5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut atau algae merupakan tumbuhan laut yang tidak dapat
dibedakan antara akar, daun, dan batang sehingga seluruh bagian tubuhnya
disebut thallus. Berdasarkan kandungan pigmen yang terdapat dalam thallus,
rumput laut terdiri atas alga merah (Rhodophyceae), alga hijau (Chlorophyceae),
dan alga coklat (Phaeophyceae) (Soenardjo, 2011).
Beberapa komponen-komponen utama yang terdapat dalam makroalga
laut adalah karbohidrat, protein, lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan
senyawa-senyawa garam natrium dan kalium. Faktor yang mempengaruhi
komposisi kimia rumput laut seperti spesies, tempat tumbuh, umur panen dan
musim (Ahda dkk., 2005).
Tabel 1. Kandungan Kimia Rumput Laut Kering Parameter Kandungan (per 100 g
bahan)
Parameter Kandungan Satuan
Karbohidrat 83,50 gram
Protein 1,30 gram
Lemak 1,20 gram
Serat 2,70 gram
Abu 4,00 gram
Kalsium 756,00 miligram
Besi 7,80 miligram
Natrium 115,00 miligram
Kalium 107,00 miligram
Thiamin 0,01 miligram
Riboflavin 0,22 miligram
Niasin 0,20 miligram
Sumber: FAO (2005)
Rumput laut jenis Eucheuma cottonii merupakan salah satu
carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karagenan. Karagenan dalam
rumput laut mengandung serat (dietary fiber) yang sangat tinggi. Serat yang
6
terdapat pada karagenan merupakan bagian dari serat gum yaitu jenis serat yang
larut dalam air. Karagenan dapat terekstraksi dengan air panas sehingga
mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada
rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk
ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Anggadiredja,
2011).
Menurut Anggadiredja (2011), klasifikasi rumput laut jenis Eucheuma
cottonii adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)
Ciri-ciri rumput laut merah yaitu mempunyai thallus silindris, permukaan
yang licin dan cartilogeneus. Warnanya tidak terlalu tetap, kadang berwarna
hijau, hijau kuning, abu-abu merah. Perubahan warna ini terjadi karena faktor
lingkungan yang merupakan proses adaptasi kromatik. Adaptasi kromatik adalah
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.
Thallus memiliki penampakan yang bervariasi, dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri thallus runcing memanjang, letaknya agak jarang dan tidak
bersusun melingkari thallus. Percabangan menuju berbagai arah dengan batang
utama keluar dan saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang pertama
7
dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dan mengarah ke
arah datangnya sinar matahari. Rumput laut merah berperan penting dalam
perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karagenan. Kadar karagenan
dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi
tumbuhnya (Atmaja dkk. Dalam Arifin 2011).
Kandungan air rumput laut segar sama seperti tanaman pada umumnya
yaitu sekitar 80-90% dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20%.
Komposisi kimia rumput laut merah menurut astawan dkk. (2004) dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Rumput Laut Merah
Zat gizi Persentase
Kadar abu (%) 29,97
Kadar protein (%) 5,91
Lemak (%) 0,28
Kadar karbohidrat (%) 63,84
Serat pangan tidak larut air (%) 55,05
Serat pangan larut air (%) 23,89
Serat pangan total (%) 78,94
Sumber: Astawan dkk. (2004)
2.2 Karagenan
Karagenan adalah hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida
rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut karaginofit (penghasil
karagenan), seperti Eucheuma sp., Kappaphycus, Chondrus sp., Hypnea sp., dan
Gigartina sp. Karagenan merupakan polisakarida berantai linier atau lurus dan
merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya berupa galaktosa
(Ghufran, 2010). Polisakarida tersebut disusun dari sejumlah unit galaktosa
dengan ikatan α (1,3) D-galaktosa dan β (1,4) 3,6 anhidrogalaktosa secara
bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat (Anggadiredja, 2009).
8
Menurut Winarno (1996) karagenan terbagi menjadi 3 fraksi yaitu kappa,
iota dan lamda. Kappa karagenan apabila berikatan dengan air menghasilkan gel
yang kaku dan keras, tipe karagenan ini dihasilkan oleh rumput laut K. Alvarezii.
Iota karagenan bila berikatan dengan air dapat membentuk gel yang kaku dan
elastis dan lembut, iota dihasilkan oleh Eucheuma spinosum. Lamda karagenan
mengandung gugus sulfat yang tinggi sehingga hampir tidak membentuk gel sama
sekali. Gugus ester dalam lamda karagenan didistribusikan secara acak dalam
molekulnya. Lamda karagenan dihasilkan oleh rumput laut spesies Gigartin,
biasanya digunakan untuk membentuk lapisan tipis atau untuk mengubah tekstur
dari makanan.
Karagenan dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu kappa, iota, dan
lamda:
a. Kappa karagenan
Kappa karagenan terdiri dari unit D-galaktosa 4 sulfat dan 3,6 anhidro D-
galaktosa. Karagenan juga sering mengandung D-galaktosa 6 sulfat ester dan 3,6
anhidro D-galaktosa 2 sulfat ester. Gugus 6-sulfat berperan menurunkan daya
gelasi karagenan, tetapi dengan pemberian alkali menyebabkan transeliminasi
gugusan 6 sulfat, sehingga menghasilkan bentuk 3,6 anhidro D-galaktosa.
Sehingga derajat kesegaran molekul meningkat dan daya gelasinya juga
bertambah.
b. Iota karagenan
Iota karagenan terdiridari 4-sulfat ester pada setiap residu D-galaktosa dan
gugusan 2 sulfat pada setiap gugusan 3,6 anhidro D-galaktosa. Gugusan 2 sulfat
ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali.
9
c. Lamda karagenan
Lamda karagenan berbeda dari kappa karagenan dan iota karagenan karena
memiliki sebuah residu disulphated α (1,4) D-galaktosa (Yudhi, 2009).
Gambar 1. Struktur Kappa, Iota dan Lamda Karagenan
Sumber: Dokumentasi pribadi
Senyawa hidrokoloid karagenan terdiri atas ester kalium, natrium,
magnesium dan kalsium sulfat. Pada beberapa atom hidroksil, gugus sulfat terikat
dengan ikatan ester. Karagenan dapat diperoleh melalui proses pengendapan hasil
ekstraksi rumput laut menggunakan alkohol, kemudian dikeringkan dengan drum
dryer serta dilanjutkan dalam proses pembekuan. Alkohol yang digunakan
terbatas pada pada methanol, etanol, dan isopropanol. Etanol yang biasa
digunakan dalam pengendapan alkohol dapat dimurnikan kembali sehingga bisa
untuk dimanfaatkan lagi (Distantina dkk., 2012). Karagenan memiliki fungsi yang
sangat beragam, salah satunya yaitu dapat digunakan sebagai bahan untuk
mengawetkan produk dan memiliki kemampuan untuk meningkatkan kekenyalan
suatu produk pangan karena mampu berinteraksi dengan makromolekul sehingga
dapat membentuk gel. Karagenan yang dapat membentuk gel dengan baik adalah
jenis karagenan kappa karena kappa paling baik diantara iota dan lamda (Fauziah
dkk., 2015).
Karagenan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan),
thickner (bahan pengental) dan pembentuk gel dalam bidang industri pengolahan
10
makanan. Ekstraksi karagenan dapat dilakukan secara fisik seperti pemasakan
pada suhu 70-100oC (Sutikno dkk., 2015) secara kimia seperti menggunakan
KOH, NaOH, KCl (Moses dkk., 2015) dan secara enzimatis seperti menggunakan
enzim selulase, sulfatase, dan k carrageenase (Rhein-Knudsen dkk., 2015).
Tabel 3. Spesifikasi Mutu Karagenan Berdasarkan FAO (Food and Agriculture
Organization)
Zat Gizi Standar
Kadar sulfat (%) 15-40
Kadar abu (%) 15-40
Viskositas (cps) Min. 5
Kadar air (%) Maks. 12
Kekuatan gel (g/cm2) 500
Sumber : Standar FAO dalam Wenno dkk. (2009)
2.2.1 Sifat Fisik Karagenan
Beberapa indikator mutu karagenan berdasarkan sifat fisik yang dianalisis
adalah rendemen, viskositas dan kekuatan gel.
1. Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter yang bertujuan untuk menilai
efektif tidaknya proses pembuatan tepung karagenan. Efektif dan efsiensinya
proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung karagenan dapat dilihat dari
rendemen yang dihasilkan. Rendemen karagenan sebagai hasil ekstraksi dihitung
berdasarkan rasio antara berat karagenan yang dihasilkan dengan berat rumput
laut kering yang digunakan. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan
nilai rendemen rumput laut adalah (Samsuari, 2006):
Rendemen (%) = Berat karagenan kering/Berat rumput laut kering x 100%
2. Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan dan
merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau
11
produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui
kualitas dari produk akhir. Tujuan dari pengujian viskositas adalah untuk
mengetahui tingkat kekentalan karagenan hasil ekstraksi (Wulandari, 2011).
Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya
molekul-molekul lain. Jika konsentrasi karagenan meningkat, maka viskositasnya
akan meningkat. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya
peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75oC nilai viskositas karaginan
berkisar antara 5-800 cps.
Viskositas larutan karagenan disebabkan oleh sifat karagenan sebagai
polielektrolit. Gaya tolakan antara muatan-muatan negative di sepanjang rantai
polimer yaitu ester sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat
hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul molekul air yang
termobilisasi, sehingga larutan karagenan dapat bersifat kental. Semakin kecil
kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi
gelnya semakin meningkat. Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan
akan mengakibatkan muatan bersih sepanjang rantai polimer menurun. Penurunan
muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus
sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan
viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring
dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian
dilanjutkan dengan degradasi karagenan (Raharjo, 2009).
Pengukuran viskositas, biasanya dalam bentuk cairan yaitu dengan
menggunakan alat Viskometer Brookfield. Skala harus selalu menunjuk angka 0
12
terlebih dahulu setiap pemindahan kecepatan yang akan digunakan. Spindel harus
berada dalam cairan pada batas tertentu yaitu hingga pertengahan batas spindel
agar ukuran viskositasnya bias sesuai. Setelah dipastikan jarum skala berada di
angka 0 dan spindel telah tercelup sempurna, viskometer dinyalakan dengan
menggerakan tombol on dan tunggu hingga penunjuk skala stabil kemudian
skalanya dibaca (Raharjo, 2009).
3. Kekuatan Gel
Kekuatan gel merupakan sifat fisik karagenan yang utama, karena
kekuatan gel menunjukkan kemampuan karagenan dalam pembentukan gel dan
sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi
tepung karagenan. Salah satu sifat penting tepung karagenan adalah mampu
mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang
bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karagenan
sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi (Sharma
dkk., 2002).
Pengukuran kekuatan gel dapat dilakukan dengan berbagai macam cara
yaitu menggunakan Manual Texture Analyzer dan cara lain yang dapat digunakan
yaitu dengan menggunakan Texture Analyzer, dimana alat ini menggunakan
system komputerisasi sehingga data kekuatan gel yang didapatkan cukup akurat
(Farida, 2007). Texture analyzer XT Plus adalah mesin screw tunggal yang
digunakan untuk mengukur tekstur makanan yang dikembangkan sampai 5000 N.
Alat ini memiliki kecepatan sampai 2400 mm/menit, hasil uji Texture Analyzer
diperoleh berupa grafik. Maka akan didapatkan produk dengan tekstur yang
seragam sesuai dengan yang dikehendaki (Sharma dkk., 2002).
13
2.2.2 Sifat Kimia Karagenan
Beberapa parameter kimia karagenan yang dianalisis adalah kadar air dan
kadar abu.
1. Kadar Air
Pengujian kadar air digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kandungan air dalam karagenan karena kadar air sangat berpengaruh terhadap
daya simpan. Kadar air sangat mempengaruhi aktivitas mikroba selama
penyimpanan karagenan. Kadar air juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
pengeringan, pengemasan dan cara penyimpanan. Kandungan air karagenan yang
terukur merupakan air terikat (ikatan kimia) sedangkan air bebas diduga telah
menguap (Wenno dkk., 2012).
2. Kadar Abu
Abu adalah zat organik yang dihasilkan dari sisa pembakaran suatu bahan
organik. Kadar abu adalah bagian dari analisis proksimat untuk menganalisa total
mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan berupa
garam, yaitu garam organik dan garam anorganik (Sudarmadji dkk., 2007).
Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral secara kasar.
Bobot abu yang diperoleh merupakan perbedaan bobot cawan yang berisi abu dan
cawan kosong. Kandungan yang terdapat di dalam abu tersebut meliputi garam
atau oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn dan Cu. Selain itu juga terdapat dalam
bentuk lain dalam kadar yang sangat kecil, yaitu Al, Ba, Sr, Pb dan lain-lain.
Penentuan kadar abu dapat dilakukan pada suhu tinggi yaitu 500-600oC. Waktu
pengabuan pada suatu bahan biasanya berkisar 2-8 jam. Analisa kadar abu
dilakukan di dalam tanur. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa
14
pembakaran yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dalam
selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan
dingin, dengan cara pengambilan cawan porselen dari dalam tanur dan
dimasukkan ke dalam oven suhu 105oC. Selanjutnya, cawan dimasukkan ke dalam
desikator sampai dingin dan hasil pengabuannya di timbang sampai berat konstan
(Widodo, 2010).
2.3 Ekstraksi Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii
Proses produksi karagenan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan
bahan baku, ekstraksi karagenan menggunakan bahan pengekstrak, pemurnian
dengan cara pengendapan menggunakan alkohol atau KCl, pengeringan dan
penepungan. Penyiapan bahan baku meliputi proses pencucian rumput laut yang
bertujuan untuk menghilangkan pasir, garam mineral, serta benda asing yang
masih melekat pada rumput laut (Anggadiredja, 2009). Ekstraksi adalah metode
pemisahan suatu komponen solute (cair) dari campurannya menggunakan
sejumlah massa solven (pelarut) sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi terdiri
dari tiga langkah besar yaitu proses pencampuran, proses pembentukan fasa
setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang (Aprilia, 2006).
Pelarut merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga
pemilihan pelarut yang akan digunakan perlu diperhatikan. Pelarut harus saling
melarutkan terhadap salah satu komponen lainnya agar diperoleh dua fase rafinat.
Proses ekstraksi dapat berjalan dengan baik bila pelarut ideal memenuhi syarat–
syarat yaitu selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan cairan
cukup besar, bersifat inert (tidak mudah bereaksi), perbedaan densiti cukup besar,
tidak beracun, tidak bereaksi secara kimia, viskositasnya kecil, tidak bersifat
15
korosif, tidak mudah terbakar, murah, dan mudah didapat. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah temperatur, waktu kontak,
perbandingan cairan, faktor ukuran partikel, pengadukan dan waktu dekantasi
(Aprilia, 2006).
Pada umumnya ekstraksi rumput laut menjadi karagenan dapat dilakukan
dengan menimbang rumput laut (Eucheuma cottonii) kering sebesar 5–10 gram.
Rumput laut direndam dalam air suling dengan perbandingan 1:40 gram/mL
selama 15 menit. Rumput laut disaring menggunakan kain saring lalu dimasukkan
dalam gelas piala. Selanjutnya diekstraksi pada suhu 80oC–95oC menggunakan
larutan NaOH yang berfungsi membantu ekstraksi karagenan menjadi lebih
sempurna dengan konsentrasi tertentu selama 2 jam dengan perbandingan pelarut
dan bahan baku 1:40 gram/mL. Hasilnya disaring dan filtratnya ditambahkan HCl
hingga pH-nya netral (pH 7). Filtrat yang pH-nya sudah netral ditambahkan
pengendap (KCl atau etanol) yang berfungsi memisahkan filtrat karagenan dengan
pelarut pengekstrak yang digunakan dengan perbandingan tertentu dan diaduk-
aduk kemudian didiamkan selama 15 menit. Endapan disaring dan filtrat yang
didapat dikeringkan pada suhu 60OC selama 24 jam, lalu hasilnya ditimbang
(Yasita dan Rachmawati, 2009).
2.4 Nira Siwalan
Nira adalah cairan yang memiliki rasa manis yang diperoleh dari jenis
tanaman tertentu. Proses pengambilan nira bisa dilakukan dengan cara digiling,
diperas atau disadap. Nira umumnya digunakan sebagai dasar dalam pembuatan
gula atau pemanis. Selain itu nira juga dapat digunakan untuk membuat asam
cuka, minuman beralkohol, minuman tidak beralkohol dan obat tradisional.
16
Komponen utama yang terdapat dalam nira selain air adalah karbohidrat dalam
bentuk sukrosa. Sedangkan komponen lainnya adalah jumlah yang relatif kecil
yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral. Susunan komponen tersebut
memungkinkan nira dapat direkayasa lebih lanjut untuk menjadi berbagai produk
baru seperti aneka pemanis, minuman ringan (tuak, anggur dan nata), asam cuka,
alkohol dan juga sebagai media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme terutama
bakteri dan khamir (Ayu, 2010).
Nira siwalan adalah cairan yang diperoleh dari penyadapan mayang bunga
jantan pohon siwalan (Cahyaningsih, 2006). Cairan ini kemudian dikonsumsi oleh
masyarakat dalam bentuk minuman yang disebut legen. Minuman legen dapat
juga dibuat dari kelapa dan aren. Nira siwalan diambil dengan cara memotong
sedikit demi sedikit sulur bunga siwalan untuk disadap getahnya kemudian
ditampung pada sebuah tabung yang biasanya terbuat dari potongan batang bambu
satu ruas. Lama penyadapan ini biasanya semalam, pada sore hari tabung bambu
yang disebut bumbung, diletakkan sebagai penampung, maka pada pagi harinya
sudah memuat penuh satu tabung. Satu manggar bunga biasanya dapat
menghasilkan sekitar tiga sampai enam tabung nira siwalan.
Komposisi nira dari suatu jenis tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain varietas tanaman, keadaan tanah, iklim, umur tanaman,
kesehatan tanaman, pemupukan, dan pengairan. Komposisi zat gizi nira siwalan
segar dapat dilihat pada Tabel 4.
Kerusakan nira ditandai oleh penurunan pH disebabkan adanya
perombakan gula menjadi asam organik oleh mikroba seperti khamir
(Saccharomyces sp.) serta bakteri Acetobacter sp. Nira sangat mudah
17
terkontaminasi karena mengandung nutrisi lengkap yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan khamir optimal pada pH 4,0-4,5 dan dapat
berkembang dengan baik pada suasana aerob, namun untuk khamir fermentatif
dapat tumbuh pada suasana anaerob. Proses peragian pada pada nira siwalan yang
pertama adalah fermentasi gula yang terkandung dalam nira menjadi alkohol oleh
mikroorganisme yang merupakan suatu cemaran pada minuman ini, selain
pembentukan alkohol juga terjadi proses oksidasi alkohol tersebut menjadi asam
asetat dimana kedua proses ini terjadi bersamaan (Fardiaz, 1992).
Tabel 4. Komposisi Nira Siwalan
Komponen Jumlah
Total gula (g/100 cc) 10,93
Gula reduksi (g/100 cc) 0,96
Protein (g/100 cc) 0,35
Nitrogen (g/100 cc) 0,056
pH (g/100 cc) 6,7-6,9
Specific gravity 1,07
Mineral sebagai abu (g/100 cc) 0,54
Kalsium (g/100 cc) Sedikit
Fosfor (g/100 cc) 0,14
Besi (g/100 cc) 0,4
Vitamin C (g/100 cc) 13,25
Vitamin B1 (IU) 3,9
Vitamin B komplek Diabaikan
Sumber: Davis and Johnson (1987)
Nira mudah mengalami fermentasi karena mengandung mikroba yang
sangat aktif. Nira yang terlambat dimasak warnanya berubah menjadi keruh dan
kekuning-kuningan, rasanya masam, dan baunya menyengat. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dari sukrosa sampai dengan alkohol terlibat kegiatan khamir,
selanjutnya dari alkohol ke asam asetat terlibat kegiatan bakteri dan hasilnya
berupa cuka berasa masam.
18
Pada fermentasi alkohol dan CO2 dimana berlangsung secara anaerob.
Setelah alkohol dihasilkan pada kegiatan tersebut kemudian fermentasi asam
asetat segera terjadi. Bakteri asam asetat mengubah alkohol menjadi asam asetat
secara aerob. Hasil fermentasi diperoleh dari adanya metabolisme mikroba-
mikroba pada suatu bahan pangan dalam kondisi anaerob. Mikroba membutuhkan
energi yang diperoleh dari glukosa untuk melakukan fermentasi. Dalam kondisi
aerob, mikroba akan mengubah glukosa menjadi air, CO2 (karbon dioksida) dan
energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam
keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil
penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti
asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan-bahan organik yang mudah menguap.
Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan
sebagai proses fermentasi (Ramadanti, 2012).
2.5 Bakso
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang dibuat dengan cara
menghaluskan daging kemudian dibuat adonan dengan cara menambahkan garam,
bawang putih yang telah digiling halus dan tapioka, kemudian bahan-bahan
tersebut dicampur hingga homogen dan dibentuk bulatan-bulatan sesuai yang
dikehendak (Astawan dan Astawan, 1989 dalam Avianita 1996).
Menurut Standar Nasional Indonesia no 01-3818 tahun 1995 SNI, 1995)
bakso adalah produk makanan yang berbentuk bulatan yang diperoleh dari
campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50% dari total adonan)
dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan serta bahan
tambahan yang diizinkan. Bakso memiliki kandungan nutrisi yang baik karena
19
berbahan dasar daging. Daging memiliki kandungan berupa protein, lemak, air,
karbohidrat, mineral dan vitamin. Kandungan zat yang terdapa di dalam daging
termasuk dalam zat esensial dalam makanan untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Bakso merupakan salah satu produk pangan yang memiliki
umur simpan rendah karena rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Masa simpan bakso sangat singkat yaitu 12 jam atau maksimal 1
hari pada suhu kamar (Wibowo, 2009).
2.5.1 Bahan Pembuatan Bakso
a. Daging
Pada umumnya, macam daging yang dikonsumsi berupa daging sapi,
kerbau, kambing, babi, kelinci, dan unggas (seperti ayam, itik, burung, dan
kalkun). Daging mengandung zat protein, zat lemak, zat kolesterol, zat besi, zat
kalsium, zat fosfor, dan vitamin B komplek. Zat protein dan zat lemak hewani
mudah dicerna dan mempunyai nilai biologi tinggi. Daging terdiri atas zat protein
yang disebut miyosin. Bagian yang terlihat putih-putih diantara sel-sel daging
disebut elastin atau tenunan ikat. Semakin banyak elastinnya, daging makin keras
dan liat (Soejaoeti, 1998).
Pada pembuatan bakso diperlukan daging sapi yang segar yaitu daging
terdiri dari serat-serat halus, mempunyai sedikit tenunan pengikat. Syarat-syarat
daging yang baik menurut Muzarnis (1974), adalah:
a) Mempunyai kualitas lemak sedang.
b) Pada umumnya serat-serat menuju ke satu arah sehingga bidang irisannya
terlihat rata.
20
c) Mengandung bagian daging yang nilai gizinya sangat tinggi yaitu daging
lulur (has), daging paha, daging lomusir, dan daging bistik.
Daging dapat didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan
serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno,
1992). Daging adalah sumber protein hewani yang penting bagi pertumbuhan
manusia. Kadar protein pada daging sapi berkisar antara 16%-22%. Berdasarkan
kelarutannya protein daging dapat dibagi menjadi tiga yaitu: protein sarkoplasma,
protein miofibril, dan jaringan pengikat (Kramlich dkk., 1973, dalam Triatmojo,
1992).
b. Tapioka
Bahan lain yang digunakan untuk membuat bakso adalah tapioka. Untuk
menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah tapioka yang
digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tapioka yang
ditambahkan sebaiknya 10% dari berat daging (Singgih, 2000). Tapioka
merupakan hasil pati hasil pengolahan tanaman ubi kayu. Tapioka ini diperoleh
dari hasil pemisahan granula pati dan komponen lainnya melalui proses ekstraksi
dan pengendapan tepung ubi (Grace, 1967 dalam Widiastuti, 1990).
Penyusun utama tapioka adalah pati yaitu sebesar 85% dengan sifat-sifat
antara lain tidak larut dalam air dingin, dapat membentuk gel dengan air panas,
tidak berasa dan tidak berwarna. Komponen penyusun utama pati adalah amilosa
dan amilopektin. Amilosa dapat membentuk gel dengan mudah karena bentuk
rantainya lurus sehingga pembentukan jaringan tiga dimensi berlangsung dengan
21
mudah, molekul-molekul amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal
sehingga mudah mengalami retrogradasi (Meyer, 1979 dalam Tonny, 2000).
c. Bumbu
Bumbu adalah bahan makanan yang digunakan untuk menguatkan rasa pada
makanan. Bumbu yang ditambahkan yaitu garam, bawang putih dan merica halus
untuk menghasilkan cita rasa bakso menjadi lezat. Penambahan garam 2,5% dari
berat daging dapat memperbaki tekstur, rasa dan warna dan sekaligus berfungsi
memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Bawang putih
yang digunakan sebanyak 2,5% dari berat bahan. Merica ditambahkan sebagai
penyedap masakan dan memperpanjang masa simpan produk. Merica
ditambahkan sebanyak 0,8% dari berat bahan.
d. Air Es
Air es ditambahkan dengan tujuan untuk menjaga elastisitas daging
sehingga bakso yang dihasilkan menjadi lebih kenyal. Air es ditambahkan
sebanyak 20% dari berat bahan dalam bentuk es batu atau air es agar suhu adonan
dalam keadaan rendah. Air ditambahkan hingga adonan menapai tekstur yang
diinginkan. Air berfungsi melarutkan garam, menghomogenkan adonan,
memudahkan ekstraksi protein dari daging dan berperan dalam pembentukan
emulsi. Air yang ditambahkan dipengaruhi oleh jumlah tepung yang digunakan.
2.5.2 Mutu Bakso
Kualitas bakso yang dihasilkan bergantung pada kualitas dari daging, jenis
tepung dan perbandingan antara daging dan tepung yang digunakan. Penggunaan
daging dan tepung yang berkualitas tinggi akan menghasilkan produk bakso yang
berkualitas baik. Kualitas bakso yang baik dapat dilihat dari tekstur, warna dan
22
rasa. Tekstur yang baik yaitu halus, kompak, kenyal dan empuk (Montolalu dkk.,
2013). Kriteria mutu sensoris bakso daging dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Mutu Sensoris Bakso Daging
Parameter Kriteria
Penampakan
Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan
cemerlang, tidak kusam, sedikitpun tidak tampak
berjamur atau berlendir.
Warna
Cokelat muda cerah atau sedikit kemerahan atau cokelat
muda agak keputihan atau abu abu. Warna terseut merata
tanpa warna lainnya yang mengganggu.
Bau Bau khas daging segar rebus dominan tanpa bau tengik,
masam (basi) atau busuk. Bau bumbu cukup tajam.
Rasa
Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu
cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat
rasa asing yang mengganggu.
Tekstur
Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau
membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah
berair dan tidak rapuh.
Sumber: Wibowo (2009)
Bakso memiliki kandungan nutrisi yang baik karena berbahan dasar
daging. Daging memiliki kandungan berupa protein, lemak, air, karbohidrat,
mineral dan vitamin. Kandungan zat yang terdapa di dalam daging termasuk
dalam zat esensial dalam makanan untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Bakso merupakan salah satu produk pangan yang memiliki
umur simpan rendah karena rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Masa simpan bakso sangat singkat yaitu 12 jam atau maksimal 1
hari pada suhu kamar (Wibowo, 2009).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) bakso adalah produk
makanan yang berbentuk bulatan yang diperoleh dari campuran daging ternak
(kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan serta bahan tambahan yang diizinkan. Beberapa
23
persyaratan yang harus dipenuhi sebagai syarat mutu bakso daging sapi dapat
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Syarat Mutu Bakso
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal, khas daging
1.2 Rasa - Gurih
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Kenyal
2 Air % b/b Maks. 70,0
3 Abu % b/b Maks. 3,0
4 Protein % b/b Min. 9,0
5 Lemak % b/b Maks. 2,0
6 Boraks - Tidak boleh
7 Bahan Tambahan Makanan Sesuai dengan SNI 01-
0222-1985 dan revisinya
8 Cemaran Logam
8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0
8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
10 Cemaran Mikrobia
10.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1 x 105
10.2 Bakteri bentuk koli APM/g Maks. 10
10.3 Escherichia coli APM/g < 3
10.4 Enterococci Koloni/g Maks. 1 x 103
10.5 Clostridium perfringens Koloni/g Maks. 1 x 102
10.6 Salmonella - Negatif
10.7 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1 x 102
Sumber: SNI 3818:2014
2.6 Bahan Pengemas
Kemasan merupakan salah satu proses yang paling penting untuk menjaga
kualitas produk makanan selama penyimpanan, transportasi, dan penggunaan
akhir. Kemasan yang baik tidak hanya sekedar untuk menjaga kualitas makanan
tetapi juga secara signifikan memberikan keuntungan dari segi pendapatan,
Selama distribusi, kualitas produk pangan dapat memburuk secara biologis dan
24
kimiawi maupun fisik. Oleh karena itu, kemasan makanan berfungsi untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas serta keamanan
produk makanan (Jun H. Han, 2005). Jenis kemasan pangan berdasarkan bahan
dasar pembuatannya adalah kemasan kertas, plastik, kaleng atau logam, gelas, dan
kemasan komposit yakni kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa jenis
bahan kemasan, misalnya gabungan antara kertas dan plastik maupun kertas dan
logam. Masing-masing jenis bahan kemasan memiliki karakteristik yang dapat
dijadikan sebagai dasar untuk memilih jenis kemasan yang sesuai untuk produk
pangan (Elisa dan Mimi, 2006). Penggunaan jenis bahan pengemas harus
disesuaikan dengan sifat bahan pangan yang akan dikemas.
2.6.1 Polypropylene (PP)
Polipropilen merupakan gabungan monomer dari propilen yang berjumlah
banyak dan termasuk jenis plastik olefin. Polipropilen mempunyai nama dagang
Bexophane, Dynafilm, Luparen, Escon, Olefane dan Profax. Sifat-sifat dari
polipropilen yaitu ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang
dan jernih dalam bentuk film, daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air
rendah, permeabilitas terhadap gas sedang, tahan terhadap suhu tinggi sampai
dengan 150oC sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan,
mempunyai titik lebur yang tinggi sehingga sulit untuk dibentuk menjadi kantung
dengan sifat kelim panas yang baik, tahan lemak, asam kuat dan basa sehingga
baik untuk kemasan minyak dan sari buah. Tidak terpengaruh oleh pelarut kecuali
oleh HCl pada suhu kamar, namun akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen,
terpentin dan asam nitrat kuat pada suhu tinggi.
25
2.6.2 Low Density Polyethylene (LDPE)
LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah
dikelim dan harganya murah. LDPE memiliki nama dagang alathon, dylan dan
fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah dari HDPE, namun
karena LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi (400-800%) maka plastik ini
mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi.
Titik lelehnya berkisar antara 105-115oC. Digunakan untuk film, mangkuk, botol
dan wadah atau kemasan.
LDPE termasuk dalam polietilen yang mempunyai sifat fleksibel sehingga
mudah dibentuk dan mempunyai daya rentang yang tinggi, kedap terhadap air,
uap air, dan gas, dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga suhu -50oC,
tahan asam, basa, alkohol dan bahan kimia, penampakannya bervariasi dari
transparan, berminyak sampai keruh (translusid) tergantung proses pembuatan dan
jenis resin, heat seal (dapat dikelim dengan panas) sehingga dapat digunakan
untuk laminasi dengan bahan lain, titik leleh 120oC, transmisi gas tinggi sehingga
tidak cocok untuk pengemasan bahan yang beraroma. Kemasan polietilen banyak
digunakan untuk mengemas buah-buahan, sayur-sayuran segar, roti, produk
pangan beku dan tekstil.
2.6.3 Alumunium Foil
Alumunium foil menempati posisi yang penting dalam produk kemas
fleksibel karena memiliki barriers yang memuaskan dan penampilan yang baik.
Foil yang biasa digunakan dengan ketebalan antara 6 mikron sampai 150 mikron
baik soft temper maupun hard temper. Soft maupun hard temper tergantung
terhadap foil tersebut. Kemasan fleksibel foil yang umumnya digunakan memiliki
26
ketebalan kurang dari 25 mikron. Namun demikian untuk keperluan tertentu
dengan contoh yang lebih tebal alumunium foil yang soft temper akan mudah
membentuk dead-fold, dan tidak mudah kembali, dan bisa dibentuk menurut
keinginan.
Foil adalah tak berbau, tak ada rasa, tak berbahaya dan hygienis, tak
mudah membuat pertumbuhan bakteri dan jamur. Jenis alumunium foil juga
banyak digunakan oleh industri-industri rumah tangga karena bersifat hermestis,
fleksibel, dan tidak tembus cahaya.