FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN
FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus
radiatus L.) HASIL FERMENTASI
YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN
FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus
radiatus L.) HASIL FERMENTASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH 105096003182
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN
FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus
radiatus L.) HASIL FERMENTASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH 105096003182
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II Ir. Agustine Susilowati, M.M Sri Yadial Chalid, M.Si NIP : 195 808 141 984 022 001 NIP : 19680313 200312 2 001
Mengetahui, Ketua Program Studi Kimia
Sri Yadial Chalid, M.Si NIP : 19680313 200312 2 001
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas
berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
“Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi”. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW,
kepada para keluarga dan para sahabatnya serta termasuk kita pula selaku
ummatnya. Amin.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh
ujian Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia sekaligus Dosen
Pembimbing II, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis serta memberikan
semangat dan motivasi maupun masukan dalam menyelesaikan penelitian dan
skripsi.
iv
3. Dr. L. Broto S. Kardono sebagai Kepala Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong.
4. Dr. Muhammad Hanafi, M.Si sebagai Kepala Bidang BAPF Pusat Penelitian
Kimia-LIPI
5. Ir. Agustine Susilowati, M.M sebagai Pembimbing I yang telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Pangan di Pusat
Penelitian Kimia-LIPI Serpong serta memberi nasihat dan bimbingan kepada
penulis dalam penyusunan skripsi.
6. Ayahanda (Yusep Hermansyah), Ibunda (Lia Amaliya) dan adikku tercinta
(Badai Sefta Mafarin) yang tiada henti memberi semangat serta dukungan
moril maupun materil yang begitu luar biasa selama pelaksanaan tugas akhir.
7. Yati Maryati, S.T dan Pak Aspiyanto yang telah banyak membantu
memberikan arahan selama penelitian dilaksanakan.
8. Seluruh Dosen, karyawan dan laboran Program Studi Kimia, terima kasih atas
ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.
9. Seluruh staf Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong yang telah membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
10. Sahabatku di setiap waktu, Devi, Diah, Rani, Ambar dan Chiko, terima kasih
atas keceriaan dan kesedihan yang selalu kita bagi bersama, betapa bahagianya
aku yang tumbuh besar bersama kalian. Sahabatku yang terpisah jarak namun
selalu ada untukku, Anindita, Fajrin, Dindi, Miratna, Intan dan Alhadi, terima
kasih atas perhatian, motivasi, semangat dan do’anya.
11. Elly, Susti dan Wardah, teman seperjuanganku yang selalu setia dalam suka
dan duka selama menempuh penelitian dan penyusunan skripsi.
vii
12. Teman-teman baikku Fiqi, Nunu, Ade, Ria, Suci, Tika, Ani, Icha, Ummu,
Dede, Ika, Ardy, Zeki, Ilham, Fajri, Afit, Aji, Subhan, Adum, Arif, Rizky,
Dedi, Hasbi, Ocim, Rauf, Hendro, Salman, Abdul Rohman, Ami dan Wulan
Embunsari, terima kasih atas semua ketulusan dan semangat serta perhatian
yang kalian berikan selama ini. Kalian takkan pernah terganti.
13. Kakak-kakak kelas Kimia angkatan 2002, 2003 dan 2004 khususnya Kak
Amin, Kak Adi dan Kak Ijul, kalian inspirasiku. Adik-adik kelas Kimia
angkatan 2006, 2007, 2008 dan 2009, terima kasih untuk selalu berbagi
semangat dan keceriaan.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Juni 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
ABSTRAK ................................................................................................... xvi
ABSTRACT ................................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3. Hipotesis............................................................................................... 2
1.4. Rancangan Percobaan .......................................................................... 3
1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.6. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi.......................... 6
2.2. Autolisis Kaldu Nabati......................................................................... 8
2.3. Flavor (Cita Rasa) ................................................................................ 10
2.3.1. Savory Flavor (Rasa Gurih)…………………………………... 12
2.4. Flavor Ayam......................................................................................... 13
2.4.1. Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour)................. 16
2.4.2. Prekursor Flavor....................................................................... 16
ix
2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction) .................................................. 21
2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)............................... 24
2.6.1. Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)....... 24
2.6.2. Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa 26
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 28
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 28
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 28
3.2.1. Alat .......................................................................................... 28
3.2.2. Bahan ..................................................................................... 28
3.3. Prosedur Kerja ..................................................................................... 29
3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1................ 29
3.3.2. Reaksi Flavoring....................................................................... 29
3.3.2.1. Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik………………… 29
3.3.2.2. Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu)................................................................................ 30
3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS……………….. 31 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 33
4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati....................... 33
4.2. Reaksi Flavoring……………………………………………………… 35
4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik…………….… 35
4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk Formula A4 dan B4............................................. 36 4.2.2.1. Analisa Komposisi Kimia…………………..………….…. 36
4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Padatan Kering…………………...... 36 4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses
x
x
terhadap Kadar N-Amino…………………………… 37
4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi……………….…….. 39
4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses
terhadap Kadar Protein Terlarut……………………… 42
4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Total Protein………………………… 44
4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Lemak………………………………. 45
4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Garam………………………………. 46
4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS………………… 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 56
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 56
5.2. Saran ...................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57
LAMPIRAN ................................................................................................ 60
xi
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur Kimia Sistein................................................................................. 17
2. Struktur Kimia Taurin................................................................................. 18
3. Struktur Kimia Tiamin-HCl………………………………………….…... 19
4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)…………………………….. 20
5. Struktur Kimia D-Glukosa…………………………………………….…. 21 6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring……………………….….. 24
7. Diagram Alir GC-MS………………………………………………….… 27
8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula A4…............................................................................................. 49
9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula B4………………………………………………...................….. 52
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan Variasi pH.................................................................................................. 3 2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g…………………………….. 7 3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada Kacang Hijau……………. 8 4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ektrak Daging Ayam……… 14 5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada Daging Ayam yang Dimasak…………………………………………….. 15 6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi Flavor…………………………………………………………….. 16 7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui Degradasi Strecker…………………………………………………………………… 22 8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam…………………... 30 9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati…………….. 33 10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C............................ 35 11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam.......................... 37
12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam.................................... 37 13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam…………………………….. 40 14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam.......................... 41 15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam………………………………. 42 16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam......................... 43 17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam............................. 44 18. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam........................................ 46
xiii
19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam....................................... 47 20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula A4...................................... ……………………………... 50 21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula B4.........................................……………………. 54
xiv xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia............................................................ 60
2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik.............................. 67
3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam................................................ 72
4. Kadar Padatan Kering.................................................................................. 73
5. Kadar Nitrogen Amino................................................................................ 74
6. Kadar Gula Pereduksi ................................................................................. 75
7. Kadar Protein Terlarut................................................................................. 77
8. Kadar Total Protein……………………………….………………………. 79 9. Kadar Lemak................................................................................................ 80
10. Kadar Garam……………………………………………….……………... 81
11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring) Aroma Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam…………………………………… 82
12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam………….. 84 13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut……………………... 86 14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium…………………………………… 87 15. Peralatan Penelitian………………………....................………………… 88
xv
ABSTRAK YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi. Di bawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M dan Sri Yadial Chalid, M.Si. Telah dilakukan penelitian tentang penentuan formulasi dan optimasi proses pembentukan flavor analog ayam dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) hasil fermentasi. Variasi konsentrasi dilakukan pada L-Sistein, Tiamin-HCl, Taurin, Glukosa dan Vitamin C sebagai prekursor flavor dengan variasi pH 4, 4,5 dan 5 yang masing-masing dilakukan pada 100°C selama 0, 1, 2 dan 3 jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog ayam terbaik berdasarkan komposisi formulasi terbaik dan kondisi optimum reaksi melalui analisa sensori, analisa komposisi kimia serta mengetahui jenis-jenis senyawa volatil dengan GC-MS (Kromatografi Gas-Spektrometer Massa). Hasil penelitian menunjukkan 2 jenis formula terbaik yaitu FAT (Flavor Analog Ayam menggunakan Taurin) dengan komposisi Sistein:Taurin (0,75 %:0,25 %), Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4 waktu proses 3 jam dan FAC (Flavor Analog Ayam menggunakan Vitamin C) dengan komposisi Sistein:Vitamin C (0,75 %:0,25 %), Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4,5 waktu proses 3 jam. Sebanyak 46 senyawa flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAT yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu senyawa sulfur (4 senyawa), asam-asam organik dan ester (18 senyawa), nitrogen (8 senyawa), aldehid dan keton (7 senyawa), alkohol (7 senyawa), piran (1 senyawa) dan furan (1 senyawa), serta 49 senyawa flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAC yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu senyawa sulfur (7 senyawa), asam-asam organik dan ester (15 senyawa), nitrogen (10 senyawa), aldehid dan keton (8 senyawa), alkohol (4 senyawa), piran (2 senyawa) dan furan (3 senyawa). Kata kunci : Kaldu nabati, flavor analog ayam, taurin, vitamin c, reaksi flavoring
xvi
xvii
ABSTRACT YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulation and Optimation Flavouring Process of Chicken Analogue Flavour from Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.). Under direction of Ir. Agustine Susilowati, M.M and Sri Yadial Chalid, M.Si. Formulation and optimation flavouring process of chicken analogue flavour reaction from fermented mung bean (Phaseolus radiatus L.) has been conducted. Concentration of L-Cystein, Thiamine-HCl, Taurine, Glucose and Vitamin C as a flavour precursor has been varieted with pH variety 4, 4,5 and 5 at 100°C for 0, 1, 2 and 3 hours, respectively. The main purpose of research are to find a best vegetable broth with chicken analogue flavour based on best formulation and optimal condition reaction through sensory analysis, chemical composition analysis and to know several volatile compounds with GC-MS (Gas Chromatograph-Mass Spectrometry). The result of experiment showed the best two kinds formula, is that TAF (Chicken Analogue Flavour with Taurine) with composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %) pH 4 at 3 hours dan CAF (Chicken Analogue Flavour with Vitamin C) with composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %) pH 4,5 at 3 hours. It had been identified on 46 flavour compounds of TAF consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (4 compounds), organic acids and esther (18 compounds), nitrogen (8 compounds), aldehyd and ketone (7 compounds), alcohol (7 compounds), pyran (1 compounds) and furan (1 compounds), and 49 flavour compounds of CAF consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (7 compounds), organic acids and esther (15 compounds), nitrogen (10 compounds), aldehyd and ketone (8 compounds), alcohol (4 compounds), pyran (2 compounds) and furan (3 compounds). Keywords : Vegetable broth, chicken analogue flavour, taurine, vitamin C,
flavoring reaction
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cita rasa merupakan bagian penting pada kualitas suatu makanan selain
penampilan dan teksturnya. Selain rasa manis, asam, asin dan pahit yang terdapat
pada makanan, masyarakat juga mengenal adanya cita rasa gurih atau “umami”.
Pemberi rasa gurih berasal monosodium glutamat maupun dari kaldu ayam atau
daging. Tetapi kaldu yang diekstrak dari daging ayam atau daging sapi tidak
selamanya dijadikan sebagai pemberi rasa gurih karena biaya produksi yang
tinggi, begitu juga flavor ayam sintetik tidak memuaskan karena hanya
memberikan cita rasa ayam dan terlalu asin (Nagodawithana, 1994).
Untuk mendapatkan makanan dengan rasa gurih yang rendah lemak dan
rendah kolesterol, maka dimanfaatkanlah kacang hijau sebagai flavor enchancer
yang banyak mengandung protein terutama asam glutamat serta mudah diperoleh.
Kandungan asam amino yang tinggi hasil perombakan protein dapat dicapai
melalui proses fermentasi pada kacang hijau oleh kapang diantaranya Rhizopus.
Kacang hijau terfermentasi ini dikenal sebagai kaldu nabati yang diharapkan
menjadi alternatif baru flavor enchancer secara alami (Susilowati, 2007). Kaldu
nabati memiliki rasa yang gurih, tetapi tidak dapat menimbulkan suatu citarasa
dan aroma analog ayam atau daging tanpa adanya penambahan bahan lain yang
disebut prekursor flavor. Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa.
Pada penelitian sebelumnya telah digunakan prekursor flavor sistein,
taurin, vitamin C dan xylosa dengan kondisi proses pada pH netral hingga basa.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dengan penggunaan xylosa
1 1
sebagai salah satu komponen prekursor membuat aroma flavor analog ayam pada
autolisat setelah proses flavoring timbul dengan cepat dan intensitas aroma kuat
namun aromanya tidak bertahan lama (Susilowati, 2009). Penggunaan xylosa juga
tidak dapat dijadikan acuan tetap dikarenakan harganya yang cukup mahal serta
sulit diperoleh. Dengan mengganti jenis prekursor dengan sistein, taurin, tiamin,
vitamin C dan glukosa maka diharapkan aroma yang dihasilkan dapat lebih tahan
lama serta memperkecil biaya produksi. Selain mengubah kondisi proses,
diperlukan juga variasi konsentrasi prekursor untuk menentukan perbandingan
terbaik komposisi prekursor sehingga menghasilkan aroma analog ayam yang
diinginkan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian lanjutan
untuk mencari perbandingan terbaik komposisi prekursor agar diperoleh aroma
flavor analog ayam yang kuat melalui variasi kondisi proses flavoring.
1.2. Perumusan Masalah
Apakah konsentrasi formula (campuran sistein:taurin, tiamin, glukosa dan
campuran sistein:vitamin C, tiamin, glukosa) dan kondisi reaksi yang meliputi pH
dan waktu pemanasan berpengaruh pada pembentukan flavor (flavouring
reaction) pada autolisat kaldu nabati kacang hijau terfermentasi?
1.3. Hipotesis
H0 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap
komposisi kimia hasil proses flavoring.
H1 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap
komposisi kimia hasil proses flavoring.
2
H0 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap
intensitas aroma hasil proses flavoring.
H1 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap
intensitas aroma hasil proses flavoring.
1.4. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan analisis ragam
Rancangan Petak-Petak Terbagi (RPPT) dalam Rancangan Acak Kelompok
(RAK) (Gazpersz, 1995). Matriks model pola faktorial penelitian ditunjukkan oleh
Tabel 1.
Tabel 1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan Variasi pH** Formula (X)*
Taurin (X1) Vitamin C (X2) pH (Y)
Lama Proses (jam) (Z) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3)
0 (Z1) X1Y1Z1 X1Y2Z1 X1Y3Z1 X2Y1Z1 X2Y2Z1 X2Y3Z1 1 (Z2) X1Y1Z2 X1Y2Z2 X1Y3Z2 X2Y1Z2 X2Y2Z2 X2Y3Z2 2 (Z3) X1Y1Z3 X1Y2Z3 X1Y3Z3 X2Y1Z3 X2Y2Z3 X2Y3Z3 3 (Z4) X1Y2Z4 X1Y2Z4 X1Y3Z4 X2Y1Z4 X2Y2Z4 X2Y3Z4
Keterangan : * Jenis Formula FAT dan FAC Terbaik dari Penelitian Pendahuluan ** Rancangan Penelitian RAK (Rancangan Acak Lengkap)
Jumlah perlakuan pada percobaan ini adalah 2x3x4=24 dengan dua kali ulangan,
dimana X1 = Jenis Formula A (FAT) terbaik
X2 = Jenis Formula B (FAC) terbaik
Y1 = pH 4
Y2 = pH 4,5
Y3 = pH 5
Z1 = waktu reaksi flavoring 0 jam
Z2 = waktu reaksi flavoring 1 jam
Z3 = waktu reaksi flavoring 2 jam
3
Z4 = waktu reaksi flavoring 3 jam
Model rancangan percobaan dari rancangan diatas adalah sebagai berikut :
Y(ijl) = µ + Kl + Xi + Yj + Zk + (XY)ij + (XZ)ik + (YZ)jk + (XYZ)ijk + εijl
Y(ijl) = nilai pengamatan dari kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-i
dari faktor X
µ = nilai rata-rata yang sebenarnya
Kl = pengaruh dari kelompok ke-l
Xi = pengaruh jenis formula pada taraf ke-i (i = 1, 2)
Yj = pengaruh pH pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)
Zk = pengaruh waktu reaksi flavoring pada taraf ke-k (k = 1, 2, 3, 4)
(XYZ)ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari jenis formula, taraf ke-j dari pH
dan taraf ke-k dari waktu proses
εijkl = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh
taraf ke-i dari faktor X, taraf ke-j dari faktor Y dan taraf ke-k dari
faktor Z dengan ulangan l (l = 2)
1.5. Tujuan Penelitian
Mencari kondisi optimum proses flavoring melalui variasi formulasi
prekursor, pH dan waktu reaksi untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog
ayam.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
tentang komposisi prekursor dan kondisi optimum reaksi. Kondisi tersebut
mempengaruhi intensitas aroma flavor analog ayam yang dihasilkan sehingga
4
tidak atau sedikit mengalami penurunan intensitas aroma jika dilakukan proses
pembuatan kaldu nabati berflavor analog ayam dalam bentuk pasta maupun
bubuk.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi
Fermentasi adalah sebuah proses yang melibatkan mikroorganisme untuk
mendapatkan produk, mikroorganisme tersebut mengurai substrat kompleks
menjadi molekul sederhana. Fermentasi karbohidrat, protein dan lemak dengan
adanya oksigen atau tanpa oksigen menghasilkan energi. Fermentasi bertujuan
untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya cerna, mengubah
penampakan serta memperbaiki sifat dari bahan pangan. Bahan pangan umumnya
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Fermentasi
juga merupakan perubahan kimia pada bahan pangan oleh enzim yang dihasilkan
oleh mikroorganisme maupun telah ada pada bahan pangan tersebut. Proses
fermentasi terjadi karena kontak antara mikroba dengan substrat yang sesuai bagi
pertumbuhan mikroba tersebut. Fermentasi juga menghasilkan metabolit primer
dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (Winarno dan
Fardiaz, 1984).
Kacang hijau yang difermentasi oleh kapang Rhizopus-C1 melalui
fermentasi garam (moromi) selama kurang lebih 18 minggu menghasilkan produk
yang disebut kaldu nabati. Kaldu nabati ini yang berpotensi sebagai bahan
penyedap rasa (seasoning). Potensi kaldu nabati sebagai bahan penyedap
(seasoning) disebabkan proses fermentasi yang menyertainya dimana aktifitas
enzim protease dari kapang Rhizopus menghidrolisis protein kacang menjadi
asam-asam amino dengan berat molekul rendah terutama asam glutamat. Kacang
hijau digunakan pada pembuatan kaldu nabati karena kaya karbohidrat, protein,
6 6
vitamin, mineral serta mengandung sedikit lemak. Kandungan gizi yang terdapat
pada kacang hijau secara umum adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g
Komposisi Kimia Jumlah Air
Protein Lemak
Karbohidrat Serat
Energi Mineral Karoten Kalsium Fosfor Besi
10,1 g 24,5 g 1,2 g 59,9 g 0,8 g
348 kkal 3,5 g
49 mg 75,0 mg 40,5 mg 8,5 mg
Sumber : Muchtadi, 2006
Kacang hijau memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi (lebih dari
55%), terdiri dari pati, gula dan serat sehingga dimanfaatkan sebagai sumber serat
pangan (dietary fiber). Pati kacang hijau terdiri dari amilosa (28,8%) dan
amilopektin (71,2%). Pati kacang hijau sangat baik untuk dijadikan bahan
makanan karena memiliki daya cerna yang tinggi (99,8%). Protein merupakan
penyusun utama kedua (20-25%). Daya cerna protein pada kacang hijau mentah
sekitar 77%, hal ini disebabkan oleh adanya zat antigizi seperti antitripsin dan
tanin. Untuk meningkatkan daya cerna protein maka kacang hijau harus diolah
terlebih dahulu (Muchtadi, 2006). Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa jenis asam
amino yang terdapat pada kacang hijau.
7
Tabel 3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada Kacang Hijau
Jenis Asam Amino Kadar (mg/100 g) Aspartat Glutamat
Serin Treonin Alanin Valin Leusin
Isoleusin Arginin Histidin
Fenilalanin Triptofan
Lisin Prolin
Metionin Tirosin
196 279 89 95 68 94 79 100 64 75 49 96 197 64 69 75
Sumber : Muchtadi, 2006
Kandungan asam glutamat kacang hijau yang sangat tinggi menjadi alasan
utama digunakannya kacang hijau sebagai flavor enhancer (pembangkit cita rasa)
alami yang memiliki kandungan gizi tinggi. Kadar lemak yang rendah pada
kacang hijau menjaga bahan makanan dan minuman yang terbuat dari kacang
hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak
jenuh seperti oleat (20,8%), linoleat (16,3%) dan linolenat (37,5%) serta 27%
asam lemak jenuh (Muchtadi, 2006).
2.2. Autolisis Kaldu Nabati
Autolisis merupakan suatu proses mencerna sendiri (self-digestion atau
autodigesti) pada khamir atau kapang yang memerlukan enzim endogenus
pendegradasi. Proses autodigesti dapat dilakukan dengan suhu dan pH, hal ini
menyebabkan kematian sel tetapi tidak menginaktifkan enzim-enzim
pendegradasinya. Tujuan proses autolisis ini adalah untuk memperoleh autolisat
8
ekstrak khamir yaitu hasil proses autolisis dengan kandungan peptida terlarut
sebagai savory flavor non volatil penghasil rasa gurih. Autolisat digunakan secara
luas pada produk-produk pangan (khususnya daging sapi dan ayam) yang
diformulasikan karena kapasitas pengikatan airnya yang tinggi serta
kemampuannya untuk meningkatkan rasa gurih (Nagodawithana, 1994).
Menurut Susilowati (2007), autolisis kaldu nabati kacang hijau yang
terfermentasi garam oleh kapang Rhizopus C1 juga bertujuan untuk meningkatkan
kandungan fraksi gurih berupa peptida terlarut sebagai sumber flavor gurih.
Proses autolisis dilakukan pada kacang hijau terfermentasi melalui pemanasan
pada suhu, waktu dan pH tertentu disertai pengadukan. Kfondisi ini menyebabkan
lisis pada sel kapang tanpa merusak enzim-enzim yang dihasilkan. Saat sel
mengalami lisis terjadi suasana ketidakberaturan sistem sel dan menyebabkan
membran internal terdisintegrasi dan melepaskan enzim-enzim degeneratif
terutama protease dan glukanase ke matriks sel. Selanjutnya enzim tersebut
bekerja terhadap substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan pelarutan
kandungan sel. Komponen sel terlarut akan masuk dalam sistem substrat yang
ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai asam-asam amino,
peptida terlarut dan perubahan komposisi keseluruhan substrat.
Perbedaan utama antara autolisis kaldu nabati dari kacang hijau dengan
ekstrak khamir yaitu substratnya berupa padatan campuran kacang-kacangan
(kacang hijau, garam dan inokulum dari kapang Rhizopus C1) berbentuk semi
solid sebagai kaldu kasar (crude kaldu) yaitu kacang terfermentasi garam selama
waktu tertentu, sedangkan autolisis sel khamir adalah substrat berupa bubur
ekstrak sel khamir yang ditumbuhkan pada media tertentu dengan tujuan untuk
9
memperoleh ekstrak khamir sebagai savory flavor (Susilowati, 2008). Untuk
menciptakan kaldu nabati dengan flavor analog ayam atau daging, maka
dibutuhkan suatu prekursor flavor.
2.3. Flavor (Cita Rasa)
Menurut Winarno (1997) dan Sinki (2002), flavor atau cita rasa
merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan makanan ketika diletakkan di
dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau. Ada 3 komponen yang
berperan yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Komposisi makanan dan senyawa
pemberi rasa dan bau berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman
menghasilkan sinyal yang dibawa menuju susunan syaraf pusat untuk memberi
pengaruh dari flavor atau cita rasa.
Secara umum flavor terdiri dari 4 rasa utama yaitu manis, asam, asin dan
pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Senyawa kimia
a. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, intensitas rasa asam tergantung
pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam.
b. Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik yang umumnya adalah
NaCl murni.
c. Rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung
gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol.
Sumber rasa manis yang terutama adalah gula atau sukrosa dan
monosakarida atau disakarida.
10
d. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid, misalnya kafein, teobromin,
kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin, garam-garam Mg, NH4
dan Ca.
2. Suhu
Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap
rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh manusia
di bawah 20°C atau di atas 30°C.
3. Konsentrasi
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar
masih bisa dirasakan. Batas ini disebut Threshold. Batas ini tidak sama pada
tiap-tiap orang dan Threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak
sama.
4. Interaksi dengan komponen rasa lain.
Komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa primer. Akibat
yang ditimbulkan adalah peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas
rasa. Flavor dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Flavor alami
terkandung dalam bahan makanan itu sendiri, sedangkan flavor buatan
diperoleh dari reaksi senyawa kimia yang menghasilkan senyawa aromatik
(biasanya berupa ester-ester).
Flavor makanan dapat dihasilkan dari berbagai proses yang terjadi pada
bahan pangan seperti :
1. Pemanasan atau pemasakan menimbulkan senyawa baru atau yang disebut
reaksi pencoklatan (browning).
11
2. Melalui pembentukan prekursor kimia non-volatil selama fermentasi
mikrobial dan diubah menjadi komponen flavor melalui pemanasan.
3. Metabolit sekunder dari fermentasi mikrobial, reaksi enzim endogen, serta
penambahan enzim selama proses dan produk akhir metabolisme tanaman.
2.3.1.Savory Flavor (Rasa Gurih)
Seiring berkembangnya industri pangan maka dikenal istilah rasa gurih
(umami) atau savory flavor yang bukan campuran dari keempat rasa utama.
Savory flavor merupakan salah satu jenis flavor yang banyak digunakan secara
luas pada industri pangan dan tergolong flavor enchancer atau flavor potentiator
(pembangkit cita rasa) yang bekerja dengan cara meningkatkan rasa enak atau
menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan padahal bahan itu
sendiri tidak atau sedikit memiliki cita rasa (Sugita, 2002).
Dua jenis bahan pembangkit cita rasa (flavor) yang umum adalah asam
amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamat (MSG) dan jenis 5’-
nukleotida seperti inosin 5’-monophosphat (5’-IMP), guanidin 5’-monophosphat
(5’-GMP) (Winarno, 1997). Senyawa nukleotida ini mulai dari yang paling efektif
adalah guanosin-5’-monophosphat (GMP), inosin-5’-monophosphat (IMP) dan
xantosin-5’-monophosphat (XMP), sedangkan adenosin-5’-monophosphat (AMP)
tidak memiliki aktivitas sebagai bahan pembangkit flavor. Produksi purin
nukleotida dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya degradasi asam
nukleat secara enzimatik atau kimia dan proses fermentasi langsung (Mottram,
1991).
Flavor ini memiliki peranan penting terhadap produk-produk pangan
seperti makanan ringan, bumbu instan, mi instan, dan kecap. Untuk aplikasinya,
12
savory flavor digunakan tidak sendiri. Pada satu formulasinya bisa terdapat
berbagai macam komposisi, diantaranya ekstrak daging, rempah-rempah, savory
flavor sintetik atau alami dan asam amino.
Savory flavor tersedia dalam bentuk bubuk (garam, gula, pati dan MSG),
pasta (terdiri dari campuran fraksi padatan dan cair, yang dapat terdiri dari minyak
dan pati) dan cair (minyak pada mie instan), dimana penggunaannya tergantung
dari jenis produk. Seiring dengan semakin pentingnya peranan savory flavor
dalam cita rasa makanan, maka dibuatlah kaldu nabati sebagai alternatif sumber
alami rasa gurih.
2.4. Flavor Ayam
Flavor pada daging sapi maupun unggas akan timbul setelah mengalami
pemanasan atau pemasakan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mempelajari flavor yang terbentuk pada daging unggas khususnya ayam (Gallus
domesticus), yaitu dengan menganalisa senyawa-senyawa larut air dari ekstrak
daging ayam yang telah matang dan merekombinasikan beberapa asam amino,
metabolit adenosin trifosfat dan ion-ion anorganik untuk mengimbangi sifat
sensori pada ekstrak ayam. Hasil yang diperoleh hanya inosin monofosat, asam
glutamat dan ion kalium yang memiliki efek terhadap rasa. Asam glutamat dan
inosin 5’-monofosfat memberi rasa “umami” dan asin. Ion kalium memberi rasa
manis, asin dan pahit (Farmer, 1999). Komposisi kimia yang terkandung dalam
ekstrak daging ayam ditunjukkan pada Tabel 4.
13
Tabel 4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ektrak Daging Ayam
Senyawa Konsentrasi Asam amino (µg/gr) Lisin 58 Asam glutamat* 53 Glisin 42 Treonin 40 Alanin 36 Prolin 34 Serin 33 Metionin 29 Arginin 24 Tirosin 20 Asam aspartat 14 Leusin 13 Fenilalanin 10 Valin 7 Histidin 5
Metabolit ATP (mg/gr) IMP* Inosin AMP ADP Hipoksantin ATP
3,3 0,15 0,10 0,033 0,014 0,012
Ion anorganik (mg/gr) K+ * PO4
3- Cl- Na+ Mg2+ Ca2+
2,8 2,0 0,28 0,27 0,045 0,0003
* (berpengaruh terhadap cita rasa) Sumber : Farmer, 1999. Menurut Farmer (1999), perubahan gula, asam amino dan nukleotida yang
terukur selama pemasakan akan berimbas tidak hanya pada rasa daging ayam
tetapi juga aroma dan cita rasa secara keseluruhan, karena sebagaian besar
substansi ini merupakan prekursor bagi reaksi kimia yang bertanggung jawab atas
pembentukan senyawa aroma. Flavor dan aroma ayam yang dimasak bergantung
pada cara pemasakan. Ayam yang direbus, dipanggang atau digoreng memiliki
14
kandungan senyawa volatil yang berbeda-beda. Senyawa volatil yang timbul
berasal dari reaksi Maillard, oksidasi lemak maupun degradasi tiamin yang terjadi
selama pemasakan. Tabel 5 menunjukkan gambaran umum senyawa yang
terkandung di dalam daging ayam yang dimasak.
Tabel 5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada Daging Ayam yang Dimasak.
Senyawa Deskripsi Aroma Mengandung Sulfur Hidrogen sulfida Sulfur, telur Dimetilsulfida Seperti logam 3-merkapto-2-pentanon Sulfur Metional Kentang yang dimasak Furantiol dan disulfida 2-metil-3-furantiol Daging, manis 2,5-dimetil-3-furantiol Daging 2-furanmetantiol Ayam panggang 2-metil-3-(metiltio)furan Daging, manis 2-metil-3-(etiltio)furan Daging 2-metil-3-metilditiofuran Daging, manis bis (2-metil-3furil) disulfida Daging panggang Senyawa heterosiklik lainnya 2-formil-5-metil tiofen Sulfur Trimetiltiazol Seperti tanah 2-asetil-2-tiazolin Daging panggang 2,5(6)-dimetil-pirazin Seperti kopi, daging panggang 2,3-dimetil-pirazin Daging panggang 2-etil-3,5-dimetil-pirazin Roti panggang 3,5(2)-dietil-2(6)-metil-pirazin Manis, daging panggang 2-asetil-pirolin Popcorn Aldehid, keton dan lakton 1-okten-3-on Jamur Trans-1-nonenal Lemak Nonanal Lemak Trans, trans-2,4-dekadienal 2-dekenal γ -dekalakton γ -dodekalakton
Lemak Lemak, manis Seperti-peach
Lemak, seperti buah
Senyawa Lain 2,3-butanadion 14-metil-pentadekanal 14-metil-heksadekanal 4-metilfenol
Karamel Lemak atau minyak Lemak, seperti jeruk
Fenolik Sumber : Farmer,1999.
15
2.4.1.Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour)
Menurut Heinze (1978), analog ayam dapat diartikan sebagai produk
nutrisi yang ekivalen dengan padanannya (kaldu ayam) tetapi sama sekali tidak
mengandung ekstrak ayam maupun produk-produk dari ayam lainnya. Flavor
analog ayam (chicken analogue flavour) dapat diperoleh melalui pemanasan
sistein, tiamin, taurin dan HVP (Hydrolyzed Vegetable Protein) dengan bahan lain
seperti β-alanin, taurin, glisin dan asam askorbat maupun gula reduksi yang
disebut prekursor flavor, kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu
100°C dengan pH berkisar antara 4-5,5.
2.4.2.Prekursor Flavor
Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa. Senyawa-senyawa
ini akan saling berinteraksi pada kondisi yang sesuai untuk membentuk flavor
yang khas dari suatu bahan pangan seperti kaldu nabati. Beberapa jenis prekursor
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi Flavor
Jenis Prekursor Contoh Asam Amino Sistein, asam glutamat, valin, glisin,
ekstrak yeast, hidrolisat protein nabati (HVP), hidrolisat protein hewani
Gula Pereduksi Glukosa, xylosa, ribosa, ribosa-5-fosfat
Vitamin Tiamin Senyawa-senyawa yang mengandung sulfur
Furanon, sulfida, tiol (sistein, tiamin)
Nukleotida Inosin 5’-monofosfat, guanosin 5’-monofosfat
Asam Asam laktat, asam karboksilat alifatik, asam asetat
Sumber : Nagodawithana, 1994
Prekursor yang dibutuhkan untuk membuat kaldu nabati dengan flavor
analog ayam antara lain sistein, taurin, tiamin atau vitamin C, serta glukosa.
16
1. Sistein
Sistein tergolong asam amino non esensial (asam amino yang dapat
diganti) yang memiliki gugus R polar tidak bermuatan. Gugus R dari asam amino
polar lebih larut di dalam air atau lebih hidrofilik, dibandingkan dengan asam
amino non polar, karena golongan ini mengandung gugus fungsional yang
membentuk ikatan hidrogen dengan air. Polaritas sistein dalam air disebabkan
oleh gugus sulfihidril atau gugus tiol. Sistein mempunyai gugus R yang cenderung
melepas ion H+, tetapi gugus tiol dari sistein hanya sedikit terionisasi pada pH 7,0.
Senyawa ini dapat berada dalam dua bentuk pada protein, yaitu sebagai sistein
atau sistin, yang dihasilkan bila dua molekul sistein diikat secara kovalen oleh
jembatan disulfida yang dibentuk oleh oksidasi gugus tiol (Lehninger, 1982).
Struktur kimia sistein ditunjukkan oleh Gambar 1.
H2N (R)
SH
O
OH
Gambar 1. Struktur Kimia Sistein
2. Taurin
Taurin merupakan suatu asam organik turunan asam amino yang
mengandung gugus sulfihidril yaitu sistein serta memiliki struktur molekul yang
sederhana. Berbagai cara untuk mensintesis taurin sebagian besar terdiri dari
reaksi dua tahap. Etilen klorida (CH2 = CH – Cl) direaksikan dengan natrium
sulfit untuk menghasilkan asam 2-kloroetilsulfonat (Cl – CH2 – CH2 – SO3H)
setelah direfluks selama 72 jam lalu kemudian direaksikan dengan ammonia untuk
menghasilkan taurin sebanyak 75 %. Reaksi antara etanolamin dan tionilklorida
17
menghasilkan 2-kloroetilamin (80 %) kemudian natrium bisulfit ditambahkan
untuk menghasilkan taurin sebanyak 40 %. Taurin juga dapat disintesis dengan
mereaksikan etanolamin dan dietil karbonat untuk menghasilkan 2-oksazolidon,
lalu ditambahkan natrium hidrogen sulfit untuk menghasilkan taurin sebanyak 85
%. Dari ketiga prosedur yang telah disebutkan diatas, prosedur yang kedua
menghasilkan rendemen yang rendah sedangkan prosedur yang pertama dan
ketiga menggunakan bahan pemula yang sulit diperoleh dan lebih karsinogenik,
reaksinya membutuhkan waktu yang lama pada temperatur tinggi dan berada
dalam fase gas. Jika etilen klorida dan natrium klorida digunakan dalam reaksi
maka pengaturan agar diperoleh asam 2-kloroetil sulfonat (Cl – CH2 – CH2 –
SO3H) serta pemurniannya sulit. Jika tionil klorida yang digunakan, bahan ini
sulit diperoleh dan bersifat karsinogenik (Widiyarti, 2003). Struktur kimia taurin
ditunjukkan oleh Gambar 2.
OHS
O
O
H2N
Gambar 2. Struktur Kimia Taurin
3. Tiamin
Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1, bentuk murninya adalah tiamin
hidroklorida (Tiamin-HCl) dan tergolong vitamin yang larut dalam air. Dalam
makanan, tiamin dapat ditemukan dalam bentuk bebas atau dalam bentuk
kompleks dengan protein atau kompleks protein-fosfat. Bentuk yang terikat akan
segera terpisah setelah terserap di duodenum atau jejunum. Tiamin tidak dapat
disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam
hati, ginjal, jantung, otak dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi,
18
kelebihannya akan dibuang melalui air kemih. Tiamin aktif dalam bentuk
kokarboksilase dikenal juga sebagai tiamin pirofosfatase (TPP). Pada prinsipnya
tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi
dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang
disebut ATP (adenosin trifosfat). Tiamin dapat diperoleh dari biji-bijian, daging,
unggas, ikan dan telur (Winarno, 1997). Struktur kimia tiamin ditunjukkan oleh
Gambar 3.
HO H2N
N+
S
N
NHCl Gambar 3. Struktur Kimia Tiamin-HCl
4. Vitamin C
Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling
mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan
proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh
katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C berada pada
suasana asam atau pada suhu rendah. Vitamin ini dapat berbentuk sebagai asam L-
askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi
secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat
secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno,
1997).
Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari buah-buahan terutama buah-
buahan segar dan juga sayuran. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan
19
vitamin C-nya, semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitamin C-nya.
Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang
baik bahkan setelah dimasak. Sebaliknya beberapa jenis bahan pangan hewani
seperti susu, telur, daging, ikan dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin C-
nya. Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih banyak vitamin C
dibanding susu sapi. Struktur kimia asam askorbat (vitamin C) ditunjukkan oleh
Gambar 4.
OH
(R) (S)
OH
HO
OO
HO (Z)
Gambar 4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)
5. Glukosa
Glukosa merupakan monosakarida tidak berwarna, kristal padat yang
bebas larut di dalam air, tetapi tidak larut di dalam pelarut nonpolar. Kebanyakan
mempunyai rasa manis. Kerangka monosakarida adalah rantai karbon berikatan
tunggal yang tidak bercabang. Satu diantara atom karbon berikatan ganda
terhadap suatu atom oksigen, membentuk gugus kabonil masing-masing atom
karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Jika gugus karbonil berada pada
ujung rantai karbon, monosakarida tersebut adalah suatu aldehid dan disebut
aldosa, jika gugus karbonil berada pada posisi lain, monosakarida tersebut adalah
suatu keton dan disebut suatu ketosa. Glukosa tergolong monosakarida dengan 6
atom C (heksosa) dan berperan penting saat reaksi Maillard (Lehninger, 1982).
Struktur kimia D-glukosa ditunjukkan oleh Gambar 5.
20
O
(R)
HO
(S)
OH
(R)
HO
(R)
OH
HO
Gambar 5. Struktur Kimia D-Glukosa
2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction)
Pada beberapa kondisi, kandungan gula pereduksi pada bahan pangan
menghasilkan warna coklat yang diharapkan dan penting bagi makanan. Warna
coklat ini terbentuk melalui proses pemanasan atau penyimpanan dalam waktu
yang lama. Umumnya pencoklatan pada makanan yang dipanaskan atau yang
disimpan akan mengalami reaksi antara gula pereduksi (misalnya D-glukosa)
dengan asam amino bebas atau gugus amino bebas dari asam amino yang
merupakan bagian dari rantai protein. Reaksi pencoklatan non-enzimatik ini
disebut dengan reaksi Maillard, reaksi ini sangat berperan dalam pembentukan
warna, aroma dan flavor (BeMiller, 1996).
Ada 3 jalur utama yang terlibat pada pembentukan flavor. Semua jalur ini
dimulai dari reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino membentuk imina.
Produk-produk penataan ulang Amadori (dari aldosa) atau Heyns (dari ketosa)
merupakan intermediet yang penting dari fase awal reaksi Maillard (Kerler, 2002).
Ketiga jalur utama yaitu :
1. Diawali pembentukan 1- dan 3-deoksioson yang mengalami siklisasi, reduksi,
dehidrasi dan atau reaksi dengan hidrogen sulfida yang menghasilkan
senyawa-senyawa aromatik heterosiklik.
2. Karakterisasi melalui fragmentasi rantai gula yang mengalami retro-aldolisasi
atau pemutusan α-/β-. Dengan kondensasi aldol dari dua fragmen gula atau
21
fragmen gula dengan fragmen asam amino, senyawa-senyawa aromatik
heterosiklik terbentuk melalui reaksi siklisasi, dehidrasi dan atau oksidasi.
Kemungkinan lainnya, fragmen-fragmen tersebut dapat bereaksi dengan
hidrogen sulfida membentuk substansi flavor alisiklik yang sangat kuat.
3. Degradasi Strecker asam-asam amino yang dikatalisis oleh senyawa-senyawa
dikarbonil atau hidroksikarbonil. Reaksinya disebut “dekarboksilasi
transaminasi” dan menghasilkan Strecker aldehid yang merupakan senyawa-
senyawa flavor yang kuat. Strecker aldehid juga dapat dibentuk secara
langsung dari produk-produk penataan ulang Amadori atau Heyns.
Degradasi Strecker pada asam amino merupakan reaksi kunci dari
pembentukan senyawa-senyawa aroma yang kuat selama proses pengolahan
pangan yang bertipe Maillard. Asam-asam amino tertentu (seperti leusin, valin,
metionin atau fenilalanin) diketahui menghasilkan senyawa yang disebut Strecker
aldehid dengan aroma yang kuat seperti 3-metilbutanal, metilpropanal, metional
atau fenilasetaldehid. Senyawa-senyawa aldehid ini telah diyakini sebagai
kontributor utama terhadap berbagai makanan yang diproses secara termal. Pada
Tabel 7 dapat dilihat jenis Strecker aldehid yang dihasilkan dari beberapa asam
amino.
Tabel 7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui Degradasi Strecker.
Asam Amino Aldehid Alanin Valin Leusin
Isoleusin Fenilalanin Metionin Sistein
Asetaldehid Isobutanal
3-metilbutanal 2-metilbutanal
Fenilasetaldehid Metional
2-merkaptoasetaldehid Sumber : Ziegler, 1998.
22
Selain pembentukan aldehid, degradasi Strecker juga berkontribusi
terhadap pembentukan flavor selama reaksi Maillard dengan mereduksi dikarbonil
dan hidroksikarbonil atau dengan menghasilkan senyawa-senyawa α-
aminokarbonil yang merupakan prekursor pirazin.
Jumlah prekursor hanya salah satu faktor yang akan mempengaruhi tingkat
aroma dan reaksi pembentukan flavor. Faktor fisik dan kimia lainnya yang juga
akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas flavor akhir yaitu pH, suhu dan
waktu proses.
1. pH
Kisaran pH saat reaksi flavoring sangat mempengaruhi senyawa-senyawa
yang terkandung pada ayam. Beberapa senyawa furantiol, di-, trisulfida berperan
sebagai aroma “daging” terbentuk pada pH rendah. Pirazin dan tiazol jumlahnya
meningkat seiring penurunan pH. Senyawa-senyawa sulfur pada ayam terbentuk
pada kisaran pH 2-10. Oksidasi lemak juga dipengaruhi oleh pH. Pembentukan
aldehid tak jenuh terjadi pada kisaran pH 4-5,5.
2. Suhu
Peningkatan suhu dari 60°-80° C menyebabkan reaksi Maillard dan
oksidasi lipid pada daging ayam meningkat pula. Suhu yang lebih tinggi tidak
hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas
dan prekursor lainnya pada daging.
3. Waktu Proses
Lamanya proses pemanasan daging ayam yang berlangsung akan
berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas serta variasi senyawa-senyawa volatil
23
yang terdeteksi. Identifikasi senyawa-senyawa volatil dilakukan dengan
Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS).
Reaksi Strecker yang terjadi pada pembentukan flavor ditunjukkan pada
Gambar 6.
SH NH2 O O H HO R3 CH2 – CH – COOH R2 – C – C – R3 HS – CH2 – C = O + R2 – C = C – NH2
(sistein) (α-dikarbonil) (2-merkapto asetaldehid) (enaminol) O R H2S + H3C – CH = O + R – C – C = NH
(hidrogen sulfida) (asetaldehid)
Gambar 6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring (Acree, 1993)
2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)
Kromatografi gas adalah metode analisa, dimana sampel terpisahkan
secara fisik menjadi molekul-molekul lebih kecil. Sedangkan spektrometri massa
adalah metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-
ion gasnya dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi
berupa spektrum massa.
Sampel-sampel yang dianalisis dengan GC-MS harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut (Mulja, 1995) :
1. Dapat diuapkan hingga suhu kurang lebih 400°C.
2. Secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu 400°C).
3. Sampel-sampel lainnya dapat dianalisa setelah melalui tahap preparasi yang
khusus.
2.6.1.Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)
Transfer massa antara fase gerak dan fase diam (cairan dengan titik didih
tinggi) terjadi bila molekul-molekul campuran terserap di dalam pori-pori partikel,
24
laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom berhubungan
dengan bagian molekul-molekul tersebut diantara fase gerak dan fase diam. Jika
ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen akan
bergerak sepanjang kolom dengan laju yang bergantung pada karakteristik
masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen
keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda (Khopkar, 1990).
Di dalam detektor, sampel dalam keadaan gas dibombardir dengan
elektron yang berenergi cukup tinggi untuk mengalahkan potensial ionisasi
pertama senyawa tertentu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu
elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu
dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh
pembombardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi
fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain (Fessenden,
1986).
Ionisasi dari molekul berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan
terbentuk ion molekul bermuatan positif dan proses lain, molekul tersebut
menangkap elektron, membentuk ion radikal bermuatan negatif.
+ - MM e⎯→⎯ − MM e⎯→⎯ +
Energi bekas elektron yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron adalah 10-
15 eV. Oleh karena itu, jika energi kurang dari 10 eV tidak akan membentuk
fragmen ion-ion, tetapi energi lebih besar dari 15 eV dapat memutuskan satu
ikatan atau lebih pada ion molekul (Sudjadi, 1985).
25
2.6.2.Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa
Bagian instrumentasi kromatografi gas-spektrometer massa sebagai
berikut :
a. Pengatur aliran gas (Gas Flow Controller). Tekanan diatur sekitar 1-4 atm
sedangkan aliran diatur 1-1000 L gas per menit. Fase gerak adalah gas
pembawa, yang paling lazim digunakan adalah He, N2, H2, Ar, tetapi untuk
detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitasnya yang
tinggi, gas pembawa dialirkan lebih dahulu pada suatu silinder berisi
molekuler sieve untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.
b. Tempat injeksi sampel (Injector). Sampel diinjeksikan dengan suatu mikro
syringe melalui suatu septum karet silikon ke dalam kotak logam yang panas.
Banyaknya sampel berkisar 0,5-10 µL.
c. Kolom kromatografi. Tempat berlangsungnya proses kromatografi, kolom
memiliki variasi dalam ukuran dan bahan pengisi, ukuran yang umum
sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam 41 inci, terbuat dari tabung tembaga
atau baja tahan karat, berbentuk spiral. Tabung diisi dengan suatu bahan padat
halus dengan luas permukaan besar yang relatif inert. Cairan ini harus stabil
dan nonvolatil pada temperatur ruang dan harus sesuai untuk pemisahan
tertentu.
d. Interface. Berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan
meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman.
e. Sumber ion (Ion Source), tempat terjadinya proses ionisasi dari molekul yang
berupa uap, molekul tersebut akan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion
26
molekul bermuatan positif. Proses lain, molekul menangkap satu elektron
bermuatan negatif.
f. Pompa vakum (Vacuum Pump). Pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan
mempertahankan tekanan pada MS saat analisis dan pompa vakum rendah
untuk mengurangi tekanan udara luar MS.
g. Penganalisis massa (Mass Analyzer). Susunan alat untuk memisahkan ion-ion
dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda. Penganalisis
massa harus dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat
menghasilkan arus ion yang tinggi.
h. Detektor. Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam
kolom serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya
sinyal bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi
sampel gas penunjang.
Diagram alir kromatografi gas-cair dan spektrometri massa ditunjukkan
pada Gambar 7.
Tabung Gas
Pengatur Tekanan
Injektor Kolom
Sistem Inlet Sumber Ion
Detektor Recorder Amplifier
Mass Analyzer
Interface
Gambar 7. Diagram Alir GC-MS
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei 2009 hingga November 2009 di
Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1.Alat
Peralatan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain
Waterbath (Memmert), homogenizer (Ultra Turrax), spatula kayu, wadah plastik
besar, neraca analitik, blender, erlenmeyer, botol kaca, aluminium foil, sumbat
gabus, hot plate, kondensor, selang plastik, pH-meter dan termometer raksa.
Sedangkan peralatan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain
peralatan gelas, vortex shaker, kertas saring, buret, mikropipet dan tip, cawan,
desikator, Salinometer PCE-028, penjepit cawan, penjepit crucible, tabung
Kjeldahl, alat destilasi SIBATA SI-315, crucible, alat soxhlet Soxtec system HT 2
1045, GC-MS Shimadzu QP-2010, kolom C18 dan spektrofotometer UV-Visible
Hitachi U 2000.
3.2.2.Bahan
Bahan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain
kaldu nabati dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 dari Pusat Penelitian
Kimia LIPI Serpong, Taurin dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, L-Sistein
dari Biogen, Tiamin-HCl dari Brataco, Asam Askorbat (Vitamin C) dari Brataco,
D-Glukosa (p.a) dari Merck, NaOH dari Merck, HCl dari Merck, aquadest.
2828
Sedangkan bahan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain H2SO4
dari Merck, CuSO4 dari Merck, K2SO4 dari Merck , NaOH dari Merck, Na2SO4
dari Merck, methyl blue, methyl red, n-heksan dari Merck, HCl dari Merck, Na-
tiosulfat dari Merck , Folin ciocalteau dari Merck, asam asetat dari Merck, CuCl2
dari Merck, buffer borat, trisodium fosfat, asam borat, timolftalein, KI, aquadest,
NaK-tartrat dari Merck, amilum dan etanol dari Merck .
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1
Autolisat kaldu nabati diperoleh dengan cara melumatkan 6 kg kacang
hijau terfermentasi (kaldu kasar) lalu ditambahkan 4 L air kemudian dihaluskan
dengan blender hingga membentuk suspensi kaldu, setelah itu pH diatur 5,5
dengan penambahan HCl atau NaOH. Suspensi ini selanjutnya diautolisis dalam
water bath beragitator mekanik dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu 50°C
selama 8 jam, kemudian dilakukan inaktivasi kapang pada suhu 70°C selama 5
menit. Suspensi kaldu yang telah mengalami autolisis disebut autolisat. Analisa
proksimat dilakukan terhadap autolisat yang meliputi kadar padatan kering, N-
amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total, lemak dan kadar garam.
Prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1.
3.3.2. Reaksi Flavoring
3.3.2.1.Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik
Sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 5 masing-masing dimasukkan ke
dalam 20 buah erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula
FAT (Flavor Analog dengan Taurin terdiri dari sistein : taurin, tiamin dan
glukosa) atau FAC (Flavor Analog dengan Vitamin C terdiri dari sistein : Vitamin
29
C, tiamin dan glukosa) dengan komposisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8.
Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu dipanaskan pada
suhu 100° C selama 3 jam, didiamkan hingga suhu kamar dan dilakukan analisa
sensori serta analisa komposisi kimia (cara kerja ditunjukkan pada Lampiran 1)
untuk mendapatkan komposisi prekursor terbaik.
Tabel 8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam Jenis
Formula Formulasi
A L-sistein : Taurin (% bk N-amino autolisat)
Tiamin-HCl (% bk N-amino
autolisat)
D-Glukosa (% bk N-amino
autolisat) A1 1 : 0 1 0,5 A2 0,25 : 0,75 1 0,5 A3 0,5 : 0,5 1 0,5 A4 0,75 : 0,25 1 0,5
FAT
A5 0 : 1 1 0,5
B L-sistein : Vitamin C (% bk N-amino autolisat)
Tiamin-HCl (% bk N-amino
autolisat)
D-Glukosa (% bk N-amino
autolisat) B1 1 : 0 1 0,5 B2 0,25 : 0,75 1 0,5 B3 0,5 : 0,5 1 0,5 B4 0,75 : 0,25 1 0,5
FAC
B5 0 : 1 1 0,5
3.3.2.2.Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu). Variasi pH adalah 4, 4,5 dan 5, dilakukan dengan cara menimbang
sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 4 masing-masing dimasukkan ke dalam
16 buah erlenmeyer 250 mL, pH 4 diperoleh melalui penambahan HCl 0,1 N atau
NaOH 0,1 N. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula FAT atau FAC dengan
komposisi terbaik dari tahap penentuan komposisi prekursor (ditunjukkan pada
Tabel 8). Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu
dipanaskan pada suhu 100° C. Dilakukan sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam.
Sampling 0 jam dilakukan saat suhu pemanasan tepat 100° C. Perlakuan yang
sama dilakukan pada autolisat dengan pH 4,5 dan autolisat pH 5. Autolisat pH 4,5
30
dan 5 diperoleh dengan cara penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Untuk
perlakuan dibuat rancangan penelitian secara RAK (Rancangan Acak Lengkap)
(Gazpersz, 1995).
Setelah sampel didiamkan pada suhu kamar, dilakukan analisa sensori dan
analisa komposisi kimia terhadap sampel yang disampling serta analisa senyawa
flavor dengan GC-MS. Analisa sensori dilakukan untuk mengetahui intensitas
aroma daging ayam pada kaldu nabati (prosedur analisa ditunjukkan pada
Lampiran 9), sedangkan analisa komposisi kimia yang dilakukan meliputi analisa
kadar air, padatan kering, N-amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total,
lemak dan kadar garam (NaCl) (prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1).
3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS Analisa senyawa volatil yang terdapat pada autolisat kaldu nabati
berflavor analog ayam dilakukan dengan GC-MS terhadap sample terbaik (pH dan
waktu optimum). Ektraksi dilakukan dengan menambahkan 2 mL etanol p.a. ke
dalam 2 gram sampel terbaik kemudian divortex selama 20 menit. Campuran ini
didiamkan semalam kemudian disaring untuk memisahkan endapan dengan filtrat.
Filtrat yang diperoleh selanjutnya diinjeksikan sebanyak 0,2 µL ke dalam GC-MS.
Berikut adalah kondisi GC-MS saat analisa sampel :
Gas pembawa : Helium (He)
Kolom : nonpolar (C18 ) dimetil polisiloksan dari Rtx-1MS (panjang
kolom 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan kolom 0,25
µm df).
Suhu kolom : 40° C
Suhu injeksi : 280° C
31
Mode injeksi : Split
Tekanan : 86,9 kPa
Total aliran : 82,4 mL/menit
Kecepatan aliran : 1,56 mL/menit
Suhu sumber ion : 250° C
Suhu interface : 260° C
Dari kromatogram yang dihasilkan dapat ditentukan nilai % mk, yaitu
perbandingan yang % area peak kromatogram dengan % total area peak
kromatogram. Untuk memperoleh nilai % mk dari kromatogram yaitu :
%mk = (area (%) / total area (%)) x 100 %
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati
Hasil analisa proksimat crude kaldu dan autolisat kaldu nabati ditunjukkan
pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati Jenis Komponen Crude Kaldu Autolisat
Padatan Kering (%) 51,16 20,24 N-Amino (mg/mL, Berat Kering) 5,98 19,85
Gula Pereduksi (mg/mL) 18,12 48,12 Protein Terlarut (mg/mL) 0,30 1,80
Total Protein (% Protein Kering ) 19,13 19,73 Lemak (%) 0,44 0,13
Garam (NaCl) (%) 3,7634 5,96
Penurunan kadar padatan kering dipengaruhi oleh perlakuan fisik yaitu
penghalusan crude menjadi autolisat menggunakan blender yang menyebabkan
partikel autolisat menjadi kecil. Peningkatan kadar garam (NaCl) dipengaruhi oleh
pecahnya sel karena penghalusan yang menyebabkan komponen ion-ion di dalam
sel keluar, diantaranya ion Na+ dan Cl- (Winarno dan Fardiaz, 1984).
Selama proses autolisis terjadi peningkatan pada kadar N-amino, protein
terlarut dan protein total. Peningkatan ini disebabkan oleh pelepasan enzim
endogenus milik kapang Rhizopus-C1 yaitu enzim protease yang memecah protein
menjadi polipeptida dan peptida kemudian menjadi asam amino. Proses autolisis
adalah proses enzimatis oleh enzim endogenus kapang dimana enzim pada
umumnya berada dalam kompartemen matriks sel hidup, sehingga pada saat
terjadinya proses pemanasan disertai pengadukan sel kapang mengalami lisis.
Kematian sel berpeluang untuk menghambat aktivitas enzim endogenus kapang
3333
yang bersifat intraseluler dan terdapat dalam vakuola, sedangkan inhibitornya
terdapat dalam sitoplasma diluar vakuola. Proses inaktivasi pada suhu 70°C
selama 5 menit dengan pH 5,5 akan membentuk kompleks enzim inhibitor yang
menyebabkan terjadinya inaktivasi inhibitor dan selanjutnya terjadi hidrolisis
protein kapang (Reed, 1991). Adanya hidrolisis protein kapang juga ikut
mempengaruhi hasil pengukuran saat analisa kadar N-amino, protein terlarut dan
protein total dimana hasil yang terukur pada autolisat menjadi lebih tinggi.
Peningkatan kadar gula pereduksi disebabkan oleh pelepasan enzim
sukrase yang memecah karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Sedangkan
penurunan kadar lemak pada autolisat disebabkan oleh pelepasan enzim lipase
endogenus yang menghidrolisis asam lemak menjadi gliserol (Winarno dan
Fardiaz, 1984). Hasil penelitian ditunjukkan pada Lampiran 2.
34
4.2. Reaksi Flavoring
4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik
Hasil uji sensori dan analisa proksimat kaldu nabati berflavor analog ayam
setelah reaksi flavoring ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C.
Jenis Formula FAT* FAC* Jenis
Komponen A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
Padatan Kering
(%) 22,44 19,88 21,89 19,19 21,45 20,27 21,45 21,29 17,18 22,14
N-Amino (mg/mL,
Berat Kering)
2,40 6,32 3,08 4,30 2,59 2,98 7,74 3,17 5,29 2,75
Gula Pereduksi (mg/mL)
33,75 31,25 44,37 30,62 33,75 40,00 47,50 39,37 35,00 35,62
Protein Terlarut (mg/mL)
20,50 18,50 21,50 21,25 19,50 21,00 20,75 21,00 18,75 22,25
Protein Total
(% Protein Kering )
19,09 29,64 13,41 25,64 24,66 23,29 23,88 22,80 28,18 20,63
Lemak (%) 0,14 0,24 0,19 0,23 0,18 0,14 0,25 0,18 0,24 0,16
Garam (%) 4,34 3,18 4,71 2,91 3,58 4,31 3,04 4,35 2,38 4,37
Deskripsi Aroma Analog
Ayam**
- 1 2 3 - - 1 2 3 -
* FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C ** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam Berdasarkan hasil analisa sensori dan komposisi kimia diperoleh 2 jenis
komposisi formulasi terbaik yaitu FAT formula A4 ( campuran sistein:taurin (0,75
% : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)) dan FAC formula B4 (campuran
sistein:vitamin C (0,75 % : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)). Formula
35
terbaik diperoleh karena intensitas aroma analog daging ayam yang kuat serta
kandungan N-amino, protein dan gula reduksi yang tinggi.
4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk Formula A4 dan B4.
Analisa yang dilakukan pada setiap sampel autolisat formula A4 dan B4
hasil sampling meliputi analisa sensori, komposisi kimia dan analisa GC-MS.
Hasil analisa sensori ditunjukkan pada Lampiran 3.
4.2.2.1 Analisa Komposisi kimia
4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Padatan Kering.
Kadar padatan kering berhubungan erat dengan kadar air bahan. Padatan
kering dihitung berdasarkan pengurangan berat sampel setelah dipanaskan dengan
kadar air. Semakin besar jumlah padatan kering maka kadar air menjadi lebih
kecil sehingga dapat menambah keawetan produk pangan.
Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho
diterima (ditunjukkan pada Tabel 32 Lampiran 4). Hal ini menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu
reaksi (BC) terhadap kadar padatan kering autolisat berflavor analog ayam.
Kadar padatan kering autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) secara umum
mengalami penurunan. Tabel 11 menunjukkan bahwa formula A4 mengalami
penurunan kadar padatan total secara umum pada kondisi pH 4 dan 5, sedangkan
pada kondisi pH 4,5 kadar padatan total meningkat pada waktu proses 1 jam
kemudian mulai menurun pada waktu proses 2 dan 3 jam. Sedangkan kadar
padatan kering formula B4 mengalami penurunan pada semua kondisi pH mulai
dari 0, 1, 2 dan 3 jam. Penurunan ini juga diduga karena adanya penambahan
36
padatan yang berasal dari prekursor flavor yaitu sekitar 4 gram sehingga
menyebabkan kadar air menjadi berkurang.
Tabel 11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar Padatan Kering (%)
Waktu Proses (jam) Jenis Form.ula pH
0 1 2 3 4 22,45 21,99 21,17 20,81
4,5 21,43 22,71 22,66 20,22 FAT (A4) 5 21,74 21,65 20,11 19,19
4 21,43 21,63 21,11 21,24 4,5 22,18 22,49 21,63 20,82 FAC
(B4) 5 22,61 21,10 18,88 17,18 Jumlah rata-rata kadar padatan kering FAT formula A4 saat 3 jam reaksi
flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga
karena adanya perbedaan komposisi masing-masing formula, dimana pada
formula A4 pengaruh penambahan taurin sebagai pendukung sistein
meningkatkan massa padatan karena adanya protein yang terdenaturasi atau
mengendap akibat proses pemanasan.
4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar N-Amino
Kandungan Nitrogen amino dalam autolisat Flavor Analog Ayam (FAA)
merupakan hasil hidrolisis protein menjadi asam amino, sehingga berperan juga
sebagai pemberi cita rasa terhadap autolisat FAA.
Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho
diterima (ditunjukkan pada Tabel 33 Lampiran 5). Hal ini menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu
reaksi (BC) terhadap kadar N-amino autolisat berflavor analog ayam.
Kadar N-Amino pada autolisat berflavor analog ayam bersifat fluktuatif.
Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula A4 pada pH 4
37
mengalami peningkatan pada waktu reaksi 1 jam dan 2 jam kemudian mengalami
penurunan saat 3 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino mengalami penurunan pada
jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada pH 5
kadar N-amino menurun saat waktu reaksi 1 jam lalu meningkat pada saat 2 jam
dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh
lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu dari 60-80°C
menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu yang lebih
tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya meningkatkan
reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas. Pemecahan protein
menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada terjadi pada jam ke-
1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena asam-asam amino
dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle, 1992).
Tabel 12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar N-Amino (mg/mL, Berat Kering)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula pH
0 1 2 3 4 3,65 3,84 4,10 3,29
4,5 4,29 3,24 3,67 3,81 FAT (A4) 5 10,33 7,06 8,73 4,30
4 3,29 4,35 3,94 3,96 4,5 3,52 3,08 4,02 4,18 FAC
(B4) 5 4,95 3,53 7,48 5,29
Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula B4 pada pH
4 mengalami peningkatan pada waktu proses 1 jam kemudian mengalami
penurunan saat 2 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino autolisat mengalami penurunan
pada jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada
pH 5 terjadi penurunan kadar N-amino saat 1 jam lalu terjadi peningkatan drastis
pada saat 2 jam dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini juga dapat
38
disebabkan oleh lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu
dari 60-80°C menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu
yang lebih tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya
meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas.
Pemecahan protein menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada
terjadi pada jam ke-1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena
asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle,
1992).
Jumlah rata-rata kadar nitrogen amino FAT formula A4 saat 3 jam reaksi
flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini terjadi
karena kandungan protein pada formula A4 telah habis bereaksi sebelum
mencapai waktu 3 jam, sehingga kadar nitrogen amino yang terukur saat 3 jam
lebih rendah (Schieberle, 1992).
4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi
Gula pereduksi merupakan hasil kerja enzim amilase yang mereduksi
karbohidrat. Gula pereduksi merupakan molekul gula yang memiliki gugus
karboksil bebas yang reaktif seperti glukosa dan fruktosa (Winarno, 1989).
Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka
Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 34 Lampiran 6). Hal ini memperlihatkan
adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar gula pereduksi autolisat
FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B)
yang ditunjukkan pada Tabel 35 Lampiran 6. Keseluruhan rata-rata pengaruh
waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar gula pereduksi autolisat FAA
ditunjukkan pada Tabel 13.
39
Tabel 13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam
Nilai Rata-rata Perlakuan Waktu Proses (jam)
pH
0 1 2 3 4 31,25 a 38,125 a 45 a 35,625 a
4,5 51,25 ab 85,625 f 66,875 d 54,375 b 5 75 e 76,25 e 65 c 65,625 c
Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.
Perlakuan pH 4 tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar gula
pereduksi autolisat FAA selama 0, 1, 2 dan 3 jam reaksi tetapi pH 4,5
memberikan perbedaan nyata pada kadar gula pereduksi selama waktu reaksi
flavoring 0, 1, 2 dan 3 jam, sedangkan pada perlakuan pH 5 perbedaan nyata
ditunjukkan pada waktu proses 0-1 jam serta 2-3 jam. Perbedaan ini dapat
disebabkan oleh jenis formula yang ditambahkan ke dalam autolisat. Semakin
rendah pH dan semakin lama pemanasan menyebabkan senyawa-senyawa
karbonil yang dihasilkan semakin banyak karena molekul glukosa semakin terurai
(Acree, 1993).
Tabel 14 menunjukkan kadar gula pereduksi autolisat FAA formula A4
mengalami fluktuasi. Kadar gula pereduksi pada pH 4 terus mengalami
peningkatan saat reaksi flavoring hingga 2 jam, kemudian mengalami penurunan
setelah 3 jam. Sedangkan kadar gula pereduksi pada pH 4,5 mengalami
peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu semakin menurun hingga jam ke-3. Pada
pH 5 terus mengalami penurunan sejak awal proses jam ke-1 hingga jam ke-3.
Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh
telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).
40
Tabel 14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar Gula Pereduksi (mg/mL)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula pH
0 1 2 3 4 14,37 16,25 17,50 11,87
4,5 30,00 36,87 24,37 20,62 FAT (A4) 5 36,87 35,62 30,00 30,62
4 16,87 21,87 27,50 23,75 4,5 21,25 48,75 42,50 33,75 FAC
(B4) 5 38,12 40,62 35,00 35,00 Tabel 14 menunjukkan adanya peningkatan kadar gula pereduksi autolisat
FAA formula B4 pada pH 4 mengalami peningkatan 2 jam reaksi flavoring,
kemudian mengalami penurunan setelah 3 jam reaksi. Pada pH 4,5 kadar gula
pereduksi mengalami peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu mengalami
penurunan sampai jam ke-3. Pada pH 5 kadar gula pereduksi mengalami
peningkatan saat 1 jam reaksi, kemudian stabil pada saat 2 jam dan 3 jam reaksi.
Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh
telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).
Jumlah rata-rata kadar gula pereduksi FAT formula A4 saat 3 jam reaksi
flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga
karena adanya vitamin C pada formula B4 yang bekerja sebagai agen pereduksi
sama seperti glukosa, sehingga kadar gula pereduksi yang terukur setelah reaksi
menjadi lebih besar dibandingkan kadar gula pereduksi pada formula A4 yang
tidak ditambahkan vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara
reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Seperti halnya gula pereduksi yang
memiliki gugus karbonil, maka semakin lama waktu pemanasan akan
menyebabkan gugus-gugus karbonil hasil pemecahan dari glukosa dan vitamin C
semakin banyak (Fessenden, 1982).
41
4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Protein Terlarut
Kadar protein terlarut pada autolisat Flavor Analog Ayam (FAA)
ditentukan dengan menggunakan metode Lowry. Protein terlarut merupakan
seluruh peptida yang terlarut dalam air dan menjadi indikasi terjadinya hidrolisis
dimana pada proses pemanasan yang semakin lama memungkinkan terjadinya
denaturasi (Reed, 1991).
Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka
Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 36 Lampiran 7). Hal ini memperlihatkan
adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar protein terlarut autolisat
FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B)
yang ditunjukkan pada Tabel 37 Lampiran 7. Keseluruhan rata-rata pengaruh
waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar protein terlarut autolisat FAA
ditunjukkan pada Tabel 15.
Tabel 15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam
Nilai Rata-rata Perlakuan Waktu Proses (jam)
pH
0 1 2 3 4 35,75 a 34,75 a 36 a 36,75 a
4,5 34,10 a 34,25 a 36,25 a 36,75 a 5 39,50 a 45 b 41,25 ab 40 b
Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.
Perlakuan pH 4 dan 4,5 serta 5 dengan waktu reaksi flavoring 0 jam tidak
memberikan perbedaan nyata pada kadar protein terlarut, tetapi pada pH 5 dengan
waktu reaksi 1, 2 dan 3 jam memberikan perbedaan nyata pada kadar protein
terlarut. Adanya kemungkinan bahwa kandungan protein pada pH 5 yang belum
sepenuhnya terurai menjadi senyawa-senyawa flavor menyebabkan jumlah
42
kandungan protein terlarut yang terukur saat analisa memberikan perbedaan yang
signifikan.
Tabel 16 menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein terlarut pada
waktu reaksi flavoring 2 jam kemudian meningkat pada waktu proses 3 jam untuk
formula A4 pada kondisi pH 4. Peningkatan kadar protein terlarut terus menerus
selama proses terjadi pada formula A4 dengan kondisi pH 4,5. Sedangkan
penurunan kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu proses 2 jam untuk
formula A4 dengan kondisi pH 5. Autolisat FAA formula B4 mengalami kenaikan
kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu reaksi 2 jam dengan kondisi pH 4
dan 4,5. Sementara pada pH 5 hanya terjadi peningkatan kadar protein terlarut
pada waktu reaksi 1 jam. Perubahan ini dapat terjadi karena semakin lamanya
waktu pemanasan dan semakin tingginya suhu pemanasan yang meningkatkan
jumlah asam amino, sehingga asam amino yang dapat larut didalam air akan
mengalami reaksi lanjutan dengan gula pereduksi untuk membentuk senyawa
flavor (Reed, 1991).
Tabel 16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar Protein Terlarut (mg/mL)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula pH
0 1 2 3 4 18,25 17,75 17,50 18,25
4,5 15,60 16,75 17,75 19,50 FAT (A4) 5 19,25 21,75 19,25 21,25
4 17,50 17,00 18,50 18,50 4,5 18,50 17,50 18,50 17,25 FAC
(B4) 5 20,25 23,25 22,00 18,75 Jumlah rata-rata kadar protein terlarut FAT formula A4 saat 3 jam reaksi
flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini disebabkan
karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar protein terlarut
43
yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar protein
terlarut pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin.
4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Total Protein.
Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho
diterima (ditunjukkan pada Tabel 38 Lampiran 8). Hal ini menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu
reaksi (BC) terhadap kadar total protein autolisat berflavor analog ayam.
Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula A4
mengalami peningkatan pada pH 4 dari waktu reaksi 1 jam hingga 3 jam. Pada pH
4,5 hanya terjadi penurunan kadar total protein pada waktu proses 2 jam,
sedangkan pada kondisi pH 5 terjadi penurunan kadar total protein hanya pada
waktu proses 3 jam. Peningkatan kadar total protein pada 1 jam proses disebabkan
karena terjadi pemecahan seluruh protein menjadi asam amino maupun senyawa-
senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya pemanasan yang menyebabkan
protein terhidrolisis sehingga saat proses 3 jam kadar protein terlarut semakin
lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa flavor
(Reed, 1991).
Tabel 17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar Total Protein (% Protein Kering)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula pH
0 1 2 3 4 25,04 26,23 26,41 27,63
4,5 24,50 27,82 25,78 28,09 FAT (A4) 5 17,85 26,69 27,96 25,64
4 23,18 27,18 26,81 27,35 4,5 25,92 26,12 24,43 23,43 FAC
(B4) 5 24,22 26,36 24,95 28,18
44
Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula B4 terus
mengalami penurunan selama reaksi flavoring pada kondisi pH 4,5, sedangkan
pada kondisi pH 4 dan 5 penurunan kadar total protein hanya pada waktu proses 2
jam. Fluktuasi ini juga dapat disebabkan oleh pemecahan seluruh protein menjadi
asam amino maupun senyawa-senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya
pemanasan yang menyebabkan protein terhidrolisis sehingga kadar protein terlarut
semakin lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa
flavor (Reed, 1991).
Jumlah rata-rata kadar total protein FAT formula A4 saat 3 jam reaksi
flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga
karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar total protein
yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar total protein
pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin.
4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Lemak.
Lemak atau lipid merupakan suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi
sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Fungsi lemak
adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber
asal lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, pemberi rasa lezat (terutama
gurih) dan memelihara suhu tubuh (Lehninger, 1982).
Salah satu metode penentuan kadar lemak adalah ekstraksi Soxhlet. Cara
ini sering digunakan untuk menganalisa kadar lemak dari suatu sampel karena
cukup efisien dimana pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali.
Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho
diterima (ditunjukkan pada Tabel 39 Lampiran 9). Hal ini menunjukkan tidak ada
45
perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu
reaksi (BC) terhadap kadar lemak autolisat berflavor analog ayam.
Tabel 18 menunjukkan kadar lemak autolisat berflavor analog ayam
bervariasi. Kadar lemak autolisat FAA formula A4 dengan pH 4 tidak mengalami
perubahan yang signifikan selama reaksi flavoring , sedangkan pada kondisi pH
4,5 dan 5 kadar lemak cenderung menurun pada waktu proses 1 atau 2 jam.
Tabel 18. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar Lemak (%)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula pH
0 1 2 3 4 0,06 0,07 0,07 0,08
4,5 0,06 0,06 0,08 0,09 FAT (A4) 5 0,24 0,22 0,16 0,23
4 0,06 0,06 0,02 0,02 4,5 0,12 0,11 0,21 0,17 FAC
(B4) 5 0,26 0,26 0,25 0,24 Tabel 18 menunjukkan bahwa autolisat FAA formula B4 dengan kondisi
pH 4 dan 5 kadar lemaknya cenderung terus menurun, sedangkan peningkatan
terjadi pada pH 4,5 saat reaksi flavoring 2 jam. Penurunan kadar lemak yang
terjadi pada FAA formula A4 dan B4 dapat disebabkan oleh teroksidasinya lemak
menjadi asam lemak maupun ester asam lemak yang berperan sebagai flavor gurih
pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Sugita, 2002).
Jumlah rata-rata kadar lemak FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring
tidak jauh berbeda dengan FAC formula B4, karena pada umumnya kadar lemak
tidak dipengaruhi oleh penambahan komponen-komponen prekursor.
4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Garam.
Kadar garam yang terdapat pada autolisat berflavor analog ayam (FAA)
berasal dari proses fermentasi garam (moromi). Garam yang digunakan selain
46
berfungsi sebagai pemberi rasa gurih tetapi juga berfungsi untuk meminimalkan
jumlah mikroba tidak tahan garam maupun mikroba patogen yang dapat
mengkontaminasi kaldu kasar selama proses fermentasi berlangsung.
Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho
diterima (ditunjukkan pada Tabel 40 Lampiran 10). Hal ini menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan
waktu reaksi (BC) terhadap kadar garam autolisat berflavor analog ayam.
Kadar garam cenderung sangat bervariasi untuk kedua jenis formula
dengan berbagai kondisi pH serta di setiap waktu sampling seperti yang
ditunjukkan olah Tabel 19. Kadar garam autolisat FAA formula A4 mengalami
penurunan saat reaksi flavoring 2 jam pada pH 4 dan pH 5, sedangkan kadar
garam mengalami peningkatan saat reaksi flavoring 2 jam pada pH 4,5.
Tabel 19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam. Kadar Garam (NaCl) (%)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula pH
0 1 2 3 4 3,05 3,31 3,18 3,31
4,5 3,18 3,05 3,44 3,31 FAT (A4) 5 3,05 3,18 2,78 2,91
4 2,65 3,18 3,44 3,44 4,5 2,91 2,65 2,78 2,65 FAC
(B4) 5 2,55 3,44 2,65 2,38 Tabel 19 menunjukkan kadar garam autolisat FAA formula B4 mengalami
peningkatan saat 2 jam reaksi flavoring pada pH 4 dan 4,5, sedangkan kadar
garam mengalami penurunan saat 2 jam reaksi flavoring pada pH 5. Fluktuasi
yang terjadi pada kedua jenis formula diduga karena pengaruh kadar air autolisat
yang juga dapat mempengaruhi rasa kaldu berflavor analog ayam. Selain itu
diduga berasal dari penambahan NaOH saat pengaturan pH dan penggunaan
47
tiamin-HCl, sehingga terjadi reaksi asam-basa antara Na+ dan Cl- menghasilkan
garam NaCl (Heinze, 1978).
Na+OH- + H+Cl- → NaCl + H2O
4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS
Analisa ekstrak metanol dari autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam
menggunakan GC-MS dilakukan untuk mengetahui senyawa volatil apa saja yang
terkandung di dalam autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam. Pemilihan
sampel yang akan diinjeksikan ke dalam GC-MS didasarkan atas analisa
deskriptif, kadar N-amino dan gula reduksi. Sampel yang dipilih adalah yang
memiliki intensitas flavor analog ayam sangat kuat, hal ini bertujuan untuk
meminimalkan kemungkinan berkurang ataupun hilangnya flavor jika autolisat
kaldu nabati berflavor analog ayam mengalami proses lanjutan seperti
pengeringan maupun pembuatan pasta. Sedangkan pemilihan sampel yang
didasarkan atas kadar N-amino dan gula pereduksi dilakukan untuk
mengindikasikan senyawa-senyawa flavor apa saja yang dihasilkan akibat reaksi
Maillard antara asam amino dengan gula pereduksi selama proses flavoring
berlangsung. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, kemudian ditetapkan dua
sampel yang diinjeksikan ke dalam GC-MS yaitu formula A4 (sistein 0,75% :
taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 serta waktu proses 3
jam dan formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%)
dengan kondisi pH 4,5 serta waktu proses 3 jam.
Konsentrasi maupun jenis prekursor sangat berpengaruh terhadap
intensitas dan kualitas flavor yang terbentuk, namun ada pula faktor fisik dan
kimia lainnya yang berpengaruh terhadap intensitas dan kualitas flavor akhir yaitu
48
pH dan temperatur. pH proses flavoring yang semakin rendah akan meningkatkan
jumlah senyawa karbonil, selain itu akan meningkatkan jumlah senyawa yang
mengandung sulfur dan nitrogen. Peningkatan temperatur bukan hanya
mempengaruhi intensitas flavor tetapi juga keseimbangan senyawa flavor. Selain
meningkatkan laju reaksi tetapi juga menguraikan asam amino bebas dan
prekursor lainnya. Efek antioksidatif produk reaksi Maillard mulai menghambat
reaksi oksidasi lemak pada suhu diatas 77° C (Farmer, 1999).
Dari hasil analisa formula A4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%,
glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dengan GC-MS,
diperoleh 46 senyawa yang ditunjukkan oleh 46 puncak pada kromatogram GC-
MS. Kromatogram formula A4 ditunjukkan oleh Gambar 8.
Gambar 8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula A4
(sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 dan waktu proses 3 jam.
Senyawa volatil yang terdapat pada autolisat formula A4 (sistein 0,75% :
taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%), pH 4 dan waktu proses 3 jam terdiri dari
beberapa jenis senyawa diantaranya senyawa yang mengandung sulfur (4
senyawa) (Tabel 20). Senyawa flavor yang mengandung sulfur dihasilkan dari
49
reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil
hasil reaksi Maillard. Senyawa ini berperan sebagai penyumbang aroma “daging”
pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).
Senyawa yang termasuk asam-asam organik dan ester (18 senyawa) (Tabel
20), senyawa-senyawa ini dihasilkan dari oksidasi lipid dan gula pereduksi.
Senyawa yang mengandung nitrogen (7 senyawa) (Tabel 20). Senyawa-senyawa
ini dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-
senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Selain senyawa yang mengandung
sulfur, senyawa-senyawa ini juga berperan sebagai penyumbang aroma “daging”
pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).
Senyawa aldehid dan keton (7 senyawa) (Tabel 20). Senyawa ini terutama
dihasilkan dari oksidasi lipid. Produk oksidasi lipid dipengaruhi pH dalam
pembentukan aldehid tak jenuh, selain itu juga berperan sebagai penyumbang
aroma “gurih” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).
Senyawa alkohol (7 senyawa) (Tabel 20) yang berasal dari oksidasi lipid
dimana terjadi pemecahan triasilgliserol menjadi gliserol maupun berasal dari gula
pereduksi (Lehninger, 1982). Selain itu diduga berasal dari masa fermentasi
kacang hijau yang terlalu lama. Senyawa piran (1 senyawa) dan senyawa furan (1
senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari reaksi termal gula pereduksi, vitamin C
maupun asam amino (Schieberle, 1992).
Tabel 20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula A4, pH 4 pemanasan 3 jam.
Jenis Senyawa/ Jumlah
Nomor Puncak
Waktu Retensi Nama Senyawa Rumus
Molekul BM (% m.k)
Senyawa Sulfur/
31,99 %
12
13
17
12,878
13,450
14,875
- 5-(2-kloroetil)-4-metil tiazol
- 4-metil-5-(2-hidroksietil tiazol)
- 5-metil-4-tiazol etanol
C6H8ClNS
C6H9NOS
C8H11NO2S
161
143
185
0,12
31,64
0,11
50
39
23,052
asetat - 2-hidroksimetil-5-
tionorbornan
C8H14OS
158
0,12
Asam-asam
Organik dan Ester/ 11,72 %
6 15
16 23 26 28 29 34 35 36 37 38 40
41 42 43 44 46
8,418 14,457
14,700 17,194 18,567 19,217 19,446 21,184 21,502 21,851 22,824 22,915 23,224
23,311 23,611 23,696 24,058 27,295
- Asam 2-oksopentandioat - 3-alliloksi-1,1-dimetilbutil
ester - Asam dekanoat - Asam laurat - Lauril asetat - Asam 8-feniloktanoat - Asam miristat - Metil pentadekanoat - Asam palmitat - Etil palmitat - 9-dodesinil dikloroasetat - Metil-trans9-oktadekenoat - Asam 9,12-
oktadekadienoat - Asam oleat - Asam oktadekanoat - Asam E-11-heksadekenoat - Etil stearat - Dioktil ptalat
C5H6O5 C11H20O3
C10H20O2 C12H24O2 C14H28O2 C14H20O2 C14H28O2 C16H32O2 C16H32O2 C18H36O2
C14H22Cl2O2 C19H36O2 C19H34O2
C16H30O2 C18H36O2 C18H34O2 C20H40O2 C24H38O4
146 200
172 200 228 220 228 256 256 284 292 296 294
254 284 282 312 390
0,25 0,11
0,10 0,67 0,19 0,10 0,36 0,21 2,18 0,16 0,06 0,12 2,22
1,52 3,17 0,12 0,06 0,12
Senyawa Nitrogen/
4,8 %
8
18
20
22 30
32
33
45
10,806
15,203
15,883
16,222 19,567
20,585 20,818
24,669
- Asam siano-asetat (4-benziloksi-3-metoksi-benziliden)-hidrazid
- 2-(3-metilbutil)-3, 5-dimetilpirazin
- 2-(furfurildehidrazino)2-okso-n-propilasetamid
- 1,3,5-triaza adamantan - Pirolo[1,2-a]pirazin-1,4-
dion, heksahidro-3-(2-metilpropil)-
- 3-isobutilheksahidropirolo [1,2-a] pirazin
- 5,10-dietoksy-2,3,7,8-tetrahidro-1H, 6H-dipirolo [1,2-a;1’,2’-d] pirazin
- 1-etil-3-metil-4-pirazilmetanamina
C18H17N3O3
C11H18N2
C8H8N2O4
C7H13N3 C11H18N2O2
C11H18N2O2 C14H22N2O2
C7H13N3
323
178
223
139 210
210 250
139
0,14
1,40
0,05
2,00 0,05
0,20
0,10
0,86
Aldehid dan
Keton/ 3,13 %
2 4 5
11
24
25 31
2,176 7,170 7,548
12,063
18,200
18,345 19,616
- Dietil asetal - 2-metilsiklopentanon - 4-sec-butoksi-2-butanon - 4-(1-hidroksi-etil) gamma
butanolakton - 4-metil sikloheksanon,
semi karbazon - Heptanal - 4-
vinilbisiklo[3,3,1]nonane-2, 7-dion
C6H14O2 C5H6O2
C8H16O2S C6H10O3
C8H15N3O
C12H24
C11H14O2
118 98 14
130
169
114 178
1,99 0,20 0,48 0,15
0,05
0,17 0,09
Alkohol/ 47,13 %
1
3 7
14 19
2,068
4,185 10,391 13,982 15,389
- 2-hidroksimetil-3-metil oksiran
- 2,3-butanediol - Gliserol - 1,2,3,4-butanetetrol - 4-hidroksi-benzen etanol
C4H8O2
C4H10O2 C3H8O3 C4H10O4 C8H10O2
88
90 92
122 138
0,54
0,44 43,42 2,32 0,16
51
21
27
15,959
18,975
- 2-metil-2-[(2-metil-2-propenil)oksi]-1-propanol
- 2-O-nonil- L-treitol,
C8H16O2
C13H28O4
147
248
0,05
0,20 Piran/ 1,20 %
9 11,309 - 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6-metil-4H-piran-4-on
C6H8O4 144 1,20
Furan/ 0,03 %
10 12,025 - 2,4-dihidroksi-2,5-dimetil-3(2H)-furanon
C6H8O4 144 0,03
Dari hasil analisa formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin
1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam dengan GC-
MS, diperoleh 49 senyawa yang ditunjukkan oleh 49 puncak pada kromatogram
GC-MS. Kromatogram formula B4 ditunjukkan oleh Gambar 9.
Gambar 9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula B4
(sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4,5 dan waktu proses 3 jam.
Kandungan senyawa volatil yang terdapat pada autolisat formula B4
(sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%), pH 4,5 dan waktu
proses 3 jam terdiri dari beberapa jenis senyawa diantaranya senyawa yang
mengandung sulfur (6 senyawa) (Tabel 21). Senyawa flavor yang mengandung
sulfur dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan
senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Senyawa ini berperan sebagai
52
penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam
(Farmer, 1999).
Senyawa yang termasuk asam-asam organik dan ester (15 senyawa) (Tabel
21) yang dihasilkan dari oksidasi lipid dan gula pereduksi. Senyawa yang
mengandung nitrogen (10 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari reaksi termal
antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi
Maillard. Selain senyawa yang mengandung sulfur, senyawa-senyawa ini juga
berperan sebagai penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati
berflavor analog ayam (Farmer, 1999).
Senyawa aldehid dan keton (8 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari
oksidasi lipid. Produk oksidasi lipid dipengaruhi pH dalam pembentukan aldehid
tak jenuh, selain itu juga berperan sebagai penyumbang aroma “gurih” pada
autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).
Senyawa alkohol (4 senyawa) (Tabel 21) yang timbul dari hasil
pemecahan makromolekul menjadi mikromolekul selama proses fermentasi
kacang hijau oleh kapang Rhizopus-C1, selain itu juga merupakan hasil oksidasi
lipid dimana terjadi pemecahan triasilgliserol menjadi gliserol maupun berasal
dari gula pereduksi maupun gula pereduksi saat reaksi flavoring (Lehninger,
1982). Senyawa piran (2 senyawa) dan senyawa furan (3 senyawa) (Tabel 21).
Senyawa piran dan furan terutama dihasilkan dari reaksi termal gula pereduksi,
vitamin C maupun asam amino (Schieberle, 1992).
53
Tabel 21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam Formula B4, pH 4,5 pemanasan 3 jam.
Jenis Senyawa/ Jumlah
Nomor Puncak
Waktu Retensi Nama Senyawa Rumus
Molekul BM (% m.k)
Senyawa Sulfur/
63,94 %
6 18
19
20 24
32
44
7,538 12,889
13,493
13,788 14,878
17,592
23,060
- 3-merkaptoheksil asetat - 5-(2-kloroetil)-4-metil-
thiazol - 4-metil-5-hidroksietil
tiazol - 4-metil-5-viniltiazol - 5-metil-4-tiazol etanol
asetat - 2-(5-metil-1,3-tiazol-4-
il) etil asetat - 2-hidroksimetil-5-
tionorbornan
C8H16O2S C6H8ClNS
C6H9NOS
C6H7NS
C8H11NO2S
C8H11NO2S
C8H14OS
176 161
143
125 185
185
158
0,57 0,24
61,85
0,47 0,62
0,10
0,09
Asam-asam
Organik dan Ester/ 16,22 %
7 14 22 23 28
29
31 33 37 41 43 45 46 47 48
7,892 11,925 14,449 14,703 16,372
16,568
17,204 17,725 19,448 21,505 22,476 23,216 23,305 23,359 23,615
- Asam 2-oksopentandioat
- Asam heptanoat - 2-heksil asetat - Asam decanoat - Etil 2-hidroksi
siklopentan karboksilat - Etil 2-formil-4-metil
pentanoat - Asam Laurat - Etil kaprilat - Asam miristat - Asam palmitat - Asam heptadekanoat - Asam linoleat - Asam 9-heksadekenoat - Asam oleat - Asam stearat
C5H6O5 C7H14O2 C9H20O
C10H20O2 C8H14O3
C9H16O3
C12H24O2 C10H20O2 C14H28O2 C16H32O2 C17H34O2 C18H32O2 C16H30O2 C22H42O2 C18H36O2
146 130 144 172 158 172
200 172 228 256 270 280 254 338 284
0,69 0,10 0,16 0,21 0,08
0,11
2,53 0,21 0,91 3,52 0,13 0,55 0,48 1,15 5,39
Senyawa Nitrogen/ 6,48 %
10
25 27
30 34
38
39
40
42 49
10,517
15,244 16,226
17,067 18,208
19,620
20,586
20,818
21,697 24,675
- 5-amino-6-nitroso-2,4(1H,3H)-pirimidindion
- 2,3,5-trimetil pirazin - Piperidin-4-on, 1,2,5-
trimetil-tiosemikarbazon - 2-allil-3,5-dimetilpirazin - Metil 2-sikloheksanon
semikarbazon - 4-amino-5, 6-
dimetiltiofeno [2,3-d] pirimidin
- Heksahidro-3-(2-metilpropil)-pirolo [1,2-a] pirazin-1, 4-dion
- 5,10-dietoksi-2,3,7,8-tetrahidro-1H, 6H-dipirolo [1,2-A;1’,2’-D] pirazin
- 5-dimetilaminopirimidin - 1-etil-3-metil-4-
pirazolilmetanamina
C4H4N4O3
C7H10N2 C9H18N4S
C9H12N2
C8H15N3O
C8H9N3S
C11H18N2O2
C14H22N2O2
C6H9N3
C7H13N3
156
122 214 148 169
179
210
250
123 139
0,39
1,27 2,48
0,31 0,17
0,24
0,38
0,10
0,17
0,97
54
Aldehid dan
Keton/ 2,06 %
1 2 5
16
17 26
35 36
2,181 2,287 7,252 12,078
12,408 15,958
18,357 18,546
- Dietil asetal - 3-hidroksi-2-butanon - 2-metilsiklopentanon - 4-(1-hidroksi-etil)
gamma butanolakton - 5-hidroksimetilfurfural - 1,3-dioksolan-4-on, 2-
(1,1-dimetiletil)-5-(1-metiletil)-, (2s-cis)-
- Heptanal - 2-(2-bromo-4, 4-
diklorobutil) sikloheksanon
C6H14O2 C4H8O2 C5H6O2 C6H10O3
C6H6O3
C10H18O3
C7H14O C10H15BrCl2O
118 88 98
130
126 186
114 300
0,20 0,11 0,28 0,24
0,20 0,35
0,30 0,38
Alkohol/ 8,74 %
3 8
11 21
4,395 8,457 10,610 14,050
- 2,3-butanediol - 2,4-dimetil-1, 3-dioksan - Gliserol - 1,2,3,4-butanetetrol
C4H10O2 C6H12O2 C3H8O3 C4H10O4
90 116 92
122
0,95 0,47 5,73 1,59
Piran/ 1,89 %
9 13
8,610 11,234
- 2H-piran-2, 6(3H)-dion - 2,3-dihidro-3,5-
dihidroksi-6-metil-4H-piran-4-on
C5H4O3 C6H8O4
112 144
0,13 1,76
Furan/ 0,68 %
4 12 15
5,950 11,234 12,033
- 2-furanmetanol - Tetrahidro-3, 4-furandiol - 4-aminodihidro-2(3H)-
furanon
C5H6O2 C4H8O3 C7H12O2
98 104 128
0,43 0,19 0,06
Dari kedua hasil analisa dengan GC-MS, ada 3 kelompok senyawa utama
penyumbang aroma analog ayam pada autolisat FAA yaitu senyawa yang
mengandung sulfur, nitrogen, serta aldehid dan keton. Hal ini ditunjukkan melalui
kromatogram melalui besarnya persentase senyawa-senyawa tersebut dalam
sampel autolisat yang diinjeksikan ke dalam GC-MS. Jika dibandingkan antara
FAA formula A4 dengan B4, variasi dan jumlah senyawa lebih banyak ditemukan
pada FAA formula B4. Hal ini disebabkan adanya vitamin C yang digunakan
berperan sebagai gula pereduksi dalam reaksi Strecker dan Maillard sehingga
senyawa flavor yang dihasilkan semakin banyak dan bervariasi (Schieberle,
1992). Tingginya kandungan senyawa-senyawa flavor ini dapat menjadi
pertimbangan digunakannya jenis prekursor sistein, tiamin, taurin, vitamin C dan
glukosa dalam proses lanjutan seperti pembuatan pasta maupun bubuk kaldu
nabati berflavor analog ayam.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Deskripsi aroma paling kuat serta kandungan gizi terbaik pada proses
penentuan komposisi prekursor terbaik untuk dijadikan variasi tetap dalam
penelitian selanjutnya yaitu FAT formula A4 dan FAC formula B4 dengan
kondisi reaksi yaitu suhu 100° C dan pH 5.
Dari variasi pH yang dilakukan yaitu pH 4, 4,5 dan 5 pada kondisi reaksi
bersuhu 100° C, diperoleh autolisat berflavor analog ayam terbaik untuk
diinjeksikan ke dalam GC-MS berdasarkan deskripsi aroma paling kuat serta
adanya perbedaan nyata dari hasil uji statistik pada kadar protein terlarut dan gula
pereduksi yaitu autolisat FAT dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dan
autolisat FAC dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam.
Berdasarkan kromatogram GC-MS dapat dilihat bahwa ada 46 senyawa
flavor yang terkandung dalam autolisat FAT dengan kondisi pH 4 pada waktu
proses 3 jam dan ada 49 senyawa flavor yang terkandung dalam autolisat FAC
dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam.
5.2. Saran
Mempergunakan jenis prekursor lainnya agar dapat mengetahui variasi
kandungan senyawa flavor pada autolisat berflavor analog ayam serta
mengganti kacang hijau dengan jenis kacang lainnya seperti kacang tanah,
kacang merah, kacang kedelai dan lain-lain.
5656
DAFTAR PUSTAKA
Acree, Terry E. & Roy Teranishi.1993. Flavour Science, Sensible Principles and Techniques. USA : ACS Professional Reference Book
Apriyantono, Anton. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor
BeMiller dan Whistler. 1996. Carbohydrates, didalam Owen R. Fennema, Food
Chemistry. New York : Marcel Dekker, Inc Farmer, L.J. 1999. Poultry Meat Flavour, didalam R.I. Richardson & G.C.
Mead., Poultry Meat Science. United Kingdom : CABI Publishing Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta
: Erlangga Gazpersz, Vincent. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan.
Bandung : Tarsito Heinze, R.F. 1978. Flavoring Vegetable Protein Meats Analog, didalam George
Charalambous & G.E Inglet., Flavor of Foods and Beverages. USA : Academic Press, Inc
Kerler, Josef dan Chris Winkel. 2002. The Basic Chemistry and Process
Conditions Underpinning Reaction Flavour Production, didalam Andrew J. Taylor, Food Flavour Technology. United Kingdom : CRC Press
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga Mottram, Donald S. 1991. Meat, didalam Henk Maarse, Volatile Compounds in
Food and Beverages. New York : Marcel Dekker, Inc Muchtadi, Tien R. 2006. Pengetahuan Bahan Pangan Nabati. Jakarta :
Universitas Terbuka Mulja, Muhammad dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press Nagodawithana, Tilak W. 1994. Savory Flavours, didalam Alan Gabelman,
Bioprocess Production of Flavor, Fragrance, and Color Ingredients. Kanada : John Wiley & Sons, Inc
5757
Pope, C.G dan M.F. Stevens. 1986. The Determination on Amino-Nitrogen Using A Copper Method. Biochemical Journal, 33, p 1071-1076 Reed, G dan Nagodawithana, T.W. 1991. Yeast Technology. New York : Van
Nostrad-Reinhold Schieberle, Peter. 1992. Formation of Furaneol in Heat-Processed Foods,
didalam Roy Teranishi, Gary R. Takeoka, dan Matthias Güntert, Flavor Precursors, Thermal and Enzymatic Conversions. USA : American Chemical Society
Sinki, Gabriel S. dan Robert J. Gordon. 2002. Flavoring Agents, didalam A.
Larry Branen, Food Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc
Soekarto, T. Soewarno dan Musa Hubeis. 1992. Metodelogi Penelitian Organoleptik. Bogor : Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta : Ghalia
Indonesia Sugita, Yoshi-hisa. 2002. Flavour Enchancers, didalam A. Larry Branen, Food
Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Yati Maryati. 2007. Peningkatan Fraksi Gurih
Melalui Proses Autolisis Kaldu Nabati dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L) Menggunakan Inokulum Rhizopus-C1 dan Aspergillus sp-K3. Puspiptek, Serpong
Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Hakiki M. 2008. Pembentukan Ester dan
Asam-asam Organik Sebagai Komponen Flavor Savory Melalui Fermentasi Garam pada Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L) oleh Inokulum Rhizopus sp-PL7. Puspiptek, Serpong
Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Yati Maryati. 2009. Flavoring Reaction on
Autolysate of Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.) by Rhizopus-C1 as Vegetable Broth with Meat Analogue Flavor. Puspiptek, Serpong
Widiyarti, Galuh, dkk. 2003. Study on Pre-Production Process of Taurine.
Pusat Penelitian Kimia LIPI Puspiptek, Serpong Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
58
Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1984. Biofermentasi dan Biosintesis Protein, cetakan ke-3. Bandung : Penerbit Aksara
Ziegler, Erich and Herta Ziegler. 1998. Flavouring : Production,
Composition,Applications, Regulations. Netherlands : WILEY
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia 1. Penentuan Kadar Padatan Kering Metode Gravimetri (AOAC, 1980)
Cawan dipanaskan dalam oven dengan temperatur 110° C selama 1 jam.
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga konstan. Sampel autolisat
sebanyak ± 1 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.
Sampel dipanaskan dalam oven bersuhu 110° C selama 3 jam. Didinginkan dalam
desikator lalu ditimbang. Dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit,
didinginkan dalam desikator lalu timbang hingga diperoleh bobot konstan.
Pengurangan bobot merupakan banyaknya air dalam sampel.
Kadar air (%) = s
cas
wwww )( −−
x 100 %
Kadar Padatan Total (%) = 100 % - (% Kadar Air Sampel)
Keterangan : Ws = berat sampel Wa = berat akhir setelah pemanasan (cawan + sampel) Wc = berat cawan kosong
2. Penentuan Kadar N-amino Metode Cu (Pope, 1986)
Prinsip analisa dengan metode Cu adalah NH2 dari asam amino dalam
bahan makanan apabila direaksikan dengan Cu2+ dalam suasana basa akan
berubah menjadi Cu kompleks. Kompleks yang terbentuk dapat dianalisa secara
iodometri.
1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga
terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel
60 60
dalam analisa. Sampel dipipet sebanyak 2,5 mL lalu dimasukkan kedalam labu
ukur 25 mL, ditambahkan 3 tetes indikator timolftalein dan beberapa tetes NaOH
1 N sampai berwarna biru. Tambahkan 15 mL suspensi Copper (dibuat dari
campuran larutan CuCl2 0,16 M, larutan trisodium fosfat dan ditambahkan buffer
borat dengan perbandingan volume masing-masing 1 : 2 : 2), dikocok lalu ditera
dengan aquadest hingga tanda batas. Dihomogenkan lalu disaring. Diambil 10 mL
filtrat dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 0,5 mL CH3COOH
pekat dan 1 gram KI lalu dititrasi dengan Na-tiosulfat 0,01 N yang telah
distandarisasi. Saat hampir mencapai titik akhir titrasi ditambahkan 4 tetes larutan
pati 1 %, lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. Catat mL titran (Na-
tiosulfat) yang dibutuhkan.
Kadar N-amino (mg/gr) = sampelgr
xfpxN
Nxtitranml darisasistiosulfatNa
sampel
)(
28,001,0
)( tan−
Keterangan : konsentrasi Na-tiosulfat standarisasi = 0,0132 N
3. Penentuan Kadar Gula Pereduksi Metode Somogy-Nelson (AOAC,1990) Pembuatan larutan standar : dibuat larutan glukosa 1 %, 1 mL larutan ini
dipipet dan masukkan dalam labu takar 100 mL, tanda bataskan dengan aquadest.
Larutan standar H2O
0,1 mL + 0,9 mL 0,2 mL + 0,8 mL 0,3 mL + 0,7 mL 0,5 mL + 0,5 mL 0,7 mL + 0,3 mL
1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan
dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga terpisah
61
bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel dalam
analisa. Dipipet 1 mL sampel ke dalam labu ukur 25 mL ditambahkan aquadest
sampai tepat tanda batas. Dari hasil pengenceran diambil 0,1 mL dan ditambahkan
aquadest 0,9 mL ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 mL larutan Nelson
campuran (Nelson A + Nelson B), tutup tabung reaksi dengan sumbat kapas,
dipanaskan 20 menit, lalu dinginkan. Ditambahkan 1 mL arseno molibdat, kocok,
ditambahkan aquadest sampai volumenya 10 mL, dihomogenkan. Baca
absorbansinya pada λ 520 nm, warna kompleks yang terbentuk hijau.
Kadar gula pereduksi = konsentrasi x fp
Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi gula pereduksi sampel yang tertera pada spektrofotometer
fp = faktor pengenceran
4. Penentuan Kadar Protein Terlarut Metode Lowry (AOAC, 1990)
Prinsip penentuan kadar protein terlarut metode Lowry yaitu reagen Folin-
Ciocalteau dapat mendeteksi residu tirosin yang mengandung gugus fenolik
melalui reaksi reduksi oksidasi dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi
fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terdapat pada reagen tersebut menjadi
tungsten dan molibden yang berwarna biru.
Pereaksi : Larutan I = Na2CO3 2 % dalam NaOH 0,1 N
Larutan II = CuSO4 0,5 % dalam NaK-tartrat 1 %
Larutan III = 50 mL larutan I + 1 mL larutan II
Larutan IV = Folin Ciocalteu + aquadest (1:1)
Larutan V = Standar protein BSA 0,25 mg/mL
Pembuatan kurva standar :
62
Larutan BSA (bovine serum albumin) dimasukkan masing-masing ke
dalam tabung reaksi : 0 mL (blanko); 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL protein
standard kemudian ditambah aquadest sampai volume 4 mL. Larutan III
ditambahkan ke dalam tabung sebanyak 5,5 mL lalu dikocok dan dibiarkan
selama 15 menit. Ditambahkan larutan IV ke dalam tabung sebanyak 0,5 mL,
kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit sampai terbentuk warna biru.
Kemudian diukur absorbansinya pada 650 nm.
Penetapan sampel:
1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga
terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel
dalam analisa. Dipipet sampel sebanyak 0,1 mL, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan air 0,9 mL. Tambahkan 5,5 mL larutan III dan
biarkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Tambahkan 0,5 mL larutan IV ke
dalam masing-masing tabung reaksi, vortex segera setelah penambahan lalu
diamkan 30 menit pada suhu kamar sampai warna biru terbentuk. Ukur
absorbansinya pada 650 nm.
Kadar Protein Terlarut (mg/mL) = konsentrasi x fp
Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi protein terlarut sampel yang tertera pada spektrofotometer
fp = faktor pengenceran
5. Penentuan Kadar Protein Total Metode Kjeldahl (AOAC, 1990)
Penetapan kadar protein total dengan metode ini didasarkan pada oksidasi
bahan mengandung karbon dan konversi nitrogen menjadi ammonia. Selanjutnya
ammonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk ammonium sulfat. Larutan
63
dibuat menjadi basa dan ammonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam
larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan
jumlahnya dengan titrasi menggunakan HCl.
Sebanyak 1 gram autolisat ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl (labu destruksi), kemudian tambahkan 0,5 gram garam Kjeldahl (dibuat
dari campuran Na2SO4 dan CuSO4.5H2O dengan perbandingan 2:1 sebagai
katalisator). Ditambahkan 5 mL H2SO4 pekat lalu sampel didestruksi selama ± 2
jam sampai diperoleh larutan berwarna hijau bening dan asapnya hilang semua.
Hasil destruksi diencerkan dengan aquadest 50 mL. Dilakukan destilasi dengan
penambahan NaOH 30 % ke dalam labu destruksi ± 25-40 mL selama 5 menit
sampai diperoleh cairan destilat sebanyak 100 mL. Cairan destilat ditampung
dalam erlenmeyer berisi H3BO3 3 % sebanyak 15 mL yang telah diberi 4 tetes
indikator MM dan MB. Kelebihan H3BO3 pada destilat dititrasi dengan larutan
HCl 0,1 N.
Kadar N total (%) = )(
007.14)(tan
mgW
xxNVV
sampel
HCLHCLHCL darsblankosampel−
x 100 %
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi
Kadar protein total (% berat kering) = A%%100
%100−
x % kadar protein
Keterangan : = 0,05 mL blankoHClV
= 0,1397 darsHClN
tan
Faktor konversi kacang = 6,25 % A = kadar air yang telah diukur 6. Penentuan Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC,1990)
Crucible dipanaskan dalam oven selama 15 menit kemudian ditimbang,
hal ini dilakukan berulang-ulang sampai tercapai berat konstan. Ditimbang sampel
64
dalam kertas saring sebanyak 1 gram lalu masukkan ke dalam timbel. Dinyalakan
alat (Soxtec System HT 2 1045) tekan tombol power, atur suhu sampai 120°C
tunggu hingga ready. Timbel yang telah diisi sampel dipasang adapter dan
masukkan ke dalam kondensor dan dicelupkan ke dalam crucible yang telah berisi
n-heksan sebanyak 50 ml di dalam alat ekstraksi. Extraction dalam posisi boiling
(posisi pendidihan) dengan mengatur waktu selama 40 menit dimana posisi kran
terbuka, setelah itu pindahkan ke posisi rinsing dan waktu di atur selama 20
menit. Setelah selesai rinsing, kran ditutup dan nyalakan blower selama 15 menit
dan tombol udara dibuka. Setelah selesai crucible diangkat dan masukkan ke
dalam oven untuk menguapkan sisa n-heksan dan air yang masih terdapat pada
crucible selama 1 jam pada suhu 100-110°C. Kemudian timbang hingga konstan.
Kadar lemak (%) = 1
23
WWW −
x 100%
Keterangan : W1 = berat sampel W2 = berat crucible kosong dan kering W3 = berat crucible setelah ekstraksi lemak dan pendinginan dalam eksikator 7. Penentuan Kadar Garam dengan Refraktometer
1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga
terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel
dalam analisa.
Sebelum dilakukan pengukuran kadar garam, buka penutup lensa
refraktometer terlebih dahulu lalu dibersihkan dengan beberapa tetes aquadest dan
dikeringkan. Teteskan sampel diatas lensa refraktometer, rapatkan penutup lensa
kemudian baca skala yang tertera di dalam refraktometer. Kadar garam (%)
65
sampel diperoleh dari skala yang terbaca pada salinometer dikalikan faktor
pengenceran sampel lalu dikonversikan sesuai faktor konversi kadar garam pada
skala tertentu.
Skala salinometer = Skala terbaca x fp
Tabel 22. Nilai Konversi Kadar Garam pada Salinometer.
Salt in Solution (%)
Salinometer Reading Degree
0,265 1 0,53 2 0,795 3 1,06 4 1,325 5 1,59 6 1,855 7 2,12 8 2,385 9 2,65 10 2,915 11 3,18 12 3,445 13 3,71 14 3,975 15 4,24 16 4,505 17 4,77 18 5,035 19 5,3 20
5,565 21 5,83 22 6,095 23 6,36 24 6,625 25 6,89 26 7,155 27 7,42 28 7,91 30 8,48 32
66
Lampiran 2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik
1. Uji Sensori
Tabel 23. Pengamatan Sensori Autolisat FAT dan FAC Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Jenis Formula Deskripsi
Aroma***
A1 (L-sistein 1 % : Taurin 0 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa
0,5 %)** -
A2 (L-sistein 0,25 % : Taurin 0,75 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
Glukosa 0,5 %)** 1
A3 (L-sistein 0,5 % : Taurin 0,5 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
Glukosa 0,5 %)** 2
A4 (L-sistein 0,75 % : Taurin 0,25 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
Glukosa 0,5 %)** 3
FAT*
A5 (L-sistein 0 % : Taurin 1 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa
0,5 %)** -
B1 (L-sistein 1 % : Vitamin C 0 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
Glukosa 0,5 %)** -
B2 (L-sistein 0,25 % : Vitamin C 0,75 %, Tiamin-HCl 1 %,
D-Glukosa 0,5 %)** 1
B3 (L-sistein 0,5 % : Vitamin C 0,5 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
Glukosa 0,5 %)** 2
B4 (L-sistein 0,75 % : Vitamin C 0,25 %, Tiamin-HCl 1 %,
D-Glukosa 0,5 %)** 3
FAC*
B5 (L-sistein 0 % : Vitamin C 1 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
Glukosa 0,5 %)** -
* FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C ** % berat kering N-amino autolisat *** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam
67
2. Kadar Padatan Kering Tabel 24. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100°
C selama 3 jam reaksi flavoring. Padatan Kering (%) Waktu Proses (jam) Jenis Formula
0 1 2 3 A1 22,38 25,11 21,46 22,43 A2 22,39 21,20 21,12 19,88 A3 22,32 23,20 22,81 21,88 A4 21,74 21,65 20,11 20,98
FAT
A5 22,59 23,54 23,41 21,45 B1 24,30 23,71 22,02 20,26 B2 20,56 21,50 19,93 21,45 B3 22,99 22,80 21,34 21,29 B4 22,61 21,10 18,88 17,18
FAC
B5 22,07 22,00 21,84 22,13 3. Kadar Nitrogen Amino Tabel 25. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring. N-Amino (mg/mL, Berat Kering)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula 0 1 2 3
A1 4,01 2,58 2,22 2,40 A2 3,05 7,53 9,95 6,32 A3 2,80 3,19 2,85 3,08 A4 10,33 7,06 8,73 4,30
FAT
A5 2,24 2,15 2,22 2,59 B1 3,27 3,12 3,70 2,98 B2 6,08 9,15 7,00 7,74 B3 5,68 2,77 2,53 3,17 B4 4,95 3,53 7,48 5,29
FAC
B5 2,68 2,93 2,66 2,75
68
4. Kadar Gula Pereduksi Tabel 26. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100°
C selama 3 jam reaksi flavoring. Gula Pereduksi (mg/mL)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula 0 1 2 3
A1 30,00 43,75 33,75 33,75 A2 31,87 34,37 30,62 31,25 A3 39,37 48,12 38,75 44,37 A4 36,87 35,62 30,00 30,62
FAT
A5 39,37 29,37 35,00 33,75 B1 42,50 43,12 35,00 40,00 B2 44,37 46,87 50,62 47,50 B3 51,25 45,62 40,62 39,37 B4 38,12 40,62 35,00 35,00
FAC
B5 43,12 64,37 34,37 35,62 5. Kadar Protein Terlarut Tabel 27. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100°
C selama 3 jam reaksi flavoring. Protein Terlarut (mg/mL)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula 0 1 2 3
A1 19,25 24,00 23,00 20,50 A2 18,25 19,25 18,50 18,50 A3 19,75 20,75 19,25 21,50 A4 19,25 21,75 19,25 21,25
FAT
A5 17,25 16,25 22,75 19,50 B1 24,75 22,25 22,25 21,00 B2 19,50 19,75 18,50 20,75 B3 22,25 23,25 21,50 21,00 B4 20,25 23,25 22,00 18,75
FAC
B5 22,25 24,75 20,50 22,25
69
6. Kadar Total Protein Tabel 28. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Total Protein (% Protein Kering) Waktu Proses (jam) Jenis Formula
0 1 2 3 A1 18,51 22,24 26,75 19,09 A2 27,06 24,72 26,40 29,64 A3 25,73 20,63 24,89 13,41 A4 17,85 26,69 27,96 25,64
FAT
A5 27,12 25,03 23,84 24,66 B1 20,28 22,87 25,53 23,29 B2 25,83 23,83 24,78 23,88 B3 17,00 12,82 22,24 22,80 B4 24,32 26,36 24,95 28,18
FAC
B5 15,00 20,74 21,73 20,63 7. Kadar Lemak Tabel 29. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring. Lemak (%)
Waktu Proses (jam) Jenis Formula 0 1 2 3
A1 0,10 0,10 0,09 0,08 A2 0,30 0,29 0,23 0,24 A3 0,17 0,15 0,18 0,19 A4 0,24 0,22 0,16 0,23
FAT
A5 0,20 0,23 0,23 0,18 B1 0,14 0,17 0,16 0,15 B2 0,22 0,26 0,23 0,25 B3 0,19 0,22 0,18 0,18 B4 0,26 0,26 0,25 0,24
FAC
B5 0,16 0,16 0,20 0,17
70
8. Kadar Garam Tabel 30. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring. Garam (NaCl) (%) Waktu Proses (jam) Jenis Formula
0 1 2 3 A1 4,14 4,90 4,46 4,35 A2 2,78 2,78 2,91 3,18 A3 3,66 4,59 4,53 4,72 A4 3,05 3,18 2,78 2,91
FAT
A5 4,38 3,92 3,05 3,58 B1 3,30 4,11 4,77 4,32 B2 2,91 3,18 2,91 3,05 B3 4,25 4,25 4,14 4,35 B4 2,91 3,44 2,65 2,38
FAC
B5 4,38 4,22 3,82 4,37
71
Lampiran 3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam Tabel 31. Hasil Uji Sensori Autolisat FAA setelah 3 Jam Reaksi Flavoring pada Suhu 100° C dengan Variasi pH 4, 4,5 dan 5.
Jenis Formula* pH Waktu Proses
(jam) Deskripsi Aroma**
0 - 1 1 2 2
4
3 3 0 - 1 1 2 2
4,5
3 2 0 - 1 1 2 1
FAT
5
3 2 0 - 1 1 2 2
4
3 2 0 - 1 1 2 2
4,5
3 3 0 - 1 1 2 1
FAC
5
3 2 * FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C ** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam
72
Lampiran 4. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Padatan Kering Tabel 32. ANOVA Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung 5%
Petak utama : Kelompok 1 0,496133333 0,49613333 33,7505669 Jenis Formula (A) 1 1,222408333 1,22240833 83,1570295 tn 161,4 Galat (a) 1 0,0147 0,0147 Anak Petak : pH (B) 2 19,15882917 9,57941458 16,3153956 tn 19,25 Interaksi (AB) 2 1,174279167 0,58713958 1,13432722 tn 19,25 Galat (b) 4 2,070441667 0,51761042 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 34,437225 11,479075 0,00020405 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 1,436225 0,47874167 8,51E-06 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 16,9296375 2,82160625 5,0156E-05 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 6,1577875 1,02629792 1,8243E-05 tn 3,98 Galat (c) 18 1012618,383 56256,5768 Total 47 1012701,48
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar padatan kering sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
73
Lampiran 5. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Nitrogen Amino Tabel 33. ANOVA Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung 5%
Petak utama : Kelompok 1 29,84630208 29,8463021 3,3792403 Jenis Formula (A) 1 6,343802083 6,34380208 0,7182542 tn 161,4 Galat (a) 1 8,832252083 8,83225208 Anak Petak : pH (B) 2 77,51877917 38,7593896 5,2302354 tn 19,25 Interaksi (AB) 2 14,82127917 7,41063958 0,27759 tn 19,25 Galat (b) 4 106,7854083 26,6963521 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 12,67067292 4,22355764 0,0015589 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 12,93065625 4,31021875 0,0015908 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 23,00822083 3,83470347 0,0014153 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 11,5917875 1,93196458 0,0007131 tn 3,98 Galat (c) 18 48769,30739 2709,40597 Total 47 49073,65655
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar N-amino sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
74
Lampiran 6. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Gula Pereduksi Tabel 34. ANOVA Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung 5%
Petak utama : Kelompok 1 15,75520833 15,75520833 2,469387755 Jenis Formula (A) 1 533,3333333 533,3333333 83,59183673 tn 161,4 Galat (a) 1 6,380208333 6,380208333 Anak Petak : pH (B) 2 2470,507813 1235,253906 51,34912043 * 19,25 Interaksi (AB) 2 48,11197917 24,05598958 0,85433526 tn 19,25 Galat (b) 4 112,6302083 28,15755208 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 428,3854167 142,7951389 0,001381803 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 297,1354167 99,04513889 0,000958442 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 508,1380208 84,68967014 0,000819527 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 189,3880208 31,56467014 0,000305446 tn 3,98 Galat (c) 18 1860115,234 103339,7352 Total 47 1864725
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung > FTabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor B terdapat perbedaan nyata sehingga dilakukan uji Duncan. SE = 3,752169511 LSR = SE x SSR
75
76 76
Lampiran 7. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Protein Terlarut Tabel 36. ANOVA Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung 5%
Petak utama : Kelompok 1 17,88520833 17,88520833 2,003524003 Jenis Formula (A) 1 1,801875 1,801875 0,201848351 tn 161,4 Galat (a) 1 8,926875 8,926875 Anak Petak : pH (B) 2 92,10166667 46,05083333 73,09656085 * 19,25 Interaksi (AB) 2 1,26 0,63 0,112441437 tn 19,25 Galat (b) 4 22,41166667 5,602916667 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 4,713958333 1,571319444 3,56148E-05 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 15,755625 5,251875 0,000119036 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 21,42166667 3,570277778 8,09222E-05 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 15,03 2,505 5,67771E-05 tn 3,98 Galat (c) 18 794157,9213 44119,88451 Total 47 794359,2298
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung > FTabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor B terdapat perbedaan nyata sehingga dilakukan uji Duncan. SE = 1,673755757 LSR = SE x SSR
77
78 78
Lampiran 8. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Total Protein
Tabel 38. ANOVA Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5% Petak utama : Kelompok 1 4,851408333 4,851408333 0,147304602 Jenis Formula (A) 1 0,190008333 0,190008333 0,005769274 tn 161,4 Galat (a) 1 32,93453333 32,93453333 Anak Petak : pH (B) 2 7,950116667 3,975058333 0,451370936 tn 19,25 Interaksi (AB) 2 17,61326667 8,806633333 0,496741415 tn 19,25 Galat (b) 4 70,91523333 17,72880833 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 87,39341667 29,13113889 0,000350799 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 19,06324167 6,354413889 7,65203E-05 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 41,56858333 6,928097222 8,34286E-05 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 52,36373333 8,727288889 0,000105095 tn 3,98 Galat (c) 18 1494759,697 83042,20537 Total 47 1495094,54
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar protein total sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
79
Lampiran 9. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Lemak Tabel 39. ANOVA Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung 5%
Petak utama : Kelompok 1 0,00020213 0,00020213 0,01866906 Jenis Formula (A) 1 0,009500627 0,009500627 0,87749257 tn 161,4 Galat (a) 1 0,010827017 0,010827017 Anak Petak : pH (B) 2 0,255517546 0,127758773 10,1417096 tn 19,25 Interaksi (AB) 2 0,025194721 0,012597361 2,28437621 tn 19,25 Galat (b) 4 0,022058294 0,005514574 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 0,000673459 0,000224486 9,9048E-05 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 0,002487391 0,00082913 0,00036583 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 0,014811795 0,002468633 0,00108922 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 0,005271234 0,000878539 0,00038763 tn 3,98 Galat (c) 18 40,7957091 2,266428284 Total 47 41,14225332
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar lemak sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
80
Lampiran 10. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Garam Tabel 40. ANOVA Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel Sumber Keragaman DB JK KT F hitung 5%
Petak utama : Kelompok 1 0,110208333 0,110208333 9,92681554 Jenis Formula (A) 1 0,75751875 0,75751875 68,2321261 tn 161,4 Galat (a) 1 0,011102083 0,011102083 Anak Petak : pH (B) 2 0,875688542 0,437844271 2,01462571 tn 19,25 Interaksi (AB) 2 0,434665625 0,217332812 0,49308139 tn 19,25 Galat (b) 4 1,763058333 0,440764583 Anak-anak Petak : Waktu Proses (C) 3 0,349654167 0,116551389 0,00010194 tn 8,676 Interaksi (AC) 3 0,18066875 0,060222917 5,2672E-05 tn 8,676 Interaksi (BC) 6 1,569336458 0,261556076 0,00022876 tn 3,98 Interaksi (ABC) 6 0,606959375 0,101159896 8,8477E-05 tn 3,98 Galat (c) 18 20580,32031 1143,351128 Total 47 20586,97917
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel Kesimpulan : Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar garam sehingga tidak dilakukan uji Duncan.
81
Lampiran 11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring) Aroma Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam
Pada analisa sensori dibutuhkan 6 orang panelis terlatih yang telah peka
terhadap aroma daging ayam. Sebelumnya panelis telah dikenalkan dengan
beberapa jenis aroma seperti aroma kacang hijau rebus, kacang hijau
terfermentasi, dan aroma daging ayam rebus. Selanjutnya panelis disuguhkan
sampel (kaldu nabati berflavor analog ayam) (Soekarto, 1992). Panelis diminta
mengisi lembar scoresheet untuk memberikan skor pada kaldu nabati berflavor
analog ayam seperti yang ditunjukkan berikut ini.
82
UJI PENILAIAN (SKORING)
Nama Panelis : ………………………………………..
Tanggal Pengujian : ………………………………………..
Jenis Sampel : Kaldu nabati berflavour analog daging instan
Instruksi:
Dihadapan saudara terdapat tujuh sampel berkode. Nilailah intensitas
aroma daging ayam pada sampel tersebut dengan nilai sebagai berikut:
Kode Sampel Intensitas aroma daging 727 825 531 678 580 629 776
1= Kuat 2= Agak kuat
3= Sangat kuat 4= Tajam
Komentar:
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Tanda tangan panelis
83
Lampiran 12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam * Konsentrasi N-amino autolisat dari 10 L autolisat. Kadar Air = 80,5 % Berat basah N-amino = 3,87 mg/mL
Berat kering N-amino = 5,80100
100−
x 3,87 mg/mL
= 19,85 mg/gr = 0,01985 gr/gr * Referensi 3,15 gram L-Sistein = 9,0175 mg/gr N-amino 2,5 gram Tiamin-HCl = 9,0175 mg/gr N-amino 0,5 gram Glukosa = 9,0175 mg/gr N-amino * Untuk feed 150 gram autolisat dengan 19,85 mg/gr N-amino memerlukan :
- L-Sistein = 85,19
0175,9 x 3,15 gram = 1,43 gram
- Tiamin-HCl = 85,19
0175,9 x 2,5 gram = 1,136 gram
- Glukosa = 85,19
0175,9 x 0,5 gram = 0,23 gram
* Persentase Formulasi
- L-Sistein = 150
43,1 x 100 = 0,95 % (b.k. N-amino) 1 % ≈
- Tiamin-HCl = 150136,1 x 100 = 0,76 % (b.k. N-amino) 1 % ≈
- Glukosa = 150
23,0 x 100 = 0,5 % (b.k. N-amino) ≈ 0,5 %
84
Tabel 41. Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam Jenis
Formula Formulasi
A L-sistein : Taurin (% bk N-amino autolisat)
Tiamin-HCl (% bk N-amino
autolisat)
Glukosa (% bk N-amino
autolisat) A1 1 : 0 1 0,5 A2 0,25 : 0,75 1 0,5 A3 0,5 : 0,5 1 0,5 A4 0,75 : 0,25 1 0,5
FAT
A5 0 : 1 1 0,5
B L-sistein : Vitamin C (% bk N-amino autolisat)
Tiamin-HCl (% bk N-amino
autolisat)
Glukosa (% bk N-amino
autolisat) B1 1 : 0 1 0,5 B2 0,25 : 0,75 1 0,5 B3 0,5 : 0,5 1 0,5 B4 0,75 : 0,25 1 0,5
FAC
B5 0 : 1 1 0,5 * Perhitungan Neraca Bahan Untuk 150 gram Autolisat :
1). L-Sistein = 1 % (b.k. N-amino) = 100
1 x 150 gram = 1,5 gram
2). Taurin = 1 % (b.k. N-amino) = 100
1 x 150 gram = 1,5 gram
3). Vitamin C = 1 % (b.k. N-amino) = 100
1 x 150 gram = 1,5 gram
4). Tiamin-HCl = 1 % (b.k. N-amino) = 100
1 x 150 gram = 1,5 gram
5). Glukosa = 0,5 % (b.k. N-amino) = 100
5,0 x 150 gram = 0,75 gram
Tabel 42. Neraca Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam pada Autolisat dengan Basis 150 gram Autolisat per Perlakuan.
Jenis Formula Formulasi
A L-sistein : Taurin (gr/ 150 gr autolisat)
Tiamin-HCl (gr/ 150 gr autolisat)
Glukosa (gr/ 150 gr autolisat)
A1 1,5 : 0,0 1,5 0,75 A2 0,375 : 1,125 1,5 0,75 A3 0,75 : 0,75 1,5 0,75 A4 1,125 : 0,375 1,5 0,75
FAT
A5 0,0 : 1,5 1,5 0,75
B L-sistein : Vitamin C (gr/ 150 gr autolisat)
Tiamin-HCl (gr/ 150 gr autolisat)
Glukosa (gr/ 150 gr autolisat)
B1 1,5 : 0,0 1,5 0,75 B2 0,375 : 1,125 1,5 0,75 B3 0,75 : 0,75 1,5 0,75 B4 1,125 : 0,375 1,5 0,75
FAC
B5 0,0 : 1,5 1,5 0,75
85
Lampiran 13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut a). Kurva Standar Gula Reduksi
ID Standar Absorbansi Konsentrasi 1. 0,000 0,000 2. 0,035 0,020 3. 0,143 0,040 4. 0,329 0,080 5. 0,509 0,120 6. 0,653 0,160 7. 0,805 0,200
K1 = 0,238 K0 = 0,004 Abs = K0 + K1(konsentrasi)
b). Kurva Standar Protein Terlarut
ID Standar Absorbansi Konsentrasi 1. 0,000 0,000 2. 0,064 0,001 3. 0,097 0,005 4. 0,162 0,010 5. 0,214 0,015 6. 0,279 0,020 7. 0,315 0,025
K1 = 0,080 K0 = -0,001 Abs = K0 + K1(konsentrasi)
86
Lampiran 14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium
Kaldu nabati kasar dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 + air (2 :3)
Dilumatkan dan pH diatur 5,5 (+NaOH/HCl) Dipanaskan pada 50°C, diaduk pada 4000 rpm selama 8 jam Inaktivasi pada suhu 70°C selama 5 menit
Analisa komposisi kimia
Autolisat kaldu nabati
pH diatur menjadi 5 (+NaOH/HCl) 150 g autolisat + formula FAT dan FAC
Dipanaskan pada 100°C, 3 jam
Kaldu nabati dengan FAA (Flavor Analog Ayam)
Seleksi formula terbaik melalui uji sensori dan analisa komposisi kimia
Kaldu nabati dengan formula FAA terbaik formula terbaik
Autolisat + komposisi formula terbaik dari A&B pH diatur 4, 4,5 dan 5 (+NaOH/HCl),
diaduk 15 menit Dipanaskan pada 100°C,
sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam
Kaldu nabati dengan FAA Uji sensori, analisa komposisi kimia dan analisa senyawa volatil dengan GC-MS
Kaldu nabati FAA dengan jenis formula dan kondisi reaksi optimum (jenis
senyawa dan kadar komposisi kimia diketahui)
87
Lampiran 15. Peralatan Penelitian
Soxhlet (Soxtec System Destilator SIBATA SI-315 GC-MS Shimadzu QP-2010 HT 2 1045)
Destruktor Spektrofotometer UV-Visible Neraca Analitik Hitachi U 2000
Salinometer PCE-028 Autolisis Kaldu Nabati Proses Flavoring Skala Laboratorium
Kacang Hijau Terfermentasi Autolisat Kaldu Nabati Autolisat Kaldu Nabati FAA Rhizopus-C1
88