BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam era modern ini, suatu negara tidak bisa lepas dari negara
lain. Suatu negara harus menjalin hubungan dengan negara lain baik itu di
bidang ekonomi, politik atau budaya agar tetap hidup dan tidak dikucilkan
oleh negara lain. Keadaan tersebut sering dikatakan sebagai era globalisasi.
Era globalisasi sendiri ditandai dengan adanya keterbukaan, keterkaitan atau
ketergantungan dan persaingan yang semakin ketat, khususnya bidang
ekonomi (Hamdy Hady, 2001 :11)
Global mempunyai makna universal. Globalisasi belum memiliki
definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition),
sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin
terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan
ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan
budaya masyarakat.
Sedangkan perekonomian global merupakan suatu proses kegiatan
ekonomi dan perdagangan, di mana negara- negara di seluruh dunia menjadi
satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas
teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan
seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan
menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian
internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan
membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional
secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-
produk global ke dalam pasar domestik. Dengan kata lain, globalisasi bisa
dikatakan sebagai adanya suatu era baru di dalam perdagangan internasional.
Dengan adanya perdagangna internasional, maka akan berpengaruh terhadap
komponen- komponen dalam neraca pembayaran.
Neraca perbayaran merupakan suatu neraca yang menunjukkan
berbagai jenis transaksi (mutasi) keuangan yang dilakukan diantara satu
negera dengan negara lain dalam satu tahun tertentu (Sadono Sukirno, 2002 :
370). Dua neraca penting dalam neraca pembayaran adalah neraca
perdagangan dan neraca keseluruhan. Neraca perdagangan menunjukkan
perimbangan antara ekspor dan impor. Sedangkan neraca keseluruhan
menunjukkan perimbangan antara keseluruhan aliran pembayaran ke luar
negeri. Defisit dalam neraca pembayaran berarti antara pembayaran ke luar
negeri lebih besar dari pada penerimaan dalam negeri. Salah satu faktor
penentu ini adalah ekspor lebih besar dari impor. Pengaliran modal ke luar
negeri merupakan faktor lain yang menimbulkan defisit neraca tersebut.
Neraca Pembayaran Indonesia dapat dilihat seperti tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1 Neraca Pembayaran Ringkasan (Balance of Payment : Summary)
(Juta USD/ million of USD)
Items 2008 2009
Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Neraca Berjalan -1.013 -967 -637 2.508 -2480 2.157 3.502
Barang Bersih 5,443 5,771 4,166 8,884 8,365 8,488 11,395
Eksport fob 37,345 38,081 29,765 24,179 28,139 31,272 35,899
Importfob -31,902
-32,309
-25,603
-17,295
-19,765
-22,784
-24,504
Jasa- jasa bersih -3,387 -3,312 -3,227 -2,743 -3,310 -3,309 -4,506
Pendapatan bersih -4,425 -4,756 -2,881 -2,742 -3,776 -4,072 -4,501
Transaksi berjalan bersih
1,366 1,311 1,305 1,109 1,201 1,248 1,303
Sumber : Statistik Ekonomi dan K Indonesia, BI 2010
Penyusunan neraca pembayaran Indonesia didasarkan pada Balance of
Payments Manual yang diterbitan oleh IMF. Neraca pembayaran Indonesia
memuat statistik mengenai transaksi ekonomi yang dilakukan penduduk
Indonesia dengan bukan penduduk dalam suatu periode tertentu. Transaksi
ekonomi adalah pertukaran nilai ekonomi dari satu unit ekonomi kepada unit
ekonomi lainnya yang meliputi pertukaran barang dan jasa dengan financial
items, barter, pertukaran antar financial items dan pemberian atau penerimaan
barang dan jasa atau financial items tanpa imbalan. Sedangkan transaksi
ekspor dan impor barang dalam neraca perdagangan didasarkan atas dokumen
kepabeanan dari Ditjen Bea dan Cukai (BI : Statistik Keuangan dan Ekonomi
Indonesia, 2009: 87).
Defisit neraca pembayaran akan berakibat sistemik terhadap
perekonomian dalam suatu negara. Defisit sebagai akibat impor lebih kecil
dari ekspor maka bisa berakibat pada menurunnya kegiatan ekonomi dalam
negeri karena konsumen membeli barang bukan buatan dalam negeri,
melainkan barang impor. Harga valuta asing yang naik akan menyebabkan
harga barang impor mahal. Hal ini akan berdampak pada kegiatan ekonomi
dalam negeri akan terhambat karena kegairahan pengusaha untuk
menanamkan modal ke dalam negeri akan menurun.
Dengan demikian, sama halnya dengan masalah pengangguran dan
inflasi, masalah difisit dalam neraca pembayaran juga memiliki efek yang
buruk bagi perekonomian baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Oleh
karena itu setiap negara harus menghindari adanya defisit dalam neraca
pembayaran. (Sadono Sukirno, 2002 : 17-18).
Salah satu faktor yang sudah dijelaskan di atas adalah defisit dalam
neraca pembayaran. Hal ini berarti antara impor lebih besar dari pada ekspor.
Komponen dari neraca pardagangan adalah ekspor dan impor. Pencatatan
dalam neraca ini bisa defisit atau surplus. Defisit berarti impor lebih besar dari
ekspor. Surplus berarti impor lebih kecil dari ekspor. Sedangkan jika antara
impor dan ekspor sama, keadaan ini dinamakan balance trade (Dumairy,
1996: 91)
Neraca perdagangan internasional akan terus mengalami perubahan
yang dikarenakan faktor- faktor :
- Selera konsumen terhadap produksi dlam negeri
- Harga barang Dalam negeri dan luar negeri
- Kurs menentukan dan mata uang domestic yang dibutuhkan untuk
membeli mata uang asing
- Pendapatan konsumen baik di dalam negeri ataupun di luar negeri
- Ongkos angkutan barang antar negara
- Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
Dengan variabel- variabel tersebut dari waktu ke waktu, maka akan berubah
pula jumlah perdagangan internasional. (Mankiw, 2003:210).
Tabel 1.2 Jenis Impor Menurut Penggunaannya di Indonesia Tahun 1994 – 2008
Juta US$
Tahun Barang Konsumsi Bahan Baku Bahan modal 1994 2806 30470 9653 1995 2166 30230 9284 1996 1918 19612 5807 1997 2469 18475 3060 1998 2685 26073 4777 1999 2251 23880 4831 2000 2651 24228 4411 2001 2792 25652 3946 2002 2980 26770 4509 2003 3299 26904 5906 2004 3659 28960 7118 2005 3405 27006 7854 2006 3711 27560 6004 2007 4097 28772 6533 2008 4340 29065 7008
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia beberapa edisi, data diolah
Dari tabel di atas, Impor Indonesia didominasi oleh impor untuk
konsumsi, bahan baku dan bahan modal. Dengan jumlah penduduk yang
sangat besar, maka tingkat konsumsi Indonesia sangat besar pula sehingga
akan meningkatkan impor Indonesia karena sebagian besar industri dalam
negeri tidak mampu mencukupi daya tawar konsumsi. Di lain sisi, impor yang
besar juga terjadi dari bahan baku yang nantinya digunakan untuk
memproduksi barang untuk konsumsi dalam negeri dan sebagian lagi
diproduksi untuk diekspor.
Dari tabel di 2.3 di bawah ini dapat kita lihat bahwa permintaan impor
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat hampir dari semua kawasan
perdagangan. Pada beberapa tahun terakhir, perkembangan impor Indonesia
menurut negara asal di kawasan ASEAN memiliki volume yang tertinggi
dibandingkan dengan negara- negara di kawasan lain. Hal ini disebabkan
karena pada beberapa tahun terakhir, negara- negara ASEAN mulai
menerapkan CAFTA (China Asia Free Trade Area) yang mengakibatkan
meningkatnya volume impor dari wilayah ASEAN. Benua Eropa
mendominasi di urutan kedua. Sedangkan kawasan Amerika memiliki volume
impor ke Indonesia terbesar ketiga. Meski demikian, salah satu negara di
benua Amerika khususnya Amerika Utara yang memiliki volume impor
menurut negara asal dengan perkembangan yang tinggi adalah Amerika
Serikat. Tabel di bawah ini menjelaskan perkembangan import Indonesia
menurut negara asal pada tahun 2004-2008.
Tabel 1.3 Volume Impor Menurut Negara Asal Utama Tahun2004- 2008
(Nilai CIF : juta US$)
Negara Asal 2004 2005 2006 2007 2008 A. ASEAN 11 494,4 17 039,9 18 970,6 23 792,2 40 967,8
Thailand 2 771,6 3 447,0 2 983,5 4 287,1 6 334,3 Singapura 6 082,8 9 470,7 10 034,5 9 839,8 21 789,5
Filipina 228,6 322,2 284,6 359,9 755,5 Malaysia 1 681,9 2 148,5 3 193,3 6 411,9 8 922,3 Myanmar 17,4 14,2 19,7 30,4 29,7 Kamboja 1,1 0,7 1,1 1,3 2,0
Brunai Darusalam 295,2 1 197,5 1 606,9 1 864,7 2 416,6 Laos 0,0 0,1 0.2 2,9 0,2
Vietnam 415,8 439,0 846,8 994,2 717,7 Asia Lainnya/ Rest of Asia
Jepang 6 081,6 6 906,3 5 515,8 6 526,7 15 128,0 Cina 4 101,3 5 842,9 6 636,9 8 557,9 15 247,2
Korea Selatan 1 942,6 2 869,1 2 875,9 3 196,7 6 920,1 Lainnya 6 688,8 7 777,5 9 283,1 9 898,0 17 734,1
B. AFRIKA 2 340,7 1 606,6 1 189,6 2 314,2 2 241,9 C. AUSTRALIA
Australia 2 214,9 2 567,1 2 986,3 3 004,0 3 997,5 Selandia Baru 223,6 263,0 333,8 503,5 706,7
Oseania lainnya 10,2 27,0 17,2 26,5 53,9 D. AMERIKA 3 806,7 4 623,1 4 782,9 5 910,6 9 901,0
Amerika 3 225,4 3 878,9 4 056,5 4 787,2 7 880,1 Kanada 551,7 698,0 666,5 1 056,6 1 871,5
Meksiko 29,6 1 111,1 1 194,2 1 484,0 2 494,6 Lainnya 992,8 1 111,1 1 194,2 1 484,0 2 494,6
E. EROPA 5 252,0 5 826,8 6 023,7 7 679,9 10 560,0 Inggris 703,2 645,3 553,0 654,0 1 0676
Belanda 474,6 369,1 515,4 504,0 602,7 Perancis 544,2 706,6 949,9 1 443,7 1 689,7 Jerman 1 743,0 1 780,8 1 456,6 1 982,0 3 068,8 Austria 73,8 74,3 80,9 101,3 1 031,0 Belgia 264,2 316,9 305,5 338,4 620,2
Denmark 73,8 74,3 80,9 101,3 102,6 Swedia 380,4 499,7 646,1 773,2 1 031,0
finlandia 210,9 329,0 372,9 326,9 359,7 Irlandia 107,0 81,1 148,1 170,9 126,4
Italia 473,3 568,9 551,4 667,5 999,8 Spanyol 182,9 214,1 206,6 286,4 251,8
Uni Eropa Lainnya
25,6 134,4 148,2 303,9 281,7
Eropa Lainnya 1 374,8 1 40,5 1 255,5 1 579,2 3 244,5 Jumlah/ Total 46 524,5 57 700,9 61 065,5 74 473.4 1 29 197,3
Sumber : Indonesia Dalam Angka, BPS Surakarta 2009
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa permintaan impor Indonesia
dari tahun ke tahun semakin meningkat hampir dari semua kawasan
perdagangan. Salah satu negara di benua Amerika yang memiliki daya tawar
untuk mengimpor barang dan jasa ke Indonesia adalah Amerika Serikat
(USA).
Amerika Serikat sendiri merupakan salah satu negara pengimpor
Indonesia. Dari tabel di atas, meskipun impor dari Amerika Serikat bukan
yang terbesar, akan tetapi perkembangan impor dari Ameika Serikat tergolong
tinnggi. Misalnya antara tahun 2007- 2008 yang meningkat 3093 juta US$.
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang memiliki perekonomian
kuat di dunia. Tidak salah jika menamai Amerika Serikat dengan negara
adidaya. Hampir semua negara di dunia takut dengan Amerika Serikat, baik
dari segi perekonomian atau dari segi pertahanannya. Kuatnya perekonomian
Amerika Serikat dapat kita lihat dari adanya krisis financial global pada tahun
2008.
Krisis yang dialami Amerika Serikat bermula dari bangkrutnya
perusahaan keuangan di Amerika yang kemudian berimbas ke berbagai
belahan dunia. Krisis ini di mulai timbul sekitar tahun 2007 yaitu dengan
adanya peristiwa gagal bayar kredit perumahan di Amerika Serikat ( sub prime
mortgage ). Krisis keuangan ini menyebabkan beberapa perusahaan keuangan
multi nasional hancur yang kemudian berdampak ke pasar dunia. Dari adanya
krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 yang lalu, menggambarkan
bahwa perekonomian Amerika Serikat sangat kuat.
Selain itu, mata uang tunggal Amerika Serikat, US$ merupakan salah
satu mata uang yang digunakan dalam ekonomi internasional. Hampir 50%
simpanan di bank dunia menggunakan dollar AS. Setengah dari perdagangan
internasional dilakukan dengan menggunkan dollar AS. 45,6 % obligasi
internasional didominasi oleh dollar AS. Lebih dari setengah valuta asing
melibatkan dollar AS serta 62,7% dari cadangan non emas dunia disimpan
menggunakan dollar AS. Dari beberapa aspek tersebut, maka secara tidak
langsung baik buruknya perekonomian Amerika Serikat akan berpengaruh
terhadap perekonomian dunia. Sedangkan Amerika Serikat sendiri
mendapatkan keuntungan yang berupa seignorage atau keuntungan yang
didapat karena menerbitkan uang dan dari seignorage tersebut PDB Amerika
Serikat bertambah sebesar 0,5%. (Jeffery Edmund Curry, 99:89)
Berdasarkan latar belakang dan kondisi di atas, maka ingin diteliti
mengenai keadaan tersebut dengan judul “Faktor- Faktor Yang
Mempengaruhi Permintaan Impor Indonesia Dari Amerika Serikat Tahun
1985- 2009”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah
yang bersangkutan dengan permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat:
1. Bagaimana pengaruh kurs rupiah terhadap dolar USD terhadap permintaan
impor Indonesia dari Amerika Serikat?
2. Bagaimana pengaruh PDB riil terhadap permintaan impor Indonesia dari
Amerika Serikat?
3. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap permintaan impor Indonesia
dari Amerika Serikat?
4. Bagaimana pengaruh cadangan devisa terhadap permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat?
C. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah yang sudah dipaparkan di atas,
maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kurs rupiah terhadap US$
terhadap permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat.
2. Untuk mengetahui pengaruh PDB terhadap permintaan impor Indonesia
dari Amerika Serikat.
3. Untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi terhadap permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat.
4. Untuk mengetahui pengaruh cadangan devisa terhadap permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat.
D. Manfaat Penelitian
Dengan melaksanakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak- pihak terkait diantaranya :
1. Dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
mengenai ekonomi internasional dan pengaruhnya terhadap perekonomian
secara makro dan mikro.
2. Bagi peneliti dapat berguna untuk menambah pengetahuan dalam bidang
perdagangan internasional.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai masalah
faktor- faktor yang mempengaruhi impor Indonesia khususnya dari
Amerika Serikat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Teori Internasional
1. Hubungan Ekonomi Internasional
Hubungan ekonomi internasional adalah hubungan ekonomi antara
satu negara dengan negara lain yang dapat mempengaruhi alokasi sumber
daya baik antara dua negara tersebut maupun antar beberapa negara.
Hubungan ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, investasi,
pinjaman, bantuan serta kerjasama internasional. Para pelaku yang
mengadakan hubungan ekonomi internasional meliputi swasta, pemerintah
maupun organisasi internasional.
Hubungan ekonomi internasional berbeda dengan hubungan antar
regional (yaitu hubungan diantara berbagai wilayah negara yang sama),
sehingga memerlukan peralatan analisis yang sediit berbeda dan
menganggap ekonomi internasional sebagai bagian yang berbeda dari ilmu
ekonomi (Salvatore, 1992 :6)
Nopirin dalam Ekonomi Internasional, 1995, mengemukakan
bahwa hubungan ekonomi internasional itu mempunyai cirri- cirri yang
khusus dibanding dengan hubungan interregional. Hubungan khusus
tersebut yaitu :
a. Mobilitas faktor seperti tenaga kerja dan modal relative lebih sukar
b. Sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan dan politik yang
berbeda.
c. Faktor produksi yang dimiliki berbeda sehingga menimbulkan
perbedaan harga barang yang diberikan.
Ukuran kasar terhadap hubungan ekonomi di antara berbagai
negara atau dikatakan sebagai tingkat saling ketergantungan diberikan oleh
resiko antara ekspor dan impor mereka akan barang atau jasa terhadap
produk domestic bruto atau Gross Domestic Product (GDP).
Sedangkan masalah pokok yang dihadapi dalam ekonomi
internasional juga sama dengan ilmu ekonomi, yaitu kelangkaan (scarcity)
dan produk dan masalah pilihan (choice) produk. Dalam hal ini yang
diartikan dengan produk adalah barang dan jasa serta ide yang dibutuhkan
dan dihasilkan atau diolah oleh manusia.
Masalah kelangkaan dan pilihan atas produk (barang, jasa dan ide)
tersebut muncul karena adanya permintaan atau demand akan kebutuhan
dan keinginan (needs and wants) manusia yang tidak terbatas (rising
demand) dan penawaran (supply) dari sumber daya (resource) yang
sifatnya terbatas (Hamdy Hady, 2001:1)
Sebagai konsekuensi dari ciri atau karakteristik globalisasi
ekonomi dunia maka ekonomi internasional tidak atau bukan lagi
merupakan bagian kecil dari ekonomi nasional suatu negara. Sebaliknya,
justru ekonomi nasional suatu negara merupakan bagian kecil dari
ekonomi internasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya krisis
moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia Tenggara, terutama
yang dialami Indonesia sejak Juli 1997 sebagai dampak dari globalisasi
ekonomi dunia.
2. Arti Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai kegiatan-
kegiatan perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang
melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination)
yang dilakukan perusahaan multinasional untuk melakukan perpindahan
barang dan jasa, modal, tenaga kerja, teknologi dan perpindahan merek
dagang.
Perdagangan internasional timbul karena adanya beberapa faktor,
diantaranya adalah negara tersebut tidak bisa memproduksi semua barang
kebutuhanan yang dibutuhkan oleh negara tersebut sendiri, perdagangan
internasional juga timbul karena adanaya perbedaan jumlah biaya produksi
yang dikeluarkan oleh suatu negara untuk memproduksi barang kebutuhan
pokok, biaya produksi terdiri dari upah, modal, sewa tanah, biaya bahan
mentah, serta efisiensi dalam proses produksi. Untuk menghasilkan suatu
barang produksi negara satu belum tentu sama ongkos biayanya dengan
negara lain. Perbedaan inilah yang menjadi pangkal dari timbulnya
perdagangan internasional (Nopirin, 1995 :2).
3. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional sangatlah penting bagi pertumbuhan
ekonomi mengingat kemampuannya memperluas kemungkinan konsumsi
suatu negara (Samuelsen, 1995:392). Perdagangan merupakan suatu usaha
jasa perantara, yang menghubungkan produsen komoditas tertentu kepada
konsumennya.
Dengan melakukan spesialisasi di bidang tertentu yang tingkat
produktivitasnya tinggi, setiap negara dapat mengkonsumsi lebih banyak
barang maupun jasa daripada memproduksi segala sesuatu sendiri.
Perdagangan luar negeri merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa
yang dulakukan antara penduduk suatu negara dengan negara lain.
Perdagangan internasional ekspor dan impor adalah kegiatan yang
dijalankan eksportir maupun produsen eksportir dalam transaksi jual beli
suatu komoditi dengan negara asing. Kemudian penjual dan pembeli yang
lazim disebut sebagai eksportir dan importer, melakukan pembayaran
dengan valuta asing. (Amir, MS. 200:1).
Karena setiap negara berbeda dengan negara lainnya ditinjau dari
sudut sumber alam, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian, tenaga
kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Oleh karena
hal tersebut, maka memungkinkan terjadinya perdagangan antar negara
yang satu dengan negara lain, hal tersebut dapat terjadi karena ada barang-
barang kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup suatu negara
yang hanya dapat diproduksi di daerah dan iklim tertentu, atau karena
suatu negara mempunyai kombinasi faktor- faktor produksi lebih baik dari
negara lainnya, sehingga negara itu dapat menghasilkan barang yang lebih
dapat bersaing. Adakala produksi dari suatu negara belum dapat
dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri, oleh karena hal itu semenjak
berabad- abad yang lalu telah mendorong orang untuk memperdagangkan
hasil produksi itu ke negara lainnya di luar batas negaranya (Amir, MS.
200:1)
Perdagangan luar negeri ini dilakukan karena dianggap sangat
menguntungkan dan dipandang dapat memberikan manfaat terntentu.
Dapat disimpulkan bahwa pentingnya perdagangan luar negeri kita bagi
perekonomian negara pada umumnya, baik dalam bidang ekspor maupun
impor.
Hamdy Hady dalam Ekonomi Internasional, menyebutkan bahwa
perdagangan internasional akan senantiasa menggunakan beberapa asumsi
dasar yaitu:
a. Neurtrality of Money, dalam arti uang tidak berpengaruh atas harga
relative.
b. Jumlah faktor produksi dari setiap negara.
c. Faktor produksi dari tiap negara tidak dapat berpindah (international
immobility of factors).
d. Teknologi yang tidak sama
e. Taste and income distribution dianggap sebagai sesuatu yang given
dan tidak berubah.
f. Tidak terdapat hambatan perdagangan (trade barrier) dalam bentuk
biaya transport, informasi dan komunikasi.
g. Adanya full employment faktor produksi dan tidak terjadi exess
supplies atau shortage of commodities.
Sedangkan teori internasional dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kategori yaitu teori praklasik merkantilisme, teori klasik, dan teori modern.
Teori klasik yang dikenal dengan teori keunggulan absolute oleh Adam
Smith (1766) dan teori biaya relative oleh David Ricardo (1817).
Sedangkan teori faktor proporsi yang diperkenalkan oleh Hocker dan
Ohlin desebut sebagai teori modern yang didalamnya terdapat faktor-
faktor proporsi, permintaan dan penawaran/ teori parsial (Nopirin 1995:7).
Adapun penjelasan dari masing- masing teori tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Teori Praklasik Merkantilisme
Merkantilisme adalah suatu aliran atau filsafat yang tumbuh
dan berkembang dengna pesat pada abad XVI sampai XVII di Eropa
Barat. Adapun ide- ide pokok dari ajaran ini adalah :
- Suatu negara atau raja akan kaya atau makmur dan kuat bila
ekspor lebih besar dari impor (X>M).
- Surplus yang diperoleh dari selisih ekspor dan impor atau ekspor
neto tersebut diselesaikan dengan pemasukkan logam mulia (LM),
terutama emas dan perak dari luar negeri. Dengan demikian,
semakin besar ekspor neto maka akin banyak logam mulia yang
dimiliki atau diperoleh dari luar negeri.
- Pada waktu itu logam mulia igunakan sebagai alat pembayaran
(uang) sehingga negara atau raja memiliki logam mulia yang
banyak akan kaya atau makmur.
- LM yang banyak tersebut digunakan untuk membiayai armada
perang guna memperluas perdagangan luar negeri dan penyeberan
agama.
- Penggunaan kekuatan armada perang untuk memperluas
perdagangan luar negeri ini diikuti dengan kolonialisasi di Amerika
Latin, Afrika dan Asia dari abad XVI sampai XVII.
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut merkantilisme
melaksanan kebijakan perdagangan (trade policy) sebagai berikut :
1) Mendorong ekspor sebesar- besarnya, kecuali logam mulia.
2) Melarang atau membatasi impor dengan ketat kecuali logam mulia.
Kebijakan tersebut di atas pada saat ini masih dijalankan
oleh banyak negara dalam bentuk neo- merkantilisme yaitu kebijakan
proteksi untuk melindungi dan mendorong ekonomi industri nasional
dengan menggunakan tariff atai tariff Barrier (TB) dan kebijakan
nontariff Brairer (NTB). Biasanya Tariff Brairerr dilaksanakan
dengan menggunakan countervailing duty,bea anti dumping dan
shurcharge. (Hamdy Hady, 2001 : 25)
Dalam hal ini kebijakan yang lebih banyak digunakan adalah
dalam bentuk non tariff brairer (NTB) seperti larangan, system kuota,
ketentuan teknis, harga patokan custom value, perturan kesehatan atau
karantina dan lain- lain.
b. Teori Klasik
1) Teori Keunggulan Absolute Absolute Advantage
Adam Smith berpendapat bahwa setiap negara akan
memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade)
karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute
advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut mmiliki
ketidak unggulan mutlak (Absolute disanvantage) (Hamdy Hady,
2001 : 31)
Adam Smith percaya bahwa seluruh negara dapat
memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas
menyarankan untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan
laissez-faire, yaitu suatu kebijakan yang menyarankan untuk
meminimalkan campur tangan pemerintahan dalam perekonomian
suatu negara. Melalui perdagangan, sumber daya dunia dapat
didayagunakan secara efisien dan dapat memaksimalkan
kesejahteraan dunia.
Secara matematis, teori absolute advantage dari ini dapat
diilustrasikan dengan data hipotesis sebagai berikut :
Tabel 2.1 Data Hipotesis Teori Keunggulan Mutlak
Produk Per satuan Tenga kerja/ hari
Teh Sutra DTDN (Dasar Tukar Dalam Negeri)
Indonesia 12 kg 3 m 4 kg = 1 m 1 kg = ¼ m
Cina 4 kg 8 m ½ kg = 1 m 1 kg = 2 m
Sumber : Hamdy Hady, 2001 : 33
Teori keunggulan mutlak ini didasarkan kepada beberapa
asumsi pokok antara lain sebagai berikut :
a) Faktor yang digunakan hanya tenaga kerja
b) Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama
c) Pertukaran dilakukan secara barter tanpa uang.
d) Biaya transport diabaikan.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tenaga kerja
Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam produksi teh (12
kg), sedangkan Cina memiliki keunggulan absolute dalam produksi
sutra (8m).
Jika Indonesia dan Cina melakukan perdagangan luar
negeri (ekspor dan impor) maka berdasarkan DTDN (Dasar Tukar
Dalam Negeri) antara produsen teh dan sutra kedua negara itu akan
menjadi seperti berikut.
Di Indonesia :
- 1 kg teh dinilai sama dengan ¼ m sutra
- 1m sutra dinilai sama dengan 4 kg teh
Di Cina
- 1 kg teh dinilai sama dengan 2m sutra
- 1m sutra dinilai sama dengan ½ kg teh
Dari DTDN di atas dapat dilihat sebagai berikut :
- Harga 1kg teh di Indonesia lebih murah (hanya ¼ sutra)
dibanding Zdengan di Cina yang lebih mahal (yaitu 2 m sutra).
- Sebaliknya harga 1m sutra di Cina lebih murah (hanya ½ kg
teh) dibandingkan dengan di Indonesia yang lebih mahal (yaitu
4 kg teh)
Berdasarkan perbandingan DTDN pada kedua negara di
atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
a) Indonesia memilki keunggulan absolute pada produksi teh
sehingga akan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor teh
ke Cina. Sebaliknya Indonesia akan mengimpor stra dari Cina.
b) Cina memiliki keunggulan mutlak pada produksi sutra,
sehingga akan melakukan spesialisasi dan ekspor sutra ke
Indonesia. Sebaliknua Cina akan melakukan impor teh dari
Indonesia.
Sedangkan manfaat dari adanya spesialisasi produk adalah
sebagai berikut :
a) Dengan spesialisasi dan mengekspor 1 kg teh ke Cina,
Indonesia akan mendapatkan 2 m sutra, sedangka di dalam
negeri hanya dinilai atau dapat ditukar dengan ¼ m sutra.
Dengan demikian melalui spesialisasi produksi dan
perdagangan internasional Indonesia akan mendapat
keuntungan (gain from trade) sebesar 2m- ¼ m = 1 1/3 meter
sutra.
b) Sebailknya dengan melakukan spesialisasi dan mengespor 1 m
sutra ke Indonesia Cina akan mendapat 4 kg teh, sedangkan di
dalam negeri hanya dinilai atau dapat ditukar dengan ½ kg teh.
Dengan demikian melalui spesialisasi produksi dan
perdagangan internasional, Cina akan mendapatkan
keuntungan (gain from trade) sebesar 4 kg – ½ kg = 3 ½ kg
teh.
Analisa manfaat perdagangan internasional (gain from
trade) ini juga dapat dilihat dari terjadinya peningkatan produksi
dunia untuk teh dan sutra setelah keua negara melakukan
spesialisasi (24 kg the dan 16 m sutra) dibandingkan dengan
sebelum melaukan spesialisasi (16 kg teh dan 11m sutra).
Akan tetapi teori absolute advantage dari Adam Smith ini
memiliki kelemahan. Perdagangan internasional terjadi dan
menguntungkan kedua negara bila masing- masing negara
memiliki keunggulan mutlak yang berbeda. Dengan demikian jika
hanya satu negara yang memiliki keunggulan mutlak, maka tidak
akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Hal
inilah yang menjadi kelemahan dari teori ini.
2) Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David
Richardo
Teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam
Smith tenyata memiliki kelemahan karena negara yang melakukan
perdagangan internasional tersebut harus memiliki keunggulan
absolut. Maka dari itu, David Ricardo dengan teori keunggulan
komparatif menyempurnakan teori yang sebelumnya dikemukakan
oleh Adam Smith tersebut.
Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja
atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga
suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang
diperlukan untuk memproduksinya.
Menurut teori cost comparative advantage (labor
rfficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang di mana negara tersebut berpdoruksi relativ
lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relative kurang atau tidak efisien.
Berdasarkan contoh hipotesa di bawah ini maka dapat
dijelaskan meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan
absolute dibanding dengan negara lain, perdagangan internasional
akan bisa dilakukan yang menguntungkan kedua negara melalui
spesialisasi jika negara- negara tersebut memiliki cost comparative
atau labour efficiency.
Tabel 2.2 Data perhitungan cost comparative (labour efficiency)
Perhitungan cost comparative advantage (labor efficiency)
Perbandingan cost 1 kg gula 1m kain
Indonesia/ Cina 3/6 HK 4/5 HK
Cina/ Indonesia 6/3 HK
Sumber : Hamdy Hady, 2001: 38
Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage
atau labor efficiency di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja
Indonesia lebih efisien di bandingkan tenaga kerja Cina dalam
produksi 1 kg gula (3/6 atau ½ hari kerja) daripada produksi 1
meter kain (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Indonesia
malakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Seballiknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien di
bandingkan dengan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 meter
kain (5/4 hari kerja) daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau 2/1 hari
kerja). Hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi
dan ekspor kain.
Sedangkan manfaat yang didapat dari adanya perdagangan
internasional (gain from trade) berdasarkan matrik di atas, dapat
disusun perbandingan kemampuan produksi setiap tenaga kerja per
hari kerja pada masing- masing negara sebagai berikut :
Tabel 2.3
Data hipotesis Gain from trade Teori Comparative Advantage dari David Ricardo
Perbandingan Produksi / TK / HK Dasar Tukar Dalam
Negeri (DTDN) negara Gula Kain
Indonesia 1/3 kg ¼ m 1 kg = ¾ m 4 kg 4/3 kg = 1 m
Cina 1/6 kg 1/5 m 1 kg = 6/5 m 5 kg 5/6 kg = 1
Sumber : Hamdy Hady, 2001: 38
Berdasarkan tabel 2.3 tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
a) Bila Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
1 kg gula ke Cina, maka akan memperoleh 6/5 m kain,
sedangkan berdasarkan DTDN hanya memperoleh ¾ m kain,
Jadi dengan spesialsisasi akan memperoleh kauntungan sebesar
(6/5 m- ¾ m ) = 9/20 m.
b) Sebaliknya bila Cina melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor 1 m kain ke Indonesia, maka aka diperoleh 4/3 kg
gula, sedangkan berdasarkan DTDN hanya memperoleh 5/6 kg
gula. Jika dengan spesialsisasi produksi dan ekspor kain, Cina
akan memperoleh keuntungan sebesar (4/3 kg -5/6 kg) = 9/18
kg.
c) Keuntungan dari kedua negara jika melakukan perdagangan
internasional ini merupakan gain from trade atau manfaat
perdagangan internasional karena adanya perbedaaan labor
efficiency
3) Teori Modern
Salah satu teori modern ini dekemukakan oleh H-O
(Heckscher- Ohlin) seringkali disebut pula sebagai teori
kepemilikan faktor (factor endowment theory) atau teoeri proporsi
faktor (factor proportion theory). Teori ini membedakan
opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara
lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi
faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing- masing
negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menyebabkan
adanya perdaganan internasional. negara- negara yang memiliki
faktor produksi lebih banyak atau murah dalam memproduksinya
akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya.
Sebaliknya masing- masing negara akan mengimpor barang
tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relative
langka atau mahal dalam produksinya. (Hamdy Hady, 2001 : 39)
Dalam analsisisnya, teori H-O menggunakan dua kurva.
Pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan
total biaya produksi yang sama. Yang kedua adalah kurva isoquant
yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang
sama. Dalam teori ekonomi mikro kurva isocost akan menyinggung
kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya (cost)
tertentu akan diperoleh sejumlah produk yang maksimal, atau
dengan kata lain biaya/cost minimal akan diperoleh sejumlah
produk tertentu.
Teori H-O didasarkan pada serangkaian asumsi sederhana
guna memudahkan dan melancarkan pembahasan. Hanya saja
sebagian dari asumsinya terlalu sederhana atau bahkan sama sekali
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. (Salvatore, 1997 : 158).
Asumsi tersebut adalah :
a) Dunia ini hanya terdiri dari dua negara, dua komoditi dan dua
faktor produksi.
b) Kedua negara itu memiliki dan menggunakan tingkat teknonogi
produksi yang sama
c) Salah satu dari kedua komoditi tersebut bersifat padat modal,
sedangkan yang lain bersifat padat tenaga kerja, dan halini
berlaku di kedua negara.
d) Skala hasil yang konstan
e) Spesialisasi produksi yang terjadi di masing- masing negara
setelah perdagangan internasional berlangsung tidak lengkap
atau tuntas.
f) Persamaan selera di kedua negara
g) Adanya kompetitif sempurna di pasar komoditi maupun di pasar
faktor produksi.
h) Pentingnya mobilitas internal, namun menyisihkan
kemungkinan terjadinya mobilitas atau perpindahan faktor
produksi antar negara.
i) Tidak ada biaya transportasi, tarif maupun berbagai bentuk
hambatan lainnya yang mengganggu berlangsungnya
pardagangna internasional secara bebas.
j) Seluruh sumber daya produksi yang ada di masing- masing
negara terkerahkan secara penuh (full employment).
Teori H-O telah melangkah lebih jauh dengan menemukan
pernyataan secara tegas bahwa perbedaan dalam kelimpahan faktor
harga- harga komoditi (X dan Y) di antara kedua negara sebelum
berlangsungnya perdagangan. Perbedaan dalam harga-harga faktor
dan harga- harga komoditi secara relatif itu selanjutnya
diterjemahkan sebagai perbedaan dalam harga faktor produksi
secara absolute (bilangan nilainya) dan harga komoditi di antara
kedua negara tadi. Selisih harga absolute atas berbagai komoditi di
antara kedua negara itulah yang merupakan penyebab langsung
terjadinya perdagangnan.
Teori penyamaan harga faktor produksi (sebagai implikasi
yang wajar dari teori H-O) menganggap bahwa perdagangan
internasional akan menghapuskan atau mengurangi perbedaan
harga absolute maupun harga relative produksi sebelum
perdagangan setiap negara.
4. Teori Permintaan
Jumlah suatu komoditi yang bersedia dibeli individu selama
periode waktu tertentu merupakan fungsi dari atau tergantung pada herga
komoditi itu, pendapatan nominal individu, harga komoditi l ain, dan
citarasa individu. Atas dasar harga komoditi yang tertentu tadi, sementara
pendapatan nominal individu citarasa dan harga komoditi lain diangap
konstat (asumsi ceteris paribus) kita peroleh skedul permintaan individu
untuk komoditi itu. (Doominick Salvatore 1994 :17)
Sedangkan permintaan seseorang atau masyarakat akan suatu barang
ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor- faktor tersebut yang
mempengaruhi permintaan seseorang akan barang atau jasa yang diminta
adalah (Sukirno, 1994:76) :
a. Harga barang itu sendiri
b. Harga barang lain yang mempunyai kaitan dengan barang tersebut
c. Perndapatan rumah tangga atau pendapatan rata- rata masyarakat
d. Corak disrtibusi pendapatan masyarakat
e. Cita rasa masyarakat
f. Jumlah penduduk
g. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
Dalam analisis ekonomi, secara teori maupun dalam praktek
sehari- hari adalah sangat berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana
responsifnya permintaan terhadap perubahan harga. Oleh sebab itu perlu
dilakukan suatu pengukuran terhadap kuantitatif yang menunjukkan
sampai di mana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap perubahan
permintaan. Yang dimaksud dengan elastisitas permintaan adalah besarnya
pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan. Sedangkan
yang dimaksud dengan elastisitas penawaran adalah uktudan kuantitas
sebagai akibat perubahan harga terhadap perubahan jumlah barang yang
ditawarkan (Sukirno, 2004 :10)
5. Teori Penawaran
Penawaran adalah jumlah komoditi yang bersedia ditawarkan oleh
produsen tunggal selama periode waktu tertentu adalah fungsi dari atau
tergantung pada harga komoditi itu dan biaya produksi untuk produsen
tersebut (Dominick Salvatore, 1994 :20). Penawaran adalah hubungan
antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan. Secara lebih spesifik,
penawaran menunjukkan seberapa banyak produsen suatu barang mau dan
mampu menawarkan per periode pada berbagai kemungkinan tingkat
harga, hal lain diasumsikan konstan. Sampai di mana para penjual
menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah:
a. Harga barang itu sendiri.
b. Harga barang-barang lain.
c. Ongkos produksi, yaitu biaya untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan mentah.
d. Tingkat teknologi yang digunakan.
Penawaran pasar atau penawaran agregat suatu komoditi
memberikan jumlah alternative dari penawaran komoditi dalam periode
waktu tertentu pada berbagai altermatif oleh semua produsen dan pasar.
Penawaran pasar komoditi itu tergantung pada semua faktor yang
menentukan penawaran produsen secara individu dan seterusnya, pada
jumlah produsen dalam pasar (Dominick Slavatore, 1994: 22).
6. Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atau
kebijakan pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan
internasional. Bentuk- bentuk hambatan atau retriksi dalam melakukan
perdagangan internasionla adalah sebagai berikut : (Nopirin. 1995:51)
a. Tarif
Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadpa barang-
barang yang melewati batas suatu negara, jika ditinjau dari aspek asal
komoditi, tariff digolongkan menjadi :
1) Bea Ekspor (Eksport Duties)
Bea ekspor adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang
yang diangkut menuju ke negara lain. Jadi untuk barang- barang
yang ke luar dari costum area suatu negara dikenakan pajak.
Custom area adalah daerah di mana barang- barang bebas bergerak
dengan tidak dikenai biaya pabean. Batas Custom area biasanya
sama dengan batas wilayah suatu negeara.
2) Bea Transito (Transit Dutie)
Bea transito adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap
barang- barnag yagn melalui suatu wilayah suatu negara dengan
ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah
negara lain.
3) Bea Impor (Import Duties)
Bea impor adalah bea atau pajak yang dikenakan kepada suatu
barang- barang yang masuk ke dalam custom area dengan
ketentuan sebagai tujuan akhir.
b. Non tarif
Kuota adalah pembatasan secara langsung terhadap jumlah fisik
terhadap brang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor).
Adapun penjelasan lebih lanjut tentang kuota ekspor adalah sebagai
berikut :
1) Kuota impor
Kuota (jumlah atau pembatasan kuantitas) adalah
merupakan bentuk hambatan pperdagangan internasional non tariff
yang paling penting. Kuota adalah pembatasan secara langsung
terhadap jumlah impor dan ekspor . Kuota bisa berupa pembatasan
kuantitas pasokan. Sedangkan kuota impor yang didefinisikan oleh
Npirin adalah pembatasan jumlah volume terhadap barang yang
masuk ke dalam negeri. Jenis kuota impor adalah (Nopirin ,
1995:65-66) :
a) Absolute atau unilateral kuota, adalah kuota yang besar kecilnya
ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan dengan
negara lain. Kuota semacam ini sering menimbulkan balasan
dari negara lain.
b) Negotiated atau bilateral kuota, adalah kuota yang besar
kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian antara 2 negara atau
lebih.
c) Tariff kuota, adalah gabungan antara tariff dan kuota. Unutk
sejumlah tertentu barang yang diijinkan masuk (impor) dengan
tariff tertentu, tambahan impor asih diijinkan tetapi dikenakan
tariff yagn lebih tinggi.
d) Mixing kuota, yakni membatasi penggunaan bahan mentah yagn
diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir.
Pembatasan ini untuk mendorong berkembangnnya industri di
dalam negeri.
Pembatasan barang yang diimpor menyebabkan berkurangnya
barang impor tersebut di pasar dalam negeri, sedangkan
permintaan relative tetap. Keadaan ini akan mengakibatkan
harga impor di pasar dalam negeri lebih tinggi daripada di pasar
dunia. Sehingga menimbulkan adanya monopoli profit
(keuntungan karena monopoli).
2) Kuota ekspor
Seperti halnya impor, maka ekspor dapat dibatasi
jumlahnya. Pembahasan jumlah ekspor ini bertujuan antara lain
(Nopirin, 1995:68) :
a) Untuk mencegah barang- barang yang penting jatuh atau berada
di tangan musuh
b) Untuk menjamin tersedianya barang dalam negeri dalam
proporsi yang cukup
c) Untuk mengadaan pengawasan produksi serta pengendalian
harga mencapai stabilitas harga.
Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah yang
merupakan barang perdagangan penting dan di bawah suatu
pengawasan badan inernasional.
3) Subsidi
Subsidi adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah
kepada produsen guna meningkatkan hasil produksi dalam negeri,
sehingga dapat meningkatkan ekspor dalam negeri atau mengurangi
impor dalam negeri.
Beberapa catatan berkenaan dengan subsudi antara lain bila
pemrintah bertujuan untuk menaikkan produksi dalam negeri atau
menurunkan impor, maka dengan subsidi lebih baik daripada
dengan tarif. Konsumen dapat menikmati harga yang lebih rendah
serta tidak kehilangan surplus konsumen. Subsidi secara periodik
harus dianggarkan dalam anggaran belanja, oleh karena itu
manfaatnya harus ditinjau setiap tahun sejalan dengan
perkembangan atau perubahan keadaan sosial ekonomi. Sedangkan
tarif sangat jarang untuk ditinjau kembali dan dapat menaikkan
penerimaan pemerintah. Biasanya dalam proses penyusunan
anggaran belanja cenderung untuk mempertahankan tarif bukannya
untuk menghapus kebijakan tarif. Dengan alasan kurangya
peninjauan kembali manfaat serta usaha untuk selalu
mempertahankannya, maka para ekonom cenderung menyukai
subsidi daipada tarif.
7. Model Ekonomi Terbuka
Di dalam perekonomian terbuka, ada dua variabel yang
ditambahkan yaitu ekspor dan impor barang dan jasa. Karena ekspor
berasal dari produksi dalam negeri dijual/ dipakai oleh penduduk luar
negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti
halnya investasi. Sedangkan impor merupakan kebocoran dari pendapatan,
karena menimbulkan aliran modal ke luar negeri. (Nopirin, 1995 : 239)
Ekspor bersih (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara
pendapatan nasional dengan transaksi internasional. Ekspor bersih
merupakan salah satu komponen permintaan agregat, sehingga fungsi dari
pendapatan nasi onal menjadi Y = C +I +G + (X-M).
Dengan anggapan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, maka
impor seperti halnya tabungan (secara positif) pada perndapatan. Makin
besar pendapatan nasional, maka makin tinggi impornya. Hal ini dapat
ditunjukkan seperti gambar 2.1 berikut ini :
Gambar 2.1 Fungsi Impor
Sumber : Nopirin (1997:241)
Dua konsep penting yang berhubungan dengan fungsi impor adalah
average propensity to impor (APM) dan marginal propensityto impor
(MPM). APM adalah proporsi pendapatan yang digunakan utuk membeli
barang impor = M/Y, sedangkan MPM adalah proporsi dari kenaikan
(penurunan) pendapatan yang digunakan untuk menambah (mengurangi)
impor = ΔM/ΔY.
Secara grafis MPM ditunjukkan dengan sudut arah dari fungsi
impor. Karena funfsi impor erupakan garis lurus, maka ΔM/ΔY konstan.
Dalam konsumsi terbuka pendapatan digunakan untuk konsumsi barang
dalam negeri (c), impor (M) atau ditabung (S). konsekuensinya : APC +
APS + APM = 1 . Karena setiap tambahan pendapatan juga digunakan
untuk menambah C, S atau M, maka : MPC +MPS +MPM = 1.
Impor tidak selalu dipengaruhi ole pendapatan. Ada faktor- faktor
lain yang mempengaruhi impor. Pergeseran faktor ini akan menggeser
fungsi impor. Seperti misalnya inflasi terjadi di dalam negeri sehingga
daya saing menurun, maka impor cenderung naik dan kurva impor
bergeser ke atas. Selain itu ekspor suatu negara adalah impor negara lain.
Dengan harga dianggap tetap, ekspor tergantung dari pendapatan luar
negeri, bukan pendapatan nasionalnegara tersebut. ( Nopirin, 1997: 241).
B. Pengertian Variabel- Veriabel Pendukung
Berdasarkan teori- teori yang ada, dapat dijelaskan pengaruh antara
variabel independent terhadap variabel denendent tersebut sebagai berikut:
1. Impor
Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasadari luar
negeri ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara 2 negara atau
lebih. Impor juga bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara
memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah pabeanan Indonesia
dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996 : 403).
Sedangkan dalam keputusan menteri perindustrian dan perdagangan
nomor 850/MPP/ Kep/10/1999 pada ketentuan umum disebutkan yang
dimaksud dengan impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
daerah pabean Indonesia. Antara negara- negara eksporrter dan negara
importer masing- masing memiliki undang- undang dan peraturan bea
cukai yang berbeda antara satu dengan negara lain.
2. Nilai Tukar atau kurs
Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional
semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang
berkembang akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi akibat semakin besarnya
volume dan keanekaragaman barang dan jasa yang akan diperdagangkan
di negara lain. Oleh karena itu upaya untuk meraih manfaat dari globalisasi
ekonomi harus didahului upaya untuk menentukan kurs valuta asing pada
tingkat yang menguntungkan. Penentuan kurs valuta asing menjadi
pertimbangan penting bagi negara yang terlibat dalam perdagangan
internasional karena kurs valuta asing berpengaruh besar terhadap biaya
dan manfaat dalam perdagangan internasional atau ekspor dan impor.
Posisi penting kurs valuta asing dalam perdagangan internasional
mengakibatkan berbagai konsep yang berkaitan dengan kurs valuta asing
mengalami perkembangan dalam upaya mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kurs valuta asing. Konsep-konsep yang berkaitan dengan
penentuan kurs valuta asing mulai mendapat perhatian besar dari ahli
ekonomi terutama sejak kelahiran kurs mengambang pada tahun 1973.
Sejak saat itu kurs valuta asing dibiarkan berfluktuasi sesuai dengan
fluktuasi variabel-variabel yang mempengaruhinya.
Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep Purchasing Power
Parity (PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan neraca
pembayaran ( balance of payment theory ). Perkembangan konsep
penentuan kurs valuta asing selanjutnya adalah pendekatan moneter
(monetary approach) . Pendekatan moneter menekankan bahwa kurs
valuta asing sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh
keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter
mempunyai dua anggapan pokok , yaitu berlakunya teori paritas daya beli
dan adanya teori permintaan uang yang stabil dari sejumlah variabel
ekonomi agregate. Hal tersebut berarti model pendekatan moneter
terhadap kurs valuta asingdapat ditentukan dengan mengembangkan model
permintaan uang dan model paritas daya beli. (Sri Isnowati dalam jurnal
bisnis dan ekonomi, Maret : 2002)
Nilai tukar atau kurs didefinisikan sebagai harga mata uang
domestik (Salvatore,,1997:49). Sedangkan (Mankiw, 2003:221-222)
membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai
tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai di
mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang dari suatu negara ke
negara lain. Sedangkan nilai tukar riil (real exchange raet) adalah nilai di
mana seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa dari negara lain.
Nilai tukar dapat dinyatakan dalam dua cara. Jika nilai tukar yen
terhadapa rupiah adalah 1 yen = Rp 80 berarti kurs rupiah terhadap yen
adalah Rp 1 = 1/80 yen (0,0125) tapi dalam perhitungan yang biasa
digunakan nilai tukar yen terhadap rupiah menggunakan 100 yen dalam
satuan rupiah.
Perubahan nilai tukar dibedakan menjadi apresiasi dan depresiasi.
Apresiasi adalah suatu peningkatan nilai tukar mata uang yang dihitung
oleh jumlah mata uang yang dihitung oleh asing yang dibelinya.
Sedangkan depresiasi adalah suatu penurunan nilai mata uang asing yang
dihitung oleh jumlah mata uang asing yang dapat dibelinya. Jika nilai tukar
berubah sehingga 1 yen dapat membeli lebih banyak mata uang ,
perubahan ini disebut apresiasi yen. Jika nilai tukar berubah sedemikian
rupa sehingga 1 yen hanya bisa membeli lebih sedikit mata uang
mengalami apresiasi, dikatakan bahwa mata uang itu menguat karena
dapat membeli labih banyak uang asing. Demikian pula ketika suatu mata
uang mengalami depresiasi dikatakan bahwa mata uang tersebut melemah
(Mankiw, 2003: 220-221).
Menurut Menkiw nilai tukar riil tergantung pada nilai tukar
nominal dan harga- harga barang dari kedua negara yang diukur dalam
mata uang lokal. Sehingga kita dapat mengiktisarkan perhitungan nilai
tukar dengan rumus :
Nilai tukar riil (e x p )/ p* (mankiw 2003:22-223)
Di mana :
e = Nilai tukar nominal (yen terhadap rupiah)
p = indek harga untuk harga- harga di dalam negeri (Cina)
p* = indek harga untuk harga- harga di luar negeri (Indonesia)
Sifat kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Apabila
transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka
kurs valas akan berubah- ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan
penawaran. Apabila pemerintah menjalankan kebijakan stabilitas kurs,
tetapi tidak mempengaruhi transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan
berubah- ubah di dalam batas yang kecil, meskipun batas- batas ini dapat
di ubah dari waktu ke waktu. Macam- macam kurs sendiri dibedakan
menjadi (Nopirin,1997: 147)
a. Sistem kurs yang berubah- ubah
Dalam pasar bebas, perubahan kurs terganutng pada beberapa
faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan. Faktor valuta
asing merupakan debit dalam neraca pembayaran internasional. Faktor-
faktor yang berasal baik dalam atau luar negeri termasuk pendapatan
impor periode lalu, tingkat bunga dan harga akan mempengaruhi
penawaran dan permintaan kurs valas. Kurs valas akan cenderung naik
(harga mata uang sendiri turun). Inflasi akan menyebabkan kurs valas
naik, kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal
masuk dalam negeri. Kurs valas akan turun (harga mata uang sendiri
naik). Semua kegiatan ekonomi dan pemerintah (fiscal dan moneter)
yang mempengaruhi pendapatan, hadga dan tingkat bunga juga akan
berpengaruh terhadap valuta asing.
Kebijakan permerintah (kenaikan pengeluaran misalnya) akan
menaikkan pendapatan dan harga, kenaikan pendapatan dan harga ini
akan menyebabkan impor naik dan berarti akan meningkatkan
permintaan valuta asing. Akibatnya kurs valuta asing akan naik
(terdepresiasi mata uang sendiri). Di samping faktr ekonomi yang dapat
menpengarui perubahan kurs valas aka naik. Faktor psikologi juga
dapat mempengaruhi pergeseran permintaan dan penawaran.
b. Sistem Kurs Stabil
System kurs bebas sering menimbulkan adanya tindakan
spekulasi sebagai akibat dari ketridaktentuan di dalam kurs baluta asing
karena itu banyak negara yang kemudian menjalankan politik untuk
menstabilan kurs. Pada dasarnya kurs yang stabil bisa timbul kaena
pemerintah menyediakan dana untuk stabilisasi kurs (stabilization
funds) dan suatu negara menggunakan system standar emas.
c. Pengawasan devisa (Exchange Control)
Dalam system ini pemerintah memonopoli seluruh system
transaksi valuta asing tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran
modal keluar dan melindungi pengaruh depresiasi dari negara lain,
terutama dalam hal negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan
valuta asing dibanding dengan permintannya. Untuk itu pemerintah
perlu mengalokasikan di dalam penggunannya, yaitu digunakan untuk
tujuan- tujuan sesuai dengan program pemerintah. Alokasi biasanya
digunakan dengan lisensi impor
Di Indonesia , ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan
nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971
hingga 1978 dianut sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai
rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat ( USD).
Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang
terkendali ( managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi
semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta
partner dagang utama.
Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun
diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan
unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam
kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997,
dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai
guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band
sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah
nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih
akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala
dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur
perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit
untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap
mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara
berkala, selektif , dan pada timing yang tepat.
Jumlah suatu mata uang asing yang diminta untuk membayar impor
mempunyai hubungan yang berbalikan dengan tingkat kurs. Kurva
penawaran valuta asing dapat diperoleh dengan menunjukkan masing-
masing barang ekspor, jumlah yang ditawarkan dalam negeri serta jumlah
yang diminta dan ditawarkan di dalam negeri serta kelebihan penawaran.
Harga/ kurs keseimbangan adalah kurs di mana jumlah yang diminta sama
dengan yang ditawarkan.
Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relative terhadap
negara lain) makin besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin
besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik
(harga mata uang sendiri turun) demikian juga inflasi, akan menyebabkan
impor naik dan ekspor turun yang akan menyebabkan kurs valuta asing
naik. Kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderugn menarik modal
masuk dari luar negeri (Nopirin, 1997 : 147-148)
Nilai tukar riil sangat penting dalam perdagangan internasional
karena nilai tukar riil adalah penentuan utama dari beberapa banyak suatu
negara mengekspor dan mengimpor (Mankiw, 2003: 223).
Mata uang suatu negara depresiasi, maka ekspor akan menjadi
murah dan impor menjari mahal. Apresiasi akan menyebabkan dampak
yang sebaliknya, harga produk negara itu bagi pihak lain menjadi mahal,
impor menjadi murah (Krugman dan Obsfeld, 92 : 44).
3. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (gross domestic product/ GDP) adalah
nilai dari semua barang dan jasa yang di produksi di suatu negara selama
kurun waktu tertentu (Mankiw, 2003:7). PDB merupakan salah satu
metode untuk menghitung pendapatan nasional. PDB diartikan sebagai
nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah
tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya pertahun). PDB berbeda
dengan PNB karena memasukkan variabel produksi dari luar negeri yang
bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total
pendapatan dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu
dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam atau luar negeri.
Deflaktor GDP merupakan salah satu ukuran pokok yang dipakai
para ekonom untuk memantau tingkat harga rata- rata dalam suatu
perekonomian. GDP deflaktor adalah ukuran tingkat harga yang dihitung
sebagai rasio GDP nominal terhadap GDP riil di kali dengan 100.
Menurut Mankiw (2003:39) untuk menghitung keseluruhan tingkat
harga kita dapat menggunakan deflaktor GDP dan indek harga konsumne
(consumer price/CPI). Para ekonom dan pembuat kebijakan senantiasa
memantau deflaktor GDP dan indeks harga konsumen untuk mengukur
seberapa cepat harga- harga mengalami kenaikan. Biasanya gambaran
yang dikemukakan oleh kedua ukuran statistic tersebut kurang lebih sama.
Namun ada perbedaan penting yang menyebabkan angka kedua ukuran ini
seringkali berbeda.
PDB merupakan output produksi dalam suatu perekonomian
dengan tidak memperhitungkan faktor produksi dan hanya menghitung
total produksi dalam perekonomian saja . PDB sendiri dapat dihitung atau
diukur dengan menggunakan 3 pendekatan yaitu : (Dumairy, 1996: 38)
a. Pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara
dalam jangka waktu satu tahun. Unit- unit tersebut dikelompokkan
menjadi sebelas sektor atau lapangan usaha yaitu (1) pertanian, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas
dna air minum, (5) bangunan, (6) perdagangan, (7) pengangkutan dan
komunikasi, (8) bank dan lembaga keuangan lainnya, (9) sewa rumah,
(10) pemerintahan, (11) jasa- jasa.
b. Pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor- faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di
wilayah suatu negara dalam jangka waktu satu tahun. Pendekatan
pendapatan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PDB = sewa + upah + bunga modal + laba
c. Pendekatan pengeluaran, PDB adalah jumlah seluruh kopmponen
permintaan akhir yang meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga
dan swasta, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor
neto. Atau pendekatan ini dapt dirumuskan :
PDB = C + I + G + (X-M)
Ada dua macam perhitungan dalam menganalisa besaran PDB
yaitu :
a. PDB atas harga berlaku (PDB nominal)
PDB atas dasar harga berlaku merujuk pada nilai PDB tanpa
memperhitungkan pengaruh harga. PDB ini menggambarkan nilai
tambah barang atau jasa dengan menggunakan harga pasar yang
berlaku pada periode tersebut. Berdasarkan perkembangannya, PDB
harga berlaku ini proses transformasi structural, baik ditinjau dari sisi
produksi (industrialisasi), pengeluaran konsumsi rumah tangga,
pengeluaran pemerintah serta perdagangan internasional.
b. PDB harga constant
PDB ini mengoreksi PDB harga berlaku dengan memasukkan
pengaruh harga. PDB ini menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada tahun dasar.
Tahun dasar digunakan peretama kali tahun1960 kemudian diubah
menjadai 1973, 1983, 1993 dan yang sekarang yang digunakan adalah
tahun dasar 2000.
Dalam negara berkembang, PDB senantiasa lebih besar dari PNB.
Hal ini dikarenakan nilai produk orang asing di Indonesia lebih besar dri
nilai produk orang Indonesia di luar negeri. Sedangkan metode untuk
mengubah PDB harga berlaku menjadi PDB harga konstan dapat
menggunakan 3 perhitungan yaitu : (Dumairy 1996 : 39)
a. Metode Revaluasi, yaitu dengan cara menilai produksi masing- masing
tahun dengan menggunakan harga tahun tertentu yang dijadikan tahun
dasar.
b. Metode ekstrapolasi, yaitu dengan cara memperbarui nilai tahun dasar
sesuai dengan indeks produksi atau tingkat pertumbuhan riil dari tahun
sebelumnya.
c. Metode deflasi, yaitu dengan membagi PDB harga berlaku dengan
indeks harga relative yang sesuai (indeks harga x 1/100).
Besarnya impor yang dilakukan suatu negara dengan negara lain
ditentukan oleh sampai di mana kesanggupan barang- barang domestic
mampu bersaing dengan barang- barang dari luar negeri. Apabila barang
dari luar negeri memiliki harga yang lebih rendah, mutu yang lebih baik
daripada barang dalam negeri, maka akan terdapat kecenderungan suatu
negara tersebut untuk mengimpor. Akan tetapi kecenderungan itu masih
tergantung kesanggupan penduduk negara tersebut untuk membayar
impor. Ini berarti, bahwa besarnya impor lebih dipengaruhi oleh besarnya
pendapatan nasional daripada oleh kemampuan barang- barang luar negeri
untuk bersaing dalam dengan produksi dalam negeri.
Gambar 2.2
Hubungan antara impor dan pendapatan nasional
Sumber : Sadono Sukirno, 2002: 384
PDB dengan perhitungan pendekatan pendapatan, yaitu dengan
menjumlahkan balas jasa yang diterima oleh faktor- faktor produksi (sewa,
upah, bunga, dan modal) menegaskan bahwa variabel PDB adalah variabel
yang mempengaruhi permintaan impor.
Parameter ketergantungan impor terhadap pendapatan adalah
kecenderungan marginal mengimpor (Marginal propensity to import) yang
merupakan nisbah perubahan nilai impor terhadap pendapatan nasional riil
(dengan harga constant) yang menyebabkan perubahan terhadap impor
(Lindert dan Kindenberger 1995: 465- 466).
4. Cadangan Devisa
Cadangan Devisa (Foreign Reserve Currencies ) yaitu stok emas
dan mata uang asing yang dimiliki yang sewaktu-waku digunakan untuk
transaksi atau pembayaran internasiona. Cadangan devisa juga bisa
diarrtikan sebagai sejumlah valuta asing yang dicadangkan dan dikuasai
oleh Bank Central yang di Indonesia dipegang oleh Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter. Dana ini untuk membiayai impor dan kewajiban
lain pada pihak asing seperti hutang luar negeri. Posisi cadangan devisa
dikatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor dalam jangka waktu
minimal 3 bulan.
Tipisnya persediaan valuta asing suatu negara dapat menimbulkan
kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara
tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya
dari luar negeri, tetapi juga memerosotkan kredibilitas mata uangnya. Kurs
mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi. Apabila
posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin menipis, maka dapat
terjadi rush terhadap valuta asing di dalam negeri. Apabila telah demikian
keadaannya, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan akhirnya
terpaksa melakukan devaluasi (Dumairy, 1996: 107).
Makin menipisnya cadangan devisa juga merupakan salah satu
penyebab tingginya tingkat kerentanan ekonomi Indonesia yaitu makin
memperburuk kondisi perekonomian nasional. Tahun 1998 cadangan
devisa Indonesia mencapai 23,90 triliun rupiah, akan tetapi akibat krisis
ekonomi jumlah tersebut merosot, hingga bulan September 1999 berkisar
16,01 milyar dollar AS (Tulus T.H. Tambunan,2000:152-153).
Besar kecilnya cadangan devisa tergantung pada neraca
pembayaran. Cadangan devisa berasal dari 2 sumber yaitu ekspor bersih
atau neraca modal. Dari kedua sumber itu yang paling diandalkan adalah
pendapatan dari kegiatan ekspor.
Dalam perkembangannya, cadangan devisa digolongkan menjadi
dua yaitu Official exchange rate dan Countri foreign exchange rate yang
masing- masing memiliki cakupan yang berbeda- beda. Yang pertama
adalah official exchange rate merupakan cadangan devisa yang dimiliki
oleh suatu negara yang dikelola oleh BI sesuai tugas Undang- Undang
No.13 tahun 1968.
Sedangkan country foreign exchange rate adalah cadangan devisa
yang dimiliki oleh badan, perorangan, lembaga terutama lembaga
keuangan nasional.
Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman jika
mencukupi kebutuhan impor dalam jangka waktu setidaknya 3 bulan. Jika
devisa yang dimiliki tidak cukup untuk kebutuhan 3 bulan impor, maka
dikatakan rawan (Dumairy, 1997 : 107). Selain itu devisa juga digunakan
untuk membayar hutang (Paul R. Krugman & Maurice Obstfeld 1992 :44)
5. Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga terus menerus dalam tingkat harga
suatu perekonomian akibat kenaikan permintaan agregat atau penurunan
permintaan agregat (Mc Eachern, 200: 133). Sedangkan menurut Sadono
Sukirno ( 2002 : 360) inflasi adalah kecenderungan dari harga- harga
untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang- barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus
menerus juga diingat. Kenaikan harga- harga karena, misalnya, musiman,
menjelang hari- hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak
memiliki pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Keniakan harga
semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau penyakit ekonomi dan
tidak memerlukan kebijaksanaan untuk mengulanginya.
Berdasarkan fktor yang menimbulkannya, inflasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu : (Sadono Sukirno, 2002 : 303)
a. Inflasi tarikan permintaan
Inflasi tarikan permintaan terjadi karena sector perusahaan
tidak mampu dengan cepat malayani permintaan masyarakat yang
wujud dalam pasaran. Masalah kekurangan barang akan berlaku dan
ini akan mendorong kepada kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan
permintaan biasanya berlaku pada ketika perekonomian mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi
berjalan dengan pesat.
b. Inflasi Desakan Biaya
Inflasi desakan biaya adalah inflasi karena masalah kenaikan
harga- harga dalam perekonomian karena adanya kenaikan biaya
produksi. Pertambahan biaya produksi akan mendorog perusahaan-
perusahaan menikkan harga walaupun mereka akan menanggung
resiko akan menghadapi pengurangan dalam permintaan barang-
barang yang diproduksinya.
Berlakunya keadaan inflasi di suatu negara dapat menurunkan nilai
mata uang. Di lain pihak kenaikan harga- harga tersebut akan
menyebabkan penduduk negara itu akan mengimpor dari negara lain. Di
lain pihak ekspor negara itu akan bertambah mahal dan ini akan
mengurangi permintaan dan selanjutnya akan menurunkan valuta asing
(Sadono Sukirno, 2002:363).
Inflasi juga dapat terjadi sebagai akibat dari kenaikan harga- harga
barang yang diimpor. Inflasi yang tinggi juga dapat mengakibatkan
menurunnya investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan
impor. (Pery Wijaya, 2004:34).
Selai itu prospek pembangunan jangka panjang merupakan bagian
penting dari kegiatan ekonpmi suatu negara. Inflasi akan terus bertambah
cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius akan mengurangi
investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan mengurangi impor.
Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan perekonomian
(Sadono Sukirno, 2002 : 16)
Inflasi juga menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah
daripada barang yang dihasilkan dalam negeri. Maka pada umumnya
inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat dibandingkan
dengan ekspor (sadono Sukirno, 2002 : 308)
C. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Penelitian Sigit Yuniyanto (2003) yang menganalisis pengaruh Produk
Domestik Bruto (PDB), nilai kurs rupiah, penanaman modal asing
(PMA), Penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan cadangan devisa
terhadap permintaan impor jangka pendek dan jangka panjang. Alat
analisis yagn digunakan adalah OLS- PAM Double log.
Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh positif
antara PDB, terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek
dan jangka panjang. Kurs rupiah memiliki pengaruh yang negative
terhadap permintaan impor Indonesia, dalam jangka pendek. Sedangkan
cadangan devisa memiliki pengeruh yang positif terhadap permintaan
impor dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Selain itu PMA dan PMDN juga memiliki pengaruh yang positif terhadap
permintaan impor Indonesia.
2. Penelitian Handayani (2003) yang meneliti pengaruh kurs yen, PDB riil,
rasio indek harga konsumen terhadap impor Indonesia dari Jepang dengan
model regresi OLS linear berganda.
Hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa nilai kurs yen berpengaruh
terhadap permintaan impor dari Jepang. Sedangkan PDB riil berpengaruh
positif dan signifikan dalam taraf signifikan 5% terhadap permintaan
impor Indonesia dari Jepang. Dari rasio indeks harga berpengaruh
negative dan signifikan terhadap permintaan impor Indonesia dari Jepang.
3. Penelitian Dani Rustyaningsih tahun 2003 yaitu mengenai Analisa Faktor-
Faktor yang mempengeruhi permintaan impor barang konsumsi di
Indonesia tahun 1990.1- 2003.4
Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa PDB tidak signifikan,
sedangkan impor periode sebelumnya dan kurs berpengaruh signifikan
terhadap impor barang konsumsi di Indonesia.
4. Penelitian Cessilia Dupi Sarawati tahun 2007 yaitu mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi impor non migas Indonesia dari Jepang.
Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan metode ECM
dengan menggunakan uji MWD dan OLS dengan hasil dari penelitian ini
bahwa faktor PDB riil, nilai tukar rupiah terhadap dolar dan cadangan
devisa berpengaruh dignifikant terhadap impor non migas Indonesia dari
Jepang.
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan untuk menunjukkan arah penyusunan
penelitian dan mempermudah dalam menganalisa masalah yang dihadapi,
maka diperlukan suatu kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran
tahap-tahap penelitian untuk mencapai suatu kesimpulan.
Dalam memenuhi pencapaian tujuan dari perdagangan internasional,
harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi perdagangan
diantaranya yaitu kurs, PDB, inflasi, dan cadangan devisa.
Kurs biasanya diukur dengan perbandingan terhadap mata uang asing.
US$ merupakan salah satu mata uang yang digunakan dalam perdagangan
internasional. PDB harga konstan merupakan hasil produksi yang didapat dari
semua faktor produksi baik dari faktor dalam negeri atau dari faktor luar
negeri dalam satu tahun. PDB sebagian besar dialokasikan untuk belanja
barang modal dan bahan baku industri yang sebagian besar digunakan untuk
belanja barang impor.
Inflasi merupakan kenaikkan harga- harga secara terus menerus.
Inflasi menyebabkan naiknya harga impor menjadi lebih murah dibandingkan
dengan harga barang domestik. Sedangkan cadangan devisa suatu negara
dikatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor suatu negara dalam
jangka waktu minimal 3 bulan.
Maka secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambrkan
sebagai berikut :
Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran
E. Hipotesa
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
pertanyaan yang diajukan. Dari permasalahan di atas dapat dikemukakan
hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga nilai kurs US$ terhadap Rupiah berpengaruh signifikant terhadap
permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat..
2. Diduga bahwa PDB Indonesia berpengaruh signifikan terhadap permintaan
barang- barang impor yang berasal dari Amerika Serikat.
3. Diduga tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat.
4. Diduga besarnya cadangan devisa berpengaruh signifikan terhadap
permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat.
BAB III
Metode Penelitian
A. Ruang Lingkup
Untuk membatasi meluasnya ruang lingkup yang dijadikan objek
penalitian, maka perlu diadakan penyempitan ruang lingkup penelitian.
Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah permintaan barang-
barang impor yang berasal dari Amerika Serikat.
B. Jenis Dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data time series dari tahun 1985 sampai 2009, mengenai jumlah
impor Indonesia dari Amerika, kurs Rupiah Terhadap USD, , PDB riil,
tingkat inflasi dan cadangan devisa.
2. Sumber Data
Sumber data berasal dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik
(BPS) Kota Surakarta dan data- data pendukung dari buku ataupun yang
berasal dari internet.
C. Variabel Penelitian
1. Impor sebagai variabel dependent
Impor adalah pengiriman barang dagangan dari luar negeri ke
pelabuhan di suatu wilayah Republik Indonesia kecuali wilayah bebas
yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupunyang bukan
komersial. Dalam keputusan menteri perindustrian dan perdagangan
nomor 850/MPP/ Kep/10/1999 pada ketentuan umum disebutkan yang
dimaksud dengan impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
daerah pabean Indonesia. Antara negara- negara eksportir dan negara
importer masing- masing memiliki undang- undang dan peraturan bea
cukai yang berbeda antara satu dengan negara lain.
2. Variabel Independent meliputi :
a. Nilai Tukar atau Kurs
Nilai tukar atau kurs didefinisikan sebagai harga mata uang
domestik (Salvatore,,1994:49). Sedangkan (Mankiw, 2003:221-222)
membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan
nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah
nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang dari suatu
negara ke negara lai. Sedangkan nilai tukar riil (real exchange raet)
adalah nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan barang dan
jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain.
b. PDB harga Konstant
Produk Domestik Bruto (gross domestic product/ GDP) adalah
nilai dari semua barang dan jasa yang di produksi di suatu negara
selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2003:7). Parameter
ketergantungan impor terhadap pendapatan adalah kecenderungan
manajerial marginal mengimpor (Marginal propensity to import) yang
merupakan nisbah perubahan nilai impor terhadap pendapatan nasional
riil (dengan harga constant) yang menyebabkan perubahan terhadap
import.
c. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga- harga untuk menaik
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang- barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus
menerus juga diingat. Kenaikan harga- harga karena, misalnya,
musiman, menjelang hari- hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan
tidak memiliki pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Keniakan harga
semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau penyakit ekonomi
dan tidak memerlukan kebijaksanaan untuk mengulanginya.
d. Cadangan Devisa
Cadangan devisa adalah sejumlah valuta asing yang
dicadangkan dan dikuasai oleh Bank Sentral yang di Indonesia
dipegang oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Dana ini untuk
membiayai impor dan kewajiban lain pada pihak asing seperti hutang
luar negeri. Posisi cadangan devisa dikatakan aman apabila mencukupi
kebutuhan impor dalam jangka waktu minimal 3 bulan (Dumairy, 1997
: 67).
D. Metode Analisa Data
Teknis analisis dasar dalam penelitian ini adalah regresi linear
berganda , yaitu suatu model yang menyatakan suatu hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen dalam persamaan matematik
(Insukindro, 2003 : 42)
Analisis ini berfungsi untuk mengetahui apakah faktor-faktor kurs
rupiah terhadap USD, PDB harga konstant, inflasi dan cadangan devisa
berpengaruh terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat serta untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut. Dalam
penelitian ekonomi terdapat dua model analisis yaitu model linier berganda.
Pengolahan data dengen menggunakan Eviews 4.0. Bentuk dari analisis
regresi linear berganda dalam persamaan ini ditulis dengan rumus :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ei
Dimana :
Y = Permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat
β0 = Konstanta
X1 = Kurs Rupiah terhadap USD
X2 = PDB harga konstant
X3 = Inflasi
X4 = Cadangan Devisa
ei = Varibel Pengganggu
Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter
dalam fungsi regresi linier berganda di atas adalah metode kuadrat terkecil
(Ordinary Least Square) atau biasa disebut juga dengan Clasic Least Square
(CLS). Bila asumsi-asumsi linier klasik dipenuhi, hasil yang diperoleh dengan
OLS adalah BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau lebih jelasnya
adalah (Gujarati, 2003: 47):
1. Linier, artinya semua parameter dalam fungsi regresi adalah linier
2. Parametr-parameternya adalah tidak bias, artinya semakin besar sampel
yang diambil maka penaksir parameter semakin mendekati nilai parameter
yang sebenarnya.
3. Parameter-parameternya mempunyai varian yang minimum
Beberapa alasan yang mendasari mengapa digunakan OLS adalah (Siti
Aisyah, 2007: 47) :
1. Estimasi parameter yang diperloeh dengan menggunakan OLS mempunyai
beberapa cirri optimal.
2. Prosedur perhitungan dari OLS sangat sederhana dibandingkan dengan
metode ekometrika yang lainnya serta kebutuhan data tidak berlebihan.
3. OLS dapat digunakan dalam range hubungan ekonomi yang luas dengan
tingkat ketepatan yang memuaskan.
4. Mekanisme perhitungan OLS secara sederhana dapat dimengerti.
5. OLS merupakan komponen vital bagi banyak teknik ekonometrika.
Sedangkan cirri- ciri penaksiran OLS adalah :
1. Penaksiran dinyatakan semata- mata dalam besaran yang bisa diamati,
yaitu besaran sampel.
2. Penaksiran merupakan penaksiran titik yaitu dengan sampel tertentu tiap
penaksiran akan memberikan satu nilai (titik) tunggal parameter populasi
yang relevan.
3. Sekali estimasi kuadrat terkecil diperoleh dari data yang dimiliki, maka
garis regresi sampel dapat dengan mudah diperoleh. Garis regresi yang
diperoleh mempunyai sifat- sifat sebagai berikut :
a. Garis regresi tadi melalui rata- rata sampel Y dan X yang dibuktikan
oleh Xbby 10 -=
b. Nilai rata- rata Y yang diestimasi YY ˆ= adalah sama dengan nilai rata-
rata Y yang sebenarnya karena Y = Y , di mana dalam kenyataannya
dilai 0)( =-å XX i
c. Nilai rata- rata residual, 0=ie
d. Nilai residual ie tidak berkorelasi dengan nilai estimasi .,YYi
e. Nilai residual ie tidak berkorelasi dengan X1, yaitu .0å =ii Xe
1. Uji Statistik
Uji statistik berguna untuk menguji hipotesis yang diujikan dalam
penelitian yaitu dapat diterima atau ditolak berdasarkan dari analisis.
Adapun uji statistik sebagai berikut
a. Uji t (Uji secara individu)
Parameter yang diperoleh dalam estimasi OLS, masih perlu
dipertanyakan apakah bersifat signifikan atau tidak. Uji signifikansi
dimaksudkan untuk mengverifikasi kebenaran atau kesalahan hipotesis
nol yang dibuat (Gujarati, 2003 : 129)
Pengujian yang dilakukan untuk menguji signifikansi masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen (uji sendiri-
sendiri semua koefisien regresi). Langkah-langkah yang dilakukan
antara lain:
H0 : β1= 0
H0 : β1 ≠ 0
T hitung = )( 2bse
b
Di mana :
T hitung = )( 2bse
b
β1= koefisien regresi
SE = Standart error koefisien regresi
Dengan kriteria pengujian :
1) Jika t hitung > t table maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang
berarti variabel independent tersebut secara nyata mempengeruhi
variabel dependent.
2) Jika t hitung < t table maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang
berarti variabel independent tidak secara nyata mempengaruhi
variabel dependen.
Cara lain untuk menguji signifikan tidaknya koefisien regresi
adalah dengan melihat probabilitasnya, jika nilai probabilitasnya:
(a) < 0,05 maka koefisien regresi itu signifikan pada tingkat 5%.
(b) < 0,10 maka koefisien regresi itu signifikan pada tingkat 10%.
(c) 0,15 maka koefisien regresi itu signifikan pada tingkat 15%.
b. Uji F (Uji secara bersama-sama)
Digunakan untuk menguji signifikansi variabel independen
secara bersama-sama. Langkah-langkah yang dilakukan dengan
ketentuan antara lain:
1) Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 à tidak ada pengaruh yang
signifikan antara besarnya modal, tenaga kerja, pengalaman usaha
dan tingkat pendidikan terhadap pendapatan pengusaha mebel.
2) Ha : β1 ¹ β2 ¹ β3 ¹ β4 ¹ 0 à ada pengaruh yang signifikan antara
besarnya modal, tenaga kerja, pengalaman usaha dan tingkat
pendidikan terhadap pendapatan pengusaha mebel.
3) Tingkat Signifikan
F tabel = F (a; (n-k),(k-1))
di mana a = derajat signifikansi (5%).
n = jumlah sampel (observasi).
k = jumlah variabel bebas.
Dengan krieteria pengujian:
F hitung < F tabel, maka Ha ditolak, Ho diterima. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa semua koefisien regresi secara bersama-sama
tidak signifikan pada tingkat a=5%.
F hitung > F tabel, maka Ho itolak, Ha diterima. Hal ini dapat
dikatakan bahwa koefisien regresi secara bersama-sama signifikan
pada tingkat a.
c. Pengujian koefisien determinasi ( R2 )
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui berapa % variasi
variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independent.
Hal ini dapat dilakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria
pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1 , dan R2 akan selalu
positif. Jika nilai R2 sebesar 1 berarti hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen bersifat sempurna, jika nilainya
sebesar 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dalam model regresi. Jika dalam model terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang
besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi .
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
adalah dengan menggunakan pendekatan korelasi parsial, dengan
bantuan program Eviews 4.0. Langkah- langkah untuk menetapkan
metode ini adalah :
1) Lakukan estimasi regresi awal. R2 yang dihasilkan adalah R2a (R
2
regresi asal).
2) Lakukan regresi antar veriabel bebas. Hasil estimasi regresi parsial
dengan besaran R2.
3) Pedoman yang digunakan jika nilai R2 lebih tinggi dari R2 pada
regresi antar variabel bebas, maka dalam model empirik tidak
terdapat adanya multikolinearitas dan sebaliknya.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi
regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir
OLS tidak efisien baik dalam sempel kecil maupun besar ( tapi masih
tetap tidak bias dan konsisten). Salah satu cara untuk mendeteksi
masalah heteroskedastisitas adalah dengan uji White.
Dalam program E-Views, ada dua versi uji White yaitu White
Hetereoscedasticity (no cross term) dan White Heterroscedacity.
Langkah- langkah dalam pengujian White adalah :
1) Lakukan estimasi model awal
QUICK
ESTIMATE EQUATION
EQUATION SPECIFICATION
Y C X1 X2 X3 X4
OK
2) Dari tampilan equation
VIEW
RESIRUAL TEST
WHITE HETEROSCEDACITY
3) Bandingkan nilai OBS*R2 dengan X2 tebel dengan df dan α = 5%.
Jika nilai OBS*R2 < X2 maka tidak signifikant secara statistik.
Berarti hipotesa yang menyatakan bahwa model empirik tidak
terdapat masalah heteroskedastisitas tidak ditolak.
c. Uji Autokolerasi
Adalah adanya korelasi antara variabel gangguan sehingga
penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam
sampel besar. Salah satu cara untuk menguji autokorelasi adalah dengan
percobaan d (Durbin-Watson).
úúû
ù
êêë
é -=
åå -
21
211
2e
eed ii
Gambar 3. 1 Durbin-Watson Test
Hipotesis, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi
baik positif maupun negatif, maka :
d < dl = menolak Ho
d > - dl = menolak Ho
d< d < 4 – du = menerima Ho
dl ≤ d ≤ du atau 4 – du ≤ d ≤4 – dl = pengujian tidak menyakinkan.
Breusch dan L.G Godfrey tahun 1978 mengembangkan pengujian
autokorelasi lebih umum, dengan langkah pengujian melalui Eviews 4.0 :
dari equation,
VIEW
RESIDUAL TEST
SERIAL CORRELATION LM TEST
2 (pada kotak dialog isi jumlah lag residual)
OK
Kemudian akan muncul hasilnya, bandingkan nilai probabilitas
residualnya dengan 5%, jika nilai probabilitas residual lebih besar dari 5 %
maka dapat dinyatakan bahwa model ini lolos dari masalah autokorelasi.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Perekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia secara mengejutkan berhasil pulih degnan
cepat dari kekacauan yang terjadi pada paruh pertama decade 1960-an.,
yaitu mencapai pertumbuhan 2 digit untuk pertama kalinya pada tahun
1968. Sejak saat itu, pertumbuhan ekonomi menjadi sangat cepat paling
sedikit 5% per tahun, dan tetap dipertahankan hingga 1982 ketika
melemahnya harga minyak dunia yang menyebabkan perekonomian turun
drastis. Pertumbuhan yang lambat ini terus berlangsung hingga tahun
1984, sejalan dengan datangnya investasi minyak bumi dan gas dalam
jumlah yang besar. Di akhir tahun 1980-an pertumbuhan Indonesia
kembali membaik dan tumbuh di kisaran angka 6-7%. (Hal Hill, 1994
:17)
Sewaktu Indonesia merilis jalan untuk terus berkembang, gejolak
ekonomi kembali muncul pada tahun 1997-1998 dengan adanya krisis
moneter. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah membawa
perekonomian
Indonesia pada kondisi yang sangat sulit karena beberapa indicator
ekonomi mengalami gejolak yang tajam.
Gejolak ekonomi tersebut membuat perekonomian Indonesia
menjadi tidak stabil. Inflasi naik sangat tajam dari 11,05 % pada tahun
1997 menjadi 77,63 % pada akhir tahun 1998 atau naik 602,53 %. Belum
lagi ilai tukar rupiah terhadap US$ yang melemah dari Rp 4.650,00
menjadi Rp 8. 025,00 di akhir tahun 1998. Sedangkan pendapatan
nasional yang didasarkan dengan PDB riil Indonesia juga mengalami
penurunan dari 343409.4 Milyar Rupiah menjadi 343409,4.
Tabel 4.1 Inflasi, Kurs Rupiah Terhadap US$ dan PDB Riil
Tahun Inflasi (% per tahun)
Kurs Rupiah Terhadap US$
PDB Riil (Milyar Rupiah)
1985 4.31 1131 38674.07 1986 8.83 1655 39008.64 1987 8.90 1650 43352.56 1988 5.47 1729 44930.95 1989 5.97 1795 50617.5482 1990 9.53 1901 174215.15 1991 9.52 1,992 184888.80 1992 4.94 2062 196510.02 1993 9.77 2110 208187.63 1994 9.24 2220 242802.5 1995 8.64 2308 262599.93 1996 6.47 2383 286483.86 1997 11.05 4650 316666.03 1998 77.63 8025 567819.33 1999 2.01 7100 542728.91 2000 9.35 9595 601568.79 2001 12.55 10400 625972.36 2002 10.03 8940 694534.48 2003 5.1 8465 720224.11 2004 6.4 9290 2027219.6 2005 17.1 9830 2217828.04 2006 6.6 9020 2259434.48 2007 7.4 9419 2514670.67 2008 11.4 10950 4352490.16 2009 2.8 9400 4923616.09
Sumber : Statistik Indonesia berbagai edisi, BPS Surakarta
Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 1998, sejak
tahun 1999 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun.
Pada tahun 1999 ekonomi bertumbuh sekitar 0,79%, tahun 2000 sekitar
4,92%, tahun 2001 3,4%, dan 2002 sebesar 3,66%. Peningkatan
pertumbuhan ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk segera
keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target
yang diinginkan yaitu sebesar 4%. Hal ini memperlihatkan pemulihan
perekonomian telah berjalan ke arah yang lebih baik.
Setelah terjadinya krisis ekonomi Indonesia tahun 1998, gejolak
ekonomi kembali menghampiri Indonesia pada tahun 2008.
Perekonomian global mengalami krisis financial yang disebabkan oleh
krisis yang dialami Amerika Serikat yang secara tidak langsung juga
berdampak kepada perekonomian Indonesia.
Sepanjang tahun 2008, terutama sampai triwulan ke III, ekonomi
Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan yang baik, sehingga ketika
pada tiga bulan terakhir tahun 2008 pertumbuhan ekonomi mulai
melambat, maka secara keseluruan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2008 masih mencapai 6,1 %. Keadaan ini lebih baik dibandingkan
negara tetangga seperti Singapura yang diperkirakan hanya tumbuh 2,2%
Pada awalnya krisis finansial global mulai merebak, sektor
keuangan di Indonesia belum terkena dampak yang berarti, karena tidak
ada perbankan Indonesia yang secara langsung terkena dampak dari krisis
subprime mortgages di Amerika Serikat yang telah merugikan banyak
lembaga keuangan raksasa di dunia. Selama tahun 2008, masyarakat
masih bisa menikmati bunga rendah, ketika BI menurunkan BI rate
sampai 8%. Baru setelah harga minyak bumi terus melesat BI rate naik,
dan sektor konsumsi mulai melambat pertumbuhannya.
Pertumbuhan ekonomi mengalami titik balik, ketika harga berbagai
komoditas ekspor menurun menyusul anjloknya harga minyak dunia.
Ketakutan masyarakat dunia akan terjadinya resesi telah menyebabkan
menurunya permintaan terhadap berbagai produk tersebut sehingga harga
terus menurun. Akibatnya Indonesia yang semula mengandalkan ekspor
sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi mulai memasuki masa sulit.
Berbagai industri manufaktur terutama yang berorientasi ekspor seperti
tekstil, sepatu dan elektronik, mulai mengurangi kegiatannya termasuk
mengurangi tenaga kerja karena permintaan pasar ekspor yang menurun.
Memasuki tahun 2009, ekonomi Indonesia akan menghadapi
tantangan yang berat. Selama tahun 2008 ekonomi Indonesia relatif baik
apabila melihat berbagai indikator ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun
2008 mecapai 6.1%, inflasi bisa ditekan menjadi 11,4 %. Hal ini
dikarenakan deflasi dalam dua bulan terakhir di kuartal akhir 2008.
Sedangkan pada tahun 2009 sendiri, pertumbuhan ekonomi masih posotif
dan tingkat inflasi sebesar 2,8 % atau terendah selama 10 tahun terkhir.
2. Perkembangan Impor Indonesia Dari Amerika Serikat
Impor Indonesia meningkat sejalan dengan peningkatan
pembangunan. pengembangan kapasitas produksi dalam negeri
memerlukan impor barang-barang modal yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri perlu diimpor. Di samping itu pembangunan proyek-proyek
prasarana yang di perlukan untuk mendukung kapasitas produksi dalam
negeri yang semakin berkembang juga memerlukan impor.
Impor Indonesia yang selalu meningkat memiliki pola yang
berbeda antara sebelum krisis ekonomi 1998 dengan setelah krisis
ekonomi. Sebelum krisis, nilai impor total yaitu impor barang dan jasa
menunjukkan pola yang logaritmis. Namun, setelah krisis peningkatan
impor total cenderung melemah.
Impor Indonesia sejak 1988 berasal dari 55 negara di seluruh dunia.
Secara ratarata ada delapan negara asal impor yang memilliki kontribusi
(rata-rata) impor yang paling besar yaitu Jepang, Amerika Serikat,
Singapura, Jerman, Korea Selatan, Australia, Cina, Taiwan. Namun
demikian, kontribusi mereka tidaklah stabil. Telah terjadi perubahan
struktur yang cukup signifikan sejak lima tahun terakhir. Perubahan
paling radikal adalah kontribusi Cina yang berubah drastis sejak 1998
yaitu dari 7,19% menjadi 28,91 di tahun 2003. Perubahan lainnya adalah
kontribusi negara Singapura dari 20,17% di tahun 1998 menjadi 44,98%
di tahun 2003. Akibatnya urutan contributor terbesar menjadi berubah di
tahun 2003 yaitu Jepang, Singapura, Cina, Amerika Serikat, Australia,
Korea Selatan, Jerman, dan Taiwan. (Eko Atmaji dalam jurnal Analisa
Impor Indonesia, 2004).
Impor berdasarkan golongan barang terdiri dari barang modal,
barang konsumsi, dan bahan baku/penolong. Impor yang khususnya
bahan modal, barang konsumsi, dan bahan baku akan mendorong
peningkatan ekspor non migas Indonesia. Beberapa produk ekspor masih
memiliki kandungan impor yang cukup tinggi. Perkembangan impor
mencerminkan struktur produksi dalam negeri yang berkembang pesat.
Pertumbuhan impor pada Tw.III-2008 yang masih tinggi (44,6%)
terkait dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang masih cukup tinggi
dan meningkatnya permintaan impor bahan baku untuk kebutuhan ekspor.
Kenaikan impor tertinggi terutama berasal dari Cina (73,6%) sehingga
menempatkan Cina sebagai negara asal impor utama di Indonesia (pangsa
16,5%), menggeser Jepang dengan pangsa 13%. Sedangkan untuk Impor
yang berasal dari Benua Amerika, Amerika Serikat memiliki daya tawar
impor yang bagus terhadap pangsa pasar di Indonesia.
Tabel 4.2 Total Perkembangan Impor Indonesia Dari Kawasan Amerika
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Total Impor dari Amerika 3 806,7 4 623,1 4 782,9 5 910,6 9 901,0
Amerika Serikat 3 225,4 3 878,9 4 056,5 4 787,2 7 880,1
Kanada 551,7 698,0 666,5 1 056,6 1 871,5
Meksiko 29,6 1 111,1 1 194,2 1 484,0 2 494,6
Lainnya 992,8 1 111,1 1 194,2 1 484,0 2 494,6
Sumber : Statistik Indonesia, BPS Surakarta
Dari tabel di atas terlihat bahwa Amerika Serikat merupakan
negara yang memiliki daya impor ke Indonesia terbesar di kawasan
Amerika. Perkembangan impor dari Amerika Serikat dari tahun ke tahun
terus mengalami pertumbuhan. Bahkan impor dari Amerika Serikat rata-
rata mencapai 80% dari total jumlah impor dari Indonesia yang berasal
dari kawasan Amerika.
Tabel 4.3 Perkembangan Impor Indonesia Dari Amerika Serikat Tahun 1985-
2009 CIF (juta US$)
Tahun Import Pertumbuhan 1985 1720.9 1986 1482.4 -2.385 1987 1415.1 -0.673 1988 1735.7 3.206 1989 2217.9 4.822 1990 2520.1 3.022 1991 3396.9 8.768 1992 3822.4 4.255 1993 3254.5 -5.679 1994 3587.8 3.333 1995 4755.9 11.68 1996 5059.8 3.039 1997 5440.9 3.811 1998 3517.3 -19.24 1999 2839 -6.783 2000 3390.3 5.513 2001 3207.5 -1.828 2002 2639.9 -5.676 2003 2694.8 0.549 2004 3225.4 5.306 2005 3878.9 6.535 2006 4056.5 1.776 2007 4787.2 7.307 2008 7880.1 30.93 2009 7306.4 -5.737
Sumber : Statistik Indonesia berbagai edisi, BPS Surakarta
Perkembangan impor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1985
sampai 2009 rata- rata relative stabil. Naik dan turun tidak menunjukkan
angka yang significant kecuali pada tahun 1998 yang turun sebesar -19,24
% dari tahun 1997. Hal ini karena pada tahun 1998 perekonomian
Indoneseia sedang dilanda krisis ekonomi yang sangat besar. Pada tahun
1999 perkembangan impor Indonesia dari Amerika Serikat juga masih
turun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar -6,78%. Sedangkan pada tahun
2009, impor dari Amerika Serikat sedikit menurun sebesar -5,73 yang
dikarenakan semakin pesatnya barang- barang subsitusi yang berasal dari
Cina.
Untuk barang- barang impor dari Amerika Serikat, Indonesia
mendatangkan lima jenis barang utama yaitu serat kapas, pesawat
telekomunikasi dan kontruksi, instalasi pembangkit listrik dan
perlengkapannya.
Tabel 4.4 Nilai Impor Kapas dari Beberapa Negara Asal Utama
(Juta US$)
Negara Asal 2007 2008Amerika Serikat 121 129 Cina 66 65 Afrika 51 54 Lainnya 194 207 Total 432 455
Sumber : Laporan Neraca Perdagangan Indonesia dalam www.bi.go.id
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Amerika Serikat merupakan negera
pengimpor kapas terbesar ke Indonesia dan disusul oleh Cina.
Impor alat-alat telekomunikasi (SITC 764) pada triwulan III 2008
tumbuh sebesar 97,0% mencapai US$2,2miliar. Peningkatan impor
peralatan telekomunikasi ini sejalan dengan kenaikan kebutuhan investasi
dalam rangka pengembangan jaringan telekomunikasi, diantaranya adalah
program pembangunan 1000 tower (BTS). Selain itu, pesatnya
perkembangan industri telekomunikasi turut menyumbang tingginya
permintaan alat-alat tersebut. Peralatan telekomunikasi yang diimpor
antara lain berupa peralatan transmisi, peralatan lainnya untuk Digital Line
System, peralatan penerima, sambungan telepon & peralatan terkait, kabel
komunikasi dan peralatan telekomunikasi lainnya. Sebagian besar
peralatan ini diimpor dari Cina, Singapura dan Hongkong, dan Amerika
Serikat.
3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika
setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di
Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1998 telah membawa dampak dalam
perkembangan perekonomian nasional baik dalam sektor moneter maupun
sektor riil. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menjadi
sangat besar pada awal penerapan sistem tersebut. Hal ini membuat
meningkatnya derajat ketidakpastian pada aktivitas bisnis dan ekonomi di
Indonesia. Banyak faktor baik yang bersifat non ekonomi maupun
ekonomi, yang dituduh menjadi penyebab dari bergejolaknya nilai tukar
tersebut.
Faktor non ekonomi lebih sering dianggap sebagai penyebab
gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar. Untuk membuktikan, bahkan
mengukur seberapa besar pengaruh non ekonomi tersebut akan sangat sulit
dilakukan. Keadaan tersebut berbeda dengan keberadaan faktor ekonomi,
yang antara lain seperti inflasi, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar,
pendapatan nasional, dan posisi neraca pembayaran internasional, yang
umumnya relatif dapat lebih terukur.
Tabel 4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ Tahun 1985
sampai 2009 (Rupiah)
Tahun Kurs Pertumbuhan 1985 1131 1986 1655 31.66 1987 1650 -0.3 1988 1729 4.56 1989 1795 3.67 1990 1901 5.57 1991 1,992 4.56 1992 2062 3.39 1993 2110 2.27 1994 2220 4.95 1995 2308 3.81 1996 2383 3.14 1997 4650 48.75 1998 8025 42.05 1999 7100 -13.02 2000 9595 26 2001 10400 7.74 2002 8940 -16.33 2003 8465 -5.61 2004 9290 8.885 2005 9830 5.49 2006 9020 -8.98 2007 9419 4.23 2008 10950 13.98 2009 9400 -16.48
Sumber : Statistik Indonesia Berbagai Edisi, Data Diolah
Dari tebel di atas, perkembangan kurs rupiah terhadap US$ relative
stabil dari tahun 1985 sampai tahun 1996. Akan tetapi pada tahun 1997,
nilai tukar rupiah terhadap US$ megalami kenaikan atau terdepresiasi
dikarenakan perekonomian Indonesia pada masa itu mengalami krisis
ekonomi.
Nilai tukar yang sering disebut kurs, mempunyai peran penting
dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung
kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil sangat diperlukan untuk
tercapainya suatu keadaan yang kondusif bagi peningkatan kegiatan usaha.
Perkembangan kurs suatu negara tidak terlepas Nilai tukar yang stabil
diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan
kegiatan dunia usaha. Perkembangan kurs suatu negara tidak terlepas dari
kebijakan yang diambil pemerintah dan juga kondisi ekonomi baik dalam
negeri maupun luar negeri. Nilai tukar suatu negara menunjukkan harga
uang negara tersebut terhadap mata negara lain. Nilai tukar mata uang
suatu negara mengalami apresiasi ketika nilai uangnya meningkat relatif
terhadap nilai mata uang negara lain.
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-
rata mencapai sekitar Rp9200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar
Rp8000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah
cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei.
Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998
terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. Setelah tahun 1998,
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berkisar antara Rp 8.500,00 sampai
Rp 10.500,00.
4. Perkembangan PDB Riil Indonesia
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa
yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu
(biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena
memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di
negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu
negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan
memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB
memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku)
merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga.
Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)
mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari
harga. Sedangkan salah satu cara untuk mengubah PDB harga berlaku ke
PDB harga konstan adalah dengan teori deflasi yaitu membagi antara PDB
harga berlaku tahun tertentu dibagi indeks harga lalu dikali dengan 100.
Pada tahun 2008, meskipun ekonomi dunia dilanda krisis financial
global, pada kenyataannya pendapatan nasional Indonesia masih cukup
stabil bahkan pertumbuhannya masih tinggi. Hal ini karena tingkat
konsumsi masyarakat juga sangat besar sehingga mendorong PDB untuk
terus naik. PDB tertinggi masih dihasilkan oleh sektor industri pengolahan
yaitu sebesar
27.87% dari total PDB tahun 2008. Sedangkan PDB terendah dihasilkan
oleh sektor listrik, gas, dan air bersih yaitu hanya sebesar 0.82% dari total
PDB (www.bps.go.id).
Tabel 4.6 Perkembangan PDB Riil Indonesia Tahun 1985 Sampai 2009
(Milyar Rupiah)
Tahun Total PDB Pertumbuhan 1985 38674.07 1986 39008.64 0.86 1987 43352.56 10 1988 44930.95 3.51 1989 50617.5482 11.2 1990 174,215.15 70.9 1991 184,888.80 5.77 1992 196510.02 5.91 1993 208187.63 5.61 1994 242802.5 14.3 1995 262599.93 7.54 1996 286483.86 8.34 1997 316666.03 9.53 1998 567819.33 44.2 1999 542728.91 -4.62 2000 601568.79 9.78 2001 625972.36 3.9 2002 694534.48 9.87 2003 720224.11 3.57 2004 2027219.6 64.5 2005 2217828.04 8.59 2006 2259434.48 1.84 2007 2514670.67 10.1 2008 4352490.16 42.2 2009 4923616.09 11.6
Sumber : BPS, Data Diolah
Dari tebel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi dilihat
dari besarnya PDB riil dari tahun ke tahun relative menunjukkan angka
yang memuaskan. Hanya pertumbuhan yang mengalami negative hanya
pada tahun 1999. Hal ini terjadi karena pada tahun1999, perekonomian
Indonesa sedang megnalami masa transisi setelah dilanda krisis ekonomi
yang dahsyat. Akan tetapi pada tahun 2000 pendapatan nasional kembali
membaik dengan tumbuh sebesar 9,78%.
5. Perkembangan Tingkat Inflasi
Dalam ekonomi, inflasi adalah meningkatnya harga- harga secara
terus menerus. Tingkat inflasi diukur dengan perubahan dalam indeks
harga konsumen. Di Indonesia inflasi yang timbul dikarena kenaikan biaya
produksi. Kenaikan biaya produksi akan menyebabkan produksi turun dan
penawaran total (aggregate supply) berkurang yang pada akhirnya akan
menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan biaya produksi dapat berasal dari
kenaikan bahan baku industri, perjuangan serikat buruh yang berhasil
menuntut kenaikan upah dan lain-lain. Kenaikan biaya produksi pada
gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi.
Inflasi di Indonesia sendiri juga mengalami fluktuasi. Inflasi
tertinggi terjadi pada tahun 1998 karena pada masa itu perekonomian
Indonesia sedang mengalami goncangan ekonomi dengan adanya krisis
ekonomi. Inflasi tahun 1998 mencapai 77,63 %. Seiring dengan
membaiknya kinerja ekonomi nasional, maka tingkat inflasi mulai turun
dan pertumbuhan inflasi dapat dikendalikan.
Tabel 4.7 Perkembangan Inflasi Indonesia Tahun 1985 Sampai 2009
Tahun Inflasi Perumbuhan (%)
1985 4.31 - 1986 8.83 51.18 1987 8.90 0.78 1988 5.47 -62.7 1989 5.97 8.37 1990 9.53 37.35 1991 9.52 -0.11 1992 4.94 -92.71 1993 9.77 49.43 1994 9.24 -5.73 1995 8.64 -6.94 1996 6.47 -33.53 1997 11.05 41.44 1998 77.63 85.76 1999 2.01 -3762.19 2000 9.35 78.5 2001 12.55 25.51 2002 10.03 -25.12 2003 5.1 -96.66 2004 6.4 20.31 2005 17.1 62.57 2006 6.6 -159.09 2007 7.4 10.81 2008 11.4 35.08 2009 2.8 -307.14
Sumber : BPS, Data Diolah
Dari tabel 4.6 di atas dapat kita lihat bahwa setelah adanya krisis
ekonomi tahun 1998, tingkat inflasi perlahan mulai menurun. Pada tahun
1999 pertumbuhan inflasi bahkan mencapai – 3762,19% dari 77,63% ke
2,01 %. Tingkat inflasi pada tahun- tahun selajtnya relative stabil. Hanya
pada tahun 2005 inflasi kembali naik dari 6,4% ke 17,2% pada tahun 2005.
Kenaikan inflasi ini dikarenakan naiknya harga minyak mentah dunia yang
berdampak ke naiknya harga barang- barang secara umum.
Pada tahun 2009, inflasi kembali turun dan bahkan inflasi pada
tahun 2009 ini merupakan inflasi terendah selama 10 tahun terakhir. Inflasi
pada tahun 2009 sebesar 2,8% atau turun -307,14% dari tahun
sebelumnya. Inflasi ini dikarenakan adanya krisis finansial global yang
berdampak kepada perekonomian Indonesia yang menyebabkan
permintaan dunia menurun. Ini mengakibatkan terjadi penurunan harga
komoditas di pasaran internasional. Selain itu faktor lainnya karena
pemerintah tidak membuat kebijakan yang menyebabkan pricing shock
seperti menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) atau Bahan Bakar Minyak
(BBM) sepanjang tahun 2009.
6. Perkembangan Cadangan Devisa Indonesia
Cadangan devisa adalah sejumlah valuta asing yang dicadangkan
dan dikuasai oleh Bank Central yang di Indonesia dipegang oleh Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter. Dana ini untuk membiayai impor dan
kewajiban lain pada pihak asing seperti hutang luar negeri. Posisi
cadangan devisa dikatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor
dalam jangka waktu minimal 3 bulan.
Dari tabel 4.7 cadangan devisa Indonesia pada tahun 1985 sampai
2009 rata- rata mengalami surplus. Hanya pada beberapa tahun tertentu
mengalami pertumbuhan yang negative seperti tahun 1997.
Tabal 4.8 Cadangan Devisa Indonesia Tahun 1985 sampai 2009
(Juta US$)
Tahun Cadangan Devisa Pertumbuhan (%) 1985 5846.2 1986 5302.2 -10.25 1987 6512.3 18.58 1988 6196.00 -5.11 1989 6561.90 5.58 1990 8661.30 24.23 1991 9867.70 12.23 1992 11610.90 15.01 1993 18823 38.31 1994 17416 -8.07 1995 18787 7.29 1996 25296 25.73 1997 21418 -18.11 1998 23762 9.86 1999 27054 12.16 2000 29394 7.96 2001 28015.80 -4.92 2002 32037.04 12.55 2003 36295.71 11.73 2004 36320.48 0.07 2005 34723.69 -4.59 2006 42586.33 18.46 2007 56920.13 25.18 2008 51639.00 -10.22 2009 69562.00 25.76
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan BI, data diolah
Pada tahun 1997, pertumbuhan devisa mengalami penurunan
sebesar -18,11% dari tahun 1996 yaitu dari 25296 juta US$ ke 21418 juta
US$. Defisit cadangan devisa ini disebabkan hutang swasta Indonesia
yang jatuh tempo sampai dengan akhir 1997 mencapai rekor tertinggi
sebesar 34,- juta US$. Jumlah ini tidak sebanding dengan cadangan devisa
BI pada tahun 1997 dan jumlah devisa yang dihemat karena ditundanya
proyek2 besar (AS$ 4 milyar untuk tahun 1997). Setelah itu pertumbuhan
cadangan devisa mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2005
dan 2008 pertumbuhan devisa Indonesia kembali negative.
Pada tahun 2005 harga minyak mentah dunia naik secara drastic.
Ini memaksa pemerintah mengeluarkan tambahan dana untuk mengimpor
minyak mentah dengan masih pemberian subsidi ke masyarakat. Hal ini
menyebabkan pengurangan cadangan devisa. Sedangkan pada tahun 2008,
cadangan devisa kembali menunjukkan pertumbuhan yang negative karena
pada tahun ini terjadi krisis financial global yang melanda perekonomian
internasional. Selain itu intervensi Bank Indonesia pada pasar valuta asing
mengakibatkan nilai IDR yang relatif stabil terhadap US$. Hal yang sama
mengakibatkan menguat IDR terhadap mata uang lainnya. Berdasarkan
pengalaman pada tahun 2005 dan 2008 hal tersebut mengakibatkan
turunnya cadangan devisa dan pelemahan IDR yang drastis terhadap US$.
7. Perkembangan Perekonomian Amerika Serkat
Ekonomi Amerika Serikat adalah suatu sisitem pasar yang dinamis,
terus menerus berkembang dari berbagai pilihan dan kepuasan oleh jutaan
warganya yang yang memainkan peran ganda, ada kalanya tumpang
tindih, sebagai konsumen, produsen, investor dan pemberi suara dalam
pemilihan umum. Amerika Serikat umumnya digambarkan sebagai suatu
ekonomi campuran, dengan kata lain, meskipun sebagian besar sumber
daya produktif adalah milik swasta dan pemerintah memainkan penting di
pasar.
Amerika Serikat telah mencapai sukses yang sangat besar selama
hampir 250 tahun. Dengan kurang dari 5% penduduk dunia, pada awal
tahun 1990-an menghasilkan sekitar 25% produk dunia. Ekonomi
Amerika Serikat 2 kali lipat ekonomi terbesar beriktnya, Jepang. Menurut
ukuran konvensional, produktivitas dan standar hidup Amerika Serikat
masih yang tertinggi di kalangan negara industry maju dunia meskipun
negara- negara lain memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih besar
dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Meskipun ekonomi Amerika Serikat sudah mengembangkan
selama bertahun- tahun, bebarapa masalah tertentu tetap hadir sejak
berdirinya negara ini. Satu diantaranya adalah perdebatan terus menerus
mengenai peran pemerintah dalam ekonomi pasar. Suatu ekonomi yang
berdasarkan usaha bebas umumnya bercirikan kepemilikan swasta,
dengan relative ketiadaan intervensi dari pemerintah. Akan tetapi pada
akhirnya campur tangan pemerintah diperlukan untuk membuat peluang
ekonomi di amerika Serikat ini menjadi adil dan terbuka bagi rakyat,
menghindari penyelewenan yang kasar, membendung inflasi dan
mendorong pertumbuhan. (Dinas Penerangan Amerika Serikat, 1996 : 10)
Perkawinan antara ekonomi amerika serikat dan system
perdagangan bebas merupakan suatu sukses besar, akan tetapi tetap
dengan berbagai persoalan. Permasalahan yang menonjol adalah
bagaimana peran pemerintah dalam mengatur perekonomian. Amerika
Serikat merupakan negara dengan system kapitalis yang diciptakan oleh
Karl Mark dengan teori pemusatan penguasaan atas bagian terpenting dari
ekonomi oleh sekelompok pemilik modal. Sedangkan Amerika Serikat
beranggapan bahwa kapitalisme berarti free enterprise (usaha bebas),
suatu ekonomi yang memberikan manfaat kepada berjuta- juta orang,
bukan sekelompok pemilik modal saja.
Sedangkan unsur- unsur ekonomi Amerika Serikat adalah :
(Kedutaan Besar Amerika Serikat, 1996 : 13)
a. Sumber daya alam Amerika Serikat. Amerika Serikat memiliki
sumber mineral dan tanah pertanian subur dengan iklim sedang.
b. Jumlah tenaga kerja. Amerika Serikat memiliki jumlah penduduk
yang besar, dengan demikian kebutuhan akan tenaga kerja dapat
diatasi.
Sistem ekonomi amerika serikat pada dasarnya adalah kepemilikan
pribadi. System ini berbeda dengan system social yang sangat berganting
pada perencanaan pemerintah dan pemiikan masyarakat atas alat- alat
produksi. Dalam system ekonomi di Amerika Serikat, konsumen,
produsen, dan pemerintah membuat keputusan setiap hari, umumnya
melalui sistem harga.
Arah perdagangan luar negeri dan kebijakan global Amerika
Serikat telah berubah secara drastis sejak hari- hari pertama negara ini
terbentuk, ketika Amerika Serikat terutama mengupayakan pembangunan
ekonominya sendiri, tidak perduli terhadap apa yang terjadi di luar dari
negara mereka.
Amerika serikat menguasai banyak pasar ekspor di dunia setelah
perang dunia II karena memiliki mesein industri yang tidak tersentuh oleh
kerusakan pada periode tersebut. Akan tetapi selama 1979-an dan 1980-
an, kesenjangan antara daya saing ekspor Amerika Serikat dengan negara
lain menyempit, ekspor negara lain lebih besar dari Amerika Serikat..
Guncangan harga minyak pada 1970-an, resesi dunia, dan naik
turunnya nilai tukar US$ mengganggu neraca perdagangan Amerika
Serikat serta mengurangi dukungan negeri terhadap liberalisasi
perdagangan pada tahu 1980-an.
Perekonomian Amerika Serikat saat ini sedang mengalami masa
transisi setelah dilanda krisis financial global tahun 2007- 2008 akibat
gagalnya kredit macet (sub prime morgages). . Di penghujung 2007,
resesi ekonomi memburuk dan terjadi krisis di tahun 2008. Bank-bank
dan lembaga-lembaga keuangan raksasa di AS hampir hancur, harga
saham merosot tajam, sektor kredit dan perumahan jatuh. Krisis di
Amerika Serikat ini merupakan krisis terberat sejak depresi besar (great
depression) tahun 1929.
Dengan jumlah penduduk sekitar 300 juta jiwa, produksi AS
ditaksir sekitar 28 persen GDP dunia. Tahun 2007 yang dipicu jatuhnya
harga obligasi kredit perumahan atau subprime mortgate, Amerika Serikat
memasuki siklus resesi.
8. Hubungan Indonesia Dengan Amerika Serikat
Ketika menyebut hubungan Indonesia Amerika Serikat, maka tidak
bisa lepas dari peran menonjol Amerika Serikat dalam Dana Moneter
internasional (IMF). Hal ini karena Amerika Serikat menjadi negara
anggota terbesar di dalam mendukung dan mendanai program IMF. Saat
Indonesia mengalami krisis ekonomi, peran IMF dibutuhkan dalam
menopang perekonomian Indonesia yang hancur. Akan tetapi peran
Amerika Serikat yang menonjol tidak mengurangi makna dari hubungan
Indonesia- Amerika Serikat di bidang lainnya. Hubungan Indonesia dan
Amerika Serikat di bidang perdagangan internasional dan investasi
menjadi hal yang mendasar dan terpenting sebagai salah satu upaya
membina hubungan erat dengaan Amerika Serikat.
Peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dengan Amerika Serikat
tetap menjadi prioritas utama yang selalu diupayakan Indonesia dalam
hubungannya dengan pihak luar negeri. Amerika sebagai pusat dari
informasi dan kemajuan teknologi dihampir semua bidang dan juga
sebagai an engine of growth di Asia Pasifik menjadi pendorong bagi
siapapun, termasuk Indonesia untuk menjaga kemitraan dengan Amerika
Serikat.
Meskipun Indonesia tergolong negara sedang berkembang,
Indonesia merupakan negara kepulauan yang amat kaya dengan sumber-
sumber daya alam yang tidak semua negara memiliki. Selain itu Indonesia
juga terkendal dengan Sumber Daya Manusia yang murah dan
jumlah penduduk yang besar. Hal ini yang mampu membawa nama
Indonesia ke dunia internasional sebagai salah satu daya teriknya.
Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat salah satunya adalah
hubungan di bidang perdagangan. Amerika Serikat adalah salah satu
negara yang diharapakan dapat menambah devisa negara dengan cara
meningkatkan ekspor ke Amerika Serikat. Meskipun tak sebesar Jepang
dan China, akan tetapi Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang
mempunyai hubungan perdagangan yang relative tinggi dengan Indonesia
baik di bidang ekspor ataupun impor.
Komoditi utama ekspor utama Indonesia yang ditujukan ke
Amerika Serikat antara lain kayu olahan dan hasil ikutannya, di mana
Kalimantan Timur merupakan pintu gerbang terbesar di dalam suplai
ekspornya dan diikuti Kalimantan Selatan. Untuk barang- barang impor
dari Amerika Serikat Indonesia mendatangkan serat kapas, pesawat
telekomunikasi dan bagiannya, pulp dan sisa- sisa kertas, mesin bangunan
dan kontruksi, instalasi pembangkit listrik dan perlengkapannya. Jika
dilihat dari kemampuan impor dan ekspor, dapat dilihat bahwa Amerika
Serikat sebagai negara maju lebih siap di dalam pengadaan barang-
barang berteknologi tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
Pada waktu Indonesia mengalami krisis ekonomi 1997- 1998,
neraca perdagangan Indonesia dengan 4 mitra dagang utama
menunjukkan nilai surplus. Neraca perdagangan dengan Amerika Serikat
selama tahun 1998 bernilai 3,513,7 juta US$.
Tabel 4.9 Nilai Surplus Perdagangan Indonesia Dengan Empat Negara Utama
Selama 1997- 1998 (Juta US$)
Negara Tahun Perubahan (%) 1997 1998
Jepang 4232,7 4823,6 13,96% Singapura 2057,0 3175,5 54,38 Korea Selatan 1140,4 1040,0 -8,8 Amerika Serikat 1707,2 3513,7 105,82
Total 12552,8 9137,3 27,21 Sumber : www.bps.go.id
Diantara keempat mitra dagan utama Indonesia, kedudukan AS
masih meningkat dari urutan ketiga sebesar 107,2 jua US$ menjadi
3513,7 juta US$ tahun 1998. Padahal pada tahun 1998, perekonomian
sedang mengalami gejolak yang sangat berat bagi Indonesia. Akan tetapi
kerja sama di bidang perdagangan dengan Amerika justru mengalami
peningkatan. Meskipun surplus itu sebagai hasil dari mnurunnya volume
atau kemampuan impor Indonesia karena melonjaknya nilai US$ yang
harus dibayarkan oleh importer Indonesia dan juga karena adanya
dorongan serta kemampuan ekspor yang semakin kuat karena keuntungan
besar dari perolehan devisa dolar yang menguat.
B. Analisis Data dan Pembahasan
1. Diskripsi Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah time series yang
menggunakan data skunder. Data tersebut diperoleh dari Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Laporan Keuangan Bank Indonesia,
serta Indonesia Dalam Angka. Data analisis dalam bentuk data tahunan
periode 1985 sampai 2009.
Seluruh data yang digunakan akan diolah dan dianalisis
menggunakan program E-Views 4.0. Analisis data yang akan dikeluarkan
merupakan hasil analisis secara statistic dan ekonomi. Adapun variabel
yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke wilayah pabeanan Indonesia dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku. Dalam penelitian ini nilai impor yang digunakan adalah
keseluruhan nilai impor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1989-
2009 dengan satuan juta US$.
b. Pendapatan Nasional adalah nilai produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Dalam
penelitian ini konsep pendapatan nasional yang digunakan adalah
Produk Domestik Bruto (PDB) / Growth Domestic Product (GDP)
yang dinyatakan dalam harga constant pertahun dalam milyar rupiah.
c. Nilai tukar adalah perbandingan nilai antara mata uang domestic
terhadap mata uang asing. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah
nilai kurs rupiah terhadap US$ dalam ribu Rupiah pada akhir periode.
d. Tingkat Inflasi adalah kecenderungan dari harga- harga untuk menaik
secara umum dan terus menerus. Dalam penelitian ini inflasi
dinyatakan dalam % pertahun.
e. Cadangan devisa adalah aset finansial yang berada di bawah control
otoritas moneter da tersedia untuk keperluan neraca pembayaran yang
dinyatakan dalam juta US$.
Variabel dependent dalam variabel ini adalah impor Indonesia
dari Amerika Serikat. Sedangkan variabel independen meliputi kurs nilai
tukar rupiah terhadap US$, PDB riil, tingkat inflasi dan cadangan devisa
Tabel 4.10 Impor Indonesia Dari Amerika Serikat, Kurs Rupiah Terhadap
US$, PDB Harga Constant, Inflasi, Cadangan Devisa
Tahun Impor Indonesia dari AS (juta US$)
Kurs Rupiah Terhadap US$ (Rupiah)
PDB Harga
Konstant (Milyar Rupiah)
Inflasi (%
pertahun)
Cadangan Devisa (Juta US$)
1985 1720.9 1131 38674.07 4.31 5846.2 1986 1482.4 1655 39008.64 8.83 5302.2 1987 1415.1 1650 43352.56 8.90 6512.3 1988 1735.7 1729 44930.95 5.47 6196 1989 2217.9 1795 50617.54 5.97 6561.9 1990 2520.1 1901 174215.15 9.53 8661.3 1991 3396.9 1,992 184888.8 9.52 9867.7 1992 3822.4 2062 196510.02 4.94 11610.9 1993 3254.5 2110 208187.63 9.77 18823 1994 3587.8 2220 242802.5 9.24 17416 1995 4755.9 2308 262599.93 8.64 18787 1996 5059.8 2383 286483.86 6.47 25296 1997 5440.9 4650 316666.03 11.05 21418 1998 3517.3 8025 567819.33 77.63 23762 1999 2839 7100 542728.91 2.01 27054 2000 3390.3 9595 601568.79 9.35 29394 2001 3207.5 10400 625972.36 12.55 28015.8 2002 2639.9 8940 694534.48 10.03 32037.04 2003 2694.8 8465 720224.11 5.1 36295.71 2004 3225.4 9290 2027219.6 6.4 36320.48 2005 3878.9 9830 2217828.04 17.1 34723.69 2006 4056.5 9020 2259434.48 6.6 42586.33 2007 4787.2 9419 2514670.67 7.4 56920.13 2008 7880.1 10950 4352490.16 11.4 51639 2009 7306.4 9400 4923616.09 2.8 69562
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia BI dan Statistik Indonesia BPS, berbagai edisi
Model time series memiliki asumsi bahwa apa yang terjadi di masa
depan merupakan fungsi yang terjadi di masa lalu. Dengan kata lain model time
series mencoba melihat apa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan
menggunakan data time series masa lalu untuk memprediksi.
2. Hasil dan Analisa Data
a. Model OLS
Untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang berupa
kurs rupiah terhadap US$, tingkat inflasi, PDB riil dan cadangan
devisa apakah berpengaruh terhadap impor Indonesia dari Amerika
Serikat, maka digunakan regresi linear berganda.
Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil/
Ordinary Least Square (OLS) atau biasa disebut dengan Clasic Least
Square (CLS) dan pengolahan data menggunakan E-Views 4.0.
Setelah melakukan uji MWD, maka dalam penelitian ini regresi yang
digunakan adalah regresi semi log, karena variabel inflasi sudah dalam
bentuk persen. Sehingga persamaan regresinya adalah :
eiLCADDEVINFLASILPDBLKURSLIMPOR ititititit +++++= 43210 bbbbb
Hasil estimasi dari persamaan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 4.11 Hasil Regresi Linear Double Log
Dependent Variable: LIMPOR Method: Least Squares Date: 10/05/10 Time: 21:37 Sample: 1985 2009 Included observations: 25
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4.551694 0.853489 5.333043 0.0000 LKURS -0.557151 0.141615 -3.934276 0.0008 LPDB 0.245889 0.119882 2.051096 0.0536
INFLASI 0.004286 0.003448 1.242890 0.2283 LCADDEV 0.503919 0.229454 2.196168 0.0400
R-squared 0.780306 Mean dependent var 8.093657 Adjusted R-squared 0.736367 S.D. dependent var 0.444178 S.E. of regression 0.228064 Akaike info criterion 0.058478 Sum squared resid 1.040267 Schwarz criterion 0.302253 Log likelihood 4.269021 F-statistic 17.75891 Durbin-Watson stat 1.666773 Prob(F-statistic) 0.000002
Sumber : Hasil Pengolahan data menggunakan E- Views 4.0
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, maka diperoleh persamaan
regresi linear sebagai berikut :
Logimpor = 4,551694 – 0,557151 logKurs + 0,245889 logPDB + 0,0042867 Inflasi + 0,503919 logCaddev +ei
Setelah diperoleh nilai dari persamaan regresi tersebut, maka di
lakukan uji statistik dan uji ekonometrika sebagai berikut:
b. Uji Statistik
Setelah melakukan estimasi model menggunakan metode OLS, maka
selanjutnya akan dilakukan analisa statistic yang meliputi :
1) Uji t
Uji t adalah uji secara individual semua koefisien regresi
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil
pengujian terhadap koefisien regresi masing-masing variabel
bebas dengan = 5 % akan diperoleh sebagai berikut:
a) Jika |thitung| < |ttabel| pada tingkat signifikasi 5% maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya variable independen tidak
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
b) Jika |thitung| > |ttabel| pada tingkat signifikasi 5% maka Ho ditolak
dan Ha diterima, artinya variable independen mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
Dari pengujian yang telah dilakukan, maka akan diperoleh uji t
dengan α = 5% sebagai berikut :
Berikut ini adalah hasil pengujian parameter individual
dengan tingkat signifikasi ( = 0,05):
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Analisis Koefisien Regresi (t-hitung)
Variabel T hitung Probabilitas Kesimpulan
Lkurs -3.934276 0.0008 Signifikan LPDB 2.051096 0.0536 Tidak signifikan LInflasi 1.242890 0.2283 Tidak signifikan LCadangan devisa 2.196168 0.0400 signifikan
Sumber : Hasil Olah Data dengan E-Views 4.0
Dari hasil analisis regresi linier berganda pada tabel 4.12
terlihat bahwa dari keempat variabel independen tersebut hanya
dua variabel yang berpengaruh secara individu terhadap impor
Indonesia dari Amerika Serikat. Kedua variabel tersebut adalah
variabel kurs dan cadangan devisa yang memiliki nilai probabilitas
masing-masing sebesar 0,0008 dan 0,0400. Sehingga H0 ditolak
dan Ha diterima. Sedangkan variabel independen PDB dan inflasi
masing-masing mempunyai nilai probabilitas kurang dari 0,05
yaitu sebesar 0,0536 dan 0,2283. Sehingga H0 diterima dan Ha
ditolak
2) Uji F
Uji F adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-
sama. Berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel 4.12 di atas
dapat dilihat nilai probabilitas untuk F statistik adalah 0,000002.
Sehingga Ho ditolak, Ha diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa
koefisien regresi secara bersama-sama signifikan pada tingkat a =
5%.
3) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui berapa
persen perubahan variasi variabel independen dapat menjelaskan
perubahan variabel dependennya. Nilai berkisar antara 0 sampai 1.
Apabila mendekati angka 1, ini menunjukan bahwa variasi variabel
dependen secara bersama-sama dapat dijelaskan oleh variasi variabel
independen. Sebaliknya jika nilai mendekati angka 0, maka variasi
dari variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen.
Dari pengujian yang telah dilakukan menghasilkan nilai
sebesar 0.780306, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil pengujian
yang dilakukan memberikan hasil yang cukup baik. Hal ini
menunjukan bahwa sebesar 78,03% variasi variabel dependen
dalam hal ini impor dari Amerika Serikat dapat dijelaskan oleh
variabel independen yang terdiri dari kurs, PDB riil, inflasi dan
cadangan devisa. Sedangkan sisanya sebesar 21,97% dijelaskan
oleh variabel lain diluar model.
6. Uji Ekonometrika (Uji Asumsi Klasik)
1) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat
hubungan linier sempurna atau pasti diantara variabel-variabel
bebas dalam suatu regresi untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan linier yang pas diantara variabel yang menjelaskan dalam
model regresi ini dapat dilakukan beberapa pengujian. Gejala
multikolinier adalah pada saat R2 sangat tinggi, namun tidak ada
satupun dari koefisin regresi yang signifikan secara statistik melalui
uji t. Uji multikolinearitas dilakukan dengan pendekatan
Kautsoyiannis yang dikembangkan oleh Kautsoyiannis (1977).
Tabel 4.13 Uji Multikolinearitas
Variabel dependen
R2 Tanda R2 (awal) Kessimpulan
Log kurs 0.289379 < 0.780306 Tidak ada multikolinearitas Log PDB 0.597260 < 0.780306 Tidak ada multikolinearitas Inflasi 0.003930 < 0.780306 Tidak ada Multikolinearitas Log Caddev 0.599899 < 0.780306 Tidak ada multikolinearitas Sumber : Hasil olah data dengan E-Views 4.0
Dari data diatas terlihat bahwa R2 pada regresi antara
variabel bebas, dengan menempatkan masing-masing variabel
bebas sebagai variabel dependen, yaitu kurs, PDB, inflasi da
cadangan devisa diperoleh nilai R2 lebih kecil dari R2a (regresi
awal), sehingga tidak ada multikolinearitas.
2) Uji Heteroskedasitas
Heteroskedastisitas muncul dalam fungsi regresi dengan
varian yang tidak sama, sehingga penaksir OLS tidak efisien baik
dalam sampel kecil maupun besar (tapi masih tidak bias dan
konsisten). Pengujian terhadap ada tidaknya heteroskedastisitas
dalam model empirik di lakukan dengan uji LM ARC. Kriteria
pengujian adalah dengan membandingkan nilai Obs*R squared <
x2 tabel, maka tidak signifikan, berarti bahwa tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas.
Tabel 4.14 Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 0.761989 Probability 0.640012 Obs*R-squared 6.897101 Probability 0.547774
Sumber : E-views, data diolah
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Obs*R squared dengan nilai
8.897101< x2 tabel 15,507, berarti dalam model penelitian ini tidak
terjadi masalah heteroskedastisitas.
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara
anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam
rangkaian waktu (seperti pada data time series) atau yang tersusun
dalam rangkaian ruang (Gujarati, 1995). Adanya korelasi antara
variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam
sampel kecil maupun sampel besar. Pengujian dilakukan dengan
metode Breusch-Godfrey Test, dengan kriteria pengujian sebagai
berikut: jika BG(n-p)*R2 < x2 tabel, maka tidak signifikan, berarti
bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi. Disamping itu juga dapat
kita lihat dari probabilitasnya, jika probabilitas > , maka
model terhindar dari masalah autokorelasi.
Tabel 4. 15 Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.722392 Probability 0.405944 Obs*R-squared 0.915700 Probability 0.338606
Sumber : E-views, data diolah
Dari hasil autokorelasi diketahui bahwa (n-p)ObsR
squared (R2) dengan nilai 0,915700 < 15,507, berarti dalam model
penelitian ini tidak terjadi masalah autokorelasi. Dilihat dari
probabilitasnya juga lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar
0,338606 (tidak signifikan) berarti model terhindar dari masalah
autokorelasi.
3. Intepretasi Ekonomi
a. Pengaruh Kurs Terhadap Impor Dari Amerika Serikat
Kurs berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat pada tingkat sigifikasi 5% dengan
probabilitas 0,0008 dan koefisien sebesar -0,0557151. Ini berarti
setiap kurs naik sebesar 1 rupiah, maka impor Indonesia dari Amerika
Serikat akan turun sebesar 0,05594. Hal ini sesuai hipotesa bahwa
kurs dan impor memiliki hubungan yang berbalikan (Nopirin, 1997
:147)
Semakin tinggi nilai kurs (nilai mata uang sendiri turun relatif
terhadap valuta asing) maka menyebabkan harga produk ekspor
menjadi semakin murah di mata buyer luar negeri (importir). Dari sisi
eksportir, naiknya nilai kurs (nilai mata sendiri turun relatif terhadap
valuta asing) akan meningkatkan produksi akibat keuntungan yang
semakin meningkat karena rupiah yang diperoleh lebih besar sehingga
mendorong peningkatan ekspor. Intinya depresiasi menyebabkan
ekspor naik dan impor akan turun dan sebaliknya.
b. Pengaruh PDB terhadap impor
PDB riil memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada tingkat
signifikansi 5% yaitu sebesar 0.0536 dan koefisien sebesar 0.245889..
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa PDB
riil berpengaruh secara positif terhadap permintaan impor. Hal ini
karena impor Indonesia dari Amerika Serikat merupakan impor bahan
penyangga konsumsi (buffer stock) dan sebagian besar merupakan
impor barang konsumsi rumah tangga. Sehingga impor barang
konsumsi akan tetap dilakukan meskipun PDB yang mencerminkan
pendapatan nasional mangalami kenaikkan atau penurunan. Hal ini
sesuai penelitian dari Dani Rustyaningrum tahun 2004 yang
menyatakan bahwa variabel PDB tidak berpengaruh secara sigifikan
yaitu dengan probabilitas sebesar 0,3592. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Dani Rustyaningrum tersebut, PDB tidak berpengaruh
signifikan karena pada uji asumsi klasik, terjadi masalah
heteroskedastisitas.
Selain itu penelitian dari Sigit Yunianto (2003) juga
menunjukkan bahwa variabel PDB juga tidak berpengaruh signifikan
terhadap impor dalam jangka panjang. Dalam penelitian tersebut,
ditemukan besarnya probabilitas untuk variabel PDB adalah sebesar
0,092 yang berarti tidak signifikan pada tingkat α = 5%.
c. Pengaruh inflasi terhadap impor
Inflasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
impor Indonesia dari Amerika Serikat dengan probabilitas 0,2283
pada tingkat signifikasi 5%. Temuan empirik yang menunjukkan
bahwa inflasi dalam negeri tidak berpengaruh terhadap impor
Indonesia dari Amerika Serikat karena impor dari Amerika Serikat
sebagian masih memiliki kadungan ekspor yang berasal dari Indonesia
sendiri. Selain itu, impor dari Amerika Serikat sebagian besar adalah
bahan penyangga konsumsi dan faktor produksi yang industry dalam
negeri tidak mampu menyediakan barang- barang tersebut. Sehingga
pada saat inflasi tinggi permintaan impor dari Amerika Serikat masih
cukup tinggi.
d. Pengaruh cadangan devisa terhadap impor
Cadangan devisa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
impor Indonesia dari Amerika Serikat pada tingkat signifikansi 5%
yaitu sebesar 0.0400 dengan koefisien sebesar 0.503919. ini berarti
setiap kenaikan cadangan devisa 1 juta US$, maka permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat akan meningkat sebesar 0,530535. Hal
ini berarti sesuai dengan hipotesa yang menyatakan bahwa cadangan
devisa berpengaruh signifikan terhadap impor.
BAB V
PENUTUP
Dari hasil pengujian secara empiris pada penelitian ini yaitu pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen, sebagai penutup akan disajikan
kesimpulan dan memberikan beberapa saran sebagai berikut :
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab- bab sebelumnya mengenai analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor Indonesia dari Amerika
Serikat tahun 1985- 2009, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Variabel independen kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
impor Indonesia dari Amerika Serikat dengan probabilitas 0,0008 pada
tingkat signifikansi 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs
berpengaruh secara nyata terhadap permintaan impor Indonesia dari
Amerika Serikat periode 1985 sampai 2009.
2. Variabel independen PDB riil menunjukkan probabilitas yang tidak
signifikan pada tingkat signifikansi 5 persen yaitu sebesar 0.0536. Ini
menunjukkan bahwa variabel PDB riil tidak berpengaruh secara nyata
terhadap permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat pada tahun
1985 sampai 2009.
3. Variabel independen inflasi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan
terhadap permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat pada tingkat
signifikansi 5 persen yaitu sebesar 0.2283. Hal ini menunjukkan bahwa
inflasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan impor
Indonesia dari Amerika Serikat pada tahun 1985 sampai 2009.
4. Variabel independen cadangan devisa mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perintaan impor Indonrsia dari Amerika Serikat pada
tingkat signifikansi 5% sebesar 0.04000 Hal ini menunjukkan bahwa
variabel cadangan devisa berpengaruh secara nyata terhadap permintaan
impor Indonesia dari Amerika Serikat pada tahun 1985 sampai 2009.
B. Saran
Berdasarkan penelitian di atas, dapat dikemukakan saran- saran sebegai
berikut :
1. Dengan penduduk yang besar dan juga keterbatasan industry dalam negeri
untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, maka impor di Indonesia
menjadi sesuatu yang sangat penting. Impor Indonesia dari Amerika
Serikat dipengaruhi oleh impor periode selanjutnya. Impor Indonesia dari
Amerika Serikat dari tahun 1985 sampai 2009 rata- rata terus meningkat
meskipun peningkatan tidak terlalu besar. Impor Indonesia dari Amerika
Serikat rata- rata merupakan barang- barang penyangga konsumsi, mesin
industry. Salah satu impor yang terbesar dari Amerika Serikat adalah
kapas. Pemerintah seharusnya bisa mengatasi hal ini karena Indonesia
adalah negara dengan luas lahan pertanian dan perkebunan yang luas.
Seharusnya pemerintah dapat menjadikan ini sebagai modal berharga
untuk menghasilkan kapas sehingga mengurangi impor kapas ini dari
Amerika Serikat.
2. Variabel kurs atau nilai tukar yang berpengaruh signifikan pada tingkat
signifikansi 5 persen. Dalam penelitian ini berarti kurs berpengaruh secara
nyata terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1985- 2009.
Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode
1997 hingga sekarang yang artinya pemerintah tidak mencampuri tingkat
nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan
dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk
mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi
keseimbangan eksternal.
Untuk itu pemerintah harus mencapai keseimbangan internal dan
eksternal dengan cara mengkombinasikan antara kebijakan moneter dan
kebijakan fiscal. Oleh karena itu pemerintah harus mengambil kebijakan
fiscal kombinasi atau exchange rate (Nopirin, 1997:197). Jadi meskipun
kurs kita adalah mengambang bebas, akan tetapi pemerintah harus
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga dapat memperlancar
perdagangan internasional Indonesia pada umumnya dan impor
khususnya..
3. Cadangan devisa diperlukan dalam menjaga kestabilan ekonomi nasional.
Cadangan devisa dikatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor
dalam negeri setidaknya dalam jangka 3 bulan Dalam Penelitian ini,
cadangan devisa berpengaruh posotif dan nyata terhadap impor Indonesia
dari Amerika Serikat tahun 1985- 2009. Untuk itu, pemerintah harus tetap
menjaga kestabilan cadangan devisa diantaranya melalui peningkatan
nilai Bilateral Swap Arrangement (BSA) dalam kerangka kerjasama
ASEAN dan Cina, Jepang dan Korea. Akan tetapi perlu digaris bawahi
bahwa untuk meningkatkan cadangan devisa tidak perlu kembali
berhutang sepeti yang telah dilakukan pemerintah di akhir periode 2009
yang lalu yaitu dengan pinjaman dari IMF sebesar US$ 2,7 miliar karena
bagaimanapun hutang dibayar. Lebih baik pemerintah lebih focus untuk
meningkatkan komoditas- komoditas utama untuk meningkatkanekspor
yang nantinya akan berdampak ke neraca pembayaran dan akhirnya akan
meningkatkan cadangan devisa.
DAFTAR PUSTAKA
Amir M. S, 2004. Korespondensi Memasuki Pasar Impor. Jakarta : PPM _____________. Teknik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta : PPM. BPS Kota Surakarta, berbagai edisi, Statistik Indonesia. BPS : Indonesia. BI, 2009. Nota Keuangan Bank Indonesia. BI : Indonesia. Cessilia Dupi Saraswati, 2007. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Impor Non Migas Indonesia Dari Jepang Periode 1995.1 – 2005.4. Skripsi : FE UNS. Edmund Curry, Jefferey, 2002.Memahami Ekonomi Internasional. Jakarta : PPM. Damodar Gujarati, 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga. Dani Rustyaningsih, 2004. Analisa Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Impor Barang Konsumsi di Indonesia Tahun 1990.1- 2003.4. Skripsi : FE UNS. Dinas Penerangna Amerika Serikat, 1997. Garis Besar Ekonomi Amerika Serikat. Jakarta : United States Information Service. Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia, Jakarta : Erlangga.
Eko Atmaji, 2004. Analisa Impor Indonesia, Jurnal : Fe- UII.
Hall Hill, 1994. Ekonomi Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Indonesia. Hamdy Hady, 2001. Ekonomi Internasional.Jakarta : Ghalia Indonesia. Handayani, 2003. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Impor Indonesia Dari Jepang. FE UNS : Skripsi. R. Hutabarat, 1996. Transaksi Ekspor Impor. Jakarta : Erlangga. Insukindro. 2003. Ekonometrika Dasar. Yogyakarta : BPFE UGM. McEachern, 2000. Ekonomi Makro.Jakarta : Salemba Empat. Menkiw, N. Gregory, 2003. Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Nopirin, 1995. Ekonomi Internasional. Yogyakarta : BPFE. Klinderberger, Charles P. Ekonomi Internasional. Jakarta : Penerbit Aksara Baru. Krugman, R. Paul dan Maurice Obstfeld. Ekonomi Internasional kebijakan dan Teori. Jakarta : PAU FE UI dan Harapan Collins Publisher. Laporan Keuangan BI berbagai edisi. Jakarta :Indonesia. Pery Wijaya, 2004. BI (Bank Sentral Republik Indonesia). Jakarta : Pusat Pelatihan dan Studi Kebanksentralan BI. Salvatore, Dominick. 1994. Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : Erlangga. Samuelsen, Paul A dan Nordhaus D William, 1995. Makro Ekonomi. Jakarta : Erlangga. Sadono Sukirno, 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Pt Graha Grafindo. Sigit Yunianto, 2003. Analisa Pengaruh Produk Domestik Bruto, Nilai Kurs Rupiah, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Dan Cadangan Devisa Terhadap Permintaan Impor Indonesia Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Skripsi : FE UNS. Siti Aisyah Tri Rahayu, 2007. Modul Laboratorium Ekonometrika. Surakarta: Fakulata Ekonomi UNS. Sri Isnowati, 2002, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika: Pendekatan Moneter 1987.2 - 1999.1. Jurnal Ekonomi Bisnis : STIE Sitkubang Semarang. Statistik Keuaangan dan Ekonomi Indonesia berbagai edisi. Jakarta : Bank Indonesia. Tulus Tambunan, 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia. www.bi.go.id. Situs resmi Bank Indonesia www.bps.go.id. Situs resmi Badan Pusat Statistik www.kadin-indonesia.or.id www.kompas.com