Download - Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
1/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B r a h m a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
December 23, 2007
B r a h a l a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
2/388
December 23, 2007
B o m a n t a r a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
3/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B o m a n a r a k a s u r a - S o l oPosted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
4/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
5/388
December 23, 2007
B i s m a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
6/388
Bisma (Sansekerta: Bhshma) terlahir sebagai Dewabrata (Sansekerta: Dvavrata), adalah salah satu tokoh utama
dalam Mahabharata. Ia merupakan putera dari pasangan Prabu Santanu dan Satyawati. Ia juga merupakan kakek
dari Pandawa maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia
bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat
disegani oleh Pandawa dan Korawa. Ia gugur dalam sebuah pertempuran besardi Kurukshetra oleh panah dahsyat
yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna. namun ia tidak meninggal pada saat itu juga. Ia sempat hidup
selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran para Korawa. Ia menghembuskan nafas terkahirnya saat garis
balik matahari berada di utara (Uttarayana).
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
7/388
Arti nama
Nama Bhishma dalam bahasa Sansekerta berarti Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat), karena ia bersumpah akan
hidup membujang selamanya dan tidak mewarisi tahta kerajaannya. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena
ia melakukan bhishan pratigya, yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya.
Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya.
Kelahiran
Bisma merupakan penjelmaan salah satu Delapan Wasu yang berinkarnasi sebagai manusia yang lahir dari
pasangan Dewi Gangga dan Prabu Santanu. Menurut kitab Adiparwa, Delapan Wasu menjelma menjadi manusia
karena dikutuk atas perbuatannya yang telah mencuri lembu sakti milik Resi Wasistha. Dalam perjalanannya menuju
bumi, mereka bertemu dengan Dewi Gangga yang juga mau turun ke dunia untuk menjadi istri putera Raja Pratipa,
yaitu Santanu. Delapan Wasu kemudian membuat kesepakatan dengan Dewi Gangga bahwa mereka akan
menjelma sebagai delapan putera Prabu Santanu dan dilahirkan oleh Dewi Gangga. Bisma merupakan penjelmaan
Wasu yang bernama Prabhata.
Kehidupan awal
Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke sungai Gangga oleh ibu mereka
sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya. Kemudian, sang ibu membawa
Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu Santanu sendirian. Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu
menemukan puteranya secara tidak sengaja di hilirsungai Gangga. Dewi Gangga kemudian menyerahkan anak
tersebut kepada Sang Prabu, dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang
cerdas dan gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan. Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati, ayah
Satyawati (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup agar kelak keturunannya
tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati. Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama
Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu
kematiannya sendiri.
Bisma memiliki dua adik tiri dari ibu tirinya yang bernama Satyawati. Mereka bernama Citrnggada dan Wicitrawirya.
Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan memenagkan sayembara sehingga berhasil
membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya.
Karena Citrnggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya sedangkan Amba mencintai
Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi
usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas
kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat
kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi
yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
8/388
Pendidikan
Bisma mempelajari ilmu politik dari Brihaspati (guru para Dewa), ilmu Veda dan Vedangga dari Resi Wasistha, dan
ilmu perang dari Parasurama (Ramaparasu; Rama Bargawa), seorang ksatria legendaris sekaligus salah satu
Chiranjwin yang hidup abadi sejak zaman Treta Yuga. Dengan berguru kepadanya Bisma mahir dalam
menggunakan segala jenis senjata dan karena kepandaiannya tersebut ia ditakuti oleh segala lawannya. Bisma
berhenti belajar kepada Parasurama karena perdebatan mereka di asrama tentang masalah Amba. Pada saat itu
dengan sengaja Bisma mendorong Parasurama sampai terjatuh, dan semenjak itu Parasurama bersumpah untuk
tidak lagi menerima murid dari kasta Kshatriya karena membuat susah.
Peran dalam Dinasti Kuru
Di lingkungan keraton Hastinapura, Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya karena ia tua, namun
juga karena kemahirannya dalam bidang militer dan peperangan. Dalam setiap pertempuran, pastilah ia selalu
menang karena sudah sangat berpengalaman. Yudistira juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup
menaklukkan Bisma dalam pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskarAsura menggabungkan kekuatan
dan dipimpin oleh Indra, Sang Dewa Perang.
Bisma sangat dicintai oleh Pandawa maupun Korawa. Mereka menghormatinya sebagai seorang kakek sekaligus
kepala keluarga yang bijaksana. Kadangkala Pandawa menganggap Bisma sebagai ayah mereka (Pandu), yang
sebenarnya telah wafat.
Perang di Kurukshetra
Saat perang antara Pandawa dan Korawa meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat sebelum pertempuran, ia
berkata kepada Yudistira bahwa dirinya telah diperbudak oleh kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat
Bisma. Meskipun demikian, karena Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma
merestui Yudistira dan berdoa agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk
ditaklukkan. Bisma juga pernah berkata kepada Duryodana, bahwa meski dirinya (Bisma) memihak Korawa,
kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena Kresna berada di sana, dan dimanapun ada Kresna maka
di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan dimanapun ada Arjuna, di sanalah terdapat kejayaan.[2]
Dalam pertempuran akbar di dataran keramat Kurukshetra, Bisma bertarung dengan dahsyat. Prajurit dan ksatria
yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab Bismaparwa dikatakan bahwa di dunia ini
para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak ada yang mampu melawannya selain Arjuna ksatria berpanah
yang terkemuka dan Kresna penjelmaanWisnu. Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan
Bisma, namun ia sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya sendiri.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang sangat dicintainya.
Kresna yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap Arjuna yang masih segan
untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan
mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan, ia memutar-mutarchakra di atas tangannya dan memusatkan
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
9/388
perhatian untuk membidik leher Bisma. Bisma tidak menghindar, namun justru bahagia jika gugur di tangan
Madhawa (Kresna). Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan
langkahnya.
Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan
kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut
berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa
paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang
akan membunuh kakek yang terhormat itu!
Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, ia mengurungkan niatnya dan naik kembali ke atas
keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.
Kematian
Sebelum hari kematiannya, Pandawa dan Kresna mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk mencari tahu
kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa Pandawa dan Kresna telah masuk ke dalam kemahnya dan ia menyambut
mereka dengan ramah. Ketika Yudistira menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang
sangat mereka hormati, Bisma menjawab: .. ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang
seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka
yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur,
orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah,
dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah
dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk.
Dengan itu semua aku enggan bertarung
Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang
yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta Arjuna, karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna
yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma
enggan berperang, Arjuna harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada
pernyataan tersebut, Kresna menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia
menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di
belakang Srikandi, Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah
tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak
menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan panah yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur
seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan nafasnya setelah ia
menyaksikan kehancuran pasukan Korawa dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada Yudistira setelah
perang Bharatayuddha selesai.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
10/388
Bisma dalam pewayangan Jawa
Antara Bisma dalam kitab Mahabharata dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu
besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi,
yaitu membuat kisah wiracarita dari India bagaikan terjadi di pulau Jawa.
Riwayat
Bisma adalah anak Prabu Santanu, Raja Astina dengan Dewi Gangga alias Dewi Jahnawi (dalam versi Jawa). Waktu
kecil bernama Raden Dewabrata yang berarti keturunan Bharata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain
Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacarin.
Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana
sebenarnya ia berhak atas tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari
perpecahan dalam negara Astina ia rela tidak menjadi raja.
Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti sayembara untuk
mendapatkan putri bagi Raja Hastina dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah Dewi
Amba dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya
wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma
pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi
Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya juga mencintai
Dewi Amba. Setelah roh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma
suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan roh Dewi Amba menitis
kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha.
Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu
Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan
Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati, istri Parasara yang telah berputra Resi Wyasa. Setelah Durgandini bercerai, ia
dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citrnggada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma
seayah lain ibu.
Setelah menikahkan Citrnggada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan
anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda
Citrnggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wyasa, putra Durgandini dari suami pertama. Wyasa-lah yang
kemudian menurunkan Pandu dan Dretarata, orangtua Pandawa dan Kurawa.
Demi janjinya membela Astina, Bisma berpihak pada Korawa dan mati terbunuh oleh Srikandi di perang
Bharatayuddha.
Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat
terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Korawa memberinya tempat pembaringan mewah namun
ditolaknya, akhirnya Pandawa memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (sarpatala). Tetapi ia
belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
11/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B i s a w a r n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
12/388
December 23, 2007
B i m a w / l i n d u - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
December 23, 2007
B i l u n g - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
13/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B a y u - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
14/388
December 23, 2007
B a s u p a t i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
15/388
December 23, 2007
B a s u k u n t i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
16/388
Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category
December 23, 2007
B a s u k i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
17/388
December 23, 2007
B a s u d e w a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
18/388
December 23, 2007
B a r a t W a j a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
19/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B a r a t a B r a n t a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
20/388
December 23, 2007
B a n u w a t i - S o lo
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
21/388
December 23, 2007B a n j a r a n j a l i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
22/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B a n d o n d a r i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
23/388
December 23, 2007
B a n a p u t r a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
24/388
December 23, 2007
B a m b a n g W i ja n a r k o - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
25/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B a l a u p a t a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
26/388
December 23, 2007
B a l a d e w a w / r a y u n g - S o l o Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
27/388
December 23, 2007
B a k a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
28/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
29/388
December 23, 2007
B a g o n g d a d i R a t u - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
30/388
December 23, 2007
B a g a s p a t i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
31/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
B a d r a i n i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
32/388
December 23, 2007
A s w a t a m a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
33/388
Dalam wiracarita Mahabharata, Aswatama (Sansekerta:Avatthm) atau Ashwatthaman (Sansekerta:
Avatthman) adalah putera guru Dronacharya dengan Kripi. Sebagai putera tunggal, Dronacharya sangat
menyayanginya. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh Chiranjwin, karena dikutuk untuk hidup selamanya tanpa
memiliki rasa cinta. Saat perang di Kurukshetra berakhir, hanya ia bersama Kretawarma dan Krepa yang bertahan
hidup. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah Pandawa saat tengah malam dan
melakukan pembantaian membabi buta.
Aswatama dalam Mahabharata
Sebagian kisah hidup Aswatama dimuat dalam kitab Mahabharata. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan
terhadap lima putera Pandawa dan janin yang dikandung oleh Utara, istri Abimanyu. Janin tersebut berhasil
dihidupkan kembali oleh Kresna namun lima putera tidak terselamatkan nyawanya.
Riwayat
Aswatama merupakan putera dari Bagawan Drona dengan Kripi, adik Krepa. Semasa kecil ia mengenyam ilmu
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
34/388
militer bersama dengan para pangeran Kuru, yaitu Korawa dan Pandawa. Kekuatannya hampir setara dengan
Arjuna, terutama dalam ilmu memanah. Saat perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, ia memihak kepada
Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan Duryodana.
Aswatama adalah ksatria besar dan konon pernah membangkitkan pasukan Korawa dari duka cita dengan cara
memanggil Narayanstra. Namun Kresna menyuruh pasukan Pandawa agar menurunkan tangan dan karenanya
senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil Agneystra untuk menyerang Arjuna namun berhasil ditumpas
dengan Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima dalam Bharatayuddha berakhir secara skakmat.
Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat ayahnya meninggal di
tangan pangeran Drestadyumna. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana untuk membunuh
Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji
kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh Pandawa, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam,
namun karena kesalahan ia membunuh 5 putera Pandawa dengan Dropadi (Pancawala).
Pandawa yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan Arjuna.Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata Brahmashira yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan
chakra milik Kresna namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan
mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bagawan Byasa menyuruh agar kedua ksatria
tersebut mengembalikan senjatanya kembali. Sementara Arjuna berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin
kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan.
Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para wanita di keluarga Pandawa. Di antara
mereka adalah Utara, menantu Arjuna.
Oleh karena itu Utara tidak bisa melahirkan Parikesit, putera Abimanyu, yang kelak akan meneruskan keturunan para
Pandawa bersaudara. Senjata Brahmastra berhasil membakar si jabang bayi, namun Kresna menghidupkannya lagi
dan mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di bumi selama 3.000 tahun sebagai orang
buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk agar terus hidup sampai akhir
zaman Kali Yuga.
Aswatama juga harus menyerahkan batu permata berharga (Mani) yang terletak di dahinya, yaitu permata yang
membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para
Dewa, danawa, dan naga.
Aswatama dalam pewayangan Jawa
Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab
Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sansekerta. Beberapa perbedaan tersebut
meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.
Riwayat
Aswatama adalah putra Bagawan Drona alias Resi Drona dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji dari negara
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
35/388
Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih
rupa menjadi kuda Sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona) terbang menyeberangi
lautan.
Aswatama dari padepokan Sokalima dan seperti ayahnya memihak para Korawa pada perang Bharatayuddha.
Ketika ayahnya, Resi Drona menjadi guru Keluarga Pandawa dan Korawa di Hastinapura, Aswatama ikut serta
dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan
segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah
Cundamanik.
Cerita dalam khazanahSastra Jawa Baru dikenal sebagai lakon wayang: Aswatama Gugat.
Aswatama pada kesempatan itu ingin membalas dendam kematian ayahnya, bagawan Drona. Pada perang
Bharatayuddha, Drona gugur karena disiasati oleh para Pandawa. Mereka berbohong bahwa Aswatama telah
gugur, tetapi yang dimaksud bukan dia melainkan seekorgajah yang bernama Hestitama (Hestiberarti Gajah)
namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakannya kepada Yudistirayang dikenal tak pernah berbohong pun mengatakan iya.
Aswatama juga merasa kecewa dengan sikap Prabu Duryudana yang terlalu membela Prabu Salya yang dituduhnya
sebagai penyebab gugurnya Adipati Karna. Aswatama memutuskan mundur dari kegiatan perang Bharatayudha.
Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa pindah dari Amarta ke Astina, secara bersembunyi
Aswatama masuk menyelundup ke dalam istana Astina. Ia berhasil membunuh Drestadyumena (pembunuh ayahnya,
Resi Drona), Pancawala (putra Prabu Puntadewa), Dewi Banowati (Janda Prabu Duryodana) dan Dewi Srikandi,
sebelum akhirnya ia mati oleh Bima, badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
December 23, 2007
A s w a n i k u m b a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
36/388
Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category
December 23, 2007
A s w a n i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
37/388
December 23, 2007
A s w a n - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
38/388
December 23, 2007
A s m a r a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
39/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
40/388
A r j u n a w i j a y a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
41/388
December 23, 2007
A r j u n a s a s r a b a h u - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
December 23, 2007
A r j u n a p a t i - S o l o
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
42/388
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A r j u n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
43/388
December 23, 2007
A r i m u k a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
44/388
December 23, 2007
A r i m b i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
45/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A r i m b i R a s e k s i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
46/388
December 23, 2007
A r i m b a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
47/388
December 23, 2007
A n t r a k a w u l a n - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
48/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
49/388
December 23, 2007
A n t a w i r y a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
December 23, 2007
A n t a s e n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
50/388
December 23, 2007
A n t a r e j a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
51/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A n t a g o p a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
52/388
December 23, 2007
A n t a b o g a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
53/388
December 23, 2007
A n o m a n - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
54/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An j a n i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
55/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
56/388
December 23, 2007
A n i m a n d a y a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
57/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An i l a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
58/388
December 23, 2007
A n g k a w i j a y a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
59/388
December 23, 2007
A n g g r a i n i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
60/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A n g g i s r a n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
61/388
December 23, 2007
A n g g i r a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
62/388
December 23, 2007
A n g g a w a n g s a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
63/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A n g g a d a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
64/388
December 23, 2007
A n d r i k a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
65/388
December 23, 2007
A m o n g m u r k a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
66/388
Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category
December 23, 2007
A m o n g d e n t a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
67/388
December 23, 2007
A m b i k a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
68/388
Dalam Mahabharata, Ambika merupakan puteri dari Raja Kasi dan istri dari Wicitrawirya, Raja Hastinapura.
Bersama dengan saudaranya, Amba dan Ambalika, ia direbut oleh Bisma dalam sebuah sayembara (Bisma
menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka). Bisma mempersembahkan mereka
kepada Satyawati untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum
memberikan keturunan bagi Ambika.
Setelah kematian Wicitrawirya, ibunya Bisma yaitu Satyawati, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi
Weda Wyasa (Bagawan Byasa) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Sesuai dengan keinginan
Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi kedua istri Wicitrawirya untuk menganugerahkan mereka masing-masing
seorang putera. Ketika Byasa mengunjungi Ambika, ia melihat rupa Byasa sangat menakutkan dan penampilannya
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
69/388
sangar dengan mata yang menyala-nyala. Dalam keadaannya yang ketakutan, ia menutup matanya dan tidak berani
membukanya. Maka dari itu, Dretarastra (puteranya), ayah para Korawa, terlahir buta.
Setelah kelahiran Dretarastra, ketika Satyawati meminta Byasa untuk mengunjungi Ambika untuk kedua kalinya,
Ambika tidak mau datang dan mengirimkan pelayan menggantikan dirinya. Maka si pelayan melahirkan Widura, yang
kemudian diasuh sebagai adik Dretarastra dan Pandu.
Ambika hidup beberapa lama sampai memiliki cucu, yaitu Pandawa dan Korawa. Ketika Pandu mangkat, Satyawati
mengajak Ambika untuk mengasingkan diri ke dalam hutan bersama-sama, demi meninggalkan kehidupan duniawi.
Keinginan tersebut disetujui oleh Ambika. Bersama dengan Ambalika, mereka bertiga pergi ke dalam hutan
meninggalkan Hastinapura, dan membiarkan penerus Dinasti Kuru menentukan nasibnya sendiri.
December 23, 2007
A m b a l i k a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
70/388
Dalam Mahabharata, Ambalika merupakan puteri Raja Kasi dan istri dari Wicitrawirya, Raja Hastinapura.
Bersama dengan saudaranya, yaitu Amba dan Ambika, ia direbut oleh Bisma dalam sebuah sayembara (Bisma
menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka.) Bisma mempersembahkan mereka
kepada Satyawati untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum
memberikan keturunan kepada Ambalika.
Setelah kematian Wicitrawirya, ibunya Bisma yaitu Satyawati, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi
Weda Wyasa (Bagawan Byasa) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Sesuai dengan permohonan
Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi istri Wicitrawirya untuk menganugerahi mereka seorang putera. Ambalika
disuruh oleh Satyawati untuk terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta seperti yang telah
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
71/388
dilakukan oleh Ambika (Ambika melahirkan putera buta bernama Dretarastra). Karena taat dengan perintah
mertuanya, ia terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan yang luar biasa.
Maka dari itu, Pandu (puteranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat.
Ambalika hidup beberapa lama di Hastinapura sampai ia memiliki cucu, yaitu para Pandawa dan Korawa. Ketika
puteranya yang bernama Pandu telah wafat, perasaan Ambalika terpukul. Atas saran dari Satyawati, Ambalika
meninggalkan kehidupan duniawi dan pergi ke dalam hutan. Bersama dengan Ambika, mereka betiga meninggalkan
para penerus Dinasti Kuru di Hastinapura.
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A m b a - S o l o Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
72/388
Amba (Sansekerta: Amb) adalah puteri sulung dari raja di Kerajaan Kasi dalam wiracarita Mahabharata. Bersama
dengan tiga adiknya yang lain, yaitu Ambika dan Ambalika, Amba diboyong ke Hastinapura oleh Bisma untuk
diserahkan kepada Satyawati dan dinikahkan kepada adiknya yang bernama Wicitrawirya, raja Hastinapura.
Amba dalam Mahabharata
Penolakan Bisma
Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya, namun hati Amba tertambat kepada Bisma. Amba berkata,
Dewabrata, saya tidak mau diberikan kepada adikmu. Tujuanmu dahulu adalah mengambil kami bertiga untukmu,
dan ayahku memberikan kami untukmu saja, setelah sayembara itu.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
73/388
Bisma yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup, menolak untuk menikah dengan Amba karena takut
melanggar sumpah. Namun kemanapun ia pergi, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma mengungsi ke tempat
gurunya, yaitu Rama Bargawa atau Parasurama. Cukup lama ia tinggal di sana, jauh dari Hastinapura, meninggalkan
keluarganya. Parasurama heran dengan puteri cantik yang selalu mengikuti Bisma. Atas penjelasan Bisma,
Parasurama tahu bahwa puteri cantik tersebut bernama Amba. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi
Amba. Karena terus-menerus mengatakan sesuatu yang membuat Bisma tidak nyaman, Bisma mendorong guurnya
tersebut hingga jatuh. Semenjak itu, Parasurama mengusir Bisma dan bersumpah bahwa ia tidak akan menerima
murid dari kastaKshatriya lagi.
Kematian Amba
Dalam pengembaraan Bisma, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk
menakut-nakutinya agar ia segera pergi. Namun Amba berkata, Dewabrata, saya mendapat bahagia atau mati,
karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembaliHastinapura. Dimanakah
tempat bagiku untuk berlindung?
Bisma terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya berkeringat.
Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan
segera Bisma membalut lukanya. Ia menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amba
berpesan kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada yang banci, yang ikut serta dalam
pertempuran akbar antara Pandawa dan Korawa.
Setelah Amba berpesan kepada Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya,
seperti tidur nampaknya. Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, yang memihak
Pandawa saat perang di Kurukshetra. Srikandi adalah anak Raja Drupada dari Kerajaan Panchala yang berkelamin
netral atau waria (wanita+pria).
Amba dalam pewayangan Jawa
Kisah hidup Amba antara kitab Adiparwa (buku pertama Mahabharata) dan pewayangan Jawa memiliki beberapa
perbedaan, seperti misalnya nama-nama tokoh maupun kerajaan di India yang diubah agar bernuansa Jawa, namun
perbedaan tersebut tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama.
Riwayat Amba
Dewi Amba adalah putri sulung dari tiga bersaudara, putri Prabu Darmahumbara, raja negara Giyantipura dengan
peramisuri Dewi Swargandini. Kedua adik kandungnya bernama: Dewi Ambika (Ambalika) dan Dewi Ambiki
(Ambaliki).
Dewi Amba dan kedua adiknya menjadi putri boyongan Resi Bisma (Dewabrata), putra Prabu Santanu dengan Dewi
Jahnawi (Dewi Gangga) dari negara Astina yang telah berhasil memenangkan sayembara tanding di negara
Giyantipura dengan membunuh Wahmuka dan Arimuka. Karena merasa sebelumnya telah dipertunangkan dengan
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
74/388
Prabu Citramuka, raja negara Swantipura, Dewi Amba memohon kepada Dewabrata agar dikembalikan kepada
Prabu Citramuka.
Persoalan mulai timbul. Dewi Amba yang ditolak oleh Prabu Citramuka karena telah menjadi putri boyongan,
keinginannya ikut ke Astina juga ditolak Dewabarata. Karena Dewi Amba terus mendesak dan memaksanya,
akhirnya tanpa sengaja ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-nakutinya.
Sebelum meninggal Dewi Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut balas kematiannya dengan perantaraan
seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi.
Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang Bharatayuda arwahnya menjelma
dalam tubuh Dewi Srikandi yang berhasil menewaskan Resi Bisma (Dewabrata).
December 23, 2007
A g n y a n a w a t i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
75/388
December 23, 2007
A d i r a t a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak SurakartaNo Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
76/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
A d i m a n g g a l a - S o l o
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
77/388
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
December 23, 2007
Ab i y a s a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
78/388
December 23, 2007
A b i y a s a R a j a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
79/388
Abiyasa atau Byasa (Sansekerta: Vysa) (dalam pewayangan disebut Resi Abyasa) adalah figur penting dalam
agama Hindu. Beliau juga bergelarWeda Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa
sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda. Beliau juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana.
Beliau adalah filsuf, sastrawanIndia yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata. Sebagian riwayat
hidupnya diceritakan dalam Mahabharata. Dalam Mahabharata, dapat diketahui bahwa orangtua Resi Byasa adalah
Bagawan Parasara dan Dewi Satyawati (alias Durgandini atau Gandhawati).
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
80/388
Kelahiran
Dalam kitab Mahabharata diketahui bahwa orangtua Byasa adalah Resi Parasara dan Satyawati. Diceritakan bahwa
pada suatu hari, Resi Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati
menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Resi Parasara terpikat oleh
kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia
terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayah Satyawati berpesan, bahwa siapa saja lelaki
yang dapat menyembuhkan penyakitnya boleh dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara berkata bahwa ia
bersedia menyembuhkan penyakit Satyawati. Karena kesaktiannya sebagai seorang resi, Parasara menyembuhkan
Satyawati dalam sekejap.
Setelah lamaran disetujui oleh orangtua Satyawati, Parasara dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua
mempelai menikmati malam pertamanya di sebuah pulau di tengah sungai Yamuna, konon terletak di dekat kota
Kalpi di distrik Jalaun di Uttar Pradesh, India. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar pulau
tersebut tidak dapat dilihat orang. Dari hasil hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Ia diberinama Krishna Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana). Anak tersebut
tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang resi.
Weda Wyasa
Umat Hindu memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian (Catur
Weda), dan oleh karena itu ia juga memiliki nama Weda Wyasa yang artinya Pembagi Weda. Kata Wyasa berarti
membelah, memecah, membedakan. Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat
muridnya, yaitu Pulaha, Jaimini, Samantu, dan Wesampayana.
Telah diperdebatkan apakah Wyasa adalah nama seseorang ataukah kelas para sarjana yang membagi Weda.
Wisnupurana memiliki teori menarik mengenai Wyasa. Menurut pandangan Hindu, alam semesta adalah suatu
siklus, ada dan tiada berulang kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu, satu untuk setiap Manwantara, yang
memiliki empat zaman, disebut Catur Yuga (empat Yuga). Dwapara Yuga adalah Yuga yang ketiga. Purana (Buku 3,
Ch 3) berkata:
Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Wisnu, dalam diri Wyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi
Weda, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan
wujud yang tak kekal, ia membuat Weda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam
menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa
Tokoh Mahabharata
Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis
(pencatat) sejarah dalam Mahabharata, namun ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu.
Ibunya (Satyawati) menikah dengan Santanu, Raja Hastinapura. Dari perkawinannya lahirlah Citrnggada dan
Wicitrawirya. Citrnggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
81/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
82/388
A b i m a n y u - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
Abimanyu (Sansekerta: abhimanyu) adalah seorang tokoh dari wiracaritaMahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari
salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam
wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di
Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu
menikah dengan Utara, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia
gugur.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
83/388
Arti nama
Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu abhi(berani) dan manyu(tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata
Abhimanyusecara harfiah berarti ia yang memiliki sifat tak kenal takut atau yang bersifat kepahlawanan.
Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran
Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi
mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam
rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna
berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi
tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.
Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang
bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya
menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan
keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan
masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.
Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang
gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-
ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa
setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.
Kematian Abimanyu
Pada hari ketiga belas Bharatayuddha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang
melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan
Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi.
Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa sudah
menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang
masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak
tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam
formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi
itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.
Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa
bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata,
Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna, hanya untuk satu
hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa.
Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu
Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
84/388
pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat
Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya
dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong
dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara
serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur
berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara
menghancurkan kepalanya dengan gada.
Arjuna membalas dendam
Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak
menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian
bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak
Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi
Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga
matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan
kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah
tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan
peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan
dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari
muncul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata.
Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari
sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata.
Penjelasan mengenai kematiannya
Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai
kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun
sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh
dalam pertempuran.
Putera Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang
selamat setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai
ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang
masih sangat muda.
Abimanyu dalam pewayangan Jawa
Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokong penting. Di bawah ini
dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
85/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
86/388
membunuh Abimanyu harus memutus langsangyang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai
Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria Banakeling.
SLOKA mengisahkan kematian Abimanyu
Ngk Sang Dharmasut tgg mulati tingkahi glarira ntha Korawa, pan tan hana Sang Wrkodara
Dhanajaya wnanga rummpakang glar. Nghing Sang Prthasutbhimanyu makusra rumusaka glar mah
dwija, manggh wruh lingirng rusak mwang umasuk tuhu i wijili rddha tan tama
Smpun mangkana ighra shasa masuk marawaa ri glar mah dwija. Sang Prthtmaja ra sra rumusuk
sakksika linacaran panah, ira ngwyuha lilang tkap Sang Abhimanyu tka ri kahanan Suyodhana. ang
Hyang Droa Krppulih karaa Sang Kurupati malay marnusi.
da tan dwlwang i atru akti mangaran Krtasuta sawatk Wrhadbala. Mwang Satyarawa ra mnta kna
tan panguili pinanah linacaran. Lwan wra wiesha putra Kuruntha mati malara kokalan panah. Kyti ng
Korawa wanga Lakshmanakumra ngaranika kaish Suyodhana.
Ngk ta krodha sakorawlana manah panahira lawan awa sarathi. Tan wktn tang awak tangan suku gigir
aa wadana linaksha kinrpan. Mangkin Prthasutajwalmurk anyakra makapalaga punggling laras.
Dhramk mangusiranggtm atn pjaha makiwuling Suyodhana.
Ri pati Sang Abhimanyu ring rangga. Tnyuh araras kadi waling tahas mas. Hanana ngaraga klaning
pajang lk. inaah alindi sahantimun ginintn.
Terjemahan :
Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada
padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang bersedia
merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan
memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.
Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan
dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakanpanah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana.
Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri
dan tidak dikejar lagi.
Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga
Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum dapat menimbulkan
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
87/388
kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia
tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Lakshmanakumara,
yang disayangi Suyodhana.
Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya merekamemanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka
Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu makin semangat. Ia memegang cakramnya dan
dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari
keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana.
Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan lumut
dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-cabik, sehingga menjadi halus
seperti mentimun.
December 22, 2007
A b i l a w a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
88/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
89/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
N a r a y a n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta
No Comments
December 24, 2007
N a r a y a n a J a n g k a h - S o l o
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
90/388
Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta
No Comments
December 24, 2007
N a r a s o m a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
91/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
N a r a d a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
92/388
December 24, 2007
N a k u l a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
93/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
94/388
binatang pengerat dari Mesir. Nakula juga dapat berarti cerpelai, atau dapat juga berarti tikus benggala. Nakula
juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
Nakula dalam Mahabharata
Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi.
Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan
selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga
memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa)
meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada
Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh
Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera
Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi
putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat
kuda dengan nama samaran Grantika. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan
memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri AstadasaparwaMahabharata, diceritakan bahwa
Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya,
Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke
tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan
tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?. Yudistira yang bijaksana menjawab,
Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula
sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya
hidup sampai di sini. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan
mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah
Nakula mencapai kedamaian.
Nakula dalam pewayangan Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat
dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan
permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar
bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu
dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan Arjuna
Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata
panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
95/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
96/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
97/388
December 24, 2007
M u s t a k a w e n i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara M, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
98/388
December 24, 2007
M i n t a r a g a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara M, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
99/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007L e s m a n a M a n d r a k u m a r a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara L, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
100/388
December 24, 2007
L a w a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara L, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
101/388
December 24, 2007
L a k s m a n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara L, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
102/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
103/388
December 24, 2007
K u s y a R a m a k u s y a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
104/388
December 24, 2007
K u n t i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
105/388
Kunti (Sansekerta: Kunt) dalam kisah Mahabharata adalah puteri dari Prabu Kuntiboja. Ia adalah saudara dari
Basudewa yang merupakan ayah dari Baladewa, Kresna dan Subadra. Ia juga adalah ibu daripada Yudistira,
Werkodara, dan Arjuna dan juga adalah istri pertama Pandu Dewanata. Selain itu Kunti juga ibu dari Karna.
Sepeninggal Pandu Dewanata, ia mengasuh Nakula dan Sadewa, anak Pandu Dewanata dari Dewi Madri. Seusai
Bharatayuddha, ia dan iparnya Dretarastra, Gandari, dan Widura pergi bertapa sampai akhir hayatnya.
Asal-usul
Ayah Kunti adalah Raja Surasena dari Wangsa Yadawa, dan saat bayi ia diberi nama Pritha. Ia merupakan adik
Basudewa, ayah Kresna. Kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja yang tidak memiliki anak, dan semenjak itu ia
diberi nama Kunti. Setelah Kunti menjadi puterinya, Raja Kuntibhoja dianugerahi anak.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
106/388
Masa muda
Pada saat Kunti masih muda, ia diberi sebuah mantra sakti oleh Resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewi
sesuai dengan yang dikehendakinya. Pada suatu hari, Kunti ingin mencoba anugerah tersebut dan memanggil salah
satu Dewa, yaitu Surya. Surya yang merasa terpanggil, bertanya kepada Kunti, apa yang diinginkannya. Namun
Kunti menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil dewa tersebut agar
datang ke bumi namun tidak menginginkan berkah apapun, Sang Dewa memberikan seorang putera kepada Kunti.
Kunti tidak ingin memiliki putera semasih muda, maka ia memasukkan anak tersebut ke dalam keranjang dan
menghanyutkannya di sungai Aswa. Kemudian putera tersebut dipungut oleh seorang kusir di keraton Hastinapura
yang bernama Adirata, dan anak tersebut diberi nama Karna.
Kehidupan selanjutnya
Kemudian, Kunti menikahi Pandu, seorang raja di Hastinapura. Pandu juga menikahi Madri sebagai istri kedua,
namun tidak mampu memiliki anak. Akhirnya Pandu dan kdua istrinya hidup di hutan. Disanalah Kunti mengeluarkan
mantra rahasianya. Ia memanggil tiga Dewa dan meminta tiga putera dari mereka. Putera pertama diberi nama
Yudistira dari Dewa Yama, kedua bernama Bima dari Dewa Bayu, dan yang terakhir bernama Arjuna dari Dewa
Indra. Kemudian Kunti memberitahu mantra tersebut kepada Madri. Madri memangil Dewa Aswin dan menerima
putera kembar, dan diberi nama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal dengan nama Pandawa.
Setelah kematian Pandu dan Madri, Kunti mengasuh kelima putera tersebut sendirian. Sesuai dengan amanat Madri,
Kunti berjanji akan memperlakukan Nakula dan Sadewa seperti puteranya sendiri. Setelah pertempuran besardi
Kurukshetra berkecamuk dan usianya sudah sangat tua, Kunti pergi ke hutan bersama dengan ipar-iparnya yang lain
seperti Dretarastra, Widura, dan Gandari untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka menyerahkan kerajaan
kepada Yudistira. Di dalam hutan, Kunti dan yang lainnya terbakar oleh api suci mereka sendiri dan wafat di sana.
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
K u m b a y a n a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
107/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
108/388
December 24, 2007
K u m b a K u m b a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
109/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
K r e s n a w / R o n d o n - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
110/388
Kresna atau Krishna (Devanagari: dilafalkan ka) adalah salah satu Dewa yang banyak dipuja oleh umat Hindu
karena dianggap merupakan aspek dari Brahman.[1]
Ia disebut pula Nryana, yaitu sebutan yang merujuk kepada
perwujudan Dewa Wisnu yang berlengan empat di Waikuntha. Ia biasanya digambarkan sebagai sosok pengembala
muda yang memainkan seruling (seperti misalnya dalam Bhagawatapurana) atau pangeran muda yang memberikan
tuntunan filosofis (seperti dalam Bhagawad Gita). Dalam Agama Hindu pada umumnya, Kresna dipuja sebagai
awataraWisnu, yang dianggap sebagai Dewa yang paling hebat dalam perguruan Waisnawa. Dalam tradisi Gaudiya
Waisnawa, Kresna dipuja sebagai sumber dari segala awatara (termasuk Wisnu).
Menurut Mahabharata, Kresna berasal dari Kerajaan Surasena, namun kemudian ia mendirikan kerajaan sendiri
yang diberi nama Dwaraka. Dalam wiracaritaMahabharata, ia dikenal sebagai tokoh raja yang bijaksana, sakti, dan
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
111/388
berwibawa. Dalam ajaran agama Hindu, ia dikenal sebagai awatara Dewa Wisnu yang kedelapan. Dalam Bhagawad
Gita, beliau adalah perantara kepribadian Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) yang menjabarkan ajaran kebenaran
mutlak (dharma) kepada Arjuna. Beliau mampu menampakkan secercah kemahakuasaan Tuhan yang hanya
disaksikan oleh tiga orang pada waktu perang keluarga Bharata akan berlangsung. Ketiga orang tersebut adalah
Arjuna, Sanjaya putera Widura, dan Byasa. Namun Sanjaya dan Byasa tidak melihat secara langsung, melainkan
melalui mata batin mereka yang menyaksikan perang Bharatayuddha.
Asal usul nama Krishna
Dalam bahasa Sansekerta, kata Krishna berarti hitam atau gelap, dan kata ini umum digunakan untuk
menunjukkan pada orang yang berkulit gelap. Dalam Brahma Samhita dijabarkan bahwa Krishna memiliki warna kulit
gelap bersemu biru langit.[3]
Dan umumnya divisualkan berkulit gelap atau biru pekat. Sebagai Contoh, di Kuil
Jaganatha, di Puri, Orissa, India (nama Jaganatha, adalah nama yang ditujukan bagi Krishna sebagai penguasa
jagat raya) di gambarkan memiliki kulit gelap berdampingan dengan saudaranya Baladewa dan Subadra yang
berkulit cerah.
Nama lain
Kresna sebagai Awatara sekaligus orang bijaksana memiliki banyak sekali nama panggilan sesuai dengan
kepribadian atau keahliannya. Nama panggilan tersebut digunakan untuk memuji, mengungkapkan rasa hormat, dan
menunjukkan rasa persahabatan atau kekeluargaan. Nama panggilan Kresna di bawah ini merupakan nama-nama
dari kitab Mahabarata dan Bhagawad Gita versi aslinya (versi India). Nama panggilan Kresna adalah:
Achyuta (Acyuta, yang tak pernah gagal)
Arisudana (penghancur musuh)
Bhagavn (Bhagawan, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa)
Gopla (Pengembala sapi)
Govinda (Gowinda, yang memberi kebahagiaan pada indria-indria)
Hrishikesa (Hri-sikesa, penguasa indria)
Janardana (juru selamat umat manusia)
Kesava (Kesawa, yang berambut indah)
Kesinishdana (Kesi-nisudana, pembunuh raksasa Kesi)
M
dhava (Madawa, suami Dewi Laksmi)Madhusdana (Madu-sudana, penakluk raksasa Madhu)
Mahbhu (Maha-bahu, yang berlengan perkasa)
Mahyogi (Maha-yogi, rohaniawan besar)
Purushottama (Purusa-utama, manusia utama, yang berkepribadian paling baik)
Varshneya (Warsneya, keturunan wangsa Wresni)
Vsudeva (Wasudewa, putera Basudewa)
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
112/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
113/388
orang-orang sekitar. Kamsa yang mengetahui bahwa Kresna telah kabur terus mengirimkan rakshasa (seperti
misalnya Aghasura) untuk membinasakannya. Sang raksasa akhirnya terkalahkan di tangan Kresna dan kakaknya,
Balarama. Beberapa di antara kisah terkenal tentang keberanian Kresna terdapat dalam petualangan ini serta
permainannya bersama para gopidi desa, termasuk Radha. Kisah yang menceritakan permainannya bersama para
gopikemudian dikenal sebagai Rasa lila.
Kresna Sang Pangeran
Kresna yang masih muda kembali ke Mathura, dan menggulingkan kekuasaan pamannya Kamsa sekaligus
membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kembali kepada ayah Kamsa, Ugrasena, sebagai Raja para Yadawa. Ia
sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut. Dalam masa ini ia menjadi teman Arjuna serta para pangeran
Pandawa lainnya dari Kerajaan Kuru, yang merupakan saudara sepupunya, yang tinggal di sisi lain Yamuna.
Kemudian, ia memindahkan kediaman para Yadawa ke kota Dwaraka (di masa sekarang disebut Gujarat). Ia
menikahi Rukmini, puteri dari Bhishmaka dari Kerajaan Widarbha.
Menurut beberapa sastra, Kresna memiliki 16.108 istri, delapan orang di antaranya merupakan istri terkemuka,
termasuk di antaranya Radha, Rukmini, Satyabama, dan Jambawati. Sebelumnya 16.000 istri Kresna yang lain
ditawan oleh Narakasura, sampai akhirnya Kresna membunuh Narakasura dan membebaskan mereka semua.
Menurut adat yang keras pada waktu itu, seluruh wanita tawanan tidak layak untuk menikah sebagaimana mereka
masih di bawah kekuasaan Narakasura, namun Kresna dengan gembira menyambut mereka sebagai puteri
bangsawan di kerajaannya. Dalam tradisi Waisnawa, para istri Kresna di Dwarka dipercaya sebagai penitisan dari
berbagai wujud Dewi Lakshmi.
Bharatayuddha dan Bhagawad Gita
Kresna merupakan saudara sepupu dari kedua belah pihak dalam perang antara Pandawa dan Korawa. Ia
menawarkan mereka untuk memilih pasukannya atau dirinya. Para Korawa mengambil pasukannya sedangkan
dirinya bersama para Pandawa. Ia pun sudi untuk menjadi kusir kereta Arjuna dalam pertempuran akbar. Bhagavad
Gt merupakan wejangan yang diberikan kepada Arjuna oleh Kresna sebelum pertempuran dimulai.
Kehidupan di kemudian hari
Setelah perang, Kresna tinggal di Dwaraka selama 36 tahun. Kemudian pada suatu perayaan, pertempuran meletus
di antara para Yadawa yang saling memusnahkan satu sama lain. Lalu kakak Kresna Balarama melepaskan raga
dengan cara melakukan Yoga. Kresna berhenti menjadi raja kemudian pergi ke hutan dan duduk di bawah pohonmelakukan meditasi. Seorang pemburu yang keliru melihat sebagian kaki Kresna seperti rusa kemudian
menembakkan panahnya dan menyebabkan Kresna mencapai keabadian. Menurut Mahabharata, kematian Kresna
disebabkan oleh kutukan Gandari. Kemarahannya setelah menyaksikan kematian putera-puteranya
menyebabkannya mengucapkan kutukan, karena Kresna tidak mampu menghentikan peperangan. Setelah
mendengar kutukan tersebut, Kresna tersenyum dan menerima itu semua, dan menjelaskan bahwa kewajibannya
adalah bertempur di pihak yang benar, bukan mencegah peperangan.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
114/388
Menurut referensi dari Bhagawatapurana dan Bhagawad Gita, ditafsirkan bahwa Kresna wafat sekitar tahun 3100
SM.[6]
Ini berdasarkan deskripsi bahwa Kresna meninggalkan Dwarka 36 tahun setelah peperangan dalam
Mahabharata terjadi. Matsyapurana mengatakan bahwa Kresna berusia 89 tahun saat perang berkecamuk. Setelah
itu Pandawa memerintah selama 36 tahun, dan pemerintahan mereka terjadi saat permulaan Kali Yuga. Selanjutnya
dikatakan bahwa Kali Yuga dimulai saat Duryodana dijatuhkan ke tanah oleh Bima berarti tahun 2007 sama dengan
tahun 5108 (atau semacam itu) semenjak Kali Yuga.
Hubungan keluarga
Ayah Kresna adalah Prabu Basudewa, yang merupakan saudara lelaki (kakak) dari Kunti atau Partha, istri Pandu
yang merupakan ibu para Pandawa, sehingga Kresna bersaudara sepupu dengan para Pandawa. Saudara misan
Kresna yang lain bernama Sisupala, putera dari Srutadewa atau Srutasrawas, adik Basudewa. Sisupala merupakan
musuh bebuyutan Kresna yang kemudian dibunuh pada saat upacara akbar yang diselenggarakan Yudistira.
Kresna dalam pewayangan Jawa
Dalam pewayangan Jawa, Prabu Kresna merupakan Raja Dwarawati, kerajaan para Yadu dan merupakan titisan
Dewa Wisnu. Kresna adalah anak Basudewa, Raja Mandura. Ia (dengan nama kecil Narayana) dilahirkan sebagai 3
bersaudara dengan kakaknya dikenal sebagai Baladewa (Kakrasana) dan adiknya dikenal sebagai Subadra, yang
tak lain adalah isteri dari Arjuna. Ia memiliki tiga orang isteri dan tiga orang anak. Isteri isterinya adalah Dewi
Jembawati, Dewi Rukmini, dan Dewi Satyabama. Anak anaknya adalah Raden Boma Narakasura, Raden Samba,
dan Siti Sundari.
Pada perang Bharatayuddha, beliau adalah sais atau kusirArjuna. Ia juga merupakan salah satu penasihat utama
Pandawa. Sebelum perang melawan Karna, atau dalam babak yang dinamakan Karna Tanding sebagai sais Arjuna
beliau memberikan wejangan panjang lebar kepada Arjuna. Wejangan beliau dikenal sebagai Bhagawad Gita.
Kresna dikenal sebagai seorang yang sangat sakti. Ia memiliki kemampuan untuk meramal, mengubah bentuk
menjadi raksasa, dan memiliki bunga Wijaya Kusuma yang dapat menghidupkan kembali orang yang mati. Ia juga
memiliki senjata yang dinamakan Cakrabaswara yang mampu digunakan untuk menghancurkan dunia, pusaka-
pusaka sakti, antara lain Senjata Cakra, Kembang Wijayakusuma, Terompet kerang (Sangkala) Pancajahnya, Kaca
paesan, Aji Pameling dan Aji Kawrastawan.
Setelah meninggalnya Prabu Baladewa (Resi Balarama), kakaknya, dan musnahnya seluruh Wangsa Wresni, Prabu
Kresna menginginkan moksa. Ia wafat dalam keadaan bertapa dengan perantara panah seorang pemburu bernama
Jara yang mengenai kakinya.
Kresna dalam Bhagawad Gita
Kresna dianggap sebagai penjelmaan Sang Hyang Triwikrama, atau gelarBhataraWisnu yang dapat melangkah di
tiga alam sekaligus. Ia juga dipandang sebagai perantara suara Tuhan dalam menjalankan misi sebagai juru selamat
umat manusia, dan disetarakan dengan segala sesuatu yang agung. Kutipan di bawah ini diambil dari kitab
Bhagawad Gita (percakapan antara Kresna dengan Arjuna) yang menyatakan Sri Kresna sebagai Awatara.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
115/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
116/388
December 24, 2007
K r e p a R e s i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
117/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
K r e p a M u d a - S o lo
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
118/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
119/388
December 24, 2007
K i m i n d a m a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
120/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
K e s a w a s i d i - S o l oPosted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
121/388
December 24, 2007
K e n y a w a n d u - S o lo
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
122/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
123/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
K e k a y i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
124/388
December 24, 2007
K a r t a p i y o g a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
125/388
December 24, 2007
K a r t a n a d i - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
126/388
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
K a r t a m a r m a - So l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
127/388
December 24, 2007
K a r n a - S o l o
Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta
No Comments
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
128/388
Karna (Sansekerta: ; Kara) alias Radheya adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata yangterkenal. Ia sebenarnya adalah masih saudara satu ibu dengan tiga Pandawa, yaitu Yudistira, Werkodara dan Arjuna
(Nakula dan Sadewa bukan saudara langsung Karna, melainkan saudara tirinya).
Dalam bahasa Sansekerta, nama Karna secara harfiah berarti telinga. Dalam makna yang tersirat, kata Karna
dapat juga berarti terampil atau pandai. Karna juga menyandang nama Radheya saat masih kecil. Nama itu
diberikan oleh orangtua tirinya, yaitu Adirata dan Radha. Nama Radheya secara harfiah berarti putera Radha.
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
129/388
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
130/388
mengatakan bahwa ia sebenarnya ibunya. Kunti menyuruh Karna agar memihak Pandawa. Karna mengatakan
bahwa ia hanya mengakui Radha sebagai ibunya dan tetap memihak Kurawa. Karna juga mengatakan, bahwa ia
hanya mau membunuh Arjuna, bukan Pandawa yang lain.
Berguru pada Parasurama
Karena ingin menjadi seorang kesatria, Karna berguru kepada Parasurama. Parasurama adalah seorang Brahmana-
Kshatriya yang sudah sangat berpengalaman dalam ilmu peperangan, dan sudah berumur panjang, dari zaman
Treta Yuga (zaman Ramayana) sampai zaman Dwapara Yuga (zaman Mahabharata). Parasurama memiliki
pengalaman yang buruk dengan kasta ksatria, dan sejak itu ia enggan untuk mengajar para kesatria. Karna yang
sebenarnya seorang kesatria, menyamar sebagai seorang brahmana agar mendapat pendidikan dari Parasurama.
Pada suatu hari, saat Parasurama ingin beristirahat, Karna melayaninya dengan membiarkan sang guru tertidur di
pahanya. Ketika Parasurama sedang tertidur, datanglah seekor serangga menggigit kaki Karna. Karna tidak ingin
membiarkan gurunya terbangun, maka ia biarkan serangga tersebut mengigit kakinya. Darah segar mengucur dari
kaki Karna, namun ia tidak bergeming. Saat Parasurama terbangun, ia terkejut karena melihat kaki Karna
mengeluarkan banyak darah. Ia kemudian bertanya pada Karna, kenapa ia tidak mengusir laba-laba tersebut dan
membiarkan serangga itu mengigit kakinya. Karna menjawab, bahwa ia tidak ingin membiarkan gurunya terbangun.
Parasurama berkata, Kekuatan seperti itu hanya dimiliki oleh kaum kesatria, dan bukan seorang brahmana. Engkau
telah berbohong kepadaku dengan menyamar sebagai anak brahmana. Aku mengutukmu agar kelak segala ilmu
yang kuberikan kepadamu tidak akan berguna saat kau sangat membutuhkannya.
Setelah menerima kutukan tersebut, Karna sedih dan meninggalkan asrama gurunya dengan hati hancur. Setelah
berjalan tanpa tujuan, Karna duduk di tepi pantai sambil termangu-mangu memikirkan jati dirinya. Dia duduk di sana
untuk beberapa lama, kemudian bangun lalu pergi. Ketika ia kembali ke tempat tersebut, ia melihat sesosok binatang
yang berlalu cepat sekali. Karena ia merasa bahwa hewan tersebut adalah seekor rusa, ia melepaskan anak
panahnya ke arah sosok tersebut. Ketika ia mendekatinya, ia terkejut bahwa yang dipanahnya bukanlah seekor rusa,
melainkan sapi milik seorang brahmana. Karna meminta maaf kepada si pemilik sapi sebab ia telah ceroboh, tetapi
brahmana itu tida memafkannya, malah sebaliknya menjadi sangat marah. Brahmana tersebut berkata, Apabila
engkau berperang melawan musuhmu yang hebat, roda keretamu akan terjerembab ke tanah. Dan karena engkau
telah membunuh sapiku yang sedang lengah, engkau juga akan dibunuh oleh musuhmu sangat engkau lengah.
Setelah mendengar kutukan yang ditujukan kepadanya, Karna lunglai. Lalu ia pulang menemui Radha, ibu yang
sangat dicintainya. Di sana ia menceritakan segala kisah sedih yang menimpa dirinya. Akhirnya Karna bertekad
bahwa ia akan pergi mengadu nasib di Hastinapura, ibukota kerajaan para keturunan Kuru.
Penobatan sebagai Raja Angga/Awangga
Di Hastinapura diadakan pertandingan dan adu kekuatan untuk menunjukkan bahwa pendidikan para pangeran di
sana sudah berhasil. Karna yang percaya diri datang ke stadion dimana pertandingan diadakan dan menantang
Arjuna ketika Arjuna sedang menunjukkan kepandaiannya dalam ilmu memanah. Para hadirin yang ada di stadion
-
8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
131/388
heran melihat Karna yang berani menantang Arjuna, kesatria bangsa Kuru. Saat melihat Karna, Kunti menjadi
lunglai.
Arjuna menerima tantangan Karna untuk menunjukkan yang terbaik. Ketika kedua kesatria bersiap-siap, Krepa naik
ke atas panggung dan menanyakan identitas Karna. Ia juga berkata bahwa Karna boleh bertanding dengan Arjuna
apabila mereka sederajat. Setelah mendengar kata-kata Krepa, Karna diam dan menunduk malu sebab ia
merupakan seorang anak kusir. Duryudana yang bersimpati, berdiri dan berkata, Guruku, keberanian bukanlah milik
para kesatria saja. Tetapi kalau Arjuna ini dijadikan patokan bahwa seorang kesatria harus bertarung dengan
kesatria, maka keinginanmu akan kupenuhi. Kami akan menobatkan pendatang baru itu sebagai Raja
Angga/Awangga, sebab kerajaan itu belum memiliki raja.
Akhirnya pada saat itu juga, Karna dinobatkan menjadi Raja Angga/Awangga. Para brahmana membacakan weda-
weda dan Duryudana memberi mahkota, pedang, dan air penobatan kepada Karna. Karna terharu dengan
kemurahan hati Duryodana. Balasan yang diinginkan oleh Duryudana hanyalah persahabatan yang kekal. Semenjak
persahabatan itu terjalin, Yudistira merasa cemas sebab kekuatan sepupunya yang jahat (Korawa) menjadi semakinkuat karena dibantu oleh Karna, kesatria yang setara dengan Arjuna.
Penolakan Drupadi
Pada saat Karna sudah cukup dewasa, ia mengikuti sebuah sayembara di Kerajaan Panchala. Sayembara tersebut
memperebutkan puteri Drupadi. Para Pandawa turut serta dalam sayembara tersebut, namun mereka menyamar
dengan pakaian kaum brahmana. Sebuah ikan dari kayu dipasang pada sebuah cakram berputar di atas arena, di
bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan tersebut. Para hadirin yang mengikuti sayembara harus
menembak mata ikan yang berputar tersebut hanya dengan melihat pantulannya di bawah kolam.
Banyak kesatria yang gagal melakukannya, hingga Karna tampil ke muka. Ia memusatkan pikirannya pada bayangan
ikan tersebut dan mengarahkan panahnya ke atas, namun pandangannya ke bawah, tertuju pada bayangan ikan
yang terpantul pada air kolam. Kemudian Karna melepaskan panahnya dan menembus mata ikan tersebut. Sesuai
dengan aturan, Karna berhasil memenangkan sayembara tersebut dan Drupadi berhak menjadi istrinya. Namun
Drupadi menolak hasil sayembara tersebut, karena ia tidak mau menikah dengan Karna yang seorang anak kusir.
Mendengar hal itu, Karna menjadi sakit hati dan menerima keputusan tersebut, namun dalam hatinya ia sangat
marah.
Beberapa versi mengatakan bahwa Karna tidak mampu untuk menaklukkan tantangan tersebut, hanya Arjuna yang
sangggup melakukannya.
Peran Karna dalam Bharatayuddha
Kresna mengetahui bahwa Karna adalah Pandawa sulung, namun lain ayah. Dan semua tahu bahwa Karna-lah
pemilik Panah Kunta. Kresna sempat ingin membuat Karna memihak Pandawa pada Bharatayuddha mendatang dan
ia mengatur sebuah pertemuan rahasia antara Karna dan ibunya Kunti. Karna pun memelas setelah ia melihat
ibunya menangis namun ia menganjurkan