Karya Tulis Ilmiah
HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN BBLR DI RSUD BANJARBARU
TAHUN 2011
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan PendidikanPada Jurusan Kebidanan Prodi D III
Program Regular
Oleh :D WI L I S S T I AN I NIM. PO7124009046
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN JURUSAN
KEBIDANAN PRODI D IIITAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini kematian bayi di Indonesia masih tergolong tertinggi jika
dibandingkan dengan negara di ASEAN, hal itu tercermin dari perbandingan
dengan jumlah angka kematian bayi di negara tetangga seperti Singapura (3
per 1000), Brunei Darussalam (8 per 1000), Malaysia (10 per 1000), Vietnam
(18 per 1000) dan Thailand (20 per 1000). Angka kematian bayi (Infant
Mortality Rate) ialah banyaknya kematian bayi berumur dibawah satu tahun
per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun (M e t r o t vn ew s , 2010).
Berdasarkan Survey Demografi dan Kependudukan Indonesia pada
tahun 2007, didapati sebanyak 35 kasus kematian per 1000 kelahiran
menimpa bayi. Menurut Millenium Development Goals (MDGs), tahun 2015
Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian bayi hingga 23 per 1000
kelahiran hidup. Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (neonatus) yang
terbanyak disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada masa
neonatus salah satunya BBLR masih merupakan masalah di dunia karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir
(Maryunani, 2009).
Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang dan angka kematiannya
35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500
gram (Pantiawati, 2010).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR diantaranya
adalah faktor ibu yaitu penyakit ibu (toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, diabetes mellitus), umur < 20 tahun atau > 35 tahun, ibu dengan
paritas 1 dan ≥ 4 (Muslihatun, 2010).
Dalam reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-35 tahun, sedangkan yang berisiko untuk kehamilan
dan persalinan adalah umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun. Ibu
hamil pertama pada umur < 20 tahun, rahim dan panggul ibu seringkali belum
tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan dan
kesehatan janin dalam kandungan. Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi
yaitu bayi lahir belum cukup bulan dan perdarahan dapat terjadi
sebelum/sesudah bayi lahir. Pada ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih,
terjadi perubahan jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi
(Rochyati, 2003).
Ibu dengan paritas 1 dan ≥ 4 berisiko melahirkan BBLR, pada
primimuda, rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran
dewasa akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam
kandungan. Pada primitua, mudah terjadi penyakit pada ibu dan organ
kandungan menua, jalan lahir juga bertambah kaku. Ada kemungkinan lebih
besar mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan.
Sedangkan pada ibu dengan paritas ≥ 4, karena ibu sering melahirkan maka
kemungkinan akan timbul gangguan pada kesehatannya seperti anemia,
kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan rahim sehingga
mengakibatkan terjadinya BBLR (Rochyati, 2003).
Angka kematian bayi akibat BBLR di Kalimantan Selatan tahun 2009
mengalami peningkatan, yaitu dari 521 bayi yang meninggal tercatat 168
(32,2%) adalah BBLR. Sedangkan pada tahun 2010, dari 611 bayi yang
meninggal tercatat 199 (32,6%) adalah BBLR (Dinkes, 2010).
Menurut data yang ada di RSUD Banjarbaru tahun 2010, dari 735
kelahiran, jumlah bayi berat lahir normal (BBLN) sebanyak 633 bayi (86,1%),
sedangkan jumlah BBLR sebanyak 102 bayi (13,8%). Pada tahun 2011 dari
918 kelahiran, jumlah BBLN sebanyak 780 bayi (84,9%), sedangkan jumlah
BBLR sebanyak 138 bayi (15,0%).
Berdasarkan data tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti
hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru
tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 kejadian BBLR
mengalami peningkatan sebanyak 1,2% dari 102 kasus (13,8%) menjadi 138
kasus (15,0%). Berdasarkan pernyataan masalah maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut “Apakah ada hubungan umur dan
paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru tahun 2011?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian BBLR di
RSUD Banjarbaru tahun 2011
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi umur ibu bersalin di RSUD Banjarbaru tahun 2011 b.
Mengidentifikasi paritas ibu bersalin di RSUD Banjarbaru tahun 2011 c.
Menganalisa hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR di RSUD
Banjarbaru tahun 2011
d. Menganalisa hubungan paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD
Banjarbaru tahun 2011
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan, wawasan dalam upaya pencegahan
dan penanganan BBLR serta memberikan pengalaman dalam pembuatan
karya tulis ilmiah
2. Bagi pihak RSUD Banjarbaru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang
kejadian BBLR dan penyebab terjadinya BBLR.
3. Bagi peneliti lain
Dapat digunakan sebagai salah satu data dasar untuk penelitian selanjutnya
khususnya tentang BBLR.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Jayanti Oktrina dengan judul
faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya BBLR di RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2006 dengan variabel umur, paritas dan kehamilan
kembar, pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dan didapatkan
hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan antara umur dan paritas dengan
terjadinya BBLR dan ada hubungan yang bermakna kehamilan kembar
dengan terjadinya BBLR.
Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada rancangan
penelitian, tempat dan tahun penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
a. Pengertian
1) Berat bayi lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram (Muslihatun, 2010).
2) Berat bayi lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifuddin,
2009).
3) World heath organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan
bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama
dengan 2500 gram disebut low birth weight infant (BBLR), karena
morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada
berat badannya tetapi juga pada tingkat kematangan (maturitas) bayi
tersebut. Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara ringkas
bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram (Pantiawati, 2010).
b. Klasifikasi
1) Menurut Maryunani (2009) bayi/neonatus yang termasuk dalam
BBLR merupakan salah satu dari keadaan berikut ini:
a) NKB SMK (neonatus kurang bulan - sesuai masa kehamilan)
adalah bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai masa
kehamilan
b) NKB KMK (neonatus kurang bulan - kecil masa kehamilan)
adalah bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari
normal menurut usia kehamilan
c) NCB KMK (nenonatus cukup bulan - kecil untuk masa
kehamilan) adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat
badan lahir kurang dari normal.
Selain itu menurut Maryunani (2009), BBLR dibagi lagi
berdasarkan berat badan lahir, yaitu:
a) Bayi dengan berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi
yang lahir dengan berat badan lahir antara 1000 - 1500 gram
b) Bayi dengan berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram
2) Menurut Pantiawati (2010), BBLR dapat dikelompokkan menjadi
prematuritas murni dan dismaturitas
a) Prematuritas murni adalah bayi dengan masa kehamilan kurang
dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk
usia kehamilan atau disebut neonatus kurang bulan sesuai masa
kehamilan (NKB-SMK).
b) Dismaturitas adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat
badan yang seharusnya untuk usia kehamilannya, biasa disebut
dengan bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK).
c. Etiologi
1) Menurut Muslihatun (2010)
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya berat bayi
lahir rendah diantaranya adalah faktor ibu yaitu penyakit ibu
(toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, diabetes mellitus),
umur < 20 tahun atau > 35 tahun, ibu dengan paritas 1 dan ≥ 4.
Faktor janin yang dapat menyebabkan BBLR, diantaranya
hidramnion, kehamilan ganda, dan lain-lain.
2) Menurut Pantiawati (2010)
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor
plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta
faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
3) Menurut Manuaba (1998), etiologi BBLR adalah:
a) Faktor ibu
(1) Gizi saat hamil yang kurang
(2) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
(3) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
(4) Penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, perokok)
(5) Faktor pekerja yang terlalu berat
b) Faktor kehamilan
(1) Hamil dengan hidramnion
(2) Hamil ganda
(3) Perdarahan antepartum
(4) Komplikasi hamil: pre-eklampsia/eklampsia, ketuban pecah
dini
c) Faktor janin
(1) Cacat bawaan
(2) Infeksi dalam rahim
d) Faktor yang masih belum diketahui
d. Penatalaksanaan
Menurut Mitayani (2009) penatalaksanaan pada bayi BBLR adalah :
1) Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain kering,
selimuti dan gunakan topi untuk menghindari adanya kekurangan
panas.
2) Awasi frekuensi pernapasan, terutama dalam 24 jam pertama guna
mengetahui sindrom aspirasi mekonium
3) Pantau suhu di sekitar bayi, jangan sampai kedinginan., hal ini karena
bayi BBLR mudah hipertemi akibat luas dari permukaan tubuh bayi
relatif lebih besar dari lemak subkutan.
4) Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama
5) Jika bayi haus, beri makanan dini yang berguna untuk mencegah
hipoglikemi
6) Jika bayi sianosis atau sulit bernapas, beri oksigen lewat kateter
hidung
e. Upaya menurunkan terjadinya kasus BBLR
Menurut Proverawati (2010) upaya yang dilakukan untuk menurunkan
kejadian BBLR adalah :
1) Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi makanan
yang lebih sering atau lebih banyak, dan lebih diutamakan makanan
yang mengandung nutrisi
2) Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda.
Apabila kenaikan berat badannya kurang dari 1kg/bulan, sebaiknya
segera berkonsultasi dengan ahli
3) Mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet/hari.
4) Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-35 tahun)
5) Konseling pada suami istri untuk mengusahakan agar menjaga jarak
kehamilan paling sedikit 2 tahun
6) Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi selama kehamilan.
2. Umur
a. Pengertian
1) Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun
yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur
sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Wikipedia, 2010b).
2) Umur adalah lama waktu hidup seseorang atau adanya seseorang
(sejak lahir) (Alwi, 2003)
b. Klasifikasi
1) Menurut Rochyati (2003), dalam reproduksi sehat dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun, sedangkan
yang berisiko untuk kehamilan dan persalinan adalah umur kurang
dari 20 tahun atau diatas 35 tahun. Ibu hamil pertama pada umur < 20
tahun, rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai
ukuran dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan
janin dalam kandungan. Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi
yaitu bayi lahir belum cukup bulan dan perdarahan dapat terjadi
sebelum/sesudah bayi lahir. Pada ibu hamil berumur 35 tahun atau
lebih, terjadi perubahan jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir
tidak lentur lagi.
2) Menurut Wahab (2000), angka mortalitas neonatus terendah terdapat
pada bayi dari ibu yang mendapat perawatan prenatal yang cukup dan
berumur antara 20-35 tahun. Kehamilan pada umur dibawah 20 tahun
maupun wanita yang melebihi umur 35 tahun menambah risiko
terjadinya retardasi pertumbuhan janin intrauteri.
c. Pengaruh umur terhadap kejadian BBLR
Kehamilan pada usia muda merupakan faktor risiko hal ini disebabkan
belum matangnya organ reproduksi untuk hamil, sehingga dapat
merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin
yang memudahkan terjadinya BBLR (Manuaba, 1998), sedangkan pada
umur diatas 35 tahun meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi
kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga
dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran
BBLR, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada wanita yang
berusia dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, angka kejadian
terendah pada usia 20-35 tahun (Wikipedia, 2010a).
3. Paritas
a. Pengertian
1) Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita
(Maimunah, 2005)
2) Paritas adalah keadaan kelahiran, keadaan wanita yang pernah
melahirkan bayi hidup maupun lahir mati (Muda, 2003)
b. Klasifikasi
1) Menurut Wiknjosastro (2002), dari sudut kematian paritas terbagi
atas:
a) Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman untuk hamil dan
bersalin
b) Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Semakin tinggi paritas, maka
semakin tinggi juga kematian maternal.
2) Menurut Mochtar (1998) terbagi menjadi:
a) Primipara adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama
kalinya
b) Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa
kali (sampai 5 kali)
c) Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6
kali atau lebih hidup atau mati.
c. Pengaruh paritas terhadap kejadian BBLR
Ibu dengan paritas 1 dan ≥ 4 berisiko melahirkan BBLR, pada
primipara terkait dengan belum siapnya fungsi organ dalam menjaga
kehamilan dan menerima kehadiran janin, keterampilan ibu untuk
melaksanakan perawatan diri dan bayinya serta faktor psikologis ibu yang
masih belum stabil (Rochyati, 2003), sedangkan ibu yang pernah
melahirkan anak empat kali atau lebih karena paritas yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi
pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan
kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus, hal ini akan
mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya sehingga
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan
melahirkan bayi dengan BBLR (Wiknjosastro, 2002).
B. Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
(Notoatmodjo,
2002). Kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Umur
Paritas
Variabel Bebas Variabel Terikat
Kejadian BBLR
Gambar 2.1Kerangka Konsep
C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru
tahun 2011
2. Ada hubungan paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru
tahun 2011
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey
analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Rancangan pada penelitian ini adalah Case
Control. Case Control yaitu suatu penelitian (survey) analitik yang
menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan
pendekatan “Retrospective” dengan kata lain efek diidentifikasi pada saat ini,
kemudian faktor risiko adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu
(Notoatmodjo, 2002).
Case Control merupakan rancangan penelitian yang membandingkan
antara kelompok kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi
kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan (Hidayat, 2007).
Rancangan penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara umur dan paritas ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru
tahun 2011.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di ruang
bersalin RSUD Banjarbaru pada tahun 2011 sebanyak 918 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2010). Penelitian ini menggunakan pembanding antara sampel kasus
dengan sampel kontrol yaitu 1:2.
Sampel kasus yang digunakan pada penelitian ini adalah semua ibu
bersalin yang melahirkan BBLR pada tahun 2011 yaitu sebanyak 138
orang, sedangkan sampel kontrol yang digunakan pada penelitian ini
adalah ibu yang melahirkan BBLN di RSUD Banjarbaru tahun 2011 yaitu
sebanyak 276 orang, sehingga keseluruhan sampel menjadi 414 orang.
Cara pengambilan sampel kontrol dengan systematic random
sampling (pengambilan sampel secara acak sistematis), pengambilan
sampel secara acak sistematis adalah membagi jumlah atau anggota
populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Sampel yang
diambil dengan membuat daftar anggota populasi secara acak dari 1
sampai n, kemudian membagi jumlah sampel yang diinginkan
(Notoatmodjo, 2002). Jumlah anggota populasi untuk kontrol sebanyak
780 orang dan sampel yang diinginkan 276 orang, sehingga sampel yang
diperoleh adalah 780 : 276 = 2,8 ≈ 3, maka setiap anggota populasi yang
terkena sampel adalah setiap elemen yang mempunyai nomor kelipatan 3,
yakni 3, 6, 9, 12 dan seterusnya sampai mencapai 276 anggota sampel
kontrol.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang
sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur dan paritas.
a. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel terikat (Hidayat, 2007). Variabel bebas pada
penelitian ini adalah umur ibu dan paritas.
b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variabel bebas (Hidayat, 2007). Variabel terikat pada
penelitian ini adalah BBLR.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).
Tabel 3.1Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 BBLR Bayi yang saat lahirberat badannya <2500 gr (sampai dengan 2499 gr )
Bukuregister persalinan
1. BBLR (beratlahir < 2500 gr)
2. BBLN (beratlahir ≥ 2500 gr)
Ordinal
2 Umur keberadaan ibu sejakdilahirkan sampai selesai penelitian
Bukuregister persalinan
1. Berisiko jikaumur ibu <20 th dan >35 th
2. Tidak berisiko jika umur ibu antara 20-35
Ordinal
3 Paritas Jumlah kehamilanyang diakhiri dengan kelahiran bayi hidup maupun lahir mati
Bukuregister persalinan
1. Berisiko jikaparitas 1 dan≥ 4
2. Tidak berisiko jika paritas 2-3
Ordinal
D. Alat/Instrumen Penelitian
Alat atau instrumen pada penelitian ini adalah buku register persalinan
di ruang bersalin RSUD Banjarbaru
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian : Ruang bersalin RSUD Banjarbaru
2. Waktu penelitian : Bulan Desember 2011 sampai Agustus 2012
F. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari
buku register pada RSUD Banjarbaru untuk memperoleh data tentang umur,
paritas dan berat bayi baru lahir untuk mengetahui BBLR pada tahun 2011
G. Cara atau Teknik Pengolahan Analisa Data
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan
kembali untuk kelengkapan data kejadian BBLR, umur dan paritas ibu
yang diteliti.
2. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode angka terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan
adalah memberi kode pada tiap variabel yang sudah terkumpul yaitu
variabel BBLR diberi kode 1, variabel BBLN diberi kode 2, variabel
umur berisiko diberi kode 1, variabel umur tidak berisiko diberi kode 2,
variabel paritas berisiko diberi kode 1, variabel paritas tidak berisiko
diberi kode 2.
3. Data entry
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan
ke dalam database komputer. Pada tahap ini dilakukan kegiatan
memasukkan data variabel kejadian BBLR, umur dan paritas ibu dengan
menggunakan komputer
4. Analisa data
a. Analisa univariat
Analisis univariat adalah analisis untuk satu variabel penelitian
pada penelitian ini analisis digunakan dengan mengumpulkan data
tentang BBLR, umur dan paritas ibu, setelah data tersebut terkumpul,
ditabulasi dan dipresentasikan, ditampilkan dengan distribusi
frekuensi.
Rumus distribusi frekuensi (Sabarguna, 2008) :
ƒ Keterangan:
P = Presentase
N = Banyaknya kasus
ƒ = Frekuensi
b. Analisa Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk lebih dari
satu variabel. Analisa hubungan ini akan menggunakan uji statistic
chi-square dengan nilai kemaknaan (nilai α) = 0,05. Uji chi-square
akan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan umur dan
paritas ibu dengan kejadian BBLR.
Rumus sederhana dalam pengujian statistic chi-square adalah
sebagai berikut (Hidayat, 2007):
² ²
Keterangan :
² = Statistic chi-square
Σ = Jumlah
= Nilai yang diamati
E = Nilai yang diharapkan
Dari hasil uji chi-square dapat diperoleh nilai ρ (value) apabila nilai
ρ ≤ α = 0,05 berarti Ha diterima artinya ada hubungan yang bermakna
antara umur dan paritas ibu dengan kejadian BBLR sedangkan apabila
ρ > α = 0,05 berarti Ha ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara umur dan paritas dengan kejadian BBLR.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru, yang
merupakan salah satu unit pelayanan kebidanan yang ada di RSUD
Banjarbaru. Ruang bersalin RSUD Banjarbaru dilengkapi dengan sarana
dan prasarana yang digunakan untuk mendukung pelayanan dan
penanganan dari segala komplikasi persalinan dan kehamilan yang
terjadi:
a) Ketenagaan
1) Dokter spesialis kebidanan dan kandungan 2 orang
2) Bidan 20 orang
3) Tenaga honorer 2 orang
b) Sarana prasarana
1) Peralatan kebidanan
2) USG 4 dimensi
3) Alat vakum ekstraksi
4) Infant warmer
5) Sarana penunjang lain : Ruangan operasi 24 jam, laboratorium
24 jam
c) Pelayanan di ruang bersalin
1) Pelayanan bidan 24 jam
2) Pelayanan dokter spesialis 24 jam
2. Gambaran umum objek penelitian
Tabel 4.1Faktor penyebab terjadinya BBLRdi RSUD Banjarbaru tahun 2011
No. Faktor penyebab terjadinya BBLR Jumlah
1 Umur ibu berisiko 402 Paritas berisiko 943 Ketuban pecah dini 144 Gamely 45 Pre eklampsi 126 Eklampsi 1
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa faktor
penyebab terjadiya BBLR terbanyak disebabkan oleh paritas berisiko
yaitu sebanyak 94 orang.
3. Gambaran khusus hasil penelitian
a. Analisa Univariat
1) Umur ibu
Tabel 4.2Distribusi frekuensi berdasarkan umur
di RSUD Banjarbaru tahun 2011
No. Umur frekuensi presentase1 Berisiko 108 26,12 Tidak berisiko 306 73,9
Jumlah 414 100Sumber: Data Sekunder
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 414 ibu bersalin
terdapat 108 orang (26,1%) ibu melahirkan dengan umur berisiko
2) Paritas ibu
Tabel 4.3Distribusi frekuensi berdasarkan paritas
di RSUD Banjarbaru tahun 2011
No. Paritas frekuensi presentase1 Berisiko 228 55,12 Tidak berisiko 186 44,9
Jumlah 414 100Sumber: Data Sekunder
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 414 ibu bersalin
terdapat 228 orang (55,1%) ibu melahirkan dengan paritas
berisiko
b. Analisa Bivariat
1) Hubungan umur ibu bersalin dengan kejadian BBLR
Tabel 4.4Hubungan umur ibu bersalin dengan kejadian BBLR
di RSUD Banjarbaru tahun 2011
No. Umur ibu
Bayi lahirJumlahBBLR
(kasus)BBLN
(kontrol)n % n % N %
1 Berisiko 40 29,0 68 24,6 108 26,12 Tidak berisiko 98 71,0 208 75,4 306 73,9
Jumlah 138 100 276 100 414 100Chi – Square test: ρ = 0,406 > α = 0,05
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.4 diatas didapatkan bahwa dari 138
bayi. BBLR sebanyak 40 (29,0%) dilahirkan ibu yang berumur
berisiko. sedangkan BBLR sebanyak 98 (71,0%) dilahirkan ibu
yang berumur tidak berisiko
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai
ρ sebesar 0,406 > α = 0,05 maka maka Ha ditolak, dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
umur ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru tahun 2011
2) Hubungan paritas ibu bersalin dengan kejadian BBLR
Tabel 4.5Hubungan paritas ibu dengan kejadian BBLR
di RSUD Banjarbaru tahun 2011
No. Paritas ibu
Bayi lahirJumlahBBLR
(kasus)BBLN
(kontrol)n % n % N %
1 Berisiko 94 68,1 134 48,6 228 55,12 Tidak berisiko 44 31,9 142 51,4 186 44,9
Jumlah 138 100 276 100 414 100Chi – Square test: ρ = 0,000 < α = 0,05
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.5 diatas didapatkan bahwa dari 138
bayi. BBLR sebanyak 94 (68,1%) dilahirkan ibu yang memiliki
paritas berisiko sedangkan bayi BBLR sebanyak 44 (31,9%)
dilahirkan ibu yang memiliki paritas tidak berisiko
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai
ρ sebesar 0,000 < α = 0,05 maka Ha diterima, dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas ibu dengan
kejadian BBLR di RSUD Banjarbaru tahun 2011.
Berdasarkan hasil perhitungan OR 2,2 maka ibu yang
memiliki paritas berisiko (1 dan >3) berisiko 2,2 kali melahirkan
bayi BBLR bila dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas
tidak berisiko.
B. Pembahasan
1. Analisa Univariat
a. Umur ibu
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2 diatas
didapatkan bahwa dari 414 ibu yang melahirkan terdapat 108 (26,1%)
ibu melahirkan dengan umur berisiko
Dalam reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-35 tahun, sedangkan yang berisiko untuk
kehamilan dan persalinan adalah umur kurang dari 20 tahun atau diatas
35 tahun. Ibu hamil pertama pada umur < 20 tahun, rahim dan panggul
ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya
diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan.
Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi yaitu bayi lahir belum cukup
bulan dan perdarahan dapat terjadi sebelum/sesudah bayi lahir. Pada
ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, terjadi perubahan jaringan alat-
alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi (Rochyati, 2003).
Pada penelitian ini didapatkan masih ditemukan ibu melahirkan
dengan umur berisiko. Berdasarkan data register ruang bersalin RSUD
Banjarbaru tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa ibu yang
bersalin pada umur berisiko lebih banyak mengalami komplikasi-
komplikasi dalam kehamilan dan persalinan seperti pre
eklampsi/eklmampsi, ketuban pecah dini, hamil ganda. Oleh sebab itu
pada ibu dengan umur < 20 tahun penting untuk menunda
kehamilannya karena organ-organ reproduksinya masih belum siap
menerima kehamilan dan pada ibu umur > 35 tahun dianjurkan untuk
tidak hamil lagi karena organ-organ reproduksinya sudah mulai menua
dan jalan lahir bertambah kaku.
b. Paritas ibu
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3 diatas
bahwa dari 414 ibu yang melahirkan terdapat 228 orang (55,1%) ibu
melahirkan dengan paritas berisiko
Menurut Wiknjosastro (2002) paritas 1 dan ≥ 4 mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Semakin tinggi paritas, maka semakin
tinggi juga kematian maternal. Pada paritas rendah, sebagian besar ibu
belum siap secara fisik maupun mental dalam menjalani
kehamilannya, risiko kematian maternal dapat dicegah dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi, ibu telah banyak
melahirkan yang menyebabkan fungsi organ reproduksi mengalami
kemunduran, risiko dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana.
Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar ibu melahirkan
dengan paritas berisiko yaitu pada paritas 1 dan ≥ 4. Pada ibu dengan
paritas 1, sebagian besar ibu belum siap secara fisik maupun mental
dalam menjalani kehamilannya, sedangkan pada paritas ≥ 4 ibu telah
banyak melahirkan yang menyebabkan fungsi organ reproduksi
mengalami kemunduran.
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai ρ sebesar
0,406 > α = 0,05 atau dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur ibu dengan kejadian BBLR di RSUD
Banjarbaru tahun 2011.
Kehamilan pada usia muda merupakan faktor risiko hal ini
disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil, sehingga
dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin yang memudahkan terjadinya BBLR (Manuaba,
1998), sedangkan menurut Wikipedia (2010a) pada umur diatas 35
tahun meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya
serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat
mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran
BBLR, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada wanita
yang berusia dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, angka
kejadian terendah pada usia 20-35 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur
ibu dengan kejadian BBLR. Hal ini memang tidak sesuai dengan teori
Manuaba (1998) dan Wikipedia (2010a) yang mengatakan umur
dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan salah satu faktor
penyebab BBLR, namun sama dengan penelitian Jayanti Oktrina di
RSUD Ulin banjarmasin tahun 2006.
Dalam penelitiannya yang berjudul “faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya BBLR di RSUD Ulin Banjarmasin
tahun 2006” menyatakan proporsi ibu yang melahirkan BBLR
terbanyak pada umur tidak berisiko sebesar 309 orang (77,2%)
sedangkan pada umur berisiko sebesar 91 orang (22,7%), hasil analisis
dengan chi-square didapatkan nilai ρ = 0,483 < α = 0,05 yang berarti
tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian BBLR.
Tidak adanya hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR
ini juga dikarenakan ada faktor-faktor lain yang lebih kuat
mempengaruhi terjadinya BBLR seperti paritas, kehamilan ganda, pre-
eklampsia/eklampsia dan ketuban pecah dini. Jadi, kejadian BBLR
tidak dipengaruhi oleh umur saja, meskipun ibu dengan umur berisiko
namun jika ibu secara teratur memeriksakan kehamilannya ke tempat
pelayanan kesehatan, memberikan nutrisi yang cukup bagi janin yang
dikandungnya dan tidak memiliki komplikasi pada kehamilannya
maka kejadian BBLR dapat dihindarkan.
b. Hubungan paritas ibu dengan kejadian BBLR
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai ρ sebesar
0,000 < α = 0,05 atau dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD
Banjarbaru tahun 2011 dengan odds ratio 2,2 (CI 95% = 1,4 – 3,4)
yang berarti bahwa ibu dengan paritas 1 dan ≥ 4 memiliki risiko 2,2
kali melahirkan BBLR dibandingkan ibu dengan paritas 2-3.
Pada primipara terkait dengan belum siapnya fungsi organ
dalam menjaga kehamilan dan menerima kehadiran janin,
keterampilan ibu untuk melaksanakan perawatan diri dan bayinya serta
faktor psikologis ibu yang masih belum stabil (Rochyati, 2003),
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2002), ibu yang pernah melahirkan
anak empat kali atau lebih karena paritas yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi
pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan
kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus, hal ini akan
mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya sehingga
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan
melahirkan bayi dengan BBLR.
Berdasarkan data dan teori di atas, paritas dan kejadian BBLR
memiliki hubungan karena fungsi organ reproduksi pada paritas 1
belum siap dalam menjaga dan menerima kehamilannya sedangkan
pada paritas > 3 fungsi organ reproduksinya mengalami penurunan
sehingga menyebabkan BBLR
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan umur dan
paritas ibu dengan kejadian BBLR yang dilakukan di RSUD Banjarbaru tahun
2011. Setelah itu dilakukan tabulasi dan uji statistik dapat disimpulkan bahwa :
1. Umur ibu terbanyak yang melahirkan adalah umur tidak berisiko yaitu
sebanyak 306 orang (73,9%)
2. Paritas ibu terbanyak yang melahirkan adalah paritas berisiko yaitu sebanyak
228 orang (55,1%)
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian BBLR
dengan nilai ρ = 0,406 > α = 0,05
4. Ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian BBLR dengan
nilai ρ = 0,000 < α = 0,05 dan dengan nilai odds ratio 2,2 yang berarti bahwa
ibu dengan paritas berisiko memiliki risiko 2,2 kali lebih besar melahirkan
BBLR dibandingkan paritas tidak berisiko.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis dapat menyarankan beberapa hal
yang mungkin bermanfaat, yaitu:
1. Bagi rumah sakit, diharapkan mengadakan pelatihan dan seminar bagi
bidan/tenaga kesehatan terutama dalam hal penanganan kasus BBLR serta
memberikan pendidikan kesehatan mengenai program keluarga berencana
bagi ibu-ibu yang telah memiliki 3 orang anak sebagai salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya BBLR.
2. Bagi peneliti lain, perlunya penelitian lebih lanjut dengan variabel atau faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BBLR.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. RinekaCipta. Jakarta
Dinas Kesehatan provinsi kal-sel. 2010. Data Profil Kesehatan 2010 ProvinsiKal-Sel. Banjarmasin.
Hidayat, A.A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Salemba Medika. Jakarta.
Maimunah, Siti. 2005. Kamus Istilah Kebidanan. EGC. Jakarta
Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KeluargaBerencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta
Maryunani, A. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. TIM.Jakarta.
Metrotv. 2010. Capaian MDGs terkendali Kasus Kematian Ibu. Tersedia dalam website (h t tp ://m e t r o t vn ew s. c om ) di akses tanggal 12 Desember 2011
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta.
Muslihatun, N.W. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya. Yogyakarta.
Muda, Ahmad,A.K. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi . GitamediaPress. Surabaya
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetric Jilid 2. EGC. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka Cipta.Jakarta.
Pantiawati, I. 2010. Bayi Dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha Medika.Yogyakarta.
Proverawati, A. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Nuha Medika. Yogyakarta.
Rochjati,P. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil, Pengendalian Faktor Resiko, Deteksi Dini Ibu Hamil Resiko Tinggi. Airlangga University Press. Surabaya.
RSUD Banjarbaru. 2010. Buku Register Persalinan RSUD Banjarbaru. Banjarbaru
RSUD Banjarbaru. 2011. Buku Register Persalinan RSUD Banjarbaru. Banjarbaru
Sabarguna, B.S. 2008. Karya Tulis Ilmiah (KTI) untuk Mahasiswa D3 Kesehatan.Sagung seto. Jakarta
Saifuddin, A.B. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal DanNeonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Wahab, A, S. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. EGC. Jakarta
Wiknjosastro,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta.
Wikipedia. 2010a. Bayi . tersedia dalam website (h t tp ://i d. w i kip e d i a .o r g / w i k i/ B a y i ) di akses tanggal 26 maret 2012.
Wikipedia. 2010b. umur . tersedia dalam website (h t tp ://i d. w i kip e d i a .o r g / w i k i/ U m u r ) di akses tanggal 26 maret 2012