1
HVDC: Transmisi Daya Arus Searah, Sebuah Tinjauan Rekayasa Matematis Konverter
Stefanus Windarhariadi S.T.
Alumnus Universitas Diponegoro – Semarang, Indonesia
Pada pertengahan tahun 1880, Thomas Alfa Edison telah memulai transmisi daya listrik
menggunakan sistem arus searah berbasis generator dc, namun seorang seorang imigran sekaligus
ilmuwan Kroasia, Nikola Tesla berhasil mengalahkan metode transmisi dc dengan transmisi ac.
Kekalahan Thomas Alfa Edison disebabkan transmisi ac memiliki kondisi gelombang turun ke titik nol
yang dapat menjadi acuan circuit breaker mengatasi tegangan sambaran petir atau tegangan sentak
akibat proses penyakelaran sehingga dapat menggunakan sistem proteksi dan pentanahan yang
lebih murah.
Namun penelitian di kemudian hari masalah proteksi bisa diatasi dengan pemasangan kabel saluran
daya di bawah tanah atau di bawah permukaan dasar laut, walaupun memang biaya pemasangan
masih terbilang mahal. Keuntungan utama dari saluran HVDC adalah rugi-rugi dasar/stray losses
yang mendekati nol pada salurannya karena komponen frekuensi utamanya bernilai nol sehingga
secara ideal memiliki cos θ = 1 dengan daya reaktif = 0; hal ini memungkinkan luas penampang
saluran dc memiliki luas penampang yang lebih kecil daripada luas penampang saluran ac sebab efek
kulit/skin efek penyebab rugi-rugi korona tereliminasi.
Pembentukan komponen tegangan dc.
Proses komutasi penyearah.
Gambar 1.
Satu unit sistem HVDC selalu memiliki dua konverter yaitu sisi penyearah/rectifier dan sisi
inverter. Mari kita tinjau Gambar 1, ketika katup V1 dan katup V2 menutup maka tegangan UA dan
UB dari penyearah melewati saluran HVDC sehingga Ud = UA- UB . Tegangan UB yang melalui
2
katup V2 adalah bersifat positif dilihat dari sisi anode (sehingga dari sisi Katode tampak negatif)
pada penyearah HVDC, setelah katup V1 dan V2 melewati 1500+ α maka katup V3 berkomutasi
(memindah posisi penutupan katup) terhadap V1 dan menjadikan V3 dilewati tegangan Uc
sehingga Ud = UA- UB +Uc ; demikianlah proses satu kali komutasi menjadi lengkap, dan menuju
proses komutasi berikutnya hingga keseluruhan proses komutasi memenuhi satu periode 2π
atau 3600 listrik.
A. Pembentukan komponen tegangan dan arus dc.
Besar tegangan dc yang terjadi pada satu penyearah sangat tergantung pada sudut
tenggang/delay angle α dan sudut komutasi .
A.1. Sudut tenggang/delay angle.
Sudut tenggang disebut pula sudut kendali/control angle atau pada inverter disebut sebagai
sudut-mula/ignition angle jika diterapkan pada inverter. Sudut ini berguna untuk memberikan
waktu tenggang penyalaan/firing natural bagi katup/thyristor/IGBT berikutnya. Pengendalian
transisi sudut tenggang dilakukan oleh pusat kendali.
A.2. Sudut komutasi/commutation angle.
Rentang komutasi antara dua katup/thyristor/IGBT pada satu sisi yang sama (sisi katode atau
anode) dari jembatan penyearah adalah sudut yang terbentuk ketika satu tegangan
katup/thyristor/IGBT berpindah secara tumpang tindih/berkomutasi menuju tegangan
katup/thyristor/IGBT berikutnya. Pada periode ini tegangan dari katup/thyristor/IGBT di salah
satu elektrode (yaitu Katode atau anode) mengikuti nilai tegangan menengah dari tegangan dua
katup/thyristor/IGBT yang berkonduksi (pada satu sisi elektrode yang sama) seperti ditunjukkan
oleh Gambar 2. Semakin besar daya aktif yang terlibat didalam sistem HVDC, maka semakin
besar pula rentang komutasi.
Gambar 2
Pembentukan tegangan komponen dc dapat dirumuskan seperti di bawah ini menurut grafik
Gambar 2 :
3
........................................[A.1]
B. Rangkaian ekuivalen penyearah.
Jika arus yang melalui dua katup/thyristor/IGBT yang saling berkomutasi ic berawal dari 0 dan
berakhir pada ic = Id maka akan diperoleh proses seperti pada Gambar 3
Gambar 3
Dari Gambar 3 kita peroleh ic=i5=-i3 dan tegangan yang terlibat pada proses komutasi adalah
tegangan yang melalui valve V3 dan valve V5 yaitu:
pada V5 dan
pada valve V3
sehingga loop pada Gambar 3 menghasilkan:
4
...............................................................................................................[B.1]
Gambar 4
Kemudian persamaan [B.1] diuraikan menjadi:
5
karena Ic = Id maka
dan jika dikalikan dengan
maka akan
diperoleh:
....................................................... [B.2]
Jika persamaan [B.2] disubstitusikan dengan persamaan [A.1] maka akan diperoleh:
karena
merupakan besaran tegangan dc dengan α=0 dan =0
Atau jika dituliskan dalam bentuk reaktansi komutasi menjadi:
................................................................................[B.3]
dengan rangkaian ekuivalen dc seperti pada Gambar 5
6
Gambar 5
Jika beban belum terpasang maka sudut komutasi atau sudut tumpang tindih =0 maka
persamaan [B.3] menjadi:
................................................................................[B.4]
Reaktansi komutasi merupakan penjumlahan dari reaktansi ac sistem pengumpan/beban dan
reaktansi bocor dari transformator konverter seperti contoh susunan paralel Gambar 6 berikut
ini:
Gambar 6
Xss merupakan reaktansi dari sistem ac (berupa pengumpan dari sisi penyearah atau
beban ac dari sisi inverter) sedangkan Xt1 hingga Xtj merupakan reaktansi bocor dari
transformator konverter ke 1 hingga transformator konverter ke j dengan besar masing-
masing reaktansi adalah identik; karena susunan konverter adalah paralel maka
reaktansi komutasi dari sistem penyearah menjadi:
7
................................................................................................[B.5]
Reaktansi komutasi berperan sebagai resistansi fiktif yang tidak menyerap energi,
namun demikian rangkaian ekuivalen dc sangat penting untuk studi aliran beban dc dan
studi aliran beban kombinasi ac ke dc dan sebaliknya.
Inversi
Gambar 7
Gambar 7 menunjukkan pembentukan arah arus ac fase R pada inverter, grafik dapat ditelusuri dan
dianalisis melalui Gambar 8; dari Gambar 8 tampak bahwa sudut α, baik α1 maupun α3 bukan lagi
sebagai sudut tenggang melainkan sebagai sudut mula/ignition angle atau sudut penyalaan/firing
angle.
Pengaturan α1 maupun α3 menggunakan topologi komutasi paksa yang mengatur urutan waktu
buka-tutup antar katup/valve yang terlibat pada proses inversi. Bahasan tentang komutasi paksa
akan dibahas pada artikel tersendiri
8
Gambar 8
9
Studi Aliran Beban DC.
Gambar 9
Studi aliran beban pada sistem HVDC melibatkan pula sistem ac sebagai pengumpannya/feeder dan
kemungkinan sisi beban ac pada inverter. Studi aliran beban dibatasi dengan asumsi-asumsi berikut
ini supaya nilai yang dihasilkan menjadi konvergen dan tidak mengayun sepanjang iterasi:
1. Daya dari sisi ac (tegangan dan arus) adalah sinusoid murni
2. Efek harmonisa dari sisi dc maupun ac diabaikan
3. Reaktansi bocor dari transformer beserta reaktansi saluran pada sisi ac tersedia
4. Filter ac maupun dc tidak disertakan ke dalam rangkaian ekuivalen sebagai efek dari
diabaikannya harmonisa.
Berikut ini adalah parameter-parameter yang digunakan:
a. Sisi penyearah:
Jika rugi-rugi dapat diabaikan maka Pr = Pac sehingga daya reaktif pada penyearah menjadi
b. Sisi inverter (dengan asumsi yang sama dengan pembentukan parameter penyearah):
10
Gambar 10
Gambar 10 merupakan rangkaian ekuivalen bagi satu sistem HVDC. Penyelesaian aliran daya
dc secara garis besar sama dengan studi aliran beban ac mulai menggunakan metode Gauss-
Seidel, Newton-Raphson hingga Fast Decoupled-NR namun dengan beberapa pembatasan
antara lain:
1. Sudut α dan dibatasi pada nilai-nilai yang sangat dekat dengan nilai minimum yang
telah ditentukan sebelumnya
2. Sadapan tegangan (voltage tap) dibatasi untuk nilai minimum dan maksimum yang
disertakan sebagai regulasi tegangan dan disertakan sebagai bagian dari rasio
transformator baik bagi sisi penyearah maupun sisi inverter.
Bahasan lanjut mengenai studi aliran beban dc terutama ketergantungannya dengan
pengumpan/feeder ac maupun beban ac pada satu jaringan kompleks akan diulas pada
artikel yang berbeda.
Studi Harmonisa
Studi harmonisa merupakan salah satu bagian penting karena memberikan sumbangan rugi-rugi
yang signifikan untuk kasus-kasus tak normal yang disebabkan oleh beban-beban non-linear yang
mempengaruhi kestabilan induktif dan kapasitif dan pada gilirannya bertransformasi menjadi rugi
rugi termal
, rugi-rugi pengalihan daya
dan rugi-rugi lucutan muatan (partial
discharge dan korona)
. Rugi-rugi induktif dari harmonisa sistem HVDC pada frekuensi di
11
atas 315 Hz dapat mengganggu saluran komunikasi sehingga perlu adanya pemasangan filter
harmonisa
Harmonisa sisi ac-pengumpan komutasi penyearah.
Komutasi pada HVDC sangat dipengaruhi oleh superposisi dari tegangan dan arus yang melalui
katup-katup/valves konverter. Gambar 11 merupakan salah satu contoh bentuk pendekatan
gelombang ac (baik untuk tegangan maupun arus tanpa pengaruh induktansi) untuk keperluan
analisis harmonisa.
Gambar 11
Tegangan dan arus pengumpan pada salah satu fase terhadap netralnya digunakan sebagai
komponen untuk keperluan analisis harmonisa; dengan menganggap semua fase memiliki
besaran tegangan/arus yang identik maka dapat diaproksimasi menggunakan pendekatan
bentuk kudratik:
Menggunakan analisis fourier maka akan akan diperoleh pendekatan dengan deret fourier:
....[B.6]
Namun karena deret [B.6] divergen terhadap gelombang dasarnya maka analisis harmonisa
secara ideal menggunakan:
12
Yang merujuk kepada komponen-komponen harmonisa ganjil; namun demikian deret [B.6]
masih sering digunakan untuk menganalisis bentuk gelombang faktual dengan konsideran
harmonisa kedua dan keempat yang muncul dengan besaran yang signifikan sehingga pada sisi
pengumpan ac dipasang pula band pass filter/single tuned filter untuk harmonisa kedua dan
kadang-kadang untuk harmonisa keempat selain untuk harmonisa ketiga dan kelima dipasang
double-tuned filter/filter tune-ganda.
Gambar 12, Gambar 13 dan Gambar 14 merupakan contoh-contoh filter berikut impedansinya
pada frekuensi dasar 50 Hz.
Gambar 12
Gambar 13
13
Gambar 14
Harmonisa pada saluran dc.
Gambar 15
Gambar 15 merupakan pendekatan gelombang dasar 3 fasa-netral pembentuk gelombang dc
dasar seperti pada Gambar 16 berikut ini dengan a=325 sehingga setara dengan arus puncak
sinus 800 Ampere dan sudut tenggang α=60 tanpa menyertakan efek sudut komutasi karena
sudut beban pada ujung inverter sangat kecil sehingga bisa diabaikan.
14
Gambar 16
Superposisi arus pada sisi valve anode terhadap tegangan sisi valve katode sehingga
menghasilkan arus seperti pada Gambar 17 yang merupakan tampilan simulasi untuk rangkaian
6-bridge rectifier:
Gambar 17
Dengan besar harmonisa:
15
Pendekatan bentuk gelombang seperti pada Gambar 15 memungkinkan kita untuk membuat
simulasi gelombang dengan menyertakan gangguan harmonisa-harmonisa non-karakteristik
pada periode pembangkitan sejauh satu siklus yang disebabkan oleh ketidakstabilan komutasi,
seperti Gambar 18 yang merupakan tampilan simulasi dari arus pada 12-bridge rectifier.
Gambar 18
Jenis filter analog yang digunakan sama seperti untuk sisi ac atau menggunakan re-injenction
rippless tuned filter pada Gambar 19.
16
Gambar 19
Problem harmonisa triplen
Harmonisa kelipatan tiga atau lebih dikenal sebagai harmonisa triplen merupakan salah satu
kontribusi rugi-rugi bagi sistem HVDC. Harmonisa triplen mungkin dihasilkan oleh:
1. Komutasi yang kurang sempurna pada sekuensialnya.
2. Beban non-linear dari sisi inverter yaitu beban dengan nilai induktif tinggi seperti motor-
motor listrik atau transformator distribusi pada jaringan listrik.
Harmonisa ini memberikan sumbangan rugi-rugi termal pada saluran dc. Gambar 20, Gambar
21 dan Gambar 22 berikut ini secara berurutan menunjukkan kemungkinan terjadinya
harmonisa triplen. Gambar 20 menunjukkan harmonisa dari sisi penyearah/rectifier dan
Gambar 21 menunjukkan harmonisa dari sisi inverter dengan beban non-linier kecil dari sistem
HVDC monopolar 6-pulsa.
Gambar 20
17
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23, Gambar 24 dan Gambar 25 mensimulasikan arus dc pada sistem HVDC bipolar back-
to-back/pungung-ke-punggung
18
Gambar 23
Gambar 24
0
5
10
15
20
25
30
3 6 9 12 15 18 21 24
Harmonisa 12-pulsa Ideal/Karakteristik
19
Gambar 25
Referensi:
Direct Current Transmission, 1971, Willey Interscience, EW Kimbark
Direct Curent Transmission, 1983, Jos Arillaga
HVDC, chapter 11, 2003, JR. Lucas
Perhitungan Harmonisa Triplen Pada Sistem HVDC Monopolar, Tesis 2001, Universitas
Diponegoro, Stefanus Windarhariadi
Harmonic Analysis of A Non-Conventional HVDC System, IJTPE Journal, ISSN 2077-3528, 2012,
O.C Ozerdem, S. Gundes, S. Biricik.
Curriculum Vitae
Stefanus Windarhariadi S.T
Pendidikan: S1 Teknik, Jurusan Elektro Tenaga Listrik, Universitas Diponegoro, lulus th. 2000
Pekerjaan : - Quality Assurance Engineer di P.T CG Power System Indonesia
- Quality inspector dan konsultan kelistrikan mandiri
Kontak : [email protected]