Download - Flu Burung Lengkap
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Virus Flu Burung (H5N1) pertama kali dapat menginfeksi manusia pada tahun 1997 di
Hongkong yang menyebabkan 18 orang sakit dan 6 orang diantaranya meninggal. Di antara
2003 dan 2004 virus ini menyebabkan outbreak (wabah) pada unggas dimana dalam upaya
pencegahannya sekitar 100 juta unggas mati baik dimusnahkan atau mati karena virus ini.
Di Indonesia, flu burung telah menyerang peternakan unggas pada pertengahan Agustus
2003. Sampai awal 2007 menurut Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan
Departemen Pertanian tercatat 30 provinsi mencakup 233 kabupaten/kota yang dinyatakan
tertular flu burung pada unggas.
Pada manusia pertama kali terjadi pada bulan Juni 2005 dimana virus flu burung/H5N1 telah
menyerang tiga orang dalam satu keluarga dan mengakibatkan kematian ketiganya. Sejak saat
itu jumlah penderita flu burung terus bertambah, sampai Maret 2007 jumlah penderita flu
burung yang terkonfirmasi sebanyak 89 orang dan 68 orang diantaranya meninggal (berarti
Case Fatality Rate nya sekitar 76,4%). Hal ini bisa disebabkan sifat karakteristik virus yang
sangat ganas, keterlambatan dalam deteksi dini (belum adanya kit diagnosa cepat yang
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi), keterlambatan rujukan ke rumah sakit dan
satu-satunya obat yang tersedia adalah oseltamivir yang harus diberikan dalam 48 jam
pertama sejak timbul gejala.
Maraknya penyebaran flu burung di berbagai negara khususnya di Indonesia membuat saya
tertarik untuk menulis makalah ini, guna membantu menghambat ledakan penyebaran kasus
flu burung dengan memberikan informasi sebanyak-banyaknya mengenai flu burung yang
akan saya sampaikan dalam makalah ini.
1
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini untuk mendapatkan kemampuan dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan flu burung.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makala ini adalah agar dapat memahami dan
mengetahui tekhnis pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan yang di perlukan pada
klien dengan flu burung.
C. RUANG LINGKUP PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini saya hanya membahas penyakit secara tinjauan teoritis dan
pemberian asuhan keperawatan pada klien flu burung dengan pendekatan proses
keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, dan rencana
keperawatan,.
D. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaa, yaitu membaca
dan mempelajari buku-buku dan melalui internet yang relevan dengan asuhan
keperawatan pada klien dengan flu burung.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makala ini terdiri dari tiga bab, yakni Bab I tentang
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
2
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan; Bab II tinjauan teoritis yang
terdiri dari konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan , Bab III penutup yang
terdiri dari kesimpulan.
3
BAB IITINJAUAN TEORITIS
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Pengertian
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas. Flu Burung adalah penyakit influenza pada unggas, baik
burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang yang lain seperti babi. Data lain
menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan burung onta.Penyakit
ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia.
Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal
dari kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai
saat ini belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini
terutama menyerang peternak unggas (wikipedia.org/wiki/Flu_burung, 2007)
B. Anatomi Fisiologi
Gambar sistem pernafasaan manusia(Sumber wikipedia.org/wiki/sistem pernafasan)
4
1. Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum.
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (tekak)
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian
dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
3. Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus.
4. Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.
Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
5
5. Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang.
Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut
oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi
dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale
menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I
6. Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago
cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut
piramid yang menonjol kedepan
7. Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel
silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
8. Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian
belakang.Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di
atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
9. Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan
thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan
6
memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis
X (vagus).
10.Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara
dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
11.Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang
dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir,
dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
12.Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan
leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis
(taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian
vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus
(bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan
cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
13.Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
7
kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih
lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing
dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
14.Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan dan
memiliki:
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis.Terletak pada diafragmaparu-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu
parietal pleura dan visceral pleura.
C. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe
H5, H7 dan H9. Virus H9N2 tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada
burung, tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau avian influenza ini
awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti burung, bebek dan ayam. Namun
sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit zoonosis ). Subtipe
virus yang ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal tahun 2004, baik pada
unggas maupun pada pasien di Vietnam dan Thailand, adalah jenis H5N1. Perlu
diketahui bahwa virus influenza pada umumnya, baik pada manusia atau pada
unggas, adalah dari kelompok famili Orthomyxoviridae. Ada beberapa tipe virus
8
influenza pada manusia dan binatang yaitu virus influenza tipe A, B dan C. Virus
influenza tipe A memiliki dua sifat mudah berubah : antigenic shift dan antigenic
drift, dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Pada manusia, virus A dan B
dapat menyebabkan wabah flu yang cukup luas.
D. Patofisiologi
Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan langsung
dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di
saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan
virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam
bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut
WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari
manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan
juga belum terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-
satunya cara virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke
manusia adalah jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan
virus flu manusia. Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan
pada manusia karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara
langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di
kandangnya dan alat-alat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ). Penularan
dapat juga terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung
menangani kasus unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar
serta berbagai mekanisme lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme
penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia,
perlu ditegaskan bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang
9
masih hidup dan menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain,
tidak menularkan flu burung ke orang yang memakannya. Virus flu burung akan
mati dengan pemanasan 80°C selama 1 menit.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan respon
"bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu
tereplikasi, makin banyak pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang
memicu peningkatan respons imunitas dan berperan penting dalam peradangan.
Sitokin yang membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah banyak, justru
melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak menyerang anak-
anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia
menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.
E. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan Gejala Pada Unggas
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan
(nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan
virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti
jengger berwarna biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare,
dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan
bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa penurunan
produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa
kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul
gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
10
2. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejalanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan
sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan memburuk,
dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat,
rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO2.
F. Pengobatan
Dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada; jika batuk dapat diberi
obat batuk dan jika sesak dapat diberi bronkodilator. Pasien juga harus
mendapat terapi suportif, makanan yang baik dan bergizi, jika perlu diinfus dan
istirahat cukup. Secara umum daya tahan tubuh pasien haruslah ditingkatkan.
Selain itu dapat pula diberikan obat anti virus. Ada 2 jenis yang tersedia :
kelompok M2 inhibitors yaitu amantadine dan rimantadine serta kelompok dari
neuraminidase inhibitors yaitu oseltamivir dan zanimivir. Amantadine dan
rimantadine diberikan pada awal penyakit, 48 jam pertama selama 3 - 5 hari,
dengan dosis 5 mg/kg bb./hari, dibagi 2 dosis. Jika berat badan lebih dari 45 kg
diberikan 100 mg 2 kali sehari. Sedangkan oseltamivir diberikan 75 mg, 1 kali
sehari selama 1 minggu. Pengalaman tahun 1997 di Hongkong menunjukkan
bahwa amantadine dan rimantadine masih sensitif terhadap H5N1 secara in
vitro, sementara di Vietnam (2004) pernah dilaporkan kedua obat itu sudah
tidak mempan lagi terhadap jenis virus yang ada di sana. Tetapi laporan WHO
Global Influenza Surveillance Network yang melakukan penelitian pada 4 isolat
H5N1 dari manusia dan 33 isolat dari unggas pada bulan Februari 2004
menunjukkan oseltamivir masih sensitif terhadap virus yang ada.
11
G. Pencegahan
Kebiasaan pola hidup sehat tetap berperanan penting. Secara umum
pencegahan flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang
dan bergizi, istirahat teratur dan olahraga teratur. Penanggulangan terbaik saat
ini memang berupa penanganan langsung pada unggas yaitu pemusnahan
unggas atau burung yang terinfeksi flu burung, dan vaksinasi unggas yang sehat.
1. Pencegahan pada manusia
a. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang )
Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
Menggunakan alat pelindung diri ( contoh : masker dan pakaian kerja ).
Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja.
Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus
ditatalaksana dengan baik ( ditanam atau dibakar ) agar tidak menjadi
sumber penularan bagi orang di sekitarnya.
Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan
desinfektan.
Bersihkan kandang dan alat transportasi yang membawa unggas.
Lalu lintas orang keluar masuk kandang dibatasi.
Imunisasi unggas yang sehat
b. Masyarakat Umum
Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat
cukup.
12
Tidak mengimpor daging ayam dari tempat yang diduga terkena wabah
avian flu
Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
1. Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit di
tubuhnya).
2. Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80°C selama 1
menit dan telur sampai dengan suhu ± 64°C selama 5 menit.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PengkajianPengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, keluhan
utama, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Identitas /biodata klien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku bangsa, nama
orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan.
2. Keluhan utama
Panas tinggi > 380c lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak napas, sakit kepala,
nyeri otot, sakit tenggorokan
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Suhu badan meningkat, nafsu mkan berkurang,/tidak ada.
b. Infeksi paru
c. Batuk dan pilek
d. Infeksi selaput mata
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen
b. Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, ada nya nyeri tekan,
infeksi selaput mata.
c. Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mlutnya kurang bersih, mukosa bibir
kering.
13
d. Pemeriksaaan penunjang : pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa yang tepat, sehingga dapat memberikan
terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu dilakukan pada orang
yang mengalami flu burung, yaitu :
Pemeriksaan labor dilakukan dengan pemeriksaaan darah, hasil : negatif,
jika tidak di temukan virus H5N1. Positif bila di temukan virus H5N1.
B. Diagnosa Dan Intervensi
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, b.d peningkatan produksi sekret, sekresi
tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran,
krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);
atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,
reaksi alergi.
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi
14
yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan
lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi
dada.
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
f. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
2. Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya
proses penyakit.
b.Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
15
d. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
e. Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
f. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA
memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu.
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
3. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan dispnea.
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
16
sputum, dan obat.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster
dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap
napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan
napas.
d. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen
dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
f. Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.
Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
g. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan
dapat berlanjut, meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
17
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari
kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini
belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama
menyerang peternak unggas (penyakit akibat kerja). Flu burung bisa menular pada
manusia jika manusia bersinggungan langsung dengan ayam atau unggas yang
terinfeksi flu burung. Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan
pada manusia karena kontak dengan berbagai jenis unggas terinfeksi, atau tidak
langsung.
B. SARAN
Hidup sehat, selalu cuci tangan sebelum makan dan setelah melakukan kontak
langsung dengan ternak agar terhindar dari flu burung.
18