Download - Fauna Anopheles
-
FAUNA ANOPHELES
Heni Prasetyowati
Yuneu Yuliasih
Endang Puji Astuti
Mara Ipa
Roy Nusa RES
Rohmansyah WN
Hubullah Fuadzy
Rina Marina
Joni Hendri
Djani H. W. Hermanus
Asep Jajang K.
Pandji Wibawa D.
Firda Yanuar Pradani
Lukman Hakim
Marliah Santi HR.
Heni Prasetyowati
Lukman Hakim
(Editor)
Health Advocacy
Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat
Bekerja sama dengan;
Loka Litbang P2B2 Ciamis
-
ii
FAUNA ANOPHELES
Penulis:
Heni Prasetyowati, Yuneu Yuliasih, Endang Puji Astuti, Mara Ipa
Roy Nusa RES, Rohmansyah WN, Hubullah Fuadzy, Rina Marina
Joni Hendri, Djani H. W. Hermanus, Asep Jajang K., Pandji Wibawa D.,
Firda Yanuar Pradani, Lukman Hakim, Marliah Santi HR.
Editor:
Heni Prasetyowati
Lukman Hakim
2013 Health Advocacy
Cetakan Pertama Juli 2013
Penata Letak Agung Dwi Laksono
Desain Sampul Agung Dwi Laksono
ISBN: 978-602-17626-1-5
Diterbitkan oleh:
Health Advocacy
Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat
Jl. Kalibokor 2/45 Surabaya
Email: [email protected]
Bekerja sama dengan;
Loka Litbang P2B2 Ciamis
Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.
Jl. Raya Pangandaran KM 3
Kp. Kamurang, Desa Babakan, Kec. Pangandaran
Pangandaran. Telp. (0265) 639375
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.
-
iii
KATA PENGANTAR
Semangat Pagi!
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat serta hidayahNya sehingga kami dapat selesai
menyusun buku ini. Buku ini merupakan kumpulan hasil
penelitian, pengamatan dan kegiatan kami di Loka Litbang
P2B2 Ciamis. Penyebaran hasil penelitian dan tuntutan
masyarakat akan pentingnya informasi penyakit tular
vektor terutama malaria menjadi tujuan utama buku ini
kami buat. Di dalam buku ini berisi mengenai berbagai
informasi mengenai nyamuk Anopheles, peranan dan
faunanya sebagai vektor penyakit di beberapa berbagai
tempat di Indonesia.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih karena tanpa bantuan dari berbagai pihak
mungkin kami tak akan mampu menyelesaikan buku ini.
Kedepan, semoga buku tentang Fauna Anopheles ini
bermanfaat bagi masyarakat dan mampu menjadi acuan
bagi masyarakat ilmiah yang membutuhkan informasi
mengenai penyakit tular vektor.
Sungguh kami menyadari bahwa buku ini jauh dari
sempurna. Masih banyak kekurangan dan berbagai
macam kesalahan, untuk itu segala macam kesalahan
dalam buku ini kami memohon maaf atasnya. Tidak ada
-
iv
gading yang tak retak, kami menerima semua komentar,
kritik, saran dan pesan-pesan yang dapat membangun
kami untuk lebih baik dalam mengeluarkan edisi buku yang
berikutnya.
Salam,
Loka Litbang P2B2 Ciamis
-
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar isi
i
iii
v
Bab 1. Anopheles dan Peranannya sebagai Vektor
Penyakit Malaria di Beberapa Daerah di
Indonesia
Heni Prasetyowati, Yuneu Yuliasih
1
Bab 2. Fauna Nyamuk Anopheles di Wilayah Pantai
dan Perkebunan Kecamatan Cibalong,
Kabupaten Garut
Endang Puji Astuti, Mara Ipa
23
Bab 3. Fauna Anopheles di Wilayah Perbukitan
Desa Pandean, Kab Trenggalek dan
Potensinya sebagai Vektor Malaria
Roy Nusa RES, Rohmansyah WN
37
Bab 4. Karakteristik Anopheles nigerrimus Giles
sebagai Vektor Malaria
Hubullah Fuadzy, Rina Marina
51
-
vi
Bab 5. Anopheles spp. di Kecamatan Amurang,
Kabupaten Minahasa Selatan,
Sulawesi Utara
Joni Hendri, Djani H. W. Hermanus
63
Bab 6. Fauna Sesaat Nyamuk Anopheles spp. di
Desa Modu Waimaringu, Kecamatan Kota
Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat
Heni Prasetyowati, Asep Jajang
73
Bab 7. Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles
(Diptera: Culicidae) di Dataran Rendah
Desa Pesisir, Ciamis Selatan
Pandji Wibawa Dhewantara, Firda Yanuar P.
81
Bab 8. Fauna dan Bionomik Nyamuk Anopheles
spp. di Kecamatan Simboro, Kabupaten
Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat
Lukman Hakim, Marliah Santi HR.
99
Bab 9. Anopheles spp., Vektor Malaria yang
Bersifat Local Specific Area
Mara Ipa, Endang Puji Astuti
115
-
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Sebaran Nyamuk Anopheles spp. di
Indonesia
17
Tabel 3.1. Jenis, Jumlah dan Persentase Nyamuk
Tertangkap Bulan Februari-Desember
2011 di Desa Pandean pada Semua
Metode Penangkapan
41
Tabel 3.2. Jumlah Nyamuk Tertangkap per Metode
Penangkapan di Desa Pandean Selama
Bulan Februari-Desember 2011
42
Tabel 3.3. Frekuensi Nyamuk Tertangkap Menurut
Spesies dan Metodenya di Desa
Pandean Februari-Desember 2011
43
Tabel 3.4. Besaran Kelimpahan Nyamuk
Tertangkap per Spesies dan Metodenya
di Desa Pandean Februari-Desember
2011
43
Tabel 3.5. Besaran Angka Dominansi Nyamuk
Tertangkap menurut Spesies dan
Metodenya di Desa Pandean Periode
Februari-Desember 2011
44
Tabel 5.1.
Frekuensi Anopheles spp. yang
Tertangkap Malam Hari dengan
Berbagai Metode Penangkapan
66
-
viii
Tabel 5.2. Kelimpahan Nisbi Spesies Anopheles
spp. yang Tertangkap Malam Hari
dengan Berbagai Metode Penangkapan
67
Tabel 6.1. Jumlah dan Spesies Nyamuk Anopheles
yang Tertangkap di Desa Modu
Waimaringu
76
Tabel 7.1.
Jenis dan Jumlah Masing-Masing Jenis
Nyamuk Anopheles spp. yang
Tertangkap pada 10 Kali Pengamatan
per Metode Penangkapan
86
Tabel 7.2. Korelasi Kelimpahan Jenis dengan
Faktor Lingkungan (Suhu dan
Kelembaban)
91
Tabel 9.1. Distribusi Bionomik Anopheles spp. di
Indonesia
121
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Morfologi Larva Anopheles spp. 4
Gambar 1.2. Perbedaan Fase Perkembangan
Anopheles dengan Genera yang
Lain
5
Gambar 1.3. Morfologi Nyamuk Anopheles
Betina Dewasa
7
Gambar 1.4. Telur Anopheles dengan Pelampung
di Kedua Sisinya
8
Gambar 1.5. Larva Anopheles 9
Gambar 1.6. Pupa Anopheles 11
Gambar 1.7. Perbedaan Anopheles Jantan dan
Betina
12
Gambar 1.8. Siklus Hidup Plasmodium dalam
Tubuh Nyamuk dan Manusia
16
Gambar 2.1. Fauna Nyamuk Anopheles spp.
Yang Tertangkap di Desa Sagara,
Kec. Cibalong, Kab. Garut, Jawa
Barat tahun 2005
28
Gambar 2.2. Fauna Nyamuk Anopheles
Tertangkap di Desa Maroko, Kec.
Cibalong, Kab. Garut, Jawa Barat
Tahun 2005
28
-
x
Gambar 2.3. Kelimpahan Nisbi Nyamuk
Anopheles spp. per Metode Survai
di Desa Sagara, Kec. Cibalong, Kab.
Garut Tahun 2005
29
Gambar 2.4. Kelimpahan Nisbi Nyamuk
Anopheles spp. per Metode di Desa
Maroko, Kec. Cibalong, Kab. Garut,
Jawa Barat Tahun 2005
30
Gambar 4.1. Jumlah Penderita Malaria di
Provinsi Jambi pada Tahun 2005-
2008
53
Gambar 7.1.
Jumlah Nyamuk Anopheles spp.
Tertangkap dengan Metode Umpan
Orang pada 10 Kali Penangkapan
87
Gambar 7.2.
Jumlah Nyamuk Anopheles spp.
Tertangkap dengan Metode Resting
di Kandang pada 10 Kali
Penangkapan
89
Gambar 7.3.a. Fluktuasi Kelimpahan Nyamuk
Anopheles spp. dan Suhu pada 10
Kali Penangkapan
90
Gambar 7.3.b. Fluktuasi Kelimpahan Nyamuk
Anopheles spp. dan Kelembaban
pada 10 kali penangkapan
90
Gambar 8.1.
Lokasi Desa Tapandullu dan Desa
Sumare, Kecamatan Simboro,
Kabupaten Mamuju, Provinsi
Sulawesi Barat
104
-
xi
Gambar 8.2.
Rata-rata Kepadatan Menggigit per
Jam Nyamuk An. subpictus Hasil
Penangkapan di Alam Pagi Hari di
Desa Tapandullu, Kecamatan
Simboro, Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat
108
Gambar 8.3.
Angka Kesakitan Malaria Klinis
Bulanan (MoMI) per Desa di
Wilayah Puskemas Rangas,
Kecamatan Simboro, Kabupaten
Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat
111
Gambar 9.1. Peta Penyebaran Anopheles spp.
Vektor Malaria di Indonesia
118
Gambar 9.2.
Skema Distribusi Nyamuk
Anopheles spp. Berdasarkan
Karakteristik Topografi dan
Penggunaan Lahan di Pulau
Jawa
119
-
xii
-
1
Bab 1.
Anopheles dan Peranannya
sebagai Vektor Penyakit Malaria
di Beberapa Daerah di Indonesia
Heni Prasetyowati, Yuneu Yuliasih
PENDAHULUAN
Kasus malaria di Indonesia termasuk tinggi karena
masih terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang
mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia (Depkes,
2003), dan pada tahun 2010 mencapai 1,96 per 1.000
penduduk, dan sejak 4 tahun terakhir menunjukkan
peningkatan. Malaria umumnya ditemukan di daerah-
daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari
kelompok ekonomi berpenghasilan rendah. Di Jawa dan
Bali meningkat dari 0,12 per 1.000 penduduk pada tahun
1997 menjadi 0,52 per 1.000 penduduk pada tahun 1999,
pada tahun 2001 meningkat lagi menjadi 0,62 per 1000
penduduk dan pada tahun 2002 turun menjadi 0,47 kasus
per 1.000. Di luar Jawa dan Bali juga meningkat dari 16,0
per 1.000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 25,0 per
-
Fauna Anopheles
2
1.000 penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001
menjadi 26.2 per 1.000 penduduk dan pada tahun 2002
turun menjadi 19,65 kasus per 1.000 penduduk. Pada
periode tahun 1998-2000, terjadi kejadian luar biasa (KLB)
malaria di 11 propinsi yang meliputi 13 kabupaten, di 93
desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang
dengan 74 kematian (Depkes, 2003). Malaria mudah
menyebar pada penduduk di daerah yang cukup memiliki
tempat perindukan (breeding site) nyamuk Anopheles yang
menjadi vektor (penular) malaria, terutama di daerah
persawahan, perkebunan, perhutanan maupun pantai
(Anies, 2005).
Dalam susunan taksonomi, nyamuk Anopheles
termasuk Phylum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Diptera,
Famili Culicidae dan Subfamili Anophelinae (Bruce-chwatt,
1985). Secara keseluruhan di muka bumi ini terdapat
kurang lebih 4.500 spesies nyamuk, sedangkan nyamuk
Anopheles spp. berjumlah 424 spesies yang 70 spesies di
antaranya telah terbukti sebagai vektor malaria (WHO,
1997). Nyamuk Anopheles yang ada di Indonesia
berjumlah 80 spesies (Connor & Sopa 1981), 24 spesies di
antaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor penular
penyakit (Depkes 2006).
Penelitian tentang keragaman Anopheles spp. di
Indonesia telah banyak dilakukan di beberapa daerah,
antara lain di wilayah Jawa telah dilakukan di daerah
Kokap Kabupaten Kulonprogo (Daerah Istimewa
-
Fauna Anopheles
3
Yogyakarta), ditemukan spesies Anopheles balabacencis,
An. maculatus, An. vagus dan An. annularis (Effendi 2002).
Nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan
orang di dalam dan luar rumah serta perangkap cahaya di
Desa Sedayu Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) adalah
An. aconitus, An. flavirostris, An. vagus, An. kochi, An.
annularis, An. balabacensis, An. barbirostris, An. minimus,
An. maculatus dan An. subpictus (Noor, 2002).
Penelitian di wilayah Sumatera telah dilakukan di
Desa Pondok Mega Jambi Luar (Kota Muaro Jambi, Jambi),
melaporkan ditemukannya 10 spesies nyamuk Anopheles
yaitu An. barbirostris, An. vagus, An. nigerrimus, An.
aconitus, An. kochi, An. tesselatus, An. indefinitus, An.
umbrosus, An. peditaeniatus dan An. schueffueri (Maloha,
2005). Sedangkan penelitian di wilayah Kalimantan
melaporkan bahwa di Desa Alat Hantakan (Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) ada empat spesies
yang menonjol yaitu An. kochi, An. letifer, An. nigerrimus,
An. barbirostris dibandingkan spesies lainnya yakni An.
sinensis, An. vagus, An. aconitus, dan An. maculatus
(Salam, 2005). Di Sulawesi Tengan yaitu di daerah
Bolapapu dilaporkan terdapat 10 spesies yaitu An.
barbirostris, An. umbrosus, An. leucosphyrus, An. kochi, An.
vagus, An. indefinitus, An. tesselatus, An. seperatus, An.
maculatus dan An. hyrcanus (Sulaeman 2004).
-
Fauna Anopheles
4
MORFOLOGI NYAMUK ANOPHELES
Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna,
selama hidupnya mengalami 4 fase perkembangan yaitu
dari telur berubah menjadi larva, berubah lagi menjadi
pupa, dan terakhir menjadi dewasa. Stadium telur, larva,
dan pupa hidup di dalam air, sedangkan stadium dewasa
hidup di darat dan udara. Karena itu, morfologi nyamuk
termasuk Anopheles spp. dapat dipelajari pada setiap
siklus hidupnya.
Gambar 1.1.
Morfologi Larva Anopheles spp.
Sumber : wisebrain.info
Berbeda dengan spesies nyamuk lain, telur nyamuk
Anopheles mempunyai pelampung dan diletakkan satu per
satu terpisah di permukaan air. Telur yang baru diletakkan
berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam berubah menjadi
hitam (Hoedojo, 2000). Telur menetas menjadi larva
dengan ciri khas tidak mempunyai tabung udara (siphon),
beberapa ruas abdomen memiliki bulu kipas, pada
beberapa ruas abdomen terdapat tergal plate, adanya
-
Fauna Anopheles
5
utar-utar pada beberapa ruas abdomen. Pada waktu
istirahat larva nyamuk Anopheles sejajar dengan
permukaan air dan bebas berenang di air.
Gambar 1.2.
Perbedaan Fase Perkembangan Nyamuk Anopheles
dengan Genera yang Lain.
Sumber : cc.shsmu.edu.cn
-
Fauna Anopheles
6
Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri dari kepala,
dada dan perut. Bagian kepala terdiri dari proboscis, palpi,
dan antenna. Bagian dada terdiri dari scutellum, halter,
sayap dan urat-uratnya, sedangkan perut tersusun atas
ruas-ruas abdomen. Sayap Anopheles terdiri dari costa,
sub costa, urat-urat sayap, jumbai. Bagian kaki terdiri dari
coxa, femur, tibia, tarsus. Nyamuk Anopheles dewasa bisa
dikenali dari ciri-ciri yang khasnya yang terdapat pada
bagian-bagian tubuhnya.
Ciri-ciri khas nyamuk Anopheles dewasa yaitu
mempunyai proboscis dan palpi sama panjang, scutellum
berbentuk satu lengkungan ( lingkaran), urat sayap
bernoda pucat dan gelap, jumbai biasanya terdapat noda
pucat. Pada palpi bergelang pucat atau sama sekali tidak
bergelang. Kaki Anopheles panjang dan langsing. Pada kaki
belakang sering terdapat bintik-bintik (bernoda pucat).
Nyamuk betina dewasa memiliki palpi dan proboscis sama
panjang, sedangkan palpi nyamuk jantan pada bagian
ujung berbentuk alat pemukul. Pada saat menggigit
nyamuk Anopheles membentuk sudut 45o - 60
o. Nyamuk
Anopheles lebih menyukai mengisap darah di luar
bangunan (eksofagik) dan istirahat di dalam bangunan
(endofilik) (Depkes, 2007).
-
Fauna Anopheles
7
Gambar 1.3.
Morfologi Nyamuk Anopheles Betina Dewasa
Sumber : www.enchantedlearning.com
BIONOMIK ANOPHELES
Kehidupan pradewasa (telur, larva , pupa) nyamuk
Anopheles berada di air, pemilihan macam tempat
genangan air dilakukan secara genetik oleh seleksi alam
yang berbeda antar spesies nyamuk. Larva nyamuk
biasanya berkumpul pada bagian-bagian dimana diperoleh
makanan dan terlindung terutama dari arus air dan
predator.
Telur
Telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas
permukaan air, biasanya peletakkan dilakukan pada malam
hari. Telur berbentuk seperti perahu yang bagian
-
Fauna Anopheles
8
bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan
mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada
sebuah lateral sehingga telur dapat mengapung di
permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk
betina Anopheles bervariasi, biasanya antara 100-150 butir
(Santoso, 2002). Telur Anopheles tidak dapat bertahan
lama di bawah permukaan air, dan akan gagal menetas bila
di bawah permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92
jam). Suhu optimal bagi telur Anopheles adalah 28C-36C.
Suhu di bawah 20C dan di atas 40C adalah suhu yang
tidak menguntungkan bagi perkembangan telur (Santoso,
2002).
Gambar 1.4.
Telur Anopheles dengan Pelampung di Kedua Sisinya
Sumber : impact.malaria.com
-
Fauna Anopheles
9
Larva
Larva nyamuk mempunyai 4 bentuk (instar)
pertumbuhan yang masing-masing instar mempunyai
ukuran dan bulu yang berbeda (Santoso, 2002). Stadium
larva Anopheles yang di tempat perindukan tampak
mengapung sejajar dengan permukaan air dengan spirakel
selalu kontak dengan udara luar. Sekali-sekali larva
Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun ke dalam/
bawah air untuk menghindari predator/musuh alaminya,
atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti
gerakan-gerakan dan lain-lain. Untuk perkembangan
hidupnya, larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan
yang mengandung makanan antara lain mikroorganisme
terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil
sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya (Santoso,
2002).
Gambar 1.5.
Larva Anopheles
Sumber :
fmel.ifas.ufl.edu
-
Fauna Anopheles
10
Tanaman air tidak hanya menggambarkan sifat fisik
atau genangan air, tetapi juga menggambarkan susunan
kimia dan suhu air. Dengan demikian, keberadaan berbagai
jenis tanaman air dapat dijadikan indikator keberadaan
larva nyamuk spesies tertentu. Penyebaran larva pada
tempat-tempat perindukan tidaklah merata. Pada tempat
tempat perindukan yang kecil larva akan selalu
berkumpul didaerah pinggir atau sekitar benda-benda yang
terapung di air atau tanaman air (Depkes 2004).
Pupa
Stadium pupa merupakan masa tenang, umumnya
tidak aktif tapi dapat juga melakukan gerakan-gerakan
yang aktif. Apabila sedang tidak aktif, pupa berada
mengapung di permukaan air. Kemampuannya mengapung
disebabkan adanya ruang udara yang cukup besar di sisi
bawah sefalotoraks.
Pupa tidak menggunakan rambut dan kait untuk
melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan dua
terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel
dan dua rambut panjang stellate yang berada pada segmen
satu abdomen (Santoso, 2002). Pupa mempunyai tabung
pernapasan (respiratory trumpet) yang bentuknya lebar
dan pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari
udara (Gandahusada, 1998). Perubahan dari pupa menjadi
dewasa biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam
tergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu
(Santoso, 2002).
-
Fauna Anopheles
11
Gambar 1.6.
Pupa Anopheles
Sumber : medent.usyd.edu.au
Nyamuk Dewasa
Pada stadium dewasa, palpus nyamuk jantan dan
betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang
probosis. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas
palpus bagian apikal berbentuk gada (club form),
sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil.
Sayap pada bagian pinggir (costa dan vena) ditumbuhi
sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran
belang-belang hitam dan putih. Di samping itu, bagian
ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian
posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan juga
tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip
(Gandahusada, 1998).
-
Fauna Anopheles
12
Nyamuk Anopheles terutama hidup di dearah
tropik dan subtropik, namun bisa juga hidup di daerah
beriklim sedang dan bahkan di Arktika. Anopheles jarang di
temukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500m, sebagian
besar hidup di dataran rendah.
Gambar 1.7.
Perbedaan Anopheles Jantan dan Betina
Sumber : itg.content-e.eu
Daerah yang disenangi nyamuk yang tersedia
tempat beristirahat, adanya hospes yang disukai dan
tempat untuk berkembangbiak. Setiap nyamuk pada waktu
beraktivitas akan melakukan orientasi terhadap habitatnya
untuk mengetahui keadaan-keadaan yang disenangi untuk
-
Fauna Anopheles
13
memenuhi kebutuhan fisiologisnya, dan akan berkumpul
pada tempat yang disenanginya.
Pergerakan populasi nyamuk pada berbagai bagian
habitatnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,
kelembaban, daya tarik hospes, daya tarik terhadap
tempat berkembangbiak dan tempat istirahat. Suhu dan
kelembaban yang tidak baik serta tidak tersedianya
sumber darah menyebabkan nyamuk berpindah tempat
untuk mencari yang lebih cocok sebagai tempat
berkembangbiak.
Nyamuk Anopheles betina umumnya hanya satu
kali kawin dalam hidupnya. Untuk proses perkembangan
telurnya, nyamuk memerlukan darah dengan frekuensi
kebutuhan tergantung pada spesiesnya serta dipengaruhi
oleh suhu dan kelembaban udara. Nyamuk jantan tidak
memerlukan darah. Di daerah iklim tropis, siklus
pematangan telur (gonotropic) umumnya berlangsung 48-
96 jam.
Nyamuk Anopheles pada umumnya mencari darah
(menggigit) pada malam hari, mulai senja hingga pagi.
Nyamuk akan terbang berkeliling sampai menemukan
hospes yang cocok. Berdasarkan kesukaan menggigit untuk
mengisap darah pada berbagai hospes, nyamuk dibedakan
menjadi antropofilik jika nyamuk lebih suka mengisap
darah manusia, zoofilik jika nyamuk lebih suka mengisap
darah binatang, dan indiscriminate endofagik biter jika
nyamuk mengisap darah tanpa kesukaan tertentu
-
Fauna Anopheles
14
terhadap hospes (tidak spesifik). Berdasarkan tempat
menggigitnya nyamuk dikatakan eksofagik apabila nyamuk
lebih banyak menggigit di luar rumah. Tetapi nyamuk yang
bersifat eksofagik bisa saja menjadi endofagik jika ada
hospes yang cocok di dalam rumah. Bila hospes yang
disukai tidak ada, nyamuk akan mengisap darah dari
hospes lain yang tersedia. Orientasi terhadap hospes
diakibatkan adanya bau spesifik dari hospes, suhu dan
kelembaban yang dapat dideteksi dari jarak yang cukup
jauh.
Nyamuk Anopheles mempunyai dua cara istirahat
yaitu istirahat sebenarnya selama waktu menunggu proses
perkembangan telur, dan istirahat sementara pada waktu
sebelum dan sesudah mencari darah. Nyamuk mempunyai
perilaku istirahat berbeda-beda, An. aconitus lebih banyak
beristirahat di tempat dekat tanah, sedangkan An.
sundaicus beristirahat ditempat yang lebih tinggi (Depkes,
1999; Warrel dan Gilles, 2002). Pada waktu malam hari
nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mengisap darah lalu
keluar, ada pula yang terlebih dahulu istirahat hinggap di
dinding untuk istirahat sebelum atau sesudah mengisap
darah.
Beberapa Anopheles spp. memiliki kepadatan
populasi yang berbeda-beda. Kepadatan populasi nyamuk
An. aconitus sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi.
Larvanya mulai ditemukan di sawah kira-kira pada waktu
padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak
-
Fauna Anopheles
15
ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai
menjelang panen. Di daerah yang musim tanamnya tidak
serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi
pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan
sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang
terjadi sekitar Bulan Februari-April dan sekitar Bulan Juli-
Agustus (Barodji, 1987 dalam Saputra, 2001).
Kepadatan larva nyamuk An. balabacencis bisa
ditemukan pada musim penghujan maupun kemarau.
Larva An. balabacencis ditemukan di genangan air yang
berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat
untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu,
mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak.
Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh
musim. Pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini
disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa
genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau
tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus
cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras
(flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di
pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Saputra, 2001).
PERANAN ANOPHELES SEBAGAI VEKTOR MALARIA
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan aleh
nyamuk betina Anopheles. Dari lebih 400 spesies
Anopheles spp. di dunia, hanya sekitar 67 spesies yang
-
Fauna Anopheles
16
telah terbukti mengandung sporozoit dan dapat
menularkan ke manusia. Di setiap daerah yang terjadi
transmisi malaria, biasanya hanya ada satu atau paling
banyak 3 spesies Anopheles spp. yang menjadi vektor
penting. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies
Anopheles spp. yang sudah dikonfirmasi menjadi vektor.
Gambar 1.8.
Siklus Hidup Plasmodium dalam Tubuh Nyamuk dan Manusia
Sumber : hmkuliah.wordpress.com
Spesies nyamuk Anopheles spp. yang menjadi vektor
malaria di suatu daerah tertentu, belum tentu di daerah
lain juga mampu menularkan penyakit malaria. Nyamuk
-
Fauna Anopheles
17
Anopheles spp. dapat dikatakan sebagai vektor malaria
apabila kontaknya dengan manusia cukup tinggi,
merupakan spesies yang selalu dominan, anggota populasi
pada umumnya berumur cukup panjang sehingga
memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan
Plasmodium spp. hingga menjadi sporozoit, dan ditempat
lain telah terbukti sebagai vektor.
Berikut jenis nyamuk Anopheles spp. Yang terbukti
menjadi vektor malaria di beberapa Propinsi di Indonesia:
Tabel 1.1. Sebaran Nyamuk Anopheles spp. di Indonesia
No Propinsi Vektor predominan
1 D. I. Aceh An. balabacensis, An. sundaicus
2 Sumatera Utara An. sundaicus, An. maculatus,
An. letifer
3 Sumatera Barat An. sundaicus, An. maculatus
4 Riau An. sundaicus, An. maculatus,
An. letifer
5 Jambi An. sundaicus, An. maculatus
An. letifer
6 Sumatera Selatan An. sundaicus, An. maculatus,
An. letifer
7 Bengkulu An. sundaicus, An. maculatus
8 Lampung An. sundaicus, An. maculatus,
An. aconitus
9 DKI Jakarta An. sundaicus
10 Jawa barat An. sundaicus, An. maculatus,
An. aconitus
11 Jawa Tengah An. sundaicus, An. maculatus,
An. aconitus, An. balabacensis
12 D.I Yogyakarta An. sundaicus, An. maculatus,
An. balabacensis
-
Fauna Anopheles
18
No Propinsi Vektor predominan
13 Jawa Timur An. sundaicus, An. maculatus,
An. aconitus, An. balabacensis
14 Bali An. sundaicus, An. maculatus,
An. aconitus
15 Kalimantan Barat An. sundaicus, An. maculatus,
An. letifer, An. balabacensis
16 Kalimantan
Tengah
An. maculatus, An. letifer,
An. balabacensis
17 Kalimantan
Selatan
An. sundaicus, An. maculatus,
An. letifer, An. balabacensis
18 Kalimantan
Timur
An. sundaicus, An. maculatus,
An. letifer, An. balabacensis
19 Sulawesi Utara An. sundaicus, An. subpictus,
An. barbirostris
20 Sulawesi tengah An. subpictus, An. barbirostris
21 Sulawesi Selatan An. sundaicus, An. subpictus,
An. barbirostris
22 Sulawesi
Tenggara
An. sundaicus, An.balabacensis,
An. maculatus, An.aconitus,
An. subpictus, An. barbirostris
23 Nusa Tenggara
Barat
An. sundaicus, An. maculatus,
An. aconitus, An. balabacensis,
An. subpictus, An. barbirostris
24 Nusa Tenggara
Timur
An. sundaicus, An. maculatus
An. Aconitus, An. balabacensis
An subpictus, An. barbirostris
25 Maluku An subpictus, An. farauti,
An. puncutulatus
26 Papua An. farauti, An. puncutulatus,
An. koliensis
Sumber: dari berbagai sumber
-
Fauna Anopheles
19
Efektivitas vektor dalam menularkan malaria
ditentukan oleh kepadatan populasi vektor, kedekatan
dengan pemukiman manusia, kesukaan mengisap darah
manusia ataupun hewan, frekuensi mengisap darah
(tergantung dari suhu), lamanya siklus sporogoni
(berkembangnya parasit dalam tubuh nyamuk sehingga
menjadi infektif).
Di dalam program pemberantasan malaria, selain
pengobatan penderita, yang utama dilakukan adalah
pemberantasan vektor. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal, pemberantasan vektor perlu dilakukan
berdasarkan data entomologi setempat terutama yang
berkaitan dengan spesies nyamuk Anopheles spp., musim
penularan serta perilaku atau bionomik vektor.
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2005. Manajemen Berbasis Lingkungan (Solusi Mencegah
dan Menanggulangi Penyakit Menular). Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.
Bruce-Chwatt L.J. 1985. Essential Malariology 2nd
edition.
William Heinemann Medical Books Ltd London.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus
Malaria. Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber
Binatang, Direktorat Jenderal PPM&PLP.
Depkes RI. 2006. Profil Kegiatan Program Pengendalia Penyakit
Bersumber Binatang tahun 2005, Dirjen PP&PL . Jakarta
-
Fauna Anopheles
20
Effendi, A. 2002. Studi Komunitas Nyamuk Anopheles di Desa
Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. ENK-IPB.
Bogor
Gandahusada,S. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi ke tiga.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya Baru:
Jakarta.
Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di
Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani11.pdf. Diakses pada tanggal 1 Maret 2012.
Maloha, M.M. 2005.Fauna Nyamuk Anopheles di Desa Pondok
meja, Jambi luar kota, muaro jambi, Jambi. ENK-IPB.
Bogor
Noor, E. 2002. Studi Komunitas Nyamuk Anopheles di Desa
Sedayu Kecamatan Loana Kabupaten Purworejo Jawa
Tengah. ENK-IPB, Bogor
OConnor C.T dan Tine Sopa. 1981. A check-list of the
mosquito of indonesia. Aspesial publication of the Us
Naval Medical Research Unit no 2. Jakarta
Salam A. 2005. Komunitas Nyamuk Anopheles di desa Alat
Hantakan Kabupaten Hulu Sungan Tengah Kalimantan
Selatan. ENK-IPB. Bogor
Sulaiman DS. 2002. Studi Komunitas dan Populasi Nyamuk
Anopheles di Desa Bolapapu Sulawesi Tengah Kaitannya
dengan Epidemiologi Malaria, ENK IPB Bogor
-
Fauna Anopheles
21
Santoso, Budi. 2002. Studi karakteristik habitat Larva Nyamuk
Anopheles maculatus Theobald dan Anopheles
balabacensis Baisas serta beberapa faktor yang
mempengaruhi populasi Larva di Desa Hargotirto
kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo,
DIY.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/1234567
89/7522/2002nbs.pdf?sequence=4. Diakses pada tanggal
20 Maret 2012.
Saputra. 2011. Pengaruh Lingkungan Terhadap Nyamuk
Anopheles pada Proses Transmisi Malaria.
http://uripsantoso.wordpress.com.Diakses pada tanggal
30 Mei 2012.
WHO. 1997. Ecology and Control of vektor of public health
no555. Geneva
-
Fauna Anopheles
22
-
23
Bab 2.
Fauna Nyamuk Anopheles di Wilayah Pantai
dan Perkebunan Kecamatan Cibalong
Kabupaten Garut
Endang Puji Astuti, Mara Ipa
PENDAHULUAN
Malaria di Indonesia saat ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat terutama di beberapa
wilayah rural atau terisolir. Penyakit ini banyak menyerang
usia produktif yang dapat mengakibatkan menurunnya
tingkat produktivitas, sehingga memberikan dampak pada
sosial ekonomi masyarakat terutama di wilayah endemis
dengan tingkat perekonomian rendah. Penyebaran
malaria disebabkan berbagai faktor antara lain agent,
perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat
dan resistensi obat. selain itu juga karena keterbatasan
jangkauan pelayanan kesehatan. Malaria tetap menjadi
indikator upaya pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs) sampai tahun 2015.
-
Fauna Anopheles
24
Data malaria yang dikeluarkan oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan pada tahun 2010
Indonesia masih belum bebas dari kasus malaria. Dari 242
juta penduduk Indonesia, masih tercatat 37% populasi
penduduk tergolong berisiko penularan tinggi, 7% risiko
rendah dan 56% sudah terbebas (WHO, 2012).
Jawa Barat merupakan provinsi yang masih
mempunyai wilayah endemis malaria. Berdasarkan data
Pusdatin, terdapat peningkatan kasus yang signifikan dari
tahun 2005 2008 yang berturut-turut sebagai berikut,
1.124; 29.901; 22.240; 43.560 penderita malaria (Depkes
RI, 2009). Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah
reseptif malaria di wilayah Provinsi Jawa Barat selain
Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan dan Sukabumi
dengan incidence rate (IR) malaria 0,13 pada tahun 2007
(Depkes RI., 2009).
Salah satu Puskesmas di Kabupaten Garut dengan
kasus malaria yang terus meningkat adalah Puskesmas
Cibalong. Selama lima tahun terakhir Annual Parasite
Incidence (API) Puskesmas Cibalong adalah tertinggi
dibandingkan dengan 7 Puskesmas lain di wilayah
Kabupaten Garut. Data tahun 2003 API Cibalong adalah
13,9310/00 dengan 474 penderita yang terdiri dari
Plasmodium falcifarum dan P. vivax (Dinas Kesehatan
Kabupaten Garut, 2004).
-
Fauna Anopheles
25
Luas Kecamatan Cibalong adalah 23.318 Ha,
terletak antara Kecamatan Pameungpeuk, Kecamatan
Cisompet, Kecamatan Pendeuy dan berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Tasikmalaya serta Samudera
Indonesia. Wilayahnya terdiri dari 7 (tujuh) desa, namun
yang kasus malarianya tinggi adalah Desa Sagara dan Desa
Maroko. Kedua desa ini mempunyai ekosistem yang
berbeda. Ekosistem Desa Sagara terdiri dari pantai,
perkampungan, dan persawahan seluas 4.907,50 Ha serta
hutan dalam jarak 1 km. Ekologi Desa Maroko adalah
meliputi perkebunan dan persawahan seluas 4.052,06 Ha
(Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, 2004).
Karakteristik lingkungan di Kecamatan Cibalong
sangat cocok sebagai habitat nyamuk vektor malaria
sehingga kepadatannya harus dikendalikan untuk
menghindari penularan malaria. Upaya pengendalian
malaria sangat membutuhkan data entomologi vektor,
sedangkan di Kecamatan Cibalong data dimaksud belum
tersedia, karena itu telah dilakukan survai untuk
mengetahui fauna, kepadatan dan kelimpahan nisbi
nyamuk Anopheles spp.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Sagara dan Desa
Maroko Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut selama
delapan bulan, pada Bulan Mei sampai dengan Bulan
-
Fauna Anopheles
26
Desember 2005 dengan metode observasional melalui
pendekatan cross sectional.
Survai dimulai dengan mnentukan empat rumah
sebagai catching station dengan kategori berdekatan
dengan tempat perkembangbiakkan nyamuk Anopheles
spp. dengan jarak maksimal 500 meter atau rumah yang
mempunyai kandang ternak.
Survai dilakukan mulai jam 18.0006.00 WIB
dengan metode penangkapan nyamuk hinggap (landing) di
dalam dan luar rumah oleh 6 orang kolektor, 3 orang
didalam rumah dan 3 orang di luar rumah. Penangkapan
dilakukan selama 40 menit, dilanjutkan dengan
penangkapan nyamuk yang istirahat di dinding dalam
rumah dan di sekitar kandang ternak (kerbau/sapi) selama
10 menit. Sisa waktu 10 menit di setiap jamnya, digunakan
untuk istirahat kolektor dan persiapan penangkapan pada
jam selanjutnya. Nyamuk yang tertangkap dikelompokkan
berdasarkan jam, lokasi penangkapan (luar dan dalam
rumah) serta istirahat di dinding dan kandang, kemudian
diidentifikasi spesiesnya.
Data penangkapan nyamuk dianalisis secara
deskriptif berdasarkan distribusi nyamuk tertangkap per
spesies, selanjutnya dihitung kelimpahan nisbi per spesies.
Kelimpahan nisbi adalah hasil pembagian jumlah spesies
nyamuk tertentu dengan jumlah nyamuk yang tertangkap
per metode penangkapan. Data yang telah dihitung
selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik.
-
Fauna Anopheles
27
HASIL PENELITIAN
Jumlah nyamuk Anopheles spp. tertangkap di Desa
Sagara selama 8 (delapan) kali survai adalah 205 ekor,
terdiri dari 7 (tujuh) spesies yaitu Anopheles aconitus, An.
annularis, An. barbirostris, An. kochi, An. sundaicus, An.
tesselatus dan An. vagus. Nyamuk yang paling banyak
tertangkap dengan metode umpan orang dan resting
kandang adalah An. sundaicus (80 ekor) dan An. vagus (72
ekor).
Nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap di Desa
Maroko lebih sedikit dibandingkan di Sagara yaitu 49 ekor,
terdiri dari 6 (enam) spesies yaitu An. aconitus, An.
barbirostris, An. kochi, An. maculatus, An. minimus dan
An. vagus. Nyamuk dominan yang tertangkap adalah An.
barbirostris (17 ekor) dan An. vagus (15 ekor).
Nyamuk An. vagus ditemukan di kedua desa
dengan kepadatan yang dominan. Nyamuk An. aconitus
juga ditemukan di kedua lokasi tersebut, namun di Desa
Sagara jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan
spesies lainnya.
-
Fauna Anopheles
28
Gambar 2.1.
Fauna Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap
di Desa Sagara, Kec. Cibalong, Kab. Garut,
Jawa Barat Tahun 2005
Gambar 2.2.
Fauna Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap
di Desa Maroko, Kec. Cibalong, Kab. Garut,
Jawa Barat Tahun 2005
-
Fauna Anopheles
29
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
Rest Kd 0,030 0,035 0,095 0,259 0,035 0,343
Rest Dd 0,000 0,005 0,000 0,085 0,015 0,000
UOL 0,005 0,000 0,005 0,035 0,005 0,000
UOD 0,000 0,000 0,000 0,020 0,015 0,015
An.annularis An.barbirostris An.kochi An.sundaicus An.tesselatus An.vagus
Gambar 2.3.
Kelimpahan Nisbi Nyamuk Anopheles spp. per Metode Survai
di Desa Sagara Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut
Tahun 2005
Pada penangkapan umpan orang di Desa Sagara,
hanya ditemukan 3 spesies yaitu An. sundaicus, An.
tesselatus dan An. vagus. Nyamuk dengan kelimpahan
nisbi tertinggi adalah An. sundaicus sebesar 0,035 (umpan
orang luar/UOL) dan 0,020 (umpan orang dalam/UOD).
Nyamuk An. vagus hanya tertangkap pada metode umpan
orang dalam dengan angka kelimpahan nisbi 0,015 yang
sama dengan An. tesselatus.
-
Fauna Anopheles
30
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
rest kd 0,08 0,27 0,00 0,00 0,00 0,22
rest dd 0,10 0,02 0,04 0,00 0,00 0,04
uol 0,04 0,02 0,00 0,02 0,00 0,02
uod 0,04 0,04 0,00 0,00 0,02 0,02
aconitus barbirostris kochi maculatus minimus vagus
Gambar 2.4.
Kelimpahan Nisbi Nyamuk Anopheles spp. per Metode
di Desa Maroko, Kec. Cibalong, Kab. Garut,
Jawa Barat Tahun 2005
Hasil penangkapan di Desa Maroko menunjukkan
nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan metode
resting kandang, lebih banyak dibanding metode lain.
Angka kelimpahan nisbi An. barbirostris adalah yang
tertinggi yaitu 0,27, kemudian nyamuk An. vagus sebesar
0,22. Nyamuk Anopheles yang tertangkap di desa Maroko
ditemukan pada semua metode, kecuali An. kochi yang
tidak tertangkap pada umpan orang. Pada penangkapan
umpan orang di luar, An.aconitus lebih dominan dibanding
dengan spesies lainnya yaitu 0,04, namun pada
penangkapan di dalam sama dengan An. barbirostris
dengan kelimpahan nisbi 0,04.
-
Fauna Anopheles
31
PEMBAHASAN
Nyamuk dominan yang ditemukan di desa Sagara
adalah An. sundaicus dengan tempat perkembangbiakkan
sawah air payau dan lagun Haminteu yang berjarak
dengan pemukiman penduduk 100 m. Kadar garam
(salinitas) rata-rata 4, dengan pH rata-rata 6. Kondisi
lagun terang pencahayaan dengan vegetasi padi, semanggi
dan lumut.
Hasil penelitian ini agak berbeda dengan penelitian
yang dilakukan Sembiring (2005) di Asahan Sumatera
Utara, yang menyebutkan habitat nyamuk An. sundaicus
ditemukan pada daerah yang tidak terpengaruh pasang
surut air laut (PSAL) adalah rawa-rawa terbengkalai yang
ditumbuhi ganggang, rumput air dengan salinitas 0,05
1,35 %. Sedangkan daerah yang dipengaruhi PSAL dengan
salinitas 1,452,53 kurang cocok untuk perkembangan
larva An. sundaicus.
Angka kelimpahan nisbi, An. sundaicus sebagai
tersangka vektor di daerah pantai adalah dominan pada
kebiasaan menggigit manusia di luar rumah (0,035). Hal ini
sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Loka Litbang
P2B2 Ciamis, di Desa Pamotan Ciamis yang merupakan
daerah pantai, yang menunjukkan kebiasaan menggigit
nyamuk An. sundaicus di luar rumah lebih tinggi
dibandingkan di dalam rumah (Loka Litbang P2B2 Ciamis,
2004).
-
Fauna Anopheles
32
Nyamuk yang dominan ditemukan di Desa Maroko
adalah An. aconitus yang sudah dikonfirmasi sebagi vektor
di Jawa. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Efansyah
(2002) di Desa Sedayu Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa
Tengah yang menemukan 10 (sepuluh) spesies Anopheles
spp. yaitu An. aconitus, An. barbirostris, An. flavirostris, An.
vagus, An. kochi, An. annularis, An. minimus, An.
maculatus dan An. subpictus dengan spesies dominan
adalah An. aconitus. Tempat perkembangbiakkan nyamuk
An. aconitus di Desa Maroko adalah aliran air pesawahan
dari irigasi dan kolam yang ditumbuhi tanaman kangkung,
pH rata-rata 7 dengan keadaan sinar matahari yang cukup.
Nyamuk An. barbirostris dan An. vagus adalah spesies
yang dominan di Desa Sagara dan Desa Maroko. Kedua
lokasi penelitian mempunyai wilayah persawahan, Desa
Sagara merupakan wilayah pantai dan Desa Maroko
merupakan wilayah perkebunan sehingga kedua spesies ini
ditemukan di kedua lokasi tersebut. Hal ini sejalan dengan
penelitian fauna di Kabupaten Donggala, bahwa di tempat
lokasi survei ditemukan adanya An. barbirostris dan An.
vagus. Nyamuk An. barbirostris merupakan tersangka
vektor di Kab. Donggala Sulawesi Tengah (Jastal et al.,
2001).
Hasil penelitian di Halmahera sejalan dengan
penelitian ini, yaitu nyamuk An. vagus ditemukan di
wilayah persawahan baik larva maupun dewasa dengan
kadar salinitas habitatnya adalah 0 (Soekirno et al., 1997).
-
Fauna Anopheles
33
Spesies nyamuk An. barbirostris dan An. vagus juga
ditemukan di habitat sawah dan rawa-rawa di Kupang,
Nusa Tenggara Timur (Meomanu, 2012).
Hasil penelitian ini yang menunjukkan terdapat
perbedaaan keragaman fauna Anopheles spp. pada
keadaan geografis yang berbeda, sama dengan penelitian
yang dilakukan Mardiana et al. (2002) di Kabupaten
Trenggalek Jawa Timur. Lokasi penelitian yaitu Desa
Sawahan adalah daerah pedalaman yang berbukit-bukit
dengan ada hutan pinus, ditemukan 5 (lima) spesies yaitu
An. vagus, An. maculatus, An. flavirostris, An. barbirostris
dan An. kochi. Sedangkan desa Damas yang terletak di
sekitar pantai dan terdapat beberapa lagun, ditemukan
nyamuk An. sundaicus, An. vagus, dan An. barbirostris.
KESIMPULAN
Fauna nyamuk Anopheles spp. di Kecamatan
Cibalong Kabupaten Garut adalah An. sundaicus, An.
barbirostris, An. vagus, An. aconitus, An. kochi, An.
maculatus, An. minimus, An. annularis, dan An. tesselatus.
Spesies yang dominan di Desa Sagara yang
merupakan daerah pantai adalah An. sundaicus dengan
tempat perkembangbiakan adalah lagun dan sawah air
payau. Sedangkan yang dominan di Desa Maroko yang
merupakan daerah perkebunan dan hutan adalah nyamuk
-
Fauna Anopheles
34
An. aconitus. Nyamuk lain yang ditemukan di kedua lokasi
tersebut adalah An. barbirostris dan An. vagus.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Bank Data Pusdatin. [disitasi tanggal 3 Mei 2012].
http://www. bankdata.depkes.go id. 2009.
Dinas Kesehatan Kabupaten Garut. Laporan Tahunan P2 Malaria
tahun 2003. Garut. 2004.
Jastal et al. Fauna Nyamuk Anopheles pada Beberapa Tempat di
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah dan Peranannya
dalam Penularan Penyakit Malaria. Media Litbang
Kesehatan. vol. 11(1) 2001. DEPKES RI. Jakarta. 2001.
Loka Litbang P2B2 Ciamis. Studi Dinamika Penularan Malaria di
Desa Pamotan Kecamatan Kalipucang Kabupaten Ciamis
Jawa Barat. [Laporan]. Ciamis. 2004.
Meomanu, Yukundus. Studi Fauna Anopheles di Kelurahan
Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang, Nusa
Tenggara Timur. [disitasi 3 Mei 2012].
http://www.fkm.undip.ac.id. 2011.
Mardiana, Shinta et al. Berbagai Jenis Nyamuk Anopheles dan
Tempat Perindukannya yang ditemukan Di Kabupaten
Trenggalek Jawa Timur. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Vol 12 No 4 (Des) 2002.
ISSN:0853-9987. 2002.
Noor, Efansyah. Studi Komunitas Nyamuk Anopheles di Desa
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Provinsi
Jawa Tengah. [Tesis]. IPB Bogor. 2002.
-
Fauna Anopheles
35
Soekirno, Santiyo, Nadjib et al. Fauna Anopheles dan Status,
Pola Penularan serta Endemisitas Malaria di Halmahera,
Maluku Utara. Cermin Dunia Kedokteran : No 118 1997.
Jakarta. 1997
Sembiring, Terang Uli Jendalim. Karakteristik Habitat Larva
Anopheles sundaicus (Rodenwalt) (Diptera : Culicidae) di
Daerah Pasang Surut Asahan Sumatera Utara. [Tesis]. IPB
Bogor. 2005.
World Health Organization. Laporan WHO 2012, Malaria.
[disitasi tanggal 2 Juli 2013]. http://mdgsindonesia.org.
2012.
-
Fauna Anopheles
36
-
37
Bab 3.
Fauna Nyamuk Anopheles di Wilayah
Perbukitan Desa Pandean, Kab. Trenggalek
dan Potensinya sebagai Vektor Malaria
Roy Nusa RES, Rohmansyah WN
PENDAHULUAN
Malaria ada hampir di seluruh daerah di Indonesia,
tersebar di daerah endemis malaria di JawaBali maupun
di luar JawaBali (Depkes RI., 1999). Peningkatan malaria,
salah satunya disebabkan masuknya penderita malaria ke
daerah yang terdapat vektor malaria atau biasa disebut
malariogenic potentia yang dipengaruhi oleh receptivity
dan vulnerability. Receptivity adalah adanya vektor malaria
dalam jumlah besar dan terdapatnya faktor-faktor ekologis
yang memudahkan penularan, sedangkan vulnerability
menunjukkan suatu daerah malaria atau kemungkinan
masuknya seorang atau sekelompok penderita malaria dan
atau vektor yang telah terinfeksi (Harijanto, 2000).
-
Fauna Anopheles
38
Infeksi malaria di Indonesia mencapai 15 juta kasus.
Tingginya kasus ini disebabkan antara lain karena usaha
masyarakat dan/atau pemerintah yang tidak berwawasan
kesehatan lingkungan, mobilitas penduduk dari dan ke
daerah endemis malaria, adanya resistensi nyamuk vektor
terhadap insektisida yang digunakan dan juga resistensi
Plasmodium spp. obat malaria yang makin meluas,
perhatian masyarakat termasuk masalah kesehatan
terhadap malaria berkurang, sumber daya yang menurun
dan lainlain (Depkes RI., 2000).
Salah satu daerah reseptif yang pernah mengalami
peningkatan kasus malaria beberapa tahun lalu adalah
Desa Pandean Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek
Provinsi Jawa Timur. Terdapat kecenderungan penurunan
angka parasit dari tahun 2007 sampai dengan 2010,
berturut-turut adalah 4,5, 2,3, 1,8 dan 1,4.
Sebagian besar adalah kasus impor yang dibawa oleh para
pekerja musiman saat pulang kampung, tetapi juga
terdapat kasus indigenous yang berasal dari kasus impor.
Dengan demikian, wilayah tersebut merupakan daerah
yang rawan terhadap terjadinya penularan malaria
(Harijanto, 2000).
Program pemberantasan malaria yang meliputi
penemuan penderita, pemeriksaan parasitologi malaria,
pengobatan dengan ACT, pembagian kelambu
berinsektisida, IRS/penyemprotan rumah dan surveilans
vektor, tidak dapat dilaksanakan di semua desa di
-
Fauna Anopheles
39
Puskesmas Pandean karena keterbatasan sumber daya.
Data entomologi nyamuk vektor belum tersedia di Desa
Pandean termasuk informasi keragaman fauna nyamuk
Anopheles spp. dewasa. Padahal informasi tersebut sangat
diperlukan untuk mendukung upaya eliminasi malaria
yang berbasis bukti.
Guna pengumpulan informasi entomologi vektor
malaria, telah dilakukan penelitian di wilayah perbukitan
Pandean Trenggalek dengan tujuan mengetahui fauna
Anopheles spp. dan potensinya sebagai vektor malaria
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan rancangan cross sectional (Murti, 1997), dilakukan
selama 11 bulan mulai Februari 2011 sampai dengan
Desember 2011. Pengumpulan nyamuk dewasa dengan
empat metode, yaitu human landing atau umpan orang di
dalam dan di luar rumah, koleksi nyamuk resting di dinding
dan disekitar ternak (kandang) masing-masing dilakukan
oleh 3 orang kolektor selama 12 jam (18.00- 06.00 WIB).
Nyamuk yang tertangkap diidentifikasi dengan
menggunakan kunci bergambar untuk Anopheles spp.
betina dari Indonesia (Oconnor c.t. dan soepanto A.,
2000). Data yang terkumpul dianalisa untuk memperoleh
gambaran frekuensi, kelimpahan nisbi dan angka
dominansi spesies yang tertangkap per metode yang
-
Fauna Anopheles
40
dihitung menurut Sigit 1968 (dalam Taviv, 2005). Untuk
mengetahui keberadaan sporozoit pada nyamuk dilakukan
uji Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mendeteksi
protein Circum Sporozoite.
HASIL PENELITIAN
Desa Pandean memiliki bentang alam yang
didominasi oleh ladang dan persawahan dengan irigasi non
teknis, merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian
antara 420 sampai 610 meter dari permukaan laut,
berjarak sekitar 40 km dari ibu kota kabupaten.
Selama 11 bulan pengumpulan data diperoleh 298
ekor nyamuk Anopheles spp. terdiri dari delapan spesies
(Tabel 3.1) yang diperoleh pada semua metode
penangkapan (Tabel 3.2).
-
41
Tabel 3.1.
Jenis, Jumlah dan Persentase Nyamuk Tertangkap Bulan Februari-Desember 2011
di Desa Pandean pada Semua Metode Penangkapan.
Spesies Bulan
Jumlah % 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
An. aconitus 1
5 21 76 3 106 5.66
An. annularis
1 1 0.05
An. barbirostris 69 94 120 96 202 160 149 94 18 94 38 1.134 60.60
An. indefinitus
34
5 39 2.08
An. kochi
6 1
4 11 0.58
An. maculatus
6
21 27 1.44
An. umbrosus
2 2 0.10
An. vagus
37 10
504 551 29.44
Total 70 94 120 96 202 160 149 148 84 170 578 1.871 100
-
42
Tabel 3.2.
Jumlah Nyamuk Tertangkap per Metode Penangkapan
di Desa Pandean Selama Bulan Februari-Desember 2011.
Spesies Metode
Jumlah DD KD UOD UOL
An. aconitus 1 61 19 25 106
An. annularis
1
1
An. barbirostris 67 993 19 55 1.134
An. indefinitus 1 37
1 39
An. kochi 1 10
11
An. maculatus
21
6 27
An. umbrosus
2
2
An. vagus 9 528
14 551
Total 79 1653 38 101 1.871
% 4.22 88.30 2,00 5.40 100
Keterangan: DD = Dinding dalam Rumah
KD = Di Sekitar Kandang Ternak
UOD = Umpan Orang Dalam Rumah
UOL = Umpang Orang Luar Rumah
Frekuensi dan Kelimpahan Nyamuk Anopheles spp.
Selama periode pengumpulan data, penangkapan
nyamuk dilakukan 132 kali. Frekuensi tertinggi nyamuk
yang tertangkap adalah 132/132 = 1 (Tabel 3.3).
-
43
Tabel 3.3.
Frekuensi Nyamuk Tertangkap Menurut Spesies dan Metodenya
di Desa Pandean Februari-Desember 2011
Spesies Metode
KD DD UOD UOL
An. aconitus 0,14 0,01 0,05 0,05
An. annularis 0,01 - - -
An. barbirostris 0,85 0,23 0,06 0,18
An. indefinitus 0,07 0,01 - 0,01
An. kochi 0,06 0,01 - -
An. maculatus 0,07 - - 0,02
An. umbrosus 0,01 - - -
An. vagus 0,17 0,05 - 0,05
Keterangan: DD = Dinding dalam Rumah
KD = Di Sekitar Kandang Ternak
UOD = Umpan Orang Dalam Rumah
UOL = Umpang Orang Luar Rumah
Tabel 3.4.
Besaran Kelimpahan Nyamuk Tertangkap per Spesies dan
Metodenya di Desa Pandean Februari-Desember 2011
Spesies Metode
DD KD UOD UOL
An. aconitus 1.27 3.69 50.00 24.75
An. annularis - 0.06 - -
An. barbirostris 84.81 60.07 50.00 54.46
An. indefinitus 1.27 2.24 - 0.99
An. kochi 1.27 0.60 - -
An. maculatus - 1.27 - 5.94
An. umbrosus - 0.12 - -
An. vagus 11.39 31.94 - 13.86
Keterangan: DD = Dinding dalam Rumah
KD = Di Sekitar Kandang Ternak
UOD = Umpan Orang Dalam Rumah
UOL = Umpang Orang Luar Rumah
-
44
Angka Dominansi Anopheles spp.
Selanjutnya untuk menggambarkan besarnya
dominansi fauna nyamuk yang ditemukan sesuai metode
yang digunakan, disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5.
Besaran Angka Dominansi Nyamuk Tertangkap Menurut Spesies
dan Metodenya di Desa Pandean
Periode Februari-Desember 2011
Spesies Metode
DD KD UOD UOL
An. aconitus 0.01 0.52 2.50 1.24
An. annularis - 0.00 - -
An. barbirostris 19.51 51.06 3.00 9.80
An. indefinitus 0.01 0.16 - 0.01
An. kochi 0.01 0.04 - -
An. maculatus - 0.09 - 0.12
An. umbrosus - 0.00 - -
An. vagus 0.57 5.43 - 0.69
Keterangan: DD = Dinding dalam Rumah
KD = Di Sekitar Kandang Ternak
UOD = Umpan Orang Dalam Rumah
UOL = Umpang Orang Luar Rumah
Keberadaan Sporozoit pada Nyamuk
Hasil pemeriksaan PCR diketahui bahwa sporozoit
yang ditemukan adalah Plasmodium vivax pada spesies
An. aconitus. Jumlah nyamuk yang mengandung sporozoit
sebanyak tiga ekor dari 25 nyamuk (12%).
-
Fauna Anopheles
45
PEMBAHASAN
Salah satu faktor penyebab adanya sumber
penularan malaria adalah banyaknya mobilitas penduduk
ke daerah endemis malaria di luar Jawa. Terdapatnya
vektor dan kebiasaan masyarakat saat tidur yang tidak
memakai kelambu juga merupakan faktor pendukung
penularan malaria.
Ditemukannya 8 spesies nyamuk Anopheles spp.
menunjukkan Desa Pandean memiliki keragaman
Anopheles spp. yang tinggi. Menurut Taviv (2005),
keragaman spesies nyamuk dipengaruhi oleh kondisi
setempat seperti topografi, suhu, kelembaban, curah
hujan dan variasi tata guna lahan. Kemunculan spesies
tertentu pada bulan tertentu diduga dipengaruhi oleh
curah hujan yang mengakibatkan terbentuknya tempat
berkembangbiak nyamuk. Variasi tataguna lahan meliputi
permukiman, persawahan, perkebunan, areal hutan, dan
sungai diduga juga berkontribusi atas adanya variasi
spesies Anopheles. Spesies nyamuk Anopheles spp. paling
banyak ditemukan adalah An. barbirostris, selanjutnya
adalah An. vagus dan An. aconitus.
Spesies lain yang kelimpahannya juga relatif tinggi
adalah An. aconitus pada human landing di dalam dan di
luar rumah. Frekuensi tertangkap tertinggi adalah An.
barbirostris yang ditemukan di sekitar ternak (Tabel 3.3.).
Pada metode human landing, frekuensi tertinggi masih An.
barbirostris di dalam dan di luar rumah, kemudian An.
-
Fauna Anopheles
46
aconitus. Angka dominansi terbesar pada metode human
landing berturut-turut adalah An. barbirostris diikuti An.
aconitus. Selain kedua spesies itu tiga spesies lain yang
juga tertangkap pada metode human landing adalah An.
indefinitus, An. maculatus dan An. vagus.
Berdasarkan metode pengumpulan nyamuk,
jumlah nyamuk terbanyak ditemukan di sekitar
ternak/kandang, yaitu sebesar 88,30%. Hasil ini relatif
konsisten dengan hasil lainnya, misal Sulaeman (2004)
yang melaporkan hasil koleksi umpan ternak/sekitar ternak
memberikan hasil yang lebih banyak dibanding metode
lainnya.
Untuk mengetahui keberadaan sporozoit pada
nyamuk dilakukan uji PCR yang mendeteksi protein Circum
Sporozoite pada nyamuk. Metode ini memiliki sensitivitas
dan spesifitas yang tinggi (Han GD, et al., 1999). Deteksi
protein Circum Sporozoite pada nyamuk juga pernah
dilakukan dengan hasil positif di Kabupaten Kulon Progo
(Wigati R.A., dkk., 2010).
Uji Circum Sporozoite dilakukan pada nyamuk yang
terkumpul dari metode human landing di dalam dan di luar
rumah saja. Hanya pada nyamuk yang tertangkap diluar
rumah ditemukan adanya siklus sporozoit, pada nyamuk
yang tertangkap di dalam rumah tidak ditemukan adanya
siklus sporozoit. Circum Sporozoite Protein merupakan
antigen terpenting yang terdapat pada permukaan
sporozoit, memainkan peranan dalam menimbulkan
-
Fauna Anopheles
47
perlindungan diperantarai antibodi terhadap parasit. Hasil
pemeriksaan PCR diketahui bahwa sporozoit yang
ditemukan adalah P. vivax yang ditemukan pada spesies
An. aconitus. Jumlah nyamuk yang mengandung sporozoit
sebanyak tiga ekor dari 25 nyamuk (12%).
Terdapat beberapa spesies Anopheles spp. di Desa
Pandean, salah satunya adalah An. aconitus yang terbukti
mengandung sporozoit. Kontak nyamuk tersebut dengan
manusia di dalam rumah lebih besar dari pada di luar
rumah. Kondisi lingkungan yang banyak terdapat
persawahan terasering dengan irigasi berasal dari mata air
atau sungai mendukung kehadiran An. aconitus. Di sisi lain
besar kemungkinan populasi manusia di Desa Pandean
adalah kelompok rentan terhadap infeksi Plasmodium spp.
Untuk mengantisipasi berkembangnya masalah
malaria, perlu dilakukan upaya antara lain pemanfaatan
ternak sebagai cattle barrier di sekitar permukiman
dengan jarak yang memadai, intensifikasi survei vektor
dengan melibatkan peran serta masyarakat, upaya
pengendalian larva dengan pengeringan sawah secara
berkala, intensifikasi upaya penemuan penemuan
penderita sebagai sumber penularan dan pengobatan
penderita yang memadai.
KESIMPULAN DAN SARAN
Terdapat delapan spesies Anopheles spp. di Desa
Pandean, yaitu An. aconitus, An. annularis, An. barbirostris,
-
Fauna Anopheles
48
An. indefinitus, An. kochi, An. maculatus, An. umbrosus,
dan An. vagus. Spesies yang terbukti mengandung
sporozoit adalah An. Aconitus, yang kontak dengan
manusia di dalam rumah lebih besar dari pada di luar
rumah, sehingga berpotensi sebagai vektor malaria di Desa
Pandean.
DAFTAR PUSTAKA
Data Sekunder Laporan Rutin Puskesmas Pandean. 2010.
Data Sekunder Laporan Rutin Puskesmas Pandean. 2010.
Depkes RI. (1999). Pedoman Pemberantasan Penyakit Malaria.
Jakarta: Dirjen PPM dan PLP.
Depkes RI. (2000). Gebrak Malaria. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP.
Han GD, Zhang XJ, Zhang HH, et al. Use of PCR/DNA probes to
identify circumsporozoite genotype of Plasmodium vivax
in China. Show all Southeast Asian J Trop Med Public
Health. 1999 Mar;30(1):20-3.
Han GD, Zhang XJ, Zhang HH, et al. Use of PCR/DNA probes to
identify circumsporozoite genotype of Plasmodium vivax
in China. Show all Southeast Asian J Trop Med Public
Health. 1999 Mar; 30(1):20-3.
Harijanto P.N. (2000). Malaria Epidemiologis, Patogenesis,
Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC.
Harijanto P.N. (2000). Malaria Epidemiologis,
Patogenesis,Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC.
Murti Bhisma. (1997). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
-
Fauna Anopheles
49
Oconnor c.t. dan soepanto A. 2000.kunci bergambar untuk
Anopheles betina dari Indonesia. Dirjen pp&pl. depkes.
R.i. Indonesia.
Sulaeman DS. 2004. Studi Komunitas dan Populasi nyamuk
Anopheles di desa bolapapu kaitannya dengan
epidemiologi malaria [Tesis]. Program pasca sarjana,
institut pertanian bogor. Bogor.
Taviv Y. 2005. Fauna nyamuk di Desa Segara Kembang
Kecamatan Lengkiti, Ogan Komering Ulu, Sumatera
Selatan. IPB Bogor.
Taviv Y. 2005. Fauna nyamuk di desa segara kembang
kecamatan lengkiti, ogan komering ulu, sumatera selatan.
IPB Bogor.
Wigati R.A., Mardiana, Mujiyono, S Alfiah. Deteksi Protein
Circum Sporozoite Pada Spesies Nyamuk Anopheles Vagus
Tersangka Vektor Malaria di Kecamatan Kokap,
Kabupaten Kulon Progo Dengan Uji
Enzymelinkedimmunosorbent Assay (Elisa). Media Litbang
Kesehatan Volume XX Nomor 3 Tahun 2010
Wigati R.A., Mardiana, Mujiyono, S Alfiah. Deteksi Protein
Circum Sporozoite Pada Spesies Nyamuk Anopheles Vagus
Tersangka Vektor Malaria di Kecamatan Kokap,
Kabupaten Kulon Progo Dengan Uji
Enzymelinkedimmunosorbent Assay (Elisa). Media Litbang
Kesehatan Volume XX Nomor 3 Tahun 2010
-
Fauna Anopheles
50
-
51
Bab 4.
Karakteristik Anopheles nigerrimus Giles
sebagai Vektor Malaria
Hubullah Fuadzy, Rina Marina
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan kerugian ekonomi mencapai tiga triliun
lebih setiap tahunnya. Kerugian ekonomi meliputi biaya
kesehatan masyarakat akibat malaria sebesar 40%, serta
menurunkan Produk Domestik Bruto sebesar 1,3% (PDB)
(WHO, 2010). Malaria juga senantiasa menimbulkan
dampak negatif bagi kesehatan bahkan kematian terutama
pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita dan ibu hamil
(Depkes, 2008).
Penyebaran malaria merata di daerah tropis dan
subtropis, pada wilayah yang terletak pada 60o lintang
utara sampai dengan 32o lintang selatan, dari daerah
-
Fauna Anopheles
52
dengan ketinggian 433 meter di bawah permukaan laut
sampai dengan daerah yang ketinggiannya mencapai 2.666
m dpl (Ariati, 2004). Sebaran ini mulai dari daerah yang
tidak berpenghuni hingga daerah yang berpenduduk padat
yang mengakibatkan tingginya manusia berisiko tertular
malaria.
Pada tahun 2000, malaria masuk sebagai prioritas
target ke 8 Millenium Development Goals (MDGs) yang
dideklarasikan oleh 189 negara anggota PBB, termasuk
Indonesia. Eliminasi malaria di Indonesia telah dimulai
sejak tahun 2004 dengan sasaran pada tahun 2030
Indonesia bebas dari malaria. Berbagai intervensi telah
dilakukan untuk tujuan percepatan penanggulangan
malaria, antara lain penggunaan kelambu berinsektisida
untuk penduduk berisiko, pengobatan yang tepat untuk
penduduk yang terinfeksi menggunakan Artemisinin Based
Combination Therapy (ACT), penyemprotan rumah dengan
insektisida, dan pengobatan pencegahan pada ibu hamil
(Balitbangkes, 2010).
Indonesia sebagai wilayah yang beriklim tropis,
merupakan daerah yang cocok bagi perkembangbiakan
nyamuk penular (vektor) malaria. Menurut catatan Lokollo
(1993) dalam orasi ilmiah Guru Besar di UNDIP Semarang,
masalah malaria di Indonesia berkaitan dengan jumlah
penduduk yang menempati urutan 4 dunia dan disparitas
tingkat kemampuan sumber daya manusia, sehingga
menyebabkan usaha pemberantasan tidak dapat dilakukan
-
Fauna Anopheles
53
secara serempak di seluruh tanah air. Data kasus baru
malaria dalam satu tahun (2009/2010) yang diperoleh
melalui wawancara anggota rumah tangga di seluruh
Indonesia adalah 22,9, lebih banyak pada laki-laki
(24,9), pada pendidikan tidak tamat SD (27,5), serta
pada daerah pedesaan (29,8). Untuk kawasan luar pulau
Jawa dan Bali, besarnya angka kasus baru malaria adalah
45,2 (Balitbangkes, 2010).
Sebagai contoh kasus adalah kasus malaria di
Provinsi Jambi yang mencapai 52,3 (Balitbangkes, 2010).
Penelitian Taviv (2008), menjelaskan bahwa di antara
penyakit tular vektor di wilayah Provinsi Jambi, yang paling
dominan adalah malaria dengan jumlah yang mengalami
fluktuasi dalam kurun waktu 2005 2008 (Gambar 4.1).
Gambar 4.1.
Jumlah Penderita Malaria di Provinsi Jambi
pada Tahun 2005-2008
Sumber : bankdata.depkes.go.id
-
Fauna Anopheles
54
Pada periode tahun 2005-2008, walaupun terjadi
fluktuasi, tapi Jumlah penderita malaria di Provinsi Jambi
cenderung mengalami kenaikan. Munculnya kasus baru
malaria dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut
menempatkan Provinsi Jambi sebagai wilayah endemik
malaria tinggi.
Malaria dominan disebabkan oleh parasit
Plasmodium falcifarum dan P. vivax atau campuran
keduanya, ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp.
Proses penularan terjadi apabila nyamuk yang telah
terinfeksi Plasmodium spp. mengeluarkan ludah sewaktu
menggigit manusia yang mengandung parasit dalam
bentuk sporozoit, selanjutnya berkembang dalam tubuh
manusia dan dapat menyebabkan malaria. Apabila
penderita malaria digigit oleh nyamuk Anopheles spp,
parasit dalam bentuk gametosit akan ikut terhisap,
selanjutnya akan berkembang dalam tubuh nyamuk untuk
kemudian menularkan kepada manusia lain.
Mengendalikan nyamuk vektor malaria secara
efektif dan efisien, perlu dilakukan berdasarkan dukungan
data entomologi, terutama yang berkaitan dengan
pemetaan fauna nyamuk dan monitoring populasi nyamuk
secara berkelanjutan. Pelaksanaan pengembangan
program pengendalian nyamuk, dapat dilakukan dengan
menggabungkan cara kimia dan non kimia, serta
penyuluhan kepada masyarakat secara terus menerus
(Depkes. 2008).
-
Fauna Anopheles
55
Menurut catatan Sigit (2006) dalam Hama
Pemukiman Indonesia, jumlah nyamuk yang teridentifikasi
di dunia telah mencapai 3.100 spesies dan 34 genus. Di
Indonesia, terdapat 457 spesies nyamuk, di antaranya
terdapat 80 spesies Anopheles spp., yang telah dinyatakan
sebagai vektor sebanyak 25 spesies dengan tempat
perkembangbiakan yang berbeda. Salah satu spesies
nyamuk Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor
adalah An. nigerrimus.
ANOPHELES NIGERRIMUS
Nyamuk An. nigerrimus telah dikonfirmasi sebagai
vektor malaria dan filariasis. Di Indonesia banyak
ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi
(Gandahusada, 2006). Pertama kali dikonfirmasi sebagai
vektor malaria di Palembang Sumatera Selatan pada tahun
1940. Nyamuk An. nigerrimus dahulu dikenal sebagai An.
hyrcanus varian X, kemudian Giles pada tahun 1900
memberikan nomenklatur An. nigerrimus (www.wrbu.org)
karena memiliki karakteristik morfologi berbeda dengan
spesies An. hyrcanus lainnya. Perbedaan tersebut meliputi
tidak adanya tanda gelap preapical urat 1 tanpa sisik-sisik
pucat atau kalaupun ada hanya sedikit, gelang-gelang tarsi
kaki belakang berukuran sedang dan gelang pucat pada
ruas 3-4 sama panjangnya dengan atau kurang dari ruas 5,
bagian apex tarsi kaki belakang bergelang pucat yang
lebar, di sternit VII abdomen ada sikat terdiri sisik-sisik
gelap, segmen pada ujung palpi jarang dan seluruhnya
-
Fauna Anopheles
56
pucat, serta palpi dengan gelang-gelang pucat (Oconnor
dan Soepanto, 1979).
Laporan kegiatan Laboratorium Entomologi Loka
Litbang P2B2 Ciamis di Provinsi Jambi, menyebutkan dalam
penangkapan nyamuk Anopheles spp. di Desa Selat
Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, telah
ditemukan 6 spesies nyamuk Anopheles spp. yaitu An.
nigerrimus, An. tesellatus, An. vagus, An. kochi, An.
barbirostris, dan An. indefinitus. Nyamuk Anopheles spp.
yang telah dinyatakan sebagai vektor adalah An.
nigerrimus, sedangkan 5 spesies yang lainnya masih
dinyatakan sebagai suspect vektor malaria di wilayah
Jambi. Nyamuk An. tesellatus telah dinyatakan positif
sporozoit di daerah Sumatera, Papua dan Maluku, An.
vagus positif sporozoit di daerah Sulawesi Utara dan
Sukabumi, nyamuk An. kochi positif sporozoit di daerah
Sulawesi Tenggara, nyamuk An. barbirostris positif
sporozoit di daerah NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, dan nyamuk An. indefinitus masih belum
dinyatakan sebagai vektor (Depkes, 1985).
Hardwood & James (1979) menjelaskan bahwa
parameter yang mempengaruhi status nyamuk Anopheles
spp. menjadi vektor adalah :
1) Kemampuan nyamuk menerima dan mendukung
pertumbuhan parasit patogen,
2) Spesifisitas inang vertebrata terhadap patogen,
3) Mobilitas nyamuk,
-
Fauna Anopheles
57
4) Umur nyamuk,
5) Frekuensi menghisap darah manusia,
6) Kepadatan nyamuk, dan
7) Kemampuan nyamuk untuk beradaptasi terhadap
pengaruh dari luar tubuh, terutama kerentanan nyamuk
terhadap insektisida.
Nyamuk An. nigerrimus pernah dilaporkan positif
mengandung sporozoit di daerah Benteng Sulawesi Selatan
dengan sporozoit indeks 9,2%. Kemudian, ditemukan pula
mengandung sporozoit di daerah Karangbinangoen,
Lamongan, Jawa Timur dengan sporozoit indeks 10%. Hasil
perhitungan kapasitas vektorial di daerah Kecamatan Teluk
Dalam, berkisar antara 0,002 3,732 (Boewono, 1994;
1997).
Habitat nyamuk An. nigerrimus yang dilaporkan
dari Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat adalah
pesawahan atau kolam air yang tergenang disekitar
pesawahan dengan suhu air antara 22,9oC 31,2
oC,
konsentrasi ion hydrogen berkisar antara 6,44 7,88, nilai
kekeruhan antara 70 150 NTU (nephelometric turbidity
unit) (Saleh, 2002). Nyamuk ini menyukai habitat
perkembangbiakan dataran rendah dan lembah yang
dingin dengan vegetasi mengapung di permukaan air serta
terkena sinar matahari langsung, seperti kanal, rawa-rawa,
kolam dengan arus yang deras, dan sawah.
Penelitian Saleh (2002) menjelaskan pula bahwa
An. nigerrimus ditemukan sepanjang malam disekitar
-
Fauna Anopheles
58
kandang ternak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa di wilayah
endemik malaria Dusun Mataram Lengkong Kabupaten
Sukabumi, An. nigerrimus merupakan nyamuk yang paling
dominan di antara 7 spesies Anopheles spp. yang
tertangkap, aktif menggigit manusia di dalam rumah mulai
pukul 18.00 s.d. 06.00 WIB dan di luar rumah mulai pukul
19.00 s.d. 24.00 WIB.
Salah satu syarat nyamuk dapat dikatakan sebagai
vektor adalah adanya interaksi langsung antara nyamuk
dengan manusia. Nyamuk An. nigerrimus memiliki
kebiasaan menggigit/menghisap darah manusia sepanjang
malam baik di dalam maupun di luar rumah, mulai pukul
18.00 - 06.00 WIB.
Salah satu upaya dalam eliminasi malaria adalah
penggunaan kelambu ketika tidur di malam hari. Penelitian
Taviv (2008) membuktikan bahwa di Jambi penggunaan
kelambu oleh penduduk, berpengaruh terhadap
penurunan angka kesakitan malaria. Penduduk yang tidak
menggunakan kelambu berpeluang tertular malaria 2,14
kali lebih tinggi dibanding yang menggunakan kelambu
berinsektisida. Sedangkan penduduk yang menggunakan
kelambu tidak berinsektisida, berpeluang tertular malaria
1,4 kali lebih tinggi dibanding yang menggunakan kelambu
berinsektisida.
Oleh karena itu, penduduk yang berisiko tertular
malaria, disarankan menggunakan kelambu berinsektisida
pada saat tidur di malam hari sebagai upaya mengurangi
-
Fauna Anopheles
59
kontak dengan nyamuk dalam upaya menekan penularan
malaria.
PENUTUP
Nyamuk An. nigerrimus telah dikonfirmasi sebagai
vektor malaria. Apabila di daerah yang berisiko terjadi
penularan malaria ditemukan An. nigerrimus, perlu
dilakukan kajian entomologi lebih lanjut, khususnya yang
bertujuan untuk mengetahui kapasitas vektorial sebagai
upaya kewaspadaan dini terhadap peningkatan laju
interaksi vektor dengan agent.
DAFTAR PUSTAKA
Ariati Y. 2004. Studi Kromosom Mitotik Vektok Malaria Nyamuk
Anopheles maculutus Theobald Di Daerah Purworejo,
Jawa Tengah. Tesis Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Balitbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS 2010.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Boewono DT, et al. Penentuan Vektor Malaria Di Kecamatan
Teluk Dalam Nias. Cermin Dunia Kedokteran No.
118/1997. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/
cdk_118_malaria.pdf. Diunduh tanggal 22 Desember
2011.
Damar T, Sustriayu N, Sularto T, Mujiono, Sukarno. 1994.
Anopheles hyrcanus spesies group dan potensinya sebagai
vektor malaria di pulau Nias.
-
Fauna Anopheles
60
Damar T, Sustriayu N, Sularto T, Mujiono, Sukarno. 1997.
Penentuan Vektor Malaria Di Teluk Dalam, Nias. Cermin
Dunia Kedokteran No. 118 ; 9-14.
Depkes. 1985. Vektor Malaria Di Indonesia. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. 39p.
Depkes. 1987. Pemberantasan Vektor dan Cara-Cara
Evaluasinya. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 35p.
Depkes. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di
Indonesia. Dit.Jen.P2PL, Depkes RI. Jakarta.
Gandahusada S. 2006. Parasitologi Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Hardwood & James. 1979. Entomology and Human and Animal
Health. 4th
ed. Mac Millan Publishing Co. Inc. New York.
Harrison and Scanlon 1975 :65 (M*, F*, P*, L*; distr.). Anopheles
nigerrimus. www.wrbu.org/SpeciesPages_ANO/ANO_A-
hab/ANnig_hab.html. Diunduh tanggal 22 Desember
2011.
Husin H. 2007. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria Di
Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota
Bengkulu Propinsi Bengkulu. Tesis Program Pascasarjana
UNDIP Semarang. http://eprints.undip.ac.id/17530/
1/Hasan_Husin.pdf. Diunduh tanggal 22 Desember 2011.
Laporan Kegiatan Penangkapan Nyamuk Laboratorium
Entomologi, Loka Litbang P2B2 Ciamis. (onprogress)
-
Fauna Anopheles
61
Lokollo DM. 1999. Penanggulangan Malaria Untuk Menyehatkan
Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia Indonesia. Dalam Pidato Pengukuhan Guru
Besar. http://eprints.undip.ac.id/205/1/Daniel_Marinus
Lokollo.pdf. Diunduh tanggal 22 Desember 2011
Nasrorudin, dkk. 2007.Penyakit Infeksi Indonesia, Solusi Kini dan
Mendatang. Airlangga University Press. Surabaya
Oconnor dan Soepanto. 1979. Kunci Bergambar Nyamuk
Anopheles Dewasa. Dirjen P2MPL Depkes RI. Jakarta
Pusdatin Depkes RI. www.bankdata.depkes.go.id
Rampengan T H. 2007.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC.
Jakarta
Saleh DS. Studi Habitat Anopheles nigerrimus Giles 1900 dan
Epidemiologi Malaria Di Desa Lengkong Kabupaten
Sukabumi. Tesis Program Pascasarjana IPB. 2002.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/
6452/Cover_2002dss.pdf?sequence=7. Diunduh tanggal
22 Desember 2011
Sigit SH, et. al. 2006. Hama Permukiman Indonesia, Pengenalan,
Biologi, dan Pengendali Anopheles Unit Kajian
Pengendalian Hama Pemukiman IPB. Bogor
Simanjuntak P H, Arbani P R. 1989. Status Malaria Di Indonesia.
Cermin Dunia Kedokteran No. 55/0125 913X.hal 3-7
Taviv Y, Salim M, Yenny A. 2008. Perilaku Penggunaan Kelambu
Dan Rumah Sehat Terhadap Kejadian Penyakit Tular
Vektor (Malaria, Filariasis, DBD) Pada Masyarakat di
Propinsi Jambi
World Health Organization-WHO. 2010. Fact_Sheet Malaria.
http://whqlibdoc.who.int diunduh tanggal 22 Desember
2011
-
Fauna Anopheles
62
-
63
Bab 5.
Anopheles spp. di Kecamatan Amurang,
Kabupaten Minahasa Selatan,
Sulawesi Utara
Joni Hendri, Djani H. W. Hermanus
PENDAHULUAN
Malaria masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dibeberapa wilayah di Indonesia, termasuk di
Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara
(Anonim, 2011) yang pada tahun 2010 ditemukan 135
kasus positif malaria (Dinkes Kab. Minahasa Selatan, 2010).
Salah satu daerah endemis malaria di Kabupaten
Minahasa Selatan adalah Kecamatan Amurang terutama di
Desa Ranoketang Tua. Desa tersebut terletak kurang lebih
275 meter di atas permukaan laut (dpl). Keadaan
geografisnya berbukit-bukit dan merupakan daerah
perkebunan kelapa. Mata pencaharian penduduk
umumnya bekerja sebagai petani kelapa yang sehari-hari
merawat dan memanen kelapa untuk dijual ke perusahaan
kopra.
-
Fauna Anopheles
64
Kasus malaria di Desa Ranoketang Tua selalu ada
tiap bulannya dan cenderung meningkat pada bulan yang
sama. Berdasarkan wawancara dengan petugas Puskesmas
setempat, pada Bulan Agustus 2011 terdapat 2 kasus
positif malaria Plasmodium vivax dengan indikasi
penularan setempat.
Kegiatan yang penting dalam eliminasi malaria di
Indonesia adalah pengendalian vektor karena penularan
malaria dari orang sakit ke orang sehat umumnya melalui
perantaraan nyamuk Anopheles spp. Maka, di setiap
daerah endemis malaria diperlukan informasi vektor
termasuk bionomiknya sebagai dasar pengendalian yang
tepat. Pengamatan vektor di Provinsi Sulawesi Utara,
dilakukan melalui kerjasama dengan Global Fund di Desa
Ranoketang Tua di Kecamatan Ranoketang Tua dengan
tujuan mengetahui fauna nyamuk sesaat.
METODE PENELITIAN
Pengamatan dilakukan pada bulan September 2011
selama satu malam. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode survai entomologi sesaat (spot survey) meliputi
survai nyamuk dewasa berdasarkan metode baku Ditjen
P2M&PL (2003). Survey dilakukan pada malam hari dari
jam 18.00 sampai jam 06.00 pagi hari, dengan jumlah
penangkap 9 orang yang dibagi ke dalam 3 tim untuk 3
rumah.
-
Fauna Anopheles
65
Kegiatan penelitian meliputi penangkapan nyamuk
dengan umpan orang (man landing collection) di dalam
dan di luar rumah, penangkapan nyamuk resting dinding,
penangkapan nyamuk resting sekitar kandang, dan
penangkapan nyamuk resting alam. Identifikasi nyamuk
Anopheles spp. dilakukan berdasarkan Kunci Identifikasi
Nyamuk oleh OConnor dan Arwati (1999). Data yang
diperoleh diolah dan didistribusikan dalam bentuk tabel
dan gambar untuk memperoleh informasi sesuai dengan
tujuan survei.
HASIL PENELITIAN
Nyamuk tertangkap selama penelitian sebanyak
712 ekor, yang terdiri dari 3 spesies yaitu An. barbirostris,
An. parangensis dan An. flavirostris.
Ketiga spesies Anopheles spp. ditemukan melalui
metode umpan orang di luar dan di dalam rumah maupun
resting di sekitar kandang. Sedangkan yang istirahat di
dinding hanya ditemukan An. barbirostris (Tabel 5.1).
-
Fauna Anopheles
66
Tabel 5.1.
Frekuensi Anopheles spp. yang Tertangkap Malam Hari dengan
Berbagai Metode Penangkapan
Jam
Penangkapan Spesies
Metode Penangkapan
UOD OUL DD KD
18.00-06.00
(12 jam)
An. barbirostris 0,67 0,67 0,42 1,00
An. parangensis 0,08 0,33 0 1,00
An. flavirostris 0,17 0,42 0 0,50
Sumber : Data Primer
Keterangan:
- UOD = Umpan Orang Dalam rumah
- UOL = Umpan Orang Luar rumah
- DD = Dinding Dalam rumah
- KD = Di sekitar Kandang ternak
Frekuensi kemunculan tertinggi pada metode
umpan orang baik di dalam maupun di luar rumah adalah
An. barbirostris. Di setiap jam penangkapan, An.
barbirostris juga mendominasi jumlah nyamuk yang
tertangkap kecuali pada jam ke-10 dan jam ke-11. Pada
penangkapan resting kandang, An. barbirostris dan An.
parangensis merupakan dua spesies yang selalu ditemukan
pada setiap jam penangkapan. Kelimpahan nisbi untuk
masing-masing spesies seperti tergambar pada Tabel 5.2.
-
Fauna Anopheles
67
Tabel 5.2.
Kelimpahan Nisbi Spesies Anopheles spp. yang Tertangkap
Malam Hari dengan Berbagai Metode Penangkapan
Spesies
Metode Penangkapan
UOD UOL DD KD
Jml % Jml % Jml % Jml %
An. barbirostris 18 0,78 28 0,62 5 1,00 46 0,07
An. ophelesparangensis 1 0,04 5 0,11 0 0 587 0,92
An. flavirostris 4 0,18 12 0,27 0 0 6 0,01
Jumlah 23 1,00 45 1,00 5 1,00 639 1,00
Sumber : Data Primer
Data hasil survai menunjukkan bahwa An.
barbirostris merupakan spesies dengan kelimpahan nisbi
tertinggi pada metode umpan orang baik didalam maupun
diluar serta resting dinding dengan angka dominansi 12
(UOD), 18,67 (UOL) dan 1,67 (DD). Sedangkan An.
parangensis merupakan spesies dengan kelimpahan nisbi
tertinggi pada penangkapan resting kandang dengan angka
dominansi 587.
Pada penangkapan pagi hari dengan sasaran
nyamuk resting tidak diperoleh satu spesies pun dari
semua lokasi yang diduga menjadi tempat nyamuk
beristirahat.
-
Fauna Anopheles
68
PEMBAHASAN
Hasil spot survey entomologi malaria di Desa
Ranoketang Tua Kecamatan Amurang Minahasa Selatan
menunjukkan bahwa walaupun jumlah spesies yang
tertangkap hanya 3 spesies, namun jumlah nyamuk yang
diperoleh cukup banyak. Hal ini dimungkinkan karena
banyaknya tempat perindukan potensial di sekitar
pemukiman penduduk berupa kolam ikan terbengkalai dan
beberapa telaga. Di sekeliling kolam atau telaga banyak
dipenuhi pohon gulma dan semak semak lainnya. Sedang
di dalam kolam banyak ditumbuhi tanaman air dan jatuhan
daun kering, sehingga cocok sebagai tempat perindukan
nyamuk Anopheles terutama An. barbirostris seperti
pernah ditemukan ditempat lain di Sulawesi (Jastal, dkk,
2003).
Semua spesies nyamuk yang ditemukan
mempunyai frekuensi kemunculan yang berbeda tiap jam
penangkapan. Jika menilai hasil yang diperoleh melalui
metode umpan orang, diperoleh informasi bahwa nyamuk
hanya dapat tertangkap sampai jam ke 9 selanjutnya baru
muncul kembali pada jam ke 12. Hal ini diduga karena
adanya angin yang cukup kencang menjelang pagi hari di
lokasi survei.
Ketiga spesies nyamuk yang ditemukan merupakan
spesies yang ditempat lain di Sulawesi merupakan nyamuk
yang diduga kuat sebagai vektor karena pernah
dikonfirmasi (Uji ELISA/Enzyme-Linked Immunosorbent
-
Fauna Anopheles
69
Assay) sebagai suspect vector malaria di Sulawesi
(Marwoto, dll., 1996). Adanya perbedaan spesies vektor
antara tempat satu dengan tempat lainnya sangat mungkin
terjadi. Selain itu adanya lebih dari satu spesies yang
diduga vektor di suatu tempat juga sering terjadi, seperti
yang diperoleh dari penelitian lainnya di Sulawesi
(Sukowati, dkk., 2004 & Jastal, dkk., 2003).
Nyamuk dikatakan menjadi vektor jika terdapat
kontak dengan manusia dalam aktifitasnya mencari darah.
Metode yang paling sering digunakan untuk mengetahui
kebiasaan nyamuk dalam mencari darah manusia adalah
dengan metode umpan orang. Dengan melihat hasil
penangkapan di Desa Ranoketang Tua dengan metode
tersebut, diperoleh informasi bahwa ketiganya aktif dalam
mencari darah manusia dengan frekuensi dan kelimpahan
nisbi yang berbeda.
Nyamuk An. parangensis merupakan spesies
dengan angka kelimpahan nisbi tertinggi pada
penangkapan di sekitar kandang, hanya sebagian kecil saja
yang diperoleh dari hasil pengkapan umpan badan. Dengan
demikian ada kecenderungan