Download - Garis Tinggi Pada Sebarang Segitiga
i
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG GARIS TINGGI PADA
SEBARANG SEGITIGA MENGGUNAKAN BENANG NILON DAN PAPAN
KAYU SEGITIGA
Hani' Masfufah
Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung
email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sebuah masalah di mana tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan
dalam menentukan yang mana garis tinggi pada sebarang segitiga, sebagian menganggap bahwa garis tinggi
adalah sisi segitiga yang berdiri dan alas selalu berada di bawah. Adapun yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa tentang garis tinggi pada sebarang segitiga
menggunakan benang nilon dan papan kayu segitiga. Hasil penelitian ini adalah: 1) penggunaan benang nilon
dan papan kayu segitiga ternyata dapat meningkatkan pemahaman siswa yang terbagi dalam dua tahap
pembelajaran, yaitu: (i) tahap awal membentuk kelas menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari
4-5 siswa, kemudian tiap kelompok diberikan 1 soal untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, (ii) tahap
inti yaitu pemberian materi garis tinggi dan mencari tahu bersama-sama yang mana garis tinggi menggunakan
alat peraga, dan 2) pembelajaran menggunakan benang nilon dan papan kayu segitiga dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep garis tinggi pada sebarang segitiga.
Kata kunci: benang nilon, papan kayu segitiga, garis tinggi pada sebarang segitiga
ABSTRACT
This study is motivated by a problem in which not a few students who have difficulty in deciding which high
line in any triangle, the majority considers that the high line is a triangular side stand and pedestal always
under. As for the purpose of this study is to improve students understanding of the high line on any triangle
using nylon thread and triangular wooden plank. The results of this study are: 1) the use of nylon thread and
triangular wooden plank was found to increase the students' understanding of learning is divided into two
stages, namely: (i) the initial stage of forming the class into groups, each group consisting of 4-5 students,
then each the group is given one question to determine students 'prior knowledge, (ii) the core stage is the
provision of high-line material and find out together which high line using props, and 2) learning using nylon
thread and triangular wooden board can increase students' understanding of the concept of a high line in any
triangle.
Keywords: nylon thread, triangular wooden plank, high line in any triangle
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia.
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani
“Mathein” atau “Mathenein”, yang artinya
“mempelajari”, mungkin juga kata itu erat
hubungannya dengan kata dari bahasa Sanskerta
“Medha” atau “Widya” yang artinya
“kepandaian”, “ketahuan”, atau “intelegensi”.1
1
Moch. Masykur,Ag dan Abdul Halim Fathani,
Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih dan
James dan James dalam kamus matematikanya
menyatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan yang lainnya dalam jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam berbagai bidang,
yaitu: aljabar, analisa, dan geomatri.2 Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
Menanggulangi Kesulitan Belajar, (Yogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2007), hal. 42
2 Erman Suherman, et. al., Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer, (Jakarta: Jurusan Pendidikan
Matematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam; Universitas Pendidikan Indonesia, t.t), hal.
16
2
bahwa matematika merupakan ilmu yang
berhubungan dengan logika dan konsep-konsep.
Konsep-konsep abstrak yang dipelajari
siswa dalam pelajaran matematika perlu diberi
penguatan, agar mengendap dan bertahan lama
dalam memori siswa, sehingga akan melekat
dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk
keperluan inilah, maka dipelukan adanya
pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian,
tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta
saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.
Metode yang sesuai akan sangat membantu
keberhasilan suatu pembelajaran.
Salah satu metode pembelajaran yang
sesuai untuk menanamkan konsep matematika
pada siswa adalah metode pembelajaran dengan
menggunakan alat bantu berupa media
pembelajaran yang dapat memperjelas apa yang
akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat
dipahami dan dimengerti oleh siswa. Selain itu,
proses pembelajaran dengan media akan terasa
lebih efektif, efisien, dan menyenangkan.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, salah satu
kompetensi dasar siswa kelas VII SMP adalah
memahami konsep segi empat dan segitiga serta
menentukan ukurannya.3 Sedangkan kompetensi
dasar yang berhubungan dengan segitiga adalah:
1. Menghitung keliling dan luas bangun
segitiga dan segi empat serta
menggunakannya dalam pemecahan
masalah.
2. Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi,
garis berat dan garis sumbu. 4
3 N.n., Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendiknasp2010_20_lamp.pdf&
sa=U&ei=TuJpVI_nE8jSoAT_3lKwCQ&ved=0CCYQFjAJ&u
sg=AFQjCNH1NUlqo3M2ocGJeuorZ4OC_Dr5uw, diakses 17
November 2014 jam 18.45.
4 Rachman, Arif, Belajar Matematika Bersama Pak
Arif SMP Negeri 2 Ngawi,
http://arif2mei.wordpress.com/matematika-smpmts/sk-kd-
matematika-smp/ , diakses 12 November 2014 jam 16.05 WIB.
Kedua kompetensi dasar ini saling berhubungan,
dengan mengetahui cara melukis garis tinggi,
berarti akan dapat mengetahui yang mana garis
tingginya dan selanjutnya akan dapat menghitung
garis tinggi pada segitiga tersebut. Konsep garis
tinggi pada segitiga mulai diberikan kepada siswa
SMP kelas VII semester II. Garis tinggi akan
mudah dihitung jika telah diketahui luas dan
panjang alasnya. Misalnya: perhatikan segitiga
ABC di bawah. Diketahui luas segitiga ABC = 40
cm2 dan panjang alas BC = 8 cm. Hitung tinggi
segitiga AB!
Luas segitiga ABC = 1 2 alas × tinggi
40 = 1 2 . 8 × AB
40 = 4 AB
AB = 404
AB = 10
Jadi tinggi segitiga dengan alas BC
adalah 10 cm.
Kenyataannya beberapa siswa SMP
yang peneliti temui masih belum mengetahui
konsep bahwa tinggi segitiga adalah garis yang
tegak lurus dari salah satu titik sudut segitiga
terhadap sisi yang di depannya. Saat diminta
menghitung luas segitiga pada sebarang segitiga
mereka masih salah menganggap bahwa tinggi
seigtiga sebagai sisi segitiga yang berdiri,
misalnya pada soal di bawah ini:
Perhatikan segitiga di bawah ini,
A
A
B
C
C
B
D
A
B C
3
diketahui AB = 13 cm, BC = 5 cm, AC = 15 cm,
dan BD = 4cm. hitung luas segitiga ABC!
Mereka menjawab:
L. segitiga ABC = 1 2 alas × tinggi
=12 . BC × AB
= 1 2 . 5 × 13
= 32, 5 cm2
Mereka hanya sekedar dapat mengerjakan soal
luas segitiga tanpa mengetahui konsep tinggi
segitiga, padahal dalam gambar segitiga tersebut
telah diberi petunjuk garis tegak lurus BD
terhadap alas AC, namun mereka belum
memahami makna dari petunjuk tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa konsep siswa mengenai
garis tinggi masih lemah. padahal konsep ini
sangat penting untuk mencari luas segitiga, baik
pada segitiga sama sisi, segitiga sama kaki,
segitiga siku-siku, dan sebarang segitiga.
Mayoritas siswa hanya menghafal rumus-rumus,
dan mengerjakan soal-soal yang ada di buku.
Selain itu, mereka hanya menghafal definisi-
definisi tanpa memahami konsepnya, padahal
perkembangan kognitif utama siswa SMP
menurut Rajoo T. V (1986) adalah formal
operasional, yang mampu berpikir abstrak dengan
menggunakan simbol-simbol tertentu atau
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal
yang tidak terikat objek-objek yang bersifat
konkrit, seperti kemampuan mengembangkan
analisis, kemampuan mengembangkan suatu
kemungkinan berdasarkan dua atau lebih
kemungkinan yang ada, kemampuan menarik
generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori
objek yang beragam.5 Ini berarti ada peningkatan
fungsi intelektual dan perkembangan konseptual.
Dalam hal ini, bahasa dalam menerangkan
seorang guru juga merupakan salah satu alat
penting untuk kegiatan yang sifatnya kognitif.
5 Imro’atu Magfiroh, Perkembangan Anak Usia
SMP, http://imrufisika.blogspot.com/2011/12/perkembangan-
anak-usia-smp.html?m=1 , diakses 12 November 2014 jam
15.30 WIB.
Menurut Jean Piaget dalam Hamzah
dan Nurdin, Perkembangan kognitif anak pada
saat berada di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau pada usia 11-15 tahun berada pada tahap
operasional-formal (formal operation stage) yaitu
tahap ke empat atau terakhir dari tahapan
kognitif.6 Tahapan berpikir formal ini terdiri atas
dua subperiode, yaitu 1) Early formal operation
thought, yaitu kemampuan remaja untuk berpikir
dengan cara-cara hipotetik yang menghasilkan
pikiran-pikiran sukarela (bebas) tentang berbagai
kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam periode
awal ini, remaja mempersepsi dunia sangat
bersifat subjektif dan idealistik. 2) Late formal
operational thought, yaitu remaja mulai menguji
pikirannya berlawanan dengan pengalamannya,
dan mengembalikan keseimbangan
intelektualnya. Melalui akomodasi (penyesuaian
terhadap informasi/ hal baru), remaja mulai dapat
menyesuaikan terhadap bencana atau kondisi
pancaroba yang telah dialaminya.7 Contoh
tahapan berpikir siswa SMP dalam matematika
menurut Jean Piaget adalah sebagai berikut: 1)
Early formal operation thought. Pada tahapan ini,
siswa merasa bahwa pendapatnya mengenai yang
mana garis tinggi pada sebarang segitiga adalah
benar, walaupun sebenarnya salah. Mereka
berpendapat bahwa garis tinggi adalah sisi
segitiga yang berdiri, dan alas segitiga selalu
berada di bawah. 2) Late formal operational
thought. Pada tahapan ini, ketika guru
menerangkan mengenai garis tinggi pada
sebarang segitiga menggunakan papan kayu
segitiga dan benang nilon (ujung benang nilon
kemudian diberi pemberat, sehingga benang akan
dapat tegak lurus dengan alas), kemudian mereka
mulai menguji pendapatnya dengan fakta dan
konsep garis tinggi pada sebarang segitiga yang
6 Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar
dengan Pendekatan P.A.I.L.K.E.M, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2012), hal. 238.
7 Mas Warto, Perkembangan Peserta Didik dari
SD, SMP, dan SMA, http://mas-
warto.blogspot.com/2012/06/perkembangan-peserta-didik-dari-
sd-smp.html?m=1, diakses 12 November 2014 jam 16.08 WIB.
4
diperkuat dengan uji alat peraga, dan akhirnya
mereka memahami konsep yang benar.
Tahapan berpikir Late formal
operational thought merupakan tahapan berpikir
yang sangat penting di mana siswa SMP
membutuhkan pencerahan mengenai pendapat-
pendapat mereka sebelumnya, baik pendapat
tersebut sudah benar (itu berarti tahapan ini
membuktikan kebenaran pendapat mereka),
maupun pendapat yang salah (berarti tahapan ini
membenarkan kesalahan pendapat awal mereka).
Konsep berpikir siswa SMP sudah mulai kritis
dengan suatu materi pelajaran, jadi beberapa
materi pada matematika membutuhkan bukti
bahwa yang disampaikan seorang guru adalah
benar. Tahapan ini akan membuat konsep
tersebut cepat dipahami dan tertanam dalam
memori mereka. Untuk mengenalkan konsep
tinggi sebarang segitiga pada siswa SMP kelas
VII tidak langsung diberikan secara abstrak
dengan verbalisme, namun dengan pembuktian
secara nyata melalui alat peraga. Setelah itu,
siswa akan menangkap konsep itu dan mereka
akan lebih mudah memahaminya.
Bahan dan alat yang digunakan untuk
menerangkan sesuatu dalam kegiatan belajar
mengajar disebut sebagai media pembelajaran.
NEA (National Education Association) dalam
Basyiruddin mendefinisikan media sebagai benda
yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar,
dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang
dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar
mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas
program instruktional.8 Penggunaan media
pembelajaran yang digunakan untuk
menerangkan konsep yang abstrak akan lebih
efektif dan efisien, serta terasa lebih
menyenangkan, selain itu konsep-konsep tersebut
akan lebih tertanam dalam pikiran siswa.
Penggunaan media itu perlu dalam
pembelajaran. Dalam memilih media
8 M. Basyiruddin Usman-Asnawir, Media
Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 11
pembelajaran , perlu disesuaikan dengan
kebutuhan, situasi, dan kondisi masing-masing.
Media terbaik adalah media yang mudah
ditemukan di sekitar kita. Tergantung kepada
guru bagaimana ia dapat mengembangkannya
secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan
karakteristik siswa untuk menentukan media
pembelajaran tersebut. Menurut Russefendi,
beberapa hal yang perlu diperhatikan bila
membuat alat peraga adalah: 1) tahan lama
(dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat); 2)
bentuk dan warnanya menarik; 3) sederhana dan
mudah dikelola (tidak rumit; 4) ukurannya sesuai
(seimbang) dengan ukuran fisik anak; 5) dapat
menyajikan (dalam bentuk real, gambar atau
diagram) konsep matematika; 6) sesuai dengan
konsep; 7) dapat menunjukkan konsep
matematika dengan jelas; 8) peragaan itu supaya
merupakan dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak;
9) bila kita juga mengharapkan agar siswa belajar
aktif (sendiri atau berkelompok) alat peraga itu
supaya dapat dimanipulasikan, yaitu dapat diraba,
dipegang, dipindahkan dan diutak-atik, atau
dipasangkan dan dicopot, dan lain-lain; 10) bila
mungkin dapat berfaedah lipat (banyak).9
Berdasarkan beberapa hal yang disebutkan
tersebut, benang nilon dan papan kayu segitiga
telah masuk dalam kategori yaitu tahan lama,
sederhana (mudah didapatkan bahannya, tali
nilon banyak terdapat di toko-toko sekitar kita,
sedangkan papan kayu bisa didapatkan dari sisa
kayu bangunan atau dibeli di toko bahan
bangunan), dapat menerangkan konsep tinggi
pada sebarang segitiga yang sifatnya abstrak
diwujudkan ke dalam bentuk nyata yang
menyerupai bentuk aslinya, selain itu alat peraga
ini juga mudah diutak-atik oleh siswa sehingga
mereka akan menemukan konsep secara mandiri,
tidak hanya secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas, untuk
menerangkan suatu konsep matematika harus
9 E. T. Russefendi, Pengajaran Matematika
Modern dan Masa Kini, (Bandung: Tarsito, 1990), hal. 3-4.
5
disesuaikan dengan perkembangan kognitif
siswa. Pada siswa SMP tahap kognitifnya pada
tahapan operasional-formal, sehingga untuk
menerangkan konsep matematika dibutuhkan
bukti nyata sebagai penguat, bukti nyata itu bisa
berupa alat peraga.
Sesuai dengan hasil penelitian Eriyandi,
Andinasari, dan Destiniar yang melakukan
penelitian pada pengaruh penggunaan alat peraga
dalam pembelajaran matematika terhadap
pemahaman konsep siswa kelas VII SMP,
menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga dapat dijadikan salah
satu cara untuk meningkatkan pemahaman
konsep matematika siswa.10 Alat peraga dapat
dijadikan alat bantu dalam proses belajar
mengajar agar dapat menciptakan siswa yang
aktif dan kreatif sehingga dapat menimbulkan
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.
Benda-benda konkret dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat digunakan untuk
menerangkan konsep yang sifatnya abstrak
diantaranya adalah benang nilon dan papan kayu
segitiga. Benang nilon dan papan kayu segitiga
dapat digunakan untuk menjelaskan secara nyata
dan membuktikan konsep abstrak mengenai yang
mana tinggi pada sebarang segitiga. Oleh karena
itu penggunaan benda konkret seperti benang
nilon dan papan kayu segitiga sangat diperlukan
untuk menjelaskan kepada siswa kelas VII SMP
yang berada pada tahapan “Formal operation
stage”.
TEORI DASAR
A. Pengertian Media Pembelajaran
Secara harfiah kata media memiliki arti
“perantara” atau “pengantar”. Association for
Education and Communication Technology
10 Destiniar dan M. Irsadi Farista, Laboratorium
Matematika PGRI Palembang,
http://labmatpgripalembang.wordpress.com/2013/04/11/pengaru
h-penggunaan-alat-peraga-dalam-pembelajaran-matematika-
terhadap-pemahaman-konsep-siswa-kelas-vii-smp-negeri-2-
pampangan-
2/?relatedposts_hit=1relatedposts_origin=46&relatedposts_posi
tion=0, diakses 19 November 2014 jam 11.30 WIB.
(AECT) mendefinisikan media yaitu segala
bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses
penyaluran informasi. Sedangkan National
Education Association (NEA) mendefinisikan
sebagai benda yang dapat dimanipulasikan,
dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta
instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam
kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi
efektifitas program instructional. 11Gagne dan
Briggs dalam Sadiman juga mendefinisikan kata
media, Gagne (1970) menyatakan bahwa media
adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya
untuk belajar. Sementara Briggs (1970)
berpendapat bahwa media adalah segala yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa
untuk berpikir.12
Berdasarkan pengertian media di atas,
media adalah segala benda yang dapat
dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau
dibicarakan sebagai alat bantu suatu penyaluran
pesan atau informasi sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan serta perhatian siswa
sedemikian sehingga proses belajar dapat berjalan
dengan baik.
Menurut Warsita dalam Dedi
pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat
peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk
membelajarkan peserta didik. Sedangkan dalam
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1
ayat 20 pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Sementara
Sudjana dalam Dedi mengartikan pembelajaran
sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja
untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi
edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta
didik (warga belajar) dan pendidik (sumber
belajar) yang melakukan kegiatan
11 Basyiruddin, Media Pembelajaran, hal. 11
12 Arief S. Sadiman, et. al., Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 6-7
6
membelajarkan.13 Menurut Junaedi pembelajaran
merupakan suatu sistem instruksional yang
mengacu pada seperangkat komponen yang
saling bergantung satu sama lain untuk mencapai
tujuan.14
Berdasarkan beberapa pengertian
tentang pembelajaran di atas, pembelajaran
adalah suatu kegiatan sistematis yang disengaja
untuk menciptakan suatu proses belajar antara
guru dan siswa di mana keduanya saling
bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Setelah mengetahui arti “media” dan
“pembelajaran” dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah segala benda yang dapat
digunakan untuk membantu proses penyaluran
informasi antara siswa dan guru agar tercipta
proses belajar yang efektif untuk mencapai suatu
tujuan.
Peneliti menggunakan benang nilon
dan papan kayu segitiga, dari pengertian media
pembelajaran di atas benang nilon dan papan
kayu segitiga dapat dikategorikan sebagai media
pembelajaran karena dapat digunakan sebagai
alat bantu komunikasi antara guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Benang nilon dan
papan kayu segitiga diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat
meningkatkan pemahaman siswa dalam materi
garis tinggi pada sebarang segitiga. Hal ini karena
benang nilon dan papan kayu segitiga dapat
menunjukkan secara nyata di mana letak garis
tinggi pada sebarang segitiga sehingga dapat
memudahkan siswa dalam memahami konsep
yang bersifat abstrak.
Benang nilon dan papan kayu segitiga
dipilih karena bahannya yang mudah didapat,
ekonomis, tahan lama jika dibandingkan dengan
bahan lain seperti Styrofoam, dan mudah serta
tidak lama dalam proses pembuatannya.
13 Siswoyo, Dedi, Belajar dan Pembelajaran,
http://dedi26.blogspot.in/2013/04/pengertian-pembelajaran-
menurut-para.html?=1, diakses 08 November 2014, jam 01.30
WIB.
14 Junaedi, Supardi, et. al., Strategi Pembelajaran,
(Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), hal 1.4
B. Urgensi Penggunaan Media
Pembelajaran
Menurut Basyiruddin, belajar mengajar
dan komunikasi memiliki hubungan yang tak
terpisahkan. Pada hakikatnya proses belajar
mengajar adalah proses komunikasi.15 Kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas antara guru dan
siswa merupakan suatu komunikasi di mana guru
dan siswa saling bertukar pikiran untuk
mengembangkan gagasan dan memahami
pengertian. Dalam komunikasi sering terjadi
suatu kesalahpahaman dan penyimpangan-
penyimpangan yang menjadikan proses belajar
mengajar menjadi tidak efektif. Beberapa hal
yang menyebabkan ini terjadi adalah cara
mengajar guru yang kurang menarik karena
hanya menggunakan metode ceramah atau masih
berfokus pada pengajaran verbalisme sehingga
menyebabkan siswa kurang bergairah dan
berminat dalam mengikuti proses pembelajaran,
ketidaksiapan siswa mengenai materi yang akan
dibahas, dan sebagainya.
Salah satu usaha untuk mengatasi
keadaan tersebut adalah dengan penggunaan
media dalam proses belajar mengajar. Fungsi
media dalam kegiatan tersebut di samping
sebagai pemberi informasi, juga untuk
meningkatkan keserasian dari penyimpangan
pemahaman dalam penerimaan informasi. Selain
itu juga berfungsi sebagai pemberi umpan balik
pada siswa sehingga siswa menjadi tertarik
mengenai materi yang disampaikan.
Penggunaan media dalam proses belajar
mengajar mempunyai nilai-nilai praktis sebagai
berikut:
1. Media dapat mengatasi berbagai
keterbatasan pengalaman yang dimiliki
siswa atau mahasiswa. Pengalaman masing-
masing individu yang beragam karena
kehidupan keluarga dan masyarakat sangat
menentukan macam pengalaman yang
dimiliki mereka. Dua orang anak yang
15 Basyiruddin, Media Pembelajaran, hal. 13
7
hidup di dua lingkungan yang berbeda akan
mempunyai pengalaman yang berbeda pula.
Dalam hal ini media dapat mengatasi
perbedaan-perbedaan tersebut.
2. Media dapat mengatasi ruang kelas. Banyak
hal yang sukar untuk dialami secara
langsung oleh siswa atau mahasiswa di
dalam kelas, seperti; objek yang terlalu
besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan
yang diamati terlalu cepat atau terlalu
lambat. Maka dengan melalui media akan
dapat diatasi kesukaran-kesukaran tersebut.
3. Media memungkinkan adanya interaksi
langsung antara siswa dengan lingkungan.
Gejala fisik dan sosial dapat diajak
berkomunikasi dengannya.
4. Media menghasilkan keseragaman
pengamatan. Pengamatan yang dilakukan
siswa dapat secara bersama-sama diarahkan
kepada hal-hal yang dianggap penting
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
5. Media dapat menanamkan konsep dasar
yang benar, konkrit, dan realistis.
Penggunaan media, seperti; gambar, film,
model, grafik, dan lainnya dapat
memberikan konsep dasar yang benar.
6. Media dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru. Dengan menggunakan
media, horizon pengalaman anak semakin
luas, persepsi semakin tajam, dan konsep-
konsep dengan sendirinya semakin lengkap,
sehingga keinginan dan minat baru untuk
balajar selalu timbul.
7. Media dapat membangkitkan motivasi dan
merangsang siswa untuk belajar.
Pemasangan gambar di papan bulletin,
pemutaran film dan mendengarkan program
audio dapat menimbulkan rangsangan
tertentu kea rah keinginan untuk belajar,
8. Media dapat memberikan pengalaman yang
integral dari suatu yang konkrit sampai
kepada yang abstrak. Sebuah film tentang
suatu benda atau kejadian yang tidak dapat
dilihat secara langsung oleh siswa, akan
dapat memberikan gambaran yang konkrit
tentang wujud, ukuran, dan lokasi. Di
samping itu dapat pula mengarahkan
kepada generalisasi tentang arti
kepercayaan suatu kebudayaan dan
sebagainya.16
Pada pemberian materi garis tinggi
pada segitiga, media pembelajaran yang berupa
benang nilon dan papan kayu segitiga dapat
berperan sebagai alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan dalam proses belajar mengajar,
yang sesuai dengan nilai-nilai praktis penggunaan
media.
C. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Klasifikasi media menurut Oemar
Hamalik yaitu:
1. Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya
filmstrip, transparansi, micro projection,
papan tulis, buletin board, gambar-gambar,
ilustrasi, chart, grafik, poster, peta dan
globe.
2. Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya
dapat didengar misalnya; phonograph
record, transkripsi electris, radio, rekaman
pada tape recorder.
3. Alat-alat yang bisa dilihat dan didengar,
misalnya film dan televisi, benda-benda
tiga dimensi yang biasanya dipertunjukkan,
misalnya; model, spicemens, bak pasir, peta
electris, koleksi diorama.
4. Dramatisasi, bermain peranan, sosiodrama,
sandiwara boneka, dan sebagainya.17
Di samping itu para ahli media lainnya
juga membagi jenis-jenis media pengajaran itu
kepada:
1. Media asli dan tiruan;
2. Media bentuk papan;
3. Media bagan dan grafis;
16 Ibid., hal. 14 17 Ibid., hal. 29
8
4. Media proyeksi;
5. Media dengar (audio);
6. Media cetak atau printed materials;18
Sedangkan Schramm (1977), memandang media
dari segi kerumitan dan besarnya biaya. Dia
membedakan antara media rumit dan mahal (big
media), media sederhana dan murah (little
media).19 Benang nilon dan papan kayu segitiga
termasuk pada kategori alat-alat visual yang dapat
dilihat dan berbentuk papan, yaitu media yang
dapat langsung dilihat dan dipegang langsung
oleh siswa yang bentuknya merupakan papan
kayu segitiga dan benang nilon, serta merupakan
media sederhana dan murah, yaitu media yang
bahan-bahannya mudah ditemukan di lingkungan
sekitar dan mudah dalam proses pembuatannya.
D. Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman menurut Zul dalam Irwan
berasal dari kata paham yang mempunyai arti
mengerti benar, sedangkan pemahaman
merupakan proses perbuatan cara memahami.20
Menurut Poesprodjo dalam Pak Guru Ian bahwa
pemahaman bukan kegiatan berpikir semata,
melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri di
situasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali
situasi yang dijumpai pribadi lain di dalam
erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup,
kegiatan melakukan pengalaman pikiran),
pengalaman yang terhayati. Pemahaman
merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-
diam, menemukan dirinya dalam orang lain.21
Sedangkan Winkel dalam Pak Guru Ian
mengatakan bahwa pemahaman mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dan arti
dari bahan yang dipelajari.22 Pemahaman dalam
18
Ibid., hal. 29
19 Ibid., hal. 31-32
20 Irwan, Batasan Pemahaman pada
Pembelajaran, http://irwan-education.blogspot.com, diakses 19
November 2014 jam 11.55 WIB.
21 Pak Guru Ian, Pondasi Bangsa yang Kuat
adalah Memberikan Ilmu yang Bermanfaat Bagi Calon
Pemimpin Bangsa,
https://ian43.wordpress.com/2010/12/17/pengertian-
pemahaman/, diakses 19 November 2014 jam 12.05 WIB.
22 Ibid.
pembelajaran adalah tingkat kemampuan yang
mengharapkan seseorang mampu memahami arti
atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya.
Dalam hal ini siswa tidak hanya hafal secara
verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah
atau fakta yang ditanyakan, sehingga siswa dapat
menjelakan, menyajikan, memberi contoh, dan
mendemonstrasikan kembali apa yang telah
dipelajarinya kepada orang lain, sehingga orang
tersebut benar-benar mengerti apa yang
disampaikan.
Hasil belajar pemahaman merupakan
tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe
belajar pengetahuan, Nana Sudjana dalam Pak
Guru Ian menyatakan bahwa pemahaman dapat
dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu: 1) tingkat
terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai
dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya,
mengartikan, dan menerapkan prinsip-prinsip; 2)
tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu
menghubungkan bagian-bagian terendah dengan
yang diketahui berikutnya atau menghubungkan
beberapa bagian grafik dengan kejadian,
membedakan yang pokok dengan yang tidak
pokok; dan 3) tingkat pemaknaan ektrapolasi,
yaitu mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada
pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam
ide-ide atau simbol-simbol, serta kemampuan
membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan
implikasi dan konsekuensinya.23 Tingkat-tingkat
pemahaman pada siswa dipengaruhi oleh
pengalaman belajarnya dan juga dipengaruhi dari
faktor guru, guru memegang peranan penting
untuk menuntun siswa membentuk
pemahamannya sendiri.
Mencapai pemahaman konsep peserta
didik dalam matematika bukanlah hal yang
mudah karena pemahaman terhadap suatu konsep
matematika dilakukan secara individual. Setiap
peserta didik mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam memahami konsep-konsep
23 Ibid.
9
matematika. Menurut Rohana dalam Media Harja
untuk memahami konsep matematika diperlukan
kemampuan generalisasi serta abstraksi yang
cukup tinggi.24 Sedangkan saat ini penguasaan
peserta didik terhadap materi konsep-konsep
matematika masih lemah bahkan dipahami
dengan keliru. Karena itulah matematika
dianggap sebagai ilmu yang sukar dipelajari.
Padahal pemahaman konsep merupakan bagian
yang paling penting dalam pembelajaran
matematika. Dalam mempelajari matematika
peserta didik harus memahami konsep
matematika terlebih dahulu agar dapat
menyelesaikan soal-soal dan mampu
mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia
nyata. Pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika merupakan dasar untuk belajar
matematika secara bermakna.
Indikator siswa memahami konsep
matematika berdasarkan Peraturan Dirjen
Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal
11 November 2001 yaitu siswa mampu:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep.
2. Mengklasifikasi objek menurut tertentu
sesuai dengan konsepnya.
3. Memberi contoh dan bukan contoh dari
suatu konsep.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematis.
5. Mengembangkan syarat perlu dan atau
syarat cukup dari suatu konsep.
6. Menggunakan dan memanfaatkan serta
memilih prosedur atau operasi tertentu.
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma
dalam pemecahan masalah.25
Berdasarkan dari indikator di atas, siswa
dikatakan memahami konsep jika pada saat siswa
belajar maka siswa mampu menyatakan ulang
maksud dari pelajaran itu, dapat
mengelompokkan suatu objek dari materi tersebut
24 Media Harja, Pemahaman Konsep Matematis,
http://mediaharja.blogspot.com/2012/05/pemahaman-konsep-
matematis.html?m=1, diakses 19 November 2014 jam 13.03
WIB.
25 Ibid.
sesuai sifat-sifat yang yang ada pada konsep,
dapat mengerti yang mana contoh yang benar dan
contoh yang tidak benar, mampu memaparkan
suatu materi secara berurutan, dapat memahami
suatu materi dengan melihat syarat-syarat yang
harus diperlukan dan yang tidak diperlukan harus
dihilangkan, mampu menyelesaikan soal dengan
tepat sesuai dengan langkah-langkah yang benar,
serta mampu menggunakan suatu konsep untuk
memecahkan masalah.
Berdasarkan pemahaman dari uraian di
atas, dalam makalah ini memfokuskan
pembahasan mengenai pemahaman konsep
matematis siswa yang mencakup kemampuan
untuk menyerap dan memahami konsep tentang
garis tinggi pada sebarang segitiga dan
kemampuan mengaplikasikan konsep secara
benar dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan garis tinggi pada sebarang
segitiga.
PEMBAHASAN
A. Kesulitan Siswa dalam Memahami
Materi Garis Tinggi pada Sebarang
Segitiga.
Kesulitan dalam memahami suatu
materi tidak selalu disebabkan oleh faktor
intelegensi yang rendah (kelainan mental) akan
tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non-
intelegensi. Demgan demikian, IQ yang tinggi
belum tentu mendapat jaminan keberhasilan
dalam memahami suatu materi tertentu.
Konsep-konsep dalam matematika
dapat dianggap hampir semuanya merupakan
konsep-konsep abstrak yang cenderung siswa
sulit untuk dapat memahami dengan baik,
sehingga diperlukan adanya gambaran atau
penjelasan yang konkrit. Karena hal tersebut di
atas tidak sedikit siswa mengalami kesulitan-
kesulitan yang memungkinkan terjadi kesalahan
konsep dalam memahami konsep-konsep
matematika. Kesalahan konsep dapat diartikan
jika seorang siswa dalam memahami suatu
10
konsep matematika menyimpang atau
bertentangan dengan konsep para
matematikawan. Kita mengetahui pada tingkat
SMP terdapat materi garis tinggi pada segitiga,
dalam materi ini banyak konsep-konsep abstrak
seperti konsep memahami definisi dari macam-
macam garis pada segitiga (garis berat, garis bagi,
garis tinggi, dan garis sumbu), konsep
menghitung, serta konsep prosedur.
Pengajaran konsep tinggi pada
sebarang segitiga oleh guru kepada siswa
seringkali langsung diberikan dengan cara drill
informasi tentang ciri-ciri tinggi pada sebarang
segitiga tanpa mengalami dan mengetahui proses
pencarian tinggi tersebut secara nyata. Karena
siswa menerima infomasi tersebut secara mentah,
maka akibatnya sebagian siswa mengalami
kebingungan dalam menentukan yang mana
tinggi pada segitiga, sebagian menganggap bahwa
tinggi segitiga adalah bagian sisi segitiga yang
berdiri, dan alas selalu berada di bawah. Pada saat
bentuk segitiga tersebut digambarkan miring,
kadang terdapat kebingungan dalam penentuan
alas dan tingginya. Kita ambil saja contoh yang
mudah, yaitu pada segitiga siku-siku. Perhatikan
gambar 1 di bawah ini:
Gambar 1. Bangun segitiga dengan a sebagai alas
dan t sebagai tinggi.
Pada gambar 1 biasanya siswa
mengatakan a sebagai alas dan t sebagai tinggi.
Padahal, a selain menjadi alas dapat juga menjadi
tinggi. Begitu pula halnya dengan t, yang dapat
menjadi tinggi maupun alas. Perhatikan gambar 2
di bawah ini:
Gambar 2. Bangun segitiga yang diputar, dengan
a sekarang sebagai tinggi dan t sebagai alasnya.
Setelah segitiga tersebut diputar,
terlihat sekarang bahwa a yang semula sebagai
alas, sekarang menjadi tinggi. Begitu pula halnya
dengan t yang semula sebagai tinggi, sekarang
menjadi alas. Oleh karena itu, penentuan alas dan
tinggi dapat ditinjau untuk sisi mana saja.
Garis tinggi adalah ruas garis yang
ditarik dari sebuah titik sudut segitiga dan tegak
lurus dengan sisi dihadapannya.
Garis-garis tingginya adalah AE, BF, CD. Titik
potong ketiga garis tingginya disebut titik tinggi
atau disebut titik ortocenter. Titik ortocenter akan
selalu berada di dalam segitiga apabila segitiga
itu lancip (acute). Sebaliknya, akan berada di luar
apabila segitiga itu tumpul (obtuse). Kalau
segitiga siku-siku (right triangle), tentunya
ortocenter akan berada di titik sudut siku-
sikunya.26
Garis tinggi tidak selalu berada di
dalam segitiga, bisa juga terletak di luar segitiga
26 Hendry, Everything About Math: Garis-garis
Istimewa Segitiga,
http://hendrydext.blogspot.com/2008/10/garis-garis-istimewa-
segitigai.html?m=1, diakses 09 November 2014, jam 07.15
WIB.
t
a
F
Q
a
t
C
Q E
P
Q
B
Q
D
Q
A
Q
11
dengan perpanjangan alasnya. Seperti pada
segitiga tumpul di bawah ini,27
CD adalah garis tinggi dengan alas AB.
Garis tinggi pada sebarang segitiga,
baik segitiga lancip maupun segitiga tumpul
memang sering menyulitkan siswa, apalagi yang
belum mengetahui dan memahami konsep dari
pengertian garis tinggi pada segitiga. Oleh karena
itu, alat peraga dibutuhkan untuk menunjukkan
secara riil atau nyata di mana letak garis tinggi,
dan bagaimana yang dimaksud bahwa garis tinggi
itu adalah garis yang ditarik dari salah satu titik
sudut dan tegak lurus dengan alas. Sebagian
siswa masih bingung dalam membayangkan
bagaimana bentuk atau gambaran dari pengertian
garis tinggi itu.
B. Alat Peraga TILAS SEGITIGA untuk
Memahamkan Siswa dalam Materi Garis
Tinggi pada Sebarang Segitiga
Alat peraga merupakan alat bantu
komunikasi untuk menyampaikan pesan dari guru
kepada siswanya. Alat peraga untuk
memahamkan siswa mengenai garis tinggi pada
sebarang segitiga ini dinamakan “TILAS
SEGITIGA”. TILAS SEGITIGA merupakan
kependekan dari Tinggi dan Alas Segitiga, yaitu
menunjukkan yang mana garis tinggi pada
segitiga dipandang dari sisi yang mana sebagai
alasnya. TILAS SEGITIGA merupakan alat
peraga yang bisa menjawab kesulitan siswa
dalam memahami konsep garis tinggi.
27 Ibid.
Bahan-bahan yang dibutuhkan sangat mudah,
yaitu:
1. Papan kayu berbentuk segitiga
2. Benang nilon
3. Paku
Ketiga bahan ini sangat mudah dijumpai di
sekitar kita.
Cara pembuatannya:
1. Siapkan papan kayu yang telah dipotong
berbentuk segitiga-segitiga, yaitu segitiga
siku-siku, segitiga sama sisi, segitiga
lancip, dan segitiga tumpul.
2. Tiap sudut segitiga tersebut diberi paku.
3. Siapkan benang nilon yang ujungnya diberi
pemberat, pemberat tersebut bisa berupa
paku atau penghapus, atau benda kecil
lainnya.
Setelah alat peraga TILAS SEGITIGA
sudah siap, saatnya pengaplikasian alat peraga ini
dalam kelas. Sebelumnya kelas dibagi menjadi
menjadi 7 kelompok, tiap kelompok terdiri dari
4-5 anak. Pembentukan kelompok yang
anggotanya sedikit ini akan mengoptimalkan
kerja siswa. Semakin besar kelompok, semakin
tidak efektif pula pembelajaran dalam kelompok
tersebut. Kelompok yang terlalu besar, akan
memperbesar peluang anggotanya akan
berbincang-bincang dengan anggota lain atau hal-
hal yang tidak bermanfaat lainnya.
Setelah pembentukan kelompok selesai,
masing-masing kelompok diberikan soal untuk
menghitung luas sebarang segitiga dengan tinggi
yang telah diketahui, hal ini untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa, dan mengetahui
perbedaan antara sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan alat peraga. Misalnya
seperti soal di bawah ini:
Perhatikan segitiga di bawah,
D A B
C
A
C B
D
12
diketahui AB = 13 cm, BC = 5 cm, AC = 15 cm,
dan BD = 4cm. hitung luas segitiga ABC.
Dari beberapa jawaban, ada yang
menganggap tingginya adalah AB, padahal di
soal sudah di beri petunjuk bahwa ada garis BD
yang tegak lurus dengan alas AC.
Selanjutnya guru menggambarkan
berbagai bentuk segitiga di papan, dan
menayakan pada siswa yang mana tingginya.
Pada saat itu, terima setiap pendapat siswa, tanpa
menyalahkan. Selanjutnya, guru menerangkan
mengenai konsep garis tinggi pada segitiga,
pengertian garis tinggi dan rumus menghitung
luas segitiga. Tahap selanjutnya
menerangkan konsep menggunakan alat peraga.
Tunjukkan alat peraga di depan kelas. Alat peraga
tersebut terdiri dari beberapa segitiga dengan
bentuk yang berbeda-beda.
GAMBAR 3. TILAS SEGITIGA
Dalam segitiga besar tersebut terdapat 5 segitiga
dengan berbagi tipe segitiga. Setiap segitiga dapat
dilepas dari segitiga besar. Setiap sudut pada
segitiga kecil terdapat paku untuk digunakan
mengaitkan benang nilon.
Misalnya kita ambil segitiga 3, yaitu
segitiga tumpul.
Jika BC alasnya, maka benang dikaitkan pada
paku di sudut A. Benang nilon tersebut bisa kita
namakan garis AD. AD jatuh tegak lurus ke alas
yang merupakan perpanjangan dari alas BC.
Karena AD berasal dari salah satu sudut segitiga
yaitu sudut A dan tegak lurus dengan alas, maka
berdasarkan definisi, AD merupakan tinggi dari
segitiga ABC.
Selanjutnya segitiga ABC akan diputar
dengan AB sebagai alasnya.
Jika AB alasnya, maka benang dikaitkan pada
paku di sudut C. Benang nilon tersebut bisa kita
namakan garis AE. AE jatuh tegak lurus ke alas
yang merupakan perpanjangan dari alas AB.
Karena AE berasal dari salah satu sudut segitiga
yaitu sudut C dan tegak lurus dengan alas, maka
berdasarkan definisi, AE merupakan tinggi dari
segitiga ABC.
Jika CA alasnya, maka benang dikaitkan pada
paku di sudut B. Benang nilon tersebut bisa kita
namakan garis BF. BF jatuh tegak lurus ke alas
B
C A
B
C A F
A
B C
A
B C D
E A B
C
A B
C
5
4 2
1
3
13
CA. Karena BF berasal dari salah satu sudut
segitiga yaitu sudut B dan tegak lurus dengan
alas, maka berdasarkan definisi, BF merupakan
tinggi dari segitiga ABC.
Cara kerja segitiga yang lain juga sama
dengan yang dicontohkan di atas. Setelah diberi
demonstrasi alat peraga TILAS SEGITIGA,
diharapkan siswa mampu memahami apa itu garis
tinggi yang sebenarnya dengan cara yang mudah
dan menyenangkan, sehingga mereka merasa
enjoy ketika menerima pelajaran tersebut.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kesulitan yang dialami siswa dalam materi
garis tinggi pada sebarang segitiga adalah
karena adanya kesalahan konsep dalam
memahami garis tinggi pada segitiga.
Sebagian siswa menganggap bahwa tinggi
segitiga adalah bagian sisi segitiga yang
berdiri, dan alas selalu berada di bawah.
Pada saat bentuk segitiga tersebut
digambarkan miring, kadang terdapat
kebingungan dalam penentuan alas dan
tingginya.
2. Solusi untuk memahamkan siswa mengenai
garis tinggi pada segitiga salah satunya
adalah menggunakan alat peraga TILAS
SEGITIGA yaitu tinggi dan alas segitiga.
Alat peraga ini akan menunjukkan secara
nyata yang mana tinggi segitiga dipandang
dari sisi yang mana sebagai alasnya. TILAS
SEGITIGA merupakan alat peraga yang
bisa menjawab kesulitan siswa dalam
memahami konsep garis tinggi.
B. SARAN
1. Guru dalam mengajarkan matematika,
hendaknya memahami bahwa kemampuan
setiap siswa berbeda-beda, serta tidak
semua siswa menyenangi mata pelajaran
matematika.
2. Proses pembelajaran hendaknya dibuat
semenyenangkan mungkin, misalnya
pembelajaran dengan bantuan alat peraga
agar siswa tidak cepat bosan dan
pembelajaran dapat berjalan dengan efektif
dan efisien.
REFERENSI
(1) Ag., Moch. Masykur & Abdul Halim
Fathani. 2007. Mathematical Intelligence:
Cara Cerdas Melatih Otak dan
Menanggulangi Kesulitan Belajar.
Yogjakarta: A-Ruzz Media.
(2) Rachman, Arif. 2010. Belajar Matematika
Bersama Pak Arif SMP Negeri 2 Ngawi,
(Online),
(http://arif2mei.wordpress.com/matematika
-smpmts/sk-kd-matematikasmp/), diakses
12 November 2014.
(3) Asnawir, M. Basyiruddin Usman. 2002.
Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers.
(4) Siswoyo, Dedi. 2013. Belajar dan
Pembelajaran, (Online),
(http://dedi26.blogspot.in/2013/04/pengerti
an- pembelajaran menurut-
para.html?=1), diakses 08 November 2014.
(5) Destiniar & Farista, M. Irsadi. 2013.
Laboratorium Matematika PGRI
Palembang, (Online),
(http://labmatpgripalembang.wordpress.co
m/2013/04/11/pengaruh-
penggunaan-alat-peraga-dalam-
pembelajaran-matematika-terhadap-
pemahaman-konsep-siswa-kelas-vii-
smp-negeri-2-pampangan-
2/?relatedposts_hit=1relatedposts_origi
n=46&relatedposts_position=0), diakses
19 November 2014.
(6) Harja, Media. 2012. Pemahaman
Konsep Matematis, (Online),
(http://mediaharja.blogspot.com/2012/05/pe
mahaman-konsep-
matematis.html?m=1), diakses 19
November 2014.
(7) Hendry. 2008. Everything About Math:
Garis-garis Istimewa Segitiga, (Online),
14
(http://hendrydext.blogspot.com/2008/10/ga
ris-garis-istimewa-segitigai.html?m=1),
diakses 09 November 2014.
(8) Ian, Pak Guru. 2010. Pondasi Bangsa yang
Kuat adalah Memberikan Ilmu yang
Bermanfaat Bagi Calon Pemimpin
Bangsa, (Online),
(https://ian43.wordpress.com/2010/12/17/p
engertian- pemahaman/), diakses 19
November 2014.
(9) Irwan. 2011. Batasan Pemahaman pada
Pembelajaran, (Online), (http://irwan-
education.blogspot.com), diakses 19
November 2014.
(10) Junaedi & Supardi, et. al. 2008. Strategi
Pembelajaran. Surabaya: LAPIS-PGMI.
(11) Maghfiroh, Imro’atu. 2011.
Perkembangan Anak Usia SMP, (Online),
(http://imrufisika.blogspot.com/2011/12/per
kembangan-anak-usia- smp.html?m=1),
diakses 12 November 2014.
(12) N.n. 2010. Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2006
Tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah,
(Online),
(http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendiknasp
2010_20_lamp.pdf&
sa=U&ei=TuJpVI_nE8jSoAT_3lKwC
Q&ved=0CCYQFjAJ&usg=AFQjC
NH 1N
Ulqo3M2ocGJeuorZ4OC_Dr5uw),
diakses 17 November 2014.
(13) Russefendi, E. T. 1990. Pengajaran
Matematika Modern dan Masa Kini.
Bandung: Tarsito
(14) Sadiman, Arief S., et. al. 2008. Media
Pendidikan: Pengertian, Pengembangan,
dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
(15) Suherman, Erman, et. al. (tanpa tahun).
Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Jakarta: Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam; Universitas Pendidikan
Indonesia.
(16) Uno, Hamzah B. & Nurdin, Mohamad.
2012. Belajar dengan Pendekatan
P.A.I.L.K.E.M. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
(17) Warto, Mas. 2012. Perkembangan
Peserta Didik dari SD, SMP, dan SMA,
(Online), (http://mas-
warto.blogspot.com/2012/06/perkemba
ngan-peserta-didik-dari-sd-
smp.html?m=1), diakses 12 November
2014.