ANALISIS TENTANG SANKSI KEBIRI DALAM PERPU NOMOR 1 TAHUN 2016(TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN
2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK)
JURNAL ILMIAH
OLEH :
MUHAMMAD RIF’AND1A 212 324
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM
MATARAM2017
Lembar Pengesahan
ANALISIS TENTANG SANKSI KEBIRI DALAM PERPU NOMOR 1 TAHUN 2016(TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN
2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK)
JURNAL ILMIAH
OLEH :
MUHAMMAD RIF’AND1A 212 324
Menyetujui :Pembimbing Pertama,
H.Fatahullah.SH,.MHNIP. 195612311986031021
Analisis Tentang Sanksi Kebiri Dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2016 TentangPerlindungan Anak
Muhammad Rif’anD1A212324
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sanksi yang diberikan Perpu
Nomor 1 Tahun 2016 . Metode penelitian ini adalah metode penelitian normatif dari hasil penelitian dapat diketahui, bagaimana sanksi kebiri berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 apakah menguntungkan masyarakat atau tidak nantinya dengan diberlakukanya hukuman kebiri ini, apakah pihak dokter yang melaksanakan hukuman ini mau melakukan hukuman kebiri ini, apakah hukuman kebiri kimia ini nantinya bisa diberlakukan di indonesia atau tidak, apakah sesuai dengan KUHP nantinya dan apakah nantinya tindakan kebiri kimia ini dapat menimbulkan efek jera. Saran yang penyusun dapat berikan yaitu pemerintah harus tegas dalam mengambil keputusan apakah Perpu ini berlaku dan bisa dijalankan di indonesia seperti negara-negara lain yang sudah menerapkan hukuman kebiri ini.Kata Kunci : sanksi, kebiri
Analize Of The Kebiri Sanction In LegislationNumber 1 2016 About Child ProtectionABSTRACT
The purpose of this research is to know how the sanction that given by goverment regulation No. 1 Tahun 2016. This research will know, how castracted sanction based on goverment regulation No. 1 Tahun 2016 whether benefit or not to the society by prevailing this costracted sanction and whether the doctor that implementing this sanction will execute this costracted sanction. Is the castracted chemistry sanction will be prevail in Indonesia, is it suitable with the criminal code, and is the crastacted chemistry sanction can bring the leery effect. The writer’s sugestion is whether goverment regulation be prevail and can be used in Indonesia as the countries that have been applied this castracted sanction.
Key word :sanction, castracted
i
I. PENDAHULUAN
Anak adalah amanah sekaligus Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus dijaga dan dilindungi. Dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan
hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan
bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) secara universal yang tertuang dalam dalam
hak-hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan
bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. Oleh karenanya, setiap anak berhak atas
perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Anak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ia merupakan bagian terpenting bagi kelangsungan
hidup manusia, walaupun banyak anggapan dari masyarakat bahwa secara kodrati
anak adalah makhluk yang lemah, oleh karena itu dibutuhkan suatu perlindungan
yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Apabila melihat fenomena yang terjadi
dalam masyarakat Indonesia banyak ditemukan berbagai kasus kejahatan terhadap
anak.
Salah satunya adalah perbuatan melanggar hukum atau perbuatan pidana
yang tergolong sebagai kejahatan terhadap kesusilaan yang juga merupakan kejahatan
terhadap kemanusiaan yang melanggar hak asasi manusia. Apabila kita simak dan
telaah secara lebih mendalam diantara kasus tindak pidana seksual yang terjadi, tidak
jarang yang menjadi korban adalah mereka yang relatif masih muda dan berusia di
bawah umur, sehingga mereka yang melakukan tindak pidana seksual terhadap anak
dianggap tidak mempunyai perikemanusiaan dan masyarakat menganggap bahwa
perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tercela karena melanggar norma baik
Norma Hukum, Norma Adat, norma Agama dan Norma Kesusilaan.
ii
Pada tanggal 25 Mei 2016, pemerintah Republik Indonesia resmi
menetapkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Aatas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (atau lebih dikenal dalam
media massa sebegai Perpu Kebiri). Kita berharap dengan dikeluarkanya Perpu
Nomor 1 Tahun 2016 ini kita berharap agar tidak terjadi lagi kekerasan kepada anak
dibawah umur yang dimana kita mendengar kekerasan, pemerkosaan dan kasus yang
melibatkan anak sangat tidak enak didengar dan pelaku dibuat jera dengan ketentuan
dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1.
Bagaimana konsep kebiri berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 ? 2. Bagaimana
penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan seksual anak berdasarkan Perpu
Nomor 1 Tahun 2016 ?
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui
konsep kebiri berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016; 2. Untuk menegetahui
penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan seksual anak berdasarkan Perpu
Nomor 1 Tahun 2016.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara
Akademik untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mataram; 2. Secara Teoritis penelitian ini
untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum. Serta untuk menambah bahan kajian teoritis
diranah pengembangan Ilmu Hukum, dalam batasan penegakan hukum. Pada
khususnya hukum acara pidana mengenai bagaimana penerapan sanksi kebiri dalam
iii
Perpu Nomor 1 Tahun 2016. 3. Secara praktis diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat luas mengenai konsep kebiri dan penerapan sanksi
pidana terhadap pelaku kejahatan seksual anak berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun
2016 sehingga para praktisi hukum dan masyarakat lebih memahami mengenai hal
tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, metode pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan
Konseptual (Conceptual Approach). Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis
kualitatif dan deduktif. Sedangkan sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan
hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Kemudian teknik dan alat
pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan pengumpulan bahan
hukum dilakukan dengan cara deduktif.
iv
II. PEMBAHASAN
Konsep Kebiri Berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016
Penjelasan umum PERPU Perlindungan Anak menyatakan bahwa : anak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran penting dalam pembangunan
nasional wajib mendapatkan perlindungan dari negara sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa anak berhak atas perlindungan dari kekerasan.
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius (serious
crimes) yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan secara signifikan
mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh
kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan
ketertiban masyarakat.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
telah mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak namun
penjatuhan pidana tersebut belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah
secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
Untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek
jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak,
pemerintah perlu menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur
hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Selain itu, perlu
menambahkan ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat
v
pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi di dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2016
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 81
1. Andika Wijaya & Wida peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Sinar Grafika,jakarta, 2016. Hlm 136
dan 82 dan pasal tambahan yaitu Pasal 81A dan 82A.
Kebiri ini dalam kamus bahasa indonesia yaitu tindakan bedah dan atau
menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada
jantan atau fungsi ovarium pada betina. Pengebirian dapat dilakukan baik pada hewan
ataupun manusia. Ada dua macam kebiri yang diterapkan di berbagai negara, yaitu
kebiri fisik dan kebiri kimiawi. Kebiri fisik seperti yang diterapkan di Republik Ceko
dan Jerman, menurut Liputan6.com dilakukan dengan cara mengamputasi testis
pelaku pelaku paedofil sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron
yang memengaruhi dorongan seksualnya sementara itu kebiri kimiawi, berbeda
dengan kebiri fisik, tidak dilakukan dengan mengamputasi testis. Situs DW
menyebutkan kebiri kimiawi dilakukan dengan cara memasukkan bahan kimiawi
antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang dengan tujuan untuk
memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke
dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan ereksi, libido
atau hasrat seksual.
Negara-negara Amerika Serikat, Moldova, Estonia, Argentina, Australia,
Israel, Selandia Baru, Korea Selatan dan Rusia sudah menerapkan kebiri kimia bagi
pelaku pedhofil.
Hukuman kebiri kimia berupa suntik antiandrogen, seperti diwartakan
KOMPAS.com diketahui mempunyai dampak negatif yaitu mempercepat penuaan
tubuh. Cairan antiandrogen yang disuntikkan ke dalam tubuh mengurangi kerapatan
vi
massa tulang sehingga tulang keropos dan memperbesar risiko patah tulang. Obat itu
juga mengurangi massa otot dan meningkatkan lemak yang menaikkan risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
"Jika pemberian antiandrogen dihentikan, dorongan seksual dan fungsi ereksi
2. unik6.blogspot.co.id/2016/05/kebiri.html
seseorang akan muncul lagi," kata Wimpie. Dengan demikian kebiri kimiawi tidak bersifat
permanen, namun sementara saja. Kebiri kimia tidak "menyembuhkan" perilaku penjahat
seksual karena saat masa hukuman selesai, pelaku masih bisa mengulangi kejahatannya jika
pemicunya melakukan kejahatan seksual tak ditangani.
Menurut Republika Online, prosedur kebiri kimia di Rusia dilakukan setelah
pengadilan meminta laporan psikiater forensik untuk menindaklanjuti langkah medis
terhadap si pelaku. Kemudian pengadilan akan menyuntikkan zat depo-provera yang
berisi progesteron sintetis ke dalam tubuh si pesakitan. Dengan menyuntikkan lebih
banyak hormon wanita ke tubuh pria maka ini akan menurunkan hasrat seksual.
Setelah menjalani kebiri kimia, pelaku kejahatan pedofilia akan menjalani
hukuman kurungan. Mereka baru bisa mengajukan bebas bersyarat setelah menjalani
80 persen masa hukuman.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Anak Berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016
Pasal 1 Perpu Perlindungan Anak menentukan bahwa beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
vii
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606) diubah.
Beberapa ketentuan yang diubah antara lain Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diuabah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
3. Andika Wijaya & Wida peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Sinar Grafika,jakarta, 2016. Hlm 140
perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(selanjutnya disingkat UU Perlindungan Anak), selain melakukan perubahan, PERPU
Perlindungan Anak juga menyisipkan pasal-pasal baru yaitu Pasal 81A (yang disisipkan
antara Pasal 81 dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak) dan Pasal 82A (yang disisipkan
antara Pasal 82 dengan Pasal 83 UU Perlindungan Anak).
Yang menarik untuk dibahas pada PERPU Perlindungan Anak ini yang
terkait dengan pidana tambahan berupa kebiri kimia. Alasan Pemerintah Republik
Indonesia memasukkan klausula sebagaimana Pasal 81 ayat (7) PERPU Perlindungan
Anak, salah satunya dilakukan berdasarkan kajian perbandingan hukum (comparative
approach) terhadap sistem pemidanaan dengan cara kebiri dinegara-negara lain.
Beberapa studi perbandingan, beberapa negara yang menetapkan pidana kebiri
terhadap pelaku kejahatan seksual, sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com antara
lain sebagai berikut : Korea Selatan, yang menjadi negara pertama di Asia yang
melegalkan hukuman kebiri di tahun 2011. Undang-Undang tersebut disahkan pada
bulan juli tahun tersebut dan mengijinkan suntikan kebiri pada terdakwa kejahatan
seksual berusia diatas 19 tahun. Inggris, dimana saat ini para nara pidana kejahatan
pedofilia di inggris secara sukarela menjalani suntikan kebiri. Mereka memang tak
mau kejahatan itu terulang lagi. Sebanyak 25 narapidana secara sukarela melakukan
suntikan ini di tahun 2014. Amrika Serikat, dimana ada 9 Negara bagian, termasuk
viii
California, Florida, Oregon, Texas, dan Washington yang menerapkan hukuman
kebiri. Rusia, dimana Undang-Undang yang melegalkan hukuman kebiri baru saja
disahkan di Rusia. Para penjahat seksual yang melakukan kejahatan pada anak berusia
dibawah 14 tahun menjadi sasaranya. Meski begitu, seseorang harus dinyatakan
benar-benar paedofilia oleh panel dokter. Polandia, dimana sejak tahun 2010 negara
Polandia sudah menetapkan hukuman kebiri bagi pelaku pemerkosaan pada anak.
Tetapi, narapidana harus didampingi
4. Ibid hlm. 140 & 159 - 160
oleh psikiatri sebelum menjalani hukuman ini.
Kajian komparatif, terutama terhadap pelaksanaan pidana kebiri atas pelaku
kejahatan seksual yang ada dibeberapa negara justru semakin mendukung konsep
pidana kebiri itu sendiri. Telegraph melansir bahwa hukuman kebiri di negara-negara
Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia berdampak pada turunya jumlah
kejahatan seksual dari 40 persen hingga 5 persen. Berdasarkan kajian komparatif,
wajar bila Pemerintah Republik Indonesia menyakini bahwa pidana tambahan berupa
kebiri kimia akan secara efektif menurunkan tingkat kejahatan seksual di negara ini.
Tetapi tindakan kebiri pada manusia ini sangat bertentangan dengan HAM
(Hak Asasi Manusia) dimana dalam kebiri ini hak seseorang direbut salah satunya
hak untuk berkeluarga dan menjalankan rumah tangga dan ada hak dari si tersangka
ini juga yaitu hak untuk bebas dari hukuman yang kejam, dimana banyak terjadi
kontrofersial atas pengeluaran PERPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan
anak ada yang pro dan ada yang kontra.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap
orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
ix
perkawinan yang sah yang hanya dapat berlangsung atas kehendak kedua calon suami
dan istri yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika calon
istri tidak berkehendak maka tidak akan terjadi perkawinan, maka dari itu jika hak
seseorang direnggut jelas ini sebuah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dimana
hak untuk berkeluarga dan menjalankan rumah tangga ini harus diperoleh oleh setiap
orang.
Ada juga hak dari tersangka yaitu hak untuk bebas dari hukuman yang
kejam, apapun yang disebut “kejam” itu berkonotasi destruktif. Bahkan kepada
binatangpun,
5. Lalu Husni, Hukum Hak Asasi Manusia, PT. INDEKS jakarta, Hlm.876. Munir Fuady & Sylvia Laura, Hak Asasi Tersangka Pidana. Prenada Media Group, jakarta. Hlm. 127-
128
manusia dilarang berlaku kejam, konon terhadap manusia. Dan, jika hukuman yang kejam
dijatuhkan terhadap manusia, maka kepada manusia tersebut sebenarnya telah tertimpa
malapetaka ganda, pertama malapetaka karena “hukuman” dan kedua malapetaka karena
adanya “kekejaman”. Karena begitu berat dan negatif efek dari hukuman yang kejam
tersebut, maka penjatuhan hukuman yang kejam kepada tersangka pidana sudah tergolong
kedalam pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Dan juga dalam penerapan hukuman kebiri ini sangat bertentangan dengan
kode etik kedokteran sebagaimana yang menjadi eksekutor adalah pihak dokter hal
inilah yang menjadi hal dasar pihak dokter tidak mau melakukan kebiri. Menurut
dokter Ryu Hassan, mengatakan tugas pengebirian itu bertentangan dengan kode etik
kedokteran. "Kode etik kedokteran itu pertama-tama jangan menyakiti. Kesehatan
penderita atau pasien itu adalah hukum paling tinggi. Bagi dokter, hukum paling
tinggi adalah mengobati," jelasnya. Menurut dr. Eka Viora, Sp.KJ(K), selaku wakil
ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia
x
(PDSKJI), menerangkan bahwa : efek samping dari obat yang digunakan pada
tindakan kebiri kimia akan memengaruhi banyak sekali sistem tubuhnya. Diantaranya
akan memengaruhi fungsi hormon sekunder laki-lakinya akan jadi hilang. Dia akan
jadi seperti perempuan. Kalau waria senang biasanya karena akan muncul sifat-sifat
perempuanya, misalnya payudara bisa membesar, tapi tulang mudah keropos, itu kan
membunuh juga namanya.
Dan Pada Sanksi pidana secara eksplisit diatur pada Pasal 10 KUHP. Bentuk
pidana sendiri ada 2 (dua) yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok
terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana
tutupan. Sedangkan pidana
7. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160526_indonesia_polemik_perppukebiri 8. Andika Wijaya & Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Sinar Grafika, jakarta, 2016. Hlm.
173
tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan
pengumuman putusan hakim.
pada hukuman kebiri tidak tercantum di dalam Pasal 10 KUHP, yang berarti
bahwa hukuman kebiri tidak termasuk dalam pemidanaan Indonesia. Selain itu,
hukuman kebiri melanggar Pasal 33 ayat (1) UndangUndang No. 39 Tahun 2009
Tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
bebas dari penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan
martabat kemanusiannya. Hukuman kebiri akan menimbulkan efek malu tidak hanya
bagi pelaku kekerasan seksual anak namun juga keluarga pelaku. Belum lagi, pelaku
tidak bisa meneruskan keturunan akibat dari hukum kebiri tersebut. Kedua hal
tersebut bisa membuat pelaku mengalami tekanan yang luar biasa dan menyebabkan
xi
ia dapat mengulangi tindakannya. Hukuman kebiri disini sangat jelas bukan
memperbaiki pribadi pelaku tetapi membuat pribadi pelaku lebih buruk lagi.
xii
III. PENUTUP
KesimpulanBerdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut : 1. Konsep kebiri dalam PERPU Nomor 1 Tahun 2016 tertuang dalam pasal
81 ayat (7) yang menentukan bahwa terhadap pelaku kejahatan seksual dapat dikenai
tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Dan tindakan kebiri
di putuskan bersama-sama. Tindakan dimaksud adalah untuk menimbulkan efek jera serta
mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. 2. Penerapan sanksi kebiri terhadap
pelaku kekerasan seksual terhadap anak menimbulkan pro dan kontra, yang pro ingin Perpu
kebiri diterapkan beralasan bahwa kekerasan seksual ini sebagai kejahatan luar biasa yang
harus ditangani serius sehingga sanksi kebiri adalah tepat dan adil. Yang tidak setuju
diterapkanya Perpu ini yaitu pihak dokter yang menjadi alasanya yaitu karena dokter
memiliki kode etik yaitu jangan menyakiti Kesehatan penderita atau pasien. Bagi dokter,
hukum paling tinggi adalah mengobati. Selain itu dengan alasan hukuman kebiri tidak
tercantum didalam pasal 10 KUHP.
Saran
pemerintah harus tegas dalam mengambil keputusan dalam menerapkan hukuman kebiri ini
dalam hal penegakan nantinya dan masyarakat juga harus membantu pemerintah nantinya
dalam hal penegakan Perpu kebiri ini jangan sampai salah satu saja yang bertindak.
DAFTAR PUSTAKAA. Buku
Andika Wijaya & Wida peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Sinar
Grafika,jakarta, 2016.
Lalu Husni, Hukum Hak Asasi Manusia, PT. INDEKS jakarta.
Munir Fuady & Sylvia Laura, Hak Asasi Tersangka Pidana. Prenada Media Group,
jakarta.
B. Sumber Lain
unik6.blogspot.co.id/2016/05/kebiri.html
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/
2016/05/160526_indonesia_polemik_perppukebiri