Download - Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan tanaman tebu,
berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan tenaga yang memadai agar
sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya, sehingga menghasilkan
produksi (gula) seperti yang diharapkan. Dewasa ini budidaya yang efisien adalah
pengelolaan tanaman tertentu yang diusahakan menyesuaikan dengan lingkungan
agroklimat (ketersediaan lahan). Karekteristik agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan
tanah dan topografi. Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan kondisi
karakteristik agroklimat di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman
tebu. Produktifitas tebu ditentukan oleh karakteristik agroklimat yang paling
minimum.
Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan dan
tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan tegalan dan
35% pada lahan sawah. Sampai saat ini daerah/wilayah pengembangan tebu masih
terfokus di Pulau Jawa yakni di Provinsi, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta
dan Jawa Barat yang diusahakan di lahan sawah dan tegalan. Sedangkan usahatani
tebu pada lahan tegalan pengembangannya diarahkan ke Luar Jawa seperti di Provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Agar
tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim
tanamnya. Pada waktu masih muda tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika
mulai tua memerlukan musim kemarau yang panjang. Pada kondisi fisik lingkungan
yang ada, yaitu pada areal lahan kering atau tegalan, maka agar dapat dicapai
produksi yang tinggi diperlukan bibit tebu dengan varietas tebu yang sesuai dengan
kondisi lahan kering.
Tinggi turnbuhan tebu berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak
ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun.
Bentuk daun tebu berwujud belaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai
panjang 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar dan berbulu.
Bunga tebu berupa bunga majemuk yangberbentuk m,-t 1 ai di puneak sebuah poros
gelagah. Sedang akarnya berbentuk serabut.
1.2 Tujuan
Mahasiswa memahami cara budidaya tebu yang baik dan benar sesuai dengan
mekanisme dan syarat berlaku dalam mengembangkan budidaya tebu tersebut.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam budidaya tanaman tebu bibit merupakan salah satu modal (investasi)
yang menentukan jumlah batang dan pertumbuhan selanjutnya hingga menjadi tebu
giling beserta potansi hasil gulanya. Oleh karena itu penggunaan bibit unggul
bermutu merupakan faktor produksi yang mutlak harus dipenuhi. Sehingga
Pemerintah merasa perlu mengatur pengawasan peredaran bibit melalui sertifikasi
yang merupakan satu proses pemberian sertifikat bibit setelah melalui pemeriksaan,
pengujian dan pengawasan untuk persyaratan dapat disalurkan dan diedarkan. Sampai
saat ini pusat Penelitian telah menghasilkan berbagai macam varietas unggul seperti
PS851, PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921, Bululawang, PSCO902, PSJT941,
Kidang Kencana, PS865, PS881, PS882 dan varietas Kentung yang merupakan
varietas-varietas unggulan dengan kategori pengelompokan masak awal, masak
tengah dan masak akhir sebagai salah satu penerapan manajemen pembibitan untuk
menyelaraskan pelaksanaan tertib tanam dan panen (Hanum, 2008).
Proses pembibitan tersebut melalui empat langkah, yang pertama, bibit
ditanam di KBP (kebun bibit pokok) pada sekitar bulan Maret dengan luas 0,1 % dari
luas lahan perkebunan tebu nantinya. Hasil penanaman ini diambil dan ditanam di
KBN (kebun bibit nenek) pada sekitar bulan Oktober dengan luas 0,5 % dari luas
lahan tebu nantinya. Bibit dari KBN ditanam di KBI (kebun bibit induk) pada sekitar
bulan April tahun berikutnya dengan luas lahan 2,5% dari luas lahan tebu
nantinya.Dari KBI dihasilkan bibit untuk ditanam di KBD (kebun bibit datar) pada
sekitar bulan November dengan luas lahan 12,5 % dari luas lahan tebu nantinya.
Persen luas lahan di atas dapat diterangkan sebagai berikut. Bibit dari 1 ha KBP dapat
ditanam di KBN seluas 5 ha. Bibit dari 1 ha KBN dapat ditanam di KBI seluas 5 ha.
Satu hektar KBI menghasilkan bibit yang dapat ditanam di KBD seluas 5 ha. Bibit
dari 1 ha KBD untuk 8 ha kebun tebu giling (Wijayanti, 2008).
Salah satu komoditas pertanian yang menjadi andalan ekspor Indonesia adalah
tebu. Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin.
Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk
jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 1 tahun sehingga tergolong tanaman tahunan. Di Indonesia tebu banyak
dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.Untuk pembuatan gula, batang tebu yang
sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah
itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga
menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan
dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.
Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang
mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai dadhok itu
sebagai bahan bakar untuk memasak; selain menghemat minyak tanah yang makin
mahal, bahan bakar ini juga cepat panas.Tidak hanya dadhok tetapi di daerah jawa
timur Blotong ( ampas tebu ) juga dimanfaat kan untuk bahan bakar ( kayu bakar ).
Daun tebu ( pucuk ) juga dimanfaatkan untuk makanan ternak oleh sebagian
masyarakat pedesaan (Susila. 2005).
Ada 4 hara esensial mikro yang ditengarai mulai menjadi masalah (terjadi
kekahatan) pada lahan pertanaman tebu di Jawa yaitu : Fe, Zn, Cu, dan B. Besi
dibutuhkan dalam sintesis kloropil dan protein. Oleh karena kloropil merupakan
bahan yang terlibat di dalam proses fotosintesa, maka akibat akhir dari kekahatan Fe
akan dapat menurunkan kadar gula di dalam tebu. Hara Zn ikut berperan untuk
mengaktifkan ensim sucrose synthetase, ini berarti Zn ikut menentukan kadar gula
yang dapat diperoleh. Kekahatan Zn juga akan menyebabkan penundaan saat
kemasakan. Peranan Cu dan B yang berhubungan dengan kadar gula adalah
keterlibatannya dalam proses metabolisme karbohidrat. dan transportasi gula melalui
membran (Kabata-Pendias & Pendias, 1992; dan Romheld & Marsner, 1991).
Langkah awal untuk peningkatan produksi tebu adalah pengelolaan bibit
tebu dengan baik. Bibit adalah modal utama bagi keberhasilan usaha budidaya tebu.
Pengetahuan manfaat pengelolaan bibit yang baik sangat diperlukan produsen gula
untuk menciptakan dan mengusahakan bibit bermutu. Bibit tebu bermutu baik dan
sehat dapat diperoleh melalui kegiatan pembangunan kebun berjenjang dan
pelaksanaan budidaya. Pembangunan kebun bibit berjenjang adalah penyelenggaraan
kebun bibit secara bertahap yang memiliki ketentuan yang harus dipatuhi dan diikuti
standarnya sehingga akan diperoleh bibit sesuai kebutuhan baik jumlah maupun
kualitasnya (Mahendra dan Purwono, 2009).
Jenis bibit tebu yang ditanam berubah-ubah mengikuti perkembangan
inovasi bibit tebu yang dikembangkan pusat penelitian di Pasuruan. Kebun tebu
Mangkunegaran yang termasuk dalam kelompok perkebunan tebu Sala sangat
dipengaruhi oleh inovasi-inovasi tersebut. Pengaruh penanaman bibit dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya faktor keterlambatan dalam penanaman bibit tebu,
faktor ketersediaan tenaga kerja dalam penanaman bibit, dan juga faktor kesiapan
bibit sehingga bibit tersebut belum layak untuk ditanam (Wasino, 2008).
Pada pertanaman monokultur peningkatan produktivitas tebu dapat dilakukan
dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Peningkatan produktivitas secara komersial
dimaksudkan untuk meningkatkan produksi per satuan luas lahan.melalui
peningkatan populasi dengan mempersempit jarak antarbaris tebu. Dengan
peningkatan populasi ini ketersediaan lahan, lengas tanah, unsur hara, dan cahaya
matahari dapat dimanfaatkan tebu semaksimal mungkin sehingga hasil hablur
meningkat(Soejono, 2004)
Tebu merupakan salah satu tanaman yang membiak secara vegetatif
dengan umur relatif panjang dibandingkan dengan tanaman semusim dengan
variabilitas genetik yang sempit dibandingkan dengan tanaman membiak secara
generatif (Farid, dkk, 2006). Kondisi pergulaan Indonesia khususnya selama hampir
satu dekade terakhir ini menunjukan kecenderungan semakin merosot. Merosotnya
produksi gula ini tercatat hingga 45 %, beberapa diantaranya disebabkan oleh
menurunnya produktivitas tanaman tebu dan berkurangnya luas areal tanaman tebu
(Mulyono, 2009). Upaya pemantapan produksi gula dalam negeri dapat dilaksanakan
dengan beberapa cara, antara lain dengan melaksanakan intensifikasi pada tanaman
tebu yang sudah mapan, ekstensifikasi dengan memperluas pertanaman tebu ke areal
bukaan baru dengan sistem tegalan terutama di luar pulau Jawa, dan rehabilitasi
pabrik-pabrik gula agar lebih efisien dalam menghasilkan gula (Mahendra dan
Purwono, 2009).
Perbaikan sistem produksi tebu di tingkat petani di Pulau Jawa memiliki arti
yang sangat strategis, khususnya pada wilayah-wilayah yang secara teknis dan
ekonomis mempunyai potensi untuk dikembangkan. Produktivitas tebu dan harga
gula yang rendah serta biaya usahatani yang makin meningkat, telah mendorong
terjadinya penurunan kualitas bahan baku yang disediakan petani. Berdasarkan
beberapa hal tersebut, beberapa penelitian dilakukan bertujuan untuk mengkaji daya
saing usahatani tebu petani di Propinsi Jawa Timur terutama dari segi tipe bibit yang
digunakan, karena setiap jenis bibit memiliki jumlah mata tunasan yang pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tebu dikemudian hari (Ariani, Andi, dan Juni, 2008).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum lapang atau fieldtrip ini dilakukan pada tanggal 14-15 November
2012 di PG. Madukismo Yogyakarta,Jawa Tengah.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat perekam
2. Alat tulis
3. Kamera
3.2.2 Bahan
1. Handout atau modul pelaksanaan fieldtrip
3.3 Cara Kerja
1. Melakukan kunjungan lapang ke tempat yang telah ditentukan.
2. Mengikuti serangkaian kegiatan kunjungan.
3. Mendengarkan, memperhatikan, mencatat dan atau merekam informasi yang
disampaikan.
4. Melakukan diskusi berkaitan dengan lokasi dan informasi yang disampaikan.
5. Mengambil gambar objek yang menunjukkan hasil budidaya tebu yang dihasilkan.
6. Mendeskripsikan informasi yang di dapat.
7. Membuat laporan praktikum kunjungan lapang atau fieldtrip.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Judul : Budidaya Tanaman Tebu (Saccaharum officinarum)
T E B U ( Saccharum officinarum ).
1. Teknik Budidaya1.1 Penggarapan tanah.
a. Penggarapan tanah.- Penggarapan tanah dengan sistem Reynoso, yaitu membuat got -
got ( Got giling, Got Mujur, Got malang, Jolangan/juringan ) untuk memperlancar draenase.
- Ukuran Got.Macam Got Lebar
atas(cm)
Lebarbawah(cm)
Kedalaman(cm)
KelilingMujurJolangan/Juringan
606040
504040
908030
b. Penanaman.- Waktu tanam : Berbeda-beda(tergantung waktu masak)- Cara tanam : Dengan overlaping dan menggunakan satu mata
tunas.
c. Penyulaman :
▄ Penyulaman I : - Bibit rayungan umur 1 minggu - Bibit bagal umur 4 minggu.
▄ Penyulaman II : 4 minggu setelah penyulaman 1
▄ Bibit penyulaman diperoleh dari sumpingan atau dederan: Sumpingan.
d. Penanaman
- Jenis pupuk : ZA, Phonska, madros- Dosis pupuk/jenis pupuk : Za 8 Kw/Ha, Phonska 5
Kw/Ha, madros 10 Kw/ ha
- Waktu Pemupukan :
▄ Pupuk I
▄ Pupuk II
:
:
1 s/d 7 hari setelah tanam ;Madros, Za 4 Kw/Ha
1 bulan setelah pupuk 1 ;Phonska : 5Kw/HaZa : 4Kw/Ha
▄ Pemupukan dengan ditegal dan ditutup tanah.
e. Pembumbunan/turun tanah
- Bumbun I- Bumbun II- Bumbun III- Bumbun IV
::::
Setelah pupuk pertamaSetelah pemupukan kedua3 bulan setelah klentekTidak ada
f. Pengairan dan penyiraman.- Pengairan
▄ Selama penggarapan tanah : dialirkan dari sungai menggunakan mesin diesel.▄ Pada saat tanam : penyiraman tergantung umur tanaman.▄ Setelah tanam s/d umur 200 hari 1 bulan sekali.
- Penyiraman.▄ Menjelang tanam : 2 hari sekali▄ Setelah tanam : 2 hari sekali▄ S/d umur 2 minggu : 2 hari sekali ▄ Umur 2 - 4 minggu : 2 kali seminggu▄ Umur 4 - 6 minggu : 1 kali seminggu▄ Umur 6 - 16 minggu : 1 bulan sekali
g. Kurasan- Untuk memelihara drainase/got- Waktu kurasan :
▄ Sebelum tanam ;▄ Sesudah tanam ;▄ Setelah turun tanah I, II, III, IV. ;▄ Setelah turun hujan lebat / banjir ;
h. Penyiangan- Dilakukan 4 kali mulai 3 minggu setelah tanam sampai
umur 4 bulan.
i. Klentek- Merupakan pengelupasan daun kering atau daun yang
tidak berguna untuk meringankan beban, tanaman, memperlancar sirkulasi udara dan photosynthesa.
- Klenek I : Umur 4-5 bulan (sebelum gulud akhir)Klenek II : Umur tebu 7 bulan ;Klentek III : Umur tebu 11 bulan (1-2 bulan sebelum tebang)
j. Pengendalian beberapa penyakit- Uret. dikendalikan dengan kultur teknik (pengaturan
waktu tanam), kimiawi (dengan insektisida), mekanik (diambil, dicangkul dan dicari).
- Hama penggerek batang (Chilo supressalis) ; dikendalikan:▄ Diroges ;▄ Pelepasan Trichogramma nanun, T. minutun atau T
Australian. ;▄ Pelepasan Diatracophaga ( Lalat jatiroto ). ;▄ Dengan insektisida.
4.2 Pembahasan
budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan
tanaman tebu, berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan tenaga
yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya,
sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan.
Dewasa ini budidaya yang efisien adalah pengelolaan tanaman tertentu yang
diusahakan menyesuaikan dengan lingkungan agroklimat (ketersediaan lahan).
Karekteristik agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan tanah dan topografi.
Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan kondisi karakteristik agroklimat
di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman tebu. Produktifitas tebu
ditentukan oleh karakteristik agroklimat yang paling minimum.
Budidaya tebu merupakan suatu kegiatan dalam usaha tebu mulai dari
persiapan lahan, persiapan bahan tanam, penanaman dan pemeliharaan. Persiapan
lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu
sehingga kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan media perkembangan perakaran
tanaman tebu. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam persiapan lahan adalah
penggarapan tanah. Penggarapan tanah untuk tanaman tebu dilakukan dengan sistem
Reynoso, yaitu membuat got-got (Got giling, Got Mujur, Got malang,
Jolangan/juringan ) untuk memperlancar draenase. Menurut data yang didapat ukuran
got adalah sebagai berikut:
Setelah persiapan lahan selesai tahap selanjutnya adalah penananaman.
Penanaman tebu, sebaiknya tanah dalam kondisi lembab tapi tidak terlalu basah dan
cuaca cerah. Waktu tanam tanaman tebu berbeda-beda tergantung dari waktu masak
tanaman karena penanaman tebu di lahan tertentu menggunakan 3 varietas yakni tebu
masak awal, masak tengah dan masak akhir. Bahan tanam yang digunakan adalah
sumpingan namun akhir-akhir ini PG Madukismo menggunakan bibit tebu yang
diperbanyak menggunakan polybag dengan satu mata tunas (single bud planting).
Metode ini diadopsi oleh PG madukismo dari Filipina. Saat ini metode ini dianggap
cocok untuk diterapkan di PG Madukismo karena bibit yang berasal dari Singel bud
planting memiliki pertumbuhan yang lebih cepat daripada bibit yang biasa dipakai.
Namun single bud planting ini juga memiliki kekurangan yakni dibutuhkan biaya
untuk membeli polibag dan polibag yang diguanakn cepat rusak.
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu
yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan agar diperoleh
populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2
minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2
minggu setelah tanam. Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2–3 mata sebanyak
dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya.
Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.
Macam Got Lebaratas(cm)
Lebarbawah(cm)
Kedalaman(cm)
KelilingMujurJolangan/Juringan
606040
504040
908030
Penyulaman tebu dilakukan 2 kali yakni penyulaman pertama yang dilakukan 4 MST
dan penyulaman 2 yang dilakukan 4 minggu setelah sulaman pertama. Bahan yang
digunakan sebagai sulaman adalah sumpingan. Sumpingan merupakan tanaman yang
dilebihkan dipinggir juringan.
Pupuk yang digunakan dalam budidaya tebu adalah ZA, Phonska dan Madros.
Pupuk Za biasa diberikan setelah dilakukan pembunbunan dengan cara memasukkan
pupuk ke tanah dan ditutup. Dosis Za 8 Kw/Ha, Phonska 5 Kw/Ha dan Madros 19
Kw/Ha. Pupuk Za dipalikasikan 2 kali yakni sebagai pupuk awal dan pupuk susulan
dengan dosis 4 Kw/ ha tiap pemupukan. Sedangkan phonska dan madros
diaplikasikan 1 kali. Madros diberikan sebagai pupuk awal dengan dosis 4 Kw/ ha
sedangkan phonska 5 Kw/Ha. Sistem pemupkan dapat dilakukan dengan disebar
maupun ditutup tanah tergantung dari luasan lahan, jenis tanaman dan jenis pupuk.
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang
sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah
pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan pembumbunan
dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis. Di lahan kering pembumbunan
sekaligus dilakukan dengan penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, dan membantu
aerasi pada daerah perakaran. Pembunbunan dilakukan 3 kali yakni bumbun 1
(setelah pupuk pertama), bumbun 2 (stelah pemupukan kedua), bumbun 3 (3 bulan
setelah klentek). Pengairan tanaman tebu dilakukan dnegna cara mngalirkan air dari
sungai menuju lahan atau arela pertyanamna tebu dengan menggunakan mesin diesel.
Penyiraman ini tergantung dari umur tanaman. Setelah tanaman berumur 200 hari
penyiraman dilakukan 1 bulan sekali dengan demikian kebutuhan air semakin
dikurangi jika umur tanaman mulai dewasa. Dengan rincian sebagai berikut:
Menjelang tanam : 2 hari sekali
Setelah tanam : 2 hari sekali
S/d umur 2 minggu : 2 hari sekali
Umur 2 - 4 minggu : 2 kali seminggu
Umur 4 - 6 minggu : 1 kali seminggu
Umur 6 - 16 minggu : 1 bulan sekali
Penyiangan merupakan suatu kegiatan untuk menghilangkan gulma dari lahan
tanaman tebu. Penyiangan dilakukan 4 kali mulai dari 3 minggu setelah tanam sampai
tanaman umur 4 bulan. Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada
tanaman tebu yang dilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk
merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh,
dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa.
Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi
varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Klentek dilakukan 3 kali
dengan rincian sebagai berikut:
1. Klentek I : Umur 4-5 bulan (sebelum gulud akhir)
2. Klentek II : Umur tebu 7 bulan ;
3. Klentek III : Umur tebu 11 bulan (1-2 bulan sebelum tebang)
Pengendalian hama dan penyakit tanaman berkembang sangat cepat pada
beberapa dekade terakhir. Disamping penggunaan pestisida, beberapa metode telah
digunakan seperti penanaman varietas tahan, kultur teknis, dan pemanfaatan musuh
alami hama. Konsep konvensional pengendalian Hama dengan pestisida telah diganti
dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu(PHT) yang lebih luas, yang
didefinisikan sebagai strategi untuk menerapkan beberapa cara pengendalian yang
sesuai, untuk mengendalikan populasi hama di bawah ambang merugikan. Pada
umunya hama yang menyerang tanaman tebu cukup banyak namun yang akan
dibahas disini hanya uret dan chilo Supressalis.
Gejala serangan dan deskripsi Uret yaitu daun menguning di musim kemarau,
tanaman mudah roboh karena akar habis dimakan uret, kadang uret menggerek
bagian bawah batang di dalam tanah, larva/uret instar akhir 6-8 cm dan hidup di
dalam tanah, punggung kumbang bersisik kecil coklat abu-abu, bagian belakang
elytra berbintik-bintik putih, kumbang hidup bebas, bergerombol di pohon di pinggir
kebun, serangan berat (>4 ekor/rumpun) menurunkan hingga 50% bobot tebu dan
30% rendemen. Untuk pengendalian uret dilakukan dengan kultur teknis/mekanis
yaitu dengan cara memanipulasi waktu tanam dan tebang. Pengolahan tanah secara
intensif yang diikuti pekerja untuk mengambil larva secara manual, pengumpulan
serangga dewasa saat musim penebangan di awal musim hujan dan pergiliran
tanaman. PG Madukismo hanya menerapkan pengendalian kultur teknis, mekanis dan
hayati, tidak menggunakan pengendalian kimiawi sehingga tanaman tidak rusak dan
rendemen gula tidak menurun dan tanah lebih terjaga karena tidak adanya
pencemaran bahan-bahan kimia yang berbahaya. pengendalian hayati hama uret yaitu
burung jalak, kadal (Ameiva exsul) , tabuhan penggali (Campsomeris sp.) dapat
memparasit uret didalam tanah dan jamur Metarhizium anisopliae.
Pengendalian hama penggerek batang yaitu dengan cara hayati dapat
menggunakan beberapa parasitoid untuk mengendalikan hama penggerek telah dapat
dikembangbiakan dan dilepas ke lapangan seperti Cotesia flavipes, Trichogramma
chilonis, T. Japonicum, T. Nanum, T. Minutum, Elasmus zehntneri, Diatraeophaga
striatalis (lalat jatiroto), dan lain-lain, menggunakan varietas tahan yaitu beberapa
varietas P3GI cukup tahan/toleran terhadap penggerek diantaranya PSJT 941, PS 851,
PS 891, PS 921, dan PSBM 88-144 dan lain-lain. Dengan menggunakan
pengendalian hayati dan penggunaan varietas tahan, dapat menyelamatkan kehidupan
ekosistem karena tidak menyebabkan pencemaran seperti pestisida.
RENDEMEN TEBU
Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas yang
tingkat kemasakannya tergantung pada ruas yang yang bersangkutan. Tebu yang
sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang seragam,
kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang. Diusahakan agar tebu
ditebang saat rendemen pada posisi optimal yaitu sekitar bulan Agustus atau
tergantung jenis tebu. Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10
%, sedang yang berumur 12 bulan bisa mencapai 13 %.
TEBU KEPRASAN
- Yaitu menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang, baik bekas tebu
giling atau tebu bibitan (KBD).
- Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang
lalu. Sebelum mengepras , sebaiknya tanah yang terlalu kering di airi dulu.
Kepras petak - petak tebu secara berurutan. Setelah dikepras disiramkan SUPER
NASA. Lima hari atau seminggu setelah dikepras, tanaman diairi dan dilakukan
penggarapan (jugaran) sebagai bumbun ke-1 dan pembersihan rumput - rumput.
- Lakukan penyemprotan POC NASA dan HORMONIK pada umur 1,2 dan 3
bulan dengan dosis seperti di atas.Pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanam
tebu pertama.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanKesimpulan yang di dapat dari kunjungan lapang di PG. Madukismo
jogjakarta adalah:1. Budidaya tebu merupakan suatu kegiatan dalam usaha tebu mulai dari
persiapan lahan, persiapan bahan tanam, penanaman dan pemeliharaan.2. Penggarapan tanah untuk tanaman tebu dilakukan dengan sistem Reynoso,
yaitu membuat got-got (Got giling, Got Mujur, Got malang, Jolangan/juringan ) untuk memperlancar draenase.
3. PG Madukismo menggunakan bibit tebu yang diperbanyak menggunakan polybag dengan satu mata tunas (single bud planting). Metode ini diadopsi oleh PG madukismo dari Filipina. Ini di karenakan bibit yang berasal dari Singel bud planting memiliki pertumbuhan yang lebih cepat daripada bibit yang biasa dipakai.
4. Saat di serang hama seperti uret, PG Madukismo hanya menerapkan pengendalian kultur teknis, mekanis dan hayati, tidak menggunakan pengendalian kimiawi sehingga tanaman tidak rusak dan rendemen gula tidak menurun dan tanah lebih terjaga karena tidak adanya pencemaran bahan-bahan kimia yang berbahaya.
5. Pupuk yang digunakan dalam budidaya tebu adalah ZA, Phonska dan Madros.
5.2 SaranDi harapkan para mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, M. Andi A dan Juni H. 2008. Analisis Daya Saing Usahatani Tebu Di Propinsi Jawa Timur. Jurnal Usaha Tani Vol. 14 No. 1: 1-19. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Farid, M.B., dkk. 2006. Variasi Somaklonal Tebu Tahan Salinitas Melalui Mutagenesis In Vitro. Jurnal Agrivigor 5 (3) : 247 – 258.
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman 3. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
Kabata-Pendias, A. dan H. Pendias. 1992. Trace element in soil and plants. CRC Press. Boca Raton Ann Arbor, London.
Mulyono, D. 2009. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Arahan Pemupukan N, P, dan K dalam Budidaya Tebu Untuk Pengembangan Daerah Kabupaten Tulungagung. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 11 (1) : 47 – 53.
Mahendra, B dan Purwono. 2009. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di Pg. Krebet Baru, Pt. Rajawali I, Malang, Jawa Timur (Dengan Aspek Khusus Pegelolaan Kebun Bibit Datar). Jurnal Departemen Agronomi dan Hortilkultura November 2009:1-5.
Susila, W. R. 2005. Budidaya Tebu Populasi Tinggi (Hight Density Planting) untuk Meningkatkan Produktivitas. Disertasi S3, Institut Pertanian Bogor.
Soejono A.T. 2004. Kajian Jarak Antar Baris Tebu Dan Jenis Tanaman Palawija Dalam Pertanaman TumpangSari. Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1; 32 – 41.
Wasino. 2008. Kapitalisme Bumiputra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran. Penerbit LkiS: Yogyakarta.
Wijayanti, W A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon Terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Jurnal Agronomi dan Hortikultura Volume 4 Nomor 5 (2008): 25-29.