Dalam data SEKI BI menunjukkan kondisi suku bunga kredit bank-bank
umum yang menjadi sumber penelitian mulai tahun 2003 sampai 2005. Secara
garis besar kondisi perkembangan suku bunga kredit tersebut adalah mengikuti
alur tren pasang-surut, naik-turunya tingkat laju inflasi di Indonesia. Jika tingkat
inflasi naik maka bank Indonesia akan menaikan BI rate nya maka otomatis bank-
bank umum juga akan meningkatkan suku bunga nya baik simpanan maupun
pinjaman untuk mengatasi negative spread.
Laju perkembangan suku bunga kredit bank umum pada awal tahun 2003
bulan Januari menunjukkan 18,26% tingkat suku bunga yang termasuk tinggi,
tetapi pada bulan-bulan selanjutnya mengalami penurununan terus menerus
sampai bulan Agustus 2005 yaitu sebesar 13,4% suatu prestasi kredit yang
membanggakan. Selanjutnya dikarenakan tingkat inflasi yang meninggi maka
suku bunga kredit akhirnya mulai mengikuti kenaikan tersebut, yaitu pada bulan
September 2005 sampai Desember 2005 sebesar 14,51% sampai 16,23%.
Kondisi demikian membuat sektor riil diperkirakan mengalami gangguan
karena sumber dana pembiyaan dari pihak bank menjadi meningkat bebannya
dikarenakan suku bunga kredit yang cenderung meningkat menyusul laju
peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi secara moneter memang mengharuskan
otoritas moneter meningkatkan suku bunga. Perkembangan tingkatan suku bunga
kredit bank-bank umum dapat terlihat seperti pada tabel 2.4 dan dengan mudah
dapat kita mengerti dalam gambaran grafik tingkat suku bunga kredit seperti
gambar 2.5 berikut ini:
34
TABEL 2.4
TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT BANK-BANK UMUM
Tahun/Bulan Skb Kredit U K (%) Tahun/Bulan Skb Kredit U K (%) 2003;01 18.26 2004;07 13.99 2003;02 18.25 2004;08 13.84 2003;03 18.08 2004;09 13.8 2003;04 17.87 2004;10 13.64 2003;05 17.75 2004;11 13.57 2003;06 17.41 2004;12 13.41 2003;07 16.88 2005;01 13.4 2003;08 16.36 2005;02 13.37 2003;09 16.07 2005;03 13.31 2003;10 15.77 2005;04 13.31 2003;11 15.45 2005;05 13.2 2003;12 15.07 2005;06 13.36 2004;01 14.99 2005;07 13.42 2004;02 14.79 2005;08 13.4 2004;03 14.61 2005;09 14.51 2004;04 14.48 2005;10 15.18 2004;05 14.27 2005;11 15.92 2004;06 14.1 2005;12 16.23
Sumber : SEKI BI, 2005
GAMBAR 2.5
TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT
Skb Kredit U K
02468
101214161820
2003
;01
2003
;04
2003
;07
2003
;10
2004
;01
2004
;04
2004
;07
2004
;10
2005
;01
2005
;04
2005
;07
2005
;10
Periode
Ting
kat S
uku
Bun
ga K
redi
t (
% )
35
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1 Tujuan Kajian Pustaka
Tujuan diadakannya kajian pustaka adalah untuk mendokumentasikan dan
mengkaji hasil-hasil dari penelitian yang pernah ada pada area yang sama. Proses
kajian pustaka akan menunjukkan fungsi dan kepentingan dalam penulisan
penelitian. Diperolehnya beberapa penelitian yang sejenis pada area yang sama
dapat diketahui pola hubungan antar penelitian, bermanfaatnya penelitian,
ditemukannya kelebihan dan kelemahan sebagai sarana proses kesempurnaan
kajian pada bidang yang sama tersebut, sekaligus menghindari duplikasi.
3.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Pada Area yang Sama
Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa
peneliti tentang KUK dan UKM penelitian tersebut antara lain:
1. Erwin (1998) “Penelitian Tentang Penyaluran KUK di Indonesia (1990-
1995)”
Penelitian tersebut ditulis dengan tema KUK dan UKM, tentang penyaluran
KUK di Indonesia yang dilakukan dengan sampel yang diambil tahun 1990-1995.
Variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah alokasi KUK di Indonesia,
sedangkan variabel independen penelitian tersebut yaitu jumlah dana yang
dihimpun bank, volume GDP. Menggunakan OLS dengan mencari tahu hubugan
variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. Dalam penelitian
tersebut juga menganalisis hubungan antara inflasi dengan tingkat suku bunga
deposito.
36
Penelitian tersebut kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
a) Variabel independen Jumlah dana yang dihimpun bank berpengaruh
positif dan signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK
b) Pada tingkat suku bunga deposito ternyata variabel inflasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga deposito,
sehingga jumlah dana yang dihimpun tidak terpengaruh signifikan
c) Variabel independen GDP riil berpengaruh signifikan terhadap
Variabel dependen alokasi KUK
Penelitian diatas menggunakan data tahun 1990 sampai dengan tahun 1995,
seperti yang telah kita ketahui penelitian diatas dilakukan sebelum terjadinya
krisis ekonomi 1998. Dengan mengadakan penelitian yang serupa pada area yang
sama paska krisis ekonomi 1998 diharapkan dapat memperbaharui informasi
tentang KUK dan UKM, karena pada saat krisis ekonomi 1998 dikhawatirkan
sektor riil termasuk didalamnya adalah KUK menjadi terhambat
perkembangannya. Krisis ekonomi 1998 yang berpangkal pada krisis moneter
sangat menghambat UKM dan alokasi KUK karena inflasi yang tinggi
menyebabkan suku bunga kredit yang tinggi sehingga UKM diperkirakan akan
terganggu.
2. Ngatiman (1998) “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Dana
KUK Oleh Bank Pembangunan Daerah ( BPD ) D.I.Y ( 1985- 2002) “
Penelitian tersebut meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
penyaluran KUK oleh bank BPD di Yogyakarta tahun 1985-2002. Variabel
37
dependen dari penelitian tersebut adalah alokasi KUK di bank BPD Yogyakarta,
sedangkan variabel independennya adalah jumlah dana jumlah dana yang
terhimpun pada bank BPD Yogyakarta, tingkat suku bunga kredit dan PDRB.
Penelitian tersebut menganalisis hubungan antara variabel dependen dengan
independennya menggunakan analisis regresi model OLS.
Dengan memperoleh beberapa kesimpulan penting didalamnya sebagai
berikut ini:
a) Variabel independen Jumlah dana yang terhimpun di bank BPD
Yogyakarta ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel dependen yaitu alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
b) Variabel independen Tingkat suku bunga ternyata tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank
BPD Yogyakarta
c) Variabel independen PDRB ternyata berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
3.3 Kesimpulan Tentang Dua Penelitian Sebelumnya dan Hubungannya
dengan Penelitian Penulis
Penelitian diatas menggunakan data 1985 sampai dengan tahun 2002
sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1998. Dikhawatirkan data yang digunakan
sudah tidak relevan lagi untuk masa sekarang. Diperlukan perbaharuan data dan
penelitian yang serupa kembali untuk memberikan informasi yang lebih baru guna
kepentingan berbagai pihak yang membutuhkan.
38
Kedua penelitian diatas tidak semua variabel yang dipakai menggunakan
variabel dari sektor perbankan karena kedua penelitian diatas memasukkan
variabel PDRB, data yang diambil dari sektor regional untuk penelitian yang
kedua. Penulis ingin mengadakan penelitian tentang kredit yang pada area yang
sama dengan analisis terfokus kepada sisi kebijakan perbankan. Sisi kebijakan
perbankan seperti jumlah penghimpunan dana, laju tingkat inflasi dan suku bunga
kredit sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap kelancaran pengucuran
dana kredit usaha kecil lebih daripada sisi intern pengusaha kecil itu sendiri.
Manajemen yang merupakan salah satu sisi intern pengusaha kecil, kelebihan dan
kekurangannya serta kondisi eksternal seperti halnya GDP memang juga memiliki
kemungkinan untuk mempengaruhi alokasi KUK, namun karena KUK merupakan
kewajiban moral bagi sektor perbankan terhadap sektor riil maka layak untuk
medapatkan perhatian yang serius.
Banyaknya penelitian tentang KUK mengisyaratkan bahwa sebenarnya
informasi yang didapat dari hasil penelitian pada area yang sama tersebut sangat
bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi pihak perbankan dan sektor UKM.
Maka penulis ingin meneliti dengan tema yang sama yang brjudulkan “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di
Indonesia (Pada tahun 2004:02-2005:12)”.
39
BAB IV
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
4.1 Landasan Teori
4.1.1 Pengertian Kredit
Menurut yang diungkapkan Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata
Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin
“Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut
kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang Pokok
Perbankan No. 14 Tahun 1967 bab 1 pasal 1,2 yang merumuskan pengertian
kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau yang disamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain
pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan pengertian kredit
adalah : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
4.1.2 Unsur-Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit
adalah sebagai berikut :
40
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan (berupa
uang, barang, jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa
tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank,
dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan
tentang nasabah bank baik secara intern maupun secara ekstern.
Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit ;
2. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara pemberi kredit dengan si penerima kredit.
Kepercayaan itu dituang dalam suatu perjanjian dimana masing-
masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing ;
3. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang jelas
disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek,
jangka menengah, atau jangka panjang ;
4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian menyebabkan suatu
resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang
suatu kredit semakin besar resikonya, demikian juga sebaliknya.
Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja
41
oleh nasabah yang lalai maupun oleh resiko yang tidak sengaja,
misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah
tanpa ada unsur kesengajaan ;
5. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut
yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk
bunga dan administrasi ini merupakan keuntungan bank.
Sedangkan bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasa
ditentukan dengan bagi hasil.
4.1.3 Jenis-Jenis Kredit
Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana.
Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi beragam.
Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan nasabah.
Dalam praktiknya kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan
rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum jenis-jenis kredit
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :
1. Dilihat Dari Segi Kegunaan
a. Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya
digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun
proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitas. Contoh kredit
investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-
mesin. Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih
42
lama dan dibutuhkan modal yang relatif lebih lama dan dibutuhkan
modal yang relatif lebih besar pula.
b. Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai
contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku,
membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan
dengan proses produksi perusahaan.
2. Dilihat Dari Segi Tujuan Kredit
a. Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi
atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau
jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang
nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan
menghasilkan produk pertanian, kredit pertambangan
menghasilkan bahan tambang atau kredit industri akan
menghasilkan barang industri.
b. Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan,
karena memang untuk digunakan atau dipakai seseorang atau
badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil
pribadi, kredit perabotan rumah dan kredit konsumtif lainnya.
43
c. Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan
untuk membiayai aktivitas dan perdagangannya seperti untuk
membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari
hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering
diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan
membeli barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya
kredit ekspor dan import.
3. Dilihat Dari Segi Jangka Waktu
a. Kredit Jangka Pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1
tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan, misalnya
kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya tanaman
padi atau jagung.
b. Kredit Jangka Menengah
Jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan
biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai
contoh kredit untuk pertanian seperti apel, atau peternakan sapi.
c. Kredit Jangka Panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang.
Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau
5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti
44
perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit
konsumtif seperti kredit perumahan.
Dalam prakteknya, bank dapat pula hanya mengklasifikasikan
kredit menjadi hanya jangka panjang dan jangka pendek. Untuk
jangka waktu maksimal 1 tahun dianggap jangka pendek dan diatas
1 tahun dianggap jangka panjang.
4. Dilihat Dari Segi Jaminan
a. Kredit Dengan Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau
jaminan orang. Artinya setiap kredit yang diberikan akan
dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu harus
melebihi jumlah kredit yang diajukan sicalon debitur.
b. Kredit Tanpa Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha,
karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama
berhubungan dengan bank atau pihak lain.
5. Dilihat Dari Segi Sektor
a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk
sektor perkebunan atau pertanian, sektor usaha pertanian dapat
berupa jangka pendek atau jangka panjang.
45
b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk
sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka
panjang peternakan kambing.
c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk
membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah atau
industri besar.
d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan
kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai
biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak.
e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula
berupa kredit untuk para mahasiswa.
f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada
para kalangan profesional seperti dosen, pengacara, dokter.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai
pembangunan atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka
waktu panjang.
h. Dan sektor-sektor yang lainnya.
4.1.4.1 Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Kecil ( KUK )
1. KUK adalah kredit atau pembiayaan dari bank untk investasi dan atau
modal kerja, yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta asing kepada
nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimal Rp.
46
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang
produktif.
2. KUK-Kredit Investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang
diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal
dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek
baru, dengan jangka waktu maksimal 10 tahun.
3. KUK-Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha.
4. KUK-Kredit Modal Kerja Kontraktor Adalah kredit yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja khusus bagi usaha jasa kontraktor yang
habis dalam satu siklus usaha.
5. KUK-Channeling Adalah Kredit Modal Kerja atau Kredit Investasi yang
diberikan melalui kerjasama dengan Lembaga pembiayaan atau Bank
Umum lainnya.
4.1.4.2 Ketentuan Peminjaman KUK
1. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yg tidak berbadan hukum atau
badan usaha yg berbadan hukum termasuk koperasi
2. Berdiri sendiri atau tidak berafiliasi dengan usaha menengah atau usaha
besar
3. Milik WNI
4. Kekayaan bersih maksimal Rp. 200 .000.000,-.
5. Hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-
47
6. Share dana sendiri minimal 20%
4.1.5 Pengertian Usaha Kecil
Mengacu kepada Undang-Undang No 9 Tahun 1995, kritetia usaha kecil
adalah jika dilihat dari keuangan dan modal yang dimilikinya :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta ( tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ), atau
2. Memiliki penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,- per tahun
Sebelumnya pada tahun 1991 Departemen Perindustrian RI membagi sektor
industri yaitu industri kecil dan kerajinan didefinisikan sebagai kelompok
perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang
dari Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan yang digunakannya. Sedangkan bank
Indonesia menentukan batas tertinggi dari investasi, diluar tanah dan bangunan
sebesar Rp 600 juta bagi pengertian industri kecil. ( Tiktik SP dan Abd. Rachman
S,2002, 14 )
4.1.6 Bentuk dan Jenis Usaha Kecil
Dalam realitanya usaha kecil terbagi-bagi menjadi beberapa kriteria atau
golongan. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan kejadian yang terjadi secara
alami. Berbagai ragam usaha kecil menjadi suatu keunikan tersendiri dan
memiliki kelebihan kelemahan masing-masing, tetapi selama satu dengan yang
lainnya dapat bersinergi maka usaha kecil akan lebih maju. Kemudahan dalam
48
menganalisa juga lebih mudah dikarenakan adanya pembagian tersebut, sehingga
keputusan-keputusan semisal kredit dan kebjakan yang berhubungan dengan
usaha kecil akan mudah didapat.
4.1.6.1 Bentuk Usaha Kecil
Berdasarkan bentuk usahanya usaha kecil yang terdapat di Indonesia
digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Usaha perseorangan
Usaha perseorangan bertanggung jawab kepada pihak ketiga atau konsumen
dengan dukungan dari harta kekayaan perusahaan yang merupakan milik
pribadi dari pengusaha yang bersangkutan. Pada umumnya lebih mudah
untuk didirikan , karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit dan
bertahap seperti bentuk usaha yang lain. Jumlahnya cukup besar di
Indonesia.
2. Usaha persekutuan
Usaha terebut berusaha untuk memperoleh laba. Merupakan kerjasama
antara beberapa orang. Bertanggung jawab kepada pribadi atas usaha
persekutuannya. Bentuk dan pola kepemimpinannya berbed-beda dari usaha
persekutuan lainnya.
49
4.1.6.2 Jenis Usaha Kecil
Jenis usaha kecil dikategorikan berdasarkan jenis produk arau jasa yang
dihasilkan, maupun aktivitas yang dilakukan oleh suatu usaha kecil, serta
mengacu pada kriteria usaha kecil menurut KADIN serta Himpunan Pengusaha
Kecil, juga kriteria dari bank Indonesia yaitu:
1. Usaha perdagangan
Terdiri dari keagenan yaitu ; agen koran dan majalah, sepatu, pakaian dan
lain-lain. Pengecer yaitu ; minyak, sembako, buah-buahan. Ekspor/impor ;
berbagai produk lokal dan internasional. Sektor informal ; pengumpulan
barang bekas, kaki lima dsb.
2. Usaha pertanian
Terdiri dari pertanian pangan maupun perkebunan ; bibit dan peralatan
pertanian, buah-buahan dsb. Perikanan darat/laut ; tambak udang,
pembuatan krupuk ikan dan produk hasil laut lainnya.
3. Usaha Industri
Terdiri dari industri logam/kimia ; pengrajin logam, kulit, keramik,
fiberglass, marmer dsb. Industri makanan minuman ; makanan tradisional,
catering. Pertambangan dan galian, serta aneka industri kecil pengarajin
patung, ukiran batu dan kayu juga industri konveksi.
50
4. Usaha Jasa
Terdiri dari konsultan ; hukum, pajak, manajemen, skripsi. Perencana ;
perencana teknis, perencana sistem. Perbengkelan ; mobil, motor,
elektronik, jam. Transportasi pengangkutan ; bus, travel, taksi. Jasa Restoran
atau rumah makan.
5. Usaha Jasa konstruksi
Terdiri dari kontraktor bangunan, jalan, kelistrikan, jembatan, pengairan dan
usaha-usaha lain yang berkaitan dengan teknis konstruksi bangunan
4.1.7 Pengertian Bank
Definisi bank dapat dikemukakan dari beberapa pengertian dibawah ini
yaitu :
Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan. Suatu badan
uasaha yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri,
dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-
alat pembayaran baru berupa uang giral.
Kasmir (2004) menyebutkan bahwa, bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat. Bisa dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak (UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat. Dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
51
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak (UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perbankan).
4.1.7.1 Pengertian Bank Umum
Bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan bersifat
umum, dalam pengertian dapat memberikan semua jasa perbankan dan wilayah
operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. (Kasmir, 2004, 33)
4.1.7.2 Kegiatan Bank
Menghimpun dana dari masyarakat (Funding)
Menyalurkan dama ke masyarakat (Lending)
Memberikan jasa-jasa bank lainnya (Service)
4.1.8 Jumlah Penghimpunan Dana Bank
Sebagaimana kita ketahui bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menerima simpanan tabungan, deposito, dan giro (Kasmir,
2004, 23). Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang
(kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu bank juga dikenal
sebagai tempat untuk meukar uang, memindahkan uang atau menerima segala
macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air,
pajak, uang kuliah dan yang lain. Tiap bank berbeda dalam penetapan saldo
minimal simpanan tabungannya (termasuk juga giro dan deposito), ada yang
dalam jumlah yang kecil, dan ada juga yang dalam jumlah besar. Ini dikarenakan
regulasi perbankan yang bersangkutan, yang sudah tentu berbeda dengan bank-
52
bank yang lain. Namun demikian secara administratif berkas-berkas yang
diperlukan dalam praktek simpan-menyimpan dana pada bank adalah sama.
Berkaitan dengan fungsi bank untuk menyalurkan dana pada masyarakat
untuk meminjamkan uang (kredit) pada masyarakat sangat terkait, dan tergantung
dari seberapa besar jumlah dana yang dihimpun oleh bank. Bank yang mempunyai
kapasitas jumlah penghimpunan dana yang besar, tentunya berasal dari jumlah
simpanan yang mereka peroleh dari masyarakat, baik dalam bentuk tabungan,
deposito dan giro. Dana masyarakat yang dihimpun bank berasal dari instrumen
(rangsangan)yang dilakukan oleh bank pada masyarakat. Rangsangan tersebut
bisa dalam bentuk suku bunga simpanan (tabungan) yang menarik/tinggi. Selain
itu juga bisa dikarenakan fasilitas yang lengkap, kenyamanan pelayanan, reputasi
(nama) yang baik/dipercaya, dan manajemennya yang baik. Hal-hal ini dapat
membuat masyarakat semakin banyak menanamkan dananya pada bank tersebut.
Semakin banyak masyarakat menanamkan dananya pada bank (menabung), baik
dalam bentuk tabungan, depsito dan giro maka akan semakin banyak jumlah dana
yang dihimpun oleh bank. Dengan semakin banyak jumlah dana yang dihimpun
bank, sudah tentu bank akan semakin gencar dalam menyalurkan dananya (kredit)
pada masyarakat baik itu kredit properti, ritel, menengah, besar, khususnya KUK
(Kredit Usaha Kecil). Ini dikarenakan regulasi pemerintah (Bank Indonesia) yang
mewajibkan bank-bank diseluruh Indonesia agar menyalurkan minimal 20 % dari
total pangsa pasar kreditnya khusus untuk kredit usaha kecil (KUK). Bank dalam
menyalurkan kredit pada masyarakat tentunya bertujuan untuk membayar bunga
simpanan masayarakat yang menanamkan dananya pada bank tersebut, disamping
53
juga untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu juga terkait dengan regulasi
perbankan yang menyatakan bahwa bank adalah sebagai lembaga yang bertugas
utnuk menghimpun dana dari masyarakat, dan menyalurkannya kembali pada
masyarakat.
4.1.9 Suku Bunga Kredit (Pinjaman)
Setiap masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik itu interaksi
dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan
dikenakan dengan yang namanya bunga (sumber : semua praktek perbankan
dilapangan). Bagi masyarakat yang menanamkan dananya pada bank, baik itu
simpanan tabungan, deposito dan giro akan dikenai suku bunga simpanan (dalam
bentuk %). Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau
menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan , maka
masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank,
dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu
sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam
menabung akan berkurang.sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan
yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang dari bunga adalah kecil.
Berbeda halnya dengan suku bunga pinjaman (kredit). Suku bunga ini
dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga
kredit ini sangat tergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank
mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit
semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit
ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan
54
dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya dimasa yang akan datang.
Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang
rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar,
khususnya kredit usaha kecil (KUK). Dengan semakin rendahnya suku bunga
kredit, khususnya kredit untuk usaha kecil, maka akan memicu pertumbuhan, dan
perkembangan jumlah usaha kecil, yang berarti dapat mengurangi jumlah
pengangguran. Sebab bagaimanapun juga usaha kecil selama ini dikenal sebagai
penopang jumlah tenaga kerja di Indonesia yang semakin melimpah, dan agar
tidak menganggur. Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut:
GAMBAR 4.1.
GAMBAR GRAFIK HUBUNGAN SUKU BUNGA KREDIT DAN JUMLAH ALOKASI REDIT
SukuBunga Kredit ( % )
Jumlah Alokasi Kredit ( Milyard ) 1000 3000
10
30
Dari grafik diatas terlihat jika misalnya suku bunga kredit berada pada
posisi 30 % (tinggi) maka jumlah alokasi kredit hanya sebesar 1000. Namun
berbeda halnya jika suku bunga kredit mengalami penurunan menjadi 10 %, maka
jumlah alokasi kredit akan meningkat dari 1000 menjadi 3000. Ini dikarenakan
55
masyarakat akan gencar, dan banyak yang meminjam kredit. Masyarakat melihat
bahwa dengan menurunnya suku bunga kredit, maka mereka akan mengalami
kemudahan dalam meminjam (memperoleh) kredit baik itu untuk keperluan usaha
atau sebagainya. Dan mereka pun akan merasa yakin bahwa dengan menurunnya
suku bunga kredit, mereka akan mampu melunasi pinjaman mereka ditambah
bunga dimasa yang akan datang.
Pembebanan besarnya suku bunga kredit dibedakan kepada jenis kreditnya
(Kasmir, 2001, 127). Pembebanan disini maksudnya metode perhitungan yang
akan digunakan, sehingga mempengaruhi jumlah bunga yang akan dibayar.
Jumlah bunga yang dibayar akan mempengaruhi jumlah angsuran perbulannya.
Dimana jumlah angsuran terdiri dari hutang pokok pinjaman ditambah bunga.
Metode pembebanan suku bunga kredit yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Sliding Rate
Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa pinjamannya, sehingga
jumlah bunga yang dibayar nasabah setiap bulan menurun seiring dengan
turunnya pokok pinjaman. Akan tetapi pembayaran pokok pinjaman setiap bulan
sama. Cicilan nasabah (pokok pinjaman ditambah bunga) otomatis dari bulan ke
bulan semakin menurun. Jenis Sliding Rate ini biasanya diberikan kepada sektor-
sektor produktif seperti pengusaha, tidak terkecuali pengusaha kecil. Ini dilakukan
dengan maksud si nasabah merasa tidak terbebani terhadap pinjamannya.
56
2. Flate Rate
Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamannya, demikian
pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama, sehingga cicilan setiap bulan
sama sampai kredit tersebut lunas. Jenis flate rate ini diberikan kepada kredit yang
bersifat konsumtif seperti pembelian rumah tinggal, pembelian mobil pribadi, atau
kredit konsumtif lainnya.
3. Floating Rate
Jenis ini membebankan bunga dikaitkan dengan bunga yang ada dipasar
uang, sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sangat tergantung dari bunga
pasar uang pada bulan tersebut. Jumlah bunga yang dibayarkan dapat lebih tinggi
atau lebih rendah dari bulan yang bersangkutan. Pada akhirnya hal ini juga
berpengaruh terhadap cicilannya setiap bulan.
4.1.10 Inflasi
Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam
literatur ekonomi. Keanekaragaman definisi (pengertian) tersebut terjadi karena
luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang
erat, dan luas antara inflasi, dan berbagai sektor perekonomian tersebut
melahirkan berbagai perbedaan pengertian, dan persepsi tentang inflasi. Demikian
pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun pada
prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan pandangan bahwa inflasi merupakan
suatu fenomena, dan dilema ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang
mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin
merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5).
57
Laju pertumbuhan inflasi harus selalu diwaspadai, dan dikendalikan karena:
1. Inflasi berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan, sehingga perlu
dicermati terutama oleh praktisi ekonomi, dan bisnis.
2. Inflasi yang tinggi mempunyai pengaruh agregatif terhadap perekonomian
makro sebagai faktor eksternal dunia industri serta bedampak luas pula
terhadap sektor perekonomian mikro yang merupakan faktor internal dunia
bisnis.
3. Industri yang berorientasi ekspor akan semakin kurang kompetitif
dipasaran global, dan bahkan dipasaran nasional jika terjadi inflasi yang
tinggi. Biaya faktor-faktor produksi semakin mahal hingga menimbulkan
ekonomi biaya tinggi. Hal ini semakin memberatkan negara-negara yang
menganut sistem ekonomi terbuka.
4. Kemerosotan produksi baik yang berorientasi pada ekspor maupun untuk
pasaran domestik akan meningkatkan laju pertumbuhan anggka
pengangguran yang sangat berbahaya bagi stabilitas perekonomian negara.
5. Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama
terhadap produksi dalam negri yang selanjutnya dapat mngurangi
kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang nasional.
6. Inflasi yang tinggi akan semakin menumbuh-suburkan korupsi, manipulasi
dan kolusi dikalangan elit pemerintahan dengan kalangan konglomerat
yang membuat kepercayaan terhadap kewibawaan pemerintah semakin
merosot.
58
7. Inflasi yang tinggi akan mendorong para pemodal nasional untuk
menanamkan modalnya keluar negri, dan bahkan para pengusaha akan
merealokasikan industrinya ke luar negri yang perekonomiannya lebih
stabil. Jika hal ini terjadi, perekonomian nasional akan terus memanas, dan
hancur. Industri semakin tidak kompetitif, dan tidak mampu menarik
investor asing untuk menanamkan modalnya.
Inflasi yang terus belanjut apalagi sampai melampaui angka dua digit dapat
berpengaruh terhadap distribusi pendapatan, dan alokasi faktor produksi nasional.
Dampak terhadap distribusi pendapatan disebut Equity Effect, sedangkan dampak
terhadap alokasi faktor produksi, dan produksi nasional disebut Efficiency Effect .
Equity Effect, adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak inflasi
terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama
mereka yang berpenghasilan tetap, dan ada pula kelompok yang mengalami
keuntungan dengan adanya inflasi. Mereka yang berpenghasilan tetap akan
mengalami penurunan nilai riil dari penghasilannya, sehingga daya belinya
menjadi lemah. Demikian juga terhadap orang-orang yang gemar menumpuk
kekayaan dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita, dan mengalami
kerugian besar dengan adanya inflasi. Pemilik modal yang meminjamkan
modalnya dengan bunga lebih rendah daripada tingkat inflasi juga akan
mengalami kerugian. Sebaliknya, dengan terjadinya inflasi, kelompok-kelompok
yang mendapatkan keuntungan adalah mereka yang memperoleh kenaikan atau
peningkatan pendapatan dengan tingkat presentase yang lebih besar daripada
tingkat inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan tidak dalam bentuk uang
59
tunai. Nilai kekayaan tersebut akan naik, karena harganya semakin mahal dengan
presentase lebih besar dari tingkat inflasi. Selain itu inflasi juga akan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada distribusi pendapatan, dan atau
kekayaan masyarakat.
Efficiency Effet, inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat,
dan rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli masyarakat, juga
berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus
meningkat, sehingga dapat merubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Inflasi
yang tinggi jika tidak diikuti dengan peningkatan effisiensi terhadap biaya
produksi akan meningkatkan harga-harga produk. Sedangkan disisi lain daya beli
masyarakat lemah yang akan menyebabkan harga produk semakin tidak
kompetitif. Keadaan demikian sudah merupakan awal dari kebangkrutan.
Output Effect, anilisis terhadap equity effect, dan efficiency effect
berdasarkan asumsi bahwa output dalam keadaan tetap (cateris paribus). Berbeda
halnya dengan analisis output effect. Analisis output effect adalah analisis tentang
inflasi terhadap keluaran (output), dimana output di asumsikan sebagai variabel
terikat (dependen).
Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi
akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah atau gaji para pekerja.
Kenaikan harga produksi mengakibatkan terjadinya keuntungan (laba) yang
diterima produsen. Jadi syaratnya adalah kenaikan harga produksi atau kenaikan
harga-harga faktor produksi. Keuntungan yang telah dinikmati produsen tersebut
akan mendorong produsen untuk terus meningkatkan produksinya. Jika tingkat
60
inflasi tinggi melebihi dua digit dan berlangsung dalam waktu lama (jangka
panjang), maka biaya produksi akan naik pula, dan akibatya keuntungan yang
telah dinikmati produsen akan menjadi berkurang. Karena keuntungan terus
berkurang sementara biaya produksi terus bertambah, akhirnya produsen akan
mengurangi produksinya sampai batas tertentu yang dianggap aman atau masih
dinilai memungkinkan untuk terus melanjutkan usahanya. Jika dinilai sudah tidak
menguntungkan lagi, keputusan yang terbaik adalah menghentikan produksi. Jika
penghentian produksi terpaksa dilakukan, para pekerja terpaksa pula berhenti
bekerja. Dan pada akhirnya berdampak pada pengangguran.
Didalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi
adalah karena kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang beredar di
masyarakat bertambah banyak (Khalwaty, 2000 , 15). Teori kuantitas
membedakan sumber inflasi menjadi dua, yakni “Demand Pull Inflation”, dan “
Cost Push Inflation” .
Demand Pull Inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregatif
(bersifat menyeluruh) dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan
kerja penuh (full employment). Kenaikan kesempatan agregatif selain dapat
menaikan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi
telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi
mendorong kenaikan out put, tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang
biasa disebut inflasi murni (Pure Inflation). Secara grafis dapat dilihat berikut ini:
61
GAMBAR 4.2.
GAMBAR GRAFIK DEMAND PULLl INFLATION
0 Q 1 Q2
P4 P3 P2 P1
P
Q F E
Q
AD 1
AD 2
AD 3
AD 4
AS
Dari grafik diatas terlihat bahwa kesempatan kerja penuh (full employment)
berada pada posisi QFE. Namun kenaikan permintaan (aggregate demand) selalu
meningkat, dari AD 1 ke AD berikutnya. Kondisi ini tidak mendorong kenaikan
output melainkan hanya akan menyebabkan kenaikan harga-harga hingga
melambung tinggi.
Pada kondisi cost push inflation, tingkat penawaran lebih rendah
dibandingkan tingkat permintaan. Ini dikarenakan adanya kenaikan harga faktor
produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada
jumlah tertentu jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) terus
62
menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut
berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi.
Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut ini:
GAMBAR 4.3.
GAMBAR GRAFIK COST PUSH INFLATION
Q3 Q2 Q1
P P3 P2 P1
QFE
AS3
AS2
AS1
AD Q
Grafik diatas menunjukan proses kenaikan biaya produksi, dan harga
produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terus menerus, akibatnya
terjadilah cost push inflation. Kenaikan biaya produksi akan menggeser kurva
penawaran total dari AS 1 menjadi AS 2. dampaknya harga produksi juga
mengalami kenaikan dari P 1 menjai P 2 dan produksi total turun dari QFE
menjadi Q 2. Kenaikan harga yang terus berlanjut tersebut akan menggeser kurva
AS 2 menjadi AS3, sedang harga mengalami kenaikan dari P2 menjadi P3 ,dan
63
produksi akan turun dari Q1 dan menjadi Q2. Kondisi demikian disebut dengan
cost push inflation.
Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian,
khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi yang tinggi menyebabkan
pemerintah (Bank Indonesia) mengeluarkan regulasi untuk menaikan suku bunga
simpanan bank-bank di Indonesia. Ini dalam rangka agar inflasi dapat terkendali.
Namun akibat lainnya adalah bank-bank terpaksa menaikan suku bunga
pinjamannya (kredit). Ini dilakukan bank agar bank tidak mengalami negative
spread. Negative spread adalah suatu kondisi dimana suku bunga simpanan lebih
tinggi, dari suku bunga kredit (seperti yang dialami Indonesia saat krisis). Apabila
ini terjadi maka bank-bank akan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya. Disatu
sisi bank wajib membayar bunga simpanan pada masyarakat yang tinggi, namun
disisi lain penerimaan (margin keuntungan) bank dari kredit juga menurun. Sebab
pada saat itu suku bunga kredit sudah dinaikan sedemikian tingginya, dan sangat
memeberatkan, dan merugikan masyarakat. Khususnya perekonomian Indonesia.
Beranjak dari pengalaman tersebut, maka bank-bank tidak mau mengalami
negative spread, sehigga pada saat suku bunga simpanan dinaikan oleh pemerintah
dalam hal ini adalah BI sebagai pengendali inflasi, maka bank-bank akan dengan
sendirinya menaikan suku buga kreditnya (pinjaman). Apabila suku bunga kredit
naik maka sudah otomatis minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin
menurun, berarti jumlah alokasi kreditpun menurun, termasuk kredit untuk usaha
kecil (KUK).
64
Dalam praktek sehari-hari terkadang ada juga bank-bank yang tidak
menaikan suku bunga kreditnya. Mereka beranggapan jika menaikan suku bunga
kredit pada saat inflasi tinggi maka bank akan kesulitan dalam menyalurkan kredit
pada masyarakat, dan banyak masyarakat yang tidak akan meminjam kredit.
Dengan demikian tingkat keuntungan bank juga akan menurun. Jika tingkat
keuntungan bank menurun, berarti bank juga akan mengalami kendala dalam
membayar bunga simpanan pada masyarakat. Bank-bank yang bersikap seperti ini
biasanya tidak banyak, dan tetap mempertahankan suku bunga kreditnya sambil
menunggu sampai inflasi kembali stabil. Kondisi inflasi memang sangat dilematis
dalam mempengaruhi kegiatan perekonomian, khususnya praktek perbankan.
Kondisi ini mensyaratkan adanya campur tangan dari pemerintah (khususnya BI)
sebagai regulator perbankan agar inflasi tidak berlanjut-lanjut. Seandainya semua
bank-bank menaikan suku bunga kreditnya (tidak terkecuali) dikarenakan
pengaruh inflasi tadi, sudah tentu ini sangat membahayakan perekonomian,
banyak masyarakat pengusaha (baik kecil, dan besar) yang akan berguguran, yang
pada akhirnya jumlah pengangguran juga akan meningkat. Untuk itu pemerintah
(BI) perlu menjaga agar kondisi inflasi tetap stabil. Merupakan salah satu tugas
dari pemerintah selaku otoritas moneter yang dapat mengambil langkah-langkah
tepat guna meredam laju tingkat inflasi. BI merupakan alat bagi pemerintah
karenanya yang diperlukan dalam mengambil tindakan penyelamatan atau
pengendalian tingkat laju inflasi sangat penting perannya dalam kehidupan
perekonomian yang sangat diharapkan oleh seluruh lapisan masyarakat guna
menggapai kesejahteraan bersama bebas dari tekanan inflasi yang berlebihan.
65
4.1.11 Gambar Alur Pikir dalam Diagram Hubungan Antar Variabel dari
Penelitian
X3 SUKU
BUNGA
X2 JUMLAH P.DANA
X1
INFLASI
Y ALOKASI
KUK
Pada gambar diagram diatas menunjukkan alur pikir dimana terjadi
hubungan ketiga variabel, yaitu variabel independen tingkat inflasi, tingkat suku
bunga dan jumlah dana yang dihimpun oleh bank. Dalam gambar tersebut diduga
bahwa X1, X2 dan X3 adalah mempengaruhi alokasi kredit usaha kecil yang
menjadi variabel dependennya. Pertanyaan apakah yang menentukan volume
66
alokasi KUK dari ketiga variabel independen tersebut terhadap variabel
dependennya dapat dibentuk gambar seperti di atas.
4.2 Hipotesis Penelitian
Dari penjelasan teori diatas maka dapat diambil beberapa hipotesis sebagai
berikut ini:
1. Diduga jumlah penghimpunan dana pada bank-bank umum di
Indonesia mempunyai hubungan positif, dan signifikan terhadap
jumlah alokasi kredit usaha kecil (KUK) pada bank-bank umum
di Indonesia.
2. Diduga suku bunga riil kredit (pinjaman) mempunyai hubungan
negatife, dan signifikan terhadap jumlah alokasi kredit usaha
kecil (KUK) pada bank-bank umum di Indonesia.
3. Diduga laju inflasi Indonesia mempunyai hubungan negatife,
dan signifikan terhadap jumlah alokasi kredit usaha kecil (KUK)
pada bank-bank umum di Indonesia.
4. Diduga jumlah penghimpunan dana, suku bunga riil kredit
(pinjaman), laju inflasi Indonesia mempengaruhi secara
bersama-sama terhadap variabel dependennya yaitu jumlah
alokasi kredit usaha kecil (KUK) pada bank-bank umum di
Indonesia.
67
BAB V
METODE PENELITIAN
5.1 Metode Penelitian
5.1.2 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian diambil dari himpunan statistik dari SEKI (Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia) yang dapat diperoleh dari bank Indonesia dan
Internet. Diambil juga dari berbagai situs dan website yang merupakan sumber
rujukan data untuk relevansi penelitian.
5.1.3 Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data time series antara tahun 2004:02 sampai
2005:12, data yang didapat adalah data sekunder dari SEKI Bank Indonesia. Data
yang diperoleh adalah termasuk dalam kategori data sekunder. Data sekunder
ialah data yang sudah jadi dan diolah melalui suatu proses yang dilakukan oleh
pihak Bank Indonesia (BI).
Seperti telah dijelaskan pada pada penelitian ini bahwa subjek penelitiannya
adalah alokasi kredit usaha kecil pada bank umum, maka data juga diambil sesuai
penelitian tersebut. Data dependen dari penelitian tersebut adalah KUK ( Kredit
Usaha Kecil ) data independennya adalah tingkat Inflasi Indonesia, jumlah dana
yang dihimpun bank dari dana pihak ketiga, dan suku bunga pinjaman/kredit
usaha kecil yaitu suku bunga riil ( suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi ).
68
5.2 Metode Analisis Data
5.2.1 Analisis Diskriptif
Analisis tersebut memberikan penjelasan secara dialektik bahasa atau
penggambaran tentang variabel-variabel yang saling berhubungan dan menjadi
pokok dari bahasan penelitian. Memiliki tujuan sebagai pendukung dari hasil
analisis kuantitatif.
5.2.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif tersebut merupakan metode utama dalam penelitian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi kredit usaha kecil (KUK) oleh bank-
bank umum di Indonesia di analisis menggunakan metode kuadrat terkecil OLS
dengan berbagai asumsi dasarnya, juga akan diperkuat perhitungannya dengan
menggunakan bantuan dari progam komputer progam Eviews. Secara fungsional
model matematikanya dapat ditulis Y = F ( X1, X2, X3 ). Selanjutnya dengan
menggunakan model logaritma natural formulasinya dapat dibentuk lebih nyata
sebagai berikut lnY=β0+β1lnX1+β2lnX2+β3lnX3+e keterangannya adalah
sebagai berikut :
lnY = Kredit Usaha Kecil (KUK) (Milyard Rp)
lnX1 = Inflasi (%)
lnX2 = Jumlah Penghimpunan Dana (Milyard Rp)
lnX3 = Suku Bunga Riil Pinjaman (%)
β0 = Konstanta
lnβ1 – lnβ3 = Koefisien Regresi
e = Variabel Gangguan
69
5.3 Pengujian Model Terbaik dengan menggunakan MWD Test
Guna mengetahui model terbaik yang akan digunakan dalam penelitian,
penulis melakukan pengujian model yang dikenal dengan uji MWD. Proses
pengujian model melalui uji MWD tersebut adalah sebagai berikut:
Model linier dan log-linier dapat dinyatakan dengan:
Yt = β0 + β1Xt + et
lnYt = β0 + β1lnXt + vt
Diamana :
Y = Variabel dependen
X = Variabel independen
β = Konstanta
et , vt = Residual masing-masing model regresi.
Untuk melakukan uji MWD ini kita asumsikan bahwa
H0 :Y adalah fungsi linear dari variabel independen X (model linier).
H1 :Y adalah fungsi log-linier dari variabel independen X (model log-linier)
Adapun prosedur metode MWD sebagai berikut :
1. Estimasi model linier dan dapatkan nilai prediksi dinamai F1.
Untuk mendapatkan nilai F1 :
• Melakukan regresi linier dan dapatkan residual (RES1)
• Dapatkan nilai F1 = Y – RES1
2. Estimasi model log-linier dan dapatkan nilai prediksi dinamai F2.
Untuk mendapatkan nilai F2 :
• Melakukan regresi log-linier dan dapatkan residual (RES2)
70
• Dapatkan nilai F2 = lnY – RES2
3. Dapatkan nilai Z1 = ln F1 - F2 dan Z2 = antilog F2-F1
4. Estimasi persamaan berikut :
Yt = β0 + β1 X 1t + β2 Z1 + et
Jika Z1 signifikan secara statistik melalui uji t maka kita menolak
hipotesis nul bahwa model yang benar adalah linier dan sebaliknya
jika tidak signifikan maka kita akan menerima hipotesis nul bahwa
model yang benar adalah linier.
5. Estimasi persamaan berikut :
lnYt = β0 + β1 ln X 1t + β2 Z2 + vt
jika Z2 signifikan secara statistik melalui uji t maka kita menolak
hipotesis alternatif bahwa model yang benar adalah log-linier dan
sebaliknya jika tidak signifikan maka kita menerima hipotesis
alternatif bahwa model yang benar adalah log-linier. (Agus W,
2005, 95-96).
5.4 Pengujian Hipotesis
5.4.1 Analisis Varian ( Uji F )
Analisis varian tersebut adalah untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh
ketiga variabel independen terhadap variabel dependen yang diteliti. Yaitu
variabel jumlah dana yang dihimpun bank, tingkat suku bunga kredit dan tingkat
inflasi sebagai independen variabel dan kredit usaha kecil sebagai dependen
variabel. Tujuan dari analisis menggunakan uji F tersebut adalah apakah ketiga
71
variabel independen tersebut secara bersama-sama berpengaruh terhadap
dependen variabel (Agus W, 2005, 88).
k)RSS/(n1)ESS/(kF
−−
=
Dimana ;
F = Nilai hitung
ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan ( Estimated Sum Of Square )
RSS = Jumlah kuadrat residual ( Residual Sum Of Square )
k = Banyaknya variabel
n = Banyaknya pengamatan
Dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % (α = 5%) dan derajat kebebasan (
df ) sebesar ( k-1) dan (n-k), maka perumusahan hipotesisnya adalah :
1.) Ho : β1 = β2 = β3 = 0
Artinya semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen.
2.) Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0
Artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujiannya adalah ;
Jika F- hitung < F- tabel maka Ho diterima
Jika F- hitung > F- tabel maka Ho ditolak
Atau bisa juga dengan pengujian melalui :
Dengan melihat probabilitas value atau ρ > α maka Ho diterima
72
Dengan melihat probabilitas value atau ρ < α maka Ho ditolak
5.4.2 Uji t-test
Analisis tersebut dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara individual.
Hipotesa yang dibuat adalah :
Ho : β1≤0;i =1,2,3…k → variabel independen tidak mempengaruhi KUK
Ha : β1>0;i =1,2,3…k → variabel independen mempengaruhi KUK secara
positif dan signifikan
Kriteria pengujiannya adalah ;
Dengan menggunakan tabel t-statistik, maka ;
Jika t-hitung < t (α, n-k ) → Ho diterima
Jika t-hitung > t (α, n-k ) → Ho ditolak
Atau bisa juga dengan pengujian melalui :
Dengan melihat probabilitas value atau ρ > α maka Ho diterima
Dengan melihat probabilitas value atau ρ < α maka Ho ditolak
t- hitung dirumuskan dengan (Agus W, 2005, 83).
jSjtββ
=
dimana
t = Nilai t-hitung
βj = Koefisien regresi ke j
Sβj = Standar deviasi koefisien regresi ke j
Dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % (α = 5%) untuk uji signifikasi
dan derajat kebebasan sebesar (df) sebesar (n-k) maka ;
73
Perumusan hipotesis adalah sebagai berikut :
Ho : β1 ≥ 0;i =1,2,3…k → variabel independen tidak mempengaruhi KUK
Ha : β1<0;i=1,2,3…k→variabel independen mempengaruhi secara negatif
dan signifikan terhadap KUK
Kriteria pengujiannya adalah ;
Dengan menggunakan tabel t-statistik, maka ;
Jika t-hitung < t ( α,n-k )→Ho diterima
Jika t-hitung > t (α,n-k )→Ho ditolak
Atau bisa juga dengan pengujian melalui :
Dengan melihat probabilitas value atau ρ > α maka Ho diterima
Dengan melihat probabilitas value atau ρ < α maka Ho ditolak
Sebenarnya keputusan untuk menolak hipotesis nul ( Ho) atau menerima
hipotesis alternatif ( Ha) dapat juga dijelaskan dengan distribusi probabilitas t
seperti terlihat pada gambar grafik 5.1 untuk uji t satu sisi positif dan gambar
grafik 5.2 untuk uji t satu sisi negatif, dengan memperoleh nilai tc dari nilai t kritis
dari distribusi tabel t dengan alpha dan degree of freedom tertentu.
74
GAMBAR 5.1
GRAFIK DISTRIBUSI PROBABILITAS ( t ) POSITIF
F(t)
Daerah penolakan ( penerimaan ) Ho:β1≤0 dan Ha: β1>0
1-α α
0
Menerima Ha Menolak Ho
Menerima Ho Menolak Ha
t tc
GAMBAR 5.2
GRAFIK DISTRIBUSI PROBABILITAS ( t ) NEGATIF
t 0
α
-tc
F(t) Menerima Ha Menolak Ho
1-α
Menerima Ho Menolak Ha
Daerah penolakan ( penerimaan ) Ho:β1≥0 dan Ha: β1<0
75
5.4.3 Koefisien Determinasi Majemuk (R ) 2
Uji R square ini digunakan untuk menghitung seberapa besar variasi dari
variabel tergantung ( dependen ) dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya
(independen ). Nilai R square berada diantara 0-1, dimana semakin dekat nilai R
square dengan 1 maka garis regresi yang digambarkan menjelaskan 100 % variasi
dalam Y, dan sebaliknya kalau nilai R square sama dengan 0 atau mendekatinya
maka garis regresi tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam Y. Besarnya R
square dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (Agus W, 2005, 38).
∑∑−=
yieiR 2
22 1
Dimana :
Σ ei = Σ Kuadrat residual ( Residual Sum Of Square, RSS )
Σ yi = Σ Kuadrat total ( Total Sum Of Square, TSS )
Atau bisa dilihat pada hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan
progam koputer Eviws.
5.5 Test Asumsi Klasik
5.5.1 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti, adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti,
diantara beberapa atau semua variabel bebas (independen) dari model regresi
(Agus W, 2005,135). Uji multikolinearitas dengan demikian digunakan untuk
menguji apakah pada model regresi dalam penelitian ditemukan adanya korelasi
antar variabel independen. Uji multikolikieritas sangat perlu karena, jika ada
diketemukannya multikolinieritas akan mengakibatkan masalah, yaitu estimator
76
mempunyai varian dan kovarian yang besar sehingga sulit mendapatkan estimasi
yang tepat dan menyebabkan variabel independen secara statistik melalui uji t
kecil dan tidak signifikan terhadap variabel dependen.
Menguji multikolinearitas dapat menggunakan metode uji matrikorelasi
yaitu menguji tingkat korelasi antar variabel independen dengan melihat (r) atau
koefisien korelasi. Jika ( r ) lebih besar dari 0,85 maka kita duga ada
multikolinieritas, sebaliknya jika lebih kecil darinya maka kita duga tidak ada
multikolinieritas (Agus W, 2005,135).
5.5.2 Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian dari residual model regresi yang
digunakan dalam penelitian tidak homoskedastis atau dengan kata lain tidak
konstan. Data yang diambil dari pengamatan satu ke lain atau data yang diambil
dari observasi satu ke yang lain tidak memiliki residual yang konstan atau tetap.
Kemungkinan terjadinya heteroskedastis ini jikalau data diambil dengan teknik
cross section. Konsekuensinya adalah metode OLS tidak mempunyai varian yang
minimum lagi sehingga kondisi BLUE tidak ditemukan hanya dapat ditemui
kondisi LUE. Standar erorr metode OLS tidak dapat lagi dipercaya sehingga
interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t dan F
tidak lagi dapat dipercaya untuk evaluasi hasil regresi (Agus W, 2005, 147).
Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas maka dapat digunakan
metode uji White. Hipotesis nul dalam uji ini adalah tidak adanya
heteroskedastisitas. Uji White didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan
dengan ( ) yang akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of R2
77
freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstanta dalam regresi
auxiliary. Jika nilai chi-square hitung lebih besar daripada nilai X square kritis
dengan derajat kepercayaan tertentu alpha maka ditemukan adanya
heteroskedastisitas dan menolak hipotesis nul begitu pula sebaliknya. Dapat juga
dilihat ada tidaknya heteroskedastisitas melalui nilai probabilitas Chi squares atau
pada probabilitas ρ nya, jika lebih kecil dari alpha maka ditemukannya
heteroskedastisitas dan menolak hipotesis nul begitu juga sebaliknya.
5.5.3 Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan
yang lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS
autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang
lainnya. Data time series sering ditemukan adanya korelasi karena begitu dekatnya
hubungan data yang dikumpulkan dan mempengaruhi, disebabkan data time series
terkait dengan kebijakan atau kejadian yang saling berkaitan mempengaruhi data
yang dikumpul ditahun-tahun yang beruntuntan tersebut.
Dengan adanya autokorelasi memiliki konsekuensi atas model regresi yaitu
estimator dalam OLS masih linier dan tidak bias tetapi tidak memiliki varian yang
minimum lagi. Estimator OLS tidak lagi bisa dikatakan BLUE tetapi LUE. LUE
dalam model dikarenakan adanya autokorelasi maka akan menyebabkan
perhitungan standar erornya tidak lagi bisa dipercaya kebenarannya sehingga
interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F
tidak lagi bisa dipercaya untuk evaluasi hasil daripada regresi model OLS (Agus
W, 2005, 180).
78
Untuk menguji adanya autokorelasi dapat digunakan metode Bruesch-
Godfrey yang dikenal telah mengembangkan metode uji Langrange Multiplier
(LM). Hipotesis nul yang dibuat adalah tidak adanya autokorelasi, jika kita
menolak hipotesis nul maka ada ditemukannya autokorelasi. Jika ( n-p ) yang
merupakan chi-squares (χ ) hitung lebih besar dari nilai kritis chi-squares (
R2
χ )
pada derajat kepercayaan tertentu (α ), kita menolak hipotesis nul. Jika nilai chi-
squares hitung lebih kecil dari nilai kritisnya maka dari nilai kritisnya maka kita
akan menerima hitpotesis nul. Juga bisa diketahui dari melihat nilai chi-squares
probabilitas ρ nya, yaitu jika lebih kecil dari alpha maka ditemukannya
autokorelasi dan menolak hipotesis nul begitu juga sebaliknya (Agus W, 2005,
186).
79
BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil Pengujian Model Dengan MWD test
1. Dalam uji MWD ditemukan nilai dari probabilitas value nya adalah
0.3044 lebih kecil daripada alpha 0.05 maka Z1 secara statistik tidak
signifikan.
2. Sedangkan Z2 nilai dari probabilitas value nya adalah 0.7644 lebih besar
daripada alpha 0.05 maka Z2 secara statistik tidak signifikan.
3. Kesimpulan dalam pemilihan model adalah pada model log-linier karena
kedua model adalah sama baiknya yaitu terbukti dengan tidak
signifikannya kedua nilai Z1 dan Z2 maka bisa digunakan salah satunya.
6.2 Pengujian Hipotesis
6.2.1 Analisis Varian ( Hasil dari Uji F )
Dalam analisis varian hasil dari uji F ditemukan bahwa nilai F tabel adalah
3,24 ; sedangkan nilai F hitung sebesar 66.90549 ; dengan begitu maka F tabel <
F hitung maka dapat dikatakan bahwa ketiga variabel independen secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Terlihat juga pada
probabilitas value sebesar 0.00 < 0.05 ( alpha 0.5 % ). Hipotesis nol dengan
demikian tertolak dan menerima hipotesis alternatif. ( bisa dilihat pada lampiran
3.)
80
6.2.2 Analisis Varian ( Hasil dari Uji t )
Dalam uji t satu sisi dengan alpha 0,05 ditemukan bahwa nilai dari t tabel
adalah ± 1.746, sedangkan pada ke-tiga variabel independen tersebut setelah diuji
menghasilkan temuan sebagai berikut:
1. Pada variabel independen inflasi ditemukan bahwa nilai dari t
hitungnya adalah sebesar -3.166335, karena t tabel < t hitung maka
artinya adalah signifikan yaitu variabel independen inflasi
mempengaruhi variabel dependen KUK, dan juga bisa dilihat dari
nilai probabilitas sebesar 0.0060: 2 = 0.003 ( karena satu sisi )
ternyata < dari alpha 0.05, dengan demikian hipotesis nol ditolak
dan menerima hipotesis alternatifnya. ( bisa dilihat pada lampiran
3.)
2. Pada variabel independen jumlah penghimpunan dana ditemukan
bahwa nilai dari t hitungnya adalah sebesar 6.182259, karena t
tabel < t hitung maka artinya adalah signifikan yaitu variabel
independen jumlah penghimpunan dana mempengaruhi variabel
dependen KUK, dan juga bisa dilihat dari nilai probabilitas sebesar
0.0000 : 2 = 0.000 ( karena satu sisi ) ternyata < dari alpha 0.05,
dengan demikian hipotesis nol ditolak dan menerima hipotesis
alternatifnya. ( bisa dilihat pada lampiran 3.)
3. Pada variabel independen suku bunga riil ditemukan bahwa nilai
dari t hitungnya adalah sebesar -3.293316, karena t tabel < t hitung
maka artinya adalah signifikan yaitu variabel independen suku
81
bunga riil mempengaruhi variabel dependen KUK, dan juga bisa
dilihat dari nilai probabilitas sebesar 0.0046: 2 = 0.0023 ( karena
satu sisi ) ternyata < dari alpha 0.05, dengan demikian hipotesis nol
ditolak dan menerima hipotesis alternatifnya. ( bisa dilihat pada
lampiran 3.)
6.2.3 R Square
Dalam perhitungan dari modal regresi logaritma ini menghasilkan nilai R
square sebesar 0.926171 artinya adalah variasi alokasi kredit usaha kecil dari
bank-bank umum di Indonesia dapat dijelaskan oleh model sebesar 92,62 % dan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Variabel independen secara
keseluruhan menyumbang atau berkontribusi terhadap variabel dependen sebesar
92,62 % dan yang sisanya sebesar 07,38 % dari variabel lain diluar model. Nilai
dari R square yang mendekati satu menunjukan baiknya garis regresi dan dapat
menjelaskan data aktualnya. ( bisa dilihat pada lampiran 3.)
6.3 Uji Asumsi Klasik
6.3.1 Uji Multikolinearitas
Dalam perhitungan untuk mengetahui apakah ketiga variabel memiliki
hubungan yang erat maka digunakan matrikorelasi yaitu menguji tingkat korelasi
antar variabel independen dengan melihat (r) atau koefisien korelasi. Jika ( r )
lebih besar dari 0,85 maka kita duga ada multikolinieritas, sebaliknya jika lebih
kecil darinya maka kita duga tidak ada multikolinieritas (Agus W, 2005,135).
82
Hasil dari uji multikolinearitas melalui matrikorelasi tersebut adalah seperti
pada gambar 6.1 berikut ini yang menunjukan korelasi parsial antar variabel
independen :
GAMBAR 6.1
MATRIKORELASI
LN_KUK LN_INFLASI LN_DN LN_BKRIIL
LN_KUK 1.000000 0.734282 0.935273 -0.832485 LN_INFLASI 0.734282 1.000000 0.808549 -0.761097
LN_DN 0.935273 0.808549 1.000000 -0.849525 LN_BKRIIL -0.832485 -0.761097 -0.849525 1.000000
Data diolah
Dari nilai koefisien korelasi parsial antar variabel independen diatas yaitu
angka yang dicetak tebal tersebut tidak ada yang diatas 0.85 yaitu 0.808549, -
0.761097, -0.849525 < 0.85 maka dapat dikatakan bahwa terbebas dari masalah
multikolinearitas. ( bisa dilihat pada lampiran 5.)
6.3.2 Uji Heterokedastisitas
Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas maka dapat digunakan
metode uji White. Hipotesis nul dalam uji ini adalah tidak adanya
heteroskedastisitas. Ada tidaknya heteroskedastisitas melalui nilai probabilitas Chi
squares atau pada probabilitas ρ nya, jika lebih kecil dari alpha maka
ditemukannya heteroskedastisitas dan menolak hipotesis nul begitu juga
sebaliknya. Dalam perhitungan ini ditemukan bahwa nilai dari probabilitas chi-
square ρ nya adalah sebesar 0.651636 yaitu > alpha 0.05 maka dapat dikatakan
83
bahwa bebas dari masalah heterokedastisitas dan hipotesis nol dapat diterima.
(bisa dilihat pada lampiran 6 ).
6.3.3 Uji Autokorelasi
Untuk menguji adanya autokorelasi dapat digunakan metode Bruesch-
Godfrey yang dikenal telah mengembangkan metode uji Langrange Multiplier
(LM). Hipotesis nul yang dibuat adalah tidak adanya autokorelasi, jika kita
menolak hipotesis nul maka ada ditemukannya autokorelasi. Ada tidak nya
masalah autokorelasi bisa diketahui dari melihat probabilitas ρ nya, yaitu jika
lebih kecil dari alpha maka ditemukannya autokorelasi dan menolak hipotesis nul
begitu juga sebaliknya (Agus W, 2005, 186).
Dari hasil perhitungan untuk uji auto didapatkan nilai probabilitas chi-
square ρ nya 0.441087 yaitu > dari alpha 0.05 maka dapat dikatakan bahwa lolos
dari masalah autokorelasi sehingga dapat menerima hipotesis nol yaitu tidak ada
masalah autokorelasi. ( bisa dilihat pada lampiran 7.)
6.4 Interpretasi / Evaluasi Koefisien Hasil Regresi LN
lnY=β0+β1lnX1+β2lnX2+β3lnX3+e
ln(KUK)=-8.347716-0.516640 ln(INFLASI) +1.585794 ln(DN)-0.480499ln(BK)
Dari hasil perhitungan formulasi logaritma natural diatas koefisien
merupakan elastisitas, yaitu presentase perubahan regressen atau Y ( dependen
variabel ) karena presentase perubahan regressor atau X (independen variabel ).
Intepretasi dari hasil regressi model logaritma natural diatas secara statistik dan
ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut :
84
1. Nilai jumlah alokasi KUK apabila tidak dipengaruhi oleh ke-tiga variabel
independen menurun sebesar -8.347716 %.
2. Apabila inflasi naik sebesar 1 % maka akan mengakibatkan penurunan pada
jumlah alokasi KUK sebesar -0.516640 %. Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh
pada kondisi perekonomian, khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi
yang tinggi menyebabkan pemerintah (Bank Indonesia) mengeluarkan regulasi
untuk menaikan suku bunga simpanan bank-bank di Indonesia. Ini dalam rangka
agar inflasi dapat terkendali. Namun akibat lainnya adalah bank-bank terpaksa
menaikan suku bunga pinjamannya (kredit). Ini dilakukan bank agar bank tidak
mengalami negative spread. Negative spread adalah suatu kondisi dimana suku
bunga simpanan lebih tinggi, dari suku bunga kredit (seperti yang dialami
Indonesia saat krisis). Apabila ini terjadi maka bank-bank akan kesulitan dalam
menjalankan aktivitasnya. Disatu sisi bank wajib membayar bunga simpanan pada
masyarakat yang tinggi, namun disisi lain penerimaan (margin keuntungan) bank
dari kredit juga menurun. Sebab pada saat itu suku bunga kredit sudah dinaikan
sedemikian tingginya, dan sangat memeberatkan, dan merugikan masyarakat.
Khususnya perekonomian Indonesia. Beranjak dari pengalaman tersebut, maka
bank-bank tidak mau mengalami negative spread, sehigga pada saat suku bunga
simpanan dinaikan oleh pemerintah dalam hal ini adalah BI sebagai pengendali
inflasi, maka bank-bank akan dengan sendirinya menaikan suku buga kreditnya
(pinjaman). Apabila suku bunga kredit naik maka sudah otomatis minat
masyarakat untuk meminjam kredit semakin menurun, berarti jumlah alokasi
kreditpun menurun, termasuk kredit untuk usaha kecil (KUK).
85
3. Apabila jumlah penghimpunan dana naik sebesar 1 %, maka akan menaikkan
alokasi KUK sebesar 1.585794 %. Berkaitan dengan fungsi bank untuk
menyalurkan dana pada masyarakat untuk meminjamkan uang (kredit) pada
masyarakat sangat terkait, dan tergantung dari seberapa besar jumlah dana yang
dihimpun oleh bank. Dengan semakin banyak jumlah dana yang dihimpun bank,
sudah tentu bank akan semakin gencar dalam menyalurkan dananya (kredit) pada
masyarakat baik itu kredit properti, ritel, menengah, besar, khususnya akan
meningkatkan alokasi KUK (Kredit Usaha Kecil) karena, disamping pihak bank
mengharapkan kembalian atau bunga sebagai keuntungan juga karena regulasi
pemerintah yang mengatur supaya pihak bank menyalurkan dana kredit kepada
usaha kecil.
4. Apabila suku bunga riil kredit naik 1 %, maka akan menurunkan jumlah
alokasi KUK sebesar -0.480499 %. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga
kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab
mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang
tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam dan
melunasi kreditnya dimasa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank
mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat
dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha kecil (KUK).
(hasil olah data bisa dilihat pada lampiran 4.)
86
BAB VI
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
7.1 Simpulan
Dari proses dalam penelitian ini penulis menemukan sejumlah temuan yang
dapat dijadikan sebagai simpulan. Kesimpulan tersebut merupakan temuan dari
analisis yang telah dilakukan oleh penulis, dalam mencari faktor-faktor yang
mempengaruhi alokasi kredit usaha kecil pada bank-bank umum di Indonesia.
Rumusan masalah dengan demikian sudah dapat terjawab secara jelas. Fakta-fakta
tersebut menjadi jawaban dan bagian akhir atas pertanyaan awal pada rumusan
masalah di saat penyusunan penelitian.
Simpulan yang telah didapat dalam penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi alokasi kredit usaha kecil dapat diuraikan di bawah ini:
1. Jumlah dana yang dihimpun oleh pihak perbankan yaitu bank-bank umum
di Indonesia berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume
alokasi kredit usaha kecil ( KUK ). Kenaikan dan penurunan alokasi KUK
karenanya sangat dipengaruhi oleh jumlah dana yang tersimpan pada bank
umum. Semakin besar jumlah dana dari pihak ketiga yang ada pada bank
umum maka akan semakin besar pula jumlah alokasi KUK.
2. Tingkat suku bunga riil kredit (pinjaman), pada bank-bank umum di
Indonesia ternyata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume
alokasi kredit usaha kecil ( KUK ). Kenaikan dan penurunan jumlah
alokasi KUK karenanya sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga riil
kredit (pinjaman) bank umum. Semakin tinggi tingkat suku bunga riil
87
kredit (pinjaman) bank umum maka kebalikannya adalah, akan semakin
rendah jumlah alokasi KUK.
3. Tingkat laju Inflasi di Indonesia ternyata berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap volume alokasi kredit usaha kecil ( KUK ). Kenaikan
dan penurunan jumlah alokasi KUK karenanya sangat dipengaruhi oleh
tingkat laju Inflasi di Indonesia. Semakin tinggi tingkat laju Inflasi di
Indonesia maka kebalikannya adalah, akan semakin rendah jumlah alokasi
KUK.
4. Penelitian dengan menggunakan metode OLS ini juga membuktikan
bahwa model yang dipakai adalah tepat melalui uji MWD yaitu logaritma
natural (lihat lampiran 9-10). R square pada model menunjukkan angka
92,62 % yang berarti nilai dari R square tersebut adalah baik dan tepat
karena dapat menunjukkan data aslinya dengat derajat mendekati 1 atau
100 %. Uji F yaitu uji apakah secara keseluruhan ke-tiga variabel
independen mempengaruhi variabel dependennya terjawab dengan, ke-tiga
variabel independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependennya.
5. Penelitian dengan metode OLS dan menggunakan model logaritma natural
tersebut bebas dari masalah klasik dengan dibuktikan bahwa tidak
ditemukan adanya masalah dalam asumsi klasiknya dalam proses penujian,
6. maka dapat ditarik kesimpulan akhir bahwa penelitian sudah dikerjakan
dengan efektif (mengerjakan sesuatu yang benar) dan efisien (mengerjakan
sesuatu dengan benar).
88
7.2 Implikasi
Penelitian tentang KUK ini terkandung di dalamnya bahwa, jika ingin
memajukan dan mengembangkan sektor riil dari peranan UKM maka diperlukan
cara untuk tercapai tujuan tesrsebut. Pendanaan UKM melalui KUK oleh pihak
perbankan yaitu bank-bank umum merupakan salah satu cara yang mudah dan
tepat. UKM akan mampu mengembangkan diri karena memiliki modal atau
tambahan modal, dari KUK untuk menciptakan usaha mereka yang produktif.
KUK karenanya patut mendapat perhatian, maka sebagai konsekuensinya faktor-
faktor yang mempengaruhi alokasi KUK perlu mendapat kajian yang mendalam.
Pengkajian tentangnya perlu karena dengannya akan dapat diperoleh ilmu tentang
bagaimana supaya KUK bergerak.
Dari fakta-fakta yang ditemukan pada penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi alokasi kredit usaha kecil tersebut maka dapat ditarik sebuah
implikasi teoritis darinya yaitu :
1. Jika pemerintah ingin mengembangkan sektor riil melalui pengembangan
usaha kecil maka pemerintah harus menjaga faktor-faktor yang
mempengaruhi alokasi KUK. Stabilitas moneter patut menjadi agenda
utama kebijakan ekonomi. Inflasi serta suku bunga yang tinggi dan
bergejolak akan mempengaruhi alokasi KUK. Pengendalian moneter untuk
menjaga tingkat inflasi dan suku bunga supaya stabil mutlak diperlukan,
sehingga masyarakat dengan UKM akan mampu menyerap KUK lebih
optimal guna perkembangan UKM.
89
2. Pihak perbankan yaitu bank-bank umum yang menyuplai KUK kepada
UKM diharapkan dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk
menciptakan kondisi moneter yang baik. Fungsi intermediasi bank umum
harus dilakukan sebagaimana mestinya. Bank-bank umum diharapkan
untuk lebih giat lagi dalam menghimpun dana dari pihak ketiga dengan
berbagai cara. Seperti telah diketahui dari penelitian diatas yaitu jika
jumlah penghimpunan dana semakin besar maka alokasi KUK juga
semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin (1998), Penelitian tentang Penyaluran KUK di Indonesia Kurun Waktu
1990-1995, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan) Fakultas Ekonomi,
Universitas Islam Indonesia, Yogkyakarta.
Hakim, A. (2000), Statistik Induktif Untuk Ekonomi Dan Bisnis, Ekonisia,
Yogyakarta.
Jonni, J. M. dkk. (2005), Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Gramedia, Jakarta.
Kasmir (2004), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Khalwaty, T. (2001), Inflasi Dan Solusinya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Martin, P. (2000), Mengembangkan Usaha Kecil, dengan memanfaatkan berbagai
bentuk jaringan kerja ekonomi, Muray Kencana, Jakarta.
Ngatiman (1998), Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Dana KUK
Oleh Bank Pembangunan Daerah D.I.Y 1985-2002, Skripsi Sarjana
(Tidak dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia,
Yogkyakarta.
Sartika, T. dan R.S. Abd (2002), Ekonomi Skala Kecil Menengah dan Koprasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Subanar, Harimurti (2001), Manajemen Usaha Kecil, BPFE, Yogyakarta.
Totok, B. dan Sigit, T. (2006), Bank dan Lembaga Keuangan Lain, edisi 2
Salemba Empat, Jakarta.
Widarjono, Agus (2005), Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk ekonomi dan
bisnis, EKONISIA UII, Yogyakarta.
Abdul, S. (2003), Pendanaan Usaha Kecil, Diambil 18 September 2003, dari
http:// www.kompas.com
Agnes, S.P. (2004), Waduh Kredit UMKM Kok Belum Cair Juga, Diambil 12
Agustus 2004, dari http:// www.kompas.com
Fey (2003), Ditunjuk Pelaksana Kredit Usaha Kecil dan Mikro, Diambil 04 April
2003, dari http:// www.kompas.com
Booklet Perbankan Indonesia, BI 2005.
Informasi KUK 1997, Jakarta Pustaka Binaan Pressindo.
Insukindro 1993 Ekonomi Uang dan Bank, BPFE UGM Yogyakarta.
Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, edisi 5, LP
FE UII 2005.
Modul Pelatihan Ekonometrika Dinamis Aplikasi Eviews 3.0, UGM 2004.
Pedoman Penulisan Skripsi, UII Press 2005 Yogyakarta.
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, BI 2005.