Download - Gastroknemus Contraction
KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG KATAK
Oleh :
Nama : Arida FauziyahNIM : B1J011173Kelompok : 3Rombongan : VIIAsisten : Wisiva Tofriska
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang
Otot merupakan sistem biokontraktil dimana sel-sel memanjang dan
dikhususkan untuk menimbulkan tegangan pada sumbu yang memanjang. Sel-sel
otot terspesialisasi untuk kontraksi yaitu mengandung protein kontraktil yang
dapat berubah dalam ukuran panjang dan memungkinkan sel-sel untuk
memendek. Sel-selnya sering kali disebut serat-serat otot yang terus menerus
mengalami perubahan sejalan kontraksi stsupun relaksasi. Kontraksi otot
dikendalikan oleh sistem saraf . Otot pada vertebrata dibedakan menjadi tiga
jenis : (1) otot rangka, dijumpai pada sosok otot yang bersambungan dengan
kerangka tubuh dan berkaitan dengan gerak badan, (2) otot jantung, terlibat dalam
pemompaan darah, dan (3) otot polos, ditemukan sebagai bagian dari dinding alat
viscera (Bevelander and Ramaley, 1979).
Kontraksi otot didefinisikan sebagai pembongkaran aktif tenaga dalam otot.
Penggunaan tenaga oleh otot pada beban eksternal disebut tekanan otot. Jika
tekanan yang terbentuk oleh otot lebih besar dari penggunaan tenaga eksternal
pada otot oleh beban, maka otot akan memendek. Penggunaan tenaga dengan
beban lebih besar atau sama dengan tekanan otot, maka otot tidak memendek (Hill
and Wyse, 1989). Gordon (1997) menyatakan bahwa kontraksi otot melibatkan
komponen zat kimia dalam otot tersebut. Zat kimia terpenting yang terdapat di
dalam otot rangka yang berperan dalam distribusi dan dan pergerakan adalah ion
kalsium, sekurang-kurangnya ada empat protein yaitu aktin, M-protein, troponin,
dan tropomiosin. Urutan kejadian dalam stimulus dan kontraksi pada otot meliputi
stimulus, kontraksi dan relaksasi.
Serat otot berkontraksi menjadi pendek dan lebar, hal ini juga berlaku
untuk setiap sarkomer. Mekanisme melibatkan suatu pwerubahan dalam
kedudukan relatif dari filamen aktin dan myosin. Selama kontraksi, filamen aktin
yang tipis terikat pada garis z, bergerak ke zona A. Meskipun filamennya sendiri
tidak berubah dalam panjang, namun gerak pergeseran itu mengakibatkan
perubahan dalam penampilan sarkomere (Guyton,1995).
Otot dapat berkontraksi baik secara isometrik, isotonik, atau gabungan
keduanya. Kontraksi isometrik pada otot gastronekmus memiliki lama kontraksi
kira-kira 1/30 detik. Lama kontraksi disesuaikan dengan fungsi masing-masing
otot. Otot gastronekmus harus berkontraksi dengan kecepatan yang cukup pada
pergerakan tungkai untuk berlari atau melompat. Otot gastronekmus memiliki
serabut cepat yang disesuaikan untuk kontraksi otot yang sangat cepat dan kuat
seperti berlari dan melompat. Serabut ini tampak lebih besar. Retikulum
sarkoplasmanya lebih luas sehingga dengan cepat dapat melepaskan ion-ion
kalsium untuk memulai kontraksi otot (Guyton, 1995).
Proses kontraksi otot diatur oleh reseptor dan protein kontaksi yaitu aktin
dan myosin. Perubahan potensial membran, dibawa ke dalam oleh potensial atau
oleh aktivasi ion-ion di dalam membrane plasma, dapat juga memicu kontraksi.
Kontraksi dapat terjadi, Rantai Terang Myosin Kinase (Myosin Light Chain
Kinase) untuk melakukan phosphorilasi rantai terang 20-kDa pada myosin,
memungkinkan interaksi molekuler pada myosin dan aktin. Energy dihasilkan
oleh ATP oleh aktivitas myosin ATPase yang dihasilkan dalam siklus myosin
yang berkebalikan dengan aktin selama kontraksi (Rosser, 2003).
Voltage yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi besar responnya
dalam bentuk amplitudo (simpangan). Begitu juga beban yang diberikan akan
mempengaruhi kelenturan otot yang diujicobakan. Beban akan menarik otot lebih
besar, maka ketika otot tersebut dirangsang dengan aliran listrik akan
menghasilkan simpangan gerak amplitude yang kecil pula (Kofsyok, 1992).
Otot jantung terdiri dari tiga tipe otot jantung yang utama, yaitu otot
atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan sebagai
pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara
yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama sedangkan
serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah
sekali sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif. Serat ini
menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja
pada suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung (Silverthorn, 2001).
Otot jantung mempunyai ciri-ciri yang khas. Kemampuan berkontraksi
otot jantung sewaktu sistole maupun diastole tidak bergantung pada rangsangan
saraf. Konduktivitas (daya hantar) kontriksi melalui setiap serabut otot jantung
secara halus sekali dan sangat jelas dalam berkas his. Ritme dan kekuatan
gelombang yang dimiliki otot jantung secara otomatis dengan tidak bergantung
pada rangsangan saraf (Syaifuddin, 2006).
Menurut Syaifuddin (2006), fungsi umum otot jantung, antara lain:
1. Sifat ritmisitas/otomatis
Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan
dari luar. Jantung dapat membentuk rangsangan (impuls) sendiri. Saat keadaan
fisiologis sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas tinggi.
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas
Bila impuls yang dilepas mencapai ambang rangsang otot jantung maka
seluruh jantung akan berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung
merupakan suatu sinsitium sehingga impuls jantung segera dapat mencapai
semua bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang
sama. Kekuatan kontraksi dapat berubah-ubah bergantung pada faktor tertentu,
misalnya serat otot jantung, suhu, dan hormon tertentu.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik
Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung sampai sepertiga masa
relaksasi jantung yang merupakan upaya tubuh untuk melindungi diri.
4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot
Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal, otot
tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu. Serat otot jantung akan
bertambah panjang bila volume diastoliknya bertambah. Bila peningkatan
diastolik melampaui batas tertentu, kekuatan kontraksi akan menurun kembali.
I.2Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik
terhadap besarnya respon kontraksi otot gastronemus dan efek perangsangan
kimia terhadap kontraksi otot jantung katak (Fejervarya cancrivora).
II. MATERI DAN METODE
II.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah universal kimograf
lengkap dengan asesorisnya. Bahan yang digunakan adalah katak hijau
(Fejervarya cancrivora), laruta ringer dan larutan asetikolin 3-5 %.
II.2 Metode
Pengukuran kontraksi otot gastroknemus
1. Universal kimograf disiapkan lengkap dengan asesorisnya.
2. Katak (Fejervarya cancrivora) diamtikan.
3. Katak diletakkan pada bak preparat lalu membuat irisan melingkar pada
daerah pergelangan kaki katak.
4. Tepi katak yang telah dipotong dipegang lalu singkap kulit hingga terbuka
ke bagian lutut.
5. Otot gastroknemus dipisahkan
6. Tendon diikat dengan benang, lalu menggunting tendon achiles dan selalu
di basahi otot gastroknemus dengan larutan ringer.
7. Universal kimograf dipasang dan di beri rangsang elektrik dengan Voltage
0, 5, 10, 15, 20 dan 25.
Pengukuran kontraksi otot jantung
1. Katak dimatikan.
2. Bagian dada katak dibedah mulai dari arah perut hingga jantung katak
terlihat lalau pericardium di sobek.
3. Kontraksi jantung katak diamati selama 15 detik.
4. 1-2 tetes larutan asetikolin 3 atau 5 % diteteskan.
5. Kontraksi jantung sebelum dan sesudah di tetesi larutan asetilkolin
dibandingkan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil
Tabel 1. Pengukuran kontraksi otot gastroknemus pada katak (Fejervarya cancrivora )No. Rangsangan elektrik (volt) Besar kontraksi pada kimograf / amplitudo
(mm)1. 10 02. 15 3,83. 20 3,94. 25 5,8
Grafik 1. Pengukuran kontraksi otot graktonemus pada katak (Fejervarya cancrivora)
Tabel 2. Pengukuran kontraksi otot jantungNo. Sebelum ditetesi asetilkolin Setelah ditetesi asetilkolin1. 88 922. 64 243. 104 244. 32 44
3.2 Pembahasan
Otot gastroknemus termasuk dalam otot rangka. Sistem otot katak berbeda
dari myoton primitif terutama pada apendiks. Otot segmental mencolok pada
tubuh, segmen kaki teratas dan kaki belakang yang berotot. Otot gastroknemus
ini terletak pada kaki belakang katak. Otot ini berfungsi untuk menghasilkan
gerak loncat yang terjadi akibat kontraksi dari otot gastroknemus (Hildebrand,
1974).
Medialis gastroknemus mempunyai panjang yang hampir sama dan saling
bergantian antara tiga sisi ototnya, yaitu bagian distal, middle dan proximal. Otot
Medialis Gastroknemus mempunyai serabut otot yang lebih pendek pada saat
berlari daripada berjalan. Keelastisan acilles tendon mempertinggi efisiensi
serabut Medialis Gastroknemus dibawah kondisi lokomosi yang berbeda.
(Lichtwark, 2001).
Mekanisme kontraksi otot dapat dijelaskan dengan model pergeseran
filamen (filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses
kontraksi) atau yang lebih dikenal dengan model filamen sliding. Menurut
Hickman (1972), menyatakan bahwa gaya berkontraksi otot dihasilkan oleh suatu
proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar
sesamanya. Kontraksi filamen aktin tidak tertarik ke dalam filamen myosin
sehingga overlap satu sama lainnya secara luas. Discus Z ditarik oleh filamen
aktin sampai ke ujung filamen myosin, jadi kontraksi otot terjadi karena
mekanisme pergeseran filamen yang disebabkan oleh kekuatan mekanis, kimia
atau elektrostatik yang ditimbulkan oleh interaksi jembatan penyebrangan dari
filamen myisin dan filamen aktin.
Menurut Kofsyok (1992), mekanisme kontraksi pada otot diawali dari
sebuah implus saraf yang tiba pada sambungan neuromuscular yang akan
dihantarkan ke sarkomer oleh sistem tubula transversal. Sarkomer otot akan
menerima sinyal untuk berkontraksi sehingga otot berkontraksi. Sinyal elektrik
dihantarkan menuju retikulum sarkoplasmik (SR) yang merupakan sistem vescles
yang pipih. Membran yang SR yang secara normal nonpermeabel terhadap Ca2+
mengandung trans membran Ca2+. ATPase yang memompa Ca2+ ke dalam SR
untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ pada saat otot rileks. Kedatangan implus
saraf membuat SR menjadi permeabel terhadap Ca2+. Akibatnya Ca2+ berdifusi
melalui saluran-saluran Ca2+ khusus interior miofibril dan konsentrasi internal
Ca2+ akan bertambah. Peningkatan Ca2+ ini untuk memicu konformasional dalam
troponin dan tropomiosin. Setelah itu terjadi perubahan bentuk dan menyebabkan
terjadinya blocking tropomiosin actin.
Sistem saraf sangat penting pada hewan tingkat tinggi yaitu sebagai sistem
komunikasi yang kompleks dan cepat. Komunikasi intrasel ditengahi oleh impuls
saraf, impuls tersebut dapat berupa gelembung-gelembung berjalan yang
berbentuk arus ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot
seringkali di mediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (Gunawan, 2001).
Larutan dan alat yang digunakan dalam praktikum adalah larutan
Asetilkolin dan larutan Ringer, sedangkan alat yang digunakan adalah universal
kimograf lengkap dengan aksesorisnya. Fungsi dari larutan Asetilkolin adalah
untuk mempercepat kerja jantung, larutan ringer yang berfungsi untuk membasahi
otot gastroknemus dan bertujuan agar sel-selnya tetap hidup, pada praktikum otot
jantung digunakan larutan asetilkolin untuk mengamati kontraksi otot jantung.
Rosser et al., (2003) menyatakan bahwa di dalam otot terdapat reseptor asetilkolin
(acetylcholine receptor, AChR) yang terdistribusi dengan densitas rendah dalam
plasmalemma. Selain AChR, terdapat myosin heavy-chain (MyCH) yang
berkorelasi dengan kecepatan kontraksi otot. Kimograf universal berfungsi untuk
mengukur daya kontraksi otot graktonemus pada katak. Alat ini terrakit atas
berbagai kompartemen diantaranya melibatkan benang, jarum dan kertas kimograf
untuk melihat hubungan antara voltase dan amplitude yang diberikan.
Dalam percobaan ini katak yang telah dirusak otaknya disayat kulit bagian
kakinya untuk memperoleh otot gastroknemusnya. Kemudian otot tersebut ditetesi
dengan larutan ringer yang berfungsi agar sel-selnya tetap hidup. Digunakan alat
universal kimograf beserta
aksesorinya untuk
mengetahui bahwa respon
biologis dan fisiologis
dengan menggunakan metode
fisika mekanika. Berdasarkan
hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pemberian stimulus mulai dari 0 V sampai dengan 25 V
semakin meningkat. Semakin meningkat voltase semakin meningkat pula nilai
amplitudo yang diperoleh. Stimulus listrik yang diberikan pada otot akan
menyebabkan otot berkontraksi secara stimulan. Kejutan lemah tidak akan
memberikan pengaruh sama sekali, apabila tercapai suatu ambang maka otot
gastroknemus akan menegang, kemudian kekuatan rangsang akan meningkat
mencapai maksimum. Kekuatan kontraksi seluruh otot akan meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah serabut individu yang berkontraksi (Hickman,
1972).
Hasil pengukuran terhadap kontraksi otot jantung sebelum di tetesi larutan
asetilkolin frekuensi denyut jantung adalah 88 denyut , sementara setalah di tetesi
adalah 92 denyut jantungnya. Menurut (Pradana, 2008), bahwa larutan acetylcolin
adalah eksitator transmitter di endplate motor dan di synaps ganglia symphatetic,
menghasilkan kenaikan yang predominan dalam konduktansi sodium dan
potassium pada membran postsynaptic. Faktor yang mempengaruhi frekuensi
denyut jantung antara lain relalu lama dalam isolasi dan pada saat isolasi jantung
tidak benar.
Kontraksi otot terjadi bukan karena proses pemendekkan dari filamen-
filamen yang membangunnya, tetapi merupakan peristiwa pergeseran antara
filamen kasar (miosin) dan filamen halus (aktin) sehingga menambah overlapping
di antara kedua filamen tersebut. Proses ini memerlukan bantuan masuknya ion
Ca2+, ke dalam akson untuk membebaskan asetilkolin yang berperan sebagai
neurotransmiter. Melekatnya asetilkolin pada reseptor membran akan meningkat-
kan permeabilitas membran terhadap ion Na+, ion itu masuk ke dalam sel otot,
sehingga akan terjadi depolarisasi, yang selanjutnya akan menimbulkan potensial
aksi yang akan dirambatkan ke sepanjang serabut otot. Agar supaya pulsa impuls
terus berjalan, maka molekul asetilkolin yang berinteraksi dengan reseptor harus
dimusnahkan. Dalam hal ini dilakukan oleh enzim kolinesterase yang akan
mengubah kolinesterase menjadi kolin dan asam asetat. Selanjutnya kolin akan
berdifusi kembali ke dalam akson, sedangkan asam asetat akan masuk dalam
sirkulasi darah (Silverthorn, 2001).
Larutan dan alat yang digunakan dalam praktikum adalah larutan
Asetilkolin dan alat yang digunakan adalah universal kimograf lengkap dengan
aksesorisnya. Fungsi dari larutan Asetilkolin adalah untuk mempercepat kerja
jantung. Rosser et al., (2003) menyatakan bahwa di dalam otot terdapat reseptor
asetilkolin (acetylcholine receptor, AChR) yang terdistribusi dengan densitas
rendah dalam plasmalemma. Selain AChR, terdapat myosin heavy-chain (MyCH)
yang berkorelasi dengan kecepatan kontraksi otot. Zat kimia yang dipakai pada
praktikum gastroknemus adalah larutan ringer yang berfungsi untuk membasahi
otot gastroknemus dan bertujuan agar sel-selnya tetap hidup, pada praktikum otot
jantung digunakan larutan asetil kolin untuk mengamati kontraksi otot jantung.
Alasan menggunakan jantung katak dalam praktikum kali ini karena
jantung katak mudah untuk di amati ketika di beri efek perangsang elektrik
maupun kimia dan kontraksinya cepat tidak menunggu waktu lama untuk
pengamatan.
Menurut Syarifuddin (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi
otot jantung, antara lain:
1. Beban awal
Otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri berkontraksi, berhubungan
dengan panjang otot jantung, peningkatan beban awal menyebabkan kontraksi
ventrikel lebih kuat dan meningkatkan volume curah jantung. Meningkatnya
beban awal akibat dari meningkatnya volume darah yang kembali ke ventrikel
semakin diregang serabut otot jantung semakin besar kontraksinya sampai
batas tertentu.
2. Kontraktilitas
Bila saraf simpatis yang menuju ke jantung dirangsang, maka ketegangan
keseluruhan akan bergeser ke atas atau ke kiri atau meningkatkan
kontraktilitas, frekuensi dan irama jantung juga mempengaruhi kontaktilitas.
Bila sebagian dari miokard ventrikel tidak berfungsi maka kerja ventrikel akan
berkurang menyebabkan depresi (menurunnya) kontraktilitas setiap unit
miokard.
3. Beban akhir
Resistansi (tahanan) yang harus diatasi waktu darah dikeluarkan dari ventrikel
merupakan suatu beban ventrikel kiri untuk membuka katup semilunaris aorta
dan mendorong darah selama kontraksi. Peningkatan drastis beban akhir akan
meningkatkan kebutuhan oksigen dan mengakibatkan kegagalan ventrikel.
4. Frekuensi jantung
Dengan meningkatnya frekuensi jantung akan memperberat pekerjaan
jantung.
Pengaruh dari penyempitan pembuluh darah menyebabkan kandungan
oksigen di jaringan berkurang sehingga berpengaruh terhadap konsumsi oksigen
oleh mitokondria. Oleh karena itu, konsumsi oksigen dapat menentukan ukuran
berkurangnya titik jenuh oksigen dari hemoglobin dan myoglobin mengikuti
keadaan total arteri (Abozguia, 2008).
Otot jantung termasuk otot seran lintang yang sifatnya involuntari yang
artinya kerjanya tidak dipengaruhi oleh otak. Otot jantung ditemukan hanya pada
bagian jantung dan mempunyai ciri-ciri bergaris-garis seperti pada otot sadar.
Perbedaannya adalah serabutnya bercabang dan mengadakan anastomase yaitu
bersambungan satu sama lain, tersusun memanjang seperti pada otot bergaris,
berciri merah khas dan tidak dapat dikendalikan oleh kemauan. Otot jantung
mempunyai kemampuan untuk mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis tanpa
bergantung pada ada tidaknya rangsangan saraf. Cara kerja semacam ini disebut
miogenik. Kontraksi otot akan lebih kuat bila sedang renggang dan bila suhunya
cukup panas kelelahan dan dingin memperlemah kontraksi (Pearce, 2004).
Otot jantung terdiri atas serabut lurik yang saling isi mengisi. Myofibril
pada otot jantung bercabang-cabang dan mitokondrianya lebih banyak daripada
serabut otot kerangka. Impuls otot jantung berkontraksi dengan sendirinya,
sementara saraf simpatik dan saraf parasimpatik berjalan menuju ke jantung bila
pengendalian ini dihancurkan maka jantung akan tetap terus dapat berdetak
selama glukosa dan oksigen tersedia di dalamnya (Kimball, 1988). Menurut
Geneser (1993), menyatakan bahwa mitokondria jauh lebih banyak dan banyak
memiliki krista, selain membentuk deretan-deretan yang memisahkan miofilamen,
mitokondria ini terkumpul pada kutub-kutub inti dan pada celah mitokondria
tampak banyak butir-butir lemak dan glikogen yang berfungsi sebagai sumber
energi.
Otot jantung berkembang dari bagian mesoderma splanknik yang
mengelilingi tabung jantung yang berlapiskan endotel dan membentuk
miokardium embrional. Serat-serat otot jantung ini berasal dari diferensiasi tiap
sel-sel yang tumbuh melalui penambahan miofilamen-miofilamen baru pada
sitoplasma di perifer, tanpa perubahan letak inti sel di tengah (Geneser, 1993).
Jantung mengandung serat-serat jantung yang termodifikasi yang
berfungsi untuk mengkoordinasikan detak jantung dengan mengatur waktu
kontraksi dari atrium dan ventrikel, secara normal berawal pada nodus sinoatrium
(SA) yang berlokasi dalam atrium kanan pada pintu masuk vena kava superior.
Berawal dari nodus sino atrium sampai nodus antrio ventrikulum, terletak di
bagian belakang septum inter ventrikulum dan mulai dari titik ini, seberkas sel-sel
otot jantung yang termodifikasi (serat-serat purkinje) bercabang dua dan cabang
yang terpisah berjalan melalui jaringan subendokardial dari ventrikel kanan dan
kiri. Sel-sel dalam dua daerah nodus itu berbentuk spul, sel-sel yang sangat
bercabang yang dipisahkan satu sama lain oleh sedikit jaringan penyambung.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kontraksi otot gastroknemus terpengaruh oleh perangsangan elektrik.
2. Semakin besar tegangan (voltase) yang digunakan maka amplitudo
kontraksinya akan semakin besar, berarti semakin besar pula kontraksi otot
gastroknemus, tetapi apabila mencapai batas ambang dari peningkatan voltase
akan menurunkan nilai amplitudo.
3. Voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi besarnya respon
dalam bentuk amplitude.
4. Otot jantung terdiri dari tiga tipe otot jantung yang utama, yaitu otot atrium,
otot ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan sebagai pencetus
rangsangan.
5. Otot jantung merupakan otot involuntary.
6. Mekanisme kontraksi otot yaitu stimulus diterima reseptor kemudian
diteruskan kesyaraf spinal melalui afferens. Impuls dari saraf spinal diteruskan
ke efferens efektor dan akhirnya menghasilkan respon.
DAFTAR REFERENSI
Abozguia, K. Thanh T. P. Ganesh N. S. Abdul R. Maher. Ibrar A. Anton W. Michael P. F. 2008. Reduced in Vivo Skeletal Muscle Oxygen Consumption in Patients with Chronic Heart Failure—A Study using Near Infrared Spectrophotometry (NIRS). Department of Cardiovascular Medicine, Medical School, University of Birmingham, European Journal of Heart Failure 10 (2008) 652–657.
Bevelander and J.A Ramaley. 1979. Essentials of History. CV. Moss by Company, sant Louis.
Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Denmark.
Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy and F. N. White. 1997. Animal Physiology.: Principle and Adaptation, 4 th Edition. MacMillan Publishing Co INC, New York.
Guyton, A. C. 1995. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hickman, C. P. 1972. Biology of Animal. CV Mosby Company, Saint Louis.
Hill, R. W. and G. A. Wyse. 1989. Animal Physiology Second ed. Harper and Collins Inc., New York.
Hildebrand, M. 1974. Analysis of Vertebrata Structure. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Gunawan, Adi. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. INTEGRAL vol. 6. 2 Oktober 2011. Universitas Parahyangan. Bandung.
Kimball, J. W. 1988. Biologi Jilid II. Erlangga, Jakarta
Kofsyok, P.E. 1992. Calcium Ion in Nerve Cell Function. Oxford University, New York.
Lichtwark, G, Kostas Bougoulias and Alan Wilson. 2001. Gastrocnemius Muscle Tendon Unit Interaction Under Variable Gait Conditions. ISB XXth Congress - ASB 29th annual meeting. July 31 - august 5, cleveland, ohio.
Pearce, E. C. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis . PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pradana, S. 2008. Macam dan Cara Kerjanya dalam Menghantarkan Impuls. Posted August 17th, 2008 by ghostrecon.
Rosser, B.W.C. and Bandman, E. 2003. Heterogeneity of Protein Expression Within Muscle Fibers. J Anim Sci. : 81: 94-101.
Silverthorn, D.O. 2001. Human Physiology an Integrated Approach Second Edition. Prentice Hall, New York.