GAMBARAN FAKTOR RISIKO DAN LAMA RAWAT
BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSU KOTA
TANGERANG SELATAN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Annisa Luthfi Hapsari
NIM: 11141030000092
PROGAM STUDI KEDOKTERAN DAN PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif
Hidayatullah lakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah lakarta.
Ciputat, 27 Ok1Lober 2017
Annisa Luthfi Hapsarr
LE1VIBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
GAMBARAN TAKTOR RISIKO I}AI\ LAMA RAWAT BAYI
BERAT LAHIR RENI}AH I}I RSU KOTA TANGERAI{G
SELATAN
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter, Falcultas
Kedokleran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Geiar Sarjana Kedokteran (S.ked)
OLEH:Annisa Luthfi IlausariNIM: 11141030000092
Pembimbing I Femhimbing II
dr. Yanti Susianti, SpA {K) Dr. dr. Francisca A. Tjakradidjaja, MS, SpGK
NIP.19720530 200501 2 A07 Nrp. 19730725 20A80t 2 009
111
LEN{BAR PENGES..\TIAN
Laporan Penelitian berjudul GAN'IBAR.\N FAI{TOR RISIKO DAN LAN,IAfu\WAT BAYI BERAT LT\IIIR RENDT\I{ Dt TTSU KOTA TANGERANGSEL.\TAN yang diajukan oleh ANNIS.rr. LUTFIFI HAPSARI (NIM11141030000092), telah diujikan dalam sidang cli Fakultas Kedokteran dan IlmuKesehatan pada24 Oktober 2017. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salahsatu syarat n.iemperoleh geiar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Frograrn StudiKeclokteran dan Pendidikan Dokter.
Ciputat, 24 Oktober 201 7
DEWAN PE}{CTIJI
KetuqSidirrr3
h$,
ff,',;Li;il1HtL;:)lembimbing I PembiPrbing ll
dr. yanti $r,,, ar^,*, Dr. clr. Francisca #*r*idjaja, MS, SpGK
Nip. 19720530 200501 2 ooj NIP. 19734725 200801 2 009
guji I Penguji II
l\IP. 1976121\7 200S0r 2 01s NIP. 19540406 198111 1 001
PEN{IN{PIN FAKT]LTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD
Prof. Dr. H.Arif Sumantri.
h /I*'*dr. Riva Or[r, SpA, M.Kcs dr. Mukhtar lkhsan, SpP (K). MARS
NiP.FICS, FACS1 001
Nouval ahab, Sp.U, Ph.D,
1972t103 200604
v
v
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Alhamdulillahirabbill’aalamin, puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah
SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penelitian ini tentunya tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bimbingan,
bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dr. Nouval Shahab,
Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh tenaga
pendidik yang selalu membimbing dan memberikan arahan selama menjalani
masa pendidikan di PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr Yanti Susianti, SpA (K) dan Dr. dr. Francisca A. Tjakradidjaja, MS, SpGK
selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing, mengarahkan, dan
memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. dr Riva Auda, SpA, M.Kes dan dr Mukhtar Ikhsan, SpP (K), MARS selaku dewan
penguji yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberi kesempatan dalam
penyajian hasil penelitian ini.
4. Bapak Chris Adhiyanto, S.Si., M.Biomed., Ph.D. selaku penanggungjawab modul
riset.yang selalu mengarahkan dan membimbing modul riset.
5. dr. Arum Gunarsih, SpA (K) yang telah membantu, mengarahkan, dan
membimbing selama melakukan penelitian ini di RSU Kota Tangerang Selatan.
6. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu, serta saudara penulis, Hanif Fatih W, Mohamad
Walid K, Mukhlis Irfan P, Nasiti Yusrin H, dan Imam Faqih Utomo yang
memberikan semangat dan doa tanpa henti.
vi
vi
7. Teman seperjuangan, M. Abdurrahman Faris yang telah bekerjasama dalam
persiapan dan penyelenggaraan penelitian ini.
8. Sahabat-sahabat penulis seperjuangan, Annisa Tsania, Dewi Mutiara, Irfiani Nur
A, Izzatul Hanifa, Rahmawati Ayu, Thalia Audina, yang telah memberikan
semangat dan motivasi selama pelaksanaan penelitian ini.
9. Sahabat-sahabatku, Adinda Rizky, Atika Putri, Audia Anjani, Devin Bramanda,
Jildra Annisa, Madina Nailufar, Nadhila Rianda, Nasya Shavrilia, Natalia Nyimas,
Nezela Ardiani, Risa Yunisari, Sharfina Ghaisani, Thalia, Vinny Desyagarini, dan
Windy Putri.
10. Seluruh Mahasiswa PSKPD, kakak-kakak, teman-teman, adik-adik dan alumni
yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
11. Staf FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ikut membantu pelaksanaan
penelitian.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Saya menyadari penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga penelitian ini dapat terus
dilanjutkan dan bermanfaat untuk berbagai pihak.
Ciputat, Oktober 2017
Penulis
vii
vii
ABSTRAK
Annisa Luthfi Hapsari. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Gambaran Faktor Risiko dan Lama Rawat Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah
Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. 2017.
Latar Belakang: Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi salah satu masalah
kesehatan yang serius di berbagai negara, terutama di negara berkembang. Kejadian
BBLR merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kematian perinatal.
Insiden BBLR di Provinsi Banten terjadi sebanyak 9,7-10% dan menduduki peringkat
ke-15 di Indonesia. Lama rawat adalah berapa hari lamanya seorang pasien dirawat
inap pada suatu periode perawatan. BBLR cenderung akan mengalami lama rawat lebih
panjang dibandingkan dengan bayi berat lahir normal, dikarenakan belum
sempurnanya organ-organ baik anatomi maupun fisiologi. Tujuan: untuk mengetahui
gambaran faktor risiko BBLR dan lama rawat BBLR. Metode: penelitian ini dilakukan
dengan metode consecutive-sampling dari data sekunder BBLR di RSU Kota
ynhjTangerang Selatan pada bulan Januari-Juli 2017. Hasil: angka kejadian BBLR
terbanyak pada kelompok ibu dengan persalinan SC, usia 20-35 tahun, tingkat
pendidikan SMA/SMK, kunjungan ANC 4 kali, paritas multipara, dan jarak kehamilan
sebelumnya ≥2 tahun, kelompok bayi terbanyak bayi laki-laki, APGAR skor menit ke-
5 7-10, usia gestasi 33-36 minggu, berat lahir 1500-2499 gram, dan riwayat infeksi.
Kejadian lama rawat terbanyak terjadi pada lama rawat > 7 hari. Hasil penelitian
terdapat hubungan antara riwayat penyakit ibu (p = 0,044) dengan r = 0,176
hubungannya adalah sangat lemah, berat badan lahir rendah <2500 gram (p = 0,000)
dengan r = 0,366 hubungannya adalah lemah, usia gestasi <37 minggu (p = 0,002)
dengan r = 0,301 hubungannya adalah lemah, dan riwayat infeksi bayi (p = 0,003)
dengan r = 0,236 hubungannya adalah lemah terhadap lama rawat BBLR.
Kesimpulan: terdapat hubungan antara lama rawat BBLR terhadap faktor risiko
riwayat penyakit ibu, berat badan lahir, usia gestasi, dan riwayat infeksi bayi.
Kata kunci: BBLR, faktor risiko BBLR, lama rawat BBLR
viii
viii
ABSTRACT
Annisa Luthfi Hapsari. Study Program of Medical Education. The Incidence of
Risk Factors Low Birth Weight and Length of Stay in Kota Tangerang Selatan
General Hospital. 2017.
Background: Low birth Weight (LBW) is still one of a serious problem in many
countries, especially in developing countries. The occurrence of LBW is one of the
factors causing perinatal death. The incidence of LBW in Banten province is
approximately between 9.7-10% and it is the 15th highest among other provinces in
Indonesia. LBW will have length of stay longer than babies with normal birth weight,
due to the imperfection of both anatomy and physiology. Objective: the purpose of this
study was to determine the description of LBW risk factors and length of stay infants
with LBW. Method: this research was conducted by consecutive-sampling method
based on secondary data of LBW infants at South Tangerang City General Hospital in
January-July 2017. Results: this study found that the highest rate of LBW incidence in
the group mother with SC, age 20-35 years, SMA, ANC visit 4 times, multipara, and
previous gestation distance ≥2 years, babies mostly male, APGAR score 5th minutes 7-
10, gestational age 33-36 weeks, birth weight 1500-2499 grams, and history of
infection. The highest incidence of length of stay occurred more than 7 days. Based on
the results, there was a correlation between the history of maternal disease (p = 0,044)
with r = 0,176 the relation was very weak, birth weight less than 2500 gram (p = 0,000)
with r = 0,366 the relation was weak, gestational age less than 37 weeks (p = 0,002)
with r = 0,301 the relation was weak, and history of infant infection (p = 0,003) with
r = 0,236 the relation was weak with length of stay LBW. Conclusion: there is a
correlation between length of stay LBW with risk factors of history of mother with
severe preeclampsia, birth weight, gestational age, and history of infant infection.
Keywords: LBW, LBW risk factors, length of stay LBW
ix
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan umum .......................................................................................... 3
1.3.2. Tujuan khusus ......................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
1.4.1. Bagi Peneliti ............................................................................................ 4
1.4.2. Bagi Institusi ........................................................................................... 4
1.4.3. Bagi masyarakat ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1. Kajian Islam ................................................................................................... 5
2.2. Fisiologi Neonatus ......................................................................................... 6
2.2.1. Periode Embrionik dan Janin .................................................................. 6
2.2.2. Faktor yang mempengaruhi fisiologi neonatus ....................................... 6
2.2.3. Cairan Amnion ........................................................................................ 6
2.2.4. Sistem Respirasi ...................................................................................... 7
2.2.5. Jantung dan Sirkulasi Darah ................................................................... 9
2.2.6. Sistem Gastrointestinal ........................................................................... 9
2.2.7. Sistem Ginjal ......................................................................................... 10
2.2.8. Sistem Saraf .......................................................................................... 10
x
x
2.2.9. Kelenjar Endokrin ................................................................................. 11
2.2.10. Pembentukan Kelamin ........................................................................... 12
2.3. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ............................................................... 12
2.3.1. Definisi .................................................................................................. 12
2.3.2. Epidemiologi ......................................................................................... 13
2.3.3. Patofisiologi BBLR ............................................................................... 14
2.3.4. Faktor Risiko BBLR dan Lama Rawat ................................................. 14
2.4. Lama Rawat ................................................................................................. 22
2.4.1. Definisi .................................................................................................. 22
2.4.2. Faktor yang mempengaruhi Lama Rawat ............................................. 22
2.4. Kerangka Teori............................................................................................. 23
2.6. Kerangka Konsep ......................................................................................... 24
2.7. Definisi Operasional..................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 31
3.1 Desain Penelitian .......................................................................................... 31
3.2 Wwaktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 31
3.2.1. Waktu penelitian ........................................................................................ 31
3.2.2 Tempat penelitian ....................................................................................... 31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 31
3.3.1. Populasi Target .......................................................................................... 31
3.3.2. Populasi Terjangkau .................................................................................. 31
3.3.3. Teknik Pemilihan Sampel & Besar Sampel ............................................... 31
3.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penilitian ......................................... 33
3.4 Cara Kerja Penelitian ................................................................................... 34
3.5 Manajemen Data .......................................................................................... 34
3.5.1. Pengolahan data ............................................................................................. 34
3.5.2. Analisis Data ................................................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 36
4.1. Deskripsi Hasil dan Pembahasan ................................................................ 36
4.1.1. Karakteristik Sampel Ibu...................................................................... 36
4.1.2. Karakteristik Sampel Bayi ................................................................... 42
4.1.3. Proporsi Berat Badan Lahir Rendah .................................................... 44
4.1.4. Proporsi Lama Rawat BBLR ............................................................... 44
xi
xi
4.2. ANALISIS BIVARIAT ........................................................................ 45
4.2.2. Hubungan Lama Rawat BBLR terhadap Faktor Risiko Bayi .............. 46
4.3. Keterbatasan penelitian ................................................................................ 49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 50
1.2. Simpulan ...................................................................................................... 50
1.3. Saran ............................................................................................................. 50
1.3.1. Untuk penelitian selanjutnya ................................................................. 50
1.3.2. Untuk RSU Kota Tangerang Selatan .................................................... 51
1.3.3. Untuk masyarakat.................................................................................. 51
Daftar Pustaka ............................................................................................................... 52
Lampiran 1 .................................................................................................................... 57
Lampiran 2 .................................................................................................................... 58
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria APGAR Skor ................................................................................... 21
Tabel 2.2 Definisi Operasional ..................................................................................... 25
Tabel 4.1 Gambaran Kejadian BBLR dengan Faktor Risiko Ibu ................................. 36
Tabel 4.2 Gambaran Kejadian BBLR dengan Riwayat Penyakit Ibu .......................... 39
Tabel 4.3 Gambaran Kejadian BBLR dengan Faktor Risiko Plasenta ......................... 41
Tabel 4.4 Gambaran Kejadian BBLR dengan Faktor Risiko Bayi ............................... 42
Tabel 4.5 Gambaran Kejadian BBLR Berdasarkan Berat Badan Lahir ....................... 44
Tabel 4.6 Gambaran Kejadian Lama Rawat BBLR ..................................................... 44
Tabel 4.7 Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Lama Rawat ................................ 45
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Plasenta dengan Lama Rawat .......................................... 46
Tabel 4.9 Hubungan Faktor Risiko Bayi dengan Lama Rawat .................................... 49
xiii
xiii
DAFTAR SINGKATAN
α-MSH α melanocyte stimulating hormone
A Aterm
ACTH Adrenocorticotropic Hormone
ANC Antenatal Care
AVP Arginine Vasopresin
BBLASR Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah
BBLR Bayi Berat Lahir Rendah
BBLSR Bayi Berat Lahir Sangat Rendah
EGF Epidermal Growth Factor
EP Extremely preterm
FSH Follicle Stimulating Hormone
hCG Human Chorionic Gonadotropin
IMT Indeks Massa Tubuh
KMK Kecil Masa Kehamilan
LH Luteinizing Hormone
LOS Length of Stay
MMP Matriks Metalloproretinase
MLP Moderate to late preterm
NICU Neonatal Intensive Care Unit
NKB-SMK Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan
PEB Preeklampsia Berat
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
PJT Pertumbuhan Janin Terhambat
RDS Respiratory Distress Syndrome
Riskesdas Riset Kesehatan Dasar
RSU Rumah Sakit Umum
SGA Small for Gestational Age
SMA/SMK Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan
TDF Testis Determining Factor
TNF Tumor Necrosis Factor
TSH Thyroid Stimulating Hormone
VP Very preterm
WHO World Health Organization
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin dari RSU Kota Tangerang Selatan ........................................... 70
Lampiran 2 Riwayat Penulis ......................................................................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah keadaan bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram. Hingga saat ini BBLR masih menjadi masalah kesehatan penting
di negara-negara berkembang. Prevalensi BBLR berbeda dari 5-7% persen di
negara maju dan 19% di negara berkembang.1 Penelitian Villar dkk melaporkan
bahwa angka kejadian BBLR di negara berkembang empat kali lebih besar
dibandingkan di negara maju. BBLR memiliki risiko kematian 40 kali lebih besar
dibandingkan bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram pada periode neonatal,
sedangkan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) memiliki risiko kematian
neonatal 200 kali lebih tinggi.2
Persentase BBLR berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013
sebesar 10,2% lebih rendah dibandingkan tahun 2010 sebesar 11,1%. Angka
kejadian tertinggi BBLR terdapat di provinsi Sulawesi Tengah sebesar 16,9% dan
angka terendah di Sumatera Utara sebesar 7,2%. Persentase BBLR pada perempuan
sebanyak 11,2% lebih tinggi dibandingkan laki-laki 9,2%.3 Berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2013, angka kejadian BBLR di Provinsi Banten masih cukup
tinggi yaitu 9,7-10% dan menduduki peringkat ke-15 di Indonesia.3 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sulistiani K di wilayah kerja Puskesmas Kota
Tangerang Selatan pada bulan Januari 2012 – April 2014 didapatkan hasil bahwa
kejadian BBLR sebanyak 95 bayi.4
Salah satu penyebab BBLR adalah pertumbuhan janin terhambat (PJT) yang
sering terjadi di negara berkembang, sedangkan di negara maju penyebab utama
BBLR adalah prematuritas.5 Faktor lain yang dapat menyebabkan BBLR adalah
faktor yang berasal dari ibu seperti riwayat usia, jumlah paritas, riwayat kelahiran
BBLR sebelumnya, status sosial ekonomi rendah, rendahnya tingkat pendidikan
ibu, tidak ada perawatan antenatal, merokok, konsumsi alkohol, penggunaan
narkoba, stress fisik maupun psikologis, berat badan sebelum hamil rendah ( < 45
2
kg), preeklampsia berat, infeksi, hipertensi, dan kenaikan berat badan selama hamil
kurang ( < 10 kg).5 Terdapat faktor dari bayi sendiri seperti cacat bawaan lahir dan
kelahiran kembar atau lebih dari dua.5,6 Faktor plasenta juga dapat menyebabkan
terjadinya BBLR seperti ketuban pecah dini dan plasenta previa. 7,8
Masalah yang dapat timbul akibat BBLR adalah peningkatan risiko untuk
terserang infeksi, malnutrisi, dan kegagalan pertumbuhan. Masalah yang sering
terjadi pada BBLR adalah gangguan pada sistem pernapasan, susunan saraf pusat,
kardiovaskular, hematologi, gastrointestinal, ginjal, dan termoregulasi.9 Sebagian
besar BBLR dengan berat badan lahir lebih dari 1500 gram tidak memerlukan
perawatan intensif. Tanpa penanganan yang adekuat, keadaan BBLR dapat
memburuk sehingga perlu perawatan yang lebih intensif di neonatal intensive care
unit (NICU).10
Lama rawat atau lama hari rawat atau length of stay (LOS) merupakan berapa
hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada suatu periode perawatan.11
Perawatan lama di Rumah Sakit akan meningkatkan risiko terjadinya hospital
acquired infection (HAI) dan meningkatkan biaya yang dikeluarkan untuk
perawatan selama di Rumah Sakit, serta meningkatkan stress pada ibu.12-14 HAI
adalah infeksi yang dialami pasien pada saat dirawat di Rumah Sakit, sebagian
besar HAI secara klinis terjadi antara 48 jam hingga empat hari sejak pasien di
rawat di rumah sakit.15 Tissen melakukan penelitian di dua negara yaitu di Jepang
dan Kanada, yang mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi LOS
menunjukkan bahwa faktor usia, jenis kelamin, jenis intervensi, jenis penyakit,
faktor klinis dan non klinis, bahkan budaya, menyebabkan perbedaan besar pada
LOS antara kedua negara ini.16 Rawat inap yang terlalu lama akan meningkatkan
biaya rawat di rumah sakit, sementara rawat inap yang kurang akan menyebabkan
hasil yang tidak memuaskan dalam perawatan.17
BBLR cenderung akan mengalami lama rawat lebih panjang dibandingkan
dengan bayi berat lahir normal, dikarenakan belum sempurnanya organ-organ
dalam tubuh baik anatomi maupun fisiologi sehingga lebih mudah terjadinya
masalah atau kelainan yang berakibat lama rawatnya semakin panjang.18
3
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian di RSU Kota
Tangerang Selatan untuk mengetahui gambaran faktor risiko dan lama rawat
BBLR. Sesungguhnya sakit dan sembuh berasal dari Allah SWT, karenanya
sebagai manusia sudah seharusnya meminta kesembuhan kepada Allah SWT.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimana gambaran faktor risiko dan lama rawat BBLR di RSU Kota
Tangerang Selatan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran faktor risiko dan lama rawat BBLR di RSU Kota
Tangerang Selatan.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui faktor risiko BBLR dari ibu meliputi: usia, pendidikan,
antenatal care, jumlah paritas, jarak kehamilan sebelumnya, riwayat
persalinan, riwayat penyakit ibu (diabetes melitus, hipertensi, preeklampsia
berat, eklampsia, infeksi, anemia, oligohidramnion, ketuban pecah dini, dan
perdarahan),
2. Untuk mengetahui faktor risiko BBLR dari bayi meliputi jenis kelamin,
berat badan lahir, usia gestasi, lahir kembar, skor APGAR menit ke-5,
riwayat infeksi (sepsis, sifilis, pneumonia, perdarahan saluran cerna,
anemia, dan candidosis oral), riwayat non infeksi (respiratory distress,
hyaline membrane disease, ikterik, patent ductus arteriosus, necrotizing
enterocolitis, kongenital, feeding problem, asfiksia, pertumbuhan janin
terhambat, hidrosefalus, apneu of prematurity, talipes pedis, dan caput
succadenum),
3. Untuk mengetahui lama rawat pada BBLR,
4
4. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko BBLR dari riwayat penyakit ibu
yaitu diabetes melitus, hipertensi, preeklampsia berat, eklampsia, infeksi,
anemia, oligohidramnion, dan ketuban pecah dini dengan lama rawat,
5. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko BBLR dari riwayat bayi yaitu
berat badan lahir, usia gestasi, lahir kembar, skor APGAR menit ke-5, dan
riwayat infeksi dengan lama rawat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
1. Memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian di bidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu kompetensi sebagai dokter muslim dalam
menerapkan kemampuan membaca (menangkap) ayat-ayat qauliyah
dan kauniyah.
1.4.2. Bagi Institusi
Menambah sumber referensi penelitian tentang Gambaran Faktor Risiko dan
Lama Rawat BBLR di RSU Kota Tangerang Selatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.3. Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko terjadinya BBLR,
sehingga masyarakat dapat lebih peduli akan kesehatan sebelum, selama, maupun
sesudah kehamilan untuk menghindari terjadinya BBLR.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Islam
Ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah SWT di
dalam Al Quran, salah satunya adalah surat Al Mu’minun dengan terjemah
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami balut dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
(Q.S. Al-Mu'minun, 23: 12-14).
Ayat kauniyah merupakan ayat atau tanda yang wujud dari Allah SWT.
Ayat kauniyah dapat dalam bentuk benda, kejadian, dan peristiwa. Berdasarkan
ayat tersebut mengandung ayat kauniyah yaitu bahwa Allah SWT telah
menciptakan manusia. Seluruh umat manusia berasal dari saripati tanah, oleh
karenanya sudah seharusnya seorang muslim tetap berperilaku rendah hati
sesuai dengan asal muasal kejadian manusia dari saripati tanah. Sesungguhnya
manusia pada akhirnya akan kembali ke tempat semula yaitu tanah. Sehingga
manusia berasal dari tanah dan akan kembali menyatu dengan tanah nantinya.
Oleh karena itu sebagai seorang muslim harus senantiasa bersyukur dengan apa
yang telah diberikan Allah SWT kepada kita. Janganlah berperilaku sombong,
selalu patuh terhadap perintah Allah SWT, dan menjauhi segala larangan-Nya.
6
2.2. Fisiologi Neonatus
2.2.1. Periode Embrionik dan Janin
Periode embrionik dimulai pada minggu ketiga setelah ovulasi dan fertilisasi
dan berlangsung selama delapan minggu dan terjadinya organogenesis. Pada minggu
ke-empat sistem kardiovaskular sudah terbentuk sehingga terbentuklah sirkulasi sejati
dalam embrio, serta antara embrio dan vilus korionik. Pada minggu ke-enam terjadi
pembentukan hidung, dagu, palatum, jari-jari telah terbentuk namun masih
tergenggam, dan jantung telah terbentuk penuh. Pada minggu ke-delapan mulai terjadi
pembentukan genitalia eksterna, sirkulasi melalui tali pusat dimulai, dan tulang mulai
terbentuk.6
Pada minggu ke-13 sampai 16 kulit janin masih transparan, mulai terbentuk
rambut janin (lanugo), janin sudah mulai bergerak aktif yaitu menghisap dan menelan
air ketuban, terbentuk mekonium (feses), dan jantung berdenyut 120-150/menit. Pada
awal minggu ke-17 hingga akhir minggu ke-24 komponen mata sudah terbentuk penuh
dan seluruh tubuh diliputi oleh verniks kaseosa (lemak). Pada minggu ke-25 sampai
perkembangan otak yang cepat.6
2.2.2. Faktor yang mempengaruhi fisiologi neonatus
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi fisiologi neonatus yaitu:17
1. Maturasi: persiapan fetus untuk transisi dari kehidupan intauterin ke
kehidupan ekstrauterin, yang berhubungan erat dengan masa gestasi
dibandingkan dengan berat badan lahir.
2. Adaptasi: dibutuhkan oleh neonatus untuk dapat bertahan hidup di
lingkungan yang baru.
3. Toleransi: dimiliki oleh neonatus seperti toleransi terhadap hipoksia, kadar
gula darah yang cenderung rendah, dan perubahan darah yang drastis.
2.2.3. Cairan Amnion
Pada awalnya, cairan amnion adalah ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester
kedua, cairan amnion terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi menembus kulit janin
7
sehingga menggambarkan komposisi dari plasma janin. Setelah 20 minggu, keratinisasi
oleh kulit janin mencegah difusi ini, sehingga cairan amnion terbentuk dari urin janin.
Ginjal janin menghasilkan urin pada minggu ke-12 dan pada minggu ke-18 ginjal janin
memproduksi 7-14 mL urin per hari. Urin janin mengandung urea, kreatinin, dan asam
urat lebih banyak dibandingkan plasma janin. Selain itu cairan amnion juga
mengandung sel janin yang mengelupas, verniks, lanugo, dan beragam sekret. Cairan
tersebut cenderung bersifat hipotonik sehingga terjadi penurunan osmolalitas cairan
amnion seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.6
Volume cairan amnion bervariasi setiap minggunya. Umumnya, bertambah
sekitar sepuluh mililiter setiap minggunya dimulai dari minggu ke-delapan dan
bertambah hingga 60 mL tiap minggu sejak minggu ke-21, yang kemudian akan
menurun secara perlahan, kembali ke kadar stabilnya pada minggu ke-33.6
Fungsi dari cairan amnion sendiri adalah untuk menjadi bantalan pelindung
janin, memudahkan perkembangan muskuloskeletal, juga melindungi janin dari
trauma. Selain itu cairan amnion berguna untuk mempertahankan temperatur dan
sebagai fungsi nutritif yaitu, faktor pertumbuhan epidermal (EGF) dan transforming
growth factor-B. Janin akan menelan dan menghirup cairan amnion sehingga akan
masuk ke dalam saluran cerna dan ke dalam paru-paru yang akan memacu
pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan tersebut.6 Cairan amnion juga penting
untuk menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.7
2.2.4. Sistem Respirasi
Secara anatomis pertumbuhan paru janin terdiri dari tiga fase, yaitu:20
1) Fase pseudoglandular meliputi: pertumbuhan intersegmental bronkial yang
berlangsung antara minggu ke-5 sampai 17 dan paru tampak seperti kelenjar.
2) Fase kanalisasi meliputi: terjadi pembentukan tulang rawan bronkial dan
bronkiolus terbentuk pada setiap bronkus selanjutnya terbagi menjadi kantong
saluran multipel yang berlangsung antara minggu ke-16 sampai 25.
8
3) Fase akhir pembentukan paru meliputi: terbentuknya alveoli primitif yang
disebut terminal sac yaitu alveoli, terbentuk matriks ekstrasel mulai dari
proksimal sampai segmen akhir paru, terbentuk susunan kapiler paru dan dan
pembuluh darah limfenya, terbentuk surfaktan, dan saat lahir baru sekitar 15%
sistem paru yang terbentuk dan sisanya bertumbuh-kembang sampai usia 8
tahun.
Gerakan napas janin telah dapat dilihat pada usia kehamilan 12 minggu dan
pada usia 34 minggu secara regular gerak napas sekitar 40-60 kali permenit dan di
antara jeda merupakan periode apneu. Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yaitu sel
tipe I dan sel tipe II. Sel tipe II berfungsi untuk sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang
berguna untuk fungsi pengembangan napas. Surfaktan yang utama adalah sfingomielin
dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi keduanya dimulai pada minggu ke-24 dan
memuncak pada minggu ke-32. Tidak hanya fosfolipid yang berperan dalam
pematangan selular. Gerakan napas juga akan merangsang gen untuk aktif
mematangkan sel alveoli.5,7,19
Beberapa fungsi utama surfaktan meliputi: mengurangi usaha napas dengan
cara mengurangi tegangan permukaan alveolus, menstabilisasi saluran napas,
meningkatkan transport mukosiliar, mencegah edema, dan meningkatkan mekanisme
pertahanan paru terhadap patogen.7
Pada saat janin di dalam uterus paru janin dipenuhi oleh cairan. Janin
mendapatkan oksigen dari pertukaran gas yang terjadi melalui plasenta yang dibatasi
oleh aliran darah dan terjadi akibat perbedaan antara PaO2 ibu dan janin. Saat darah
mencapai atrium kanan, beberapa darah yang kaya oksigen mengalir langsung ke
atrium kiri melalui foramen ovale menuju ke paru-paru. Pembuluh darah yang
memasok paru-paru terbatas, sehingga sebagian besar darah yang berasal dari jantung
kanan akan mengalir ke paru melalui duktus arteriosus. Kemudian beberapa saat
sebelum dan selama persalinan produksi cairan paru berkurang, selanjutnya saat proses
persalinan setelah bayi lahir, maka pertukaran gas terjadi melalui paru.5,7,19
9
2.2.5. Jantung dan Sirkulasi Darah
Oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh janin untuk pertumbuhan maupun
pematangan janin akan dihantarkan dari plasenta melalui vena umbilikalis. Kemudian
vena akan terbagi dua menjadi duktus venosus dan sinus porta. Duktus venosus
merupakan cabang utama dari vena umbilikalis yang akan melewati hati untuk
memasuki vena cava inferior secara langsung. Karena tidak memasok oksigen ke
jaringan yang dilaluinya, duktus venosus mengalirkan darah yang teroksigenasi tinggi
ke jantung. Darah ini akan mengalir ke atrium kanan dan akan langsung menyemprot
melalui foramen ovale pada septum, masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui
ventrikel kiri akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah yang mengandung banyak
oksigen tersebut akan mendarahi terutama organ vital seperti jantung dan otak.7,19
Adanya krista dividens sebagai pembatas pada vena cava memungkinkan
sebagian besar darah bersih dari duktus venosus langsung mengalir ke foramen ovale,
namun sebaliknya sebagian kecil akan mengalir ke ventrikel kanan. Darah dari
ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru. Karena paru belum berkembang, sebagian
besar darah dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis kemudian dialirkan ke aorta
melalui pembuluh duktus arteriosus. Darah tersebut akan bergabung di aorta desenden,
kemudian bercampur dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh. 7,19
Darah yang relatif terdeoksigenasi, yaitu yang berasal dari hati akan mengalir
kembali ke vena cava inferior, yang juga menerima darah beroksigen rendah dari
bagian tubuh bagian bawah. Kemudian darah mengalir ke jantung janin dari vena cava
inferior sehingga jantung mengandung campuran darah. Oleh karena itu, kandungan
oksigen yang dalam darah yang dialirkan ke jantung dari vena cava inferior lebih
rendah dibandingkan yang meninggalkan plasenta.7,19
2.2.6. Sistem Gastrointestinal
Gerakan menelan dimulai pada usia 10 sampai 12 minggu, bersamaan dengan
munculnya kemampuan peristaltik dan transport aktif glukosa oleh usus halus. Kuncup
pengecap janin berperan karena sakarin yang disuntikkan ke dalam cairan amnion
sehingga akan meningkatkan gerakan menelan. Janin meminum air ketuban dan akan
10
tampak gerakan peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan akan
menghasilkan mekonium di dalam usus. Mekonium tersebut akan tetap tersimpan
sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia maupun stress yang akan terlihat cairan
amnion akan bercampur dengan mekonium. Warna kehijauan mekonium berasal dari
metabolisme hemoglobin darah janin yang diubah menjadi biliverdin dan sebagian
dikeluarkan melalui gastrointestinal dan memberikan warna mekonium. 7,19,20
Asam hidroklorat dan beberapa enzim pencernaan ditemukan di lambung dan
usus halus dalam jumlah yang sedikit pada janin yang berusia dini. Faktor intrinsik
dapat dideteksi pada usia sebelas minggu dan pepsinogen pada usia 16 minggu.
Neonatus kurang bulan, dapat mengalami defisiensi transien enzim-enzim tersebut.
Pergerakan dari cairan amnion di sistem gastrointestinal akan memacu pertumbuhan
dan perkembangan saluran cerna.7,19
2.2.7. Sistem Ginjal
Pembentukan korpuskel ginjal di zona jukstaglomerularis yang berfungsi
sebagai filtrasi akan terbentuk pada minggu ke-22. Ginjal akan terbentuk sempurna
pada minggu ke-36. Hanya dua persen dari curah jantung yang mengalir ke ginjal,
karena sebagian besar sisa metabolism akan dialirkan ke plasenta. Urin janin juga
menyumbang cukup banyak volume cairan plasenta.7
2.2.8. Sistem Saraf
Mielinisasi saraf terbentuk pada pertengahan kehamilan hingga usia bayi
mencapai satu tahun. Pada usia sepuluh minggu janin dapat bergerak, fleksi kaki
sedangkan genggaman tangan lengkap sudah dapat dilihat pada usia 4 bulan. Janin
dapat menelan pada usia 10 minggu dan gerak respirasi pada usia 14 – 16 minggu.7,19
Janin mampu mendengar pada usia 16 minggu. Pada akhir kehamilan janin
sudah dapat melihat cahaya, sementara gerak bola mata sudah dapat dilakukan lebih
awal. Gerakan ini dikaitkan dengan perilaku janin.7
Janin sudah dapat memproduksi hormon sendiri seperti tiroid, sedangkan
korteks adrenal dirangsang oleh Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Kelenjar
11
adrenal mempunyai area yang sangat aktif selama in utero namun akan menghilang
kemudian. Kelenjar adrenal menghasilkan steroid dan katekolamin yang akan aktif
menjelang partus. Pada anensefalus, ditemukan adrenal atrofi, sehingga persalinan
akan tertunda.7
Pembentukan sistem saraf pusat terutama otak, yang diikuti oleh sumsum tulang
belakang (minggu ke-24) dan mielinisasi berlangsung hingga usia 1 tahun. Berdasarkan
usia dijabarkan sebagai berikut:20
a. Minggu ke-8 sinapsis berfungsi dan timbul reflek tulang leher dan tulang
punggung.
b. Minggu ke-10 refleks membuka mulut, menutup jari tangan sebagian, fleksi
sebagian jari kaki, refleks menelan.
c. Minggu ke-14 sampai 16 pernapasan mulai berfungsi yang dapat dipantau
melalui USG, jari-jari tangan sudah menutup sempurna.
2.2.9. Kelenjar Endokrin
Sebelum sistem saraf mencapai maturitas, kelenjar endokrin janin sudah mulai
bekerja menghasilkan hormon. Kelenjar hipofisis anterior mempunyai lima jenis sel
yang menghasilkan enam jenis hormon, yaitu (1) laktotrop yang menghasilkan
prolaktin, (2) somatotrop yang menghasilkan hormon pertumbuhan, (3) kortikotrop
yang menghasilkan kortikotropin, (4) tirotrop yang menghasilkan Thyroid Stimulating
Hormone (TSH), (5) gonadotrop yang menghasilkan Luteinizing Hormone (LH) dan
Follicle Stimulating Hormone (FSH). Pada usia kehamilan menjelang 17 minggu
semua hormon sudah dapat dihasilkan oleh kelenjar endokrin janin. Hipofisis juga
menghasilkan B-endorfin.7
Neurohipofisis berkembang pada usia 10 – 12 minggu sehingga oksitosin dan
Arginine Vasopresin (AVP) sudah dapat dihasilkan. Ada lobus intermediet hipofisis
yang mengecil pada saat aterm dan kemudian menghilang pada dewasa, kelenjar
tersebut menghasilkan α melanocyte stimulating hormone (α-MSH) dan β-endorfin.
Kelenjar tiroid sudah berfungsi pada saat janin berusia 10-12 minggu. Kadar TSH pada
12
janin lebih tinggi dari kadar dewasa, namun T3 dan total tiroid lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa hipofisis tidak sensitif terhadap umpan balik.7
Hipertiroid pada janin terjadi ketika antibodi stimulasi tiroid pada ibu masuk ke
janin. Kemampuan plasenta yang mencegah hormon tiroid ibu masuk ke janin disebut
deiodinasi. Kelenjar adrenal relatif lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi
dewasa, ia menghasilkan 100-200 mg steroid perhari. Bahan estrogen berasal dari
korteks adrenal janin dan dibuat dari kolesterol.7
2.2.10. Pembentukan Kelamin
Kelamin janin sudah ditentukan sejak konsepsi. Promordial germ sel berasal
dari endoderm yolk sac dan mengadakan migrasi mengikuti celah genital, untuk
membentuk gonad. Sampai minggu ke-6 embrio belum dapat dibedakan jenis
kelaminnya. Jika fertilisasi yang berlangsung menuju “XY” akan terbentuk jenis
kelamin perempuan. Apabila terdapat kromosom Y akan terbentuk testis. Perkembangn
testis janin diatur oleh gen Testis Determining Factor (TDF) atau disebut Sex
Determining Region (SRY), sel sertoli pada testis mehasilkan zat mullerian-inhibiting
substance yang berfungsi represi ductus muller. Testis dirangsang oleh Human
Chorionic Gonadotropin (hCG) dan LH untuk memproduksi testosteron.7,19
Jika tidak terdapat testis, akan terbentuk gonad dan fenotip perempuan. Pada
kondisi janin perempuan, akibat terpapar androgen berlebihan akan terbentuk genatalia
ambiguitas, misalnya hiperplasia adrenal, luteoma, dan arenoblastoma.7
2.3. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2.3.1. Definisi
Definisi bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram.19 Terdapat tiga sub
kategori bayi berat lahir rendah, yaitu BBLR 1500-2499 gram, BBLSR 1000
sampai 1499 gram, dan BBLASR < 1000 gram.10
13
Kongres “European Perinatal Medicine” ke II di London mengusulkan
definisi sebagai berikut: bayi kurang bulan atau prematur yaitu bayi yang
dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (259 hari), bayi cukup bulan yaitu
bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259 – 293 hari),
dan bayi lebih bulan yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 42
minggu (294 hari atau lebih).
Berdasarkan definisi tersebut, maka BBLR dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:19
1. Prematuritas murni
Merupakan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi tersebut atau disebut neonatus kurang bulan-sesuai
masa kehamilan (NKB-SMK).
2. Dismaturitas
Merupakan bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk masa gestasi tersebut. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi yang kecil masa kehamilannya (KMK).
2.3.2. Epidemiologi
Berdasarkan pengamatan epidemiologis, BBLR berisiko 20 kali meninggal
dunia dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. BBLR lebih sering terjadi di
negara berkembang yaitu empat kali lebih sering dibandingkan negara maju.4 Secara
keseluruhan, diperkirakan 15 - 20% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah
BBLR, mewakili lebih dari 20 juta kelahiran per tahun. Pada negara berkembang
BBLR terjadi sekitar 16,5% sedangkan di negara maju BBLR terjadi sekitar 7%.21
Data World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia berada di
peringkat ke-9 dunia dengan persentase BBLR lebih dari 15,5% dari kelahiran bayi
setiap tahunnya. Persentase BBLR berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013 10,2%, hasil ini lebih rendah dibandingkan tahun 2010 yaitu sebanyak
11,1%. Insiden BBLR di Provinsi Banten sebanyak 9,7 – 10% dan menduduki
14
peringkat ke-15 di Indonesia. Berdasarkan data sebelumnya jumlah kejadian BBLR di
RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 berjumlah 188 kasus.3
Di Indonesia, angka kematian bayi sangat tinggi yaitu angka kematian bayi
tiga puluh dua per seribu kelahiran hidup. Setiap 1 jam terdapat 10 kematian bayi di
Indonesia. Salah satu penyebab kematian bayi terbanyak adalah prematuritas dan
infeksi. Berdasarkan Riskesdas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2007,
penyebab kematian neonatus pada usia 0-6 hari di Indonesia adalah asfiksia (37%),
prematuritas (34 %), dan sepsis (12 %). Sementara itu, penyebab kematian neonatus
pada usia 7-28 hari adalah sepsis (20,5 %), kelainan kongenital (19 %), pneumonia
sebanyak (17 %), dan respiratory distress syndrome (RDS) (14 %). Jumlah kematian
bayi prematur pada tahun 2013 sebanyak 42-44 %. Dari jumlah tersebut, kematian
terkait sebanyak BBLR 37,5 %.3
2.3.3. Patofisiologi BBLR
Patofisiologi bergantung pada faktor risiko penyebab dari BBLR. Banyak
faktor yang mempengaruhi lama kehamilan, pertumbuhan janin, dan berat lahir.
Ketiganya berhubungan dengan bayi, ibu, atau lingkungan fisik yang memainkan peran
penting dalam menentukan berat lahir bayi. BBLR merupakan kelainan proses yang
multifaktorial, seperti faktor yang berasal dari janin itu sendiri, faktor ibu, faktor
plasenta, dan faktor yang terjadi akibat interaksi dari faktor-faktor ini. Sekitar 40%
berat lahir dipengaruhi oleh genetik dan 60% dipengaruhi oleh lingkungan. Seringkali
BBLR dikaitkan dengan kondisi keadaan sosial ekonomi rendah, gizi dan pola makan
ibu yang buruk, kehamilan multipel, kelainan kongenital, penyakit pada ibu, dan gaya
hidup ibu.21
2.3.4. Faktor Risiko BBLR dan Lama Rawat
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian BBLR adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
a) Penyakit
15
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan seperti
toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik, dan
psikologis. Penyakit lain seperti diabetes melitus, nefritis akut,
hipertensi, dan infeksi.19
b) Infeksi
Hipotesis menyatakan bahwa infeksi intrauterin, dapat memicu
persalinan kurang bulan akibat dari aktivasi sistem imun bawaan.
Mikroorganisme penyebab infeksi nantinya akan merangsang pelepasan
sitokin proinflamasi, seperti interleukin, dan tumor necrosis factor
(TNF), yang kemudian merangsang produksi prostaglandin dan matrix-
degrading enzyme. Prostaglandin akan merangsang kontraksi rahim dan
degradasi matriks ekstraselular pada membran janin, sehingga
menyebabkan ketuban pecah dini kurang bulan. Sekitar 25–40%
kelahiran kurang bulan disebabkan oleh infeksi intrauterin.6
c) Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat merupakan hipertensi yang timbul pada saat
kehamilan. Preeklampsia dapat menyebabkan aliran pada uteroplasenta
terganggu sehingga menghambat aliran nutrisi dari ibu ke janin. Hal
inilah yang akan menyebabkan bayi lahir dengan berat rendah.21
Preeklampsia berat dapat menyebabkan terjadinya 25% kejadian small
for gestational age (SGA) atau BBLR, 15% bayi lahir prematur, dan
asfiksia neonatorum.20 Kriteria preeklampsia adalah tekanan darah ≥
140/90 mmHg yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, dan
proteinuria ≥ 30 mg/dL protein urin per 24 jam (1+ pada dipstick).6
d) Status Gizi Ibu
Berat badan ibu sebelum hamil yang merupakan gambaran status gizi
ibu, memiliki hubungan erat dengan berat lahir bayi, ibu yang kurus atau
malnutrisi dapat melahirkan BBLR dan ibu obesitas dapat melahirkan
bayi makrosomia.22 Ibu kecil yaitu terutama ibu dengan berat badan
kurang dari 45 kg, cenderung berisiko memiliki BBLR. Untuk
16
memberikan asupan nutrisi yang cukup untuk janin, ibu hamil harus
mengalami kenaikan berat badan minimal 12-16 kg selama kehamilan
namun hal ini bergantung pada status gizi ibu. Peningkatan berat badan
ibu pada trimester I dan II dipengaruhi oleh komponen ibu dan plasenta,
sedangkan pada trimester III dipengaruhi oleh jaringan janin. Pada
tahun 1990, Institut Kedokteran AS menerbitkan serangkaian panduan
berdasarkan indeks massa tubuh ibu (IMT) sebelum kehamilan.
Rekomendasi ini menunjukkan bahwa wanita dengan IMT rendah
(<19,8), kenaikan berat badan ibu harus berada di antara 12,7 dan 18,2
kg; sedangkan ibu yang memiliki IMT sedang antara 19,8-26 harus
menaikkan berat badan di antara 11,4 dan 15,9 kg; ibu yang memiliki
IMT tinggi (26,1-29), kenaikan berat badan ibu harus berada di antara
6,8 dan 11,4 kg. Penambahan berat badan merupakan faktor yang
memprediksi ukuran janin.23 Ibu yang kurang gizi dapat menyebabkan
janin mengalami gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta yang
digambarkan dengan berat dan ukuran plasenta yang relatif lebih kecil.
Kurang gizi pada ibu juga dapat mengurangi ekspansi volume darah
yang mengakibatkan pemompaan darah dari jantung (cardiac output)
yang tidak adekuat. Hal tersebut akan mengurangi aliran darah ke
plasenta dan perdampak pada ukuran plasenta yang tidak optimal dan
mengurangi pengangkutan zat gizi ke janin, sehingga dapat terjadi
PJT.24
e) Usia
BBLR sering terjadi pada ibu yang usianya < 20 tahun dan > 35 tahun.
Kejadian terendah pada usia ibu antara 26-35 tahun. Usia Ibu diatas 35
tahun berisiko untuk mengalami insiden komplikasi kehamilan yang
lebih tinggi.19 Berdasarkan teori pada usia di bawah 20 tahun, fungsi
reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna dan kesadaran
akan memeriksakan diri maupun kandungannya masih rendah.
Sedangkan pada usia wanita di atas 35 tahun, fungsi reproduksinya
17
sudah mengalami penurunan, sehingga umur aman untuk kehamilan
maupun persalinan sebaiknya pada usia 20-35 tahun.6
f) Sosial ekonomi
Ibu dengan pendapatan rendah atau keadaan sosial ekonomi yang
rendah akan meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Hal ini
berhubungan dengan keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan
antenatal yang kurang baik. Selain itu, kejadian BBLR lebih sering
terjadi pada perkawinan yang tidak sah dibandingkan lahir dari
perkawinan yang sah.19
g) Bekerja selama kehamilan
Kerja fisik yang berat dan jam kerja yang panjang terbukti berhubungan
dengan peningkatan risiko kelahiran kurang bulan. Pada wanita yang
bekerja lebih dari 45 jam per minggu beresiko untuk terjadinya
komplikasi kehamilan.6
h) Riwayat kelahiran kurang bulan sebelumnya
Faktor risiko utama pada persalinan kurang bulan adalah kelahiran
kurang bulan. Kelahiran kurang bulan ini berulang pada hampir 16.000
wanita yang melahirkan. Wanita dengan riwayat melahirkan prematur
sebelumnya berisiko tiga kali lipat untuk melahirkan bayi prematur
dibandingkan dengan wanita yang bayi pertamanya lahir aterm. Lebih
dari sepertiga wanita yang dua kelahiran sebelumnya kurang bulan akan
melahirkan bayi ketiganya kurang bulan juga. Wanita dengan kelahiran
kurang bulan sebelumnya berisiko untuk terjadinya rekurensi 10 % dari
total kejadian kelahiran kurang bulan. Angka kejadian melahirkan
prematur yang tinggi akan menningkatkan angka kejadian BBLR.6
i) Gaya Hidup
Merokok, konsumsi alkohol, peningkatan berat badan ibu yang tidak
adekuat, dan penggunaan narkoba berperan dalam kejadian BBLR.
Ehrenberg dkk menemukan bahwa wanita gemuk berisiko untuk
18
melahirkan bayi kurang bulan (<35 minggu) yang lebih rendah
dibandingkan dengan wanita dengan berat badan normal.6
j) Psikologis
Depresi, cemas, dan stress kronik telah dilaporkan terkait dengan
kelahiran kurang bulan. Di sisi lain, wanita yang dapat mengendalikan
tingkat stress memiliki hasil kehamilan yang lebih baik.6
k) Jarak kehamilan sebelumnya
Rentang waktu yang pendek (kurang dari 6 bulan) antara kelahiran dan
awal kehamilan berikutnya berisiko untuk terjadinya prematuritas dan
BBLR. Rentang waktu kurang dari 18 bulan, dan rentang waktu lebih
dari 59 berhubungan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya bayi
lahir kurang bulan dan bayi kecil masa kehamilan.6
l) Jumlah paritas
Ibu primipara berisiko untuk melahirkan bayi BBLR disebabkan oleh
pengalaman melahirkan yang belum ada sehingga kelainan maupun
komplikasi yang dialami cukup besar seperti distosia persalinan dan
kurangnya pengetahuan tentang persalinan sehingga mempengaruhi
proses selama persalinan.23 Pada ibu dengan grandepara juga berisiko
untuk melahirkan bayi BBLR yang disebabkan karena sistem
reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat sering melahirkan.
Sehingga semakin tinggi paritas ibu maka kualitas endometrium
semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang juga dapat
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dan jumlah nutrisi akan
berkurang dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya.26
m) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuannya terhadap
kesehatan. Ibu dengan pendidikan tinggi mempunyai kemungkinan
pengetahuan tentang kesehatan juga tinggi, disebabkan oleh makin
mudahnya memperoleh informasi yang didapatkan tentang kesehatan
lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.49
19
2. Faktor Janin
a) Cacat bawaan lahir
Cacat lahir berkaitan dengan bayi lahir kurang bulan dan berat badan
lahir rendah.5 Cacat bawaan lahir terjadi sejak hasil konsepsi sel telur
yang menyebabkan kelainan pada pertumbuhan bayi. BBLR dengan
kelainan kongenital memiliki risiko risiko 20% meninggal dunia dalam
minggu pertama kehidupannya.48
b) Pertumbuhan janin terhambat
PJT adalah penyimpangan pola pertumbuhan dari yang diharapkan. PJT
merupakan hasil adaptasi dari kondisi intrauterin yang tidak tepat,
menyebabkan gangguan metabolisme, pertumbuhan, dan
perkembangan yang menetap. Paling sering terjadi akibat kondisi ibu
yang dihubungkan dengan persalinan prematur.5
PJT digolongkan menjadi dua jenis yaitu, simetrik (tipe 1) dan asimetrik
(tipe 2). Sekitar 80% PJT tergolong jenis asimetrik dan sisanya jenis
simetrik. PJT jenis simetrik disebabkan oleh faktor instrinsik (kelainan
genetik atau kromosom), faktor ekstrinsik (bahan teratogenik, infeksi
intrauterin, dan malnutrisi berat), dan terjadi sejak usia kehamilan
muda. Sedangkan, PJT jenis asimetrik penyebabnya adalah faktor
ekstrinsik, terutama insufisiensi plasenta, yang umumnya terjadi pada
kehamilan trimester III.7
c) Kehamilan ganda/gemeli
Kehamilan kembar bisa berasal dari dua buah ovum yang dibuahi,
disebut kembar dizigotik atau tidak identik; atau dari 1 buah ovum yang
dibuahi dan kemudian membelah menjadi dua bagian yang masing-
masing berkembang menjadi mudigah, disebut kembar monozigotik
atau identik. 70% kehamilan kembar merupakan dizigotik dan 30%
monozigotik. Berat badan janin pada kehamilan kembar akan lebih
ringan dibandingkan dengan janin pada kehamilan tunggal pada umur
kehamilan yang sama. Hingga usia kehamilan mencapai 30 minggu
20
kenaikan berat badan janin kembar akan sama dengan kenaikan berat
badan janin kehamilan tunggal. Namun setelah itu, kenaikan berat
badan janin kembar akan lebih kecil disebabkan oleh regangan yang
berlebihan sehingga menyebabkan peredaran darah berkurang. [10]
Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram
lebih ringan dibandingkan dengan kehamilan tunggal. 7
d) Sepsis
Sepsis neonatal merupakan sindrom klinik penyakit sistemik yang
disertai bakteremia selama satu bulan pertama kehidupan.25 Data WHO
menyatakan bahwa 36% kematian neonatus disebabkan oleh penyakit
infeksi seperti sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare.28
e) APGAR Skor
Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk
menilai keadaan bayi sesaat setelah kelahiran. Diperkenalkan pertama
kali oleh Virginia APGAR pada tahun 1952. Hal yang dinilai adalah
warna kulit (colour), frekuensi jantung (Heart rate), reaksi terhadap
rangsang (respon to stimuli), tonus otot (muscle tone), dan pernapasan
(respiratory). APGAR Skor dinilai pada menit ke-1 dan ke-5. 7
21
Tabel 2.1 Kriteria APGAR Skor
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna kulit Seluruh badan biru
atau pucat
Warna kulit
tubuh normal
merah muda,
tetapi tangan dan
kaki kebiruan
Warna kulit
tubuh, tangan,
dan kaki normal
merah muda,
tidak ada sianosis
Appearance
Denyut
Jantung
Tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse
Respon
Refleks
Tidak ada respon
terhadap stimulasi
Meringis atau
menangis lemah
ketika distimulasi
Meringis atau
bersin atau batuk
saat stimulasi
saluran napas
Grimance
Tonus Otot Lemah atau tidak ada Sedikit gerakan Bergerak aktif Activity
Pernapasan Tidak ada Lemah atau tidak
teratur
Menangis kuat,
pernapasan baik
dan teratur
Respiration
Sumber: Prawiroharjo: 2002.7
Nilai skor APGAR 7 – 10 normal, 4 – 6 asfiksia ringan, dan 0-3 asfiksia berat.
3. Faktor Plasenta
a) Ketuban Pecah dini
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
yang berulang. Terdapat perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh bukan karena seluruh selaput ketuban
rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen berubah
sehingga menyebabkan ketuban pecah. Faktor risikonya berupa
berkurangnya asam askorbik yang merupakan komponen kolagen dan
kekurangan tembaga yang membuat pertumbuhan struktur abnormal. 6
b) Plasenta Previa
Plasenta berperan penting dalam perkembangan janin dan kegagalan
fungsi plasenta dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan
22
janin serta berat badan janin. Plasenta previa adalah terlepasnya
plasenta sebagian atau seluruhnya sehingga aliiran nutrisi serta oksigen
tidak adekuat ke plasenta dan dapat mengganggu pertumbuhan plasenta
maupun janin. Gangguan oksigenasi tersebut dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pertumbuhan janin seperti kelahiran prematur,
hipoksia, asfiksia, dan BBLR.9
2.4. Lama Rawat
2.4.1. Definisi
Lama rawat atau lama hari rawat (LHR) atau length of stay (LOS)
merupakan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada suatu periode
perawatan. Cara penghitungan lama rawat ialah dengan menghitung selisih antara
tanggal kepulangan (keluar dari rumah sakit, baik dalam keadaan hidup maupun
meninggal) dengan tanggal masuk ke Rumah Sakit. Sedangkan rerata lama rawat
atau average length of stay (aLOS) adalah mengukur rata-rata lama hari rawat,
yaitu membagi jumlah hari perawatan pasien rawat inap (hidup maupun meninggal)
di rumah sakit pada periode tertentu dengan jumlah pasien rawat inap yang keluar
(hidup maupun mati) di rumah sakit pada periode waktu yang sama.11
2.4.2. Faktor yang mempengaruhi Lama Rawat
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi lama rawat seorang pasien di
Rumah Sakit yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor
yang berasal dari rumah sakit dan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
luar rumah sakit atau faktor yang berhubungan dengan pasien.11
Faktor internal meliputi: tenaga medis yang menangani, tindakan yang
diberikan, dan administrasi rumah sakit.11
Faktor eksternal meliputi: usia pasien, jenis penyakit dan derajat penyakit,
penanggungjawab pasien dan komorbiditas (penyakit penyerta).11
23
2.4. Kerangka Teori
Faktor Ibu Faktor Janin
Penyakit
DM,
Hipertensi
, dll
Infeksi oleh
Mikroorganisme
Pelepasan
sitokin
proinflamasi
IL & TNF
Produksi
prostaglandin
Kontraksi
rahim
Degradasi
matriks
ekstraseluler
membran
janin
Ketuban
pecah dini
Usia <20
/ >35
tahun
Peningkatan
resiko
komplikasi
kehamilan
Gaya
hidup
Merokok
Nikotin Radikal
bebas
Peningkatan
katekolamin
Vasokonstriksi
pemb. darah
Suplai O2 &
Nutrisi janin
kurang
Kerusakan
jaringan paru
Oksigenasi
janin
terganggu
Gangguan
pertumbuhan janin
Cacat
bawaan
lahir
PJT
Gangguan
metabolisme,
pertumbuhan,
perkembangan
Kehamilan
ganda
Bayi berat lahir rendah
Lama Rawat
Faktor internal:
- Tenaga medis yang
menangani
- Tindakan yang
diberikan
- Administrasi rumsah
sakit
Faktor eksternal:
- Usia pasien
- Derajat dan jenis
penyakit
- Penanggungjawab
pasien
- Komorbiditas
Faktor Plasenta
24
2.6. Kerangka Konsep
Keterangan:
Variabel Terikat
Variabel Bebas
Faktor risiko bayi:
- Kelahiran
kembar
- Berat lahir
- Usia gestasi
- Penyakit
infeksi
- Penyakit non
infeksi
Lama rawat
Faktor risiko ibu:
- Usia
- Tingkat
pendidikan
- Kunjungan ANC
- Jumlah pritas
- Jarak kehamilan
sebelumnya
- Diabetes melitus
- Preeklampsia berat
- Eklampsia
- Infeksi
- Anemia
- Oligohidramnion
- Ketuban pecah dini
Faktor plasenta:
- Plasenta
previa
25
2.7. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara ukur Skala
1. Bayi Berat
Lahir Rendah
(BBLR)
Bayi baru lahir
yang berat
badan lahirnya
kurang dari
2500 gram.
Kriteria:
1. BBLASR
<1000 gram
2. BBLSR
1000-1500
gram
3. BBLR <2500
gram
Rekam
Medik
Observasi
dokumen Ordinal
2. Lama Rawat Berapa hari
seorang pasien
dirawat inap
pada suatu
periode
perawatan
Kriteria:
1. 1-3 hari
2. 4-7 hari
3. >7 hari
Rekam
medik
Observasi
dokumen Ordinal
3. Usia Ibu Usia ibu saat
hamil.
Kriteria:
1. <20 tahun.
2. 20-35 tahun
3. >35 tahun.
Rekam
medik
Observasi
dokumen Ordinal
26
Tabel 2.2 Definisi Operasional (lanjutan)
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara ukur Skala
4. Diabetes
Melitus
Penyakit
metabolik
menahun akibat
pankreas tidak
produksi cukup
insulin atau
tubuh tidak
dapat
menggunakan
insulin secara
efektif
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
medik
Observasi
dokumen Nominal
5. Antenatal care Pemeriksaan
kehamilan
individu bersifat
preventif care
untuk mencegah
terjadinya
masalah yang
kurang baik
pada ibu
maupun janin
Kriteria:
1. Teratur
2. Tidak teratur
Rekam
medik
Observasi
dokumen Ordinal
6. Anemia Berkurangnya
jumlah eritrosit
atau
hemoglobin
dalam darah
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
Medik
Observasi
dokumen Nominal
27
Tabel 2.2 Definisi Operasional (lanjutan)
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara ukur Skala
7. APGAR Skor Metode yang
digunakan
untuk menilai
keadaan bayi
sesaat setelah
kelahiran.
Kriteria:
1. Normal 7-10.
2. Asfiksia
ringan 4-6.
3. Asfiksia berat
0-3.
Rekam
medik
Observasi
dokumen Ordinal
8. Jarak kehamilan
sebelumnya
Jarak kehamilan
terakhir dengan
kehamilan
sekarang
Kriteria:
1. <2tahun
2. ≥2 tahun
Rekam
medik
Observasi
dokumen Ordinal
9. Usia gestasi Lama waktu
seorang janin
berada dalam
rahim.
Kriteria:
1. EP <28
minggu
2. VP 28-32
minggu
3. MLP 33-36
minggu
4. A ≥37
minggu
Rekam
medik
Observasi
dokumen Ordinal
28
Tabel 2.2 Definisi Operasional (lanjutan)
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara ukur Skala
10. Eklampsia Serangan
kejang tiba-
tiba yang dapat
disusul dengan
koma pada
wanita hamil,
persalinan atau
masa nifas
yang
menunjukkan
gejala
preeklampsia
sebelumnya
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
Medik
Observasi
dokumen
Nominal
11. Oligohidramnion Keadaan
dimana air
ketuban kurang
dari normal,
yaitu 500 cc
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
Medik
Observasi
dokumen Nominal
12. Lahir kembar Bayi yang lahir
dari kehamilan
dengan lebih
dari 1 janin
dari 1 ibu
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
medik
Observasi
dokumen Nominal
29
Tabel 2.2 Definisi Operasional (lanjutan)
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara ukur Skala
13. Tingkat
pendidikan
Tahap
pendidikan
yang
berkelanjutan,
yang ditetapkan
berdasarkan
tingkat
perkembangan
peserta didik.
Kriteria:
1. <SMP
2. SMP
3. SMA/SMK
4. D3/S1
Rekam
Medik
Observasi
dokumen
Ordinal
14. Jumlah paritas Jumlah
kehamilan yang
menghasilkan
janin yang
mampu hidup
diluar rahim.
Kriteria:
1. Primipara 1
2. Multipara 2-3
3. Grandepara
≥4
Rekam
medik
Observasi
dokumen
Ordinal
15. Riwayat
melahirkan
BBLR
sebelumnya
Riwayat
melahirkan bayi
dengan BBLR
sebelumnya
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
medik
Observasi
dokumen
Nominal
30
Tabel 2.2 Definisi Operasional (lanjutan)
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara ukur Skala
16. Riwayat
ketuban pecah
dini
Riwayat mengalami
pecahnya ketuban
sebelum waktu
melahirkan
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
medik
Observasi
dokumen Nominal
17. Hipertensi Peningkatan
tekanan darah
sistolik >140
mmHg dan
diastolik >90
mmHg
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
Medik
Observasi
dokumen Nominal
18. Preeklampsia
Berat
Hipertensi yang
timbul setelah 20
minggu kehamilan
disertai dengan
proteinuri
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
Medik
Obsservasi
dokumen Nominal
19. Infeksi Penyakit yang
disebabkan oleh
patogen dan
bersifat sangat
dinamis
Kriteria:
1. Ya
2. Tidak
Rekam
Medik
Obsservasi
dokumen Nominal
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif potong lintang (cross sectional) yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor risiko dan lama rawat BBLR.
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan data rekam medik pasien,
analisis data, intepretasi data hasil penelitian, dan penulisan laporan penelitian.
3.2 Wwaktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2017.
3.2.2 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah.
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi yang digunakan adalah BBLR yang dirawat mulai dari bulan
Januari hingga Juli 2017 di RSU Kota Tangerang Selatan
3.3.3. Teknik Pemilihan Sampel & Besar Sampel
Pemilihan sampel menggunakan data sekunder yaitu rekam medis BBLR
dimulai dari bulan Januari hingga Juli 2017 di RSU Kota Tangerang Selatan yang
sesuai dengan kriteria inklusi.
31
32
Deskriptif kategorik
𝑛 = 𝑍𝛼2 𝑥 𝑃 𝑥 𝑄
𝑑2
𝑛 = (1,96)2 𝑥 0,5 𝑥 (1 − 0,5)
(0,10)2
𝑛 = 3,8416 𝑥 0,5 𝑥 0,5
0,01
𝑛 = 96, 04
Keterangan:
n = Besar sampel.
Zα = Deviat baku nilai α = 5% sehingga Zα = 1.96.
P = Proporsi kategori variabel yang diteliti.27
Q = 1 – P (50%).
d2 = Presisi dengan besar 10%.
Ditambah dengan 10% dari sampel untuk menjaga subjek drop out sehingga
total sampel menjadi 106.
Analitik kategorik tidak berpasangan :
n =[ (𝑍𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 √𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2
𝑃1−𝑃2] 2
Keterangan :
n = besar sampel.
Z𝛼 = derivat baku normal untuk 𝛼.
Z𝛽 = derivat baku normal untuk 𝛽.
𝛼 = tingkat kemaknaan.
𝛽 = power penelitian .
P = proporsi total = (P1 - P2)/2.
P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti.
P2 = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya.
33
Q = 1 - P
Q1 = 1 – P1
Q2 = 1 – P2
Diketahui :
Zα = 1,96
Zβ = 0,84
P1 = 0,7
P2 = 0,5
P = 0,6
Q = 0,4
Q1 = 0,3
Q2 = 0,5
dengan menggunakan kesalahan tipe 1 5%, hipotesis dua arah, kesalahan tipe II
20% dan P2 sebesar 0,5, maka besar sampel yang diperlukan :
n1 = n2 = [(1,96 √2 𝑥 0,6 𝑥 0,4 + 0,84√0,7 𝑥 0,3 +0,5 𝑥 0,5
0,7−0,5]2
n 1 = n2 = 82 sampel
3.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penilitian
Kriteria Inklusi:
• Pasien BBLR yang dirawat di RSU Kota Tangerang Selatan pada
periode Januari sampai Juli 2017
Kriteria Eksklusi:
• Pasien meninggal dunia, dikarenakan tidak dapat dinilai lama
rawatnya.
34
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.5 Manajemen Data
3.5.1. Pengolahan data
Manajemen data adalah cara pengolahan data yang dilakukan mulai dari
pengumpulan data sampai dengan analisis data. Tahapan dalam manajemen data
adalah sebagai berikut:33
1. Cleaning
Data yang sudah ada dipilah terlebih dahulu menjadi ekam medis mana yang
diperlukan dan yang tidak diperlukan.
Persiapan penelitian
Pembuatan proposal penelitian
Menentukan rumah sakit untuk
pengambilan data
Membuat surat perizinan ambil
data rekam medi di rumah sakit
Menentukan jumlah sampel
yang dibutuhkan
Menentukan kriteria inklusi
Pengambilan data rekam medik
Tidak sesuai kriteria inklusi Persiapan penelitian
Data tidak diolah Sesuai kriteria inklusi
Pengambilan data
Penyajian hasil dan kesimpulan
35
2. Editing
Pemeriksaan kembali kelengkapan data rekam medis.
3. Coding
Memberikan kode kepada beberapa kategori yang sudah ada.
4. Entry
Data yang sudah dirubah menjadi kode kemudian dimasukkan kedalam
komputer untuk diolah dan dianalisa.
5. Cleaning
Data yang sudah dimasukkan dibersihkan dan diperiksa kembali bila
ditemukan ketidaklengkapan dan kemudian dilakukan perbaikan.
3.5.2. Analisis Data
Data rekam medis yang telah diperoleh akan dianalisa menggunakan
software IBM SPSS versi 22.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data rekam medik bayi BBLR
yang dirawat dari tanggal 1 Januari sampai 31 Juli 2017 di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan. Dari hasil pengambilan data dengan cara tersebut didapatkan
bahwa bayi yang lahir dengan BBLR dan dirawat di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan dari tanggal 1 Januari sampai 31 Juli 2017 sebanyak 132 pasien,
namun hanya 106 pasien yang diambil dan sesuai dengan kriteria inklusi.
4.1. Deskripsi Hasil dan Pembahasan
4.1.1. Karakteristik Sampel Ibu
Tabel 4.1 Gambaran Kejadian BBLR dengan Faktor Risiko Ibu.
Variabel n (frekuensi) % (persentase)
Usia ibu
<20 tahun 1 0,9
20-35 tahun 81 76,4
>35 tahun 15 14,2
Tidak ada data 9 8,5
Pendidikan ibu
<SMP 12 11,3
SMP 21 19,8
SMA/SMK 53 50,0
D3/S1 12 11,3
Tidak ada data 8 7,5
ANC
Teratur 79 74,5
Tidak teratur 16 15,2
Tidak ada data 11 10,4
Jumlah paritas
Primipara 33 31,1
Multipara 68 64,2
Grandepara 3 2,8
Tidak ada data 2 1,9
Jarak kehamilan sebelumnya
<2 tahun 32 30,2
≥2 tahun 50 47,2
Tidak ada data 24 22,6
Persalinan
Spontan 51 48,1
Sectio caesarea (SC) 52 49,1
Tidak ada data 3 2,8
Total 106 100
37
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa usia terbanyak ibu yang melahirkan
BBLR yaitu usia 28-35 tahun sebanyak 81 bayi (78,4%). Hasil ini berbeda dengan teori
yang sudah ada yaitu ibu yang berisiko melahirkan BBLR adalah usia kurang dari 25
tahun (terlalu muda) atau lebih dari 35 tahun (terlalu tua) dan usia yang tidak berisiko
adalah usia 20-35 tahun.6 Usia ibu yang berisiko berdasarkan peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No. 39 tahun 2016 yaitu ibu terlalu muda < 20 tahun dan ibu
terlalu tua >35 tahun.46 Namun pada penelitian ini didapatkan hasil yang sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Adi S dkk pada tahun 2012
menyatakan bahwa angka kejadian melahirkan BBLR terbanyak yaitu pada usia 20-35
tahun sebanyak 51 bayi (70,8%), diikuti usia <20 tahun, dan >35 tahun sebanyak 21
bayi (29,9%).29 Pada penelitian yang dilakukan oleh Feibi A dkk pada tahun 2017
mendapatkan hasil yang sama yaitu kejadian melahirkan BBLR terbanyak pada usia
ibu 20-35 tahun sebanyak 29 bayi (41,4%), kemudian diikuti ibu dengan usia <20 tahun
sebanyak 29 bayi (34,3%), dan ibu usia >35 tahun sebanyak 17 bayi (24,3%).25 Hasil
ini dapat berbeda dengan teori yang sudah ada dapat disebabkan karena sudah banyak
ibu yang mengetahui tentang pentingnya menghindari 4T yang dipromosikan oleh
pemerintah yaitu terlalu muda, terlalu banyak (anak), terlalu rapat (jarak kelahiran),
dan terlalu tua.
Pada tabel 4.1 bahwa tingkat pendidikan ibu yang melahirkan BBLR terbanyak
terjadi pada ibu dengan kategori pendidikan menengah yaitu SMA/SMK sebanyak 53
bayi (50%) dan SMP sebanyak 21 bayi (29,8%) yang keduanya merupakan kategori
pendidikan menengah. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi S
dkk yang menyatakan bahwa kelahiran BBLR tertinggi terjadi pada ibu dengan tingkat
pendidikan menengah atau SMP-SMA yaitu sebanyak 48 bayi (66,7%). 29 Namun hasil
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistiani K yang menyatakan
bahwa kejadian BBLR tertinggi terjadi pada ibu dengan kategori pendidikan tinggi
sebanyak 57 bayi (60%) dan ibu dengan kategori pendidikan rendah sebanyak 48 bayi
(40%).4
38
Pada tabel 4.1 bahwa kejadian BBLR tertinggi terjadi pada ibu dengan kategori
kunjungan ANC teratur atau ≥4 kali sebanyak 79 bayi (74,5%). Hasil ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Husein S dengan hasil ibu yang melahirkan
BBLR tertinggi terjadi pada kelompok ibu dengan kunjungan ANC tidak teratur yaitu
sebanyak 28 bayi (70,0%).26 Hasil ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Devy K pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa kejadian BBLR tertinggi terjadi
pada ibu dengan kategori kunjungan ANC tidak teratur sebanyak 19 bayi (55,5%), hasil
ini juga berbeda dikarenakan jumlah sampel yang digunakan lebih sedikit sehingga
jumlah hasil yang didapatkan juga dapat berbeda.30 Hasil ini berbeda dengan teori yang
sudah ada yaitu kujungan ANC teratur berguna untuk mengetahui berbagai
kemungkinan adanya penyulit maupun gangguan kesehatan selama kehamilan
sehingga meningkatkan kualitas dan luaran kehamilan.7 Hasil ini berbeda dengan teori
yang sudah ada dapat disebabkan karena mayoritas pada penelitian ini adalah ibu
dengan jumlah paritas multipara, sehingga ibu sudah mempunyai pengalaman bersalin
sebelumnya dan membuat ibu rutin melakukan kunjungan ANC.
Berdasarkan tabel 4.1 memperlihatkan kejadian BBLR terbanyak terjadi pada
ibu dengan jumlah paritas multipara yaitu sebanyak 68 bayi (64,2%). Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi S dkk pada tahun 2012 yang menyatakan
bahwa kejadian BBLR terbanyak terjadi pada ibu dengan kategori multipara yaitu
sebanyak 42 bayi (58,3%).29 Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Endriana dkk yang menyatakan bahwa ibu yang melahirkan BBLR tertinggi terjadi
pada ibu kelompok multipara yaitu sebanyak 100 bayi (54,3%).31 Namun hasil ini
berbeda dengan Permenkes No. 39 tahun 2016 yaitu ibu yang berisiko adalah ibu
dengan terlalu banyak anak >3 anak atau grandepara. 46 Hasil ini dapat berbeda dengan
teori yang sudah ada dapat disebabkan karena sudah banyak ibu yang mengetahui
tentang pentingnya menghindari 4T yang dipromosikan oleh pemerintah yaitu terlalu
muda, terlalu banyak (anak), terlalu rapat (jarak kelahiran), dan terlalu tua.
Didapatkan hasil pada tabel 4.1 bahwa kejadian BBLR terbanyak terjadi pada
ibu dengan jarak kehamilan ≥2 tahun yaitu sebanyak 50 bayi (47,2%). Hasil ini sama
39
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi S dkk yang menyatakan bahwa kejadian
BBLR tertinggi terjadi pada ibu dengan jarak kehamilan renggang atau ≥ 2 tahun yaitu
sebanyak 59 bayi (81,9%).29 Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pipit Festy yang menyatakan bahwa kejadian BBLR tertinggi terjadi pada ibu
dengan jarak kehamilan ≥2 tahun yaitu sebanyak 78 bayi (60,9%).32 Namun hasil ini
berbeda dengan Permenkes No. 39 tahun 2016 yaitu ibu yang berisiko adalah ibu
dengan jarak kehamilan terlalu dekat atau <2 tahun.46 Hasil ini dapat berbeda dengan
teori yang sudah ada yang dapat disebabkan karena sudah banyak ibu yang mengetahui
tentang pentingnya menghindari 4T yang dipromosikan oleh pemerintah yaitu terlalu
muda, terlalu banyak (anak), terlalu rapat (jarak kelahiran), dan terlalu tua.
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa jenis persalinan pada BBLR
terbanyak menjalani persalinan SC yaitu sebanyak 52 bayi (49,1%). SC dilakukan
apabila terdapat gangguan pada salah satu dari faktor dalam proses persalinan yang bila
dibiarkan maka dapat menyebabkan komplikasi yang membahayakan ibu maupun
janin.8 Belum terdapat penelitian lain yang menyebutkan proporsi jenis persalinan pada
BBLR.
Tabel 4.2 Gambaran Kejadian BBLR dengan Riwayat Penyakit Ibu
Variabel n (frekuensi) % (persentase)
Diabetes Melitus 3 2,8
Hipertensi 19 17,9
Preeklampsia Berat 19 17,9
Eklampsia 6 5,7
Infeksi 12 11,3
Anemia 7 6,6
Oligohidramnion 5 4,7
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
diabetes melitus sebanyak 3 bayi (2,8%). Hasil ini berbeda dengan teori yang sudah
40
ada, bahwa bayi dengan riwayat ibu DM cenderung lahir makrosomia (>4000 gram)
yang disebabkan karena kadar glukosa ibu yang tinggi menyebabkan peningkatan
respon insulin janin, sehingga peningkatan kadar insulin tersebut akan mendorong
pertumbuhan intrauteri yang menyebabkan terjadinya makrosomia.47 Pada penelitian
ini berbeda dikarenakan bayi memiliki faktor risiko lain seperti infeksi, sehingga
menyebabkan terjadinya BBLR.
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
hipertensi sebanyak 19 bayi (17,9%). Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
oleh Khairina pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan
riwayat ibu hipertensi sebanyak 10 bayi (10%).33 Hasil ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Humaeroh L yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat
ibu hipertensi sebanyak 10 bayi (17,5%).34
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu PEB
sebanyak 19 bayi (17,9%). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tintyarza G yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat ibu PEB
sebanyak 23 bayi (20,9%).35 Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Humaeroh L yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat ibu PEB
sebanyak 5 bayi (8,7%), disebabkan karena jumlah sampel yang digunakan pada
penlitiannya lebih sedikit yaitu masing-masing 43 dan 57 bayi sehingga hasil yang
didapatkan juga dapat berbeda. 34
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
eklampsia sebanyak 6 bayi (5,7%). Hasil ini hampir serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Humaeroh L yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat
ibu eklampsia sebanyak 5 bayi (8,7%).34 Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tintyarza G yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat
ibu eklampsia sebanyak 23 bayi (20,9%), hasil ini berbeda dikarenakan jumlah sampel
pada penelitiannya lebih sedikit yaitu masing-masing 57 dan 43 bayi sehingga hasil
yang didapatkan juga dapat berbeda. 35
41
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
sebanyak 12 bayi (11,3%). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Khairina pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat ibu
infeksi sebanyak 7 bayi (7%), hasil ini berbeda dikarenakan jumlah sampel pada
penelitiannya 100 bayi sehingga hasil yang didapatkan juga dapat berbeda.33
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
anemia sebanyak 7 bayi (6,6%). Hasil ini hampir berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Simanjuntak N pada tahun 2009 yang menyatakan bahwa kejadian
BBLR dengan riwayat ibu anemia sebanyak 86 bayi (86%).35 Hasil ini juga berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Humaeroh L yang menyatakan bahwa kejadian
BBLR dengan riwayat ibu anemia sebanyak 9 bayi (15,8%) hasil ini berbeda
dikarenakan jumlah sampel pada penelitiannya masing-masing 100 dan 57 bayi
sehingga jumlah hasil yang didapatkan juga dapat berbeda.34
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
oligohidramnion sebanyak 5 bayi (4,7%). Belum terdapat penelitian lain yang
menyebutkan gambaran kejadian BBLR dengan riwayat ibu oligohidramnion.
Tabel 4.3 Gambaran Kejadian BBLR dengan Faktor Risiko Plasenta
Variabel n (frekuensi) % (persentase)
Ketuban Pecah dini 11 10,4
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa BBLR dengan riwayat ibu
ketuban pecah dini sebanyak 11 bayi (10,4%). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Humaeroh L yang menyatakan bahwa kejadian BBLR dengan riwayat
ibu ketuban pecah dini sebanyak 19 bayi (33,3%) hasil ini berbeda dikarenakan jumlah
sampel pada penelitian ini 57 bayi sehingga hasil yang didapatkan juga berbeda.34
42
4.1.2. Karakteristik Sampel Bayi
Tabel 4.4 Gambaran Kejadian BBLR dengan Faktor Risiko Bayi
Variabel n (frekuensi) % (persentase)
Jenis Kelamin
Laki-laki 55 51,9
Perempuan 51 48,9
Skor APGAR menit ke-5
4-6 12 11,3
7-10 88 83,0
Tidak ada data 6 5,7
Usia Gestasi
EP 4 3,8
VP 29 27,4
MTP 50 47,2
A 18 17,0
Tidak ada data 5 4,7
Lahir Kembar
Ya 17 16
Tidak 89 84
Riwayat Infeksi 80 75,5
Riwayat Non-Infeksi 26 24,5
Total 106 100 *EP = Extremely preterm, VP = Very preterm, MLP = Moderate to late preterm, A = Aterm.
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa jenis kelamin BBLR terdapat 55 bayi
(51,9%) laki-laki dan 51 bayi (51%) perempuan. Berdasarkan hasil tersebut penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi S dkk pada tahun 2012 yang
menyatakan bahwa kejadian BBLR lebih sering terjadi pada bayi dengan jenis kelamin
laki-laki yaitu sebanyak 44 bayi (61,1%) dibandingkan dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 28 bayi (38,9%).29 Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Setyo M dkk dengan hasil BBLR berjenis kelamin
perempuan berjumlah sebanyak 87 bayi (55,4%) dan jenis kelamin laki-laki berjumlah
sebanyak bayi 70 (44,6%), hasil ini berbeda dikarenakan jumlah sampel pada
penelitiannya berbeda sehingga jumlah hasil yang didapatkan juga dapat berbeda.37
Hasil ini juga berbeda dengan hasil Riskesdas kejadian BBLR terbanyak pada tahun
43
2013 terjadi pada jenis kelamin perempuan dengan persentase 11,2% lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki 9,2%.3
Tabel 4.4 didapatkan bahwa kejadian tertinggi BBLR berdasarkan skor
APGAR menit ke-5 yaitu pada skor 7-10 atau normal yaitu 88 bayi (83%). Hasil ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Winny dkk yang menyatakan bahwa
kejadian tertinggi BBLR berdasarkan skor APGAR menit ke-5 yaitu pada skor APGAR
rendah yaitu sebanyak 25 bayi (62,5%). Namun pada penelitiannya hanya terdapat
sebanyak 2 kategori skor APGAR yaitu normal dan rendah.38
Tabel 4.4 didapatkan bahwa angka tertinggi terjadinya BBLR yaitu pada usia
gestasi 33-36 minggu (MTP) yaitu sebanyak 50 bayi (47,2%). Hasil ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Septa W dkk yang menyatakan bahwa persentase BBLR
tertinggi yaitu pada usia gestasi preterm sebanyak 65 (65%) bayi dan usia gestasi aterm
dengan persentase 35 (35%) bayi. Namun pada penelitian tersebut hanya terdapat 2
kategori usia gestasi yaitu preterm dan aterm.48 Hasil ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ilyas pada tahun 2014 dengan hasil tertinggi BBLR terjadi pada
usia gestasi extremely preterm sebanyak 7 bayi (53,8%), diikuti kategori moderate to
late preterm sebanyak 4 bayi (30,8%), dan kategori very preterm sebayak 2 (15,4%).
Namun penelitian tersebut tidak terdapat kategori aterm.39
Tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa kejadian BBLR yang lahir kembar atau
gemeli sebanyak 17 bayi (16%) dari total 106 BBLR. Hasil ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Masitoh S yang menyatakan bahwa 58,3% bayi dengan
kelahiran kembar berisiko mengalami kejadian BBLR.40 Penelitian yang dilakukan
oleh Dwi A dkk mendapatkan hasil yang serupa yaitu 11 bayi (18.3%) dengan kelahiran
kembar berisiko mengalami kejadian BBLR.50
Tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa kejadian BBLR tertinggi terjadi pada bayi
dengan riwayat infeksi yaitu sebanyak 80 bayi (75,5%).
44
4.1.3. Proporsi Berat Badan Lahir Rendah
Tabel 4.5 Gambaran kejadian BBLR berdasarkan Berat Badan Lahir
Kategori
Berat Badan
Lahir
n (frekuensi) % (persen)
BBLASR 6 5,7
BBLSR 19 17,9
BBLR 81 76,4
Total 106 100
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa bayi yang lahir dengan kategori BBLR
menduduki angka paling tinggi yaitu 81 bayi (76,4%) bayi. Hasil ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Duara K yang menyatakan bahwa kategori BBLR
menduduki angka paling tinggi yaitu sebanyak 565 bayi (93,5%), kemudian diikuti
kategori BBLSR sebanyak 38 bayi (6,3%), dan BBLASR sebanyak 1 bayi (0,17%).42
4.1.4. Proporsi Lama Rawat BBLR
Tabel 4.6 Gambaran kejadian Lama Rawat BBLR
Kategori Lama Rawat n (frekuensi) % (persen)
1-3 hari 31 29,2
4-7 hari 30 28,3
>7 hari 44 41,5
Tidak ada data 1 0,9
Total 106 100
Dari tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa angka lama rawat terbanyak yaitu pada
kategori >7 hari yaitu sebanyak 44 bayi (41,5%). Hasil ini serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Numerato dkk yang melakukan penelitian di berberapa negara
menyatakan bahwa persentase rata-rata lama rawat BBLR terbanyak yaitu pada >7
hari, seperti di rata-rata lama rawat di Swedia yaitu 61, Italia 60,5 hari, dan Skotlandia
50,7 bayi.43
45
4.2. ANALISIS BIVARIAT
Pada analisis bivariat hanya digunakan 85 sampel yang dapat diteliti,
disebabkan karena beberapa data faktor risiko ibu maupun bayi tidak lengkap.
4.2.1. Hubungan Lama Rawat BBLR terhadap Faktor Risiko Ibu
Tabel 4.7 Hubungan riwayat penyakit ibu dengan lama rawat.
Variabel Lama Rawat
>7 hari 4-7 hari 1-3 hari Total p value* r
n n n n
Riwayat
Penyakit Ibu
0,044 0,176
Hipertensi, PEB,
eklampsia,
infeksi, dan
oligohidramnion
1 0 0 1
Hipertensi, PEB,
dan eklampsia
2 0 0 2
DM, hipertensi,
dan eklampsia
0 1 0 1
PEB,
oligohidramnion
, dan infeksi
1 0 0 1
Hipertensi dan
PEB
1 2 0 3
Hipertensi dan
oligohidramnion
1 0 0 1
PEB dan infeksi 0 1 0 1
DM dan
hipertensi
0 0 1 1
Diabetes
Melitus
0 0 0 0
Hipertensi 3 2 1 6
Preeklampsia
Berat
5 0 1 6
Eklampsia 0 1 0 1
Infeksi 2 2 3 7
Anemia 3 0 2 5
Oligohidramni-
on
0 1 1 2
Tidak 18 11 18 47
*Hasil Uji Somers’d
46
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat
penyakit ibu dengan lama rawat BBLR (p = 0,044). Hasil r atau koefisien korelasi 0,176
maka kekuatan hubungan antara riwayat penyakit ibu dan lama rawat BBLR adalah
hubungan sangat lemah. Belum terdapat penelitian yang membahas hubungan riwayat
penyakit ibu dengan lama rawat BBLR.
Tabel 4.8 Hubungan faktor risiko plasenta dengan lama rawat.
Variabel Lama Rawat
>7 hari 4-7 hari 1-3 hari Total p value* r
n n n n
Ketuban pecah
dini
3 5 1 9 0,841 0,015
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa BBLR dengan riwayat ibu ketuban
pecah dini yang dirawat terbanyak yaitu pada 4-7 hari yaitu sebanyak 5 bayi. Dari hasil
didapatkan nilai p = 0,841 yang artinya p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat ibu ketuban pecah dini dengan lama
rawat BBLR. Belum terdapat penelitian yang membahas hubungan riwayat ibu ketuban
pecah dini dengan lama rawat BBLR.
4.2.2. Hubungan Lama Rawat BBLR terhadap Faktor Risiko Bayi
Tabel 4.9 Hubungan faktor risiko bayi dengan lama rawat.
47
Variabel Lama Rawat
>7 hari 4-7 hari 1-3 hari Total p value** r
n n n n
Berat Badan
Lahir
0,000 0,366
BBLASR 4 0 0 4
BBLSR 14 1 0 15
BBLR 19 20 27 66
Usia gestasi 0,002 0,301
EP 1 1 1 3
VP 20 3 3 26
MLP 12 12 17 41
A 4 5 6 15
Lahir kembar 0,626 0,034
Ya 7 1 7 15
Tidak 30 20 20 70
Skor APGAR
(menit ke-5)
0,106 0,096
4-6 2 3 5 10
7-10 35 18 22 75
Riwayat
Infeksi
0,003 0,236
Ya 33 16 15 64
Tidak 4 5 12 21
*EP = Extremely preterm, VP = Very preterm, MLP = Moderate to late preterm, A = Aterm.
** Hasil Uji Somers’d
Berdasarkan tabel 4.9 diperoleh hasil data lama rawat paling banyak
berdasarkan kategori berat badan lahir terjadi pada kelompok BBLR yaitu sebanyak 66
bayi. Namun pada hasil didapatkan BBLASR cenderung memiliki lama rawat yang
lebih panjang, hal ini disebabkan karena belum sempurnanya organ-organ dalam tubuh
baik anatomi maupun fisiologi sehingga lebih mudah terjadinya masalah atau kelainan
yang berakibat lama rawatnya semakin panjang dibandingkan dengan bayi berat lahir
normal.8 Dari hasil didapatkan nilai p = 0,000 yang artinya p<0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan
lama rawat BBLR. Didapatkan hasil r atau koefisien korelasi 0,366 maka kekuatan
hubungan antara berat badan lahir BBLR dan lama rawat adalah hubungan lemah.
48
Belum terdapat penelitian yang membahas hubungan berat badan lahir BBLR dengan
lama rawat.
Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan hasil bahwa kejadian lama rawat paling
banyak berdasarkan kategori usia gestasi terjadi pada kelompok usia gestasi moderate
to late preterm yaitu sebanyak 41 bayi. Namun pada hasil didapatkan bayi very preterm
cenderung memiliki lama rawat yang lebih panjang, hal ini disebabkan karena belum
sempurnanya organ-organ dalam tubuh baik anatomi maupun fisiologi sehingga lebih
mudah terjadinya masalah atau kelainan yang berakibat lama rawatnya semakin
panjang dibandingkan dengan bayi berat lahir normal.8 Dari hasil didapatkan nilai p =
0,002 yang artinya p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara usia gestasi dengan lama rawat BBLR. Didapatkan hasil r atau
koefisien korelasi 0,301 maka kekuatan hubungan antara usia gestasi BBLR dan lama
rawat adalah hubungan lemah. Belum terdapat penelitian yang membahas hubungan
usia gestasi BBLR dengan lama rawat.
Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan bahwa kejadian kelahiran kembar atau gemeli
sebanyak 15 bayi dari 85 BBLR. Kemudian jumlah bayi terbanyak di rawat pada 1-3
hari dan >7 hari dengan masing-masing sebanyak 7 bayi. Dari hasil didapatkan nilai p
= 0,626 yang artinya p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara kelahiran kembar dengan lama rawat BBLR. Belum
terdapat penelitian yang membahas hubungan kelahiran kembar dengan lama rawat.
Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan hasil bahwa kejadian lama rawat paling
banyak berdasarkan skor APGAR menit ke-5 terjadi pada kelompok bayi dengan skor
APGAR 7-10 yaitu sebanyak 75 bayi. Dari hasil didapatkan nilai p = 0,106 yang artinya
p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara skor APGAR menit ke-5 dengan lama rawat BBLR. Belum terdapat penelitian
yang membahas hubungan skor APGAR menit ke-5 dengan lama rawat.
Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan hasil bahwa kejadian lama rawat paling
banyak terjadi pada bayi dengan riwayat infeksi yaitu sebanyak 64 bayi. Namun pada
49
hasil didapatkan BBLR dengan riwayat infeksi cenderung memiliki lama rawat yang
lebih panjang, hal ini dapat disebabkan karena BBLR dengan riwayat infeksi harus
menjalani penatalaksanaan infeksi terlebih dahulu dibandingkan BBLR tanpa infeksi.
Dari hasil didapatkan nilai p = 0,003 yang artinya p<0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat infeksi bayi dengan lama
rawat BBLR. Didapatkan hasil r atau koefisien korelasi 0,236 maka kekuatan hubungan
antara riwayat infeksi BBLR dan lama rawat adalah hubungan lemah. Belum terdapat
penelitian yang membahas hubungan riwayat infeksi BBLR dengan lama rawat.
4.3. Keterbatasan penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data melalui rekam medik pasien,
namun ada beberapa variabel yang kurang lengkap pada rekam medik yang tersedia.
Kemudian pada data rekam medik hanya terdapat beberapa faktor risiko BBLR yang
terlampir, sehingga peneliti hanya dapat mengambil beberapa faktor risiko BBLR
sesuai dengan data yang ada pada rekam medik. Data yang tidak didapatkan pada
penelitian ini seperti faktor risiko riwayat merokok dan konsumsi alkohol pada ibu.
Pada penelitian ini tidak dilakukan pengambilan rekam medik ibu, sehingga terdapat
beberapa variabel seperti faktor risiko plasenta tidak didapatkan yaitu plasenta previa
atau solusio plasenta pada ibu tidak didapatkan.
50
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1.2. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kasus BBLR terbanyak ditemukan pada ibu dengan kelompok persalinan SC,
usia 20-35 tahun, tingkat pendidikan menengah SMA/SMK, kunjungan ANC
teratur, paritas multipara, dan jarak kehamilan sebelumnya ≥2 tahun.
2. Kasus BBLR terbanyak ditemukan pada kelompok bayi laki-laki, APGAR skor
menit ke-5 7-10, usia gestasi 33-36 minggu, berat lahir antara 1500-2499 gram,
riwayat infeksi, dan kelahiran kembar sebanyak 17 bayi.
3. Dari kasus BBLR yang dirawat, angka kejadian lama rawat terbanyak yaitu
pada lama rawat > 7 hari.
4. Terdapat hubungan antara faktor risiko riwayat penyakit ibu (p = 0,044) dengan
r = 0,176 hubungannya sangat lemah terhadap lama rawat BBLR.
5. Terdapat hubungan antara faktor risiko berat badan lahir rendah (p = 0,000)
dengan r = 0,366 hubungannya lemah, usia gestasi <37 minggu (p = 0,002)
dengan r = 0, 301 hubungannya lemah, dan riwayat infeksi bayi (p = 0,003)
dengan r = 0, 236 hubungannya lemah terhadap lama rawat BBLR.
1.3. Saran
1.3.1. Untuk penelitian selanjutnya
• Pada penelitian ini hanya melihat gambaran faktor risiko BBLR
berdasarkan usia ibu, tingkat pendidikan, kunjungan antenatal care,
jumlah paritas, jarak kehamilan, dan riwayat penyakit ibu. Sehingga
masih banyak faktor risiko BBLR yang belum diikutsertakan oleh
karenanya diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk
50
51
mengetahui lebih banyak faktor risiko seperti riwayat merokok
konsumsi alkohol, dan status gizi pada ibu yang berhubungan dengan
kejadian BBLR.
• Pada penelitian ini hanya melihat gambaran lama rawat bayi BBLR
berdasarkan berat badan lahir, usia gestasi, kelahiran kembar,
riwayat penyakit infeksi maupun non infeksi, dan riwayat penyakit
ibu, sehingga diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor lain seperti biaya dan ketersediaan alat yang
mempengaruhi lama rawat bayi BBLR di NICU.
1.3.2. Untuk RSU Kota Tangerang Selatan
• Pada penelitian ini mengambil data rekam medik di Rumah Sakit,
sehingga diharapkan pihak rumah Sakit mendokumentasikan rekam
medik yang lebih lengkap yang nantinya penelitian dapat dilakukan
lebih optimal dan menjadikan data yang telah diambil oleh peneliti
menjadi profil rumah sakit tersebut.
1.3.3. Untuk masyarakat
• Diharapkan masyarakat lebih peduli akan kesehatannya sebelum
maupun selama kehamilan seperti memperhatikan faktor usia, jumlah
paritas, jarak kehamilan sebelumnya, kunjungan ANC, dan riwayat
penyakit yang ada.
52
Daftar Pustaka
1. Chaman R, Amiri M, Raei M, Ajami ME, Sadeghian A, Khosravi A. Low birth
weight and its related risk factors in Northeast Iran. Iran J Pediatr 2013; 23:
701-4.
2. Villar J, Bellizan J. Relative contribution of prematurity and fetal growth
retardation to low birth weidesght in developing and developed societies. Am J
Obstet Gynecol 1982; 143: 7938.
3. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan; 2013.
4. Sulistiani K. Faktor risiko BBLR di Wilayah kerja Puskesmas Kota Tangerang
Selatan 2012-2014 [skripsi]. Jakarta: UIN FK; 2014.
5. Marcdante KJ, Kliegman, Robert M, dkk. Nelson ilmu kedokteran anak
esensial. Edisi ke-6. Singapore: Elsevier; 2014.
6. Cunningham FG, Leveno, Kenneth J, Bloom SL, dkk. Obstetri William. Edisi
23. Jakarta: EGC; 2014.
7. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2008.
8. Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2005.
9. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2015.
10. IDAI. Perawatan bayi berat lahir rendah. 2013. [diakses tanggal 31 Juli 2017].
Tersedia di:
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk-
meningkatkan-pemberian-asi
11. Wartawan IW. Analisis lama rawat pasien yang menjalani pembedahan di
ruang rawat inap bedah kelas III RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2011 [tesis].
Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.
53
12. Digiovine B, Chenoweth C, Watts C, Higgins M. The attributable mortality and
costs of primary nosocomial bloodstream infections in the intensive care unit.
Am J Respir Crit Care Med . 1999; 160: 976–81.
13. Altimier L, Eichel M, Warner B, Tedeschi L, Brown B. Developmental care:
changing the NICU physically and behaviorally to promote patient outcomes
and costs. Neon Intens C . 2004; 17: 35–9.
14. Petrou S, Mehta Z, Hockley C, Cook-Mozaffari P, Henderson J, Goldacre M.
The impact of preterm birth on hospital inpatient admissions and costs during
the first 5 years of life. Pediatrics . 2003; 112: 110–7.
15. Soedarto. Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Jakarta: Seto; 2016.
16. Tiessen J, Kambara H, Sakai T, Kato K, Yamauchi K, McMillan C. What
causes international variations in length of stay: A comparative analysis for two
inpatient conditions in Japanese and Canadian hospitals. Health Serv Manage
Res. 2013;26: 86–94.
17. Mawajdeh S, Hayajneh Y, Al-Qutob R. The effect of type of hospital and health
insurance on hospital length of stay in Irbid, North Jordan. Health Policy Plan.
1997;12: 166–72.
18. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009.
19. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3.
Jakarta: FKUI; 2005.
20. Manuaba I.BG, Manuaba C, Manuaba F. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta:
EGC; 2007.
21. United Nations Children’s Fund and World Health Organization, Low
Birthweight: Country, regional and global estimates. New York: UNICEF New
York; 2004.
22. Phaneendra RRS, Prakash KP, Sreekumaran NN. Influence of pre-pregnancy
weight, maternal height and weight gain during pregnancy on birth weight.
Bahrain Med Bull. 2001; 23; 22-6.
54
23. Berbabe JV, Soriano T, Albaladejo R, Juarranz M, Calle ME, Martinez D. Risk
factors for low birth weight. Eur J Obstet Gynecol Rep Bio; 2004; 116; 3-15.
24. Rosso P. Nutrition and metabolism in pregnancy, mother, and fetus. New York:
Oxford University Press; 1990.
25. Almira F, Kundre R, Lolong J. Hubungan usia ibu bersalin dengan kejadian
bayi BBLR di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Manado: FKP
UNSRAT; 2014.
26. Husein S. Pengaruh Antenatal Care terhadap Kejadian BBLR [tesis]. Surabaya:
FKM UNAIR; 2014.
27. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus. Sari Pediatri; 2000; 2; 96-102.
28. Depkes RI. Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Jakarta: Depkes RI; 2016.
29. Adi S, Chundrayeti E, Yulistini. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap
kejadian BBLR di RSUP Dr. M Djamil Padang. Padang: FK UNAND; 2012.
30. Kania D. Hubungan kunjungan ANC dengan kejadian BBLR di Wilayah kerja
Puskesmas [skripsi]. Semarang: Kebidanan STIKES UNW; 2016.
31. Endriana S, Indrawati N, Rahmawati A.. Hubungan umur dan paritas ibu
dengan BBLR di RB Citra Insani Semarang Tahun 2012. Semarang: Kebidanan
UMS; 2012.
32. Festy P. Analisis faktor risiko pada kejadian BBLR di Kabupaten Sumenep
[skripsi]. Surabaya: FKP UMS; 2010.
33. Khairina, Modjo R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di
wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Provinsi Jawa
Barat Tahun 2013. Jakarta: FKM UI; 2013.
34. Humaeroh L. Hubungan ketuban pecah dini dengan BBLR di PKU
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Tahun 2012-2013 [skripsi]. Yogyakarta:
Kebidanan USIYA; 2013.
55
35. Tintyarza GA. Hubungan Preeklampisia/Eklampsia dengan kejadian BBLR
pada bayi di RSUD Kartini Jepara [tesis]. Surakarta: FK UMS; 2013.
36. Simanjuntak NA. Hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di
Badan Pengelola Rumah Sakit Umum Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu
[skripsi]. Medan: FKM USU; 2009.
37. Setyo P, Umi M. Pola kejadian BBLR dan faktor yang mempengaruhinya di
Indonesia Tahun 2010. Surabaya: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI; 2010.
38. Carolus W, Rompis J, Wilar R. Hubungan APGAR skor dan berat badan lahir
dengan sepsis neonatorum. Manado: FK UNSRAT; 2013.
39. Ilyas M. Angka kejadian persalinan preterm, berat badan lahir, dan kematian
perinatal di Rumah Sakit Prikasih Tahun 2010-2014 [skripsi]. Jakarta: FK UIN;
2014.
40. Masitoh S, Syafrrudin, Delmaifanis. Hamil ganda penyebab bermakna BBLR.
2009; 1; 129-34.
41. Purwanti AD. Hubungan antara umur kehamilan, kehamilan ganda, hipertensi,
dan anemia dengan kejadian BBLR. Surabaya: FKM UNAIR; 2014.
42. Duara IK. Determinan Kematian BBLR Selama Rawat Inap di RSUD
Karangasem Tahun 2012-2014. Bali: FKM UNUD; 2014.
43. Numerato D. Mortality and length of stay of very low birth weight and very
preterm infants: A EuroHOPE Study. 2015; 10.
44. Lee HC. Accounting for Variation in Length of Stay for Extremely Low Birth
Weight Infants. 2013.
45. Maulana M. Panduan lengkap kehamilan: memahami kesehatan reproduksi,
cara menghadapi kehamilan, dan kiat mengasuh anak. Jogjakarta: Kata Hati;
2007.
56
46. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016.
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga. Jakarta: Kemenkes RI; 2016.
47. Green C. Rencana asuhan keperawatan maternal dan bayi baru lahir. Jakarta:
EGC; 2012.
48. Septa W, Darmawan MTS. Faktor risiko bayi berat lahir rendah di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2010 [tesis]. Yogyakarta: FK UII; 2010.
49. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.
50. Purwanto Anjas D. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian bayi berat
lahir rendah [skripsi]. Surabaya: FK UINAIR; 2016.
57
Lampiran 1
58
Lampiran 2
RIWAYAT PENULIS
Identitas Diri:
Nama : Annisa Luthfi Hapsari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir : Tangerang, 4 Januari 1996
Alamat : Asrama Polri Ciledug Blok: A No: 1 RT 02 RW 01
Kec. Ciledug, Kota Tangerang, Banten
No. Telepon : 08170330567
E-mail : [email protected]
Pendidikan:
1. TK Bhayangkari 12 (2000-2002)
2. SD Islam Al – Hasanah (2002-2008)
3. SMP Islam Al – Azhar 10 Kembangan (2008-2011)
4. SMA Negeri 78 Jakarta (2011-2014)
5. PSKPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014-Sekarang)