1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Aset, Manajemen dan Manajemen Aset
Untuk menjelaskan mengenai Manajemen Aset terlebih dahulu memahami
pengertian dari Aset dan Manajemen sehingga akhirnya dapat disimpulkan
mengenai penjelasan dari Manajemen Aset itu sendiri seperti apa. Berikut ini
dijelaskan mengenai pengertian dari aset, manajemen, dan manajemen aset:
2.1.1 Pengertian Aset
Aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang
terdiri dari benda tidak bergerak dan bergerak. Barang yang dimaksud meliputi
barang tidak bergerak (tanah atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang
berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam
aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi
atau individu perorangan, dan dalam pengertian aset negara atau HKN (Harta
Kekayaan Negara) juga terdiri dari barang-barang atau benda yang disebutkan di
atas. Termasuk pula bantuan-bantuan dari luar negeri yang diperoleh secara sah
(Siregar. 2004:hal.178).
Menurut Siregar (2004:hal.178) aset secara umum adalah barang (thing)
atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value),
nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki
oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan).
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aset secara
umum adalah sesuatu barang atau sumber daya yang dimiliki oleh organisasi atau
individu dan mempunyai nilai, baik nilai ekonomi, nilai tukar, atau nilai komersial
yang terdapat dalam potensi aset dan dapat dikembangkan atau dioptimalkan
sesuai dengan tujuan organisasi atau individu. Potensi yang dimiliki dari suatu
aset dapat di manfaatkan untuk kebutuhan organisasi dan dikembangkan menjadi
suatu sumber daya pendukung kegiatan operasional organisasi atau memanfaatkan
2
potensi aset yang ada untuk menciptakan suatu konsep dalam menghasilkan
pendapatan (revenue).
Oleh karena itu aset diklasifikasikan berdasarkan bentuk, perolehan dana,
konsep hukum properti, dan karakteristiknya , dengan tujuan dari setiap klasifikasi
aset tersebut dapat dilakukan pengelolaan/manajemen aset untuk mendapatkan
hasil yang optimal secara efektif dan penggunaan yang efisien dari suatu aset.
2.1.2 Pengertian Manajemen
Manajemen yaitu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-
sumber daya organisasi lainnya agar tercapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. (Stoner dalam Hani: 8, Modul Bahan Ajar Pengantar Manajemen).
Penjelasan lain mengenai manajemen juga dikemukakan oleh Robbins dan
Decenzo (2004) yang dikutip dalam Bahan Ajar Pengantar Manajemen,
menjelaskan bahwa,” management is the process of getting done, effectively and
efficiently, through and with other people.”
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
adalah suatu proses pengorganisasian yang memanfaatkan sumber daya yang ada
melalui anggota organisasi guna mencapai target atau tujuan yan telah ditetapkan.
Mengenai Efisiensi dan Efektifitas dijelaskan oleh Robbins dan Coulter
(2005) dalam Bahan Ajar Pengantar Manajemen, dijelaskan dimana “efficiency:
getting the most output from the least amount of inputs; reffered to as “doing
things right”, and “effectiveness: completing activities so that organizational
goals are attained: reffered to as “doing the right thing.”
Berdasarkan pengertian mengenai efektifitas dan efisiensi diatas dapat
disimpulkan bahwa efektifitas adalah dimana suatu hal yang fokus pada cara
untuk mencapai tujuan akhir, sedangkan efesiensi adalah hasil akhir dari cara
yang digunakan untuk mencapai tujuan dilihat dari efektifitas cara yang
digunakan, dan berikut dijelaskan dalam gambar mengenai efektifitas dan
efisiensi yang dijelaskan oleh Robbins dan Coulter (2005) dalam bahan ajar
Pengantar Manajemen:
3
Sumber: Robbins and Coulter (2005)
Gambar 2.1Efektifitas dan Efisiensi Dalam Manajemen
Proses Manajemen seperti yang dijelaskan oleh Stoner seperti yang dikutip
oleh Marwansyah dalam bahan ajar Pengantar Manajemen, menyebutkan ada 4
tahapan dalam proses manajemen, yaitu Planning, Organizing, Leading, dan
Controlling yang digambarkan sifat interaktifnya dalam gambar.
Berikut ini adalah langkah sistematik dalam proses manajemen:
1. Langkah awal dari proses manajemen adalah planning atau perencanaan
yang memproses penetapan tujuan oleh manajer melalui logika dan metode
atau cara-cara yang paling baik dalam mencapai tujuan tersebut.
2. Langkah kedua dari proses manajemen adalah organizing atau
pengorganisasian dalam rangka pencapaian tujuan organisasi melalui alokasi
dan pengaturan sumber daya, tugas, dan kewenangan oleh manajer.
3. Langkah ketiga dari proses manajemen adalah leading atau pengarahan oleh
manajer dalam pencapaian tujuan organisasi melalui cara mempengaruhi,
memerintah, dan memotivasi karyawannya agar memiliki kinerja yang baik.
4. Langkah terakhir dari proses manajemen adalah pengawasan atau
controlling yaitu manajer memantau kegiatan perusahaan apakah rencana
Efficiency (Means)
RESOURCES USAGE
LOW WASTE
Effectiveness (Ends)
GOALS ATTAINMENT
HIGH ATTAINMENT
Management Strives for:
Low Resources Waste (High Efficeincy)High Goal Attainment (High Effectiveness)
4
yang sudah ditetapkan sesuai dengan rencana serta dapat dilakukan koreksi
atas terjadinya penyimpangan.
Proses manajemen merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam menjalankan
suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan yang dilakukan dengan
planning, organizing, leading, dan controlling. Untuk mengetahui secara singkat
keempat proses dalam manajemen, berikut ditampilkan dalam bentuk gambar:
Sumber: Stoner dikutip dalam Bahan Ajar Pengantar Manajemen (2009)
Gambar 2.2Proses Manajemen Berdasarkan Konsep Stoner
2.1.3 Pengertian Manajemen Aset
Manajemen aset merupakan suatu bidang keilmuan dalam dunia pendidikan
yang muncul akibat adanya kenyataan terutama di Indonesia yang memiliki
kekayaan sumber daya baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya
manusia (SDM) dan juga insfrastruktur yang masih belum dikelola dengan baik.
Oleh karena itu, segala kekayaan yang dimiliki oleh Negara ini harus dikelola dan
PLANNING
Manajer menggunakan logika danmetode untuk berpikir melaluitujuan dan tindakan-tindakan.
CONTROLLING
Manajer meyakinkan suatuorganisasi bergerak sejalan dengan
tujuan organisasi tersebut.
LEADING
Manajer memerintah,mempengaruhi, dan memotivasikaryawan sebagai kinerja tugas-
tugas pokok.
ORGANIZING
Manajer menyusun,mengalokasikan tugas,
kewenangan, dan sumber dayauntuk mencapai tujuan organisasi.
5
dijaga keberadaannya, dan dalam pemanfaatannya jangan berlebihan atau over
capacity.
Menurut Hariyono (2007). Pengelolaan Aset adalah kegiatan mengelola
suatu barang yang dimiliki mulai dari perencanaan, pengadaan, operasi, dan
pemeliharaan serta penghapusan. Berdasarkan pada Departement of Threasury
and Finance (2004). bahwa pengertian Manajemen Aset adalah proses
pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun yang digunakan dalam kegiatan operasional Perusahaan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijabarkan bahwa Manajemen Aset
adalah kegiatan pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat yang
dapat digunakan untuk mendukung suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dalam melakukan pengelolaan aset tiap proses atau
fungsi yang ada harus dilakukan pengawasan oleh suatu organisasi atau
Kementerian/Lembaga. Pengawasan pengelolaan aset selama umur ekonomis
bertujuan untuk tetap menjaga aset agar dapat membantu proses pencapaian
tujuan individu atau organisasi yang memiliki aset tersebut.
a. Tujuan Manajemen Aset
Menurut Sutrisno (2004) tujuan umum manajemen aset adalah mengarahkan
sistem pengelolaan aset sehingga pemanfaatannya efektif dan efisien. Efektif
berkaitan dengan sasaran yang tercapai, sedangkan efisien berkaitan dengan biaya
yang dikeluarkan. Tujuan khusus dari manajemen aset yaitu meningkatkan
kualitas aset, meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan aset, meningkatkan
kualitas layanan aset dan meningkatkan cakupan layanan aset.
Menurut Siregar (2002:198) ada tiga tujuan utama dari manajemen aset
yaitu efisiensi pemanfaatan dan kepemilikan, terjaga nilai ekonomis dan potensi
yang dimiliki, objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan
penggunaan serta alih penguasaan. Berikut adalah tiga tujuan utama dari
manajemen aset menurut Siregar:
1. Efisiensi pemanfaatan dan kepemilikan
6
Pengelolaan yang baik. membuat pemanfaatan aset optimal ataupun
maksimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi (TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan.
2. Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki
Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga. apabila aset dikelola dengan baik.
Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi
pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan penggunaan
serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik dapat membuat pengawasan lebih terarah,
sehingga peruntukkan penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai
dengan rencana. Selain itu pengawasan bertujuan membantu pencapaian tujuan
dari aset tersebut.
Sedangkan Menurut Hambali (2010), ada lima tujuan dari manajemen aset.
Tujuan-tujuan dari manajemen aset meliputi kejelasan status kepemilikan aset,
inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset, optimasi penggunaan dan
pemanfaatan untuk meningkatkan pendapatan, pengamanan aset dan dasar
penyusunan neraca, untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini:
1. Kejelasan status kepemilikan aset
Pengelolaan aset yang dilakukan salah satunya dengan melakukan legal
audit dari suatu aset, sehingga dapat diketahui secara jelas kepemilikan aset
tersebut. Hal ini untuk menghindarkan kepemilikan ganda dari satu aset.
2. Inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset
Aset yang sudah diketahui secara jelas status kepemilikannya dapat di
inventarisasikan sesuai dengan status kepemilikannya. Apabila aset itu
milik negara maka akan di inventarisasi sebagai kekayaan negara, apabila
aset itu milik pemerintah daerah maka aset tersebut akan di inventarisasi
sebagai kekayaan daerah. Selain itu akan diketahui masa pakai dan umur
ekonomis dari aset tersebut.
3. Optimasi penggunaan dan pemanfaatan untuk peningkatan pendapatan
7
Aset yang berstatus idle capacity dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai
dengan peruntukkan yang ditetapkan sehingga dapat diketahui
pemanfaatannya untuk apa, peruntukkan dari aset tersebut kepada siapa, dan
mampu mendatangkan pendapatan bagi pengelola aset.
4. Pengamanan aset
Aset yang dimiliki oleh individu atau pemerintah dapat diamankan dengan
baik karena telah di lakukan inventarisasi, sehingga aset tersebut tidak akan
mudah jatuh ke tangan orang lain. Apabila ada yang mengakui memiliki
aset tersebut maka dapat dibuktikan secara hukum.
5. Dasar penyusunan neraca
Aset yang sudah diketahui secara jelas kepemilikannya akan dapat
diperhitungkan dalam dasar penyusunan neraca sebagai jumlah kekayaan
yang dimiliki baik oleh negara maupun daerah.
Berdasarkan pendapat di atas secara umum tujuan dari pengelolaan aset ini
adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan
pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup perencanaan, panduan
pengadaan, penggunaan, penghapusan aset dan pengaturan risiko serta biaya yang
terkait selama siklus hidup aset.
b. Tahapan Manajemen Aset
Dalam pelaksanaannya manajemen aset memiliki alur proses pengelolaan
tersendiri. Menurut Siregar (2004) alur manajemen aset dapat dibagi menjadi 5
(lima) tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimasi
aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Akan tetapi,
terdapat alur yang lebih lengkap dari lima tahapan kerja tersebut, yaitu pengadaan
aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, operasi aset, pemeliharaan
aset, pengalihan aset, dan penghapusan, berikut adalah penjelasan mengenai setiap
alur manajemen aset menurut Siregar (2004):
7
Aset yang berstatus idle capacity dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai
dengan peruntukkan yang ditetapkan sehingga dapat diketahui
pemanfaatannya untuk apa, peruntukkan dari aset tersebut kepada siapa, dan
mampu mendatangkan pendapatan bagi pengelola aset.
4. Pengamanan aset
Aset yang dimiliki oleh individu atau pemerintah dapat diamankan dengan
baik karena telah di lakukan inventarisasi, sehingga aset tersebut tidak akan
mudah jatuh ke tangan orang lain. Apabila ada yang mengakui memiliki
aset tersebut maka dapat dibuktikan secara hukum.
5. Dasar penyusunan neraca
Aset yang sudah diketahui secara jelas kepemilikannya akan dapat
diperhitungkan dalam dasar penyusunan neraca sebagai jumlah kekayaan
yang dimiliki baik oleh negara maupun daerah.
Berdasarkan pendapat di atas secara umum tujuan dari pengelolaan aset ini
adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan
pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup perencanaan, panduan
pengadaan, penggunaan, penghapusan aset dan pengaturan risiko serta biaya yang
terkait selama siklus hidup aset.
b. Tahapan Manajemen Aset
Dalam pelaksanaannya manajemen aset memiliki alur proses pengelolaan
tersendiri. Menurut Siregar (2004) alur manajemen aset dapat dibagi menjadi 5
(lima) tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimasi
aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Akan tetapi,
terdapat alur yang lebih lengkap dari lima tahapan kerja tersebut, yaitu pengadaan
aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, operasi aset, pemeliharaan
aset, pengalihan aset, dan penghapusan, berikut adalah penjelasan mengenai setiap
alur manajemen aset menurut Siregar (2004):
7
Aset yang berstatus idle capacity dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai
dengan peruntukkan yang ditetapkan sehingga dapat diketahui
pemanfaatannya untuk apa, peruntukkan dari aset tersebut kepada siapa, dan
mampu mendatangkan pendapatan bagi pengelola aset.
4. Pengamanan aset
Aset yang dimiliki oleh individu atau pemerintah dapat diamankan dengan
baik karena telah di lakukan inventarisasi, sehingga aset tersebut tidak akan
mudah jatuh ke tangan orang lain. Apabila ada yang mengakui memiliki
aset tersebut maka dapat dibuktikan secara hukum.
5. Dasar penyusunan neraca
Aset yang sudah diketahui secara jelas kepemilikannya akan dapat
diperhitungkan dalam dasar penyusunan neraca sebagai jumlah kekayaan
yang dimiliki baik oleh negara maupun daerah.
Berdasarkan pendapat di atas secara umum tujuan dari pengelolaan aset ini
adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan
pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup perencanaan, panduan
pengadaan, penggunaan, penghapusan aset dan pengaturan risiko serta biaya yang
terkait selama siklus hidup aset.
b. Tahapan Manajemen Aset
Dalam pelaksanaannya manajemen aset memiliki alur proses pengelolaan
tersendiri. Menurut Siregar (2004) alur manajemen aset dapat dibagi menjadi 5
(lima) tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimasi
aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Akan tetapi,
terdapat alur yang lebih lengkap dari lima tahapan kerja tersebut, yaitu pengadaan
aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, operasi aset, pemeliharaan
aset, pengalihan aset, dan penghapusan, berikut adalah penjelasan mengenai setiap
alur manajemen aset menurut Siregar (2004):
8
Sumber: Siregar (2004)
Gambar 2.3Alur Manajemen Aset
Dari gambar diatas mengenai alur manajemen aset, berikut adalah
penjelasan dari setiap alur/tahapan manajemen aset:
1. Inventarisasi Aset
Proses kerja yang dilakukan dalam inventarisasi adalah pendataan,
kodefikasi atau labelling, pengelompokkan, dan pembukuan/administrasi
sesuai dengan tujuan manajemen aset. Inventasisasi aset terdiri dari dua
aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas
bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan
aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas
akhir penguasaan dan lain-lain
2. Legal Audit
Legal Audit merupakan satu lingkup kerja yang berupa inventarisasi status
penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset,
identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal, dan strategi untuk
memecahkan berbagai permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan
ataupun pengalihan aset.
3. Penilaian Aset
Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas
aset yang dikuasai. Biasanya hal ini dikerjakan oleh konsultan penilaian
yang independen. Manfaat dari penilaian aset biasanya digunakan oleh para
pemilik aset/properti baik individu atau organisasi untuk dilakukan
9
pengembangan dan optimasi aset, sehingga aset yang dimiliki menghasilkan
pendapatan (income).
4. Optimasi Aset
Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan
nilai ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Pada tahap ini aset-aset yang
memiliki potensi untuk dioptimalkan dilakukan analisis potensi dari aspek
fisik, legal, finansial, dan produktivitas tertinggi, sehingga hasilnya akan
mendapatkan alternatif pengembangan untuk optimasi aset yang
menguntungkan bagi pemilik aset baik individu atau organisasi
5. Pengembangan SIMA
SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset) adalah salah satu sarana yang
efektif untuk meningkatkan kinerja pengawasan dan pengendalian aset.
SIMA menyediakan informasi mengenai aset, baik potensi, masalah, nilai
aset, fungsi, legal aset, dll. Pemetaan aset yang dibuat dalam SIMA
memudahkan pemilik aset melakukan penataan dan pendataan, dan
mendukung untuk melakukan pengambilan keputusan atas aset, selain itu
SIMA juga bermanfaat bagi para pemilik modal untuk informasi kerjasama
dalam hal penanaman modal, apakah mendatangkan keuntungan atau
kerugian, dan berapa besar keuntungan yang akan diterima di waktu yang
akan datang, dan dalam perkembangannya SIMA menjadi sangat dibutuhkan
jika melihat banyaknya aset dan potensi aset yang memungkinkan untuk
dioptimalkan.
2.2 Penggunaan dan Pemanfaatan (Utilisation)
Pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan
untuk memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi dari
kapasitas aset (Hariyono: 2007). Untuk mengevaluasi dan menilai penggunaan
dan pemanfaatan (utilisation), kriteria-kriteria yang perlu dipertimbangkan dan
perlu ditetapkan antara lain:
10
a. Kegiatan penggunaan aset yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
(TUPOKSI).
b. Seberapa intensif aset tersebut digunakan.
c. Suatu aset dapat digunakan secara lebih produktif dengan menambah jam
kerja atau dengan memberi fungsi tambahan.
Aset-aset yang sudah tidak bermanfaat dan tidak digunakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi harus diidentifikasi atau dilakukan analisis masalah.
Sebagai contoh, suatu aset yang sudah tidak efektif dalam melakukan aktivitas-
aktivitas yang telah ditentukan sesuai dengan fungsi aset tersebut. Hal ini juga
berdampak bagi kegiatan pendukung aset lainnya berkurang, dan keadaan tersebut
menunjukkan bahwa pemeliharaan dan perawatan aset tersebut tidak terlaksana
secara optimal.
Menurut Hariyono (2007), kriteria pemanfaatan hendaknya berdasarkan
pada data praktik terbaik (best practice) yang merupakan hasil analisis yang
dilakukan baik oleh entitas ataupun swasta di sektor publik. Aset-aset yang sudah
tidak bermanfaat harus diidentifikasi dan disertai alasannya. Hal ini dapat berupa,
sebagai contoh, aset-aset yang sudah tidak efektif dalam aktivitas-aktivitas yang
disyaratkan bagi aset tersebut atau yang lebih rendah dari kondisi optimalnya. Hal
ini juga berarti bahwa kebutuhan pelayanan yang diberikan atau didukung oleh
aset tersebut telah berkurang.
Ketika pemanfaatan aset rendah, entitas harus mempertimbangkan apakah
biaya pemilikan aset melebihi biaya pentrasferan pelayanan yang diberikan aset
tersebut, dan apakah terdapat cara lain yang lebih ekonomis untuk pemberian
pelayanan. Penggunaan alternatif atau tambahan dari suatu aset juga harus
dipertimbangkan. Pemanfaatan dari setiap aset hendaknya ditinjau ulang (review)
setiap tahun.
Penggunaan dari setiap aset harus mewakili fungsi dan peruntukkan aset, hal
ini bertujuan agar setiap aktivitas-aktivitas yang dilakukan dapat mengoptimalkan
potensi dan kapasitas aset, sehingga aset tersebut dapat mendukung dan
memberikan pelayanan dengan baik.
11
Optimasi penggunaan (utilisation) aset dapat dilakukan dengan
mengembangkan potensi aset. Menurut Hariyono (2007:126) konsep potensi
manfaat berkaitan dengan sifat dasar suatu aset ada atau diperoleh untuk
mendukung suatu pelayanan. Istilah potensi dipakai karena aset itu sendiri tidak
memberikan pelayanan-aset hanya berkontribusi pada penyediaan pelayanan.
Selain itu, kapasitas aset untuk mendukung penyediaan pelayanan mungkin tidak
sepenuhnya digunakan. Potensi manfaat merupakan sebuah ukuran kemampuan
dari suatu aset untuk memenuhi peranannya dalam penyediaan pelayanan.
Penurunan potensi manfaat aset dari suatu aset khususnya terjadi pada suatu
waktu setelah melalui:
a. Pemakaian secara fisik, dan/atau
b. Keusangan teknikal atau fungsional, dan/atau
c. Keusangan komersial.
Menjaga potensi manfaat suatu aset merupakan prioritas pada saat membuat
keputusan mengenai penggunaan dan pemeliharaan aset. Berapa lama penggunaan
suatu aset tergantung pada seberapa efektif aset tersebut dipelihara untuk tujuan
tersebut. Penilaian dan evaluasi setelah kepemilikan aset harus dilakukan secara
periodik atau memverifikasi bahwa outcome yang diharapkan dari aset tersebut
masih tercapai (Hariyono, 2007:135).
Menurut Yusuf (2010:33) penggunaan, pemanfaatan, dan pengamanan
dilakukan dalam rangka memperjelas status aset. Apabila tidak dilakukan dengan
jelas, maka pemerintah atau pihak yang berkepentingan terhadap aset tersebut
sangat mudah sekali mengusulkan untuk dialihfungsikan. Pengalih fungsi aset
harus mempunyai tujuan yang jelas untuk manfaat ekonomi maupun manfaat
sosial agar semua aset tidak ada yang menganggur (idle). Dengan adanya status
aset yang digunakan/dimanfaatkan sesuai fungsinya, maka akan mudah dalam
melakukan pengamanannya agar tidak mudah hilang, hancur, atau aus. Apabila
aset masih sesuai fungsi sebagaimana tujuan semula ketika membeli jangan
dialihfungsikan, sebaliknya apabila kondisi saat ini sudah tidak sesuai dengan
tujuan semula maka dapat dialihfungsikan asal sesuai dengan dasar hukum.
12
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 06 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara, menjelaskan bahwa Penggunaan adalah
kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan
menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi instansi yang bersangkutan, sedangkan Pemanfaatan adalah pendayagunaan
barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk
sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna
serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan secara umum bahwa
Penggunaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi tugas
pokok dan fungsi dari suatu aset, sehingga aset tersebut dapat dioptimalkan,
sedangkan pemanfaatan merupakan kegiatan yang mendayagunakan kapasitas
atau potensi dari suatu aset, dan aset yang tidak diberdayakan dapat dimanfaatkan
dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah
guna/bangun guna serah, pemanfaatan aset harus sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi, atau tujuan dari instansi yang bersangkutan.
2.3 Barang Milik Negara/Daerah
Barang Milik Negara/Daerah merupakan aset yang dilihat dari sumber
dananya berasal dari dana APBN/D (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah). Pengelola barang harus bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara.daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D). Dalam pengelolaannya pengelola barang
harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah sebagai
pemilik modal utama. Pengelolaan barang meliputi diantaranya, penggunaan dan
pemanfaatan.
13
2.3.1 Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah
Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan, ketentuan
tersebut berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Status penggunaan barang ditetapkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Barang milik negara oleh pengelola barang;
b. Barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 (pasal 16)
menyebutkan bahwa penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang
dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara, yang dijelaskan dalam Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara bahwa pelaksanaan penggunaan
Barang Milik Negara (BMN) termasuk dalam rangka optimasi Barang Milik
Negara sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang. Pengelola
Barang dapat mengalihkan status penggunaan Barang Milik Negara dari suatu
Pengguna Barang kepada Pengguna Barang Lainnya.
Berdasarkan penjelasan Peraturan tersebut penggunaan Barang merupakan
cara untuk mengoptimalkan Barang Milik Negara dengan tujuan untuk
mengefektifkan dan mengefisiensikan Barang Milik Negara agar memiliki nilai
guna dan manfaat. Untuk penjelasan mengenai Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan Barang Milik Negara (BMN) terlampir pada lampiran Tugas Akhir
ini.
14
2.3.2 Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah
Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, dimana dijelaskan bahwa Pemanfaatan barang milik
negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk menunjang
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang/kuasa pengguna
barang dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang.
Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum.
Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, berupa:
a. Sewa
b. Pinjam Pakai
c. Kerjasama Pemanfaatan,
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Sumber: Lembaga Administrasi Negara (2007)
Gambar 2.4Bentuk Pemanfaatan Aset Negara/Daerah
15
Penjelasan tentang bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.06/2007,
dimana dijelaskan bahwa:
a. Sewa
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 Lampiran
II, yang didefinisikan dengan sewa adalah pemanfaatan Barang Milik
Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan
uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak
dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan, menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga, atau mencegah penggunaan Barang Milik Negara
oleh pihak lain secara tidak sah. Barang Milik Negara yang dapat disewakan
adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang
maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan Barang
Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. Pihak yang dapat menyewa
Barang Milik Negara meliputi:
a). Badan Usaha Milik Negara
b). Badan Usaha Milik Daerah
c). Badan Hukum lainnya
d). Perorangan
b. Pinjam Pakai
Definisi Pinjam Pakai pada Peraturan Menteri Keuangan
No.96/PMK.06/2007 Lampiran III, adalah penyerahan penggunaan Barang
Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam
jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
berakhir Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada
pemerintah pusat. Pinjam pakai Barang Milik Negara dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan Barang Milik Negara yang belum/tidak
16
dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan
untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Barang Milik Negara yang dapat dipinjam-pakaikan adalah tanah dan/atau
bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta Barang Milik Negara
selain tanah dan/atau bangunan. Pihak yang dapat meminjam Barang Milik
Negara adalah Pemerintah Daerah.
c. Kerjasama Pemanfaatan
Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.96/PMK.06/2007 Lampiran
IV didefinisikan bahwa Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan
Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam
rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan
lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak
dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan, meningkatkan penerimaan negara, dan mengamankan Barang
Milik Negara dalam arti mencegah penggunaan Barang Milik Negara tanpa
didasarkan pada ketentuan yang berlaku. Barang Milik Negara yang dapat
dijadikan objek kerjasama pemanfaatan adalah tanah dan/atau bangunan,
baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya
ada pada Pengguna Barang, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau
bangunan. Pihak yang dapat menjadi mitra kerjasama pemanfaatan Barang
Milik Negara meliputi:
a). Badan Usaha Milik Negara
b). Badan Usaha Milik Daerah
c). Badan Hukum lainnya.
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 Lampiran
V, yang dimaksud dengan Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan
17
tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk
selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka
waktu. Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau
sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan
kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain
tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati. BGS dan BSG
dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana
pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Barang Milik Negara yang dapat dijadikan objek
BGS/BSG adalah Barang Milik Negara yang berupa tanah, baik tanah yang
ada pada Pengelola Barang maupun tanah yang status penggunaannya ada
pada Pengguna Barang.
2.4 Optimasi Aset
Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia (2009), mengatakan optimasi adalah suatu tindakan, proses, atau
metodologi untuk membuat sesuatu (sebagai sebuah desain, sistem, atau
keputusan) menjadi lebih atau sepenuhnya sempurna, fungsional atau lebih
efektif. Sedangkan, menurut Fanani (2010), optimasi berasal dari kata optimal
yang berarti terbaik. Jadi, optimasi adalah proses pencapaian suatu pekerjaan
dengan hasil dan keuntungan yang besar tanpa harus mengurangi mutu atau
kualitas suatu konstruksi).
Selain itu, menurut Hariyono (2007), aset dikatakan produktif apabila
digunakan sesuai dengan jam kerja dan fungsi dari aset tersebut. Bagi aset yang
belum digunakan secara produktif, dapat dilakukan optimasi dengan menambah
jam kerja atau dengan memberi fungsi tambahan. Optimasi aset merupakan
proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
18
fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut,
(Siregar, 2004). Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki negara diidentifikasi dan
dikelompokkan berdasarkan potensi dari aset tersebut. Sedangkan menurut
Sugiama (2010), Optimizing the utilization of assets in terms of service benefit
and financial returns. Menurut Laszkiewicz (2002) optimasi aset yaitu
mengetahui dan mencapai potensi yang dimiliki suatu aset secara penuh.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa optimasi adalah
pengoptimalan penggunaan potensi dari sebuah aset yang dimana dapat
menghasilkan manfaat yang lebih atau juga mendatangkan pendapatan.
Aset yang memiliki potensi yang dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-
sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi
nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya
kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan
aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya mengapa aset
tersebut menjadi idle capacity. Sebagaimana disebutkan oleh Siregar (2004),
bahwa untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat sebuah formulasi strategi
untuk meminimalisir atau menghilangkan ancaman dari faktor lingkungan, dan
untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari penyebabnya.
Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan
penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya
kepemilikan (minimize cost of ownership). Hal tersebut bisa dilakukan dengan
meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan atau ancaman atas
pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimasi dari suatu aset yang berstatus
idle capacity bisa dilakukan.
Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimasi aset secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran, fisik,
legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset tersebut
yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
19
2. Mengoptimalkan pemanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan
peruntukkannya atau tidak.
3. Terciptanya suatu sitem informasi dan administrasi sehingga tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan
diketahui aset yang perlu di optimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset
tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran,
strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
2.4.1 Mekanisme Optimasi Aset
Untuk mengoptimalkan aset, pengelola barang perlu membentuk tim
optimasi aset guna memberikan saran, usulan dan rancangan program dalam
penggunaan aset secara optimal, dalam rangka menggali sumber-sumber
pendapatan yang berkelanjutan. Mekanisme dalam pelaksanaan optimasi aset,
dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:
1. Pendataan aset/barang milik negara/daerah.
2. Mengidentifikasi aset/barang milik negara/daerah (legal audit, potensinya
dan sebagainya).
3. Menganalisa potensi peluang untuk dioptimasikan.
4. Menyusun rancangan program optimasi aset.
2.4.2 Rencana Optimasi Aset
Menurut Djumara (2007), dalam menyusun rancangan optimasi aset harus
dilakukan suatu analisa dan penyusunan rencana pemanfaatan. Oleh karena itu,
masing-masing unit dari aset harus diidentifikasi terlebih dahulu, dengan
melakukan serangkaian kegiatan meliputi:
1. Menyusun data aset tentang; teknis, lokasi, legal, ekonomis, dan data sosial.
2. Meneliti potensi peluang yang dimiliki aset untuk dioptimalkan dari segi:
potensi teknis yang dimiliki dari aset, potensi lingkungan tempat aset
berada, potensi legal dari aset, potensi peluang ekonomis dari aset, dan
potensi sosial.
20
3. Menganalisa potensi/kemampuan dari aset-aset yang memungkinkan untuk
dioptimasikan dari segi:
a. Kemampuan dari aset tersebut untuk dipasarkan (marketability).
b. Kemampuan dari aset tersebut untuk menghasilkan uang atau
keuntungan (profitability) jika dioptimasikan.
c. Sejauh mana kemampuan teknis dari aset itu sendiri (technical
viability).
d. Bagaimana dukungan lingkungan guna optimasi aset itu sendiri.
e. Landasan legal untuk optimasi aset yang memungkinkan apakah
cukup kuat dan menunjang.
4. Menyusun rancangan program optimasi aset yang meliputi:
a. Menyusun rancangan program optimasi untuk masing-masing aset
yang mungkin untuk dioptimasikan,
b. Menyusun rancangan pengelolaannya/pelaksanaannya apakah akan
dilaksanakan oleh pihak ketiga/swakelola, dan
c. Menyusun prakiraan/estimasi pemasukan penerimaan (jumlah dan
lama masanya) bagi aset yang mempunyai kemungkinan untuk
dioptimasikan tersebut.
2.4.3 Perancangan Optimasi Aset
Perancangan adalah aktivitas kreatif menuju sesuatu yang baru dan berguna
yang tidak ada sebelumnya (Soetedjo; 2009), sedangkan menurut McGinty (2008)
perancangan adalah proses mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu
yang lebih baik. Perancangan merupakan proses 3 bagian yaitu keadaan semula,
proses transformasi, dan keadaan kemudian. Menurut Pressman (2009),
perancangan adalah langkah pertama dalam fase pengembangan rekayasa produk
atau sistem. Berikut ini tahap-tahap dalam perancangan:
Kondisi awalpermasalahan
ProsesTransformasi
Usaha & Kreasi
SintesaPemecahan
Masalah
21
Sumber: McGinty, (2008)Gambar 2.5
Tahapan Perancangan
Berdasarkan gambar 2.5 tentang Tahapan Perancangan di atas maka tahapan
yang pertama perlu dilakukan yaitu mengetahui kondisi awal permasalahan yang
ada atau terjadi. Setelah masalah didapatkan maka masuk ke dalam tahapan proses
dan membuat usaha serta kreasi untuk pada akhirnya sampai pada tahapan terakhir
yaitu pemecahan masalah.
Perancangan optimasi aset merupakan suatu pendayagunaan aset yang masih
memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Menurut Hariyono (2007), istilah potensi
aset dipakai karena aset tersebut tidak sepenuhnya digunakan dalam memberikan
suatu pelayanan. Oleh karena itu, maka dalam membuat suatu optimasi
penggunaan aset harus dilakukan serangkaian kegiatan yang mendukung
pengoperasian suatu aset. Menurut Djumara (2007), ada tiga kegiatan yang harus
dilakukan dalam menyusun program optimasi aset, meliputi: (1) menyusun
rancangan optimasi aset, (2) menentukan pasar untuk optimasi aset, dan (3)
menyusun prakiraan/estimasi penerimaan dari hasil optimasi aset.
2.4.4 Rancangan Optimasi Aset
Dalam membuat suatu rancangan optimasi aset, maka harus dilakukan
serangkaian kegiatan yang mendukung pengoperasian aset tersebut.
Pengoperasian adalah seluruh kegiatan pada suatu aset yang mencakup
pengembangan fungsi pemanfaatan aset, peningkatan kualitas prasarana dan
sarana aset, sistem administrasi keuangan berupa penetapan dan pelaporan tarif
sewa, serta persiapan dan strategi pemasaran (Raharjo, 2009).
2.5 Prasarana dan Sarana
Menurut Yuwono (2008), prasarana adalah perangkat penunjang utama
suatu kegiatan atau usaha agar dapat mencapai suatu tujuan, mencakup lahan dan
bangunan gedung baik ruangan-ruangan yang ada didalamnya. Sedangkan, sarana
adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media untuk mencapai
22
maksud atau tujuan, mencakup perabotan dan peralatan yang diperlukan sebagai
kelengkapan setiap gedung atau ruangan dalam menjalankan fungsinya untuk
meningkatkan mutu dan relevansi hasil produk dan layanannya. Prasarana dan
sarana merupakan kelengkapan dari suatu aset yang mendukung kinerja aset lebih
maksimal. Untuk menjelaskan mengenai prasarana dan sarana bangunan dan
gedung, akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
2.6 Manajemen Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi
Mengacu pada standar ISO/IEC 17025:2005 – General Requirements for
The Competence of Testing and Calibration Laboratories, melalui Badan
Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2008 dirubah menjadi SNI ISO/IEC
17025:2008 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan
Laboratorium Kalibrasi, bahwa Peranan laboratorium sangat menentukan dalam
proses pengendalian mutu dan penjaminan mutu dari produk yang dihasilkan.
Untuk mencapai keseragaman hasil analisis antar laboratorium dibutuhkan suatu
standar yang bersifat internasional yang mencakup sistem mutu dan teknis yang
baik. Badan Standarisasi Nasional (BSN) merupakan lembaga yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk menyusun, mengadopsi, merevisi dan mengesahkan Standar
Nasional Indonesia (SNI), sedangkan Komite Akreditasi Nasional (KAN) adalah
lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan akreditasi terhadap
laboratorium dan badan sertifikasi. Satu-satunya lembaga akreditasi di Indonesia
yang berwenang melakukan akreditasi adalah KAN. Sertifikat untuk laboratorium
pengujian dan laboratorium kalibrasi yang dikeluarkan oleh KAN sudah diakui
oleh negara-negara kawasan Asia Pasifik karena sudah mempunyai perjanjian
saling pengakuan (Mutual Recognition Agreements). Manfaat penerapan dan
akreditasi ISO/IEC 17025:
1. Pengurangan risiko, memungkinkan laboratorium untuk menentukan apakah
personel melakukan pekerjaan dengan benar dan sesuai dengan prosedur.
2. Komitmen untuk semua personel laboratorium sesuai dengan kebutuhan
pelanggan.
3. Perbaikan terus-menerus sistem manajemen laboratorium.
23
4. Pengembangan keterampilan personel melalui program pelatihan dan
evaluasi efektivitas kerja mereka.
5. Meningkatkan citra serta meningkatnya kepercayaan dan kepuasan
pelanggan.
6. Pengakuan internasional, melalui perjanjian saling pengakuan antar badan
akreditasi di berbagai negara.
7. Menghindari kesalahan dan pengulangan dari proses pengujian atau
kalibrasi.
8. Pengurangan pengaduan dan keluhan pelanggan.
9. Keuntungan dalam bidang pemasaran jasa laboratorium.
10. Perbandingan kemampuan antar laboratorium.
Dalam buku berjudul “Genap (gerakan nasional penerapan) SNI”,
dijelaskan, SNI adalah dokumen berisi ketentuan teknis (merupakan konsolidasi
iptek dan pengalaman) (aturan pedoman, atau karakteristik) dari suatu kegiatan
atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus (untuk menjamin agar suatu
standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan) dan ditetapkan
(berlaku diseluruh wilayah nasional) oleh BSN untuk dipergunakan oleh
pemangku kepentingan dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum
ditinjau dari konteks keperluan tertentu.(hal 30)
Berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-17025:2000 tentang
persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi, untuk
mencapai standar yang telah ditetapkan untuk laboratorium pengujian dan
kalibrasi harus mengikuti persyaratan manajemen dan persyaratan teknis.
b. Persyaratan Manajemen
Persyaratan manajemen ini meliputi persyaratan organisasi pengelola
laboratorium, sistem mutu dan pengendalian dokumen.
1. Organisasi Laboratorium
Organisasi laboratorium atau organisasi induknya harus merupakan satu
kesatuan yang secara legal dapat dipertanggungjawabkan, dimana sudah
merupakan tanggung jawab laboratorium untuk melakukan pengujian sesuai
24
dengan standar yang ada dan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, pihak
yang berwenang atau organisasi yang memberikan pengakuan. Dalam
manajemen organisasi, laboratorium harus:
a) Memiliki personel manajerial dan teknis dengan wewenang dan sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya dan untuk
mengidentifikasikan terjadinya penyimpangan dari sistem mutu dan
prosedur pelaksanaan pengujian.
b) Memiliki pengaturan untuk memastikan agar manajemen dan
personelnya bebas dari setiap pengaruh dan tekanan komersial, keuangan
dan tekanan intern dan ekstern yang tidak patut dan lainnya yang dapat
berpengaruh buruk terhadap mutu kerja.
c) Menetapkan struktur organisasi dan manajemen laboratorium,
kedudukannya dalam organisasi induk dan hubungan antara manajemen
mutu, kegiatan teknis dan jasa penunjang.
d) Menentukan tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua
personel yang mengelola, melaksanakan atau memverifikasi pekerjaan
yang mempengaruhi mutu pengujian/kalibrasi.
e) Mengadakan penyeliaan yang memadai pada staff pengujian/kalibrasi
termasuk personel yang dilatih oleh personel yang memahami metode
dan prosedur, maksud dari tiap pengujian/kalibrasi, dan asesmen dari
pengujian/kalibrasi.
f) Memiliki manajemen teknis yang sepenuhnya bertanggung jawab atas
pelaksanaan teknis dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk
memastikan mutu kegiatan laboratorium yang dipersyaratkan.
g) Menunjuk seorang staff sebagai manajer mutu (atau apapun namanya)
yang terlepas dari tanggung jawabnya yang lain, harus mempunyai
tanggung jawab dan kewenangan tertentu untuk memastikan system
mutu diterapkan dan diikuti setiap waktu. Manajer mutu harus
mempunyai akses langsung ke pimpinan tertinggi yang membuat
keputusan terhadap kebijakan dan sumber daya laboratorium.
2. Sistem Mutu
25
Dalam sistem mutu ini, laboratorium harus menetapkan, menerapkan dan
memelihara sistem mutu yang sesuai dengan lingkup kegiatannya.
Laboratorium harus mendokumentasikan kebijakan, sistem, program,
prosedur dan instruksi sejauh yang diperlukan untuk menjamin mutu hasil
pengujian/kalibrasi, dan dokumentasi system mutu tersebut harus
dikomunikasikan kepada, dimengerti oleh, tersedia bagi dan diterapkan oleh
semua personel yang terkait. Kebijakan dan tujuan sistem mutu laboratorium
harus ditetapkan dalam panduan mutu (atau apapun namanya). Tujuan
keseluruhan harus didokumentasikan dalam pernyataan kebijakan mutu,
yang harus diterbitkan dibawah kewenangan pimpinan tertinggi organisasi.
Panduan mutu harus mencakup atau menjadi acuan untuk prosedur
pendukung termasuk juga prosedur teknisnya. Peranan dan tanggung jawab
manajer teknis dan manajer mutu termasuk tanggung jawab mereka untuk
memastikan kesesuaian dengan standar yang berlaku harus ditetapkan dalam
panduan mutu.
3. Pengendalian Dokumen
Laboratorium harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk
mengendalikan semua dokumen yang merupakan bagian dari sistem mutu
(dibuat secara internal atau dari sumber eksternal), seperti peraturan, standar,
dokumen normatif lain, metode pengujian/kalibrasi, demikian juga gambar,
perangkat lunak, spesifikasi, instruksi dan panduan. Semua dokumen yang
diterbitkan untuk personel laboratorium yang merupakan bagian dari system
mutu harus dikaji ulang dan disahkan oleh personel yang berwenang
sebelum diterbitkan. Perubahan pada dokumen harus dikaji ulang dan
disahkan oleh fungsi yang sama, yang melakukan kaji ulang sebelumnya.
b. Persyaratan Teknis
Faktor alat sangat berpengaruh pada ketelitian data yang diperoleh,
disamping faktor manusia dan metode yang digunakan. Oleh karena itu ,perlatan
yang digunakan, harus memiliki ketelitian sesuai dengan standar yang telah
26
ditentukan. Berbagai faktor yang menentukan ketepatan/akurasi dan kehandalan
pengujian/kalibrasi diantaranya meliputi:
1. Faktor Manusia (Sumber Daya Manusia)
Manajemen harus memastikan kompetensi semua personel yang
mengoperasikan peralatan tertentu, melakukan pengujian/kalibrasi,
mengevaluasi hasil, dan menadatangani laporan pengujian dan sertifikat
kalibrasi. Personel yang melakukan tugas tertentu harus mempunyai
kualifikasi berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman yang sesuai atau
keterampilan yang ditunjukkan. Dalam beberapa bidang teknis (yang tidak
merusak) mungkin diperlukan personel yang melakukan tugas tertentu
mempunyai sertifikat personel, dimana laboratorium bertanggung jawab
untuk memenuhi persyaratan sertifikasi personel tertentu.
2. Kondisi Akomodasi dan Lingkungan
Fasilitas laboratorium untuk pengujian seperti sumber energi, kondisi
penerangan dan lingkungan, harus sedemikian rupa untuk memfasilitasi
kebenaran unjuk kerja pengujian. Laboratorium harus memastikan bahwa
kondisi lingkungan tidak mengakibatkan ketidakabsahan hasil atau
berpengaruh buruk pada mutu setiap pengukuran yang dipersyaratkan.
Perhatian yang semestinya harus diberikan pada, misalnya sterilitas biologis,
debu, gangguan elektromagnetik, radiasi, kelembapan, catu daya listrik,
suhu, dan tingkat bunyi serta getaran yang sesuai dengan kegiatan teknis
yang dimaksud. Pengujian harus dihentikan apabila lingkungan merusak
hasil pengujian.
3. Metode Pengujian/Kalibrasi
Laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur yang sesuai untuk
semua pengujian didalam lingkupnya. Hal tersebut mencakup pengambilan
sampel, penanganan, transportasi, penyimpanan dan persiapan barang untuk
diuji/dikalibrasi. Laboratorium harus memiliki instruksi penggunaan dan
penginperasian semua peralatan yang relevan, dan penanganan serta
penyiapan barang yang diuji. Metode yang digunakan lebih baik standar
yang dipublikasikan secara internasional, regional atau nasional.
27
Laboratorium harus menjamin bahwa standar yang digunakan adalah edisi
mutakhir yang berlaku, kecuali bila standar tersebut sudah tidak sesuai lagi
atau tidak mungkin dilakukan. Pelanggan harus diberi informasi tentang
metode yang dipilih, dan harus memastikan menggunakan metode yang baik
sebelum melakukan pengujian/kalibrasi, dan jika ada perubahan metode
standar, harus dilakukan konfirmasi ulang.
4. Peralatan
Laboratorium harus dilengkapi dengan semua barang untuk pengambilan
sampel, peralatan pengukuran dan pengujian yang diperlukan untuk
melaksanakan pengujian dengan benar. Peralatan dan piranti lunak yang
digunakan untuk pengujian, dan pengambilan sampel harus mampu
menghasilkan akurasi yang diperlukan dan harus sesuai dengan spesifikasi
yang relevan dengan pengujian yang dimaksud. Sebelum digunakan,
peralatan harus dikalibrasi atau dicek untuk menetapkan peralatan tersebut
memenuhi persyaratan spesifikasi laboratorium dan sesuai dengan
spesifikasi standar yang relevan. Laboratorium harus memilki prosedur
untuk penanganan yang aman, transportasi, penyimpanan, penggunaan dan
perawatan yang direncanakan bagi peralatan ukur untuk memastikan
kelayakan fungsinya dan untuk mencegah kontaminasi atau deteriorasi.
Bagi peralatan yang telah mengalami pembebanan lebih atau kesalahan
penanganan, memberikan hasil yang mencurigakan, atau telah dijumpai
mengalami cacat atau berada diluar batas-batas yang ditentukan, harus
ditarik dari penggunaannya. Bila memungkinkan semua peralatan yang
berada dibawah pengendalian laboratorium dan memerlukan kalibrasi,
harus diberi label, kode atau cara identifikasi lainnya untuk
mengindikasikan status kalibrasi, termasuk tanggal terakhir dikalibrasi, dan
tanggal atau criteria kadaluarsa saat kalibrasi ulang harus dilakukan.
Peralatan pengujian, termasuk piranti keras dan piranti lunak, harus dijaga
keamanannya dari penyetelan yang akan mengakibatkan ketidakabsahan
hasil pengujian/kalibrasi.
28
2.7 Kerjasama/Kemitraan (Partnering)
Menurut Sentanoe Kertonegoro (1988:125-126 dalam Nana Rukmana
(2006:60)), kemitraan adalah kerjasama yang saling menguntungkan antar pihak,
dengan menempatkan kedua pihak dalam posisi sederajat. Pendapat lain dalam
“The American Heritage Dictionary” (1992 dalam Nana Rukmana (2006:59)),
kemitraan (partnership) didefinisikan sebagai: “a relationship between
individuals or groups that is characterized by mutual cooperation and
responsibility, as for the achievement of a specified goals”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa ,kemitraan adalah
suatu bentuk kerjasama antara dua pihak yang membutuhkan sebuah hasil atau
keuntungan dari kerjasama tersebut.
Nana Rukmana (2006:60) dalam bukunya berpendapat “dalam mewujudkan
kemitraan yang baik terdapat sejumlah prinsip, nilai (value), dan konsep dasar
yang harus diperhatikan. Prinsip yang sangat penting dan tidak dapat ditawar-
tawar dalam menjalin kemitraan adalah saling percaya antar institusi/lembaga
yang bermitra. Adapun nilai (value) yang diperlukan yakni karakteristik atau
kualitas SDM untuk mencapai visi dan misi organisasi. Hal ini seringkali berbeda
dalam realisasinya disetiap organisasi, karena tatkala nilai bersama (share value)
dapat dirumuskan bersama, tetapi dalam prakteknya masing-masing organisasi
sering melanggar prinsip-prinsip yang sangat fundamental.”
Penjelasan mengenai konsep dan prinsip kemitraan menandakan bahwa
kerjasama/kemitraan (partnering) itu merupakan hal yang penting dalam
melakukan suatu kerjasama dengan instansi/organisasi lain, demi terjaganya
hubungan jangka panjang (long-term relationship) perlu ditumbuhkan nilai
bersama (share value) dalam kemitraan.
2.8 Analisis Proyeksi Permintaan Potensial
Menurut Suliyanto (2010:109), berpendapat dalam bukunya, “permintaan
pasar dapat dibagi menjadi permintaan efektif dan permintaan potensial.
Permintaan potensial merupakan permintaan sejumlah produk yang mungkin akan
29
dibeli oleh masyarakat atau industry pada masa yang akan datang. Proyeksi
permintaan potensial dapat dilakukan dengan cara berikut.
a. Judgement Method (Non-Statistical Method)
Judgement method merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan
atas dasar pendapat. Metode ini dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Survei Niat Beli
Survei niat beli merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan
yang akan datang dengan menanyakan kepada calon konsumen (target)
pasar apakan mereka akan membeli atau tidak.
2) Pendapat para tenaga penjual
Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan cara
meminta kepada para tenaga penjualan untuk mengestimasikan penjualan
tiap produk untuk daerah mereka masing-masing. Setelah itu, semua
estimasi dari tenaga penjualan dijumlahkan untuk mendapatkan ramalan
penjualan secara keseluruhan.
3) Pendapat para ahli
Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan cara
meminta pendapat para ahli di bidangnya untuk mengestimasikan
permintaan produk berdasarkan analisis ilmiah.
b. Statistical Method
Statistical method merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan
atas dasar perhitungan statistik. Metode ini dapat dilakukan dengan cara-
cara berikut:
1) Analisis Tren (Trend Analysis)
Analisis tren merupakan metode analisis yang digunakan untuk
memproyeksikan penjualan pada masa yang akan datang dengan
berdasarkan pada data sebelumnya. Untuk membuat proyeksi penjualan
pada masa yang akan datang dengan menggunakan analisis tren
dibutuhkan data yang memadai dan diamati dalam periode waktu yang
relative lama. Tingkat ketepatan analisis tren sangat tergantung pada
keakuratan data sebelumnya dan ketepatan waktu pengumpulan data
30
yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis. Metode tren
yang paling banyak digunakan untuk melakukan analisis data adalah
metode kuadrat terkecil (trend least square method).
Metode kuadrat terkecil merupakan metode untuk menentukan garis tren
dengan menempatkan tahun dasar di tengah. Persamaan tren kuadrat
terkecil adalah sebagai berikut:
Y = a + bX
Dimana:
a = ΣY / n sedangkan b = ΣXY / ΣX²
2) Analisis Korelasi dan Regresi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier
antarsatu variabel dengan variabel yang lain. Suatu variabel dikatakan
memiliki hubungan dengan variabel yang lain jika perubahan satu
variabel diikuti dengan perubahan variabel yang lain. Dengan
diketahuinya hubungan variabel satu dengan variabel yang lain maka kita
dapat memproyeksikan penjualan berdasarkan perubahan pada variabel
yang memiliki korelasi. Jika arah perubahannya searah maka kedua
variabel akan memiliki korelasi yang positif. Sebaliknya, jika arah
perubahannya berlawanan maka kedua variabel akan memiliki korelasi
yang negatif. Sedangkan jika perubahan variabel tidak diikuti oleh
perubahan variabel yang lain maka dikatakan bahwa variabel tersebut
tidak saling berkorelasi.
Korelasi antarvariabel dapat diukur dengan menggunakan korelasi
product moment. Untuk mencari koefisien korelasi product moment
digunakan rumus berikut:
rxy = n ∑XY – (∑X)(∑Y)
√{n ∑X2 – (∑X)2} √{n ∑Y2 – (∑Y)2}
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi Product Moment
n = Jumlah pengamatan
∑X = Jumlah dari pengamatan nilai X
31
∑Y = Jumlah dari pengamatan Y
rxy merupakan koefisien korelasi yang nilainya akan senantiasa berkisar
antara -1 (minus satu) sampai dengan 1 (satu). Jika koefisien korelasi
semakin mendekati angka satu berarti koefisien korelasi tersebut
semakin kuat, tetapi jika koefisien korelasi tersebut mendekati angka 0
(nol) berarti koefisien korelasi tersebut semakin lemah.
Analisis Regresi sangat banyak digunakan sebagai salah satu alat analisis
untuk membuat proyeksi. Hal ini didasari kenyataan bahwa nilai suatu
variabel dapat dipengaruhi oleh satu atau lebih perubahan-perubahan
variabel lain. Dengan menggunakan analisis regresi koefisien untuk
setiap variabel bebasnya akan didapat. Dengan diperolehnya koefisien
regresi maka diharapkan sebuah proyeksi besarnya nilai variabel akan
dapat dibuat, tergantung pada kemampuan meminimumkan
penyimpangannya. Berikut persamaan regresi linier sederhana:
Y = a+bX+ԑ
Keterangan:
Y = Nilai yang diramalkan
a = Konstanta/intercept
b = Koefisien regresi/slope
X = Variabel bebas
ԑ = Nilai residu
Nilai a (konstanta) dan nilai b (koefisien regresi) dalam persamaan
tersebut dapat ditentukan dengan rumus berikut:
b = n (∑XY) – (∑X) (∑Y)n (∑X2) – (∑X)2
a = ∑Y – b (∑X)n