i
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPAPADA BALITA DI KELURAHAN LAIMPI KEC. KABAWO
TAHUN 2016
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikandi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Oleh :
AsniPSW.B.2013.IB.0054
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITEAKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA2016
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Asni
2. Nim : PSW. 2013. IB. 0054
3. Tempat/ tanggal lahir : Lasehao, 03 April 1995
4. Agama : Islam
5. Suku/Kebangsaan : Muna/Indonesia
6. Alamat : Jl. Sangia Kaendea
B. IDENTITAS ORANG TUA
1. Nama Ayah/Ibu : La Sani A.Ma.Pd/Wa Ode Saida
2. Alamat : Kelurahan Laimpi
3. Pekerjaan : Guru
C. PENDIDIKAN
1. SD : SD Negeri 01 Kabawo Tahun 2001 - 2007
2. SMP : SMP Negeri 01 Kabawo Tahun 2007 - 2010
3. SMA : SMA Negeri 01 Kabawo Tahun 2010 - 2013
4. Sejak tahun 2013 mengikuti pendidikan D III Kebidanan di Akademi
Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna yang direncanakan selesai
tahun 2016.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Tahun 2016” yang merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan program D-III Kebidanan Akbid
Paramata Raha Kabupaten Muna.
Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan
terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Sitti Dhia Ulhaq, SST.,M.Kes
selaku pembimbing I dan Ibu Andi Asniati, SKM selaku pembimbing II atas segala
kesediaan, kesungguhan, dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan
penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini berupa waktu, bimbingan,
motivasi, petunjuk, pengarahan dan dorongan baik moril materil yang sangat
berharga.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Olehnya pada kesempatan ini dengan penuh
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak La Ode Muhlisi, A.Kep., M.Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan
Sowite Kabupaten Muna yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
vi
untuk mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten
Muna.
2. Ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan
Paramata Raha Kabupaten Muna yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha
Kabupaten Muna.
3. Ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku penguji yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan ujian Karya Tulis Ilmiah.
4. Bapak H. Marudin, SKM. MM.Kes selaku kepala Puskesmas Kabawo
Kabupaten Muna yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di
wilayah kerja Puskesmas Kabawo.
5. Seluruh jajaran petugas kesehatan Puskesmas Kabawo Kabupaten Muna yang
telah membantu selama proses penelitian.
6. Seluruh jajaran Dosen dan Staf Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten
Muna yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama mengikuti
pendidikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta Ayahanda La Sani A.ma.Pd dan
Ibunda Wd Saida yang telah mendidik, membesarkan dengan penuh cinta dan
kasih sayang yang begitu tulus, serta doa restu dan pengorbanan yang tiada
henti-hentinya hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
8. Orang yang tercinta Rahman Amd.Kep yang telah memberikan segala dukungan
dan doa serta memberi warna dihidupku baik suka dan duka.
vii
9. Buat sahabat-sahabatku yang kusayang teruntuk Ilawati, Fitriani, Rahmaningsih,
Wiwin Winarsih, Sitti Andriyani, yang selalu setia menemani, dan selalu
memberi semangat agar Karya Tulis ini selesai pada waktu yang seharusnya
serta seluruh temanku tingkat III dan semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memotivasi selama mengikuti
pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna baik
dari segi materi maupun penulisannya karena “ Tak Ada Gading yang Tak Retak.
Olehnya itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini Akhirnya semoga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kebidanan dan semoga kebaikan serta
bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan balasan yang setimpal
oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Raha, Juli 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................... i
Lembar Persetujuan....................................................................................... ii
Lembar Pengesahan...................................................................................... iii
Riwayat hidup............................................................................................... iv
Kata Pengantar.............................................................................................. v
Daftar Isi........................................................................................................ viii
Daftar Tabel.................................................................................................. x
Pernyataan..................................................................................................... xi
Intisari........................................................................................................... xii
Bab I Pendahuluan...................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian............................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 5
Bab II Tinjauan Pustaka............................................................................ 7
A. Telaah Pustaka................................................................................ 7
1. ISPA........................................................................................... 7
2. Balita.......................................................................................... 13
3. Riwayat Pemberian ASI Esklusif.............................................. 13
4. Kebiaasaan Anggota Keluarga Merokok Dalam Rumah........... 16
5. Puskesmas.................................................................................. 17
B. Landasan Teori............................................................................... 18
C. Kerangka Konsep........................................................................... 21
D. Hipotesis Penelitian........................................................................ 21
Bab III Kerangka Penelitian...................................................................... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................... 22
B. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 22
C. Subjek Penelitian............................................................................ 23
D. Identifikasi Variabel Penelitian...................................................... 24
ix
E. Variabel dan Defenisi Operasional................................................. 24
F. Instrumen Penelitian....................................................................... 25
G. Pengolahan dan Analisis Data........................................................ 25
H. Metode Pengumpulan Data............................................................ 25
I. Jalannya Penelitian......................................................................... 28
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan................................................ 29
A. Hasil Penelitian............................................................................... 29
B. Pembahasan.................................................................................... 36
Bab V Kesimpulan dan Saran.................................................................... 39
A. Kesimpulan..................................................................................... 39
B. Saran............................................................................................... 39
Daftar Pustaka............................................................................................. 40
Lampiran-Lampiran
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif........................................ 23
Tabel 2 Luas Wilayah dan Presentase Tiap Desa/Kelurahan......................... 28
Tabel 3 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Jenis Kelamin dan Kepadatan
Penduduk Menurut Desa/Kelurahan................................................... 29
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita 7-36 Bulan di
Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Tahun 2016.......................... 31
Tabel 5 Distrubusi Frekuensi Balita Berdasarkan Riwayat ASI Esklusif
pada Balita 7-36 Bulan di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Tahun 2016.......................................................................................... 31
Tabel 6 Distrubusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan anggota keluarga
merokok dalam rumah di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Tahun 2016.......................................................................................... 32
Tabel 7 Hubungan antara Riwayat ASI Esklusif dengan Kejadian ISPA di
Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Tahun 2016.......................... 33
Tabel 8 Hubungan Kebiasaan Anggota Keluarga Merokok Dalam Rumah
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan
Kabawo Tahun 2016........................................................................... 34
xi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, disepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Raha, Juli 2016
ASNI
xii
INTISARI
Ilawati, Psw.B.2013.IB.0070 “Faktor–Faktor yang Berhubungan denganKejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Laimpi Kec. Kabawo Tahun 2016 ”.Dibawah Bimbingan Sitti Dhia Ul Haq dan Andi Asniati.
Latar belakang : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluranpernapasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yangberlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran atas laring,tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian atas dan bawah secara stimulandan berurutan. Di Puskesmas Kabawo kejadian ISPA pada tahun 2016 periodejanuari-juni sebanyak 36 orangMetode penelitian : Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahanalitik dengan menggunakan pendekatan Cross SectionalHasil penelitian : Hasil uji statistik Chi Square yang telah diakukan pada setiapvariabel peneitian, untuk riwayat ASI eskusif nilai p value 0,516 > ɑ (0,05) artinyatidak ada hubungan antara riwayat ASI Eskusif dan kejadian ISPA pada balita,kebiasaan merokok anggota keluarga nilai p value 0,04 < ɑ (0,05) artinya adahubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dan kejadian ISPA padabalitaKesimpulan : Tidak ada hubungan antara riwayat ASI Eskusif dengan KejadianISPA Pada Balita di Kelurahan Laimpi Kec. Kabawo Tahun 2016, ada hubunganantara kebiasaan merokok dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan LaimpiKec. Kabawo Tahun 2016
Kata Kunci : Balita, ISPA
Literatur : 12 Kepustakaan (2007-2014)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. (Depkes RI, 2009).
Pembangunan kesehatan didasarkan atas dasar perikemanusiaan, pemberdayaan
dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan
perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia
(lansia), dan keluarga miskin. (Kemenkes RI, 2010).
Di negara berkembang penyakit Pneumonia menyumbang kematian pada
anak sebesar 25%, terutama pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, 60 % kasus
pneumonia disebabkan oleh bakteri, sementara di negara maju umumnya
disebabkan oleh virus. (Depkes RI, 2009, Widoyono, 2008).
Tingkat kesakitan suatu negara dapat mencerminkan situasi derajat
kesehatan masyarakat yang ada di dalamnya. ISPA merupakan penyakit yang
menempati urutan teratas pada 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
rumah sakit tahun 2006, dengan presentase 9,32%. ISPA merupakan penyebab
kematian pada kelompok bayi dan balita. Survei mortalitas yang dilakukan oleh
subdit ISPA tahun 2005 menempatkan pneumonia sebagai penyebab kematian
bayi terbesar di Indonesia dengan presentase 22,30% dari seluruh kematian bayi,
dan 23,6% dari seluruh kematian balita. (Depkes RI, 2008).
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah
mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah
1
2
kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama
pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta
anak balita. Penyakit yang sering terjadi pada balita diantaranya yaitu diare,
demam,
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya.
Penyakit ISPA sebetulnya meliputi beberapa penyakit yang sebagian besar
infeksinya hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik. Keadaan demikian apabila dibiarkan anak akan
menderita radang paru (pneumonia) yang bisa mengakibatkan kematian. Salah
satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan
angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA adalah melalui Program
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2. ISPA), dimana
program P2. ISPA ini menitikberatkan upaya pemberantasan penyakit infeksi
saluran pernafasan akut pada penyakit pneumonia.
Word Health Organization (WHO) memperkirakan kejadian Pneumonia di
Negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran
hidup adalah 15 % sampai 20 % per tahun pada golongan balita. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak
dibawah 5 tahun. Sebuah penelitian melaporkan 62% dari semua kematian
3
disebabkan oleh ISPA tetapi kebanyakan dari mereka berhubungan dengan
campak. (Cherian T, 2011).
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun
2011, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi
terjadi pada bayi dua tahun (> 35 %). Jumlah balita dengan ispa di indonesia pada
tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita
meninggal pertahun atau sebanyak 125.000 balita perbulan atau 416 kasus sehari
atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa
prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4 %.
Berdasarkan data surveilans terpadu penyakit berbasis Puskesmas, kasus
kejadian penyakit ISPA di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 jumlah
kasus ISPA pada balita sebanyak 8.736 (41,04 %) dan pada tahun 2009 jumlah
kasus ISPA sebanyak 9.674 (44,51 %), pada tahun 2010 jumlah kasus ISPA pada
balita sebanyak 3.675 orang, pada tahun 2011 jumlah kasus ISPA pada balita
sebanyak 2.755 orang, pada tahun 2012 kabupaten Muna penderita ISPA pada
balita sebanyak 2.525 orang, pada tahun 2013 Kabupaten Muna penderita ISPA
pada balita sebanyak 1.912 orang, tahun 2014 Kabupaten Muna penderita ISPA
pada balita sebanyak 1.805 orang, dan pada tahun 2015 Kabupaten Muna
penderita ISPA pada balita sebanyak 1.700 orang.
Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat
ISPA berat, paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru –
paru atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ISPA
ringan yang diabaikan. Jika penyakitnya telah menjalar keparu – paru dan anak
4
tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, anak tersebut bisa
meninggal. Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak–anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Ditemukan adanya hubungan
dengan terjadinya Chronic obstructive pulmonary disease.
Dari data yang peneliti peroleh, ada banyak kasus kejadian ISPA di
Kelurahan Laimpi yaitu 36 orang untuk periode Januari – Juni. Dan menempati
posisi pertama dari 5 penyakit yang sering terjadi pada balita. Kita ketahui
bersama bahwa ISPA sangat mudah proses penularannya, yaitu antara lain kontak
secara langsung dengan penderita, makanan dan lewat udara. Apabila tidak segera
dilakukan pencegahan maka akan mengakibatkan kematian. Penyebab yang sering
mengakibatkan ISPA yaitu kebiasaan anngota kelurga dalam rumah dimana rokok
merupakan benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada
perokok aktif maupun perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja
terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya
masuk kesaluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran
pernapasan. Kemudian penyebab yang kedua adalah ibu tidak memberikan ASI
eksklusif pada bayinya dimana ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat
kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri,
virus, parasit dan jamur. Bayi ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang
sakit dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Berdasarkan
uraian tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Faktor-
Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Usia 7–36 Bulan
Di Kelurahan Laimpi Tahun 2016”.
5
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apakah yang berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo tahun
2016”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak
balita usia 7 – 36 Bulan di Kelurahan Laimpi Kecamatan KabawoTahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
ISPA pada balita Usia 7 – 36 Bulan di Kelurahan Laimpi Kecamatan
KabawoTahun 2016.
b. Mengetahui hubungan kebiasaan anggota keluarga merokok dalam rumah
dengan kejadian ISPA pada balita usia 7 – 36 Bulan di Kelurahan Laimpi
Kecamatan KabawoTahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti berikutnya.
6
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran
terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan faktor – faktor yang
menyebabkan penyakit ISPA pada balita. Selanjutnya hasil penelitian
diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan program pencegahan ISPA.
Sebagai salah satu sumber info bagi penentu kebijakan di Pemerintah daerah
Kabupaten Muna yang terkait sebagai prioritas pendanaan program kesehatan
khususnya dalam penanggulangan penyakit ISPA.
3. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Akademi
Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna dan juga merupakan pengalaman
yang sangat berharga, dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama
mengikuti pendidikan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. ISPA
a. Pengertian ISPA
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau
lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Depkes RI, 2009).
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas dengan perhatian khusus
pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan
tenggorokan (Widoyono, 2008).
ISPA adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme di
struktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas,
termasuk rongga hidung, faring, dan laring, yang dikenal dengan ISPA
antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis dan influenza
tanpa komplikasi. Semua jenis infeksi mengaktifkan respon imun dan
inflamasi sehingga terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang
terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan produksi mukus
yang berperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau hidung tersumbat,
sputum berlebihan, dan rabas hidung (pilek). Sakit kepala, demam ringan
dan malaise juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi (Carwin, 2009).
7
8
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat
ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak,
karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit
batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun,
yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek
sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni
infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya yaitu :
1) Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2) Saluran pernafasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3) Infeksi akut
Adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
9
b. Tanda dan Gejala ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul
karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya
karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa
panas, yang diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus
encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak
merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan dihidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi,
gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran
tuba eustchii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur 2
bulan sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan :
1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
a) pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada
saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak
menangis/merontah).
b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah untuk
umur 2 bulan <12 bulan sama dengan 50 kali permenit atau lebih,
untuk umur1-5 tahun sama dengan 40 kali permenit atau lebih.
c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
10
2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
a) Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk golongan umur
kurang dari 2 bulan yaitu 60 kali permenit atau lebih.
b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tanda
tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
c. Penyabab ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas
umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah
disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang
disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang
berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,
stapilococus, pneumococus, hemofillus, Bordetella dan corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus (termasuk
didalamnya virus influenza, dan virus campak), Adenovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. ISPA akibat populasi adalah
ISPA yang disebabkan oleh populasi udara yang terjadi diluar ruangan
(indoor) dan dalam ruangan (outdoor). (Depkes RI, 2009).
d. Penularan ISPA
Penularan penyakit ISPA terjadi melalui udara, bibit penyakit
masuk ketubuh melalui pernapasan, oleh karena itu ISPA termasuk dalam
11
salah satu penyakit golongan air borne disease. Penularan melalui udara
yang dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak
dengan penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat menular juga melalui kontak
langsung, namun dengan menghirup udara yang telah terkontaminasi oleh
bibit penyakit menjadikan resiko penularan penyakit. Manusia merupakan
reservoir utama dan diperkirakan seluruh umat manusia memiliki bakteri
penyebab ISPA pada saluran pernafasannya. Oleh sebab itu, dalam
keadaan daya tahan menurun penyakit ini bisa berkembang dengan baik
pada anak –anak maupun orang tua.
e. Pencegahan ISPA
Pencegahan ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan
tubuh yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah akan sangat rentan terhadap serangan sehingga
pengobatan ISPA biasanya di fokuskan kepada mereka yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang rendah. ISPA atau Infeksi Saluran
Pernapasan Akut sangat rentan kepada anak-anak, itulah mengapa kasus
ISPA sebagai penyakit dengan prevalensi sangat tinggi di dunia juga
menunjukkan angka kematian anak yang sangat tinggi dibandingkan
penyakit lainnya.
Pencegahan ISPA yang dilakukan adalah upaya yang dimaksudkan
agar seseorang terutama anak-anak dapat terhindar baik itu infeksinya,
maupun melawan dengan sistem kekebalan tubuh, karena vektor penyakit
12
ISPA telah sangat meluas di dunia, sehingga perlu kewaspadaan diri untuk
menghadapi serangan infeksi, bukan hanya dalam hal pengobatan ISPA.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain :
1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya
dengan cara memberikan makanan yang mengandung cukup gizi
kepada anak.
2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satunya adalah
memakai penutup hidung dan mulut ketika kontak langsung dengan
anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
f. Penatalaksanaan ISPA
Dalam melakukan penatalaksanaan ISPA sebelumnya harus
menentukan klasifikasi dan tindakan. Pertama yang harus dilakukan dalam
klasifikasi adalah mengetahui usia anak, karena dalam tindakan
pelaksanaan ISPA berbeda antara umur anak dibawah 2 bulan dan anak
umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Secara garis besar ada tiga
macam tindakan walaupun ada sedikit perbedaan tergantung pada umur
anak, adanya wheezing atau demam, serta mungkin tidaknya rujukan
dilaksanakan. (Kemenkes RI, 2010).
13
2. Balita
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3 – 5 tahun). Saat usia balita, anak masih tergantung penuh kepada
orang tua untuk melakukan kegiatan penting seperti, mandi, buang air dan
makan . Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun
kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
masuisa. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak diperiode selanjutnya.
Masa tumbuh kembang diusia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan
tidak akan pernah terulang, karena itu disebut golden age atau masa kemasa.
Anak usia 1-5 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak
menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi
demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai bahan
makanan. Laju pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut
yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih
besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
frekuensi sering. .
3. Pemberian ASI Eksklusif
Menyusui adalah proses alamiah. ASI esklusif adalah bayi hanya diberi
ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
14
air putih dan tanpa bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biscuit, bubur nasi dan tim untuk jangka waktu 6 bulan. (Roesli, 2009).
Pemeberian ASI esklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan, tanpa
tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan
tanpa bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur
nasi dan tim kecuali vitamin, mineral, dan obat. (Prasetyono, 2009). Air Susu
Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi akan faktor antibodi
untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu
pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal
mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus
factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari
infeksi.
ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi karena merupakan makanan
alamiah yang sempurna, mudah dicerna, mengandung zat gizi yang sesuai
kebutuhan untuk pertumbuhan kekebalan dan mencegah dari berbagai penyakit
serta dapat meningkatkan kecerdasan. ASI selain memiliki nilai gizi yang
tinggi, ASI juga memiliki anti bodi yang dapat melindungi bayi terhadap
bebagai macam infeksi. (Soetjiningsih, 2012).
ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan.
Manfaat ASI adalah sebagai berikut :
15
a. Manfaat untuk bayi
ASI sebagai nutrisi mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, air dan
enzim yang dibutuhkan oels bayi, mengandung asam lemak penting untu
otak, mata dan pembuluh darah.
1) Meningkatkan daya tahan tubuh.
2) Selalu berada pada suhu yang paling cocok bagi bayi
3) ASI lebih steril dibandingkan susu formula dan tidak terkontaminasi
oleh bakteri dan kuman penyakit lainnya.
4) Mencegah terjadinya anemia.
5) Menurunkan terjadinya resiko alergi.
6) Menurunkan terjadinya penyakit pada saluaran cerna.
7) Menurunkan resiko gangguan pernapsan seperti batuk dan flu.
8) Menurunkan resiko terjadinya infeksi telinga.
9) Mencegah terjadinya penyakit noninfeksi seperti penaykit alergi,
obesitas, kurang gizi, asma dan eksem.
10) ASI dapat meningkatkan IQ dan EQ anak atau kecerdasan anak.
11) Kaya akan AA / DHA yang mendukung kecerdasan anak.
12) Mengandung prebiotik alami untuk mendukung pertumbuhan flora
usus.
13) Memiliki komposisi nutrisi yang tepat dan seimbang.
14) Dapat menciptakan ikatan psikologis dan jalinan kasih sayang yang
kuat antar ibu dan bayi.
16
b. Manfaat bagi ibu
1) Mempercepat pengecilan rahim sehungga mencapai ukuran normalnya
dalam waktu singkat dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.
2) Mengurangi pendarahan setelah persalinan.
3) Mengurangi terjadinya anemia.
4) Mengurangi resiko kehamiklan sampai 6 bulan setelah persalinan atau
menjarangkan kehamilan.
5) Mengurangi resiko kangker payudara dan indung telur.
6) Menurunkan kenaikan berat badan berlebihan yang terjadi selama
kehamilan atau lebih cepat langsing kembali.
7) Lebih ekonomis atau murah.
8) Tidak merepotkan dan hemat waktu.
9) Portabel dan praktis, mudah dibawah kemana.
10) Memberikan kepuasan bagi ibu.
4. Kebiasaan Anggota Keluarga Merokok Dalam Rumah
Kebiasaan anggota keluarga merokok dalam rumah dapat berdampak
negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Indonesia merupakan negara
dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6 % dengan jumlah 65 Juta perokok
atau 225 miliar batang per tahun. Rokok merupakan benda beracun yang
memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok aktif maupun perokok
pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok . Nikotin
dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk kesaluran pernapasan
bayi yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan.
17
Sumber pencemar kimia yang dapat menyebabkan pencemaran udara
dari dalam rumah yang dihasilkan oleh asap rokok adalah Sulfur Dioksida
(SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida
(CO2). Asap rokok (ETS) adalah gas beracun yang dikeluarkan dari
pembakaran produk tembakau yang biasanya mengandung Polycyclic
Aromatic Hydrocarbo (PAHs) yang berbahaya bagi kesehatan manusia
(KemnKes RI, 2011). ETS dapat memperparah gejala pada balita yang
menderita asama, dapat menyebabkan kangker paru. Bayi dan anak – anak
yang orang tuanya perokok mempunyai risiko lebih besar terkena gangguan
saluran pernapasan dengan gejala sesak napas, batu dan lendir berlebihan.
Upaya untuk penyehatan adalah merokok di luar rumah yang asapnya
dipastikan tidak masuk kembali kedalam rumah, merokok ditempat yang telah
disediakan apabila berada di fasilitas atau tempat – tempat umum, penyuluhan
kepada para perokok, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya
nmenghirup asap rokok. (Kemenkes RI, 2011).
5. Puskesmas
Menurut Permenkes nomor 75 tahun 2014 Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi – tingginya di wilayah kerjanya.
18
Tujuan puskesmas adalah pembanguan kesehatan yang diselenggarakan di
Puskesmas bertujuan untuk mewujutkan :
a. Memiliki perlaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.
c. Hidup dalam lingkungan yang sehat.
d. Memiliki derajat kesahatan yang ootimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Tugas dan fungsi puskesmas.
Tugas puskesmas adalah mnelaksanankan kebijakan kesehatan untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat.
Fungsi puskesmas adalah :
a. Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama di wilayah
kerjanya.
b. Penyelenggaraan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertam di wilayah
kerjanya.
B. Landasan Teori
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih terpengaruh kepada orang
tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik, namun
kemampuan lain masih terbatas. (Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, 2010).
19
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih
dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. (Depkes
RI, 2009).
Pemeberian ASI esklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan,
tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih,
dan tanpa bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi dan tim kecuali vitamin, mineral, dan obat. (Prasetyono, 2009). Bayi
ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan bayi yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Kebiasaan anggota keluarga merokok dalam rumah dapat berdampak
negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Indonesia merupakan negara
dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6 % dengan jumlah 65 Juta perokok
atau 225 miliar batang per tahun (WHO, 2008). Rokok merupakan benda
beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok aktif
maupun perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap
rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk
kesaluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran
pernapasan. Bayi dan anak-anak yang orang tuanya perokok mempunyai resiko
lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan gejala sesak napas,
batu dan lendir berlebihan. Upaya untuk penyehatan adalah merokok di luar
rumah yang asapnya dipastikan tidak masuk kembali kedalam rumah, merokok
ditempat yang telah disediakan apabila berada di fasilitas atau tempat – tempat
20
umum, penyuluhan kepada para perokok, penyuluhan kepada masyarakat
tentang bahaya nmenghiru asap rokok (KemenKes RI, 2011)
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1 : Kerangka Konsep
Keterangan :
: Hubungan antar variabel
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nihil (H0)
a. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI Esklusif dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo tahun 2016.
b. Tidak ada hubungan antara kebiasaan anggota keluarga merokok dalam
rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan
Kabawo tahun 2016.
Kebiasaan Anggota KeluargaMerokok Dalam Rumah
Riwayat Pemberian ASIEsklusif
ISPA
pada Balita (7-36Bulan)
21
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara pemberian ASI Esklusif dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo tahun 2016.
b. Ada hubungan antara kebiasaan anggota keluarga merokok dalam rumah
dengan kejadian ISPA di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo tahun
2016.
22
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang digunakan dalam waktu
bersamaan tetapi dengan subjek yang berbeda-beda (Arikunto yang dikutip
Siswanto, 2013).
Populasi
(Sampel)
Faktor risiko (+) Faktor risiko (-)
Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini rencana akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kabawo
Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna
2. Waktu
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016.
22
23
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 7-36 bulan di Kelurahan
Laimpi yaitu sebanyak 73 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro dan
Ismael yang dikutip Siswanto, 2013). Menurut Taro Yamane dan Slovin,
apabila jumlah populasi (N) diketahui maka teknik pengambilan sampel
dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Siswanto, 2013) :
= NN. d + 1Dimana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
= 7373(0,05) + 1= 7373(0,0025) + 1= 730,1825 + 1= , = 61,733
Jadi, n = 62 orang
24
a. Tekhnik Pengambilan Sampel
Simple random sampling yaitu dalam pengambilan sampelnya, peneliti
mencampur subjek-subjek didalam populasi sehingga semua subyek
dianggap sama (Arikunto yang dikutip Siswanto, 2013).
D. Identifikasi variabel Penelitian
1. Variabel bebas (Independent variabel) merupakan variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel dependen (terikat). : riwayat pemberian
ASI eksklusif dan kebiasaan anggota keluarga merokok dalam rumah.
2. Variabel terikat (variabel dependent) merupakan variabel yang dipengaruhi:
ISPA pada balita.
E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
Defenisi operasional adalah penjelasan defenisi dari variabel yang telah dipilih
oleh peneliti.
Tabel 2 : Defenisi operasional dan Kriteria Objektif
No Variabel Defenisi operasional Cara Ukur Alat Ukur Kriteria Objektif Skala
1 DependentInfeksi saluranpernapasanakut
(ISPA)
Infeksi akut yangmenyerang salah satubagian atau lebihsaluran pernapasanberlangsung sampaidengan 14 hari atauakut dengan gejalabatuk, pilek ataudisertai demam,sampai ditemukanadanya sesak napas.
Wawancara Berdasarkanhasildiagnosadokter
- Menderita ISPA : Jika balitamenderita batuk, pilek dandemam yang disertai atautidak disertai sesak napasserta berdasarkan diagnosadokter dinyatakan menderitaISPA.
- Tidak menderita ISPA : jikabalita tidak menderita batuk,pilek dan demam dan disertaisesak napas dan berdasarkandiagnosa dokter dinyatakantidak menderita ISPA
Nominal
25
2 Independena. Riawayat
ASIeksklusif
b. Kebiasaanmerokokanggotakeluarga
Pemberian ASI sajakepada bayi sampaiumur 6 bulan tanpapemberian makanantambahan atau cairan.
Kebiasaan merokokanggota keluargadapat berdampaknegatif bagi anggotakeluarga khususnyabalita. Indonesiamerupakan negaradengan jumlahperokok aktif sekitar27,6 % denganjumlah 65 Jutaperokok atau 225miliar batangpertahun.
Wawancara
Wawancaradanobservasi
.
Kuesioner
Kuesioner
- Tidak : Jika bayimendapatkan ASI eksklusif.
-Ya : Jika bayi tidakmendapatkan ASI eksklusif.
.- Tidak : jika tidak ada anggota
keluarga yang mempunyaikebiasaan merokok.
- Ya : jika anggota keluargamempunyai kebiasaanmerokok
Nominal
Nominal
F. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah wawancara secara langsung
dan lembar chek list.
G. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data primer
dan data sekunder.
1. Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan
pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner melalui wawancara dan observasi.
2. Data sekunder
Data sekunder didapat dari Puskesmas Kabawo Kabupaten Muna Provinsi
Sulawesi Tenggara untuk mendapatkan status penderita ISPA atau tidak ISPA.
26
H. Pengolahan dan Cara Analisa Data
1. Pengolahan data
Data yang terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Pengeditan (Editing)
Yaitu dengan melakukan pengecekan kelengkapan data yang telah
terkumpul. Setelah dilakukan pengecekan tidak terdapat kesalahan dan
kekeliruan dalam pengumpulan data.
b. Pengkodean (coding)
Data yang telah diedit dirubah dalam bentuk angka (kode) yaitu nama
responden dirubah dengan kode responden.
c. Pemberian Skor (Tabulating)
Data yang telah lengkap dan memenuhi kriteria dihitung dan disesuaikan
dengan variabel yang dibutuhkan lalu di masukkan kedalam tabel distribusi
frekuensi.
2. Analisa Data
Analisa dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
a. Analisa data dengan uji Univariat
Analisa ini dilakukan pada masing – masing variabel untu mengetahui
gambaran umum secara distribusi frekuensi= x 100 %
27
Keterangan :
f = frekuensi setiap variabel yang diteliti
p = presentasi
n = jumlah populasi
b. Analisa data dengan uji Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas dan terikat.
Perhitungan mulai hubungan variabel dengan menggunakan rumus uji Chi
Square. Dan rumus Chi square nya adalah sebagai berikut := ∑( )Keterangan :
X2 : Ukuran mengenai perbedaan yang terdapat antara frekuensi yang
diobservasi dan diharapkan.
O : Frekuensi yang diobservasi (observasi)
E : Frekuensi yang diharapkan (expected)
Kesimpulan yang diambil dari pengujian hipotesis sebagai berikut :
1. Jika X2 hitung ≥ X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti
ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan taraf
kepercayaan 95 % (α = 0,05)
2. Jika X2 hitung ≤ X2 tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti
tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan
taraf kepercayaan 95 % (α = 0,05)
28
I. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mempersiapkan mengurus surat
izin penelitian kepada institusi dan melapor kepada kepala badan
KESBANGPOL Kabupaten Muna, kemudian mengantar surat tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muna dan Kepala Pukesmas
Kabawo Kabupaten Muna sebelum melakukan kegiatan penelitian dilapangan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaannya dimulai dengan menghubungi bidan koordinator
puskesmas lasalepa untuk memperoleh data dilapangan. Pengambilan data
dilakukan dengan wawancara secara langsung pada setiap ibu yang memiliki
bayi usia 7-36 bulan yang ada di wilayah Kelurahan Laimpi saja . Setelah
memperoleh data dari sampel berjumlah 62 orang kemudian di sajikan dalam
tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah dalam menghubungkan
antarvariabel.
3. Tahap Pengelolaan dan Analisa Data
Data yang di kumpulkan kemudian diolah, dianalisis dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
4. Tahap Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Pada tahap ini disusun suatu laporan dari penelitian ini.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Geografi
Secara astronomis, Kecamatan Kabawo terletak dibagian barat
Kabupaten Muna. Kecamaan Kabawo merupakan salah satu kecamatan dari
33 Kecamatan yang ada di Kabupaten. Kecamatan Kabawo yang beribukota
di Lasehao memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut
1) Sebelah Utara : Kec. Kontukowuna
2) Sebelah Selatan : Kec. Parigi
3) Sebelah Timur : Kec. Tongkuno
4) Sebelah Barat : Kec. Kabangka dan Selat Spelman
Kecamatan Kabawo terdiri dari 1 Kelurahan dan 10 Desa, yaitu Kelurahan
Laimpi, Desa Kawite-wite, Lamanu, Wantiworo, Kasaka, Lamaeo,
Kontumere, Kambawuna, Bente, Rangka dan Bea. Luas wilayah Kecamatan
Kabawo sekitar 204,94 Km2. Desa terluas saat ini adalah Desa Tanjung Batu
(Lamanu) dengan luas 58,13 Km2 atau sebesar 28,38% dari total luas
wilayah Kecamatan. Desa yang memiliki luas terkecil adalah Desa
Kambawuna dengan luas hanya sebesar 5,54 Km2 atau 2,7% dari total luas
Kecamatan Kabawo. Secara rinci, luas masing-masing Desa/Keluarahan
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3Luas wilayah dan presentase tiap Desa/Kelurahan
No Desa/Kelurahan Luas (Km2)
1. Kawite-wite 24,52
2. Lamanu 58,13
3. Wantiworo 20,46
4. Kasaka 13,89
5. Lamaeo 7,96
6. Kontumere 9,09
29
30
7. Kambawuna 5,54
8. Laimpi 28,71
9. Bente 8,66
10. Rangka 6,95
11. Bea 21,03
Jumlah 204,94
Sumber : Data Sekunder, 2014
b. Demografi
1) Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertubuhan penduduk adalah angka yang menujukan tingkat
pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Rasio
jenis kelamin adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki
dengan banyak penduduk perempuan penduduk berdasarkan jenis
kelamin menurut Desa/Kelurahan Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel.
Tabel 4Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk
Menurut Desa/Kelurahan
No Desa/Kelurahan Rumah Tangga Jenis Kelamin Penduduk
(Jiwa)Laki-laki Perempuan
1. Kawite-wite 222 550 559 1.109
2. Lamanu 191 458 457 915
3. Wantiworo 375 853 1.008 1.861
4. Kasaka 180 331 447 778
5. Lamaeo 253 547 596 1.143
6. Kontumere 573 1.267 1.378 2.645
7. Kambawuna 115 219 268 487
8. Laimpi 366 820 951 1.771
9. Bente 204 438 496 934
10. Rangka 121 281 280 561
11. Bea 149 349 335 684
Jumlah 2.749 6.133 6.775 12.888
Sumber : Data Sekunder, 2014
2) Suku, Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Kecamatan Kabawo
Kabupaten Muna.
31
Suku Kecamatan Kabawo terdiri dari Suku Muna, Bugis, dan Suku
Tolaki dan yamg paling banyak yaitu Suku Muna. Tingkat Peendidikan
masyarakat Kabawo Kabupaten Muna terdiri daari Sarjana, SMA, SMP,
SD dan TK. Sedangkan mata pencaharian yaitu berkebun, berdagang,
pegawai dan pengusaha.
2. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Kabupaten Muna. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional
study untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
ISPA pada balita 7-36 bulan di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Kabupaten Muna periode Juli 2016. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara langsung pada responden. Besar sampel pada penelitian ini adalah
62 responden yaitu semua Balita usia 7-36 bulan.
Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel frekuensi dan crosstab (tabulasi silang) sesuai dengan tujuan
penelitian dan disertai narasi sebagai penjelasan tabel. Adapun hasil
penelitian yang telah dilakukan diuraikan sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
Analisa univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi
frekuensi dari variabel dependen dan independen yaitu :
32
a. Kejadian ISPA
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita 7-36 Bulan diKelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Tahun 2016
Kejadian ISPA Frekuensi Persentase (%)
Ya 36 58,1
Tidak 26 41,9
Jumlah 62 100
Sumber : Data Sekunder, 2016
Tabel 5 menunjukan bahwa dari 62 balita yang menderita ISPA sebanyak
36 orang (58,1 %) dan balita yang tidak menderita ISPA sebanyak 26
orang (41,9 %).
b. ASI Esklusif
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Balita Berdasarkan Riwayat ASI Esklusifpada Balita 7-36 Bulan di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Tahun 2016
ASI Esklusif Frekuensi Persentase (%)
Ya 21 33,9
Tidak 41 66,1
Jumlah 62 100
Sumber : Data Primer, 2016
Tabel 6 menunjukan bahwa dari 62 balita yang riwayat ASI esklusif
sebanyak 21 orang (33,9%) dan balita yang riwayat tidak ASI esklusif
sebanyak 41 orang (51,6%).
33
c. Kebiasaan Merokok
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Merokok AnggotaKeluarga di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Tahun 2016
Kebiasaan MerokokAnggota Keluarga
Frekuensi Persentase (%)
Ya 47 75,8
Tidak 15 24,2
Jumlah 62 100
Sumber : Data Primer 2016
Tabel 7 menunjukan bahwa dari 62 balita yang memiliki kebiasaan
merokok anggota keluarga sebanyak 47 orang (75,8%) dan balita yang
tidak memiliki kebisaan merokok anggota keluarga sebanyak 15 orang
(24,2%).
2. Analisis Bivariat
Analisis statistik dengan menggunakan rumus uji Chi Square
terhadap hubungan riwayat ASI esklusif dan kebiasaan merokok dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Kabupaten Muna tahun 2016 adalah sebagai berikut :
a. Hubungan antara Kejadian ISPA dengan riwayat ASI Esklusif
Berdasarkan hasil olahan SPSS, maka secara ringkas hasil perhitugan
Chi Square dapat di sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
34
Tabel 8 Hubungan antara Kejadian ISPA dengan riwayat ASI Esklusif
NoKejadian
ISPA
ASI EsklusifTotal
x² Hit x² Tab ΡYa Tidak
n % N % N %
1 Ya 11 17,74 25 40,32 36 58,10,421 3,841 0,516
2 Tidak 10 16,12 16 25,8 26 41,9
Total 22 35,5 40 64,5 62 100
Tabel 8 menunjukan bahwa dari 62 balita yang mendapat ASI esklusif
dan menderita ISPA sebanyak 11 orang (17,74%), balita yang tidak
mendapatkan ASI esklusif dan menderita ISPA sebanyak 25 orang (40,32%).
Balita yang mendapat ASI esklusif dan tidak menderita ISPA sebanyak 10
orang (16,12%), balita yang tidak mendapat ASI esklusif dan tidak menderita
ISPA sebanyak 16 orang (25,8%).
Berdasarkan hasil pengujian keterkaitan antar dua variabel melalui uji
Chi-Square, dimana diperoleh nilai 2hitung sebesar 0,421 dengan nilai
signifikansi (Asymp.sig.(2-sided)) sebesar 0,516. Berdasarkan hasil yang telah
diperoleh, terlihat bahwa nilai 2hitung (0,421) < 2
tabel (3,841) serta nilai
signifikansi 0,516 > ɑ (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima
dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan bermakna antara riwayat ASI
esklusif dengan kejadian ISPA pada balita.
35
b. Hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadianISPA pada balita.
Tabel 9 Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga denganKejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Laimpi
Kecamatan Kabawo Kabupaten MunaTahun 2016
NoKejadian
ISPA
Kebiasaan MerokokAnggota Keluarga
Total x² Hit x² Tab ΡYa Tidak
N % N % N %
1 Ya 27 43,54 9 14,51 10 16,128.376 3,841 0,04
2 Tidak 10 16,12 16 25,8 21 33,87
Total 48 77,41 15 24,19 31 100
Tabel 9 menunjukan bahwa dari 62 balita yang memiliki kebiasaan
merokok dan menderita ISPA sebanyak 27 orang (43,54%), balita yang tidak
memiliki kebiasaan buruk anggota keluarga dan menderita ISPA sebanyak 9
orang (14,51%). Balita yang memiliki kebiasaan buruk anggota keluarga dan
tidak menderita ISPA sebanyak 10 orang (16,12%), balita yang tidak memeliki
kebiasaan buruk anggota keluarga dan tidak menderita ISPA sebanyak 16
orang (25,8%).
Berdasarkan data diatas di dukung oleh hasil analisis statistic dengan
menggunakan uji Chi-Square serta sesuai dengan dasar pengambilan
keputusan penelitian hipotesis bahwa jika di peroleh nilai x2hitung 8.376 dan
pvalue= 0,04 dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Karena x2hitung (8.376)
> x2tabel (3,841) dan pvalue (0,04) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
36
ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian
ISPA pada balita.
B. Pembahasan
Setelah di lakukan uji Chi-Square terhadap variabel independent maka
didapatkan tidak ada hubungan antara riwayat ASI esklusif dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna tahun
2016, data tersebut telah dibuktikan dengan hasil uji Chi-Square X2 hitung 0,421
< X2 tabel 3,841, sehingga di simpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak
artinya tidak ada hubungan antara riwayat ASI esklusif dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna tahun
2016. Sedangkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan Kabawo
Kabupaten Muna tahun 2016, data tersebut telah dibuktikan dengan hasil uji
Chi-Square X2 hitung 8,376 > X2 tabel 3.841, sehingga di simpulkan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota
keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Laimpi Kecamatan
Kabawo Kabupaten Muna tahun 2016.
1. Hubungan antara Riwaya ASI Esklusif dengan kejadian ISPA pada balita
Dari analisa univariat menunjukkan bahwa dari 62 balita yang riwayat
ASI esklusif sebanyak 21 orang (33,9%) dan balita yang riwayat tidak ASI
esklusif sebanyak 41 orang (51,6%). dan bila dikaitkan dengan kejadian
ISPA, maka balita yang mendapat ASI esklusif dan menderita ISPA sebanyak
11 orang (17,74%), balita yang tidak mendapatkan ASI esklusif dan menderita
37
ISPA sebanyak 25 orang (40,32%). Balita yang mendapat ASI esklusif dan
tidak menderita ISPA sebanyak 10 orang (16,12%), balita yang tidak
mendapat ASI esklusif dan tidak menderita ISPA sebanyak 16 orang (25,8%).
ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi karena merupakan
makanan alamiah yang sempurna, mudah dicerna, mengandung zat gizi yang
sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan kekebalan dan mencegah dari berbagai
penyakit serta dapat meningkatkan kecerdasan. ASI selain memiliki nilai gizi
yang tinggi, ASI juga memiliki anti bodi yang dapat melindungi bayi terhadap
bebagai macam infeksi (Soetjiningsih, 2012).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Widarini di .
hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi ISPA pada balita
seperti status imunisasi, status gizi, BBLR, dll.
2. Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian ISPA pada
Balita
Dari analisa univariat menunjukkan bahwa dari 62 balita yang
memiliki kebiasaan merokok dan menderita ISPA sebanyak 27 orang
(43,54%), balita yang tidak memiliki kebiasaan buruk anggota keluarga dan
menderita ISPA sebanyak 9 orang (14,51%). Balita yang memiliki kebiasaan
buruk anggota keluarga dan tidak menderita ISPA sebanyak 10 orang
(16,12%), balita yang tidak memeliki kebiasaan buruk anggota keluarga dan
tidak menderita ISPA sebanyak 16 orang (25,8%).
Kebiasaan merokok anggota keluarga dapat berdampak negatif bagi
anggota keluarga khususnya balita. Indonesia merupakan negara dengan
38
jumlah perokok aktif sekitar 27,6 % dengan jumlah 65 Juta perokok atau 225
miliar batang per tahun (WHO, 2008). Rokok merupakan benda beracun yang
memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok aktif maupun perokok
pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok . Nikotin
dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk kesaluran pernapasan
bayi yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh yuli
trisnawati di puskesmas rembang kabupaten purbalingga tahun 2012 yang
mengatakan bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan merokok anggota
keluarga dengan kejadian ISPA. Hal ini dapat dipahami karena asap rokok
orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan
pencemaran dalam ruang tempat tinggal yan serius serta akan menambah risiko
kesakitandari bahan toksik pada anak-anak. paparan yang terus menerus
menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya infeksi
saluran pernapasan. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga
semakin besar memberikan risiko terhadap kejadian ISPA.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan bermakna antara riwayat ASI esklusif dengan kejadian
ISPA pada balita.
2. Ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian
ISPA pada balita.
B. Saran
1. Diharapkan kepada ibu yang memiliki balita agar anak memperoleh gizi
yang baik dengan cara memberikan makanan yang mengandung cukup gizi
kepada anak.
2. Diharapkan kepada anggota keluarga yang merokok agar tidak merokok
didekat balita, untuk mencegah terjadinya ISPA.
39
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi (2008). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Buku panduan karya tulis ilmiah akbid paramata raha kab. Muna tahun 2016.
Depkes RI (2009). Pedoman pengendalian penyakit infeksi saluran pernapasan
akut. Dirjen Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan, Depkes RI
Jakarta.
Fidiani (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada
balita.
Karlinda, Tri dan Warni Susilawati. Hubungan Keberadaan Anggota Keluarga
Yang Merokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu, Jurnal Akademi Kesehatan Sapta
Bakti Bengkulu, 2012.
Kementrian Kesehatan RI (2011). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian kesehatan RI (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKEDES) 2013.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI , Pneumonia Balita, Buletin Jendela Epidemiologi,
Volume 3 September 2010.
Prabu (2009). Infeksi Saluran Pernapasan Pernapasan Akut. Terdapat pada
http://prabu.wordpress.com/2009/04/infeksi-saluran-pernapasan-akut-
ISPA.
Probowo, sony (2012). Penyakit yang Paling Umum pada Anak, Majalah
Kesehatan (online) http://majalah kesehatan.com/penyakit-yang-paling-
umum-pada-anak-bag-1/diakses tanggal 29 juni 2016.
Siswanto, susila & suyanto (2013). Metodologi penelitian kesehatan dan
kedokteran. Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada Balita di KelurahanLaimpi Kec. Kabawo Tahun 2016
No Nama Umur ISPA ASI esklusif Kebiasaan merokok
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1 An. S 32 bulan
2 An. T 32 bulan
3 An. M 32 bulan
4 An. A 32 bulan
5 An. J 32 bulan
6 An. P 32 bulan
7 An. F 31 bulan
8 An. C 30 bulan
9 An. A 29 bulan
10 An. A 28 bulan
11 An. S 28 bulan
12 An. I 24 bulan
13 An. H 29 bulan
14 An. A 20 bulan
15 An. S 20 bulan
16 An. N 25 bulan
17 An. O 23 bulan
18 An. S 23 bulan
19 An. Mu 31 bulan
20 An. Ah 29 bulan
21 An. D 20 bulan
22 An. K 21 bulan
23 An. C 22 bulan
24 An. M 24 bulan
25 An. A 24 bulan
26 An. H 21 bulan
27 An. J 19 bulan
28 An. A 22 bulan
29 An. S 24 bulan
30 An. A 16 bulan
31 An. N 13 bulan
32 An. L 24 bulan
33 An. A 24 bulan
34 An. F 14 bulan
35 An. W 23 bulan
36 An. R 17 bulan
37 An. O 19 bulan
38 An. M 24 bulan
39 An. A 23 bulan
40 An. N T 23 bulan
41 An. F 21 ulan
42 An. N 24 bulan
43 An. Q 25 bulan
44 An. L 22 bula
45 An. V 30 bulan
46 By. N 11 bulan
47 By. B 10 bulan
48 By. A 9 bulan
49 By. K 11 bulan
50 By. R 12 bulan
51 An. F 13 bulan
52 An. T 17 bulan
53 An. F 18 bulan
54 An. H 19 bulan
55 An. Al 17 bulan
56 An. N 16 bulan
57 An. A 27 bulan
58 An. H 28 bulan
59 An. M 31 bulan
60 An. A 30 bulan
61 An. M 33 bulan
62 An. N 12 bulan
KUISIONER
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Puskesmas Kabawo Tahun 2016 Periode Januari-Juni
Nomor responden :
Nama ibu :
Umur :
Petunjuk pengisian :
Memiliki KMS : Ya / Tidak
1. Kepada responden di harapkan untuk menjawab semua pertanyaan dengan
jujur dan obyektif
2. Berikan tanda ( X ) pada jawaban yang diangap benar dan tepat
Soal
1. Apakah bayi ibu nendapatkan imunisasi dasar lengkap ?
a. Ya
b. Tidak
2. Pada usia 0-6 bulan apakah bayi/anak ibu hanya minum ASI saja tanpa
makanan tambahan kecuali obat ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah ada anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok di dalam
rumah ?
a. Ya
b. Tidak
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawa ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian
yang berjudul “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Balita di Kelurahan Laimpi Kec. Kabawo Tahun 2016 ” Yang
dilakukan oleh :
Nama : ASNI
Nim : PSw.B.2013.IB.0054
Sesuai dalam prosedur penelitian, maka saya memberikan jawaban
sebenar-benarnya atas pertanyaan yang diberikan dan tidak akan menuntut
terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi dalam penelitian ini.
Demikian surat persetujuan ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Raha, Juli 2016
Responden
(....................................)
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada Balitadi Kelurahan Laimpi Kec. Kabawo Tahun 2016
1. Riwayat ASI esklusif
kejadian ispa * riwayat ASI esklusif Crosstabulation
riwayat ASI esklusif
Totalya tidak
kejadian ispa ISPA Count 11 25 36
Expected Count 12,2 23,8 36,0
% within kejadian ispa 30,6% 69,4% 100,0%
% within riwayat ASI
esklusif52,4% 61,0% 58,1%
tidak ISPA Count 10 16 26
Expected Count 8,8 17,2 26,0
% within kejadian ispa 38,5% 61,5% 100,0%
% within riwayat ASI
esklusif47,6% 39,0% 41,9%
Total Count 21 41 62
Expected Count 21,0 41,0 62,0
% within kejadian ispa 33,9% 66,1% 100,0%
% within riwayat ASI
esklusif100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square ,421a 1 ,516
Continuity Correctionb ,142 1 ,706
Likelihood Ratio ,419 1 ,517
Fisher's Exact Test ,592 ,352
Linear-by-Linear
Association,414 1 ,520
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,81.
2. Kebiasaan Merokok
kejadian ISPA * Kebiasaan Merokok Crosstabulation
Kebiasaan Merokok
Totalmerokok
tidak
merokok
kejadian
ISPA
ISPA Count 27 9 36
Expected Count 21,5 14,5 36,0
% within kejadian
ISPA75,0% 25,0% 100,0%
% within Kebiasaan
Merokok73,0% 36,0% 58,1%
tidak
ISPA
Count 10 16 26
Expected Count 15,5 10,5 26,0
% within kejadian
ISPA38,5% 61,5% 100,0%
% within Kebiasaan
Merokok27,0% 64,0% 41,9%
Total Count 37 25 62
Expected Count 37,0 25,0 62,0
% within kejadian
ISPA59,7% 40,3% 100,0%
% within Kebiasaan
Merokok100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8,376a 1 ,004
Continuity Correctionb 6,926 1 ,008
Likelihood Ratio 8,478 1 ,004
Fisher's Exact Test ,008 ,004
Linear-by-Linear
Association8,241 1 ,004
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,48.
b. Computed only for a 2x2 table