PENDAHULUAN
Gangguan-gangguan yang termasuk dalam gangguan perkembangan
psikologis(F80-f89) pada umumnya mempunyai gambaran onset bervariasi
selama masa bayi atau anak-anak, adanya hendaya atau keterlambatan
perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan kematangan biologis dari
susunan saraf pusat, dan berlangsung terus menerus tanpa ada remisi dan
kekambuhan yang khas pada beberapa gangguan jiwa.
Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa,
keterampilan video-spatial dan/atau koordinasi motorik. Yang khas adalah
hendayanya yang berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak
(walaupun deficit lebih ringan sering menetap hingga masa dewasa). Khas pada
gangguan perkembangan terdapat riwayat keluarga dengan gangguan yang sama
atau sejenisnya. Terdapat bukti bahwa faktor genetik juga berperan penting dalam
beberapa kasus (meskipun tidak semuanya).
A. Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa (F80).
Gangguan ini merupakan gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak
fase awal perkembangan. Kondisi ini tidak secara langsung diakibatkan oleh
kelainan neurologis atau kelainan mekanisme berbicara, hendaya sensorik,
retardasi mental atau faktor lingkungan. Anak mungkin lebih mampu
berkomunikasi atau mengerti pada situasi tertentu yang sangat dikenalnya
dariapda situasi lain, tetapi kemampuannya berbahasa pada setiap keadaan
terganggu.
Kesulitan utama diagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa
adalah membedakannya dengan variasi perkembangan anak normal. Anak dengan
perkembangan yang normal mempunyai variasi yang besar pada usia saat pertama
kali belajar berbicara dan berbahasa. Anak normal dengan keterlambatan
berbicara (slow speaker) sebagian besar bisa berkembang menjadi normal.
Sebaliknya, anak dengan gangguan perkembangan khas bicara dan berbahasa,
meskipun pada akhirnya sebagian besar mencapai tingkat normal dari
keterampilan berbahasa, namun juga akan diikuti oleh masalah-masalah yang
lainnya seperti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan
interpersonal, serta gangguan emosional dan prilaku. Terdapat empat kriteria
utama yang digunakan untuk menemukan terjadinya gangguan klinis yang nyata
yaitu: a. Keparahan; b. Perjalanan penyakit; c. Pola; d. Masalah yang menyertai1.
Kesulitan kedua dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara
dan berbahasa adalah membedakannya dengan retardasi mental atau kelambatan
perkembangan global. Kecurigaan pada gangguan perkembangan khas jika
ditemukan bahwa kelambatan perkembangan yang ditemukan tidak menyimpang
dari tingkat rata-rata umum fungsi kognitif. Pada umumnya, retardasi mental akan
disertai dengan pola prestasi intelektual yang tidak merata dan hendaya berbahasa
yang lebih berat.
Kesulitan ketiga dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara
dan berbahasa adalah membedakannya dari suatu gangguan sekunder akibat dari
ketulian yang berat atau beberapa kelainan neurologis atau struktur lain yang
khas. Ketulian yang berat pada awal masa kanak-kanak hampir selalu dapat
menimbulkan keterlambatan perkembangan bahasa yang menyolok. Kelainan
artikulasi yang lansung disebabkan oleh langit-langit mulut yang terbelah atau
disatria yang diakibatkan oleh cerebral palsy juga dapat menyebabkan gangguan
berbicara. Gangguan berbicara dan berbahasa yang disebabkan oleh hal-hal ini
tidak termasuk dalam gangguan khas berbicara dan berbahasa.
1. Gangguan Artikulasi berbicara Khas (F80.0).
Pada perkembangan normal, anak berusia tahun biasanya akan terjadi
kesalahan mengungkapkan suara bicara, namun kesalahan ini dapat dimengerti
dengan mudah oleh orang lain. Pada usia 6-7 tahun, sebagian besar suara untuk
berbahasa akan diperoleh. Meskipun kesulitan berbicara dapat menetap dengan
kombinasi suara tertentu, tetapi hal ini tidak menyebabkan masalah dalam
komunikasi. Pada usia 11-1 tahun, penguasaan dari hampir semua suara untuk
berbicara harus dicapai.
Pada perkembangan yang abnormal, kemahiran suara bicara akan terlambat
dan/menyimpang sehingga hal ini dapat menimbulkan misartikulasi berbahasa
anak dengan kesulitan orang lain memahami, subtitusi suara bicara dan
inkontinensi mengeluarkan suara (anak dapat dengan benar mengucapkan
beberapa kata tetapi tidak dapat untuk kata-kata yang lainnya).
Diagnosis ditegakkan hanya jika beratnya gangguan artikulasi diluar batas
variasi normal bagiusia mental anak. Pada gangguan ini,kecerdasan (intelegensia)
non verbal anak masih dalam batas normal.
Sebagian besar anak dengan gangguan artikulasi bahasa berespon baik pada
pengobatan. Kesulitan artikulasi bahasa bisa ditangani dengan baik dan tidak
menetap hingga dewasa. Namun, jika gangguan artikulasi ini juga diikuti dengan
gangguan berbahasa ekspresif, prognosis gangguan akan menjadi lebih buruk dan
perlu terapi bicara yang lebih spesifik untuk menanganinya.
2. Gangguan berbahasa ekspresif (F80.1).
Gangguan berbahasa ekspresif adalah gangguan perkembangan khas dengan
kemampuan anak dalam mengekspresikan bahasa lisan/ucapan dibawah rata-rata
usia mentalnya, namun pengertian bahasa dalam batas normal, dengan atau tanpa
gangguan artikulasi.
a. Diagnosis
Perlu diperhatikan bahwa pada umumnya terdapat variasi individu yang
cukup besar dalam tingkat perkembangan bahasa yang normal. Namun, pada anak
berusia tahun yang ditemukan tidaknya ada kata yang terucap atau hanya
kemunculan beberapa kata, hal ini dapat menjadi tanda yang bermakna dalam
mencurigai keterlambatan pada anak. Tanda keterlambatan lain juga dapat
diberikan pada anak berusia tahun yang tidak mampu mengerti kata majemuk
sederhana. Tanda lain yang muncul belakangan dapat berupa perkembangan
kosakata yang terbatas, kesulitan dalam memilih dan mengganti kata-kata yang
tepat, penggunaan berlebihan dari sekelompok kecil kata-kata umum,
pemendekan ucapan yang panjang, struktur kalimat yang mentah, kesalahan
kalimat (syntactical), kehilangan awalan dan akhiran yang khas
sertakesalahan/kegagalan dalam menggunakan aturan tata bahasa seperti kata
penghubung, kata ganti, artikel dan kata kerja/benda yang mengalami perubahan.
Dapat dijumpai generalisasi yang tidak tepat dari aturan tata bahasa, seperti
kekurangan dalam pengucapan kalimat dan kesulitan mengurut kejadian yang
telah lewat. Ketidakmampuan dalam bahasa lisan sering disertai dengan
kelambatan atau abnormalitas dalam bunyi kata yang dihasilkan.
Diagnostik ditegakan jika tingkat keparahan dari kelambatan perkembangan
berbahasa ekspresif telah melewati batas variasi normal dari umur mental anak,
namun kemampuan pengertian bahasa masih dalam batas normal. Penggunaan
bahasa non verbal (Senyum dan gerakan tubuh) dan bahasa internal yang tampak
dalam imajinasi atau dalam permainan khayalan tetap utuh. Dalam hal ini,
kemampuan dalam komunikasi sosial tanpa kata tidak terganggu. Anak sebagai
kompensasi dari kekurangannya akan berusaha berkomunikasi dengan
menggunakan demonsterasi, gerakan tubuh, mimik atau bunyi-bunyi non bahasa.
Namun, anak sebagian besar akan menjumpai kesulitan dalam hubungan dengan
teman sebayanya, gangguan emosional, gangguan prilaku dan/atau aktivitas
berlebih serta kurang perhatian. Gangguan kehilangan pendengaran parsial sering
ditemukan dalam kasus ini, namun hal ini tidak harus menjadi penyebab dari
kelambatan bahasa. Gangguan dalam percakapan dapat dianggap sebagai
penyebab terbesar dalam gangguan perkembangan berbahasa ekspresif.
3. Gangguan berbahasa Reseptif (F80.2)
Gangguan berbahasa reseptif adalah gangguan perkembangan khas ditandai
dengan kemampuan anak untuk mengerti bahasa di bawah rata-rata usia
mentalnya. Namun, dalam hampir semua kasusnya dalam perkembangannya,
kemampuan bahasa ekspresif juga akan kemungkinan besar juga ikut terganggu
dalam gangguan ini.
a. Diagnosis
Gangguan ini perlu dicurigai jika ditemukan anak tidak mampu memberi respon
terhadap nama benda yang umum pada umur 1 tahun, anak ditemukan tidak
mampu mengidentifikasi beberapa objek sederhana dalam umur 18 bulan serta
anak ditemukan gagal mengikuti instruksi sederhana pada umur tahun. Kesulitan
yang ditemukan pada massa lanjut seperti kesulitan dalam pengertian struktur tata
bahasa (bentuk kalimat, pertanyaan, perbandingan, dsb) dan pengertian kehalusan
bahasa (nada suara, gerakan tubuh, dsb)(PPDGJ III,2001).
Diagnostik gangguan berbahasa reseptif ditegakan jika tingkat kelambatan dalam
bahasa reseptif anak berada di luar batas normal rata-rata usia mental anak dan
jika kriteria gangguan perkembangan pervasif tidak dijumpai pada anak. Pada
hampir semua kasus, perkembangan bahasa ekspresif juga ditemukan terlambat.
Gangguan berbahasa reseptif mempunyai tingkat hubungan yang tinggi dengan
gangguan sosio-emosional-perilaku. Meskipun tidak khas, anak dengan gangguan
ini menunjukan hiperaktivitas, kurang perhatian, kecanggungan sosial, anxietas,
sensitifitas dan malu yang tidak wajar. Anak dengan gangguan berbahasa reseptif
yang berat biasanya disertai dengan kelambatan dalam perkembangan sosial,
dapat mengulang kata yang tidak mereka mengerti dan menunjukan pola perhatian
yang terbatas. Meskipun demikian, anak dengan gangguan berbahasa reseptif
berbeda dengan anak autistik dalam hal interaksi sosial yang lebih normal,
pemanfaatan orang tua untuk berlindung normal, penggunaan gerak tubuh yang
hampir normal, dan ditemukan hanya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi.
Kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi dapat ditemukan, tetapi tingkat
ketulian tidak cukup untuk menimbulkan hendaya berbahasa.
Pemeriksaan bicara dan bahasa yang lengkap, sebelum terapi bicara dan
bahasa, biasanya dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan bahasa reseptif,
terlepas dari tidak adanya penelitian yang terkendali mengenai terapi gangguan.
Beberapa ahli terapi menyukai lingkungan stimuli yang ringan, dimana anak
diberikan instruksi linguistik individual. Beberapa lainnya menganjurkan bahwa
instruksi bicara dan bahasa diintegrasikan ke dalam berbagai lingkungan dengan
kelompok anak yang diajarkan beberapa struktur bahasa secara bersama-sama.
Banyak gejala yang terlibat dalam gangguan, sehingga lingkungan pendidikan
yang khusus dan kecil mungkin bermanfaat dalam memaksimalkan hasil terapi .
4. Afasia yang didapat dengan Epilepsi/ Sindrom Landau-Kleffnerr
(F80.3).
Sindrom ini merupakan suatu gangguan yang didahului terlebih dahulu dengan
perkembangan berbahasa yang normal, kemudian kehilangan kedua kemampuan
berbahasa reseptif dan ekspresif, namun intelegensia umum masih dalam batas
normal. Onset gangguan disertai dengan abnormalitas paroksismal pada EEG dan
dalam banyak kasus disertai kejang epileptik. Pada umumnya, onset gangguan ini
berada pada rentang umur -7 tahun, tetapi dapat juga muncul lebih awal atau lebih
lambat. Pada seperempat jumlah kasus, akan terjadi kehilangan berbahasa secara
perlahan-lahan dalam beberapa bulan. Namun, pada kasus lain, onset terjadi
secara mendadak dalam beberapa hari atau minggu.
Hubungan temporal antara onset kejang dengan kehilangan berbahasa
bervariasi, biasanya salah satu mendahului yang lain dalam beberapa bulan
sampai tahun. Khas pada gangguan ini adalah ditemukannya hendaya berbahasa
reseptif yang sangat berat., dengan kesulitan dalam pengertian melalui
pendengaran yang sering timbul pada manifestasi awal. Beberapa anak menjadi
membisu, mengeluarkan suara ulang yang tak berarti atau kekurang lancaran
berbahasa. Pada beberapa kasus, kualitas suara terganggu dengan hilangnya
alunan suara yang normal. Kadang-kadang gangguan berbahasa timbul-hilang
dalam fase awal gangguan ini. Gangguan emosional dan prilaku sering menyusul
beberapa bulan setelah gangguan berbahasa, tetapi hal itu cenderung membaik
pada saat anak mampu berkomunikasi.
Penyebab kondisi ini tidak diketahui pasti, namun dengan ciri khas yang
ditunjukan diperkirakan disebabkan proses radang pada otak. Perjalanan penyakit
ini cukup bervariasi: kira-kira dua pertiga dari anak-anak ini akan tetap kurang
mampu dalam bahasa reseptif sedangkan satupertiganya mampu untuk sembuh
sempurna.
A. Gangguan perkembangan belajar khas (F81).
Gangguan perkembangan belajar khas adalah suatu gangguan pada pola normal
kemampuan penguasaan keterampilan yang terganggu sejak stadium awal dari
perkembangan yang bukan semata-mata akibat dari kurangnya kesempatan belajar
atau pun berhubungan dengan cedera otak yang didapat ataupun penyakit lainnya.
Gangguan ini lebih banyak berasal dari kelainan proses kognitif, khususnya
beberapa tipe disfungsi biologis. Gangguan ini lebih banyak dijumpai pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.
Dalam mendiagnosis gangguan perkembangan belajar khas, terdapat 5 hal
yang perlu diperhatikan dalammenegakan diagnosis kasus yakni:
a. Variasi normal dalam prestasi sekolah.
b. Perjalanan taraf perkembangan gangguan.
c. Keterampilan skolastik yang perlupengajaran dan pembelajaran.
d. Penyebab dari kesulitan membaca.
e. Belum bakunya cara terbaik dalam penggolongan gangguan perkembangan
khas kemampuan skolastik.
Gangguan perkembangan belajar khas terdiri dari sekelompok gangguan yang
ditandai oleh adanya hendaya yang khas dan bermakna dalam belajar
keterampilan skolastik. Hendaya dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung
dari gangguan yang lain (retardasi mental, defisit neurologis yang besar, masalah
visus dan daya dengar yang tidak terkoreksi, atau gangguan emosiona), walaupun
mungkin terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut. Gangguan perkembangan
belajar khas seringkali terdapat bersamaan dengan sindrom klinis lain (seperti
gangguan pemusatan perhatian atau gangguan tingkah laku) atau gangguan
perkembangan lain (gangguan perkembangan motorik khas atau gangguan
perkembangan khas berbicara atau berbahasa). Etiologi dari gangguan
perkembangan belajar khas tidak diketahui, tetapi diduga hal ini disebabkan oleh
faktor biologis yang berinteraksi dengan faktor non biologis (seperti kesempatan
belajar dan kualitas pengajaran).
Terdapat syarat dasar dalam diagnosis gangguan perkembangan belajar khas
diantaranya adalah:
a. Terdapat hendaya yang bermakna dalam keterampilan skolastik tertentu.
b. Hendayanya harus khusus dalam arti bahwa tidak semata-mata karena adanya
retardasi mental atau hendaya ringan pada intelegensia umum.
c. Hendaya harus dalam perkembangannya.
d. Tidak ada faktor luar yang menjadi alasan untuk kesulitan skolastik.
e. Gangguan perkembangan belajar khas tidak langsung disebabkan oleh
hendaya visus atau pendengaran yang tak terkoreksi.
1. Gangguan membaca khas (F81.0).
Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna
dalam perkembangan kemampuan membaca, yang tidak semata-mata dijelaskan
dari usia mental, masalah ketajaman pandangan, atau dari tidak adekuatnya
pendidikan. Kemampuan mengerti/memahami bacaan, mengenali kata pada
bacaan, kemampuan membaca secara lantang, dan pelaksanaan tugas/pekerjaan
yang membutuhkan kemampuan membaca mungkin semua akan terkena.
Kesulitan mengeja seringkali dihubungkan dengan gangguan membaca khas dan
sering menetap sampai remaja walau kemampuan membaca sudah sempurna.
Anak-anak dengan gangguan membaca khas seringkali mempunyai riwayat
gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa dan pemeriksaan yang
seksama tentang fungsi berbahasa sering mengungkapkan kesulitan yang berada
bersama. Selain kegagalan akademik, absen dari sekolah dan masalah penyesuaian
sosial merupakan kesulitan yang sering dijumpai, terutama sekali pada akhir
pendidikan dasar dan menengah pertama.
2. Gangguan mengeja khas (F81.1)
Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna
dalam perkembangan kemampuan mengeja tanpa riwayat gangguan membaca
khas, yang bukan disebabkan oleh rendahnya usia mental, masalah ketajaman
penglihatan atau pendidikan sekolah yang tidak adekuat. Kemampuan untuk
mengeja secara lantang (lisan) dan menuliskan kata secara benar keduanya
terkena. Anak memiliki sebuah masalah seperti kemampuan tulisan tangan tidak
harus dimasukan ke dalam gangguan ini. Namun, dalam beberapa kasus,
kesulitan mengeja juga berhubungan dengan masalah kemampuan menulis.
Berlainan dengan pola gangguan membaca khas yang biasa, kesalahan mengeja
ternyata secara fonetik benar.
Penegakan diagnosis gangguan mengeja khas harus melihat kemampuan mengeja
secara bermakna dibawah tingkat yang seharusnya sesuai dengan usianya.
Penilaian gangguan ini sebaiknya dinilai dengan cara pemeriksaan untuk
kemampuan mengeja yang baku. Kemampuan membaca anak harus dalam batas
normal dan harus tidak ada riwayat sebelumnya yang bermakna tentang kesulitan
membaca. Kesulitan dalam mengeja bukan sebagai akibat cara pengajaran yang
tidak adekuat atau karena kekurangan daya penglihatan, pendengaran atau fungsi
neurologis, dan bukan didapat sebagai akibat gangguan neurologis, psikiatris atau
lainnya.
Meskipun diketahui bahwa gangguan mengeja murni berbeda dari gangguan
membaca yang berhubungan dengan kesulitan mengeja, ternyata sedikit sekali
diketahui tentang awal kejadian, perjalanan penyakitnya, hubungan atau akibat
dari gangguan mengeja.
3. Gangguan berhitung khas (F81.2)
Gangguan berhitung khas adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan
keterampilan aritmetika yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
intelektual dan tingkat pendidikan seseorang.Kelemahan gangguan ini terletak
pada kelemahan pada penguasaan kemampuan dasar berhitung yaitu tambah,
kurang, kali dan bagi (bukan kemampuan matematika yang lebih abstrak seperti
aljabar, trigonometri, geometri atau kalkulus). Tidak adanya kemampuan
matematika ini dapat mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas hidup sehari-hari.
a. Diagnosis
Pada penegakan diagnosis, gangguan berhitung harus ditemukan.Kemampuan
berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada tingkat yang
seharusnya dicapai sesuai umurnya. Gangguan ini dinilai dengan cara
pemeriksaan untuk kemampuan berhitung yang baku. Keterampilan membaca dan
mengeja harus dalam batas normal sesuai dengan sesuai dengan umur mental
anak.
Sebagian besar anak dengan gangguan berhitung dapat diklasifikasikan selama
kelas dua dan tiga dalam sekolah dasar. Kinerja anak yang terkena dalam
menangani konsep angka dasar, seperti berhitung dan menjumlahkan mengalami
gangguan meskipun kemampuan keterampilan intelektual di bidang lain dalam
batas normal. Selama dua atau tiga tahun pertama sekolah dasar, seorang anak
dengan gangguan berhitung tampak mengalami kemajuan dalam matematika
dengan menyandarkannya pada hafalan. Tetapi dengan segera, saat aritmatika
berkembang menjadi tingkat yang kompleks yang memerlukan diskrriminasi dan
manipulasi hubungan ruang dan numerik, adanya gangguan dicurigai.
Kesulitan berhitung ternyata beraneka ragam termasuk: sulit megerti konsep
perhitungan yang mendasari, tidak mengerti istilah dan lambang matematika,
tidak mengenal angka, kesulitan mengaksarakan upaya perhitungan dasar,
kesulitan mengenal angka yang terkait dengan soal berhitung, kesulitan dalam
menjajarkan angka yang sesuai atau meletakan titik desimal atau lambang
berhitung, tidak pandai mengatur ruang dalam perhitungan matematika dan tidak
mampu untuk menghafal perkalian secara memuaskan.
B. Gangguan perkembangan motorik khas (F82)
Gangguan koordinasi perkembangan merupakan suatu keadaan yang ditandai
dengan kinerja di dalam aktivitas harian yang memerlukan koordinasi berada
dibawah tingkat yang diharapkan untuk usia dan tingkat intelektual anak.
Gangguan koordinasi perkembangan juga dapat ditunjukan dengan keterampilan
motorik halus dan kasar yang canggung sehingga menimbulkan kinerja yang
buruk di dalam olahraga dan bahkan tulisan tangan. Anak dengan
gangguankoordinasi perkembangan dapat lebih sering terbentur atau menjatuhkan
barang-barang dibandingkan saudara kandungnya.
a. Diagnosis
Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan
koordinasi motorik yang tidak semata-mata disebabkan oleh retardasi mental atau
gangguan neurologis khas baik yang didapat atau yang kongenital (selain dari
yang secara implisit ada kelainan koordinasi). Sesuatu yang biasa bahwa
kelambanan motorik dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan
melaksanakan tugas kognitif visuo-spasial.
Pedoman diagnostik gangguan perkembangan motorik khas ditemukan koordinasi
motorik anak, dalam gerak halus atau kasar, harus secara bermakna di bawah rata-
rata kemampuan dari anak dalam usia mentalnya. Gangguan perkembangan
motorik khas dinilai dengan tes baku dari koordinasi motorik halus dan kasar.
Kesulitan dalam koordinasi haruslah tampak dalam fase perkembangan awal
(bukan merupakan hendaya yang didapat), dan juga bukan akibat langsung dari
gangguan penglihatan atau pendengaran atau dari gangguan neurologis lainnya.
Tanda klinis yang mengarahkan adanya gangguan koordinasi motorik terlihat
paling awal pada massa bayi, saat anak yang terkena mulai berusaha melakukan
tindakan yang memerlukan koordinasi motorik. Gambaran klinis yang penting
adalah gangguan kinerja anak yang jelas terganggu pada koordinasi motorik.
Kesulitan dalam koordinasi motorik mungkin bervariasi menurut usia dan stadium
perkembangan anak.
Pada massa bayi dan masa anak-anak awal gangguan mungkin bermanifestasi
sebagai keterlambatan kejadian perkembangan normal, seperti berputar,
merangkak, duduk, berdiri, berjalan, mengacingkan baju, dan mengunci retsleting
celana. Antara umur 2 dan 4 tahun, kecanggungan tampak pada hampir semua
aktivitas yang memerlukan koordinasi motorik. Anak yang terkena tidak dapat
memegan benda dan mereka mudah menjatuhkannya; Gaya berjalan mereka tidak
mantap; mereka seringkali tersandung pada kakinya sendiri; dan mereka mungkin
menabrak anak-anak lain saat berusaha mendekati mereka.
Pada anak yang lebih besar gangguan koordinasi motorik mungkin terlihat dalam
permainan di meja, seperti mencocokan kepingan gambar atau membangun balok,
dan pada tiap jenis permainan bola. Walaupun tidak ada ciri spesifik yang
patognomonik untuk gangguan koordinasi motorik, kejadian perkembangan
seringkali terlambat. Banyak anak dengan gangguan juga memiliki gangguan
bicara. Anak yang lebih tua mungkin juga memiliki masalah kesulitan sekolah
sekunder, termasuk masalah perilaku dan emosional, yang memerlukan intervensi
teraupetik.
C. Gangguan perkembangan khas campuran (F83)
Keadaan ini merupakan sisa kategori gangguan yang batasannya tak jelas,
konsepnya inadekuat (tetapi perlu) dengan gangguan perkembangan khas
campuran dari berbicara dan berbahasa, keterampilan akademik, dan/atau fungsi
motorik, tetapi tidak ada satu gejala yang cukup dominan untuk dibuat sebagai
diagnosis utama. Sering gangguan perkembangan khas ini dihubungkan dengan
hendaya dalam fungsi kognitif, dan kategori campuran ini hanya digunakan jika
terjadi tumpang tindih yang jelas. Jadi kategori ini harus digunakan jika dipenuhi
kriteria dari dua atau lebih F80, F81 dan F82.
D. Gangguan perkembangan pervasif (F84)
Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial
yang timbul-balik dan dalam pola komunikasi, serta dan aktivitas yang terbatas,
stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukan gambaran yang pervasif
dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam
derajat keparahannya.
1. Autisme masa kanak (F84.0)
Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas
dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dan dengan
ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang yakni interaksi sosial, komunikasi
dan prilaku yang terbatas dan berulang. Gangguan ini dijumpai 3 sampai 4 kali
lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Diduga peranan genetika juga
ikut berpengaruh terhadap terjadinya autisme. Selain itu, kelainan temuan-temuan
neurokimia juga ikut terlibat dalam autisme dengan peningkatan jalur katekolamin
dan serotonin pada anak autisme. Penyebab-penyebab lainnya yang diduga juga
ikut berpengaruh terhadap kejadian autisme diantara adalah cedera otak, defisit
retikulum, perubahan struktur serebellum, lesi hipokampus dan lain-lain.
Pada autisme pada massa kanak, biasanya tidak ada riwayat perkembangan
normal yang jelas. Tetapi jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3
tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan meskipun gejala-gejalanya
dapat ditemukan pada semua kelompok umur.
Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (Reciprocal
interaction). Hal ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-
emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap terhadap emosi orang
lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial.Pada
autisme masa kanak ditemukan adanya hendaya kualitatif dalam komunikasi. Hal
ini berbentuk dengan kurangnya penggunaan keterampilan bahasa yang dimiliki
di dalam hubungan sosial. Demikian juga terdapat pola perilaku, minat dan
kegiatan yang terbatas, berulang dan stereotipik pada anak dengan autisme. Hal
ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek
kehidupan sehari-hari.
Berbagai pendekatan terapeutik telah dianjurkan untuk menangani dan
menatalaksana anak-anak autis, namun keberhasilannya terbatas. Terapi perilaku
dengan pemanfaatan keadaan yang sedang berlaku dilaporkan meningkatkan
kemahiran bicara. Perilaku dekstruktif dan agresi sering dapat diubah dengan
manajemen perilaku. antagonis opiat yang kuat, baru-baru ini terbukti mengubah
masalah-masalah perilaku, penarikan diri dan stereotipik. Model penanganan
harian dengan menggunakan permainan, terapi kemampuan berbicara dan latihan
antarperorangan terstruktur juga menampakan harapan.
2. Autisme tak khas
Gangguan perkembangan pervasif yang dibedakan dari autisme dalam usia
awalnya atau dari tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostik. Jadi abnormalitas
dan/ atau hendaya perkembangan baru timbul untuk pertama kalinya setelah
berusia diatas 3 tahun; dan/ atau tidak cukup ditunjukan abnormalitas dalam satu
atau dua dari tiga bidang psikopatologi yang dibutuhkan untuk diagnosis autisme (
interaksi sosial timbal balik, komunikasi dan perilaku terbatas, stereotipik, dan
berulang ) meskipun terdapat abnormalitas yang khas dalam bidang lain. Autisme
tak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental yang berat, yang
sangat rendah kemampuannya sehingga pasien tidak mampu menampakkan gejala
yang cukup untuk menegakkan diagnosis autisme; ini juga tampak pada individu
dengan gangguan perkembangan yang khas dari bahasa reseptif yang berat . jadi
autisme tak khas secara bermakna merupakan kondidi yang terpisah dari autisme.
3. Sindrom asperger (F84.5)
Sindrom asperger adalah suatu gangguan dengan validitas nosologis yang belum
pasti, ditandai oleh abnormalitas yang kualitatif sama seperti pada autisme, yaitu
hendaya dalam interaksi sosial yang timbal balik disertai dengan keterbatasan
perhatian dan aktivitas yang sifatnya stereotipik dengan pengulangan pola yang
sama. Gangguan ini berbeda dengan autisme karena tidak adanya keterlambatan
atau retardasi umum kemampuan berbahasa atau perkembangan kognitif.
Sebagian besar penderita mempunyai tingkat intelegensia rata-rata normal, tetapi
sering didapatkan mereka bersikap canggung/ kikuk. Kondisi ini banyak terjadi
pada anak laki-laki. Terdapat kecenderungan yang kuat bahwa abnormalitas yang
terjadi akan berlangsung sampai massa remaja dan dewasa.
Diagnosis gangguan ini berdasarkan kombinasi antara hambatan umum yang
secara klinik jelas berupa keterlambatan bahasa atau perkembangan kognitif,
disertai gejala seperti autisme yaitu defisiensi kualitatif fungsi interaksi sosial
yang timbal balik dengan pola prilaku perhatian dan aktivitas yang terbatas,
berulang dan stereotipik. Mungkin terdapat masalah komunikasi yang sama
seperti pada autisme, tetapi terdapatnya retardasi kemampuan bahasa yang jelas
akan menyingkirkan diagnosis.
4. Gangguan perkembangan pervasif YTT (F84.9)
Diagnosis ini merupakan kategori diagnosis sisa yang harus dipergunakan untuk
gangguan yang tidak dapat memenuhi deskripsi umum gangguan perkembangan
pervasif, tetapi terdapat informasi yang tidak memadai atau adanya hal yang
kontradiktif yang memenuhi kriteria untuk kode F84 lainnya.
E. Gangguan perkembangan psikologis lainnya (F88).
Aganosia perkembangan termasuk dalam gangguan perkembangan psikosis
lainnya.
F. Gangguan perkembangan psikologis YTT (F89).
Gangguan perkembangan YTT termasuk dalam gangguan perkembangan psikosis
YTT.
DAFTAR PUSTAKA
Boston Children's Hospital. 2013. Learning disorders. [online]. Available from: http://www.childrenshospital.org/az/Site1229/mainpageS1229P0.html.
[Accessed on: 21 April 2015].
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Fact Sheet: Developmental Disabilities.
[online]. Available from: http://www.cdc.gov/ncbddd/developmentaldisabilities/facts.html. [Accessed on: 21 April 2015].
Center for Disease Control and Prevention. 2012. Facts about Autistic Spectrum Disorders. (March 29, 2012). [online]. Available from: http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/facts.html.
[Accessed on: 21 April 2015].
Maslim Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ – III. Nuh Jaya. Jakarta
MedlinePlus. 2013. Language disorder-children. [online]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001545.htm. [Accessed on: 21 April 2015].
Michael Rutter, Dorothy V. M. Bishop, Daniel S. Pine, Stephen Scott, Jim Stevenson, Eric Taylor, Anita Thapar, ed. 2008. Rutter's Child and Adolescent Psychiatry, Fifth Edition. Dorothy Bishop and Michael Rutter. Blackwell Publishing Ltd. pp. 32–33.
National Center for Learning Disabilities.2013. Motor dyspraxia. [online]. Available from: http://www.ncld.org/types-learning-disabilities/dyspraxia/what-is-dyspraxia. [Accessed on: 21 April 2015].
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Behavior
Sciences/Clinical Psychiatry. 11thed. Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p.527-30.