Download - HIDROLISIS ASAM DAN ENZIMATIS PATI UBI JALAR
HIDROLISIS ASAM DAN ENZIMATIS PATI UBI JALAR
(Ipomoea batatas L) MENJADI GLUKOSA SEBAGAI
SUBSTRAT FERMENTASI ETANOL
NASRULLOH
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H
HIDROLISIS ASAM DAN ENZIMATIS PATI UBI JALAR
(Ipomoea batatas L) MENJADI GLUKOSA SEBAGAI SUBSTRAT
FERMENTASI ETANOL
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NASRULLOH
104095003063
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H
HIDROLISIS ASAM DAN ENZIMATIS PATI UBI JALAR
(Ipomoea batatas L) MENJADI GLUKOSA SEBAGAI SUBSTRAT
FERMENTASI ETANOL
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NASRULLOH
104095003063
Menyetujui :
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud Abdul Haris, M.Si NIP. 150 375 182 NIP
Mengetahui :
Ketua Program Studi
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 150 375 182
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Hidrolisis Asam dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L) Menjadi Glukosa Sebagai Substrat Fermentasi Etanol” yang ditulis oleh Nasrulloh, NIM 104095003063 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal .......Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui
Penguji 1, Penguji 2,
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud Abdul Haris, M.Si
Mengetahui :
Dekan Ketua Program Studi Fakultas Sains dan Teknologi DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 150 317 956 NIP. 150 375 182
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HIDROLISIS ASAM DAN ENZIMATIS PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas L) MENJADI GLUKOSA SEBAGAI SUBSTRAT FERMENTASI ETANOL” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta , 2009
Nasrulloh 104095003063
NASRULLOH Hidrolisis Asam dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Jakarta Menjadi Glukosa Sebagai Substrat Fermentasi Etanol 2009 M / 1430 H
ABSTRAK
Nasrulloh. Hirolisis Asam dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Menjadi Glukosa Sebagai Substrat Fermentasi Etanol. Pembimbing : DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud dan Abdul Haris, M.Si. Kebutuhan bahan bakar minyak di Indonesia mengalami peningkatan sementara sumber energi semakin menipis, kondisi ini membuat pemerintah untuk mencari energi alternatif ramah lingkungan dan dapat terbaharukan sebagai pengganti sumber energi fosil. Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan mikroorganisme amilolitik khususnya kapang untuk hidrolisis asam dan enzim pada pati ubi jalar menjadi gula reduksi. Hidrolisis asam menggunakan HCl 0,5 N volume 25 ml dan enzim menggunakan kapang Aspergillus flavus, A. niger dan kombinasi keduanya. Data dianalisis menggunakan Anova satu arah. Kadar gula reduksi tertinggi dihasilkan oleh Aspergillus niger yaitu 12,61 % (b/v). Etanol tertinggi dihasilkan sebesar 46,37 % (v/v) pada waktu fermentasi 72 jam. Kata kunci : Ubi Jalar (Ipomoea batatas L), Pati, Hidrolisis, Gula Reduksi,
Fermentasi, Etanol
ABSTRACT
Nasrulloh. The Acid and Enzyme Hydrolysis on Starch Sweet Potatoes (Ipomoea batata s L) to Became Glucose as Substrate Ethanol Fermentation. Advisor : DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud and Abdul Haris, M.Si. Necessity of fuel oil in Indonesia was increased meanwhile the energy resourches was decreased, this condition made government to find the alternative energy environmentally friendly and renewable thats can change fossil energy. The studied about utility of amylolitic microorganism especially in mold for acydic and enzymatic hydrolysis on starch of sweet potatoes to became sugar reduction. Acydic hydrolysis used HCl 0,5 N with volume 25 ml and enzymatic hydolysis used mold Aspergillus flavus, A. niger and combination each other. Data was analyzed by one way Analysis of Varians. The highest rate of sugar reduction by Aspergillus niger was 12,61 % (b/v). The highest etanol obtained with value 46,37 % (v/v) on 72 hours fermentation. Key words : Sweet Potatoes (Ipomoea batatas L), Starch, Hydrolysis, Sugar
Reduction, Fermentation, Ethanol
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah swt. yang telah memberikan berbagai limpahan
nikmat kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi
Muhammad saw. yang telah memberikan dan membawa risalah Islam untuk
umatnya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi berjudul “Produksi bioetanol secara hidrolisis asam dan
enzimatis pada pati ubi jalar (Ipomoea batatas L) menggunakan isolat Aspergillus flavus
UICC 372 dan Aspergillus niger UICC 371” merupakan tahap baru dan penting bagi
penulis. Dalam penyelesaiannya, penulis banyak memperoleh berbagai ilmu,
pengalaman dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Ayahanda H. Rozin dan Ibunda Hj. Armanih serta kakak dan adik tercinta
yang telah memberikan segala bantuan yang tak ternilai.
2. Pembimbing I Ibu Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud dan pembimbing II
Bapak Abdul Haris, M.Si yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada
penulis.
3. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
4. Ibu Megga Ratnasari Pikoli, M.Si sebagai penguji I dan Bapak Dede
Sukandar, M.Si sebagai penguji II pada seminar hasil penulis serta Ibu
Nurbayti, M.Si sebagai penguji II seminar proposal penulis.
5. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si sebagai penguji I dan Ibu Dasumiati, M.Si
sebagai penguji II pada ujian Munaqasah penulis.
viii
6. Para dosen Program Studi Biologi yang telah banyak memberikan ilmu dan
pengetahuan kepada penulis.
7. Ibu Dra. Sri Astuti, M.Si ketua kelompok bioteknologi Lemigas, Bpk. Firdaus,
S.Si. pembimbing lapangan penulis, Ibu Cut Nanda Sari, M.Si dan para
peneliti serta karyawan gedung bioteknologi proses yang telah memberikan
banyak pengetahuan dan pengalaman.
8. Pimpinan perpustakaan UIN dan pimpinan perpustakaan LIPI dan Bojonegoro
yang telah menyediakan sumber referensi bagi penulis.
9. Para Asisten laboratorium terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan kakak
kelas kimia.
10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Biologi angkatan 04’, kakak kelas
dan adik kelasku yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
11. Teman seperjuanganku, Sdr. Fachruroji dan Sdr. Fahmi Rizaldi yang selalu
berada di samping penulis saat sulit dan senang dalam penelitian serta semua
pihak yang tidak dapat ditulis.
Semoga semua ilmu, doa, pengalaman dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan dari-Nya. Penulis berharap semoga skripsi yang
dihasilkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Jakarta, September 2009
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3. Hipotesis ........................................................................................... 4 1.4. Tujuan .............................................................................................. 4 1.5. Manfaat ............................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Ubi jalar (Ipomoea batatas L) ......................................... 6 2.2. Pati .................................................................................................. 9 2.3. Hidrolisis Pati .................................................................................. 12 2.4. Gula Pereduksi ................................................................................ 13 2.5. Aspergillus flavus ............................................................................ 14 2.6. Aspergillus niger ............................................................................. 15 2.7. Saccharomyces cerevisiae ............................................................... 17 2.8. Fermentasi Etanol ........................................................................... 19 2.9. Bioetanol ......................................................................................... 21 2.10. Kromatografi gas ........................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................... 24 3.2. Bahan dan Alat ................................................................................. 24 3.3. Cara kerja ......................................................................................... 25
3.3.1. Pembuatan Media PDA dan PDB ........................................... 25 3.3.2. Peremajaan Isolat Khamir dan Kapang ................................... 25 3.3.3. Pembuatan Inokulum Isolat Khamir ....................................... 25 3.3.4. Pembuatan Inokulum Isolat Kapang ....................................... 26 3.3.5. Preparasi Media Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) ............. 26 3.3.6. Hidrolisis Pati dengan Asam dan Enzim ................................. 26 3.3.7. Penentuan Kadar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi .... 27 3.3.8. Penentuan Gula Total Metode Anthrone ................................ 28 3.3.9. Fermentasi Etanol ................................................................... 29 3.3.10. Distilasi ................................................................................. 29 3.3.11. Analisis Kadar Etanol Metode Berat Jenis ........................... 29
x
3.3.12. Dehidrasi ............................................................................... 30 3.3.13. Analisis Kadar Etanol Metode Kromatografi Gas ................ 30
3.4. Analisis Data .................................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) .................................................. 33 4.2. Kadar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi .............................. 33 4.3. Kadar Gula Total Metode Anthrone ................................................. 37 4.4. Fermentasi Etanol............................................................................. 38
4.4.1. Penentuan Kadar Etanol Metode Berat Jenis .......................... 39 4.4.2. Penentuan Kadar Etanol Metode Kromatografi Gas ............... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 43 5.2. Saran ................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 44 LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 47
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Jalar per 100 gr Bahan ...................................... 9 Table 2. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar ..................................................... 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) ................................................ 7 Gambar 2. Struktur Amilosa ............................................................................... 11 Gambar 3. Struktur Amilopektin......................................................................... 11 Gambar 4. Aspergillus flavus Pada Medium PDA .............................................. 15 Gambar 5. Aspergillus niger Pada Medium PDA ............................................ 17 Gambar 6. Sel Khamir......................................................................................... 18 Gambar 7. Jalur EMP (Embden Meyerhof-Parnas) ............................................ 21 Gambar 8. Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) ................................................... 33 Gambar 9. Pengaruh Hidrolisis dan Jenis Isolat Terhadap Kadar Gula Reduksi 34 Gambar 10. Kurva Tumbuh Saccharomyces cerevisiae ..................................... 39 Gambar 11. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Etanol Berat Jenis .. 40 Gambar 12. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Etanol
Kromatografi gas ............................................................................. 42
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Percobaan ................................................................. 47 Lampiran 2. Nilai Absorbansi dan Log Jumlah Sel Saccharomyces cerevisiae . 48 Lampiran 3. Pereaksi Nelson Somogyi ................................................................ 49 Lampiran 4. Larutan Arsenomolybdat dan Pereaksi Anthrone ........................... 49 Lampiran 5. Kurva Standar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi ............... 50 Lampiran 6. Kurva Standar Gula Total Metode Anthrone .................................. 51 Lampiran 7. Kadar Gula Pereduksi Hidrolisis Asam dan Enzimatis .................. 52 Lampiran 8. Kadar Etanol Distilasi Hasil Fermentasi Metode Berat Jenis ......... 53 Lampiran 9. Tabel Konversi Berat Jenis Etanol Pada Suhu 150 C ..................... 54 Lampiran 10. Data Uji Statistik Gula Reduksi Hidrolisis Asam dan Enzimatis 55 Lampiran 11. Data Uji Statistik Waktu Fermentasi Etanol ................................. 56 Lampiran 12. Kromatogram Larutan Standar Etanol .......................................... 57 Lampiran 13. Kromatogram Fermentasi Etanol 24 Jam ..................................... 57 Lampiran 14. Kromatogram Fermentasi Etanol 48 Jam ..................................... 57 Lampiran 15. Kromatogram Fermentasi Etanol 72 Jam ..................................... 58 Lampiran 16. Data Kromatogram Larutan Standar Etanol ................................. 58 Lampiran 17. Data Kromatogram Fermentasi Etanol 24, 48 dan 72 jam ........... 59 Lampiran 18. Perhitungan Kadar Etanol Metode Kromatografi gas .................. 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini perkembangan pembangunan telah terjadi di berbagai bidang,
termasuk bidang transportasi. Kemajuan infrastruktur dan sarana transportasi
mendorong konsumsi masyarakat terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM)
mengalami peningkatan. Kebutuhan BBM di Indonesia yang tinggi saat ini
dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil mendorong pemerintah
mengimpor BBM.
Menurut direktur pemasaran PT Pertamina (Persero), kapasitas kilang
Pertamina hanya 1,03 juta kiloliter per tahun sementara kebutuhan BBM nasional
sekitar 1,4 juta kiloliter per tahun. Keadaan ini mengakibatkan pemerintah harus
mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan (Faisal, 2009). Dengan harga
minyak dunia yang sangat tinggi, impor BBM sangat menguras devisa negara.
Pemerintah berupaya mencari solusi untuk meringankan beban tersebut dengan
mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif nonfosil yang dapat diperbaharui
sebagai pengganti BBM. Sumber-sumber BBM alternatif ini diharapkan juga
dapat mengurangi dampak polusi udara yang diakibatkan penggunaan BBM.
Salah satu sumber energi alternatif yang mengarah kepada tujuan tersebut adalah
bioetanol (Hadi dkk, 2006).
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa melalui proses biologi. Etanol dapat dibuat secara
1
2
sintesa kimia dengan proses hidrasi zat etilen, sedangkan secara biologi atau
fermentasi dengan merekayasa produk dari biomassa (tanaman). Biomassa yang
dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol antara lain, bahan berpati, bergula
dan berselulosa (Prihandana dkk, 2007).
Salah satu sumber bahan berpati yang cukup potensial untuk pembuatan
bioetanol yaitu ubi jalar. Ubi jalar dapat dibudidayakan pada berbagai tempat,
yaitu di dataran rendah dan di dataran tinggi. Menurut badan penelitian dan
pengembangan Deptan (2008), produktivitas rata-rata ubi jalar nasional sebesar 12
ton/ha (Hasyim dan Yusuf, 2008). Selain produktivitas yang cukup tinggi ubi jalar
mengandung pati yang berpotensi sebagai sumber bahan baku etanol karena
memiliki kandungan pati sebesar 22,4 %. Hal ini memungkinkan untuk dapat
digunakan sebagai bahan baku industri berbasis pati (Damarjati dan Widowati,
1994).
Menurut Judoamidjojo (1990), dalam produksi bioetanol pati akan
dihidrolisis telebih dahulu menjadi molekul yang sederhana atau monomer-
monomer glukosa, hidrolisis pati dapat dilakukan dengan katalis asam, kombinasi
asam dan enzim serta kombinasi enzim dengan enzim. Hidrolisis dengan katalis
enzim dapat memanfaatkan enzim dari mikroorganisme. Penggunaan enzim dari
mikroorganisme lebih banyak digunakan dibandingkan dengan enzim yang
berasal dari tanaman atau hewan karena mikroorganisme dapat berkembang biak
dengan cepat, pertumbuhannya relatif mudah diatur, enzim yang dihasilkan tinggi
sehingga ekonomis bila digunakan untuk industri. Selain itu, enzim yang berasal
dari mikroorganisme lebih stabil dibandingkan enzim sejenis yang berasal dari
3
tanaman atau hewan serta produksi enzim mikroorganisme biasanya lebih mudah
dengan prosedur yang lebih sederhana dibandingkan enzim dari tanaman atau
hewan (Judoamidjojo et al., 1989).
Aspergillus flavus dan A. niger merupakan kapang yang dapat
menghidrolisis pati dengan memanfaatkan enzim ekstraseluler yang dimilikinya.
Menurut Sani et al, (1992) Aspergillus flavus merupakan kapang penghasil enzim
amilase pada subsrat pati ubi kayu. Aspergillus niger menghasilkan enzim
ekstraseluler yaitu glukoamilase. Enzim ini merupakan enzim yang dapat
memecah polisakarida seperti pati pada ikatan 1,4 dan 1,6 dengan menghasilkan
glukosa (Darwis dan Sukara, 1990 dalam Kombong 2004).
Pada beberapa penelitian sebelumnya, Azhar dan Hamdy (1981 dalam
Pambayun, 1996) menghidrolisis pati ubi jalar menjadi gula yang dapat
difermentasi menggunakan HCl 0,034 N pada suhu 1540 C selama 24 menit.
Menurut Yusak (2003) HCl 0,5 N volume 25 ml dengan waktu hidrolisis 2 jam
memberikan hasil yang terbaik pada pembuatan sirup glukosa dari pati ubi jalar.
Semakin baik hasil hidrolisis diharapkan semakin besar etanol yang
dihasilkan dari proses fermentasi. Pada fermentasi perlu diketahui waktu terbaik
fermentasinya agar etanol yang dihasilkan dapat optimal.
4
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan HCl 0,5 N, HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus flavus,
HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus niger, HCl 0,5 N dengan isolat
Aspergillus flavus dan Aspergillus niger ?
2. Apakah waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan ?
1.3. Hipotesis
1. Ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan HCl 0,5 N, HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus flavus,
HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus niger, HCl 0,5 N dengan isolat
Aspergillus flavus dan Aspergillus niger.
2. Waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan.
1.4. Tujuan
1. Mengetahui perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan HCl 0,5 N, HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus flavus,
HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus niger, HCl 0,5 N dengan isolat
Aspergillus flavus dan Aspergillus niger.
2. Mengetahui waktu fermentasi yang menghasilkan kadar etanol yang
optimal.
5
1.5. Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui jenis isolat atau
mikroorganisme yang dapat menghidrolisis pati menjadi gula pereduksi secara
optimal dan mengetahui waktu fermentasi yang menghasilkan kadar etanol yang
optimal.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Ubi jalar (Ipomoea batatas L)
Sebagian besar ahli botani mengatakan bahwa tanaman ubi jalar berasal
dari daerah tropis Amerika. Wilayah penyebarannya meliputi Panama, bagian
utara Amerika Selatan dan Kepulauan Karibia. Tanaman ubi jalar merupakan
famili Convolvulacea dengan genus Ipomoea yang memiliki nama jenis Ipomoea
batatas L (Sarwono, 2005).
Ubi jalar termasuk tanaman kotiledon (biji berkeping dua) dan tanaman
semusim yang memiliki umbi, batang, daun, bunga dan biji (Rukmana, 1997).
Pertumbuhan tanaman ini seperti semak atau menjalar. Akar ubi jalar dapat
dibedakan menjadi dua tipe yaitu akar penyerap hara di dalam tanah yang disebut
akar sejati dan akar penyimpan energi hasil fotosintesis yang disebut ubi atau
umbi (Sarwono, 2005).
Setiap tanaman ubi jalar biasanya memiliki 4-10 umbi. Bentuk umbi ada
yang bulat besar, lonjong kecil memanjang, atau bentuknya tidak beraturan.
Warna kulit umbi dari ungu-kemerahan, sampai kuning keputihan dan kuning
jingga. Daging umbi berpati dan bertekstur padat dengan warna daging umbi ada
yang putih, kuning, kuning-kemerahan, dan ungu. Umbi ubi jalar selalu bermata
sehingga dapat digunakan untuk bibit perbanyakan tanaman (Sarwono, 2005).
6
p
t
k
l
b
b
s
a
W
w
b
t
m
3
Batan
percabangan
tipe meramb
kuning samp
lebih banyak
Daun
buku-buku b
berubah men
seperti jari t
antara rata, b
Warna tangk
warna batan
bagian bawa
Tana
tanaman in
membutuhka
3-7 kuntum
Gamb
ng ubi jalar
nnya. Panjan
bat (menjala
pai ungu. Ta
k dibandingk
n ubi jalar t
batang. Pad
njadi umbi.
tangan yang
berlekuk dan
kai daun dan
ngnya. Perm
ah berwarna
aman ubi ja
ni dapat m
an kelembab
m yang tumb
ar 1. Umbi u
tidak berka
ng batang ta
ar) antara 2
anaman berb
kan yang ber
tumbuh pad
a ketiak dau
Daun ubi ja
bertopang p
ngkal dan m
n tulang dau
mukaan daun
hijau muda
alar jarang s
menghasilka
ban agak ren
buh di ketia
ubi jalar (Ipo
ayu (herbace
anaman berti
2-3 m. Warn
batang ungu
rwarna lain (
da batang de
un, tumbuh
alar berbentu
pada tangkai
enjari denga
un bervarias
n bagian ata
(Sarwono, 2
sekali berbu
an bunga.
ndah, tergan
ak daun. Ma
omoea batata
eous), berbe
ipe tegak an
na batang b
rata-rata me
(Sarwono, 2
engan tangk
beberapa ak
uk bulat, me
i yang tegak
an ujung dau
i antara hija
as berwarna
2005).
unga tetapi
Proses pe
ntung varieta
ahkota bung
as L)
ntuk bulat d
ntara 1-2 m
bervariasi an
enghasilkan
005).
kai daun me
kar yang sif
enyerupai ja
k. Tipe daun
un runcing at
au sampai un
a hijau tua,
pada kondi
embungaan
as. Bunga be
ga ubi jalar
7
dan banyak
sedangkan
ntara hijau,
umbi yang
elekat pada
fatnya bisa
antung atau
n bervariasi
tau tumpul.
ngu, sesuai
sedangkan
si tertentu,
ubi jalar
erkarangan
berbentuk
8
menyerupai terompet, panjang 3-5 cm dan berdiameter 3-4 cm. Warna bunga
putih, kemerahan atau ungu pada bagian pangkal dan putih atau merah jambu
pada bagian ujung (Sarwono, 2005).
Tanaman ubi jalar umumnya tidak berbuah, jika berbuah dan berbiji
biasanya biji sulit tumbuh ketika ditanam karena kulitnya terlalu keras. Waktu
yang diperlukan dari saat penyerbukan sampai berbuah masak sekitar 30 hari.
Buah ubi jalar berbentuk seperti kapsul, bagian dalamnya berkotak tiga berisi biji.
Biji matang berwarna hitam, berbentuk pipih dan berkulit keras. Bijinya tergolong
biji berkeping dua (Sarwono, 2005).
Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh baik di daerah
subtropis. Ubi jalar dapat tumbuh baik serta memberikan hasil yang tinggi dengan
persyaratan iklim yang sesuai selama pertumbuhannya. Suhu minimum 160 C,
suhu maksimum 400 C dan suhu optimum adalah 21-270 C. Pertumbuhan ubi jalar
akan terhambat apabila tumbuh di luar kisaran suhu optimum pertumbuhannya
(Wargiono, 1980).
Di Indonesia ubi jalar umumnya ditanam di daerah dataran rendah dengan
suhu rata-rata 270 C dan sebagian kecil ditanam di daerah pegunungan dengan
ketinggian sampai 1.700 m. Ubi jalar menghendaki tempat tumbuh yang terbuka
dengan suhu yang tidak banyak berbeda antara siang dan malam. Panjang hari
yang relatif sama, penyinaran 11-12 jam/ha. Ubi jalar termasuk tanaman pangan
tahan kering, sehingga penanamannya sebagian besar dilakukan pada musim
kemarau (Wargiono, 1980). Ubi jalar mengandung karbohidrat yang cukup tinggi,
dan juga mengandung beberapa vitamin.
9
Komponen Jumlah Air (gr) 70Serat kasar (gr) 0,3Kalori (kal) 113Protein (gr) 2,3Fe (mg) 1Ca (mg) 46Vitamin A (IU) 7100Vitamin B1 (mg) 0,08Vitamin B2 (mg) 0,05Niacin (mg) 0,9Vitamin C (mg) 20
Tabel 1. Komposisi kimia ubi jalar per 100 gr bahan
(sumber : Tsou dkk, 1989 dalam Damardjati dan Widowati, 1994)
2.2. Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya bergantung dari panjang rantai
karbonnya serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa
dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 2002).
Pati terdapat dalam sel tanaman dalam bentuk partikel-partikel yang tidak
larut yang disebut granula. Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti
bentuk, ukuran, keseragaman dan letak hilum (ditengah atau ditepi) berbeda-beda
untuk setiap jenis tanaman penghasil pati. Menurut Lin Jane et al, (1992 dalam
Ega, 2002) bahwa ukuran granula pati yang berasal dari biji-bijian lebih kecil dari
tanaman sumber pati lainnya, yaitu berkisar antara 3-20 µm sedangkan yang
berasal dari umbi-umbian 10-100 µm dan yang berasal dari batang 50 µm.
Kondisi tersebut salah satunya yang menyebabkan pati yang berasal dari biji-
10
bijian cenderung mempunyai suhu gelatinisasi yang rendah dan lebih mudah
untuk dihidrolisis oleh katalisator asam maupun enzim.
Dalam air dingin pati tidak dapat larut, akan tetapi dalam air panas akan
membentuk larutan yang lebih kental. Butir-butir pati akan mengembang dan
mengabsorbsi air dalam jumlah besar apabila campuran antara pati dan air
dipanaskan. Air yang berdifusi dalam jumlah cukup besar akan mengakibatkan
gelatinasi membentuk gel sehingga akan lebih mudah dihidrolisis (Ega, 2002).
Amilosa terdiri dari 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α-
1,4 glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga
terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4
gikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6 glikosidik. Adanya ikatan glikosidik ini
menyebabkan terjadinya percabangan sehingga molekul amilopektin berbentuk
rantai terbuka dan bercabang. Molekul-molekul amilopektin lebih besar daripada
molekul amilosa karena terdiri dari 1000 unit glukosa. Pati dapat dihidrolisis
sempurna menjadi glukosa dengan menggunakan asam dan juga enzim (Poedjiadi
dan Titin, 2006).
Hidrolisis sempurna amilosa hanya menghasilkan D-glukosa sedangkan
hidrolisis parsial amilosa menghasilkan maltosa sebagai satu-satunya disakarida.
Pada hidrolisis sempurna amilopektin hanya akan menghasilkan suatu campuran
disakarida maltosa dan isomaltosa (Fessenden and Fessenden, 1991).
11
Gambar 2. Struktur amilosa
Gambar 3. Struktur amilopektin
Proporsi pati relatif dari amilosa dan amilopektin berbeda-beda dari satu
jenis pati dengan pati lainnya. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih
banyak dari pada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15-30
% sedangkan amilopektin berkisar antara 70-80 % (Charley, 1982 dalam Ega
2002). Menurut Damardjati dan Widowati (1994) ubi jalar mengandung pati 22,4
%.
12
komponen Ubi jalar (% berat kering) karbohidrat 86,95
lemak 0,83 protein 2,16
air 7,8 abu 2,16
Tabel 2. Komposisi kimia tepung ubi jalar (sumber : Widowati dkk, 2001)
2.3. Hidrolisis Pati
Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan cara hidrolisis dengan katalis asam,
kombinasi asam dengan enzim serta kombinasi enzim dengan enzim. Hidrolisis
pati dengan asam memerlukan suhu yang tinggi yaitu 120-1600 C. Asam akan
memecah molekul pati secara acak dan gula yang dihasilkan sebagian besar
adalah gula pereduksi. Pada tahap pertama hidrolisis dilakukan dengan katalis
asam sampai mencapai nilai derajat konversi sekitar 40-50 %. Hidrolisis dengan
kombinasi asam dan enzim akan mencapai nilai dekstrosa yang dikehendaki
sebesar 62 % setelah dinetralkan, dijernihkan dan dihidrolisis dengan enzim
dengan memanfaatkan mikroorganisme (Judoamidjojo, 1990).
Pada proses hidrolisis untuk pembuatan sirup glukosa terdiri dari 2 tahap,
yaitu dengan likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi adalah proses pencairan gel
pati dengan menggunakan enzim α-amilase. Tujuan dari proses ini adalah untuk
melarutkan pati secara sempurna, mencegah isomerasi gugusan pereduksi dari
glukosa dan mempermudah kerja enzim α-amilase untuk menghidrolisis pati
(Judoamidjojo, 1990).
13
Penggunaan asam dalam hidrolisis memiliki kelebihan yaitu lebih mudah
dalam proses karena tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor, hidrolisis terjadi
secara acak dan waktu lebih cepat (Wirakartakusumah, 1981 dalam Ega, 2002).
Kelebihan hidrolisis dengan enzim yaitu reaksi hidrolisis yang terjadi dapat
beragam, kondisi proses yang digunakan tidak ekstrim, seperti suhu sedang dan
pH mendekati netral, tingkat konversi lebih tinggi, polutan lebih rendah dan reaksi
yang spesifik (Judoamidjojo et al., 1989).
Hasil hidrolisis enzim pemecah pati dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya jenis pati, kandungan amilosa dan amilopektin pati, kondisi
lingkungan enzim meliputi suhu, pH dan konsentrasi substrat maupun enzim dan
perlakuan pendahuluan enzim sebelum hidrolisis (Mizokami et al., 1994).
2.4. Gula Pereduksi
Karbohidrat ada yang bersifat gula pereduksi dan bukan gula pereduksi.
Sifat gula pereduksi ini disebabkan adanya gugus aldehid dan gugus keton yang
bebas, sehingga dapat mereduksi ion-ion logam seperti tembaga (Cu) dan perak
(Ag) dalam larutan basa. Dalam larutan Benedict yang terbuat dari campuran
CuSO4, NaOH dan Na sitrat, gula tersebut akan mereduksi Cu2+ yang berupa
Cu(OH)2 menjadi Cu+ sebagai CuOH selanjutnya menjadi Cu2O yang tidak larut,
berwarna kuning atau merah. Pada saat yang bersamaan gula pereduksi akan
teroksidasi, berfragmentasi dan berpolimerisasi dalam larutan Benedict. Gugus
aldehid pada aldoheksosa mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat pada pH
netral oleh zat pengoksidasi atau enzim (Girindra, 1986).
14
Menurut Kay (1973 dalam Ega, 2002), melaporkan bahwa umbi ubi jalar
mengandung gula pereduksi sebesar 0,5-2,5 %. Monosakarida merupakan gula
pereduksi berbentuk kristal padat yang larut di dalam air tetapi tidak larut di
dalam pelarut non polar. Glukosa merupakan monosakarida yang umum dijumpai
di alam (Winarno, 2002). Fermentasi akan mengubah glukosa menjadi etanol
dengan bantuan mikroorganisme tertentu seperti Saccharomyces cerevisiae secara
anaerob melalui jalur Embden Mayerhof Parnas (Sudarmadji dkk, 1989).
2.5. Aspergillus flavus
Koloni pada medium Czapek’s Dox mencapai diameter 3-5 cm dalam
waktu 7 hari dan berwarna hijau kekuningan karena lebatnya konidiofor yang
terbentuk. Kepala konidia khas berbentuk bulat dan berwarna hijau kekuningan
hingga hijau tua kekuningan. Konidiofor berwarna hialin, kasar dan dapat
mencapai panjang 1 mm. Vesikula bulat hingga semibulat dengan fialid terbentuk
langsung pada vesikula. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter
3,6 µm dan berduri. Sklerotia sering kali dibentuk pada koloni yang baru,
bervariasi dalam ukuran dan berwarna coklat hingga hitam. Pertumbuhan koloni
lebih cepat pada medium MEA (Gandjar dkk, 1999).
Menurut Sani et al, (1992) Aspergillus flavus merupakan kapang penghasil
enzim amilase. Enzim α-amilase adalah enzim yang mampu merombak pati
(amilum) menjadi glukosa. Menurut Melliawati dkk, (2006) enzim α-amilase
merupakan enzim yang berperan dalam menghidrolisis pati menjadi glukosa.
15
Enzim α-amilase bekerja menghidrolisis ikatan α-1,4 secara acak di
bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. Hasil hidrolisis α-
amilase mula-mula akan menghasilkan dekstrin, dekstrin tersebut kemudian
dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa, dan
ikatan lain yang lebih panjang (Melliawati dkk, 2006).
Gambar 4. Aspergillus flavus pada medium PDA
2.6. Aspergillus niger
Koloni pada medium Czapek’s Dox mencapai diameter 4-5 cm dalam 7
hari dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga
kuning dan suatu lapisan konidiofor yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam.
Kepala konidia berwarna hitam berbentuk bulat dan cenderung merekah pada
koloni yang sudah tua. Tangkai dari konidiofor berdinding halus, berwarna hialin,
tetapi dapat juga kecoklatan. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan
berdiameter 50-100 µm. Koloni pada medium MEA lebih tipis tetapi bersporulasi
lebat (Gandjar dkk, 1999).
16
Aspergilus niger merupakan salah satu kapang yang menghasilkan enzim
ekstraseluler yaitu glukoamilase. Enzim ini merupakan enzim yang dapat
memecah polisakarida (pati, glikogen, dan lain-lain) pada ikatan 1,4 dan 1,6
dengan menghasilkan glukosa (Darwis dan Sukara 1990 dalam Kombong, 2004).
Penggunaan enzim glukoamilase sebagai katalisator reaksi-reaksi biologi dalam
bidang pangan dan non pangan telah memberikan manfaat dan keuntungan bagi
manusia. Glukoamilase banyak digunakan dalam industri gula cair dan beer
(Frazier dan Westhoff, 1988 dalam Kombong, 2004). Pada penelitian tentang
aktivitas enzim glukoamilase terhadap pati kentang dan jagung diperoleh bahwa
enzim ini memiliki daya hidrolitik yang lebih optimal pada waktu fermentasi lima
hari dibandingkan satu, dua, tiga atau empat hari (Kombong, 2004).
Enzim glukoamilase atau sering disebut amiloglukosidase atau α-1,4-
glukano glukohidrolase merupakan enzim ekstraseluler yang mampu
menghidrolisis ikatan α-1,4 pada rantai amilosa, amilopektin, glikogen, dan
pullulan. Enzim glukoamilase juga dapat menyerang ikatan α-1,6 pada titik
percabangan, walaupun dengan laju yang lebih rendah. Hal ini berarti bahwa pati
dapat diuraikan secara sempurna menjadi glukosa (Josson et al., 1992,
Soebiyanto, 1996, DeMan, 1997 dalam Melliawati dkk, 2006).
Selain enzim glukoamilase Aspergillus niger juga menghasilkan enzim
amilolitik α-amilase. Nandakumar et al, (1994 dalam Pambayun, 1996)
mengemukakan bahwa peningkatan produksi α-amilase dari isolat A. niger yang
ditanam dari substrat bekatul gandum secara perlahan-lahan terjadi selama periode
72 jam pada suhu ruang.
2
g
l
B
K
p
d
t
5
m
d
m
m
2.7. Sacchar
Sacc
genus Sacch
lonjong, m
Berkembang
Konjugasi i
pembentuka
dengan berb
1986). Kham
temperatur u
500 C dengan
Sacc
memiliki da
dan inverta
monosakarid
menjadi etan
Gambar
romyces cer
charomyces c
haromyces
memanjang
g biak sec
sogami atau
an askus. Se
bagai bentuk
mir ini dap
untuk metab
n temperatur
charomyces c
aya konversi
se. Enzim
da (glukosa
nol (Judoam
r 5. Aspergi
revisiae
cerevisiae te
(Alexopoulu
seperti be
cara vegetat
u heterogam
etiap askus
dengan spor
pat tumbuh
olismenya c
r minimum 0
cerevisiae m
i gula menja
invertase b
dan frukto
idjojo et al.,
llus niger p
ermasuk fam
us et al., 19
enang dan
tif dengan
mi dapat men
dapat meng
ra yang dapa
pada kisara
ukup lebar.
00 C (Sudarm
merupakan sa
adi etanol. K
berfungsi se
osa). Enzim
, 1989).
ada medium
mili dari Sacc
986). Bentu
menghasi
cara peng
ndahului dan
gandung satu
at berkonjug
an pH 3-6
Temperatur
madji dkk, 1
alah satu kha
Khamir ini m
ebagai peme
zimase aka
m PDA
charomyceta
uk sel kham
ilkan psedo
guncupan m
n dapat terj
u hingga em
gasi (Pelczar
dan memili
maksimum
989).
amir yang te
memiliki enz
ecah sukros
an menguba
17
ales dengan
mir bundar,
omiselium.
multilateral.
adi setelah
mpat spora
r and Chan,
iki interval
sekitar 40-
lah dikenal
zim zimase
sa menjadi
ah glukosa
18
Menurut Stewart and Russell (1985 dalam Astuty, 1991) penggunaan
khamir genus Saccharomyces dalam fermentasi didasarkan pada :
1. Daya fermentasi yang tinggi.
2. Kemudahan dalam penggunaan jasad.
3. Selektivitas yang tinggi dalam menghasilkan produk.
4. Kemampuan menggunakan berbagai jenis gula seperti glukosa, sukrosa,
fruktosa, galaktosa, maltosa dan maltotriosa.
Fermentasi glukosa oleh khamir bersifat anaerob meskipun khamir sendiri
bersifat aerob. Pada kondisi anaerob proses fermentasi berjalan lebih aktif
sedangkan proses pertumbuhan berjalan lambat. Apabila terdapat aerasi,
kecepatan fermentasi menurun dan sebaliknya proses respirasi menjadi lebih aktif.
Gejala ini dikenal dengan efek pasteur (Sudarmadji dkk, 1989).
Gambar 6. Sel khamir
19
2.8. Fermentasi Etanol
Fermentasi adalah proses oksidasi yang meliputi perombakan media
organik pada mikroorganisme anaerob atau fakultatif anaerob dengan
menggunakan senyawa organik sebagai aseptor elektron terakhir. Fermentasi
karbohidrat oleh khamir merupakan proses penghasil etanol dan karbondioksida
secara anaerob (Sudarmadji dkk, 1989).
Menurut Budiyanto (2003) untuk mendapatkan hasil fermentasi yang
optimum perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kadar gula yang terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir.
Konsentrasi gula yang optimum untuk menghasilkan kadar etanol yang
optimum adalah 14-18 %.
2. Suhu yang baik untuk fermentasi adalah dibawah 300 C. Semakin rendah
suhu fermentasi, maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Hal
ini dikarenakan pada suhu rendah CO2 lebih sedikit yang dihasilkan.
3. Derajat keasaman akan mempengaruhi kecepatan fementasi. pH yang
optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Untuk pengaturan pH
dapat digunakan NaOH untuk menaikkan pH dan asam nitrat untuk
menurunkan pH. Pada pH 3,5 atau sedikit lebih rendah fermentasi masih
dapat berlangsung dengan baik dan bakteri pembusuk akan terhambat.
Menurut Saroso (1998) pH ideal untuk fermentasi etanol adalah pH 4-6.
Produksi etanol dari substrat berpati secara garis besar terbagi atas tiga
tahapan proses yaitu likuifikasi pati menggunakan α-amilase, sakarifikasi
enzimatis menjadi glukosa dan fermentasi glukosa menjadi etanol. Fermentasi
20
etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan khamir tertentu yang
dapat mengubah glukosa menjadi etanol melalui Embden Mayerhof Parnas
Pathway. Dari 1 molekul glukosa akan terbentuk 2 molekul etanol dan CO2,
sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis 1 gram glukosa akan menghasilkan
0,51 gram etanol (Judoamidjojo, 1990).
Reaksi pembentukan etanol :
C12H22O12 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
(sukrosa) (glukosa) (fruktosa)
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 (glukosa) (etanol)
Kecepatan fermentasi etanol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
susunan substrat, kecepatan pemakaian zat gizi, tingkat inokulasi, keadaan
fisiologis khamir, aktivitas enzim-enzim jalur EMP, toleransi khamir terhadap
gula dan alkohol tinggi serta kondisi selama fermentasi (Watson, 1985 dalam
Astuty, 1991).
21
Gambar 7. Jalur EMP (Embden Meyerhof-Parnas)
Salah satu spesies khamir yang telah dikenal mempunyai daya konversi
gula menjadi etanol yang tinggi adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces
cerevisiae menghasilkan enzim invertase dan zimase. Enzim invertase berfungsi
sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim
zimase akan mengubah glukosa menjadi etanol (Judoamidjojo et al., 1989).
2.9. Bioetanol
Menurut Prihandana dkk, (2007) bioetanol adalah etanol yang dibuat dari
biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa melalui proses biologi.
Etanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) atau disebut juga
22
sebagai alkohol. Bentuk etanol berupa cairan yang tidak berwarna dan mempunyai
aroma yang khas. Berat jenisnya pada 150 C adalah sebesar 0,7937 dengan titik
didihnya 78,320 C pada tekanan 766 mmHg. Sifatnya yang lain adalah larut dalam
air dan eter serta mempunyai panas pembakaran 328 kkal (Judoamidjojo, 1990).
Bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan bensin.
Beberapa kelebihan bioetanol yaitu mengandung 35 % oksigen, memiliki nilai
oktan yang tinggi yaitu sebesar 96-113, bersifat ramah lingkungan karena gas
buangnya rendah terhadap senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai polutan
seperti karbon monoksida, nitrogen oksida dan gas rumah kaca serta bioetanol
dapat diperbaharui (Hambali dkk, 2007).
Menurut Hambali dkk, (2007) berdasarkan kadar alkoholnya, etanol dibagi
menjadi tiga tingkatan, antara lain :
1. Tingkatan industri dengan kadar alkohol 90-94 %.
2. Netral dengan kadar alkohol 96-99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman
keras atau bahan baku industri farmasi.
3. Tingkatan bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 %.
2.10. Kromatografi gas
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan dengan komponen-
komponen yang akan dipisahkan terdistribusi diantara dua fase yaitu fase diam
dan fase gerak. Sebagai fase diam dapat digunakan zat cair atau zat padat
sedangkan fase geraknya dapat berupa gas atau zat cair (Hendayana dkk, 2000).
Contoh sampel diinjeksikan ke dalam kromatografi gas yang dilengkapi dengan
23
kolom gelas non polar metil silikon. Gas pembawa helium kemudian mengangkut
uap bahan tersebut menerobos kolom sehingga komponen-komponennya terpisah
oleh proses kromatografik. Komponen yang terbawa kemudian akan terdeteksi
oleh detektor nyala pengion dan sinyal detektor diolah oleh suatu sistem akuisisi
data elektronik. Komponen-komponen pada cairan terdeteksi dengan waktu
retensinya sedangkan konsentrasi setiap komponen diketahui melalui luas puncak
kromatogram (Prihandana dkk, 2007).
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada Juli 2008 hingga Juni 2009 bertempat di
Laboratorium Proses PPPTMGB (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi) LEMIGAS Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
3.2. Bahan dan Alat
Penelitian menggunakan bahan antara lain umbi ubi jalar (Ipomoea batatas
L), khamir Saccharomyces cerevisiae BLCC (Biotechnology Lemigas Culture
Collection) 0278, kapang Aspergillus flavus UICC (University Indonesia Culture
Collection) 372 dan Aspergillus niger UICC 371, HCl (asam klorida), akuades,
medium PDA dan PDB, alkohol, pereaksi Nelson Somogyi, pereaksi Anthrone,
dekstrosa, (NH4)2SO4 (amonium sulfat), Na2CO3 (Natrium karbonat), pepton,
kain kasa dan kertas saring.
Alat yang digunakan antara lain fermentor (erlenmeyer 500 ml), shaker,
gelas piala, labu ukur, labu didih, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, jarum
ose, pipet volumetrik, termometer, timbangan analitik, pH meter, oven, penangas
air, inkubator, hemasitometer Neubauer, spektrofotometer Genesys 10, vakumfest
250 dan 500 ml, vakum RS-8, filter zneitz, destilator, autoklaf, piknometer,
seperangkat alat kromatografi gas FID Agilent Technologies 7890A Hewlet
Packard.
24
25
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Media PDA dan PDB
Media PDA dibuat dari umbi kentang yang dibersihkan. Umbi kentang
ditimbang 150 gr dan dipotong dadu kemudian direbus dengan 300 ml air. Setelah
direbus, kentang disaring dan ditambahkan akuades hingga 500 ml. Larutan
kemudian ditambahkan 10 gr dekstrosa, 7,5 gr agar dan dipanaskan hingga
homogen. Larutan disterilisasi dengan autoklaf pada tekanan 1 atm, suhu 1210 C
selama 15 menit. Pada media PDB tidak ditambahkan 7,5 gr agar.
3.3.2. Peremajaan Isolat Khamir dan Kapang
Kultur isolat khamir (Saccharomyces cerevisiae) dan isolat kapang
(Aspergillus flavus dan Aspergillus niger) masing-masing diambil 1 ose dan
diinokulasikan ke media PDA miring. Kultur diinkubasi selama 1 hari untuk
khamir dan 7 hari untuk kapang.
3.3.3. Pembuatan Inokulum Isolat Khamir
Kultur stok khamir yang telah diremajakan diisolasikan ke media 150 ml
PDB dengan mengambil 1 ose. Media tersebut diinkubasi pada suhu ruang dan
diagitasi 120 rpm, untuk pertumbuhan khamir setiap 4 jam sekali dihitung jumlah
selnya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.
Perhitungan jumlah koloni khamir dilakukan dengan menggunakan metode cawan
hitung. Suspensi sel yang diharapkan 106 sel/ml.
26
3.3.4. Pembuatan Inokulum Isolat Kapang
Sebanyak 10 ml akuades steril dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
mengandung spora isolat kapang berumur 7 hari yang telah diremajakan. Spora
diluruhkan dengan ose dan dihitung jumlah spora dengan hemasitometer, suspensi
spora yang diharapkan 106 spora/ml.
Rumus jumlah spora : rata-rata jumlah spora x faktor pengenceran Volume hemasitometer (0,1 mm x 0,0025 mm2)
Rata-rata jumlah spora : R1 + R2 + R3 3
Keterangan : 0,1 mm = kedalaman kamar hitung R1 = jumlah spora hitung 1 0,0025 mm2= luas kamar hitung R2 = jumlah spora hitung 2 R3 = jumlah spora hitung 3
3.3.5. Preparasi Media Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Pati ubi jalar dibuat dari 1000 gr umbi yang sudah tua dan bagus. Umbi
dibersihkan dan dikupas kulitnya. Umbi ubi jalar kemudian dicuci, dikeringkan
dan diparut atau dihaluskan. Umbi hasil parutan ditambahkan air dengan
perbandingan 1:1 (1000 gr umbi : 1000 ml akuades), diremas dan disaring.
Endapan hasil saringan dibiarkan mengendap dalam wadah selama 24 jam. Air
hasil endapan dibuang dan filtrat pati dipanaskan hingga kering di dalam oven.
3.3.6. Hidrolisis Pati dengan Asam dan Enzim
Larutan pati dibuat dengan menimbang 12,5 gr pati ubi jalar (Ipomoae
batatas L) yang dilarutkan dengan 100 ml akuades. Kemudian ditambahkan 0,5 N
HCl sebanyak 25 ml (Yusak, 2003). Larutan kemudian dihidrolisis pada suhu
27
1150 C selama 1 jam pada tekanan 1 atm. Larutan diangkat, didinginkan dan
dinetralisasi dengan Na2CO3 10 %. Kadar gula reduksi dan gula total dianalisis
untuk hidrolisis asam.
Pada hidrolisis dengan enzim, masing-masing larutan hasil hidrolisis asam
(± 135 ml) ditambahkan 10 % (v/v) isolat Aspergillus flavus, Aspergillus niger
dan kombinasi keduanya. Hidrolisis dilakukan pada suhu ruang selama 72 jam
dengan agitasi 120 rpm. Larutan hasil hidrolisis dianalisis gula reduksinya.
Larutan hidrolisis dengan kadar gula pereduksi tertinggi dianalisis pula kadar gula
totalnya.
3.3.7. Penentuan Kadar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi
Larutan standar dibuat dengan menimbang 10 mg glukosa yang dilarutkan
dalam 100 ml akuades (100 ppm). Dari larutan glukosa standar tersebut dilakukan
5 pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 20, 40, 60,
80 dan 100 ppm. 5 tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi dengan 1 ml
larutan glukosa standar tersebut dan disiapkan 1 tabung yang berisi akuades
sebagai blanko. Masing-masing tabung ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan
dipanaskan semua tabung pada penangas air mendidih selama 20 menit. Semua
tabung diambil dan didinginkan dalam gelas piala yang berisi air. Tabung yang
telah dingin, ditambahkan 1 ml pereaksi Arsenomolybdat dan digojog sampai
endapan Cu2O yang ada larut kembali. Setelah semua endapan Cu2O larut
sempurna, tambahkan 7 ml akuades digojog hingga homogen. Masing-masing
larutan dihitung OD (optical density) pada panjang gelombang 540 nm. Kurva
28
standar yang dibuat menunjukkan hubungan antara absorban dan konsentrasi
glukosa.
Penentuan gula pereduksi pada sampel dilakukan dengan mengambil 1 ml
sampel yang telah diencerkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian sampel tersebut
ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan selanjutnya diperlakukan seperti pada
penyiapan kurva standar di atas. Jumlah gula pereduksi dapat ditentukan
berdasarkan OD larutan sampel dan kurva standar larutan glukosa (Sudarmadji
dkk, 1997).
3.3.8. Penentuan Gula Total Metode Anthrone (Apriyantono, 1989)
Pembuatan kurva standar gula total dilakukan dengan cara menimbang 0,2
gr glukosa standar yang dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml (2000 ppm).
Larutan tersebut diencerkan dengan akuades sehingga memiliki konsentrasi 40,
80, 120, 160, dan 200 ppm. Selain itu dibuat juga larutan blanko dari akuades.
Masing-masing larutan diambil 1 ml dan ditambahkan 5 ml pereaksi Anthrone,
ditutup dan dicampur dengan merata. Larutan dipanaskan dalam penangas air
mendidih selama 12 menit. Setelah itu larutan diangkat dan didinginkan dalam
gelas piala yang berisi air. Nilai absorbansi dihitung pada panjang gelombang 630
nm kemudian dibuat hubungan antara absorban dengan konsentrasi glukosa.
Penetapan gula total pada sampel dilakukan dengan mengambil 1 ml
sampel yang telah diencerkan ke dalam tabung reaksi dan dilakukan dengan cara
yang sama seperti pada pembuatan kurva standar dan ditentukan konsentrasi gula
total dalam sampel.
29
3.3.9. Fermentasi Etanol
Medium fermentasi volume ± 148 ml dengan kadar gula pereduksi
tertinggi hasil hidrolisis asam dan enzim difiltrasi dan ditambahkan 1 % (b/v)
pepton dan 4 % (b/v) ammonium sulfat sebagai nutrisi (Holila, 2007). Setelah itu,
medium diatur pHnya menjadi 4,6-4,8. kemudian medium ditambahkan isolat
khamir Saccharomyces serevisiae sebanyak 10 % (v/v). Fermentasi pada suhu
ruang secara anaerob selama 72 jam. Hasil fermentasi dianalisis kadar etanolnya
pada jam ke 24, 48 dan 72 jam untuk masing-masing fermentor yang berbeda.
3.3.10. Distilasi
Larutan hasil fermentasi ± 165 ml dimasukkan ke dalam labu didih dan
didihkan pada rentang suhu 78-1000 C. Cairan hasil distilasi ditampung dan
dianalisis kadar etanolnya dengan metode berat jenis.
3.3.11. Analisis Kadar Etanol Metode Berat Jenis
Piknometer kosong didinginkan dalam lemari pendingin hingga suhu tera
150 C dan ditimbang. Piknometer kosong kemudian diisi dengan akuades,
didinginkan pada suhu 150 C dan ditimbang. Lakukan hal yang sama pada sampel
dengan mengganti akuades dengan cairan hasil destilasi (Mardoni dan
Tjandrawati, 2005).
Perhitungan berat jenis etanol :
Berat Piknometer Kosong + Sampel- Berat Piknometer Kosong Berat Piknometer Kosong + Akuades- Berat Piknometer Kosong
30
Berat jenis yang terukur dikonversikan pada tabel konversi berat jenis
etanol pada suhu 150 C.
3.3.12. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan menambahkan CaO pada destilat etanol (± 20
ml) dengan perbandingan 1 : 4 (CaO : etanol). Kemudian didiamkan selama 24
jam. (Prihandana dkk, 2007).
3.3.13. Analisis Kadar Etanol Metode Kromatografi Gas
Kondisi operasi kromatografi gas FID yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Program temperatur kolom :
Jenis kolom : non polar polydimethylsiloxane
Panjang kolom : 150 m
Temperatur awal : 600 C
Waktu penahanan awal : 15 menit
Laju program : 300 C/menit
Temperatur akhir : 2500 C/menit
Waktu penahanan akhir : 23 menit
31
Injektor
Temperatur : 3000 C
Split rasio : 200 : 1
Ukuran contoh yang diinjeksikan : 0,1-0,5 µl
Detektor
Tipe : FID
Temperatur : 3000 C
Gas bahan bakar : hidrogen
Gas pembakar : udara
Gas penambahan : nitrogen
Gas pembawa : helium
Kecepatan linier rata-rata : 21-24 cm/s
Larutan standar etanol dibuat dengan melarutkan etanol 96 % dengan
metanol 0,1 % dan n-heptan 3,9 %. Larutan dibuat sebanyak 1 ml. Kurva standar
dan larutan sampel diinjeksikan ke dalam kolom sebanyak 0,1-0,5 µl pada kondisi
operasi seperti di atas.
3.4. Analisis Data
Data hasil percobaan hidrolisis pati ubi jalar dianalisis dengan Rancangan
Acak Lengkap satu arah dengan satu perlakuan yaitu metode hidrolisis dengan 3
kali ulangan. Rancangan percobaan untuk metode hidrolisis yaitu :
I : hidrolisis menggunakan HCl 0,5 N 25 ml.
II : hidrolisis menggunakan HCl 0,5 N 25 ml dengan isolat Aspergillus flavus.
32
III : hidrolisis menggunakan HCl 0,5 N 25 ml dengan isolat Aspergillus niger.
IV : hidrolisismenggunakan HCl 0,5 N dengan isolat Aspergillus flavus dan
Aspergillus niger.
Nilai signifikasi ditentukan pada taraf 5 %. Nilai signifikasi (P<0,05)
menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima atau sebaliknya jika nilai
signifikasi (P>0,05) maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 : tidak ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan
kombinasi keduanya.
H1 : ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan
kombinasi keduanya.
Pada data hasil fermentasi etanol dianalisis pula dengan Rancangan Acak
Lengkap satu arah dengan satu perlakuan yaitu waktu fermentasi (24, 48, dan 72
jam) dengan 3 kali ulangan. Nilai signifikasi ditentukan pada taraf 5 %. Nilai
signifikasi (P<0,05) menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima atau
sebaliknya jika nilai signifikasi (P>0,05) maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 : waktu fermentasi tidak mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan.
H1 : waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan.
Pada data statistik hasil hidrolisis asam dan enzim serta data hasil
fermentasi dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5 % bila terdapat perbedaan
nyata untuk mengetahui perbedaaan pengaruh perlakuan.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Pati ubi jalar yang dibuat dari umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L)
merupakan salah satu substrat yang dapat digunakan dalam pembuatan etanol
selain substrat bergula dan berselulosa. Umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L)
sebanyak 1000 gr menghasilkan pati ± 140 gr. Pati yang dihasilkan bertekstur
halus dan berwarna putih (Gambar 8).
Gambar 8. Pati ubi jalar (Ipomoea batatas L)
Pada pembuatan etanol, pati akan dihidrolisis terlebih dahulu. Hidrolisis
dapat dilakukan dengan katalis asam, kombinasi asam dan enzim serta kombinasi
enzim dengan enzim (Judoamidjojo, 1990). Hidrolisis pati akan menghasilkan
monomer glukosa atau gula pereduksi.
4.2. Kadar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi
Kadar gula pereduksi hidrolisis asam bila dibandingkan dengan hidrolisis
asam dan enzimatis terdapat perbedaan. Kadar gula pereduksi hasil hidrolisis
33
34
asam menggunakan HCl 0,5 N sebesar 6,20 % sedangkan kadar gula pereduksi
hasil hidrolisis asam HCl 0,5 N dan enzimatis dengan menggunakan isolat
mengalami peningkatan seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 9. Pengaruh hidrolisis dan jenis isolat terhadap kadar gula pereduksi
Hidrolisis asam terjadi secara acak sedangkan hidrolisis dengan enzim
reaksi hidrolisis yang terjadi dapat beragam, tingkat konversi lebih tinggi dan
reaksi yang spesifik (Judoamidjojo et al., 1989). Enzim α-amilase bekerja
memutus ikatan karbon α-1,4 sedangkan enzim glukoamilase memutus ikatan
karbon α-1,4 dan α-1,6 pada titik percabangan. Peningkatan kadar gula pereduksi
pada hidrolisis enzim disebabkan adanya proses berkelanjutan pemecahan
molekul pati oleh enzim amilolitik dari isolat A. flavus dan A. niger.
Kadar gula pereduksi tertinggi pada hidrolisis asam dan enzimatis
diperoleh pada hidrolisis enzimatis dengan menggunakan isolat A. niger sebesar
12,61 %, kemudian A. flavus sebesar 9,04 % dan terakhir kombinasi kedua isolat
sebesar 8,30 %. Tingginya kadar gula pereduksi yang dihasilkan dengan isolat A.
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
pers
enta
se k
adar
gu
la p
ered
uksi
Asam Asam danAspergillus
flavus
Asam danAspergillus
niger
Asam dankombinasi
kedua isolat
hidrolisis
35
niger dikarenakan produktivitas enzim ekstraseluler dari isolat ini yaitu α-amilase
terus mengalami peningkatan selama periode 72 jam pada suhu perlakuan (suhu
ruang). Hal ini sesuai dengan penelitian Nandakumar et al, (1994 dalam
Pambayun, 1996) yang mengemukakan bahwa peningkatan produksi α-amilase
dari isolat A. niger yang ditanam dari substrat bekatul gandum secara perlahan-
lahan terjadi selama periode 72 jam pada suhu ruang.
Selain produktivitas menghasikan enzim α-amilase yang cukup tinggi,
isolat ini mungkin pula menghasilkan enzim amilolitik lain yaitu enzim
glukoamilase (Darwis dan Sukara, 1990 dalam Kombong, 2004). Enzim ini dapat
memecah polisakarida seperti pati pada ikatan karbon α-1,4 dan α-1,6 dengan
menghasilkan glukosa. Menurut Kosaic et al, (1983 dalam Astuty, 1991) A. niger
juga menghasilkan enzim pektin depolimerase. Gabungan antara glukoamilase
dengan pektin depolimerase dapat menurunkan viskositas pati serta meningkatkan
proses sakarifikasi dari pati (Svenby et al., 1981 & Chua et al., 1984 dalam
Astuty, 1991).
Sinergisme kerja enzim tersebut dari isolat A. niger mengakibatkan
tingginya kadar gula pereduksi hasil hidrolisis asam dan enzim. Sinergisme antara
enzim glukoamilase dan pektin depolimerase kemungkinan terjadi pula antara
enzim α-amilase dengan glukoamilase yang dihasilkan dari satu mikroorganisme
yaitu A. niger. Proses sinergisme terjadi mula-mula glukoamilase menghidrolisis
bagian permukaan granula setelah itu bagian dalam dihidrolisis oleh enzim α-
amilase dengan menghasilkan senyawa oligosakarida dan dekstrin. Dua senyawa
terakhir selanjutnya berperan sebagai substrat glukoamilase (Fuji et al., 1988,
36
dalam Pambayun, 1996). Sinergisme kerja enzim ini mungkin hanya terjadi pada
mikroorganisme tunggal sehingga kadar gula pereduksi yang dihasilkannya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan mikroorganisme campuran atau kombinasi.
Kadar gula pereduksi hidrolisis asam dan enzimatis terendah diperoleh
pada hidrolisis enzimatis dengan kombinasi kedua isolat yaitu sebesar 8,30 %. Hal
ini terjadi karena adanya persaingan mendapatkan nutrisi pada kedua isolat untuk
tumbuh. Persaingan tersebut mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan
metabolisme isolat sehingga hasil gula pereduksi dari kombinasi isolat tersebut
akan menurun.
Pada hidrolisis asam dan enzimatis dengan isolat A. flavus kadar gula
pereduksi yang dihasilkan sebesar 9,04 %. Bila dibandingkan dengan A. niger,
kadar gula pereduksi yang dihasilkan masih rendah. Hal ini mungkin dikarenakan
kemampuan produksi dan aktivitas enzim α-amilase untuk merombak pati
menjadi gula dari isolat A. flavus kurang optimal dibandingkan enzim α-amilase
dan glukoamilase yang dihasilkan A.niger. Aktivitas enzim glukoamilase dari
isolat A. niger lebih optimal dibandingkan α-amilase dari isolat A. niger
dikarenakan enzim glukoamilase tidak hanya dapat memutus ikatan α-1,4 tetapi
juga memutus ikatan α-1,6 pada titik percabangan pati.
Hasil uji statistik pada perlakuan hidrolisis dengan memanfaatkan asam
dan enzim dari isolat yang berbeda menunjukkan bahwa nilai signifikasi (P<0,05)
atau terdapat perbedaan yang nyata terhadap kadar gula pereduksi yang
dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan juga diketahui bahwa setiap perlakuan berbeda
37
nyata dimana perlakuan pada hidrolisis dengan menggunakan isolat dari A. niger
memiliki nilai tertinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya.
4.3. Kadar Gula Total Metode Anthrone
Hidrolisis pati ubi jalar (Ipomoea batatas L) pada percobaan ini terdiri atas
hidrolisis asam dan hidrolisis pati dengan asam dan enzim. Hidrolisis asam
berlangsung pada suhu tinggi dan sebagai katalis yaitu asam klorida dengan
konsentrasi rendah yaitu 0,5 N. Asam akan memecah molekul pati secara acak
dan menghasilkan sakarida berantai pendek (Whistler et al., 1982, dalam Ega,
2002). Pada hidrolisis asam dan enzim, hasil hidrolisis asam kemudian dihidrolisis
dengan enzim yang berasal dari isolat kapang amilolitik.
Hidrolisis pati ubi jalar (Ipomoea batatas L) dengan menggunakan asam
klorida 0,5 N volume 25 ml menghasilkan kadar gula total sebesar 72.027,95 ppm
atau 7,20 %. Kadar gula total hasil hidrolisis asam lebih rendah dibandingkan
kadar gula total hidrolisis asam dan enzim. Kadar gula total hidrolisis asam dan
enzim sebesar 92.523,42 ppm atau 9,25 %.
Peningkatan kadar gula total pada hidrolisis asam dan enzim disebabkan
terjadinya proses degradasi berkelanjutan dari molekul pati dengan bantuan enzim
yang berasal dari isolat A. niger. Enzim amilolitik yang dihasilkan dari isolat A.
niger yaitu α-amilase dan glukoamilase yang berperan dalam pemecahan molekul
pati ubi jalar.
Enzim α-amilase bekerja menghidrolisis ikatan α-1,4 secara acak di
bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. Hasil hidrolisis α-
38
amilase mula-mula akan menghasilkan dekstrin, dekstrin tersebut kemudian
dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa, dan
ikatan lain yang lebih panjang (Melliawati dkk, 2006).
Enzim glukoamilase atau sering disebut amiloglukosidase atau α-1,4-
glukano glukohidrolase merupakan enzim ekstraseluler yang mampu
menghidrolisis ikatan α-1,4 pada rantai amilosa, amilopektin, glikogen, dan
pullulan. Enzim glukoamilase juga dapat menyerang ikatan α-1,6 pada titik
percabangan, walaupun dengan laju yang lebih rendah. Hal ini berarti bahwa pati
dapat diuraikan secara sempurna menjadi glukosa (Josson et al., 1992,
Soebiyanto, 1996, DeMan, 1997 dalam Melliawati dkk, 2006).
4.4. Fermentasi Etanol
Fermentasi dilakukan pada kondisi anaerob fakultatif menggunakan
khamir Saccharomyces cerevisiae dengan substrat hasil hidrolisis dengan kadar
gula pereduksi tertinggi yaitu sebesar 12,61 %. Enzim invertase dan zimase yang
dihasilkan oleh khamir S. cerevisiae akan merubah gula pereduksi menjadi etanol
dan karbondioksida melalui jalur Embden Mayerhof Parnas (Judoamidjojo,
1990). S. cerevisiae yang diinokulasi pada medium fermentasi hasil hidrolisis
terbaik dilakukan pada fase log pertumbuhannya yaitu jam ke-10 (Gambar 10).
39
Gambar 10. Kurva tumbuh Saccharomyces cerevisiae
Kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi oleh khamir diukur melalui
metode berat jenis dan juga kromatografi gas untuk mengetahui tingkat
kemurniannya.
4.4.1. Penentuan Kadar Etanol Metode Berat Jenis
Medium hasil fermentasi sebanyak ± 165 ml didistilasi pada rentang suhu
78-1000 C hanya dapat menghasilkan 12-25 ml cairan destilat. Dengan demikian
etanol yang dihasilkan hanya sebesar 12,12 % dari medium fermentasi. Kadar
etanol yang terukur dengan perlakuan waktu fermentasi menunjukkan hasil yang
berbeda. Kadar etanol tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 72 jam sebesar
14 % (gambar 11).
0
2
4
6
8
10
12
14
0 4 8 12 16 20 24 28
waktu fermentasi (jam)
log jumlah sel/ml
40
Gambar 11. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol berat jenis
Kadar etanol yang cukup tinggi pada fermentasi 72 jam karena aktivitas
khamir Saccharomyces cerevisiae dalam memfermentasi sudah berlangsung
sempurna dan baik. Menurut Reed et al, (1982 dalam Jusfah, 1989) bahwa kadar
etanol yang baik akan dihasilkan pada waktu fermentasi 50 jam sampai 72 jam
pada suhu 25-300 C. Kadar gula pereduksi sebesar 12,61 % pada fermentasi dan
suhu ruang bagi khamir cukup optimal untuk menghasilkan etanol, menurut
Frazier dan Westhoff (1978 dalam Sudarmadji dkk, 1989) bahwa kadar gula yang
optimum untuk fermentasi antara 10-18 % dengan suhu optimum antara 25-300 C.
Kadar etanol terendah diperoleh pada waktu fermentasi 48 jam yaitu 3.33
% dan 24 jam sebesar 3,66 %. Kadar etanol rendah dikarenakan khamir
saccharomyces cerevisiae baru mulai memperbanyak diri dengan memanfaatkan
glukosa hasil hidrolisis. Pada waktu fermentasi 48-72 jam proses pembentukan
etanol oleh enzim invertase dan zimase Saccharomyces cerevisiae terus
mengalami peningkatan. Hal ini yang menyebabkan kadar etanol fermentasi 72
jam jauh lebih tinggi dari kadar etanol fermentasi 24 dan 48 jam. Menurut
Presscolt dan Dunns (1959 dalam Jusfah, 1989) bahwa pada awal fermentasi
khamir akan terlebih dahulu memanfaatkan gula untuk tumbuh dan
0%3%6%9%
12%15%18%
pers
enta
se
kada
r eta
nol
24 48 72
waktu fermentasi (jam)
41
memperbanyak diri. Kadar etanol tertinggi pada waktu fermentasi 72 jam juga
dihasilkan dari penelitian Mohamad dan Hasan (2008) dengan menggunakan
substrat kulit ubi kayu sebesar 6,33 %. Begitu pula dengan penelitian Jusfah
(1989) yang memfermentasi batang pisang menjadi etanol memperoleh kadar
etanol tertinggi pada waktu fermentasi 72 jam.
Hasil uji statistik dengan perlakuan waktu fermentasi 24, 48 dan 72 jam
menunjukkan bahwa nilai signifikasi (P<0,05) atau terdapat perbedaan yang nyata
terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan diketahui pula
bahwa setiap perlakuan berbeda nyata dimana perlakuan fermentasi 72 jam
memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
4.4.2. Penentuan Kadar Etanol Metode Kromatografi Gas
Etanol yang dianalisis terlebih dahulu dilakukan proses dehidrasi dengan
bantuan kapur tohor. Hasil dehidrasi ini hanya menghasilkan 1-2 ml destilat dari ±
60 ml destilat pada setiap perlakuan waktu fermentasi yang berbeda. Pada analisis
etanol dengan metode kromatografi gas menunjukkan perbedaan kadar etanol
untuk waktu fermentasi 24, 48 dan 72 jam (gambar 12).
42
Gambar 12. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol kromatografi gas
Kadar etanol yang dihasilkan pada waktu fermentasi 24 jam hanya sebesar
0,08 %. Pada waktu fermentasi 48 jam sebesar 25,07 % dan fermentasi 72 jam
sebesar 46,17 %. Kadar etanol yang tinggi pada waktu fermentasi 72 jam mungkin
disebabkan proses fermentasi sudah berlangsung sempurna sedangkan waktu
fermentasi 24 dan 48 jam belum sempurna karena pada awal fermentasi tersebut
khamir baru mulai memanfaatkan glukosa hasil hidrolisis untuk tumbuh dan
memperbanyak diri (Presscolt dan Dunns, 1959 dalam Jusfah, 1989). Kadar
etanol hasil kromatografi gas lebih tinggi dan murni dibandingkan kadar etanol
berat jenis dikarenakan proses dehidrasi yang dapat mengikat molekul air.
05
101520253035404550
pers
enta
se
kada
r eta
nol (
%)
24 48 72
waktu fermentasi (jam)
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian produksi bioetanol secara hidrolisis asam dan enzimatis
pada pati ubi jalar (Ipomoea batatas L) menggunakan isolat Aspergillus flavus
UICC 372 dan Aspergillus niger UICC 371 dapat disimpulkan :
1. Terdapat perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus flavus, Aspergillus niger dan
kombinasi kedua isolat. Gula pereduksi tertinggi diperoleh pada hidrolisis
asam dan enzim dengan isolat dari Aspergillus niger sebesar 12,61 %.
2. Waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan dengan
kadar etanol tertinggi dihasilkan pada fermentasi 72 jam sebesar 46,17 %.
5.2. Saran
Pada tahap distilasi etanol perlu menggunakan alat distilasi yang lebih baik
agar kadar etanol yang dihasilkan dapat optimal.
43
44
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus, C. J., H. C. Bold, dan T. Develoryas. 1986. Morphology of Plant and Fungi. Fourth Edition. Halper & Row Pubilsher. New York.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati & S. Budiyanto. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB. Bogor.
Astuty, E.D. 1991. Fermentasi alkohol kulit buah pisang (Musa sapientum Lamb)
dengan berbagai jenis inokulum. Tesis : Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Budiyanto, M. A. K. 2003. Mikrobiologi Terapan. UMM-Press. Malang. Damardjati, D.S dan S. Widowati. 1994. Pemanfaatan ubi jalar dalam program
diversifikasi guna mensukseskan swasenbada pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bul. 3 : 1-25.
Ega, L. 2002. Kajian sifat fisik dan kimia serta pola hidrolisis pati ubi jalar jenis
unggul secara enzimatis dan asam. Tesis : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Faisal, A. 2009. Pertamina Impor 40 Persen Kebutuhan BBM Nasional. http://
www.republika.co.id, 18 Agustus 2009, pkl. 17.00 WIB. Fessenden R.J and J.S. Fessenden, 1991. Kimia Organik Jilid I. Terj. dari Organic
Chemistry. S. Maun, K. Anas, T.S. Sally. Erlangga. Jakarta. Gandjar, I., R.A. Samson, K.V.T Vermeulen, A. Oetari, I. Santoso. 1999.
Pengenalan Isolat Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Girindra, A. 1986. Biokimia I. Gramedia. Jakarta. Hadi, P.U., A. Djulin, A.K. Zakaria, V. Darwis & J. Situmorang. 2006. Prospek
pengembangan sumber energi alternatif (biofuel) : fokus pada jarak pagar. Seminar Hasil Penelitian Tugas Akhir : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri & R. Handoko.
2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia. Jakarta.
44
45
Hasyim, A dan M. Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Substitusi Beras. http://www.litbang.deptan.co.id, 18 Agustus 2009, pkl. 16.50 WIB.
Hendayana, S., Maekinnu, S.S. Adji. 2000. Kimia Analitik. Universitas terbuka.
Jakarta. Holila, D. 2007. Konversi pati ganyong (canna edulis ker.) menjadi bioetanol
melalui hidrolisis asam dan fermentasi. Skripsi : Program Studi Kimia Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
Judoamidjojo, M. 1990. Teknologi Fermentasi. IPB-Press. Bogor. Judoamidjojo, R.M., E.G. Said & L. Hartanto. 1989. Biokonversi. Departemen
Pendididkan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi-IPB. Bogor.
Jusfah, J. 1989. Pemanfaatan limbah batang pisang sebagai bahan baku
pembuatan alkohol secara fermentasi. Laporan Penelitian Universitas Andalas. Padang.
Kombong, H. 2004. Evaluasi daya hidrolitik enzim glukoamilase dari filtrat kultur
Aspergillus niger. FMIPA Unhalu kendari. Jurnal Ilmu Dasar. 5(1):16-20. Mardoni, dan M.M Yetty Tjandrawati. 2005. Perbandingan metode kromatografi
gas dan berat jenis pada penetapan kadar etanol dalam minuman anggur. Laporan penelitian. Fakultas farmasi USD.
Melliawati, R., R.S. Suherman, B. Subardjo. 2006. Pengkajian kapang endofit dari
taman nasional gunung halimun sebagai penghasil glukoamilase. Jurnal Berkala Penelitian Hayati. 12 (2006) : 19–25.
Mizokami, K., H. Katsura, Y. Okita, S. Sekitou, H. Takahashi, T. Yamamoto.
1994. Shifts in the optimum pH of Rhizopus glucoamylase depending on the reaction temperatures. Biosci. Biotech. Biochem., 58 (1) : 183-184.
Mohamad, E dan H. Hasan. 2008. Pemanfaatan kulit ubi kayu untuk pembuatan
alkohol dengan cara fermentasi. Laporan Penelitian. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo.
Pambayun, R. 1996. Fermentasi etanol pada ubi talas liar (Colocasia esculenta (L)
Schott) tanpa pemanasan oleh S. fibuligera FNCC 3027 & S. cerevisiae FNCC 3004. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada . Yogyakarta.
46
Pelczar, M.J and E.C.S Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terj. dari Elements of Microbiology, R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo, S.L. Angka. UI-Press. Jakarta.
Poedjiati, A dan T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta. Prihandana, R., K. Noerwijati, P. Gamawati, Adinurani, D. Setyaningsih, S.
Setiadi & R. Handoko. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta. Sani, A., Awe F.A, and Akinyanju, J.A. 1992. Amylase synthesis in Aspergillus
flavus and Aspergillus niger grown on cassava peel. Journal of Industrial Microbiology. 10 (1992) : 55-59.
Saroso, H. 1998. Pemanfaatan kulit pisang dengan cara fermentasi untuk
pembuatan alkohol. Laporan penelitian. Universitas Brawijaya Malang.
Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar Cara Budidaya Yang Tepat, Efisien dan Ekonomis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarmadji, S., R. Kasmidjo, Sardjono, D. Wibowo, S. Margino & E.S Rahayu.
1989. Mikrobiologi Pangan. UGM. Yogyakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Wargiono, J. 1980. Ubi Jalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Lembaga Pusat
Penelitian Bogor. Bogor. Widowati, S, N. Richana, Suarni, P. Raharto, IGP. Sarasutha. 2001. Studi
potensial dan peningkatan dayaguna sumber pangan lokal untuk penganekaragaman pangan di Sulawesi Selatan. Laporan hasil penelitian Puslitbangtan. Bogor.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Yusak, Y. 2003. Pengaruh variasi volume HCl 0,5 N dan waktu hidrolisa terhadap
mutu sirup pada pembuatan sirup glukosa dari pati ubi jalar (Ipomoea batatas L, Sin batatas edulis choisy). FMIPA-USU Medan. Jurnal Sains Kimia. 7 (2) : 69-73.
.
47
Lampiran 1. Diagram Alir Percobaan
hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml
gula pereduksi dan analisis gula total
hidrolisis enzim dengan isolat kapang
gula pereduksi dan analisis gula total
pemisahan atau pemurnian dengan filtrasi
inokulasi khamir Saccharomyces cerevisiae
distilasi
dehidrasi dan distilasi
Homopolimer glukosa
substrat fermentasi
fermentasi selama 72 jam
Analisis kadar etanol metode berat jenis
fermentasi 24, 48 dan 72 jam
Larutan pati ubi jalar (12,5 gr + 100 ml akuades)
Analisis kadar etanol metode kromatografi gas
glukosa
48
Lampiran 2. Nilai Absorbansi dan log jumlah sel Saccharomyces cerevisiae
Waktu inkubasi
(jam) Absorbansi log jumlah sel/ml
0 0,002 4,004 0,002 4,618 0,021 5,7812 0,688 8,0416 1,471 9,9120 1,59 11,0324 1,679 12,3228 1,688 12,40
49
Lampiran 3. Pereaksi Nelson Somogyi
Nelson A : Dilarutkan 12,5 gr Natrium karbonat anhidrat, 12,5 gr
Rochelle, 10 gram Natrium bikarbonat dan 100 gr Natrium sulfat dalam 350 ml
air suling, encerkan hingga 500 ml.
Nelson B : Dilarutkan 7,5 gr CuSO45H2O dalam 50 ml air suling dan
tambahkan 1 tetes asam sulfat pekat.
Pereaksi Nelson Somogyi dibuat dengan cara mencampur 25 bagian Nelson A dan
1 bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan pada setiap hari akan digunakan.
Lampiran 4. Larutan Arsenomolybdat dan Pereaksi Anthrone
Larutan arsenomolybdat dibuat dengan melarutkan 25 gr Ammonium
molybdat dalam 450 ml air suling dan ditambahkan 25 ml asam sulfat pekat.
Larutkan pada tempat yang lain 3 gr Na2HA5O47H2O dalam 25 ml air suling
kemudian larutan ini dituang ke dalam larutan pertama. Simpan dalam botol
warna coklat dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Larutan ini berwarna
kuning dan baru bisa digunakan setelah masa inkubasi tersebut.
Pereaksi Anthrone dibuat dengan melarutkan 0,1 gr anthrone dalam 100
ml asam sulfat pekat.
50
Lampiran 5. Kurva Standar Gula Pereduksi Metode Nelson Somogyi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi 0 0,096 20 0,205 40 0,319 60 0,500 80 0,617 100 0,711
y = 0,0064x + 0,0871
R2 = 0,9925
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi (A)
51
Lampiran 6. Kurva Standar Gula Total Metode Anthrone
Konsentrasi (ppm) Absorbansi 0 0,132 40 0,382 80 0,774 120 1,054 160 1,209 200 1,275
y = 0,0061x + 0,1989
R2 = 0,9512
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
0 50 100 150 200 250
Konsntrasi (ppm)
Absorbansi (A)
52
Lampiran 7. Kadar Gula Pereduksi Hidrolisis Asam dan Enzimatis
Sampel Absorbansi Konsentrasi
(ppm) Kadar gula
pereduksi (b/v)
Rata-rata kadar gula
pereduksi (b/v)
A 0,501 64464,17 6,44 %
6,20 % 0,450 65242,10 6,52 % 0,506 56520,25 5,65 %
AF 0,750 103249,22 10,32 %
9,04 % 0,574 75834,89 7,58 % 0,680 92345,79 9,23 %
AN 0,984 139697,82 13,96 %
12,61 % 0,872 122252,34 12,22 % 0,836 116644,86 11,66 %
AC 0,678 92034,27 9,20 %
8,30 % 0,698 95149,53 9,51 % 0,486 62127,73 6,21 %
Keterangan : A = hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml AF = hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml + isolat Aspergilus flavus AN = hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml + isolat Aspergillus niger AC = hidrolisis asam HCl 0,5 N 25 ml + kombinasi kedua isolat
53
Lampiran 8. Kadar Etanol Distilasi Hasil Fermentasi Metode Berat Jenis
Waktu fermentasi
(jam)
Berat cairan destilat
Berat jenis etanol Kadar etanol Rata-rata
kadar etanol
24 9,9688 0,99260 4 %
3,66 % 9,9664 0,99236 4 % 9,7979 0,99433 3 %
48 9,8014 0,99469 3 %
3,33 % 9,8067 0,99523 3 % 9,7819 0,99271 4 %
72 9,7837 0,97317 18 %
14 % 9,8738 0,98314 10 % 9,6564 0,97797 14 %
54
Lampiran 9. Tabel Konversi Berat Jenis Etanol Pada Suhu 150 C (sumber : America Institute of Physics Handbook, 1957) % etanol BJ etanol % etanol BJ etanol % etanol BJ etanol % etanol BJ etanol % etanol BJ etanol
0 0,99913 24 0,96558 48 0,92211 72 0,86710 96 0,805661 725 25 424 49 0,91995 73 470 97 2742 542 26 287 50 776 74 229 98 0,799753 365 27 144 51 555 75 0,85988 99 6704 195 28 0,95996 52 333 76 747 100 3605 032 29 844 53 110 77 505 6 0,98877 30 686 54 0,90885 78 262 7 729 31 524 55 659 79 018 8 584 32 357 56 433 80 0,84772 9 442 33 186 57 207 81 525
10 304 34 011 58 0,89980 82 277 11 171 35 0,94832 59 752 83 028 12 041 36 650 60 523 84 0,83777 13 0,97914 37 464 61 293 85 525 14 790 38 273 62 062 86 271 15 669 39 079 63 0,88830 87 014 16 552 40 0,93882 64 597 88 0,82754 17 433 41 682 65 364 89 492 18 313 42 478 66 130 90 227 19 191 43 271 67 0,87895 91 0,81959 20 068 44 062 68 660 92 688 21 0,96944 45 0,92852 69 424 93 413 22 818 46 640 70 187 94 134 23 689 47 426 71 0,86949 95 0,80852
55
Lampiran 10. Data Uji Statistik Hidrolisis Asam dan Enzimatis
P>0,05 : tidak ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula
pepereduksidengan memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus niger,
Aspergillus flavus dan kombinasi keduanya.
P<0,05 : ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pepereduksidengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus niger, Aspergillus flavus
dan kombinasi keduanya.
ANOVA
Gula pereduksi Derajat Jumlah Rata F Sig bebas kuadrat tengah Perlakuan 64,060 3 21,353 12,390 0,002Galat 13,788 8 1,723 ]Total 77,847 11
Kesimpulan :
P<0,05 : ada perbedaan hasil hidrolisis pati menjadi gula pepereduksidengan
memanfaatkan enzim dari isolat Aspergillus niger, Aspergillus flavus
dan kombinasi keduanya.
Uji lanjut Duncan
hidrolisis N Subset 1 2 3
asam 3 6,2033a kombinasi 3 8,3067a 8,3067b A.flavus 3 9,0433b A.niger 3 12,6133c
Sig. 0,085 0,511 1,000 Keterangan : huruf kecil a,b dan c menunjukkan adanya perbedaan.
56
Lampiran 11. Data Uji Statistik Waktu Fermentasi Etanol
P>0,05 : waktu fermentasi tidak mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan.
P<0,05 : waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan
ANOVA Kadar etanol Derajat Jumlah Rata F Sig bebas kuadrat tengah Perlakuan 220,667 2 110,333 19,860 0,002Galat 33,333 6 5,556 ]Total 254,000 8
Kesimpulan :
P<0,05 : waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan
Uji lanjut Duncan
Waktu fermentasi N Subset
1 2 24 jam 3 3,6667a 48 jam 3 3,3333a 72 jam 3 14,000b
Sig. 0,868 1,000 Keterangan : huruf kecil a dan b menunjukkan adanya perbedaan.
57
Lampiran 12. Kromatogram Larutan Standar Etanol
Lampiran 13. Kromatogram Fermentasi Etanol 24 Jam
Lampiran 14. Kromatogram Fermentasi Etanol 48 Jam
58
Lampiran 15. Kromatogram Fermentasi Etanol 72 Jam
Lampiran 16. Data Kromatogram Larutan Standar Etanol
59
Lampiran 17. Data Kromatogram Fermentasi Etanol 24, 48 dan 72 Jam
60
61
Lampiran 18. Perhitungan Kadar Etanol Metode Kromatografi Gas
Luas puncak etanol sampel Persen kadar etanol (v/v) = x 93 % Luas puncak etanol standar
Persen kadar etanol 72 jam = 5422,45898 x 93 % 10921,9 = 0,4964758 x 93 %
= 46,172249 % atau 46,17 %