Download - Hipertensi Heart Disease
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................2
1.2 Etiologi..................................................................................................................................2
1.3 Epidemiologi..........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................4
2.1 Definisi..................................................................................................................................4
2.2 Klasifikasi..............................................................................................................................4
2.3 Hipertensi Esensial................................................................................................................6
2.4 Hipertensi Sekunder...............................................................................................................8
BAB III PROSEDUR DIAGNOSIS..............................................................................................10
3.1 Cara Pemeriksaan................................................................................................................10
BAB IV KOMPLIKASI................................................................................................................16
4.1 kerusakan Organ Target.......................................................................................................16
BAB V PENATALAKSANAAN..................................................................................................19
5.1 Evaluasi Hipertensi..............................................................................................................19
5.2 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................20
5.2 Terapi Farmakologi.............................................................................................................22
5.3 Terapi Non-Farmakologi.....................................................................................................27
BAB VI PENUTUP.......................................................................................................................30
6.1 Kesimpulan..........................................................................................................................30
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda,
disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena masih
banyak kasus yang belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang semula dapat
dikendalikan muncul kembali dengan penyebaran tidak mengenal batas-batas daerah maupun
batas antar Negara. Dilain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular, yang
merupakan penyakit gaya hidup serta penyakit-penyakit degenerative. Kecenderungan ini juga
dipacu oleh berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi, dan globalisasi.6
Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis
JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah
≥90mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun, maka prevalensi
hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dhitung hanya pada penduduk umur ≥18
tahun.6
1.2 Etiologi1.2.1 Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin, defek dalam sekresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-
faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alcohol, merokok dan polisitemia.6
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan, dll.6
2
1.2.2 Berdasarkan bentuk hipertensinya, yaitu hipertensi diastolic, campuran, dan sistolik
Hipertensi diastolic yaitu peningkatan tekanan diastolic tanpa diikuti peningkatan tekanan
sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Hipertensi campuran (sistol dan diastole yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah
pada sistol dan diastole.
Hipertensi sistolik yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diastolic. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.6
1.2.3 Berdasarkan krisis hipertensi
Hipertensi darurat (emergency hypertension) yaitu dimana selain tekanan darah yang
sangat tinggi terdapat kelainan/kerusakan target organ yang bersifat progresif, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat
mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi.
Hipertensi mendesak (urgency hypertension) yaitu dimana terdapat tekanan darah yang
tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan target organ yang progresif.6
1.3 EpidemiologiSampai saat ini Hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di Negara maju
maupun Negara Negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset Kesehatan Daasar (Riskesdas)
tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia
cukup tinggi mencapai 31,7% dengan penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi
hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4%. Sedangkan Menurut Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood
Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan
Badan Kesehatan Dunia atau WHO, hipertensi merupakan penyebab nomor 1 kematian di dunia.
Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun
ke atas menderita hipertensi.6
Tekanan darah tinggi apabila tidak dikendalikan dengan baik akan menimbulkan
kerusakan pada target organ khususnya pada otak, jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah
perifer. Komplikasi pada target organ ini dapat menimbulkan kerusakan dan kecacatan permanen
sehingga mengganggu kesehatan dan menurunkan produktifitas kerja penderitanya.6
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DefinisiPenyakit hipertensi atau yagg lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah seseorang ≥140 mmHg (tekanan sistolik) dan atau ≥90 mmHg
(tekanan diastolic). Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukan fase darah yang dipompa oleh
jantung, nilai yang lebih rendah (diastolic) menunjukkan fase darah kembali ke dalam jantung.1
2.2 KlasifikasiPada tahun 2003, JNC VII membuat pembagian hipertensi berikut anjuran frekuensi
pemeriksaan tekanan darah sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
4
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII 2003
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Modifikasi
gaya Hidup
Obat Awal
Tanpa Indikasi Dengan
Indikasi
Normal ≤120 ≤80 Anjuran Tidak perlu
menggunakan obat
antihipertensi
Gunakan obat
yang spesifik
dengan
indikasi
(resiko)
Prehipertensi 120-139 80-90 Ya
Hipertensi
derajat 1
140-159 90-99 Ya Untuk semua kasus
gunakan diuretic
jenis thiazide,
pertimbangkan
ACEi, ARB, BB,
CCB atau
kombinasikan
Gunakan obat
yang spesifik
dengan
indikasi
(resiko).
Kemudian
tambahkan
obat
antihipertensi
(diuretic,
ACEi, ARB,
BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan
Hipertensi
derajat 2
≥160 ≥100 Ya Gunakan kombinasi
2 obat ( biasanya
diuretic jenis
thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB
Keterangan: penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati
oleh karena hipotensi ortostatik. Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes
harus mencapai nilai target tekanan darah sebesar <130/80 mmHg.
5
2.3 Hipertensi EsensialPasien dengan hipertensi arterial dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan disebut
hipertensi primer, esensial, atau idiopatik. Tanpa diragukan kesulitan primer dalam menjelaskan
mekanisme yang bertanggung jawab terhadap hipertensi dianggap disebabkan oleh berbagai
sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan arteri-perifer dan/atau adrenergic sentral, renal,
hormonal, dan vaskuler-dan kompleksnya hubungan sistem-siste ini satu dengan yang lainnya.
Beberapa abnormalitas telah dijelaskan pada pasien dengan hipertensi esensial, seringkali dengan
tuntutan bahwa satu atau lebih sistem ini bertanggung jawab terhadap timbulnya hipertensi. 1
2.3.1 Patogenesis Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial adalah penyakit multifactorial yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan
tekanan darah tersebut adalah:2
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetis.
2. Sistem saraf simpatis
a. Tonus simpatis
b. Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan
interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin,
dan aldosterone.
2.3.2 Faktor-faktor yang Berperan
1. Herediter
Faktor genetik telah lama disimpulkan mempunyai peranan penting dalam
terjadinya hipertensi. Data yang mendukung pandangan ini ditemukan pada
penelitian populasi pada manusia. Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor
genetic dapat dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang lebih 0,2.1
6
2. Lingkungan
Sejumlah faktor lingkungan secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi,
termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan, asupan alcohol. Faktor ini
disimpulkan penting dalam meningkatnya tekanan darah bersama dengan
bertambahnya usia pada masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan
darah menurun dengan bertambahnya usia pada kebudayaan yang lebih primitive.1
3. Sensitivitas garam
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.
Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai berbagai jenis garam ini, dengan
aldosteronisme primer, stenosis arteri renalis bilateral, penyakit parenkim ginjal, atau
hipertensi esensial renin-rendah bertanggung jawab terhadap sekitar separuh pasien.
Selain itu, komsumsi banyak garam mengakibatkan NaCl dalam darah menyebabkan
peningkatan viskositas darah yang menyebabkan tekanan osmotic meningkat terjadi
penghisapan cairan dari luar (ekstraseluler) ke dalam sel (intraseluler) yang
mengakibatkan volume darah bertambah sehingga tekanan darah meningkat.1
4. Peranan renin
Renin merupakan enzim yang disekresi oleh sel jukstaglomerulus ginjal dan
terikat dengan aldosterone dalam lingkaran umpan balik negative. Berbagai jenis faktor
dapat mengubah sekresi ini, determinan primer adalah keadaan volume individu,
terutama berhubungan dengan perubahan dalam asupan natrium dalam diet. Produk akhir
kerja renin pada substratnya adalah pembentukan angiotensin peptide II.1
5. Resistensi insulin
Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab terhadap
kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi. Beberapa fraksi populasi
penderita hipertensi jelas mempunyai resistenis insulin dan hiperinsulinemia, kurang pasti
7
ini lebih dari suatu hubungan. Resistensi insulin biasa terjadi pada pasien dengan DM tipe
II atau obesitas. Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih
dari emapt mekanisme. Hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal dan
meningkatkan aktivitas simpatik. Salat satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan
tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder terhadap
kerja mitogenik insulin. Akhirnya, insulin juga mengubah tranpor ion melalui membrane
sel, dengan demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari jaringan
vaskuler atau ginjal yang sensitive terhadap insulin.1
2.4 Hipertensi SekunderKetika ditemukan lebih dini, pada hanya sebagian kecil pasien dengan tekanan arteri
meninggi dapat diidentifikasi sebabnya yang spesifik. Sebelumnya pasien ini sebaiknya tidak
mengabaikan paling sedikitnya dua alasan: 1) dengan memperbaiki penyebabnya, hipertensi
mungkin membaik, dan 2) bentuk sekunder memberikan pengertian yang mendalam mengenai
etiologi hipertensi esensial. Hampir seluruh bentuk sekunder dihubungkan dengan perubahan
sekresi hormone dan/atau fungsi ginjal.1
2.4.1 Hipertensi Renal
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal adalah akibat 1) kekacauan ginjal
volume atau 2) perubahan sekresi bahan vasoaktif oleh ginjal mengakibatkan perubahan sistemik
atau local dalam tonus arteriolar. Penjelasan sederhana mengenai hipertensi vaskuler renal adalah
perfusi jaringan ginjal menurun yang disebabkan oleh stenosis arteri renalis utama atau cabang-
cabangnya yang mengaktivasi sistem angiotensin-renin. Angiotensin II yang beredar
meningkatkan tekanan arteri oleh vasokontriksi langsung, oleh stimulasi sekresi aldosterone
dengan akibat retensi natrium, dan/atau oleh stimulasi sistem saraf adrenergic.1
2.4.2 Hipertensi Endokrin
Hipertensi merupakan gambaran berbagai abnormalitas korteks adrenal. Pada
aldosteronisme primer terdapat hubungan yang jelas antara retensi natrium yang diinduksi
aldosterone dan hipertensi. Individu normal yang diberikan aldosterone mengalami hipertensi
hanya jika individu juga makan natrium. Karena aldosterone menyebabkan retensi natrium
dengan merangsang pertukaran natrium dengan kalium pada tubulus renal, hypokalemia
8
merupakan gambaran yang menonjol pada sebagian pasien dengan aldosteronisme primer, dan
oleh karena itu, pengukuran kalium serum memberikan tes penapisan yang sederhana. Efek
retensi natrium dan ekspansi volume secara kronik menekan aktivitas renin plasma yang penting
untuk diagnosis pasti.1
2.4.3 Kontrasepsi Oral
Penyebab paling sering dari hipertensi endokrin adalah akibat penggunaan kontrasepsi
oral yang mengandung estrogen. Komponen estrogen dari obat kontrasepsi oral merangsang
sintesis renin substrat angiotensin dalam hati, yang selanjutnya membantu meningkatkan
produksi angiotensin II dan aldosteronisme sekunder. Akan tetapi hanya sekitar 5% yang
mengalami peningkatan tekanan arteri lebih besar dari 140/90 mmHg, dan pada sekitar separuh
hipertensi ini berkurang dalam 6 bulan dari penghentian obat.1
Mengapa beberapa perempuan yang mennggunakan kontrasepsi oral mengalami
hipertensi sedngkan lainnya tidak jelas tetapi mungkin berhubungan dengan 1) meningkatnya
sensitivitas vaskuler terhadap angiotensin II, 2) adanya penyakit ginjal ringan, 3) faktor familial
(lebih dari separuh mempunyai riwayat keluarga positif menderita hipertensi), 4) usia, 5)
obesitas.1
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan
darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.
9
BAB III
PROSEDUR DIAGNOSIS
3.1 Cara Pemeriksaan1. Anamnesis.2
a. Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang, sewaktu
bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami ketegangan
b. Keluhan sistem kardivaskuler (berdebar, dada terasa berat, atau sesak terutama
sewaktu melakukan aktivitas)
c. Keluhan sistem serebrovaskuler (susah konsentrasi, susah tidur, migraine, mudah
tersinggung, dll)
d. Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan
e. Lamanya menderita hipertensi, obat anti hipertensi yang digunakan, bagaimana
hasilnya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkannya
f. Penggunaan obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudah terjadinya atau
mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid, analgesic-anti inflamasi,
obat flu yang mengandung pseudoefedrin atau kafein). Penggunaan obat
kontrasepsi, dll
g. Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua ovarium, atau
menopause
h. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau kebiasaan buruk (merokok, DM,
obesitas, stress psikososial, makanan asin, dan berlemak)
i. Riwayat keluarga hipertensi
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubung variabilitas
tekanan darah. Posisi terlentang, duduk, atau berdiri di lengan kanan dan kiri
b. Perabaan denyut nadi di arteri karotis dan femoralis
10
c. Adanya pembesaran jantung, irama gallop
d. Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal
e. Denyut nadi di ekstremitas, adanya paresis atau paralisis.2
Pemeriksaan fisik dimulai dengan penampilan umum pasien, misalnya apakah terdapat
wajah yang bulat dan obesitas daerah badan akibat sindroma Cushing? Apakah
perkembangan otot pada ekstremitas atas tidak proposional dengan ekstremitas bawah,
menunjukkan adanya koarktasio aorta? Membandingkan tekanan tekanan darah dan nadi
pada kedua ekstremitas atas dan pada posisi supinasi dan berdiri. Kenaikan tekanan diastolic
ketika pasien berubah posisi dari supinasi menjadi berdiri adalah paling cocok untuk
hipertensi esensial, penurunan tanpa adanya terapi antihipertensi menunjukan bentuk
hipertensi sekunder.2
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk mengevaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pengukuran tekanan darah:2
Pengukuran rutin dikamar periksa
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
Pengukuran sendiri oleh pasien
Pegukuran dikamar periksa dilakukan pada posisi duduk dikursi setelah pasien istirahat
selama 5 menit, kaki dilantai dan lengan pada posisi setengah jantung. Ukuran dan peletakan
manset dan stetoskop harus benar. Gunakan suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan
sistolik dan diastolic.2
Beberapa indikasi pennggunaan ABPM antara lain:2
Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodic
Hipertensi office atau white coat
Adanya disfungsi saraf otonom
Hipertensi sekunder
Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
11
Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk mencari tanda stenosis atau oklusi adalah
penting, penyempitan arteri karotis mungkin merupakan menisfestasi penyakit vaskuler
hipertensi, dan juga mungkin petunjuk adanya lesi arteri renalis, karena kedua lesi ini dapat
terjadi secara bersamaan.1
Pada pemeriksaan jantung dan paru, sebaiknya dicari tanda hipertrofi ventrikel kiri dan
dekompensasi jantung. Apakah ada bunyi jantung ketiga dan keempat, apakah terdapat ronki
paru, apakah terdapat ronki paru. Bunyi jantung ketiga dan ronki paru tidak biasa ditemukan
pada hipertensi tanpa komplikasi. Adanya dua tanda ini menunjukkan disfungsi ventrikel.
Pemeriksaan dada juga meliputi pencarian bising di luar jantung dan pembuluh darah
kolateral yang dapat dipalpasi yang terjadi akibat koarktosio aorta.1
Pemeriksaan abdominal meliputi auskultasi adanya bruit yang berasal dari arteri renalis
yang mengalami stenosis. Bruit yang disebabkan oleh penyempitan arteri renali hampir selalu
mempunyai komponen diastolic atau mungkin kontinu dan paling baik terdengar tepat pada
sisi kanan atau kiri dari garis tengah diatas umbilicus atau pinggang. Bruit ini terdapat pada
beberapa pasien dengan stenosis arteri renalis yang disebabkan oleh dysplasia fibrosa pada
40-50% pasien dengan stenosis yang signifikan secara fungsional disebabkan oleh
arteriosclerosis. Abdomen juga dipalpasi untuk mencari adanya aneurisma abdominal dan
pembesaran ginjal dari pennyakit ginjal polikistik.1
3. Penilaian Organ Target dan Faktor-Faktor Resiko
a. Funsduskopi, untuk mencari adanya retinopati Keith Wagner I-IV
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
atrium kiri, iskemia, atau infark miokard
c. Foto thorax, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengan konfigurasi
hipertensi, bendungan, atau edema paru
d. Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatinin serum, asam urat, gula darah, profil lipid,
Kalium dan natrium serum.
12
Pemeriksaan diatas adalah pemeriksaan dasar tambahan sebelum mengobati hipertensi,
sedangkan bila diperlukan pemeriksaan lanjutan terutama untuk mencari penyebab
hipertensi dilakukan prosedur pemeriksaan dibawah ini.3
Prosedur Diagnostik
Diagnosis Pemeriksaan awal Pemeriksaan lanjut
Penyakit Ginjal Kronis Urinalisis, BUN, atau
Kreatinin, USG ginjal
Plasma renin assay, biopsy
ginjal, IVP
Penyakit pembuluh darah
ginjal
Bruit, renografi sebelum
dan satu jam setelah minum
captopril 50 mg
Arteriogram, renal vein
resins
Coarctation Tekanan darah dikaki Aortogram
Cushing’s syndrome Kortisol urin setelah 1mg
dexamethasone pada malam
hari
Kortisol urin pada beberapa
dosis dexamethasone
Pheochromocytoma Metanephrine dalam urin Metaneprhine dan atechols
urin, catechols plasma,
basal dan setelah 0,3mg
clonidine
Pemeriksaan laboratorium dibagi menjadi pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan pada
semua pasien dengan hipertensi yang menetap (pemeriksaan dasar) dan pemeriksaan yang
sebaiknya ditambahkan jika 1) dari pemeriksaan awal diduga ada bentuk hipertensi sekunder
dan/atau 2) tekanan arteri tidak terkendali setelah terapi awal (pemeriksaan sekunder).3
Pemeriksaan dasar. Status ginjal dievaluasi dengan menilai adanya protein, darah, dan
glukosa dalam urin dan mengukur kreatinin serum dan/atau nitrogen urea darah (BUN).
Pemeriksaan mikrokospik juga membantu, kadar kalium serum diperlukan baik sebagai
penapisan untuk hipetensi yang diinduksi oleh mineral kortikoid dan sebagai dasar sebelum
memulai terapi diuretic.1
13
Kimia darah lainnya juga mungkin berguna. Contohnya, penentuan glukosa darah
membantu karena diabetes mellitus mungkin disertai dengan arteriosclerosis yang terjadi lebih
cepat, penyakit vaskuler renal, dan nefropati diabetic pada pasien dengan hipertensi karena
aldosteronisme primer, sindroma Cushing, dan feokromositoma yang semulanya mungkin
disertai dengan hiperglikemia.1
Kemungkinan hiperkalsemia juga mungkin dicari. Penentuan asam urat serum berguna
karena meningkatnya insidensi hiperurikemia pada pasien dengan hipertensi renal dan esensial
dank arena, seperti glukosa darah, kadar selanjutnya mungkin ditingkatkan oleh terapi diuretika.
Kolesterol serum, koleserol HDL, dan trigliserida mungkin diukur untuk mengidentifikasi faktor
lain yang mempercepat timbulnnya arteriosclerosis.1
Elektrokardiogram dilakukan pada semua kasus sebagai penilai keadaan jantung,
terutama jika terdapat hipertrofi ventrikel kiri. Dengan demikian, pada beberapa keadaan, hal ini
mungkin berguna selain evaluasi dasar pada pasien hipertensi, terutama karena hipertrofi
ventrikel kiri merupakan faktor risiko kardiovaskuler yang bebas dan adanya hipertrofi ventrikel
kiri ini menunjukkan perlunya terapi antihipertensi.1
Pemeriksaan sekunder. Petunjuk tertentu dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium dasar menunjukkan penyebab yang tidak biasa pada hipertensi dan
menentukann perlunya pemeriksaan khusus untuk menyaring hipertensi sekunder. 1
1. Pheochromocytoma
Prosedur penapisan yang paling mudah dan terbaik untuk pheochromocytoma adalah
pengukuran katekolamin atau metabolitnya dalam urin yang dikumpulkan dalam 24 jam
selama pasien mengalami hipertensi
2. Sindroma Cushing
Tes urin 24 jam untuk kortisol atau pemberian deksametason 1 mg pada waktu tidur, diikuti
dengan pengukuran kortisol plasma pada jam 7 atau 10 pagi, adalah tes terbaik untuk kondisi
ini. Kadar kortisol urin kurang dari 2750nmol atau supresi kadar kortisol plasma dibawah
140nmol secara efektif mengesampingkan sindroma Cushing.
14
3. Hipertensi renovaskuler
Tes penapisan standar untuk hipertensi vaskuler renal adalah rangkaian pieologram intravena
(IVP) yang cepat. Gambaran sugestif dari iskemia renal meliputi 1) gambaran terlambat
unilateral dan eksresi bahan kontras, 2) perbedaan ukuran ginjal lebih dari 1,5 cm, 3) betuk
ireguler bayangan ginjal, menunjukkan infark atau atrofi parsial, 4) indentasi pada ureter atau
pelvis renalis, kemungkinan disebabkan oleharteri ureteral yang berdilatasi, 5)
hiperkonsentrasi medium kontras dalam sisitem pengumpul ginjal yang lebih kecil.1
4. Aldosteronisme primer
Pasien ini hampir selalu menunjukkan hypokalemia. Terapi diuretika seringkali mengalami
komplikasi jika hypokalemia pertama kali ditemukan dan perlu dinilai. Hubungan antara
aktivitas renin plasma dan kadar aldosterone menjadi kunci diagnosis aldosteronisme primer. 1
15
BAB IV
KOMPLIKASI
4.1 kerusakan Organ TargetHipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung.. kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah:
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
Kompensasi jantung pada beban kerja yang berlebihan dibebankan dengan kenaikan
tekanansistemik yang mula-mula dipertahankan dengan hipertrofi ventrikel kiri yang
ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang ini membruk, kavitas
berdilatasi, dan timbul gejala dan tanda gagal jantung. Angina pectoris juga dapat terjadi
karena gabungan penyakit arterial coroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah. Pada pemeriksaan fisik jantung membesar dan impuls ventrikel kiri
menonjol. Bunyi penutupan aorta menonjol, dan mungkin terdapat murmur lemah dari
regurgitasi aorta. Tanda iskemia atau infark mungkin ditemukan lambat pada penyakit
ini. Sebagian besar kematian yang disebabkan oleh hipertensi terjadi akibat infark
miokard atau gagal jantung kongestif.2
2. Efek neurologik
Efek neurologic pada hipertensi yang telah lama mungkin dibagi menjadi:
Perubahan retinal.
Karena retina merupakan jaringan satu-satunya arteri dan arteriole dapat
diperiksa secara langsung, pemeriksaan oftalmologik yang berulang
16
memberikan kesempatan untuk menemukan perkembangan efek vaskuler
dari hipertensi. Klasifikasi Keith-Wagner-Barker mengenai perubahan
retina pada hipertensi memberikan arti yang sederhana dan sangat baik
untuk rangkaian evaluasi pada pasien hipertensi. Beratnya hipertensi yang
meningkat disertai dengan spasme fokal dan penyempitan umum arteriole
yang progresif, demikian juga gambaran perdarahan, eksudat, dan papil
edema. Lesi retina ini seringkali menimbulkan skomata, pandangan kabur,
dan bahkan kebutaan.2
Disfungsi sistem saraf pusat
Sakit kepala daerah oksipital yang paling sering terjadi pada pagi hari
adalah gejala dini hipertensi yang paling menonjol. Pusing, kepala terasa
ringan, vertigo, tinnitus, dan penglihatan kabur, tetapi manisfestasi yang
lebih serius disebabkan oleh oklusi vaskuler, perdarahan, atau
ensefalopati. Pathogenesis dua gangguan yang terdahulu cukup berbeda,
infark serebral bersifat sekunder terhadap peningkatan aterosklerosis yang
ditemukan pada pasien hipertensi, sedangkan perdarahan serebral terjadi
akibat tekanan arteri yang meningkat dan terbentuknya mikroaneurisma.2
3. Efek ginjal
Lesi arteriosklerotik dari arteriole aferen dan eferen dan jumbai kapiler
glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling sering pada hipertensi dan
mengakibatkan menurunnya tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubulus.
Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus, dan
kurang lebih 10% kematian sekunder terhadap hipertensi disebabkan oleh gagal
ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi tidak hanya terjadi pada lesi renal;
epistaksis, hemoptysis, dan metrorargi juga sering terjadi pada pasien ini.2
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya mordibitas dan mortalitas pasien hipertensi
terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler.2
17
Faktor resiko penyakit kardiovakuler pada hipertensi antara lain adalah:
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktivitas fisik
Dyslipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
Umur (laki-laki>55tahun, perempuan >65tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler premature
(laki-laki <55tahun, perempuan <65 tahun)
18
BAB V
PENATALAKSANAAN
5.1 Evaluasi HipertensiEvaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk 1) menilai pola hidup dan identifikasi
faktor-faktor resiko kardiovakuler lainnya dan menilai adanya penyakit penyerta yang
mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan. 2) mencari penyebab kenaikan tekanan
darah. 3) menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler.2
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat pennyakit ginjal
b. Adanya penyakit ginjal, ISK, hematuria, dan pemakaian obat-obat analgesic
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, deficit sensoris
atau motoris
b. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak
19
c. Ginjal: haus, polyuria, nokturia, hematuria
d. Arteri perifer: ekstremitas dingin
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan
5.2 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang hipertensi terdiri dari:2
Test darah
Glukosa darah (sebaiknya puasa)
Kolesterol total serum
Kolesterol HDL dan LDL serum
Trigliserida serum
Asam urat serum
Kreatinin serum
Kalium serum
Hemoglobin dan hematocrit
Urinalisis
Elektrokardiogram
Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan test lain seperti:2
Ekokardiogram
USG karotis
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Funduskopi
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik,
yaitu:2
Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)
Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)
Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperikirakan
LFG)
20
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ
target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada
kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi
adanya kerusakan organ target meliputi:2
1. Jantung
a. Pemeriksaan fisik
b. Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intrathoraks,
dan sirukulasi pulmoner)
c. Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, erta
hipertrofi ventrikel kiri)
d. Ekokardiografi
2. Pembuluh darah
a. Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
b. USG karotis
c. Fungsi endotel (masih dalam penelitian)
3. Otak
a. Pemeriksaan neurologis
b. Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan CT Scan atau MRI (untuk
pasien dengan keluhan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4. Mata
a. Funduskopi
5. Fungsi ginjal
a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-
makroalbuminuria sertea rasio albumin kreatinin urin.
b. Perkiraan LFG, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney
Foundation
Sedangkan JNC VII menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk mencari
penyebab hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai target tekanan darah
tidak tercapai.2
21
5.2 Terapi FarmakologiPada tahun 2013, Joint National Committee telah mengeluarkan guideline terbaru mengenai
tatalaksana hipertensi, yaitu JNC VIII. Secara umum, JNC VIII ini memberikan 9 rekomendasi
terbaru terkait dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan. 4
Kekuatan rekomendasi sesuai dengan uraian berikut:
Grade A – strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan yang tinggi berbasis bukti
bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberi manfaat atau keuntungan yang
substansial
Grade B – moderate recommendation. Terdapat keyakinan tingkat menengah berbasis
bukti bahwa rekomendasi yang diberikan dapat memberikan manfaat secara moderate.
Grade C – weak recommendation. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat moderate
berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan memberikan manfaat meskipun hanya
sedikit
Grade D – recommendation against. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat moderate
bahwa tidak ada manfaat atau bahkan terdapat risiko atau bahaya yang lebih tinggi
dibandingkan manfaat yang bisa didapat.
Grade E – expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup atau masih belum jelas atau
terdapat konflik (missal karena berbagai perbedaan hasil), tetapi direkomendasikan oleh
komite karena dirasakan penting untuk dimasukkan dalam guideline.
Grade N – no recommendation for or against. Tidak ada manfaat yang jelas terbukti.
Keseimbangan antara manfaat dan bahaya tidak dapat ditentukan karena tidak ada bukti-
bukti yang jelas tersebut. (opini ahli)
Rekomendasi 1 . Pada pasien berusia ≥ 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah sistolik ≥ 150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk
sistolik < 150mmHg dan diastolik < 90mmHg . (Rekomendasi Kuat-grade A)
Rekomendasi 2 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg . ( Untuk usia 30-59 tahun ,
Rekomendasi kuat -Grade A; Untuk usia 18-29 tahun , Opini Ahli - kelas E )
22
Rekomendasi 3 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg dengan target terapi < 140mmHg . ( Opini Ahli -
kelas E )
Rekomendasi 4 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , mulai
pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥
90mmHg dengan target terapi sistolik < 140mmHg dan diastolik < 90mmHg . ( Opini
Ahli - kelas E )
Rekomendasi 5 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes , mulai pengobatan
farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥ 90mmHg
dengan target terapi untuk sistolik gol BP < 140mmHg dan diastolik gol BP < 90mmHg .
( Opini Ahli - kelas E )
Rekomendasi 6 . Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengan
diabetes , pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide, CCB ,
ACE inhibitor atauARB ( Rekomendasi sedang-Grade B ) Rekomendasi ini berbeda
dengan JNC 7 yang mana panel merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi
awal untuk sebagian besar pasien .
Rekomendasi 7 . Pada populasi umum kulit hitam , termasuk orang-orang dengan
diabetes , pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretic tipe thiazide atau
CCB . ( Untuk penduduk kulit hitam umum : Rekomendasi Sedang - Grade B , untuk
pasien hitam dengan diabetes : Rekomendasi lemah-Grade C)
Rekomendasi 8 . Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis ,
pengobatan awal atau tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau ARB
untuk meningkatkan outcome ginjal . (Rekomendasi sedang -Grade B )
Rekomendasi 9 . Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan
pengobatan, tiingkatkan dosis obat awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu
kelas dalam Rekomendasi 6 . Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dua
obat , tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI
dan ARB bersama-sama pada pasien yang sama . Jika target tekanan darah tidak dapat
dicapai hanya dengan menggunakan obat-obatan dalam Rekomendasi 6 karena
kontraindikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 obat untuk mencapai
23
target tekanan darah, maka obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan . (Opini
Ahli - kelas E )
Dosis Obat Hipertensi JNC VIII
Obat Antihipertensi Inisial Dosis
Harian, mg
Dosis Target RCT,
mg
Jumlah Obat / Hari
ACE inhibitors
1. Captopril 50 150-200 2
2. Enalapril 5 20 1-2
3. Lisinopril 10 40 1
Angiontensin Receptor Blockers
1. Eprosartan 400 600-800 1-2
2. Candesartan 4 12-32 1
3. Losartan 50 100 1-2
4. Valsartan 40-80 160-320 1
5. Irbesartan 75 300 1
B-Blockers
1.Atenolol 25-50 100 1
2. Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium Channel Blockers
1. Amlodipine 2,5 10 1
2. Diltiazem 120-180 360 1
3. Nitredipine 10 20 1-2
Thiazide-type Diuretics
1. Bendroflumethiazide 5 10 1
2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2
4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
24
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH
Kelas obat Indikasi Kontraindikasi
Mutlak Tidak mutlak
Diuretika (thiazide) CHF, usia lanjut Gout Kehamilan
Diuretika (loop) Insufiensi ginjal, CHF
Diuretika
(antialdosteron)
CHF, pasca infark
miokardium
Gagal ginjal,
hyperkalemia
Penyekat B Angina pectoris,
pasca infark
miokardium, CHF,
kehamilan, takiaritmia
Asma, penyakit paru
obstruktif menahun,
A-V block
Penyakit pembuluh
darah perifer,
intoleransi glukosa
Calcium antagonist Angina pectoris,
aterosklerosis karotis,
takikardia
supraventrikuler
A-V block, CHF
ACEi CHF, disfungsi
ventrikel kiri, pasca
infark miokardium,
non-diabetik
nefropati, nefropati
DM tipe 1, proteinuria
Kehamilan,
hyperkalemia,
stenosis arteri renalis
bilateral
Angiotensin II
receptor antagonist
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbuminuria
diabetic, proteinuria,
hipertrofi ventrikel
kiri, batuk karena
ACEi
Kehamilan,
hyperkalemia,
stenosis arteri renalis
bilateral
α-blocker Hyperplasia prostat,
hyperlipidemia
Hipotensi ortostatis CHF
25
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan
darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat
antihipetensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau
dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal da nada tidaknya komplikasi.4
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan
darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa
dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar
pasien memerlukan kombinasi obat hipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang harus diminum bertambah. 4
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:2
Diuretika dan ACEi atau ARB
CCB dan BB
CCB dan ACEi atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
26
5.3 Terapi Non-FarmakologiModifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi merupakan suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan bagian yang tidak boleh
terabaikan. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) mofikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, mempertinggi khasiat obat
antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.5
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan penurunan TDS
Menurunkan berat badan Memelihara berat badan
normal (IMT 18,5-24,9
kg/m2)
5-20mmHg/10 kg penurunan
berat badan
Melakukan pola diet
berdasarkan DASH
Mengkomsumsi makanan
yang kaya dengan buah-
buahan, sayuran, produk
makanan yang rendah lemak,
dengan kadar lemak total dan
saturasi yang rendah
8-14mmHg
Diet rendah natrium Menurunkan intake garam
sebesar 6gr garam
2-8mmHg
Olahraga Melaukakan kegiatan aerobic
fisik secara teratur, seperti
jalan cepat, setiap hari dalam
seminggu
4-9mmHg
Membatasi penggunaan
alcohol
Membatasi komsumsi alcohol
tidak lebih dari 2 gelas (30ml
ethanol, misalnya 24 oz bir, 10
oz anggur, atau 3 oz whiski)
2-4mmHg
Algoritma penatalaksanaa hipertensi menurut JNC VIII
27
28
29
BAB VI
PENUTUP
6.1 KesimpulanPengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian penobatan cepat
atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum dimulai
pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan
jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang didiagnosis hipertensinya sudah
pasti, serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan
pengawasan tekanan darah yang ketat.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Williams, G. H. Penyakit Vaskuler Hipertensif. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed 13th. Buku Kedokteran EGC, Yogyakarta. 2000. Hal 1256-1265.
2. Yogiantoro, M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5th. Interna Publishing, Jakarta Pusat. Hal 1079-1085.
3. Soemantri, D. Nugroho, J. Pedoman Diagnosis dan Terapi Dept. Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Ed. 5th. Rumah Sakit Umum Daerah Soetomo Surabaya. 2010. Hal. 18
4. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427.
5. NHLBI, NHBPEP Guideline Penanganan Hipertensi JNC VII. 2003
6. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Departemen Kesehatan RI. 2006. Hal 12
31