-
1
FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN Salvinia molesta DAN Pistia stratiotes
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN Brassica rapa
Oleh: FATIHAH BAROROH
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
-
i
FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN Salvinia molesta DAN Pistia stratiotes
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN Brassica rapa
Oleh :
FATIHAH BAROROH 135040200111011
MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TANAH MALANG
2017
-
i
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dengan jelas ditunjukan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 28 September 2017
Fatihah Baroroh
-
ii
ii
Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orangtua,
Adik-adik, dan keluarga tercinta
-
iii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga (Cu) Menggunakan Salvinia molesta Dan Pistia stratiotes Serta Pengaruhnya
Terhadap Budidaya Tanaman Brassica rapa
Nama : Fatihah Baroroh
NIM : 135040200111011
Program Studi : Agroekoteknologi
Jurusan : Tanah
Minat : Manajemen Sumberdaya Lahan
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Prof. Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D.
NIP. 1952030051979031004
Pembimbing Pendamping
Rony Irawanto, S.Si, M.T
NIP. 197801082006041005
Mengetahui
a.n Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya
Ketua Jurusan Tanah
Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma SU.
NIP. 195405011981031006
Tanggal Persetujuan :
-
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I
Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU.
NIP. 195405011981031006
Penguji II
Prof. Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D
NIP. 195203051979031004
Penguji III
Rony Irawanto, S.Si., M.T.
NIP. 197801082006041005
Penguji IV
Dr. Ir. Yulia Nuraini, MS.
NIP. 196111091985032001
Tanggal Lulus :
-
i
RINGKASAN
Fatihah Baroroh. 135040200111011. Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga
(Cu) Menggunakan Salvinia molesta dan Pistia stratiotes serta Pengaruhnya
Terhadap Budidaya Tanaman Brassica rapa. Dibawah bimbingan Prof. Ir.
Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D dan Rony Irawanto S. Si., M. T.
Industri elektroplating merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah
cair yang berbahaya. Limbah elektropleting di Kotagede mengandung Cu sebesar
84,9350 mg/L yang melebihi ambang batas limbah elektropleting yaitu sebesar 0,6
mg/L. Limbah cair di industri elektropleting langsung dibuang ke sungai sehingga
dapat menimbulkan dampak negatif. Maka dari itu diperlukan suatu upaya
penanggulangan yaitu dengan fitoremediasi. Dalam upaya pemanfatan tumbuhan
akuatik untuk meremediasi air tercemar logam berat tembaga (Cu) maka dilakukan
percobaan dengan menggunakan tumbuhan akuatik yaitu Kiambang (Salvinia molesta)
dan Kayu apu (Pistia stratiotes). Kemudian air yang telah dilakukan fitoremediasi akan
disiramkan ke tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa). Penelitian ini bertujuan
untuk mengatahui efektifitas tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu
apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan kandungan logam berat tembaga (Cu) pada 2
konsentrasi logam yang berbeda. Serta mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman
Pakcoy (Brassica rapa) yang disirami air tercemar Cu pasca fitoremediasi dan
mengetahui potensi toksisitas air tercemar Cu pasca fitoremediasi terhadap tanah dan
tanaman Pakcoy.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Raya Purwodadi pada Maret s/d Juli 2017.
Uji laboratorium dilakukan di laboratorium kimia tanah FP UB dan laboratorium kimia
FMIPA UB. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap fitoremediasi dan tahap
aplikasi air pasca fitoremediasi pada tanaman budidaya. Pada kedua tahap penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan.
Perlakuan tersebut antara lain (1) Tanpa tanaman dengan konsentrasi Cu sebesar 2
ppm, (2) Tanpa tanaman dengan konsentrasi Cu sebesar 5 ppm, (3) Tanaman Salvinia
molesta dengan konsentrasi Cu 2 ppm, (4) Tanaman Salvinia molesta dengan
konsentrasi 5 ppm, (5) Pistia stratiotes dengan konsentrasi Cu 2 ppm dan (6) Tanaman
Pistia stratiotes dengan konsentrasi Cu sebesar 5 ppm. Parameter yang digunakan
untuk tanah dan air yaitu pH dan kandungan logam berat Cu, untuk tumbuhan akuatik
yaitu berat basah, berat kering, perubahan kenampakan fisik tanaman dan kandungan
logam berat pada tajuk dan akar tumbuhan akuatik, sedangkan untuk tanaman budidaya
yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, perubahan fisik tanaman, berat basah, berat kering
serta kandungan Cu pada tajuk dan akar. Analisis data menggunakan ANOVA dengan
taraf kesalahan 5% kemudian diuji lanjut BNJ menggunakan aplikasi DSAASTAT.
Berdasarkan hasil RFT didapatkan konsentrasi yang digunakan adalah 2 pm dan
5 ppm. Tumbuhan akuatik Pistia stratiotes mampu menurunkan logam berat Cu pada
konsentrasi 2 ppm sebesar 94% dan 5 ppm sebesar 90% namun tanaman Pistia
stratiotes mengalami kerusakan berupa klorosis dan nekrosis pada kedua konsentrasi,
sedangkan pada tumbuhan akuatik Salvinia molesta mampu menurunkan logam berat
Cu sebesar 96% pada konsentrasi 2 ppm dan 95% pada 5 ppm tanpa terjadi kerusakan.
Selain itu adanya perlakuan fitoremediasi mampu mempengaruhi nilai pH air dan
tanah. Aplikasi air pasca fitoremediasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman Pakcoy. Tanaman Pakcoy juga mampu
mengakumulasi logam berat Cu dalam akar maupun tajuk tanaman. Nilai kandungan
-
ii
logam berat Cu dalam akar dan tajuk tanaman Pakcoy berada di atas ambang batas
logam Cu dalam sayuran, sehingga sangat berbahaya apabila dikonsumsi oleh manusia.
Hal itu juga ditunjukkan dengan pengamatan morfologi tanaman Pakcoy yang
menunjukkan bahwa tanaman mengalami kerusakan berupa klorosis dan nekrosis
dikarenakan terjadi toksisitas oleh logam berat Cu.
-
iii
SUMMARY
Fatihah Baroroh. 135040200111011. Phytoromediation polluted water by
copper (Cu) using Salvinia molesta and Pistia stratiotes and The Influences
toward the cultivation of Brassica rapa Plant. Under The Guidance of Prof.
Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D. and Rony Irawanto S. Si., M., T.
The Electroplating industry is one of the industries that produce hazardous
liquid waste. The waste of electroplating in Kotagede contain Cu 84.9350 mg/L in
the amount that exceeds the threshold of 0.6 electroplating waste i.e. mg/l. The
liquid waste at electroplating industry directly dumped into the river so it can
cause negative effects. Therefore it is required an effort to cope with
phytoremediation. The utilization of aquatic plants is an effort to remediate
polluted water of heavy metals of copper (Cu) then conducted experiments with
the aquatic plants that is kiambang (Salvinia molesta) and kayu apu (Pistia
stratiotes). Then the water which has been phytromediated, watered to the
cultivar plant that is Pakcoy (Brassica rapa). This research aims to know the
effectiveness of Kiambang aquatic plants (Salvinia molesta) and Kayu Apu (Pistia
stratiotes) in lowering the content of heavy metals of copper (Cu) on 2 different
metals concentration. In addition, this research aims to know the growth of
Pakcoy (Brassica rapa) which was watered with polluted water Cu post
phytoromediated and to know the potential toxicity of polluted water Cu post
phytoromediated against soil and Pakcoy plant.
This research was conducted in Purwodadi Botanic Garden in March to July
2017. The laboratory tests was conducted at chemistry soil laboratorary Faculty
of Agriculture University of Brawijaya and chemistry laboratorary Faculty of
Mathematic and Science University of Brawijaya. This research was conducted in
two phases of phytoremediation stage and post phytoremediation water
application stage in cultivar plant. In both stages the study used a complete
randomized design (RAL) with 6 treatments and 3 replications. The treatments
were: (1) No plant with Cu concentration of 2 ppm, (2) No plant with Cu
concentration of 5 ppm, (3) Salvinia molesta plant with Cu 2 ppm concentration,
(4) Salvinia molesta plant with concentration of 5 ppm , (5) Pistia stratiotes with
concentration of Cu 2 ppm and (6) Pistia stratiotes plant with Cu concentration of
5 ppm. Parameters used for soil and water that is pH and heavy metal content of
Cu, for aquatic plant that is wet weight, dry weight, changes in physical
appearance of plants and heavy metal concentration in canopy and aquatic plant
root, while for cultivar plant is plant height, number of leave, physical changes of
plant, wet weight, dry weight and Cu concentration in canopy and root. Data
analysis using ANOVA with 5% error rate then tested further BNJ using
DSAASTAT application.
Based on the Range Finding Test (RFT), the result shows that the
concentration used was 2 ppm and 5 ppm. Aquatic plant of Pistia stratiotes were
able to decrease Cu heavy metal at concentrations of 2 ppm by 94% and 5 ppm by
90% but Pistia stratiotes plants were damaged in the form of chlorosis and
necrosis in both concentrations, whereas in aquatic plants Salvinia molesta was
able to reduce Cu heavy metal by 96% at concentrations of 2 ppm and 95% at 5
ppm without damage. In addition, the phytoremediation treatment can affect the
pH value of water and soil. Post-phytoremediation water applications have no
-
iv
significant effect on the growth and yield of Pakcoy plant. Pakcoy plant is also
able to accumulate Cu heavy metal in root and plant canopy. The value of Cu
heavy metal content in the root and canopy of Pakcoy plant is above the Cu metal
threshold in the vegetables, so it is very dangerous if consumed by human. It was
also show by observation of plant morphology of Pakcoy which showed that the
plant were damaged in the leave of chlorosis and necrosis due to toxicity occurred
by Cu heavy metal.
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga (Cu) Menggunakan Salvinia molesta Dan
Pistia stratiotes Serta Pengaruhnya Terhadap Budidaya Tanaman Brassica rapa”.
Saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, dan saya juga berharap agar skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan pendidikan dan menambah
wawasan. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Ir. Eko Handayanto, M. Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing utama
yang telah memberikan arahan dan nasehat, sehingga terselesaikannya
penelitian ini.
2. Bapak Rony Irawanto S. Si., M.T., selaku pembimbing kedua saya yang
telah banyak membantu dalam penelitian saya serta pembuatan skripsi
ini.
3. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya Malang Khususnya Jurusan Tanah
4. Rekan-rekan MSDL 2013 dan teman-temanku yang juga telah turut
membantu penulis dalam menyelesaikan mengerjakan penelitian ini.
5. Seluruh keluarga, Bapak, Ibu, dan adik-adik yang selalu mendoakan dan
mensuport penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan untuk perbaikan dalam penyusunan. Semoga hasil dari penulisan ini
dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan memberikan sumbangan pemikiran
dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Malang, 28 September 2017
Penulis
-
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Lamongan pada tanggal 19 Desember
1994 dari pasangan Bapak H. Tahmid dan Ibu Lilin Hidayatul Ummah, sebagai
putri pertama dari tujuh bersaudara.
Penulis mengawali pendidikan di MI Al-Muhtadi, Kab. Lamongan yang
ditempuh Penulis pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007. Kemudian
Penulis melanjutkan pendidikannya di MTs. Tarbiyatut Tholabah, Kab.
Lamongan pada tahun 2007 hingga tahun 2010. Pendidikan menengah atas juga
ditempuh Penulis di MA. Tarbiyatut Tholabah pada tahun 2010 sampai tahun
2013. Pada tahun 2013 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Starata 1 (S1) di
Program Studi Agroekoteknologi dan mengambil peminatan di Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan sebagai penerima beasiswa Bidikmisi.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti beberapa
kepanitiaan seperti MuBes Forsika tahun 2014 sebagai koordinator seksi
konsumsi. Penulis juga pernah mengikuti dan memenangkan beberapa
perlombaan banjari yang dilaksanakan di Malang maupun di luar Malang, seperti
festival banjari Radar Malang, festival Jawa Pos dll. Penulis juga pernah
mengikuti seminar nasional yang berperan sebagai penyaji dan mempublikasikan
tulisannya dalam sebuah prosiding dengan judul “Seleksi Tumbuhan Akuatik
dalam Fitoremediasi Air Limbah Domestik di Kebun Raya Purwodadi” dan
“Kemampuan Viabilitas Biji yang Tersimpan dalam Freezer di Kebun Raya
Purwodadi”. Penulis menyelesaikan Magang Kerja di Balai Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Pasuruan pada tahun 2016.
-
vii
DAFTAR ISI
RINGKASAN .......................................................................................................... i
SUMMARY ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ................................................................................................... 3
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 4
1.5. Alur Pikir Penelitian ................................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1. Pencemaran Air Oleh Limbah Industri ..................................................... 6
2.2. Logam Berat Tembaga (Cu) ..................................................................... 7
2.3. Teknologi Fitoremediasi ........................................................................... 9
2.4. Kiambang (Salvinia molesta) .................................................................. 12
2.5. Kayu apu (Pistia stratiotes) .................................................................... 14
2.6. Pakcoy (Brassica rapa)........................................................................... 15
BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 18
3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 18
3.3 Rancangan Penelitian .............................................................................. 18
3.4 Tahap 1. Percobaan Fitoremediasi .......................................................... 19
3.4.1 Analisis Awal Air dan Tanah .......................................................... 19
3.4.2 Aklimatisasi Tumbuhan Akuatik .................................................... 20
3.4.3 Pembuatan Larutan Standar ............................................................ 20
3.4.4 Range Finding Test ......................................................................... 20
3.4.5 Persiapan Fitoremediasi .................................................................. 21
3.4.6 Pelaksanaan Fitoremediasi .............................................................. 21
3.4.7 Pengamatan Perlakuan .................................................................... 21
3.4.8 Pemanenan dan Uji Laboratorium .................................................. 22
3.5 Tahap 2. Aplikasi Air Pasca Fitoremediasi............................................. 22
-
viii
3.5.1 Persiapan Media Tanam dan Bahan Tanam .................................... 22
3.5.2 Penanaman dan Pemupukan ............................................................ 22
3.5.3 Pemeliharaan ................................................................................... 22
3.5.4 Pengamatan ..................................................................................... 23
3.5.5 Pemanenan dan Uji Laboratorium .................................................. 23
3.6 Parameter Pengamatan ............................................................................ 23
3.6.1 Tinggi Tanaman .............................................................................. 23
3.6.2 Jumlah Daun ................................................................................... 24
3.6.3 Morfologi tanaman .......................................................................... 24
3.6.4 Berat Basah Tanaman ..................................................................... 24
3.6.5 Berat Kering Tanaman .................................................................... 24
3.6.6 pH Air dan Tanah ............................................................................ 25
3.6.7 Kandungan Cu pada Air, Tanah, Akar dan Tajuk Tanaman .......... 25
3.6.8 Perhitungan Laju Penyerapan ......................................................... 25
3.7 Analisa Data ............................................................................................ 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 27
4.1 Range Finding Test ..................................................................................... 27
4.2 Fitoremediasi Air Tercemar Cu .................................................................. 29
4.2.1 Pengamatan Perubahan Fisik Tumbuhan Akuatik ............................... 29
4.2.2 Perubahan Biomassa dan Laju Penyerapan Tumbuhan Akuatik ......... 31
4.2.3 pH Air Pasca fitoremediasi .................................................................. 33
4.2.4 Konsentrasi Cu di Air Pasca fitoremediasi .......................................... 34
4.2.5 Akumulasi Cu pada Tumbuhan Akuatik .............................................. 38
4.3 Pertumbuhan dan Produksi Pakcoy Setelah Perlakuan ............................... 39
4.3.1 Tinggi Tanaman ................................................................................... 39
4.3.2 Jumlah Daun ........................................................................................ 41
4.3.3 Morfologi Tanaman ............................................................................. 41
4.3.4 Produksi Biomassa Tanaman Pakcoy .................................................. 43
4.3.5 pH Tanah setelah Aplikasi Air Pasca fitoremediasi ............................. 44
4.3.6 Konsentrasi Logam Cu dalam Tanah ................................................... 45
4.3.7 Kandungan Cu dalam Tanaman Pakcoy .............................................. 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 56
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Alur pikir penelitian ............................................................................................ 5
2. Tanaman akuatik Kiambang (Salvinia molesta) ............................................... 13
3. Tanaman akuatik Kayu apu (Pistia stratiotes) .................................................. 15
4. Tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa) ..................................................... 16
5.Tanaman Salvinia molesta sebelum dan sesudah terpapar logam Cu ................ 30
6. Tanaman Pistia stratiotes sebelum dan sesudah terpapar logam Cu ................ 31
7. Nilai pH air setelah perlakuan fitoremediasi ..................................................... 34
8. Nilai kandungan logam berat Cu pada air setelah perlakuan fitoremediasi ...... 35
9. Persentase penurunan Cu pada air..................................................................... 36
10. Perubahan tinggi tanaman Pakcoy setelah 21 hari perlakuan ......................... 40
11. Daun tanaman Pakcoy yang mengalami nekrosis ........................................... 42
12. pH tanah setelah perlakuan air pasca fitoremediasi ........................................ 44
13. Kandungan logam berat Cu pada tanah setelah aplikasi air pasca fitoremediasi
............................................................................................................................... 45
file:///D:\Penelitian\New%20folder\Skirpsi%20revisi%205.docx%23_Toc494959433
-
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Perlakuan pada percobaan fitoremediasi (percobaan tahap 1) .......................... 19
2. Perlakuan percobaan pasca fitoremediasi (percobaan tahap 2)......................... 19
3. Hasil pengamatan RFT tanaman Salvinia molesta ........................................... 27
4. Hasil Pengamatan RFT tanaman Pistia stratiotes ............................................. 28
5. Hasil pengamatan tumbuhan akuatik setelah perlakuan fitoremediasi ............. 29
6. Perubahan biomassa tumbuhan akuatik terhadap serapan Cu........................... 31
7. Berat basah dan berat kering tumbuhan akuatik ............................................... 32
8. Nilai pH pada air tercemar Cu dan kandungan logam Cu pada air ................... 37
9. Nilai kandungan logam berat Cu pada tumbuhan akuatik ................................ 38
10. Kandungan Cu pada akar dan tajuk tumbuhan akuatik ................................... 39
11. Perubahan jumlah daun tanaman Pakcoy setelah 21 hari perlakuan ............... 41
12. Morfologi tanaman Pakcoy setelah aplikasi air pasca fitoremediasi selama 21
HSP ....................................................................................................................... 42
13. Produksi biomassa Pakcoy dan laju penyerapan logam berat Cu ................... 43
14. Kandungan Cu pada tanaman Pakcoy setelah perlakuan ................................ 46
-
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Denah Pengacakan Percobaan Tahap 1............................................................. 56
2. Denah Pengacakan Percobaan Tahap 2............................................................. 57
3. Perhitungan Pembuatan Larutan Logam Berat Cu dan Pengenceran ............... 58
4. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Pertanaman dalam Polibag .............................. 59
5. ANOVA Fitoremediasi Tumbuhan Akutaik ..................................................... 60
6. ANOVA Pasca fitoremediasi pada Tanaman Budidaya Pakcoy....................... 62
7. Morfologi tanaman Pakcoy setelah aplikasi air pasca fitoremediasi ................ 65
8. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 66
-
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan serta menurunnya kualitas
lingkungan adalah limbah industri. Industri elektroplating merupakan salah satu
industri yang menghasilkan limbah cair yang berbahaya. Walaupun kuantitas
limbah yang dihasilkan dalam proses elektroplating tidak banyak namun memiliki
tingkat toksisitas yang tinggi karena mengandung senyawa logam berat yang
berbahaya. Logam berat dapat mengakibatkan keracunan apabila terakumulasi
dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat yang melebihi ambang batas dalam
jangka waktu panjang dapat menyebabkan kematian (Putranto, 2011).
Kotagede merupakan salah satu daerah yang merupakan sentra kerajinan
perak dan pengolahannya menggunakan proses elektropleting. Industri
elektropleting di Kotagede menghasilkan limbah cair yang mengandung logam
berat salah satunya adalah tembaga (Cu). Industri kerajinan perak di Kotagede
masih berskala rumahan dan pengolahan limbahnya masih sederhana yaitu
menggunakan tawas dan penyaringan menggunakan pasir (Sumiyati et al., 2009).
Limbah elektroplating tersebut langsung dibuang ke sekitar tempat kerja atau
dibuang langsung keselokan menuju sungai besar (Sekarwati et al., 2015).
Menurut Sekarwati et al. (2015), limbah elektroplating di Kotagede mengandung
logam berat tembaga (Cu) sebesar 84,935 mg/L yang telah melebihi baku mutu
limbah cair industri elektroplating untuk tembaga (Cu) yaitu sebesar 0,6 mg/L.
Limbah cair elektroplating yang langsung dibuang ke sungai besar
memberikan dampak negatif yang sangat besar terhadap kualitas lingkungan serta
makhluk hidup disekitarnya. Mengingat aktivitas makhluk hidup kebanyakan
berada di sepanjang aliran sungai, seperti sektor pertanian, perikanan, industri
maupun aktivitas sehari-hari (Mokodongan et al., 2014). Limbah cair yang
mengandung logam tersebut mampu masuk ke dalam tanah sehingga dapat
mencemari tanah, air tanah dan mengkontaminasi air sumur warga (Sekarwati et
al., 2015). Pencemaran bukan hanya menurunkan kualitas air dan tanah namun
juga berdampak buruk terhadap ekosistem di sekitarnya.
Salah satu upaya mengurangi konsentrasi bahan pencemar pada limbah
elektropleting sebelum dibuang ke lingkungan adalah dengan memanfaatkan
-
2
proses alami yaitu dengan teknik fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan
tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang
terkontaminasi (Rondonuwu, 2014). Teknik fitoremediasi dianggap sebagai
teknologi yang inovatif, ekonomis, dan ramah lingkungan (Sidauruk dan
Sipayung, 2015), sehingga mampu dijadikan sebagai solusi untuk meremediasi
daerah yang telah tercemar logam berat.
Menurut Hidayati (2005), salah satu agen biologis yang memiliki potensi
sebagai fitoremediator adalah tumbuhan akuatik. Kemampuan tumbuhan akuatik
telah banyak diuji dalam menetralisasi komponen-komponen tertentu di dalam
perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.
Kemampuan tumbuhan akuatik dalam menyerap logam berat sangat bervariasi.
Hanya tumbuhan tertentu yang diketahui dapat mengakumulasi unsur logam
tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Menurut Yulianti et al. (2013), tanaman Kiambang mampu menyerap logam
berat dengan persentase penurunan logam Cu sebesar 81,68 % pada air limbah
dengan konsentrasi 20 ppm. Menurut Raras et al. (2005), menyebutkan bahwa
tanaman Kayu apu mampu menyerap logam Cu pada air tercemar selama
pengukuran 4 minggu yaitu sebesar 4,18 ppm, 4,48 ppm, 3,75 ppm dan 2,53 ppm.
Untuk itu dalam upaya pemanfaatan tanaman dalam meremediasi air tercemar
logam berat tembaga (Cu) maka dilakukan percobaan dengan menggunakan
tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes).
Kedua tumbuhan ini bukan termasuk tanaman pangan serta banyak ditemukan di
alam selain itu juga tumbuh secara liar karena termasuk dalam kategori gulma air.
Kedua tumbuhan akuatik ini memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi juga
memiliki kemampuan untuk menyerap hara dari perairan disekitarnya. Selain itu
kedua tumbuhan akuatik ini termasuk tanaman yang mampu menyerap logam
berat tembaga (Cu) dengan baik. Kedua tumbuhan akuatik ini memiliki tipe
habitat yang sama yaitu bertipe mengambang di atas permukaan air (floating).
Pakcoy (Brassica rapa) merupakan tanaman hortikultura dengan bagian
yang dikonsumsi adalah daun dan batangnya. Pakcoy merupakan salah satu
tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Pakcoy
termasuk tanaman yang berumur pendek dan memiliki kandungan yang
-
3
diperlukan tubuh serta dapat tumbuh pada dataran tinggi dan dataran rendah
(Perwtasari, 2012). Menurut Priandoko et al. (2004), Pakcoy mampu
mengakumulasi logam pada bagian tubuhnya, sehingga tanaman Pakcoy mampu
digunakan sebagai indikator keberadaan logam berat pada tanah. Apabila tanaman
Pakcoy tersebut mengandung logam berat Cu dan dikonsumsi oleh manusia maka
dapat menyebabkan terakumulasinya logam berat Cu dalam tubuh manusia.
Menurut Widaningrum dan Suismono (2007), logam-logam berat bila masuk ke
dalam tubuh lewat makanan akan terakumulasi secara terus menerus dan dalam
jangka waktu panjang dapat mengakibatkan kematian. Secara singkat latar
belakang penelitian ini dapat dilihat dalam alur pikir penelitian pada Gambar 1.
Diharapkan setelah dilakukannya fitoremediasi menggunakan kedua
tumbuhan akuatik ini mampu menurunkan kadar logam berat hingga dibawah
ambang batas sehingga air tercemar logam Cu mampu dimanfaatkan kembali baik
untuk kegiatan budidaya maupun kegiatan sehari-hari lain.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengatahui efektifitas Kiambang (Salvinia molesta) dibandingkan dengan
Kayu apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan kandungan logam berat
tembaga (Cu) pada 2 konsentrasi yang berbeda.
2. Mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman Pakcoy (Brassica rapa) yang
disirami air tercemar Cu pasca fitoremediasi dan mengetahui potensi toksisitas
air tercemar Cu pasca fitoremediasi terhadap tanah dan tanaman Pakcoy.
1.3. Hipotesis
1. Tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) lebih efektif menurunkan
logam berat tembaga (Cu) dibandingkan dengan Kayu apu (Pistia stratiotes)
pada 2 konsentrasi yang berbeda.
2. Air tercemar logam berat tembaga (Cu) pasca fitoremediasi oleh tumbuhan
akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes) dapat
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman Pakcoy serta tidak mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman Pakcoy (Brassica rapa) serta tidak
menimbulkan toksisitas pada tanaman maupun tanah.
-
4
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan alternatif pengolahan limbah cair secara biologi pada industri
rumahan elektropleting dengan pemanfaatan tumbuhan akuatik Kiambang
(Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan
kandungan logam berat tembaga (Cu).
2. Menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya dan masyarakat umumnya
tentang pemanfaatan tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu
apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan kandungan logam berat tembaga
(Cu).
3. Pemanfaatan air limbah tercemar tembaga (Cu) pasca fitoremediasi untuk
budidaya tanaman Pakcoy (Brassica rapa).
-
5
1.5. Alur Pikir Penelitian
Industri rumahan elektropleting
Teknologi pengolahan limbah
sederhana
Menghasilkan limbah cair
mengandung logam berat Cu
Permasalahan:
Pembuangan limbah
elektropleting langsung ke
selokan menuju sungai besar
Dampak Negetif :
- Mencemari air dan tanah
- Air tercemar merembes
melalui tanah mencemari
sumur warga
- Logam berat diserap tanaman
- Berbahaya bagi manusia
Perlunya upaya pengelolaan
yang ekonomis dan ramah
lingkungan
Fitoremediasi
Aplikasi Salvinia molesta dan
Pistia stratiotes untuk
fitoremediasi logam berat Cu
Konsentrasi logam berat Cu
pada air tercemar menurun
Pemanfaatan air pasca
fitoremediasi untuk irigasi
tanaman budidaya
Pengaruhnya terhadap tanaman
budidaya Pakcoy
Gambar 1. Alur pikir penelitian
-
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Air Oleh Limbah Industri
Berdasarkan UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air yang dimaksud pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya
(Herlambang, 2006).
Air di beberapa bagian di dunia tercemar oleh logam berat yang diakibatkan
oleh kegiatan industri, radionuklida, hidrokarbon dari kilang minyak, pupuk dan
pestisida serta sisa penggunaan beberapa produk pertanian pada tanaman. Limbah
pencemaran logam tidak sama dengan limbah organik, logam tidak dapat terurai
serta dapat terserap oleh makhluk hidup (Okunowo dan Liasu, 2010).
Beberapa jenis industri yang potensial menghasilkan logam adalah industri
agrokimia (menghasilkan logam berat Hg, Pb, Sn, Zn), industri cat (Al, Cl, Co,Cr,
Cu, Pb, Zn), industri elektronika (Pb, Zn), industri farmasi (Cr, Hg, Zn), industri
keramik/gelas (Pb), industri karet (Zn), industri kayu/kulit (Cr, Pb, Zn), industri
kendaraan (Ni, Pb, Zn), industri percetakan (Cd, Pb), industri kertas (Cd, Pb, Zn),
industri tekstil (Cd, Pb, Zn), industri minyak (Zn), industri logam (Ni, Pb, Zn),
industri elektroplating (Cr, Cu, Ag, Ni, Zn) (Susanti et al., 2014).
Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa, toksisitas logam berat dapat dibagi ke dalam 3 kelompok,
yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn,
bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, dan bersifat toksik
rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe (Taguge et al., 2014).
Beberapa unsur kimia atau jenis senyawa logam berat akibat kegiatan
industri yang pernah di jumpai sebagai pencemar lingkungan perairan yang
terdeteksi melalui indikator biologis antara lain tembaga (Cu), kadmium (Cd),
seng (Zn), air raksa (Hg), dan timbal (Pb) (Mokoagouw, 2008). Selain logam-
logam tersebut juga ada logam berat Kromium (Cr) dan Nikel (Ni) mencemari air
yang berasal dari industri pelapisan logam (Mulyaningsih, 2013).
-
7
Menurut Putranto (2011), indikator bahwa perairan lingkungan telah
tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati antara lain:
1. Adanya perubahan suhu air.
2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen.
3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air.
4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut.
5. Adanya mikroorganisme.
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
2.2. Logam Berat Tembaga (Cu)
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5
g/cm3, terletak di sudut kanan bawah pada sistem periodik, mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari
periode 4 sampai 7. Logam berat merupakan bahan pencemar yang berbahaya
karena bersifat toksik. Jika terdapat dalam jumlah yang besar maka dapat
mempengaruhi aspek ekologis maupun biologis perairan (Setiawan, 2013).
Karakteristik logam berat adalah memiliki spesifikasi grafity yang sangat
besar (lebih dari 4), mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur
lantanida dan aktanida serta mempunyai respon biokimia spesifik pada organisme
hidup (Putranto, 2011).
Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546,
titik lebur 1083 °C, titik didih 2310 °C, jari-jari atom 1,173 A° dan jari-jari ion
Cu2+
0,96 A°. Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna
kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi
makhluk hidup (Kundari dan Wiyunita, 2008).
Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam
bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa. Cu termasuk
ke dalam kelompok logam esensial, dimana dalam kadar rendah dibutuhkan oleh
organisme sebagai koenzim dalam proses metabolisme tubuh, sifat racunnya baru
muncul dalam kadar yang tinggi (Rochayatun et al., 2003).
Tembaga (Cu) merupakan salah satu unsur hara mikro esensial yang
dibutuhkan oleh tanaman. Unsur tembaga diserap tanaman dalam bentuk Cu2+
yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit yang berperan sebagai
-
8
pengikat enzyme dalam tanaman. Apabila kekurangan unsur tembaga (Cu) maka
akan mengganggu proses sintesis protein. Kelebihan unsur ini juga tidak baik
karena akan bersifat toksik pada tanaman (Sudarmi, 2013).
Berdasarkan hasil sebuah penelitian dari Purbalisa dan Mulyadi (2013),
menyatakan bahwa dari setiap lokasi pengambilan sampel baik pada air maupun
tanah sawah diketahui bahwa kadar logam Cu dalam tanah berkisar antara 4,86 –
41,87 ppm sedangkan dalam air berkisar antara 0,002-0,019 ppm. Pada penelitian
ini terlihat bahwa kandungan logam berat Cu lebih besar berada pada tanah
dibandingkan pada air, karena logam berat mempunyai sifat mampu berikatan
dengan bahan organik. Kontaminan logam dalam tanah pertanian tergantung pada
jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk, jumlah mineral yang
ditambahkan pada tanah sebagai pupuk, jumlah deposit logam dari atmosfir yang
jatuh ke dalam tanah dan jumlah yang terambil dalam proses panen ataupun
masuk kedalam tanah yang lebih dalam (Darmono, 2001).
Air limbah industri yang masih mengandung residu logam berat dapat
menyebabkan pencemaran dan masuk ke lapisan tanah sehingga mengkontaminasi
air tanah dan air sumur. Kandungan logam berat Cu dalam air juga berpengaruh
terhadap biota air serta dapat berdampak pada tanah dan tanaman apabila air
tercemar limbah diserap oleh tanaman. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa
peningkatan konsentrasi Cu pada air irigasi mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman padi yang dapat menyebabkan penurunan tinggi tanaman,
jumlah anakan, jumlah daun, panjang malai, jumlah gabah permalai, bobot gabah
hampa, bobot 100 biji, bobot gabah kering giling dan bobot kering tanaman
(Sulistyono dan Fatkhiyatur, 2012).
Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi
larutan di atas 5 mg/kg. Konsentrasi senyawa tembaga yang aman bagi air tidak
lebih dari 1 ppm. Konsentrasi normal logam tembaga di tanah berkisar 2 mg/kg
dengan tingkat mobilitas yang sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat
dengan material organik dan mineral tanah liat. (Widyastuti, 2006).
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah menetapkan batas
maksimum pencemaran logam berat tembaga pada sayur dan buah segar yaitu
0,05 ppm. Namun demikian, tembaga merupakan komponen yang harus ada
-
9
dalam makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh. Akan tetapi asupan dalam
kadar yang berlebih akan menyebabkan gejala-gejala yang akut (Widaningrum
dan Suismono, 2007).
2.3. Teknologi Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan salah satu cara pembersihan polutan
menggunakan tanaman, umumnya terdefinisi seperti pembersihan dari toksin atau
kontaminan pada lingkungan dengan menggunakan tumbuhan hyperakumulator.
Fitoremediasi berasal dari dua kata yaitu Phyto dalam bahasaYunani yang berarti
tumbuhan/tanaman dan remediare yang berasal dari bahasa latin yaitu
memperbaiki atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation)
merupakan suatu sistem dimana tanaman dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar/polutan) menjadi berkurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi
bahan yang dapat digunakan kembali (Irawanto, 2010).
Fitoremediasi pada dasarnya mengacu pada penggunaan tumbuhan dan
mikroba tanah untuk mengurangi konsentrasi atau efek racun kontaminan pada
lingkungan. Fitoremediasi dapat digunakan untuk menghilangkan logam berat dan
radionuklida serta polutan organik. Tanaman hijau memiliki kemampuan yang
sangat besar untuk menyerap polutan dari lingkungan dan menyelesaikan
detoksifikasi dengan mekanisme yang beragam. Fitoremediasi merupakan metode
yang membutuhkan biaya relatif murah dibandingkan dengan metode lainnya (Ali
et al., 2013).
Ada beberapa teknik fitoremediasi yang akan dijelaskan lebih terperinci
sebagai berikut:
a. Fitoekstraksi
Fitoekstraksi juga diketahui sebagai fitoakumulasi, fitoabsorpsi atau
fitosequestrasi, yaitu penyerapan kontaminan dari tanah atau air dengan akar
tanaman dan mentranslokasikannya serta mengakumulasikan kontaminan pada
bagian tanaman yang dapat dipanen atau bagian atas permukaan yaitu bagian
tunas (Ali et al., 2013). Translokasi logam berat ke tunas merupakan proses
biokimia. Teknik ini sangat tepat diaplikasikan untuk menghilangkan kontaminan
dari tanah, sedimen dan sludge.
-
10
b. Fitofiltrasi
Fitofiltrasi merupakan teknik menghilangkan polutan dari permukaan air
yang terkontaminasi atau air yang tercemar dengan tanaman. Fitofiltrasi bisa
mengguanakan rizofiltrasi (penggunaan akar tanaman) atau blastofiltrasi
(menggunakan biji-bijian) atau caulofiltrasi (menggunakan tunas tanaman yang
dipotong; caulis dalam bahasa latin yaitu tunas). Pada teknik fitofiltrasi,
kontaminan akan di adsorpsi dengan begitu pergerakan kontaminan pada air tanah
dapat diminimalisir (Ali et al., 2013).
c. Fitostabilisasi
Fitostabilisasi atau fitoimobilisasi merupakan penggunaan beberapa
tanaman untuk menstabilkan kontaminan dari tanah yang tercemar. Teknik ini
digunakan untuk menurunkan mobilitas dan adanya aktivitas biologi polutan dari
lingkungan, hal ini mencegah berpindahnya polutan menuju ke permukaan air
atau ke dalam makanan. Tanaman dapat mengurangi logam berat pada tanah
sampai habis dengan mekanisme yaitu penyerapan dari akar, pengendapan,
pengumpulan pengurangan valensi logam pada rizosfer (Ali et al., 2013).
d. Fitovolatilisasi
Fitovolatilisasi merupakan penyerapan polutan dari tanah dengan tanaman,
tanaman ini mengubahnya dengan bentuk penguapan dan kemudian melepasnya
ke atmosfer. Teknik ini dapat digunakan untuk polutan organik dan beberapa
logam berat seperti Hg. Tetapi, penggunaannya terbatas dengan fakta bahwa
teknik ini tidak mengurangi polutan secara lengkap, hanya mengirim dari satu
bagian (tanah) ke bagian lainnya (atmosfer), dimana polutan dapat tersimpan lagi
(Ali et al., 2013).
e. Fitodegradasi
Fitodegradasi merupakan penurunan polutan organik oleh tanaman dengan
bantuan enzim contohnya dehalogenase dan oksigenase, yang tidak bergantung
pada mikroorganisme yang berhubungan dengan rhizosfer. Fitodegradasi sangat
sedikit menghilangkan polutan anorganik karena logam berat bersifat tidak
terdegradasi secara biologi. Teknik ini mendapatkan perhatian peneliti untuk
mengurangi beberapa macam polutan organik termasuk herbisida dan insektisida
(Ali et al.,2013).
-
11
f. Rhizodegradation
Rhizodegradasi merupakan proses penguraian dan penghilangan polutan
organik pada tanah dengan mikroorganisme pada rizosfer (Ali et al.,2013)
g. Fitodesalinasi
Fitodesalinasi merupakan proses fitoremediasi oleh tanaman untuk
menghilangkan garam dari garam tanah yang berlebihan supaya dapat membantu
tanaman tumbuh dengan normal (Ali et al., 2013).
Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi
menjadi tiga proses, yaitu sebagai berikut :
1. Penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam
harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara
bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya
diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh
permukaan akar.
2. Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam
menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran
transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke
bagian tanaman lainnya.
3. Lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar
logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah
keracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi,
misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Hardiani,
2009)
Absorbsi unsur hara pada tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor biotik
dan abiotik. Faktor biotik antara lain status hormonal, fase pertumbuhan,
metabolisme, morfologi tumbuhan, densitas daun, bentuk daun (sempit atau
lebar), berbulu atau berlapis, mudah tidaknya menjadi basah, umumnya daun yang
muda lebih sulit mengarbsorpsi daripada daun tua. Faktor abiotik antara lain suhu,
sinar/radiasi, kelembaban, dan kualitas tanah/air (Soemirat, 2003).
Semua tumbuhan memiliki kemampuan menyerap logam tetapi dalam
jumlah yang bervariasi. Sejumlah tumbuhan dari banyak famili terbukti memiliki
sifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi
pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga disebut hiperakumulator. Sifat
-
12
hiperakumulator berarti dapat mengakumulasi unsur logam tertentu dengan
konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk tujuan fitoekstraksi.
Pada proses fitoekstraksi ini logam berat diserap oleh akar tanaman dan
ditranslokasikan ke tajuk untuk diolah kembali atau dibuang pada saat tanaman
dipanen (Hidayati, 2005).
Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap unsur
logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk. (ii) Tingkat laju
penyerapan unsur dari tanah yang tinggi dibanding tanaman lain. (iii) Memiliki
kemampuan mentranslokasi dan mengakumulasi unsur logam dari akar ke tajuk
dengan laju yang tinggi. Translokasi ini merupakan komponen yang harus
diperhatikan dalam penentuan tumbuhan hiperakumulator (Hidayati, 2005).
Menurut Sumiyati et al (2009) waktu tinggal optimum tumbuhan akuatik
dalam mereduksi senyawa polutan adalah selama 4-15 hari. Lama waktu kontak
juga mempengaruhi besarnya akumulasi logam pada tanaman, akan tetapi jika
kadarnya melebihi ambang batas dan tanaman sudah berada pada titik jenuh,
maka tanaman tidak akan mampu mengakumulasi logam lagi dan bahkan akan
mati.
2.4. Kiambang (Salvinia molesta)
Kiambang (Salvinia molesta) merupakan salah satu tanaman yang hidupnya
mengapung di permukaan air (Floating). Tanaman ini dapat hidup di daerah
tropis, sub tropis dan daerah bertemperatur hangat di seluruh dunia. Biasanya
tanaman ini banyak dijumpai di sawah, sungai dan saluran air (Tjahaja et al.,
2006). Tanaman ini merupakan gulma air yang memiliki karakteristik laju
biaknya sangat cepat dengan sifat adaptasi yang tinggi di berbagai kondisi
lingkungan, terutama pada air buangan aktivitas industri, limbah domestik, limbah
pertanian dan kehutanan (Yuliani et al., 2013).
Dalam taksonomi tumbuhan, tumbuhan akuatik Kiambang dimasukkan
dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
-
13
Ordo : Hydropteridales
Famili : Salviniaceae
Genus : Salvinia
Spesies : Salvinia molesta (Yuliani et al., 2013)
Kiambang merupakan tumbuhan akuatik yang mengambang bebas,
berbentuk kecil, lonjong, memiliki daun di sepanjang batang, memiliki batang
yang bercabang tumbuh mendatar, berbuku-buku, ditumbuhi bulu dan panjangnya
dapat mencapai 30 cm. Pada setiap buku terdapat sepasang daun yang mengapung
dan sebuah daun yang tenggelam. Daun yang mengapung berbentuk oval, alterna
dengan panjang tidak lebih dari 3 cm, tangkai pendek ditutupi banyak bulu yang
berguna untuk menolak air dan berwarna hijau. Daun yang tenggelam memiliki
bentuk seperti akar, menggantung dengan panjang mencapai 8 cm, berbelah serta
terbagi-bagi dan berbulu halus. Morfologi tanaman Salvinia molesta dapat dilihat
pada Gambar 2. Daun yang mirip akar ini sebenarnya daun yang berubah bentuk
dan mempunyai fungsi sebagai akar (Donaldson and Dawn, 2003).
Gambar 2. Tanaman akuatik Kiambang (Salvinia molesta)
Tumbuhan akuatik Salvinia molesta mampu tumbuh pada temperatur yang
cukup rendah yaitu 4oC hingga temperatur 32
o C. Kiambang tidak memiliki bunga
sehingga perkembangannya hanya dengan cara vegetatif. Kiambang melakukan
perkembangan vegetatif dari potongan tubuh tanaman tersebut. Spesies tanaman
ini banyak tumbuh pada peraiaran yang tenang (Donaldson and Dawn, 2003).
Berdasarkan Fuad et al. (2013), menyebutkan bahwa tanaman Kiambang
memiliki pertumbuhan yang cepat dengan daun kecil, berbulu dan tergenang
namun tidak menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan. Tanaman ini juga
mampu hidup pada peairan dengan kadar nutrisi yang rendah. Untuk itu tanaman
ini sangat berpotensi apabila dijadikan sebagai tanaman fitoremeditor
-
14
Pertumbuhan tanaman Kiambang dipengaruhi oleh ruang tumbuh, makin
sempit ruang tumbuhnya maka pertumbuhannya akan makin lambat dan
sebaliknya. Pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh kedalaman air, kandungan
hara air, intensitas penyinaran, suhu dan pH air tempat tumbuhnya. Berdasarkan
sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman Kiambang mampu menyerap
logam berat Cu dengan optimal dengan total persentase logam berat Cu pada air
maupun limbah sebesar 81,68% dari konsentrasi 20 ppm (Yuliani et al., 2013).
2.5.Kayu apu (Pistia stratiotes)
Tanaman Kayu apu (Pistia Stratiotes) merupakan familia Salviniaceae dari
genus Pistia. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman liar yang tumbuh di danau,
rawa dan tepian sungai. Perkembangbiakannya tergolong cepat dan banyak. Hal
ini menyebabkan jumlah tanaman Kayu apu di lingkungan perairan melimpah
jumlahnya (Raras et al., 2015). Kayu apu (Pistia stratiotes) merupakan tumbuhan
akuatik terapung yang biasanya hidup di daerah tropis, sub tropis dan daerah yang
bertemperatur hangat di seluruh dunia. Di Indonesia tanaman ini sangat mudah
ditemui di sawah, danau, telaga dan rawa-rawa dengan air yang mengalir tenang
(Nurfitri dan Rachmatiah, 2010)
Dalam taksonomi tumbuhan, tumbuhan akuatik Kayu apu dimasukkan
dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingom : Plantae
Super Divisi : Spermathophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes (Widya et al., 2014 ).
Panjang daun tanaman kayu apu dapat mencapai 14 cm dan tidak memiliki
batang. Daunnya berwarna hijau, dengan tulang daun sejajar, tepi daunnya
bergelombang dan ditutupi bulu-bulu pendek yang membentuk struktur keranjang
dan membantu dalam menjerat gelembung udara serta meningkatkan daya apung
-
15
tanaman (Dipu et al., 2010). Menurut Oktaviani et al. (2014), menyebutkan
bahwa Kayu apu termasuk dalam tumbuhan yang mengapung pada permukaan air
dengan akar-akarnya yang menggantung terendam di bawah bagian daunnya yang
mengambang. Lebar daun tumbuhan ini antara 5-14 cm dan jarak antar nodusnya
0,1-0,5 cm sehingga membuat susunan daun pada tumbuhan ini terdapat pada tiap
bagian rosetnya. Morfologi tanaman Pistia stratiotes dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tanaman akuatik Kayu apu (Pistia stratiotes)
Fonkou et al. (2002), menyebutkan bahwa tanaman Kayu apu dapat
menggandakan biomassa dalam waktu lebih dari 5 hari, tiga kali lipat dalam 10
hari, empat kali lipat dalam 20 hari dan memiliki biomassa dikalikan dengan
faktor 9 dalam waktu kurang dari 1 bulan. Evolusi ini menunjukkan bahwa 25 hari
dalam periode maksimum yang memungkinkan tanaman dalam sistem. Hal ini
karena tanaman kayu apu berkembang biak dengan cepat dan membusuk, sistem
efektivitas terkait erat dengan manajemen periode pemanenan dari biomassa yang
dihasilkan.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Raras et al. (2015),
menunjukkan bahwa tanaman Kayu apu mempunyai kemampuan menyerap
berbagai ion logam berat seperti Fe, Cd, Cu dan Pb dengan cukup baik. Hal ini
dibuktikan dengan adanya konsentrasi ion logam berat Fe, Cd, Cu dan Pb yang
terserap pada tanaman setelah dilakukan analisis pada tanaman tersebut. Tanaman
Kayu apu mampu menyerap logam berat Cu selama pengukuran 4 minggu
berturut yaitu sebesar 4,18 ppm, 4,48 ppm, 3,75 ppm dan 2,53 ppm.
2.6.Pakcoy (Brassica rapa)
Menurut Prasasti et al. (2014), tanaman Pakcoy (Brassica rapa) termasuk
dalam jenis sayur sawi yang mudah diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini
-
16
Pakcoy dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai masakan. Hal ini cukup
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan tanaman Pakcoy. Pakcoy cukup mudah
untuk dibudidayakan dan hanya memerlukan waktu yang pendek. Perawatannya
juga tidak sulit dibandingkan dengan budidaya tanaman yang lainnya. Ciri-ciri
tanaman ini mempunyai tubuh tegak dan daun kompak, tangkai daun bewarna
putih, dan daun bewarna hijau segar, serta tangkai daun lebar dan kokoh.
Morfologi tanaman Pakcoy (Brassica rapa) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa)
Pakcoy merupakan tanaman sayuran berumur pendek (45 hari), termasuk
dalam famili Brassicaceae. Pakcoy jarang dimakan mentah, umumnya digunakan
untuk bahan sup atau sebagai hiasan (garnish). Bisa ditanam di dataran rendah dan
dataran tinggi, tetapi yang baik di dataran tinggi, cukup sinar matahari, aerasi
sempurna (tidak tergenang air) dan pH tanah 5,5-6 (Yanti et al., 2010)
Pakcoy tumbuh pada ketinggian 5-1.200 mdpl (meter di atas permukaan
laut). Pakcoy akan tumbuh optimum pada ketinggian 100-500 mdpl. Semakin
tinggi tempat penanaman maka akan semakin lama umur tanaman untuk dipanen,
sedangkan semakin rendah tempat penanaman, maka akan semakin pendek umur
panen tanaman. Pada umumnya tanaman pakcoy dibudidayakan pada suhu
berkisar 15˚C - 30˚C. Pertumbuhan terbaik tanaman Pakcoy pada suhu 19˚C -
21˚C. Sedangkan untuk kelembaban udara berkisar antara 80%-90% (Cahyono,
2003).
Pakcoy tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun.
Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.
Pakcoy cocok ditanam pada tipe tanah lempung, lempung berpasir, gembur dan
-
17
mengandung bahan organik. Pakcoy tumbuh optimum pada tanah yang memiliki
pH 6,0-6,8. Lokasi yang diperlukan merupakan lokasi terbuka dan drainase air
lancar (Wahyudi 2010).
Berdasarkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman Pakcoy
(Brassica rapa) efektif dan banyak menyerap Cu dalam tanah yang disimpan
dalam daun. Pertumbuhan sawi hijau dapat tumbuh dengan normal tanpa
mengalami kekerdilan (Raharjo et al., 2012).
-
18
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2017.
Penelitian ini bertempat di Greenhouse Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Purwodadi – LIPI dan Laboratorium Kimia Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
serta Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bak ukuran 5 L, jirigen 25 L,
gayung, ember, gelas ukur, botol aqua bekas 1,5 L, timbangan analitik, kamera,
alat tulis, kertas label, spidol, sarung tangan, karung, polibag ukuran 2 Kg,
cangkul, sekop, plastik dan penggaris. Alat yang digunakan di laboratorium
antara lain pH meter, oven, erlenmeyer 50 mL, sendok, gelas arloji, corong, pipet
tetes, labu ukur 25 mL, kompor listrik, penjepit besi, kertas saring, tabung reaksi,
neraca analitik, pipet ukur 10 mL dan alat AAS (Atomic Absorbtion
Spectofotometer).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, senyawa
(Cu(NO3)2.3H2O), aquades, tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan
Kayu apu (Pistia stratiotes), tanah lapisan atas (kedalaman 0-30 cm) sebagai
media tanam Pakcoy, benih tanaman Pakcoy (Brassica rapa) dan bahan-bahan
kimia lain yang digunakan untuk analisis laboratorium antara lain HCl pekat dan
HNO3 pekat.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama adalah percobaan
fitoremediasi air tercemar tembaga (Cu) dengan menggunakan tumbuhan akuatik
Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes) dan tahap ke dua
adalah penelitian berupa penggunaan air pasca fitoremediasi terhadap tanaman
Pakcoy (Brassica rapa). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga terdapat 18 satuan percobaan.
Perlakuan pada penelitian tahap 1 dapat dilihat pada Tabel 1. dengan pengacakan
sesuai pada Lampiran 1.
-
19
Tabel 1. Perlakuan pada percobaan fitoremediasi (percobaan tahap 1)
Kode Perlakuan
T0K1 Tanpa tanaman fitoremediasi + konsentrasi Cu 2 ppm
T0K2 Tanpa tanaman fitoremediasi + konsentrasi Cu 5 ppm
T1K1 Tanaman fitoremediasi Salvinia molesta + konsentrasi Cu 2 ppm
T1K2 Tanaman fitoremediasi Salvinia molesta + konsentrasi Cu 5 ppm
T2K1 Tanaman fitoremediasi Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 2 ppm
T2K2 Tanaman fitoremediasi Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 5 ppm
Pada penelitian tahap 2 merupakan aplikasi air pasca fitoremediasi Cu
terhadap tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa). Rancangan penelitian tahap 2
hampir seperti rancangan penelitian pada tahap 1, yaitu terdapat 6 perlakuan
dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Perlakuan percobaan
pasca fitoremediasi dapat dilihat pada Tabel 2. sedangkan denah pengacakan
percobaan tahap 2 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 2. Perlakuan percobaan pasca fitoremediasi (percobaan tahap 2)
Kode Perlakuan
T0K1 Air tercemar logam berat Cu konsentrasi 2 ppm tanpa fitoremediasi
T0K2 Air tercemar logam berat Cu konsentrasi 5 ppm tanpa fitoremediasi
T1K1 Air pasca fitoremediasi tanaman Salvinia molesta + konsentrasi Cu 2 ppm
T1K2 Air pasca fitoremediasi tanaman Salvinia molesta + konsentrasi Cu 5 ppm
T2K1 Air pasca fitoremediasi tanaman Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 2 ppm
T2K2 Air pasca fitoremediasi tanaman Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 5 ppm
3.4 Tahap 1. Percobaan Fitoremediasi
3.4.1 Analisis Awal Air dan Tanah
Berdasarkan hasil analisisi awal pH dan analisis kandungan logam berat
pada tanah dan air didapatkan hasil bahwa pH awal tanah yang digunakan sebagai
media tanam untuk tanaman budidaya Pakcoy adalah 5,2 dan pH air yang
digunakan sebagai media tanam bagi tumbuhan akuatik adalah sebesar 6,7.
Berdasarkan nilai pH tanah dan air, diketahui bahwa nilai pH air termasuk dalam
kategori netral, sedangkan pH tanah termasuk dalam kategori tanah yang masam.
Dokumentasi kegiatan analisis pH awal dapat dilihat Lampiran 8. Selain analisis
awal pH juga dilakukan analisis logam berat Cu pada tanah dan air. Berdasarkan
-
20
hasil analisis logam berat Cu menggunakan AAS didapatkan kandungan logam
berat Cu pada air sebesar 0,0095 ppm, sedangkan kandungan logam berat Cu
dalam tanah yang digunakan sebagai media tanam bagi tanaman Pakcoy adalah
sebesar 0,218 ppm. Berdasarkan hasil analisis logam berat tersebut menunjukkan
bahwa nilai logam berat Cu pada tanah dan nilai logam berat Cu pada air masih
berada dibawah ambang batas logam berat pada tanah dan air.
3.4.2 Aklimatisasi Tumbuhan Akuatik
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tumbuhan akuatik Salvinia
molesta dan Pistia stratiotes yang berwarna hijau dan masih dalam keadaan segar.
Sampel tumbuhan diambil dari kolam akuatik Kebun Raya Purwodadi. Sampel
tanaman diaklimatisasi pada media air selama 2 minggu agar tanaman mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mampu meregenarasi bagian tubuh
yang rusak.
3.4.3 Pembuatan Larutan Standar
Pembuatan larutan logam Cu dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah
Fakultas Pertanian dengan tahapan penimbangan senyawa dengan timbangan
analitik dan cawan petri atau beaker glass, kemudian masukkan senyawa ke dalam
gelas ukur 1 mL dan ditambahkan aquades. Setelah senyawa tersebut tercampur
dengan aquades kemudian masukkan ke dalam labu erlenmeyer 1 L. Kemudian
bilas gelas ukur dengan aquades dan dimasukkan ke labu erlenmeyer. Tambahkan
aquades pada labu erlenmeyer sampai tanda batas 1 L kemudian dikocok. Setelah
larutan tercampur masukkan kedalam botol dan tutup dengan rapat. Pembuatan
larutan Cu menggunakan senyawa (Cu(NO3)2.3H2O) dengan perhitungan sesuai
pada lampiran 3.
3.4.4 Range Finding Test
Range Finding Test (RFT) diperlukan untuk mengetahui konsentrasi
maksimal tanaman dapat tumbuh dan menyerap logam berat tembaga (Cu). RFT
dilakukan selama 7 hari hal ini dikarenakan dalam waktu 7 hari tanaman sudah
mampu menyerap logam dengan maksimal sesuai kemampuan fitoremediasi
tanaman tersebut. RFT dilakukan pada beberapa konsentrasi antara lain 3, 5, 10,
15 ppm. Sebelum dilakukannya RFT perlu dilakukan pengenceran larutan standar
sesuai konsentrasi logam yang akan digunakan dengan perhitungan pengenceran
-
21
sesuai pada Lampiran 3. RFT dilakukan menggunakan gelas plastik yang berisi
250 mL larutan logam dengan berat tanaman yang digunakan adalah 5 g. RFT
dilakukan dengan 2 kali ulangan dengan 4 perlakuan konsentrasi.
3.4.5 Persiapan Fitoremediasi
Setelah tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan Pistia stratiotes
diaklimatisasi selama 2 minggu kemudian dilakukan persiapan untuk percobaan
fitoremediasi. Persiapan yang dilakukan berupa persiapan alat dan bahan yang
diperlukan. Untuk konsentrasi rendah dan konsentrasi tinggi mengacu pada hasil
RFT yang telah dilakukan sebelumnya. Karena larutan telah dibuat sebelumnya
maka hanya perlu dilakukan pengenceran sesuai konsentrasi yang diinginkan
untuk air sebanyak 5 L. Perhitungan untuk pengenceran larutan logam dapat
dilihat pada lampiran 3. Setelah itu diambil sampel tumbuhan akuatik masing-
masing seberat 75 g untuk tiap satuan percobaan. Masing-masing satuan
percobaan berisi air tercemar Cu sebanyak 5 L.
3.4.6 Pelaksanaan Fitoremediasi
Untuk konsentrasi yang digunakan ada 2 yaitu konsentarasi rendah (2 ppm)
dan konsentrasi tinggi (5 ppm) dan untuk perlakuan tumbuhan akuatik ada 3
perlakuan yaitu tanpa tanaman, tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan tumbuhan
akuatik Pistia stratiotes. Rancangan Percobaan ini dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Menggunakan RAL karena
penelitian ini dilakukan di dalam Greenhouse Kebun Raya Purwodadi sehingga
mampu memberikan homogenitas pada tiap satuan percobaan. Perlakuan ini
dilakukan selama 14 hari dengan pengamatan selama 2 hari sekali setelah
perlakuan yaitu 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 Hari Setelah Perlakuan (HSP)
3.4.7 Pengamatan Perlakuan
Pengamatan berupa morfologi tumbuhan seperti warna daun, klorosis,
kering, layu atau yang lainnya dengan cara mengamati perubahan fisik tumbuhan
akuatik. Kemudian dilakukan pendokomentasian semua satuan percobaan pada 0,
2, 4, 6, 8, 10, 12 hingga 14 HSP untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
tumbuhan akuatik. Setelah masa percobaan selesai dilakukan penimbangan berat
basah akhir dan berat kering tanaman, dilakukan pada saat tanaman akuatik telah
-
22
dipanen. Selain itu juga dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan
logam berat Cu pada air pasca fitoremediasi, akar dan tajuk tumbuhan akuatik.
3.4.8 Pemanenan dan Uji Laboratorium
Pemanenan dilakukan dengan mengambil secara langsung semua tanaman
dan ditimbang berat basahnya. Untuk pengukuran kadar logam berat Cu pada air
pasca fitoremediasi tersebut dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 50
mL air. Sedangkan untuk sampel tumbuhan akuatik untuk uji laboratorium adalah
sebanyak 5 g berat kering tanaman. Sampel dari masing-masing perlakuan baik air
maupun tumbuhan akuatik dilakukan uji kandungan logam berat Cu
menggunakan metode AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer) dan untuk
analisa pH air menggunakan alat pH meter.
3.5 Tahap 2. Aplikasi Air Pasca Fitoremediasi
3.5.1 Persiapan Media Tanam dan Bahan Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah berasal dari Kebun Raya
Purwodadi yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-30 cm yang
sebelumnya telah dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan logam
berat tembaga Cu dan pH awal. Tanah dikering anginkan selama 3 hari. Kemudian
disiapkan polibag dan bibit tanaman Pakcoy sesuai dengan jumlah satuan
percobaan. Untuk masing-masing satuan percobaan dilakukan penimbangan tanah
sebanyak 2 Kg tanah dengan cara ditimbang menggunakan timbangan. Bahan
tanam yang digunakan berasal dari benih Pakcoy yang telah disemai.
3.5.2 Penanaman dan Pemupukan
Setelah media tanam dan bahan tanam telah siap kemudian dilakukan
aklimatisasi Pakcoy pada polibag yang telah terisi dengan tanah. Tiap polibag diisi
dengan 1 bibit tanaman Pakcoy. Selain itu juga dilakukan pemupukan dengan
menggunakan pupuk Urea dengan cara membuat lubang disamping tanaman dan
kemudian langsung dimasukkan pupuk dalam lubang yang telah dibuat. Setelah
itu lubang ditutup kembali dengan menggunakan tanah. Pemupukan disesuaikan
dengan kebutuhan pupuk tanaman perpolibag berdasarkan pada Lampiran 4.
3.5.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan setiap hari selama penelitian,
pemeliharaan yang dilakukan ialah pengairan, penyiangan dan pengendalian
-
23
organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengairan tanaman dilakukan pada pagi
hari atau sore hari selama masa percobaan. Air yang digunakan untuk mengairi
tanaman Pakcoy adalah air pasca fitoremediasi yang diaplikasian sesuai dengan
perlakuan. Untuk penyiangan dan pengendalian OPT dilakukan menggunakan
cara langsung diambili apabila terdapat OPT yang mengganggu pertumbuhan
tanaman.
3.5.4 Pengamatan
Pengamatan tanaman Pakcoy dilakukan selama 7 hari sekali yaitu 7, 14 dan
21 hari setelah perlakuan (HSP). Pengamatan tanaman dilakukan dengan metode
non destruktif yaitu berupa jumlah daun, tinggi tanaman serta pengamatan
morfologi tanaman seperti warna daun, klorosis, kering, layu atau yang lainnya.
Untuk tinggi tanaman menggunakan alat ukur penggaris sedangkan untuk jumlah
daun langsung dilakukan penghitungan secara manual. Pada saat setelah panen
dilakukan pengamatan berupa berat basah tanaman dan berat kering tanaman
dengan metode destruktif menggunakan alat ukur timbangan. Selain itu juga
dilakukan analisis kandungan logam berat Cu pada tanah serta akar dan tajuk
tanaman Pakcoy. Selain itu dilakukan analisis akhir pH tanah.
3.5.5 Pemanenan dan Uji Laboratorium
Pemanenan tanaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 61 hari.
Pemanenan dilakukan secara manual menggunakan cetok, pemanenan dilakukan
secara hati-hati. Setelah tanaman Pakcoy dipanen dilakukan penimbangan berat
basah tanaman pakcoy untuk mengetahui hasil yang diperoleh tanaman.
Kemudian dilakukan pengovenan selama 2x24 jam dan dilakukan penimbangan
berat kering tanaman Pakcoy. Untuk tanah dilakukan pengujian berupa pH tanah
menggunakan pH meter dan dilanjutkan uji laboratorium untuk mengetahui
kandungan logam berat Cu pada tanah, akar dan tajuk tanaman Pakcoy dengan
metode AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer).
3.6 Parameter Pengamatan
3.6.1 Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman hanya dilakukan pada tanaman Pakcoy.
Pengukuran tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris (cm) dari
bagian pangkal batang tanaman yang tumbuh dipermukaan sampai dengan titik
-
24
tertinggi batang dan diukur 7 hari sekali selama penelitian yaitu 7, 14 dan 21 Hari
Setelah Perlakuan (HSP). Pengukuran tinggi tanaman ini dilakukan menggunakan
metode non destruktif.
3.6.2 Jumlah Daun
Perhitungan jumlah daun dilakukan 7 hari sekali selama penelitian 7 hari
sekali selama penelitian berlangsung (7, 14 dan 21 HSP). Daun yang dihitung
ialah daun yang telah terbuka sempurna karena diduga sudah aktif melakukan
fotosintesis. Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara langsung
menghitung jumlah daun tanaman secara manual. Pengukuran jumlah daun
menggunakan metode non destruktif. Untuk parameter pengukuran jumlah daun
haya dilakukan pada tanaman budidaya Pakcoy.
3.6.3 Morfologi tanaman
Pengamatan morfologi tanaman berupa warna daun, klorosis, kering, layu
atau yang lainnya. Pengamatan morfologi tanaman dilakukan pada ke dua tahap
percobaan yaitu pada tumbuhan akuatik dan juga pada tanaman budidaya Pakcoy.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan morfologi tanaman ketika terjadi
toksisitas karena logam berat Cu. Pengamatan ini dilakukan setiap kali
pengamatan dilakukan. Untuk tumbuhan akuatik pengamatan dilakukan 2 hari
sekali (2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 HSP) sedangkan untuk tanaman budidaya Pakcoy
dilakukan 7 hari sekali (7, 14 dan 21 HSP). Pengamatan morfologi tanaman
dilakukan dengan cara mengamatan secara langsung dengan mata.
3.6.4 Berat Basah Tanaman
Pengukuran berat basah tanaman dilakukan saat setelah panen ditakutkan
apabila terlalu lama didiamkan berat basah tanaman akan berkurang. Berat basah
yang diukur adalah berat basah tajuk dan akar sehingga perlu dilakukan
pemisahan antara tajuk dan akar terlebih dahulu. Pengukuran berat basah tanaman
menggunakan metode destruktif dengan timbangan analitik.
3.6.5 Berat Kering Tanaman
Pengukuran berat kering tanaman dilakukan pada tanaman akuatik juga
pada tanaman budidaya Pakcoy yang telah dikeringkan. Setelah tanaman dipanen
kemudian tanaman dioven untuk menghilangkan kandungan air dalam tanaman.
Pengovenan dilakukan selama ±2x24 jam dengan suhu 100ºC hingga berat kering
-
25
tanaman menjadi konstan. Berat tanaman konstan menunjukkan bahwa
kandungan air dalam tubuh tanaman telah habis. Setelah berat tanaman konstan
dilakukan penimbangan berat kering tanaman dengan menggunakan timbangan
analitik. Pengukuran berat kering tanaman ini menggunakan metode destruktif.
3.6.6 pH Air dan Tanah
pH air dan tanah dilakukan pada saat tanaman telah dipanen. Pengukuran
pH air dan tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat pH meter.
Pada waktu sebelum dilakukan penanaman juga dilakukan pengukuran pH air dan
tanah awal agar bisa membandingkan antara pH awal sebelum penanaman dan pH
akhir setelah penanaman baik pada air maupun tanah.
3.6.7 Kandungan Cu pada Air, Tanah, Akar dan Tajuk Tanaman
Selain parameter yang dilakukan diatas, pengamatan lain yang dilakukan
ialah pengukuran kandungan Cu pada air, tanah, tajuk tanaman dan akar tanaman.
Pengukur kandungan logam Cu pada tanaman dan tanah perlu dikeringkan dan
digiling sebelum dianalisa. Sedangkan untuk air bisa langsung dianalisis.
Pengukuran kandungan logam berat Cu menggunakan metode AAS (Atomic
Absorbtion Spectofotometer).
3.6.8 Perhitungan Laju Penyerapan
Perhitungan laju penyerapan didasarkan pada bobot kering logam yang diserap
(mg/kg) oleh tanaman serta bobot kering tanaman. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut (Nastati et al., 2002) :
TF = BT x KL
BT x t
Keterangan :
LP = Laju penyerapan (mg/kg/hari)
BT = Bobot kering tumbuhan (mg)
KL = Kandungan logam (mg/kg)
t = waktu kontak (hari)
3.6.9 Perhitungan Nilai Faktor Translokasi
Perhitungan nilai faktor translokasi dilakukan untuk mengetahui
kemampuan tanaman untuk mentranslokasikan logam berat dalam akar ke seluruh
-
26
bagian tanaman (Mellem et al., 2012). Faktor translokasi dihitung dengan
menggunakan rumus.
TF = Kandungan Logam berat pada daun
Kandungan Logam berat pada akar
Faktor translokasi dapat membedakan bahwa mekanisme tanaman tersebut dalam
melakukan akumulasi adalah fitostabilisasi dan fitoekstraksi. Apabila nilai TF < 1
maka tanaman tersebut masuk kedalam mekanisme Fitostabilisasi. Sedangkan jika
nilai TF > 1 maka tanaman tersebut merupakan tanaman hiperakumulator dan
masuk ke dalam mekanisme Fitoekstraksi.
3.7 Analisa Data
Data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisa
dengan menggunakan analisis sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA)
pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan
terhadap parameter yang diamati. Apabila dari hasil ANOVA menunjukkan
perbedaan yang nyata maka dilakukan Uji lanjut BNJ menggunakan aplikasi
DSAASTAT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
-
27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Range Finding Test
Range Finding Test (RFT) dilakukan untuk mengetahui pada konsentrasi
berapa tanaman mampu hidup dan tidak terjadi kerusakan yang parah pada bagian
tubuh tanaman tersebut. Pada penelitian ini, RFT digunakan untuk menentukan
konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah yang akan digunakan. Konsentrasi
logam Cu yang akan digunakan dalam fitoremediasi adalah ketika pada
konsentrasi tertentu persentase hidup tanaman di atas 80%. Persentase tersebut
didapatkan dari keadaan fisik tumbuhan akuatik dilihat dari dokumentasi
tumbuhan akuatik yang kemudian dilakukan persentase kerusakan tanaman. RFT
dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengamatan yaitu awal dan akhir. Hasil
pengamatan RFT dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Hasil pengamatan RFT tanaman Salvinia molesta
Konsentrasi Pengamatan awal Pengamatan akhir Keterangan %
hidup
3 ppm
Tanaman hijau segar
akar tidak putus Tanaman hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
Tanaman hijau segar
akar tidak putus Tanaman hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
5 ppm
Daun hijau segar
akar tidak putus Daun hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
Daun hijau segar
akar tidak putus Daun hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
10 ppm
Daun hijau segar
akar tidak putus Daun hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
Daun hijau segar
akar tidak putus Daun hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
15 ppm
Daun hijau segar
akar tidak putus Daun hijau segar
akar tidak putus Tanaman
hidup 100
Daun hijau segar
akar tidak putus Daun hijau segar
akar putus Tanaman
hidup 90
Berdasakan hasil RFT pada Tabel 3. menunjukkan bahwa tanaman Salvinia
molesta mampu tumbuh dengan baik pada konsentrasi logam berat Cu sebesar 3
ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Hanya saja pada konsentrasi 15 ppm akar pada
tanaman Salvinia molesta terlihat putus. Namun dari semua perlakuan, persentase
hidup tanaman Salvinia molesta masih di atas batas kerusakan yang
diperbolehkan. Berdasarkan penelitian menyebutkan bahwa tanaman Salvinia
molesta mampu bertahan hidup pada konsentrasi logam berat Cu sebesar 20 ppm
-
28
dengan persentasi penyerapan logam berat Cu sebesar 90-94% (Yulianti et al.,
2013).
Tabel 4. Hasil Pengamatan RFT tanaman Pistia stratiotes
Konsentrasi Pengamatan awal Pengamatan akhir Keterangan %
hidup
3 ppm
Tanaman hijau
segar Tanaman hijau segar
Tanaman
hidup 100
Tanaman hijau
segar Tanaman hijau segar
Tanaman
hidup 100
5 ppm
Tanaman hijau
segar Sedikit kuning di tepi
Tanaman
hidup 90
Tanaman hijau
segar Sedikit kuning di tepi
Tanaman
hidup 90
10 ppm
Tanaman hijau
segar Kuning dan kering di
tepi Tanaman
hidup 70
Tanaman hijau
segar Kuning dan kering di
tepi Tanaman
hidup 70
15 ppm
Tanaman hijau
segar
Kuning dan kering
hampir keseluruhan
daun
Tanaman
hidup 60
Tanaman hijau
segar
Kuning dan kering
hampir keseluruhan
daun
Tanaman
hidup 60
Hasil RFT pada tanaman Pistia stratiotes dapat dilihat pada Tabel 4.
Tanaman Pistia stratiotes mampu tumbuh dengan baik pada konsentrasi 3 ppm,
sedangkan pada konsentrasi 5 ppm tanaman mulai terjadi kerusakan yaitu berupa
daun menguning pada ujung daun dengan persentase hidup sebesar 90%. Ketika
logam berat Cu diaplikasikan pada konsentrasi 10 ppm terjadi kerusakan yang
lebih parah yaitu daun kering dan kuning dengan persentase hidup sebesar 70%.
Sedangkan pada aplikasi logam Cu sebesar 15 ppm tanaman Pistia stratiotes
terlihat mengalami kerusakan yang sangat parah yaitu daun menguning dan
membusuk dengan persentase hidup tanaman sebesar 60%. Hal ini tidak sesuai
dengan sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa tanaman Pistia stratiotes
mampu tumbuh dan menyerap logam berat Cu dengan baik pada konsentrasi
logam Cu sebesar 10 ppm (Raras et al., 2015).
Berdasarkan hasil RFT selama 7 hari pada tanaman Salvinia molesta dan
Pistia stratiotes, maka didapatkan konsentrasi logam berat Cu yang akan
digunakan pada penelitian fitoremediasi ini adalah konsentrasi rendah sebesar 2
ppm dan konsentrasi tinggi yaitu 5 ppm karena pada konsentrasi tersebut ke dua
-
29
tanaman mampu tumbuh dengan baik dengan persentase hidup yang terjadi lebih
dari 80%.
4.2 Fitoremediasi Air Tercemar Cu
4.2.1 Pengamatan Perubahan Fisik Tumbuhan Akuatik
Hasil pengamatan perubahan fisik tumbuhan akuatik setelah perlakuan
fitoremediasi disajikan dalam Tabel 5. Perubahan fisik tanaman diamati untuk
mengetahui dampak yang timbul setelah tumbuhan akuatik terpapar logam berat
Cu selama 14 hari. Berdasarkan tabel hasil pengamatan tumbuhan akuatik setelah
dilakukan fitoremediasi terlihat bahwa pada tanaman Salvinia molesta baik pada
konsentrasi 2 ppm (T1K1) dan konsentrasi 5 ppm (T1K2) pada 7 HSP dan 14
HSP terlihat adanya daun baru yang tumbuh.
Tabel 5. Hasil pengamatan tumbuhan akuatik setelah perlakuan fitoremediasi
Perlakuan
7 HSP 14 HSP
Daun Akar Daun Akar
Baru Coklat Kuning Kering Mati Putus Baru Coklat Kuning Kering Mati Putus
T1K1 (1) √ √
T1K1 (2) √ √
T1K1 (3) √ √ √ √
T1K2 (1) √ √ √ √
T1K2 (2) √ √
T1K2 (3) √ √
T2K1 (1) √ √ √
T2K1 (2) √ √ √
T2K1 (3) √ √
T2K2 (1) √ √ √ √ √ √ √ √
T2K2 (2) √ √ √ √
T2K2 (3) √ √ √ √ √ √
Keterangan : T0K1: 2 ppm Cu Tanpa Tanaman (kontrol) T0K2: 5 ppm Cu Tanpa Tanaman
(kontrol) T1K1: Tanaman Salvinia molesta 2 ppm Cu, T1K2: Salvinia molesta 5 ppm Cu, T2K1:
Pistia stratotes 2 ppm Cu dan T2K2: Pistia stratiotes 5 ppm Cu.
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman Salvinia molesta mampu tumbuh
dengan baik walau pada kondisi yang tercemar logam Cu. Namun tanaman
Salvinia molesta pada satuan percobaan T1K1 ulangan 3 dan T1K2 ulangan 1
baik pada 7 HST maupun 14 HST menunjukkan bahwa ada beberapa daun yang
berwarna coklat. Perubahan daun Salvinia molesta dari hijau menjadi coklat pada
ujung tanaman menandakan daun tersebut mati dan tumbuh daun baru pada ujung
-
30
yang lain. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman Salvinia molesta mampu tumbuh dan meregenerasi bagian tubuh
yang telah mati walaupun pada kondisi air yang tercemar Cu. Rahmansyah
(2009), mengemukakan bahwa Salvinia molesta memiliki tingkat survival yang
tinggi pada media yang terkontaminasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi
pertumbuhan kiambang yang masih dapat tumbuh baik meskipun pada lingkungan
yang tercemar. Perubahan yang terlihat yakni pada ukuran daun yang makin
membesar, walaupun sebagian daun terlihat menghitam, selain itu banyak tumbuh
anakan. Hal tersebut dapat terjadi karena suhu dan lingkungan media tanaman
masih memungkinkan untuk berkembangbiak yaitu pada suhu rata-rata 26,75oC.
Gambar 5.Tanaman Salvinia molesta sebelum dan sesudah terpapar logam Cu
Sedangkan untuk tanaman Pistia stratiotes (T2) menunjukkan adanya daun
kuning pada setiap satuan percobaan kecuali perlakuan T2K1 ulangan 3. Terdapat
juga beberapa daun yang kering pada semua perlakuan baik pada 7 HST maupun
14 HST. Penampakan tanaman sebelum dan sudah terpapar dapat dilihat pada
Gambar 6. Selain itu juga terlihat adanya daun mati yang telah terlepas dari tubuh
tanaman yaitu pada perlakuan T2K2 ulangan 1. Pada perlakuan T2K2 pada
ulangan 1 dan ulangan 3 juga terlihat bahwa akar-akar tanaman putus. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman Pistia stratiotes tidak mampu tumbuh dan
beradaptasi dengan baik dalam lingkungan yang tercemar. Semakin tinggi
konsentrasi logam berat Cu dalam air maka tanaman Pistia stratiotes semakin
tidak mampu bertahan hidup pada air tersebut ditunjukkan dengan adanya
kerusakan berupa daun kuning, daun kering dan daun mati. Rosidah et al., (2014)
menjelaskan bahwa pertumbuhan akar dan warna daun umumnya menjadi
-
31
patokan respon fisiologis tumbuhan akibat cekaman logam karena berhubungan
erat dengan terganggunya aktivitas dalam sel dan metabolisme tumbuhan.
Cekaman mineral umumnya mengakibatkan daun mengalami klorosis ataupun
nekrosis.
Gambar 6. Tanaman Pistia stratiotes sebelum dan sesudah terpapar logam Cu
4.2.2 Perubahan Biomassa dan Laju Penyerapan Tumbuhan Akuatik
Hasil perubahan biomassa tanaman berupa berat basah, berat kering serta
laju penyerapan logam berat tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat adanya
perbedaan penambahan berat basah tumbuhan akuatik mulai dari awal perlakuan
hingga akhir perlakuan. Hal ini dikarenakan terjadinya perbedaan reaksi y