FAKTOR PENYEBAB KETIDAKTERISIAN KODE DIAGNOSIS
KARAKTER KE-5 DAN KODE EXTERNAL CAUSE
PADA KASUS FRAKTUR
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun Oleh :
WACHID ROCHIM
1 3 1 3 0 2 5
PROGRAM STUDI
REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN (D-3)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
FAKTOR PENYEBAB KETIDAKTERISIAN KODE DIAGNOSIS
KARAKTER KE-5 DAN KODE EXTERNAL CAUSE
PADA KASUS FRAKTUR
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Oleh :
WACHID ROCHIM
1 3 1 3 0 2 5
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Ahli Madya
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Tanggal : ……………….
Menyetujui :
Mengesahkan,
a.n Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Ketua Program Studi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan (D-3)
Sis Wuryanto, A.Md.PerKes., SKM., MPH
NPP : 2013.13.148
Pembimbing
Sis Wuryanto, A.Md.PerKes., SKM., MPH
NPP : 2013.13.148
Penguji
Suryo Nugroho Markus, SE., MPH
NIDN/NPP :
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Wachid Rochim
NPM : 1313025
Program Studi : Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Institusi : Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah dengan judul
“Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Diagnosis Karakter Ke-5 Dan Kode
External Cause Pada Kasus Fraktur di RS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun
2016” ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan
atau plagiatisme dengan cara yang tidak sesuai dengan keilmuan yang berlaku.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar Ahli Madya di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya belum terdapat karya tulis ilmiah atau pendapat yang pernah
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 31 Agustus 2016
Yang menyatakan
Wachid Rochim
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah
dan rahmat-Nya-lah saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Karakter Ke-5 dan Kode External Cause
Pada Kasus Fraktur di RS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2016”
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini saya mengalami hambatan-
hambatan, Namun adanya bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak,
hambatan-hambatan tersebut dapat teratasi. Untuk itu saya ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu saya, yaitu :
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku ketua STIKES Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta;
2. Sis Wuryanto, AMd Perkes.,SKM., MPH selaku pembimbing dan Ketua
Program Studi Diploma 3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Stikes
Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta;
3. Suryo Nugroho Markus, SE., MPH selaku penguji karya tulis ilmiah ini;
4. H. Ahmad Faesol, dr., Sp.Rad., M.Kes selaku Direktur RS PKU
Muhammadiyah Gamping yang telah memberikan ijin dalam penelitian
ini;
5. Sri Subekti RL, A.Md selaku pembimbing lapangan yang membantu saya
dalam pencarian data maupun dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini;
6. Seluruh Dosen Program Studi Diploma 3 Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang telah membantu
saya dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
v
7. Seluruh Staf Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping yang telah
membantu saya dalam pencarian data dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini;
8. Ayah dan Ibu di Sleman yang terhormat dan tersayang yang telah memberi
dukungan dan semangat kepada saya selama penelitian maupun dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini;
9. Teman-teman mahasiswa D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Angkatan 2013 Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang telah
membantu dan mendukung dalam penyelesaian laporan ini yang tidak bisa
disebut satu persatu;
10. Pihak lain yang telah membantu saya dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam karya tulis ilmiah ini. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat
membangun untuk penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Yogyakarta, 25 Agustus 2016
Penulis
Wachid Rochim
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ x
INTISARI .............................................................................................................. xii
ABSTRACT ........................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian .................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Konsep ........................................................................................ 8
1. Rekam Medis ..................................................................................... 8
2. Diagnosis ........................................................................................... 9
3. Fraktur .............................................................................................. 10
4. International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems 10th revision (ICD-10) ........................................ 12
5. Pengodean (Coding) ........................................................................ 16
6. Petugas Pengodean .......................................................................... 19
vii
7. Keterisian Kode Karakter Ke-5 dan External cause ........................ 19
B. Landasan Teori ........................................................................................ 21
C. Kerangka Teori Penelitian ...................................................................... 23
D. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................... 24
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 25
C. Sumber Data ............................................................................................ 25
D. Teknik Ambil Data dan Instrumen Penelitian ........................................ 26
E. Definisi Operasional ............................................................................... 29
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................................... 31
G. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 31
H. Etika Penelitian ....................................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum RS PKU Muhammadiyah Gamping .......................... 35
B. Hasil ........................................................................................................ 35
1. Proses Pengodean ............................................................................ 35
2. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Karakter Ke-5 ................... 46
3. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode External cause .................. 54
C. Pembahasan ............................................................................................. 56
1. Proses Pengodean ............................................................................ 56
2. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Karakter Ke-5 ................... 62
3. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode External cause .................. 66
D. Hambatan ................................................................................................ 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 69
B. Saran ....................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Kode Karakter ke 5 .............................................................................. 13
Tabel 2. 2 Kode Lokasi Kejadian .......................................................................... 15
Tabel 2. 3 Kode Aktivitas ..................................................................................... 15
Tabel 4. 1 Checklist Observasi Proses Pengodean Karakter Ke-5 ………………40
Tabel 4. 2 Checklist Observasi Penulisan Kode Karakter Ke-5 Pada
Berkas Rekam Medis ........................................................................... 41
Tabel 4. 3 Checklist Proses Pengodean External cause ........................................ 44
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Prosedur Pengodean (Coding) .......................................................... 17
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................ 23
Gambar 2. 3 Kerangka Teori Penelitian ................................................................ 23
Gambar 4. 1 SIMRS Untuk Pengodean Diagnosis ............................................... 50
Gambar 4. 2 SPO Pengodean Diagnosis di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping ............................................................... 53
Gambar 4. 3 Lanjutan SPO Pengodean Diagnosis di Instalasi Rekam Medis RS
PKU Muhammadiyah Gamping ...................................................... 54
x
DAFTAR SINGKATAN
PKU : Pembina Kesejahteraan Umat
ICD : International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems
SIMRS : Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
WHO : World Health Organization
BRM : Berkas Rekam Medis
KLL : Kecelakaan Lalu Lintas
SPO : Standar Prosedur Operasional
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari RS PKU Muhammadiyah Gamping
Lampiran 3 Pernyataan Responden 1
Lampiran 4 Pernyataan Responden 2
Lampiran 5 Pernyataaan Subjek Triangulasi
Lampiran 6 Pedoman Wawancara
Lampiran 7 Checklist Observasi
Lampiran 8 Studi Pendahuluan
Lampiran 9 Hasil Wawancara Responden 1
Lampiran 10 Hasil Wawancara Responden 2
Lampiran 11 Hasil Wawancara Subjek Triangulasi
Lampiran 12 Checklist Hasil Observasi
Lampiran 13 SK Direktur tentang penetapan ICD-10
Lampiran 14 SPO Pengodean
Lampiran 15 SIMRS
Lampiran 16 Daftar Hadir Bimbingan
Lampiran 17 Daftar Hadir Ujian
xii
FAKTOR PENYEBAB KETIDAKTERISIAN KODE DIAGNOSIS
KARAKTER KE-5 DAN
KODE EXTERNAL CAUSE PADA KASUS FRAKTUR
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING TAHUN 2016
Oleh :
Wachid Rochim1, Sis Wuryanto
2
INTISARI
Latar belakang : Pentingnya kode diagnosis adalah untuk memudahkan
pencatatan, pengumpulan dan pengambilan kembali informasi terkait dengan
diagnosis ataupun tindakan yang diperlukan. Kode diagnosis juga digunakan
untuk memudahkan pemasukan data ke database komputer dan dapat
diperlukan oleh sistem pembayaran atau penagihan biaya atau klaim biaya serta
digunakan untuk pelaporan morbiditas. Klasifikasi penyakit yang digunakan
untuk pengodean diagnosis di Indonesia adalah ICD-10 yang didalamnya memuat
klasifikasi pada kasus fraktur. Kode diagnosis kasus fraktur perlu dilengkapi
dengan kode karakter ke-5 dan kode external cause. Di berbagai rumah sakit
pengisian kode karakter ke-5 dan kode external cause pada berkas rekam medis
sering diabaikan. Studi pendahuluan tanggal 15 Juni 2016 di Instalasi rekam
Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping pada 20 berkas rekam medis rawat
inap dengan kasus fraktur menunjukkan kode karakter ke-5 dan kode external
cause tidak terisi pada berkas rekam medis.
Tujuan : Untuk mengetahui faktor penyebab ketidakterisian kode karakter ke-5
dan kode external cause pada kasus fraktur di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Metodologi Penelitian : Jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan rancangan
cross sectional. Sampel yang digunakan adalah sampel subjek yaitu petugas
pengodean dan Kepala Instalasi Rekam Medis.
Hasil : Faktor penyebab ketidakterisian kode karakter ke-5 adalah dari segi SDM,
SIMRS, dan Kebijakan. Faktor penyebab ketidakterisian kode external cause
adalah faktor dari Segi SDM dan Kebijakan.
Kesimpulan : Ketidakterisian kode karakter ke-5 disebabkan karena SDM yang
kurang peduli, SIMRS yang belum memadahi dan belum adanya
kebijakanterntang pengodean karakter ke-5 pada berkas. Ketidakterisian kode
external cause disebabkan karena SDM yang kurang peduli dan Belum adanya
kebijakan tentang pengodean external cause pada berkas.
Kata Kunci : Faktor Penyebab, Ketidakterisian, Kode Karakter Ke-5, Kode
external cause, Fraktur.
1 Mahasiswa Program Studi Diploma 3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2 Dosen Pembimbing Program Studi Diploma 3 Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
xiii
CAUSE FACTOR OF ABSENCE 5th
CHARACTER DIAGNOSIS CODE
AND EXTERNAL CAUSE CODE AT FRACTURE CASE
IN PKU MUHAMMADIYAH GAMPING HOSPITAL 2016
By :
Wachid Rochim1, Sis Wuryanto
2
ABSTRACT
Background : Importance of diagnosis code is to facilitate the recording,
collection and retrieval of information related to diagnosis or necessary action.
Diagnosis codes are also used to facilitate data entry into a computer database and
can be required by the system of payment or billing fees or claim for costs and is
used for reporting morbidity. Disease classification used for coding diagnoses in
Indonesia is ICD-10 which includes the classification of the fractures. Diagnosis
codes fracture cases need to be equipped with all 5th
character code and code
external cause. In many hospitals charging all 5th
character code and external code
cause the medical record file is often overlooked. Preliminary study dated June
15, 2016 in the Medical records installation of PKU Muhammadiyah Gamping
Hospital at 20 inpatient medical record file with fractures show all 5th
character
code and external cause code is not filled in the medical record file.
Objective : To determine the factors that cause absence of 5th
character code to
external code and cause the fractures in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.
Research Methodology : This type of qualitative descriptive study with cross
sectional design. The sample used is a sample of the subject of coding clerk and
Head Installation Medical Record.
Results : Factors causing absence of 5th character code is in terms of human
resources, SIMRS, and Policy. Factors causing absence of external cause code is
the factor of Human Resources and Policy Aspects.
Conclusion : Absence of 5th
character code due SDM less concerned, SIMRS not
adequate and there is no policy on the 5th
character code. Absence external cause
code due to human resources and less concerned about the absence of policies on
file-coding of external cause.
Keywords : Causes, Absence, 5th
character code, the code of external cause,
Fracture.
1 A student of Diploma 3 Medical Record and Health Information Study Program
of Achmad Yani High School Of Helath Science Yogyakarta.
2 A conseling lecture of Diploma 3 Medical Record and Health Information Study
Program of Achmad Yani High School Of Helath Science Yogyakarta.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi kesehatan yang dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan yang bermutu, bukan hanya dari pelayanan
medis tetapi juga dari informasi kesehatan, yang dapat berguna sebagai
alat informasi dasar dalam upaya perencanaan dan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk perencanaan masa depan. Salah
satu indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu
penyelenggaraan rekam medis baik. Untuk itu maka setiap rumah sakit wajib
menyelenggarakan kegiatan rekam medis (UU No.44, 2009).
Menurut Ismainar (2015), Rekam medis merupakan berkas yang berisi
catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesa, diagnosis, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan penunjang yang diberikan kepada pasien selama
mendapat pelayanan di unit rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta
catatan yang juga harus dijaga kerahasiaannya dan merupakan sumber
informasi tentang pasien yang datang berobat kerumah sakit.
Menurut (Dorland, 2011) diagnosis adalah penentuan sifat penyakit atau
membedakan satu penyakit dengan yang lainnya berdasarkan tanda, gejala
dan pemeriksaan laboratorium selama kehidupan. Untuk kepentingan
pembiayaan, pengolahan data dan statistik, diagnoisis diberi kode
berdasarkan standar klasifikasi internasional. Standar klasifikasi yang
digunakan adalah International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems 10th
revision (ICD-10).
2
ICD-10 memuat tentang statistik dan klasifikasi penyakit serta masalah yang
berkaitan dengankesehatan. ICD-10 terbagi dalam 3 volume salah satunya
adalah volume 1 daftar tabulasi yang diklasifikasikan dalam 22 Bab yang
salah satu didalamnya memuat tentang klasifikasi pada kasus Fraktur.
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau
tulang rawan bisa komplet atau inkomplet. Penyebab dari Fraktur biasanya
adalah karena terjatuh atau kecelakaan lalu lintas.
Kasus fraktur diklasifikasikan dalam Bab XIX tentang cedera, keracunan
dan konsekuensi tertentu lainnya dari penyebab luar. Berbeda dengan kode
diagnosis pada kasus cedera lainnya, menurut buku ICD-10 kode diagnosis
pada kasus Fraktur harus dilengkapi dengan kode karakter ke-5 yang
menunjukkan apakah suatu fraktur termasuk fraktur terbuka atau tertutup dan
harus dilengkapi kode penyebab luar cedera yang termuat dalam ICD-10 Bab
XX. Sebagai contoh pada kasus “Closed fracture femur sinistra karena KLL
sepeda motor dengan dengan sepeda motor pada saat mengantar anak
sekolah”, kode yang tepat sesuai dengan ICD-10 adalah S72.9 0 dan V22.4 3.
Data Unit Kecelakaan Lalu Lintas Sat Lantas Yogyakarta Polresta
Yogyakarta tahun 2015, hingga Senin tanggal 21 Desember 2015 tercatat
terjadi peningkatan mencapai 32 persen (%) dari tahun 2014. Seiring dengan
bertambahnya angka kecelakaan lalu lintas maupun angka kecelakaan karena
terjatuh maka bertambah pula pasien yang mengalami cedera fraktur. Oleh
karena itu kode karakter ke-5 dan kode external cause perlu
didokumentasikan ke dalam berkas rekam medis. Sehingga dengan data
3
tersebut petugas kesehatan akan lebih mudah untuk melaksanakan
perencanaan perawatan dan pengobatan, perencanaan mengurangi kasus yang
sama, serta sebagai data pelengkap dalam pembuatan laporan internal yang
tepat dan akurat. Pelaksanaan pengodean diagnosis harus lengkap dan akurat
(WHO, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Suparyanta (2010) di RSUD Sleman, proses
pelaksanaan pendokumentasian berkas rekam medis pasien rawat inap kasus
KLL diketahui bahwa pengisian external cause oleh dokter bangsal masih
banyak yang belum terisi. Sesuai dengan hasil analisis diketahui external
cause terisi pada lembar resume sebanyak 32 lembar atau sebesar 55,17%
dari total berkas sebanyak 58 berkas. Sedangkan pengisian external cause
pada lembar ringkasan masuk keluar tidak ada satupun yang terisi. Hasil
serupa juga disebutkan dalam penelitian yang berbeda oleh Rokhana (2010)
di RSUD Panembahan Senopati Bantul, faktor penyebab ketidaklengkapan
pengisian kode tindakan pada lembar ringkasan masuk dan keluar adalah
petugas pengodean merasa kewalahan dalam mengode karena petugas tidak
hanya mengode tetapi juga menata berkas dan melengkapi berkas rekam
medis, faktor yang kedua adalah belum adanya kebijakan yang mengatur
tentang pemakaian ICD-9CM dan rumah sakit belum memberlakukannya.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut, masih terdapat pengisian kode
diagnosis kurang lengkap, sehingga peneliti ingin mengetahui penyebab
ketidakterisian kode pada berkas rekam medis kasus fraktur terkait kode
karakter ke-5 dan kode external causenya. Hal ini dikarenakan pada kasus ini
4
kode yang tepat dan lengkap dapat digunakan untuk dasar pembiayaan
kesehatan dan untuk data pelengkap sebagai dasar pembuatan laporan
morbiditas pasien rawat inap (RL4a) yang tepat dan akurat. Selain itu
berdasarkan wawancara dengan kepala instalasi rekam medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping Sleman pada tanggal 25 Mei 2016, penelitian
dengan tema faktor penyebab ketidakterisian kode diagnosis karakter ke-5
dan kode external cause pada kasus fraktur berdasarkan ICD-10 belum
pernah dilakukan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15
Juni 2016 pada 20 berkas rekam medis rawat inap dengan kasus fraktur di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman tanggal
15 Juni 2016, kode diagnosis pada kasus fraktur tidak dilengkapi dengan kode
karakter Ke-5 dan tidak disertai dengan kode external cause. Maka untuk
mengetahui penyebab ketidakterisian kode diagnosis karakter Ke-5 dan kode
external cause pada kasus fraktur di RS PKU Muhammadiyah Gamping
Sleman peneliti tertarik untuk menyusun tugas akhir dengan judul “Faktor
Penyebab Ketidakterisian Kode Diagnosis Karakter Ke-5 Dan Kode External
Cause Pada Kasus Fraktur Di RS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun
2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah faktor penyebab ketidakterisian kode diagnosis
5
karakter Ke-5 dan kode external cause pada kasus fraktur di RS PKU
Muhammadiyah Gamping ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor penyebab ketidakterisian kode diagnosis karakter
Ke-5 dan kode external cause pada kasus fraktur di RS PKU
Muhammadiyah Gamping.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi proses pengodean diagnosis pada kasus fraktur di
RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.
b. Mengidentifikasi faktor penyebab ketidakterisian kode diagnosis
karakter Ke-5 pada kasus fraktur di RS PKU Muhammadiyah
Gamping Sleman.
c. Mengidentifikasi faktor penyebab ketidakterisian kode external
cause pada kasus fraktur di RS PKU Muhammadiyah Gamping
Sleman.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai sarana latihan dan penerapan ilmu pengetahuan perkuliahan.
b. Memperoleh keterampilan
c. Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan
kerja
6
d. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan di lapangan
kerja mengenai dunia kerja rekam medis dan informasi kesehatan.
2. Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Digunakan sebagai informasi, masukan dan evaluasi pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan kinerja petugas rekam medis dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RS PKU Muhammadiyah
Gamping Sleman.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai bahan pertimbangan dan panduan untuk mahasiswa Stikes
Jenderal Achmad Yani khususnya program studi D3 Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan yang akan melakukuan penelitian di masa yang
akan datang dan menambah kerja sama dengan rumah sakit pemerintah
maupun swasta.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul “faktor penyebab ketidakterisian kode diagnosis
karakter Ke-5 dan kode external cause pada kasus fraktur di RS PKU
Muhammadiyah Gamping” belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun
demikian, berikut ini penelitian sejenis yang telah dilakukan:
1. Suparyanta (2010) dengan judul “Proses pelaksanaan pendokumentasian
external cause pada berkas rekam medis kasus kecelakaan lalu lintas
pasien rawat inap di RSUD Sleman”. Jenis penelitian yang dilakukan
adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan cross-
7
sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Suparyanta (2010) adalah
sama-sama mengangkat tema tentang pendokumentasian pada berkas
rekam medis rawat inap. Selain itu sama-sama menggunakan metode
penelitiajn deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan cross
sectional. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian,
penelitian ini berfokus pada ketidakterisian kode diagnosis karakter Ke-5
dan kode external cause pada kasus Fraktur.
2. Rokhana (2010) dengan judul “Faktor-faktor penyebab ketidaklengkapan
pengisian kode tindakan pada lembar ringkasan masuk dan keluar di
RSUD Panembahan Senopati Bantul”. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Rancangan yang
digunakan adalah cross-sectional. Teknik pengumpulan data dengan
wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rokhana (2010) adalah sama
sama mengangkat tema tentang faktor penyebab ketidaklengkapan
pengisian kode diagnosis. Selain itu sama-sama menggunakan metode
penelitiajn deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan cross
sectional. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian,
penelitian ini berfokus pada ketidakterisian kode diagnosis karakter Ke-5
dan kode external cause pada kasus fraktur.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum RS PKU Muhammadiyah Gamping
RS PKU Muhammadiyah Gamping beralamat di Jalan Wates Km.5.5
Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta sekitar 500 meter sebelah
barat Pasar Gamping Sleman terletak di sebelah utara jalan. Jenis pelayanan
yang diberikan diantaranya adalah : 1.Pelayanan Gawat Darurat; 2.Klinik
Spesialis; 3.Pelayanan Rawat Inap; 4.Kamar Bayi; 5. Perawatan Intensif;
6.Kamar; 7.Hemodialisa; 8.Laboratorium; 9.Fisioterapi; 10.Radiologi; 11.
Farmasi; 12.Gizi; 13. Bina Ruhani; 14.Pemulasaran Jenazah.
B. Hasil
1. Proses Pengodean
a. Petugas Pengodean
Petugas rekam medis bagian pengodean di Instalasi Rekam
Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping berlatarbelakang
pendidikan D3 Rekam Medis. Hal tersebut sesuai dengan keterangan
yang diberikan oleh responden 1 pada wawancara yang dilakukan
tanggal 28 Juli 2016 di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping . Keterangan yang diberikan adalah
sebagai berikut :
“Iya D3 Rekam Medis”
Responden 1
36
Keterangan yang sama juga diberikan oleh responden 2 pada
wawancara yang dilakukan pada tanggal 29 Juli 2016. Beliau
menyatakan bahwa pendidikan terakhir petugas pengodean di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah
D3 Rekam Medis. Keterangan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
Keterangan tersebut dibenarkan dengan hasil triangulasi sumber
dengan kepala Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah
Gamping yang dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2016 pukul
07.15 WIB di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah
Gamping . Keterangan Keterangan triangulasi tersebut adalah
sebagai berikut :
Dengan kualifikasi pendidikan tersebut, petugas pengodean
belum pernah mengikuti pelatihan khusus untuk pengodean
diagnosis. hal tersebut diungkapkan oleh responden 1 dalam kutipan
hasil wawancara berikut :
“Emm.. D3 Rekam Medis”
Responden 2
“Untuk coding disini baik rawat inap maupun rawat jalan
semuanya D3 Rekam Medis”
“Kalau pelatihan yang dari rumah sakit belum pernah.. Cuma
dapet pelatihan dari akademik aja dari kampus itu”
Triangulasi Sumber
37
Keterangan yang sama juga diungkapkan oleh responden 2 dalam
kutipan wawancara berikut ini :
Keterangan tersebut dibenarkan oleh kepala instalasi rekam medis
dalam kutipan wawancara triangulasi berikut ini :
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa petugas pengodean
diagnosis pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Gamping
adalah perekam medis dengan pendidikan minimal D3 Rekam
Medis. akan tetapi petugas pengodean belum pernah mengikuti
pelatihan pengodean ICD-10.
b. Proses Pengodean Diagnosis Pasien Rawat Inap
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 1 pada tanggal
28 Juli 2016 pukul 07.10 WIB. Responden 1 adalah seorang petugas
rekam medis bagian pengodean rawat inap yang berpendidikan D3
Rekam Medis. Beliau menyatakan bahwa proses pengodean
diagnosis dilakukan dengan melihat diagnosis pada lembar resume
“Kalau pelatihan yang dari rumah sakit belum pernah.. Cuma
dapet pelatihan dari akademik aja dari kampus itu”
Triangulasi Sumber
“Belum pernah”
Responden 1
“Kalau pelatihan belum pernah tapi kalau seminar-seminar gitu
pernah”
Responden 2
38
medis kemudian diberikan kode dengan menggunakan ICD-10.
Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut sejalan dengan keterangan yang diperoleh
dari hasil wawancara dengan responden 2 pada tanggal 29 Juli 2016
pukul 09.30 WIB. Responden 2 adalah seorang petugas rekam medis
bagian pengodean diagnosis untuk klaim JKN yang berpendidikan
D3 Rekam Medis. Beliau menyatakan bahwa proses pengodean
diagnosis dilakukan dengan melihat diagnosis pada lembar resume
medis. Selanjutnya diagnosis diberikan kode dengan menggunakan
ICD-10 volume 3 dan untuk memastikan ketepatan kode petugas
melakukan crosscheck dengan melihat pada ICD-10 volume 1.
Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut berbeda dengan hasil triangulasi sumber
yang dilaksanakan dengan Kepala Instalasi rekam medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping . Beliau menerangkan bahwa proses
pengodean diagnosis pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah
Gamping tidak semua diagnosis diberi kode dengan ICD-10 volume
“Tahapannya kita dengan menggunakan ICD-10 elektronik
volume ke 3, terus seumpama masih ragu kita cek lagi di volume
1 nya”
Responden 2
“Diagnosa dilihat dari resume medis …. Dikode dengan ICD-10
volume 1 sampai dengan 3 .. semuanya”
Responden 1
39
3 dan Volume 1, melainkan hanya diagnosis dengan spesifikasi
khusus yang diberi kode dengan menggunakan ICD-10 volume 3 dan
volume 1. Hasil triangulasi tersebut adalah sebagai berikut :
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa proses pengodean
diagnosis pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Gamping
belum maksimal khususnya dalam penggunaan ICD-10 volume 1
untuk crosscheck kode diagnosis. tidak semua diagnosis dikode
dengan menggunakan ICD-10 volume 1 dan volume 3. Hanya
diagnosis dengan spesifikasi khusus yang diberi kode sesuai dengan
ICD-10 volume 1. Sedangkan diagnosis lain yang tidak spesifik
langsung dikode dengan menggunakan ICD-10 volume 3 tanpa
melihat pada ICD-10 volume 1.
c. Proses Pengodean Diagnosis Pada Kasus Fraktur
Ketika peneliti melakukan studi pendahuluan pada tanggal 15
Juni 2016 pukul 08.45 di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping. Berkas rekam medis rawat inap dengan
kasus fraktur yang sudah kembali ke ruang filing tidak terisi kode
diagnosis karakter Ke-5 dan tidak terisi kode external causenya.
“Biasanya kita lihat diagnosa nya apa, teruss kita cari di ICD-10
Volume 3 , terus untuk diagnosa yang sudah pasti itu kita
langsung kode dengan volume 3, tapi untuk diagnosa yang kaya
DM dengan apa, dengan apa gitu kita baru lihat di volume 1”
Triangulasi Sumber
40
1) Karakter Ke-5
Hasil observasi yang dilakukan di Instalasi Rekam Medis pada
tanggal 28 Juli 2016 menunjukkan bahwa pengodean diagnosis
pada berkas rekam medis pasien rawat inap dengan kasus fraktur
dilengkapi dengan karakter Ke-5 yang menunjukkan pasien
mengalami fraktur terbuka atau tertutup. Sebelum melakukan
proses pengodean petugas mereview kelengkapan diagnosis pada
, apabila tidak terdapat keterangan fraktur terbuka atau tertutup
pada lembar resume medis, petugas melihat pada lembar
kegawatdaruratan pasien pasien. Hasil observasi adalah sebagai
berikut :
Tabel 4. 1 Checklist Observasi Proses Pengodean Karakter
Ke-5
No Aspek yang diamati Ya Tidak
1 Petugas menambahkan kode karakter Ke-5
untuk melengkapi kode diagnosis utama
kasus fraktur.
2 Petugas pengodean mereview diagnosis
pada lembar resume sebelum memberikan
kode diagnosis sampai karakter ke-5 pada
kasus fraktur.
3 Apabila tidak terdapat keterangan fraktur
terbuka atau tertutup pada lembar ringkasan
masuk dan keluar, petugas pengodean
melihat lembaran lain dalam berkas rekam
medis pasien.
4 Apabila tidak lengkap keterangan fraktur
terbuka atau tertutup dalam rekam medis.
petugas pengodean tetap memberikan kode
karakter ke-5 ICD-10 pada kasus fraktur
sebagai fraktur tertutup yaitu “.0”.
5 Petugaspengodean telah menggunakan
ICD-10 dalam memberikan kode karakter
ke-5 pada diagnosis kasus fraktur.
41
Observasi pada berkas rekam medis juga menunjukkan kode
karakter Ke-5 pada kasus fraktur tidak dituliskan pada berkas
rekam medis. checklist observasi dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4. 2 Checklist Observasi Penulisan Kode Karakter Ke-5
Pada Berkas Rekam Medis
No Aspek yang diamati Ya Tidak
1 Petugas pengodean menuliskan kode
karakter ke-5 ICD-10 pada kasus fraktur
di kolom kode pada lembar ringkasan
masuk dan keluar.
Hasil tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan
responden 1 pada tanggal 28 Juli 2016. Proses pengodean
diagnosis pada kasus fraktur belum maksimal khususnya pada
pengodean karakter Ke-5 pada berkas rekam medis.
Proses pengodean diagnosis pada kasus fraktur sama dengan
proses pengodean pada umumnya yaitu dimulai dengan melihat
diagnosis pada lembar resume medis kemudian menentukan
leadterm diagnosis. setelah itu dicari kodenya dengan
menggunakan ICD-10 elektronik semua volume. Diagnosis
fraktur dilihat dari resume medis pasien, apabila diagnosis belum
lengkap maka dilihat dari lembar kegawatdaruratan pasien.
Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut :
42
Keterangan tersebut dibenarkan dengan hasil triangulasi
sumber yang dilakukan dengan Kepala Instalasi Rekam Medis RS
PKU Muhammadiyah Gamping pada tanggal 3 Agustus 2016.
Beliau menerangkan bahwa proses pengodean diagnosis pada
kasus fraktur yaitu dimulai dengan melihat diagnosis pada lembar
resume medis pasien untuk mereview diagnosisnya, jika diagnosis
pada lembar resume medis belum lengkap maka diagnosis dapat
dilihat di lembar kegawatdaruratan pasien. Prosedur
pengodeannya sama dengan proses pengodean diagnosis pada
secara umum akan tetapi untuk kode karakter Ke-5 belum semua
dicantumkan pada berkas rekam medis pasien. Keterangan
tersebut adalah sebagai berikut :
“Biasanya dokter kan udah mendiagnosa fraktur apa , kanan
kiri, terbuka tertutup di lembar resume medis, tapi kalau belum
dicantumkan lihat di lembar IGD, lalu kita lihat di ICD-10
untuk kodingnya… tahapannya sama seperti coding diagnosis
biasa cuma nanti ditambah kode terbuka tertutupnya”
“Kadang dikode kadang enggak”
Triangulasi Sumber
“Heem.. Sama yaitu kita cari leadtermnya ..fraktur kemudian
kita cari lokasinya lalu kita kode dengan ICD-10 volume 3 dan
volume 1”
“Kemudian kalau seumpama sudah lengkap fraktur terbuka
tertutupnya kita kode karakter kelimanya”
“Kalau tidak dicantumkan kita lihat di lembar
kegawatdaruratan, kalau di lembar kegawatdaruratan itu juga
tidak dicantumkan, tidak dikode”
Responden 1
43
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa proses
pengodean diagnosis pada kasus fraktur belum maksimal
khususnya pengodean diagnosis karakter Ke-5 pada berkas rekam
medis.
Proses pengodean diagnosis pasien rawat inap pada kasus
fraktur dilakukan dengan melihat diagnosis pada lembar resume
medis pasien, apabila diagnosis belum lengkap maka diagnosis
dapat dilihat pada lembar kegawatdaruratan pasien. Pengodean
dilakukan dengan menggunakan ICD-10 akan tetapi kode karakter
Ke-5 tidak dicantumkan pada berkas rekam medis.
2) External Cause
Hasil observasi pada tanggal 28 Juli 2016 di Instalasi Rekam
Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan bahwa
pengodean diagnosis pada kasus fraktur mesih kurang maksimal
khususnya dalam pendokumentasian kode external causepa pada
berkas rekam medis. Proses pengodean dilakukan dengan melihat
external cause pada lembar resume medis pasien, apabila belum
lengkap maka dapat melihat pada lembar kegawatdaruratan
pasien. Pengodean external casue dilakukan dengan
menggunakan ICD-10 akan tetapi kode external cause tidak
didokumentasikan pada lembar resume medis pasien. Hasil
obsevasi dapat dilihat sebagai berikut :
44
Tabel 4. 3 Checklist Proses Pengodean External Cause
No Aspek yang diamati Ya Tidak
1 Apakah petugas pengodean
menambahkan kode external cause ?
2 Petugas pengodean mereview external
cause pada rekam medis sebelum
memberikan kode external cause pada
kasus fraktur ?
3 Apabila tidak terdapat keterangan external
cause pada lembar ringkasan masuk dan
keluar, petugas melihat lembaran lain
dalam berkas rekam medis pasien.
4 Petugas pengodean menuliskan kode
external cause pada kasus fraktur di
kolom kode pada lembar ringkasan masuk
dan keluar.
5 Petugas telah menggunakan ICD-10
dalam memberikan kode external cause
pada diagnosis kasus fraktur.
Hasil tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan
responden 1 pada tanggal 28 Juli 2016 di Instalasi Rekam Medis
RS PKU Muhammadiyah Gamping. Beliau menerangkan bahwa
kode diagnosis kasus fraktur disertai dengan kode external cause.
Proses pengodean external cause dimulai dengan melihat external
cause pada lembar resume medis pasien, apabila belum lengkap
untuk external cause maka petugas pengodean melihat pada
lembar kegawatdaruratan pasien. Proses pengodean external
cause dilakukan dengan menggunakan ICD-10 elektronik. Beliau
juga menerangkan bahwa external cause harus dikode karena
pada kode diagnosis kasus fraktur jika tidak dilengkapi dengan
kode external cause tidak busa diinputkan dalam SIMRS, akan
45
tetapi pengodean pada lembar resume medis kode external cause
tidak dicantumkan. Keterangan tersebut adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut dibenarkan dengan hasil triangulasi
sumber yang dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2016. Beliau
menerangkan bahwa proses pengodean external cause dilakukan
dengan melihat pada lembar resume medis pasien, apabila belum
dilengkapi melihat pada lembar kegawatdaruratan pasien
kemudian dikode dengan ICD-10. Beliau juga menerangkan
bahwa external cause harus dikode karena pada SIMRS
mewajibkan untuk kode external cause harus diinputkan akan
tetapi pengodean external cause pada berkas belum maksimal.
Hasil triangulasi adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pengodean
external cause pada kasus fraktur di RS PKU Muhammadiyah
Gamping dilakukan dengan melihat external cause yang tertulis
“Kita lihat external cause nya di resume, kalau belum lengkap
lihat di lembar kegawatdaruratan pasien”
“Kalau untuk external cause nya itu kalau kita tidak berusaha
untuk mencari tau maka nanti pada sistemnya sendiri tidak
bisa disimpan, jadi harus dikode”
“Kalau pada berkasnya kedepannya akan kita lengkapi”
Responden 1
“Ya sama.. external cause dilihat pada resume medis kalau
belum lengkap lihat di lembar kegawatdaruratan terus dikode
dengan ICD-10”
“Kalau di berkas dikoding tapi belum maksimal, tapi kalau di
sistem kita koding karna disistemnya kalau tidak dikoding
tadak bisa disimpan”
Triangulasi Sumber
46
pada lembar resume medis, apabila belum lengkap petugas
pengodean melihat pada lembar kegawatdaruratan kemudian
dikode dengan menggunakan ICD-10. Selain itu pengodean
external cause pada SIMRS diharuskan karena apabila kode
external cause tidak diinputkan maka kode diagnosis fraktur tidak
dapat disimpan di SIMRS. Akan tetapi untuk pengodean external
cause pada berkas rekam medis belum dilakukan secara
maksimal.
Pada pelaksanaannya kode external causes pada kasus fraktur
tidak didokumentasikan pada berkas rekam medis.
2. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Karakter Ke-5
Berdasrakan hasil wawancara dan observasi diperoleh faktor
penyebab ketidakterisian kode karakter Ke-5 adalah sebagai berikut
a. Dari segi SDM
Kebiasaan untuk tidak terlalu memperhatikan pengisian kode
karakter Ke-5 menjadi salah satu faktor penyebab ketidakterisian kode
karakter Ke-5 di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah
Gamping . Hal ini sejalan dengan keterangan yang diberikan
responden 1. Beliau menyatakan bahwa pengisian kode karakter Ke-5
pada berkas rekam medis tidak terlalu diperhatikan. Hal ini karena
karena disebabkan oleh 2 hal yaitu dari dokter dan dari petugas
pengodean itu sendiri.
47
1) Dokter
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 1 dokter sering
tidak menuliskan diagnosis yang spesifik pada lembar resume
medis pasien. Sehingga petugas pengodean juga mengalami
kesulitan dalam memberikan kode apakah pasien mengalami
fraktur terbuka atau tertutup.
2) Petugas pengodean
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 1 tingkat
pengetahuan petugas pengodean yang berbeda tentang pemberian
kode karakter Ke-5 dan kurangnya kepedulian untuk kode
karakter ke-5 juga menjadi salah satu alasannya.
Keterangan yang diberikan responden 1 adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut diperkuat dengan hasil triangulasi sumber
dengan Kepala Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah
Gamping pada tanggal 2 Agustus 2016. Belau menerangkan bahwa
ketidakterisian kode karakter Ke-5 salah satunya disebabkan karena
tidak semua dokter mencantumkan keterangan fraktur terbuka atau
tertutup sehingga petugas pengodean tidak bisa memberi kode yang
spesifik. Selain itu di RS PKU Muhammadiyah Gamping kode
karakter Ke-5 belum merasa “perlu” untuk dicantumkan pada berkas
“Tidak terlalu memperhatikan”
“Tergantung pemahaman dokter…..kalau pada penunjang dari
IGD tidak dicantumkan tidak kita kode”
“Mungkin pengetahuan coder yang berbeda mengenai karakter
kelima”
Responden 1
48
karena beberapa hal. Keterangan triangulasi sumber adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kode karakter
Ke-5 di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping
tidak terlalu diperhatikan. Penyebabnya adalah dari faktor SDM yaitu
tidak semua dokter menuliskan secara rinci diagnosis fraktur pasien
sehingga menyebabkan petugas pengodean tidak dapat memberikan
kode secara spesifik. Selain itu kurangnya pengetahuan petugas
pengodean akan perlunya kode karakter Ke-5 juga menjadi faktor
penyebab tidak terisinya kode diagnosis pada berkas rekam medis.
b. Faktor SIMRS
SIMRS untuk pengodean yang belum memadahi untuk
pengodean karakter Ke-5 menjadi salah satu faktor penyebab
ketidakterisian kode karakter Ke-5 pada berkas rekam medis pasien
rawat inap dengan kasus fraktur di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping . Hal tersebut sejalan dengan keterangan
yang diberikan responden 1. Beliau menyatakan bahwa SIMRS yang
digunakan untuk menunjang pengodean diagnosis hanya sampai
karakter ke-4 saja oleh karena itu petugas pengodean tidak terlalu
“Kadang dokter tidak mencantumkan”
“Belum begitu merasa “perlu” ”
Triangulasi Sumber
49
memperhatikan pendokumentasian kode karakter Ke-5 pada berkas
rekam medis. Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut dibenarkan dengan hasil triangulasi sumber
yang dilakukan dengan Kepala Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping pada tanggal 2 Agustus 2016 pukul 07.15
di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping . Beliau
menerangkan bahwa ketidakterisian kode karakter Ke-5 salah satu
faktor penyebabnya adalah dari faktor SIMRS yang belum
mendukung untuk pengodean karakter Ke-5. Hasil triangulasi sumber
adalah sebagai berikut :
Triangulasi tersebut dibuktikan dengan hasil observasi pada
SIMRS yang digunakan untuk menunjang proses pengodean sebagai
berikut :
“Terus untuk penunjangnya karena kami program rumah sakit
untuk menunjang pengodean karena cuma sampai 4 digit, jadi
untuk karakter kelima nya tidak terlalu…tapi untuk kedepannya di
resume medis akan kita lengkapi”
Responden 1
“Dari segi Software sendiri tidak mendukung.. sehingga dari hal
tersebut kami merasa masih belum “diperlukan” karena beberapa
hal”
Triangulasi Sumber
50
Gambar 4. 1 SIMRS Untuk Pengodean Diagnosis
Sumber : Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kode karakter
Ke-5 pada kasus fraktur di RS PKU Muhammadiyah Gamping tidak
terlalu diperhatikan khususnya pada pendokumetasian kode karakter
Ke-5 pada berkas rekam medis. hal ini karena SIMRS di Instalasi
Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping belum memadahi
untuk pengodean karakter Ke-5. Sehingga petugas pengodean tidak
terlalu memperhatikan pendokumentasian kode karakter Ke-5 pada
berkas rekam medis.
c. Faktor Kebijakan
Belum adanya kebijakan, aturan, SPO dan sosialisasi khusus yang
mengatur pemberian kode karakter Ke-5 juga sebagai salah satu faktor
yang menjadi penyebab ketidakterisian kode karakter Ke-5 pada
51
berkas rekam medis pasien rawat inap dengan kasus fraktur di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping . Hal
tersebut sejalan dengan keterangan yang diberikan responden 1.
Beliau menyatakan bahwa sampai saat ini aturan khusus yang
mengatur pemberian kode karakter Ke-5 pada kasus fraktur pasien
rawat inap belum ada. Keterangan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
Keterangan yang sama juga diberikan oleh responden 2 pada saat
wawancara yang dilakukan tanggal 29 Juli 2016. Beliau menerangkan
bahwa aturan mengenai pengodean karakter Ke-5 pada berkas rekam
medis pasien rawat inap dengan kasus fraktur belum ada.Keterangan
responden 2 adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut sejalan dengan hasil triangulasi sumber yang
dilakukan dengan Kepala Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping . Beliau menerangkan bahwa aturan khusus
yang mengatur pengodean karakter Ke-5 belum ada, akan tetapi aturan
pengodean di RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah diagnosis
dikode sesuai dengan ICD-10 untuk diagnosis penyakit dan tindakan
“Sampai saat ini belum”
Responden 1
“Kalau sampai saat ini aturan memang belum ada…”
Responden 2
52
dikode sesuai dengan ICD-9CM. Hasil triangulasi adalah sebagai
berikut :
Hasil tersebut dibuktikan dengan studi dokumentasi pada SPO
pengodean yang ada di Instalasi Rekam Medis di RS PKU
Muhammadiyah Gamping. Adapun SPO nya adalah sebagai berikut :
“Aturan Pengodean disini ya diagnosa dikode sesuai dengan aturan
ICD-10 …”
Triangulasi Sumber
53
Gambar 4. 2 SPO Pengodean Diagnosis di Instalasi Rekam Medis
RS PKU Muhammadiyah Gamping
Sumber : Studi dokumentasi di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping
54
Gambar 4. 3 Lanjutan SPO Pengodean Diagnosis di Instalasi Rekam Medis
RS PKU Muhammadiyah Gamping
Sumber : Studi dokumentasi di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping
3. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode External cause
a. Faktor SDM
Tingkat kepedulian petugas pengodean terhadap pengodean
external cause pada berkas menjadi salah satu faktor penyebab
ketidakterisian kode external cause pada berkas rekam medis rawat
inap dengan kasus fraktur. Hal ini sejalan dengan keterangan yang
55
diberikan oleh responden 1. Beliau menyatakan bahwa kurangnya
kepedulian petugas pengodean terhadap pengodean external cause
pada berkas rekam medis rawat inap dengan kasus fraktur
menyebabkan tidakterisinya kode external cause pada berkas.
Keterangan beliau adalah sebagai berikut :
Keterangan tersebut diperkuat dengan triangulasi sumber kepada
Kepala Inslatasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping
pada tanggal 3 Agustus 2016. Beliau menerangkan bahwa untuk
pengodean external cause kasus fraktur pada berkas rekam medis
belum merasa diperlukan. Keterangan beliau adalah sebagai berikut :
b. Faktor Kebijakan
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping belum
memiliki aturan khusus yang mengatur untuk pengodean external
cause pada berkas rekam medis pasien dengan kasus fraktur sehingga
hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab ketidakterisian kode
external cause. Hal yang demikian ini sejalan dengan keterangan yang
“Nggak terlalu penting untuk mengejar itu.. karena untuk efisiensi
waktu, daripada kita mengerjakan itu kan mending untuk
ngerjakan yang lain jadi tidak ndobel di sistem sama di berkas jadi
untuk di berkas nya tidak, kan kita kalo mau narik laporan udah
bisa dari sistemnya itu.”
Responden 1
Responden 1
“Karena ya kita masih belum merasa perlu untuk ngoding di
berkasnya karna kan udah ada di sistem.”
Triangulasi Sumber
56
diberikan oleh responden 1 pada wawancara yang dilakukan pada
tanggal 28 Juli 2016. Beliau menyatakan bahwa hingga saat ini belum
ada aturan khusus yang mengatur tentang pengodean external cause
pada berkas rekam medis pasien dengan kasus fractur. Keterangan
yang diberikan adalah sebagai berikut :
Hasil yang sama juga diperoleh dari Triangulasi sumber
dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2016 kepada Kepala Instalasi
Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping. Beliau juga
menerangkan bahwa untuk Kebijakan, Protap SPO, sosialisasi khusus
mengenai pengodean external cause pada berkas rekam medis belum
ada. Keterangan beliau adalah sebagai berikut :
C. Pembahasan
1. Proses Pengodean
a. Petugas Pengodean
Kegiatan pengodean adalah salah satu kegiatan yang sangat
penting dalam proses pengolahan rekam medis. Kegiatan pengodean
diagnosis di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah
Gamping dilakukan oleh petugas rekam medis dengan berlatar
“Belum ada, yang ada hanya SPO pengodean diagnosis dan
tindakan dengan ICD-10”
Triangulasi Sumber
“Saat ini belum ada”
Responden 1
57
belakang pendidikan D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
Dalam hal ini petugas pengodean di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping sudah memenuhi persyaratan petugas
rekam medis yang ada di dalam Permenkes 55 tahun 2013 tentang
penyelenggaraan pekerjaan perekam medis. Menurut Permenkes 55
tahun 2013 pasal 13 kegiatan klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit
yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis sesuai
terminologi medis yang benar harus dilakukan oleh seorang perekam
medis dengan kualifikasi pendidikan Ahli Madya Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan.
b. Proses pengodean diagnosis
Pengodean diagnosis di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping dilakukan dengan menggunakan ICD-10
elektronik. ICD-10 merupakan Klasifikasi statistik internasional
mengenai penyakit revisi ke-10. Dalam hal ini Instalasi Rekam Medis
RS PKU Muhammadiyah Gamping menggunakan sistem klasifikasi
penyakit yang berlaku di Indonesia seperti yang sudah ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 tahun 1998. Dalam
Surat Keputusan Direktur Operasional RS PKU Muhammadiyah
Gamping juga ditetapkan bahwa ICD-10 digunakan sebagai pedoman
klasifikasi penyakit di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Selain itu
SPO pengodean diagnosis di Instalasi Rekam Medis RS PKU
58
Muhammadiyah Gamping menggunakan ICD-10 volume 1,2 dan 3
sebagai pedoman untuk menetukan kode diagnosis.
Akan tetapi pada kenyataannya proses pengodean yang dilakukan
di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping belum
sepenuhnya mengacu pada prosedur pengodean yang ada dalam ICD-
10 volume 2. Pada pelaksanaannya diagnosis yang tidak memiliki
spesifikasi khusus dikode dengan hanya menggunakan ICD-10
volume 3 tanpa melihat kembali pada ICD-10 volume 1 untuk
mengecek kembali ketepatan kodenya. Sedangkan diagnosis dengan
spesifikasi khusus dikode dengan menggunakan ICD-10 volume 3 dan
kemudian melihat kembali pada ICD-10 volume 1. Hal ini tentu
bertentangan dengan prosedur pengodean yang ada pada ICD-10
Volume 2.
Hatta (2013) menyebutkan bahwa proses pengodean dalam ICD-
10 volume 2 dilakukan dengan menggunakan ICD-10 volume 3 dan
menggunakan ICD-10 volume 1 untuk mengkroschek ulang
kebenaran kode serta memperhatikan catatan dan aturan yang ada
supaya kode yang dihasilkan tepat dan akurat.
c. Pengodean diagnosis pada kasus fraktur
Di RS PKU Muhammadiyah Gamping Pengodean diagnosis
fraktur pada berkas rekam medis rawat inap tidak dilengkapi dengan
kode karakter ke-5 dan tidak disertai dengan kode external cause pada
resume medis.
59
1) Karakter Ke-5
SPO Pengodean diagnosis di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping menunjukkan bahwa dalam menentukan
kode diagnosis menggunakan ICD-10 volume 3 untuk menemukan
istilah/diagnosis yang dicari kemudian menggunakan ICD-10
volume 1 untuk memeriksa kode yang dipilih. Akan tetapi pada
kenyataanya pengodean diagnosis kasus fraktur di Instalasi Rekam
Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping tidak mencantumkan
kode karakter Ke-5 yang merupakan kode tambahan untuk kasus
fraktur yang menunjukkan fraktur terbuka atau tertutup. Hali ini
akan berpengaruh pada jumlah biaya dalam klaim JKN dan apabila
dilakukan pencarian kembali terhadap berkas rekam medis dengan
kasus fraktur terbuka atau tertutup akan mengalami kesulitan dalam
penyediaannya. Sehingga tujuan dari pengodean belum dapat
terpenuhi.
Hatta (2013) menyebutkan bahwa dalam prosedur pengodean
pada ICD-10 volume 2 untuk menentukan kode diagnosis juga
harus memperhatikan aturan-aturan khusus seperti memperhatikan
perintah untuk membubuhi kode tambahan (additional code) serta
aturan cara penulisan dan pemanfaatanya dalam pengembangan
indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan
mortalitas pasien.
60
Selain itu dalam ICD-10 volume 1 memuat aturan mengenai
pengodean pada kasus fraktur. Dalam aturan tersebut dijelaskan
bahwa terdapat kode tambahan pada kasus fraktur yang
menunjukkan fraktur terbuka atau tertutup, apabila fraktur tidak
jelas terbuka atau tertutup maka dikode sebagai fraktur tertutup.
Aturan tersebut adalah sebagai berikut :
(The following subdivisions are provided for optional use
in a supplementary character position where it is not
possible or not desired to use multiple coding to identify
fracture and open wound; a fracture not indicated as
closed or open should be classified as closed.
.0 Closed
.1 Open)
Oleh karena itu kode kasus fraktur perlu dilengkapi dengan
kode karakter ke-5 sehingga apabila dilakukan pencarian kembali
berkas rekam medis dengan kasus fraktur terbuka atau tertutup
penyediaan berkas rekam medisnya akan lebih mudah dan apabila
diperlukan statistik pada kasus fraktur informasi yang dihasilkan
lengkap dan akurat.
2) External cause
ICD-10 volume 2 mejelaskan kode external cause digunakan
untuk melengkapi kode diagnosis dengan kasus cedera, kercunan
dan konsekuensi lain dari penyebab luar yang terklasifikasi dalam
bab IX ICD-10 volume 1.
61
The codes for external causes (V01-Y89) should be used as the primary codes for single-condition coding and tabulation of the underlying cause when, and only when, the morbid condition is classifiable to Chapter XIX (Injury, poisoning and certain other consequences of external causes).
Dalam Hal ini kode external cause diperlukan untuk
melengkapi kode diagnosis kasus fraktur. Pada Kenyataannya di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping
pengodean diagnosis pada kasus fraktur dilengkapi dengan kode
external cause karena untuk melakukan input kode diagnosis
fraktur pada SIMRS harus dilengkapi kode external cause. Akan
tetapi pada berkas rekam medis kode external cause tidak
dicantumkan dengan alasan untuk efisiensi waktu pengerjaan.
Sehingga apabila dilakukan telaah kelengkapan berkas rekam
medis maka rekam medis dalam keadaan tidak lengkap. Selain itu
apabila dibutuhkan data mengenai kode external cause pada berkas
rekam medis untuk kepentingan statistic atau untuk kepentingan
penelitian maka data yang dihasilkan dari rekam medis tidak
lengkap karena tidak terdapat kode external cause.
Menurut Huffman (1994) dalam penelitian Al-Ghifari(2007)
rumah sakit harus memiliki sistem pencatatan medis yang
memungkinkan pengembalian catatan rawat inap dan rawat jalan
sebelumnya secara cepat. Rekam medis yang bermutu adalah
rekam medis yang diisi lengkap dan dikembalikan tepat pada
waktunya.
62
Oleh karena itu dalam hal ini kode external cause juga harus
dicantumkan ke dalam berkas rekam medis pasien supaya kode
diagnosis pada kasus fraktur lengkap dan tujuan dari klasifikasi
dapat tercapai serta kelengkapan rekam medis dapat tercapai.
2. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Karakter Ke-5
a. Faktor SDM
1) Dokter
Kurangnya kepedulian dokter untuk mendokumentasikan
diagnosis kasus fraktur secara lengkap pada berkas rekam medis
rawat inap menjadi salah satu faktor penyebab ketidakterisian
kode karakter Ke-5 pada berkas rekam medis. dokter hanya
menuliskan diagnosa secara umum tanpa disertai dengan
keterangan fraktur terbuka atau tertutup sehingga dalam hal ini
menjadi hambatan bagi petugas pengodean dalam menentukan
kode karakter ke-5 pada kasus fraktur yang menunjukkan
apakah pasien mengalami fraktur terbuka atau tertutup. Hal ini
tidak sejalan dengan Permenkes 269 tahun 2008 dimana dalam
peraturan tersebut disebutkan bahwa dalam pasal 5 ayat (1)
disebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan wajib membuat rekam
medis, ayat (2) disebutkan bahwa rekam medis yang disebutkan
dalam ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan. Selain itu dalam ayat (3)
63
juga disebutkan bahwa pembuatan rekam medis dilaksanakan
melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien. sehingga dalam hal ini dokter mempunyai
kewajiban untuk menuliskan diagnosis secara lengkap pada
rekam medis pasien.
2) Petugas Pengodean
Kurangnya kepedulian petugas pengodean untuk mengode
karakter Ke-5 juga merupakan faktor SDM yang menyebabkan
ketidakterisian kode karakter Ke-5 pada berkas rekam medis
pasien rawat inap dengan kasus fraktur di Instalasi Rekam
Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping. SPO Pengodean di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping
menyebutkan bahwa petugas pengodean harus mencantumkan
kode ICD-10 ke lembar resume medis (RM 10).
Pada kenyataanya petugas pengodean kurang peduli
terhadap pengodean karakter Ke-5 pada berkas rekam medis.
Kurangnya kepedulian tersebut terjadi karena dalam SIMRS
yang digunakan untuk menunjang pengodean diagnosis belum
mendukung untuk pengodean diagnosis pasien rawat inap
sehingga dalam hal ini petugas pengodean belum merasa “perlu”
untuk memberikan kode karakter Ke-5 pada berkas rekam
medis.
64
Menurut Skurka (2003) dalam penelitian Suparyanta (2010)
Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengkode dan
mengklasifikasikan data , memastikan informasi kesehatan
lengkap dan tersedia sewaktu-waktu untuk pengguna yang sah.
Selain itu, dalam permenkes nomor 55 tahun 2013 disebutkan
bahwa kewenangan dari seorang ahli madya perekam medis dan
informasi kesehatan salah satunya adalah melaksanakan sistem
klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan
kesehatan dan tindakan sesuai dengan terminologi medis yang
benar. Oleh karena itu petugas pengodean harus tetap
memberikan kode diagnosis pada berkas rekam medis pasien
rawat inap dengan kasus fraktur secara lengkap sampai dengan
karakter Ke-5.
b. Faktor SIMRS
SIMRS yang digunakan untuk menunjang pengodean diagnosis
di Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping belum
mendukung untuk pengodean diagnosis pasien dengan kasus fraktur
yaitu hanya sampai dengan karakter ke-4 saja. Dengan demikian
petugas pengodean tidak bisa menginputkan kode diagnosis kasus
fraktur sampai dengan karakter Ke-5 sehingga petugas pengodean
belum merasa perlu untuk memberikan kode karakter Ke-5 pada
berkas rekam medis. Oleh karena dalam ICD-10 volume 1
disebutkan bahwa pada kode diagnosis fraktur perlu dilengkapi
65
dengan kode karakter ke-5 sebagai kode tambahan yang
menunjukkan fraktur terbuka atau tertutup maka apabila SIMRS
dikembangkan dengan menambahkan karakter Ke-5 untuk
pengodean sesuai dengan aturan pengodean dalam ICD-10 volume 1
yang mengatur tentang penambahan kode karakter Ke-5 pada
diagnosis dengan kasus fraktur mungkin petugas pengodean akan
lebuh peduli untuk menambahkan kode karakter Ke-5 pada berkas
rekam medis.
c. Faktor Kebijakan
Belum adanya aturan yang diterapkan untuk mengatur pengodean
karakter Ke-5 pada berkas rekam medis dengan kasus fraktur juga
menjadi faktor yang menyebabkan ketidakterisian kode karakter Ke-5
pada berkas rekam medis pasien rawat inap dengan kasus fraktur di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping. Sehingga
petugas pengodean kurang peduli dan tidak mencantumkan kode
karakter Ke-5 pada lembar resume medis dalam Rekam Medis. Akan
tetapi pada kenyataanya Instalasi Rekam Medis sudah memiliki SPO
Pengodean diagnosis. Dalam SPO ini diebutkan bahwa petugas
pengodean harus menggunakan ICD-10 volume 2 sebagai kamus
penunjuk untuk memberikan kode dan petugas pengodean
mencantumkan kode pada lembar RM 10. Hal tersebut tentu tidak
sejalan dengan SPO dan Prosedur pengodean diagnosis yang ada pada
ICD-10 volume 2. Oleh karena itu aturan tentang pengodean tersebut
66
perlu diperjelas karena mengingat dalam prosedur pengodean dalam
ICD-10 volume 2 memuat perintah untuk membubuhkan kode
tambahan (additional code) serta aturan cara penulisa dan
pemanfaatanya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam
sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas .
3. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode External cause
a. Faktor SDM
Kurangnya kepedulian untuk menuliskan kode external cause
pada berkas rekam medis pasien rawat inap dengan kasus fraktur
menjadi faktor penyebab ketidakterisian kode external cause pada
berkas rekam medis di Instalasi Rekam Medis RS PKU
Muhammadiyah Gamping. Pada kenyataanya petugas pengodean
hanya menginputkan kode external cause ke dalam SIMRS saja tanpa
menuliskan di berkas rekam medis. Hal ini dilakukan dengan alasan
efisiensi waktu. Selain itu petugas pengodean tidak menuliskan pada
berkas rekam medis karena pada lembar resume medis belum ada
kolom untuk kode external cause itu sendiri. Hal ini tidak sejalan
dengan teori menurut WHO (2002) dalam Hariyati (2010) bahwa ICD-
10 digunakan di berbagai negara untuk mengode penyakit, cedera dan
penyebab luar cedera. Petugas rekam medis diharuskan menggunakan
kode tiga digit atau empat digit dari ICD-10. Selain itu dalam
penelitian Suparyanta(2010), Skurka(2003) menyebutkan bahwa
petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengkode dan
67
mengklasifikasikan data, memastikan informasi kesehatan lengkap dan
tersedia sewaktu-waktu untuk pengguna yang sah. Oleh karena itu
selain melakukan pengodean external cause pada SIMRS, Petugas
pengodean juga harus melakukan pengodean pada berkas rekam medis.
b. Faktor kebijakan
Belum diterapkannya aturan mengenai pengodean external cause
pada berkas rekam medis pasien rawat inap dengan kasus fraktur
menyebabkan petugas pengodean kurang peduli untuk menuliskan
kode external casue pada berkas rekam medis. Pada kenyataanya di
Instalasi Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping sudah
memiliki SPO Pengodean diagnosis dengan ICD-10. Prosedur
pengodean dalam SPO tersebut salah satunya memuat aturan bahwa
petugas pengodean menggunakan ICD-10 volume 2 sebagai kamus
penunjuk sehingga petugas pengodean menyertakan kode external
cause untuk pengodean pada kasus fraktur. Hal tersebut sejalan dengan
aturan pengodean dalam ICD-10 volume 2 bahwa kode external cause
digunakan untuk melengkapi kode diagnosis dengan kasus cedera,
kercunan dan konsekuensi lain dari penyebab luar yang terklasifikasi
dalam bab IX ICD-10 volume 1. Akan tetapi kode external cause tidak
dicantumkan dalam berkas rekam medis. hal tersebut tentu belum
sejalan dengan permenkes 269 tahun 2008 pasal 5 ayat (2) dan (3).
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa rekam medis harus dilengkapi
setelah pasien menerima pelayanan. Oleh karena itu apabila dalam
68
SPO pengodean diagnosis diperjelas dengan memberikan keterangan
pengodean external cause pada berkas rekam medis mungkin petugas
pengodean akan lebih peduli untuk mencantumkan kode external
cause pada berkas rekam medis.
D. Hambatan
Hambatan dalam penelitian ini adalah :
1. Peneliti tidak bisa melakukan wawancara dengan dokter karena
keterbatasan waktu penelitian.
2. Pertanyaan yang diajukan kepada responden 2 belum semua terjawab
karena tidak bisa memberikan keterangan dengan alasan uraian pekerjaan
yang berbeda.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses Pengodean Kasus Fraktur
Pengodean diagnosis pada kasus fraktur di Instalasi Rekam Medis
RS PKU Muhammadiyah Gamping tidak mencatumkan kode karakter
Ke-5 dan external cause pada berkas rekam medis rawat inap karena
kode karakter ke-5 dan kode external cause pada berkas rekam medis
tidak terlalu diperhatikan.
2. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode Karakter Ke-5
Faktor penyebab ketidakterisian kode karakter Ke-5 pada kasus
fraktur adalah petugas pengodean yang tidak terlalu memperhatikan
pengodean karakter Ke-5, SIMRS yang belum memadahi untuk
pengodean karakter Ke-5 dan Belum adanya kebijakan yang mengatur
tentang pengodean karakter Ke-5 pada berkas rekam medis.
3. Faktor Penyebab Ketidakterisian Kode External Cause
Faktor penyebab ketidakterisian kode external cause pada kasus
fraktur adalah kurangnya kepedulian petugas pengodean terhadap
pengodean external cause pada berkas rekam medis dan belum adanya
kebijakan yang mengatur pengodean external cause pada berkas rekam
medis.
70
B. Saran
1. Sebaiknya dalam proses pengodean diagnosis kasus fraktur
mencantumkan kode karakter Ke-5 dan kode external cause pada berkas
rekam medis sesuai dengan SPO yang ada agar kode diagnosis lengkap
dan tepat sehingga apabila sewaktu-waktu rekam medis dibutuhkan,
informasi kode diagnosis yang ada di dalam rekam medis sudah lengkap.
2. Sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada SDM terkait tentang pengodean
karakter Ke-5, merencanakan pengembangan SIMRS untuk pengodean
karakter Ke-5, dan pengadaan Kebijakan yang mengatur tentang
pengodean karakter Ke-5 pada berkas rekam medis agar petugas
pengodean lebih peduli untuk mencantumkan kode karakter ke-5 pada
berkas rekam medis.
3. Sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada Petugas pengodean tentang
pengodean external cause pada berkas rekam medis dan pengadaan
kebijakan yang mengatur tentang pengodean external cause pada berkam
medis untuk menumbuhkan kepedulian petugas rekam medis dalam
pengisian kode external cause pada berkas rekam medis.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdelhak, M., Grostik, S., Hanker, M. A., & Jacob, E. (2001). Health
Information: Management of A Strategic Resource Second Edition.
Philadelphia: W.B. Sounder Company.
Al-Ghifary, L.F. (2007). Keterisian Resume Medis Untuk Kelancaran Pengajuan
Klaim Asuransi Di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Program Diploma 3
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Gadjah Mada: (Tidak
dipublikasikan)
Bungin, B. (2009). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Data Unit Kecelakaan Lalu Lintas Sat Lantas Yogyakarta [ diakses dari
jogja.tribunnews.com pada tanggal 27 Mei 2016 ]
Departemen Kesehatan RI. 1997 Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah
Sakit Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Dorland, W. A. (2011). Dorland's Pocket Medical Dictionary. In A. A. Mahode,
Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 28 (p. 309). Jakarta: EGC.
Haryati, G. I. (2010). Ketepatan Kode Penyebab Luar Cedera Kecelakaan Sepeda
Motor Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Yogyakarta: Program Studi Diploma 3 Universitas
Gadjah Mada.
Hatta, G. R. (2013). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Salemaba.
Helmi, Z. N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba.
Ismainar, H. 2015. Manajemen Unit Kerja. Yogyakarta: Budi Utama [diakses
melalui google book tanggal 21 juni 2016]
Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2006 tentang Manual Rekam Medis.
72
Maghfuroh, K. (2013). Analisis Kode Diagnosis Pada Berkas Rekam Medis Dan
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Berdasarkan ICD-10 Pasien
Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Manajemen
Informasi Kesehatan Indonesia, 1-2.
Noor, J. (2012). Metodologi Penelitan : Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah. Jakarta: Prenada Media.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuryati. (2014). Evaluasi Ketepatan Diagnosis Dan Tindakan Di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Pada Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 16-17.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis
Skurka, M.A. 2003. Health Information Management. Chicago. AHA Press.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2015). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suparyanta, Edi (2010). Pelaksanaan Pendokumentasian External cause Pada
Berkas Rekam Medis Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Pasien Rawat Inap di
RSUD Sleman.Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta : DIII Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan FMIPA UGM (tidak dipublikasikan)
Surat Kepurtusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
50/Menkes/SK/I/1998 Tentang Pemberlakuan Klasifikasi Statistik
Internasional Mengenai Penyakit Revisi Sepuluh
Suratun, Heryati, Manurung, S., & Raenah, E. (2008). Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
73
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
WHO. 2002. Medical Record Manual: A Guide for Developing Countries.
WHO. 2010. International Statistical Classification of Deaseases and Related
Health Problems 10th
Revision. Vol. 1, 2, 3 Second Edition Th. 2010.
Geneva.