FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MASTITIS DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Tri Anasari 1), Sumarni 2)
ABSTRAK
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Banyak faktor predisposisi yang
mempengaruhi terjadinya mastitis antara lain: umur, paritas, riwayat mastitis
sebelumnya, melahirkan, gizi, faktor kekebalan dalam asi, stres dan kelelahan,
pekerjaan diluar rumah, faktor lokal dalam payudara, dan trauma.
Menganalisispengaruh secara bersama-sama antara umur, paritas, pekerjaan
dan riwayat mastitis dengan kejadian mastitis di RSUD Margono Soekarjo
Purwokerto
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah observasionaldengan pendekatan
case control. Sampelnya adalah ibu nifas yang mengalami mastitis sebanyak 45
orang dan yang tidak mengalami mastitis sebanyak 45 orang. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakansimple random sampling.
Analisis bivariate menggunakan uji chi square dananalisis multivariate
menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar usia ibu nifas berisiko
sebanyak 87,7% , paritas berisiko sebanyak 57,8% , pekerjaan tidak berisiko
sebanyak54,4% dan riwayat mastitis berisiko sebanyak 55,6%. Ada hubungan
antara usia, paritas dan riwayat mastitis dengan kejadian mastitis dan tidak ada
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian mastitis di RSUD Margono Soekarjo
Purwokerto. Ada pengaruh secara bersama-sama antara usia, paritas dan riwayat
mastitis dengan kejadian mastitis di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto.
Kata Kunci : usia, paritas, pekerjaan, riwayat mastitis sebelumnya, mastitis
FACTORS INFLUENCE THE MASTITIS’S INSIDENCE IN RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Tri Anasari 1), Sumarni 2)
ABSTRACT
Mastitis is an inflammation of the breast that can be accompanied or not
accompanied by infection. The disease is usually associated with lactation, so it is
also called lactational mastitis or puerperal mastitis. Many predisposing factors
that influence the occurrence of mastitis include: age, parity, previous mastitis,
childbirth, nutrition, immune factors in breast milk, stress and fatigue, work
outside the home, local factors in the breast, and trauma.
Analyzing the jointly effect between age, parity, occupation and previous
mastitis with mastitis incidence in RSUD Margono Soekarjo Purwokerto.
This type of research in this study was an observational case-control
approach. The sample was maternal postpartum mastitis as many as 45 people
and who did not have mastitis as many as 45 people. The sampling technique was
done by using simple random sampling. Bivariate analysis used chi square test
and multivariate analysis used logistic regression.
The results showed that most of the risk of postpartum maternal age as much
as 87.7%, 57.8% as much risk parity, occupation does not at risk as much as
54.4% and the risk of mastitis history as much as 55.6%. There is a correlation
between age, parity and previous mastitis with the incidence of mastitis and there
is no correlation between occupation with the incidence of mastitis in RSUD
Margono Soekarjo Purwokerto. There is effect jointly between age, parity and
previous mastitis with mastitis incidence in RSUD Margono Soekarjo
Purwokerto.
Keywords : age, parity, occupation, previous mastitis, mastitis.
Tri Anasari, Sumarni, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis … 41
PENDAHULUAN
Mastitis merupakan suatu proses
peradangan pada satu atau lebih
segmen payudara yang mungkin
disertai infeksi atau tanpa infeksi.
Mastitis diperkirakan dapat terjadi
pada 3-20% ibu menyusui. Dua hal
yang perlu diperhatikan pada kasus
mastitis adalah pertama, karena
mastitis biasanya menurunkan
produksi ASI dan menjadi alasan ibu
untuk berhenti menyusui. Kedua,
mastitis berpotensi meningkatkan
transmisi vertikal pada beberapa
penyakit. Sebagian besar mastitis
terjadi dalam 6 minggu pertama setelah
bayi lahir (paling sering pada minggu
ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis
dapat terjadi sepanjang masa menyusui
bahkan pada wanita yang sementara
tidak menyusui (Alasiry, 2012).
Tahun 2005 Word Health
Organisation (WHO) menyebutkan
bahwa jumlah kasus infeksi payudara
yang terjadi pada wanita seperti
kanker, tumor, mastitis, penyakit
fibrocustik terus meningkat dimana
12% diantaranya merupakan infeksi
payudara berupa mastitis pada wanita
pasca post partum. Sedangkan di
Indonesia hanya 0,001/100.000 angka
kesakitan akibat infeksi berupa mastitis
(Depkes RI, 2008).Menurut Organisasi
kesehatan dunia (2008),
memperkirakan lebih dari 1,4 juta
orang terdiagnosis menderita mastitis.
The American Society memperkirakan
241.240 wanita Amerika Serikat
terdiagnosis mastitis. Sedangkan di
Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis sebanyak 24.600
orang dan di Australia sebanyak
14.791 orang. Di Indonesia
diperkirakan wanita yang terdiagnosis
mastitis adalah berjumlah 876.665
orang dan di Sumatra Utara berkisar
40-60% wanita terdiagnosis mastitis
(Sally, 2003).
Studi terbaru menunjukkan kasus
mastitis meningkat hingga 12-35%
pada ibu yang puting susunya pecah-
pecah dan tidak diobati dengan
antibiotik. Namun, bila minum obat
antibiotik pada saat puting susunya
bermasalah kemungkinan untuk
terkena mastitis hanya sekitar 5%
(Setyaningrum, 2008).
Penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi. Adapun faktor
predisposisi yang menyebabkan
mastitis diantaranya adalah umur,
paritas, serangan sebelumnya,
42 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52
melahirkan, gizi, faktor kekebalan
dalam ASI, stress dan kelelahan,
pekerjaan di luar rumah serta trauma
(Inch dan Xylander, 2012).
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di RSUD Margono Soekarjo
menunjukkan bahwa jumlah ibu nifas
pada tahun 2012-2013 sebanyak 5.148
orang, jumlah tersebut terdiri dari ibu
nifas normal sebanyak 4561 orang dan
ibu nifas patologi sebanyak 542 orang.
Jumlah ibu nifas dengan infeksi nifas
pada tahun 2012-2013 sebanyak 108
orang dari 542 ibu nifas patologi,
jumlah tersebut terdiri dari ibu nifas
dengan mastitis sebanyak 45 orang,
peritonitis 31 orang, endometritis 31
orang dan tromboflebitis sebanyak 1
orang.
Tujuan dari prnrlitian ini adalah
1) Mendeskripsikan umur, paritas,
pekerjaan dan riwayat mastitis
sebelumnya pada ibu nifas, 2)
Menganalisis hubungan umur dengan
kejadian mastitis, 3) Menganalisis
hubungan paritas dengan kejadian
mastitis, 4) Menganalisis hubungan
pekerjaan dengan kejadian mastitis, 5)
Menganalisis hubungan riwayat
mastitis sebelumnya dengan kejadian
mastitis, 6) Menganalisis pengaruh
secara bersama-sama umur, paritas,
pekerjaan, riwayat mastitis sebelumnya
terhadap kejadian mastitis.
METODOLOGI PENELITIAN Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah usia, paritas, pekerjaan dan
riwayat mastitis sebelumnya. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah
kejadian mastitis. Hipotesis adalah
suatu jawaban sementara dari
pertanyaan penelitian (Notoatmodjo,
2012).
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
observasional. Observasional
merupakan metode penelitian yang
tidak memberikan intervensi kepada
objek dan hanya mengamati kejadian
yang sudah ada. Penelitian ini
menggunakan pendekatan case control
atau kasus kontrol yaitu suatu
penelitian (survei) analitik yang
menyangkut bagaimana faktor risiko
dipelajari dengan menggunakan
pendekatan retrospektive
(Notoatmodjo, 2012).
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas subjek
atau objek dengan kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan
Tri Anasari, Sumarni, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis … 43
kemudian ditarik kesimpulan akan
diteliti (Sugiyono, 2010). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
nifas dengan mastitis tahun 2012-2013
sebanyak 45 orang dan ibu nifas
normal tahun 2012-2013 sebanyak
5.148 orang.
Sampel adalah bagian dari
populasi yang diambil dimana
pengukuran dilakukan oleh peneliti
atau bagian dari populasi dimana fakta-
fakta diukur dan akan dijadikan dasar
untuk penarikan kesimpulan (Santjaka,
2009). Besar sampel pada penelitian ini
dengan perbandingan 1:1 yaitu besar
sampel pada kelompok kasus adalah 45
orang dan kelompok kontrol 45 orang.
Prosedur dan teknik pengambilan
sampel yang dilakukan untuk
kelompok kasus dan kelompok kontrol
adalah dengan menggunakansimple
random sampling yaitu prosedur
peneliti mengambil sampel secara acak
sampai didapatkan jumlah sampel yang
diinginkan (Notoatmodjo, 2010).
Instrumen pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan check
list yaitu suatu daftar variabel yang
akan dikumpulkan datanya (Arikunto,
2010). Check list yang digunakan
berisi kolom usia, paritas dan kejadian
mastitis yang akan diberikan
simbol/tanda √ (centang) pada setiap
gejala yang muncul.
Analisa univariat dilakukan
untuk mendeskripsikan pengetahuan,
dukungan keluarga, dukungan tenaga
kesehatan dan pemberian kolostrum
menggunakan distribusi frekuensi.
Analisis bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan,
dukungan keluarga, dukungan tenaga
kesehatan dengan pemberian
kolostrum menggunakan uji Chi
Square (Santjaka, 2009). Analisis
pengaruh variabel independent
terhadap variabel dependent
menggunakan regresi logistik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariat
didapatkan ibu nifas sebagian besar
pada kategori usia berisiko sebanyak
87,8%, paritas ibu nifas sebagian besar
pada kategori berisiko sebanyak
57,8%, pekerjaan ibu nifas yang
paling banyak yaitu tidak berisiko
sebanyak 54,4% dan ibu nifas paling
banyak memiliki riwayat mastitis
sebelumnya yaitu 55,6%.
Usia ibu nifas yang dianggap
berisiko terkena mastitis adalah pada
rentang umur 20-35 tahun dimana
44 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52
diketahui bahwa rentang usia tersebut
merupakan usia reproduksi sehat.
Sebuah studi retrospektif menunjukan
bahwa wanita berumur 20-35 tahun
lebih sering menderita mastitis
daripada wanita dibawah usia 20 tahun
dan di atas 35 tahun. Studi retrospektif
lain mengidentifikasi wanita berumur
30-34 tahun memiliki insiden mastitis
tinggi, bahkan bila paritas dan kerja
purnawaktu telah dikontrol (Inch dan
Xylander, 2012).
Hal itu sesuai dengan pendapat
Evans (1995), primipara ditemukan
sebagai faktor risiko terjadinya mastitis
karena primipara merupakan seorang
wanita yang baru pertama kali
melahirkan sehingga tubuh yang
mengalami perubahan akibat
melahirkan belum memiliki kekebalan
terhadap infeksi bakteri yang datang
dalam hal ini adalah infeksi bakteri
Staphilococcus aureus terhadap
payudara primipara (Inch dan
Xylander, 2012).
Menurut Depkes RI (2003),
pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat
mempengaruhi pengetahuan dan
kesempatan ibu dalam memberikan
ASI eksklusif dimana pemberian ASI
secara eksklusif akan mencegah
terjadinya stasis ASI yang merupakan
penyebab dari terjadinya mastitis.
Pengetahuan responden yang bekerja
lebih baik bila dibandingkan dengan
pengetahuan responden yang tidak
bekerja. Semua ini disebabkan karena
ibu yang bekerja di luar rumah (sektor
formal) memiliki akses yang lebih baik
terhadap berbagai informasi, termasuk
mendapatkan informasi tentang
pemberian ASI eksklusif yang dapat
mencegah terjadinya mastitis.
Mastitis berulang adalah mastitis
yang disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus
benar-benar beristirahat, banyak
minum, makanan dengan gizi
berimbang, serta mengatasi stress.
Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri diberikan antibiotik
dosis rendah (eritromisin 500 mg
sekali sehari) selama masa menyusui
(IDAI, 2011).
Sedangkan penjelasan hasil analisis
bivariat dan analisis multivariat adalah
sebagai berikut :
Tri Anasari, Sumarni, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis … 45
1. Hubungan usia dengan kejadian mastitis pada ibu nifas
Tabel 1. Hubungan usia dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Tahun 2012-2013.
Usia
Kejadian Mastitis
Mastitis Tidak Mastitis P
f % f %
0,000 Berisiko 45 100 34 75,6
Tidak Berisiko 0 0 11 24,4
Total 45 100 45 100
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat
diketahui bahwa ibu nifas yang
mengalami mastitis semua pada usia
berisiko (100%) dan ibu nifas yang
tidak mengalami mastitis sebagian
besar juga terjadi pada usia berisiko
(75,6%). Hasil analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p = 0,000. Nilai p = 0,000 yang
lebih kecil dari = 0,05 artinya ada
hubungan antara usia ibu nifas dengan
kejadian mastitis di RSUD Prof.Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto tahun
2012-2013.
Usia ibu nifas yang dianggap
berisiko terkena mastitis adalah pada
rentang umur 21-35 tahun dimana
diketahui bahwa rentang usia tersebut
merupakan usia reproduksi sehat.
Sebuah studi retrospektif menunjukkan
bahwa wanita berumur 21-35 tahun
lebih sering menderita mastitis
daripada wanita dibawah usia 21 tahun
dan di atas 35 tahun. Hal tersebut
terjadi karena salah satu faktor
penyebab mastitis adalah melahirkan
yang merupakan salah satu unsur
bereproduksi dan kegiatan
bereproduksi seringkali terjadi pada
usia 21-35 tahun, sehingga mastitis
sering terjadi pada usia tersebut (Inch
dan Xylander, 2012).
46 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52
2. Hubungan paritas dengan kejadian mastitis pada ibu nifas Tabel 2. Hubungan paritas dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Tahun 2012-2013
Paritas
Kejadian Mastitis
P Mastitis Tidak Mastitis
F % F %
Berisiko 31 68,9 21 46,7
0,033 Tidak Berisiko 14 31,1 24 53,3
Total 45 100 45 100
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat
diketahui bahwa ibu nifas yang
mengalami mastitis sebagian besar
pada paritas berisiko (68,9 %),
sedangkan ibu nifas yang tidak
mengalami mastitis sebagian besar
pada paritas tidak berisiko (53,3%)
Hasil analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p = 0,033. Nilai p = 0,033 yang
lebih kecil dari = 0,05 artinya ada
hubungan antara paritas ibu nifas
dengan kejadian mastitis di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo tahun
2012-2013.
Hal itu sesuai dengan pendapat
Evans (1995), primipara ditemukan
sebagai faktor risiko terjadinya mastitis
karena primipara merupakan seorang
wanita yang baru pertama kali
melahirkan sehingga tubuh yang
mengalami perubahan akibat
melahirkan belum memiliki kekebalan
terhadap infeksi bakteri yang datang
dalam hal ini adalah infeksi bakteri
Staphilococcus aureus terhadap
payudara primipara (Inch dan
Xylander, 2012).
3. Hubungan pekerjaan dengan kejadian mastitis pada ibu nifas Tabel 3. Hubungan pekerjaan dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Tahun 2012-2013
Pekerjaan Kejadian Mastitis
P Mastitis Tidak Mastitis F % F %
Berisiko 19 42,2 22 48,9 0,525 Tidak Berisiko 26 57,8 23 51,1
Total 45 100 45 100
Tri Anasari, Sumarni, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis … 47
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat
diketahui bahwa ibu nifas yang
mengalami mastitis sebagian besar
dengan pekerjaan tidak berisiko (57,8
%), sedangkan ibu nifas yang tidak
mengalami mastitis sebagian besar
juga dengan pekerjaan tidak berisiko
(51,1%) Hasil analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p = 0,525. Nilai p = 0,525 yang
lebih besar dari = 0,05 artinya tidak
ada hubungan antara pekerjaan ibu
nifas dengan kejadian mastitis di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
tahun 2012-2013.
Tidak adanya hubungan antara
pekerjaan dengan kejadian mastitis
terjadi karena beberapa tahun
belakangan ini ibu yang bekerja
cenderung memeras ASI untuk
diberikan kepada anaknya akibat dari
informasi-informasi mengenai ASI
ekslusif, sehingga pada ibu yang
bekerja zaman sekarang ini
kemungkinan untuk mengalami
mastitis lebih kecil. Namun, bagi ibu
bekerja dapat juga mengalami mastitis
apabila ia tidak memeras ASInya
secara berkala untuk diberikan pada
bayinya. Bagi ibu yang tidak bekerja
ada juga kemungkinan mengalami
mastitis karena mungkin ia malas
untuk menyusui anaknya atau hal lain
yang dapat mempengaruhi ia tidak
menyusui anaknya. Semua ibu yang
bekerja maupun tidak bekerja memiliki
kesempatan yang sama untuk
mengalami mastitis tergantung dari
individu masing-masing untuk
berkeinginan atau cara menyusui
anaknya.
4. Hubungan riwayat mastitis sebelumnya dengan kejadian mastitis pada ibu nifas
Tabel 4. Hubungan riwayat mastitis dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Tahun 2012-2013
Riwayat Mastitis
Kejadian Mastitis
p Mastitis Tidak Mastitis
F % F %
Berisiko 30 66,7 20 44,4
0,034 Tidak Berisiko 15 33,3 25 55,6
Total 45 100 45 100
48 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat
diketahui bahwa ibu nifas yang
mengalami mastitis sebagian besar
mempunyai riwayat mastitis berisiko
(66,7 %), sedangkan ibu nifas yang
tidak mengalami mastitis sebagian
besar mempunyai riwayat mastitis
tidak berisiko (55,6%) Hasil analisis
bivariat dengan menggunakan uji chi
square diperoleh nilai p = 0,034. Nilai
p = 0,034 yang lebih kecil dari =
0,05 artinya ada hubungan antara
riwayat mastitis sebelumnya dengan
kejadian mastitis di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo tahun 2012-2013.
Adanya riwayat penyakit
sebelumnya baik pada mastitis maupun
penyakit lain memang cenderung dapat
berulang. Hal itu dikarenakan gen dari
penderita sudah terlebih dahulu
dikenali oleh penyakit tersebut dalam
hal ini adalah mastitis yang akan
menyerang lagi suatu waktu apabila
penderita melakukan hal yang dapat
menimbulkan mastitis kembali. Selain
itu, peneliti menilai adanya kejadian
mastitis berulang disebabkan oleh
kebiasaan dari penderita untuk
melakukan hal-hal yang dapat
menyebabkan mastitis.
Hasl penelitian ini sesuai dengan teori
yang dipaparkan oleh WHO (2003),
yang mengatakan serangan
sebelumnya dapat menyebabkan
mastitis pertama cenderung berulang.
Pada beberapa studi, 40-50% wanita
pernah menderita satu atau lebih
serangan sebelumnya. Ini merupakan
akibat dari teknik menyusui yang
buruk yang tidak diperbaiki.
5. Analisis Multivariate Tabel 5. Hasil Analisis Multivariate
Variabel B SE Wald Df p-
value Exp. B
Exp. B
Lower Upper
Usia 2.457 1.127 4.756 1 .029 11.667 1.283 106.139
Paritas 1.426 .584 5.951 1 .015 4.161 1.323 13.084
Riwayat
Mastitis 1.284 .509 6.367 1 .012 3.611 1.332 9.791
Tabel 5. menunjukkan bahwa
variabel yang mempunyai p-value <
0,05 dan Exp.(B) ≥ 2 adalah variabel
usia, paritas dan riwayat mastitis.
Variabel usia dengan p-value 0,029,
nilai Exp.(B) 11,667, variabel paritas
Tri Anasari, Sumarni, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis … 49
mempunyai p-value 0,015, nilai
Exp.(B) 4,161, dan variabel riwayat
mastitis sebelumnya dengan p-value
0,012, nilai Exp.(B) 3,611.
Kesimpulannya adalah ada
pengaruh usia, paritas dan riwayat
mastitis sebelumnya secara bersama-
sama terhadap kejadianmastitis di
RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Ibu nifas yang memiliki
usia berisiko11,6 kali lebih besar
dibanding ibu nifas yang memiliki usia
tidak berisiko. Ibu nifas yang memiliki
paritas berisiko 4,1 kali lebih besar
dibanding ibu nifas yang memiliki
paritas tidak berisiko. Ibu nifas yang
memiliki riwayat mastitis sebelumnya
3,6 kali lebih besar dibanding ibu nifas
yang tidak memiliki riwayat mastitis
sebelumnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori yang dipaparkan oleh WHO
(2003), yang mengatakan serangan
sebelumnya dapat menyebabkan
mastitis pertama cenderung berulang.
Sebuah studi retrospektif menunjukan
bahwa wanita berumur 20-35 tahun
lebih sering menderita mastitis
daripada wanita dibawah usia 20 tahun
dan di atas 35 tahun. Studi retrospektif
lain mengidentifikasi wanita berumur
30-34 tahun memiliki insiden mastitis
tinggi, bahkan bila paritas dan kerja
purnawaktu telah dikontrol (Inch dan
Xylander, 2012).
Hal ini sesuai dengan pendapat
Evans (1995), primipara ditemukan
sebagai faktor risiko terjadinya mastitis
karena primipara merupakan seorang
wanita yang baru pertama kali
melahirkan sehingga tubuh yang
mengalami perubahan akibat
melahirkan belum memiliki kekebalan
terhadap infeksi bakteri yang datang
dalam hal ini adalah infeksi bakteri
Staphilococcus aureus terhadap
payudara primipara (Inch dan
Xylander, 2012).
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan terhadap 90 ibu nifas di
RSUD Margono Soekarjo Purwokerto
tahun 2012-2013 dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ibu nifas di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo tahun 2012-2013
sebagian besar termasuk dalam
kategori usia berisiko, paritas berisiko,
pekerjaan tidak berisiko dan riwayat
mastitis berisiko.
50 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52
2. Ada hubungan usiadengan
kejadian mastitis pada ibu nifas di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
tahun 2012-2013.
3. Ada hubungan paritas dengan
kejadian mastitis pada ibu nifas di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
tahun 2012-2013.
4. Tidak Ada hubungan pekerjaan
dengan kejadian mastitis pada ibu nifas
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
tahun 2012-2013.
5. Ada hubungan antara riwayat
mastitis sebelumnya dengan kejadian
mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo tahun 2012-
2013.
DAFTAR PUSTAKA Alasiry, E. (2012). Buku Indonesia
Menyusui. Terdapat pada: www.idai.or.id. diakses tanggal 4 November 2013.
Ambarwati, R,E. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: MitraCendikiaPress.
Bahiyatun. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC.
BKKBN. 2006. Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta : BKKBN
Cuningham, F.G. (2013). Obstetri William. Jakarta : EGC.
Depkes RI. (2008). Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2012). Buku Saku Kesehatan 2012. Semarang:Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Inch & Xylander. (2012). Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaan. Jakarta : Widya Medika.
Jayanti, F. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny. P P1A0 Dengan Mastitis Di RB Mulya Kasih Boyolali. Karya Tulis Ilmiah : STIKES Kusuma Husada Surakarta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. (2012). Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas 2012.Purwokerto:Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
Santjaka, A. (2009). Biostatistik. Purwokerto Timur : Global Internusa.
Tri Anasari, Sumarni, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis … 51
Setyaningrum. (2008). Hubungan Antara Praktik Perawatan Payudara Dengan Kejadian Mastitis Pada Ibu Nifas Tahun 2008 Di BPS Nunuk Dsa Bandengan Kabupaten Jepara. Jurnal JIKK, Vol. 2 No. 2. STIKES Muhammadiyah Kudus.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian administrasi. Bandung : Alfabeta.
Suhemi. K. (2007). Konseling Kesehatan. Terdapat pada: ksuhemi.blogspot.com/2007/10/konseling. Diakses Tanggal 25 November 2013.
Suherni. (2008). Perawatan Masa Nifas Edisi 3. Yogyakarta: Fitra Maya.
Yuyun, D. (2009). Strategi-Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang.
52 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52