1
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMATANGAN
EMOSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
ANGKATAN 2014
OLEH
REYVENCES ASGRENIL LUSI
802012075
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMATANGAN
EMOSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
ANGKATAN 2014
Reyvences Asgrenil Lusi
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan
kematangan emosi pada Mahasiswa pada jenjang usia remaja akhir. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data menggunakan skala
psikologi. Partisipan penelitian ini adalah 97 Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan
2014 Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang memenuhi kriteria pengambilan
sampel. Hasil penelitian ialah terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan
kematangan emosi dengan koefisien korelasi sebesar 0,456 dengan signifikansi 0,000
(<0,05).
Kata Kunci : Religiusitas, Kematangan Emosi.
i
Abstract
The purpose of this study was to know relationship between religiosity and emotional
maturity by university student at the level early adolescence end. This study used a
quantitative method to collect the data by using psychologycal scale. Participants in this
study is 97 students the faculty of psychology class of 2014 Satya Wacana Christian
University (SWCU). The result of the study showed a positive relation between
religiosity with emotional maturity in a correlation coefficient of 0,456 with
significance 0,000 (<0,05).
Key words : Religiosity, Emotional Maturity
ii
PENDAHULUAN
Secara individu maupun kelompok, manusia pada dasarnya mempunyai
kecenderungan pada agama. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk ciptaan-Nya.
Sebagaimana diketahui, agama adalah pedoman hidup bagi manusia yang telah
memberikan petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan. Dengan mengamalkan ajaran
agama, maka secara langsung manusia berusaha menemukan jati diri dan mengenali
identitasnya sebagai makhluk yang harus menjalankan amanat-Nya.
Akan tetapi pada era globalisasi ini sering kali kita melihat terjadinya
penyimpangan dalam kehidupan bermasyarakat. Masalah yang ada tersebut akan
berdampak buruk apabila tidak adanya penanganan yang serius. Salah satu masalah
yang dihadapi saat ini yaitu masalah kekerasan di kalangan remaja. Kekerasan yang
terjadi ada yang bersifat kelompok atau antar geng serta ada pula yang bersifat individu.
Masa remaja adalah suatu masa yang sangat penting. Suatu masa dimana
seseorang harus banyak belajar mengenai berbagai segi kehidupan. Pengalaman dan
penghayatan seseorang mengenai dirinya sendiri, lingkungan fisik, sosial, dan budaya di
sekitarnya. Masa remaja ternyata merupakan elemen kepribadian yang cukup mendasar
dan sangat menentukan perilakunya kelak bila ia telah dewasa (Soekanto dalam Rizqi,
2011).
Monks (dalam Trisnawati,2010) membagi masa remaja menjadi tiga fase yaitu
fase remaja awal usia 12-15 tahun, fase remaja pertengahan usia 15-18 tahun dan fase
remaja akhir usia 18-21 tahun. Pada fase remaja akhir, individu pada umumnya berada
dalam jenjang pendidikan perguruan tinggi atau ada pula yang sudah bekerja.
1
2
Pada masa remaja terjadi banyak perubahan-perubahan pada sejumlah aspek
perkembangannya. Seiring dengan perubahan yang terjadi, sering kali membuat remaja
menjadi bingung dalam menempatkan dirinya di masyarakat. Perubahan yang ada
menuntut remaja untuk mengadakan perubahan besar pada perilaku dan sikapnya sesuai
dengan tugas perkembangan remaja. Dampak dari berbagai perubahan tersebut yaitu
kestabilan emosi dari waktu ke waktu yang turut berubah (Hurlock, 1991). Sebagai
masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa maka tentnya kondisi emosi remaja
belum matang atau masih labil. Hal ini juga tidak terlepas dari faktor-faktor dalam
kehidupan remaja seperti lingkungan, sekolah keluarga, pola asuh orang tua, dan
aktivitas yang dijalani remaja tersebut. Hurlock (1999) menyatakan bahwa belum
tercapainya kematangan emosi pada remaja dikarenakan adanya perbedaan rangsangan
yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada latihan individu terhadap
ungkapan emosi mereka. Misalnya, perlakuan sebagai “anak kecil” atau secara “tidak
adil” membuat remaja akan marah dibandingkan dengan hal-hal tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi seperti yang
dikemukakan oleh Walgito (dalam Laturiuw, 2009) yaitufaktor lingkungan individu
(lingkungan keluarga, sosial, dan masyarakat), faktor pengalaman hidup, serta faktor
individu itu sendiri dalam mempersepsikan hal yang dapat menimbulkan gejolak emosi
pada individu. Kematangan atau kestabilan emosi penting dimiliki oleh individu karena
dengan kondisi emosi yang telah matang maka individu atau remaja matang emosinya
memilikikontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau
sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga mampu beradaptasi karena dapat
3
menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan
tuntutan yang dihadapi Hurlock (2002).
Penulis melakukan wawancara tentang kematangan emosi kepada beberapa
remaja akhir dalam hal ini mahasiswa Fakultas Psikologi. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh gambaran awal sejauh mana tingkat kematangan emosi pada mahasiswa.
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berfokus pada aspek atau dimensi kematangan
emosi berdasarkan teori Katkovsky dan Gorlow. Dari hasil wawancara ini, diperoleh
bahwa sebagian besar dari mereka langsung menjawab kata “marah” ketika dimintai
pendapat tentang emosi. Dalam hal ini, mereka masih belum mampu untuk mengontrol
dan menguasai amarah ketika menjumpai hal yang tidak disukai. Para mahasiswa juga
sering merasa kurang percaya diri ketika menyampaikan pendapat atau berbicara di
dalam kelas. Mereka kurang percaya diri karena logat atau dialek bicara mereka yang
berbeda. Adapun jawaban lain yang diperoleh yaitu mahasiswa sering kali merasa kesal
apabila ada temannya yang mendapat pujian. Menurutnya pujian tersebut kurang tepat
diberikan karena apa yang dihasilkan bukan merupakan usaha secara individu.
Kematangan emosi pada remaja dapat dilihat atau diketahui apabila remaja
sudah mampu untuk mengontrol emosinya di hadapan orang lain dan telah mampu
untuk mengekspresikan emosinya pada saat dan tempat yang tepat. Selain faktor
lingkungan, pengalaman hidup, maupun faktor individu itu sendiri ada pula hal lain
yang dapat membantu untuk mencapai kematangan emosi yaitu religiusitas. Religiusitas
atau agama menjadi hal yang penting dalam kehidupan setiap individu karena terapat
norma, tuntutan untuk hidup secara baik dan benar, serta dapat membantu menciptakan
4
kondisi mental dan jiwa yang baik. Dengan kondisi mental dan jiwa yang baik maka
remaja akan dapat mengontrol emosinya dan membantu membentuk kematangan emosi
pada remaja.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian, maka
penulis ingin mengetahui tentang bagaimana hubungan antara religiusitas dengan
kematangan emosi pada remaja akhir.
TINJAUAN PUSTAKA
Kematangan Emosi
Katkovsky dan Gorlow (1976)mendefenisikan kematangan emosi sebagai suatu
keadaan dimana kepribadian individu secara terus-menerus berusaha mencapai keadaan
emosi yang sehat baik secara intrafisik maupun interpersonal. Chaplin dalam bukunya
menjelaskan kematangan emosi (emotional maturity) adalah suatu keadaan atau kondisi
mencapai tingkatkedewasaan dari perkembangan emosional, karena itu pribadi yang
yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-
anak(dalam Kartini Kartono:2011). Semiun (2006) mendefenisikan kematangan emosi
sebagai keadaan dimana suatu individu dapat menerima suatu keadaan atau kondisi
dengan memunculkan emosi yang sesuai dengan apa yang terjadi padanya tanpa
berlebihan atau meledak-ledak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi
merupakan kemampuan individu untuk mengontrol emosinya secara tepat, tidak
meledak-ledak dan tidak kekanak-kanakan.
5
Katkovsky dan Gorlow (dalam Rizky, 2011) mengklasifikasi kematangan emosi
kedalam beberapa aspek atau dimensi kematangan emosi,yaitu :
a. Kemandirian
Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
b. Kemampuan menerima kenyataan
Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang
lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi
yangberbeda dengan orang lain.
c. Kemampuan beradaptasi
Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima
beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun.
d. Kemampuan merespon dengan tepat
Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk meresponterhadap
kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang
tidakdiekspresikan.
e. Merasa aman
Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa
sebagai mahluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.
f. Kemampuan berempati
6
Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi
orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.
g. Kemampuan menguasai amarah
Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang
dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Menurut Walgito (dalam Laturiuw, 2009) ada tiga faktor yang mempengaruhi
kematangan emosi, yaitu:
a. Faktor lingkungan individu yang bersangkutan termasuk lingkungan
keluarga, sosial, dan masyarakat.
b. Faktor pengalaman, yaitu pengalaman hidup yang diperoleh individu akan
mempengaruhi kematangan emosinya. Pengalaman yang menyenangkan
akan memberi pengaruh positif terhadap individu, begitupun sebaliknya.
c. Faktor individu, yaitu persepsi pada setiap individu dalam mengartikan suatu
hal yang dapat menimbulkan gejolak emosi pada diri individu. Hal ini
disebabkan oleh pikiran negatif, tidak realistis, dan tidak sesuai kenyataan.
Selain ketiga faktor diatas, ada juga faktor lain yang mempengaruhi kematangan
emosi, yaitu religiusitas. Rahayu (2008) menyebutkan bahwa individu yang menghayati
nilai-nilai agamanya (religiusitas) tidak akan mudah terpengaruh oleh gangguan-
gangguan emosi karena memiliki kemampuan untuk merasakan kehangatan dalam
melakukan hubungan interpersonal, mempunyai rasa aman secara emosional, toleran
terhadap frustasi yang dihadapi, serta percaya terhadap diri sendiri maupun orang lain.
7
Religiusitas
Glock dan Stark (1968) merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius
(yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman) yang dapat dilihat melalui
aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman
yang dianut (Utama, 2015).
Selain membahas tentang agama dan keyakinan, religiusitas juga memliki
beberapa dimensi lain menurut Glock dan Stark (dalam Utama, 2015), antara lain:
a. TheBelief Dimension atau Ideologi
Dimensi ini berisi pengharapan – pengharapan dimana orang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran
doktrin tersebut. Misalnya keyakinan akan adanya malaikat, surga, dan
neraka.
b. Religious Practice atau Praktik Agama
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal
keagamaan, ketaatan, dan hal–hal yang dilakukan orang untuk menunjukan
komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Praktik–praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:
1. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal
dan praktik-praktik suci yang semua mengharapkan para pemeluk
melaksanakannya.
2. Ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas,
publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat
8
tindakan persembahan dan kontemplasi yang relatif spontan, informal
dan khas pribadi.
c. The Experience Dimension atau Dimensi Pengalaman
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi,
dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok
keagamaan (masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam
suatu esensi ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan
otoritas transedental.
d. Religious Knowledge atau Dimensi Pengetahuan
Dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang–orang yang beragama paling
tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar–dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
e. Religious Consequences Dimension atau Dimensi Konsekuensi
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan,
praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dengan
kata lain, sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi perilakunya.
Beberapa fungsi religiusitas yang dikemukakan oleh Hendropuspito (1990) yaitu :
a. Berfungsi Edukatif
Ajaran-ajaran agama yang harus dipatuhi oleh peran penganutnya,
membimbing mereka untuk menjadi lebih baik dan terbiasa dengan hal baik
menurut dengan ajaran masing-masing.
9
b. Berfungsi penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah
keselamatan dunia dan akhirat, dan keselamatan tersebut dicapai melalui
keimanan terhadap Tuhan. Keyakinan akan keselamatan inilah yang dapat
mengurangi rasa cemas, khawatir dan was-wasyang terjadi dalam diri
seseorang ketika dihadapkan oleh berbagai persoalan hidup.
c. Berfungsi sebagai pendamai
Melalui agama seseorang dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntutan
agama, sehingga rasa berdosa atau rasa bersalah akan segera hilang dati
batinnya jika ia bertobat.
d. Berfungsi sebagai kontrol sosial
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma sehingga ajaran
agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial baik secara individu atau
kelompok.
e. Berfungsi transformative
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.
Remaja Akhir
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yaitu adolescereyang
berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 1999). Monks (1999)
memberikan batasan usia masa remaja akhir adalah 18 – 21 tahun. Batasan usia yang
10
sama juga dikemukakan oleh Asrori & Ali (2008). Dari batasan usia ini dapat kita lihat
kalau individu pada usia tersebut khususnya di Indonesia pada umumnya berada pada
jenjang pendidikan Perguruan Tinggi, atau ada juga yang telah bekerja.
Ciri-Ciri Masa Remaja Akhir
Menurut Sarwono (2003), ciri-ciri remaja akhir yaitu :
a. Minat yang makin lengkap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dalam
pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuknya identitas sosial yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan setara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.
Tugas Perkembangan Masa Remaja Akhir
Masa Remaja Akhir identik dengan masa usia Mahasiswa yang menurut Ahmad
dan Soleh (2005) memiliki beberapa tugas perkembangan yaitu :
a. Pemantapan pendirian hidup dengan pengujian lebih lanjut tentang
pendirian hidup serta penyiapan diri dengan keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk merealisasi pendirian hidup yang telah dipilihnya.
b. Mencapai proses kematangan biologis-fisiologisyang makin melambat dan
akhirnya mencapai taraf kematangan.
c. Menghilangnya problem-problem yang berkaitan dengan perubahan
biologis-fisiologis dan penemuan pendirian hidup yang makin mantap.
11
Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kematangan Emosi
Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh inidividu di dalam hati,
getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwijaya, 1986). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Glock & Stark (Dister, 1988), mengenai religiusitas yaitu sikap
keberagaman yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang.
Religiusitas merupakan pembawaan dan tingkah laku manusia yang sepenuhnya
dibentuk oleh kepercayaan terhadap sesuatu yang Tuhan berikan yang akan menjadi
baik ketikamanusia mendapatkan pemahaman tentang agama dengan baik.
Masa remaja dikenal sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Pada masa ini remaja banyak mengalami perubahan dan perkembangan dalam
dirinya baik itu fisik, psikologis, mental, emosi, sosial maupun moral yang kemudian
menuntut untuk mampu membuat perubahan pada dirinya yang sesuai dengan
perubahan atau perkembangan yang dialami. Akibat dari perubahan-perubahan yang
terjadi pada remaja akan membuat kestabilan emosi remaja yang berubah dari waktu ke
waktu karena tidak semua remaja mampu untuk menerima perubahan yang terjadi pada
dirinya. Untuk itu diperlukanlah nilai atau pedoman dalam hidup agar kestabilan atau
kematangan emosional pada remaja dapat tercapai.
Religiusitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan
emosi, karena individu yang menghayati nilai-nilai agamanya tidak akan mudah
terpengaruh oleh gangguan-gangguan emosi yang ditandai dengan dimilikinya
kemampuan untuk merasakan kehangatan dalamm melakukan hubungan interpersonal,
12
mempunyai rasa aman secara emosional, toleran terhadap frustasi yang dihadapi, serta
dalam kondisi percaya diri terhadap diri sendiri maupun orang lain (Rahayu, 2008).
Dengan menjalankan praktik religiusitas dengan baik maka akan terbentuk
dengan baik pula kematangan emosi pada individu karena adanya nilai atau norma
dalam praktik religiusitas bersifat menuntun atau pedoman untuk menjalani kehidupan
dalam individu. Hal ini berlaku sebaliknya apabila praktik religiusitas tidak dijalankan
dengan baik maka akan akan berdampak buruk pada tingkat kematangan emosi
individu. Sebab, tidak adanya nilai atau norma yang dapat dijadikan pedoman dalam
menjalani hidup.
Hipotesis
Ada hubungan positif antara religiusitas dengan kematangan emosi pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014 UKSW Salatiga. Artinya semakin tinggi
tingkat religiusitas maka semakin tinggi kematangan emosi pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2014 UKSW Salatiga. Sebaliknya pula, semakin rendah tingkat
religiusitas maka akan rendah pula kematangan emosi Mahasiswa Fakultas Psikologi
Angkatan 2014 UKSW Salatiga.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Menurut Azwar (2008), pada pendekatan penelitian kuantitatif data
13
penelitian hanya akan dapat diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh
lewat suatu proses pengukuran di samping valid dan reliabel, juga objektif.
Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel Bebas (X) : Religiusitas
b. Variabel Terikat (Y) : Kematangan Emosi
Defenisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah religiusitas dan kematangan emosi.
Adapun defenisi dari setiap variabel adalah sebagai berikut :
1. Religiusitas merupakan perasaan dan pengalaman bagi insan secara individual
yang menganggap bahwa mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya
sebagai Tuhan, yang dalam hal ini adalah kebenaran pertama.
2. Kematangan emosi merupakan suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang
stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga untuk mengambil keputusan
atau bertingkah laku didasari dengan suatu pertimbangan dan tidak mudah
berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati yang lain.
Populasi Penelitian dan Teknik Sampling
Azwar (2012) mendefinisikan populasi sebagai kelompok subjek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka populasi
dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014 UKSW
14
Salatiga.Sampel merupakan sebagian dari populasi (Azwar, 2010). Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel
yang didasarkan pada kriteria tertentu (Sugiyono, 2010), yaitu :
A. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Angkatan
2014 berjumlah 224 orang.
B. Berusia antara 18 sampai 21 tahun (Remaja akhir).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
skala.Skala yang akan diberikan adalahdua skala yaitu skala religiusitas dan skala
kematangan emosi.
1. Skala Religiusitas
Skala yang digunakan untuk mengukur religiusitas diambil dari Utama
(2015)berdasarkan teori Glock dan Stark (1968). Penilaian skala ini yaitu makin
tinggi skor total yang diperoleh individu menunjukkan religiusitasnya makin
tinggi, sedangkan makin rendah skor total yang diperoleh individu menunjukkan
religiusitasnya lemah atau rendah. Skala ini berjumlah 22 item, terdiri dari 14
item favorable dan 8 item unfavorable.
2. Skala Kematangan Emosi
Skala kematangan emosi diukur menggunakan skala yang disusun oleh Rizqi
(2011) berdasarkan dimensi kematangan emosi menurut Katkovsky dan Gorlow
(1976).Skala ini berjumlah 34 item, terdiri dari 15 item favorable dan 19 item
unfavorable.
15
Penilaian kedua skala ini berdasarkan empat tingkatan penilaian sangat setuju,
setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju (Skala Likert). Dari skor reliabilitas kedua
skala di atas dapat diartikan bahwa kedua skala tersebut reliabel (Azwar, 2010). Untuk
masing-masing skor pada alternatif jawaban atau pilihan yang disediakan yaitu :
Tabel 1
Skor Penilaian Skala
Pernyataan Sangat
Setuju Setuju Tidak Setuju
Sangat Tidak
Setuju
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan try out terpakai dimana subjek yang
digunakan dalam try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Penelitian ini akan di uji
lebih lanjut dengan analisis item untuk menguji validitas dan realibilitas item.
Analisis Item
Analisis item dilakukan untuk melihat validitas dan reabilitas alat ukur. Azwar
(2012) menyebutkan bahwa suatu item akan valid jika memiliki skor total
≥0,25.Adapun reabilitas dari variabel menurut Guilford (dalam Azwar, 2010) dikatakan
baik apabila skor cronbach alpha yang dihasilkan mendekati angka 1. Hasil analisis
item yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Religiusitas
Pada skala religiusitas, dari 22 item yang adaterdapat 4 item yang gugur (skor
total <0,25) sehingga diperoleh 18 item validdengan reabilitas yang dihasilkan
sebesar 0,756.
16
Tabel 2
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.756 18
2. Kematangan Emosi
Pada skala kematangan emosi, dari 34 item yang ada terdapat 9 item yang gugur
(skor total <0,25) sehingga diperoleh 25 item valid dengan reabilitas yang
dihasilkan sebesar 0,873.
Tabel 3
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.873 25
Teknik Analisis Data
Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan positif yang
signifikan antara religiusitas dengan kematangan emosi, dimana perhitungan analisis
dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS (Statistical Product
& Service Solution) seri 16.0 for windows.
Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan suatu
objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi yang telah dikumpulkan dalam
17
penelitian ini sebagai mana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2014), ukuran yang digunakan adalah rata-rata
hitung, nilai maksimum dan nilai minimum dari pengukuran variabel religiusitas dan
kematangan emosi.
Uji Asumsi Dasar
Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan kriteria
pengambilan keputusan yaitu, jika signifikansi p>0,05 maka data berdistribusi
normal dan sebaliknya data tidak berdistribusi normal jika p<0,05.
UjiLinearitas
Uji linearitas pada penelitian ini akan menggunakan test for linearity dengan
taraf signifikan sebesar 5%. Antar variabel dikatakan memiliki hubungan yang
liniear apabila memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 dan begitu sebaliknya.
Untuk mempermudah perhitungan penelitian ini menggunakan program
Statistical Product and Service Solution for Windows (SPSS) versi 16.0.
Analisis Korelasi
Metode analisis koelasi data pada penelitian ini menggunakan Product Moment
Pearson dari Karl Pearson. Hal ini dikarenakan penelitian yang akandilakukan oleh
peneliti mencari hubungan dari dua variabel yaitu satu variabel bebas (Religiusitas) dan
satu variabel tergantung (Kematangan Emosi). Dalam analisis ini data akan dihitung
18
menggunakan program komputer Statistical Product and Service Solution for Windows
(SPSS) versi 16.0 for windows.
HASIL
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian pengambilan data dilakukan di Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana. Responden dalam penelitian ini berjumlah 97
mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa laki-laki berjumlah 32 orang dan mahasiswi
perempuan berjumlah 65 orang. Usia responden dalam penelitian ini adalah 19 – 21
tahun yang mana sesuai dengan kategori usia remaja akhir. Data penelitian diperoleh
dari skala yang dibagikan kemudian diisi oleh responden. Dalam praktiknya, peneliti
dibantu oleh salah seorang teman menghampiri para responden yang masuk dalam
kategori sampel kemudian meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian. Setelah adanya kesediaaan barulah skala diberikan kepada responden untuk
diisi.
Analisis Deskriptif
1. Religiusitas
Variabel Religiusitas memiliki 18 item valid dengan rentang skor antara 1 sampai
dengan 4. Pembagian skor hipotetik tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 18 x 4 = 72
Skor terendah : 18 x 1 = 18
19
Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan
jumlah skor terendah kemudian dibagi dengan jumlah kategori.
Interval =
=
= 18
Tabel 4
Kategorisasi Skor Religiusitas
NO Interval Kategori Jumlah (F) Persentase Mean
1 18 ≤ x ≤ 36 Rendah 0 0%
53,71 2 36> x ≤ 54 Sedang 56 57,73%
3 54> x ≤ 72 Tinggi 41 42,27%
Jumlah 97 100 %
Berdasarkan hasil kategorisasi pada tabel, dapat diketehui bahwa sebagian besar
tingkat religiusitas Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014 berada dalam kategori
sedang. Dimana dari 97 responden, terdapat 56 responden yang memeliki skor
kematangan emosi sedang dengan persentase sebesar 57,73%.
2. KematanganEmosi
Variabel Kematangan Emosi memiliki 25 item valid dengan rentang skor antara 1
sampai dengan 4. Pembagian skor hipotetik tertinggi dan terendah adalah sebagai
berikut:
Skor tertinggi : 25 x 4 = 100
20
Skor terendah : 25 x 1 = 25
Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan
jumlah skor terendah kemudian dibagi dengan jumlah kategori.
Kategori =
=
= 25
Tabel 5
Kategorisasi Skor Kematangan Emosi
NO Interval Kategori Jumlah (F) Persentase Mean
1 25 ≤ x ≤ 50 Rendah 5 15,15%
69,86 2 50> x ≤ 75 Sedang 62 63,92%
3 75> x ≤ 100 Tinggi 30 30,93%
Jumlah 97 100 %
Berdasarkan hasil kategorisasi pada tabel, dapat diketahui bahwa sebagian besar
tingkat kematangan emosi Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014 berada dalam
kategori sedang. Dimana dari 97 responden, terdapat 62 responden yang memeliki skor
kematangan emosi sedang dengan persentase sebesar 63,92%.
21
Uji Normalitas
Uji Normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov.
Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 yang diperoleh dari
hasil analisa menggunakan program computer Statistical Product and Service Solution
for Windows (SPSS) versi 16.0 for windows. Hasil uji normalitas adalah sebagai
berikut;
Tabel 6
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 97
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 8.65279955
Most Extreme
Differences
Absolute .114
Positive .069
Negative -.114
Kolmogorov-Smirnov Z 1.120
Asymp. Sig. (2-tailed) .163
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh skor signifikansi sebesar 0,163 (p>0,05)
sehingga dapat dikatakan kedua variabel berdistribusi normalkarena sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
22
Uji Linearitas
Pengujian linearitas diperlukaan untuk mengetahui apakah dua variabel yang
sudah ditetapkan, dalam hal ini variabel independen dan variabel dependen memiliki
hubungan yang linear atautidak secara signifikan. Kedua variabel dapat dikatakan
linear jika memiliki nilai signifikansi >0,05. Pengujian linearitas kedua variabel dapat
dilihat pada tabel berikut;
Tabel 7
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Kematangan Emosi
* Religiusitas
Between
Groups
(Combined) 3847.629 25 153.905 2.091 .008
Linearity 1886.369 1 1886.369 25.626 .000
Deviation from
Linearity 1961.259 24 81.719 1.110 .356
Within Groups 5226.351 71 73.611
Total 9073.979 96
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F= 25,626 dengan signifikansi sebesar
0,000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kedua variabel diatas memiliki
hubungan yang linear(nilai signifikansi <0,05).
23
Uji Korelasi
Tabel 8
Correlations
Religiusitas
Kematangan
Emosi
Religiusitas Pearson
Correlation 1 .456
**
Sig. (2-tailed) .000
N 97 97
Kematangan
Emosi
Pearson
Correlation .456
** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 97 97
Hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara religiusitas
dengan kematangan emosi sebesar 0,456 dengan signifikansi = 0,000 (< 0,05) yang
berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dengan kematangan
emosi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014, dimana semakin tinggi
tingkat religiusitas maka semakin tinggi kematangan emosi pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2014 UKSW Salatiga. Sebaliknya pula, semakin rendah tingkat
religiusitas maka akan rendah pula kematangan emosi pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2014 UKSW Salatiga.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dan
kematangan emosi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW angkatan 2014,
diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan.Dari hasil uji
24
perhitungan korelasi, keduanya memiliki koefisien relasi (r)sebesar0,456 dengan
signifikansi sebesar 0,000 (p< 0,05).Hal ini sama dengan penelitian dari Rahayu (2008)
dengan topik yang sama terhadap siswa SMU Institut Indonesia I Yogyakarta dimana
terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan kematangan emosi.
Kematangan diri secara emosional (maturing emotional self) menunjuk pada
emosi yang menyangkut semua wilayah perilaku afektif dengan melibatkan aspek
biologis, kognitif, dan sosial. Kematangan emosi merupakan proses dimana pribadi
individu secara terus menerus berusaha mencapai suatu tingkatan emosi yang sehat,
baik secara intrafisik maupun interpersonal. Individu yang secara emosional telah
matang dapat menentukan dengan tepat kapan dan sejauh mana dirinya perlu terlibat
dalam suatu masalah sosial serta dapat turut memberikan jalan keluar atau pemecahan
yang diperlukan (Haryono, 1996).
Hurlock (2002) mengemukakan bahwa untuk mencapai kematangan emosisetiap
orang harus belajar untuk memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat
menimbulkan reaksi emosi, serta harus dapat menggunakan katarsis emosi. Adapun
katarsis emosi yang dimaksud yaitu dengan melakukan latihan fisik, bekerja dengan
giat, belajar dengan rajin, serta menjalankan agamanya dengan baik. Dengan demikian
apabila individu memiliki tingkat religiusitas yang tinggi maka akan tinggi pula tingkat
kematangan emosinya. Hal ini dikarenakan individu yang melakukan praktik
religiusitas dengan baik akan menimbulkan kesadaran bahwa terdapat kekuatan yang
lebih tinggi darinya maka ia akan berbuat seperti yang telah ditentukan dalam
ajarannya. Dalam hal ini religiusitas menuntun untuk tercapainya kematangan emosi.
Sebaliknya, bila individu jauh dari nilai-nilai religiusitas maka akan terjadi rasa
25
kehancuran pada dirinya sehingga semakin sulit (rendah) untuk mencapai kematangan
emosi pada individu.
Agama atau religiusitas tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Praktik
beragama tidak bisa hanya dilihat dari ritual (melakukan ibadah) saja, melainkan juga
dari dimensi lainnya seperti yang dikemukakan oleh Glock dan Stark yaitu ideologi,
pengalaman, pengetahuan, serta konsekuensi.
Sebagai Perguruan Tinggi dengan latar belakang Agama, Universitas Kristen
satya Wacana tentunya menyelipkan nilai-nilai atau praktik beragama dalam lingkungan
perguruan tingginya. Dalam perkuliahan, seluruh mahasiswa diwajibkan untuk
mengambil mata kuliah pendidikan agama yang dalam perkuliahannya mempelajari
praktik beragama atau religiusitas secara universal (membahas topik beragama dari
sudut pandang berbagai agama). Awal perkuliahan juga selalu diawali dengan doa
sehingga praktik religiutas tetap berlangsung dengan baik.
Selain religiusitas terdapat juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
terbentuknya kematangan emosi pada remaja akhir. Walgito (dalam Laturiuw, 2009)
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi yaitulingkungan
individu yang dalm hal ini termasuk lingkungan keluarga, sosial, dan masyarakat, faktor
pengalaman hidup individu, serta faktor individu itu sendiri, yaitu persepsi pada setiap
individu terhadap hal yang dapat menimbulkan gejolak emosi pada diri individu.
26
KESIMPULAN
Dari hasil pengumpulan data dan analisis data yang dilakukan mengenai
hubungan antara religiusitas dengan kematangan emosi pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara religiusitas dengan kematangan emosi pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2014, dimana semakin tinggi nilai religiusitas maka semakin
tinggi pula nilai kematangan emosi, serta semakin rendah nilai religiusitas maka
akan semakin rendah pula nilai kematangan emosi.
2. Tingkat religiusitas sebagian besar Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014
berada pada kategori sedang.
3. Tingkat kematangan emosi sebagian besar Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan
2014 berada pada kategori sedang.
SARAN
1. Bagi Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2014
Para mahasiswa diharapkan agar tetap menjaga serta meningkatkan nilai-nilai
religiusitas yang ada dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan
perkuliahan maupun di lingkungan lainnya.
2. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama
agar dapat mempertimbangkan hal-hal berikut:
27
Menambah data dalam penelitian dengan melakukan observasi serta wawancara
intensif dengan partisipan dalam penelitian.
Meneliti dengan subjek penelitian yang berbedadari sebelumnya baik dari segi
usia atau latar belakang pendidikan dan pekerjaan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad & Sholeh. (2005). Psikologi perkembangan. Jakarta: Rinela Cipta.
Asrori, M. & Ali, M. (2008). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Azwar, S. (2008).Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi (Edisi kedua).Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, S. (2010).Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, J.A. (2011). Kamus lengkap psikologi.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dister, N. S. (1988). Psikologi agama. Yogyakarta: Kanisius.
Haryono. (1996). Kematangan emosi, pemikiran moral, dan kenakalan remaja.
Semarang: FIP-IKIP Semarang.
Hendropuspito, D. (1990). Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Hurlock, E. (1999). Psikologi perkembangan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. (2002). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Laturiuw, N.B. (2009). Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan
kematangan emosi pada remaja akhir. (Skripsi). Salatiga. Universitas Kristen
Satya Wacana.
Mangunwijaya, Y. B. (1986). Menumbuhkan sikap religiusitas Anak. Jakarta: Gramedia
Monks, F. J. (1991). Psikologi perkembangan dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Pres.
Rahayu, S. (2008). Hubungan Antara Religiusitas dengan Kematangan Emosi Pada
Siswa SMU Institut Indonesia I Yogyakarta. (Skripsi). Diunduh pada 4Juni 2016,
dari http://digilib.uin-suka.ac.id/.
Rizki T, M. I. (2011).Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku
Self- Injury Pada Remaja. Skripsi. Diunduh pada 4Juni 2016,
darihttp://repository.uinjkt.ac.id.
Sarwono, S. (2003). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
29
Trisnawati, L. (2010). Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Konformitas
Terhadap Perilaku Negatif Pada Remaja Akhir Laki-Laki. (Skripsi). Salatiga.
Universitas Kristen Satya Wacana.
Utama, A. (2015). Hubungan antara religiusitas dengan toleransi agama di Salatiga.
(Skripsi). Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.