Download - Hubungan Ibadah Dan Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu”. “Dan tidaklah
aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali utk beribadah kepada-Ku”
Allah menciptakan kita bukan utk sia-sia tetapi krn tujuan mulia yaitu utk
beribadah kepada-Nya. Ibadah adl kata yg mencakup segala hal yg dicintai dan
diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan
larangannya-Nya adl ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim bahkan
sesama manusia atau kepada binatang sekalipun krn Allah adl ibadah. Jadi Ibadah itu
artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh saja seperti shalat puasa zakat dan haji
seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang-cabang keimanan itu lbh dari enam
puluh atau lbh dari tujuh puluh cabang. Paling utama adl Lailaha illallah dan paling
rendah adl menyingkirkan duri di jalanan. Tapi ibadah itu tidak berarti positif dunia
maupun akhirat sampai memenuhi dua kriteria
Kriteria pertama ibadah itu harus dilakukan dgn ikhlas krn Allah. Dan Kriteria
ibadah itu harus dilakukan sesuai dgn petunjuk Rasulullah saw. Satu syarat saja tidak
diterima Allah sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu
Seseorang yang selalu beribadah, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib,
memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak
1
akan diterima oleh Allah swt kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Misalnya orang
nonmuslim memberi beras kepada seorang yang miskin, amal ibadah orang itu
nilainya NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima ibadahnya karena orang itu
tidak punya landasan aqidah.
Sedangkan Syariah Islam adalah aturan hidup yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia. Hukum-hukum Islam yang diatur dalam Al Qur’an dan As Sunah
meliputi : Aspek ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan Kholiq seperti
sholat, zakat, shoum , haji dan seterusnya, serta aspek mu’amalah yang mengatur
hubungan sesama hamba.
B. Tujuan dan Manfaat
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas agama, dan untuk memberikan
gambaran dan pengetahuan tentang hubungan Ibadah dan syariah, semoga makalah
materi yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kita semua
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi
makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui
lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan
tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang
paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai
Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun
yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).
Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah
ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
3
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-
macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman dalam
Quran Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56-58:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku."
"Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha
Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah
yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka
barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia
adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
4
2. Syariah
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek
hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari
syariah itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah.
Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan
lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar.
Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh. Dalam
menjalankan syariah Islam, beberpa yang perlu menjadi pegangan :
5
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah (24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah
(perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram
(7 :33, 156-157), maka :
o Tinggalkan yang subhat (meragukan)
o Ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan
bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan
menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah
(3:103, 8:46)
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf
nahi munkar
B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb
(cinta), khauf (takut), raja’ (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah
diri, sedang-kan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus
6
terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang
mukmin:
Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya [Al-Maa-idah: 54]
Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah [Al-
Baqarah: 165]
Selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada
Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]
Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa
cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’
saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan
khauf, maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan
hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”
C. Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.”
7
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa
dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
[a]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena
ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-
Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad
Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya
dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan
tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah.
Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah
kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia
syari’at-kan, tidak dengan bid’ah.”
8
Sebagaimana Allah berfirman.
“Artinya : Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka
hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu
pun dalam ber-ibadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat
syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua,
bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang
menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai
beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan bagai-mana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat. [7]
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah
tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya
semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya
9
adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Maka
sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar:
2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan
melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah
kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah
melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8] Maka, orang
yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah
ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai
kekurangan)
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan
kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri
dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam ke-hidupan
manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian
akan meliputi ke-hidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan,
padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at
yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
D. Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan
diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia, mengutus para Rasul
dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di-puji dan
yang enggan melaksanakannya dicela. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
10
“Artinya : Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, nis-caya akan Aku
perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah
kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” Ibadah di
dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mem-persempit atau mempersulit manusia, dan
tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu
disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak
dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan
membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan
ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena
manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya
jasad membutuhkan makanan dan minuman, demi-kian pula hati dan ruh memerlukan
ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah
itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena
sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak
akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah.
Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan
dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau
kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu,
11
tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan
kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah
kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan
keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang meng-hendaki
kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari
itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia
dan paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan
seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah
semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan,
kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai
Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai
puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan
seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran.
Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan me-ringankan beban
penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang
dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya
kepada Rabb-nya dapat mem-bebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada
12
makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia
merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada
Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama
untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masuk Surga dan selamat dari
siksa Neraka.
E. Hubungan Ibadah dan Syariah
Ibadah dan Syariah pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam.
unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Ibadah adalah cara
merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling
tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. Sementara
syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi cara
beribadah.
Muslim yang baik adalah orang yg memiliki selalu beribadah yang lurus dan kuat
yg mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada Allah
sehingga tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya.
Atas dasar hubungan itu, maka seseorang yang melakukan ibadah, tetapi tidak
dilandasi oleh keimanan, maka orang itu termasuk ke dalam kategori kafir. Seseorang
yg mengaku beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang itu disebut
fasik. Sedangkan orang yg mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan
landasan ibadah yg tidak lurus disebut munafik.
Ibdah dan syariah dalam Al-Qur’an disebut iman dan amal saleh. Iman
menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah
13
Seseorang yg melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi syariah, maka
perbuatannya hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yg sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang
benar menurut Allah. Sedangkan perbuatan baik yg didorong oleh keimanan terhadap
Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh. Kerena itu didalam Al-
Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.
Antara lain firman Allah dalam (An-Nur, 24:55) ُق�وَن� َف�اِس� اْل ُه�ُم� �َك� �ِئ �حٰـ اْلَّص�اْل �وا َو�َع�ِم�ُل
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku.
Dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-
orang yang fasik."
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah dan syariah menyatu, saling kait mengait. Misalnya, ketika Allah
menjelaskan tentang shalat. Ibadah adalah semua penjelasan apa dan mengapa kita
shalat. Syariah adalah penjelasan bagaimana pelaksanaannya; syarat-syarat, rukun-
rukunnya. Aqidah adalah konsep sedangkan syariah adalah hukum dari Allah.
Ibadah mendefinisikan hal ihwal atau hakikat segala sesuatu. Konsep itu bersifat
mutlak benar karena berasal dari wahyu Tuhan yang Maha Benar. Konsep yang
diwahyukan Allah itu menjadi titik referensi manusia dalam melihat, memahami dan
meyakini yang lainnya.
Berbeda dengan ibadah adalah hukum perbuatan. Sebagai hukum, ia terdiri
perintah dan larangan terhadap suatu perbuatan manusia. Dengan kata lain, syariah
adalah rambu-rambu yang boleh dan yang tidak bolh dilakukan dalam menuju misi
hidup manusia ibadah.
B. Saran
Dengan terselesainya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kita tentang hubungan aqidah dan syariah, dimana akidah dan syariah
memiliki hubungat yang erat dan tidak dapat dipisahkan, makalah ini kami susun
sangat sederhana dan keterbatasan materi, untuk itu kepada teman – teman yang
kurang paham dengan isi makalah ini, agar memberikan masukan saran dan kritik
untuk melengkapi kekurangan dari makalah ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Daudy Ahmad, Kuliah Akidah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Jamhari Muhammad, Zainuddin A, Al-Islam I Akidah dan Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Jawad Muhammad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2008.
Ritonga Rahman, Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini, Surabaya: Amelia, 2005.
Shaltut Mahmud, Akidah dan Syariah Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1984.
Syihab A, Akidah Ahlusunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.
16